Jurnal Ilmiah ISLAM FUTURA Vol. 13. No. 1, Agustus 2013, 12-27
SIKAP TASĀMUH DALAM PENDIDIKAN MULTIKULTURAL Rahma Maulida Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Model Banda Aceh E-mail:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini dilakukan di SD Bunga Matahari International School Banda Aceh (BMIS) karena homogenitas, baik suku, bangsa dan agama. Keragaman ini menarik diteliti lebih lanjut untuk mengetahui proses pembinaan sikap tasāmuh dalam pendidikan multikultural. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada beberapa bentuk sikap tasāmuh yang terdapat dalam pendidikan multikultural di SD BMIS yaitu sikap tolong-menolong, bertanggung jawab, bekerjasama, saling pengertian, saling menghargai, saling menghormati, komunikatif, kepedulian terhadap orang lain, tidak saling menyalahkan, tidak egois, dan sikap inklusif. Sikap tasāmuh yang dibina dalam pendidikan multikultural di SD BMIS sesuai dengan sistem pendidikan Islam, namun dalam pengajaran pendidikan agama bagi nonmuslim, belum sesuai dengan perspektif pendidikan Islam, proses pembelajarannya masih diskriminatif. Faktor pendukung penerapan tasāmuh dalam pendidikan multikultural di SD BMIS adalah dialog, kesetaraan, kesederajatan, UUD 1945 Pasal 29 ayat 2, kurikulum pendidikan multikultural yang memuat nilai-nilai pluralisme dan tasāmuh, sikap terhadap perbedaan. Faktor penghambat pembinaan sikap tasāmuh adalah adanya sikap eksklusif, model pembelajaran yang cenderung dogmatis, agama yang diarahkan menjadi variable tidak bebas. Adapun solusi pembinaan sikap tasāmuh yaitu pelaksanaan pendidikan harusnya berorientasi pada nilai yang akan memberikan titik tekan pada bagaimana siswa melihat, memahami, dan menghadapi keragaman hidup dalam pendidikan multikultural. Kata Kunci: Tasāmuh; Pendidikan Multikultural
Abstract This research was conducted at International Elementary School Bunga Matahari,Banda Aceh for its homogeneity, both tribes, nations and religions. This diversity is interesting to have a further study in order to know the process of tolerance guiding in multicultural education. The results of the study show that there are some tasāmuh (tolerance) attitudes in multicultural education as mutual helps, mutual respects, mutual communications, mutual care, not to blame others, not to be selfish and inclusive. The tolerance attitudes which have been conducting at International Elementary School Bunga Matahari,Banda Aceh is in accord with the Islamic education system, but in the teaching of religious education for non-Muslims, not in accordance with the perspective of Islamic the education, the learning process is still discriminatory. The leading factors in supporting the tolerance implementation in multicultural education at National Elementary Bunga Matahari, Banda Aceh are dialogue, egalitarianism, impartiality, the 1945 Constitution, Article 29, 2nd paragraph, multicultural education which contains the values of pluralism and tolerance attitudes towards diversity. The inhibiting factors in developing tolerance attitudes are exclusiveness, learning model which tends to be dogmatic,
SIKAP TASĀMUH DALAM PENDIDIKAN MULTIKULTURAL religion is directed into not free variable, the solution of developing tolerance is that the educational implementation should be oriented on the value that will provide pressure point on how students see, understand, and face the diversity of life in multicultural education. Keywords: Tasāmuh; Multicultural education
ﻣﺴﺘﺨﻠﺺ
