SKRIPSI
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENGGELAPAN UANG NASABAH PADA BANK RAKYAT INDONESIA CABANG BONE (Putusan No.387/Pid.B/2012/PN.Wtp)
Oleh ANDI NURJIHAN B 111 09 171
BAGIAN HUKUM PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014
HALAMAN JUDUL
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENGGELAPAN UANG NASABAH PADA BANK RAKYAT INDONESIA CABANG BONE (Putusan No.387/Pid.B/2012/PN.Wtp)
Oleh: ANDI NURJIHAN B 111 09 171
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Tugas Akhir dalam Rangka Penyelesaian Studi Sarjana dalam Bagian Hukum Pidana Program Studi Ilmu Hukum
Pada
BAGIAN HUKUM PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014 i
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Diterangkan bahwa skripsi mahasiswa : Nama
: Andi Nurjihan
Nomor Induk
: B 111 09 171
Bagian
: Hukum Pidana
Judul
: Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Penggelapan Uang Nasabah Pada Bank Rakyat Indonesia Cabang Bone (Putusan Nomor 387/Pid.B/2012/PN.Wtp)
Telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan dalam seminar usulan penelitian
Makassar, 14 Februari 2014
Pembimbing I
Prof.Dr.Syukri Akub S.H.,M.H. NIP. 195311241979121001
Pembimbing II
Dr.Dara Indrawati S.H.,M.H. NIP. 196608271992032002
ii
ABSTRAK Andi Nurjihan (B 111 09 171), tinjauan yuridis terhadap tindak pidana penggelapan uang nasabah pada Bank Rakyat Indonesia cabang Bone. Studi Kasus No.387/Pid.B/2012/PN.Wtp (di bawah bimbingan Syukri Akub selaku pembimbing I dan Dara Indrawati selaku pembimbing II). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pembuktian unsur-unsur tindak pidana yang diberlakukan dalam putusan No.387/Pid2012/PN.Wtp serta untuk mengetahui apa saja yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam penjatuhan pidana terhadap terdakwa penggelapan uang nasabah bank rakyat Indonesia cabang bone. Penelitian yang digunakan adalah penelitian pustaka (library research) dan penelitian lapangan (field research) dengan tipe penelitian deskriptif yaitu penganalisaan data yang diperoleh dari studi lapangan dan kepustakaan dengan cara menjelaskan dan menggambarkan kenyataan objek. Pendekatan masalah dilakukan secara yuridis yaitu kajian terhadap peraturan perundang-undangan. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh langsung dari objek penelitian di lapangan dan data sekunder yang diperoleh dari hasil studi kepustakaan. Penelitian ini dilaksanakan di Pengadilan Negeri Watampone. Hasil penelitian yang dilakukan ini adalah diketahuinya pembuktian unsurunsur tindak pidana yang diberlakukan dalam kasus Putusan No.387/Pid.B/2012/PN.Wtp. Pembuktian yang dilakukan berdasarkan faktafakta hukum berupa keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa, dan adanya barang bukti. Terdakwa didakwakan dengan dakwaan alternatif yaitu dakwaan kesatu Pasal 49 ayat (1) ke-a, ke-b, ke-c Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan dan dakwaan kedua Pasal 374 KUHP. Dan diketahuinya dasar pertimbangan hakim dalam penjatuhan pidana terhadap terdakwa penggelapan uang nasabah bank rakyat Indonesia cabang bone, yang dimana dalam perkara ini majelis hakim memutuskan terdakwa terbukti melanggar dakwaan kedua yakni Pasal 374 KUHP tentang penggelapan, majelis hakim mendapatkan keyakinannya dengan menekankan nilai-nilai hukum terhadap proses sidang yaitu terhadap alat-alat bukti dan fakta-fakta iii
yang terungkap dipersidangan. Sanksi pidana yang diputuskan adalah 3 (tiga) tahun penjara.
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas berkat, rahmat dan hidayahnya jualah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dalam rangka penyelesaian studi pada program jurusan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sebagai suatu karya ilmiah, namun demikian penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi almamater tercinta. Penulisan skripsi ini memerlukan kesabaran dan ketabahan karena banyaknya tantangan baik dari segi kemampuan penulis maupun waktu yang tersedia, tetapi berkat petunjuk dan arahan dari pembimbing serta pihakpihak lain yang memberikan dukungan serta semangat dalam penyusunan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis ini mengucapkan terima kasih kepada ayahanda dan Ibunda tercinta atas doa restu, kasih sayang, pengorbanan, serta perhatian yang begitu besar kepada Penulis, serta kepada saudara-saudara penulis yang senantiasa mendukung secara moril kepada Penulis. Melalui kesempatan ini Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Prof.Dr.Syukri Syakub S.H.,M.H. selaku pembimbing I dan Dr.Dara Indrawati S.H.,M.H. selaku pembimbing II atas segala bantuan dan bimbingannya selama proses penyusunan skripsi ini. 2. Prof.Dr.Aswanto S.H.,M.S.,DFM selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin beserta Pembantu Dekan I,II,III Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar. 3. Para dosen, staff dan pegawai di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar yang telah bersedia memberikan ilmunya dan pengetahuannya kepada Penulis. 4. Sahabat-sahabat Penulis yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu.
iv
. Semoga Tuhan membalas segala budi baik yang telah diberikan kepada Penulis. Skripsi ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karenanya saran dan kritik senantiasa Penulis harapkan demi perbaikan di masa yang akan datang. Harapan Penulis, kiranya skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada pembacanya. Amin. Terima kasih.
