i
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Katalog dalam terbitan (KDT) Prof. Ma’ruf Abdullah METODE PENELITIAN KUANTITATIF Cetakan I: September 2015 xxxv + 422 hlm. ; 15,5 x 23cm. ISBN 979-8726-46-4
Penerbit: Aswaja Pressindo Anggota IKAPI No. 071/DIY/2011 Jl. Plosokuning V No. 73 Minomartani, Ngaglik, Sleman Yogyakarta Telp.: (0274) 4462377 e-mail:
[email protected] [email protected] Website: www.aswajapressindo.co.id Cover : Agung Istiadi Layout : Igbal
Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang memperbanyak buku ini sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun juga, baik secara mekanis maupun elektronis, termasuk fotokopi, rekaman dan lain-lain tanpa izin dari penerbit
ii
PENGANTAR PENULIS
Puji syukur kepada Allah, shalawat dan salam semoga selalu disampaikan kepada Muhammad SAW, Nabi dan Rasul akhir zaman, manusia teladan yang selalu menginspirasi pengikutnya untuk berbuat yang terbaik kepada sesama manusia. Aamin. Alhamdulillah dengan menghayati semangat pengabdian Rasul dan Nabi Akhir zaman Muhammad SAW untuk kemaslahatan umatnya, untuk yang kesembilan penulis dapat menyelesaikan penulisan buku dengan judul “Metodologi Penelitian Kuantitatif” (untuk: Ekonomi, Manajemen, Komunikasi, dan Ilmu Sosial lainnya). Mudah-mudahan buku ini diterima Allah SWT sebagai bentuk pengabdian penulis kepada dunia akademik yang menjadi pilihan hidup penulis sebagai dosen tetap di Institut Agama Islam Negeri Antasari Banjarmasin, dan dosen tidak tetap di Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al-Banjary (UNISKA) Banjarmasin, Sekolah Tinggi IImu Ekonomi Indonesia (STIE Indonesia) Kayu Tangi Banjarmasin. Penulisan buku Metodologi Penelitian Kuantitatif ini seperti halnya buku-buku penulis sebelum ini, lebih termotivasi oleh keinginan penulis membantu mahasiswa untuk lebih memahami metodologi penelitian kuantitatif secara komprehensif, karena selama ini penulis selalu kebagian bimbingan skripsi dan tesis mahasiswa yang berminat melakukan penelitian dengan metode kuantitatif sebagai metode alternatif yang disamping metode kualitatif bagi ilmu-ilmu sosial, baik di Prodi Ekonomi Syariah Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam Institut Agama Islam Negeri Antasari Banjarmasin, maupupun di Pascasarjana
iii
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Ilmu Komunikasi UNISKA, lebih-lebih lagi di Pascasarjana Ilmu Manajemen STIE Indonesia. Disatu sisi semakin banyak mahasiswa yang berminat memilih metode penelitian kuantitatif, sementara disisi lain pengetahuan dan penguasaan mahasiswa terhadap metode penelitian kuantitatif masih banyak yang perlu ditingkatkan, sehingga perlu diberikan lagi tambahan literatur agar pemahaman mahasiswa menjadi komprehensif. Dengan penguasaan mahasiswa yang komprehensif itu, mahasiswa akan merasakan manfaat menggunakan metode penelitian kuantitatif itu, khususnya untuk jurusan/prodi ekonomi dan yang sejenisnya yang banyak didalam analisis datanya memerlukan perhitungan dengan menggunakan angka dan statistik. Dengan terbitnya buku Metodologi Penelitian Kuantitatif ini perkenankan penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Rektor IAIN Antasari Banjarmasin 2. Dekan Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN Antasari Banjarmasin 3. Direktut Pascasarjana IAIN Antasari Banjarmasin 4. Direktur Pascasarjana Ilmu Komunikasi UNISKA Banajarmasin 5. Direktur Pascasarjana Magister Manajemen STIE Indonesia Kayu Tangi Banjarmasin. 6. Rekan sejawat dosen: Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN Antasari Banjarmasin, Pascasarjana IAIN Antasari Banjarmasin, Pascasarjana Ilmu Komunikasi UNISKA Banjarmasin, Pascasarjana Magister Manajemen STIE Indonesia Kayu Tangi Banjarmasin Yang terus memotivasi penulis untuk terus berkarya menulis bukubuku yang diperlukan untuk pembelajaran mahasiswa. 7. Terima kasih yang sama juga penulis sampaikan kepada saudari Elida Mahriani, SEI, MM Assisten penulis dalam melaksanakan perkuliahan di Jurusan/prodi Ekonomi Syariah Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN Antasari Banjarmasin yang berkenan mengedit dan menyusun format naskah buku ini. 8. Terima kasih yang sama juga penulis sampaikan kepada Direktur Penerbit Aswaja Press Yogyakarta yang selalu siap dan bersedia iv
membantu penulis mencetak, menerbitkan, dan mengurus peredaran buku-buku karya penulis ke seluruh Indonesia. Semoga semua partisipasi dan dukungan yang Bapak/Ibu/Saudara berikan kepada penulis, oleh Allah SWT diterima dan dicatat sebagai amal kebajikan yang akan diberikan ganjaran yang berlipat ganda. Aamin ya rabbal alamin.
Banjarmasin, 7 Juli 2015 Penulis H.M.Ma’ruf Abdullah
v
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
vi
SAMBUTAN DEKAN FAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM IAIN ANTASARI BANJARMASIN Assalamu’alaikum Wr. Wb. Syukur Alhamdulillah, saya panjatkan kehadirat Allah Swt, atas segala limpahan Rahmat dan Karunia-Nya kepada kita semua, utamanya kepada penulis buku ini, semoga tetap dalam hidayah-Nya. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad Saw, beserta keluarganya, sahabatnya, dan para pengikutnya hingga akhir zaman. Alhamdulillah, satu lagi dosen Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam IAIN Antasari Banjarmasin menghasilkan karya ilmiah berupa buku yang berjudul Metodologi Penelitian Kuantitatif (Untuk: Ekonomi, Manajemen, Komunikasi, dan Ilmu Sosial lainnya). Penulisan kaya ilmiah adalah merupakan salah satu dari Tri dharma dosen disamping pengajaran dan pengabdian masyarakat. Diharapkan karya ini salah satu upaya menghadirkan pemikiran dalam bidang metodologi penelitian di kalangan masyarakat akademisi. Buku karya Prof. Dr. H. M. Ma’ruf Abdullah, SH., MM., M.Si ini sangat menarik untuk dibaca, dikaji, dan didiskusikan. Menurut saya buku ini adalah buku terlengkap pertama yang lahir dari dosen Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam IAIN Antasari Banjarmasin. Diakui masih sangat sedikit buku yang secara komprehensif membahas tentang metodologi penelitian yang berbasis Ekonomi Islam, khususnya mahasiswa yang sedang mempelajari metodologi penelitian dan yang sedang melaksanakan penelitian untuk menulis skripsi, tesis, dan disertasi, serta para peminat metodolgi penelitian.
vii
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Pada akhirnya untuk yang kesekian kalinya saya sebagai pemimpin Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam IAIN Antasari merasa bangga atas segala upaya yang dilakukan oleh Bapak Prof. Dr. H. M. Ma’ruf Abdullah, SH., MM., M.Si Oleh karenanya apa yang dilakukan oleh penulis patut diapresiasi. Semoga apa yang dilakukan merupakan amal jariyah yang akan diterima beliau kelak. Amin.
viii
PENGANTAR EDITOR
Metodologi Penelitian Kuantitatif merupakan jenis penelitian menurut paradigmanya. pendekatan kuantitatif berdasarkan atas paradigma yang berpandangan bahwa peneliti dapat dengan sengaja mengadakan perubahan terhadap dunia sekitar dengan melakukan berbagai eksperimen. Peneliti percaya bahwa manusia dapat menemukan aturan-aturan, hukum-hukum, dan prinsip-prinsip umum tentang dunia nyata baik dalam ilmu-ilmu alam maupun dalam ilmuilmu sosial termasuk pendidikan. Hukum-hukum itu dapat ditemukan dari data empiris dengan menggunakan sampel yang representatif dalam bentuk sesuatu yang dapat dihitung/ angka. Penelitian kuantitatif memperhatikan pada pengumpulan dan analisis data dalam bentuk numerik dan bersifat obyektif. Variabel-variabel penelitian kuantitatif dapat diidentifikasi dan interkorelasi variabel dapat diukur. Penelitian kuantitatif memiliki tujuan mengeneralisasi temuan penelitian sehingga dapat digunakan untuk memprediksi situasi yang sama pada populasi lain. Penelitian kuantitatif juga digunakan untuk menjelaskan hubungan sebab-akibat antar variabel yang diteliti. Penelitian kuantitatif dimulai dengan teori dan hipotesis. Peneliti menggunakan teknik manipulasi dan mengkontrol variabel melalui instrumen formal untuk melihat interaksi kausalitas. Peneliti mencoba mereduksi data menjadi susunan numerik selanjutnya ia melakukan analisis terhadap komponen penelitian (variabel). Penarikan kesimpulan secara deduksi dan menetapkan norma secara konsensus dan bahasa penelitian dikemas dalam bentuk laporan. Penelitian
ix
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
kuantitatif khususnya eksperimen, dapat menggambarkan sebabakibat. Buku Metodologi Penelitian Kuantitatif yang ditulis oleh Prof. Dr.H.M.Ma’ruf Abdullah,SH.MM.M.Si, ini memberikan wacana baru dalam menjawab kebutuhan para mahasiswa dan para peneliti baik dibidang Ekonomi, Manajemen, Komunikasi, maupun Ilmu Sosial lainnya mengenai metode-metode analisis data dalam penelitian kuantitatif ini. Buku ini sangat bermanfaat bagi para mahasiswa maupun para peneliti yang melakukan penelitian dibidang Ekonomi, Manajemen, Komunikasi, dan Ilmu Sosial lainnya. Semangat dan ketekunan penulis untuk senantiasa berkontribusi dalam dunia ilmiah memberikan spirit dan kebanggaan kepada saya untuk turut terlibat dalam proses editing buku ini. Terimakasih tak terhingga atas amanah yang dipercayakan penulis kepada saya untuk menyunting tulisan beliau, semoga buku ini memberikan manfaat dan menjadi amal jariyah di sisi Allah Swt.
Banjarmasin, 25 Agustus 2015 Editor, Elida Mahriani
x
DAFTAR ISI
Pengantar Penulis ....................................................................... Sambutan Dekan Fakultas Syariah dan Ekonmi Islam IAIN Antasari............................................................................... Pengantar Editor ......................................................................... Daftar Isi ................................................................................... Daftar Gambar ............................................................................ Daftar Tabel ................................................................................
iii vii ix xi
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1. Manusia mempunyai sifat ingin tahu ............................... 2. Upaya manusia mencari kebenaran ................................. 3. Penelitian dan ilmu pengetahuan .................................... 4. Sikap peneliti dalam penelitian ilmiah ............................. 5. Langkah-langkah esensial dalam penelitian ..................... 6. Tujuan penelitian ............................................................. 7. Jenis penelitian ................................................................
1 1 3 10 12 15 16 19
BAB II PROPOSAL DAN DESAIN PENELITIAN ......................................... 1. Pengertian proposal ......................................................... 2. Jenis proposal .................................................................. 3. Pengertian desain penelitian ........................................... 4. Jenis desain penelitian ..................................................... 5. Ciri-ciri penelitian ilmiah .................................................. 6. Penelitian yang berkualitas ..............................................
21 21 23 27 29 37 38 xi
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
BAB III ETIKA PENELITIAN ...................................................................... 1. Belajar etika dari Arestoteles ........................................... 2. Kajian tentang etika ......................................................... 3. Mengapa kita memerlukan etika ..................................... 4. Etika dalam perspektif Al-Qur’an ..................................... 5. Definisi etika .................................................................... 6. Sikap ilmiah dalam etika penelitian ................................. 7. Etika penelitian ................................................................
41 41 42 44 45 46 48 51
BAB IV KARAKTERISTIK PENELITIAN KUANTITATIF ................................ 1. Paradigma penelitian kuantitatif ...................................... 2. Ruang lingkup penelitian kuantitatif ................................ 3. Format penelitian kuantitatif ........................................... 4. Penggolongan dan jenis penelitian kuantitatif................. 5. Sistematika penulisan laporan penelitian kuantitatif.......
73 73 74 78 80 92
BAB V MEMILIH DAN MERUMUSKAN MASALAH PENELITIAN ............. 1. Memilih masalah ............................................................. 2. Judul penelitian ................................................................ 3. Identifikasi masalah ......................................................... 4. Merumuskan masalah ...................................................... 5. Tujuan penelitian ............................................................. 6. Jenis penelitian ................................................................
99 99 110 112 113 118 121
BAB VI DESAIN PENELITIAN KUANTITATIF .............................................. 1. Latar belakang masalah ................................................... 2. Merumuskan masalah dan ruang lingkup penelitian ....... 3. Merumuskan pertanyaan penelitian ................................ 4. Kriteria permasalahan penelitian ..................................... 5. Tujuan penelitian ............................................................. 6. Kegunaan penelitian ........................................................
127 127 135 136 138 142 147
BAB VII KAJIAN PUSTAKA ........................................................................ 149 1. Arti kajian pustaka ........................................................... 149 xii
2. 3. 4. 5. 6.
Manfaat kajian pustaka .................................................... Tujuan kajian pustaka....................................................... Sumber-sumber kajian pustaka ........................................ Langkah-langkah kajian pustaka....................................... Strategi menulis kajian pustaka .......................................
150 152 152 157 162
BAB VIII KONSEP, VARIABEL, DAN PENGUKURAN .................................... 1. Konsep penelitian ............................................................ 2. Konseptualisasi ................................................................ 3. Kerangka konseptual ........................................................ 4. Variabel penelitian kuantitatif ......................................... 5. Jenis variabel dan pengukurannya ................................... 6. Variabel menurut ragamnya ............................................ 7. Hubungan variabel ...........................................................
165 165 168 171 174 177 192 195
BAB IX HIPOTESIS PENELITIAN ............................................................... 1. Pengertian hipotesis ........................................................ 2. Dasar-dasar penyusunan hipotesis .................................. 3. Kegunaan hipotesis .......................................................... 4. Kriteria hipotesis yang baik .............................................. 5. Syarat-syarat hipotesis ..................................................... 6. Bentuk hipotesis .............................................................. 7. Merumuskan hipotesis..................................................... 8. Pengujian hipotesis .......................................................... 9. Penggunaan hipotesis ......................................................
205 205 207 210 210 211 212 214 215 217
BAB X METODE PENELITIAN, POPULASI, SAMPEL, DATA, DAN INSTRUMEN PENELITIAN .................................................... 1. Macam-macam metode penelitian .................................. 2. Populasi ............................................................................ 3. Sampel ............................................................................. 4. Teknik sampling ................................................................ 5. Penelitian kasus ............................................................... 6. Unit analisis ...................................................................... 7. Data penelitian.................................................................
219 219 226 227 234 243 243 244 xiii
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
8. Instrumen pengumpulan data ......................................... 247 9. Uji instrumen ................................................................... 257 10. Pengumpulan, pengolahan, dan analisis data .................. 272 BAB XI UJI HIPOTESIS PENELITIAN ......................................................... 1. Hipotesis .......................................................................... 2. Membuat rumusan hipotesis yang akan di uji ................. 3. Kesalahan yang mungkin terjadi ...................................... 4. Uji satu arah dan dua arah ............................................... 5. Pengujian hipotesis dengan sampel besar ....................... 6. Pengujian hipotesis dengan sampel kecil ......................... BAB XII METODE-METODE ANALISIS DATA PENELITIAN KUANTITATIF ... 1. Metode korelasional ........................................................ 2. Metode regresi................................................................. 3. Metode analisis jalur (Path analysis) ................................ 4. Metode analisis jalur dengan pengukuran SEM ............... 5. Metode analisis jalur dengan pengukuran Partial Least Square (PLS) .................................................
297 297 299 300 302 304 315 321 321 335 347 352 362
BAB XIII PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN, KESIMPULAN, DAN SARAN . 1. Pembahasan hasil penelitian ........................................... 2. Prinsip-prinsip pembahasan ............................................ 3. Hasil penelitian ................................................................ 4. Contoh pembahasan ........................................................ 5. Kesimpulan ...................................................................... 6. Saran ................................................................................
381 381 383 387 388 394 395
BAB XIV PROPOSAL PENELITIAN DAN LAPORAN PENELITIAN ................. 1. Pengertian proposal ......................................................... 2. Macam-macam proposal di Perguruan Tinggi ................. 3. Laporan hasil penelitian ...................................................
397 397 398 409
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 419 TENTANG PENULIS ...................................................................... 421 xiv
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4.
Gambar: 1.1 Berpikir analisis ................................................. Gambar: 1.2 Berpikir sentetis ................................................ Gambar: 2.1 Beberapa kemungkinan scatter diagran ........... Gambar: 2.2 Hubungan antar variabel dalam analisis Korelasi .................................................................................. 5. Gambar: 3.1 Grafik tren pengetahuan konsumen Tentang iklan yang menghilangkan data Kritis Tahun 2000-2010 ....... 6. Gambar: 3.2 Grafik tren pengetahuan konsumen Tentang iklan yang menyajikan data Lengkap Tahun 2000-2010 ........ 7. Gambar :4.1 Ruang lingkup penelitian kuantitatif Pada Ilmu-Ilmu Sosial ..................................................................... 8. Gambar :4.2 Format penelitian kuantitatif ............................ 9. Gambar :5.1 Hubungan topik, masalah, dan judul ................ 10. Gambar :6.1 Hubungan permasalahan penelitian tujuan penelitian dan kesimpulan .................................................... 11. Gambar :6.2 Hubungan (problematik) permasalahan penelitian, tujuan Penelitian, hipotesis dan kesimpulan ....... 12. Gambar:8.1 Hubungan antara teori, konseptualisasi, dan Metodologi ............................................................................ 13. Gambar:8.2 Proses dasar berpikir yang ilmiah ...................... 14. Gambar:8.3 Prooses membangun kerangka Konseptual penelitian .............................................................................. 15. Gambar:8.4 Proses konseptualisasi ....................................... 16. Gambar: 8.5 Pilar kerangka konseptual ................................. 17. Gambar: 8.6 Keterkaitan hubungan antara konsep variabel, pengukuran dan data ............................................................ 18. Gambar : 8.7 Pengaruh variabel bebas terhadap Variabel terikat ................................................................................... 19. Gambar : 8.8 Pengaruh variabel bebas dan variabel Penyela terhadap variabel terikat ....................................................... 20. Gambar : 8.9 Pengaruh variabel bebas, variabel penyela, Variabel terikat, dan variabel yang mengikuti (komposit) yang Menimbulkan kompleksitas dalam pengambilan Keputusan pemerintah ..........................................................
9 9 33 34 68 68 75 78 106 146 147 167 169 170 171 173 176 192 193
194 xv
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
21. Gambar: 8.10 Hubungan tingkat kecerdasan dengan Nilai rata-rata mahasiswa .............................................................. 22. Gambar: 8.11 Hubungan dua variabel dalam analisis Bivariat .................................................................................. 23. Gambar: 8.12 Hubungan variabel bebas yang didukung Sub-sub variable dengan variabel terikat Dalam analisis multivariat ............................................................................. 24. Gambar: 8.13 Hubungan dua variabel atau lebih dalam analisis multivariat ................................................................. 25. Gambar:8.14 Hubungan variabel laten dengan variabel Manifest ................................................................................ 26. Gambar:8.15 Hubungan antara variabel endogen dengan Variabel eksogen ................................................................... 27. Gambar: 9.1 Konsep dasar rumusan hipotesis ...................... 28. Gambar:9.2 Kurva normal dalam pengujian hipotesis........... 29. Gambar: 10.1 Penarikan sampel yang refresentatif .............. 30. Gambar: 10.2 Pergerakan besar kecilnya sampel Dalam penelitian kuantitatif ............................................................. 31. Gambar:10.3 Grafik penjualan mobil Toyota Avanza ............. 32. Gambar:10.4 Grafik foligon kelahiran bayi di Kota Banjarmasin Tahun 2008-2012 .............................................. 33. Gambar: 10.5 Grafik serabi kelahiran bayi di Kota Banjarmasin Tahun 2008-2012 .............................................. 34. Gambar: 10.6 Desil ................................................................ 35. Gambar: 10.7 Standar deviasi................................................ 36. Gambar: 10.8. ........................................................................ 37. Gambar: 10.9. Daftar Koreksi Instrumen ............................... 36. Gambar: 11.1 Uji satu arah untuk H1 : θ < θ0 .......................... 37. Gambar: 11.2 Uji satu arah untuk H1 : θ > θ0 .......................... 38. Gambar: 11.3 Uji dua arah H1 : θ ≠ θ0 ..................................... 39. Gambar: 11.4 Daerah penolakan dan penerimaan H0 Uji parameter μ – μ0 .............................................................. 40. Gambar: 11.5 Daerah penolakan dan penerimaan H0 Uji dua arah ........................................................................... 41. Gambar:11.6 Daerah penolakan dan penerimaan H0 Uji satu arah H0 : p = p0 ..........................................................
xvi
196 200
200 201 203 204 209 216 231 233 282 283 283 ? ? ? 247 302 302 303 306 307 310
42. Gambar: 11.7 Daerah penolakan dan penerimaan Uji hipotesis dua arah rata-rata (ì1 – ì2) Dari dua populasi .......... 43. Gambar: 11.8 Daerah penolakan dan penerimaan H0 Uji satu arah .......................................................................... 44. Gambar: 12.1 Model diagram korelasi dengan tiga Variabel . 45. Gambar: 12.2 Kerangka analisis korelasi................................ 46. Gambar: 12.3 Beberapa kemungkinan scatter diagram ........ 47. Gambar: 12.4 Setiap nilai X dimana ada sub populasi Dan nilai Y yang didistribusikan secara normal ............................. 48. Gambar: 12.5 Scatter diagram hubungan volume Penjualan dan biaya iklan ....................................................................... 49. Gambar: 12.6 Model diagram jalur dengan dua Variabel ...... 50. Gambar: 12.7 Model diagram jalur dengan empat Variabel . 51. Gambar: 12.8 Model pengukuran variabel laten Eksogen ..... 52. Gambar: 12.9. Model pengukuran variabel laten Eksogen dengan notasi statistik........................................................... 53. Gambar: 12.10. Model pengukuran variabel laten Endogen . 54. Gambar: 12.11. Model pengukuarn variabel laten Eksogen dengan notasi statistik........................................................... 55. Gambar: 12.12. Model analisis jalur dengan pengukuran ..... 56. Gambar: 12.13. Model indikator refleksif .............................. 57. Gambar: 12.14. Model indikator formatif ............................. 58. Gambar: 12.15. Diagram jalur dengan menggunakan PLS ..... 59. Gambar: 12.16. Diagram model smart PLS ............................ 60. Gambar: 12.17. Model standar loading ................................. 61. Gambar: 12.18. Model signifikan .......................................... 62. Gambar: 13.1. Alur proses Pembahasan penelitian .............. 63. Gambar: 13.2. Kerangka pikir pembahasan hasil Penelitian ..
312 317 324 326 337 338 342 350 351 354 354 355 355 359 363 363 365 371 377 378 384 385
xvii
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
xviii
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Tabel 3.1. Pelaporan yang tidak lengkap................................ Tabel 3.2 Pelaporan yang lengkap ......................................... Tabel 4.1 Format Penelitian deskriptif ................................... Tabel 4.2 Penggolongan dan jenis penelitian kuantitatif ....... Tabel 7.1 Ringkasan tinjauan pustaka ................................... Tabel 8.1 Operasionalisasi konsep status sosial ekonomi ...... Tabel 8.2 Dimensi varabel nominal ........................................ Tabel 8.3 Pendapatan berbagai profesi perhari .................... Tabel 8.4. Dimensi status sosial ekonomi keluarga dengan menggunakan skala kumulatif ............................................... 10. Tabel 8.5. Scoring variabel partisipasi .................................... 11. Tabel 8.6. Interval scoring variabel partisipasi ....................... 12. Tabel 8.7. Perubahan scoring variabel partisipasi .................. 13. Tabel 8.8. Penyesuaian interval skor scoring variabel partisipasi .............................................................................. 14. Tabel 10.1. Pelatihan yang pernah diikuti karyawan dalam 5 tahun terakhir ..................................................................... 15. Tabel 10.2. Jenis pekerjaan dan unit yang bertanggung jawab ................................................................................... 16. Tabel 10.3. Checklist skala kinerja ......................................... 17. Tabel 10.4. Hasil pengukuran pertama dan kedua persepsi responden terhadap fenomena yang diteliti ......................... 18. Tabal 10.5. Jawaban butir-butir pertanyaan .......................... 19. Tabel 10.6. Skor ganjil, genap, awal, akhir ............................. 20. Tabel 10.7. Format data jawaban responden ........................ 21. Tabel 10.8. Data jawaban responden .................................... 22. Tabel 10.9. Daftar koreksi instrumen ..................................... 23. Tabel 10.10. Angket penelitian .............................................. 24. Tabel 10.7. Contoh tabel data (1) .......................................... 25. Tabel 10.8. Contoh tabel data (2) .......................................... 26. Tabel 10.9. Jawaban responden terhadap Kuesioner penelitian .............................................................................. 27. Tabel 10.10. Persiapan perhitungan korelasi ......................... 28. Tabel 10.11. Nilai koefisien korelasi .......................................
68 68 80 81 163 177 178 181 185 189 190 191 191 248 249 249 262 265 266 270 270 274 276 276 277 278 278 296 xix
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
29. Tabel 11.1. Jenis kesalahan dalam menolak dan menerima hipotesis nol .......................................................................... 30. Tabel 12. 1. Data penelitian berdasarkan kuesioner yang diisi oleh responden .............................................................. 31. Tabel 12.2. One sample Kolmogrov Smirnov test .................. 32. Tabel 12.3. Anova Tabel (1) .................................................... 33. Tabel 12.4. Anova Tabel (2) .................................................... 34. Tabel 12.5. Test of homogeniety of variance ......................... 35. Tabel 12.6. Correlation (X1 dengan Y) ................................... 36. Tabel 12.7. Correlation (X2 dengan Y) ................................... 37. Tabel 12.8. Hubungan volume penjualan dengan biaya iklan 38. Tabel 12.9. Estimasi regresi ................................................... 39. Tabel 12.10. Pembantu estimasi regresi ................................
xx
300 328 329 331 331 332 333 334 341 343 244
BAB I PENDAHULUAN
1. Manusia mempunyai sifat ingin tahu Salah satu sifat yang melekat pada diri manusia itu adalah sifatnya “ingin tahu sesuatu tentang segala dan ingin tahu segala tentang sesuatu”. Sifat ingin tahu yang dimiliki manusia ini merupakan anugerah tertinggi dari Tuhan Yang Maha Esa yang memberinya akal pikiran. Dari sinilah kemudian manusia itu disebut sebagai mahluk yang berpikir (homo sapiens). Manusia kemudian oleh Tuhan yang Maha Esa diamanahi menjadi khalifah dimuka bumi ini. Sebelum Tuhan Yang Maha Esa memberikan akal pikiran kepada manusia memang pada awal kelahirannya manusia itu tidak tahu apaapa, dan itu dapat ditelusuri melalui cerita dalam Al-Quran bagimana Allah mengajari Adam As tentang nama-nama benda dan makhluk yang ada dibumi. Juga bagaimana Qabil yang membunuh saudaranya Habil sempat kebingungan bagaimana caranya mengubur jasad saudaranya yang dibunuhnya itu. Qabil kemudian belajar dari burung gagak yang menggali tanah kemudian menyeret temannya yang mati kedalam lubang tanah yang digalinya dengan paruh dan kakinya, dan kemudian ditutupnya kembali dengan tanah galian tadi, melalui proses belajar itulah manusia mempunyai pengetahuan yang berguna untuk kehidupannya dimuka bumi. Jadi pada dasarnya manusia itu memperoleh pengetahuan melalui: a) jalur pemberitahuan sebagaimana Tuhan memberitahu Adam tentang nama-nama mahluk hidup dan benda-benda yang ada dimuka bumi ini, dan b) jalur pengalaman sebagaimana Qabil melihat burung gagak mengubur temannya yang mati. Rasa ingin tahu manusia 1
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
itu tidak pernah berhenti, dan terus saja berkembang sesuai dengan tuntutan zaman dan keperluan hidupnya. Bila manusia sudah menemukan jawabannya maka tuntutan rasa ingin tahunya terus berkembang melaui proses belajar dalam kehidupan baik melalui diajari maupun yang didapatkannya melalui pengalamannya, sehingga semua ini membentuk pengetahuan-pengetahuan yang diperlukannya dan sekaligus memberikan manfaat dalam kehidupannya, namun demikian manusia tidak pernah merasa puas dengan jawaban-jawaban pengetahuan, karena masih banyak kompleksitas dalam kehidupan yang dialaminya yang belum terjawab oleh ilmu pengetahuan. Disinilah manusia merasakan kenisbian pengetahuan itu, dan terus bertanya dalam benaknya tentu ada sumber-sumber kebenaran lain yang belum bisa diungkap oleh kemampuan nalarnya melalui ilmu pengetahuan. Dari hasil olah pikirnya manusia semakin mengerti tentang diri dan dunianya. Ini berarti bahwa pengetahuan tidak saja meningkatkan apresiasi manusia tentang apa yang dimauinya, tetapi juga dengan serempak membuka mata manusia lebar-lebar terhadap kekurangannya, karena ternyata ilmu pengetahuan bukan jawaban satu-satunya terhadap dorongan keingintahuan manusia. Inilah sebuah sifat kehausan manusia terhadap pengetahuan dan dorongan membunuh pikirannya melalui penemuan-penemuannya, walaupun hal tersebut tak kunjung berhasil. Dalam kondisi obyektif karena keterbatasannya manusia memang belum bisa mengerti sepenuhnya tentang hakikat ilmu pengetahuan disatu sisi, sedangkan sebagai khalifah dimuka bumi manusia harus tampil sebagai orang bijak yang bisa menyikapi keterbatasan penguasaan pengetahuannya, dan menyadari sepenuhnya kekuasaan Tuhan yang tak terbatas yang memberikan jalan lain untuk manusia dalam menemukan kebenaran seperti misalnya melalui: filsafat, seni, agama, dan sebagainya yang merupakan sejawat ilmu pengetahuan dalam menuju dan memahami kebenaran. Manusia yang kemudian juga mempelajari filsafat, seni, dan agama, lebih mudah menemukan kebenaran, dan itu telah dibuktikan oleh ilmuan terkenal penemu “teori relativitas” Albert Einstein (1879 – 1917) yang mengatakan bahwa ilmu bukan satu-satunya cara untuk mencapai apa yang dinamakan kebenaran itu, ia juga mengatakan 2
Pendahuluan
bahwa Ilmu tanpa agama adalah buta, dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh.1
2. Upaya manusia mencari kebenaran Sepanjang sejarah kehidupan umat manusia dimasa lalu, sebelum manusia menemukan cara yang disebut penelitian (scientific research), telah terjadi upaya manusia mencari kebenaran melalui pendekatan unscientific, padapendekatan unscientific ini orang berusaha menemukan kebenaran melalui berbagai cara,2 antara lain: a) Secara kebetulan Pada awalnya manusia selalu kebingungan untuk memecahkan persoalan baik yang dihadapinya langsung maupun yang ada di alam sekitarnya. Orang pada umumnya tidak tahu harus berbuat apa untuk menjawab dorongan keingintahuannya, karena tingkat pengetahuan manusia pada waktu itu masih rendah, sehingga semua pengetahuan (kebenaran) didapat secara kebetulan. Bungin (2013) menceritakan bagaimana terjadinya penemuan obat malaria yang dapat menyelamatkan umat manusia dari bahaya penyakit malaria yang terjadi secara kebetulan. Mulanya orang tidak dapat berbuat apa-apa terhadap wabah malaria dimana-mana, namun setelah seorang Indian yang menderita demam dengan panas yang amat tinggi, secara tidak sengaja jatuh kedalam sebuah sungai kecil yang airnya telah berwarna hitam, tanpa disengaja orang Indian itu terminum air sungai tersebut. Setelah kejadian ini berangsur-angsur orang Indian itu sembuh. Ternyata diketahui bahwa air sungai berwarna hitam itu disebabkan karena sebatang pohon Kina yang tumbang di sungai itu, dari kejadian itu kemudian orang baru mengetahui bahwa pohon Kina dapat dapat dijadikan obat penyakit malaria. Penemuan yang terjadi secara kebetulan ini tentu mengandung kelemahan karena dalam prosesnya orang bersikap pasif terhadap dorongan keingintahuannya, dan oleh karenanya kalau 1
2
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kencana Prenada Media Group Jakarta, 2013: 2. Burhan Bungin, ibid, hal 9.
3
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
orang hanya berharap pada kejadian yang bersifat kebetulan tentu perkembangan ilmu pengetahuan menjadi lambat sekali. b) Secara trial and error Trial and error (coba dan coba lagi) ini merupakan cara manusia menjawab keingintahuannya yang sudah melangkah lebih maju, karena orang berusaha mencoba dan terus mencoba walaupun belum tentu berhasil. Masih dalam contoh yang diberikan oleh Bungin (2013) adalah apa yang pernah dilakukan oleh Robert Kock yang mengasah kaca dengan maksud mencoba-coba apa yang akan terjadi dengan hasil asahan kacanya itu. Kock terus saja mengasah kaca, akhirnya kaca asahannya itu berbentuk lensa yang mampu memperbesar benda-benda yang tidak dapat dilihat oleh mata telanjang. Kemudian apa yang dihasilkan oleh Kock ini ternyata mendasari pembuatan mikroskop yang sangat diperlukan manusia dalam pekerjaan manusia di laboratorium. Upaya melalui trial and eror ini juga masih mengandung kelemahan karena banyak menghabiskan waktu, sementara hasilnya belum pasti ada. c) Melalui otoritas seseorang Pendekatan melalui otoritas ini terbilang jalan pintas dan pelaksanaannya memerlukan orang lain yang dapat dijadikan otorisasi. Banyak contoh yang dikemukakan Bungin (2005). Seperti misalnya dahulu kaum Skolastik sangat fanatic dengan Ariestoteles, sehingga sedikitpun mereka tidak menaruh curiga akan kelemahan pernyataannya. Sampai-sampai mereka mengiyakan saja apa yang dikatakan Ariestoteles bahwa gigi wanita lebih banyak dari gigi lakilaki, pada hal secara obyektif jumlah gigi itu dapat dihitung sendiri. Kemudian juga pada kesempatan lain kaum Skolastik menolak undangan Galileo untuk melihat bulan-bulan dari Yupiter melalui tropong (kaca pembesar). Hal itu karena dalam ilmu astronomi Arestoteles tidak pernah menyebut bulan-bulan itu dapat dilihat. Cerita-cerita ini merupakan contoh pendekatan otoritas dalam menemukan kebenaran, namun sangat terbuka kemungkinan terjadi kesalahan, pendekatan otoritas ini sebetulnya secara tidak langsung mengakui sejak awal ketidakmampuan rasio seseorang untuk memecahkan persoalan yang dihadapinya. 4
Pendahuluan
Pendekatan otoritas ini juga membuat seseorang menjadi taklid dan jumud, serta tanpa disadari membuat seseorang membekukan kreativitas dan usahanya untuk berikhtiar. Otoritas ini menempatkan manusia dan budaya tertentu seperti misalnya raja, pemerintah, undang-undang, pengadilan, guru, pendeta, imam, dukun, dan sebagainya pada posisi yang amat penting dalam pembentukan sikap masyarakat proposisi tentang suatu kebenaran.3 Selain melalui tiga cara diatas, masih dalam mencari kebenaran juga ada cara orang menemukan kebenaran melalui cara berpikir analitis dan berpikir sentetis. d) Berpikir analitis Berpikir analitis disebut juga berpikir deduktif, yaitu pola pikir yang bertolak dari hal-hal yang bersifat umum menuju ke hal-hal yang bersifat khusus. Dari pengetahuan, teori-teori, hukum-hukum, dalil-dalil kemudian membentuk proposisi-proposisi dalam silogisme tertentu. Dengan cara ini orang menemukan kebenaran hanya dengan duduk dibelakang meja, kemudian menemukan kebenaran yaitu kebenaran deduktif. Sedangkan proposisi dalam bahasa Latin berarti stattement yang berarti menolak ataupun menerima, membenarkan suatu kondisi. Sedangkan silogisme adalah suatu premis minor, sedangkan proposisi terakhir disebut konklusi atau simpulan. Konklusi dibentuk dari dua proposisi sebelumnya, ada empat macam silogisme yang digunakan dalam berpikir analitis. (i) Silogisme kategoris Silogisme ini dapat diberi contoh sebagai berikut: • Semua manusia berkulit hitam memiliki kekuatan menahan panas matahari (premis mayor) • Anton berkulit hitam (premis minor) • Jadi Anton memiliki kekuatan menahan panas matahari (konklusi)
3
Burhan Bungin, Ibid, 2013, 12.
5
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
(ii) Silogisme bersyarat (kondisional) atau hipotesis Silogisme ini dapat diberi contoh sebagai berikut: • Alkoholic cenderung melakukan berbagai aktivitas yang melanggar norma (premis mayor) • Munir adalah alkoholic (premis minor) • Jadi Munir cenderung melakukan aktivitas melanggar norma (konklusi) (iii) Silogisme pilihan atau alternatif Silogisme ini dapat diberi contoh sebagai berikut: • Saya harus menikah atau melanjutkan kuliah (premis mayor) • Munir meneruskan kuliah (premis minor) • Jadi Munir tidak menikah (konklusi) (iv) Silogisme melerai atau disjungtif Silogisme ini dapat diberi contoh sebagai berikut: • Tidak mungkin Bupati menyelewengkan dan bantuan banjir di kabupatennya (premis mayor) • Munir seorang Bupati (premis minor) • Jadi tidak mungkin Munir menyelewengkan dana bantuan banjar di kabupatennya (konklusi) e) Berpikir sintetis Berpikir sintetis berangkat dari fakta-fakta, data-data, kasuskasus individual atau pengetahuan yang bersifat khusus menuju konklusi yang bersifat umum. Oleh karena itu berpikir sintetis ini juga disamakan dengan berpikir induktif. Ada tiga jenis induksi : induksi komplit, induksi tidak komplit, dan induksi sistem Bacon.4 (i) Induksi komplit Induksi komplit menggunakan cara berpikir sintetis konklusi yang diperoleh dari berpikir induksi komplit seperti yang dicontohkan berikut ini akan menghasilkan tingkat kepercayaan 4
6
Van Dalen 1962, Dikutip Burhan Bungin 2013, hal. 15.
Pendahuluan
yang tinggi. Akan tetapi bukan mustahil kalau cara seperti ini hanya dapat efektif dan efisien kalau digunakan untuk memecahkan permasalahan kecil, yaitu permasalahan dengan populasi yang terbatas. Karena dengan populasi yang kecil orang akan mampu mengecek satu persatu obyek berpikir mereka dengan baik. Sedangkan pada populasi yang besar cara semacam ini perlu dipertimbangkan pengunaannya. Contoh kalau kita meneliti satu kelas mungkin tidak akan mengalami kesulitan, tetapi kalau kita meneliti satu kota akan banyak mengalami kesulitan, paling tidak masalah waktu dan biaya, oleh karena itu dalam menggunakan cara berpikir induksi komplit perlu dipertimbangkan: • Seberapa luas cakupan analisis seseorang • Bagaimana kompleksitas masalah yang dipertanyakan akan dijawab • Bagaimana kredibilitas orang yang melakukan analisis • Seberapa besar dana yang mendukung aktivitas ini • Apakah waktu yang tersedia cukup memadai Kalau semua pertanyaan diatas dapat dijawabbarulah kita dapat memutuskan digunakan atau tidak induksi model ini. Induksi komplit ini dicontohkan sebagai berikut: - Komaruddin, alumni Perguruan Tinggi A angkatan VI berprestasi baik dimasyarakatnya. - Haryono, alumni Perguruan Tinggi A angkatan VI berprestasi baik dimasyarakatnya. - Taslam, alumni Perguruan Tinggi A angkatan VI berprestasi baik di masyarakatnya. - Bagito, alumni Perguruan Tinggi A angkatan VI berprestasi baik di masyarakatnya - Ahmadi, alumni Perguruan Tinggu Aangkatan VI berprestasi baik di masyarakatnya. - Ranala, alumni Perguruan Tinggi A angkatan VI berprestasi baik di masyarakatnya. 7
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
-
-
Jadi semua alumni Perguruan Tinggi A angkatan VI dari Komaruddin sampai dengan Ramala berprestasi baik dimasyarakatnya. Pendidikan baik.
(ii) Induksi tidak komplit Pada induksi komplit, semua unsur dalam cakupan analisis mendapat cakupan analisis tidak seluruhnya diobservasi. Kata tidak yang membedakan kedua induksi diatas semata-mata menunjukan bahwa pada induksi tidak komplit, tidak semua cakupan analisis diobservasi, diwawamcarai, dan sebagainya. Karena tidak semua mendapat kesempatan diobservasi dan diwawancarai. Cara bekerjanya adalah menggunakan sampel, yaitu bagian tertentu yang dianggap representative untuk digunakan sebagai obyek analisis dengan menggunakan hukum probabilitas (hukum kemungkinan). Dengan demikian konklusinya kemungkinan mengandung kesalahan tertentu (tidak mutlak benar). Walaupun demikian sepanjang pengambilan sampelnya tepat dalam arti mengenal dengan pasti sifat-sifat cakupannya, maka tingkat kesalahannya akan dapat dikurangi menjadi seminimal mungkin. (iii) Induksi Bacon Induksi ini dianjurkan oleh Francis Bacon (1561-1626), ia seorang empirisme terkemuka yang menolak secara terangterangan jalan pikiran deduktif. Bacon adalah pendiri metode induktif modern dan pioner dalam upaya mensistematisasikan prosedur ilmiah secara logis (Russel, 2002: 711). Bacon menganjurkan pada semua orang yang menginginkan kebenaran agar mengobsevasi sendiri variabel-variabel yang dijadikan alat ukur kebenaran yang diinginkan. Untuk mencapai kebenaran Bacon mengukur variabelvariabel dengan tiga macam tabulasi (pencatatan), seperti berikut: a) Tabulasi ciri-ciri positif, yaitu variabel X selalu berubah pada saat berada dalam kondisi Y. 8
Pendahuluan
b) Tabulasi ciri-ciri negatif, yaitu variabel X tidak berubah kendatipun berada dalam kondisi Y. c) Tabulasi variabel kondisi, yaitu apakah X berubah apabila berada dalam kondisi yang berubah-rubah. Induksi Bacon ini sangat teliti dan tidak hanya bermaksud mencari hubungan simetris dari dua variabel, tetapi juga untuk mencari hubungan kausalitas antara satu atau lebih variabel.5 Dua cara berpikir untuk menemukan kebenaran ini (berpikir analitis dan berpikir sintetis) secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar: 1.1 BerpikirAnalitis (Sumber Bungin: 2013: 18)
Gambar: 1.2.Berpikir sintetis (Sumber: Bungin 2013: 18)
5
Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi, Metode Penelitian Survei, LP3ES Jakarta 1989.
9
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Dua pendekatan pola pikir ini kemudian dipadukan oleh John Dewey menjadi reflective thinking (berpikir reflektif) yang mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:6 a) The felt need (adanya suatu kebutuhan) b) The problem (menetapkan masalah) c) The hypothesis (menyusun hipotesis) d) Collection of Data as avidance (mengumpulkan data untuk pembuktian) e) Concluding Belief (membuat kesimpulan yang diyakini kebenarannya) f) General value of the Conclusion (memformulasikan kesimpulan secara umum) Aturan dan urutan langkah-langkah berpikir reflektif ini dalam perkembangan selanjutnya oleh para ilmuan dan peneliti terus diikuti secara ketat dan menjadi persyaratan (kriteria) dalam menentukan bobot ilmiah dari proses reflective thinking tersebut.
3. Penelitian dan ilmu pengetahuan Mengawali kegiatan penelitian dalam konteks pengembangan ilmu pengetahuan ini, ada dua proses yang digunakan manusia untuk menemukan kebenaran. Proses pertama disebut berpikir kritis rasional dan yang kedua disebut penelitian ilmiah (scientific research), Cara berpikir kritis rasional merupakan cara manusia untuk menemukan kebenaran melalui pendekatan-pendekatan ilmiah sadar atau tidak sadar, inilah asal muasal gagasan penelitian ilmiah (penelitian berdasarkan ilmu pengetahuan). Antara berpikir kritis rasional dengan penelitian ilmiah sebetulnya berbeda hanya dalam graduasi saja. Proses dan prosedurnya sama, yang berbeda itu hanya bobot keilmiahannya. Kemudian dua cara berpikir itu disempurnakan lagi oleh reflect thinking yang diperke-
6
Hadari Nawawi, Metodologi Penelitian Sosial, Gajah Mada Universisity Press Yogyakarta 1983, hal 14.
10
Pendahuluan
nalkan oleh John Dewey, Jadi berpikir kritis rasional, scientific. Rerearch dan reflective thinking, ini cikal bakal penelitian ilmiah. Penelitian merupakan suatu kegiatan yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, yang biasa dilakukan untuk mengetahui, membuktikan, atau menguji kebenaran tentang sesuatu. Penelitian dan ilmu pengetahuan bagaikan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Penelitian ilmiah digunakan untuk kebutuhan ilmu pengetahuan. Sebaliknya ilmu pengetahuan tidak akan berkembang apabila meninggalkan tradisi penelitian ilmiah, posisi simbiose mutualistis ini memberikan konsekuensi bahwa penelitian dan ilmu pengetahuan berada dalam satu sistem ilmiah, dan keduanya samasama membesarkan sistem tersebut sampai pada tingkat tidak terbatas.7 Penelitian adalah terjemahan dari kata bahasa Inggris research yang merupakan gabungan dari kata re dan search yang artinya mengulangi kembali atau mencari berulang kali.8 Apapun pengertiannya yang lebih penting lagi kita harus memahami hakikat dari penelitian itu, banyak para pakar yang memberikan definisi (pengertian) dari penelitian (research) ini, diantaranya : a) Penelitian adalah suatu proses atau kegiatan yang dilakukan secara sistematis, logis, dan berencana untuk mengumpulkan, mengolah, menganalisis data, serta menyimpulkan dengan menggunakan metode atau teknik tertentu untuk mencari jawaban atas permasalahan yang timbul.9 b) Research (penelitian), khususnya dalam ilmu-ilmu pengetahuan empirik, pada umumnya bertujuan untuk menemukan, mengembangkan,atau menguji kebenaran suatu pengetahuan.10
7 8
9 10
Burhan Bungin, Loc Cit, hal 3. Moh Kasiram, Metodologi Penelitian Kualitatif – Kuantitatif, UIN Maliki Perss, 2010, 36. Moh Kasiram, Ibid, hal 37. Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Penerbit Andi Yogyakarta, 2001, 3.
11
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
c) Riset (penelitian) dapat didefinisikan sebagai suatu usaha yang sistematik untuk mencari kebenaran yang belum diketahui melalui metode ilmiah.11 d) Penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan suatu hal menurut metode yang ilmiah. Sehingga riset (penelitian) memiliki tiga unsur penting, yaitu: sasaran, usaha untuk mencapai sasaran, serta metode ilmiah.12 Dari definisi-definisi yang diberikan oleh para ahli tersebut diatas kita dapat menyimpulkan bahwa “penelitian (riset) adalah upaya sistematis untuk menemukan kebenaran atau untuk mengetahui sesuatu yang baru dengan cara mengumpulkan, mengolah, dan menganalisis data dengan menggunakan metode analisis data yang sesuai dengan jenis penelitiannya, serta menarik kesimpulan”.
4. Sikap peneliti dalam penelitian ilmiah Hal-hal yang harus dimiliki oleh seorang peneliti antara lain adalah: a) Sikap ilmiah Sikap ilmiah ini sangat diperlukan oleh seorang peneliti untuk memudahkan dalam pekerjaan penelitian, untuk maksud tersebut seorang peneliti harus memiliki sifat-sifat berikut:13 (i) Selalu berpikir kritis dan skiptis (ii) Bersikap obyektif dan tidak memihak (iii) Faktual, selalu mendasari tindakan dengan fakta (iv) Berpikir sistematis. b) Memahami ilmu-ilmu terkait Untuk dapat melaksanakan tahapan-tahapan penelitian dengan baik dan benar, maka seorang peneliti perlu memahami 11
12
13
Supriyanto dan Djohan, Metodologi Riset Bisnis dan Kesehatan, PT Grafika Wangi Banjarmasin, 2011, hal 1 Husein Umar, Riset Pemasaran dan Prilaku Konsumen, Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 2000, hal 2. Moh Kasiram, Loc Cit, hal 47 (dikutip dari Arief Furqon, 2982)
12
Pendahuluan
dan menguasai metodologi penelitian dan ilmu pengetahuan yang terkait dengan masalah yang diteliti, sehingga ia bisa : (i) merumuskan masalah penelitian (ii) menetapkan ruang lingkup penelitian (iii) menetapkan batasan masalah (iv) menyusun kerangka/konsep penelitian (v) mengemukakan hipotesis (vi) menentukan populasi dan menetapkan sampel penelitian (vii) menentukan sumber data dan jenis data yang diperlukan (viii) menetapkan metode pengumpulan, pengolahan, dan analisis data (ix) menetapkan instrument pengumpulan data yang diperlukan (x) menentukan jenis alat bantu (modelstatistik) yang diperlukan untukmemudahkan menganalisis data (xi) menguji hipotesis (xii) menarik kesimpulan dan membuat saran (xiii) Menyusun Laporan Penelitian. Selain itu seorang peneliti juga dituntut untuk memiliki sikap dan dedikasi yang merupakan ciri khas bagi seorang ilmuan sebagai berikut: 14 (i) Obyektif dan faktual, maksudnya peneliti harus memiliki sikap obyektif dan melakukan dan melakukan pembicaraan berdasarkan fakta. (ii) Open, fair, responsible, maksudnya peneliti harus bersikap terbuka terhadap berbagai saran, kritik dan perbaikan dari berbagai kalangan,peneliti juga harus bersikap wajar, jujur, dan dapat mempertanggung jawabkan semua pekerjaannya secara ilmiah. (iii) Curious, wanting to know, maksudnya peneliti mempunyai sikap ingin tahu terutama kepada apa yang diteliti, dan senantiasa haus akan pengetahuan-pengetahuan baru. 14
Burhan Bungin, Loc Cit, hal 21.
13
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Berarti peneliti itu adalah orang yang peka terhadap informasi dan data. (iv) Invective always, maksudnya peneliti memiliki daya cipta, kreatif, dan senang terhadap inovasi. Kemudian peneliti sebagai seorang ilmuan juga dituntut memiliki kemampuan: (i) Think, critically, and sistematicaly, maksud peneliti adalah orang yang memiliki wawasan, kemampuan kritik, dan berpikir sistematik. (ii) Able to creat, Innovative, maksudnya peneliti harus memiliki kemampuan mencipta, karena harus selalu menemukan atau membuat penemuan-penemuan baru. (iii) Communicate effectivity, maksudnya peneliti mempunyai kemampuan untuk berkomunikasi dan mempengaruhi pihak lain dengan komunikasi itu. (iv) Able to identify and formulate problem clearly,maksudnya mampu mengenal dan merumuskan masalah dengan jelas. (v) View a problem in wider context, maksudnya peneliti mampu melihat suatu masalah dalam konteks yang luas karena masalah biasanya tidak berdiri sendiri. Selain sikap, dedikasi, dan kemampuan tersebut diatas peneliti juga dituntut menguasai cabang ilmu pengetahuan yang ada hubungannya dengan permasalahan penelitian yang diteliti, terutama bagi peneliti yang bekerja di lembaga-lembaga penelitian yang melayani keperluan penelitian dari berbagai kalangan dan disiplin ilmu. Dan menurut Koentjaraningrat dan Donald K. Emmerson (1982) sebagaimana dikutip oleh Bungin,15 kebutuhan sikap dan dedikasi sebagai peneliti tidak hanya memenuhi kebutuhan diatas, tetapi juga masih ada kebutuhan lain yang semestinya diperhatikan dalam penelitian. Seperti misalnya: (i) Sikap, pengetahuan, dan pandangan peneliti terhadap lingkungan masyarakat, para informan, responden, dan warga masyarakat lainnya. 15
Burhan Bungin, Loc Cit, hal 22.
14
Pendahuluan
(ii)
Memperhatikan sikap dan pandangan informan, responden serta warga masyarakat lain terhadap diri peneliti, termasuk sikap dan pandangan peneliti asing dan peneliti berjenis kelamin lain. (iii) Memperhatikan masalah keuntungan dan kesulitan penelitian tunggal jika dibandingkan dengan penelitian bersama dalam satu tim. (iv) Memperhatikan masalah pengembangan rapor yang wajar dalam wawancara serta kemampuan peneliti untuk mengenal dirinya. (v) Memperhatikan sikap para pegawai pusat dan daerah terhadap peneliti maupun proyek penelitiannya. (vi) Memperhatikan penyesuaian pandangan etik dari para informan, responden, warga masyarakat, dengan pandangan etik dari peneliti terhadap persoalan yang sedang diteliti.
5. Langkah-langkah esensial dalam penelitian Sesuai dengan langkah-langkah berpikir ilmiah ada sejumlah langkah essensial yang harus dikuasai oleh seorang peneliti. Langkahlangkah tersebut meliputi:16 a) Menetapkan obyek atau pokok penelitian b) Membatasi obyek penelitian c) Mengumpulkan data atau informasi yang diperlukan d) Mengolah dan menganalis data, serta menarik kesimpulan e) Merumuskan dan melaporkan hasilnya f) Menentukan implikasi-implikasi penyelidikan Dalam perspektif yang lain V.C.Schulter sebagaimana dikutip Kasiram, menyebutkan langkah-langkah essensial yang harus dilakukan oleh seorang peneliti adalah sebagai berikut: a) Memilih bidang topik atau obyek penelitian b) Menyurvei bidang tersebut untuk memahami permasalahan
16
Sutrisno Hadi, Loc Cit, hal 8.
15
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
c) d) e) f) g) h) i) j) k)
Mengembangkan sebuah bibliografi Perumusan masalah yang dihadapi Membuat outline elemen-elemen masalah Mengklasifikasikan elemen-elemen tersebut Menentukan bukti yang diperlukan Menguji apakah masalah tersebut dapat dipecahkan atau tidak Menetapkan tersedianya atau tidak data yang diperlukan Mengumpulkan data serta keterangan Mensistematisasikan dan menyusun data sebelum melaksanakan analisis l) Menganalisis dan menafsirkan data serta bukti yang ada m) Menyusun data yang akan disajikan n) Menggunakan referensi yang relevan m) Mengembangkan bentuk serta gaya penyajian hasil research. Meski banyak macam petunjuk dari para ahli, namun dalam pelaksanaannya setiappeneliti bisa saja menetapkan langkah-langkah sendiri sesuai kebutuhan penelitian yang dilaksanakan.
6. Tujuan Penelitian Setiap kegiatan tentu ada tujuan yang ingin dicapai. Dengan demikian berarti tujuan itu memegang peran penting didalam setiap kegiatan, sehingga harus dirumuskan dengan jelas dan rinci, karena pencapaian tujuan ini merupakan jawaban dari permasalahan yang diteliti, secara umum tujuan penelitianituadalah sebagai berikut:17 a) Untuk menemukan/mencari sesuatu yang lain dan aktual b) Untuk mengembangkan/memperluas dan menggali lebih jauh tentang apa yang ada c) Untuk menguji kebenaran suatu pengetahuan apabila dirasa masih ada sesuatu yang diragukan
17
Moh Kasiram, Loc Cit, hal 52.
16
Pendahuluan
d) Untuk mengubah kesimpulan-kesimpulan yang telah diterima atau menolakserta mengubah dalil-dalil dengan suatu aplikasi baru dari dalil tersebut. Dalam perspektif lain tujuan penelitian (riset) menurut Suliyanto (2006: 6) pada hakikatnya adalah sebagai berikut:18 a) Pemecahan masalah Penelitian (riset) bertujuan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam suatu kegiatan, seperti misalnya persaingan dibidang bisnis semakin ketat sehingga permasalahan bisnis juga semakin kompleks. Permasalahan tersebut perlu dipecahkan melalui kegiatan penelitian, sehingga hasil penelitian itu bisa membantu dalam pengambilan keputusan. b) Pengembangan ilmu pengetahuan Penelitian (riset) untuk pengembangan ilmu pengetahuan bertujuan untukmenemukan teori-teori baru, menguji hasil penelitian sebelumnya atau untuk mengembangkan hasil penelitian sebelumnya, dengan demikian ada: Penelitian yang bertujuan untuk penemuan, seperti misalnya mencari teori-teori baru yang sebelmnya belum pernah ada. (i) Penelitian yang bertujuan pembuktian (verifikasi),yang bertujuan membuktikan keraguan atas temuan atau hasil penelitian sebelumnya. (ii) Penelitian yang bertujuan pengembangan, adalah penelitian yang mengembangkan hasil penelitian atau teori sebelumnya yang telah ada sehingga semakin maju. Selain rumusan tujuan penelitian tersebut diatas masih ada lagi pendapat yangjuga memberikan rumusan tujuan penelitian yang dikelompokan sebagai berikut:19
18 19
Suliyanto, Metode Riset Bisnis, Penerbit Andi Yogyakarta, 2006, hal 6-7. Supriyanto dan Djohan, Loc Cit, hal 45.
17
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
a) Pernyataan permasalahan (rumusan masalah) yang dikemukakan. b) Pemanfaatan hasil penelitian c) Sejauhmana analisis atau penyajian analisis hasil disajikan Masih menurut Supriyanto dan Djohan, tujuan penelitian itu terbagi menjadi: a) Eksplorasi (penjajakan) b) Deskriptif c) Asosiasi-korelasi atau sebab akibat d) Inferensiatau generalisasi Didalam suatu penelitian tujuan penelitian umumnya juga dibedakan atas: a) Tujuan umum b) Tujuan khusus c) Tujuan harus jelas dan tegas Tujuan umum merupakan pernyataan umum tentang kegiatan yang akan dilaksanakan dan hasil yang diharapkan yang didapatkan dari suatu penelitian. Tujuan umum diharapkan memberikan sumbangan pemikiran terhadap masalah (problem stattement) yang diteliti, pernyataan tujuan umum hendaknya mengacu pada judul penelitian, tetapi tidak harus identik, tujuan umum sebaiknya merupakan satu pernyataan. Tujuan khusus merupakan penjabaran, pernyataan atau pentahapan tujuan umum. Tujuan khusus berisi pernyataan peneliti tentang variabel-variabel yang akan diukur dan diuji untuk menunjang pernyataan yang dinyatakan dalam tujuan umum. Dalam tujuan khusus ini peneliti harus menggunakan istilah mengidentifikasi, menilai, menganalisis, membandingkan, mempelajari, mengukur, melaksanakan atau melakukan evaluasi. Istilah yang dipilih ditentukan dengan level dari kemampuan berpikir atau taksonomi kedalaman berpikir, bila semua tujuan khusus tercapai maka tujuan umum juga tercapai. Selanjutnya tujuan penelitianjuga dirumuskan untuk melakukan kajian secara ilmiah (misalnya dengan suatu analisis, sintetis, atau evaluasi dalam rangka mengetahui tentang apa, mendiskripsikan 18
Pendahuluan
tentang siapa, dimana, kapan, dan mengapa, atau bagaimana mengukur sesuatu sebagai jawaban atas hal-hal yang dipermasalahkan.20
7. Jenis penelitian Belum ada kesepakatan dikalangan para ahli penelitian berkenaan dengan jenispenelitian ini, sebab perbedaan sudut pandang menyebabkan berbeda jenis penelitian. Diantara pengelompokan dan jenis penelitian yang sudah ada adalah: a) Menurut bidannya jenis penelitian terbagi atas: penelitian pendidikan, penelitian sejarah, penelitian bahasa, dan sebagainya. b) Menurut tempatnya: penelitian labolatorium, penelitian perpustakaan, penelitiankancah. c) Berdasarkan penggunaannya: penelitian murni dan penelitian terapan. d) Menuruttujuan umumnya:penelitian eksploratif, penelitian development, dan penelitian verifikatif. e) Menurut pendekatannya : penelitian longitudinal, dan penelitian cross sectional. f) Menurut tarafnya : penelitian deskriptif dan inferensial. g) Menurut paradigmanya : penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif.
20
Husein Umar, Loc Cit, hal 32
19
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
20
BAB II PROPOSAL DAN DESAIN PENELITIAN
Proposal penelitian dan desain penelitian secara umum tidak jauh berbeda. letak perbedaannya hanya pada penggunaannya. Kata proposal semestinya digunakan untuk usulan penelitian yang masih memerlukan persetujuan pembiayaan dari sponsor yang bersedia membiayai. Sedangkan untuk usulan penelitian mandiri seperti: skripsi, tesis, dan disertasi di Perguruan Tinggi mestinya langsung saja disebut usulan desain penelitian. Jadi perbedaannya memang tak begitu tajam, hanya berifat gradual. Yang terjadi selama ini seperti ada salah kaprah, dimana keduanya itu baik yang memerlukan dukungan biaya dari sponsor, maupun yang mandiri keduanya menggunakan kata proposal.21
1. Pengertian proposal Pada dasarnya proposal penelitian itu berisi tiga hal: a) permasalan apa yang diteliti, b) berapa biayanya, dan c) siapa/lembaga apa penelitinya. Dengan mengemukakan tiga hal itu sebenarnya pihak sponsor yang diharapkan bersedia membiayai sudah dapat mempertimbangkan menyetujui atau tidaknya. Oleh karena itu proposal harus dibuat dengan suatu kemampuan yang dapat meyakinkan sponsor, baik menyangkut urgensi masalah yang akan diteliti, rasionalitas biaya yang diperlukan, dan kredibilitas peneliti/lembaga yang akan melakukan penelitian.
21
Burhan Bungin, Metodologi Kuantitatif, Kencana Prenada Media Group Jakarta, 2013, hal 95.
21
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Untuk pembuatan proposal tidak hanya dibatasi pada tiga hal yang pokok seperti disebutkan diatas, tetapi dapat pula dilengkapi dengan menjelaskan hal-hal seperti: a) Motivasi pemilihan masalah Disini perlu dijelaskan mengapa masalah tersebut diteliti dan untuk apa penelitian itu, dapatkah penelitian itu dilaksanakan, apa pertimbangan yang menjadi pertimbangan empiris, teknis, dan lainnya. b) Daerah penelitian Sebutkan secara jelas dan lengkap dimana daerah penelitian itu dilaksanakan. c) Waktu penelitian Jelaskan pula disini kapan penelitian akan dilaksanakan dan kapan akan berakhir. d) Metode penelitian Jelaskan juga metode penelitian yang akan digunakan agar proses penelitian itu berjalan efektif dan efisien. e) Lembaga konsultan Jelaskan pula apakah penelitian yang akan dilaksanakan itu memerlukan tenaga konsultan,terutama kalau penelitian ini memerlukan pengetahuan-pengetahuan teknis yang diluar kemampuan peneliti. f) Anggaran penelitian Jelaskan juga rincian pendanaan (budget) yang diperlukan dan penggunaannya. g) Teori yang akan digunakan Jelaskan juga teori apa yang akan digunakan dalam penelitian itu, sehingga jelas bagaimana penelitian itu dilaksanakan dan dapat dipertanggung jawabkan. Dengan kata lain secara akademik proposal itu dapat dilaksanakan dan dipertanggung jawabkan pelaksanaannya.
22
Proposal dan Desain Penelitian
2. Jenis Proposal penelitian Proposal penelitian merupakan awal yang menyeluruh tentang apa, bagaimana, dan oleh siapa penelitian itu akan dilakukan. Mengenai jenis (macam) proposal tentu sesuai keperluan, untuk memudahkan mendapat gambaran berikut ini kita bisa melihat contoh proposal seperti berikut ini:22 a) Proposal penelitian hibah bersaing Proposal ini untuk memperebutkan kesempatan penelitian yang dibiayai oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (DP2M) Ditjen Dikti. Penelitian ini tergolong penelitian kompetitif dalam kelompok penelitian mandiri multi tahun (2 – 3 tahun), penelitian ini lebih diarahkan pada penciptaan inovasi dan pengembangan IPTEK, format proposalnya sebagai berikut: (i) Abstrak Menguraikan secara cermat dan singkat tentang rencana kegiatan penelitian yang diusulkan.Jumlah kata dalam abstrak tidak lebih dari 200 kata. (ii) Bab I Pendahuluan Bagian pendahuluan ini terdiri atas: (1) latar belakang penelitian yang menjelaskan secara singkat mengapa permasalahan ini perlu dilakukan penelitian. (2) tujuan khusus penelitian, ditulis tidak lebih dari satu halaman, (3) keutamaan penelitian yang ditulis tidak lebih dari tiga halaman. (iii) Bab II Studi Pustaka Bab II ini menjelaskan state of the art dalam bidang yang diteliti, hasil yangsudah dicapai, dan studi pendahuluan yang sudah dilaksanakan, bagian studi pustaka ini ditulis tidak lebih dari delapan halaman.
22
AnwarSanusi, Metodologi Penelitian Bisnis, Salemba Empat Jakarta, 2011, hal 202.
23
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
(iv) Bab III Metode penelitian Ini menjelaskan metode penelitian yang digunakan, dilengkapi dengan alur penelitian yang menggambarkan apa yang sudah dilaksanakan dan apa yang akan dikerjakan secara multi tahun. Bagan alur penelitian harus dibuat secara utuh dengan tahapan yang jelas, mulai dari mana, bagaimana outputnya, dan indikator capaian yang terukur. (v) Bab IV Pembiayaan Bagian ini menjelaskan tentang biaya yang diperlukan untuk kegiatan penelitian. Biaya tersebut harus logis dan terperinci berdasarkan tahun dan jenis pengeluaran meliputi gaji dan upah, peralatan, bahan habis pakai, perjalanan, pemeliharaan, pertemuan lokakarya, seminar, penggandaan bahan, serta pelaporan dan publikasi. (vi) Lampiran Berisi tentang semua bahan pendukung yang relevan dengan proposal penelitian, dapat berupa tabel, gambar, dan lain-lain. b) Proposal untuk penelitian program pendidikan S1 (Sarjana) Pada umumnya proposal penelitian program pendidikan sarjana (S1) dipolakan sebagaiberikut: (i) Bab I Pendahuluan Bagian ini terdiri dari: (a) Latar belakang masalah (b) Rumusan masalah penelitian (c) Tujuan penelitian (d) Kegunaan penelitian (ii) Bab II Kajian pustaka (a) Landasan teori (b) Hipotesis (jika ada)
24
Proposal dan Desain Penelitian
(iii) Bab III Metode penelitian (a) Identifikasi dan definisi konseptual variabel (b) Definisi operasional variabel (c) Ruang lingkup penelitian (d) Lokasi penelitian (e) Populasi dan teknik penarikan sampel (f) Sumber data (g) Teknik pengumpulan data (h) Teknik analisis data (i) Jadwal penelitian (iv) Daftar pustaka (v) Lampiran (jika ada) C) Proposal Penelitian Program Pendidikan Magister (S2) Proposal penelitian pada pendidikan tingkat magister ini pada umumnya sebagai berikut: (i) Bab I Pendahuluan (a) Latar belakang masalah (b) Identifikasi dan perumusan masalah (c) Tujuan penelitian (d) Kegunaan penelitian (ii) Bab II Kajian pustaka (a) Landasan teori (b) Penelitian terdahulu (c) Kerangka konseptual variabel (d) Hipotesis (jika ada) (iii) Bab III Metode penelitian (a) Rancangan penelitin (b) Ruang lingkup penelitian (c) Lokasi penelitian 25
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
(d) Variabel penelitian - Klasifikasi variabel - Definisi konseptual variabel - Definisi operasional variabel (e) Jenis dan sumber data (f) Instrumen penelitian (g) Populasi dan teknik pengambilan sampel (h) Teknik pengumpulan data (i) Teknik analisis data (j) Jadwal penelitian (iv) Daftar pustaka (v) Lampiran d) Proposal Program Pendidikan Doktor (S3) (i) Bab I Pendahuluan (a) Latar belakang masalah (b) Rumusan masalah (c) Tujuan penelitian (d) Manfaat penelitian (ii) Bab II Kajian pustaka (a) Tinjauan teori (b) Tinjauan penelitian terdahulu (iii) Bab III Kerangka konseptual dan hipotesis (a) Kerangka konseptual (b) Hipotesis (iv) Bab IV Metode penelitian (a) Rancangan penelitian (b) Ruang lingkup penelitin (c) Variabel penelitian
26
Proposal dan Desain Penelitian
- Klasifikasi variabel - Definisi konseptual variabel - Definisi operasional variabel (d) Populasi dan teknik pengambilan sampel (e) Instrumen penelitian - Uji validitas instrument - Uji reliabilitas instrument (f) Prosedur pengumpualn data (g) Teknik analisis data (h) Jadwal penelitian (v) Daftar pustaka (vi) Lampiran
3. Pengertian desain penelitian Selanjutnya berkenaan dengan pengertian desain, khususnya desain penelitian kuantitatif untuk ilmu sosial yang banyak ragamnya perlu disesuaikan dengan model penelitian dan masalah yang akan diteliti. Walaupun dalam ilmu-ilmu sosial itu beragam purpose dan perspektif, tetapi secara garis besar suatu desain penelitian kuantitatif umumnya memuat beberapa jawaban mengenai pertanyaan berikut ini.23 a) Mengapa studi (penelitian) harus dilakukan b) Apa yang diteliti dan data apa yang dibutuhkan c) Dimana data yang dibutuhkan itu dapat diperoleh d) Dimana dan yang mana populasi penlitian e) Kapan dan sampai kapan penelitian itu dilakukan f) Alat ukur apa yang akan digunakan g) Teknik pengumpulan data apa yang dipakai h) Rancangan dan alat analis data apa yang akan digunakan.
23
Burhan Bungin, Loc Cit, hal 97.
27
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Didalam membuat desain penelitian kita mengenal beberapa model desain, yaitu: a) Desain historis (sejarah), desain ini digunakan jika peneliti ingin menjawab masalah-masalah yang berhubungan dengan peristiwa atau perkembangan yang terjadidimasa lalu. b) Desain deskriptif, desain ini digunakan jika peneliti ingin menjawab permasalahan tentang fenomena yang ada, dengan pola survey, case study, causal comparative, corelational, and development. c) Desain eksperimental,desain ini digunakan untuk mengkaji sebab akibat dari suatu peristiwa, biasanya pola yang digunakan adalah pola one-group, dan pola control group. Oleh karena itu desain penelitian ditentukan oleh ontology, paradigma, logika dan strategi penelitiannya, maka macam desain akan mengikutinya.24 (Kasiram, 2010: 53) Desain penelitian juga memberikan pengertian sebagai berikut:25 a) Desain penelitian merupakan rencana kerja yang terstruktur dalam hal hubungan-hubungan antar variabel secara komprehensip, sedemikian rupa agar hasil penelitiannya memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan penelitian. Dalam rencana tersebut mencakup hal-hal yang akan dilakukan peneliti mulai dari membuat hipotesis dan implikasinya, serta operasional sampai pada analisis akhir. b) Desain penelitian merupakan suatu cetak biru (blue print) dalam hal bagaimana data dikumpulkan, diukur, dan dianalisis, melalui desain inilah peneliti dapat mengkaji alokasi sumberdaya yang dibutuhkan. Dari dua rumusan tersebut kita dapat mengambil inti pengertian desain penelitian itu sebagai berikut: i. Desain penelitian merupakan rencana untuk memilih sumber-sumber daya dan datayang akan dipakai untuk diolah guna menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. 24 25
Moh Kasiram,Loc Cit, hal 53. Husein Umar, Desain Penelitian Manajemen Stratejik, Raja Grapindo Persada Jakarta, 2010, hal 5.
28
Proposal dan Desain Penelitian
ii. Desain merupakan kerangka kerja untuk merinci hubunganhubungan antara variabel yang terkait dalam kajian tersebut. iii. Desain juga merupakan metode, yaitu cetak biru yang berupa prosedur-prosedur secara garis besar mulai dari hipotesis sampai kepada analisis data.Metode memberi jawaban atas pertanyaan seperti: • Teknik apa yang akan dipakai untuk mengumpulkan data? • Metode penarikan sampel apa yang akan dipakai? • Bagaimana melakukan pengolahan dan analisis data? Dalam pengertian yang lebih singkat dan jelas desain penelitian mengandung arti sebagai pedoman kerja agar penelitian dapat berjalan efektif dan efisien.26 Desain penelitian tidak hanya berguna bagi pemimpin penelitian, tetapi juga berguna bagi semua pihak yang terlibat dalam penelitian tersebut. Sebagai ilustrasi, Suliyanto (2006) memberi perumpamaan sejumlah tukang batu bekerja membangun rumah pada bagian yang berbeda-beda secara terpisah. Akan tetapi karena Mandor memegang desain rumah yang sudah dibuat oleh arsitek, maka semua bagian rumah akan sesuai dengan harapan pemesan. Dalam menyusun desain penelitian, harus tetap berpedoman kepada rumusan masalah serta hipotesis yang akan diuji. Mengingat rumusan masalah merupakan pangkal tolak dari penelitian, maka rancangan penelitian harus mencakup: tujuan penelitian, pembatasan masalah, obyek penelitian, penentuan jumlah sampel dan teknik pengambilan sampel, analisis data, laporan dan evaluasi keseluruhan, sehingga dapat digunakan sebagai pedoman dalam proses penelitian secara keseluruhan.
4. Jenis desain penelitian Berdasarkan pendapat para pakar penelitian maka desain penelitian dapat dikelompokan sebagai berikut:
26
Suliyanto, Metode Riset Bisnis, Penerbit Andi Yogyakarta, 2006, hal 65.
29
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
(a) Desain penelitian deskriptif Desain penelitian deskriptif adalah desain penelitian yang disusun dalam rangka memberikan gambaran secara sistematis tentang informasi ilmiah yang berasal dari subyek atau obyek penelitian. 27 Penelitian deskriptif berfokus pada penjelasan sistematis tentang fakta yang diperoleh saat penelitian dilakukan, sebagai contoh misalnya: i) survey mengenai pendapat umum untuk menilai sikap masyarakat terhadap kenaikan BBM ii) suvey disuatu daerah mengenai kebutuhan akan pendidikan kewirausahaan iii) studi mengenai kebutuhan tenaga kerja terampil bidang komputer iv) studi tentang sikap karyawan terhadap kebijakan atasan v) studi harga-harga pokok bahan makanan untuk menentukan indeks harga konsumen (IHK), dan lain-lain. Pada penelitian deskriptif ini peneliti tidak berupaya untuk menguji hubungan antar fakta, baik hubungan korelasional maupun hubungan kausalitas. Oleh karena itu rumusan hipotesis jarang ditemukan dalam penelitian deskriptif. Disini peneliti menjelaskan fakta tersebut dengan menggunakan hasil olahan data berupa persentase, rata-rata, kecenderungan (trend), median, dan modus. Langkah-langkah dalam penelitian deskriptif biasanya megikuti langkah-langkah penelitian pada umumnya, yaitu: i) Merumuskan masalah penelitian ii) Merumuskan tujuan penelitian iii) Mengkaji pustaka, yaitu menelaah teori yang relevan iv) Menetapkan populasi dan sampel yang representatif v) Menyusun instrumen penelitian vi) Mengumpulkan data
27
Anwar Sanusi, Loc Cit, hal 13.
30
Proposal dan Desain Penelitian
Vii) Mengolah dan menganalisis data viii) Menarik kesimpulan (b) Desain penelitian korelasi Desain penelitian korelasi adalah desain penelitian yang dibuat untuk meneliti bagaimana kemungkinan hubungan terjadi antar variabel dengan memperhatikan besaran koefisien korelasi. Oleh karena itu hal yang perlu diperhatikan dalam penelitian ini adalah keeratan hubungan antar variabel penelitian, bukan pada sebab dan penyebab terjadinya hubungan tersebut. Sebagai contoh misalnya, penelitian tentang “Korelasi antara lingkungan kerja, motivasi, dan kepemimpinan terhadap kinerja karyawan”. Dalam desain penelitian korelasi ini ada upaya dari peneliti untuk menentukan tingkat hubungan antar variabel yang berbeda antara satu variabel dengan variabel yang lain. Jadi dalam desain penelitian korelasi ini ada upaya dari peneliti untuk menaksir seberapa besar tingkat korelasinya, dan bukan hanya sekedar mendeskripsikan.28 Dengan demikian peneliti dapat mengetahui berapa besarnya kontribusi variabel-variabel bebas terhadap variabel terikatnya serta besarnya arah hubungan yang terjadi. Lebih jauh lagi hubungan korelasi itu adalah hubungan dua variabel atau lebih sebagaimana adanya tanpa perlakuan,29 dalam desain penelitian korelasi ini peneliti akan dapat: i) Melihat apakah perubahan satu variabel berhubungan dengan perubahan variabel lainnya. ii) Menentukan indeks kuantitatif yang menentukan prediksiarah hubungan antara dua variabel atau lebih. iii) Menentukan koefisien korelasi (dalam hal ini nilai r) yang diperoleh, apakah nilai r nya negatif atau positif. Jika koefisien korelasi yang diperoleh negatif (nila r nya -), maka korelasi yang diperoleh adalah korelasi negatif. Artinya 28 29
Husein Umar, Loc Cit, hal 45. Juliansyah Noor, Analisis Data Penelitian Ekonomi dan Manajemen, Grasindo Jakarta, 2014, hal. 46.
31
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
peningkatan pada variabel X akan diikuti dengan penurunan pada variabel Y. Begitu pula sebaliknya bila korelasi yang diperoleh Positif (nilai r nya plus), maka korelasi yang diperoleh adalah korelasi positif. Artinya penurunan pada variabel X akan diikuti dengan peningkatan pada variabel Y. Kemudian lihat pula berapa harga p (probabilitas)nya apakah memenuhi taraf signifikansi yang ditetapkan atau tidak, biasanya taraf signifikansi itu ditetapkan 1% atau 5%), jika harga p signifikan berarti terdapat hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Langkah selanjutnya adalah melihat nilai r2 (kuadrat) yang biasa ditulis dengan huruf besar R2. Misalnya R2 = 0,75 artinya variabel X memberikan sumbangan efektif sebesar 75% kepada variabel Y. Selanjutnya Iswardono (2001: 17) antara lain menjelaskan tentang analisa regresi dan korelasi saling berhubungan tetapi mempunyai tujuan yang berbeda. Dalam analisis regresi sederhana, yang dicari hubungan antara variabel-variabel yang bersangkutan dan bagaimana bentuk hubungan tersebut, dengan menggunakan random variabel untuk variabel bergantung (independent) yang berdistribusi normal, sedangkan untuk variabel bebasnya tak perlu random. Untuk lebih memudahkan memahami mari kita coba melihat kemungkinan hubungan hubungan 2 variabel X dan Y. Misalnya apakah biaya iklan yang besar (X) akan menyebabkan volume penjualan (Y) yang melimpah?. Atau apakah nilai uji bakat yang tinggi (X) cenderung menunjukan tingkat kemampuan kerja yang tinggi pula (Y)?. Untuk mempelajari kemungkinan hubungan antara variabel X dan Y, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengumpulkan data, kemudian langkah kedua menggambarkannya pada sumbu-sumbu X – Y. Gambar ini dikenal dengan Scatter Diagram, dimana akan ada tiga kemungkinan yang menyatakan hubungan antara variabel X dan Y, tiga kemungkinan tersebut adalah: a) Hubungan yang lurus, jika scatter diagramnya menunjukan sepertipada gambar a.
32
Proposal dan Desain Penelitian
b) Hubungan kuadratik, jika scatter diagramnya menunjukan seperti pada gambar b. Hubungan eksponential atau logaritmik, jika scatter diagramnya menunjukan seperti pada gambar c.
Gambar: 2.1 Beberapa Kemungkinan Scatter Diagram (Sumber: Iswardono, 2001: 4)
Sedangkan korelasi sederhana meneliti hubungan dan bagaimana eratnya hubungan itu, tanpa melihat bentuk hubungan, dalam analisa korelasi sederhana variabel yang digunakan semua random dan keduanya bivariate normal. Jika kenaikan suatu variabel diikuti oleh kenaikan pada variabel yang lain, maka dapat dikatakan bahwa kedua variabel tersebut mempunyai korelasi yang positif. Tetapi jika kenaikan didalam satu variabel diikuti oleh penurunan didalam variabel yang lain, maka dapat dikatakan kedua variabel tersebut mempunyai korealasi yang negatif, dan jika tidak ada perubahan pada satu variabel walaupun variabel yang lainnya berubah, maka dikatakan kedua variabel tersebut tidak mempunyai hubungan (uncorelated), hubungan-hubungan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut
33
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Gambar: 2.2 Hubungan antara variabel dalam Analisis Korelasi (Sumber: Iswardono, 2001: 18)
(c) Desain penelitian kausalitas Desain penelitian kausalitas adalah desain penelitian yang disusun untuk meneliti kemungkinan adanya hubungan sebab akibat antar variabel. Dalam desain ini umumnya hubungan sebab akibat tersebut sudah dapat diprediksi oleh peneliti, sehingga peneliti dapat menyatakan klasifikasi variabel penyebab, variabel antara, dan terikat atau tergantung.30 Sebagai contoh misalnya: Penelitian tentang pengaruh lingkungan kerja, motivasi, dan kepemimpinan terhadap kinerja karyawan. Dengan contoh tersebut peneliti akan menganalisis mana yang menjadi variabel penyebab, mana yang menjadi variabel antara, dan mana yang menjadi variabel terikat atau tergantung. Langkah-langkah yang biasanya ditempuh dalam penelitian kausalitas adalah sebagai berikut: i) Menetapkan masalah penelitian ii) Merumuskan tujuan penelitian iii) Mengkaji teori dan menelaah hasil-hasil penelitian terdahulu yang relevan iv) Merumuskan hipotesis penelitian v) Menetapkan ukuran sampel jika populasinya besar jumlahnya, dan memilih metode penarikan sampel yang tepat 30
Anwar Sanusi, Loc Cit, hal 14.
34
Proposal dan Desain Penelitian
vi)
Mengklasifikasi dan mendefinisikan secara konseptual dan operasional variabel penelitian vii) Menyusun instrumen penelitian dengan mengacu pada variabel yang sudah didefinisikan viii) Melakukan uji validitas dan reliabilitas instrumen ix) Menentukan metode pengumpulan data x) Melakukan pengujian hipotesis xi) Menarik kesimpulan (d) Desain penelitian tindakan Desain penelitian tindakan adalah desain penelitian yang disusun dengan tujuan untuk melakukan perbaikan terhadap kegiatan yang sudah dilakukan sebelumnya. Istilah lain dari penelitian tindakan ini disebut juga action research. Penelitian tindakan ini pada umumnya mengevaluasi pendekatan atau metode yang sudah diterapkan sebelumnya, kemudian mengemangkan atau memperbaikinya menjadi pendekatan atau metode yang lebih baik. Contoh misalnya dalam pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi ada penelitian tindakan untuk memperbaiki proses belajar mengajar didalam kelas yang disebut “Penelitian Tindakan Kelas” (PTK) yang harus dilakukan oleh setiap guru yang mengajar didalam kelas. Penelitian tindakan ini menurut memiliki ciri-ciri sebagai berikut:31 i. Praktis dan relevan dengan untuk situasi aktual dalam dunia kerja ii. Menyediakan kerangka kerja yang teratur untuk pemecahan masalah dan perkembangan-perkembangan baru iii. Dilaksanakan berdasarkan observasi aktual dan data mengenai tingkah laku iv. Tidak berdasar pada pendapat subyektif dari pengalaman masa lalu v. Fleksibel dan adaptif 31
Anwar Sanusi, Ibid, hal 15 dikutip dari Suryabrata 1998.
35
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Walaupun desain penelitian tindakan ini sistematis, namun dari sisi bobot ilmiahnya dinilai kurang, karena validitas internal dan eksternalnya lemah, Tujuannya sangat situasional,sampelnya terbatas dan tidak representatif, serta kontrolnya terhadap variabel bebas sangat kurang. Oleh karena itu walaupun hasilnya sangat berguna untuk keperluan praktis, namun sumbangan penelitian ini untuk pengembangan penelitian tindakan ini terhadap ilmunya sendiri relatif kurang. (e) Desain penelitian eksperimen Desain penelitian eksperimen adalah desain penelitian yang disusun dengan tujuan untuk meneliti adanya hubungan kausalitas mengenai sifat tertentu antara kelompok yang diberi perlakuan dengan kelompok lainnya yang tidak diberi perlakuan.32 Sebagai contoh misalnya penelitian tentang peningkatan kinerja 150 orang karyawan disuatu perusahaan dengan membagi karyawan itu dalam dua kelompok masing-masing beranggota 75 orang. Satu kelompok diberi perlakuan berupa pengikutsertaan mereka dalam workshop tentang budaya kerja, sedang kelompok lainnya tidak diikutsertakan. Selang beberapa waktu kemudian katakanlah dalam 1 tahun dilakukan pengukuran kinerja, ternyata kelompok yang yang mengikuti workshop budaya kerja prestasi kerja mereka lebih baik dari kelompok yang tidak diikut sertakan dalam workshop budaya kerja. Langka-langkah dalam penelitian eksperimen yang biasa dilakukan adalah sebagai berikut: i. Melakukan identifikasi dan merumuskan masalah penelitian ii. Merumuskan tujuan penelitian iii. Melakukan telaah perpustakaan yang relevan dengan masalah yang sudah dirumuskan iv. Merumuskan hipotesis v. Mendefinisikan variabel operasional vi. Membuat rencana eksperimen 32
Anwar Sanusi, Ibid, hal 14
36
Proposal dan Desain Penelitian
vii. Melakukan pembahasan dan sekaligus menginterpretasikan hasil viii. Menyusun laporan.
5. Ciri-ciri penelitian ilmiah Penelitian ilmiah itu mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:33 a) Dirancang dan diarahkan guna memecahkan suatu masalah tertentu, bisa berupa jawaban terhadap sesuatu masalah atau menjelaskan hubungan-hubungan antar variabel yang menjadi fokus penelitian. b) Tekanannya pada pengembangan generalisasi, prinsip-prinsip serta teori-teori, sehingga hasilnya mempunyai nilai diskripsi. c) Berangkat dan bermuara pada masalah/obyek yang dapat diobservasi, sehingga bangunan ilmu pengetahuan yang dihasilkan bukanlah buah dari ilham atau dogma, tetapi buah dari verifikasi empiris. d) Penelitian merupakan observasi dan deskripsi akurat. e) Penelitian berkepentingan dengan penemuan baru, jadi tidak sekedar mensintesa atau mengorganisir hal-hal yang telah diketahui sebelumnya. f) Penelitian mesti dirancang secara teliti prosedur-prosedurnya dan rasional. g) Penelitian menuntut keahlian dari peneliti. h) Penelitian diwarnai oleh upaya yang obyektif dan logis. i) Penelitian menuntut kesabaran dan tidak dilakukan secara tergesa-gesa. j) Penacatatan dan pelaporannya dilakukan secara cermat dan hati-hati. k) Penelitian kadang-kadang menuntut keberanian. Berdasarkan rumusan yang dikutip dari pendapat John N Best tersebut, maka dapat disimpulkan ciri-ciri penelitian ilmiah tersebut adalah sebagai berikut: 33
Moh Kasiram, Loc Cit, hal 42-44 (Dikutip dari John N. Best 1982)
37
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
a) Upaya pencarian kebenaran terhadap sesuatu berdasarkan data dan faktayang jelas. b) Dilakukan dengan metode ilmiah yang sudah berstandar sehingga dapat dipertanggung jawabkan. c) Peneliti yang melakukannyamemahami,mengerti,dan dapat melaksanakan segala ketentuan dan prosedur yang berlaku dalam penelitian. d) Peneliti yang melakukannya bekerja dengan berpegang teguh pada etika penelitian. e) Hasil penelitian disimpulkan berdasarkan hasil analisis menurut metodeanalisis data yang sudah distandarkan,bukan berdasarkan keinginan pribadi atau rekayasa-rekayasa tertentu.
6. Penelitian yang berkualitas Setiap orang bisa melakukan penelitian, tetapi belum tentu berkualitas. Kalau suatu penelitian itu dilaksanakan asal-asalan, maka praktis hasilnya juga asal-asalan. Penelitian asal-asalan maksudnya adalah penelitian yang tidak dilakukan menurut standar penelitian yang berlaku, atau dengan istilah lain disebut penelitian kacangan. Kalau yang terjadi demikian maka bukan saja yang terjadi itu pemborosan tenaga, waktu dan biaya, tetapi hasilnya juga tidak berkualitas, tidak bisa dijadikan rujukan, dan menjadi hasil pekerjaan yang sia-sia. Oleh karena itu agar supaya penelitian yang dilaksanakan itu merupakan penelitian yang berkualitas, maka peneliti harus memperhatikan substansi utama penelitian dan substansi umum penelitian berikut ini:34 Substansi utama: a) Input Yang termasuk dalam input ini adalah: (i) permasalahan yang diteliti harus benar-benar merupakan permasalahan yang urgen bagi pengembangan ilmu pengetahuan, (ii) ada teori yang mendukung (ada Grand Theory yang kemudian oleh peneliti dibuat turunannya), (iii) ada penelitian empirik dari peneliti-peneliti terdahulu 34
Suliyanto, Metode Riset Bisnis, Penerbit Andi Yogyakata, 2006, hal 12-15.
