Preparasi dan Karakterisasi Material Konduktor Ionik Komponen Sensor Gas Nox Agus Setiabudi1, Nahadi1, Ois Pandi1, Bambang Soegijono2, dan Achmad Hanafi S2 1
Program Studi Kimia Universitas Pendidikan Indonesia Jl. Dr. Setiabudhi 229 Bandung 40154, Phone/Fax: 022 200579 Email:
[email protected] 2
Program Pasca Sarjana Ilmu Material FMIPA-Universitas Indonesia Jl. Salemba Raya No. 4, Jakarta 10430 Email:
[email protected]
Abstrak Pengukuran gas NOx yang merupakan komponen polusi udara penyebab kabut fotokimia pada umumnya dilakukan dengan instrument spectroscopy dengan prinsip kerja luminisensi kimia atau absorpsi sinar infra merah. Tetapi peralatan-peralatan tersebut bisanya tidak cocok digunakan sebagai sistem kontrol ‘on-site’ karena waktu pengukuran yang relatif lama, ukuran peralatan yang besar, dan biaya yang mahal. Cara lain untuk mendeteksi keberadaan gas NOx adalah dengan menggunakan prinsip elektrokimia dengan konsentrasi gas NOx sebagai parameter arus/voltage. Salah satu komponen dalam pembuatan sensor ampherometric ini adalah material konduktor ionic, misalnya Na3Zr2Si2PO12. Pada makalah ini diuraikan hasil-hasil penelitian pengembangan sensor gas NOx pada tahap preparasi material konduktor ionik. Material Na3Zr2Si2PO12 telah dipreparasi dari dari natrium fosfat dengan zirkonium silikat melalui reaksi padat-padat. Untuk mendapatkan material yang diharapkan, telah dilakukan variasi pretreatment, temperatur, dan waktu sintering. Material hasil preparasi dikarakterisasi dengan menggunakan X-Ray Difraktometri (XRD). Studi dengan menggunakan Thermo Gravimetry-Defferensial Termal Analysis (TG-DTA) dan Fourier Transformation Infra-Red (FTIR) spectroscopy telah dilakukan untuk mempelajari perubahan struktur dan sifat fisik yang terjadi selama pemanasan bahan baku membentuk Na3Zr2Si2PO12. Hasil analisa XRD menunjukkan bahwa material Na3Zr2Si2PO12 yang disintering pada temperatur 1000 0C dengan waktu sintering selama 2 jam menunjukan struktur NASICON. Struktur NASICON pada difraktogram ditunjukkan pada 2 = 12, 18, 19, 27, 31, dan 34. Data TG-DTA menunjukan bahwa reaksi natrium fosfat dengan zirkonium silikat dapat berlangsung pada temperature di atas 900 C. Sedangkan hasil analisa FTIR menunjukkan adanya struktur ZrO6 dan strukur PO4 pada Na3Zr2Si2PO12 hasil preparasi.
