Praktik Manajemen Keuangan Masjid dan Potensi Dana Masjid (Studi Kasus Pada Beberapa Masjid di Kota Bogor) Jerry Aulia Assadul Haq1 dan Miranti Kartika Dewi2 1. Accounting Departement, Faculty of Economics, University of Indonesia, Depok, 16424, Indonesia 2. Accounting Departement, Faculty of Economics, University of Indonesia, Depok, 16424, Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui praktik manajemen keuangan masjid, praktik transparansi dan akuntabilitas dalam manajemen keuangannya, serta potensi dana surplus masjid. Penelitian ini dilakukan dengan studi kasus pada beberapa masjid di Kota Bogor. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa masjid melakukan penganggaran secara sederhana dalam merencanakan kegiatan. Masjid mempunyai sumber pendanaan yang beragam. Laporan keuangan yang dibuat masjid masih sederhana dan belum mengacu pada PSAK 45. Praktik akuntabilitas dan transparansi dilakukan dengan mengumumkan laporan penerimaan dan pengeluaran masjid kepada jamaah secara periodik. Masjid mempunyai potensi dana surplus yang sangat besar dan dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan masyarakat. Kata Kunci: masjid, manajemen keuangan, transparansi, akuntabilitas, potensi dana
Practices of Mosque Financial Management and Potency of Mosque Funds (A Case Study on Several Mosques in Bogor City)
Abstract This study aims to find out mosques financial management practices, the transparency and accountability in their financial management, and potential of the mosques surplus funds. The research is conducted on case study on several mosques in the Bogor City. The results of this study indicate that the mosques do budgeting simply to plan activities. A mosque have varied of funding sources. The financial statements made by mosque are still simple and do not referred to PSAK 45. Moreover, accountability and transparency practices are carried out by announcing the receipt and expenditure reports to the mosque congregation periodically. Finally, the potential of mosques surplus funds are very large and can be used for public needs. Keywords: mosques, financial management, transparency, accountability, potential of fund
Pendahuluan Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia. Jumlah pemeluk agama Islam (muslim) di Indonesia berdasarkan sensus penduduk yang dilakukan BPS pada tahun 2010 adalah 207.176.162 jiwa dari total penduduk Indonesia yang berjumlah 237.641.326 jiwa. Sebanyak 87,18 persen penduduk Indonesia memeluk agama Islam. Disamping jumlah penduduk muslim yang besar, Indonesia juga mempunyai banyak masjid. Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia, Jusuf Kalla, menyebutkan saat ini jumlah masjid di Indonesia kurang lebih mencapai 290.000 bangunan (Saqina, 2013). Jumlah masjid di
Praktik manajemen…, Jerry Aulia Assadul Haq, FE UI, 2013
Indonesia yang banyak ini bisa dimanfaatkan untuk kepentingan jemaah dan masyarakat Indonesia. Masjid mempunyai beragam fungsi diantaranya sebagai tempat ibadah, tempat melakukan kegiatan pendidikan keagamaan, tempat bermusyawarah kaum muslimin, tempat konsultasi kaum muslimin, tempat kegiatan remaja Islam, tempat penyelenggaraan pernikahan serta tempat pengelolaan sedekah, infak, dan zakat (ICMI Orsat Cempaka Putih, 2004). Bahkan pada zaman Rasulullah masjid mempunyai fungsi lain seperti tempat konsultasi dan komunikasi (masalah ekonomi, sosial, dan budaya), tempat latihan militer dan persiapan alatalatnya, tempat pengobatan para korban perang, tempat perdamaian dan pengalihan sengketa, tempat aula dan tempat menerima tamu, tempat tawanan perang, serta sebagai pusat penerangan/informasi atau pembelaan agama (Shihab, 1996). Beragamnya fungsi masjid menunjukkaan bahwa masjid mempunyai peranan besar di dalam masyarakat. Tidak hanya sebagai lambang kebesaran umat Islam namun juga sebagai pusat kegiatan umat Islam, baik kegiatan sosial, pendidikan, budaya, dakwah maupun kegiatan ekonomi. Optimalnya fungsi masjid yang beragam di dalam masyarakat tidak terlepas dari peran stakeholder masjid dan manajemen keuangan masjid yang kuat. Dalam menjalankan fungsinya, masjid memperoleh dana dari berbagai macam sumber. Sumber dana masjid secara umum berasal zakat, wakaf, infak, sedekah, sumbangan, bantuan, dan sebagainya (Ayub, Muhsin, & Mardjoned, 1996). Banyaknya sumber pendanaan yang membiayai aktivitas masjid berkaitan erat dengan besarnya dana yang dikelola oleh masjid. Jumlah dana yang besar yang disumbangkan ke masjid memerlukan manajemen keuangan yang baik dan sehat. Salah satu ciri manajemen keuangan yang baik adalah adanya transparansi dan akuntabilitas di dalam pengelolaan keuangan. Hal ini seiring dengan dimulainya era demokrasi dimana tuntutan masyarakat akan akuntabilitas dan transparansi keuangan organisasi sektor publik dan nirlaba semakin besar (Bastian, 2005). Masjid sebagai salah satu jenis organisasi nirlaba yang mengelola uang dari masyarakat dituntut untuk memiliki pengelolaan uang yang sistematis, transparan, dan akuntabel. Prinsip tranparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana yang diserap oleh masjid tercermin dari keberadaan laporan keuangan masjid yang transparan dan akuntabel. Beberapa dekade terakhir merupakan era baru dalam kebangkitan filantropi Islam di Indonesia. Era baru ini ditandai oleh pengelolaan kolektif zakat, infak, sedekah, dan wakaf secara profesional dan transparan oleh masyarakat sipil (civil society) (PEBS FEUI, 2010).
