Proses Penciptaan Karya Seni Ngarumat Cecep Wijaya Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung Jl. Buah Batu No. 212 Bandung 40265 ABSTRACT This paper is a part of theses in graduate programs at Indonesian Arts Institute (ISI) in Surakarta. Music composition under cultivation is titled “ngarumat” that has inspired from ritual Hajat Buruan, which was in a Bandung suburban that has been a tradition carried out by the local community. Methods used in the process of creating this work of art is an experiment and exploration. The Tradition of ritual Hajat Buruan is still maintained and always served as a means of cultural ritual jargon: ngajaga lembur, akur jeung batur, panceg dina galur, which means: keep the area together with obey the rules that applied. Keywords: tradition, music compotition
ABSTRAK Tulisan ini merupakan bagian dari tesis di program pascasarjana di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta. Komposisi musik yang digarap berjudul ‘ngarumat’ yang terinspirasi dari ritual Hajat Buruan, yang berada di pinggiran kota Bandung yang telah menjadi tradisi yang dilakukan oleh masyarakat setempat. Metode yang digunakan dalam proses penciptaan karya seni ini adalah eksperimen dan eksplorasi. Tradisi ritual Hajat Buruan masih dipertahankan dan selalu disajikan sebagai sarana jargon ritual budaya: ngajaga lembur, akur jeung batur, panceg dina galur, yang artinya: menjaga daerah bersama-sama taat pada aturan yang ada. Kata kunci: tradisi, komposisi musik
PENDAHULUAN Ngarumat adalah istilah tradisi yang sering dijumpai pada bentuk-bentuk peristiwa budaya yang kental dengan tata cara dan konvensi-konvensi tradisi yang berlaku pada masyarakat itu sendiri. Ngarumat identik dengan bentuk kegiatan atau tindakan sekelompok orang (komunitas) yang berkaitan dengan upaya pemeliharaan, pelestarian, dan tujuan-tujuan lainnya agar tradisi tersebut tetap terpelihara sepan-
jang masa. Dalam pandangan lain, istilah Ngarumat dapat dimaknai sebagai bentuk representasi dinamika tradisi kelokalan yang dianut oleh masyarakat penyangganya sekaligus sebagi bentuk realitas sosil budaya. Peristiwa budaya yang mentradisi merupakan sebuah ruang inspirasi yang dapat dicermati oleh para kreator dalam melakukan proses berkesenian. Oleh karena itu, tulisan ini mencoba membuka ruang pemahaman tradisi melalui pembuatan karya komposisi musik yang mengakar
133
Panggung Vol. 24 No. 2, Juni 2014
pada musik tradisi dengan ide garapan yang terkonsep sebagai bentuk pertanggungjawaban akademik.
nyusunan dan penyusunan keseluruhan materi untuk dijadikan satu kesatuan yang utuh d. Melakukan evaluasi pada setiap latihan.
METODE Metode penciptaan dalam proses pembuatan kekaryaan ini, di antaranya adalah sebagai berikut : 1. Tahapan Berkarya: a. Menentukan bentuk struktur karya (konstruksi) b. Penyusunan materi karya c. Evaluasi karya d. Finishing (Musikalitas dan Pertunjukan) 2. Eksplorasi: a. Melakukan pengamatan terhadap objek (ritual hajat buruan) yang akan diangkat ke dalam seni pertunjukan b. Melakukan wawancara pada tokoh adat c. Mencari bahan dengan cara mendengarkan audio/casete yang berhubungan dengan kekaryaan yang akan di garap. d. Melakukan identifikasi terhadap setiap bahan yang ditemukan untuk selanjutnya dijadikan bahan untuk diolah yang disesuaikan dengan kebutuhan untuk mendukung suasana dalam kekaryaan ini. 3. Eksperimen: a. Dari hasil pengolahan atau ekplorasi didiskusikan dengan para pendukung untuk dijadikan garapan ini dan sekaligus menggali gagasan atau ide-ide dari teman-teman b. Melakukan perekaman terhadap hasil eksplorasi yang diperoleh pada setiap latihan sekaligus untuk dijadikan bahan evaluasi, untuk mencari kemungkinan-kemungkinan perkembangannya. c. Melakukan penggabungan dan pe-
Objek Ritual Hajat Buruan
Pengamatan
Konsep Garap
Eksplorasi
Eksperimen
Bentuk Karya
Hasil Karya Bagan Alur Proses Penciptaan
HASIL DAN PEMBAHASAN Hajat Buruan merupakan kegiatan upacara ritual yang diyakini oleh komunitasnya sebagai penolak bala. Hajat Buruan tersebut dilaksanakan di halaman rumah. Tata cara seperti ini masih dilaksanakan sampai sekarang oleh sebagian masyarakat yang memercayainya, seperti di Kampung Cikuda Desa Malasari, Kecamatan Cimaung Kabupaten Bandung. Upacara semacam ini masih dilaksanakan di berbagai daerah di Jawa Barat, meskipun istilah dan tata cara pelaksanaannya satu sama lain berbeda.
