Pohon Keuangan untuk Aspek Fundamental Firma Rolan Mauludy Dahlan
[email protected] Dept. Computational Sociology Bandung Fe Institute
Deni Khanafiah
[email protected] Dept. Computational Sociology Bandung Fe Institute
Hokky Situngkir
[email protected] Dept. Computational Sociology Bandung Fe Institute
October 7th 2007 Abstract The paper presents a framework to construct a visualization of the “financial tree” recently used in genetics to observe the process of alignment of the nucleic acids. The framework is proposed in order to capture the structural patterns of the fundamental aspects of firms whose shares are traded in the stock market. We incorporated the fundamental data such as the total and current assets, total and current liabilities, total equity, interest and net income, market capitalization, earning and dividend per share, including the price to earning ratio of each firms in all sectors. The visualization shows that most of firms in the same sectors are clustered, except some that are so dominant in each sectors, of which with similar sectoral observation placed singular leaves. Some discussions regarding to this findings as well as the detail on each sectors are outlined in the end of the paper. Keywords: stock market, fundamental information of firms, alignment methods. 1
1. Pendahuluan Sungguh menarik jika kita memiliki sebuah rutin untuk melihat pengelompokan saham‐saham berdasarkan performa fundamentalnya. Berbagai pendekatan dengan ekonofisika biasanya mengkonstruksi pohon keuangan berdasarkan pergerakan harga dengan dasar korelasi return harga satu saham dengan saham lain [1]. Dengan memperhatikan kondisi fundamental dari saham‐saham tersebut sekaligus bersama dengan pola korelatif yang ada sedikit banyak akan menambah jangkauan wawasan kita akan dinamika pasar modal secara utuh. Pendekatan ini dilakuakan dengan menggunakan pendekatan metodologi statistik yang telah akrab diakuisisi dalam kajian biologi evolusioner. Tujuannya adalah agar kita mendapatkan gambaran sejauh mana satu saham memiliki perbedaan dari sisi nilai‐nilai yang merepresentasikan kondisi fundamental dari emitten. Semakin berbeda kondisi fundamentalnya, maka akan semakin jauh jarak antara satu saham dengan saham lain dalam pohon keuangannya, dan demikian pula sebaliknya. Dua buah saham yang memiliki kemiripan nilai‐nilai representasi kondisi fundamentalnya akan cenderung berada pada ranting yang sama dalam pohon keuangan yang terbentuk, dan antara satu ranting dengan ranting akan diisi oleh saham‐saham dengan kondisi fundamental yang relatif jauh berbeda. Pendekatan yang ditunjukkan dalam makalah ini melihat data‐data fundamental 334 perusahaan yang sahamnya diperjualbelikan di bursa efek Indonesia selama tahun 2006. Data‐data fundamental tersebut di antaranya adalah aset total firma tersebut, investasinya, liabilitas total dan liabilitasnya saat ini, total ekuitasnya, pendapatan dan keuntungan firma, pendapatan bersih, kapitalisasi pasarnya, perolehan per saham, nilai dividen per saham yang dapat diterima oleh investor, dan PER (price earning ratio) dari dirma tersebut. Data‐data ini diperoleh dari laporan yang dilakukan oleh surat kabar ekonomi, Bisnis Indonesia [2]. Gambaran keseluruhan saham‐saham tersebut akan menunjukkan pola kedekatan dan kemiripan fundamental dari perusahaan‐perusahaan terebut, mana yang secara fundamental memiliki nilai yang tinggi dan mana yang rendah. Secara umum, kita jadi dapat melihat pengelompokan saham‐ saham yang memiliki nilai fundamental baik dan yang relatif rendah. Lebih lanjut, pendekatan serupa kita lakukan juga untuk tiap sektor dari emitten‐emitten tersebut, antara lain sektor pertanian, perbankan, industri bahan dasar dan kimia, industri produk konsumen, sektor infrasturktur emitten, asuransi, multi‐finance, bisnis properti, sektor jasa dan perdagangan, dan sektor lain‐lain (miscellaneous). 2. Metodologi Konstruksi Pohon Saham berdasarkan Faktor Fundamentalnya Dalam makalah ini kita mengembangkan model penjajaran yang umum digunakan dalam biomolekular dengan metode pencarian pohon terpendek menggunakan UPGMA untuk menganalisis pengelompokan perusahaan berdasarkan faktor fundamentalnya. Tahapan yang dilakukan dalam mengkonstruksi model tersebut adalah sebagai berikut. Untuk setiap perusahaan i , akan terdapat properti fundamental sebanyak j , sehingga nilai fundamental ke‐j untuk masing‐masing perusahaan dapat kita simbolkan sebagi xij . Perusahaan‐perusahaan tersebut umumnya dikategorikan ke dalam sektor tertentu. Untuk melihat bagaimana pengelompokan perusahaan tersebut berdasarkan karakteristik fundamentalnya kita mengkodekan setiap nilai fundamental tertentu dari setaip perusahaan ke dalam untai huruf tertentu, dengan tahapan pengkodean sebagai berikut. Untuk setiap faktor fundamental ke‐j dihitung besarnya fraksi atau share ( sij ) nilai fundamental dari perusahaan tersebut terhadap keseluruhan perusahaan di sektor tersebut: 2
sij =
xij
∑x
(1)
ij
i
Dengan menormalisasi nilai fraksi tersebut, kita akan mendapatkan nilai fraksi ternormalisasi ( fi ) untuk setiap faktor fundamental tertentu, sebagai:
fi =
si − min si max si − min si
(2)
Kita akan mendapati nilai fi berada pada selang [ 0,1] atau 0 ≤ fi ≤ 1 . Nilai ini kemudian kita kodekan menjadi kode huruf. Kode ditentukan dengan membagi nilai [0,1] ke dalam m selang, dan kemudian memetakan nilai fi ke dalam huruf tertentu berdasarkan selang nilainya (gambar 1).