Praktik manajemen…, Jerry Aulia Assadul Haq, FE UI, 2013
Kegiatan filantropi Islam ini telah bertransformasi dari ranah amal-sosial-individual ke ranah ekonomi pembangunan dimana salah satunya didukung oleh masjid. Besarnya potensi dana filantropi yang dikelola lembaga tersebut dapat diketahui dan diawasi penggunaannya melalui laporan keuangan. Fungsi laporan keuangan masjid selain sebagai instrumen untuk menegakkan prinsip transparansi dan akuntabilitas juga berfungsi untuk mengetahui potensi dana yang dimiliki oleh masjid. Melihat banyaknya jumlah dan fungsi masjid di Indonesia maka tersimpan potensi dana yang cukup besar dari keberadaan masjid yang ada di Indonesia. Dana surplus tersebut mempunyai potensi yang sangat tinggi dalam menyelesaikan masalah sosial (Adnan, 2012). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1)bagaimana manajemen masjid mengelola dana yang dikumpulkan secara periodik, 2)bagaimana pengelolaan keuangan yang dilakukan beberapa masjid di Kota Bogor dalam mewujudkan prinsip transparansi dan akuntabilitas, dan 3)berapa banyak dana surplus secara agregat yang telah dikumpulkan dan belum digunakan oleh mesjid di Kota Bogor. Tinjauan Pustaka Kehadiran masjid di suatu negara atau daerah perlu diatur klasifikasinya secara administratif sehingga akan terjalin hubungan yang baik antara masjid di daerah kecil dengan segala keterbatasannya sampai ke tingkat yang tertinggi yang berada di ibu kota negara (ICMI Orsat Cempaka Putih, 2004). Klasifikasi masjid berdasarkan ruang lingkup kewilayahan pemerintahan yang paling tinggi yaitu 1)masjid negara (ibu kota negara), 2)masjid raya (ibu kota provinsi), 3)masjid agung (ibukota kabupaten/kota), 4)masjid besar (ibukota kecamatan), 5)masjid jami (pusat desa), 5)masjid RW (RW), 6)masjid RT (RT), 7)masjid (musala) fungsional (instansi/tempat tertentu), dan 8)masjid kampus (lingkungan perguruan tinggi) (Wardani, 2012). Selain diatur secara eksternal oleh pemerintah, manajemen masjid juga harus mengelola organisasinya masing-masing. Secara umum manajemen adalah serangkaian aktivitas (termasuk perencanaan, pengambilan keputusan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian) yang diarahkan pada sumber-sumber daya organisasi (manusia, keuangan, fisik, dan informasi) dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi (Griffin, 2004). Manajemen masjid adalah satu kesatuan sistem dalam menyelenggarakan semua aktifitas masjid menuju masjid yang fungsional dan paripurna sesuai dengan tuntutan syariah. Menurut
Praktik manajemen…, Jerry Aulia Assadul Haq, FE UI, 2013
Dewan Masjid Indonesia Kota Padang (2008), manajemen kemasjidan terbagi ke dalam tiga bidang yaitu bidang idarah (pembinaan organisasi masjid), imarah (pembinaan kemakmuran masjid), dan ri’ayah (pembinaan sarana masjid). Manajemen keuangan masjid secara umum termasuk dalam aktivitas idarah. Manajemen keuangan masjid menurut Orsat Cempaka Putih (2004) dan Ayub, Muhsin, & Mardjoned (1996) terbagi menjadi tiga bagian utama yaitu anggaran masjid, sumber dana masjid, dan laporan keuangan masjid. Hal ini tidak jauh berbeda dengan manajemen keuangan perusahaan secara umum terdiri dari tiga bagian utama yaitu capital budgeting (penganggaran), capital structure (sumber dana dalam menjalankan operasi perusahaan), dan working capital management (pengelolaan/pemanfaatan sumber daya perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk mencapai tujuannya) (Ross, Westerfield, & Jordan, 2008). Setiap organisasi, baik organisasi nirlaba maupun organisasi komersial, mempunyai keinginan untuk mencapai tujuan yang dicanangkan melalui sumber daya yang tersedia serta terbatas. Untuk mencapai
tujuan tersebut diperlukan suatu strategi dalam manajemen
keuangan organisasi yang terdiri dari (Bastian, 2005) dari proses perencanaan dan proses pengendalian. Proses tersebut dimulai pertama dari perencanaan strategis. Perencanaan strategis merupakan nilai, keyakinan, serta tujuan yang mengarahkan organisasi dalam mendapatkan dan mengalokasikan sumber daya demi mencapai tujuannya (Allison & Kaye, 2011). Proses selanjutnya adalah proses perencanaan operasional yang terdiri dari bentuk finansial dan non finansial Bentuk finansial dari perencanaan operasional disebut dengan penganggaran atau budgeting (Nordiawan & Hertianti, 2010). Tahap selanjutnya adalah proses pengukuran serta yang paling akhir adalah tahap pelaporan. Peran anggaran disini tidak hanya mengestimasi pendapatan dan jumlah tagihan atas jasa yang diberikan tetapi juga untuk merencanakan aktivitas yang direncanakan dalam periode anggaran serta pengendalian organisasi dengan memadankan antara alokasi anggaran dan tanggung jawab organ organisasi. Dari anggaran juga kita bisa mengukur dan mengevaluasi hasil estimasi menurut anggaran dengan hasil yang sebenarnya terjadi dari aktivitas yang dilakukan. Anggaran masjid dibuat dalam rangka mengalokasikan dana yang dimiliki masjid untuk melaksanakan program yang dicanangkan manajemen masjid. Masjid dalam melaksanakan program-programnya mendapatkan sumber dana dari masyarakat. Sumber-sumber dana yang dikelola masjid antara lain dapat diperoleh dari (ICMI Orsat Cempaka Putih, 2004) donatur
Praktik manajemen…, Jerry Aulia Assadul Haq, FE UI, 2013
tetap dan donatur tidak tetap, kotak amal, sedekah, infak, zakat, sumbangan pemerintah, sumbangan instansi swasta, dan lain-lain. Laporan keuangan merupakan suatu alat pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan yang dilakukan oleh pengurus masjid kepada masyarakat sebagai penyumbang dana atas penggunaan untuk melaksanakan program-program masjid. Prinsip-prinsip umum dalam penyusunan laporan keuangan masjid sebaiknya memuat nilai-nilai amanah (dapat dipercaya), mishadaqiyah (sesuai dengan fakta), dziqqoh (sebaik-baiknya), tauqit (berkala), adil dan netral, dan tibyan (transparan). Selain itu demi meningkatkan kualitas laporan keuangan (completeness, verifiability, timeliness, understandability) maka masjid sebaiknya mengikuti standar akuntansi yang berlaku umum bagi organisasi nirlaba di Indonesia yaitu PSAK 45. Akuntabilitas timbul akibat adanya pemberian kepercayaan (amanah) dari salah satu pihak kepada pihak lain untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu (Jackson, 1982). Sedangkan dalam Islam, secara filosofi akuntabilitas adalah amanah (Kholmi, 2012). Amanah berarti dapat dipercaya. Hubungan yang terjadi antara pemberi amanah dengan pemegang amanah merupakan
sumber
akuntabilitas
(Desi,
2008).