38
Proposal dan Desain Penelitian
sehingga bisa memudahkan peneliti membuat premis-premis yang diperlukan, (iv) menggunakan alat analisis data yang sesuai dengan jenis data yang akan dianalisis dan jenis penelitian yang dilakukan, dan (v) menggunakan dukungan sumberdaya yang diperlukan seperti:tenaga (orang-orang) yang dilibatkan dalam pelaksanaan penelitian, waktu yang cukup, dan dana yang memadai. b) Proses Yang termasuk proses ini adalah dimulai dari teknik pengambilan sampel, teknik pengolahan dan analisis data, serta pengambilan kesimpulan harus sesuai dengan prosedur dan tata cara yang berlaku dalam masing-masing jenis penelitian yang dilaksanakan. c) Output Kesimpulan dan rekomendasi yang dihasilkan harus memberikan manfaat untuk menyelesaikan masalah obyek penelitian. Substansi umum: a) Perumusan masalah yang tepat b) Tujuan yang jelas c) Landasan teori yang kuat d) Instrumen penelitian yang valid dan reliabel e) Teknik pengambilan data yang benar f) Analisis data yang tepat g) Teruji tingkat validitas dan reliabilitas h) Kesimpulan yang baik i) Dapat digeneralisasi j) Laporan yang simple dan jelas Cara mengukur derajat korelasi Ukuran yang digunakan untuk mengukur derajat korelasi (hubungan) linier antara dua variabel ini dinamakan “koefisien korelasi” (Correlation coefficient), yang dinyatakan dengan r dan secara matematika dirumuskan sebagai berikut:
39
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Nilai r selalu terletak antara -1 dan +1 ( -1 < r < +1) r = +1, ini berarti ada korelasi positif sempurna antara X dan Y. r = -1, ini berarti ada korelasi negatif sempurna antara X dan Y. r = 0, ini berarti tidak ada korelasi antara X dan Y. Parameter yang berkaitan dengan r statistik dinyatakan dengan huruf Romawi.
40
BAB III ETIKA PENELITIAN
1. Belajar etika dari Ariestoteles Bertrand Russell dalam bukunya History of Western Philosophy and is Connection with Political and Social Circumstances from the Earliest Times to the Present Day (George Allen and UNWIN LTD, London 1946), yang kemudian diterbitkan dalam edisi Bahasa Indonesia dengan judul “Sejarah Filsafat Barat”, kaitannya dengan kondisi sosial politik zaman kuno hingga sekarang (Pustaka Pelajar Yogyakarta, 2002) dalam salah satu Bab nya memuat tentang Etika Ariestoteles. Dalam salah satu risalahnya yang berjudul Nicomachean Ethics, Ariestoteles mengemukakan pandangannya terhadap etika terutama mewakili kaum terpelajar dan berpengalaman pada zamannya. Dalam pandangannya Ariestoteles tidak banyak terpengaruh oleh pelbagai keyakinan agama mistik, tidak pula pandangannya itu mengemukakan teori-teori yang menyimpang dari adat yang lazimseperti terdapat dalam buku Republic kaitannya dengan hak miliki dan keluarga. Dalam buku Ethics itu ada satu pembahasan sitematis tentang sejumlah prinsip yang bisa dijadikan dasar untuk meyakini bahwa perilaku orang memang harus diatur. Buku Ethics ini disukai kalangan terhormat waktu itu, yang umumnya mereka itu sudah berusia setengah baya untuk menekan semangat dan gairah kaum muda yang terlampau menyala-nyala, disebutkan disitu bahwa yang baik adalah kebahagiaan yang merupakan aktivitas jiwa. Ariestoteles juga mengajarkan tentang keutamaan, yaitu intelektual dan moral. Keutamaan intelektual dihasilkan dari pengajaran dan keutamaan moral berasal dari kebiasaan, adalah 41
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
menjadi tugas legislator untuk menciptakan warga negara yang baik dengan cara membentuk kebiasaan yang baik. Kita menjadi adil dengan menjalankan tindakan-tindakan yang adil, dan demikian pula mengenai keutamaan-keutamaan lainnya. Dengan dipaksa untuk menerima menjalankan kebiasaan yang baik, menurut Ariestoteles, suatu saat kita akan menemukan kenikmatan dalam menjalankan tindakan-tindakan yang baik itu. Menurut Ariestoteles setiap keutamaan adalah suatu pertengahan diantara dua sisi ekstrim yang masing-masing buruk. Ini dibuktikan dari pengujian terhadap beraneka keutamaan. Keberanian adalah pertengahan antara sikap pengecut dan sikap ugal-ugalan, kebebasan adalah antara sifat boros dan sifat kikir, harga diri adalah antara kecongkakan dan kerendahan diri, kelakar adalah antara sikap membadut dan sikap kasar, kerendahan hati adalah antara sikap malumalu dengan sikap tak kenal malu. Beberapa keutamaan tampaknya tak sesuai dengan skema demikian ini, misalnya kejujuran. Ariestoteles mengatakan bahwa kejujuran itu adalah pertengahan kesombongan dan kesederhanaan semu, pendapat Ariestoteles tentang persoalanpersoalan moral tak lain adalah pandangan konvensional pada zamannya. Dalam beberapa hal pandangan Ariestoteles itu berbeda dengan yang berlaku dizaman kita, terutama bila menyangkut beberapa bentuk norma kebangsawanan. Kita berpendapat bahwa semua manusia, setidaknya dalam teori etika memiliki hak-hak yang setara, dan bahwa keadilan tak terlepas dari kesetaraan ini. Ariestoteles bependapat bahwa keadilan bukanlah kesetaraan, namun pembagian hak, yang tidak selalu berarti kesetaraan.
2. Kajian tentang etika Untuk melakukan kajian tentang etika, perlu lebih dahulu memahami arti dari etika itu. Etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethosyang memiliki pengertian adat istiadat (kebiasaan), perasaan batin serta kecenderungan batin untuk melakukan sesuatu.35 (Fautanu, 2012: 288) 35
Idzam Fautanu, Filsafat Ilmu Teori dan Aplikasi, Referensi Jakarta 2012, hal 289.
42
Etika Penelitian
Adapun moral (mores) juga berarti adat kebiasaan, didalam kamus Istilah Pendidikan Umum dinyatakan bahwa etika adalah bagian dari filsafat yang mengajarkan tentang keluhuran budi (baik dan buruk). Sebenarnya ada kesamaan antara etika dan moral, menurut para ahli filsafat ada perbedaan antara etika dan moral. Etika memandang perilaku dan perbuatan manusia secara umum, sedangkan moral melihatnya secara lokal, etika pada dasarnya merupakan penerapan dari nilai tentang baik buruk, yang berfungsi sebagai norma atau kaedah tingkah laku dalam hubungan dengan orang lain, sebagai ekspektasi atau apa yang diharapkan oleh masyarakat terhadap seseorang sesuai dengan status dan peranannya, dan etika dapat berfungsi sebagai penuntun pada setiap orang dalam mengadakan kontrol sosial. (Fautanu, 2012: 288) Obyek formal etika adalah norma-norma kesusilaan, dan etika mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi baik dan tidak baik dalam suatu kondisi yang normatif (pelibatan norma). Oleh karena itu ketika etika bersinggungan dengan norma, maka munculah pemikiran-pemikiran mengenai etika itu. Seperti yang dikatakan Suseno dalam Fautanu (2012: 289), “etika memang tidak dapat menggantikan agama, tetapi dilain pihak etika juga tidak bertentangan dengan agama”. Hal ini juga sejalan dengan apa yang sering kita dengar dalam ceramah-ceramah atau pembicaraan-pembicaraan bahwa manusia bisa saja akan menjadi baik walau dia kurang menghayati agama apabila ia menghayati tuntunan akal budi dan daya pikirnya untuk memecahkan masalah. Kemampuannya mengasah dan menghayati akal budi dan daya pikir ini menghasilkan kebijaksanaan yang sangat kita perlukan dalam pergaulan sehari-hari, dalam konteks ini kita ingat dengan apa yang dikatan Socrates, “aku bukanlah Tuhan, tetapi aku senang dengan kebijaksanaan”. Dari konteks ini kita dpat memahami bahwa bahwa “etika merupakan ilmu tentang kebijaksanaan yang diberikan Tuhan kepada manusia”, sehingga dengan kebijaksanaan itu kita dapat memilih mana yang baik dan mana yang buruk bagi kita. Dalam perspektif Devos (1984: 4), “etika merupakan ilmu pengetahuan mengenai kesusilaan, ini berarti etika membicarakan kesusilaan secara ilmiah”. Dalam rumusan yang lebih lengkap kesusilaan merupakan keseluruhan aturan, kaidah atau hukum dalam 43
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
bentuk perintah atau larangan untuk dilakukan. Sering ditemui dalam berbagai pendapat atau pembahasan para pakar kita temui mempersamakan secara etimologi tentang pengertian etika dengan akhlak. Kata etika berasal dari bahasa Yunani, sedangkan kata akhlak itu berasal dari bahasa Arab, dan kalau dilihat dari sumbernya dalam perspektif Islam juga berbeda, etika itu sumber utamanya Al-Qur’an, dan akhlak itu sumber utamanya Hadist Nabi Muhammad SAW.
3. Mengapa kita memerlukan etika Dalam konteks penulisan buku ini ada empat hal yang saling berkaitan, yaitu: etika, penelitian, ilmu, dan penulisnya. Empat hal yang berkaitan itu harus dikaji supaya didapat pengertian yang terpadu dan sistematis. Penelitian dan penulisan adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang dilakukan secara sengaja dan terencana dengan sungguh-sungguh, etika menunjukan sikap kepribadian peneliti dan ilmu menunjukan kedisiplinan yang akan dibangun oleh peneliti dan penulisnya. Dalam “Illustrated World Encyclopedia” sebagaimana dikutip oleh Lubis (2012) ditekankan bahwa etika mengandung ajaran mengenai apa yang dipandang benar atau salah dalam sikap seseorang dalam hubungan sosial sehari-hari.36 “Ethics is the study of what is right and what is wrong.Philosophers and thinkers have been studying this for years and it is more difficult question that it may seem to you. In many cases we know without even thinking about it that something seem wrong or right, but there are other cases in which the question is not easy to answer. When a person is honest and fair, we say he is an ethical person and when he is dishonest or unfair we say he is unethical”. Dari rumusan dalam bahasa Inggris tersebut, kita dapat memahami, bahwa etika itu adalah pelajaran tentang apa yang benar dan apa yang salah. Para philosof dan pemikir mempelajarinya bertahun-tahun, dan banyak persoalan yang lebih sulit berkenaan dengan etika seperti halnya juga yang anda rasakan, dalam banyak kasus kita 36
Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Etika, Sofmedia Jakarta, 2012, hal 39-40
44
Etika Penelitian
mengetahui ada kegiatan yang bisa kita kerjakan tanpa berpikir tentang sesuatu itu benar atau salah, tetapi ada banyak kasus lain yang mempunyai pertanyaan yang tidak mudah dijawab. Jika seseorang itu tidak suka bohong dan jujur, kita katakan ia orang yang beretika, dan ketika seseorang itu suka berbohong dan tidak jujur, maka kita katakan ia orang yang tidak beretika. Etika itu menempati posisi begitu penting dalam setiap aktivitas kehidupan kita dan dalam bidang apapun. Oleh karenanya bagi seorang peneliti yang akan melaksanakan penelitian perlu membekali diri dengan kemampuan beretika karena dalam setiap langkah dan aktivitasnya selalu berhubungan dengan berbagai pihak, seperti responden, informan, dan subyek-subyek penelitian lainnya. Tidak hanya sampai pada meneliti, ketika ia menuliskan hasil penelitiannya sekali lagi etika, khususnya etika dalam penulisan harus ia kuasai, sehingga ia terhindar dari apa yang disebut orang yang tidak beretika (he is dishonest or he is unethical). Seperti sudah disinggung diatas bahwa etika itu menyangkut norma kehidupan dimasyarakat yang harus diikuti dan ditaati oleh semua anggota masyarakat tanpa ada kecuali dan sumber dari etika itu meliputi aturan tingkah laku bermasyarakat, norma-norma kesusilaan, budi pekerti, moral, ajaran agama, dan peraturan hukum yang berlaku.
4. Etika dalam perspektif Al-Qur’an Dalam perspektif Al-Qur’an ketetapan boleh atau tidak dalam kehidupan manusia telah dikenal sejak manusia pertama Adam dan Hawa diciptakan. Seperti diceritakan dalam kitab suci Al-Qur’an, kedua sejoli itu diperkenankan oleh Allah memakan apa saja yang mereka inginkan di surga, namun jangan sekali-kali mendekati sebuah pohon yang apabila dilakukan, mereka akan tergolong orang-orang yang zalim sebagaimana firman Allah berikut ini: Dan Kami berfirman: “Hai Adam, diamilah oleh kamu dan istrimu surga ini, dan makanlah makanan-makanan yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim.” (QS. AlBaqarah: 35) 45
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Prinsip boleh dan tidak tersebut berlanjut dan dilanjutkan oleh para nabi yang diutus Allah kemudian, termasuk Ibrahim, Musa Isa, dan Muhammad SAW. Mereka diutus untuk merealisir ketentuan sang pencipta dalam seperangkat regulasi agar dapat mengarahkan manusia hidup bahagia didunia. Tata nilai itu diletakan sebagai regulator kehidupan guna mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh tingkah laku manusia yang cenderung egoistis dan liar, tata nilai itulah yang disebut dengan etika.37
5. Definisi etika Menelusuri asal usul kata etika tidak lepas dari kata ethos dalam bahasa Yunani yang berarti kebiasaan (custom) atau karakter (character). Dalam kata lain seperti termuat dalam Kamus Webter: “the distinguishing character, sentiment, moral nature, or guiding beliefs of a person , group, or institution” (karakter istimewa, sentiment, tabiat moral atau keyakinan yang membimbing seseorang, kelompok atau institusi). Sementara itu masih dalam Kamus Webster, kata ethics yang menjadi padanan dari etika, secara etimologis berarti: “the disipline dealing with what is good and bad and with moral duty and obligation, a set of moral principles or values, atheory of system of moral values”. Masih menurut Webster, dalam makna yang lebih tegas etika didefinisikan sebagai “The systematic study of the nature of value concepts, good, bad, ought, right, wrong , etc. and of the general principiles which justify us in applying them to anything, also colled moral philosophy”.Artinya bahwa etika merupakan studi sistematis tentang tabiat, kosep nilai, baik, buruk, harus, benar, salah, dan lain sebagainya dan prinsip umum yang membenarkan kita untuk mengaplikannya atas apa saja, jadi etika juga dapat dimaknai sebagai dasar moralitas seseorang dan disaat yang bersamaan juga sebagai filosofi dalam berperilaku.38
37 38
Faisal Badrorn, dkk, Kencana Prenada Median Group Jakarta, 2006, hal 2. Faisal Badroen,dkk, Ibid, hal 5.
46
Etika Penelitian
Etika bagi seseorang terwujud dalam kesadaran moral (moral consciousness) yang memuat keyakinan “benar dan tidak” nya sesuatu itu dilakukan. Perasaan yang muncul bahwa ia akan salah bila melakukan sesuatu yang diyakininya tidak benar berangkat dari norma-norma moral dan perasaan self respect (menghargai diri) bila ia meninggalkannya, apapun pilihan yang diambil seseorang (baik atau buruk) harus ia pertanggung jawabkan pada dirinya sendiri. Secara terminologis arti kata etika sangat dekat pengertiannya dengan istilah Al-Qur’an “al-khuluq”. Untuk mendeskripsikan kebajikan (perbuatan yang baik) Al-Qur’an menggunakan beberapa terminologi seperti: khair, bir, qist, ‘adl, haqq, ma’ruf, taqwa.Dari uraian tentang etika yang dijelaskan tadi ada persinggungan makna antara etika, moral dan norma yang terkadang digunakan secara tumpang tindih, untuk itu perlu diberikan pendefinisian yang jelas tentang moral dan norma sehingga jelas perbedaan ketiga istilah tersebut. Moral berasal dari kata Latin “mos” (bentuk jamaknya “mores”) yang berarti adat dan cara hidup. Mores dalam Inggris adalah morality yang berarti general name for moral judgments, standards, and rule of conduct.39 Dalam makna yang lain morality berarti “ a doctrine or system of moral conduct/particular moral principales or rules of conduct. Artinya moralitas merupakan sebutan umum bagi keputusan moral, standar moral, dan aturan-aturan berperilaku yang berangkat dari nilai-nilai etika, hal ini tidak saja dalam format keputusan, standar, dan aturan-aturan aktual yang ada dalam masyarakat, tetapi juga meliputi keputusan-keputusan ideal yang dibenarkan dengan alasan yang rasional. Norma secara etimologis bermakna “an authoritative standard” atau principle of wright action bidding upon the members of a group and serving to guide, control or regulate proper and acceptable behavior” (Webster dalam Badroen, dkk, 2006: 7). Artinya norma merupakan alat ukur dan standar yang punya kekuatan yang dapat mengarahkan anggota kelompok, mengontrol, dan mengatur perilaku baiknya. Jadi norma juga merupakan kaidah dan aturan bagi sebuah pertimbangan dan penilaian. Jadi ringkasnya menurut Zubair (1995)
39
Faisal Baderun dkk, Ibid, hal 6.
47
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
dalam Badroen, dkk, (2006: 8) norma adalah nilai yang menjadi milik bersama, tertanam, dan disepakati semua pihak dalam masyarakat, yang berangkat dari nilai yang baik atau berguna yang diwujudkan dalam bentuk perbuatan yang kemudian menghadirkan ukuran dan norma.40
6. Sikap ilmiah dalam etika penelitian Seorang yang melaksanakan penelitian (peneliti) tentunya harus bersikap ilmiah dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan penelitian. Hal ini tentunya sudah dapat dipastikan oleh pekerjaan penelitian itu sendiri adalah bagian dari kegiatan ilmiah. Bersikap ilmiah dalam pekerjaan penelitian ini ditandai oleh beberapa ciri, diantaranya menurut Umar (2002: 27):41 a) Sikap positif, yaitu sikap untuk tetap berkontribusi walaupun kecil dalam situasi apapun. b) Sikap bertanya, sikap untuk mengetahui sesuatu sehingga hasilnya dapat dimanfaatkan baik pada saat itu atau pada saat mendatang. c) Sikap sangsi, yaitu sikap yang tidak langsung menerima atas halhal yang dirasakan masih ragu, sehingga ia perlu melakukan tindakan-tindakan yang mengarah kepada pembuktian. Aspek etika dalam penelitian telah menjadi substansi yang paling penting, karena menyangkut kejujuran seorang peneliti. Hasil penelitian yang dilandasi oleh prinsip-prinsip ilmiah bisa dijungkir balikan oleh seseorang yang berpikiran sempit dan pendek, sehingga tak lagi objektif. Ini tentu akan menjadi bom waktu yang satu saat akan meledak dan akan menghancurkan tidak saja penelitinya, tetapi juga orang-orang yang terkait dengan penelitian itu, termasuk disini bagaimana menindak lanjuti hasil penelitian itu. Contoh yang terang benderang misalnya bagaimana Lapindo menindak lanjuti hasil penelitian adanya sumber minyak di lokasi yang kini menjadi kawasan lumpur Lapindo di Porong Sidoarjo Jawa Timur. 40 41
Faisal Baderun dkk, Ibid, hal 8, dikutip dari Zubair 1995. Husein Umar, Metode Riset Komunikasi Organisasi, Gramedia Pustaka Utama Jakarta, hal 27.
48
Etika Penelitian
Kemudian setelah menjadi kawasan lumpur, mengapa Lapindo menanggulanginya dengan membuat tanggul seperti yang kita lihat. Derasnya kekuatan arus lumpur itu sebetulnya bisa diukur dengan alatalat modern sekarang ini, dan harus dibandingkan dengan kekuatan tanggul penahannya yang terbuat dari tanah, karena derasnya dan kuatnya arus lumpur itu secara logika ada dua kemungkinan yang akan terjadi. Kemungkinan pertama kalau kekuatan tanggulnya melebihi (>) kekuatan arus maka satu saat lumpur yang mengenangi tanggul itu akan penuh dan meluber keluar. Kemungkinan kedua kalau kekuatan tanggulnya kurang (<) dari kemuatan arus, maka tanggulnya yang akan jebol. Analisisnya sebetulnya tidak hanya sampai disitu, tetapi mestinya dilanjutkan lagi dengan mempelajari peristiwa yang mirip yang pernah terjadi di Chili (Amerika Latin) yang memilih penanggulangannya dengan membuat saluran (kanal) untuk mengalirkan lumpur itu sampai kelaut, mengalirkan lumpur karena pengeboran di Chili ini baru berhenti setelah menghabiskan waktu 35 tahun. Pekerjaan pengeboran minyak ini di negara manapun tentu diawali dengan penelitian lebih dahulu, dan dari hasil penelitian itu dapat dipelajari teknologi yang bagaimana yang dapat dipakai untuk pengeborannya. Kemudian pertanyaan penelitian selanjutnya tersediakah tenaga ahlinya (SDM) di perusahaan atau dinegara sendiri yang bisa dikontrak untuk mengebor. Kalau dalam pencarian tenaga ahli yang menguasai teknologi pengeboran dengan tipe seperti hasil penelitian, maka logikanya (menurut etika penelitian) perusahaan tidak boleh memaksakan dengan kemampuan SDM seadanya, apalagi kalau alasannya karena pertimbangan biaya. Itulah yang terjadi dengan kasus lumpur Lapindo yang diawali dengan pengeboran dengan menggunakan tenaga ahli yang tidak pas dengan keperluan yang sesuai dengan spesifikasi hasil penelitian dan tentunya dengan pertimbangan biaya yang lebih murah. Kemudian setelah lumpur Lapindo itu terus mengalir menggenangi kawasan pemukiman disekitarnya, lalu dipilih penanggulangan yang praktis dengan membuat tanggul, namun tanggulnya setiap tahun terus jebol dan sudah 9 tahun lebih penanggulangan itu tidak kunjung selesai, ribuan penduduk disekitar genangan itu menjadi korban Lapindo yang ganti ruginya juga belum selesai. 49
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Drama lumpur Lapindo ini semakin hebat setelah masuk kejalur politik di parlemen (DPRRI) 2 tahun sebelum berakhirnya masa kepresidenan SBY periode kedua, oleh fraksi tertentu di parlemen dan pendukungnya berhasil diperjuangkan sebagai korban bencana alam yang ganti ruginya harus dibayar oleh negara. Kalangan yang kurang memahami boleh jadi membenarkan saja penyelesaian yang diputuskan oleh parlemen itu. Tetapi bagi kalangan yang mengerti tetang jenis pekerjaan yang memerlukan pertimbangan yang lebih teliti berkenaan dengan hasil penelitian dan perlu membandingkan lagi penyelesaian masalah yang mirip (pernah terjadi) dinegara lain seperti misalnya di Chili, sangat menyayangkan keputusan DPR itu yang mengorbankan uang negara, pada hal masalah itu terjadi bukan by nature, tetapi by design. Jadi yang terjadi dalam kasus lumpur Lapindo ini ada tiga kali membuat kesalahan. Kesalahan pertama pengeborannya tidak memanfaatkan kemampuan SDM yang sesuai dengan klasifikasi atau tuntutan standar kemampuan SDM yang pas dengan dengan kondisi obyek yang dibor termasuk disini peralatan teknis yang akan digunakan untuk mengebor, dan itu dilakukan oleh pengusaha (Lapindo) tentu dengan pertimbangan biaya, karena harus mendatangkan tenaga kerja dari negara lain yang lebih menguasai teknologi pengeboran. Kesalahan kedua adalah cara menanggulanginya lebih memilih yang praktis dengan membuat tanggul, ketimbang melakukan pembuatan kanal untuk menyalurkan lumpur itu mengalir kelaut seperti yang pernah dilakukan oleh negara Chili di Amereka Latin. Ini juga patut diduga karena pertimbangan biaya, dan kesalahan ketiga membawa masalahnya ke jalur politik diparlemen dengan mengkambing hitamkan bencana alam, padahal kalau diruntut kebelakang terjadinya masalah lumpur Lapindo itu bukan karena bencana alam (by nature), tetapi karena kesalahan yang dibuat manusia (by design). Disinilah pentingnya etika itu, dimana segala sesuatu yang dikerjakan itu harus lebih dahulu mempetimbangkannya dari sisi etika, apakah keputusan yang dipilih itu sudah sesuai dengan ukuran moral, yaitu memilih yang “baik / sesuai, bukan yang buruk / tidak sesuai”.
50
Etika Penelitian
7. Etika penelitian Perspektif Suliyanto Penelitian merupakan kegiatan yang banyak melibatkan banyak pihak, baik pihak peneliti sendiri, maupun responden, informan, pemiliki proyek penelitian, sponsor (kalau ada), pemerintah (dalam hal ini instansi terkait), dan masyarakat luas. Agar tidak ada pihakpihak yang merasa dirugikan, maka diperlukan adanya etika penelitian, etika merupakan norma atau standar perilaku yang digunakan sebagai petunjuk berperilaku oleh pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian itu, tujuannya adalah agar tidak ada pihak-pihak yang merasa dirugikan sehubungan dengan kegiatan penelitian yang dilakukan.42 Etika penelitian itu dapat dikelompokan sesuai dengan pihakpihak yang terlibat dalam penelitian yang dilaksanakan. Pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian itu umumnya terdiri dari: peneliti, asisten peneliti, responden/informan/klien, dan sponsor, untuk masing-masing pihak yang terlibat dalam penelitian ini ada etika yang harus diikuti dan dipegang teguh: a) Etika peneliti/asisten peneliti terhadap responden/informan/klien: (i) Menjelaskanmanfaat penelitian, sehingga calonresponden/ informan/klien, tidak ada rasa curiga terhadap apa yang dilakukan peneliti/asisten peneliti. (ii) Menjelaskan bahwa apa yang disampaikan responden/ informan/klien dijaga kerahasiaannya, sehingga responden/ informan/klien tidak merasa cemas. (iii) Meminta izin lebih dahulu atas kesediaan calon responden/ informan/klien untuk menjadi responden/informan/klien penelitian, jika calon responden/informan/klien keberatan peneliti/asisten peneliti tidak boleh memaksanya. (iv) Bila penelitian telah selesai hendaknya hasil penelitian diberitahukan kepada responden/informan/klien, meskipun dalam bentuk yang sangat sederhana, sehingga tidak mengesankan habis manis sepah dibuang.
42
Suliyanto, Metode Riset Bisnis, Penerbit Andi Yogyakarta, 2006, hal 15.
51
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
b) Etika peneliti terhadap sponsor: (i) Bila sponsor meminta kerahasiaan terhadap peran mereka dalam penelitian yang dilaksanakan, maka peneliti/asisten peneliti harus mematuhinya. (ii) Peneliti harus menjaga kerahasiaan hasil penelitian, bila sponsor menghendaki hasil penelitian hanya untuk kepentingan mereka. (iii) Memberikan hasil penelitian yang berkualitas sesuai besarnya biaya yang diberikan oleh sponsor. (iv) Menyelesaikan penelitian sesuai kesepakatan yang telah ditentukan. c) Etika sponsor terhadap peneliti/asisten peneliti: (i) Sponsor harus membayar biaya penelitian sesuai kesepakatan baik jumlah maupun waktu pembayarannya. (ii) Sponsor tidak boleh memaksakan hasil penelitian kepada peneliti/asisten peneliti sesuai kepentingan sponsor. d) Etika peneliti terhadap asisten: (i) Peneliti harus mendesain penelitiannya sehingga keamanan semua pewawancara, petugas survey, atau petugas lainnya yang berkaitan dengan penelitian terjamin saat mereka menjalankan tugasnya. (ii) Peneliti dilarang menugaskan tenaga lapangan ke medanmedan yang berbahaya tanpa memberikan informasi tentang berbagai kemungkinan bahaya yang dapat mengancam. (iii) Peneliti harus membayar jasa asisten peneliti sesuai dengan kesepakatan yang telah ditentukan. e) Etika asisten peneliti terhadap penliti: (i) Asisten peneliti yang bertugas dilapangan harus menjamin kebenaran data yang diperoleh kepada peneliti. (ii) Asisten peneliti tidak boleh memberikan hasil wawancara kepada pihak yang tidak berwenang.
52
Etika Penelitian
f) Etika calon responden kepada peneliti/asisten peneliti: (i) Calon responden harus memberikan kejelasan tentang kesanggupan untuk menjadi responden. (ii) Calon responden yang bersedia menjadi responden hendaknya memberikan jawaban sesuai dengan waktu yang telah disepakati. Perspektif Umar: Umar43 menjelaskan sebagai berikut: a) Etika peneliti terhadap responden: (i) Dalam pengumpulan data peneliti harus melindungi hak-hak responden, misalnya responden tidak akan dirugikan baik fisik maupun mental. (ii) Menjelaskan secara langsung tujuan dan manfaat hasil penelitian. (iii) Peneliti perlu menjelaskan hak atas kebebasan pribadi kepada responden, bahwa responden mempunyai hak untuk menolak diwawancarai oleh peneliti, sehingga peneliti harus meminta izin lebih dahulu. b) Etika peneliti kepada klien: (i) Klien mempunyai hak atas penelitian yang dilaksanakan secara etis. (ii) Peneliti harus menghargai keinginan klien, misalnya identitasnya jangan sampai diketahui oleh orang lain. (iii) Klien berhak mendapatkan hasil penelitian yang berkualitas. c) Etika peneliti kepada asisten: (i) Peneliti menyediakan fasilitas-fasilitas yang diperlukan asistennya untuk melaksanakan tugas dilapangan. (ii) Peneliti berkewajiban memberitahu asistennya agar berperilaku etis dalam melaksanakan tugas dilapangan.
43
Husein Umar, Loc Cit, hal 28-30.
53
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
(iii) Peneliti perlu memberikan pelatihan, arahan, pelatihan supervisi lapangan dan bekal mental yang kuat agar tangguh dalam melaksanakan tugas dilapangan. d) Etika klien: (i) Klien tidak boleh berperilaku tidak etis, misalnya meminta hasil penelitian agar dirubah karena dinilai merugikannya. (ii) Klien bersama-sama pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian hendaknya bersama-sama menjaga aturan main dan etika penelitian. Perspektif Herdiansyah: Dalam perspektif Herdiansyah (2010:30) tentang etika ini dijelaskan sebagai berikut: a) Etika merupakan hal yang harus dijunjung tinggi, terlebih lagi bagi penelitian dalam koridor ilmu-ilmu sosial (seperti psikologi, sosiologi, dan antropologi) yang meneliti manusia sebagai subyek (peneliti) dan manusia sebagai obyek (yang diteliti), haruslah dilandasi dengan etika penelitian yang kuat, karena manusia dibelahan dunia manapun secara kodrati pasti terikat oleh suatu aturan dan tata nilai serta budaya tertentu, dimana setiap budaya pasti mengandung unsur etika. b) Convension scientific research mengemukakan perlunya memperhatikan masalah etika dalam penelitian yang melibatkan subyek manusia. Hal ini menyangkut masalah tata aturan dan nilai bagi peneliti maupun yang diteliti agar tidak terjadi benturan antar nilai yang dianut oleh kedua belah pihak atau untuk menghindari eksploitas dan manipulasi yang berdampak merugikan bagi salah satu pihak. c) Peneliti menjaga konfidensialitas atau kerahasiaan dari subyek yang diteliti. Prinsip konfidensialitas dan privasi diartikan sebagai suatu usaha dari peneliti untuk menjaga kerahasiaan atribut dari subyek yang diteliti untuk tetap dalam domain pribadi subyek dan bukan berubah menjadi domain publik atau umum. Atribut subyek yang dimaksud dapat berupa identitas subyek, tempat tinggal subyek, ucapan atau pernyataan yang dikemukakan subyek, dan lain sebagainya, jadi prinsip konfidensialitas dan privasi merupakan 54
Etika Penelitian
bagian dari etika penelitian.Sebagai contoh, masing-masing kita tentu pernah “curhat” kepada teman kita atau kepada kita tentang masalah yang dihadapi.Biasanya bila kita ingin curhat atau teman kita ingin curhat selalu didahului dengan wanti-wanti, mohon tidak diceritakan kepada orang lain, hal ini juga bukan mustahil bisa saja terjadi dalam penelitian, apa yang diungkapkan secara rahasia tadi harus dijaga oleh peneliti sampai kapanpun meskipun penelitian sudah selesai. d) Tentang berbohong? Pada dasarnya berbohong dalam penelitian tidak dibenarkan, tetapi dalam kasus-kasus tertentu untuk dapat mengungkap apa yang sesungguhnya terjadi masih bisa dilakukan. Misalnya untuk meneliti kasus aborsi atau kasus kekerasan (bullying) siswa senior terhadap siswa junior, pada kasus-kasus seperti ini bila subyek yang diteliti mengetahui bahwa dia sedang diwawancarai atau sedang diobservasi, maka hampir dapat dipastikan peneliti tidak dapat mengungkap kasus itu. Jadi dalam kasus penelitian seperti ini peneliti harus bisa menampilkandiri bukan sebagai peneliti, tetapi mungkin sebagian sahabat yang ingin berbagi pengalaman. e) Tentang memberi tips? Memberi tips pada dasarnya juga tidak boleh dilakukan, tetapi dalam kasus-kasus tertentu ada yang tidak bisa dihindari, seperti misalnya: Penelitian yang harus melalui jalur birokrasi formal yang mewajibkan peneliti untuk membayar biaya administrasi untuk bisa bertemu dengan subyek penelitian yang pengawasannya super ketat, seperti napi narkoba kelas kakap, napi perampokan, napi pembunuhan sadis, yang karena untuk pengawasan ekstra ketat itu memerlukan biaya yang besar sedangkan anggaran yang tersedia ternyata kurang. f) Peneliti tidak dibenarkan menjanjikan sejumlah uang sebagai syarat kesediaan menjadi subyek penelitian. Perspektif Davis: Selanjutnya etika menurut perspektif Davis,44 seorang pakar penelitian periklanan yang menulis buku Advertising research: Theory 44
Joel J. Davis, Penelitian Periklanan, RajaGrafindo Persada Jakarta, 2013, hal 4261.
55
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
& Practice 2nd Edition 2012, yang kemudian diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia pada tahun 2013 olen Ellys Tjo dengan judul Penelitian Periklanan: Teori dan Praktik menjelaskan tentang etika penelitian sebagai berikut: “Etika adalah berbagai prinsip moral yang membantu menentukan apakah langkah tindakan yang dilakukan itu benar atau salah”. Meski definisi ini jelas, adakalanya sulit dipraktikan, karena pengiklan dan juga peneliti bergumul dengan pertanyaan: jika demi keuntungan saya, dan jika tidak ada pelanggaran hukum mengapa saya tidak melakukannya? Berbagai situasi dan pertanyaan semacam ini umumnya dihadapi oleh peneliti. Dalam rangka membantu peneliti mengidentifikasi langkah tindakan yang paling sesuai dalam berbagai situasi lainnya, telah dituliskan kode etik untuk menyediakan panduan pengambilan keputusan. Kode etik ini telah ditulis dari berbagai perspektif, namun tetap mengandung seperangkat keyakinan bersama. Kode etik penelitian memasukan prinsip otonomi (autonomy). Prinsip non kerugian (nonmaleficence), dan prinsip kebaikan (beneficence). Otonomi seringkali dirujuk sebagai prinsip determinasi diri, berarti bahwa semua individu yang melibatkan diri dalam penelitian mempunyai pertimbangan bebas dan kekuatan pengambilan keputusan mengenai partisipasi dirinya dalam penelitian. Prinsip otonomi tentu saja tidak hanya berlaku bagi subyek penelitian, tetapi juga bagi para pihak yang terlibat dalam pemberian dukungan dan persetujuan penelitian. Non kerugian menyatakan bahwa merupakan tindakan yang salah bila secara sengaja mengakibatkan kerugian pada indivitu lain. Kebaikan menyatakan bahwa peneliti mempunyai kewajiban positif menghilangkan kerugian yang ada, memberi manfaat dan meminimalkan risiko, kapanpun dan dimanapun dimungkinkan. Selanjutnya bagaimana masing-masing prinsip ini menyediakan dasar bagi pengambilan keputusan etika penelitian ketika peneliti berinteraksi dengan empat kelompok penting berikut: a) Individu yang berpartisipasi dalam penelitian tersebut. b) Pihak manajemen yang menunjang dan menginginkan informasi tersebut.
56
Etika Penelitian
c) Perusahaan penelitian (konsultan penelitian) yang menyediakan konsultasi bantuan. d) Masyarakat secara keseluruhan yang seringkali terpengaruh melalui laporan dan penggunaan informasi yang dikumpulkan. (1) Etika dan responden individual Prinsip otonomi, prinsip non kerugian, dan prinsip kebaikan berlaku pada interaksi peneliti dengan responden, individu yang memberikan informasi mentah bagi sebagian besar studi penelitian primer, tiga prinsip ini tercermin dalam berbagai pedoman berikut: (a) Keputusan responden apakah “Ya” atau “Tidak” berpartisipasi dalam sebuah studi penelitian, harus merupakan sebuah keputusan yang terinformasikan. (b) Responden tidak boleh mendapatkan perlakuan menyimpang dengan cara apapun. (c) Responden mempunyai hak absolute mendapatkan kerahasiaan dan privasi, kecuali ia secara eksplisit menyetujui hal sebaliknya. Keputusan dan peretujuan yang terinformasikan: Keputusan yang terinformasikan menuntut agar kapanpun peneliti secara eksplisit meminta informasi dari individu, misalnya melalui pertanyaan pada sebuah survey atau melalui ukuran fisiologis seperti penelusuran mata. Dalam keadaan ini, persetujuan yang terinformasikan diperlukan karena informasi pribadi (seperti sikap, pendapat, kayakinan, dan perilaku) sedang dikumpulkan. Media spesifik untuk mengumpulkan informasi (seperti telepon, internet, wawancara tatap muka) tidak mempengaruhi kebutuhan memperoleh persetujuan yang terinformasikan, sebelum pengumpulan data. Agar partisipan penelitian yang potensial mampu mengambil keputusan terinformasikan terkait partisipasinya, maka ia harus diberikan informasi mendetil mengenai tiga area umum berikut ini (U.S. Departement of Health and Human Service, 1998):45 45
Joel J. davis, Ibid, 45.
57
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Area pertama, berkaitan dengan konteks penelitian tersebut, dalam hal ini partisipan penelitian potensial harus secara eksplisit diberitahukan: (a) Bahwa dirinya diminta berpartisipasi dalam penelitian tersebut. (b) Pihak yang mengadakan penelitian tersebut. (c) Alasan mengadakan pengadaan penelitian tersebut. (d) Pihak yang dihubungi ketika dirinya memiliki pertanyaan tentang penelitian tersebut. Area kedua, dari persetujuan yang terinformasikan berkenaan dengan kesukarelaan berpartisipasi: (a) Responden harus memahami bahwa partisipasi sepenuhnya bersifat sukarela dan bahwa kalauada penolakan berpartisipasi tidak akan mengakibatkan finalti ataupun kehilangan manfaat. (b) Responden harus diinformasikan bahwa ia dapat tidak melanjutkan partisipasi kapanpun, lagi-lagi tanpa finalti ataupun kehilangan manfaat. Tindakan tidak melanjutkan selalu merupakan masalah bagi peneliti dan itu sudah merupakan risiko bagi peneliti. Peneliti juga harus memahami bahwa selama berlangsungnya penelitian misalnya dalam wawancara, responden mungkin berubah pikiran berkenaan dengan kesediaannya untuk melanjutkan karena berbagai alasan seperti:kehilangan minat, kebingungan, pembangunan hubungan harmonis yang buruk dengan pewawancara,atau karena peningkatan durasi wawancara.Meskipun pewawancara atau peneliti dengan pertimbangan sudah menginvestasikan waktu (dan konsekuensinya, uang) dalam wawancara yang belum selesai sebagian, dapat dipahamai enggan mengakhiri karena belum selesai. Terlepas dari alasan itu responden selalu berhak mengakhiri wawancara tersebut kapan pun tanpa perlu menjelaskan alasannya atau dipaksa melanjutkan. Kalau kondisi seperti ini yang terjadi boleh jadi juga itu merupakan petunjuk ada hal-hal perlu diluruskan dalam pendekatan atau dalam teknis pelaksanaan wawancara yang dimainkan oleh pewawancara atau peneliti yang dirasakan kurang pas, paling tidak itu merupakan peringatan perlunya kehati-hatian pada 58
Etika Penelitian
langkah-langkah selanjutnya. Tidak etis kalau mendesain sebuah penelitian dengan cara menghalangi responden untuk menggunakan haknya mengundurkan diri ataupun menolak menjawab saat berlangsungnya wawancara, pada tahap manapun, Setiap permohonan responden untuk mengakhiri wawancara tersebut harus dipenuhi. Area ketiga, dari persetujuan yang terinformasikan itu berkaitan dengan karakteristik penelitian itu sendiri, dalam hal ini partisipan potensial harus diberitahu: a) Hal yang akan harus dilakukannya dalam berpartisipasi (misalnya menjawab berbagai pertanyaan tentang data personal, merasakan produk, atau menonton iklan). b) Durasi wawancara akan berlangsung. c) Hal yang akan dilakukan terhadap data tersebut (terutama dengan memperhatikan cara kerahasiaan dan privasi yang akan ditangani). d) Segala komitmen selain wawancara awal tersebut. Sebagai contoh anda menunjukan iklan sampo kepada responden, lalu memberikan sebuah contoh sampo “gratis” formula baru untuk dibawa pulang sebagai ucapan terima kasih atas partisipasinya dalam penelitian itu. Anda bermaksud menghubungi responden dalam seminggu kedepan untuk memperoleh untuk memperoleh reaksinya terhadap sampo formula baru tersebut. Akan merupakan suatu pelanggaran terhadap prinsip etis apabila kedua bagian penelitian ini tidak secara eksplisitdijelaskan dalam dokumen persetujuan yang terinformasikan. Sesudah semua informasi ditentukan, seperti dituntut untuk dituliskan dalam dokumen persetujuan yang terinformasikan, kemudian dituliskan.Dokumen itu harus secara jelas dituliskan dan mudah dipahami dengan mematuhi berbagai pedoman berikut ini (National Cancer Institute, 2006).46 (i) Menggunakan kata-kata yang diketahui oleh pembaca, segala istilah didefinisikan secara jelas. 46
Joel J. Davis, Ibid, hal 46.
59
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
(ii) (iii) (iv) (v) (vi) (vii) (viii) (ix) (x) (xi) (xii) (xiii) (xiv) (xv)
Kata dan istilah digunakan secara konsisten disepanjang dokumen tersebut. Menggunakan kalimat singkat, sederhana dan langsung. Panjang kalimat dibatasi hingga 30-50 karakter dan spasi. Menggunakan paragraf singkat, yang mengandung satu ide berparagraf. Menggunakan kata kerja aktif. Kata ganti orang digunakan untuk menambah identifikasi personal. Setiap ide dinyatakan secara jelas, dan diurutkan secara logis. Alasan penelitian disebutkan pada awal teks tersebut. Judul, sub judul, dan bentuk judul lainnya membantu mengklarifikasi pengorganisasian teks. Menggunakan judul sederhana dan ditempatkan dekat dengan teks berkaitan. Margin kiri rata dan margin kanan tidak rata. Menggunakan huruf besar dan huruf kecil. Gaya dan bentuk huruf mudah dibaca. Tidak banyak menggunakan kata yang bercetak tebal.
Perlakuan menyimpang Praktik penelitian yang etis menuntut bahwa partisipan tidak mendapatkan perlakuan menyimpang selama berlangsungnya setiap tahap penelitian, berbagai bentuk situasi berikut ini harus dihindari: a) Seringnya usaha berulang oleh pewawancara atau konsultan penelitian untuk melaksanakan wawancara ataupun berusaha untuk melaksanakan wawancara menurut kemudahan peneliti (panggilan telepon selama berlangsungnya jam makan). b) Survey yang terlalu panjang tidak secara akurat digambarkan demikian sebelumnya.Tidaklah etis untuk merekrut responden dengan mengelirukan penggamabaran durasi wawancara, peneliti berkewajiban memberikan estimasi durasi wawancara yang cukup akurat. 60
Etika Penelitian
c) Mengajukan pertanyaan personal hanya demi mendapatkan informasi itu sendiri. Kerahasiaan dan Privasi Pengharapan responden bahwa responsnya akan dijaga kerahasiaannya bersifat absolute, kecuali ia secara eksplisit menginformasikan kerahasiaan tidak perlu dijaga dan menandatangani pengakuan tertulis mengenai keberlakuan ini. Kecuali pada kasus yang disampaikan terakhir ini, segala pelanggaran kerahasiaan, tidak peduli berapa minor anda mempersepsikan pelanggaran tersebut, merupakan pelanggaran terbesar standar penelitian yang etis, Kode Etik CASRO (Council of American Survey Research) menyediakan berbagai pedoman spesifik terkait pemeliharaan kerahasiaan responden: a) Staf dan personel di organisasai penelitian survey tidak boleh menggunakan atau membahas data atau informasi yang dapat mengidentifikasi responden untuk alasan lain diluar alasan penelitian internal yang sah. b) Organisasi penelitian survey bertanggung jawab menjamin bahwa para sub kontraktor (misalnya: pewawancara, organisasi pengkodean, dan organisasi tabulasi) dan para konsultan mengetahui dan menyetujui pemeliharaan dan penghormatan kerahasiaan responden atau informasi yang dapat mengidentifikasikan responden diungkapkan kepada berbagai identitas tertentu. c) Sebelum mengizikan klien dan atau pihak lainnya mengakses kuesioner yang telah dilengkapi nama dan informasi lainnya yang dapat mengidentifikasi responden (misalnya nomor telepon) harus dihilangkan. d) Pengidentifikasi tidak kasat mata pada kuesioner via surat, yang mengkaitkan jawaban responden dengan responden tertentu, tidak boleh digunakan. Angka pengidentifikasi kasat mata boleh digunakan namun harus disertai sebuah penjelasan bahwa pengidentifikasi tersebut digunakan hanya untuk alasan
61
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
pengontrolan dan bahwa kerahasiaan responden tidak akan dikorbankan.47 Selanjutnya yang erat berkaitan dengan kerahasiaan adalah privasi, responden harus diinformasikan mengenai segala metode pengumpulan data yang mungkin melanggar penghargaan privasinya. Peralatan elektronik seperti alat perekam, alat pemotret, ruang bercermin satu arah, dan cookie computer hanya boleh digunakan setelah secara eksplisit menginformasikannya kepada responden. Tanggung jawab terhadap responden populasi khusus Penelitian pada anak-anak: Banyak penelitian yang diarahkan pada anak-anak, berbagai pedoman perilaku etis yang dibahas sebelum ini juga pada anakanak, namun cara setiap pedoman diaplikasikan berbeda untuk masing-masing kelompok. Sebagai contoh, bagaimana cara anda mendapatkan persetujuan yang terinformasikan dari seorang anak atau memastikan bahwa anak itu memahami bahwa boleh menghentikan partisipasinya kapan pun (lagi pula ia tidak bisa memberitahukan kepada gurunya bahwa ia tidak ingin mengerjakan tugasnya di kelas), perhatian khusus harus diberikan untuk melindungi kepentingan partisipasi anak-anak tersebut: a) Hak anak tersebut menggantikan hak peneliti, hak yang dimiliki oleh partisipan penelitian anak lebih penting dari kebutuhan informasi peneliti. Desain penelitiannyaharus dievaluasi dahulu untuk mengetahui sejauhmana (seberapa baik) perlindungan hak dan kebutuhan anak tersebut. b) Tidak boleh ada kerugian fisik dan psikologis. c) Harus ada persetujuan tertulis yang terinformasikan oleh pemelihara (caretaker) primer anak tersebut.Persetujuan yang terinformasikan menuntut agar pemelihara tersebut diberikan informasi akurat mengenai pelatihan dan kompetensi profesional peneliti tersebut, alasan diadakannya penelitian 47
Joel J. Davis, Ibid, hal 48 , Dikutip dari Casro 2009.
62
Etika Penelitian
tersebut, karakteristik pemberdayaan yang digunakan dalam penelitian tersebut dan cara informasi yang dikumpulkan melalui penelitian tersebut akan digunakan. d) Tidak boleh ada koreksi agar berpartisipasi.Hak orang tua dan anak untuk menolak partisipasinya harus dihormati, anak juga harus diberikan hak menolak partisipasinya.Tidak boleh ada penggunaan argumen perlawanan, insentif, atau koersi sebagai usaha mengubah pikiran anak tersebut. e) Tidak boleh ada tawaran diagnosis ataupun informasi lainnya tentang partisipasi anak tersebut, Peneliti bukanlah psikolog klinis atau spesialis perkembangan anak, konsekuensinya ia tidak boleh menawarkan interpretasi mengenai perilaku anak tersebut berdasarkan respon anak tersebut terhadap stimulus penelitian. f) Berbagai prinsip ini berlaku bahkan ketika anak tersebut ataupun keluarganya dibayar atas partisipasinya, bayaran berupa uang atau hadiah tidaklah membatalkan setiap prinsip yang telah disampaikan sebelumnya. Penelitian pada komunitas online Persetujuan yang terinformasikan merupakan bagian integral dari praktik penelitian etis. Meskipun demikian tidak semua situasi penelitian menuntut persetujuan yang terinformasikan. Tidak dituntut adanya perolehan persetujuan yang terinformasikan ketika mengumpulkan/menganalisis informasi atau perilaku yang berada didomain publik atau yang diadakan diruang publik, yakni ruang yang tidak mengandung pengharapan privasi.48 Memang tidak ada jawaban yang jelas apakah etis setiap tindakan penelitian yang disampaikan sebelum ini, penentuannya terletak pada apakah “Ya” atau “Tidak” forum serupa lainnya dianggap sebagai ruang pribadi atau publik,49 menyajikan wawasan tentang pengambilan sudut pandang:
48 49
Joel J. Davis, Ibid, hal 50 dikutip dari American Psychoogical Association 2002. Joel J. Davis, Ibid, hal 51. Dikutip dari Prangkel dan Siang 1999.
63
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
a) Beberapa peneliti menginterpretasikan dunia maya sebagai bagian dari domain publik, karena mereka mengamati newsgroup (forum diskusi minat yang menggunakan perangkat lunak tertentu untuk membacanya), listery (aplikasi pendaftaran penerima surat elektronik), IRC (Internet Relay Chat-percakapan lewat internet) serta forum dan lokasi serupa lainnya sebagaimana dapat diakses oleh semua individu seperti wawancara tayangan televisi atau surat kabar. Para peneliti ini meyakini bahwa tanggung jawab menyaring (tidak memasukan) informasi yang mungkin dianggap sebagai informasi pengungkapan atau informasi pribadi terletak pada penyebar pesan, jadi mereka mengadopsi pendapat bahwa bentuk penelitian ini harus dikecualikan dari tuntutan perolehan persetujuan yang terinformasikan. b) Spesialis lainya tidak menyetujui interpretasi ini, yang memperdebatkan bahwa peneliti bertanggung jawab etis memahami cara kerja berbagai forum internet dan cara pengguna berbagai forum ini membentuk pengharapan tentang apa dan dimana mereka berkomunikasi.Para spesialis ini menganganggap risiko terbesar partisipan didunia maya terjadi dalam situasi ketika anggotanya dibiarkan tidak mengetahui bahwa pesan mereka sedang dianalisis hingga hasil peneliti dipublikasikan. Selain itu ketika hasilnya dipublikasikan sedemikian rupa hingga para anggota sebuah komunitas yang telah dipelajari tanpa sepengetahuan mereka, kerugian psikologis mungkin muncul.Para sepesialis ini memperdebatkan bahwa meskipun informasi dipublikasikan, para individu yang mengkomunikasikannya mungkin mempersepsikan suatu taraf privasi terkait komunikasi mereka. Dengan adanya perspektif yang berbeda ini, tidaklah mengherankan bila Ess menyimpulkan bahwa “melakukan hal tepat, untuk alasan tepat, dengan cara tepat, pada waktu yang tepat tetap merupakan sebuah isu penelitian”. 15Davis (2013) merekomendasikan pendekatan yang paling konservatif: memperlakukan semua ruang internet sebagai ruang pribadi, kecuali tidak ada pengharapan privasi yang eksplisit seperti pada 64
Etika Penelitian
pesan blog.Pendekatan ini menuntut agar semua individu memberikan persetujuan dan memilih ikut serta sebelum berpartisipasi dalam sebuah penelitian. Brukman memberikan dukungan bagi pendekatan ini dengan menyampaikan “kekeliruan yang sering dibuat oleh peneliti minternet adalah ketika berhadapan dengan pemilihan salah satu diantara kebutuhan subyek dan integritas penelitian menempatkan prioritas pada integritas penelitiannya, pada pemikiran mendalam lanjutan seharusnya jelas bahwa pertimbangan ini keliru, hak subyek merupakan prioritas utama.”50 Tanggung jawab terhadap klien Sebagaimana halnya dengan persetujuan yang terinformasikan pada subyek penelitian, partisipasi klien dalam penelitian dan dukungan klien bagi penelitian tersebut harus sepenuhnya sukarela, serta kesepakatan adanya penelitian harus dijalankan hanya ketika ia sepenuhnya terinformasikan mengenai biaya, manfaat, prosedur, dan pengharapan keuntungan bisnis dari penelitian yang diajukan tersebut. Selain itu penanganan anda terhadap klien internal dan klien eksternal menuntut kepatuhan terhadap prinsip etis yang diulas sebelumnya, seperti tercermin dalam berbagai pedoman berikut ini: a) Rekomendasi penelitian harus sesuai.Penelitian seharusnya direkomendasikan hanya ketika penelitian merupakan cara terbaik memenuhi kebutuhan informasi klien tersebut. Ketika penelitian direkomendasikan, maka penting menggunakan teknik penelitian yang paling cocok agar dapat mengumpulkan informasi berkualitas tertinggi dengan cara yang paling efisien. b) Semua informasi yang dikumpulkan disepanjang proses penelitian tersebut haruslah dijaga kerahasiaan dan patennya. c) Seluruh temuan harus disampaikan secara terbuka, jujur, dan tidak mengelirukan. d) Klien harus tetap terinformasikan tentang semua perubahan ataupun penyimpangan dari kesepakatan estimasi metodologi atau estimasi waktu pelaksanaan. 50
Joel J.Davis, Ibid, hal 51, dikutip dari Brukman 2002.
65
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Penelitian yang tepat Sebagian besar peneliti sangat senang mengerjakan penelitian, mereka menikmati tantangan pengidentifikasian berbagai masalah dan pengembangan cara kreatif menemukan informasi yang membantu menyelesaikan berbagai masalah tersebut.Konsekuensinya adakalanya peneliti berkecenderungan merekomendasikan penelitian secara berlebihan, berbagai standar etis menuntut agar rekomendasi mengadakan penelitian mampu ditunjang dengan argument yang valid, yang berkontribusi pada proses pengambilan keputusan yang keliru melebihi biaya mengadakan penelitian tersebut. Aspek kedua dari kesesuaian berkenaan dengan metodologi penelitian. Jarang ada klien yang merupakan peneliti canggih, sehingga mengandalkan keahlian peneliti untuk merekomendasikan metodologi yang berpotensi paling besar mengumpulkan informasi berguna yang reliabel, yang tepat waktu, dan efisien dari segi biaya, anda hidup berbagai kriteria ini. Anda harus memastikan bahwa rekomendasi anda memenuhi berbagai kriteria ini.Sebagi contoh jika cukup mengadakan empat kelompok fokus, maka tidak adil bagi klien, dan tidaklah etis, pada sisi anda merekomendasikan delapan atau duabelas kelompok hanya karena kelompok tambahan akan menarik.Serupa halnya jika sebuah sampel kemudahan berjumlah 200 responden dapat memberikan informasi yang dibutuhkan, maka tidaklah etis merekomendasikan sebuah sampel probabilitas nasional yang berjumlah 1000 individu. Terakhir karena setiap masalah penelitian tertentu dapat dibangun dengan beberapa pendekatan, salah satu tanda profesionalisme adalahkapan pun sesuai, mengembangkan beberapa pendekatan logis terhadap sebuah masalah tertentu, lalu mendiskusikan keuntungan relatif dari masing-masing pendekatan tersebut dengan kliennya. Kemudian mengekspresikan sebuah pendapat tentang pendekatan yang anda anggap paling sesuai, klien mungkin tidak selalu menyetujui rekomendasi anda, namun anda telah bertindak etis dengan (kami asumsikan) secara jujur menyampaikan berbagai kekuatan dan kelemahan dari dari setiap alternatif yang dimungkinkan berhasil. 66
Etika Penelitian
Kerahasiaan paten Sangatlah penting memelihara kerahasiaan informasi dan memperlakukan informasi sebagai paten. Tuntutan kerahasiaan berlaku untuk semua perolehan informasi sebagai bagian dari proses penelitian tersebut, yakni informasi yang didapatkan melalui pemeriksaan terhadap dokumen tertulis milik klien, serta informasi yang dikumpulkan melalui proyek penelitian itu sendiri. Semua informasi yang disediakan oleh klien, dan informasi yang dihasilkan sebagai konsekuensi dari pemeriksaan terhadap informasi tersebut, tetaplah merupakan kepemilikan paten klien tersebut, yang seharusnya tidak akan pernah diungkapkan tanpa seizin klien tersebut. Presentasi temuan Penyampaian data dan temuan penelitian harus terbuka dan tidak mengelirukan. Kegagalan sepenuhnya melaporkan semua data relevan atau mencoba memanipulasi data hingga menciptakan kekeliruan impresi tentu saja merupakan pelanggaran terhadap berbagai standar etis, kekeliruan pelaporan umumnya salah satu dari dua bentuk:51 a) Terjadi ketika ada kegagalan memasukan semua informasi yang diperlukan untuk mengevaluasi pencapaian data dan temuan. Data dan temuan hanya dapat secara jujur dievaluasi dan diaplikasikan pada proses pengambilan keputusan ketika tersediasemua informasi yang berkaitan untuk diperiksa. Dengan demikian ketika menyampaikan temuan penelitian, penghilangan data yang “buruk” secara etis dilarang, begitu pula dengan penyampaian parsial atau rangkuman tanpa menyertakan detail. Contoh berikut mengilustrasikan prinsip ini: Dua iklan jadi diujikan, diputuskan bahwa iklan yang berefek paling positif pada intensi membeli akan menerima jumlah dana media yang lebih besar melalui rotasi iklan. Pada sebuah skala 51
Joel J.Davis, Ibid hal 54.
67
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
penilaian 5 angka, penelitian ini menunjukan bahwa dua iklan tersebut mempunyai skor intensi membeli yang identik, meskipun demikian persentasenya yang menunjukan intensi membeli yang kuat jauh lebih tinggi pada iklan A, dibanding iklan B, seperti yang ditunjukan dalam tabel berikut: Tabel: 3.1 Pelaporan yang tidak lengkap
Sumber: Davis: 2013: hal. 56
Berdasarkan bentuk penyampaian temuan ini, peneliti tersebut menyimpulkan bahwa iklan A (yang pada kenyataannya favorit peneliti) merupakan iklan yang lebih kuat, dan seharusnya menerima sebagian besar dana media. Sayangnya keputusan ini tidaklah sesederhana ini, dan mungkin sesungguhnya keliru. Pada kenyataannya dua iklan ini berefek sangat berbeda pada intensi membeli, seperti yang ditunjukan pada tabel data yang lengkap berikut: Tabel: 3.2 Pelaporan yang lengkap
Sumber: Davis, 2013: hal 56
Pada Tabel 3.1. (Pelaporan tidak lengkap) mengenai keseluruhan temuan menyembunyikan perbedaan pola respon 68
Etika Penelitian
sungguhan dan penting terhadap dua iklan tersebut. Iklan A cenderung membagi sampel ini menjadi dua bagian (terpolarisasi). Mayoritas individu yang mengamati iklan ini memberikan reaksi sangat positif ataupun sangat negatif. Di sisi lain melalui pengamatan terhadap iklan B tak ada individu yang memberikan reaksi sangat negatif, Selain itu perihal total persetujuan positif, lebih banyak pengamat iklan B dari pada iklan A (50% berbanding 45%) yang menyetujui bahwa dirinya tertarik membeli produk tersebut, secara keseluruhan, iklan B mungkin adalah iklan yang lebih baik untuk didanai ketimbang iklan A. Berikut ini penghilangan data kritis juga bisa teramati melalui gambar grafik yang ditampilkan dalam pelaporan, perhatikan dua gambar grafik berikut ini:
Gambar: 3.1 Grafik tren pengetahuan konsumen tentang iklan Yang menghilangkan data kritis 2000 - 2010
Gambar: 3.2 Grafik tren pengetahuan konsumen tentang iklan Yang menyajikan data lengkap 2000 – 2010
69
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Pada grafik di gambar: 3.1 terlihat mengilustrasikan efek pengeliruan dengan menghilangkan data kritis pada tahun-tahun tertentu. Penyajian data pada Gambar ini mendukung suatu kesimpulan bahwa pengetahuan bersifat positif dan terus bertumbuh. Namun ketika semua data menurut tahunnya dipakai untuk menampilkan grafiknya seperti terlihat pada gambar: 3.2 dapat diamati kesimpulan yang terkandung dalam Gambar: 3.1 sama sekali keliru, karena dalam Gambar: 3.1 tersebut ada data kritis pada tahun-tahun tertentu yang dihilangkan. Dengan demikian berarti apa yang terjadi pada Tabel: 3.1 dan Gambar:3.1 adalah suatu pelanggaran etika dalam penelitian karena tidak melaporkan apa adanya. Tanggung jawab terhadap masyarakat Selaku peneliti, merupakan tanggung jawab saya mendengarkan suara masyarakat dan menjadikannya didengar. Penelitian berfungsi mencapai cita-citanya ketika berbicara bagi masyarakat atau konsumen, ketika memenuhi keinginan, harapan, dan ide masyarakat, bukan untuk dimanipulasi, atau dieksploitasi, melainkan untuk diterjemahkan menjadi berbagai produk, undangundang, dan layanan yang dibutuhkan (Ikrar American Marketing Association).52 Ikrar ini seharusnya berfungsi sebagai prinsip panduan untuk setiap proyek yang anda inisiasikan, dan untuk setiap proyek anda laporkan hasilnya, termasuk disini kegiatan penelitian. Mempraktikan ikrar ini dengan memenuhi prinsip non kerugian dan prinsip kebaikan menuntut hal-hal berikut: a) Data dan temuan yang dilaporkan untuk penggunaan masyarakat haruslah lengkap. b) Data dan temuan untuk penggunaan masyarakat haruslah diinterpretasikan secara tepat. c) Data yang dilaporkan untuk penggunaan masyarakat akan didasari penilaian penelitian yang obyektif dan dapat dipercaya.
52
Joel J. Davis, Ibid, hal 60.
70
Etika Penelitian
d) Penelitian tidak digunakan sebagai sebuah sasaran usaha pemasaran atau usaha penjualan.
71
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
72
BAB IV KARAKTERISTIK PENELITIAN KUANTITATIF
Masing-masing metodologi penelitian mempunyai karakteristiknya sendiri-sendiri. Begitu pula dengan penelitian kuantitatif juga punya karakteristiknya sendiri. Karakteristik dalam penelitian ini merupakan ciri khas dari penelitian itu yang membedakannya dari penelitian yang lain, karakteristik penelitian kuantitatif itu dapat dilihat pada: paradigma, ruang lingkup, format, ragam, dan proses penelitian.
1. ParadigmaPenelitian Kuantitatif Dalam ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, politik, ekonomi, hukum, komunikasi, dan sebagainya mengenal paradigma kuantitatifpositivisme sebagai salah satu paradigma penelitian yang sangat berpengaruh. Dalam paradigma kuantitatif gagasan positivisme dianggap sebagai akar paradigma tersebut. Paradigma tersebut adalah tradisi pemikiran yang berkembang di Prancis dan Inggris, yang diilhami oleh pemikiran David Hume, John Locke, dan Berkeley yang menekankan pengalaman sebagai sumber pengetahuan dan memandang pengetahuan memiliki kesamaan hubungan dengan pandangan aliran filsafat yang kita kenal dengan positivisme, serta seringkali pula disebut dengan label lain seperti: empirisme, behaviorisme, naturalisme, sainsisme.53 Tradisi ini berkembang sebagai akibat terobsesi dan dipengaruhi oleh ilmu-ilmu alam yang tergolong
53
Burhan Bungin, Metodologi Peneitian Kuantitatif, Kencana Prenada Media Group Jakarta 2013, hal 39.
73
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Aristotelian, yang bertumpu pada pandangan bahwa realitas itu pada hakikatnya bersifat materi dan alamiah. Dalam perkembangan berikutnya positivisme ini mendominasi wacana ilmu pengetahuan mulai pada awal abad ke 20 sampai saat ini, dengan menetapkan kriteria-kriteria yang harus dipenuhi oleh ilmuilmu tentang manusia maupun alam untuk disebut sebagai ilmu pengetahuan yang benar, berdasarkan kriteria-kriteria eksplanatoris dan prediktif, untuk terpenuhinya kriteria tersebut maka semua ilmu harus memiliki pandangan positivistik sebagai berikut: a) Objektif, maksudnya teori-teori bebas nilai. b) Fenomenalisme, maksudnya ilmu pengetahuan hanya bicara tentang semesta alam yang teramati. Metafisis yang diandaikan ada dibelakang gejala-gejala penampakan disingkirkan. c) Reduksionisme, alam semesta direduksi menjadi fakta-fakta yang dapat diamati. d) Naturalisme, maksudnya alam semesta itu bergerak secara mekanis seperti bekerjanya jarum jam. Tradisi positivisme ini kemudian melahirkan pendekatan paradigma kuantitatif dalam penelitian ilmu-ilmu sosial, dimana obyek penelitian dilihat memiliki keteraturan yang naturalistik, empiris, behavioristik, dimana semua obyek penelitian harus dapat direduksi menjadi fakta yang dapat diamati. Tidak mementingkan fakta sebagai makna, tetapi mementingkan fenomena yang nampak, serta serba bebas nilai (objektif) dengan menentang habis-habisan sikap-sikap subyektif, tradisi positivistik ini membawa paradigma penelitian ini sebagai aliran penelitian yang berlawanan arus dengan paradigma penelitian kualitatif.54
2. Ruang lingkup Penelitian Kuantitatif Besaran ruang lingkup penelitian kuantitatif sama dengan besaran ruang lingkup ilmu sosial yang meliputi; sosiologi, politik, ekonomi, hukum, administrasi, komunikasi, antropologi, dan lain-lain, obyek yang diamati oleh ilmu-ilmu sosial memiliki variasi gejala majemuk, 54
Burhan Bungin, Ibid, hal 40.
74
Karakteristik Penelitian Kuantitatif
dan ini pula yang menjadikan fenomena unik bagi ilmu-ilmu sosial serta diakui sebagai karakteristik yang mempunyai keunggulan lebih dibandingkan dengan ilmu-ilmu alam yang lebih banyak menyajikan peristiwa-peristiwa monoton dan bersifat rutin. Konsekuensinya maka ilmu-ilmu sosial memiliki kompleksitas dalam metodologi melebihi ilmu-ilmu alam, terutama dalam menentukan konsep, reliabilitas, maupun validitas. Oleh karena itu kajian terhadap obyek-obyek perilaku sosial memiliki keunikan tersendiri yang tidak didapatkan pada ilmu-ilmu alam pada umumnya, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perilaku yang mempunyai gejala yang tampak, dapat diamati, dapat dikonsepkan, dan dapat diukur sebagai variabel-variabel yang muncul dimasyarakat merupakan wilayah penelitian kuantitatif. Dengan demikian besaran ruang lingkup penelitian kuantitatif sebagaimana juga ruang lingkup ilmu-ilmu sosial dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar: 4.1 Ruang lingkup penelitian kuantitatifpada ilmu-ilmu sosial
Bila diteruskan pembahasan ruang lingkup ini akan semakin rinci, setidaknya jika ruang lingkup itu dilihat dari masing-masing aktivitas kegiatan dalam kehidupan dimasyarakat. Sebagai contoh kita lihat misalnya beberapa bidang kegiatan di masyarakat yang bisa dimasuki dengan kegiatan penelitian seperti misalnya: bisnis, manajemen, komunikasi, sosiologi, antropologi dan lain-lain. a) Ruang lingkup penelitian Bisnis Penelitian bisnis dapat diartikan sebagai usaha yang bertujuan untuk memperoleh informasi guna memecahkan masalah bisnis 75
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
atau mengembangkan pengetahuan yang berkaitan dengan bisnis dengan menggunakan metode ilmiah, logis, runtut, dan dapat direplikasi.55 Untuk penelitian bisnis maka ruang lingkupnya bisa dirinci sebagai berikut: (i) Bidang akuntansi dan keuangan Dalam bidang akuntasi dan keuangan penelitian bisa diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu misalnya: (a) Bagaimana mendapatkan sumber dana yang murah (b) Bagaimana menggunakan sumber dana yang optimal (c) Bagaimana cara memberikan informasi keuangan yang cepat dan tepat dalam rangka pengambilan keputusan dibidang keuangan (d) Dan lain-lain. (ii) Bidang pemasaran Dalam bidang pemasaran ini penelitian bisa diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan strategis seperti misalnya: (a) Bagaimana mengembangkan promosi yang lebih komunikatif (b) Bagaimana menentukan saluran distribusi yang tepat (c) Bagaimana meningkatkan kepuasan pelanggan (d) Bagaimana mengembangkan produk (iii) Bidang sumber daya manusia Dalam bidang pengembangan sumber daya manusia ini penelitian bisa diarahkan pada tujuan-tujuan strategis seperti misalnya: (a) Bagaimana cara yang dapat dilakukan untuk mendapatkan sumber daya manusia terampil dan berkualitas (b) Bagaimana membangun budaya kerja (c) Bagaimana meningkatkan kinerja karyawan (d) Dan lain-lain. 55
Suliyanto, Metode Riset Bisnis, Penerbit Andi Yogyakarta, 2006, hal 4.
76
Karakteristik Penelitian Kuantitatif
(iv) Bidang operasional Dalam bidang operasional penelitian dapat diarahkan pada tujuan-tujuan strategis, seperti misalnya: (a) Bagaimana mendapatkan suplay bahan baku yang murah dan berkualitas (b) Bagaimana menjaga ketersediaan bahan baku sesuai dengan jadwal produksi (c) Bagaimana menyusun layout pabrik yang efektif dan efisien dari segi penggunaan waktu (d) Dan lain-lain. b) Ruang lingkup penelitian manajemen strategik Contoh topik penelitian manajemen strategik antara lain:56 (i) Persaingan industri : Kasus Perbankan. (ii) Efisiensi Usaha : Aplikasi value chains model. (iii) Analisis Kesenjangan Profil Eksternal dan Internal Perusahaan. Dalam penelitian manajemen strategik ini tujuannya anatara lain untuk: (i) Mengetahui indikator-indikator yang relevan dengan topik penelitian yang dilaksanakan. (ii) Mengetahui hubungan antar indikator. (iii) Mengetahui kondisi oyektif permasalahan yang diteliti. (iv) Menganalisis permasalahan dengan mengurai hubungan indikator-indikator dalam permasalahan yang diteliti. (v) Menyimpulkan. c) Ruang lingkup penelitian komunikasi Contoh-contoh penelitian komunikasi antara lain:57 (i) Pengaruh Budaya organisasi dan Kepuasan Kerja terhadap Motivasi Kerja Karyawan Kehumasan di PT XYZ. 56
57
Husein Umar, Desain Penelitian Manajemen Strateiik, RajaGrapindo Persada Jakarta, 2010, hal 174, 193, 200. Husein Umar, Ibid, hal 202, 237, 245.
77
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
(ii) Dampak iklan Vegeta dan Fiber terhadap Keputusan Pembelian Pasar Potensialnya dengan menggunakan Model AIDCA. Tujuan penelitian komunikasi ini adalah untuk melakukan kajian secara ilmiah, dengan melakukan analisis, sintesis, atau evaluasi dalam rangka mengetahui tentang apa, mendiskripsikan tentang siapa, dimana, kapan, mengapa, dan bagaimana mengukur sesuatu sebagai jawaban atas hal-hal yang dipermasalahkan, baik oleh manajemen komunikasi (Humas) maupun oleh parapekerja. Dengan kata lain proses menetapkan sesuatu tersebut dapat mengikuti model yang disebut model 5W + 1H yang merupakan ringkasan dari: What, When, Where, Why, Who, and How.
3. Formatpenelitian kuantitatif Format penelitian kuantitatif dalam ilmu-ilmu sosial tergantung pada permasalahan dan tujuan penelitiannya. Berdasarkan paradigma yang sering mendominasi penggunaan metodologi penelitian kuantitatif ada dua format yang merupakan arus utama dalam praktik penelitian kuantitatif, yaitu format deskriptif, dan format eksplanatif, kedua format tersebut dapat divisualisasikan seperti gambar berikut ini:
Gambar: 4.2 Format penelitian kuantitatif
a) Format deskriptif Penelitian kuantitatif dengan format deskriptif bertujuan untuk menjelaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai 78
Karakteristik Penelitian Kuantitatif
variabel yang timbul dimasyarakat yang menjadi obyek penelitian itu berdasarkan apa yang terjadi. Format deskriptif ini dapat diterapkan pada penelitian studi kasus dan survey. Format penelitian deskriptif studi kasus merupakan penelitian eksplorasi dan memainkan peran penting dalam menciptakan hipotesis atau pemahaman orang tentang berbagai variabel sosial. Penelitian ini hanya menggunakan kasus tertentu sebagai obyek penelitian, sehingga bersifat kasuistik. Format deskriptif survey mempunyai ciri yang berlainan dengan studi kasus, dimana ciri khususnya ada pada sifat menyebar dipermukaan, sedangkan pada studi kasus lebih mendalam pada satu permasalahan. Sifat menyebar dipermukaan ini disebabkan karena populasinya yang luas sehingga penelitian survei tidak mampu mencapai jauh kedalam sebagaimana penelitian kasus, dan karena itu juga menyebabkan penelitian survey itu bersifat dangkal, dipermukaan, dan hanya menguliti saja. 58 Kendati demikian penelitian survey mempunyai suatu kelebihan yang memungkinkan peneliti untuk menggeneralisasi suatu gejala sosial dengan populasi yang lebih besar. Karena populasi yang besar itu pula memungkinkan peneliti untuk menggunakan sampel dalam penelitiannya. Akibatnya adalah penelitian survey tidak dapat mempertahankan keutuhan dari obyek yang diteliti, karena responden sebagai kesatuan yang utuh tenggelam dalam analisis, dan yang muncul bukannya wajah responden atau kasus per kasus, akan tetapi wajah keseluruhan populasi. Meskipun kedua format penelitian deskriptif ini berbeda satu sama lain, namun masing-masing memiliki kelebihan dalam kompetensinya. Kemampuan melihat perbedaan itu dan menggunakannya dalam penelitian sangat tergantung pada kemampuan dan kejelian peneliti untuk menentukan dalam kondisi yang bagaimana suatu penelitian itu menggunakan survey dan dalam kondisi yang bagaimana menggunakan studi kasus, untuk memudahkan peneliti memahami uraian diatas dapat dibantu dengan melihat tabel berikut ini:
58
Burhan Bungin, Loc Cit, hal 44.
79
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Tabel: 4.1 Format Penelitian Deskriptif
Sumber: Bungin, 2013:45 (diadaptasi)
b) Format eksplanasi Format eksplanasi dimaksudkan untuk menjelaskan suatu generalisasi sampel terhadap populasinya, atau menjelaskan hubungannya, perbedaan atau pengaruh suatu variabel terhadap yang lain. Karena itu penelitian dengan format eksplanasi menggunakan sampel dan hipotesis dalam penelitiannya. Penelitian dengan format eksplanasi ini dapat dilakukan dengan melalui survey dan eksperimen. Antara eksplanasi survey dengan deskriptif survey berbeda walaupun sama-sama survey. Perbedaannya terletak pada:
4. Penggolongan dan jenis penelitian kuantitatif Penggolongan dan jenis penelitian kuantitatif oleh para ahli dilakukan sedemikian rupa dengan maksud menghindari terjadinya tumpang tindih dari satu jenis penelitian kuantitatif dengan penelitian kuantitatif yang lain, sehingga tidak membingungkan para peneliti, khususnya para peneliti muda dan mahasiswa yang sedang mempelajari metodologi penelitian. Pada umumnya penggolongan dan pembagian jenis penelitian yang dibuat oleh para ahli adalah seperti tabel berikut ini: 80
Karakteristik Penelitian Kuantitatif
Tabel: 4.2 Penggolongan dan jenis penelitian kuantitatif
Eksperimen Sumber: Bungin, 2013: 49
Penjelasan untuk masing-masing jenis penelitian dalam tabel tersebut diatas secara singkat dapat diberikan sebagai berikut :
81
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
a) Penelitian Pengembangan Penelitian Pengembangan adalah penelitian yang ditujukan untuk mengkaji atau mengembangkan temuan-temuan penelitian sebelumnya atau teori-teori penelitian yang sudah ada, baik untuk keperluan ilmu pengethuan murni, maupun untuk keperluan ilmu pengetahuan terapan. Misalnya pada penelitian terdahulu ada temuan, bahwa variabel politik mempengaruhi variabel moneter (ekonomi), bentuk temuan itu misalnya “kegaduhan politik di Senayan menyebabkan lesunya kegiatan penanaman modal dalam periode Oktober – Desember 2014.” Temuan oleh para pakar perlu dikaji apakah benar variabel moneter (ekonomi) itu rentan terhadap perubahan politik. Apakah kejadian tersebut hanya kebetulan, ataukah selalu terjadi seperti itu, kemudian perlu juga dilihat keadaan dinegara lain, apakah juga seperti itu, ataukah dinegara tertentu saja, dan seterusnya. Bila dalam penelaahan temuan tadi ternyata misalnya hal itu bisa terjadi tidak hanya disatu negara, tetapi juga dibeberapa negara, maka temuan itu (kegaduhan politik) bisa berimbas pada variabel moneter (keuangan) sehingga masuk dalam variabel yang dapat mempengaruhi stabilitas perekonomian. Jika masalah ini dalam teori-teori moneter belum ada, maka kejadian ini menjadi koreksi atau setidaknya menambah perluasan variabel yang bisa mempengaruhi stabilitas perekonomian, dan dari segi ilmu ekonomi terapan variabel politik yang dapat mengganggu stabilitas perekonomian ini perlu dikaji dan diteliti bagaimana solusinya. b) Penelitian Verifikasi Penelitian verifikasi dalam penelitian kuantitatif adalah penelitian untuk memverifikasi (mengecek) kebenaran hasil suatu penelitian terdahulu apakah hasil penelitian itu benar atau keliru. Misalnya ada penelitian yang lalu yang hasilnya menyimpulkan “ada hubungan antara perilaku sadisme dimasyarakat, dengan penayangan berita ditelevisi yang menyajikan gambar-gambar kekerasan”. Untuk mengecek kebenaran hasil penelitian ini seorang peneliti bisa melakukan pengecekan melalui penelitian verifikasi.
82
Karakteristik Penelitian Kuantitatif
c) Penelitian Longitudinal Penelitian Longitudinal adalah penelitian yang meneliti sebuah gejala yang terus berlangsung. Misalnya penelitian untuk mengetahui perkembangan karir seorang dosen dari awal dia masuk menjadi dosen dengan status calon pegawai dengan pangkat akademik asisten ahli, diikuti terus perkembangannya sampai dia mendapat pangkat akademik tertinggi yaitu guru besar, atau penelitian terhadap seorang calon PNS disuatu kantor pemerintahan sampai ia menjadi atau memegang jabatan tertinggi misalnya Sekretaris Daerah. Penelitian ini memerlukan keaktifan peneliti mencatat secara rutin kemajuan yang didapat oleh obyek penelitian. Penelitian ini memerlukan waktu yang lama, tenaga dan biaya yang banyak, sehingga kebanyakan peneliti menganggapnya kurang efisien. Dikatakan kurang efisien karena mungkin saja terjadi musibah pada obyek yang diteliti, misalnya meninggal dunia, atau beralih profesi, maka gagalah penelitian itu. d) Penelitian Cross Sectional Penelitian Cross Sectional adalah penelitian yang tidak menggunakan obyek penelitian yang sama tetapi dalam waktu yang bersamaan.Contoh misalnya penelitian tentang karir dosen tadi, tetapi yang diteliti tidak 1 orang saja, melainkan sekaligus beberapa orang dengan ketentuan misalnya dosen yang masa kerjanya 1 tahun, 2 tahun, 3 tahun, dan seterusnya sampai yang tertinggi jabatan akademiknya. Cara seperti ini dapat dilakukan lebih cepat, data yang dikumpulkan juga lebih banyak, dan dari segi waktu lebih efisien, hanya mungkin lika-liku perjalanan karirnya tidak sempat dicacat secara lengkap dibandingkan dengan penelitian longitudinal. Penelitian Cross Sectional ini boleh dikatakan merupakan kompromi antara one-shot method (menembak satu kali terhadap kasus), dan penelitian longitudinal (menembak beberapa kali) terhadap kasus yang sama.59
59
Burhan Bungin, Ibid, hal 52, dikutip dari Suharsimi Arikunto, 2003, hal 13.
83
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
e) Penelitian Survey Penelitin Survey sering kali dipahami sama dengan penelitian kuantitatif survei.Padahal dalam penelitian survey penggunaan kuesioner hanya terbatas pada menggali data tentang:60 (i) Ciri-ciri demografis masyarakat (ii) Lingkungan sosial mereka (iii) Aktivitas mereka (iv) Pendapat dan sikap mereka Sedangkan pada penelitian kuantitatif survey selain memiliki sifat survey juga pemairan,dan umumnya digunakan untuk menarik kesimpulan sampel terhadap populasi, sehingga dipastikan menggunakan hipotesis, dan alat bantu statistik dalam menganalisis data. Jadi jelas ada beda antara penelitian survey yang hanya terbatas pada menggali data yang sangat umum (seperti disebutkan pada (i) sampai dengan (iv) diatas dengan penelitian kuantitatif survey yang sampai pada mengajukan hipotesis dan menganalisis data dengan alat bantu statistik. f) Penelitian Assessment Penelitian Assessment ini berkembang menjadi penelitian yang unik dalam arti bisa menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dan bisa menggunakan pendekatan kuantitatif.Salah satu cirinya yang menonjol adalah penelitian assessment ini memerlukan keterlibatan peneliti yang lebih intensif dalam penelitian yan dilaksanakan. Kualitas dan kredibilitas seorang peneliti assessment dituntut seperti yang ada pada penelitian kualitatif. Namun bedanya dengan penelitian kualitatif ada pada mengutamakan “menilai” semua aspek dan proses yang terjadi pada proyek yang menjadi obyek penelitian, maka akibatnya penelitian assessment ini tidak begitu lentur seperti pada penelitian kualitatif. Perbedaan lain juga ada yaitu pada prame of reference (adanya pedoman pelaksanaan proyek yang diteliti). Inilah yang lebih menunjukan bahwa penelitian assessment lebih cenderung 60
Burhan Bungin, Ibid, hal 52, dikutip dari Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi, 1998, hal 8.
84
Karakteristik Penelitian Kuantitatif
menggunakan metode penelitian kuantitatif, karena kalau sudah ada pedoman pelaksanaan proyek yang diteliti berarti pelaksanaan penelitian itu memerlukan alat ukur dan metode analisis penelitian kuantitatif. g) Penelitian Evaluatif Penelitian Evaluatif ini hampir sama dengan penelian assessment karena mempunyai sifat “menilai”. Meskipun demikian antara penelitian evaluatif dengan assessment ada perbedaan yang prinsipil yaitu pada cara kerjasama dan keterlibatan peneliti masing-masing. Pada penelitian evaluatif keterlibatan peneliti tidak selalu dibutuhkan, tetapi pada penelitian assessment keterlibatan peneliti sangat diperlukan, dan bahkan keterlibatan itu dituntut sangat runtut, artinya mulai dari awal kegiatan proyek sampai akhir. Sedangkan pada penelitian evaluatif peneliti bisa saja memulai keterlibatan itu setelah proyek yang diteliti sudah berjalan, artinya tidak mesti dari awal kegiatan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penelitian evaluatif itu ingin menjawab pertanyaan sampai sejauhmana kegiatan proyek itu telah tercapai sesuai perencanaan proyek itu, meskipun peneliti tidak sepenuhnya mengikuti proses pelaksanaan proyek itu. Sedangkan pada penelitian assessment karena sifatnya menilai maka semua proses dalam kegiatan penelitian itu harus diikuti oleh peneliti. h) Penelitian Tindakan (action research) Penelitian Tindakan (action research) lebih mengutamakan fokus pendekatannya pada hal-hal yang praktis, dan tingkat keterlibatan peneliti lebih intern. Peneliti terus menerus berupaya mencari kelemahan-kelemahan untuk maksud memperbaiki atau menyempurnakan, melalui trial and error sebagai metode utama dalam penelitian tindakan ini, misalnya pada kasus seorang guru matematika yang ingin mengefektifkan metode pembelajarannya, sehingga ia perlu terlibat langsung dalam penelitian itu. Penelitian tindakan (action research) juga identik dengan yang dilakukan oleh guru-guru dalam penelitian tindakan kelas (PTK), sebagai cara dipakai untuk mengetahui bagaimana guru 85
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
menemukan hasil dari proses belajar yang dilaksanakannya didalam kelas, bagaimana memperbaikinya bila masih ada kelemahannya, dan bagaimana pula memelihara serta meningkatkan bila sudah berhasil dengan baik.Penelitian tindakan (action research) sebetulnya adalah penelitian yang berskala besar, tetapi dalam pelaksanaanya dapat dipecah-pecah menjadi berskala kecil. Misalnya Dinas Pendidikan Provinsi ingin mengetahui efektivitas pembelajaran Bahasa Inggris di tingkat Sekolah Menegah Atas (SMA). Variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini tentu banyak yang harus diteliti, seperti misalnya: kompetensi guru, minat siswa, alat bantu, laboratorium bahasa, buku pelajaran, lingkungan belajar, dan lain-lain. Kalau penelitian itu ingin hasilnya lebih baik tentu memerlukan waktu yang lama supaya semua variabel itu mendapat kesempatan diteliti dengan sungguhsungguh.Untuk itu maka tiap semester hanya meneliti satu variabel saja untuk semua sampel sekolah yang diteliti dalam provinsi itu, jadi bisa saja penelitian untuk enam variabel ini memerlukan waktu enam semester baru selesai. Penelitian tindakan kelas yang dibagi dalam tahapan-tahapan sesuai jumlah variabel yang harus diteliti ini dapat dipastikan akan lebih berhasil ketimbang dilaksanakan sekaligus untuk enam variabel ini, karena sifat dari penelitian tindakan ini memerlukan metode trial and error, yang memerlukan waktu yang banyak untuk mengamatinya setiap tindakan yang diambil oleh guru, dan perhatian yang intensif dari peneliti, sehingga hasil penelitian dapat dipastikan mampu menjawab semua persoalan yang berkaitan dengan variabel-variabel penelitian. Sebaliknya bila dilakukan sekaligus untuk enam variabel ini dapat dipastikan hasilnya akan dangkal, karena pasti ada diantara enam variabel ini yang kurang intensif diperhatikan oleh peneliti karena waktunya relatif singkat untuk ukuran penelitian tindakan (action research). i) Penelitian Kepustakaan (Library Research) Penelitian Perpustakaan ini mengambil setting perpustakaan sebagai tempat penelitian dan dengan obyek penelitian bahanbahan kepustakaan. Biasanya penelitian kepustakaan ini menghasilkan kesimpulan tentang kecenderungan sebuah teori 86
Karakteristik Penelitian Kuantitatif
digunakan dari waktu ke waktu, perkembangan sebuah paradigma, dan pendekatan ilmu pengetahuan tertentu. Penelitian ini apabila dilaksanakan dengan baik, akan dapat menghasilkan sebuah penelitian tentang perubahan sebuah obyek penelitian teoritis sejak beberapa waktu yang lampau sampai saat ini. Meskipun demikian penelitian kepustakaan ini mempunyai kelemahan, diantaranya tidak semua obyek penelitian yang sudah diteliti terekam dan tersimpan di perpustakaan, meskipun sekarang ini sudah tersedia berbagai macam bentuk media penyimpanan bahan pustaka seperti micro film, CD, DVD, Library online, dan lail-lain. Kadang-kadang masalah yang dihadapi peneliti itu bukan hanya tersedia atau tidaknya bahan yang diperlukan, tetapi juga yang lebih sering terjadi adalah prosedur untuk dapat memanfaatkan sering menjadi kendala. j) Penelitian Laboratorium Penelitian Laboratorium ini umumnya lebih banyak dilakukan oleh ilmu-ilmu alam seperti; biologi, kimia, fisika, dan lainnya, dan seiring dengan berkembangnya pendekatan-pendekatan dalam ilmu-ilmu sosial maka penelitian ilmu-ilmu sosial pun juga bisa dilakukan dilaboratorium ilmu sosial, seperti laboratorium bahasa, persidangan pengadilan untuk menguji masalah-masalah hukum, dan sebagainya. Penelitian laboratorium dalam ilmu-ilmu sosial memang berbeda dengan ilmu-ilmu alam, dalam laboratorium ilmu-ilmu sosial manusia itu tidak hanya dilihat sebagai obyek penelitian, tetapi juga sebagai subyek penelitian.Oleh karena itu rekayasarekayasa manusia dalam laboratorium tidak dilihat dari segi fisiknya, tetapi pada hubungan-hubungan sosial yang dilakukannya. Dengan demikian penelitian laboratorium ilmu-ilmu sosial itu bisa saja berupa kelas belajar, kelompok sosial di masyarakat, organisasi, keluarga, dan lain-lain. k) Penelitian Lapangan (Field Research) Penelitian Lapangan (Field Research) ini paling sering dilakukan dalam penelitian ilmu-ilmu sosial khususnya, karena lapangan dalam arti kehidupan dimasyarakat yang begitu luas dan tak 87
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
terbatas itu merupakan laboratorium raksasa yang menyediakan berbagai fenomena menarik yang tidak habis-habisnya untuk diteliti, istilah lain untuk penelitian lapangan ini disebut juga penelitian kancah.61 Dalam praktiknya penelitian lapangan ini banyak dilakukan berhubungan dengan pranata, budaya, dan pengalaman hidup masyarakat, kelompok, dan individu dalam berbagai bidang kehidupan yang digeluti masing-masing. l) Penelitian Murni (Pure Research) Penelitian Murni dimaksudkan sebagai penelitian yang untuk mengembangkan teori tertentu dalam konteks keilmuan, dan hasil penelitiannya tidak dimaksudkan untuk diaplikasikan dimasyarakat. Penelitian murni ini biasanya dilakukan pada pada ilmu-ilmu murni seperti: matematika, fisika, kimia, dan biologi. Penelitian murni atau juga disebut basic research (Suliyanto, 2006: 8) dilakukan untuk mengevaluasi dan mengembangkan sebuah teori karena peneliti tertarik untuk mengetahui mengapa terjadi seperti temuan itu, dan bagaimana pula untuk mengembangkannya.62 Penelitian murni ini berdasarkan latar belakangnya dapat dikelompokan menjadi : (i) Berlatar belakang Research Gap Penelitian yang berlatarbelakang Research Gap merupakan penelitian yang dilakukan karena adanya temuan berdasarkan penelitian sebelumnya. Misalnya, pada tahun 2000 ada penelitian dari Mautinho dan Smith yang menyatakan bahwa faktor convenience/acces merupakan faktor kunci dari sevice quality.Kemudian pada tahun 2004 Fernando menemukan bahwa tidak ada pengaruh yang berarti antara faktor convenience/acces terhadap kepuasan nasabah, oleh karena itu perlu riset empirik lebih lanjut dilakukan untuk meneliti kontroversi ini. (Suliyanto, 2006: 9)
61 62
Suharsimi Arikunto, Loc Cit, hal 9, dan Burhan Bungin, Loc cit, hal 56. Suliyanto, Loc Cit, hal 8.