Preparation and Characterization of Solid Ionic Conductor, and Its Potential for NOx Sensor Agus Setiabudi1, Nahadi1, Ois Pandi1, Bambang Soegijono2, dan Achmad Hanafi S2 1
Program Studi Kimia Universitas Pendidikan Indonesia Jl. Dr. Setiabudhi 229 Bandung 40154, Phone/Fax: 022 200579 Email:
[email protected] 2
Program Pasca Sarjana Ilmu Material FMIPA-Universitas Indonesia Jl. Salemba Raya No. 4, Jakarta 10430 Email:
[email protected]
Abstract Nitrogen oxide, a typical air pollutant that causes photochemical smog, currently measured by spectroscopic instruments base on luminescence and infra red absorption. But, those instruments are rather expensive and large, and not suitable for onsite NOx monitoring. Electrochemical (ampherometic) sensor offers an alternative for Nox measurement in which a solid ionic conductor, such as Na3Zr2Si2PO12 is installed and takes a very important role. This paper describes some experimental results in the preparation and characterization of Na3Zr2Si2PO12 as part of NOx sensor development study. Na3Zr2Si2PO12 has been prepared from sodium phosphate and zirconium silicate via solid-solid reaction in which mixing and sintering processes are systematically controlled. Prepared material is characterized by X-Ray Difractometry (XRD). Whereas, Thermo GravimetryDefferensial Termal Analysis (TG-DTA) dan Fourier Transformation Infra-Red (FTIR) spectroscopy were used to investigate structural and physical changes during the reaction. Prepared Na3Zr2Si2PO12 sintered at 1000 0C for, at least, two hours showed XRD result similar to that of NASICON. XRD pattern of NASICON is identified at 2 = 12, 18, 19, 27, 31, and 34. TG-DTA analysis indicate that sodium phosphate-zirconium silicate solid-solid reaction takes place at the temperature 900 0C and above. While, FTIR analysis suggests ZrO6 and PO4 structure in the prepared Na3Zr2Si2PO12. Impedance spectroscopy measurement of the prepared NASICON show that material conductance is in the range of 10-3 S/m which is potentially applicable.
1. Pendahuluan Nitrogen oxida (NOx) merupakan komponen polusi udara yang menyebabkan terjadinya hujan asam dan kabut fotokimia. Senyawa oksida ini juga dapat menyebabkan gangguan syaraf dan organ pernapasan. NOx di udara terutama bersumber dari emisi gas buang kendaraan bermotor dan fasilitas mesin bakar tak bergerak seperti tungku bakar dan mesin diesel [1]. Pengukuran konsentrasi NOx sejauh ini dapat dilakukan dengan instrument spektroskopi yang berdasarkan pada luminisensi kimia atau absorpsi sinar infra merah. Tetapi peralatan-peralatan tersebut biasanya tidak cocok untuk digunakan sebagai sistem kontrol ‘on-site’ karena waktu pengukuran yang lama, ukuran peralatan yang besar dan biayanya mahal [2,3]. Alternatif pengukuran gas NOx yang lain adalah mengunakan sensor amperometric. Sensor ini bekerja atas dasar prinsip sell elektrokimia dengan konsentrasi gas NOx sebagai parameter arus/voltage. Salah satu komponen dalam pembuatan sensor amperometric untuk deteksi NOx adalah Na3Zr2Si2PO12. Selain berperan sebagai konduktor , material ini berperan sebagai membran yang memisahkan dua setengah sel elektrokimia [2-4]. Pada makalah ini akan diuraikan hasil-hasil penelitian pengembangan sensor gas NOx pada tahap preparasi material konduktor ionik. Material Na3Zr2Si2PO12 telah dipreparasi dari natrium fosfat dengan zirkonium silikat melalui reaksi padat-padat. Untuk mendapatkan material yang diharapkan, telah dilakukan variasi pretreatment, temperatur, dan waktu sintering. Material hasil preparasi dikarakterisasi dengan menggunakan X-Ray Difraktometri (XRD). Studi dengan menggunakan Thermal Gravimetry Analysis-Differential Thermal Analysis (TGA-DTA) dan Fourier Transform Infrared (FT-IR) spectroscopy telah dilakukan untuk mempelajari perubahan struktur dan sifat fisik yang terjadi selama pemanasan bahan baku membentuk Na3Zr2Si2PO12. Hasil analisa XRD menunjukkan bahwa material Na3Zr2Si2PO12 yang disintering pada temperatur 1000 C dengan waktu sintering selama 2 jam menunjukan struktur NASICON. Struktur NASICON pada difraktogram ditunjukkan pada 2 = 12, 18, 19, 27, 31, dan 34. Data TG-DTA menunjukan bahwa reaksi antara ZrSiO4 dengan Na3PO4
dapat berlangsung pada temperature di atas 900 0C. Sedangkan hasil analisa FTIR menunjukkan adanya struktur ZrO6 dan strukur PO4 pada NASICON.