Wijaya: Proses Penciptaan Karya Seni Ngarumat
Misalnya, di daerah Kabupaten Kuningan disebut Seren Taun, di Kabupaten Subang disebut Sedekah Bumi, di Kabupaten Garut disebut Hajat Lembur, dan di Rancakalong Sumedang disebut Hajat Manci. Pada umumnya kegiatan upacara ritual mempunyai tujuan yang sama, yaitu melakukan syukuran kepada Tuhan Yang Maha Esa tentang apa yang telah mereka dapatkan, serta sekaligus memohon perlindungan (penolak bala) dari berbagai musibah yang terjadi di antaranya: gempa bumi, tsunami, angin puting beliung, longsor, banjir, atau penyakit yang terjadi secara epidemis (wabah), di antaranya: kolera, demam berdarah, dan flu burung. Upacara ritual ini dilakukan setiap tahun yang waktunya ditentukan berdasarkan instruksi dari tokoh adat setempat, dengan istilah ngajaga lembur, akur jeung batur, panceg dina galur, yang artinya: menjaga daerah bersama-sama taat pada aturan yang ada. Peristiwa ritual Hajat Buruan ini menjadi sumber inspirasi dalam pembuatan karya garapan komposisi musik yang berjudul: Ngarumat. Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa karya garapan Ngarumat ini hendak menyampaikan pesan-pesan moral yang terkait dengan tradisi kehidupan masyarakat yang berada di Kampung Cikuda Desa Malasari, Kecamatan Cimaung Kabupaten Bandung.
Konsep Garap Ngarumat Meminjam sebuah pandangan yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat bahwa, sistem religi berpangkal pada emosi keagamaan, dan emosi keagamaan juga bisa berpengaruh terhadap sistem kepercayaan. Pokok dari suatu religi dibingkai oleh emosi keagamaan sebagai sumber pusatnya, sistem keyakinan sebagai pedoman, dan sistem upacara kelompok keagamaan dan peralatan upacara sebagai dasarnya (Koentjaraningrat, 1990: 283). Dengan demikian,
134 nilai-nilai yang terkandung dalam ritual upacara Hajat Buruan mempunyai makna sosial, baik terhadap individu maupun masyarakat pada umumnya. Adapun yang menarik perhatian penulis dari peristiwa ritual Hajat Buruan. Pertama, penulis melihat suatu aktivitas masyarakat yang muncul dari kegiatan tersebut. Hal ini merupakan serangkaian tahapan kegiatan yang dimulai dari bagian awal sebagai persiapan. Sebagai tahap persiapan, masyarakat menyediakan sesaji dan di dalam persiapan tersebut penulis menangkap sebuah nila-nilai kegelisahan, kebersamaan, dan keharmonisan di antara anggota masyarakat yang terlibat dalam upacara tersebut. Kedua adalah, adanya peristiwa seorang pemimpin upacara yang sedang membakar kemenyan sambil berdoa dan mengucapkan mantramantra. Pada bagian ini penulis menangkap nilai-nilai yang sangat dalam, yaitu kerukunan umat, keiklasan, dan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta roh-roh gaib dengan nuansa khidmat. Nilai-nilai yang terkandung dalam peristiwa ini dicoba diambil esensinya untuk dipakai sebagai bahan dalam menggarap komposisi musik Ngarumat ini. Peristiwa tradisi Hajat Buruan ini di samping banyak mengandung nilai-nilai yang cukup bermakna bagi kehidupan masyarakatnya, juga banyak