Pemegang
amanah
harus
mempertanggungjawabkan aktivitas tersebut kepada pemberi amanah. Adapun bagi takmir masjid akuntabilitas merupakan suatu konsep yang penting. Masjid sebagai suatu organisasi keagamaan yang bersifat Islami harus menganut prinsip akuntabilitas dalam melaksanakan kegiatannya. Hal ini dikarenakan menyangkut kepercayaan atau amanah yang diberikan umat kepada takmir masjid untuk mengelola dana yang dipercayakan agar bermanfaat positif bagi kepentingan umum. Adapun bentuk akuntabilitas masjid menurut Anzar & Mukhtar (2010), Diptyana (2009), dan Wardani (2012) adalah melalui penerapan akuntansi dalam pencatatan transksi keuangan, pengelolaan dana amanah sesuai tujuannya, pembuatan laporan keuangan yang reliable, dan lain-lain. Semakin tinggi akuntabilitas dalam pengelolaan masjid maka akan semakin besar potensi penerimaan dana ke dalam masjid. Transparansi dan akuntabilitas ibarat dua sisi mata uang. Transparansi dapat terlaksana jika suatu organisasi menerapkan prinsip akuntabilitas dengan baik. Transparansi didasarkan atas adanya kebebasan untuk memperoleh informasi. Transparansi mencakup semua cara yang memfasilitasi para pemangku kepentingan untuk memperoleh akses terhadap informasi dan memudahkan pemahaman mereka dalam mekanisme pengambilan keputusan (Desi, 2008). Sedangkan transparansi dalam Islam bermakna kejujuran (sidq,amanah), keadilan, pertanggungjawaban, kemanfaatan dan kesejahteraan (Yulianti, 2010). Transparansi
Praktik manajemen…, Jerry Aulia Assadul Haq, FE UI, 2013
dalam pengelolaan masjid memungkinkan semua pemangku kepentingan (stakeholders) untuk memperoleh segala informasi terkait apa yang telah dan tengah dilakukan pengelola atau takmir masjid sebagai bentuk pertanggungjawabannya kepada masyarakat. Metodologi Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran dan menganalisis praktik pengelolaan keuangan serta potensi dana idle yang dikelola oleh masjid. Jenis penelitian dalam penelitian karya akhir ini adalah studi kasus. Penggunaan studi kasus dalam penelitian ini dikarenakan tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis secara mendalam dan kontekstual terhadap permasalahan yang dihadapi organisasi (masjid) dimana sifat dan definisi masalah yang terjadi serupa dengan masalah yang muncul saat ini (Sekaran & Bougie, 2010). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan dianalisis dengan metode analisis deskriptif. Penelitian dengan pendekatan kualitatif adalah sebuah teknik interpretasi yang bertujuan menjelaskan, mengartikan, dan menerjemahkan suatu fenomena sosial menjadi suatu istilah atau pengetahuan yang mempunyai makna dan dapat dimengerti (Cooper & Schindler, 2011). Sedangkan metode analisis deskriptif adalah metode analisis yang bertujuan mendeskripsikan atau menjelaskan sesuatu hal apa adanya (Baroroh, 2008). Metode analisis deskriptif bertujuan untuk menjelaskan objek yang menjadi permasalahan. Masjid yang dipilih dalam penelitian ini adalah beberapa masjid yang terletak di Kota Bogor. Data tentang masjid yang ada di Kota Bogor didapatkan dari Kementerian Agama Kota Bogor kemudian peneliti mengambil sampel masjid yang akan diobservasi. Pemilihan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan metode purposive sampling. Jenis purposive sampling yang digunakan adalah judgment sampling terkait penentuan sampel masjid yang dipilih berdasarkan klasifikasi masjid menurut wilayah pemerintahan dan keterjangkauan masjid dengan domisili penulis. Metode pengumpulan data yang dilakukan untuk penelitian ini adalah dengan metode studi lapangan dan metode studi literatur. Metode studi lapangan dilakukan untuk mendapatkan data primer. Studi Lapangan yang dilakukan penulis adalah wawancara dengan narasumber dan meminta data keuangan, yaitu laporan keuangan masjid, dan data non keuangan yaitu laporan kegiatan serta laporan masjid lainnya.
Praktik manajemen…, Jerry Aulia Assadul Haq, FE UI, 2013
Pembahasan 1. Praktik Manajemen Keuangan a. Anggaran Secara umum proses perencanaan dan pengendalian takmir masjid terhadap penggunaan dana yang dikelola oleh masjid tertuang dalam anggaran yang disusun oleh masjid. Pada prinsipnya semua masjid di Kota Bogor mempunyai anggaran sebagai alat untuk perencanaan untuk melaksanakan kegiatan walaupun periode penyusunan anggaran tersebut berbeda-beda. Awalnya masjid akan melakukan perencanaan dalam melaksanakan program atau kegiatan yang kemudian perencanaan tersebut akan dituangkan dalam bentuk moneter yaitu berupa anggaran. Dalam penyusunan anggaran setiap masjid mempunyai metode penyusunan masing-masing. Namun juga ada perbedaan dalam praktik penyusunan anggaran. Gambaran secara umum terkait praktik proses penganggaran (budgeting) oleh beberapa masjid di Kota Bogor disajikan dalam tabel I berikut ini Tabel I. Praktik Proses Penganggaran (Budgeting) Secara Umum Oleh Beberapa Masjid di Kota Bogor Proses Penganggaran (Budgeting) Secara Umum
No.
1. 2. 3. 4. 5.
Nama Masjid
Raya Kota Bogor Agung Bogor Besar Arrahman Jami Assalaf Al-Falaah
Kesamaan Proses Anggaran Keterangan
Perencanaan Operasional
Rencana Strategis (Visi-MisiTujuan)
Program/ Aktivitas
Laporan Kegiatan & Evaluasi
Konsep
Moneter/ Rutin/ Kegiatan
Metode Anggaran
√
√
√
√
√
PPBS
√
√
√
√
√
PPBS
√
√*
√*
√
-
Tradisional
-
√*
√*
√
√*
Tradisional