B. Experimen Preparasi NASICON dilakukan dengan cara mencampurkan natrium fosfat dengan zirkonium silikat dengan perbandingan mol 1:2 kemudian campuran digerus, dan dibentuk pelet pada tekanan 60 psi. Selanjutnya sampel dipanaskan (sintering) pada suhu tinggi dengan berbagagai variasi. Variasi-variasi yang dilakukan dalam preparasi adalah suhu sintering, waktu sintering, bentuk pelet dan serbuk, penggunaan aseton pada saat pencampuran dan penambahan asam oksalat pada campuran. 1. Variasi suhu sintering Untuk mencari suhu pemanasan yang tepat, sampel disintering pada suhu 800, 900 dan 1000 oC. 2. Variasi waktu sintering Variasi waktu sintering dilakukan pada kondisi suhu 1000 oC dengan campuran berbentuk pelet. Variasi dilakukan untuk 1, 2, dan 3 jam. 3. Variasi bentuk (Tekanan) Untuk variasi ini campuran disintering pada 1000 oC selama 2 jam. 4. Penggunaan aditif pada proses pencampuran Untuk membandingkan proses penggerusan campuran digerus dengan aseton dan tanpa aseton dengan suhu sintering 1000 oC selama 2 jam. 5. Penambahan aditif zat organik Variasi dilakukan dengan menambahkan Asam oksalat dan tanpa penambahan Asam oksalat terhadap campuran Na3PO4 dan ZrSiO4 (1:2 mol). Sinteringnya sendiri dilakukan pada suhu 1000 o selama 2 jam. Material hasil sintering selanjutnya dikarakterisasi dengan Fourier Transform Infrared (FT-IR), Difraksi sinar-X (XRD, Cu K 1). Untuk mengetahui perilaku termal campuran dan bahan dasar, Natrium pospat dan Zirkonium silikat, dilakukan analisa termal dengan Thermal Gravimetry Analysis-Differential Thermal Analysis (TGA-DTA). TGA-DTA ini bertujuan untuk mengetahui suhu dimana terjadi reaksi antara Natrium
fosfat dan Zirkonium silikat juga untuk mengetahui dekomposisi yang terjadi pada bahan dasar beserta perubahan masanya.
C. Hasil dan Pembahasan 1. Karekterisasi Bahan Baku Sebelum dilakukan prosedur preparasi Na3Zr2Si2PO12 dilakukan analisa XRD terhadap bahan baku; natrium fosfat dan zirkonium silikat, sebagai kontrol atas bahan baku yang digunakan. Hasil analisa XRD untuk kedua bahan baku tersebut ditunjukan
Intensitas
pada Gambar 1.
ZrSiO4
Na3PO4
10
20
30
40
50
60
2 theta
Gambar 1. Difraktogram bahan baku, Na3PO4 dan ZrSiO4
2. Studi TG-DTA preparasi material ‘sensor’ Na3Zr2Si2PO12 Thermal Gravimetry dan Deffrensial Thermal Analysis (TG-DTA)
dilakukan
terhadap campuran natrium fosfat dengan zirkonium silikat untuk mengetahui perilaku termalnya pada saat dipanaskan. Hasil analisa TG-DTA ini ditunjukan pada Gambar 2. Pada kurva TGA dapat diamati bahwa terjadi dua tahap pengurangan massa, yaitu pada temperatur 200-260 0C dan 280-380 0C dengan pengurangan massa sebesar 0.427 mg dan 9.2753 mg atau 0.67% dan 14.56%. Kedua proses ini merupakan proses yang endotermal
sebagaimana ditunjukkan oleh kurva DTA. Pada temperatur 650 oC, 820 oC, dan 900 oC
64
4
63
2
62
0
61
-2
60 0
200
400
600
800
Temperatur
Masa
kembali terjadi proses-proses endotermis tetapi tidak disertai dengan perubahan massa.