1 ⎧ ⎪0 ≤ f i ≤ m → A ⎪ ∈ → ... ⎨... ⎪ m −1 ⎪ ≤ fi ≤ 1 → T ⎩ m
(3)
0
1 m
…
m −1 m
1
| | | | A B ... T Gambar 1 Pengkodean nilai fraksi ternormalisasi dari faktor fundamental perusahaan ke dalam huruf Dengan mengkodekannya kedalam huruf tersebut, kita akan memperoleh untai huruf dari sebuah perusahaan yang mewakiliki karakteristik fundamental perusahaan tersebut. Sekuen tadi kemudian kita jadikan dasar komparasi antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lain berdasarkan nilai faktor fundamentalnya, sehingga kita mendapati kesamaannya. Untuk mendapatkan nilai kesamaan (similarity), kita menjajarkan sekuen huruf tersebut dengan menggunakan metode penjajaran yang umum digunakan dalam biomolekular, yaitu program dinamik [6], Penjajaran kita lakukan juga secara simultan untuk seluruh sekuen, dengan menggunakan algoritma penjajaran multipel (multiple alignment) [3]. Penjabaran metode ini dapat dilihat dalam [5]. Hasil penjajaran tersebut akan menentukan bobot kesamaaan. Untuk menentukan besarnya nilai kesamaaan di sini kita menggunakan matriks bobot (W) tertentu. Nilai matriks bobot tersebut disusun untuk menghitung jarak antar sekuen dengan membandingkan jarak antar huruf‐huruf hasil
3
penjaran. Untuk sekuen a = a1a2 ...ak dan b = b1b2 ...bk hasil penjajaran, kita merubah huruf tersebut sebagai bilangan bulat L = {0,..., m} sesuai dengan urutan huruf yang mungkin, misalnya. A Æ 1, B Æ 2, dan seterusnya. Jarak antar sekuen a dan b dikalkulasi sebagai: k
∑ d (a , b ) i =1
i
i
(4)
(5)
dimana
d (ai , bi ) =
lia − lib m −1
Dari hasil komparasi antar sekuen hasil penjajaran, kita akan mendapatkan matriks nilai kesamaan yang kita asumsikan sebagai jarak antar perusahaan berdasarkan nilai faktor fundamentalnya. Matriks jarak ini kemudian kita jadikan sebagai dasar bagi penyusunan diagram serupa pohon, yang umumnya digunakan dalam analisis filogenetik. Untuk penyusunan pohon, kita menggunakan beberapa metode konstruksi pohon yang didasarkan pada jarak, yaitu UPGMA atau Unweighted Pair Group Method with Aritmatic Mean. UPGMA merupakan algoritma penyusunan pohon menggunakan teknik analisis kerumunan (clustering) yang didasarkan kesamaan karakter diantara unit, yang kemudian direpresentasikan sebagai jarak (Waterman, 1995. pp. 192).. Gambar 2 Matriks berwarna kemiripan fundamental perusahaan‐perusahaan yang menarik modal dari Bursa Efek Indonesia selama tahun 2006.
Gambar 2 menunjukkan matriks jarak/kemiripan dari perusahaan‐perusahaan tersebut dalam bentuk pewarnaan. Kita menggambarkannya dengan mengurutkannya berdasarkan sektor dari saham‐saham tersebut. Nomor urut 1‐11 adalah sektor pertanian, 12‐37 adalah sektor perbankan, 4
38‐90 adalah sektor Bahan Dasar dan Kimia, 91‐126 adalah sektor produk konsumen, 127‐146 adalah sektor Infrastruktur, 147‐157 adalah sektor Asuransi, 158‐203 adalah sektor Miscellaneous, 204‐231 adalah sektor Mutifinance, 232‐268 adalah sektor properti, dan 269‐334 tersusun atas perusahaan‐perusahaan sektor perdagangan. Terlihat bahwa dalam tiap urutan sektor terdapat garis‐garis dengan warna‐warna yang lebih terang yang menunjukkan saham yang sangat berbeda keadaan fundamentalnya. BFIN PNLF ASII AALI BHIT UNTR TLKM ISAT PGAS EXCL ASRM BLTA PTRO s POOL SQBI MAPI SCMA s MLIA MLBI SMDR LSIP BNBR PWON SMCB POLY MERK TBMS UNSP UNVR ADMF HMSP TKIM GGRM INTP MLPL SMGR BBCA INKP SMMA Gambar 3 Pohon fundamental keuangan saham‐saham dengan kesamaan warna menunjukkan kesamaan sektornya.
