PUSAT KAJIAN SISTEM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
2016
ANNUAL REPORT
DAFTAR ISI Daftar Isi
i
Kata Pengantar
iii
Kaleidoskop
4
Highlight Kegiatan
9
Capaian Indikator Kinerja Utama
24
Kemitraan
24
Expertory
25
Statistik
31
i
KATA PENGANTAR Dinamika dan kompleksitas yang dihadapi pemerintah saat ini menuntut setiap aparatur sipil negara untuk sigap dan tangkas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Berbagai upaya penguatan untuk mengakomodasi kebutuhan aparatur sipil negara dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya tersebut sudah dilakukan pemerintah melalui beragam payung hukum yang dikeluarkan. Meski demikian, ada beberapa hal yang ternyata tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Pusat Kajian Sistem dan Hukum Administrasi Negara melihat beberapa persoalan itu dari sudut pandang hukum antara lain hak diskresi dalam penyelenggaraan pemerintahan yang masih belum banyak dimanfaatkan pejabat. Persoalan lain yang juga menarik untuk dikaji adalah penguatan peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) Pasca UU Administrasi Pemerintahan, mengingat sampai saat ini belum terlihat peran APIP secara signifikan. Hal lain yang saat ini menjadi perhatian banyak pihak adalah fenomena terjadinya (kembali) pungutan liar. Masalah yang masih saja terjadi selama bertahun-tahun. Pusat Kajian Sistem dan Hukum Administrasi Negara memberikan alternatif Strategi Pemberantasan Pungli sebagai upaya peningkatan kualitas pelayanan publik. Masalah jaminan kesehatan nasional yang juga berkaitan dengan hukum administrasi negara, yaitu BPJS Kesehatan, PKSANHAN melihat masih ada permasalahan terkait layanan BPJS Kesehatan. Sebagai jaminan kesehatan bagi rakyat Indonesia, masih ada silang sengkarut dalam pelaksanaannya sehingga diperlukan triple partnership antara Pemerintah, BPJS, dan Faskes menuju peningkatan kualitas pelayanan jaminan kesehatan nasional. Selain melakukan kajian terhadap beberapa isu aktual, PKSANHAN juga menggagas sejumlah inovasi di antaranya Survey Kebutuhan Day Care di LAN untuk meminimalisasi kekhawatiran orang tua terhadap tumbuh kembangnya anak saat ditinggal bekerja, early warning system amanat regulasi guna memberikan sistem peringatan dini terkait perencanaan penyusunan Undang-Undang di bidang Sistem Hukum Administrasi Negara.
iii
PKSANHAN juga menggagas inovasi berupa Piloting Daerah Sadar Hukum Administrasi Negara di beberapa daerah yang terpilih sebagai pilot project. Sosialisasi UU Administrasi Pemerintahan di kalangan Pemda diharapkan mampu membuat pemerintahan daerah menjadi sadar akan pentingnya Hukum Administrasi Negara. Beragam isu aktual sepanjang tahun 2016 dan inovasi tahun 2016 yang menjadi fokus kajian PKSANHAN diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran kepada negara demi kemajuan bersama.
Kapus Kajian SANHAN,
Tri Saksono S.H., MPd
iv
2016 KALEIDOSKOP
KALEIDOSKOP I. SEMINAR
Seminar Nasional Utilisasi Diskresi untuk Akselerasi Pembangunan dan Pelayanan Publik
Seminar Nasional Membangun TriplePartnership antara Pemerintah, BPJS, dan Fasilitas Kesehatan menuju Peningkatan Kualitas Pelayanan Jamkesnas
1
PKSHAN bekerjasama dengan Inspektorat LAN mengadakan Seminar Nasional “Penguatan Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dalam Pemberantasan Korupsi Pasca UU Administrasi Pemerintahan”
PKSHAN bekerjasama dengan Biro PH2P mengadakan Dialog Kebangsaan “Pilkada dan Tantangan Merawat Kebhinekaan”
2
II. DISKUSI PAKAR
3
III. DIALOG MEDIA
Dialog Media “Membedah Pola Korupsi & Pungli di Birokrasi; Modus dan Solusinya”
Dialog Media “Refleksi dan Proyeksi Penegakan Hukum di Indonesia”
4
IV. BIMBINGAN TEKNIS
Bimbingan Teknis Penulisan Media Cetak
Bimbingan Teknis Penulisan Media Online 5
V. PROYEK INOVASI
Proyek Inovasi PKSHAN - Daerah Sadar Hukum Administrasi Negara di Lebak – Banten
Proyek Inovasi PKSHAN - Daerah Sadar Hukum Administrasi Negara di Karawang
Proyek Inovasi PKSHAN – Survey LAN Daycare ke TPA di Kementerian Sekertaris Negara
6
VI. AUDIENSI
Audiensi PKSHAN ke Mahkamah Konstitusi RI
Audiensi PKSHAN ke BPHN - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
7
VII. FASILITASI
8
2016 HIGHLIGHTKEGIATAN
HIGHLIGHT KEGIATAN I.