Tradisional √* √* √ √* Setiap masjid telah mempunyai anggaran dalam melaksanakan kegiatannya. Setiap program yang dicanangkan masjid mengalami proses perencanaan terlebih dahulu. Tanda* menandakan proses yang bersangkutan hanya ada pada kegiatan non rutin atau aktivitas Sumber : Hasil Olahan Penulis
Selain adanya persamaan proses penganggaran antara satu masjid dengan masjid yang lain, setiap masjid juga mempunyai keunikan atau perbedaan dalam penyusunan anggaran. Adapun perbedaan elemen dalam praktik penyusunan anggaran oleh beberapa masjid di kota Bogor ditampilkan dalam tabel II berikut ini
Praktik manajemen…, Jerry Aulia Assadul Haq, FE UI, 2013
Tabel II. Perbedaan Elemen Anggaran Oleh Beberapa Masjid di Kota Bogor
Periode Penyusunan Anggaran
Periodik (Setiap Awal Tahun dan Bulan)
Periodik (Setiap Awal Tahun dan Bulan)
Insidental/Jika Kondisi Kas Memungkinkan
Insidental/Jika Kondisi Kas Memungkinkan
Insidental/Jika Kondisi Kas Memungkinkan
Perbedaan Elemen Anggaran Tiap Masjid Dokumentasi Fokus Pengukuran Proses Anggaran Anggaran (Bentuk Anggaran) 1. Masjid Raya Kota Bogor Ada Perbandingan antara (Anggaran Penerimaan hasil kegiatan dan uang dan Belanja Masjid) yang dikeluarkan (efisiensi) 2. Masjid Agung Bogor Ada (Anggaran Perbandingan antara Penerimaan dan Belanja hasil kegiatan dan uang Masjid) yang dikeluarkan (efisiensi) 3. Masjid Besar Arrahman Tidak seluruhnya Uang yang dikeluarkan terdokumentasi (Anggaran Belanja Kegiatan Masjid Saja) 4. Masjid Jami Assalaf Tidak seluruhnya Uang yang dikeluarkan terdokumentasi (Anggaran Kegiatan Masjid Saja) 5. Masjid Al Falaah Tidak seluruhnya Uang yang dikeluarkan terdokumentasi (Anggaran Kegiatan Masjid Saja)
Fungsi Anggaran
• Penyusunan rencana kerja • Alat evaluasi • Alat Pengawasan • Alat koordinasi • Penyusunan rencana kerja • Alat evaluasi • Alat Pengawasan • Alat koordinasi • Penyusunan rencana kerja • Alat koordinasi • Penyusunan rencana kerja • Alat koordinasi • Penyusunan rencana kerja • Alat koordinasi
Sumber : Hasil Olahan Penulis
Berdasarkan tabel II di atas kita dapat melihat bahwa setiap masjid mempunyai perbedaan dalam periode penyusunan anggaran, kelengkapan dokumentasi (mulai dari proses perencanaan sampai pengendalian anggaran), fokus pengukuran anggaran, dan fungsi anggaran. Terlihat juga bahwa masjid-masjid yang dikelola atau dibawah pengawasan pemerintah mempunyai proses penganggaran yang lebih kompleks dan lebih sistematis dibandingkan dengan masjid yang dibangun dan dikelola masyarakat biasa.Berdasarkan praktik yang ada, anggaran yang dibuat masjid terdiri dari dua tipe anggaran. Tipe anggaran yang pertama adalah anggaran kegiatan rutin yaitu estimasi keuangan terhadap suatu kegiatan yang terjadi berulang-ulang seperti membayar listrik, membayar air, membayar gaji petugas kebersihan masjid, dan lain-lain. Tipe anggaran yang kedua adalah anggaran kegiatan non rutin yaitu estimasi keuangan terhadap suatu kegiatan yang terjadi pada periode-periode tertentu saja seperti kegiatan Isra Mi’raj, Idul Adha, Ramadhan, dan kegiatan lainnya.
Praktik manajemen…, Jerry Aulia Assadul Haq, FE UI, 2013
b. Sumber Penerimaan Masjid Tabel III. Sumber Penerimaan Masjid Sumber Penerimaan Masjid Nama Masjid
No.
1. 2. 3. 4. 5.
Raya Kota Bogor Agung Bogor Besar Arrahman Jami Assalaf Al-Falaah
Sedekah/ Infak
Zakat
Usaha Mandiri
Sumbangan Pemerintah
Sumbangan Instansi Swasta
Kotak Amal
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
-
√
√
-
-
√
-
√
√
-
-
-
-
√
√
√
-
-
-
√
Sumber : Hasil Olahan Penulis
Berdasarkan tabel III dapat diketahui bahwa secara umum sumber utama pemasukan masjid bersumber dari sedekah dan infak. Beberapa masjid memiliki Unit Pengumpul Zakat (UPZ) sebagai badan yang bertugas mengumpulkan zakat dari umat. UPZ sendiri berada dibawah pengawasan dari BAZ Kota Bogor. Umumnya dana infak dan sedekah yang dikumpulkan dalam keropak masjid digunakan untuk membiayai biaya operasional masjid seperti biaya listrik dan air. Sedangkan dana yang berasal dari usaha mandiri maupun kelebihan dari dana infak dan sedekah (yang digunakan untuk membiayai operasional masjid) digunakan untuk membiayai kegiatan non rutin masjid seperti acara maulid dan lain-lain. c. Laporan Keuangan Masjid Salah satu alat untuk mengawasi penggunaan dana masjid oleh manajemen masjid adalah melalui laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan alat untuk mengawasi kegiatan dan pemanfaatan sumber daya masjid yang digunakan dalam anggaran. Pada bagian berikut akan dibahas mengenai praktik pelaporan keuangan yang ada pada beberapa masjid di Kota Bogor. No.
1. 2.
Tabel IV. Praktik Pelaporan Keuangan Beberapa Masjid di Kota Bogor Model Laporan Nama Penggunaan Pencatatan Basis Akuntansi Keuangan Yang Masjid PSAK 45 Yang Diaudit Digunakan Raya Single Entry Kas Tidak Tidak Bogor Agung Single entry Kas Tidak Tidak Bogor
Praktik manajemen…, Jerry Aulia Assadul Haq, FE UI, 2013
Tabel IV. Praktik Pelaporan Keuangan Beberapa Masjid di Kota Bogor (Lanjutan)
No.
3. 4. 5.
Nama Masjid Besar Arrahman Jami Assalaf Al-Falaah
Model Pencatatan Yang Digunakan
Basis Akuntansi
Penggunaan PSAK 45
Laporan Keuangan Yang Diaudit
Single entry
Kas
Tidak
Tidak
Single entry
Kas
Tidak
Tidak
Single entry
Kas
Tidak
Tidak
Sumber : Hasil Olahan Penulis Tabel V. Praktik Pelaporan Keuangan Lainnya Beberapa Masjid di Kota Bogor No. 1. 2. 3. 4. 5.
