Jurnal Teknologi Industri Pertanian 24 (1):43-52 (2014)
Andasuryani, Yohanes Aris Purwanto, I Wayan Budiastra, Khaswar Syamsu
PREDIKSI KANDUNGAN KATEKIN GAMBIR (Uncaria gambir Roxb.) DENGAN SPEKTROSKOPI NIR PREDICTION OF CATECHIN CONTENT IN GAMBIER (Uncaria gambir Roxb.) USING NIR SPECTROSCOPY Andasuryani1), Yohanes Aris Purwanto2)*, I Wayan Budiastra2), Khaswar Syamsu3) 1)
Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Andalas Kampus Limau Manis Padang, 25163, Sumatera Barat, Indonesia 2) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga, Indonesia E-mail:
[email protected] 3) Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
ABSTRACT Quality of gambier (Uncaria gambir Roxb.) is mainly determined by its catechin content. In traditional market, catechin content of gambier is predicted by a treatment followed by experts’ judgments that belong to subjective method. The quantitative method is carried out by using chemical method. This method is destructive, high cost and time consuming, so it is not suitable for real time measurement of catechin content of gambier. The objective of this study was to develop calibration model to predict catechin content of raw gambier in form of powder and solid using near infrared (NIR) spectroscopy. Models were developed by partial least square (PLS) method and pretreatment normalization between 0 and 1 (n01) and first derivative Savitzky-Golay 9 points (dg1). Determination of the optimum number of PLS factors was conducted based on value of consistency and predicted residual error sum square of validation set (V-Set PRESS). Evaluation of both models demonstrated that the models could predict catechin content of raw gambier powder and solid. The models had high value of correlation coefficient (r > 0.90), low values of standard error of calibration set (SEC) and standard error of validation set (SEP), as well as slight difference between SEC and SEP. This study shows that catechin content of raw gambier powder and solid can be determined by NIR spectroscopy accurately and precisely. Keywords: gambier, catechin, PLS, NIR spectroscopy ABSTRAK Kandungan katekin merupakan penentu utama dari mutu gambir (Uncaria gambir Roxb.). Pada perdagangan gambir secara tradisional, penentuan kandungan katekin dilakukan berdasarkan pengalaman dari petugas pemeriksa sehingga metode ini bersifat subjektif. Metode kuantitatif dilakukan dengan metode kimia, namun metode ini bersifat denstruktif, mahal dan membutuhkan waktu sehingga tidak sesuai untuk pengukuran kandungan katekin dalam gambir secara real time. Tujuan penelitian adalah mengembangkan model kalibrasi untuk memprediksi kandungan katekin dalam gambir tepung dan bongkahan menggunakan spektroskopi near infrared (NIR). Model dikembangkan dengan metode partial least square (PLS) dan pra perlakuan normalization between 0 and 1 (n01) dan first derivative Savitzky-Golay 9 points (dg1). Penentuan jumlah faktor PLS optimum berdasarkan pada nilai consistency dan predicted residual error sum square of validation set (VSet PRESS). Evaluasi terhadap ke dua model menunjukkan bahwa model yang dihasilkan dapat memprediksi kandungan katekin dalam gambir tepung dan bongkahan. Model mempunyai nilai koefisien korelasi yang tinggi (>0,90), nilai standard error of calibration set (SEC) dan standard error of validation set (SEP) yang rendah, dan perbedaan yang kecil antara SEC dengan SEP. Penelitian ini memperlihatkan bahwa spektroskopi NIR dapat memprediksi kandungan katekin dalam gambir secara akurat dan presisi. Kata kunci: gambir, katekin, PLS, spektroskopi NIR PENDAHULUAN Gambir termasuk salah satu komoditas ekspor Indonesia, sekitar 80% perdagangan gambir dunia berasal dari Indonesia dan sekitar 90% dari produksi gambir nasional diperoleh dari propinsi Sumatera Barat. India dan Singapura merupakan negara pengimpor gambir terbesar dari Indonesia. Kebutuhan gambir per tahun untuk India adalah 6000 ton, sekitar 68% diimpor dari Indonesia. Sementara itu, volume impor gambir Singapura
*Penulis untuk korespondensi
J Tek Ind Pert. 24 (1): 43-52
pernah mencapai 92,1% dari produksi gambir Indonesia (Gumbira-Sa’id, 2009). Kandungan katekin merupakan salah satu parameter mutu gambir yang terdapat dalam SNI 0313391-2000 dan menjadi penentu utama dari mutu gambir. Hal ini disebabkan karena katekin mempunyai nilai ekonomi yang tinggi yaitu memiliki potensi sebagai bahan baku pada berbagai industri. Kegunaan gambir secara tradisional adalah sebagai pelengkap makan sirih dan obat-obatan, sedangkan secara modern gambir digunakan sebagai
43
Prediksi Kandungan Katekin Gambir ………………..