-4 1000
Temperatur (oC)
Gambar 2. Kurva TG-DTA pemanasan campuran natrium fosfat-zirkonium silikat; pemanasan dilakukan dengan laju pemanasan 10 C/menit dengan atmosper udara sintetis (21% O2, 79% N2) Analisa TG-DTA juga dilakukan terhadap natrium fosfat untuk mengetahui proses yang terjadi pada saat pemanasan sebelum dilakukan pencampuran dengan zirconium silikat. Kurva TG-DTA untuk natrium fosfat ini ditunjukkan pada Gambar 3. Pada kurva tersebut tampak bahwa kenaikan temperatur sampel dari temperatur ruang ke 280 0C diikuti dengan perubahan massa yang landai. Pada temperatur 280-3900C terjadi pengurangan massa yang sangat tajam (2.0981mg atau 6.9% dari massa awal). Diatas temperatur 390 0C perubahan massa yang terjadi hampir tidak teramati. Perubahan ini serupa dengan hasil TG dari campuran natrium fosfat-zirkonium silikat. Kemiripan ini juga diamati pada kurva DTA pemanasan natrium fosfat yang menunjukan adanya reaksi
endoterm pada temperatur 280-390 oC, 520-580 oC, dan 600-650 oC. Sedangkan puncak endoterm pada temperatur 850 dan 900 0C yang terdapat pada kurva DTA campuran tidak tampak pada kurva DTA natrium fosfat ini. Karena perubahan yang terjadi pada temperatur 200-260 oC, 280-380 oC, dan 650 o
C terjadi pada pemanasan natrium fosfat dan pada campuran natrium fosfat-zirkonium
silikat, maka pada temperatur-temperatur tersebut belum ada indikasi terjadinya reaksi antara Na3PO4 dengan ZrSiO4. Dengan demikian diduga, reaksi antara natrium fosfat dengan zirkonium silikat kemungkinan terjadi pada temperatur di atas 800 sebagaimana ditunjukan oleh hasil DTA yang
0
C
menunjukan adanya proses-proses
31
4
30
2
29
0
28
-2
27 0
200
400
600
800
-4 1000
Temperatur (oC)
Gambar 3. Kurva TG-DTA Na3PO4 pemanasan dilakukan dengan laju pemanasan 10 C/menit dengan atmosper udara sintetis sintetis (21% O2, 79% N2)
Temperatur
Masa
endotermal pada pemanasan campuran
3 Analisa FTIR Untuk mengetahui perubahan ‘struktur’ pada proses preparasi material sensor Na3Zr2Si2PO12, dilakukan analisa terhadap campuran natrium fosfat-zirkonium silikat dan masing-masing bahan baku secara terpisah. Pengukuran spectra IR dilakukan terhadap campuran natrium fosfat-zirkonium silikat berturut-turut: (1) sebelum mendapat perlakuan panas, (2) setelah dipanaskan pada temperatur 700 0C, dan (3) setelah dipanaskan pada 1000 oC. Temperatur-temperatur ini dipilih berdasarkan pengamatan terhadap kurva TG-DTA yang mengindikasikan adanya perubahan pada temperaturtemperatur tersebut. Hasil pengukuran dengan FTIR ini ditunjukan pada Gambar 4. Tampak
bahwa
pemanasan
campuran
natrium
fosfat-zirkonium
silikat
mengakibatkan perubahan pola spektra FTIR. Campuran natrium fosfat-zirkonium silikat sebelum dipanaskan, memiliki puncak-puncak yang kompleks pada bilangan gelombang 800-1100 cm-1. Kompleksitas spektra pada rentang temperatur tersebut hilang setelah sampel dipanaskan pada temperatur 700 oC. Spektra FTIR untuk campuran yang dipanaskan pada suhu 700 oC memperlihatkan puncak-puncak pada 1157 cm-1, 1053 cm1
, 918 cm-1, 794 cm-1, dan beberapa puncak pada rentang 600-370 cm-1. Campuran yang telah dipanaskan pada 1000 oC memiliki puncak yang berbeda
jika dibandingkan dengan pemanasan 700 oC. Puncak pada 1157 cm-1 bergeser menjadi 1126 cm-1. Analisa FTIR terhadap material serupa yang dibuat dengan metode sol-gel [6] mengidentifikasi puncak inframerah pada rentang 800-1091 cm-1 sebagai vibrasi ulur dari ZrO6, SiO44-, dan PO43- dan serapan pada 420-750 cm-1 sebagai vibrasi tekuk dari ZrO6, SiO44-, dan PO43- .