Nama Masjid Raya Bogor Agung Bogor Besar Arrahman Jami Assalaf Al-Falaah
Penggunaan software Akuntansi Belum Menggunakan software akuntansi khusus Belum Menggunakan software akuntansi khusus Belum Menggunakan software akuntansi khusus Belum Menggunakan software akuntansi khusus Belum Menggunakan software akuntansi khusus
Bentuk Laporan Yang Dihasilkan Neraca, Laporan Arus Kas, Laporan Laba Rugi Laporan Pemasukan dan Penerimaan Laporan Pemasukan dan Penerimaan Laporan Pemasukan dan Penerimaan Laporan Pemasukan dan Penerimaan
Sumber : Hasil Olahan Penulis
Berdasarkan tabel IV dan V praktik pelaporan keuangan pada beberapa masjid di Kota Bogor pada umumnya menganut sistem single entry dan menggunakan basis kas dalam pencatatannya. Laporan yang keuangan yang dibuat belum mengacu pada PSAK 45 sebagaimana seharusnya. Bentuk laporan keuangan yang dihasilkan sebagian besar berupa laporan pemasukan dan pengeluaran saja. Dalam pembuatan laporan keuangan masih bersifat manual dan belum pernah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) Salah satu fungsi utama pada laporan keuangan organisasi nirlaba adalah untuk mengawasi kegiatan atau aktivitas pemanfaatan dana yang dilakukan oleh organisasi nirlaba atas dana yang disumbangkan oleh donatur (Anthony & Young, 2003). Salah satu prinsip yang sangat erat dengan kegiatan pengawasan organisasi nirlaba oleh donaturnya adalah prinsip akuntabilitas dan transparansi. Berikut akan dipaparkan mengenai praktik penerapan prinsp transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan pada beberapa masjid di Kota Bogor. 2. Praktik Akuntabilitas dan Transparansi Masjid
Praktik manajemen…, Jerry Aulia Assadul Haq, FE UI, 2013
Pada umumnya masjid telah menjalankan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangannya. Praktik akuntabilitas dan transparansi tercermin dari kegiatan masjid untuk memberitahukan laporan penerimaan dan pengeluaran kepada jemaah melalui laporan lisan pada saat salat Jumat dan pemberitahuan laporan keuangan masjid setiap minggu dan bulan melalui papan informasi masjid. Untuk masjid Agung, Masjid Besar Arrahman, Masjid Jami Assalaf, dan masjid Al Falaah telah menyediakan ruang bagi jemaah maupun masyarakat yang menginginkan pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan masjid, baik melalui kotak saran, papan informasi, jejaring sosial, ataupun berdiskusi secara langsung dengan pengurus masjid. Berdasarkan penilaian secara umum terkait praktik penerapan transparansi dan akuntabilitas masjid yang ada di Bogor, berikut penilaian atas praktik transparansi dan akuntabilitas yang dilaksanakan menggunakan instrumen yang diciptakan Yayasan Tifa (yang disesuaikan dengan masjid). Tabel VI Penilaian Praktik Transparansi dan Akuntabilitas dalam Pengelolaan Keuangan Masjid di Kota Bogor Menggunakan Instrumen Yayasan Tifa yang Dimodifikasi 1) 2) 3) 4) 5)
No 1.
Daftar Singkatan : Masjid Raya Bogor Masjid Agung Bogor Masjid Besar Arrahman Masjid Jami Assalaf Masjid Al Falaah
: (RB) : (AB) : (BA) : (JA) : (AF)
Arti Pemberian Skor 1. Poin 1 Berarti kurang baik/minimal 2. Poin 2 berarti sedang/kondisi antara 3. Poin 3 berarti paling baik/ideal
Elemen Adanya anggaran masjid yang ditetapkan pada awal tahun, tertulis, ditetapkan, dan dievaluasi secara periodik Perencanaan Strategis
Masjid RB
AB
BA
JA
AF
3
3
1
1
1
2.
Masjid mempunyai Visi, Misi, Tujuan (VMT) yang tertulis dan dievaluasi secara periodic
3
3
3
1
2
3.
orientasi Visi-Misi-Tujuan (VMT) masjid
2
3
2
3
3
4.
Aktor yang terlibat dalam merumuskan Visi-MisiTujuan (VMT) organisasi
2
2
2
3
3
5.
Fungsi VMT dalam kaitannya dengan program
3
3
3
1
2
6.
Diseminasi/pemberitahuan VMT masjid kepada publik
3
3
1
1
1
3
3
2
3
3
2
3
1
3
2
Perencanaan Operasional 7.
8.
Orientasi perencanaan operasional dan penganggaran masjid Pembuatan Program Masjid sudah memiliki perencanaan program sesuai dengan persoalan/kebutuhan yang terjadi di masyarakat
Praktik manajemen…, Jerry Aulia Assadul Haq, FE UI, 2013
Tabel VI. Penilaian Praktik Transparansi dan Akuntabilitas dalam Pengelolaan Keuangan Masjid di Kota Bogor Menggunakan Instrumen Yayasan Tifa yang Dimodifikasi (Lanjutan) No
Elemen
9.
Masjid RB
AB
BA
JA
AF
Program-program yang dimiliki masjid terintegrasi/saling berkaitan/saling menunjang satu dengan lainnya
3
3
1
2
2
10.
Masjid memiliki dokumentasi perencanaan program yang tersusun sistematis
2
2
1
1
1
11.
Masjid mengidentifikasi hambatan dan sumber daya yang diperlukan terkait dengan program
3
3
1
3
2
12.
Pihak yang terlibat dalam pembuatan anggaran
2
2
1
2
3
Pelaksanaan Program/Eksekusi Program 13.
Terdapai kesesuaian antara perencanaan dengan proses pelaksanaan program (metodologi & pendekatan) dan hasil (output) tercapai secara signifikan
3
3
3
3
3
14.
Program dilaksanakan oleh staf yang memiliki kompetensi
3
2
2
1
2
15.
Apakah manfaat program masjid telah dirasakan oleh masyarakat, jamaah, masyarakat, dan stakeholder lainnya
3
3
3
3
3
16.
Metodologi pelaksanaan program masjid
1
3
1
1
1
17.
Keterlibatan Stakeholders masjid dalam pelaksanaan program yang dicanangkan masjid
1
3
3
3
3
Monitoring dan Evaluasi Anggaran 18.
Dampak program yang dijalankan masjid terhadap sasarannya
3
3
3
3
3
19.
Pengukuran kefektifan program yang dicanangkan masjid
1
1
1
2
2
20.
Aktor yang terlibat dalam evaluasi anggaran masjid
2
2
1
3
3
1
1
1
1
1
1
3
1
3
3
3
3
1
1
1
3
3
1
1
1
21. 22. 23. 24.
Ada mekanisme monitoring dan evaluasi (monev) secara berkala dari masjid Ada keterlibatan konstituen dalam Monev kinerja masjid Tindak lanjut masjid terhadap hasil monitoring dan evaluasi Pengolahan hasil evaluasi masjid Pengelolaan Keuangan Masjid
25.
Masjid memiliki sumber dana mandiri
3
3
1
1
1
25.
Masjid memiliki sumber dana mandiri
3
3
1
1
1
3
1
2
1
2
3
1
1
1
1
26. 27.
Masjid memiliki Standard Operating Procedure (SOP) keuangan Masjid memiliki pemisahan fungsi yang tegas dalam pengelolaan keuangan
Praktik manajemen…, Jerry Aulia Assadul Haq, FE UI, 2013
Tabel VI. Penilaian Praktik Transparansi dan Akuntabilitas dalam Pengelolaan Keuangan Masjid di Kota Bogor Menggunakan Instrumen Yayasan Tifa yang Dimodifikasi (Lanjutan)
No
Masjid
Elemen RB
AB
BA
JA
AF
2
2
1
2
2
Laporan Keuangan Masjid 29.
Bentuk Pertanggungjawaban keuangan masjid
Penerapan Prinsip Akuntabilitas dan Transparansi 30.
Ada pendokumentasian data masjid (data internal, data program, data kegiatan, keuangan)
3
2
1
1
3
31.
Terdapat kemudahan mengakses informasi yang dimiliki masjid?