bahan baku pada industri farmasi dan makanan (Dhalimi, 2006). Disamping itu, gambir juga banyak dimanfaatkan oleh industri pengguna lainnya seperti industri batik, cat, penyamak kulit, bio pestisida, hormon pertumbuhan, pigmen dan sebagai bahan campuran pelengkap makanan (Ermiati, 2004). Katekin merupakan senyawa utama di dalam gambir (Taniguchi et al., 2007; Apea-Bah et al., 2009; Anggraini et al., 2011). Kandungan katekin dalam gambir dapat berkurang jika pada saat proses pengolahan gambir terdapat bahan campuran lain seperti tepung, pupuk SP36 dan tanah (Gumbira-Sa’id, 2010) yang mengakibatkan terjadinya penurunan mutu gambir. Oleh karena itu, proses penentuan kandungan katekin dalam gambir perlu dilakukan agar dapat memenuhi keinginan konsumen. Importir gambir dari Jerman menghendaki kandungan katekin 40%-60% dan perusahaan farmasi Ciba Geigy minimal 60,5% (Towaha dan Ferry, 2010). Pada perdagangan gambir secara tradisional, tingkat pengotor tersebut ditentukan dengan pensuspensian gambir didalam air panas. Jika terdapat banyak endapan maka kandungan katekin dalam gambir tersebut rendah karena katekin merupakan bahan yang sangat larut di dalam air panas. Penggunaan metode ini bersifat kualitatif dan subjektif sehingga hasil pengukuran yang diperoleh tidak akurat. Metode analisis lainnya yang dapat menentukan kandungan katekin gambir secara kuantitatif adalah metode kimia seperti ultraviolet spektrofotometrik dan high performance liquid chromatography (HPLC). Namun metode ini kurang efisien dari segi waktu maupun biaya. Teknologi spektroskopi near infrared (NIR) merupakan salah satu teknologi yang dapat menggantikan metode konvensional dan telah sukses diaplikasikan pada produk pertanian, farmasi, petrokimia dan lingkungan. Beberapa keuntungan teknologi NIR adalah dapat memprediksi parameter fisik dan kimia dari sebuah spetrum tunggal dan memberikan spektra dengan cepat (Marengo et al., 2004), dapat menganalisis contoh dalam beberapa detik dan tidak membutuhkan persiapan contoh (Guggenbitchler et al., 2006; Pissard et al., 2012; Saleh, 2012), tidak membutuhkan bahan kimia untuk analisis contoh sehingga tidak ada limbah kimia yang dihasilkan (Yan et al., 2009; Pissard et al., 2012). Spektra NIR tidaklah mudah diinterpretasikan karena karakteristik spektra dari senyawa yang berbeda adalah unik, memperlihatkan spektra yang lebar dan overlapping (Curran, 1989) namun kaya akan informasi kimia. Oleh karena itu diperlukan metode kalibrasi multivariat seperti Partial Least Square (PLS) agar dapat mengekstrak informasi kimia yang tersembunyi dalam data spektra. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model kalibrasi untuk memprediksi kandungan
44
katekin gambir dalam bentuk tepung dan bongkahan dengan spektroskopi NIR. BAHAN DAN METODE Persiapan Sampel Sampel yang digunakan adalah gambir asalan yang diperoleh dari Desa Siguntur, Kecamatan Koto XI Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Sampel dipersiapkan dalam dua jenis bentuk yaitu bentuk tepung dan bongkahan. Sampel dalam bentuk tepung dipersiapkan dengan mengecilkan ukuran gambir bongkahan menggunakan mortar dan selanjutnya diayak dengan ukuran ayakan nomor 30 (600 μm) (ASTM standart test sieve) (Feng et al., 2008) sehingga dihasilkan sampel gambir tepung. Sampel gambir bongkahan terlebih dahulu diratakan permukaannya sebelum pengukuran spektra dilakukan. Jumlah sampel yang digunakan untuk kedua bentuk gambir asalan tersebut masingmasingnya adalah 162 buah. Total sampel dibagi secara acak menjadi dua bagian yaitu data untuk set kalibrasi dan set validasi. Jumlah data set kalibrasi sebanyak 2/3 dari total sampel yaitu 108 sampel, sedangkan jumlah data set validasi sebanyak 1/3 dari total sampel yaitu 54 sampel. Analisis Kimia Analisis kimia dilakukan untuk mendapatkan data kandungan katekin gambir yang selanjutnya digunakan sebagai data referensi dalam membangun model kalibrasi NIR. Analisis statistika yang digunakan adalah rata-rata, kisaran dan standar deviasi. Uji homogenitas (uji F) dengan tingkat signifikansi 0,05 dilakukan untuk membandingkan penyebaran data dalam set kalibrasi dan set validasi. Pengujian dilakukan dengan membandingkan varian antara kedua set data tersebut. Jika F hitung< F tabel maka set data kalibrasi mempunyai varian yang sama (homogen) dengan set data validasi. Metode pengukuran kandungan katekin dalam gambir berdasarkan pada SNI 01-3391-2000 (Muchtar et al., 2008). Katekin merupakan komponen utama dalam gambir yang larut dengan sempurna dalam etil asetat. Penyerapan gambir dalam etil asetat pada panjang gelombang 279 nm adalah sebanding dengan kandungan katekin dalam gambir. Pengukuran dilakukan dengan membandingkan penyerapan larutan contoh gambir dengan larutan katekin standar menggunakan spektrofotometer U-2010 merk Hitachi. Pengukuran Spektra Gambir dan Analisis Kemometrik Pengukuran spektra gambir tepung dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer Buchi NIRFlex N-500 solids dan gambir bongkahan menggunakan spektrofotometer Buchi NIRFlex N500 Fiber optics solids. Pengukuran dilakukan tiga
J Tek Ind Pert. 24 (1): 43-52
Andasuryani, Yohanes Aris Purwanto, I Wayan Budiastra, Khaswar Syamsu