Absorbansi (-)
1000
700
Tanpa Pemanasan
2000
1800
1600
1400
1200
1000
800
600
400
-1
Bilangan Gelombang (cm )
Gambar 4. Gambar spektra FTIR campuran natrium fosfat-zirkonium silikat
Untuk mengetahui apakah perubahan spectra yang terjadi merupakan perubahan yang terjadi pada bahan baku yang dipanaskan dilakukan pula analisa terhadap masingmasing bahan baku (Na3PO4 ZrSiO4). Analisa dilakukan pada sample sebelum dan sesudah dipanaskan pada suhu 260 dan 380 oC. Pemanasan pada temperatur ini didasarkan atas hasil experimen dengan TGA yang menunjukan terjadinya perubahan massa yang tajam dengan reaksi yang endotermis. Hasil spektra FTIR untuk Na3PO4 ditunjukan pada Gambar 5. Tampak bahwa terdapat perbedaan antara spektra Na3PO4 sebelum dan setelah pemanasan. Pada spektra tanpa pemanasan terlihat puncak-puncak kompleks. Hal ini biasanya diakibatkan oleh kandungan air pada sample. Puncak pada bilangan gelombang 1350 cm-1 dan 1400 cm-1 hilang setelah pemanasan dan timbul puncak baru pada bilangan gelombang 1100 cm-1. Hasil yang serupa ditunjukkan pada [ 7].
Absorbansi (-)
380
260
Tanpa Pemanasan
2000
1800
1600
1400
1200
1000
800
600
400
-1
Bilangan Gelombang (cm )
Gambar 5. Spektra FT-IR Natrium fosfat (Na3PO4)
Spectra
FTIR
zirkonium
silikat
ditunjukkan
apada
Gambar
6
yang
memperlihatkan adanya puncak serapan yang lebar pada pada 800-1299 dan 613 cm-1. Tidak ada perbedaan spektra FTIR antara zirkonium silikat yang dipanaskan dengan spektra asalnya, yang berarti tidak ada perubahan yang terjadi pada pemanasan zirkonium silikat sampai suhu 380 oC. Puncak serapan yang lebar antara 850-1250 cm-1 juga diamati pada [7] dan merupakan vibrasi untuk Si-O atau O-Si-O. Dari hasil analisa FTIR ini bisa dilihat karakteristik dari fosfat masih terdapat pada FTIR campuran yang dipanaskan pada temperatur 1000oC. hal ini terlihat dari adanya serapan pada 1161 cm-1 untuk fosfat awal yang bergeser menjadi 1157 cm-1 pada fosfat yang merupakan serapan dari PO43-. Seperti pada posfat, pita serapan dari dari zirconium silikat juga masih ada pada campuran yaitu pada bilangan gelombang 794 cm-1 dimana pada zirkonium silikat puncak ini ada pada 798 cm-1. maka dari keseluruhan hasil FTIR pada campuran yang dipanaskan pada 1000 oC memiliki gugus ZrO6, SiO44-, dan PO43-.