Matriks jarak yang dihasilkan menunjukkan kedekatan fundamental antar perusahaan dengan node dengan warna yang sama menunjukkan firma dengan sektor yang sama: merah (pertanian), ungu (perbankan), kuning (bahan dasar & kimia), merah jambu (produk konsumen), hijau muda (infrastruktur), biru terang (multifinance), merah gelap (properti), biru (jasa dan perdagangan), hitam (sektor lain‐lain). Terlihat pengelompokan banyak saham berada pada kelompok‐kelompok tertentu (clustering), khususnya untuk sektor jasa & perdagangan, bahan dasar dan kimia, properti, produk konsumen, perbankan, dan sektor lain‐lain. Hal ini menunjukkan bahwa kebanyakan saham‐ 5
saham dalam sektor‐seektor tersebu ut memiliki keemiripan fund damental. Naamun beberap pa saham yan ng sangat beerbeda fundaamentalnya ju uga terlihat sseperti saham m‐saham AALLI, ASII, UNTR R, TLKM, PNLLF, BHIT, dan n ISAT yang m muncul di lapiss terluar dari ranting di mana sektor properti menggelompok, ataau saham MERK dan TBM MS yang dekaat dengan firma‐firma pad da sektor perrbankan. Yan ng menarik laagi adalah peerusahaan‐peerusahaan terkenal seperrti firma SMG GR, BBCA, HMSP, ADMF, GGRM, INTTP, INDF, UNSP, TKIM, yaang seolah membentuk m r ranting tersendiri dari sissi fundamenttalnya. Saham m‐ di sektor massing‐masing rrelatif lebih p populer. Hal ini saham tersebut menjaadi saham yang unik dan d ng sangat menarik dan ssedikit banyaak dapat meemberikan manfaat m dalam merupakaan fakta yan keputusan n investasi. 3. Analisiss Sektoral A. Sektor A Agrikultur Sektor aggrikultur tumbuh secara impresif i sepaanjang tahun n 2006. Hal ini i dapat dikkaitkan dengaan meningkaatnya harga crude palm oil (CPO) di d pasar dun nia. Kondisi ini mendoro ong terjadinyya peningkattan kapitalisaasi pasar di saaham‐saham perkebunan seperti AALI, LSIP dan UN NSP. Sektor ini semakin ssemarak teru utama dengan n masuknya d dua pemain p potensial sep perti CPRO (akhir 2006) daan Sampoern na Agro (2007 7). Gaambar 1 Pohon kedekatan fundame ental saham‐saaham sektor aggrikultur sepan njang tahun 20 006.
Secara fu undamental, saham‐saham m sektor agrrikultur dapatt dibagi men njadi dua kelompok besaar. Kelompokk pertama ditempati oleh h tiga saham yang memiliki total asett dan kapitalisasi terbesaar, yaitu AALLI, LSIP dan CPRO. C Sebagaai salah satu perusahaan CPO terbesar di Indonesiia, AALI begittu dominan hingga mengguasai 58% kaapitalisasi passar di sektor aagrikultur, waalaupun pada kenyataannyya ia hanya memiliki 25% % dari nilai total t aset di sektor terseebut. AALI ju uga memiliki nilai rasio net income pe er total aset tterbesar di seektor ini, yaitu u sebesar 0,2 225. Ia adalah h satu‐satunya perusahan di sektor agrrikultur yang berhasil mem mbagi deviden sepanjang tahun 2006, yaitu rata‐ratta 5% dari nilai nominal ssaham. LSIP dan CPRO adaalah saham yaang memiliki ttotal aset dan n kapitalisasi pasar terbesar kedua dan ketiga, seteelah AALI. Keduanya mem miliki rasio net income per total aset yaang juga relattif tinggi, yaitu sebesar 0,102 0 dan 0,054. Kelomp pok kedua tersusun atas saham‐saham m dengan nillai kapitalisasi pasar yan ng relatif keccil. Sepanjangg tahun 200 06, kapitalisasi gabungan 8 saham di kelompokk ini hanya 10 0% dari nilai ttotal kapitalissasi perdagangan di sekto or agrikultur. Demikian jugga dengan to otal aset ke elompok ini. Mayoritas rasio net incom me per total aset kelomp pok ini bernillai negatif, keecuali UNSP, MBAI dan IIK KP. 6
B. Sektor Pertambangan Secara fundamental, sektor pertambangan mencatat pertumbuhan yang sangat meyakinkan sepanjang tahun 2006. Secara rata‐rata, net income sektor ini tumbuh lebih dari 60%. Tentu saja hal ini sulit dipisahkan dengan kenaikan harga komoditas pertambangan di pasar internasional. Sepanjang tahun 2006, nikel mencatat kenaikan harga yang sangat tinggi, dari kisaran 15 ribu menjadi 40 ribu. Demikian juga dengan timah, dari 761 menjadi 1.034. Tren ini terus berlanjut hingga pertengahan tahun 2007. Gambar 2 Pohon kedekatan fundamental saham‐saham sektor pertambangan sepanjang tahun 2006.