hal yang perlu diungkap sehubungan dengan latar belakang gagasan yang penulis munculkan dalam karya garapan ini. Bermula dari sebuah pembicaraan dengan Aki Jaja (tokoh masyarakat) yang ada di daerah tersebut, penulis sempat mengajukan beberapa pertanyaan kepada Aki Jaja seperti: apa yang dimaksud dengan Hajat Buruan? Apa tujuan melakukan Hajat Buruan? Siapa yang melakukan Hajat Buruan? Pertanyaanpertanyaan tersebut menjadi bahan renungan penulis sebagai awal dari niat dalam menggarap karya komposisi ini. Melalui proses pembicaraan tersebut selanjutnya berkembang menjadi sebuah pe-
135
Panggung Vol. 24 No. 2, Juni 2014
mikiran dan perenungan yang mendasari lahirnya gagasan karya Ngarumat, dan ternyata Hajat Buruan adalah sebuah tata cara atau praktik religi yang dilakukan berdasarkan kepercayaan untuk memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar diberi keselamatan, kesuburan, dan kemakmuran sekaligus sebagai ‘penolak bala’. Tata cara upacara ini dilakukan secara sederhana. Tempat upacara dilaksanakan di halaman rumah tanpa menggunakan penyajian kesenian. Pelaksanaan kegiatannya dipimpin oleh tokoh masyarakat setempat, dan dilakukan secara bergotong-royong terutama dalam mempersiapkan sesaji. Walaupun upacara tersebut dilakukan secara sederhana, tetapi di balik itu mengandung nilai dan makna yang sangat dalam. Nilai dan makna upacara Hajat Buruan di antaranya mengekspresikan hubungan antara manusia dan Sang Maha Pencipta, hubungan antar sesama manusia, dan hubungan antara manusia dan alam sekitarnya. Dasar pertimbangan lain yang memperkuat proses pembuatan karya komposisi musik Ngarumat ini, adalah adanya sejumlah dokumentasi peristiwa budaya (mirip Hajat Buruan) yang biasa dilakukan di daerah-daerah tertentu. Pada tanggal 27 Juli 2002 yang lalu, di Taman Budaya Bandung dipentaskan kesenian upacara ritual yang diberi judul Sumerah Diri karya Ki Danu Sutarman dalam rangka mengisi acara bulanan dari setiap daerah. Kesenian upacara tersebut mengangkat peristiwa budaya di daerah Garut, yaitu upacara Seren Taun. Dari sejak itulah penulis merasa tertarik dan ingin mengembangkannya ke dalam bentuk karya baru yang akan dikemas dan diolah sedemikian rupa sehingga menjadi tontonan yang menarik. Kemudian pada bulan Desember tahun 2004, penulis melihat upacara Manci di daerah Sumedang, yaitu: Upacara yang biasa dilakukan setiap tahun oleh masyarakat setempat di daerah Ranca Kalong. Upacara Manci adalah suatu
persembahan yang dilakukan setiap tahun yang pada intinya adalah: ungkapan rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa, apa yang telah diberikan kepada umatnya. Berangkat dari hasil observasi ini, penulis memiliki sejumlah bahan yang bisa diolah untuk pembuatan komposisi musik melalui tafsir baru dengan sentuhan musik kekinian. Dengan merujuk pada fenomena tersebut, maka komposisi musik ini berupaya mengangkat nilai-nilai yang terkandung di dalam upacara ritual tersebut di antaranya: kebersamaan, keharmonisan, keagungan, dan kegelisahan.
