PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers ROUNDTABLE for INDONESIAN ENTREPRENEURSHIP EDUCATORS (RIEE-2016) STRATEGI PEMBELAJARAN KEWIRAUSAHAAN UNTUK MEMBENTUK WIRAUSAHA TANGGUH DAN BERDAYA SAING VOL. 2
i PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers ROUNDTABLE for INDONESIAN ENTREPRENEURSHIP EDUCATORS (RIEE-2016) STRATEGI PEMBELAJARAN KEWIRAUSAHAAN UNTUK MEMBENTUK WIRAUSAHA TANGGUH DAN BERDAYA SAING Editor Heri Pratikto Sudarmiatin Sutrisno F.X. Danardana Murwani Nurika Restuningdyah Editor Pelaksana Madziatul Churiyah Afwan Hariri A.P Ely Siswanto Lulu Nurul Istanti
Cover Design Danny Ajar Baskoro Andik Setiawan Layout Yuli Agustina Danny Ajar Baskoro
Penerbit CV AMPUH MULTI REJEKI Anggota IKAPI Jatim Perum Bumi Mondoroko Blok AG 73 Malang Email :
[email protected] Jumlah Ukuran
: VII+630 hlm. : 20 x 28 Cm
Mei 2016 ISBN : 978-602-73722-7-6
Hak cipta dilindungi undang-undang KATA PENGANTAR Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit ii PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
KATA PENGANTAR
Seminar Nasional dan Call for Papers dengan tema “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi” ini merupakan acara yang diselenggarakan oleh Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang yang bekerja sama dengan Universitas Airlangga Surabaya dan Universitas Prasetya Mulya Jakarta. Acara ini merupakan forum pertemuan pengajar atau pendidik dalam bidang kewirausahaan yang diwujudkan dalam ROUNDTABLE for INDONESIAN ENTREPRENEURSHIP EDUCATORS (RIEE-2016). Seminar Nasional dan Call for Papers ini terkumpul 61 makalah yang terbagi menjadi 2 Jilid, baik telaah toeritis maupun penelitian empiris yang dilakukan peneliti maupun praktisi. Melalui seminar nasional ini diharapkan terhimpun berbagai pemikiran dan gagasan dari para peserta dengan sub-sub tema:
1. Pengembangan Kurikulum Kewirausahaan di Perguruan Tinggi 2. Strategi pembelajaran Kewirausahaan di Perguruan Tinggi 3. Strategi Assesment Mata kuliah Kewirausahaan 4. Pengembangan laboratorium Kewirausahaan 5. Pembelajaran Kewirausahaan berbasis Karakter 6. Membentuk WirausahaPancasila melalui jalur Pendidikan Ucapan terima kasih kami haturkan kepada pemakalah yang telah hadir untuk mempresentasikan makalahnya di Fakultas Ekonomi di Universitas Negeri Malang. Ucapan terima kasih juga kami haturkan kepada semua panitia yang telah bekerja keras dalam mensukseskan penyelenggaraan Seminar Nasional dan Call for Papers ini. Kami menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan atau keterbatasan selama penyelenggaraan Seminar Nasional dan call for papers ini, oleh karena itu ijinkan kami mengucapkan mohon maaf jika hal tersebut kurang berkenan di hati bapak ibu sekalian.
Malang, 3 Mei 2016 Ketua Panitia
Prof. Dr. Sudarmiatin, M.Si NIP. 196111081986012001
iii PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Kata Pengantar ........................................................................................................................................ Daftar Isi ....................................................................................................................................................
iii iv
Pemberdayaan Masyarakat Melalui Usaha Kerajinan Anyaman Rotan Di Pepas Eheng Kutai Barat Petrus Juli ........................................................................................................................................
410
CSR Sebagai Salah Satu Strategi Kewirausahaan Beni Rudi Isbandi, Bambang Banu Siswoyo .............................................................................
421
Pengembangan Modul Pembelajaran Creativeprenurship Berbasis Blended Learning Untuk Membangun Sikap Kreatif Mahasiswa Program Studi Dkv (Desain Komunikasi Visual) Universitas Negeri Malang Pranti Sayekti ..................................................................................................................................
430
Pembelajaran Berbasis Social Skill; Inovasi Pembelajaran Dalam Membentuk Karakter Berwirausaha Di Smk Andi Muadz Palerangi1 , Tuwoso2, Andoko3 ..............................................................................
440
Kualitas Layanan Toko Roti Di Kota Malang Yuliasti Ika Handayani1 , Sudarmiatin2 .......................................................................................
453
Program Sekolah Menengah Kejuruan Sebagai Strategi Dalam Membentuk Wirausaha Muda Kualitas Lia Nur Enis Ratna Wijayanti1, Tri Atmadji Sutikno2 ,Sukarnati3 ..........................................
461
Wawasan Desain Inklusif Untuk Menumbuhkan Minat Creativepreneurship Bagi Mahasiswa Seni Rudi Irawanto .................................................................................................................................
478
Analisis Kinerja Keuangan Koperasi Dalam Menginspirasi Minat Berwirausaha Di Kota Malang Yohana Yosta Permatasari............................................................................................................
487
Penerapan Model Pembelajaran TSTS Pada Mapel Kewirausahaan Di Smk Muhammadiyah 2 Malang Putri Ayu Setya1,Sudarmiatin2 .....................................................................................................
500
Pendidikan Seni Berbasis Kreatifitas Teknik Batik pada Pembelajaran Kewirausahaan di SMA Regreat Suasmiati .......................................................................................................................... Pembelajaran Seni Rupa Terintegrasi Pendekatan Entrepreneurial Untuk Meningkatkan Wawasan Kewirausahaan Di Sekolah Umum Subhan .............................................................................................................................................
518
Minat Berwirausaha Siswa SMK Ardjuna 1 Malang (Tahun Ajaran 2013/2014) Bernadeta Wahyu Astri Pratita1, Sudarmiatin2 ..........................................................................
529
Pembelajaran Prakarya Dan Kewirausahaan Membentuk Peserta Didik Kreatif Dan Mandiri Dalam Menghadapi Abad 21 Wahyu Dewayani ...........................................................................................................................
537
510
iv PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Strategi Assesment Matakuliah Kewirausahaan Akhmad Sanhaji ............................................................................................................................. Model Bahan Ajar Pendidikan Seni Rupa bagi Pengembangan Pola Pikir Entrepreneurial Moeljadi Pranata ............................................................................................................................
544 550
Pendidikan Berbasis Creative Preneur Untuk Membangun Mental Kemandirian Mahasiswa Fitri Labuda.....................................................................................................................................
564
Perilaku Wisatawan Berkunjung ke Objek Wisata Budaya Novita Rifaul Kirom1 , Sudarmiatin2, I Wayan Jaman Adi Putra3 ..........................................
571
Corporate Social Responsibility (CSR) Pemberdayaan Kewirausahaan UMKM Ratna Tri Hardaningtyas1, Bambang Banu Siswoyo ................................................................
582
Memaknai Anggota Sebagai Mitra Koperasi Untuk Pengembangan Kewirausahaan Anggota Sutrisno1, Danny Ajar Baskoro2 ...................................................................................................
591
Pemberdayaan Wirausaha Anggota Pada Koperasi Kredit Sangosay, Nusa Tenggara Timur (NTT) Kosmas Lawa Bagho, Ery Tri Djatmika R.W.W, Sutrisno .....................................................
599
Strategi Bersaing Usaha Konveksi Jeans Di Kota Malang Dalam Menghadapi Pasar Global Yoan Santosa Putra1, Sudarmiatin2 , Suharto3 ............................................................................
611
Pengaruh Media Promosi Melalui Website Terhadap Kinerja Perusahaan (Studi Pada Kelompok Wirausaha di Kota Batu Tahun 2015) Dwi Putra Syakur Raharjo1Bambang Banu Siswoyo2 ..............................................................
620
Implementasi Media Video Pada Mata Pelajaran Kewirausahaan Di SMK Negeri 1 Boyolangu (Tahun Ajaran 2013/2014) Pandu Wahyudianarta1,Sudarmiatin2 ..........................................................................................
630
v PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Pemberdayaan Masyarakat Melalui Usaha Kerajinan Anyaman Rotan Di Pepas Eheng Kutai Barat Petrus Juli Program Studi S2 Manajemen Pascasarjana Universitas Negeri Malang Email :
[email protected] Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan tentang pemberdayaan masyarakat melalui usaha kerajinan anyaman rotan. Pemberdayaan dilakukan dengan cara memberi pelatihan keterampilan menganyam kepada pengerajin di Pepas Eheng Kutai Barat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi dan dokumentasi. Pemeriksaan keabsahan data dilakukan dengan menanyakan kembali pertanyaan peneliti dari informan utama kepada informan pendukung guna memastikan kebenaran makna yang telah dibuat. Pemberdayaan masyarakat melalui usaha kerajinan ini dilakukan oleh Yayasan Total Indonesia di Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. Pelatihan keterampilan menganyam rotan ini dilakukan secara periodik dan berkelanjutan. Program ini bertujuan untuk membangun kesadaran masyarakat pengrajin terhadap pelestarian dan pengembangan budaya, peningkatan ekonomi rumah tangga, dan menumbuhkan minat berwirausaha masyarakat dengan mengembangkan potensi yang mereka miliki. Dengan pemberdayan ini diharapkan para pengrajin dapat memanfaatkan keterampilan menganyam dan dapat memberdayakan dirinya sendiri sehingga memperkecil angka pengangguran dan kemiskinan. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberdayaan yang dilakukan tersebut bermanfaat dalam menumbuhkan minat masyarakat khususnya kaum perempuan untuk menekuni usaha kerajinan anyaman rotan sehingga mereka dapat mandiri. Kata kunci: Pemberdayaan, Masyarakat, Usaha Kerajinan Rotan
Kemiskinan dan pengangguran adalah dua hal yang menjadi persoalan masyarakat di wilayah pedalaman. Masyarakat di pedalaman adalah masyarakat yang tinggal di wilayah dengan segala keterbatasan akses seperti transportasi, pendidikan, perekonomian, kesehatan dan lainlain. Masyarakat di Desa Pepas Eheng sebagian besar adalah petani ladang dan juga petani karet. Rendahnya harga karet berdampak pada melemahnya ekonomi masyarakat setempat. Selain itu, banyak waktu luang disela-sela pekerjaan berladang terbuang begitu saja. Ibuibu hanya menghabiskan waktu dengan hal-hal yang tidak mendatangkan manfaat bagi kehidupan mereka. Padahal mereka memiliki potensi dalam hal membuat kerajinan anyaman rotan. Potensi ini tidak terlalu dipikirkan karena mereka membuat anyaman hanya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan bukan
untuk dijual. Yayasan Total Indonesia melihat bahwa potensi masyarakat khususnya kaum perempuan di Pepas Eheng bisa dikembangkan sehingga dapat meningkatkan pendapatan mereka. Karena itu Yayasan Total Indonesia berupaya untuk memberdayakan para pengrajin di wilayah ini dan wilayah lainya melalui pemberian pelatihan keterampilan, pemasaran, dan mengikutsertakan mereka pada pameran kerajinan di berbagai tempat sebagai media untuk promosi. Pendampingan secara berkelanjutan terus dilakukan oleh pihak yayasan sehingga terbentuk beberapa kelompok usaha bersama dan sudah banyak memberikan manfaat bagi pendapatan keluarga, seperti mampu menyekolahkan anak sampai perguruan tinggi. Selain itu, pendapatan dari hasil
410 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
menganyam mereka gunakan untuk membiayai kebutuhan sehari-hari rumah tangga. Pembinaan dan pelatihan secara periodik terus dilakukan oleh yayasan. Pelatihan yang diberikan mulai dari pelatihan dasar tentang cara menganyam, memilih bahan baku berkualitas, menghasilkan produk anyaman yang berkualitas, pengembangan dan inovasi produk. Karena itu produk anyaman rotan yang dihasilkan lebih variatif dan kreatif, seperti aneka bentuk tas, dompet, topi, tikar, dan produk kreatif lainnya. Anyaman Rotan suku Dayak merupakan karya cipta tradisi yang memiliki ciri khas sebagai warisan nenek moyang. Anyaman rotan telah menjadi ciri budaya yang kental dan merupakan ekpresi identitas masyarakat suku Dayak. Keberadaan pengrajin khususnya kaum perempuan yang mengelola usaha kerajinan anyaman rotan ini telah membuktikan bahwa meraka mampu mandiri secara ekonomi. Bahkan di Pepas Eheng usaha kerajinan anyaman rotan ini menjadi usaha yang semakin diminati oleh masyarakat dan menjadi alternatif usaha yang mampu meningkatkan pendapatan keluarga. Proses pendampingan terhadap pengrajin tentu tidak mudah dilakukan. Berbagai kendala seringkali ditemui misalnya dibidang pemasaran. Selain itu, kualitas produk yang dihasilkan seringkali dibawah standar kualitas yang telah ditetapkan oleh yayasan sehingga menjadi tidak layak dijual. Maka, perlu strategi pemberdayaan yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas produk anyaman dan juga promosi guna meningkatkan penjualan. Berdasarkan uraian di atas, maka fokus penelitian ini adalah: 1). Bagaimana strategi pemberdayaan yang dilakukan oleh Yayasan Total Indonesia terhadap pengrajin anyaman rotan di Pepas Eheng? 2). Bagaimana proses dan perkembangan usaha kerajinan anyaman rotan di Pepas Eheng dan Daerah binaan Yayasan Total Indonesia?
1. Pengertian Pemberdayaan Terdapat banyak definisi tentang pemberdayaan. Diantaranya sebagaimana dikemukakan oleh World Bank dalam Mardikanto dan Soebiato (2015:28), pemberdayaan “sebagai upaya untuk memberikan kesempatan dan kemampuan kepada kelompok masyarakat untuk mampu dan berani berusaha…memilih sesuatu yang terbaik bagi pribadi, keluarga dan masyarakatnya”. Pemberdayaan adalah upaya untuk mamandirikan masyarakat baik itu secara individu maupun kelompok. Secara lebih spesifik dapat dikatakan juga bahwa pemberdayaan berarti perbaikan mutu hidup individu atau kelompok secara bersama dalam hal ekonomi. “Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya” (Parsons, et al., dalam Mardikanto dan Soebiato, 2015:29). Pemberdayaan adalah penguatan keterampilan, pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat sehingga masyarakat dapat secara mandiri memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya (Yasin, 2015:38-42). Mandiri dalam arti bahwa masyarakat dapat mengenali potensi-potensi yang ada di dalam diirinya dan berusaha mengembangkanya untuk perbaikan kehidupannya. Kemandirian suatu masyarakat juga perlu dibantu atau difasilitasi oleh pihak lain yang punya kepedulian terhadap perbaikan hidup mayarakat. Dalam perspektif bisnis pemberdayaan “merupakan upaya pemberian kesempatan dan memfasilitasi kelompok miskin agar mereka memiliki aksesibilitas terhadap sumberdaya yang berupa: modal, teknologi, informasi, jaminan pemasaran, dll. agar mereka mampu memajukan dan mengembangkan ushanya, sehingga memperoleh perbaikan pendapatan
411 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
serta perluasan kesempatan kerja demi perbaikan kehidupan dan kesejahteraannya” (Sumodiningrat dalam Mardikanto dan Soebiato, 2015:33-34). Permendagri RI Nomor 7 Tahun 2007 tentang Kader Pemberdayaan Masyarakat, dinyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah suatu strategi yang digunakan dalam pembangunan masyarakat sebagai upaya untuk mewujudkan kemampuan dan kemandirian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Pasal 1 , ayat (8) ). Dengan kata lain, pemberdayaan adalah proses dan kegiatan yang bertujuan untuk memampukan dan memandirikan masyarakat atau kelompok masyarakat. Pemberdayaan masyarakat memiliki keterkaitan erat dengan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dimana pemberdayaan masyarakat merupakan sarat utama yang akan membawa masyarakat menuju kesejahteraan baik secara ekonomi, sosial, dan lingkungan yang dinamis (Budi, dkk. Tanpa Tahun:862-871). Tujuan pemberdayaan masyarakat adalah untuk memampukan dan memandirikan masyarakat terutama dari jerat kemiskinan dan pengangguran. Program pemberdayaan masyarakat dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup mereka dalam hal ekonomi, sosial, dan politik. Dalam hal ini pemberdayaan pengrajin khususnya kaum perempuan di Pepas Eheng yang sebagian besar berpenghasilan rendah bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup mereka dan keluarga mereka melalui potensi yang mereka miliki. 2. Strategi Pemberdayaan Masyarakat Setiap kegiatan pemberdayaan masyarakat pasti memiliki tujuan yang ingin dicapai, karena itu perlu strategi kerja tertentu demi mencapai keberhasilan sebagaimana dicita-citakan. “Dalam pengertian sehari-hari, strategi sering diartikan sebagai langkahlangkah atau tindakan tertentu yang dilaksanakan demi tercapainya suatu tujuan
atau penerima manfaat yang dikehendaki” (Mardikanto dan Soebiato, 2015:167). Strategi Pemberdayaan masyarakat dilaksanakan melalui tiga hal, yakni: “bina manusia, bina usaha dan bina lingkungan” (Sumadyo dalam Mardikanto dan Soebiato, 2015:113). Kemudian Mardikanto (2015:116) menambahkan pentingnya bina kelembagaan yang didalamnya termasuk ketiga usaha bina diatas. Keempat hal tersebut merupakan lingkup kegiatan yang menjadi sasaran dalam pemberdayaan masyarakat. Sumidiningrat (1999) mengatakan bahwa “kegiatan pemberdayaan masyarakat mencakup: (1) peningkatan akses bantuan modal usaha; (2) peningkatan akses pengembangan SDM; dan (3) peningkatan akses ke sarana dan prasarana yang mendukung langsung sosial ekonomi masyarakat lokal”. 3. Pemberdayaan Menumbuhkan Jiwa Kewirausahaan Pada dasarnya setiap orang bisa menjadi pelaku usaha akan tetapi tidak semua orang berani atau tidak tahu bagaimana cara memulainya. Ketakutan utama untuk menjadi wirausaha adalah takut untuk memulai dan takut untuk mencoba. Hal ini dikarenakan oleh pemikiran tentang kegagalan. Pemberdayaan masyarakat adalah program yang bertujuan untuk memandirikan masyarakat dengan pertama-tama membantu masyarakat mengenali peluaang atau potensi-potensi yang mereka miliki. Selanjutnya, masyarakat yang menjadi sasaran pemberdayaan diminta untuk mengenali tantangan, hambatan dan kelemahan yang dihadapi selama ini. Dengan kata lain, kegiatan pemberdayaan disini diartikan sejauh mana masyarakat mampu mengenal peluang dan tantangan dalam berwirausaha. Ana Riswari (2014) mengatakan, “Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya masyarakat dengan mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya, dan
412 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
upaya untuk mengembangkannya. Keberdayaan masyarakat adalah unsur dasar yang memungkinkan suatu masyarakat bertahan hidup, dan dalam pengertian yang dinamis: mengembangkan diri dan mencapai kemajuan. Memberdayakan masyarakat berarti meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan”. Bina usaha yang diupayakan melalui pemberdayaan masyarakat mencakup: “a) peningkatan teknis, utamanya untuk meningkatkan produktivitas, perbaikan mutu dan nilai-nilai produk; b) perbaikan manajemen untuk meningkatkan efisiensi usaha, dan pengembangan jejaring kemitraan; c) pengembangan jiwa kkewirausahaan terkait dengan optimalisasi peluang bisnis yang berbasis dan didukung oleh keunggulan lokal; d) peningkatan aksesibilitas terhadap: modal, pasar, dan informasi; e) advokasi kebijakan yang berpihak kepada penggembangan ekonomi rakyat” (Mardikanto dan Soebiato, 2015:225). Dengan demikian jelaslah bahwa kegiatan pemberdayaan masyarakat dapat menjadi pendorong bagi pertumbuhan jiwa dan minat berwirausaha terutama dikalangan pelaku usaha kecil dan menengah dalam mengoptimalisasi potensi yang dimilikinya dan pengelolaan dan pemanfaatan potensi sumber daya alam dan lainnya. Tujuannya agar pelaku usaha mampu bekerja secara profesional dan memenuhi standardisasi global. METODE Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sebagaimana dikatakan Kirk dan Miler dalam Moleong (2010:4) bahwa “Penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada
pengamatan manusia dalam kawasan sendiri dan berhubungan dengan ruang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.” Dalam penelitian ini lokasi penelitian dilaksanakan di Kampung Pepas Eheng Kabupaten Kutai Barat Propinsi Kalimantan Timur. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Wawancara dilakukan untuk mengumpulkan data mengenai gambaran desa, perspektif dan pengalaman berwirausaha perempuan pengrajin, pendapatan ekonomi rumah tangga. Observasi dilaksanakan untuk mengumpulkan data tentang minat berwirausaha masyarakat dan jumlah kelompok usaha. Dokumentasi berupa gambar yang menampilkan geliat usaha kerajinan anyaman rotan ini di Pepas Eheng. Instrumen penelitian yang digu-nakan dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri, pedoman wawancara, catatan lapangan, dan informan. HASIL & PEMBAHASAN 1. Gambaran Umum Usaha Kerajinan Anyaman Rotan di Kampung Pepas Eheng Kutai Barat Kampung Pepas Eheng adalah perkampungan suku Dayak Benua yang masih kental hidup dengan warisan tradisi. Salah satu warisan tradisi yang masih ada adalah kerajinan anyaman rotan. Sebagaimana diungkapakan oleh beberapa pengrajin yang penulis wawancarai bahwa mereka belajar menganyam sudah semenjak usia sekolah dasar. Lokasi kampung Pepas Eheng ini berdekatan dengan Barong Tongkok ibukota Kabupaten Kutai Barat. Untuk mencapai kampung ini dibutuhkan waktu tempuh lebih kurang 30 menit. Fasilitas umum sudah tersedia di kampung ini, termasuk aliran listrik, sarana komunikasi, sarana transportasi. Selain itu, perjalanan menuju kampung ini dapat diakses dengan cukup mudah, yaitu dengan
413 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
menggunakan kendaraan umum dan kendaraan pribadi. Usaha kerajinan anyaman rotan masih menjadi usaha andalan yang dilakukan oleh ibu-ibu di Pepas Eheng. Hasil kerajinan yang mereka buat dipasarkan di show room yang ada di rumah mereka. Pembeli bisa membeli produk kerajinan langsung dengan pengrajin atau dengan mitra usaha pengrajin yang ada di kota kabupaten. Hasil kerajinan ini dipesan dan dijual tidak hanya di dalam negeri tetapi juga sampai ke luar negeri. Dengan usaha ini kaum perempuan di Pepas Eheng telah memperoleh pendapatan keluarga bahkan mampu menyekolahkan anak-anak mereka sampai ke perguruan tinggi . 2. Potensi-potensi yang dimiliki Usaha kerajinan anyaman rotan di Pepas Eheng Berdasarkan hasil wawancara penulis di lapangan, lokasi usaha kerajinan ini sangat strategis, karena berada di jalur transportasi jalan darat menuju beberapa kampung lainnya dan jaraknya juga dekat dari ibukota kabupaten. Kampung Pepas Eheng menjadi rujukan yang direkomendasikan oleh pemerintah setempat apabila ada tamu dari luar daerah yang berkunjung. Usaha kerajian anyaman rotan merupakan usaha turun temurun, sehingga tidak perlu lagi ada keterampilan khusus, namun usaha ini masih terbatas pada pembuatan beberapa produk saja seperti anjat, tikar, topi dan perkakas rumah tangga yang masih sederhana. Mereka belum sepenuhnya mampu berinovasi membuat produk lain, sesuai tren modern dan mampu bersaing di pasaran. Keterampilan tersebut dibutuhkan pelatihan khusus dari instansi terkait seperti dari Dinas perindustrian dan perdagangan dengan cara mengikutsertakan pengrajin dalam berbagai kursus. Salah seorang pengrajin merasakan manfaat dari kursus yang difasilitasi oleh pemerintah yang pernah ia ikuti. Namun
pelatihan ini masih terbatas karena hanya sedikit pengrajin yang bisa berpartisipasi. Bahan baku pembuatan anyaman ini masih banyak terdapat di daerah ini. Lorentina, seorang pengrajin mengatakan bahwa rotan masih cukup banyak dan mudah diperoleh dan ia memiliki kebun rotan yang tidak jauh dari rumahnya. Dengan demikian, bahan baku masih memanfaatkan kearifan lokal berupa rotan dan pewarna alami dari tumbuhan di hutan. Sebagian pengrajin anyaman rotan dilakukan oleh kaum perempuan yang juga bertindak sebagai ibu rumah tangga. Waktu luang mereka lebih banyak digunakan untuk menganyam, sehingga turut membantu suami dan keluarga dalam meningkatkan pendapatan keluarga. Seorang pengrajin mengungkapkan bahwa dari usaha kerajinan yang ia rintis bisa memperoleh omzet 6-8 juta per bulan. Akan tetapi apabila ia ikut dalam berbagai pameran maka penghasilannya bisa lebih besar. Sebagaimana diungkapkan oleh Suryana (2009) bahwa karakteristik wirausaha adalah lebih ulet, telaten, rajin dan pantang menyerah. Karakteristik tersebut dimiliki oleh kaum perempuan di Pepas Eheng terbukti semakin banyaknya minat perempuan terhadap usaha ini sehingga membentuk kelompok usaha bersama, seperti BUR (Bina Usaha Rotan), Kelompok Usaha Mandiri, dan lain-lain. 3. Kendala-kendala yang dihadapi pengrajin dalam membuat produk anyaman rotan 1. Aspek Pemasaran Terbatas Produk anyaman rotan berupa tikar, tas anjat, topi dan lain-lain memiliki motif yang beragam dengan dominasi warna putih, hitam dan merah. Para pengrajin dapat membuat produk dengan motif dan warna sesuai permintaan pembeli namun jenis produk masi terbatas dan minim sentuhan inovasi. Pemasaran masih menggunakan cara lama yaitu dengan menggunakan tenaga pengepul yang mendatangi mereka serta menunggu
414 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
pembeli datang langsung ke tempat usaha. Selain itu kegiatan pameran sebagai sarana promosi dirasakan kurang karena dilakukan dalam jangka waktu tertentu dan terbatas. Menurut Kotler (2008) pemasaran yang baik akan membantu produsen dalam memperkenalkan produknya kepada calon pembeli. Calon pembeli sekarang semakin kritis terhadap bentuk atau jenis, kualitas serta manfaat dari produk yang akan dibelinya. Diversifikasi produk dalam hal ini menjadi mutlak dilakukan oleh pengrajin. Menurut Tjiptono (2008:132) “diversifikasi adalah upaya mencari dan mengembangkan produk atau pasar, atau keduanya, dalam rangka mengejar pertumbuhan, peningkatan penjualan, profitabilitas, dan fleksibelitas”. Keberagaman produk yang dibuat dapat membuat pembeli memilih sesuai keinginan dan manfaanya serta dapat melakukan pembelian berulang. Selain itu, target pasar yang akan dimasuki harus dipikirkan. Artinya, sasaran dari produk yang dibuat harus menargetkan memasuki pasar yang mana. Karena itu, tiga langkah pokok yang menjadi inti pemasaran modern haruslah mendapat perhatian para pengrajin, yakni Segmentasi, Penentuan Pasar Sasaran, dan Positioning (atau STP: Segmenting, Targeting dan Positioning). “Langkah pertama adalah segmentasi pasar, yakni mengidentifikasi dan membentuk kelompok pembeli yang terpisah-pisah yang mungkin membutuhkan produk tersendiri. Langkah kedua adalah penentuan pasar sasaran, yakni tindakan memilih satu atau lebih segmen pasar untuk dimasuki. Langkah ketiga adalah positioning, yaitu tindakan membangun dan mengkomunikasikan manfaat pokok yang istimewa dari produk di dalam pasar” (Tjiptono, 2008:69). 2. Keterbatasan Modal dan Peralatan Menurut beberapa pengrajin lemahnya dukungan pemerintah dalam hal permodalan menjadi kendala dalam mengembangkan usaha
kerajinan anyaman rotan. Akses untuk mendapatkan modal pinjaman juga dirasakan kurang sehingga pengrajin tidak dapat secara terprogram mengadakan pelatihan. Pelatihan yang dilakukan instansi pemerintah hanya bersifat temporal dan tidak dilakukan usaha pendampingan berkelanjutan sampai para pengrajin dapat mandiri. Sabirin (2001) menjelaskan bahwa untuk memberdayakan masyarakat sektor usaha kecil adalah dengan menyediakan sumber pembiayaan usaha yang terjangkau. Salah satu strategi pembiayaan bagi golongan ini adalah usaha kredit mikro. 3. Produk Anyaman Kurang Inovatif Selain keterbatasan modal dan akses untuk mendapatkan modal, para pengrajin juga memiliki keterbatasan dalam hal peralatan sehingga pengrajin kurang dapat berinovasi. Salah seorang pengrajin anyaman rotan berpikir keras memajukan usahanya dengan melakukan berbagai inovasi terhadap produk yang dibuatnya. Ia berusaha menuangkan ideide kreatifnya ke dalam bentuk fisik anyaman. Akan tetapi inovasi yang dilakukan belum berjalan maksimal karena minimnya sarana dan prasarana atau peralatan masih sederhana. Dalam membuat suatu produk, inovasi menjadi suatu keharusan supaya produk yang dijual dapat bersaing di pasar. Pemasaran dan inovasi saat ini dipandang sebagai faktor perangsang bagi pertumbuhan ekonomi dan komponen utama dari keuntungan kompetitif (Indriani dan Prasetyowati, 2009:249-272). Hal ini berarti bahwa inovasi produk harus diterima sebagi suatu cara bagi kelangsungan sebuah usaha dan menciptakan lingkungan yang inovatif harus menjadi prioritas bagi para pelaku usaha. Daya inovasi terhadap produk dipengaruhi oleh pengalaman berbisnis, keberanian mengambil resiko dan sikap adaptif (Indriani dan Prasetyowati, 2009:249-272). 4. Dukungan Pemerintah Daerah Belum Optimal
415 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Dukungan yang diberikan pihak Pemerintah Daerah belum optimal dirasakan oleh pengrajin meskipun sudah ada upaya dari intansi terkait untuk memfasilitasi pengrajin. Pengrajin merasa perlu pembinaan yang lebih serius dari Pemda Daerah, mengingat sebagian besar perempuan berprofesi sebagai pengrajin dan mengantungkan kehidupan mereka dari hasil kerajinan. Apabila potensi ini dikembangkan secara terus menerus, maka usaha kerajinan anayaman rotan ini akan mampu meningkatkan kesejahteraan keluarga dan mengurangi jumlah kemiskinan dan angka pengangguran. 4. Strategi Pemberdayaan Pengrajin Anyaman Rotan oleh Yayasan Total Indonesia Yayasan Bhakti Total Bagi Indonesia Lestari atau dikenal dengan Yayasan Total Indonesia yang berpusat Balikpapan, Kalimantan Timur memiliki Visi sebagai berikut (http://total-indonesia-foundation.com/ dan wawancara dengan Paulus Kadok, ketua Yayasan Total Indonesia): Untuk membentuk sebuah lingkungan di mana warisan budaya Indonesia dapat ditemukan, dilestarikan dan diteruskan ke generasi mendatang yang dapat menjadi penghasilan utama bagi keluarga dan masyarakat mereka dari sumber terbarukan, bukan sumber daya yang tidak terbarukan. Misinya adalah: 1. Untuk menjaga dan melestarikan warisan budaya Indonesia dengan merevitalisasi dan memperkuat tradisi lokal, termasuk tarian tradisional, musik dan seni dan kerajinan, melalui pelatihan dan penghidupan kembali. 2. Untuk mempromosikan warisan budaya Indonesia di tingkat lokal, nasional dan internasional melalui kursus di sekolahsekolah, pameran, festival, buku dan di media internet dan sosial. 3. Untuk memberdayakan masyarakat lokal melalui penelitian, pengembangan, pelatihan dan mentoring dalam rangka meningkatkan
kemampuan masyarakat dalam mengembangkan budaya mereka dan meningkatkan kemampuan sosial dan ekonomi mereka. Pemberdayaan masyarakat lokal yang menjadi misi yayasan telah dilakukan di dua provinsi, Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. Pemberdayaan ini dilakukan agar masyarakat menemukan sumber penghasilan mereka secara terus menerus. Ketua Yayasan Total Indonesia yang penulis wawancarai mengungkapkan bahwa ada beberapa kriteria dalam upaya pelestarian dan pengembangan kerajinan anyaman rotan: 1) sudah mau punah atau sudah tidak dibuat lagi, 2) marketable, ada nilai jual, 3) ada pengrajin yang masih bisa membuat kerajinan sesuai dengan aslinya, dan 4) kualitas anyaman harus bagus. Kualitas anyaman menjadi kriteria yang pokok karena Yayasan sudah menetapkan standar kualitas yang laku kalau dijual. Kualitas anyaman menjadi penting karena merupakan identitas suku dimana pengrajin itu diberdayakan. Seleksi yang ketat terhadap anyaman dilakukan oleh yayasan dengan monitoring produk yang dihasilkan oleh para pengrajin. Selain itu, pendampingan yang serius dan berkelanjutan dilakukan secara perodik dengan mengunjungi pengrajin binaan tiga kali dalam setahun untuk melatih dan mengevaluasi anyaman yang telah pengrajin buat. Yayasan juga menekankan kepada para pengrajin tentang pentingnya regenerasi. Artinya, yayasan mengharuskan para pengrajin mengajarkan anyaman kepada anak, cucu sebagai pewaris, memelihara hutan dan menanam kembali bahan baku rotan. Pendampingan kepada para pengrajin bukan hanya membuat fisik produk anyaman tetapi juga memberi pemahaman menyangkut nilai filosofis atau manfaat dibalik kerajinan itu sehingga pengrajin sadar bahwa produk yang mereka buat juga demi mempertahankan tradisi atau identitas suku. Harapannya, para pengrajin
416 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
semakin bertekun untuk dapat melestarikannya dengan terus memproduksi anyaman rotan ini. Tujuan yayasan melatih para pengrajin ialah agar mereka dapat mandiri dengan membentuk kelompok usaha. Kemandirian para pengrajin adalah sebuah proses pendampingan terus-menerus dalam rangka meningkatkan kemampuan meraka dalam mengembangkan budaya, sosial dan ekonomi. Ada beberapa kendala yang dihadapi pengrajin binaan yayasan, misalnya dalam hal pemasaran. Karena itu, yayasan menjalankan program pelatihan tentang diversifikasi dan inovasi produk anyaman. Inovasi dilakukan dengan menambah hal atau cara kerja baru terhadap proses pembuatan kerajinan, membuat produk dengan standar kualitas yang bagus, sehingga produk yang dihasilkan berbeda atau punya nilai tambah dari produk pesaing. Diversifikasi dilakukan oleh yayasan ialah dengan membuat varian produk yang mmengikuti selera pasar atau keinginan pembeli. Diversifikasi, inovasi dan kualitas produk anyaman menjadi poin penting yang diterapkan yayasan kepada para pengrajin. Hal ini secara langsung menempatkan produk yang dihasilkan melekat dalam ingatan konsumen. Artinya, strategi pemasaran dengan menetapkan tiga intinya pokok Segmenting, Tarteting dan Positioning bisa dijalankan dengan baik. Varian produk anyaman seperti Cahung, Saung, Silaung, Solong, Raung Tamar, Raung Basung, Tayen, Cahung Tisi, Reing, Tikar, Tempat Pensil, Nampan, Rinuh, Kotak Tisu, Alas Meja, Tempat Anggur, Ikat Pinggang, Aneka Tas, Topi, Asesoris Gelang, Dompet, dan lain-lain. Varian produk dan kualitas anyaman menjadi daya tarik bagi pembeli atau pemesan. Bahkan produk para pengrajin ini sudah menembus pasar luar negeri. Yayasan juga membantu pengrajin memasarkan produk apabila mereka kesulitan dalam hal pemasaran. Para pengrajin
diikutsertakan dalam berbagai pameran dan pihak yayasan juga melakukan konsinyasi dengan mitra bisnis. Pemasaran juga dilakukan lewat website namun belum maksimal. Kedepan penjualan melalui media online akan menjadi fokus perhatian pihak yayasan. Apabila pengrajin binaan telah mandiri maka mereka bisa lepas dari yayasan. Dengan kata lain, tidak ada ikatan atau kontrak kerja dan ketergantungan pengrajin pada yayasan mengingat tujuan yayasan ialah untuk memandirikan pengrajin. Dalam hal promosi, yayasan memakai strategi yang dapat dipertimbangkan calon pembeli, yaitu dengan membeli produk kerajinan anyaman rotan berarti: 1) ikut membantu masyarakat Dayak untuk melestarikan kerajinan mereka dan sekaligus merupakan identitas budaya mereka, 2) membantu ibu-ibu untuk meningkatkan pendapatan keluarga mereka, dan 3) membantu masyarakat Dayak hutan tempat tumbuh bahan baku kerajinan mereka. 5. Manfaat Pemberdayaan bagi Pengrajin Pemberdayaan yang dilakukan oleh Yayasan Total Indonesia dirasakan bermanfaat oleh para pengrajin. Pertama, pengrajin bisa lebih mandiri. Kedua, pengrajin merasa semakin tertantang untuk menghasilkan anyaman berkualitas. Ketiga, pengrajin merasa lebih mencintai budaya mereka. Keempat, pengrajin semakin giat dalam membangun usaha baru. Kelima, pengrajin memperoleh pendapatan yang lebih baik karena sebelumnya tidak memiliki pekerjaan tetap. Keenam, pengrajin dapat membiayai pendidikan anak mereka sampai ke perguruan tinggi. Berdasarkan pengamatan yang penulis dilakukan di dua kelompok usaha kerajinan nampak bahwa pengrajin perempuan lebih dominan perannya. Akan tetapi sebagian kecil pekerjaan menganyam juga melibatkan peran laki-laki. Peran tersebut dilakukan saat mencari rotan dihutan, membelah dan menghaluskan
417 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
rotan, mengikat anyaman da nada beberapa bapak yang juga terlibat dalam proses menganyam produk yang khusus dibuat untuk kaum pria. Di kampung Pepas Eheng nampak bahwa minat terhadap usaha kerajinan anyaman rotan meningkat pesat. Penulis mengamati bahwa sebagian besar rumah tangga membuat produk anyaman rotan ini. Menurut penuturan beberapa pelaku usaha ini, mereka berminat membuka dan mengembangkan usaaha ini dikarenakan adanya pelatihan, pembinaan dan pendampingan secara periodik dan berkelanjutan dari pihak yayasan. Ketrampilan dasar para pengrajin dirasakan sudah semakin dan yang masih dibutuhkan ialah usaha pengembangan produk dengan diversifikasi dan inovasi sehingga semakin luas jangkauan pemasarannya. SIMPULAN & SARAN Simpulan Usaha kerajinan anyaman rotan merupakan sebuah usaha yang telah ada secara tuurun temurun pada masyarakat suku Dayak. Usaha kerajinan anyaman rotan ini sebagian besar dilakukan oleh kaum perempuan dan sedikit saja pengrajin laki-laki. Bahan baku berupa rotan masih banyak terdapat di Pepas Eheng dan pengrajin berusaha menanam rotan dikebun mereka supaya kerajinan anyaman ini tidak punah dikemudian hari karena ketiadaan bahan baku. Usaha kerajinan anyaman rotan di Pepas Eheng semakin diminati terbukti dengan terbentuknya beberapa kelompok usaha kerajinan anyaman rotan. Bahkan usaha kerajinan ini telah membawa manfaat bagi kehidupan keluarga pengrajin, yakni peningkatan ekonomi keluarga dan mampu menyekolahkan anak sampai ke perguruan tinggi. Intinya, minat kaum perempuan yang tadinya menganggur sekarang memiliki pekerjaan tetap. Dengan semangat
kesungguhan, keuletan, ketekunan usaha ini dapat mengubah kualitas hidup para pengrajin di bidang ekonomi, sosial dan budaya. Di samping manfaat yang signifikan dirasakan oleh pengrajin masih ada beberapa kendala, seperti pemasaran yang masih terbatas, keterbatasan modal dan minimnya peralatan, produk anyaman kurang inovatif dan kurangnya dukungan pemerintah daerah untuk mengembangkan usaha kerajinan ini. Dengan berbagai kendala yang ada tersebut membuat pengrajin belum bisa berkembang maksimal baik dari varian produk yang dihasilakan maupun aspek pemasarannya. Karena itu, Yayasan Total Indonesia melakukan upaya pendampingan terhadap para pengrajin dengan memberikan pelatihan secara berkesinambungan. Yayasan memberi pelatihan dalam hal menganyam produk dengan standar kualitas yang bagus sehingga layak jual atau laku di pasaran. Kualitas anyaman menjadi penting sehingga pembeli lebih memilih produk yang mereka buat. Selain itu, yayasan juga memperhatikan aspek manfaat dari produk yang dibuat sehingga produk bukan hanya untuk pajangan tetapi bisa digunakan dengan mengikuti selera pembeli atau pasar. Karena itu, yayasan melatih pengrajin membuat produk anyaman dengan aneka varian dan inovasi, menambah unsur lainnya yang bukan rotan seperti bambu, bemban, dan tumbuhan hutan lainnya. Keberlangsungan usaha kerajinan anyaman rotan ini dapat terjadi apabila ada regenerasi pengrajin. Artinya, pengrajin tua wajib mewariskan ketrampilan menganyam kepada generasi muda sehingga usaha ini tidak punah dan yayasan dalam hal ini menjadi fasilitator. Selain regenerasi pengrajin, Yayasan Total Indonesia berupaya agar pengrajin mengetahui nilai-nilai filosofis dibalik motif anyaman yang mereka buat. Upaya ini diharapkan membuat pengrajin mencintai tradisinya sehingga kerajinan ini tidak punah
418 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
dan terus berkembang. Sebab dalam setiap anyaman yang dibuat terkandung identitas suku yang dituangkan dalam bentuk motif dan corak anyaman. Punahnya kerajinan ini berarti bahwa identitas suku juga ikut punah karena motif yang dihadirkan dalam anyaman merupakan bahasa simbolik suku dayak sebagai ekspresi budaya mereka. Berdasarkan pengamatan penulis di Pepas Eheng dan wilayah binaan yayasan bahwa perkembangan usaha kerajinan anyaman rotan ini terasa sekali manfaatnya. Bahkan tumbuh kesadaran baru di kalangan pengrajin bahwa usaha ini harus terus dilestarikan sebagai identitas budaya mereka. Selain itu, manfaat ekonomis semakin dirasakan para pengrajin sehingga kualitas hidup mereka meningkat sebab mereka yang tadinya hanya menganggur dan bergantung pada suami, bisa mandiri dalam hal kebutuhan sehari-hari. Geliat masyarakat khususnya kaum perempuan semakin meningkat untuk menekuni usaha ini.
DAFTAR RUJUKAN Budi, Dimas Alif, dkk. Tanpa Tahun. Imlementasi Program Pemberdayaan Masyarakat melaui Pelatian Keterampilan Dasar (Studi di Kecamatan Tambaksari Kota Surabaya). Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 5, 862-871. Indriani, Farida, dan Eko Prasetyowati. 2008. Studi mengenai Inovasi Produk pada Usaha Kecil Kerajinan Ukiran di Jepara. Jurnal Sains Pemasaran Indonesia, Volume Vll, No. 2, 249-272.
Saran Saran yang ditawarkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Perlu adanya segmen pasar yang jelas berdasarkan strategi segmenting, targeting dan positioning sehingga pemasaran produk kerajinan dapat meningkat. Penentuan STP ini penting sehingga lebih terfokus segmen mana yang akan dimasukai atau segmen mana yang menjadi prioritas atau sasaran. 2. Perlu diberikan akses dari aspek keuangan berupa modal usaha dan pelatihan manajemen sumber daya manusia sehingga usaha dapat dijalankan secara professional. 3. Ke depan perlu dikembangkan koperasi usaha bersama khusus bagi para pengrajin dan dikelola secara mandiri oleh kelompokkelompok pengrajin sehingga pengrajin dapat melakukan simpan pinjam. Koperasi ini diharapkan menjadi solusi bersama mengatasi kendala dalam hal pemasaran. 4. Dinas terkait perlu lebih serius mengangkat usaha ini sehingga kerajinan anyaman rotan menjadi pproduk unggulan daerah yang mampu bersaing di leven nasional dan internasional.
Kotler, Philip. 2008. Manajemen Pemasaran. Jakarta: Erlangga. Mardikanto, Totok dan Poerwoko Soebiato. 2015. Pemberdayaan Masyarakat Dalam Perspektif Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta. Moleong, J. Lexi. 2010. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Permendagri RI Nomor 7 Tahun 2007 tentang Kader Pemberdayaan Masyarakat, Bandung: Fokus Media. Sabirin, S. 2001. Pemanfaatan Kredit Mikro untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi
419 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Rakyat di dalam Era Otonomi Daerah. Padang: Orasi Ilmiah Lustrum IX Universitas Andalas. Sumidiningrat, Gunawan. 1999. Pemberdayaan Masyarakat dan Jaring Pengaman Sosial. Jakarta: Gramedia. Suryana, Yuyus, dan Bayu Kartib. 2009. Kewirausahaan: Pendekatan Karakteristik Wirausahawan Sukses. Jakarta : Prenada Media Group. Tjiptono, Fandy. 2008. Strategi Pemasaran. Yogyakarta: Andi.
Yasin, H. 2015. Upaya Strategis Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Melalui Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Jurnal Administrasi Publik, 5 No. 1, 38-42. Yayasan Total Indonesia. indonesia-foundation.com/. tanggal 19 April 2016.
http://totalDiakses
Riswari, Ana. 2014. Menumbuhkan Semangat Kewirausahaan dan Menbangun Kepedulian Terhadap Ekonomi Kerakyatan.http://anawari.blogspot.co.id/ 2014/03/. Diakses tanggal 25 April 2016.
420 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
CSR Sebagai Salah Satu Strategi Kewirausahaan Beni Rudi Isbandi Bambang Banu Siswoyo Pascasarjana - Universitas Negeri Malang Email:
[email protected];
[email protected]
Abstrak : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) pola pelaksanaan CSR, (2) pelaporan pelaksanaan CSR, dan (3) pengaruh CSR terhadap kinerja keuangan. Subjek penelitian adalah perusahaan manufaktur yang listing di BEI periode 2010-2012. Metode yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif, dengan teknik rasio dan analisis regresi linier sederhana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) ada dua pola pelaksanaan CSR, yakni perusahaan menyelenggarakan sendiri (63%) dan lewat perantara (37%), (2) pelaporan CSR masih bervariatif karena belum ada standar baku yang digunakan, (3) terdapat pengaruh positif signifikan CSR terhadap kinerja keuangan. Saran untuk perusahaan agar (1) membuat laporan yang transparan dan akuntabel dalam rangka memberi aspek pembelajaran terhadap tanggung jawab sosial perusahaan, dan (2) melaksanakan pembinaan UMKM sebagai salah satu bentuk CSR perusahaan. Untuk penelitian lanjut agar melihat pengaruh CSR terhadap return saham. Untuk pendidik, perlunya pembelajaran karakter akan tanggung jawab sosial dalam aspek kewirausahaan. Kata kunci: Pola CSR, Pelaporan CSR, Kinerja keuangan, Karakter tanggung jawab sosial
Perkembangan segala aspek kehidupan telah berada dalam segi globalisasi. Beberapa kejadian yang terjadi selalu dikaitkan akan efek dari sebuah globalisasi. Globalisasi telah menjadi tujuan sekaligus ancaman bagi masyarakat luas. Salah satu contoh adalah adanya MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN). Banyak masyarakat Asia Tenggara maupun masyarakat luar Asia Tenggara beranggapan bahwa MEA adalah dampak atau efek dari globalisasi. Dengan berlakunya MEA pada Indonesia dan Negara Asia Tenggara lainnya, peristiwa ini bisa menjadi sebuah peluang ataupun sebuah ancaman. Tujuan diadakannya MEA adalah dampak adanya globalisasi, yakni: agar masyarakat ASEAN mampu bersaing dengan berbagai masyarakat dari luar ASEAN. Terlepas dari fakta tentang MEA. Dalam era globalisasi, apa saja bisa terjadi. Secara umum banyak perusahaan-perusahaan yang mulai mengarahkan strategi-strategi kebijakannya dengan tujuan untuk menghadapi globalisasi. Hal
tersebut perusahaan lakukan demi kelangsungan hidup perusahaan itu sendiri. Banyak cara atau strategi yang dapat dijadikan solusi dalam mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan. Salah satu strategi tersebut ialah dengan meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Kinerja keuangan menjadi aspek penting yang selalu investor analisis ketika mereka akan melakukan investasi. Kinerja keuangan memperlihatkan gambaran menyeluruh tentang operasional perusahaan. Dewasa ini, kinerja keuangan perusahaan dapat ditingkatkan dengan strategi pelaksanaan CSR (Corporate Social Responsibility). Goyal (2013), menyatakan bahwa “CSR (Corporate Social Responsibility) is something that is booming across the corporate world today. Corporate Social Responsibility is a form of corporate self-regulation integrated into a business model”. Mourougan (2015), mengatakan “CSR (Corporate Social Responsibility) refers to strategies corporations or firms conduct their
421 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
business in a way that is ethical, society friendly and beneficial to community in terms of development”. Lakra (2014), mengatakan “Every business have a main aim to earn maximum profit but there are certain social responsibilities which have to be taken care and when a corporate do these type of activities then that is called Corporate Social Responsible”. Adanya CSR membuat lingkup baru dalam penelitian dalam bidang manajemen (Sharma, 2013). Beberapa penelitian telah dilakukan terkait CSR dengan kinerja keuangan perusahaan. Kanwal (2013), meyatakan bahwa CSR (Corporate Social Responsibility) berpengaruh pada kinerja keuangan perusahaan. Selain itu, Ajide dan Aderemi (2014), juga menyatakan bahwa pengungkapan CSR (Corporate Social Responsibility) berpengaruh positif pada profitabilitas perusahaan. Oleh karena itu, diduga bahwa pelaksanaan CSR berpengaruh pada kinerja keuangan perusahaan. CSR adalah bentuk kepedulian perusahaan terhadap lingkungan eksternal perusahaan melalui berbagai kegiatan yang dilakukan dalam rangka penjagaan lingkungan, norma masyarakat, partisipasi pembangunan, serta berbagai bentuk tanggung jawab sosial lainnya. CSR berhubungan dengan "pembangunan berkelanjutan", di mana terdapat argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus berdasarkan keputusannya, tidak semata berdasarkan faktor keuangan, misalnya keuntungan atau dividen melainkan juga harus berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang (Haryogi, 2012). WBCSD (The World Business Council for Sustainable Development), menyatakan bahwa “Corporate Social Responsibility is the continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of live of the workforce and their families as well as of the local community and society at large.”
Grover (2014), menyatakan pentingnya aktivitas CSR dalam perusahaan dan dapat memainkan peranan penting dalam brand enhancement. Ketika perusahaan melakukan aktivitas operasionalnya, pada saat itu pula kerusakan lingkungan dapat terjadi. Banyak sekali perusahaan-perusahaan dalam aktivitas operasionalnya hanya mementingkan aspek keuntungan. Tetapi, mereka melupakan tentang aspek tanggung jawab sosial. Seperti yang terjadi pada perusahaan manufaktur. Tanpa meninggalkan tipe perusahaan yang lainnya, perusahaan manufaktur adalah tipe yang paling dekat dengan tanggung jawab sosial. Dengan melaksanakan CSR, selain untuk meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Hal ini juga akan menjadikan kepentingan tanggung jawab sosial perusahaan terpenuhi. Berbagai pola dalam melaksanakan CSR, perusahaan lakukan demi menunjukkan kesungguhan dalam melaksanakan CSR. Pola dalam melaksanakan CSR antara perusahaan BUMN dengan yang bukan BUMN berbeda. Ketika membicarakn CSR, hal ini berkaitan dengan membicarakan tujuan jangka panjang perusahaan. Pada awalnya pelaksanaan ini, memang memakan biaya, dan pelaksanaan tahun tahun berikutnya juga akan memakan biaya. Namun, meskipun terjadi hal seperti itu, diharapkan adanya peningkatan kinerja keuangan perusahaan dalam melaksanakan CSR. Hal ini bisa saja dengan kepercayaan investor yang menginvestasikan modalnya ke perusahaan yang melaksanakan CSR. Namun, dalam hal ini tidak semudah yang dibayangkan ketika investor akan menginvestasikan modal yang dimilikinya. Ini adalah langkah hati-hati ataupun kewaspadaan dari seorang investor dalam melakukan investasi. Artinya, investor harus melakukan analisis ataupun metode ketika mereka akan melakukan sebuah tindakan yang disebut dengan investasi. Ketika perusahaan melaksanakan CSR, tentu saja pelaksanaan ini akan dilaporkan. Pelaporan akan pelaksanaan CSR ini biasa disebut dengan
422 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
“CSR Disclosure”. Laporan tersebut dapat memberikan informasi kepada investor dalam melihat pelaksanaan CSR yang dilaksanakan oleh perusahaan. Diharapkan dengan adanya laporan ini, membantu investor dalam kaitannya untuk berinvestasi. 1. Definisi CSR (Corporate Social Responsibility) CSR (Corporate Social Responsibility) adalah bentuk kepedulian perusahaan terhadap lingkungan eksternal perusahaan melalui berbagai kegiatan yang dilakukan dalam rangka penjagaan lingkungan, norma masyarakat, partisipasi pembangunan, serta berbagai bentuk tanggung jawab sosial lainnya. CSR berhubungan dengan "pembangunan berkelanjutan", di mana terdapat argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus berdasarkan keputusannya, tidak semata berdasarkan faktor keuangan, misalnya keuntungan atau dividen melainkan juga harus berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang (Haryogi, 2012). WBCSD (The World Business Council for Sustainable Development), menyatakan bahwa “Corporate Social Responsibility is the continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of live of the workforce and their families as well as of the local community and society at large.” CSR dalam definisi di atas mempunyai makna bahwa tanggung jawab perusahaan adalah sebagai komitmen berkelanjutan dunia usaha dalam berperilaku etis dan berkontribusi pada pembangunan ekonomi sekaligus meningkatkan kualitas hidup karyawan dan keluarganya serta masyarakat setempat dan masyarakat pada umumnya. 1.1 Manfaat CSR Dewasa ini, pelaksanaan CSR selain dalam rangka pemenuhan tanggung jawab sosial oleh perusahaan. CSR dapat dijadikan sebuah strategi yang erat kaitannya dengan bisnis. Berbagai
manfaat akan dirasakan oleh perusahaan yang melaksanakan CSR (Corporate Social Responsibility). Menurut Gurvy Kavei, pakar manajemen dari Universitas Manchester, Inggris, menegaskan bahwa setiap perusahaan yang mengimplementasikan CSR dalam aktivitas usahanya akan mendapatkan lima manfaat utama sebagai berikut: (Wahyudi & Azheri, 2008) 1) Meningkatkan profitabilitas dan kinerja finansial yang lebih kokoh, misalnya lewat efisiensi lingkungan; 2) Meningkatkan akuntabilitas, assessment dan komunitas investasi; 3) Mendorong komitmen karyawan, karena mereka diperhatikan dan dihargai; 4) Menurunkan kerentanan gejolak dengan komunitas; dan 5) Mempertinggi reputasi dan corporate branding. 1.2 Pola pelaksanaan CSR Adapun pola penyelenggaraan CSR yang diterapkan oleh di perusahaan-perusahaan Indonesia saat ini dibedakan menjadi empat macam, sebagai berikut: (Siswoyo, 2012) 1) Perusahaan menjalankan progam CSR secara langsung dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial ke masyarakat tanpa perantara. Untuk menjalankan tugas ini, perusahaan bisa menugaskan salah satu pejabat seniornya, seperti corporate secretary atau public affair manager atau menjadi bagian tugas divisi human resources development atau public relations. 2) CSR bisa dilakukan oleh yayasan atau organisasi sosial milik perusahaan atau grupnya. Perusahaan mendirikan yayasan atau organisasi sosial sendiri di bawah perusahaan atau grupnya yang dibentuk secara terpisah dari organisasi induk perusahaan namun tetap harus bertanggung jawab ke CEO atau dewan direksi. 3) Perusahaan menyelenggarakan CSR melalui kerja sama dengan intansi pemerintah, perguruan tinggi, LSM, atau lembaga
423 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
konsultan baik dalam mengelola dana maupun dalam melaksanakan kegiatan sosial. 4) Beberapa perusahaan bergabung dalam konsorsium untuk bersama-sama menjalankan CSR. Perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga sosial yang yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu. 1.3 Pelaporan CSR Dalam pelaporan akan pelaksanaan CSR. Secara umum, hal ini terdapat pada laporan keuangan tahunan dan annual report perusahaan. 2. Kinerja keuangan perusahaan Kinerja keuangan perusahaan merupakan penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba. Laporan keuangan adalah salah satu data yang dapat dijadikan penilaian untuk kinerja keuangan perusahaan. Ukuran kinerja yang dapat digunakan ialah ukuran kinerja berdasarkan kinerja keuangan perusahaan yang menggunakan rasio laporan. “For instance, significant changes in profitability measured in terms of returns on assets (ROA) and returns on equity (ROE) are understood better through an analysis of its components (Khan dan Jain, 2008). METODE Metode yang dipergunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah deskriptif kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah suatu proses menemukan pengetahuan yang menggunakan data berupa angka sebagai alat menemukan keterangan mengenai apa yang ingin kita ketahui. Penelitian kuantitatif dapat dilaksanakan dengan penelitian deskriptif, penelitian hubungan/korelasi, penelitian, kuasieksperimental, dan penelitian eksperimental (Margono, 1997 dalam Darmawan, 2013). Subjek penelitian yang digunakan adalah perusahaan manufaktur yang listing di BEI pada periode 2010-2012 dengan cara purposive
sampling. Teknik analisis, rasio dan regresi linier sederhana. HASIL & PEMBAHASAN Hasil Pola pelaksanaan CSR Pola dalam pelaksanaan CSR yang dipergunakan ialah pola satu dan tiga, yakni: CSR dilakukan sendiri atau tanpa perantara (63%), dan melalui kerjasama atau bermitra dengan pihak lain (37%). 1. Pelaporan CSR Di Indonesia, laporan akan pelaksanaan CSR, masih bervariatif. Hal ini dikarenakan standar baku yang digunakan dalam pelaporan CSR masih belum ada. 2. Pengaruh CSR terhadap kinerja keuangan Total jumlah perusahaan yang listing di BEI selama periode 2010-2012 berjumlah 425. Dalam perusahaan yang listing tersebut, total dari perusahaan manufaktur itu sendiri berjumlah 135 perusahaan. Dengan memberikan kriteria seperti: (1) berturut-turut listing di BEI (Bursa Efek Indonesia) selama periode 2010-2012, (2) menerbitkan laporan keuangan auditan dan annual report selama 3 tahun berturut-turut (2010, 2011, 2012) dan dipublikasikan pada www.idx.co.id, (3) adanya kepemilikan manajerial, dan (4) currency yang digunakan dalam laporan adalah IDR. Didapatkan total dari perusahaan yang semula 135 hanya 14 yang sesuai dengan kriteria. Dengan analisis regresi linier sederhana, dengan data dari perusahaan manufaktur yang listing pada BEI pada periode 2010-2012. Didapatkan bahwa pelaksanaan CSR (Corporate Social Responsibilty) berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan, signifikansi 0,008 < α (0,05).
424 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Pembahasan Pola pelaksanaan CSR Dua pola pelaksanaan CSR, yakni: pelaksanaan CSR dilakukan sendiri atau tanpa perantara, dan melalui kerjasama atau bermitra dengan pihak lain. Dari dua pola tersebut didapatkan persentase dari pelaksanaan CSR dilakukan sendiri atau tanpa perantara (63%), sedangkan melalui kerjasama atau bermitra dengan pihak lain (37%). Dengan persentase tertinggi yang menunjukkan angka 63%, hal ini mengindikasikan bahwa dalam hal ini sebagian besar perusahaan manufaktur ingin mempunyai andil langsung dalam pelaksanaan CSR. Dengan persentase 37%, tidak menjadi masalah akan pelaksanaan CSR yang dilaksanakan. Karena meskipun hanya dengan persentase 37%, mereka telah melaksanakan tanggung jawab soial. Strategi dari setiap perusahaan berbeda-beda dalam melaksanakan CSR. Terkait dengan pola pelaksanaan CSR, hal ini berkaitan dengan strategi yang ingin perusahaan lakukan dalam hal pelaksanaan CSR. Pelaksanaan CSR dilakukan sendiri (tanpa perantara) dikarenakan perusahaan mempunyai maksud lebih dekat dengan kehidupan luar perusahaan, dengan kata lain agar tercipta interaksi langsung. Melalui kerjasama atau bermitra dengan pihak lain dikarenakan perusahaan ingin lebih fokus mengelola strategi internal perusahaan daripada eksternal perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan percaya akan pihak perantara sebagai tangan kanan dari perusahaan dalam mewujudkan pelaksanaan CSR. Contoh pihak perantara ini adalah intansi pemerintah, perguruan tinggi, ataupun LSM. Di Indonesia, pelaksanaan CSR perusahaan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dan bukan BUMN, mempunyai strategi berbeda dalam pelaksanaannya. Dengan adanya kewajiban dari pemerintah akan PKLB (Progam Kemitraan dan Bina Lingkungan), banyak dari perusahaan
BUMN melakukan pelaksanaan CSR nya pada pembinaan UMKM. UMKM menjadi pilihan utama, karena pada krisis moneter tahun 1998 yang terjadi di Indonesia, UMKM masih mampu bertahan hidup daripada perusahaan-perusahaan besar pada masa itu. UMKM menjadi roda ekomi negara. Dengan adanya pembinaan UMKM, diharapkan ada sinergi yang bagus dalam membangun ekonomi negara. Kebanyakan perusahaan manufaktur bukan perusahaan BUMN. Terkait pola pelaksanaan yang lewat perantara atau tanpa perantara, masih banyak perusahaan yang belum melaksanakan CSR nya pada pembinaan UMKM. Pembinaan UMKM pada perusahaan manufaktur sangat penting. Karena selain meningkatkan kualitas hidup akan lingkungan masyarakat sekitar perusahaan, diharapkan dengan adanya pembinaan UMKM pada masyarakat sekitar dimana perusahaan melakukan operasionalnya dapat meningkatkan kesejahteraan atau kualitas taraf hidup. 1. Pelaporan CSR Pelaporan pelaksanaan CSR, biasa disebut dengan “CSR Disclosure”. Laporan ini bisa dilihat pada laporan keuangan dan annual report perusahaan. Di Indonesia, laporan akan pelaksanaan CSR, masih bervariatif. Hal ini dikarenakan standar baku yang digunakan dalam pelaporan CSR masih belum ada. Dengan banyaknya varisasi laporan pelaksanaan CSR. Hal ini mengakibatkan komparabilitas menjadi rendah. Hal itu membuat investor jadi kurang percaya terhadap pengungkapan pelaksanaan CSR perusahaan. Selain itu, dengan tidak adanya standar baku. Ketika melihat sebuah laporan CSR, investor ragu akan kualitas dari pengungkapannya. Karena investor berpikir bahwa pelaporan tersebut tidak reliable. Sehingga, hal ini bisa dijadikan celah untuk membangun citra positif oleh perusahaan. Investor bisa saja mempunyai pemikiran bahwa pelaporan itu dibuat dengan kalimat yang
425 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
memanis-maniskan perusahaan dan tidak menggambarkan sebuah pelaporan akan pelaksanaan CSR yang sebenarnya. Dewasa ini, pelaksanaan CSR masih dipandang sebagai kegiatan sukarela oleh perusahaan akan tanggung jawab sosial perusahaan. Dengan hal ini, dapat menyebabkan pihak pemerintah kesulitan dalam menetapkan standar baku dalam laporan pelaksanaan CSR. Adanya transparansi dan akuntabel akan hal pelaporan yang terkait dengan semua operasional perusahaan. Diharapkan hal ini dapat menjadi pembelajaran dalam hal pelaksanaan tanggung jawab sosial. Karena dengan adanya aspek tersebut tersebut, perusahaan benar-benar mengungkapkan kejadian-kejadian apa saja yang telah terjadi dalam kegiatan operasionalnya dan dapat dipertanggungjawabkan. 2. Pengaruh CSR terhadap kinerja keuangan Empat kriteria yang ditemukan pada hasil temuan, yakni: (1) berturut-turut listing di BEI (Bursa Efek Indonesia) selama tiga periode, (2) menerbitkan laporan keuangan auditan dan annual report selama 3 tahun berturut-turut dan dipublikasikan pada website BEI, yakni: www.idx.co.id, (3) adanya kepemilikan manajerial, dan (4) currency yang digunakan dalam laporan adalah IDR. Dari 425 perusahaan yang listing di BEI selama periode 2010-2012. Jumlah perusahaan manufaktur ada 135 perusahaan. Dari sekian itu, yakni 135 perusahaan manufaktur. Apabila dikaitkan dengan empat kriteria tersebut. Didapatkan hanya 10,4% (14) perusahaan manufaktur yang sesuai dengan kriteria. Perusahaan dengan kriteria 10,4%
89,6%
Memenuhi Kriteria Tidak memenuhi kriteria
Gambar 1. Perusahaan dengan kriteria Banyak hal yang mempengaruhi kenapa dari 135 perusahaan, hanya 14 perusahaan yang sesuai kriteria, yaitu: pertama, dari 135 perusahaan yang tidak sesuai dengan kriteria pertama adalah 5 perusahaan. Beberapa perusahaan dalam kurun waktu atau periode tertentu tidak listing di BEI (Bursa Efek Indonesia). Semisal, pada periode 2010, perusahaan tersebut listing di BEI, pada tahun 2011 listing di BEI, pada tahun 2012 tidak listing di BEI. Kedua, dari 130 perusahaan hasil kriteria 1, yang tidak sesuai dengan kriteria ada 71 perusahaan. Banyak hal yang menyebabkan kejadian ini, seperti: - Perusahaan terlambat memberikan laporannya terkait dengan laporan keuangan tahunan dan annual report; - Data laporan yang telah dilaporkan pada BEI tidak dapat diakses melalui website BEI, yakni: www.idx.co.id; - Beberapa laporan keuangan tidak bisa diakses pada salah satu periode. Semisal, pada tahun 2010 laporan keuangan bisa diakses pada website BEI, pada tahun 2011 tidak bisa diakses, pada tahun 2012 bisa diakses; - Beberapa annual report tidak bisa diakses pada salah satu periode. Semisal, pada tahun 2010 annual report bisa diakses pada website BEI, pada tahun 2011 tidak bisa diakses, pada tahun 2012 bisa diakses. Ketiga, dari 59 perusahaan hasil kriteria 2, yang tidak sesuai dengan kriteria ada 39 perusahaan. Hal yang menjadi alasan teterkait kejadian ini, yakni: Dengan tidak adanya standar baku yang digunakan dalam pelaporan pelaksanaan CSR. Hal ini, menjadikan laporan CSR menjadi tidak reliable dalam sudut pandang investor. Investor merasa dengan tidak adanya kepemilikan manajerial. Pelaksanaan CSR tidak dilaksanakan dengan penuh kesungguhan. Dengan adanya kepemilikan
426 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
manajerial, investor merasa bahwa pelaksanaan CSR dilaksanakan dengan penuh kesungguhan. Keempat, dari 20 perusahaan hasil kriteria 3, yang tidak sesuai dengan kriteria ada 6 perusahaan. Hal yang menjadi alasan teterkait kejadian ini, yakni: Selain perusahaan akan industri manufaktur. Di Indonesia banyak sekali berbagai macam industri yang telah ikut berperan dalam membangun ekonomi negara Indonesia, semisal: perusahaan pertambangan, perusahaan perbankan, dan lain sebagainya. Banyak induk perusahaan atau bukan induk perusahaan terkait dengan industri-industri tersebut berdiri kokoh di berbagai wilayah Indonesia. Investor melihat dengan penggunaan nilai mata uang Rupiah (IDR) dalam hal pelaporan terkait dengan operasional perusahaan yang tertuang dalam laporan perusahaan. Hal ini menjadi ekspektasi investor akan nasionalisme perusahaan. Investor merasa dengan adanya nasionalisme, perusahaan tidak akan merusak lingkungan sosial dimana perusahaan melakukan aktivitas operasionalnya. Dari analisis regresi linier sederhana yang dilakukan dari data 14 perusahaan, didapatkan bahwa CSR berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja keuangan, signifikansi 0,008 < α (0,05). Hal ini berarti dengan semakin baiknya pengungkapan CSR maka kinerja keuangan juga akan meningkat. Terlepas dari itu, tidak seharusnya perusahaan hanya mengejar peningkatan kinerja keuangan. Namun, kinerja keuangan UMKM juga perlu ditingkatkan. Oleh karena itu, pembinaan UMKM dapat dijadikan salah satu alternatif perusahaan dalam melaksanakan CSR nya.
SIMPULAN & SARAN Simpulan Dua pola pelaksanaan CSR, yakni: pelaksanaan CSR dilakukan sendiri atau tanpa perantara (63%), dan melalui kerjasama atau bermitra dengan pihak lain (37%). Pelaksanaan CSR dilakukan sendiri (tanpa perantara) dikarenakan perusahaan mempunyai maksud lebih dekat dengan kehidupan luar perusahaan, dengan kata lain agar tercipta interaksi langsung. Melalui kerjasama atau bermitra dengan pihak lain dikarenakan perusahaan ingin lebih fokus mengelola internal perusahaan daripada eksternal perusahaan. Selain itu, pelaksanaan CSR perusahaan BUMN berbeda dengan yang bukan BUMN. Perusahaan hanya melaksanakan CSR nya dengan melakukan pembinaan UMKM. Oleh karena itu, perusahaan yang bukan BUMN dapat melaksanakan pembinaan UMKM sebagai salah satu pelaksanaan CSR nya. Di Indonesia, laporan akan pelaksanaan CSR, masih bervariatif. Hal ini dikarenakan standar baku yang digunakan dalam pelaporan CSR masih belum ada. Dari analisis regresi linier sederhana yang dilakukan dari data 14 perusahaan, didapatkan bahwa CSR berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja keuangan, signifikansi 0,008 < α (0,05). Hal ini berarti dengan semakin baiknya pengungkapan CSR maka kinerja keuangan juga akan meningkat. Saran Perusahaan terdiri Laporan yang transparan dan akuntabel, Dengan tidak adanya standar baku yang berlaku dalam hal pelaporan pelaksaan CSR. Banyak investor yang merasa bahwa laporan terkait dengan pelaksanaan CSR tidak bisa dipercaya atau tidak reliable. Perusahaan perlu transparansi dan akuntabel dalam sebuah laporan yang dilaporkan pada masyarakat luas. Transparansi adalah bagaimana pelaporan
427 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
dilaporkan. Artinya, perusahaan tidak menyembunyikan rahasia terkait dengan operasional perusahaan, termasuk operasional tentang pelaksanaan CSR. Akuntabel ini artinya laporan yang dilaporkan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan adanya transparansi dan akuntabel, dapat memberikan pembelajaran bagi perusahaan dalam hal tanggung jawab sosial. Terkadang transparansi laporan itu sulit diakses oleh pihak investor. Pada suatu saat, sulitnya akan akses informasi pada website BEI menjadi kendala tersendiri bagi investor dalam memperoleh informasi dari perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan dapat mengunggah informasi yang dibutuhkan investor pada website pribadi perusahaan. Pembinaan UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah), Perusahaan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) mempunyai kewajiban dalam menerapkan PKBL (Progam Kemitraan dan Bina Lingkungan), salah satu bentuknya adalah dengan melakukan kemitraan dengan UMKM. Perusahaan manufaktur banyak yang bukan dalam status BUMN. Oleh karena itu, perusahaan manufaktur juga dapat menerapkan pembinaan UMKM sebagai salah satu bentuk dalam pelaksanaan CSR. UMKM perlu dibina karena pada krisis moneter tahun 1998 di Indonesia, UMKM menjadi roda perekonomian, ketika perusahaan-perusahaan besar tidak bisa. Dengan adanya pembinaan UMKM diharapkan kesejahteraan akan taraf hidup masyarakat sekitar perusahaan dapat ditingkatkan. Selain itu, agar terjadi sinergi dalam
membangun perekonomian negara. Penelitian lanjut, Banyak sekali faktor yang dapat dipengaruhi dari pelaksanaan CSR, seperti return saham. Dengan pelaksanaan CSR yang dilaksanakan oleh perusahaan, nanti nya perusahaan mengharapkan bahwa dengan hal tersebut dapat menambah return saham yang didapat investor. Oleh karena itu, untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan penelitian terkait kajian tentang pengaruh CSR terhadap return saham. 1. Karakter tanggung jawab sosial Dari pemaparan terkait kajian CSR sebagai strategi dalam keirausahaan, dapat dilihat bahwa pada saat ini pembelajaran terkait dengan kewirausahaan masih minim yang mengangkat karakter tanggung jawab sosial dalam aspek pembelajarannya. Dalam bangku sekolah, dalam aspek atau pelajaran kewirausahaan banyak sekali diajarkan tentang berbagai karakter dalam kewirausahaan, seperti: karakter pantang menyerah ataupun karakter kreatif. Namun, tidak dengan karakter tanggung jawab sosial. Karena dengan aspek tersebut seorang wirausahawan selain memenuhi tanggung jawab sosial pada kehidupan di sekitar perusahaan beroperasi. Dapat pula dijadikan sebagai strategi dalam berwirausaha. Minimnya pembelajaran terkait dengan karakter tanggung jawab sosial. Diharapkan mampu menjadi aspek penting berikutnya dalam pembelajaran kewirausahaan.
DAFTAR RUJUKAN Ajide, F.M dan Aderemi, A.A. 2014. The effects of corporate social responsibility activity disclosure on corporate profitability: Empirical evidence from nigerian commercial banks. IOSR Journal of Economics and Finance. 2 (6): 17-25.
Darmawan, D. 2013. Metode penelitian kuantitatif. Remaja Rosdakarya. Bandung. Goyal, M. 2013. Insight: of Corporate Social Responsibility: Leadership personified. IOSR Journal of Economics and Management. 15 (4): 16-19.
428 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Grover, A. 2014. Importance of CSR in inclusive development. Procedia – Social and Behavioral Sciences. 157 (103-108). Haryogi, J.D. 2012. Evaluasi Terhadap Pelaporan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) Pada PT. Pertamina (Persero). Skripsi. Universitas Bina Nusantara, Jakarta. Kanwal, et al. 2013. Impact of corporate social responsibility on the firm’s financial performance. IOSR Journal of Economics and Management. 14 (5): 67-74. Khan, M.Y dan Jain, P.K. 2008.Financial Management. Fifth edition. Tata McGrawHill Publishing Company Limited. New Delhi.
The World Business Council for Sustainable Development. Corporate Social Responbility (CSR). http://www.wbcsd.org/workprogram/business-role/previouswork/corporate-social-responsibility.aspx. Diakses tanggal 10 April 2016.
Lakra, P. 2014. Corporate Social Responsibility effect on human right standards and sustainability and CSR effect on various Indian corporate. IOSR Journal of Economics and Management. 16 (4): 96-101. Mourougan, S. 2015. Corporate Social Responsibility for sustainable business. IOSR Journal of Economics and Management. 17 (5): 94-106. Sharma, M.Y. 2013. Role of corporate social responsibility in organization. IOSR Journal of Business and Management. 13 (4): 01-08. Siswoyo, B.B. 2012. Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) urgensi dan permasalahannya. Disampaikan dalam Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang (UM) pada tanggal 7 November 2012. Wahyudi, I. dan Azheri, B. 2008. Corporate Social Responsibility: Prinsip, pengaturan, dan implementasi. In-Trans Publishing. Malang.
429 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Developing Creativepreneurship Module Based On Blended Learning For Dkv Student’s Creativity At Universitas Negeri Malang Pranti Sayekti Universitas Negeri Malang Email :
[email protected]
Abstrak : Konsep creativepreneurship merupakan konsep yang berpijak konteks pengembangan ekonomi kreatif. Creativepreneurship menjadi bagian dalam pengembangan iklim kewirausahaan di Indonesia, yang mengedepankan sisi kreativitas sebagai modal usaha yang digulirkan. Faktor modal capital tidak memegang peranan vital dalam iklim ekonomi kreatif. Modal utama dalam pengembangan iklim ekonomi kreatif adalah kreativitas yang secara finansial tidak membutuhkan dana yang besar. Peran akademisi dalam mendorong tumbuhnya ekonomi kreatif adalah menanamkan karakter kreatif kepada para mahasiswa. Penanaman karakter kreatif dapat dimulai dengan pengembangan mediamedia yang mendorong kelahiran jiwa entrepreneur di kalangan siswa didik. Model pembelajaran yang inovatif dengan pemaduan antara pertemuan tatap muka dan pertemuan on line merupakan salah satu upaya untuk menciptakan variasi model pembelajaran. Model pembelajaran yang bervariasi diharapkan mampu menciptkan atmosfir akademik yang kreatif. Pengembangan model pembelajaran berbasis digital merupakan salah satu wahana untuk menanamkan karakter kreatif bagi para mahasiswa, khususnya bagi mahasiswa program studi Desain Komunikasi Visual. Program studi desain komunikasi visual merupakan salah satu program studi yang mendorong kreativitas dalam beberapa matakuliah yang di tempuh. Model pembelajaran creativepreneurship ditekankan pada dimensi kognisi penciptaan (create), sehingga mahasiswa mampu merumuskan (generating), merencanakan (planning) , dan memproduksi (producing) beberapa hal dari dimensi pengetahuan yang telah diperolehnya.
Kata kunci: creativepreneurship, blended Learning, Seni
Program creativepreneurship merupakan program yang mendorong tumbuhnya minat wirausaha dikalangan generasi muda. Creativepreneurship dimaknai sebagai sikap untuk mengembangkan sektor ekonomi kreatif dengan berlandaskan pada kemampuan yang ada. Pengembangan sector ekonomi kreatif dapat berjalan secara baik bila didorong oleh sikap kreatif dalam menyikapi permasalahan yang ada. Pencanganan program ekonomi kreatif di Indonesia dimulai semenjak tahun 2009. Presiden mencanangkan tahun 2009 sebagai Tahun Indonesia Kreatif yang ditandai dengan penyelenggaraan Pameran Virus Kreatif (mencakup 14 sub-sektor industri kreatif) dan Pameran Pangan Nusa 2009 mencakup
kreatifitas industri pangan nasional. Ekomoni kreatif pada perkembangnya menjadi program nasional yang dikukuhkan melalui inpres no. 6 tahun 2009. Program ekonomi kreatif membawa implikasi pada penguatan iklim kreatif pada segala bidang. Pada pencanangan tahun ekonomi kreatif tahun 2009 terdapat 14 sub sektor yang merupakan bagian dari program ekonomi kreatif. Salah satu bidang yang relevan dengan program ekonomi kreatif adalah bidang seni. Bidang seni menjadi salah satu bidang andalan untuk meningkatkan potensi ekonomi kreatif nasional. Pada ranah akademik program ekonomi kreatif melahirkan konsep creativepreneurship. Creativepreneurship merupakan istilah untuk
430 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
menggambarkan semangat kewirausahaan dalam lingkup ekonomi kreatif. Gagasan creativepreneurship merupakan upaya menanamkan semangat kewirausahaan di sektor ekonomi kreatif yang secara finasial tidk membutuhkan akumulasi modal yang besar. Pada level perguruan tinggi, potensi kreatif dan kewirausahaan sangat dekat dengan program studi seni. Program studi seni merupakan salah satu program studi di level perguruan tinggi yang mengedepankan kreativitas dalam beberapa aktivitas perkuliahannya. Penguatan iklim kreatif mahasiswa pada umumnya tidak didorong oleh faktor akademis semata-mata tetapi juga dihasilkan penanaman karakter kreatif dalam beberapa matakuliah yang ditempuh. Karakter creativepreneurship merupakan ekspresi kreatif dalam konteks kemandirian sikap dan kewirausahaan. Semangat kewirausahaan tersebut dapat didorong semenjak mahasiswa memasuki bangku kuliah melalui integrasi matakuliah dan model pengembangan karakter kewirausahaan. Atmosfir akademik yang mampu mengoptimalkan iklim kreatif dapat diimplementasikan pengajar (dosen) melalui beberapa media yang sesuai. Penggunaan variasi model pembelajaran yang berorientasi pada sikap kreatif dapat menjadi pilihan. Variasi model pembelajaran dengan metode blended learning merupakan salah satu model pembelajaran yang inovatif. Metode pembelajaran blended Learning merupakan model pembelajaran yang menekankan pada pola interaksional yang bervariasi. Penggunaan sistem tatap muka yang dipadukan dengan sistem tatap muka secara virtual atau on line. Metode blended Learning memberikan kesempatan pada siswa atau mahasiswa untuk mengeksplorasi pengetahuan dan ketrampilannya secara optimal. Kelebihan dan kekurangan dalam variasi pembelajaran konvensional dan modern dapat dijembatani
dengan peningkatan kualitas proses yang lebih baik. Pesan-pesan tetang konsep kreatif dan kewirausahaan dapat dioptimalkan melalui model edukasi digital. Pemaparan contoh yang relevan dengan perkembangan teknologi diharapkan dapat diintegrasikan secara baik melalui metode yang tepat. Iklim creatifprenurship dapat dibangun secara optimal bila berisi 3 komponen utama, yaitu isi materi yang kontekstual dengan perkembangan teknologi dan informasi, penyampaian materi dengan variasi yang kreatif, dan keterbukaan terhadap perbaikan proses pembelajaran yang dilakukan. Program ekonomi kreatif merupakan konsep perekonomian baru yang mengedepankan pola interaksional antara informasi dan kreativitas serta mengandalkan ide dan stock knoledge dari sumber daya manusia yang dimiliki. Konsep ekonomi kreatif merupakan reaksi dari memudarnya daya tarik sumber daya alam sebagai kekuatan utama yang mendorong pertumbuhan ekonomi dunia.Sumber daya alam yang semakin menipis dan benda-benda pabrikasi yang semakin berkurang nilai jualnya mendorong tumbuhnya sumber-sumber ekonomi baru. Pertumbuhan ekonomi kreatif semenjak dasa warna 1960 an perlahan mulai menggeser nilai finansial produk-produk fisik ( Howkins, 2002). Kasus di Amerika Serikat menunjukkan gejala menguatnya nilai hak cipta dibandingkan aspek produk-produk fisik. Kondisi yang sama diharapkan lahir di Indonesia. Hadirnya Perpres N0.92/2011 pada tanggal 21 Desember 2011, dengan dibentuknya Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dengan visi untuk mewujudkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat Indonesia dengan menggerakkan kepariwisataan dan ekonomi kreatif, merupakan reaksi menguatnya kehadiran ekonomi kreatif secara nasional. Pemerintah menyadari bahwa
431 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
pertumbuhan nasional dapat ditopang oleh hadirnya sektor ekonomi kreatif. Pada beberapa kasus menunjukkan bahwa sektor ekonomi kreatif mampu menggerak perekonomian nasional secara signifikan. Data dari kemenkraf (2013) menunjukkan bahwa kontribusi sektor ekonomi kreatif terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2010 sektor ekonomi kreatif mencapai Rp 472,8 triliun dan mampu menyerap 11,49 tenaga kerja dan pada tahuyn 2011 naik menjadi Rp 526 triliun dengan serapan 11,51 juta tenaga kerja. Data pada tahun 2012 sektor ekonomi kreatif mencapai Rp573,4 triliun dengan serapan 11,57 juta tenaga kerja. Perkembangan pesat dan dampak positif pertumbuhan sektor ekonomi kreatif akan berjalan secara simultan bila mendapat dukungan dari beberapa pihak. Berdasarkan teori Triple Helix, pertumbuhan ekonomi kreatif akan terpacu dengan munculnya sektor industri kreatif. Keberadaan sektor industri kreatif ini ditopang oleh tiga pilar utama. Ketiga pilar tersebut adalah kalangan cendekiawan (intellectuals), Bisnis (Bussiness), dan pemerintah (Goverment). Pada konteks cendekiawan atau akademisi, peran vital yang dilakukan adalah mendorong tumbuhnya karakter kreatif semenjak masa sekolah. Karakter kreatif akan menghasilkan sosok yang mandiri, bila mendapat perlakuan yang tepat. Jiwa kewirausahaan (enterpreneurship) merupakan salah satu pilar yang mendorong tumbuhnya industri kreatif. Pemaduan antara jiwa kewirausahaan (enterpreneurship) dan kreatif pada gilirannya akan menghasilkan karakter creativepreneurship. Konsep Blended Learning Konsep blended learning merupakan metode pembelajaran yang memadukan pertemuan tatap muka dengan materi on line secara terintegratif. Pembelajaran dengan metode blended learning pada praktiknya merupakan bentuk pengembangan model e-
learning atau pembelajaran jarak jauh dengan media berbantu teknologi informasi. Pembelajaran blended learning dilakukan secara real time, seorang pengajar (dosen atau guru) melakukan proses belajar mengajar dengan siswa didiknya menggunakan wahana IT, lazimnya dilakukan dengan media video conference, phone coference, atau pun dengan media sosial (chatting). Metode blended learning sering juga diistilahkan dengan metode long distance instructed learning ataupun virtual instructor led training. Pada prinsipnya konsep blended learning berupaya mengeliminasi kesenjangan psikologis siswa didik dengan pengajar atau instrukturnya. Konsep e-learning lebih berpola kemandirian atau siswa belajar secara mandiri, sedangkan konsep blended learning mengedepankan konsep pembelajaran konvensional. Blended learning tetap mengharuskan proses tatap muka secara langsung (real time), hanya posisi geografis siswa dan pengajar tidak selalu pada tempat yang sama. Proses pembelajaran dengan metode blended learning dapat dilakukan dengan wahana audio-conferencing, interactive video conference, atau dengan real-time chatting console. Pembelajaran dengan metode blended learning dapat berjalan dengan baik bila memliki beberapa komponen pendukung. Unsur-Unsur pembelajaran dengan metode Blended Learning, yaitu: 1) tatap muka, 2) belajar mandiri, 3) aplikasi, 4) tutorial, 5) kerjasama, dan 6) evaluasi. Pada metode blended learning pelaksanaan proses tatap muka dapat dilakukan dengan wahana berbantu komputer. Keberadaan komputer dan teknologi informasi yang lain merupakan perangkat wajib dalam pembelajaran model blended. Konsep blended learning mendorong siswa belajar secara mandiri. Konsep Creativpreneurship Industri kreatif merupakan kelompok industri yang mengedepankan ide dan kekayaan
432 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
intelektual (intellectual property) dalam pengembangannya. Sejarah industri kreatif dimulai pada tahun 1997 ketika negara-negara Barat mengalami penurunan perekonomian sebaga akibat dari bergesernya titik sentral perekonomin dunia ke negara-negara berkembang. Negera-negara berkembang memiliki bahan baku yang baik, sistem produksi dan pengupahan yang lebih murah. Kondisi tersebut menyebabkan daya saing produk negara berkembang lebih baik dari negara-negara maju. Fenomena yang kemudian disikapi oleh Tony Blair, perdana menteri Inggris saat itu, dan lembaga buruh setempat dengan mendirikan Department of Culture, Media and Sports (DCMS) membentuk Creative Industries Task Force. Tugas pertama DCMS adalah melakukan pemetaan terhadap potensi industri kreatif di Inggris. Hasil pemetaan tersebut menjadi model dasar dalam menamkan pemahamantentang tentang kontribusi industri kreatif dalam peningkatan perekonomian Inggris secara umum. Industri kreatif di definisikan sebagai those industries which have their origin in individual creativity, skill and talent, and which have a potential for wealth and job creation through the generation and exploitation of intellectual property and content. Konsep industri kreatif model DCMS yang pada gilirannya banyak diadopsi oleh banyak negara, termasuk oleh pemerintah Indonesia. Pemerintah Indonesia mendefinisikan industri kreatif sebagai industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut. Konsep creativepreneurship merupakan konsep yang menggabungkan konsep intrepreneur (kewirausahaan) dengan konsep industri kreatif. Creativepreneurship mengedepakan aspek kewirausahaan dalam kancah industri kreatif. Industri kreatif
meletakan aspek sumber daya manusia (people) sebagai penopang industri. Industri kreatif memiliki 5 pilar utama, yaitu 1) industry, yaitu kumpulan dari perusahaan yang bergerak di dalam bidang industri kreatif, 2) technology (Teknologi) yaitu enabler untuk mewujudkan kreativitas individu dalam bentuk karya nyata, 3) resources (Sumber Daya) yaitu input selain kreativitas dan pengetahuan individu yang dibutuhkan dalam proses kreatif, misal: sumber daya alam, lahan, 4) institution (Institusi) yaitu tatanan sosial (norma, nilai, dan hukum) yang mengatur interaksi antara pelaku perekonomian khususnya di bidang industri kreatif dan 5) financial intermediary yaitu lembaga penyalur keuangan. Aspek manusia merupakan aset utama untuk menopang keberlangsungan industri kreatif. Sikap creatifprenurship pada intinya merupakan sikap yang mendorong tumbuhnya industri kreatif. METODE Penelitian ini difokuskan pada pemetaan dan identifikasi model pembelajaran creativepreneurship yang telah dilakukan di perguruan tinggi seni di Jawa Timur. Rancangan penelitian ini menggunakan rancangan penelitian pengembangan model prosedural. Model prosedural yang dipilih mengadaptasi dari model penelitian pengembangan (research and development) dari Willis (2000) Model tersebut dipilih mengingat subjek kajian penelitian berada dalam ranah pendidikan. Penelitian pengembangan bidang pendidikan merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengembangkan dan mengesahkan produk bidang pendidikan. Langkah-langkah dalam proses ini pada umumnya dikenal sebagai siklus penelitian pengembangan, yang terdiri dari: pengkajian terhadap hasil-hasil
433 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan validitas komponen-komponen pada produk yang akan dikembangkan, mengembangkannya menjadi sebuah produk, pengujian terhadap produk yang dirancang, dan peninjauan ulang dan mengoreksi produk tersebut berdasarkan hasil uji coba. Langkahlangkah dalam penelitian pengembangan tersebut meliputi yakni (1) tahap identifikasi, (2) tahap desain, (3) tahap pengembangan, (4) tahap uji coba, dan (5) tahap desimininasi. Pada penelitian ini data dikumpulkan melalui 3 metode. Pengumpulan data kualitatif, yaitu : wawancara mendalam, Pengamatan langsung atau observasi dan studi atau kajian dokumentasi. 1) Wawancara mendalam. Teknik wawancara mendalam dilakukan untuk mengetahui pendapat para pengajar dan mahasiswa berkenaan dengan model pembelajaran blended learning. Khususnya yang berkenaan dengan tema-tema creativepreneurship. 2) Pengamatan langsung atau observa si. Pengamatan langsung atau observa si terutama dipakai untuk melihat fenomena aktivitas kreatif yang dilakukan para pengajar ataupun para mahasiswa seni di wilayah Jawa Timur. 3) Dokumentasi. Proses dokumentasi dalam penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan bahan-bahan tertulis atau dokumendokumen dari lembaga pendidikan yang berkenaan dengan aktivitas creativepreneurship. Penganilisisan data pada penelitian ini mengunakan model domain analisis. Pemakaiannya tampak pada langkah-langkah analisis data berikut: (1) penelaahan dan reduksi data, (2) Pengidentifikasi dan pengunitan data,
(3) pengkategorian dan penggolongan data, dan (4) penafsiran dan penjelasan makna data HASIL & PEMBAHASAN Prinsip creativpreneurship merupakan untuk menanamkan sikap dan karakter kreatif pada kalangan mahasiswa. Prinsip ini dapat difungsikan untuk ikut mendorong pertumbuhan industry kreatif di Indonesia. Pembelajaran creativpreneurship dapat dilakukan dengan model blended learning. Prinsip pembelajaran tersebut memunginkan dosen sebagai fasilitator dapat bertemu secara tidak langsung dengan mahasiwa. Penelitian ini menghasilkan modul dan media pembelajaran creativpreneurship untuk memudahkan dosen dan mahasiswa dalam memahami prinsip-prinsip kreatif. Modul tersebut merupakan media untuk membantu mahasiswa dalam memahami prinsip-prinsip kreatif sehingga ia mampu belajar secara mandiri setelah proses pembelajaran konvensional dilakukan. Modul pembelajaran ini disusun dalam 3 bagian yaitu, bagian awal, bagian isi dan bagian penutup. Bagian pengantar berisi tentang penjelasan penggunaan modul dan pengantar untuk memahami maksud dan tujuan pembelajaran. Pada bagian isi, berisi tentang prinsip kreatif dan prinsip inovasi sebagai penunjang sikap kreatif. Pada bagian penutup berisi tentang bacaan kreatif untuk menumbuhkan motivasi belajar mahasiswa. Modul ini disusun dengan ukuran A4, dengan ketebalan 89 halaman, dengan kertas art paper. Bagian Awal Modul 1) Sampul depan bagian luar. Sampul depan dibuat dalam format A4 dengan ketebalam 120 mm. Bagian sampil depan (cover) berisikan judul modul, ilustrasi, keterangan pengarang, dan tahun pembuatan modul. Ilustrasi cover terdiri
434 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
dari 2 komponen. Huruf untuk halaman judul terdiri dari huruf jenis Arial dengan ukuran 53 dengan warna hitam dan Merah dan huruf Cambria dengan ukuran 26. Warna dasar cokat . Huruf untuk keterangan pengarang menggunakan tipe Cambria dengan ukuran 14 dengan warna hitam 2) Cover depan bagian dalam (back cover). Sampul depan bagian dalam memuat teks judul buku, tim penyusun, desain dan lay out, ilustrator, hak cipta, penerbit, dan atas dukungan. Secara fisik sampul depan bagian dalam ini menggunakan baground bidang persegi warna putih 3) Daftar isi. Daftar isi memuat daftar judul bab, subbab, dan halaman tiap bab atau sub-bab. Bagian Isi Modul Bagian ini merupakan bagian yang terdiri dari 3 bagian utama , yaitu teknik penggunaan modul , teknik pelaksanaan pelatihan dan bahan bacaan untuk para fasilitator dan peserta 1) Bagian teks Bagian teks merupakan bagian yang berisi tentang kerangka teoritis pelatihan yang akan dilakukan. Bagian tersebut berisi penjelasan tentang teknik pelatihan yang akan dilaksanakan. Bagian teks merupakan bagian dari inti dari modul pembelajaran tersebut. Bagian teks disusun dalam format layout elegan dengan jenis huruf arial 12. 2) Bagian Ilustrasi Bagian ilustrasi merupakan bagian yang berfungsi sebagai penguat semata-mata, bagian ilutrasi yang dominan di bagian bahan-bahan bacaan. Ilustrasi ditampilkan secara fullcolor, sehingga memudahkan peserta dalam mencerap informasi yang disajikan. 3) Bagian sisipan informasi tambahan Bagian sisipan informasi tambahan merupakan bagian yang ditampilkan dalam kotak dialog dengan warna latar yang
berbeda dengan bagain teks utama. Bagain sisipan informasi tambahan merupakan bagian teks yang tidak berhubugan langsung dengan materi utama. Bagian sisispan pada lazimnya merupakan bagian penjelas yang dapat memperkuat pemahaman fasilitator dan peserta. Modul yang telah dirancang selanjutnya dilakukan uji lapngan terbatas untuk mengetahui tingkat keberhasilan produk di lapangan. Adapun yang menjadi indikator dari tingkat keberhasilan produk ini dirujuk dari variabel creativepreneurship dan media digital yang meliputi sub variabel create, generating, planning, producing, tampilan visual dan jalur navigasi. Tingkat keberhasilan ditunjukkan dengan beberapa indikator sebagai berikut: 1) Indikator dari create ditunjukkan dengan adanya Adanya kepekaan untuk memecahkan masalah dan adanya ide-ide baru. Dalam hal ini mahasiwa mampu menghasilkan ide yang baru untuk memecahkan satu masalah yang bersifat umum 2) Generating ditunjukkan dengan adanya pemecahan masalah yang komprehensif. Dalam masalah generating ini mahasiwa mampu menghasilkan konsep yang real dan dapat diapliaksi untuk kasus yang bersifat umum 3) Producing ditunjukkan dengan adanya perencanaan kegiatan dalam pemecahan masalah 4) Planning ditunjukkan dengan adanya perencaaan kegiatan dalam pemecahan masalah. Dalam hal ini mamhasiswa mampu merencanakan langkah-langkah pemecahan masalah secara kreatif. 5) Tampilan visual dintunjukkan dengan adanya tampilan warna yang mencerminkan isi, Adanya karakter tipografi yang khas dan adanya layout yang sesuai dengan tema 6) jalur hubungan navigasi ditunjukkan dengan Terdapat hubungan antar muka yang flesibel dan memiliki jalur yang luas.