88
Karakteristik Penelitian Kuantitatif
(ii) Berlatar belakang Theory Gap Penelitian murni yang berlatar belakang Theory Gap ini merupakan penelitian yang dilakukan karena adanya perbedaan antara teori dengan kenyataan. Contoh misalnya, tingkat suku bunga menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat suku bunga maka akan semakin banyak dana yang disimpan (saving). Pada tahun 1998 di Indonesia terjadi peningkatan tingkat suku bunga, tetapi dilain pihak terjadi penarikan simpanan secara besar-besaran. Oleh karena itu perlu dilakukan riset empirik lebih lanjut untuk meneliti kontroversi yang terjadi itu, mengapa keadaan itu bisa bertentangan dengan teori yang sudah umum berlaku dalam ekonomi, ada faktor apa yang juga berpengaruh disana? Ini menarik sekali bagi para ekonom khususnya praktisi moneter. m) Penelitian Terapan (Applied Research) Penelitian Terapan adalah penelitian yang mengaplikasikan teori di masyarakat, dan biasanya digunakan untuk ilmu-ilmu terapan seperti sosiologi, antropologi, ekonomi, politik, hukum, komunikasi, dan lain-lain. Penelitian terapan ini merupakan penelitian untuk mendapatkan jawaban atau informasi guna memecahkan masalah secara praktis, jadi penelitian ini dilakukan sebagai respon terhadap fenomena yang terjadi dilapangan. Contoh misalnya, ada fenomena banyak nasabah suatu bank yang menutup rekeningnya di bank tersebut. Setelah diteliti ternyata misalnya selama ini nasabah banyak yang merasa kurang puas dengan pelayanan di bank tersebut. Oleh karena itu kalau bank tersebut ingin terus bertahan dan maju seperti bank-bank lain, maka bank tersebut harus dapat memperbaiki dan meningkatkan pelayanan kepada nasabahnya. n) Penelitian menurut bidang ilmu Secara substansial semua bidang ilmu mempunyai ragam penelitian yang sama yaitu menggunakan kaidah penelitian ilmiah. Namun dari segi metodologis masing-masing cabang ilmu mempunyai kekhasannya masing-masing, jadi ada sekian banyak
89
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
cabang ilmu, berarti ada sekian banyak itu pula metodologi yang khas untuk penelitian. Kekhasan masing-masing metodologi ini disebabkan karena obyek dan ruang lingkup masing-masing cabang ilmu itu berbeda.Dengan demikian maka penggolongan metode penelitian juga dikhususkan sesuai dengan obyek dan ruang lingkup cabang ilmu itu, sesuai dengan penjelasan itu maka sesungguhnya penelitian ilmu sosial misalnya jumlahnya akan beragam sesuai dengan jumlah cabang ilmu sosial yang berkembang selama ini, seperti misalnya: agama, pendidikan, administrasi, manajemen, komunikasi, ekonomi, politik, hukum, kebudayaan, sosiologi, antropologi, filsafat, dan sebagainya. o) Penelitian menurut tarafnya Menurut tarafnya penelitian kuantitatif itu dibedakan menjadi dua, yaitu penelitian kuantitatif deskriptif dan penelitian kuantitatif eksplanasi. Penelitian kuantitatif deskriptif adalah penelitian yang hanya menggambarkan, menjelaskan, berbagai kondisi, situasi, fenomena, atau berbagai variabel penelitian menurut kejadian sebagaimana adanya yang didapat, dipotret, diwawancarai, diobservasi, serta melalui bahan-bahan dokumen yang diteliti. Sedangkan penelitian kuantitatif eksplanasi adalah penelitian yang dilakukan untuk mencari berbagai variabel yang timbul dimasyarakat yang menjadi obyek penelitian. Semua jenis penelitian kuantitatif biasanya menggunakan hipotesis untuk diuji dengan metode statistik, inilah salah satu ciri khasnya, disamping ciri khas yang lain yaitu menggunakan sampel penelitian untuk dilakukan generalisasi terhadap populasi. p) Penelitian Historis Penelitian Historis bertujuan untuk mendeskripsikan hal-hal atau kejadian yang terjadi dimasa lalu. Proses penelitian ini menggunakan kaidah dan prosedur penelusuran, pencatatan, analisis, dan menginterprestasikan kejadian masa lalu itu, dalam hubungannya dengan masa kini dan untuk mengantisipasai kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada masa yang akan datang. 90
Karakteristik Penelitian Kuantitatif
Jadi penelitian historis ini adalah penelitian yang mempelajari keadaan dimasa lalu, dan menggunakan keadaan (tren-tren) yang terjadi dimasa lalu itu untuk memahami keadaan yang terjadi sekarang, serta, memperkirakan kemungkinan yang akan terjadi dimasa yang akan datang berdasarkan kecenderungan-kecenderungan yang terjadi dimasa yang telah lalu itu. q) Penelitian Ekspos Fakto Penelitian Ekspos Fakto adalah penelitian yang mengekspos kejadian-kejadian yang sedang berlangsung.Penelitian ini berbeda dengan penelitian deskriptif, namun dalam aplikasi (penerapannya) kedua penelitian ini mempunyai kemiripan. r) Penelitian Eksperimen Penelitian Eksperimen adalah penelitian yang dilakukan untuk menjelaskan hal-hal atau variabel-variabel tertentu melalui upaya memanipulasi variabel-variabel tersebut atau hubungan diantara variabel tersebut, untuk mengetahui hubungan, pengaruh atau perbedaan diantara variabel tersebut. Upaya memanipulasi variabel-variabel yang diteliti ini merupakan ciri khas dalam penelitian eksperimen. Disamping ciri khas berupa memanipulasi variabel-variabel yang diteliti itu, ciri khas lainnya yang juga harus ada dalam penelitian eksperimen ini adalah adanya unit-unit atau satuan variabel-variabel penelitian yang juga menjadi bagian dari penelitian yang juga terus diamati yang berjalan alami tanpa ada rekayasa dari peneliti, yang berfungsi sebagai kontrol. Jadi dalam penelitian eksperimen ini ada dua desain penelitian, pertama desain penelitian untuk variabel-variabel yang sengaja dimanipulasi, dan yang kedua desain penelitian yang secara alami berjalan sendiri. Dari dua desain yang berbeda yang berjalan masing-masing dalam satu pengamatan oleh peneliti akan dapat diketahui bagaimana perbedaan hasilnya. Yang dimanipulasi untuk kepentingan eksperimen bagaimana?, dan yang berjalan alami yang tidak dimanipulasi yang berfungsi sebagai kontrol bagaimana
91
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
hasilnya, perbedaan karena perlakuan itulah yang menunjukan hasil penelitian eksperimen itu. Selanjutnya langkah-langkah yang harus dilakukan oleh peneliti dalam penelitian kuantitatif pada umumnya dapat disistematikakan sebagai berikut: (i) Melakukan eksplorasi masalah yang akan diteliti (ii) Menentukan, merumuskan, dan membuat pembatasan masalah yang akan diteliti (iii) Menetapkan tujuan penelitian (iv) Menetapkan kegunaan/manfaat penelitian (v) Melakukan tinjauan pustaka (empirik dan teori) (vi) Membuat definisi operasional (vii) Menentukan variabel penelitian (viii) Mendesain model (kerangka berpikir) penelitian (ix) Membuat hipotesis penelitian (x) Menentukan populasi dan sampel penelitian (xi) Menentukan data dan sumber data (xii) Menentukan instrumen pengumpulan data (xiii) Mengolah data (xiv) Meganalisis data dengan alat bantu metode statistik (xv) Menguji hipotesis (xvi) Menarik Kesimpulan (xvii) Menyusun laporan hasil penelitian.
5. Sistematika penulisan laporan penelitian kuantitatif Dalam penulisan laporan penelitian kuantitatif umumnya menggunakan dua model dasar asumsi filosofis, yaitu: positivist paradigm dan non positivist. Non positivist ini misalnya: interpretivist paradigm, critical paradigm, dan post modernist paradigm.63 Adanya perbedaan asumsi ini akan berimplikasi terhadap penulisan bagian utama laporan 63
Tim Penyusun Panduan Tesis STIE Pascasarjana Indonesia Banjarmasin,STIE Indonesia Banjarmasin, 2013, hal 10.
92
Karakteristik Penelitian Kuantitatif
penelitian kuantitatif, dan yang terbanyak berkembang hingga saat ini adalah positivist paradigm. Sistematika penulisan laporan penelitian kuantitatif dengan model positivist paradigm ini disistematisaikan sebagai berikut: BAB I Pendahuluan Bab I ini memuat antara lain latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian,yang masing-masing mempunyai substansi sebagai berikut: a) Latar belakang masalah, memuat antara lain: (i) Fakta-fakta yang relevan dengan masalah yang sedang diteliti (ii) Alasan-alasan empiris dan teknis mengapa masalah yang dikemukakan dalam penelitian itu penting untuk diteliti (iii) Adakah keterkaitan latar belakang atau disiplin keilmuan peneliti dengan masalah yang akan diteliti (iv) Apakah peneliti mempunyai kemampuan penguasaan teoritis yang memadai untuk melaksanakan penelitian itu (v) Apakah waktu dan dana untuk keperluan penelitian itu cukup tersedia. b) Perumusan masalah, memuat antara lain: (i) Memuat proses penyederhanaan masalah yang rumit dan kompleks dirumuskan menjadi masalah yang dapat diteliti (reseachable problems) (ii) Merumuskan kaitan antara kesenjangan pengetahuan ilmiah yang lebih luas (iii) Ada relevansi yang jelas antara rumusan masalah dengan judul penelitian (iv) Perumusan masalah disusun dalam bentuk kalimat tanya. c) Tujuan penelitian, memuat antara lain: (i) Penyebutan secara spesifik tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian
93
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
(ii) Apa yang menjadi tujuan penelitian itu juga tersirat dalam judul penelitian. d) Manfaat penelitian, memuat antara lain: (i) Keterkaitan antara hasil penelitian yang dicapai (sebagaimana yang dirumuskan dalam tujuan penelitian) dengan masalah kesenjangan yang lebih luas atau dunia nyata yang rumit dan kompleks (ii) Penjelasan manfaat teoritis (ilmiah) (iii) Penjelasan manfaat praktis dalam kehidupan sehari-hari. Bab II Tinjauan pustaka Bab II ini memuat antara lain: a) Telaah atau kajian teori atau unsur-unsur teori (konsep, Proposisi, dan sebagainya), dan hasil penelitian sebelumnya yang relevan dengan permasalahan dan tujuan penelitian secara sistematis dan analitik. Artinya pada bab ini tidaklah sekedar berisi kutipan atau pencantuman teori-teori, konsep, proposisi, dan paradigma secara berjajar dan runtut yang diambil dari berbagai sumber, tetapi juga hendaknya merupakan hasil ramuan dari proses persandingan, perbandingan, dan dialog antara teori, konsep, proposisi, dan paradigma yang ada (mulai dari yang klasik sampai yang mutakhir) yang kemudian peneliti menarik benang merahnya untuk membahas permasalahan dalam topik penelitian yang telah dilakukan b) Memuat sumber pustaka yang berasal dari jurnal, kutipan teks book yang relevan. Bab III Kerangka konseptual penelitian Bab III ini minimal berisi antara lain: Konsep yang merupakan pengertian atau pemahaman tentang suatu fenomena yang merupakan elemen dasar dari proses berpikir yang meliputi: kerangka pemikiran penelitian, hipotesis penelitian, bagan alur penelitian, dan definisi operasional variabel penelitian. a) Kerangka pemikiran penelitian adalah merupakan konsep jalannya pikiran peneliti dalam melakukan penelitian yang 94
Karakteristik Penelitian Kuantitatif
direncanakannya. Dimulai dari mana dan menuju kemana, apa yang harus dilakukan (dalam hal ini menghimpun bahan-bahan yang akan diteliti, dari mana didapat, dan dengan cara apa mendapatkannya). b) Hipotesis penelitian adalah dugaan (jawaban) sementara terhadap masalah penelitian yang didapat melalui logika, teori-teori ilmu pengetahuan dan dan hasil-hasil penelitian terdahulu yang kebenarannya harus diuji secara empiris c) Bagan alur penelitian ini adalah kerangka konsep untuk menganalisis masalah penelitian yang memuat variabel yang mempengarui dan variable yang dipengaruhi sebagai jembatan menemukan hasil penelitian d) Definisi operasional variabel penelitian berisi penjelasan tentang suatu tema dengancara menegaskan langkahlangkah pengujian yang harus dilaksanakan atau dengan menggunakan metode pengukuran, serta menunjukan bagaimana hasil yang dapat diamati. Bab IV Metode penelitian Bab IV Menjelaskan bagaimana penelitian itu dilakukan oleh peneliti, yang terdiri dari: a) Metode penelitian dengan teknik analisis datanya, misalnya metode penelitian kuantitatif dengan teknik analisis regresi atau teknik analisis korelasi. b) Tempat dan waktu penelitian, dijelaskan disini bagaimana cara peneliti menentukan waktu dan tempat penelitian, dan apa yang menjadi alasan tempat penelitian itu dipilih.Waktu penelitian juga harus disebutkan dengan jelas dari tanggal, bulan, dan tahun berapa sampai dengan tanggal, bulan, dan tahun berapa penelitian itu dilakukan. Kemudian dilengkapi lagi dengan jadwal kegiatan selama waktu penelitian. c) Metode pengambilan sampel, pada bagian ini peneliti menjelaskan metode pengambilan sampel yang digunakan. Misalnya menggunakan Probability Sampling (pengambilan sampel secara acak) atau Stratified Sampling (pengambilan
95
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
sampel secara acak berlapis), Kemudian diikuti dengan penjelasan mengapa metode itu yang dipilih. d) Metode pengumpulan data, pada bagian ini diuraikan secara rinci tentang jenis data yang diperlukan, sumber datanya dari mana, teknik pengumpulan datanya bagaimana, dan instrumen yang digunakan dalam bentuk apa. e) Analisis data.Bagaimana analisis datanya bergantung pada jenis penelitian yang dipilih dan tujun penelitiannya.Misalnya analisis deskriptif biasanya digunakan dalam penelitian non-positivist, tetapi adakalanya juga dipakai dalam penelitian positivist. Analisis deskriptif dapat berupa deskripsi dalam bentuk tabeltabel, deskripsi tentang fenomena sosial dan sebagainya. Sedangkan analisis inferensial cenderung digunakan dalam penelitian positivist dengan menyajikan model-model analisis statistik untuk menguji hipotesis, dan data yang dipakai umumnya data kuantitatif atau dapat juga menggunakan data kualitatitif setelah lebih dahulu dikuantifikasi, misalnya dalam bentuk skala ordinal. Bab V Hasil dan pembahasan Penyajian hasil penelitian dapat berupa teks, tabel, gambar, grafik, dan foto. Hasil penelitian juga memuat data utama, data penunjang, dan data pelengkap yang diperlukan untuk memperkuat hasil penelitian.Narasi didalam hasil penelitian memuat ulasan makna apa yang terdapat didalam tabel, gambar, grafik, dan foto. Tabel, gambar, grafik, dan foto bukan untuk dibahas, tetapi hanya dibunyikan maknanya saja, pembahasan juga berarti pemberian makna dan alasan mengapa data yang diperoleh sedemikian rupa dan hasil analisisnya seperti yang terlihat ini, bisa jadi hasil analisisnya: a) Memperkuat hasil penelitian terdahulu. b) Berlawanan dengan hasil penelitian terdahulu. c) Bahkan tidak menutup kemungkinan ada temuan baru yang bisa meningkatkan gengsi hasil penelitian. Satu hal yang perlu pula menjadi perhatian peneliti dalam membahas hasil penelitian ini adalah komprehensifitasnya 96
Karakteristik Penelitian Kuantitatif
pembahasan dan menjaga konsistensi (tidak lepas dari konteks yang tercantum dalam tujuan penelitian yang sudah ditetapkan). Bab VI Penutup Bab VI ini merupakan bagian akhir laporan penelitian yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran, Kesimpulan berisi: a) Pernyataan singkat dan akurat yang didasarkan dari hasil pembahasan. b) Jawaban terhadap permasalahan penelitian dan sedapat mungkin berhubungan langsung dengan tujuan penelitian. Sedangkan saran merupakan pengalaman dan pertimbangan penulis yang diperuntukan bagi: a) Peneliti dalam bidang sejenis yang ingin melakukan penelitian lanjutan. b) Pemanfaat yang akan menggunakan untuk kebijakan praktis. c) Perbaikan metode keilmuan. Laporan penelitian dalam bentuk enam bab ini sudah umum berlaku di Pascsarjana tingkat S3 (Program Doktor), dan sebagian di Pascasarjana tingkat S2 (Proram Magister). Sedang ditingkat S1 (Program Sarjana) umumnya laporan hasil penelitian itu hanya memuat lima bab saja.
97
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
98
BAB V MEMILIH DAN MERUMUSKAN MASALAH PENELITIAN
Substansi yang akan dibicarakan dalam Bab IV ini antara lain adalah: memilih masalah, judul penelitian, identifikasi masalah, merumuskan masalah, tujuan penelitian, dan jenis penelitian.
1. Memilih Masalah Adakalanya mahasiswa atau calon peneliti mengeluh karena kesulitan dalam menemukan masalah yang akan dijadikan objek penelitian. Berminggu-minggu dan bahkan berbulan-bulan ada saja mahasiswa atau calon peneliti yang mengalami hal seperti itu. Tetapi itu tidak mengapa karena setiap memulai yang baru itu memang sering mengalami atau merasa sulit dari mana menemukan masalahnya. Kata orang-orang bijak “everybegining is deficult”. Permasalahan suatu penelitian (research) yang dilakukan oleh seorang peneliti dapat diperoleh melalui sumber-sumber berikut ini: a) Dari peneliti itu sendiri. b) Dari suatu daftar proyek penelitian Perguruan Tinggi yang bisa dipilih oleh mahasiswa atau peneliti yang berminat. c) Dari orang lain, misalnya sponsor, konsultan penelitian, dan mentor yang dapat membimbing calon peneliti yang berminat. Selain itu masalah penelitian juga dapat ditemukan melalui berbagai sumber seperti:pengalaman seseorang, bahan kepustakaan, pertemuan ilmiah, dan pernyataan seorang pakar (ahli).64 64
Anwar Sanusi, Metodologi Penelitian Bisnis, Salemba Empat Jakarta 2011, hal 22.
99
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
a) Pengalaman seseorang Pengalaman seseorang dapat menjadi sumber bagi ditemukannya masalah penelitian baik dalam bidang ilmu sosial maupun dalam bidang ilmu eksakta. Kita tentu masih ingat pengalaman seorang Newton yang memperhatikan secara seksama peristiwa “jatuhnya buah dari pohonnya” yang dengan pengalamanya memperhatikan dengan seksama itu kemudian melahirkan “teori gratifikasi”. Pengalaman seseorang dapat berupa peristiwa-peristiwa yang terkait dengan sejarah hidupnya, dan juga yang berhubungan dengan pekerjaan atau profesinya. Seseorang yang sekian lama menekuni suatu bidang pekerjaan tertentu, katakanlah misalnya dibidang bisnis, maka ia akan mudah menemukan masalahmasalah yang menyangkut bisnis yang ditekuninya,seperti misalnya masalah pemasaran, persaingan usaha, produksi, dan sebagainya. Dengan kata lain semakin lama seseorang menekuni suatu pekerjaan atau profesi, semakin mudah ia menemukan suatu masalah, dan masalah itu dapat dijadikan masalah penelitian baik oleh orang yang menemukan masalah itu maupun oleh orang lain (peneliti) yang berminat untuk menelitinya. b) Bahan kepustakaan Bahan kepustakaan seperti buku teks, jurnal ilmiah, dan terutama sekali laporan hasil penelitian merupakan sumber yang paling potensial untuk menemukan masalah penelitian. Pada saat calon peneliti membaca buku teks, jurnal ilmiah dan laporan hasil penelitian, koneksi akan terjadi antara teori yang menjelaskan tentang suatu fenomena alam atau sosial dengan realitas peristiwa yang sesungguhnya terjadi pada waktu tertentu.Dari situ calon peneliti akan segera menemukan masalah yang bisa dijadikanmasalah penelitian, manakala misalnya dalam perkembangan mutakhir koneksi yang dihasilkan itu sudah tidak sejalan lagi dengan kenyataan yang ada sekarang, sehingga menimbulkan keraguannya. Dengan adanya keraguan itu calon peneliti bisa saja menjadikan masalah itu sebagai masalah penelitian, tentu saja penelitian disini adalah penelitian yang merecek dan berusaha menemukan sebab-sebab inkoniksional 100
Memilih dan Merumuskan Masalah Penelitian
yang menyebabkan teori yang dikembangkan oleh peneliti terdahulu itu tidak berlaku lagi. Selain bahan kepustakaan yang banyak kita temukan dalam kehidupan sehari-hari, kitab-kitab suci agama juga bisa menjadi inspirasi untuk menemukan masalah penelitian. Pernyataanpernyataan dalam kitab suci itu mengandung makna yang dalam dan dapat menjadi sumber inspirasi bagi peneliti untuk mengkajinya lebih lanjut. Sebagai contoh misalnya ditemukannya serat dari pohon rami sebagai bahan pakaian anti peluru adalah hasil pemikiran mendalam dan penelitian dari seorang dosen ITN Malang (Eko Marsyahyo).65 Dari manapun sumbernya permasalahan penelitian itu, pada akhirnya mahasiswa atau peneliti itulah yang menentukan, karena pada dasarnya, sponsor, konsultan, dan mentor itu hanya sekedar memberikan pertimbangan.Oleh karena itu sebelum ia menentukan permasalahannya, mahasiswa atau peneliti itu perlu memperhatikan petunjuk-petunjuk praktis berikut ini.66 Permasalahan penelitian itu ada dalam jangkauannya a) Tersedianya bahan-bahan (data dan informasi) yang diperlukan untuk membahas permasalan penelitian itu. b) Permasalahan penelitian itu penting untuk diteliti. c) Permasalahan penelitian itu menarik untuk diteliti dan dibahas. Masih menurut Hadi (2001), selain memperhatikan petunjukpetunjuk diatas, seorang mahasiswa atau peneliti, perlu pula mempunyai kemampuan memanage permasalahan penelitian yang akan dipilihnya. Selain jangan melakukan sesuatu yang diluar kemampuannya, juga ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, ketika akan memanaj permasalahan penelitian itu, diantaranya: a) Apakah latar belakang pengetahuan, kecakapan, dan kemampuan mahasiswa atau peneliti sudah cukup untuk memecahkan
65 66
Anwar Sanusia, Ibid, hal 23. Sutrisno Hadi, Metodologi Research, 2001, hal 51.
101
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
b)
c) d)
e)
persoalan-persoalan dalam hubungan dengan permasalahan penelitian itu. Apakah pembiayaan untuk melaksanakan penelitian itu sudah ada tersedia, terutama untuk penelitian yang memerlukan pembuatan dan penyebaran angket (kuesioner). Apakah waktu penelitian yang tersedia untuk menyelesaikan penelitian itu cukup. Apakah tidak ada kesulitan bagi peneliti untuk mencari sponsor, konsultan, dan mentor yang bersedia berpartisipasi dalam penelitian yang akan dilaksanakan. Apakah permasalahan penelitian itu akan mendapatkan dukungan kerjasama dengan stakeholders (pihak-pihak terkait) dalam arti setidaknya dukungan moril.
Suatu penelitian tidak akan berhasil dilakukan oleh seorang mahasiswa (peneliti) jika ia tidak memiliki bekal pengetahuan yang cukup dalam hubungan dengan atau permasalahan penelitian yang ditelitinya, karena penelitian tidak dapat dilakukan dengan tangan kosong atau mengambil apa saja yang ditemukan ditengah jalan. Selain pengetahuan juga diperlukan kecakapan khusus dalam mengolah dan menganalisis data yang nanti akan dibahas dalam Bab tersendiri. Kemudian menurut Kasiram (2010), agar tidak mengalami kesulitan dalam membahas permasalahan tersebut maka perlu memperhatikan:67 a) Apakah permasalahan tersebut sesuai dengan bidang keilmuan bagi peneliti pada umumnya atau nama Fakultas dan jurusannya bagi mahasiswa. b) Apakah permasalahan tersebut cukup menarik minat dan peneliti sanggup membahasnya. c) Apakah tersedia bahan-bahan literatur dan bahan-bahan empiris yang diperlukan.
67
Moh. Kasiram, Metoologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, UIN MALIKI Malang, 2010, hal 241.
102
Memilih dan Merumuskan Masalah Penelitian
Ada beberapa petunjuk untuk menentukan pilihan permasalahan penelitian yang bisa dipedomani oleh peneliti, diantaranya: (i) Permasalahan penelitian yang dipilih hendaknya tidak menimbulkan kesulitan dalam mendapatkan fasilitas yang terkait dengan penelitian yang akan dilaksanakan. (ii) Permasalahan penelitian yang dipilih cukup menarik dan penting untuk diteliti. (iii) Menghindari duplikasi permasalahan penelitian dengan yang dilakukan oleh peneliti lain. (iv) Permasalahan yang diteliti hendaknya mempunyai kegunaan praktis. (v) Data yang diperlukan cukup tersedia, karena data dalam penelitian sangat diperlukan untuk menganalisis masalah dan melakukan verifikasi terhadap teori yang digunakan. Dalam perspektif yang lain Arikunto (2002) mengatakan memilih masalah penelitian adalah suatu langkah awal dari suatu kegiatan penelitian. Bagi orang yang belum berpengalaman meneliti, menentukan atau memilih masalah bukan pekerjaan yang mudah, dan boleh dikatakan sulit. Dari mana masalah diperoleh?, yang jelas masalah mesti merupakan bagiankebutuhan seseorang untuk dipecahkan.Orang ingin mengadakan penelitian karena ia ingin mendapatkan jawaban dari masalah yang dihadapi, masalah-masalah tersebut bisa datang dari berbagai arah:68 a) Seorang guru mempunyai siswa yang selalu melihat keluar ketika sedang diajar. Ketika sedang tidak diajari anak tersebut melihat kesana kemari dalam keadaan tidak tenang. Kemudian diruang guru terdengar keluhan yang sama dari guru lain. Anehnya anak tersebut selalu mendapat nilai baik dari pelajaran apapun. Dari sini timbul keinginan guru-guru untuk mengadakan penelitian kasus terhadap anak tersebut. b) Seorang mahasiswa yang rajin mengunjungi perpustakaan, membaca artikel tentang penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa di universitas lain, tentang suatu masalah yang menyangkut cara 68
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Rineka Cipta Jakarta, 2002, hal 27.
103
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
belajar yang efektif. Terdorong oleh keinginnannya untuk mencapai hasil belajar yang efektif dari teman-temannya, ia mencoba dan meneliti seperti yang telah dilakukan oleh mahasiswa di universitas lain itu. Dari dua contoh diatas kita bisa menemukan masalah penelitian, dan bahkan dari kehidupan sehari-hari kita juga bisa menemukan masalah penelitian. Masalah juga bisa kita dapatkan melalui membaca buku, diberi atau disarankan oleh orang lain, dan paling baik masalah yang dijadikan penelitian itu apabila datang atau timbul dari pikiran kita sendiri, sehingga kita akan semakin terdorong untuk menemukan jawabannya. Penelitian yang berangkat dari masalah yang kita rasakan sendiri ini akan berjalan baik dan lancar, karena peneliti menghayati dan mendalami masalahnya. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor kondisional suatu masalah itu bersumber dari dua hal, yaitu diri peneliti sendiri dan dari luar, dan apabila disarikan ada empat hal yang harus dipenuhi bagi terpilihnya permasalahan dan judul penelitian, yaitu harus sesuai dengan: minat peneliti, dapat dilaksanakan, tersedia faktor pendukung, dan harus bermanfaat. Dua hal yang pertama bersumber dari peneliti (faktor internal), dan dua hal yang kedua bersumber dari luar peneliti (faktor eksternal).69 a) Penelitian harus sesuai dengan minat peneliti Melaksanakan penelitian bukan pekerjaan yang mudah, karena harus betul-betul diminati oleh penelitinya. Apabila permasalahan yang diteliti dan atau judulnya tidak sesuai dengan minat peneliti, maka peneliti tidak akan bergairah untuk melaksanakannya. Hasilnya juga tidak akan baik, dan bahkan bisa jadi terhenti karenanya.Sebaliknya apabila sesuai dengan minatnya maka peneliti akan melakukannya dengan tekun dan tidak mudah putus asa apabila menemui hambatan atau kesulitan dalam pelaksanaannya.
69
Suharsimi Arikunto, Ibid, hal 28.
104
Memilih dan Merumuskan Masalah Penelitian
b) Penelitian dapat dilaksanakan Dapat tidaknya penelitian itu dilaksanakan ditinjau dari diri peneliti sangat tergantung pada empat hal berikut ini: (i) Peneliti mempunyai kemampuan untuk meneliti masalah itu, artinya menguasai teori yang melatarbelakangi masalah dan menguasai metode untuk memecahkannya. (ii) Peneliti mempunyai waktu yang cukup, sehingga tidak melakukannya asal selesai. (iii) Peneliti mempunyai tenaga untuk melakasanakan, dalam arti cukup kuat fisiknya untuk merencanakan,menyusun alat untuk pegumpulan data, mengumpul data, menganalisis data, menarik kesimpulan, dan menyusun laporan. (iv) Peneliti mempunyai dana yang cukup untuk biaya transportasi, alat tulis-menulis, biaya photo copy, dan lain-lain. c) Tersedia faktor pendukung Yang dimaksud faktor pendukung yang bersumber dari luar peneliti, antara lain: (i) Tersedia data sehingga pertanyaan penelitian bisa dijawab. (ii) Ada izin/persetujuan dari yang berwenang. Banyak hal yang menarik untuk diteliti, tetapi peneliti sering dibatasi oleh peraturan-peraturan, mungkin menyangkut masalah politik, keamanan, ketertiban umum, dan sebagainya. d) Hasil peneitian bermanfaat Syarat keempat ini yang terpenting, karena penelitian itu memerlukan tenaga, waktu, dan biaya. Untuk apa kita melakukan penelitian jika tidak menghasilkan manfaat. Oleh karena itu setiap mahasiswa yang akan meneliti untuk menulis skripsi, tesis, atau disertasi, harus siap dengan jawaban bila ada yang bertanya apa manfaat penelitian yang anda lakukan?. Selainpendapat-pendapat tersebut diatas, Bungin (2006) juga mengemukakan pendapatnya yang menarik sekali, bahwa topik dan masalah dalam penelitian kuantitatif sering dibedakan satu sama lainnya.Topik dipandang sebagai kerangka besar masalah, sedangkan 105
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
masalah adalah bagian-bagian dalam topik itu. Topik yang bagus akan melahirkan masalah-masalah yang bagus, dan masalah yang bagus akan menghasilkan judul-judul penelitian yang menarik. 70 Bila divisualisasikan dalam bentuk bagan (gambar) nampak sebagai berikut:
Gambar: 5.1 Hubungan Topik, Masalah, dan Judul Sumber: Bungin 2006: hal. 61
Didalam menentukan topik dan permasalahan yang akan diteliti ada beberapa pertimbangan yang harus dilakukan oleh seorang peneliti sehingga dapat diketahui apakah topik dan masalah penelItian tertentu dapat diangkat sebagai masalah yang dapat diteliti atau tidak,Keputusannya diambil melalui dua pertimbangan yaitu pertimbangan obyektif dan pertimbngan subyektif. 71 Kedua pertimbangan itu harus dijawab dengan seksama untuk menghasilkan kualitas masalah yang layak diteliti. a) Pertimbangan obyektif Dalam persepsi Bungin (2006) yang dimaksud dengan pertimbangan obyektif disini adalah pertimbangan berdasarkan kondisi masalah itu sendiri, layak atau tidak layak suatu masalah diteliti didasarkan pada kualitas masalah dan dapatnya masalah itu dikonseptualisasikan. Pada dasarnya peneliti melihat dan dapat mempertimbangkan apakah suatu masalah memiliki kualitas tertentu atau tidak untuk dapat diteliti. Kemudian apakah masalah tersebut dapat dikonsepsionalkan atau tidak sehingga memudahkan mendesain instrumen penelitian yang diperlukan. Suatu masalah dikatakan berkualitas apabila masalah tersebut memiliki:
70
71
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kencana Prenada Media Group Jakarta, 2013, 61-66. Burhan Bungin, Ibid, hal 62. dikutip dari Faisal 1981, hal 16-18.
106
Memilih dan Merumuskan Masalah Penelitian
(i) Nilai penemuan yang tinggi. (ii) Masalah tersebut adalah masalah yang saat ini sedang dirasakan oleh kebanyakan orang disuatu masyarakat, paling tidak beberapa kelompok masyarakat tertentu merasakan adanya masalah tersebut. (iii) Bisa jadi penelitian terhadap suatu masalah merupakan pengulangan terhadap penelitian sebelumnya oleh orang lain dalam perspektif yang berbeda. (iv) Masalah yang akan diteliti memiliki referensi teoritis yang jelas. Suatu masalah penelitian dikatakan dapat dikonsepsionalkan apabila masalah tersebut dapat menjawab pertanyaan berikut ini: (i) Apakah masalah ini memiliki batasan-batasan yang jelas. (ii) Bagaimana bobot dimensi operasional dari masalah itu. (iii) Apakah masalah tersebut dapat dihipotesiskan seandainya akan diuji nanti. (iv) Apakah masalah itu mempunyai sumber data yang jelas seandainya diteliti. (v) Apakah masalah itu dapat diukur, sehingga dapat didesain alat ukur yang jelas. (vi) Apakah masalah itu memberi peluang peneliti untuk menggunakan alat analisis statistik yang jelas apabila diuji nanti. Pertimbangan subyektif Pertimbangan yang bersifat subyektif adalah pertimbangan yang berkisar tentang kredibilitas peneliti (calon peneliti) terhadap apa yang akan ditelitinya.72 Karena itu suatu masalah dipertanyakan: (i) Apakah masalah itu benar-benar sesuai dengan minat peneliti atau tidak. (ii) Keahlian dan disiplin ilmu peneliti berkesesuaian dengan masalah tersebut atau tidak. (iii) Apakah peneliti memiliki kemampuan penguasaan teoritis yang memadai atau tidak mengenai masalah tersebut. 72
Burhan Bungin, Ibid, hal 63.
107
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
(iv) Apakah sudah cukup banyak atau tidak hasil-hasil penelitian sebelumnya tentang masalah tersebut. (v) Apakah cukup waktu apabila penelitian terhadap masalah tersebut dilakukan. (vi) Apakah biaya pendukung untuk meneliti masalah tersebut dapat disediakan oleh peneliti. (vii)Apakah alasan-alasan politis situasional masyarakat (pemerintah) menyambut baik masalah tersebut atau tidak apabila dilakukan penelitian terhadap masalah tersebut. Seperti juga pada pertimbangan obyektif, apabila pertanyaanpertanyaan yang sifatnya subyektif itu telah dijawab dengan baik dan jujur maka berarti secara subyektif suatu masalah dapat dipilih sebagai masalah penelitian.Pada suatu persiapan penelitian apabila kedua pertimbangan diatas (obyektif dan subyektif) telah terjawab dengan baik dan sejujurnya, maka peneliti (calon peneliti) telah memiliki alasan dan pertimbangan yang jelas untuk memilih atau menolak masalah tersebut.Apabila kedua pertimbangan itu cenderung kearah positif,maka sesungguhnya masalah penelitian itu sudah dapat diterima, dan apabila kedua pertimbangan itu mengarah kearah negatif, maka seharusnya masalah itu dipertimbangkan untuk tidak dipilih sebagai masalah penelitian. Untuk memilih masalah yang akan dijadikan masalah penelitian dari sekian banyak masalah yang bisa dipilih, peneliti harus mempertimbangkan secara matang bahwa masalah yang akan dipilih itu betul-betul layak untuk diteliti, baik ditinjau dari sudut masalah itu sendiri, maupun dari sudut peneliti sendiri.73 Dari sudut masalah, peneliti harus: a) Memastikan apakah masalah yang akan dipilih itu sudah ada jawabannya. Dalam hal ini peneliti harus mengikuti perkembangan penelitian yang sudah pernah dilakukan oleh peneliti lain berkaitan dengan masalah yang akan dipilih. Masalah penelitian yang sudah pernah atau bahkan sudah berulang kali diteliti dan menghasilkan 73
Anwar Sanusi, Metodologi Penelitian Bisnis, Salemba Empat Jakarta 2011, hal 24-25.
108
Memilih dan Merumuskan Masalah Penelitian
kesimpulan yang sama, mestinya sudah berkurang bobot keilmiahannya kalau diteliti lagi, sehingga sebaiknya tidak dipilih untuk menjadi masalah penelitian.Dalam konteks ini kita sering menemui penelitian mahasiswa yang hanya merupakan pengulangan dari penelitian sebelumnya, dimana permasalahan penelitian, tujuan penelitian, teori yang digunakan, hipotesis yang dirumuskan, variabel yang dianalisis semuanya sama, dan yang berbeda hanya lokasi penelitiannya. Penelitian semacam ini hanya memboroskan sumber daya, dan dari sisi orisinalitasnya perlu dipertanyakan. b) Mempertimbangkan relevansinya dengan pembangunan bila masalah tersebut ditelaah melalui penelitian. Pertimbangan dari segi relevansi ini perlu dilakukan, karena masalah penelitian yang kurang relevan dengan pembangunan juga kurang bobotnya bila dinilai dari segi manfaat praktisnya. Suatu penelitian dikatakan mempunyai manfaat praktis apabila hasil penelitian itu dapat diaplikasikan untuk pembaharuan dalam rangka penataan atau perbaikan sistem yang berkaitan dengan bidang ilmu yang melatarbelakanginya, misalnya penelitian tentang insentif yang dihubungkan dengan kinerja karyawan. Dari penelitian ini manfaat praktis yang dapat diharapkan dari hasil penelitian itu adalah perbaikan pada sistem pengupahan yang dapat memperbaiki atau meningkatkan kinerja karyawan, dalam proposal penelitian dan hasil penelitian manfaat praktis ini biasanya dikemukakan secara eksplisit dalam Sub Bab Kegunaan penelitian.Oleh karena itu sebelum masalah penelitian diformulasikan, sisi manfaat praktis penelitian ini hendaknya menjadi acuan peneliti dalam memilih masalah penelitian. c) Mempertimbangkan manfaat teoritis. Maksudnya adalah sumbangan signifikan bagi pengembangan ilmu yang melatarbelakangi penelitian tersebut.Tidak jarang terjadi setelah masalah dipilih, kemudian ditelaah dan ditemukan solusinya. Ini bisa berimplikasi pada pengayaan ilmu yang melatarbelakangi penelitian itu. Dari cara seperti inilah terjadinya temuan-temuan spektakuler dibidang ilmu pengetahuan itu dimulai, dan hasilnya sangat tergantung pada ketajaman peneliti dalam menentukan prioritas ketika memilih masalah penelitian ditinjau dari sisi manfaat teoritis. Pertimbangan 109
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
ini diakui memiliki tingkat kesulitan yanglebih dibanding dengan pertimbangan lainnya, karena sudah menyangkut ontologis ilmu. Meskipun demikian, tidaklah berlebihan jika pada saat memilih masalah penelitian mempertimbangkan manfaat teoritis tetap diacu dengan bobot relatif sesuai dengan kemampuan atau bekal teoritis yang dimiliki peneliti. d) Mempertimbangkan aspek akuntabilitas masalah. Sedapat mungkin masalah yang akan diteliti adalah masalah yang aktual atau masalah yang sedang hangat dibicarakan pada berbagai kalangan baik akademisi maupun praktisi, masalah yang aktual biasanya akan banyak menarik perhatian khusus para peneliti. e) Mempertimbangkan jelajah ilmu. Maksudnya masalah yang dipilih itu harus dapat dijawab melalui penelaahan ilmu dimana tersedia data empiris, atau secara potensial tersedia. Dari sudut peneliti sendiri, perlu mempertimbangkan kemampuan peneliti sendiri dalam mengelola masalah yang akan dipilih itu yang berkaitan dengan: a) Sumber dana, waktu, dan tenaga yang perlu dipersiapkan untuk meneliti masalah yang akan dipilih. b) Tersedianya peralatan yang diperlukan bila masalah yang dipilih itu memerlukan alat bantu teknis, terutama dalam pengumpulan data. c) Kemampuan peneliti dalam penguasaan teori yang mendasari penelitian yang dipilih.
2. Judul penelitian Menentukan judul merupakan pekerjaan kedua dalam penelitian setelah memilih masalah. Judul merupakan hal penting dalam karya ilmiah, sebab tanpa judul karya ilmiah tidak dapat disebut sebagai karya ilmiah. Judul harus diusahakan semenarik mungkin, untuk maksud tersebut judul harus dirumuskan dengan ciri-ciri sebagai berikut.74 74
Muhammad, Metodologi Penelitian Ekonomi Islam Pendekatan Kuantitatif, RajaGrafindo Persada Jakarta, 2008, hal 52.
110
Memilih dan Merumuskan Masalah Penelitian
a) Dirumuskan dari kata-kata kunci keseluruhan uraian. b) Rumusan diusahakan dapat merangsang pembaca sehingga dapat membangkitkan perhatian dan minat orang untuk membacanya. c) Judul harus menggambarkan isi. d) Judul harus menggunakan bahasa yang baik dan benar. Judul penelitian pada umumnya baru dapat ditetapkan setelah peneliti mengetahui seluk beluk persoalan penelitian sesudah mengadakan orientasi baik secara literer maupun empiric, terlepas dari mana judul itu dimulai, yang sangat penting bagi peneliti adalah:75 (i) Bahwa judul sesuai dengan keseluruhan isi dari pada kegiatan dan laporan yang dikerjakan, baik kesesuaian dari segi kualitas maupun kuantitas. Kesesuaian dari segi kualitas maksudnya adalah kesesuaian dalam segi corak atau sudut pandang serta kesesuaian dalam segi hakekat persoalannya. Sedangkan kesesuaian kuantitatif adalah kesesuaian dalam keseimbangan antara luasnya wilayah yang dinyatakan dalam judul dengan wilayah kegiatan serta uraian dalam laporan penelitian. (ii) Bahwa judul harus menggunakan kata-kata yang jelas, tandas, pilah-pilah, literer, singkat deskriptif, dan tidak merupakan pertanyaan. Dalam membuat judul hendaknya dihindari penggunaan kata-kata yang kabur, telalu politis, bombastis, bertele-tele, tidak runtut, dan lebih dari satu kalimat. Perlu diketahui bahwa fungsi pokok dari judul penelitian adalah untuk menunjukan kepada pembacanya hakikat dari obyek penelitian, wilayahnya, serta metode yang digunakan. Disamping itu jika akhirnya nanti judul itu telah ditetapkan menjadi judul laporan penelitian, maka penggunaan terpenting dari padanya adalah agar dengan cepat pembaca laporan penelitian itu segera mengetahui perlu tidaknya mempelajari laporan penelitian itu. Oleh Karena itu perlu digunakan kata-kata kunci yang ekspresif, banyak indeks-indeks laporan penelitian yang dinyatakan dalam kata-kata kunci ini.
75
Sutrisno Hadi, Ibid, hal 62.
111
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
3. Identifikasi masalah Masalah adalah kesenjangan yang terjadi antara yang seharusnya dan yang menjadi kenyataan. Jadi didalam masalah itu ada gap (celah) sehingga membuat keadaan yang seharusnya tidak sama dengan yang menjadi kenyataan. Begitu pula halnya dengan permasalahan yang dijadikan obyek penelitian. Karena terjadi kesenjangan antara yang seharusnya dengan yang menjadi kenyataan, sehingga ada peluang untuk diteliti, dan hasilnya bisa menjawab pertanyaan penelitian misalnya mengapa terjadi kesenjangan itu?. Permasalahan dalam penelitian sering pula disebut dengan istilah problema atau problematik, secara garis besar permasalahan penelitian (problematik penelitian) ada tiga jenis:76 a) Problema untuk mengetahui status dan mendeskripsikan fenomena. Dari problema ini terjadilah penelitian deskriptif termasuk didalamnya survey, penelitian historis, dan filosofis. b) Problema untuk membandingkan dua fenomena atau lebih (problema komparasi). c) Problema untuk mencari hubungan antara dua fenomena atau lebih (problema korelasi). Problema korelasi ini ada 2 macam, yaitu: (i) Korelasi sejajar, misalnya korelasi antara kemampuan berbahasa Inggris dengan kesetiaan ingatan. (ii) Korelasi sebab-akibat, misalnya korelasi antara teriknya sinar matahari dengan larisnya es mambo. Dalam perspektif lain yang disebut dengan masalah itu adalah kesenjangan yang terjadi, antara tujuan organisasi atau apa yang diinginkan, dibandingkan dengan hasil organisasi atau apa yang menjadi kenyataan.77 Masalah itu dapat diidentifikasi (dikenali) dari kenyataan berikut ini: a) Masalah itu sudah ada sejak lama misalnya pada sistem pelayanan masyarakat, dimana sistem tidak berjalan seperti yang diharapkan.
76 77
Suharsimi Arikunto, Loc Cit, hal 29. Supriyanto dan Djohan, Metode Riset Bisnis dan Kesehatan, Grafika Wangi Kkalimantan Banjarmasin, 2011, hal 32.
112
Memilih dan Merumuskan Masalah Penelitian
b) Masalah timbul karena ada tekanan dari luar dan atau dari dalam organisasi yang memaksa terjadinya perubahan dalam organisasi atau sistem yang berlaku. c) Diberlakukannyakebijakan baru (Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Surat Keputusan Menteri, dan Peraturan Daerah) sehingga organisasi juga harus merubah dan menyesuaikan tujuan dan strateginya. d) Masalah pada pelayanan yang dijumpai pada tujuan yang tidak tercapai dari suatu implementasi kebijakan atau pelaksanaan operasional kegiatan yang kurang sesuai dengan rencana. Selain empat hal tersebut diatas adanya masalah juga dapat diidentifikasi melalui pengamatan terhadap gejala-gejala berikut ini: a) Masalah kecil tetapi ada kecenderungan meningkat sesuai dengan berjalannya waktu. b) Masalah sebenarnya cenderung menurun tetapi masih belum sesuai dengan harapan. c) Masalah relatif tetap atau berfluktuasi dengan pola tertentu seiring berjalannya waktu, sehingga diperlukan suatu cara baru untuk menyelesaikannya.
4. Merumuskan masalah Pada dasarnya suatu penelitian itu adalah mengkaji masalah yang akan diteliti. Masalah tersebut tersimpul didalam topik atau judul penelitian yang sudah dibuat. Untuk memudahkan memecahkan masalah itu perlu lebih dahulu dibuat rumusannya secara operasional. Sebuah topik atau judul penelitian dapat saja berisi beberapa masalah yang semuanya harus dirumuskan secara operasional.78 Sebelum merumuskan masalah, ada beberapa petunjuk berikut ini.79 a) Masalah harus fleksibel, artinya rumusan masalah tersebut harus dapat dijawab melalui sumber yang jelas, tidak banyak menghabiskan dana, tenaga, dan waktu.
78 79
Moh Kasiram, Loc Cit, hal 244. Moh Kasiran, Ibid, dikutip dari Fraenkel dan Wallen 1990, hal 20.
113
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
b) Rumusan masalah harus jelas, artinya semua orang yang membaca memberikan persepsi yang sama terhadap masalah tersebut. c) Rumusan masalah harus signifikan, artinya jawaban masalah yang diberikan harus memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu dan pemecahan masalah kehidupan. d) Rumusan masalah harus etis, artinya masalah tersebut tidak bertentangan dengan hal-hal yang bersifat etika, moral, dan nilainilai keyakinan agama. Sebagai ilustrasi dapat diberikan contoh seperti berikut: (i) Apakah mengajat dengan metode CBSA lebih berhasil dari pada mengajar dengan metode ceramah. (ii) Bagaiman hubungan antara IQ dengan prestasi belajar. (iii)Apakah mahasiswa yang berasal dari SMA jurusan IPA berbeda prestasibelajarnya dari mahasiswa jurusan IPS. Kemudian untuk memudahkan kita membuat rumusan masalah, kita juga perlu lebih dahulu mengetahui dan mengenali (mengidentifikasi) model-model masalah itu. Identifikasi masalah itu seperti misalnya: i. Model masalah normatif, terjadi bila ada kesenjangan (gap) antara kenyataan dengan yang seharusnya menurut norma yang berlaku. ii. Model masalah fungsional, terjadi bila kita dihadapkan pada pilihan mana yang lebih baik dari dua alternatif, misalnya metode A dan metode B. iii. Model masalah analitik atau kausal, terjadi bila kita dihadapkan pada menentukan rangkaian hubungan atau sebab akibat dari peristiwa yang terjadi. iv. Model masalah deskriptif, terjadi bila kita dihadapkan untuk melukiskan peristiwa seperti apa adanya. Selain model masalah diatas, ada juga yang mengklasifikasikan bentuk-bentuk masalah penelitian menurut tingkat-tingkat eksplanasi sebagai berikut:80 80
Moh Kasiram, Ibid, hal 246, dikutip dari Sugiono 1993, hal 35.
114
Memilih dan Merumuskan Masalah Penelitian
i. Masalah deskriptif, yaitu suatu permasalahan yang berkenaan dengan variabel mandiri,artinya tanpa membuat perbandingan dan menghubungkan dengan variabel lain.Contoh: Bagaimanakah sikap masyarakat terhadap KB mandiri. ii. Masalah komparatif, adalah suatu permasalahan penelitian yang bersifat membandingkan keberadaan suatu variabel pada dua sampel atau lebih. Contoh: Adakah perbedaan prestasi belajar antara anak petani dengan anak pegawai negeri. iii. Masalah asosiatif, adalah suatu permasalahan yang berhubungan antara dua variabel atau lebih.Dalam permasalahan asosiatif ini terdapat tiga macam hubungan, yaitu hubungan semitris, kausal, dan interaktif. iii. Hubungan semistris, yaitu hubungan dua variabel atau lebih yang bersifat kebersamaan.Contoh: Adakah hubungan antara antara banyaknya semut dipohon dengan tingkat manisnya buah?. iv. Hubungan kausal, yaitu hubungan yang bersifat sebab akibat,jadi pada hubungan kausal ini ada variabel dependen dan independen. Contoh: Adakah pengaruh motivasi belajar dengan prestasi hasil belajar. v. Hubungan interaktif, yaitu hubungan yang saling mempengaruhi, disini tidak diketahui mana variabel dependen dan mana variabel independen. Contoh: Adakah hubungan antara kepandaian dengan kekayaan. Dari bentuk-bentuk masalah tersebut, biasanya dijadikan dasar dalam merumuskan judul penelitian . Misalnya: a) Jika peneliti ingin mengetahui status sesuatu, maka penelitiannya bersifat deskriptif, yaitu menjelaskan atau menerangkan satu peristiwa saja. Contoh judul misalnya: Pendapat masyarakat terhadap Wajib belajar 12 tahun. b) Jika peneliti ingin membandingkan status dua fenomena atau lebih, maka penelitiannya bersifat komparatif, Contoh judul misalnya: Perbandingan disiplin kerja antara karyawan dan karyawati.
115
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
c) Jika peneliti ingin mengetahui hubungan antara dua fenomena atau lebih, maka penelitiannya bersifat asosiatif. Contoh judul misalnya: Pengaruh perhatian orang tua terhadap prestasi belajar anak. Kemudian juga masih ada rumusan masalah yang baik untuk dipertimbangkan dan diikuti seperti berikut ini:81 a) Adanya hubungan antara dua variabel atau lebih. b) Masalah hendaknya dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya, atau alternatif lain yang mengandung pertanyaan. c) Rumusan masalah hendaknya memberikan petunjuk tentang mungkinnya mengumpulkan data untuk menjawab pertanyaanpertanyaan yang terkandung dalam rumusan tersebut. d) Rumusan masalah hendaknya padat. Selanjutnya kita lihat juga pendapat lain agar masalah penelitian itu dapat dijawab secara memadai, maka didalam perumusan masalahnya harus memperhatikan hal-hal berikut:82 a) Masalah harus dirumuskan secara operasional. b) Masalah harus singkat, jelas, hanya memuat satu masalah saja atau tidak mendua. c) Masalah tersebut memungkinkan untuk diteliti. d) Masalah harus memiliki data pendukung. e) Masalah harus memiliki makna untuk diteliti. f) Dirumuskan dalam bentuk pertanyaan yang dapat membangkitkan perhatian untuk meneliti. Sebagaimana biasanya dalam praktik, rumusan masalah itu dibuat dalam bentuk kalimat bertanya. Inilah kata kunci dalam membuat rumusan masalah penelitian, selanjutnya rumusan masalah penelitian itu memegang peran kunci dalam proses penelitian, sederhana atau rumitnya penelitian itu ditentukan oleh sederhana atau rumitnya rumusan masalahnya. Oleh karena itu rumusan masalah itu disamping harus benar juga harus memenuhi standar sebuah pertanyaan 81 82
Moh Kasiram, Ibid, hal 44, dikutip dari Tuctman 1988. Muhammad, Loc Cit. hal 60.
116
Memilih dan Merumuskan Masalah Penelitian
keilmuan sehingga penting untuk dijawab melalui penelitian, pada hakikatnya tidak ada standar baku untuk merumuskan masalah penelitian yang baik, namun beberapa pedoman berikut dapat dijadikan acuan.83 a) Masalah penelitian harus dirumuskan dengan kalimat tanya, dan sama sekali tidak menggunakan kalimat pernyataan. Kalimat tanya dimaksud bisa dimulai dengan kata-kata: apakah, bagaimana, sejauhmana, dan seterusnya. Misalnya: (i) Sejauh mana pengaruh motivasi dan kemampuan karyawan terhadap kinerja karyawan? (ii) Bagaimana pengaruh ekspor non migas dan investasi sektor publik terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia? (iii) Apakah ada perbedaan kinerja karyawan yang bertugas dibagian produksi dengan dibagian administrasi? b) Masalah harus dinyatakan secara jelas, sehingga seorang peneliti dapat memberikan jawaban secara tepat terhadap pertanyaan yang diajukan dan secara jelas pula memberikan arah terhadap fakta-fakta yang harus dipilih untuk menjawab pertanyaaan tersebut. c) Masalah harus dirumuskan secara spesifik, sehingga jawabannya pun spesifik pula.Maksudnya peneliti tidak diperkenankan membuat rumusan masalah yang memungkinkan berbagai macam jawaban yang semuanya memenuhi syarat. d) Masalah penelitian harus dirumuskan sedemikian rupa sehingga jawabannya dapat diuji oleh orang lain. e) Rumusan masalah penelitian harus mengandung definsi variabel dan unsur pengukuran. Jika syarat ini tidak dipenuhi akan mengandung dua kelemahan yang menonjol: (i) Tanpa ada definisi dan ukuran orang lain tidak dapat menguji hasilnya. (ii) Ilmu tidak mengizinkan definisi dan pengukuran secara subyektif. 83
Anwar Sanusi, Loc Cit, hal 26.
117
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Definisi dan ukuran variabel haruslah obyektif, sehingga setiap ilmuan yang menggunakannya dalam hubungannya dengan masalah yang sama akan mendapat jawaban yang sama pula. Contoh rumusan masalah tersebut misalnya: “Sejauhmana pengaruh jumlah penduduk dan pendapatan perkapita terhadap perubahan struktur ekonomi di Indonesia”. Dalam rumusan masalah ini variabel penduduk, pendapatan perkapita, dan perubahan struktur ekonomi secara operasional masing-masing dapat didefinisikan dan diukur. Yang dimaksud dengan pendapatan perkapita disini adalah jumlah produksi barang dan jasa penduduk suatu Negara dalam satu tahun dibagi dengan jumlah penduduk negara yang bersangkutan, hasilnya dinyatakan dalam satuan rupiah.
5. Tujuan Penelitian Penelitian adalah pekerjaan besar dalam bidang keilmuan yang harus dilaksanakan dengan: sungguh-sungguh, sistematis, dan mempunyai tujuan yang jelas. Oleh karenanya maka pelaksanaannya memerlukan konsentrasi yang penuh dari peneliti. Tujuan penelitian menurut Supriyanto dan Djohan dapat dikelompokan atas dasar:84 a) Pernyataan permasalahan (rumusan masalah) yang dikemukakan oleh peneliti. b) Pemanfaatan hasil penelitian. c) Sejauhmana analisis atau penyajian hasil di kemukakan. Selain itu ada pula yang mengelompokan tujuan penelitian itu menjadi: a) Eksplorasi (penjajakan) b) Deskripsi c) Assosiasi-korelasi atau sebab akibat d) Inferensi atau generalisasi Kemudian dalam praktik penulisan laporan penelitian, biasanya tujuan penelitian itu juga dibagi lagi menjadi:
84
Suoriyanto dan Djohan, Loc Cit, hal 45-46
118
Memilih dan Merumuskan Masalah Penelitian
a) Tujuan umum b) Tujuan khusus Tujuan umum Tujuan umum merupakan pernyataan umum tentang kegiatan yang akan dilaksanakan dan hasil yang diharapkan atau didapatkan dari suatu penelitian. Tujuan umum diharapkan memberikan sumbangan pemikiran terhadap masalah (problem stattement) yang diteliti. Pernyataan tujuan umum hendaknya mengacu pada judul penelitian meskipun tidak harus identik, tujuan umum sebaiknya merupakan suatu pernyataan. Tujuan khusus Tujuan khusus merupakan penjabaran dari tujuan umum atau pentahapan tujuan umum. Tujuan khusus berisi pernyataan peneliti tentang variabel-variabel yang akan diteliti, diukur, dan diuji untuk menunjang pernyataan dalam tujuan umum. Didalam tujuan khusus ini peneliti biasanya menggunakan istilah-istilah: mengidentifikasi, menganalisis, membandingkan, mempelajari, mengukur, menganalisis, dan melakukan evaluasi. Pilihan penggunaan istilah-istilah tersebut tergantung pada level kemampuan berpikir atau taksonomi kedalaman berpikir peneliti, bila tujuan umum terpenuhi maka tujuan khusus juga terpenuhi. Kemudian tujuan penelitian menurut Suliyanto adalah untuk kepentingan:85 a) Pemecahan masalah Penelitian bertujuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam suatu kegiatan. Misalnya dalam kegiatan bisnis ini antara lain ada masalah persaingan, yang semakin lama semakin kompleks. Masalah lain lagi seperti masalah efisiensi dalam produksi, ada masalah kinerja karyawan, dan lain-lain. Permasalahan-permasalahan seperti itu perlu dipecahkan melalui penelitian, sehingga dapat ditemukan penyelesaiannya.
85
Suliyanto, Loc Cit, hal 6-7.
119
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Misalnya dirasakan dalam 2-3 tahun terakhir ini tingkat penjualan produksi jamu Perusahaan Jamu Nyonya Menir menuru, ini kan berarti masalah bagi perusahaan. Salah satu sebabnya dapat diduga adalah kalah bersaing, karena sekarang jumlah perusahaan jamu bertambah banyak. Sebelum melakukan penelitian pihak manajer perusahaan perlu mendeteksi dahulu faktor-faktor yang berhubungan dengan penjualan (pemasaran). Ambilah misalnya teori bauran pemasaran dari Kotler yang dikenal dengan 4P yaitu: product (produksi), price (harga), place (tempat menjual), and promotion (promosi).86 Dengan menjadikan 4P ini sebagai variabel maka kita bisa meneliti dimana dan dalam hal apa kekurangan PT Jamu Nyonya Menir dalam persaingan menjual jamu, hasil penelitian kita bisa jadi di P pertama (produksi) mungkin produk kita kurang menarik. Mungkin juga P kedua (harga) produk kita lebih mahal, mungkin juga P ketiga (tempat) kita menjual kurang strategis, dan mungkin juga P keempat (promosi) kita kurang gencar. Satu saja dari empat variabel pemasaran itu lemah sudah bisa menyebabkan perusahaan kalah dalam bersaing. Apalagi kalau sampai dua, tiga, atau keempatnya variabelnya lemah. b) Pengembangan ilmu pengetahuan Penelitian untuk pengembangan ilmu pengetahuan bertujuan menemukan teori-teori baru, menguji penelitian dan mengembangkan penelitian sebelumnya. Ada tiga kategori penelitian pengembangan ilmu ini: (i) Penelitian yang tujuannya untuk penemuan Penelitian ini bertujuan mencari teori-teori baru yang belum pernah ada. (ii) Penelitian yang tujuannya pembuktian (verifikasi) Penelitian yang bertujuan membuktikan keraguan atas temuan atau hasil penelitian sebelumnya.
86
Pandji Anoraga, Manajemen Bisnis, Rineka Cipta Jakarta, 2004, hal 220-222.
120
Memilih dan Merumuskan Masalah Penelitian
(iii) Penelitian yang tujuannya pengembangan Penelitian yang bertujuan mengembangkan hasil penelitian terdahulu sehingga semakin maju. Tujuan merupakan arah dan sasaran yang akan dicapai oleh suatu kegiatan. Analog dengan maksud tersebut maka penelitian sebagai sebuah kegiatan ilmiah juga mempunyai tujuannya sendiri yang harus dicapai oleh peneliti, yang harus dirumuskan dengan jelas, tegas, dan sedapat mungkin terinci, karena tujuan penelitian itu pada hakikatnya merupakan jawaban dari masalah penelitian. Dalam perspektif ini maka tujuan penelitian itu meliputi hal-hal berikut (Kasiram, 2008: 52): a) Untuk menemukan dan mencari sesuatu yang lain dan aktual. b) Untuk mengembangkan/memperluas dan menggali lebih jauh tentang apa yang ada. c) Untuk menguji kebenaran suatu pengetahuan apabila dirasa masih ada sesuatu yang masih diragukan. d) Untuk mengubah kesimpulan-kesimpulan yang yang telah diterima atau menolak serta mengubah dalil-dalil dengan suatu aplikasi baru dari aplikasi tersebut.
6. Jenis penelitian Untuk memahami penelitian secara menyeluruh maka perlu diketahui terlebih dahulu jenis-jenis penelitian baik berdasarkan: tujuan, hubungan antar variabel, maupun jenis data lainnya. a) Penelitian Terapan (Applied Research) Penelitian Terapan merupakan penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan informasi guna memecahkan masalah secara praktis. Penelitian ini dilakukan sebagai respons terhadap suatu fenomena yang terjadi dilapangan.Contoh: penelitian yang dilakukan untuk mengetahui alasan banyaknya nasabah bank yang menutup rekeningnya disuatu Bank, setelah dilakukan penelitian diketahui bahwa selama ini nasabah belum puas dengan pelayanan Bank tersebut. Berdasarkan hasil analisis tersebut, tentunya idealnya ke depan Bank tersebut berusaha meningkatkan pelayanan kepada nasabah. 121
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
b) Penelitian Murni (Pure Research) Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan untuk mengevaluasi atau mengembangkan sebuah teori. Penelitian ini dilakukan karena peneliti tertarik untuk mengevaluasi atau mengembangkan temuan yang telah ada, penelitian murni berdasarkan latar belakangnya dapat dikelompokan menjadi: (i) Berlatar belakang gap research Penelitian yang berlatar belakang gap research merupakan penelitian yang dilakukan karena adanya perbedaan antara temuan berdasarkan temuan sebelumnya. Contoh misalnya penelitian yang dilakukan oleh Mauthinho dan Smith tahun 2000 menyatakan bahwa faktorconvenience/access merupakan faktor kunci dari service quality. Kemudian Fernando tahun 2004 menemukan bahwa tidak ada pengaruh yang berarti antara faktor convenience/access terhadap kepuasan nasabah. Oleh karena itu penelitian empirik lebih lanjut perlu dilakukan untuk meneliti kontroversi ini. Selain itu penelitian berlatar belakang gap research ini juga merupakan penelitian yang dilakukan karena adanya perbedaan antara teori dengan kenyataan. Contoh misalnya: Teori tingkat suku bunga menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat suku bunga maka akan semakin banyak jumlah dana yang disimpan (saving). Pada 1998 di Indonesia terjadi peningkatan suku bunga, tetapi dilain pihak terjadi juga penarikan simpanan secara besar-besaran. Atas dasar kenyataan ini maka penelitian empirik lebih lanjut perlu dilakukan untuk meneliti kontroversi kegagalan teori tingkat suku bunga di Indonesia yang terjadi pada tahun 1998 itu. Masih menurut Suliyanto (2006), ada pula penelitian yang menghubungkan antar variabel secara mandiri. Atas dasar ini penelitian juga dapat dikelompokan menurut hubungan antar variabel yang terdiri dari: a) Penelitian deskriptif Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk menganalisis satu atau lebih variabel tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan antara variabel yang 122
Memilih dan Merumuskan Masalah Penelitian
satu dengan variabel yang lain. Bila menggunakan statistik sebagai alat analisis yang dipakai cukup menggunakan analisis statistik deskriptif (mean, standart deviasi, modus, dan range). Contoh misalnya: (i) Penelitian untuk mengetahui tingkat penjualan setelah krisis moneter. (ii) Penelitian untuk mengetahi kinerja keuangan Bank Pemerintah. (iii) Penelitian untuk mengetahui pelayanan Rumah Sakit Swasta. b) Penelitian komparatif Penelitian komparatif adalah penelitian yang membandingkan sampel yang satu dengan sampel yang lain, baik sampel independen (bebas) maupun sampel yang berpasangan. Penelitian yang membandingkan independen disebut penelitian komparatif sampel independen, sedangkan penelitian yang membandingkan sampel yang berpasangan disebut penelitian komparatif berpasangan. Contoh penelitian komparatif: (i) Penelitian untuk membandingkan kinerja keuangan Bank Pemerintah dengan kinerja keuangan Bank Swasta. (ii) Penelitian untuk membandingkan tingkat kepuasan pasien antara Rumah Sakit Pemerintah dengan Rumah Sakit Swasta. Contoh penelitian komparatif sampel berpasangan: (i) Penelitian untuk membandingkan antara penjualan sebelum krisis moneter dan sesudah krisis moneter. (ii) Penelitian untuk membandingkan karyawan yang sudah dilatih dengan yang belum dilatih. c) Penelitian asosiatif Penelitian asosiatif merupakan penelitian untuk mengetahui hubungan atau pengaruh antara dua variabel atau lebih. Penelitian yang hanya bertujuan untuk mengetahui hubungan antar variabel disebut penelitian korelasional, sedangkan penelitian yang 123
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
bertujuan mengetahui pengaruh antar variabel disebut penelitian kausal. Contoh penelitian korelasional: (i) Penelitian untuk mengetahui hubungan daya beli masyarakat terhadap volume penjualan dimasa krisis moneter. (ii) Penelitian untuk mengetahuihubungan antara jumlah pengunjung supermarket dengan omzet penjualan. Contoh penelitian kausal (i) Penelitian untuk mengetahui pengaruh jumlah nasabah pada Bank Swasta. (ii) Penelitian untuk mengetahui pengaruh pelayanan terhadap kepuasan pasien di Rumah Sakit Swasta Data yang digunakan pada dalam penelitian dapat berupa data kualitatif, maupun data kuantitatif. Penelitian berdasarkan jenis data yang digunakan ini dibagi menjadi: a) Penelitian kualitatif Penelitian kualitatif adalah penelitian yang didasarkan pada data kualitatif, yaitu data yang tidak berbentuk angka atau bilangan, tetapi berbentuk pernyataan-pernyataan atau kalimat. Contoh penelitian kualitatif (i) Penelitian tentang kesukaan konsumen akan warna kemasan rokok. (ii) Penelitian tentang minat mahasiswa terhadap kegiatan ekstra kurikuler. b) Penelitian kuantitatif Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang menguanakan data kuantitatif yaitu data yang berupa angka atau bilangan. Contoh penelitian kuantitatif (i) Penelitian untuk mengetahui laju pertumbuhan penduduk di Pedesaan Provinsi Kalimantan Selatan selama 10 tahun (2005 – 2015). 124
Memilih dan Merumuskan Masalah Penelitian
(ii) Penelitian untuk mengetahui laju pertumbuhan industri di kota Banjarmasin selama 5 tahun (2011 – 2015). c) Penelitian gabungan (kombinasi) Penelitian gabungan adalah penelitian menggunakan data kualitatif dan data kuantitatif.Penelitian kombinasi ini maksudnya untuk mempertajam analisis, biasanya analisis kuantitatif dilengkapi dengan analisis kualitatif. Contoh penelitian ini misalnya untuk mengetahui pengaruh promosi terhadap volume penjualan. Setelah dianalisis diketahui hasilnya secara kuantitatif semakin besar promosi yang dilakukan volume penjualannya semakin menurun, Kenyataan ini kemudian dianalisis secara kualitatif, ternyata penurunan itu misalnya disebabkan oleh krisis moneter dan perubahan selera konsumen.
125
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
126
BAB VI DESAIN PENELITIAN KUANTITATIF
1.
Latar belakang masalah
Dalam menyusun desain penelitian kuantitatif, langkah pertama yang dilakukan adalah menjelaskan apa yang melatarbelakangi masalah penelitian itu. Latar belakang masalah biasanya berisi uraian tentang keadaan umum dan kondisi yang berkaitan dengan masalah, dan alasan mengapa masalah itu penting dan perlu diteliti. Masalah itu harus didukung oleh fakta empiris, sehingga menjadi jelas ada masalahnya dan perlu diteliti. Teknis penulisannya dapat dimulai dengan uraian konteks permasalahan yang lebih luas, misalnya tentang kebijakan suatu program, tata laksana suatu program, karakteristik masyarakat penerima program, serta data yang dapat dikemukakan sebagai titik awal pemikiran yang mengarahkan peneliti pada suatu permasalahan yang lebih spesifik. Untuk memudahkan memahami disini diberi gambaran misalnya, dari sudut pandang ekonomi atau bisnis, masalah penelitian dapat diangkat dari masalah yang ada pada perusahaan atau masalah yang ada pada konsumen. Jadi apa saja masalah yang ada pada perusahaan dapat diangkat menjadi permasalahan penelitian, begitu pula apa saja masalah yang ada konsumen dapat diangkat menjadi masalah penelitian. Selain itu satu hal pula yang harus disadari bahwa pada hakikatnya suatu masalah tidak pernah berdiri sendiri.Selalu terdapat berbagai faktor yang ikut berperan dan merupakan latar belakang dari suatu masalah, diantaranya faktor sosial, ekonomi, politik, kebudayaan, 127
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
lingkungan, ciri-ciri karakteristik orang per orang, serta kebijakan pada suatu program.87 Latar belakang masalah dalam rancangan penelitian, sebenarnya hendak menjawab pertanyaan mengapa masalah tersebut yang dipilih untuk diteliti atau menjadi pokok persoalan. Menjawab pertanyaan mengapa ini, pada dasarnya menuntut suatu penjelasan yang logis dan historis mengenai keberadaan masalah tersebut dalam masyarakat atau lingkungan sosial tertentu yang akan menjadi setting penelitian. Dalam rangka ini maka uraian-uraian yang harus dikemukakan adalah mengenai kondisi umum atau kecenderungan-kecenderungan umum dari permasalahan yang sedang dibicarakan, dengan kata lain peneliti mencoba mendeskripsikan secara logis dan meyakinkan ditingkat permukaan fakta-fakta awal yang diketahui, didengar, dilihat, atau dibaca.88 Fakta-fakta itu dalam pengamatan peneliti mengandung keunikan-keunikan tertentu yang menarik dan penting untuk diangkat sebagai sasaran pokok penelitian, dengan pertanyaan pokok misalnya, apa dan mengapa masalah itu bisa terjadi dalam konteks sosial yang bersangkutan, sehingga hal itu menjadi alasan penjelas yang kuat mengapa pokok masalah itu yang diteliti. Dengan demikian, latar belakang masalah dalam rancangan penelitian ilmu-ilmu sosial tidak lazim berangkat dari uraian atau penjelasan-penjelasan normatif, yang secara ideal sudah baik dan tidak mengandung misteri, sehingga kurang menantang untuk dipersoalkan, dilihat dari sisi ilmu pengetahuan. Dalam konteks permasalahan yang menjadi fokus penelitian dalam latar belakang masalah penelitian ilmu-ilmu sosial, menurut Kasiram (2010) tidak disarankan berangkat dari Peraturan Perundangundangan, atau apa yang menurut kata Kitab suci, dan berbagai keterangan semacam lainnya, akan tetapi harus berangkat dari apa yang terjadi, yang bergejolak, mengedepan sebagai fenomena, dan yang hangat dibicarakan dalam kenyataan empirik dimasyarakat. Selain 87
88
Supriyanto dan Djohan, Metodologi Riset Bisnis dan Kesehatan, Grafika wangi Kalimantan Banjarmasin, 2011, 32. Moh Kasiram, Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, UIN MALIKI PRESS Malang, 2010, hal 218.
128
Desain Penelitian Kuantitatif
mendeskripsikan kecendrungan umum atau aspek fakta tersebut, maka perlu pula diiringi dengan penjelasan lain, yaitu menyebutkan sejumlah penelitian terdahulu sejauh yang dapat diakses oleh peneliti meskipun tidak sampai menjelaskan temuan dan hasil-hasil penelitian itu, atau paling tidak sampai pada menyebutkan aspek penelitian yang menjadi fokus penelitiannya. Penyebutan dan penjelasan ringkas tentang penelitian-penelitian terdahulu ini dimaksudkan disamping mengisyaratkan keluasan wawasan peneliti mengenai permasalahan yang diangkat kepenelitian, juga lebih dari itu sejak awal peneliti menunjukan arah tentang letak dan posisi penelitiannya ditengah penelitian-penelitian terdahulu dengan segala perbedaannya, baik pada variabel-variabel yang diteliti, maupun metode dan teknik analisis data, dan dimana gap research (celah atau pintu masuk ke penelitian) yang dipilihnya, sehingga ia terhindar dari duplikasi dengan penelitian-penelitian terdahulu atau yang sudah dilakukan oleh orang lain sebelumnya. Fungsi utama dari pembahasan latar belakang masalah ini selain memberikan keyakinan bahwa masalah tersebut memang penting dan layak untuk diteliti, juga berfungsi untuk untuk membedah fenomena yang mengandung masalah tersebut, agar peneliti dapat memilih metode penelitian yang tepat dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Penggunaan teori baik dalam pengungkapan latar belakang masalah maupun dalam bab kajian teori, pada umumnya belum mampu membedah fenomena, akan tetapi masih pada taraf menjelaskan fenomena yang didalamnya ada yang akan diteliti, pembedahan fenomena melalui teori sangat penting untuk menentukan metode penelitian yang akan digunakan secara tepat. Untuk mencapai maksud tersebut, maka fenomena yang terjadi yaitu: situasi, kejadian, peristiwa, fakta-fakta sosial, dan sebagainya yang menjadi titik perhatian peneliti tidak dibiarkan terpampang begitu saja sebagai sajian deskriptif, akan tetapi harus dibedah dan dianalisis dengan sudut pandang teoritik tertentu (teori yang digunakan), sehingga peneliti bisa menjelaskan mengapa fenomena itu terjadi. Suatu fenomena bisa dibedah dari berbagai sudut pandang teoritik yang berbeda, apakah itu pendidikan, ekonomi, politik, hukum, budaya, psikologi, sosiologi, agama dan sebagainya sesuai dengan minat dan latar belakang peneliti. 129
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Teori ilmu apapun dapat digunakan untuk membedah dan menganalisis suatu fenomena, sepanjang teori itu mempunyai objek materiil yang sama. Misalnya teori-teori sosial digunakan untuk membedah dan menganalisis fenomena sosial, teori eksakta digunakan untuk membedah dan menganalisis fenomena eksakta. Dengan kata lain bila fenomena sosial yang akan diteliti, maka teori yang akan digunakan untuk membedah dan menganalisisnya juga harus teori ilmu sosial. Demikian juga dengan fenomena hukum, maka teori yang digunakan untuk membedah dan menganalisisnya harus menggunakan teori hukum. Setiap teori mempunyai empat komponen pokok, yaitu:proposisi, klasifikasi, konsep, dan variabel. Keempat komponen tersebut terkait sebagai suatu sistem dari teori tersebut yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.89 a) Proposisi Proposisi adalah pernyataan mengenai hubungan satu atau lebih konsep, khususnya hubungan antara variabel-variabel. Dalam pernyataan-pernyataan seperti itu peneliti berada pada pada awal suatu usaha secara tentatif unuk mencoba menjawab pertanyaan mengapa (why).Untuk menjawab pertanyaan mengapa ini diakui memang cukup sulit, sebab suatu gejala sosial terjadi dengan sebab yang sangat komplek, bukan hanya dari suatu sebab, tetapi mungkin banyak sebab yang menyebabkan terjadinya. Peneliti yang cermat harus lebih dahulu mengidentifikasi sebab-sebab yang menjadikan terjadinya gejala tersebu, dengan bukti empirik dilapangan dengan menggunakan seperangkat instrumen pengumpulan data. Setiap fenomena yang terjadi adalah produk dari suatu proses yang disebabkan oleh berbagai faktor sebab dan makna sebab disini bisa diartikan: korelasi, pengaruh, rangsangan, dan semacamnya. Proposisi dapat dirumuskan dalam dua bentuk yaitu hipotesis dan tesis. Hipotesis adalah proposisi yang dirumuskan dengan jalan menghubungkan dua atau lebih variabel atau konsep secara logis, sehingga dapat dijadikan kesimpulan sementara. 89
Moh Kasiram, Ibid, hal 221.
130
Desain Penelitian Kuantitatif
Sedangkan tesis adalah proposisi yang dirumuskan dengan jalan menghubungkan beberapa variabel atau konsep secara logis yang dihubungkan dengan tujuan yang hendak dicapai. Ada dua tipe proposisi yaitu: (i) Proposisi yang disebut aksioma, postulat, atau dalil atau hukum, yaitu proposisi yang sudah dianggap benar secara umum, sehingga tidak perlu diteliti lagi, dan ini biasanya digunakan untuk pedoman berpikir deduksi. (ii) Proposisi yang disebut teorem yaitu proposisi yang dibangun berdasarkan aksioma, postulat, atau dalil, yang kebenarannya masih harus diteliti dan diuji dengan adat empiris. Teorem paling banyak ditemukan dalam penelitian ilmu sosial.90 (Kasiram, 2010: 222) Dengan menganalisis proposisi ini peneliti akan dapat mengenali pola pikir yang digunakan dalam teori tersebut. Berangkat dari sinilah peneliti bisa menentukan strategi penelitian yang akan digunakan, biasanya bila peneliti mengacu pada proposisi, maka strategi yang dipilihnya berkisar pada: korelasi, kausal, atau komparatif, sesuai dengan pola pikir dari rumusan proposisi tersebut. Contoh misalnya bila proposisi mengatakan bahwa ada hubungan antara X dan Y, maka pola pikirnya adalah pola pikir korelasi, dan strategi yang cocok dalam melakukan penelitiannya juga adalah desain korelasi. Bila dalam teori tersebut tidak mengemukakan proposisi secara tegas, akan tetapi hanya berupa uraian bagaimana suatu proses terjadinya suatu teori, maka secara simultan berbagai variabel terlibat didalamnya, maka pola pikir seperti adalah pola pikir deskriptif, dan strategi penelitian yang tepat untuk kasus ini adalah strategi diskriptif, dan desain penelitiannya adalah desain penelitian deskriptif. b) Klasifikasi Klasifikasi adalah pengelompokan gejala atau fakta berdasarkan konsep atau variabel dengan kategori-kategori yang 90
Moh Kasiram, Ibid, hal 222.
131
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
ditunjuk oleh konsep atau variabel itu. Variabel yang terdapat dalam sistem klasifikasi berbeda menurut apakah variabel itu memperlihatkan kategori-kategori yang bersifat diskrit atau bersifat kontinum.91 Kategori yang bersifat diskrit mengandung arti bahwa perbedaan itu harus secara tegas dan tidak bisa dicampur. Sedangkan kategori yang bersifat kontinum adalah kategori yang menggambarkan urutan jenjang atau kelanjutan seperti tinggi badan, solidaritas dan sebagainya. Syarat klasifikasi yang baik mengandung mutual eksklusif dan tuntas, mutual eksklusif artinya tiap gejalanya bisa masuk ke satu kategori saja, tuntas artinya kategori itu harus mencakup semua kasus yang sedang diteliti. Dalam perspektif yang lebih luas klasifikasi juga bisa dilihat sebagai variabel, karena didalamnya mengandung beberapa aspek yang menyusun klasifikasi itu. Klasifikasi ini dapat dianalisis dengan menghubungkan satu klasifikasi dengan klasifikasi yang lain, disini akan dapat kita temukan juga bentuk proposisi, baik hipotesis maupun tesis. Dari proposisi itu kita akan mengenali pola pikir yang digunakan dalam teori, dan dengan mengetahui pola pikir ini kita dapat menetapkan strategi penelitian yang akan kita lakukan.Bila peneliti tidak bermaksud atau tidak ingin menghubungkan antar klasifikasi itu, tetapi hanya ingin lebih praktis seperti hanya ingin menjelaskan atau melukiskannya saja apa adanya dari masingmasing klasifikasi itu, maka pola pikir yang digunakan adalah pola pikir deskriptif. Dengan demikian berarti strategi penelitiannya adalah strategi deskriptif, dan desain penelitian yang disusun juga adalah desain penelitian deskrptif. c) Konsep Konsep adalah nama yang digunakan untuk menunjuk gejala atau sekelompok gejala dan mengklasifikasi penyerapan dan pengalaman. Disini kita menghubungkan suatu nama dengan suatu benda atau pengalaman, atau kejadian merupakan langkah penting untuk menganalisis dan memahami fenomena yang terjadi. Konsep 91
Moh Kasiram, Ibid, hal 223.
132
Desain Penelitian Kuantitatif
merupakan abstraksi dari sekelompok gejala dan memungkinkan untuk membuat generalisasi dari gejala-gejala yang mempunyai ciri-ciri khusus dan diberi nama tertentu.92 Dengan menyebut konsep itu orang akan bisa mengerti tentang apa (sekelompok gejala) yang dimaksud, seperti nama benda: meja, kursi, buku, atau sebutan bukan benda seperti kecerdasan, kenakalan bagi remaja, atau kearifan orang tua, dan sebagainya. Konsep juga dibedakan menjadi: (i) Konsep yang observable, yaitu konsep yang ciri-cirinya langsung dapat diamati dengan indera penglihatan kita seperti: bendabenda disekitar kita (meja, kursi, gedung, manusia, binatang dan sebagainya). (ii) Konsep yang konstruk, yaitu konsep yang ciri-cirinya tidak dapat langsung diamati, karena konsep tersebut menunjuk pada hakikat atau proses, tetapi eksistensinya dapat diamati dengan tidak langsung (melalui alat atau cara tertentu), seperti misalnya bagaimana kita bisa memahami: kecerdasan, kearifan, kenakalan remaja, dan lain sebagainya. Sebagaimana halnya dengan klasifikasi, konsep ini juga bisa dianggap sebagai variabel, dimana dalam setiap konsep mempunyai beberapa aspek yang menyusun konsep tersebut. Demikian pula dengan menganalisisnya, bisa kita lakukan dengan menghubungkan antar konsep yang satu dengan yang lain, sehingga membentuk proposisi. Dengan mengetahui proposisi, maka bisa dikenali pola pikir yang digunakan, dan setelah itu dapat pula ditentukan strategi penelitian yang akan digunakan. Meskipun demikian idealnya, peneliti juga bisa hanya menjelaskan atau melukiskan saja masing-masing konsep apa adanya (pada level yang sederhana). Bila demikian keputusan yang diambil peneliti, maka berarti pola pikir yang digunakan adalah pola pikir deskriptif, strategi yang dipilih juga adalah strategi deskriptif dan desain penelitiannya juga adalah desain penelitian deskriptif.
92
Moh Kasiran, Ibid, hal 224.
133
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
d) Variabel Variabel adalah variasi dalam tiap komponen teori. Proposisi mempunyai variabel yaitu hipotesis dan tesis. Klasifikasi mempunyai variabel yaitu klasifikasi diskrit dan klasifikasi kontinum, konsep mempunyai variabel yaitu konsep yang observable dan konsep yang konstruk.Variabel juga bervariasi, ada variabel dependen, variabel independen, variabel intervening, variabel moderator, dan sebagainya.93 Peneliti itu bekerja pada tataran teoritis dan empiris. Pada tataran teoritis peneliti mengidentifikasi konstruk-konstruk serta hubungannya dengan proposisi dan teori. Pada tataran ini konstruk itu tidak dapat diamati karena belum ada nilainya Kemudian pada tataran empiris peneliti mengidentifikasi, mengklasifikasi, dan mengoperasionalkan variabel-variabel, termasuk menemukan hubungan-hubungan antar variabel, pada tataran ini pengamatan sudah dapat dilakukan karena variabel sudah mengandung nilai.94 Nilai yang diberikan pada variabel bergantung pada gejala sosial yang kita hadapi. Bila gejala sosial itu berupa gejala nominal, maka nilai variabelnya berupa penggolongan-penggolongan secara terpisah (deskrit). Misalnya jenis kelamin dimensinya hanya sebatas laki-laki dan perempuan. Jika gejala sosial berupa gejala kontinum (kontinuitas) variabelnya mempunyai variasi yang bertingkat dan kontinuitas, kontinuitas dapat pula dibagi-bagi menjadi besarnya derajat, misalnya rendah, sedang, dan tinggi. Variabel-variabel dimaksud sesungguhnya telah dinyatakan secara eksplisit pada masalah penelitian, dan dipertegas lagi pada rumusan hipotesis. Pernyataan hipotesis itu tidak hanya mengandung variabel-variabel yang terlibat, tetapi juga hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya yang sudah diprediksi, apakah hubungan itu berupa hubungan korelasional atau hubungn kausalitas. Bahkan peneliti juga dapat menentukan nilai-nilai yang terkandung dalam variabel itu (deskrit atau kontinu). Dengan demikian maka peneliti benar-benar dapat menjadikan variabel 93 94
Moh Kasiram, Ibid, hal 225. Anwar Sanusi, Metodologi Penelitian Bisnis, Salemba Empat Jakarta, 2011. hal 49.
134
Desain Penelitian Kuantitatif
itu benar-benar memiliki makna yang strategis dalam penelitian yang dilakukannya. Dengan kata lain sebuah penelitian tidak akan dapat diselesaikan dengan baik tanpa mengenali variabelvariabelnya secara komprehensif. Seperti kita ketahui peristiwa atau kejadian yang dapat ditangkap oleh indera manusia, itu kita sebut dengan istilah fenomena. Fenomena itu kemudian kita urai menjadi konsep dan atau konstruk, kemudian kita beri nama menjadi variabel. Variabel itu kemudian kita beri nilai. Semua rentetan itu dapat dijelaskan secara ilmiah melalui suatu proses yang kita sebut penelitian. Selanjutnya variabel itu dapat kita bagi (golongkan) mejadi: (i) variabel terikat (dependent variable) danvariabel bebas (independent variable), (ii) variabel moderator (moderating variable), (iii) variabel antara (interveining variable), (iv) variabel laten dan manifest, (v) variabel indogen dan eksogen.
2. Merumuskan masalah dan ruang lingkup penelitian Setelah fenomena berhasil dibedah dan diidentifikasi komponenkomponen teori yang terkait, langkah selanjutnya adalah merumuskan masalah dan ruang lingkup penelitian yang hendak dilakukan, sehingga peneliti tidak terseret kedalam lautan persoalan atau bidang-bidang telaah yang begitu luas. Hal ini perlu secara sungguh-sungguh dilakukan, karena bila tidak atau kurang mendapat perhatian, bisa saja seorang peneliti yang sedang bersemangat sekali, secara tidak disadari justru berhadapan dengan serentetan kesukaran, karena batasan dan ruang lingkup permasalahan penelitiannya belum dibatasi.95 Setelah menemukan masalah-masalah yang bisa dijadikan objek penelitian, langkah berikutnya yang perlu dilakukan adalah memilih dan merumuskan salah satu dari masalah-masalah yang ditemukan itu menjadi masalah penelitian. Masalah penelitian yang dirumuskan itu harus fokus dan jelas ruang lingkupnya. Hal itu dapat dilakukan peneliti dengan membedah permasalahan itu dengan memunculkan variabel-variabel yang melingkupi. Hal ini perlu dilakukan oleh peneliti 95
Moh Kasiram, Loc Cit, hal 230.
135
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
agar peneliti tidak terjebak dalam kubangan masalah yang amat luas sehingga menyulitkan dalam pembahasannya.