1
2
2
3
3
32.
Aksesbilitas laporan tahunan keuangan dan program masjid?
2
3
3
3
3
33.
Ketersediaan ruang pertanggunggugatan, kritik dan saran terhadap masjid
1
3
3
2
3
74
80
54
63
69
TOTAL
Sumber : Hasil Olahan Penulis
Pada tabel VI menunjukkan kecenderungan bahwa semakin tinggi klasifikasi suatu masjid maka akan semakin baik dalam penerapan prinsip transparansi dan akuntabilitasnya. Hal ini bisa didasarkan pada basis pengklasifikasian yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama. Basis pengklasifikasian suatu masjid didasarkan atas selain dari ukuran fisik masjid juga dilihat dari kelengkapan fisik dan kelengkapan administratif. Semakin lengkap suatu masjid dari perspektif fisik dan administratif maka akan semakin tinggi klasifikasinya. Dampaknya adalah fasilitas yang lengkap tersebut membutuhkan pengelolaan yang lebih kompleks dan profesional. Hal inilah yang menjadi dasar bahwa semakin tinggi klasifikasi suatu masjid maka akan semakin profesional pengelolaannya. Semakin profesional pengelolaannya maka akan semakin akuntabel dan transparan dalam pengelolaannya. Ketidaksesuaian antara kesimpulan dengan beberapa penilaian terhadap praktik akuntabilitas dan transparansi yang dilakukan oleh masjid yang terdapat pada tabel VI disebabkan oleh beberapa hal. Pada penilaian masjid Raya yang lebih rendah dibandingkan dengan Masjid Agung disebabkan karena manajemen masjid Raya Bogor cenderung lebih tertutup dalam hal pemberian informasi laporan keuangan kepada publik sehingga mempengaruhi penilaian yang diberikan. Sedangkan pada masjid Besar Arrahman, skor nilai yang diberikan paling rendah disebabkan oleh praktik manajemen masjid yang tidak berjalan
Praktik manajemen…, Jerry Aulia Assadul Haq, FE UI, 2013
sama sekali dan tidak adanya media penyampaian informasi terkait pengelolaan keuangan masjid selain pada saat kegiatan shalat Jumat dilaksanakan. Dan untuk masjid Al Falaah mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan masjid Jami Assalaf disebabkan karena masjid Al Falaah mempunyai SOP dan pengelolaan yang lebih baik dibandingkan dengan masjid Jami Assalaf 3. Potensi Dana Masjid Salah satu manfaat dari adanya penerapan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan masjid adalah mengetahui berapa besar dana potensial yang sedang dikelola oleh masjid. Pada bagian berikut akan dibahas besarnya dana potensial yang dimiliki masjid. Tabel VI Penerimaan Masjid Per Bulan
No.
Nama Masjid
1. 2. 3. 4. 5.
Raya Bogor Agung Bogor Besar Arrahman Jami Assalaf Al Falaah Total
Tipe Donasi Per Bulan ( Dalam Rupiah) Infak & Zakat Lainnya Sedekah 152.201.350 24.278.950 19.949.600 50.254.600 6.160.000 3.566.000 18.910.100 200.786.950 74.533.550
Total 176.480.300 70.204.200. 6.160.000 3.566.000 18.910.100 275.320.500
Sumber : Data Masing-Masing Masjid
Dari tabel 5.7 di atas total penerimaan sedekah dan infak yang diterima masjid secara keseluruhan mencapai Rp200.786.950. Jika jumlah ini dibagi dengan 5 masjid yang dijadikan sampel maka rata-rata penerimaan masjid per bulan dari sedekah dan infak adalah Rp40.157.390 atau setara dengan $4125,05 (asumsi kurs Bank Mandiri $1 = Rp9.735). Maka dalam setahun maka rata-rata penerimaan seluruh masjid dari infak dan sedekah adalah Rp2.409.443.400 atau setara dengan $247.503,1202. Sedangkan total penerimaan masjid dari jenis
pendapatan
lainnya
adalah
sebesar Rp74.533.550,33 atau
rata-rata
Rp37.266.775,67. Tabel VII. Pengeluaran Masjid Per Bulan No. 1. 2. 3. 4. 5.
Masjid Raya Bogor Agung Bogor Besar Arrahman Jami Assalaf Al Falaah
Pengeluaran Masjid Per Bulan Rp 151.368.700,00 Rp 53.245.200,00 Rp 5.621.100,00 Rp 2.377.000,00 Rp 17.708.500,00
Praktik manajemen…, Jerry Aulia Assadul Haq, FE UI, 2013
sebesar
Tabel VII. Pengeluaran Masjid Per Bulan (Lanjutan) No.
Masjid Total Rata-rata (n=5)
Pengeluaran Masjid Per Bulan Rp 229.132.500,00 Rp45.826.500,00
Sumber : Data Masing-Masing Masjid
Berdasarkan tabel VII, total pengeluaran keseluruhan masjid per bulan adalah Rp229.132.500,00. Dari total pengeluaran tersebut maka rata-rata pengeluaran per bulan tiap masjid adalah Rp 45.826.500,00. Pengeluaran rata-rata masjid ini lebih rendah daripada penerimaan rata-rata masjid sebesar Rp55.064.100,00. Dari data tabel VI dan tabel VII dapat diketahui besaran dana surplus yang dimiliki masingmasing masjid yang dijadikan sampel. Dana surplus adalah selisih lebih antara penerimaan dan pengeluaran masjid setiap periode (Adnan, 2012). Informasi mengenai dana surplus diambil dari data laporan keuangan masjid yang diberikan. Dari hasil olahan terhadap laporan keuangan tersebut diperoleh angka bahwa besarnya dana surplus per bulan untuk seluruh masjid yang dijadikan objek penelitian berjumlah Rp104.572.017,30. Dari jumlah tersebut maka rata-rata dana surplus masjid per bulan untuk masjid tersebut adalah sebesar Rp20.914.403,46 atau setara dengan $2148,37. Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementerian Agama Kota Bogor terdapat sekitar 781 masjid yang ada di Kota Bogor. Dengan asumsi setiap besaran dana surplus setiap masjid dalam satu klasifikasi diwakili oleh satu sampel dengan klasifikasi yang sama maka rata-rata besaran dana surplus masjid di Kota Bogor setiap bulan sebesar Rp2.459.446,77 maka saldo dana surplus secara agregat seluruh masjid di Kota Bogor mencapai Rp1.920.827.930,00 atau setara dengan Rp23.049.935.160,00 (setara $2.367.738,59) per tahunnya. Perhitungan mengenai dana surplus masjid setiap bulan tercermin dalam Tabel VIII berikut ini. Tabel VIII. Besaran Dana Surplus Masjid di Kota Bogor No.
Masjid
1. 2. 3. 4.
Raya Bogor Agung Bogor Besar Arrahman Jami Assalaf
5.