435 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
h secara kompr ehensif
Bagian Penutup Pada bagian penutup berisi tentang bacaan kreatif untuk menumbuhkan motivasi belajar mahasiswa. Berikut ini adalah hasil evaluasi dari ahli media dan hasil uji lapanga terbatas:
3.
Planing Kemampu an dalam merencana kan kegiatan dengan langkahlangkah pemecaha n masalah secara kreatif
3,0
Baik
4.
Produci Kemampu 3,2 ng an 5 menghasil kan produk riil yang siap untuk diaplikasik an
Baik
Hasil Uji Lapngan Terbatas
N o 1 1.
2.
Kompo nen yang dievalu asi 2 Create
Genera ting
Ra Item taPertanyaa rat n a 3 1) Tingka t kepeka an dalam memec ahkan masala h
4 2,7 5
2) Kreatif itas dalam memun culkan ide-ide baru
3,2 5
1) Kema mpuan mengh asilkan konsep untuk pemec ahan masala
3,2 5
Krite ria 5 Cuku p
Baik
Total rata-rata skor
3,1
Baik
Baik
436 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
pilihan tipologi visual 4. Kemenari kan bentuk huruf 5. Ketepatan ukuran huruf 6. Kesesuaia n penataan artistik latar belakang
Hasil Evaluasi Modul dari Ahli Media
N o 1 1.
2.
Kompo nen yang dievalu asi 2 Desain tampila n muka
Desain antar tampila n muka
Ra Item taPertanyaa rat n a
Krite ria
3 1. Ketepatan layout 2. Kemenari kan gambar 3. Ketepatan pilihan tipologi gambar 4. Kemenari kan bentuk huruf 5. Ketepatan ukuran huruf 6. Kesesuaia n penataan artistik latar belakang
4 3,0 0
5 baik
3,0 0
baik
2,7 5
cukup
1. Ketepatan layout 2. Kemenari kan gambar 3. Ketepatan
3,2 5
baik
2,7 5
cukup
3,0 0
baik
3. 3,0 0
3,0 0
3,0 0
baik
baik
baik
4.
Struktu r sajian
1. Kesesuaia n isi animasi 2. Sistematik a susunan animasi 3. Penggunaa n bahasa 4. Penggunaa n gambar 5. Penggunaa n warna 6. Penggunaa n anggel Akurasi 1. sajian Ketepatan layout 2. Kemenari
3,0 0
baik
3,0 0
baik
3,0 0
baik
2,7 5
cukup
3,0
baik
3,0 0
baik
3,0 0
baik
3,0 0
baik
3,0 0
baik
3,0 0
baik
3,0 0
baik
437 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
5.
6.
kan bentuk huruf 3. Ketepatan ukuran huruf 4. Kemenari kan bahasa 5. Kejelasan bahasa Sajian 1. isi Ketepatan layout 2. Kemenari kan bentuk huruf 3. Ketepatan ukuran huruf 4. Kejelasan isi 5. Kesesuaia n isi 6. Kemudaha n memaham i isi navigasi Gambar 1. Ketepatan gambar yang digunakan 2. Kemenari kan gambar
3,0 0
baik
3,0 0
baik
3,5 0
baik
3,0 0
baik
3,0 0
baik
2,7 5
cukup
3,0 0
baik
3,0 0
baik
3,5 0
baik
yang digunakan 3. Ketepatan ukuran gambar yang digunakan 4. Kecepatan gambar yang digunakan 5. Kejelasan gambar yang digunakan 6. Kesesuaia n isi dengan gambar yang digunakan 7. Kemudaha n memaham i gambar Total rata-rata skor
3,0 0
baik
3,5 0
baik
3,0 0
baik
3,0 0
baik
3,5 0
baik
3,0 5
baik
SIMPULAN & SARAN 3,0 0
baik
3,5 0
baik
Pembelajaran creativpreneurship pada prinsipnya dapat dilakukan dengan model blended learning. Dalam hal ini dosen bertindak sebagai fasilitator dan dapat bertatap muka baik secara langsung maupun secara tidak langsung dengan mahasiwa. Modul dan media pembelajaran creativpreneurship untuk memudahkan dosen
438 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
maupun mahasiswa dalam memahami prinsipprinsip kreatif sehingga ia mampu belajar secara mandiri setelah proses pembelajaran konvensional dilakukan. Dalam penelitian ini modul pembelajaran terdiri dari 3 bagian yakni bagian pengantar, bagian isi dan bagian penutup. Modul yang telah dirancang selanjutnya dievaluasi oleh tim ahli media untuk mengukur kelayakan produk dan tahap selanjutnya dilakukan uji lapngan terbatas untuk mengetahui tingkat keberhasilan produk DAFTAR RUJUKAN Ersin, Josh. 2004. The Blended Bearning Book:Best Bractices, Proven Methodologies, and Lessons Learned. San Francisco: Pfeiffer. Galbreth, J. 1999. Preparing the 21st Century Worker: The Link Between ComputerBased Technology and Future Skill Set. Educational Technology, Vol XXXIX, Number 6, November-Desember 1999. Ranganathan, S., S. Negash and M.V. Wilcox. 2007. "Hybrid Learning: Balancing Face-to-Face and Online Class Sessions,"
di lapangan. Adapun yang menjadi indikator dari tingkat keberhasilan produk ini dirujuk dari variabel creativepreneurship dan media digital yang meliputi sub variabel create, generating, planning, producing, tampilan visual dan jalur navigasi. Secara keseluruhan hasil evaluasi oleh para ahli masuk dalam kategori baik yakni rata-rata skor 3,1 dan hasil uji lapangan terbatas juga masuk dalam kategori baik yakni rata-rata skor 3,05.
Proceedings of the Tenth Annual Conference of the Southern Association for Information Systems Jacksonvill, Florida. Willis, Jerry. 1995. A Recursive, Reflective Instructional Design Model Based on Constructivist-Interpretivist Theory. Educational Technology, (Online), 35 (6), 5-23, diakses 17 Desember 2009. Willis, Jerry. 2000. The Maturing of Constructivist Instructional Design: Some Basic Principles that Can Guide Practice. Educational Technology, (Online), 40 (1), 5-16, diakses 15 Desember 2009.
439 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Pembelajaran Berbasis Social Skill; Inovasi Pembelajaran Dalam Membentuk Karakter Berwirausaha Di Smk Andi Muadz Palerangi Tuwoso Andoko Pendidikan Kejuruan Pascasarjana Universitas Negeri Malang Email :
[email protected]
Abstrak : Proporsi SMK:SMA dengan ratio 70%:30% merupakan kebijakan pemerintah dalam mengantisipasi tingkat pengangguran, dalam hal ini lulusan SMK yang dituntut untuk memiliki karakteristik dan kompetensi dalam mengisi lapangan kerja melalui wirausaha. Salah satu strategi pembelajaran yang tepat dalam menumbuhkan karakter berwirausaha, dengan menerapkan pembelajaran berbasis social skill. Social skill merupakan salah satu unsur keterampilan dasar pembelajaran abad XXI yang harus dimiliki lulusan SMK dalam menciptakan lapangan kerja (berwirausaha). Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan kajian tentang: (1) Konsep social skill dalam pembelajaran kewirausahan di SMK; (2) Aspek social skill yang mendasari terbentuknya karakter berwirausaha di SMK; dan (3) Strategi dan pendekatan pembelajaran berbasis social skill yang mendasari terbentuknya karakter berwirausaha di SMK. Berdasarkan hasil kajian maka ditarik kesimpulan: (1) pembelajaran berbasis sosial skill merupakan suatu inovasi pembelajaran di abad XXI yang dapat ditanamkan dan dikembangkan dalam pembelajaran kewirausahaan melalui strategi dan pendekatan berbasis social skill; (2) Terbentuknya karakter berwirausaha dapat didasari dan dipengaruhi oleh aspek-aspek social skill dalam pembelajaran kewirausahaan di SMK; dan (3) Strategi dan pendekatan berbasis social skill dalam pembelajaran kewirausaahan, yang dapat diterapkan dalam membentuk karakter berwirausaha di SMK adalah: (a) Contextual Teaching and Learning Approach; (b) Moral Dilemma Discussion; (c) Cooperatif Learning; dan (d) Problem Soving Approach, sehingga dengan demikian melalui strategi dan pendekatan yang diterapkan dalam pembelajaran kewirausahaan dapat membetuk karakter individu wirausaha yang memiliki wawasan luas tentang pengetahuan kewirausahaan serta mampu melihat peluang dengan menghubungkan pembelajaran dengan aspekaspek social skill yang mendasari terbentuknya karakter berwirausaha yang unggul dan berdaya saing tinggi. Kata kunci: social skill, karakter berwirausaha, pembelajaran berwirausaha, SMK
Era abad XXI merupakan agenda penting dari perubahan sosial, perkembangan zaman yang semakin modern dengan berbasis era teknologi, menuntut paradigma baru dengan sumber daya manusia yang unggul dan berkualitas serta dapat berkompetesi dalam memenuhi kebutuhan dunia kerja. Kualitas sumber daya manusia memiliki peranan penting sebagai tolok ukur kemajuan dan perkembangan dari suatu bangsa. Salah satu wahana dalam mewujudkan sumber
daya manusia yang berkualitas dan unggul adalah pendidikan, baik secara formal maupun non formal. Pendidikan merupakan wahana yang paling penting dalam membekali sumber daya manusia dengan kecerdasan, keterampilan, etos kerja yang tinggi, dan sikap profesional, sehingga menjadi SDM yang berkualitas dan unggul dalam menghadapi kompetisi sektor tenaga kerja secara global. 440
PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Tantangan era abad teknologi menggambarkan banyaknya pencari kerja jauh melebihi lapangan pekerjaan yang tersedia, sehingga menyebabkan banyak orang yang tidak mendapatkan kesempatan untuk bekerja. Disisi lain semakin banyak perusahaan mengurangi jumlah pekerjanya. Sehingga lapangan pekerjaan yang tersedia menjadi semakin terbatas. Kondisi itu menyebabkan jumlah pengangguran semakin meningkat seiring
dengan bertambahnya jumlah penduduk, Hal ini ditandai dengan tingkat angka pengangguran usia muda (usia 15 tahun ke atas) seperti pada tabel 1.1 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), edisi November 2015 tentang data angkatan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menurut pendidikan yang ditamatkan.
Tabel 1.1 Data Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Penduduk Usia 15 Tahun ke atas Menurut Pendidikan yang telah lulus (Persen), Tahun 2013-2015. Tahun 2013 2014 2015 No Pendidikan yang telah lulus Feb Agu Feb Agu Feb Agu 1 SD ke bawah 3.55 3.44 3.69 4.04 3.61 2,74 2 SMP 8.21 7.59 7.44 7.15 7.14 6,22 3 SMA 9.45 9.72 9.10 9.55 8.17 10,3 4 SMK 7.72 11.2 7.21 11.2 9.05 12,6 5 Diploma I/II/III 5.72 5.95 5.87 6.14 7.49 7,54 6 Perguruan Tinggi 5.02 5.39 4.31 5.65 5.34 6,40 Jumlah 5.88 6.17 5.70 5.94 5.81 6,18 Sumber; Berita Resmi Statistik No. 103/05/Th. XVIII, 6 November 2015. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa lulusan SMK banyak menjadi pengangguran terbuka. Pada tahun 2014, jumlah lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang menganggur mencapai 813.776 jiwa, atau 11,24 persen dari jumlah total pengangguran terbuka di Indonesia yakni 7,24 juta jiwa. Sementara itu pada bulan Agustus 2015, bertambah 415 ribu jiwa menjadi 8,75 juta jiwa pengangguran terbuka dan paling besar jumlah pengangguran didominasi oleh masyarakat dengan latar belakang pendidikan SMK yaitu 12,6 persen (BPS: November 2015). Data di atas menunjukkan terdapat persoalan dalam sistem penyelenggaran pendidikan kejuruan (SMK) dan sektor ketenagakerjaan yang disebabkan: (1) rendahnya kualitas sistem penyelenggara
pendidikan (SMK) dalam menghasilkan lulusan yang siap kerja dan kemampuan perekonomian dalam menyediakan lapangan kerja; (2) belum semua lulusan SMK dapat memenuhi tuntutan sebagai pencari kerja dan menciptakan lapangan pekerjaan; (3) ketidaksiapan lulusan SMK dalam memasuki dunia kerja dan industri; dan (4) terjadinya kesenjangan antara keterampilan lulusan SMK yang disebabkan rendahnya kompetensi yang belum sesuai dengan kebutuhan dunia kerja dan industri. Sementara itu, apabila dihubungkan dengan konteks dunia wirausaha, terdapat kesenjangan antara pengetahuan keterampilan dengan keterampilan yang dimiliki oleh lulusan SMK, dalam hal ini akan teridentifikasi dengan permasalahan yang berkaitan dengan esensi pembelajaran kewirausahaan dalam membentuk karakter 441
PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
wirausaha untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Salah satu solusi yang dapat ditempuh untuk meretas jumlah angka pengangguran di Indonesia khususnya lulusan SMK adalah dengan menciptakan wirausaha. Menjadi seorang wirausaha merupakan suau pilihan bagi lulusan SMK dalam meraih kecakapan hidupunya (life skill). Dengan menjadi berwirausaha, akan memberikan kontribusi kepada pemerintah dalam menciptakan lapangan pekerjaan baru. Selain itu, dapat berpeluang dalam menghasilkan pendapatan yang besar bagi wirausaha, serta dapat berkontribusi dalam mengurangi tingkat jumlah pengangguran. Para wirausaha juga berkontribusi kepada perekonomian negara melalui pajak yang dihasilkan. Hal ini diperkuat hasil penelitian Gunawan (2014:2) yang menyatakan masalah pengangguran dapat diatasi dengan cara berwirausaha dan menjadi pengusaha merupakan alternatif pilihan yang tepat untuk mengatasi pengangguran. Seseorang yang dapat dikatakan wirausaha apabila dia mampu menciptakan sebuah usaha baru dengan mengambil resiko dan ketidak pastian untuk dapat memperoleh keuntungan dan meningkatkan usaha yang dimilikinya. Wirausaha merupakan salah satu faktor penentu kemajuan perekonomian suatu bangsa. Selain itu, wirausaha juga akan menjadi pendorong kemandirian suatu bangsa, yang bisa ditanamkan pada diri siswa sebagai generasi penerus bangsa . Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai salah satu lembaga pendidikan dengan tujuan menyiapkan lulusan peserta didik agar dapat bekerja secara mandiri sesuai dengan bidang dan program keahlian yang dimiliki. Untuk itu Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), harus mampu mencetak lulusan yang bermutu, memiliki pengetahuan, menguasai IPTEK, berketerampilan teknis dan memiliki kecakapan hidup yang memadai. Di sisi lain SMK sebagai
pendidikan vokasional dituntut untuk menghasilkan tenaga kerja yang profesional dengan berbagai karakteristik yang relelevan dengan kemampuannya dalam mencari kerja serta mampu membuka lapangan kerja (berwirausaha). Basrowi (2011), mengemukakan karakteristik seorang wirausaha dapat bentuk 10 D yaitu: (1) Dream, yang berkaitan dengan seorang wirausaha mempunyai visi keinginan; (2) Decisiveness, yang berkaitan dengan seorang wirausaha adalah orang yang tidak bekerja lambat dan dapat membuat keputusan dengan penuh perhitungan; (3) Doers, yang berkaitan dengan seorang wirausaha dalam membuat keputusan akan segera menindaklanjuti; (4) Determination, yang berkaitan dengan seorang wirausaha melaksanakan kegiatannya dengan penuh perhatian dan tanggung jawab serta tidak mudah menyerah meskipun dihadapkan pada halangan dan rintangan; (5) Dedication, yang berkaitan dengan seorang wirausaha mempunyai dedikasi tinggi terhadap bisnisnya, mengutamakan kepentingan bisnis dibandingkan dengan kepentingan pribadi; (6) Devotion, yang berkaitan dengan mencintai bisnisnya dan produk yang dihasilkan; (7) Details, yang berkaitan dengan seorang wirausaha sangat memperhatikan faktor-faktor kritis secara rinci; (8) Destiny, yang berkaitan dengan bertanggung jawab terhadap tujuan yang hendak dicapainya serta tidak bergantung kepada orang lain; (9) Dollars, yang berkaitan dengan seorang wirausaha tidak mengutamakan mencapai kekayaan. Uang bukan motivasi utama; dan (10) Distribute, yang berkaitan dengan bersedia mendistribusikan kepemilikan bisnisnya kepada orang kepercayaan. Memasuki dunia usaha (berwirausahan) merupakan salah satu target utama para lulusan SMK, Namun pertanyaan yang sering muncul dan menghantui para lulusan SKM untuk berwirausaha adalah “Bagaimana caranya agar 442
PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
bisa menjadi seorang wirausaha yang sukses?”. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan menguasai 10 D yang didasari dengan tiga komponen utama yakni: (1) pengetahuan, yang berkaitan dengan seorang yang ingin memulai usaha perlu mengembangkan beberapa bidang pengetahuan bisnis. Pengetahuan adalah pemahaman tentang sebuah subjek yang diperoleh melalui pengalaman atau melalui pembelajaran dan studi; (2) keterampilan, yang berkaitan dengan seorang wirausaha membutuhkan banyak keterampilan untuk dapat menjalankan usahanya dengan sukses. Kemampuan yang baik dalam menerapkan pengetahuan yang diperoleh membuktikan kemampuan tersebut dalam menjalankan sebuah usaha menunjukkan tingkat keterampilan yang diperoleh oleh seorang wirausaha, dan (3) Sifat yang berkaitan dengan sekumpulan kualitas atau kompetensi yang membentuk kepribadian seorang individu. Untuk mewujudkan sinerginitas dari ketiga komponen tersebut, maka dibutuhkan suatu inovasi dalam proses pembelajaran kejuruan khususnya pembelajaran kewirausahaan dalam membentuk karakteristik jiwa berwirausah yang unggul dan berdaya saing. Inovasi pembelajaran kewirausahaan dapat dikembangkan berdasarkan atsmosfir pembelajaran abad XXI. Social skiil merupakan salah satu unsur keterampilan dasar dalam pembelajaran abad XXI yang dibutuhkan sebagai bekal siswa dalam memasuki dunia kerja dan menciptakan lapangan kerja (Partnership for 21st Century Skills:2007). Kegiatan proses pembelajaran kewirausahaan yang berbasis social skill diharapkan dapat memediasi tumbuh kembangnya pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam membentuk karakter siswa sebagai wirausaha yang unggul dan berdaya saing di kancah global. Salah satu strategi dalam membantu siswa untuk membentuk karakter berwirausaha, dapat dilakukan dengan cara
mengidentifikasi dan menerapkan model dan pendekatan pembelajaran berbasis social skill pada pembelajaran kewirausahaan. Berdasarkan uraian pada uraian di atas, maka tulisan ini akan memaparkan kajian tentang: (1) Konsep social skill dalam pembelajaran kewirausahan di SMK; (2) Aspek social skill yang mendasari terbentuknya karakter berwirausaha di SMK; dan (3) strategi dan pendekatan pembelajaran berbasis social skill yang mendasari terbentuknya karakter berwirausaha di SMK. HASIL & PEMBAHASAN Konsep social skill dalam pembelajaran kewirausahaan. Keterampilan sosial (social skill) merupakan salah satu unsur dasar pembelajaran abad XXI, yang tertuang dalam konsep kurikulum 2013 berbasis life skill. Social skill merupakan suatu kemampuan yang harus dimiliki seorang wirausaha, karena dengan keterampilan yang baik, dapat menjadikan seorang individu sebagai wirausaha dalam memiliki perilaku dan karakter yang sesuai dengan tuntutan lingkungan sosialnya dalam mencapai tujuannya. Keterampilan sosial atau social skill merupakan suatu kemampuan dalam menjalin suatu hubungan atau interaksi dalam mencapai tujuan. Goleman (2007:24), menyatakan individu yang kompeten secara sosial (social skill) mempunyai pengendalian diri yang baik, terampil dalam menyelesaikan masalah, mempunyai keterlibatan yang intens dengan teman sebaya, memiliki efektivitas dan popularitas antar pribadi, terampil dalam mengatasi kecemasan dan terampil dalam menyelesaikan konflik. Untuk menjadi seorang wirausaha yang tangguh dan berdaya saing, dituntut untuk memiliki kemampuan beradaptasi dan terampil dalam berinteraksi serta bersosialisasi dalam 443
PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
mengambangkan usahanya untuk mencapai tujuan. Hal ini diperkuat dengan pendapat Brewer & Karlt (2007:23), menyatakan bahwa keterampilan sosial (social skill) merupakan suatu keterampilan dalam memahami dan menginterprestasikan tindakan terhadap suatu keadaan dan kebutuhan yang ada pada lingkungan. Berkaitan dengan hal itu, seseorang yang terampil dalam melakukan hubungan atau interaksi, maka dia akan lebih berhasil dalam mencapai tujuannnya. Setiap siswa dapat memiliki keterampilan sosial atau social skill melalui pengalaman yang didapatkan dari proses pembelajaran yang terbangun. Arends (2008:28), menyatakan social skill merupakan prilaku yang mendukung kesuksesan hubungan sosial dan memungkinkan individu untuk bekerja bersama orang lain secara efektif. Begitu pula Zikrayati (2014:6), mengemukakan social skill merupakan kemampuan individu untuk mengungkapkan perasaannya baik yang positif maupun negatif dalam konteks hubungan interpersonal tanpa menerima konsekuensi kehilangan penguatan sosial atau dalam konteks hubungan interpersonal yang memiliki kemampuan untuk mengungkapkan respon baik verbal dan non verbal. Keterampilan sosial tersebut sangat relevan untuk dikembangkan dan ditanamkan dalam mata pelajaran kewirausahaan dalam membentuk karakter berwirausaha siswa sebagai wirausaha yang tangguh dan berdaya saing di kancah global. Menurut Marsh Colin (dalam Supriatna; 2002:15), keterampilan sosial adalah suatu keterampilan dalam memperoleh informasi, berkomunikasi, pengendalian diri, bekerjasama, menggunakan angka, memecahkan masalah serta keterampilan membuat keputusan. Hal ini diperkuat oleh Rahmania, et al (2006) yang menyatakan bahwa keterampilan sosial merupakan keterampilan dalam memperoleh informasi (keterampilan membaca, keterampilan belajar, mencari
informasi dan keterampilan menggunakan alatalat teknologi). Terbentuknya suatu karakter wirausaha dalam pembelajaran berwirausaha yang berbasis keterampilan sosial dapat diamata dari pola interkasi yang terbangun antara satu sama lain, dalam hal ini cara komunikasi siswa dengan yang lain. Hal ini diperkuat dengan pendapat Hargie (1998) bahwa social skill merupakan suatu kemampuan individu untuk berkomunikasi efektif dengan orang lain baik secara verbal maupun non verbal sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada pada saat itu, dimana keterampilan ini merupakan perilaku yang dipelajari. Begitu pula dengan Cartledge & Milburn (1995:304), menyatakan social skill merupakan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain pada konteks sosial dengan tujuan yang khusus untuk penerimaan sosial. Pada hakekatnya keterampilan sosial atau social skill dapat dikembangkan dan dimanifestasikan dalam interaksional. Hal ini tercermin dalam pernyataan yang di kemukakan Anderson (2004:451) bahwa “Social skill are developed and manifest in social interction”. Interkasi sosial merupakan wahana untuk berkembangnya keterampilan sosial setiap individu. Keterampilan sosial (social skill) dapat berkembang melalui proses interaksi, kemudian menghasilkan pengalaman dari berbagai kegiatan dan situasi kondisi yang dialami. Berkaitan dengan itu, dapat kita simpulkan bahwa esensi dari keterampilan sosial (social skill) dalam pembelajaran kewirausahan, adalah mengajarkan kebiasaan siswa untuk menjalin suatu hubungan yang didasari dengan proses berpikir dan bekerjasama dalam melihat peluang untuk menjadi seorang wirausaha yang unggul dan berdaya saing di kancah global. Aspek social skill yang mendasari terbentuknya karakter berwirausaha. 444
PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Keterampilan sosial (social skill) merupakan faktor penting bagi siswa untuk menjadi seorang wirausaha. Siswa yang tidak memiliki keterampilan sosial untuk menjadi seorang wirausaha akan mengalami kesulitan dalam memulai dan menjalin hubungan yang positif dengan lingkungannya, bahkan boleh jadi siswa akan ditolak atau diabaikan oleh lingkungannya. Dampak yang muncul dari akibat penolakan ini adalah siswa akan sulit menyesuaikan diri dengan lingkungannya dalam merintis suatu suatu untuk mencapai tujuannya. Siswa yang terampil secara sosial cenderung menjadi orang yang memiliki kepercaya diri, dalam melihat peluang untuk menjadi seorang enterprenuesrhip. Gimpel & Merrell (1985), mengidentifikasikan ciri-ciri siswa yang memiliki keterampilan sosial antara lain: (1) prilaku interpersonal; (2) prilaku yang berhubungan dengan diri sendiri; (3) prilaku yang berhubungan dengan kesuksesan akademis; (4) penerimaan teman sebaya; dan (5) keterampilan berkomunikasi. Begitu pula Abate & Milan (1985), menyatakan ciri-ciri individu yang memilik keterampilan sosial yaitu: (1) orang yang berani berbicara; (2) memberi pertimbangan yang mendalam; (3) memberikan respon yang lebih cepat; (4) memberikan jawaban secara lengkap; (5) mengutarakan bukti-bukti yang dapat meyakinkan orang lain; (6) tidak mudah menyerah; (7) menuntut hubungan timbal balik; dan (8) serta lebih terbuka dalam mengekspresikan dirinya. Hasil studi Davis dan Forsythe (1984) yang dikutip oleh Mu’tadin (2006), mengungkapkan empat aspek yang dapat mempengaruhi social skill, yaitu: (1) keluarga; (2) lingkungan; (3) kepribadian; dan (4) kemampuan penyesuaian diri. Hal ini dipertegas oleh pendapat Thalib (2010:159), yang menyatakan seseorang yang memiliki social skill yang tinggi, apabila di dalam dirinya memiliki sikap antara lain: (1) kemampuan berkomunikasi; (2) menjalin hubungan dengan
orang lain; (3) menghargai diri sendiri dengan orang lain; (4) mendengarkan pendapat atau keluhan orang lain; (5) memberi atau menerima umpan balik; (6) memberi atau menerima kritik; dan (7) bertindak sesuai dengan norma atau aturan yang berlaku. Sementara itu Rubin (2006:651) menyatakan agar seseorang berhasil dalam berinteraksi sosial, maka secara umum dibutuhkan beberapa keterampilan sosial yang terdiri dari: (1) pikiran; (2) pengaturan emosi; dan (3) perilaku yang nampak. Begitu pula Bremer & Smith (2004) mengemukakan lima dimensi keterampilan sosial yang mendasari terbentuknya karakter berwirausaha adalah: (1) hubungan dengan teman sebaya (peer relation); (2) manajemen diri (self-management); (3) kemampuan akademis (academic); (4) Kepatuhan (compliance); dan (5) perilaku assertive (assertion). Strategi dan pendekatan berbasis social skill yang mendasari terbentuknya karakter berwirausaha. 1. Contextual Teaching and Learning Approach. CTL merupakan konsep belajar yang memiliki pola secara subtansial untuk membantu guru mengkaitkan materi kewirausahaan yang sedang diajarkan dengan kenyataan dan pengalaman hidup sehari-hari serta mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan kewirausahaan yang dimilikinya dengan penerapan. Sanjaya (2006:255), menyatakan CTL adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Berkaitan dengan hal itu, melalui pembelajaran CTL diharapkan siswa dapat menerapkan pengetahuan kewirausahaan dalam kehidupan 445
PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
sehari-hari, baik dalam kehidupan keluarga maupun masyarakat. Empat hal mendasar yang dijadikan landasan kegiatan belajar menurut konsep pendekatan CTL yaitu (1) proses belajar; (2) transfer belajar; (3) peserta didik sebagai pembelajar, dan (4) pentingnya lingkungan belajar. Siswa belajar bukan sekedar menghafal materi atau sekedar diberi konsep oleh guru. Tetapi siswa mengalami sendiri secara langsung dan tidak langsung karena diberi kesempatan untuk mengkontruksi pengetahuannnya sendiri. Sehingga pengetahuan mereka tentang kewirausahaan bukan hanya sekedar teori-teori yang dihafal, tetapi lebih merupakan pengetahuan yang bisa diterapkan. Model pembelajaran CTL memiliki orientasi dalam mengarahkan siswa untuk belajar mengalami bukan menghafal. Sehubungan dengan hal itu, landasan filosofis CTL adalah konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, tetapi merekonstruksikan atau membangun pengetahuan dan ketrampilan baru lewat faktafakta atau proposisi yang merekaalami dalam kehidupannya (Muslich, 2009:41). Penerapan dalam pembelajaran kewirausahaan dengan menggunakan pendekatan CTL, dapat diterapkan berdasarkan tujuh komponen, yaitu (1) konstruktivisme (constructivism); (2) menemukan (ingquiry); (3) bertanya (questioning); (4) masyarakat belajar (learning community); (5) membuat model (modeling); (6) refleksi (reflection); dan (7) penilaian yang bersifat alamiah (authentic asseement), (Nurhadi & Senduk, 2003). Langkah-langkah dalam pelaksanaan pembelajaran kewirausahaan melalui CTL secara garis besar di SMK adalah: (1) kembangkan pemikiran siswa sedemikian rupa, sehingga belajarnya lebih bermakna dan berkesan, sehingga dapat menemukan dan mengkostruk pengetahuan serta keterampilan
barunya; (2) lakukan kegiatan inkuiri yang berkaitan langsung dengan topik-topik kewirausahaan yang bisa diterapkan dalam kehidupannya (3) rangsang sifat ingin tahu siswa dengan bertanya (seperti: apakah aktivitas bisnis itu?, bagaimana cara membuka usaha baru?, bagaimana mengembangkan usaha baru?, bagaimana cara mendapatkan modal usaha itu? Apa saja kendala-kendala bisnis yang dihadapi para wirausahawan); (4) Ciptakan masyarakat belajar (groupwork) dari berbagai macam siswa yang sifatnya heterogen baik dari latar belakang keluarga, kondisi ekonomi, lingkungan, daerah yang berbeda dan lain-lain; (5) Hadirkan media sebagai contoh pembelajaran. Pemilihan model tersebut harus selektif, semakin bagus model wirausaha semakin bagus hasilnya (misalnya menghadirkan Ahamad Zaky selaku CEO Buka Lapak tentang giat sukses berbisnis lewat online); (6) Lakukan refleksi akhir pertemuan (flashback), yakni siswa mengendapkan apa yang telah dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan baru yang merupakan pengayaan atau dari pengetahuan sebelumnya. Pengetahuan siswa diperluas melalui kontek pembelajaran, guru berperan sebagai penghubung pengetahuan yang dimiliki siswa sebelumnya dengan pengetahuan baru. Hal terpenting dalam tahap refleksi adalah: memberikan pertanyaan langsung tentang apa saja yang diperoleh siswa pada hari itu, catatan atau jurnal pada buku, kesan dan saran mengenai pembelajaran saat itu, diskusi, hasil karya, maupun laporan kegiatan siswa; (7) Langkah terakhir adalah melakukan assesessment (evaluasi) yang sebenarnya (authentic assessment) dengan berbagai cara, seperti melakukan observasi, wawancara, membuat catatan bebas, portofolio, selfevaluation, dan lainnya. 2. Moral Dilemma Discussion Approach Pendekatan diskusi dilema moral atau biasa disebut dengan Moral Dilemma Discussion merupakan salah satu metode 446
PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
diskusi dalam pendekatan perkembangan moral kognitif, yang bertujuan mengantarkan siswa untuk berdiskusi tentang isu-isu moral sehingga mereka dapat belajar tentang tanggung jawab atas keputusan dihadapan teman-temanya. Nilai moral harus ditanamkan dan dikembangkan dalam pembelajaran kewirausahaan di SMK dengan cara memberikan pertimbangan tentang; (1) keseimbangan, (2) kejujuran, (3) respek pada kebenaran, (4) taat pada hukum; dan (5) yang terpenting dapat bertanggung jawab dari setiap keputusan. Model pembelajaran MDD pada pembelajaran kewirausahaan dilakukan dengan mengkolaborasi nilai moral tertentu dengan isuisu, nilai-nilai dan analisis dari suatu konsekuensi. Lumpkin (2008) mengemukakan bahwa tanpa proses diskusi mengenai kasus-kasus berdilema moral perkembangan moral kognitif individu tidak akan berkembang, perubahan perilaku tidak akan pernah terjadi sehingga perilaku moral potensial yang konsisten juga sulit terjadi. Oleh karena itu, pembentukan karakter termasuk salah satunya karakter tanggung jawab dapat dilakukan dengan mengajak siswa berdiskusi mengenai kasus yang sifatnya berdilema moral untuk mendorong perkembangan moral kognitif mahasiswa. Pendapat tersebut diperkuat oleh Adisusilo (2012) yang menyatakan bahwa metode diskusi dilema moral memberikan kebebasan kepada siswa untuk berani mengungkapkan nilai yang dimilikinya dimana dalam pengajarannya yang lebih diutamakan bukan pada nilai seperti apa yang dipilih melainkan alasan dalam memilih nilai tersebut. Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa metode diskusi dilema moral mengajarkan siswa untuk berani berpendapat dengan mempertanggung jawabkan alasan dibalik pendapat yang dikemukakan berdasarkan internalisasi nilai moral dalam dirinya.
Metode diskusi dilema moral juga mengajarkan untuk menerima konsekuensi pilihan nilai yang diambil dalam diskusi. Hal ini juga sesuai dengan pengertian karakter tanggung jawab yang dikemukakan Samani dan Hariyanto (2011) dalam rancangan pendidikan karakter, yaitu bahwa karakter tanggung jawab adalah melakukan tugas sepenuh hati, bekerja dengan etos kerja yang tinggi, berusaha keras mencapai prestasi terbaik, mampu mengontrol diri dan mengatasi stres, disiplin, serta bertanggung jawab terhadap pilihan dan keputusan yang diambil. Langkah-langkah pelaksanaan moral dilemma discussion dalam pembelajaran kewirausahaan secara garis besar di SMK adalah: (1) Introduce the moral dilemma yang berkaitan dengan pemilihan dilemma harus disesuaikan dengan kebutuhan siswa dan mempunyai arti penting baginya. Pilihlah isu dari dilemma yang pendek dan berkaitan erat dengan situasi dan kondisi yang ada. Materi disajikan dalam bentuk diskusi, drama, prosa, film, kaset atau media lain yang dianggap sesuai. Misalnya: membahas tentang etika dalam bisnis/wirausaha dengan menyajikan contoh kongkrit dalam bentuk cerita/berita singkat yang disajikan oleh guru wirausaha; (2) Asking pupils to suggest tentative response yang berkaitan dengan tindak lanjut dari kegiatan pertama, siswa diminta menulis tentang apa yang mereka lakukan dan dilengkapi dengan suatu penjelasan dalam menentukan suatu keputusan; (3) Deciding pupils into groups to discuss their reasoning yang berkaitan dengan guru membentuk kelompok diskusi tentang halhal yang mereka tulis dalam tahap kedua. Guru berperan meninjau setiap kelompok diskusi, sehingga diketahui peran setiap siswa dalam kelompoknya dan membangun suasana agar diskusi menjadi semakin hidup; (4) Discussing the reasoning and formulating conclusion yang berkaitan dengan tahap penyimpulan dalam diskusi .Guru melengkapi dengan papan tulis, 447
PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
atau media sejenis lainnya yang akan dipakai siswa untuk memaparkan alas an atau hasil diskusi kelompoknya. Sehingga dapat dilihat dan didengar oleh siswa lainnya. Pada tahap ini guru tidak harus mengumpulkan seluruh hasil kesimpulan siswa tetapi memilih dengan hatihati hasil kelompok siswa yang paling akurat dan mendekati konsep materi yang akan diberikan. Kemudian guru menyempurnakan konsep materi yang dirasa kurang.
dalam pembelajaran karena siswa saling bekerja sama dengan rekannya dalam menentukan dan merumuskan alternatif pemecahan terhadap masalah pada materi pelajaran yang dihadapi. Kerja sama dalam belajar akan menumbuhkan semangat dan motivasi untuk berperan aktif dalam berbagi ide, pengetahuan, dan pengalaman nyata. Begitupun kerja sama yang terbangun dengan baik dapat merekatkan emosi dan sikap positif terhadap pembelajaran. Disamping itu, pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan dengan berkelompok dapat menghadirkan rasa gotong royong yang akan melahirkan secara persaingan secara sportif, dan bebas dalam menyatakan pendapat. Pendekatan cooperative learning berbasis social skill dalam pembelajaran kewirausahaan secara subtansial mengajarkan siswa dengan keterampilan-keterampilan khusus untuk saling membantu agar dapat bekerjasama dengan baik, seperti keaktifan dalam mendengarkan tips-tips tentang bagaimana cara membuka usaha baru, bagaimana menerapkan strategi pemasaran yang baik, dan lain-lain. Langkah-langkah pelaksanaan pendekatan cooperative learning dalam pembelajaran kewirausahaan secara garis besar di SMK adalah: (1) para siswa dibagi dalam empat kelompok belajar yang bersifat heterogen, baik level kemampuan, jenis kelamin, dan etnik; (2) Guru memberikan tugas yang disesuaikan dengan karakteristik materi kewirausahaan yang akan dibahas; (3) para siswa bekerja sama dengan teamnya agar mereka benar-benar yakin telah menguasai materi pelajaran, sebab saatnya nanti mereka harus mampu bekerja sendiri; (4) hasil pekerjaan tiap-tiap kelompok diskor untuk dibandingkan dengan hasil skor rata-rata yang pernah dihasilkan sebelumnya, dan adanya poin penghargaan pada siswa yang telah melakukan unjuk kerja; dan (5) Poin-poin yang diperoleh tersebut kemudian dijadikan dasar untuk
3. Cooperative Learning Approach Pendekatan cooperative learning merupakan suatu usaha dalam mengembangkan kemampuan siswa agar memiliki kecakapan untuk berhubungan dengan orang lain. Hal ini dilakukan sebagai usaha membangun sikap siswa yang demokratis dengan menghargai setiap perbedaan dalam realitas sosial. Cooperative learning menganut konsep “sinergi” yaitu energi atau tenaga (kekuatan) yang terhimpun melalui kerja sama sebagai salah satu fenomena kehidupan, (Syaiful:2003). Keberhasilan belajar menurut model cooperative learning bukan semata-mata ditentukan oleh kemampuan individu secara utuh, melainkan perolehan belajar itu semakin baik apabila dilakukan secara bersama-sama dalam kelompok kecil yang terstruktur dengan baik. Melalui belajar dari teman sebaya, maka proses penerimaan dan pemahaman siswa akan semakin mudah dan cepat terhadap materi yang dipelajari. Cooperative learning membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman dan sikapnya sesuai dengan kehidupan nyata di masyarakat. Michaels (dalam Solihatin:2007) menyatakan “Cooperative learning is more effective increasing motive and performance students.” (belajar bersama akan lebih efektif dalam meningkatkan motivasi dan pengembangan kualitas diri). Cooperative learning mendorong peningkatan kemampuan siswa untuk memecahkan berbagai persoalan 448
PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
membentuk team baru dan diberi sertifikat khusus.
untuk belajar secara kritis. Peserta didik diharapkan menjadi individu yang memiliki wawasan luas tentang pengetahuan kewirausahaan serta mampu melihat dan menghubungkan pembelajaran dengan aspekaspek yang ada di lingkungannya. Pendekatan pemecahan masalah dalam pembelajaran kewirausahaan, dapat diterapkan dengan cara memberikan suatu kasus (case) di dalam materi, misalnya merancang usaha mebel, siswa diberikan masalah tentang bagaimana merancang sebuah usaha meubel dengan disiapkan data-data konkrit tentang keadaan dan kemampuan yang tersedia. Baik tersedianya modal, lokasi usaha, kondisi masyarakat sekitar, prospek atau peluang usaha dan lain-lain. Berdasarkan data-data yang tersedia, siswa diminta untuk merancang usaha busana dengan menerapkan berbagai konsep yang telah diajarkan meliputi berbagai aspek manajemen mulai dari keuangan, pemasaran, teknis dan produksi, serta SDM, sehingga menjadi sebuah rancangan usaha yang memiliki kelayakan untuk diterapkan. Langkah-langkah pelaksanaan pendekatan problem solving dalam pembelajaran kewirausahaan secara garis besar di SMK adalah: (1) identifikasi fakta-fakta yang berkaitan dengan pengindentifikasi permasalahan, mengvisualisasi situasi, menggambarkan setting, dan menyatakan kembali tindakan (read and think); (2) mengorganisasi informasi yang berkaitan dengan kondisi informasi, membuat diagram atau mengkontruk suatu model, dan membuat chart, tabel, diagram atau gambar (explore and plan); (3) pengenalan bentuk yang berkaitan dengan melihat pekerjaan sebelumnya, mengiraira dan melakukan tes, simulasi atau eksperimentasi, membuat daftar pelengkap, (logical deduction), membagi dan mengatasi (select a strategy); (4) mengestimasi yang berkaitan dengan penggunaan kemampuan untuk menghitung, menggunakan kemampuan
4. Problem Solving Approach Problem solving secara subtansial merupakan suatu metode berpikir dalam memecahkan masalah. Menurut Djamara (2006) menyatakan metode problem solving bukan hanya sekedar metode mengajar tetapi juga merupakan suatu metode berpikir, sebab dalam problem solving dapat menggunakan metode berbasis detektif yang dimulai dari mencari data sampai kepada penarikan kesimpulan. Metode problem solving dapat pula diartikan sebagai cara penyajian bahan pelajaran dengan menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan untuk dianalisis dan disintesis dalam usaha untuk mencari pemecahan atau jawabannya oleh peserta didik, Sudirman, (1987). Problem solving merupakan metode yang mengajarkan penyelesaian masalah dengan memberikan penekanan pada terselesaikannya suatu masalah secara menalar, (Gulo:2002). Problem solving skill merupakan sarana individu untuk memuaskan kebutuhannya dalam menghadapi suatu situasi yang dianggap baru dengan menggunakan pengetahuan, skill dan understanding yang telah dimiliki sebelumnya, atau dapat dikatakan sebagai suatu upaya individu untuk mengidentifikasi potensipotensi tertentu dan alternative pemecahan suatu persoalan, baik konkrit maupun abstrak. Oleh sebab itu problem solving lebih bersifat sebagai suatu proses. Pada dasarnya pembelajaran berbasis masalah (problem solving), memberikan pengalaman kepada siswa melalui berbagai pemecahan masalah yang disajikan dengan cara menggali informasi sebanyak-banyaknya, kemudian di analisis dan dicari solusi dari permasalahan yang ada. Solusi dari permasalahn tersebut tidak mutlak mepunyai satu jawaban yang benar artinya peserta didik dituntut pula 449
PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
atau keterampilan lainnya (Find an Answer); (5) Melakukan cek atas jawaban (apakah perhitungan sudah benar, apakah pertanyaan telah terjawab, apakah jawabannya sudah masuk akal, bagaimana jawaban dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya), Mendapatkan calon pengganti pemecahan, mengembangkan generalisasi atau konsep lainnya, mendiskusikan pemecahan, dan menciptakan variasi yang menarik atas original problem. (reflect and extend).
dengan pengkolaborasian materi kewirausahaan antara kenyataan dengan pengalaman hidup sehari-hari, sehingga dapat membentuk karekter siswa untuk berwirausaha; (b) Moral Dilemma Discussion Approach berkaitan dengan proses pembentukan karakter berwirausaha dalam hal ini, dapat membentuk keberanian siswa dalam mengemukakan pendapat serta dapat mempertanggung jawabkan dari setiap alasan dibalik pendapat yang dikemukakan berdasarkan internalisasi nilai moral yang adan dalam dirinya. (c) Cooperatif Learning berkaitan dengan suatu usaha dalam mengembangkan kemampuan siswa dalam memiliki kecakapan untuk berhubungan dan dapat bekerjasama dengan orang lain. Hal ini dilakukan sebagai usaha membangun sikap siswa yang demokratis dengan menghargai setiap perbedaan dalam realitas sosial; dan (d) Problem Soving Approach berkaitan dengan pengalaman yang didapatkan dari berbagai kasus pemecahan masalah yang disajikan dengan cara menggali informasi sebanyak-banyaknya, kemudian di analisis dan dicari solusi dari permasalahan yang ada. Solusi dari permasalahn tersebut tidak mutlak mepunyai satu jawaban yang benar artinya peserta didik dituntut pula untuk belajar secara kritis. Peserta didik diharapkan menjadi individu yang memiliki wawasan luas tentang pengetahuan kewirausahaan serta mampu melihat peluang dan menghubungkan pembelajaran dengan aspek-aspek yang dapat membentuk karakter berwirausaha.
SIMPULAN Berdasarkan uraian dari pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa; Keterampilan sosial (sosial skill) merupakan suatu inovasi pembelajaran abad XXI yang dapat tanamkan dan dikembangkan dalam pembelajaran kewirausahaan melalui strategi dan pendekatan berbasis keterampilan social Keterampilan sosial (sosial skill) dalam pembelajaran kewirausahan memiliki peran penting dalam membentuk karakter dan kebiasaan siswa untuk menjalin suatu hubungan yang didasari dengan proses berpikir dan bekerjasama dalam melihat peluang untuk menjadi wirausaha yang unggul dan berdaya saing di kancah global. Terbentuknya karakter berwirausaha dapat di dasari dengan perkembangan aspek-aspek keterampilan sosial dalam pembelajaran kewirausahaan di SMK. Strategi dan pendekatan yang berbasis keterampilan sosial dalam pembelajaran kewirausaahan, yang dapat diterapkan dalam membentuk karakter berwirausaha di SMK adalah: (a) Contextual Teaching and Learning Approach berkaitan
450 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Djamara, 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
DAFTAR RUJUKAN
Gulo, W. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Grasindo.
Abate & Milan. 1985. Handbook Social Skill Training and Research. United States and Europe Press.
Gimpel & Merrel, 2008. Psikologi: Perilaku dalam bersikap. Jakarta: Grasindo.
Adisusilo, S. 2012. Pembelajaran Nilai Karakter: Konstruktivisme dan VCT sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Goleman, D. 2007. Social Intelegence. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Gunawan, I. E., Nuridja, I. 2014. & Suharsono. N. 2014. Pengaruh Pengalaman Prakerin Terhadap Minat Berwirausaha Siswa Kelas XI Jurusan Pemasaran SMKN 1Klungkung 2012/2013. Ejournal Undiksha Volume 4;(1).
Andersone, R. 2004. The Acquatition of Social Skills for The Developmen of Citizenship Exprince. In Ross, A (ed). London. The Experience of Citizenship.
Hargie, et.al. 1998. Social Skill and Communication. New York: Springer Publishing Company.
Arends, I Richard. 2008. Learning To Teach. Jakarta. Pustaka Pelajar. Badan Pusat Statistik (BPS). 2015. Berita Resmi Statistik. No. 47/05/Th. XVIII, Tanggal 5 Mei. Basrowi. 2011. Perguruan Indonesia.
Kewirausahaan Tinggi. Bogor:
Lumpkin, A. 2008. Teachers as Role Models Teaching Character and Moral Virtues. Journal Joperd, Volume 9; (2), 91-98.
untuk Ghalia
Merrel & Gimpell. 1998. Social Skill of Children and Adolesescents. New York, London. Tayor & Francis Group, Psikologi Press.
Brewer & Karlt. 2007. Psikologi Bermain Anak Usia Dini. Kencana Prenada Media Grup.
Mu’Tadin. Z. 2006. Mengenal Keterampilan Sosial Remaja. http//www.epsikologi.com Diakses pada tanggal 10 April 2016.
Bremer dan Smith 2004, Teaching social skill. International Journal Center on Secondary Education and Transition Information Brief, October Vol.3, Issue5.
Muslich, 2009. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara.
Cartledge, G. & Milburn, J. F., 1995, Teaching Sosial Skill To Children And Youth, Allyn and Bacon, Boston.
Nurhadi & Senduk. 2003. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang. UM Press. 451
PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Partnership for 21st Century Skills. 2007. Framework for 21st century learning. Retrieved 15 April 2016 from.http://www.p21.org/documents/Pr ofDev.pdf.
Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Solihatin. 2007. Cooperative Learning; Analisis Model Pembelajaran IPS, Jakarta; Bumi Aksara.
Rahmania, Mia Anin. 2006. Masalah yang Dihadapi Pembelajaran IPS. Jurnal Wawasan Tridharma Volume 2; No (14). Rubin,
Sudirman, 1987.Ilmu Pendidikan. Bandung: Remadja Karya. Syaiful, S. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung: Alfabeta.
et.al. 2006. Peer Interactins, Relationship & Groups, Handbook Of Child Psychology Volume 3 : Social, Emotional And Personality Development (5th ed, hal 617-700). New York: John Wiley and Sons.
Thalib,
S.B. 2010. Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif. Yogjakarta. Kencana Media Group.
Zikrayanti. 2014. Hubungan Antara Keterampilan Sosial dan Stres Pada Anak Berbakat. Skripsi tidak diterbitkan. Universitas Guna Dharma.
Samani & Hariyanto, 2011. Konsep dan Model Pendidikan Karakter.Bandung:Rosdakarya. Sanjaya, 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
452 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Kualitas Layanan Toko Roti Di Kota Malang Yuliasti Ika Handayani Sudarmiatin Program Studi Manajemen Universitas Negeri Malang Email:
[email protected]
Abstrak : Pada masa sekarang ini, produk tidak hanya diberikan dengan kualitas baik namun bersamaan dengan kualitas layanan yang baik pula. Kualitas layanan akan memberikan nilai lebih kepada perusahaan dan diharapkan dapat melebihi harapan konsumen. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kualitas layanan toko roti Citra Kendedes Cabang Sawojajar Malang. Penelitian ini mempunyai lima sub variabel. Kualitas layanan meliputi bukti fisik, keandalan, daya tanggap, jaminan, dan empati. Populasi dalam penelitian ini adalah pelanggan toko roti Citra Kendedes Cabang Sawojajar Malang yang datang dan membeli di toko roti Citra Kendedes selama bulan Maret 2012 yaitu sejumlah 372 orang. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 80 responden. Teknik pengambilan sampel yang dipakai dalam penelitian ini adalah random sampling dan menggunakan rumus Slovin. Dengan menggunakan analisis deskripsi kuantitatif, hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kualitas layanan toko roti Citra Kendedes Cabang Sawojajar Malang adalah yang memiliki nilai tertinggi adalah variabel empati. Saran yang dapat peneliti sampaikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Toko roti Citra Kendedes Cabang Sawojajar Malang mampu mempertahankan serta meningkatkan kualitas layanan yang diberikan selama ini dengan baik ssuai dengan kebutuhan pelanggan. (2) Toko roti Citra Kendedes perlu mengadakan pelatihan karyawan agar karyawan lebih sigap, lebih cepat, lebih ramah, dan lebih terstruktur dalam berkomunikasi dengan konsumen yang datang. (3) Peneliti menyarankan agar peneliti lain mengambil variabel lain untuk penelitian yang akan datang, seperti kualitas produk, promosi, minat dan variabel lain yang berkaitan dengan pemasaran. Kata Kunci: Kualitas Layanan, Toko Roti
Kualitas layanan adalah hal yang sangat melekat dalam kehidupan kita sekarang. Manusia memiliki lima kebutuhan seperti yang dikemukakan Maslow kebutuhan tersebut antara lain adalah phisic needs, safety needs, social needs, esteem needs, self actualization needs. Dalam upaya pemenuhan tersebut, manusia membutuhkan orang lain. Pelayanan diperlukan dalam upaya pemenuhan kebutuhan manusia. Para pemasar menyadari bahwa produk saja tidak cukup untuk memuaskan konsumen. Pemasar berupaya untuk memikat konsumen agar tidak beralih kepada pesaing, tidak hanya dengan kualitas yang baik, namun juga memberikan layanan yang baik. Setiap konsumen harus
merasa bahwa dialah yang nomor satu. Hal tersebut akan memberikan rasa bangga pada setiap masing-masing individu. Konsep kualitas layanan dikembangkan karena tuntutan konsumen semakin hari semakin tinggi. Perusahaan perlu memperhatikan pelayanan dengan menunjukkan sikap positif kepada konsumen yang datang. Dengan memberikan sikap positif, akan memudahkan perusahaan untuk mendeteksi kebutuhan mereka. Setelah kebutuhan dan selera konsumen dapat dimengerti, maka perusahaan dapat mencari celah untuk melakukan analisis kebutuhan pasar. Tren apa yang sedang berkembang di masyarakat, bagaimana pola konsumen, tingkat
453 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
pendapatan, resistensi pelanggan, perusahaan Kendedes pertama dibuka dan mendapatkan akan menentukan strategi dari data tersebut. sambutan yang baik oleh pelanggan Citra Pemenuhan kebutuhan dapat dilakukan bila Kendedes. analisis dilakukan dengan tepat. Selain produk Bila pada awalnya Citra Kendedes hanya yang bermutu, perusahaan memberikan kualitas memiliki sedikit varian roti, seiring dengan pelayanan yang baik pula. Hal ini akan berkembangnya pangsa pasar, Citra Kendedes mendorong pelanggan untuk kembali lagi. Ini memberikan banyak variasi roti. Tidak terbatas merupakan langkah jangka panjang karena pada bakery, namun juga ada pudding, tart, pesaing selalu ada. pastry, sandwich, kue basah serta cookies. Citra Kendedes adalah produsen roti yang Dengan adanya variasi yang semakin banyak, berskala cukup besar di Kota Malang. Penelitian semakin memanjakan selera konsumen Citra ini dilakukan untuk melihat kondisi kualitas Kendedes. layanan Toko Roti Citra Kendedes Cake and Saat ini, Citra Kendedes memiliki 11 outlet Bakery. Usaha ini berawal pada tahun 1995 di yang berada di wilayah Kota Malang, Kabupaten Kota Malang dengan pabriknya di Mendit. Pada Malang, Kota Batu, dan Pasuruan. Persebaran awalnya, Citra Kendedes melakukan usaha Toko Roti Citra Kendedes adalah seperti yang dengan berkeliling di area Malang serta dititipkan disajikan pada tabel berikut: di minimarket. Pada tahun 2006, outlet Citra Tabel 1. Outlet Citra Kendedes Cake and Bakery NO CABANG ALAMAT 1 Sulfat Jl. Ruko Sulfat no. 74 Malang 2 Suhat Jl. Soekarno Hatta B3 Kav A 3 Sawojajar Jl. Danau Toba Blok B no. 7 Jl. Raya Singosari no. 67 Ruko SBC Kav 4 Singosari F 5 Dinoyo Jl. MT Haryono no. 73 Malang 6 Kawi Jl. Kawi Atas no. 10 Malang 7 Batu Jl. Diponegoro no. 65 Batu 8 Sigura Gura Jl. Sigura Gura Kav 5 no. 2 9 Kepanjen Jl. A. Yani 9 Kav A Kepanjen 10 Araya Blok P6-61 Malang 11 Pasuruan Jl. Dr Wahidin no. 162 Pasuruan Sumber: www.citrakendedesbakery.com. Diolah peneliti. Peneliti mengambil outlet Sawojajar sebagai studi karena outlet Sawojajar dikenal sebagai outlet yang memiliki pelayanan terbaik diantara 10 outlet lainnya. Hal ini dibuktikan dengan adanya penghargaan yang diberikan oleh Citra
Kendedes ketika menilai kualitas layanan outletoutlet yang tersebar di wilayah Malang dan sekitarnya. Di wilayah Sawojajar, Citra Kendedes memiliki banyak pesaing. Berikut Toko Roti yang berdekatan dengan Citra Kendedes:
Tabel 2. Toko Roti di sekitar Citra Kendedes Sawojajar NO NAMA TOKO ROTI JARAK 1 Dhea < 1 km 454 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
2 New York Bakery 3 Breadstory 4 Gaya Baru 5 ILO 6 Laritta 7 Prima Sumber: Observasi Peneliti April 2016. Berdasarkan data diatas, dapat dilihat bahwa persaingan bisnis roti di wilayah Sawojajar cukup besar. Citra Kendedes menerapkan strategi seperti dalam semboyannya yaitu “Kami Mengutamakan Mutu dan Rasa”. Tidak terbatas pada kualitas produk dan inovasi namun kualitas pelayanan di outlet juga sangat diperhatikan. Tjiptono (2007:370) menyatakan bahwa konsumen tidak mudah berpindah ke perusahaan yang menawarkan harga lebih rendah karena ada Dalam pemasaran produk, kualitas layanan juga memiliki peranan penting. Kualitas layanan akan membantu perusahaan dalam memenuhi harapan konsumen. Parasuraman, Berry, dan Zeithhaml (1985) mengemukakan “service quality” sebagai seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan pelanggan atas layanan yang mereka terima/peroleh. Tijptono (2007:258) menyatakan bahwa kualitas layanan berfokus kepada upaya memenuhi kebutuhan konsumen dengan ketepatan penyampaian untuk mengimbangi harapan konsumen. Pengertian kualitas menurut Kotler (2002) adalah “keseluruhan ciri serta sifat dari suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh paada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat”. Pada umumnya pelayanan yang bertaraf tinggi akan menghasilkan kepuasan yang tinggi serta pembelian ulang yang lebih sering. Kata kualitas mengandung banyak definisi dan makna, orang yang berbeda akan mengartikannya secara berlainan tetapi dari beberapa definisi yang dapat kita jumpai memiliki beberapa kesamaan
< 1 km < 1km < 1km < 1 km < 2 km < 2 km
empat nilai utama yang telah diberikan oleh perusahaan yang menjadi langganannya. Nilainilai tersebut antara lain: (1) keunggulan produk; (2) keunggulan layanan; (3) reputasi merek; (4) dan budaya berorientasi pada konsumen yaitu memberikan perhatian secara individual kepada setiap konsumen. Pernyataan ini juga didukung oleh Kotler (2009:19) bahwa “konsumen menyukai produk yang menawarkan kualitas, kinerja, atau fitur inovatif terbaik”. walaupun hanya cara penyampaiannya saja biasanya terdapat pada elemen sebagai berikut (1) kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihkan harapan pelanggan; (2) kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan; (3) kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah. Maka kualitas pelayanan harus diperhatikan perusahaan dalam pemenuhan kebutuhan dan harapan konsumen karena kondisinya selalu dinamis (Garvin dalam Nasution, 2001:16). Dalam Tjiptono (2007:273) terdapat lima dimensi kualitas pelayanan, yaitu: (1) Dimensi keandalan (reliability), meliputi kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan; (2) Dimensi daya tanggap (responsiveness), mencakup keinginan para staf dan karyawan untuk membantu pelanggan memberikan pelayanan dengan tanggap; (3) Dimensi jaminan (assurance), mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sikap dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, risiko, dan keragu-raguan; (4) Dimensi
455 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
empati (emphaty) meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para METODE Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah pengunjung Toko Roti Citra Kendedes Cabang Sawojajar yang datang pada Bulan Maret 2012 sejumlah 372 orang. Teknik pengambilan sampel adalah random sampling sebanyak 80 orang. HASIL & PEMBAHASAN Hasil Dalam penelitian ini kualitas layanan diukur
PERTANYAAN
1
%
pelanggan. (5) Dimensi bukti langsung (tangible), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi. dengan menggunakan 5 variabel yang diuraikan oleh Tjiptono (2007:273), diantaranya bukti fisik, keandalan, daya tanggap, jaminan, dan empati. Pengukuran variabel kualitas layanan menggunakan indikator dari masing-masing sub variabel. Skor terendah dari variabel kualitas layanan adalah 1 yaitu “SANGAT TIDAK BAIK”, 2 yaitu “TIDAK BAIK”, 3 adalah “CUKUP BAIK”, 4 adalah “BAIK”, b dan skor tertinggi adalah 5 yaitu “SANGAT BAIK”. (1) Bukti Fisik Distribusi frekuensi variabel bukti fisik berdasarkan persepsi atau penilaian responden adalah sebagai berikut:
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Bukti Fisik SKOR JAWABAN 2 % 3 % 4 % 5
Desain eksterior 4 5 6 7,5 28 35 33 dan interior toko Kondisi fasilitas 2 2,5 16 20 33 41,2 27 Penampilan 2 2,5 6 7,5 28 35 34 karyawan Penempatan 5 6,2 4 5 41 51,2 22 fasilitas toko Sumber: SPSS 16.0 for Windows. 2016. Diolah Peneliti Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa kondisi bukti fisik yang ada di toko roti Citra Kendedes cabang Sawojajar Malang yang meliputi desain eksterior dan interior, kondisi fasilitas, penampilan karyawan, serta penempatan fasilitas dalam kondisi yang cukup baik. Hal ini ditunjukkan dari nilai grand mean keempat item pertanyaan adalah sebesar 3,36. Desain eksterior outlet Citra Kendedes memiliki ciri khas dominasi warna kuning dan coklat. Hal tersebut senada dengan warna seragam karyawan yakni kuning dan menggunakan apron berwarna coklat sehingga
%
MEAN
41,2
9
11,2
3,46
33,8
2
2,5
3,14
42,5
10
12,5
3,55
27,5
8
10
3,30
memberikan kesan hangat kepada pengunjung. Desain eksterior dan interior, penampilan karyawan, berada di kondisi di baik. Untuk kondisi fasilitas, serta penempatan fasilitas toko, dapat dilihat persentase terbesar ada pada kondisi cukup baik. Beberapa pelanggan mengeluh mengenai AC yang kurang dingin, layout yang memberikan kesan “sempit” pada outlet, sehingga ketika pelanggan datang dalam jumlah banyak, mereka tidak bisa leluasa memilih produk yang diinginkan. (2) Keandalan Distribusi frekuensi variabel keandalan
456 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
berdasarkan persepsi atau penilaian responden
adalah sebagai berikut:
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Keandalan SKOR JAWABAN PERTANYAAN 1 % 2 % 3 % 4 % 5 % MEAN Keramahan 2 2,5 8 10 29 36,2 16 20 25 31,2 3,68 karyawan Layanan via 1 1,2 15 18,8 30 37,5 27 33,8 7 8,8 3,30 telepon Layanan pesan 2 2,5 4 5 39 48,8 24 30 11 13,8 3,48 antar Kecepatan 4 5 3 3,8 35 43,8 29 36,2 9 11,2 3,45 pelayanan GRAND MEAN 3,48 SuSumber: SPSS 16.0 for Windows. 2016. Diolah Peneliti. Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa kondisi keandalan yang meliputi keramahan, pelayanan via telepon, pesan antar, dan kecepatan pelayanan pada toko roti Citra cabang Sawojajar Malang sedang dalam kondisi cukup baik. Hal ini dilihat dari grand mean variabel keandalan sebesar 3,48. Keramahan adalah hal yang penting dan menjadi hal yang penting untuk diberikan para pramuniaga Citra Kendedes. Layanan via telepon cukup baik, namun beberapa pelanggan
mengeluhkan pemesanan untuk Citra Kendedes memberikan pelayanan online. Layanan pesan antar juga cukup baik dan tepat waktu. Kecepatan dalam melayani pelanggan dirasakan cukup baik meskipun antrian panjang, pramuniaga sigap dalam memberikan layanan (3) Daya Tanggap Distribusi frekuensi variabel daya tanggap berdasarkan persepsi atau penilaian responden adalah sebagai berikut:
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Daya Tanggap PERTANYAAN Kesigapan dan kepekaan karyawan Salam dan sapa Karyawan menjawab pertanyaan dengan baik dan jelas
1 9 10
4
SKOR JAWABAN % 3 % 4 17, 3,8 14 39 5
% 11, 2 12, 5
2
1 6
20
12
15
27
5
9
11, 2
26
32, 5
27
3
GRAND MEAN
% 48, 8 33, 8 33, 8
5 15 15
14
% 18, 8 18, 8 17, 5
MEA N 3,60 3,26
3,48 3,44
Sumber: SPSS 16.0 for Windows. 2016. Diolah Peneliti Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa kondisi variabel daya tanggap yang meliputi kesigapan karyawan, pemberian salam
dan sapa, serta pemberian informasi yang jelas pada toko roti Citra cabang Sawojajar Malang sedang dalam kondisi cukup baik. Hal ini dilihat
457 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
dari grand mean variabel daya tanggap sebesar 3,44. Kesigapan dan kepekaan karyawan, serta pemberian salam dan sapa dinilai efektif oleh konsumen sebagai wujud daya tanggap Citra Kendedes. Karyawan juga baik dalam memberikan infomasi produk serta menawarkan
bantuan kepada konsumen bila mengalami kesulitan. (4) Jaminan Distribusi frekuensi variabel jaminan berdasarkan persepsi atau penilaian responden adalah sebagai berikut:
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Jaminan PERTANYAAN Kebersihan toko Proses produksi Keamanan parkir Kemampuan produksi Kreasi dan inovasi
1 6 3 5
% 7,5 3,8 6,2
2 12 23 18
SKOR JAWABAN % 3 % 4 15 32 40 24 28,8 37 46,2 14 22,5 34 42,5 19
% 30 17,5 23,8
5 6 3 4
% 7,5 3,8 5
3
3,8
9
11,2
3
3,8
MEAN 3,15 2,89 2,99
14
17,5
33
41,2
21
26,2
3,75
12 15 30 GRAND MEAN
37,5
23
28,8
12
15
3,36 3,23
Sumber: SPSS 16.0 for Windows. 2016. Diolah Peneliti.
Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa kondisi variabel jaminan yang meliputi kebersihan toko, proses produksi, keamanan parkir, kemampuan produksi, serta kreasi dan inovasi pada toko roti Citra cabang Sawojajar Malang sedang dalam kondisi cukup baik. Hal ini dilihat dari grand mean variabel jaminan sebesar 3,23. Kebersihan toko, proses produksi, keamanan parkir serta kreasi dan inovasi dinilai cukup baik. Konsumen memperhatikan kebersihan toko, dari lantai, kaca, tempat display produk, chiller, dan tray untuk mengambil roti yang akan dibeli, dan mereka menilai Citra Kendedes cukup baik dalam memberikan jaminan kebersihan dan proses produksi. Kemampuan produksi memiliki peringkat lebih
tinggi, yaitu dinilai baik, karena fasilitas open kitchen membuat konsumen bisa leluasa melihat kemampuan para bakers dalam bekerja dan dinilai baik dalam segi kemampuan. Terbukti dari supply yang jarang sekali terlambat, kualitas rasa dan bahan yang digunakan membuat jaminan akan kemampuan produksi meraih skor yang tinggi. (5) Empati Pengukuran variabel empati menggunakan indikator-indikator yang dikembangkan oleh peneliti menjadi 2 pertanyaan. Distribusi frekuensi variabel daya tanggap berdasarkan persepsi atau penilaian responden adalah sebagai berikut:
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Empati SKOR JAWABAN PERTANYAAN 1 % 2 % 3 % 4 Perhatian saat 11, 12, 22, menerima 9 10 18 28 2 5 5 pesanan Cara menghadapi 27, 38, 2 2,5 22 31 25 keluhan 5 8
MEA N
%
5
%
35
15
18, 8
3,38
31, 2
25
31, 2
3,99
458 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
konsumen GRAND MEAN Sumber: SPSS 16.0 for Windows. 2016. Diolah Peneliti. Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa kondisi variabel empati yang meliputi perhatian saat menerima pesanan dan cara menghadapi keluhan konsumen pada toko roti Citra cabang Sawojajar Malang sedang dalam kondisi cukup baik. Hal ini dilihat dari grand mean variabel empati sebesar 3,69. Pembahasan Dari kelima variabel kualitas layanan, dilihat grand mean masing-masing variabel yaitu bukti fisik sebesar 3.36, keandalan 3.48, daya tanggap 3.44, jaminan 3.23, dan empati 3.69. Dapat disimpulkan bahwa variabel empati yang memiliki skor paling tinggi. Menurut konsumen, pramuniaga memiliki perhatian yang baik ketika menerima pesanan. Secara umum, ketika konsumen hendak memesan roti untuk sebuah acara, mereka mengalami kebingungan dalam menentukan pilihan. Pramuniaga memberikan informasi kepada konsumen mengenai rasa, bentuk, keserasian dengan acara, juga harga. Namun dalam menghadapi keluhan , konsumen menilai cukup baik. Sejauh ini, komplain dan keluhan konsumen dapat diatasi dan diselesaikan dengan baik. Ini merupakan komitmen Citra Kendedes untuk menjaga kepercayaan konsumen.
DAFTAR RUJUKAN Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi VI, Jakarta: Rineka Cipta.
3,69
SIMPULAN & SARAN Simpulan Secara keseluruhan, kondisi kualitas layanan toko roti Citra Kendedes yang meliputi bukti fisik, keandalan, daya tanggap, jaminan, dan empati dalam keadaan cukup baik. Hal ini dilihat dari rata-rata skor berada di kisaran angka tiga. Toko roti Citra Kendedes Cabang Sawojajar Malang mampu mempertahankan serta meningkatkan kualitas layanan yang diberikan selama ini dengan baik sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Saran Untuk lebih meningkatkan kualitas pelayanan, pihak perusahaan dapat mengkaji ulang dan memperbaiki pelayanan yang diberikan selama ini kepada pelanggan sesuai dengan saran-saran yang diberikan setiap pelanggan. Adanya website resmi Citra Kendedes namun peneliti melihat website tersebut belum dimaksimalkan. Akun Instagram juga dilihat sudah lama tidak digunakan. Akan sangat baik bila website dan akun media sosial tersebut dapat lebih komunikatif serta lebih informatif agar mempermudah konsumen untuk mengakses informasi yang dibutuhkan. Melihat persaingan semakin ketat, tentu di era teknologi yang melaju pesat ini, kemudahan informasi sangat dibutuhkan oleh pelanggan.
Buttle,
F. 2007. Customer Relationship Management: Concept and Tools. Malang: Bayumedia Publishing.
Gaspersz, V. 2003. Total Quality Management. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
459 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Griffin, J. 2005. Customer Loyalty: Menumbuhkan dan Mempertahankan Kesetiaan Pelanggan. Jakarta: Erlangga.
Santoso, S. 2000. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Jakarrta: PT Elex Media Komputindo.
Hurriyati, R. 2008. Bauran Pemasaran dan Loyalitas Konsumen. Bandung: ALFABETA CV.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D). Cetakan Kesebelas. Bandung: Alfabeta.
Kotler, P. 2002. Manajemen Pemasaran. Edisi Millenium. Jilid 1. Jakarta: PT. Prehallindo. Kuncoro, M. 2004. Metode Kuantitatif: Teori dan Aplikasi Untuk Bisnis dan Ekonomi. Edisi Kedua. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Nasution, M. 2001. Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Manajemen). Jakarta: Gralia Indonesia. Parasuraman, A., Zeithaml, V.A., Berry, L.L. 1985. A Conceptual Model of Service Quality and Its Implications for Future Research. Journal of Marketing. 49: 4150.
Sulaiman, W. 2004. Analisis Regresi Menggunakan SPSS. Yogyakarta: ANDI. Suliyanto. 2006. Metode Riset Bisnis. Yogyakarta: Andi Offset. Tjiptono, F. 2007. Pemasaran Jasa. Malang: Bayumedia Publishing. Tjiptono, F. 2008. Strategi Yogyakarta: Andi Offset.
Pemasaran.
UM. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, Disertasi, Artikel, Makalah, Tugas Akhir, Laporan Penelitian, (Edisi Kelima). Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang.
460 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Program Sekolah Menengah Kejuruan Sebagai Strategi Dalam Menciptakan Wirausaha Muda Lia Nur Enis Ratna Wijayanti Tri Atmadji Sutikno Sukarnati Pendidikan Kejuruan: Pascasarjana, Universitas Negeri Malang Email:
[email protected] Abstrak : Suatu negara dikatakan makmur jika jumlah penduduknya minimal 2% menjadi wirausaha. Perekonomian suatu bangsa dikatakan baik, jika jumlah penganggurannya sedikit. Akan tetapi jumlah pengangguran di Indonesia masih tinggi, dan didominasi oleh lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebesar 9,05%. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah menciptakan wirausaha muda dari lulusan SMK karena telah dibekali dengan keahlian khusus di bidangnya. Salah satu paket keahlian yang terdapat pada SMK, yaitu Teknik Komputer dan Jaringan. Paket keahlian ini mempelajari tentang perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, dan memiliki banyak peluang usaha. Selain itu, Sekolah memiliki peran agar lulusannya dapat merubah pola pikir dari pencari kerja menjadi pencipta lapangan kerja. Hal ini sejalan dengan diberlakukannya perdagangan bebas Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), sehingga semua pihak terutama lulusan SMK harus mampu bersaing dalam meningkatkan kualitas hidupnya. Tujuan dari penulisan artikel ini yaitu, (1) berbagai bentuk program SMK dalam membentuk wirausaha muda; dan (2) berbagai jenis usaha bagi lulusan SMK TKJ. Berdasarkan hasil pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa (1) program sekolah yang dapat membentuk wirausaha, meliputi (a) pembelajaran produktif, (b) pendidikan kewirausahaan, (c) layanan bimbingan karir, (d) koperasi siswa, (e) unit produksi, serta (f) praktek kerja industri; dan (2) jenis usaha yang dapat digeluti oleh lulusan SMK TKJ, meliputi (a) jual beli komputer dan aksesoris, (b) servis hardware dan software; (c) desain grafis; (d) web programing; (e) ahli jaringan; dan (f) jasa kursus komputer. Kata Kunci: wirausaha muda, program sekolah, jenis usaha, SMK, Teknik Komputer dan Jaringan
Daya saing ekonomi suatu negara memiliki peran yang penting bagi kemajuan suatu negara. Berdasarkan Global Competitiveness Report 2015-2016 yang dirilis oleh World Economic Forum (WEF), pada tahun 2015 Indonesia menempati urutan ke 37 dari 140 negara, sedangkan di ASEAN Indonesia berada pada urutan ke empat (CNN Indonesia, 4 Oktober 2015). Data tersebut menjadi salah satu parameter atau tolok ukur dalam menghadapi perdagangan bebas internasional tingkat ASEAN, yaitu Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Pemerintah telah melakukan sejumlah upaya dalam meningkatkan kesiapan dan kompetensi pekerja lokal dalam menghadapi MEA. Bentuk
upaya tersebut berupa 85 standard kompetensi kerja nasional Indonesia (SKKNI) serta akreditasi 725 balai latihan kerja dan lembaga pelatihan kerja swasta (LPKS). Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri mengatakan bahwa pemerintah juga telah melakukan pelatihan wirausaha dan keterampilan kerja bagi 717.454 calon tenaga kerja dan melakukan sertifikasi terhadap 167 lembaga sertifikasi profesi (LSP) sebagai kesiapan menghadapi MEA (Republika, 2 Januari 2016). Beberapa upaya pemerintah di atas untuk mempersiapkan angkatan kerja agar mampu bersaing dalam pasar bebas MEA. Kesiapan tenaga kerja merupakan komponen penting.
461 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya alam dan manusia yang berlimpah. Tidak hanya jumlah penduduknya yang banyak, tetapi juga memiliki sumber daya alam yang kaya. Indonesia memiliki modal, peluang dan potensi yang besar untuk menjadi negara maju apibila dapat mengolah kedua sumber daya tersebut secara efektif dan efisien. Kesejahteraan suatu negara dapat dilihat dari sedikitnya masyarakat miskin dan angka penganggurannya. Akan tetapi pada kenyataannya jumlah pengangguran di Indonesia masih relatif tinggi. Berita Sindonews (5 Mei 2015) menyampaikan bahwa data BPS hingga bulan Februari 2015 jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,45 juta orang. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) didominasi oleh lulusan SMK. Persentase pengangguran terbuka berdasarkan tingkat pendidikan adalah sebagai berikut: (1) SMK: 9,05%; (2) SMA: 8,17%; (3) Diploma: 7,49%; (4) SMP: 7,14%; (5) Universitas: 5,34%; dan SD ke bawah: 3,61%. Besarnya angka pengangguran dikaitkan dengan jumlah lapangan pekerjaan yang terbatas, sementara jumlah lulusan meningkat setiap tahunnya. Suatu negara dikatakann makmur jika jumlah penduduknya minimal 2% berprofesi sebagai wirausaha (Frinces, 2011:4). Sedangkan menurut Menteri Koperasi dan UKM jumlah wirausaha di Indonesia hanya sekitar 1,65% dan masih kalah dibandingkan dengan negara tetangga (Republika, 12 Maret 2015). Berdasarkan beberapa uraian mengenai persiapan menghadapi MEA, jumlah pengangguran yang relatif tinggi dan tuntutan negara makmur, maka salah satu solusi yang diterapkan adalah dengan menciptakan wirausaha muda dari lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Karena SMK merupakan satu-satunya sekolah yang menghasilkan lulusan dengan kemampuan dan keterampilan siap pakai. Pemerintah memiliki kemampuan yang terbatas untuk mengerjakan semua bidang, oleh karena itu pemerintah juga memerlukan peran serta dari
masyarakat. Salah satunya dengan menciptakan wirausaha diberbagai bidang. Setiap manusia yang memiliki keahlian masing-masing dapat dijadikan bekal dalam berwirausaha. Pada kenyataannya saat ini jumlah lulusan SMK yang menjadi wirausahawan hanya satu hingga dua persen dari total lulusan 950.000 siswa/tahun, harapannya paling tidak ada 10% lulusan SMK yang mampu berwirausaha (Suaramerdeka, 24 November 2010). Beberapa alasan lulusan SMK tidak ingin berwirausaha adalah adalanya pola pikir menjadi pegawai (job seeker) lebih bergengsi daripada sebagai wirausaha (job creator), serta kurang adanya modal dan keberanian dalam mengambil resiko. Mereka lebih tertarik menjadi PNS, pegawai BUMN, perusahaan ternama, dan mendapatkan gaji yang tetap setiap bulannya. Pendidikan kejuruan menurut Undangundang Negara Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (Depdiknas, 2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 15, merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja pada bidang tertentu. Implementasi dari undang-undang tersebut, dikembangkan sebuah pendidikan kejuruan berupa Sekolah Menengah Kejuruan. Menurut Dikmenjur (2008:9) tujuan dari lulusan SMK yaitu: (1) memasuki lapangan kerja dan mengembangkan sikap profesional; (2) mampu memilih karier, mampu berkompetensi dan mengembangkan diri; (3) menjadi tenaga kerja tingkat menengah untuk mengisi kebutuhan dunia usaha/industri saat ini dan masa yang akan datang; dan (4) menjadi tenaga kerja yang produktif, adaptif, dan kreatif. SMK merupakan salah satu embrio penting dalam mengembangkan SDM. Selain itu merupakan jenis pendidikan nasional yang bertujuan dalam menyiapkan peserta didik untuk menjadi tenaga yang ahli terampil dalam suatu keahlian tertentu. Pembelajaran di SMK membekali peserta didik dalam kemampuan yang praktis sehingga dapat dimanfaatkan dalam dunia
462 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
kerja, serta mampu menciptakan lapangan pekerjaan sendiri. Suyitno (2014: 44) mengatakan bahwa pendidikan kejuruan memiliki kewajiban moral untuk berkontribusi pada pembangunan ekonomi negara dalam mengatasi pengangguran. Matthoriq (2009) menyatakan bahwa terdapat beberapa alasan SMK memiliki peran dalam menciptakan budaya wirausaha, yaitu: (1) SMK merupakan level pendidikan yang dapat dijangkau oleh sebagian besar masyarakat dengan berbagai tingkat ekonomi, (2) SMK merupakan institusi pendidikan menengah formal yang dikembangkan untuk mencetak lulusan siap kerja, sehingga siswa dan atau lulusannya dirasa cukup mampu untuk bekerja ditingkat menengah atau pelaksana madya yang memiliki kemampuan dan ketrampilan teknis sekaligus bisa menjadi pemikir (thinker), (3) Direktorat Pembinaan SMK telah berkomitmen mengembangkan pendidikan dan pelatihan kewirausahaan bagi siswa SMK di seluruh Indonesia. Salah satu visi pendidikan kejuruan adalah sebagai wahana pencipta lapangan pekerjaan (job creator) (Mukhadis, 2013:8). Pujiastuti (2012:68) untuk mengatasi masalah pengangguran adalah dengan merubah pola pikir sebagai pencipta lapangan pekerjaan (job creatror). Hendro (2011:5) menganalogikan jika satu orang lulusan SMK menjadi wirausaha, dia akan mengajak satu temannya sebagai partner dan satu orang lagi menjadi karyawan. Misalkan 10 % lulusan SMK menjadi wirausaha, yang akan bergabung menjadi 20%, sehingga dapat sebanyak 30% pengangguuran dapat berkurang. Jika mayoritas lulusan SMK memiliki pola pikir (mindset) demikian, maka dapat menjadi alternatif pemecahan masalah pengangguran di Indonesia. Salah satu paket keahlian yang ada pada SMK adalah Teknik Komputer dan Jaringan. Paket keahlian ini mempelajari tentang perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Khusunya tentang jaringan dan komputer, baik secara hardware maupun software. Di era perkembangan teknologi yang
semakin pesat sekarang ini, hampir semua bidang pasti membutuhkan komputer dan internet. Seperti bidang pendidikan, ekonomi, pemerintahan, politik, perdagangan, dsb, pasti memanfaatkan komputer dan jaringan internet. Keberadaan tersebut mengakibatkan besarnya peluang usaha bagi lulusan SMK TKJ. Terdapat berbagai jenis usaha yang dapat digeluti oleh lulusan SMK antara lain (a) jual beli komputer dan aksesoris, (b) servis hardware dan software; (c) desain grafis; (d) web programing; (e) ahli jaringan; dan (f) jasa kursus komputer. Cara yang dapat dilakukan adalah menumbuhkan minat wirausaha sejak dini melalui pembelajaran di SMK. Pembelajaran dalam konteks kurikulum 2013 mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa. Salah satu proses pembelajaran di SMK yang bertujuan untuk menciptakan lulusan yang memiliki jiwa wirausaha dan siap bekerja, dengan diwajibkannya matapelajaran Prakarya dan Kewirausahaan. Setiap keluaran dari pendidikan kejuruan diharapkan mampu mempunyai kemamuan dan kemampuan sesuai dengan bidangnya masing-masing untuk mengembangkan diri dan masyarakat dengan berwirausaha. Pembentukan wirausaha muda dari lulusan SMK dapat dipersiapkan oleh satuan pendidikan masing-masing melalui berbagai program kegiatan. Baik melalui pembelajaran yang diwajibkan maupun pilihan. Sekolah memiliki peranan penting dalam menghasilkan output yang berkualitas dan mampu bersaing di dunia usaha dan industri. Terdapat beberapa jenis program yang dilaksanakan oleh sekolah untuk menciptakan wirausaha muda. Tujuan dari penulisan artikel ini adalah memaparkan (1) berbagai program sekolah menengah kejuruan sebagai strategi dalam menciptakan wirausaha muda; dan (2) berbagai jenis usaha bagi lulusan SMK TKJ. Kewirausahaan
463 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Kewirauasahaan adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari tentang nilai, kemampuan dan perilaku seseorang dalam menghadapi tantangan hidup untuk memperoleh peluang dengan berbagai resiko yang mungkin dihadapinya (Suryana, 2013:8). Sedangkan menurut Wibowo (2011) kewirausahaan adalah suatu kemampuan untuk mengubah rongsokan dan kotoran menjadi emas. Hendro (2011:5) mengungkapkan bahwa, kewirausahaan merupakan sebuah ilmu, seni, dan keterampilan untuk mengelola semua keterbatasan sumber daya, informasi dan dana yang ada guna mempertahankan hidup, mencari nafkah, atau meraih posisi puncak dalam karir. Alma (2013:18) mengungkapkan bahwa wiraswasta merupakan seseorang yang modal utamanya adalah ketekunan yang dilandasi sikap optimis, kreatif, dan melakukan usaha sebagai pendiri pertma disertai dengan keberanian menanggung resiko berdasarkan suatu perhitungan dan perencanaan yang tepat. Timmons (2008:56) menjelaskan bahwa kewirausahaan sangat penting karena dapat membantu siswa menemukan jawaban atas pertanyaan mendasar seperti identitas, tujuan hidup, harapan, perannya di tengah masyarakat dan hubungan antara pikiran dan perbuatan. Kewirausahaan menjawab pertanyaan siapa diri kita sebenarnya sebagai seorang manusia, kewirausahaan juga menekankan pentingnya menentukan sasaran, tujuan, mengumpulkan informasi yang cukup, ketekunan, kecerdikan dan keuletan. Tujuan kewirausahaan pada dunia pendidikan menurut Hendro (2010:12) antara lain: (1) mempersiapkan bekal masa depan agar menjadi terampil; (2) mempersiapkan agar memiliki kecakapan untuk berkarir di bidang apapun; (3) memberikan ilmu untuk bertahan hidup dan mencari nafkah; (4) mewujudkan kesuksesan di dunia kerja atau usaha mandiri melalui kewirausahaan; (5) memajukan perekonomian Indoensia, menjadi lokomotif serta kemakmuran bangsa; (6) meningkatkan pendapatan keluarga dan daerah; (7) membuat
prestasi di sekolah; dan (8) membudidayakan sikap unggul, berperilaku positif dan kreatif. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kewirausahaan adalah sebuah ilmu, seni, dan keterampilan dalam mengelola sebuah barang yang sebelumnya memiliki nilai guna yang rendah menjadi sebuah barang atau jasa yang bernilai guna tinggi untuk mempertahankan hidup, mencari nafkah atau meraih sebuah kesuksesan. Sekolah Menengah Kejuruan Pengertian mengenai sekolah menengah kejuruan terdapat pada Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2008 pasal 1 ayat 21 yang menyatakan bahwa “Sekolah Menengah Kejuruan yang selanjutnya disingkat SMK adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang Pendidikan Menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs”. Sekolah menengah kejuruan melakukan proses belajar mengajar baik teori maupun praktik yang berlangsung di sekolah maupun di industri diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas. Sekolah menengah kejuruan mengutamakan pada penyiapan siswa untuk berlomba memasuki lapangan kerja. Menurut Utomo (2009: 9), tujuan Sekolah Menengah Kejuruan yaitu untuk mempersiapkan, memilih dan menempatkan calon tenaga keja sesuai dengan tanda-tanda pasar kerja. Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa sekolah kejuruan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan siswa dalam pengembangan diri dan untuk meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat. Menurut Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1990 pasal 3 ayat (2) disebutkan bahwa sekolah kejuruan bertujuan untuk menyiapkan siswa dalam memenuhi lapangan kerja, menyiapkan siswa agar mampu memiliki karir, dan menyiapkan tamatan agar menjadi warga Negara
464 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
yang produktif, adaptif, dan normatif. Secara garis besar tujuan diselenggarakan sekolah kejuruan adalah untuk membekali lulusan dengan kompetensi yang berguna bagi diri sendiri dalam karir dan kehidupan bermasyarakat. Tujuan sekolah menengah kejuruan akan lebih terarah jika kurikulum yang digunakan tepat dan dilaksanakan dengan baik. Teknik Komputer dan Jaringan Salah satu paket keahlian yang ada di SMK adalah Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ). Menurut Struktur Kurikulum 2013 paket keahlian ini mempelajari tentang pemrograman dasar, sistem komputer, perakitan dan perbaikan komputer, pengelolaan informasi, sistem operasi, jaringan, pemrograman website, komunikasi data, dan administrasi server. TKJ merupakan paket keahlian yang banyak diminati oleh masyarakat, dibuktikan bahwa hampir semua SMK memiliki paket keahlian ini. Setiap matapelajarannya berkaitan dengan teknologi informasi dan komunikasi yang saat ini menjadi kebutuhan pokok di semua bidang. Semakin besarnya kebutuhan masyarakat akan alat teknologi seperti komputer, laptop, printer, dan lain sebagainya yang sering rusak, maka semakin besar pula peluang dalam membuka usaha penjualan produk ataupun jasa. PEMBAHASAN Sekolah menengah kejuruan memiliki peranan penting dalam menciptakan tenaga kerja yang terampil di bidang eahlian tertentu. Selain siap bekerja di dunia usaha dan industri, lulusan SMK juga harus mampu menciptakan lapangan pekerjaan sendiri. Menurut Wijaya (2007) SMK didirikan untuk menciptakan sumber daya manusia yang siap bekerja serta mampu menciptakan pekerjaan sesuai dengan keterampilan dan bakat yang dimilikinya. Pada bab pembahasan terdapat uraian mengenai beberapa program sekolah yang dapat menciptakan wirausaha muda lulusan SMK serta
beberapa jenis usaha yang dapat ditekuni oleh lulusan SMK paket keahlian Teknik Komputer dan Jaringan. Program Sekolah Menengah Kejuruan Sekolah Menengah Kejuruan memiliki beberapa program sebagai strategi dalam menciptakan wirausaha muda lulusan SMK. Program tersebut ada yang termasuk ke dalam pembelajaran wajib dan pilihan, serta pelayanan kepada siswa untuk konsultasi terhadap karir siswa setelah lulus sekolah. Pembelajaran Produktif Mata Pelajaran Produktif adalah kelompok mata pelajaran yang berfungsi membekali peserta didik agar memiliki kompetensi kerja sesuai Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Bila dalam SKKNI belum tercantum, maka digunakan standar kompetensi yang disepakati oleh forum yang dianggap mewakili Dunia Usaha/Dunia Industri/Asosiasi Profesi. Mata Pelajaran Produktif bersifat melayani permintaan pasar kerja. Menurut struktur kurikulum 2013 paket keahlian Teknik Komputer dan Jaringan dibagi menjadi tiga kelompok matapelajaran. Matapelajaran produktif kejuruan terdiri dari tiga, yaitu dasar bidang keahlian, dasar program keahlian, dan paket keahlian. Dasar bidang keahlian terdiri dari fisika, pemrograman dasar, dan sistem komputer. Dasar pegram keahlian terdiri dari perakitan komputer dan K3LH, pengelolaan informasi, sistem oprasi dasar, jaringan dasar dan pemrograman web. Sedangkan paket keahlian terdiri dari, komunikasi data, sistem operasi lanjut, jaringan lanjut, administrasi server, jaringan nirkabel, keamanan jaringan dan kerja proyek. Matapelajaran produktif merupakan bekal utama yang sangat fundamental. Inti dari pembelajaran di SMK adalah pada matapelajaran ini. Keterampilan yang dimiliki siswa SMK berasal dari pengasahan teori dan prakteknya.