KAJIAN
A. Kajian Tentang Diskresi Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Berdasarkan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan Output : Policy Paper & POLICY BRIEF Anggaran : Rp. 578.341.000,Policy Brief Kajian Tentang Diskresi Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Berdasarkan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan Diskresi telah diatur secara rinci dalam UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU AP). Undang-Undang Administrasi Pemerintahan sebenarnya merupakan payung hukum bagi Aparatur Pemerintah agar tidak secara gegabah dikriminalisasi. Namun hingga saat ini, Undang-Undang tersebut belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya dan masih terjadi kegamangan di kalangan aparatur pemerintahan untuk melakukan diskresi. Hal ini disebabkan, norma diskresi dalam UU AP masih terkesan seperti halnya pengambilan kebijakan dalam keadaan normal. Bahkan hampir semua pejabat pemerintahan, enggan atau malah tidak mau menggunakan UU AP untuk dasar pengambilan kebijakan. Padahal hampir semua inovasi pastinya memerlukan payung diskresi sebagai dasar pengaman pengambilan keputusan. Dasar political will Diskresi. 1. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis tertanggal 8 Januari 2016 (yang selanjutnya disebut “Inpres”), dimana dalam Diktum KEENAM Inpres tersebut menyatakan bahwa : Jaksa Agung dan Kapolri: mendahulukan proses administrasi Pemerintahan sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan sebelum melakukan penyidikan atas laporan masyarakat yang menyangkut penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. 2. Sambutan pengantar Presiden Republik Indonesia kepada seluruh Kapolda dan Kajati di Istana Negara, Jakarta, 19 Juli 2016, memberikan beberapa hal penting, 9
3.
yang pada intinya adalah sebagai berikut: Kebijakan dan diskresi pemerintah tidak bisa dipidanakan; dan Tindakan administrasi pemerintahan harus dibedakan dengan yang memang berniat korupsi. Pasal 2 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pedoman Beracara dalam Penilaian Unsur Penyalahgunaan Wewenang, yang mengatur: Pengadilan berwenang menerima, memeriksa dan memutus permohonan penilaian ada atau tidak ada penyalahgunaan Wewenang dalam Keputusan dan/atau Tindakan Pejabat Pemerintahan sebelum adanya proses pidana.
Rekomendasi yang dapat disampaikan berdasarkan hasil kajian ini antara lain adalah : - Operasionalisasi diskresi perlu diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah yang bersifat mandiri, karena tidak ada amanat langsung dalam UU AP untuk ditindaklanjuti dalam Peraturan Pemerintah. Dalam Peraturan dimaksud diatur pula mengenai siapa pejabat yang bisa melakukan diskresi, lembaga yang dapat memberikan advokasi terkait keterpenuhan syarat diskresi dan prosedur diskresi. - Pada masa transisi, bisa dioptimalkan fungsi Tim Pengawalan, Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan Pusat (TP4P) dan (TP4D) yang dibentuk oleh Kejaksaan Agung, sebagai lembaga yang dapat memberikan konsultasi dan advokasi bagi aparatur pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk mengambil diskresi. - Perlu koordinasi dan sinkronisasi dengan APH, terkait penegakan hukum atas UU AP agar dapat berjalan sebagaimanamestinya. (Mahkumjakpol). - Presiden dapat menginstruksikan kepada Kejaksaan Agung, Kepolisian Negara Republik Indonesia dan BPKP --- institusi di ranah eksekutif ---, untuk melakukan “legal audit” terkait kasus-kasus tindak pidana (pidana umum maupun korupsi), yang menjerat pejabat atau mantan pejabat yang sekarang sedang ditangani di tahap penyelidikan maupun penyidikan. Apakah perkara — perkara tersebut masuk ranah Administrasi Pemerintahan atau pidana umum atau Tipikor. 10
B. Kajian Isu-Isu Strategis Bidang Sistem dan Hukum Administrasi Negara Kajian ini terdiri dari 3 (tiga) isu strategis, yaitu : A. Triple Partnership Pemerintah-BPJS-Fasilitas Kesehatan dalam Penyelengaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) B. Penguatan Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) Pasca UU Administrasi Pemerintahan C. Strategi Pemberantasan Pungli sebagai Bagian dari Reformasi Birokrasi Output Anggaran
: Policy Paper & POLICY BRIEF : Rp. 244.001.000,-
Policy Brief Isu I Meningkatkan Kemitraan Antara Pemerintah, BPJS Kesehatan dan Fasilitas Kesehatan Menuju Peningkatan Kualitas Pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional Pertumbuhan peserta BPJS Kesehatan yang begitu pesat dan jauh melampaui target berdampak signifikan bagi peningkatan permintaan pelayanan kesehatan terutama dari kalangan masyarakat yang selama ini tidak mampu memanfaatkan layanan kesehatan. Lonjakan peserta ini sayangnya tidak diiringi dengan pelayanan yang mumpuni sehingga menimbulkan banyak keluhan terhadap program JKN. Keberhasilan JKN tidak dapat diserahkan sepenuhnya hanya kepada pemerintah semata, JKN juga melibatkan aktor lainnya seperti BPJS Kesehatan dan Faskes. Pemerintah sebagai regulator penyelenggara JKN sesuai peraturan perundang11
undangan dibantu oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) selaku operator penyelenggara JKN dan Faskes selaku penyedia jasa Jaminan Kesehatan. Ketiga pihak tersebut merupakan aktor penting pelaksana JKN, mereka harus bekerjasama mewujudkan suksesnya JKN ini, disamping tentu adanya dukungan dari faktor lain seperti Pemerintah Daerah, badan usaha dan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut di atas maka lembaga Administrasi Negara cq Pusat Kajian Sistem dan Hukum Administrasi Negara melakukan analisis terhadap peran masingmasing aktor pelaksana JKN dan mutual partnership antara Pemerintah, BPJS Kesehatan dan Fasilitas Kesehatan. Pemerintah sebagai regulator, BPJS Kesehatan sebagai operator, serta Faskes sebagai penyedia jasa harus mampu menjawab berbagai tantangan untuk perbaikan program JKN. Ada beberapa prinsip kemitraan dalam rangka membangun kemitraan yang baik atau berkualitas. Prinsip-prinsip tersebut adalah : adanya kesetaraan dan keadilan (equally dan