Absorbansi (-)
Tanpa Pemanasan
380
2000
1800
1600
1400
1200
1000
800
600
400
Bilangan Gelombang (cm-1)
Gambar 6. Spektra FTIR ZrSiO4
3 Analisa XRD Material Na3ZrSiO4PO12 Hasil Preparasi
Sebagaimana telah diuraikan tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan metode preparasi konduktor ionic berbasis ion Na+, Na3Zr2PO12, dan dikenal dengan sebutan NASICON. Preparasi material Na3Zr2PO12 dilkerjakan melalui berbagai variasi perlakuan, yaitu: variasi suhu sintering, waktu sintering, bentuk, waktu penggerusan, proses penggerusan dan komposisi. Pada bagian ini ditampilkan difraktogramdifraktogram XRD dari Na3Zr2Si2PO12 hasil dipreparasi. Untuk mengevaluasi keberhasilan dari setiap variasi preparasi, difraktogram XRD dibandingkan dengan pola XRD NASICON literature [8,9].
Variasi suhu sintering Gambar 7 memperlihatkan difraktogram XRD material Na3Zr2Si2PO12 hasil preparasi pada suhu sintering 800, 900 dan 1000 OC. Symbol lingkaran-lingkaran kecil merupakan puncak-puncak NASICON yaitu senyawa Na3Zr2Si2PO12 yang memiliki sifat konduktor ionik. Difraktogram XRD pada suhu 800 oC mulai menunjukkan adanya
puncak-puncak NASICON, walaupun pada 2θ 53,5 dan 56 masih terdapat puncak ZrSiO4. Puncak-puncak khas NASICON pada 2θ = 13, dua puncak disekitar 19, 23, 27.5, dan 30 sudah mulai muncul. Hal ini menunjukkan bahwa pada suhu 800 oC sudah mulai terjadi reaksi antara natrium fosfat dengan zirkonium silikat membentuk NASICON tetapi masih dengan fasa zirkonium silikat yang masih cukup significan. Pada temperatur yang lebih tinggi,
900 oC,
pola difraksi XRD NASICON
tampak lebih jelas, walaupun puncak zirkonium silikat pada 2θ = 53 masih teramati. Puncak sekitar 28 menunjukkan puncak dari natrium fosfat. Jika dibandingkan dengan difraktogram XRD yang diperoleh dengan metode sol-gel [8] maka puncak-puncak NASICON sudah terdapat pada material hasil preparasi melalui sintering pada 1000 oC. , tetapi masih ada satu puncak interferece pada 2θ = 21.5 derajat.
Intensitas
1000
900
800 10
20
30
40
50
2 theta
Gambar 7. Difraktogram XRD material Na3Zr2Si2PO12 hasil preparasi pada suhu sintering 800, 900, dan 1000 0C
60
Variasi Waktu Sintering Selain temperatur sintering, variabel yang juga penting untuk diperhitungkan adalah waktu sintering. Hasil preparasi material Na3Zr2Si2PO12 dengan waktu sintering 1, 2, dan 3 jam diperlihatkan pada Gambar 8. Difraktogram sinar-X menunjukkan pada suhu 1000 oC untuk waktu sintering 1 jam puncak pada 2θ sekitar 13 belum muncul. Puncak pada 21.5 untuk waktu sintering 3 jam intensitasnya berkurang jika dibandingkan dengan waktu sintering 2 jam.
Intensitas
3 Jam
2 Jam
1 Jam 10
20
30
40
50
2 theta
Gambar 8. Difraktogram XRD material Na3Zr2SiO4 yang dipeparasi melalui waktu sintering 1, 2, dan 3 jam.
Pemberian Tekanan (Bentuk Pelet dan Serbuk) Variabel yang dipelajari melalui variasi bentuk (pelet/erbuk) adalah perlakuan pemberian tekanan pada bahan baku setelah pencampuran. Material Na3Zr2Si2PO12 dibentukdalam pelet dengan memberi tekanan sebesar 60 psi. Hasil analisa dengan XRD untuk sampel serbuk dan pelet, ditunjukkan pada Ganbar 10. Perbedaan difraktogram pelet dan serbuk untuk sintering pada suhu 1000 oC dengan waktu sintering 2 jam tidak berbeda pada pola difraktogramnya.