465 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Penelitian Nursara (2013) dihasilkan hubungan yang positif dan signifikan antara prestasi belajar mata keahlian produktif siswa. Semakin tinggi prestasi mata keahlian produktif maka minat berwirausaha juga semakin tinggi, begitu pula sebaliknya semakin rendah prestasi mata keahlian produktif maka minat berwirausaha juga semakin rendah. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, pembelajaran produktif memiliki peranan yang sangat penting dalam mempersiapkan wirausaha muda lulusan SMK. Pendidikan Kewirausahaan Profesi wirausaha dapat dibentuk melalui pendidikan kewirausahaan yang ada di sekolah, yaitu matapelajaran Prakarya dan Kewirausahaan. Matapelajaran ini merupakan matapelajaran wajib kelompok B. Pada struktur Kurikulum 2013 (Buku Guru Matapelajaran Prakarya dan Kewirausahaan, 2014), matapelajaran Kewirausahaan berubah menjadi Prakarya dan Kewirausahaan. Pada prinsipnya, konten Prakarya dan Kewirausahaan sama dengan matapelajaran Kewirausahaan yang terdapat pada kurikulum sebelumnya. Penambahan Prakarya adalah dengan memanfaatkan teknologi, kearifan lokal yang dapat mengangkat budaya bangsa, tujuannya adalah untuk memberi sumbangan pengembangan kreativitas sebagai sumber dari “industri kreatif” yang sedang diangkat dalam wacana pendidikan karakter bangsa. Harapannya adalah pembentukan karakter yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia. Tujuan matapelajaran Prakarya dan Kewirausahaan menurut buku guru matapelajaran Prakarya dan Kewirausahaan (2014) yaitu: (1) dilaksanakan sebagai pendidikan formal namun mengharapkan tujuan akhir mempunyai keterampilan ekonomis; (2) menghasilkan kualitas manusia yang mempunyai wawasan penciptaan berbasis pasar; (3) memfasilitasi
peserta didik mampu berekspresi kreatif melalui keterampilan teknik berkarya ergonomis, teknologis dan ekonomis; (4) melatih keterampilan menciptakan karya berbasis estetis, artistik, ekosistem, dan teknologis; (5) melatih memanfaatkan media dan bahan berkarya seni dan teknologi melalui prinsip ergonomis, higenis, tepat cekat cepat, ekosistemik dan metakognitif; (6) menghasilkan karya jadi atau spresiatif yang siap dimanfaatkan dalam kehidupan maupun bersifat wawasan dan landasan penngembangan apropriatif terhadap teknologi terbarukan dan teknologi kearifan lokal; dan (7) menumbuhkan jiwa wirausaha melalui melatih dan mengelola penciptaan karya/produksi, mengemas, dan usaha menjual berdasarkan prinsip ekonomis, ekosistemik, dan ergonomis. Alma (2013:6) mengatakan bahwa tujuan dari diberikannya pendidikan dan pelatihan kewirausahaan adalah untuk: (1) mengerti apa peran perusahaan dalam perekonomian; (2) keuntungan dan kelemahan berbagai bentuk perusahaan; (3) mengetahui karakteristik dan proses kewirausahaan; (4) mengerti perencanaan produk dan proses pengembangan produk; (5) mampu mengidentifikasi peluang bisnis dan menciptakan kreativitas, serta membentuk organisasi kerjasama; (6) mampu mengidentifikasi dan mencari sumber-sumber; (7) mengerti dasar-dasar marketing, finansial, organisasi, produksi; dan (8) mampu memimpin bisnis, menghadapi tantangan masa depan. Pengetahuan kewirausahaan merupakan salah satu pemicu seseorang untuk siap dalam berwirausaha. Seperti yang diungkapkan oleh Saiman (2009:48) bahwa seseorang yang telah memperoleh pelatihan, matapelajaran, seminar, kursus kewirausahaan akan tertarik untuk berwirausaha. Suherman (2008:36) menyebutkan bahwa tujuan utama dari pembelajaran kewirausahaan adalah membentuk jiwa wirausaha siswa, sehingga yang bersangkutan menjadi individu yang kreatif, inovatif, dan produktif. Oleh sebab itu pola umum pembelajaran kewirausahaan harus
466 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
diusahakan terdiri dari teori, praktek, dan implementasi. Lestari dan Wijaya (2012:113) pendidikan kewirausahaan dapat membentuk pola pikir, sikap dan perilaku siswa menjadi seorang wirausahawan (enterpreneur) sejati sehingga mengarahkan mereka untuk memilih berwirausaha sebagai sebuah karir. Serta didukung pula oleh Hendro (2011:5) yang mengatakan bahwa dengan ilmu kewirausahaan tercipta sebuah pola pikir (mindset) untuk tidak hanya berorientasi pada mencari pekerjaan saja, tetapi menyadarkan bahwa ada pilihan menarik lainnya selain mencari kerja, yaitu menciptakan lapangan kerja. Hasil penelitian Nasser (2015) adalah terdapat hubungan antara pengetahuan kewirausahaan terhadap kesiapan berwirausaha. Sesuai dengan hasil penelitian Nurbaya & Moerdiyanto (2011:18) serta Supraba & Rahdiyanta (2013:357) menyatakan bahwa semakin tinggi pengetahuan kewirausahaan siswa, maka semakin tinggi pula kesiapan berwirausaha. Projosesilo (2005) mengungkapkan bahawa pendidikan kewirausahaan yang diberikan di sekolah bertujuan untuk meningkatkan siswa menjadi seorang wirausahawan dan menyatakan bahwa pendidikan kewirausahaan yang diterima siswa di sekolah berpangaruh positif terhadap minatnya untuk berwirausaha. Pada saat pembelajaran kewirausahaan di sekolah terdapat suatu kegiatan praktik kewirausahaan. Merupakan pembelajaran untuk mengaplikasikan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dimiliki siswa pada suatu kegiatan wirausaha agar terdorong atau termotivasi dalam berwirausaha. Bentuk kegiatan praktek ini adalah setiap siswa diwajibkan untuk menghasilkan suatu karya yang siap pakai untuk dijual di lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat. Setiap siswa yang terlibat dalam kegiatan ini, akan terpacu semangatnya untuk menghasilkan keuntungan semaksimal mungkin.
Kesimpulan yang didapatkan dari beberapa uraian kajian literatur, bahwa pembelajaran kewirausahaan yang ada di sekolah mampu meningkatkan minat siswa SMK untuk menjadi seorang wirausaha muda tanpa bergantung dengan lowongan pekerjaan yang ada. Pembelajaran kewirausahaan di sekolah dapat meningkatkan minat wirausaha siswa SMK dikarenakan pembelajaran kewirausahaan mampu: (1) membentuk karakter yang yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia sebagai bekal dakam pembentukan "industri kreatif"; (2) merubah pola pikir dari pencari kerja menjadi pencipta lapangan kerja; (3) menghasilkan lulusan mempunyai wawasan penciptaan berbasis pasar; (4) melatih keterampilan dalam menciptakan suatu karya; (5) menumbuhkan jiwa wirausaha melalui melatih dan mengelola penciptaan karya, mengemas, dan menjual karya; (6) mengetahui peran wirausaha dalam perekonomian; (7) mengetahui karakteristik dan proses wirausaha; (8) memahami perencanaan produk dan proses pengembangan produk; (9) mengidentifikasi peluang bisnis; (10) mengerti dasar-dasar marketing, finansial, organisasi, produksi; dan (11) mampu memimpin bisnis, menghadapi tantangan masa depan. Layanan Bimbingan Karir Layanan bimbingan karir merupakan program sekolah dalam memfasilitasi siswa dalam mengetahui pekerjaan apa saja yang cocok untuk paket keahliannya, dan persyaratan apa saja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. Layanan ini memberikan bantuan kepada siswa SMK dalam menghadapi masalah-masalah seperti pemahaman terhadap dunis kerja, pengembangan karir, penyesuaian pekerjaan, dan pemahaman terhadap keadaan dirinya, serta kemungkinan pengembangan karir yang sesuai dengan kemampuannya.
467 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Terkait pentingnya membuka pandangan dalam berwirausaha bagi masa depan dunia kerja, selain meningkatkan kompetensi dalam pembelajaran produktif, siswa juga membutuhkan suatu bimbingan di sekolah yang disebut dengan bimbingan karier. Menurut Supriatna dan Budiman (2014: 27), materi-materi layanan bimbingan karier yang dapat di-kembangkan dan sejalan dengan tugas perkembangan siswa seperti keterkaitan pengetahuan, keterampilan, dan praktik program SMK dengan karier-karier tertentu dengan arah pengembangan karier yang diinginkan. Penelitian Astuti (2014), menunjukkan bahwa layanan bimbingan karier efektif dalam meningkatkan motivasi berwirausaha siswa di SMA Institut Indonesia Semarang. Arwana (2012) juga menyatakan bahwa bimbingan karier memiliki determinasi tinggi terhadap kesiapan kerja dan kesiapan berwirausaha siswa SMK. Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan bimbingan karier yang terdapat di sekolah penting untuk diperhatikan kontribusinya dalam motivasi dan kesiapan siswa SMK untuk berwirausaha. Layanan yang diberikan sekolah memberikan beberapa gambaran tentang dunia kerja dan peluang kerja. Pada program ini sekolah memberikan pula gambaran bahwa lulusan SMK tidak hanya sebagai pencari kerja, juga melainkan sebagai pencipta lapangan kerja. Bimbingan karir memberikan saran-saran, dan sebagai media sharing dan konsultasi antara sekolah dengan siswa. Layanan bimbinngan karir yang diberikan kepada siswa akan menjadikan siswa mempunyai minat berwirausaha. Sehingga setelah lulus dari SMK, siswa yang memiliki bakat dan kemampuan dapat mengembangkan dirinya sebagai seorang wirausaha muda. Koperasi Siswa Koperasi siswa adalah koperasi yang didirikan di lingkungan sekolah yang anggotaanggotanya terdiri atas siswa-siswi sekolah. Koperasi siswa dapat didirikan pada berbagai
tingkatan sesuai jenjang pendidikan, misalnya koperasi siswa dasar, koperasi siswa menengah pertama, dan seterusnya. Yakni sesuai dengan surat keputusan bersama antara Departemen Transmigrasi dan Koperasi dengan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 16 Juli 1972 Nomor 275/SKPTS/Mentranskop dan Nomor 0102/U/1983. Kemudian diterangkan lebih lanjut dalam surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi Nomor 633/SKPTS/Men/1974. Menurut surat keputusan tersebut, yang dimaksud dengan koperasi sekolah adalah koperasi yang didirikan di sekolah-sekolah SD, SMP, SMA, Madrasah, dan Pesantren. Setiap sekolah yang ada di Indonesia pasti memiliki koperasi siswa. Koperasi siswa merupakan unit usaha yang didirikan sekolah untuk menyediakan berbagai macam kebutuhan anggota sekolah, baik siswa, guru, karyawan, warga sekolah lainnya. Keberadaannya sangat bermanfaat bagi seluruh warga sekolah, karena menyediakan barang-barang yang sering digunakan di lingkungan sekolah, seperi alat tulis, fotocopy, makanan, seragam, dsb. Salah satu fungsi dari koperasi sekolah adalah sebagai wadah pembelajaran kewirausahaan bagi siswa. Karena sebagian besar sekolah melibatkan peserta didiknya terlibat dalam bertugas di dalam koperasi sekolah tersebut. Jadwal bagi secara merata, atau bissa berupa ekstrakurikuler bagi siswa yang tertarik saja. Selain itu koperasi dapat dimanfaatkan sebagai media berorganisasi, belajar mengelola unit usaha, dan melatih kemandirian. Koperasi yang ada di sekolah memiliki dua manfaat utama. Pertama, siswa dapat secara langsung mengenal, melihat, melakukan kegiatan berkoperasi. Pengetahuan yang didapatkan dapat langsung dipraktekkan secara nyata di sekolah. Kedua, koperasi berperan sebagai sumber pembelajaran dalam berwirausaha, dan berdampak pada pengurangan jumlah angka pengangguran dan kemiskinan, serta dapat meningkatkan jumlah wirausaha di Indonesia.
468 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Keterlibatan siswa di koperasi mengakibatkan siswa dapat melakukan praktek aktivitas transaksi seperti mencatat, membukukan, melayani pelanggan, mengelola uang, menata barang, dll. Dengan adanya kegiatan tersebut, secara tidak langsung memiliki korelasi positif terhadap minat berwirausaha siswa SMK. Sehingga pengembangan koperasi sekolah mampu menciptakan lingkungan kegiatan usaha yang dapat mempersiapkan peserta didiknya dalam menciptakan lapangan usaha sendiri. Apabila pelaksanaan koperasi dapat berjalan secara efektif, maka perkonomian akat meningkat. Unit Produksi Jasa Guruvalah (2010:2), unit produksi jasa merupakan suatu aktivitas bisnis yang dilakukan secara berkesinambungan dalam mengelola sumber daya sekolah sehingga dapat menghasilkan produk dan jasa yang mendatangkan keuntungan, baik keuntungan finansial maupun non finansial. Keuntungan nonfinansial berupa peningkatan keterampilan bagi guru dan siswa serta hubungan antara sekolah dengan masyarakat (perusahaan atau industri). Manajemen unit produksi adalah suatu kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian penyelenggaraan unit produksi jasa di sekolah guna mencapai tujuan yang diinginkan. UPJ merupakan tempat berlatihnya siswa melaksanakan pelajaran praktek secara produktif untuk menghasilkan suatu produk barang ataupun jasa yang bernuansa industri untuk menggali dana pendidikan oleh sekolah dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. Seiring dengan perjalanan globalisasi, unit produksi dan jasa di SMK dikembangkan menjadi teaching factory (Kuswantoro, 2014: 26). Penelitian Zainudin (2013:9) menyimpulkan bahwa kontribusi pelaksanaan teaching factory menambah pengetahuan siswa secara langsung tentang dunia kerja, menambah kemampuan siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas mereka, berkepribadian baik, menambah disiplin siswa
dan menumbuhkan sikap profesional dalam melaksanakan berbagai pekerjaan. Motivasi siswa dalam berwirausaha diharapkan tumbuh sejalan dengan pembelajaran praktik di teaching factory. Hasil penelitian Mojiyono (2011), menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif antara minat dan motivasi berwirausaha terhadap hasil belajar di teaching factory siswa kelas XI SMK Negeri 4 Jember. Harianto (2012: 5), melibatkan siswa untuk aktif berpartisipasi di unit produksi, bisnis center dan teaching factory, selain untuk menambah keterampilan kompetensi siswa, keterlibatan siswa juga dapat menambah pengalaman siswa untuk memasuki dunia usaha dalam hal ini wirausaha. Ramadhani (2015:196) penerapan teaching factory dan pemberian layanan bimbingan karier di sekolah merupakan program kewirausahaan sebagai salah satu penggerak motivasi siswa untuk memiliki kesiapan berwirausaha. Identifikasi kebutuhan dan masalah dari sekolah, teaching factory, dan unit produksi saling menguatkan mulai dari visi, misi, tujuan dan program kerja yang menanamkan nilai-nilai enterpreneurship. Hal ini diperkuat penelitian oleh Hamidi (2008) yang menyatakan bahwa siswa yang terlibat dalam program kewirausahaan akademik memiliki motivasi yang lebih tinggi dan memiliki kesiapan untuk memulai bisnis mereka sendiri di masa depan. Unit produksi di SMK paket keahlian Teknik Komputer dan Jaringan yang telah dilaksanakan di beberapa sekolah adalah berupa penjualan produk dan jasa. Penjulan produk berupa penjualan komputer dan aksesoris. Sedangkan jasa berupa servis komputer dan jaringan, jasa percetakan dokumen, jasa pembuatan desain grafis, pembuatan website, dll. Berdasarkan beberapa uraian di atas mengenai unit produksi dan jasa, dapat disimpulkan bahwa dapat menumbuhkan jiwa berwirausaha bagi siswa SMK. Berikut ini beberapa gagasan penulis terhadap dampak pelaksanaan UPJ sehingga dapat menumbuhkan minat berwirausaha siswa SMK: (1) tidak hanya
469 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
guru dan karyawan saja yang terlibat, melainkan siswa juga terlibat secara langsung; (2) siswa memiliki pengetahuan secara langsung dalam dunia kerja; (3) meningkatkan hubungan dengan masyarakat industri; (4) meningkatkan keterampilan pada bidang keahliannya; (5) melatih praktek menghasilkan produk barang atau jasa sesuai kebutuhan masyarakat; (6) menumbuhkan jiwa kedispiplinan; (7) memperoleh keahlian professional; dan (8) memperoleh motivasi dalam berwirausaha. Praktek Kerja Industri Pelaksanaan Praktik Kerja Industri (Prakerin) merupakan bagian dari Pendidikan Sistem Ganda yang merupakan inovasi pada program SMK dimana peserta didik melakukan praktik kerja (magang) di perusahaan atau industri yang merupakan bagian integral dari proses pendidikan dan pelatihan di SMK. Dikmenjur (2008:1) menyebutkan praktik kerja industri merupakan bagian dari program pembelajaran yang harus dilaksanakan oleh setiap peserta didik di dunia kerja, sebagai wujud nyata dari pelaksanaan sistem pendidikan di SMK yaitu Pendidikan Sistim Ganda. Dilaksanakannya Praktik Kerja Industri memiliki tujuan yang dimaksudkan dapat membantu siswa untuk pengenalan dunia industri lebih awal, maupun membangun kemampuan beradaptasi dan pembentukan sikap kerja siswa sebelum memasuki dunia kerja secara nyata. Tujuan Praktik Kerja Industri yang dimaksudkan Dikmenjur (2008) adalah untuk membantu siswa dalam memaksimalkan belajar terutama ketrampilan sesuai dengan kompetensi jurusan. Menurut Susanto (2011) sebelum berwirausaha, seseorang harus memiliki pengalaman kerja terlebih dahulu. Pengalaman kerja siswa SMK di sebuah dunia usaha/industri, dapat diperoleh dari bangku sekolah ataupun dari luar sekolah dapat berupa Praktek Kerja Industri (Prakerin). Penelitian Supraba dan Rahdiyanta (2013:356) adalah semakin tinggi pengalaman prakerin yang didapatkan siswa, maka semakin
tinggi pula kesiapan siswa untuk berwirausaha. Pelaksanaan prakerin memberikan manfaat bagi siswa yang berupa ilmu tentang pengelolaan dari sebuah usaha. Ramadani (2015), hasil penelitian menunjukkan bahwa kontribusi yang paling tinggi untuk menumbuhkan kesiapan berwirausaha siswa adalah variabel minat berwirausaha. Adapun kontribusi yang paling tinggi untuk menumbuhkan minat berwirausaha siswa adalah variabel prestasi prakerin dibandingkan dengan pengetahuan kewirausahaan dan kompetensi keahlian siswa yaitu 24,7%, dengan kata lain untuk menumbuhkan minat berwirausaha siswa harus mengoptimalkan pelaksanaan prakerin yang telah dilaksanakan sekolah guna menghasilkan prestasi prakerin siswa yang baik. Chalpin (2006: 179) dengan pengalaman maka diperoleh pengetahuan dan keterampilan dari praktik atau dari luar usaha belajar, keterampilan yang dikuasai seseorang sebagai akibat dari perbuatan atau pekerjaan yang telah dilakukan sebelumnya selama jangka waktu tertentu. Seseorang dikatakan memiliki keterampilan apabila telah memiliki tingkat penguasaan pengetahuan dan pengalaman yang relevan dan memadai sesuai dengan bidang keahliannya. Kegiatan praktek industri merupakan kegiatan yang wajib dilaksanakan oleh siswa SMK dalam kurun waktu tiga sampai empat bulan. Tempat pelaksanaan dari paket keahlian TKJ dapat di industri, lembaga, toko komputer, software house, perusahaan layanan internet, dll. Proses praktik kerja industri di dunia usaha bertujuan membekali siswa menguasai kompetensi keahlian produktif terstandar, menginternalisasi sikap, nilai dan budaya dunia usaha yang berorientasi pada standar mutu, nilainilai ekonomi, kritis, produktif dan kompetitif serta mampu menumbuhkan minat berwirausaha. Prakerin yang dilaksanakan di lingkungan luar sekolah, memberikan pengetahuan dan pengalaman langsung kepada siswa bagaimana
470 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
dunia usaha dan dunia industri sesungguhnya. Pengalaman yang diperoleh siswa selama prakerin menjadi pemicu munculnya minat berwirausaha bagi para siswa, karena siswa dapat melihat secara langsung usaha-usaha yang mampu sukses atau berhasil sehingga akan muncul keinginan dari para siswa untuk bisa seperti itu juga. Jenis Wirausaha SMK Teknik Komputer dan Jaringan Perkembangan teknologi semakin lama semakin maju. Adanya perkembangan jaringan internet sekarang ini, komunikasi telah bergeser dengan adanya media sosial, mulai dari Facebook, Twitter, Blog, Website, Path, Instagram, dll yang dapat mengkoneksikan beberaoa orang sekaligu secara bersamaan. Strategi pemasaran pun juga berubah dengan pesat, mulai dari iklan, brosur, leaflet, TV, sekarang bergeser ke media internet dengan memanfaatkan smart phone. Perubahan demi perubahan telah mengubah tatanan pola persaingan, visi, strategi, dan taktik perusahaan, sehingga secara langsung berdampak pada munculnya banyak peluang bisnis, ide-ide yang brilian, dan cara-cara yang cerdas untuk memulai sebuah bisnis. Faktor teknologi informasi dan komunikasi telah mendorong timbulnya digitalpreneur. Banyaknya peluang bisnis di dunia teknologi informasi dan komunikasi, membuat banyak wirausahawan melirik untuk menggeluti bidang tersebut. Munculnya penggunaan internet untuk berkomunikasi, melakukan relationship, memasarkan diri, dan membentuk kelompok generasi baru yang berbasis budaya tekologi internet. Hal yang terpenting dari seorang digitalpreneur adalah tentang apa yang ditawarkan dan dijualnya, karena ini faktor utama kesuksesan perusahaan yang memasuki bisnis bernuansa teknologi informasi dan komunikasi. Hal-hal yang perlu diketahui oleh seorang digitalpreneur dalam memulai usahanya adalah
mempelajari apa yang dijualnya dengan meniru para digitalpreneur yang telah sukses, menurut Hendro (2011:534) yaitu: (1) kreativitas dalam konten yang dijualnya, bisa berupa solusi kebutuhan akan komunitas atau jasa yang bisa membantu komunitas dalam mengatasi masalah; (2) inovasi yang ditawarkan; (3) produk atau jasa yang mutkahir dan aspek kecanggihan teknologinya; (4) menciptakan tren baru; (5) komunitas yang ia punyai untuk di pasang iklan; (6) menjual keterampilannya; (7) informasi yang terbaru; (8) keunikan dan perbedaannya. Berdasarkan beberapa latar belakang mengenai digitalpreneur di atas, maka seorang lulusan SMK TKJ diharapkan mampu menjadi digitalpreneur. Setiap matapelajaran yang diajarkan serta pembelajaran pada matapelajaran produktif tidak lepas dari teknologi informasi dan komunikasi. Uraian matapelajaran produktif yang telah diajarkan pada struktur kurikulum 2013 paket keahlian TKJ telah dijelaskan pada bagian kajian literatur. Berbagai matapelajaran yang telah diajarkan dapat dijadikan sebagai bekal dalam membuka wirausaha baru. Di bawah ini merupakan uraian beberapa jeni wirausaha yang dapat ditekuni oleh lulusan SMK TKJ. Jual Beli Komputer dan Aksesoris Komputer, laptop, handphone, dan printer sekarang menjadi suatu kebutuhan primer. Hampir semua instansi menggunakan komputer dan printer, mulai dari sekolah, perusahaan, lembaga pemerintah, dan lembaga nonformal lainnya sudah dapat dipastikan menggunakan komputer atau laptop. Begitu pula dengan handphone, hampir semua orang di dunia ini memiliki handphone, bahkan anak yang masih menduduki bangku TK pun telah dimanjakan orangtuanya dengan kecanggihan smart phone. Biasanya toko komputer dilengkapi dengan kelengkapan aksesoris komputer, seperti keyborad, mouse, speaker, chasing, tas laptop, modem, paket internet, kabel, dll. Selain aksesoris juga terdapat sparepart komputer seperti RAM, processor, motherborad, dll. Toko
471 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
ini juga dapat menjual aksesoris handphone, seperti kabel data, chasing, dll. Usaha jual beli komputer dan aksesorisnya memiliki prospek yang cukup luas. Minat pasar meningkat akan kebutuhan komputer memberikan peluang besar untuk memperoleh keuntungan dari jual beli komputer. Peluang usaha jual beli komputer dan aksesoris juga bisa dilengkapi dengan penjualan komputer second (bekas) atau pelayanan tukar tambah komputer lama dengan komputer yang baru. Wirausaha muda dari lulusan siswa SMK dapat memilih alternatif usaha ini karena telah dibekali oleh matapelajaran produktif Perawatan dan Perbaikan Komputer yang mempelajarai tentang peripheral Personal Computer. Selain itu siswa SMK juga telah melaksanakan Praktek Kerja Industri, yang pastinya telah mengetahui tentang bidang usaha ini. Servis Hardware dan Software Jasa servis komputer berupa hardware dan software juga bisa menjadi salah satu peluang bisnis komputer yang diminati pasar. Tidak semua pengguna komputer benar-benar mengerti komponen – komponen komputer yang mereka miliki. Sehingga ketika komputer mereka rusak setelah pemakaian, mereka tidak dapat memperbaikinya sendiri. Munculnya masalah tersebut dapat dijadikan sebagai satu peluang usaha baru yang dibutuhkan oleh para konsumen. Jasa servis komputer juga dapat menerima servis printer. Karena penggunaan komputer tidak terlepas dari penggunaan printer. Sevis komputer tidak hanya berkutat dengan perangkat keras saja, terkadang juga mengalami masalah dari segi software-nya. Bisa berupa sistem operasi yang bermasalah, terkena virus, program aplikasi tidak berjalan dengan sempurna. Bekal dasar keahlian dan keterampilan yang didapatkan siswa SMK TKJ untuk membuka usaha jenis ini adalah melalui matapelajaran Perawatan dan Perbaikan Komputer. Selain itu juga berasal dari beberapa program yang telah dilaksanakan sekolah lainnya.
Desain Grafis Desain grafis merupakan jenis usaha yang sedang berkembang pesat dan menjadi trend saat ini. Selain perkembangan teknologi komputer, dunia grafis juga membanjiri dunia karir dan bisnis. Dunia usaha dan entrepreneur saat ini diwarnai oleh fenomena trend desain grafis. Perusahaan bahkan usaha kecil memiliki permintaan terhadap layanan jasa desain grafis. Tujuannya adalah proses pemasaran sebuah produk dan jasa agar lebih menarik perhatian konsumen. Desain grafis merupakan salah satu lahan bisnis yang tumbuh pesat dan berkembang sejak tahun 80-an. Perkembangan dunia publikasi, advertising dan visual, desain grafis menjadi salah satu bidang bisnis yang mampu menciptakan wirausahawan sukses terbanyak di Indonesia dan membuka peluang usaha bagi sekitar 100.000 s/d 500,000 tenaga kerja di Indonesia. Mengingat usaha ini telah merambah jauh sampai ke seluruh wilayah Nusantara. Berbagai manfaat desain grafis yang digunakan di pasar meliputi, brosur, iklan, pamflet, baliho, buku, majalah, foto, jurnal, katalog, banner, kaos, undangan, buku album kenangan, papan nama, stempel, logo perusahaan, dll. Semakin menarik produk desain yang dihasilkan, maka semakin banyak konsumen yang berminat untuk membeli. Desain grafis tidak lepas dari bidang percetakan. Peluang usaha ini sangat berkaitan erat dengan dunia percetakan. Jadi selain melayani jasa pembuat desain grafis, juga dapat menambahkan jasa percetakan. Kunci utama dari kesuskesan sebuah wirausaha memberikan pelayanan yang terbaik bagi pelanggan. Kebanyakan entrepreneur di bidang desain grafis masih di usia muda, karena memiliki kreativitas, inovasi imajinasi yang tinggi, dan uptodate. Hal ini dapat dimanfaatkan bagi lulusan SMK sebagai peluang usaha yang menarik dan menjanjikan. Karena kebutuhan desain grafis yang sekarang ini semakin fenomenal.
472 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Web Programing Pada era teknologi sekarang ini semua aktivitas tidak pernah lepas dari informasi secara online. Mulai dari berita, pengumuman, informasi, tutorial, hibuuran, dll, kebanyakan diakses melalui internet. Informasi sangat mudah untuk didapat melalui jaringan internet dan bukan hanya itu dalam bidang bisnis dan pemasaran juga sangat membantu untuk membuat lebih maju dan mudah memasarkan produk berupa iklan. Banyak perusahaan baik di bidang jasa atau perdagangan yang mengiklankan usahanya melalui sebuah website. Sehingga dengan kemajuan teknologi informasi memungkinkan untuk penyusunan dan pengaturan pola kerja yang tertata dengan baik dan rapi memungkinkan penyajian, pencarian, dan pengecekan data internal perusahaan selalu siap kapanpun dibutuhkan sehingga tidak lagi dibatasi oleh waktu. Adanya teknologi informasi, pekerjaan akan terasa lebih ringan dan lebih menghemat waktu. Pekerjaan pun bisa terselesaikan lebih cepat dan rapi seperti tidak perlu lagi menggunakan banyak kertas untuk menyimpan file-file penting perusahaan. Bisnis jasa membuatan website bisa dijadikan bisnis utama bahkan penghasilan utama karena memiliki potensi penghasilan puluhan juta per bulan, padahal modal finansial yang dibutuhkan tidak terlalu banyal. Apalagi bergabung dengan bisnis jasa hosting maka yang sudah pernah memesan website bisa menjadi pelanggan setia, uang bisa tetap didapatkan walau orang yang memesan tadi sudah tidak memesan pembuatan website lagi. Manfaat dari penggunaan website sekarang ini tidak hanya sebagai media informasi saja, melainkan sebagai media komunikasi, promosi, sistem informasi, media pembelajaran, media penyimpanan file, dll. Programmer website kebanyakan masih muda dan berasal dari lulusan SMK, karena memiliki kreativitas dan ketekunan yang tinggi. Ahli Jaringan Komputer
Komputer merupakan kebutuhan sekunder yang sangat membantu manusia dalam menjalankan kehidupan sehari-hari baik di rumah, di sekolah, di kampus terlebih lagi di kantor. Jaringan komputer merupakan sebuah sistem yang menghubungkan dua atau lebih komputer sehingga dapat memudahkan dalam mengimplementasikan berbagai penyelesaian masalah. Instalasi jaringan komputer membutuhkan biaya yang tidak sedikit, akan tetapi pada kenyataannya masyarakat tetap melakukannya demi kemudahan yang diperoleh. Masalah tersebut merupakan peluang bisnis di bidang jaringan komputer. Bentuk pertama adalah instalasi jaringan komputer, instalasi yang dimaksua adalah membuat jaringan antar berbagai komputer agar dapat berkomunikasi, sharing data, dan terhubung. Bentuk yang kedua usaha di bidang ini adalah sebagai konsultasi jaringan komputer. Konsultasi yang dimaksudberupa semua hal yang berkaitan dengan permasalahan jaringan komputer yang dialami oleh suatu lembaga. Bentuk yang ketiga adalah maintenance jaringan, yakni pemeliharaan jaringan komputer. Pelanggan yang telah menggunakan layannan pemasangan jaringan, nantinya akan dilakukan pemeliharaan secara berkala terhadap jaringan komputer yang telah disepakati untuk maintenance. Selain itu dapat membuka warung internet. Sekarang ini kebutuhan internet sangatlah penting. Warung internet yang dibangun tidak hanya disediakan untuk komputer saja, melainkan juga dapat berupa wi-fi, sehingga laptop juga dapat tersambung. Dapat pula ditambahkan dengan café kecil yang unik dan nyaman untuk menarik perhatian pelanggan. Jasa Kursus Komputer Usaha kursus komputer merupakan jenis usaha dengan modal kecil dan dapat dilaksaakan di rumah sendiri. Hanya bermodalkan keahlian dan hobi di dunia komputer. Salah satu ketrampilan yang harus anda miliki selain bahasa
473 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Inggris ialah kemampuan menggunakan komputer. Komputer menjadi salah satu sarana penting yang dapat membuka wawasan. Selain itu juga dapat mempermudah dalam mengerjakan berbagai macam tugas. Beberapa orang yang masih merasa bingung jika ingin melamar kerja namun tidak memiliki ketrampilan akademis yang tinggi. Usaha kursus komputer ini akan sangat mudah dilakukan jika membangunnya dari usaha kecil yang dijalankan di rumah. Usaha kursus komputer ini adalah usaha jasa yang mengandalkan keahlian. Syarat mutlak membuka usaha ini adalah menguasai beberapa materi pelatihan yang terkait dengan usaha kursus komputer seperti misalnya design grafis, microsoft office, website, dll. Target konsumennya meliputi pelajar SD, SMP, SMA/SMK, mahasiswa, dan karyawan. Tempat yang strategis akan mempengaruhi kesuksesan bisnis ini. Diusahakan memilih tempat yang dekat dengan area sekolah, kampus, perkantoran atau di daerah yang sedang berkembang. Hal pendukung yang perlu disiapkan adalah komputer, papan, meja, kursi, dan terpenting adalah suasana yang kondusif.
Usaha ini tidak memerlukan banyak modal bagi lulusan SMK, hanya berbekal keahlian. Apabila tidak memiliki modal tempat, juga dapat menjadi guru privat les komputer. Guru les privat tidak memerlukan tempat khusus, tetapi bisa mengunjungi rumah peserta les privat. Apalagi lulusan SMK yang memiliki ketrampilan akan lebih mudah menjalani bisnis di bidang ini. SIMPULAN Berdasarkan uraian dari pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa: bahwa (1) program sekolah yang dapat membentuk wirausaha, meliputi (a) pembelajaran produktif, (b) pendidikan kewirausahaan, (c) layanan bimbingan karir, (d) koperasi siswa, (e) unit produksi, serta (f) praktek kerja industri; dan (2) jenis usaha yang dapat digeluti oleh lulusan SMK TKJ, meliputi (a) jual beli komputer dan aksesoris, (b) servis hardware dan software; (c) desain grafis; (d) web programing; (e) ahli jaringan; dan (f) jasa kursus komputer.
DAFTAR RUJUKAN Alma, B. 2013. Kewirausahaan. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Chalpin J. P. 2006. Kamus Lengkap Psikologi (Terjemahan Kartini Kartono). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Arwana, I.K. 2012. Determinasi Latihan Kerja, Kompetensi Kewirausahaan dan Bimbingan Karier terhadap Kesiapan Kerja Siswa SMKN Kelompok Teknologi dan Rekayasa di Kabupaten Buleleng. Jurnal Administrasi Pendidikan. 3 (2): 1‒17.
CNN Indonesia. 4 Oktober 2015. Daya Saing Indonesia Turun ke Peringkat 37 Dunia. http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/2015 1002162426-92-82410/wef-daya-saingindonesia-turun-ke-peringkat-37-dunia/. Diakses pada tanggal 19 April 2016.
Astuti, T. 2014. Upaya Meningkatkan Motivasi Berwirausaha melalui Konseling Karier pada Siswa. Jurnal Pendidikan dan Konseling. 1 (2). Buku Guru Prakarya dan Kewirausahaan. 2014. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Departemen Transmigrasi dan Koperasi dengan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 16 Juli 1972 Nomor 275/SKPTS/Mentranskop dan Nomor 0102/U/1983.
474 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Depdiknas, 2003. Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003, tentang Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas. Dikmenjur. 2008. Penilaian Hasil Belajar Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Fajar Hendro Utomo. 2009. Arahan Pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan Bisnis dan Manajemen Berbasis Sektor Perdagangan di Kabupaten Tulungagung. Laporan Penelitian. Frincess, H. 2011. Be An Entepreneur (Jadilah Seorang Wirausaha) Kajian Strategis Pengembangan Wirausaha. Yogyakarta: Graha Ilmu. Guruvalah. 2010. Kepala Sekolah sebagai Wirausaha. www. geocities.ws/gurufalah/entrepreneur_kepsek.html. Diakses pada tanggal 20 April 2016. Hamidi, Y.D., Wennberg, K., & Berg-lund, H. 2008. Creativity in Entre-preneurship Education. Journal of Small Business and Enterprise De-velopment. 15 (2): 304‒320. Harianto, N. 2012. Upaya Menumbuhkan Kemampuan Berwirausaha Siswa SMK. http://maurengitta. blogspot.com/2012/04/upaya-menumbuhkan-kemampuan.html. Diakses pada tanggal 20 April 2016. Hendro. 2011. Dasar-dasar Kewirausahaan. Jakarta: Penerbit Erlangga. Kuswantoro, A. 2014. Teaching Factory (Rencana dan Nilai Entrepreneur-ship). Yogyakarta: Graha Ilmu.
STMIK MDP, dan STIE MUSI. Jurnal Ilmiah STIE MDP. 1 (2): 112-119. Matthoriq, R. T., & Nurul Hidayah. 2009. Konsep Kaize sebagai Basis Pendidikan Kewirausahaan di AMK dalam Upaya Mengurangi Pengangguran di Jawa Timur. Jurnal Research Study Club (RSC). Mojiyono, A. 2011. Pengaruh Minat Kewirausahaan terhadap Hasil Belajar Program Teaching Factory Siswa Kelas XI SMK Negeri 4 Jember Tahun Ajaran 2010/2011. Universitas Negeri Jember. Mukhadis, A. 2013. Evaluasi Program Pembelajaran Bidang Teknologi. Malang: Bayumedia Publishing. Nasser, R. 2015. Hubungan Prestasi Praktik Kerja Industri dan Pengetahuan Kewirausahaan terhadap Minat Berwirausaha Serta Dampaknya pada Kesiapan Berwirausaha Siswa SMK Negeri se- Kota Makassar. Tesis. Pascasarjana Universitas Negeri Malang, Malang. Nursara, E. 2013. Korelasi Prestasi Mata Keahlian Produktif, Mata Pelajaran Kewirausahaan dan Tempat Praktik Kerja Lapangan Terhadap Minat Berwirausaha Siswa Di SMK Negeri 2 Depok Yogyakarta. Skripsi. Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta. Pemerintah Nomor 24 Tahun 1990. Tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia Ke dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Jasa Marga. Peraturan Pemerintah Nmor 74 Tahun 2008. Tentang Guru.
Lestari, R.B. & Wijaya, T. 2012. Pengaruh Pendidikan Kewirausahaan Terhadap Minat Berwirausaha Mahasiswa di STIE MDP, 475 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990. Tentang Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Projosesilo, S. 2005. Analisis Hubungan Kausal Motivasi, Sikap dan Proses Belajar Mengajar terhadap Minat Berwirausaha Mahasiswa. Disertasi. Pascasarjana Universitas Negeri Malang, Malang. Ramadani, A.H. 2015. Kontribusi Pengetahuan Kewirausahaan, Prestasi Prakerin, dan Kompetensi keahlian, terhadap Minat Berwirausaha serta Dampaknya pada Kesiapan Berwirausaha Siswa SMK Paket Keahlian Teknik Pemesinan di Madura. Tesis. Pascasarjana Universitas Negeri Malang, Malang. Republika. 12 Maret 2015. Jumlah Pengusaha Indonesia Hanya 1,65 Persen. http://www.republika.co.id/berita/nasional/u mum/15/03/12/nl3i58-jumlah-pengusahaindonesia-hanya-165-persen). Diakses tanggal 17 April 2016. Republika. 2 Januari 2016. Ini Kesiapan Pemerintah Menghadapi MEA. http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/m akro/16/01/05/o0hnma299-ini-kesiapanpemerintah-menghadapi-mea. Diakses pada tanggal 18 April 2016. Saiman, L. 2009. Kewirausahaan, Teori, Praktek dan Kasus-kasus. Jakarta: Salemba Empat. Sindonews. 5 Mei 2015. Jumlah Pengangguran Bertambah Jadi 7,45 Juta Orang. http://ekbis.sindonews.com/read/997601/34/j umlah-pengangguran-bertambah-jadi-7-45juta-orang-1430816593. Diakses pada tanggal 17 April 2016. Struktur Kurikulum 2013 Bidang Studi Keahlian Teknologi Informasi dan Komunikasi.
Suaramerdeka. 24 November 2010. Benahi Kualitas dan Fokus Wirausaha. http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/c etak/2010/11/24/130920/Ben. Diakses tanggal 18 April 2016. Suherman, E. 2008. Desain Pembelajaran Kewirausahaan. Bandung: Alfabeta. Supraba, S & Rahdiyanta, D. 2013. Kesiapan Berwirausaha Siswa SMK Kompetensi Teknik Komputer dan Jaringan di Gunungkidul. Jurnal Pendidikan Vokasi. 3 (3): 347-358. Supriatna, M. & Budiman, N. 2014. Bimbingan Karier di SMK. Jurnal Psi-kologi dan Bimbingan. http://file.upi.edu/Direktori/FIP/1971021919 98021. Diakses pada tanggal 20 April 2016. Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi Nomor 633/SKPTS/Men/1974. Suryana. 2013. Ekonomi Kreatif, Ekonomi Baru, Mengubah Ide Menjadi Peluang. Jakarta: Salemba Empat. Susanto, H. 2011. Hubungan Motivasi Belajar, Pengalaman Prakerin dan Pengetahuan Teori Kejuruan dengan Hasil Uji Kompetensi Kejuruan Siswa SMK Program Keahlian Teknik Mekanik Otomotif di Kota Malang. Tesis. Pascasarjana Universitas Negeri Malang, Malang. Timmons. 2004. New Venture Creation Entrepreneurship for the 21th Century. Terjemahan Julianto Agung Sahputro. 2008. Yogyakarta: Andi. Wibowo, M. 2011. Pembelajaran Kewirausahaan dan Minat Wirausaha Lulusan SMK. Jurnal
476 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Kependidikan Lembaga Penelitian Yogyakarta. 23 (1): 23-30.
IKIP
Wijaya, T. 2007. Hubungan Adversity Intelligence dengan Intensi Berwirausaha. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. 9 (2): 117-127.
Zainudin, I., Suwachid, & Rohman, N. 2013. Kontribusi Pelaksanaan Teaching Factory dalam Memper-siapkan Lulusan Memasuki Dunia Kerja Siswa SMK Negeri 5 Surakarta Tahun Ajaran 2011/2012. Jurnal Ilmiah Pendidikan Teknik Mesin. 1 (3): 1‒13.
477 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Wawasan Desain Inklusif Untuk Menumbuhkan Minat Creativepreneurship Bagi Mahasiswa Seni Rudi Irawanto Jurusan Seni dan Desain FS Universitas Negeri Malang Email :
[email protected]
Abstrak : Desain inklusif merupakan desain yang berpijak pada kebutuhan riil di masyarakat dimana desain tidak terbatas pada pemenuhan kebutuhan industrial sematamata. Desain Indonesia berangkat dari kebutuhan riil di masyarkat. Kondisi ini seharusnya disikapi dengan pola pengajaran desain yang berbeda dengan pengajaran desain yang berorientasi Barat. Sistem pengajaran desain di Indonesia sebagian besar masih berorientasi pada system Barat, yang lebih eksklusif. Pengajaran desain di Indonesia selayaknya menggunakan paradigma inklusifitas, yang menempatkan kebutuhan dalam skala mikro. Sikap inklusif dalam memandang desain akan mendorong sikap creativepreneur yang tidak tepat sasaran. Sikap creativepreneur,atau kewirausahaan dalam sektor ekonomi kreatif, dapat dimulai dalam memecahkan masalah desain dalam skala mikro. Kata kunci: desain inklusif, creativepreneur
Desain merupakan produk kebudayaan, yang menjadi simbol-simbol peradaban. Keberadaan desain mampu mencitrakan kebesaran bangsa yang bersangkutan. Desain merupakan artefak kebudayaan (Widagdo, 2000). Berkenaan dengan hal tersebut ekspresi desain menjadi salah satu penanda kebesaran sebuah bangsa pada satu kurun waktu tertentu. Pada kasus desain di Indonesia menujukkan bahwa keberadaan desain nasional masih menjadi perdebatan hingga saat ini. Desain nasional diidentikkan dengan keberagaman dan tradisionalisme yang lahir di tengah masyarakat pada satu sisi, sedangkan pada sisi yang lain desain nasional merupakan produk lembagalembaga desain yang sifatnya lebih eksklusif. Perbedaan tersebut pada gilirannya menimbulkan 2 arus utama
dalam wacana desain nasional. Desain yang dilahirkan dan berkembang dari kalangan akademisi dan lembaga-lembaga desain lebih banyak dilihat sebagai ikonitas desain nasional. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa keberadaan karya-karya desain kerakyatan sering tidak mendapat pengakuan sebagai produk yang baik. Desain kerakyatan merupkan produk desain yang inklusif, desain yang mampu diterima semua kalangan. Inklusifitas karya desain tersebut dapat dilihat dari produk-produk desain kerakyatan yang lebih membumi dan dapat diterima banyak pihak. Desain yang lebih ekslusif tidak memberikan ruang yang lebar bagi semua pihak untuk melakukan apresiasi. Pendidikan desain di Indonesia sebagian besar merupakan pendidikan yang
478 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
berkonsep pada eksklusifitas desain. Konsep pendidikan desain yang mendasarkan kajian keilmuannya pada problematika desain skala makro. Topiktopik kajian yang dikemukan bersumber dari literasi desain Barat yang relatif berjarak dengan kasus-kasus desain nasioal. Pendidikan desain yang berpijak pada desain arus utama, sehingga problematika desain nasional yang lebih kompleks relatif tidak tersentuh. Desain nasional merupakan desain yang lebih inklusif, sehingga pendekatan dalam pembelajaran desainpun setidaknya berpijak pada kaidah-kaidah inklusifitas tersebut. Pendidikan desain inklusif merupakan model pendidikan desain yang lebih membumi dengan melihat pola-pola desain yang berkembang dikalangan perajin dalam level UMKM. Pendidikan desain inklusif tidak melihat kasus-kasus desain secara makro dan bersifat barat global, tetapi merupakan upaya pemahaman desain dalam skala mikro dan bersifat parsial. Pada konteks tersebut aspek nilai-nilai dan faktor sosiologi menjadi pertimbangan utama. Pendidikan desain yang inklusif diharapkan dapat mengukuhkan pola-pola desain nasional dengan mengembangkan pola-pola pemikirandesain terbuka. Pemikiran desain yang terbuka pada gilirannya akan melahirkan sikap menerima produk-produk desain alternatif yang selama ini berada diluar arus desain utama. Kondisi yang terjadi di lapangan menunjukan bahwa sebagai besar desainer cenderung abai terhadap pola inklusifitas dalam desain, mengingat desain dalam konteks inklusif tidak memiliki potensi finansial yang besar. Pemahaman inklusifitas desain diharapkan menjadi konsep dalam pengembangan desain nasional. Pemikiran desainyang terbuka
pada gilirannya akan melahirkan strategi pengembangan produk yang tidak sematamata berorintasi pada potensi finansial, tetapi juga mempertimbangkan aspek sosiobudaya dari masyarakat pendukung desain tersebut sehingga mampu menumbuhkan sikap creativepreneur yang tidak berjarak dengan lingkungannya.
PEMBAHASAN Desain Inklusif Konsep tentang inklusifas dalam wacana ilmu-ilmu sosial mulai mengemuka semenjak dasa warsa terakhir. Inklusif merupakan konsep pemikiran yang terbuka terdapat berbagai tafsir dan teoritisasi yang berkembang. Fenomena inklusifitas dapat dikaitkan dengan persamaan, keadilan, dan hak- hak individual dalam konteks pembagian sumber-sumber politik, pendidikan, sosial, maupun ekonomi. Pada masing-masing konteks saling berkaitan dan tidak berdiri sendiri (Reid, 2008:58). Pada prinsipnya inklusifitas berupaya mengurangi kesenjangan satu konteks wacana dengan wacana yang lain. Inklusiftas sebagai wacana lebih mengemuka dalam konteks pendidikan dan pembelajaran. Pada konteks desain, inklusifitas di rumuskan sebagai konsep desainyang terbuka dan tidak mengenal pembatasan yang tegas. Desain Inklusif (Inclusive Design ) merupakan wacana desain yang mengemuka pada dasa warsa pertama abad ke -21. Fenomena tersebut berjalan seiring dengan kesadaran para desainer tentang pentingnya mengangkat nilai-nilai emosionalitas dan spiritualitas dalam desain. Desain tidak semata-mata sebagai bagian dari rantai industrial yang bermuara pada kapitalisme, tetapi merupakan totalitas produk yang bermakna bagi nilai-nilai kemanusiaan.
479 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Menurut The British Standards Institute (2005) makna dari desain inklusif adalah desain yang dirancang untuk semua kalangan,sehingga mudah digunakan, dan setiap orang dapat menggunakannya tanpa memerlukan penyesuaian lebih lanjut atau dengan bentuk-bentuk yang khusus. Secara tegas dikatakan bahwa desain inklusif merupakan desain yang terbaik karena mempertemukan antara pengalaman ketika menggunakan sebuah produk desain dengan kebutuhan dasar setiap manusia. Desain inklusif memiliki tiga karakter utama, yaitu 1) berpusat pada pengguna, 2) peduli pada perkembangan populasi, dan 3) berpusat pada bisnis. Desain yang berpusat pada pengguna memiliki makna setiap individu memiliki perbedaan dalam tingkat ketrampilan yang dimiliki, pengalaman yang berbeda, keinginan bahkan opiniyang tidak sama, sehingga rancangan produk harus mempertimbangkan hal-hal tersebut secara seksama. Desain yang peduli pada populasi dimaknai bahwa terdapat kecenderungan peningkatan individu-individu yang memiliki keterbatasan. Individu-individu tersebut selama ini luput dari perhatian para perancang. Desain inklusif memperhatikan kebutuhan semua kalangan, termasuk populasi yang terpinggirkan. Pada prinsipnya Desain Inklusif (Inclusive Design ) merupakan peracangan produk yang senantiasa bermuara pada kepuasan pengguna dan mampu memecahkan masalah secara baik, tetapi tetap memperhatikan nilai-nilai komersilitas. Desain tetap menjadi satu mata rantai dalam perputaran bisnis, sehingga pertimbangan komersialitas tetap tidak dapat diabaikan. Desain Inklusif (Inclusive Design ) pada baberapa kesempatan sering diistilahkan sebagai
desain universal di Amerika Serikat, yang bermakna desain untuk semua. Desain Nasional Terintegrasi Wacana tentang desain nasional mulai mengemuka semenjak tahuk 1980 an, ketika Pusat Desain Nasional didirikan. Indonesia merupakan salah satu negara dengan populasi terbanyak di Asia yang tidak memiliki pola desain secara utuh. Desain nasional berkembang secara parsial, sehingga cenderung tidak memiliki pola yang terarah. Perkembangan desain nasional tidak dapat dilepaskan dari peran lembagalembaga pendidikan. Kampus-kampus seni menjadi motor penggerak perkembangan desain nasional, kondisi tersebut dapat dilihat dari beberapa aktivitas desain yang melibatkan kampus sebagai ujung tombak perkembangan desain nasional. Kampus ITB, ISI Yogyakarta dan beberapa kampus seni merupakan pengerak pertumbuhan desain nasional semenjak era tahun 1970 an. Desain nasional merupakan wacana yang mengemuka semenjak dsa warsa 1980 an. Indonesia dinilai sebagai negara yang belum memprioritskan desain dalam program-program pembangunan yang dilakukan. Desain masih diposisikan sebagai elemen yang tidak terlalu dipentingkan. Karakter keteknikan dan kelayakan bahan baku menjadi tolok ukur keberhasilan pembangunan. Pada posisi tersebut desain nasional menjadi elemen pelengkap semata-mata dari keseluruhan program pembangunan yang dilakukan. Integrasi desain nasional dalam pembangunan mulai mengemuka pada dasa warsa akhir tahun 1990 an. Kepedulian desain sebagai salah satu aset budaya dituangkan dalam program kementrian perindustrian dan perdagangan. Desain dilihat sebagai aset budaya yang mampu
480 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
menggerakan perekonomian nasioal. Pada gilirannya desain dikategorikan sebagai aset budaya yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif yang berimbas pada penigkatan perekonomian nasional secara umum. Desain terintergrasi merupakan internalisasi desain dalam wacana pembangunan secara utuh. Konsep tersebut memandang desain sebagai bagian penting pada setiap program pembangunan, sehingga utilitas produk dapat dioptimalkan. Desain terintegrasi tidak melihat permasalah desain secara parsial, tetapi meletakkan desain dalam konteks pembangunan secara utuh. Konsep desain nasional terintegrasi pada gilirannya akan menciptakan wacana tentang desain nasional yang tetap berpijak pada kasus real di lapangan dan tetap berpatokan pada nilai-nilai kebudayaan lokal. Program pembangunan nasional merupakan ruang untuk menunjukkan eksistensi keberhasilan dan sebagai media menanamkan nilai-nilai kebangsaan. Pada konteks tersebut peran desain menjadi penting. Nilai-nilai kebangsaan dapat diwakili oleh bentuk-bentuk desain yang terseleksi secara baik. Pada level tersebut peran lembaga-lembaga pendidikan desain menjadi penting. Lembaga pendidikan desain akan menanamkan konsep tentang desain yang baik dan yang buruk pada genarsi muda, yang pada gilirannya menjadi pihak yang menentukan kualitas desain yang dihasilkan. Inklusifitas Estetika Desain Nasional Estetika merupakan ilmu yang terlampau rumit untuk dipahami oleh masyarakat awam. Estetika sering dilihat sebagi wujud asing yang selalu “dirindukan”. Wujud asing karena hadir dengan konsep filosofi yang tidak sederhana, dirindukan karena estetika
dinilai eksklusif dan memiliki pedoman yang baku. Kebanyakan masyarakat Indonesia merupakan figur yang sebenarnya merindukan kebakuankebakuan yang konsisten, walaupun flesibilitas tetap menjadi kriteri kebaikan.Kebakuan yang terlampau ketat, baik dalam aturan formal maupun normatif, dinilai tidak bijak. Kebijakan pada dasarnya merupakan sikap melihat kabakuan aturan dalam situasi yang fleksibel. Persepsional terhadap kebaikan,baik dalam konteks etika maupun estetika, dibangun dengan berkiblat pada kebakuan sistem. Keteraturan menjadi salah satu kunci untuk memahami perilaku masyarakat. Pada sebagain besar masyarakat Indonesia keteraturan dan kebakuan merupakan wacana yang diturunkan dari konsep-konsep kebudayaan ideal. Idealisasi tidak dimaknai sebagai aturan yang boleh ataupun tidak boleh dilanggar, tetapi sesuai atau pun tidak dengan situasi sosial yang tengah terjadi. Pelanggaran dinilai lazim bila secara situasional tidak ada pilihanyang lebih baik. Estetika nusantara pada umumnya berkiblat pada konsep tersebut, yaitu fleksibilitas dalam keteraturan. Berkaitan dengan konsep tersebut dapat dilihat bahwa estetika nusantara tidak menawarkan konsep yang hitam putih. Konsep yang meletakkan kebaikan dan keburukan pada titik yang permanen dan berlawanan. Kebaikan merupakan pasangan dari keburukan. Indah merupakan pasangan dari ketidak indahan. Tidak ditemukan keindahan yang besifat mutlat dan permanen. Fleksibilatas konsep tersebut dapat dilihat sebagai upaya menyikapi keteraturan dengan situasi tengah terjadi. Estetika barat menawarkan konsep keteraturan secara logis, terstruktur dan dapat dipertanggungjawabkan, serta
481 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
cenderung berada pada titik yang mutlak. Fenomena yang lazim dijumpai struktur model bangunan Yunani dan seni –seni rancang bangun barat. Estetika Barat memiliki pijakan yang logis dan cenderung rasional. Konsep yang berbeda dengan estetika Timur. Estetika Timur berangkat dari konsep-konsep kosmologis yang bersifat absolut dan cenderung transendental. Pada kasus desain nasional ekspresi estetis merupakan perwujudan sikap pelaku desain terhadap karya-karya desain yang dinilai baik. Konsep estetika yang berkembang pada umumnya dikaitkan dengan konsep-konsep estetika elitis yang didasarkan pada karya-karya adiluhung. Sikap elitis tersebut tercermin dari ukuran dan paradigma dalam menilai karya desain diluar garis utama (mainstream). Desain yang lahir diluar garis utama, secara otomatis menggunakan standar estetika yang berbeda. Kondisi tersebut tercermin dari sikap sebagian desainer yang enggan melihat karya-karya desain yang lahir diluar mainsteram sebagai karya desain. Desain dilihat sebagai sebuah proses yang selalu terstandar dan memiliki prosedur karya yang sudah teruji. Desain yang berada di luar garis utama tumbuh dan berkembang dengan sekadarnya. Ukuran estetika yang digunakan juga memiliki pendekatan yang sekadarnya. Pendekatan yang berbeda tersebut memberikan penegasan bahwa ukuran estetika desain perlu di tinjau ulang. Estetika desain memiliki pendekatan yang lebih inklusif. Estetika desain bersifat inklusif. Hal tersebut terlihat dari konsep desain sebagai sebuah produk yang objektif. Objectivikasi dalam produk mensyaratkan inklusifitas dalam tataran konsep maupun proses produksinya. Inklusifitas merupakan konsep yang memandang kebenaran bukan milik kelompok atau komunitas tertentu.
Pada ranah estetika, desain dilahirkan dari keinginan objektif sekelompok komunitas. Pemahaman tentang keindahan terkat dengan tahapan dalam perkembangan pengetahuan dan kebudayaan pada komunitas tersebut. Keindahan dalam konsep nusantara adalah sebuah konsekwensi yang ditimbulkan dari tatanan teknis. Desain sebagi produk pengetahuan dan budaya menjadi wilayah yang inklusif. Hal tersebut dapat ditelusuri dari aretfak desain yang telah ada. Keindahan merupakan wilayah yang tidak linear dengan fungsi produk. Keindahan merupakan wilayah subjektif. Konsep estetika formalisme pun tidak dapat secara tegas menemukan objectifikasi keindahan. Keindahan menjadi milik subjek-subjek tertentu. Seni merupakan wilayah yang leluasa menerima keindahan yang subjectif. Seorang pelukis tidak membutuhkan survey konsumen untuk menghasilkan karya seni. Karya seni merupakan representasi individual yang unik. Desain merupakan produk objectif. Keidahan pada sebuah karya desain merupakan akibat dari sebuah proses produksi. Konsep tersebut dapat dijumpai pada karya-karya desain nasional yang sebagian besar tumbuh dan berkembang di masyarkat. Desain nasional tidak tumbuh di tengah elitisme desainer ataupun akademisi, tetapi tumbuh disekitar masyarakat yang cenderung pragmatis. Masyarakat memiliki standaridisasi karya yang berbeda dengan stadardisasi akademisi. Keindahan merupakan implikasi dari sikap menerima keterbatasan. Karya ledhog, semacam truk rakitan, ataupun huler (gerandong), mesin tumbuk padi keliling, adalah solusi cerdas masyarakat ditengah keterbatasan. Persoalan yang kemudian mengemuka
482 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
adalah status pengakuan karya-karya desain tersebut sebagai karya real masyarakat. Kaum elitis menilai karya-karya tersebut sebagai desain sampah (junk design), tetapi masyarakat melihat karya tersebut sebagai sebuah solusi. Desain merupakan karya yang bersifat solutif, pemecahan masalah untuk kasus-kasus tertentu.Predikat yang berbeda menunjukkan perbedaan dalam ukuranukuran untuk predikat karya yang layak disebut sebagai desain. Penampilan visual yang tidak baik, dan beberapa hal tidak memenuhi kaidah desain yang layak menjadi faktor yang memberi predikat tidak sempurna atau gagal.Karya desain kerakyatan sering tumbuh dalam kondisi yang tidak sempurna tersebut. Persoalan yang kemudian mengemuka adalah batasbatas toleransi tentang desain yang baik dan tidak baik dalam konteks lokalitas. Desain merupakan persoalan menerjemahkan masalah dalam berbagai solusi. Solusi yang baik tidak hanya berhenti pada penterjemahan fungsi-fungsi fisik tetapi juga memahami fungsi sosial dan budaya.Kehadiran karya becak motor dengan dukungan mesin pompa air, seperti kasus di kota Nganjuk Jawa Timur, bagi sebagian masyarakat adalah solusi yang baik untuk masalah sosial. Secara teknologi bentuk yang dihasilkan tidak sesuai peruntukkannya, tetapi kehadiran mesin pompa air sebagai sebuah alternatif pemecahan masalah patut diberi apresiasi yang positif. Masyarakat memerlukan sebuah ruang untuk berkekspresi sesuai dengan lingkungan sekitarnya. Kondisi yang sering terjadi di lapangan adalah sikap menyalahkan inovasi dan kreativitas yang dinilai banal tersebut. Desain yang tumbuh dikalangan masyarakat memang masih memerlukan banyak revisi, akan tetapi kehadiran desain
tersebut menunjukkan level apresiasi masyarakat yang cukup permisif terhadap karya yang dinilai gagal tersebut. Masyarakat tidak membutuhkan desain yang rumit dan berat dalam porsi mereka. Masyarakat membutuhkan desain yang mampu menangani masalah mereka dengan tanpa menimbulkan masalah yang baru. Desain-desain karya akademisi secara teknik mendekati sempurna tetapi masyarakat tidak membutuhkan kesempurnaan tersebut. Desain yang baik bagi masyarakat adalah satu karya yang memberikan kenyaman secara sosial. Faktor kenyamanan sosial tersebut yang acap kali dilupakan oleh pengambil kebijakan desain. Masyakat Indonesia merupakan masyarakat yang bersifat kolektif dan terikat pada sistem sosial yang ada. Desain yang diterima harus memenuhi syarat tersebut. Membangun Pendidikan Desain Insklusif Desain inklusif merupakan desain yang berperan untuk semua pengguna. Pengguna desain tidak diklasifikasi berdasarkan segmentasi atau kecenderungan tertentu. Pada beberapa kasus desain inklusif memiliki konotasi sebagai desain universal. Desain yang berawal bagi kebutuhan para penyandang cacat (difabel), yang pada perkembangannya menjadi konsep desain untuk semua kalangan (Tauke, 2002). Desain universal mengusug konsep inklusifitas, dimana para pengguna dapat mempergunakan karya desain secara mandiri dan tidak memerlukan perlakukan khusus. Desain inklusif mensyaratkan keterbukaan dalam setiap karya yang dihasilkan. Konsep desain yang menempatkan pengguna sebagai sosok yang memiliki banyak kemungkinan untuk
483 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
menggunakan sebuah produk sesuai dengan kondisi yang dimiliki.Inklusifitas dalam desain dibangun dengan wawasan yang terbuka. Pengguna merupakan elemen yang bebas nilai sehingga perancang atau desainer berfikir bahwa produk tersebut dapat digunakan secara terbuka oleh siapapun. Konsep-konsep desain yang lazim dipelajari disekolah-sekolah formal adalah desain dalam garis utama. Metode desain yang dikemukanan cenderung elitis dan berpijak kasus-kasus asing. Banyak contoh desain yang diberikan berpijaka pada paradigma kelaziman dan kekhasan Barat. Kondisi tersebut terjadi hampir pada seluruh bangunan desain yang ada, baik pada tataran metodologi, proses, hasil hingga pada tataran evaluasi. Kondisi tersebut pada giliranya menghasilkan pemahaman desain yang eksklusif dan terbatas pada kalanga tertentu saja. Desain sebagai sebuah produk solutif tidak bergerak pada satu level sematamata, tetapi bergerak pada berbagai tataran dengan bentuk solusi yang khas. Mobil jenis taksi mungkin kendaraan yang sesuai untuk kota-kota besar dengan kepadatan sedang, tetapi produk bajay atau bemo lebih sesuai untuk kota-kota dengan kepadatan tinggi. Lukisan pada body becak bukanlah sesuatu yang dinilai baik, tetapi grafis pada becak mencitrakan sesuatu yang tidak sekadar alat komunikasi, tetapi juga menjadi sarana ekspresi. Konsep yang barangkali dapat disejajarkan dengan karya David Carson, yang menempatkan tipografi sebagai media ekspresi. Perbedaannya hanyalah pada ungkapan konseptual yang terdokumentasi. Para pelukis atau desain (tukang) letter becak atau back truk tidak memiliki dokumen tentang konsep karya yang dihasilkan. Desain nasional pada dasarnya merupakan produk desain inklusif. Desain
“nasional” tidak mengenal pembedaanpembedaan perlakukan atau segmensegmen yang ketat. Konsep desain yang tidak mendapat perhatian yang serius dari sebagian pengajar desain di Indonesia. Desain nasional tidak ditemukan di pabrikpabrik besar atai di sekolah-sekolah desain. Desain nasional di temukan di sentra-sentra kerajinan, tukang-tukang leter kaki lima, pandai-pandai besi, ataupun di tangan tukang-tukang bangunan. Para pekerja desain itulah yang membentuk warna-warna desain di Indonesia. Kehebatan desain nasional bukan dilihat dari jumlah kuota kerajinan atau produk made in Indonesia yang di ekspor, tetapi di lihat dari kuantitas masyarakat yang menikmati desain tersebut. Paradigma pemikiran desain nasional perlu mempertimbangkan keberadaan fenomena desain tersebut. Kurikulum pendidikan desain perlu menempatkan inklusifitas desain sebagai salah satu wacana desain alternatif. Pemikiran desain yang inklusif akan menempatkan metode desain yang berkarakter lokal. Metode desainyang di bangun berorientasi pada kasus lokal, sehingga membutuhkan pendekatan yang lebih terbuka. Kasus desain di level UKM sangat berbeda dengan desain di level perusahaan besar. Penggunaan metode, perhitungan pendanaan, dan orientasi pasar memeliki kekhasan. Pedekatan pasar, konsep produk sampai dengan kualifikasi kelayakan desain yang dipelajari di sekolah-sekolah desain pada umumnya mengambil pendekatan elitis. Beberapa teori dapat diaplikasikan dengan segera tetapi sebagian teori yang lain memerlukan penyesuaian yang signifikan. Para pendidik desain sudah sepatutnya meninjau kembali teori yang diambil dari teori desain terbitan Barat.
484 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Desain Indonesia adalah desain yang inklusif, desain kerakyatan yang berkiblat pada dinamika masyarakat. Bila para pemikir desain menempatkan paradgima desain seperti ukuran desain yang rasional, logis, terukur dan komprehensif, maka desain nasional tidak akan mendapat tempat yang baik. Pemikiran desain nasional cenderung irasional, implusif dan tanpa standarisasi. Apakah kurikulum pendidikan desain telah berpijak pada konsep lokal tersebut, sebuah konsep desain yang lebih inklusif. Asia adalah kawasan yang berbeda, demikian pula dengan Indonesia, karakter yang berbeda tersebut memberikan dampak budaya yang berbeda. Perbedaan karakter budaya tersebut yang harus disikapi secara bijak. Kebudayan Indonesia adalah kebudayaan yang cenderung irasional, bersifat lesan, dan tidak memiliki standarisasi yang ketat.Desain yang lahir dari kebudayaan tersebut merupakan kebudayaan yang evolotif dan lentur. Kurikulum desain sebaiknya berpijak dari kerangka tersebut. Pengajaran konsep desain na sional yang inklusif, sehingga desain menjadi wilayah yang tidak elitis. Inklusifitas dalam konsep, akan menggiring pemahaman mahasiswa bahwa
desain local memiliki karakter yang berbeda dengan konsep-konsep barat. Creativepreneurship bagi desainer Indonesia tidak berada pada wilayah elitis, tetapi menyasar produk-produk dalam skala kecil. Creativepreneurship merupakan sikap berwirausaha dalam sector ekonomi kreatif.
DAFTAR RUJUKAN
Papanek, Victor. 1982. Design for the Real World. London: Granada.
Budiman, Arief. 2012. Spiritual Creativepreneur Perjalanan membangun Bisnis adalah Perjalanan Spiritual menuju Tuhan. Solo: Tiga Serangkai. Johnson, Paul. 2003. Art: a New History. New York: HarperCollins. Massey, Anne. 1990. Interior Design of The 20 th Century. London: Thames and Hudson.
SIMPULAN Desain iklusi merupakan desain yang berbasis pada kebutuhan riil di masyarakat yang memandang masalah desain dalam skala mikro. Pendidikan desain dapat diarahkan pada konsep inklusifitas tersebut. Sikap creativepreneur atau sikap kewirausahaan dalam sector ekonomi kreatif, dapat dipicu dengan memandang desain sebagai permasalahan mikro. Desain inklusif akan memberikan kesempatan yang lebih luas untuk mengembangkan sikap kreatif bagi para mahasiswa, mengingat konsep inklusif lebih berpijak pada permasalahan riil di lapangan.
Pevsner, Nikollaus. 1986. The Sources of Modern Architectur and Design. London: Thames and Hudson. Sparke, Penny. 1986. An introduction to Design and Culture in the Twentieth Century. London: Allen and Unwin. Widagdo. 2001. Desain dan Kebudayaan. Jakarta: Direktorat Jenderal
485 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Pendidikan Tinggi Pendidikan Nasional.
Departemen
486 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Analisis Kinerja Keuangan Koperasi Dalam Menginspirasi Minat Berwirausaha Di Kota Malang Yohana Yosta Permatasari Bambang Banu Siswoyo Dosen Magister Manajemen Pascasarjana Universitas Negeri Malang E-mail:
[email protected];
[email protected]
Abstrak: Kinerja keuangan koperasi ditentukan oleh pendapatan ROA (Return on Asset). ROA dilihat dari Aktiva dan laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) baik pada Koperasi, UMKM, maupun Perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan kondisi EBIT, Total Aset, dan ROA pada KPRI Kota Malang periode 2012 yang bisa digunakan sebagai gambaran minat berwirausaha bagi koperasi di kota Malang. Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah seluruh KPRI di Kota Malang yang masih aktif sampai tahun 2012 yaitu sebanyak 27 KPRI di Kota Malang. Teknik pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi. Data dianalisis menggunakan statistika deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa KPRI di Kota Malang berada dalam kondisi tinggi dalam perolehan ROA sehingga secara keseluruhannya koperasi dalam kondisi yang sehat dalam usahanya yang berarti koperasi berpotensi dalam berwirausaha, dan bisa menginsipirasi wirausaha baru ataupun yang sedang berjalan. Kata Kunci : koperasi, kinerja keuangan, pendapatan.
“Koperasi adalah perkumpulan otonom dari orang–orang yang bergabung secara sukarela guna memenuhi kebutuhan–kebutuhan ekonomi, sosial, budaya, dan aspirasi–aspirasi yang sama, melalui perusahaan yang dimiliki dan dikontrol secara demokratis” (Idrus, 2008:54). Tujuan utama pendirian suatu koperasi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi para anggotanya (Sumarsono, 2003). Namun demikian, karena dalam memperjuangkan peningkatan kesejahteraan ekonomi anggotanya itu Koperasi berpegang pada asas dan prinsip-prinsip ideal tertentu, maka kegiatan koperasi biasanya juga diharapkan dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Lebih dari itu, karena perjuangan koperasi biasanya terjalin dalam suatu gerakan tertentu yang bersifat nasional, tidak jarang keberadaan
Koperasi juga dimaksudkan untuk pembangunan suatu tatanan perekonomian tertentu (Sumarsono, 2003). Pada umumnya masyarakat menilai keberhasilan dan kesuksesan usaha suatu koperasi dilihat dari kinerja keuangan tersebut yang mana dapat diukur dengan melihat rasio keuangan terutama rentabilitas koperasi. Rentabilitas adalah kemampuan untuk memperoleh keuntungan dari seluruh usaha yang dilakukan dalam suatu periode tertentu (Baswir, 2000:173). Ada dua jenis rentabilitas yang digunakan yaitu return on assets (ROA) dan return on equity (ROE). ROA digunakan untuk menilai keefisienan koperasi dalam menggunakan aktiva untuk kegiatan operasional koperasi. Semakin tinggi ROA maka akan semakin baik. Sedangkan, ROE digunakan untuk menilai efisiensi koperasi dalam menggunakan modal sendiri.
487 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Semakin tinggi rasio ini seharusnya semakin baik karena semakin kuat posisi perusahaan tersebut. Dalam situasi perekonomian dunia yang telah demikian cepat perubahannya ini, kehadiran koperasi yang mampu mandiri secara agregat dibutuhkan. Terkait dengan harapan untuk menjadi salah satu soko guru perekonomian nasional, koperasi yang mandiri akan mampu memberikan keunggulan tersendiri bagi negara. Keberadaan koperasi yang mandiri akan menjadikan pembangunan perekonomian terpacu lebih cepat karena adanya lembaga yang mampu memberdayakan perekonomian masyarakat. Selain itu, koperasi dalam segala bentuk dan ukuran usahanya bisa menciptakan lapangan pekerjaan bagi sebagian anggota masyarakat kita, sekalipun tidak sebesar jumlah yang diserap suatu unit perusahaan konglomerat (Anoraga & Sudantoko, 2002:109). Ada banyak variabel yang berpengaruh terhadap ROA dan ROE koperasi, diantaranya tingkat suku bunga yang berlaku, banyak atau sedikitnya jumlah anggota, partisipasi anggota dalam koperasi, ketersediaan modal koperasi, dan kepercayaan. Namun dari semua hal itu, modal yang paling utama berpengaruh terhadap ROA koperasi, sebab setiap koperasi pasti membutuhkan dana dalam kelancaran kegiatan koperasi. Modal bisa diperoleh dengan adanya anggota. Dalam hal ini, partisipasi anggota berperan penting dalam penentuan keberadaan koperasi. Partisipasi anggota yang baik, tidak terlepas dari adanya sumber daya manusia yang baik pula. Dalam pengembangan sumber daya manusia yang sesuai dengan kebutuhan koperasi, koperasi mengantisipasi dengan pola pendidikan dan latihan sumber dayanya yang paling sesuai dengan kebutuhan pengembangannya. Sumarsono (2003) mengatakan bahwa peningkatan kualitas sumber daya manusia sering dianggap sebagai factor utama dalam
koperasi. Jika ingin bersaing secara fair dengan perusahaan, maka investasi untuk meningkatkan sumber daya manusia sudah saatnya mendapatkan perhatian utama agar dapat mengimbangi kemampuan perusahaan besar dan menengah. Sumber daya manusia koperasi harus bersaing dibidang pengetahuan (entrepreneurship), kecakapan manajerial (managerial skill), dan keterampilan teknis (technical skill). Semakin terpenuhinya hal tersebut menjadikan sumber daya manusia yang dimiliki oleh koperasi mampu mengelola setiap usaha yang dimiliki dan dijalankan oleh koperasi.Bagaimanakah deskripsi kondisi EBIT, Total Aset, dan ROA pada KPRI dikota Malang pada tahun 2012? 1.
Rentabilitas Kinerja keuangan adalah hubungan antara penghasilan dan beban dari entitas sebagaimana disajikan dalam laporan laba rugi. Laba sering digunakan sebagai ukuran kinerja atau sebagai dasar untuk pengukuran lain, seperti tinkgat pengembalian investasi atau laba per saham (IAI, 2009 dalamSiswoyo, dkk, 2013). Rentabilitas adalah kemampuan dalam menghasilkan keuntungan, baik dengan menggunakan dana eksternal, maupun dengan menggunakan dana internal atau dengan kata lain rentabilitas adalah kemampuan untuk memperoleh keuntungan dari seluruh usaha yang dilakukan dalam suatu periode tertentu (Baswir, 2000: 173). Rasio Profitabilitas atau Rentabilitas menunjukkan seberapa efisien suatu perusahaan koperasi, atau seberapa besar kemampuan perusahaan koperasi memberikan manfaaat atas modal yang diinvestasikan anggotanya (Hendar, 2010:202). Rasio ini terdiri dari rasio manfaat keanggotaan atas penjualan (profit margin) dan rasio manfaat keanggotaan atas modal. Manfaat masuknya anggota dalam koperasi dapat berupa manfaat langsung dan manfaat tidak langsung yang akan diterima anggota pada saat pembagian SHU.
488 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Kasmir (2011: 201 – 202) & Zhiea (2012) menjelaskan salah satu rasio rentabilitas yang sering digunakan dalam penelitian yang berkaitan dengan pengaruh laba adalah Return On Assets (ROA). ROA digunakan untuk mengukur manfaat per rupiah penjualan (Hendar, 2010:202). ROA dalam usaha koperasi merupakan perbandingan antara hasil usaha yang diperoleh dengan aset koperasi pada tahun yang bersangkutan (Purwanti, 2010:3). Semakin tinggi rasio ini berarti kinerja perusahaan semakin baik (Purwanti, 2010:8). Rumus untuk mencari Return On Assets menurut Hendar (2010:202) dapat dirumuskan sebagai berikut.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ROA lebih mengutamakan bagaimana kemampuan perusahaan koperasi dalam memperoleh laba melalui penggunaan aktiva yang berasal dari penjualan. 2. Aset/ Aktiva Aset merupakan sumber daya yang dikuasai oleh suatu perusahaan dengan tujuan menghasilkan laba (Subramanyam & Wild, 2010). Aset dalam pengakuan laporan keuangan diakui dalam neraca jika kemungkinan manfaat ekonominya di masa depan akan mengalir ke entitas dan asset tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal. Aset tidak diakui dalam neraca jika pengeluaran telah terjadi dan manfaat ekonominya dipandang tidak mungkin mengalir ke dalam entitas setelah periode pelaporan berjalan. Sebagai alternative transaksi tersebut menimbulkan pengakuan beban dalam laporan laba rugi (IAI, 2009 dalam Siswoyo,dkk, 2013). Menurut Nirbito & Banu ada 4 jenis aktiva yaitu: a. Aktiva Lancar: adalah uang kas atau aktiva lain yang memungkinkan cepat dijadikan uang kas, seperti Bank, uang muka pada
pihak ketiga, uang jaminan, piutang, persediaan barang. Aset yang bisa diklasifikasikan sebagai asset lancar jika: Diperkirakan akan direalisasi dalam jangka waktu siklus operasi normal entitas Dimiliki untuk diperdagangkan Diharapkan akan direalisasikan dalam jangka waktu 12 bulan Berupa kas atau setara kas, kecuali jika dibatas penggunaannya dari pertukaran atau digunakan untuk menyelesaikan kewajibannya setidaknya 12 bulan setelah akhir periode pelaporan (IAI, 2009 Siswoyo,dkk, 2013). b. Modal Penyertaan (Investasi) Adalah penyertaan modal/ investasi koperasi pada perusahaan lain seperti: Koperasi tingkat atasnya atau bawahnya. Unit-unit usaha tertentu atau proyek. Badan usaha swasta atau koperasi lain. Investasi dalam surat berharga, misalnya: obligasi, saham, dsb. c. Aktiva tetap: adalah semua aktiva berwujud yang dapat dipergunakan secara relative dalam jangka waktu lama, seperti: tanah bangunan, investaris mesin produksi, kendaraan, peralatan, dan sebagainya. d. Aktiva lain-lain. Meliputi semua aktiva yang tidak termasuk dalam aktiva di atas, antara lain: Aktiva tak berwujud, seperti: hak patent, hak merk dagang, hak cipta, dsb. Biaya yang ditangguhkan, seperti: biaya yang dibayar lebih dahulu, biaya persiapan, dsb. Pos-pos netral, seperti: hutang barang konsinyasi hubungan rekening koran, dsb. Aktiva yang diragukan, seperti: piutang ragu-ragu.
489 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
METODE Dalam Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Negeri Malang (UM, 2010:18) disebutkan “Rancangan penelitian diartikan sebagai strategi mengatur latar penelitian agar peneliti memperoleh data yang valid sesuai dengan karakteristik variabel dan tujuan penelitian”. Pendekatan yang dilakukan menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif. Penelitian ini dilakukan di KPRI Kota Malang yang bersumber dari Laporan keuangan KPRI selama 1 periode yaitu periode 2012 dengan teknik dokumentasi. Di dalam penelitian ini akan dibahas mengenai kondisi EBIT, Aset, dan ROA pada KPRI Kota Malang yang jumlah populasi dan sampel berjumlah 27 Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI) Kota Malang. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu sumber penelitian yang diperoleh secara tidak langsung atau melalui teknik dokumentasi. Sugiyono (2000:129) menyatakan bahwa data sekunder adalah data yang diperoleh tidak dari
sumbernya langsung melainkan sudah diolah dan biasanya dalam bentuk publikasi atau jurnal. Teknik dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data yang memperhatikan dokumen–dokumen atau catatan koperasi yang ada kaitannya dengan tujuan penelitian. Sementara itu, sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan tahunan (annual report) KPRI kota Malang yang menjadi sampel penelitian. Adapun data yang dipergunakan adalah Aset, EBIT, dan ROA.
HASIL & PEMBAHASAN Hasil penelitian pengolahan data laporan keuangan 27 KPRI di Kota Malang adalah sebagai berikut.
Tabel 1 Hasli Laporan Keuangan 27 KPRI ASSET EBIT (dalam (dalam KOPERASI juta) juta) 1 886 122 2 2,468 46 3 820 93 4 784 146 5 1,319 26 6 448 43 7 1,414 127 8 651 40 9 551 36 10 541 32
ROA 0.14 0.02 0.11 0.19 0.02 0.10 0.09 0.06 0.07 0.06
490 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 MAX MIN MEAN TOTAL
1,230 386 1,812 5,695 841 1,474 2,475 261 1,387 3,748 866 563 3,939 720 1,079 4,427 625 5,695 261 1,534 41,424
58 43 259 329 60 85 61 8 107 361 31 172 45 85 28 186 85 361 8 101 2,727
0.05 0.11 0.14 0.06 0.07 0.06 0.02 0.03 0.08 0.10 0.04 0.31 0.01 0.12 0.03 0.04 0.14 0.31 0.01 0.08 2.25
(Sumber : Data diolah Peneliti, 2016.)
Dari data diatas terlihat bahwa kondisi asset KPRI di Kota Malang dengan nilai tertinggi sebesar Rp 5.695.747.958,00 dan nilai terendah sebesar Rp 261.327.270,00 dan nilai rata-rata sebesar Rp 1.534.254.421,00. Dari data tersebut juga nilai EBIT tertinggi KPRI di Kota Malang sebesar Rp 361.291.550,00. Nilai terendah EBIT sebesar Rp 8.595.502,00. Nilai rata-rata EBIT sebesar Rp 101.022.040,00. Nilai ROA tertinggi KPRI kota Malang sebesar 0,31 atau 31%, nilai terendah ROA sebesar 0,01 atau 1 % dan rata-rata ROA KPRI Kota Malang 0,08 atau 8% pada tahun 2012.
PEMBAHASAN 1. Kondisi EBIT EBIT (Earning Before Interest and Tax) atau laba sebelum bunga dan pajak KPRI Kota Malang terdapat dalam tabel hasil rangkuman diatas. Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa nilai terendah kondisi EBIT KPRI di Kota Malang adalah Rp. 8.595.502,00 yaitu dan nilai tertinggi EBIT KPRI Kota Malang sebesar Rp. 361.291.550,00. Dari hasil diatas, dapat dilihat ada range sebesar Rp 352,696,048.00. Dan dari hasil tersebut bisa dilihat intervalnya sebagai berikut.
491 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Tabel 2 Hasil EBIT No Klasifikasi
Interval
Frekuensi
1
Sangat Rendah
8,595,502.00 79,134,711.60
14
2
Rendah
79,134,711.60149,673,921.20
8
149,673,921.20 220,213,130.80 220,213,130.80 4 Tinggi 290,752,340.40 290,752,340.40 Sangat 5 Tinggi 361,291,550.00 (Sumber : Data diolah Peneliti, 2016.) 3
Cukup
Dari hasil perhitungan diatas dapat dilihat bahwa KPRI di Kota Malang memiliki EBIT dalam kondisi kurang sebab sebanyak 828% KPRI di Kota Malang berada dalam klasifikasi rendah dan sangat rendah. Dari nilai rata-rata seharusnya adalah Rp 184,943,526.00, namun hanya 5 koperasi saja atau dalam persentase sebesar 18% yang memperoleh angka diatas rata-rata, dan 22 KPRI atau sebesar 82% sisanya berada dibawah rata-rata. Dimana seharusnya EBIT dalam kondisi tinggi atau minimal cukup. Hal ini terjadi karena mungkin KPRI di Kota Malang kurang giat dalam meningkatkan penjualan di koperasi, kurang memperbanyak kegiatan yang berhubungan dengan transaksi anggotanya, kurangnya transaksi dengan anggota bisa terjadi karena anggota mungkin lebih menyukai meminjam dana di bank atau lembaga keuangan lain karena terlalu banyaknya persyaratan dalam
2
1
2
koperasi yang menyulitkan anggota dalam transaksi dengan koperasinya. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan oleh koperasi dalam meningkatkan pendapatan masyarakat, khususnya anggota antara lain melalui pembelian bersama dan penjualan bersama (Sumarsono, 2003:12) yang nantinya juga bisa meningkatkan pendapatan koperasi. Melalui pembelian bersama, maksudnya koperasi dapat menyediakan barang-barang kebutuhan angora dengan cara melakukan pembelian langsungpada produsen atau grosir dan dalam jumlah banyak sehingga mendapat potongan harga. Pada gilirannya, para anggota dan masyarakat dilingkungan daerah kerja koperasi dapat memenuhi barang-barang kebutuhannya dengan harga murah. Penghasilan yang sama menghadapi harga barang yang serba murah dapat berarti pendapatan riil meningkat.
492 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Melalui penjualan bersama, maksudnya koperasi dapat menampung produk yang dihasilkan anggota dan mencari pembeli yang sanggup membeli dengan harga lebih tinggi dibandingkan harga penjualan melalui pedagang tengkulak. Dalam kegiatan ini koperasi bertindak atas nama anggota untuk menjual secara bersama dengan harga tinggi berarti meningkatkan pendapatannya. Dari beberapa uraian diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa pertisipasi anggota sangatlah penting dalam pembangunan koperasi. Hal ini dapat diasumsikan sebagai
suatu “given” atau sebagai sesuatu yang demikian saja terjadi secara otomatis setelah keberadaan suatu koperasi (Ropke, 2000: 46). 2. Kondisi Total Asset Total Asset yang dimiliki oleh KPRI Kota Malang berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa nilai terendah kondisi Total Asset KPRI di Kota Malang adalah Rp. 261.327.270,00 dan nilai tertinggi Asset KPRI Kota Malang sebesar Rp. 5.695.747.958,00. Dari hasil diatas, dapat dilihat ada range sebesar Rp 5.434.420.688,00. Dan dari hasil tersebut bisa dilihat intervalnya sebagai berikut.
Tabel 3 Kondisi Total Asset No
Klasifikasi
Interval
Frekuensi
1
Sangat Rendah
2613272701348211408
17
2
Rendah
13482114082621138558.74
6
3
Cukup
2621138558.743708022696.74
0
4
Tinggi
3708022696.744794906834.74
3
5
Sangat Tinggi
4794906834.745881790972.74 (Sumber : Data diolah Peneliti, 2016.)
