Potensi Zakat Nasional: Peluang dan Tantangan Pengelolaan Yusuf Wibisono – Peneliti Senior PEBS FEUI Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Zakat 2016, diselenggarakan oleh PUSKAS BAZNAS dan PEBS FEBUI
Depok, 8 Desember 2016
Potensi Zakat Sebagai Program Penanggulangan Kemiskinan • Alokasi dana zakat sudah ditentukan secara pasti oleh syari’ah (al-Qur’ân 9: 60) dimana zakat hanya diperuntukkan bagi 8 ashnâf saja. Jumhur ‘ulamâ’ sepakat bahwa selain 8 ashnâf ini, harâm menerima zakat. • Al-Qur’ân menyebutkan fuqarâ’ (fakir) dan masâkîn (miskin) sebagai kelompok pertama dan kedua dalam daftar penerima zakat, yang mendapat prioritas dan pengutamaan oleh al-Qur’ân. Mengatasi masalah kemiskinan merupakan tujuan utama zakat. • Zakat dikenakan pada basis yang luas dan meliputi berbagai aktivitas perekonomian. • Zakat adalah pajak spiritual yang wajib dibayar oleh setiap muslim dan merupakan salah satu rukun Islam.
Potensi Zakat Nasional • Mengetahui potensi zakat adalah penting untuk perencanaan ke depan, strategi pengelolaan, dan evaluasi kinerja zakat nasional, serta untuk meletakkan secara proporsional peran zakat di ranah publik. • Beberapa studi mengestimasi potensi zakat nasional. – Studi PBB UIN Syarif Hidayatullah (2005) mengestimasi potensi filantropi Islam Indonesia Rp 19,3 trilyun (0,8% dari PDB 2004). – Studi BAZNAS – IRTI IDB / Firdaus et., al. (2012) menemukan potensi zakat Indonesia mencapai Rp 217 triliun (3,4% dari PDB 2010). – Studi Wibisono (2015) menemukan potensi zakat Indonesia pada 2010 mencapai Rp106,6 triliun (1,7% dari PDB 2010).
Kesulitan dalam Mengukur Potensi Zakat di Era Kontemporer • Tidak ada kesepakatan tentang jenis pendapatan dan harta yang dikenakan zakat dan tarif yang diterapkan. • Lemahnya dukungan data statistik yang relevan untuk penghitungan zakat. • Kesenjangan yang lebar antara pendapat fiqh dan realitas kontemporer. – Dalam fiqh klasik, zakat hanya dikenakan terhadap hewan ternak, produk pertanian tertentu, perak dan emas, dan barang perniagaan. Dalam perekonomian modern, proses produksi, distribusi dan transaksi yang kompleks telah memunculkan berbagai jenis pendapatan dan harta baru.
Bigger is Better? Heboh Potensi Zakat di Ranah Publik • Dengan beberapa penyesuaian, BAZNAS memperkirakan potensi zakat nasional terkini (2015) mencapai Rp 286 triliun (2,4% dari PDB 2015). • Jika menggunakan potensi zakat 3,4% dari PDB, potensi zakat nasional 2016 mencapai Rp 442 triliun. • Dengan potensi sebesar ini, banyak pejabat publik berwacana menggali potensi zakat untuk akselerasi kesejahteraan rakyat sekaligus meringankan beban anggaran publik. • Namun jika kita menggunakan potensi zakat 1,7% dari PDB, potensi zakat nasional 2016 “hanya” Rp 221 triliun. • Dan jika kita menggunakan potensi zakat 0,8% dari PDB, potensi zakat nasional 2016 “hanya” Rp 104 triliun.
Potensi Zakat Nasional: Optimis atau Overestimate?
Evaluasi Kinerja Penghimpunan Zakat Nasional • Dalam lima tahun terakhir, penghimpunan zakat nasional tumbuh rata-rata sekitar 20% per tahun. • Pada tahun 2016 ini, diperkirakan penghimpunan zakat nasional mencapai sekitar Rp 4,4 triliun. • Bila dibandingkan dengan potensi zakat 3,4% dari PDB, realisasi penghimpunan 2016 ini hanya 1,0% saja dari potensinya. • Namun bila dibandingkan dengan potensi zakat 1,7% dari PDB, realisasi penghimpunan 2016 ini merupakan 2,0% dari potensinya. • Dan bila dibandingkan dengan potensi zakat 0,8% dari PDB, realisasi penghimpunan 2016 ini mencapai 4,3% dari potensinya.