Proses Penciptaan Ngarumat Pada saat ini, seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang sangat pesat, telah terjadi perubahan perilaku di masyarakat yang mengarah ke individualistis. Perubahan yang sangat mendasar pada saat ini di antaranya mengenai multikultur. Salah satu dampak globalisasi di era sekarang ini, telah memberikan suatu tuntutan pada berbagai aktivitas di dalam kehidupan sosial. Pemahaman ini menjadi penting, karena tatanan sosial masyarakat Sunda dewasa ini telah mengalami pergeseran yakni cenderung ke arah individualistis, materialistis, dan egoisme. Dengan demikian, nilai-nilai yang terkandung dalam ritual Hajat Buruan pun berangsurangsur tergeser oleh perubahan waktu. Berdasarkan fenomena tersebut, maka penulis mempunyai konsep pemikiran untuk menyikapi fenomena sosial dan budaya, yang diterjemaahkan ke dalam karya komposisi musik. Melihat kenyataan seperti itu, muncul suatu keinginan penulis, bagaimana caranya agar fenomena yang terjadi dalam ritual Hajat Buruan diangkat menjadi gagasan pokok komposisi. Dalam hal ini penulis hendak membahas dan mengangkat suasana-suasana yang terkandung dalam
Wijaya: Proses Penciptaan Karya Seni Ngarumat
ritual Hajat Buruan sekaligus mengungkap makna Filosofi dalam kehidupan masyarakat kampung Cimedal di antaranya: kegelisahan, keagungan, kegembiraan, gotong royong, kebersamaan, dan keharmonisan. Komposisi ini merupakan karya alternatif untuk menyampaikan pesan moral yang sesuai dengan kepribadian masyarakat Sunda. Proses garapan ini dibagi menjadi tiga bagian dalam satu kesatuan yang utuh, yaitu: Bagian pertama adalah Tatahar, diawali dengan suara goong untuk mengungkapkan suasana kegelisahan. Setelah goong dibunyikan, dilanjutkan pada lantunan alat musik tarompet tunggal, kemudian masuk vokal perempuan dengan melantunkan pupuh Dangdanggula. Selanjutnya masuk vokal pria dengan melantunkan Sinom Ela-ela yang sebelumnya diawali oleh permainan suling secara tunggal. Setelah bagian awal selesai, masuk melodi terompet dengan membawakan sebuah lagu Jaleuleu, berinteraksi dengan pemain terompet secara bersahutan. Judul lagu tersebut diambil dari lagu Kaulinan Barudak Urang Lembur yang berfungsi untuk memanggil teman-temannya. Bagian awal dalam komposisi musik pembukaan ini berfungsi sebagai pertanda untuk mengumpulkan masyarakat bahwa upacara Hajat Buruan akan dimulai. Adapun garapan pada bagian ini, adalah mengungkapkan suasana kegelisahan dengan menghabiskan waktu selama 20 menit. Bagian kedua adalah Rékès untuk mengekspresikan suasana keagungan, kekhidmatan, dan religius. Bagian ini merupakan peristiwa pelaksanaan Hajat Buruan yang dipimpin oleh tokoh adat yang akan melaksanakan kegiatan tersebut. Waktu yang dibutuhkan pada bagian ini selama 15 menit. Bagian ketiga yaitu Lékasan yang menggambarkan suasana kebersamaan, keharmonisan, dan kegembiraan dengan waktu yang dibutuhkan kurang lebih selama 25 menit. Jadi, secara garis besarnya, struktur pe-
136 nyajian karya komposisi Ngarumat ini dikemas dalam tiga tahapan mulai dari tahap pembukaan sampai dengan bagian penutup. Untuk mengimplementasikan gagasan tersebut, penulis menggunakan instrumeninstrumen yang tidak semata-mata sebagai bagian dari keutuhan musikal, tetapi juga kehadirannya dapat mempertegas suasana dan kesan yang diinginkan dari tiap bagian. Untuk mengarah kepada hal tersebut, pemilihan instrumen dilakukan melalui berbagai pertimbangan kebutuhan, meliputi: pertimbangan kebutuhan aspek musikal dan pertimbangan kebutuhan maknawi yang berkaitan dengan gagasan-gagasan di atas. Instrumen yang digunakan dalam garapan ini adalah alat tiup tarompet, terbang, gemyung, kendang penca, gamelan salendro, kacapi, tarawangsa, lisung, suling, cengceng, igiridu, dan bedug. Pada bagian kedua menghadirkan musikal yang bernuansa melankolis untuk memberikan kesan ritual. Pada bagian ini instrumen kacapi, tarawangsa, dan vokal, digunakan untuk mengiringi ritual Hajat Buruan. Kemudian pada bagian ke tiga, instrumen yang digunakan yaitu: gamelan, kendang, terbang, dan tarompet. Alasan penggunaan instrumen-instrumen tersebut disebabkan oleh faktor kebutuhan musikal, di mana instrumen tersebut memiliki kekuatan/karakter yang dibutuhkan untuk saling mengisi dalam rangka memberikan kesan sukaria/kegembiraan. Proses penciptaan karya ini dimulai sejak pertengahan tahun 2009. Pertamatama penulis mencari beberapa orang dan mengajak untuk bekerja sama dalam mendukung pagelaran ini. Langkah pertama yang dilakukan adalah eksperimen dan eksplorasi dengan proses sebagai berikut: 1. Melakukan pengamatan upacara ritual Hajat Buruan. 2. Melakukan wawancara pada tokoh adat, Kampung Ciburuy Desa Malasari. Kec. Cimaung, Kabupaten Bandung. 3. Mencari bahan dengan cara mendengar-
137
Panggung Vol. 24 No. 2, Juni 2014
4.