kali pada posisi yang berbeda untuk setiap contoh. Untuk mengoperasikan spektrofotometer Buchi NIRFlex N-500 dan menggumpulkan data spektra digunakan software NIRWare 1.2 (Büchi Labortechnik AG, Flawil, Switzerland) pada suhu ruangan 25oC. Analisis kemometrik dilakukan dengan menggunakan software NIRCal 5.2 (Büchi Labortechnik AG, Flawil, Switzerland) dengan menggunakan algoritma Partial Least Square (PLS). Disamping menggunakan spektra asli (original), spektra NIR juga diolah dengan menggunakan pengolahan awal (pre-treatment) kombinasi yaitu antara normalization between 0 and 1 (n01) dengan first derivative Savitzky-Golay 9 points (dg1). Pemilihan jumlah faktor PLS yang optimum berdasarkan pada nilai consistency dan nilai Predicted Residual Error Sum Square (PRESS) pada set validasi (V-set-PRESS). Jumlah faktor yang digunakan adalah 1 sampai 15 faktor. Jumlah faktor sebanyak 15 sudah merupakan jumlah faktor yang terlalu tinggi untuk membangun sebuah model kalibrasi (NIRCal 5.2 Manual, 2007). Parameter statistika yang digunakan untuk mengevaluasi model yang dihasilkan adalah bias, standard error of calibration set (SEC), standard error of validation set (SEP), koefisien korelasi (r), dan koefisien keragaman (CV). Bias, SEC, SEP, r, dan CV dihitung dengan persamaan (1), (2), (3), (4), (5), (6), dan (7) berikut: Bias (% b/b) = ∑(x − y ) .......................... (1) SEC (% b/b) =
∑(x − y ) ..................... (2)
SEP (% b/b) =
∑(x − y − Bias)
r=
∑( ∑(
CV (%) =
)(
)
) ∑(
)
x 100
....... (3)
……………………...... (4) ………………............ (5)
PRESS (% b/b) = ∑(x − y ) ........................... (6) (%) =
x 100 ........................... (7)
dimana N adalah jumlah sampel; xn adalah nilai katekin referensi; yn adalah nilai katekin prediksi NIR. HASIL DAN PEMBAHASAN Data Katekin Gambir Tabel 1 memperlihatkan nilai referensi kandungan katekin dalam gambir tepung dan bongkahan pada set kalibrasi dan set validasi. Pada kedua bentuk gambir tersebut, kisaran nilai kandungan katekin di dalam set validasi berada dalam kisaran nilai set kalibrasi (Yan et al., 2009; Elfadl et al., 2010). Hasil ini sesuai untuk model kalibrasi NIR karena untuk membangun sebuah diperlukan set data yang mencakup rentang konsentrasi. Hasil penelitian ini juga memperlihatkan bahwa nilai standar deviasi yang diperoleh relatif tinggi terutama pada gambir bongkahan. Hal ini menunjukkan bahwa sumber data yang digunakan sangat beragam sehingga sesuai untuk membangun model kalibrasi NIR. Standar deviasi merupakan akar kuadrat dari varian yaitu suatu ukuran keberagaman data. Makin besar nilai varian maka makin beragam data dan semakin kecil varian maka semakin homogen data. Nilai varian antara set kalibrasi dan set validasi untuk gambir tepung maupun gambir bongkahan memperlihatkan perbedaan yang tidak signifikan yang ditunjukkan dengan nilai F hitung
Tabel 1. Nilai kandungan katekin gambir (% b/b) yang diukur dengan metode referensi
Gambir tepung Gambir bongkahan
SD
S
77,02
Ratarata 61,56
6,12
37,43
50,01
75,95
61,47
5,78
33,45
108
40,71
84,79
65,65
11,88
141,0
54
41,54
83,91
67,21
11,76
138,2
N
Min
Maks
Set kalibrasi
108
48,81
Set validasi
54
Set kalibrasi Set validasi
Sampel
Fh
Ft
1,12
1,50
1,02
1,50
Keterangan: N = jumlah contoh; Min = minimum; Maks = maksimum; SD = standar deviasi; S= varian; Fh = F hitung; Ft = F tabel.
J Tek Ind Pert. 24 (1): 43-52
45
Prediksi Kandungan Katekin Gambir ………………..
Evaluasi Spektra Gambir Gambar 1a dan Gambar 1b memperlihatkan spektra original Log (1/R) untuk gambir tepung dan bongkahan. Pada kedua spektra original NIR tersebut terlihat adanya perbedaan nilai absorban. Spektra NIR dari bahan padat yang dihasilkan dengan pengukuran diffuse reflektan akan diikuti oleh efek sebaran cahaya akibat perbedaan ukuran partikel bahan (Chen et al., 2013). Perbedaan ukuran partikel bahan merupakan sumber utama dari variasi spektra (Dhanoa et al, 1994) yang mempunyai efek additive dan multiplicative (Hruschka, 1990). Efek additive menyebabkan perpindahan spektrum secara vertikal, sedangkan multiplicative menyebabkan perubahan kemiringan (slope) spektrum. Disamping terdapatnya persoalan variasi spektra, juga terdapat persoalan spektra yang tumpang tindih (overlapping). Oleh karena itu, untuk mendapatkan informasi yang sebanyak mungkin dari spektra NIR maka dibutuhkan teknik tranformasi yang dapat mengatasi persoalan variasi spektra dan spektra yang tumpang tindih yaitu dengan melakukan pretreatment sebelum pemodelan. Gambar 2 memperlihatkan spektra NIR untuk gambir tepung dan bongkahan setelah dilakukan pre-treatment n01+dg1. Pre-treatment normalisasi dapat digunakan untuk mengeliminasi efek multiplicative
spektra (Swierenga et al., 1999). Derivatif dapat digunakan untuk memisahkan puncak spektra yang tumpang tindih dan membuang efek variasi spektra (Hruschka, 1990). Namun penggunaan derivatif dapat meningkatkan rasio sinyal terhadap noise (Cen dan He, 2007). Untuk itu, diperlukan smoothing terhadap data spektra sebelum penanganan dan algoritma yang sering digunakan adalah SavitzkyGolay. Penggunaan first derivative Savitzky-Golay 9 points (dg1) akan memperjelas puncak dan lembah spektra NIR (Cen dan He, 2007) bahkan dapat mendeteksi efek additive yang sangat kecil pada spektra NIR (Hruschka, 1990). Gambar 3 memperlihatkan rata-rata spektrum absorbsi NIR untuk gambir tepung dan bongkahan pada panjang gelombang 1000–2500 nm. Kedua spektrum NIR terlihat mirip dengan puncak penyerapan tertinggi terjadi pada panjang gelombang 1926 nm. Puncak-puncak penyerapan pada spektrum NIR gambir terdapat pada panjang gelombang 1140 nm (dekat dengan 1143 nm). Hal ini terjadi karena regangan C–H overtone kedua dari struktur aromatik; pada 1432 nm (dekat dengan 1440 nm) terjadi karena regangan O–H overtone pertama dari struktur sukrosa dan pati atau terjadi karena regangan C–H dan deformasi C–H dari struktur CH; pada 1669 nm (dekat dengan 1685 nm).