Kinerja Realisasi Penghimpunan Zakat Nasional
Kerangka Regulasi dan Institusional Sektor Amal Fungsi
Perlindungan
Deskripsi
Melindungi integritas sektor amal dan tujuan utama-nya terkait dengan Memberi jaminan perlindungan kemiskinan, memberi forum legal bagi donatur untuk peningkatan kapasitas sektor amal Kewajiban pendaftaran dan kriterianya, pengawasan aktivitas amal, penyalahgunaan restriksi terhadap kegiatan non-amal, regulasi aktivitas penghimpunan dana, standar transparansi dan akuntabilitas
Menjaga Ketertiban
Mencegah dana amal
Mediasi dan Penyesuaian
Menfasilitasi sektor amal untuk menjadi mediator aktif dalam proses perubahan sosial dan menyesuaikan sektor amal untuk mengatasi masalah kontemporer
Dukungan
Elemen Kebijakan
Memberi fleksibilitas bagi pencapaian tujuan amal, mendorong metode baru dalam aktivitas amal, menyesuaikan regulasi sektor amal dengan sektor lain (regulasi pajak, perusahaan, perbankan, dan lain-lain).
Mendorong kemitraan pemerintah Memberi insentif yang dan sektor amal, jaringan kerja dan memadai bagi perkembangan organisasi payung lembaga amal, sektor amal konsesi pajak untuk aktivitas amal
Arsitektur Zakat Nasional Dibawah UU No. 23/2011 Regulator & Operator BAZNAS
Pengaturan dan perizinan untuk BAZNAS Provinsi, BAZNAS Kabupaten/Kota dan LAZ
UPZ Operator BAZNAS Provinsi
UPZ Operator BAZNAS Kab./Kota UPZ
Penghimpunan dan pendistribusian zakat oleh operator pemerintah
Operator LAZ Nasional
Pengawas & Kepatuhan Syariah Kementrian Agama Pembinaan, pengawasan dan audit syariah atas pelaksanaan kepatuhan syariah untuk BAZNAS, BAZNAS Provinsi, BAZNAS Kabupaten/Kota dan LAZ
Operator LAZ Provinsi Penghimpunan dan pendistribusian zakat oleh operator masyarakat
Sumber: Assessment penulis, berdasarkan UU No. 23/2011 dan PP No. 14/2014
Putusan MK tentang Permohonan Pengujian UU No. 23/2011 Permohonan yang Dikabulkan
Pasal 18 ayat (2) huruf a dan huruf b UU No. 23/2011
Pasal 18 ayat (2) huruf d UU No. 23/2011
Pasal 38 dan 41 UU No. 23/2011
Permohonan yang Ditolak Pasal 5, 6 dan 7 UU No. 23/2011 Pasal 17, 18 dan 19 UU No. 23/2011
Putusan MK Syarat pendirian LAZ harus “terdaftar sebagai ormas Islam” dan “berbentuk lembaga berbadan hukum” yang semula bersifat kumulatif, diubah menjadi bersifat alternatif, dan tetap harus mendapatkan izin dari pejabat yang berwenang. Sedangkan untuk amil perseorangan dan amil tradisional (tokoh umat Islam, alim ulama dan pengurus masjid) di wilayah yang belum terjangkau BAZ dan LAZ, cukup dengan memberitahukan kegiatan pengelolaan zakat kepada pejabat yang berwenang. Syarat pendirian LAZ harus “memiliki pengawas syariat” diubah menjadi memiliki pengawas syariat baik internal maupun eksternal. Frasa “setiap orang” dalam Pasal 38 dan Pasal 41 UU No. 23/2011 diubah dengan mengecualikan amil perseorangan dan amil tradisional (tokoh umat Islam, alim ulama dan pengurus masjid) di wilayah yang belum terjangkau BAZ dan LAZ dan telah memberitahukan kegiatan pengelolaan zakat kepada pejabat yang berwenang. Putusan MK Pasal 5 ayat (1), (2) dan (3), Pasal 6 dan Pasal 7 ayat (1), (2) dan (3) UU No. 23/2011 tidak bertentangan dengan UUD 1945
Kecuali Pasal 18 ayat (2) huruf a, b dan d, Pasal 17, 18 dan 19 UU No. 23/2011 tidak bertentangan dengan UUD 1945 Selain frasa “setiap orang”, Pasal 38 dan 41 UU No. 23/2011 Pasal 38 dan 41 UU No. 23/2011 tidak bertentangan dengan UUD 1945 Sumber: Putusan Mahkamah Konstitusi No. 86/PUU-X/2012, tertanggal 28 Februari 2013, diucapkan 31 Oktober 2013, hal. 107-109.