5.
6.
7.
8.
kan beberapa kaset yang berhubungan dengan kekaryaan tersebut. Melakukan identifikasi terhadap setiap bahan yang ditemukan untuk selanjutnya dijadikan bahan untuk diolah yang disesuaikan dengan kebutuhan untuk mendukung suasana dalam kekaryaan ini. Dari hasil pengolahan atau eksplorasi kemudian didiskusikan dengan para pendukung untuk dijadikan garapan ini dan sekaligus menggali gagasan atau ide-ide dari teman-teman yang sudah berpengalaman dalam kekaryaan musik. Melakukan perekaman terhadap setiap hasil eksplorasi yang diperoleh pada setiap latihan sekaligus untuk dijadikan bahan evaluasi, untuk mencari kemungkinan-kemungkinan pengembangannya. Melakukan penggabungan dan penyusunan keseluruhan materi untuk dijadikan satu kesatuan yang utuh. Melakukan evaluasi pada setiap latihan.
Ilustrasi 1 Transkripsi Notasi Penyajian Ngarumat Bagian Awal
Stuktur Musik dalam Penyajian Ngarumat Deskripsi sajian adalah uraian tentang jalannya penyajian karya komposisi musik Ngarumat, dari awal pembuka sampai dengan akhir sajian. Dalam komposisi musik ini, penyajiannya dibagi menjadi tiga bagian sebagai berikut: Bagian awal menggambarkan suasana kegelisahan, yang diawali dengan tiupan tarompet yang diikuti oleh suara gesekan goong kempul I. Selanjutnya pada ketukan ke empat diikuti oleh gesekan kempul II. Setelah delapan ketuk, kemudian masuk goong kempul III, dan pada ketukan ke duabelas masuk goong kempul IV. Setelah semua goong kempul ditabuh, dilanjutkan oleh bunyi goong besar I pada ketukan ke delapan, sedangkan goong besar II masuk pada ke-
Ilustrasi 2 Transkripsi Notasi Ketuk Penyajian Ngarumat
tukan ke dua belas. Adapun transkripsi notasinya dapat dilihat pada ilustrasi 1. Setelah bagian tersebut selesai dimainkan, selanjutnya masuk instrumen ketuk dengan permainan tempo yang cepat. Transkripsi notasinya dapat dilihat pada ilustrasi 2.