Secara umum, sektor ini dapat dibagi menjadi lima kelompok. Kelompok pertama ditempati oleh dua buah saham yang memiliki total aset dan kapitalisasi terbesar, yaitu BUMI dan INCO. Mereka adalah dua saham besar yang berhasil membagikan deviden sepajang tahun 2006. Selain itu, mereka juga memiliki price earning ratio yang positif dan kecil nilainya. Kelompok kedua adalah saham dengan total aset dan kapitalisasi menengah, yaitu ANTM dan MEDC. Dari sisi equity dan gross profit dua saham ini relatif berimbang. Namun, karena total aset‐nya kurang lebih hanya setengah dari MEDC maka rasio net income per total aset ANTM lebih baik. Faktor fundamental ini menarik jika kita hubungkan dengan tren bullish harga saham ANTM dan tren mendatar saham MEDC. Dua saham ini sama‐sama tidak membagikan deviden sepanjang tahun 2006. Kelompok ketiga ditempati sendirian oleh Energi Mega Persada (ENRG). Dari sisi total aset dan kapitalisasi kelompok ini identik dengan kelompok kedua, namun ENRG memiliki rasio hutang terhadap aset yang sangat tinggi. ENRG, semenjak listing tahun 2004, tumbuh dengan sangat pesat. Namun semenjak Mei 2006, ia berada di tengah sorotan publik terkait dengan peristiwa semburan lumpur panas di Sidoarjo. Kelompok keempat ditempati oleh tiga buah saham yang memiliki total aset dan kapitalisasi pasar yang relatif kecil, yaitu APEX, PTBA dan TINS. Walaupun berukuran kecil, ketiga saham ini sukses membagikan deviden sepanjang tahun 2006. Mereka juga memiliki nilai price earning ratio yang cukup menarik. Kelompok terakhir ditempati oleh saham‐saham yang memiliki total aset yang sangat kecil disertai aktivitas perdagangan yang sangat rendah sekali, yaitu CNKO dan CTTH. Keduanya sama‐sama memiliki nilai rasio net income per total aset yang sangat kecil. Bahkan, CTTH tercatat sebagai satu‐ satunya saham yang memiliki net income negatif di sektor pertambangan. Berbeda dengan sektor pertanian yang sangat didominasi oleh industri CPO, kegiatan di sektor pertambangan relatif lebih beragam. Sebuah kelompok kedekatan fundamental selalu ditempati oleh perusahaan dari industri yang berbeda‐beda. Ini tentu saja sulit dipisahkan dengan faktor diversifikasi kekayaan tambang di Indonesia. C. Sektor Industri Bahan Dasar dan Kimia Industri bahan dasar dan kimia merupakan salah satu sektor yang sangat besar. Ada 53 buah saham yang terdaftar di sektor ini. Secara umum, kita dapat membagi sektor ini menjadi 12 kelompok. 7
Gambar 3 Pohon kedekatan fundamental saham‐saham sektor industri bahan dasar dan kimia sepanjang tahun 2006.
Kelompok pertama diisi oleh saham‐saham dari industri kertas (TKIM, INTP INKP) dan produsen semen raksasa di Indonesia, yaitu SMGR. Keempat saham ini memiliki total aset dan kapitalisasi yang sangat besar di sektor tersebut. SMGR, sebagai sebuah perusahaan non‐kertas yang berhasil masuk 8
kelompok elit tersebut, memiliki catatan tersendiri. Di sektor industri dasar dan kimia, SMGR merupakan perusahaan terbaik dari sisi rasio net income per total aset, yaitu sebesar 0,173. Sementara itu, sepanjang tahun 2006, raksasa‐raksasa dari industri kertas mencatat performa yang cenderung mendatar. Kelompok kedua ditempati oleh enam buah saham dari latar belakang industri yang berbeda‐beda, yaitu TBMS, CPIN, CTBN, SMCB, MLIA dan JPFA. Kelompok ini terdiri atas saham‐ saham dengan ukuran besar dan menengah. Di kelompok ini CTBN memiliki catatan tersendiri. Ia memiliki rasio net income per total aset sebesar 0,134. Nilai ini menarik jika kita hubungan dengan tren bullish saham tersebut sepanjang tahun 2006, walaupun dari sisi likuiditas ia belum begitu baik. Kelompok keempat terdiri atas saham SAIP, TOTO dan UNIC. Kelompok kelima terdiri atas saham AMFG, ALMI, FASW dan BRPT. Kelompok keenam terdiri atas saham SUDI, SULI dan SOBI. Dari segi total aset dan kapitalisasi pasar, saham‐saham tiga kelompok ini berukuran menengah. Mayoritas saham di tiga kelompok menengah tersebut merupakan industri pengolahan produk hutan. Sementara itu, enam kelompok lainnya terdiri atas saham‐saham dengan ukuran total aset dan kapitalisasi yang sangat kecil. Gabungan enam kelompok lainnya hanya memiliki share kapitalisasi pasar sebesar 7%. Dari deskripsi di atas, kita dapat melihat bahwa di sektor ini, industri pengolahan produk hutan memiliki peranan yang sangat besar. Ini tentu tidak dapat dipisahkan dengan besarnya kekayaan hutan di Indonesia. D. Sektor Industri Produk Konsumen Secara umum, sektor industri produk konsumen dapat kita bagi menjadi 9 kelompok. Kelompok pertama ditempati oleh empat saham dengan total aset dan kapitalisasi pasar terbesar, yang meliputi UNVR, GGRM, HMSP dan INDF. Namun pada tahun 2006, dua raksasa besar industri rokok, yaitu GGRM dan HMSP, mencatat hasil yang bertolak belakang. Gross profit HMSP tumbuh lebih dari 17,06%. Sementara itu, GGRM justru turun hingga 8,28%. Demikian juga dengan kapitalisasi pasar GGRM, turun lebih dari 12%, tidak sampai setengah HMSP. Ini merupakan babak baru di tengah persaingan industri rokok yang selama bertahun‐tahun sangat didominasi oleh GGRM. Pada tahun 2006, GGRM adalah satu‐satunya perusahaan di kelompok ini yang tidak membagikan deviden. Dua raksasa lain yang berada di kelompok ini adalah UNVR dan INDF. UNVR memiliki catatan tersendiri, yaitu memiliki rasio net income per total aset terbaik di sektor industri produk konsumen. Catatan ini menarik jika kita hubungkan dengan meningkatnya harga saham UNVR dari level 4.000 rupiah menjadi lebih dari 6.000 rupiah perlembar, di akhir tahun 2006. Kelompok kedua ditempati oleh perusahaan dari industri farmasi dan makanan yaitu KLBF dan SMAR. Dua perusahaan ini memiliki ukuran total aset dan kapitalisasi pasar yang juga cukup besar. Dua saham ini sama‐sama membagikan keuntungan pada tahun 2006. Keduanya memiliki price earning ratio yang positif dan lebih kecil dari kelompok pertama. Secara fundamental, KLBF sedikit lebih baik daripada SMAR. Namun, tren harga yang terjadi cenderung bertolak belakang; SMAR naik tajam sementara itu KLBF bergerak mendatar. Kelompok ketiga dihuni oleh TSPC, SHDA, RMBA dan DAVO. Kelompok ini memiliki memiliki total aset yang berukuran menengah, namun dari sisi kapitalisasi pasar ia berukuran menengah‐atas. Kelompok keempat diisi oleh ULTJ, MYOR, TBLA dan KAEF. Kelompok ini memiliki memiliki total aset yang berukuran menengah, namun dari sisi kapitalisasi pasar ia berukuran menengah‐bawah. Mayoritas saham di kelas ini tidak membagikan deviden. Dibandingkan kelompok ketiga, kumpulan ini memiliki rasio net income per total aset yang jauh lebih kecil. Sementara itu, lima kelompok lainnya diisi oleh saham‐saham dengan total aset dan kapitalisasi pasar yang sangat kecil. Gabungan lima kelompok itu hanya memiliki bagian kapitalisasi pasar sebesar 5%. 9
Gambar 4 Pohon kedekatan fundamental saham‐saham sektor industri produk konsumen sepanjang tahun 2006.