Gambar 1. Spektra original NIR: (a) gambir tepung, (b) gambir bongkahan
Gambar 2. Spektra NIR dengan pre-treatment n01+dg1: (a) gambir tepung, (b) gambir bongkahan
46
J Tek Ind Pert. 24 (1): 43-52
Andassuryani, Yohan nes Aris Purwan nto, I Wayan Buudiastra, Khasw war Syamsu
Gambar 33. Spektrum penyerapan p gaambir tepung dan bongkahan pada kurva ab bsorbsi NIR H Hal ini terjjadi karena regangan C C–H overtone pertama darri struktur aromatik; pada17750 nm (dekaat dengan 1765 nm) terjadi karena reganngan C–H overrtone pertamaa dari strukturr CH2; pada 19926 nm (dekaat dengan 1940 nm) terjadi karena reganngan O–H dann deformasi O–H O dari stru uktur H2O; ppada 2135 nm m (dekat denggan 2140 nm m) terjadi karrena regangan =C–H dan regangan C= =C dari strukktur HC=CH; pada 2254 nm n (dekat deengan 2252 nnm) terjadi kaarena regangaan O–H dan deformasi O O–H dari strukktur pati; padaa 2313 nm (deekat dengan 23310 nm) terjaadi karena reggangan C–H dan d deformasi C– H dari sttruktur CH2; pada 2345 nm m (dekat denngan 2347 nm m) terjadi karrena regangan n CH2 sym dan deformasi =CH2 dari sttruktur HC=C CHCH2; dan ppada 2395 nm m (dekat denggan 2380 nm m) terjadi karrena deformasi O–H overtoone kedua daari struktur R ROH (Osbornee et al., 1993). S Secara umuum terlihat puncak-punncak penyerapan terjadi kaarena getaran n regangan aatau deformasi dari kelom mpok-kelompo ok hidrik sepperti C–H dan O–H dan meenunjukkan ik katan kimia yyang melibatkaan kerangka karbon, k oksig gen dan hidroogen yang meerupakan koomponen pen nyusun strukktur molekul katekin. Cheen et al. (20 009) melaporrkan bahwa puuncak-puncakk intensif dari spektra origiinal teh hijau disebabkan karena k getaraan regangan aatau deformasi dari kelompok-kelomp pok hidrik dan struktur molekul kaatekin meng gandung bannyak kelompokk-kelompok hidrik. h Oleh karena k itu, sellang daerah daari 1140–23995 nm membeerikan kontribbusi yang pennting dalam membangun model. Nam mun demikiann, puncak-puuncak penyeerapan terseebut belum daapat menjelaskkan kandungan n katekin gam mbir secara lanngsung. P Perbedaan ukuran partikel p baahan menyebabbkan spektruum gambir bongkahan b leebih
bir tepung padda kurva abso orbsi NIR. tinggi dari gamb Sam mpel gambir tepung mem mpunyai ukuraan partikel yan ng lebih seraagam dan lebbih kecil dibandingkan den ngan sampel gambir bonngkahan. Uk kuran dan ben ntuk partikel, rongga antarra partikel daan susunan parrtikel mempeengaruhi panj njang transmisi cahaya yan ng melewatti sampel dan mem mpengaruhi refflektansi (Chaang et al., 20001). Hasil ini konsisten den ngan yang diperoleh oleh Hruschka (19 990) yang meelaporkan bahwa spektrum gandum deng gan ukuran parrtikel 320 μm lebih tinggi ddari ukuran paartikel 240 μm m dan spektru um gandum ddengan ukuraan partikel 240 0 μm lebih tinggi dari uk ukuran partikeel 170 μm pad da kurva abso orbsi NIR. O ’Neil et al. (2 2003) juga meemperlihatkan n bahwa ukuraan partikel pada spektra abssorban dari teepung selulosaa microcrysta alline (dari baw wah sampai keatas) bertur urut-turut adallah 14,96; 53,34; 86,67; 99 9,03; 119,91 dan 171,96 mm. m Salah sattu faktor pen nyebabnya ada dalah karakterristik fisik bah han. Partikel yang besar llebih banyak menyerap rad diasi dibandin ngkan dengan an partikel yang y kecil karrena arah rad diasi pada par artikel yang kecil k lebih ban nyak berubah dibandingkan an dengan parrtikel yang bessar (Hruschkaa, 1990). Hal iini menunjukk kan bahwa sellain karakterisstik kimia baahan, spektra NIR juga dip pengaruhi oleh karakteristiik fisik bahan n (Blanco dan n Villarroya, 2002; 2 Chang eet al., 2001). Pengaruh Fakttor PLS Terhhadap Akura asi Model Ka alibrasi NIR Salah satu tahap yang pentin ng dalam meembangun mo odel kalibrasi dengan algorritma PLS adaalah pemilihan n jumlah faktoor PLS dan metode m pretreeatment. Tab bel 2 memperrlihatkan jum mlah faktor PL LS yang dibutu uhkan dalam mencapai nilaai prediksi errror terkecil untuk u kedua bentuk gam mbir. Hasil anaalisis menunjukkan bahwaa kedua bentu uk gambir meembutuhkan ju umlah faktor PLS yang saama dalam meencapai nilaii prediksi eerror terkeccil ketika dig gunakan pre-ttreatment n0 1+dg1. Hal ini terjadi dissamping karena bentuk sppektra keduaanya yang mirip (Gambarr 1) juga karena pre--treatment n01+dg1 dapat mengatasi peersoalan variaasi spektra dan n spektra yang g tumpang tinndih. Dengan demikian, ked dua spektra NIR N tersebut mengandung informasi speektra yang sama sehinngga jumlah variabel preediktor yang menjadi m faktorr PLS adalah sama. Hal ini menunjukkaan bahwa jum umlah faktor PLS dan meetode pre-trea atment dapat memberikan informasi yan ng banyak darri spektra NIR R (Chen et al., 2013).
