Proteksi Kombinasi Minyak Wijen & α-Tocopherol pada Steatosis Tikus Hiperkolesterolemia (Fatmawati dkk.)
56
Efek Proteksi Kombinasi Minyak Wijen (Sesame Oil) dengan α-Tocopherol terhadap Steatosis melalui Penghambatan Stres Oksidatif pada Tikus Hiperkolesterolemia Nur Khoma Fatmawati 1*, Mulyohadi Ali 2, Edi Widjajanto 2 1
Program Studi Pascasarjana S2 Biomedik, Universitas Brawijaya, Malang 2 Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya, Malang
Abstrak Minyak wijen (MW) yang banyak mengandung polyunsaturated fatty acid (PUFA) berfungsi menurunkan kadar lipid serum melalui induksi β oksidasi di mitokondria. Proses ini menghasilkan produk sampingan berupa radikal bebas. Vitamin E (α-tocopherol) diketahui menghambat aktifitas radikal bebas. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan efek sinergisme MW dan α-tocopherol dalam menghambat steatosis yang diakibatkan keadaan hiperkolesterol. Hasil penelitian menunjukan bahwa diperoleh perbedaan bermakna (p<0,05) terutama dosis MW 1,2 ml pada semua parameter antara kelompok hiperkolesterol, MW dan MW+α-tocopherol. Kadar kolesterol kelompok hiperkolesterol (140,925±10,5) mg/dl; kelompok MW (93,845±4,37) mg/dl dan kelompok MW+α-tocopherol (92,90±8,5) mg/dl. Kadar trigliserida kelompok hiperkolesterol (154,78±11,09) mg/dl; kelompok MW (184,64±3,87) mg/dl dan kelompok MW+αtochopherol (66,89 ± 6,03) mg/dl. Pada kelompok MW kadar MDA (0,257±0,013) nmol/mg protein, kelompok hiperkolesterol (0,847±0,036) nmol/mg protein dan kelompok kombinasi MW dengan αtocopherol (0,092±0,006) nmol/mg protein. Kadar SOD pada kelompok kombinasi MW dengan α-tocopherol (253,82±16,63) U/mg protein, kelompok MW (208,7±11,27) U/mg protein, kelompok hiperkolesterol (139,7±2,82) U/mg protein. Dari gambaran histologis steatosis lebih banyak didapatkan pada kelompok hiperkolesterol yang disertai dengan keradangan, sedangkan pada kelompok kombinasi minyak wijen dengan α-tochopherol memiliki gambaran histologis terendah mengalami steatosis. Kata kunci: hiperkolesterol, minyak wijen, steatosis
Abstract Sesame oil (MW) contains great numbers of polyunsaturated fatty acid (PUFA) that functioned to decrease the level of serum lipid by induction of β oxidize in mitochondria. This process produce secondary product, i.e. free radical. Vitamin E (α-tocopherol) was known as the inhibitor of free radical activity. This study was aimed to verify the synergism effect of sesame oil and α-tocopherol in inhibiting steatosis which caused by hypercholesterol condition. The results showed that there is significant difference (p<0,05) especially for MW doses of 1,2 ml on all parameters among hypercholesterol groups, MW and MW+α-tocopherol. Cholesterol level of hypercholesterol group is 140.925±10.5 mg/dl, while MW group is 93.845±4.37 mg/dl and MW+α-tocopherol group for 92.90±8.5 mg/dl. Triglyceride level of hypercholesterol groups is 154.78±11.09 mg/dl, MW group for 184.64±3.87 mg/dl, and MW+α-tochopherol group for 66.89 ± 6.03 mg/dl. Level of MDA in MW groups is 0.257±0.013 nmol/mg protein, hypercholesterol group for 0.847±0.036 nmol/mg protein and MW+α-tocopherol group combination is 0.092±0.006 nmol/mg protein. Level of SOD on MW+α-tocopherol treatment was 253.82±16.63) U/mg protein, MW treatment of 208.7±11.27 U/mg protein, and hypercholesterol treatment for 139.7±2.82 U/mg protein. Histology of steatosis was found more in hypercolesterol group along with inflammation, while on combination group of MW+α-tochopherol showed the lowest steatosis in the histology. Keywords: hypercholesterol, sesame oil, steatosis
J.Exp. Life Sci. Vol. 2 No. 2, 2012
ISSN. 2087-2852 E-ISSN. 2338-1655
Proteksi Kombinasi Minyak Wijen & α-Tocopherol pada Steatosis Tikus Hiperkolesterolemia (Fatmawati dkk.) PENDAHULUAN Pola diet tinggi karbohidarat dan lemak dapat menyebabkan keadaan hiperlipidemia, yang salah satu tandanya adalah peningkatan kadar kolesterol (hiperkolesterol) [1]. Hasil penelitian [2], yang dilakukan mulai tahun 1994 sampai 1997 pada 11.489 orang Indonesia yang berumur 20-70 tahun 32,4% dengan kadar kolesterol <200 mg/dl, 32,8% mempunyai kadar kolesterol 200240 mg/dl dan 34,8% mempunyai kadar kolesterol >240 mg/dl. Salah satu akibat hiperkolesterol adalah terjadinya steatosis. Steatosis merupakan suatu keadaan di mana lebih dari 5% hepatosit