ﺑﺎﻧﺪا اﺗﺸﻴﻪ ﲟﺎ ﺗﻨﻮﻋﺖ ﻓﻴﻬﺎ ﻣﻦ اﻟﻘﺒﻴﻠﺔ واﻟﻮﻃﻨﻴﺔSD أﺟﺮﻳﺖ ﻫﺬﻩ اﻟﺪراﺳﺔ ﰲ اﳌﺪرﺳﺔ اﻹﺑﺘﺪاﺋﻴﺔ ﺑﻮﻏﺎ ﻣﺘﺎﻫﺎري اﻟﺪوﻟﻴﺔ وأﻇﻬﺮت اﻟﻨﺘﺎﺋﺞ. ﻫﺬا اﻟﺘﻨﻮع ﺟﺬاب ﻣﻦ اﻟﺪراﺳﺔ ﳌﻌﺮﻓﺔ ﻋﻤﻠﻴﺔ ﺗﺪرﻳﺐ اﻟﺘﺴﺎﻣﺢ ﰲ اﻟﺘﻌﻠﻴﻢ ﳌﺘﻌﺪد اﻟﺜﻘﺎﻓﺎت.و اﻟﺪﻳﻨﻴﺔ أن ﻫﻨﺎك ﺷﻜﻼ ﻣﻦ أﺷﻜﺎل اﻟﺘﺴﺎﻣﺢ اﻟﻮاردة ﰲ اﻟﺘﻌﻠﻴﻢ ﳌﺘﻌﺪد اﻟﺜﻘﺎﻓﺎت ﰲ ﺗﻠﻚ اﳌﺪرﺳﺔ ﻓﻬﻲ اﻟﺘﻌﺎون وأن اﻟﺘﺴﺎﻣﺢ ﰲ. واﳌﺴﺆوﻟﻴﺔواﳌﺸﺎرﻛﺔ ﰲ اﻟﻌﻤﻞ واﻟﺘﻔﺎﻫﻢ واﻻﺣﱰام ﺑﻌﻀﻬﻢ ﺑﺒﻌﺾ و اﻟﺘﻮاﺻﻞ واﻟﺘﻜﺎﻓﻞ و اﻟﺸﻤﻮﻟﻴﺔ ﺗﻠﻚ اﳌﺪرﺳﺔ وﻓﻘﺎ ﻟﻠﺘﻌﻠﻴﻢ اﻹﺳﻼﻣﻲ ﻋﻠﻰ اﻟﺮﻏﻢ أن ﻗﻠﻴﻠﻬﻢ ﻏﲑ اﳌﺴﻠﻤﲔ وذﻟﻚ ﻳﺴﺒﺐ ﻋﻤﻠﻴﺔ اﻟﺘﻌﻠﻢ ﻻ ﺗﺰال وأﻣﺎاﻟﻌﻮاﻣﻞ اﳌﺪاﻋﻤﺔ ﻟﺘﻨﻔﻴﺬ اﻟﺘﺴﺎﻣﺢ ﰲ اﻟﺘﻌﻠﻴﻢ ﳌﺘﻌﺪد اﻟﺜﻘﺎﻓﺎت ﰲ ﺗﻠﻚ اﳌﺪرﺳﺔ ﻓﻬﻲ اﳊﻮار واﳌﺴﺎواة ودﺳﺘﻮر.اﻟﺘﻤﻴﻴﺰﻳﺔ وﻣﻨﺎﻫﺞ اﻟﺘﻌﻠﻴﻢ ﳌﺘﻌﺪد اﻟﺜﻘﺎﻓﺎت اﻟﱵ ﲢﺘﻮي ﻋﻠﻰ ﻗﻴﻢ اﻟﺘﻌﺪدﻳﺔ و اﻟﺘﺴﺎﻣﺢ واﳌﻮاﻗﻒ2 اﻟﻔﻘﺮة، 29 اﳌﺎدة،1945 ﻋﺎم وأﻣﺎاﻟﻌﻮاﻣﻞ اﻟﻌ ﻮاﺋﻘﺔ ﰲ اﺣﻀﺎر اﻟﺘﺴﺎﻣﺢ ﻟﺪي اﻟﺘﻼﻣﻴﺬ ﻓﻬﻲ ﻣﻮﻗﻔﻬﻢ اﳊﺼﺮي واﻛﺘﺴﺎب اﻟﺘﻌﺎﻟﻴﻢ اﻟﻌﻘﺎﺋﺪي. ﲡﺎﻩ اﻟﻔﺮق أﻣﺎ ﺣﻠﻮل ﺑﺎﻟﻨﺴﺒﺔ ﻟﺒﻨﺎء ﻣﻮﻗﻒ اﻟﺘﺴﺎﻣﺢ ﻓﻬﻲ أن ﺗﻨﻔﻴﺬ اﻟﺘﻌﻠﻴﻢ ﳚﺐ أن ﻳﻜﻮن ﻣﻮﺟﻬﺎ ﻋﻠﻰ ﻗﻴﻤﺔ ﺗﻮﻓﺮ ﻧﻘﻄﺔ.اﳌﻘﻴﺪة . اﻟﻀﻐﻂ ﻋﻠﻰ ﻛﻴﻒ ﻳﺮى وﻳﻔﻬﻢ وﻳﻮاﺟﻪ اﻟﻄﻼب ﺗﻨﻮع اﳊﻴﺎة ﰲ اﻟﺘﻌﻠﻴﻢ ﳌﺘﻌﺪد اﻟﺜﻘﺎﻓﺎت
اﻟﺘﺴﺎﻣﺢ; ﺗﻌﻠﻴﻢ ﻣﺘﻌﺪد اﻟﺜﻘﺎﻓﺎت:اﻟﻜﻠﻤﺎت اﻟﺮﺋﻴﺴﻴﺔ A. Pendahuluan Tasāmuh diartikan sebagai suatu sikap yang senantiasa saling menghargai sesama manusia. Sikap tasāmuh ini perlu ditumbuhkan agar terciptanya sikap saling menghargai, berbaik sangka dan agar terhindar dari sikap saling menuduh. Pembinaan sikap tasāmuh merupakan kewajiban semua orang apapun agama yang dianutnya. Bersikap tasāmuh bukan berarti terbuka dan menerima segala sesuatu tanpa memiliki pendirian, maka disini diperlukan suatu prinsip kayakinan yang teguh terhadap suatu kebenaran. Adapun Indonesia yang warganya terdiri dari bermacam-macam suku, ras, budaya dengan kemampuan dan karakteristik yang beraneka ragam diperlukan pendidikan yang multikultural, yaitu pendidikan yang membuat dan menciptakan situasi sekolah dan kegiatannya hingga semua siswa dari berbagai suku, ras, budaya
Volume 13 No.1, Agustus 2013 |
13
Rahma Maulida mendapat kesempatan belajar dengan baik.1 Dalam hal ini, maka diperlukan pembinaan sikap tasāmuh seperti sikap saling pengertian, saling menghargai dan keinsafan akan adanya suatu tujuan bersama. Adapun Azyumardi Azra menawarkan solusi untuk memecahkan masalah multikultural adalah melalui pendekatan pendidikan. Dengan kurikulum pendidikan yang mencakup subjek-subjek seperti toleransi, tema-tema tentang perbedaan etnokultural dan agama, perumusan dan implementasi pendidikan multikultural di Indonesia.2 Pendidikan multikultural ini penting karena dirancang khusus untuk menciptakan struktur dan proses yang membuka kesempatan sama pada semua kultur, komunitas peradaban maupun individu. Dapat dipahami bahwa hidup bermasyarakat berarti hidup berdampingan dengan orang lain. Oleh sebab itu, maka harus bisa menerima setiap kondisi yang terjadi diantara semua orang, termasuk dalam hal perbedaan agama. Sehingga terciptanya interaksi dan komunikasi terbaik. Peran dan fungsi pembinaan sikaptasāmuhdiantaranya adalah untuk meningkatkan pemahaman dalam keberagamaan siswa dengan meyakini agama sendiri, dan memberikan kemungkinan keterbukaan untuk mempelajari dan mempertanyakan agama lain sebatas untuk menumbuhkan sikap tasāmuh. Lagipula pembinaan sikap tasāmuh menjadi tanggung jawab semua orang, tidak hanya di lingkungan sekolah tetapi juga dirumah dan lingkungan sosial dengan menanamkan dalam
benak
pikiran
siswa
dan
anak-anakbahwa
perbedaan
merupakan sunnatullah yang harus dijalani, semua sudah ada yang mengatur, maka tidak selayaknya manusia lari dari tanggungjawab. Seharusnya manusia memupuk dan mengembangkan sikap tasāmuh dalam pendidikan multikultural pada wadah pembelajaran. Dalam
pembahasan
pembinaan
sikap
tasāmuh
dalam
pendidikan
multikultural, penulis juga mengkaitkan tasāmuh yang di lihat dari perspektif pendidikan Islam, yang pada dasarnya pendidikan Islam sejatinya merupakan upayapenanaman nilai-nilai etik-religius kepada siswa dengan berbasiswahyu untuk dipraktikkan dalam realitas empiris. Ini dikarenakan di SD BMIS juga terdapat pembelajaran pendidikan agama muslim dan nonmuslim. 1
Paul Suparno SJ dkk, Reformasi Pendidikan: Sebuah Rekomendasi (Yogyakarta: Kanisius, 2002), 80. 2 Mahfud MD dkk, Prosiding Kongres Pancasila IV: Strategi Pelembagaan Nilai-Nilai Pancasila (Yogyakarta: PSP UGM, 2012), 156.