Tabel 2. F Faktor PLS daan prediksi errror untuk gam mbir tepung daan bongkahan Sampel
Gambir--Tepung Gambir--Bongkahan
J Tek Ind P Pert. 24 (1): 433-52
Pre-trreament origin nal n01+d dg1 origin nal n01+d dg1
Faktor PL LS 11 6 15 6
Prrediksi error ((%) 2,63 2,35 4,14 3,27
47
Prediksi K Kandungan Kateekin Gambir ………………..
M Model origiinal membu utuhkan jum mlah faktor PL LS yang lebih banyak diban ndingkan denngan model prre-treatment n01+dg1 n karen na jumlah fakktor yang seddikit belum bisa menjelask kan spektra N NIR yang massih menganduung persoalan n variasi spekktra dan spekttra yang tumpang tindih. Peemilihan jumlah faktor PLS yang terl rlalu banyak aakan menghassilkan solusi yang overfittting dan jika terlalu sedikkit menghasilkan solusi yyang underfittiing. Oleh kaarena itu peemilihan jum mlah faktor PL LS yang opttimum adalah h penting unntuk membanggun model kaalibrasi yang baik. b Gambaar 4 dan Gam mbar 5 mem mperlihatkan hubungan h anttara jumlah fa faktor PLS teerhadap nilai consistency dan nilai V-sset PRESS paada model orriginal dan ppretreatmentt n01+dg1 untuk u kedua bentuk gam mbir. Model original memperlihatka m an pola nnilai consistency yang samaa dengan mod del pre-treatm ment n01+dg1 untuk keduaa bentuk gam mbir, yaitu nnilai consistency akan terus meningkat denngan bertambaahnya jumlah faktor PLS daan akan menuurun setelah m mencapai nilaai maksimum. Sementara itu, nilai V-sset PRESS anntara model original denngan pre-treatm ment n01+dgg1 memperlihatkan pola yyang semakin menurun deengan bertam mbahnya jum mlah faktor PL LS dan meninggkat kembali setelah mencaapai nilai V-sset PRESS terkecil. Nilai N consisteency
gunakan untuk k memastikann bahwa jum mlah faktor dig PL LS yang dipiilih untuk m mengembangkan model kallibrasi terbaik k adalah optim mal (Elfadl et al., 2010). Nillai consistencyy yang optimaal adalah 100%, namun anttara 80-110% % masih dapatt diterima (N NIRCal 5.2 Maanual, 2007). Pada Gambar G 4b tterlihat bahw wa dengan enaam faktor PL LS, nilai connsistency pad da gambir tep pung dengan model pre-treeatment n01+ +dg1 tidak berrada pada kisaran k 80-1110% walaupun sudah meemperoleh nilaai V-set PRESSS yang miniimum. Hal ini memperlihattkan bahwa fa faktor PLS yaang dipilih terrsebut belumlaah optimal. Keetika jumlah faktor f PLS dittingkatkan meenjadi 7 makaa nilai consisttency yang dip peroleh telah h memenuhhi kisaran 80-110%. Deemikian pula halnya dengaan 11 faktor PLS yang dig gunakan pada model orriginal gambir tepung (Gambar 4a), belum menjaadi faktor PLS P yang opttimal. Nam mun ketika jumlah fak ktor PLS dittingkatkan meenjadi 12, makka nilai consisstency-nya telaah berada pad da kisaran 80--110%. Sem mentara itu, jum mlah faktor PLS P yang diiperoleh untu uk gambir bon ngkahan baik k pada moddel original atau presudah treeatment n0 01+dg1 (G Gambar 5) meemperlihatkan n jumlah faktor or PLS yang op ptimal.