E. Sektor Properti Sektor properti begitu mengeliat sepanjang tahun 2006. Kapitalisasi pasar di sektor ini tumbuh lebih dari 54%. Demikian juga dengan total aset dan sales revenues. Di periode ini, ada banyak saham yang menunjukkan tren bullish. 10
Gambar 5 Pohon kedekatan fundamental saham‐saham sektor properti sepanjang tahun 2006.
Secara fundamental, saham‐saham di sektor properti dapat kita bagi menjadi 11 kelompok. Kelompok pertama ditempati oleh LPKR dan CTRA, sebagai dua buah saham yang memiliki total aset terbesar. Namun dua buah raksasa properti ini mencatat hasil yang bertolak belakang. Dari sisi 11
income statement, seperti sales revenues, gross profit dan net‐income, LPKR mencatat penurunan yang sangat signifikan. Sementara itu, CTRA mencatat pertumbuhan yang sangat tinggi. Fenomena ini cukup menjelaskan terjadinya tren bullish harga saham CTRA serta peningkatan kapitalisasi pasar hingga mencapai 900,71%. Dari sisi fundamental, CTRA mencatat rekor tertinggi dalam hal rasio net income per total aset di sektor properti. Sementara itu, kelompok kedua ditempati oleh pemain menengah (dalam hal total aset) seperti ADHI, DUTI, JIHD, SMRA dan TRUB. Dari sisi laporan keuangan, empat saham pertama memiliki perilaku yang sangat dekat. TRUB merupakan sebuah fenomena tersendiri. Dalam tempo dua setengah bulan (perusahaan ini baru listing pertengahan Oktober 2006), ia mencatat rekor tertinggi dalam hal kapitalisasi pasar di sektor properti, bahkan melebihi kapitalisasi LPKR dan CTRA sepanjang tahun 2006. Geliat ini juga diikuti dengan tren bullish harga saham TRUB. Kelompok ketiga dihuni oleh BKSL, CTRS, DART, DILD, ELTY, JRPT, PWON, KIJA, MLND dan TOTL. Dari sisi total aset, saham‐saham dikelompok ini berukuran menengah. Namun secara umum, ia sedikit lebih kecil jika dibandingkan dengan kelompok kedua. Dibandingkan dengan tiga kelompok di atas, delapan kelompok lainnya diisi oleh saham‐saham dengan total aset dan kapitalisasi pasar yang sangat kecil. Gabungan delapan kelompok itu hanya memiliki share kapitalisasi pasar sebesar 8,2%. F. Sektor Infrastruktur dan Transportasi Secara umum, sektor ini dapat kita bagi menjadi sembilan kelompok. Kelompok pertama ditempati oleh perusahaan dengan total aset terbesar, yaitu TLKM. Saham ini memiliki kapitalisasi pasar tertinggi, bahkan empat kali lipat dari PGAS yang menempati urutan kedua. Dari sisi sales revenues, gross profit dan net income, sepanjang tahun 2006, perusahaan ini tumbuh dengan sangat pesat hingga semakin jauh meninggalkan ISAT (sebagai pesaing utama). Ia juga mencatat nilai rasio net income per total aset yang sangat tinggi. Catatan ini juga diikuti dengan tren bullish harga saham TLKM di sepanjang tahun 2006, dari level 6.000 rupiah menjadi lebih dari 10.000 rupiah perlembar. Kelompok kedua ditempati oleh ISAT. Walaupun dari sisi income statement kurang begitu memuaskan, namun ia memiliki catatan yang tidak begitu mengecewakan secara teknikal. Sepanjang tahun 2006, ia memiliki total aset terbesar kedua (setelah TLKM) dan menempati urutan ketiga dari sisi kapitalisasi pasar (setelah TLKM dan PGAS). Kelompok ketiga ditempati oleh pemilik total aset dan kapitalisasi besar lainnya, yaitu PGAS dan EXCL. Keduanya memiliki rasio total liabilities per total assets yang berdekatan. Kelompok keempat ditempati oleh BLTA, yang merupakan salah satu alternatif portofolio yang menarik untuk diperhatikan. Sepanjang tahun 2006, net profit margin saham ini tumbuh 14,56%. Ia juga memiliki rasio rasio net income per total aset tertinggi di sektor ini, yaitu mendekati 15%. Kelompok kelima dihuni oleh FREN, APOL dan SMDR. Kelompok keenam ditempati oleh BTEL, CMNP dan HITS. Dua kelompok ini adalah saham‐saham berukuran menengah, baik dari sisi total aset maupun kapitalisasi pasar. Namun, keduanya memiliki perilaku yang berbeda dalam hal rasio hutang. Kelompok kelima cenderung memiliki rasio total liabilities per total assets yang lebih besar, namun memiliki rasio current liabilities per current assets yang lebih kecil, relatif terhadap kelompok keenam. Sementara itu, tiga kelompok lainnya diisi oleh saham‐saham dengan total aset dan kapitalisasi pasar yang berukuran sangat kecil. Gabungan tiga kelompok itu hanya memiliki share kapitalisasi pasar sebesar 0,8%. Dari ulasan di atas kita dapat melihat bahwa sektor ini sangat didominasi oleh industri telekomunikasi. Pertumbuhan yang terjadi dimotori oleh pasar selular. Pasar ini mencatat pertumbuhan yang sangat besar. Rata‐rata pengguna telepon selular tumbuh sebesar 63,7% setiap tahun, dari 1996 hingga 2005. Pengguna baru (dari tahun 2004) tersebut berturut‐turut direbut oleh TLKM (66,8%), ISAT (11%) dan EXCL (18%). Namun dalam dua tahun belakangan ini, muncul sejumlah pesaing baru. Ini adalah babak baru persaingan di industri telekomunikasi. 12
Gambar 6 Pohon kedekatan fundamental saham‐saham sektor infrastruktur dan transportasi sepanjang tahun 2006.