equity), keterbukaan (openness), kemanfaatan bersama (mutual benefit), dan tanggung jawab (responsibility). Terwujudnya pelayanan kesehatan yang baik dilaksanakan berdasarkan hubungan kemitraan yang harmonis. Oleh karena itu setiap pelaksana JKN harus melaksanakan perannya dengan optimal, meningkatkan kapasitas dan melakukan inovasi yang dapat menunjang pelayanan kesehatan. Policy Brief Isu II Penguatan Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) Pasca UU Administrasi Pemerintahan Dengan keluarnya UU AP fungsi APIP menjadi bertambah yaitu harus mampu menilai sebuah keputusan dan/atau tindakan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan itu termasuk dalam kategori : (1) melampaui wewenang; (2) mencampuradukkan wewenang; dan/atau (3) bertindak sewenang-wenang; atau tidak salah sama sekali. Fakta yang dihadapi saat ini, SDM APIP masih dihadapkan pada sejumlah tantangan seperti persoalan tumpang tindihnya pengawasan, hubungan dengan Aparat Penegak Hukum dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selaku auditor eksternal, kurangnya komitmen tindak lanjut atas hasil pengawasan, kurang jelasnya pembagian tugas antar lembaga pengawasan, serta minimnya kompetensi yang dimiliki oleh SDM APIP. Kedudukan kelembagaan serta pengembangan kapasitasi APIP ini menjadi sangat penting, karena kewenangan APIP yang teramat besar sepatutnya diiringi dengan posisi kelembagaan yang dapat men-support pelaksanaan fungsi APIP secara optimal, obyektif dan profesional. Pertanyaan besarnya adalah APIP yang sudah dilengkapi standar yang baik dan ‘dipersenjatai’ dengan UU AP saja masih bisa terjadi tindakan korup dari oknum pejabat atau aparat pemerintahnya. Untuk itu dilakukan kegiatan kajian isu strategis tentang Penguatan Peran APIP Pasca UU Administrasi Pemerintahan 12
Dasar political will Penguatan Peran APIP 1. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis tertanggal 8 Januari 2016 (yang selanjutnya disebut “Inpres”), dimana dalam Diktum KEENAM Inpres tersebut menyatakan bahwa : Jaksa Agung dan Kapolri: mendahulukan proses administrasi Pemerintahan sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan sebelum melakukan penyidikan atas laporan masyarakat yang menyangkut penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. 2. Pasal 2 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pedoman Beracara dalam Penilaian Unsur Penyalahgunaan Wewenang, yang mengatur: Pengadilan berwenang menerima, memeriksa dan memutus permohonan penilaian ada atau tidak ada penyalahgunaan Wewenang dalam Keputusan dan/atau Tindakan Pejabat Pemerintahan sebelum adanya proses pidana. Berdasarkan hasil kajian serta pembahasan para Narasumber, Lembaga Administrasi Negara (LAN) cq. Pusat Kajian Sistem dan Hukum Administrasi Negara (PKSHAN) merekomendasikan beberapa hal untuk memperkuat kedudukan dan peran APIP pasca pemberlakukan UU AP. Yakni Perlu adanya reformulasi kedudukan kelembagaan APIP dan perlunya peningkatan kompetensi SDM APIP diluar kompetensi teknis di bidang auditif. Policy Brief Isu III Strategi Pemberantasan Pungli Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Pelayanan publik yang prima (cepat, mudah, pasti, murah dan akuntabel) merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pemerintah kepada seluruh warga negara tanpa terkecuali (non diskriminatif). Namun kenyataannya yang terjadi seringkali muncul berbagai masalah dalam pelayanan publik pemerintah terhadap masyarakat. Tidak hanya itu, bahkan ada oknum aparat pemerintah yang mencoba memanfaatkan posisinya untuk mendapatkan penghasilan tambahan, mereka membuat masyarakat untuk membayar uang tambahan dengan dalih untuk memperlancar dan mempercepat segala urusan. Ketidakpastian dan lemahnya posisi masyarakat dalam pelayanan publik menjadikan praktek Pungutan Liar (Pungli) tetap menjamur hingga saat ini. Operasi Tangkap Tangkap (OTT) yang melibatkan oknum Pegawai Negeri Sipil (PNS) Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, pegawai Pelindo I, Pelindo III serta tertangkapnya pejabat pemeriksa bea cukai pelabuhan Tanjung Mas mencerminkan masih maraknya praktik Pungli di Indonesia.
13
Data ICW Sektor Yang Menjadi Ranah Pungli Paling Banyak Dilaporkan Tahun 20102015
Untuk itu perlu melakukan kajian yang bertujuan untuk mengidentifikasi alternatif strategi pemberantasan Pungli yang dapat dilakukan oleh Pemerintah dalam rangka mencapai nawacita poin kedua dan reformasi birokrasi di bidang pelayanan publik. Rekomendasi Pusat Kajian Sistem dan Hukum Administrasi Negara untuk mengatasi Pemberantasan Pungli di Birokrasi dapat dilakukan melalui alternatif strategi berikut : 1. Memaksimalkan fungsi APIP sesuai dengan amanat UU Administrasi Pemerintahan; 2. Mendorong dilaksanakannya pelayanan publik secara online; 3. Melaksanakan disriminsasi positif bagi pelayanan publik yang bersifat komersil; 4. Menuangkan komitmen pemberantasan pungli dalam kontrak kinerja PNS. 5. Mengidentifikasi jabatan rawan pungli dan memberi insentif yang layak dan seimbang dengan resiko jabatannya. 6. Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi aktif untuk memberi informasi dan melaporkan pungutan liar.
Paket Kebijakan Reformasi Hukum Tahap 1
14
II. PROYEK PERUBAHAN A. Early Warning System Amanat Regulasi Banyak peraturan pelaksanaan yang disusun lewat waktu pembentukannya sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang (kadaluwarsa kewenangan pembentukannya). Atas dasar itu, perlu adanya sistem peringatan dini (early warning system) bagi yang akan memberikan sinyal waktu perencanaan penyusunan peraturan pelaksanaan amanat dari Undang-Undang di bidang SANHAN. Pembangunan early warning system ini bertujuan memberikan informasi kepada instansi pemerintah terkait mengenai batas waktu penyusunan peraturan pelaksanaan amanat dari Undang-Undang di bidang Sistem Administrasi Negara dan Hukum Administrasi Negara. Output kegiatan ini adalah tersedianya rancangan desain Early Warning System Amanat Regulasi di bidang Sistem Administrasi Negara dan Hukum Administrasi Negara.