120
7000
100
6000 5000
80
4000
60
3000
40
2000
20
1000
0
0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Juumlah faktor PLS Consistencyy( original)
140
4500
120
4000 3500
100
3000
80
2500
60
2000 1500
40
1000
20
V-set PRESS (% b/b)
8000
Consistency (%)
140
V-set PRESS ( % b/b)
Consistency (%)
Gambar 44. Pengaruhh jumlah fakto or PLS terhad adap consisten ncy dan V-Seet PRESS unttuk gambir teepung: (a) original dan d (b) pre-treeatment n01+ddg1
500
0
0 5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Jumlah faaktor PLS
V-Set PRESS((original)
Consiistency (n01+dg1)
V-Set PRESS (n01+dg1)
Gambar 55. Pengaruh jumlah j faktorr PLS terhadaap consistencyy dan V-Set PRESS P untuk gambir bongkahan: (a) original daan (b) pre-trea atment n01+ddg1
48
J TTek Ind Pert. 24 4 (1): 43-52
Andassuryani, Yohan nes Aris Purwan nto, I Wayan Buudiastra, Khasw war Syamsu
P Pada Tabel 3 dapat dilihaat jumlah fakktor PLS optim mum dengan nilai consisteency untuk keedua bentuk gaambir. Jumlaah faktor PLS S optimum yyang diperolehh oleh model original untu uk kedua benntuk gambir m menunjukkann jumlah yaang lebih beesar dibandinggkan ketika diaplikasikan pre-treatm mnet n01+dg1.. Hal ini disebbabkan karenaa spektra origiinal masih m mengandung noise n yang dianggap d sebaagai variabel dan dilibatkkan dalam proses penenttuan faktor. Akkibatnya, jum mlah faktor yaang sedikit bellum bisa menj njelaskan spekktra NIR. Sem mentara itu, ppretreatmnett n01+dg1 dapat meng gatasi persoaalan spektra NIR yang saling tumpaang tindih dan meredukssi pengaruh komponen--komponen llain selain kom mponen yangg dianalisis serrta memuncullkan komponeen yang diinginkan. Hal ini i menyebabbkan sedikitnya jumlah faktor PLS yang dihasilkan kettika menggunnakan pre-treaatmnet n01+dg g1. n Katekin Gambir G Tepu ung Prediksi Kandungan ngkahan Dan Bon H Hasil predikksi PLS un ntuk kandunngan katekin ggambir ditamppilkan pada Gambar G 6 dann 7. Berdasarkkan nilai R2, maka model kalibrasi denngan pre-treatm ment n01+ +dg1 dapat mempreddiksi kandungaan katekin di dalam gambiir tepung denngan baik (R2 antara 0,82-0,90) dan gaambir bongkaahan dengan ssangat baik (R R2 > 0,91) (Mouazen ( et al., 2005). H Hasil ini menuunjukkan bahw wa nilai preddiksi NIR untuuk kandungann katekin dalam m gambir tepuung dan gam mbir bongkaahan ditentuk kan oleh nnilai
refferensi berturut-turut sebbesar 83% dan 91% sed dangkan sisanya ditentukann oleh faktor laain. Tabel 4 memperlihat atkan statistikaa NIR dari mo odel kalibrasii. Bias meruupakan indikator yang dig gunakan untuk mengevaaluasi akurasi model kallibrasi NIR, yang y menunjuukkan perbedaaan antara nilai prediksi NIR N dengan nnilai referensi. Model kallibrasi n01+dg1 den ngan pre--treatment meemperlihatkan n tingkat akuurasi yang baaik dalam meemprediksi kandungan k kkatekin dalam m gambir tep pung dan gamb bir bongkahann karena nilai bias yang dip peroleh mendekati nilai nool. Idealnya nilai bias meendekati nilaii nol (William ams dan Norrris, 1990) yan ng mengindikasikan akurrasi dari mo odel tetap dip pertahankan pada saat dilakkukan pengujiaan model. Model yang dihasilkkan untuk ked dua bentuk gam mbir ini mem mberikan perb rbedaan nilai SEC dan SE EP yang kecil, yaitu 0,09% % untuk gamb bir tepung dan n 0,29% unttuk gambir bbongkahan. Perbedaan P yan ng kecil antara a SEC dengan SEP akan meenghasilkan model kalibr brasi yang baik, b dan seb baliknya perb bedaan yang bbesar mengin ndikasikan bah hwa set kaliibrasi tidak mewakili set validasi (Laammertyn ett al., 2000) . Penelitian ini juga meemperlihatkan n bahwa, modeel untuk gamb bir tepung ataaupun bongkaahan tidak m memperoleh nilai n SEP yan ng lebih besar dua kalii dari SEC sehingga oveerfitting tidak terjadi (Hrusschka, 1990). Nilai SEC dan n SEP yang dihasilkan ooleh kedua model m ini meengindikasikan n bahwa kkedua model tersebut meempunyai pressisi yang tingggi.
Tabel 3. F Faktor PLS daan consistencyy untuk gambiir tepung dan bongkahan Sampel
Pre-treameent
Gambir--Tepung
original n01+dg1 original n01+dg1
Gambir--Bongkahan
dasarkan prediksi error Berd m minimum Faktoor PLS Con nsistency (%) 111 36,02 6 130,25 115 98,70 6 108,98
Koondisi optimum m Faktor PL LS 12 7 15 6
Consisttency (%) 96 6,67 103,83 8,70 98 108,96
Gambar 6. Hubungann kandungan katekin hasil pengukuran dengan pred diksi NIR unttuk gambir teepung: (a) original, 12 faktor PLS dan (b) pre-trreatment, 7 faktor PLS
J Tek Ind P Pert. 24 (1): 433-52
49
Prediksi K Kandungan Kateekin Gambir ………………..