G. Sektor Perdagangan, Jasa dan Investasi Perdagangan, jasa dan investasi adalah sektor yang sangat besar. Sepanjang tahun 2006, ada sekitar 66 saham terdaftar di sini. Sektor ini mencatat pertumbuhan net income yang relatif rendah, hanya sebesar 4,74%. Secara umum, bagian ini dapat kita bagi menjadi 14 kelompok. Kelompok pertama ditempati oleh saham dengan total aset dan kapitalisasi pasar terbesar, yaitu UNTR. Walaupun beberapa rasio vital di sisi income statement perusahaan ini menurun drastis, namun secara relatif ia tetap merupakan salah satu perusahaan besar dengan rasio net income per total aset yang terdepan di sektor ini. Saham ini menunjukkan tren bullish sepanjang tahun 2006, naik dari level 3.500 menjadi lebih dari 6.500 rupiah per lembar. Kelompok kedua ditempati oleh BMTR, BNBR, MLPL dan MPPA. Total aset dan kapitalisasi kelompok ini relatif berukuran besar. Selain berukuran relatif sama, empat saham ini juga mencatat pertumbuhan total aset yang sangat tinggi ,yaitu pada rentang 18,48% hingga 36,47%. Kelompok ketiga ditempati oleh AKRA, EPMT, HERO, MAPI, PLIN, RALS dan TURI. Kelompok keempat diisi oleh TGKA, SCMA, LTLS, JSPT dan ALFA. Total aset dan kapitalisasi dua kelompok ini berukuran menengah, naman dari sisi sales revenues kelompok ketiga relatif lebih dominan. Dari sini terlihat bahwa, dua kelompok ini sangat didominasi oleh industri retail. Kelompok kelima dihuni oleh saham‐ saham dengan total aset dan kapitalisasi pasar berukuran menengah, seperti FAST, GRIV, HEXA, IDKM, LPLI, MDRN, MTDL dan PJAA. Kelompok ini ditempati oleh perusahaan yang memiliki latar belakang industri yang sangat beragam. Dari sisi income statement dan balance sheet, ia sangat 13
beragam. Sementara itu, sembilan kelompok lainnya ditempati oleh saham‐saham yang relatif tidak begitu likuid, dengan jumlah kapitalisasi keseluruhan sebesar 9,6%. Gambar 7 Pohon kedekatan fundamental saham‐saham sektor perdagangan, jasa dan investasi sepanjang tahun 2006.
14
H. Sektor Perbankan Gambar 8 Pohon kedekatan fundamental saham‐saham sektor perbankan sepanjang tahun 2006.
Setelah sektor infrastruktur dan transportasi, perbankan adalah sektor dengan kapitalisasi pasar terbesar. Sektor ini dibangun oleh saham‐saham dengan total aset yang sangat besar. Lima saham yang memiliki total aset terbesar berada di sektor ini, yaitu BMRI, BBCA, BBNI, BBRI, dan BDMN. Dalam penyusunan pohon kedekatan fundamental, kita juga memperhatikan beberapa besaran khas sektor perbankan seperti CAR, NPL Gross dan ROA. Saham‐saham di sektor ini dapat kita kelompokan menjadi 9 kelompok. Kelompok pertama diisi oleh saham‐saham yang memiliki kapitalisasi pasar terbesar, yaitu BMRI, BBRI dan BBCA. Kelompok ini memiliki nilai ROA yang sangat tinggi, kecuali BMRI. BMRI, sebagai sebuah perusahaan yang memiliki total aset dan kapitalisasi terbesar, mempunyai nilai NPL Gross yang sangat tinggi, yaitu sebesar 17,08%. Hal ini tentu saja perlu diwaspadai. Kelompok kedua ditempati oleh BBNI dan BDMN. Keduanya adalah perusahaan yang memiliki total aset dan kapitalisasi pasar berukuran menengah‐ atas. Seperti BMRI, BBNI juga memiliki nilai nilai NPL Gross yang sangat tinggi. Kelompok ketiga ditempati oleh barisan bank swasta papan atas lainnya, seperti BNGA, BNII, BNLI, LPBN, MEGA, dan NISP. Enam saham ini memiliki nilai balance sheet, income statement, financial ratios dan technical review yang relatif sama. Sementara itu enam kelompok lainnya ditempati oleh saham‐saham dengan aset total dan kapitalisasi pasar yang sangat kecil. Secara keseluruhan mereka hanya memiliki share kapitalisasi pasar sebesar 8,9%. 15
I. Sektor Multifinance Sektor ini memiliki kapitalisasi pasar yang sangat kecil, nomor dua setelah asuransi. Selain itu, sektor multifinance juga mencatat pertumbuhan kapitalisasi pasar terendah sepanjang tahun 2006. Namun demikian, dari sisi pertumbuhan indeks sektoral, ia relatif menjanjikan. Gambar 9 Pohon kedekatan fundamental saham‐saham sektor multifinance sepanjang tahun 2006.