Halaman depan desain early warning
15
Roadmap Inovasi Early Warning System
B. Daerah Sadar Hukum Administrasi Negara Perubahan kebijakan dalam bidang Sistem dan Hukum Administrasi Negara (SHAN), khususnya di level Undang-Undang maupun Peraturan Pemerintah, membawa dampak mendasar dalam penyelenggaraan pemerintahan. Atas dasar itu, perlu adanya bimbingan teknis (Bimtek) kepada daerah terpilih terkait perubahan kebijakan dan penyampaian metode untuk mengimplementasikannya dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Selanjutnya, untuk memonitor hasil bimtek tersebut, diperlukan adanya komitmen dari pihak Pemda untuk menerapkannya dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan di daerah (quality insurance). Tujuan kegiatan ini adalah memberikan panduan kepada Aparatur Pemda agar dapat memahami dan mengimplementasikan perubahan kebijakan dalam bidang Sistem Administrasi Negara dan Hukum Administrasi Negara serta membangun jejaring kerja stratejik dengan pihak aparatur Pemda.
16
Proyek Inovasi PKSHAN - Daerah Sadar Hukum Administrasi Negara di Lebak Banten
Proyek Inovasi PKSHAN - Daerah Sadar Hukum Administrasi Negara di Karawang
Roadmap Inovasi Daerah Daerah Sadar HAN
C. Survey Kebutuhan Day Care di LAN Fasilitas daycare di perkantoran menjadi harapan para orang tua karena anak tetap senang saat ditinggalkan bekerja dan perusahaan pun mendapatkan keuntungan karena karyawan bisa meredakan kekhawatiran saat meninggalkan anaknya untuk bekerja. Dengan adanya daycare orang tua dapat lebih tenang dan produktif bekerja. Keberadaan daycare diseputar wilayah Gambir dan Pejompongan masih terbatas keberadaan serta kuotanya tidak dapat menampung banyak anak. Saat ini daycare di wilayah perkantoran sangat dibutuhkan, terlebih hal ini telah diamanatkan
17
dalam Peraturan Menteri Pmberdayaaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 5 Tahun 2015 tentang Urgensi Penyediaan Sarana Kerja yang Responsif Gender dan Peduli Anak Ditempat Kerja. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise, mengeluarkan peraturan baru yang strategis dan harus diterapkan oleh instansi pemerintah maupun swasta untuk menyediakan tempat penitipan anak dan Ruang khusus ASI. Berdasarkan hal tersebut, Pusat Kajian Sistem dan Hukum Administrasi Negara akan melakukan survey kebutuhan day care bagi pegawai LAN. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui informasi terkait pendirian dan pengelolaan day care serta kebutuhan day care bagi para pegawai LAN.
Benchmark ke Kementerian Sekretariat Negara
Roadmap Inovasi Survey Kebutuhan Daycare 18
III. POLICY BRIEF A. Meningkatkan Gotong Royong dan Kemitraan Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional Lembaga Administrasi Negara mengusulkan beberapa rekomendasi dari pendekatan kemitraan maupun pendekatan operasional, sebagai berikut. Dari pendekatan kemitraan 1. Kesetaraan dan keadilan (equally dan equity). Rekomendasi ke depan adalah : - Adanya kesempatan yang lebih luas untuk bagi setiap pihak dalam menyampaikan aspirasi dan pendapat - Adanya kesempatan yang sama bagi faskes untuk memilih dan membangun konsensus dengan pemerintah dan bpjs dalam pelaksanaan kebijakan JKN B. Keterbukaan (Opennes) Rekomendasi ke depan adalah perlu dibangunnya akses informasi yang yang siap, mudah dijangkau, bebas diperoleh, dan tepat waktu antara pemerintah-bpjs kesehatan- faskes. C. Kemanfaatan Bersama (Mutual Benefit) Rekomendasi ke depan adalah - Perlu adanya Visi dan Strategi yang jelas dan mapan dalam pelaksanaan kerjasama pemberian JKN dengan menjaga kepastian hukum - Adanya adanya kebijakan timbal balik manfaat antara dan bagi pemerintahbpjs-faskes dalam kerjasama pemberian JKN . D. Tanggung Jawab (Responsibility) Rekomendasi ke depan adalah : - Adanya kejelasan pembagian tugas dan wewenang antara Pemerintah-BPJSFaskes - Tersedianya mekanisme prosedur pengaduan permasalahan kerjasama antara pemerintah bpjs-faskes - Adanya tindak lanjut yang cepat dari laporan pengaduan permasalahan kerjasama - Adanya kesesuaian antara pelaksanaan kerjasama dengan standar prosedur pelaksanaan. - Adanya kepastian dan penegakan hukum setiap pelanggaran hukum - Adanya sanksi yang ditetapkan atas kesalahan atau kelalaian dalam pelaksanaan kegiatan Dari Pendekatan Operasional 1. Aspek kebijakan Memperkuat kewenangan Kemenkes (sebagai pembantu Presiden dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan) untuk mengatur pengelolaan penyelenggaraan program JKN yang dilaksanakan oleh BPJS Kesehatan. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan menerbitkan Inpres yang mengatur hubungan kerja antara Kemenkes, DJSN dan BPJS Kesehatan. 2. Aspek Pengelolaan Dana Jaminan Sosial Kesehatan - Mengembangkan mekanisme penghimpunan iuran Dana Jaminan Sosial Kesehatan yang dapat “memaksa” peserta BPJS Kesehatan membayar iuran secara rutin. 19