14
| Jurnal Ilmiah ISLAM FUTURA
SIKAP TASĀMUH DALAM PENDIDIKAN MULTIKULTURAL Penerapan pendidikan multikultural di sekolah Bunga Matahari International School dilaksanakan dengan pembinaan sikap tasāmuh. Para pendidik dalam proses pembelajaran membina sikap saling menghormati, sikap saling pengertian, hormat menghormati antar umat beragama, dan para pendidik juga menanamkan sikap yang baik antar siswa di lingkungan sekolah tersebut. Pelaksanaan pendidikan multikultural di sekolah BMIS juga menyediakan waktu khusus untuk pembelajaran pendidikan agama bagi siswa sesuai dengan agama yang dianutnya, tetapi menurut pantauan Penulis di lapangan, siswa tidak mendapatkan hak yang sama dalam pembelajaran pendidikan agama terutama bagi siswa yang beragama Hindu dan Buddha. Mereka tidak mendapatkan pengajaran dari guru yang seagama dengan mereka.3 Hal ini tidak sesuai dengan konsep pendidikan multikultural dan Sistem Pendidikan Nasional, di mana masing-masing siswa memiliki hak atas pendidikan agama dan diajarkan oleh guru yang seagama pula. 4 Dengan demikian, permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: (1) Bagaimana bentuk dan penerapan sikap tasāmuh dalam pendidikan multikultural di SD BMIS Banda Aceh; (2) Bagaimana sikap tasāmuh di SD BMIS dalam perspektif pendidikan Islam; (3) Apa saja faktor pendukung dan penghambat serta solusi pembinaan sikap tasāmuh dalam pendidikan multikultural di SD BMIS? B.
Pembahasan
1.
Pengertian Pendidikan Multikultural
Tasāmuh berasal dari bahasa Arab yang artinya toleransi dan kemurahan hati.5 Kata toleransi berasal dari bahasa Inggris “tolerance”, berarti sikap membiarkan, mengakui dan menghormati keyakinan orang lain tanpa memerlukan persetujuan.
Ini
diartikan
sebagai
suatu
sikap
atau
refleksi
dari
6
kerukunan. Sedangkan dalam buku yang lain, tasāmuh merupakan kemampuan untuk menghormati sifat dasar, keyakinan, dan perilaku yang dimiliki oleh orang lain,7 sehingga dimaksudkan sebagai adanya sikap saling memberi izin dan saling 3
Hasil Observasi Awal Pada Tanggal 25 Maret 2014. UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003 Bab 5 Pasal 12. 5 Napis Juaeni, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia (Mizan Publika, 2006), 210. 6 Said Agil Husin Al-Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama (Jakarta: Ciputat Press, 2005), 4
13. 7
Ngainun Naim dan Ahmad Syauqi, Pendidikan Multikultural: Konsep dan Aplikasi (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), 77.