90 y = 0.88x + 7.77 R² = 0.888
80
Katekin prediksi NIR (%)
Katekin prediksi NIR (%)
90
70 60 50
y = 0.91x + 5.90 R² = 0.91
80 70 60 50 40
40 400
50
60
70
80
90
40
50
Katekkin referensi (%) Set kalibrasi
60
70
80
90 9
Katekiin referensi (%)
Seet validasi
Set kalibrasi
Seet validasi
Gambar 77. Hubungan kandungan kaatekin hasil ppengukuran deengan prediksi NIR untuk ggambir bongkahan: (a) original, 155 faktor PLS dan d (b) pre-treeatment, 6 fak ktor PLS Tabel 4. S Statistika NIR R pada set kalibrasi dan set vvalidasi dengaan metode PL LS Seet kalibrasi Sampel
Pre-trreament
Gambir--Tepung
origin nal n01+d dg1 origin nal n01+d dg1
Gambir--Bongkahan
F Faktor PLS 12 7 15 6
P Parameter laainnya yang juga digunaakan untuk m mengevaluasi model kalibrrasi adalah nnilai koefisien korelasi (r) dan d koefisien keragaman k (C CV). Model dengan pre-treatmeent n01+ddg1 memperliihatkan korrelasi yang baik anttara kandungaan katekin referensi r den ngan kandunngan katekin pprediksi NIR, yang y ditunjuk kkan dengan nnilai koefisien korelasi yanng tinggi (r > 0,90) (Williaams dan Norrris, 1990). Nilai N CV yang g diperoleh ooleh kedua m model adalah < 20% yan ng menunjukkkan bahwa model yangg dihasilkan sesuai unntuk mempreddiksi kandungaan katekin gam mbir di dalam m set data gam mbir baru. Cozzolino et al. (20008) menyatakkan bahwa nilai CV yang lebih tinggi ddari 5% dapatt diperoleh daari penentuan reproduksibillitas parameterr fungsional, namun nilai CV yang leebih kecil darri 20% masihh dapat diterim ma untuk tuj uan analitisSeecara umum terlihat bahw wa model yyang diperolehh untuk mem mprediksi kan ndungan kateekin dalam ggambir tepunng dan gam mbir bongkaahan merupakaan model yangg baik karenaa memperlihattkan nilai r yaang tinggi, nillai SEC dan SEP S rendah seerta kecilnya perbedaan anntara SEC dan n SEP (Tabell 4). Sebaliknyya, model origginal untuk gaambir tepung dan bongkahaan memperlihhatkan parameter akurasi dan presisi m model yang lebih rendaah dibandinggkan dengan model pre-trreatment n01+dg1. Hal ini wa penggunaaan pre-treatm ment memperliihatkan bahw sebelum ppemodelan daapat meningkaatkan akurasi dan
50
SE EC (% %) 2,9 90 2,5 53 4,0 09 3,5 56
r 0,88 0,91 0,94 0,95
SEP (%) 3,00 2,44 4,14 3,27
Set validasi r CV (%) 0,887 4,89 0,991 3,97 0,994 6,16 0,996 4,86
Bias (%) 0,96 0,19 -0,86 0,10
preesisi dari mo odel kalibrasi (Schulz et al., 1999; Ud delhoven et al., 2002; Ouyan ang et al., 2012 2). DAN SARAN N KESIIMPULAN D Keesimpulan Penelitiian ini mempperlihatkan baahwa NIR speektroskopi dengan alggoritma PLS dapat diaaplikasikan un ntuk menentuk ukan kandungaan katekin dallam gambir teepung dan boongkahan. Meetode pretreeatment dan jumlah faktorr PLS yang digunakan meempengaruhi akurasi a dan ppresisi dari model m yang dib bangun. Meto ode PLS dan ppre-treatment n01+dg1 den ngan 7 faktor PLS menghaasilkan model yang baik unttuk memprediksi kandunngan katekin n gambir tep pung, sedangk kan pre-treatm ment n01+dg1 dengan 6 fak ktor PLS men nghasilkan m model yang baik b untuk meemprediksi kaandungan kateekin gambir bongkahan. Haasil penelitian n ini juga m memperlihatkaan bahwa gam mbir tepung mempunyai ttingkat keteliitian yang leb bih tinggi dibandingkaan dengan gambir bon ngkahan. Saran Perlu kajian k lanjut untuk pengembangan mo odel penguku uran komponeen lain dalam m gambir den ngan spektro oskopi NIR seperti asam m catechu tan nnat karena assam catechu tannat juga merupakan m kom mponen yang g banyak terdaapat dalam gambir dan berrnilai ekonom mi.
J TTek Ind Pert. 24 4 (1): 43-52
Andasuryani, Yohanes Aris Purwanto, I Wayan Budiastra, Khaswar Syamsu
UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terimakasih atas bantuan biaya penelitian melalui Hibah Penelitian Strategis, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Republik Indonesia No. 42/I3.24.4/SPK-PUS/IPB/2012 (01 Maret 2012) dan 80/IT3.41.2/L1/SPK/2013 (02 Mei 2013). DAFTAR PUSTAKA Anggraini T, Tai A, Yoshino T, Itani T. 2011. Antioxidative activity and catechin content of four kinds of Uncaria gambir extracts from West Sumatera, Indonesia. Afr J Biochem Res. 5:33-38. Apea-Bah FB, Hanafi M, Dewi RT, Fajriah S, Darmawan A, Artanti N, Lotulung P, Ngadymang P, Minarti B. 2009. Assessment of the DPPH and α-glucosidase inhibitory potential of gambier and qualitative identification of major bioactive compound. J Med Plants. 3:736-757. Blanco M dan Villarroya I. 2002. NIR Spectroscopy: a rapid-response analytical tool. Trends Anal Chem. 21: 240-250. Cen H dan He Y .2007. Theory and application of near infrared reflectance spectroscopy in determination of food quality. Trends Food Sci Technol. 18:72-83. Chang CW, Laird DA, Mausbach MJ, Hurburgh CR. 2001. Near-infrared reflectance spectroscopy–principal components regression analyses of soil properties. Soil Sci Soc Am J. 65:480–490. Chen QS, Zhao JW, Caitep S, Guo ZM. 2009. Simultaneous analysis of main catechin content in green tea (Camellia sinensis (L.)) by Fourier transform near infrared reflectance (FT-NIR) spectroscopy. Food Chem. 113: 1272-1277. Chen H, Song Q, Tang G, Feng Q, Lin L. 2013. The combined optimization of Savitzky-Golay smoothing and multiplicative scatter correction for FT-NIR PLS models. ISRN Spectro. 2013 :1-9. Cozzolino D, Cynkar WU, Shah N, Dambergs RG, Mercurio MD, Smith PA. 2008. Measurement of condensed tannins and dry matter in red grape homogenates using near infrared spectroscopy and partial least squares. J Agric Food Chem. 56: 76317636. Curran PJ. 1989. Remote sensing of foliar chemistry. Remote Sens Environ. 30: 271–278. Dhanoa MS, Lister SJ, Sanderson R, Barnes RJ. 1994. The link between Multiplicative Scatter Correction (MSC) and Standard Normal Variate (SNV) transformations of