Inefisiensi Operator dan Konsolidasi OPZ Tabel 4.5. Penghimpunan Zakat Nasional (Rp Miliar), 2012 Jumlah Organisasi 1. BAZNAS 1 2. BAZ Provinsi 33 3. BAZ Kabupaten/Kota 502 4. LAZ Nasional dan LAZ Daerah 40 Total Penghimpunan Nasional 576 Sumber: diolah dari BAZNAS. Laporan Tahunan 2012. No.
Organisasi Pengelola Zakat
2012
Rata-Rata
50,21 253,25 1.179,72 729,22 2.212,40
50,21 7,67 2,35 18,23 3,84
Tabel 4.6. Penghimpunan Zakat Nasional (Rp Miliar), 2012, Laporan Riil Jumlah Organisasi 1. BAZNAS 1 2. BAZ Provinsi 23 3. BAZ Kabupaten/Kota 156 4. LAZ Nasional 16 Total Penghimpunan Nasional 196 Sumber: diolah dari BAZNAS. Laporan Tahunan 2012. No.
Organisasi Pengelola Zakat
2012
Rata-Rata
50,21 253,25 1.179,72 729,22 2.212,40
50,21 11,01 7,56 45,58 11,29
Struktur OPZ Nasional Dibawah UU No. 23/2011 Tingkat Pemerintahan
Pusat
1 BAZNAS Pusat
Provinsi
34 BAZNAS Provinsi
412 BAZNAS Kabupaten
Kabupaten / Kota UPZ Perusahaan Negara dan Swasta
6.994 UPZ Kecamatan
LAZ Nasional
LAZ Provinsi dan Perwakilan LAZ Nasional 93 BAZNAS Kota
8.309 UPZ Kelurahan dan 72. 944 UPZ Desa
Perwakilan LAZ Provinsi
UPZ Masjid, UPZ Lembaga Sekolah dan Pemerintah Universitas dan Swasta
Sumber: Assessment penulis, berdasarkan UU No. 23/2011 dan PP No. 14/2014
Reformasi untuk Konsolidasi OPZ • Reformasi paling mendasar adalah dengan memperketat pendirian OPZ baru dan melarang pihak yang tidak berhak untuk menghimpun dan mengelola zakat. Restriksi pendirian OPZ baru harus diterapkan baik terhadap BAZ maupun LAZ. • Reformasi berikutnya adalah langkah struktural untuk mendorong konsolidasi OPZ menuju dunia zakat nasional yang efisien dan efektif. – Regulator harus menerapkan reward and punishment bagi OPZ dalam upaya konsolidasi dunia zakat nasional ini yaitu dalam bentuk peningkatan kapasitas OPZ, penggabungan (merger) dan pengambil alihan (acquisition) antar OPZ, serta penurunan status OPZ dengan kinerja rendah menjadi UPZ (Unit Pengumpul Zakat).
Proposal Struktur OPZUPZ Nasional Masa Depan Penghimpunan Dana per Tahun (Rp Milyar) Penghimpunan Dana per Tahun (Rp Milyar)
5-10 OPZ Nasional
25 UPZ maks. 90%
750 20-30 OPZ Fokus Program
15 UPZ maks. 70%
150
5
70-100 OPZ FokusWilayah
UPZ maks. 50% 1
25 UPZ maks. 30%
0,1
Sumber: Assessment penulis
UPZ hanya hak amil (10%)
UPZ Berbasis PemberiKerja
UPZ Berbasis Properti
UPZ Berbasis Pelayanan Publik
UPZ Berbasis PusatKegiatan Keagamaan
Sumber: Assessment penulis, dimodifikasi dari Indonesia Zakat and Development Report 2010.