Volume 13 No.1, Agustus 2013 |
15
Rahma Maulida memudahkan. Bisa pula dipahami bahwa sikap tasāmuh adalah sikap menghargai, membiarkan,
memperbolehkan
pendirian,
pendapat,
pandangan,kepercayaan,
kebiasaan dan kelakuan yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri.8Tasāmuh di tengah-tengah masyarakat yaitu mengenal hidup berdampingan dengan saudara-saudara yang berbeda agama, budaya, pekerjaan, aliran atau mazhab. Tasāmuh dalam ajaran Islam memiliki batasan atau aturan yang jelas, seperti dalam
hal
pelaksanaan
ibadah
dan
akidah.Namun
dalam
aspek
sosial
kemasyarakatan, seperti bergaul, bertetangga, berdagang, dan aktifitas sosial (keduniawian) lainnya diperbolehkan. Dengan demikian, dalam bertoleransi memiliki rambu-rambu yang harus dipatuhi yaitu mengakui hak setiap orang, menghormati keyakinan orang lain, lapang dada menerima perbedaan, saling pengertian, kesadaran dan kejujuran.9 Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tasāmuh berarti suatu sikap atau perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat.Di sini dimaksudkan bahwa penganut mayoritas dalam suatu masyarakat mengizinkan keberadaan agama-agama lainnya. Dari penjelasan di atas, perlu pula diketahui bagaimana posisi tasāmuh dalam perspektif pendidikan Islam.Tasāmuh dalam pendidikan Islam adalah bagaimana seorang guru mampu berperan di antara para siswa yang berbeda dan sehingga di antara siswa tersebut mampu bersikap toleran.Ini merupakan indikasi adanya nilainilai tasāmuh dalam pendidikan Islam yang bertujuan sosial dalam aktualisasi diri manusia dengan masyarakat di sekitarnya.Jadi pada dasarnya Islam dapat menerima kebhinnekaan sebagai suatu kenyataan sosiologis adanya pluralisme agama dan budaya.10 Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang multikultur artinya memiliki banyak budaya.11Adapun secara etimologi istilah pendidikan multikultural terdiri dari dua term, yaitu pendidikan dan multikultural.Dalam Kamus Pendidikan Pengajaran dan Umum, dituliskan bahwa pendidikan berarti semua perbuatan dan usaha dari seorang pendidik untuk mengalihkanpengetahuannya, pengalamannya,
8
Tim Mitra Guru, Ilmu Pengetahuan Sosial: Sosiologi (Jakarta: Erlangga, 2006), 32. Muhaemin, Al-Qur’an dan Hadis (Bandung: Grafindo Media Utama, 2008), 71. 10 Ahmad Syafi’i Ma’arif, Membumikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), 77. 11 Herimanto dan Winarno, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), 103. 9
16
| Jurnal Ilmiah ISLAM FUTURA
SIKAP TASĀMUH DALAM PENDIDIKAN MULTIKULTURAL kecakapannya serta keterampilannya.12Dalam buku yang lain dijelaskan bahwa pendidikan adalah segala usaha yang dilakukan untuk mendidik manusia sehingga dapat tumbuh dan berkembang serta memiliki potensi atau kemampuan sebagaimana mestinya.13 Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah suatu proses pembelajaran untuk menciptakan perubahan dalam diri seseorang. Multikultural merupakan kata sifat yang dalam bahasa Inggris berasal dari dua kata, yaitu “multi” (banyak), culture(budaya), ini dimaksudkan sebagai keragaman kebudayaan.14Sedangkan secara etimologis pendidikan multikultural didefinisikan sebagai pendidikan yang memerhatikan keragaman budaya para peserta didik. Sedangkan secara terminologis, pendidikan multikultural menurut James A. Banks dipahami sebagai konsep pendidikan yang memberikan kesempatan yang sama kepada semua peserta didik tanpa memandang gender dan kelas sosial, etnik, ras, agama, dan karakteristik kultural mereka untuk belajar di dalam kelas. 15 Pendidikan multikultural menghendaki penghormatan dan penghargaan setinggi-tingginya terhadap harkat dan martabat manusia dari manapun dia datangnya dan berbudaya apapun dia. Harapannya adalah terciptanya kedamaian sejati, keamanan yang tidak dihantui kecemasan, dan kebahagiaan tanpa rekayasa. 16 Adapun istilah multikulturalisme menurut Syahrin ialah “paham banyak budaya”, tetapi tidak memadai jika dipahami secara harfiah saja, melainkan dapat dipahami sebagai suatu pengakuan terhadap beberapa kultur yang berbeda yang dapat eksis dalam lingkungan yang sama dan menguntungkan satu sama lain.17 Zakiyuddin Baidhawy mengemukakan bahwa pendidikan multikultural adalah gerakan pembaharuan dan inovasi pendidikan dalam rangka menanamkan kesadaran pentingnya hidup bersama dalam keragaman dan perbedaan, dengan spirit kesetaraan dan kesederajatan, saling percaya, saling memahami dan menghargai persamaan, perbedaan dan keunikan agama-agama, sehingga terjalin suatu relasi dan interdependensi dalam situasi saling mendengar dan menerima perbedaan pendapat
12
Saliman dan Sudarsono, Kamus Pendidikan, Pengajaran dan Umum (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), 178. 13 Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), 14. 14 Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 75. 15 Abdullah Aly, Pendidikan Islam Multikultural di Pesantren: Telaah Terhadap Kurikulum Pondok Pesantren Modern Islam Assalam Surakarta (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), 105. 16 Ngainun Naim dan Ahmad Syauqi, Pendidikan Multikultural…, 50. 17 Syahrin Harahap, Teologi Kerukunan (Jakarta: Prenada, 2011).
Volume 13 No.1, Agustus 2013 |
17
Rahma Maulida dalam pikiran terbuka, untuk menemukan jalan terbaik mengatasi konflik dan menciptakan perdamaian melalui ksih sayang antar sesama.18 Pendidikan multikultural sebagai wacana baru di
Indonesia dapat
diimplementasikan melalui pendidikan formal, dan juga dapat diimplementasikan melalui pendidikan nonformal. Dalam pendidikan formal, pendidikan multikultural tidak harus dirancang khusus sebagai muatan substansi tersendiri, tetapi dapat diintegrasikan dalam kurikulum yang sudah ada melalui bahan ajar atau model pembelajaran. Dalam pendidikan nonformal, pendidikan multikultural dapat disosialisasikan melalui pelatihan-pelatihan dengan model pembelajaran yang responsif multikultural dengan mengedepankan penghormatan terhadap perbedaan, baik ras, suku, maupun agama antaranggota masyarakat. Pendidikan multikultural sangat penting diterapkan guna meminimalisasi dan mencegah terjadinya konflik di beberapa daerah. Dengan pendidikan berbasis multikultural, sikap dan mindset (pemikiran) siswa akan lebih terbuka untuk memahami dan menghargai keberagaman,dan melalui pengembangan model pendidikan berbasis multikultural diharapkan mampu menjadi salah satu metode efektif meredam konflik. Selain itu, pendidikan multikultural bisa menanamkan sekaligus mengubah pemikiran peserta didik untuk benar-benar tulus menghargai keberagaman etnis, agama, ras, dan antargolongan.19 Dalam kaitannya dengan perspektif pendidikan Islam, pendidikan Islam sebagai bagian integral dari pendidikan nasional semestinya dapat mengambil peran untuk memperkenalkan pendidikan multikultural. Dalam konteks ini, Kementerian Agama misalnya dapatmemasukkan mata pelajaran/mata kuliah tersebut dalam kurikulumpendidikan Islam.Walaupun tidak menjadi mata pelajaran/mata kuliah tersendiri, pendidikan multikultural dapat diintegrasikan dalam matapelajaran/kuliah lain. Kehadiran pendidikan multikultural dalam pendidikan Islam penting, karena praktik pendidikan Islam selama ini tidak cukup mampu atau gagal dalam membentuk generasi yang multikulturalis. Padahal, pendidikan Islam sejatinya merupakan upaya penanaman nilai-nilai etik-religius kepada siswa dengan berbasiswahyu untuk dipraktikkan dalam realitas empiris. Pengajaran pendidikan Islam dinilai berhasil tatkala ia mampu
18
Zakiyuddin Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural (Jakarta:Erlangga,2005), 85. 19 Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010).