3. Merumuskan pertanyaan penelitian Setelah masalah dipilih dengan menggunakan pertimbangan yang rasional, langkah selanjutnya adalah merumuskan masalah yang dipilih tersebut dalam bentuk “pertanyaan penelitian”. Rumusan masalah yang disimpulkan dalam pertanyaan penelitian ini memegang peran kunci dalam proses penelitian, karena sederhana atau rumitnya pelaksanaan penelitian sangat ditentukan oleh sederhana atau rumitnya rumusan masalah yang tersimpul dalam pertanyaan penelitian. Oleh karena itu masalah yang dirumuskan itu disamping harus benar juga harus memenuhi standar sebuah pertanyaan keilmuan, sehingga penting untuk dijawab melalui penelitian. Pada dasarnya tidak ada standar baku untuk merumuskan masalah penelitian kedalam bentuk pertanyaan penelitian,namun untuk memudahkan merumuskan dapat menggunakan beberapa pedoman berikut ini.96 Masalah penelitian harus dirumuskan dengan kalimat bertanya, yang bisa dimulai dengan kata-kata: apakah, bagaimana, sejauhmana, dan sebagainya, misalnya: (i) Sejauhmana pengaruh motivasi dan kemampuan karyawan terhadap kinerja karyawan? (ii) Bagaimana hubungan antara partisipasi karyawan dengan struktur organisasi perusahaan? (iii) Apakah ada perbedaan kinerja karyawan yang bertugas dibidang administrasi dengan yang bertugas dibidang produksi? (iv) Sejauhmana pengaruh jumlah penduduk danpendapatan perkapita terhadap perubahan struktur ekonomi di Indonesia? (v) Apakah ada pengaruh ekspor nonmigas dan investasi sektor publik terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia? a) Masalah harus dinyatakan sedemikian rupa sehingga seseorang dapat memberikan jawaban secara tepat terhadap pertanyaan penelitian yang diajukan dan secara jelas memberikan arah terhadap fakta-fakta yang harus dipilih untuk menjawab 96
Anwar Sanusi, Loc Cit, hal 27.
136
Desain Penelitian Kuantitatif
pertanyaan tersebut. Contoh misalnya perumusan masalah pada huruf (i) diatas.Seseorang akan akan jelas mengetahui jawaban terhadap pertanyaan itu karena diarahkan pada fakta yang harus dikumpulkan dalam menjawab pertanyaan tersebut. Fakta-fakta tersebut berkenaan dengan tingkat motivasi, tingkat kemampuan, dan menghasilkan kinerja. b) Masalah harus dirumuskan secara spesifik, sehingga jawabannya pun spesifik pula. Dalam hal ini peneliti tidak boleh merumuskan masalah yang dengan rumusan itu memberikan kemungkinan berbagai macam jawaban yang semuanya memenuhi syarat,misalnya:Apakah produktivitasnya terlalu rendah? Pertanyaan tersebut tergolong tidak jelas walaupun sepintas kelihatan benar. Produktivtas yang dimaksud disini produktivitas yang mana?Produktivitas tersebut apakan produktivitas perusahaan atau produktivitas karyawannya.Jika produktivitas perusahaan, yang dimaksud perusahaan yang mana? jika produktivitas yang dimaksud karyawan, maka yang dimaksud itu karyawan yang mana? Kemudian bisa pula dipertanyakan seberapa yang dikatakan terlalu rendah itu? Jadi sebuah pertanyaan yang tidak spesifik menghasilkan jawaban yang tidak spesifik pula, hal ini harus dihindari dalam menyusun pertanyaan penelitian. c) Masalah penelitian harus dirumuskan sedemikian rupa, sehingga jawabannya dapat diuji oleh orang lain. Jadi dalam hal ini apabila pertanyaan masalah penelitian itu diajukan, siapapun yang berminat akan dapat memberikan jawaban atas pertanyaan itu. d) Rumusan masalah penelitian harus mengandung definisi variabel dan unsur pengukurannya. Jika syarat ini tidak dipenuhi maka pertanyaan penelitian itu akan mengandung dua kelemahan: (i) tanpa ada definisi dan ukuran maka orang lain tidak dapat menguji hasilnya.(ii) Ilmu pengetahuan tidak membenarkan definisi dan pengukuran secara subjektif. Definisi dan pengukuran haruslah objektif, sehingga setiap ilmuan yang mengunakannya dalam hubungan dengan masalah yang sama dapat menjawab yang serupa pula, misalnya rumusan masalahnya yang dibuat dalam bentuk pertanyaan penelitian:
137
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
(i) “ Sejauhmana pengaruh jumlah penduduk dan pendapatan perkapita terhadap perubahan struktur ekonomi di Indonesia?”.Dalam rumusan masalah ini: variabel penduduk, variabel pendapatan perkapita, dan variabel perubahan struktur ekonomi, secara operasional masing-masing dapat didefinisikan dan diukur. (ii) “ Apakah pendidikan berpengaruh terhadap pertumbuan ekonomi seseorang ?”. Dalam rumusan masalah ini: variabel pendidikan, dan variabel pertumbuhan ekonomi secara operasional dapat didefinisikan dan dapat diukur. (iii) “Apakah ada korelasi antara upaya seseorang meningkatkan pendidikannya dengan kesejahteraan yang diharapakannya ?”. Dalam rumusan masalah ini: variabel meningkatkan pendidikan, dan variabel kesejahteraan yang diharapkan secara operasional dapat didefinisikan dan dapat diukur.
4. Kriteria permasalahan penelitian Kriteria permasalahan penelitian sangat berkaitan dengan karakteristik permasalahan penelitian. Kuncoro (2003) dalam Muhammad (2008) menyebutkan karakteristik permasalahan penlitian itu ditentukan oleh empat hal berikut ini:97 a) Permasalahan penelitiaan harus dapat diselidiki melalui pengumpulan dan analisis data. b) Permasalahan penelitian memiliki arti penting baik dari latar belakang teori maupun praktik. c) Peneliti mempunyai sumber daya yang diperlukan oleh penelitian itu. d) Peneliti telah mempertimbangkan keadaan waktu, dana, dan berbagai kendala yang akan timbul dalam pelaksanaan penelitian yang akan dilakukannya.
97
Muhammad, Metodologi Penelitian Ekonomi Islam, Rajawali Press Jakarta, 2008, hal 57 , Dikutip dari Koencoro, 2003.
138
Desain Penelitian Kuantitatif
Selanjutnya permasalahan penelitian itu dikatakan baik apabila memenuhi kriteria berikut ini: (i) Rumusan masalahnya singkat, jelas ruang lingkup dan batasannya, baik batasan masalah maupun istilah yang digunakan. (ii) Rumusannya mendiskripsikan dan/atau menghubungkan beberapa ubahan. (iii) Rumusan masalah penelitiannya “researchable” dan manageble”. (iv) Rumusan masalahnya signifikan untuk diteliti, artinya masalah penelitian tersebut memiliki: ketepatan waktu, menjawab masalah praktis, menyangkut populasi yang luas, kritis atau berpengaruh dalam masyarakat, menjembatani penelitian masa lalu dan masa depan, ada kemungkinan untuk digeneralisasi baik prinsip ataupun temuannya,mempertajam definisi konsep yang ada, dan mempunyai implikasi yang luas. (v) Untuk penelitian reflikasi, sebaiknya menghindari repetisi dan/atau duplikasi murni. Kemudian dalam menyusun rumusan masalah seorang peneliti harus menghindari kesalahan perumusannya. Secara umum peneliti sering mengalami dan melakukan kesalahan dalam perumusan masalah penelitiannya, seperti misalnya: a) Penentuan tujuan terlalu umum dan ambigius. b) Penentuan permasalahan tanpa didasari kajian literatur dan penelitian terdahulu. c) Permasalahannya bersifat ad hoc sehingga tidak memungkinkan untuk digeneralisasi atau ada tindak lanjutnya. d) Ada kalanya juga ruang lingkup dan kedalaman permasalahannya jauh diluar jangkauan peneliti. e) Permasalahan yang dipilih tidak dapat dipecahkan melalui penelitian karena didalam rumusannya tidak jelas apa yang dijadikan variabelnya. Perumusan permasalahan penelitian seperti ini hendaknya dihindari oleh seorang peneliti, karena bukan saja menyulitkan dia sendiri untuk melaksanakan penelitian, tetapi juga dapat menyulitkan 139
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
orang lain yang turut mempelajari hasil penelitiannya, sehingga bisa menyebabkan hasil penelitian tidak aplicable (tidak bisa diterapkan). Selain hal-hal yang disebutkan diatas, masih ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan permasalahan penelitian.Permasalahan penelitian itu tidak dibuat begitu saja, tetapi harus dilakukan melalu identifikasi yang cermat. Melakukan identifikasi yang cermat hanya bisa dilakukan oleh peneliti bila peneliti memiliki pengetahun tentang masalah yang akan diteliti, wawasan yang cukup sesuai perkembangan dibidang ilmu pengetahuan yang ada kaitannya dengan permasalahan yang akan diteliti, dan kemampuan mengembangkan kreatifitas. Masalah-masalah yang teridentifikasi dari hasil penelaahan, tentu tidak semua dapat dijadikan permasalahan penelitian. Masalah-masalah yang dapat dijadikan permasalahan penelitian sangat tergantung pada beberapa pertimbangan berikut ini:98 a) Kegunaan penelitian b) Prioritas c) Kendala waktu dan dana d) Seleksi masalah e) Kemampuan peneliti. Mahasiswa dan calon peneliti kadang-kadang masih mengalami kesulitan dalam merumuskan masalah penelitian. Meski demikian yang sering terjadi, namun manusia tetap memiliki sifat ingin tahu terhadap sesuatu yang menjadi perhatiannya. Begitu juga halnya dengan permasalahan penelitian ini, disinilah keunggulan makhluk yang bernama manusia itu, dengan sifat ingin tahunya itu ia terus berusaha menemukan jawaban terhadap masalah yang belum diketahuinya. Salah satu cara untuk mengetahui tentang apa yang menjadi masalah itu, bagaimana terjadinya masalah itu, mengapa masalah itu terjadi, bagaimana mengurai dan memecahkan masalah itu dapat dilakukannya melalui penelitian. Dengan demikian dapat dikatakan penelitian itu adalah jalan yang dapat ditempuh oleh seorang peneliti untuk menemukan jawaban terhadap masalah: apa yang terjadi, 98
Muhammad, Ibid, hal 30. dikutip dari Kuncoro 2003.
140
Desain Penelitian Kuantitatif
mengapa terjadi, bagaimana terjadinya, apa yang meyebabkan terjadinya, dan bagaimana menyelesaikan masalah itu. Oleh karena itu agar masalah penelitian yang akan dijawab atau dipecahkannya itu dapat dijawabnya secara memadai, maka ketika ia merumuskan masalahnya, harus memperhatikan hala-hal berikut ini: a) Masalah harus dirumuskan secara operasional. b) Masalah harus singkat, jelas, serta hanya memuat satu masalah. c) Masalah itu memungkinkan untuk diteliti. d) Masalah tersebut memiliki data pendukung. e) Masalah harus memiliki makna untuk diteliti f) Masalahharus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan yang dapat membangkitkan perhatian untuk diteliti.99 Kemudian dalam perspektif lain menurut Azis SR (1998) dalam Kasiram (2010: 232), dalam memilih dan menyeleksi masalah yang hendak dijadikan masalah penelitian perlu mempertimbangkan pertanyaan-pertanyaan berikut ini: a) Apakah fenomena yang akan diteliti mengisyaratkan munculnya nilai temuan yang berarti dan bermanfaat, baik bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang relevan dengan masalah penelitian, maupun bagi kepentingan masyarakat dalam arti luas. b) Apakah fenomena yang dilihat oleh peneliti adalah subuah masalah yang riil dan benar-benar ada dalam kehidupan masyarakat.Artinya bukan sesuatu yang hanya direkayasa oleh peneliti dan kemudian dipaksakan sebagai permasalahan dalam penelitian. c) Apakah fenomena itu merupakan fenomena yang baru dan riil muncul ditengah-tengah masyarakatatau sekedar pengulangan masalah dimasa lalu. d) Apakah terhadap masalah itu ada kemungkinan tersedia referensi teoritis yang dapat digunakan sebagai perspektif untuk memahami dan menjelaskannya. e) Apakah fenomena sosial itu, dapat memberi gambaran tentang waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan penelitian. 99
Muhammad, Ibid, hal 60-61.
141
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
f) Apakah masalah yang dimunculkan dari fenomena itu tidak bertentangan dengan etika dan moral masyarakat. g) Apakah masalah yang dimunculkan dari fenomena itu menarik dan diminati oleh peneliti. h) Apakah masalah yang akan diteliti relevan dengan bidang dsiplin ilmu peneliti. i) Apakah ada akses bagi peneliti dalam upaya pencarian atau pengumpulan data yang diperlukan untuk penelitian. Perlu pula diketahui bahwa masalah penelitian kuantitatif yang telah dirumuskan karena sifat aslinya menjadi sangat rumit dan sulit diubah. Mengubah perumusan masalah bisa jadi juga harus merubah teori yang akan digunakan dan diuji dilapangan.Jadi berbeda sekali dengan penelitian kuantitatif,dimana kemungkinan berubah itu besar sekali, karena perumusan masalah dalam penelitian kuantitatif lebih lentur dan lebih mengikuti kondisi di lapangan.Inilah bedanya antara permasalahan dalam penelitian kuantitatif yang rumit dan permasalahan dalam penelitian kuantitatif yang lentur.
5. Tujuan penelitian Salah satu substansi yang selalu dibahas dalam desain penelitian adalah tujuan penelitian. Tujuan penelitian adalah sesuatu yang penting sekali, yang harus dirumuskan dengan jelas dan tegas dan dinyatakan secara eksplisit.Tujuan penelitian ini berjalin berkelindan dengan judul penelitian, perumusan masalah, pembahasan hasil penelitian dan kesimpulan, dalam praktik penulisan laporan penelitian kelima subtansi ini ada dalam garis paralel, jadi lima substansi ini saling merajut dan berkaitan secara logis. Beberapa pakar penelitian menempatkan tujuan penelitian dan juga hipotesis penelitian sesudah tinjauan pustaka, dengan asumsi peneliti sudah atau lebih memahami permasalahan penelitian, tujuan penelitian dapat dikelompokan atas dasar:100 a) Pernyataan permasalahan (rumusan masalah) yang dikemukakan b) Pemanfaatan hasil penelitian 100
Supriyanto dan Djohan, Loc Cit, 45-46.
142
Desain Penelitian Kuantitatif
c) Sejauhmana analisis atau penyajian analisis hasil penelitian yang disajikan. Selain itu ada pula yang membagi tujuan penelitian menjadi: a) Eksplorasi (penjajakan) b) Deskriptif c) Asosiasi, korelasi, dan sebab akibat d) Inferensi atau generalisasi Dan sering pula ditemui dalam buku-buku penelitian, tujuan penelitian itu umumnya dibedakan atas: a) Tujuan umum b) Tujuan khuusus Ad. a) Tujuan umum Tujuan umum merupakan pernyataan umum tentang kegiatan yang akan dilaksanakan dan hasil yang akan diharapkan dari suatu penelitian. Tujuan umum diharapkan memberikan sumbangan pemikiran terhadap masalah (problem statement) yang diteliti. Pernyataan tujuan umum hendaknya mengacu pada tujuan penelitian meskipun tidak harus identik, tujuan umum sebaiknya merupakan satu pernyataan. Ad. b) Tujuan khusus Tujuan khusus merupakan penjabaran dan pentahapan dari tujuan umum. Tujuan khusus berisi pernyataan-pernyataan tentang variabel-variabel yang akan diukur dan diuji untuk menunjang pernyataan yang telah dinyatakan dalam tujuan umum. Didalam tujuan khusus ini peneliti perlu menggunakan istilah: mengidentifikasi, menilai, menganalisis, membandingkan, mempelajari, mengukur, melaksanakan, atau melakukan evaluasi. Istilah yang dipilih ditentukan dengan level dari kemampuan berpikir atau taksonomi kedalaman berpikir, dalam perspektif yang lain, tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
143
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
a) Memecahkan masalah Tujuan penelitian yang umum adalah untuk memecahkan masalah yang dihadapi, misalnya masalah dalam bidang bisnis. Persaingan bisnis semakin lama semakin ketat, sehingga permasalahan bisnis pun juga semakin kompleks. Permasalahan-permasalahan tersebut perlu dipecahkan dengan melakukan penelitian sehingga keputusan yang diambil akan tepat.101 b) Pengembangan ilmu pengetahuan Penelitian untuk pengembangan ilmu pengetahuan bertujuan untuk menemukan teori-teori baru, menguji teori-teori yang sudah ada atau mengembangkan hasil penelitian terdahulu untuk menguji konsistensinya dalam kondisi kekinian. Dengan demikian penelitian dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan ini mempunyai tujuan: (i) Penemuan, atau penelitian untuk mencari teori-teori baru yang sebelumnya belum pernah ada. (ii) Pembuktian (verifikasi), penelitian yang bertujuan membuktikan keraguan atas temuan atau hasil penelitian sebelumnya. (iii) Pengembangan, penelitian yang bertujuan mengembangkan hasil penelitian atau teori sebelumnya yang telah ada, sehingga semakin maju. Dalam perspektif yang lain pengembangan ilmu pengetahuan antara lain untuk:102 (i) Untuk memahami, mendapatkan penjelasan (to explain), meramalkan (to predict), mengendalikan (to control), memecahkan masalah kejadian alam dan atau sosial. (ii) Untuk menemukan, mengembangkan, atau menguji kebenaran pengetahuan. Menemukan artinya berusaha untuk mendapatkan sesuatu untuk mengisi kekosongan atau kekurangan pengetahuan atau menemukan teori baru. Mengembangan artinya berusaha mendapatkan sesuatu untuk mengisi kekosongan atau kekurangan pengetahuan atau menemukan 101 102
Suliyanto, Loc Cit, hal 6. Supriyanto dan Djohan, Loc Cit. 4.
144
Desain Penelitian Kuantitatif
teori baru. Mengembangkan artinya berusaha memperluas dan menggali lebih dalam apa yang sudah ada dan menguji kebenaran, artinya berusaha apa yang sudah ada tetapi diragukan kebenarannya untuk diuji. Tujuan penelitian adalah rumusan kalimat yang menunjukan adanya sesuatu hal yang diperoleh setelah penelitian selesai. Sebenarnya apabila ditilik dari isinya, sesuatu yang ingin dicapai, yang merupakan tujuan penelitian,sama dengan jawaban yang dikehendaki dalam problematik penelitian, yang berbeda adalah rumusannya.103 Contoh*) Problematik
Tujuan
Disemester berapa praktikum laboratorium Perbankan Syariah dilaksanakan oleh mahasiswa Prodi Perbankan Syariah.
Ingin mengetahui disemester berapakah praktikum Perbankan Syariah dilaksanakan oleh mahasiswa mahasisawa Prodi Perbankan Syariah.
Dengan contoh problematik penelitian yang sederhana ini, maka kita dengan mudah dapat menentukan tujuan penelitian seperti disebutkan dalam contoh diatas terutama bagi para mahasiswa dan peneliti pemula. Sedangkan bagi peneliti lanjut (yang sudah sering melakukan penelitian) dan mahasiswa Strata Dua (S2) dan mahasiswa Strata Tiga (S3), tujuan penelitian ini tentu lebih luas dari contoh itu. Begitu pula hasil yang diperoleh dari penelitian mahasiswa S2 dan S3 yang merupakan jawaban pertanyaan penelitian yang tercermin dalam pembahasan hasil penelitian harus lebih luas dari pada sekedar jawaban yang linier dengan pertanyaan penelitian. Dalam praktik penyusunan skripsi mahasiswa S1 sering terjadi kesalahan-kesalahan yang bersifat sistematis, seperti misalnya: (1) Tujuan penelitian adalah untuk memenuhi tugas dalam mencapai gelar sarjana. (2) Tujuan penelitian adalah untuk mencari data.
103
Suharsini Arikunto, Loc Cit, hal 51.
145
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Tentu saja kedua rumusan ini tidak benar, karena tujuan pertama pada angka (1) bukalah tujuan penelitian, tetapi tujuan penyusunan skripsi. Begitu pula dengan urusan tujuan (2), yaitu mengumpulkan data bukan tujuan penelitian, karena mencari (mengumpulkan) data itu adalah bagian dari kegiatan penelitian. Apabila pemahaman kita dikaitkan dengan problematik (permasalahan) penelitian, tujuan penelitian, dan kesimpulan penelitian, maka akan nampak seperti gambar berikut:
Gambar: 6.1 Hubungan antara Permasalahan penelitian,Tujuan penelitian, dan Kesimpulan
Untuk lebih memahami lagi, maka kita perlu sekali lagi memeperhatikan gambar: 6.1 diatas. Dari gambar tersebut kita dapat memahami, bahwa pada contoh dalam gambar tersebut hanya ada 1 problematik (permasalahan) penelitian yang dipertanyakan, maka berarti tujuannya juga hanya 1, dan jawaban hasilnya juga hanya 1, dan ketiga hal yang digambarkan tersebut (problematik atau permasalahan penelitian, tujuan penelitian, dan kesimpulan) harus sinkron atau ada dalam satu garis yang paralel. Demikian pula bila problematik (permasalahannya ada 3 misalnya, maka tujuannya juga 3, dan kesimpulnnya juga ada 3. Begitu pula nanti bila dalam penelitian itu ada mencantumkan “hipotesis”, maka hubungannya menjadi: permasalahan penelitian, tujuan penelitian, hipotesis, dan kesimpulan, bagaimana bentuk hubungan tersebut, dapat dilihat pada gambar berikut ini:
146
Desain Penelitian Kuantitatif
Gambar: 6.2 Hubungan problematik (permasalahan) penelitian, tujuanpenelitian, hipotesis, dan kesimpulan
Kalau kita perhatikan sekali lagi gambar: 6.2. diatas, maka kita dapat memahami terdapat hubungan yang sinkron antara problematik (permasalahan) penelitian, dengan tujuan penelitian, hipotesis, dan kesimpulan, dan keempat hal tersebut berada dalam garis yang paralel.
6. Kegunaan hasil penelitian Rumusan tentang kegunaan hasil penelitian adalah kelanjutan dari tujuan penelitian. Apabila seorang peneliti telah selesai mengadakan penelitian dan memperoleh hasil, maka ia diharapkan dapat menyumbangkan hasil penelitiannya itu kepada pihak-pihak terkait, khususnya kepada bidang ilmu yang ditelitinya. Pembicaraan mengenai kegunaan hasil penelitian ini menjadi penting ketika ada peneliti yang kebingunan (sulit merumuskan) apa sebenarnya hasil penelitian yang diharapkan dan sejauhmana sumbangannya terhadap kemajuan ilmu pengetahuan.104 Contoh rumusan kegunaan hasil penelitian: Dengan diketahuinya disemester berapa praktikum Perbankan Syariah dilaksanakan di prodi Perbankan Syariah, maka dosen yang memegang mata kuliah yang relevan dengan praktikum itu dapat membagi alokasi waktu sehingga materi kuliah yang memerlukan 104
Suharsimi Arikunto, Ibid, hal 53.
147
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
praktikum itu sudah harus selesai diberikan diakhir semester sebelumnya, atau paling lambat di bulan pertama semester berjalan. Dengan adanya rumusan hasil penelitian ini, maka peneliti bisa memberikan sumbangan hasil penelitiannya kepada: (i) Dosen yang memegang mata kuliah yang relevan dengan praktikum perbangkan syariah agar dapat mengalokasikan waktu perkuliahannya sesuai dengan keperluan dan tuntutan praktikum tersebut. (ii) Pengembangan kurikulum agar dapat menempatkan waktu yang tepat untuk pelaksanaan praktikum dilaboratorium pada semester dimana materi pelajaran yang ada keterkaitan dengan praktikum telah selesai diberikan. Bila kita perhatikan dengan seksama, maka dapat dikatakan kegunaan hasil penelitian merupakan tindak lanjut dari informasi atau jawaban permasalahan penelitian yang tercantum dalam kesimpulan penelitian.
148
BAB VII KAJIAN PUSTAKA
1. Arti kajian pustaka Melakukan kajian pustaka berarti mendalami, mencermati, menelaah, dan mengidentifikasi bahan kepustakaan.Melakukan kajian pustaka yang relevan dengan permasalahan penelitian merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang peneliti. Kajian pustaka ini penting karena akan memberikan jaminan bahwa penelusuran jawaban terhadap masalah penelitian yang diajukan oleh seorang peneliti telah melalui alur logika yang koheren. Dengan cara ini dapat dihindari adanya pekerjaan yang sia-sia dari peneliti, karena harus mereka-reka jawaban dengan cara mencoba sambil jalan. Ilmu pengetahuan yang ada sekarang ini bukan bukan berasal dari halaman yang kosong, tetapi berasal dari penemuan dan penyempunaan yang terus menerus oleh ilmuan sebelumnya. Melalui kajian pustaka ini peneliti paling tidak akan mengetahui sampai sejauhmana tingkat perkembangan ilmu yang telah digunakan oleh para ahli dalam membahas permasalahan yang sedang peneliti kaji, sehingga dapat terhindar dari duplikasi yang tidak perlu.105 Kajian pustaka juga bisa memberikan akses untuk membandingkan pokok masalah yang kita pilih dengan pokok masalah dan topik lain yang serupa berikut temuannya yang pernah ada. Jadi melaui kajian pustaka ini peneliti akan mendapatkan kekayaan informasi mengenai penelitian terdahulu dan juga memperkaya wawasan. 105
Anwar Sanusi, Metodologi Penelitian Bisnis, Salemba Empat Jakarta, 2011, hal 31.
149
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Dengan demikian peneliti dapat memposisikan diri dengan tepat diantara penelitian-penelitian yang sudah ada. Dengan kata lain peneliti dapat menemukan gap research (celah untuk masuk kepenelitian). Dengan menelusuri kepustakaan yang berkaitan dengan penelitian, maka peneliti akan mendapat kepastian, bahwa konstruk yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan telah tersedia.106 Tinjauan pustaka dalam penelitian kuantitatif berisi penelusuran konsep dan teori yang relevan dengan tujuan penelitian. Teori atau konsep berisi hubungan antar variabel dengan parameter yang digunakan untuk membuahkan kerangka pikir atau konseptual dari permasalahan penelitian, sebagai jawaban dari pertanyaan penelitian what, why, and how, sehingga akhirnya dapat dipahami secara utuh permasalahan penelitiannya.107
2. Manfaat kajian pustaka Dengan melakukan kajian pustaka peneliti akan memetik berbagai manfaat, antara lain sebagai berikut:108 a) Peneliti akan memperoleh kepastian apakah masalah penelitian yang akan dikaji lebih dalam itu belum memperoleh jawaban secara tuntas. Perlu diingat oleh peneliti bahwa ilmu yang ada sekarang ini adalah hasil proses panjang yang bisa jadi telah dikembangkan oleh orang-orang sebelum peneliti tertarik untuk menguji dan mengembangkan ilmu yang bersangkutan. Dengan melakukan kajian pustaka peneliti akan memiliki pengetahuan yang lebih luas tentang masalah penelitian yang akan dikaji lebih dalam.Jika ternyata masalah penelitian yang menarik perhatiannya itu telah dijawab secara tuntas oleh orang lain (peneliti terdahulu),maka sebaiknya peneliti tidak meneruskan untuk meneruskan pengkajian
106
Moh Kasiram, Metodologi Penelitian Kualitatif –Kuantitatif, UIN MALIKI Press Malang 2010, hal 236. 107 Supriyanto dan Djohan, Metode Riset Bisnis dan Kesehatan, Grafika Wangi Kalimantan Banjarmasin 2011, hal 49. 108 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kencana Prenada Media Group Jakarta, 2013, hal 31-32.
150
Kajian Pustaka
ulang, karena yang demikian itu hanya akan memboroskan sumber daya yang dimiliki. b) Dengan melakukan kajian pustaka besar kemungkinannya peneliti akan menemukan berbagai masalah penelitian yang sangat potensial untuk dikaji lebih lanjut.Peneliti dapat menimbang-nimbang masalah penelitian yang baru ditemukan dari sisi kebutuhan teoritis dan maupun keperluan praktis. c) Peneliti yang dengan tekun melakukan kajian pustaka secara teoritis akan merasa dituntun dalam mencari jawaban masalah penelitian. Hal ini karena disaat peneliti melakukan kajian pustaka, peneliti akan menemukan konsep-konsep, proposisi-proposisi, dalil-dalil, dan teori-teori yang relevan dengan masalah penelitian yang sedang dicari jawabannya. Dari itu kemudian peneliti dapat melakukan pemerincian sehingga dihasilkan kesimpulan teoritis yang tinggi tingkat kebenarannya. Demikian pula melalui hasil-hasil pengujian hipotesis yang telah pernah dilakukan oleh ilmuan sebelumnya, kesimpulan teoritis yang diperoleh melalui kajian teori. Pada akhirnya peneliti akan mempunyai keteguhan hati untuk menetapkan jawaban sementara (hipotesis) atas masalah penelitian itu. d) Dengan melakukan kajian pustaka, peneliti akan merasa mantap dalam mempertanggung jawabkan karya ilmiahnya karena sudah memenuhi persyaratan metode keilmuan yaitu metode ilmiah. Paling tidak, sampai pada tahap ini peneliti telah memenuhi aspek koherensi karena jawaban yang diperkirakan mendekati kebenaran itu lahir dari pengkajian teori yang melatar belakangi masalah penelitian. Tinjauan pustaka pada penelitian kuantitatif adalah suatu tahap yang harus dilakukan, karena langkah ini merupakan tahap yang penting untuk : a) Menentukan “state of the art” (sebuah langkah mutakhir dari penelitian yang akan dilakukan ini), dimana penelitian yang akan dilakukan dapat dibedakan dengan penelitian lain dimanapun. Jadi tinjauan pustaka itu dilakukan juga untuk melihat dimana posisi teoritis yang akan dikembangkan. Pada langkah ini peneliti dapat menentukan dimana posisi penelitiannya itu didalam “pohon 151
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
pengetahuan” yang besar, dia berada diranting atau cabang (paradigma pengetahuan) yang mana, mengapa dan bagaimana ia berada diposisinya itu. b) Tinjauan pustaka juga digunakan untuk menentukan teori apa yang digunakan, dan dari teori itu peneliti dapat mmenentukan hipotesis penelitian dan variabel-variabel penelitiannya.Pada penelitian kuantitatif keharusan menggunakan teori untuk menjelaskan variabel yang digunakan atau dengan kata lain setiap variabel yang digunakan harus memiliki teori.Variabel yang tidak memiliki teori harus ditinggalkan sampai ditemukan teorinya, atau mengganti variabel yang sesuai dengan teorinya. Begitu pentingnya tinjauan pustaka, sehingga didalam tahap ini perlu diperhatikan beberapa hal: (i) bagaimana penelusuran pustaka dilakukan, (ii) bagaimana menilai pustaka, (iii) bagaimana mengintegrasikan pustaka kedalam penelitian yang akan dilakukan. Secara teknis dapat kita ajukan pertanyaan, apa yang dimaksud dengan tinjauan pustaka? Secara teknis pula dapat dijawab bahwa tinjauan pustaka adalah langkah membahas penerbitan informasi dalam bidang subjek yang ada kaitan erat dengan penelitian yang akan dilakukan dalam jangka waktu tertentu. Penyajian tinjauan pustaka bisa saja dilakukan dalam ringkasan sederhana dari sumber-sumber yang ada, tetapi tetap dalam pola pengorganisasian yang umum berlaku baik dalam ringkasan maupun sintesis.
3. Tujuan kajian pustaka Dari telaah yang dilakukan dalam literatur beberapa tujuan tinjauan pustaka (literatur) dapat di kemukakan sebagi berikut:109 a) Untuk menunjukan kemampuan ilmiah peneliti mengidentifikasi informasi yang relevan. b) Untuk mengidentifikasi gap dalam penelitian dan menetapkan celah atau pintu masuk kepenelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. 109
Burhan Bungin, Ibid , hal 31.
152
Kajian Pustaka
c) Untuk mengevaluasi dan melakukan sintesis informasi sejalan dengan konsep-konsep yang diajukan peneliti untuk keperluan penelitian. d) Untuk kepentingan justifikasi penelitian yang dilakukan oleh peneliti. e) Untuk mengidentifikasi kesenjangan yang ditemukan dalam literatur. f) Untuk menghindari duplikasi dalam penelitian yang sama yang belum sempat diverifikasi. g) Untuk memulai melaksanakan suatu penelitian dimana peneliti lain telah mencapai suatu tahap, sehingga kita tidak perlu mengulangi. h) Untuk meningkatkan pengetahuan peneliti tentang luas wilayah penelitian yang dilakukannya. i) Untuk mengidentifikasi kesenjangan literatur dalam khazanah pengetahuan yang ditekuni peneliti
4. Sumber-sumber kajian pustaka Ada beberapa sumber yang biasa digunakan dalam penelusuran literatur (tinjauan pustaka): a) Sumber primer yaitu sumber langsung, (yang tidak dimbil dari yang sudah diinterpretasi oleh orang (peneliti) lain. b) Sumber sekunder yaitu buku, artikel, dan tulisan-tulisan lain oleh para sarjana dan peneliti yang melaporkan pekerjaan mereka kepada orang lain. c) Sumber tersier yaitu ensiklopedia, indeks, buku teks (termasuk juga demografi, monografi, laporan BPS, dan semacamnya yang sudah diterbitkan), dan sumber referensi lainnya. Saat ini sumber-sumber literatur yang dapat dijadikan bahan kajian pustaka dibuat dalam berbagai bentuk: cetak, grafis, video-teks, ataupun bersumber dari online.Sumber online diwaktu yang akan datang diprediksi akan semakin berkembang, sehingga bukan tidak mungkin akan terjadi nanti semua jenis literatur akan menggunakan format elektronik, seperti: e-paper, e-jurnal, e-book, e-magazine, e153
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
mail, e-interview, e-article, dan e-library. Format penyimpanan data elektronik ini juga semakin berkembang, sehingga orang akan merasa lebih aman dan nyaman menyimpan literatur ini didunia maya.110 Agar penelusuran kajian pustaka itu lebih efektif, ada baiknya mahasiswa atau calon peneliti lebih dahulu berupaya memastikan dari mana saja sumber-sumber informasi yang bisa digunakan. Untuk itu selain yang ditunjukan oleh Bungin (2002) diatas, ada juga petunjuk dari pakar lain yang bisa diikuti, seperti misalnya: Buku-buku teks, Jurnal ilmiah, Referensi statistik, Karya tulis pada akhir tahapan studi (Skripsi, Tesis, dan Disertasi), Internet.111 a) Buku-buku teks, yang merupakan sumber utama yang harus menjadi sasaran utama bagi para peneliti untuk memperoleh informasi ilmiah yang relevan dengan permasalahan penelitian yang akan ditelitinya. Buku-buku teks ini biasanya tersimpan di perpustakaan-perputakaan Perguruan Tinggi, Perpustakaan Umum milik pemerintah, Perpustakaan milik perorangan, dan tentunya juga ada di toko-toko buku, terutama di toko buku yang sudah termasuk toko buku yang lengkap. b) Jurnal-jurnal ilmiah, jurnal ini juga menjadi sumber yang potensial untuk mendapatkan informasi ilmiah. Sekarang ini sudah tidak sulit lagi mencari jurnal ilmiah, karena hampir semua perguruan tinggi sudah memiliki jurnal ilmiah, minimal untuk kalangan sendiri. Jurnal ilmiah mempunyai klasifikasi, minimal yang kita kenal ada tiga klasifikasinya, yaitu: (i) Jurnal Internasional, (ii) Jurnal Nasional (Jurnal yang Terakreditasi oleh (Dikti) Direktorat Perguruan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan (iii) Jurnal yang diterbitkan oleh suatu Perguruan Tinggi, yang masih belum terakreditasi karena sesuatu dan lain hal belum memenuhi syaratsyarat untuk terakreditasi. Jurnal ini biasanya diterbitkan secara berkala per semester (6 bulan sekali), per kuartal (4 bulan sekali), dan per triwulan (3 bulan sekali). Jurnal ini diterbitkan secara berkala baik dalam bentuk tertulis seperti buku atau majalah, maupun dalam bentuk file yang 110 111
Burhan Bungin, Ibid, hal 32. Anwar Sanusi, Loc Cit, hal 32-33.
154
Kajian Pustaka
disimpan dalam CD. Dalam bidang ekonomi dan bisnis misalnya kita kenal jurnal : Bulletin of Indonesian Economics Studies, Journal of Asean Economics, Cato Journal, Journal of Finance, Journal of Management, Journal of Political Economy, Prisma, dan sebagainya. Selain itu di Indonesia juga terdapat cukup banyak jurnal yang sudah terakreditasi yang diterbitkan oleh berbagai Perguruan Tinggi.Jurnal-jurnal tersebut memuat berbagai artikel ilmiah baik berupa hasil pemikiran, maupun hasil-hasil penelitian. Informasi ilmiah yang dihasilkan oleh penelitian terdahulu merupakan bahan kajian pustaka yang sangat berharga bagi peneliti untuk melakukan penelaahan terhadap temuan-temuan empiris oleh peneliti terdahulu dalam topik yang sama, sehingga memudahkan bagi peneliti berikutnya untuk: (i) menemukan gap research (pintu masuk kepenelitian), (ii) melihat apa saja variabel penelitiannya, sehingga peneliti berikutnya dapat menentukan variabel yang berbeda untuk penelitiannya, (iii) menemukan benang merah yang bisa dijadikan premis-premis (kecenderungan) yang mendukung perumusan hipotesis penelitian yang sedang dikerjakannya. c) Referensi statistik,merupakan sumber informasi ilmiah yang dapat di akses oleh peneliti. Referensi statistik ini sangat penting bagi penelitian kuantitatif, karena segala informasi dan penjelasan yang dibahas dalam penelitian kuantitatif untuk menyakinkan para pembaca harus didukung dengan data berupa angka resmi yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, dalam hal ini untuk Indonesia instansi utama yang berwenang menerbitkan data yang menyangkut angka resmi itu adalah Badan Pusat Statistik (BPS) yang mempunya perpanjangan tangan sampai ke Provinsi dan Kabupaten/Kota diseluruh Indonesia. Selain BPS sebagai penyaji data statistik utama, juga data bisa diambil dari instansi yang berwenang dalam bidangnya masing-masing, seperti misalnya: Bank Indonesia untuk data yang menyangkut keuangan (moneter), Badan Perencanaan Pembanguan Nasional (BAPPENAS) untuk bidang kegiatan pembangunan,Kemendikbud untuk bidang pendidikan, Kemenag untuk bidang keagamaan, dan lain-lain.
155
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
d) Skripsi, Tesis, dan Disertasi Hasil-hasl penelitian pada jenjang kesarjanaan S1 (Skripsi), S2 (Tesis), dan S3 (Disertasi) juga menyimpan informasi ilmiah dan dapat dijadikan sumber kajian pustaka dalam penelitian. Dengan menelaah bahan ini paling tidak peneliti akan mendapatkan beberapa keuntungan berikut ini: (i) Seperti halnya mengkaji jurnal peneliti akan dapat membandingkan dan memposisikan permasalahan yang dikaji, dengan permasalahan yang sudah diteliti oleh orang lain. (ii) Peneliti dapat bekerja sambil belajar tentang cara-cara bagaimana orang lain menjawab permasalahan penelitian, dan kemudian menyajikannya dalam bentuk laporan hasil penelitian yang terorganisir dengan baik. (iii) Peneliti juga dapat belajar bagaimana orang lain (peneliti terdahulu) membuka diri untuk konsisten, jujur, dan bertanggung jawab atas temuan-temuan ilmiah yang diperoleh baik berupa keunggulan dan kelemahannya. Dari manfaat yang diperoleh ini peneliti akan mendapat pengalaman berharga yang kemudian akan memberinya nilai positif dalam menyelesaikan penelitian yang sedang dilakukannya. e) Internet Internet merupakan jaringan internasional dari ribuan jaringan komputer yang menghubungkan jutaan komputer dan penggunanya. Oleh karena itu maka tak heran jika akhir-akhir ini internet menjadi bahan kajian pustaka terluas, tercepat, termurah dalam peradaban manusia.Hal ini dapat terjadi tidak lepas dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi (information technology). Hanya saja penulis melihat ada kelemahan dalam penyajian internet ini, seperti misalnya sumber informasi yang disajikan sering tidak disebutkan secara jelas dan lengkap (dari siapa, buku, jurnal, tesis, atau sumber lainnya itu, dari siapa, tahun berapa terbitnya, dan pada halaman berapa) sehingga kurang meyakinkan khususnya bagi pengguna yang kritis.Kelemahan ini menyebabkan penggunaan informasi yang bersumber dari internet ini oleh pihak-pihak yang kritis masih 156
Kajian Pustaka
sangat dibatasi (hanya digunakan apabila tidak menemukan lagi sumber lain yang lebih meyakinkan dan memenuhi syarat).
5. Langkah-langkah menulis kajian pustaka Peneliti perlu memiliki keterampilan dalam mengkaji bahan pustaka. Keterampilan dalam mengkaji bahan pustaka ini penting sekali bagi peneliti agar informasi ilmiah yang akan dikumpulkan nantinya sesuai dengan keperluan peneliti dan dari segi penggunan waktu juga efisien dan efektif. Menurut Sanusi (2011: 14-15) ada beberapa langkah yang perlu dilakukan oleh peneliti: a) Melakukan identifikasi terhadap variabel-variabel yang terungkap secara eksplisit dalam rumusan masalah penelitian. Hal ini penting dilakukan agar melakukan kajian pustaka, sehingga informasi ilmiah yang diperoleh benar-benar bermanfaat sebagai dukungan teoritis terhadap masalah penelitian yang sedang anda kerjakan. Pada saat peneliti merumuskan masalah penelitian, disitu sudah bisa diidentifikasi variabel apa saja yang terlibat dalam penelitian. Misalnya rumusan masalah penelitian itu adalah: “Sejauhmana pengaruh investasi swasta dan kualitas sumber daya manusia terhadap pembangunan ekonomi di Indonesia”?. Dari rumusan masalah itu dapat diidentifikasi ada 3 masalah penelitian yang teridentifikasi masing-masing: pembangunan ekonomi, sebagai variabel terikat (yang dipengaruhi), investasi swasta dan kualitas sumberdaya manusia sebagai variabel bebas (yang mempengaruhi). b) Siapkan folder-folder dalam komputer peneliti yang akan memuat nama dari masing-masing variabel, dan pada masing-masingfolder akan memuat nama-nama file yang berhubungan perilaku variabel itu. Misalnya folder-1 bernama pembangunan ekonomi, folder-2 bernama investasi swasta, dan folder-3 bernama kualitas SDM. Untuk zaman sekarng ini merupakan cara terbaik, lebih praktis dari cara-cara tradisional dengan sistem kartu atau tulis tangan sudah mulai ditinggalkan. Apalagi sekarang sudah banyak komputer dengan berbagai ukuran dan harganya juga terjangkau. c) Mulailah melakukan pengkajian terhadap terhadap bahan pustaka yang diperoleh dengan terlebih dahulu fokus pada variabel 157
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
terikatnya, baru kemudian pada variabel bebasnya.Fokus pada variabel terikat adalah wajar karena variabel inilah yang menjadi pusat perhatian peneliti. Amati dengan cermat topik-topik yang ada dalam bahan pustaka, kemudian pilih topik yang relevan dengan variabel itu. Lakukan pencatatan dengan komputer pada folder yang sudah disiapkan oleh peneliti. Sebagai contoh pada folder-1 Pembangunan Ekonomi-File pengertian, peneliti akan mencatat hasil kajian pustaka misalnya sebagai berikut: Contoh membuat folder Pengertian Pembangunan Ekonomi (1) Economic development implies not only more output, but also different kinds of output then were previously produced, as wel as changes in the technical and institutional arrangements by with output is produced and ditributed. Bruce Herrick and Charles P. Kindleberger (1984). “Economic Development”. Fourth Edition Mc Graw Hill Book Co, Singapore, P. 21. (2) Suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu negara meningkat dalam jangka panjang. Tiga sifat penting dalam pembangunan ekonomi terkait dengan definisi ini yaitu: a) suatu proses yang berarti merupakan suatu perubahan yang terjadi terus menerus; b) usaha untuk menaikan tingkat pendapatan pendapatan perkapita; c) kenaikan pendapatan perkapita itu harus terus berlangsung dalam jangka panjang. Setelah semua folder terisi dengan informasi-informasi ilmiah yang dipandang cukup oleh peneliti dalam proses mengkaji bahanbahan pustaka, maka tuangkan informasi ilmiah itu kedalam bentuk tulisan pada Bab Kajian Pustaka atau Bab Kajian Teori. Sebelum menuangkan kedalam tulisan, amati amati dan pelajari lagi secara cermat tentang perilaku masing-masing variabel dan antar variabel melalui teori yang mendasari variabel hubungan variabel itu. Kecenderungan-kecenderungan dari perilaku baik sendiri-sendiri, maupun dalam interaksinya dengan variabel yang lain akan 158
Kajian Pustaka
menuntun peneliti untuk mengenali hubungan antar variabel, apakah berupa hubungan korelatif, komparatif, atau kausalitas (sebab akibat).Pengetahuan tentang hubungan variabel yang diperkuat dengan informasi hasil-hasil temuan peneliti sebelumnya pada fenomena yang sama akan memberikan keteguhan hati peneliti untuk membnuat pernyataan ilmiah yang secara logis dapat diterima. Pada saat menuangkan informasi ilmiah kedalam tulisan sering kali ditemukan peneliti menggunakan pernyataan atau pendapat orang lain yang diambil dari berbagai sumber berupa “kutipan”. Untuk itu peneliti perlu mengemukakannya secara jujur dengan menuliskannya dari siapa dan dari mana sumbernya pendapat yang dikutipnya itu. Untuk ini sekali Sanusi (2011) memberi petunjuk sebagai berikut:112 (a) Apabila dalam kutipan perlu dihilangkan beberapa bagian kalimatnya, maka untuk bagian yang dihilangkan itu diberi titik 3 kali pada awal pengetikannya. (b) Setelah kutipan selesai ditulis, tunjukkan sumber kutipan dengan menuliskan nama keluarga penulis (gelar tidak perlu dicantumkan), tahun buku, kemudian nomor halaman yang dikutip.Penunjukan sumber kutipan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu didepan atau dibelakang: (i) Di depan maka penulisannya sebagai berikut: Menurut Sukirno (1981: 31), pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu negara meningkat dalamjangka panjang. (ii) Di belakang maka penulisannya …pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu negara meningkat dalam jangka panjang (Sukirno, 1981: 31). (c) Apabila penunjukan sumber referensi mempunyai nama pengarang yang sama dengan buku yang berbeda, maka penulisannya dapat dilakukan dengan memberi indeks angka
112
Anwar Sanusi, Ibid, hal
159
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
atas huruf dibelakang tanda kurung yang diketik naik satu spasi, misalnya Arikunto (1998: 24). (d) Penunjukan sumber referensi dengan jumlah pengarang terdiri 2 orang atau maksimal 3 orang, maka yang ditulis hanya nama yang pertama saja. (e) Apabila jumlah pengarang dari sumber referensi lebih dari tiga orang, maka yang ditulis hanya nama pengarang yang pertama saja, kemudian diikuti dengan dengan singkatan et al. Contoh misalnya buku yang ditulis oleh Arikunto, Guritno, Masri Singarimbun, Suparmoko, maka ditulis Arikunto at al, (1998: 25). (f) Apabila sumber referensi diambil dari sejumlah kumpulan atau “bunga rapai” maka cukup diuliskan nama penyunting terakhir dengan ditambahkan ed. dibelakang nama penyunting tersebut.Contoh misalnya Subiantoro ed. (2000: 15). (g) Apabila sumber referensi tidak ada nama pengarang maka penunjukan referensi dapat dilakukan dengan menuliskan nama lembaga, dan bila terlalu panjang dapat disingkat. Contoh misalnya: IDI (2000: 35). (h) Atau (bulan) Apabila sumber referensi berasal dari jurnal atau majalah ilmiah, maka penulisnnya secara berurutan: nama jurnal atau majalah ilmiah, edisi atau nomor penerbitan atau periode penerbitan (tanggal atau bulan) dan diikuti dalam kurung tahun dan halaman. Contoh nya: Indikator, Januari (2000: 25) atau Indikator, Nomor 1 (2000: 25). Dalam perspektif lain menurut Bungin (2005) langkahlangkah menulis tinjauan pustaka itu dapat dilakukan dalam beberapa tahap: (a) Langkah pertama gerorientasi daftar bacaan. Ketika peneliti membaca artikel, buku, dan lain-lain yang berkaitan dengan topik penelitiannya, peneliti dapat menulis sebuah sinopsis singkat dan kritis untuk masing-masing literatur yang dibaca. Setelah melalui daftar bacaan, peneliti akan memiliki abstrak atau kemungkinan akan menyertakan referensi lebih banyak untuk karya lain karena peneliti akan memiliki 160
Kajian Pustaka
bacaan-bacaan literatur sebelumnya untuk membandingkan, tetapi pada saat ini tujuan yang penting adalah untuk mendapat ringkasan kritis yang akurat dari setiap tinjauan pustaka. (b) Langkah kedua organisasi tematik.Cari tema umum dalam karya-karya yang dibaca oleh peneliti dan mengatur karya kedalam kategori tertentu. Biasanya setiap bacaan peneliti masukan dalam satu kategori atau subsistem dari tema utama yang peneliti buat, tetapi kadang-kadang sebuah karya dapat ditemukan lebih dari satu kategori (jika setiap bacaan yang peneliti baca bisa masuk kesemua kategori yang dibuat peneliti, mungkin perlu memikirkan kembali bagaimana harus menyiapkan organisasi bacaan tertentu sehingga mudah untuk dilacak kembali). Contoh misalnya menulis beberapa paragraf singkat untuk menguraikan kategori bacaan peneliti, bagaimana kaitan dalam setiap kategori dan hubungan satu sama lain, dan bagaimana kategori berhubungan satu sama lain dan dengan tema keseluruhan. (c) Langkah ketiga membaca lebih banyak. Berdasarkan pengetahuan yang peneliti dapatkan dalam membaca, peneliti harus memiliki pemahaman yang lebih baik dari topik dan literatur yang berkaitan dengannya. Mungkin peneliti telah menemukan hasil penelitian tertentu yang penting untuk bidang atau metodologi penelitian tanpa peneliti sadari. (d) Langkah keempat menulis bagian individu. Untuk setiap bagian tematik, gunakan penjelasan konsep yang dibuat sendiri oleh peneliti untuk menulis bagian yang membahas artikel-artikel yang relevan dengan tema itu.Fokus tulisan peneliti pada tema bagian tersebut, menunjukkan bagaimana artikel berhubungan satu sama lain dan dengan tema, dari pada memfokuskan tulisan peneliti pada setiap artikel individu. Gunakan artikel sebagai bukti untuk mendukung tema kritik peneliti dari pada menggunakan tema sebagai fokus untuk membahas setiap artikel individu. 161
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Sebagaimana Sanusi (2011), Bungin (2005) juga memberikan petunjuk bagaimana menulis tinjauan pustaka, seperti berikut ini:113 (a) Latar belakang. Dalam bagian pertama dapat diringkas, bagaimana mendapatkan kalimat penting didalam tujuan tinjauan pustaka, dimana peneliti dengan satu atau dua kalimat menjelaskan kebutuhan untuk tinjauan pustaka yang akan dilaksanakan. (b) Naskah. Daftar dokumen termasuk dalam kajian ini, Sebagai contoh: 31 naskah asli, 1 monograf, 5 review, 4 artikel populer, dan 1 naskah. (c) Temuan.Tulis beberapa kalimat disini untuk menguraikan temuan-temuan utama dari dokumen yang peneliti tinjau.Berikan data yang ditemukan dan berikan pula interpretasi terhadap temuan-temuan yang diperoleh peneliti itu, yang ditulis didalam nakah tersebut, termasuk sebesar apa efek temuannya. Didalam mengulas temuantemuan ini, gunakan bahasa sederhana dan tidak ada singkatan. (d) Kesimpulan. Bagian ini merupakan ringkasan, peneliti hanya perlu satu atau dua kalimat.Cobalah untuk memasukkan sebuah kesimpulan praktis yang signifikan dalam kesimpulan ini. (e) Penelitian lebih lanjut. Tunjukan apa yang peneliti pikirkan sekarang dan perlu dilakukan. Ringkasan tersebut kira-kira terdiri dari kurang dari 300 kata agar lebih ekonomis.
6. Strategi menulis tinjauan pustaka Beberapa langkah strategis untuk menulis tinjauan pustaka dapat dilakukan dengan: (a) Menemukan sebuah fokus. (b) Suatu tinjauan literatur, seperti makalah biasanya dilakukan disekitar ide-ide penelitian yang diperbincangkan banyak orang, 113
Burhan Bungin, Loc Cit, hal 33-34.
162
Kajian Pustaka
bukan sumber-sumber sendiri sebagai bibliografi yang terkait. Ini berarti peneliti tidak hanya sekedar mencatat daftar sumbersumber bacaan peneliti dan masuk kedalam detail tentang masingmasing dari mereka satu per satu. Ketika peneliti membaca lebih banyak literatur maka ia harus semakin selektif dan selalu konsentrasi disekitar topik peneliti, Pertimbangkan pula apakah tema-tema atau isu-isu didalam literatur yang dibaca itu terhubung dengan sumber literatur yang lain secara bersama sama. Apakah literatur itu hadir dengan satu atau lebih solusi yang berbeda. Apakah ada suatu aspek dari bidang tertentu yang hilang. Seberapa baik gagasan-gagasan didalam literatur itu hadir dan menggambarkan teori sesuai dengan teori yang tepat. Apakah mereka mengungkapkan tren tertentu dilapangan. pilih satu tema untuk fokus pada struktur tinjauan pustaka yang peneliti baca.Untuk lebih memudahkan memahami berikut ini dikutipkan contoh tabel ringkasan tinjauan pustaka : Tabel: 7.1 Ringkasan Tinjauan Pustaka Contoh Teori Konstruksi Sosial Media Massa
Kemudian selanjutnya menurut Bungin detail struktur umum tinjauan pustaka itu kerangka garis besarnya adalah sebagai berikut:114 (a) Abstrak; ringkasan isi artikel. (b) Pendahuluan; sebuah penjelasan tentang tujuan penelitian, pernyataan dari pertanyaan penelitian. (c) Dokumen tinjauan; sebuah penilaian kritis yang dilakukan selama ini tentang topik ini, untuk menunjukan bagaimana
114
Burhan Bungin, Ibid, hal 35.
163
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
penelitian ini berkaitan dengan apa yang telah dilakukan oleh peneliti yang lain. (d) Metode;bagaimana penelitian dilakukan (misalnya instrumen atau peralatan, prosedur, metode untuk mengumpulkan menganalisis data. (e) Hasil; apa yang ditemukan dalam penelitian. (f) Diskusi; apa arti dan maksud dari hasil temuan penelitian yang dijelaskan pada bagian hasil. (g) Kesimpulan; kesimpulan dan implikasi hasil, yaitu mendiskusikan bagaimana kaitannya dengan studi peneliti ditinjau dalam tinjuan pustaka, juga arahkan untuk bekerja lebih lanjut. Selanjutnya tinjauan pustaka juga bisa memberikan akses untuk membandingkan pokok masalah yang kita pilih dengan pokok masalah dan topik yang serupa berikut temuan-temuannya yang pernah ada. Jadi kita akan mendapat kekayaan informasi mengenai penelitian terdahulu, juga memperkaya wawasan. Dengan demikian kita dapat memposisikan dengan baik penelitian yang hendak kita lakukan diantara penelitian-penelitian yang dilakukan oleh orang lain sebelumnya. Dengan melakukan Kajian pustaka dapat memberikan kepastian bahwa konstruk yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan telah tersedia dan peneliti akan menemukan gap research (celah atau pintu masuk ke penelitian) yang bisa dimasuki, sehingga tidak akan terjadi duplikasi.
164
BAB VIII KONSEP, VARIABEL, DAN PENGUKURAN
1. Konsep penelitian Setiap penelitian kuantitatif selalu dimulai dengan menjelaskan konsep penelitian yang akan digunakan. Konsep penelitian ini merupakan kerangka acuan yang akan digunakan oleh peneliti untuk mendesain instrumen penelitian. Konsep penelitian juga dibangun dengan maksud agar masyarakat akademik atau masyarakat ilmiah dan konsumen penelitian memahami apa yang dimaksud dengan pengertian variabel, indikator, parameter, maupun skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian yang dilaksanakannnya. Contohnya dalam mengonsepsi perilaku salah prosedur dalam birokrasi sebagai kategori dari fenomena penyalahgunaan wewenang: kebiasaan membolos kerja, sebagai kategori dari fenomena ketidakdisiplinan; kebiasaan melakukan pencatatan terhadap pengeluaran harian keuangan perusahaan sebagai kategori manajamen keuangan perusahaan yang baik. Konsep dibangun dari teori-teori yang digunakan untuk menjelaskan variabel-variabel yang akan diteliti. Karena itu konsep memiliki tingkat generalisasi yang berbeda satu dengan yang lainnya, bila dilihat dari kemungkinan dapat diukur atau tidak. Misalnya konsep kepuasan pegawai, lebih mudah dan dapat diukur dari pada konsep kesejahteraan pegawai, konsep merupkan atribut dari berbagai kesamaan dari fenomena yang berbeda. Misalnya orang berbeda pendapat mengenai kegemaran menonton televisi, baik itu mengenai
165
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
pemberitaan, hiburan, iklan, sinetron, film, dan sebagainya, akan tetapi mereka sama-sama menggemari televisi.115 Dari penjelasan diatas maka sesungguhnya ada dua desain yang perlu diperhatikan dalam membangun konsep yaitu generalisasi dan abstraksi, generalisasi adalah bagaimana memperoleh prinsip dari berbagai pengalaman yang berasal dari literatur dan kenyataan empiris. Misalnya seorang anak melihat bagaimana pelangi muncul dengan beragam warna dan bentuk yang menawan, kemudian anak itu dapat membaca berbagai literatur, mengenai bagaimana pelangi itu muncul, ada, dan kemudian menghilang. Sedangkan yang dimaksud dengan abstraksi mencakup ciri-ciri umum yang khas dari fenomena yang dibicarakan itu. Ciri-ciri itu dihimpun bersama oleh individuindividu atau kelompok-kelompok tertentu sehingga melahirkan kesadaran intersubjektif yang menempatkan kedasaran itu dalam kategori. Contohnya positioning dalam konsep media, menunjukan sebuah aktivitas untuk menempatkan sebuah acara atau program agar mendapat perhatian yang banyak dari pemirsa dan pemasang iklan. Juga konsep peran dalam sosiologi, dimana peran menunjukan pola perilaku orang yang ditentukan oleh peran sosial yang didudukinya. Konsep dalam pengertian sehari-hari digunakan untuk menjelaskan dan meramalkan, tetapi dalam pengertian ilmiah harus memiliki kriteria yang tepat dalam menjelaskan variabel penelitian. Oleh karena itu konsep yang bermanfaat adalah konsep yang dibentuk menjadi penjelasan dan menyatakan sebab akibat, yaitu konsep yang dibentuk dengan kebutuhan untuk menguji hipotesis dan penyusunan teori yang masuk akal, serta dapat diuji regularitasnya.116 Selain mendesain variabel dan interaksi variabel-variabel penelitian, peneliti juga perlu mendesain konsep penelitian dan konsep operasional atau definisi operasional variabel-variabel penelitian itu. Konsep penelitian didesain untuk memberi batasan pemahaman tentang variabel penelitian, sedangkan konsep operasional variabel penelitian dibuat untuk membatasi parameter atau indikator yang 115
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kencana Prenada Media Utama Jakarta, 2013, hal 67. 116 Burhan Bungin, Ibid, hal 69.
166
Konsep, Variabel, dan Pengukuran
diinginkan peneliti dalam penelitian sehingga apapun variabel penelitiannya, semuanya hanya muncul dari konsep tersebut. Kemudian masih ada satu hal lagi yang perlu diperhatikan disini, bahwa dalam penelitian kuantitatif konseptualisasi hanya dapat dilakukan setelah peneliti membaca teori yang akan digunakan dalam penelitian, baik itu grand theory, middle theory, atau application theory. Dengan kata lain konsep penelitian dilahirkan dari teori yang digunakan oleh peneliti dalam sebuah penelitian dan teori yang digunakan oleh peneliti dalam sebuah penelitian dan teori yang telah menghasilkan konsep penelitian itu akan mengarahkan peneliti kepada metode yang digunakan untuk menguji data yang diperoleh dilapangan, secara teoritik hubungan antara teori dengan konsep dan metodologi dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar: 8.1 Hubungan antara Teori, Konseptualisasi, dan Metodologi
Dari gambar: 8.1 diatas peneliti dapat memahami bahwa langkah pertama yang ia harus lakukan adalah mempelajari lebih dahulu grand theory (teori induk) yang sudah ada yang relevan dengan penelitian yang sedang dilakukannya. Kemudian ia meneruskan mempelajari middle theory yang sudah ada yang relevan juga dengan penelitian yang sedang dilakukannya. Bila peneliti tidak menemukannya, maka ia harus membuat turunan dari grand theori (teori induk), dimana nanti setelah dapat diterapkannya akan berkembang menjadi middle theory, setelah dapat diterapkan atau dimodifikasi oleh orang lain (peneliti berikutnya). Proses ini merupakan analogi dari cara kita membuat rumus turunan dari rumus induk matematika, ketika kita akan menyelesaikan suatu soal matematika. Dari proses analogi itu kita bisa membuat rumus-rumus turunan dari rumus induk yang pertama, sehingga seperti halnya soal-soal matematika pada akhirnya semua soal itu dapat diselesaikan dan tidak ada soal yang tidak dapat diselesaikan.
167
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
2.
Konseptualisasi
Yang dimaksud dengan konseptualisasi adalah sistematika langkah atau prosedur yang harus diikuti dalam menyusun kerangka konsep penelitian yang baik, bersandarkan kerangka berpikir yang benar dan ilmiah yang biasa dilakukkan dengan pendekatan berpikir ontologi, epistemologi, dan axiologi. Ontologi yang kita tulis dalam bahasa Indonesia berasal dari kata dalam bahasa Inggris “ontology” yang akar katanya berasal dari bahasa Yunani on-ontos (yang berarti adakeberadaan)dan logos yang berati studi, ilmu tentang.117 Ontologi (ontology)adalah logika berpikir untuk mencoba menjelaskan atau mendiskripsikan apa yang menjadi atribut dari masalah, epistemologi (epistemology) adalah menjelaskan bagaimana hubungan masalah dengan variabel yang lain, yang diduga sebagai penyebab timbulnya masalah. Epistemologi ini bisa didapat dari pengalaman, tinjauan teori atau hipotesis yang diajukan orang lain. Sedangkan aksiologi (axiology) mencoba memanfaatkan temuan epistemologi untuk menjelaskan masalah, dari mempelajari masalah itu kita juga bisa meramalkan besarnya masalah itu bila tidak dilakukan tindakan penyelesaian.118 Bagaimana proses berpikir dengan menggunakan ontologi, epistemologi, dan aksiologi itu dapat digambarkan sebagai berikut:
117 118
Idzam Fautanu, Filsafat Ilmu, Referensi Jakarta, 2012, hal 120. Supriyanto dan Djohan, Metodologi Riset Bisnis, Grafika Wangi Kalimantan Banjarmasin, 2011, hal 81.
168
Konsep, Variabel, dan Pengukuran
Gambar 8.2 Proses Dasar Berpikir yang Ilmiah
Dengan berpikir melalui tahapan proses berpikir yang benar (ilmiah) ontologi, epistemologi, dan axiologi sebagaimana diringkaskan dalam gambar: 8.2 diatas, maka peneliti akan menemukan fenomena atau masalah penelitian yang biasa disebut research problem yang akan dipelajari untuk selanjutnya dilakukan penelitian. Masalah penelitian dapat dinyatakan dalam kalimat (proposisi) yang terdiri dari faktor atau variabel. Ruang lingkup masalah penelitian (research problem), dapat dijelaskan dengan faktor atau variabel yang mempengaruhi timbulnya masalah dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Selanjutnya masalah penelitian ini dapat dipelajari melalui penelusuran kepustakaan, jurnal, dan hasil penelitian orang lain, dan bahkan juga bisa dari pengalaman diri sendiri. Masalah harus dideskripsikan menurut besarnya masalah, tingkat kepentingan, tempat terjadinya masalah, dan waktu terjadinya masalah. Itulah yang kita sebut dengan istilah ontologi tadi, yang biasa kita tanyakan dengan 169
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
what is the problem? Kemudian teori, konsep, prinsip, hukum, premis, maupun rumus yang mendahului mencoba menjawab permasalahan atau penyebab masalah yang kita sebut lingkup epistemologi. Epistemologi ini akan menjawab pertanyaan penelitian yang biasa kita ajukan Why it happen?, yang selanjutnya kita sebut dengan analisis. Analisis adalah kegiatan mengusai dari “what” untuk mendapatkan gambaran problematika permasalahan atau penyebab akar masalah dan karakteristik hubungan antar variabel masalah dan penyebab masalah, dan hasil analisisnya berupa akar penyebab masalah sebagaimana nampak dalam gambar: 8.3. berikut ini:
Gambar: 8.3 Proses Membangun Kerangka Konseptual penelitian
Tahap selanjutnya adalah menelaah hasil pertanyaan “what” dan hasil analisis dari pertanyaan “why” sebagaimana nampak dalam gambar: 8.3 diatas. Dari jawaban dua pertanyaan (what dan why itu) kita bisa mengambil variabel yang relevan dengan masalah dan tujuan penelitian untuk disintesa menjadi konsep. Kemudian bila hasil analisisnya dipadukan dengan teori, konsep temuan penyelesaian masalah sebelumnya yang didapatkan dari jawaban pertanyaan “How to solve the problem”?, maka dapat disusun rencana penyelesaian masalah yang benar dan tepat, inilah yang disebut dengan axiology. Melakukan what saja tanpa dianalisis dengan why tentu tidak ada gunanya. Begitu pula selanjutnya melakukan what dan why saja 170
Konsep, Variabel, dan Pengukuran
tanpa diiringi dengan menyimpulkan (sintesa) sebagai jawaban dari how juga tidak ada artinya. Jadi didalam aktivitas melaksanakan penelitian itu antara kegiatan what, why, dan how harus seimbang dan diakhiri dengan tersusunnya kerangka konseptual penelitian.119
3. Kerangka konseptual Yang dimaksud dengan kerangka konseptual adalah konsep yang memberikan gambaran dan mengarahkan asumsi mengenai variabelvariabel yang akan diteliti. Kerangka konseptual ini memberikan petunjuk kepada peneliti dalam merumuskan masalah penelitian. Dengan tersedianya kerangka konseptual ini, maka akan memudahkan peneliti untuk menentukan pertanyaan-pertanyaan mana yang harus dijawab oleh penelitian yang sedang dilaksanakannya, dan bagaimana menggunakan prosedur empiris sebagai alat untuk menemukan jawaban terhadap pertanyaan penelitian tersebut. Berikut didalam menentukan jenis data yang diperlukan bergantung pada sifat fenomena yang akan dijelaskan dalamn kerangka konseptual penelitian itu. Kerangka konseptual adalah hasil sintesis dari proses berpikir deduktif (aplikasi dari teori) dan induktif (fakta yang ada, atau empiris), kemudian dengan kemampuan kreatif-inovatif menghasilkan konsep atau ide baru yang disebut dengan kerangka konseptual. Selanjutnya untuk memudahkan memahami dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar: 8.4 Proses konseptualisasi 119
Supriyanto Djohan, Ibid, hal 83.
171
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Dari gambar: 8.4 tersebut diatas kita dapat memahamai bahwa yang dimaksud dengan: (a) Konsepsiadalah hasil tangkapan seseorang atau gambaran tentang objek atau ide terhadap rangsangan (stimulus) objek yang merupakan proses mental untuk berpikir kreatif. Supriyanto dan Djohan (2011) dalam hal ini memberikan contoh yang lugas, yaitu pertemuan antara sperma dengan sel telur.Bagaimana supaya sperma dan sel telur bertemu (konsepsi) pada tempat yang bisa membuahkan bayi yang sehat, maka proses ini merupakan konseptualisasi, hasil proses ini menghasilkan bayi yang sehat. (b) Konseptualisasi adalah suatu proses mental dimana seorang ilmuan menyusun konsep yang didasarkan pengalaman, berpikir deduktif dan induktif. (c) Konsepadalah hasil akhir dari proses konseptualisasi,Pemilihan kerangka konseptual yang tepat pada sebagian besar penelitian, pada umumnya ditentukan oleh: (i) Berpikir deduktif yang berdasarkan pada: analisis teori, konsep. Premis yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. Sehubungan dengan berpikir deduktif ini, maka peneliti harus membuat analisis secara hati-hati dan kritis, serta menelaah semua bahan kepustakaan yang relevan dengan subjek penelitian secara cermat, sebelum memformulasikan hipotesis yang bertujuan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang sedang ditekuni peneliti. (ii) Berpikir induktif yang berdasarkan penelusuran hasil penelitianorang lain yang mendahului yang terkait dengan masalah dan tujuan penelitian yang sedang ditekuni oleh peneliti. (iii) Merumuskan permasalahan dan penetapan tujuan penelitian atas dasar sintesis dari analisis landasan pertama. (iv) Berpikirkreatif-inovatif dengan memasukan sintesis pengalaman(analisis landasan kedua), teori, fakta, tujuan penelitian, dan logika berpikirkreatif yang disusun menjadi kerangka konseptual penelitian.
172
Konsep, Variabel, dan Pengukuran
Selanjutnya kerangka konseptual yang sudah tersusun itu oleh Supriyanto dan Djohan dimetaforakannya sebagai sebuah meja dengan tiga pilar utama, yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 8.5 Pilar Kerangka Konseptual
Dari tiga pilar yang mendukung itu maka disusunlah kerangka konseptual yang merupakan sintesis dari hasil analisis berpikir deduktif, induktif, dan tujuan penelitian itu, sehingga nampak kerangka konseptual penelitian itu menjadi sinkron dan memudahkan pelaksanaan proses penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti. Kerangka konseptual itu akan menjadi lebih operasional bila dikembangkan pula ide kreatif-inovatif. Kerangka konseptual ini berisi faktor dan variabel yang lengkap dan menyeluruh yang dapat menjelaskan terjadinya permasalahan penelitian. Selanjutnya dari kerangka konseptual ini dikembangkan turunannya yang disebut kerangka operasional yang berisi variabel penelitian yang akan diukur dan dianalisis dengan berbagai pilihan metode pengukuran dan analisis data yang sesuai dengan model penelitian yang dikembangkan. Kemudian dalam rangka peningkatan mutu pendidikan dan kualitas lulusan pendidikan tinggi ada semacam azas yang harus dipegang dalam pembuatan karya tulis (tugas akhir) dimasing-masing jenjang, yaitu:
173
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
(i) Untuk pendidikan tingkat sarjana (S1), kerangka konsep mengacu pada suatu konsep yang telah ada (cukup satu).Variabel yang membentuk kerangka konsep disesuaikan dengan variabel yang relevan dengan permasalahan yang ada (tujuan penelitian). Jadi mencoba mencocokan teori, konsep, dengan realita permasalahan di lapangan. (ii) Untuk pendidikan magister (S2),selain berdasarkan kerangka konsep yang ada (bisa lebih dari satu), juga diminta ada masukan ide atau gagasan baru. Paling tidak ada modifikasi variabel yang disesuaikan dengan realita dilapangan, tujuan akhir penelitian program magister lebih diutamakan dalam bentuk ide dan atau teknologi pemecahan masalah. (iii) Untuk pendidikan doktor (S3), maka konsep yang ada harus dimodifikasi, artinya seorang yang mengikuti program doktor juga ada ide dan gagasan inovatifdalam mengembangkan konsep. Ide inovatif yang disesuaikan dengan kondisi dan situasi dimana penelitian tersebut dilaksanakan sehingga menghasilkan pengetahuan baru.120
4. Variabel penelitian kuantitatif Variabel berasal dari kata dalam bahasa Inggris variabel yang berarti faktor tidak tetap atau berubah-rubah. Bahasa Indonesia kontemporer telah terbiasa menggunakan kata variabel ini dengan pengertian bervariasi. Dengan demikian menurut Bungin (2013) variabel dipahami sebagai fenomena yang bervariasi dalam bentuk: kualitas, kuantitas, mutu, dan standar. Dari pengertian ini, maka dapat dipahami variabel adalah sebuah fenomena yang berubah-rubah, ada fenomena yang spektrum variasinya sederhana, sementara ada fenomena lain dengan spektrum variasi yang sangat kompleks.121 Oleh karena itu penjelasan mengenai variabel amat sangat bervariasi sebagaimana bervariasinya variabel itu sendiri. Dalam pengertian yang lebih konkrit dalam konteks penelitian variabel itu adalah konsep dalam bentuk konkrit atau disebut juga konsep 120 121
Supriyanto dan Djohan, Ibid, hal 90. Burhan Bungin, Loc Cit, hal 70.
174
Konsep, Variabel, dan Pengukuran
operasional. Penjelasan dimaksud tergantung pula pada jenis penelitian yang dilaksaakan, konsep biasanya digunakan dalam mendeskripsikan segala variabel yang abstrak dan kompleks, sedangkan variabel diartikan sebagai konsep yang lebih konkrit yang acuannya langsung lebih nyata. Kecerdasan adalah konsep. Tingkat kecerdasan seperti kemampuan memecahkan masalah yang sulit adalah variabel, karena tingkat kecerdasan memiliki nilai (value) yang berbeda-beda. Kursi adalah konsep, bentuk kursi adalah variabel. Perkawinan adalah konsep, status perkawinan adalah variabel, karena ada bermacam-macam bentuk perkawinan/status seseorang (kawin, lajang, duda, janda). Kelamin adalah konsep, jenis kelamin adalah variabel karena ada kategori lakilaki dan perempuan. Dari contoh-contoh tersebut maka dapat dirumuskan: “Variable is a concept that has more than one value, state, categore, condition”. Dalam kaitan dengan pengukuran, menurut Supriyanto dan Djohan (2011: 60-61) variabel merupakan: (i) Besaran tertentu dari sifat suatu objek atau orang (characteristic of objecs or person). (ii) Besaran tersebut observable (dapat ditangkap oleh panca indera). (iii) Nilainya berbeda-beda dari satu pengamatan kepengamatan berikutnya (Differs from observation to observation). Jadi variabel adalah karakteristik individu atau objek yang dapat mempunyai nilai, skor, ukuran yang berbeda untuk individu atau objek yang berbeda. Contoh, harga komputer merupakan fungsi dari permintaan (demand) dan penawaran (supply). Menurut hukum ekonomi,apabila demand akan komputer meningkat, maka harga akan naik. Demikian sebaliknya, apabila supply meningkat, maka harga komputer akan turun. Oleh karena itu variabel harus didefinisikan secara operasional, kemudian apa yang dimaksud dengan definisi operasional itu?, definisi operasional adalah seperangkat instruksi yang lengkap untuk menetapkan apa yang diukur dan bagaimana cara mengukur variabel. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat definisi operasional sebuah variabel adalah; (i) nama variabel, (ii) definisi ver175
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
bal variabel, (iii) kelompok penggolongan variabel, dan (iv) menggolongkannya.122 Contoh: Variabel intelegensia: (i) Nama variabel : inteligensia (ii) Definisi verbal : capacity for learning. (iii) Kelompok penggolongan : intelligence test score (iv) Cara penggolongan dengan: rate, yaitu nilai test score dibandingkan dengan score standard. Dengan membaca definisi operasional suatu penelitian, seorang peneliti akan mengetahui pengukuran suatu variabel, sehingga dia dapat mengetahui tepat tidaknya pengukuran tersebut, dalam arti mengukur dengan alat ukur yang sesuai dengan variabel yang diukur. Dengan demikian jelas sekali ada keterkaitan antara konsep, variabel, pengukuran, dan data yang tersedia (yang dapat dikumpulkan) oleh peneliti sebagaimana digambarkan dalam piramida berikut ini:
Gambar: 8.6 Keterkaitan Hubungan antara Konsep, Variabel, Pengukuran, dan Data
Agar variabel dapat diukur, maka variabel harus dijelaskan kedalam konsep operasional dan untuk maksud tersebut harus pula 122
Supriyanto dan Djohan, Ibid, 61.
176
Konsep, Variabel, dan Pengukuran
dijelaskan parameter dan indikator-indikatornya. Bilamana peneliti dapat mengoperasionalkan konsep dengan baik, maka tidak sukar baginya dalam mengoperasionalkan variabel, dan selanjutnya memang ada juga peneliti yang mengalami kesukaran dalam mengoperasionalkan indikator variabel konsep dan variabel secara tepat dan kongkrit, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel: 8.1 Operasionalisasi Konsep Status Sosial Ekonomi (Sebaran Konsep Status Sosial Ekonomi)
Sumber: Bungin, 2005: 71
5. Jenis variabel dan pengukurannya Variabel penelitian kuntitatif dilihat dari jenis pengukurannya dapat dikelompokan menjadi empat kelompok, masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut.123 (a) Variabel nominal, yaitu variabel yang bersifat diskrit (bijaksana) dan saling pilih (mutually exclusive) antara kategori yang satu dengan kategori yang lain. Dengan kata lain variabel nominal ini adalah variabel yang kualitasnya tidak bermakna atau nama variabel itu hanya simbol saja, contohnya: jenis kelamin, status perkawinan, status perumahan, dan lain-lain. Oleh karena variabel nominal ini tidak mempunyai nilai, maka untuk variabel nominal tidak memerlukan skala ukur. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini: 123
Burhan Bungin, Loc Cit, hal 72, dikutip dari Suryabrata 1983.
177
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si. Tabel: 8.2 Dimensi Variabel Nominal
Sumber: Sanusi, 2011: 55
(b) Variabel ordinal, yaitu variabel yang dibentuk atas dasar jenjang dalam atribut tertentu. Seperti misalnya: jenjang tertinggi dan terendah sesungguhnya ditetapkan menurut kesepakatan, sehingga angka 1 atau angka 10 dapat berada pada tingkatan paling tinggi atau paling rendah. Variabel ordinal ini diukur dengan skala ordinal, yaitu skala pengukuran yang menyatakan sesuatu lebih dari yang lain, skala ordinal memberikan nilai peringkat terhadap dimensi konstruk atau variabel yang diukur sehingga menunjukan suatu urutan penilaian atau tingkat preferensi. Misalnya seorang peneliti ingin mengetahui preferensi konsumen terhadap merek AC (pendingin ruangan) yang ditawarkan produsen. Untuk itu responden (konsumen) diminta untuk menyusun urutan pilihan terhadap setiap merek AC yang ditawarkan produsen dengan urutan sesuai jumlah produsen yang menawarkan, misalnya produsen yang menawarkan AC itu ada 5, maka pertanyaannya dapat dibuat sebagai berikut: (1) Sebutkan preferensi (peringkat pilihan) anda terhadap merekmerek AC berikut ini: National Mitsubishi Shap LG Politeron
178
Konsep, Variabel, dan Pengukuran
(2) Sebutkan preferensi (peringkat pilihan) anda terhadap berbagai bidang usaha jika anda akan membuka usaha pada saat sekarang ini: Migas Batubara Perhotelan Property Restoran (c) Variabel interval, yaitu variabel yang dibangun dari pengukuran, dalam pengukuran tersebut diasumsikan terdapat satuan pengukuran yang sama.Misalnya:variabel pendapatan artis dangdut dalam setahun sebagai berikut: (i) Rp 501.000.000,00 s/d Rp 1.000.000.000,00 (ii) Rp 1.001.000.000,00 s/d Rp 1.500.000.000,00 (iii) Rp 1.501.000.000,00 s/d Rp 2.000.000.000,00 dan seterusnya. Pengukuran variabel interval ini menggunakan skala pengukuran yang menyatakan peringkat dan jarak konstruk dari yang diukur, dengan kata lain skala interval tidak hanya menyatakan urutan preferensi, tetapi juga mengukur jarak antara pilihan yang satu dengan pilihan yang lain. Skala interval mencakup konsep kesamaan jarak (equality interval), sehingga jarak antara 4 dan 5 = jarak antara 10 dan 11. Skala pengukuran interval tidak menggunakan angka 0 (nol) sebagai titik awal pengukuran. Dengan kata lain titik 0 dalam pengukuran interval dipilih atau ditetapkan secara sembarang, sehingga nilai skala interval bukan angka 0 mutlak. Pengukuran dengan skala Likert merupakan pengukuran dengan skala interval. Contoh; pernyataan sikap psikologis responden tentang kepuasan kerja yang ditunjukan dengan angka 1 sampai dengan 5, dimana angka 1 menunjukan tingkat kepuasan paling rendah dan angka 5 menunjukan tingkat kepuasan yang paling tinggi. Berikut ini diberikan contoh instrumen yang menyatakan kepuasan kerja dengan indikator besarnya insentif yang diterima, sistem pengembangan karir, dan kelengkapan fasilitasnya.
179
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
(1) Saya menganggap besarnya insentif yang saya terima sudah sesuai dengan yang saya harapkan: Sangat setuju Setuju Netral Tidak setuju Sangat tidak setuju (2) Menurut anda sistem pengembangan karir di perusahaan ini sudah sesuai dengan yang anda harapkan: Sangat setuju Setuju Netral Tidak setuju Sangat tidak setuju. (3) Menurut anda fasilitas yang tersedia di perusahaan ini sudah lengkap: Sangat setuju Setuju Netral Tidak setuju Sangat tidak setuju. (d) Variabel rasio,yaitu variabel yang memiliki permulaan angka nol mutlak. Contohnya misalnya variabel umur, ada yang berumur 0, 1, 3, 4 tahun dan setrusnya.Variabel rasio ini 180
Konsep, Variabel, dan Pengukuran
pengukurannya menggunakan skala rasio (ratio scale), yaitu pengukuran yang menunjukan peringkat, jarak, dan perbandingan konstruk yang diukur.124(Sanusi, 2011: 57) Skala rasio menggunakan nilai absolut, sehingga dapat memperbaiki kelemahan pada skala interval yang menggunakan ukura relatif. Nilai-nilai pada variabel kebanyakan menggunakan skala rasio, seperti misalnya variabel pendapatan, variabel investasi, variabel tingkat bunga, variabel jumlah uang yang beredar, variabel jumlah tenaga kerja, variabel laba perusahaan,dan lain-lain.Misalkan pendapatan seorang responden Rp 10 juta perbulan adalah 2 x besarnya pendapatan responden yang Rp 5 juta. Tingkat bunga 10%, 2 x besarnya dari tingkat bunga 5%. Jadi skala rasio menyatakan sesuatu sekian kali besarnya dari yang lain, contoh variabel pendapatan perhari dari berbagai profesi seperti nampak dalam tabel berikut ini. Tabel: 8.3 Pendapatan berbagai profesi perhari
Memperhatikan Tabel: 8.3 tersebut diatas kita dapat mengatakan pendapatan menurut profesi tersebut mempunyai dimensi atau indikator dengan skala ukur rasio karena mempunyai titik nol mutlak. Sehingga kita dapat mengatakan pendapatan seorang pengusaha perhari 3 x lebih besar dari pendapatan pegawai negeri. Pendapatan seorang dokter 2 x lebih besar dari pendapatan seorang pegawai negeri, atau pendapatan seorang pengusaha 1,5 kali lebih besar dari pendapatan seorang dokter, demikian seterusnya. 124
Anwar Sanusi, Metodologi Penelitian Bisnis, Salemba Empat Jakarta, 2011, hal 57.
181
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Selain skala-skala yang dibicarakan diatas yang inheren dengan jenis variabelnya, masih ada lagi skala yang sering digunakan dalam penelitian, yaitu yang biasa disebut “skala sikap”, yaitu skala berdasarkan respon yang diberikan oleh responden terhadap pertanyaan atau pernyataan yang diajukan oleh peneliti, seperti misalnya: baik-buruk, suka-tidak suka, senang-tidak senang, dan lainlain yang mencerminkan sikap seorang responden. Ada beberapa rancangan skala sikap yang dapat digunakan untuk membuat skala sikap, seperti misalnya: skala arbitrer, skala Thurstone, skala Likert, skala kumulatif, dan skala perbedaan semantik.125 (a) Skala Arbitrer Skala Arbitrer merupakan skala yang dibuat berdasarkan pertanyaan yang dibuat dari komponen penyusun konstruk atau konsep yang sedang diukur. Skala Arbitrer ini diberi titik pada dengan lima urutan diantara dua ujung sikap ekstrim, misalnya kita akan mengukur proses organisasi dari suatu perusahaan sebagai berikut: Menurut saudara, proses organisasi di perusahaan ini: (1) Hubungan peran-peran Baik ….. ….. ….. ….. ….. Buruk (2) Komunikasi Baik ….. ….. ….. ….. ….. Buruk (3) Pengawasan Baik ….. ….. ….. ….. ….. Buruk (4) Koordinasi Baik ….. ….. ….. ….. ….. Buruk (5) Sosialisasi Baik ….. ….. ….. ….. ….. Buruk (6) Supervisi Baik ….. ….. ….. ….. ….. Buruk (7) Penyesuaian diri Baik ….. ….. ….. ….. ….. Buruk (8) Mengatasi konflik Baik ….. ….. ….. ….. ….. Buruk (b) Skala Thurstone Skala Thyrstone disebut juga skala pembedaan Thurstone (Thurstoe differential scale), dikembangkan untuk menciptakan suatu penilaian interval bagi pengukuran sikap.Skala Thurstone terdiri atas 11 titik-titik dan pada kedua ujung berisi pernyataan 125
Anwar Sanusi, Metodologi Penelitian Bisnis, Salemba Empat Jakarta, 2011, hal 58.
182
Konsep, Variabel, dan Pengukuran
ekstrim, dan pada bagian titik-titik tengahnya berisi pernyataan netral, untuk 8 titik-titik lainnya tidak diberi label untuk menciptakan kesan interval yang tampak sama antara tiga posisi yang diberi label ekstrim dan netral tersebut. Posisi skala bagi suatu pernyataan tertentu ditentukan dengan menghitung skor mediannya, penempatan jawaban yang paling tidak disukai diberi skor 1, dan penempatan jawaban yang paling disukai diberi skor 11. Sedang untuk yang lainnya sesuai dengan tempatnya secara berurutan, berikut ini diberikan contoh skala Thorstone dalam mengukur kematangan emosi seseorang: Stabil Selektif Cepat Realistis Mampu ngontrol
…. …. …. …. ….
…. …. …. …. ….
…. …. Netral …. …. …. …. Labil …. …. Netral …. …. …. …. Tidak selektif …. …. Netral …. …. …. …. Lambat …. …. Netral …. …. …. …. Tidak realistis …. Netral …. …. …. Tidak mampu mengontrol
Peduli terhadap sesama …. …. Netral …. …. Tidak peduli terhadap sesama.
(c) Skala Likert Skala Likert adalah skala yang didasarkan pada penjumlahan sikap responden dalam merespon pernyataan berkaitan dengan indikator-indikator suatu konsep atau variabel yang sedang diukur. Dalam menggunakan skala Likert ini responden diminta untuk menyatakan sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju, dan sangat tidak setuju terhadap setiap pernyataan, skala Likert biasanya menggunakan lima titik dengan label netral pada posisi ditengah (tiga). Skala Likert ini paling banyak dipakai karenanya lebih populer dari yang lain, contoh skala Likert seperti berikut ini: (1) Peralatan kerja yang tersedia sesuai dengan persyaratan tata ruangan
183
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
(2) Karyawan terampil dalam melaksanakan pekerjaan
(d)Skala Kumulatif Tujuan dari skala kumulatif ini adalah untuk memperoleh ukuran gabungan yang bersifat unidimensional, artinya satu skala hanya mengukur satu dimensi saja dari suatu variabel yang diukur yang mempunyai beberapa dimensi. Asumsi yang mendasarinya adalah pernyataan atau pertanyaan yang diturunkan dari variabel yang tercakup dalam skala ini mempunyai bobot yang berbeda. Misalnya kita akan mengukur variabel status sosial-ekonomi keluarga, idealnya status sosial-ekonomi keluarga yang baik itu ditentukan oleh tingkat pendapatannya. Bila tingkat pendapatannya tinggi, dimensi lain dari status sosial ekonomi keluarga itu seperti tingkat pendidikan anggota keluarga, kepemilikan rumah, kepemilikan harta benda, kepemilikan kendaraan, dan pengeluaran untuk rekreasi juga sejalan dengan tingkat pendapatan yang diperoleh keluarga itu. Dengan demikian diajukannya pernyataan atau pertanyaan dalam dimensi tersebut, mestinya responden yang menjawab “Ya” pada tingkat pendapatan akan menjawab “Ya” juga pada dimensi lainnya yang berhubungan dengan tingkat pendapatan itu. Kalau demikian yang terjadi maka skala tersebut memenuhi kriteria yang disyaratkan oleh Guttman yang merancang skala tersebut. Idealnya seperti itu, tetapi dalam kenyataannya ketika menjawab pertanyaan atau pernyataan yang berhubungan dengan skala kumulatif ini responden cenderung tidak membentuk pola pikir seperti yang disyaratkan oleh skala kumulatif (Guttman) ini. Kalau demikian itu yang terjadi berarti pengisian jawaban kuesioner itu menjadi bias, sehingga aplikasinya dibatasi oleh besarnya tingkat kesalahan yang terjadi, makin banyak kesalahan yang terjadi makin lemah penggunakan skala kumulatif itu. Demikian pula sebaliknya, untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada tabel berikut ini: 184
Konsep, Variabel, dan Pengukuran Tabel: 8.4 Dimensi Status Sosial Ekonomi Keluarga Dengan Menggunakan Skala Kumulatif (Skala Guttman)
Dari tabel: 8.3 tersebut kita bisa memahami semakin tidak sesuai dengan petunjuk Guttman, semakin tidak sesuai skornya. Begitu pula sebaliknya, semakin konsekuen dengan petunjuk Guttman semakin sesuai skornya, oleh karena itu peneliti yang menggunakan skala kumulatif (skala Guttman) ini agar memberikan petunjuk yang jelas di dalam instrumen yang digunakan. (e) Skala Perbedaan Semantik Skala perbedaan Semantik (Semantic differential) membagi antar dua ujung yang paling ekstrim yang berlawanan dalam satu kontinum kedalam beberapa bagian. Misalnya responden diminta untuk memberikan penilaian terhadap kepribadian atasan/ pimpinan mereka. Misalnya pertanyaannya dalam kuesioner: Pemimpin/atasan saya : (1) Sabar
—— —— —— —— —— —— —— —— —— Pemarah 9 8 7 6 5 4 3 2 1 (2) Ramah —— —— —— —— —— —— —— —— —— Angkuh 9 8 7 6 5 4 3 2 1 (3) Pemaaf —— —— —— —— —— —— —— —— —— Pendendam 9 8 7 6 5 4 3 2 1 (4) Disiplin —— —— —— —— —— —— —— —— —— Tidak disiplin 9
8
7
6
5
4
3
2
1
(5) Cermat —— —— —— —— —— —— —— —— —— Ceroboh 9
8
7
6
5
4
3
2
1
185
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Kalau kita perhatikan skala perbedaan semantik ini, dan membandingkan dengan skala pengukuran yang lain, maka kita dapat mengatakan skala perbedaan semantik ini merupakan skala pengukuran yang memberikan rentang penilaian yang paling lengkap, karena bisa menyediakan perbedaan nilai sampai dengan sembilan jenjang (1 sampai dengan 9). (f) Skala Nominasi Skala ini biasa digunaan untuk menjawab nama-nama seseorang atau sekumpulan orang, atau situasi dengan merespon dalam bentuk kategori. Kita sering menjumpai peneliti yang menggunakan skala nominasi untuk mencari responden dengan kategori sosial tertentu atau memiliki kategori pemahaman tertentu pula. Untuk lebih mudah memahami dapat diberikan contoh seperti berikut ini: (1) Sebutkan nama tiga orang karyawan yang saudara anggap produktif di perusahaan ini: (a) ……………………… (b) ……………………… (c) ……………………… (2) Sebutkan nama-nama karyawan yang disiplin dalam melaksanakan tugas di perusahaan ini: (a) ……………………… (b) ……………………… (c) ……………………… (3) Sebutkan nama-nama karyawan di perusahaan ini yang suka berbagi pengalaman dengan teman-teman sesama karyawan: (a) ……………………… (b) ……………………… (c) ……………………… (d) Checklist Checklist biasanya digunakan sebagai skala pengukuran untuk tingkah laku yang sudah terjadi dengan menggunakan cheklist judment yang sederhana “Ya” atau “Tidak”. Model ini juga sudah biasa digunakan untuk mengukur tingkah laku yang spesifik maupun penampilan keterampilan tertentu, misalnya berikan tanda check didepan jawaban yang menurut anda paling tepat, Untuk lebih memudahkan memahami dapat diberikan contoh seperti berikut ini:
186
Konsep, Variabel, dan Pengukuran
(1) Program pemasaran perusahaan ini memenuhi kriteria 4P dari Philip Kotler: ( ) memenuhi ( ) hanya sebagian ( ) kurang sekali ( ) tidak memenuhi (2) Karyawan yang dipekerjakan di bagian pemasaran, sebaiknya memiliki sifat (boleh memilih lebih dari satu): ( ) kreatif ( ) cermat ( ) menggugah ( ) malas (3) Kemudahan memasarkan suatu produk sangat tergantung pada kemampuan manajer pemasaran dalam menetapkan: ( ) produk yang dijual ( ) harga yang lebih murah ( ) jaringan pemasaran ( ) segmenting, targeting, dan positioning. (g) Berdasarkan indikator Pengukuran variabel (pemberian skor) berdasarkan indikatorbiasanya menggunaka skala ukur yang sama. Misalnya yang terbanyak dilakukan oleh peneliti adalah menggunakan skala Likert dengan rentang 5 atau ada kalanya juga menggunakan rentang 7, dan yang paling banyak dalam praktik penelitian menggunakan pengukuran dengan skala Likert rentang 5. Hal tersebut dilakukan oleh peneliti dengan pertimbangan untuk kemudahan menganalisis, lebih khusus lagi untuk kemudahan pemanfaatan piranti lunak (softwer komputer), dengan demikian juga akan sangat membantu peneliti untuk melakukan interpretasi hasil penelitiannya.126
126
Anwar Sanusi, Ibid, hal 64.