Al Falaah Total Rata-rata
Besar Dana Surplus Rp Rp Rp Rp
25.111.600,00 16.959.000,00 538.900,00 1.189.000,00
Rp 1.831.600,00 Rp 104.572.017,30 Rp 20.914.403,46
Jumlah Masjid Sejenis 1 1 6 68
705 781
Dana Surplus Masjid Rp Rp Rp Rp
25.111.600,00 16.959.000,00 3.233.400,00 80.852.000,00
Rp 1.291.278.000,00 Rp 1.920.827.930,00 Rp 2.459.446,77
Sumber : Hasil Olahan Penulis
Praktik manajemen…, Jerry Aulia Assadul Haq, FE UI, 2013
Pada tabel IX berikut akan ditampilkan perhitungan terkait besarnya potensi dana masjid untuk seluruh masjid yang ada di Provinsi Jawa Barat. Tabel. IX Besaran Dana Surplus Masjid di Seluruh Jawa Barat No. 1. 2. 3. 4. 5.
Klasifikasi Masjid
Besar Dana Surplus
Masjid Raya Masjid Agung Masjid Besar Masjid Jami Masjid RW Total
Rp 25.111.600,00 Rp 16.959.000,00 Rp 538.900,00 Rp 1.189.000,00 Rp 1.831.600,00 Rp 104.572.017,30
Jumlah Masjid Sejenis di Jabar 2 25 574 44.261 74.144 119.004
Dana Surplus Masjid Rp 50.223.200,00 Rp 423.975.000,00 Rp 309.328.600,00 Rp 52.626.329.000,00 Rp135.802.150.400,00 Rp189.212.006.200,00
Sumber : Hasil Olahan Penulis
Dari tabel IX di atas diasumsikan besaran dana surplus dari setiap klasifikasi masjid diwakili oleh besaran dana surplus masjid di Bogor yang dijadikan sampel penelitian. Tabel IX memperlihatkan bahwa potensi dana surplus seluruh masjid di Provinsi Jawa Barat sangatlah besar. Jumlah potensi dana surplus untuk seluruh masjid di Provinsi Jawa Barat setiap bulan adalah Rp189.212.006.200,00 atau setara dengan $19.436.261,55. Untuk melihat potensi dana surplus tersebut bagi kepentingan masyarakat tersebut maka berikut akan dipaparkan perbandingan antara besaran dana surplus yang dimiliki masjid dalam Provinsi Jawa Barat dengan APBD Jawa Barat tahun anggaran 2012. Tabel X. Perbandingan Dana Surplus Masjid dan APBD Jawa Barat 2012 I. APBD Jabar 2012 No. A. B.
Pos Anggaran
Pendapatan Daerah Belanja Daerah 1. Belanja Langsung • Belanja Pegawai • Belanja Barang dan Jasa • Belanja Modal 2. Belanja Tidak Langsung • Belanja Pegawai • Belanja Bunga • Belanja Subsidi • Belanja Hibah • Belanja Bansos • Belanja Bagi Hasil • Belanja Bantuan Keuangan • Belanja Tidak Terduga Besar Dana Surplus Masjid Seluruh Jawa Barat/Tahun
Besaran Rp 14.626.494.183.395,00 Rp 15.804.296.979.395,00 Rp 3.394.169.310.166,00 Rp 358.041.374.994,80 Rp 1.751.553.737.701,92 Rp 1.284.574.197.469,28 Rp 12.410.127.669.229,00 Rp 1.650.063.345.032,51 Rp 10.000.000.000,00 Rp 4.851.652.373.616,00 Rp 13.335.312.500,00 Rp 2.715.593.496.000,00 Rp 2.995.624.196.264,00 Rp 173.858.945.816,49
Dana Surplus Masjid/Anggaran 15,52 % 14,36 % 66,98 % 634,17 % 129,63 % 176,75 % 18,30 % 137,60 % 22705,44 % 46,80 % 17026,55 % 83,61 % 75,80 % 1305,96 %
Rp 2.270.544.074.000,00
Praktik manajemen…, Jerry Aulia Assadul Haq, FE UI, 2013
Sumber : Hasil Olahan Penulis
Perhitungan tabel X mengasumsikan jika besaran dana surplus masjid dalam Provinsi Jawa Barat dalam sebulan adalah sebesar Rp189.212.006.200,00 (berdasarkan pemaparan tabel
IX)
maka
besarnya
Rp2.270.544.074.000,00
atau
dana setara
surplus dengan
masjid
dalam
$233.235.138,57
setahun per
mencapai
tahunnya.
Jika
dibandingkan besar pendapatan daerah dalam APBD Jawa Barat tahun 2012 yang mencapai Rp 14.626.494.183.395,00 maka surplus masjid ini setara dengan 15,52% pendapatan asli daerah Jawa Barat. Sedangkan jika dibandingkan dengan belanja daerah maka dana surplus masjid mampu meng-cover 14,36% belanja daerah Provinsi Jawa Barat. Potensi dana surplus masjid ini apabila dikelola dengan baik maka bisa digunakan untuk menambah besaran subsidi atau bantuan sosial kepada masyarakat. Dari tabel 5.11 dapat terlihat bahwa besaran subsidi dan bantuan sosial berturut-turut dapat di-cover sebesar 22705,44 % (dana surplus masjid mencapai 227 kali lebih besar dari besarnya anggaran subsidi dalam APBD) dan 17026,55 % (dana surplus masjid mencapai 170 kali lebih besar dibanding besarnya anggaran bantuan sosial dalam APBD). Walaupun asumsi perhitungan mengenai potensi dana surplus masjid di atas masih sangat kasar dan membutuhkan penelitian yang lebih lanjut, gambaran ini
memberikan
makna bahwa masjid mempunyai potensi yang dana sangat besar untuk bisa dimanfaatkan. Jika dana ini dikelola dengan baik maka dana surplus yang menganggur ini bisa dimanfaatkan untuk berbagai macam kebutuhan terutama untuk kebutuhan masyarakat seperti pendidikan, pangan, papan, kegiatan pembangunan masjid, pembiayaan kegiatan ekonomi syariah, maupun renovasi masjid itu sendiri. Kesimpulan Secara umum praktik pengelolaan keuangan masjid, setiap masjid telah membuat anggaran sederhana dalam bentuk moneter sebagai bagian dari perencanaan kegiatan. Seluruh masjid memiliki sumber utama dalam pemasukan yang berasal dari sedekah dan infak. Praktik pelaporan keuangan pada beberapa masjid di Kota Bogor pada umumnya menganut sistem single entry dan menggunakan basis kas dalam pencatatannya. Laporan yang keuangan yang dibuat belum mengacu pada PSAK 45 sebagaimana seharusnya. Bentuk laporan keuangan yang dihasilkan sebagian besar berupa laporan pemasukan dan pengeluaran saja. Semua laporan keuangan masjid yang dijadikan sampel belum pernah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik. Pada umumnya masjid telah menjalankan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangannya dengan memberitahukan laporan penerimaan
Praktik manajemen…, Jerry Aulia Assadul Haq, FE UI, 2013