yang mengalami akumulasi lemak [3]. Faktor utama yang mempengaruhi steatosis adalah intake alkohol berlebih, diabetes, hiperlipidemia dan malnutrisi [4]. Pada penderita hiperlipidemia ditemukan 86% mengalami steatosis, 74% mengalami fibrosis, dan 24% mengalami steatohepatitis [5]. Pada keadaan lanjut steatosis ini dapat mengalami fibrosis, nekrosis, infiltrasi sel-sel radang dan pada tahap akhir dapat terjadi sirosis [6], bahkan sampai terjadi hepato cellular carcinoma (HCC) [7]. Usaha preventif akan lebih efektif untuk mencegah terjadinya sirosis. Beberapa teori mengemukakan bahwa steatosis terjadi akibat ketidakseimbangan antara sintesis dan sekresi trigliserida yang dapat diakibatkan peningkatan intake asam lemak dari diet, peningkatan mobilisasi asam lemak dari jaringan adiposa, peningkatan sintesis asam lemak atau bisa akibat penurunan oksidasi asam lemak di mitokondria [3]. Selain itu [8], juga berpendapat bahwa steatosis merupakan keadaan dimana terjadi kelainan metabolisme lemak termasuk di dalamnya adalah kelainan up-take, sintesa, degradasi atau sekresi lemak. Pada keadaan normal asam lemak yang di up-take hepar sebagian besar akan disintesis menjadi trigliserida dan dioksidasi di mitokondria [9]. Trigliserida yang terbentuk ini akan disekresi ke sirkulasi dalam bentuk very low density lipoprotein (VLDL). Yang sebelumnya trigliserida harus berikatan dengan protein apoB-100, disamping itu juga melibatkan protein-protein lain seperti microsomal triglyceride transfer protein (MTP) yang berfungsi sebagai pengatur utama dalam pembentukan VLDL. Microsomal
Alamat korespondensi: Nur Khoma Fatmawati Email :
[email protected] Alamat : Program Studi Pascasarjana S2 Biomedik Universitas Brawijaya
J.Exp. Life Sci. Vol. 2 No. 2, 2012
57
triglyceride transfer protein menstabilkan apoB sehingga dapat berfusi dengan trigliserida dan memungkinkan terbentuknya VLDL [10]. Patogenensis steatosis diketahui juga berhubungan dengan meningkatnya aktivitas stres oksidatif [8]. Stres oksidatif merupakan suatu keadaan dimana terjadi ketidakseimbangan antara oksidan dan antioksidan [11]. Radikal bebas ini bersifat magnetik dan sangat reaktif [12]. Oksigen merupakan komponen utama dalam proses respirasi aerobik oleh sistem enzim dalam tubuh dapat diubah menjadi radikal bebas, diantaranya, radikal superoksid, hidrogen peroksida dan radikal hidroksil [11]. Peningkatan kadar asam lemak intra hepatik dapat menjadi sumber stres oksidatif. Hal ini disebabkan asam lemak merupakan asam lemah dan berada dalam keseimbangan antara bentuk ionisasi (RCOO-) dan bentuk tidak bermuatan (R-COOH). Mitokondria merupakan sumber dari ROS seluler yang dapat mencetuskan terjadinya steatosis [8]. Pada keadaan fisiologis normal, konsentrasi ROS dalam mitokondria sebesar 8x10-12 M [11]. Nicholls and Budd [13] melaporkan bahwa ROS yang terbentuk pada proses oksidasi fosforilasi terjadi pada saat molekul oksigen direduksi menjadi H2O pada komplek IV dan juga pada saat reduksi molekul oksigen dengan penambahan elektron pada komplek I dan II. Proses oksidasi fosforilasi di mitokondria melibatkan 5 kompleks protein yang sangat spesifik yang ada di dalam membran mitokondria bagian dalam. Selama proses transfer elektron memungkinkan elektron bereaksi dengan oksigen yang ada sehingga timbullah radikal bebas [14]. Radikal bebas dapat menghasilkan peroksida lipid yang akhirnya dapat menyebabkan kematian sel dan pelepasan MDA serta HNE [8]. Radikal bebas juga menginduksi pembentukan sitokin tumor necrosing factor α (TNF-α), transforming growth factor β (TGF-β) dan interleukin-8. Sitokin ini menyebabkan aktivasi kaspase dan kematian sel hepatosit. Transforming growth factor β mengaktifkan sintesis kolagen oleh sel stellate dan mengaktifkan transglutaminase jaringan dan cross-link protein sitoskeleton kemudian mempromosikan pembentukan Mallory`s hyaline [8]. Berbagai sitokin tersebut ber peran dalam patogenesa terjadinya inflamasi pada steatosis terutama disebabkan oleh sel kupfer yang berinteraksi dengan radikal bebas. Sel kupfer fungsi khusus antara lain untuk fagositosis, presentasi antigen, menghasilkan beberapa produk sitokin, prostanoid, dan nitric oxide [15].
ISSN. 2087-2852 E-ISSN. 2338-1655
Proteksi Kombinasi Minyak Wijen & α-Tocopherol pada Steatosis Tikus Hiperkolesterolemia (Fatmawati dkk.)