187
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Penyamaan skala ukur ini hanya dapat dilakukan dari skala ukur yang paling tinggi ke skala ukur yang paling rendah dalam satu jenis skala pengukuran, dan hal itu dapat berlaku dari satu skala ukur ke skala ukur yang lain. Misalnya variabel upah, variabel upah ini hanya mempunyai satu dimensi yaitu besarnya upah itu, skala ukur yang dapat digunakan tentu skala ukur rasio, karena skala ukur rasio mempunyai harga nol mutlak. Nol mutlak dalam hal ini maksudnya jika seseorang skornya nol berarti ia benar-benar tidak menerima upah, misalnya sebuah perusahaan memberikan upah (gaji) kepada karyawan A Rp 450.000 per bulan, B Rp 750.000, C Rp 1.250.000, D Rp 1.500.000, E Rp 2.000.000. Dari data ini kita bisa melihat upah yang diterima E besarnya 4,4 kali lebih besar dari upah yang diterima A, dan seterusnya perbandingannya dengan yang lain. Jika skala rasio dengan besaran seperti ini dicampur aduk dengan skala lain, misalnya skala Likert dengan rentang 5 ( 1, 2, 3, 4, 5) dalam satu alat analisis, maka hasilnya tentu akan sulit diberi makna. Oleh karena itu jalan keluarnya skalanya perlu dirubah lebih dahulu agar seragam (sama intervalnya) dengan titik yang sama, cara merubahnya misalnya sebagai berikut: Upah (rasio) < Rp 500.000 Rp 500.000 - =>Rp 950.000 Rp 1.000.000 - => Rp 1.450.000 Rp 1.500.000 – Rp 1.950.000 >Rp 1.950.000
: : : : : :
Skor 1 2 3 4 5
Dengan skala yang sudah dirubah tersebut maka kita dapat memasukkannya kedalam range dan sekaligus dapat memberi nilai dalam skala interval. Misalnya upah E Rp 2.000.000 berarti angka itu diatas dari Rp 1,950.000, dengan demikian skor untuk E adalah 5 demikian seterusnya. Selain pemberian skor yang sudah dibicarakan diatas, menurut Sanusi (2011: 64), masih ada lagi penamaan terhadap variabel yang disebutnya variabel partisipasi. Partisipasi disini maksudnya adalah keikutsertaan seseorang dalam suatu kegiatan yang diadakan oleh 188
Konsep, Variabel, dan Pengukuran
pihak lain, dimana keikutsertaannya dinyatakan dalam bentuk pencurahan pikiran, pemberian material (dana), dan tenaga sesuai dengan harapan kegiatan yang dilaksanakan itu. Dari penjelasan ini, maka variabel partisipasi mempunyai tiga dimensi, yaitu sumbangan pikiran, sumbangan dana, dan sumbangan tenaga. Sekilas pemberian skor terhadap variabel patisipasi ini dapat dilakukan seperti kita memberikan penskoran dengan menggunakan skala Likert (5, 4, 3, 2, 1) atau kalau dengan kalimat misalnya: sangat tinggi, tinggi, cukup tinggi, rendah, dan rendah sekali. Akan tetapi kita tidak dapat memberikannya begitu saja, akan lebih tepat bila memberikan penskorannya berdasarkan operasionalisasi variabel yang memuat dimensi dan indikator kegiatannya. Untuk itu dapat diberikan contoh seperti tabel berikut ini: Tabel: 8.5 Scoring Variabel Partisipasi
189
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Dari skoring itu, ada kemungkinan seseorang anggota suatu organisasi berpartisipasi atau tidak berpartisipasi. Jika seseorang tidak ada berpartisipasi baik pikiran, dana, maupun tenaga, maka skornya adalah nol. Dengan demikian kemungkinan berpartispasinya seseorang anggota organisasi itu berkisar antar antara 1 sampai 9. Angka 9 ini adalah hasil perkalian dari 3 dimensi partisipasi anggota x 3 kemungkinan indikator partisipasi seseorang anggota yang diberi bobot dalam rubrik penilaian. Dari sini maka tingkatan kuantitatif untuk variabel partipasi anggota suatu organisasi dapat dimasukan kedalam range (skor) Likert: Sangat tinggi, Tinggi, Cukup tinggi, Rendah, dan sangat Sangat rendah, dengan lebih dahulu membuat pembobotan interval skornya seperti tabel berikut ini: Tabel: 8.6 Interval Scoring Variabel Partisipasi
Pemberian skoring yang telah dilaksanakan seperti contoh diatas beranggapan bahwa bobot dimensi-dimensi variabel partisipasi anggota suatu organisasi itu dianggap setara sehingga menghasilan skoring seperti pada tabel: 8.4 dan tabel: 8.5 diatas. Namun kalau kita mau jujur berdasarkan pengalaman berorganisasi penilaian (pemberian) skor terhadap partisipasi anggota suatu organisasi itu umumnya diurutkan sebagai berikut: Yang mampu memberikan partisipasinya dengan pikiran penilaian skornya lebih tinggi, peringkat selanjutnya anggota yang mampu berpatisipasi dengan dana menempati peringkat kedua, dan anggota yang hanya bisa berpartisipasi dengan tenaga menempati peringkat ketiga. Jadi kalau dilakukan pembobotan skornya, maka sumbangan pikiran itu bobotnya 3, sumbangan dana bobotnya 2, sumbangan tenaga bobotnya 1, jika kita buat penyesuaian pembobotan, penskoran yang berdasarkan kebiasaan penilaian kita diorganisasi maka kita akan mendapatkan pembobotan dan penskoran yang lebih 190
Konsep, Variabel, dan Pengukuran
mendekati penilaian berdasarkan pengalaman di organisasi, seperti nampak dalam tabel-tabel berikut ini: Tabel: 8.7 Perubahan Scoring Variabel Partisipasi
Dari tabel: 8.7 tersebut diatas kita dapat mengetahui ternyata skor kesempatan berpartisipasi itu skornya antara 1 sampai dengan 18. Skor kesempatan berpartisipasi yang jumlahnya 18 ini lebih mendekati kenyataan dalam pengalaman praktik partisipasi diorganisasi, dan interval skornya perlu disesuikan seperti nampak dalam tabel: 8.8 berikut ini: Tabel: 8.8 Penyesuaian Interval Skor Scoring Variabel Partisipasi
Dengan demikian pembuatan skoring variabel bagi seorang peneliti tidak semudah yang dikatakan, tetapi memerlukan 191
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
kemampuan, keterampilan, dan pengetahuan yang luas tentang variabel, dimensi-dimensi, dan indikator-indikator yang membentuk dimensi itu.127
6. Variabel menurut ragamnya Selain pengelompokan menurut pengukurannya, variabel penelitian kuantitatif juga dapat dibedakan menurut ragamnya yang berbeda-beda seperti misalnya: (a) Variabel bebas (independen variable), adalah variabel yang menentukan arah atau perubahan tertentu pada variabel tergantung, sebaliknya variabel bebas berada pada posisi yang lepas dari pengaruh variabel tergantung. (b) Variabel tergantung (dependend variable) adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Misalnya pada suatu penelitian tingkat produksi bergantung pada proses produksi, dengan kata lain proses yang baik akan mengakibatkan produksi meningkat, sebaliknya bila proses produksi kurang/tidak baik, maka produksinya akan menurun. Atas dasar penjelasan ini maka variabel bebas adalah proses produksi, dan variabel tergantung adalah tingkat produksi. (c) Variabel penyela adalah variabel yang dipertimbangkan dalam analisis, terutama kalau kehadiran variabel penyela itu sudah dimasukan dalam desain penelitian atau desain analisis. Sering terjadi pada penelitian tertentu variabel penyela inilah yang paling besar pengaruhnya terhadap variabel tergantung melalui penemuan sebab akibat yang sempurna. Contoh misalnya,Ada penelitian tentang: “Pengaruh Pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi seseorang”, yang dapat divisualisasikan sebagai berikut:
Gambar: 8.7 Pengaruh Variabel bebas tehadap variabel terikat (Tidak memasukan Variabel penyela) 127
Anwar Sanusi, Ibid, hal 66.
192
Konsep, Variabel, dan Pengukuran
Dari gambar 8.7, diatas kita dapat melihat ternyata hasilnya pendidikan tidak terlalu berpegaruh (tidak signifikan pengaruhnya) terhadap pertumbuhan ekonomi seseorang. Hasil penelitian itu ternyata banyak kesesuaiannya dengan kenyataan yang terjadi di masyarakat, betapa banyak orang yang sudah berpendidikan sarjana, tetapi penghidupannya (ekonominya) tidak banyak berubah dari sebelum menjadi sarjana. Setelah memperhatikan kenyataan ini kemudian dicoba lagi dengan memasukan variabel penyela, dan yang dipilih sebagai variabel penyelanya adalah “etos kerja”, kemudian diterapkan dalam penelitian, ternyata hasilnya menjadi signifikan. Jadi disini yang dominan pengaruhnya adalah variabel penyela, dan hasil penelitian dengan memasukan etos kerja sebagai variabel penyela ini ternyata banyak kesesuaiannya dengan kenyataan dimasyarakat. Betapa banyak orang yang pendidiknnya hanya SLTA tetapi ia memiliki etos kerja yang tinggi, maka pertumbuhan ekonominya lebih baik dari yang berpendidikan sarjana tapi tidak punya etos kerja. Jadi kesimpulannya pendidikan saja tidak otomatis dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi seseorang, tanpa diiringi dengan perubahan atau peningkatan etos kerja. Istilah lain untuk variabel penyela ini disebut juga variabel intervening, dalam desain penelitian dapat digambar sebagai berikut:
Gambar: 8.8 Pengaruh Variabel Bebas dan Variabel Penyela Terhadap Variabel Terikat
(d) Variabel yang mengikuti, yaitu variabel yang posisinya bisa ada disekitar variabel bebas dan disekitar variabel tergantung. Variabel ini disebut jugakompositvariabel.Dalam penelitian tertentu adakalanya variabel ini dianalisis sebagai bagian dari variabel utamanya, bisa variabel bebasdan bisa juga variabel tergantung, dalam penelitian yang lain variabel komposit ini dianalisis tersendiri karena dianggap sebagai variabel yang berdiri sendiri, dan dalam kemungkinan yang lain lagi bisa juga variabel ini dipertimbangkan dalam pembahasan hasil penelitian sebagai faktor yang bisa jadi 193
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
mempengaruhi variabel-variabel penelitian.Masalah dalam pemerintahan yang selalu terulang tiap ada pergantian kabinet dapat kita jadikan contoh disini, misalnya “menaikan harga bahan bakar minyak (BBM)” yang harus dinaikan oleh pemerintah untuk menutup devisit anggaran dalam tahun berjalan. Variabel-variabel penelitiannya yang mengandung variabel yang mengikuti (variabel komposit) dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar: 8.9 Hubungan Variabel Bebas, Variabel Penyela/Intervening, Variabel Terikat, dan Variabel yang mengikuti (komposit) yang menimbulkan Kompleksitas dalam pengambilan Keputusan Pemerintah
Dengan adanya variabel penyela (intervening) dan variabel yang menyertai (variabel komposit), maka persoalan yang dihadapi pemerintah tidak lagi biasa (sederhana), tetapi berubah menjadi kompleks, karena perubahan variabel terikat tidak lagi sematamata disebabkan oleh variabel bebas, tetapi juga diwarnai oleh kehadiran variabel penyela (intervening) dan variabel yang menyertai (variabel komposit). Variabel penyela (intervening) ini berada diantara variabel bebas dan variabel terikat, sedangkan variabel yang menyertai (variabel komosit) berada disekitar variabel bebas, yang dalam contoh ini terdiri dari: harga minyak internasional, kepentingan dalam negeri, dan tekanan bebagai pihak. Sedangkan variabel yang menyertai (variabel komposit) yang berada disekitar variabel terikat terdiri dari: perilaku konsumen, perilaku spekulan, dan kondisi pasar. 194
Konsep, Variabel, dan Pengukuran
Kehadiran variabel penyela (intervening) ini dipertimbangkan dalam analisis hubungan antar variabel, terutama kalau kehadiran variabel tersebut sudah diketahui dan sudah dimasukan dalam desain penelitian atau dalam desain analisis penelitian. Dalam penelitian-penelitian tertentu sering ditemui variabel penyela (variabel intervening ini yang lebih besar pengaruhnya terhadap variabel tergantung, dan itu dapat dianalisis melaui penemuan hubungan sebab akibat.
7. Hubungan variabel Dalam penelitian kuantitatif bentuk-bentuk hubungan antara variabel penelitian tidak saja dipertimbagkan dalam analisis, tetapi malah merupakan sesuatu yang mempunyai arti sangat penting dalam menganalisis masalah penelitian. Pada penelitian kuantitatif hubungan-hubungan yang terjadi antar variabel itu diuji sedemikian rupa untuk mengetahui pengaruhnya terhadap variabel tergantung (variabel yang dipengaruhi), hubungan-hubungan variabel yang sudah dikenal itu adalah: (a) Hubungan simetris Suatu variabel dikatakan sebagai variabel yang mempunyai hubungan simetris, apabila perubahan variabel itu tidak disebabkan oleh variabel yang lain, contohnya pendapatan seorang abang becak setiap bulannya tidak ada sangkut pautnya dengan curah hujan dalam bulan itu. Begitu juga sebaliknya curah hujan tidak ada kaitannya dengan pendapatan abang becak sebulan itu, demikian pula pendapatan seorang nelayan tidak ada sangkut pautnya dengan besar kecilnya gelombang laut. Begitu pula sebaliknya besar kecilnya gelombang laut tidak ada hubungannya dengan pendapatan seorang nelayan. Hubungan simetris itu terjadi antara dua variabel, dan dikenal ada empat kelompok yang dapat dijelaskan sebagai berikut.128 (i) Kedua variabel merupakan indikator sebuah konsep yang sama. Misalnya pada suatu saat orang bersuara sendu, kemudian mengeluarkan air mata, tandanya ia menangis.Tetapi tidak 128
Burhan Bungin, Loc Cit, hal 79.
195
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
dapat dikatakan bahwa seseorang mengeluarkan air mata menyebabkan ia bersuara sendu atau sebaliknya. (ii) Kedua variabel merupakan akibat dari faktor yang sama. Kebijakan pemerintah membebaskan pajak impor barang mewah, berakibat meningkatnya permintaan barang impor dalam negeri, kebijakan kemudahan pemberian kreditsepeda motor berakibat terhadap pertumbuhan angkutan ojek di masyarakat. (iii) Kedua variabel berkaitan secara fungsional.Bertambahnya angkutan ojek secara fungsional mematikan fungsi angkutan lain seperti becak. Berkembangnya hypermarket disuatu wilayah, secara fungsional mematikan toko-toko kecil disekitar hypermarket itu. Kebijakan motorisasi perahu angkutan antar pulau, secara fungsional mematikan angkutan tradisional yang menggunakan tenaga angin atau tenaga manusia. (iv) Kedua variabel mempunyai hubungan yang kebetulan semata. Seorang ibu menumpang pesawat Lion air, kebetulan sebulan kemudian ibu itu mendapat hadiah jutaan rupiah yang menjadikannya seorang millioner. Hubungan antar naik pesawat dan hadiah jutaan rupiah hanyalah kebetulan karena maskapai Lion Air sedang menyelenggarakan program hadiah jutaan rupiah. Dalam perspektif lain, hubungan simetris itu terjadi bila sebuah variabel berubah nilainya, maka variabel yang ada asosiasi juga berubah nilainya. Jadi ada kebersamaan perubahan nilai, tetapi bukan penyebab adanya perubahan nilai atau adanya hubungan saling mempengaruhi (interaktif). Hubungan ini juga dikenal sebagai hubungan timbal balik, atau hubungan fungsional atau korelasi,129 contoh: Hubungan tingkat kecerdasan dengan nilai rata-rata mahasiswa, yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar: 8.10 Hubungan Tingkat Kecerdasan dengan Nilai Rata-Rata Mahasiswa 129
Supriyanto dan Djohan, Loc Cit, hal 64.
196
Konsep, Variabel, dan Pengukuran
Hubungan ini secara matematika dapat dituliskan sebagai berikut: P=f(A+M) Dimana : P = Performance A = Ability M = Motivation f = Function (b) Hubungan timbal balik Hubungan timbal balik disini maksudnya, suatu variabel dapat menjadi sebab sekaligus juga dapat menjadi akibat dan bukan dimaksud perubahan variabel tertentu diakibatkan oleh variabel yang lain. Hubungan timbal balik dapat diberikan, misalnya: kebiasaan menabung diwaktu muda akan beruntung dihari tua, kebiasaan menabung yang dimulai di waktu muda ini juga mengajarkan kepada generasi muda kita tidak hanya bisa menjadi orang yang hemat, tetapi juga mengajarkan bagaimana bisa menjadi orang yang bisa memikirkan dan menyiapkan masa depan yang lebih baik. Misalnya diusia yang sudah lanjut kita sudah mempunyai cadangan dana untuk persiapan memenuhi kebutuhan kita, sehingga kita dalam kondisi yang sudah tua tidak perlu lagi harus bekerja keras. (c) Hubungan asimetris Pembahasan mengenai berbagai hubungan variabel penelitian kuantitatif pada umumnya berangkat pada pembicaraan hubungan asimetris, hubungan asimetris ini mendeskripsikan bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel yang lain. Bungin menyebutkan ada enam tipe hubungan asimetris, masing-masing: hubungan antara stimulus dengan respon, hubungan antara disposisi dengan respon, hubungan antara ciri individu dengan respon, hubungan antara prakondisi yang perlu dengan akibat tertentu, hubungan yang imanen antara dua variabel, dan hubungan antara variabel tujuan dengan variabel cara.130
130
Burhan Bungin, Loc Cit, hal 80-81.
197
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
(i) Hubungan antara stimulus dengan respon Hubungan ini menjelaskan variabel stimulus memberikan pengaruh terhadap variabel respon, dan kemudian variabel respon memberikan reaksi terhadap stimulus tersebut. Hubungan ini sebenarnya adalah bagian dari hubungan sebab akibat yang biasanya dilakukan oleh para ahli penelitian kuantitatif dari berbagai disiplin ilmu (ilmu alam dan ilmu sosial). Contoh misalnya seorang peneliti meneliti hubungan antara tayangan erotis di media-media massa terhadap perilaku seks remaja di perkotaan. Contoh lain misalnya penelitian tentang pertumbuhan ekonomi pedesaan pasca pemberian kredit UKM di desa tersebut. (ii) Hubungan antara disposisi dengan respon Yang dimaksudkan dengan disposisi disini adalah kecenderungan dalam menunjukan respon tertentu dalam posisi tertentu dan situasi tertentu pula. Sedangkan respon diukur dengan melihat tingkah laku seseorang. Misalnya menonton televisi, pemilihan merek kendaraan bermotor, merokok, membolos dan sebagainya. Contoh sederhana dari hubungan disposisi dengan respon ini adalah sikap terhadap sektor informal dan sikap memilih pekerjaan disektor informal. Pada situasi tertentu seseorang bersikap sinis terhadap sektor informal karena selain terkesan sukar diatur juga tidak memberikan jaminan memberi pendapatan yang memadai.Namun pada saat lain ketika orang tersebut tidak memperoleh penghasilan disektor lain yang lebih baik, maka ia akan memilih sektor informal sebagai pilihan mencari nafkah. (iii) Hubungan antar ciri individu dengan disposisi Yang dimaksud dengan ciri individu adalah sifat-sifat pribadi atau individu yang kemungkinan tidak berubah walaupun dipengaruhi oleh lingkungannya. Ciri individu inimisalnya: jenis kelamin, suku, ras, kebangsaan, dan sebagainya. Misalnya orang dari suku Madura mempunyai ciri-ciri yang terkait dengan budaya mereka: seperti pekerja yang ulet, terkesan keras, dan terus terang. Begitu pula orang jawa mempunyai ciri-ciri yang terkait dengan budaya mereka, seperti: selalu ingin memelihara hubungan, sukar memilih, ewoh pakiwoh, dan terkesan lamban 198
Konsep, Variabel, dan Pengukuran
karena dalam menghadapi masalah cenderung menggunakn kekuatan batin. (iv) Hubungan antara prakondisi yang perlu dengan akibat tertentu Suatu variabel akan ada apabila ada variabel yang lain, suatu variabel akan muncul bila dengan syarat variabel yang lain dimunculkan lebih dahulu. Contoh misalnya masyarakat akan proaktif melaporkan kasus-kasus korupsi yang ditemui dimasyarakat apabila ada sistem yang menjamin keselamatan dirinya, dan jaminan bahwa kasus-kasus tersebut ditindak lanjuti oleh pihak yang berwenang. Begitu pula dalam masyarakat demokratis yang sudah matang, masyarakatnya akan menggunakan hak pilihnya untuk memilih wakil-wakilnya dalam pemilu apa bila ada jaminan pilihannya itu akan memperjuangkan hak-hak rakyat diparlemen. (v) Hubungan yang imanen antara dua variabel Yang dimaksud dengan hubungan yang imanen adalah perubahan variabel tertentu yang diikuti oleh perubahan variabel yang lain, misalnya jumlah barang yang beredar di pasar dalam keadaan yang berlebihan (S > D). Kondisi ini akan menyebabkan menurunnya harga barang tersebut, jumlah lulusan lembaga Pendidikan keguruan yang terus bertambah, tetapi tidak diikuti oleh bertambahnya sekolah-sekolah baru, maka akan mengakibatkan bertambahnya pengangguran terdidik yang berasal dari lembaga pendidikan keguruan itu. (vi) Hubungan antar variabel tujuan dengan variabel cara Pada umumnya tujuan dan cara dapat ditemui pada saat keinginan seseorang. Tetapi kadang-kadang tidak jarang juga tujuan dan cara berada pada kondisi yang berbeda pula. Misalnya hubungan antara model-model janji menyejahterakan masyarakat dalam kampanye partai politik dan cara partai politik mengendalikan suatu rezim dalam pemerintahan. Hubungan antara jumlah obat yang dimakan dengan tingkat kesembuhan pasien, hubungan antara cinta orang tua terhadap anaknya dan cara orang tua mendidik anaknya. Tipe hubungan asimetris yang dibicarakan diatas berbeda dengan macam hubungan asimetris beberapa variabel dalam 199
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
penelitian kuantitatif. Kedua hubungan ini dapat terjadi diantara dua variabel atau juga dapat terjadi pada hubungan tiga atau lebih variabel. Hubungan asimetris antara dua variabel dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar: 8.11 Hubungan dua variabel dalam analisis bivariat (Sumber: Bungin, 2013: 82)
Bila kita perhatikan gambar 8.11 diatas, maka kita akan mengerti bahwa penelitian yang dijelaskan dengan gambar tersebut adalah penelitian yang menguji hubungan bivariat (hubungan dua variabel), yaitu variabel bebas dan variabel terikat, dalam gambar tersebut jelas menunjukan variabel bebas mempengaruhi variabel terikat. Kemudian ada pula penelitian yang ingin menguji hubungan multivariat, dimana posisi variabel bebas (yang selanjutnya disebut variabel induk) terdiri dari beberapa sub variabel secara bersama (multivariat) mempengaruhi variabel terikat, untuk memudahkan memahami dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar: 8.12 Hubungan Variabel Bebas (yang didukung oleh sub-sub variabel) Dengan Variabel Terikat dalam Analisis Multivariat
200
Konsep, Variabel, dan Pengukuran
Kalau kita perhatikan lebih teliti lagi variabel bebas yang ada d Dalam gambar: 8.12 diatas, sebetulnya tidak lain adalah variabel bebas yang disertai oleh sub-sub variabel bebas yang substansinya jelas, dan dalam penelitian ini berfungsi sebagai variabel komposit yang secara bersama-sama mempengaruhi variabel terikat. Selain penelitian yang menggunakan analisis hubungan multivariat seperti yang digambarkan dalam gambar: 8.12 diatas, masih ada lagi penelitian dengan analisis multivariat yang lain, yang terdiri dari tiga komponen variabel, yaitu: variabel bebas, variabel kontrol, dan variabel terikat. Munculnya variabel kontrol disini karena dalam kenyataannya dari sejumlah variabel yang menyertai variabel bebas itu tidak semuanya mempunyai kemampuan mempengaruhi variabel terikat. Dari situ munculah sub-sub variabel yang menyertai yang mempunyai kemampuan mempengaruhi variabel terikat ya6ng dapat dijadikan variabel kontrol, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar: 8.13 Hubungan dua variabel atau lebih dalam analisis multivariat
Kalau kita perhatikan gambar: 8.13 diatas, ada tiga variabel saling berinteraksi dalam hubungan multivariat. Ketiga variabel itu adalah variabel bebas, variabel terikat, dan variabel control, variabel bebasnya adalah “kualitas keterampilankaryawan pabrik tas merek JJ”. Variabel terikatnya adalah “hasil produksi tas merek JJ”. Sedangkan variabel kontrolnya adalah beberapa sub variabel yang memungkinkan mempengaruhi variabel terikat, yang terdiri 201
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
dari: pelatihan karyawan, kualitas mesin, kesejahteraan, lingkungan kerja, dan selera pasar.131 Analisis hubungan tiga variabel tersebut dalam konteks hubungan multivariat, menjelaskan bahwa untuk menyiapkan produksi Tas merek JJ yang berkualitas sangat bergantung pada bagaimana tingkat kualitas keterampilan karyawan pabrik Tas merek JJ. Namun perlu juga diketahui disini kualitas produk Tas merek JJ ini tidak saja ditentukan oleh kualitas keterampilan karyawan pabrik tas merek JJ, tetapi juga berdasarkan hasil analisis multivariat didukung oleh sub-sub variabel yang tergabung dalam variabel kontrol yang terdiri dari: pelatihan karyawan, kualitas mesin, kesejahteraan, lingkungan kerja, dan selera pasar. Pengaruh variabel tetap dan variabel kontrol terhadap variabel terikat dalam analisis multivariat menunjukan terjadinya pengaruh parsial dan pengaruh simultan. Selain itu masih ada lagi nama-nama lain dari variabel bebas itu dan hubungannya dengan antar variabel terikat dalam suatu penelitian yang perlu juga kita ketahui, yaitu variabel laten (sebagai variabel bebas) dengan variabel manifest sebagai variabel terikat, dan variabel endogen (sebagai variabel bebas) dengan variabel eksogen (sebagai variabel terikat),132 untuk itu dapat dijelaskan sebagai berikut: (a) Variabel laten dan variabel manifest Didalam analisis data dengan menggunakan model persamaan tertentu seperti “Structural Equation Modeling” (SEM) sering ditemukan istilah variabel laten dan variabel manifest ini. Variabel laten adalah variabel tidak dapat diukur secara langsung karena memerlukan beberapa indikator sebagai proaksinya (yang menjelaskannya). Sedangkan variabel manifest (observed variable) adalah variabel yang dapat diukur langsung oleh peneliti. Pengukuran ini pada dasarnya adalah pengukuran terhadap indikator-indikator dari variabel laten. Misalnya “keputusan membeli” adalah variabel laten karena 131 132
Anwar Sanusi, Loc Cit, hal 52. Anwar Sanusi, Ibid, hal 52.
202
Konsep, Variabel, dan Pengukuran
tidak dapat diukur secara langsung oleh peneliti. Variabel keputusan membeli itu memerlukan indikator-indikator agar dapat diukur, seperti misalnya: jenis produk, spesifikasi produk, merek, distributor, jumlah produk, waktu pembelian, dan cara pembayaran. Indikator-indikator inilah yang disebut dengan variabel manifest, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar: 8.14 Hubungan Variabel Laten Dengan Variabel Manifest
Dengan memperhatikan gambar: 8.14tersebut diatas, maka kita dapat memahami variabel laten itu baru dapat diukur setelah lebih dahulu ada indikator-pembayarannyabagaimana, jenis produknya bagaimana, mereknya apa, distributornya siapa, jumlah produk yang dibeli berapa, dan waktu pembayarannya kapan. (b) Variabel endogen dan variabel eksogen Dalam menggunakan model analisis Structural Equation modeling (SEM) juga kita mengenal adanya variabel endogen dan eksogen, yang dipengaruhi oleh variabel lain dalam suatu penelitian. Variabel endogen ini sebenarnya sama dengan variabel terikat, sedangkan variabel eksogen sama dengan variabel yang mempengaruhi variabel lain dalam suatu 203
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
penelitian, sehingga variabel ini dikenal pula dengan variabel bebas. Dalam analisis SEM variabel eksogen sealalu berfungsi sebagai variabel bebas. Misalnya “bauran promosi” adalah variabel eksogen (variabel bebas) yang mempengaruhi keputusan konsumen sebagai variabel endogen (variabel terikat). Kedua variabel ini endogen dan aksogen sama-sama mempunyai indikator sehingga dapat diukur, untuk memudahkan memahaminya dapat melihat gambar berikut ini:
Dengan memperhatikan gambar: 8.15 diatas kita dapat memahami bahwa variabel “Bauran promosi” sebagai variabel eksogen (variabel bebas) yang dipengaruhi oleh sub-sub variabel: hubungan masyarakat, periklanan, penjualan pribadi, dan promosi penjualan. Bauran promosi ini mempunyai hubungan kausalitas (sebab akibat) dengan “Keputusan membeli” yang befungsi sebagai variabel endogen (variabel terikat) yang didukung oleh sub-sub variabel: spesifikasi produk, jenis produk, merek, distributor, jumlah produksi, waktu pembelian, dan cara pembayaran. 204
BAB IX HIPOTESIS PENELITIAN
1. Pengertian hipotesis Secara etimologis kata hipotesis itu terbentuk dari dua kata, yaitu hypo dan thesis. Hypo berarti kurang dan thysis berarti pendapat, kedua kata itu kemudian digunakan secara bersama menjadi hypothesis dan penyebutannya dalam dialek bahasa Indonesia menjadi hipotesa. Kemudian berubah menjadi hipotesis yang maksudnya adalah suatu kesimpulan yang masih kurang atau kesimpulan yang masih belum sempurna, yang perlu disempurnakan dengan membuktikan kebenaran hipotesis itu melalui penelitian, pembuktian itu hanya dapat dilakukan dengan menguji hipotesis itu secara empirik atau dengan data dilapangan.133 Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang kebenarannya harus diuji secara empiris antara dua variabel. Hipotesis menyatakan hubungan dari apa yang kita inginkan untuk dipelajari, variabel tersebut adalah variabel bebas, yaitu variabel penyebab, serta variabel terikat atau variabel akibat, hipotesis merupakan pernyataan yang diterima untuk sementara sebagai suatu kebenaran berdasarkan logika, teori-teori ilmu pengetahuan, dan penelitian-penelitian terdahulu dalam bidang dan masalah yang sama yang merupakan dasar kerja serta panduan dan verifikasi.134 133
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kencana Prenada Media Group Jakarta, 2013, hal 85. 134 Supriyanto dan Djohan, Metodologi Riset Binis dan Kesehatan, Grafika Wangi Kalimantan Banjarmasn, 2011, hal 92.
205
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Hipotesis adalah jawaban sementara yang hendak diuji kebenarannya melalui penelitian, dikatakan sebagai jawaban sementara karena hipotesis pada dasarnya merupakan jawaban dari permasalahan yang telah dirumuskan dalam perumusan masalah, sedangkan kebenaran yang sesungguhnya dari hipotesis itu perlu diuji secara empirik melalui analisis data di lapangan, tidak semua penelitian memerlukan hipotesis. Penelitian yang bersifat eksploratif dan deskriptif tidak memerlukan hipotesis. Hipotesis hanya diperlukan dalam penelitian kuantitatif, sebaliknya penelitian kualitatif tidak memerlukan hipotesis, hipotesis dalam penelitian kuantitatif antara lain bertujuan untuk: a) Menjelaskan masalah penelitian b) Menjelaskan variabel-variabel yang akan diuji c) Sebagai pedoman untuk memilih alat analisis data d) Sebagai dasar untuk membuat kesimpulan penelitian.135 Contoh hipotesis: Ada pengaruh positif yang signifikan dari pemberian insentif, suasana kerja yang kondusif, dan kepemimpinan terhadap kinerja karyawan PT Maju bersama di Banjarmasin. Hipotesis diatas dapat digunakan untuk menjelaskan atau menunjukkan: a) Masalah penelitian Apakah ada pengaruh positif yang signifikan dari pemberian insentif, suasana kerja yang kondusif, dan kepemimpinan terhadap kinerja karyawan PT Maju Bersama di Banjamasin. b) Variabel penelitian Pemberian insentif, suasana kerja yang kondusif, kepemimpinan, dan kinerja karyawan, dimana yang berfungsi sebagai variabel bebas (mempengaruhi adalah: pemberian insentif, suasana kerja yang kondusif, dan kepemimpinan. Sedangkan variabel terikatnya (yang dipengaruhi) adalah kinerja karyawan.
135
Suliyanto, Metode Riset Bisnis. Penerbit Andi Yogyakarta, 2006, hal 54.
206
Hipotesis Penelitian
c) Metode analisis data Oleh karena penelitian ini bertujuan mengukur pengaruh, maka penelitian ini termasuk jenis penelitian asosiatif atau kausal, sehingga alat analisis yang digunakan adalah alat analisis yang sesuai dengan jenis penelitian asosiatif atau kausal yaitu analisis jalur Partial Least Square (PLS) dan analisis regresi. d) Kesimpulan Setelah dilakukan analisis data, kesimpulan yang akan diperoleh memiliki dua kemungkinan, yaitu: (i) Kemungkinan pertama ada pengaruh positif yang signifikan dari pemberian insentif, suasana kerja yang kondusif, dan kepemimpinan terhadap kinerja karyawan PT Maju Bersama. (ii) Kemungkinan kedua tidak ada pengaruh positif yang signifikan dari pemberian insentif, suasan kerja yang kondusif, dan kepemimpinan terhadap kinerja karyawan PT Maju Bersama.
2. Dasar-dasar menyusun hipotesis Meskipun hipotesis itu merupakan dugaan sementara, namun dalam penyusunannya harus mempunyai dasar yang kuat. Beberapa dasar yang dapat digunakan untuk merumuskan hipotesis adalah: (i) Teori ilmu pengetahuan Teori ilmu pengetahuan merupakan dasar yang paling kuat untuk dijadikan dasar perumusan hipotesis karena merupakan pernyataan yang secara umum telah diakui kebenarannya. Misalnya: Teori permintaan dan penawaran menyatakan bahwa “Penurunan harga akan meningkatkan pemintaan”. Jadi, kalau kita melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh harga terhadap penjualan, maka kita dapat merumuskan hipotesisnya: “Harga berpengaruh negatif terhadap penjualan” (Dasar teori yang digunakan teori permintaan dan penawaran). (ii) Penelitian terdahulu Penelitian terdahulu dengan tema yang sama atau relatif sama dapat digunakan sebagai acuan dalam merumuskan hipotesis. Misalnya: Dalam penelitian terdahulu diperoleh kesimpulan bahwa upah (gaji) mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap 207
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
produktivitas karyawan dibandingkan dengan lingkungan kerja. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu itu dalam melaksanakan penelitian dengan tema yang sama atau relatif sama, maka kita dapat merumuskan hipotesis yang menyatakan “Upah (gaji) lebih berpengaruh terhadap produktivitas dibandingkan dengan lingkungan kerja”. (iii) Penelitian pendahuluan Antara penelitian terdahulu dengan penelitian pendahuluan itu berbeda. Penelitian terdahulu itu adalah penelitian yang sudah pernah dilaksanakan. Sedangkan penelitian pendahuluan itu adalah penelitian kecil (penelitian yang mengawali) atau sering disebut small research, seperti misalnya wawancara pendahuluan dengan narasumber yang memahami permasalahan yang akan kita teliti. Penelitian pendahuluan ini dapat kita gunakan untuk menjadi dasar perumusan hipotesis, apabila kita tidak ada menemukan literatur (referensi) yang memuat teori-teori tentang masalah yang kita teliti dan juga kita tidak menemukan penelitian terdahulu yang sudah dilakukan orang lain. Misalnya: Kita akan melakukan penelitian tentang kualitas pelayanan rumah sakit pemerintah di suatu kota, kita sudah berupaya mencari referenai laporan penelitian terdahulu (jurnal) tentang topik yang akan kita teliti itu, tetapi kita tidak ada menemukan. Begitu pula misalnya kita tidak menemukan literatur yang berbicara tentang kualitas pelayanan rumah sakit pemerintah, karena ketiadaan referensi itu maka kita bisa melakukan penelitian pendahuluan (small research), seperti misalnya melakukan wawancara dengan sumber-sumber informasi yang kita anggap kridibel seperti misal beberapa orang pasien yang pernah dirawat dirumah sakit pemerintah dikota tempat kita melakukan penelitian. Berdasarkan tanggapan responden (beberapa orang) yang pernah dirawat dirumah sakit pemerintah yang jumlahnya terbanyak kita dapat merumuskan hipotesis “Pelayanan rumah sakit pemerintah terhadap pasien rawat inap masih belum memuaskan”. (iv) Logika (akal sehat) Bilamana kita tidak menemukan teori yang relevan didalam literatur, kemudian juga kita tidak menemukan referensi dari hasil 208
Hipotesis Penelitian
penelitian (jurnal) yang ada relevansinya, dan kemudian kita juga tidak dapat melakukan penelitian pendahuluan (small research), maka kita bisa merumuskan hipotesis atas dasar logika (akal sehat). Tetapi jangan lupa perumusan hipotesis yang didasarkan pada logika (akal sehat) adalah rumusan hipotesis “yang paling lemah”, karena bagaimanapun juga rumusan berdasarkan logika (akan sehat) ini masih memiliki subyektivitas yang tinggi.136 Dengan demikian 4 alternatif yang bisa kita pilih untuk merumuskan hipotesis itu dapat kita gambarkan sebagai berikut:
Gambar: 9.1 Konsep dasar Perumusan hipotesis
Dari gambar: 9.1 tersebut, tampak bahwa bahwa permasalahan penelitian itu dapat kita ambil dari kehidupan sehari-hari atau bisa juga kita ambil dari teori ilmu pengetahuan. Kemudian masalah yang sudah kita temukan itu kita konfirmasikan dengan berbagai teori yang 136
Suliyanto, Metode Riset Bisnis, Penerbit Andi Yogyakata 2006, hal 57.
209
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
relevan, penelitian terdahulu, penelitian pendahuluan (small research), dan logika (akal sehat) yang bisa kita gunakan bersama-sama, atau minimal kita salah satu alternatif dari empat kemungkinan itu, dari langkah-langkah itu kemudian kita merumuskan hipotesis penelitian.
3. Kegunaan hipotesis Nazir (2005) sebagaimana dikutip oleh Supriyanto dan Djohan menyebutkan kegunaan hipotesis itu adalah untuk:137 a) Memberikan batasan serta memperkecil jangkauan penelitian dan pekerjaan penelitian. b) Menyiagakan peneliti pada kondisi fakta dan hubungan antar fakta, yang kadangkala hilang begitu saja tanpa perhatian peneliti. c) Sebagai alat sederhana dalam memfokuskan fakta yang berceraiberai tanpa koordinasi kedalam suatu kesatuan penting dan menyeluruh. d) Sebagai panduan dalam pengujian serta penyesuaian dengan fakta dan antar fakta.
4. Kriteria hipotesis yang baik Hipotesis yang baik akan sangat membantu peneliti dalam melaksanakan penelitian, karena dapat dijadikan pedoman untuk melaksakan langkah-langkah penelitian selanjutnya. Hipotesis yang baik itu ditandai oleh kriteria berikut ini: a) Dinyatakan dalam kalimat yang jelas, sehingga tidak menimbulkan multi tafsir atau pengertian yang berbeda diantara para pembaca. Misalnya Peningkatan upah (gaji) berpengaruh positif terhadap peningkatan kinerja. (hipotesis ini jelas), tetapi kalau kalimatnya Peningkatan upah (gaji) mempunyai pengaruh yang kurang berarti terhadap kinerja karyawan, maka hipotesis ini menjadi tidak jelas, karena bertentangan dengan logika. b) Dapat diuji secara ilmiah. Maksudnya hipotesis yang dirumuskan itu benar-benar memenuhi prosedur dan syarat-syarat yang ditentukan secara keilmuan. Misalnya Peningkatan upah (gaji) 137
Supriyanto dan Djohan, Loc Cit, 92, dikutip dari Nazir 2005.
210
Hipotesis Penelitian
berpengaruh positif terhadap peningkatan kinerja karyawan dari pengalaman selama ini hal ini bisa dibuktikan. c) Dasar yang kuat dalam merumuskan hipotesis, suatu hipotesis dikatakan baik apabila memiliki dasar yang kuat dalam merumuskannya.Dasar yang kuat disini adalah terdiri:teori ilmu pengetahuan yang ada dalam buku (literatur), hasil (temuan) penelitian terdahulu yang ada dalam jurnal yang di referensi, penelitian pendahuluan (small research), dan setidaknya kalau tidak ada juga tiga jenis yang dijadikan dasar tersebut bisa digunakan logika (akal sehat) meskipun ada kelemahannya karena tidak bisa lepas dari subyektivitas.
5. Syarat-syarat hipotesis Hipotesis yang baik itu harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a) Hipotesis yang dirumuskan itu harus spesifik dan menyatakan hubungan antar variabel, dan variabel-variabel itu harus dapat diukur, dan hubunganya harus dapat diidentifikasi. b) Hipotesis harus sesuai dengan fakta, maksudnya hipotesis itu harus jelas konsep dan variabelnya, dapat dimengerti oleh siapa saja yang membacanya, dan tidak mengandung hal-hal yang bersifat metafisik. c) Hipotesis harus mempunyai landasan teori yang sesuai dengan bidang keilmuan yang sedang dilaksanakan penelitiannya oleh peneliti. d) Hipotesis harus dapat diuji secara empirik (dengan menggunakan data lapangan) dengan bantuan alat (metode statistik) untuk pengolahan dan analisis datanya. e) Hipotesis harus spesifik (sederhana dan terbatas).Semakin spesifik (sederhana dan terbatas) suatu hipotesis, maka akan semakin kecil terjadinya kesalahan. f) Hipotesis harus bisa menerangkan fakta. Maksudnya fakta-fakta yang dipaparkan dalam penelitian itu yang tercermin dalam data penelitian dapat dijelaskan oleh hipotesis melalui pembuktian hipotesis dengan menganalisis data penelitian. 211
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
g) Hipotesis harus logis dan tidak bertentangan dengan hukum alam. Maksudnya hipotesis itu dibuat menurut jalan pikran yang logis, dan hukum alam yang berlaku.
6.
Bentuk hipotesis
Berdasarkan rumusannya bentuk hipotesis dapat dibagi menjadi:138 a) Hipotesis tentang hubungan, yaitu pernyataan sementara tentang hubungan dua variabel atau lebih.Hipotesis ini mendasari penelitian yang bersifat korelasi, misalnya: Semakin tinggi mutu layanan di rumah sakit, maka semakin tinggi tingkat kepuasan pasien. b) Hipotesis tentang perbedaan, yaitu pernyataan sementara yang menjelaskan adanya perbedaan antar variabel tertentu disebabkan oleh adanya pengaruh variabel yang berbeda-beda. Hipotesis ini mendasari penelitian yang bersifat komparatif. c) Hipotesis nol (hipotesis pasif), dalam hipotesis nol (Ho) ada implikasi “tidak ada perbedaan” yang diformulasikan untuk ditolak, Hipotesis ini biasanya diuji dengan statistika. Dengan menolak hipotesis nol maka berarti menerima hipotesis alternatif (Ha) atau hipotesis satu (H1), hipotesis ini biasanya digunakan dalam penelitian eksperimen. Bisa juga digunakan dalam penelitian ilmu sosial seperti: sosiologi, pendidikan, kesehatan, antropologi, komunikasi, ekonomi, politik, dan lain-lain. Hipotesis ini mempunyai bentuk dasar atau mempunyai stattement yang menyatakan tidak ada hubungan antara variabel X dengan variabel Y yang akan diteliti atau variabel independen (X) tidak mempengaruhi variabel dependen (Y).Untuk lebih jelasnya kita bisa memahaminya melalui contoh stattementnya sebagai berikut ini.139 (i) Tidak ada hubungan antara sikap pemihakan jurnalistik dan kepemilikan suatu media dimana jurnalis bekerja. (ii) Tidak ada hubungan antara tingkat pelanggaran seksual dan meningkatnya kasus penyakit HIV/AIDS di suatu negara. 138 139
Supriyanto dan Djohan, Ibid, hal 94. Burhan Bungin, Loc Cit, hal 90.
212
Hipotesis Penelitian
(iii) Penegakkan disiplin di jalan raya tidak dipengaruhi oleh pemahaman pengendara kendaraan bermotor di jalan raya. Kemudian selain itu dapat pula kita lihat contoh rumusan hipotesis nol yang lain seperti berikut ini:140 (i) Ho: r = 0 : Tidak ada perbedaan antara masyarakat berpendidikan tinggidengan masyarakat berpendidikan rendah. (ii) Ho: r = 0 : Tidak terdapat korelasi antara tingkat pedidikan dengan tingkat kesejahteraan. (iii) Ho: β = 0: Tidak terdapat pengaruh tingkat pendidikan terhadap tingkat kesejahteraan. d) Hipotesis alternatif (Ha), hipotesis ini menyatakan adanya perbedaan, hubungan atau pengaruh antar variabel tidak sama dengan nol. Hipotesis ini menyatakan terdapat perbedaan bila penelitiannya komparatif, dan terdapat hubungan jika penelitiannya korelasional, terdapat pengaruh jika penelitiannya kausal. Dengan kata lain terdapat perbedaan, hubungan atau pengaruh antar variabel yang merupakan kebalikan dari hipotesis nol. Contoh rumusan hipotesis alternatif: Ha: r ≠ 0 : Terdapat perbedaan tingkat kesejahteraan antara masyarakatberpendidikan tinggi dengan masyarakat berpendidikan rendah. Ha: r ≠ 0 : Terdapat korelasi antara tingkat pendidikan dengan tingkat Kesejahteraan. Ha: r ≠ 0 : Terdapat pengaruh antara tingkat pendidikan terhadaptingkatKesejahteraan. e) Hipotesis kerja atau disebut juga hipotesis aktif yang disingkat dengan (Hk). Hipotesis kerja ini biasanya diuji untuk diterima. Dirumuskan oleh peneliti dalam desain penelitian non eksperimental, contoh rumusan: Jika pekerjaan membuat rumah itu dikerjakan oleh tukang yang sudah terlatih, maka kesalahannya relatif kurang,
140
Suliyanto, Loc Cit, hal 66.
213
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
dengan adanya hipotesis kerja maka peneliti dapat bekerja lebih mudah dan terarah. f) Hipotesis Common sense, hipotesis ini menyatakan hubungan keseragaman kegiatan terapan. Contoh rumusan hipotesis “Semakin banyak tenaga kerja yang digunakan, semakin luas garapan yang dapat diselesaikan”. Kemudian berdasarkan arahnya dalam distribusi data, hipotesis dapat dibedakan menjadi:141 a) Hipotesis terarah (directional hypothesis), hipotesis ini mengarah pada satu sudut pada distribusi datanya (one tail test hypothesis). Dengan demikian hipotesis ini diuji dengan one tail hypothesis. Contoh: Diduga pria lebih cepat stres dari pada wanita, jadi waktu yang dibutuhkan untuk stres bagi seorang pria lebih sedikit (singkat) dari pada seorang wanita. b) Hipotesis tidak terarah (non directional hypothesis), hipotesis ini mengarah kemana saja dari distribusi data,Contoh: Diduga waktu untuk pria menjadi stressberbeda dengan wanita untuk menjadi stres, untuk menguji ini digunakan two tail test.
7. Merumuskan hipotesis Bagaimana merumuskan hipotesis yang baik?, memang belum ada aturan yang baku. Meskipun demikian untuk memudahkan peneliti merumuskan hipotesis, ada sejumlah petunjuk yang bisa dijadikan acuan, diantaranya: a) Hipotesis harus dinyatakan dengan menggunakan kalimat pernyataan. b) Hipotesis harus dirumuskan atas dasar pikiran-pikiran logis dan pengamatan empiris yang bisa dijelaskan secara ilmiah. c) Hipotesis harus dapat diuji, artinya memungkinkan bagi peneliti atau orang lain untuk menggunakan alat uji tertentu dan mengumpulkan datanya untuk menguji kebenaran yang terkandung dalam hipotesis tersebut.
141
Supriyanto dan Djohan, Loc Cit, hal 60.
214
Hipotesis Penelitian
d) Hipotesis harus menyatakan hubungan dua variabel atau lebih. Hipotesis yang mengandung pernyataan hanya satu variabel merupakan hipotesis yang tidak penting untuk diuji. e) Hipotesis yang baik adalah yang sederhana, sedikit asumsi tetapi lebih banyak menjelaskan fakta.142 Dalam perspektif lain untuk membuat rumusan hipotesis harus memperhatikan:143 a) Substansi hipotesis Menyangkut isi hipotesis tersebut, yaitu sampai sejauhmana ia dapat menjawab permasalahan penelitian dan berapa lingkup informasi atau fakta atau fakta empiris yang diperoleh dilapangan, maupun hasil penelitian terdahulu. b) Formulasi Yang dimaksud dengan formulasi menyangkut susunan dari hipotesis itu sendiri, apakah sudah memenuhi kriteria minimal, yaitu: (i) Mengekspresikan hubungan kausalitas antar variabel. (ii) Dapat dilakukan pengujian secara empirik. (iii) Menggunakan susunan kalimat yang dapat menjawab permasalahan penelitian. (iv) Mempunyai landasan teori yang memadai, baik secara literatur maupun hasil penelitian terdahulu.Jika tidak ada landasan teori yang memadai, hanya berdasarkan logika saja umumnya disebut sebagai preposisi. (v) Mempunyai batasan-batasan yang memadai. (vi) Metodeserta desain penelitian yang dipilih oleh peneliti yang bersangkutan.
8. Pengujian hipotesis Sebagaimana kita ketahui dalam penelitian kuantitatif seperti disebutkan diatas, bahwa hipotesis yang diuji itu adalah hipotesis nol 142 143
Anwar Sanusi, Metodologi Penelitian Bisnis, Salempa Empat Jakarta 2011, hal 47. Supriyanto dan Djohan, Loc Cit, hal 97.
215
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
(Ho) atau disebut juga hipotesis statistik, dan banyak kalangan peneliti berpendapat bahwa dalam banyak hal penelitian kuantitatif lebih matematis, lebih sistematik dari pada penelitian kualitatif. Hal itu dimungkinkan oleh karena dalam penelitian kuantitatif pengukuran (pengujian) hipotesisnya menggunakan metode statistik yang dikenal lebih banyak memiliki alat ukur yang obyektif. Pengujian hipotesis dalam penelitian kuantitatif dengan metode statistik yang sudah terstandar, teruji dalam pemakaiannya inilah yang menyebabkan hasil penelitian kuantitatif relatif lebih mendekati kebenaran yang diharapkan. Dengan demikian orang akan lebih mudah menerima suatu penjelasan pengujian, sampai sejauhmana hipotesis penelitian itu diterima atau ditolak.144 Misalnya dalam menentukan penerimaan dan penolakan hipotesis nol, dapat dicontohkan penerapannya pada data penelitian terdistribusi dalam grafik kurva normal seperti nampak dalam gambar berikut ini:
Gambar: 9.2 Kurva Normal Dalam Pengujian Hipotesis
Dari gambar 9.2. tersebut kita dapat memahami peneliti berasumsi, bahwa kebenaran sebuah hipotesis seperti diperlihatkan oleh kurva normal dalam gambar tersebut. Jika kita misalnya menentukan taraf kepercayaan 95%, maka ada 5% taraf penolakannya yang tersebar didua ekor kurva tersebut yang masing-masing memiliki taraf penolakan 2,5%. Daerah yang berada pada taraf kepercayaan adalah daerah yang disebut penerimaan hipotesis, sedangkan daerah yang ada di ekor kiri dan kanan kurva normal tersebut merupakan daerah penolakan hipotesis, yang biasa disebut daerah signifikansi. 144
Burhan Bungin, Loc Cit, hal 92.
216
Hipotesis Penelitian
9. Penggunaan hipotesis Pada umumnya para peneliti beranggapan setiap penelitian kuantitatif menggunakan hipotesis. Pendapat demikian boleh-boleh saja, namun perlu melihat pada kepentingannya. Misalnya pada penelitian kuantitatif eksplanatif penggunaan hipotesis dianggap penting dan bahkan sangat penting, karena penelitian kuantitatif eksplanatif ini berupaya menjelaskan secara rinci sampai dengan pembuktian hipotesisnya. Sedangkan pada penelitian kuantitatif deskriptif penggunaan hipotesis tidak terlalu penting, karena dalam penelitian kuantitatif deskriptif tidak bertujuan untuk menguji hipotesis, tetapi hanya mendeskripsikan atau sekedar mengidentifikasi data. Selain melihat kepada kepentingannya dalam menggunakan hipotesis, penggunaan hipotesis dalam penelitian kuantitatif juga merupakan ciri khas, karena penelitian kuantitatif itu menggunakan sampel. Data sampel ini setelah diolah dan dianalisis dengan metode statistik inferensil,kemudian hasilnya digunakan untuk membuktikan hipotesis sehingga dapat diketahui sampai seberapa jauh hipotesis itu dapat diterima. Penggunaan statistik inferensial disini memang dipilih sebagai alat pembuktian yang selama ini dinilai akurasinya tidak diragukan. Hasil pembuktian hipotesis dengan metode statistik terhadap data sampel tadi dapat digunakan untuk melakukan generalisasi kepada populasi penelitian itu. Dengan demikian penggunaan hipotesis dalam penelitian kuantitatif yang mutlak menggunakan hipotesis penelitian adalah penelitian kuantitatif yang mempunyai ciri-ciri : a) Eksplanatif b) Menggunakan sampel penelitian c) Menggunakan pengujian statistik inferensial d) Hasil pembuktian hipotesisnya perlu digeneralisasi, dari sampel ke populasi Sedangkan penelitian kuantitatif yang tidak mempunyai ciri-ciri seperti tersebut diatas tidak dituntut menggunakan hipotesis.
217
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
218
BAB X METODE PENELITIAN, POPULASI, SAMPEL, DATA DAN INSTRUMEN PENELITIAN
Dalam metode penelitian kuantitatif biasanya memiliki substansi tentang: macam-macam metode penelitian yang dapat dipilih oleh peneliti sesuai dengan jenis dan sifat penelitian, populasi dan sampel, teknik pengambilan sampel, penentuan besarnya sampel, data dan sumber data, instrumen penelitian, pengujian instrumen, pengumpulan, pengolahan, dan analisis data.
1. Macam-macam metode penelitian Pada Bab terdahulu telah dibicarakan tentang metode penelitian. Pada Bab ini tiba gilirannya membicarakan pilihan metode penelitian yang dapat dipilih oleh peneliti atau mahasiswa yang akan melaksanakan tugas akhir studinya, sesuai dengan jenis dan sifat penelitiannya. Diantaranya misalnya (a) penelitian literatur, yaitu penelitian dengan menggunakan data dan informasi yang sudah ada dalam literatur. (b) penelitian lapangan, yaitu penelitian yang menggunakan data dan informasi yang langsung ditemukan dilapangan (medan atau lokasi penelitian), dan (c) penelitian laboratorium, yaitu penelitian dengan menggunakan data yang langsung diamati di laboratorium. Pilihan terhadap metode yang akan digunakan oleh peneliti sekali lagi diingatkan tentu harus sesuai dengan jenis dan sifat penelitian, penjelasan tentang jenis-jenis penelitian ini sudah dibicarakan pada Bab terdahulu. Terkait dengan metode penelitian yang sesuai dengan jenis dan sifatnya ini, dalam perspektif lain, kita juga mengenal berbagai metode penelitian yang juga banyak ditulis dalam buku-buku teks dan juga 219
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
menjadi pilihan dalam melaksanaan penelitian antara lain: metode deskriptif, metode kebijakan, dan metode partisipatoris.145 a) Metode deskriptif Metode deskriptif ini bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang berlangsung pada saat penelitian dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu. Metode ini dapat digunakan dengan lebih banyak segi dan lebih luas dari metode yang lain. Metode deskriptif ini mempunyai beberapa pendekatan dan dapat dijelaskan sebagai berikut: (i) Pendekatan studi kasus Penelitian deskriptif yang menggunakan pendekatan studi kasus ini melakukan penelitian dengan rinci mengenai suatu obyek tertentu selama kurun waktu tertentu, dengan cukup mendalam dan meyeluruh termasuk lingkungan dan kondisi masa lalunya. Kemudian selanjutnya peneliti dalam penelitian deskriptif dengan pendekatan studi kasus ini berusaha menemukan hubungan antara faktor-faktor yang diteliti tersebut. Kelebihan penelitian dengan pendekatan studi kasus ini lebih mendalam sehingga dapat menjawab mengapa keadaan itu terjadi. Meskipun demikian penelitian ini juga mempunyai kelemahan, diantaranya: kajian menjadi kurang luas, sulit digeneralisasi dengan keadaan yang bersifat umum, dan ada kecenderungan mengarah pada subyektifitas yang disebabkan oleh obyek penelitiannya yang dapat mempengaruhi prosedur. (ii) Pendekatan survey Penelitian deskriptif dengan pendekatan survey ini digunakan untuk mengukur gejala-gejala yang ada tanpa menyelidiki mengapa gejala-gejala tersebut ada. Juga tidak memperhitungkan hubungan-hubungan antara variabel-variabel, lebih menggunakan data yang ada untuk memecahkan masalah yang ada dari pada pengujian hipotesis. 145
Husein Umar, Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen, Gramedia Pustaka Utama Jakarta, hal 86.
220
Metode Penelitian, Populasi, Sampel, Data dan Instrumen Penelitian
Pendekatan survey dapat memberikan manfaat untuk tujuan-tujuan deskriptif, membantu dalam perbandingan deskriptif, membantu dalam perbandingan kondisi yang ada dengan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya dan juga dalam pelaksanaan evaluasi. Pendekatan survey dapat dilakukan dengan cara sensus maupun sampling terhadap halhal yang nyata dan tidak nyata. (iii) Pendekatan pengembangan Penelitian deskriptif dengan pendekatan pengembangan ini berguna untuk memperoleh informasi tentang perkembangan suatu obyek tertentu dalam waktu tertentu. Misalnya penelitian tentang metode pelatihan terhadap produktivitas karyawan. Dalam melakukan penelitian deskriptif dengan pendekatan pengembangan ini ada dua cara yang saling melengkapi: Pertama metode longitudinal, yaitu mempelajari sampel peserta pada jangka waktu yang panjang. Misalnya ada 10 mahasiswa dilakukan pemantauan sejak semester pertama sampai dengan semseter delapan sebagai obyek penelitian yang memerlukan waktu empat tahun. Kedua metode cross-sectional, yaitu mempelajari sampel dan berbagai strata pada waktu bersamaan. Misalnya diambil beberapa orang mahasiswa dari tiap semester, mulai semester satu sampai dengan semester delapan untuk dijadikan bahan penelitian, cara ini dapat membantu metode longitudinal. (iv) Pendekatan lanjutan (Follow-up Study) Secara umum penelitian deskriptif dengan pendekatan lanjutan ini dilakukan bila peneliti hendak mengetahui perkembangan lanjutan dari subyek yang telah diberikan perlakuan tertentu atau setelah kondisi tertentu. Misalnya dipakai dalam menilai kesuksesan program-program tertentu yang dicanangkan, seperti misalnya program pelatihan karyawan.
221
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
(v) Pendekatan dokumen (Content Analysis) Pada metode penelitian deskriptif dengan pendekatan dokumen (Content analysis) ini peneliti melakukan pengumpulan data dan informasi melalui pengujian arsip dan dokumen. Istilah lain juga disebut analisis dokumen atau analisis isi, misalnya Peneliti ingin mengetahui seberapa banyak buku-buku literatur di jurusan Ekonomi Syariah yang mengandung analisis tentang Bisnis dan Etika bisnis. (vi) Pendekatan kecenderungan (Trend Analysis) Pendekatan kecenderungan (Trend analysis)dalam metode penelitian deskriptif bertujuan untuk melihat kondisi yang akan datang dengan melakukan proyeksi (forecast). Metode dengan pendekatan kecenderungan ini dianggap paling sesuai dalam melakukan proyeksi masa yang akan datang penggunaan ramalan(forecast) dianggap lebih realistis ketimbang ramalan jangka panjang karena banyak keadaan yang berada diluar kontrol atau harapan yang terjadi. (vii)Pendekatan korelasi (Corelational Study) Pendekatan korelasi dalam penelitian deskriptif adalah penelitian yang dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi. Perbedaan yang utama dengan pendekatan lain adalah adanya usaha untuk menaksir hubungan dan bukan hanya sekedar deskripsi.146 Melalui pendekatan korelasi ini peneliti dapat mengetahui berapa besar kontribusi variabel-variabel bebas terhadap variabel terikatnya serta besarnya arah hubungan yang terjadi. Pendekatan ini sangat digemari oleh kebanyakan mahasiswa pascasarjana karena mudah merancang dan mengumpulkan datanya. b) Metode kebijakan Penelitian dengan metode kebijakan dapat didefinisikan sebagai penelitian untuk mendukung kebijakan yang menyangkut masalah fundamental. Oleh karena sifatnya mendukung kebijakan 146
Husein Umar, Ibid, hal 90 dikutip dari Fox 1969.
222
Metode Penelitian, Populasi, Sampel, Data dan Instrumen Penelitian
maka penelitian ini bersifat khas, namun tak pula berarti mengadaada. Penelitian dengan metode kebijakan ini dimaksudkan untuk membantu pengambil kebijakan memecahkan masalah dengan jalan memberikan rekomendasi yang berorientasi pada tindakan atau perilaku yang pragmatik yang dirumuskan berdasarkan hasil kajian melalui penelitian deskriptif dengan menggunakan metode kebijakan, yang perlu dihasilkan oleh peneliti dalam menggunakan metode kebijakan ini bukan terletak pada bobot ilmiahnya sebuah hasil penelitian, tetapi bagaimana hasil penelitian itu punya aplikabilitas atau dapat diterapkan dalam rangka memecahkan masalah sosial yang fundamental tadi. Inilah jenis penelitian yang sering disebut orang dengan istilah “penelitian pesanan”, yang dipesan itu bagaimana suatu masalah itu bisa diatasi, penelitian dengan metode kebijakan ini paling tidak harus memenuhi prosedur berikut ini: (i) Memahami secara inten masalah sosial yang fundamental yang ingin diatasi,misalnya: masalah kekurangan gizi bagi balita, masalah inflasi yang sangat tinggi, masalah penyalahgunaan narkoba dikalangan pelajar dan mahasiswa, dan lain-lain. (ii) Peneliti meneliti masalah tersebut secara inten, misalnya mencari apa saja faktor-faktor yang menjadi penyebabnya, mengapa faktor penyebab itu ada, dan bagaimana mengantisipasinya. (iii) Hasil penelitian dan analisisnya hendaknya diseminarkan bersama-sama dengan pihak yang berkepentingan (pemakai) hasil penelitian. (iv) Peneliti merumuskan rancangan (konsep) rekomendasi pemecahan masalah untuk disampaikan dan digunakan oleh pihak yang berkepentingan dalam menangani masalah tersebut. (v) Pelaksanaan penanggulangan (pemecahan masalah) harus dimulai dulu dengan uji coba dalam jumlah yang kecil, sehingga mudah diikuti perkembangannya. (vi) Pada waktu uji coba penerapan hasil penelitian dengan
223
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
metode kebijakan ini harus diikuti dengan monitoring dan evaluasi, sehingga dapat diketahui apa saja masalahnya yang masih ada, dimana masalah itu ada, dan mengapa masalah itu masih ada, sehingga dapat dicarikan solusinya. (vii) Kemudian hasil monitoring dan evaluasi uji coba tersebut perlu ditindak lanjuti dengan seminar penyempurnaan hasil penelitian yang diikuti peneliti (Tim peneliti) dan pihak pemakai yang memerlukan. (viii) Menyempurnakan rekomendasi yang akan diserahkan kepada pemakai hasil penelitian. Dengan demikian penelitian dengan metode kebijakan ini memerlukan prosedur yang ketat, proses yang panjang, dan penanganan yang sungguh-sungguh, sehingga memerlukan waktu mungkin sampai satu tahun baru ada rumusan yang diharapkan dapat diterapkan, itu semua merupakan risiko dari penelitian dengan menggunakan metode kebijakan. Tanpa mengikuti prosedur itu maka peneliti hanya akan melakukan kerja penelitian yang penuh risiko, yang tidak dapat merumuskan rekomendasi yang tepat untuk mengatasi masalah yang diteliti. c) Metode partisipatoris Penelitian deskriptif dengan pendekatan metode partisipatoris ini adalah bentuk penelitian yang melibatkan semua pihak yang seharusnya dilibatkan dalam kegiatan pembangunan. Pendekataan dengan metode partisipatoris ini dimaksudkan untuk mengurangi kelemahan-kelemahan dalam pelaksanaan programprogram pembangunan untuk mengatasi masalah-masalah yang krusial seperti misalnya pengentasan kemiskinan dan pengangguran, yang selama ini lebih banyak dilakukan dengan pendekatan klasik (tradisional) yang cenderung melaksanakan konsep gaya kepemimpinan “atas-bawah” (top down). Sebagaimana kita ketahui masih banyak program pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah dengan menggunakan pendekatan “atas bawah”, misalnya kegiatan pembangunan untuk mengatasi masalah kemiskinan di pedesaan atau didaerah slum di perkotaan yang menjadi konsentrasi hunian orang-orang miskin. 224
Metode Penelitian, Populasi, Sampel, Data dan Instrumen Penelitian
Pendekatan “atas bawah” ini masih sering dipakai dalam menangani pembangunan ternyata kurang berhasil, dimana orang-orang kecil umumnya dari kalangan keluarga miskin yang memerlukan sentuhan pembangunan sering tidak dilibatkan dalam pelaksanaan konsep-konsep pembangunan yang diperuntukan bagi mereka. Jadi disini terjadi kekeliruan metodologis dalam penerapan konsep-konsep pembangunan. Untuk memperbaiki perlakuan itu diperlukan lebih dahulu penelitian deskriptif dengan pendekatan metode partisipatoris sebagai pilihan yang dianggap lebih tepat. Pendekatan dengan metode partisipatoris ini sesuai dengan namanya dalam praktiknya mengikutsertakan orang-orang yang menjadi obyek dalam kegiatan tersebut. Misalnya kegiatan pembangunan ekonomi untuk orang-orang kecil yang terdiri dari keluarga miskin, mereka mestinya harus dilibatkan turut berpartisipasi dalam aktivitas pembangunan yang mengurusi masalahnya sendiri yang tadinya hanya sebagai penonton pasif. Kenapa hanya menjadi penonton pasif? Sudah bukan rahasia lagi karena mereka memang tidak pernah diajak bagaimana mengatasi masalahnya itu, dan pihak penguasa (pejabat pemerintah yang bertanggung jawab) terhadap masalah itu berkeyakinan, masalahnya sudah diotak-atik secara benar (setidaknya menurut versi pejabat yang bertanggung jawab). Mereka (orang-orang miskin) itu nanti akan menerima dampak dari aktivitas pembangunan ini, inilah yang sering terjadi dalam persepsi pejabat pemerintah yang bertanggung jawab melaksanakan pembangunan. Dengan gaya tradisionalnya itu sering meninggalkan orang-orang kecil yang semestinya dilibatkan dalam proses pembangunan yang menyangkut diri mereka. Jadi pendekatan partisipatoris dalam metode penelitian deskriptif ini dimaksudkan juga untuk mengurangi monopoli penguasa dalam mengatur kegiatan pembangunan yang cenderung memonopoli peran, dan merasa sudah tepat tanpa mengikutsertakan orang-orang kecil dari kalangan keluarga miskin yang sebenarnya sangat berkepentingan dengan program pembangunan ini. Pilihanpilihan konsep bagaimana mengatasi masalah yang dihadapi orang-orang miskin yang disodorkan dan dilaksanakan dengan 225
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
konsep yang diotak-atik oleh penguasa tidak selamanya tepat tanpa memberi kesempatan kepada mereka yang berkepentingan untuk didengar dulu pendapatnya apa yang menjadi pilihan dan bagaimana melaksanakan pilihan itu. Konsep pembangunan dengan pendekatan partisipatoris ini memerlukan uji coba dahulu untuk dapat memastikan apa dan bagaimana konsep-konsep pembangunan yang bersumber kepentingan dari keluarga miskin itu sendiri, dan terus dimonitor perkembangannya, sehingga dapat diketahui kelemahan dan kekurangannya, dan kemudian diperbaiki bersama. Jadi konsep pendekatan partisipatoris ini juga memerlukan waktu penelitian yang agak lama, paling tidak satu tahun. Segala kelemahan dan kekurangannya direview melalui monitoring dan evaluasi baru bisa dilaksanakan dalam jumlah yang lebih besar. Meskipun demikian dapat diyakini akan mengurangi banyak masalah sebagaimana yang terjadi pada pendekatan atas-bawah yang masih sering dilakukan.
2. Populasi Populasi adalah kumpulan unit yang akan diteliti ciri-ciri (karakteristik) nya, dan apabila populasinya terlalu luas, maka peneliti harus mengambil sampel (bagian dari populasi) itu untuk diteliti. Dengan demikian berarti populasi adalah keseluruhan sasaran yang seharusnya diteliti, dan pada populasi itulah nanti hasil penelitian diberlakukan. Didalam populasi itulah tempat terjadinya masalah yang akan diteliti. Populasi itu bisa terdiri dari orang, badan, lembaga, institusi, wilayah, kelompok dan sebagainya yang akan dijadikan sumber informasi dalam penelitian yang dilakukan. Jadi populasi itu adalah keseluruhan obyek yang dijadikan sasaran penelitian, dan sampel penelitian diambil dari populasi itu. Dalam proses penelitian penentuan populasi tidak dapat dilewatkan begitu saja, karena kesimpulan penelitian akan diberlakukan terhadap populasi itu.147
147
Moh Kasiram, Metodologi Penelitian Kualitatif –Kuantitattif, UIN MALIK Malang, 2010, hal 108.
226
Metode Penelitian, Populasi, Sampel, Data dan Instrumen Penelitian
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian, 148 apabila seseorang ingin meneliti elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi. Studi atau penelitiannya juga disebut studi populasi atau studi sensus, sebgaimana disebutkan dalam Encyclopedia of Educational Evaluation: A population is a set (or collection) of all elements possessing one or more attributes of interest. Dalam perspektif yang lain populasi adalah seluruh kumpulan elemen yang menunjukan ciri-ciri tertentu yang dapat digunakan untuk membuat kesimpulan. Jadi kumpulan elemen itu menunjukan jumlah, sedangkan ciri-ciri tertentu menunjukan karakteristik dari kumpulan itu. Dengan demikian jika kita mengatakan bahwa populasi karyawan suatu perusahaan sebanyak 5000 orang, kita sedang menunjuk pada jumlah karyawan, sementara itu karakteristik karyawan bisa meliputi: motivasinya, cara kerjanya, komunikasinya, kinerjanya, tingkat kepuasan kerjanya, dan sebagainya.149
3. Sampel Dalam praktik penelitian seorang peneliti jarang sekali melakukan penelitian terhadap keseluruhan kumpulan elemen (populasi). Peneliti biasanya melakukan seleksi terhadap bagian elemen-elemen populasi dengan harapan hasil seleksi tersebut dapat merefleksikan seluruh karakteristik yang ada. Elemen adalah subyek dimana pengukuran dilakukan, elemen-elemen populasi yang terpilih ini disebut sampel, cara memilih atau menyeleksinya disebut teknik sampling. Mengapa hal tersebut dilakukan dalam penelitian?. Hal tersebut karena ada alasan yang rasional diantaranya tidak semua obyek yang akan diteliti dapat diamati dengan baik karena adanya beberapa keterbatasan yang ada pada peneliti, seperti misalnya keterbatasan waktu, keterbatasan tenaga, dan keterbatasan biaya. Selain keterbatasan yang ada pada diri peneliti, ada lagi beberapa alasan lain diantaranya:
148 149
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Rineca Cipta Jakarta, 2013, hal 102. Anwar Sanusi, Metodologi Penelitian Bisnis, Salemba Empat 2011, hal 87.
227
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
a) b) c) d)
Efisiensi penelitian Ketelitian penelitian Mengurangi kerusakan obyek penelitian. Penelitian populasi sulit bahkan tidak mungkin dilakukan untuk suatu populasi yang jumlahnya besar.
Sampel yang baik adalah sampel yang benar-benar dapat digunakan untuk menggambarkan karakteristik populasinya. Dalam pemilihan sampel biasanya peneliti dihadapkan pada dua permasalahan sampling, yaitu menyangkut: a) Ukuran sampel yang harus diambil Dalam hubungan ini perlu diingat besar kecilnya sampel tidak dapat digunakan sebagai jaminan bahwa jumlah tersebut telah mampu mewakili populasi.Besar kecilnya sampel sangat tergantung tingkat homogenitas populasi. Semakin homogen semakin sedikit sampel yang diperlukan, dan semakin heterogen semakin banyak sampel yang diperlukan. b) Teknik pengambilan sampel Teknik pengambilan sampel sangat bergantung pada struktur populasi dan tujuan penelitian. Dalam konteks ini perlu dilihat apakah populasi memiliki tingkatan-tingkatan, dimana antar tingkatan memiliki karakteristik yang berbeda atau malah sama.Kemudian selain itu apakah sampel harus memiliki kriteriakriteria tertentu atau tidak. Besar kecilnya jumlah sampel minimal tidak hanya didasarkan pada persentase populasi, tetapi juga ada beberapa pertimbangan untuk menentukan jumlah sampel yang diperlukan.150 a) Besar keragaman populasi Semakin besar tingkat keragaman populasi, maka semakin besar sampel yang diperlukan. Sebaliknya semakin kecil tingkat keragaman populasi, maka semakin kecil jumlah sampel yang diperlukan. Jika sampel homogen, maka jumlah sampel yang yang 150
Suliyanto, Metodologi Penelitian Bisnis, Penerbit Andi Yogyakarta, 2006, hal 9495.
228
Metode Penelitian, Populasi, Sampel, Data dan Instrumen Penelitian
b)
c)
d)
e)
diperlukan sedikit saja, bahkan cukup 1 saja, karena dalam populasi yang homogen mengambil sampel banyak atau 1 saja hasil sama. Misalnya pengujian golongan darah, cukup mengambil satu tetes saja sebagai sampel, karena darah yang ada dalam tubuh kita relatif homogen.Untuk mengukur tingkat homogenitas data penelitian kuantitatif dapat menggunakan nilai varian atau standar deviasi, semakin kecil varian atau standar deviasi, maka semakin homogen data tersebut. Besar tingkat keyakinan yang kita perlukan Semakin besar tingkat keyakinan maka sampel yang diperlukan besar. Sebaliknya semakin kecil tingkat keyakinan, maka sampel yang diperlukan semakin kecil. Untuk lebih jelasnya dapat diberikan ilustrasi sebagai berikut: Saat anda mendengar dari salah seorang mahasiswa bahwa salah seorang dosen meninggal dunia. Anda belum tentu mempercayainya karena baru kemaren sore anda bertemu dengan dosen yang dimaksud. Kemudian anda bertanya kepada mahasiswa yang lain dan mendapat jawaban bahwa berita itu benar, sehingga keyakinan anda meningkat, semakin banyak yang anda tanyai untuk dijadikan sampel maka keyakinan anda semakin meningkat. Toleransi tingkat kesalahan yang dapat diterima Hasil penelitian berdasarkan data sampel dapat memberikan hasil yang berbeda dengan hasil penelitian yang berdasarkan populasi.Seberapa besar ini dapat kita terima atau dianggap sama dengan hasil pengukuran populasi disebut tingkat toleransi kesalahan, maka akan semakin besar jumlah sampel yang diperlukan. Tujuan dilakukannya penelitian Jika pengambilan sampel bertujuan menaksir parameter ratarata (µ) maka akan berbeda jika tujuan pengambilan sampel untuk menaksir parameter proporsi (P). Jika penelitian bertujuan mengetahui pengaruh antar variabel, jangan sampai jumlah sampel yang diambil lebih kecil dari derajat kebebasan (df) yang diperlukan. Keterbatasan yang dimiliki oleh peneliti Dalam melakukan penelitian seringkali seorang peneliti menghadapi kendala-kendala yang dapat mempengaruhi jumlah 229
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
sampel yang diambil. Beberapa keterbatasan yang ikut berpengaruh terhadap kemampuan peneliti dalam mengambil sampel, diantaranya adalah faktor: biaya, tenaga, dan waktu. Apabila peneliti mempunyai keterbatasan tersebut, maka peneliti dapat meurunkan derajat kepercayaan (df) atau meningkatkan derajat penyimpangan dalam batas yang dapat ditoleransi (masih dalam batas yang ada dalam tabel). Satuan sampling dapat berupa orang (individu) yang berdiri sendiri, atau kumpulan individu, atau bisa juga dalam bentuk yang lain. Dalam pengukuran populasi nilai yang diperoleh disebut parameter, sedangkan nilai yang diperoleh dari perhitungan sampel disebut penaksir (estimator) dari parameter. Pertanyaannya mengapa parameter atau nilai populasi perlu ditaksir atau diduga? Itu disebabkan karena nilai parameter jarang diketahui, dan bahkan seringkali tidak pernah diketahui. Oleh karena itu parameter perlu diduga dengan menggunakan sampel. Dalam rumus-rumus statistik ukuran populasi biasanya dilambangkan dengan “N” (huruf n besar), dan ukuran sampel dilambangkan dengan “n” (huruf n kecil). Apabila suatu penelitian menggunakan sampel, maka penelitian itu menganalisis hasil penelitiannya dengan statistik inferensial, dan itu berarti pula hasil penelitiannya adalah suatu generalisasi. Untuk mencapai generalisasi yang baik, maka disamping megikuti tata cara penarikan kesimpulan yang perlu diperhatikan, juga bobot sampelnya pun harus pula dapat dipertanggung jawabkan. Ini artinya sampel harus benar-benar dapat mewakili populasi. Untuk mendapatkan sampel yang mempunyai bobot seperti itu, maka sampai pada tingkat manapun dari suatu penarikan sampel, setiap unit populasi harus terwakili. Dengan demikian maka sampel adalah wakil semua unit strata yang ada dalam populasi, dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam gambar berikut ini:
230
Metode Penelitian, Populasi, Sampel, Data dan Instrumen Penelitian
Gambar: 10.1 Penarikan sampel yang refresentatif
Dari gambar: 10.1 diatas kita mengetahui seberapa besar sampel yang diambil dari populasinya. Besarnya sampel yang diambil tergantung pada ketentuan (tata cara) pengambilan sampel, ada yang berdasarkan persentasi tertentu, dan ada pula yang berdasarkan kelayakan. Dalam penelitian yang populasinya homogen, maka penarikan sampelnya tidak sesulit pada peneltian yang populasinya heterogen, sebaliknya pada penelitian yang sampelnya heterogen maka penarikan sampelnya harus lebih hati-hati, karena keseluruhan substansi populasi yang heterogen itu harus ada (terwakili) dalam sampel yang diambil. Bagaimana cara menarik sampel pada populasi yang heterogen dapat kita lihat pada tata cara penarikan sampel yang disesuaikan dengan sifat-sifat yang ada pada populasinya. Selain dari persoalan tersebut diatas, yang masih sering menjadi masalah dalam penelitian adalah persoalan besar kecilnya sampel yang diambil. Persoalan ini bisa saja menjadi debatable yang berkepanjangan, persoalan ini sebetulnya tidak perlu terjadi, karena besar kecilnya sampel dalam suatu penelitian tidak selalu dapat menjamin ketepatan kesimpulan suatu penelitian.151 Sampel yang benar-benar dapat menjamin ketepatan kesimpulan suatu penelitian adalah sampel yang benar-benar refresentatif (yang mewakili semua unsur yang ada dalam populasi). Oleh karena itu tidak ada gunanya 151
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kencana Prenada Media Group Jakarta 2013, hal 113.
231
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
sampel yang besar kalau sampel itu tidak diambil dari populasi yang tidak refresentatif. Dalam persoalan besar kecilnya sampel ini, orang cenderung mengatasinya dengan menggunakan sampel yang besar, tentu dengan harapan dapat mengurangi kesalahan penarikan sampel sekecil mungkin. Hal ini sering terjadi dalam peramalan kandidat calon presiden yang diprediksi akan muncul sebagai pemenang pada Pemilu yang secara priodik 5 tahun sekali dilaksanakan di negara kita. Misalnya ada survey yang mengunggulkan calon A setelah melakukan jejak pendapat dimasyarakat dan kemudian menganalisisnya dengan hasil yang pas. Kemudian dengan bangga dan berbunga-bunga mengumumkan hasilnya bahwa calon yang menjadi favoritnya akan keluar sebagai pemenang pemilu menurut analisis hasil suveynya yang didukung oleh sampel yang cukup besar bahkan melebihi dari rumus-rumus pengambilan sampel yang lazim digunakan dalam suatu penelitian. Dalam masa menunggu pengumuman hasil resmi oleh KPU kegembiraan menyelimuti mereka, baik Tim survey maupun kandidat luar biasa berbunga-bunga. Namun apa yang terjadi kemudian, ternyata yang muncul sebagai pemenang adalah kandidat B yang menjadi saingannya. Pupuskah sudah harapannya? Belum, ternyata kandidat yang digadang-gadang oleh lembaga survey dan pendudukungnya malah mengajukan protes atas kekalahannya dengan mengajukan hasil analisis dari Tim survey yang membantunya sebagai alasan pembenar. Hasil perhitungan suara yang remi moleh KPU ternyata memang berdasarkan data yang resmi, dan itu terbukti kebenarannya setelah dicek ulang tidak ada yang keliru dalam menghitung. Dalam suasana yang tenang setelah Tim survey tersebut mengecek ulang teknik pengambilan sampelnya diketahui ada kekeliruan. Ternyata tim itu tidak memperhatikan strata yang ada dalam populasi, yang diambil oleh Tim survey sebagai sampel hanya lapisan masyarakat yang mudah ditemui diperkotaan yang biasa ikut gonjang ganjing rame-rame dalam kegiatan pemilu. Sedang pemilih yang ada dipedesaan yang merupakan strata populasi yang terbesar persentasinya tidak diambil sampelnya. Inilah contoh kekeliruan besar 232
Metode Penelitian, Populasi, Sampel, Data dan Instrumen Penelitian
dalam penelitian yang menggunakan sampel yang “asal banyak saja” tanpa memikirkan ada berapa strata sampel yang ada dalam populasi. Bagaimana pergerakan besar-kecilnya sampel dalam penelitian kuantitatif dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar: 10.2 Pergerakan besar kecilnya sampel dalam penelitian kualitatif
Dari gambar: 10.2, diatas kita dapat mengetahui semakin homogen populasinya, maka semakin kecil jumlah sampel yang diambil dari populasi itu (lihat arah panah turun). Sebaliknya semakin heterogen populasinya, maka semakin besar jumlah sampel yang diambil, bagaimana cara mendapatkan sampel yang refresentatif, dapat dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal berikut ini: a) Derajat keragaman (degree of homogenity) populasi.Semakin homogen populasi, semakin besar kemungkinan penggunaan jumlah sampel yang kecil. b) Pada populasi yang heterogen kecenderungan penggunaan sampel dalam jumlah yang besar sulit dihindari. c) Selain mengetahui sifat-sifat khusus populasi, derajat keberagaman unit-unit yang ada dalam populasi, peneliti juga perlu mengenal ciri-ciri khusus populasi yang sedang atau yang akan ditelit, sifatsifat dan ciri-ciri khusus populasi ini juga mempengaruhi jumlah sampel yang diambil. d) Penggunaan teknik sampling yang tepat. 233
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
4. Teknik sampling Dalam penelitian dikenal beberapa cara pengambilan (teknik) sampling, diantaranya yang sering dibicarakan adalah: a) Random sampling Teknik sampling yang diberi nama random sampling ini diberi nama demikian karena didalam pengambilan sampelnya peneliti mencampur subyek-subyek didalam populasi sehingga semua subyek dianggap sama. Dengan demikian maka peneliti memberi hak yang sama kepada setiap subyek untuk memeperoleh kesempatan (chance) dipilih menjadi sampel. Oleh karena hak setiap subyek sama, maka penelitian terlepas dari perasaan ingin mengistimewakan satu atau beberapa subyek untuk dijadikan sampel. Untuk mudahnya setiap subyek yang terdaftar menjadi anggota populasi diberi nomor mulai dari nomor 1 sampai dengan nomor yang terakhir. Dalam pengambilan sampel biasanya peneliti sudah menentukan lebih dahulu berapa jumlah sampel yang diperlukan, dalam teknik random sampling peneliti bisa mengambilnya secara bebas nomor urut berapa saja sejumlah yang diperlukan, atau bisa juga dengan jalan melakukan undian. Hanya saja pengertian sejumlah yang diperlukan ini tidak sesedehana yang dikatakan, untuk menggatasi itu biasanya didalam buku-buku metodologi penelitian ada petunjuk-petunjuk cara menentukan besarnya sampel, dan bahkan ada pula rumus-rumus yang bisa diterapkan. Petunjuk-petunjuk yang bisa digunakan anatara lain: (i) Apabila jumlah subyek yang dijadikan populasi kurang dari 100, lebih baik diambil semua, sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. (ii) Jika jumlah subyek yang dijadikan populasi besar, dapat diambil antara: (a) 10 – 15 %. (b) 20 – 25 %. (c) Atau lebih, tergantung pada: - Kemampuan peneliti dilihat dari segi waktu, tenaga, dan dana. 234
Metode Penelitian, Populasi, Sampel, Data dan Instrumen Penelitian
-
Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subyek, karena hal itu menyangkut banyak sedikitnya data. Besar kecilnya risiko yang ditanggung oleh peneliti, untuk penelitian yang risikonya besar tentu saja jika sampelnya besar hasilnya akan lebih baik.152
Masih sering terjadi ada kecenderungan peneliti beranggapan bahwa semakin banyak sampel atau semakin besar persentase sampel dari populasi, hasil penelitian akan semakin baik. Anggapan itu benar, tetapi tidak selalu demikian karena hal ini tergantung pada sifat-sifat atau ciri-ciri yang dikandung atau dimiliki oleh populasi penelitiannya yang berkaitan erat dengan homogenitas subyek dalam populasi penelitian. Untuk lebih jelasnya Arikunto (2002) memberi contoh seabagai berikut: Air teh didalam poci dapat dikatakan homogen bila sudah diaduk. Setiap tetes air teh yang berasal dari poci tersebut akan sama keadaannya. Andai kata air teh tadi manis, maka hanya mengandung dua ciri, yaitu ciri yang berhubungan dengan kekentalannya dan kemanisannya. Dalam keadaan yang demikian maka sampel yang diambil tidak perlu terlalu banyak, boleh menganbil 1 ujung sendok teh saja, dan dapat diambil dari bagian mana saja, penambahan dari 1 ujung sendok teh menjadi 1 sendok penuh maupun 1 gelas tidak akan memperjelas kesimpulan penelitian. Lain halnya apabila kita akan menyelidiki tingkat kedisiplinan siswa disuatu sekolah. Sifat atau ciri yang berhubungan dengan atau banyak mempengaruhi tingkat kedisiplinan siswa ada bermacam-macam, antara lain: tingkatan kelas, jenis kelamin, suasana pendidikan keluarga. Andai kata kita berpikir unsur keluarga ini dari jenis pekerjaan orang tua dan hubungan antar anggota keluarga sebagai pendukung kedisiplinan, maka sekurangkurangnya kita mengambil dari berbagai unsur ini. Misalnya: tingkat kelas ada 3 (kelas I, II, dan III), jenis kelamin ada 2 (laki-laki dan perempuan), pekerjaan orang tua ada 4 (PNS, Pegawai Swasta, TNI/ Polri, dan Buruh Tani), pendidikan orang tua ada 4 (SD kebawah, 152
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian , Rineka Cipta Jakarta, 2002, hal 112.