138
Wijaya: Proses Penciptaan Karya Seni Ngarumat
Ilustrasi 3 Transkripsi Notasi Improvisasi Suling Vokal: Eling eling mangka eling rumingkang di bumi alam darma wawayangan bae raga taya pangawasa mun kasasarnya lampah nafsu numatak kaduhung badan anu katempuhan. Vokal Pria:
Ilustrasi 4 Transkripsi Notasi Permainan Tarompet membawakan melodi lagu Jaleuleu
Abong-abong aing benghar ulah carigih ku sugih ngahina teuing ka jalma ulah asa ieu aing pedah loba duit digung ka liwat langkung cing inget ka popotongan anu geus ka sebut tadi dina pupuh asmarandana kaliwat sinom ela ela
Setelah bagian tersebut selesai, kemudian tempo permainan diperlambat, dan masuk suling melakukan improvisasi. Garapan musikal tersebut menggambarkan suasana kegelisahan. Suasana kegelisahan ini ditunjang pula oleh permainan tarompet dengan membawakan sebuah melodi lagu Jaleuleu. Transkripsi notasinya dapat dilihat pada ilustrasi 4. Setelah permainan ini selesai kemudian para pemain musik lainnya berjalan dari belakang penonton, masuk menuju pang-
Ilustrasi 5 Transkripsi Notasi Permainan Bedug
139
Panggung Vol. 24 No. 2, Juni 2014
dan dilanjutkan oleh permainan rampak kengdang penca dengan pola tepakan padungdung gancang. Setelah satu kali rambahan rampak kendang, kemudian dilanjutkan dengan permainan gamelan dalam laras salendro. Transkripsi notasinya dapat dilihat pada ilustrasi 6. Setelah garapan tersebut selesai, kemudian dilanjutkan dengan tabuhan motif yang ke dua untuk mengiringi rampak vokal dengan notasi seperti pada ilustrasi 7: Setelah rampak vokal perempuan selanjutnya masuk antawacana dalang dengan syair sebagai berikut: Narator Dalang :
Ilustrasi 6 Transkripsi Notasi Permainan Tarompet, Rampak Kendang, dan Gamelan
Hey ………….. dulur dulur batur salembur baraya batur sadesa. hayu pada karumpul kumpul kumpul rawer awe rantas malang malang putu urang kumpul ngariung, rekes kanu maha kawasa syukuran kanu murbeng alam sangkan di jauhkeun tina sagala mara bahaya ngajaga lembur akur jeung dulur panceg dina galur.
Ilustrasi 8 Transkripsi Notasi Permainan Tarompet Lagu Kidung
Ilustrasi 7 Transkripsi Notasi Tabuhan Motif Kedua
gung pementasan dengan mengekspresikan suasana musikal kebersamaan dan keharmonisan. Garapan musikal tersebut didominasi oleh permainan bedug. Dominasi permainan bedug ini bertujuan untuk memberi kesan dinamis guna mengekspresikan nilai kebersamaan secara harmonis. Setelah permainan bedug selesai, kemudian masuk lengkingan tarompet dengan nada tinggi,
Trp 1
Ilustrasi 9 Trp1 Lagu Kidung Laras Salendro, Madenda, dan Mataraman.
140
Wijaya: Proses Penciptaan Karya Seni Ngarumat
Vkl Rw: Eling eling mangka eling rumingkang di bumi alam darma wawayangan bae raga taya pangawasa mun kasasarnya lampah nafsu numatak kaduhung badan anu katempuhan Vkl: Rajah: Rajah
Ilustrasi 10 Tarompet 2 laras Madenda
Setelah narator selesai, kemudian dilanjutkan dengan garapan rampak vokal tiga balikan, kemudian diisi oleh permainan tarompet dengan membawakan lagu Kidung dengan notasi seperti dapat dilihat pada ilustrasi 8, 9, dan 10. Pada bagian lagu Kidung disajikan tiga kali rambahan. Setelah selesai, kemudian masuk terbang sebagai jembatan untuk masuk pada gending suasana pelaksanaan ritual dengan notasi sebagai berikut :