Aktivasi sel kupfer tersebut akan mengakibatkan sekresi prostaglanding E2 (PGE2) melalui jalur Cyclooxygenase-2 (COX-2) dengan berinteraksi dengan reseptor spesifik, sehingga dapat meningkatkan akumulasi trigliserida di hepatosit melalui mekanisme peningkatan cyclic adenosine monophosphate (cAMP) [16]. Sebagai upaya preventif masyarakat biasanya menggunakan bahan makanan yang sudah dikenal dapat menurunkan kadar kolesterol plasma, yakni minyak wijen. Hampir 85% asam lemak minyak wijen berupa asam lemak tak jenuh yang berupa linoleat [17]. Nakai [18] dan Winarno [19] mengemukakan bahwa minyak wijen memiliki beberapa kelebihan yakni bersifat stabil dan terdapat bebarapa antioksidan alami yang berupa sesamin, episesamin dan lignan lainnya. Akan tetapi minyak wijen dalam bentuk roasted lebih bersifat stabil dibandingkan bentuk lainnya. Hal ini disebabkan adanya proses roasting sesamolin dirubah menjadi sesamol, sehingga memiliki kandungan lignan yang lebih banyak [20]. Oleh karena linoleat mengandung ikatan rangkap sehingga akan mudah mengalami oksidasi yang dapat mengakibatkan terjadinya stres oksidatif [21]. Alfa-tocopherol diketahui sebagai antioksidan yang dapat mencegah terjadinya propagasi reaksi radikal bebas. Sampai saat ini belum diketahui bagaimana efek kombinasi α-tocopherol dan minyak wijen dalam tubuh, terutama efeknya pada pencegahan steatosis melalui mekanisme stres oksidatif. Sehingga diperlukan suatu penelitian mengenai pengaruh kombinasi minyak wijen dan αtocopherol dibandingkan minyak wijen sendiri dalam menghambat steatosis pada tikus hiperkolesterolemia. METODOLOGI Pembuatan Tikus Hiperlipidemia Komposisi pakan untuk mendapatkan kondisi tikus menjadi hiperlipidemia yaitu menggunakan diet normal yang terdiri dari confeed PAR-S dan tepung terigu dengan perbandingan 2:1, ditambah kolesterol 2%, asam kolat 0,2% dan minyak babi 10% [22]. Pengambilan Sampel Darah dan Jaringan Hewan coba (Rattus norvegicus strain wistar) dianatesi dengan menggunakan eter. Rongga dada dibuka melebar hingga tampak organ jantung, dan dengan menggunakan spuit 5 mL ditusukkan menembus ventrikel jantung. Darah diaspirasi hingga 5 mL dan ditampung dalam tabung ependorf. Kemudian rongga perut
J.Exp. Life Sci. Vol. 2 No. 2, 2012
58
dibuka. Selanjutnya organ hepar dimasukkan disimpan dalam cold storage dengan suhu -700 C. Pengukuran Kadar Kolesterol Serum Pengukuran kadar kolesterol dilakukan dengan menggunakan metode CHO-PAP, enzimatik photometrik test dengan menggunakan sampel serum yang dilakukan pada pada akhir minggu ke-10. Inkubasi selama 20 menit pada suhu 20-25oC atau 10 menit pada suhu 37oC. Ukur absorban (A std) dan sampel (A spl) terhadap blangko reagen (RB) dalam waktu 60 menit. Reagen yang digunakan adalah “Dia Sys Cholesterol FS” yang dibaca dengan menggunakan spektrofotometri dengan panjang gelombang 500 dλ. Penentuan kadar menggunakan rumus: Kolesterol (mg/dl)=
Abs.sampel x Abs.standar
konsentrasi standar
Pengukuran Trigliserida Pengukuran trigliserida dilakukan dengan menggunakan metode GPO-PAP, enzimatik kolorimetrik test. Inkubasi selama 10 menit pada suhu 20-25oC atau 10 menit pada suhu 37 oC. ukur absorban (A std) dan sampel (A spl) terhadap blangko reagen (RB) dalam waktu 60 menit. Penentuan kadar menggunakan rumus: Trigliserida (mg/dl)=
Abs.sampel x Abs.standar
konsentrasi standar
Isolasi Mitokondria Hepar Sebanyak 100 mg hepar segar yang sudah diperfusi dengan PBS digerus menggunakan pasir kuarsa. Kemudian dilakukan sentrifugasi dingin dan kecepatan tinggi secara bertingkat dengan menggunakan larutan TE dan sukrosa 15% [23]. Pemeriksaan Kadar Protein Mitokondria Hepar Sampel mitokondria yang didapat kemudian ditambahkan larutan NaCl 0,9% sampai 1 cc, kemudian disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Supernatan diambil ditambahkan dye dan dibaca menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 570 nm (Biomedik UB). Pemeriksaan SOD Mitokondria Hepar Sampel mitokondria direaksikan dengan xantin dan xantin oxidase serta KCN 10mM. Kemudian ditambahkan NBT sebagai pewarna, dan dibaca menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 580 nm [24]. Pemeriksaan Kadar MDA Mitokondria Hepar Pada pengujian kadar MDA mitokondria hepar digunakan dua sampel mitokondria untuk tes dan kontrol. Masing-masing diuji dengan menggunakan TCA dan HCl untuk menghentikan reaksi yang berlangsung kemudian diwarnai
ISSN. 2087-2852 E-ISSN. 2338-1655
Proteksi Kombinasi Minyak Wijen & α-Tocopherol pada Steatosis Tikus Hiperkolesterolemia (Fatmawati dkk.)