18
| Jurnal Ilmiah ISLAM FUTURA
SIKAP TASĀMUH DALAM PENDIDIKAN MULTIKULTURAL mengaplikasikan ayat-ayat Allah yang masih berada pada level makna dan sakralitas yang tinggi ke ranahpraktik kehidupan sehari-hari.20 Al-Qur’an menyatakan perbedaan di antara manusia dalam bahasa dan warna kulit harus diterima sebagai kenyataan positif sebagai satu di antara tanda-tanda kekuasaan Allah (QS. Ar-Rum: 22). Dalam ayat lain di tegaskan, tentang kemajemukan pandangan dan cara hidup di antara manusia yang tidak perlu menimbulkan kekhawatiran, tetapi hendaknya dipahami sebagai pangkal tolak sumber motivasi untuk berlomba-lomba menuju kebaikan, karena hanya Tuhan-lah yang akan menerangkan mengapa manusia berbeda, nanti ketika manusia kembali kepada-Nya.21 Ayat lain yang senada dengan ayat-ayat di atas adalah QS. AlMaidah: 48, QS. Hud: 118-119, QS. Al-Syura: 8. Dengan demikian dapat dipahami bahwa sikap tasāmuh dalam pendidikan multikultural penting untuk dibahas, agar diketahui bagaimana proses interaksi yang terjadi di antara siswa dan para guru dalam menerima berbagai perbedaan suku, ras, agama, sehingga mereka dapat bekerjasama dalam suatu lingkungan pendidikan. Sikap tasāmuh ini perlu dibina sejak dini. Apalagi pada sekolah BMIS Banda Aceh terdapat beberapa agama, suku dan etnis. Perbedaan ini perlu disikapi dengan bijak agar dapat menciptakan keharmonisan dalam suatu lingkungan pendidikan. 2.
Bentuk Tasāmuh dalam Pendidikan Multikultural
Dalam melaksanakan pendidikan multikultural, diperlukan adanya sikap tasāmuh. Pendidikan multikultural ini penting karena dirancang khusus untuk menciptakan struktur dan proses yang membuka kesempatan yang sama pada semua kultur, komunitas peradaban maupun individu. Adapun pada penerapannya di dalam pembelajaran, pendidikan multikultural sendiri harus didasari dengan sikap tasāmuh. Dalam hal ini, tasāmuh mencakup beberapa sikap antara lain sikap saling menghormati,
saling
menghargai,
tidak
saling
mengganggu,
tidak
saling
menyalahkan antara satu agama dengan agama lain, dapat bekerja sama dan bergaul satu sama lain.Pendidikan Multikultural dapat melatih siswa untuk menghormati dan bersikap toleran terhadap semua kebudayaan. Setiap agama yang ada di dunia ini menganjurkan sikap tasāmuh. Islam juga memiliki ajaran tentang masyarakat yang ideal dalam bertenggang rasa dan saling 20
Paryanto, Cita-Cita Pendidikan Agama Menurut Islam (Basis: 2003), 46. Syamsul Arifin dan Ahmad Barizi, Paradigma Pendidikan Berbasis Pluralisme dan Demokrasi (Malang: UMM Press, 2001), 2. 21
Volume 13 No.1, Agustus 2013 |
19
Rahma Maulida menghormati. Sikap tasāmuh dalam ibadah ini digambarkan dalam surah Al-Kafirun yang artinya “(1) Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, (2) Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, (3) dan Kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah, (4) dan Aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, (5) dan Kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah, (6) Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku." (QS. Al-Kafirun: 1- 6)22 Dalam kaitan pengembangan wawasan multikultural pada segenap unsur dan lapisan masyarakat hasilnya kelak diharapkan terwujud masyarakat yang mempunyai kesadaran
tidak
saja
mengakui
perbedaan,
tetapi
mampu
hidup
saling
menghargai,menghormati secara tulus, komunikatif dan terbuka, tidak saling curiga, memberi tempat terhadap keragaman keyakinan, tradisi, adat maupun budaya, dan yang paling utama adalah berkembang kerjasama sosial dan tolong menolong secara tulus sebagai perwujudan rasa kemanusiaan yang berasal dari ajaran agama masingmasing.23Untuk itu, perlu dipahami berbagai bentuk tasāmuh yang bisa dibina oleh gurukepada siswa dalam suatu lingkungan pendidikan sehingga semua unsur yang terlibat mampu berinteraksi dengan baik terhadap perbedaan-perbedaan yang ada pada lingkungan itu. Bentuk tasāmuh ini bermacam-macam, dan butuh pemahaman mendalam
tentang
definisi
tasāmuhitu
sendiri,
sehingga
guru
mampu
menginterpretasikan setiap sikap yang akan dibina pada siswa. Untuk itu, perlu dipahami berbagai bentuk tasāmuh yang bisa dibina oleh guru kepada siswa dalam suatu lingkungan pendidikan sehingga semua unsur yang terlibat mampu berinteraksi dengan baik terhadap perbedaan-perbedaan yang ada pada lingkungan itu. Bentuk tasāmuh ini bermacam-macam, dan butuh pemahaman mendalam
tentang
definisi
tasāmuh
itu
sendiri,
sehingga
guru
mampu
menginterpretasikan setiap sikap yang akan dibina pada siswa. Ada beberapa bentuk tasāmuh dalam pendidikan multikultural, yaitu sikap tolong-menolong, bertanggung jawab, bekerjasama, saling pengertian, saling menghargai, saling menghormati, komunikatif, kepedulian terhadap orang lain, tidak saling menyalahkan, tidak egois, dan sikap inklusif. Penerapan sikap tolong-menolong dibina dengan saling membantu terhadap orang yang kesusahan, sikap bertanggung jawab dibina dengan mengakui apa yang telah diperbuat, bekerjasama dibina dalam proses belajar 22
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Semarang: Kumudasmoro Grafindo, 1994), 1112. 23 Zainuddin Daulay, Harmoni: Jurnal Multikultural dan Multireligius, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang & Diklat Kementerian Agama RI, 2011), 11.