- Meskipun penyelenggaraan BPJS berdasarkan asas gotong royong namun selain adanya klasifikasi pembayar iuran dana BPJS perlu dipertimbangkan untuk membuat klasifikasi pengguna dana BPJS berdasarkan kelompok peserta yaitu penerima bantuan iuran, pekerja penerima upah, pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja. 3. Aspek Pelayanan - Mengembangkan sistem rujukan terintegrasi yang secara otomatis mengarahkan pasien dari faskes pratama untuk dirujuk ke faskes lanjutan (rumah sakit) yang sesuai. Dalam sistem yang dikembangkan ini data pasien (peserta BPJS) yang akan dirujuk hanya dapat diinput difaskes pratama. Dengan demikian peserta pasien (peserta BPJS) harus terlebih dahulu datang ke faskes pertama untuk mendapatkan layanan jaminan kesehatan nasional, kecuali untuk hal-hal yang bersifat kecelakaan dan gawat darurat. - Mengembangkan sistem informasi layanan rujukan yang terintegrasi pada faskes tingkat lanjutan, yang dapat diakses oleh faskes pratama. - Meningkatkan layanan preventif kesehatan dengan mewajibkan faskes pratama melakukan penyuluhan kesehatan kepada peserta yang terdaftar dilingkup faskes tersebut. Misalnya penyuluhan bulanan, dokter keliling, dan lainnya. B. Utilasi DISKRESI Untuk Akselerasi Pembangunan dan Pelayanan Publik Berdasarkan hasil kajian awal serta merujuk pada masukan para narasumber dalam seminar nasional, maka rekomendasi stratejik yang ditawarkan oleh Tim Kajian PKSHAN adalah : - Operasionalisasi diskresi perlu diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah yang bersifat mandiri, karena tidak ada amanat langsung dalam UU AP untuk ditindaklanjuti dalam Peraturan Pemerintah. Dalam Peraturan dimaksud diatur pula mengenai siapa pejabat yang bisa melakukan diskresi serta lembaga yang dapat memberikan advokasi terkait keterpenuhan syarat; - Pada masa transisi, bisa dioptimalkan fungsi Tim Pengawalan, Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan Pusat (TP4P) dan Daerah (TP4D) yang dibentuk oleh Kejaksaan Agung, sebagai lembaga yang dapat memberikan konsultasi dan advokasi bagi aparatur pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk mengambil diskresi; - Perlu dilakukan koordinasi dan sinkronisasi dengan APH, terkait penegakan hukum atas UU AP agar dapat berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini dapat dilakukan dalam forum Mahkumjakpol dengan output adalah kesepakatan bersama. Tindaklanjut atas kesepakatan tersebut, Presiden dapat menunjuk Menkopolhukam sebagai koordinator monitoring implementasinya.
20
- Dalam rangka menegakkan UU AP, Presiden dapat menginstruksikan kepada Kejaksaan Agung, Kepolisian Negara Republik Indonesia dan BPKP --- institusi di ranah eksekutif ---, utk melakukan “legal audit” terkait kasus-kasus tindak pidana (pidana umum maupun korupsi), yang menjerat pejabat atau mantan pejabat yang sekarang sedang ditangani di tahap penyelidikan maupun penyidikan. Apakah perkara-perkara tersebut masuk ranah Administrasi Pemerintahan atau pidana umum atau Tipikor? jika memenuhi persyaratan norma dalam UU AP, maka wajib hukumnya bagi Presiden meminta Kepolisian maupun Kejaksaan agar menyesuaikan dan mentransfer yurisdiksinya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Hal ini sesuai dengan Pasal Peralihan UU AP yang pada hakekatnya menyatakan untuk perkara-perkara dalam ranah AP, meskipun sdh didaftarkan di Peradilan Umum, tapi belum masuk pemeriksaan perkara --- logikanya apalagi masih tahap penyelidikan atau penyidikan --, harus dialihkan penanganannya ke Seminar Nasional Utilasi Diskresi PTUN (bukan Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tipikor). C. Pertimbangan Penggunaan Diskresi Untuk Masyarakat dan Percepatan Pembangunan
Peningkatan
Pelayanan
Berdasarkan syarat-syarat sahnya keputusan diskresi, maka berikut hal-hal yang harus dilakukan pejabat pemerintahan apabila akan membuat diskresi untuk peningkatan pelayanan Masyarakat dan percepatan pembangunan. 1. Untuk memenuhi syarat empiris, calon pengambil keputusan diskresi harus menilai apakah situasinya memang tepat ? Dan apakah fakta telah didukung data/informasi yang benar. 2. Untuk memenuhi syarat yuridis, calon pengambil keputusan diskresi harus melakukan penelaahan peraturan perundang-undangan yang ada secara bertahap, untuk memastikan apakah peraturannya tidak ada? Apakah peraturannya tidak lengkap? Apakah peraturan tidak jelas? Serta apakah peraturannya memberi pilihan ? 3. Untuk memenuhi syarat materiil, calon pengambil keputusan diskresi harus memastikan bahwa produk atau keputusan diskresi tersebut : - memenuhi unsur yuridis, nilai-nilai moral dan kearifan; - memperhatikan rambu/batas aturan hukum; - tidak dimuati kepentingan pribadi;
21
-
-
-
terukur/seimbang antara tindakan dan berat ringannya kesalahan; dapat dipertanggungjawabkan secara moral, asas-asas umum pemerintahan yang baik, dan hukum di kemudian hari; mengutamakan keadilan, kesejahteraan dan kepentingan umum; tidak bertentangan dengan Hak Asasi Manusia, ketertiban umum dan kesusilaan; memperhatikan batas kewenangan pengambil diskresi dan kepentingan/kewenangan pemerintah lainnya; mempersiapkan kompensasi pada pihak-pihak yang mungkin akan dirugikan.