1
493 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Gambar 1 Persentase Aset KPRI Malang Dari hasil perhitungan diatas dapat dilihat bahwa KPRI di Kota Malang memiliki Asset kurang sebab sebanyak 85% KPRI di Kota Malang memiliki Aset yang berada dalam klasifikasi rendah dan sangat rendah. Dari nilai rata-rata seharusnya adalah Rp 2,978,537,614.00, namun hanya 4 koperasi saja atau dalam persentase sebesar 15% yang memperoleh angka diatas rata-rata, dan 23 KPRI atau sebesar 85% sisanya berada dibawah rata-rata. Dimana seharusnya Total Asset berada di angka cukup atau lebih tinggi, karena dengan adanya asset yang tinggi menunjukkan bahwa KPRI di Kota Malang melakukan aktivitas operasional koperasi yang nantinya bisa meningkatkan laba bagi koperasi dan berpeluang dalam pertumbuhan aktivitas koperasi (Zhiea, 2012). Aset yang dikelola oleh anggota koperasi ini tidka terlepas dari adanya sumber daya yang dimiliki oleh koperasi. Jika sumber daya yang dimiliki telah efisien, pastinya asset yang dimiliki koperasi bisa digunakan dengan baik dan bisa diputar terus sehingga nantinya koperasi bisa berjalan dengan baik dari waktu ke waktu. Dari penelitian ini terlihat bahwa bahwa banyak asset yang belum termanfaatkan dengan baik, Hal ini terjadi mungkin karena kurang terampilnya tenaga kerja yang dimiliki oleh koperasi. Sumarsono (2003) mengatakan bahwa perkembangan sector bisnis yang dikelola
koperasi di Indonesia umumnya di dominasi usaha bisnis rakyat berskala kecil dengan ciri bermodal kecil dan mempekerjakan tenaga kurang terampil. Keadaan semacam ini menjadikan usaha masyarakat senantiasa bersifat subsistem dan mengakar pada penggunaan teknologi konvensional. Untuk memperbaiki kinerja usaha bisnis ini bisa dihimpun dalam wadah koperasi dengan alasan efisiensi operasi dalam skala ekonomi. Ada alasan lain mengapa asset kurang bisa dimanfaatkan dengan baik dalam penelitian ini karena aktivitas koperasi yang kurang sesuai dalam pemenuhan kebutuhan anggota. Aktivitas koperasi seharusnya mengikuti kebutuhan saat ini, terutama kebutuhan anggotanya. Karena kebutuhan yang berubahubah dari para anggota lingkungan koperasi, terutama tantangan persaingan, maka pelayanan koperasi harus terus menerus disesuaikan. Penyesuaian ini memerlukan informasi yang juga harus diberikan oleh partisipasi (Ropke, 2000: 47). 3. Kondisi ROA Hasil perhitungan ROA pada 27 KPRI Kota Malang periode 2012-2013 dapat dilihat berdasarkan Tabel menunjukkan bahwa semua hasil perhitungan ROA bernilai positif. Hal ini berarti bahwa KPRI di Kota Malang yang menjadi sampel penelitian memperoleh laba, sedangkan jika ROA bernilai negatif maka KPRI di Kota Malang tersebut mengalami
494 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
kerugian. Jika melihat rata-rata ROA yang dihasilkan KPRI di Kota Malang di bawah ratarata maka kebanyakan dari KPRI di Kota Malang memiliki profitabilitas yang rendah.
Secara keseluruhan ROA KPRI di Kota Malang dari tahun 2012-2013 cenderung tetap jika melihat rata-ratanya.
Tabel 4 Kriteria Penilaian ROA Koperasi Rasio Nilai Bobot Skor Kriteria Rentabilitas Kredit Aset <5% 25 5 < x ≤7,5 50 7,5 < x ≤ 75 10 >10 100 (Sumber: Peraturan Menteri Negara Koperasi Dan No. 20 Tahun 2008) Jika melihat Tabel diatas, penilaian kondisi ROA KPRI di Kota Malang tahun 2012-2013 sebesar 8% yang menunjukkan KPRI di Kota Malang berada dalam kondisi cukup tinggi dalam perolehan ROA secara keseluruhannya. Hal ini, karena kebanyakan KPRI di Kota Malang telah melakukan penjualan yang tinggi, sehingga koperasi mampu membayar beban utangnya serta memperoleh laba yang diharapkan Return on assets (ROA) yang positif menunjukkan bahwa dari total aktiva yang dipergunakan untuk beroperasi, perusahaan mampu memberikan laba bagi perusahaan. Sebaliknya apabila return on assets yang negatif menunjukkan bahwa dari total aktiva yang dipergunakan, perusahaan mendapatkan kerugian. Jadi jika suatu perusahaan mempunyai ROA yang tinggi maka perusahaan tersebut berpeluang besar dalam meningkatkan pertumbuhan. Tetapi jika total aktiva yang digunakan perusahaan tidak memberikan. laba maka perusahaan akan mengalami kerugian dan akan menghambat pertumbuhan (Zhiea, 2012). Di dalam setiap pengukuran kinerja koperasi, tidak terlepas dari peran anggota. Terdapat beberapa koperasi dengan tingkat
3 3
0,75 1,50
Rendah Kurang
3
2,25
Cukup
3 3,00 Tinggi Usaha Kecil Dan Menengah Republik Indonesia
partisipasi anggota yang rendah, dan beberapa di antaranya bahkan dapat memberikan manfaat yang memuaskan bagi para anggotanya. Akan tetapi, tanpa partisipasi anggota, kemungkinan atas rendah atau menurunnya efisien dan efektivitas anggota dalam rangka mencapai kinerja koperasi, akan lebih besar. Suatu koperasi mungkin saja sukses dalam persaingan, tetapi ia hanya dapat memberikan kinerja pelayanan yang minim bagi anggotanya. Partisipasi dibutuhkan untuk mengurangi kinerja yang minim. Partisipasi memiliki jasa yang tak terhingga dalam pengambilan keputusan dan tindakan-tindakan sebagai suatu tujuan pengembangan atau sebagai tujuan akhir itu sendiri (Ropke, 2000: 45). Dari beberapa penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kinerja koperasi yang komparatif ditentukan oleh adanya peran partisipasi anggota sebagai alat dalam mencapai keberhasilan yang sesuai dengan kepentingan anggota. Perolehan laba juga tergantung dari bagaimana koperasi berperan penting bagi anggota dalam memenuhi kebutuhan anggota koperasi.
495 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Penjelasan singkat diatas adalah bagaimana cara koperasi bisa berkembang yang berasal dari dalam koperasi itu sendiri, adapun disini beberapa beberapa peranan pemerintah yang bisa dilakukan dalam rangka pengembangan koperasi. Peran pemerintah dalam hal pembinaan untuk mengembangkan prakarsa dan kreativitas masyarakat. Peran pemerintah dalam pengembangan koperasi adalah dibidang pembinaan. Pemerintah akan melakukan pembinaan terhadap koperasi sesuai dengan tingkat kemajuan dan kemampuan koperasi yang diarahkan pada upaya memandirikan koperasi. Dengan demikian pola pembinaannya adalah bersifat kondisional dan situasional. Lingkup pembinaan pemerintah adalah meliputi penyuluhan, konsultasi, penyampaian informasi dan pelatihan. Pengertian perlindungan adalah upaya melindungi koperasi yang usahanya belum berkembang dan belum mandiri. Sedangkan, pemberian bantuan adalah meliputi upaya pengembangan peluang usaha dan permodalan (Sumarsono, 2003). Sumarsono (2003) juga mengatakan bahwa pendidikan manajemen sederhana harus diberikan kepada pelaku UKM agar mampu mengembangkan usahanya dan memasarkan hasil produksinya. Pendidikan manajemen sederhana ini, artinya melakukan pendidikan strategi pemasaran, melakukan adminsitrasi yang baik dan sehat dalam bentuk akuntasi sederhana, diantaranya pelatihan cara penjualan dan administrasi keuangan. Akuntansi sederhana dalam bentuk laporan keuangan sangat diperlukan, jika usaha kecil tersebut akan memberikan laporan kepada pihak eksternal, misalnya pada saat akan meminjam dana kepada bank. Pendekatan dengan pelaku UMKM dengan diadakan semacam pertemuan pada setiap periode tertentu untuk bertukar pengalaman dan pengetahuan untuk mengembangkan usaha masing-masing.
Pelatihan penerapan teknologi untuk menjaga konsistensi mutu dan mampu secara cepat menyesuaikan diri terhadap tuntutan mode di masyarakat. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya.KPRI di Kota Malang berada dalam kondisi rendah untuk EBIT dan Total Aset dan kondisi cukup tinggi dalam perolehan ROA dari tahun 2012, dimana seharusnya ebit dan total asset yang tinggi, ROA juga pastinya akan tinggi. ROA yang tinggi mencerminkan koperasi telah melakukan penjualan yang tinggi dan banyak asset yang diputar menjadikan ROA juga meningkat. Penjualan yang tinggi, menunjukkan bahwa koperasi berpotensi dalam berwirausaha. Pengelolaan secara professional menjadikan koperasi mampu bersaing dengan perusahaan. Saran bagi para wirausaha baru dan koperasi yang ada di Kota Malang lebih agresif dalam melakukan penjualan akan kebutuhan anggota utamanya, dimulai penjualan bisa dimulai dengan meningkatkan transaksi para anggota dengan membuka usaha yang terkait dengan kepentingan anggota. Agar memperoleh laba yang semakin besar yang digunakan untuk operasional sehari-hari koperasi dan sebaiknya lebih selektif dalam penggunaan utang yang lebih digunakan dalam aktiva produktif seperti persediaan koperasi dan investasi yang dilakukan dalam jangka pendek sehingga ROA yang diperoleh juga semakin besar dan bisa meningkat dari tahun ke tahun. Dan diharapkan pemerintah bisa melakukan pemberdayaan koperasi dilakukan dengan mengembangkan dan menguatkan koperasi-koperasi yang sudah ada dan mengasah kreativitas koperasi-koperasi baru untuk mengembangkan potensi dalam berkarya dan berwirausaha di Kota Malang ini.
496 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
DAFTAR RUJUKAN
Anoraga,P., & Sudantoko, H. D. 2002. Koperasi, Kewirausahaan, dan Usaha Kecil. Jakarta: PT Rineka Cipta. Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta. Baswir, R. 2000. Koperasi Indonesia. Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE. Gozali, I. 2007. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Dipenogoro. Harmono. 2011. Manajemen Keuangan Berbasis Balanced Scorecard. Jakarta: Bumi Aksara. Harsoyo,Y., Rubiyanto, P.A., Purbocahyono, Y.,D.,Suwarni, K.M.G., Astuti, C.W.R., Mudayen, Y.M.V., & Darmawan, I. 2006. Ideologi Koperasi Menatap Masa Depan. Yogyakarta: Pustaka Widyatama. Hendar. 2010. Manajemen Perusahaan Koperasi. Jakarta: Erlangga. Ichsani, P.A. 2011. Analisis pengaruh Debt to Equity Ratio, Net Profit Margin, dan Total Asset Turnover terhadap Return On Equity serta dampaknya terhadap nilai perusahaan (Pada perusahaan PMDN Non Keuangan Yang Listed di BEI Periode 2002-2009). (Online). Skripsi. Jakarta: Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah, diakses 10 Oktober 2014. Idrus, S.A. 2008. Kinerja Manajer dan Bisnis Koperasi. Peluang dan Tantangan Manajemen Koperasi. Malang: UINMalang Press. Ikhsan, S., & Solikhah, B. 2011. Analisis Rentabilitas Pada Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI) di Jawa Tengah. Jurnal Dinamika Akuntansi, 3 (2): 120-128. Kasmir. 2011. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Mareta,A.D., Topowijono, & Zahroh. 2013. Pengaruh Financial Leverage terhadap Profitabilitas (Studi Pada Perusahaan Sektor Makanan dan Minuman yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2011). Jurnal Administrasi Bisnis, 1 (2): 1-11. Mulya,P.B. 2013. Menghitung Rasio Likuiditas, Solvabilitas, Rentabilitas, dan Perputaran Piutang PT COLORPAK INDONESIA, Tbk. (Online), (http://pandubudimulya.wordpress.com/201 3/11/25/menghitung-rasio-likuiditassolvabilitas-rentabilitas-dan-perputaranpiutang-pt-colorpak-indonesia-tbk/), diakses 3 Mei 2014. Murtini,U & Dwi Setia A. 2006. Pengaruh Pangsa Pasar, Rasio Leverage dan Rasio Intensitas Modal Terhadap Profitabilitas Perusahaan Manufaktur Yang GoPublic Di Indonesia. Jurnal Riset Akuntansi Dan Keuangan , 2 (1): 1-13.
497 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Nirbito, J.G., & Banu, B. Tanpa Tahun. Manajemen Koperasi Modul. Malang: Mataram Muda. Peraturan Menteri Negara Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah Republik Indonesia Nomor 20/Per/M.KUKM/XI/2008.2008. Prawirokusumo, S. 2001. Ekonomi Rakyat, (Konsep, Kebijakan, dan Strategi). Yogyakarta: BPFE. Purwanti, E. 2010. Pengaruh Pangsa Pasar, Rasio Leverage, Intensitas Modal Terhadap Profitabilitas Koperasi Simpan Pinjam Di Salatiga. Among Makarti, 3 (5): 1-13. Purwanto, M.T. 2013. Kinerja Keuangan KPRI Adhy Karya Di Kabupaten Brebes Ditinjau Dari Rasio Likuiditas, Solvabilitas, dan Rentabilitas. Jurnal Permana, 4 (2), 103-120. Ropke, J. 2000. Ekonomi Koperasi. Teori dan Manajemen. Jakarta: Salemba Empat. Santoso, S. 2000. Buku Latihan SPSS Parametrik. Jakarta:PT. Elex Media Computindo. Siswoyo,B.B., dkk. 2013. Buku Materi Pendampingan Koperasi Wanita. Malang: Universitas Negeri Malang. Sitio, A & Tamba, H. 2001. Koperasi: Teori dan Praktik. Jakarta: Erlangga. Subramanyam, K.R., & Wild, J.J. 2010. Analisis Laporan Keuangan. Edisi 10Buku 1. Jakarta: Salemba Empat. Sudana, I. 2011. Manajemen Keuangan Perusahaan Teori & Praktik. Jakarta: Erlangga.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta. Suharyadi & Puwanto. 2009. Statistika Untuk Ekonomi dan Keuangan Modern. Jakarta: Salemba Empat. Sumarsono, S. 2003. Manajemen Koperasi. Teori dan Praktek. Yogyakarta: Graha Ilmu. Tampubolon, Yusuf, & Ilyas. 2009. Penilaian Kinerja Keuangan Koperasi Di Kabupaten Pelalawan. Jurnal Ekonomi, 17 (2): 1-8. Undang-undang RI No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia (Online), (http://www.hukum.depkop.go.id), diakses 22 Juli 2013. Universitas Negeri Malang. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, Disertasi, artikel, Makalah, Laporan Penelitian. Edisi Keempat. Malang: Biro Administrasi Akademik, Perencanaan, dan Sistem Informasi bekerjasama dengan Penerbit Universitas Negeri Malang. Wartawarga. 2012. Pengertian dan Jenis–Jenis Koperasi. (Online), (http://wartawarga.gunadarma.ac.id/201 2/10/pengertian-dan-jenis-jeniskoperasi/), diakses 8 Maret 2014. Widarjono, A. 2010. Analisis Statistika Multivariat Terapan. Yogyakarta: UPP STIM YKPN. Zhiea. 2012. Pengertian ROA, ROE, Dan EVA. (Online),
498 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
(http://zhiea90.blogspot.com/2012/03/p engertian-roa-roe-dan-eva.html),
diakses 14 April 2014.
499 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Penerapan Model Pembelajaran TSTS Pada Mapel Kewirausahaan Di SMK Muhammadiyah 2 Malang Putri Ayu Setya Sudarmiatin Program Studi Manajemen Pascasarjana – Universitas Negeri Malang Email :
[email protected] Abstrak : Seiring berkembangnya jaman, kualitas pendidikan sangat perlu diperhatikan. Peran guru sangatlah penting dalam membangun suasana belajar yang menyenangkan dan tidak membosankan. Maka diharapkan kepada semua pendidik mencoba beberapa strategi-strategi mengajar, salah satunya dengan model pembelajaran two stay two stray. Dengan memanfaatkan model pembelajaran two stay two stray pada mata pelajaran kewirausahaan diharapkan dapat meningkatkan ketertarikan siswa untuk berwirausaha. Model pembelajaran ini membentuk siswa dalam bekerjasama dalam tim. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat aktifitas belajar siswa SMK muhammadiyah 2 Malang. Hasil penelitian penerapan model pembelajaran two stay two stray yang dilakukan pada mata pelajaran kewirausahaan SMK Muhammadyah 2 Malang menunjukkan hasil yang baik didalam peningkatan aktifitas belajar siswa. Kata Kunci: Model Pembelajaran TSTS, Kewirausahaan
Seiring berkembangnya jaman yang semakin maju, banyak sekali orang yang ingin berwirausaha sendiri ketimbang harus bekerja sebagai pegawai kantoran atau sebagai karyawan. Banyak orang yang memiliki persepsi bahwa meskipun usahanya kecil tetapi dia menjadi owner atau pemilik usaha tersebut, beda hal nya dengan kerja di perusahaan orang lain, setinggi-tingginya jabatan di kantornya tetapi dia tetap menjadi karyawan. Karyawan tentu saja lebih sering dapat perintah daripada memerintah, dan sangat terikat dengan waktu kerja. Oleh sebab itulah orang-orang lebih memilih berwirausaha. Tetapi menjadi seorang wirausahawan itu tidaklah mudah, kita harus memiliki jiwa kreatif dan inovatif dan dalam hal ini kualitas pendidikan sangatlah perlu untuk diperhatikan dan peran guru sangatlah penting dalam hal ini untuk membangun suatu sumber daya manusia yang baik dan berkualitas. Kewirausahaan juga merupakan suatu kemampuan dalam menciptakan nilai tambah di pasar melalui proses pengelolaan
sumber daya dengan cara-cara baru dan berbeda. Di Indonesia, kewirausahaan dipelajari baru terbatas pada beberapa sekolah atau perguruan tinggi tertentu saja. Sejalan dengan perkembangan dan tantangan seperti adanya krisis ekonomi, pemahaman kewirausahaan baik melalui pendidikan formal maupun pelatihan-pelatihan di segala lapisan masyarakat kewirausahaan menjadi berkembang. Jaman yang semakin berkembang inilah yang membuat banyak wirausahawan harus berkompetisi agar usaha yang telah didirikannya dapat bersaing secara sehat dengan wirausahawan yang lain. Oleh karena itu, seorang pendidik perlu membangun mental dan rasa kewirausahaan yang dalam kepada peserta didik. Membangun mental dan rasa wirausaha yang tinggi dapat dilakukan oleh guru dengan menerapkan suatu model pembelajaran yang efektif dan menyenangkan untuk siswa. Menerapkan suatu model pembelajaran di kelas dapat memberikan motifasi dan meningkatkan aktifitas siswa
500 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
dalam mengikuti sebuah proses belajar mengajar. Orang yang melakukan kegiatan kewirausahaan disebut wirausahawan. Muncul pertanyaan mengapa seorang wirausahawan (entrepreneur) mempunyai cara berpikir yang berbeda dari manusia pada umumnya. Mereka mempunyai motivasi, panggilan jiwa, persepsi dan emosi yang sangat terkait dengan nilai nilai, sikap dan perilaku sebagai manusia unggul. Inilah yang dapat diterapkan oleh guru melalui model pembelajaran two stay two stray di dalam kelas kepada siswa dan siswi SMK Muhammadiyah 2 Malang. Siswa dan siswi dapat belajar tentang bagaimana cara bekerjasama dengan tim, memberikan persepsi yang berbeda, mempunyai motivasi yang tinggi dalam bersaing dan menjadi manusia yang unggul dalam kehidupan nyata. Kewirausahaan Kewirausahaan memiliki banyak pengertian, secara etimologi; kewirausahaan berasal dari kata (ke : yang memiliki ciri) , (wira : berani) dan (usaha : pekerjaan, daya upaya, perbuatan), atau dalam bahasa Inggrisnya adalah enterpreunership. Kata entrepreneur sendiri berasal dari bahasa Perancis yaitu entreprende yang berarti petualang, pengambil risiko, kontraktor, pengusaha (orang yang mengusahakan suatu pekerjaan tertentu), dan pencipta yang menjual hasil ciptaannya. Dalam kamus besar bahasa indonesia wirausaha sama dengan wiraswasta yaitu orang yg pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk pengadaan produk baru, memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya. Berdasarkan pada lampiran Keputusan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil Nomor 961/KEP/M/XI/1995 mencantumkan mengenai pengertian wirausaha dan Pengertian Kewirausahaan, yaitu sebagai berikut:
1. Pengertian Wirausaha adalah orang yang memiliki sikap, perilaku, semangat tinggi serta kemampuan kewirausahaan. 2. Pengertian Kewirausahaan adalah sikap, perilaku, semangat dan kemampuan seseorang untuk menangani usaha yang mengarah pada upaya dalam mencari, mewujudkan dan mengaplikasikan yang meliputi pada cara kerja, teknologi serta produk baru dengan meningkatkan efisiensi untuk memberikan pelayanan secara tepat dan lebih baik serta memperoleh keuntungan yang lebih besar pula. Kewirausahaan berasal dari istilah entrepeneurship yang sebenarnya berasal dari kata entrepreneur yang artinya suatu kemampuan (ability) dalam berfikir kreatif dan berperilaku inovatif yang dijadikan dasar, sumber daya, tenaga penggerak tujuan, siasat kiat dan proses dalam menghadapi tantangan hidup (Soemahamidjaja, 1977:2). Dalam pengertian ini Usman (1997:3) mengatakan entrepreneur adalah seorang yang memiliki kombinasi unsur (elemen-elemen) internal yang meliputi kombinasi inovasi, visi, komunikasi, optimisme, dorongan semangat dan kemampuan untuk memanfaatkan peluang usaha. Pendapat lain mengatakan kewirausahaan muncul apabila seseorang berani mengembangkan ide-ide usaha atau ideide barunya. Proses kewirausahaan meliputi semua fungsi, aktivitas dan tindakan yang berhubungan dengan perolehan peluang dan penciptaan organisasi usaha, oleh sebab itu wirausaha adalah orang yang memperoleh peluang dan menciptakan suatu organisasi untuk mengejar peluang itu (Bigrave, 1955). Hakikat kwirausahaan menurut drucker (1994) Sifat, watak dan ciri yang melekat pada individu yang mempunyai kemauan keras untuk mewujudkan dan mengembangkan gagasan kreatif ke dalam kegiatan inovatif yg bernilai dan kemampuan untuk menciptakan
501 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
sesuatu yang baru, berbeda dan bermanfaat melalui pemikiran kreatif & tindakan inovatif. Sri Edi Swasono (1978:38) mengatakan dalam konteks bisnis, wirausaha adalah Pengusaha, tetapi tidak semua pengusaha adalah wirausaha. Wirausaha adalah pelopor dalm bisnis, inovator, peenanggung resiko, yang mempunyai visi kedepan, dan memiliki keunggulan dalam berprestasi dibidang usaha. Jahja (1977) membagi nilai kewirausahaan dalam dua dimensi nilai yaitu : (1) Pasangan sistem nilai kewirausahaan yang berorientasi materi dan non materi. (2) nilai yang berorientasi pada kemajuan dari nilai-nilai kebiasaan. Selanjutnya beliau menguraikan bahwa : (a) Wirausaha yang berorientasi kemajuan untuk memperoleh materi, ciricirinya pengambil resiko, terbuka terhadap teknologi dan mengutamakan materi. (b) Wirausaha yang berorientasi pada kemajuan tetapi bukan untuk mengejar materi, wirausaha ini hanya ingin mewujudkan rasa tanggung jawab, pelayanan, sikap positif dan kreativitas. (c) Wirausaha yang berorientasis pada materi, dengan berpatokan pada kebiasaan yang sudah ada, misalnya dalam perhitungan usaha dengan kira-kira, sering menghadap kearah tertentu (aliran Fengsui) supaya berhasil. (d) Wirausaha yang berorientasi pada materi, dengan bekerja berdasarkan kebiasaan, wirausaha model ini biasanya tergantung pada pengalaman, berhitung dengan menggunakan mistik, faham etnosentris dan taat pada tata cara leluhur. Pendapat David Osborne & Ted Gaebler (1992) dalam bukunya ”Renventing Govermenent” lebih jelas mengatakan bahwa dalam perkembangan dunia dewasa ini dituntut pemerintah yang berjiwa kewirausahaan (Entrepreneurrial Governement).Dengan memiliki jiwa kewirausahaan maka birokrasi dan instansi akan memiliki inovasi, optimisme dan berlomba untuk menciptakan cara-cara baru yang lebih efisien, efektif, inovatif, fleksibel dan adaptif.
Menurut Suryana (2001) ilmu kewirausahaan berasal dari ilmu dalam bidang perdagangan. Namun kemudian dikembangkan dalam bidang-bidang lain yakni bidang industrri, pendidikan, kesehatan, lembaga pemerintah, perguruan tinggi dan lain-lain. Berdasarkan pendapat diatas maka siswa SMK yang memiliki peluang besar untuk ikut mengembangkan ekonomi rakyat maupun siswa yang sedang mempersiapkan diri untuk mengisi peluang kerja sebagai pekerja pada dunia usaha dan industri seharusnya memiliki jiwa dan perilaku atau karakteristik kewirausahaan. Jadi wirausaha pada hakikatnya adalah kemampuan berusaha secara mandiri tanpa bergantung dengan orang lain serta tangguh menghadapi cobaan. Pengusaha adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk mengubah sumber-sumber ekonomis menjadi sesuatu usaha yang menguntungkan. Wirausahawan adalah seseorang/pencipta kreasi yang tinggi serta memiliki motivasi dalam dirinya untuk menemukan berbagai perubahan setiapsaat yang berpijak pada sikap kemandirian. Sikap Wirausaha: 1) Selalu berpikir positif dalam menghadaapi segala hal 2) Berorientasi jauh kedepan, berpikiran maju, dan tidakmudah terlena oleh hal-hal yang sudah berlalu 3) Tidak gentar saat melihat pesaing, namun justru bersyukur mempunyai pesaing. Dengan adanya pesaing orang terusdapat ber kembang dan berusahan untuk tetap dapatbe rtahan 4) Selalu ingin tahu, akan membuat orang selalu mencari jalan keluar untuk maju 5) Ingin memberi yang terbaik untuk orang lain 6) Penuh semangat dan berjuang keras hingga menimbulkan pengaruh yang baik untuk sekelilingnya
502 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Jiwa, Sikap, dan Prilaku Kewirausahaan : a) Penuh percaya diri (penuh keyakinan, optimis, berkomitmen, disiplin,bertanggung jawab b) Memiliki inisiatif (penuh energi, cekatan dalam bertindak, dan aktif c) Memiliki motif berprestasi (orientasi pada hasil dan wawasan ke depan d) Memiliki jiwa kepemimpinan (berani tampil beda, dan dapat dipercaya,dan tangguh dalam bertindak e) Berani mengambil resiko dengan penuh perhitungan Tujuan Pengembangan Kewirausahaan : 1) Mendorong budaya kompetitif, kreatif, inovatif dankeberanian mengambil risiko 2) Mengembangkan kemampuan warga sekolah dlmmenangkap peluang bagi implementasi program. 3) Menumbuhkan sensivitas warga sekolah dalammemanfaatkan sumber daya utk mendapatkankeuntungan finansial 4) Mengembangkan unit kegiatan kewirausahaan ygefektif, efisien & bermanfaat bagi kemajuan sekolahyg sekaligus memberikan pengalaman belajarkepada siswa. Karakteristik Kewirausahaan: 1) Kerja keras dan kerja cerdas 2) Disiplin dan percaya diri 3) Berwatak baik dan luhur 4) Mandiri dan realistis 5) Berpikiran prestatif dan tidak mau menjadi orang yang biasa saja 6) Komitmen yang tinggi dan konsisten 7) Dapat mengendalikan emosi (strong emotional attachment) 8) Tidak ingkar janji dan tepat waktu 9) Berpikir positif dan bertanggung jawab 10) Memperhitungkan risiko yang akan terjadi dan tidak gegabah
11) Tahu kebutuhan orang, peka serta intuitif 12) Bisa bekerjasama dengan orang dan disuskai 13) Bisa membangun tim dan bekerja dalam tim 14) Seorang motivator yang hebat untuk diri sendiri dan orang sekitarnya 15) Selalu berpikir ada jalan keluar 16) Mempunyai keinginan berprestasi tinggi serta tidak cepat merasa puas diri 17) Bisa merencanakan, bisa bertindak, dan mengerjakannya 18) Visioner atau berpandangan jauh ke depan 19) Punya determinasi dan kuat dalam prinsip 20) Punya integritas yang tinggi 21) Total dalam bekerja Ciri-ciri wirausahawan: a) Kerja keras b) Percaya diri c) Optimis d) Teguh hati e) Energik f) Tinggi kebutuhanakan prestasi g) Menerima risiko h) Ambisius untuk maju i) Menciptakan peluang j) Cerdasan (intelektual,emosional, spiritual) k) Pola pikir positif l) Komitmen thdp moral m) Daya saing (kompetitif) n) Profesional o) Naluri dan intuisi yg tajam p) Kreativitas tinggi q) Disiplin r) Memiliki kemampuan menjual Keterampilan berwirausaha: 1) Keterampilan manajerial (managerial skill) 2) Keterampilan konseptual (conceptual skill)
503 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
3) Keterampilan mengelola SDM (human skill) 4) Keterampilan merumuskan masalah dan mengambil 5) keputusan (decision making skill) 6) Keterampilan mengelola waktu (time management skill) 7) Keterampilan teknis (technical skill) A. Model Pemblejaran TSTS Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray dikembangkan oleh Spencer Kagan. Metode ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia peserta didik. Metode pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray merupakan sistem pembelajaran kelompok dengan tujuan agar siswa dapat saling bekerja sama, bertanggung jawab, saling membantu memecahkan masalah dan saling mendorong untuk mengemukakan pendapat. Metode ini juga melatih siswa untuk bersosialisasi dan berwirausaha dengan baik. Suprijono (2010) mengemukakan bahwa model pembelajaran Two Stay Two Stray atau metode dua tinggal dua tamu, merupakan pembelajaran dengan metode yang diawali dengan pembagian kelompok. Setelah kelompok terbentuk guru memberikan tugas berupa permasalahan-permasalahan yang harus mereka diskusikan jawabanya. Pembagian kelompok Two Stay Two Stray pada siklus I berbeda dengan siklus II. Hal ini bertujuan agar setiap siswa dalam kelompok merasakan pengalaman dalam kerja sama di kelompoknya, yaitu dua siswa yang bertugas bertamu pada siklus I, maka pada siklus II bertugas tetap tinggal dikelompoknya, sedangkan dua siswa yang tinggal di kelompok pada siklus I, maka pada siklus II bertugas bertamu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lie (2007).
Langkah-langkah model pembelajaran Two Stay Two Stray (dalam Lie, 2002:61-62) adalah sebagai berikut: 1) Guru menyampaikan materi pelajaran 2) Guru menggali pengetahuan siswa tentang materi kewirausahaan melalui tanya jawab 3) Siswa bekerja sama dalam kelompok terdiri dari empat orang. 4) Siswa diberi lembar kertas oleh guru dan mengerjakan secara kelompok. 5) Setelah selesai, dua siswa dari masingmasing kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu ke kelompok yang lain. 6) Dua siswa yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka. 7) Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain. 8) Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka Pembelajaran kooperatif model Two Stay Two Stray, guru membagi siswa menjadi kelompok sesuai dengan keinginan siswa agar siswa dapat bekerja sama dalam kelompok untuk melaksanakan diskusi secara maksimal. Pembelajaran kooperatif model Two Stay Two Stray terdiri dari: 1. Persiapan Tahap ini adalah hal yang dilakukan guru adalah membuat silabus dan sistem penilaian, desain pembelajaran, menyiapkan tugas siswa dan membagi siswa menjadi beberapa kelompok dengan masing-masing anggota 4 siswa dan setiap anggota kelompok harus heterogen berdasarkan prestasi akademik siswa. 2. Presentasi Guru Tahap ini guru menyampaikan indikator pembelajaran, mengenal dan menjelaskan materi sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah dibuat.
504 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
3. Kegiatan Kelompok Kegiatan ini adalah pembelajaran menggunakan lembar kegiatan yang berisi tugas-tugas yang harus dipelajari oleh tiap-tiap siswa dalam satu kelompok. Setelah menerima lembar kegiatan yang berisi permasalahanpermasalahan yang berkaitan dengan konsep materi dan klasifikasinya, siswa mempelajarinya dalam kelompok kecil (4 siswa) yaitu mendiskusikan masalah tersebut bersama-sama anggota kelompoknya. Masingmasing kelompok menyelesaikan atau memecahkan masalah yang diberikan dengan cara mereka sendiri. Kemudian 2 dari 4 anggota dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya dan bertamu ke kelompok yang lain, sementara 2 anggota yang tinggal dalam kelompok bertugas menyampaikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu. Setelah memperoleh informasi dari 2 anggota yang tinggal, tamu mohon diri dan kembali ke kelompok masing-masing dan melaporkan temuannya serta mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka. 4. Formalisasi Setelah belajar dalam kelompok dan menyelesaikan permasalahan yang diberikan salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya untuk dikomunikasikan atau didiskusikan dengan kelompok lainnya. Kemudian guru membahas dan mengarahkan siswa ke bentuk formal. 5. Evaluasi Kelompok dan Penghargaan Tahap evaluasi ini untuk mengetahui seberapa besar kemampuan siswa dalam memahami materi yang telah diperoleh dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif model Two Stay Two Stray. Masing-masing siswa diberi kuis yang berisi pertanyaanpertanyaan dari hasil pembelajaran dengan model Two Stay Two Stray, yang selanjutnya dilanjutkan dengan pemberian penghargaan
kepada kelompok yang mendapatkan skor ratarata tertinggi. B. Aktifitas siswa Rohani (2004:6) belajar yang berhasil tentu melalui berbagai macam aktifitas, baik aktifitas fisik maupun aktifitas psikis. Aktifitas fisik ialah “peserta didik aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain ataupun bekerja, ia tidak hanya duduk dan mendengarkan, melihat atau hanya pasif”. Sardiman (2011:95) “Tidak ada belajar kalau tidak ada aktifitas”. Proses belajar mengajar merupakan suatu aktifitas yang berlangsung dengan melibatkan berbagai macam komponen yang saling berinteraksi guna mencapai tujuan. Perlu ditambahkan juga bahwa yang dimaksud aktifitas belajar itu adalah aktifitas yang bersifat fisik/ jasmani maupun mental/rohani. Suatu aktifitas akan mengakibatkan adanya perubahan tingkah laku pada individu yang bersangkutan sebagai hasil dari proses belajar, hal ini sama halnya dengan prinsip dari belajar serta pengalamannya yang dimaksudkan yaitu pengalaman yang didapat oleh seorang siswa selama proses belajar. Proses belajar akan menghasilkan perubahan tingkah laku seseorang dalam hal ini, perubahan tingkah laku yang dilakukan dari adanya aktifitas belajar tidak hanya dipengaruhi oleh siswa saja, melainkan juga dipengaruhi oleh beberapa komponen penting lainnya. Proses belajar mengajar perlu dikembangkan secara aktif baik oleh anak didik (siswa) maupun pendidik (guru) sesuai dengan perannya. Aktifitas siswa hakikatnya adalah keterlibatan mental dan fisik siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Aktifitas belajar seorang siswa dengan siswa yang lain akan berbeda sesuai dengan kemampuan pada diri siswa masing-masing. Sehingga pembentukan kebiasaan-kebiasaan belajar yang aktif perlu mendapatkan perhatian yang serius.
505 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Aktifitas belajar dalam suatu proses belajar mengajar sangatlah tergantung pada peranan guru dan siswa. Peranan guru yaitu memberikan bimbingan serta merencanakan segala kegiatan dalam proses belajar mengajar, sedangkan siswalah yang lebih banyak melakukan aktifitas belajar. Aktifitas belajar antar siswa sangatlah beragam dan berbeda antara satu dengan yang lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan tingkat kemampuan, sehingga seorang guru hendaknya memperhatikan aktifitas belajar pada semua siswa. Diedrich (dalam Rohani, 2004:9) macam-macam aktivitas antara lain sebagai berikut: 1) Visual Activities, misalnya membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain. 2) Oral Activities, misalnya menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi dan instruksi. 3) Listening Aktivities, misalnya mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, musik, dan pidato 4) Writing Activities, misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket dan menyalin. 5) Drawing Activities, misalnya menggambar, membuat grafik, dan peta diagram. 6) Motor Activities, misalnya melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, dan berternak. 7) Mental Activities, misalnya menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisa, melihat hubungan, dan mengambil keputusan. 8) Emotional Activities, misalnya menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, dan gugup.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa aktifitas siswa dalam proses belajar mengajar tidak cukup hanya mendengar dan mencatat saja. Adapun kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan yang mengarah pada proses belajar seperti bertanya, mengajukan pendapat, mengerjakan tugas, menjawab pertanyaan dari guru, dan lancar dalam mempresentasikan hasil kerja kelompok. METODE Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan pendekatan kualitatif yaitu suatu bentuk kajian yang bersifat refleksi oleh peneliti dengan tujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran melalui tindakan tertentu.Karakteristik-karakteristik utama dalam penelitian tindakan kelas adalah adanya partisipasi dan kolaborasi antara peneliti dan anggota kelompok sasaran. Proses pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, tes, wawancara, dokumentasi dan catatan lapangan. Analisis data yang digunakan peneliti adalah analisis model Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2009:246-253) yang menyatakan bahwa terdapat tiga langkah dalam analisis data kualitatif, yaitu: 1. Reduksi data (Data Reduction) 2. Penyajian Data (Data Display) 3. Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing) Data yang diperoleh dianalisis sebagai berikut: Penilaian siswa dalam menerapkan pembelajaran model Two Stay Two Stray pada tiap-tiap siklus diperoleh melalui lembar panduan observasi (Arikunto, 2009:245). Data yang terdapat dalam lembar pengamatan dihitung prosentase frekuensi deskriptor yang muncul dengan menggunakan rumus di bawah ini: Presentase Keberhasilan = ∑ X 100% ∑
506 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Tabel 1.1 Persentase Taraf Keberhasilan Persentase Keberhasilan Keberhasilan Baik Sekali 80 – 100 Baik 60 – 79 Cukup 56 - 65 Kurang 40 - 55 Gagal 30 - 39 (Sumber: Arikunto, 2009: 245)
Model dalam penelitian ini antara lain tertera pada Gambar 1.1 sebagai berikut: Perencanaan Refleksi
Siklus I
Pelaksanaan
Pengamatan
SIMPULAN & SARAN
Perencanaan Refleksi
Simpulan
siklus II Pengamatan
menjadi lebih kondusif dengan tidak adanya siswa yang membuat kegaduhan. Siswa juga lebih termotivasi untuk mengikuti pembelajaran dalam model pembelajaran ini. Hasil pengamatan kegiatan siswa pada siklus II sebesar 90,85% hal ini menunjukkan peningkatan sebesar 15,35%. Hasil penelitian dengan penerapan model pembelajaran Two Stay Two Stray dapat membuat siswa menjadi lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran di kelas pada mata pelajaran kewirausahaan. Berdasarkan penelitian dapat diketahui bahwa peningkatan aktifitas belajar siswa dengan menggunakan model Two Stay Two Stray dikatakan berhasil karenak adanya suasana baru dalam proses belajar mengajar, sehingga siswa tertarik dan aktif dalam mengikuti pelajaran tersebut.
Pelaksanaan
? Gambar 1.1 Alur Penelitian Tindakan Kelas (Sumber: Arikunto, 2008:16) Hasil Penelitian dan Pembahasan Penerapan model pembelajaran Two Stay Two Stray untuk siklus I dapat dikatakan tidak cukup baik karena aktifitas siswa yang masih mencapai 75,5% dengan kategori “Baik”. Karena masih ada beberapa siswa yang masih pasif dan proses belajar mengajar kurang maksimal karena masih banyak siswa yang berbicara sendiri serta membuat kegaduhan dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran siklus II sudah mengalami peningkatan, siswa menjadi lebih aktif dibandingkan siklus sebelumnya dan kelas
Berdasarkan hasil paparan data dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. Penerapan model pembelajaran Two Stay Two Stray pada mata pelajaran kewirausahaan di kelas X SMK Muhammadiyah 2 Malang sudah sangat baik dan Pembelajaran model Two Stay Two Stray dapat meningkatkan aktifitas belajar siswa. Hal ini dapat dibuktikan dari presentase keberhasilan tindakan mengalami peningkatan sebesar 15,35%. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas maka saran yang diajukan oleh peneliti adalah sebagai berikut : Bagi pihak sekolah SMK Muhammadiyah 2 Malang, dapat menerapkan model pembelajaran Two Stay Two Stray untuk sarana belajar mengajar yang menyenangkan. model pembelajaran yang bervariasi dan sesuai
507 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
dengan materi dapat meningkatkan aktifitas belajar siswa. Untuk peneliti berikutnya, dapat menjadi acuan untuk kegiatan penelitian lebih
lanjut dalam mengembangkan dan menerapkan pembelajaran model Two Stay Two Stray. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
DAFTAR RUJUKAN Anisah. 2012. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TS-TS) untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas VIII D di SMP NEGERI 2 GODEAN, (online) ( http://journal.student.uny.ac.id/jurnal/a rtikel/288/43/150 ), di akses tanggal 01 April 2014. Arikunto, S & S. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Dimyati & Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Asdi Mahastya. Drucker, F. P. 1994. Innovation and Entrepreneurship : practicer and principles. penerjemahan Rusdi Naid, Jakarta: Gelora Aksara Pratama. Hamalik, O. 2008. Perencanaan Pengajaran berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: PT Bumi Aksara. Hasibuan, J.J. & Moedjiono. 2009. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Rosda Karya. Joyce, B., Weil, M., dan Calhoun, E. 2011. Models of Teaching Model-model Pengajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Lie, A. 2002. Mempraktikkan Cooperatif Learning di Ruang-ruang Kelas.
Mia, P. 2012. Penerapan Metode Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray Untuk Peningkatan Aktivitas Belajar IPA Siswa di SMP Negeri 7 Purworejo, (online) ( http://ejournal.umpwr.ac.id/index.php/r adiasi/article/view/230 ), di akses tanggal 01 april 2014. Moleong, L. J. 2008. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Nurhadi. 2011. Menciptakan pembelajaran IPS Efektif dan Menyenangkan. Jakarta: Multi Kreasi Satu delapan. Setya, Putri Ayu. 2014. Implementasi Strategi Pembelajaran Kooperatif Model Two Stay Two Stray Untuk Meningkatkan Aktifitas dan Hasil Belajar (Studi Pada Standar Kompetensi Dasar Menjelaskan Komunikasi Kantor Kelas X Administrasi Perkantoran Di SMK Muhammadiyah 2 Malang). Skripsi. Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Malang. Rohani, A. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Sagala.
2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo.
508 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Soeparman, S.1980. Membina sikap mental wirausaha. Gunung Jati: Jakarta. Sudjana, N. 2009. Penilaian Hasil Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Suprijono, A. 2010. Cooperative Learning Teori & Aplikasi Pakem. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Suryana. 2001. Kewirausahaan Pedoman Praktis: Kiat dan proses menuju sukses. Wijaya Grand Center. Penerbit Salemba Empat: Jakarta. Uno, H. B. 2011. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Usman, M. 1997. Kewirausahaan dalam birokrasi salah satu langkah antisipatif menghadapi globalisasi. Makalah seminar. Jatinangor : IKOPIN. Ventje
A. S. 2013. Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray pada Pelajaran IPS Terpadu untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Tondano. (online) ( http://ejournal.unima.ac.id/index.php/jp e/article/view/1646 ), di akses tanggal 11 oktober 2014.
Zaini, H., Munthe, B., &Aryani, S. A. 2008. Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani. Winkel, W.S. 2005. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo.
509 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Pendidikan Seni Berbasis Kreatifitas Teknik Batik pada Pembelajaran Kewirausahaan di SMA Regreat Suasmiati Pasca Sarjana Universitas Negeri Malang E-mail:
[email protected] Abstrak: Pendidikan Seni mempunyai peranan yang amat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Tujuan Pendidikan seni pada umumnya adalah menyediakan lingkungan yang memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan kemampuan bakat dan kreatifitasnya dalam pengalaman berkesenian secara optimal. Pengalaman berkesenian memiliki peranan yang sangat penting dalam membantu perkembangan bakat dan kreatifitas anak, menolong pertumbuhan dan perkembangan kematangan estetis anak, dan membantu anak belajar untuk hidup secara sempurna. Salah satunya yang diterapkan di sekolah terutama di SMA, pembelajaran teknik batik dapat dijadikan pengalaman berkesenian yang memungkinkan bagi peserta didik dijadikan sebagai kegiatan yang berguna untuk menuju kearah kewirausahaan. Kata Kunci: Pendidikan Seni, Batik, Kreatifitas, Pembelajaran, Kewirausahaan
Dalam perkembangan pendidikan seni di Indonesia diharapkan mampu menjadi sarana untuk menanamkan pengetahuan dan mengenalkan keanekaragaman budaya bangsa yang merupakan ciri khas jati diri atau kepribadian bangsa, hingga akhirnya pendidikan seni diharapkan mampu menanamkan dan menumbuhkembangkan rasa cinta tanah air pada peserta didik sebagai generasi muda. Sejalan dengan rumusan tujuan pendidikan seni yang telah ditetapkan, saat ini pendidikan seni di sekolah terwujud dalam mata pelajaran Seni Budaya, maka telah jelas bahwa pendidikan seni di sekolah harus diadakan untuk memberikan pengetahuan dan pengenalan terhadap kesenian budaya bangsa yang meliputi seni rupa, seni tari, seni musik, dan seni teater. Pengalaman berkesenian memiliki peranan yang sangat penting dalam membantu perkembangan bakat dan kreatifitas anak, menolong pertumbuhan dan perkembangan kematangan estetis anak, dan membantu anak belajar untuk hidup secara sempurna (Wickiser, 1974:7).
Belajar dalam pendidikan seni tidak cukup kalau berhenti dalam tahapan memahami dan memiliki wawasan seni. Tahapan mesti dilanjutkan, dan utamanya, ke proses menghasilkan. Peserta didik harus dilatih untuk memfungsikan pengetahuan dan skillsnya yang telah dimiliki untuk dapat menghasilkan sesuatu yang mempunyai nilai artinya yang bisa menghasilkan. Pendidikan seni bertujuan juga untuk membangun kerangka pikir agar peserta didik memiliki kepekaan dan ketrampilan dalam memfungsikan pengetahuan dan kompetensinya bagi diperolehnya sesuatu produk di bidang seni yang inovatif dan penuh dengan kreatifitas yang bermakna dan bernilai jual (dalam Moeljadi, jurnal 2014) Salah satunya yang diterapkan di sekolah terutama di SMA, pembelajaran teknik batik dapat dijadikan pengalaman berkesenian yang memungkinkan bagi peserta didik dijadikan sebagai kegiatan yang berguna untuk menuju kearah kewirausahaan. Kewirausahaankreatifitas sebagai sebuah pola pikir dapat dipandang sebagai sebuah kerangka berpikir
510 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
enterprenurial untuk berinovasi tersebut dapat diterima dan dihargai oleh orang lain. Dalam konteks pembelajaran, kerangka berpikir enterprenurial dapat dibangun dan dibiasakan melalui kegiatan pembelajaran enterprenurialship yang terintegrasi (Erickson, 2002). Pembelajaran batik sebagai salah satu pengaplikasian materi yang ada pada kurikulum 2013 yaitu berkarya seni 2 D hasil modifikasi. Sebagai salah satu materi dalam pembelajaran pendidikan seni di SMA pada mata pelajaran seni budaya, pembelajaran batik dirasa perlu diberikan di sekolah. Dengan mempelajari teknik batik dan aplikasinya, maka diharapkan peserta didik mempunyai pola pikir untuk meningkatkan sikap kreatifitas, inovasi dan produktifitas, serta mempunyai pemahaman akan keragaman budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia dan mempunyai kepedulian untuk mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan berkarya batik yang sudah diturunkan secara turun temurun oleh para leluhur. PEMBAHASAN Pendidikan Seni Berbasis Kreatifitas Teknik Batik Pendidikan mempunyai peranan yang amat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Tujuan Pendidikan seni pada umumnya adalah menyediakan lingkungan yang memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan kemampuan bakat dan kreativitasnya dalam berkesenian secara optimal. Terkait dengan kemampuan kreativitas, apa yang dapat dilakukan oleh pendidik adalah mengembangkan sikap dan kemampuan peserta didik, atau siswa, atau anak-anak ; yang dapat membantu untuk menghadapi persoalanpersoalan di masa mendatang dengan
kreativitas dan daya imajinasi di dalam kegiatan berkesenian baik seni rupa, tari, musik, teater dan bahkan seni yang lain yang sesuai dengan bakat, minat dari peserta didik. Untuk memotivasi perkembangan fisik dan psikis, serta logika dan rasa peserta didik secara berimbang di sekolah, pendidikan kesenian berfungsi sebagai median (rekreatif), media ekspresi, media kreatifitas, media komunikasi, dan media pengembangan bakat (Syafii, 2005). Dengan penuh kreatifitas yang tinggi tentunya akan dapat meningkatkan hasil belajar dan dapat mengembangkan bakat yang dimiliki berupa kerangka pikir kearah kewirausahaan. Perlukah Kreatifitas? Dalam seni, setiap orang dinilai memiliki kreatifitas dan kecerdasannya masing-masing. Seni dapat memfasilitasi setiap orang untuk menuangkan atau mencurahkan segala kreatifitas berdasarkan kehendak masing-masing orang itu sendiri. Dalam salah satu konsep pendidikan seni untuk pertumbuhan mental dan kreatif idealnya seni merupakan sarana bagi anak dalam proses pertumbuhan mental dan jiwa kreatifitas. Pentingkah Kreatifitas? Semua orang tahu akan pentingnya kreatifitas bagi individu dan masyarakat. Di masa lampau, orang yang kreatif ditemukan hanya jika mereka telah membuat suatu produk yang orisinil. Padahal pengertian atau maksud dari kreatifitas tidak hanya terbatas seperti itu saja. Kreatifitas adalah kemampuan sesorang untuk menghasilkan komposisi, produk atau gagasan apa saja yang pada dasarnya baru, dan sebelumnya tidak ada yang membuat atau bisa juga diartikan pengembangan dari produk yang sudah ada tetapi di inovasi dengan bahan lain atau bentuk yang lain. Ia dapat berupa kegiatan imajinatif atau sintesis pemikiran yang hasilnya bukan hanya perangkuman, tetapi mencakup pembentukan pola baru dan gabungan informasi yang diperoleh dari pengalaman sebelumnya dan pencangkokan hubungan lama
511 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
ke situasi baru dan mungkin mencakup pembentukan korelasi baru. Hasil dari sebuah kreatifitas dapat berupa produk seni, kesusastraan, produk ilmiah, atau mungkin bersifat prosedural atau metodologis. Menurut James R. Evans, Kreatifitas adalah keterampilan untuk menentukan pertalian baru, melihat subjek perspektif baru, dan membentuk kombinasi-kombinasi baru dari dua atau lebih konsep yang telah tercetak dalam pikiran, sedangkan menurut Santrock, Kreatifitas adalah kemampuan untuk memikirkan tentang sesuatu dalam cara yang baru dan tidak biasanya serta untuk mendapatkan solusi-solusi yang unik. Dalam memahami kreatifitas hendaknya memperhatikan karakteristiknya antara lain: 1) Kreatifitas merupakan proses, bukan hasil, 2) Proses itu mempunyai tujuan yang mendatangkan keuntungan bagi orang itu sendiri atau kelompok sosialnya, 3) Kreatifitas mengarah pada penciptaan sesuatu yang baru, berbeda dan karenanya unik bagi orang itu, baik berbentuk lisan atau tulisan, maupun konkret atau abstrak, 4) Kreatifitas merupakan suatu cara berpikir yang tidak sama dengan kecerdasan, yang mencakup kemampuan mental selain berpikir, 5) Kemampuan untuk mencipta bergantung pada pengetahuan yang diterima, 6) Kreatifitas merupakan bentuk imajinasi yang dikendalikan yang menjurus kearah beberapa bentuk prestasi. Pada umumnya, kreatifitas diartikan dengan daya atau kemampuan untuk mencipta, tetapi sebenarnya kreatifitas memiliki arti yang lebih yaitu meliputi : (1) Kelancaran menanggapi suatu masalah, ide atau materi, (2) Kemampuan untuk menyesuaikan diri dalam setiap situasi, (3) Memiliki keaslian atau selalu dapat mengungkapkan sesuatu yang lain daripada yang lain, (4) Mampu berpikir secara integral, bisa menghubungkan yang satu dengan yang lain serta dapat membuat analisis yang tepat.
Agar peserta didik mampu mengatasi berbagai permasalahan di masa depan, guru hendaknya memberikan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan yang dapat digunakan peserta didik pada masa datang, yaitu sikap dan motivasi untuk belajar sendiri. Dengan kegiatan seperti itu, tujuan pengajaran bukanlah memberikan pengetahuan sebanyak mungkin kepada peserta didik, melainkan menanamkan cara-cara untuk memperoleh pengetahuan yang sesuai dengan minat dan kebutuhannya serta dapat mengajari cara-cara untuk melakukan kegiatan kewirausahaan. Peserta didik tidak lagi dituntut untuk menghafalkan apa saja yang diajarkan guru, tetapi menentukan dan menilai apa yang perlu dipelajarinya. Dengan demikian, dapat diharapkan tercipta sumber daya manusia yang berkualitas serta berjiwa kewirausahaan. Di samping bahan pelajaran seni rupa yang amat banyak dan hal ini diperbanyak lagi karena bahan diupayakan dapat menyenangkan seluruh kelompok budaya, sementara alokasi waktu sangat terbatas. Kelemahan lain, evaluasi pembelajaran dilakukan dengan tes yang tidak distandarisasi dan pembelajaran dilaksanakan dengan cara menjelaskan berbagai konsep dan fakta serta kurang pemberian penjelasan bahwa belajar seni budaya itu berguna untuk siapa? Apakah penting bagi peserta didik? Bagaimana cara pembelajaran yang diharapkan dapat menuju ke kegiatan kewurausahaan? Salah satu aspek penting dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah pengembangan kreatifitas yang menuju ke kegiatan kewirausahaan. Pengembangan kreatifitas peserta didik merupakan salah satu bagian dari tujuan yang hendak dicapai sekolah-sekolah di Indonesia yaitu dalam sistem pendidikan nasional. Upaya pengembangan kreatifitas peserta didik yang menuju kegiatan kewirausahaan perlu juga lebih ditingkatkan. Dalam proses pembelajaran perlu dilakukan agar peserta didik dapat
512 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
mengaplikasikan ilmu dan pengetahuan dalam pembelajaran terutama pembelajaran seni budaya ke kegiatan kewirausahaan agar segala ekspresi karya selain mempunyai nilai estetis, memenuhi target karya diharapkan setiap karya yang dihasilkan peserta didik dengan penuh kreatifitas dan keilmuan yang diberikan guru mendapat nilai tambah dan dapat menghasilkan uang. Pengembangan kreatifitas peserta didik dalam proses pembelajaran dimaksudkan untuk membekali generasi muda dalam menghadapi berbagai masalah dan tantangan kehidupan di masa yang akan datang. Untuk itu pengembangan kreatifitas siswa sekarang ini lebih dirasakan sebagai suatu kebutuhan di dalam proses pembelajaran. Jika pengembangan kreativitas diabaikan oleh lembaga pendidikan kita sekarang ini, dapat diperkirakan akan muncul generasi-generasi yang tumpul daya kreatifnya, mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya apalagi dorongan untuk berjiwa enterprenurial akan kandas serta peserta didik hanya terima ilmu saja tidak dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh untuk kearah kewirausahaan. Asal kata Teknik / tek-nik /téknik/ mempunyai beragam pengertian: 1) berkaitan dengan pengetahuan dan kepandaian membuat sesuatu yg berkenaan dng hasil industri, 2) cara membuat atau melakukan sesuatu yg berhubungan dng seni misalnya teknik batik, teknik lukis, 3) metode atau sistem mengerjakan sesuatu, teknik membuat tenun, teknik membuat boneka dari kain perca, dan sebagainya. Menurut sejarahnya, banyak para ahli yang meyakini kemampuan teknik manusia sudah tertanam secara natural. Hal ini ditandai dengan kemampuan manusia purba untuk membuat peralatan peralatan dari batu. Dengan kata lain teknik pada mulanya didasari dengan trial and error untuk menciptakan alat untuk
mempermudah kehidupan manusia. Seiring dengan berjalannya waktu, ilmu pengetahuan mulai berkembang, dan mulai mengubah cara pandang manusia terhadap bagaimana alam bekerja. Perkembangan ilmu pengetahuan ini lah yang kemudian mengubah cara teknik bekerja hingga seperti sekarang ini. Orang tidak lagi begitu mengandalkan trial and error dalam menciptakan atau mendesain peralatan, melainkan lebih mengutamakan ilmu pengetahuan sebagai dasar dalam mendesain. Dengan kata lain jika ingin belajar sesuatu misalnya teknik batik, maka harus belajar atau beragam pengetahuan tentang batik antara lain membuat beragam desain batik dan membuatnya dalam bentuk kain dengan teknik batik sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Arti kata teknik batik adalah melakukan sesuatu atau membuat batik artinya teknik disini dimaksudkan beragam cara membuat hasil karya batik misal teknik batik tulis, teknik jumputan, teknik tarik gradasi, yang di aplikasi dalam satu kegiatan pembelajaran. Pembelajaran Kewirausahaan Kemajuan ilmu, teknologi, dan seni di masa yang akan datang tidak saja memberikan berbagai kemudahan dalam kehidupan manusia, tetapi juga memunculkan berbagai persoalan yang sulit dan rumit. Untuk itu, diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas, yang mampu mengatasi masalahmasalah kehidupan tersebut. Sternberg (1999) mengatakan bahwa akibat kemajuan ilmu pengetahuan teknologi diperkirakan akan timbul berbagai masalah yang rumit dan sulit sehingga memerlukan imajimasi dan kreatifitas dalam pemecahannya. Individu yang kreatif mampu menanggapi masalah yang dihadapinya dari berbagai sudut pandang yang berbeda dari pandangan orang lain. Dengan demikian, individu yang kreatif cenderung mampu melahirkan banyak gagasan atau alternatif
513 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
pemecahan masalah yang dihadapinya. Di samping itu, ia juga dapat menentukan dan menilai apa yang harus dipelajarinya. Pembelajaran adalah suatu sistem yang luas yang mengandung banyak aspek, diantaranya: 1) profesi guru, 2) perkembangan dan pertumbuhan peserta didik sebagai organisme yang sedang berkembang, 3) tujuan dari pendidikan dan pembelajaran yang berpangkal pada filsafat hidup masyarakat, 4) program pendidikan atau kurikulum sekolah, 5) perencanaan pembelajaran, 6) bimbingan di sekolah, dan 7) hubungan dengan masyarakat pada umumnya serta hubungan dengan lembaga-lembaga pada khususnya. Pembelajaran identik dengan pendidikan. Proses pembelajaran adalah proses pendidikan. Setiap kegiatan pembelajaran adalah untuk mencapai tujuan pendidikan. Pengertian pembelajaran ditarik dari pengertian belajar yang populer. Pembelajaran adalah memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode untuk mencapai hasil yang diinginkan (Mustadji, 2009: 17) Pada pembelajaran di SMA di pelajaran seni budaya kurikulum 2013 di Kompetensi Inti 4: Mengolah, menalar dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan, juga pada KD 4.1 disebutkan bahwa: Membuat Karya Seni Rupa dua dimensi hasil modifikasi, jadi pembelajaran batik bisa diberikan kepada
peserta didik dalam pembelajaran di sekolah selain untuk kegiatan pembelajaran didukung kreatifitas guru dalam pembelajaran dapat dipakai jembatan untuk menuju ke sikap enterprenurial. Definisi atau pengertian Kewirausahaan sebenarnya sangat beragam menurut beberapa pendapat. Akan tetapi makna dari pengertian kewirausahaan itu tidak jauh berbeda. Kewirausahaan adalah sikap, jiwa, dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru yang sangat bemilai dan berguna bagi dirinya dan orang lain. Kewirausahaan merupakan sikap mental dan jiwa yang selalu aktif, kreatif, berdaya, bercipta, berkarsa dan bersahaja dalam berusaha untuk meningkatkan pendapatan dalam kegiatan usahanya. Seseorang yang memiliki jiwa dan sikap wirausaha selalu tidak puas dengan apa yang telah dicapainya. Dari waktu ke waktu, hari ke hari, minggu ke minggu selalu mencari peluang untuk meningkatkan usaha dan kehidupannya. Ia selalu berkreasi dan berinovasi tanpa berhenti, karena dengan berkreasi dan berinovasi semua peluang dapat diperolehnya. Wirausaha adalah orang yang terampil memanfaatkan peluang dalam mengembangkan usahanya dengan tujuan untuk meningkatkan kehidupannya. Istilah wirausaha dan wiraswasta sering digunakan secara bersamaan, walaupun memiliki substansi yang agak berbeda.
514 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Siswa membatik proses jelujur yaitu pada proses batik tarik Gradasi
Peserta Didik SMAN 1 Garum klas XI di semester genap diberikan pembelajaran batik.
Proses Menjumput pada Batik Jumput Proses Membatik pada Batik Tulis. Proses batik yang dilakukan peserta didik dikerjakan setelah pembuatan sket dan pada tahap sebelum pewarnaan
515 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
SIMPULAN Materi Batik adalah hal yang perlu diberikan di sekolah-sekolah terutama di SMA agar ilmu yang diperoleh dapat teraplikasi pada jiwa peserta didik untuk melakukan kreatifitas berkarya batik dengan beragam teknik. Berkarya batik dapat dilakukan baik sebagai kegiatan individu maupun kelompok, merupakan bagian dan sekaligus cerminan dari suatu kepedulian terhadap hasil kebudayaan. Keragaman budaya karya batik dengan beragam teknik dapat pula menimbulkan daya tarik dan menghasilkan karya yang menakjubkan dan penuh estetis. Melestarikan kebudayaan salah satunya batik akan memupuk rasa persaudaraan dan saling menghargai sesama manusia, menghargai karya orang lain serta menumbuhkan rasa bangga pada budaya yang dimiliki. Penghargaan dan kebanggaan terhadap keragaman budaya Nusantara merupakan salah satu tugas pelaku pendidikan seni. Dengan begitu maka seni yang bersifat kewirausahaan serta kepedulian kebudayaan dapat pula dijadikan dasar pemersatu bangsa. Dalam pembelajaran berbasis kreatifitas teknik batik adalah sebagai sebuah metode bagi peserta didik untuk menstransformasikan hasil observasi mereka ke dalam bentuk yang kreatif untuk mengembangkan, membuat dan berkarya batik dari bidang ilmu yang diperoleh. Dengan demikian, melalui pembelajaran seni rupa berbasis kreatifitas, peserta didik bukan sekedar meniru atau menerima saja informasi, tetapi juga menciptakan makna, pemahaman dan arti dari informasi yang diperolehnya dan meningkatkan
kreatifitas yang dimiliki sehingga pemahaman ilmu batik, teknik dan aplikasinya dapat dimiliki segera sehingga dapat membantu kegiatan kewirausahaan. Pengetahuan tentunya tidak hanya berupa kumpulan pengetahuan yang dimiliki orang lain, tetapi juga suatu pengetahuan yang dimiliki seseorang tentang pemikiran, perilaku, dan keterkaitan dengan perasaan, hasil transformasi dari beragam informasi yang diperolehnya, beragam teknik, beragam pengetahuan kewirausahaan, dan beragam transformasi yang diperoleh dari guru atau pendidik akan menciptakan kesempatan bagi peserta didik untuk lebih berkembang, dapat memiliki sikap enterpreneurialship yang lebih sehingga setiap kegiatan pembelajaran seni terutama batik akan mendapat nilai tambah. Konsep penilaian hasil belajar seni rupa dalam pembelajaran berbasis kreatifitas teknik batik adalah beragam perwujudan, di antaranya penilaian isi dan konsep, penilaian insidental, dan penilaian artistik termasuk penilaian berhasil tidaknya peserta didik memahami keragaman budaya dengan berkarya batik. Aspek yang perlu dipertimbangkan pada penilaian seni rupa adalah: menentukan bukti pembelajaran dan memperoleh hasil, memberikan kesempatan berwirausaha, dan menciptakan strategi untuk mengumpulkan bukti, di antaranya perolehan karya batik yang inovatif, penilaian berbasis kreatifitas teknik batik dan aplikasinya, serta mendengarkan pernyataan peserta didik dengan didasari perlakuan yang mendorong, motivasi serta membantu peserta didik untuk mewujudkan kesempatan yang diperoleh untuk berkegiatan berwirausaha.
516 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
DAFTAR RUJUKAN Arsyad, Azhar. 2007. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Iriaji, 2011. Konsep dan Strategi Pembelajaran Seni Budaya. Malang. Pustaka Kaiswara. Munandar, S.C. Utami. 1985. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah: Petunjuk bagi Para Guru dan Orang Tua. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. Meutia, jurnal Improving Competitive Advantage and Business Performance through the Development of Business Network, Adaptability of Business Environment and Innovation Creativity: An Empirical Study of Batik Small and Medium Enterprises (SME) in Pekalongan, Central Java, Indonesia,
Agribusiness Department, Agriculture Faculty, Tirtayasa University, Banten 42122, Indonesia E-mail:
[email protected] Sardiman, AM.1992. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar: Pedoman bagi Guru dan Calon Guru. Jakarta: Rajawali Pers. Sarjono, Joko, 2006. Berbagai Pola Pikir dalam Proses Kreatifitas Berkarya Seni, Universitas Negeri Malang. Soeharjo, A. J, 2011. Pendidikan Seni. Strategi Penataan dan Pelaksanaan Pembelajaran Seni. Malang: bayumedia Publishing Anggota IKAPI. Sunaryo. 2002. Psikologi Keperawatan. Jakarta: EGC.
Untuk
517 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Pembelajaran Seni Rupa Terintegrasi Pendekatan Entrepreneurial Untuk Meningkatkan Wawasan Kewirausahaan Di Sekolah Umum Subhan Universitas Negeri Malang Email :
[email protected] Abstrak : Dalam rangka meningkatkan daya saing bangsa pada era ekonomi kreatif dan berlakunya Masyarakat Ekonomi Asean, perlu generasi bangsa yang berkarakter kreatif, inovatif dan produktif serta siap menghadapai segala resiko dari setiap kegiatannya. Salah satu cara yang paling ampuh adalah pendidikan. Guru sebagai ujung tombak dalam dunia pendidikan harus mampu berinovasi dan menemukan cara pembelajaran yang berkualitas. Tidak terkecuali guru pendidikan seni rupa. Pengintegrasian pembelajaran seni rupa dengan pendekatan entrepreneurial berpotensi membangun dua kompetensi sekaligus, kompetensi bidang kajian seni rupa dan kompetensi entrepreneurial. Kompetensi-kompetensi yang demikian pada saatnya akan membangun karakter entrepreneurial sehingga dapat mempertajam dan memperkuat daya saing bangsa dalam sektor industri kreatif pada bidang seni rupa. Kata kunci : pembelajaran seni rupa, entrepreneurial, karakter
ndang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3. menyatakan bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Secara umum pelaksanaan pendidikan di Indonesia masih belum dapat memenuhi harapan yang dicanangkan oleh undang-undang Sistem pendidikan Nasioanl. Kualitas pendidikan dinilai masih rendah dan cenderung dinilai makin merosot. Sebagai masyarakat yang perduli terhadap pendidikan tidak perlu saling menyalahkan satu sama lain karena kondisi ini memang tanggung jawab bersama. Pemerintah sudah berusaha untuk selalu melakukan perubahan-perubahan dalam kebijakan pendidikan termasuk melakukan perubahan kurikulum guna menyesuaikan tujuan pendidikan
dengan perkembangan masyarakat, baik dari segi ilmu pengetahuan dan teknologi maupun perkembangan masyarakat dunia yang sudah diabad 21. Semua mata pelajaran yang masuk dalam kurikulum diarahkan sebagai sarana untuk membentuk karakter peserta didik agar sesuai dengan harapan bangsa yaitu menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab, tidak terkecuali pendidikan seni.(UU No. 20 Tahun 2003) Pendidikan seni, dalam hal ini termasuk seni rupa merupakan salah satu bagian dari kurikulum yang masuk dalam kelompok pelajaran estetika pada pendidikan dasar dan menengah. Tertulis dalam Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 6 ayat (1) menyatakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: a) kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; b) kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; c) kelompok
518 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; d) kelompok mata pelajaran estetika; e) kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasioanal nomor 22 tahun 2006 menekankan bahwa kelompok pelajaran estetika mempunyai arah pengembangan untuk meningkatkan: (1) sensitivitas, (2) kemampuan mengekspresikan, dan (3) kemampuan mengapresiasi keindahan dan harmoni. Kemampuan mengapresiasi dan mengekspresikan keindahan serta harmoni mencakup apresiasi dan ekspresi, baik dalam kehidupan individual sehingga mampu menikmati dan mensyukuri hidup, maupun dalam kehidupan kemasyarakatan sehingga mampu menciptakan kebersamaan yang harmonis (BSNP, 2006: 7879). Pendidikan seni difungsikan untuk membentuk karakter peserta didik karena memiliki enam fungsi terhadap perkembangan peserta didik: Pertama sebagai wahana ekspresi, artinya seni merupakan pernyataan kejiwaan yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dalam mencari kepuasan; Kedua sebagai sarana pengembangan atau pembinaan kreatifitas, seni di anggap sebagai sarana untuk mengembangkan daya cipta dari peserta didik; Ketiga sebagai sarana pengembangan bakat anak, meskipun sejak lahir anak sudah memiliki bakat, namun bakat anak tersebut akan sulit berkembang jika tidak dilatih. Pembelajaran seni dapat dimanfaatkan untuk melatih dan mengembangkan bakat anak tersebut; Keempat sebagai sarana pembinaan ketrampilan, melalui kegiatan berolah seni yang memberi cukup kebebasan pada anak untuk melatih skill sejalan dengan dorongan ekspresi dan kreativitasnya akan sangat bermanfaat bagi anak untuk membina dan mengembangkan potensi ketrampilannya; Kelima sabagai sarana pembentukan kepribadian, Kebiasaan berolah seni yang memperhatikan dan memberi keleluasaan yang cukup terhadap subyek didik untuk menampilkan sifat-sifat kepribadian, memberi peluang yang luas untuk pembentukan kepribadian ( Soenarjo, 1995); Keenam sebagai sarana pembinaan
impuls estetik, naluri/kepekaan citarasa keindahan dapat dibina dan ditumbuhkembangkan melalui program pembinaan seni. Pelaksanaan pendidikan seni di sekolah banyak terjadi kesalahan persepsi oleh guru dalam memahami tujuan pendidikan seni. Dalam Permen Nomor 22 Tahun 2006 disebutkan bahwa pendidikan seni difungsikan untuk meningkatkan sensitivitas, apa yang dimaksud sensitivitas? Meningkatkan kemampuan ekspresi. Apa yag dimaksud dengan ekspresi? Serta kemampuan berapresiasi yang seperti apa? Ini yang harus diperhatikan bagi pendidik dan guru seni terutama di sekolah umum. Pendidik, dalam hal ini guru seni sebagai ujung tombak pendidikan seni sudah berusaha melaksanakan pembelajaran sesuai dengan apa yang tertulis dalam kurikulum. Tetapi seringkali guru lupa bahwa apa sebenarnya tujuan pendidikan seni di sekolah umum. Guru lupa bahwa pendidikan seni memiliki dua konsep, yaitu education in art yang dikemukakan oleh Eisner dan aducation through art yang dikemukakan oleh Herbert Read (Soehardjo, 2012:15). Guru lebih banyak mengajarkan mata pelajaran seni sesuai dengan konsep yang pertama. Memang hasilnya peserta didik menjadi sensitif dalam menyikapi kondisi masyarakat di sekitarnya, peserta didik menjadi kreatif dan produktif, tetapi hanya sebatas pada dunia seni yang digeluti saja. Fungsi pendidikan seni sebagai sarana pendidikan, banyak dilupakan oleh para guru seni dalam melaksanakan pembelajaran. Pembentukan karakter generasi bangsa jarang muncul bahkan tidak muncul dalam pembelajaran seni. Tujuan pendidikan seni yang berbasis masyarakat banyak diabaikan oleh guru sehingga sensitifitas, kreatifitas dan produktifitas peserta didik sebagai out put pendidikan seni belum secara maksimal memberi pengaruh pada kehidupan masyarakat dan bangsa. Jika lebih cermat dalam mengikuti informasi, sebenarnya tujuan pendidikan seni sebagai sarana untuk meningkatkan kemampuan individu diluar seni sudah dimulai sejak
519 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
pertengahan abad 20. Ketika diselenggarakan pertemuan para pakar pendidikan seni tingkat internasional yang diprakarsai oleh UNESCO menghasilkan sebuah rekomendasi berupa harapan agar penyelenggaraan seni di satuan pendidikan umum bertumpu pada konsep pemfungsian seni atau seni sebagai sarana untuk menumbuhkembangkan individu peserta didik (soehardjo, 2012: 34) Dalam Road Map pendidikan seni yang dirumuskan oleh UNESCO pada pertemuan di Lisbon, Portugal, pada tahun 2006 telah dihasilkan empat point tujuan pendidikan seni yaitu: 1) menjunjung tinggi HAM untuk pendidikan dan partisipasi budaya, 2) mengembangkan kemampuan individu, 3) meningkatkan kualitas pendidikan, 4) mengembangkan ekspresi keragaman budaya (UNESCO, 2006). Tujuan ini juga ditegaskan kembali pada pertemuan para pakar pendidikan seni internasional di Seoul pada tahun 2010 yang bertujuan untuk menilai kembali dan mendorong pelaksanaan lebih lanjut dari Road Map (UNESCO, 2010). Dari apa yang sudah menjadi kesepakan para pakar pendidikan seni tingkat internasional tersebut ditegaskan bahwa pendidikan seni tidak hanya untuk mengembangkan kemampuan seni saja tetapi lebih jauh digunakan untuk mengembangkan kemampuan individu lainnya. Realitas di lapangan jauh berbeda dengan yang diharapkan. Di lapangan, dalam proses pembelajaran seni di sekolah cenderung menggunakan pendekatan yang konvensional. Pembelajaran hanya berfokus pada pembelajaran seni secara umum tanpa ada keterkaitan dengan fenomena yang berkembang di masyarakat. Ketika masyarakat dunia sudah sibuk dengan perkembangan pengetahuan dan teknologi sehingga disebut era masyarakat pengetahuan, di saat perhatian yang semakin besar pada industri kreatif dan industri budaya, berikut implikasinya, terutama terhadap: kekayaan dan keanekaan ragam budaya, pendidikan kreatif, entrepreneurship, technopreneurship, rumah produksi. Pada saat budaya akan saling
mengimbas dengan segala implikasinya, utamanya terhadap: karakter, hukum, kriminologi, dan media, pembelajaran seni tetap saja masih berkutat pada bagaimana melukis, bagaimana membuat motif, bagaimana menyusun komposisi yang sebenarnya kurang memiliki nilai tambah dalam kehidupan masyarakat. Pendidik seni belum berfikir akan dijadikan apa karya yang dihasilkan oleh peserta didik. Apakah pengetahuan yang diperoleh oleh peserta didik mampu untuk menopang kebutuhan hidup mareka kelak? Pertanyaan inilah yang harus dijawab oleh para pendidik seni dalam menghadapi perkembangan yang terjadi di dalam masyarakat. Ini salah satu kelemahan dan masalah yang harus dipecahkan para pendidik pada umumnya dan terutama guru seni di tanah air. Di sisi lain, diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asean pada tahun 2015 menjadikan ASEAN sebagai kawasan bebas pergerakan barang, layanan, investasi, tenaga kerja dan modal. Kondisi ini menjadikan kawasan ASEAN menjadi kawasan pasar dan produksi tunggal yang akan menjadikannya sebagai kawasan yang lebih dinamik dan kompetitif. Sebagai salah satu Negara anggota ASEAN, Indonesia harus mengambil langkah yang diperlukan untuk mampu turut berkompetisi memperebutkan peluang yang ditawarkan oleh MEA. Indonesia terlibat aktif dalam pembahasan MEA didasari atas keyakinan akan kemanfaatan yang dapat diraih dalam upaya memajukan dan menyejahterakan rakyatnya melaui pertumbuhan ekonomi yang bermakna. Untuk mencapai harapan diatas diperlukan masyarakat yang memiliki daya kreatif yang tinggi, berfikir inovatif dan mempunyai daya produktif yang tinggi. Hal inilah yang menjadi persoalan internal bangsa yang harus segera dibenahi, karena tingkat kreatifitas, inovasi dan daya produktifitas masyarakat Indonesia cenderung lemah. Guna membantu memecahkan masalah yang dihadapi negara ini maka sebuah keharusan bagi guru seni untuk mengembangkan pembelajaran agar mampu mencetak generasi yang berkarakter kreatif, inovatif dan produktif
520 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
sebagaimana tuntutan masyarakat Indonesia agar mampu bersaing dengan negara lain dalam MEA. Pendidik, terutama guru seni harus mampu mengarahkan pola pikir peserta didik agar tidak sekedar mampu berproses dan menghasilkan sebuah karya seni tetapi lebih jauh bagaimana menghasilkan karya yang memiliki nilai tambah. Pendidikan dan Pembelajaran Seni Rupa Pembelajaran seni rupa merupakan sebuah proses belajar yang sudah terarah dan terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat peserta didik belajar seni rupa secara aktif yang menekankan pada penyediaan sumber belajar tentang kesenirupaan. Pembelajaran seni rupa yang dimaksudkan adalah segala kegiatan untuk membelajarkan peserta didik pada bidang seni rupa secara umum dan tidak mengikuti modelmodel pembelajaran tertentu. Dalam konsep pendidikan seni di sekolah umum, baik itu SMP maupun SMA tidak terdapat tujuan khusus dari masing-masing cabang seni, karena semua cabang seni dikemas dalam satu mata pelajaran yang disebut dengan Pendidikan Seni Budaya. Konsep dasar dari pendidikan seni dijabarkan sebagai berikut: Konsep Pendidikan Seni Sebagai Dasar Pemikiran Penyelenggaraan Pendidikan Seni di Sekolah Umum (formal). Dalam kurikulum 2004 yang disebut Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) tampaknya mulai ada perubahan kearah perbaikan posisi pendidikan seni. Pendekatan ini mempertegas arah pembelajaran kepada kompetensi yang diharapkan serta memperlihatkan proses pembelajaran berdasar pentahapan kompetensi. Pada tahun 2006 mulai diterapkan kurikulum baru tahun 2006 yang dikenal dengan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Dalam pendidikan seni terjadi perubahan nama menjadi SBK (Seni Budaya dan Keterampilan), sedangkan di tingkat sekolah menengah dikenal dengan sebutan Seni Budaya. Pendidikan seni dalam kurikulum ini menekankan isi pembelajaran ialah apresiasi dan
kreasi dengan menekankan pada materi seni lokal, nasional dan mancanegara. Pada dasarnya pendidikan seni di sekolah diarahkan untuk menumbuhkan kepekaan rasa estetik dan artistik sehingga terbentuk sikap kritis, apresiasif dan kreatif pada diri peserta didik secara menyeluruh. Sikap ini akan tumbuh, apabila dilakukan serangkaian proses kegiatan pada peserta didik yang meliputi kegiatan pengamatan, penilaian, dan pertumbuhan rasa memiliki melalui keterlibatan peserta didik dalam segala aktivitas seni di dalam kelas dan atau di luar kelas. Dengan demikian pendidikan seni melibatkan semua bentuk kegiatan berupa aktivitas fisik dan cita rasa keindahan yang tertuang dalam kegiatan berekspresi, bereksplorasi, berapresiasi dan berkreasi melalui bahasa rupa, bunyi, gerak dan peran (seni rupa,musik, tari, dan teater). Masing-masing mencakup materi sesuai dengan bidang seni dan aktivitas dalam gagasan-gagasan seni, keterampilan berkarya seni serta berapresiasi dengan memperhatikan konteks sosial budaya masyarakat (Diknas, 2004:3). Fungsi dan tujuan pendidikan seni adalah menumbuhkan sikap toleransi, demokrasi, dan beradab, serta mampu hidup rukun dalam masyarakat majemuk, mengembangkan kemampuan imajinatif intelektual, ekspresi melalui seni, mengembangkan kepekaan rasa, ketrampilan, serta mampu menerapkan teknologi dalam berkreasi dan dalam memamerkan dan mempergelarkan karya seni. Sedangkan pada pengorganisasian materi pendidikan seni menggunakan pendekatan terpadu, yang penyusunan kompetensi dasarnya dirancang secara sistemik berdasarkan keseimbangan antara kognitif, afektif, dan psikomotorik. Selain itu, ditekankan di dalam sistem pendidikan seni diharapkan seni bisa membawa sebuah visi dan misi kehidupan damai pada masyarakat pluralisme di Indonesia, agar tidak terjadi benturan budaya antara satu dengan lainnya. Prof. Soedarso SP., MA., mempertegas bahwa mengenali secara baik hasil karya seni, orang akan mengagumi para penciptanya, karena
521 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
seni memiliki aspek regional dan juga universal sifatnya, maka seni dapat memupuk kecintaan bangsa sendiri sekaligus sesama manusia (Soedarso1990:80). Pernyataan itu mengajak para pemikir pendidikan dapat mempertimbangkan secara lebih serius antara kompetensi regional seni budaya yang dimasukkan sebagai bagian dari sistem pengajaran disekolah-sekolah umum, khususnya seni tradisional (Muatan lokal), yang keberadaannya memiliki arti untuk menghormati keragaman seni yang banyak tumbuh di Indonesia sebagai puncak-puncak kebudayaan daerah menunjukan keanekaragaman budaya kita tetapi tetap satu. Dengan demikian pendidikan seni bukan untuk menjadikan peserta didik menjadi seniman terampil, tetapi tempat untuk memberikan wawasan kebangsaan tentang seni tradisi yang dipelajarinya guna menjunjung nilai-nilai luhur warisan budaya Indonesia, yang artinya dapat menghindari benturan budaya, agama, suku, mencegah tawuran peserta didik, bersikap jujur, disiplin, taat hukum, memiliki sikap sportivitas, menghargai sesama terhadap perbedaan dan menghindari perbuatan yang bertentangan dengan norma agama seperti kenakalan remaja dan narkoba. Melihat kepada kenyataan yang ada, secara teori yang telah terencana dalam kurikulum pendidikan seni, nampak bahwa seni dalam pendidikan di sekolah umum sudah menjadi tanggung jawab kita bersama. Meskipun tujuannya hanya untuk mengembangkan kemampuan apresiasi para peserta didik, namun implikasinya sangat luas bagi arti pendidikan di Indonesia saat ini. Pendidikan Seni Sebagai Bagian Integral dari Pendidikan Pendidikan seni merupakan sarana untuk pengembangan kreativitas anak. Pelaksanaan pendidikan seni dapat dilakukan melalui kegiatan permainan. Tujuan pendidikan seni bukan untuk membina anak-anak menjadi seniman, melainkan untuk mendidik anak menjadi kreatif. Seni merupakan aktivitas permainan. Melalui
permainan, kita dapat mendidik anak dan membina kreativitasnya sedini mungkin. Dunia anak adalah dunia bermain. Salah satu fungsi seni adalah sebagai media bermain. Oleh sebab itu, aktivitas berolah seni dapat dikembangkan melalui bermain. Melalui bermain kemampuan mencipta atau berkarya, bercita rasa estetis dan berapresiasi seni diperoleh secara menyenangkan. Melalui kondisi yang menyenangkan seperti ini, anak akan mengulang setiap aktivitas belajarnya secara mandiri dan akan menjadi kebiasaan dan keinginan terhadap seni. Dengan demikian dapat dikatakan seni dapat digunakan sebagai alat pendidikan. Sebagai contoh adalah pada pendidikan Seni Rupa yang mengembangkan keterampilan menggambar, menanamkan kesadaran budaya lokal, mengembangkan kemampuan apreasiasi seni rupa, menyediakan kesempatan mengaktualisasikan diri, mengembangkan penguasaan disiplin ilmu Seni Rupa. Menurut Sofyan Salam (2006), meskipun seni secara alamiah merangsang timbulnya pengalaman estetik, pengalaman estetik sebagaimana yang ditegaskan oleh John Dewey, dapat muncul dalam semua bidang yang digeluti manusia. Memecahkan persoalan matematika, berkebun, menemukan teori baru, atau melukis dapat menjadi sumber pengalaman estetik. Dengan perspektif yang luas tentang sumber pengalaman estetik ini, maka sebaiknya pemberian pengalaman estetik menjadi perhatian semua pihak yang terlibat dalam kegiatan pendidikan. Pandangan semacam ini menjadi dasar pijakan Herbert Read mengajukan tesis bahwa semestinya pendidikan bertujuan untuk mencetak seniman. Istilah “mencetak seniman” yang dikemukakan oleh Herbert Read tersebut bermakna proses pendidikan sebaiknya mengembangkan potensi peserta didik untuk menciptakan sesuatu yang indah dan memberi kepuasan. Sesuatu yang diciptakan itu dapat berwujud ide atau karya, dapat bersifat teoretis maupun praktis. Orang yang mampu menciptakan sesuatu yang indah dan memuaskan pastilah merupakan orang yang terampil, sensitif, dan
522 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
penuh imajinasi. Karena itu ia layak disebut seniman. Implikasi dari pandangan Herbert Read sangat mendasar. Bila diikuti dengan serius, maka pendidik akan menilai keberhasilan peserta didik pada keartistikan, daya imajinasi, dan koherensi karya yang diciptakannya. Lebih jauh, guru yang menganut pandangan Herbert Read akan mengembangkan kurikulum yang mendorong peserta didik untuk menjadi individu yang menghargai keorisinalan, tidak hanya dalam bidang seni, tetapi juga dalam matematika, sejarah, ilmu pengetahuan alam, atau olah raga. Pendidikan estetik berdasarkan pandangan Herbert Read mencakupi keseluruhan program sekolah. Guru pelaksana pendidikan seni adalah guru bidang studi lulusan lembaga pendidikan tinggi keguruan seni. Sekalipun pada pelaksanaan pengajaran seni ia tidak banyak berintervensi pada kegiatan seni anak-anak, ia hanya memancing ide anak-anak yang pada suatu saat bisa diminta memberi contoh oleh anak-anak, atau tempat anak-anak berkonsultasi seperti saat mereka sedang menghadapi kesulitan (Garda 1985:11). Pendekatan seni dalam pendidikan adalah sebagai bentuk pendidikan seni sebagai upaya pewarisan dan sekaligus pengembangan atas beragam seni kepada anak didik. Kesenian yang telah dimiliki masyarakat agar tidak punah tetapi justru menjadi berkembang, Oleh karena itu anak didik perlu dididik agar pandai dalam bidang seni yang pada gilirannya dapat dihasilkan calon-calon seniman yang handal. Pendidikan melalui seni adalah bentuk pendidikan seni yang digunakan sebagai upaya, sarana, alat atau media pencapaian sasaran pendidikan secara umum. Melalui pendidikan seni diharapkan dapat menghasilkan peserta didik yang memiliki keterampilan, kreatif dan inovatif.
dan dalam hal ini entrepreneur dihubungkan dengan sebuah pendekatan pembelajaranan maka yang dimaksud dengan entrepreneurial adalah sebuah pendekatan pembelajaran yang mengikuti langkah dan sifat kewirausahaan. Entrepreneurial sebenarnya adalah suatu pola pikir yang mengarah pada sifat kewirausahaan yang kreatif, inovatif dan produktif serta memiliki keberanian untuk menghadapi resiko dalam setiap langkahnya. Pranata (2014) Pembiasaan untuk menerapkan pola pikir entrepreneurial pada gilirannya akan menghasilkan sumberdaya manusia yang peka terhadap peluang, kreatif, inovatif, berani menhadapi resiko, bersifat terbuka dan produktif. Dalam model pembelajaran entrepreneurial mengikuti langkah kerja entrepreneurhsip menggunakan pola memutar dengan 5 tahapan belajar yang satu sama lain saling berkaitan. Dalam siklus belajar berbasis kewirausahaan, terdapat 5 tahapan belajar yang satu sama lain saling berkaitan yaitu: Eksplorasi, perencanaan, pengerjaan, komunikasi dan refleksi. a) Tahapan Eksplorasi : Peserta didik berlatih mencari dan menggali informasi, fakta-fakta, masalah agar dapat menemukan hal pokok yang harus dipelajari lebih focus. Hal pokok tersebut akan mengarah pada kemungkinan kemungkinan untuk berinovasi. Proses ini juga memberi kesempatan bagi peserta didik untuk mempelajari pola, sistem atau konsep yang ada. Pada tahap ini pendidik memiliki peran untuk mengarahkan peserta didik dengan cara menciptakan disain belajar dengan tahapantahapan yanh sistematis dengan tidak mengurangi kesempatan siswa untuk berlatih menemukan kesempatan dan mampu membaca peluang. peserta didik diberi kesempatan untuk membuat interpretasi sendiri dan mengaitkan konsep satu dengan konsep lain dan mengambil suatu simpulan.