20
| Jurnal Ilmiah ISLAM FUTURA
SIKAP TASĀMUH DALAM PENDIDIKAN MULTIKULTURAL kelompok yang terdiri dari beberapa siswa yanag berbeda agama, sikap saling pengertian dibina dengan memahami bahwa setiap agama mempunyai perbedaan tersendiri, sikap saling menghargai dan menghormati dibina dengan cara menerima setiap perbedaan yang ada dengan tidak saling menyalahkan, sikap tidak egois dibina dengan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk berpendapat, dan sikap inklusif dibina dengan komunikasi efektif. 3.
Strategi Penerapan Tasāmuh dalam Pendidikan Multikultural
Satu kenyataan yang harus menjadi bahan refleksi bersama adalah bahwa sekarang ini kita hidup dalam sebuah masyarakat yang memiliki sedikit ketulusan dan toleransi. Secara alami, sesungguhnya kita lahir sebagai makhluk yang tidak toleran. Oleh karena itu, tasāmuh tidak akan datang begitu saja dalam pemikiran dan kesadaran seseorang. Sikap yang toleran merupakan akumulasi dari proses pembelajaran dan pembiasaan yang panjang. Orang yang tidak toleran pada dasarnya memang tidak pernah berdialog, tidak pernah belajar, dan tidak pernah menggunakan penalarannya untuk memahami dan menerima yang lain.24 Azyumardi
Azra
menawarkan
solusi
untuk
memecahkan
masalah
multikultural adalah melalui pendekatan pendidikan. Dengan kurikulum pendidikan yang mencakup subjek-subjek seperti tasāmuh, tema-tema tentang perbedaan etnokultural dan agama, perumusan dan implementasi pendidikan multikultural di Indonesia.25 Dari realitas objektifnya, Islam dapat dipandang sebagai agama yang memiliki kecenderungan pendekatan yang sangat toleransif, dan dalam menghadapi pluralistis yang dipandang sebagai sunnatullah, pendekatan Islam melalui kitab sucinya Al-Qur’an tergambar dengan tegas tentang tidak dibenarkan pemaksaan agama “untukmu agamamu dan untukku agamaku”.26 Islam mewartakan bahwa setiap orang yang beriman kepada Allah swt. dan hari akhir tidak perlu ada rasa takut dan khawatir. Hinduisme dan Budhisme juga dapat dikategorikan sebagai agama yang memiliki pendekatan yang toleransif objektif, bahkan agama Hindu menempatkan ajaran Karma Phala (sradha ketiga dari panca sradha) dan Ahimsa (perjuangan tanpa kekerasan) sebagai kerangka dasar pendekatan.Sementara agama Budha, objektivitas 24
Ngainun Naim dan Ahmad Syauqi, Pendidikan Multikultura…, 107. Mahfud MD et all, Prosiding Kongres..., 156. 26 Daniel Djuned et all, Kerukunan Umat Beragama: Substansi dan Realitas Nilai-Nilai Universal Keagamaan (Provinsi NAD: Dinas Syariat Islam, 2003), 133. 25
Volume 13 No.1, Agustus 2013 |
21
Rahma Maulida pendekatannya lebih banyak didasarkan pada latar belakang kultural dan sejarah dibandingkan dengan ajarannya.27 Kecenderungan toleransif yang paling selektif terlihat pada pendekatan yang dikembangkan oleh Katolik dan Protestan.Dalam pendekatan agama-agama lainnya yang menjadi akar masalahnya adalah bagaimana mengkostruksikan sebuah kerukunan yang toleransif.28 Kristen lebih menekankan perlunya kasih sesama manusia (umat) dalam rangka mewujudkan surga (kedamaian) di dunia.29 Dengan begitu, agama jelas mengakui adanya kesetaraan kaum beriman dihadapan Allah. Kalau orang Islam diwajibkan menjalankan agamanya, begitu juga umat dalam agama lain. Seperti yang tertera dalam surat Al-Maidah (5:66): “dan sekiranya mereka mengikuti ajaran Taurat dan Injil serta segala yang diturunkan dari tuhan kepada mereka, niscaya mereka akan menikmati kesenangan dari setiap penjuru”, begitu pula di dalam surat Al-Imran (3:64) Al-Qur’an jelas-jelas menganjurkan kita mencari titik temu untuk menghindari perselisihan diantara umat beragama. Tasāmuh agama dalam konteks sosial berarti memperlakukan orang lain yang berasal dari luar agamanya dengan hormat dan bermartabat. Tasāmuh diwujudkan dalam sikap yang tidak memperselisihkan klaim orang lain terhadap kebenaran agamanya.30Tasāmuh bukan juga diwujudkan dengan sikap yang tidak kritis atau tidak reflektif terhadap setiap idea atau keyakinan.Menghormati perbedaan (pluralitas) tidak berarti manusia harus memberikan tasāmuh terhadap setiap tindakan yang merusak umat manusia. Menjadi seorang yang toleran berarti menerima kehadiran keyakinan yang berbeda dan mengakui hak para pemeluknya, sementara di saat yang sama ia menolak isi ajaran agama tersebut. Menurut Marzai, tasāmuh berarti menentang setiap tindak kekerasan dan tindakan tidak bersahabat. Berkaitan isu agama atau teologis, umat Islam harus membantah dengan cara yang rasional dan bijaksana. Umat Islam harus menghargai hak umat Kristen, suka atau tidak.31 Diketahui bahwa ketika kebenaran mutlak itu disikapi oleh para pemeluknya dengan latar belakang kultural atau tingkat pengetahuan yang berbeda, akan muncul kebenaran-kebenaran parsial. Sehingga 27
Ibid., 134. Ibid., 134. 29 Heru Nugroho, Menumbuhkan Ide-Ide Kritis (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 186. 30 Fuad Fachruddin, Agama dan Pendidikan Demokrasi (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2006), 126. 31 Ibid.,127. 28
22
| Jurnal Ilmiah ISLAM FUTURA
SIKAP TASĀMUH DALAM PENDIDIKAN MULTIKULTURAL kebenaran yang diperoleh manusia menjadi relatif, sedangkan kebenaran mutlak tetap milik Tuhan. 4.