Pemeriksaan Histologi Hepar Pemeriksaan histologi hepar dilakukan dengan proses parafin blok serta menggunakan pewarnaan HE. Selain itu juga digunakan pengecatan Oil-Red O untuk konfirmasi adanya akumulasi lemak di sel hepar. Prosedur Pewarnaan HE Sediaan histologi di rendam dalam Haris Haematoxylin, selanjutnya secara bertahap direndam dalam larutan alkohol dan dilakukan counter staining menggunakan eosin [25]. Pewarnaan Oil-Red O Sediaan histologi yang dipotong dengan menggunakan cryo-staat kemudian diinkubasi dengan menggunakan propilen glikol dan oil-red O. Setelah itu dilakukan counter staining dengan menggunakan cat Mayer Haematoxylin [25]. Analisis Statistika Pengaruh kombinasi minyak wijen dengan αtocopherol, pengukuran kadar kolesterol total, trigliserida, MDA, SOD dan jumlah sel yang mengalami steatosis dianalisa dengan MANOVA dan bila ada perbedaan bermakna (p<0,05) dilanjutkan dengan Post Hoc Tukey HSD. Sedangkan pengujian toksisitas dilakukan secara deskriptif dan dikuantifikasi. HASIL PENELITIAN Pengaruh Kombinasi Minyak Wijen dengan αTocopherol Pada Kadar Kolesterol Serum Hasil pengukuran efek kombinasi minyak wijen dengan α-Tocopherol pada kadar kolesterol serum dengan menggunakan metode CHO-PAP, enzimatik photometrik test diperoleh data pada Gambar 1. Hasil pengukuran kadar kolesterol serum pada Gambar 1 menunjukkan bahwa pemberian minyak wijen dengan α-tocopherol mampu menurunkan kadar kolesterol serum tikus hiperlipidemia secara signifikan (p<0,039). Hal ini juga didukung dengan pengukuran kadar
J.Exp. Life Sci. Vol. 2 No. 2, 2012
140 120 Kadar Kolesterol (mg/dL)
Pembuatan Sediaan Histologi Jaringan hepar difiksasi dengan formalin 10% selama 6 jam, kemudian secara bertingkat direndam dalam alkohol 80, 95 dan 100%. Setelah itu dilakukan embedding paraffin dan dipotong menggunakan mikrotom dengan ketebalan 5-6 nm. Setelah terpotong dilakukan deparafinisasi dengan merendamnya dalam xylol dan alkohol [25].
kolesterol pada semua kelompok yang dibandingkan dengan kelompok hiperkolesterol yang menunjukkan bahwa kadar kolesterol serum pada kelompok hiperkolesterol.
100 80
MW MW+alfa-tocopherol
60 40 20 0 1
2
3
Dosis
Gambar 1. Efek sinergistik minyak wijen dengan αtocopherol terhadap kadar kolesterol serum (p<0,05).
Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara kelompok hiperkolesterol dengan kelompok minyak wijen. Kadar kolesterol pada kelompok kombinasi minyak wijen dengan α-tocopherol juga mengalami penurunan jika dibandingkan dengan kelompok minyak wijen. Kondisi ini menunjukkan bahwa terapi dengan kombinasi antara minyak wijen dengan α-tocopherol terbukti memiliki efek sinergis yang berfungsi dalam menurunkan kadar kolesterol serum. H iperkolesterol 150
M inyakW ijen M inyakW ijen+Alfa-tocopherol
Kolesterol(mg/dL)
menggunakan Na-THIO dan dispektrofotometer pada panjang gelombang 531 nm (Biomedik, UB).
59
100
50
0
K
0,3
0,6
1,2
Gambar 2. Perubahan kadar kolesterol serum pada berbagai kelompok perlakuan.
Rata-rata pemberian berbagai dosis kombinasi minyak wijen dengan α-tocopherol pada kelompok perlakuan terbukti mampu menurunkan kadar kolesterol jika dibandingkan dengan pemberian minyak wijen pada dosis yang sama (Gambar 2). Penurunan absorbsi kolesterol diduga akibat penurunan solubilitas micellar kolesterol. Penurunan kolesterol juga diakibatkan penurunan aktifitas HMG-CoA reductase oleh sesamin [26].
ISSN. 2087-2852 E-ISSN. 2338-1655
Proteksi Kombinasi Minyak Wijen & α-Tocopherol pada Steatosis Tikus Hiperkolesterolemia (Fatmawati dkk.)
Kombinasi Minyak Wijen dengan α Tocopherol pada Kadar Trigiserida Serum Hasil pengukuran kadar trigliserida serum dari kelompok minyak wijen dan kelompok kombinasi minyak wijen dengan α-tocopherol GPO-PAP, enzimatik kolorimetrik test diperoleh data pada Gambar 3.