D. Penguatan Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) Pasca UU Administrasi Pemerintahan Berdasarkan hasil kajian serta pembahasan para Narasumber, Lembaga Administrasi Negara (LAN) cq. Pusat Kajian Sistem dan Hukum Administrasi Negara (PKSHAN) merekomendasikan beberapa hal sebagai berikut untuk memperkuat kedudukan dan peran APIP pasca pemberlakukan UU AP. 1. Perlu dilakukan harmonisasi regulasi pasca diberlakukannya UU AP yang diperkuat dengan UU Pemda. Khususnya revisi terhadap PP No. 60 Tahun 2008 dan PP No. 79 Tahun 2005, terkait dengan pengertian dan identifikasi APIP serta mekanisme kerja APIP di tingkat nasional yang harus sinergi dengan APIP di tingkat lokal; 2. Masih terkait dengan aspek kebijakan, dalam rencana pembentukan UU tentang Sistem Pengawasan, perlu kiranya dikuat dan dipertegas kedudukan APIP sebagaimana dimaksud dalam UU AP dan UU Pemda. Diharapkan pembentukan UU tentang Sistem Pengawasan menjadi solusi atas problem disharmonisasi regulasi terkait APIP tersebut; 3. APIP perlu diperkuat struktur dan personalianya untuk memahami unsur melawan hukum perdata, administrasi negara, dan pidana serta penyelesaiannya menurut sistem hukum dan peraturan perundang-undangan. Untuk itu, Lembaga Administrasi Negara sebagai instansi yang bertanggung jawab dalam bidang pengkajian serta pendidikan dan pelatihan (Diklat) ASN berdasarkan UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, perlu menyusun Diklat Teknis bagi Auditor berkoordinasi dengan BPKP dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam Diklat dimaksud, peserta akan dibekali kompetensi-kompetensi teknis di bidang hukum, keuangan negara, investigatif dan tentu saja bidang auditif;
22
4. 5. 6.
Perlu dibangun mekanisme kerja (SOP) yang sinergis antara APIP sebagai internal auditor dengan BPK selaku eksternal auditor dan lembaga penegak hukum (Kepolisian, Kejaksaan dan KPK); Secara kelembagaan, APIP berkedudukan di internal instansi pemerintahan, namun secara fungsional pelaksanaan tugas dan fungsinya dikoordinasikan oleh BPKP; dan Terkait dengan upaya pencegahan korupsi, APIP secara intensif melakukan berbagai upaya pencegahan, diantaranya melalui Program Pelaporan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dan Program Pengendalian Gratifikasi di instansi masing-masing. Rekomendasi penguatan APIP secara kelembagaan maupun SDM Aparatur, sebagaimana diuraikan di atas, akan lebih kuat jika diatur dalam Peraturan Pemerintah sebagai bentuk pelaksanaan UU AP sebagaimana mestinya sesuai dengan ketentuan Pasal 8 UU 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
E. Mewujudkan Birokrasi Bebas Pungli Sebagai Hakikat Agenda Reformasi Birokrasi Rekomendasi stratejik dan sistemik untuk memberantas pungli di birokrasi adalah sebagai berikut: 1. Penyederhanaan jenis dan prosedur pelayanan. Tiap instansi pemerintah mereview jenis pelayanan, menyederhanakan prosedur pelayanan serta berorientasi pada pelayanan publik secara online.
23
2. Perlu dipertimbangkan diskriminasi positif atau mekanisme fast track untuk pelayanan publik yang bersifat komersil. 3. Memasukkan pencegahan dan pemberantasan pungli sebagai bagian kontrak integritas pejabat. Jika terjadi pungli, pejabat dimaksud langsung dapat dikenakan sanksi tegas dan mekanisme yang lebih cepat. Hal ini penting agar sanksi dikenakan mempunyai dasar hukum dan tidak dianggap bertentangan dengan PP No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. 4. Penguatan Kapasitas SDM APIP dalam rangka pencegahan dan pemberantasan pungli. Untuk itu, SDM APIP perlu dibekali kompetensi investigatif (surveilance, informan handling dan under cover).
CAPAIAN INDIKATOR KINERJA UTAMA Target
Capaian
Jumlah rekomendasi kebijakan di bidang sistem administrasi negara dan hukum administrasi negara yang menjadi wacana publik
2
2
Jumlah policy brief di bidang sistem dan hukum administrasi negara yang menjadi wacana publik
2
5
Indikator
KEMITRAAN 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Audiensi dengan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Audiensi dengan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan HAM RI Legal Drafting bersama Kementerian Perhubungan Penyusunan pedoman dan pelatihan Daerah sadar hukum administrasi negara dengan Pemerintah Kabupaten Lebak Penyusunan pedoman dan pelatihan Daerah sadar hukum administrasi negara dengan Pemerintah Kota Karawang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 24
2016 EXPERTORY
EXPERTORY PUSAT KAJIAN SISTEM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA NO
1
2
3
NAMA
PROFESI/INSTANSI
PROF. DR. SALDI ISRA, S.H., M.PA.
GURU BESAR HUKUM TATA NEGARA UNIVERSITAS ANDALAS PADANG
PROF. DENNY INDRAYANA, S.H., LL.M., Ph.D.
GURU BESAR HUKUM TATA NEGARA UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
PROF. DR. GUNTUR HAMZAH, S.H., M.H.
GURU BESAR HUKUM ADMINISTRASI UNIVERSITAS HASANUDIN MAKASSAR & SEKRETARIS JENDERAL MAHKAMAH KONSTITUSI
KEPAKARAN HUKUM TATA NEGARA ILMU PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN PEMILIHAN UMUM ANTI KORUPSI KELEMBAGAAN NEGARA HUKUM TATA NEGARA ILMU PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN ANTI KORUPSI KELEMBAGAAN NEGARA
HUKUM ADMINISTRASI NEGARA ILMU ADMINISTRASI
25
MATERI YANG PERNAH DISAJIKAN STRATEGI IMPLEMENTASI UU NO. 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN
STRATEGI IMPLEMENTASI UU NO. 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN PROBLEMATIKA IMPLEMENTASI DISKRESI BERDASARKAN UU NO. 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN KEGIATAN DI BIDANG SISTEM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA UU NO. 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN
NO
PROFESI/INSTANSI
KEPAKARAN
PROF. DR. ASEP WARLAN, S.H., M.H.