Astagfiroluh al adhzim 4 kali…. 40 kali Astagfiroluh al adhzim bulkukus ngelun ka manggung ka manggung ka sangrumuhun ka batara ka batari ka batara neda suka ka batari nada suci kanu agung neda maaf kuring rek diajar ngidung nya ngidung carita pantun ngahudang dongeng baheula turulung tujuh ngabandung kadalapan keur disorang boh bilih nerus nurutus boh bilih narajang alas palias nerus nurutus palias narajang alas neda agung cukup lumur neda jembar pangampura kasakur para lelembut kasakur para dedemit ka sadaya neda pangampura nyanggakeun pangabakti babakti kanu jauh babakti kanu deuket kasakur para karuhun kasakur para raja nu ka catur dina galur nu ka kocap na carita bisi ka sebat namina bisi salah ngadongengna bisi salah nyaritana teu cocok jeung saeunyana kulan neda pangampura hung ahung hung ahung kanu linuhung dimanggung kanu murbawisesa nu ngawasa bumi alam kula nyanggakeun pangbakti
Vokal Beluk: Aeeee………….eee….eee……………eeeeee
Vkl Rw Hung … ahung hung …. Ahung hung …. ahung
Kcp: Pirigan jentreng Trwsa: Lagu saur
141
Panggung Vol. 24 No. 2, Juni 2014 R.Vk:
Hariring nu kuring, haleuang nu urang Dipirig sarining gending hey dangding hariring 2x Gending nujadi panggeuing, tembang nu jadi perlambang Pepeling tandaning eling, hey tandaning eling Kakaler …………………… ka kidul Ka kulon …………………. ka wetan Ti kaler terus ka kidul Ti kulon terus ka wetan Sa tung-tung neangan kaler Kidul deui kidul deui Satungtung neangan wetan Kulon deui kulon deui Satungtung neangan aya Ewuh dui eweuh deui
Ilustrasi 11 Notasi lagu Kokosodan, Gogoleran/Rereogan
Tabuhan genjring berhenti, kemudian masuk melodi tarompet laras mataraman
Ilustrasi 12 Notasi lagu Gending Akhir Rampak Waditra Laras Salendro
Setelah dua kali pengulangan, tabuhan genjring sebagai jembatan diperlambat, selanjutnya masuk gamelan.
Setelah permainan tarompet, kemudian disajikan lagu Kokosodan Gogoleran/Rereogan, dengan notasi seperti dapat dilihat pada ilustrasi 11, dan diakhiri dengan Gending akhir Rampak Waditra Laras salendro dengan notasi seperti dapat dilihat pada ilustrasi 12).
Pendukung Karya Para pendukung karya ini terdiri atas para mahasiswa dan Dosen Jurusan Karawitan STSI Bandung, yang dipilih sesuai dengan spesifikasi bidang yang dibutuhkan untuk mewujudkan karya pertunjukan ini. Adapun organisasi kerja dalam proyek ini didelegasikan kepada tiga kelompok manajemen, yakni sebagai berikut: a. Tim Produksi Konsultan : Suhendi Afrianto : Dodi Satya E. Pimpian Produksi : Edi Mulyana Sekretaris : Randi Bendahara : Andri Publikasi : Dede Candra Dokumentasi : Endang Syarif M. Konsumsi : Nia D. Mayakania b. Tim Artistik Komposer Konsultan Stage Manager
: Cecep Wijaya : Suhendi Aprianto : Dodi Satya E. : Edi Mulyana
142
Wijaya: Proses Penciptaan Karya Seni Ngarumat
Artistik Lighting Sound system Stage Crew Kostum
No.
Nama
: Lawe, dkk. : Alwin : Koswara Ngaliman : HIMAKA : Yeni
Sebagai Pemain Terompet
24
Ajeng
Lesung/ Vokal
MHS. Jur. Kar. STSI Bdg
25
Cucu
Lesung/ Vokal
MHS. Jur. Kar. STSI Bdg
26
N. Rani
Lesung/ Vokal
MHS. Jur. Kar. STSI Bdg
27
Enur
Lesung/ Vokal
MHS. Jur. Kar. STSI Bdg
28
Dewian
Lesung/ Vokal
MHS. Jur. Kar. STSI Bdg
29
Noenik
Lesung/ Vokal
MHS. Jur. Kar. STSI Bdg
30
Endang Guyur
Terompet
Seniman
31
Hari Maryadi
Terompet
Alumni STSI Bdg
Keterangan
1
Cecep Wijaya