235
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
SLTP, SLTA, dan PT), hubungan antar anggota keluarga dikelompokan atas 3 (ketat, cukup, dan longgar). Maka akan diperlukan wakil dari setiap jenis gabungan sifat-sifat ini, secara teliti akan terdapat kemungkinan gabungan sebanyak perkalian unsur yang ada, yaitu: 3 x 2 x 4 x 4 x 3 = 288. Dengan demikian jika diinginkan sampel yang betul-betul mewakili populasi atas dasar pertimbangan ini dan masing-masing kategori diwakili 1 orang saja, sudah diperlukan sebanyak 288 orang, pengambilan sampel yang kurang dari jumlah itu tentu kurang refresentatif. Penentuan besarnya sampel dengan persentase seperti yang banyak dilakukan dari dahulu hingga sekarang nampaknya sudah saatnya ditinggalkan karena ketepatan jumlahnya juga sering kurang tepat. Agar diperoleh hasil penelitian yang lebih baik diperlukan teknik pengambilan sampel yang lebih akurat, yaitu yang betul-betul mewakili populasi. Berdasarkan pengalaman para ahli matematika dan statistika pegambilan sampel yang akurat itu dapat dilakukan dengan menggunakan rumus matematika dan statistika, beberapa diantara rumus-rumus tersebut antara lain: (i) Rumus Jakob Cohen:
Dimana : F2 = U = L =
N = Ukuran sampel Effect size Banyaknya ubahan yang terkait dengan penelitian Fungsi power dari u, diperoleh dari tabel , t.s. 1 %.
Misalnya: Diketahui L (Power) = 0,95, dan efect size (f2) = 0,1 Harga L labil dengan t.s. 1 % power 0,95 dan u = 5 adalah 19,76. Maka dengan menggunakan rumus tersebut diatas didapatkan: = 203,6 dibulatkan menjadi 204 (ii) Rumus berdasarkan proporsi.Ada 2 rumus yang bisa digunakan Pertama yang dikemukakan oleh Issac dan Michael: 236
Metode Penelitian, Populasi, Sampel, Data dan Instrumen Penelitian
Dimana:
S = N= P = d = x2 =
Ukuran sampel Ukuran populasi Proporsi dalam populasi Ketelitian (error) Harga tabel Chi-kuadrat untuk
oc
Kedua dikemukakan oleh Paul Leedy
Dimana:
N= Z = E = P =
Ukuran sampel Standar skor untuk oc yang dipilih Sampling error Proporsi harus dalam populasi
Rumus Slovin Slovin memasukan unsur kelonggaran ketidak telitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditoleransi. Nilai toleransi ini dinyatakannya dalam persentase misalnya 5 %. Rumus yang digunakan Slovin adalah sebagai berikut:
Dimana: n = Ukuran sampel N = Ukuran populasi α = Toleransi ketidak telitian dalam persen ( % )
237
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Misalnya: diketahui jumlah populasi 1200 orang. Sementara itu ketidak telitian yang diperkirakan 5 %. Jadi jumlah ukuran sampelnya adalah:
(iii) Jika jumlah N tidak diketahui Untukmenghitung jumlah sampel dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Dimana :Z = nilai z dari tabel distribusi z dengan tingkat signifikan tertentu σ = deviasi standar dari populasi x = kesalahan estimasi atau error of estimate Oleh karena tidak diketahui, maka yang dapat dilakukan adalah mengestimasi besarnya dan yang diinginkan atau yang berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya. Khusus untuk deviasi standar populasi bisa diestimasi dengan menggunakan rumus sebagai berikut:153 range
153
Husin Umar, Metode Riset Komunikasi, Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 2002, hal.135.
238
Metode Penelitian, Populasi, Sampel, Data dan Instrumen Penelitian
Dimana: range = sama dengan selisih antara nilai yang tertinggi dari data dengan nilai yang terendah dari data. Selanjutnya,masih ada lagi beberapa cara yang dapat digunakan untuk menentukan sampel random seperti berikut ini:154 (i) Undian (untung-untungan) Cara lain menentukan sampel random ini adalah dengan undian.Caranya dengan memberi nomor untuk setiap anggota populasi diselembar kertas kecil untuk setiap anggota populasi satu nomor mulai dari nomor 1 sampai dengan nomor terakhir, misalnya yang kita perlukan 200. Keatas yang diberi nomor itu kemudian digolong satu persatu, setelah itu diundi sejumlah yang dipelukan sebagai sampel, cara ini hanya bisa dilakukan untuk populasi yang homogen. (ii) Ordinal (tingkatan sama) Anggota populasi misal 1000, kemudian semua anggota populasi itu kita beri nomor secara berurutan dari 1 sampai dengan 1000. Sampel yang kita perlukan misalnya 200.Setelah itu kita membuat golongan kertas dengan diberi nomor masingmasing dari 1 sampai dengan 5, kemudian kita gulung, setelah itu kita ambil salah satu. Kebetulan misalnya angka yang terambil 3, oleh karena sampel yang kita perlukan 200, maka besarnya sampel berarti seperlima dari populasi. Seterusnya kita mulai dengan nomor 3 yang terambil tadi, lalu untuk nomor berikutnya kita melakukan lompatan 5 angka, Jadi urutan sampel kita selengkap: 3. 8, 13, 18, 23, dan seterusnya melompati lima nomor sampai mencapai 200 nomor.Nomornomor yang terambil itulah yang menjadi nomor subyek penelitian kita, cara ini hanya dapat dilakukan pada populasi yang homogen.
154
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Rineka Cipta Jakarta, 2002, hal. 114-115.
239
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
(iii) Menggunakan tabel bilangan random Didalam buku-buku statistik dibagian belakang biasanya ada halaman yang memuat angka-angka yang disusun secara acak, angka-angka itu dapat dicari letaknya menurut baris dan kolom. Agar pengambilan sampel terlepas dari perasaan subyektif maka peneliti sebaiknya menuliskan langkah-langkah yang akan diambil, misalnya: Pertama, menjatuhkan ujung pensil pertama, menemukan nomor baris. Kedua, menjatuhkan ujung pensil kedua, menemukan nomor kolom, pertemuan antara nomor baris dan nomor kolom inilah nomor subyek ke- 1. Ketiga, Bergerak dari nomor tersebut dua langkah kekanan, menemukan nomor subyek ke- 2. Keempat, Bergerak kebawah 5 langkah menemukan nomor subyek ke- 3. Kelima, Bergerak kekiri 2 langkah menemukan nomor subyek ke – 4. Keenam, Dan seterusnya sampai diperoleh jumlah subyak yang dikehendaki. Jika jumlah subyeknya tidak terlalu banyak dapat dituliskan semua. Tetapi jika jumlah subyeknya banyak, maka langkahnya dapat diulang. b) Sampel berstrata (Stratified sample) Apabila populasi penelitian terbagi atas tingkat-tingkat strata, maka pengambilan sampel tidak boleh dilakukan secara random. Adanya strata tidak boleh diabaikan, setiap strata harus diwakili sebagai sampel, misalnya kita ingin meneliti kehadiran mahasiswa dalam perkuliahan untuk suatu Perguruan Tinggi, maka kita harus mengambil sampel dari semua Fakultas dan dari semua jurusan (Prodi) dan pada tiap semester yang akan diteliti. Sampel berstrata digunakan apabila ada perbedaan ciri atau karakteristik diantarastrata-strata yang ada, dan perbedaan itu mempengaruhi variabel penelitian. 240
Metode Penelitian, Populasi, Sampel, Data dan Instrumen Penelitian
c) Sampel wilayah (area probability sample) Pengambilan sampel ini juga dilakukan apabila ada perbedaan antara strata yang satu dengan strata yang lain. Sampel wilayah adalah teknik sampling yang dilakukan dengan mengambil wakil dari setiap wilayah yang terdapat dalam populasi. Misalnya kita akan meneliti keberhasilan program KB di seluruh wilayah Indonesia. Maka kita harus memgambil sampel dari seluruh wilayah Indonesia yang berjumlah 34 Provinsi. Ke-34 Provinsi itu tentu mempunyai ciri-ciri dan karakteristiknya berbeda, sehingga sampelnya heterogen. d) Sampel proporsi (Proporsional sample) atau sampel imbangan Teknik pengambilan sampel proporsi atau imbangan ini digunakan untuk menyempurnakan teknik pengambilan sampel berstrata atau juga teknik pengambilan sampel wilayah. Ada kalanya banyaknya subyek yang terdapat pada setiap strata atau wilayah tidak sama. Oleh karena itu untuk mengambil sampel yang refresentatif,pengambilan subyek dari setiap strata atau wilayah ditentukan seimbang atau sebanding dengan banyaknya subyek dalam masing-masing strata atau wilayah. Misalnya penelitian tentang minat belajar mahasiswa dalam suatu Prodi (jurusan). Maka sampelnya harus diambil menurut jumlah semester yang berjalan dengan jumlah subyek yang seimbang. Hal ini karena jumlah mahasiswa setiap semester atau setiap angkatan itu pada umumnya jumlahnya tidak sama. Jadi untuk menjamin pemerataan dan keseimbangan sampel yang diambil dalam penelitian yang menggunakan sampel proporsi (imbangan ini) idealnya memang tidak hanya menggunakan satu metode (teknik) sampling saja. e) Sampel bertujuan (purposive sample) Pengambilan sampel bertujuan (purposive sample) tidak didasarkan atas strata, random, atau wilayah, tetapi didasarkan atas tujuan tertentu. Penggunaan teknik ini biasanya dilakukan karena beberapa pertimbangan, diantaranya karena keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya, sehingga tidak dapat mengambil sampel yang besar dan jauh. 241
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Meskipun cara ini diperbolehkan, namun untuk meminimalkan teknik analisis kurangannya peneliti diharuskan memenuhi persyaratan sebagai berikut: (i) Pengambilan sampel harus didasarkan atas ciri-ciri, sifat-sifat, atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri-ciri pokok populasi. (ii) Subyek yang dijadikan sampel benar-benar merupakan subyek yang paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat populasi (key subject). (iii) Penentuan karakteristik populasi dilakukan dengan cermat pada waktu melakukan studi pendahuluan. Pengambilan sampel dengan teknik bertujuan ini cukup baik karena sesuai dengan pertimbangan peneliti sendiri sehingga datanya dapat dikumpulkan dan memenuhi ketentuan jumlah minimal dalam teknik sampling. Hanya perlu diingat teknik ini mengandung kelemahan, yaitu tidak dapat menggunakan statistik parametrik sebagai teknik analisis data, karena tidak memenuhi persyaratan random. f) Sampel kuota (quota sampel) Teknik sampling kuota ini juga tidak didasarkan pada strata atau wilayah, tetapi lebih pada jumlah yang sudah ditentukan. Dalam mengumpulkan data, peneliti menghubungi subyek yang memenuhi persyaratan ciri-ciri populasi tanpa menghiraukan dari mana asal subyek tersebut (asal masih dalam populasi). Biasanya yang dihubungi itu adalah subyek yang sudah ditemui, sehingga pengumpulan datanya mudah, yang penting disini terpenuhinya jumlah (quota) yang sudah ditetapkan. g) Sampel kelompok (cluster sample) Sampel kelompok adalah sampel penelitian yang diambil dari kelompok-kelompok yang ada di masyarakat, seperti misalnya dalam lapangan pekerjaan (profesi) ada PNS, TNI/POLRI, Pegawai sawata, Petani, Nelayan, dan sebagainya. Di lembaga pendidikan ada SD, SLTP, SLTA, dan Perguruan Tinggi, kalau kita melakukan penelitian yang berkenaan dengan bidang pekerjaan anggota 242
Metode Penelitian, Populasi, Sampel, Data dan Instrumen Penelitian
masyarakat, maka sampelnya adalah subyek-subyek yang ada dalam bidang/lapangan pekerjaan di masyarakat tersebut. Begitu pula jika kita melakukan penelitian tentang pendidikan maka sampelnya diambil dari kelompok-kelompok yang ada dilembaga pendidikan. Sampel-sampel yang demikian inilah yang disebut sampel kelompok (cluster). Sebelum memgambil sampel ini peneliti harus lebih dahulu memperhitungkan masak-masak apa yang menjadi ciri-ciri yang harus ada pada sampel kelompok. h) Sampel kembar (double sample) Sampel kembar adalah sampel yang memang diambil dua buah oleh peneliti dengan tujuan untuk melengkapi jumlah apabila ada data yang tidak masuk di sampel pertama atau juga akan digunakan untuk pengecekan terhadap kebenaran dari data pada sampel pertama. Biasanya sampel pertama jumlah besar, sedangkan sampel kedua jumlahnya kecil karena hanya untuk keprluan pengecekan saja.
5. Penelitian kasus Penelitian kasus adalah penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci, dan mendalam terhadap suatu organisasi, lembaga, atau gejala tertentu. Kemudian kalau dilihat dari wilayahnya penelitian kasus ini hanya meliputi wilayah atau subyek yang sangat sempit, tetapi dilihat dari sifat penelitiannya penelitian kasus ini adalah penelitian yang lebih mendalam(intensif), meskipun penelitian kasus ini lebih intensif (mendalam) tetapi hasilnya tidak dapat digeneralisir untuk suatu populasi.
6. Unit analisis Yang dimaksud dengan unit analisis dalam penelitian adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subyek penelitian. Sering kali masih ada peneliti khususnya peneliti pemula yang masih kebingungan membedakan antara pengertian obyek penelitian, subyek penelitian, dan sumber data. Untuk memudahkan memahaminya dapat diberikan contoh berikut ini: Misalnya seorang peneliti akan meneliti harga satuan produksi sebuah pabrik sepatu. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan 243
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
obyek penelitian adalah “harga satuan produk” sebuah pabrik sepatu. Sebagai subyek penelitiannya adalah “pabrik sepatu”, dan sebagai sumber data adalah “direktur” pabrik sepatu atau bisa juga manajer yang diserahi tanggung jawab oleh direktur mengurusi perhitungan harga produksi, misalnya “manajer produksi”. Selain itu kita juga harus bisa membedakan antara subyek penelitian, responden, dan informan. Informan memang lazim digunakan dalam penelitian kualitatif, dan dalam penelitian kuantitatif tidak pernah digunakan. Tetapi bagi yang mempelajari penelitian kuantitatif perlu juga untuk mengetahui. Kemudian pengertian subyek penelitian secara umum adalah “subyek yang dituju untuk diteliti”. Responden adalah “orang yang memberikan respon atau penanggap, yaitu orang yang kita minta memberikan keterangan tentang suatu fakta atau pendapat”. Keterangan yang diberikan itu bisa dalam bentuk tulisan, misalnya jawaban terhadap pertanyaan kuesioner (angket), atau dalam bentuk lisan ketika memberikan jawaban terhadap wawancara dengan peneliti, itulah beberapa istilah yang termasuk dalam unit analisis penelitian.
7. Data Penelitian Data adalah sekumpulan informasi yang biasanya berbentuk bilangan yang dihasilkan dari pengukuran atau perhitungan. Berdasarkan sifatnya data dibagi menjadi dua, yaitu data diskrit dan data kontinu. Data diskrit adalah data yang diperoleh dari hasil menghitung atau membilang, dan dinyatakan dalam bentuk bilangan bulat. Contohnya: banyak anak dalam keluarga, data kontinu adalah data yang diperoleh dari hasil pengukuran, dan dinyatakan dalam bentuk bilanhan riil, Contohnya: tinggi badan. Berdasarkan jenisnya data dibagi menjadi data kualitatif dan data kuantitatif.155 a) Data kualitatif Data kualitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk bukan bilangan, atau dengan kata lain adalah data yang disajikan dalam bentuk kata-kata yang mengandung makna atau berbentuk 155
Juliansyah Noor, Analisis data penelitian ekonomi dan manajemen, Grasindo Jakarta, 2014, 13.
244
Metode Penelitian, Populasi, Sampel, Data dan Instrumen Penelitian
kategori. Misalnya: jenis kelamin (pria dan wanita), status perkawinan (belum menikah, menikah, janda, duda), tingkat kepuasan (tidak puas, cukup puas, sangat puas). Data kualitatif mempunyai ciri tidak bisa dilakukan operasi matematika seperti penambahan, pengurangan, perkalian, pembagian, dan pangkat. Data kualitatif dibagi menjadi dua bagian, yaitu data berskala nominal, dan data berskala ordinal. (i) Data berskala nominal adalah data yang diperoleh dengan cara kategorisasi atau klasifikasi.Data berskala nominal adalah data yang paling rendah tingkatannya dalam skala pengukuran data, misalnya jenis pekerjaan dikualifikasi menjadi: pegawai negeri diberi nilai 1, pegawai swasta diberi nilai 2, wiraswasta diberi nilai 3. Ciri data nominal adalah posisi data setara.Contoh pegawai negeri tidak lebih tinggi dari wirausaha, dan sebaliknya walau angka kodenya berbeda. (ii) Data berskala ordinal adalah data yang diperoleh dengan cara kategorisasi atau klasifikasi. Diantara data tersebut terdapat hubungan atau tingkatan.Misalnya tingkat kepuasan, diklasifikasikan menjadi: sangat puas diberi nilai 5, puas diberi nilai 4, cukup puasdiberi nilai 3, tidak puasa diberi nilai 2, dan sangat tidak puas diberi nilai 1. Ciri data berskala ordinal adalah posisi data tidak setara, seperticontoh diatas tingkat pepuasan “sangat puas” lebih tinggi dari puas, “puas” lebih tinggi dari cukup puas, dan seterusnya. b) Data kuantitatif Data kuantitatif adalah data yang dapat dinyatakan dalam bentuk angka-angka. Contoh data kuantitatif adalah usia seseorang, tinggi badan, berat badan, jumlah penjualan perbulan, dan lain-lain. Ciri data kuantitatif adalah dapat dilakukan operasi matematika, dan tidak ada kategorisasi atau klasifikasi. Data kuantitatif dapat dibagi menjadi dua, yaitu data berskala interval dan data berskala rasio. (i) Data berskala interval, adalah data yang diperoleh dengan cara pengukuran dimana jarak dua titik pada skala sudah diketahui. Hal ini berbeda dengan data berskala ordinal, dimana jarak dua titik tidak diperhatikan, misalnya jarang antara puas dan tidak 245
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
puas tidak ada ukuran yangh pasti.Contoh data berskala interval sistem kalender.Tanggal 1 Januari 2015 adalah sistem penanggalan Masehi, jika dilihat dari sistem penanggalan Hijriyah akan berbeda. Namun tetap akan ada jarak yang jelas, seperti misalnya antara 1 Januari dengan 10 Januari ada jarak 10 hari. (ii) Data berskala ratio,adalah data yang diperoleh melalui pengukuran, dimana jarak dua titik pada skala sudah diketahui dan mempunyai titik nol yang absolut.Hal berbeda dengan data berskala interval, dimana tidak ada titik nol mutlak, seperti titik nol derajat Celsius tentu berbeda dengan nol derajat Fahrenhiet. Contoh data berskala ratio adalah buku yang dimiliki siswa, jika jumlahnya 5 berarti ada mempunyai 5 buah buku. Jika 0 berati tidak punya buku sama sekali (absolut, benar-benar 0). Data adalah komponen penelitian, artinya tanpa data tidak akan ada penelitian, data dalam penelitian harus valid atau benar, jika tidak valid maka akan menghasilkan informasi dan kesimpulan yang keliru atau salah. Oleh karena itu diperlukan pengambilan data yang benar. Kemudian dalam perspektif lain menurut Leod (1995) dalam Umar (2000: 129) pengertian data dari sudut ilmu sistem informasi adalah suatu fakta dan angka yang secara relatif tidak berarti bagi pemakai. Sebagai ilustrasi misalnya jumlah jam kerja karyawan, saat data ini diproses ia dapat berubah menjadi informasi misalnya dengan mengalikan jumlah jam kerja dan upah per jam sehingga didapatkan pendapatan kotor. Jika pendapatan kotor ini kemudian dijumlahkan maka pendapatan ini merupakan total biaya gaji karyawan harian, jumlah biaya gaji ini dapat dijadikan informasi bagi manajemen, jadi informasi merupakan data yang telah diolah dan memiliki arti bagi pemakai.156 a) Data primer dan sekunder Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama baik dari individu atau perseorangan, seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuesioner. Misalnya bank memproduksi suatu produk layanan baru dan ingin mengetahui 156
Husein Umar, Loc Cit, hal 129. dikutip dari Leord, 1995.
246
Metode Penelitian, Populasi, Sampel, Data dan Instrumen Penelitian
bagaimana sikap konsumen terhadap produk tersebut, untuk maksud itu diadakanlah wawancara atau pengisian kuesioner pada nasabahnya. Data sekunder adalah data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak lain, data primer disajikan antara lain dalam bentuk tabeltabel atau diagram-diagram. Data sekunder ini digunakan oleh peneliti untuk diproses lebih lanjut, misalnya data kinerja perbankan nasional yang dikeluarkan oleh suatu badan riset. b) Data internal dan eksternal Data internal adalah data yang didapat dari dalam organisasi atau perusahaan dimana penelitian itu dilakukan. Misalnya peneliti akan meneliti strategi suatu bank, maka peneliti mencari data dari dalam bank tersebut, jika data itu didapat dari pihak lain maka data itu disebut data eksternal. c) Data time series dan cross section Data time series atau disebut juga data deret waktu merupakan sekumpulan data dari fenomena tertentu yang didapat dalam beberapa interval waktu tertentu, misalnya dalam waktu mingguan, bulanan, atau tahunan. Misalnya data kinerja bank nasional mulai dari 2005 sampai dengan 2015, sedangkan data cross section adalah sekumpulan data untuk meneliti suatu fenomena tertentu dalam suatu kurun waktu saja, misalnya data hasil pengisisn kuesioner tentang perilaku pembelian suatu produk bank oleh sekelompok responden pada bulan tertentu (misalnya Oktober 2014) saja.
8. Instrumen pengumpulan data Dalam suatu penelitian kita memerlukan teknik penumpulan data, untuk keperluan tersebut ada beberapa instrumen pengumpulan data (khususnya data primer) yang bisa digunakan oleh peneliti. Instrumen tersebut diantaranya: kuesioner (angket), wawancara, observasi, dan dokumentasi, pengumpulan data tersebut menggunakan perangkat atau instrumen sendiri-sendiri, untuk itu dapat dijelaskan sebagai berikut: 247
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
a) Kuesioner (angket) Kuesioner (angket) adalah cara pengumpulan data dengan menyebarkan daftar pertanyaan kepada responden, dengan harapan mereka akan memberikan respons atas daftar pertanyaan tersebut. Daftar pertanyaan dapat bersifat terbuka, jika opsi jawaban tidak ditentukan sebelumnya, dan bersifat tertutup jika opsi jawaban telah disediakan sebelumnya, instrumennya dapat berupa: kuesioner (angket), checklist, atau skala. (a) Contoh kuesioner (angket) (i) Model terbuka Misalnya kita menanyakan pelatihan apa saja yang pernah diikuti responden selama 5 tahun terakhir, terkait dengan peningkatan kinerja karyawan di suatu perusahaan. Tabel: 10.1 Pelatihan yang pernah diikuti karyawan Dalam 5 tahun terakhir
*= Isi sesuai yang tertera dalam serifikat pelatihan yang sudah anda miliki.
(ii) Model tertutup Pernahkan anda bekerja seperti posisi anda sebelum di perusahaan ini ? a. Pernah. b. Tidak pernah.
248
Metode Penelitian, Populasi, Sampel, Data dan Instrumen Penelitian
(iii) Model checklist Beri tanda silang (X) pada kolom penanggung jawab pekerjaan di Pascasarjana Ilmu Komunikasi UNISKA MAB Banjarmasin berikut ini: Tabel: 10.2 Jenis pekerjaan dan unit kerja Yang bertanggung jawab
(iv)Contoh Skala Berikan tanda silang (X) pada kolom yang anda anggap paling tepat mengenai kinerja Perusahaan di PT Tunas Gemilang Banjarmasin, sebagaimana termuat dalam tabel berikut ini: Tabel: 10.3 Checklist skala kinerja
249
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Keterangan: 1 2 3 4 5
= = = = =
Sangat tidak puas Tidak puas Cukup puas Puas Sangat puas
(b) Wawancara Wawancara adalah salah satu cara pengumpulan data penelitian yang dilakukan secara langsung (tatap muka) antara peneliti dengan responden. Dalam pelaksanaan wawancara ini pewawancara perlu mempersiapkan diri dengan sebaikbaiknya, diantaranya dengan: (i) Melakukan pendekatan pendahuluan dengan pihak-pihak yang akan diwawancarai. (ii) Menyampaikanpermintaan resmi dengansurat yang isinya memohon berkenan menjadi responden danmenyediakan waktu untuk diwawancarai. (iii) Membuat panduan wawancara, panduan wawancara ini memuat catatan (pointer-pointer) data (informasi) yang diperlukan dalam penelitian.Pembuatan panduan wawancara ini dimaksudkan agar pelaksanaan wawancara lebih terarah, dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam wawancara juga runtut sesuai dengan data (informasi) yang diperlukan,dengan tetap memperhatikan kelonggaran waktu yang disediakan (disepakati) oleh pihak yang diwawancarai. (iv) Dengan membuat pedoman wawancara ini dimaksudkan pula agar tidak ada pertanyaan yang ketinggalan, karena dengan adanya pedoman wawancara ini peneliti dapat mengecek kembali hal-hal yang perlu ditanyakan sebelum pelaksanaan wawancara. (v) Secara garis besar ada dua macam panduan wawancara:157 Pertama,Pedoman wawancara yang tidak terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang hanya memuat garis besar yang 157
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Rineka Cipta Jakarta 2002, hal. 202.
250
Metode Penelitian, Populasi, Sampel, Data dan Instrumen Penelitian
akan ditanyakan. Tentu saja disini kreativitas pewawancara sangat diperlukan,bahkan hasil wawancara dengan jenis pedoman ini lebih banyak tergantung pada pewawancara. Pewawancaralah sebagai pengemudi jawaban responden, pedomanwawancara tidak terstruktur ini cocok untuk penelitian kasus. Kedua, Pedoman wawancara terstruktur yaitu pedoman wawancara yang disusun secara terperinci sehingga menyerupai checklist. Dalam pelaksanaannya pewancara tinggal mencantumkan tanda v (check) pada nomor yang sesuai. Selain dengan dua model pedoman wawancara ini dalam praktiknya ada pula pewawancara yang menggunakan pedomanwawancara Semi structured yang merupakan pengembangan (perpaduan) dari dua macam panduan wawancara tersebut (tidak terstruktur dan terstruktur). Dalam model semi structured ini mula-mula pewawancara menanyakan rentetan pertanyaan yang terstruktur, kemudian satu persatu diperdalam dengan mengorek pertanyaan yang lebih lanjut.Dengan demikian jawaban yang diperoleh bisa meliputi semua variabel dengan keterangan yang lebih lengkap dan mendalam. Kemudian untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal perlu pula diadakan pelatihan bagi pewawancara, lebih-lebih bagi calon peneliti. Bagi mahasiswa yang akan menyelesaikan tugas akhir pelatihan wawancara ini dapat dilakukan ketika mereka menerima kuliah Metodologi penelitian, paling tidak ada dua tahap yang harus dilakukan dalam pelatihan wawancara ini: Tahap pertama, calon pewawancara mempelajari pedoman wawancara dan hal-hal yang berhubungan dengan kodisi wawancara, seperti misalnya: (i) Transportasi menuju ke lokasi tempat wawancara. (ii) Pengamanan data.
251
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
(iii) Variabel apa saja yang akan di tanyakan. (iv) Dan lain-lain yang dianggap perlu. Pada kesempatan ini perlu pula dipertimbangkan apakah harapan peneliti sebaiknya dikemukakan atau tidak, karena adakalanya justru membuat pewawancara mempunyai kecenderungan menggiring atau mengarahkan data (informasi) kepada harapannya, dan bisa menjadikan hasil wawancara menjadi bias. Tahap kedua, calon pewawancara dilatih bagaimana menjadi pewawancara yang baik antara lain: (i) Bagaimana sikap dan penampilan ketika datang ketempat wawancara. (ii) Bagaimana membuka percakapan. (iii) Bagaimana mengemukakan maksud dan tujuan wawancara. (iv) Bagaimana cara mengajukan pertanyaan. (v) Bagaimana memberikan respon. (vi) Dan bagaimana menutup pembicaraan. Bila pelaksanaan wawancara untuk jumlah beberapa orang responden bisa dilaksanakan sekaligus, sebaiknya situasinya dibuat sesantai mungkin dengan membuat lingkaran (setengah lingkaran), dimana pewawancara menjadi bagian dari lingkaran atau setengah lingkaran itu dan pewawancara bertindak sebagai fasilitator, yang mengatur giliran berbicara. Cara ini biasa disebut sarasehan, dibandingkan dengan cara wawancara biasa (one by one), wawancara dalam bentuk sarasehan ini mempunyai beberapa keuntungan: (i) Dapat menghemat waktu. (ii) Pengumpulan data dapat dilaksanakan dalam suasana santai, penuh rasa kekeluargaan, dan data (informasi) yang diperoleh akan lebih obyektif. (iii) Peneliti dapat mengkait-kaitkan antara satu pertanyaan dengan pertanyaan yang lain sehingga ditemukan data (informasi) yang lebih komprehensif. 252
Metode Penelitian, Populasi, Sampel, Data dan Instrumen Penelitian
b) Observasi Cara yang lebih efektif dalam menggunakan observasi adalah dengan melengkapi kegiatan observasi itu dengan menyediakan format atau blangko pengamatan sebagai instrumen observasi. Format atau blangko pengamatan yang disusun berisi tentang itemitem atau kejadian atau tingkah laku yang mungkin (diperkirakan) akan muncul selama proses observasi. Dari para peneliti yang berpengalaman diperoleh suatu petunjuk, bahwa mencatat kejadian selama observasi bukan sekedar mencatat, tetapi juga melakukan pertimbangan dan kemudian melakukan penilaian kedalam suatu sekala bertingkat (sekali, berulang, sering kali), dan sebagainya. Arikunto memberikan contoh berikut ini: observasi (pengamatan) yang dilakukan seorang peneliti untuk mengetahui proses belajar mengajar mahasiswa didalam kelas, variabel yang akan diungkap didaftar, kemudian di tally kemunculannya. Variabel (substansi kejadian) yang diamati, misalnya: (i) Dosen mengajukan pertanyan (apersepsi material) diawal jam pelajaran: Substansi pertanyanan dosen: Frekuensi: (a) Bertanya tentang pelajaran yang sudah dijelaskan xxx (b) Bertanya tentang jawaban mahasiswa xxx (c) Bertanya tentang tugas yang diberikan xxx (ii) Setiap kali dosen bertanya bagaimana tingkat kesukarannya (a) Sangat sukar x (b) Sukar xxx (c) Cukup xx (d) Mudah xx (e) Mudah sekali x Dalam menentukan variabel yang diamati dan menyusun instrumen pengamatan ini peneliti harus ingat: semakin banyak
253
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
obyek yang diamati, pengamatan semakin sulit, dan hasilnya tidak teliti.158 Melakukan observasi pada dasarnya adalah pekerjaan mengamati, mengamati disini adalah mengamati dalam arti yang inten. Tidak sekedar asal melihat, tetapimengamati kejadiankejadian yang tidak saja terjadi satu persatu, tetapi bisa juga terjadi secara bersamaan. Mengamati bukanlah pekerjaan yang mudah, karena umumnya manusia itu banyak dipengaruhi oleh minat dan kecenderungan-kecenderungan yang ada pada dirinya. Kalau ada beberapa orang yang melakukan pengamatan terhadap kejadiankejadian dalam suatu obyek penelitian hasil pengamatan harusnya sama, atau dengan kata lain hasil pengamatan harus obyektif. Disinilah diperlukan ketekunan seseorang yang melakukan observasi untuk melakukan pengamatan terhadap obyek yang diteliti. Untuk mendapatkan hasil pengamatan (observasi) yang lebih obyektif ada baiknya juga sambil mengamati perlu dibantu dengan alat perekam kejadian seperti kamera, video tape, atau tape recorder. Semua kejadian itu bisa dianalisis ulang, sehingga terhindar dari mispersepsi, yang bisa terjadi karena pengaruh minat dan kecenderungan yang ada pada diri masing-masing orang, sehingga kadang-kadang mengabaikan realita yang terjadi sesungguhnya. Seperti halnya juga dalam melakukan wawancara, dalam melakukan observasi (pengamatan) inipun calon peneliti perlu juga dilatih lebih dahulu bagaimana melakukan observasi (pengamatan) yang baik. Pelatihan ini dapat dilakukan pada waktu mahasiswa (calon peneliti) menerima pelajaran (kuliah) metodologi penelitian, seperti halnya waktu melatih pewawancara, pelatihan observer (pengamat) ini juga dapat dilakukan dalam dua tahap: Tahap pertama, mendiskusikan format observasi, menjelaskan dengan contoh-contoh kejadian, memahami apa yang harus diamati, dan bagaimana cara membuat catatan hasil pengamatan, yang akan dituliskan diluar format observasi (dilembar catatan masing-masing para observer).
158
Suharsini Arikunto, Ibid, hal 204.
254
Metode Penelitian, Populasi, Sampel, Data dan Instrumen Penelitian
Tahap kedua, latihan mengamati (melakukan observasi) dan sekaligus melakukan pencatatan. Caranya bisa dilakukan dengan simulasi (membuat tiruan kejadian), misalnya seorang mahasiswa (calon peneliti) menjadi model orang yang diobservasi, sebagai resepsionis (penerima tamu) disuatu perusahaan atau lembaga yang memberikan pelayanan. Katakanlah rumah sakit umum pemerintah misalnya, Sebagian mahasiswa sebagai tamu yang datang untuk urusannya masing-masing dan sebagiannya lagi ditugaskan sebagai observer yang harus mengamati dan membuat catatan hasil observasi. Selain dengan bermain peran (simulasi) ini, pelatihan mengamati (observasi) ini bisa juga dilakukan dengan mengamati video, misalnya video pembelajaran suatu bidang studi, dimana semua mahasiswa (calon peneliti menjadi observer). Hasil pengamatan mereka kemudian didiskusikan dengan kembali memutar video itu untuk mengecek kebenaran hasil pengamatan yang telah mereka lakukan. c) Dokumentasi Telaah dokumentasi juga penting untuk menemukan data (informasi) yang diperlukan dalam penelitian. Meskipun data (informasi) yang didapat dari telaah dokumentasi ini klasifikasinya bukan data primer, tetapi masuk dalam klasifikasi data sekunder, namun masih punya arti penting, setidak-tidaknya untuk data yang digunakan dalam penelitian manajemen keuangan. Pertanyaannya “mengapa data penelitian dalam manajemen keuangan masih bisa menggunakan data sekunder yang ada dalam dokumen-dokumen keuangan, seperti: Laporan Tahunan, Neraca, Buku Kas, Buku Bank, Rekening Koran, Wesel, Kuitansi, dan lainlain”?, jawabannya adalah karena menurut ICW Hindia Belanda diakui sebagai sumber resmi bukti-bukti dokumen keuangan yang mempunyai kekuatan pembuktian selama 5 tahun. Ketentuan ini kemudian setelah kita merdeka diadopsi kedalam Undang-Undang tentang Pertanggung jawaban Keuangan Pemerintah dan bahkan dunia usaha juga mengikuti, bukti-bukti penerimaan dan pengeluaran serta buku-buku tentang administrasi keuangan itu harus dipelihara sekurang-kurangnya selama lima tahun. Dengan 255
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
demikian data (informasi) mengenai keuangan yang didapat melalui penelusuran dokumentasi yang sebenarnya tergolong data sekunder itu, masih bisa dimanfaatkan dalam penelitian manajemen keuangan dan dihargai sama dengan data primer selama masa waktunya masih berlaku (5 tahun). Penggunaan metode dokumentasi ini tidak sesulit penggunaan metode-metode yang sudah dibicarakan terdahulu, karena sumber datanya ada, sehingga masih bisa dicek bila terjadi kekeliruan, lagi pula sumber datanya bukan benda hidup yang bisa bergerak kesana kemari, tetapi merupakan benda mati yang setiap saat tetap ada selama masa berlakunya 5 tahun. d) Kriteria instrumen yang baik Instrumen pengumpulan data (khususnya kuesioner) yang baik, paling tidak memenuhi lima kriteria berikut,yaitu:159 (i) Validitas Yang dimaksud validitas adalah untuk menyatakan sejauhmana data yang didapatkan melalui instrumen penelitian (dalam hal ini kuesioner) akan mengukur apa yang ingin diukur. Misalkan seorang peneliti akan mengukur mengenai kepuasan kerja karyawan, maka semua semua pertanyaan atau pernyataan dalam kuesioner itu harus berkaitan dengan kepuasan kerja karyawan. Tidak ada satupun yang keluar dari topik itu, oleh karena itu perlu dilakukan uji validitas kuesioner, bagaimana cara mengujinya dapat dilihat pada sub bab uji instrumen. (ii) Reliabilitas Reliabilitas adalah istilah yang dipakai untuk menunjukan sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila alat ukur itu digunakan berulang kali, langkah lain jangan dijadikan alat untuk mengukur panjang karena tiap-tiap langkah tidak sama panjangnya. Lain lagi bila menggunakan alat ukuran meteran, karena alat ukur ini konsisten sehingga dapat digunakan berulang kali.
159
Husein Umar, Loc Cit, hal 97, dikutip dari Sevilla, 1998.
256
Metode Penelitian, Populasi, Sampel, Data dan Instrumen Penelitian
Pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner hendaknya dibuat sedemikian rupa, sehingga jika diisi atau dijawab berulang kali oleh responden maka juga akan relatif konsisten, oleh karena itu reliabilitas kuesioner juga perlu diuji. Bagaimana menguji reliabilitas kuesioner dapat dilihat di sub bab uji reliabilitas. (iii) Sensitivitas Sensitivitas dalam penelitian dimaksudkan sebagai kemampuan instrumen penelitian untuk melakukan diskriminasi. Bila reliabilitas dan validitas atas instrumen adalah tinggi, tampaknya instrumen tersebut juga sensitif yaitu dapat mempertajam perbedaan tingkat variasi karakteristik yang diukur. (iv) Obyektivitas Yang dimaksud dengan obyektivitas disini adalah bahwa data yang diisikan kedalam kuesioner harus terbebas dari penilaian yang subyektif, misalnya perasaan responden. Ini jelas tidak obyektif, karena belum tentu sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. (v) Fisibilitas Yang dimaksud dengan fisibilitas adalah berkenaan dengan teknis pengisian kuesioner serta penggunaan sumber daya dan waktu. Ada pengisian kuesioner yang sederhana, tetapi ada juga memerlukan pemikiran yang lebih rumit, sehingga memerlukan waktu, tenaga, dan bahkan biaya yang lebih banyak. Masalah ini bisa saja menjadi kendala, oleh karena itu perlu dipertimbangkan lebih dahulu agar fisibel pelaksanaannya.
9. Uji Instrumen Dari lima kriteria instrumen (khususnya kuesioner) yang baik itu (validitas, reliabilitas, sensivitas, obyektivitas, dan fisibilitas) dalam pelaksanaan penelitian minimal dua yang harus diuji, yaitu validitas dan reliabilitas. Pengujian instrumen ini perlu dilakukan karena proses pengumpulan data itu memerlukan waktu, tenaga, dan biaya yang besar, sedangkan data yang diperoleh belum tentu berguna karena kuesioner yang digunakan misalnya tidak memiliki validitas dan 257
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
reliabilitas yang tinggi. Dari sinilah munculnya pertanyaan “apakah instrumen yang dipersiapkan untuk mengumpulkan data penelitian itu benar-benar mengukur apa yang ingin diukur?”. Pertanyaan ini hanya bisa dijawab setelah dilakuan uji validitas dan reliabilitas instrumen. a) Uji validitas Seperti yang sudah dijelaskan bahwa validitas itu menunjukan sejauhmana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang akan diukur. Oleh karena itu kalau peneliti menggunakan kuesioner dalam pengumpulan data, maka kuesioner yang disusun oleh peneliti itu harus dapat mengukur apa yang akan diukur, dan untuk memastikan itu sebelum instrumen penelitian itu digunakan perlu lebih dahulu diuji validitasnya. Validitas yang akan diuji itu menurut beberapa ahli penelitian, meliputi: validitas konstruksi, validitas isi, validitas eksternal, dan validitas prediktif.160 (i) Validitas konstruksi Suatu konsep yang akan diteliti hendaknya dapat diurai secara jelas konstruksi atau kerangkanya, kerangka dari suatu konsep hendaknya valid. Misalnya seorang peneliti hendak mengukur konsep kepuasan kerja, Petama-tama yang harus dilakukannya adalah mencari apa yang merupakan kerangka dari konsep kepuasan kerja itu. Dengan mengetahui konsep kepuasan kerja itu maka peneliti dapat menyusun tolok ukur operasional konsep kepuasan kerja tersebut. Untuk memcari konsep ini ada tiga cara yang dapat digunakan oleh peneliti: Pertama: Mencari definisi konsep yang dikemukakan para ahli yang ditulis didalam literatur, biasanya definisi suatu konsep berisi kerangka dari konsep tersebut. Bilamana dalam konsep tersebut sudah ada definisi yang jelas dan cukup operasional untuk dijadikan dasar penyusunan alat pengukur, maka definisi itu sudah dapat langsung dipakai untuk menyusun daftar pertanyaan penelitian dalam kuesioner. Tetapi apabila definisi 160
Husein Umar, Loc Cit, hal 100-104, dikutip dari Singarimbun dan Effendi 1989, dari Anastasia, 1974.
258
Metode Penelitian, Populasi, Sampel, Data dan Instrumen Penelitian
yang akan dikemukakan oleh peneliti dalam literatur itu belum operasional, maka definisi itu harus dijabarkan lebih dahulu agar lebih operasional. Sehingga dapat dijadikan dasar untuk menyusun daftar pertanyaan kuesioner. Kedua: Apabila definisi konsep yang ingin diukur itu tidak ditemukan dalam literatur, maka peneliti dapat mencarinya didalam kamus. Didalam kamus yang lengkap biasanya kita temukan konstruksi suatu istilah yang digunakan (dioperasionalkan), sehingga kita bisa menggunakan untuk menyusun daftar pertanyaan tentang konsep yang dimaksud itu. Ketiga: Jika didalam kamus juga tidak ditemukan maka peneliti dapat mengupayakannya dengan dua cara lagi, yaitu: (a) mendiskusikannya dengan para ahli yang dianggap menguasai masalah itu. Pendapat-pendapat para ahli itu kemudian dicari persamaannya dan kemudian dijabarkan bagaimana operasionalnya. Kemudian jika pendapat para ahli juga tidak ditemukan, maka peneliti dapat menempuh cara (b) menanyakan definisi konsep yang akan diukur itu kepada calon responden. Misalnya peneliti ingin mengukur konsep kepuasan kerja tadi, maka peneliti dapat menanyakan apa ciri-ciri (indikator) kepuasan kerja itu. Dari jawaban calon responden itu peneliti dapat merumuskan konsep kepuasan kerja itu, kemudian dari konsep yang dibuat dapat dijabarkan pertanyaan-pertanyaan penelitian tentang kepuasan kerja tersebut. Cara ini sudah banyak dipakai dan dianggap baik karena dapat menghindari bias dari subyektivitas peneliti. (ii) Validitas isi Validitas isi adalah suatu pengukur untuk mengetahui sejauh mana isi alat pengukur tersebut mewakili semua aspek yang dianggap sebagai aspek konsep kepuasan kerja itu memiliki lima indikator, ternyata misalnya seorang peneliti hanya mencantumkan tiga saja dalam kuesionernya, maka kuesioner yang disusunnya itu tidak memiliki validitas yang tinggi.
259
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
(iii)Validitas eksternal Dalam penelitian ekonomi dan bisnis alat pengukur yang diciptakan oleh para peneliti untuk mengukur gejala-gejala sosial cukup banyak dan sudah memiliki validitas. Misalnya skala pengukur “motivasi untuk berprestasi” yang diciptakan oleh Mehrabian (1973). Tidak saja di negara maju seperti di Amerika Serikat, di Indonesia skala ukur dari Mehrabian ini juga sudah diteliti dan ternyata memiliki validitas yang cukup tinggi.161 Selanjutnya kita tidak perlu terlalu kaku, kalau ada peneliti yang mampu menciptakan alat pengukur baru dibidang yang sama dengan skala yang dibuat oleh Mehrabian dengan tujuan yang sama. Alat ukur yang baru ini kemudian dicoba dahulu pada sekolompok responden yang juga diminta mengisi jawaban kuesioner itu dan juga mengisi kuesioner dengan skala Mehrabain yang diketahui valid. Bilamana alat pengukur baru itu memberikan hasil yang relatif sama dengan hasil pengukuran skala Mehrabain, maka dapat dikatakan alat pengukur baru itu sudah memiliki validitas yang memadai. Pertanyaan kita “bagaimana mengetahui hasil pengukuran kedua alat pengukur itu memberikan hasil yang sama”? Caranya adalah hasil pengukuran itu dikorelasikan dengan menggunakan metode statistika, apabila hasilnya korelasinya tinggi dan signifikan berarti alat ukur yang baru itu memiliki validitas yang memadai. Berdasarkan itu dapat disimpulkan bahwa validitas eksternal adalah validitas yang diperoleh dengan cara mengkorelasikan alat pengukur yang baru dengan tolok ukur eksternal, berupa alat ukur yang sudah valid. Bagaimana cara melakukan uji validitas ini dapat dilihat pada contoh yang diberikan pada sub bab berikut ini. b) Uji reliabilitas Bila alat ukur itu sudah dinyatakan valid, maka alat ukur itu uji pula reliabilitasnya. Reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukan konsistensi suatu alat pengukur dalam mengukur gejala yang sama, setiap alat pengukurseharusnya memiliki 161
Husein Umar, Ibid, hal 103, dikutip Singarimbun 1989, dari Mehrabian 1973.
260
Metode Penelitian, Populasi, Sampel, Data dan Instrumen Penelitian
kemampuan membertikan hasil pengukuran yang konsisten.Pada alat pengukur untuk fenomena fisik seperti berat dan panjang badan konsistensi pengukurannya bukan hal yang sulit dicapai, akan tetapi untuk mengukur permasalahan ekonomi atau bisnis yang mencakup fenomena sosial seperti sikap, opini, dan persepsi, pengukuran yang konsisten sering sulit dicapai. Hal ini berhubungan dengan gejala sosial yang tidak semantap gejala fisik, maka dalam mengukur gejala sosial harus selalu diperhitungkan unsur kesalahan pengukuran (measurement error). Dalam penelitian ilmu-ilmu sosial kesalahan pengukuran ini cukup besar, oleh karena itu untuk mengetahui hasil pengukuran yang sebenarnya, kesalahan pengukuran ini perlu diperhitungkan.162 Hasil pengukuran gejala sosial merupakan kombinasi antara hasil pengukuran yang sesungguhnya (true score) dan penambahan kesalahan pengukuran, secara matematis keadaan tersebut digambarkan (dituliskan) dalam persamaan berikut ini: X 0 = X t + Xe Dimana
X0 = Angka yang diperoleh (obtained score) Xt = Angka yang sebenarnya (True score) Xe = Kesalahan pengukuran (measurement error))
Semakin kecil kesalahan pengukuran, semakin reliabel alat pengukur tersebut, sebaliknya semakin besar kesalahan pengukuran semakin tidak reliabel alat pengukur tersebut, besar kecilnya kesalahan pengukuran dapat diketahui antara lain dari nilai korelasi antara hasil pengukuran pertama dan kedua. Bila nilai korelasi (r) dikuadratkan, maka hasilnya disebut koefisien diterminasi (coefficient of determination) yang merupakan petunjuk besar kecil hasil pengukuran yang sebenarnya. Semakin tinggi angka korelasi, semakin besar nilai koefisien diterminasi, dan semain rendah kesalahan pengukuran, misalnya ditemukan korelasi antara pengukuran pertama dan kedua sebesar r = 0,90. Hasil pengukuran yang sesungguhnya adalah 0,90 x 0,90 162
Husein Umar, Ibid, hal 108.
261
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
= 81 %. Apabila angka korelasi (r) yang ditemukan hanya 0,50, maka koefisien diterminasinya hanya 0,25. Berarti hanya 25 % saja yang merupakan hasil pengukuran yang sebenarnya. Teknik-teknik pegukuran reliabilitas untuk penelitian ilmu-ilmu sosial seperti misalnya ekonomi dan bisnis ada beberapa macam yang dapat digunakan, masing-masing: Test and retest, Spearman Brown, K-R 20, K-R 21, Cronbacb, dan Oservasi. (i) Teknik Test and Retest Untuk mengetahui reliabilitas suatu alat pengukur enggan pengukuran ulang (test and retest), peneliti meminta yang sama agar menjawab pertanyaan atau pernyataan dalam alat pengukur sebanyak dua kali, dengan selang waktu yang memadai antara 15 – 30 hari (tidak terlalu dekat dan tidak terlalu jauh jaraknya). Kalau selang waktu itu terlalu dekat responden masih ingat dengan jawabannya pada pengukuran pertama dan kalau terlalu lama dikhawatirkan fenomena sosialnya yang diukur sudah berubah. Hasil pengukuran pertama dikorelasikan dengan teknik korelasi product moment seperti yang dijelaskan dalam menghitung validitas. Juga dapat digunakan teknik korelasi yang lain, pilihan teknik korelasi tentu disesuaikan dengan jenis data yang dikumpulkan, sebagai contoh data pengukuran suatu persepsi hasil penilaian pertama dan kedua distribusinya seperti dalam tabel dibawah ini. Nilai hasil pengukuran didapat dari jumlah rata-rata tertimbang dari data tiap responden. Tabel: 10.4 Hasil pengukuran pertama dan Kedua Persepsi responden terhadap fenomena yang diteliti
262
Metode Penelitian, Populasi, Sampel, Data dan Instrumen Penelitian
Sumber: Umar, 2002: 110
Langkah selanjutnya adalah hasil pengukuran I dikorelasikan dengan hasil pengukuran II. Pengukuran I disebut X, dan pengukuran IIdisebut Y, cara menghitung sama dengan menguji validitas. Bila angka korelasi yang diperoleh signifikan berarti hasil pengukuran pertama dan hasil pengukuran II relatif signifikan, dengan demikian berarti skala pengukur yang disusun adalah reliabel begitu pula sebaliknya. (ii) Teknik Spearman Brown Penggunaan teknik Spearman Brown ini memerlukan syarat-syarat berikut dalam penggunaannya: (a) Bentuk pertanyaan hanya terdiri dari dua pilihan jawaban, misalnya Ya atau Tidak. Ya diisi 1 dan Tidak diisi dengan 0. (b) Jumlah butir pertanyaan harus genap agar dapat dibelah. (c) Belahan pertama dan belahan kedua harus seimbang. Belahan instrumen dikatakan seimbang bila jumlah butir pertanyaannya sama dan pertanyaan tersebut mengungkap aspek yang sama, untuk memperoleh belahan yang seimbang peneliti harus sudah memperhitungkan sejak menyususn instrumen tersebut sebagai upaya hati-hati membuat pertanyaan dalam jumlah genap untuk setiap aspek dan faktor. Dengan demikian letak butir dapat disebar sedemikian rupa agar dalam analisis data pada waktu diadakan pembelahan sudah diketahui dengan pasti manakah pasangan-pasangan butir pertanyaannya. Oleh karena itu perencanaan penelitian harus terpadu dalam arti memperhatikan variabel, pembuatan instrumen, uji coba, pengujian reliabilitas, analisis data dan sebagainya. Peneliti hendaknya membuat tabel analisis butir soal pertanyaan penelitian dari analisis ini skor-skor dikelompokan manjadi dua berdasarkan belahan bagian awal. Ada dua cara 263
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
untuk membelah yaitu belah ganjil-genap dan belah awal-akhir, oleh karena itu teknik Spearman Brown ini disebut juga teknik belah dua. (a) Teknik belah ganjil-genap Dalam teknik ini peneliti mengumpulkan skor butir bernomor ganjil sebagai belahan pertama dan butir bernomor genap sebagai belahan kedua, secara teknis caranya sebagai berikut: Pertama, hitunglah jumlah jawaban bernilai 1 atau Ya yang berada pada butir-butir pertanyaan ganjil itulah jumlah skor ganjil sedangkan jumlah skor genap didapatkan dengan mengurangi skor total dengan nomor ganjil. Kedua, mengkorelasikan skor belahan skor belahan pertama dengan skor belahan kedua, dan dari sini akan diperoleh harga r xy. Oleh karena indeks korelasi yang diperoleh baru menunjukan hubungan antara belahan instrumen, maka untuk memperoleh indeks reliabilitas diteruskan dengan menggunakan rumus Spearman Brown, yaitu sebagai berikut:
Dimana :
= realiabilitas instrumen = indeks korelasi antara dua buah intrumen
Contoh :
Misalnya: rxy adalah 0,576, maka
=
Bila telah diperoleh angka reliabilitas, selanjutnya lakukan uji korelasi, jika pengujiannya menggunakan r product moment dengan n 10, maka untuk rt 5% didapat r tabel = 0,632 dan untuk rt 1% didapat r tabel = 0,765. Dengan
264
Metode Penelitian, Populasi, Sampel, Data dan Instrumen Penelitian
demikian instrumen itu reliabel bila dilihat dari teknik belah dua ganjil-genap untuk 5%. (b) Teknik Belah awal-akhir Yang dimaksud dengan belah awal-akhir adalah skor butir dari butir nomor 1 sampai dengan nomor ke ½ n, dan belahan kedua skor butir setengan nomor terakhir. Secara teknis caranya adalah sebagai berikut: Pertama, jumlah pertanyaan dibagi dua, misalnya didapat masing-masing 14 pertanyaan. Dari 14 pertanyaan belah awal hitunglah yang menjawab 1, kemudian jumlahnya diisikan untuk nilai skor awal, skor akhir didapat dengan mengurangi skor total dengan skor awal. Kedua, skor belahan pertama dikorelasikan dengan skoir belahan kedua, lalu dihitung reliabilitas instrumen dengan menggunakan rumus Spearman Brown. Bagaimana perhitungan-perhitungan serta besaranbesaran yang diperlukan dalam analisis dapat dilihat pada contoh tabel berikut ini: Tabel: 10.5 Jawaban butir-butir pertanyaan
265
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Keterangan: P = Proporsi subyek yang menjawab betul (max. 100 ) Q= Proporsi subyek yang menjawab tidak betul (max. 100 %) NP = P dikali dengan jumlah responden PQ = Proporsi P dikali Proporsi Q Tabel: 10.6 Skor ganjil genap awal akhir
266
Metode Penelitian, Populasi, Sampel, Data dan Instrumen Penelitian
Dari pengolahan lebih lanjut angka-angka yang ada dalam tabel tersebut didapat angka-angka besaran lain yang berhubungan dengan menghitung korelasi. Dari angka-angka besaran ini dapat dihitung korekasi antara belahan ganjil-genap dengan menggunakan rumus:
Selanjutnya kita dapat menghitung nilai reliabilitas instrumen sebagai berikut:
c) Teknik K.R. 20 Teknik ini berasal dari Kuder dan Richardson, teknik ini dapat digunakan untuk instrumen yang: (i) Bentuk pertanyaannya hanya terdiri dari dua pilihan jawaban, misalnya Ya diberi nilai 1, dan tidak diberi nilai 0. (ii) Jumlah butir pertanyaannya ganji, oleh karenanya tidak dapat dibelah. Bentuk rumusnya sebagai berikut:
Di mana : rll = reliabilitas instrumen k = banyak butir pertanyaan vt = varian total
267
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
p = Proporsi subyek yang menjawab betul pada suatu butir (proporsi subyek yang mendapat skor 1), ditulis: banyak subyek yang skornya 1 p = ———————————————————— Banyak subyek Q= 1–p Contoh: Berdasarkan data yang dipakai untuk menjelaskan contoh pemakaian teknik Spearman Brown diatas, besaran-besaran yang dibutuhkan diperoleh yaitu: Σpq = 3,20 Total skor = 86 Varian dari total skor Vt = 6, 7111 Varian dari total skor Vt dihitung dengan menggunakan rumus: Untuk kasus diatas, data X1 berturut-turut adalah: 7, 7, 10, … 10, dengan rata-rata 86/10 = 8,6. Besaran-besaran diatas setelah dimasukan kedalam rumus maka didapat :
Dengan uji seperti dibagian terdahulu maka dapat disimpulkan instrumen tidak reliabel. d) Teknik K-R 21 Teknik ini juga dari Kuder dan Richardson, sama sperti Teknik K-R 20, hanya varian yang diperlukan bukan variabel p dan q seperti pada rumus K-R 20. Bentuk rumus yang digunakan: Bentuk rumus yang digunakan:
268
Metode Penelitian, Populasi, Sampel, Data dan Instrumen Penelitian
Di mana : rll = reliabilitas instrumen K = banyak butir pertanyaan M = skor rata-rata Vt = varian total Dengan menggunakan tabel analisis butir yang sudah ada, maka dapat diketahui: K = 14
Bila dimasukkan kedalam rumus maka perhitungannya adalah:
Dengan uji seperti pada bagian terdahulu, dapat disimpulkan bahwa instrumen tidak reliabel. e) Teknik Cronbach Teknik ini digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen yang skornya bukan 0 – 1, tetapi merupakan rentangan antara beberapa nilai, misalnya 0 – 10 atau 0 – 100, atau bentuk skala 1 – 3, atau 1 – 5 atau 1 - 7 dan seterusnya dapat dilakukan koefisien alpha (á) dari Cronbach. Rumusnya adalah sebagai berikut:
269
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Dimana:
rll = reliabilitas instrumen k = banyak butir pertanyaan σ2 = varian total Σob2 = jumlah varian butir
Contoh: Berikut ini disajikan tabel yang data dari 10 responden yang telah mengisi kuesioner yang terdiri dari 6 butir pertanyaan dan setiap pertanyaan mempunyai opsi 5 jawaban dari nilai paling rendah (1) sampai dengan yang tertinggi (5): Tabel: 10.7 Format Data jawaban responden
Tabel: 10.8 Data jawaban rseponden
270
Metode Penelitian, Populasi, Sampel, Data dan Instrumen Penelitian
Keterangan: A = Jumlah data tiap butir B = Jumlah data tiap butir dikuadratkan Jumlah varian butir dicari dulu dengan cara mencari nilai varian tiap butir, kemudian jumlahkan seperti yang dijelaskan berikut ini. Rumus varian yang digunakan:
Dimana :
n = Jumlahresponden X = Nilai skor yang dipilih (total nilai nomornomor butir pertanyaan
Σσ2b = 0,84 + 0,6 + 0,96 + 0,61 + 1, 49 +0,69 = 3,19
271
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Kemudian masukan kedalam rumus Cronbach
Dengan uji seperti ini sebagaimana dibagian terdahulu, dapat disimpulkan bahwa instrumen penelitian yang digunakan reliabel.
10. Pengumpulan, pengolahan, dan analisis data a) Pengumpulan data Dalam penelitian kuantitatif data-data yang diperlukan dapat dikumpulkan melalui instrumen-instrumen yang sudah dicarakan pada sub bab terdahulu. Instrumen yang dipakai tentu sesuai dengan jenis dan sifat penelitiannya. Biasanya tidak tunggal tetapi ada beberapa instrumen yang digunakan, penggunaan beberapa instrumen ini maksudnya untuk saling melengkapi dan dijamin tidak akan tumpang tindih. Misalnya dalam penelitian kuantitatif biasanya menggunakan instrumen kuesioner sebagai instrumen yang utama, kemudian dilengkapi lagi dengan wawancara. Tujuan wawancara disini adalah untuk mengecek kembali data (informasi) yang sudah terekam melalui kuesioner kalau-kalau ada kekurangan atau kekeliruan memberikan jawaban. Dalam penelitian kuantitatif pada umumnya data yang digunakan adalah data sampel sebagaimana sudah dibicarakan pada sub bab terdahulu kecuali kalau populasinya kurang dari 100, maka seluruh anggota populasinya menjadi sampel (sampel jenuh). b) Pengolahan data Data yang baru didapat melalui kuesioner masih merupakan data mentah (raw data), yang memerlukan tahapan pengolahan 272
Metode Penelitian, Populasi, Sampel, Data dan Instrumen Penelitian
dahulu baru bisa dianalisis. Dalam penelitian pada umumnya (termasuk penelitian kuantitatif) pengolahan data secara umum dilaksanakan dengan melalui tahapan memeriksa (coding) dan proses pembeberan (tabulating). (i) Editing Editing adalah kegiatan yang dilaksanakan setelah peneliti selesai mengumpulkan data dilapangan. Kegiatan ini terjadi karena dalam kenyataannya, data yang terkumpul itu sering belum memenuhi harapan peneliti, seperti misalnya ada diantaranya yang kurang atau terlewati, tumpang tindih, berlebihan atau bisa juga terlupakan. Oleh karena itu perlu dilakukan editing untuk memperbaiki atau menyempurnakannya. Proses editing yang baik adalah dengan teknik silang, yaitu seorang peneliti memeriksa hasil pengumpulan data peneliti lain dan sebaliknya peneliti yang lain memeriksa hasil pengumpulan data yang dilakukan peneliti rekannya tadi. Ini berarti ada dua orang atau lebih yang melakukan penelitian bersama. Persoalannya bagaimana kalau penelitian itu dilakukan hanya oleh satu orang saja. Tentu editing silang ini secara murni sulit dilakukan, namun bisa saja peneliti itu meminta batuan orang lain atau asistennya untuk melakukan tugas editing ini, dan dengan cara ini hasilnya akan lebih obyektif dibandingkan kalau hanya dikerjakan sendiri oleh peneliti tunggal yang bersangkutan. Proses editing dimulai dengan memberikan identitas pada instrumen penelitian yang telah dijawab oleh responden. Kemudian dilanjutkan dengan memeriksa satu persatu poinpoin atau jawaban yang tersedia, bilamana terjadi kejanggalan instrumen tersebut berilah identitas tertentu pada instrumen dan poin yang janggal tersebut. Keadaan akan lebih menguntungkan apabila editing dilakukan secara bersama-sama diantara peneliti, sehingga diskusi dan pengecekan dapat berjalan secara langsung, tanpa harus menunggu kehadiran peneliti lain. Apabila editing harus dilakukan secara terpisah, maka sebaiknya peneliti memiliki daftar koreksi yang dapat 273
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
mempermudah pencarian instrumen yang harus mendapat pemeriksaan ulang.163 Daftar koreksi yang dimaksud adalah dapat dibuat seperti bentuk tabel berikut ini: Tabel: 10. 9 Daftar koreksi Instrumen
…………………………., ………………… 2015 Editor, ( ………………………….. ) Apabila pada tahap editing ini terdapat kejanggalankejanggalan, ada kekurangan, atau ada kesalahan yang sangat mengganggu, maka peneliti yang bersangkutan perlu melakukan tindakan-tindakan berikut ini: (i) Kembali kelapangan untuk menemui sumber data yang bersangkutan, apabila kejanggalan, kekurangan, atau kesalahan itu secarametodologis akan mengurangi validitas data yang dikumpulkan itu.
163
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kencana Prenada Media Group Jakarta, 2013, hal 175.
274
Metode Penelitian, Populasi, Sampel, Data dan Instrumen Penelitian
(ii) Menyisihkan instrumen itu sebagai instrumen yangtidak dapat dipakai karena rusak, kalau kesalahan itu hanya pada satu instrumen saja dan mungkin saja kekurangan satu instrumen itu tidak begitu berarti.Oleh karena itu untuk menghindari hal ini, maka sebaiknya dalam setiap pengumpulan data peneliti melebihkan beberapa persen jumlah responden. (iii) Melakukan cek silang atau berkonsultasi dengan dengan penelitian lain untuk mengetahui kebenaran data yang terkumpul. (Bungin, 2013: 176) Diakhir editing pun peneliti masih harus bertanya kembali terhadap hasil pengumpulan data yang sudah terkumpul dan diedit itu. Apakah data yang terkumpul itu sudah betul-betul lengkap dan cukup jumlahnya. Apakah data yang satu dengan yang lainnya sinkron bila pertanyaan itu sudah terjawab, barulah meneruskan kepekerjaan berikutnya. (ii) Pengkodean Langkah selanjutnya adalah pengkodean atau melakukan pengklasifikasian data (melakukan tahapan koding). Dengan kata lain data yang sudah diedit tersebut diberi identitas sehingga memiliki arti tertentu pada saat dianalisis nanti, pengkodean ini dilakukan dalam dalam dua cara, yaitu pengkodean frekuensi dan pengkodean lambang. Pengkodean frekuensi digunakan apabila jawaban pada poin tertentu mempunyai bobot atau arti tertentu. Sedangkan pengkodean lambang digunakan pada poin yang tidak memiliki bobot tertentu, contoh pengkodean dapat dilihat pada tabel berikut ini:
275
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si. Tabel: 10.10 Angket Penelitian
c) Tabulasi (Proses pembeberan) Tabulasi adalah kegiatan terakhir dari pengolahan data, maksud tabulasi adalah memasukan data pada tabel-tabel tertentu dan mengatur angka-angka serta menghitungnya. Ada beberapa jenis tabel yang biasa dipakai dalam penelitian ilmu-ilmu sosial, diantaranya tabel data dan tabel kerja. Tabel data adalah tabel yang dipakai untuk mendeskripsikan data sehingga mudah peneliti untuk memahami struktur dari sebuah data. Sedangkan tabel kerja adalah tabel yang dipakai untuk menganalisis data yang tertuang dalam tabel data, contoh tabel data adalah sebagai berikut: Tabel: 10.7 Contoh Tabel Data (1)
276
Metode Penelitian, Populasi, Sampel, Data dan Instrumen Penelitian
Bilamana kita hanya mendeskripsikan data dalam bentuk nominal atau merupakan lanjutan dari tabel: 10.7 agar nampak lebih lebih praktis dan efisien, maka kita dapat menggunakan Tabel: 10.8 berikut ini: Tabel: 10.8 Contoh Tabel Data (2)
Tujuan dari tabulasi (pembeberan) data sebagaimana termuat dalam Tabel: 10.8ini adalahagar data penelitian itu dapat didiskripsikan secara lebih jelas dan mudah dipahami pembaca laporan penelitian. Oleh karena itu maka bentuk bangun dari tabel yang akan menyajikan data hasil penelitian itu harus memuat antara lain: (i) Identitas tabel (judul tabel) (ii) Kepala tabel (nama-nama kolom dalam tabel) (iii) Badan tabel (substansi tabel) (iv) Total tabel (jumlah atau kumulatif substansi tabel) d) Contoh mengukur validitas Sedangkan untuk contoh tabel kerja dapat diberikan contohnya ketika kita melakukan uji validitas instrumen penelitian yang kita gunakan. Seperti yang sudah kita ketahui “validitas” menunjukan sejauhmana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang akan diukur. Misalnya kita akan mengukur validitas instrumen penelitian, langkah-langkah pengukurannya adalah sebagai berikut: (i) Mendefinisikan secara operasional konsep yang akan diukur. (ii) Melakukan uji coba alat pengukur tersebut kepada sejumlah responden, dimana responden diminta menjawab pertanyaanpertanyaan yang ada dalam kuesioner penelitian yang akan kita laksanakan, disarankan responden untuk uji coba instrumen ini minimal 30 orang. 277
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
(iii) Menyiapkan tabel tabulasi jawaban responden, untuk sekedar ilustrasi dalam contoh ini misalnya dalam kuesioner yang jawabannya diisi oleh 9 orang responden seperti yang tertera dalam tabel dibawah ini. (iv) Menghitung nilai korelasi antara data pada masing-masing pernyataan dan skor total dengan memakai rumus teknik korelasi product moment seperti berikut ini: Tabel: 10.9 Jawaban responden terhadap kuesioner penelitian
Dari Tabel: 10.13diatas dilanjutkan dengan membuat tabel persiapan perhitungan korelasi antara pertanyaan nomor satu dan skor nilai, sebagaimana nampak dalam tabel berikut: Tabel: 10.10 Tabel persiapan perhitungan korelasi
278
Metode Penelitian, Populasi, Sampel, Data dan Instrumen Penelitian
Keterangan : X adalah skor pertanyaan nomor 1 Y adalah skor total
Kemudian masukan semua angka yang ada dalam Tabel: 10.10 diatas kedalam rumus korelasi product moment yang sudah dikutip diatas, maka hasilnya adalah: r = 0, 9608 Karena didalam kuesioner adan 10 pertanyaan, maka akan terdapat 10 nilai korelasi, yang ringkasan hasil perhitungannya adalah sebagai berikut: Pertanyaan nomor 1 = 0,9608 Pertanyaan nomor 2 = 0,8907 Pertanyaan nomor 3 = 0,9662 Pertanyaan nomor 4 = 0,8475 Pertanyaan nomor 5 = 0,8923 Pertanyaan nomor 6 = 0,7082 Pertanyaan nomor 7 = 0,5722 Pertanyaan nomor 8 = 0,7053 Pertanyaan nomor 9 = 0,8705 Pertanyaan nomor 10 = 0.8541 Selanjutnya secara metode statistika, nilai korelasi yang sudah diperoleh tadi harus diuji dahulu memastikan apakah nilainya signifikan atau tidak, cara mengkajinya adalah dengan uji korelasi. Setelah dilakukan uji korelasi ternyata nilai korelasi yang ada signifikan, kecuali hanya satu yaitu pertanyaan nomor 7 yang hanya mempunyai nilai r=0,5722 yang tidak signifikan. Dengan demikian sembilan dari 10 pertanyaan memiliki validitas konstruk, yang berarti terdapat konsistensi internal dalam pertanyaan-pertanyaan
279
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
tersebut, sehingga pertanyaan-pertanyaan tersebut memang mengukur pertanyaan yang sama. Sedangkan pertanyaan nomor 7 dalam contoh ini tidak signifikan, karena angka korelasi yang diperoleh rendah. Sementara itu jika ada angka korelasi yang negatif, maka hal ini menunjukan pertanyaan tersebut bertentangan dengan pertanyaan yang lainnya. Kemudian apabila dalam perhitungan ditemukan pertanyaan yang tidak valid, ada kemungkinan pertanyaan tersebut penyajiannya kurang baik, susunan kata-kata atau isi kalimatnya menimbulkan penafsiran yang berbeda, sehingga pertanyaan itu perlu dirubah.164 c) Analisis data penelitian Dalam penelitian kuantitatif atau sering pula disebut kuantitatif deskriptif yang diterapkan dalam penelitian ilmu-ilmu sosial, untuk menganalisis datanya biasanya menggunakan alat bantu yang disebut statistik dan statistika. Statistik dan statistika merupakan dua hal yang sangat berbeda. Dalam pengertian yang sederhana statistik artinya data. Dalam pengertian yang luas statistik artinya kumpulan data dalam bentuk angka yang disusun dalam bentuk tabel dan atau diagram yang berkaitan dengan masalah tertentu. Sedangkan statistika adalah pengetahuan yang berkaitan dengan metode, teknik, atau cara untuk mengumpulkan data, mengolah data, menganalisis data, menarik kesimpulan atau menginterpretasikan data.165 Dalam kontes penelitian ini statistika yang dimaksud mempunyai dua model: yaitu statistika yang berfungsi sebagai alat bantu dalam menganalisis data penelitian yang disebut statistika deskriptif dan statistika deferensial. Menganalisis data dengan statistik deferensial bertujuan untuk menggambarkan keadaan gejala sosial apa adanya, tanpa melihat hubungan-hubungan yang ada.
164 165
Husein Umar, Loc Cit, hal 108. Boediono dan I Wayan Koster, Statistika & Probabilitas, Remaja Rosda Karya Yogyakarta 2001, hal 4-5.
280
Metode Penelitian, Populasi, Sampel, Data dan Instrumen Penelitian
Sedangkan menganalisis data penelitian kuantitatif dengan statistika inferensial bertujuan tidak saja mendeskripsikan keadaan gejala sosial yang tampak, tetapi lebih jauh lagi ingin melihat hubungan-hubungan kausalitas antara gejala-gejala tersebut.166 (i) Statistika deskriptif Dalam penelitian ilmu-ilmu sosial dikenal beberapa teknik statistik deskriptif, diantaranya yang banyak dibahas adalah: distribusi frekuensi, tendensi sentral, standar deviasi, dan lainlain. (a) Distribusi frekuensi Untuk mengetahui bagaimana distribusi frekuensi pada suatu data, peneliti dapat menganalisis data penelitiannya dengan menggunakan teknik ini. Penghitungan data dengan distribusi frekuensi dapat dilakukan dengan menghitung frekuensi data tersebut kemudian dipersentasikan, frekuensi tersebut juga dapat dilihat penyebaran persentasenya yang oleh kebanyakan orang dikenal dengan sebutan frekuensi relatif. Untuk menghitung sebaran persentase dari frekuensi tersebut dapat digunakan rumus:
Dimana:
N = Jumlah kejadian Fx = frekuensi individu
Untuk lebih jelasnya data frekuensi tersebut dapat juga dideskripsikan dalam bentuk grafik. Grafik ini dapat dibuat dalama bentuk: histogram, poligon, dan serabi.167 i) Histogram Misalnya data tentang distribusi frekuensi dan perkiraan tentang penjualan mobil Toyota selama 5 tahun berturut-turut di kota Banjarmasin, seperti termuat dalam gambar berikut ini: 166 167
Burhan Bungin, Loc Cit, hal 181. Burhan Bungin, Ibid, hal 182-184.
281
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Gambar: 10.3 Grafik Penjualan Mobil Toyota “Avanza” Tahun 2000-2005
ii) Poligon Misalnya diketahui perkembangan frekuensi dan perkiraan angka kelahiran bayi di Kota Banjarmasin selama 5 tahun berturut-turut sebagai berikut: 2008 300 2009 350 2010 450 2011 400 2012 460 Dengan data tersebut diatas, dapat digambarkan grafik poligonnya sebagai berikut:
282
Metode Penelitian, Populasi, Sampel, Data dan Instrumen Penelitian
Gambar: 10.4 Grafik Poligon Kelahiran Bayi di Kota Banjarmasin Tahun 2008 – 2012
iii) Serabi Diketahui jumlah anak yang lahir di kota Banjarmasin: 2008 2009 2010 2011 2012
= = = = =
300 350 (meningkat 50 atau 50/300 x 100 % =16,67 %) 450 (meningkat 100 atau 100/300 x 100 % = 33,33 %) 400 (menurun 50 atau 50/300 x 100 % = 16, 67 %) 460 (meningkat 60 atau 60/300 x 100 % = 20 %)
Dengan data kenaikan dan penurunan tersebit dapat dibuatkan grafik serabinya sebagai berikut:
Gambar: 10. 5 Grafik Serabi Kelahiran Bayi di Kota Banjarmasin Tahun 2008 – 2012
283
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
(1) Tendensi sentral Data yang disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi seperti dijelaskan diatas, mampu menampilkan deskripsi umum tentang data dengan menghadirkan seluruh satuan yang ada. Tetapi untuk menunjukan ciri tertentu yang merupakan kekhasan data tersebut, distribusi frekuensi bukan cara yang tepat. Untuk mendapatkan ciri khas tertentu dalam bentuk sebuah nilai bilanggan, peneliti dapat menggunakan teknik kecendrungan memusat (tendensi sentral). Ada tiga ukuran tendensi sentral yang biasanya dipakai dalam penelitian ilmu-ilmu sosial, yaitu: rata-rata, median dan modus. (a) Tendensi sentral rata-rata Rata-rata adalah nilai tengah dari suatu jumlah keseluruhan bilangan yang lebih dahulu dibagi dengan jumlah unit bilangan tersebut. Rata-rata juga disebut dengan distribusi rata-rata (distribution of tha means). Menghitung rata-rata dapat dilakukan dengan menggunakan rumus berikut ini:
Dimana :
M = Tendensi sentral rata-rata Σfx = Jumlah keseruhan nilai N = Jumlah subyek
Contoh : Misalnya data varian nilai mahasiswa untuk mata kuliah “manajemen bisnis” dari enam orang mahasiswa yang menikuti ujian susulan. Setelah dimasukkan kedalam rumus tersebut, maka didapatkan hasilnya sebagai berikut:
284
Metode Penelitian, Populasi, Sampel, Data dan Instrumen Penelitian
• Tendensi Median Median untuk sekelompok nilai adalah nilai yang berada ditengah dari kelompok tersebut pada saat semua nilai dalam kelompok tersebut disusun dalam urutan yang semakin meningkat. Urutan dari sekelompok nilai-nilai seperti itu disebut array atau susunan berurutan.168 Jika tidak ada data kembar, setengah dari observasi akan lebih kecil, dan setengah lain akan lebih besar dari median, median tidak terpengaruh oleh nilainilai ekstrim dari observasi data. Maka ketika data menunjukan adanya nilai berbeda secara ekstrim dari yang lain, median akan lebih baik untuk digunakan dari pada mean sebagai ukuran tensi sentral. Untuk menghitung median dari sekelompok data yang dikoleksi yang dikoleksi dalam bentuk kasar, kita harus membuatnya menjadi susunan berurutan terlebih dahulu. Baru kemudian kita menggunakan rumus penentuan posisi median ( n I 1 ) /2 untuk mendapatkan tempat dalam susunan berurutan yang berhubungan dengan nilai median (catatan n = jumlah observasi data). Setelah kita dapatkan posisinya, kemudian kita akan menggunakan satu dari dua hukum berikut ini untuk mencari median dari sebuah kelompok data. (i) jika sampelnya berurutan ganjil, posisi median diwakili oleh nilai nomerik pada titik posisi ( n + 1 ) / 2 dari observasi berurutan. (ii) Jika sampelnya berukuran genap, posisi median akan berada diantara dua nilai observasi dalam susuan berurutan.Nilai mediannya adalah mean aritmetik dari dua nilai numerik yang terdekat dengan observasi tengah tersebut.
168
Abdul Hakim, Statistika Deskriptif untuk Ekonomi dan Bisnis, Ekonesia Yogyakarta 2001, hal 126.
285
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
• Median frekuensi genap Apabila N nya genap, maka untuk mencari median frekuensi genap ini tidak semudah seperti mencari median frekuensi ganjil. Caranya dapat dilakukan dengan menjumlahkan dua angka yang menduduki posisi median, kemudian dibagi 2, dan hasilnya adalah median. Misalnya ada angka-angka 2, 3, 4, 2, ini artinya dua angka yang menduduki posisi median itu adalah angka 3 dan 4, jadi mediannya adalah : Median = 3 + 4 = 7 : 2 = 3,5 Contoh lain misalnya, untuk sampel dari analisis tentang nilai ujian statistik 1 smester I tahun 2013/2014 di Jurusan Ekonomi Syariah Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam data mentahnya adalah :
Untuk data tersebut titik posisi median adalah (n +1) / 2 = 3,5. Maka median diperoleh dengan cara mencari mean aritmetik dari nilai observasi ketiga dan keempat:
Seperti biasa dilihat dari susunan berurutan tersebut, nilai median tak terpengaruh oleh nilai ekstrimnya. Tidak peduli apakah nilai ekstrim tertingginya 12 ataukah 99.
286
Metode Penelitian, Populasi, Sampel, Data dan Instrumen Penelitian
• Median frekuensi ganjil Jika observasi data berjumlah ganjil, median akan diwakili oleh nilai numerik yang ditentukan oleh observasi kr (n + 2) / 2 dalam susunan berurutan. Misalkan dalam susunan berurutan untuk data nilai TOEFEL dari 5 mahasiswa berikut ini. Mediannya adalah nilai dari observasi pada posisi ketiga (n + 1) / 2 , yaitu observasi dengan nilai 590.
• Data yang punya nilai kembar Ketika menghitung median, kita mengabaikan fakta nilai-nilai kembar mungkin muncul dalam data. Misalkan sebagai contoh sebuah kelompok observasi data tentang usia karyawan (dalam tahun) disebuah perusahaan adalah sebagai berikut: 24,1
22,6
27,0
19,8
21,5
23,7
22,6
Untuk data tersebut titik posisi median adalah (n + 1) / 2) = (t + 1) / 2 = 4. Median yang dihasilkan adalah 22,6 yaitu nilai observasi yang terletak ditengah susunan 287
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
berurutan, meskipun nilai observasi ketiga juga bernilai 22,6. • Karakteristik dari median Perhitungan nilai median dipengaruhi oleh jumlah observasi, tidak boleh besarnya nilai ekstrim. (c) Tendensi Modus (Mode) Modus (mode) didefinisikan sebagai sebagai nilai yang paling sering terjadi dalam perhatikan suatu kelompok nilai. Akan tetapi mode digunakan tidak lebih sebagai alat untuk tujuan penggambaran. Untuk kelompok nilai yang kecil bisa terjadi bahwa tidak ada nilai yang terulang dan dengan demikian tidak ada mode sebagai ukuran rata-rata (average). Sebagai contoh misalnya sampel nilai ujian statistik pada semeter ganjil 2013/2014 jurusan Ekonomi Syariah Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN Antasari Banjarmasin: 89
51
65
75
67
73
Kita perhatikan tiap observasi hanya muncul sekali, sehingga tidak ada satupun dan observasi yang frekuensi yang lebih dari yang lain, sehingga tidak ada modus (mode). Perlu dicatat disini bahwa ada perbedaan antara tidak ada mode dengan mode bernilai nol. Perhatikan contoh data suhu udara pada pukul 07 pagi selama 6 hari di kota Seoul pada musim dingin berikut ini: -4o
-2o
-1o -1o Mode = 0o
0o
0o
Sebuah kelompok data bisa saja terjadi mempunyai lebih dari satu mode seperti misalnya digambarkan dalam data suhu udara pagi di kota London selama 7 hari dimusim dingin berikut ini:
288
Metode Penelitian, Populasi, Sampel, Data dan Instrumen Penelitian
-210
-280 -280 -350 -410 Mode = -280 dan -430
-430
-430
(2) Distribusi kuartil, desil, dan persentil (a) Kuartil Kuatil merupakan teknik distribusi data yang dianggap refresentatif dan sering digunakan dalam analisis penelitian ilmu-ilmu sosial. Kuartil dilambangkan K1, K2, K3, yaitu titik yang membagi keseluruhan data menjadi empat bagian yang sama besarnya. Konsep kerjanya sama dengan median, tetapi kalau median membagi seluruh data menjadi dua bagian sedangkan kuartil membagi data menjadi empat. Jarak antara frekuensi terendah sampai dengan frekuensi tertinggi terdapat 100 % kasus. Oleh karena itu sampai pada titik kuartil 1 (K1) terdapat 25 persentil atau 25 % kasus, titik kuartil 2 (K2) terdapat 50 persentil atau 50 % kasus Sedangkan sampai pada titik kuartil 3 (K3) terdapat 75 persentil atau 75 % kasus. Persoalan sekarang adalah bagaimana kita mencari deviasi setiap rentangan atau antar kuartil (quartil deviation) dari frekuensi terendah sampai frekuensi tertinggi. Untuk mencari rentangan tersebut kita dapat menggunakn rumus:
Untuk mencari K3 dan K1, masing-masing menggunakan rumus:
289
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Dimana: Bb = Batas bawah interval yang mengandung kuartil tersebut N = Jumlah kasus pada distribusi kuartil K3 = Kuartil atas K1 = Kuatil bawah fkb = frekuensi kumulatif dibawah interval yang mengandung K1 Fkb = frekuensi kasus interval yang mengandung K1 (b) Desil dan Persentil Desel dan persentil memiliki persamaan dengan median dan kuartil. Median mendistribusi frekuensi menjadi dua, kuartil membagi menjadi empat, sedangkan desil membagi menjadi sepuluh, dan persentil membagi menjadi seratus, untuk lebih jelasnya perhatikan gambar 10.6 berikut ini:
Gambar: 10.6 Desil
Dengan demikian desil memiliki 10 titik yang dilambangkan dengan D. Perhitungan desil menggunakan rumus yang hampir sama dengan kuartir, yaitu:
Dan seterusnya D2 ……… D9 D2 dan seterusnya sama dengan rumus 1, bedanya hanya pada 1/10 N. Pada D2 menggunakan 2/10 N, D3 menggunakan 3/10 N, demikian seterusnya. Kalau pada 290
Metode Penelitian, Populasi, Sampel, Data dan Instrumen Penelitian
desil distribusi frekuensi dibagi menjadi 10, maka persentil distribusi. frekuensi dibagi menjadi 100. Dengan demikian titik persentil juga disebut titik P ada sebanyak 99. Cara perhitungan persentil sama dengan desil, kuartil, dan median. Oleh karena itu rumus yang digunakan dalam menghitung persentil juga menggunakan rumus yang sama yaitu :
Rumus ini kemudian dimodifikasi menjadi:
Demikian seterusnya untuk P2, P3. ….dan seterusnya sampai P99. (c). Rata-rata deviasi Rata-rata deviasi adalah alat statistik yang digunakan untuk menganalisis variabilitas suatu gejala dengan menghitung rata-rata dari deviasi yang terjadi dalam suatu distribusi dengan mengambil nilai-nilai yang positif. Untuk mendapatkan deviasi tertentu, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah menentukan nilai rata-rata (mean). Setelah itu baru dapat menentukan sebaran penyimpangan tiap-tiap frekuensi dari mean tersebut. Rumus yang bisa digunakan untuk rata-rata deviasi adalah sebagai berikut:
Dimana:
RD = Rata-rata deviasi ΣX = Jumlah deviasi dalam harga mutlaknya N = Jumlah subyek.