Intensitas
Serbuk
Pelet
10
20
30
40
50
60
2 theta
Gambar 9. Difraktogram XRD material Na3Zr2Si2PO12 pada berbagai bentuk
Aditif pada proses pencampuran Difraktogram untuk material Na3Zr2SiO4 yang dipreparasi dengan penambahan aseton pada saat pencampuran, ditunjukan pada Gambar 10. Aseton digunakan sebagai “alat bantu” untuk lebih menghomogenkan campuran. Aseton digunakan pada saat penggerusan dengan lumpang alu. Hasil difraksi sinar-X menunjukkan adanya pengurangan intensitas puncak “pengotor” pada 2θ 21.5.
Intensitas
Tanpa Aseton
Aseton
10
20
30
40
50
60
2 theta
Gambar 10. Difraktogram XRD material Na3Zr2Si2PO12 variasi proses penggerusan
Penggunaan aditif organik (As. Oksalat) Penggunaan asam oksalat pada campuran bertujuan untuk memberikan hotspot pada bahan baku saat dipanaskan. Hotspot ini diharapkan muncul sebagai hasil pembakaran asam oksalat. Untuk proses sintering pada 1000 oC tidak berpengaruh terhadap hasil sintering. Tidak ada pengaruh yang cukup signifikan yang ditunjukkan oleh difraksi sinar-X.
Intensitas
Tanpa As. Oksalat
Dengan As. Oksalat
10
20
30
40
50
60
2 theta
Gambar 11. Difraktogram XRD material Na3Zr2Si2PO12 hasil preparasi melalui ariasi komposisi
Gambar 12. Difraktogram XRD NASICON dengan metode sol-gel [8]
D. Kesimpulan Hasil analisi dengan TG-DTA, FTIR dan XRD menunjukan bahwa material Na3Zr2SiO4 dapat dipreparasi dengan metode reaksi padat-padat pada temperatur di atas 900 oC. Proses sintering pada temperatur 1000 oC menunjukan hasil yang paling baik. Hasil karakterisasi dengan FTIR menunjukkan adanya puncak ZrO6 dan PO43- pada material hasil preparasi. Sedangkan analisa dengan XRD menunjukan adanya sudut difraksi yang relevan dengan NASICON rujukan.
Pustaka [1] N. Miura, S. Yao, Y. Shimizu, and N Yamazoe, New auxiliary sensing material for solid electrolyte NO2 sensors, Solid State Ionic, 70/71 (1994) 572-577 [2] M.R.M. Jiang and M.T Weller, A nitrite solidate NO2 gas sensor, Sensors and Actuator B: Chemical 30 (1996) 3-6 [3] N. Miura, M. Ono, K Shimanoe, and N. Yamazoe, A compact amperometric NO2 sensor based on Na+ conductive solid electrplyte, Journal of Applied Electrochemistry 28 (1998) 863-865 [4] Y. Yang and C-C Liu, Development of a NASICON based aperometric carbon dioxide sensor, Sensor and Actuators B: 62 Chemical (2000) 30-34 [5] E. Traversa, H. Aono, Y. Sadaoka, and L Montanaro, Electrical properties of sol-gel processed NASICON having new composition, Sensor and Actuators B: 65 Chemical (2000) 204-208 [6] S. Zhang, B. Quan, Z. Zhao, Z. Zhao, B. Zhao, Y. He, W. Chen, Preparation and characterization of NASICON with a new sol-ge, process, Material Letters 58 (2003) 226-229 [7] F. Qui, Q. Zhu, X. Yang, Y. Quan, B Xu, Preparation of planar CO2 sensor based on solid-electrolyte NASICON synthesized by sol-gel process, 83 (2004) 193-198 [8] Y Yang, C-C Liu, Development of NASICON-based ampherometric carbon dioxide sensor, Sensor and Actuators B 62 (2000) 30-34