Faktor Pendukung dan Penghambat serta Solusi Pembinaan Sikap Tasāmuh dalam Pendidikan Multikultural Di SD BMIS.
Al-Qur’an adalah wahyu Tuhan bagi semua bangsa di sepanjang waktu. AlQur’an berisikan ajaran yang menjadi rahmat bagi seluruh umat manusia. Adapun perbedaan dari setiap agama akan tetap ada, namun ajaran setiap agama tentang titik temu, kebersamaan, dan kemanusiaan sebenarnya sudah cukup membuat manusia damai dan harmonis dalam kehidupan mereka. Agama juga jelas mengakui adanya kesetaraan kaum beriman dihadapan Allah. Kalau orang Islam diwajibkan menjalankan agamanya, begitu juga umat dalam agama lain. Seperti yang tertera dalam surat Al-Maidah (5:66): “dan sekiranya mereka mengikuti ajaran Taurat dan Injil serta segala yang diturunkan dari tuhan kepada mereka, niscaya mereka akan menikmati kesenangan dari setiap penjuru”, begitu pula didalamsurat Al-Imran (3:64) Al-Qur’an jelas-jelas menganjurkan kita mencari titik temu untuk menghindari perselisihan diantara umat beragama. Pada dasarnya Al-Qur’an telah meletakkan ajaran tentang kerukunan hidup antar umat beragama secara adil dan proporsional. Namun di antara umat beragama memang terdapat kelompok yang menyimpang dari agamanya. Hal ini terdapat pada semua agama, termasuk dalam penganut agama Islam sendiri. Mereka yang demikian itulah yang sering mempergunakan agama sebagai alat untuk kepentingan mereka pribadi. Kelompok inilah yang sering melakukan tindakan yang dapat memperkeruh hubungan antara umat beragama.32 Dengan sikap keterbukaan, sikap kedewasaan, pemikiran global yang bersifat inklusif, serta kesadaran kebersamaan dalam mengarungi sejarah, merupakan modal yang sangat menentukan bagi terwujudnya sebuah bangsa Indonesia yang menyatu dalam keragaman, dan beragam dalam kesatuan.33Menurut Mahmoud M. Ayyoub, dialog merupakan faktor pendukung penerapan sikap tasāmuh dalam pendidikan multikultural. Dialog ini harus ditempuh untuk membangun keharmonisan hubungan beragama.34Adapula faktor pendukung penerapan tasāmuh dalam pendidikan
32
Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), 224. Herimanto dan Winarno, Ilmu Sosial…, 114. 34 Ngainun Naim dan Ahmad Syauqi, Pendidikan Multikultural..., 98. 33
Volume 13 No.1, Agustus 2013 |
23
Rahma Maulida multikultural adalah faktor kesetaraan atau kesederajatan. 35 Indikator kesederajatan adalah adanya persamaan derajat dilihat dari agama, suku bangsa, ras, gender, dan golongan, adanya persamaan hak dari segi pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan yang layak serta adanya persamaan kewajiban sebagai hamba Tuhan, individu, dan anggota masyarakat.36 Faktor lain pendukung penerapan tasāmuh dalam pendidikan multikultural yaitu UUD1945 Pasal 29 ayat 2 yang berbunyi: “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiappenduduk
untuk
memeluk
agamanya
masing-masing
dan
untuk
beribadahmenurut kepercayaan agamanya itu”.37Azyumardi Azramenawarkan solusi untuk memecahkan masalah multikultural adalah melalui pendekatan pendidikan. Dengan kurikulum pendidikan yang mencakup subjek-subjek seperti tasāmuh, tematema tentang perbedaan etno-kultural dan agama, perumusan dan implementasi pendidikan multikultural di Indonesia.38 Saat membina sikap tasāmuh dalam pendidikan multikultural, maka faktor sikap dari diri seseorang dalam menanggapi segala perbedaan yang ada haruslah baik. Seseorang tidak boleh egois dengan pendapatnya, dan menutup telinga untuk memahami pendapat orang lain. Jika sikap egois ini terus ada maka yang akan muncul hanyalah pertikaian. Untuk menghilangkan sifat ini maka seseorang harus selalu berfikir positif terhadap orang lain, jangan membanding-bandingkan diri dengan orang lain, kembangkan empati terhadap orang lain, biasakan mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingan diri sendiri.
C.