291
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
(d) Standar deviasi dan rata-rata deviasi Standar deviasi adalah alat statistik yang digunakan untuk mendeskripsikan variabelitas dalam suatu distribusi maupun variabelitas beberapa distribusi. Dasar pemikiran dalam standar deviasi adalah bahwa dalam menghitung variabelitas, tanda-tanda positif atau negatif tidak boleh dihilangkan. Hal tersebut karena menurut prinsip matematika bahwa bilangan negatif atau positif bila dikuadratkan. Standar deviasi lebih mempunyai arti apabila digunakan untuk menjadi alat analisis frekuensi sebaran penyimpangan dari titik rata-rata, baik sebaran kearah positif maupun keadar negatif. Untuk menghitung standar deviasi digunakan rumus sebagai berikut:
Standar deviasi dapat juga dilihat sebagai satuan pengukuran sepanjang garis absis dari suatu poligon, seperti contoh berikut:
Dari titik ujung absis sebelah kiri sampai titik ujung absis sebelah kanan terdapat deretan nilai dari paling rendah sampai paling tinggi. Jarak antar kedua ujung absis tersebut disebut range. Dalam suatu standar deviasi kita akan menemukan kurang lebih enam standar deviasi, ini merupakan kebiasaan dalam pada ilmu-ilmu sosial.Diluar enam standar deviasi ini kita hanya menemukan frekuensi persentase yang sangat kecil, yaitu kurang dari 0,3 %, maka 292
Metode Penelitian, Populasi, Sampel, Data dan Instrumen Penelitian
praktis tidak dapat dihitung,169 sebagai ilustrasi kita dapat melihat pada gambar berikut ini:
Gambar: 10.7 Standar Deviasi
c) Statistika Inferensial Sekali lagi perlu ditegaskan pengertian dari statistika inferensial adalah statistika yang berkenaan dengan cara penarikan kesimpulan berdasarkan data yang diperoleh dari sampel untuk untuk menggambarkan karakteristik atau ciri dari suatu populasi.170 Dalam konteks metodologi penelitian ini statistika inferensial pada umumnya membicarakan tentang: teori probabilitas, tingkat signifikansi, koefisien korelasi, dan uji hipotesis. (i) Teori probabilitas Penggunaan statistika inferensial dalam penelitian ilmuilmu sosial seperti: kebijakan publik, komunikasi, ekonomi, dan sebagainya didasari oleh logika-logika teori probabilitas. Teori probabilitas itu berangkat dari asumsi adanya kesamaan keberaturan pada ilmu-ilmu alam yang juga terdapat dalam ilmu-ilmu sosial.171 Dalam suatu gejala sosial terdapat kemungkinan gejala yang sama apabila kejadian tersebut diulangi dalam intensitas 169
Burham Bungin, Loc Cit, hal 190. Budiono dan I.Wayan Koster, Loc Cithal 8. 171 Burhan Bungin, Loc Cit, hal 191. 170
293
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
yang sama pula. Contoh klasik yang sering diulang-ulang dalam pelajaran, apabila kita melempar mata uang logam ke udara, maka kemungkinan akan muncul salah satu dari dua sisi mata uang itu dalam jumlah yang sama banyaknya. Apabila satu sisi kita namakan X dan sisi lainya kita namakan Y, maka dalam 100 kali lemparan mata uang tersebut, kita akan memperoleh kemungkinan yang sama dalam hal ini X 50 kali yang muncul dan Y 50 kali yang muncul. Pemikiran inilah yang disebut dengan probabilitas. Metode statistika inferensial adalah semata-mata teknik atau alat yang dipakai dalam membuktikan kebenaran teori probabilitas yang umumnya digunakan dalam penelitian ilmuilmu sosial, untuk tujuan eksplanasi, dan melakukan generalisasi sampel terhadap populasi. Biasanya masalah penelitian yang dihadapi untuk dianalisis dengan statistika inferensial ini adalah masalah perbedaan, masalah hubungan, dan masalahmasalah korelasional. (ii) Tingkat signifikansi Tingkat signifikansi atau sering pula pula disebut taraf signifikansi adalah kesediaan dan keberanian peneliti untuk secara maksimal mengambil risiko kesalahan dalam menguji hipotesis. Peneliti berkesimpulan menolak hipotesis, padahal sesungguhnya hipotesis itu benar, sehingga kesimpulan tersebut adalah kesimpulan yang ditolak. Keberanian atau kesediaan peneliti untuk mengambil risiko beragam tingkatnya. Besarnya tingkat signifikansi dinyatakan dalam suatu bilangan persentase, misalnya: 10 %, 5 %, atau 1 %. Dalam penelitian ilmu-ilmu sosial kelaziman menggunakan tingkat signikansi adalah 5 % sampai dengan 1 %. Maksudnya apabila ada 100 kali peristiwa, maka kemungkinan penolakan terhadap hipotesis atau kemungkinan kita menerima 95 %. Kalau kita menentukan tingkat signifikansinya 1 %, maka kemungkinan penolakan tersebut adalah 1 %, sedangkan kalau kita menentukan 5 %, maka kemungkinan penolakannya adalah 5 %,
294
Metode Penelitian, Populasi, Sampel, Data dan Instrumen Penelitian
Sebagai contoh kasus dalam bidang komunikasi terhadap 100 orang suatu desa diputarkan film tentang kekerasan sebanyak dua kali dengan judul yang berbeda. Kemudian setelah itu ditanyakan kepada mereka tentang sikap mereka terhadap kekerasan dalam film tersebut. Ternyata misalnya ada 5 orang diantara pemirsa itu yang mengatakan kekerasan sebagai tindakan yang salah. Dalam praktik penelitian penggunaan tingkat signifikansi 5 % dan 1 % ini digunakan sekaligus. Tingkat signifikansi 5 % biasanya ditetapkan lebih dahulu, artinya apabila ditentukan tingkat signifikansi 5 %, maka logikanya dari 100 kasus itu peneliti berspekulasi kesalahan terjadi pada 5 kejadian, sedangkan apabila ditentukan tingkat signifikansi 1 % maka peneliti berspekulasi kesalahan terjadi pada 1 kejadian. Tingkat signifikansi ini biasanya dilengkapi dengan tingkat kepercayaan (confidence level). Tingkat kepercayaan ini merupakan sisi balik dari sisi signifikansi, Dengan demikian berarti apabila ditetapkan tingkat singnifikansi 5 %, maka tingkat kepercayaannya 95 %, apabila tingkat signifikansinya ditetapkan 1 % berarti tingkat kepercayaannya 99 %. Dalam praktik penelitian pengujian signifikasi sajalah yang dilakukan, sedangkan pengujian tingkat kepercayaan tidak diuji, dengan alasan secara logika kalau hasil uji singnifikansi sudah ditemukan, maka uji tingkat kepercayaan tidak perlu lagi dilakukan, karena hasilnya sudah dapat diketahui, yaitu 100 % - sekian % tingkat signifikansi, hasilnya adalah sekian % tingkat kepercayaan. (iii) Koefisien korelasi Koefisien korelasi dipahami sebagai nilai hubungan (korelasi) antara dua atau lebih variabel yang diteliti. Nilai koefisien korelasi sebagaimana juga tingkat signifikansi digunakan sebagai pedoman untuk menentukan suatu hipotesis penelitian dapat diterima atau ditolak. Nilai koefisien korelasi bergerak diantara dari 0 ≥ 1 atau 0 ≤ 1. Bila dideskripsikan maka nilai koefisien koralasi itu nampak seperti pada tabel berikut ini: 295
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si. Tabel: 10.11 Nilai koefisien korelasi
Sumber: Bungin: 2013, 194
296
BAB XI UJI HIPOTESIS PENELITIAN
1. Hipotesis Hipotesis merupakan suatu asumsi atau anggapan yang bisa benar atau bisa salah mengenai sesuatu hal dan dibuat untuk menjelaskan sesuatu hal tersebut sehingga memerlukan pengecekan lebih lanjut.172 Hipotesis penelitian yang sudah teruji bisa dipakai dalam memutuskan atau menetapkan sesuatu dalam rangka penyusun perencanaan atau kepentingan lainnya baik dalam bidang ekonomi, bisnis, pendidikan, pembangunan, dan lain-lain. Bila hipotesis yang dibuat itu secara khusus berkaitan dengan parameter populasi, maka hipotesis itu disebut hipotesa statistik, yang dapat didefinisikan sebagai berikut: hipotesis statistik adalah suatu asumsi atau anggapan atau pernyataan yang mungkin benar atau mungkin salah mengenai parameter satu populasi atau lebih. Untuk mengetahui apakah asumsi yang telah kita buat mengenai parameter populasi itu benar atau salah sehingga kita akan memutuskan menerima atau menolaknya diperlukan pengujian dengan memakai data dari sampel. Langkah-langkah atau prosedur yang dilakukan dengan tujuan untuk memutuskan apakah kita menerima atau menolak hipotesis mengenai parameter populasi disebut pengujian hipotesis. Jelasnya pada pengujian hipotesis kita ingin mengetahui atau menguji apakah parameter satu populasi, yaitu θ sama dengan nilai masing-masing Boediono dan I Wayan Koster, Statistika dan Probabilitas. Rosda Karya Bandung 2001, hal 433.
172
297
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
dengan parameter θ1 dan θ2, kita ingin menguji apakah θ1 = θ2dan sebagainya. Misalnya, percobaan pelemparan uang logam dalam jumlah yang tak berhingga atau tak terbatas dapat dipandang sebagai suatu populasi. Dalam hal ini kita ingin menguji hipotesis bahwa uang logam itu setimbang (simetri), artinya sisi muka = sisi belakang =⅟2 atau θ = ⅟2. Pernyataan ini kita uji dengan sampel, yaitu dengan cara melemparkan uang logam sebanyak yang diinginkan, misalnya 100 kali. Selanjutnya apa yang terjadi? (a) Bila muncul sisi muka misalnya 47 kali, maka P (muka) = 0,47, dan kita berani menyimpulkan bahwa uang logam itu setimbang. Artinya kita menerima bahwa P (muka) = P (belakang) = ⅟2. (b) Bila muncul sisi muka 45 kali, maka P (muka) = 0,45 kita masih berani menyimpulkan bahwa uang logam itu setimbang, artinya kita menerima bahwa P (muka) = P (belakang) = ⅟2. (c) Tetapi bila muncul sisi muka 30 kali, maka P (muka) = 0,30, sehingga kita tidak lagi berani menyimpulkan bahwa uang logam itu setimbang. Artinya tidak cukup alasan untuk menerima bahwa P (muka) = P (belakang) = ⅟2. Oleh karena hipotesis statistik dilakukan dengan memakai sampel, maka kebenaran atau ketidakbenaran suatu hipotesis statistik tidak pernah diketahui dengan pasti. Jadi sekali lagi hipotesis itu bisa benar, atau bisa juga salah.173 Untuk suatu hipotesis yang telah dibuat hanya dua kemungkinan yang akan kita putuskan, yaitu kita akan menerima hipotesis atau akan menolak hipotesis setelah kita menghitung statistik dari sampel. (i) Menolak hipotesis artinya kita menyimpulkan hipotesis itu tidak benar. (ix) Menerima hipotesis artinya tidak cukup informasi dari sampel untuk menyimpulkan bahwa hipotesis harus kita tolak, artinya walaupun hipotesis itu kita terima tidak berarti bahwa hipotesis itu benar.
Budiono dan I Wayan Koster, Ibid, hal 434.
173
298
Uji Hipotesis Penelitian
Oleh karena itu dalam membuat rumusan pengujian hipotesis hendaknya kita selalu membuat pernyataan hipotesis yang diharapkan akan diputuskan untuk ditolak. Hipotesis yang rumuskan dengan harapan untuk ditolak disebut hipotesis nol yang biasa ditulis dengan singkatan H0. Penolakan terhadap hipotesis nol akan menjurus pada penerimaan hipotesis alternatif atau hipotesis tandingan yang biasa ditulis dengan singakatan H1 atau Ha.
2. Membuat rumusan hipotesis yang akan diuji Berikut ini diberikan beberapa contoh membuat rumusan hipotesis penelitian yang akan diuji dalam pelaksanaan penelitian, diantaranya misalnya: (1) Suatu jenis obat baru lebih efektif untuk menurunkan berat badan. Maka rumusan hipotesisnya adalah: Hipotesis nol, H0 : Obat baru = Obat lama Hipotesis alternatif Ha : Obat baru lebih baik dari obat lama (2) Seorang dokter menyatakan, bahwa lebih dari 60% pasien yang menderita sakit paru-paru disuatu rumah sakit adalah karena merokok.Maka rumusan hipotesisnya: Hipotesis nol H0 : P = 60% = 0,6 Hipotesis alternatif Ha : P ≠ 0,6 (3) Teknologi baru dibidang perkebunan dapat meningkatkan kualitas buah-buahan. Maka rumusan hipotesisnya adalah: Hipotesis nol H0 : Teknologi baru = teknologi lama Hipotesis alternatif Ha : Teknologi baru π teknologi lama Dalam hubungan dengan pembuatan hipotesis yang akan diuji ini ada beberapa dasar yang dapat dipakai untuk merumuskan hipotesis, diantaranya: (i) Berdasarkan pengetahuan yang diperoleh dari teori. (ii) Berdasarkan hasil penelitian. (iii) Berdasarkan pengalaman. (iv) Berdasarkan ketajaman berpikir.
299
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
3. Kesalahan yang mungkin terjadi Seperti sudah dijelaskan bahwa untuk menguji hipotesis, kita menghitung statistik atau besaran berdasarkan data yang diperoleh dari sampel. Apapun yang kita peroleh dari sampel merupakan perkiraan yang dipakai sebagai dasar untuk memutuskan kita menerima atau menolak hipotesis nol mengenai parameter suatu populasi. Dengan demikian keputusan kita menolak atau menerima hipotesis nol mengandung suatu ketidakpastian, artinya keputusan yang kita ambil itu bisa benar atau bisa juga salah. Adanya faktor ketidak pastian ini mengakibatkan timbulnya suatu risiko yang harus ditanggung oleh pembuat keputusan itu sendiri. Dalam pengujian hipotesis dikenal dua jenis kesalahan, yaitu: (i) Kesalahan jenis 1, adalah kesalahan akibat menolak hipotesis nol, pada hipotesis nol benar, sehingga seharusnya diterima. (ii) Kesalahan jenis 2, adalah kesalahan akibat menerima hipotesis nol, pada hal hipotesis nol salah, sehingga seharusnya ditolak. Probabilitas melakukan kesalahan jenis 1 disebut taraf nyata, atau taraf keberartianatau taraf signifikansi yang biasa ditulis dengan α (alfa) yaitu:α = P (kesalahan jenis 1) = P (menolak H0 / H0 benar). Probabilitas melakukan kesalahan jenis 2 disebut β (beta), yaitu β = P (kesalahan jenis 2) = P (menerima H0 / H0 salah). Hubungan hipotesis nol, keputusan yang diambil, jenis kesalahan, dan probabilitas melakukan jenis kesalahan dapat diringkaskan sebagaimana tabel berikut: Tabel 11.1 Jenis kesalahan dalam menolak dan menerimahipotesis nol
Keputusan
Menolak H0
Keadaan yang sesungguhnya Hipotesis Nol (H0) Benar
Keputusan salah (jenis 1) α = P (Kesaahan jenis 1) Menerima H0 Keputusan tepat 1–α Sumber: Boediono dan Koster, 2001: 437
300
Keadaan yang sesungguhnya Hipotesis Nol (H0) Salah Keputusan tepat K=1–β Keputusan salah jenis 2) β = P (kesalahan jenis 2)
Uji Hipotesis Penelitian
Oleh karena α menyatakan probabilitas menolak H0, padahal sesungguhnya Ho benar, maka kita mengharapkan nilai α ini sekecil mungkin. Dengan kata lain kejadian melakukan kesalahan jenis 1 sangat jarang terjadi, sebab tidaklah pantas sesuatu yang sesungguhnya benar kita tolak. Begitu juga dengan β yang menyatakan probabilitas menerima Ho padahal sesungguhnya Ho salah, maka kita menginginkan nilai β ini sekecil mungkin. Dengan kata lain kejadian melakukan kesalahan jenis 2 sangat jarang terjadi, sebab tidak pantas juga sesuatu yang salah kita anggap benar. Meskipun demikian dalam kenyataannya membuat α dan β sekecil mungkin sekaligus tidaklah mungkin. Karena ternyata ada hubungan antara α dan β, yaitu bahwa memperkecil nila α akan mengakibatkan memperbesar nilai β. Demikian pula sebaliknya, bila nilai β akan mengakibatkan membesarnya nilai α. Usaha yang dapat dilakukan untuk memperkecil nila α dan β hanya dengan menambah jumlah sampel. Dalam praktik pengujian hipotesis nilai α yang biasa dipakai adalah α = 0,05, α = 0,02, dan α = 0,01. Bila dipakai taraf signifikansi α = 0,05 misalnya, maka berarti sebanyak 5 dari 100 kasus akan menolak hipotesis nol, padahal H0 benar, sehingga seharusnya diterima. Dengan kata lain ada keyakinan sebesar 95 % bahwa kita telah membuat keputusan atau kesimpulan yang benar. Setelah memperhatikan semua penjelasan diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa pengujian hipotesis mempunyai sifat-sifat seperti berikut ini: Ada hubungan antara nilai sesungguhnya kesalahan jenis 1 dan jenis 2. Memperkecil probabilitas melakukan kesalahan jenis 1 akan memperbesar probabilitas kesalahan jenis 2. (i) Probabilitas melakukan kesalahan jenis 1 dapat diperkecil dengan menyesuaikan nilai kritis. (ii) Makin besar ukuran sampel, maka nilai α dan β akan makin kecil. (iii) Bila nilai hipotesis nol salah, maka nilai β akan mencapai maksi mum, bilamana nilai parameter yang sesungguhnya dekat dengan nilai yang dihipotesiskan,Makin besar jarak antara nilai sesung guhnya dengan nilai yang dihipotesiskan, makin kecil nilai β. 301
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
4. Uji satu arah dan dua arah Seperti pada pendugaan parameter θ dari suatu populasi, bila nilai parameter θ diasumsikan sama dengan suatu suatu bilangan tertentu (θ0), sehingga θ = θ0 , maka hipotesis nolnya ditulis dengan cara: H0 = θ = θ0. Ada dua cara untuk untuk menguji hipotesis nol tersebut yang tergantung dari hipotesis alternatifnya (Ha), yaitu hipotesis yang dipakai untuk melawan hipotesis nol (H0). Berdasarkan hipotesis alternatif (Ha) dikenal dikenal dua jenis pengujian, yaitu uji satu arah dan uji dua arah. a) Bila hipotesis nol, H0 : θ = θ = θo dilawan dengan hipotesis alternatif Ha : θ> θ0 atau H1 : θ < θ0, maka pengujian hipotesis ini disebut pengujian satu arah. b) Bila hipotesis ini dilawankan dengan hipotesis alternatif: Ha : θ ≠ θ0, maka pengujian hipotesis ini disebut pengujian dua arah. Dengan ringkas dapat disimpulkan uji satu arah itu bentuk umumnya adalah sebagai berikut: Uji satu arah ditandai dengan adanya satu daerah penolakan hipotesis nol (H0) yang bergantung pada nilai kritis tertentu, dimana nilai kritis ini diperoleh dari tabel untuk nilai α yang telah dipilih sebelumnya. Berdasarkan nilai kritis tersebut, daerah penolakan hipotesis nol (H0) ditujukan pada gambar berikut:
Gambar: 11.1 Uji satu arah untuk H1 : θ < θ0
Gambar: 11.2 Uji satu arah untuk H1: θ > θ0
Pada gambar 11.1 dan 11.2 daerah penolakan H0 adalah luas daerah yang diarsir, yang ditunjukkan oleh α. Sedangkan daerah penerimaan H0 ditunjukkan oleh 1 – α. Nilai yang membatasi daerah penolakan dan daerah penerimaan H0 adalah Zα yang disebut nilai 302
Uji Hipotesis Penelitian
kritis, dimana nilai Zα ini diperoleh dari tabel untuk α yang telah ditentukan lebih dahulu. Daerah penolakan H0 sering kali juga disebut daerah kritis. Sedangkan uji dua arah mempunyai bentuk seperti berikut: H0 : θ = θ0 dan Ha : θ≠ θ0
Uji dua arah ini ditandai dengan adanya dua daerah penolakkan hipotesis nol (H0) yang juga bergantung pada nilai kritis tertentu. Daerah penolakan dan daerah penerimaan H0 ditunjukan pada gambar berikut ini:
Gambar: 11.3 Uji dua arah untuk H1 : θ ≠ θ0
Pada uji dua arah sebagaimana ditunjukkan oleh gambar 10.3 daerah penolakan H0 ada dua, yaitu pada bagian paling kiri dan paling kanan yang diarsir. Masing-masing besarnya adalah α/2, dimana α sudah ditentukan sebelumnya. Sedangkan daerah penerimaan H0 ditunjukan oleh luas daerah 1 –α. Nilai kritisnya ada dua yaitu: -Zα/2 dan Zα/2 yang diperoleh dari tabel untuk nilai α yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam pengujian hipotesis penentuan jenis pengujian yang akan dipakai, apakah uji satu arah atau uji dua arah sangat bergantung pada informasi atau data awal yang tersedia mengenai parameter populasi. Langkah penentuan jenis pengujian ini merupakan langkah awal yang sangat strategis karena akan menentukan langkah atau prosedur berikutnya. Selanjutnya untuk memudahkan mahasiswa yang akan menulis tugas akhir studinya, maupun para calon peneliti dapat pula diberikan 303
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
petunjuk bahwa langkah-langkah yang diperlukan untuk pengujian hipotesis adalah sebagai berikut: (i) Tetapkan dahulu rumusan hipotesis dengan tepat, baik hipotesis nol (H0)) dan hipotesis alternatif (Ha), dan apakah termasuk uji satu arah atau uji dua arah. (ii) Tetapkan taraf nyata α yang diinginkan, sehingga dengan memakai nilai α tersebut dapat diperoleh nilai kritis dari tabel.Dengan demikian dapat digambarkan daerah penolakan H0 dan daerah penerimaan H0. (iii) Tetapkanlah statistik uji (Zh) yang cocok untuk menguji hipotesia nol. Rumus statistik uji ini sangat bergantung pada parameter populasi yang diuji apakah θ = u, θ = p, atau karakteristik populasi yang lain. (iv) Hitunglah nilai statistik uji (Zh) berdasarkan data dan informasi yang diketahui baik dari populasi maupun dari sampel yang diambil dari populasi tersebut. (v) Simpulkan, tolak H0 jika nilai statistik uji (Zh) jatuh atau terletak didaerah penolakan H0, yaitu bilamana nilai Zh> Zα, atau Zh< - Zα untuk uji satu arah, dan nilai Zh < - Zα/2 untuk uji dua arah, dan terima H0 bila nilai statistik uji (Zh) terletak didaerah penerimaan H0 yaitu Zh < - Zα atau Zh> Zα untuk uji satu arah, dan - Zα/2 < Zh < Zα/2 untuk uji dua arah.174
5. Pengujian hipotesis dengan sampel besar Perhitungan dan prosedur yang dilakukan dalam pengujian dan hipotesis ditentukan oleh beberapa hal, seperti juga dengan prosedur pendugaan parameter populasi, yaitu : (i) Ukuran populasi (ii) Ukuran sampel dan data (iii) Informasi lain yang tersedia pada populasi dan sampel. Ukuran populasi apakah itu ukuran, apakah itu populasi terba atau tak terbatas, bersama-sama dengan ukuran sampel apakah sampel besar atau sampel kecil akan membedakan bagaimana pengujian Budiono dan I Wayan Koster, Ibid, hal 440.
174
304
Uji Hipotesis Penelitian
hipotesis itu dilakukan. Berkenaan dengan parameter populasi, kita mengenal parameter rata-rata, yaitu θ= μ, parameter proporsiθ=p, parameter beda rata-rata, yaitu θ= μ, para meter proporsi θ=p, parameter beda dua rata-rata, yaitu θ = μ1- μ2, dan parameter beda dua proporsi, yaitu θ = p1 – p2 , akan menentukan bagaimana pengujian hipotesis itu dilakukan. Oleh karena itu yang pertama dilakukan adalah pengujian hipotesis dengan memakai sampel besar untuk menguji parameter populasi tersebut, dan pada bagian berikutnya akan dilakukan pengujian hipotesis dengan memakai sampel kecil. a) Pengujian parameter rata-rata (μ) populasi Dalam masalah pengujian hipotesis bahwa rata-rata (μ) suatu populasi sama dengan suatu nilai μ0 yang dilawan dengan hipotesis alternatif bahwa rata-rata populasi tersebut tidak sama dengan μ0, yaitu sebagai berikut: H0 : μ = μ0 dan Ha : μ ≠ μ0
Bila simpangan baku (σx) dari populasi itu diketahui dan sampel yang dipakai adalah sebanyak n, maka statistik uji yang dipakai untuk menguji hipotesis rata-rata populasi tersebut adalah:
= Dimana:
, bila populasi tak terbatas , bila populasi terbatas
Sedangkan bila σx dari populasi tidak diketahuimaka nilai σ dapat ditaksir (didekati) dengan nila Sx, yang dihitung dari sampel. Untuk taraf nyata σ, maka nilai kritis dari nilai kritis uji Z diatas adalahZσ/2 yang diperoleh dari tabel kurva normal standar kumulatif Z. Dengan nilai kritis Zσ/2 itu dapat dibuat daerah penolakan dan daerah penerimaan hipotesis nol (H0) sebagai berikut: 305
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Gambar: 11.4 Daerah penolakan dan penerimaan H0 uji parameter μ = μ0
Dengan memakai daerah penolakan H0 dan daerah penerimaan H0 pada gambar: 11.4 , maka : (i) Hipotesis nol (H0) akan ditolak jika nilai statistik uji Zh> Zα/2 atau Zh < - Zα/2, yaitu apabila nilai Zh berada di daerah penolakan hipotesis nol (H0). (ii) Sedangkan hipotesis nol (H0) akan diterima jika, jika nilai statistik uji berada pada daerah penerimaan H0 , yaitu bila –Zα/2 < Zh < Zα/2. Contoh soal: Sebuah populasi berupa kumpulan plat baja yang diproduksi oleh sebuah perusahaan memiliki rata-rata panjang 80 cm dengan simpangan baku 7 cm. Sesudah berjalan 3 tahun teknisi perusahaan meragukan hipotesis mengenai rata-rata panjang plat baja tersebut. Untuk meyakinkan kebenaran hipotesis ini diambilah sampel acak sebanyak 100 unit plat baja tersebut, dan diperoleh hasil perhitungan bahwa rata-rata panjang plat baja tersebut 83 cm, standar deviasinya tetap. Pertanyaan apakah ada alasan untuk meragukan bahwa rata-rata panjang plat baja yang dihasilkan oleh perusahaan itu sama dengan 80 cm pada taraf signifikansi α = 5 % ? Jawab: Populasinya dianggap tak terbatas, sebab ukurannya tidak diketahui. Informasi dari populasi diperoleh adalah rata-rata μ =
306
Uji Hipotesis Penelitian
80 cm dan simpangan baku σ = 7 cm. Sampel berukuran besar, yaitu n = 100 dengan rata-rata = 83 m. Taraf nyata yang di inginkan adalah σ = 5 %. Langkah-langkah penyelesaian untuk contoh ini adalah sebagai berikut: (i) Hipotesis yang diuji adalah hipotesis dua arah, yaitu H0 : μ = 80 dan Ha : μ≠ 80 (ii) Taraf nyata yang dipakai adalah α 5%, untuk uji dua arah, nilai kritisnya adalah Zα/2 = Z0,025, dan dari tabel distribusi normal standarkomulatif diperoleh nilai Z0,025 = 1,96. (iii) Statistik uji yang cocok digunakan untuk menguji hipotesis tersebut adalah:
=
(iv) Selanjutnya
,dimana untuk populasi tak terbatas
hitung
dahulu
(v) Maka diperoleh nilai statistik uji Zh adalah: (vi) Gambar daerah penolakan dan penerimaan H0 adalah seperti berikut:
Gambar: 11.5 Daerah penolakan dan penerimaan H0 Uji dua arah
307
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Kesimpulan: Dari hasil pengujian dan gambar: 11. 5 tersebut diatas kita dapat menyimpulkan, karena nilai statistik uji Zh = 4,29 jatuh didaerah penolakan hipotesis nol (H0), yaitu Zh =4,29 > 1,96, maka hipotesis nol (H0) ditolak. Dengan kata lain kita menolak H0 : μ = 80 dan menerima Ha : μ≠ 80. Artinya pada α = 50 % ada perbedaan yang nyata atau signifikan dari rata-rata = 83 cm yang dihitung dari sampel dengan nilai rata-rata μ = 80 cm yang dihipotesiskan. Dengan demikian perbedaan antara = 83 cm dan μ = 80 cm adalah signifikan adanya, bukan karena kebetulan. b) Pengujian parameter proporsi (p) Populasi Misalkan kita mempunyai populasi yang mengandung jenis tertentu dengan proporsi p = p/N. Dengan memakai sampel berukuran n yang mengandung jenis tertentu, yaitu = X/n, kita ingin menguji hipotesis parameter proporsi p yang diasumsikan nilainya sama dengan p0, maka rumusan hipotesis untuk pengujian hipotesis tersebut adalah adalah : Statistik uji yang dipakai adalah:
Dimana: , bila populasi tak terhingga .
, bila populasi
terbatas Contoh: Perusahaan A yang bergerak dibidang suku cadang komputer akan memperkenalkan produk terbarunya kepasar.Untuk maksud tersebut bagian pengendalian kualitas perusahaan mengambil sampel secara acak sebanyak 170 buah suku cadang, dan ditemukan ada 16 suku cadang yang cacat. Dari data tersebut 308
Uji Hipotesis Penelitian
apakah benar produksi yang ditemukan cacat kurang dari 10 % ? gunakan taraf signifikan 2 %. Jawab: Populasi dianggap tak terbatas karena ukrannya tidak diketahui. Populasi suku cadang yang cacat dalam sampel adalah:
(i) Hipotesis statistik : H0 : p = 10 % = 0,1 dan Ha : p < 0,1, yang merupakan uji satu arah. (ii) Pada α = 2 %, nilai kritisnya adalah Zα = Z0, 02 , dan dari tabel distribusi normal Standar kumulatif diperoleh : Z0,02 = -2054 (dikiri). (iii) Statistik uji adalah: dengan
= 0,094 = 0,1 dan =
0,023, sehingga diperoleh
(iv) Karena nilai statistik uji Zh= 0,26 > -2054 = Z0,02, maka hipotesis nol (H0) diterima. Artinya pada taraf signifikan α = 2 %, data yang diperoleh dari sampel tidak mendukung hipotesis alternatif (Ha) bahwa produksi yang cacat kurang dari 10 %.Untuk lenih jelasnya lihat daerah penolakan dan daerah penerimaan hipotesis ini pada gambar 11. 6 berikut ini:
309
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Gambar: 11.6 Daerah penolakan dan penerimaan H0 Uji satu arah H0 : p = p0
c) Pengujian parameter beda dua rata-rata (μ1 - μ2) dari dua populasi Misalnya kita mempunyai dua populasi berdistribusi normal, masing-masing mempunyai rata-rata μ1 dan μ2 dengan simpangan baku σ1 dan σ2. Pada populasi sebagai pertama itu kita ambil sampel acak berukuran n1 , dan dari perhitungan misalkan diperoleh ratarata 1 dan simpangan baku S1.Begitu juga dari populasi kedua diambil sampel acak berukuran n2, kemudian dihitung rata-rata dan simpangan baku S2, dimana sampel pertama dan sampel 2 kedua saling bebas. Selanjutnya pengujian hipotesis untuk parameter beda dua rata-rata (μ1 – μ2) dari dua populasi tersebut adalah sebagai berikut: Uji dua arah
Uji satu arah
Uji satu arah
H0 : μ = μ2
H0 : μ + μ2
H0 : μ = μ2 Atau
Ha : μ = μ2
Ha : μ > μ2
Ha : μ < μ2
Statistik uji yang dipakai untuk menguji hipotesis menguji hipotesis adalah :
310
Uji Hipotesis Penelitian
Dimana: , bila dua populasi tak terbatas
=
, bila dua populasi terbatas Contoh soal: Sebuah perusahaan Real Estate sedang menyiapkan brosur yang menurut perusahaan tersebut mungkin menarik perhatian calon pembeli rumah di daerah A dan B dalam suatu kota. Suatu hal yang dianggap menarik lama waktu pembeli tinggal dalam rumah yang bersangkutan. Sebuah sampel yang terdiri dari 40 buah rumah didaerah A memperlihatkan rata-rata kepemilikan 7,6 tahun dengan simpangan baku 2,3 tahun. Sedangkan sampel lain didaerah B yang terdiri dari 55 buah rumah tahun. Pada taraf signikansi 5 % apakah kita dapat menarik kesimpulan bahwa penduduk di daerah A memiliki rumah dalam waktu yang lebih singkat dari di daerah B ? Jawab: Data yang diperoleh dari sampel di daerah A dan daerah B adalah sebagai berikut: didaerah A : n1 : 40, didaerah B : n2 : 55, 1
-
2
1
= 7,6, S1 = 2,3 2
= 8,1, S2 = 2,9
= 7,6 – 8,1 = -0,5
Karena σ1 dan σ2 tidak diketahui dari populasi, maka ditaksir dengan S1 dan S2 sehingga diperoleh:
311
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
=
=0,53
Dengan menganggap kedua populasitersebut berdistribusi normal:Hipotesis yang diuji adalah bahwa penduduk di daerah A waktu kepemilikannya lebih singkat dari pada penduduk daerah B: (i) Hipotesis nol (H0) : μ1 = μ2 ; Ha : μ1 >μ2, uji satu arah (ii) Nilai kritis untuk uji satu arah dengan α = 5 % adalah: Z0,05 = -1, 645 (dikiri) Statistik uji :
= 0,94 Kesimpulan : Karena Zh = -0,94 > - 1,645, maka pada α = 5 %, hipotesis nol (H0) diterima. Artinya pada taraf signifikansi α – 5 %, waktu kepemilikan rumah di daerah A dan daerah B perbedaannya tidak signifikan. Dengan kata lain data dari sampel tidak mendukung pendapat bahwa waktu kepemilikan rumah penduduk didaerah A lebih singkat dari di daerah B. Untuk lebih jelasnya perhatikan daerah penolakan dan daerah penerimaan pada gambar berikut ini:
Gambar: 11. 7 Daerah penolakan dan penerimaan Uji hipotesis dua arah rata-rata (μ1- μ2) dari dua populasi
312
Uji Hipotesis Penelitian
d) Pengujian parameter beda dua proporsi dari dua populasi Misalnya kita mempunyai dua populasi, populasi pertama terdiri dari unsur X1 dengan proporsi p1 = X1/N1, dan populasi kedua terdiri dari unsur X2 dengan sampel acak sebanyak n1, yang terdiri dari unsur X1 dengan proporsi
, dan populasi
kedua kita ambil sampel acak sebesar . Selanjutnya pengujian hipotesis untuk parameter beda dua proporsi (p₁-p₂) adalah sebagai berikut: Dengan proporsi Uji dua arah H0 : p1 = p2
Uji satu arah
H0 = p1 – p2
Uji satu arah
H0 = p1 – p2 atau
Ha : p1 ≠ p2
Ha = p1 > p2
Ha = p1 < p2
Statistik uji yang dipakai untuk menguji hipotesis adalah :
Dimana:
bila dua populasi tak terbatas
,
, bila dua populasi terbatas.
313
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Sesungguhnya , tetapi karena pada
Umumnya p1 dan p2 tidak diketahui, maka ditaksir dengan rumus seperti disebutkan diatas.
harus
Contoh: Sebuah survey dilakukan didua daerah yang berdekatan, yaitu daerah A dan B untuk mengetahui pendapat masyarakat yang sesungguhnya, apakah suatu rencana pembangunan pabrik obat nyamuk diperbatasan dua daerah itu bisa diteruskan atau tidak. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan proporsi penduduk yang menyetujui antara penduduk daerah A dan daerah B, lalu dilakukan suatu polling pendapat. Hasil polling ternyata dari 200 penduduk didaerah A yang menyetuji 120 orang, dan dari 500 penduduk didaerah B yang menyetujui 250 orang. Pertanyaannya apakah beralasan untuk menerima bahwa proporsi penduduk didaerah A lebih besar dari proporsi di daerah B? Gunakan taraf nyata α = 1 %. Jawab: Misalkan: P1 = proporsi sesungguhnya penduduk daerah A yang setuju dengan rencana tersebut. P2 = proporsi sesungguhnya penduduk daerah B yang settuju dengan rencana tersebut Sampel di daerah A : n1 = 200, x1 = 120, dan = 120/200 = 0,6 Sampel di daerah B : n2 = 500, x2 = 250, dan 0,5
314
= 250/500 =
Uji Hipotesis Penelitian
(i) Hipotesis nol (H0) = p1 = p2 dan Ha : p1 > p2 (ii) Taraf α = 1 % , umtuk uji satu arah, diperoleh nilai kritis Z0,01 = 2,326 (iii)
= , dimana dua populasi dianggap tak terbatas.Statistik uji adalah adalah : = Kesimpulan: Tolak H0 , karena nilai Zh = 2,5 > 2,326 (Z0,01). Artinya dapat diterima bahwa proporsi penduduk didaerah A yang menyetujui rencana pembangunan pabrik tersebut lebih besar dari pada proporsi penduduk didaerah B yang menyetujuinya.
6. Pengujian hipotesis dengan sampel kecil Sesuai dengan statistik t yang dipakai untuk menduga parameter rata-rata (μ1 – μ2) sebagaimana telah dijelaskan pada bagian terdahulu dan dengan mengikuti prosedur yang sama pada pengujian hipotesis dengan memakai sampel besar, kiranya dapat dengan mudah dimengerti cara pengujian hipotesis dengan sampel kecil. Kecuali rumus statistik yang dipakai untuk menguji dan menentukan nilai kritis, semua langkah pengujian hipotesis dengan sampel besar dapat dipakai untuk pengujian hipotesis dengan sampel kecil, karena semuanya sama, seperti perumusan hipotesis, penentuan taraf signifikansi, membuat daerah penolakan dan penerimaan H0 dan cara menyimpulkannya.
315
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
a) Pengujian parameter rata-rata (μ) dari populasi dimana σ2 tidak diketahui Statistik uji untuk menguji hipotesis: H0 : μ1 = μ2
H0 : μ1 = μ2 atau
Ha : μ1 ≠ μ2
atau Ha : μ1 > μ2
Adalah statistik t , yaitu: Rumus:
t =
H0 : μ1 = μ2
Ha : μ1< μ2
X – μ0 ----------Σx
Dimana:
, bila populasi tak terbatas
.
,bila populasi terbatas
Akan tetapi karena simpangan baku σx tidak diketahui maka nilai σx ditaksir dengan nilai Sx yang dihitung dari sampel. Contoh: Diketahui data dari populasi rata-rata μo = 45 menit dan simpangan baku σ = 8 menit, populasi dianggap tak terbatas. Diketahui data dari sampel n = 10. X = 35 menit dan simpangan baku S = 9,5 menit. Untuk menghitung σx, karena σx dan S diketahui, maka kita pakai saja simpangan baku yang dihitung dari sampel, yaitu :
Hipotesis : H0 : μ = 45 dan Ha : μ < 45, sebab dengan cara baru rata-rata waktu yang diperlukan untuk mendaftar lebih kecil dari 45 menit.
316
Uji Hipotesis Penelitian
(i) Taraf signifikansi α = 1 % uji satu arah, dengan derajat kebebasan θ = n – 1 = 10 -1 = 9, maka diperoleh nilai kritis : t (α, θ) = t (0,01:9) = 2,821. Sedangkan untuk α = 5 % : t (0,05:9) = - 1, 833. X – μ0 35 - 45 th = ------------ = ---------- = - 3,3 σx 3,0
(ii) Statistik uji yang dipakai adalah: Karena nilai th = - 3,3 (negatif), kita pakai nilai kritis t yang negatifnya, yaitu t(0.01:9) = -2,821 dan t(0,05;9) = - 1, 833. (iii) Untuk α = 1 % , th = - 3,3 < - 1, 833 = t(0,05;9), yaitu nilai th = - 3,3 berada di daerah penolakan H0. Begitu juga untuk α = 5 % th = - 3,3 < - 1,833 = t(0,05;9) , yaitu nilai th = - 3,3 berarti didaerah penolakan H0. (iv) Gambar daerah penolakan dan penerimaan H0 adalah sebagai berikut:
Gambar: 11. 8 Daerah penolakan dan penerimaan H0Uji satu arah
Kesimpulan: Kita tolak H0 pada α = 1 dan pada α = 5 %. Artinya cara pendaftaran baru itu terbukti memerlukan waktu lebih singkat dari pada cara lama, karena perbedaan waktunya signifikan.
317
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
b) Pengujian parameter beda dua rata-rata (μ1 – μ2) dari dua populasi Statistik yang dipakai untuk menguji hipotesis adalah: H0 : μ1
=
μ2
H0 : μ1 = μ2 atau
Ha : μ1 ≠ H2
H0 : μ1 = μ2 atau
Ha : μ1 < μ2
H0 : μ1 > μ2
rumus statistik yang dignakan adalah: (X1 – X2) – (μ1 – μ2) Th = ----------------------------Σx1 – x2
(i) Bilaσ21 = σ22 = σ2 tidak diketahui pada populasi, maka: untuk populasi tak terbatas, dimana:
,
, dengan derajat kebebasan? σ21 ≠ σ22 dan tidak diketahui pada populasi, maka =
,
untuk populasi terbatas Derajat Kebebasan: (ii) Bila populasi terbatas maka simpangan baku σx1 – x2 harus dikalikan dengan faktor koreksi
318
Uji Hipotesis Penelitian
Contoh: Mata kuliah Akuntansi Komputer diberikan pada kelas mahasiswa yang berbeda. Kelas A yang terdiri atas 12 mahasiswa diajar dengan metode pelajaran yang sudah biasa digunakan, sedangkan mahasiswa di kelas B yang terdiri dari 10 mahasiswa diajar dengan metode pengajaran baru. Diakhir semester mahasiswa yang ada di kelas A dan di Kelas B diberi materi ujian yang sama. Dikelas A nilai rata-rata mahasiswa 85 dengan simpangan baku 4, sedangkan dikelas B nilai ratarata mahasiswa 81, dengan simpangan baku 5. Pertanyaannya yakinkah anda bahwa metode pengajaran yang sudah biasa dilaksanakan lebih baik dari metode pengajaran yang baru dengan memakai taraf signifikansi α = 0,01. Diasumsikan bahwa dua populasi mendekati distribusi normal dengan variansi yang sama. Jawab: Dua populasi yang dianggap tak terbatas. Dua populasi dianggap mendekati distribusi normal Dari sampel A : n1 = 12, X1 = 85, S1 = 4 Dari sampel B : n2 = 10, X2 = 81, S2 = 5 (i) Hipotesis : H0 : μ1 = μ2, dan Ha : μ1> μ2 (ii) Taraf signifikansi α = 0,01, dan derajat kebebasan adalah: t (α,0) = t 0,01: 20), Uji satu arah , adalah t (0,01: 20) = 2,528 atau t (0,01:20) = -2,528 (iii) Simpangan baku gabungan
= 4,478
Simpangan baku distribusi sampel beda dua rata-rata adalah: = (4,478)
319
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
=
= 1,917
Maka diperoleh nilai statistik uji th, yaitu : (X1 - X2) - (μ1 – μ2) (85 – 81) - 0 th = ------------------------------ = --------------------- = 2,09 σx1 - x2 1,917
Kesimpulan: Terima H0 , karena nila th = 2,09 < 2, 528 = t(0,01:20) atau nilai th = 2,09 berada didaerah penerimaan H0 (sebelah kanan), artinya hasil belajar mahasiswa yang diajar dengan metode yang sudah biasa dan metode baru perbedaannya tidak signifikan. Dengan kata lain data dari sampel tidak mendukung pernyataan bahwa metode pengajaran bisa tetap lebih baik dari metode pengajaran baru. Jadi informasi yang diperoleh dari sampel membuktikan bahwa dua metode mengajar (yang lama dan yang baru) ternyata sama saja.
320
BAB XII METODE-METODE ANALISIS DATA PENELITIAN
Dalam penelitian kuantitatif kita mengenal berbagai metode analisis data penelitian yang biasa digunakan sesuai dengan jenis penelitiannya. Diantara metode-metode analisis data tersebut antara lain adalah: metode korelasional, metode regresi, metode analisis jalur, metode analisis jalur dengan pengukuran structure equation modeling (SEM), dan metode analisis jalur dengan pengukuran Partial Least Square (PLS).175
1. Metode korelasional Hubungan korelasional adalah hubungan antara dua variabel atau lebih sebagaimana adanya tanpa perlakuan. Hal-hal yang ada keterkaitan dengan metode korelasi ini antara lain adalah: • Apakah mungkin perubahan satu variabel berhubungan dengan perubahan variabel lainnya. • Indeks kuantitatif yang menentukan prediksi arah hubungan antara dua variabel atau lebih. • Koefisien korelasi adalah nilai r yang diperoleh, apakah nilai r nya negatif atau positif. Jika r nya negatif maka korelasi yang diperoleh adalah korelasi negatif, (dimana peningkatan pada variabel X akan diikuti penurunan pada variabel Y, dan sebaliknya penurunan pada variabel X akan diikuti peningkatan pada variabel Y). 175
Juliansyah Noor, Analisis Data Penelitian Ekonomi dan Manajemen, Grasindo Jakarta, 2014, hal vii.
321
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
• Berapa p nya, apakah harga p (probabilitas) yang diperoleh memenuhi taraf signikansi yang digunakan (biasanya yang digunakan taraf signifikansi 1% dan 5%). Jika harga p signifikan berarti terdapat hubungan antara antara variabel bebas dengan variabel terikat. • Selanjutnya adalah melihat nilai R2 untuk mengetahu sumbangan efektif.Misalnya R 2 =0,75, artinya variabel X memberikan sumbangan efektif sebesar 75% kepada variabel Y. Kemudian penamaan variabel dalam penelitian korelasional ada dua macam: (i) variabel prediksi, yaitu variabel yang digunakan untuk memprediksi perubahan pada variabel yang lain. (ii) variabel kriteria, yaitu variabel yang berubah sesuai dengan perubahan pada variabel prediksi. a. Asumsi dalam analisis korelasional Dalam penelitian kuantitatif khususnya dalam analisis korelasional dikenal adanya asumsi-asumsi berikut ini: normalitas, linieritas, dan homogenitas. (i) Normalitas Uji normalitas dimaksudkan untuk menguji apakah data yang digunakan dalam penelitian memiliki distribusi normal baik secara multivariat maupun univariat, uji normalitas dilakukan dengan menggunakan kriteria critical ratio skweness value sebesar 2,58 pada tingkat signifikansi 99%. Data mempunyai distribusi normal jika nilai critical ratioskweness dibawah harga mutlak + (kurang lebih) 2,58. Uji normalitas menggunakan metode univariate (kecondongan) dan indeks kurtosis univariat tinggi-datar). Data dikatakan memenuhi syarat normalitas data jika koefisien indeks skew univariatdan indeks kurtosis multivariat berada diantara 0 sampai dengan + 2,58. Uji normalitas dimaksudkan juga untuk memperlihatkan bahwa data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal, ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk menguji normalitas data, diantaranya: dengan kertas peluang normal, uji chi-kuadrat, uji Liliefors, dengan teknik kolmogrovsmirnov, dan dengan SPSS. 322
Metode-Metode Analisis Data Penelitian
(ii) Linieritas Linieritas adalah suatu keadaan dimana hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen bersifat linier (garis lurus) dalam range variabel independen tertentu. Sebagai contoh misalnya hubungan antara kecepatan lari seseorang (variabel dependen) yang tergantung pada usia orang tersebut (variabel bebas atau independen), secara umum dapat dikatakan makin tinggi usia seseorang, maka lari orang itu semakin cepat, yang jika direpresikan pada grafik akan terdapat garis ke kanan atas. Namun itu sebenarnya hanya pada range usia tertentu, misalnya diantara 17 sampai dengan 40 tahun, diatas 40 tahun mungkin kecepatan lari seseorang berbanding terbalik dengan usianya, semakin tinggi usia seseorang semakin lambat larinya. (iii) Homogenitas Uji homogenitasadalah uji kesamaan dua varians apakah sebaran data tersebut homogen atau tidak, yang dilakukan dengan membandingkan kedua variansnya. Jika dua kelompok data atau lebih mempunyai varian yang sama besarnya, maka uji homogenitas tidak perlu dilakukan lagi karena datanya sudah dapat dianggap homogen. Uji homogenitas hanya dapat dlakukan apabila kelompok data tersebut dalam distribusi normal. b. Diagram korelasi Berangkat dari hipotesis penelitian, langkah pertama yang dilakukan oleh peneliti dalam menganalisis data penelitian adalah menerjemahkan kedalam bentuk diagram atau model kerangka berpikir penelitian. Fungsi dari model kerangka berpikir penelitian ini adalah untuk memudahkan peneliti melakukan analisis terhadap substansi atau faktor-faktor atau variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut. Untuk menyederhanakan bentuk diagram (model kerangka berpikir penelitian) tersebut biasanya digunakan tiga lambang yaitu X, Y, dan e: dengan penjelasan sebagai berikut: X, dinyatakan dengan X1, X2, …Xn yang terdiri dari variabel prediktor (independent variable) yang merupakan variabel prediksi. 323
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Y, dinyatakan dengan Y1, Y2, … Ynyang terdiri dari variabel kriteria (variable dependent)sebagai variabel terikat. e, dinyatakan dengan e1, e2, … en merupakan faktor lain yang tidak sengaja diukur, yang disebut implisit variabel (implisite variable), yang selanjutnya disebut variabel galat. Dalam pembuatan diagram (kerangka berpikir penelitian) ini digunakan dua macam anak panah, masing-masing: (i) Anak panah satu arah (single beaded arrow) yang menyatakan hubungan dari sebuah variabel pediktor ke variabel kiteria, misalnya X1ke Y1. (ii) Anak panah yang melengkung ( ) menyatakan hubungan korelasional antar variabel bebas, misalnya hubungan korelasi disini tidak diteliti tetapi dihitung, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar: 12.1 Model diagram korelasi dengan 3 variabel Pada gambar: 12.1. Diatas menggambarkan diagram korelasi dengan tiga variabel, dimana diagram korelasi tersebut menyatakan hubungan dari X1, X2 ke Y yang didefinisikan sebagai berikut: X1, X2: menyatakan variabel prediktor (Independent variable). Y : menyatakan variabel kriteria (dependent variable) e : menyatakan galat (error) yang merupakan gabungan dari: a) Variabel lain diluar X1 dan X2 yang mungkin berhubungan dengan Y yang telah teridentifikasi oleh teori, tetapi tidak dimasukan dalam model. 324
Metode-Metode Analisis Data Penelitian
b) Variabel lain diluar X1 dan X2 yang mungkin berhubungan dengan Y tetapi belum teridentifikasi oleh teori. c) Kekeliruan pengukuran (error of measurement) d) Komponen yang sifatnya tidak menentu (random component) ρ (rho) : Menyatakan besarnya hubungan (biasa disebut) koefisien korelasi. ρrxi : Menyatakan besarnya hubungan X1 dengan Y. RyX1X2 : Menyatakan besarnya hubungan secara bersamasama X1 dan X2 dengan Y. e : Menyatakan besarnya hubungan yang sedang ρ y2 dilakukan tidak diukur (e) yang berhubungan dengan Y. c. Analisis data model korelasi Untuk lebih memahami analisis model korelasi seperti sudah dijelaskan sebelumnya dapat diambil contoh sebagai berikut: Seorang Peneliti mempunyai data sampel dari 34 pegawai pada Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Selatan yang mencakup variabel-variabel berikut: Kepemimpinan (X1), Motivasi (X2), dan kinerja (Y). Dari variabel-variabel penelitian ini maka peneliti dapat menyusun: judul penelitian, rumusan masalah, dan kerangka berpikir (kerangka analisis) peneitian. a) Judul penelitian: “Hubungan kepemimpinan, motivasi, dengan kinerja; Studi korelasional pada pegawai Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Selatan”. b) Rumusan masalah: Dari judul penelitian itu maka kita dapat menyusun rumusan masalahnya sebagai berikut: (i) Apakah kepemimpinan secara parsial berhubungan dengan kinerja? (ii) Apakah motivasi secara parsial berhubungan dengan kinerja? 325
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
(iii) Apakahkepemimpinan dan motivasi secara simultan berhubungan dengan kinerja? c) Kerangka berpikir (kerangka analisis) penelitian Pembuatan kerangka berpikir (kerangka analisis) penelitian ini dengan mudah dapat dilakukan dengan mengadopsi model diagram korelasi yang sudah dibuat sebelumnya,yaitu sebagai berikut:
Gambar: 12.2 Kerangka Analisis Korelasi Untuk kerangka analisis korelasi ini dapat menggunakan gambar yang sama dengan gambar diagram korelasi. Dari hubungan-hubungan variabel yang nampak dalam kerangka berpikir (kerangka analisis korelasi) pada gambar: 12.2. tersebut, kita dapat menyusun persamaan-persamaan korelasi yang menyatakan hubungan antar variabel sebagai berikut: (i) Y = ρ yx1. Pernyataan ini menyatakan hubungan langsung dari variabel prediktor (X1) kriteria (Y). (ii) Hubungan korelasi antar X2 dengan Y, apabila X1 tetap, yaitu: Y = ρ yx2. Persamaan ini menyatakan hubungan dari variabel prediktor (X2) dengan variabel kriteria (Y). (iii) Hubungan korelasi antara X1 dengan X2, apabila Y tetap, yaitu: X1.2. = r X1.2. (iv) Hubungan korelasi antara X 1 dan X 2 secara simultan (bersama-sama) dengan Y, 326
Metode-Metode Analisis Data Penelitian
Y
= Ryx1x2. Persamaan ini menyatakan hubungan dari variabel prediktor (X 1 dan X 2 ) secara simultan (bersama-sama) dengan variabel kriteria (Y) (v) Persamaan model korelasi Dengan demikian maka persamaan model korelasinya adalah sebagai berikut: Y = ρyx1 X1 + ρyx2X2 + Ryx1x2 + ρye d) Tujuan penelitian Dengan memperhatikan kembali judul penelitian yang sudah dirumuskan diatas, maka kita dapat merumuskan tujuan penelitian yang akan kita laksanakan itu misalnya sebagai berikut: (i) Memperoleh informasi empiris bahwa kepemimpinan mempunyai hubungan parsial yang positif dengan kinerja. (ii) Memperoleh informasi empiris bahwa motivasi mempunyai hubungan parsial yang positif dengan kinerja. (iii) Memperoleh informasi empiris bahwa kepemimpinan dan motivasi secara simultan mempunyai hubungan dengan kinerja. e) Hipotesis penelitian Selanjutnya peneliti dapat merumuskan hipotesis penelitiannya sebagai berikut: (i) Terdapat hubungan positif kepemimpinan dengan kinerja (ii) Terdapat hubungan positif motivasi dengan kinerja (iii) Terdapat hubungan positif kepemimpinan dan motivasi secara simultan dengan kinerja. f) Hipotesis statistik Kemudian dari hipotesis penelitian tersebut diatas peneliti dapat memodifikasi menjadi hipotesis statistik sebagai berikut: (i) H0: ρyx1 0 Ha: ρyx1 0
327
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
(ii) H0: ρyx2 Ha: ρyyz2 (iii) H0: ρyx1x2 Ha: ρyx1x2
0 0 0 0
Dimana: ρyx1 = Koefisien korelasi pada populasi yang menyatakan hubungan variabel X1 dan Y. ρyx2 = Koefisien korelasi pada populasi yang menyatakan hubungan X2 dengan Y. Ryx1x2 = Koefisien korelasi pada polulasi yang menyatakan hubungan variabel X1 dan X2 dengan Y. g) Membuat tabel data penelitian Langkah berikutnya adalah membuat tabel data penelitian yang bersumber (diambil) dari kuesioner yang sudah diisi oleh responden dengan bentuk sebagai berikut: Tabel12: 1 Data penelitian berdasarkan kuesioner Yang di isi oleh responden
Kolom X1, X2, dan Y, diisi dengan jumlah skor yang diberikan oleh masing-masing responden. h) Gunakan alat bantu statistik software Misalnya kita gunakan program software SPSS seri 20, kita buka program tersebut dengan urutan langkah-langkah sebagai berikut: 328
Metode-Metode Analisis Data Penelitian
(i) Klik variabel view, masukan variabel gaya kepemimpinan, motivasi kerja dan kinerja. Hasilnya tampak dilayar monitor (ii) Klik data view, masukan data yang ada dalam tabel tadi (yang berasal dari responden), dan hasilnya akan tampak dimonitor. (a) Menguji normalitas data Buka lagi program SPSS 20, pilih menu: • Analyze • Nonparametrik test • Legacy dialogs • Simple K-S Maka hasilnya akan tampak dilayar. Setelah muncul kotak dialog selanjutnya pindahkan semua variabel ke kolom test variabel list, maka hasilnya tampak dimonitor. Kemudian klik OK maka tampak hasil output sebagai berikut: Tabel: 12. 2 One sample Kolmogorov Smirnov test
a. Test distribution is normal b. Caculated from data Memperhatikan hasil perhitungan pada tabel diatas: (i) Uji normalitas kepemimpinan (X1) 329
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Nilai penyimpangan masimum hasil perhitungan adalah X1 = 0,104, dan Asy,p sig (2 tailed) menunjukan harga 0,856.Oleh karena pengujian uji normalitas dengan uji KolmogorovSmirnov (KS) pada á = 0,05. Terlihat harga Asymp sig. (0,856) > nilai á yang dipersyaratkan yaitu 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan data variabel X1 berasal dari data yang terdistribusi normal. (ii) Uji normalitas motivasi (X2) Nilai penyimpangan maksimum hasil perhitungan adalah X1= 0,067, dan Asy, p. Sig. (2-tailed) menunjukan harga (0,888). Oleh karena itu pengujian uji normalitas dengan uji kolmogorovSmirnov (KS) pada á = 0,05, terlihat bahwa harga Symp sig. (0,888) > nilai á yang dipersyaratkan yaitu 0,05berdistribusi normal. (iii) Uji normalitas Y Nilai penyimpangan maksimum hasil perhitungan adalah X1 = 0,143, dan Asy, p. Sig. (2 tailed) menunjukan harga 0,489. Oleh karena itu pengujian uji normalitas dengan uji kolmogrovSmirnov (KS) pada á = 0,05, terlihat bahwa harga Asymp Sig. (0,489) > nilai á yang dipersyaratkan yaitu 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan data variabel X1 berasal dari data berdistribusi normal. (b) Menguji linieritas data (i) Linieritas data: Y terhadap X1 Lanjutkan lagi mengerjakan dengan alat bantu statistik program SPSS Seri 20.Pilih data view, klik analize, pilih compare mean dan klik mean pindahkanvariabel kinerja kekolom dependent dan variabel kepemimpinan ke kolom independent, maka hasilnya tampak dimonitor.Kamudian klik options, tandai anova table and eta dan test for liniearitymaka hasilnya tampak dimonitor.Setelah itu klik continuedan klik OK, maka tampak hasil outputnya dimonitor sebagai berikut:
330
Metode-Metode Analisis Data Penelitian
Tabel: 12.3 Anova Tabel (1)
Pada hasil output dalam tabel diatas menunjukan bahwa F tuna cocok (deviation from limiearity) sebesar 0,409 dengan signifikansi 0,962 (diatas dari 0,05), berarti model regresi linier. (ii) Linieritas data Y terhadap X2 Lakukan lagi hal yang sama padadengan (i) diatas maka hasilnya akan nampak dimonitor seperti berikut ini: Tabel: 12.4 Anova Tabel (2)
Hasil output padaAnova tablemenunjukan F tuna cocok (deviation from linierity)sebesar 1, 002 dengan signifikansi 0, 512 (diatas dari 0,05), berarti model regresi linier. (c) Menguji homogenitas data (i) Homogenitasa data Y terhadap X1 Lakukan dengan bantuan SPSS seri 20. Klik Analyze, pilih compare mean dan klik one way Anova pindahkan variabel 331
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
kinerja kekolom dependent dan variabel gaya kepemimpinan kekolom independent, maka hasilnya akan nampak dilayar monitor. Lanjutkan dengan mengklik option tandai homogeneity of variance maka hasilnya akan nampak dilayar monitor. Kemudian teruskan dengan mengklik continue dan klik OK, maka tampilan outputnya akan nampak sebagai berikut: Tabel: 12.5 Test of Homogeniety of Variance Kinerja
a Test ofhomogeniety of variances can not be performed for kinerja because the sum of caseweights is less then the number of group.
Meski terlihat hasil output diatas signifikan tidak dapat ditampilkan secara keseluruhan, peneliti dapat mengasumsikan data homogen. (ii) Homogenitas data Y terhadap X2 Lakukan hal yang sama dengan (i) maka hasil outputnya akan nampak dalam layar monitor seberti berikut: Tabel: 12.5 Test of Homogeniety of variances Kinerja
Hasil output diatas signifikan dapat ditampilkan.Data homogen bila Sig (p) < 0,05. Sig 0,056 >0,05 artinya data homogen.
332
Metode-Metode Analisis Data Penelitian
(d) Menguji hipotesis (i) X1 dengan Y Lakukan lagi dengan alat bantu statistik SPSS Seri 20, Klik Analize pilih correlate, klik partial, pindahkan variabel gaya kepemimpinan dan kinerja ke kolom variables dan variabel motivasi kerja ke kolom controlling for, maka akan tampak hasilnya dimonitor. Kemudian klik OK, maka akan tampak hasil perhitungannya sebagai berikut: Tabel: 12.6 Correlations (X1 dengan Y)
Hasil output diatas memperlihatkan kepemimpinan memiliki koefisien korelasi sebesar 0,632. Ini menunjukan bahwa sig 0,00 > 0,05, berarti H0 ditolak dan Ha diterima. Artinya koefisien korelasi inisignifikan, temuan ini dapat diinterpretasikan bahwa kepemimpinan (X 1) berhubungan positif dengan kinerja, artinya semakin efektif kepemimpinan (X1) maka kinerja akan semakin tinggi. (ii) X2 dengan Y Lakukan lagi menggunakan alat bantu statistik SPSS seri 20. Klik correlate, klik partial, pindahkan variabel motivasi kerja dan kinerja ke kolom variables dan variabel gaya kepemimpinan kekolom controlling for, maka hasilnya akan tampak dimonitor. Kemudian klik OK, maka tampak hasil outputnya sebagai berikut:
333
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Tabel: 12.7 Correlation (X2 dengan Y)
Hasil output diatas memperlihatkan bahwa motivasi memiliki koefisien korelasi sebesar 0,651, ini menunjukan bahwa sig 0,00 > 0,05, berarti H0 ditolak, dan Ha diterima. Artinya koefisien korelasi ini signifikan, temuan ini dapat diinterpretasikan bahwa motivasi (X2)berhubungan positif dengan kinerja (Y), artinya semakin tinggi motivasi kerja semakin tinggi kinerja. (iii) X1 dan X2 terhadap Y Untuk menghitung ini dapat juga dilakukan dengan menggunakan korelasi ganda secara manual dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Hasilnya sebesar: 0, 583
Hasil t hitung sebesar 46.9978 Dari hasil koefisien korelasi sebesar 0,583 dengan t hitung sebesar 46.9978 > t tabel 2,037 berarti H0 ditolak dan Ha diterima, 334
Metode-Metode Analisis Data Penelitian
artinya koefisien korelasi ini signifikan. Dari hasil analisis ini dapat diinterpretasikan, bahwa kepemimpinan (X 1) dan motivasi kerja (X2) mempunyai hubungan positif dengan kinerja (Y), artinya semakin baik kepemimpinan (X1) dan semakin tinggi motivasi (X2), maka akan semakin efektif kinerja (Y).
2. Metode Regresi Analisis regresi adalah analisis yang berkenaan dengan ketergantungan satu variabel (variabel terikat) terhadap variabel lain (variabel bebas), yang merupakan variabel yang menjelaskan (explanatory variables), dengan maksud menaksir dan atau meramalkan nilai rata-rata hitung (mean) atau rata-rata (populasi) variabel tak bebas, dipandang dari segi nilai yang diketahui atau tetap.176 (Gujarati, 1999 dalam Noor, 2014: 62) Semua kejadian yang terjadi dalam kehidupan ini baik itu politik, ekonomi, sosial dan lain-lain saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Kejadian-kejadian tersebut dapat dapat dinyatakan sebagai perubahan nilai variabel, misalnya variabel bebas (independent) dilambangkan dengan X, dan variabel yang terikat (dependent) dilambangkan dengan Y. Analisis korelasi bertujuan untuk mengetahui kuatnya hubungan antara variabel X dengan variabel Y, sedangkan analisis regresi bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh secara kuantitatif dari perubahan nilai X terhadap perubahan nilai Y. Dengan kata lain nilai variabel X dapat memperkirakan (memprediksi) nilai variabel Y. Sebelum melakukan analisis regresi hendaknya lebih dahulu dilakukan analisis korelasi untuk meyakinkan apakah ada hubungan (korelasi) antara variabel X dengan variabel Y. Kalau antara variabel X dan variabel Y tidak ada korelasi, maka analisis regresi tidak perlu dilanjutkan, karena secara teknis kalau tidak ada korelasi antara variabel X dengan variabel Y maka variabel X tidak bisa memprediksi variabel Y, dengan demikian variabel X tidak memiliki pengaruh terhadap variabel Y. 176
Juliansyah Noor, Ibid, hal 62, dikutip dari Gujarati 1999.
335
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Analisis regresi dilakukan dengan menggunakan persamaan regresi sebagai berikut: = a + bX. Dimana (dibaca Y topi) adalah untuk memprediksi nilai variabel Y. Persamaan ini dapat terjadi jika variabel X mempunyai korelasi dengan variabel Y. Contoh: Variabel Y = Hasil penjualan Variabel X = Iklan + a = bX = 0,25 + 0,4X, artinya jika variabel X naik satu satuan, maka variabel Y naik 0,65 satu satuan. Dalam kondisi yang umum faktor yang mempengaruhi variabel Y (hasil penjualan tidak hanya iklan, tetapi bayak faktor-faktor lain, diantaranya selain iklan juga dipengaruhi oleh daya beli dan harga. Untuk itu maka persamaan regresinya harus diperluas menjadi: = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 Dimana: X1 = Iklan X2 = Daya beli X3 = Harga a) Regresi linier sederhana Dalam regresi linier sederhana ini kita perlu menemukan kemungkinan hubungan antara dua variabel X dan Y, misalnya: (i) Apakah biaya iklan yang tinggi (X) akan mengakibatkan volume penjualan (Y) meningkat? (ii) Apakah nilai uji bakat yang tinggi (X) cenderung menunjukan tingkat pekerjaan yang tinggi (Y)? Untuk mengetahui kemungkinan adanya hubungan antara nilai X dan Y, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengumpulkan data. Langkah selanjutnya adalah menggambarkannya pada sumbu-sumbu X dan Y. Gambar ini dikenal sebagai scatter diagram. Diagram tersebut menyatakan hubungan antara variabel X dan variabel Y. Beberapa kemungkinan dari scatter diagram tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini: 336
Metode-Metode Analisis Data Penelitian
Gambar: 12.3 Beberapa Kemungkinan Scatter Diagram (Sumber: Iswardono, 2001: 4)
Bila hubungan variabel X dan Y itu digambarkan: seperti gambar (a) maka hubungannya adalah hubungan garis lurus. Jika seperti gambar (b) maka hubungannya adalah hubungan kuadratik, dan jika seperti gambar (c) maka hubungannya adalah hubungan eksponensial atau logaritmik. Dalam konteks bab yang sedang kita bicarakan ini kita fokus pada hubungan garis lurus yang ditujukan dengan garis yang lurus sebagaimana nampak pada gambar 12.3 (a). Yi = α + β X1 + E1: I = 1, 2, … n. Dimana: Y1 = banyaknya nilai observasi dari variabel acak Y X1 = banyaknya nilai observasi dari variabel acak X α = konstanta regresi - Y intercept β = koefisien regresi. E1 = kesalahan acak yang dikaitkan dengan Y1 untuk untuk setiap Xi Model statistik adalah penyajian secara matematik dari hubungan antara dua variabel atau lebih. Dua variabel, X dan Y mempunyai hubungan linier jika hubungannya dapat ditunjukan dengan model statistika garis lurus,177 (Iswardono, 2001: 4) yang dapat dilihat dari persamaan berikut ini: 177
Iswardono, Analisis Regresi dan Korelasi, BPFE Yogyakarta 2001, hal 4.
337
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Model ini juga dikenal sebagai model regresi garis sederhana. Persamaan tersebut untuk mengukur kenaikan Y perunit akibat kenaikan dalam X. b) Anggapan-anggapan yang mendasari model garis lurus sederhana (i) Nilai-nilai dari variabel bebas X mungkin ditentukan atau acak, misalnya nilai-nilai dari X diseleksi dahulu (ditentukan) dengan penyelidikan, atau nilai X mungkin/didapat tanpa adanya batasan/ketentuan, dalam hal ini X adalah variabel acak. (ii) Nilai-nilai X dihitung tanpa ada kesalahan (iii) Untuk setiap nilai X, ada sub populasi dari nilai Y yang didistribusi secara normal. (iv) Variasi dari sub populasi Y adalah sama. (v) Nilai rata-rata dari sub populasi Y semuanya akan terletak pada garis lurus yang sama.Ini dikenal dengan anggapan kelurusan (linierity), dengan simbol yang dinyatakan sebagai berikut:
Dimana: = mean dari sub populasi Y dengan Y diketahui. (vi) Nilai-nilai Y adalah bergantung secara statistik. Untuk memudahkan memahaminya dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar: 12.4 Setiap nilai X dimana ada sub populasi dari nilai Y Yang didistribusi secara normal
338
Metode-Metode Analisis Data Penelitian
c) Estimasi parameter dalam model Nilai α dan β dalam model diatas dikenal sebagai parameter dari model, nilai-nilainya hanya dapat ditentukan jika keeluruhan nilai populasi dari X, Y, diketahui dalam kebanyakan kenyataan hanya nilai sampel (contoh nilai dari X dan Y saja yang dapat diketahui sehingga estimasi dari α dan β yang dapat dihitung). Misalnya a menunjukan estimasi untuk α dan b menunjukan estimasi untuk β, a dan b dapat ditentukan dengan 1 (satu) atau 2 (dua) metode, yaitu: (i) Metode Freehand Dari scatter diagram, gambar garis lurus melewati data, titik dimana menunjukan berpotongan antara Y dengan garis lurus tersebut merupakan nilai a, dan arah garis lurus adalah nilai b. Ini dapat dilihat bahwa cara ini bukan cara yang terbaik karena ada beberapa garis Freehand yang digambar berdasarkan subyektivitas.Tetapi apabila estimasi untuk a dan b secara tepat maka dengan metode ini sudah cukup. (ii) Metode kuadrat terkecil (Least square method) Metode kuadrat terkecil ini merupakan metode yang obyektif,dan estimasi untuk α dan β dapat dicapai dengan meminimumkan jumlah kuadrat dari kesalahan (the error sum of squares). Minimumkan:
Hasil dari meminimumkan persolan ini: dua persamaan untuk a dan b yang dikenal dengan persamaan normal (the normal equation), yaitu:
Untuk mendapatkan nilai a dan b secara simultan, kita dapatkan estimasi kuadrat terkecil dari α dan β:
339
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Dimana
Nilai dari a dan b menentukan persamaan dari garis regresi sampel: = a + bX Persamaan ini digunakan untuk memprediksi nilai Y yang dinyatakan dengan , jika nilai X diketahui meramalkan nilai ratarata dari sub populasi Y, μy/x, karena a dan b meramalkan nilai α dan β, selain itu ada besaran lain yang perlu diramalkan, yaitu variasi umum dari sub populasi Y, σ2. Menghitung deviasi nilai Y yang diobservasi dari nilai Y yang diprediksikan untuk setiap X yang diketahui, beberapa penyimpangan merupakan estimasi dari kesalahan acak Ei. Persamaan prediksi (the prediction equation), garis regresi sampel yang didapat mempunyai sifat bahwa ia merupakan garis yang digambar terbaik. Terbaik dalam arti bahwa penyimpangan dari titik-titik yang diobservasi dari garis tersebut adalah dari sub populasi Y, μY/X, karena a dan b meramalkan nilai σ dan β. Selain itu ada besaran lain yang perlu diramalkan, yaitu variasi umum dari sub populasi Y, σ2. Menghitung deviasi nilai Y yang diobservasi dari nilai Y yang diprediksi untuk setiap X yang diketahui, beberapa penyimpangan merupakan estimasi dari kesalahan acak Ei, Misalnya ei adalah estimasi untuk Ei. Maka ei = Yi - i. 340
Metode-Metode Analisis Data Penelitian
Kemudian bila kita kuadratkan penyimpangan penyimpangan dari I = 1 sampai ke n dan menjumlahkannya kita dapatkan jumlah kuadrat kesalahan yang dinyatakan dengan SSE, yaitu: Dimana SSE = Sum Squares Error Dengan membagi SSE dengan (n – 2), kita dapatkan estimasi untuk ó2 yang kita nyatakan dengan s2 Y/X yaitu:
Dan dengan mengambil nilai akar dari s2 Y/X, kita dapatkan standar penyimpangan dari sub populasi Y,yaitu:
Ini menggambarkan penyimpangan rata-rata dari setiap nilaiYyang diobservasi dari setiap nilai Y yang diprediksi. Contoh:
Departemen Penelitian Pasar dari Perusahaan A ingin mempelajari hubungan antara volume penjualan dengan biaya iklan dengan data yang tersedia seperti pada tabel berikut: Tabel: 12.8 Hubungan Volume Penjualan Dengan Biaya Iklan
341
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Penyelesaian: Langkah pertama dalam analisis ini adalah membuat gambarscatter diagramuntuk melihat dan menentukan kemungkinan hubungannya.
Gambar: 12.5 Scatter Diagram Hubungan Volume Penjualan dan Biaya Iklan
Langkah selanjutnya adalah membuat model persamaan: Yi = α + βXi + Ei, i = 1, 2, 3, …. 8 untuk mengestimasi α dan β. Perhitungannya seperti termuat dalam tabel berikut:
342
Metode-Metode Analisis Data Penelitian
Tabel: 12.9 Estimasi Regresi
a = - b = 69.625 + 2283 (15, 5) = 34, 2385 Persamaan prediksinya: = 34, 2385 + 2,283 X Interpretasi dari a dan b: b = 2, 283 berarti bahwa jika biaya iklan dinaikan dengan RP 1.000,00 maka rata-rata volume penjualan akan naik sebesar Rp 2. 283, 00 a = 34, 2385 berarti jika tidak ada pengeluaran biaya iklan, maka rata-rata volume penjualan akan sama dengan Rp 34.2385,00 Selanjutnya untuk menentukan seberapa besar volume penjualan yang sebenarnya akan menyimpang dari volume penjualan yang diramalkan, maka kita dapat menghitung sebagai berikut:
343
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Ini berarti bahwa rata-rata volume penjualan yang sebenarnya akan menyimpang dari yang diharapkan atau diramalkan sebesar Rp. 3218,60,00. Untuk itu kita bisa memahaminya melalui telaah analisis tabel berikut ini: Tabel: 12.10 Pembantu estimasi regresi
Apabila kita ingin meramalkan volume penjualan pada biaya pengeluaran sebesar Rp 40.000,00 maka kita akan menggunakan persamaan peramalan dengan X = 40, didapat: = 34, 2385 + 2,283 (40) = 125. 558,50 Ini berarti bahwa volume penjualan yang diharapkan sebesar Rp 125.558,50 Catatan untuk diingat: Persamaan regresi sampel tidak dapat digunakan untuk meramalkan nilai-nilai X yang berada diluar nilainilai yang disajikan dalam sampel. Dengan kata lain bahwa persamaan diatas tidak dapat (tidak boleh) digunakan untuk ekstrapolasi karena mungkin hubungan antara X dan Y tidak seperti diatas jika untuk interval yang lebih luas.
344
Metode-Metode Analisis Data Penelitian
d) Pengujian hipotesis untuk α dan β Untuk ini ada dua pengujian yang daat dipakai, yaitu “uji t” dan “uji F”. (i) Uji t (t test) Untuk α: H0: α = α0, dimana α0 adalah sembarang nilai hipotesa
Di mana nilai t dengan bintang (*), misalnya t0,05, didapat dalam tabel “t” dengan (n-2) derajat bebas pada tingkat kepercayaan α*. Untuk β H0: β = β0, dimana β0 sembarang nilai hipotesis. b - β0
345
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Dengan menggunakan data diatas, kita gunakan á = 5% untuk menguji “t”. (a) H0: α = 30 Ha: α 30 Penyelesaian: Dari contoh diatas
a = 34, 2385 b = 2, 283 sY/X = 3, 2186
Test statistik: untuk menghitung Sa, maka:
Sa = 2, 4193
Dengan demikian keputusan yang diambil menolak H0, jika “t” > 2,447. Sebaliknya jika “t” < 2, 447 maka H0 diterima. Kesimpulan: Oleh karena Itu, t = 1, 752 < 2, 447 maka H0 diterima. Ini berarti besarnya α = 30. (b) H0: α = 0, volume penjualan tidak tergantung pada biaya iklan (c) Ha: α 0, volume penjualan ditentukan oleh biaya iklan. A* = 5%
346
Metode-Metode Analisis Data Penelitian
H0 ditolak jika “ t “ > 2, 447, sebaliknya H0 diterima jika “ t “ < 2, 447. Kesimpulan: Karena “ t “ ‘ 16, 5795 > 2, 447 maka H0 ditolak, ini berarti bahwa volume penjualan ditentukan oleh biaya iklan.
3. Metode analisis jalur (Path analysis) Analisis jalur pertama kali diperkenalkan oleh Sewall Wright pada tahun 1930. Analisis jalur merupakan perluasan dari analisis regresi linier berganda, analisis jalur merupakan suatu teknik untuk menganalisis hubungan sebab akibat yang terjadi pada regresi linier berganda jika variabel eksogen mempengaruhi variabel endogen tidak hanya secara langsung, tetapi juga secara tidak langsung.178 Analisis jalur menggunakan diagram jalur untuk mempresentasikan permasalahan dalam bentuk gambar dan menentukan persamaan struktural yang menyatakan hubungan antar variabel pada diagram jalur tersebut. Diagram jalur dapat digunakan untuk menghitung pengaruh langsung dan tidak langsung dari variabel eksogen terhadap suatu variabel endogen, pengaruh-pengaruh itu tercermin dalam apa yang disebut koefisien jalur, dimana secara matematik analis jalur ini mengikuti model struktural.
178
Juliansyah Noor, Analisis Data Penelitian Ekonomi dan Manajemen, Grasindo Jakarta 2014, hal 81.
347
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
a. Penamaan variabel Penamaan variabel dalam model analis jalur berbeda dengan penamaan dalam analisis korelasional, dalam analisis jalur menggunakan variabel exogenous (dalam analisis korelasi dinamakan variabel bebas) dan variabel endogenous (dalam analisis korelasi dinamakan variabel terikat). Variabel exogenous dalam model analisis jalur ialah semua variabel yang tidak ada penyebab-penyebab eksplisitnya atau dalam diagram tidak ada anak-anak panah yang menuju kearahnya, selain pada bagian kesalahan pengukuran. Kalau antara variabel exogenous dikorelasikan, maka korelasi tersebut ditunjukan dengan anak panah dengan kepala dua yang menghubungkan variabel-variabel tersebut, variabel yang termasuk didalamnya mencakupi semua variabel perantara dan terikat. b. Asumsi analisis jalur Asumsi adanya satu arah jalur didalam model mengindikasikan bahwa arah jalur yang mengandung arti hubungan timbal balik dalam suatu model analisis jalur menjadi diabaikan. Satu arah jalur didalam model analisis jalur dikenal dengan sebutan model rekursif (recursive model), dalam waktu yang bersamaan suatu variabel tidak dapat menjadi eksogen sekaligus menjadi variabel endogen terhadap variabel yang lain. Variabel yang diperlakukan sekaligus menjadi variabel eksogen dan endogen dalam suatu model analis jalur disebut sebagai model timbal balik (nonrecursive model) yang tidak bisa dianalisis dengan baik oleh software SPSS, namun dapat dianalisis dengan software Lisrel (Linier structure relation) yang dikembangkan oleh Joreskog.179 Dalam analisis jalur ini hubungan kausalitas yang menunjukan pengaruh langsung dan tidak langsung antar variabel itu dapat diukur besarannya, dalam penerapannya ada beberapa asumsi yang perlu diperhatikan: (i) hubungan antar variabel haruslah linier dan aditif 179
Juliansyah Noor, Ibid, hal 82, dikutip dari Loehlin 2004.
348
Metode-Metode Analisis Data Penelitian
(ii) semua variabel residu tidak mempunyai korelasi satu sama lain (iii) pola hubungan antar variabel adalah rekursif (iv) skala pengukuran semua variabel minimal interval.180 c. Diagramjalurdanpersamaanstruktural Dalam analisis jalur sebelum peneliti melakukan analisis penelitian hubungan sebab akibat, terlebih dahulu peneliti membuat diagram jalur yang digunakan untuk merepresentasikan permasalahan dalam bentuk gambar dan menentukan persamaan struktural yang menyatakan hubungan antar variabel pada diagram jalur tersebut. (1) Diagram jalur Langkah pertama dalam analisis jalur adalah menterjemahkan hipotesis penelitian yang bentuknya proposisi kedalam bentuk diagram. Diagram yang digunakan dalam analisis jalur disebut diagram jalur (Path diagram)dan bentuknya ditentukan oleh proposisi teoritik yang berasal dari berpikir tertentu, untuk menyederhanakan lambing dalam diagram tersebut, hanya digunakan simbol X dan yang selanjutnya dinyatakan dengan X1, X2, dan Xn terdiri dari variabel eksogen yang merupakan variabel penyebab dan variabel endogen sebagai variabel akibat. Sedangkan faktor-faktor lain yang merupakan variabel yang tidak sengaja diukur variabel galat, dalam diagram jalur digunakan dua macam anak panah, yaitu: (i) Anak panah satu arah (single beaded arrow)yang menyatakan pengaruh langsung dari sebuah variabel eksogen kesebuah variabel endogen. Misalnya: X1 X2, ini berati X1 sebagai variabel eksogen mempengaruhi secara langsung X2 sebagai variabel endogennya, seperti pada gambar berikut ini:
180
Anwar Sanusi, Metodologi Penelitian Bisnis, Salemba Jakarta, 2011, hal 156.
349
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Gambar: 12.6 Model diagram jalur dengan dua variabel Untuk model yang digambarkan diatas juga disebut “Diagram Jalur Sederhana” yang menggambarkan dua sub struktur atau menyatakan dua kejadian sebab akibat, yang menyatakan hubungan kausal dari X1 ke X2 yang didefinisikan sebagai berikut: X1 : Sebagai variabel eksogen X2 : Sebagai variabel endogen δ : Menyatakan galat (error) yang merupakan gabungan dari: (i) Variabel lain diluar X1 yang mungkin mempengaruhi X2 yang telahteridentifikasi tetapi belum dimasukan kedalam model. (ii) Variabel lain diluar X1 yang mungkin mempengaruhi X2 tetapi belum teridentifikasi oleh teori. (iii) Kekeliruan dalam pengukuran. (iv) Komponen yang sifatnya tidak menentu. ρ : Menyatakan besarnya hubungan pengaruh langsung atau biasa disebut koefisien jalur. ρx2x1:Menyatakan besarnya koefisien pengaruh langsung X2 terhadap X1. ρ x2: Menyatakan besarnya koefisien pengaruh langsung penyebab yang sedang dilakukan tidak diukur (δ) yang mempengaruhi X2. (ii) Anak panah dua arah (double beaded arrow).Ini menyatakan hubungan korelasi antar variabel eksogen seperti nampak dalam gambar berikut ini:
350
Metode-Metode Analisis Data Penelitian
Gambar:12.7 Model diagram jalur dengan empat variabel Model diagram pada gambar: 12.7. Diatas menunjukan bahwa X1 dan X2 secara bersama-sama berpengaruh secara langsung terhadap X 3 dan X 3 berpengaruh terhadap X 4. Model ini meggambarkan dua substruktur yang menyatakan ada dua kejadian sebab akibat yang akhirnya mengakibatkan satu kejadian yaitu X4. (2) Persamaan struktural Persamaan struktural menyatakan hubungan antar variabel pada diagram jalur yang ada. Berdasarkan model diagram pada gambar:12.7, terdapat dua persamaan struktural,yaitu: Model struktural 1; Yang merupakan hubungan kausal dari X1, dan X2 ke X3 yang dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut: X3 = ρX3X1X1 + ρx3x2 X2 + ε (i) Model substruktural 1 ini menyatakan pengaruh langsung dari variabel eksogen (X1 dan X2) terhadap variabel endogen (X3) dengan galat ε1. (ii) Model struktural 2; menyatakan hubungan kausal dari X3 ke X4 yang dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut: X4 = ρx4x3 + ε2 (iii) Model subtruktur 2 diatas menyatakan pengaruh langsung dari variabel X 3 terhadap variabel X 4 dengan galat ε 2. Semakin kompleks sebuah hubungan struktural akan semakin kompleks 351
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
diagram jalurnya, dan semakin Banyak pula substruktur serta model struktur yang membangun diagram jalur tersebut. (3) Persyaratan menggunakan analisis jalur: (i) Hubungan antar variabel dalam model analisis jalur harus linier. (ii) Melakukan uji normalitas data, uji linieritas dan signifikansi regresi, dan uji homogenitas. (iii) Melakukan analisis regresi.
4. Metode analisis jalur dengan pengukuran SEM Persamaan permodelan Structural Equation Modeling (SEM)adalah teknik statistik untuk menguji dan memperkirakan hubungan kausal dengan menggunakan kombinasi data statistik dan asumsi kausal kualitatif. SEM telah disosialisasikan pada tahun 1921 oleh ahli genetika Sewall Wright, tahun 1943 oleh ahli ekonomi Trygve Havelmo, tahun 1953 oleh ilmuan kognitif Herbet A. Simon, dan tahun 2000 secara resmi didefinisikan oleh Yudea Pearl dengan menggunakan kalkulus.181 SEM merupakan pengembangan lebih lanjut dari Path analysis, Pada metode SEM hubungan kausalitas antar variabel eksogen dan variabel endogen dapat ditentukan secara lebih lengkap. Dengan menggunakan SEM tidak hanya hubungan kausalitas (langsung dan tidak langsung) pada variabel atau konstruk yang diamati bisa terdeteksi, tetapi juga komponen-komponen yang berkontribusi terhadap pembentukan konstruksi itu dapat ditentukan besarnya. Dengan demikian hubungan kausalitas diantara variabel atau konstruk yang sedang kita pelajari menjadi lebih informatif, lengkap, dan akurat.182 SEM merupakan teknik statistik yang digunakan untuk membangun dan menguji model statistik yang biasanya dalam bentuk model-model sebab akibat. SEM sebenarnya merupakan teknik “hibrida” yang meliputi aspek-aspek penegasan (konfirmasi) dari analisis faktor, analisi jalur, dan regresi yang dapat dianggap sebagai kasus khusus dalam SEM. 181 182
Juliansyah Noor, Loc Cit, hal 108. Anwar Sanusi, Loc Cit, hal 167.
352
Metode-Metode Analisis Data Penelitian
Secara sederhana SEM mengestimasi secara simultan sekelompok persamaan regresi berganda, yang memiliki hubungan saling ketergantungan melalui model struktural dengan bantuan program statistik. a. Penamaan variabel SEM Dalam SEM dikenal dua nama variabel, yaitu: (i) Variabel manifes (manifest variable), merupakan variabelvariabel yang diobservasi, Sering juga disebut variabel indikator. Jika peneliti akan menggunakan analisis jalur sebaiknya peneliti menggunakan paling tidak tiga variabel, karena kalau hanya menggunakan dua variabel maka analisisnya akan bermasalah. Jika hanya menggunakan satu pengukuran, maka kesalahan (error) tidak dapat dibuat model, juga model-model yang hanya menggunakan dua indikator per-variabel laten akan sulit diidentifikasi dan estimasi kesalahan akan tidak reliabel. (ii) Variabel laten,adalah variabel-variabel yang tidak terobservasi (unobserved variable). Variabel laten ini mencakup variabel bebas, variabel perantara,dan variabel tergantung, variabel-variabel “exogenious” merupakan variabel dengan tanpa variabel penyebab sebelumnya. Sedangkan variabelvariabel “endogenious” merupakan variabel-variabel perantara yang dapat sebagai efek dari variabel exogenious sebelumnya atau variabel-variabel perantara,dan merupakan penyebab terhadap variabel perantara lainnya dan variabel tergantung, serta dapat berfungsi sebagai variabel tergantung sebenarnya. Keberadaan variabelvariabel laten tergantung pada hubungan mereka terhadap variabel-variabel indikator yang diobservasi, dan ini merupakan salah satu karakteristik SEM. b. Permodelan dalam SEM Permodelan SEM dikenal ada beberapa model yang umum digunakan, diantaranya: (i) Model pengukuran Model pengukuran ini merupakan bagian dari suatu model SEM yang berhubungan dengan variabel-variabel laten dan 353
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
indikator-indikatornya. Dalam model pengukuran ini terdapat anak panah lurus dari dari variabel-variabel laten kearah indikator-indikator masing. Juga terdapat anak panah lurus dari faktor kesalahan dan gangguan (error and -disturbance term)kearah variabel masing-masing, model pengukuran ini dievaluasi dengan menggunakan pengukuran uji keselarasan, proses analisis hanya dilakukan jika pengukurannya valid, model pengukuran tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 12.8 Model Pengukuran Variabel Laten Eksogen
Gambar: 12.9 Model pengukuran Variabel Laten Eksogen Dengan Notasi Statistik
354
Metode-Metode Analisis Data Penelitian
Gambar: 12.10 Model Pengukuran Variabel Laten Endogen
Gambar: 12.11 Model Pengukuran Variabel Laten Eksogen Dengan Notasi Statistik (ii) Model struktural Model strukturalini adalah seperangkat variabel exogenous dan endogenous dalam suatu model, bersamaan dengan efek langsung atau arah anak panah langsung yang menghubungkannya, dan faktor gangguan untuk semua variabel tersebut. (iii) Analisis faktor konfirmatory(Confirmatory factor analysis = CFA) Analisis faktor konfirmatory bisa digunakan untuk menegaskan bahwa semua indikator mengelompokan sendiri kedalam faktor-faktor yang berkaitan dengan bagaimana peneliti telah menghubungkan indikator-indikator dengan variabel laten.CFA dalam SEM digunakan untuk menilai peranan 355
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
kesalahan pengukuran dalam model,untuk validasi model multifaktoral, dan untuk menentukan efek-efek kelompok pada faktor. (iv) Spesifikasi model yang akan selalu sesuai Spesifikasi model adalah proses dimana peneliti meyakinkan bahwa efek-efeknya tidak ada, yang sesuai dengan nilai konstan biasanya sebesar 1.0, dan kadang juga bervariasi.Efek-efek variabel berhubungan dengan anak panahanak panah dalam model tersebut, dan tidak adanya efek berhubungan dengan ketidakadanya anak panah. Efek-efek yang sudah pasti biasanya merefleksikan efek-efek yang parameternya sudah ada dalam teori atau yang biasa ditentukan sebesar 1.0 untuk menetapkan suatu metrik untuk satu variabel laten, model spesifikasi ini ada dua: (a) Model parsimony(model yang dibuat sesederhana mungkin), yaitu model tidak adanya efek dibatasi sampai dengan data yang ada, sekalipun model tersebut tidak mempunyai makna. (b) Model faktor-faktor interaksi dan power polynomials.Model tersebut ditambahkan terhadap model struktural sebagaimana biasanya ditambahkan kedalam regresi berganda. (v) Underidentified, adalah model yang jumlah parameternya yang sedang diestimasi lebih besar dari data yang sudah diketahui, atau dengan kata lain adalah jika terdapat lebih parameter yang harus diestimasidari pada elemen-elemen dalam matriks kovarian.Karakteristik matematis model-model yang sedang diidentifikasi mengahalangi penyelesaian parameter yang diestimasi dan dilakukan pengujian keselarasan dalam model. Jalan keluarnya adalah dengan menambah lagi variabel-variabel eksogenous, dan harus dilakukan sebelum mengumpulkan data, jika suatu model ditemukan underidentified atau baru saja diidentifikasi maka harus dilakukan langkah-langkah berikut:
356
Metode-Metode Analisis Data Penelitian
(i) Sederhanakan model dengan cara mengurangi jumlah anak panah yang sama dengan mengendalikan estimasi koefisien jalur sampai 0. (ii) Sederhanakan model denganestimasi jalur (anak panah) dengan cara-cara lain, yaitu:kesejajaran (equality), artinya sama dengan estimasi yang lain,atau ketidak sejajaran (inequality), artinya proporsional dengan estimasi yang lain,atau ketidak sejajaran (inequality), artinya lebih besar atau lebih kecil dari pada estimasi yang lain. (iii) Pertimbangkan untuk menyederhanakan model dengan cara menghilangkan beberapa variabel. (iv) Hilangkanberapa variabel yang nampaknya mempunyai multicolinier dengan variabel-variabel yang kain. (v) Tambahkanvariabel-variabelexogenous dan sebaiknya dilakukan sebelum pengambilan data. (vi) Miliki setidaknya tiga indikator untuk satu variabel laten. (vii) Pertimbangkanuntuk menggunakan bentuk estimasi yang berbeda, misalnya GLS, atau ULS sebagai pengganti MLE. C. Asumsi analisis SEM Untuk menggunakan SEM peneliti memerlukan pengetahuan tentangasumsi-asumsi SEM yang mendasari penggunaannya, diantara asumsi-asumsi tersebut adalah: (i) Distribusi normal indikator-indikator multivariat.Normalitas multivariat diperlukan untuk estimasi kemiripan maksimum (maximum likelihood estimation) atau MLE, yang merupakan metode dominan dalam SEM yang akan digunakan untuk membuat estimasi koefisien-koefisien (jalur) struktur. (ii) Distribusi normal multivariat variabel-variabel tergantung, masing- masing variabel tergantung laten dalam model harus didistribusikan secara normal untuk masing-masing nilai dari variabel laten lainnya. (iii) Linieritas, SEM mempunyai asumsi adanya hubungan linier antara variabel-variabel indikator dan variabel-variabel laten, serta antara variabel-variabel laten sendiri. 357
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
(iv) Pengukuran tidak lansung.Secara tipikal semua variabel dalam model merupakan variabel laten. (v) Multiple indicators.Beberapa indikator harus digunakan untuk mengukur masing-masing variabel laten dalam model, regresi dapat dikatakan merupakan sebagai kasus khusus dalam SEM dimana hanya ada satu indikator per variabel laten. (vi) Secara teoritis tidak sedang atau baru saja diidentifikasi, Suatu model baru saja teridentifikasi jika ada banyak parameter yang harus diestimasi sebanyak adanya elemen-elemen dalam matrik kovarian.Contoh dalam satu model dimana variabel 1 mempengaruhi variabel 2, dan juga mempengaruhi variabel 3, dan variabel 2 juga mempengaruhi variabel 3. Dengan demikian maka akan ada tiga parameter (anak panah) dalam model dan ada tiga unsur kovarian(1,2; 1,3; dan 2,3). (vii)Rekursivitas, model-model rekusive merupakan model-model dimana semua anak panah mempunyai satu arah tanpa putaran umpan balik dan peneliti dapat membuat asumsi kovariankovarian gangguan kesalahan semua 0, yang berarti bahwa semua variabel yang tidak diukur yang merupakan diterminan dari variabel-variabel endogenous tidak dikorelasikan satu dengan lainnya sehingga tidak membentuk putaran umpan balik.Model-model dengan gangguan kesalahan yang berkorelasi dapat diperlakukan sebagai model recursive hanya jika tidak ada pengaruh langsung diantara variabel-variabel endogenous. (viii) Ukuran sampel tidak boleh kecil karena SEM bergantung pada pengujian-pengujianyang sensitif terhadap ukuran sampel dan magnetudo perbedaan-perbedaan matrik kovarian. Secara teori untuk ukuran sampel berkisar antara 200-400 untuk model-model yang mempunyai indikator antara 10 – 15, para pakar penelitian yang sering menggunakan metode SEM sering mengatakan sampel yang dibawah dari 100 hasilnya kurang baik, dengan kata lain bila kita menggunakan metode SEM maka sampelnya minimal 100.