dan pengeluaran kepada jemaah melalui laporan lisan pada saat salat Jumat dan melalui papan informasi masjid. Mengenai potensi dana yang dimiliki beberapa masjid di Kota Bogor dapat diambil kesimpulan bahwa masjid mempunyai potensi dana surplus yang sangat besar apabila dana surplus tersebut dikelola dan dimanfaatkan dengan baik. Keterbatasan Keterbatasan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah 1)sampel penelitian hanya dilakukan pada beberapa masjid di Kota Bogor sehingga kemungkinan untuk dapat digeneralisasi pada masjid-masjid di seluruh Jawa Barat dan di seluruh Indonesia memerlukan sampel yang lebih besar dan representatif, 2)minimnya literatur dan penelitian mengenai akuntabilitas dan pengelolaan keuangan masjid menyebabkan sulitnya pencarian model atau standar yang tepat sebagai pembanding untuk praktik akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan masjid, 3)keterbatasan data yang belum teratur dan sistematis yang dimiliki Kementerian Agama dan Dewan Masjid Indonesia menyulitkan perhitungan potensi dana surplus yang dimiliki masjid, 4)belum tersedianya data jumlah masjid diseluruh Indonesia per klasifikasi secara lengkap, 5)Tidak melakukan benchmark dengan masjid di negara lain, 6)belumnya teratur dan tertibnya administrasi masjid menyulitkan akses terhadap beberapa laporan keuangan masjid, 7)metode penelitian yang terbatas dan cenderung subjektif, dan 8)terdapat beberapa masjid yang tidak bersedia memberikan data internal masjid namun hanya bersedia dimintai keterangan secara lisan saja. Saran 1. Sebaiknya masjid mempunyai proses perencanaan, tata cara pelaksanaan aktivitas, dan indikator keberhasilan suatu aktivitas yang tertulis dan terukur. Mempertimbangkan penggunaan PSAK 45 pembuatan laporan keuangan. 2. Saran untuk pemerintah terkait besarnya potensi dana yang dimiliki masjid, pemerintah sebaiknya turun tangan lebih jauh agar pemanfaatan masjid lebih optimal.
Praktik manajemen…, Jerry Aulia Assadul Haq, FE UI, 2013
Daftar Pustaka
Adnan, M. A. (2012). An Investigation of The Financial Management Practices of The Mosques in The Special Region of Yogyakarta Province, Indonesia. Allison, M., & Kaye, J. (2011). Strategic Planning for Nonprofit Organizations : A Practical Guide and Workbook. New Jersey: John Wiley & Sons. Anthony, R. N., & Young, D. W. (2003). Management Control in Nonprofit Organizations (7th ed.). Boston: McGraw Hill. Anzar, D., & Mukhtar. (2010). Akuntansi dan Pengelolaan Keuangan di Masjid (Sebuah Studi Kasus). Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Akuntansi. Serang: Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Ayub, M. E., Muhsin, & Mardjoned, R. (1996). Manajemen Masjid. Jakarta: Gema Insani. Badan Pusat Statistik. (2010). Sensus Penduduk 2010. Dipetik April 30, 2013, dari www.bps.go.id: http://sp2010.bps.go.id/index.php/site/tabel?tid=321 Baroroh, A. (2008). Trik-Trik Analisis Statistik dengan SPSS15. Jakarta: Elex Media Komputindo. Bastian, I. (2005). Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga. Bastian, I. (2007). Akuntansi Untuk LSM dan Partai Politik. Jakarta: Erlangga. Boone, L. E., & Kurtz, D. E. (2007). Pengantar Bisnis Kontemporer (11th ed.). Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Cooper, R. D., & Schindler, S. P. (2011). Business Research Methods. Singapore: Mc Graw Hill. Desi, D. P. (2008). Evaluasi Akuntabilitas dan Transparansi Pengelolaan Keuangan Sekolah : Studi Kasus Pengelolaan Keuangan SMP Negeri di Kabupaten Banyumas. Depok: Universitas Indonesia. Diptyana, P. (2009). Studi Atas Praktik Akuntansi di Organisasi Masjid di Surabaya. Surabaya: STIE Perbanas. Griffin, R. W. (2004). Manajemen. Jakarta: Erlangga. ICMI Orsat Cempaka Putih. (2004). Pedoman Manajemen Masjid. Jakarta. Jackson, P. (1982). The Political Economy of Bureaucracy. Oxford: Philip Allan Publishers Limited. Kholmi, M. (2012). Akuntabilitas dan Pembentukan Perilaku Amanah dalam Masyarakat Islam. Jurnal Reviu Akuntansi dan Keuangan , 63-72. KNKG. (2012). Prinsip Dasar dan Pedoman Pelaksanaan Good Corporate Governance Perbankan Indonesia. Komite Nasional Kebijakan Governance.
Praktik manajemen…, Jerry Aulia Assadul Haq, FE UI, 2013
Mardiasmo. (2003). Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: Andi. Nordiawan, D., & Hertianti, A. (2010). Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat. PEBS FEUI. (2010). Indonesia Economic Outlook . Depok: Grasindo. Ross, S. A., Westerfield, R. W., & Jordan, B. D. (2008). Corporate Finance Fundamentals. Mcgraw-Hill. Saqina, A. (2013, Maret 30). Republika Online . Dipetik Juni 19, 2013, dari Ini Hebatnya Muslim di Indonesia: http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islamnusantara/13/03/30/mkgerq-ini-hebatya-muslim-di-indonesia-menurut-jk Sekaran, U., & Bougie, R. (2010). Research Methods for Business: A Skill Building Approach. Southern Gate: John Wiley & Sons Ltd. Shihab, M. Q. (1996). Wawasan Al-Quran: Tafsir Maudhu'i Atas Pelbagai Persoalan Umat. Jakarta: Mizan. Wardani, D. A. (2012). Akuntabilitas dan Transparansi Pengelolaan Keuangan Masjid : Studi Kasus Pada Beberapa Masjid Di Kota Depok Dan Sekitarnya. Fakultas Ekonomi. Depok: Universitas Indonesia. Yayasan Tifa. (2005). Mengukur Transparansi dan Akuntabilitas LSM. Jakarta: Yayasan Tifa. Yulianti, R. T. (2010). Transparansi Anggaran : Suatu Upaya Efisiensi dan Antisipasi Korupsi di Indonesia. Jurnal Ekonomi Islam La_Riba , Vol.IV, 239-250.
Praktik manajemen…, Jerry Aulia Assadul Haq, FE UI, 2013
Praktik manajemen…, Jerry Aulia Assadul Haq, FE UI, 2013