60
kurang bermakna apabila dibandingkan dengan kelompok minyak wijen. Hal ini menunjukkan bahwa minyak wijen dengan α-tocopherol mempunyai efek sinergistik dalam menurunkan kadar trigliserida serum. Hiperkolesterol
160
M inyakW ijen 150 M inyakW ijen+Alfa-tocopherol
120 100 MW
80
MW+alfa-tocopherol
60 40 20
Trigliserida(mg/dL)
Kadar Trigliserida (mg/dL)
140
100
50
0 1
2
0
3
Dosis
Hasil pengukuran kadar trigleserida serum pada kelompok minyak wijen dan kelompok kombinasi minyak wijen dengan α-tocopherol Gambar 3 menunjukkan bahwa kadar trigliserida serum terdapat perbedaan signifikan (p<0,05) antara kelompok minyak wijen (MW) dan kelompok kombinasi minyak wijen dengan αtocopherol pada berbagai dosis. Rata-rata hasil pengukuran menunjukkan bahwa kombinasi minyak wijen dengan α-tocopherol dapat lebih menurunkan kadar trigliserida serum (p<0,05). Sedangkan pengukuran kadar trigleserida pada kelompok minyak wijen dan kombinasi minyak wijen dibandingkan dengan kelompok hiperkolesterol, diperoleh bahwa kadar trigliserida kelompok hiperkolesterol (154,782± 11,09) mg/dl. Kadar kolesterol kelompok minyak wijen dosis 1,2 mL adalah (84,648±3,87) mg/dl sedang pada kelompok perlakuan kombinasi minyak wijen dengan α-tocopherol dosis 1,2 mL (66,890±6,03) mg/dl (Gambar 4). Penurunan trigliserida ini diduga disebabkan karena peningkatan fungsi mitokondria dalam proses β oksidasi. Peningkatan β oksidasi akan menyebabkan penurunan proses esterifikasi pembentukan trigliserida [8]. Berdasarkan analisis statistika diperoleh perbedaan secara signifikan (p<0,016) kadar trigleserida antara kelompok hiperkolesterol dengan kelompok minyak wijen. Kadar trigliserida kelompok kombinasi minyak wijen dengan α-tocopherol terdapat penurunan tetapi
J.Exp. Life Sci. Vol. 2 No. 2, 2012
Gambar 4. Perubahan kadar trigliserida serum pada berbagai kelompok.
Pengaruh Kombinasi Minyak Wijen dengan αTocopherol pada Kadar MDA Pengukuran kadar MDA pada mitokondria hepar dengan menggunakan metode TBA (Trichloro Barbiturate Acid) diperoleh data pada Gambar 5. 0.5 0.45 Kadar MDA (n mol/gr protein)
Gambar 3. Efek sinergistik minyak wijen dengan αtocopherol terhadap kadar trigliserida serum. Tampak bahwa kombinasi minyak wijen dengan α-tocopherol dapat lebih menurunkan kadar trigliserida serum (p<0,05).
0,3 1,2 0,6 DosisM W(m l)
K
0.4 0.35 0.3 MW MW+tocopherol
0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 1
2
3
Dosis
Gambar 5. Efek sinergistik minyak wijen dengan αtocopherol terhadap kadar MDA mitokondria.
Hasil pengukuran kadar MDA pada kelompok minyak wijen dan kombinasi minyak wijen dengan α-tocopherol pada Gambar 5 menunjukkan bahwa kombinasi minyak wijen dengan αtocopherol dapat lebih menurunkan kadar MDA mitokondria hepar (p<0,05). Pada hasil pengukuran kadar MDA antara semua kelompok perlakuan dengan kelompok hiperkolesterol diperoleh data seperti pada Gambar 6. Hasil pengukuran kadar MDA pada kelompok perlakuan menunjukkan adanya penurunan kadar MDA mitokondria hepar dibandingkan dengan kelompok hiperkolesterol.
ISSN. 2087-2852 E-ISSN. 2338-1655
Proteksi Kombinasi Minyak Wijen & α-Tocopherol pada Steatosis Tikus Hiperkolesterolemia (Fatmawati dkk.)
61
300 0.8 M inyakW ijen
MDA(nmol/mgprotein)
0.6 M inyakW ijen+Alfa-tocopherol
0.4
0.2
0
K
0,3
0,6
Kadar SOD (Unit/gr protein)
Hiperkolesterol
250 200 MW
150
MW+alfa-tocopherol
100 50 0
1,2
1
2
3
Dosis
Pada kelompok hiperkolesterol didapatkan kadar MDA (0,847±0,036) nmol/mg protein. Kadar MDA kombinasi minyak wijen α-tocopherol dosis 1,2 mL (0,092±0,01) nmol/mg protein sedang kelompok minyak wijen dosis 1,2 ml (0,257±0,01) nmol/mg protein (Gambar 5). Hasil analisis statistika diperoleh bahwa kadar MDA mitokondria hepar antara kelompok hiperkolesterol dengan kelompok minyak wijen terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.00). Hal ini juga terjadi antara kelompok kombinasi minyak wijen dengan α-tocopherol dengan kelompok minyak wijen yang menunjukkan adanya perbedaan secara signifikan kadar MDA mitokondria hepar pada masing-masing kelompok tersebut. Myung-Hwa et al. [27] menyatakan bahwa minyak wijen berpotensi sebagai antioksidan. Kombinasi Minyak Wijen dengan α-Tocopherol pada Kadar SOD Pengukuran kadar SOD mitokondria hepar dengan menggunakan metode reaksi xantin dan xantin oxidase diperoleh seperti data pada Gambar 7. Hasil pengukuran kadar SOD pada mitokondria hepar pada kelompok pemberian minyak wijen dan kombinasi minyak wijen dengan αtocopherol menunjukkan bahwa pemberian kombinasi minyak wijen dengan α-tocopherol dapat lebih meningkatkan kadar SOD secara signifikan (p<0,05) dibandingkan dengan kelompok pemberian minyak wijen. Sehingga untuk mengetahui apakah minyak wijen dan kombinasi minyak wijen mempunyai efek meningkatkan kadar SOD mitokondria hepar dibandingkan dengan kelompok hiperkolesterol, maka diukur kadar SOD pada semua kelompok dan didapatkan hasil seperti tampak pada Gambar 8.