Sektor ini dapat kita bagi menjadi 10 kelompok. Kelompok pertama ditempati oleh lima buah saham yang memiliki total aset dan kapitalisasi terbesar (di sektor ini), yaitu ADMF, BFIN, BHIT, SMMA dan WOMF. Di sini, BHIT dan WOMF mencatat pertumbuhan aset yang luar biasa tinggi, yaitu berturut‐ turut 427,83% dan 207,73%. Namun, mereka bertolak belakang dalam hal pertumbuhan net income. BHIT tumbuh 346,74% sementara itu WOMF justru turun hingga –44,92%. Namun dari sisi rasio net income per total aset, ADMF dan BFIN membukukan nilai tertinggi. Kelompok kedua ditempati oleh saham dengan total aset dan kapitalisasi berukuran menengah‐atas, yaitu BBLD, GSMF dan MKDO. Kelompok ketiga ditempati oleh saham dengan total aset dan kapitalisasi berukuran menengah‐ bawah, yaitu BCAP, CFIN, MFIN, PANS dan TRIM. Secara umum, kelompok kedua memiliki nilai price 16
earning ratio yang lebih tinggi dan mempunyai rasio net income per total aset yang lebih rendah, kecuali saham BBLD. Kondisi diduga berhubungan dengan faktor pembiayaan di saham tersebut. Sekitar Oktober 2006, BBLD menandatangai kontrak hutang sebesar 28 juta USD ke sebuah sindikat bank asing. Pada waktu yang kurang lebih bersamaan, harga saham BBLD jatuh hingga kurang dari setengahnya. Sementara itu, tujuh kelompok lainnya ditempati oleh saham‐saham yang relatif tidak begitu likuid, dengan jumlah kapitalisasi keseluruhan sebesar 11,6%. J. Sektor Asuransi Walaupun memiliki kapitalisasi pasar terendah, sektor ini mempunyai tingkat pertumbuhan kapitalisasi pasar sebesar 97,75%. Pertumbuhan pesat juga terjadi dalam hal total aset. Sektor ini tumbuh hingga 22,12%. Gambar 10 Pohon kedekatan fundamental saham‐saham sektor asuransi sepanjang tahun 2006.
Sebelas saham di sektor ini dapat kita bagi menjadi 4 kelompok. Kelompok pertama dihuni oleh dua saham dari Panin Group, yaitu PNIN dan PNLF. Dua saham ini memiliki total aset dan kapitalisasi pasar terbesar. Total kontribusi keduanya yaitu kurang lebih sebesar 89,74%. Selain itu, dua saham asuransi yang listing pertama kali ini juga sangat menonjol dalam hal pertumbuhan total aset (59,49% dan 99,89%), jauh meninggalkan peringkat kedua, ASRM (dari kelompok kedua), yang hanya tumbuh sebesar 13,58%. Kondisi yang identik terjadi dalam hal sales revenues. Sementara itu, dua kelompok lainnya ditempati oleh saham‐saham dengan total aset dan kapitalisasi pasar yang sangat kecil, yang nilai totalnya hanya sebesar 7% dari aktivitas perdagangan di sektor asuransi. K. Sektor Lain‐Lain Sektor ini ditempati oleh beberapa jenis industri yang tidak termasuk dalam 10 sektor yang ada di atas. Beberapa industri yang tergabung dalam sektor ini antara lain otomotif, tekstil, kabel dan industri sepatu. Sepanjang tahun 2006, kapitalisasi pasar sektor ini tumbuh sebesar 42,6%, jauh dibawah rata‐rata sektor lainnya yang mencapai angka 50,7%. 17
Gambar 11 Pohon kedekatan fundamental saham‐saham sektor lain‐lain sepanjang tahun 2006. 18
Sektor ini dapat kita bagi menjadi 11 kelompok. Kelompok pertama ditempati oleh raksasa otomotif nasional, ASII. Ia adalah saham dengan total aset dan kapitalisasi pasar terbesar. Walaupun dari sisi income statement terjadi penurunan yang cukup signifikan, relatif terhadap tahun 2005, namun performanya di sektor ini masih relatif baik. ASII masih mampu membukukan rasio net‐income per total aset sebesar 6,4%. Kelompok kedua diisi oleh GDYR, HDTX, POLY, IMAS dan BATA. Kelompok ketiga dihuni oleh GJTL, TFCO, INDR, ADMG dan AUTO. Terdapat perbedaan dalam hal total aset, ukuran saham‐saham di kelompok ketiga cenderung lebih besar dari saham di kelompok kedua. Namun dari sisi kapitalisasi pasar, mereka cenderung berimbang, yaitu berukuran menengah. Sementara itu, delapan kelompok lainnya diisi oleh saham‐saham dengan total aset dan kapitalisasi pasar yang relatif lebih kecil. Gabungan delapan kelompok itu hanya memiliki bagian kapitalisasi pasar sebesar 9,6%. Dari proses pengelompokan yang dilakukan, ada sebuah perilaku menarik. Pada 10 sektor sebelumnya, kelompok‐kelompok saham yang muncul cenderung memiliki rangking total aset dan rangking kapitalisasi pasar yang cenderung konsisten satu sama lain. Namun di sektor ini, sifat tersebut tidak muncul. Kondisi ini diduga karena sektor ini diisi oleh perusahaan‐perusahaan dari latar belakang industri yang sangat beragam. 