358
Metode-Metode Analisis Data Penelitian
d). Analisis data SEM Untuk lebih memahami konsep analisis Structural Equation Modeling (SEM)dapat dilakukan dengan mengambil contoh misalnya seorang peneliti mempunyai data sampel dari 240 karyawan pada suatu perusahaan real estate yang mempunyai variabel-variabel sebagai berikut: Variabel laten eksogen adalah citra (X) dengan variabel manifest eksogen (indikator) adalah citra 1 (X1), citra 2 (X2), citra 3 (X3), citra 4 (X4), dan citra 5 (X5), dan variabel endogennya adalah Parsell (Y) dengan variabel manifest endogen (indikator) adalah Parsell 1 (Y1), Parsell 2 (Y2), parsell 3 (Y3), Parsell 4 (Y4), Parsell 5 (Y5), Parsell 6 (Y6) dan Parsell 7 (Y7). Judulpenelitian “Pengaruh citra terhadap personalselling:Studi kausal dengan pengukuran pada karyawan PT Bunyamin Real Estate di Banjarmasin.” Rumusan masalah Apakah citra berpengaruh langsung terhadap Personal Selling? Kerangka berpikir Citra memiliki pengaruh langsung terhadap personal selling, dan dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar: 12.12 Model Analisis Jalur dengan Pengukuran 359
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Keterangan: a) Variabel-variabel yang diobservasi secara langsung diletakan dalam empat persegi panjang. b) Variabel-variabelyang tidak diobservasi diletakan dalam lingkaran, umumnya bentuknya elips. Dalam model ini variabel-variabel yang tidak diobservasi hanya merupakan variabel gangguan (disturbances). c) Variabel-variabel eksogenous diwakili oleh X,variabel-variabel endogenous diwakili oleh Y, dan gangguan diwakili oleh . d) Variabel-variabel endogeous mempunyai anak panah satu arah menuju variabel tersebut, sedangkan variabel-variabel exogenous hanya nampak pada ekor anak panah satu arah. e) Anak panah dengan dua arah mewakili kovarian-kovarian,bukan penyebab, secara potensial tidak bernilai nol (0). f) Y digunakan parameter-parameter struktural yang menghubungkan antara satu variabel endogenous, sedangkan â digunakan sebagai parameter-parameter struktural yang menghubungkan satu variabel endogenous dengan variabel endogenous lainnya. g) Dalam hal tertentu, urutan variabel-variabel dalam bentuk horizontal berhubungan dngan urutan sebab akibat,Dengandemikian “penyebab” nampak disebelah kiri dari “akibat”, seperti nampak dalam gambar tersebut diatas. Persamaan model struktur η=β+ Persamaan model pengukuran X1 = λx1ξ + δ1 X2 = λx2ξ + δ2 X3 = λx3ξ + δ3 X4 = λx4ξ + δ4 X5 = λx5ξ + δ5 Y1 = λy1η + ε1 360
Metode-Metode Analisis Data Penelitian
Y2 = λy2η + ε2 Y3 = λy3η + ε3 Y4 = λy4η + ε4 Y5 = λy5η + ε5 Y6 = λy6η + ε6 Y7 = λy7η + ε7 Keterangan: ξ (KSI) = Variabel laten eksogen η (ETA) = Variabel laten endogen β (Beta) = Pengaruh langsung variabel laten eksogen terhadap variabel laten endogen λ (Lamda) = Refleksi variabel eksogen ataupun endogen terhadap indikator-indikatornya (variabel-variabel manifest) δ (Delta) = Kesalahan pengukuran (measurement error) dari indikator-indikator endogen. ε (Epsilon) = Kesalahan pengukuran (measurement error) dari indikator variabel endogen. ζ (Zeta) = Kesalahan dalam struktural antara variabel eksogen/ endogen dengan variabel endogen. Tujuan penelitian Untuk memperoleh informasi empiris bahwa citra memiliki pengaruh langsung positif terhadap personal selling. Hipotesis penelitian Terdapat pengaruh lansung positif citra terhadap personal selling. Hipotesis statistik H0 : βηζ Ha : βηζ
0 0
Dimana β ηζ = Adalah koefisien jalur pada populasi yang menyatakan pengaruh langsung variabel X terhadap Y. 361
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Penyelesaian selanjutnya Dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan program LISREL 8.3 sesuai dengan panduan langkah-langkah operasionalnya.
5. Metode analisis jalur dengan Pengukuran Partial Least Square (PLS) Partial Least Square(PLS), merupakan metode analisis yang powerfull karena tidak didasarkan atas banyak asumsi. PLS dapat digunakan sebagai teknik analisis data dengan menggunakan software SmartPLS versi 2.0.M3, metode PLS ini mempunyai keunggulan tersendiri, diantaranya: a) Data tidak harus berdistribusi normal multivariat b) Ukuran sampel tidak harus besar c) PLS tidak saja bisa digunakan untuk mengkonfirmasi teori, tetapi dapat juga digunakan untuk menjelaskan ada atau tidaknya hubungan antara variabel laten d) PLS dapat menganalisis sekaligus konstruk yang dibentuk dengan indikator reflektif dan indikator formatif, dan hal ini tidak mungkin digunakan dalam SEM karena akan terjadi unirentifiede model. PLS mempunyai dua model indikator dalam penggambarannya, yaitu: (i) Model indikator reflektif Model indikator reflektif ini sering pula disebut principal factor model, dengan ciri covariance pengukuran indikator dipengaruhi oleh variabel laten atau mencerminkan variasi dari variabel laten.Pada model reflektif ini konstruk unidimensional digambarkan dalam bentuk elips dengan beberapa anak panah dari konstruk ke indikator,seperti nampak dalam gambar berikut ini:
362
Metode-Metode Analisis Data Penelitian
Gambar: 12.13 Model Indikator Refleksif Model indikator refleksif ini menghipotesiskan perubahan pada variabel laten akan mempengaruhi perubahan pada indikator. Model ini juga harus memiliki internal konsistensi oleh karena semua ukuran indikator diasumsikan semuanya valid. (ii) Model indikator formatif Model indikator formatif tidak mengasumsikan indikator dipenggaruhi oleh konstruk, tetapi mengasumsikan semua indikator mempengaruhi konstruk tunggal (single construct). Arah hubungan kausalitas mengalir dari indikator ke variabel laten dan indikator sebagai group secara bersama-sama menentukan konsep atau makna empiris dari variabel laten, model indikator formatif ini tidak adanya hubungan korelasi antar indikator. Oleh karena itu ukuran internal konsistensi reliabilitas (Cronbach alpha) tidak diperlukan untuk menguji reliabilitas konstruk format ini, model ini digambarkan sebagai berikut:
Gambar: 12.14 Model Indikator Formatif 363
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Dalam model ini kausalitas hubungan antar indikator tidak menjadi rendah nilai validitasnya hanya karena memiliki internal konsistensi yang rendah (Cronbach alpha), karena untuk menilai validitas konstruk yang perlu dilihat dalam model ini adalah variabel lain yang mempengaruhi konstruk laten, jadi untuk menguji validitas dari konstruk laten peneliti harus menekankan pada nomological atau criterion-related validity.183 a) Langkah-langkah analisis data PLS Analisis data dan permodalan persamaan dengan menggunakan software SmartPLS, dilakukan dengan urutan langkah-langkah sebagai berikut: · Merancang model struktural (inner model). · Merancang model pengukuran (outer model). · Mengkonstruksi diagram jalur. · Konversi diagram jalur ke sistem persamaan. · Estimasi koefisien jalur, loading, dan weight. · Evaluasi goodness of fit. · Pengujian hipotesis (resampling bootstraping). (i) Merancang model struktural Model struktural menggambarkan hubungan antara variabel laten berdasarkan pada substantive theory. Dalam merencanakan model struktural hubungan antara variabel laten didasarkan pada rumusan masalah atau hipotesis penelitian, yang terdiri dari: (a) Teori (b) Hasil penelitian terdahulu (empiris) (c) Analogi, hubungan antar variabel pada bidang ilmu yang lain (d) Normatif, misalnya: undang-undang, peraturan pemerintah, dan lain-lain. (e) Rasional. 183
Juliansyah Noor, Loc Cit, hal 146.
364
Metode-Metode Analisis Data Penelitian
(ii) Merancang model pengukuran Model pengukuran mendefinisikan bagaimana setiap blok indikator berhubungandengan variabel latennya.Perancangan model pengukuran menentukan sifat indikator dari masingmasing variabel laten, apakah refleksif atau formatif, dilihat dari definisi operasional variabel yang didasarkan pada: teori, penelitian terdahulu (empiris), atau rasional. (iii) Merancang konstruksi diagram jalur Bagaimana peneliti mengkonstruksi diagram jalur dengan menggunakan metode pengukuran Partial Least Square (PLS) yang memenuhi ketentuan-ketentuan tersebut dapat dilihat dalam gambar berikut ini:
Gambar: 12.15 Diagram Jalur dengan menggunakan PLS Notasi (penjelasan) PLS: ξ = Ksi, variabel laten eksogen η = Eta, variabel laten endogen λx = Lamda (kecil), loading faktor variabel laten endogen 365
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
λx = Lamda (besar), matriks loading faktor variabel laten exogen λy = Lamda (besar), matriks loading faktor variabel laten endogen β = Beta (kecil), koefisien pengaruh variabel endogen terhadap variabel exogen γ = Gamma (kecil), koefisien pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen ζ = Zeta (kecil), galat model δ = Delta (kecil), galat pengukuran pada variabel laten eksogen ε = Epsilon (kecil), galat pengukuran pada variabel laten endogen (iv) Konversi diagram jalur ke sistem persamaan 1) Model persamaan dasar outer model dapat dituliis sebagai berikut: Untuk variabel laten exogen 1 (refleksif): (a) X1 = λx1 ζ1 + ε1 (b) X2 = λx2 ζ1 + ε2 (c) X3 = λx3 ζ1 + ε3 Z2 = λx4 + X4 + λx5 X5 + ζx6 X6 + ε4 Untuk variabel laten endogen 1 (refleksif) Y1 = λy1η1 + ε1 Y2 = λy2η2 + ε2 Untuk variabel laten endogen 2 (refleksif) Y3 = λy3η3 + ε3 Y4 = λy4η4 + ε4 2) Model persamaan dasar dari inner modeldapat ditulis sebagai berikut: η1 = γ1 ζ1 + γ2 ε2 ζ1 η2 = β1η1 + γ3 ε1 γ4 ε2 + ζ2 3) Parameter estimasi: Eeight, koefisien jalur, dan loading
366
Metode-Metode Analisis Data Penelitian
Estimasi (pendugaan) parameter didalam metode PLS adalah metode kuadrat terkecil (least square method). Proses perhitungannya dilakukan dengan cara iterasi, dan iterasi akan berhenti jika telah tercapai kondisi konvergen, Pendugaan parameter dalam PLS meliputi tiga hal berikut ini: (i) Weight estimatedigunakan untuk menghitung data variabel laten. (ii) Path estimate (estimasi jalur) yang menghubungkan antara variabel laten dan estimasi loading antara variabel dengan indikatornya. (iii) Means dan parameter lokasi (nilai konstanta regresi, intersep) untuk indikator dan variabel laten. 4) Evaluasi goodness of fit Goodness of fitmodel diukur dengan menggunakan R2 variabel laten dependen dengan interpretasi yang sama dengan regresi. Q 2 predictive relevance untuk model struktural mengukur seberapa baik nilai observasi dihasilkan oleh model dan juga estimasi parameternya, dengan menggunakan rumus: Q2 = 1 – (1 - R12) (1 – R22) … (1 – Rp2)
Besaran memiliki nilai dengan rentang 0 <> 2 pada analisis jalur (path analysis), dimana: (i) R12, R22 … Rp2 adalah R square variabel endogen dalam model. (ii) Interpretasi Q2 sama dengan koefisien determinasi total pada analisis jalur (kurang lebih sama) dengan R2 pada regresi. 5) Outer model refleksif Convergent dan discriminant validity;nilai loading 0,5 sampai 0,6 dianggap cukup, untuk jumlah indikator dari variabel laten berkisar antar 3 sampai 7, sedangkan untuk 367
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
discriminant validitydirekomendasikan nilai AVE lebih besar dari,0,50, dengan rumus sebagai berikut:
(ii) Composite realibility: nilai batas yang diterima untuk tingkat untuk tingkat reliabilitas komposit (pc) adalah e” 0,7 walaupun bukan merupakan standar absolut dengan rumus berikut:
6) Outer model formatif Outer model formatif dievaluasi berdasarkan pada substantive contennt- nya dengan memperhatikan signifikansi dari weight. 7) Pengujian hipotesis Pengujian hipotesis (β, γ, dan λ) dilakukan dengan metode sampling bootstrap yang dikembangkan oleh Geisser and Stone. Statistik uji yang digunakan adalah statisti t atau uji t, penerapan metode resampling memungkinkan berlakunya data terdistribusi normal, serta tidak memerlukan sampel yang besar, untuk ini direkomendasikan sampel minimum 30 (Noor, 2014: 150), pengujian dilakukan dengan t – test, bilamana diperoleh p-value d” 0,05. (i) Hipotesis statistik untuk outer model Ha: λi ≠ 0 (ii) Hipotesis statistik untuk struktural model, variabel laten exogen terhadap variabel endogen: H0: βi = 0 Ha: βi ≠ 0 (iii) Hipotesis statistik untuk stuktural model: variabel laten eksogen terhadap endogen: 368
Metode-Metode Analisis Data Penelitian
H0: βi = 0 H a: β i ≠ 0 (iv) Statistik uji: t- test, p. value d” 0,05 (alpha 5%); signifikan (v) Outer model signifikan; indikator bersifat valid (vi) Inner models signifikan; terdapatpengaruh signifikan (vii)PLS tidak mengasumsikan data berdistribusi normal; menggunakan teknik resampling dengan metode Bootstrap.Asumsi dalam PLS hanya berkaitan dengan permodelan persamaan struktural (viii) Hubungan antar variabel laten dalam inner model adalah linier dan aditif (ix) Model struktural bersifat rekursif 8) Ukuran sampel dalam PLS, dapat ditentukan dengan perkiraan sebagai berikut: (i) 10 kali jumlah indikator formatif (mengabaikan indikator refleksif) (ii) 10 kali jumlah jalur (paths) yang mengarah pada model struktural (iii) Sample size 30 sampai 50 atau besar > 200 9) Analisis data SEM menggunakan program Smart PLS Analisis data SEM menggunakan program PLS ini dapat dilakukan dengan bantuan software yang dapat diunduh secara gratis di alamat situs http: www. smartpls.de. Sebagai contoh kita dapat menggunkan data yang ada pada waktu kita melakukan analisis data SEM yang sudah dibicarakan diatas dengan judul penelitian: “Pengaruh citra terhadap personal selling: Studi kausal dengan pengukuran pada karyawan PT Bunyamin Real Estate di Banjarmasin”. Selanjutnya ikuti petunjuk-petunjuk sebagai berikut: (i) Langkah awal membuat data terlebih dahulu kemudian menginputnya kedalam program excel. (ii) Langkah berikutnya setelah data diinput kemudian diklik sesuai perintah komputer akan tampil dimonitor diagram model yang merupakan windows tempat kita bekerja untuk mendesain 369
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
model baru yang kita kehendaki dengan merubah model yang dicontohkan dalam program smartpls tersebut.Pemodelan dalam smartpls memiliki tiga jenis modelling yang dapat digunakan untuk mendesain dan merubah model yaitu: selection mode, drawing mode, dan conection mode. (a) Selection mode Obyek pada drawing board dapat dipilih dan dipindahkan sebagai selection mode, tekan SHIFT key memungkinkan pilihan pilihan multipleselection objects. Obyek yang adapada drawing board dapat diedit dengan double click tombol mouse sebelah kiri. (b) Drawing mode Variabel laten dapat ditambahkan pada rawing mode, Klik dengan tombol mouse kiri pada drawing area untuk membuat variabel baru dengan standar label. Nama variabel laten dapat dirubah dengan double click mouse pada variabel laten dan isi nama variabel laten tersebut, lalu kemudian diklik enter. (c) Connection mode Hubungan antar variabel laten dapat dibuat dengan connection mode. Bila connection modedipilih dan diklik maka connection point (port) muncul ditengah semua variabel laten. Hubungkan antar port itu dengan menekan tombol kiri dan tarik ke target variabel laten, sesuai dengan yang diinginkan, maka terdapat tiga variabel latennya, kemudian klik drawing mode di working area, dan dengan connection mode digambarkan hubungan antar variabel laten. Untuk memasukan data ke variabel indikator dengan cara mendrag dan drop dengan mouse ke variabel laten yang dikehendaki. Lakukan terus sampai selesai diagram jalurnya dibuat sehingga tampak tampilan dimonitor sempurna.
370
Metode-Metode Analisis Data Penelitian
10) Analisis model smartpls Setelah selesai memodelkan diagram jalurnya, kemudian diklik pada PLS Calculat Model, maka tampilah diagram model smatpls yang dikehendaki tadi seperti pada gambar berikut:
Gambar: 12.16 Diagram Model Smart PLS 11) Interpretasi output Dengan menganalisis diagram smartpls ini kita dapat melakukan interprestasi outputnya: (i) Convergent validity dari measurement model dengan indikator reflektif dapat dilihat dari korelasi antara score item/indikator dengan score konstruknya. (ii) Indikator individu dianggap reliabel jika memiliki nilai korelasi diatar (>) 0,70.Meskipun demikian pada penelitian tahap awal loading 0,50 sampai 0,60 masih dapat diterima.
371
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Dengan memperhatikan hasil output korelasi antara indikator dengan konstruknya, maka hasilnya seperti terlihat pada output outer loading berikut: Outer Loadings
Berdasarkan pada outer loading diatas, maka dapat disimpulkan semua indikator atau variabel yang diobservasi sudah signifikan, karena nilai outer loading sudah sesuai dengan asumsi awal. Discriminantvalidity indikator refleksif dapat dilihat pada cross loading antara indikator dengankonstruknya berikut ini: Cross Loadings
Cara lain untuk menilai discriminant validity adalah dengan membandingkan akar kuadrat dari avarage variance extracted untuk setiap konstruk dengan konstruk lainnya dalam model. Model mempunyai discriminant validity yang cukup jika akar AVE untuk setiap konstruk lebih besar (>) dari korelasi antara konstruk dan konstruk lainnya dalam model seperti terlihat pada output laten variable correlation berikut ini: 372
Metode-Metode Analisis Data Penelitian
Laten variable Correlation
Kemudian berdasarkan output overview didapatkan hasil AVE sebagai berikut:
PLS Quality Criteria Overdiew
Model dikatakan baik apabila AVE menujukan nilai lebih besar (>) dari 0,50. Pada output diatas terlihat semua konstruk memiliki reliabilitas yang baik, sehingga model tersebut dapat dikatakan fit dengan data yang ada. 1) Analisis Struktur Analisis struktur dilakukan terhadap: validitas indikator, reliabilitas indikator, korelasi antar variabel laten, model pengukuran, dan model struktur. (i) Validitas indikator
373
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Outer loading (Mean, STDEV, T.Value)
(ii) Reliabilitas indicator Composite Reliability
(iii) Korelasi antar variabel laten Laten Variable Correlation
(iv) Model pengukuran Outer Model (Weight or Loading) 374
Metode-Metode Analisis Data Penelitian
Outer Loadings (Mean, STDEV, T-Values)
Model struktur
Path Coefficients (Mean, STDEV, T. Values)
375
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
2) Pengujian hipotesis (i) Uji t model pengukuran Outer Model T- Statistic
(ii) Uji t model struktur Inner Model T-Statistic
(iii) Uji kesesuaian model (Uji Goodness of fit)
Menguji kesesuaian model juga dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan Q Square seperti berikut ini: Q2 = 1 - (1 – motivasi) (1 – Kinerja) = 1 - (1 – 0,391) – (1 – 0,267) = 1 - (0,609) (0,733) = 0,446. Q2 = 0,446 > 0. Berarti model memiliki kesesuaian. 376
Metode-Metode Analisis Data Penelitian
(iv) Model Standard Loading yang dihasilkan dalam pengolahan dan analisis data dari contoh penelitian diatas adalah sebagai berikut:
Gambar: 12.17 Model Standart Loading (v) Model signifikan Model signifikan yang dihasilkan dari pengolahan dan analisis data contoh penelitian ini adalah sebagai berikut:
377
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Gambar: 12.18 Model Signifikan Dari gambar model signifikan tersebut dapat dibuat persamaan strukturalnya adalah sebagai berikut: Motivasi = 0,625 Pengawasan + æ2 Kinerja = 0,625 Pengawasan + 0,308 motivasi + æ1 (i) Pengaruh langsung (direct effect atau DE) (a) Pengaruh variabel pengawasan terhadap kinerja = 0,625 (b) Pengaruh variabel motivasi terhadap kinerja = 0,308 (c) Pengaruh variabel pengawasan terhadap motivasi = 0,625 (d) Pengaruhvariabel pengawasan terhadap kinerja melalui motivasi = 0,625 x 0,308 = 0,193. (ii) Rangkuman dari koefisien korelasi, pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung, dan total dari pengaruh pengawasan dan motivasi terhadap kinerja seperti tabel berikut ini:
378
Metode-Metode Analisis Data Penelitian
379
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
380
BAB XIII PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN KESIMPULAN DAN SARAN
1. Pembahasan hasil penelitian Bagian ini membahas hasil penelitian sebagai hasil empiris yang dikaitkan dengan teori yang mendasari permasalahan penelitian dan informasi lain yang digali dari obyek penelitian. Indikator-indikator variabel yang terurai menjadi instrumen penelitian (misalnya kuesioner) dicermati perilakunya secara deskriptif dengan mengaitkannya pada uji hipotesis.184 Pada umumnya pembahasan hasil penelitian itu dalam laporan penelitian ditempatkan di Bab IV, dengan susunan sub babnya mengikuti/menyesuaikan dengan judul penelitian dan perumusan masalah penelitian. Dengan kata lain penulisan pembahasan hasil penelitian itu adalah penulisan yang bersifat ilmiah yang berpegang pada ketentuan yang berlaku untuk suatu penulisan ilmiah. Diantaranya yang penting sekali menjaga konsistensi (kesesuaian) dengan judul penelitian dan rumusan masalah penelitian yang diangkat. Jangan sampai terjadi pembahasan hasil penelitian itu melantur kesana kemari lepas dari judul penelitian dan perumusan masalah penelitian. Konsistensi dalam penulisan hasil penelitian ini harus dijaga betulbetul oleh peneliti yang menulis laporan hasil penelitiannya, agar jangan sampai laporan penelitian itu menjadi tulisan yang terkesan berkonotasi gado-gado (serba ada) sehingga lepas dari kaidah 184
Anwar Sanusi, Metodologi Penelitian Bisnis. Salemba Empat Jakarta, 2011, hal 198.
381
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
penulisan yang bersifat ilmiah yang mempunyai batasan-batasan yang jelas. Mungkin saja peneliti yang menulis laporan itu didorong oleh keinginannya untuk memenuhi target halaman yang ditentukan, karena memang ada Perguruan Tinggi yang menentukan jumlah halaman yang harus dipenuhi oleh mahasiswa dalam menulis skripsi (S1) dan Tesis (S2), baik ditentukan secara tertulis didalam pedoman penulisan skripsi dan dalam pedoman penulisan tesis, maupun yang disampaikan secara lisan oleh para dosen pembimbing yang ditugaskan oleh Dekan atau Direktur Pascasarjana. Begitu penjelasan yang pernah penulis dapatkan dari beberapa mahasiswa bimbingan ketika mahasiswa bimbingan itu mengkonsultasikan konsep tulisan laporan hasil penelitian yang ditulisnya baik dalam bentuk Skripsi untuk S1, maupun Tesis untuk S2. Ketika saya sebagai pembimbingnya menyarankan bagian-bagian yang yang lepas dari judul dan perumusan masalah agar dihilangkan, mahasiswa itu nampak kebingungan, dan berkata “waduh pa kalau dipangkas bisa jadi terget halaman yang ditentukan itu tidak tercapai”. Apa yang ditentukan oleh Perguruan Tinggi masing-masing itu tentu tidak salah, karena itu sebenarnya bertujuan untuk memotivasi mahasiswanya agar dapat menulis laporan dalam jumlah halaman yang memadai sesuai dengan tingkatan jenjang Perguruan Tinggi yang ditempuhnya. Jadi persoalannya itu terletak pada bagaimana mahasiswa bimbingan itu bisa mengembangkan tulisannya sehingga tetap dalam koridor ada konsistensi secara keseluruan yang dimulai dari: Judul penelitian, Perumusan masalah, Pembahasan hasil penelitian, Kesimpulan, dan Saran. Dengan kata lain dari: Judul penelitian, Perumusan masalah, Pembahasan hasil penelitian, Kesimpulan, dan Saran harus ditulis paralel artinya tidak lari kesana kemari. Sebagai perbandingan untuk melengkapi argumen ini penulis suka bertanya pada rekan sejawat yang berkesempatan belajar di Perguruan Tinggi yang dikenal baik di luar negeri seperti misalnya di Inggris, di Neederland, di Australia, dan lain-lain. Semua teman sejawat yang penulis tanyai itu menjawab jumlah halaman itu relatif, yang penting itu masalahnya aktual, pembahasannya sesuai dengan ketentuan penulisan ilmiah dan penulisannya fokus, artinya tidak melantur kesana kemari. 382
Pembahasan Hasil Penelitian Kesimpulan dan Saran
Pembahasan hasil penelitian dimaksudkan agar peneliti mengkonstruksi sebuah pengetahuan melalui cara-cara berpikir deduktif dan induktif. Cara seperti ini lebih tepat disebut melakukan analisis dialektika dengan dasar metode reflectif thinking, kadang tahap ini sering pula dikatakan sebagai daerah otonomi peneliti, dimana peneliti boleh berspekulasi secara ilmiah, menjelaskan asumsiasumsi dasarnya. Bahkan ada yang menyebut bagian ini sebagai petualangan ilmiah sang peneliti, karena itu sesungguhnya bagian ini paling menarik bagi peneliti karena dia diberi kesempatan untuk mengemukakan pikiran-pikirannya, gagasan-gagasan yang menurutnya benar berdasarkan apa yang ia yakini, ia alami selama penelitian, dan berdasarkan apa yang ia pelajari dari teori sebelumnya.185
2. Prinsip-prinsip pembahasan Temuan hasil penelitian harus dilanjutkan dengan teleologi ilmu, yaitu axiologi, dimana hasil pengetahuan digunakan untuk menjustifikasi.186 a) Pengetahuan (knowledge) b) Kebenaran (truth) c) Pemahaman (understanding, comprehension, Insight) d) Penjelasan (explanation) e) Peramalan (Prediction) f) Pengendalian (control) g) Penerapan (application, invention, production) Hasil penelitian didapatkan melalui pembahasan data lapangan yang diubah menjadi informasi, maka dalam pembahasan itu peneliti harus menjawab epistemologi, axiologi atau teleologi ilmu, dari daftar axiologi ilmu dapat dipilih beberapa yang sesuai dengan informasi yang didapatkan. Pembahasan minimal berisi:
185
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kencana Prenada Media Group Jakarta 2013, hal 239. 186 Supriyanto dan Djohan, Metode Riset Bisnis dan Kesehatan, Grafika Wangi Kalimantan, Banjarmasin 2011. hal 181.
383
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
(i) Penjelasan (to explain) dengan menjawab epistemologi ilmu dari logika peneliti dan teori yang relevan kemudian dari penjelasan lanjutan. (ii) Analisis penyebab temuan dan konsekuensi (deduksi dan induksi). (iii) Dilanjutkan dengan peramalan, pengendalian, penerapan bagi kehidupan manusia. Alur proses pembasan hasil penelitian dimaksud dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar: 13.1 Alur Proses Pembahasan Hasil penelitian Hal penting yang harus disampaikan dalam pembahasan penelitian itu antara lain: a) Temuan hasil penelitian (bila ada temuan yang berarti) b) Teori yang digunakan dalam penelitian c) Hasil penelitian orang lain yang bisa berfungsi sebagai penguat atau juga sebagai pembanding.
384
Pembahasan Hasil Penelitian Kesimpulan dan Saran
d) Gagasan-gagasanorang lain dalam penelitian terdahulu yang ada relevansinya. e) Pendapat-pendapat pribadi peneliti. f) Bahan-bahan sekunder lainnya. Pembahasan hasil penelitian yang penting seperti temuan dalam penelitian perlu direview untuk memperoleh penjelasan empiris dan metodelogis, kemudian temuan-temuan penting itu dibahas berdasarkan teori-teori yang digunakan dalam penelitian. Pembahasan ini penting sekali dilakukan untuk pengembangan teori-teori yang digunakan dalam penelitian itu kedepan, apakah teori-teori yang digunakan itu dapat diterima, dikritik, atau bahkan bisa saja ditolak. Pembahasan ini akan semakin kaya dan terasa berarti apabila peneliti melengkapinya dengan berbagai dokumen pembantu untuk memperkaya pembahasan, seperti misalnya dalam bentuk bagan atau model kerangka pikir tertentu, seperti misalnya yang nampak dalam gambar berikut:
Gambar: 13.2 Kerangka pikir pembahasan hasil penelitian
385
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Bab tentang pembahasan hasil penelitian ini seharusnya merupakan bagian yang paling banyak menyita halaman laporan penelitian, karena di bab ini peneliti bisa dengan leluasa menuangkan apa yang ditemui dan dirasakannya penting untuk diungkapkan dalam laporan penelitian, berkenaan misalnya dengan huruf a) sampai e) diatas. Dari pengalaman penulis membimbing mahasiswa dalam menulis skripsi dan tesis justru yang terjadi adalah sebaliknya. Bab tetang pembahasan hasil penelitian ini menjadi bagian tulisan yang paling sedikit jumlah halamannya, pertanyaan kita mengapa jadi demikian?. Diduga ada sejumlah kendala yang menjadi penyebabnya, sehingga peneliti hanya mampu menuangkan sekitar 3 atau 4 halaman saja. Dari telaahan penulis terhadap kondisi yang demikian ini, diduga mahasiswa yang menulis skripsi dan tesis itu terkendala dengan hal-hal berikut ini: a) Mahasiswa sebagai calon peneliti belum benar-benar paham bahwa pembahasan hasil penelitian adalah bagian terpenting dari suatu laporan hasil penelitian. b) Mahasiswa sebagai calon peneliti enggan atau bahkan ada rasa takut untuk menuliskan simpulan-simpulan yang terbilang berani dan spektakuler.Takut disini dalam arti akan menyulitkannya menghadapi dosen pengujinya yang bukan mustahil bisa saja nanti akan bertanya macam-macam dan bahkan diluar dugaannya. c) Mahasiswa sebagai calon peneliti belum terbiasa membuat sebuah tulisan yang dapat mengkonstruksi sebuah pengetahuan baru atau bahkan mengkritik sebuah pengetahuan yang sudah ada. d) Mahasiswa sebagai calon peneliti kurang memiliki persepsi material tentang materi yang menjadi fokus penelitiannya, kekurangan literatur, dan bahkan kurang rajin mencari dan membaca literatur yang sudah ditunjuk oleh dosen untuk mata kuliah yang ada sangkut pautnya dengan judul penelitiannya. Mahasiswa yang dapat mengatasi empat kendala ini dan rajin berkonsultasi dengan senior atau mentornya Inshaa Allah akan 386
Pembahasan Hasil Penelitian Kesimpulan dan Saran
tumbuh mejadi calon ilmuan dan peneliti yang handal pada bidang ilmu pengetahuan yang menjadi spesialisasai (konsentrasi keilmuan) yang digelutinya. Setiap penelitian mempunyai pola yang baku atau sebaliknya mempunyai pola yang fleksibel dalam pembahasan hasil penelitian ini. Penelitian kualitatif memisahkan hasil dan pembahasan, dan pada penelitian kuantitatif pada ilmu eksakta menyatukan hasil dan pembahasan dalam satu bab. Keuntungan cara ini adalah pembahasan bisa lebih terarah dan menyeluruh karena bisa membahas variabel dan parameter yang saling berhubungan sekaligus. Keburukannya adalah bahwa dalam melakukan pembahasan kita cenderung memulai lagi sedikit dengan hasil, sehingga akan mengulangi lagi apa yang sudah disajikan dalam hasil. Jika hasil digabung dengan pembahasan, maka pembahasan bisa langsung mengikuti penyajian hasil. Keuntungan cara ini adalah setiap hasil langsung dibahas, sehingga tidak perlu menunggu dulu baru membahasnya. Keburukannya kita cenderung mengulang pembahasan yang saling berkaitan, namun untuk menulis pada salah satu cara diatas kita bisa menggunakan teknik yang baik sehingga penyajian hasil dan pembahasan bisa lebih menarik.
3. Sistematika pembahasan hasil penelitian Gambaran umum sistematika pembahasan hasil penelitian paling tidak memuat hal-hal berikut ini:187 a) Susunan sistematika pembahasan hasil penelitian minimal mengacu pada tujuan dan hipotesis penelitian. b) Gambaran sampel perlu disajikan secara singkat, terutama informasi yang diperlukan nantinya untuk keabsahan hasil pembahasan dengan kondisi riil sampel penelitian. c) Temuan pada Bab Hasil dan Pembahasan, yang perlu diselesaikan atau isu strategis (ontology), perlu dijelaskan untuk menjawab why dan How (episteme) dari temuan.Untuk itu mulailah dengan 187
Supriyanto dan Djohan, Ibid, hal 182-183.
387
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
mengemukakan ide/gagasan peneliti melalui aktivitas logika induktif (hasil temuan dengan pengalaman lapangan, baca jurnal/ majalah penelitian), kemudian bahas dengan teori, prinsip, hukum, asumsi yang lain melalui aktivitas logika deduktif. d) Pada akhir setiap bahasansajikan ide peneliti sebagai ramalan atau rekomendasi agar temuan dapat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan bagi kehidupan manusia (axiology). Dalam bagian pembahasan hasil penelitian ini yang perlu kita bahas itu apakah kita menerima atau menolak konsep kesimpulan atau hipotesis yang kita ajukan. Menurut Supriyanto dan Djohan agar pembahasan menarik untuk dibaca mulailah dengan kata-kata kunci.188 Mungkin yang dimaksudnya itu adalah kata kunci yang sudah sangat kita kenal khususnya dalam ilmu komunikasi, yaitu 5W dan 1H (what, where, when, who, why, and how). Memang dengan bantuan bertanya dengan rumus 5W + 1H menurut teori ilmu komunikasi akan membuat kita semakin asyik untuk ingin tahu, dan membuat kita semakin bersemangat mencari penyebabnya, dan menemukan jalan keluar dari persoalan itu. Cara inilah yang disebut “alur pikir yang logis” (dapat diterima oleh akal yang sehat).
4. Contoh pembahasan Katakan misalnya permasalahan yang menjadi topik penelitian kita adalah “Kenaikan Harga BBM di Negeri Antah Berantah” (bukan nama sebenarnya). Sebagai contoh harga BBM naik lagi dalam 2 tahun terakhir ini. Kata “lagi” disini mengandung makna bahwa sebelum 2 tahun ini juga terjadi kenaikan. Jadi ada indikasi masalahnya terulang lagi. Dalam pembahasan penelitian ini kita bisa mempelajari permasalahannya sekarang dengan menelusuri kembali permasalahan yang terjadi 2 tahun yang lalu, dan bahkan juga permasalahan tahuntahun sebelumnya, hingga misalnya kita menemukan data 3-4 kali kenaikan harga BBM dalam satu periode pemerintahan. Datanya tidak terlalu sulit untuk mengumpulkan. Kita datang saja ke BPS (Badan Pusat Statistik) secara resmi membawa surat dari dari Dekan atau Direktur Pascasarjana bahwa kita perlu meneliti masalah 188
Supriyanto dan Djohan, Ibid, 180.
388
Pembahasan Hasil Penelitian Kesimpulan dan Saran
ini untuk kepentingan ilmiah sebagai persyaratan menyelesaikn studi. Berdasarkan pengalaman penulis buku ini, BPS sebagai pusat data tahu kalau untuk kepentingan ilmiah, mereka memberi pelayanan sesuai dengan data yang kita perlukan. Dari data utama yang kita dapatkan di BPS, dapat kita lengkapi dengan data penunjang dari berita nasional tentang kenaikan BBM yang diterbitkan oleh Surat Kabar (Harian) terkemuka tingkat nasional, Majalah Mingguan terkemuka tingkat nasional dan rekaman beritaberita TV terkemuka. Dengan bahan-bahan itu sebenarnya kita sudah dapat menganalisisnya, apalagi kalau kita juga bisa mendapatkan data dari PT Pertamina yang diberi wewenang oleh pemerintah mengurusi BBM ini. Tetapi data dari PT Pertamina ini mungkin sulit baru bisa didapat, karena mereka perlu pertimbangan bermacam-macam dulu baru bisa memberikan persetujuannya, sementara waktu penelitian kita bisa habis menunggu persetujuan siap memberikan data. Dengan tiga sumber data itu (data utama dari BPS sebagai institusi pemerintah yang mempunyai tugas merekam data kejadian penting dalam hal apa saja bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, plus data penunjang dari berita-berita nasional baik media cetak, maupun elektronik kita sudah bisa menganalisisnya. Katakanlah dari penelitian ini peneliti sudah berhasil mengumpulan data utama dari BPS dan data penunjang dari Berita Nasional, kini peneliti mulai melakukan pembahasan dengan menggunakan kata kunci atau lebih konkrit lagi dengan metode 5W + 1H (menurut Ilmu Komunikasi), yang sering penulis terapkan ketika membimbing mahasiswa Pascasarjana Ilmu Komunikasi di Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad AlBanjary (UNISKA) Banjarmasin. Analisis pembahasan kita mulai dengan bertanya menggunakan kata kunci 5W + 1H. Proses penemuan jawaban keingintahuan kita ini sebenarnya merupakan teknik inquery yang sudah lama dikembangkan sejak zaman Socrates beberapa abad sebelum masehi yang sudah teruji kehandalannya hingga sekarang. a) What (apa) yang terjadi? Jawabannya: Terjadi “lagi” kenaikan harga BBM, kata lagi kita beri tanda petik (“....”).Ini menunjukan bahwa masalah penting dan terulang. Kita cek data BPS yang sudah kita miliki, memang benar 389
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
b)
c)
d)
e)
terjadi lagi. Kemudian kita cek data di Berita Nasional juga benar terjadi lagi. Dan yang menjadi catatan penting kita, kata “lagi” kita tulis dalam tanda petik (“....”) sebagai tanda terulang untuk diingat karena akan kita kejar lagi mengapa sampai terjadi terus?Bahkan untuk lebih menguatkan lagi kita juga bisa mencek data kenaikan itu langsung ke SPBU, dan pedagang eceran. Where (dimana) terjadinya? Jawabannya: diseluruh Indonesia, dan itu bisa kita cek dari data BPS dan data Berita Nasional baik media cetak maupun media elektronik. When (kapan) terjadinya? Jawabannya: sejak 1 Januari 2015. Ini juga bisa kita jawab berdasarkan pengecekan data yang bersumber dari BPS, Berita Nasional, SPBU, dan pedagang eceran. Who (siapa) yang mengumumkan kenaikan BBM itu? Jawaban: pemerintah (dalam hal ini Presiden Republik Indonesia). Ini sesuai dengan data BPS dan data Berita Nasional. Sampai dengan pertanyaan ke 4 ini masih biasa belum menggelitik. Pada dua pertanyaan terakhir yaitu pertanyaan ke 5 dan ke 6 dapat dipastikan menggelitik kita. Why (mengapa) kenaikan harga BBM ini bisa terjadi lagi? Jawabannya: tentu ada dan sudah pasti lebih panjang dari jawaban pertanyaan nomor 1 sampai dengan nomor 4. Untuk menjawabnya kita perlu: (i) Membangkitkan dan membuka kembali persepsi material persoalan kenaikan harga BBM itu yang sudah kita ketahui dan kita rekam dalam ingatan kita. (ii) Kita perlu menelaah kembali data yang sudah kita kumpulkan pada waktu memulai penelitian ini. Data tersebut seperti sudah disebutkan diatas bersumberdari: BPS, PT Pertamina, dan Berita Nasional cetak dan elektronik, SPBU, pedagang pengecer, dan kalau ada juga bisa kita tambah dengan data berupa materi “Siaran Pers dari Pemetintah”, sehubungan dengan kenaikan harga BBM. Data yang sudah kita himpun tadi diawal memulai penelitian, kita buka lagi dan kita pelajari ulang. Dari data itu
390
Pembahasan Hasil Penelitian Kesimpulan dan Saran
kita akan menemukan beberapa jawaban terhadap permasalahan mengapa harga BBM naik lagi. (1) Pemerintah berargumen karena harga minyak internasional mengalami kenaikan lagi. Oke kita terima dulu, seberapa besar tingkat kebenarannya, nanti kita adakan crosscheck dengan sumber data yang lain. (2) Dari data berita nasional yang terekam dalam file rekaman wawancara beberapa TV terkemuka dan sekian banyak surat kabar nasional yang selalu aktif melakukan wawancara bila terjadi peristiwa-peristiwa yang bersifat nasional yang sangat berpengaruh terhadap daya beli rakyat terungkap bahwa PT Pertamina itu memiliki kilang yang hanya mampu memproduksi BBM 40% dari keperluan BBM secara nasional. Kekurangannya sebesar 60% harus diimpor. Informasi ini bukan kali ini saja, tetapi juga sudah sering disampaikan setiap kali terjadi kenaikan harga BBM. Jawaban ini akan mengundang tanda tanya, ada apa dengan PT Pertamina? Kalau sudah tahu kemampuan kilang hanya mampu memproduksi 40% dari keperluan BBM, kenapa belum juga menambah kilang baru, agar bisa mengurang impor. (3) Kemudian dari Berita Nasional itu terungkap pula BBM yang diimpor itu juga ternyata jenis BBM yang tidak lagi diproduksi untuk keperluan negara pengekspor dan negara lain. Ini juga memunculkanspekulasi terjadinya biaya tinggi, keadaan ini memunculkan pertanyaan baru, ada apa lagi di PT Pertamina?. (4) Kemudian dari penelusuran data di Berita Nasional itu juga kita mengetahui dari kalangan pengamat dan para pakar migas ada dugaan, ada semacam kongkalingkong didalam unit kerja SKK Migas yang beraroma tidak sedap yang menjadi penentu produksi migas, yang seharusnya menjadi kewenangan PT Pertamina yang didirikan dengan UndangUndang, ketimbang SKK Migas yang hanya didirikan dengan peraturan dibawah Undang-Undang. Mana ada Peraturan mengalahkan Undang-Undang dalam melaksanakan peran dan fungsi suatu unit kerja, sepertinya baru ditemukan 391
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
hanya di negara negara kita saja. Dugaan itu semakin kuat lagi ketika KPK menggeledah ruang kerja Ketua SKK Migas dan Sekjen Kementerian ESDM yang membawahi SKK Migas. Ini semakin memperkuat tanda tanya kita,ada apa pula dengan SKK Migas? (5) Kemudian situasinya semakin runyam dan sekaligus semakin terang setelah pemerintah membubarkan SKK Migas. (6) Dan terakhir kerunyaman itu terjawab dengan munculnya berita nasional beberapa orang dalam pusaran SKK Migas oleh KPK dinyatakan sebagai tersangka dalam kasus gratifikasi SKK Migas. Akhirnya dari kronologis masalah itu kita dapat menarik beberapa benang merah yang akan kita rajut menjadi simpulanuntuk contoh kasus kita diatas: (i) Kenaikan harga BBM yang terus terulang itu bukan karena kenaikan harga BBM di pasar dunia, tetapi lebih dipicu oleh mis management dalam pengelolan BBM didalam negeri. (ii) PT Pertaminaseharusnya diberikan keleluasaan untuk membuat kilang baru, sehingga dapat meningkatkan jumlah produksi BBM dari 40 % yang ada secara bertahap dapat mendekati 100 % keperluan BBM secara nasional, ternyata sudah sekian tahun tidak juga dilaksanakan. (iii) Yang terjadi justru PT Pertamina dikorbankan dengan menghadirkan institusi SKK Migas yang tidak mempunyai dasar hukum yang kuat yang berpraktikmenggerogoti kewenangan PT Pertamina, yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi karena ternyata menjadi sarang mafia migas dan itu terbukti dengan adanya penetapan beberapa orang tersangkadalam pusaran SKK Migas oleh KPK. f) How (bagaimana) seharusnya mengatasi masalah kenaikan harga BBM yang terus terulang lagi itu agar tidak terjadi lagi?Inilah pertanyaan besar dan terakhir dalam berpikir logis yang harus kita jawab dengan jujur. 392
Pembahasan Hasil Penelitian Kesimpulan dan Saran
Akhirnya kita dapat membuat simpulan dari contoh pembahasan hasil penelitian diatas sebagai berikut: (i) Dengan berdalih karena pengaruh kenaikan harga BBM internasional, ternyata kenaikan harga BBM yang dibilang ada itu tidak ada datanya (sumber beritanya tidak ada), baik berita nasional maupun berita internasional.Di negara-negara lain ternyata harga BBM masih stabil. Jadi kalau ini yang dijadikan dasar pertimbangan menaikan lagi harga BBM per 1 Januari 2015 itu, tentu tidak benar karena mengada-ada.Oleh karena tidak didukung oleh data yang valid maka menurut logika keputusan itu harus ditolak. (ii) Kalau begitu apa yang sesungguhnya terjadi?, yang terjadi adalah: (a) Pengkerdilan peran dan fungsi PT Pertamina yang keberadaannya diatur dalam Undang-Undang tentang PT Pertamina. PT Pertamina dikerdilkan dengan menghadirkan SKK Migas atau nama lain sebelum itu yang dasar hukum pendiriannya hanya Peraturan Menteri/Keputusan Menteri yang kalau dilihat dari terminologi hukum itu tidak sah karena jauh dua tingkat dibawah Undang-Undang. Dengan keberadaan SKK Migas atau nama lain sebelum itu menyebabkan PT Pertamina terhalang untuk menambah kilang baru sehingga tidak dapat memproduksi sendiri tambahan produksi BBM untuk mengurangi impor. (b) Para penggagas dan pembentuk SKK Migas dan mereka yang bekerja untuk SKK Migas atau nama lain sebelum itu telah melakukan perbuatan melawan hukum, karena membentuk suatu badan yang mengkoptasi peran dan fungsi PT Pertamina yang sah (dibentuk dengan Undang-Undang) dengan suatu badan yang dasar hukumnya jauh dua tingkat dibawah Undang-Undang,sehingga tidak dibatalkan oleh Presiden pun sebenarnya sudah batal demi hukum. (c) SKK Migas atau nama lain sebelum itu bersama-sama para pendukungnya telah melakukan kebohongan publik karena meyebarkan isu “adanya kenaikan harga BBM internasional” yang tidak didukung oleh data yang valid (tidak ada 393
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
sedikitpun berita baik nasional maupun internasional) pada periode itu terjadinya kenaikan harga BBM diluar negeri. Jadi jelas isu itu hanya dalih untuk memuluskan niat busuk mereka. Itulah sesungguhnya yang terjadi, maka jalan keluar yang tepat dari kemelut yang beraroma busuk ini adalah: (i) Pemerintah Republik Indonesia perlu membubarkan SKK Migasatau nama lain sebelum itu, dan Alhamdulillah hal ini sudah dilakukan oleh Presiden. (ii) Pemerintah perlu mengembalikan harga BBM keharga sebelum kenaikan, karena kenaikan harga per 1 Januari 2015 itu tidak didukung oleh data yang valid. (iii) Pemerintah segera menata ulang dan memulihkan peran dan fungsi PT Pertamina dan mendukung PT Pertamina dengan pendanaan yang jelas dalam APBN untuk secara bertahap menambah kilang sendiri sehingga tidak lagi tergantung pada impor yang rawan menjadi bajakan para pemburu rentseeking (pencari keuntungan pribadi) yang piawai menggunakan berbagai dalih, sampai-sampai dengan dalih yang busuk juga tidak merasa malu.
5. Kesimpulan Tahap akhir dari suatu penelitian adalah menarik kesimpulan, disini digunakan kata menarik bukan membuat, kata membuat mengandung makna dari belum ada dibuat menjadi ada. Sedangkan kata menarik mengandung makna memindahkan dari bagian lain yang telah ada. Apa yang disimpulkan sesungguhnya telah ada pada bagian pembahasan, sedangkan bagian kesimpulan hanya bersifat mempertegas dan mengambil intisari pembahasan berupa hasil analisis data.189 Kesimpulan pada dasarnya merupakan jawaban akhir atas apa yang telah dirumuskan dalam perumusan masalah penelitian atau terhadap apa yang dihipotesiskan dalam penelitian kuantitatif. 189
Suliyanto, Metodologi Riset Bisnis, Penerbit Andi Yogyakarta 2006, hal 215.
394
Pembahasan Hasil Penelitian Kesimpulan dan Saran
Jawaban akhir dalam kesimpulan harus memiliki dasar yang kuat yang mendasari argumen-argumen yang dijadikan dasar penarikan kesimpulan itu. Seringkali pembaca laporan penelitian tidak membaca secara lengkap isi atau substansi pokok permasalahan penelitian, proses analisis dan penarikan kesimpulannya karena keterebatasan waktu. Oleh karena itu peneliti dituntut kemampuannya menyajikan kesimpulan yang benar dan akurat agar tidak menimbulkan penafsiran yang keliru oleh pembaca. Secara teknis disini dapat diberikan petunjuk untuk menarik kesimpulan suatu hasil penelitian sebagai berikut: a) Kesimpulan harus merupakan jawaban dari perumusan masalah penelitian atau merupakan jawaban dari hipotesis penelitian. b) Kesimpulan harus dibuat secara jelas dan tegas, maksudnya tidak menimbulkan tafsiran yang meragukan. c) Kesimpulan harus dinyatakan secara singkat dan padat, maksudnya bukan merupakan pengulangan dari uraian yang panjang lebar d) Kesimpulan harus didasarkan pada data yang ada, maksudnya bukan berdasarkan pendapat pribadi (subyektivitas) peneliti. e) Hindarkan angka-angka statistik dalam kesimpulan, karena angkaangka itu telah dibahas dan diinterpretasikandalam bagian analisis dan pembahasan hasil penelitian. Jadi tidak perlu lagi diulangi didalam kesimpulan. Selain secara teknis seperti disebutkan pada a) sampai dengan e) diatas, secara metodelogis penulisan kesimpulan juga harus ditulis secara paralel, atau dengan kalimat lain ada benang merah yang menghubungkan kesimpulan itudengan judul penelitian, perumusan masalah dan atau hipotesis penelitian, serta pembahasan hasil penelitian, sehingga benar-benar sinkron, tidak lari kesana kemari.
6. Saran Saran atau ada juga yang menyebutnya dengan rekomendasi berisi pernyataan tentang apa yang harus dilakukan atau ditindak lanjuti berkenaan dengan kesimpulan penelitian ini. Secara teknis beberapa petunjuk yang dapat dipedomani dalam menyusun saran antara lain adalah: 395
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
a) Saran hendaknya merupakan langkah nyata yang harus dilakukan berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis penelitian. Jadi saran itu merupakan pedoman tindak lanjut dari penyelesaian masalah yang tersaji dalam perumusan masalah penelitian. b) Saran hendaknya dinyatakan dengan rinci,jelas,kongkrit, dan dengan bahasa yang mudah untuk dilaksanakan (operasional), sehingga membumi, bukan dengan bahasa yang masih dilangit. c) Saran juga berfungsi sebagai perbaikan untuk penelitian selanjutnya, hal ini perlu untuk mengantisipasi atau mengembangkan penelitian selanjutnya sehingga memungkinkan diperolehnya hasil penelitian yang lebih baik lagi. Selain secara teknis sebagaimana dimaksudkan pada huruf a) sampai dengan c) tersebut pemberian saran juga harus paralel atau mempunyai benang merah yang menghubungkannya dengan Judul penelitian, perumusan masalah atau hipotesis penelitian, pembahasan hasil penelitian, dan kesimpulan penelitian, sehingga sinkron dan tidak lari kesana kemari.
396
BAB XIV PROPOSAL PENELITIAN DAN LAPORAN PENELITIAN
1. Pengertian proposal Proposal merupakan cetak biru dari keseluruhan proses penelitian yang akan dilaksanakan, oleh karena itu keberadaan proposal penelitian sangat menentukan apakah penelitian yang akan dilaksanakan itu layak atau tidak. Sehubungan dengan itu maka penyusunan suatu proposal penelitian harus dilakukan secara cermat serta memenuhi kaidah ilmiah dan administratif yang dipersyaratkan dalam proposal itu. Persyaratan kaidah ilmiah dalam penyusunan proposal penelitian pada hakikatnya bergantung pada kedalaman penelitian yang akan dilaksanakan, sedangkan persyaratan administratif ditentukan oleh lembaga atau institusi yang berkepentingan dengan penelitian itu. Dua hal inilah yang menyebabkan proposal penelitian itu berbeda antara satu dengan yang lain. Dalam penanganan penelitian di Perguruan Tinggi misalnya kita mengenal ada paling tidak lima jenis proposal penelitian, masingmasing: penelitian hibah bersaing, penelitian fundamental, penelitian tim pascasarjana, penelitian kerjasama antar perguruan tinggi, dan penelitian penyelesaian studi di perguruan tinggi.190
190
Anwar Sanusi, Metodologi Penelitian Bisnis, Salemba Empat Jakarta 2011, hal 202-209.
397
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
2. Macam-macam proposal di Perguruan Tinggi a) Proposal penelitian di Perguruan Tinggi pada umumnya: (1) Proposal Penelitian Hibah Bersaing Penelitian hibah bersaing adalah penelitian yang pendaannya dibiayai oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (DP2M) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Dulu posisinya ada di Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, dan sekarang sejak Presiden/Wakil Presiden Joko Widodo/H.M.Yusuf Kalla dilantik menjadi Presiden/Wakil Presiden pada bulan September 2014, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi posisinya ada Di Kementrian Riset dan Pendidikan Tinggi. Penelitian hibah bersaing ini merupakan salah satu kegiatan penelitian yang tergolong mandiri multi tahun (2–3 tahun), penelitian ini lebih diarahkan pada menciptakan inovasi dan pengembangan IPTEK. Format Proposal Penelitian Hibah Bersaing ini terdiri atas beberapa bagian berikut ini: (i) Abstrak Bagian abstrak ini menjelaskan tentang tujuan jangka panjang dan target khusus yang ingin dicapai beserta metode yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Abstrak harus mampu menguraikan dan menjelaskan secara cermat dan singkat tentang rencana kegiatan yang diusulkan, jumlah kata tidak lebih dari 200 dan diketik dengan spasi tunggal. (ii) Bab I Pendahuluan Bab ini terdiri dari: a) Latar belakang penelitian, yang menjelaskan secara singkat tentang duduk perkara permasalahan penelitian: mengapa perlu dilakukan dan ditulis kurang lebih 1 halaman. b) Tujuan khusus penelitian, ditulis tidak lebih dari 1 halaman. c) Keutamaan penelitian, ditulis tidak lebih dari 3 halaman. (iii) Bab II Studi Pustaka Bab ini menjelaskan: a) State of art dalam bidang yang diteliti. b) Hasil yang dicapai. 398
Proposal Penelitian dan Laporan Penelitian
c) Dan studi pendahuluan yang sudah dilaksanakan. Bagian studi pustaka ini ditulis tidak lebih dari 8 halaman. (iv) Bab III Metode Penelitian Bagian ini mengemukakan metode penelitian yang digunakan dilengkapi dengan bagan alur penelitian yang sudah dilaksanakan dan apa yang akan dikerjakan secara multi tahun. Bagan alur penelitian harus dibuat secara utuh dengan tahapan yang jelas, mulai dari mana, bagaimana keluarannya (outputnya), dan indikator capaian yang terukur. (v) Bab IV Pembiayaan Bagian ini menjelaskan biaya yang diperlukan untuk kegiatan penelitian, biaya tersebut harus logis dan dirinci berdasarkan tahun dan jenis pengeluaran yang meliputi: a) Gaji dan upah b) Peralatan c) Bahan habis pakai d) Perjalanan e) Pemeliharaan f) Pertemuan lokakarya g) Seminar h) Penggandaan bahan i) Pelaporan dan publikasi (vi) Daftar pustaka Daftar pustaka disusun berdasarkan sistem nama dan tahun dengan urutan abjad: nama pengarang, tahun, judul tulisan, dan sumber. Hanya pustaka yang dikutip saja yang dimasukan dalam daftar pustaka. (vii)Lampiran Bagian ini berisi tentang semua bahan pendukung yang ada hubungannya dengan proposal penelitian, dapat berupa: tabel, foto, gambar dan lain-lain yang relevan. 399
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
(2) PenelitianFundamental Penelitian fundamental ditujukan sebagai salah satu jenis pembinaan penelitian yang mengarahkan peneliti untuk memperoleh modal ilmiah yang mungkin tidak berdampak ekonomi dalam jangka pendek. Modal ilmiah ini diharapkan dapat ditumbuh kembangkan oleh peneliti sendiri atau oleh peneliti lain dalam kegiatan penelitian terapan yang berdampak pada ekonomi jangka panjang. Penelitian ini dapat didekati secara lintas disiplin dan berorientasi pada mutu dalam kurun waktu pelaksanaan hingga dua tahun. Penelitian fundamental ini mensyaratkan gagasan dan kreativitas orginalitas tinggi dan idealnya menjadi acuan pada tingkat nasional dan internasional, format proposal fundamental ini terdiri dari: (i) Abstrak Bagian ini mengemukakan secara singkat tentang rencana penelitian meliputi: a) Tujuan yang ingin dicapai b) Metode yang akan digunakan c) Jumlah kata dalam abstrak maksimum 400 kata dengan spasi tunggal (ii) Bab I Masalah penelitian Bagian ini mengemukakan permasalahan penelitian dengan menggunakan kalimat tanya. (iii) Bab II Kajian pustaka yang sudah dilakukan Dalam bagian ini dikemukakan bagaimana kelemahan dan kekurangan teori, kaidah, postulat, hipotesis, metode, dan model yang ada.Kemukakan pula sejauhmana calon peneliti telah melakukan pengkajian terhadap hal-hal tersebut.Calon peneliti tidak diperkenankan mengutip teori-teori yang sudah ada, tetapi juga diminta untuk menganalisisnya hingga yakin bahwa teori dan model yang dikaji masih mengandung kelemahan-kelemahan dan kekurangan hingga perlu disempurnakan melalui penelitian ini.
400
Proposal Penelitian dan Laporan Penelitian
(iv) Bab III Desain penelitian Dalam bagian ini hendaknya dikemukakan desain penelitian yang akan digunakan, apakah menggunakan: a) penelitian eksplanatif b) penelitian eksperimental c) atau desain penelitian lainnya (v) Bab IV Luaran penelitian Bagian ini menjelaskan luaran penelitian (output penelitian) yang diharapkan.Bisaberupa temuan-temuan baru yang sifatnya fundamental terkait dengan teori dan model yang sudah ada. Bagaimana luaran itu memberikan sumbangan teoritis terhadap pengayaan atau pengembangan ilmu yang melatarbelakangi penelitian. (vi) Bab V Perincian Biaya Padabagian ini dikemukakan biaya yang diperlukan untuk melakukan penelitian, seperti: a) Gaji dan upah b) Bahan habis pakai c) Biaya perjalanan d) Dan pengeluaran lainnya. (vii)Daftar pustaka Pada bagian ini masukan pustaka yang dikutip dan disusun menurut abjad nama penulisnya dan tahun terbit. (3) Penelitian Tim Pascasarjana Penelitian ini merupakan hibah penelitian pascasarjana yang bertujuan untuk: (i) Menghasilkanterobosan baru dalam ilmu pengetahuandasar, teknologi, ilmu sosial, dan budaya bagi masa depan. (ii) Meningkatkan kemampuan dan mutu pendidikan pascasarjana. (iii) Meningkatkanmutu penelitian diberbagai perguruan tinggi Indonesia agar dapat sejajar dengan tingkat internasional. 401
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Adapun luaran yang diharapkan adalah: (i) Tesis atau Disertasi (ii) Publikasi nasional/internasional (iii) Peningkatan jumlah lulusan pascasarjana (iv) HAKI Penelitian Tim Pascasarjana dapat mencakup semua bidang ilmu asalkan multi disiplin dan memenuhi syarat yang ditentukan. Format penelitian Tim Pascasarjana ini terdiri dari: Daftar isi Ringkasan I Pendahuluan, yang terdiri dari: (i) Latar belakang (ii) Tujuan penelitian (iii) Sistematika penelitian II Tinjauan pustaka, yang memuat: (i) Hasil yang sudah dicapai (ii) Studi pendahuluan yang sudah dilakukan/relevan dengan state of the art bidang yang ditekuni. III Metode penelitian, yang memuat: (i) Pendekatan teoritis (ii) Percobaan IV Organisasi Tim Peneliti V Jadwal penelitian (selama 3 tahun) VI Anggaran biaya (selama 3 tahun) Daftar Pustaka Lampiran: a) Justifikasi Anggaran b) Susunan organisasi, tugas serta pembagian waktu ketua dan anggota c) Tim peneliti serta mahasiswa pascasarjana d) Biodata dan pernyataan kesediaan ikut serta penelitian dari ketua 402
Proposal Penelitian dan Laporan Penelitian
e) f) g) h)
Anggota dan mahasiswa Pascasarjana Surat keterangan Direktur Program Pascasarjana Daftar peralatan utama yang diperlukan Dukungan bagi pelaksanaan penelitian
(4) Penelitian Kerjasama Antar Perguruan Tinggi Penelitian Kerjasama Antar Perguruan Tinggi ini bertujuan untuk memberikan wadah kepada dosen atau kelompok peneliti yang relatif baru berkembang dalam kemampuan meneliti agar dapat memanfaatkan sarana keahlian, serta mengadopsi serta mencontoh peneliti yang lebih maju diperguruan tinggi lain dalam melaksanakan penelitian yang bermutu, disamping itu penelitian ini juga merupakan kerjasama penelitian antar perguruan tinggi di Indonesia, format proposalnya adalah sebagai berikut: Daftar isi 1. Halaman endorsement Berisi tentang tanda tangan dari Ketua Tim Peneliti Mitra (Ka.TPM) yang menyatakan persetujuan menjadi mitra dalam pelaksanaan penelitian yang diusulkan, serta pernyataan bahwa kondisi serta kapasitas laboratorium TPM dapat menerima Tim Peneliti Pengusul (TPP) selama melakukan penelitian. 2. Pernyataan dari atasan langsung TPP Berisi surat keterangan dari atasan langsung dari Tim Peneliti Pengusul (TPP) yang bersangkutan tidak sedang menjalani pendidikan pascasarjana. 3. Pernyataan Tim Peneliti Pengusul Surat pernyataan oleh Tim Peneliti Pengusul (TPP) yang menyatakan bahwa selama berada di TPM, TPP akan melaksanakan penelitian secara penuh waktu, dan surat dimaksud ditandatangani atau disetujui oleh Dekan yang bersangkutan.Tanda tangan dekan ini sekaligus sebagai persetujuan oleh Dekan kepada TPP bahwa TPP di izinkan meninggalkan semua tugas di institusi TPP selama TPP melaksanakan penelitian di TPM. 403
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
4. Ringkasan Satu halaman ringkasan tentang usul penelitian yang diajukan, ringkasan mencakup penjelasan tentang: a) Tujuan umum dan tujuan khusus penelitian b) Metode yang akan digunakan c) Kegiatan penelitian yang akan dilakukan d) Manfaat yang diharapkan dari penelitian dalam hal pengetahuan baru e) Kemungkinan inovasi teknologi f) Hak paten dan HAKI g) Kemungkinan penerapan hasil penelitian. 5. Konteks Ruang lingkup dan tujuan penelitian harus dinyatakan denganjelas,hubungan antar penelitian yang diusulkan dan penelitian yang sedang berjalan atau yang sudah dihasilkan oleh TPP dan/TPM.Jika penelitian yang diusulkan berbeda dengan penelitian yang sudah dilaksanakan, maka berikan penjelasan bagaiamana pengalaman dan hasil penelitian yang telah lalu memberikan kontribusi pada penelitian yang sedang diusulkan. Keutamaan originalitas, antisipasi kontribusi pada ilmu pengetahuan atau pada pembangunan nasional, serta pendekatan kritis dan konseptual yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian harus diuraikan dan dijelaskan. 6. Metode Rencana penelitian yang terperinci mencakup: a) Garis besar pendekatan penelitian b) Metode dan prosedur pengumpulan data c) Analisis dan induksi yang akan digunakan dalam mencapai penelitian d) Metode dan prosedur penelitian harus sejalan dengan usulan dana yang diajukan.
404
Proposal Penelitian dan Laporan Penelitian
7. Target atau indikator keberhasilan Sebutkan target atau indikator keberhasilan yang akan dicapai dalam penelitian itu, target atau indikator keberhasilan harus terukur. 8. Jadwal penelitian Jadwal penelitian harus jelas, bagaimana tahapan penelitian yang akan dilaksanakan.Jelaskan bagaimana TPP dan TPM akan dilibatkan dalam tahapan penelitian tersebut, serta lama waktunya di laboratorium masing-masing. 9. Pelaksanaan kerjasama Uraikan pertimbangan dalam menentukan mitra, perencanaan kerja sama dalam melaksanakan penelitian serta hak dan tanggung jawab setiap pihak baik TPP maupun TPM. 10. Daftar pustaka Kemukakan pustaka yang digunakan dalam menulis proposal penelitian yang diajukan.Pustaka hendaknyabersumber dari artikel dan jurnal, paten, dan sumber primer lainnya dengan memperhatikan aspek relevansi dan kemutakhirannya. 11. Anggaran Usulan dana penelitian untuk dua tahun bagi hibah penelitian pekerti. Usulan dana dibuat terperinci, sedapat mungkin dengan justifikasi yang diperlukan. 12. Rencanan penelitian selanjutnya Uraikan secara singkat rencana kelanjutan penelitian tahun ke-3 sampai tahun ke-5, yaitu 3 tahun stelah penelitian hibah pekerti selesai dilakukan, dan kemudian pendanaannya akan diusulkan. 13. Deskripsi Tim Peneliti Mitra Kemukakan nama Ketua dan anggota TPM, bidang keahlian, institusi, fakultas, jurusan, dan laboratorium. Track record TPM dalam penelitian bermutu yang terkait dengan 405
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
topik yang diusulkan harus disajikan termasuk didalamnya daftar publikasi TPM yang relevan juga harus disertakan. 14. Lampiran Kemukakan semua lampiran yang terkait dengan proposal penelitian yang diusulkan baik dalam bentuk gambar, tabel, grafik, maupun hal-hal lain yang relevan. b) Proposal untuk menyelesaikan program pendidikan tinggi Format proposal untuk menyelesaikan pendidikan tinggi sangat bergantung pada strata pendidikan tinggi tersebut. Ada strata satu (S1), ada strata dua (S2), dan ada strata tiga (S3).Selain strata pendidikan tinggi tersebut juga sedikit banyaknya ada halhal khusus yang ditentukan ataudiwarnai oleh program pendidikan tinggi masing-masing, format usulan penelitian program pendidikan tinggi tersebut sesuai persyaratannya masing-masing sebagai berikut: (1) Format proposal (usulan) penelitian programPendidikan Sarjana (S1) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian B. Rumusan Masalah Penelitian C. Tujuan penelitian D. Kegunaan penlitian BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan teori B. Hipotesis (bila ada)
A. B. C. D. E. 406
BAB III METODE PENELITIAN Identifikasi dan definisi konseptual penelitian Definsi operasional variabel penelitian Ruang lingkup penelitian Lokasi penelitian Populasi dan teknik penarikan sampel
Proposal Penelitian dan Laporan Penelitian
F. G. H. I.
Sumber data Teknik pengumpulan data Teknik analisis data Jadwal penelitian Daftar pustaka Lampiran (bila ada)
(2) Format proposal (usulan) penelitian programPendidikan Magister (S2) BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah B. Identifikasi dan perumusan masalah C. Tujuan penelitian D. Kegunaan penelitian
A. B. C. D.
A. B. C. D.
E. F. G. H.
BAB II KAJIAN PUSTAKA Landasan teori Kajian empirik Kerangka konseptual variabel Hipotesis (bila ada) BAB III METODE PENELITIAN Rancangan penelitian Ruang lingkup penelitian Lokasi Penelitian Variabel penelitian 1. Klasifikasi variabel 2. Definisi konseptual variabel 3. Definisi operasional variabel Jenis dan sumber data Instrumen penelitian Populasi dan teknik pengambilan sampel Teknik pengumpulan data 407
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
I. Teknik analisis data J. Jadwal penelitian Daftar pustaka Lampiran (3) Format proposal (usulan) penelitian program Pendidikan Doktor (S3) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah B. Rumusan masalah C. Tujuan penelitian D. Manfaat penelitian BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan teori B. Tinjauan penelitian terdahulu BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS A. Kerangka konseptual B. Hipotesis penelitian
A. B. C.
D. E.
F. 408
BAB IV METODE PENELITIAN Rancangan penelitian Ruang lingkup penelitian Variabel penelitian 1. Klasifikasi variabel 2. Definisi konseptual variabel 3. Definisi operasional variabel Populasi dan teknik pengambilan sampel Instrumen penelitian 1. Uji validitas instrumen 2. Uji reliabilitas instrumen Prosedur pengumpulan data
Proposal Penelitian dan Laporan Penelitian
G. Teknik analisis data H. Jadwal penelitian DAFTAR PUSTAKA Lampiran
3. Laporan hasil penelitian a) Kriteria laporan penelitian Langkah akhir dalam kegiatan penelitian adalah membuat laporan hasil penelitian, format laporan hasil penelitian memang sering berbeda-beda sesuai dengan persepsi pihak-pihak yang berkepentingan yang akan menerima laporan tersebut. Meskipun demikian substansi yang prinsip (pokok) tetap sama, secara umum (dalam garis besarnya) laporan penelitian terdiri dari: (i) Bagian awal (ii) Bagian utama (iii) Bagian akhir Secara teknis substansial laporan penelitian itu mempunyai beberapa kriteria. Kriteria yang dimaksud adalah sebagai berikut.191 (i) Laporan penelitian harus sistematis, artinya laporan yang dibuat itu harus runtut, dari langkah awal kegiatan penelitian sampai akhir kegiatan (tidak melompat-lompat, belok kesanakemari). (ii) Laporan penelitian harus efisien dan efektif,artinya apa yang dicantumkan dalam laporan itu adalah hal-hal yang memang urgen dan perlu diketahui oleh pihak yang menerima laporan, sehingga mereka tidak jenuh membacanya. (iii) Laporan penelitian harus menggunakan kaidah bahasa yang baku, sehingga mudah dimengerti oleh pembacanya.Jika ada kalimat yang harus menggunakan kata dalam bahasa asing harus dicetak miring, sehingga menarik perhatian pembaca untuk menafsirkannya.
191
Suliyanto, Metode Riset Bisnis, Penerbit Andi Yogyakarta, 2006, hal 222.
409
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
(iv) Laporan penelitian harus rapi, baik menyangkut tata letak, sistematika, juga penggunaan kertas yang standar dan seragam sampai pada penjilidan yang serapi mungkin, sehingga tidak saja enak dilihat tetapi juga enak dibaca. (v) Kondisi laporan sedapat mungkin membangkitkan minat orang untuk membaca (human entries), dimana pemilihan kata, gambar, warna, dan desain perlu mendapat perhatian, sehingga tidak terkesan formalitas saja. b) Bagian-bagian laporan penelitian Sesuai dengan kriteria yang disebutkan diatas, pada umumnya para penulis metodologi penelitian membagi bagian-bagian utama laporan menjadi tiga bagian, masing-masing: (i) Bagian awal laporan, yang terdiri dari: (1) Sampul Sebaiknya halaman sampul dibuat dua, yaitu halaman sampul luar yang terbuat dari karton atau biasa disebut hard cover, dan halaman cover dalam yang terbuat dari kertas tik yang sama ukuran dan jenisnya dengan halamanhalaman isi laporan. (2) Ringkasan Ringkasan (summary)yang berisi masalah penelitian, tujuan penelitian, metode penelitian, hasil-hasil penelitian yang penting (menunjuk) dinyatakan dalam bahasa yang padat dan jelas, dalam istilah yang lebih populer ringkasan ini sering disebut abstrak. (3) Halaman prakata Halaman prakata biasanya berisi uraian singkat proses penulisan laporan penelitian, kemudian dilanjutkan dengan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu kelancaran penyusunan laporan tersebut, tanpa memasukan uraian yang bersifat ilmiah.
410
Proposal Penelitian dan Laporan Penelitian
(4) Halaman daftar isi Daftar isi berisi petunjuk letak bagian-bagian yang ada dalam laporan penelitian yang ditunjukan oleh nomor halaman, sehingga pembaca akan mudah mencari dengan tepat bagian-bagian yang ingin dibacanya. Daftar isi juga dilengkapi dengan daftar tabel, daftar gambar,daftar pustaka, dan lampiran-lampiran yang dianggap perlu. (5) Halaman daftar tabel Laporan penelitian seringkali memuat beberapa tabel yang digunakan untuk menjelaskan pembahasan tentang sesuatu. Daftar tabel ini dibuat untuk memudahkan pembaca laporan mencari tabel-tabel yang diperlukannya untuk dipelajari kesesuaiannya. Jika tabel dalam pembahasan laporan hanya ada satu tidak perlu dibuat daftar nya, beberapa petunjuk untuk membuat daftar tabel antara lain: (a) Halaman daftar tabel diketik pada halaman baru (b) Judul halaman tabel diketik dengan huruf kapital tanpa diakhiri titik dan diletakan persis ditengah bagian atas kertas. (c) Daftar tabel memuat semua tabel yang disajikan dalam teks dan lampiran.Nomor tabel ditulis dengan angka yangdiurutkan mulai dari nomor bab kemudian dilanjutan nomor urut tabel. (d) Judul tabel yang ada dalam daftar tabel harus sama dengan judul yang ada dalam teks. (6) Halaman daftar gambar Gambarseringkali lebih efisien digunakan untuk menjelaskan sesuatu,lebih-lebih untuk menjelaskan alur logika baik mengenai keadaan sebuah obyek maupun langkah-langkah dalam sebuah kegiatan.Karena itu kita kadang-kadang mendengar ucapan kalangan cendekia bahwa sebuah gambar itu mampu berbicara seribu kata, jadi begitu penting arti sebuah gambar karena gambar 411
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
dapat menggantikan seribu kata.Beberapa petunjuk untuk menyusun daftar gambar adalah sebagai berikut: (a) Halaman daftar gambar diketik pada halaman baru (b) Halaman daftar gambar memuat daftar gambar, nomor gambar, judul gambar, dan nomor halaman. (c) Cara pengetikan dan pemberian nomor gambar sama dengan cara pengetikan dan pemberian nomor tabel, diawali dengan nomor bab, kemudian diikuti dengan nomor urut gambar. (ii) Bagian utama laporan Bagian utama laporan terdiri dari beberapa bab, jumlah bab tidak ditentukan jumlah, tergantung pada penulis laporan mau dibuat berapa. Namun petunjuk secara umum jumlah bab disesuaikan dengan ruang lingkupnya. Bagian utama laporan penelitian ini umumnya terdiri atas: pendahuluan, tinjauan pustaka, metode penelitian, hasil dan pembahasan, kesimpulan dan saran, serta daftar pustaka. (1) Pendahuluan Pendahuluan merupakan bab pertama laporan yang mengantar pembaca untuk dapat menjawab mengenai apa yang diteliti, untuk apa dan mengapa penelitian ini dilakukan, bab pendahuluan ini memuat: (a) Latar belakang masalah Bagian ini berisi fakta-fakta yang relevan sehingga dapat memberikan argumentasi mengapa penelitian itu penting dan menarik untuk dilaksanakan.Jadi latar belakang ini harus dapat meyakinkan bahwa penelitian ini benar-benar perlu dilakukan. (b) Perumusan masalah Perumusanmasalah pada umumnya merupakan penyederhanaan masalah yang telah dituangkan dalam latar belakang agar lebih mudah dipahami.Perumusan masalah sebenarnya tidak selalu dirumuskan dalam kalimat tanya.Hanya saja penggunaan kalimat tanya 412
Proposal Penelitian dan Laporan Penelitian
akan lebih menunjukan bahwa itulah yang menjadi masalah penelitian. (c) Tujuan penelitian Tujuan penelitian merupakan sasaran yang ingin dicapai dalam penelitian.Tujuan dibuat memgacu pada rumusan masalah penelitian, perbedaannya terletak pada cara merumuskannya,tujuan penelitian dibuat dalam bentuk kalimat pernyataan.Dengan demikian antara latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan penelitian harus sesuai (ada dalam hubungan kalimat yang paralel), atau ada benang merah yang menghubungkannya. (d) Manfaat penelitian Pada bagian ini dijelaskan apa saja manfaat penelitian apabila dilaksanakan, dan siapa/pihak mana saja yang akan memperoleh manfaat itu.Manfaat ini jugaakan memperkuat argumen perlunya penelitian itu dilaksanakan. (e) Ruang lingkup penelitian Pada bagian ini dijelaskan ruang lingkup dan cakupan penelitian serta batasan-batasannya,sehingga penelitian yang akan dilaksanakan akan semakin terarah, yang dikemukakan dalam ruang lingkup ini adalah variabel-variabel yang akan diteliti, populasi atau subyek penelitian dan waktu pengambilan data.Keterbatasan penelitian juga perlu dijelaskan karena adanya kondisikondisi yang tidak dapat dihindari, seperti misalnya masalah prosudural, teknik/metode yang digunakan, dan faktor lainnya yang diluar jangkauan peneliti. (2) Tinjauan pustaka Tinjauan pustaka digunakan untuk mempertajam masalah penelitian,mencari pendekatan-pendekatan yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya untuk 413
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
menghindari pengulangan yang tidak perlu dan yang lebih penting lagi untuk menghindari duplikasi.Tinjauan pustaka dimulai dari yang bersifat umum baru kemudian mengarah pada hal-hal yang sepesifik.Lebih substantif lagi tinjauan pustaka digunakan untuk membahas teori yang digunakan oleh peneliti terdahulu sebagai perbandingan dengan teori yang akan digunakan oleh peneliti. Juga untuk menjelaskan variabel-variabel yang akan diteliti serta keterkaitan antar variabel tersebut. (3) Metode penelitian Hal-hal yang dibahas dalam metode penelitian atara lain metode penelitian yang digunakan, data dan sumber data, serta jenis data, cara mendapatkan data, populasi dan sampel,serta metode penarikan sampel, pengolahan dan cara menganalisis data. (4) Hasil dan pembahasan Hasil dan pembahasan ini merupakan bagian inti dari dari laporan penelitian. Hal-hal yang menjadi subtansi hasil dan pembahasan adalah: (a) Karakteristik responden, menggambarkankeadaan responden dengan ciri-ciri yang melekat pada responden itu, seperti: umur, pendidikan, pekerjaan, dan sebagainya. (b) Hasil,menyajikan temuan-temuan yang didapat selama penelitian dilaksanakan.Juga hasil-hasil berupa angka dari analisis data yang digunakan untuk menghitung hasil regresi, korelasi,maupun kausalitas,yangdidapat denganmenggunakan alat bantu program statistik seperti: SPSS, SEM, LESRIL, DAN PLS baik berupa tabel, grafik, maupun gambar. (c) Pembahasan hasil penelitian Dalam pembahasan ini dijelaskan alasan dari hasil pengolahan data penelitian tersebut melalui uraian pembahasan hasil penelitian,yang mungkin saja 414
Proposal Penelitian dan Laporan Penelitian
memperkuat dan mendukung teori yang digunakan dalam penelitian itu, atau juga mungkin akan terjadi sebaliknya berlawanan dengan teori yang digunakan atau dengan kata lain menolak teori yang sudah ada. (5) Kesimpulan dan saran Kesimpulan di sajikan secara terpisah tetapi berurutan, akan tetapi tetap merupakan kelanjutan benang merah yang menghubungkan antara judul penelitian, rumusan masalah penelitian, pembahasan hasil penelitian, kesimpulan dan saran.Dengan demikian maka semuanyaakan sinkron (paralel), Kemudian dalam teknis pembuatannya kesimpulan itu: (a) Dibuat dalam kalimat yang singkat, padat, dan jelas berdasarkan hasil pembahasan. (b) Bagian akhir laporan penelitian ini berisi/dibuat point per point sesuai hasil pembahasan. (c) Demikian juga dengan saran, dibuat dalam kalimat yang singkat, padat, dan jelas sesuai hasil pemahasan. (d) Begitu pulasaran harus dibuat berdasarkan hasil pembahasan. (e) Jumlah point-point saran sama banyaknya dengan jumlah point-point kesimpulan. (iii) Bagian akhir laporan Bagian akhir laporan penelitian ini berisi hal-hal yang perlu dicantumkan yang mendukung atau terkait erat degan bagian inti. Bagian akhir ini biasanya terdiri dari: daftar pustaka, daftar lampiran, dan riwayat hidup (Biodata) penulis. (1) Daftar pustaka Bahan pustaka yang dimasukan kedalam daftar pustaka hanya yang benar-benar yang dijadikan sumber kutipan atau rujukan dalam pembuatan laporan penelitian,sumbersumber yang dapat dijadikan kutipan atau rujukan masingmasing: 415
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
(a) Buku-buku literatur, referensi, jurnal,laporan penelitian sebelumnya yang relevan dengan judul penelitian yang sedang dilaporkan.Setelah itu boleh menyusul surat kabardan internet. (b) Lampiran Lampiran terdiri dari data atau keterangan yang berfungsi melengkapi uraian yang bisa berbentuk gambar, tabel dan sejenisnya. (c) Daftar riwayat hidup atau Biodata peneliti Berisi keterangan/informasi jati diri peneliti yang biasanya terdiri dari: (i) Nama lengkap (ii) Tempat dan tanggal lahir (iii) Pendidikan (iv) Pekerjaan (v) Jabatan (vi) Pengalaman melaksanakan penelitian (vii) Alamat (viii) Dan lain-lain yang dianggap perlu. Contoh format laporan penelitian: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah B. Rumusan masalah C. Pembatasan masalah D. Tujuan penelitian E. Kegunaan penelitian
A. B. C. D. 416
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan teoritis Tinjauan empirik Kerangka pemikiran Hipotesis
Proposal Penelitian dan Laporan Penelitian
BAB III METODE PENELITIAN DAN ANALISIS A. Metode penelitian B. Metode analisis BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran umum responden B. Analisis data dan pembahasan C. Keterbatasan penelitian BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran
417
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
418
LAMPIRAN
419
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
420
421
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
422
423
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
424
425
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
426
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto Suharsimi, 2002, Prosedur Penelitian – Teori dan Aplikasi, Rineka Cipta Jakarta. Badroen Faisal, dkk, 2006, Etika Bisnis Dalam Islam, Kencana Prenada Media utama Jakarta. Boediono dan I. Wayan Koster, 2001, Teori dan Aplikasi Statistika dan Probabilitas, Remaja Rosda Karya Bandung. Bungin Burhan, 2013, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kencana Prenada Media Group Jakarta. Davis Joel J, 2013, Penelitian Periklanan Teori dan Praktik, Raja Grafindo Jakarta. Fautanu Idzam, 2012, Filsafat Ilmu Teori dan Aflikasi, Referensi Jakarta. Fauroni R. Lukman, 2006, Etika Bisnis dalam Al-Qur’an, LKIS Pelangi Aksara Yogyakarta. Hadi Sutrisno, 2001, Metodologi Research, Andi Offsit Yogyakarta. Hakim Abdul, 2001, Statistik Deskriptif untuk Ekonomi dan Bisnis, Ekonesia Yogyakarta. Husein Umar, 2002, Metode Riset Komunikasi Organisasi, Gramedia Pustaka Utama Jakarta. ————————, 2002, Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen, Gramedia Pustaka Utama Jakarta.
427
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
————————, 2010, Desain Penelitian Manajemen Stratejik. Raja Grafindo Persada Jakarta. Iswardono, 2001, Analisis Regresi dan Korelasi, BPFE Gajahmada Yogyakarta. Juliansyah Noor, 2013, Penelitian Ilmu Manajemen, Kencana Prenada Media Utama, Jakarta. ———————, 2014, Analisis Data Penelitian Ekonomi dan Manajemen, Grasindo Jakarta. Kasiram Moh. H, 2010, Metodologi Penelitian Kualitatif – Kuantitatif, UIN MALIKI Malang. Lubis Solly, 2012, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Sof Media Jakarta. Muhammad, 2008, Metodologi Penelitian Ekonomi Islam, Raja Grafindo Jakarta. Sanusi Anwar, 2011, Metodologi Penelitian Bisnis, Salemba Empat Jakarta. Suliyanto, 2006, Metode Riset Bisnis, Andi Yogyakarta. Supriyanto dan Djohan, 2011, Metodologi Penelitian Bisnis dan Kesehatan, Grafika Wangi Kalimantan Banjarmasin.
428
TENTANG PENULIS
M. Ma’ruf Abdullah lahir di Barabai (Kab.HST) 30 Agustus 1949, menyelesaikan SRN 1961, SMPN 1964, SMEAN 1967, KPPM (Diploma II Pendidikan Masyarakat dengan Ikatan Dinas Dep P dan K) 1969, S1 Hukum 1983, S2 Manajemen 1999, S2 Ilmu Komunikasi 2003, dan S3 Ilmu Ekonomi 2007. Pernah mendapat kesempatan mengikuti berbagai kegiatan keluar negeri seperti kunjungan kerja, studi banding, seminar, workshop, dan konfrensi Internasional, antara lain: ke Malaysia, Thailand, Inggris, Perancis, Jerman, Belanda, Belgia, Swizerland, Australia, dan terakhir pada minggu ke empat Agustus 2014 yang lalu ke Seoul Korea Selatan menjadi anggota delegasi Indonesia ke Asia Conference of Relegions for Peace (ACAP) 8 th. Penulis juga aktif menulis di berbagai jurnal terakreditasi seperti: Khazanah IAIN Antasari, Syariah Fakultas Syariah IAIN Antasari, Agritek Institut Pertanian Malang, Ekonomi dan Manajemen Universitas Gajayana Malang, dan Millah UII Yogyakarta, serta di jurnal lokal masing-masing: Jepma Fakultas Ekonomi Universitas Lambung Mangkurat, Penelitian Puslit IAIN Antasari, Fikrah Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari, Keislaman dan Kemasyarakatan STAI Al-Falah, dan AtTaradhi Studi Ekonomi Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN Antasari. Penulis juga aktif menulis buku-buku ber-”ISBN” yang dapat digunakan untuk literatur perkuliahan, masing-masing: Hukum Perbankan dan Perkembangan Bank Syariah di Indonesia, Manajemen 429
Prof. Dr. H.M.Ma’ruf Abdullah, S.H., M.M., M.Si.
Sumber Daya Manusia Perspektif Makro dan Mikro, Membangun Kinerja BMT (LKM) Syariah, Manajemen Berbasis Syariah, Manajemen Bisnis Syariah, Manajemen dan Evaluasi Kinerja Karyawan, Manajemen Komunikasi Korporasi, dan yang sekarang beru terbit Metodologi Penelitian Kuantitatif. Aktivitas keseharian penulis memberikan perkuliahan di Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN Antasari Banjarmasin, Pascasarjana Hukum Ekonomi Syariah IAIN Antasari Banjarmasin, Pascasarjana Magister Manajemen STIE Indonesia Banjarmasin, Pascasarjana Ilmu Komunikasi Universitas Islam Muhammad Arsyad Al-Banjari Banjarmasin. Selain itu penulis juga aktif sebagai Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Banjarmasin, salah seorang Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Banjarmasin, Ketua Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Banjarmasin, Wakil Ketua Badan Pertimbangan Pendidikan Daerah (BPPD) Provinsi Kalimantan Selatan, dan Ketua Pokja Akreditasi BAN PNF Provinsi Kalimantan Selatan.
430