Penyaji
2
Suhendi Afriyanto
Konsultan
3
Dody Satya Eka Kacapi Gustdiman
Konsultan
4
Iyon Supiono
Suling/terbang
TFA. Jur. Kar. STSI Bdg
5
Tarjo Sudarsono
Vokal/ Goong
TFA. Jur. Kar. STSI Bdg
6
Oman Resmana
Vokal/ Gemyung
TFA. Jur. Kar. STSI Bdg
7
I made Sudane
Ceng-ceng
TFA. Jur. Kar. STSI Bdg
8
Timbul
Ceng-ceng
TFA. Jur. Kar. STSI Bdg
9
Soleh
Vokal/ Terbang
TFA. Jur. Kar. STSI Bdg
10
Saryoto
Selentem
TFA. Jur. Kar. STSI Bdg
11
Sunarto
Kendang
TFA. Jur. Kar. STSI Bdg
12
Kari Mulyana
Terbang
TFA. Jur. Kar. STSI Bdg
13
Yoyon Darsono Terompet/ Biola
TFA. Jur. Kar. STSI Bdg
14
Masyuning
Vokal
TFA. Jur. Kar. STSI Bdg
15
Cecep Kusnendi
Peking
TFA. Jur. Kar. STSI Bdg
16
Pandi
Rincik/ Bedug
MHS. Jur. Kar. STSI Bdg
17
Irvan
Kendang/ Knong
MHS. Jur. Kar. STSI Bdg
18
Wendi
Tarawangsa MHS. Jur. Kar. STSI Bdg
19
Tirta
Terompet
MHS. Jur. Kar. STSI Bdg
20
Romi
Bonang
MHS. Jur. Kar. STSI Bdg
21
Padli
Saron I
MHS. Jur. Kar. STSI Bdg
22
Rijal
Saron II
MHS. Jur. Kar. STSI Bdg
23
Rina
Lesung/ Vokal
MHS. Jur. Kar. STSI Bdg
Tabel 1 Daftar Nama Pemain
Gambar 1 Bagian Pertama (Tatahar) Penyajian ‘Ngarumat’ (Foto: Cecep Wijaya, 2011)
Gambar 2 Bagian Kedua (Rékès) Penyajian ‘Ngarumat’ (Foto: Wijaya, 2011)
143
Panggung Vol. 24 No. 2, Juni 2014
Gambar 3 Bagian Ketiga (Lékasan) Penyajian ‘Ngarumat’ (Foto: Wijaya, 2011)
PENUTUP Berdasar pada realitas dan peristiwa yang terjadi pada upacara ritual Hajat Buruan, khususnya di lingkungan masyarakat Cikuda Desa Malasari, Kecamatan Cimaung Kabupaten Bandung, ternyata banyak hal yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber inspirasi untuk pembuatan karya seni. Dengan demikian, pengkarya menangkap nilai-nilai yang tersembunyi di balik peristiwa budaya tersebut untuk dikemas menjadi sebuah karya seni. Garapan komposisi yang diberi judul Ngarumat ini pada dasarnya merupakan ‘karya baru’ yang sebelumnya tidak pernah digarap oleh seniman lain. Sumber penciptaan karya musik Ngarumat ini selain merujuk pada peristiwa budaya khususnya upacara Hajat Buruan, juga bersumber dari karawitan tradisi seperti kiliningan, kendang penca, rampak bedug, tarawangsa, dan seni tradisi lainnya. Materi-materi yang bersumber dari karawitan tradisi kemudian diolah dan dikomposisikan sehingga menjadi sebuah
karya baru yang bermuatan nilai-nilai, baik ritual maupun profan. Karya musik ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu Tatahar, Rékès, dan Lékasan. Pembagian alur musik ini bertujuan untuk memberikan alur tematik dengan mengungkapkan realitas sosial yang terjadi pada upacara Hajat Buruan. Melalui konsep dan teknik garap yang telah ditata sebelumnya, karya Ngarumat ini dapat dinikmati oleh para penonton, dan pesan moral yang terkandung dalam karya musik ini dapat tersampaikan walaupun masing-masing penonton menginterpretasikannya secara berbeda-beda. Daftar Pustaka Jakob Sumarjo 2006 Estetika Paradoks. Bandung: STSI Press. Koentjaraningrat 1990 Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian Rakyat. Lembaga Bahasa & Sastra Sunda. 1980 Kamus Besar Bahasa Sunda. Bandung: Tarate. Rahayu Supanggah 2009 Bhotekan Karawitan II: Garap. Surakarta ISI Press. Suka Hardjana 2003 Esai & Kritik Musik. Jogjakarta: Galang Press. --------------2003 Corat-coret Musik Kontemporer Dulu dan Kini. Bandung: MSPI.