Tahapan Konsolidasi • Tahap awal konsolidasi, penentuan BAZ dan LAZ yang berhak menjadi OPZ, dengan kriteria ambang batas (treshold) penghimpunan dana Rp 25 miliar per tahun. • BAZ dan LAZ yang tidak mampu memenuhi ambang batas ini diarahkan untuk melakukan penggabungan atau meleburkan diri ke OPZ. – Pendekatan ”mekanisme pasar” berbasis kesukarelaan – Light handed directive approach, yaitu dengan melakukan program percepatan konsolidasi. – Heavy handed directive approach, yaitu dengan penetapan pencapaian penghimpunan dana minimum bagi OPZ secara bertahap. Bagi OPZ yang gagal mencapai target pada akhir periode, diharuskan bergabung dengan OPZ jangkar atau diturunkan statusnya menjadi UPZ.
OPZ Pasca 5 Tahun Konsolidasi dan Spesialisasi • Pada skenario konsolidasi ini, dalam lima tahun ke depan (2015-2020), jumlah OPZ akan berkurang jumlah-nya menjadi sekitar 150 OPZ dengan total penghimpunan dana antara Rp 108 triliun per tahun. – 5-10 OPZ nasional, dengan kemampuan penghimpunan dana Rp 0,75-2,5 triliun per tahun. – 20-40 OPZ fokus program, dengan kemampuan penghimpunan dana Rp 150-750 miliar per tahun. – 70-100 OPZ fokus wilayah, dengan kemampuan penghimpunan dana Rp 25-150 miliar per tahun.
• Dengan potensi zakat nasional 1,7% dari PDB, dan PDB nominal 2020 mencapai Rp 21 ribu triliun, maka proyeksi penghimpunan zakat nasional dibawah program konsolidasi 2020 ini setara 30,3% dari potensi zakat nasional yang saat itu akan mencapai Rp 357 triliun.
Isu Strategis: Kemitraan Pemerintah dan OPZ • Kemiskinan dan masalah-masalah sosial memiliki sifat dasar yang rumit dan menyatu, yang membuat mereka hanya dapat diatasi melalui kerangka kemitraan yang mengizinkan pendekatan multi-sektor dan lintas disiplin, diinstitusionalkan, dan dipertahankan secara berkelanjutan. • Seiring kontribusi sektor ke-tiga yang semakin efektif dan membesar, terdapat langkah-langkah antusias pemerintah untuk melakukan kemitraan dengan sektor ke-tiga ini. Di negaranegara common law, pemerintah secara intensif membangun lebih jauh kerangka kemitraan dengan sektor sukarela sebagai cara mengatasi masalah inklusi sosial, membangun kohesi sosial dan mengkonsolidasikan masyarakat sipil. Pola pembiayaan pemerintah untuk sektor amal, baik berupa bantuan hibah langsung atau melalui kontrak penyediaan jasa sosial, telah menjadi umum.
Lingkup dan Metode Kemitraan • Kemitraan antara OPZ-pemerintah untuk penanggulangan kemiskinan dapat difokuskan pada tiga klaster program, yaitu klaster bantuan dan perlindungan sosial (charity and social safety nets), klaster pemberdayaan dan pengembangan ekonomi masyarakat (community empowerment and development) dan klaster penanggulangan bencana (rescue and relief). • Kemitraan pemerintah-OPZ dalam program penanggulangan kemiskinan dapat berupa pemberian hibah (block-grant) ataupun kontrak penyediaan jasa sosial (specific-grant), dengan pemerintah (pusat/daerah) menerapkan kriteria dan persyaratan (eligibility criteria) bagi OPZ penerima dana program penanggulangan kemiskinan, seperti transparansi finansial, efektivitas pendayagunaan dana dan kesesuaian dengan prioritas nasional/daerah.