Pembelajaran Entrepreneurial Entrepreneurial adalah kata sifat, berjiwa entrepreneurial di artikan seseorang yang memiliki bersifat entrepreneur (kewirausahaan) 523 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Eksplorasi
Refleksi Perencanaan
Pola pikir entre preneurial
Mengkomunikasikan
Pengerjaan
Gambar 2.2. Entrepreneurial learning cycle b) Tahap Perencanaan : Setelah menemukan fokus yang akan dikembangkan serta memahami model atau sistem yang ada peserta didik mencari inspirasi untuk menemukan model/sistem baru. Pengertian baru tidak selalu 100% baru. Tapi mungkin saja ada beberapa faktor yang diganti dengan apa yang ditemukan atau diciptakan sendiri. Jadi dari model yang sudah ada, peserta didik mengembangkan hal yang baru. Itulah salah satu prinsip membuat inovasi. Dasar dari ini semua adalah sikap kreatif dan berani mencoba yang dituangkan kedalam sebuah rencana kerja. Tahap perencanaan akan melatih peserta didik untuk mempertimbangkan masalah waktu, tujuan atau target yang akan dicapai, prosedur kerja serta antisipasi tantangan yang mungkin akan ditemukan. Peserta didik diberi keleluasaan untuk membuat rencana kerja sesuai dengan target yang harus dicapai, sehingga teknik-teknik pemberian inspirasi sangat perlu dikuasai oleh pendidik. c) Tahap Melakukan : Dari proses rencana peserta didik melakukan tindakan atau action untuk dapat menghasilkan sesuatu. Penekanan tahap ini adalah melatih peserta didik bekerja secara kolaborasi dan bekerja berdasarkan rencana. Peserta didik berlatih untuk konsisten dengan kerangka waktu dan tahapan yang
ditetapkan serta memperhatikan standar perilaku kerja. Hasil dari kegiatan ini adalah sebuah produk yang inovatif yang siap untuk dikomunikasikan agar mendapatkan tanggapan dan bisa dihargai oleh komunitas. d) Tahap Komunikasi : Tantangan berikutnya bagi peserta didik adalah bagaimana dia mengkomunikasikan hasil kerja ke komunitas agar hasil kerjanya mendapat penghargaan. Tahap ini sangat perlu agar peserta didik berlatih ketrampilan berkomunikasi dan mengenal responrespon dari audience. Aspek lain yang akan diperhatikan adalah rasa percaya diri dan pengetahuan tentang subject matter. Pendidik dalam tahap ini harus terampil untuk memberikan pancingan-pancingan agar peserta didik lebih fokus dalam berkomunikasi yang pada akhirnya mampu meyakinkan audiensnya. e) Tahap Refleksi : Mengetahui atau mengenal kemajuan belajarnya sendiri atau self knowledge, merupakan hal yang penting dalam proses belajar. Bahkan proses mengenali kelemahan dan kekuatan sendiri menjadi salah satu tujuan dalam proses penilaian untuk saat ini. Tahap refleksi akan mendorong peserta didik untuk menidentifikasi hal yang telah dicapai dan aspek apa yang akan menjadi target berikutnya. Ini akan membantu peserta didik untuk mengembangkan pola belajar self directed learning. Dengan mengalami siklus belajar seperti ini selama belajar diharapkan akan terbentuk pola bereksplorasi dan perilaku mencipta. Pembelajaran menjadi ajang bagi peserta didik untuk mencari, menemukan, mencipta dan "menjual" hasil kerjanya. Pola belajar tidak lagi "menerima" tapi proses "menghasilkan". Mengajar bukan lagi memberi atau menyalurkan informasi, namun mengambil atau mengeluarkan potensi dari diri siswa serta mengkondisinya agar siswa dapat dan terbiasa mengoptimalkan potensi tersebut untuk menghasilkan suatu inovasi (Longworth, dalam pranata 2014) Pembelajaran Seni Rupa Pendekatan Entrepreneurial
Terintegrasi
524 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Pembelajaran seni rupa terintegrasi pendekatan entrepreneurial adalah kegiatan pembelajaran seni rupa yang menikuti langkahlangkah sesuai dengan tahapan pendekatan pembelajaran entrepreneurial. Seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa pendekatan entrepreneurial melaui lima tahap pembelajaran yang berbentuk learning cycle yaitu dimulai dari mengeksplore, merencanakan, mengerjakan, mengkomunikasi-kan dan merefleksikan. Mengapa pembelajaran seni rupa perlu diintegrasikan dengan pendekatan pembelajaran entrepreneurial? Dalam pelaksanaan pembelajaran seni pada umumnya dan seni rupa khususnya memerlukan terobosan-terobosan baru agar terjadi perkembangan dan inovasi dalam pembelajaran seni rupa. Inovasi yang dikembangkan tidak sekedar pada taraf teori dan keilmuan namun sampai pada metodologi dan pendekatan dalam pembelajarannya. Self employment adalah hal yang sangat penting untuk ditanamkkan pada diri peserta didik sehingga kegiatan pembelajaran di arahkan agar siswa berkreasi dan berinovasi secara mandiri yang pada akhirnya secara bertahap akan terbangun pola berpikir yang mandiri. Hal ini penting agar peserta didik memiliki mindset untuk berkreasi dan berinovasi sehingga di masa depan akan lahir generasi yang kreatif, inovatif, dan produktif. Ini sejalan dengan arah ekonomi dan industri kreatif yang telah ditetapkan oleh sebagian besar negara maju. Bagaimana dengan kurikulum yang ditetapkan oleh pemerintah? Dalam pelaksanaannya pembelajaran entrepreneurial ini tidak mengurangi keberadaan kurikulum yang telah ditetapkan untuk dilaksanakan di sekolahsekolah Indonesia. Sebagai penguat kurikulum yang telah ada pendekatan pembelajaran entrepreneurial justru akan memperkaya hasil belajar peserta didik. Selain peserta didik akan memperoleh kompetensi sesuai dengan kompetensi-kompetensi dasar yang telah ditetapkan oleh kurikulum, peserta didik juga akan memperoleh pembangunan kebiasaan dan
pola pikir entrepreneurial. Ini terjadi karena pola pembelajaran yang digunakan mengacu pada lima langkah pola berpikir entrepreneurial yang sebelumnya telah dirancang dengan seksama oleh para guru. Konsep pada pembelajaran seni rupa terintegrasi pendekatan pembelajaran entrepreneurial menekankan pada pentingnya aktivitas belajar yang berorientasi pada proses sekaligus produk. Dalam hal ini sejauhmana peserta didik dikondisi agar mengalami belajar seni rupa dalam latar yang nyata, belajar dengan melakukan (learning by doing),untuk mengintegrasikan kompetensi seni dalam pola pikir dan perilaku entrepreneurial. Isi mata pelajarannya meliputi sikap, pengetahuan, dan keterampilan seni rupa yang dikembangkan berdasarkan pendekatan entrepreneurial untuk menghasilkan sikap dan pola pikir entrepreneurial serta hasil belajar menurut mata pelajaran tertentu yang sedang diajarkan yang dalam hal ini adalah seni rupa. Dalam konteks tersebut guru berperan mengkondisi sikap dan perilaku peserta didik, serta merancang dan memonitor urutan pembelajaran yang bermakna sesuai dengan langkah-langkah pada model pembelajaran entrepreneurial. Sementara itu, peserta didik berperan sebagai pebelajar yang aktif membangun kesadaran, sikap, dan kompetensi dalam belajar dan pembelajaran. Strategi penilaian yang diadopsi oleh pembelajaran ini tidak berbeda dengan sistem penilaian pada kurikulum yang berlaku saat ini yaitu penilaian otentik. Penilaian otentik adalah penilaian dengan latar yang asli dan apa adanya, yang menilai proses belajar yang dilakukan oleh peserta didik serta produk yang dihasilkan dalam proses pembelajaran. Aspek sikap dan atau kinerja peserta didik pada setiap langkah dalam learning cycle menurut strategi pembelajaran entrepreneurial menjadi subyek penting dalam penilaian proses. Sedangkan penilaian produk berfokus pada aspek kreativitas, inovasi, fungsi dan nilai tambah dari produk dari proses pembelajaran. Hasil pembelajaran terdiri atas dua aspek yaitu sikap, pengetahuan, dan
525 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
keterampilan. Aspek sikap utamanya berupa kebiasaan belajar untuk memecahkan masalah menurut urutan langkah pola pikir entrepreneurial. Aspek pengetahuan dan keterampilan berupa kompetensi dalam mengembangkan gagasan dan produk-produk seni rupa yang kreatif dan inovatif. Kelima langkah tersebut ialah mengeksplorasi, merancang, mengerjakan, mengkomunikasikan, dan merefleksi. Dalam tahap mengeksplorasi terbagi menjadi tiga sub kegiatan yaitu mengobservasi, menanya dan mendata. Mengobservasi, peserta didik dilatih untuk teliti dan jeli dalam memperhatikan sesuatu gagasan, objek, atau fenomena dalam kaitannya dengan kesenirupaan sehingga peserta didik mampu menemukan gagasan-gagasan baru sebagai wujud kepekaan terhadap setiap peluang. Kebiasaan ini akan melatih peserta didik untuk tanggap dan peka terhadap lingkungannya. Dalam tahap menanya, peserta didik dilatih untuk secara kritis mengenali secara lebih jauh dan mendalam mengenai gagasan, objek dan fenomena yang diamati terkait kompetensi seni rupa yang menjadi topik pembelajaran tersebut. Untuk itu peserta didik dibiasakan mengajukan pertanyaanpertanyaan kritis, rasional maupun kreatif. Tahap mendata adalah mengumpulkan dan mencatat seluruh hasil pengamatan dan mencari jawaban dari seluruh pertanyaan-pertanyaan yang bisa dimunculkan dalam tahap menanya sehingga diperoleh data yang lengkap dan akurat. Pada tahap eksplorasi tersebut peserta didik dilatih untuk mencari dan menggali informasi, faktafakta, dan masalah agar dapat menemukan hal pokok yang harus dipelajari secara lebih mendalam. Hal pokok tersebut akan mengarahkan mereka pada kemungkinan-kemungkinan untuk berinovasi dan melakukan pengembangan dalam berkarya seni rupa. Dasar dari langkah-langkah pada tahap ekplorasi ini ialah sikap kreatif dan berani mencoba yang akan disusun dalam sebuah rencana kerja Proses ini juga memberi kesempatan bagi peserta didik untuk mempelajari dan mendalami pola, sistem atau konsep yang ada. Pada tahap eksplorasi, peran guru ialah
mengarahkan peserta didik dengan membuat rancangan tahapan belajar yang sistematis dan bertahap tanpa mengurangi kesempatan bagi peserta didik untuk berlatih menemukan kesempatan. Guru memberi kesempatan peserta didik membuat interpretasi dan mencari hubungan satu konsep dangan konsep lain serta mengambil simpulan. Tahap perencanaan akan melatih peserta didik untuk mempertimbangkan masalah waktu, tujuan atau target yang akan dicapai, prosedur kerja serta antisipasi tantangan yang mungkin akan ditemukan dalam proses mewujudkan gagasan yang sudah ditemukan. Selain itu peserta didik sebagai inovator juga harus mampu mendiskripsikan keunggulan dan kelebihan produk tersebut dibandingkan dengan produk lain yang sejenis. Pada tahap ini, guru berperan sebagai advisor agar peserta didik dapat membuat rencana kerja sesuai dengan terget yang harus dicapai. Untuk itu, teknik-teknik pemberian inspirasi perlu dikuasai oleh para guru. Kegiatan selanjutnya berfokus pada proses pelaksanaan rencana yang telah disusun oleh peserta didik atau action untuk dapat menciptakan sesuatu sesuai dengan rencana kerja. Penekanan tahap ini adalah melatih peserta didik untuk bekerja secara kolaboratif dan bekerja berdasarkan rencana. Peserta didik berlatih untuk konsisten dengan kerangka waktu dan tahapan yang ditetapkan serta memperhatikan standar perilaku kerja yang seharusnya. Hasil dari kegiatan ini ialah sebuah produk seni rupa yang inovatif yang siap untuk dikomunikasikan agar dapat diapresiasi, diterima dan dihargai oleh komunitas. Tahapan berikutnya ialah bagaimana mengkomunikasikan hasil kerja tersebut kepada sasaran produk atau komunitas agar hasil kerjanya dapat diterima dan memperoleh penghargaan. Tahap komunikasi ini sangat perlu agak peserta didik memiliki pengalaman yang bermakna untuk berlatih keterampilan berkomunikasi dan mengenal respon-respon dari audiences. Aspek lain yang akan tumbuh dalam kegiatan ini ialah perlunya pembangunan rasa
526 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
percaya diri dan pengetahuan tentang subject matter. Di tahap komunikasi ini guru berperan sebagai sparing partner bagi peserta didik; ia dituntut terampil untuk memberikan pancinganpancingan agar cara peserta didik berkomunikasi fokus dan meyakinkan audiensnya. Langkah pada tahap terakhir, yaitu refleksi. Kegiatan yang dilakukan adalah mengevaluasi seluruh kegiatan yang sudah dilaksanakan dan memadukan dengan pendapat serta komentar yang muncul dari audiens yang bertujuan agar peserta didik dapat mengetahui atau mengenal kemajuan belajarnya sendiri atau self competency. Tahap refleksi ini merupakan hal yang penting dalam proses belajar. Lewat kegiatan ini peserta didik dapat mengenali kelemahan dan kekuatan diri mereka sendiri. Kegiatan tersebut pada gilirannya akan mendorong peserta didik untuk mampu mengidentifikasi hal-hal yang telah dicapai dan aspek apa yang akan menjadi target berikutnya. Pola kegiatan pembelajaran yang demikian akan membantu peserta didik untuk mengembangkan pola belajar self directed learning. Pada tahap ini guru berperan sebagai kritikus yang memberikan masukan-masukan agar peserta didik menjadi reflektif dan mengenali hal yang perlu diperhatikan. Penekanan pembelajaran pendidikan seni dengan pendekatan entrepreneurial adalah sebuah proses mengembangkan kebiasaan dan mindset yang dilakukan melalui proses eksplorasi dan kreatif. Dua proses tersebut diyakini akan lebih bermakna jika disertai proses mengembangan kecakapan-kecakapan yang dapat mendukung pemahaman konsep dan keterampilan pemecahan masalah. Unsur yang akan berkembang dari peserta didik adalah kebiasaan atau mindset, pengetahuan atau konsep-konsep tentang hal yang dipelajari, serta keterampilan untuk mengumpulkan, menganalisis, dan memanfaatkan DAFTAR RUJUKAN BSNP, 2006. Panduan Penyusunan KTSP. Jakarta: BSNP.
data. Semua unsur akan diperlakukan sama pentingnya dan saling memberikan pengaruh. SIMPULAN Pada pengintegrasian pembelajaran seni rupa dengan pendekatan entrepreneurial ini, selain peserta didik memperoleh kompetensi seperti yang ditetapkan pada standar kompetensi dalam kurikulum, juga akan memperoleh pembangunan karakter entrepreneurial melalui pembiasaan yang tersusun dalam tahapan pembelajarannya. Dengan mengikuti pola berfikir entrepreneurial ini juga berfungsi untuk melatih ketajaman dari tiga kemampuan, yaitu kreativitas, inovasi dan produktivitas. Proses pembelajaran ini bukan lagi sekedar menyalurkan informasi, tetapi mengeluarkan atau memunculkan potensi yang dimiliki peserta didik agar terbiasa mengoptimalkan potensinya untuk menghasilkan suatu inovasi. Entrepreneurial merupakan pendekatan pembelajaran yang sangat relefan untuk dipadukan dengan pembelajaran seni terutama seni rupa. Prinsip dasar dalam pembelajaran entrepreneurial sangat sesuai dengan prinsip pada pembelajaran seni, yaitu berbasis kreatifitas, inovatif dan produktif dan memiliki nilai tambah. Pembelajaran entrepreneurial sebuah alternative solusi yang dinilai tepat untuk membentuk karakter peserta didik sesuai dengan hakikat pendidikan seni yang memiliki nilai plus, sehingga mampu mempersiapkan generasi yang berkualitas untuk mewujudkan harapan bangsa sehingga bisa menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat dunia yang memasuki era industri kreatif dan mampu meningkatkan daya saing bangsa dalam MEA serta mampu berperan sebagai pemimpin di kawasan ASEAN .
Depdiknas.(2004). Kurikulum 2004 Sekolah Menengah Pertama (SMP). Jakarta: Balitbang Diknas.
527 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Erickson, H. Lynn, (2002), Concept Based Curriculum, Teaching Beyond the Fact, Corwin Press, Inc., California. Garda, Oka. 1985. ”Pendidikan Seni Di SMU”. Seminar di IKIP Bandung. Peraturan Menteri Pendidikan Nasioanal nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi. Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar nasional pendidikan. Pranata, Moeljadi (2014) Buku Ajar Pendidikan Seni Terintegrasi dengan Pendidikan Kewirausahaan bagi Peningkatan Pola Pikir Entrepreneurual untuk Era Indutri Kreatif. FBS UNESA.
Sofyan Salam dari: Elliot W. Eisner, “Aesthetic Education,” yang dimuat dalam Marvin C. alkin dkk (ed) 1992. Encyclopedia of Educational research. New York: Macmillan Library reference USA. The Second World Conference on Arts Education, 2010, Seoul Agenda: Goals for the Development of Art Education, 2010, UNESCO. The World Conference on Art Education: Building Creative Capacities for the 21st Century, Lisbon, 2006. Road Map for Arts Education, 2006, UNESCO. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Soedarso SP. 1990. Tinjauan Seni, Sebuah Pengantar Apresiasi Seni. Yogakarta: Saku Dayar Sana.
528 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Minat Berwirausaha Siswa Smk Ardjuna 1 Malang (Tahun Ajaran 2013/2014) Bernadeta Wahyu Astri Pratita Sudarmiatin Pascasarjana - Universitas Negeri Malang
Email :
[email protected] Abstrak : Saat ini jumlah pengangguran di Indonesia masih cukup besar. Data dari Biro Pusat Statistik tahun 2010-2013 menunjukkan bahwa urutan tertinggi pengangguran di Indonesia adalah lulusan SM A dan SMK. Tingkat pengangguran lulusan SMK semakin meningkat. Dari bulan februari yang berjumlah 864.649 siswa menjadi 1.258.201 siswa. Hal ini dapat diartikan bahwa ijazah/gelar saja tidak menjamin kemudahan seseorang mendapatkan pekerjaan. Masih banyak syarat lain yang perlu dimiliki seseorang untuk mendapatkan pekerjaan. Untuk itu, perlu adanya perubahan pola pikir masyarakat dari menjadi pekerja menjadi pembuka lapangan pekerjaan, yang disebut dengan berwirausaha. Berwirausaha dapat diajarkan dimana saja, salah satunya di sekolah khususnya SMK. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui minat berwirausaha siswa SMK Ardjuna 1 Malang. Dengan populasi berjumlah 65 siswa yang terdiri dari siswa kelas X dan XI. Sampel berjumlah 56 siswa diambil menggunakan teknik sampling probabilitas (simple random sampling). Hasil penelitian menunjukkan minat berwirausaha siswa tergolong tinggi dengan persentase 78,57%. Kata Kunci : Minat Berwirausaha, Siswa SMK
Istilah wirausaha sebagai padanan entrepreneur dapat dipahami dengan istilah “wira” yang berarti utama, gagah, luhur, berani, teladan, pejuang, dan “usaha” yang berarti penciptaan kegiatan, dan atau berbagai aktivitas bisnis. Dapat disimpulkan bahwa wirausaha adalah individu-individu yang berorientasi kepada tindakan, dan bermotivasi tinggi mengambil resiko dalam mengejar tujuannya (Meredith, 2005:5). Jiwa dan sikap kewirausahaan tidak hanya dimiliki oleh para pengusaha tetapi juga dimiliki oleh setiap orang yang berpikir kreatif dan bertindak inovatif baik kalangan pengusaha maupun karywan, pegawai, mahasiswa, guru dan lain sebagainya. Suryana (2003:1) menjelaskan bahwa inti dari kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda untuk menciptakan peluang. Berwirausaha atau menjadi entrepreneur merupakan pilihan hidup seseorang. Dengan mempelajari entrepreneurship, tingkat keberhasilan menjadi entrepreneur dapat ditingkatkan atau resiko
kegagalan menjadi entrepreneur dapat dikurangi. Pendidikan entrepreneurship membekali pesertanya mengenai cara berpikir kreatif dan inovatif, serta proses bisnis yang kompleks yang mencakup cara meluncurkan bisnis baru dan mengelola bisnis agar dapat berkembang. Entrepreneurship bukanlah suatu misteri, melainkan suatu pilihan praktis. Entrepreneurship juga bukan sesuatu yang diwariskan, tetapi merupakan ketrampilan (skill) yang dapat dipelajari (Wijatno, 2012:5) Pembelajaran kewirausahaan dapat dipelajari dimana saja, misalnya dalam seminar, workshop, dan di sekolah SMK. Kewirausahaan telah menjadi mata pelajaran yang wajib diajarkan di SMK. Dengan berwirausaha, siswa SMK di bentuk agar menjadi wirausaha mandiri, sehingga dapat mengurangi jumlah pengangguran dengan membuka lapangan pekerjaan. Data terakhir pada tahun 2013 dari Biro Pusat Statistik menunjukkan bahwa urutan tingkat pengangguran tertinggi adalah lulusan SMA dan SMK. Pada lulusan SMK, peningkatan angka tingkat pengangguran naik cukup tinggi, dari 864.649 siswa
529 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
menjadi 1.258.201 siswa. Hal ini dapat dijadikan bukti bahwa masih banyak siswa SMK yang belum memiliki pekerjaan. Untuk itu, dengan menjadi wirausaha bisa menjadi pilihan yang tepat dan bisa membantu mengentaskan tingkat pengangguran di Indonesia. Menurut Hendro (2011: 7) begitu banyak tujuan dan manfaat kewirausahaan yang bisa dimanfaatkan oleh siswa/siswi SMK dan dunia pendidikan, yaitu : 1. Kewirausahaan bisa diterapkan di semua bidang pekerjaan dan kehidupan. Dengan demikian, kewirausahaan sangat berguna sebagai ‘bekal’ masa depan siswa/siswi bila ingin berkarir di bidang apapun. 2. Ketika banyak lulusan perguruan tinggi kesulitan mendapatkan pekerjaan atau terkena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja), kewirausahaan bisa menjadi langkah alternatif untuk mencari nafkah dan bertahan hidup. 3. Agar sukses di dunia kerja atau usaha, tidak cukup orang hanya pandai bicara, yang dibutuhkan adalah bukti/realitas. Oleh karena itu, kewirausahaan adalah ilmu nyata yang bisa mewujudkannya. 4. Memajukan perekonomian Indonesia dan menjadi lokomotif peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa Indonesia. 5. Meningkatkan pendapatan keluarga dan daerah yang akan berujung pada kemajuan ekonomi bangsa. 6. Membudayakan sikap unggul, perilaku positif, dan kreatif. 7. Menjadi bekal ilmu untuk mencari nafkah, bertahan hidup dan berkembang. Jurnal Zakaria (2011) yang berjudul “Entrepreneurship Education in Malaysia: Nurturing Entrepreneurial Interest Amongst Students” menjelaskan bahwa agenda nasional dari pendidikan kewirausahaan adalah untuk mendorong generasi muda menjadi pencipta pekerjaan bukan pencari kerja setelah mereka meninggalkan sistem pendidikan, memberikan wawasan pendidikan kewirausahaan sebagai salah satu programprogram yang dapat membangkitkan minat untuk meningkatkan karakteristik kewirausahaan dengan menjadi pengusaha yang baik.
Kegunaan penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan di bidang kewirausahaan, dapat dijadikan sebagai sumber informasi dan referensi bagi SMK Ardjuna 1 Malang untuk mengembangkan dan menciptakan minat berwirausaha para siswanya dan juga menjadi pengetahuan bagi para pembaca. Kewirausahaan Kata entrepreneur berasal dari bahasa Perancis “entreprende” yang berarti berusaha atau pengusahaan. Dalam konteks bisnis berarti memulai suatu usaha. Sementara itu, Kamus Umum Bahasa Indonesia mengartikan wirausaha sebagai “orang yang pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk pengadaan produk baru, memasarkannya serta mengatur permodalan operasinya.” Wirausahawan secara umum adalah orang-orang yang mampu menjawab tantangan-tantangan dan memanfaatkan peluang-peluang yang ada. Ide adalah hal yang utama. Kemampuan memiliki ide yang cemerlang akan dapat menentukan masa depan bangsa. Dapatlah dinyatakan bahwa wirausaha mendasari pendobrakan kemiskinan karena wirausaha didorong oleh motif berprestasi, optimisme, sikap nilai, dan keberhasilan. Kemampuan berwirausaha menunjukkan perilaku kreatif, berinovasi, kerja keras dan berani menghadapi tantangan yang mengancam. Oleh karena itu sangat baik kiranya generasi muda mempelajari kewirausahaan, sehingga dapat memiliki perilaku berwirausaha. Wirausaha juga dimaknai terjemahan dari kata entrepreneur yang didefinisikan oleh Zimmerer (2002:3) adalah menciptakan sebuah bisnis baru dengan mengambil resiko dan ketidakpastian demi mencapai keuntungan dan pertumbuhan dengan cara mengidentifikasi peluang dan menggabungkan sumber daya yang diperlukan untuk mendirikannya. Kewirausahaan tidak terbatas pada kemampuan mengelola bisnis semata sebagai pengusaha tetapi juga siapapun yang mengelola upaya kreatif dan inovatif dengan jalan mengembangkan ide dan sumber daya untuk menemukan peluang demi perbaikan hidup.
530 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Oleh karena itu, wirausaha adalah orang yang berani menghadapi resiko dan menyukai tantangan. Ide kreatif dan inovatif wirausaha diawali dengan proses imitasi dan duplikasi, kemudian berkembang menjadi proses pengembangan dan berujung pada proses penciptaan sesuatu yang baru dan berbeda. Itulah yang disebut sebagai tahap kewirausahaan. Dari berbagai konsep diatas, ada tujuh hakikat penting kewirausahaan yaitu: 1. Kewirausahaan adalah nilai yang diwujudkan dalam perilaku yang dijadikan sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat, proses dan hasil bisnis 2. Kewirausahaan adalah kemampuan menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda 3. Kewirausahaan adalah proses penerapan kreativitas dan inovasi dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan atau usaha 4. Kewirausahaan adalah nilai yang diperlukan untuk memulai dan mengembangkan usaha 5. Kewirausahaan adalah proses dalam mengerjakan sesuatu yang baru dan bermanfaat serta bernilai lebih 6. Kewirausahaan adalah usaha menciptakan nilai tambah dengan jalan mengkombinasikan sumber-sumber melalui cara-cara baru dan berbeda untuk memenangkan persaingan 7. Kewirausahaan adalah proses dinamis atas penciptaan tambahan kekayaan Karakteristik Kewirausahaan Wirausahawan adalah seseorang yang menciptakan sesuatu yang baru dengan mengambil resiko dan ketidakpastian demi mencapai keuntungan dan pertumbuhan dengan cara mengidentifikasi peluang dan menggabungkan sumberdaya yang diperlukan untuk mewujudkannya. Ciri dan watak wirausahawan disebutkan oleh Meredith (2005:5) antara lain: 1. Percaya diri. Wirausahawan memiliki watak berkeyakinan tinggi, tidak tergantung pada orang lain, individualistis dan optimis 2. Berorientasi pada tugas dan hasil. Wirausahawan berwatak butuh berprestasi, berorientasi laba, tekun dan tabah, tekad bekerja
3. 4. 5. 6.
keras, mempunyai dorongan kuat, energik dan inisiatif Pengambilan resiko dan suka tantangan. Wirausahawan memiliki watak mampu mengambil resiko yang wajar Kepemimpinan. Wirausahawan berperilaku sebagai pemimpin, bergaul dengan orang lain, menanggapi saran dan kritik Keorisinilan. Wirausawahan berwatak inovatif dan kreatif serta fleksibel Berorientasi ke masadepan. Wirausahwan berpandangan ke depan, perspektif.
Minat Berwirausaha Definisi minat menurut Kamus Psikologi Lengkap adalah (1) satu sikap yang berlangsung terus menerus yang memolakan perhatian seseorang, sehingga membuat dirinya jadi selektif terhadap objek minatnya, (2) perasaan yang menyatakan bahwa satu aktifitas, pekerjaan, atau objek itu berharga atau berarti bagi individu, (3) satu keadaan motivasi, atau satu set motivasi, yang menuntun tingkah laku menuju arah (sasaran) tertentu. Menurut Mohammad (2013:26), minat berwirausaha adalah kemauan atau keinginan yang keras untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup dengan jalan membuka dan menjalankan usaha yang dilakukan dengan sungguh-sungguh tanpa rasa takut terhadap resiko. Sedangkan menurut Fitriningsih (2011:18) minat berwirausaha adalah “keinginan dan kemauan bekerja keras untuk menanggung segala resiko dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup serta memajukan usahanya”. Minat berwirausaha juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Suryana (2003:39), menjelaskan bahwa minat berwirausaha dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor-faktor itu adalah hak kepemilikan (property right), kemampuan/kompetensi (competency/ability), dan insentif (incentive). Sedangkan faktor eksternalnya meliputi lingkungan (environment). Faktor internal lainnya yang mempengaruhi minat berwirausaha adalah perasaan, motivasi, cita-cita, pengalaman dan harga diri. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari lingkungan keluarga, lingkungan sosial masyarakat, lingkungan pendidikan/sekolah dan peluang (Fitriningsih, 2011:19).
531 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif. Penelitian deskriptif kuantitatif dapat diukur dengan tendensi sentral. Menurut Sugiyono (2010:49), ada tiga metode mengukur tendensi sentral, yaitu: mean. median, modus. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X dan kelas XI SMK Ardjuna 1 Malang yang berjumlah 65 siswa. Dan sampel dalam penelitian ini berjumlah 56 siswa yang diambil dengan teknik sampling probabilitas (simple random sampling), yang mana menurut Suharto (2009:66) sampling probabilitas adalah cara pengambilan sampel berdasarkan probabilitas atau peluang. Sedangkan pengambilannya dilakukan secara acak (random), artinya semua objek atau elemen populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Instrumen penelitian berupa angket/kuesioner dengan skala likert dengan pemberian bobot atau skor 5 sampai 1, dengan rincian jawaban: Sangat Setuju (skor 5), Setuju (skor 4), Cukup Setuju (skor 3), Tidak Setuju (skor 2), dan Sangat Tidak Setuju (skor 1). Sumber data terdiri dari data primer, yaitu data yang diperoleh dari jawaban kuesioner responden, pihak kepala sekolah, tata usaha sekolah, dan guru BK sekolah. Sedangkan sumber data sekunder diperoleh dari studi pustaka, jurnal-jurnal yang relevan. HASIL & PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, minat berwirausaha diukur dengan dua indikator yaitu sikap mental berwirausaha dan ketrampilan untuk berwirausaha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai mean = 37,73, nilai median = 38 dan nilai modus = 38. Tabel 1. Hasil Distribusi Frekuensi Minat Berwirausaha Siswa SMK Ardjuna 1 Malang No. Kelas Interval Jumlah Persentase Siswa (%) 1 30 – 32 4 7, 14 2 33 – 35 7 12,5
3 4 5 6
36 – 38 23 39 – 41 17 42 – 44 4 45 – 47 1 Jumlah 56 Sumber: Data diolah peneliti
41,07 30,35 7,14 1,8 100
25
Jumlah Siswa
METODE
20 15 10 5 0 30 – 3233 – 3536 – 3839 – 4142 – 4445 – 47
Kelas Interval
Gambar 1. Histogram Minat Berwirausaha Siswa SMK Ardjuna 1 Malang Minat berwirausaha diukur menggunakan rumus dari Widoyoko (2009:238):
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Minat Berwirausaha Siswa SMK Ardjuna 1 Malang No Interval Jumlah Persentase Kategori Siswa 1 X≤ 0 0 Sangat 17,9 Rendah 2 18 < X 0 0 Rendah ≤ 25,9 3 26 < X 9 16,07 Sedang ≤ 33,9 4 34 < X 44 78,57 Tinggi ≤ 41,9 5 X > 42 3 5,36 Sangat Tinggi
532 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Total 56 Sumber: Diolah Peneliti
100
Minat Berwirausaha 3 Sedang
9
Tinggi Sangat Tinggi
44
Gambar 2. Diagram Minat Berwirausaha Siswa SMK Ardjuna 1 Malang Berdasarkan gambar diagram di atas, dapat diketahui bahwa minat berwirausaha siswa SMK Ardjuna 1 Malang termasuk dalam kategori tinggi yaitu sebesar 78,57%. Ini menunjukkan bahwa 44 siswa dari 56 siswa memiliki sikap mental berwirausaha dan ketrampilan berwirausaha yang tinggi serta mendukung minat berwirausaha siswa tersebut. Sikap berwirausaha dapat dilihat dengan sikap para siswa yang dapat mengenali dirinya sendiri, paham akan kelebihan dan kelemahan yang ada pada dirinya. Selain itu siswa juga memiliki sikap percaya diri, disiplin, optimis, mempunyai ambisi dan berkemauan keras untuk menjadi pengusaha. Sedangkan ketrampilan berwirausaha dapat dilihat dengan komunikasi yang baik dengan orang lain, aktif memberikan pendapat dalam berdiskusi, cepat dalam mengambil keputusan dan mempunyai daya imajinasi positif yang tinggi. Faktor lain yang mempengaruhi minat berwirausaha siswa SMK Ardjuna 1 Malang adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi perasaan terkait dengan kewirausahaan, motivasi berwirausaha dan cita-cita untuk berwirausaha. Sedangkan faktor eksternalnya meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan sosial/masyarakat. Dalam buku yang ditulis oleh Suryabrata (2002:66) perasaan biasanya didefinisikan sebagai gejala psikis yang bersifat subyektif yang umumnya berhubungan dengan gejala-gejala mengenal, dan
dialami dalam kualitas senang atau tidak senang dalam berbagai taraf. Perasaan itu banyak dipengaruhi oleh keadaan diri seseorang. Apa yang enak, indah, menyenangkan bagi seseorang tertentu, belum tentu kalau juga enak, indah, menyenangkan bagi orang lain. Perasaan terkait dengan kewirausahaan dan minat berwirausaha siswa SMK Ardjuna 1 Malang ini dapat dilihat dengan perasaan senang para siswa ketika mengikuti mata pelajaran kewirausahaan di sekolah, senang akan hal-hal yang baru, lebih senang membuka usaha pada bidang tertentu daripada bekerja dengan orang lain, senang membaca buku, majalah, atau artikel yang berkaitan dengan kewirausahaan dan tertarik mengikuti workshop, seminar mengenai kewirausahaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia menuliskan bahwa definisi cita-cita adalah keinginan (kehendak) yang selalu ada di pikiran. Sedangkan menurut Hutomo (2012), cita-cita adalah keinginan, harapan, tujuan yang selalu ada dalam pikiran. Tidak ada orang hidup tanpa cita-cita, tanpa berbuat kebajikan, dan tanpa sikap hidup. Cita-cita itu perasaan hati yang merupakan suatu keinginan yang ada di dalam hati. Adanya cita-cita dan dukungan serta motivasi yang kuat dalam diri seseorang, maka akan dapat membesarkan minat orang itu terhadap suatu objek, sebaliknya apabila cita-cita dan motivasi tidak ada, maka minat sulit ditimbulkan. Cita-cita siswa SMK Ardjuna 1 Malang untuk berwirausaha dapat diketahui dengan keinginan yang kuat untuk menjadi seorang wirausahawan, ingin membahagiakan orang tua dengan memiliki sebuah usaha, ingin belajar dari wirausahawan yang telah sukses, serta mempunyai tujuan-tujuan hidup dan citacita yang jelas. Latif (2007: 19) mengatakan “Keluarga dianggap penting sebagai bagian masyarakat secara umum. Individu terbentuk karena adanya keluarga dan keluarga pada akhirnya akan membentuk masyarakat”. Dengan demikian, lingkungan keluarga diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang kondusif, dan menjadi sarana yang efektif untuk terjadinya proses pembelajaran. Orang tua memiliki peran penting dan utama dalam pembentukan tumbuh dan kembang anak. Anak harus diajarkan untuk hidup mandiri dan dapat bertanggungjawab atas hal yang telah dilakukan. Keluarga, salah satunya orang tua juga harus membantu
533 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
mengembangkan minat anak. Misalnya orang tua yang mempunyai hobi memasak dan memiliki usaha resto, bisa mengajarkan banyak hal kepada anaknya sehingga tidak menutup kemungkinan jika besar nanti si anak juga ingin berwirausaha membuka restoran atau bisnis kuliner lainnya. Faktor eksternal lingkungan keluarga dari siswa SMK Ardjuna1 Malang juga mendukung minat berwirausaha mereka. Keluarga mendukung dalam berwirausaha, keluarga juga tetap mendukung apabila terdapat resiko dalam berwirausaha. Faktor eksternal lainnya yang mendukung minat berwirausaha siswa SMK Ardjuna 1 Malang yaitu lingkungan sekolah. Sekolah memiliki fasilitas dan alatalat praktikum yang mendukung berwirausaha, mata pelajaran kewirausahaan memberi bekal untuk menjadi pengusaha, guru-guru dan teman-teman sekolah mendukung untuk berwirausaha. Sekolah kini telah menjadi alternatif utama karena sistem administrasi modernnya sebagai sarana pembelajaran. Sekolah dianggap sebagai sebuah sistem yang secara khusus terkait dengan proses belajar-mengajar atau proses pendidikan (Abdul Latif 2007:25). Sehingga apa yang diterima siswa, baik pengetahuan dan keterampilan dapat diaplikasikan secara nyata (praktek) dan dikembangkan sesuai dengan bakat masing-masing siswa. Lingkungan sosial masyarakat merupakan lingkungan diluar lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah, misalnya lingkungan tempat tinggal, pergaulan, dan gaya hidup masyarakat sekitar. Faktor lingkungan sosial masyarakat juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap minat berwirausaha seseorang. Misalnya, lingkungan yang mayoritas berwirausaha maka kemungkinan besar individu yang ada di lingkungan tersebut juga akan berminat terhadap wirausaha. Lingkungan hidup dan tempat tinggal, bergaul dengan banyak orang yang berwirausaha, dan tuntutan hidup yang semakin tinggi membuat siswa SMK Ardjuna 1 Malang ini berminat untuk berwirausaha. Hasil penelitian ini mendukung beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya. Jurnal Abdullah et all (2013) yang berjudul “Factors That Influence the Interest of Youths in Agricultural Entrepreneurship” menghasilkan 2 temuan. Temuan pertama adalah bahwa semua responden setuju bahwa sikap, penerimaan dan pengetahuan adalah
faktor-faktor yang mempengaruhi remaja untuk menjadi pengusaha dalam bidang pertanian. Temuan kedua menunjukkan bahwa sikap dan akseptasi adalah faktorfaktor yang secara signifikan mempengaruhi minat remaja berwirausaha dalam bidang pertanian. Selanjutnya, pertanyaan-pertanyaan terbuka mengungkapkan faktor-faktor lain yang mempengaruhi remaja untuk menjadi pengusaha; dukungan keluarga, dukungan pemerintah dan promosi melalui karnaval dan festival. Temuan ini memberikan wawasan kepada pejabat pemerintah di kementerian pertanian untuk mengatasi masalah pengangguran dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang sukses melalui sektor pertanian. Cahya (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Studi Tentang Minat Berwirausaha di Bidang Otomotif dan Faktor Pendukungnya Pada Siswa Jurusan Teknik Otomotif SMK Negeri 1 Trenggalek menunjukkan minat berwirausaha di bidang otomotif berada pada kategori sangat tinggi dengan persentase 41,66%, dan faktorfaktor yang mendukung minat berwirausaha siswa berada pada kategori sangat tinggi dengan persentase 75%. Alsaaty (2014) dalam jurnalnya yang berjudul “Business Students’ Interests in Entrepreneurship and Social Entrepreneurship at a Historically Black Institution” juga mengemukakan bahwa dalam lingkungan ekonomi saat ini pekerjaan sulit untuk ditemukan, banyak siswa yang memilih untuk berkarir sebagai wirausaha bukan memilih jalur kerja tradisional. Hal ini terutama berlaku bagi siswa di mana tantangan untuk menemukan pekerjaan yang sesuai seringkali lebih sulit Akibatnya, semakin banyak siswa telah menyatakan minat untuk berwirausaha. SIMPULAN & SARAN Simpulan Minat berwirausaha siswa SMK Ardjuna 1 Malang termasuk dalam kategori tinggi dengan persentase sebesar 78,57%. Ini menunjukkan bahwa mayoritas siswa memiliki sikap mental berwirausaha dan ketrampilan berwirausaha yang tinggi yang mendukung minat berwirausaha siswa tersebut. Selain itu, minat
534 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
berwirausaha yang tinggi dari siswa SMK Ardjuna 1 Malang ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor internal yang meliputi perasaan terkait kewirausahaan, motivasi untuk berwirausaha dan cita-cita untuk berwirausaha serta faktor eksternal yang meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan sosial masyarakat. Saran
Melihat minat berwirausaha yang tinggi dari siswa SMK Ardjuna 1 Malang, harapannya agar minat tersebut dapat direalisasikan, bukan hanya sekedar minat untuk berwirausaha saja. Untuk itu, para siswa diharapkan dapat membuka usaha agar dapat mengurangi tingkat pengangguran, dan untuk lingkungan sekitar (keluarga, sekolah dan masyarakat) turut mendukung siswa agar dapat mencapai keinginan dan minat para siswa SMK Ardjuna 1 Malang untuk berwirausaha.
DAFTAR RUJUKAN Hutomo, E. 2012. Pengertian Cita-cita. Abdullah A, Sulaiman N. 2013. Factors That Influence the Interest of Youths in Agricultural Entrepreneurship. International Journal of Business and Social Science. Vol.4 Nomor 3. 288-302. Alsaaty F, Abrahams D et al. 2014. Business Students’ Interests in Entrepreneurship and Social Entrepreneurship at a Historically Black Institution. Journal of Small Business and Entrepreneurship Development. Vol. 2, No. 1, pp. 01–30. Badan Pusat Statistik. 2013. Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yangDitamatkan.https://www.bps.go.id/LinkTa belStatis/view/id/972 . Diakses tanggal 18 April 2016. Cahya, D. 2013. Studi Tentang Minat Berwirausaha di Bidang Otomotif dan Faktor Pendukungnya Pada Siswa Jurusan Teknik Otomotif SMK Negeri 1 Trenggalek. Skripsi. Universitas Negeri Malang.
http://ewirahutomo.blogspot.com/2012/07/p engertian-citacita.html. Diakses tanggal 16 April 2016. Latif, Abdul. 2007. Pendidikan Berbasis Nilai Kemasyarakatan. Bandung: Refika. Meredith, Geoffrey G et al. 2005. Kewirausahaan Teori dan Praktek. Jakarta: PPM. Mohhamad, L. 2013. Minat Siswa SMK dalam Berwirausaha di Bidang Otomotif. Skripsi. Universitas Negeri Malang. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Suharto. 2009. Metodologi Penelitian. Malang: Universitas Negeri Malang. Suryabrata, S. 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta: RajaGrafindo Persada
Fitriningsih, A. 2011. Minat Mahasiswa Program Studi D3 Tata Busana dalam Berwirausaha di Bidang Busana. Skripsi. Universitas Negeri Malang.
Suryana. 2003. Kewirausahaan Pedoman Praktis, Kiat, dan Proses Menuju Sukses. Jakarta: Salemba Empat.
Hendro. 2011. Dasar-dasar Kewirausahaan. Jakarta: Erlangga.
Widoyoko, E. 2009. Evaluasi Program Pembelajaran.
535 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Wijatno, S. 2012. Entrepreneurship untuk SMA/SMK. Jakarta: Salemba Empat. Zakaria S, Madun R et al. 2011. Entrepreneurship Education in Malaysia: Nurturing
Entrepreneurial Interest Amongst Students. Journal of Modern Accounting and Auditing, ISSN 1548-6583. Vol. 7, No. 6, 615-620. Zimmerer. 2002. Kewirausahaan dan Manajemen Bisnis Kecil. Jakarta: Prenhallindo.
536 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Pembelajaran Prakarya Dan Kewirausahaan Membentuk Peserta Didik Kreatif Dan Mandiri Dalam Menghadapi Abad 21 Wahyu Dewayani Universitas Negeri Malang E-mail:
[email protected] Abstrak: Dalam pembelajaran kompetensi pendidikan seni, prakarya dan kewirausahaan penting diberikan. Karena siswa perlu menerapkan jiwa kreatif dalam berwirausaha. Hal ini karena tuntutan pendidikan seni di abad 21 yaitu pendidikan kreatif yang menghasilkan nilai tambah. Oleh karena itu mengacu pada “Road Map pendidikan Kesenian” untuk mengkomunikasikan visi dan mengembangkan konsensus tentang pentingnya pendidikan kesenian untuk membangun kreatif dan budaya, agar menghasilkan tenaga kerja yang terampil dan kreatif yang diharapkan dapat bersaing dipasaran, atau setidaknya dapat menciptakan lapangan pekerjaan sendiri. Untuk itu kemampuan kewirausahaan sangat diperlukan untuk mendidik peserta didik lebih kreatif dan tangguh karena kewirausahaan adalah kemampuan yang sangat dibutuhkan dalam abad 21 mengingat keterbatasan dukungan sumberdaya alam terhadap kesejahteraan penduduk dunia yang makin bertambah dan makin kompetitif. Jiwa dan semangat kewirausahaan yang terbentuk dan terasah dengan baik sejak remaja akan menghasilkan sumberdaya manusia inovatif yang mampu membebaskan bangsa dan negaranya dari ketergantungan pada sumberdaya alam. Untuk itu melalui pembelajaran seni dengan menggunakan prakarya dan kewirausahaan diharapkan dapat meningkatkan daya kreatif, inovatif dan semangat pantang menyerah dalam menghadapi tantangan di abad 21. Kata Kunci : Prakarya, Kewirausahaan,kreatif, abad 21
Indonesia pada saat ini sudah menjadi bagian dari MEA dan terhubung dalam ekonomi global. Salah satu andalan ekonomi abad ke-21 adalah ekonomi kreatif yang lebih berfokus pada ekonomi budaya. Lembaga pendidikan ikut berperan serta dalam menyiapkan tenaga/ lulusan yang siap bersaing dengan tenaga kerja dari negara lain. Pendidikan seni budaya memiliki peluang besar untuk ikut andil menyiapkan lulusan yang terampil. “Globalisai ekonomi dan budaya tidak hanya akan menuntut tenaga kerja terampil tetapi harus kritis terhadap produk budaya “ ( hariyanto, 2015:31).Tugas pendidikan seni budaya baik pendidikan menengah atau pendidikan tinggi adalah menyiapkan tenaga kerja yang terampil dan kreatif serta kritis. Tenaga kerja yang terampil dan kreatif diharapkan dapat bersaing dipasaran, atau setidaknya dapat menciptakan
lapangan pekerjaan sendiri. Untuk itu kemampuan kewirausahaan sangat diperlukan untuk mendidik peserta didik lebih kreatif dan tangguh karena kewirausahaan adalah kemampuan yang sangat dibutuhkan dalam abad 21 mengingat keterbatasan dukungan sumberdaya alam terhadap kesejahteraan penduduk dunia yang makin bertambah dan makin kompetitif. Jiwa dan semangat kewirausahaan yang terbentuk dan terasah dengan baik sejak remaja akan menghasilkan sumberdaya manusia inovatif yang mampu membebaskan bangsa dan negaranya dari ketergantungan pada sumberdaya alam. Kewirausahaan yang diperlukan tentunya adalah yang memberikan dampak signifikan terhadap peningkatan output ekonomi dalam mendukung kesejahteraan bangsa melalui penciptaan karya orisinil yang bermanfaat.
537 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Kurikulum 2013 membekali peserta didik pada Pendidikan Menengah dengan kemampuan kewirausahaan yang lahir dan tumbuh dalam sektor nyata. Diawali dengan pengamatan terhadap produk yang ada di pasar. Untuk mendukung keutuhan pemahaman peserta didik, pembelajarannya digabungkan dengan pembelajaran prakarya sehingga peserta didik bukan hanya mampu menghasilkan ide kreatif tetapi juga merealisasikannya dalam bentuk purwarupa karya nyata dan dilanjutkan sampai pada kegiatan penciptaan pasar untuk mewujudkan nilai ekonomi dari kegiatankegiatan tersebut. Untuk itu perlu adanya pembelajaran prakarya kewirausahaan bagi peserta didik pada jenjang Pendidikan Menengah harus mencakup aktivitas dan materi pembelajaran yang secara utuh dapat meningkatkan kompetensi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan untuk menciptakan karya nyata. METODE Metode yang dapat digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran pendidikan prakarya ( seni rupa) dan kewirausahaan antara lain metode demonstrasi, metode percobaan (exsperimental method), metode karya wisata, metode latihan keterampilan (drill method), metode inguiry, metode perancangan dan lainlain. Metode itu cenderung lebih condong pada kegiatan yang berfokus pada siswa dalam pembelajaran. Penerapan metode tersebut akan membuat siswa menjadi aaktif dan berkonsentrasi penuh pada pelaksanaan pembelajaran. PEMBAHASAN Pengertian Prakarya dan Kewirausahaan Prakarya Prakarya berasal dari istilah pra dan karya, pra mempunyai makna belum dan karya adalah hasil kerja. prakarya didefinisikan sebagai
hasil kerja yang belum jadi, prakarya masih berupa proof of concept atau sebuah prototipe. Prakarya belum mempunyai target pemasaran, oleh sebab itu belum ada penggunanya atau konsumennya. Satu-satunya penggunanya mungkin si developer atau desainer itu sendiri. Kualitas belum menjadi perhatian sebab yang penting bentuk dasarnya saja. Harga sebuah prakarya ditentukan sangat subyektif sebab belum tahu potensi pasarnya. Prakarya memiliki pengertian Ketrampilan, hastakarya, kerajinan tangan, atau keterampilan tangan. bahan yang digunakan tersedia secara umum dipasaran, sehingga kita tinggal merangkai ataupun pemanfaatan limbah dan bahan bekas. Prakarya mempunyai peranan penting dalam pengembangan kreatifitas dan mengembangkan menjadi sebuah inovasi baru. Kewirausahaan Kewirausahaan pertama dipopulerkan di Perancis sejak tahun 1990, Kewirausahaan diidentikan dengan entrepreneurship. Kewirausahaan dapat didefinisikan proses kemanusiaan (human process) yang berkaitan dengan kreativitas dan inovasi dalam memahami peluang, mengorganisasi sumbersumber, mengelola sehingga peluang itu terwujud menjadi suatu usaha yang mampu menghasilkan laba atau nilai untuk jangka waktu yang lama. Definisi lain adalah suatu kemampuan (ability) dalam berpikir kreatif dan berperilaku inovatif yang dijadikan dasar, sumber daya, tenaga penggerak tujuan, siasat kiat dan proses dalam menghadapi tantangan hidup (Soeparman Soemahamidjaja 1977:2). Wirausaha merupakan pelaku dari kewirausahaan, yaitu orang yang memiliki kreativitas dan inovatif sehingga mampu menggali dan menemukan peluang dan mewujudkan menjadi usaha yang menghasilkan nilai/laba. Wirausaha berasal dari istilah Wira dan Usaha, wira artinya berani, utama, mulia atau
538 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
sendiri, sedangkan Usaha berarti kegiatan. Wirausaha dapat diartikan sebagai hal-hal yang menyangkut keberanian seseorang untuk melakukan kegiatan secara mandiri. Kegiatan menemukan sampai mewujudkan peluang menjadi usaha yang menghasilkan disebut proses kewirausahaan. Peranan Wirausaha yaitu a) Meningkatkan standar / kualitas hidup manusia, b) Sebagai motor penggerak dalam pembangunan nasional, dan c) Menciptakan lapangan kerja baru yang dapat mengatasi pengangguran. Sedangkan Karakteristik Wirausaha : a) Disiplin, b) Pekerja keras, c) Mandiri, d) Realitase. Prestatif (selalu ingin maju), f) Komitmen tinggi, g) Tajam naluri bisnisnya, h) Cepat melihat peluang usaha, i) Kreatif, j) Ulet dan siap pada tantangan, k) Ingin mencapai sesuatu ,l) Inovatif, m) jujur. Karakteristik yang khas dari wirausaha thetos enterprenerial menurut Moeljanto Tjokrowinoto (1996) adalah: a) Kejelian melihat peluang untuk memperoleh keuntungan, b) Selalu mencari perubahan, c) Kemampuan untuk mendefinisikan resiko. Kreatif dan inovatif adalah kunci utama kewirausahaan, Kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru atau hubungan-hubungan baru antar unsur, data, variabel yang sudah ada sebelumnya. Ciri-ciri orang kreatif adalah (a) Mandiri, (b)Terbuka terhadap yang baru (c) Percaya diri (d) Berani mengambil resiko (e) Melihat sesuatu dengan tidak biasa (f) Memiliki rasa ingin tahu yang besar (g) Dapat menerima perbedaan (h) Objektif dalam berpikir dan bertindak. Pengembangan kreativitas Akhir- akhir ini pengertian kreativitas cenderung pada proses. Hal ini sejalan dengan pendapat Hurlock yang dikutip oleh S.C.U Munandar (1977) yang menekankan bahwa sekarang penekanan pada proses yang lebih kuat dari pada produk diterima sebagai sentral
dari konsep kreativitas. Didalam dunia pendidikan hal ini dianggap pilihan yang paling tepat, kerena apabila kita ingin memperbaiki mutu produk, maka proseslah yang akan diperbaiki terlebih dahulu. Kreativitas sebagai proses pemikiran berbagai gagasan dalam menghadapi berbagai masalah, sehingga kreativitas merupakan suatu proses yang melibatkan pengorganisasian pengalamanpengalaman sedemikian rupa sehingga menghasilkan gagasan baru yang sebelumnya tidak terpikirkan oleh yang bersangkutan. Jadi kreativitas merupakan proses berfikir untuk menemukan jawaban suatu masalah dengan menggunakan cara-cara baru atau hubunganhubungan baru antara unsur-unsur yang ada. Berdasarkan uraian diatas , ternyata ada dua cara berfikir yang terlibat dalam proses kreatif, yakni berfikir konfergen dan divergen. Berfikir konvergen , apabila individu berusahan memusatkan seluruh apa yang telah diketahui yang berasal dari pengalamannya yang telah lampau guna memperoleh satu jawaban yang benar atau mendekati kebenaran. Sedangkan berfikir divergen, individu berusaha membayangkan unsur-unsur atau rencanarencana baru dengan beberapa alternatif jawaban, kemudian memilih satu atau dua jawaban yang terbaik dan menyempurnakannya. Kedua cara berfikir ini sering dipergunakan dalam menciptakan ideide baru. Dalam hal ini kreativitas yang paling nyata terdapat dalam kategori berfikir divergen. Seni menjadi sangat penting artinya dalam pendidikan karena menekankan pada berfikir divergen. Dalam kenyataannya, kemampuan berfikir kreatif dan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan kreatif sebahagian besar tergantung pada kesempatan individu untuk mengerjakan pekerjaan kreatif. Oleh sebab itu dalam proses belajar mengajar, individu perlu diberi kesempatan yang cukup. Dalam hal ini lingkungan memegang peranan penting. Karena itu dalam proses belajar mengajar kondisi
539 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
lingkungan yang bersifat memupuk kreativitas siswa perlu diciptakan. Menurut Semiawan, munandar dan Munandar (1984) kondisi semacam itu mencakup keamanan psikologis dan kebebasan psikologis. Kondisi lingkungan yang mampu mengembangkan kreativitas dalam proses belajar mengajar dapat diciptakan melalui pendekatan-pendekatan pengajaran. Di dalam pendidikan kesenian De Fracesco (1958) menyebutkan ada 5 jenis pendekatan pengajaran yaitu, “directed teaching, integrated teaching, correlated teaching,core teaching, dan free expression”. Dikaitkan dengan pendekatan scientivic, maka pendekatan “free expression “ lebih terpusat pada siswa, untuk mengembangkan kreativitas lebih banyak diperlukan keamanan keamanan dan kebebasan psikologi anak, sehingga pendekatan pengajaran yang lebih terpusat pada siswa sangat diperlukan. Pendidikan abad 21 mengacu pada Road Mad yaitu pendidikan seni itu pendidikan kreatif untuk menghasilkan nilai tambah, sehingga hasilnya siswa menjadi lebih kreatif dan inovatif yang bernilai ekonomi. Seseorang dikatakan ahli atau menguasai sebuah ketrampilan tidak secara spontan ada. Urutan pengembangan ketrampilan melalui langkahlangkah sebagai berikut : 1) didasari dengan rasa suka atau minat, 2) melakukan pembelajaran, 3) menjadikan sebuah hobi atau kebiasaan, 4) menguasai ketrampilan,dan 5) mampu mengembangkan menjadi inovasi baru.Dengan didasarkan itu maka kegiatan berwirausaha adalah sebuah kegiatan yang bersifat, a) Menghasilkan produk baru dengan cara baru pula. b) Menemukan peluang pasar baru dengan menghasilkan produk baru pula, c) Mengkombinasikan faktor-faktor produksi dengan cara baru, d) Mendukung budaya yang mendorong eksperimen yang kreatif, e) Mendorong perilaku eksperimen dll.
Membentuk Peserta Didik Kreatif dan Mandiri dalam Menghadapi Abad 21 Saat ini, kurikulum mengalami perubahan dari KTSP menjadi Kurikulum 2013. Hal ini dilakukan karena perlu adanya perubahan suatu kurikulum yang harus disesuaikan dengan tuntutan perkembangan jaman saat ini. Sejalan dengan apa yang diutarakan oleh Arief Rachman (direktur SMA Labschool) melalui website www.beritaindonesia.com/bahwa “Kurikulum harus terus berubah”. Pendidikan yang baik memang perlu mengubah-ngubah kurikulum, karena saat ini perkembangan teknologi sangat pesat, sehingga harus disesuaikan antara apa yang akan diterapkan pada pendidikan dengan teknologi yang ada sekarang”. Kurikulum 2013 (Anonim, 2013), mengedepankan pendekatan saintifik atau pendekatan ilmiah. Karena itu Kurikulum 2013 pengamanatkan esensi pendekatan ilmiah dalam pembelajaran. Metode ilmiah merujuk pada teknik -teknik investigasi atas fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti -bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip -prinsip penalaran yang spesifik. Karena itu, metode ilmiah umumnya memuat serial aktivitas pengoleksian data melalui observasi dan ekperimen, kejadian memformulasi dan menguji hipotesis. Kurikulum 2013 memberikan perubahan pada sektor mata pembelajaran. Salah satunya adalah adanya mata pelajaran baru bagi siswa kelas X SMA ataupun SMK , yaitu mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan. Prakarya dan Kewirausahaan dapat digolongkan ke dalam pengetahuan transcience knowledge, yaitu mengembangkan pengetahuan dan melatih keterampilan kecakapan hidup berbasis kompetensi dan teknologi berbasis ekonomi. Pembelajaran ini berawal dengan melatih kemampuan ekspresi-kretif untuk menuangkan
540 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
ide dan gagasan agar menyenangkan orang lain, dan diasionalisasikan secara teknologis sehingga keterampilan tersebut bermuara apresiasi teknologi terbarukan,hasil ergonomis dan aplikatif dalam memanfaatkan lingkungan sekitar dengan memperhatikan dampak ekosistem manajemen dan dan ekonomis ( yandriana: 1). “Kreativitas mengacu pada kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru. Kreativitas bukanlah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dari sesuatu yang tidak ada, tetapi kemampuan untuk menciptakan gagasan baru dengan menggabungkan, mengubah, atau menerapkan ulang gagasan yang telah ada”. ( Pranata, 2011 : 22). Beberapa gagasan kreatif mengagumkandan luar biasa, sementara yang lainnya hhanyalah gagasan yang sederhana, bagus, dan praktis yang tampaknya belum dipikirkan orang lain. “Kreativitas juga merupakan suatu sikap yaitu kemampuan seseorang untuk menerima perubahan dan sesuatu yang baru, kesediaan untuk bermain dengan ide-ide dan kemungkinan – kemungkinan , suatu fleksibilitas, kebiasaan menikmati hal yang baik sambil mencari cara untuk meningkatkannya”. ( Pranata, 2011: 23). Kewirausahaan merupakan kemampuan dalam menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda. ( Peter F. Drucker dalam Kristanto :5) .Pengertian ini mengandung maksud bahwa seorang wirausaha adalah orang yang tangguh dan yang memiliki kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru, berbeda dari yang lain, atau mampu menciptakan sesuatu yang berbeda dengan yang sudah ada sebelumnya. Kewirausahaan sebagai suatu proses penerapan kreativitas dan inovasi dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan (usaha). ( Immerer dalam kristanto :5) . Salah satu kesimpulan yang bisa ditarik dari berbagai pengertian tersebut adalah behwa
kewirausahaan dipandang sebagai fungsi yang mencakup eksploitasi peluang-peluang yang muncul di pasar. Seorang wirausahawan selalu diharuskan menghadapi resiko atau peluang yang muncul, serta sering dikaitkan dengan tindakan yang kreatif dan inovatif. Tujuan prakarya dan kewirausahaan dapat diuraikan sebagai berikut (yandriana, 2013 : 3 ) memfasilitasi peserta didik mampu berekspresi kreatif melalui keterampilan teknik berkarya ergonomis, teknologi dan ekonomis, 2) melatih keterampilan mencipta karya berbasis estetis, artistik, ekosistem dan teknologis, 3) melatih memanfaatkan media dan bahan berkarya seni dan teknologi melalui prinsip ergonomis, hygienis, tepat, cekat, cepat, ekosistemik dan metakognitif, 4) menghasilkan karya jadi maupun aapresiatif yang siap dimanfaatkan ddalam kehidupan, maupun bersifat wawasan dan landasan pengembangan apropriatif terhadap teknologi terbarukan dan teknologi kearifan lokal. Kesimpulan dari arti wirausahawan adalah orang yang merubah nilai sumber daya, tenaga kerja, bahan dan faktor produksi lainnya menjadi lebih besar dari pada sebelumnya dan juga yang melakukan perubahan , inovasi dan cara-cara baru. Selain itu seorang wirausahawan menjalankan peranan manajerial dalam kegiatannya, tetapi manajemen rutin pada operasi yang sedang berjalan tidak digolongkan sebagai kewirausahaan. Untuk itu kemampuan kewirausahaan sangat diperlukan untuk mendidik peserta didik lebih kreatif dan tangguh karena kewirausahaan adalah kemampuan yang sangat dibutuhkan dalam abad 21 mengingat keterbatasan dukungan sumberdaya alam terhadap kesejahteraan penduduk dunia yang makin bertambah dan makin kompetitif. SIMPULAN & SARAN Simpulan
541 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Kurikulum 2013 membekali peserta didik pada Pendidikan Menengah dengan kemampuan berprakarya dan kewirausahaan yang lahir dan tumbuh dalam sektor nyata. Diawali dengan pengamatan terhadap produk yang ada di pasar. Untuk mendukung keutuhan pemahaman peserta didik, pembelajarannya digabungkan dengan pembelajaran prakarya sehingga peserta didik bukan hanya mampu menghasilkan ide kreatif tetapi juga merealisasikannya dalam bentuk purwarupa karya nyata dan dilanjutkan sampai pada kegiatan penciptaan pasar untuk mewujudkan nilai ekonomi dari kegiatankegiatan tersebut. Pendidikan abad 21 mengacu pada Road Mad yaitu pendidikan seni itu pendidikan kreatif untuk menghasilkan nilai tambah, sehingga hasilnya siswa menjadi lebih kreatif dan inovatif yang bernilai ekonomi. Seseorang dikatakan ahli atau menguasai sebuah ketrampilan tidak secara spontan ada. Urutan pengembangan ketrampilan melalui langkahlangkah sebagai berikut : 1) didasari dengan rasa suka atau minat, 2) melakukan pembelajaran, 3) menjadikan sebuah hobi atau kebiasaan, 4) menguasai ketrampilan,dan 5) mampu mengembangkan menjadi inovasi baru. Dengan didasarkan itu maka kegiatan berwirausaha adalah sebuah kegiatan yang bersifat, a) Menghasilkan produk baru dengan cara baru pula. b) Menemukan peluang pasar baru dengan menghasilkan produk baru pula, c) Mengkombinasikan faktor-faktor produksi dengan cara baru, d) Mendukung budaya yang mendorong eksperimen yang kreatif, e) Mendorong perilaku eksperimen dll. Jadi secara sederhana arti wirausahawan (entrepreneur) adalah “orang yang berjiwa DAFTAR RUJUKAN Harianto.2015. Pendidikan Seni Rupa Berbasis Budaya Visual Melalui Pedagogis
berani mengambil resiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan, berjiwa mengambil resiko artinya bermental mandiri dan berani memulai usaha, tanpa diliputi rasa takut atau cemas sekalipun dalam kondisi tidak pasti”. (Suryana, 2006 : 18). Saran Kreativitas sebaiknya di gali terus pada peserta didik karena kreativitas sebagai proses pemikiran berbagai gagasan dalam menghadapi berbagai masalah, sehingga kreativitas merupakan suatu proses yang melibatkan pengorganisasian pengalaman-pengalaman sedemikian rupa sehingga menghasilkan gagasan baru yang sebelumnya tidak terpikirkan oleh yang bersangkutan. Jadi kreativitas merupakan proses berfikir untuk menemukan jawaban suatu masalah dengan menggunakan cara-cara baru atau hubunganhubungan baru antara unsur-unsur yang ada. Sebaiknya tujuan prakarya dan kewirausahaan dapat secara langsung dapat 1) memfasilitasi peserta didik mampu berekspresi kreatif melalui keterampilan teknik berkarya ergonomis, teknologi dan ekonomis, 2) melatih keterampilan mencipta karya berbasis estetis, artistik, ekosistem dan teknologis, 3) melatih memanfaatkan media dan bahan berkarya seni dan teknologi melalui prinsip ergonomis, hygienis, tepat, cekat, cepat, ekosistemik dan metakognitif, 4) menghasilkan karya jadi maupun apresiatif yang siap dimanfaatkan dalam kehidupan, maupun bersifat wawasan dan landasan pengembangan apropriatif terhadap teknologi terbarukan dan teknologi kearifan lokal.
Kritis. Malang. Jurusan Seni dan Desain Universitas Negeri Malang. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2014. Prakarya dan Kewirausahaan.
542 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Jakarta. Pusat kurikulum dan Pembukuan, Balitbang, Kemendikbud. Kristanto,M. Dkk. 2013. Implementasi pendidikan kewirausahaan sebagai media pembelajaran melalui pemanfaatan limbah KDP (kertas, daun dan plastik) PAUD. Semarang .Jurnal Penelitian PAUDIA. Mukhadis,A. 2014. Kiat Menulis Karya ilmiah “ bentuk, Anatomi, Isi Esensial, dan Contoh Aplikasinya”. Malang. Aditya Media Publishing. Rohendi rohadi,Tjetjep. 1995. Seminar Nasional Konsep dan Implementasi
Pendidikan Seni “ Pengembangan Budaya Kreatif dan Nilai-nilai Estetik Dalam Pendidikan seni”. Semarang. Institut Keguruan dan ilmu Pendidikan Semarang. Pranata, Moeljadi. 2011. Spektrum Kreativitas. Malang. Universitas Negeri Malang Jurusan seni dan Desain bekerja sama dengan Pustaka Kaiswaran. Prakarya Kewirausahaan dan TIK. http://gurupraktik.blogspot.co.id/2013/1 0/pengertian-prakarya-dankewirausahaan.html. diakses tanggal 24 April 2016.
543 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Strategi Assesment Matakuliah Kewirausahaan Akhmad Sanhaji Fakultas Manajemen, Universitas Negeri Malang Email :
[email protected]
Abstrak : Dengan munculnya kewirausahaan sebagai bidang akademik, sejumlah besar program kewirausahaan telah diperkenalkan di seluruh dunia. Ada juga telah tumbuh keragaman program studi yang ditawarkan dalam bentuk kedalaman konten. Penilaian tren mengungkapkan bahwa sebagian besar program kewirausahaan yang ditawarkan di sekolah-sekolah bisnis tetapi sekarang ada tren yang berkembang menawarkannya di sekolah-sekolah non-bisnis dan mereka sekarang termasuk dalam kurikulum guru. Pendidikan kewirausahaan diperlukan untuk mengatasi berbagai pertumbuhan kontemporer sosial-ekonomi dan tantangan politik dan itu relevan bagi siswa di semua disiplin ilmu. Kata Kunci : Strategi, Assesment, Kewirausahaan
Kewirausahaan atau proses memulai sebuah wirausaha baru, menyajikan tantangan karena kebutuhan membuat keputusan menangani rentang yang sangat luas dari aspek situasi manajemen bisnis di mana ada banyak ketidakpastian. Dengan demikian, siswa kewirausahaan perlu mengembangkan berbagai keterampilan praktis dan konseptual yang luas agar dapat disepakati dalam kompleksitas dari proses kewirausahaan. Akibatnya, literatur pendidikan kewirausahaan menempatkan banyak penekanan pada pengembangan kemampuan siswa untuk membuat keputusan dalam situasi ambiguitas tinggi. Secara khusus, hal ini nampak diminati bahwa metode pengajaran melibatkan para siswa sehingga mereka dapat belajar dengan baik dalam menangani kompleksitas menciptakan usaha baru (Peter & Mike, 2011). Makalah ini memperkenalkan perdebatan saat ini pada praktek penilaian hasil belajar dan dieksplorasi usulan pengajaran yang relevan dan subjek pembelajaran. Kemudian dieksplorasi serangkaian fokus kelompok yang telah terlibat lebih dari 40 subjek spesialis dalam latihan brainstorming. Latihan ini
dirancang untuk menyoroti praktek potensial dan beberapa kasus, praktik inovatif yang dapat digunakan untuk kunci penilaian hasil pembelajaran kewirausahaan. Oleh karena itu, sorotan aspirasi kewirausahaan pendidik tentang penilaian bukannya memeriksa praktek yang sebenarnya. Tujuan dari makalah ini adalah untuk membangun pekerjaan awal, dengan menjelajahi praktek penilaian saat kewirausahaan pendidik. Ini penting difokuskan karena pendidikan kewirausahaan telah tumbuh cepat di seluruh dunia. Pittaway et al. (2012). HASIL & PEMBAHASAN Praktek penilaian tidak terpilih Subjek penilaian siswa secara luas dan mencakup berbagai bentuk, seperti penilaian kelembagaan, penilaian guru dan penilaian siswa. Fokus dari makalah ini adalah penilaian siswa yang dapat dilihat sebagai "maksud di mana pendidik dapat mengukur hubungan antara hasil pendidikan yang diinginkan dan prestasi siswa yang sebenarnya”. Penilaian siswa adalah perhatian utama bagi pendidik, 544
PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
didorong baik oleh kebutuhan untuk menilai kemajuan siswa, dan persyaratan untuk memberikan sertifikat kualifikasi publik. Ketegangan antara dua tuntutan tersebut, di satu sisi, mendukung perkembangan siswa (penilaian formatif) dan, di sisi lain, menilai kinerja siswa (sumatif assessment), mendorong banyak perdebatan umum di literatur pendidikan. Kekhawatiran berkisar bagaimana penilaian dapat digunakan untuk membantu belajar siswa, sementara pada saat yang sama mengatasi tekanan ditempatkan pada penilaian oleh sistem akreditasi yang biasanya lebih memilih berbasis hasil, berbasis kredit dan bentuk modul pendidikan. (Pittaway, 2012). Beberapa ketegangan ini dapat diamati dalam penelitian tentang praktek penilaian dalam pendidikan kewirausahaan. Sebagai contoh, Pittaway et al. (2009) paper menyediakan landasan awal untuk diskusi dan beberapa pandangan dari pendidik seperti konstitusi praktek inovatif. Makalah ini telah ditindaklanjuti oleh pekerjaan yang mengeksplorasi bagaimana menilai kreativitas dan pelajaran yang mungkin ditarik oleh kewirausahaan pendidik. Baru-baru ini semua makalah telah tercatat bahwa praktek penilaian adalah suatu pertimbangan penting dan hal itu telah agak diabaikan oleh para peneliti. Langkah selanjutnya Penaluna dan Penaluna, 2009 (Pittaway, 2012), menyatakan bahwa: “Ketika mereka senang membuat bukti poin yang valid mereka mampu menarik untuk membenarkan argumen yang terbatas inheren karena ada sedikit penelitian yang ada tentang pendidik kewirausahaan sebenarnya "mengerjakan" ketika terlibat dalam penilaian. Sebagai contoh, beberapa studi muncul untuk mengatasi praktek penilaian untuk tingkat signifikan. Itu sama halnya dengan peneliti dapat berdebat penilaian dalam pendidikan kewirausahaan berdasarkan titik disiplin atau pedagogik pandang, perdebatan ini mungkin memiliki sedikit nilai kecuali peneliti menjadi
lebih sadar tentang praktik yang sebenarnya digunakan”. Sebuah tipologi pendidikan kewirausahaan dan praktek penilaian Menurut Pittaway, 2012 bahwa untuk memahami praktek penilaian seperti yang dilakukan oleh pendidik di lapangan itu berpendapat sebelumnya bahwa beberapa bentuk tipologi harus dikembangkan untuk menjadi bentuk yang berbeda dalam pertimbangan praktik pendidikan. Penelitian tipologi dokumentasi baru saja diperdebatkan untuk perbedaan tersebut dan disajikan memiliki tipologi berdasarkan empat bentuk pendidikan kewirausahaan. Bentuk-bentuknya biasa dianggap sebagai: "Tentang", "Untuk", "Melalui" dan "Tertanam" atau "dalam". Perdebatan berkisar pada jenis yang berbeda, misalnya pertanyaan yang telah diminta meliputi: bentuk mana yang paling efektif dan sifat apa yang tepat dari setiap jenis? selain debat kerja terakhir sebelumnya pendidikan kewirausahaan telah disajikan tahap serupa yang melihat bentuk kemajuan dari pengetahuan dan kesadaran, melalui akuisisi keterampilan untuk keterlibatan dalam praktek. Ini juga telah menyatakan bahwa bentukbentuk praktik memberikan hasil pendidikan yang berbeda dan saling melengkapi. Meskipun jenis penjelasan dapat ditemukan di tempat lain yang penting untuk tujuan makalah ini untuk menguraikannya di sini. Bentuk "tentang" Jenis ini menggunakan bentuk pedagogik yang lebih tradisional dari praktek pendidikan dan pendekatan ini biasanya didaktik. Mereka didorong oleh keinginan untuk meningkatkan kesadaran atau berbagi pengetahuan dan isi atau topik kepemimpinan. Bentuk "untuk" pendekatan ini cenderung melibatkan para siswa dalam tugas-tugas, kegiatan dan proyekproyek yang memungkinkan mereka untuk memperoleh keterampilan kunci dan kompetensi. Pendekatan dalam jenis ini 545
PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
mengambil banyak bentuk termasuk: pengalaman, berdasarkan penyelidikan dan berbasis proyek. Secara umum, Namun, mereka cenderung didorong oleh keinginan untuk memungkinkan siswa untuk memperoleh keterampilan dalam persiapan usaha kewirausahaan di masa depan. Misalnya, seperti Pendekatan mencakup beberapa bentuk perencanaan bisnis dan paling simulasi komputer. Meskipun dalam prakteknya ada beberapa hubungan antara pendekatan "Untuk" dan pendekatan "Melalui", perbedaan biasanya didorong oleh praktek yang sebenarnya kemudian memungkinkan kewirausahaan di "aman" kondisi. Contoh terbaik dari jenis ini adalah program yang memungkinkan siswa untuk menjalankan "nyata" perusahaan atau terlibat dalam konsultasi dalam suatu konteks kewirausahaan. Fokusnya cenderung pada belajar melalui mengerjakan. Jenis terakhir sering diidentifikasi adalah "Tertanam" atau "dalam" Jenis. Dalam jenis ini praktik pendidikan biasanya tertanam dalam program berfokus pada disiplin ilmu lain atau mata pelajaran, misalnya dengan mengubah kursus pada polimer dalam program kimia sehingga menganggap aspek kekayaan intelektual. Kecenderungan kekuatan di balik formulir ini adalah untuk memberikan siswa, dalam mata pelajaran non-bisnis, kesadaran dan pengalaman kewirausahaan secara langsung dalam disiplin mereka; sehingga bentuk kewirausahaan mereka belajar tentang relevansi dengan bidang kesenangannya. (Pittaway et al., 2012). Ketika berpindah dari kategori tertentu keanekaragaman pendidikan kewirausahaan juga dapat ditemukan dalam fondasi hasil belajar yang diinginkan oleh pendidik. Kerangka hasil kewirausahaan dikembangkan untuk Dewan Lembaga Nasional Kewirausahaan (NCGE) oleh Gibb saat ini yang terbaik tersedia sarana untuk membuat perbedaan antara hasil-hasil belajar diharapkan
dalam berwirausaha. Kerangka kerja ini mengidentifikasi delapan kategori yang berbeda hasil belajar kewirausahaan dan kategori ini dapat dikaitkan dengan jenis tertentu dari pendidikan kewirausahaan seperti yang diilustrasikan pada Gambar 1. Dua set hasil, memahami kunci pengetahuan bisnis dan memahami proses kewirausahaan, dapat terkait dalam tipologi ke "Tentang" bentuk pendidikan kewirausahaan. Ini adalah karena berfokus pada hasil belajar yang dapat memungkinkan siswa untuk memahami kunci pengetahuan tentang start-up bisnis atau konteks kewirausahaan lain dan oleh karena itu, mereka lebih terfokus pada pengetahuan dari keterampilan atau pengalaman. Dua set hasil kewirausahaan dapat dikaitkan dengan "Untuk" bentuk kewirausahaan pendidikan. Set pertama meliputi hasil yang ditargetkan untuk mendorong siswa untuk terlibat dalam kegiatan yang berusaha untuk mengembangkan perilaku kunci kewirausahaan (misal pencarian kesempatan; mengambil inisiatif) sedangkan set kedua berfokus pada menciptakan generik kompetensi kewirausahaan (misalnya untuk menemukan ide, untuk menilai sebuah ide). Kedua jenis difokuskan pada keterampilan akuisisi. Ada dua set hasil belajar yang dapat dikaitkan dengan "Melalui" bentuk pendidikan kewirausahaan. Yang pertama berfokus tentang menciptakan empati dengan kehidupan dunia pengusaha dengan memperoleh pengalaman, misalnya, ketidakpastian dan kompleksitas, sedangkan fokus kedua belajar bagaimana mengembangkan hubungan kunci melalui praktek. Kedua jenis membutuhkan siswa untuk terlibat dalam proyek-proyek atau kegiatan "nyata" untuk mendapatkan pendekatan dengan kehidupan pengalaman pengusaha. Akhirnya, ada dua set hasil belajar di tipologi yang dapat dikaitkan dengan segala bentuk pendidikan kewirausahaan. Ini bertujuan untuk mendorong penanaman nilainilai kunci kewirausahaan dan tujuan belajar 546
PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
yang ditargetkan pada usaha untuk memotivasi siswa dalam mempertimbangkan karir kewirausahaan.
Gambar 1
Masing-masing tujuan pembelajaran tersebut, tampaknya, bisa dipenuhi melalui pengetahuan, perolehan keterampilan yang sesuai atau melalui praktek dan bisa, Oleh karena itu, dianggap generik hasil belajar yang dapat dipenuhi oleh bentuk pendidikan kewirausahaan. Serta membuat perbedaan antara berbagai bentuk kewirausahaan pendidikan dan bentuk hasil belajar yang dapat dikejar di setiap membentuk tipologi pada Gambar 1 juga menunjukkan bahwa kegiatan pendidikan dapat bervariasi sesuai untuk fokus subjek kursus. Banyak perbedaan dalam fokus subjek diuji di penelitian empiris,
bagaimanapun, itu bervariasi dan beberapa contoh umum meliputi: kewiraswastaan; bisnis kecil; usaha baru atau perencanaan bisnis; waralaba; perusahaan keluarga; inovasi; teknologi kewirausahaan; kewirausahaan korporasi; dan kewirausahaan sosial. Sebuah subjek fokus yang berbeda dapat menyebabkan variasi dalam praktek penilaian yang dianggap tepat. Misalnya, bisnis perencanaan program karena sifatnya mungkin memerlukan pengajuan rencana bisnis sebagai bentuk umumnya praktek penilaian dan ini dapat dilihat untuk terutama dipimpin oleh subjek fokus. 547
PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Aspek terakhir dari tipologi yang disajikan pada Gambar 1 menguraikan beberapa masalah umum dalam praktek penilaian yang tampaknya relevan ketika memeriksa praktek penilaian dalam pendidikan kewirausahaan. Masalah-masalah yang disorot telah ditarik dari tinjauan umum dari literatur tentang penilaian dalam pendidikan tinggi dan dari pekerjaan penelitian sebelumnya yang dilakukan. Isu-isu spesifik yang difokuskan pada bagian penelitian ini adalah: (1) Orang atau orang yang melakukan penilaian dan sejauh mana variasinya ini dari profesor pengajar kursus untuk menyertakan bentuk-bentuk lain, seperti, penilaian pribadi; penilaian sejawat dan penilaian oleh para pengusaha dan profesional lainnya. (2) Metode khusus penilaian yang digunakan dalam program (misal ujian, tes, esai). (3) Sejauh mana penilaian praktek yang didorong dengan metode internal (Misal lembaga internal) atau metode eksternal (misalnya ditetapkan oleh lembaga akreditasi atau melibatkan kepentingan eksternal pemegang saham). (4) Metode penilaian yang digunakan pada prinsipnya didorong oleh keinginan untuk berusaha "objek" penilaian kinerja (misal melalui tes diverifikasi) atau lebih cenderung ke arah metode "subjektif" yang diperlukan lebih besar interpretasi pada bagian penilaian. (5) Praktik penilaian yang lebih "formatif" jenis perkembangan atau yang lebih cenderung ke arah metode sumatif yang lebih digunakan untuk penilaian kinerja. Sifat keseimbangan dalam kursus adalah fokus khusus, karena kebanyakan program memiliki beberapa formatif dan beberapa aspek sumatif. Secara keseluruhan tipologi disajikan pada Gambar 1 menyediakan sarana untuk mempertimbangkan pendidikan kewirausahaan,
untuk membuat beberapa rasa diberbagai perberbedaan pendekatan sementara pada saat yang sama menjelajahi bentuk penilaian yang digunakan dan jumlah penilaian sesuai dengan keprihatinan umum di bidang pendidikan umum (misal formatif vs praktek penilaian sumatif). Tipologi ini akan digunakan untuk memetakan bentuk penelitian pendidikan kewirausahaan dan penerapan penilaian praktek dalam bentuk-bentuk yang berbeda sampai penelitian empiris dilakukan. Sebelum memperkenalkan penelitian lapangan, namun, bagian selanjutnya dari kertas akan memperkenalkan metodologi dan menjelaskan bagaimana penelitian empiris dilakukan.
SIMPULAN Kesimpulan ini menunjukkan sejumlah implikasi. Penelitiannya dan pendidik yang menganjurkan bentuk yang lebih inovatif perlu melanjutkan upaya pendidikan kewirausahaannya. Sementara penempatan "Tentang" bentuk pendidikan kewirausahaan masih ada kebutuhan untuk menyeimbangkan dominasi pendekatan ini lebih pada bentuk "untuk", "Melalui" dan "Tertanam" bentuk praktek pendidikan. Ini jelas bahwa pendidik perlu berbuat lebih banyak melibatkan para pemegang saham terutama melalui penilaian sejawat dan keterlibatan pengusaha dan profesional lainnya. Praktek penilaian perlu lebih inovatif. Meskipun ada beberapa contoh praktek yang sangat inovatif dalam sampel contoh-contoh ini sangat langka dan bentuk penilaian yang digunakan (dengan pengecualian rencana bisnis) tidak inheren keunikannya untuk pendidikan kewirausahaan. Di dalam memperhitungkan ruang lingkup penggunaan yang lebih besar dari praktek penilaian reflektif dan kebutuhan untuk mengembangkan bentuk penilaian yang 548
PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
spesifik
untuk
konteks
kewirausahaan.
(Pittaway, 2012).
Education + Training Vol. 57 No. 2, 2015 pp. 239-258, © Emerald Group Publishing Limited 0040-0912, DOI 10.1108/ET-05-2013-0063.
DAFTAR RUJUKAN Peter & Mike, 2012. Identifying teaching methods that engage entrepreneurship students. Australian: Education + Training Vol. 54 No. 5, 2012 pp. 368384, © Emerald Group Publishing Limited 0040-0912, DOI 10.1108/00400911211244678.
Pittaway & Edwards, 2012. Assessment: examining practice in entrepreneurship education. USA: Education + Training Vol. 54 No. 8/9, 2012 pp. 778-800, © Emerald Group Publishing Limited 0040-0912, DOI 10.1108/ 00400911211274882.
Katherine, 2014. Assessing the status of entrepreneurship education courses in higher learning institutions. Germany:
549 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Model Bahan Ajar Pendidikan Seni Rupa Bagi Pengembangan Pola Pikir Entrepreneurial Moeljadi Pranata Prodi Keguruan Seni Rupa Pascasarjana – Universitas Negeri Malang Email :
[email protected]
Abstrak : Studi ini menemukan bahwa bahan ajar pendidikan seni yang dirancang sesuai dengan strategi pembelajaran tertentu memiliki potensi untuk meningkatkan pola pikir kewirausahaan pada siswa. Hasil penelitian ini memiliki nilai strategis untuk pengembangan pendidikan kewirausahaan di Indonesia. Utamanya ketika mempertimbangkan bahwa hasil penelitian ini memiliki potensi untuk diperluas ke bidang dan mata-mata pelajaran lain pada jenis dan tingkat pendidikan yang beragam. Kata kunci: inovasi, pembelajaran entrepreneurial, seni rupa
Pendidikan secara luas diakui sebagai salah satu cara yang paling kritis untuk mengatasi tantangan pembangunan, pengangguran, kemiskinan, dan daya saing bangsa. Namun, kualitas pendidikan di negara berkembang tak sebagaimana yang diharapkan. Pada umumnya, di negara-negara berkembang pendidikan hanya berfokus pada belajar hafalan. Selain itu, sistem pendidikan tidak secara aktif mendorong siswa untuk berpikir secara mandiri. Sistem pendidikan masih mengabaikan pentingnya mengembangkan pola pikir kreatif-inovatif. Sistem seperti ini jelas tidak sejalan dengan fungsi pendidikan sebagai alat untuk pembangunan pribadi (UNESCO 1996, 2004). Secara umum, jika ditinjau dari rendahnya angka indeks pengembangan manusia (human development index) serta tingginya angka pengangguran, dapat diketahui bahwa pendidikan di Indonesia belum berlangsung secara berkualitas sebagaimana yang diharapkan. Mengingat ancaman dan peluang terkait dengan kualitas sumber daya manusia dan daya saing bangsa,
belajar untuk era sekarang mestinya tidak cukup jika berhenti dalam tahapan memahami. Tahapan harus dilanjutkan ke proses menghasilkan. Siswa mestinya terlatih untuk memfungsikan pengetahuan dan keterampilan yang telah dimiliki untuk dapat menghasilkan ciptaan yang bernilai. Sejalan dengan hal tersebut, perlu dieksplorasi cara-cara yang memungkinkan para pebelajar dapat memperoleh kompetensi sesuai dengan tujuan instruksional menurut mata pelajaran yang dipelajarinya sekaligus memperoleh kompetensi yang terkait dengan kemampuan menghasilkan gagasan dan produk yang kreatif, inovatif, dan bernilai tambah yang dapat dihargai dan diterima oleh orang lain. Menurut Bolton & Thompson (2005) entrepreneur adalah seseorang yang terbiasa menciptakan dan berinovasi berdasarkan peluang yang ada untuk membangun sesuatu yang bernilai yang dapat diterima dan diakui oleh masyarakat. Maka entrepreneur sebagai sebuah mindset dapat dipandang sebagai sebuah kerangka berpikir untuk berinovasi sehingga hasil inovasi tersebut dapat diterima
550 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
dan dihargai oleh orang lain. Sejalan dengan hal tersebut, dengan mengadaptasi pemikiran Dyers (2007), kerangka pikir yang demikian berupa sintaks yang terdiri atas kegiatan mengeksplorasi, merancang, mengeksekusi rancangan, mengkomunikasikan, dan merefleksi. Dalam konteks pembelajaran entrepreneurial, sintaks tersebut berlangsung secara berurutan serta berbentuk learning cycle (Kolb & Kolb, 2006). Penelitian ini menerapkan strategi pembelajaran entrepreneurial untuk mengorganisasikan, mengelola, dan menyampaikan isi pembelajaran pada bahan ajar pendidikan seni. Strategi pembelajaran diacukan sebagai penataan cara-cara sehingga terwujud suatu urutan langkah prosedural yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan yang ditetapkan (Reigeluth dkk, 2007). Penataan cara-cara pada bahan ajar yang dikembangkan mengacu pada tujuan yang akan dicapai siswa yaitu (a) kompetensi menurut mata pelajaran pendidikan seni rupa dan (b) kompetensi pola pikir entrepreneurial. Dalam konteks ini, belajar dalam pendidikan seni rupa tidak hanya sekedar untuk menghasilkan karya seni – namun juga terbiasa memecahkan masalah sejalan dengan pola pikir entrepreneur. Pembiasaan untuk menerapkan pola pikir entrepreneurial pada gilirannya akan menghasilkan sumberdaya manusia yang peka terhadap peluang, kreatif, inovatif, keberanian untuk menghadapi resiko, bersifat terbuka, dan produktif. Penerapan strategi pembelajaran entrepreneurial pada gilirannya diprediksi akan dapat meningkatkan jumlah entrepreneur di Indonesia yang masih rendah. Seperti diketahui, pertumbuhan enterpreneur selain dapat menampung tenaga kerja, pada gilirannya juga dapat menciptakan kesejahteraan masyarakat secara luas. Ini sejalan dengan pendapat McClelland (1999), bahwa suatu negara akan maju jika terdapat entrepreneur sedikitnya sebanyak 2% dari
jumlah penduduk negara tersebut. Saat ini jumlah entrepreneur di Indonesia baru sekitar 0,18% dari jumlah penduduk di Indonesia, sementara itu Singapura memiliki 7,2% entrepreneur dari jumlah penduduknya (Global Entrepreneurship Monitor, 2005). Jadi tidaklah mengherankan jika pendapatan perkapita Singapura puluhan kali lebih tinggi daripada Indonesia. Beberapa studi telah menegaskan bahwa meningkatnya jumlah entrepreneur juga akan berdampak pada meningkatnya pendirian perusahaan baru (misalnya Hatten & Ruhland, 1995). Meningkatnya perusahaan baru berdampak pada meningkatnya perekonomian negara. Kebangkitan ekonomi China yang dipicu oleh munculnya banyak perusahaan baru dapat dijadikan contoh untuk kasus ini. Sejak negara ini menghapus monopoli negara dan membuka peluang sebesar-besarnya bagi warga negara untuk berwirausaha maka ledakan jumlah perusahaan baru meningkat secara drastis. Hal ini berdampak positif pada perkembangan pesat perekonomian negara tersebut. Studi yang dilakukan oleh McMullan & Long (1987) menyimpulkan bahwa sebuah dukungan sistem usaha berdasarkan pendidikan entrepreneur dapat mengakibatkan tingkat pengangguran yang lebih rendah. Selain perusahaan-perusahaan yang bermunculan akan memperluas lapangan kerja baru, pribadi berkarakter entrepreneurial yang dibentuk akan terbiasa untuk hidup secara mandiri dan produktif. Studi yang dilakukan Acs (1996) melaporkan bahwa para entrepreneur pada perusahaan-perusahaan kategori usaha kecil dan menengah kebanyakan merupakan orang-orang biasa namun memiliki pola pikir entrepreneurial yang tajam. Para entrepreneur tersebut dikenal ulet dan tahan bantingan. Kemampuan mereka menghadapi krisis ekonomi menjelang abad 21 telah membuktikan bahwa pribadi dengan karakter entrepreneurial seperti itu cukup
551 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
tangguh dalam menghadapi tekanan serta tangkas dalam memanfaatkan peluang. Dalam pelaksanaannya, penerapan strategi pembelajaran entrepreneurial ini tidak mengurangi keberadaan kurikulum yang telah ditetapkan untuk dilaksanakan di sekolahsekolah Indonesia. Sebagai penguat kurikulum yang telah ada strategi pembelajaran tersebut justru akan memperkaya hasil belajar siswa. Selain siswa akan memperoleh kompetensi sesuai dengan kompetensi-kompetensi dasar yang telah ditetapkan oleh kurikulum, siswa juga akan memperoleh pembangunan karakter yaitu memiliki kerangka pikir (mindset) entrepreneurial. Ini terjadi karena pola pembelajaran yang digunakan mengacu pada lima langkah pola berpikir entrepreneur sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Pola pembelajaran yang demikian terjadi sebagai implikasi dari strategi pembelajaran yang sebelumnya telah dirancang dengan seksama oleh para guru mereka. Strategi pengorganisasian, pengelolaan, dan penyampaian bahan ajar pendidikan seni dalam penelitian ini dirancang menurut lima tahapan yaitu mengeksplorasi (exploring), merencanakan (planning), mengeksekusi rencana (doing), mengkomunikasikan (communicating), dan merefleksi (reflecting). Dalam tahap mengeksplorasi (exploring), siswa dilatih untuk mencari dan menggali informasi, faktafakta, dan masalah agar dapat menemukan hal pokok yang harus dipelajari secara lebih fokus. Hal pokok tersebut akan mengarahkan mereka pada kemungkinan-kemungkinan untuk berinovasi. Proses ini juga memberi kesempatan bagi siswa untuk mempelajari pola, sistem atau konsep yang ada. Pada tahap mengeksplorasi peran guru ialah mengarahkan siswa dengan desain tahapan belajar yang sistematis dan bertahap tanpa mengurangi kesempatan bagi siswa untuk berlatih menemukan kesempatan. Guru memberi kesempatan siswa membuat interpretasi dan
mencari hubungan satu konsep dangan konsep lain serta mengambil simpulan. Pada tahap merencanakan (planning), siswa mengembangkan fokus yang telah ditemukan serta memahami model atau sistem yang ada. Kegiatan ini mengarahkan siswa untuk mencari inspirasi guna menemukan model atau sistem baru. Pengertian baru tidak selalu 100% baru, karena itu mungkin saja ada beberapa faktor yang perlu diganti dengan apa yang ditemukan atau diciptakan sendiri. Jadi dari model yang sudah ada, siswa mengembangkan hal yang baru. Ini merupakan salah satu prinsip dalam menciptakan inovasi. Dasar dari langkahlangkah pada tahap kedua ini ialah sikap kreatif dan berani mencoba yang dituangkan ke dalam sebuah rencana kerja. Tahap merencanakan akan melatih siswa untuk mempertimbangkan masalah waktu, tujuan atau target yang akan dicapai, prosedur kerja serta antisipasi tantangan yang mungkin akan ditemukan. Pada tahap merencanakan, guru berperan sebagai advisor agar siswa dapat membuat rencana produk dan rencana kerja sesuai dengan target yang harus dicapai. Untuk itu, teknik-teknik pemberian inspirasi perlu dikuasai oleh para guru. Kegiatan pada tahap ketiga, mengeksekusi rencana (doing), berfokus pada proses pelaksanaan rencana yang telah disusun oleh siswa. Fokusnya ialah melakukan tindakan untuk dapat menghasilkan sesuatu yang bernilai. Penekanan tahap ini adalah melatih siswa untuk bekerja secara kolaboratif dan bekerja berdasarkan rencana. Siswa berlatih untuk secara konsisten dengan kerangka waktu dan tahapan yang ditetapkan serta memperhatikan standar perilaku kerja yang seharusnya. Hasil dari kegiatan ini ialah sebuah produk inovatif yang siap untuk dikomunikasikan agar dapat diterima dan dihargai. Maka tantangan pada tahap berikutnya bagi siswa ialah bagaimana mengkomunikasikan hasil kerja tersebut
552 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
kepada orang lain agar hasil kerjanya dapat diterima dan memperoleh penghargaan. Tahap mengkomunikasikan (communicating) ini sangat perlu agak siswa memiliki pengalaman yang bermakna untuk berlatih keterampilan berkomunikasi dan mengenal respon-respon dari kelompok sasaran. Aspek lain yang akan tumbuh dalam kegiatan ini ialah perlunya pembangunan rasa percaya diri dan pengetahuan tentang subject matter. Di tahap komunikasi ini guru berperan sebagai sparing partner bagi siswa; ia dituntut terampil untuk memberikan pancingan-pancingan agar cara siswa berkomunikasi fokus dan meyakinkan sasarannya. Langkah pada tahap terakhir yaitu merefleksi (reflecting) bertujuan agar siswa dapat mengetahui atau mengenal kemajuan belajarnya sendiri atau self competency. Pada tahap ini guru dapat berperan sebagai kritikus yang memberikan masukan-masukan agar siswa menjadi reflektif dan mengenali hal yang perlu diperhatikan. Tahap merefleksi ini merupakan hal yang penting dalam proses belajar. Lewat kegiatan ini siswa dapat mengenali kelemahan dan kekuatan diri mereka sendiri. Kegiatan tersebut pada gilirannya akan mendorong siswa untuk mampu mengidentifikasi hal-hal yang telah dicapai dan aspek apa yang akan menjadi target berikutnya. Pola kegiatan pembelajaran yang demikian akan membantu siswa untuk mengembangkan pola belajar self directed learning. Jika siswa bisa belajar apa yang seharusnya dipelajarinya, sebenarnya mereka telah belajar bagaimana seharusnya belajar – learn how to learn (Duffy & Jonassen, 1992). Dengan mengalami siklus belajar yang terdiri atas 5 tahapan tersebut maka melalui belajar dan pembelajaran pendidikan seni akan terbangun pola bereksplorasi dan perilaku mencipta. Dalam konteks tersebut, pembelajaran akan menjadi ajang bagi siswa untuk mencari, menemukan, mencipta dan "menjual" hasil kerjanya. Pola belajar tidak
lagi menerima materi tapi proses menghasilkan inovasi. Mengajar bukan lagi memberi atau menyalurkan informasi, namun mengambil atau mengeluarkan potensi dari diri siswa serta mengkondisinya agar siswa dapat dan terbiasa mengoptimalkan potensi tersebut untuk menghasilkan suatu inovasi (Longworth, 1999).