GURU BESAR HTN UNIVERSITAS KATHOLIK PARAHYANGAN BANDUNG
HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
5
PROF. DR. H. NANDANG ALAMSAH DELIARNOOR, SH., M.HUM
GURU BESAR ILMU HUKUM TATA PEMERINTAHAN PADA PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK (FISIP) UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG
HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
6
PROF. DR. EKO PRASOJO MAG. RER. PUBL.
GURU BESAR DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI FISIP UI
HUKUM ADMINISTRASI NEGARA ILMU ADMINISTRASI ILMU PEMERINTAHAN
PROF. DR. YOS JOHAN UTAMA, S.H., M.HUM.
REKTOR UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
4
7
NAMA
26
MATERI YANG PERNAH DISAJIKAN IMPLEMENTASI DISKRESI BERDASARKAN UU NO. 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN IMPLEMENTASI UU NO. 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN IMPLEMENTASI DISKRESI BERDASARKAN UU NO. 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN IMPLEMENTASI UU NO. 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN IMPLEMENTASI DISKRESI BERDASARKAN UU NO. 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN IMPLEMENTASI DISKRESI BERDASARKAN UU NO. 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN PENGUATAN PERAN APIP
NO
NAMA
PROFESI/INSTANSI
KEPAKARAN
MATERI YANG PERNAH DISAJIKAN
8
DR. REFLY HARUN, S.H., PAKAR HUKUM TATA M.H., LL.M. NEGARA
HUKUM TATA NEGARA PEMILU ANTIKORUPSI
9
DR. ZAINAL ARIFIN MOCHTAR, S.H.,
DOSEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
HUKUM ADMINISTRASI NEGARA ANTIKORUPSI
10
GANJAR LAKSAMANA BONDAN, S.H, M.H
DOSEN HUKUM PIDANA UNIVERSITAS INDONESIA JAKARTA PEMIMPIN REDAKSI KORAN TEMPO
HUKUM PIDANA ANTIKORUPSI JURNALISM MEDIA
TEKNIK PENULISAN MEDIA CETAK
ARIFIN ASYDHAD
MANTAN PEMIMPIN REDAKSI DETIK.COM
JURNALISM MEDIA
TEKNIK PENULISAN MEDIA ONLINE
DR. Dr. TB. RACHMAT SENTIKA, Sp.A., MARS.
KETUA DEWAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL
KESEHATAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL BPJS
MEMBANGUN TRIPLE PARTNERSHIP ANTARA PEMERINTAH, BPJS DAN FASILITAS KESEHATAN MENUJU PENINGKATAN PELAYANAN KUALITAS PELAYANAN JKN
ARIEF ZULKIFLI 11 12 13
27
IMPLEMENTASI UU NO. 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DISKRESI ATAU KORUPSI? PUNGLI DI BIROKRASI IMPLEMENTASI UU NO. 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN IMPLEMENTASI DISKRESI BERDASARKAN UU NO. 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN PENGUATAN PERAN APIP DIKRESI ATAU KORUPSI
NO
NAMA
PROFESI/INSTANSI
ALVIN LIE, M.Sc.
ANGGOTA OMBUDSMAN
KONSULTAN HUBUNGAN KEPARLEMENAN PENGAMAT PENERBANGAN
Dr. DIAN PUJI N. SIMATUPANG, S.H., M.H.
DOSEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA UNIVERSITAS INDONESIA
HUKUM ADMINISTRASI NEGARA KEUANGAN NEGARA
RODHIAL HUDA
PENGUSAHA BIDANG PERIKANAN LAUT
KEMARITIMAN
17
SURIA NINGSIH, S.H., M.Hum.
KETUA DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HUKUM ADMINISTRASI NEGARA HUKUM TATA NEGARA
18
ARMANSYAH, S.H., M.H.
LEKTOR KEPALA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HUKUM ADMINISTRASI NEGARA HUKUM TATA NEGARA
14
15
16
KEPAKARAN
28
MATERI YANG PERNAH DISAJIKAN MEMBANGUN TRIPLE PARTNERSHIP ANTARA PEMERINTAH, BPJS DAN FASILITAS KESEHATAN MENUJU PENINGKATAN PELAYANAN KUALITAS PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL IMPLEMENTASI DISKRESI BERDASARKAN UU NO. 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN PENGUATAN PERAN APIP IMPLEMENTASI TOL LAUT IMPLEMENTASI DISKRESI BERDASARKAN UU NO. 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN PENGUATAN PERAN APIP IMPLEMENTASI DISKRESI BERDASARKAN UU NO. 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN PENGUATAN PERAN APIP
NO
MATERI YANG PERNAH DISAJIKAN
NAMA
PROFESI/INSTANSI
KEPAKARAN
19
DR. SRI WINARSI, S.H., M.H.