J Tek Ind Pert. 24 (1): 43-52
NIR spectra. J Near Infrared Spectrosc. 2: 43-47. Elfadl E, Reinbrecht C, dan Claupein W. 2010. Development of near infrared reflectance spectroscopy (NIRS) calibration model for estimation of oil content in a worldwide safflower germplasm collection. Int J Plant Prod. 4: 259-270. Dhalimi A. 2006. Permasalahan gambir (Uncaria gambir L.) di Sumatera Barat dan alternatif pemecahannya. Perspektif 1: 46 – 59. Ermiati. 2004. Budidaya, pengolahan hasil dan kelayakan usaha tani gambir (Uncaria gambir Roxb.) di Kabupaten 50 Kota. Bul TRO. 15: 50-63. Guggenbichler W, Huck CW, Kobler A, Popp M, Bonn GK. 2006. Near infrared spectroscopy, cluster and multivariate analysis – contributions to wine analysis. J Food Agric Environ. 4: 98 - 106. Gumbira-Sa’id E, Syamsu K, Herryandie A, Mardliyati E, Evalia NA. 2010. Kajian perbaikan mutu pada agroindustri skala mikro dan kecil gambir Indonesia. J llmu Pert Indo. 15: 130-136. Gumbira-Sa’id E. 2009. Review of agroindustrial strategic studies, researches and development in Indonesia: the case of oil palm, cacao and gambir. J Tek Ind Pert. 19 (1): 45-55. Hruschka WR.1990. Data analysis: wavelength selection methods. Di dalam: Williams P dan Norris K (ed). Near-infrared technology in the agricultural and food industries. Ed ke-2. St. Paul, MN: American Association of Cereal Chemists Inc. p35-55. Lammertyn J, Peirs A, De Baerdemaeker J, Nicolaï B. 2000. Light penetration properties of NIR radiation in fruit with respect to nondestructive quality assessment. Postharvest Biol Technol. 18:121–132. Marengo E, Bobba M, Robotti E, Lenti M. 2004. Hydroxyl and acid number prediction in polyester resins by near infrared spectroscopy and artificial neural networks. Anal Chim Acta. 511: 313–322. Mouazen AM, Saeys W, Xing J, De Baerdemaeker J, Ramon H. 2005. Near infrared spectroscopy for agricultural materials: an instrument comparison. J Near Infrared Spectrosc. 13: 87-97. Muchtar H, Yusmeiarti, Yeni G. 2008. The effect of type of absorbance in the isolation process of gambier catechin. J Riset Ind. 2:14-23. Nircal 5.2 Manual. 2007. Büchi Labortechnik AG, CH-Flawil. Switzerland. Osborne BG, Fearn T, dan Hindle PH.1993. Practical NIR spectroscopy with
51
Prediksi Kandungan Katekin Gambir ………………..
applications in food and beverage analysis. Singapura. Longman. p13-35. O’Neil AJ, Jee RD, dan Moffat AC. 2003. Measurement of the percentage volume particle size distribution of powdered microcrystalline cellulose using reflectance near-infrare spectroscopy. Analyst. 128: 1326–1330. Ouyang Q, Chen Q, Zhao J, Lin H. 2012. Determination of amino acid nitrogen in soy sauce using near infrared spectroscopy combined with characteristic variables selection and extreme learning machine. Food Bioprocess Technol. DOI 10.1007/s11947-012-0936-0. Pissard A, Baeten V, Romnée, Jean-Michel, Dupont P, Mouteau A, Lateur M. 2012. Classical and NIR measurements of the quality and nutritional parameters of apples: a methodological study of intra-fruit variability. Biotechnol Agron Soc Environ. 16:294-306. Saleh B. 2012. Biochemical and genetic variation of some syrian wheat varieties using NIR, RAPD and AFLPs Techniques. J Plant Biol Res 1: 1-11. Schultz H, Engelhardt UH, Wegent A, Drews HH, Lapczynski S. 1999. Application of nearinfrared reflectance spectroscopy to the simultaneous prediction of alkaloids and phenolic subtances in green tea leaves. J Agri Food Chem. 475:5064-5067.
52
Swierenga H, de Weijer AP, van Wijk RJ, Buydens LMC. 1999. Strategy for constructing robust multivariate calibration models. Chemom Intell Lab Syst .49: 1-17. Taniguchi S, Kuroda K, Doi K, Inada K, Yoshikado N, Yoneda Y, Tanabe M, Shibata T, Yoshida T, Hatano T. 2007. Evaluation of gambir quality based on quantitative analysis of polyphenolic components. Yakugaku Zasshi. 127(8):1291-1300. Towaha J dan Ferry Y. 2010. Catechin pada gambir dan perannya dalam industri. Majalah Semi Populer Tanaman Rempah dan Industri 1:65. Udelhoven T, Emmerling C, dan Jarmer T. 2003. Quantitative analysis of soil chemical properties with diffuse reflectance spectrometry and partial least-square regression: A feasibility study. Plant and Soil. 251: 319–329. Williams P dan Norris K. 1990. Near-infrared technology in the agricultural and food industries. American Association of Cereal Chemical, Inc. St. Paul. USA: 143-167. Yan H, Chang WX, dan Wen DD. 2009. Rapid determination of moisture and protein contents in silver carp surimi by Fourier transform near-infrared (FT-NIR) Spectrometry. Asian Fish Sci. 22: 337-345.
J Tek Ind Pert. 24 (1): 43-52