METODE Pengembangan buku ajar ini menggunakan Model 4D yang meliputi tahap pendefinisian (define), perancangan (design), pengembangan (develop), serta tahap pendeseminasian (disseminate). Prosedur penelitian pengembangan secara utuh disajikan oleh Tabel 1. Proses analisis masalah dilakukan pada tahap define. Analisis tersebut melalui lima tahapan, antara lain: (a)front end analysis, (b) learner analysis, (c) task analysis, (d) concept analysis, dan (e) specifying of instructional objectives. Dalam tahapan ini dilakukan kegiatan penetapan dan penentuan kebutuhan. Proses analisis kebutuhan menggunakan proses analisis masalah yang akan dikaji dalam beberapa tahapan. Bertolak dari kegiatan pengembangan pada tahap define tersebut dihasilkan beberapa luaran antara lain (a) konsep pendekatan pembelajaran entrepreneurial serta (b) hasil analisis kompetensi dan indikator-indikator pencapaian kompetensi. Tahap design berupa proses pembuatan draft atau rancangan setelah spesifikasi produk ditentukan dalam proses define. Analisis design meliputi empat tahapan, antara lain: (a) criterion-test construction, (b) media selection, (c) format selection, dan (d) initial design. Sementara itu pada tahap develop dilakukan proses revisi draft atau rancangan. Dalam proses ini, umpan balik digunakan sebagai evaluasi agar menjadi versi yang benar-benar
553 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
efektif. Analisis develop melalui dua tahapan, antara lain: (a) expert appraisal dan (b) developmental testing. Proses pematangan bahan ajar ini perlu dilakukan agar produk yang dikembangkan tersebut benar-benar efektif. Tahap develop terdiri dua atas dua bagian yaitu expert appraisal dan developmental testing. Tahap terakhir, disseminate, merupakan proses finalisasi seluruh kegiatan penelitian dan pengembangan ini. Dalam
konteks ini produk pengembangan dapat dikatakan memasuki proses final apabila hasil uji coba menunjukkan nilai yang konstan dan tim ahli merekomendasikan komentar yang positif. Proses disseminate dilakukan sebelum produk disebarluaskan. Kegiatan disseminate terdiri atas tiga tahapan antara lain: (a) validation testing, packaging, (b) diffusion, dan (c) adoption.
Tabel 1. Prosedur Penelitian (Pranata, 2010)
HASIL & PEMBAHASAN Buku ajar yang telah dihasilkan divalidasi oleh tiga orang pakar sebagai validator. Validator buku ajar ini terdiri atas dua orang doktor pendidikan yang menjadi dosen di perguruan tinggi serta seorang guru senior di bidang Pendidikan Seni yang berpengalaman mengembangkan kurikulum di sekolah-
sekolah. Penilaian buku ajar oleh tim pakar menggunakan rubrik yang terdiri atas rubrik penilaian kelayakan isi buku ajar, rubrik penilaian kebahasaan buku ajar, rubrik kelayakan penyajian materi, dan rubrik kelayakan penyajian pembelajaran. Masingmasing rubrik dirinci ke dalam kriteriakriteria yang dinilai, masing-masing kriteria diberi skor 1 (kurang) sampai dengan 3 (baik).
Tabel 2. Rangkuman Hasil Penilaian oleh Pakar: Kelayakan Isi Buku Ajar 554 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Validator Kelayakan Isi Buku Ajar
V
V
V
1
2
3
∑
1 Kebenaran dan ketepatan fakta/konsep 2 Kebenaran dan ketepatan teori, prinsip, hukum 3 Kebenaran dan ketepatan proses/metode ilmiah Kemutakhiran Materi
2
3
2 3 2 7
3
2
3 8
3
2
3 8
1 Materi sesuai dengan perkembangan ilmu 2 Keterkinian/ketermasaan fitur (contoh-contoh) Mengandung Wawasan Entrepreneurship 1 Menumbuhkan semangat kewirausahaan 2 Membiasakan berpola pikir entrepreneurial Merangsang Produktivitas
2
2
1 3 2 6
3
2
2 7
2
3
1 5 3 8
3
3
3 9
1 Menumbuhkan semangat daya saing
3
3
1 5 3 9
2 Mendorong etos kerja produktif
2
2
2 6
Akurasi Materi
1 Memicu eksplorasi daya cipta (kreativitas) 2 Mendorong berinovasi untuk nilai tambah Mengembangkan Kecakapan Hidup
2
3
1 5 2 7
2
3
3 8
1 Mengembangkan keterampilan akademik/vokasional 2 Mengembangkan kecakapan sosial
3
2
1 4 2 7
3
2
2 7
Merangsang Kreativitas dan Inovasi
R 2. 6 2. 3 2. 7 2. 7 2. 2 2. 0 2. 3 2. 5 2. 7 3. 0 2. 5 3. 0 2. 0 2. 5 2. 3 2. 7 2. 3 2. 3 2. 3
Reliabil Kateg itas ori A D Baik Cukup 0. 7 Baik 0. 7 Baik 0. 7 Cukup
0.3
Cukup 1. 0 Cukup 0. 7 Baik
0.0
Baik
1. 0 1. 0
0.0
1. 0 Cukup 1. 0 Baik
0.0
Baik
0.3 0.3
0.3
1.0
Baik Baik
0.0
Cukup 0. 7 Baik 0. 7 Cukup
0.3
Cukup 0. 7 Cukup 0. 7
0.3
0.3
0.3
555 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Kriteria penilaian pada rubrik kelayakan isi materi buku ajar terdiri atas (a) akurasi isi materi, (b) kemutakhiran isi materi, (c) mengandung wawasan entrepreneurship, (d) merangsang produktivitas, (e) merangsang kreativitas dan inovasi, serta (f) mengembangkan kecakapan hidup. Masingmasing kriteria dirinci lagi ke dalam 2 sampai 3 sub-kriteria penilaian. Rangkuman hasil penilaian validator mengenai kelayakan isi buku ajar disajikan oleh Tabel 2. Hasil penilaian kelayakan pakar untuk aspek kelayakan isi menunjukkan rerata skor akurasi materi 2,6 (baik), kemutakhiran materi 2,2 (cukup), mengandung wawasan kewirausahaan 2,5 (baik), merangsang produktivitas 2,5 (baik), merangsang kreativitas
dan inovasi 2,5 (baik), dan mengembangkan kecakapan hidup 2,3 (cukup). Secara umum dapat disimpulkan bahwa kelayakan isi buku ajar berkategori cukup (2,4). Kriteria penilaian untuk kelayakan kebahasaan terdiri atas (a) pesan yang disampaikan mudah dipahami peserta didik, (b) struktur kalimat efektif, (c) kebakuan istilah, dan (d) kesalahan pengetikan. Hasil penilaian kelayakan pakar berdasarkan Tabel 3 untuk aspek kelayakan kebahasaan rerata skor pesan yang disampaikan mudah dipahami peserta didik 2,3 (cukup), struktur kalimat efektif 2.0 (cukup), kebakuan istilah 3.0 (baik), dan kesalahan pengetikan 1.7 (kurang). Secara umum dapat disimpulkan bahwa kelayakan kebahasaan buku ajar berkategori cukup (2,3).
Tabel 3. Rangkuman Hasil Penilaian oleh Pakar: Kelayakan Kebahasaan Reliabil Validator Kateg itas Kelayakan Kebahasaan ∑ R ori A D V V V 1
2
3
1 Pesan yang disampaikan mudah dipahami siswa 2 Struktur kalimat efektif
3
2
2 7 2 7
2
2
2 6
3 Kebakuan istilah
3
3
3 9
4 Salah ketik
1
2
2 5
Kebahasaan
Kriteria penilaian untuk kelayakan penyajian materi buku ajar terdiri atas (a) konsistensi sistematika isi materi, (b) keruntutan sajian konsep dan prosedur, (c) kesesuaian ilustrasi (gambar, tabel) dengan materi, (d) kemenarikan paparan materi ajar, (e) kelengkapan sumber pustaka. Bertolak dari Rangkuman hasil perhitungan pada penilaian validator tentang kelayakan kebahasaan buku
2. 3 2. 3 2. 0 3. 0 1. 7
Cukup Cukup 0. 7 Cukup 1. 0 Baik 1. 0 Kuran 0. g 3
0.3 0.0 1.0 0.3
ajar seperti yang disajikan oleh Tabel 4 dapat diketahui beberapa informasi sebagai berikut. Kelayakan penyajian buku ajar untuk aspek konsistensi sistematika isi materi 2,7 (baik), (b) keruntutan sajian konsep dan prosedur 27 (baik), kesesuaian ilustrasi (gambar, tabel) dengan materi 2,7 (baik), kemenarikan paparan materi ajar 2,7 (baik), dan kelengkapan sumber pustaka 2,3 (cukup). Dapat disimpulkan bahwa
556 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
secara umum kelayakan penyajian materi buku
ajar
berkategori
baik
(2,6).
Tabel 4. Rangkuman Hasil Penilaian oleh Pakar: Kelayakan Penyajian Materi Buku Ajar Validator Relia biKateg litas Kelayakan Penyajian Buku Ajar ∑ R ori A D V V V 1
Penyajian Materi Buku Ajar 1 Konsistensi sistematika isi materi 2 Keruntutan sajian konsep dan prosedur 3 Kesesuaian ilustrasi (gambar, tabel) dengan materi 4 Kemenarikan paparan materi ajar 5 Kelengkapan sumber pustaka Kriteria penilaian untuk kelayakan penyajian pembelajaran terdiri atas (a) berpusat pada kegiatan siswa, (b) merangsang siswa untuk belajar mandiri, (c) menggunakan pendekatan entrepreneurial, (d) memberi contoh-contoh konkret berdasarkan kehidupan nyata sehari-hari, (e) penyajian bersifat komunikatif-interaktif, dan (f) menciptakan umpan balik untuk evaluasi diri. Bertolak dari rangkuman hasil perhitungan pada penilaian para pakar tentang kelayakan pembelajaran seperti yang disajikan oleh Tabel 5 dapat diketahui beberapa informasi sebagai berikut. Kelayakan penyajian pembelajaran untuk aspek berpusat pada kegiatan siswa 3,0 (baik), merangsang siswa untuk belajar mandiri 2,7 (baik), menggunakan pendekatan entrepreneurial 2,7 (baik), memberi contohcontoh konkret berdasarkan kehidupan nyata
2
3
3 9 3 8
2. Baik 6 2 3 2. Baik 1. 0. 7 0 0 3 2 3 8 2. Baik 0. 0. 7 7 3 2 3 3 8 2. Baik 1. 0. 7 0 0 2 3 3 8 2. Baik 1. 0. 7 0 0 3 2 2 7 2. Cukup 0. 0. 3 7 3 sehari-hari 2,3 (cukup), penyajian bersifat komunikatif-interaktif 2,3 (cukup), dan menciptakan umpan balik untuk evaluasi diri 2,3 (cukup). Rerata skor untuk kelayakan penyajian pembelajaran 2,6 sehingga dapat disimpulkan bahwa secara umum kelayakannya berkategori baik. Secara umum penilaian untuk seluruh aspek kelayakan buku ajar oleh pakar yang dinilai mendapatkan penilaian minimal cukup dari para penelaah tersebut tingkat validitasnya sebesar 2.3 berkategori baik dengan reliabilitas sebesar 77,01% berkategori baik. Hal ini dapat diartikan bahwa untuk seluruh aspek yang dinilai pada buku ajar siswa, persentase untuk mendapatkan penilaian minimal 2 atau dikategorikan cukup. Meskipun demikian untuk kasalahan ketik ada satu validator yang memberikan skor 1.
557 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Tabel 5. Rangkuman Hasil Penilaian oleh Pakar: Kelayakan Penyajian Pembelajaran Validator Reliabi Kateg litas Kelayakan Penyajian Buku Ajar ∑ R ori V V V A D 1
2
1 Berpusat pada kegiatan peserta didik 2 Merangsang peserta didik untuk belajar mandiri 3 Menggunakan pendekatan entrepreneurial 4 Memberi contoh konkret berdasarkan kehidupan nyata 5 Penyajian bersifat komunikatifinteraktif 6 Menciptakan umpan balik untuk evaluasi diri
Hasil telaah dan penilaian guru terhadap buku ajar siswa disajikan oleh Tabel 6 dan Tabel 7. Hasil perhitungan rangkuman telaah dan penilaian guru terhadap aspek pembelajaran kewirausahaan terintegrasi pada buku ajar untuk siswa disajikan oleh Tabel 6. Kriteria-kriteria yang digunakan untuk melakukan telaah dan penilaian terhadap aspek pembelajaran kewirausahaan terintegrasi pada buku ajar siswa terdiri atas 5 komponen yaitu (a) kesesuaian dengan konsep kurikulum berbasis kompetensi, (b) menekankan pada penerapan-penerapan dunia nyata di bidang kewirausahaan, (c) menunjang terlaksananya pembelajaran yang berfokus pada student-centered, (d) memberikan kemudahan dalam mengembangkan pembelajaran kewirausahaan terintegrasi, dan (e) menunjang terlaksanaya pendidikan kewirausahaan terintegrasi pada Pendidikan Seni. Setiap komponen tersebut dinilai dengan rubrik dengan menggunakan skor 1 (sangat kurang) sampai dengan 4 (sangat baik). Rerata skor kesesuaian dengan konsep
3
3
3
4 6 3 9
2
3
3 8
3
2
3 8
3
2
2 7
3
2
2 7
3
2
2 7
Penyajian Pembelajaran
2. 6 3. 0 2. 7 2. 7 2. 3 2. 3 2. 3
Baik Baik
1. 0 Baik 0. 7 Baik 0. 7 Cukup 0. 7 Cukup 0. 7 Cukup 0. 7
0.0 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3
kurikulum berbasis kompetensi sebesar 3,7 (sangat baik), menekankan pada penerapanpenerapan dunia nyata di bidang kewirausahaan 2,7 (baik), menunjang terlaksananya pembelajaran yang berfokus pada student-centered 3,3 (baik), memberikan kemudahan dalam mengembangkan pembelajaran kewirausahaan terintegrasi 3,3 (baik), dan menunjang terlaksananya pendidikan kewirausahaan terintegrasi pada Pendidikan Seni 3,3 (baik). Dari kelima komponen sebagai kriteria penilaian tersebut hanya aspek menekankan pada penerapan-penerapan dunia nyata di bidang kewirausahaan yang mendapat nilai dengan kategori cukup. Aspek kesesuaian dengan konsep Kurikulum Berbasis Kompetensi memperoleh skor dengan kategori sangat baik (3,7) sedangkan yang lainnya berkategori baik. Dengan demikian, secara umum dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kewirausahaan terintegrasi pada buku ajar untuk siswa adalah baik yaitu 3,2. Hasil perhitungan rangkuman hasil
558 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
telaah dan penilaian guru terhadap aspek pembentukan pola pikir entrepreneurial pada buku ajar untuk siswa disajikan oleh Tabel 7. Kriteriakriteria yang digunakan untuk melakukan telaah dan penilaian terhadap aspek pembentukan pola pikir entrepreneurial pada buku ajar tersebut terdiri atas 6 komponen yaitu (a) menumbuhkan semangat kewirausahaan, (b) membiasakan pola pikir kewirausahaan, (c) merangsang
perilaku kerja kreatif dan inovatif, (d) menumbuhkan semangat daya saing, (e) mendorong perilaku dan etos kerja produktif, (f) mengembangkan kecakapan sosial. Seperti halnya pada aspek pembelajaran kewirausahaan terintegrasi, setiap komponen tersebut dinilai dengan rubrik dengan menggunakan skor 1 (sangat kurang) sampai dengan 4 (sangat baik).
Tabel 6. Rangkuman Hasil Penilaian oleh Guru: Aspek Pembelajaran Kewirausahaan Terintegrasi ReliabiValidator Pembelajaran litas KateKewirausahaan ∑ R gori A D V V V Terintegrasi 1
Menunjang Pembelajaran Kewirausahaan Terintegrasi 1. Kesesuaian dengan konsep Kurikulum Berbasis Kompetensi 2. Menekankan pada penerapan dunia nyata di bidang kewirausahaan 3. Menunjang terlaksananya pembelajaran yang berfokus pada student-centered 4. Memberikan kemudahan dalam mengembangkan pembelajaran kewirausahaan terintegrasi 5. Menunjang terlaksanaya pendidikan kewirausahaan terintegrasi pada Pendidikan Seni
Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa rerata pada kriteria penilaian aspek menumbuhkan semangat kewirausahaan sebesar 3,3 (baik), membiasakan pola pikir kewirausahaan 3,0 (baik), merangsang perilaku kerja kreatif dan inovatif 3,3 (baik),
3
1
1
4
95
3.2
Baik
4
11
3.7
Sangat Baik
0. 7
0.3
3
2
3
8
2.7
Kuran g
0. 7
0.3
3
4
3
10
3.3
Baik
0. 7
0.3
3
4
3
10
3.3
Baik
0. 7
0.3
3
3
4
10
3.3
Baik
0. 7
0.3
menumbuhkan semangat daya saing 3,3 (baik), mendorong perilaku dan etos kerja produktif 2,7 (cukup), serta mengembangkan kecakapan sosial 2,7 (kurang). Dari 6 buah kriteria yang digunakan untuk menelaah dan menilai buku siswa hanya terdapat 1 yang cukup dan 1 yang
559 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
kurang, sementara itu 4 kriteria lainnya
berkategori baik.
Tabel 7. Rangkuman Hasil Penilaian oleh Guru: Aspek Pembentukan Pola Pikir Entrepreneurial Validator Reliabi -litas Pembentukan Pola Pikir Katego ∑ R Entrepreneurial ri V1 V V1 A D 1
Menunjang Pembentukan Pola Pikir Entrepreneurial 1. Menumbuhkan semangat kewirausa-haan 2. Membiasakan pola pikir kewirausa-haan 3. Merangsang perilaku kerja kreatif dan inovatif 4. Menumbuhkan semangat daya saing 5. Mendorong perilaku dan etos kerja produktif 6. Mengembangkan kecakapan sosial
Berdasarkan Tabel 6 dan Tabel 7 dapat disimpulkan secara umum penilaian pembentukan pola pikir entrepreneurial pada buku ajar untuk siswa mayoritas berkategori baik. Tetapi aspek ‘menekankan pada penerapan-penerapan dunia nyata di bidang kewirausahaan’ berkategori kurang sehingga aspek ini perlu diperbaiki sehingga lebih nampak konteks aplikasinya pada kehidupan sehari-hari. Pada telaah buku ajar siswa aspek pembelajaran kewirausahaan terintegrasi yang dinilai mendapatkan penilaian positif dari guru-guru tersebut. Artinya, untuk seluruh aspek yang dinilai, persentase untuk mendapatkan penilaian dengan nilai 3 (baik) atau 4 (baik sekali) relatif lebih tinggi yaitu sebanyak 8 item dibandingkan persentase yang mendapatkan nilai 1(kurang) atau 2 (cukup) sebanyak 2 item. Artinya, sebagian besar aspek
5.4 3
4
3
10
3
3
3
9
3
4
3
10
3
3
4
10
3
2
2
7
3
2
3
8
3. 0 3.
Baik 3
3. 0 3. 3 3. 3 3. 3 2. 7
0. 7 1. 0
0. 3 0. 3
Baik
0. 7
0. 3
Baik
0. 7
0. 3
Cukup
0. 7
0. 3
Kurang
0. 7
0. 3
Baik Baik
yang dinilai pada buku ajar siswa mendapatkan penilaian minimal 3 (baik) oleh para guru senior pengguna buku ajar tersebut. Sebagai simpulan dapat dinyatakan bahwa buku ajar pendidikan seni rupa yang dikemas menurut pembelajaran entrepreneurial ini berkategori valid dan reliabel. Hal ini berdasarkan pada hasil validitasi pakar menunjukkan tingkat validitas sebesar 2,41 (baik) dengan reliabilitas sebesar 77,04% (baik) dan tingkat validitas oleh guru menunjukkan tingkat validitas sebesar 3,07 (baik) dengan reliabilitas sebesar 77,03% (baik).
560 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
SIMPULAN Penelitian ini telah menghasilkan buku ajar Pendidikan Seni Rupa yang penyajiannya menggunakan sintaks pembelajaran entrepreneurial untuk pembangunan pola pikir entrepreneurial pada siswa. Buku ajar Pendidikan Seni Rupa tersebut memiliki spesifikasi produk sebagai berikut (1) berbasis pada kompetensi, (2) berisi kompetensikompetensi di bidang Pendidikan Seni Rupa, (3) berpusat pada siswa, (4) strategi pembelajarannya menggunakan pembelajaran entrepreneurial menurut pola learning cycle, (5) menggunakan sintaks pembelajaran entrepreneurial yang terdiri atas (a) exploring, (b) planning, (c) doing, (d) communicating, dan (e) reflecting. Buku ajar tersebut telah dinyatakan lulus validasi yang dilakukan oleh para pakar yang berperan sebagai validator dalam penelitian ini. Hal ini berdasarkan pada hasil validitasi pakar yang menunjukkan tingkat validitas sebesar 2,41 (baik) dengan reliabilitas sebesar 77,04% (baik). Selain itu, hasil tersebut juga didukung oleh hasil uji coba terhadap para guru pengampu Mata Pelajaran Pendidikan Seni pengguna buku ajar tersebut. Tingkat validitas oleh guru menunjukkan tingkat validitas sebesar 3,07 (baik) dengan reliabilitas sebesar 77,03% (baik). Penelitian ini telah menemukan bahwa bahan ajar yang dirancang menurut strategi pembelajaran entrepreneurial berpotensi untuk meningkatkan pola pikir entrepreneurial pada siswa. Hasil penelitian ini memiliki nilai strategis bagi pembangunan pendidikan kewirausahaan (entrepreneurship) di Indonesia. Apalagi jika mengingat bahwa hasil penelitian ini berpotensi untuk diperluas pada bidang-bidang dan mata-mata pelajaran lainnya pada jenis dan jenjang pendidikan yang beragam. Pengembangan bahan ajar untuk siswa dan implementasi pembelajaran entrepreneurial yang efektif pada gilirannya
akan memberikan kontribusi untuk menghasilkan generasi muda yang berwawasan dan berpola pikir entrepreneurial. Pada gilirannya ini akan dapat meningkatkan jumlah entrepreneur baru yang akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan daya saing bangsa. Seperti diketahui, pada era industri kreatif ini terdapat dua tantangan besar bagi negara kita. Pertama, meningkatkan daya saing bangsa di bidang industri kreatif. Kedua, mengatasi jumlah pengangguran terdidik yang semakin meningkat. Saat ini Pemerintah sedang menggalakkan industri kreatif sebagai komoditas utama dan unggulan. Pemerintah telah menetapkan tahun 2025 sebagai awal ekonomi kreatif dimana industri kreatif menjadi tulang punggung andalan bagi perekonomian Indonesia. Sementara itu, jumlah penganggur terdidik di Indonesia semakin meningkat. Pada 2008 saja jumlah penganggur lulusan Diploma I, II, dan III lebih dari 470.000 orang; lulusan sarjana yang menganggur berjumlah 409.890 orang (Ditjen Dikti, 2008). Sejalan dengan itu, saat ini jumlah entrepreneur di Indonesia baru sekitar 0,18% dari jumlah penduduk di Indonesia (Global Entrepreneurship Monitor, 2005). Jumlah ini jauh di bawah Singapura yang memiliki rasio enptrepreneur sejumlah 7% dari penduduknya. Menurut McClelland (1999) suatu negara akan maju jika terdapat entrepreneur sedikitnya 2% dari jumlah penduduk mereka. Banyaknya jumlah penganggur terdidik serta rendahnya proporsi entrepreneur tersebut menunjukkan bahwa pendidikan belum mampu memberi bekal kepada peserta didik untuk siap berusaha sendiri. Dengan kata lain, pendidikan belum berhasil membangun pola pikir (mindset) dan kompetensi untuk berwirausaha. Kewirausahaan (entrepreneurship) dalam pengertian ini mengacu pada kemampuan individu untuk mengubah ide menjadi tindakan. Ini termasuk ide-ide kreatif, inovatif, menunjukkan inisiatif dan berani
561 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
mengambil risiko, serta kemampuan untuk menemukan peluang, merencanakan dan mengelola projek-projek tertentu dalam rangka untuk mencapai tujuan. Dengan demikian kewirausahaan mendukung semua orang dalam kehidupan sehari-hari di rumah dan di masyarakat, membuat setiap orang untuk lebih sadar konteks pekerjaan mereka dan lebih mampu menangkap peluang, serta memberikan dasar baginya untuk membangun kegiatan komersial maupun sosial. Maka pembelajaran entrepreneurial dengan demikian adalah tentang pengembangan kompetensi seumur hidup hidup. Pembelajaran entrepreneurial memberikan kontribusi bagi siswa untuk membangun daya saing yang kuat serta membantu mereka untuk memastikan sejumlah manfaat sosial yang positif. Dengan demikian pembelajaran entrepreneurial bukan hanya soal akuisisi pengetahuan. Karena pembelajaran adalah tentang mengembangkan kemampuan untuk memiliki pola pikir dan tindakan, maka sikap dan perilaku tampaknya lebih penting daripada pengetahuan tentang bagaimana menjalankan sesuatu usaha. Singkatnya, pembelajaran entrepreneurial berarti mengembangkan pola pikir dan budaya melalui dan sekitar kewirausahaan. Pendidikan memainkan peran penting
DAFTAR RUJUKAN Defining Quality in Education. Working Paper Series, 2000, UNICEF. Embracing Diversity: Toolkit for Creating Inclusive, Learning-Friendly Environments, 2004, UNESCO. The 2005 EFA Global Monitoring Report: Education for All, The Quality Imperative, 2005, UNESCO.
dalam pengembangan pola pikir dan budaya seperti itu, dan khususnya peran sentral yang dimainkan guru dalam proses ini. Hal ini membutuhkan tidak kurang dari perubahan besar dalam pendekatan pendidikan, menekankan pentingnya strategi pembelajaran inovatif dan penyediaan pengalaman baru dan bermakna bagi siswa. Karena itu, para guru perlu dilengkapi dengan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang tepat agar dapat membelajarkan siswa demi memiliki pola pikir dan tindakan entrepreneurial. Menawarkan dukungan khusus untuk guru sangat penting untuk membuat pembelajaran entrepreneurial berlangsung efektif. Dukungan tersebut antara lain berupa penyediaan model, pendekatan, strategi, metode, media, bahkan perangkat pembelajaran yang efektif untuk melengkapi misi penting tersebut. Selanjutnya, karena pembelajaran entrepreneurial adalah kompetensi transversal, maka hal itu harus tersedia bagi semua siswa dan diajarkan secara terintegrasi dengan matamata pelajaran bukan sebagai subjek yang terpisah. Jelas, implikasi dari perubahan ini berdampak untuk peran guru secara substansial. Perubahan ini membutuhkan perubahan signifikan tentang cara guru dalam mengampu mata-mata pelajaran mereka, termasuk cara mereka dalam merancang bahan-bahan ajar.
Bolton, Bill & Thompson, John,(2005) Entrepreneurs, Talent, Temperanment, Technique, Elseveir, ButterworthHeinemann, Burlington. Dyer, H.J., Gregersen, H.B., & Christense, C.M. 2011. The Innovator’s DNA, Mastering the Five Skills of Disruptive Innovators. Boston, Massacusetts: Harvard Business Publishing.
562 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Erickson, H. Lynn, (2002), Concept Based Curriculum, Teaching Beyond the Fact, Corwin Press, Inc., California. Global Entrepreneurship Monitor (GEM): http://www.gemconsortium.org Hatten, T. (1995). Student attitudes toward entrepreneurship as affected by participation in an SBI program. Journal of Education for Business, 7(4), 224227. Holcombe, R. (1998) Entrepreneurship and Economic Growth. Quarterly Journal of Austrian Economics 1 (2): 45–62. Kolb, A. Y. & Kolb, D. A. (2006). A review of Multidisciplinary application of experiential learning theory in higher education. In Sims, R., and Sims, S. (Eds.). Learning styles and learning: A key to meeting the accountability demands in education. Hauppauge, NY: Nova Publishers.
McClelland, DC & Winter, DG (1999). Motivating Economic Achievement. New York: Free Press. York: Free Press. McClelland, DC (1995). Achievement and Entrepreneurship: A Longitudinal Study. Journal of Personality and Social Psychology, 14: 389-92. McMullan, WE, Long, WA, & Graham, JB (1987). Entrepreneurship education in the nineties. Journal of Business Venturing, 2(3), 261-275. Pranata, M. 2015. Pengembangan model pendidikan entrepreneurship terintegrasi pada pendidikan seni rupa untuk membangun karakter dan pola pikir entrepreneurial bagi peningkatan daya saing bangsa di era industri kreatif. Jakarta: DP2M Dikti, Laporan Penelitian Strategis Nasional Tahun 3. Tidak dipublikasikan.
563 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Pendidikan Berbasis Creative Preneur Untuk Membangun Mental Kemandirian Mahasiswa Fitri Labuda Program Studi Keguruan Seni Rupa Pascasarjana - Universitas Negeri Malang Email:
[email protected]
Abstrak : Menghadirkan pendidikan berbasis creative preneur untuk membangun mental kemandirian bagi mahasiswa sangatlah penting, mengingat kondisi bangsa yang sedang bergerak menuju ke suatu bentuk pengembangan perekonomian yang berbasis ekonomi kreatif, dimana salah satu faktor pendukungnya adalah dunia pendidikan yang diharapkan dapat mencetak sumber daya manusia yang dapat mendukung arah perubahan ini. Pendidikan berbasis creative preneur di perguruan tinggi dapat mendorong mahasiswa untuk terbuka wawasan dan pengetahuanya tentang pentingnya untuk terjun ke dunia kewirausahaan, mengingat realitas saat ini semakin sempitnya lapangan pekerjaan yang tersedia, sehingga mereka harus bisa membuka kesempatan dan peluang untuk menciptakan lapangan pekerjaan untuk diri mereka sendiri. Dengan memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk memulai terjun ke dunia usaha sedini mungkin, melalui memberikan wawasan berwirausaha, kesempatan membangun usaha mandiri, memberi pelatihan, dan mendukung dari sisi permodalan, maka mental kemandirian berwirausaha akan dapat tercipta pada pribadi mahasiswa. Nilai-nilai utama dalam wirausaha kreatif adalah ketekunan, ulet, kejujuran, moral, tanggung jawab dan berani menghadapi resiko apapun juga. Kata Kunci: Creative Preneur, mental kemandirian
Peningkatan kemampuan dan keterampilan bagi generasi muda untuk bisa memasuki dunia kerja merupakan tanggung jawab dunia pendidikan, baik pendidikan formal maupun non formal. Pendidikan merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari proses penyiapan SDM yang berkualitas, tangguh dan terampil. Dengan kata lain, melalui pendidikan akan diperoleh calon tenaga kerja yang berkualitas sehingga lebih produktif dan mampu bersaing dengan rekan mereka dari negara lain. Senada dengan pendapat Tony Wagner, dari berbagai literatur menyebutkan bahwa di abad 21 ini, peserta didik sebagai produk pendidikan dituntut memiliki kompetensi: 1) Communication Skills, 2) Critical and Creative Thinking, 3 )Information/Digital Literacy,4) Inquiry/Reasoning Skills, 5) Interpersonal Skills, 6) Multicultural/Multilingual Literacy, 7) Problem Solving, 8)Technological Skills.
Jika dicermati dari delapan kompetensi lulusan tersebut, kompetensi 1 sampai dengan 7 merupakan soft skills, sementara kompetensi 8 merupakan hard skills. Saat ini tuntutan di dunia kerja akan SDM berkualitas semakin tinggi, ditambah dengan adanya pasar bebas dan pakta kesepakatan Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) seperti dua sisi mata uang yang pilihannya menjadi cenderung tidak terduga. Hanya orangorang yang mampu mengikuti perubahan dengan berbagai konsekuensinya akan bisa hidup di era seperti saat ini. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana agar kita bisa mempersiapkan diri, terutama generasi-generasi penerus kita agar siap menghadapi perubahan ini. Berbicara tentang langkah-langkah konkrit yang bisa kita lakukan adalah salah satunya membenahi dari sisi dunia pendidikan. Tentang bagaimana peran pendidikan untuk dapat mengahsilkan lulusanlulusan yang memiliki keunggulan dan berdaya
564 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
saing tinggi didunia kerja global. Mengingat adanya perubahan dari arah kebijakan pemerintah dalam menetukan arah pengembangan perekonomian bangsa menuju pada ekonomi berbasis kreatif, maka sumber daya manusia Indonesia harus dipersiapkan menjadi manusia-manusia, mandiri, produktif dan kreatif. Seperti yang diungkapkan dalam RPJM (2015 -2019) Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, ekonomi kreatif adalah sumber pertumbuhan baru ekonomi Indonesia yang diperlukan untuk mencapai target pembangunan jangka panjang. Ketersedian sumber daya manusia dalam jumlah besar dapat ditransformasikan menjadi orang-orang kreatif yang akan menciptakan nilai tambah yang besar terhadap sumber daya alam dan budaya yang melimpah ketersediaannya. Penduduk yang besar, khususnya kelas menengah yang jumlahnya terus meningkat merupakan pasar karya kreatif yang besar di dalam negeri. Salah satu misi rencana pengembangan ekonomi kreatif bertujuan untuk menjamin adanya peningkatan kuantitas dan kualitas orang kreatif lokal yang didukung oleh lembaga pendidikan yang sesuai dan berkualitas, dengan menetapkan sasaran strategis yaitu, 1) meningkatnya kuantitas dan kualitas orang kreatif; dan 2) meningkatnya kuantitas dan kualitas tenaga kerja kreatif. Saat ini kebutuhan lapangan kerja semakin tinggi, sementara ketersediaannya semakin sempit. Kita tidak boleh bergantung sepenuhnya pada pihak lain seperti pemerintah, pihak swasta maupun pihak asing untuk menyediakan lapangan pekerjaan. Masyarakat sudah harus berpikir logis dan realistis untuk dapat mandiri menciptakan peluang dan lapangan pekerjaan untuk dirinya sendiri, atau bahkan untuk orang lain. Dengan demikian, ada kebutuhan yang sangat mendesak untuk mendorong masayarakat untuk melakukan revolusi mental yang statis sebagai masyarakat
kelas pekerja, menjadi masyarakat yang bermental pengusaha. Saat ini isu tentang kompetensi kewirausahaan menjadi amat kuat untuk digembar-gemborkan oleh berbagai pihak. Pemerintah mencanangkan dan mendorong ekonomi kreatif yang berbasis kewirausahaan di berbagai sektor. Kurang lebih ada 15 sub sektor kreatif yang dikembangkan; 1) arsitektur, 2) desain, 3) film, video, dan fotografi, 4) kuliner, 5) kerajinan, 6) mode, 7) music, 8) penerbitan, 9) permainan interaktif, 10) periklanan, 11) penelitian dan pengembangan, 12) seni rupa, 13) seni pertunjukan,14) teknologi informasi, dan 15) televisi dan radio. Bagaimana menjadikan ekonomi kreatif sebagai sektor penggerak di setiap sektor ekonomi melalui pemanfaatan iptek, design thinking, berorientasi budaya lokal, dan pemanfaatan media secara optimal untuk meningkatkan literasi dan konsumsi pasar di dalam negeri (Kemenparekraf, 2014). Dalam dunia pendidikan pemerintah telah menghimbau melalui kementrian Pendidikan Nasional, dan Dikti untuk memasukkan kewirausahaan sebagai aspek muatan dalam kurikulum pendidikan di berbagai jenjaang. Muatan kewirausahaan dapat disisipkan sebagai salah satu bahan ajar pada setiap materi pembelajaran di sekolah dan perguruan tinggi. Tujuannya adalah agar generasi anak bangsa sejak dini telah diajarkan dan ditanamkan kemandirian agar mampu berinovasi dan perpikir secara kreatif dengan segala potensi yang dimilikinya. Kewirausahaan melalui dunia pendidikan dapat memberi dampak terhadap perubahan pola fikir, bahkan mendorong pada prilaku yang menciptakan nuansa pendidikan yang memiliki nilai kebermanfaat yang cukup besar. Pada jenjang perguruan tinggi terutama jenjang sarjana, memiliki tujuan untuk mencetak lulusan yang nantinya dapat memenuhi kebutuhan tenaga kerja di dunia kerja. Kondisi ini dapat juga berarti lulusan lembaga perguruan tinggi menjadi bergantung
565 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
sepenuhnya pada ketersediaan lowongan pekerjaan dari pihak lain. Hal akan dapat kita rubah seiring dengan peran pendidikan kewirausahaan yang diberikan pada jenjang pendidikan ini. Rata-rata kurikulum perguruan tinggi masih belum banyak yang memiliki muatan wirausaha. Kecenderungan hanya untuk memperdalam ilmu teoritis dan konsep saja, sehingga secara praktisnya mahasiswa kurang mampu mengimplementasikan ilmu terhadap kehidupan nyata. Banyak jurusan dan program studi pada perguruan tinggi memang membekali mahasiswanya dengan keahlian dan kompetensi tertentu, akan tetapi sangat jarang yang memberikan arahan bagaimana pemanfaatan keahlian dan kompetensi itu dalam praktek nyata. Sebagai contoh diajarkannya mata kuliah aritmatika di jurusan S1 matematika, diharapkan mahasiswa dapat menguasai teori aritmatika tersebut melaluai penguasaan rumus dan teoritisnya, dan parameter keberhasilan dapat terlihat pada aspek assessment, yaitu perolehan skor atau nilai tertinggi dalam mata kuliah ini dianggap telah cukup menguasai aritmatika, akan tetapi pernahkah terfikirkan oleh para pendidik, atau pun dosen aritmatika yang sudah dipelajari ini, dapat diaplikasi untuk apa saja dalam kehidupan sehari-hari? Dan sejumlah nilai kebermanfaatan ilmu ini dalam hal apa saja? Kita akan sangat munafik jika berfikir bahwa ilmu itu hanya dipandang sebagai sebuah pengetahuan murni yang tidak boleh ditunggangi oleh berbagai kepentingan diluar ilmu, tetapi kita harus cukup cerdas bagaimana kita menggunakan ilmu itu untuk berbagai kepentingan pemenuhan kebutuhan hidup. Lebih bijaksana apabila kita memikirkan nilai kebermanfaatan dari suatu ilmu pengetahuan yang terimplikasi dalam berbagai bidang kehidupan. Bagaimana cara kita mendidik agar peserta didik kita dapat meggunakan dan memanfaatkan ilmu yang sudah diperoleh pada jenjang pendidikan akademis sebagai bekal hidup? Dan ilmu pengetahuan seperti apa yang
dapat diberikan agar dapat digunakan peserta didik untuk kemandirian hidup? Maka tercetuslah sebuah pola pemikiran baru yaitu perlunya menyelenggarakan pendidikan berbasis kewirausahaan kreatif (creative preneur), baik secara formal maupun informal. Pendidikan berbasis creative preneur memang bisa dijadikan sebagai salah satu pilihan untuk mencapai tujuan pendidikan yang mencetak generasi yang mandiri dan unggul ditengah persaingan dunia kerja global. Creativ preneur sendiri memiliki arti kewirausahaan yang didukung oleh kemampuan kreatif dari seseorang untuk dapat menghasilkan suatu bentuk inovasi baru dalam bidang usaha dengan memanfaatkan segenap kemampuan, pengetahuan, dan potensi yang ada. Dengan memberikan pendidikan berbasis creative preneur pada jenjang perguruan tinggi, maka dapat membuka wacana baru tentang tujuan pendidikan yang menciptakan pola berfikir kreatif dan kemandirian dalam upaya untuk menciptakan peluang dalam dalam berbagai bidang pekerjaan. PEMBAHASAN Bagaimana Pendidikan Berbasis Creativ Preneur Itu? Sistem pendidikan di Indonesia saat ini masih belum mengutamakan kreativitias dan merangsang pertumbuhan jiwa wirausaha, sehingga pada jenjang perguruan tinggi pun mahasiswa masih belum terbiasa dengan pola pikir kreatif dan masih enggan untuk mulai berwirausaha. Padahal untuk menuju pengembangan ekonomi kreatif Indonesia sangat dibutuhkan pola piker kreatif dan kemauan untuk berwirausaha dari kalangan generasi mudanya. Di Indonesia memiliki sumberdaya manusia dan sumber daya alam yang sangat banyak, ternyata masih belum semuanya termanfaatkan dengan baik. Sumber daya
566 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
manusia yang banyak sebenarnya potensi besar untuk mengelola sumberdaya dan kekayaan alam Indonesia. Potensi untuk menjadikan bangsa ini maju sangatlah besar, apabila masyarakatnya mau bekerja keras berusaha untuk mandiri, tidak tergantung pada pihak lain apalagi asing. Kalau saja lulusan perguruan tinggi di Indonesia kurang lebihnya 50 % saja memilih untuk berwirausaha mandiri, maka pengangguran intelektual akan semakin berkurang, dan mengurangi beban Negara dalam menyediakan lapangan pekerjaan. Keberanian untuk menjadi seorang pengusaha (entrepreneur), apalagi diusia yang masih muda memang tidak dimiliki oleh semua orang. Adanya kebiasaan yang dibawa dari pola didik pada lingkungan keluarga dan masyarakat kita, yang memandang bahwa menjadi pegawai, apalagi pegawai negri dianggap sebagai posisi dan profesi yang paling prestisius dan menjanjikan masa depan cerah. Ini adalah mental block yang harus segera dihancurkan, karena jangan sampai lulusan sarjana-sarjana kita hanya akan sibuk mengejar posisi sebagai pegawai negeri atau pegawai swasta saja. Sedangkan peluangnya semakin sempit karena begitu banyaknya orang yang berebut untuk posisi itu. Kalau ingin cepat kaya jangan jadi pegawai, maka jadilah bos. Untuk untuk bisa cepat jadi bos maka diri kita sendirilah yang harus menciptakan peluang itu. Menciptakan peluang kita sendiri dengan berwirausaha sebenarnya kesempatannya lebih luas dan masih terbuka lebar, tinggal kita cukup punya keberanian atau tidak untuk memulainya. Jangan pula berfikir bahwa menjadi pengusaha itu setelah mengunggu lulus kuliah atau setelah mentok tidak mendapatkan pekerjaan, karena berwirausaha itu bisa dimulai kapan saja, semakin cepat semakin baik. Biasanya orang yang mau mengambil resiko berwirausaha adalah orang-orang yang kreatif, orang yang selalu mampu menghadapi kondisi dan berubahan apapun, pantang menyerah, memiliki ketekunan serta
kedisiplinan. Seperti yang diungkapkan Heller & Fernandes, (2010:322), bahwa menjadi intrepreneur berarti menjadi kreator independen, supplier, atau distributor yang menjadi pendiri bisnis atau pengembang produk, mengidentifikasi pasar, dan memasarkan hasil produksinya ke masyarakat. Makna kreativitas dapat dilihat sebagai suatu kapasitas atau daya upaya untuk menciptakan sesuatu yang unik, baru untuk solusi dari masalah. Dapat juga berarti melakukan sesuatu yang berbada dari kebiasaan pada umumnya (thinking outside the box). Untuk menciptakan sesuatu yang baru berarti melakukan Inovasi dan penemuan (invention) yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kreativitas. Kreativitas merupakan faktor pendorong munculnya inovasi atau penciptaan karya kreatif dengan memanfaatkan penemuan (invention) yang sudah ada. Kreatifitas dalam kewirausahaan adalah terciptanya suatu peluang yang baru yang bersumber dari komponen yang sudah ada, atau merekonstruksi bentuk yang sudah ada sebelunya. kewirausahaan didefinisikan sebagai "perilaku yang dipandu dalam bentuk posisi formal atau kelompok proyek, yang didirikan untuk menghadirkan ide-ide baru atau untuk mengembangkan ide-ide yang ada. (Kandola, 2002). Istilah pendiddikan berbasis kewirausahaan telah lama digunakan, dan saat ini terdengar lebih gencar lagi. Tren dan tantangan pendidikan kewirausahaan muncul di abad 21 (Kuratko, 2003). Selain itu,kemunculan tren ini adalah untuk mulai beralih dari dominasi paradigma learning by doing. Yaitu sekolah mengajarkan apa dan bagaimana bukannya mengapa pada konten yang sama pentingnya (Kirby, 2006). Kita melihat bahwa kunci sukses berwirausaha terletak pada akuisisi "Pengetahuan" melalui representasi akurat dari pengajar. Pendekatan pembelajaran ini tetap berlatih metode pembelajaran kewirausahaan,
567 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
oleh karena itu dalam metode pembelajaran kewirausahaan yang diselenggarakan di perguruan tinggi harus meliputi empat kategori keterampilan kewirausahaan; yaitu: teknis, manajemen, kewirausahaan dan pribadi yang dewasa dianggap sebagai prioritas untuk keberhasilan pendidikan kewirausahaan siswa di lembaga pendidikan (Lyons & Lyons, 2002; Smith, Schallenkamp, & Eichholz, 2007). Kelompok-kelompok keterampilan ini lebih dikategorikan ke dalam subdivisi dari kompetensi dan baru-baru ini digunakan untuk menilai pengembangan kompetensi kewirausahaan mahasiswa (Chang & Rieple, 2013). Beberapa hal yang dapat menghambat wirausaha kreatif tumbuh dikalangan mahasiswa perguruan tinggi adalah, masih relatif rendahnya tingkat profesionalisme, baik dari segi keterampilan maupun keahlian (skill), pengetahuan (knowledge) maupun sikap dan perilaku (attitude), serta akses terhadap kesempatan bekerjasama dan berjejaring dengan pelaku kreatif lainnya di luar kampus, baik di tingkat lokal, nasional, dan global; 2) Pentingnya dilakukan studi banding dan magang diluar kampus untuk menambah pengetahuan dan pengalaman dalam membuat karya dan produk, dari usaha yang akan mereka rintis. Pentingnya Pendidikan kewirausahaan diberikan di perguruan tinggi adalah untuk memperkenalkan minat kewirausahaan mandiri di kalangan mahasiswa. Yang Nampak pada pengetahuan ini adalah menanamkan hal positif sikap ke arah kewirausahaan pada para mahasiswa. Pendidikan berbasis entrepreneurial telah menjadi suatu komponen penting dari banyak kurikulum pada pembelajaran dilembaga-lembaga pendidikan. Karena masa depan seorang entrepreneur akan dapat ditemukan diantar mereka yang saat ini masih dalam masa studi di universitas. Pendidikan entrepreneurial telah digunakan sebagai salah satu cara efektif untuk memperkenalkan masa
transisi ke dalam dunia usaha ( Ismail et al. 2009). Bagaimana Membangun Mental Kemandirian Wirausaha? Yang harus kita pahami adalah membangun mental kemandirian pada diri seseorang itu tidaklah mudah, tergantung dari the self individu itu sendiri. Hal yang terpenting adalah dengan memberikan stimulus, dengan disertai contoh dan langkah konkret agar mahasiswa terlepas dari mental bloknya. Stikma tentang kita sebagai makhluk sosial pasti membutuhkan orang lain harus dibelokkan menjadi, kita hidup dibutuhkan orang lain. Hal ini berarti tidak boleh sepenuhnya bergantung pada orang lain, akan tetapi harus bisa menghadapi segalanya sendiri. Oleh karena itu mental harus terlatih untuk mandiri. Bagaimana caranya? Bisa kita lakukan dengan belajar dan pengalaman, belajar dan pengalaman keduanya dapat merubah perilaku, sikap, dan pengetahuan. Akan tetapi belajar dan memperoleh pengalaman adalah berbeda. Seperti yang dikemukakan Purwanto, (2014) bahwa mengalami sesuatu belum tentu merupakan belajar dalam arti pedagogis; tetapi sebaliknya; tiap-tiap belajar berarti mengalami. Sebisa mungkin dalam metode pembelajaran kewirausahaan di perguruan tinggi dilakukan dengan cara bagaimana membuat mahasiswa dapat belajar sekaligus memperoleh pengalaman secara nyata, tidak hanya memberikan teori saja. Langkah-langkah yang bisa ditempuh antara lain dengan menghadirkan suasana kewirausahaan dilingkungan kampus, memberi mereka tugas untuk mengelola suatu unit usaha tertentu, mendorong untuk berkompetisi dalam projek kreatifitas mahasiswa dibidang kewirausahaan, dan memberi dukungan berupa bantuan pada aspek permodalan. Dan untuk melatih mental kemandirian mahasiswa dalam hal berwirausaha, dapat dilakukan dengan memasukkan rumusan
568 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
kompetensi kewirausahaan dalam materi perkuliahan, dengan penilaian tidak sebatas pada kemunculan nilai akhir di kartu hasil studi, akan tetapi memperhatikan aspek perubahan perilaku yang terjadi sesuai dengan yang diharapkan atau tidak. Mental kemandirian dapat terbentuk dalam diri mahasiswa yang sudah terbiasa menghadapi permasalahan, dimana mereka akan berjuang keras untuk menyelesaikan masalah tersebut. Oleh karena itu mahasiswa harus dilatih untuk menghadapi segala persoalan dibidang kewirausahaan dengan cara mendorong mereka untuk berani terjun langsung kedunia usaha. Dunia usaha sering kali disebut dengan bisnis. Bisnis adalah suatu kegiatan usaha individu yang terorganisir untuk menghasilkan dan menjual barang dan jasa guna mendapatkan keuntungan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat (Alma, 2008). Lebih lanjut Alma, menyatakan orang yang berusaha menggunakan uang dan waktunya dengan menanggung resiko, dalam menjalankan kegiatan bisnis disebut entrepreneur. Untuk menjalankan bisnis entrepreneur harus mengkombinasikan empat macam sumber yaitu: material, human, financial dan informasi. Mengingat resiko yang akan dihadapi maka seorang entrepreneur harus memiliki mental yang tangguh, karena kondisi yang akan dihadapi sangatlah tidak terduga, dan hal itu harus disadari sejak awal, apabila seseorang akan terjun ke dunia wirausaha. Memberikan gambaran awal kepada mahasiswa tentang segala sisi positif dan negative terjun ke dunia usaha, akan membuka wawasan mereka untuk tidak takut lagi dalam memilih jalan ini. Mendorong mahasiswa untuk senantiasa mencari peluang-peluang dibidang usaha, dengan melakukan pengamatan, dan observasi langsung ke lapangan. Memberikan sejumlah pelatihan, dibidang kewirausahaan baik yang bersifat teoritis maupun praktis denganh cara
mendatangkan pakar dan pelaku dunia bisnis, sehingga mereka bisa bertukar pikiran akan lebih memperluas wawasan guna mempersiapkan mental mahasiswa dalam merintis wirausaha mandiri. Dengan tetap menyadarkan mereka, akan tanggung jawab yang cukup besar pada saat mereka menekuni dunia bisnis. Besaran dan kepada siapa saja mereka akan bertanggungjawab, yaitu yang utama adalah mereka bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri dengan segala keputusan yang dibuat, kemudian tanggung jawab terhadap lingkungan masyarakat dimana usaha itu dijalankan, dan tanggung jawab terhadap beberapa pihak yang terkait dengan kepentingan bisnis yang dijalankan seperti, konsumen, investor, dan karyawan. Dalam berwirausaha mahasiswa juga senantiasa diingatkan, bahwa dunia usaha juga memiliki etika (etika bisnis). Berbicara etika bisnis maka yang termasuk di dalamnya antara lain tentang permasalahan sikap dan perilaku, seperti kejujuran, moralitas, solidaritas, interaksi sosial, dan tanggung jawab sosial. SIMPULAN Pentingnya Pendidikan kewirausahaan diberikan di perguruan tinggi adalah untuk memperkenalkan minat kewirausahaan mandiri di kalangan mahasiswa. Yang Nampak pada pengetahuan ini adalah menanamkan hal positif sikap ke arah kewirausahaan pada para mahasiswa. Pendidikan berbasis entrepreneurial telah menjadi suatu komponen penting dari banyak kurikulum pada pembelajaran dilembaga-lembaga pendidikan. Karena masa depan seorang entrepreneur akan dapat ditemukan diantar mereka yang saat ini masih dalam masa studi di universitas. Memberikan gambaran awal kepada mahasiswa tentang segala sisi positif dan negative terjun ke dunia usaha, akan membuka
569 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
wawasan mereka untuk tidak takut lagi dalam memilih jalan ini. Dunia usaha sering kali disebut dengan bisnis. Untuk menjalankan bisnis entrepreneur harus mengkombinasikan empat macam sumber yaitu: material, human, financial dan informasi. Mengingat resiko yang akan dihadapi maka seorang entrepreneur harus memiliki mental yang tangguh, karena kondisi yang akan dihadapi sangatlah tidak terduga, dan hal itu
DAFTAR RUJUKAN Alma,
Bichari. 2008. Pengantar Bandung: Alfabeta.
Bisnis.
Chang, J., & Rieple, A. (2013). Menilai pengembangan keterampilan students'entrepreneurial dalam proyek hidup. Majalah Usaha Kecil dan Pengembangan Usaha, 20 (1), 225-241. Heller, Steven & Fernandes, Teresa. 2010. Becoming a graphic Designer, a Guide to Careers in Design. USA: John Wiley & Sons, INC. Ismail,
M.Z .. (2009). Mengembangkan Kewirausahaan Kurikulum pada Pendidikan Ketiga : studi Politeknik, Departemen Pendidikan, Malaysia. Makalah disampaikan pada USASBE 2009.
harus disadari sejak awal, apabila seseorang akan terjun ke dunia wirausaha. Mahasiswa juga senantiasa diingatkan, bahwa dunia usaha juga memiliki etika (etika bisnis). Berbicara etika bisnis maka yang termasuk di dalamnya antara lain tentang permasalahan sikap dan perilaku, seperti kejujuran, moralitas, solidaritas, interaksi sosial, dan tanggung jawab sosial.
Kirby, D. A. (2006). Membuat universitas kewirausahaan di Inggris:Menerapkan dari Teori Sampai dengan Praktek kewirausahaan. The Journal of Technology Transfer, 31 (5), 599-603. Kuratko, (2003). Pendidikan Kewirausahaan: Muncul tren dan tantangan untuk abad ke-21.Coleman White Paper Series, www.usasbe.org. Lyons, T., & Lyons, J. (2002). Menilai keterampilan kewirausahaan: Kunci untuk pengembangan usaha yang efektif. Planning.Paper dipresentasikan pada Konferensi Tahunan ke-44 Asosiasi Collegiate Schools of Planning. Baltimore,Maryland. Purwanto, Ngalim, (2014). Pendidikan.Jakarta: Rosda.
Psikologi
______. 2014. Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia Menuju 2025 Kemenparekraf Indonesia.
570 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Faktor – faktor yang Dipertimbangkan Wisatawan Berkunjung ke Objek Wisata Budaya Novita Rifaul Kirom Prodi S2 Manajemen Pascasarjana Universitas Negeri Malang
Sudarmiatin I Wayan Jaman Adi Putra Magister Manajemen Pascasarjana Universitas Negeri Malang E-mail:
[email protected];
[email protected];
[email protected]
ABSTRAK: Berwisata identik dengan kegiatan manusia untuk melepas lelah, menghilangkan kejenuhan, menyegarkan pikiran dan lain sebagainya. Menurut UU No 10 Tahun 2009 kepariwisataan adalah keadaan alam, flora, dan fauna, sebagai karunia Tuhan yang maha esa, serta peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni, dan budaya yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan sumber daya dan modal pembangunan kepariwisataan untuk peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Pembangunan kepariwisataan diperlukan untuk mendorong pemerataan untuk kesempatan berusaha dan memperoleh manfaat serta mampu menghadapi tantangan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beberapa faktor yang dipertimbangkan oleh wisatawan. Banyak faktor yang dipertimbangkan wisatawan dalam memilih objek wisata. Sampel penelitian ini adalah wisatawan yang berunjung ke objek wisata ponpes biharu bahri asali fadhoilir rohmah. Jenis penelitian adalah expos fakto dengan jenis penelitian kuantitatif yang berlokasi di Kabupaten Malang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor budaya menjadi faktor yang paling dominan yang menjadi pertimbangan wisatawan. Kata kunci: wisatawan, wisata budaya, faktor budaya
Salah satu potensi negara Indonesia adalah objek wisata, baik itu wisata alam maupun wisata buatan. Ada banyak ciri khas dari objek wisata yang ada di Indonesia. Misalnya saja wisata alam, gunung, laut, air terjun, dan masih banyak lagi yang lainnya. Ada beberapa wisata buatan seperti musium yang memamerkan benda-benda bersejarah, masjid yang memamerkan keindahannya, sampai pada wisata bahari. Dimana objek wisata yang banyak dan mempunyai ciri khas tersendiri akan banyak menarik wisatawan domestik maupun wisatawan asing. Yang secara tidak langsung akan menambah pendapatan perkapita daerah tersebut. Salah satu objek wisata yang akan diteliti adalah objek wisata yang memperkenalkan budaya dan keunikannya
yaitu Pondok Pesantren Biharu Bahri Asali Fadhoilir Rohmah atau yang biasa disebut Masjid Tiban yang berada di wilayah selatan Kabupaten Malang. Berdasaarkan hasil wawancara kepada Gus Ipung salah satu pengelola pondok pesantren, pondok pesantren tersebut dibangun dan didirikan oleh Alm. KH. Ahmad Bahru Mafdlaluddin Shaleh Al Mahbub Rahmad Alam yang biasa disapa Kiai Ahmad pada tahun 1978 yang berarti sudah berdiri selama 37 tahun. Tetapi pondok pesantren tersebut mulai banyak dikunjungi oleh wisatawan domestik maupun wisatawan asing sekitar 15 tahun terakhir ini. Banyaknya wisatawan yang datang selain ingin melihat indahnya bangunan pondok pesantren tersebut juga karena adanya rumor bahwa pondok pesantren tersebut dibangun oleh jin. Hal
571 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
tersebut disangkal oleh pengelola, bahkan warga sekitar pondok.
santri
berdasarkan hasil pengamatan secara langsung dan hasil wawancara tidak terstruktur kepada beberapa wisatawan baik itu wisatawan asing maupun wisatawan domestik, beberapa diantara mereka ingin berkunjung ke wilayah tersebut dikarenakan berita pembangunan pondok pesantren dan masjid yang tidak wajar, meskipu hal tersebut tidak dibenarkan oleh pengelola pondok pesantren. berdasarkan hasil wawancara kepada bapak Ridwan salah satu wisatawan yang berasal dari Pemalang Jawa tengah pada tanggal 11 Agustus 2015. Beliau mulai mengenal masjid tersebut pada tahun 2009 dan mengetahuinya dari beberapa tetangganya yang sudah pernah berkunjung, beliau merasa kagum dan menginkan kembali berkunjung meski sudah 4 kali mengunjungi objek wisata tersebut. Sesuai dengan teori pemasaran hal tersebut bisa digolongkan sebagi Word Of Mouth (WOM). Kotler & Keller (2009:204) mengemukakan bahwa word of mouth Communication (WOM) atau komunikasi dari mulut ke mulut merupakan proses komunikasi yang berupa pemberian rekomendasi baik secara individu maupun kelompok terhadap suatu produk atau jasa yang bertujuan untuk memberikan informasi secara personal. Komunikasi dari mulut ke mulut merupakan salah satu saluran komunikasi yang sering digunakan oleh perusahaan yang memproduksi baik barang maupun jasa karena komunikasi dan mulut ke mulut (word of mouth) dinilai sangat efektif dalam memperlancar proses pemasaran dan mampu memberikan keuntungan kepada perusahaan. Selain itu dapat dilihat juga ketertarikan wisatawan terhadap budaya yang bernuansa islami jawa serta keunikan dari bangunan pondok pesantren tersebut. Hal ini dibuktikan
sesuai dengan hasil wawancara kepada bapak Ridwan dan beberapa wisatawan lainnya yang mengatakan bahwa jika satu tahun saja beliau tidak berkunjung kesini maka akan banyak perubahan oleh karena itu diadakan agenda untuk berkunjung kembali ke pondok pesantren tersebut. Selain itu adanya sarana baliho sebagai promosi untuk memberitahukan beberaoa acara tahunan yang mereka adakan seperti hitanan masal, nikah masal dari para santri, tasyakuran dan lain sebagainya. Menurut Kotler dan Amstrong (2009 : 68) promosi adalah Aktivitas yang mengkomunikasikan keunggulan produk dan membujuk pelanggan sasaran untuk membelinya. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa promosi adalah suatu kegiatan untuk menyampaikan informasi atau berkomunikasi antara penjual dan pembeli potensial yang besifat menyebarkan informasi, mempengaruhi, membujuk, dan mengingatkan pasar sasaran untuk menciptakan permintaan atas produk barang atau jasa yang ditawarkan perusahaan. Perilaku wisatawan dalam hal ini mempelajari bagaimana individu, kelompok, organisasi untuk memilih, memakai, membeli, memanfaatkan dan merasakan jasa yang ditawarkan oleh pengguna Obyek wisata dan daya tarik wisata adalah suatu bentukan dan fasilitas yang berhubungan, yang dapat menarik wisatawan atau pengunjung untuk datang ke suatu daerah atau tempat tertentu. Perilaku wisatawan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti yang dikemukakan Kotler dan Keller (2009:190) yaitu, faktor budaya, faktor sosial, faktor personal dan faktor psikologi. Daya tarik yang belum dikembangkan merupakan sumber daya yang potensial dan belum dapat disebut sebagai daya tarik wisata sampai adanya suatu perkebangan dari obyek tersebut. Tanpa adanya daya tarik di suatu tempat maka untuk kepariwisataan tersendiri sulit untuk dikembangkan. Untuk memerkenalkan budaya sebagai salah satu aspek dalam menarik minat
572 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
wisatawan berkunjung maka harus ada strategi untuk menjaga kebudayaan yang ada dari segi warisan budaya nya sendiri dan dari segi kompetitifnya. Hal ini selaras dengan pendapat Richards dan Wilson dalam Li (2014) bahwa daya tarik wisata budaya yang terlibat dalam lingkungan pasar yang sangat kompetitif karena dalam hal pengadaanya untuk pasar pariwisata budaya semakin dibanjiri dengan daya tarik baru, rute budaya dan pusat warisan dan di dalam hal permintaannya terdapat permintaan yang cepat berubah dari pelanggan. Dalam Undang-undang No 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan disebutkan bahwa keadaan alam, flora, dan fauna, sebagai karunia Tuhan yang maha esa, serta peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni, dan budaya yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan sumber daya dan modal pembangunan kepariwisataan untuk peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Kebebasan melakukan perjalanan dan memanfaatkan waktu luang dalam wujud berwisata merupakan bagian dari hak asasi manusia, kepariwisataan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang dilakukan secara sistematis, terencana, terpadu, berkelanjutan, dan bertanggung jawab dengan tetap memberikan perlindungan terhadap nilainilai agama, budaya yang hidup dalam masyarakat, kelestarian dan mutu lingkungan hidup, serta kepentingan nasional. Pembangunan kepariwisataan diperlukan untuk mendorong pemerataan untuk kesempatan berusaha dan memperoleh manfaat serta mampu menghadapi tantangan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Perencanaan dan pengelolaan daya tarik wisata alam, sosial budaya maupun obyek wisata minat khusus harus berdasarkan pada kebijakan rencana pembangunan nasional maupun regional. Jika kedua kebijakan rencana tersebut belum tersusun, tim perencana pengembangan
daya tarik wisata harus mampu mengasumsikan rencana kebijakan yang sesuai dengan area yang bersangkutan. Suatu daya tarik wisata harus memenuhi syarat-syarat untuk pengembangan daerahnya, menurut Maryani (1991:11) syarat-syarat tersebut adalah : 1) What to see yaitu di tempat tersebut harus ada obyek dan atraksi wisata yang berbeda dengan yang dimiliki daerah lain. Dengan kata lain daerah tersebut harus memiliki daya tarik khusus dan atraksi budaya yang dapat dijadikan “entertainment” bagi wisatawan. What to see meliputi pemandangan alam, kegiatan, kesenian dan atraksi wisata. 2) What to do yaitu di tempat tersebut selain banyak yang dapat dilihat dan disaksikan, harus disediakan fasilitas rekreasi yang dapat membuat wisatawan betah tinggal lama ditempat itu. 3) What to buy yaitu tempat tujuan wisata harus tersedia fasilitas untuk berbelanja terutama barang souvenir dan kerajinan rakyat sebagai oleh-oleh untuk di bawa pulang ke tempat asal. 4) What to arrived yaitu di dalamnya termasuk aksesbilitas, bagaimana kita mengunjungi daya tarik wisata tersebut, kendaraan apa yang akan digunakan dan berapa lama tiba ketempat tujuan wisata tersebut. 5) What to stay yaitu bagaimana wisatawan akan tingggal untuk sementara selama dia berlibur. Diperlukan penginapan-penginapan baik hotel berbintang atau hotel non berbintang dan sebagainya. METODE Jenis penelitian ini adalah penelitian ex post facto, yaitu mengamati peristiwa yang telah terjadi serta perilaku konsumen yang dipertimbangkan dalam berkunjung ke objek wisata budaya. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif dengan melihat jenis kelamin, usia, pekerjaan, asal daerah, pendidikan dan kuantitas wisatawan melakukan kunjungan ulang.
573 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Populasi dalam penelitian ini adalah Seluruh Wisatawan yang berkunjung. Berdasarkan hasil pengumpulan data diketahui populasi wisatawan sebanyak 655 Rombongan Wisatawan. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2011:120). Populasi besar tidaklah efektif dan suatu pemborosan bila melakukan pengumpulan dan penelitian kepada seluruh populasi tersebut. Oleh karena itu dari seluruh populasi diambil sebagian yang dianggap dapat mewakili populasi untuk menjadi sampel penelitian. Dengan keseluruhan populasi berjumlah 655 Rombongan wisatawan, maka untuk menentukan besarnya sampel penelitian yang direncanakan oleh peneliti, sesuai rumus Slovin dalam Sanusi (2011) adalah sebagai berikut:
Keterangan: n = besar sampel N = besar populasi α = toleransi ketidaktelitian (dalam persen) Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode pengambilan sampel tidak acak (non probability sampling). Metode pengambilan sampel yang digunakan dua antara lain: a. Metode Accidental Sampling, Metode pengambilan sampel yang digunakan untuk mengetahui kepuasan wisatawan dalam penelitian ini adalah accidental sampling,
yaitu dengan memberikan daftar pertanyaan (questionnaire) yang berbentuk angket pada setiap wisatawan yang secara kebetulan berkunjung ke Ponpes Biharu Bahri Asali Fadhoilir Rohmah.b. Purposive Sampling, Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang ditentukan berdasarkan ciri-ciri dan sifat tertentu yang dipandang mempunyai keterkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini yaitu ketua rombongan dari setiap rombongan wisatawan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan dan data yang diambil dari sumber langsung, sedangkan data sekunder diperoleh dari data yang sudah diolah lebih lanjut misal grafik, diagram dan lain lain. Menurut Sugiyono (2011:138) “data ada dua yakni data kuantitatif dan data kualitatif. data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka, sedangkan data kualitatif adalah data yang berbentuk kata dan kalimat”. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif karena data didapat langsung dari responden yang dijadikan sampel penelitian yang berupa angka. Menurut Arikunto (2010:107) yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian ini adalah “subjek dari mana data diperoleh”. Sumber data terdapat dua macam yakni sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer adalah sumber data yang berasal dari lapangan atau langsung dari responden. Sedangkan sumber data sekunder adalah sumber data yang diperoleh tidak langsung dari responden melainkan dari sejumlah dokumen. Sumber data yang dimanfaatkan dalam penelitian ini adalah sumber data primer. Sumber data primer pada penelitian ini yaitu sumber yang berasal dari jawaban dari para responden mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi wisatawan domestik dan
574 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
wisatawan asing dalam berwisata di ponpes Biharu Bahri Asali Fadhoilir Rohmah dengan mengisi angket yang dibagikan oleh peneliti. Pengumpulan data merupakan bagian yang penting dalam sebuah penelitian. Arikunto (2010 : 265) menyatakan bahwa menyusun instrumen adalah pekerjaan yang penting dalam penelitian akan tetapi mengumpulkan data jauh lebih penting. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah studi pustaka atau studi dokumentasi dan wawancara sebagai metode pendamping. Metode pengumpulan dalam yang peneliti tempuh dalam usaha memperoleh data yang relevan untuk pemecahan dan penganalisaan permasalahan. Data-data tersebut dapat diperoleh melalui dua cara, yaitu: pertama, Penelitian pustaka (Library research), yaitu pengumpulan data teoritis dengan cara menelaah berbagai literatur dan bahan pustaka lainnya yang berkaitan dengan masalah yang di teliti. Kedua, Penelitian lapangan (Field research), yaitu dengan cara: Wawancara, Peneliti mengadakan wawancara langsung dengan pihak-pihak yang bersangkutan, yaitu para wisatawan yang terpilih sebagai responden guna mendapatkan data-data yang diperlukan. Kuesioner, yang dibagikan secara langsung oleh peneliti kepada responden yang ditemui di ponpes Biharu Bahri Asali Fadhoilir Rohmah sebagai wisatawan. setelah semua data terkumpul, maka data tersebut diolah dengan menggunakan teknik analisis data untuk mengungkap permasalahan yang diteliti. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis faktor dan teknik analisis statistik inferensial.
HASIL & PEMBAHASAN Responden dalam penelitian ini adalah wisatawan di ponpes biharu bahri asali fadhoilir rohmah yang sedang berwisata pada bulan November sampai Desember 2015. Berikut adalah hasil deskripsi responden penelitian ini. Berdasarkan penelitian, diperoleh hasil mengenai jenis kelamin responden yaitu sebagai berikut: Tabel 1 Distribusi Jenis Kelamin Responden No Jenis Jumlah Persentase Kelamin 1 Laki-laki 129 51,6 2 Perempuan 121 48,4 250 100 (Sumber: Data Primer, 2015) Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui jumlah responden sebanyak 250 orang, dengan distribusi jenis kelamin laki-laki 51,6% dengan jumlah 129 orang dan distribusi jenis kelamin perempuan 48,4% dengan jumlah 121 orang Berdasarkan hasi penelitian, ditribusi usia responden dapat diklasifikasi sebagai berikut: Tabel 2 Distribusi Usia Responden No Usia Jumlah Responden (Tahun) Dalam Persentase Angka 1 < 17 3 1,2 2 17-24 58 23,2 3 25-40 157 62,8 4 >40 32 12,8 250 100 (Sumber: Data Primer, 2015) Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar usia reponden didominasi usia 25-40 tahun degan presentase 62,8% sedangkan di urutan kedua didominasi usia 17-24 tahun dengan presentase 23,2% disusul dengan usia
575 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
>40 tahun dengan presentase 12,8% dan usia >17 tahun 1,2% Berdasarkan klasifikasi pekerjaannya, dapat diketahui klasifikasi pekerjaan responden sebagai berikut: Tabel 3 Pekejaan Responden Jumlah Responden No Pekerjaan Dalam Persentase Angka 1 Pegawai Negeri 23 9,2 Sipil 2 Pegawai Swasta 61 24,4 3 Wirausaha 117 46,8 4 Mahasiswa/Pelajar 18 7,2 5 Lain-lain (ibu 31 12,4 rumah tangga) 250 100 (Sumber: Data Primer, 2015) Hasil pada Tabel 3 diatas menunjukan bahwa dari sejumlah klasifikasi pekerjaan responden, wirausaha mendominasi dengan sebaran distribusi 117 atau 46,8% dan disusul dengan Pegawai swasta sebesar 61 orang atau 24,4%, ibu rumah tangga 31 orang atau 12,4% , Pegawai negeri sipil sebesar 23 orang atau 9,2%, dan terakhir adalah mahasiswa/pelajar 18 orang atau 7,2%.
Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui jumlah responden sebanyak 250 orang, yang dari jawa sebesar 234 orang atau 93,6%, dilanjutkan dari aceh sebesar 16 orang atau 6,4% Berdasarkan penelitian, diperoleh hasil mengenai status pendidikan responden yaitu sebagai berikut: Tabel 5 Status Pendidikan Responden Jumlah Persentase No Pendidikan 1 Sekolah Dasar 2 Sekolah Menengah Pertama 3 Sekolah 207 82,8 Menengah Atas 4 S1 40 16 5 S2 3 1,2 6 S3 7 Lain-lain (Sumber: Data Primer, 2015) Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui jumlah responden sebanyak 250 orang, dengan status pendidikan lulusan SMA sebanyak 207 orang atau 82,8%, lulusan S1 sebanyak 40 orang atau 16% dan lulusan S2 sebanyak 3 orang atau 1,2%.
Berdasarkan penelitian, diperoleh hasil mengenai daerah asal responden yaitu sebagai berikut:
Berdasarkan penelitian, diperoleh hasil mengenai kunjungan ulang responden ke objek wisata yaitu sebagai berikut:
Tabel 4 Asal Daerah Responden No Daerah Asal Jumlah 1 Jawa 234 2 Kalimantan 3 Sulawesi 4 WNA 5 Lain-lain 16 (Aceh) 250 (Sumber: Data Primer, 2015)
Tabel 6 Kunjungan Berulang Jumlah No Jumlah Kunjungan 1 Pertama 19 2 <3 kali 61 3 <5 kali 49 4 >5 kali 129 (Sumber: Data Primer, 2015)
Persentase 93,6
6,4 100
jumlah
Persentase 7,6 4,4 19,6 51,6
Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui responden sebanyak 250 orang,
576 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
kunjungan pertama kali sebanyak 19 orang atau 7,6%,kunjungan <3 kali sebanyak 61 orang atau 4,4%, kunjungan <5 kali sebanyak 49 orang atau 19,6% dan yang paling banyak yaitu kunjungan >5 kali sebanyak 129 orang atau 51,6%. Budaya diukur berdasarkan penilaian atau persepsi responden mengenai budaya dari ponpes Biharu bahri asali fadholir rohmah yang terdapat dalam 5 item pertanyaan. Pengukuran item pertanyan berdasarkan interval skor 1-5 yang sesuai dengan alternatif jawaban pada penelitian ini. Hasil lima item pernyataan budaya dari objek wisata yang diharapkan oleh wisatawan menunjukkan 38,8% responden menyatakan sangat setuju, 39,36% responden menyatakan setuju, 18,48% responden menyaakan cukup setuju, 2,88% responden menyatakan tidak setuju dan 0,96% responden manyatakan sangat tidak setuju. Hal ini menyatakan bahwa faktor budaya adalah harapan wisatawan sehingga menjadi pertimbangan untuk berkunjung ke ponpes Biharu bahri asali fadhoilir rohmah karena jawaban dengan nilai tinggi lebih besar dari pada jawaban dengan nilai rendah. Sedangkan hasil dari lima item pernyataan budaya dari objek wisata yang dirasakan oleh wisatawan menunjukkan 39,16% responden menyatakan sangat setuju, 39,08% responden menyatakan setuju, 18,08% responden menyaakan cukup setuju, 2,96% responden menyatakan tidak setuju dan 0,96% responden manyatakan sangat tidak setuju. Hal ini menyatakan bahwa faktor budaya yang dirasakan wisatawan sesuai denan harapan dari wisatawan. Hal ini dibuktikan dengan jawaban dengan nilai tinggi lebih besar dari pada jawaban dengan nilai rendah sesuai dengan jawaban dari harapan dari wisatawan. Keunikan diukur berdasarkan penilaian atau persepsi responden mengenai keunikan
dari ponpes Biharu bahri asali fadholir rohmah yang terdapat dalam 5 item pertanyaan. Pengukuran item pertanyan berdasarkan interval skor 1-5 yang sesuai dengan alternatif jawaban pada penelitian ini. Hasil lima item pernyataan keunikan dari objek wisata yang diharapkan oleh wisatawan menunjukkan 28,6% responden menyatakan sangat setuju, 44,5% responden menyatakan setuju, 6,3% responden menyaakan cukup setuju, 12% responden menyatakan tidak setuju dan 1,4% responden manyatakan sangat tidak setuju. Hal ini menyatakan bahwa faktor keunikan menjadi harapan wisatawan sehingga menjadi pertimbangan untuk berkunjung ke ponpes Biharu bahri asali fadhoilir rohmah karena jawaban dengan nilai tinggi lebih besar dari pada jawaban dengan nilai rendah. Sedangkan hasl dari lima item pernyataan budaya dari objek wisata yang dirasakan oleh wisatawan menunjukkan 33% responden menyatakan sangat setuju, 44% responden menyatakan setuju, 10% responden menyatakan cukup setuju, 11,4% responden menyatakan tidak setuju dan 1,5% responden manyatakan sangat tidak setuju. Hal ini menyatakan bahwa faktor keunikan yang dirasakan wisatawan sesuai dengan harapan dari wisatwan. Hal ini dibuktikan dengan jawaban dengan nilai tinggi lebih besar dari pada jawaban dengan nilai rendah dan perbandingan hasilnya tidak jauh dari jawaban dari harapan dari wisatawan. Promosi diukur berdasarkan penilaian atau persepsi responden mengenai promosi dari ponpes Biharu bahri asali fadholir rohmah yang terdapat dalam 5 item pertanyaan. Pengukuran item pertanyan berdasarkan interval skor 1-5 yang sesuai dengan alternatif jawaban pada penelitian ini. Hasil dari ke lima item pernyataan faktor promosi dari objek wisata yang diharapkan oleh wisatawan menunjukkan 23,2% responden menyatakan sangat setuju,
577 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
42,16% responden menyatakan setuju, 11,12% responden menyaakan cukup setuju, 19,28% responden menyatakan tidak setuju dan 4,24% responden manyatakan sangat tidak setuju. Hal ini menyatakan bahwa faktor promosi menjadi harapan wisatawan yang pertimbangan untuk berkunjung ke ponpes Biharu bahri asali fadhoilir rohmah karena jawaban dengan nilai tinggi lebih besar dari pada jawaban dengan nilai rendah. Sedangkan hasil dari ke lima item pernyataan promosi dari objek wisata yang dirasakan oleh wisatawan menunjukkan 23,7% responden menyatakan sangat setuju, 42,64% responden menyatakan setuju, 11,2% responden menyaakan cukup setuju, 18,36% responden menyatakan tidak setuju dan 4% responden manyatakan sangat tidak setuju. Hal ini menyatakan bahwa faktor Promosi yang dirasakan wisatawan sesuai dengan harapan dari wisatwan. Hal ini dibuktikan dengan jawaban dengan nilai tinggi lebih besar dari pada jawaban dengan nilai rendah dan perbandingan hasilnya tidak jauh dari jawaban dari harapan dari wisatawan. Keramahtamahan diukur berdasarkan penilaian atau persepsi responden mengenai keramhtamhan dari ponpes Biharu bahri asali fadholir rohmah yang terdapat dalam 5 item pertanyaan. Pengukuran item pertanyan berdasarkan interval skor 1-5 yang sesuai dengan alternatif jawaban pada penelitian ini. Hasil dari ke lima item pernyataan faktor keramahtamahan dari objek wisata yang diharapkan oleh wisatawan menunjukkan 26,56% responden menyatakan sangat setuju, 47,76% responden menyatakan setuju, 18,4% responden menyaakan cukup setuju, 0,96% responden menyatakan tidak setuju dan 0,32% responden manyatakan sangat tidak setuju. Hal ini menyatakan bahwa faktor keramahtamahan menjadi harapan wisatawan sehingga menjadi pertimbangan untuk berkunjung ke ponpes
Biharu bahri asali fadhoilir rohmah karena jawaban dengan nilai tinggi lebih besar dari pada jawaban dengan nilai rendah. Sedangkan dari ke lima item pernyataan faktor keramahtamahan dari objek wisata yang dirasakan oleh wisatawan menunjukkan 32,7% responden menyatakan sangat setuju, 48% responden menyatakan setuju, 17,5% responden menyaakan cukup setuju, 1,3% responden menyatakan tidak setuju dan 0,4% responden manyatakan sangat tidak setuju. Hal ini menyatakan bahwa faktor keramahtamahan yang dirasakan wisatawan sesuai dengan harapan dari wisatwan. Hal ini dibuktikan dengan jawaban dengan nilai tinggi lebih besar dari pada jawaban dengan nilai rendah dan perbandingan hasilnya tidak jauh dari jawaban dari harapan dari wisatawan. Biaya diukur berdasarkan penilaian atau persepsi responden mengenai biaya dari ponpes Biharu bahri asali fadholir rohmah yang terdapat dalam 5 item pertanyaan. Pengukuran item pertanyan berdasarkan interval skor 1-5 yang sesuai dengan alternatif jawaban pada penelitian ini. Hasil dari ke lima item pernyataan faktor biaya dari objek wisata yang diharapkan oleh wisatawan menunjukkan 26,6% responden menyatakan sangat setuju, 46% responden menyatakan setuju, 33,2% responden menyaakan cukup setuju, 4,4% responden menyatakan tidak setuju dan 0,64% responden manyatakan sangat tidak setuju. Hal ini menyatakan bahwa faktor biaya menjadi harapan wisatawan sehingga menjadi pertimbangan untuk berkunjung ke ponpes Biharu bahri asali fadhoilir rohmah karena jawaban dengan nilai tinggi lebih besar dari pada jawaban dengan nilai rendah. Sedangkan hasil dari ke lima pernyataan faktor biaya dari objek wisata dirasakan oleh wisatawan menunjukkan responden menyatakan sangat setuju,
item yang 27% 46%
578 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
responden menyatakan setuju, 21,7% responden menyaakan cukup setuju, 4,32% responden menyatakan tidak setuju dan 0,64% responden manyatakan sangat tidak setuju. Hal ini menyatakan bahwa faktor biaya yang dirasakan wisatawan sesuai dengan harapan dari wisatwan. Hal ini dibuktikan dengan jawaban dengan nilai tinggi lebih besar dari pada jawaban dengan nilai rendah dan perbandingan hasilnya tidak jauh dari jawaban dari harapan dari wisatawan. Kualitas layanan diukur berdasarkan penilaian atau persepsi responden mengenai kuaitas layanan dari ponpes Biharu bahri asali fadholir rohmah yang terdapat dalam 15 item pertanyaan. Pengukuran item pertanyan berdasarkan interval skor 1-5 yang sesuai dengan alternatif jawaban pada penelitian ini. Hasil dari ke lima belas item pernyataan faktor kualitas layanan dari objek wisata yang diharapkan oleh wisatawan menunjukkan 25,4% responden menyatakan sangat setuju, 47,5% responden menyatakan setuju, 20,7% responden menyaakan cukup setuju, 2,5% responden menyatakan tidak setuju dan 0,6% responden manyatakan sangat tidak setuju. Hal ini menyatakan bahwa faktor kualitas layanan menjadi harapan wisatawan sehingga menjadi pertimbangan untuk berkunjung ke ponpes Biharu bahri asali fadhoilir rohmah karena jawaban dengan nilai tinggi lebih besar dari pada jawaban dengan nilai rendah. Sedangkan hasil dari ke lima belas item pernyataan kualitas layanan dari objek wisata yang dirasakan oleh wisatawan menunjukkan 29,8% responden menyatakan sangat setuju, 44,2% responden menyatakan setuju, 17,6% responden menyaakan cukup setuju, 2,6% responden menyatakan tidak setuju dan 0,7% responden manyatakan sangat tidak setuju. Hal ini menyatakan bahwa faktor kualitas layanan yang dirasakan wisatawan sesuai dengan harapan dari wisatwan. Hal ini dibuktikan
dengan jawaban dengan nilai tinggi lebih besar dari pada jawaban dengan nilai rendah dan perbandingan hasilnya tidak jauh dari jawaban dari harapan dari wisatawan. Terdapat beberapa faktor yang menjadi pertimbangan para wisatawan untuk berkunjung ke objek wisata budaya yaitu faktor budaya, keunikan, promosi, keramahtamahan, biaya dan kualitas layanan. Penelitian ini didukung oleh teori dan jurnal terdahulu. Namun,tedapat perbedaan pada objek wisata yang diteliti. Hasil analisis data menunjukan bahwa dari ke enam faktor tersebut yaitufaktor budaya, keunikan, promosi, keramahtamahan, biaya, dan kualitas layanan, aktor budaya yang memiliki eigen value dan presenase of variance tertinggi dan satu-satunya. Pada component matrix nilai tertinggi juga pada faktor buday yaitu sebesar 0,825. Faktor budaya yang memiliki eigen value dari harapan wisatawan sebesar 3,881 dan persentase variance sebesar 64,682% sedangkan pada kenyatan yan dirasakan oleh wisatawan eigen value sebesar 3,949 dan presentase variace sebesar 65,820%. Dari paparan diatas maka faktor budaya yang memiiki nilai tertinggi dan satu-satunya yang akan di analisis. Faktor budaya, dimana yang termasuk didalamnya adalah budaya, subbudaya, dan kelas sosial. Dalam wisata budaya faktor budaya sangat erat kaitannya dengan perilaku wisatawan dan daya tarik atau minat khusus dari wisatawan. Sehingga wisatawan mempunyai tujuan terentu untuk berkunjung. Perilaku konsumen yang dipengaruhi oleh faktor budaya adalah budaya, sub budaya dan kelas sosial (kotler dan keller 209:166-183). Dalam hal ini dimensi dari faktor budaya selaras denga teori yang diungkapkan oleh kotler dan keler.