J.Exp. Life Sci. Vol. 2 No. 2, 2012
Gambar 7. Efek sinergistik minyak wijen dengan αtocopherol terhadap kadar SOD mitokondria (P<0.05).
Hasil pengukuran kadar SOD mitokondiria hepar diperoleh yakni, pada kelompok perlakuan kombinasi minyak wijen dan α-tocopherol dosis 1,2 mL diperoleh hasil kadar SOD mitokondria hepar sebanyak 253,825±16,64 U/mg protein sedangkan pada kelompok minyak wijen dosis 1,2 ml kadar SOD mitokondria hepar sebanyak 208,700±11,27 U/mg protein. Adapun kadar SOD kelompok hiperkolesterol sebanyak 139,7±2,82 U/mg protein (Gambar 8). H iperkolesterol 300
M inyakW ijen 250
M inyakW ijen+ 200
SOD(Unit/mgprotein)
Gambar 6. Perubahan Kadar MDA Mitokondria Hepar Pada Berbagai Kelompok Perlakuan (p<0.00).
150 100 50
0
K
0,3
0,6
1,2
D osisM W (m l)
Gambar 8. Perubahan kadar SOD mitokondria hepar pada berbagai kelompok perlakuan (p<0,02).
Hasil analisis statistikan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan (p<0,02) kadar SOD mitokondria hepar antara kelompok hiperkolesterol dengan kelompok dengan pemberian minyak wijen saja. Hal ini mengindikasikan bahwa minyak wijen dengan αtocopherol mempunyai efek sinergistik dalam meningkatkan kadar SOD mitokondria hepar. Perubahan Histopatologi Hepar setelah Pemberian Diet Aterogenik, Minyak Wijen dan Kombinasi Minyak Wijen dengan α-Tocopherol Minyak wijen memiliki kandungan PUFA yang bersifat stabil disebabkan adanya kandungan senyawa antioksidan alami yang sangat tinggi yakni berupa berupa sesamin, sesamolin, sesaminol, episesamin [19]. Pengujian efek
ISSN. 2087-2852 E-ISSN. 2338-1655
Proteksi Kombinasi Minyak Wijen & α-Tocopherol pada Steatosis Tikus Hiperkolesterolemia (Fatmawati dkk.)
kombinasi minyak wijen dengan α-tocopherol dan minyak wijen pada tikus model dilakukan dengan menggunakan metode pewarnaan Hematoxilin Eosin (HE) terhadap kondisi steatosis. Sedangkan konfirmasi terhadap kondisi adanya lemak pada hepatosit digunakan metode pengecatan Oil-Red O diperoleh data pada Gambar 9. Pengecatan HE
Pengecatan Oil-Red O
A
B
C
D
E
F
Gambar 9. Perubahan histopatologi pada hepar setelah pemberian diet aterogenik (a,b), minyak wijen (c,d) dan kombinasi minyak wijen dengan αTocopherol (e,f). Perbesaran 400x. Tanda panah menunjukkan sel yang mengalami infiltrasi lemak.
Hasil pengecatan dengan metode HE maupun oil-red O, menunjukan bahwa sel yang mengalami steatosis lebih banyak didapatkan pada kelompok hiperkolesterol dibandingkan dengan kelompok terapi. Struktur stroma pada kelompok hiperkolesterol (A dan B) lebih padat, yakni adanya penebalan jaringan ikat. Pada bagian sinusoid diperoleh gambaran yang lebih sempit. Hal ini diduga disebabkan adanya desakan oleh sel hepatosit yang membesar. Pada kelompok hiperkolesterol ditemukan adanya peradangan lokal yang ditandai adanya infiltrasi sel-sel inflamasi ke dalam parenkim hepar.