WAKIL DIREKTUR II BIDANG UMUM & KEUANGAN SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS AIRLANGGA
HUKUM ADMINISTRASI NEGARA HUKUM TATA NEGARA
IMPLEMENTASI DISKRESI BERDASARKAN UU NO. 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN PENGUATAN PERAN APIP
20
PROF. Dr. Ir. BUDIMAWAN, DEA
KEPALA PUSLITBANG LAUT PESISIR DI PULAUPULAU KECIL, UNIVERSITAS HASANUDDIN DOSEN – WAKIL DIREKTUR I PASCASARJANA UNIVERSITAS LAMPUNG
KEMARITIMAN
IMPLEMENTASI TOL LAUT
HUKUM ADMINISTRASI NEGARA HUKUM TATA NEGARA
IMPLEMENTASI DISKRESI BERDASARKAN UU NO. 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN IMPLEMENTASI DISKRESI BERDASARKAN UU NO. 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN MEWUJUDKAN BIROKRASI BEBAS PUNGLI SEBAGAI HAKIKAT AGENDA REFORMASI BIROKRASI
21
PROF. Dr. MUHAMMAD AKIB, S.H., M.Hum. Dr. SUPARTO WIJOYO
22
23
ASEP RAHMAT FAJAR, SH, MH
KOORDINATOR PROGRAM STUDI MAGISTER SAINS HUKUM & PEMBANGUNAN SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS AIRLANGGA TENAGA AHLI UTAMA KEDEPUTIAN KAJIAN DAN PENGELOLAAN ISU-ISU POLHUKKAM STRATEGIS PADA KANTOR STAF PRESIDEN
HUKUM ADMINISTRASI NEGARA HUKUM TATA NEGARA HUKUM ADMINISTRASI NEGARA HUKUM TATA NEGARA
29
NO
24
NAMA
KEPAKARAN
MATERI YANG PERNAH DISAJIKAN
EMERSON YUNTHO, SH
KOORDINATOR DIVISI MONITORING HUKUM DAN PERADILAN INDONESIA CORRUPTION WATCH (ICW)
HUKUM PIDANA ANTIKORUPSI
MEWUJUDKAN BIROKRASI BEBAS PUNGLI SEBAGAI HAKIKAT AGENDA REFORMASI BIROKRASI
AGUS SUNARYANTO
WAKIL KOORDINATOR INDONESIA CORRUPTION WATCH (ICW)
HUKUM PIDANA ANTIKORUPSI
MEWUJUDKAN BIROKRASI BEBAS PUNGLI SEBAGAI HAKIKAT AGENDA REFORMASI BIROKRASI
JOHANIS TANAK, SH, MH
DIREKTUR TATA USAHA NEGARA (TUN)
HUKUM TATA NEGARA
IMPLEMENTASI DISKRESI BERDASARKAN UU NO. 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN
25
26
PROFESI/INSTANSI
30
2016 STATISTIK
STATISTIK I. DEMOGRAFI SDM PKSANHAN
Berdasarkan Strata Pendidikan 6 5 4 3 2 1 0 S1
S2
Berdasarkan Jenis Kelamin 6 5 4 3 2 1 0 Laki-Laki
Perempuan
Berdasarkan Jabatan 4 3 2 1 0 JPT Pratama
Jbt. Administrator
31
Jbt. Fungsional
Pelaksana
No.
Nama
Jabatan
Bidang Kompetensi
Pendidikan
1.
Tri Saksono, S.H., MPd
Kepala Pusat
Hukum Administrasi Negara
S2
2.
Tri Atmojo Sejati, S.T., S.H., M.Si
Kepala Bagian Administrasi
HAN/HTN
S2
3.
Antun Nastri Sidik, SIP, M.Si
Peneliti Muda
Administrasi Negara/ Pemerintahan
S2
4.
Zulfarida, S.H
Peneliti Muda
Hukum Administrasi Negara
S1
5.
Dian Eka Rahayu Sawitri, SH, MH
Peneliti Pertama
Hukum Administrasi Negara
S2
6.
Reagant Dwi Putra, S.H.
Pengelola Data dan Informasi Hasil Kajian
Hukum Administrasi Negara
S1
7.
Fachrizal, SE
Pengelola Kajian
Ekonomi Pembangunan
S1
8.
Eko Nurwajito, S.AP
Pengadministrasi Tata Usaha
Administrasi Perkantoran
S1
9.
Niken Hapsari, S.Sos
Pengelola Kajian
Komunikasi
S1
II. PRODUK PKSANHAN 5
4 3 2 1 0 2015
2016 Kajian
Isu-Isu Strategis
32
Policy Brief
III. Peraturan Perundangan di Indonesia Dari Tahun 2015 Undang-Undang (UU) Tahun 2015 2016
Jumlah 14 14
15 10 5 0 2015
2016
Data UU di Indonesia 2015-2016 (Sumber : peraturan.go.id)
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ( Perpu) Tahun 2015 2016
Jumlah 1 1
1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 2015
2016
Data Perpu di Indonesia 2015-2016 (Sumber : peraturan.go.id)
Peraturan Pemerintah (PP) Tahun 2015 2016
Jumlah 84 38
100 80 60 40 20 0 2015
2016
Data PP di Indonesia 2015-2016 (Sumber : peraturan.go.id)
33
Peraturan Presiden (Perpres) Tahun 2015 2016
Jumlah 112 72
150 100 50 0 2015
2016
Data Perpres di Indonesia 2015-2016 (Sumber : peraturan.go.id)
IV. DATA KINERJA Pagu Anggaran Nama Kegiatan
2015
2016
Kajian
Rp. 635.962.000,-
Rp. 578.341.000,-
Kajian Isu-Isu Strategis
Rp. 191.604.000,-
Rp. 244.001.000,-
Realisasi Anggaran Nama Kegiatan
2015 ( Rp.)
2016 (%)
( Rp.)
(%)
Kajian
606.722.000
99,11
568.942.680
98,37
Kajian Isu-Isu Strategis
160.030.100
98,56
238.492.748
97,74
34
DAFTAR TABEL
TABEL
Hal
Capaian Indikator Kinerja Utama
24
Expertory Pusat Kajian Sistem dan Hukum Administrasi Negara
25
Demografi SDM PKSANHAN
32
Peraturan Perundangan di Indonesia Dari Tahun 2015
33
Pagu Anggaran
34
Realisasi Anggaran
34
35
DAFTAR GRAFIK
GRAFIK
Hal
Data ICW, Sektor Yang Menjadi Ranah Pungli Paling Banyak Dilaporkan Tahun
14
2010-2015 Demografi SDM PKSANHAN
32
Produk PKSANHAN
32
Peraturan Perundangan di Indonesia Dari Tahun 2015
33
36