579 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Pendapat lain dari wisata budaya yang dikemukakan oleh pendit (1994) wisata budaya adalah perjalanan yang dilakukan atas dasar keinginan untuk memperluas pandangan hidup seseorang dengan cara mengadakan kunjungan ke tempat lain atau ke luar negeri, mempelajari keadaan rakyat, kebiasaan dan adat istiadat mereka, cara hidup mereka, kebudayaan dan seni meraka. Faktor budaya jga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keptusan wisatawan untuk berkujung ke objek wisata budaya. Sesuai degan pernyataan Schifman & Kanuk (2008:357) bahwa dampak budaya demikian alamiah dan otomatis sehingga pengaruhnya pada perilaku biasanya dianggap sudah seharusnya demikian. Teori dari Adisapuro (2010:79) mengatakan faktor budaya merupakan penentu fundamental terhadap keinginan dan perilaku seseorang. Hal ini berhubungan dengan daya tarik dan minat khusus dari wisatawan tersebut. Berdasarkan hasil dari analisis faktor maka diketahui bahwa faktor budaya mempunyai peran yang paling tingi yag dipertimbangkan wisatawan berkunjung ke objek wisata budaya ponpes biharu bahri asali fadhoilir rohmah. Hal ini dikarenakan mayoritas responden atau wisatawan sudah berkunjung lebih dari 5 kali ke objek wisata dan mengikuti acara keagaman dan adat dari objek wisata tersebut.
KESIMPULAN & SARAN Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas menunjukan bahwa wisatawan yang berkunjung ke objek wisata budaya setiap minggunya berkisar sekitar 30.640 orang atau 655 rombongan kunjungan. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa wisata budaya sangat diminati oleh para wisatawan. Ada 6 faktor yang dipertimbangkan wisatawa untuk berkunjung ke objek wisata biharu bahri asali fadhoilir rohmah yaitu fator budaya, keunikan, promosi, keramahtamahan, biaya dan kualitas layanan. Dari hasil SPSS for windows 16 diketahui bahwa faktor yang paling dipertimbagkan adalah faktor budaya dengan nilai eigen 3,949 dan persentase variance 65,82%. Dalam hal ini budaya memiliki peranan terbesar dalam membentuk faktor pada kenyataan yakni 84,1%. Saran Berdasarkan hal tersebut peneliti memberi saran sebagai tindak lanjut terkait dengan penelitian ini, antara lain sebagai berikut: pertama, Bagi pengelola objek wisata budaya ponpes biharu bahri asali fadhoilir rohmah diharapkan bisa menjadi pertimbangan dalam meningkatkan kualitas layanan dalam segala bidang dalam memperkenalkan objek wisata ke lokal maupun internasional. Kedua, Bagi wisatawan diharapkan dapat menjadi pertimbangan untuk berwisata khususnya pada wisata budaya. Ketiga, Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian dapat dijadikan bahan referensi dengan penelitian yang serupa. Dengan menambah atau mengurangi variabel penelitian.
580 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
DAFTAR RUJUKAN Arikunto, S. 2010. Prosedur penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi Revisi). Jakarta : Rineka Cipta Kotler, P & Amstrong. 2009. Marketing an Introduction, Ninth Edition. New Jersey: Prentice Hall Kotler, P. & Keller, K.L. 2007. Manajemen Pemasaran, Ed12. Jilid 2. Jakarta: PT Indeks. Kotler, P. 2010. Manajemen Pemasaran. Jakarta: Salemba Empat.
Maryani, E. 1991. Pengantar Geografi Pariwisata. Bandung: Jurusan Pendidikan Geografi FPIPS IKIP. Sanusi, Anwar. 2011. Metodologi Penelitian Bisnis. Jakarta: Salemba Empat. Smith, Paul. 1995. Marketing Manajemen Knowledge and skill: four edition. Irwin Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabet. Undang-undang No 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan Yeoti, O. 2010. Perencanaan Strategis daerah Tujuan Wisata. Jakarta: PT Pradnya Paramita
581 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Corporate Social Responsibility (CSR) Pemberdayaan Kewirausahaan UMKM Ratna Tri Hardaningtyas Prodi S2 Manajemen Pascasarjana Universitas Negeri Malang Bambang Banu Siswoyo Magister Manajemen Pascasarjana Universitas Negeri Malang E-mail:
[email protected];
[email protected]
Abstrak: belum kokohnya fundamental perekonomian Indonesia mendorong pemerintah untuk membangun struktur ekonomi dengan mempertimbangkan keberadaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Sektor ini telah terbukti memberikan lapangan kerja dan memberikan kesempatan bagi UMKM untuk berkembang di masyarakat. Keberadaan UMKM tidak dapat diragukan karena terbukti mampu bertahan dan menjadi penggerak ekonomi, terutama setelah krisis ekonomi. Di sisi lain, UMKM juga menghadapi banyak masalah, yaitu keterbatasan modal kerja, sumber daya manusia yang rendah, dan kurang cakapnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (Sudaryanto, dkk 2014). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana program CSR mampu memberikan pemberdayaan kewirausahaan terhadap UMKM berbasis sumberdaya lokal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah. Metode yang digunakan adalah mixed method dengan pendekatan kualitatif-kuantitatif. Hasil dari penelitian ini adalah UMKM masih terkendala dalam hubungan dengan prospek bisnis yang kurang jelas dan visi perencanaan dan misi yang belum stabil. Pemberian informasi dan jaringan pasar, kemudahan akses pendanaan dan pendampingan serta peningkatan kapasitas teknologi informasi. Maka saran yang bisa diberikan adalah diperlukan sinergi semua pihak terutama antara pemerintah dan lembaga keuangan mikro dalam mewujudkan tujuan utama pemberdayaan kewirausahaan UMKM. Kata kunci: Corporate Social Responsibility (CSR), Kewirausahaan, UMKM
Orientasi utama sebagian besar perusahaan adalah profit yang maksimal, sehingga perusahaan melupakan bahwa perusahaan perlu memerhatikan perilaku yang bertanggung jawab. Hadi (2010:76) berpendapat bahwa social responsibility (tanggung jawab sosial) berpusat pada etika pelaku bisnis. Sesuai dengan konsep Duty Theory (teori tanggung jawab) dari Immanuel Kant bahwa perilaku yang bertanggung jawab merupakan perilaku yang sesuai dengan norma yang berlaku. Pesatnya pertumbuhan perusahaan tidak sejalan dengan tanggung jawab yang dilakukan. Masih banyak perusahaan yang meninggalkan dampaknegatif dari kegiatannya yaitu adanya masalah lingkungan. Berangkat dari kesadaran pada dampak yang ditimbulkan dari aktivitas perusahaan pada lingkungan, kemudian dibentuklah sebuah organisasi perumus Standar Internasional terkemuka yang didirikan pada
tahun 1947 dengan beranggotakan 154 negara. ISO 26000 dirilis pada 1 Nopember 2010 yang dikembangkan oleh sekitar 80 negara dan 40 organisasi di dunia. ISO 26000 sebagai pedoman dalam melaksanakan CSR yang digunakan oleh semua jenis organisasi, baik di sektor swasta maupun pelayanan masyarakat, di negara maju maupun negara berkembang. CSR merupakan kegiatan yang dilaksanakan perusahaan di luar aktivitas utamanya dalam rangka menjaga hubungan dengan masyarakat dan mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan pada lingkungan. Jenkins (2009) berpendapat bahwa CSR yang berkelanjutan merupakan bagian dari kontribusi sosial dan lingkungan sebagai konsekuensi aktivitas bisnis. Selanjutnya, Jenkins juga mengungkapkan bahwa praktik CSR ialah bagaimana perusahaan mengelola kegiatannya dalam menghasilkan dampak yang positif
582 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
kepada masyarakat. Carroll (1999) menggambarkan empat tanggung jawab yang harus dimiliki oleh manajer organisasi, yaitu tanggung jawab ekonomi, tanggung jawab hukum, tanggung jawab sosial, dan tanggung jawab kebebasan memilih. Sesuai dengan stakeholders theory yang berasumsi bahwa perusahaan tidak hanya bertanggung jawab kepada pemegang saham, namun juga terhadap lingkungan sekitar perusahaan (Hadi,2010) selain itu, perusahaan juga perlu menjaga reputasinya bahwa orientasi utama perusahaan bukan hanya pada orienntasi shareholders, tetapi juga memerhatikan faktor sosial yang terwujud dalam kepedulian pada orientasi sosial masyarakat. Pelaksanaan CSR di Indonesia memiliki dua perspektif. Solihin (2011:16) mengemukakan perspektif pertama adalah CSR sebagai praktik yang dilakukan secara sukarela, artinya perusahaan melakukan CSR berdasarkan inisiatif perusahaan tanpa ada paksaan. Perspektif kedua, pelaksanaan CSR untuk BUMN telah diatur dalam UU Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007. Dalam pasal 74 disebutkan bahwa perusahaan BUMN wajib melaksanakan kegiatan CSR. Contoh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa perusahaan besar di Indonesia telah melaksanakan kegiatan CSR sesuai dengan peraturan pemerintah adalah penelitian Mutmainna dan Titik (2014) tentang hubungan peneapan prinsip pengembangan masyarakat dengan program CSR dalam upaya memberdayakan masyarakat dengan memanfaatkan sumber daya lokal. Dalam perkembangannya UMKM mengalami hambatan. Hambatan-hambatan tersebut intensitasnya bisa berbeda dari satu daerah dengan daerah yang lain misalnya antara pedesaaan dan perkotaan, atau antar sektor yang sama. Namun demikian, ada sejumlah persoalan umum yang dihadapi UMKM antara lain keterbatasan modal kerja maupun investasi, kesulitan dalam pemasaran,
distribusi dan pengadaan bahan baku dan input lainnya, keterbatasan akses informasi mengenai peluang pasar dan lainnya, keterbatasan pekerja dengan keahlian tinggi (kualitas SDM rendah) dan kemampuan teknologi, keterbatasan komunikasi dan biaya tinggi akibat prosedur administrasi dan birokrasi yang kompleks khususnya dalam pengurusan ijin usaha dan ketidakpastian akibat peraturan dan kebijakan yang tidak jelas. Kajian Literatur a) Stakeholder Theory Mc Williams et al. (2006) menjelaskan mengenai stakeholders theory sebagai berikut: “Stakeholders theory implies that it can be beneficial for the firm to engage in certain CSR activities that non-financial stakeholders perceive to be important, because, absent this, these groups might withdraw their support for the firm” Greenley dan Foxal (1998) dalam Hadi (2010:103) juga menyatakan bahwa terdapat hubungan yang tidak dapat dipisah antara perusahaan dengan stakeholders dan dukungan stakeholders dalam upaya peningkatan kinerja ekonomi dan sosial perusahaan. Jones (1995) dalam Solihin (2011) mengklasifikasikan stakeholders menjadi dua kategori: “1. Inside Stakeholders, terdiri atas orang-orang yang memiliki kepentingan dan tuntutan terhadap sumber daya perusahaan serta berada di dalam organisasi perusahaan. Yang termasuk ke dalam kategori inside stakeholders adalah pemegang saham (stockholders), para manajer (managers), dan karyawan (employees)” 2. Outside Stakeholders, terdiri atas orang-orang maupun pihak-pihak perusahaan, dan bukan pula karyawan perusahaan, namun memiliki kepentingan terhadap perusahaan dan dipengaruhi oleh keputusan serta
583 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
tindakan yang dilakukan oleh perusahaan. yang termasuk ke dalam kategori outside stakeholders adalah pelanggan (costumers), pemasok (suppliers), dan masyarakat secara umum (general public).” Dari paparan di atas dapat di katakan bahwa stakeholders merupakan bagian yang penting dalam kegiatan usaha perusahaan. Perusahaan tidak hanya bertanggung jawab terhadap manajemen perusahaan, tetapi juga bertanggung jawab terhadap lingkungan eksternal perusahaan, seperti masyarakat dan lingkungan. Ini menunjukkan bahwa konsep stakeholders theory memiliki implikasi kegiatan perusahaan yang tidak luput dari pihak eksternal perusahaan. dengan bertanggung jawab terhadap stakeholders, perusahaan akan memperoleh dampak yang positif dengan reputasi perusahaan yang meningkat. Jika perusahaan memiliki kepercayaan yang baik di mata karyawan, dan masyarakat maka perusahaan dapat memperoleh aspek going concern. Pandangan konsep stakeholders yang lain berasal dari Lahdesmaki (2012) memaparkan perbedaan stakeholders antara perusahaan besar dengan bisnis kecil. Dijelaskan bahwa perusahaan besar biasanya memiliki owner (shareholders) sebagai esensi kelompok stakeholders secara publik dan investasinya dalam perusahaan dapat memberikan stakeholders external, yaitu owner sebagai pemilik utama. Akan tetapi, kemungkinan financial dari bisnis kecil berasal dari pihak atau orang yang secara pribadi dekat dengan pemilik. b) Tanggung Jawab Sosial Peraturan Daerah Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan pada pasal 1 ayat 5 memberikan definisi : “Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau dengan sebutan lain yang sudah dilaksanakan
oleh perusahaan yang selanjutnya disingkat TSP adalah Tanggung Jawab yang melekat pada setiap perusahaan untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.” Jika merujuk pengertian tanggung jawab sosial menurut Kotler & Lee (2005:3) yaitu : “Corporate social rsponsibility is a commitment to improve community well-being through discretionary business practices and contributions of corporate resources.” Hadi (2010:48) juga mengartikan CSR sebagai tindakan yang berasal dari pertimbangan etis perusahaan yang berarah untuk meningkatkan ekonomi, selaju dengan peningkatan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, serta dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan luas. c) Konsep Going Concern Going Concern secara akuntansi adalah keadaan perusahaan dalam mempertahankan kegiatan operasinya dan tetap berlangsung dalam jangka waktu panjang. Jika di hubungan dalam konsep tanggung jawab sosial dengan pendekatan stakeholders theory, adanya hubungan yang baik antara stakeholders dengan masyarakat maka akan menaikkan reputasi perusahaan, sehingga dari asas kepercayaan ini keberlangsungan usaha perusahaan juga terjamin. Menurut Lahdesmaki (2012) mengungkapkan bahwa bisnis yang memiliki reputasi yang baik akan meningkatkan hubungan dengan stakeholders luar yang berimplikasi pada meningkatknya kinerja perusahaan. lanjutnya, pada bisnis kecil yang sering mempertimbangkan perilaku yang bertanggung jawab memiliki pengaruh yang positif terhadap reputasi perusahaan, dimana akan meningkatkan keuntungan yang kompetitif.
584 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Dapat di simpulkan bahwa dengan melakukan tanggung jawab sosial, UMKM dapat meningkatkan reputasi perusahaan dan meningkatkan kinerja perusahan. Karena keberadaan UMKM yang masih rentan dalam kestabilan ekonominya, maka tanggung jawab sosial akan menjadi salah satu strategi perusahaan untuk tetap bertahan. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan yang listing di LQ 45 untuk tahun 2015 dan kelompok UMKM di Kecamatan Lowokwaru Kota Malang. Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling dengan tujuan untuk mendapatkan sampel yang representative sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Sumber data yang digunakan merupakan publikasi laporan tahunan masing-masing perusahaan yang listing di LQ 45 tahun 2015 yang diperoleh dari situs www.idx.co.id dan Indonesian Capital Market Directory (ICMD) serta survei dan wawancara terhadap UMKm di Kota Malang. Dalam penelitian ini, alat statistik yang digunakan adalah statitik deskriptif dan analisis regresi berganda, serta survei dan wawancara. HASIL & PEMBAHASAN Hasil Pada bagian ini akan disajikan secara berurutan kondisi variabel CSR 32 perusahaan yang menjadi anggota LQ 45 tahun 2015. Berikut pada Tabel 1.1 disajikan gambaran umum perusahaan yang menjadi sampel penelitian.
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
Perusahaan A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z AA BB CC DD EE FF
CSR 0,47 0,77 0,7 0,83 0,04 0,04 -0,34 1,43 -0,33 0,49 -0,48 -0,28 1,08 -0,3 1,56 -0,02 1,56 -0,06 2,13 0,54 0,94 1,6 -0,92 0,46 0,19 1,6 -0,55 -0,14 0,58 1,93 -0,5 0,87
Berdasarkan data yang telah diolah, pengungkapan CSR pada lima aspek dapat disimpulkan pada Tabel 1.2 di bawah ini.
Tabel 1.2 Rekapitulasi Aspek CSR Tabel 1.1 Nilai Perusahaan LQ 45 tahun 2015 yang menjadi sampel penelitian 585 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
No
Aspek
Juml ah yang harus diung kapk an
Jumla h Yang diung kap
Perse ntase
1
Lingkun gan
416
375
90.14 %
2
Energi
224
197
87.94 %
3
Tenaga Kerja
1184
867
73.22 %
4
Produk
320
286
89.37 %
5
Hubunga n Masyara kat
352
326
92.61 %
Sumber : Data yang diolah Berdasarkan Tabel 1.2 di atas diketahui bahwa dari lima aspek CSR Disclosure, aspek hubungan masyarakat yang terdiri dari 10 indeks pengungkapan memiliki nilai CSR Disclosure paling tinggi (326 dari 352 indek yang harus diungkapkan atau 92.61%) kemudian diikuti oleh Lingkungan, Energi, dan produk. Sedangkan aspek tenaga kerja memiliki nilai CSR Disclosure yang paling rendah (867 dari 1184 indeks yang harus diungkapkan atau 73.22%). CSR pada penelitian ini dilihat dari persentase jumlah item yang diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan pada masing-masing aspek yang meliputi lingkungan, energi, tenaga kerja, produk dan hubungan masyarakat. Dari total item indeks pengungkapan CSR, nilai 1 diberikan kepada perusahaan yang mengungkapkan kegiatan CSR dalam laporan tahunan dan sebaliknya
nilai 0 jika perusahaan tidak mengungkapkan kegiatan CSR. Berdasarkan Nilai CSR diketahui bahwa dari 32 perusahaan yang menjadi sampel penelitian, Perusahaan Kalbe Farma Tbk, memiliki indeks pengungkapan CSR yang paling tinggi (2.13%) dari semua perusahaan yang menjadi sampel penelitian. Berbanding terbalik dengan hasil di atas, perusahaan PP (Persero) Tbk merupakan perusahaan yang memiliki nilai indeks paling rendah (-0.92%) dibandingkan dengan perusahaan lain yang menjadi sampel penelitian. Berdasarkan data diketahui bahwa ratarata indeks CSR perusahaan dalam penelitian ini sebesar 0.49, sedangkan nilai standar deviasi CSR Disclosure sebesar 0.81. Dengan melihat nilai standar deviasi yang lebih besar dari rata-ratanya, maka data yang digunakan dalam variabel CSR Disclosure mempunyai sebaran yang luas atau data penelitian memiliki fluktuatif yang besar. Berdasarkan hasil rekapitulasi data CSR diketahui bahwa perusahaan yang memiliki nilai di atas rata-rata memiliki ciri melaksanakan kegiatan CSR dengan programprogram yang sudah disesuaikan dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Sedangkan perusahaan yang memiliki nilai CSR Disclosure dibawah rata-rata melaksanakan program CSR tanpa mempedulikan kaidah-kaidah dalam peraturan perundang-undangan yang meliputi aspek lingkungan, produk, tenaga kerja, energi dan keterlibatan masyarakat dan terkadang perusahaan hanya asal melaksanakan kegiatan CSR. Berdasarkan data yang telah diolah berikut ini akan dijabarkan rekapitulasi nilai CSR perusahaan pada masing-masing aspek. a. Aspek Lingkungan. Terdapat 13 item pengungkapan aspek lingkungan pada kegiatan CSR. Berdasrkan item pengungkapan pada aspek lingkungan tersebut, berikut ini disajikan rekapitulasi data
586 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
pada perusahaan yang menjadi sampel penelitian. Grafik aspek lingkungan menjelaskan bahwa item yang mayoritas (8.3%) diungkapkan perusahaan adalah mempelajari dampak lingkungan untuk memonitor dampak lingkungan perusahaan dan perlindungan lingkungan hidup. Kemudian diikuti oleh item ke-8 yaitu merancang fasilitas yang harmonis dengan lingkungan diungkapkan 8% sampel penelitian. Sedangkan item ke 10 yaitu kontribusi dalam pemugaran bangunan sejarah merupakan item yang paling sedikit (6.7%) diungkapkan oleh perusahaan yang menjadi sampel penelitian pada aspek lingkungan. Ratarata pengungkapan kegiatan CSR pada aspek lingkungan sebesar 7,7%, berdasarkan nilai tersebut masih terdapat 4 item yang memiliki nilai CSR Disclosure pada aspek lingkungan di bawah rata-rata. b. Aspek Energi. Berdasarkan 7 item pengungkapan aspek energi pada kegiatan CSR. Berdasarkan item pengungkapan pada aspek energi tersebut, berikut disajikan rekapitulasi data pada perusahaan yang menjadi sampel penelitian. Aspek energi menjelaskan bahwa item yang mayoritas (masing-masing 15%) diungkapkan perusahaan adalah menggunakan energi secara efisien dalam kegiatan operasi, riset yang mengarah pada peningkatan efisiensi energi dari produk dan mengungkapkan kebijakan energi perusahaan yang menjadi sampel penelitian. Sedangkan item ke 2 yaitu memanfaatkan barang bekas untuk memproduksi energi merupakan item yang paling jarang (13.7%) diungkapkan oleh perusahaan pada aspek energi. Secara umum rata-rata pengungkapan pada aspek energi sebesar 14% sehingga masih terdapat 1 item yang memiliki nilai pengungkapan di bawah rata-rata. c. Aspek Tenaga Kerja
Terdapat 37 item pengungkapan aspek tenaga kerja pada kegiatan CSR. Berdasarkan item pengungkapan pada aspek tenaga kerja tersebut, berikut disajikan rekapitulasi data aspek tenaga kerja I pada item 1 sampai 12 Item 1 sampai 12 pada grafik aspek tenaga kerja I diketahui bahwa item mempromosikan keselamatan tenaga kerja dan kesehatan fisik atau mental, merupakan item yang paling banyak (3.34%) diungkapkan oleh perusahaan. Sedangkan item ke 12 yaitu program untuk kemajuan tenaga kerja wanita/orang cacat merupakan item yang paling sedikit dilaksanakan atau diungkapkan oleh perusahaan. Dari item 13 sampai 26 pada grafik aspek tenaga kerja II diketahui bahwa item yang ke-13, 15 dan ke-22 yaitu Pelatihan tenaga kerja melalui program tertentu ditempat kerja, mendirikan suatu pusat pelatihan tenaga kerja, dan mengungkapkan tingkatan managerial yang ada merupakan item yang paling banyak diungkapkan oleh perusahaan. Sedangkan item ke 19 yaitu mengungkapkan presentase gaji untuk pensiun merupakan item yang paling sedikit diungkapkan oleh perusahaan. Dari item 27 sampai 37 pada grafik aspek tenaga kerja III diketahui bahwa item yang ke-35 yaitu peningkatan kondisi kerja secara umum, merupakan item yang paling banyak diungkapkan oleh perusahaan. Sedangkan item ke 27 yaitu mengungkapkan rencana kepemilikan saham oleh tenaga kerja merupakan item yang paling sedikit diungkapkan oleh perusahaan. Berdasarkan rekapitulasi data aspek tenaga kerja di atas, mempu menjelaskan bahwa item yang mayoritas (3.3%) diungkapkan perusahaan adalah mempromosikan keselamatan tenaga kerja dan kesehatan fisik atau mental dan peningkatan kondisi kerja secara umum. Sedangkan item ke 19 yaitu mengungkapkan presentase gaji untuk pensiun diungkapkan paling sedikit (0.81%)
587 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
oleh perusahaan pada aspek tenaga kerja. Jika dilihat dari nilai rata-rata sebesar 2.7 % maka terdapat 10 item yang diungkapkan dengan jumlah di atas rata-rata, sedangkan terdapat 27 item yang pengungkapannya masih di bawah rata-rata. d. Aspek Produk Terdapat 10 item pengungkapan aspek produk pada kegiatan CSR. Berdasarkan item pengungkapan pada aspek produk tersebut, berikut disajikan rekapitulasi data pada perusahaan yang menjadi sampel penelitian. Gambar Grafik aspek produk menjelaskan bahwa item yang mayoritas (10 %) diungkapkan perusahaan adalah pengungkapan bahwa produk memenuhi standar keselamatan, kemudian diikuti oleh item membuat produk lebih aman untuk konsumen, melaksanakan riset atas tingkst keselamatan produk perusahaan, pengungkapan peningkatan kebersihan/kesehatan dalam pengelolaan dan penyiapan produk, pengungkapan informasi mutu produk yang dicerminkan dalam penerimaan penghargaan, dan informasi yang dapat diverifikasi bahwa mutu produk telah meningkat (misalnya ISO 9001) dengan persentase pengungkapan masing – masing sebesar 10%. Sedangkan item ke-1, 2, 3, dan 8 merupakan item yang lebih jarang diungkapkan oleh perusahaan pada aspek produk. Rata-rata pengungkapan pada aspek produk sebesar 10 % sehingga masih terdapat 4 item yang memiliki nilai pengungkapan di bawah rata-rata. e. Aspek Hubungan Masyarakat Terdapat 11 item pengungkapan aspek Hubungan Masyarakat pada kegiatan CSR. Berdasarkan item pengungkapan pada aspek hubungan masyarakat tersebut, berikut rekapitulasi data pada perusahaan yang menjadi sampel penelitian. Gambar Grafik aspek Hubungan Masyarakat menjelaskan bahwa item yang
mayoritas (10%) diungkapkan perusahaan adalah sebagai sponsor untuk konferensi pendidikan, seminar atau pameran seni kemudian diikuti dengan item informasi berhubungan dengan tanggung jawab sosial perusahaan selain yang disebutkan di atas yang diungkapkan 10% sampel penelitian. Sedangkan item ke-2 yaitu tenaga kerja paruh waktu dari mahasiswa/pelajar merupakan item yang paling jarang (5%) diungkapkan oleh perusahaan pada aspek hubungan masyarakat. Rata-rata pengungkapan pada aspek hubungan masyarakat sebesar 9.1% dimana terdapat 8 item yang memiliki nilai pengungkapan di atas rata-rata. Pembahasan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat, dan dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional. Sebagai salah satu pilar utama ekonomi nasional, UMKM harus memperoleh kesempatan utama, dukungan, perlindungan dan pengembangan seluas-luasnya sebagai wujud keberpihakan yang tegas kepada kelompok usaha ekonomi rakyat tersebut, yang diwujudkan melalui pemberdayaan UMKM. Pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk penumbuhan iklim dan pengembangan usaha terhadap UMKM sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi usaha yang tangguh dan mandiri. Kebijakan pemberdayaan UMKM antara lain dimuat dalam UU No.20/2008 tentang UMKM; dan Perpres No. 5/2010 tentang RPJMN 2010-2014. Dalam UU
588 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
No.20/2008 disebutkan antara lain prinsipprinsip dan tujuan pemberdayaan UMKM. a. Prinsip pemberdayaan UMKM, meliputi: (1) Penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan UMKM untuk berkarya dengan prakarsa sendiri; (2) Perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel dan berkeadilan; (3) Pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar sesuai dengan kompetensi UMKM; (4) Peningkatan daya saing UMKM, dan (5) Penyelanggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian secara terpadu. b. Tujuan pemberdayaan UMKM adalah: (1) Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang dan berkeadilan; (2) Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan UMKM menjadi usaha yang tangguh dan mandiri; dan (3) Meningkatkan peran UMKM dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan kemiskinan. Dalam rangka pemberdayaan UMKM pemerintah telah mengeluarkan kebijakan kemitraan, antara lain:PP No.44/1997 tentang Kemitraan. Sebagai tindak lanjutnya, pemerintah menerbitkan Keppres No.127/2001 tentang Bidang/Jenis Usaha yang terbuka untuk Usaha Menengah atau Besar dengan syarat kemitraan. Selanjutnya, diterbitkan kebijakan teknis berupa Peraturan Menteri BUMN No. PER-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Strategi untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia tidak terlepas dari dukungan perbankan dalam penyaluran kredit. Saat ini skim kredit yang sangat familiar di masyarakat adalah Kredit
Usaha Rakyat (KUR), yang khusus diperuntukkan bagi UMKM dengan kategori usaha layak, tanpa agunan. Selain itu penguatan lembaga pendamping UMKM dapat dilakukan melalui kemudahan akses serta peningkatan capacity building dalam bentuk pelatihan dan kegiatan penelitian yang menunjang pemberian kredit kepada UMKM. Agar dapat menguasai pasar, maka UMKM perlu mendapatkan informasi dengan mudah dan cepat, baik informasi mengenai pasar produksi maupun pasar faktor produksi untuk memperluas jaringan pemasaran produk yang dihasilkan oleh UMKM dalam memperluas pasar baik di dalam negeri maupun pasar luar negeri dengan efisien. Pembentukan Pusat Pengembangan UMKM berbasis IT dianggap mampu mendorong pertumbuhan dan perkembangan usaha mikro, kecil, dan menengah di era teknologi informasi saat ini. Saran Untuk meningkatkan daya saing diperlukan sinergi antara peran pemerintah selaku pembuat kebijakan serta lembaga pendamping, khususnya lembaga keuangan mikro untuk mempermudah akses perkreditan dan perluasan jaringan informasi pemasaran. Selain itu, budaya mencintai produksi dalam negeri juga perlu dipupuk agar UMKM berkembang dan perekomian nasional menjadi lebih kuat. Pelaku usaha mikro, kecil dan menengah perlu aktif utntuk bekerjasama dan berkoordinasi dengan Pemerintah maupun Daerah untuk terus melakukan pembinaan dan pelatihan melalui peningkatan capacity building dan penerapan aplikasi information technology (IT), termasuk mengefektifkan kembali web Pemda-Pemda saat ini yang tidak optimal sebagai basis komunikasi UMKM di daerah.
DAFTAR RUJUKAN
589 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Carroll, Archie B. 1999. Corporate Social Responsibility. Sage Publications Inc. Coppa dan Krishnamurthy. 2013. Corporate Social Responsibility amongs SMEs in Italy. Purdne University. Creswell, John W. 2008. Educational Research, Planning, Conducting, and Evaluating Qualitative & Quantitative Approaches. London: Sage Publications. Creswell, John W. 2014. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Hadi,
Nor. 2011. Corporate Social Responsibility. Yogyakarta. Graha Ilmu
Jamali and friends. 2008. Perculiar Strengths and relational Attributes of SMEs in the Context of CSR. Lebanon: American University of Beirut. Jenkins, Heledd. 2009. A ‘Business Opportunity’ Model of Corporate Social Responsibility for Small-and MediumSized Enterprises. Business Ethics A European Review. Lahdesmaki, Merja. 2012. Studies on Corporate Social Responsibility in the Finish Small Business Context. University of Helsinki. Mc William, et al. 2006. Corporate Social Responsibility:Strategic Implications. Journals Of Management Studies. Januari:43.
Mutmainna dan Titik. 2014. Hubungan Tingkat Penerapan Prinsip Pengembangan Masyarakat dengan Keberhasilan Program CSR PT Pertamina. Bogor:IPB. Solihin, Ismail. 2011. Corporate Social Responsibility: From Charity to Sustainanbility. Jakarta: Salemba Empat. Universitas Negeri Malang. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, Disertasi, Artikel, Makalah, Tugas Akhir, Laporan Penelitian. Malang: Universitas Negeri Malang. Undang-Undang No.40 tahun 2007. Vives,
Antonio. 2005. Corporate Social Responsibility in Small and Medium Enterprises. Washington DC: Private Enterprise and Financial Markets Subdepartement.
Yin, Robert K. 2002. Studi Kasus: Desain dan Metode. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Anonim, 2011. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2011. (Online), (www.hukumonline.com diakses 21 Februari 2016). Anonim, 2007. Undang Undang Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007. (Online), (www.hukumonline.com diakses 21 Februari 2016).
590 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Memaknai Anggota Sebagai Mitra Koperasi Untuk Pengembangan Kewirausahaan Anggota Sutrisno Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang Danny Ajar Baskoro Mahasiswa Prodi Pendidikan Bisnis dan Manajemen Pasca Sarjana Universitas Negeri Malang E mail :
[email protected],
[email protected]
Abstrak : Masuk menjadi anggota koperasi salah satu dasar pertimbangan adalah perolehan manfaat dengan menjadi anggota. Undang undang No.25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian mensyaratkan bahwa seseorang masuk menjadi anggota koperasi, bahwa seseorang tersebut mempunyai kesamaan kepentingan ekonomi dengan usaha yang dilakukan oleh koperasi.Tapani,Koppa (2011) menegaskan bahwa koperasi membawa perubahan di lingkungan anggotanya. Perubahan tersebut antara lain ikatan yang erat karena adanya kesamaan kepentingan ekonomi dalam menunjang keberhasilan usaha koperasi. Koperasi juga mampu membangkitkan tradisi swadaya bagi anggotanya. Pemenuhan kebutuhan anggota dapat meluas untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat. Kesamaan kepentingan ekonomi karena ada hubungannya dengan fungsi anggota dalam koperasi adalah sebagai pemilik sekaligus sebagai pengguna layanan koperasi. Menempatkan sebagai pengguna layanan koperasi, bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk memanfaatkan layanan koperasi. Memanfaatkan layanan koperasi oleh anggota antara lain mempertimbangkan layanan koperasi memberikan manfaat bagi anggota. Memberikan manfaat karena layanan koperasi selaras dengan kebutuhan/kepentingan ekonomi anggota. Penempatan anggota sebagai mitra koperasi , anggota dapat memosisikan sebagai pelanggan dan atau sebagai mitra koperasi. Memosisikan sebagai pelanggan pada dasarnya anggota juga menempatkan sebagai mitra. Memosisikan sebagai pelanggan, layanan koperasi dimafaatkan oleh anggota, kelangsungan usaha koperasi dapat terjaga, selanjutnya koperasi mempunyai kesempatan untuk berkembang dalam mencapai tujuannya. Menempatkan sebagai mitra koperasi, kesamaan kepentingan ekonomi anggota dengan lingkup usaha koperasi sifatnya produktif. Menempatkan sebagai mitra dengan kemungkinan anggota menjadi salah satu pemasok koperasi, atau koperasi sebagai pemasok kegiatan produktif yang dilakukan oleh anggota.Penempatan pada posisi ini memungkinkan anggota memperoleh pembelajaran kewirausahaan. Perolehan pembelajaran kewirausahaan karena koperasi mempunyai peran dalam rangka pendidikan kepada anggoranya. Kesamaan kepentingan ekonomi anggota dalam lingkup usaha koperasi akan mendukung pengembangan koperasi karena partisipasi anggota. Partisipasi baik sebagai pelanggan maupun mitra koperasi. Kata kunci : Mitra koperasi,pembelajaran kewirausahaan
Memaknai anggota sebagai mitra koperasi pada dasarnya menempatkan anggota mempunyai posisi sentral dalam koperasi. Posisi sentral anggota dengan mempertimbangkan bahwa koperasi merupakan organisasi kumpulan orang seorang. Kehadiran seseorang masuk menjadi
anggota dengan dasar sukarela. Dasar sukarela, aspek suka bahwa anggota memutuskan masuk menjadi anggota karena koperasi akan memberikan manfaat. Dasar rela, bahwa setelah masuk menjadi anggota akan dihadapkan pada kewajiban dan hak. Setiap
590 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
anggota mempunyai kesamaan kewajiban dan hak. Rela dalam pemenuhan kewajiban dan pemanfaatan hak. Pemenuhan kewajiban dikedepankan untuk memperoleh hak. Keseimbangan perlu dilakukan dalam pemenuhan kewajiban dan pemanfaatan hak. Perolehan manfaat menjadi anggota koperasi karena telah mempertimbangkan adanya kesamaan kepentingan ekonomi dengan layanan yang dilakukan oleh koperasi. Memahami tentang keterkaitan kepentingan ekonomi dengan layanan yang sudah dan akan dilakukan oleh koperasi, maka masing masing anggota mempunyai hak sekaligus kewajiban untuk memanfaatkan layanan usaha koperasi. Pemanfaatan layanan usaha koperasi, bagi anggota berarti anggota akan terpenuhi sebagian kebutuhan ekonomi. Pemanfatan layanan usaha oleh anggota akan mendukung pengembangan koperasi. Pengembangan koperasi akan memberikan manfaat lebih lanjut bagi anggota. Memanfaatkan layanan usaha koperasi, dimaknai bahwa anggota sebagai pasar potensial koperasi. Anggota merupakan pelanggan koperasi. Menempatkan sebagai pelanggan, anggota memanfaatkan layanan koperasi atau sebagai mitra usaha koperasi. Penempatan anggota sebagai mitra koperasi merupakan bagian dari program koperasi. Pendidikan perkoperasian sebagai bagian dari prinsip koperasi perlu diwujudkan. Pendidikan kewirausahaan akan mewujudkan peran koperasi dalam membangun kemitraan usaha dengan koperasi. The Bali Resolution (16 -19 September 2014)) menegaskan komitmen kemitraan dalam mengembangkan koperasi. Kemitraan dalam pengembangan koperasi juga perlu dilakukan antar koperasi. Prinsip kerjasama antar koperasi salah satu wujud yang dapat dilakukan adalah membangun kemitraan. Pernyataan Presiden ICA dalam World Economic Forum, 2 Februari 2016 juga perlu digaris bawahi. Koperasi perlu memikirkan 4(empat) aspek
dalam pengembangannya yaitu aspek keuangan, tujuan organisasi, pertumbuhan melalui kemitraan dan kelayakan usaha. HASIL & PEMBAHASAN Kesamaan kepentingan ekonomi dalam lingkup usaha koperasi Masuk menjadi anggota untuk memperoleh manfaat. Manfaat bagi seseorang yang akhirnya menjadi anggota, serta manfaat bagi koperasi. Perolehan manfaat bagi anggota karena tujuan pendirian dan pengembangan koperasi untuk meningkatkan kesejahtaraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Kemanfaatan bagi anggota pada khususnya karena layanan yang diberikan oleh koperasi untuk memenuhi kepentingan ekonomi anggotanya. Kemanfaatan untuk masyarakat pada umumnya, bahwa kelebihan layanan koperasi pada anggotanya, dapat dimanfaatkan oleh masyarakat atau non anggota. Masuk menjadi anggota koperasi merupakan pilihan. Memilih masuk menjadi anggota koperasi dengan mempertimbangan adanya ikatan jangka panjang (Sutrisno:2009:74-75) Ikatan jangka panjang dengan mempertimbangkan: a)keputusan untuk masuk menjadi anggota.b)konsekwensi setelah masuk menjadi anggota.c) peluang untuk dilanjutkan keanggotaan,d)tanggung jawab dalam pembubaran koperasi Keputusan untuk masuk dengan mempertimbangkan adanya manfaat menjadi anggota. Konsekwensi setelah masuk, anggota perlu berpartisipasi dengan menyeimbangkan antara pemenuhan kewajiban dan pemanfaatan hak. Anggota yang meninggal dunia dimungkinkan keanggotaan dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya. Kesempatan ini diberikan oleh koperasi karena keanggotaan yang dapat dilanjutkan oleh ahli waris akan memberikan manfaat baik bagi kiperasi maupun ahli waris. Tanggung jawab dalam pembubaran koperasi, anggota menanggung kerugian sebatas
591 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
simpanan pokok, sipanan wajib dan modal penyertaan yang telah disetor. Koperasi didirikan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota, sehingga partisipasi anggota akan mendunkung kelangsungan hidup koperasi. Penerimaan anggota yang menjadi kewenangan Pengurus, antara lain untuk mempertimbangkan latar belakang seseorang tersebut masuk menjadi anggota. Penerimaan anggota diharapkan tidak menjadi beban koperasi, tetapi menjadi daya dukung pengembangan koperasi. Kebijakan koperasi dalam penerimaan anggota baru melalui tahap menjadi calon anggota, pada dasarnya memberikan kesempatan kepada Pengurus untuk melakukan evaluasi tentang partisipasi calon anggota tersebut. Tahap menjadi calon anggota dengan perbedaan dari segi hak dan kewajiban disbanding dengan anggota. Sebagai calon anggota belum mempunyai kewajiban untuk memenuhi simpanan pokok, karena simpanan pokok merupakan salah satu bukti keanggotaan koperasi. Calon anggota perlu memenuhi simpanan wajib. Hak memperoleh layanan dari koperasi berbeda dengan anggota, dan konsekwensi calon anggota belum memperoleh Sisa Hasil Usaha. Tahapan menjadi calon anggota, Pengurus dapat melakukan evaluasi tentang keseimbangan antara pemenuhan kewajiban dan pemanfaatan hak. Penambahan anggota baru dengan harapan menjadi daya dukung pengembangan koperasi dengan menekankan pemahaman kesamaan kepentingan ekonomi dalam lingkup usaha koperasi. Kesamaan kepentingan ekonomi, sesorang mempunyai kinginan masuk menjadi anggota koperasi antara lain mempertimbangkan : pertama, kebersamaan memenuhi kebutuhan lewat layanan koperasi, karena keterbatasan apabila memenuhi kebutuhan secara sendiri. Kedua, layanan yang disediakan oleh koperasi selaras dengan kebutuhannya . Ketiga, memanfaatkan layanan
koperasi akan memberikan keuntungan baik bagi anggota maupun koperasi. Lingkup usaha koperasi dikaitkan dengan layanan yang dapat diberikan oleh koperasi. Keumungkinan keterbatasan layanan yang diberikan koperasi perlu dipahami oleh anggota dengan petimbangan, pertama pada dasarnya setiap anggota memperoleh layanan yang sama dari koperasi. Layanan yang dapat diberikan oleh koperasi akan sesuai dengan kapasitas atau kemampuan koperasi. Kedua, peningkatan layanan sangat terkait dengan pertisipasi anggota. Partisipasi anggota, anggota memanfaatkan layanan koperasi. Ketiga, menikmati layanan koperasi memungkinkan koperasi memperoleh keuntungan. Selanjutna sebagian dari keuntungan dapat digunakan untuk mengembangkan koperasi lebih lanjut. Memahami posisi sebagai anggota, antara lain pemanfaatan layanan yang dilakukan oleh anggota pemenuhan kewajiban akan memperngaruhi layanan koperasi, usaha koperasi bertumpu untuk kepentingan anggota. Beberapa hal tersebut perlu dipahami oleh anggota dalam menyelaraskan keterkaitan kepentingan ekonomi anggota dengan layanan yang dilakukan oleh koperasi. Fungsi anggota sebagai pemilik sekaligus pengguna layanan koperasi Koperasi dinyatakan sebagai organisasi dari-oleh dan untuk anggota. Masuknya seseorang menjadi anggota koperasi pada dasarnya anggota yang mempunyai kepentingan terhadap koperasi. Pembahasan sebelumnya bahwa adanya proses seleksi dalam penerimaan anggota, paling tidak untuk mengetahui latar belakang seseorang tersebut ingin menjadi anggota. Seseorang mungkin melihat kooerasi akan memberikan manfaat setelah menjadi anggota, tetapi orang tersebut harus memahami konsekwensi setelah menjadi anggota koperasi. Fungsi anggota sebagai pemilik, pada dasarnya pengembangan koperasi perlu
592 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
memperoleh dukungan dari semua anggota. Dukungan dalam bentuk partisipasi. Partisipasi dalam memenuhi kewajiban dan memanfaatkan hak. Memenuhi kewajiban perlu dikedepankan sebelum memanfaatkan hak. Pemenuhan kewajiban sebagai pemilik koperasi baik di bidang organisasi maupun di bidang usaha. Dua fungsi tersebut perlu diwujudkan oleh anggota dalam bentuk partisipasi. Kebutuhan dan relevansi tindakan kolektif dan inklusif sebagai bentuk aksi bersama oleh anggota untuk memperoleh perubahan ekonomi. Perubahan akan diperoleh apabila anggota memanfaatkan potensi koperasi melalui dukungan penuh terhadap ideologi koperasi dan keterlibatan berkomitmen (Kornginnaya,Sudha :2014). Tindakan kolektif perlu dilakukan disamping keterbatasan yang dimiliki anggota dalam pemenuhan secara mandiri, tindakan kolektif akan lebih memberikan kekuatan pemberian layanan oleh koperasi. Di bidang organisasi misalnya setiap anggota dapat menanyakan perkembangan koperasi baik di dalam rapat maupun di luar rapat. Di dalam rapat dapat dilakukan antara lain dalam pelaksanaan rapat anggota tahunan (RAT). Kewajiban memberikan masukan akan lebih maksimal apabila diawali dengan pemenuhan kewajiban hadir dalam RAT. Kehadiran anggota dalam RAT akan diikuti dengan perolehan hak dalam RAT tersebut. Hak yang dapat dimanfaatkan anggota antara lain hak untuk memilih dan dipilih menjadi Pengurus dan atau Pengawas, hak menyampaikan usul/saran/pendapat/pertanyaan. Kewajiban di bidang usaha antara lain pemenuhan simpanan pokok dan simpanan wajib. Pemenuhan simpanan pokok dimungkinkan ada peningkatan apabila RAT memutuskan untuk meningkatkan jumlah simpanan pokok. Pemenuhan simpanan wajib perlu dipenuhi secara rutin sesuai dengan ketentuan koperasi. Keumngkinan peningkatan
pemenuhan kewajiban simpanan wajib berdasar keputusan RAT. Perolehan hak anggota dari koperasi sangat terkait dengan pemenuhan kewajiban yang dilakukan oleh anggota. Di bidang organisasi, kehadiran dalam RAT, kualitas masukan yanh disampaikan, memungkinkan anggota memperoleh kesempatan untuk diajak membahas perkembangan koperasi oleh Pengurus dan atau Pengawas. Kemungkinan pelksanaan RAT, koperasi membentuk Panitia pelaksana, anggota memperoleh hak untuk terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan RAT. Perolehan hak di bidang usaha sangat terkait dengan fungsi anggota sebagai pengguna layanan koperasi. Layanan yang dilakukan oleh koperasi adalah menjawab kepentingan ekonomi anggota. Layanan yang dilakukan oleh koperasi berdasar pada keputusan RAT. RAT yang dihadiri oleh seluruh anggota/anggota perwakilan, keputusan yang diambil merupakan pencerminan kepentingan anggota. Menempatkan fungsi anggota sebagai pengguna layanan koperasi, juga mencerminkan koperasi merupakan organisasi dari – oleh dan untuk anggota. Makna dari anggota, berangkat dari kepentingan awal seseorang bergabung menjadi anggota koperasi. Mempertimbangkan layanan yang dilakukan oleh koperasi, selanjutnya mempertimbangkan apakah layanan yang diberikan oleh koperasi tersebut dapat memenuhi sebagian dari kepentingan ekonominya. Makna oleh anggota, memperoleh layanan dari koperasi, terlibat dalam merencanakan kegiatan koperasi (hadir dalam RAT dan ikut mengambil keputusan)), keputusan yang diambil telah mempertimbangkan bahwa kepentingan ekonominya akan lebih terwadahi. Keputusan yang telah diambil mengikat seluruh anggota. Konsekwensi lebih lanjut, pemanfaatan hak oleh anggota dalam menikmati layanan koperasi.
593 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Makna untuk anggota, merupakan tanggung jawab anggota untuk memanfaatkan layanan koperasi. Anggota memperoleh 2(dua) keuntungan dengan menikmati layanan koperasi. Pertama, anggota terpenuhi sebagian dari kebutuhannya dan yang kedua transaksi yang dilakukan oleh anggota dengan memperoleh imbalan sebagian dari Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi pada tahun yang berjalan. Perolehan SHU sebagai salah satu faktor pendukung pengembangan koperasi. Perolehan SHU mencerminkan partisipasi anggota. Besarnya SHU bukan merupakan satu satunya keberhasilan koperasi. Indikator lain yang perlu dipertimbangkan bahwa layanan yang diberikan koperasi memberikan manfaat yang maksimal. Contoh sederhana, koperasi yang mempunyai layanan pinjaman, penetapan bungan pinjaman yang rendah akan memberikan manfaat lebih bagi anggota, dibanding perolehan SHU yang tinggi yang disebabkan penetapan bunga pinjaman yang lebih tinggi. Penjelasan di atas memberikan makna bahwa anggota mempunyai posisi sentral anggota dalam koperasi (Sutrisno, 2014:134135). Posisi sentral dengan mempertimbangkan bahwa pengembangan koperasi didasarkan atas kepentingan anggota sebagai pemilik. Aspek yang lain bahwa pengembangan koperasi tidak terlepas dari kontrol anggota. Pengembangan koperas juga tidak lepas dari dukungan anggota karena anggota yang memosisikan sebagai pengguna layanan koperasi. Menempatkan sebagai pelanggan dan mitra koperasi Menempatkan anggota sebagai pelanggan, merupakan aspek spesifik yang dimiliki oleh koperasi. Koperasi mempunyai pasar yang potensial, yaitu anggota. Sebagai pasar potensial karena salah satu fungsi anggota yang selanjutnya merupakan kewajiban sekaligus hak, sebagai pelanggan koperasi. Keberadaan
anggota koperasi berbeda dengan keberadaan, pendiri, pemilik ataupun pemegang saham pada organisasi ekonomi yang lain. Misalnya pemegang saham, tidak mempunyai kewajiban untuk memanfaatkan produk yang dihasilkan oleh perusahaan, dimana seseorang tersebut memiliki saham. Posisi sebagai anggota koperasi menjadi lebih spesifik karena salah satu kewajiban dan haknya menjadi pelanggan koperasi. Pengembangan koperasi sangat bertumpu pada partisipasi anggota. Membina anggota sebagai pelanggan, satu hal yang perlu diperhatikan pada umumnya koperasi terbentuk karena adanya keterbatasan yang dimiliki anggotanya. Koperasi dibentuk dengan harapan anggota dapat memenuhi sebagian kebutuhannya, karena kekuatan berhimpun dalam koperasi. Keterbatasan yang dimiliki oleh anggota koperasi antara lain tercermin dengan layanan usaha yang banyak dilakukan oleh koperasi. Layanan simpan pinjam dengan menekankan pada aspek pinjaman. Layanan toko dengan pengadaan barang kebutuhan pokok. Layanan toko dengan memberikan kesempatan kepada anggota untuk melakukan pembelian dengan kredit. Bisnis koperasi adalah menggabungkan konsumen dengan pemilik, dan pembeli dengan penjual dalam struktur organisasi yang demokratis (Nembhard:2014) Penempatan anggota sebagai konsumen sekaligus pemilik akan mengeratkan tanggung jawab anggota. Menempatkan sebagai pelanggan berarti hak untuk memperoleh pelayanan dari koperasi. Kesempatan sebagai mitra koperasi karena anggota mempunyai kesempatan menjual produknya lewat layanan koperasi. Tantangan dihadapi oleh koperasi untuk mengikat anggota menjadi pelanggan. Tantangan tersbut antara lain : a. Layanan pinjaman Keterbatasan modal menjadi kendala dalam pengembangan layanan ini. Modal sendiri yang bersumber dari simpanan pokok dan simpanan wajib. Perolehan SHU dari unsure dana
594 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
cadangan dapat mendukung modal sendiri. Membuka simpanan dalam bentuk yang lain (misalnya simpanan Sukarela) dimungkinkan terhambat kemampuan menabung anggota. Menarik modal dari luar (bank) ada konsekwensi bunga yang dibebankan kepada anggota menjadi lebih tinggi. Koperasi perlu menetapkan selisih bunga, paling tidak untuk biaya operasional koperasi. Kemampuan koperasi menarik modal dari luar juga dipengaruhi oleh aspek aspek yang mencerminkan kelayakan koperasi. Keterbatasan yang dimiliki, masih terdapat peluang yang memungkinkan koperasi dapat menarik anggotanya sebagai pelanggan, diantaranya : 1) Kemudahan prosedur dalam memperoleh pinjaman dari koperasi. Koperasi cukup mengetahui tentang kualitas anggotanya. Kualitas dari aspek keseimbangan dalam pemenuhan kewajiban dan pemanfaatan hak. Prosedur pinjaman yang lebih sederhana merupakan daya tarik bagi anggota. Pemberian pinjaman oleh koperasi, paling tidak koperasi telah mempunyai jaminan simpanan pokok dan simpanan wajib yang sudah dibayar anggota tersebut. 2) Konsekwensi perolehan bagian SHU Pemenuhan kewajiban melaksanakan angsuran pinjaman, perolehan bunga merupakan laba koperasi. Laporan laba koperasi dalam bentuk SHU. Anggaran Dasar koperasi merumuskan tentang pembagian SHU. Sebagian dari SHU dibagian kepada anggota berdasar partisipasinya. b) Layanan toko Layanan toko untuk menjawab pemenuhan sebagian kebutuhan anggota. Keterbatasan modal sebenarnya sama seperti pada layanan pinjaman. Keterbatasan modal menjadi lebih serius karena anggota juga menginkan layanan toko dengan pembelian secara kredit. Anggota akan lebih mantab menempatkan posisinya sebagai pelanggan apabila koperasi dapat
memberikan solusi. Solusi yang dapat dipertimbangkan oleh kooerasi antara lain: a) Pemenuhan kebutuhan sekunder Koperasi dapat melakukan kerja sama dengan pihak lain yang bersedia untuk menyediakan barang kebutuhan anggota yang dapat dilakukan pembelian dengan kredit. Koperasi mengikat kerja sama yang selanjutnya kerjasama tersebut dapat dimanfaatkan oleh anggota. Apabila koperasi dapat membiayai sebagian pembelian barang oleh anggota, merupakan suatu hal yang bagus. b) Pemenuhan kebutuhan pokok. Koperasi menggali potensi anggota untuk menjadi mitra koperasi. Anggota yang mempunyai kegiatan produksi dapat menempatkan produknya di toko koperasi. Pembelian secara kredit oleh anggota, koperasi dapat membantu sebagai mediator. Model konsinyasi dapat dipertimbangkan. Membangun kewirausahaan di koperasi Menempatkan anggota sebagai mitra koperasi dengan harapan perolehan manfaat berkoperasi bagi anggota, perlu peningkatan komunikasi koperasi dengan anggotanya. The Bali Resolution (16 -19 September 2014)) menegaskan komitmen kemitraan dalam mengembangkan koperasi. Salah satu butir yang dituangkan bahwa koperasi perlu berinvestasi dalam teknologi, pendidikan dan pelatihan untuk anggota, staf, manajemen untuk meningkatkan partisipasi. Investasi serta pendidikan dan pelatihan yang dilakukan akan meningkatkan daya saing koperasi. Investasi dalam teknologi diperlukan untuk meningkatkan layanan kepada anggota. Peningkatan layanan akan menambah manfaat koperasi bagi anggota. Penambahan manfaat akan berpengarh positif terhadap peningkatan partisipasi. Pendidikan dan pelatihan kepada anggota untuk meningkatkan pemahaman tentang kewajiban dan hak anggota. Kewajiban perlu lebih dikedepankan, selanjutnya anggota akan memperoleh hak. Keseimbangan
595 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
pemenuhan kewajiban dan pemanfaatan hak perlu dipahami dengan baik. Komunikasi untuk meningkatkan kemitraan koperasi dengan anggotanya. Terdapat 2(dua) bentuk kemitraan yang dapat dilakukan oleh koperasi dengan anggota. a. Menempatkan koperasi sebagai pemasok usaha yang dilakukan oleh anggota. Layanan toko koperasi memberikan peluang untuk kemitraan ini. Koperasi diharapkan dapat membantu anggota dalam memotong jalur distribusi barang yang dijual oleh anggota. Bantuan memotong jalur distribusi memungkinkan diperoleh harga yang lebih murah. Kemampuan bersaing anggota dalam memasarkan barangnya dari sisi harga akan meningkat apabila koperasi membelanjakan kebutuhan anggota bersamaan dengan belanja yang dilakukan oleh koperasi. Belanja koperasi ke pemasok termasuk didalamnya kebutuhan anggota. b. Menempatkan anggota sebagai pemasok barang barang di toko koperasi. Menempatkan sebagai pemasok, dimungkinkan anggota mempunyai produk yang dapat di jual di toko koperasi. Kemungkinan produk yang dihasilkan oleh anggota merupakan produk subtitusi yang ada di toko. Koperasi diharapkan mempertimbangkan menjual produk yang dihasilkan oleh anggota. Tanggung jawab koperasi dalam mengembangkan kepentingan ekonomi anggota, antara lain dilaksanakan dengan melaksanaan pembinaan terhadap aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh anggota. Pembinaan yang dilakukan koperasi sebagai upaya meningkatkan kemampuan mengelola usaha. Peningkatan kewirausahaan bagi anggota. Menempatkan posisi koperasi sebagai pemasok bagi usaha anggota, pembinaan yang dilakukan antara lain: a. Strategi penjualan retail antara lain mengidentifikasi barang yang banyak dibutuhkan oleh pelanggan. Identifikasi dengan
mempertimbangkan volume penjualan barang yang dijual. b. Strategi komunikasi dengan pemasok, antara lain koperasi membantu anggota untuk merintis komunikasi dengan pemasok koperasi. Rintisan komunikasi dengan menginformasikan komunkasi yang sudah dilakukan oleh koperasi ke pemasok. Menempatkan anggota sebagai pemasok koperasi, pembinaan yang dapat dilakukan antara lain: a. Menyampaikan kepada anggota bahwa barang yang diproduksi anggota merupakan barang subtitusi barang lain yang juga tersedia di koperasi. Diinformasikan kepada anggota supaya produk yang dihasilkan mempunyai keunggulan/kompetitif. Kualitas produk dan harga sebagai bagian dari kekuatan untuk berkompetisi dengan produk lain. b. Media komunikasi koperasi dengan anggota, antara lain dengan pertemuan secara periodik. Pertemuan diharapkan anggota sebagai pemasok memperoleh masukan tentang produk yang dihasilkan. Menangkap keluhan pelanggan dapat juga dilakukan oleh anggota yang secara incidental berkunjung ke toko koperasi. Kunjungan yang dilakukan untuk menggali masukan dari pelanggan tentang produk yang dihasilkan. Membangun kewirausahaan anggota merupakan bagian dari tanggung jawab koperasi untuk meningkatkan kesejahteraan anggota. Menempatkan anggota sebagai mitra koperasi diharapkan akan menumbuhkan efek ganda. Paling tidak terdapat 3(tiga) efek yang dihasilkan. Pertama, menambah pendapatan anggota selaras dengan peningkatan volume usahanya. Kedua, peluang membuka kesempatan kerja selaras dengan peningkatan volume produksi. Ketiga, menebalkan kecintaan terhadap koperasi, karena perolehan manfaat sebagai anggota koperasi. Pengaruh ini akan berlanjut, kecintaan terhadap koperasi akan menumbuhkan semangat untuk menyampaikan informasi ke calon
596 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
anggota/anggota potensial tentang manfaat koperasi. SIMPULAN Presiden ICA dalam World Economic Forum, 2 Februari 2016 menyampaikan bahwa koperasi perlu memikirkan 4(empat) aspek yaitu aspek keuangan, tujuan organisasi, pertumbuhan melalui kemitraan dan kelayakan usaha. Aspek keuangan sebagai upaya untuk memberdayakan masyarakat dan merupakan dasar untuk menjadi mandiri. Sehubungan dengan itu koperasi harus mempunyai akses ke layanan perbankan. Aspek tujuan organisasi, karena koperasi mempunyai aspek tujuan yang unik. Menempatkan anggota sebagai pemilik sekaligus pelanggan koperasi merupakan keunikan tujuan koperasi. Aspek kenikan ini sekaligus merupakan potensi yang besar untuk pengembangan pasar kop koperasi. Dua aspek lain yang perlu diperhatikan oleh koperasi adalah pengembangan kemitraan dan kelayakan usaha. Keanggotaan koperasi yang terbuka, persamaan kepentingan ekonomidalam lingkup usaha koperasi, fungsi anggota untuk menikmati layanan usaha kopersi pada dasarnya memberikan landasan kebersamaan di antara anggota anggota koperasi. Kemitraan anggota dengan koperasi akan menambah manfaat baik bagi anggota maupun koperasi. Aspek kelayakan usaha pada dasarnya untuk menjawab bawa layanan koperasi memberikan manfaat secara langsung
bagi anggotanya. Terdapat hubungan timbal balik antara kelayakan usaha, kemanfaatan layanan usaha bagi anggota dan peluang pengemangan koperasi, Manfaat koperasi bagi anggota selain anggota menjadi pelanggan koperasi, juga menempatkan sebagai mitra koperasi. Prinsip koperasi yang menyangkut pendidikan perkoperasian bagi anggota dan kerjasama antar koperasi dapat ditempatkan sebagai bentuk usaha koperasi dalam mengembangkan kewirausahaan anggota. Pendidikan perkoperasian bagi anggota tidak hanya pada aspek idiil koperasi, tetapi juga mencakup aspek usaha koperasi. Anggota sebagai pelanggan potensial koperasi perlu dilekatkan program untuk menumbuhkan minat usaha bagi anggota. Program kerjasama antar koperasi tidak terbatas pada kerjasama antar usaha koperasi. Potensi usaha anggota merupakan bagian kerjasama antar koperasi. Kendala pengembangan kerjasama antar koperasi perlu dihilangkan sekat sekat individualistik masing masing koperasi. Layanan koperasi tidak lepas pada layanan pinjaman dan layanan toko yang menyediakan kebutuhan pokok anggota. Kerjasama pada layanan pinjaman antara lain dalam bentuk informasi tentang likuiditas serta strategi untuk bermitra dengan lembaga bank. Kerjasama layanan toko dikaitkan dengan peluang perolehan saluran distribusi yang dapat memotong/mengurangi harga.
DAFTAR RUJUKAN Kornginnaya,Sudha (2014) Inclusive Participation of Members inPrimaryCooperatives(paper) 9th ICA Asia Pacific Regional Research Conference on ICA Blueprint for a Co-operative Decade, BICC, Bali, Indonesia, 16th September 2014.
Leroux,Monique F. (2016) Conclusions from the 2016 World Economic Forum, 2 Februari 2016. Mills,Cliff and Davies, Will (2013),. Blueprint for a Co-operative Decade, International Co-operative Alliance.
597 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Nembhard, Jessica Gordon (2014). Benefits and Impacts of Cooperatives. Grassroots Economic Organizing (GEO) Newsletter, Volume II, Theme 18, February 2014 http://www.geo.coop/story/benefitsand-impacts-cooperatives . Sutrisno (2009) Koperasi Indonesia (Organisasi yang spesifik dan Kebijakan Pengembangan), Buku Ajar, Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang. …….. (2014) The Meaning of Cooperative Education fulfill Participant Role as a Member, Interdiscipinary Journal of
Contemporary Research in Business, April 2014 Vol 5, No 12. Tapani, Koppa (2011),Co-operative Entrepreneurship and The New Humanism,Procedings of The 2011 ICA Global Research Conference, 24-27 August, 2011, Mikkeli, Finland. The 8th Asia Pacific Co-operative Forum (2014),THE BALI RESOLUTION on the “Role of Co-operatives in Sustainable Development”, Bali 16-19 September 2014. Undang Undang Republik Indonesia No. 25 Tahung 1992 Tentang Perkoperasian
598 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Pemberdayaan Wirausaha Anggota Pada Koperasi Kredit Sangosay, Nusa Tenggara Timur (NTT) Kosmas Lawa Bagho Prodi S2 Manajemen Pascasarjana Universitas Negeri Malang
Ery Tri Djatmika R.W.W Sutrisno Magister Manajemen Pascasarjana Universitas Negeri Malang E-mail:
[email protected];
[email protected];
[email protected]
ABSTRAK: Koperasi Kredit adalah salah satu lembaga pemberdayaan masyarakat akar rumput yang bergerak pada usaha simpan-pinjam untuk meningkatkan wirausaha anggota dalam meraih kesejahteraan. Lembaga ini mengutamakan pemberdayaan martabat anggota yang bersikap mandiri, jujur dan setiakawan. Koperasi Kredit sungguh memberdayakan wirausaha anggota meski di tengah berbagai tantangan seperti pola hidup boros, instan, tidak memiliki ketekunan berusaha serta tidak terbiasa mencatat setiap penerimaan dan pengeluaran usaha sehingga wirausaha anggota bersangkutan kurang mampu dikembangkan secara optimal. Fokus penelitian ini, bagaimanakah Koperasi Kredit berusaha memberdayakan wirausaha anggotanya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang mengutamakan wawancara mendalam, penelaahan dokumen dan pengamatan pada informan kunci. Informan kunci seperti wakil anggota, wakil pengurus, wakil pengawas, wakil penasihat, general manajer dan wakil manajer cabang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa koperasi kredit memberdayakan wirausaha anggota melalui pendekatan (1) pelatihan, pendampingan dan konsultasi; (2) sharing pengalaman wirausaha sukses dalam berbagai forum pertemuan anggota; (3) kunjungan pada tempat wirausaha sukses dan (4) ikut pameran usaha. Kata kunci: koperasi kredit, pemberdayaan, wirausaha anggota
Koperasi kredit merupakan salah satu wadah pemberdayaan masyarakat akar rumput yang bergerak pada usaha simpan pinjam untuk meningkatkan wirausaha anggota dalam meraih kesejahteraan. Koperasi di Indonesia ada beberapa jenis. Ada koperasi konsumen, koperasi produksi, koperasi serba usaha dan koperasi simpan-pinjam. Koperasi kredit bagian dari koperasi simpan pinjam. Koperasi produksi menghasilkan produk dan barang secara bersama. Koperasi serba usaha terdiri atas jenis usaha berbeda dalam melayani anggota. Koperasi simpan pinjam, fungsi dan peran menghimpun dana dan mengeluarkan dana dari oleh dan untuk anggota melalui kegiatan usaha simpan pinjam. Koperasi simpan pinjam dapat dijadikan sebagai salah satu atau satu-satunya kegiatan usaha koperasi (Kasmir, 2010:46; Tere, 2014:1).
Undang-Undang Koperasi Nomor 12 Tahun 1992 merumuskan koperasi sebagai badan usaha yang beranggotakan orangseorang atau badan hukum koperasi yang menjalankan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi dan berasas kekeluargaan (Hendrajogi, 2012: 27-28; 342). Sementara itu, Induk Koperasi Kredit (2003:1) merumuskan koperasi kredit sebagai berikut: Badan usaha yang dimiliki oleh sekumpulan orang dalam satu ikatan pemersatu, yang bersepakat untuk menabungkan uang mereka sehingga menciptakan modal bersama guna dipinjamkan diantara sesama mereka dengan bunga yang layak serta untuk tujuan produktif dan kesejahteraan.
599 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi” ISBN :
Koperasi Kredit Sangosay berkedudukan di Bajawa, Kabupaten Ngada, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Koperasi kredit ini dibentuk pada tanggal 6 Juni 1977 yang beranggotakan 21 orang dan modal awal Rp35.000 dengan nama KST Yasukda. Bulan Juli 1979, KST Yasukda berubah nama menjadi KST Sangosay dan tanggal 28 Mei 1983 yang juga dipatenkan menjadi hari lahirnya berubah nama lagi menjadi KST Sangosay dan dalam AD/ART mencantum nama resmi Koperasi Kredit Sangosay. Kata Sangosay berasal dari dua kata bahasa daerah Bajawa. “Sango” artinya semoga semua dan “Sai” artinya sampai ke tujuan. Sangosai atau Sangosay artinya berjuang sampai cita-cita tercapai atau berjuang sampai semua orang berhasil mencapai tujuan hidup sejahtera (Lenga dalam Jawa, et al., 2011: 95-96). Koperasi kredit memiliki salah satu misi utamanya memberdayakan wirausaha anggota dalam upaya mencapai kesejahteraan dan lembaga bersangkutan dapat bertumbuh, berkembang dan berkelanjutan. Konsep pemberdayaan berasal dari bahasa Inggris “empowerment” artinya ‘pemberikuasaan” yang dapat diartikan sebagai pemberian atau peningkatan kekuasaan kepada masyarakat agar lebih berdaya (Huraerah dalam Hidayah, 2013:17). Pemberdayaan masyarakat koperasi memiliki tiga sisi yakni penyadaran, pembangunan kapasitas dan pendayaan. Tahap penyadaran, target masyarakat diberi pemahaman tentang hak-haknya yang harus dimiliki. Sisi peningkatan kapasitas terdiri atas tiga jenis yaitu manusia, organisasi dan sistem nilai dan sisi pendayaan adalah memberikan daya, kekuasaan, otoritas atau pun peluang (Wrihatnolo; Dwidjowijoto dalam Barombo, et al., 2012: 11) Wirausaha anggota koperasi adalah orang yang mempunyai kemampuan dan kemauan dalam inovasi atau strategi pengembangan usahanya demi meraih
kesejahteraan dan koperasi memiliki keunggulan kooperatif untuk berkembang secara berkelanjutan (Limbong, 2010: 270271). Sementara Meredith, et al., dalam Hutasuhut (2001:7) merumuskan wirausaha koperasi merupakan orang yang mempunyai kemampuan melihat dan menilai kesempatankesempatan bisnis, mengumpulkan sumbersumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil keuntungan darinya dan mengambil tindakan yang tepat guna memastikan sukses. Lebih lanjut Meredith memberikan ciri unik wirausha anggota koperasi adalah (1) mempunyai kepercayaan diri yang kuat pada diri sendiri; (2) berorientasi pada tugas dan hasil; (3) keberanian mengambil resiko dan keputusan; (4) jiwa kepemimpinan, suka bergaul dan suka menanggapi masukan; (5) berjiwa inovatif, kreatif dan tekun dan (6) berorientasi masa depan. Koperasi kredit memberdayakan wirausaha anggota di tengah berbagai tantangan seperti pola hidup boros, instan, tidak memiliki ketekunan berusaha serta tidak terbiasa mencatat setiap penerimaan dan pengeluaran usaha. Dengan demikian wirausaha anggota bersangkutan kurang mampu dikembangkan secara optimal. METODE Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif studi kasus. Artinya menggunakan analisis sematamata untuk mengungkapkan suatu pertanda dan keadaan sebagaimana adanya (Supardi, 2005:27). Menurut Creswell (2015:137-138) memberikan ciri khas studi kasus yakni pertama, indentifikasi kasus untuk suatu studi; kedua, kasus tersebut merupakan sebuah sistem yang terikat oleh waktu dan tempat; ketiga, studi kasus menggunakan berbagai sumber informasi dalam pengumpulan datanya untuk memberikan gambaran secara terinci
600 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi” ISBN :
dan mendalam tentang respon dari suatu peristiwa; keempat, menggunakan pendekatan studi kasus, peneliti akan menghabiskan waktu dalam menggambarkan konteks unutk suatu kasus. Jenis penelitian kualitatif menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang bisa diamati (Moleong, 2014: 4). Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif juga mempertimbangkan metode pengambilan data yang membutuhkan pengamatan mendalam melalui wawancara intensif, penelaahan dokumen dan observasi. Pendalaman informasi dalam penelitian menggunakan tiga sumber : (1) informan kunci terdiri atas pengurus, pengawas, penasihat, general manajer, manajer cabang dan anggota. Penggalian informasi berkaitan dengan alasan membentuk dan mengembangkan koperasi kredit serta peran koperasi kredit dalam memberdayakan anggota, (2) data dokumentasi berhubungan dengan produk dan layanan, laporan keuangan koperasi kredit dan usaha pemberdayaan wirausaha anggota, (3) pengamatan berkaitan dengan kegiatan pelayanan pinjaman produktif, pendampingan (pelatihan) usaha-usaha anggota. Triangulasi sumber dilakukan dengan meneliti perolehan informasi yang berasal dari informan, dokumentasi dan observasi. HASIL &PEMBAHASAN Hasil Pemberdayaan wirausaha anggota saat ini sudah mulai menjadi prioritas kegiatan setiap koperasi kredit. Koperasi kredit agar bisa bertumbuh, berkembang dan berkelanjutan, salah satu medianya adalah pemberdayaan wirausaha angggotanya. Demikian juga dengan Koperasi Kredit Sangosay. Koperasi Kredit Sangosay memperoleh badan hukum dari pemerintah tanggal 18 Juni 1988 dengan Nomor 516/BH/XIV dan dikukuhkan lagi tanggal 10
April 1997 Nomor 13/PAD/KWK.24/IV/1997 dan menjadi primer tingkat provinsi tanggal 25 September 2008 Nomor 02/PAD/BH/XXIX/IX/2008. Dalam seluruh kiprah perjuangan dan pengelolaan sejak awal pembentukannya, Koperasi Kredit berusaha memberdayakan wirausaha anggota. Dalam sesi wawancara mendalam dengan wakil anggota, Theresia Ngewi (TN) menyatakan, “Saya menjadi anggota Koperasi Kredit Sangosay sejak tahun 1981. Saya menjadi anggota karena saya percaya, koperasi kredit ini dapat menjawab persoalan-persoalan dan kebutuhan saya bersama keluarga. Koperasi kredit melatih saya untuk hidup hemat, tidak boros dan berkorban serta bekerja keras utnuk memperoleh sesuatu dalam meraih tingkat hidup yang lebih baik. Saya bangga bahwa melalui koperasi kredit ini: anak-anak saya bisa sekolah sampai perguruan tinggi; saya bisa membangun rumah yang layak dan buka usaha bengkel yang diteruskan anakanak”. (TN, 6). Salah seorang anggota muda, Rudolf A. Wogo (RAW) dalam wawancara juga menegaskan bahwa beliau awalnya wirausahawan dan berterima kasih kepada koperasi kredit yang telah memberdayakan dan mengembangkan usahanya dengan omset Rp50 juta per bulan dan aset mencapai 800 juta rupiah saat ini. Beliau pun berujar, “Saya menjadi anggota koperasi kredit ini tahun 2010. Saya menjadi anggota karena saya simpan dan tarik uang gampang; pelayanannya mudah, cepat terutama pelayanan pinjaman unutk usaha apalagi saya sebagai wirausahawan maunya cepat mendapatkan dana segar untuk peningkatan usaha yang sudah ada. Koperasi kredit meneguhkan motivasi usaha saya. Bersama koperasi kredit, saya berani mengembangkan usaha seperti foto copy, studio foto, shouting dan editing video, usaha cetak mencetak (undangan dan spanduk), tempat kafe dan rumah makan. Usaha saya makin lancar, saya pinjam modal dari koperasi kredit, angsur
601 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi” ISBN :
lancar ke koperasi kredit dan meningkatkan pendapatan koperasi kredit. Dengan demikian, secara tidak langsung, saya mengembangkan koperasi kredit dan membantu sesama anggota yang lain. Saya juga merasa bangga dan memiliki koperasi kredit ini sehingga saya tidak akan pernah meninggalkannya sampai kapan pun. Keluarga saya dan karyawan semuanya menjadi anggota” (RAW, 7). Wawancara anggota di atas menunjukkan secara jelas bahwa koperasi kredit memang sudah memiliki niat untuk membantu anggotanya mengembangkan usaha-usaha produktif. Hal ini ditegaskan pula pengurus, Philipus Lusi (PL). Dalam wawancara, beliau menuturkan, “Koperasi kredit kami dibentuk awalnya tahun 1977 dan resminya tanggal 28 Mei 1983. Kami tidak memiliki impian yang muluk-muluk pada waktu awal. Alasan kami membentuk koperasi kredit ini: pertama, membantu meringankan beban para guru dan pegawai di lingkungan YASUKDA (Yayasan Persekolahan Katolik Ngada) yang mengalami kesulitan biaya anak sekolah, biaya rumah sakit dan terlilit utang. Kedua, saling membantu pada lingkungan kecil. Ketiga, membebaskan anggota dari rentenir dan keempat, membantu anggota membuka usaha produktif” (PL, 1). Hal yang hampir senada namun disampaikan dengan bahasa yang berbeda oleh pengawas, Wenslaus Naru (WN), “Terima kasih pak Kosmas. Memang saat ini, saya dipercayakan anggota sebagai pengawas, ia semacam dokter koperasi kredit. Namun saya ikut koperasi kredit ini sejak awal dengan besaran simpanan wajib masih Rp100. Saya melihat proses pembentuk koperasi kredit untuk mengatasi berbagai persoalan rumah tangga para guru dan pegawai Yayasan. Dalam perjalanan selanjutnya, koperasi kredit ini juga menyiapkan dana pinjaman agar anggota bisa berwirausaha atau mengembangkan usaha produktif. Sebagai anggota, saya setia menyetor simpanan, mengikuti pertemuan dan pendidikan koperasi serta meminjam dan
mengembalikannya secara teratur. Sebagai pengawas, saya melakukan pemeriksaan rutin setiap bulan dan pemeriksaan lengkap setiap tiga bulan. Pemeriksaan lengkap mencakup lima (5) aspek yakni hukum, organisasi, keuangan, permodalan dan manajemen. Berdasarkan pemeriksaan itu, Koperasi Kredit Sangosay sehat sehingga memperoleh citra positif bagi anggota dan masyarakat. Pertumbuhan anggota dan aset cukup signifikan” (WN 2). Dari berbagai wawancara di atas menunjukkan bahwa memang koperasi kredit sejak pembentukannya, sudah mengarahkan dirinya untuk memberdayakan wirausaha anggota. Koperasi kredit menyadari bahwa anggota mau sejahtera hendaknya melakukan pinjaman lebih mengarahkan pada usaha-usaha produktif ketimbang konsumtif. Walau pun demikian, ada banyak tantangan yang dialami koperasi kredit dalam upaya memberdayakan wirausaha anggota. Hal ini dikemukakan secara jelas oleh pengurus, Philipus Lusi (PL). Beliau berujar, “Tantangan yang kami hadapi adalah prosentasi pinjaman usaha produktif belum optimal sebab anggota masih lebih ke pinjaman pendidikan dan kesejahteraan, pendampingan dari koperasi kredit kurang optimal juga ditambah lagi pemahaman berwirausaha baik pengurus maupun anggota masih rendah serta perilaku kurang konsisten terhadap usaha dan pembukuan usaha masih campur dengan pembukuan rumah tangga bahkan sebagian anggota yang berusaha belum ada catatan sama sekali. Ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi kami untuk mengatasinya (PL, 1). Wawancara ini menyebutkan secara jelas, faktor-faktor yang mempengaruhi pemberdayaan wirausaha anggota. Data yang ditampilkan dalam tiga tahun terakhir menunjukkan jumlah pinjaman dan peminjam produktif selalu lebih kecil dari pinjaman untuk kesejahteraan. Berikut data dalam grafik 1:
602 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi” ISBN :
35.000 30.000 25.000 20.000
Jml Agt Pinjaman Kesejahteraan
15.000
Jml Agt Pinjaman Produktif
10.000 5.000 2013
2014
2015
Hal ini seiring dengan jumlah pinjaman produktif dan jumlah pinjaman kesejahteraan. Jumlah pinjamn produktif dalam tiga tahun terakhir selalu lebih kecil dari jumlah pinjaman kesejahteraan. Berikut data dalam grafik 2: 300.000.000.000 250.000.000.000 200.000.000.000 Jml Pinjaman Produktif 150.000.000.000 Jml Pinjaman Kesejahteraan
100.000.000.000 50.000.000.000 2013
2014
2015
Dari tampilan dua grafik ini menunjukkan bahwa minat anggota Koperasi Kredit Sangsay terhadap wirausaha masih perlu ditingkatkan terus-menerus hingga mencapai perbandingan yang normal bahkan akan lebih baik jika 50% atau lebih jumlah anggota meminjam untuk usaha produktif atau bisnis. Sementara dari pihak manajemen, General Manajer, Lodofikus Lenga (LL) melihat tantangan pemberdayaan wirausaha anggota lebih tertuju pada keterampilan anggota berwirausaha masih rendah dan kemampuan SDM manajemen untuk melakukan pendampingan juga belum optimal. “Tantangan yang hadapi adalah keterampilan usaha yang masih terbatas dan SDM manajemen untuk melakukan pendampingan juga terbatas” (LL, 4).
Ungkapan keprihatinan juga datang dari anggota, Theresia Ngewi (TN) mengatakan, “Tantangan yang kami hadapi ialah kami membuka usaha karena kami ikut tetangga sebelah buat usaha sehingga usaha kami tidak berkembang; modal pinjaman usaha kadang kami gunakan untuk hal-hal yang menghabiskan serta tidak ada buku catatan” (TN, 6). Ini menunjukkan bahwa wirausaha yang dilakukan bukan berdasarkan kajian untung-rugi namun lebih mengikuti trend apalagi mengikuti tetangga. Hal ini makin sulit ketika tidak didukung dengan catatan usaha dan modal usaha dipergunakan juga untuk hal-hal yang menghabiskan. Tantangan pemberdayaan wirausaha anggota juga dilihat secara jeli oleh pengawas koperasi kredit, Wenslaus Naru (WN). Beliau kepada peneliti mengatakan, “Yang juga menjadi tantangan pemberdayaan wirausaha anggota adalah anggota masih lebih suka pinjam untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti biaya anak sekolah, beli tanah, bangun rumah, beli kendaraan dan lain-lain. Pinjaman untuk usaha produktif masih kurang meski volume pinjaman untuk itu terus meningkat dari tahun ke tahun. Nanti pak Kosmas cek laporan keuangan yang ada pada pengurus ataupun manajemen” (WN, 2). Hasil wawancara di atas menunjukkan sekali lagi bahwa anggota Koperasi Kredit Sangosay lebih suka menggunakan pinjaman mereka pada kebutuhan dasar dan masih sedikit untuk usaha produktif. Hal ini juga mau menegaskan apa yang telah disampaikan informan terdahulu. Berdasarkan wawancara mendalam dengan 7 (tujuh) informan kunci memberikan tantangan yang hampir mirip meski dengan pengungkapan bahasa yang berbeda. Ada faktor-faktor dominan yang menjadi tantangan koperasi kredit ini dalam upaya pemberdayaan wirausaha anggota meski harus disadari bahwa sejak awal pembentukannya, koperasi kredit sangat konsern pada usaha pemberdayaan
603 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi” ISBN :
wirausaha anggota. Faktor-faktor itu adalah perilaku hidup boros, instan, tidak memiliki ketekunan berusaha, tidak memiliki catatan usaha dan paling dominan bahwa penggunaan pinjaman koperasi masih untuk tujuan kesejahteraan ketimbang pengembangan usaha. Pembahasan Di tengah berbagai tantangan itu ada satu spirit atau antusiasme bahwa Koperasi Kredit Sangosay sejak awal pembentukannya sudah mengarahkan visi dan misinya untuk pemberdayaan usaha anggota. Dari berbagai wawancara, para informan kunci menyatakannya secara jelas dan transparan bahwa memang kehadiran koperasi kredit membebaskan mereka dari persoalan-persoalan kehidupan rumah tangga, saling membantu satu sama lain, meningkatkan derajat hidup yang lebih bermartabat, membebaskan mereka dari utang serta melatih mereka mengembangkan usaha produktif. Berangkat dari tantangan-tantantangan pemberdayaan wirausaha yang ada selalu ada jalan keluarnya. Ketika mewawancarai anggota tentang bagaimana koperasi kredit mengembangkan usaha-usaha produktif anggota dan jalan keluar yang ditempuh, anggota muda, Rudolf A. Wogo (RAW) pun menyatakan, “Saya suka dengan koperasi kredit ini yang sangat memperhatikan modal usaha melalui pinjaman produktif dengan plafon yang semakin tinggi. Saya simpan dan pinjam hanya di koperasi kredit ini. Sebagai seorang pengusaha atau wirausaha, saya pinjam untuk usaha-usaha produktif seperti foto copy, rumah makan, studio rekaman dan percetakan. Saya pinjam terakhir senilai Rp200 juta sejak awal pinjam kecil-kecil. Untuk jalan keluar yang bisa saya sampaikan adalah (1) tetap melakukan pendidikan, pelatihan dan pendampingan; (2) tingkatkan terus sharing usaha anggota sukses; (3) konsisten membawa anggota pada kunjungan usaha sukses dan (4) ikutkan kami
lebih sering pada pameran-pameran usaha atau kalau boleh di kantor ada ruangan khusus untuk pamer usaha anggota dan terakhir (5) kalau boleh bisa menaikkan lagi plafon pinjaman usaha produktif (agak sedikit malu-malu) menyebut angka 400 sampai 500 juta rupiah. Saya yakin, usaha-usaha produktif anggota dikembangkan secara baik maka anggota akan lebih cepat dan lancar mengembalikan angsuran dan mau pinjam lagi di koperasi kredit. Apa pun, saya berterima kasih banyak kepada koperasi kredit sehingga menghantar saya, keluarga dan usaha saya sampai sejauh ini. Benar-benar diluar perkiraan saya sebelumnya” (RAW, 7). Dari paparan wawancara di atas menunjukkan anggota sangat apresiasi terhadap koperasi kredit yang tidak lagi hanya memperhatikan kebutuhan dasar anggota tetapi juga mulai memikirkan dan melakukan tindakan memotivasi atau pun mendukung usaha-usaha produktif anggota yang sudah ada. Anggota masih meminta agar koperasi kredit meningkatkan plafon pinjaman. Ini tentu harus didukung dengan kajian mendalam dan regulasi yang mendukungnya. Peningkatan plafon ini baik namun harus juga memperhatikan distribusi pinjaman kepada semua anggota secara adil. Dukungan untuk pemberdayaan wirausaha anggota juga diungkapkan anggota lama atau anggota tua, Theresia Ngewi (TN). Beliau mengungkapkan kepada peneliti, “Mungkin pengurus dan manajemen koperasi kredit perlu memikirkan untuk menginventarisasi potensi usaha atau usaha anggota yang sudah jalan. Setelah inventarisasi, anggota perlu diberi pelatihan keterampilan berdasarkan kategori usaha dengan memberikan pinjaman pada usaha yang cepat menghasilkan. Perlu juga beri penjelasan lanjutan tentang pembukuan usaha anggota meski waktu pendidikan dasar koperasi kredit, kami sudah diberikan penjelasan tentang P3K (Perencanaan Pendapatan dan Pengeluaran Keluarga)
604 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi” ISBN :
termasuk buku kas harian. Namun kami sering campur buku kas keluarga dan buku kas usaha bahkan tidak ada sama sekali sehingga tidak tahu untung ruginya. Satu hal yang juga penting adalah damping lebih serius pada usaha-usaha anggota yang cepat menghasilkan dan memberikan pinjaman kepada anggota yang benar-benar mau berusaha” (TN, 6). Jelas bahwa anggota mau berwirausaha untuk meningkatkan kehidupannya yang lebih sejahtera dan membantu keberlanjutan koperasi kredit melalui pinjaman pada usaha anggota yang cepat menghasilkan dan anggota yang benar-benar mau berusaha. Anggota masih membutuhkan dampingan, pelatihan dan konsultasi yang berkaitan dengan pengembangan usaha dan pencatatan usaha yang senantiasa masih menjadi titik kritis tantangan untuk berwirausaha secara sukses. Harapan anggota sepertinya juga menjadi jawaban general manajer, Lodofikus Lenga (LL) yang menyatakan, “Sejak beberapa tahun terakhir, kami mengalokasikan pinjaman modal usaha produktif dengan angka yang semakin meningkat, melakukan pendampingan usaha anggota, meningkatkan pendidikan keterampilan anggota, meningkatkan pendapatan anggota serta meningkatkan kemampuan menyimpan dan mengembalikan pinjaman. Untuk tahun 2015, kemampuan mengembalikan cukup baik dengan prosentasi kredit macet cuma 0,91% dari standar < 5%. Jalan keluar dari tantangan yang kami tempuh adalah terus melakukan pendidikan dan pelatihan, sharing pengalaman usaha, studi banding usaha serta terakhir kami mulai coba seleksi karyawan lintas bidang ilmu sesuai usaha anggota, juga melibatkan para wirausaha anggota koperasi kredit pada pameran yang diadakan pemerintah” (LL, 4 ). Pernyatan general manajer menunjukkan sekali lagi komitmen dan konsistensi koperasi kredit ini pada upaya pemberdayaan wirausaha anggota. Ada terobosan baru untuk merekrut karyawan dari berbagai lintas bidang ilmu
sesuai usaha anggota, tidak hanya terbatas hanya pada akuntansi dan manajemen. Seleksi seperti ini diharapkan manajemen lebih mampu memberi pelatihan, konsulitasi dan pendampingan usaha-usaha anggota yang sangat bervariatif. Sementara salah seorang manajer cabang, Fransiskus X. Lai (FXL) kepada peneliti berujar singkat tentang bagaimana jalan keluar yang ditempuh terhadap berbagai tantangan pemberdayaan wirausaha anggota. Ia pun menyampaikan, “Memberikan pinjaman anggota yang mempunyai usaha produktif, melakukan survey usaha sehingga lancar dalam pengembalian dan membuat perputaran modal lebih cepat, pinjaman usaha produktif dengan angka tertentu perlu ada jaminan tambahan selain simpanan pada koperasi kredit. Jaminan terutama apabila ada bencana usaha.” (FXL, 5). Manajer cabang menambahkan agar pemberdayaan wirausaha anggota lancar dan optimal perlu dilakukan survey usaha anggota terutama bagi anggota yang pinjam untuk usaha produktif dengan angka yang semakin tinggi. Juga perlu ada jaminan tambahan selain simpanan dan dana perlindungan bagi anggota yang mengalami bencana usaha atau pun meninggal dunia. Jaminan perlindungan (Daperma dari lembaga yang lebih tinggi, Inkopdit = Induk Koperasi Kredit di Jakarta) memberikan jaminan hanya plafon tertentu dengan batas usia tertentu. Upaya pemberdayaan wirausaha anggota oleh koperasi kredit juga disuarakan penasihat, Thomas Dola Radho (TDR) yang menyatakan, “Yang selama ini kami buat adalah pendidikan untuk memotivasi anggota menggunakan pinjaman berorientasi usaha produktif sesuai potensi dan peluang pasar seperti pertanian, peternakan, kios, jasa kendaraan, jasa hiburan (soundsystem waktu pesta), jasa konstruksi dan toko. Saya lihat juga pengurus menyiapkan prosentasi pinjaman investasi lebih besar sehingga anggota bisa melakukan pinjaman
605 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi” ISBN :
investasi demi menciptakan rasa aman waktu sudah pension dan tidak kerja lagi” (TDR, 3). Wawancara di atas menunjukkan bahwa wirausaha anggota tak perlu memikirkan yang tinggi-tinggi, cukup kembangkan usaha yang sudah menjadi keseharian. Apabila itu bisa dikembangkan maka pendapatan anggota akan meningkat dan meningkat pula pendapatan koperasi kredit karena anggota bersangkutan lancar mengembalikan pinjaman. Untuk prosentasi pinjaman investasi atau produktif berdasarkan regulasi (pola kebijakan koperasi kredit) dan laporan keuangan yang peneliti peroleh memang angka plafon pinjaman produktif bisa sampai Rp200 juta sementara pinjaman umum atau kesejahteraan hanya dengan plafon tertinggi Rp150 juta. Ini menunjukkan bahwa Koperasi Kredit Sangosay Ngada benar-benar berupaya memberdayakan wirausaha anggota. Pemberdayaan wirausaha anggota lebih lantang disuarakan pengurus koperasi kredit, Philipus Lusi (PL). Beliau menyatakan kepada peneliti ketika menyinggung bagaimakah koperasi kredit Bapak mengembangkan usahausaha produktif anggota, “Baik. Ini pertanyaan yang sulit dan saya berusaha menjawab satu persatu, mudah-mudahan bisa menjawab rasa penasaran atau rasa ingin tahu peneliti. Saya pikir pertanyaan ini sangat penting demi pertumbuhan, perkembangan koperasi kredit kami secara berkelanjutan. Seharusnya, kami terus melakukan evaluasi bagian yang penting ini. Yang kami lakukan adalah pertama, menginventarisir usaha ataupun potensi usaha anggota yang perlu dikembangkan. Berdasarkan inventarisasi tersebut kami berikan pendampingan dan pelatihan dan juga menyiapkan pinjaman khusus untuk usaha produktif mulai dari kecil, menengah dan besar sesuai kebutuhan usaha anggota. Kami juga mulai merekrut calon karyawan berdasarkan usaha anggota sehingga mereka kelak bisa menjadi konsultan usaha anggota sebab kami percaya bahwa apabila usaha produktif anggota
berhasil akan meningkatkan pendapatan ekonomi rumah tangga anggota, anggota sejahtera dan koperasi kredit dapat mengurangi kredit macet sebab anggota tertib mengangsur pinjaman, juga melalui usaha ini dapat memperluas segmen anggota dan meningkatkan partisipasi anggota yang tinggi terhadap koperasi kredit. Jalan keluar yang kami tempuh memberikan pelatihan, pendampingan kepada kelompok-kelompok kategori usaha, sharing usaha bagi wirausahawan/i yang berhasil dalam pra-RAT, RAT (Rapat Anggota Tahunan) maupun pertemuan-pertemuan serta usaha pada masing-masing anggota. Saya mau katakan bahwa usaha produktif anggota sukses, koperasi kredit berkelanjutan” (PL, 1). Wawancara di atas berkali-kali menegaskan komitmen Koperasi Kredit Sangosay memberdayakan wirausaha anggota dengan berbagai kegiatan yang dilakukan. Koperasi Kredit Sangosay melihat tantangan sebagai peluang untuk lebih memberdayakan wirausaha anggota. Pendidikan, pelatihan dan pendampingan terus berulang-ulang diutarakan para informan kunci dan yakin bahwa wirausaha atau usaha produktif anggota sukses, koperasi kredit ini akan berkelanjutan. Pendidikan, pelatihan dan pendampingan yang menjadi solusi atas tantangan pemberdayaan wirausaha anggota disampaikan lagi secara singkat oleh pengawas yang adalah juga dokter bagi koperasi kredit, Wenslaus Naru (WN). Beliau berkata singkat, “Solusi yang bisa ditawarkan adalah sekali lagi ‘jangan bosanbosan’ melakukan pendidikan dan pendampingan, sharing pengalaman usaha dan dilibatkan dalam pameran usaha” (WN, 2). Pentingnya pendidikan, pelatihan dan pendampingan dan pembinaan anggota selaras dengan penelitian Sutrisno (2011) dengan judul “Makna Pendidikan Koperasi Dalam Tahapan Pengembangan Untuk Mewujudkan Peran Anggota Sebagai Partisipan (Studi Kasus pada Koperasi Serba Usaha Makmur Sejati Malang). Sutrisno meneliti faktor-faktor yang mendukung
606 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi” ISBN :
makna pendidikan anggota dalam mewujudkan peran anggota sebagai partisipan koperasi. Dengan pendekatan kualitatif, penelitian Sutrisno memberikan hasil bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi yakni kekuatan internal koperasi, tahapan pendidikan anggota, pengembangan model praktik terbaik dan pengembangan dimensi layanan yang mengembangkan koperasi. Pendidikan koperasi bisa mengembangkan koperasi dan pemberdayaan anggota sebagai kekuatan utama. Hal yang hampir senada juga diungkapkan peneliti Nirbito (2001) dengan judul “Pembinaan Anggota Untuk Memberdayakan Koperasi di Koppas dan Kopwan Jawa Timur”. Nirbito meneliti anggota koperasi berposisi sebagai pengguna-pemilik, pengguna-pengendali dan pengguna-penikmat. Dengan menggunakan metode kualitatif empiris menunjukkan bahwa kualitas program pembinaan anggota secara signifikan berpengaruh positif pada kualitas individu anggota, kualitas kinerja organisasi, kualitas kinerja usaha dan kualitas keberhasilan pencapaian tujuan koperasi. Dari berbagai hasil wawancara pada informan kunci menegaskan bahwa Koperasi Kredit Sangosay sangat berupaya keras memberdayakan wirausaha anggota untuk peningkatan kualitas hidup sebagai pribadi, keluarga dan masyarakat dan juga memberdayakan koperasi kredit secara berkelanjutan. Secara keseluruhan usaha pemberdayaan wirausaha anggota sejak awal pembentukan sudah dilakukan dan diniatkan Koperasi Kredit melalui program motivasi, pendidikan, pelatihan, berbagai sharing serta pameran usaha dan pengalokasian plafon pinjaman usaha produktif yang lebih besar. Namun demikian, tujuan atau misi pemberdayaan wirausaha anggota belumlah optimal. Hal ini bukan berasal dari koperasi kredit semata seperti kemampuan dan ketrampilan usaha pendampingan melainkan juga berasal dari tantangan pribadi
anggota itu sendiri seperti masih ada pola hidup boros, mau cepat dapat hasil tanpa berusaha lebih keras atau budaya instan, belum ada ketekunan membuat atau mencatat buku kas keuangan keluarga dan buku kas usaha serta belum membedakan keduanya atau pun berwirausaha hanya mau mengikuti tetangga sehingga wirausaha anggota bersangkutan belum dikembangkan secara optimal. Walapun demikian, Koperasi Kredit Sangosay telah memberikan capaian-capaian yang nyata melalui tambahan anggota keseluruhan serta anggota pinjaman produktif juga meningkat, ada tambahan simpanan, tabungan, pinjaman, pendapatan, SHU dan aset di dalam koperasi kredit. Belum lagi prosentasi kredit lalai yang kecil menunjukkan kinerja kerja organisasi cukup positif. Untuk berbagai perkembangan atau pertambahan Koperasi Kredit Sangosay tiga tahun terakhir dapat dilihat pada grafik-grafik berikut ini: Grafik 3: Pertumbuhan Anggota 35.000 30.000 25.000 20.000 15.000 10.000 5.0 00 2013
2014
2015
Grafik 4: Pertumbuhan Anggota Pinjaman Produktif 2.500 2.000 1.500 1.000 500 2013
2014
2015
Grafik 5:
607 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi” ISBN :
Pertumbuhan Jumlah Pinjaman Produktif 80.000.000 60.000.000 40.000.000 20.000.000 2013
2014
2015
Keterangan: dalam Ribuan. Data-data diatas menjelaskan bagaimana upaya Koperasi Kredit Sangosay berupaya keras memberdayakan wirausaha anggota sehingga tiga tahun terakhir, pertumbuhan anggota secara keseluruhan, pertumbuhan anggota pinjaman produktif dan jumlah pinjaman produktif terus meningkat meski prosentasinya masih kalah dengan pinjaman kesejahteraan. Pertumbuhan-pertumbuhan itu menyebabkan masyarakat mau menjadi anggota dan menginvestasi uangnya pada Koperasi Kredit yang terus meningkat tiga tahun terakhir dapat dilihat pada grafik pertumbuhan simpanan, tabungan anggota dan aset koperasi kredit berikut ini: Grafik 6: 450.000.000 400.000.000 350.000.000 300.000.000 250.000.000
2013
200.000.000
2014
150.000.000
2015
100.000.000 50.000.000 Simpanan Anggota
Tabungan Anggota
Aset
Keterangan: dalam Ribuan Tabungan anggota merupakan investasi semakin percayanya anggota dan masyarakat kepada Koperasi Kredit Sangosay sementara simpanan anggota terdiri atas simpanan pokok dan simpanan wajib yang juga terus meningkat
tiga tahun terakhir. Aset dan kekayaan Koperasi Kredit Sangosay mendekati angka 0,4 triliun rupiah. Suatu angka yang tidak kecil bagi koperasi kredit primer di daerah Flores, Nusa Tenggara Timur yang terkenal dengan provinsi miskin itu. Capaian-capaian angka-angka statistik di atas menunjukkan sekali lagi komitmen dan konsistensi Koperasi Kredit Sangosay, Ngada, Nusa Tenggara Timur berusaha keras memberdayakan wirausaha anggota sehingga pertumbuhannya cukup signifikan.