J.Exp. Life Sci. Vol. 2 No. 2, 2012
62
Pada Gambar 9c-d kondisi steatosis ditemukan lebih sedikit, susunan lebih radier dan tidak didapatkan keradangan. Sedangkan pada Gambar 9e-f, menunjukkan bentukan sitoplasma yang lebih lebih padat, sinusoid tampak jelas, susunan lebih radier, tidak didapatkan keradangan lokal. Kombinasi minyak wijen dengan α-tocopherol dapat mencegah terjadinya steatosis. Hal ini dibuktikan dengan menurunnya jumlah sel yang mengalami steatosis pada kelompok kombinasi minyak wijen dengan αtocopherol, serta adanya perbaikan struktur hepar mulai dari menurunnya fibrosis, keradangan lokal, sinusoid yang tampak lebih jelas, susunan hepatosit yan radier, bentuk hepatosit kembali ke bentuk polihedral, dan inti berada di tengah. kombinasi minyak wijen dengan α-tocopherol. Perubahan gambaran histologis berkorelasi dengan perubahan kadar MDA. Semakin sedikit persentase steatosis, maka semakin sedikit juga kadar MDA. Kondisi tersebut diatas mengindikasikan bahwa perbaikan gambaran histologis diakibatkan karena menurunnya aktifitas stres oksidatif di mitokondria. Hal ini dapat diterangkan dengan pemberian α-tocopherol dapat menurunkan aktifitas stres oksidatif yang ditandai dengan menurunnya kadar MDA miokondria dan peningkatan SOD mitokondria. Oleh karena aktifitas stres oksidatif dihambat oleh α-tocopherol maka kerusakan sel dan organela sel terutama mitokondria dapat dicegah, sehingga tidak terjadi akumulasi lipid di hepatosit [8]. Kombinasi minyak wijen dengan α-tocopherol Perubahan gambaran histologis berkorelasi dengan perubahan kadar MDA. Semakin sedikit persentase steatosis, maka semakin sedikit juga kadar MDA. Hal ini dapat disimpulkan bahwa perbaikan gambaran histologis diakibatkan karena menurunnya aktifitas stres oksidatif di mitokondria. Adanya ketidakseimbangan antara MDA dan SOD ini menimbulkan terjadinya stres oksidatif [9]. SOD merupakan antioksidan enzimatik yang pertama kali bekerja ketika ROS dihasilkan. SOD bekerja dengan cara merubah radikal superoksid menjadi radikal H2O2, yang selanjutnya oleh GSH akan dirubah menjadi H2O [12]. Efek Kombinasi Minyak Wijen (MW) dengan αTocopherol pada Presentase Steatosis Presentase steatosis hasil pengamatan dengan menggunakan metode HE dan oil-Red O,
ISSN. 2087-2852 E-ISSN. 2338-1655
Proteksi Kombinasi Minyak Wijen & α-Tocopherol pada Steatosis Tikus Hiperkolesterolemia (Fatmawati dkk.)
secara nyata menunjukkan adanya lubang-lubang putih (akumulasi lemak). Pada perhitungan persentase terjadinya steatosis diperoleh data yakni sebanyak 68±1,32% pada kelompok hiperkolesterol. Sedangkan pada kelompok kombinasi minyak wijen dan α-tocopherol dosis 1,2 ml kondisi steatosis sebanyak 38±0,53%. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan presentase steatosis pada kelompok hiperkolesterol dengan kelompok minyak wijen. selain itu perbedaan secara signifikan (p<0,05) presentase steatosis juga terjadi pada kelompok kombinasi minyak wijen dengan α-tocopherol dengan kelompok minyak wijen.
Persentase steatosis (%)
70 60 50 40
MW
30
MW+alfa-tocopherol
20 10 0 1
2
3
Dosis
Gambar 10. Efek sinergistik kombinasi minyak wijen dengan α-tocopherol dapat lebih menurunkan persentase steatosis (p<0,05).
Pada perhitungan ini juga diperoleh tingkat grading yang paling rendah didapatkan pada kelompok kombinasi minyak wijen dan αtocopherol pada dosis 0,6 ml dan 1,2 ml. Hal ini mengindikasikan bahwa gambaran perubahan histologi berkaitan dengan perubahan pada kadar MDA. Semakin rendah presentase steatosis maka semakin sedikit jumlah kadar MDA. KESIMPULAN Minyak wijen dan α-tocopherol mempunyai efek sinergistik terhadap penghambatan steatosis melalui mekanisme penghambatan aktifitas stres oksidatif di mitokondria hepar. Selain itu juga menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida serum. Minyak wijen dan α-tocopherol memiliki efek sinergis menghambat stres oksidatif pada mitokondria hepar. DAFTAR PUSTAKA [1] Glew R.H. 1997. Lipid metabolism II: pathways of metabolism of special lipids. In Devlin T.M. (Ed). Textbook of biochemistry with clinical correlations. Wiley-Liss, Inc. New York.