Penutup
Berdasarkan beberapa informasi, dan beberapa temuan di lapangan dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Ada beberapa bentuk sikap tasāmuh yang terdapat dalam pendidikan multikultural di SD BMIS yaitu sikap tolong-menolong, bertanggung jawab, bekerjasama, saling pengertian, saling menghargai, saling menghormati, komunikatif, kepedulian terhadap orang lain, tidak saling menyalahkan, tidak egois, dan sikap inklusif. Penerapan sikap tolong-
35
Kesetaraan bermakna adanya persamaan kedudukan manusia.Kesederajatan adalah suatu sikap untuk mengakui adanya persamaan derajat, hak, dan kewajiban. 36 Herimanto dan Winarno, Ilmu Sosial..., 114. 37 UUD 1945 Pasal 29 ayat 2 38 Mahfud MD dkk, Prosiding Kongres...,156.
24
| Jurnal Ilmiah ISLAM FUTURA
SIKAP TASĀMUH DALAM PENDIDIKAN MULTIKULTURAL menolong dibina dengan saling membantu terhadap orang yang kesusahan, sikap bertanggung jawab dibina dengan mengakui apa yang telah diperbuat, bekerjasama dibina dalam proses belajar kelompok yang terdiri dari beberapa siswa yanag berbeda agama, sikap saling pengertian dibina dengan memahami bahwa setiap agama mempunyai perbedaan tersendiri, sikap saling menghargai dan menghormati dibina dengan cara menerima setiap perbedaan yang ada dengan tidak saling menyalahkan, sikap tidak egois dibina dengan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk berpendapat, dan sikap inklusif dibina dengan komunikasi efektif. 2. Sikap tasāmuh yang dibina dalam pendidikan multikultural di SD BMIS sesuai dengan sistem pendidikan Islam, karena dalam pendidikan Islam juga terdapat prinsip tasāmuh dalam kaitan hubungan sosial antarumat beragama, namun dalam pengajaran pendidikan agama bagi nonmuslim, penulis ketahui tidak sesuai dengan perspektif pendidikan Islam, karena proses pembelajarannya masih diskriminatif, padahal Islam sangat menekankan prinsip keadilan. 3. Faktor pendukung penerapan tasāmuh dalam pendidikan multikultural di SD BMIS adalah a) dialog; b) kesetaraan; c) kesederajatan; d) UUD 1945 Pasal 29 ayat 2; e) kurikulum pendidikan multikultural yang memuat nilainilai pluralisme dan tasāmuh, f) faktor sikap dari diri seseorang dalam menanggapi segala perbedaan yang ada. Faktor penghambat pembinaan sikap tasāmuh yaitu a) adanya sikap eksklusif; b) model pembelajaran yang cenderung dogmatis; c) agama yang diarahkan menjadi variable tidak bebas (sempit). Adapun solusi pembinaan sikap tasāmuh yaitu pelaksanaan pendidikan harusnya berorientasi pada nilai yang akan memberikan titik tekan pada bagaimana siswa melihat, memahami, dan menghadapi keragaman hidup dalam pendidikan multikultural. Sehingga siswa tidak dijadikan objek pengikut yang hanya sekedar mengikuti sikap yang dibina oleh guru, akan tetapi siswa diharapkan benar-benar mempunyai pemahaman tentang pentingnya sikap tasāmuh dalam pendidikan multikultural.
Volume 13 No.1, Agustus 2013 |
25
Rahma Maulida DAFTAR PUSTAKA Al-Munawar, Said Agil Husin. Fikih Hubungan Antar Agama. Jakarta: Ciputat Press, 2005. Aly, Abdullah. Pendidikan Islam Multikultural di Pesantren: Telaah Terhadap Kurikulum Pondok Pesantren Modern Islam Assalam Surakarta. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011. Baidhawy, Zakiyuddin. Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural. Jakarta: Erlangga, 2005. Daulay, Zainuddin. Harmoni: Jurnal Multikultural dan Multireligius. Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang & Diklat Kementerian Agama RI, 2011. Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Semarang: Kumudasmoro Grafindo, 1994. Djuned, Daniel et All. Kerukunan Umat Beragama: Substansi dan Realitas NilaiNilai Universal Keagamaan. Provinsi NAD: Dinas Syariat Islam, 2003. Fachruddin, Fuad. Agama dan Pendidikan Demokrasi. Jakarta: Pustaka Alvabet, 2006. Harahap, Syahrin, Teologi Kerukunan. Jakarta: Prenada, 2011. Herimanto dan Winarno. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara, 2009. Juaeni, Napis. Kamus Kontemporer Arab-Indonesia. Mizan Publika, 2006. Ma’arif, Ahmad Syafi’i. Membumikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995. Mahfud MD et all. Prosiding Kongres Pancasila IV: Strategi Pelembagaan NilaiNilai Pancasila. Yogyakarta: PSP UGM, 2012. Mahfud, Choirul. Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. -------------------. Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010. Moh. Kasiram. Metodologi Penelitian: Refleksi PengembanganPemahaman dan Penguasaan Metodologi Penelitian. Malang: UIN-Maliki Press, 2010. Muchtar, Heri Jauhari. Fikih Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005. Muhaemin, Al-Qur’an dan Hadis. Bandung: Grafindo Media Utama, 2008. Naim, Ngainun dan Ahmad Syauqi. Pendidikan Multikultural: Konsep dan Aplikasi. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010. 26
| Jurnal Ilmiah ISLAM FUTURA
SIKAP TASĀMUH DALAM PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Nata, Abuddin. Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers, 2009. Nugroho, Heru. Menumbuhkan Ide-Ide Kritis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004. Paryanto. Cita-Cita Pendidikan Agama Menurut Islam. Basis: 2003. Saliman dan Sudarsono, Kamus Pendidikan, Pengajaran dan Umum. Jakarta: Rineka Cipta, 1994. Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2010. Sukidin, Basrawi. Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Makro. Surabaya: Insan Cendikia, 2002. Suparno SJ, Paul et all, Reformasi Pendidikan: Sebuah Rekomendasi. Yogyakarta: Kanisius, 2002. Tim Mitra Guru. Ilmu Pengetahuan Sosial: Sosiologi. Jakarta: Erlangga, 2006. UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003 Bab 5 Pasal 12.
Volume 13 No.1, Agustus 2013 |
27