SIMPULAN & SARAN Simpulan Koperasi Kredit Sangosay, Ngada, Nusa Tenggara Timur sejak pembentukannya sudah memiliki komitmen, arah pemberdayaan wirausaha anggota melalui program pendidikan, pelatihan dan pendampingan. Program ini membangkitkan dan memotivasi anggota untuk berwirausaha secara optimal. Pendidikan, pelatihan dan pendampingan menjadi roh utama dalam pengembangan Koperasi Kredit Sangosay sehingga mampu memberdayakan wirausaha para anggotanya. Selain program pendidikan, pelatihan dan pendampingan, Koperasi Kredit Sangosay juga memberdayakan anggota melalui sharing pengalam sukses, melakukan kunjungan pada anggota sukses berwirausaha, mengikutsertakan para wirausahawan/i pada pameran usaha baik yang dilakukan pemerintah maupun swasta serta yang juga mengemuka adalah meningkatnya pengalokasian plafon pinjaman produktif bagi anggota yang benar-benar melakukan wirausaha melalui berbagai survey dan inventarisasi. Paling akhir, koperasi kredit ini mulai seleksi calon karyawan dari berbagai lintas disiplin ilmu sesuai kategori usaha anggota yang selama ini lebih mempriritaskan bidang akuntansi dan manajemen keuangan.
608 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi” ISBN :
Di tengah perjuangan dan program yang mendatangkan antusiasme bagi pemberdayaan anggota, masih terdapat juga berbagai tantangan. Tantangan itu bisa datang dari koperasi kredit dan anggota itu sendiri. Tantangan dari koperasi kredit seperti pelatihan dan pendampingan yang belum optimal, ketrampilan atau kompetensi staf yang masih terbatas serta pengalokasian pinjaman produktif yang masih terus ditingkatkan disesuaikan dengan kemampuan dan volume usaha anggota. Tantangan dari anggota itu sendiri seperti pola hidup boros, pesta, pinjam lebih banyak untuk usaha memenuhi kebutuhan dasar (kesejahteraan), kurang tekun berusaha, berwirausaha hanya karena ikut-ikutan, kurang tekun mencatat buku kas usaha dan belum memisahkan buku kas rumah tangga keluarga dan buku kas usaha bahkan ada yang mengatakan bahwa tidak ada buku catatan keuangan sama sekali. Berbagai tantangan ini sekaligus menjadi peluang baik bagi anggota maupun pihak koperasi kredit untuk mengatasinya secara efektif.
sebagai berikut: Pengurus Koperasi Kredit Sangosay tetap menjalankan program motivasi, pendidikan dan pelatihan dengan materi-materi yang lebih menukik pada pemberdayaan wirausaha anggota. Pengalokasian plafon pinjaman usaha produktif atau wirausaha anggota lebih ditingkatkan lagi sesuai dengan kemampuan dan volume usaha anggota serta disertai jaminan yang memadai. Anggota Koperasi Kredit Sangosay hendaknya wirausaha atau menjadi pengusaha itu menjadi nilai lebih bagi anggota untuk peningkatan pendapatan ekonomi rumah tangga terutama pada masa pension atau tak bekerja lagi dan demi keberlanjutan koperasi kredit sebagai wadah pemberdayaan wirausaha. Peneliti. Tema ini menarik untuk digarap lebih lanjut sebab ada jenis koperasi simpan pinjam atau koperasi kredit yang memiliki daya andal untuk memberdayakan wirausaha anggota. Pertumbuhan dan perkembangan secara statistik tiga tahun terakhir cukup signifikan menjadi ulasan atau penelitian yang menarik baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Bisa juga menerapkan metode penelitian pengembangan.
Saran Berangkat dari pembahasan dan kesimpulan di atas maka penulis memberikan beberapa saran
DAFTAR RUJUKAN Barombo, A; Asori; Donatianus. 2012. Pemberdayaan Masyarakat Melalui Koperasi Credit Union (CU): Studi Pada CU, Khatulistiwa Bakti Pontianak. PMIS-Untan-Jurnal Tesis 2012. Creswell. J. W. 2015. Penelitian Kualitatif & Desain Riset: Memilih Di Antara Lima Pendekatan. Terjemahan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hendrojogi. 2012. Koperasi: Asas-asas, Teori dan Praktik. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Hidayah, R.D. 2013. Kerangka Pikir Pemberdayaan. Alamat. http://eprints.uny.ac.id/18096/4/PDF%2 0BAB%202%2009.10.040%20Rif%20p .pdf . Diakses tanggal 15 April 2016.
609 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi” ISBN :
Hutasuhut. D. A. 2001. Manajemen Koperasi Menuju Kewirausahaan Koperasi. Jurnal Ilmiah, Manajemen & Bisnis, Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara, Vol. 01 No. 01 Oktober 2001. Induk Koperasi Kredit. 2003. Manajemen Profesional Koperasi Kredit. Jakarta: Inkopdit. Jawa, M. H. Obon, F. Bagho, K. L. dan Hurint, P. H. Ed. 2011. Koperasi Kredit: Membangun Peradaban Bermartabat. Jakarta: Accacia. Kasmir. 2010. Pengantar Manajemen Keuangan. Jakarta: Kencana. Koperasi Kredit Sangosay. 2013. Profil, AD,ART, Road-Map, Pola Kebijakan, SOP. (manuskrip, tidak diterbitkan). Bajawa-Flores-NTT. Limbong, B. 2010. Pengusaha Koperasi: Memperkokoh Fondasi Ekonomi Rakyat. Jakarta, CV Rafi Maju Mandiri. Moleong J. L. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi. Bandung: Penerbit PT Remaja Rosdakarya.
Nirbito, J. G. 2001. Pembinaan Anggota Untuk Memberdayakan Koperasi di Koppas dan Kopwan Jawa Timur. Disertasi. Malang: PPS UM Supardi. 2005. Metodologi Pnelitian Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta: UUI Press. Sutrisno. 2011. Makna Pendidikan Koperasi Dalam Tahapan Pengembangan Untuk Mewujudkan Peran Anggota Sebagai Partisipan (Studi Kasus Pada Koperasi Serba Usaha Makmur Sejati Malang). Disertasi. Malang: PPS UM Tere, K. 2014. Pengaruh Ukuran Aset, Piutang, Utang, Modal Sendiri dan Jumlah Anggota Terhadap Kinerja Keuangan dan Kebijakan SHU Koperasi Kredit (Studi Pada Koperasi Kredit Anggota Puskopdit Flores Mandiri). Tesis (tidak terbit). Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian. Universitas Negeri Malang. 2012. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, Disertasi, Artikel, Makalah, Tugas Akhir, Laporan Penelitian. Edisi Kelima, Cetakan Ketiga, UM
610 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi” ISBN :
Strategi Bersaing Usaha Konveksi Jeans Di Kota Malang Dalam Menghadapi Pasar Global Yoan Santosa Putra Prodi S2 Manajemen Pascasarjana Universitas Negeri Malang Sudarmiatin Suharto Magister Manajemen Pascasarjana Universitas Negeri Malang E-mail:
[email protected];
[email protected];
[email protected]
Abstrak : Never Get Old Company adalah salah satu merek pakaian berbahan jeans yang berada di kota Malang. Usaha ini berdiri pada tahun 2011, sehingga masih relatif baru dibanding usaha sejenis lainnya. Walaupun masih tergolong usaha rumahan, namun Never Get Old Company cukup ulet dalam menciptakan keunggulan bersaing. Apalagi memasuki pasar global ini, jumlah pesaing semakin bertambah karena masuknya produk luar negeri ke Indonesia termasuk di kota Malang, strategi yang diterapkan oleh Never Get Old Company untuk menghadapi pasar global yaitu melalui strategi diferensiasi dan strategi aliansi. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan strategi diferensiasi dan strategi aliansi yang digunakan oleh pemilik usaha Never Get Old Company untuk menciptakan keunggulan bersaing. Jenis penelitian adalah deskriptif kualitatif. Subyek penelitian adalah pemilik usaha, karyawan, konsumen, dan mitra bisnis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi diferensiasi dan strategi aliansi sangat membantu pengusaha untuk menciptakan keunggulan bersaing bagi usahanya, hal ini dibuktikan oleh usaha konveksi Never Get Old Company dimana dalam menerapkan strategi diferensiasi telah melakukan berbagai macam inovasi. Sementara strategi aliansi diterapkan untuk menghemat biaya promosi dalam melakukan pemasaran. Kata kunci: diferensiasi, aliansi, keunggulan bersaing.
Malang sebagai salah satu kota yang penduduknya juga memperhatikan fashion terutama dalam hal berpakaian, juga menjadi tempat yang potensial bagi para pengusaha konveksi pakaian, meskipun tidak semua pengusaha konveksi pakaian tersebut memasarkan secara langsung hasil produksinya kepada konsumen. Meskipun para pelaku usaha konveksi ini telah menerapkan target dan segmen pasar yang akan dibidik, tetapi persaingan tetap tidak bisa dihindari, karena adanya peran konsumen sebagai penentu apakah produk yang diproduksi tersebut dapat laku di pasar atau
tidak, mengingat tiap-tiap konsumen memiliki selera dan daya beli pada suatu produk yang berbeda. Industri fashion atau usaha konveksi pakaian merupakan salah satu usaha yang perkembangannya semakin pesat di Indonesia, dikarenakan produk yang dihasilkan oleh jenis usaha ini memang sangat dibutuhkan setiap kalangan baik muda atau tua, pria maupun wanita, karena dari jenis usaha inilah kebutuhan akan pakaian dapat terpenuhi. Berkembang pesatnya era globalisasi dan teknologi juga menjadi pendorong pengusaha konveksi untuk dapat menghasilkan
611 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
produk pakaian berkualitas, hal ini dikarenakan dengan teknologi yang digunakan suatu usaha konveksi dapat menghasilkan produk sesuai permintaan pasar. Keunggulan bersaing menurut Porter (1990) adalah kemampuan suatu perusahaan untuk meraih keuntungan ekonomis di atas laba yang mampu diraih oleh pesaing di pasar dalam industri yang sama. Perusahaan yang memiliki keunggulan kompetitif senantiasa memiliki kemampuan dalam memahami perubahan struktur pasar dan mampu memilih strategi pemasaran yang efektif. Berawal dari inilah muncul ide dari pemilik usaha konveksi jeans Never Get Old Company untuk keluar dari jalur pemasaran yang berbeda yang selama ini diterapkan oleh kebanyakan distro-distro yang ada, yaitu menjadi produsen sekaligus melakukan strategi aliansi dalam hal pemasaran bersama dengan beberapa produsen jeans yang samasama belum memiliki toko. Strategi aliansi ini dipilih karena dapat membuat usaha konveksi yang belum memiliki toko, menjadi lebih mudah dalam memasarkan produknya, hal ini dilakukan untuk dapat menekan biaya produksi sekaligus menciptakan biaya yang efisien dalam pendistribusian dan pemasarannya. Selain itu dengan menerapkan strategi aliansi maka harga jual yang diberlakukan dapat disepakati secara bersama oleh para pengusaha konveksi. Strategi yang dilakukan usaha konveksi jeans Never Get Old Company sesuai dengan strategi generik yang dikembangkan oleh Porter, yaitu cost leadership, diferensiasi, dan focus.Tetapi lebih difokuskan kepada strategi diferensiasi karena dalam proses pemasaran pemilik menggunakan package yang berbeda dengan kebanyakan distro yang menggunakan kantong plastik. Kemasan pembungkus yang digunakan adalah tas berbahan jeans sisa dari produk celana yang dihasilkan dimana terdapat label merek Never Get Old Company.
Fokus penelitian ini sesuai dengan hasil pada studi pendahuluan yang dilakukan tanggal 24 Juli 2015, adalah strategi bersaing yaitu: strategi diferensiasi dan strategi aliansi pada usaha konveksi jeans Never Get Old Company. METODE Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Yaitu hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan narasumber atau informan. Jenis penelitian ini adalah studi kasus karena peneliti mengamati secara langsung dan cermat aktivitas serta proses penerapan strategi yang digunakan oleh pemilik usaha untuk menciptakan keunggulan bersaing pada produk celana jeans Never Get Old Company. Kehadiran peneliti dalam penelitian ini sangatlah diperlukan, karena peran peneliti adalah sebagai instrumen kunci dimana peneliti menjadi pengamat partisipan. Lokasi penelitian ini bertempat di Jalan Uranium No 22 Sulfat Blimbing kota Malang yang merupakan tempat produksi sekaligus tempat menjual produk, dikarenakan usaha ini belum memiliki toko untuk menjual celana hasil produknya. Sehingga secara tidak langsung peneliti dapat mengamati dua kegiatan sekaligus yaitu proses produksi pembuatan celana dan proses penjualan. Sumber data pada penelitian ini ada dua yaitu primer dan sekunder, dimana data primer diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dokumentasi, dan catatan lapangan. Sementara data sekunder diperoleh dari buku-buku referensi pendukung. Informan pada penelitian ini dibedakan menjadi dua yaitu informan kunci dan informan pendukung. informan kunci pada penelitian ini adalah pemilik usaha konveksi jeans Never Get Old Company dan informan pendukungnya antara lain adalah karyawan, mitra bisnis, dan konsumen. Informan kunci dan informan pendukung
612 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Informan yang menjadi sumber pengumpulan data dalam penelitian ini berjumlah enam orang yaitu pemilik usaha, dan dua karyawan untuk mewakili pihak internal, sedangkan untuk mewakili pihak eksternal yaitu dua konsumen dan satu mitra bisnis, hal ini dilakukan untuk menekan tingkat tingginya angka subyektifitas peneliti pada saat melakukan wawancara dengan para narasumber. Prosedur untuk pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sugiyono, 2011 adalah reduksi data, penyajian Analisis data yang digunakan pada penelitian kualitatif ini menurut Miles dan Huberman dalam data, dan penarikan kesimpulan. Pengecekan keabsahan data pada penelitian ini dilakukan dengan metode triangulasi sumber data dan triangulasi metode. HASIL & PEMBAHASAN Hasil Informan dalam penelitian ini ada enam orang yang terdiri dari satu orang pemilik usaha, dua orang karyawan, satu mitra bisnis, dan dua orang konsumen. Hasil penelitian mengenai strategi diferensiasi dan strategi aliansi yang telah dilakukan peneliti kepada beberapa informan atau narasumber diperoleh beberapa temuan diantaranya adalah sebagai berikut: Strategi Diferensiasi Strategi diferensiasi yang dijalankan sesuai dengan fokus penelitian oleh pemilik diantaranya adalah diferensiasi produk, diferensiasi pelayanan, diferensiasi merek, dan diferensiasi harga. Strategi diferensiasi produk yang dilakukan adalah dengan cara membuat kemasan (package) yang berbeda karena
produk kemasan untuk membungkus celana jeans berasal dari sisa potongan kain jeans. Seperti yang disampaikan oleh pemilik: “Inovasi yang kami lakukan untuk kemasan agar berbeda dari milik usaha lain adalah kami menggunakan sisa potongan kain jeans yang tidak terpakai sebagai ganti dari kantung plastik, bentuknya mirip tote bag.” Sumber: lampiran W1 Inovasi lain yang digunakan adalah dengan menggunakan sisa potongan kain menjadi price tag. Hal ini berbeda dari kebanyakan usaha yang menggunakan price tag dari bahan kertas atau karton. Sesuai penuturan dari pemilik: “Penggunaan price tag atau label harga apabila di tempat usaha lain mereka menggunakan bahan dari kertas atau karton, kami menggunakan dari sisa potongan kain jeans.” Sumber: lampiran W1 Diferensiasi pelayanan yang dilakukan oleh pemilik adalah pada proses produksi, selain menerapkan sistem make to stock yaitu memproduksi barang berdasarkan persediaan tiap bulan, pemilik juga telah menerapkan sistem make to order. Dimana konsumen dapat memesan celana sesuai dengan desain yang diinginkan sehingga model celana tersebut berbeda dengan desain pada celana untuk persediaan. Hal ini sesuai pernyataan dari pemilik: “Iya selain menerapakan sistem make to stock kami juga sudah menerapkan sistem make to order. Jadi celana yang diminta sesuai dengan desain dari konsumen sehingga berbeda dari model celana yang digunakan untuk persediaan tiap bulan.” Sumber: lampiran W1 Selain itu pelayanan yang dilakukan pemilik adalah dengan mengantarkan celana yang telah dibeli ke alamat konsumen, tetapi setelah melakukan perjanjian terlebih dahulu. Seperti yang disampaikan oleh pemilik:
613 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
“Tapi biasanya saya sering menggunakan cara cod (cash on delivery) sesuai permintaan pembeli. Iya untuk cod (cash on delivery) sendiri yang masih area Malang gratis ongkos kirim.” Sumber: lampiran W1 Diferensiasi merek yang dilakukan oleh pemilik adalah dengan memberi nama merek celana jeans dengan nama never get old company. Latar belakang dan harapan pemberian nama ini adalah usaha yang didirikan tersebut dapat terus berinovasi dan terus berkembang, meskipun dalam perjalanan usahanya banyak mengalami tantangan. Seperti yang disampaikan pemilik: “Pada awalnya nama merek ini hanya never get old sesuai dengan ide dari para karywan yang artinya tidak pernah menjadi tua, dalam artian yang tidak pernah menjadi tua adalah ide, inovasi, dan kreatifitas seseorang. Dari situ saya menambahkan kata company yang artinya perusahaan.” Sumber: lampiran W1 Diferensiasi harga pada usaha konveksi ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu harga yang ditetapkan pada produk yang diproduksi untuk persediaan dan harga untuk produk yang diproduksi untuk pesanan.. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh pemilik: “Untuk harga celana jeans ini berkisar antara Rp.250.000 sampai Rp.350.000 untuk produk persediaan. Sedangkan Rp. 400.000 untuk produk pesanan dan pesanan jadi dalam waktu empat hari .” Sumber: lampiran W1 Strategi Aliansi Strategi aliansi yang dilakukan pemilik pada usahanya berdasarkan hasil wawancara peneliti adalah adanya temuan yaitu pemilik menggandeng toko distro lain yang bersedia untuk diajak berkerjasama atau memasarkan celana yang diproduksi usaha konveksi jeans miliknya baik di kota Malang dan beberapa kota di luar Malang.
Mengingat pemilik belum memiliki toko sendiri selain itu persamaan visi juga menjadi pertimbangaan dalam memilih mitra aliansi. Jadi aliansi yang dilakukan pemilik adalah dalam hal pemasaran produk. Seperti yang diungkapkan pemilik: “Saya juga melakukan kerjasama dengan distro Ride Inc di Malang untuk memasarkan produk saya karena sampai saat ini saya belum punya toko sendiri. Saya bekerjasama dengan distro ini karena visi pemilik sama dengan kita, yaitu mensuport produk lokal.” Sumber: lampiran W1 Pembahasan Diferensiasi menurut Kertajaya (2003), diferensiasi adalah semua upaya yang dilakukan perusahaan untuk menciptakan perbedaan diantara pesaing dengan tujuan memberikan nilai yang terbaik bagi konsumen. Strategi diferensiasi adalah suatu strategi yang dapat memelihara loyalitas pelanggan dimana dengan menggunakan strategi diferensiasi, pelanggan mendapat nilai lebih dibandingkan dengan produk lainnya. Macam-macam diferensiasi tersebut adalah: Pertama diferensiasi produk, dalam diferensiasi produk, produk memiliki arti atau nilai bahwa perusahaan menciptakan suatu produk baru yang dirasakan oleh keseluruhan pelanggan sebagai produk yang unik dan berbeda. Produk fisik merupakan hal yang potensial untuk dijadikan pembeda. Perusahaan dapat membedakan produknya berdasarkan keistimewaan, kualitas kinerja, kualitas kesesuaian, daya tahan, keandalan, mudah diperbaiki, gaya dan rancangan. Pemilihan produk di antara banyaknya tawaran yang ada di pasar selalu didasarkan pada adanya perbedaan, baik secara implisit maupun eksplisit.
614 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Literatur Psikologi merujuk kepada fakta bahwa perbedaan mencolok yang terkait dengan suatu produk akan merangsang daya ingat karena perbedaan tersebut akan diapresiasikan secara intelektual, (Hasan 2009). Kedua diferensiasi pelayanan, menurut Tjiptono (2001), cara lain untuk melakukan diferensiasi adalah secara konsisten memberikan kualitas pelayanan yang lebih baik daripada para pesaing. Hal ini dapat dicapai dengan memenuhi atau bahkan melampaui kualitas jasa yang diharapkan para pelanggan. Ketiga diferensiasi merek, menurut Zyman (2000), banyak perusahaan yang sukses dalam menjual produk karena produk mereka memiliki citra jelas yang menentukan posisi mereka di titik yang secara potensial menarik dalam pilihan konsumen yang begitu banyak. Berbagai konsep yang berkembang saat ini menyiratkan bahwa pentingnya merek sebagai sarana atau alat untuk meraih keunggulan bersaing di pasar. Begitu perusahaan telah secara jelas mendefinisikan citranya kepada pelanggan, maka langkah berikutnya adalah mengkomunikasikan citra tersebut agar elemen ini menjadi sumber keunggulan bersaing yang anda miliki dalam jangka panjang. Keempat diferensiasi harga, menurut Kotler dan Armstrong (2006), harga (price) merupakan jumlah yang ditagihkan atas suatu produk dan jasa. Lebih luas lagi, harga adalah jumlah semua nilai yang diberikan oleh pelanggan untuk mendapatkan keuntungan dari memiliki atau menggunakan produk atau jasa. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Jummaini, (2013) dalam artikel yang berjudul “Pengaruh Strategi Diferensiasi Terhadap Keunggulan Bersaing Pada Distro dan Butik di Kota Lhokseumawe”. Hasil penelitian menemukan bahwa faktor diferensiasi produk, diferensiasi pelayanan, diferensiasi merek dan diferensiasi
harga berpengaruh terhadap keunggulan bersaing pada distro dan butik. Temuan tersebut mengindikasikan bahwa untuk menjadi wirausaha yang sukses pada usaha distro dan butik maka harus dapat mempertahankan keunggulan bersaing, yaitu dengan diferensiasi. Produk dan merek yang mempunyai kualitas harus diperhatikan, disamping harga yang terjangkau dan kualitas pelayanan baik. Sementara itu menurut Prawirosentono (2002) harga adalai nilai suatu produk yang diukur dengan uang (in money term) dimana berdasarkan nilai tersebut, penjual produsen bersedia melepaskan barang dan jasa yang dimilikinya kepada pihak lain dengan memperoleh keuntungan tertentu. Strategi Aliansi Strategi aliansi menurut Daft (2007) adalah pendekatan untuk menjadi global dengan melibatkan kemitraan antara organisasi tertentu dengan perusahaan lain dimana keduanya berbagi. Pada prinsipnya, aliansi dilakukan perusahaan untuk saling berbagi biaya, resiko, dan manfaat. Alasan rasional ditempuhnya strategi aliansi adalah untuk memanfaatkan keunggulan sesuatu perusahaan dan mengkompensasi kelemahannya dengan keunggulan yang dimiliki partnernya (Kuncoro, 1994). Seperti pada penelitian Lataruva, (2004) dalam jurnal Studi Manajemen dan Organisasi yang berjudul “Pelaksanaan Strategi Aliansi Dalam Budaya Perusahaan Yang Berbeda”. Tujuan penelitian untuk mengetahui dan membahas pengembangan kemampuan strategi aliansi untuk mengoptimalkan perusahaan memanfaatkan peluang di era hypercompetition dengan sumber daya yang terbatas. Pengertian strategi aliansi menurut Winata dalam C. Jay Lambe, Robert E. Spekman and Shelby D. Hunt (2002) mendefinisikan aliansi sebagai upaya
615 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
kolaborasi antara dua atau lebih perusahaan di mana perusahaan menggabungkan sumber daya mereka dalam upaya untuk mencapai tujuan yang saling kompatibel yang tidak dapat dengan mudah dicapai sendiri. Strategi aliansi adalah suatu kegiatan dimana pihak yang berkepentingan memiliki suatu interest di masa yang akan datang, maka dengan menyumbangkan resource dan competitive advantage yang dimiliki pada hal baru akan menghasilkan suatu nilai baru. Dapat dikatakan aliansi adalah suatu kerja sama antar pelaku-pelaku ekonomi, baik dalam lingkup nasional maupun global, baik antar perusahaan ataupun antar kelompok atau group perusahaan. Agar perusahaan mampu mampu bersaing dan memiliki kinerja perusahaan yang baik, maka dapat didukung dengan mengimplementasikan strategi aliansi. Strategi aliansi memang bukanlah hal yang baru dalam lingkungan bisnis, banyak perusahaan yang sudah menggunakan strategi aliansi untuk meningkatkan keunggulan bersaing mereka guna mempertahankan posisinya dalam industri. Strategi aliansi adalah perjanjian kerjasama atau hubungan antara dua atau lebih perusahaan independen, yang akan mengelola satu proyek tertentu, dengan durasi yang ditentukan guna meningkatkan kompetensi (Winata dalam Dussauge dan Garrette, 1995). Tujuan utama dari strategi ini adalah memungkinkan suatu perusahaan atau group untuk mencapai tujuan tertentu yang tidak dapat dicapai dengan usaha sendiri (Lataruva dalam Dicken, 1992). Di dalam suatu aliansi selalu membagi resiko sekaligus keuntungan dengan cara menanggung pengambilan keputusan bersama untuk bidang tertentu. Aliansi tidak seperti pada merger, dimana identitas pelaku aliansi tidak melebur jadi satu, hanya beberapa aktivitas bisnis dari peserta aliansi yang dilibatkan, misalnya dalam
bidang riset dan pengembangan, distribusi, pengolahan atau pemasaran. Jadi perusahaan atau group tetap terpisah. Keunggulan Bersaing Setiap perusahaan yang bersaing dalam suatu lingkungan industri pada dasarnya mempunyai keinginan untuk dapat lebih unggul dibandingkan pesaingnya. Umumnya perusahaan menerapkan strategi bersaing ini secara eksplisit melalui kegiatan-kegiatan dari berbagai departemen fungsional perusahaan yang ada. Pemikiran dasar dari penciptaan strategi bersaing berawal dari pengembangan formula umum mengenai bagaimana bisnis akan dikembangkan, apakah sebenarnya yang menjadi tujuannya dan kebijakan apa yang akan diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Pengertian keunggulan bersaing sendiri memiliki dua arti yang berbeda tetapi saling berhubungan. Pengertian pertama menekankan pada keunggulan atau superior dalam hal sumber daya dan keahlian yang dimiliki perusahaan. Perusahaan yang memiliki kompetensi dalam bidang pemasaran, manufakturing, dan inovasi dapat menjadikannya sebagai sumbersumber untuk mencapai keunggulan bersaing. Melalui ketiga bidang kompetensi tersebut, perusahaan dapat mengembangkan strategi sehingga dapat menghasilkan produk yang laku di pasaran. Hal ini didukung seperti pada penelitian yang dilakukan Supranoto, (2009) dalam artikel berjudul “Strategi Menciptakan Keunggulan Bersaing Produk Melalui Orientasi Pasar , Inovasi, Dan Orientasi Kewirausahaan Dalam Rangka Meningkatkan Kinerja Pemasaran ( Studi Empiris Pada: Industri Pakaian Jadi Skala Kecil Dan Menengah Di Kota Semarang)”. Penelitian ini menganalisis pengaruh orientasi pasar, inovasi, dan orientasi
616 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
kewirausahaan terhadap keunggulan bersaing untuk meningkatkan kinerja pemasaran. Rumusan masalah adalah bagaimana menciptakan keunggulan bersaing untuk meningkatkan kinerja pemasaran. Secara umum kesimpulan dari hasil pengujian model yang diterapkan pada industri pakaian jadi skala kecil dan menengah di Semarang menunjukkan bahwa keunggulan bersaing dapat dicapai melalui orientasi pasar, inovasi, dan orientasi kewirausahaan, dimana keunggulan bersaing yang dihasilkan perusahaan dapat meningkatkan kinerja pemasaran. Pengertian kedua menekankan pada keunggulan dalam pencapaian kinerja selama ini. Pengertian ini terkait dengan posisi perusahaan dibandingkan dengan apa pesaingnya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Prasetya, dkk, (2007) dalam Jurnal Studi Manajemen dan Organisasi yang berjudul “Membangun Keunggulan Kompetitif Melalui Aliansi Stratejik Untuk Meningkatkan Kinerja Perusahaan (Studi Kasus Pada Pt. Pos Indonesia Wilayah Vi Jateng Dan Diy)”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh antar variabel guna menjawab permasalahan bagaimana inovasi produk, aliansi stratejik dan perubahan lingkungan menciptakan keunggulan kompetitif yang akan meningkatkan kinerja perusahaan. Penelitian ini memberikan implikasi teoritis serta implikasi manajerial mengenai langkah yang harus diambil oleh PT. Pos Indonesia untuk meningkatkan kinerja perusahaannya melalui keunggulan kompetitif yang didapat dari inovasi produk, aliansi stratejik dan perubahan lingkungan. Perusahaan yang terus memperhatikan perkembangan kinerjanya dan berupaya untuk meningkatkan kinerja tersebut memiliki peluang mencapai posisi persaingan yang baik maka sebenarnya perusahaan telah memiliki
modal yang kuat untuk terus bersaing dengan perusahan lain (Susanti dalam Dogre dan Vickrey, 1994). Pendapat yang serupa juga dikemukakan oleh Porter (1990) yang menjelaskan bahwa keunggulan bersaing adalah jantung kinerja pemasaran untuk menghadapi persaingan. Keunggulan bersaing diartikan sebagai strategi benefit dari perusahaan yang melakukan kerjasama untuk menciptakan keunggulan bersaing yang lebih efektif dalam pasarnya. Strategi ini harus didesain untuk mewujudkan keunggulan bersaing yang terus menerus sehingga perusahaan dapat mendominasi baik dipasar maupun pasar baru. Keunggulan bersaing pada dasarnya tumbuh dari nilai-nilai atau manfaat yang diciptakan oleh perusahaan bagi para pembelinya. Pelanggan umumnya lebih memilih membeli produk yang memiliki nilai lebih dari yang diinginkan atau diharapkannya. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Strategi diferensiasi dan strategi aliansi sangat membantu pengusaha untuk menciptakan keunggulan bersaing bagi usahanya, hal ini dibuktikan oleh usaha konveksi jeans never get old company. Pada penerapan strategi diferensiasi telah melakukan berbagai inovasi untuk membedakan produk yang dihasilkan dengan produk lain yang sejenis, diantaranya dari kemasan atau package yang menggunakan sisa potongan kain dari bahan baku kain jeans yang tidak terpakai. Memproduksi price tag atau label harga dengan sisa potongan kain yang dimaksudkan untuk menghemat biaya dan telah menerapkan proses produksi yang mendukung gerakan go green.
617 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Pemilik juga membedakan produk dengan tidak hanya memproduksi produk berdasarkan persediaan atau make to stock tetapi juga menerima permintaan melalui pesanan atau make to order. Sementara strategi aliansi yang diterapkan adalah dengan bekerjasama dengan sesama pengusaha konveksi yang memiliki visi sama dalam mendukung produk lokal dan mampu menghemat biaya promosi. Usaha konveksi jeans never get old company ini masih belum memiliki toko sendiri untuk memasarkan produknya. Sehingga dengan demikian penerapan strategi aliansi tersebut sudah tepat. Karena mampu menghemat biaya promosi untuk pemasaran produknya. Saran Berdasarkan temuan penelitian tersebut peneliti memberi saran sebagai tindak lanjut terkait dengan penelitian ini, antara lain sebagai berikut: Pertama kepada pemilik agar dapat menggunakan atau mengembangkan web yang
terintegrasi dalam proses promosi produk atau pemasaran. Hal ini perlu dilakukan agar konsumen akan lebih cepat dan mudah untuk mengakses produk yang dipromosikan, berbeda jika hanya menggunakan media sosial karena pada media sosial yang dapat mengetahui produk tersebut adalah orang-orang yang sudah kenal dengan pemilik. Kedua kepada pemilik agar dapat menggunakan atau melengkapi software keuangan sederhana untuk membantu proses pembukuan. Hal ini diperlukan karena pembukuan yang dilakukan masih belum tersusun dengan rapi dan sistematis agar tidak mengalami kekeliruan, karena berhubungan dengan keuangan usaha konveksi jeans tersebut. Ketiga bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian dapat dijadikan bahan referensi dengan penelitian obyek yang serupa. Dengan menambah atau mengurangi variabel penelitian.
DAFTAR RUJUKAN Creswell, J.W. 2010. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Daft,
R.L. 2007. Management. Salemba Empat
GL.
H.Prasetya, Edi R, Retno H,. (2007).“Membangun Keunggulan Kompetitif Melalui Aliansi Stratejik Untuk Meningkatkan Kinerja Perusahaan (Studi Kasus Pada Pt. Pos Indonesia Wilayah Vi Jateng Dan Diy)”.
Jakarta:
Jummaini, 2013. Pengaruh Strategi Diferensiasi Terhadap Keunggulan Bersaing Pada Distro Dan Butik Di Kota Lhokseumawe, Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh Lhokseumawe,(http:// snyube2013.pnl.ac.id/download/makala h/S006.pdf), diakses 1 September 2015. Kuncoro, M, 1994. Strategi Bagaimana Meraih Keunggulan Kompetitif. Jakarta: Erlangga Lataruva, E, 2004. Pelaksanaan Strategi Aliansi Dalam Budaya Perusahaan Yang
618 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Berbeda. Jurnal Studi Manajaemen Dan Organisasi Vol. 01. No. 01 Moleong J.L, 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi. Bandung PT Remaja Rosdakarya.
(Stud Empiris Pada: Industri Pakaian Jadi Skala Kecil dan Menengah di Kota Semarang) (Tesis) Universitas Diponegoro.
Sugiyono, 2011. Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung Alfabeta.
Susanti, R.A.D, 2014. Peran Sosial Entrepreneurship Dalam Menciptakan Keunggulan Bersaing Guna Memajukan Usaha Batik Madura (Studi Pada Sentra Batik "Melati" di Pakandangan Sumenep) (Tesis) Universitas Negeri Malang.
Supranoto, M, (2009). Strategi Menciptakan Keunggulan Bersaing Produk Melalui Orientasi Pasar, Inovasi, Dan Orientasi Kewirausahaan Dalam Rangka Meningkatkan Kinerja Pemasaran.
Universitas Negeri Malang. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, Disertasi, Artikel, Makalah, Tugas Akhir, Laporan Penelitian. Malang: Universitas Negeri Malang.
Porter, M, 1990. Keunggulan Bersaing, Alih Bahasa Agus Maulana, Jakarta.
619 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Pengaruh Media Promosi Melalui Website Terhadap Kinerja Perusahaan (Studi Pada Kelompok Wirausaha di Kota Batu Tahun 2015) Dwi Putra Syakur Raharjo Prodi S2 Manajemen Pascasarjana Universitas Negeri Malang Bambang Banu Siswoyo Magister Manajemen Pascasarjana Universitas Negeri Malang E-mail:
[email protected];
[email protected]
Abstrak : Meningkatnya globalisasi ekonomi dunia membuka kesempatan bagi perusahaan dalam persaingan bisnis dan mencapai kinerja yang lebih baik.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh media promosi berupa website terhadap kinerja UMKM di Kota Batu. Pendekatan dalam penelitian ini adalah kuantitatif. Populasi dan sampel adalah kelompok wirausaha berdasarkan lokasi penelitian yaitu di Kota Batu yang masih bertahan atau masih eksis dan yang bersedia atau memang membutuhkan produk yang dikembangkan oleh peneliti kali ini. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji beda, yakni uji beda sample t test. Uji beda ini menguji perbedaan penjualan produk kerupuk singkong “Si Engkong” sebelum adanya website dan sesudah adanya website pada tahun 2015. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan adanya website media pengembangan ini dapat membantu promosi pengenalan produk dan dengan adanya respon dan viewers sebanyak 500 yang diterima pemilik dan yang semula produk belum dikenal masyarakat luas, sekarang produk sudah dikenal dan menghubungi pemilik usaha langsung. Kata Kunci: media promosi, website, e-commerce, kinerja umkm
Seiring dengan berkembangannya perekonomian pada era globalisasi ini, telah membuka kesempatan peluang usaha bagi perusahaan. Hal ini tentu menimbulkan persaingan bagi para pelaku pasar agar dapat mencapai kinerja yang lebih baik (Paul, 1996:27). Kinerja usaha merupakan fungsi hasil-hasil kegiatan yang ada dalam suatu perusahaan yang dipengaruhi oleh faktor intern dan ekteren dalam mencapai tujuan yang ditetapkan selama periode waktu tertentu. Adapun sejumlah fungsi kegiatan yang terkait dengan kinerja organisasi meliputi: strategi perusahaan, pemasaran, operasional, keuangan dan sumber daya manusia. Menurut Mwita (2003) dalam Karim (2007) kinerja mencakup beberapa variable
yang berkaitan dan tidak dapat dipisahkan: input, perilaku-perilaku (proses), outputoutput, dan outcome-outcome (nilai tambah atau dampak). Pengukuran kinerja (performance) merupakan salah satu upaya supaya dapat dilakukan sumberdaya secara efektif dan dapat memberikan arah pada pengambilan keputusan strategis yang menyangkut perkembangan suatu organisasi pada masa yang akan datang (Mulyadi, 2006). Dalam penentuan kinerja ada fakor-faktor yang mempengaruhinya, salah satunya dengan meningkatkan penjualan. Penjualan dalam pemasaran yang baik sesuai dengan teori pemasaran menurut Kotler, yaitu bauran pemasaran/ marketing mix yang meliputi: product, price, place, promotion. Dalam
620 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
penelitian ini salah satu factor yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah promosi. Promosi adalah Strategi promosi menggabungkan periklanan, penjualan perorangan, promosi penjualan dan publisitas menjadi suatu program terpadu untuk berkomunikasi dengan para pembeli dan orang lain yang mempengaruhi keputusan membeli. Aktivitas promosi sangat mempengaruhi penjualan yang dicapai perusahaan. Promosi digunakan untuk menginformasikan kepada orang lain mengenai produk-produk dan meyakinkan para pembeli dalam pasar sasaran suatu perusahaan, organisasi saluran dan masyarakat umum untuk membeli barang-barangnya Subjek penelitian adalah peneliti memilih kelompok wirausaha berdasarkan lokasi penelitian yaitu di Kota Batu dan kemudian dipilih kelompok wirausaha yang masih bertahan atau masih eksis dan yang bersedia atau memang membutuhkan produk yang dikembangkan oleh peneliti kali ini. Setelah melakukan survey lapangan dan mendatangi beberapa kelompok wirausaha yang masih bertahan di Kota Batu, akhirnya peneliti mendapati kelompok wirausaha yang bertahan dan bersedia dibuatkan media promosi produk mereka. Kelompok wirausaha tersebut bernama “Si Engkong”. Kelompok Wirausaha “Si Engkong” memiliki usaha produksi dan menjual produk Kerupuk Singkong, berdomisili di Dusun Kungkuk, Desa Punten, Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Alasan mengapa perlu dilakukannya penelitian dan pengembangan adalah untuk membantu membuatkan kelompok wirausaha tersebut sebuah media promosi penjualan online yang harapannya adalah produk lebih dikenal masyarakat luas khususnya oleh pengguna internet dan dapat mendongkrak penjualan. Dalam pemasaran produk, promosi tradisional yang dilakukan oleh sales/ penjualan
produk “Si Engkong” adalah dengan promosi ke tetangga sekitar rumah sehingga membuat produk sesuai pesanan dari tetangga. Tidak heran jika produk belum dikenal oleh masyarakat luas. Usaha masa kini yang efektif harus memikirkan kembali bagaimana strategi pemasaran agar pemasarannya bisa lebih optimal, apalagi dengan berkembangnya teknologi sekarang ini maka sudah wajib untuk dapat mengikuti perkembangan jaman pula. Berdasarkan hasil survey pendahuluan di lapangan menunjukkan bahwa kelompok wirausaha tersebut masih lemah dalam publikasi dan promosi produk untuk menembus pasar yang lebih luas. Tandjung (2011) mengatakan bahwa pemasaran dan pelayanan prima tidak dapat dipisahkan, dan kedua hal tersebut saat ini dapat diakomodir oleh internet. Pengguna internet semakin meningkat dari tahun ke tahun, khususnya kalangan anak muda, dan kondisi seperti ini harus diimbangi oleh pemasar dengan membuat website 2.0, dimana pelanggan dapat memperoleh informasi dan melakukan komunikasi dengan lebih cepat dan murah (Tandjung, 2011). 1. Kinerja Perusahaan sebagai salah satu bentuk organisasi pada umumnya memiliki tujuan tertentu yang ingin dicapai dalam usaha untuk memenuhi kepentingan para anggotanya. Keberhasilan dalam mencapai tujuan perusahaan merupakan prestasi manajemen. Penilaian prestasi atau kinerja suatu perusahaan diukur karena dapat dipakai sebagai dasar pengambilan keputusan baik pihak internal maupun eksternal. Kinerja perusahaan merupakan suatu gambaran tentang kondisi keuangan suatu perusahaan yang dianalisis dengan alat-alat analisis keuangan, sehingga dapat diketahui mengenai baik buruknya keadaan keuangan suatu perusahaan yang mencerminkan prestasi kerja dalam periode tertentu. Hal ini sangat
621 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
penting agar sumber daya digunakan secara optimal dalam menghadapi perubahan lingkungan. Penilaian kinerja keuangan merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan oleh pihak manajemen agar dapat memenuhi kewajibannya terhadap para penyandang dana dan juga untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Sebelum memahami masalah penilaian kinerja lebih jauh, maka ada beberapa pengertian kinerja seperti yang telah dijelaskan oleh Helfert (1996:67) bahwa “Kinerja perusahaan adalah hasil dari banyak keputusan individual yang dibuat secara terus menerus oleh manajemen.” Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa kinerja merupakan indikator dari baik buruknya keputusan manajemen dalam pengambilan keputusan. Manajemen dapat berinteraksi dengan lingkungan interen maupun eksteren melalui informasi. Informasi tersebut lebih lanjut dituangkan atau dirangkum dalam laporan keuangan perusahaan. Manfaat Penilaian Kinerja Perusahaan Adapun manfaat dari penilaian kinerja perusahaan adalah sebagai berikut: a. Untuk mengukur prestasi yang dicapai oleh suatu organisasi dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat keberhasilan pelaksanaan kegiatannya. b. Selain digunakan untuk melihat kinerja organisasi secara keseluruhan, maka pengukuran kinerja juga dapat digunakan untuk menilai kontribusi suatu bagian dalam pencapaian tujuan perusahaan secara keseluruhan. c. Dapat digunakan sebagai dasar penentuan strategi perusahaan untuk masa yang akan datang. d. Memberi petunjuk dalam pembuatan keputusan dan kegiatan organisasi pada umumnya dan divisi atau bagian organisasi pada khususnya.
e.
Sebagai dasar penentuan kebijaksanaan penanaman modal agar dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan.
Tujuan Penilaian Kinerja Perusahaan Tujuan penilaian kinerja perusahaan menurut Munawir (2000:31) adalah sebagai berikut: a. Untuk mengetahui tingkat likuiditas, yaitu kemampuan perusahaan untuk memperoleh kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi keuangannya pada saat ditagih. b. Untuk mengetahui tingkat solvabilitas, yaitu kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan tersebut dilikuidasi baik kewajiban keuangan jangka pendek maupun jangka panjang. c. Untuk mengetahui tingkat rentabilitas atau profitabilitas, yaitu menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. d. Untuk mengetahui tingkat stabilitas usaha, yaitu kemampuan perusahaan untuk melakukan usahanya dengan stabil, yang diukur dengan mempertimbangkan kemampuan perusahaan untuk membayar beban bunga atas hutang-hutangnya termasuk membayar kembali pokok hutangnya tepat pada waktunya serta kemampuan membayar deviden secara teratur kepada para pemegang saham tanpa mengalami hambatan atau krisis keuangan. 2. Website Website adalah lokasi di internet yang menyajikan kumpulan informasi sehubungan dengan profil pemilik situs. Website adalah suatu halaman yang memuat situs-situs web page yang berada di internet yang berfungsi sebagai media penyampaian informasi, komunikasi, entertainment atau transaksi. (Prihatna, 2005).
622 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Website (Situs Web) merupakan kumpulan dari halaman-halaman web yang berhubungan dengan file-file lain yang terkait. Dalam sebuah website terdapat suatu halaman yang dikenal dengan sebutan home page. Home page adalah sebuah halaman yang pertama kali dilihat ketika seseorang mengunjungi website. Dari home page , pengujung dapat mengklik hyperlink untuk pindah ke halaman lain yang terdapat dalam website tersebut (Jhonsen, 2004). Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa website adalah sebuah situs yang berisi kumpuilan informasi baik itu pengetahuan ataupun sebagai tempat promosi dan penjualan sebuah produk.
periklanan (advertising) global sehingga menjadi lebih murah (Hamill, 1997:310). Wilson dan Abel (2002) mengemukakan bahwa teknik promosi online yang banyak dilakukan ternyata didalamnya juga masih terdapat teknik promosi offline seperti bentuk advertising tradisional yaitu dari mulut ke mulut (mouth by mouth). Dari beberapa pengertian para ahli di atas, media promosi adalah sbeuah alat yang digunakan untuk menyampaikan informasi yang berkenaan tentang sebuah produk yang hendak dipasarkan baik online ataupun offline.
3.
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Populasi dan Sampel dalam penelitian ini adalah kelompok wirausaha berdasarkan lokasi penelitian yaitu di Kota Batu dan kemudian dipilih kelompok wirausaha yang masih bertahan atau masih eksis dan yang bersedia atau memang membutuhkan produk yang dikembangkan oleh peneliti kali ini. Setelah melakukan survey lapangan dan mendatangi beberapa kelompok wirausaha yang masih bertahan di Kota Batu, akhirnya peneliti mendapati dua kelompok wirausaha yang bertahan dan bersedia dibuatkan media promosi produk mereka. Kelompok wirausaha tersebut bernama “Si Engkong”. Kelompok Wirausaha “Si Engkong” memiliki usaha produksi dan menjual produk Kerupuk Singkong, berdomisili di Dusun Kungkuk, Desa Punten, Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji beda, yakni uji beda sample t test. Uji beda ini menguji perbedaan penjualan produk kerupuk singkong “Si Engkong” sebelum adanya website dan sesudah adanya website pada tahun 2015. Hasil yang ingin didapat dari penelitian ini adalah mencari pengaruh penggunaan media promosi berbasis
Media Promosi Menurut Kotler (1991) seperti yang dikutip oleh Eid dan Trueman (2002:56), promosi merupakan berbagai cara organisasi untuk mengkomunikasikan keunggulan produknya dan meyakinkan konsumen untuk membeli produk mereka. Menggunakan iklan melalui internet dan mengembangkan promosi penjualan yang smart menjadi perhatian yang baik, tetapi media promosi lainnya juga berubah (Peattie, 1997:148). Efek dari penggunaan internet pada strategi promosi bagi perusahaan muncul dalam banyak penelitian seperti Avlonitis dan Karayanni, 2000; Bennet, 1997; Hamill, 1997a,b; Poon dan Jevons, 1997; Quelch dan Klein, 1996; Wilson dan Abel, 2002 ( dalam Eid dan Trueman, 2002:57). Bagi departemen penjualan, menggunakan internet memiliki komunikasi interaktif dengan konsumen. Menurut Poon dan Jevons (1997:30), penjualan yang harus ekstra keras (hardselling) dan strategi promosi yang harus mendorong rangsangan (advertiser-push) bagi konsumen tidak perlu dilakukan dengan media internet. Internet juga dapat mengurangi biaya
METODE
623 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
e-commerce yang dikembangkan sebelumnya terhadap kinerja perusahaan terkait dengan salesnya HASIL & PEMBAHASAN Hasil Uji t termasuk dalam golongan statistika parametrik yang digunakan dalam pengujian hipotesis dan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan yang signifikan dari dua dua buah variabel yang dikomparasikan. Salah satu bentuk uji t adalah paired sample t test. Paired sampel T Test merupakan analisis dengan melibatkan dua pengukuran pada subjek yang sama terhadap suatu pengaruh atau perlakuan tertentu. Pada uji beda Paired sampl t test, peneliti menggunakan sampel yang sama, tetapi pengujian terhadap sampel dilakukan sebanyak dua kali (Santoso, 2000, 2012). Dalam penelitian biasanya test yang diberikan disebut dengan pretest (test sebelum mengadakan perlakuan) dan posttest (setelah sampel diberi perlakuan). Uji Beda yang dilakukan terhadap sebelum adanya perlakuan dalam hal ini sebelum adanya website dan sesudah penayangan website didapat data sebagai berikut. Tabel 1 Data Lapangan sebelum dan sesudah Website
Penjualan Minggu ke
1 2 3 4 5 6
Jumlah Permintaan / Pesanan (Orang) Sebelum Sesudah Web Web Desember Februari - Januari - Maret 5 13 6 12 6 16 10 16 7 21 5 17
Jumlah Permintaan / Pesanan (Orang) Penjualan Sebelum Sesudah Minggu ke Web Web Desember Februari - Januari - Maret 7 6 15 8 5 12 Total 50 122 Mean 6.25 15.25 (Sumber : pemilik usaha) Dari tabel 1 diatas, dapat disimpulkan bahwa total penjualan sebelum penayangan website yaitu bulan Desember – Januari sebanyak 50 dengan mean penjualan perminggu sebanyak 6,25, namun setelah adanya penayangan melalui website, total penjualan menjadi meningkat sebanyak 122 dengan mean penjualan perminggu sebanyak 15,25. 1. Hasil Uji Normalitas Uji Normalitas digunakan agar peneliti mengetahui apakah dalam model regresi, variabel dependen, variabel independen atau keduanya memiliki distribusi yang normal atau tidak. Dalam hal ini analisis regresi mengisyaratkan harus berdistribusi normal atau mendekati normal. Pengujian normalitas distribusi data populasi dapat dilakukan dengan menggunakan statistik Kolmogorov-Smirnov. Alat uji ini biasa disebut dengan uji K-S yang tersedia dalam program SPSS. Kriteria untuk mengetahui data berdistribusi normal atau tidak menggunakan nilai Asymp. Sig. (2 tailed) > dari tingkat alpha yang ditetapkan yaitu 5% (Sudarmanto, 2005:108-109 & Arikunto, 2002). Dari hasil pengujian Normalitas, dapat disimpulkan bahwa variabel pada masingmasing data dalam penelitian ini yaitu data permintaan produk sebelum adanya website
624 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
dan sesudah adanya website memiliki distribusi normal, hal ini dijelaskan dengan nilai Asymp. Sig masing-masing variabel 0.875 dan 0.440 yang lebih besar dari 0.05. 2. Hasil Uji Paired t-test Pada uji beda Paired sample t test, peneliti menggunakan sampel yang sama, tetapi pengujian terhadap sampel dilakukan sebanyak dua kali (Santoso, 2000, 2012). Hasil pengujian pada output pertama yaitu Paired Sample Statistics, dapat dilihat rata-rata permintaan secara umum sebelum dan sesudah ada website bahwa rata-rata permintaan naik dari 6.25 menjadi 15.25, N menunjukkan banyaknya data yaitu sebelum dan sesudah sebanyak 8, standar deviasi yang menunjukkan keheterogenan yang terjadi di dalam data sebelum dan sesudah ada website adalah 1.669 dan 3.012 dan tingkat error sebesar 0.590 dan 1.065. Pada output kedua yaitu Paired Samples Correlations menunjukkan apakah ada hubungan antara rata-rata permintaan sebelum dan sesudah adanya website. Terlihat bahwa nilai Sig. (0.388) > α (0.05) maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan sebelum dan sesudah adanya website. Dapat juga dilihat kekuatan korelasinya yang menunjukkan korelasi yang sangat rendah 0.355.
Mean
Permi ntaan Sebel um – Sesud ah Webs ite
9.000
Stan dard Dev iatio n
t
2.87 8
8.843
Sig n. t (2 taile d)
.000
Keter angan
Berbe da signif ikan
Berdasarkan analisis data uji beda melalui Paired Samples Test, diperoleh hasil bahwa Sig. (0.000) < α (0.05) atau T hitung (-8.843) < T table (-2.145). Dengan demikian, dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang siginifikan antara rata-rata permintaan per minggu sebelum dan sesudah dibuat website sebesar 6,25 dan 15,25 yang mengindikasikan bahwa website mempunyai peran yang signifikan dalam membantu meningkatkan permintaan produk kerupuk singkong. Hal ini sesuai dengan teori Porter dan Millar (1985) dalam Sutejo (2006) bahwa teknologi informasi potensial dan penting untuk memberikan informasi mengenai isi suatu produk. Avlonitis dan Karayanni (2000) dalam Sutejo (2006) mengungkapkan bahwa melalui web di internet, konsumen dapat semakin cepat menemukan apa yang mereka butuhkan, produk semakin customize, percobaan produk lebih cepat (faster product testing), dan PLC (product life cycle) atau daur hidup produk semakin pendek. Sehingga, dari adanya beberapa teori pendukung diatas dapat disimpulkan bahwa dengan adanya website konsumen yang semula belum mengenal produk kerupuk singkong menjadi kenal dan tertarik mencoba dan membeli produk tersebut dan bagi yang sudah mengetahui produk tersebut menjadi lebih percaya dan semakin yakin terhadap produk kerupuk singkong tersebut. Pembahasan Teknologi informasi telah membuka mata dunia pada interaksi baru, market place baru, dan sebuah jaringan bisnis dunia yang tanpa batas. Disadari betul bahwa perkembangan teknologi yang disebut internet, merupakan awal dari revolusi besar dalam dunia komputer dan sistem transformasi informasi di dunia yang telah mengubah pola interaksi masyarakat, yaitu interaksi bisnis, ekonomi,
625 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
sosial, dan budaya. Internet telah memberikan kontribusi yang demikian besar bagi perusahaan/ industri, masyarakat, maupun pemerintah. Dengan menggunakan teknologi internet seseorang dapat berinteraksi, berkomunikasi, belajar bahkan melakukan transaksi perdagangan jarak jauh secara lebih cepat dan mudah (Ustadiyanto, 2002:11). Sejarah internet dimulai pada tahun 1969 ketika Departemen Pertahanan Amerika Serikat, Defense Advanced Research Projects Agency (DARPA) memutuskan untuk mengadakan riset tentang bagaimana cara menghubungkan sejumlah komputer sehingga membentuk jaringan organik, program riset ini dikenal dengan nama ARPANET. Pada tahun 1970 sudah lebih dari 10 komputer yang berhasil dihubungkan satu sama lain sehingga mereka bisa saling berkomunikasi dan membentuk sebuah jaringan. Proyek ARPANET merancang bentuk jaringan, kehandalan, seberapa besar informasi dapat dipindahkan, dan akhirnya semua standar yang telah ditentukan menjadi cikal bakal pembangunan protokol baru yang sekarang dikenal sebagai TCP/ IP (Transmission Control Protocol/Internet Protocol). Pada mulanya ARPANET hanya menghubungkan 3 situs saja, yaitu Stanford Research Institute, University of California Santa Barbara, dan University of Utah, di mana ketiga situs tersebut membentuk satu jaringan terpadu di tahun 1969 dan secara umum ARPANET diperkenalkan pada bulan Oktober 1972. Tidak lama kemudian proyek ini berkembang pesat di seluruh daerah dan semua universitas di negara tersebut ingin bergabung sehingga membuat ARPANET kesulitan untuk mengaturnya. Oleh sebab itu, ARPANET dipecah manjadi dua, yaitu MILNET untuk keperluan militer dan ARPANET baru yang lebih kecil untuk keperluan nonmiliter seperti universitas-universitas. Gabungan kedua jaringan akhirnya dikenal dengan nama
DARPA internet, yang kemudian disederhanakan menjadi internet. Dengan adanya ijin dari pemerintahan Amerika pada awal tahun 1990 penggunaan internet sudah terbuka luas bagi publik, maka muncul konsep electronic business (e-business) dan electronic commerce (e-commerce) E-business adalah semua pertukaran informasi menggunakan media elektronik, baik di dalam organisasi maupun dengan stakeholder untuk mendukung proses bisnis (Chaffey et.al, 2003:11). Sedangkan ecommerce adalah semua transaksi informasional dan finansial diantara organisasi dan pihak stakeholder luar (Chaffey et.al, 2003:11). Kedua definisi tersebut menunjukkan bahwa konsep e-business lebih luas daripada ecommerce. Definisi lain e-business menurut Strauss et.al (2001:6) adalah optimalisasi berkelanjutan sebuah aktivitas perusahaan melalui teknologi digital sedangkan ecommerce hanya terkait dengan transaksi. Chaffey et.al (2003:11) mengemukakan bahwa di dalam e-commerce terdapat dua sisi yang saling berkaitan, yaitu sell-side ecommerce dan buy-side e-commerce. Sell-side e-commerce merupakan transaksi-transaksi yang berkaitan dengan menjual produk kepada konsumen, sedangkan buy-side e-commerce merupakan transaksi-transaksi business to business (B2B) yang terkait dengan pengadaan sumber daya yang diperlukan oleh organisasi dari pemasoknya (Chaffey et al., 2003:10). Ketika sebuah organisasi berusaha untuk memahami kebutuhan pasarnya, maka pemahaman tentang faktor pendorong dan penghambat sell-side e-commerce menjadi sangat penting, dengan kata lain organisasi memerlukan suatu usaha marketing yang sekarang dikenal dengan internet marketing atau online marketing. Internet marketing merupakan penggunaan media internet untuk mencapai tujuan marketing dan mendukung konsep marketing
626 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
modern (Chaffey et al., 2003:7). Dalam prakteknya, internet marketing terkait dengan penggunaan website, promosi online pada search engine, iklan banner website, email langsung, link dan semua aktivitas untuk mendapatkan dan membina hubungan dengan konsumen. Online shopping adalah proses dimana konsumen membeli produk atau jasa di internet. Proses seorang konsumen menggunakan media internet untuk melakukan pembelian sebuah produk atau jasa dimulai dengan timbulnya awareness (kesadaran) konsumen akan suatu informasi atau produk yang dapat diperoleh di internet (Roberts, 2003:163). Proses membangun awareness konsumen dilakukan dengan aktivitas online branding antara lain dengan links dan iklan banner pada sebuah website yang akan menarik konsumen untuk meng-klik iklan tersebut, lalu konsumen memperoleh informasi tentang produk atau jasa yang diiklankan dan akhirnya apabila kegiatan tersebut dilakukan dengan continue maka konsumen akan mengingat brand atau merk yang diiklankan tersebut. Berdasalkan hasil analisis uji beda mengindikasikan bahwa website mempunyai peran yang signifikan dalam membantu meningkatkan permintaan produk kerupuk singkong. Hal ini sesuai dengan teori Porter dan Millar (1985) dalam Sutejo (2006) bahwa teknologi informasi potensial dan penting untuk memberikan informasi mengenai isi suatu produk. Avlonitis dan Karayanni (2000) dalam Sutejo (2006) mengungkapkan bahwa melalui web di internet, konsumen dapat semakin cepat menemukan apa yang mereka butuhkan, produk semakin customize, percobaan produk lebih cepat (faster product testing), dan PLC (product life cycle) atau daur hidup produk semakin pendek.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dengan adanya website media pengembangan ini dapat membantu promosi pengenalan produk “ Si Engkong”. Promosi yang dilakukan sesuai dengan teori Bauran Pemasaran Kotler, hal itu terbukti dari adanya respon dan viewers sebanyak 500 yang diterima pemilik dan yang semula produk belum dikenal masyarakat luas, sekarang produk sudah dikenal dan menghubungi pemilik usaha langsung. Sehingga, dari adanya beberapa teori pendukung diatas dapat disimpulkan bahwa dengan adanya website konsumen yang semula belum mengenal produk kerupuk singkong menjadi kenal dan tertarik mencoba dan membeli produk tersebut dan bagi yang sudah mengetahui produk tersebut menjadi lebih percaya dan semakin yakin terhadap produk kerupuk singkong tersebut. Saran Saran pemanfaatan produk dengan media promosi berbasis e-commerce antara lain sebagai berikut : Bagi para pengusaha UMKM diharapkan penelitian pengembangan dapat membantu pengusaha dalam mempromosikan produk melalui sarana media elektronik yang lebih inovatif dan kreatif sesuai dengan perkembangan jaman di masa saat ini maupun di masa yang akan datang dan untuk produk bisa dilakukan pengembangan model terhadap produk lain yang diinginkan yang berpotensi, sehingga nantinya bisa diterima di masyarakat. Bagi Dinas Koperasi dan UMKM diharapkan dengan adanya media promosi berbasis e-commerce yang dikembangkan peneliti dan kelompok wirausaha dapat menjadi bentuk keberhasilan pendampingan yang dilakukan dan harapanya jika media promosi tersebut bermanfaaat, maka untuk kelompok
627 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
wirausaha yang lain yang berpotensi dan bertahan dapat dibuatkan pula media promosi yang serupa sehingga Kelompok Wirausaha Tersebut lebih percaya diri dan siap dalam menghadapi MEA dan pasar global saat ini. Bagi peneliti berikutnya disarankan agar menambah ide dan desain media promosi dan DAFTAR RUJUKAN Adelaar, Thomas, 2000. “Electronic Commerce and the Implications for Market Structure: The Example of the Art and Antiques Trade,” Journal of ComputerMediated Communication, 5 (3). Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta. Arnott, David C. dan Susan Bridgewater, 2002. “Internet, Interaction and Implications for Marketing,” Marketing Intelligence dan Planning, 20 (2):86-95. Bakos, Yannis dan Brynjolfsson, Erik, 1999. “Bundling information goods: Pricing, profits, and efficiency,” Management Science, 45 (12):1613-1630. Bennet, R., 1997. “Export Marketing and the Internet: Experience of Web Site Use and Perceptions of Export Barriers among UK,” Businesses. Industrial Marketing Review, 14 (5):324-344. Breitenbach, C.S., & Doren, D.C.V. 1998. Value Added Marketing in the Digital Domain: Enhancing the Utility of the Internet. Journal of Consumer Marketing, 15: 558-575. Chaffey, D., Mayer R., Johnston, K., dan Elliss-Chadwick, F., 2000. Internet
jaringan promosi lebih baik dan sesuai perkembangan jaman dimasa mendatang yang mempunyai indikasi lebih berpengaruh terhadap media promosi berbasis e-commerce agar memperoleh hasil yang lebih sesuai dengan harapan.
Marketing: Strategy, Implementation, and Practice. England: Prentice Hall. Chandra, Gregorius, 2001. Pemasaran Global. ed 1. Yogyakarta: penerbit Andi. Clark, D. 1995. ADDIE Timeline. Online, (http://www.nwlink.com/~donclark/histor y_isd/addie.html), diakses 7 April 2016. Culatta, R. 2013. Instructional Design. ADDIE Model. Online, (http://www.instructionaldesign.org/mod els/addie.html), diakses 7 April 2016. Eid, Riyad dan Myfanwy Trueman, 2002. “The Internet: New International Marketing Issues,” Management Research News, 25 (12):5-67. Hamill, Jim, 1997. “The Internet and International Marketing,” Internetional Marketing Review, 14 (5):300-323. Hoffman, D.L. dan Novak, T.P., 1996. “A New Marketing Paradigm for Electronic Commerce,” The Information Society:Special Issues On Electronic Ecommerce, 13 (1):43-54. Kalakota, R., & Whinston, A.B. 1997. Electronic Commerce: A Manager’s Guide 1st Edition. Texas: AddisonWesley Professional. McKinsey & Company, 2007, How Companies are Marketing Online: A McKinsey Global Survey, The McKinsey Quarterly, July.
628 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Pallab, 1996. “Marketing on the Internet,” Journal Of Consumer Marketing, 13 (4):27-39.
Sudarmanto, R. G. 2005. Analisis Regresi Linier Ganda dengan SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Peattie, Ken, 1997. “The Marketing Mix in the Third Age of Computing,” Marketing Intelligence dan Planning, 15 (3):142 150.
Sutejo, B.S. 2006. Internet Marketing: Konsep dan Persoalan Baru Dunia Pemasaran. Jurnal Manajemen, 6 (1): 41-57.
Poon, S. dan Jevons, C., 1997. “Internet Enabled International Marketing:A Small Business Network Perspective,” Journal of Marketing Management, 13:29-42.
Talha, Mohammad, Deepak Shrivastva, Pooja Kabra, dan Abdullah Sallehhuddin Abdullah Salim. Problems And Prospects Of Internet Marketing. JIBC. Array Development.
Prihatna, H. 2005. Kiat Praktis Menjadi Web Master Professional. Jakarta: PT.Elex Media Komputindo.
Tjandra, Robert, 1996. “Mengelola di Dalam Era Informasi,” Usahawan, 25 (10):5657. Oktober.
Paul,
Santoso, S. 2000. Buku Latihan SPSS Parametrik. Jakarta:PT. Elex Media Computindo. Santoso, S. 2012. Statistik Parametrik: Konsep dan Aplikasi dengan SPSS (Edisi Revisi). Jakarta: Elex Media Komputindo. Simatupang, Batara M., 1996. “Strategi Memenangkan Persaingan di Era Pasar Bebas,” Usahawan, 25 (09): 46-49. September.
Universitas Negeri Malang. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, Disertasi, artikel, Makalah, Laporan Penelitian. Edisi Keempat. Malang: Biro Administrasi Akademik, Perencanaan, dan Sistem Informasi bekerjasama dengan Penerbit Universitas Negeri Malang. Wilson, S. G. dan Abel I., 2002. “So You Want It Get Involved in E-commerce,” Industrial Marketing Management, 31 (2):85-94.
629 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Implementasi Media Video Pada Mata Pelajaran Kewirausahaan Di SMK Negeri 1 Boyolangu (Tahun Ajaran 2013/2014) Pandu Wahyudianarta Sudarmiatin Universitas Negeri Malang Email :
[email protected] Abstrak : Seiring perkembangan teknologi dan perubahan jaman membuat media video tidak hanya digunakan sebagai media hiburan semata tetapi sudah masuk ke ranah pendidikan. SMK Negeri 1 Boyolangu merupakan salah satu sekolah terkemuka di kabupaten Tulungagung. Dengan memanfaatkan media video untuk diterapkan pada mata pelajaran Kewirausaan kelas X sebagai media pembelajaran untuk memberikan contoh bagaimana seorang wirausaha dalam menciptakan produk kreatif yang bisa dijual dengan harga yang bisa bersaing dengan produk yang beredar di pasaran. Sebelum menggunakan media video maka terlebih dahulu dimulai proses pembuatan video dan pengeditan, memanfaatkan media Youtube yang dikombinasikan pengambilan video narasi oleh talen local. Video dengan durasi 10 menit yang berisi mengenai penerapan menjadi seorang wirausaha yang kreatif di jaman yang seperti ini. Validasi penilaian yang merujuk pada kriteria skor Riduwan maka video sudah layak untuk digunakan dalam proses implementasi media video pada mata pelajaran Kewirausahaan kelas X di SMK 1 Boyolangu. Media video yang diterapkan pada mata pelajaran Kewirausahaan kelas X di SMK 1 Boyolangu berguna dan mampu meningkatkan hasil belajar. Kata Kunci: Implementasi, Video, Kewirausahaan
Seiring perkembangan teknologi yang semakin maju membuat belajar tidak harus menggunakan metode konvensional. Dalam proses pembelajaran yang menarik bisa memanfaatkan dengan menggunakan media. Media ini yang nanti membantu untuk menarik perhatian siswa. Adanya media berbasis video untuk menghantarkan materi pembelajaran supaya siswa mempunyai minat belajar dan lebih temotivasi. Menurut Asyhar (2012:39) bahwa “media pembelajaran dapat membangkitkan motivasi belajar peserta didik, sebab penggunaan media pembelajaran menjadi lebih menarik dan memusatkan perhatian peserta didik”. Media video merupakan perantara untuk menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa. Menggunakan media video dapat membantu siswa dalam menyerap pelajaran yang diberikan oleh guru. Menurut Arsyad (2011:3) menyatakan bahwa “pengertian media dalam
proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal”. Pembuatan video dan editing video memerlukan waktu yang relative lama. Karena pembuatan video dengan pengambilan video bisa berkali-kali, mencari hasil yang terbaik. Editing video juga memerlukan keahlian khusus untuk menghasilkan video dengan kualitas terbaik. Media video memberikan gambaran yang nyata daripada hanya diucapkan dengan kata-kata. Menurut Munir (2013:295-296) bahwa “video bisa menjelaskan keadaan riel dari suatu proses, fenomena, atau kejadian”. Arsyad (2011:26) menyatakan bahwa “media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar”.
630 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Pada mata pelajaran Kewirausahaan ini terdapat kisi-kisi yang membahas mengenai bagaimana menjadi seorang wirausaha kreatif dalam menciptakan barang kreasi baru dan layak jual. Video yang berisi kisi-kisi materi dan contoh seorang wirausaha yang kreatif dalam membuat produk baru yang layak jual. Maka siswa bisa terinspirasi untuk lebih kreatif lagi atau bisa mempraktekkan dari video yang ditayangkan di kelas. Menurut Munir (2013:295-296) bahwa “sangat cocok untuk mengajarkan materi dalam ranah perilaku atau psikomotor”. Kriteria media yang digunakan harus jelas dan rapi, bersih dan menarik, sesuai dengan sasaran, relevan dengan topik yang diajarkan, berkualitas bagus, dan ukurannya sesuai dengan lingkungan belajar di kelas. Jadi dalam membuat media video tidak sembarangan harus menggunakan beberapa kriteria agar video dapat digunakan sebagai alat bahan media pembelajaran di kelas oleh guru yang dapat menciptakan suasana kelas yang menyenangkan sehingga murid lebih tertarik dan memperhatikan. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh informasi yaitu, adanya perbedaan nilai post-test pada kedua kelas. Bahwa dari hasil uji coba di dua kelas, kelas eksperimen dan kelas kontrol diketahui pada kelas eksperimen hasil tes rata-rata lebih tinggi dari kelas kontrol. Sehingga media video dapat membantu siswa dalam proses pembelajaran di kelas. Menurut Utaminingtyas (2012) menyatakan bahwa “selain itu dengan melihat video, setelah atau sebelum membaca, dapat memperkuat pemahaman siswa terhadap materi ajar”. Implementasi Implementasi merupakan suatu proses tindakan. Menurut Iskandar (2014) bahwa “secara sederhana implementasi bisa diartikan pelaksanaan atau penerapan. Jadi implementasi artinya penerapan atau tindakan pelaksanakan kebijakan atau peraturan yang telah dirancang. Implementasi diharapkan bisa dilaksanakan agar tercapainya rencana yang sudah disusun”.
Dengan penerapan teori belajar dan penggunaan umpan balik juga penguatan maka proses pembelajaran akan lebih interaktif. Menurut Hamalik (dalam Arsyad, 2011:15) mengemukakan bahwa “pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruhpengaruh psikologis terhadap siswa”. Media Video Media video merupakan perantara kepada obyek yang berupa suara dan gambar bergerak yang dapat dilihat. Menurut Zulfatun (2013) bahwa “pengertian media video yakni media yang mempunyai suara, ada gerakan dan bentuk obyeknya dapat dilihat, media ini paling lengkap, maka tujuan dari media video adalah untuk menyajikan informasi dalam bentuk yang menyenangkan, menarik mudah dimengerti dan jelas”. Video menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia secara singkat adalah rekaman gamabar hidup. Arsyad (2011 : 49) menyatakan bahwa “video merupakan gambar-gambar dalam frame, di mana frame demi frame diproyeksikan melalui lensa proyektor secara mekanis sehingga pada layar terlihat gambar hidup”. Media video terdiri dari audio dan video dimana bentuk yang bisa didengarkan melalui media pendengaran juga bisa dilihat melalui media penglihatan. Munir (2013:295-296) mengemukakan kelebihan sebagai berikut: 1. Menjelaskan keadaan riel dari suatu proses, fenomena, atau kejadian 2. Sebagai bagian terintegrasi dengan media lainnya seperti teks atau gambar, video dapat memperkaya penyajian/penjelasan. 3. Pengguna dapat melakukan pengulangan (replay) pada bagian-bagian tertentu untuk
631 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
melihat gambaran yang lebih fokus. 4. Sangat cocok untuk mengajarkan materi dalam ranah perilaku atau psikomotor. 5. Kombinasi video dan audio dapat lebih efektif dan lebih cepat menyampaikan pesan dibandingkan media text. 6. Menunjukkan dengan jelas suatu langkah prosedural (missal cara melukis suatu segitiga sama sisi dengan bantuan jangka). Beberapa kelemahan video menurut Munir (2013:296) sebagai berikut: 1. Video mungkin saja tidak detil dalam penjelasan materi karena peserta didik harus mampu mengingat detil dari scene ke scene. 2. Umumnya pengguna menganggap belajar melalui video lebih mudah dibandingkan melalui text sehingga pengguna kurang terdorong untuk lebih aktif di dalam berinteraksi dengan materi. Berdasarkan hasil penelitian Collins, et al (dalam Asyhar, 2012:19) menyatakan bahwa “penggunaan media audio dan video berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik”. Diperkuat dengan hasil penelitian Felton, et al (dalam Asyhar, 2012:15) menunjukkan bahwa “penggunaan media dalam proses pembelajaran secara signifikan mampu meningkatkan pencapaian hasil belajar”. Video memberikan informasi secara nyata, menjelaskan suatu proses ataupun proses yang rumit, mengajarkan ketrampilan yang nantinya juga bisa mempengaruhi sikap secara tidak langsung maupun langsung. Mata Pelajaran Kewirausahaan Kewirausahaan merupakan suatu ide untuk menciptakan peluang bisnis baru. Menurut John J
Kao dalam Ali (2015) kewirausahaan adalah usaha untuk menciptakan nilai melalui pengenalan kesempatan bisnis, manajemen pengambilan risiko yang tepat dan melalui keterampilan komunikasi dan manajemen untuk mobilisasi manusia, uang dan bahan-bahan baku atau sumber daya lain yang diperlukan untuk menghasilkan proyek supaya terlaksana dengan baik. Menurut Hisrich-Peter (1995) (dikutip dalam Alma, 2009) adalah diciptakannya sesuatu yang baru atau inovasi dari yang sudah ada dengan waktu dan kegiatan yang disertai oleh modal dan risiko yang nantinya akan menghasilkan balas jasa, kepuasan, dan rasa mandiri. Menurut Suprihatiningrum (2013:75) “pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang melibatkan informasi dan lingkungan yang disusun secara terencana untuk memudahkan siswa dalam belajar”. Jadi dalam proses belajar pada mata pelajaran Kewirausahaan merupakan suatu kegiatan untuk mendapatkan informasi yang melibatkan lingkungan yang sudah disusun secara rapi agar siswa bisa memahami kisi-kisi yang sudah disiapkan. Mata Pelajaran Kewirausahaan adalah ajaran yang harus dipelajari dalam berusaha untuk menciptakan sesuatu yang baru untuk menghasilkan barang yang mempunyai nilai jual. Menurut Mariska Andriani (2010), “Pendidikan kewirausahaan bertujuan agar nantinya ketika terjun dalam dunia usaha yang sesungguhnya seorang wirausahawan sudah memiliki teori dasar”. METODE Peneliti menggunakan jenis penelitian pengembangan dengan desain model Borg and Gall. Langkah-langkah utama dari R & D yang dikemukakan oleh Borg dan Gall (1989:775) dalam Latief (2009) sebagai berikut: (a) Research and Information Collecting, (b) Planning, (c) Develop preliminary form of product, (d) Preliminary field testing, (e) Main product revision, (f) Main Field Testing, (g) Operational
632 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
product revision, (h) Operational field testing, (i) Final product revision, dan (j) Disessemination and implementation. Prosedur dalam penelitian ini dengan cara observasi dan pengumpulan data. Kemudian setelah data didapatkan maka langkah selanjutnya mengembangkan produk dan validasi desain yang di uji coba oleh para ahli. Dalam proses pengembangan produk ini, membutuhkan waktu relatif lama dalam pembuatan dan editing video. Video menggunakan durasi 10 menit dengan konten dimulai pembukaan, materi pelajaran yang dirangkum, kemudian narasi dilanjutkan dengan video contoh seorang wirausaha yang kreatif dalam mengelola produk sampah menjadi barang yang mempunyai nilai jual dan terakhir penutup. Setelah produk video sudah selesai maka akan dinilai oleh para ahli yang nantinya akan dilakukan revisi. Setelah di revisi para ahli maka harus dilakukan revisi produk yang nantinya bisa dilakukan uji coba produk. Dengan menggunakan skala likert untuk mendapatkan nilai untuk mengukur sikap, pendapat maupun persepsi siswa.
Gambar 2. Langkah Membuat Lembar kerja Baru
Gambar 3. Langkah Proses Editing Video
Gambar 1. Langkah-langkah Penggunaan Penelitian Pengembangan Berikut ini beberapa cuplikan proses dalam tahap editing video untuk menghasilkan produk media video yang disesuaikan untuk penggunanya. Gambar 4. Tampilan Rendering
Gambar 5. Video Sudah Jadi 633 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Di dalam alur pembuatan file video untuk media pembelajaran ini menggunakan story board. Tabel 1. Tabel Story Board Pembuatan dan Editing Video No. Scene 1
2
3
4
5
6
Video
Audio
Opening: Color Wallpaper Caption Judul (FO): Channel SMK Mengelola Konflik Count Down Timer (FI) Menghitung mundur mulai dari 9 (Video dari Youtube) Slide Effect (FI-FO) Video animasi sebagai penghantar (Video dari youtube) Caption judul (FO): Media pembelajaran video untuk SMK kelas X sem 2 Mengelola Konflik Announcer Membuka pembelajaran (Video announcer take shoot di samping rumah) Logo SMK Caption judul (FO): Nama Announcer Video effect (FO) Effect animasi bergelombang (Video dari Youtube) Narrator (FO) Fian Raditya menyampaikan informasi sajian
(diam/mute)
No. Scene
7
8
9 Musik Instrumen 10
Musik Instrumen
11 12
13 Off mike (suara vokal yang ditimbulkan seolah-olah dari kejauhan) 14 Musik instrumen
Off mike 14
Video materi yang akan dipelajari Wallpaper papan tulis putih (FI FO) Diisi dengan kalimat materi Animasi kartun professor sedang membaca buku Wallpaper papan tulis putih (FI FO) Diisi dengan kalimat materi Animasi kartun burung yang membaca buku Wallpaper papan tulis putih (FI FO) Video contoh pembuatan kerajinan dari lilin bersama Pak Rizal (FI FO) Sekilas mengenai produk (Video dari Youtube) Video contoh pembuatan kerajinan dari lilin bersama Pak Rizal (FI FO) Langkah pembuatan (Video dari Youtube) Video contoh pembuatan kerajinan dari sabun dan terigu bersama Bu Nurma (FI FO) Awal pembuatan dan bahan-bahan (Video dari Youtube) Video contoh pembuatan
Audio
Suara narasi
Suara narasi
Suara narasi
Suara narasi
Suara narasi Dialog
Dialog
Dialog
Dialog
634 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
No. Scene
15
16
17
18
Video kerajinan dari sabun dan terigu bersama Bu Nurma (FI FO) Bagaimana Bu Nurma memasarkan produknya (Video dari Youtube) Effect animasi (FI FO) Animasi bintang galaksi (Video dari Youtube) Annaouncer (FI FO) Fian Raditya menutup materi pembelajaran (Take shoot video di samping rumah) Animasi Teks (FI FO) Caption Judul: Pandu Multimedia Closing (FI FO) Credit title: Editor Pandu W Model Fian Raditya Also thanks to Youtube Fian BNN Kediri Dan semua pihak yang sudah membantu
Audio
Sound effect
Narasi
Sound Effect
Musik instrumen
HASIL & PEMBAHASAN Berdasarkan hasil perhitungan yang didapatkan, diperoleh untuk validasi ahli materi nilai secara
keseluruhan 70%. Untuk hasil validasi ahli media secara kesuluruhan sebesar 86,33%. Diartikan bahwa video dinyakatakan layak untuk digunakan dalam proses pembelajaran. Untuk menentukan valid atau layak tidaknya media video pembelajaran ini maka perlu adanya kuesioner. Data yang diperoleh dari kuesioner tertutup dari ahli materi dan ahli media dijadikan data kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari kritik dan saran yang diisi oleh para ahli materi dan ahli media. Selanjutnya data kualitatif yang diperoleh untuk membantu proses perbaikan media video sehingga media video menjadi layak untuk digunakan dalam membantu proses pembelajaran di kelas. Untuk mendapatkan data mengenai hasil belajar siswa, digunakan uji post-test pada kelas kontrol dan kelas eksperimen. Hasil post-test yang < − (-2,341 < didapatkan bahwa 2,021) dan Pr (0,02 < 0,05) dimana H 0 ditolak. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Kelas Kontrol 88 80 82 80 78 84 82 88 60 96 80 88 74 82 87 80 78 78 70 74 70 70
Kelas Eksperimen 80 82 90 85 80 80 82 76 84 82 78 96 84 84 76 84 66 82 90 82 84 80
635 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
23 74 81 24 84 80 25 84 80 26 90 82 27 84 82 28 84 82 29 70 72 30 78 96 31 80 96 32 79 82 33 82 82 34 72 88 35 80 86 Tabel 2. Hasil Uji Post Test Pada Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen Hasil dari kelas kontrol rata-rata 79,71 dan untuk kelas eksperimen 82,74 dimana adanya perbedaan nilai post-test pada kedua kelas tersebut.
alternatif baru. Pemanfaatan media video membuat siswa lebih mudah dalam memahami apa yang telah disampaikan oleh guru. Dalam materi pelajaran ini terdapat kisi-kisi dimana seorang wirausaha yang kreatif dalam menciptakan barang kerajinan, maka video ini bisa membantu siswa lebih mudah untuk melihat contohnya. Uji coba di lapangan terbatas didapatkan adanya perbedaan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen yang menunjukkan bahwa hasil tes rata-rata lebih besar pada kelas eksperimen. Kelebihan dari media video ini membuat situasi proses belajar dengan suasana yang baru dan menyenangkan, membuat guru lebih efisien dalam mengajar dan mudah dalam memberikan gambaran contoh secara nyata. Dan media video ini bisa digunakan untuk membantu guru dalam proses pembelajaran pada mata pelajaran Kewirausahaan.
SIMPULAN Penggunakan video dalam proses kegiatan belajar pada mata pelajaran Kewirausahaan menjadi DAFTAR RUJUKAN Ali. 2015. Pendapat Pakar Mengenai Pengertian Kewirausahaan, (Online), (http://www.pengertianpakar.com/2015/0 3/pengertian-kewirausahaan-menurutpakar.html), Diakses tanggal 18 April 2016.
Iskandar, Amalia Iskandar. 2014. Implementasi Disiplin Pegawai Negeri Sipil Berdasarkan Pasal 3 Angka (11) Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Di Lingkungan Badan Kepegawaian Dan Pemberdayaan Aparatur Daerah (Bkpad) Provinsi Gorontalo. Other Thesis, Universitas Negeri Gorontalo.
Alma, Buchari. (2009), Kewirausahaan untuk Mahasiswa dan Umum. Bandung: Alfabeta.
Latief, M.A. 2009. Penelitian Pengembangan, (Online), (http://sastra.um.ac.id/wpcontent/uploads/2009/09/Pengemb.pdf), diakses 22 Mei 2014.
Arsyad, Azhar. 2011. Media pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers.
Munir. (2013). Multimedia konsep & aplikasi dalam pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Asyhar, Rayandra. 2012. Kreatif Mengembangkan Media Pembelajaran. Jakarta: Referensi Jakarta.
Nimah, Zulfatun. 2013. Penggunaan Media Video Untuk Meningkatkan Pemahaman Shalat Fardlu Pada Siswa Kelas Ii Mi AlMujahidin Gumalar Adiwerna Tegal.
636 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”
Undergraduate Thesis, Surabaya.
UIN
Sunan
Ampel
637 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”