4. Catatan Penutup & Kesimpulan Kita telah menunjukkan eksploitasi metodologi penjajaran yang digunakan dalam kajian biologi genetika untuk mengkonstruksi visualisasi kedekatan antara satu perusahaan dengan perusahaan lain yang go public di Bursa Efek Indonesia berdasarkan aspek fundamentalnya. Metodologi ini menunjukkan kedekatan antara satu firma dengan menggunakan pola keterhubungan dengan membentuk model jaringan/pohon. Dari analisis yang kita lakukan, didapati bahwa kebanyakan perusahaan yang berada pada sektor yang sama memiliki kedekatan faktor fundamental dengan terbentuknya kerumunan (clustering) perusahaan‐perusahaan yang berada dalam sektor yang sama. Temuan ini sangat menarik karena menunjukkan pola perdagangan dan perindustrian di Indonesia secara umum, setidaknya yang sahamnya diperdagangkan di lantai bursa. Pola ini menunjukkan bahwa terdapat karakter‐karakter unik dari sektor‐sektor usaha di Indonesia. Dari sisi investasi di pasar modal, kita juga dapat meraba perusahaan‐perusahaan yang menarik untuk dijadikan obyek investasi di pasar modal. Beberapa saham yang sangat kuat secara fundamental pada umumnya membentuk untai ranting sendiri atau dengan kata lain tervisualisasi dengan jelas mengelompok tidak peduli ia berada pada sektor manapun. Observasi serupa yang dilakukan dalam pohon yang dibangun untuk tiap sektor menunjukkan lebih detail lagi tentang aspek sektoral perusahaan‐perusahaan tersebut. Di dalam tiap sektor terdapat pengelompokan‐pengelompokan yang merepresentasikan aspek fundamental dari firma‐firma yang ada. Terlihat secara jelas bahwa saham‐saham yang ada di tiap sektor membentuk kelompok‐ kelompok tertentu di mana terdapat kecenderungan bahwa di dalam tiap sektor terdapat beberapa saham “unggulan”, yakni firma‐firma yang aspek fundamentalnya sangat berbeda dengan kebanyakan perusahaan di dalam sektor tersebut. Saham‐saham ini pada model pohon jaringan umum membentuk kelompok ranting sendiri, misalnya saham ASII, TLKM, dan lain‐lain. Hal ini secara umum memberikan arahan intuitif bagi kita untuk menyadari bahwa perbedaan aspek fundamental antar perusahaan‐perusahaan tersebut cenderung sangat besar. Secara umum, di lantai bursa kita terdapat saham‐saham yang sangat mendominasi di tiap sektornya yang pada gilirannya di level umum secara fundamental membentuk ranting tersendiri. Saham‐saham perusahaan inilah yang dikatakan merupakan saham‐saham yang memiliki peran besar dan mendominasi pergerakan indeks komposit dan konsekuensinya nilai proses ekonomi di Indonesia secara umum. 19
Dari sisi investasi di pasar modal, kita kini dimudahkan untuk melakukan pemilihan saham perusahaan yang ingin dijadikan sebagai obyek investasi. Pendekatan yang dideskripsikan dalam makalah ini tentunya dapat melengkapi beberapa analisis terdahulu yang semata‐mata mentransformasikan besaran korelasi menjadi koefisien jarak utrametrik [1]. Beberapa perusahaan yang memiliki aspek fundamental yang unik dan fluktuasi yang tidak terlalu besar relatif terhadap saham‐saham lain tentunya menjanjikan risiko yang tidak terlalu besar, dan demikian pula sebaliknya. Kepustakaan Yang Digunakan [1] Situngkir, H. & Surya, Y. (2005). “On Stock Market Dynamics through Ultrametricity of Minimum Spanning Tree”. BFI Working Paper Series WPH2005. [2] Ardi, Y. & Amri, R. (eds.). (2007). JSX Watch 2007‐2008. Pustaka Bisnis Indonesia [3] Feng,D.F. and Doolittle.R. F.(1987). Progressive sequence alignment as a prerequisite to correct phylogenetic trees. Journal of Molecular Evolution. 25:351–360. [4] Khanafiah, D. & Situngkir, H. (2004). “Innovation as Evolution: Phylomemetic of Cellphone Designs”. BFI Working Paper Series WPV2004. Bandung Fe Institute. [5] Khanafiah, D. & Situngkir, H.. (2007). “Komposisi TV dan Stasiun TV”. BFI Working Paper Series WPX2007 Bandung Fe Institute. [6] Needleman, S.B. and Wunsch, C.D.(1970). “A General Method Applicable to the Seacrh for Similarities in the Amino Acid Sequence of Two Proteins” Journal of Molecular Biology 48:443‐453 [7] Waterman, Michael S. (1995). Introduction to Computational Biology: Maps, Sequence and Genomes ‐ Interdiciplinary Statistics. Chapman & Hall. London. pp.345‐367.
20