J.Exp. Life Sci. Vol. 2 No. 2, 2012
63
[2]
Wijaya A. 1997. Parameter biokimia untuk sindrom koroner akut. Forum Diagnostikum. 1. [3] Alpers D.H., Sabesin S.M., and White H.M. 1993. Fatty liver: biochemical and clinical aspects. In: Schiff L. and Schiff E.R. (Eds). Diseases of the liver. JB Lippincort Company. Philadelphia. 825-840. [4] Rehnmark S., Giometti C.S., Slavin B.G., Doolittle M.H., and Reue K. 1998. The fatty liver dystrophy mutant mouse: microvesicular steatosis associated with altered expression levels of peroxisome Proliferator -Regulated Proteins. The Journal of Lipid Research. 39 (11): 2209-2217. [5] Marceau P., Biron S., Hould F.S., Marceau S., Simard S., Thung S.N., and Kral J.G. 1999. Liver pathology and the metabolic syndrome X in severe obesity. The Journal of Clinical Endocrinology and Metabolism. 84 (5): 1513-1517. [6] Pessayre D., Mansouri A., and Fromenty B. 2002. Mitochondrial dysfunction in steatohepatitis. American Journal of Physiology Gastrointestinal and Liver Physiology. 282: G193–G199. [7] Yang S., Lin H.Z., Hwang J., Chacko V.P., and Diehl A.M. 2001. Hepatic hyperplasia in noncirrhotic fatty livers: Is obesity- related hepatic steatosis or premalignant condition? Cancer Research. 61 (13): 50165023. [8] Angulo P. and Lindor K.D. 2002. Nonalcoholic fatty liver disease. Journal of Gastroenterology and Hepatology. 17: 186190. [9] Cotran R.S., Kumar V., Robbins S.L., and Saunders W.B. 1994. Pathologic basis of disease. John Wiley and Sons, Ltd. New York. [10] Perlemuter G., Sabile A., Letteron P., Vona G., Topilco A., Chretien Y., Koike K., Pessayre D., Chapman J., Barba G., and Brechot C. 2002. The Journal of the Federation of American Societies for Experimental Biology. 16: 185-194. [11] Gutteridge J.M.C. and Halliwell B. 1995. Antioxidants in nutrition, health, and disease. Oxford University Press Inc. New York. 246-249. [12] Tjokroprawiro A. 1993. Radikal bebas, aspek klinik dan kemungkinan aplikasi terapi. Simposium Persatuan Ahli Penyakit DALAM Cabang Surabaya. Oksidan dan Antioksidan: Peranan-nya Dalam Mencegah
ISSN. 2087-2852 E-ISSN. 2338-1655
Proteksi Kombinasi Minyak Wijen & α-Tocopherol pada Steatosis Tikus Hiperkolesterolemia (Fatmawati dkk.)
[13]
[14]
[15]
[16]
[17]
[18]
[19] [20]
[21]
[22]
Progresifitas Kelainan Pembuluh Darah. Surabaya. 11-36. Nicholls D.G. and Budd S.L. 2000. Mitochondria and neural survival. Physiol. Rev. 80: 315-360. Widodo M.A. 2003. Calcium dan generasi spesies oksigen reaktif pada fungsi mitokondria. Basic Moleculer. Biology comes on mitochondrial medicine. 1-2: 1531. Diehl A.M. 2002. IV. Nonalcoholic fatty liver disease abnormalities in macrophage function and cytokines. American Journal of Physiology Gastrointestinal and Liver Physiology. 282: G15. Enomoto N., Ikejima K., Yamashina S., Enomoto A., Nishiura T., Nishimura T., Brenner D.A., Schemmer P., Bradford B.U., Rivera C.A., Zhong Z., and Thurman R.G. 2000. Kupffer cell-derived prostaglandin E2 is involved in alcohol-induced fat accumulation in rat liver. American Journal of Physiology Gastrointestinal and Liver Physiology. 279: G100-G106. Handajani S., Astuti I., Kusnandar, and Chamdi A.N. 2002. The potency of products based on sesame on agriculture sustainability system in Sukoharjo District, Central Java Province. Proceeding International Conference on Redesigning Sustainable Development on Food and Agriculture System for Developing Countries. Gadjah Mada University. Yogyakarta. Nakai M., Harada M., Nakahara K. 2003. Novel antioxidative metabolites in rat liver with ingested sesamin. J. Agric. Food. Chem. 51(6): 1666-1670 Winarrno F.G. 1999. Minyak goreng dalam menu masyarakat. Balai Pustaka. Jakarta. Mohamed H.M.A. and Awatif I.I. 1998. The use of sesame oil unsaponifiable matter as a natural antioxidant. Food Chemistry. 62 (3): 269-276. Mayumi T., Tsuboyama-Kasaoka N., Nakatani T., Ishi M., Tsutsumi S., Aburatani H., and Ezaki O. 2002. Fish oil feeding alters liver gene expressions to defend against PPARα activation and ROS production. American Journal Physiology Gastrointestinal and Liver Physiology. 282: G338-G348. Ali M. 2002. Vaksinasi LDL-yang dioksidasi pada aterosklerosis fase awal: studi penelitian eksperimental laboratorium pada
J.Exp. Life Sci. Vol. 2 No. 2, 2012
[23]
[24]
[25]
[26]
[27]
64
tikus. Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya. Malang. Rabyt J.F. and White B.J. 1987. Biochemical techniques: theory and practice. Brooks/ cole Publishing Company. California. Hoshida S., Kuzuya T., Fuji H., Yamashita N., Oe H., Hori M., Suzuki K., Taniguchi N., and Tada M. 1993. Sublethal ischemia alters myocardial antioxidant activity in canine heart. American Journal of Physiology Heart and Circulatory Physiology. 264: H33-H39. Luna L.G. 1968. Manual of histologic staining of the armed forces institute of pathology. Third Edition. Mc Graw Hill Book Company. New York. Hirose N., Inoue T., Nishihara K., Sugano M., Akimoto K., Shimizu S., and Yamada H. 1991. Inhibition of cholesterol absorption and synthesis in rats by sesamin. J. Lipid Res. 32: 629–638. Myung – Hwa K., Yoshichika K., Michitaka N., and Toshihiko O. 1999. Dietary defatted sesame flour decreases susceptibility to oxidative stress in hypercholesterolomic rabbits. Journal of Nutrition. 129: 18851890.
ISSN. 2087-2852 E-ISSN. 2338-1655