Makassar, 11 Februari 2014
Andi Nurjihan
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ...........................................................
ii
DAFTAR ISI ...........................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah........................................................
1
B. Rumusan Masalah ................................................................
6
C. Tujuan Penelitian ...................................................................
6
D. Kegunaan Penelitian .............................................................
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................
8
A. Tindak Pidana .......................................................................
8
1. Pengertian Tindak Pidana ...............................................
8
2. Unsur-Unsur Tindak Pidana ............................................
13
B. Penggelapan .........................................................................
17
1. Pengertian Penggelapan .................................................
17
2. Jenis-Jenis Tindak Pidana Penggelapan ………… .........
18
3. Unsur-Unsur Tindak Pidana Penggelapan … .................
22
C. Perbankan …………………………………………………….. .
26
1. Pengertian Perbankan………………………………………
26
2. Sistem Perbankan………………………………………. ....
27 vi
3. Hukum Perbankan………………………………………… .
27
4. Tindak Pidana di Bidang Perbankan menurut UU No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan……………… ................
28
D. Pidana dan Pemidanaan .......................................................
30
1. Pengertian Pidana ...........................................................
30
2. Jenis-jenis Pidana ............................................................
31
E. Dasar Pemberatan dan Peringanan Pidana .........................
34
1.
Dasar Pemberatan Pidana……………………………….
34
2.
Dasar Peringanan Pidana………………………………. ..
39
F. Putusan………………………………………………………….
41
1. Pengertian Putusan………………………………………..
41
2. Jenis-jenis Putusan…………………………………….. ...
42
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................
46
A. Lokasi Penelitian ...................................................................
46
B. Jenis dan Sumber data .........................................................
46
C. Teknik Pengumpulan Data ....................................................
47
D. Analisis Data..........................................................................
47
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN....................... .....
49
A. Unsur-unsur Tindak Pidana Yang Diberlakukan Dalam Putusan Nomor 387/Pid.B/2012/PN.Wtp....................... ......
49
1. Dakwaaan Penuntut Umum..................................... ......
50
2. Tuntutan Penuntut Umum....................................... ......
56 vii
3. Amar Putusan........................................................ ........
61
4. Analisis Penulis..............................................................
62
B. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Pidana Terhadap Terdakwa Penggelapan dalam Jabatan atau Pekerjaannya........ ................................................................
64
BAB V PENUTUP....................................................................... ..........
67
A. Kesimpulan...................................................................... ....
67
B. Saran............................................................................... ....
68
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................
69
viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam pembangunan ekonomi suatu negara diperlukan adanya pengaturan mengenai pengelolaan sumber-sumber ekonomi yang tersedia secara terarah dan terpadu serta dimanfaatkan secara maksimal bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. lembaga keuangan pada umumnya dan lembaga perbankan pada khususnya mempunyai peranan
yang semakin penting dan strategis
dalam menggerakkan roda perekonomian suatu negara yang merupakan suatu bukti bahwa lembaga perbankan merupakan pilar utama pembangunan ekonomi nasional. Dalam perwujudan peningkatan perekonomian negara diperlukan berbagai aspek hukum dari lembaga perbankan yang mencakup kelembagaan,
kegiatan
usaha,
serta
cara,
dan
proses
dalam
melaksanakan kegiatan usaha dari suatu bank. Hukum pidana adalah hukum publik yang merupakan bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk menentukan perbuatanperbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut, menentukan kapan dan dalam 1
hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana telah diancamkan, dan menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut. Dari penjelasan diatas Penulis menyimpulkan bahwa suatu perbuatan dikatakan sebagai suatu tindak pidana apabila perbuatan yang dilakukan itu mengandung unsur melawan hukum, dalam arti melanggar larangan yang oleh aturan hukum perbuatan itu dilarang dan atas pelanggaran itu dikenakan sanksi. Secara umum dapat dikatakan bahwa bentuk tindak pidana dibagi menjadi 2 jenis yaitu kejahatan dan pelanggaran. Kejahatan adalah sebagian dari perbuatan-perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana. Pada dasarnya perbuatan-perbuatan kejahatan diatur dalam buku Kedua KUHPidana. Selain itu, adapula kejahatan yang diatur dalam Undang-Undang diluar dari KUHP. Dengan demikian kejahatan adalah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana yang termuat dalam buku Kedua KUHP dan UU lain yang dengan tegas menyebutkan suatu perbuatan sebagai kejahatan. Sebagaimana yang telah dikemukakan, bahwa perbuatan-perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana bagi barang siapa yang melakukannya bukan semata-mata kejahatan, tetapi meliputi juga pelanggaran. Pelanggaran ini pada pokoknya diatur dalam buku Ketiga
2
KUHP dan Undang-Undang lain yang menyebutkan secara tegas suatu perbuatan sebagai pelanggaran Tindak pidana dibidang ekonomi atau kejahatan ekonomi adalah suatu tindak pidana yang mempunyai motif ekonomi dan lazimnya dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kemampuan intelektual dan mempunyai posisi penting dalam masyarakat dan pekerjaannya. Secara umum tindak pidana ekonomi adalah tindakan melanggar hukum yang dilakukan karena atau untuk motif-motif ekonomi. Conklin merumuskan dan mengidentifikasi unsur-unsurnya sebagai berikut: a. Suatu perbuatan melawan hukum yang diancam dengan sanksi pidana. b. Yang dilakukan oleh seseorang atau korporasi didalam pekerjaannya yang sah atau didalam pencarian/usahanya di bidang industry atau perdagangan. c. Untuk
tujuan
memperoleh
uang
atau
kekayaan,
menghindari
pembayaran uang atau menghindari kehilangan/kerugian kekayaan, memperoleh keuntungan bisnis atau keuntungan pribadi. Adapun yang bentuk dari pelanggaran ekonomi tersebut yaitu: a. Pelanggaran penghindaran pajak b. Penipuan, atau kecurangan di bidang perkreditan c. Penggelapan dana-dana masyarakat, dan penyelewengan dana-dana masyarakat
3
d. Pelanggaran terhadap peraturan-peraturan keuangan e. Spekulasi dan penipuan dalam transaksi tanah, penyelundupan f. Delik-delik lingkungan g. Menaikkan harga serta melebihi harga faktur, juga mengekspor dan menginpor barang-barang yang dibawah standard an bahkan hasilhasil produksi yang membahayakan h. Eksploitasi tenaga kerja i. Penipuan konsumen Berkaitan dengan kejahatan ekonomi tersebut, dalam suatu tulisan yang dibuat oleh Direktorat Pelatihan Bea Cukai dan Pusat Pajak New Delhi pada tahun 1986, dikemukakan bahwa kejahatan komersial adalah kejahatan yang berhubungan dengan kejahatan ekonomi, perdagangan, dan keuangan. Kejahatan tersebut lazimnya disebut dengan kejahatan ekonomi, kejahatan yang terorganisir, dan kejahatan kerah putih (white collar crime). Secara garis besar kejahatan komersial tersebut dapat dibagi menjadi 6 (enam) kategori yaitu : 5. Penyimpangan perbankan, yaitu penipuan uang muka, pemalsuan L/C, promes dan wesel, pemalsuan uang, penyimpangan dalam pengiriman uang, dan sebagainya. 6. Penyimpangan perdagangan,
perdagangan, perubahann
asset
yaitu
kepailitan,
perusahaan,
dan
kejahatan pemalsuan
kontrak.
4
7. Penyimpangan pembayaran perdagangan eceran, cek palsu, kartu kredit palsu, cek kosong. 8. Penyimpangan
yang
berkaitan
dengan
investasi,
surat-surat
berharga, saham dan obligasi palsu serta manipulasi pasar. 9. Penyimpangan perusahaan. 10. Penyimpangan lainnya, seperti kejahatan computer, kejahatan asuransi, penyimpangan pajak, dan sebagainya. Dari pembagian kejahatan komersial tersebut, menunjukkan bahwa pada dasarnya antara bentuk penyimpangan yang satu dengan yang lainnya mempunyai hubungan yang erat. Sebagaimana diketahui bahwa tindak pidana di bidang perbankan merupakan salah satu bentuk dari tindak pidana di bidang ekonomi. Tindak pidana di bidang perbankan dilakukan dengan menggunakan bank sebagai sarana dan sasarannya. Merujuk dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Segala hal yang menyangkut tindak pidana di bidang ekonomi khususnya di bidang perbankan diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Atas dasar pemikiran itulah maka Penulis menganggap bahwa perlunya Penulis memilih judul proposal ini. Dalam skripsi yang dibahas, Penulis 5
mengangkat sebuah judul yaitu “Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Penggelapan Uang Nasabah Pada Bank Rakyat Indonesia Cabang Bone (Putusan No.387/Pid.B/2012/PN.Wtp)”. B. Rumusan Masalah Agar pembahasan dalam penulisan ini tidak melebar, maka Penulis merumuskan beberapa masalah untuk dibahas, yaitu : 1. Bagaimanakah penerapan hukum pidana materiil pada Putusan Nomor 387/Pid.B/2012/PN.Wtp? 2. Bagaimanakah penerapan hukum hakim terhadap pelaku tindak pidana penggelapan pada Putusan Nomor 387/Pid.B/2012/PN.Wtp? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang ingin dicapai pada penulisan ini, yaitu : 1.
Untuk mengetahui penerapan hukum pidana materiil pada Putusan Nomor 387/Pid.B/2012/PN.Wtp.
2.
Untuk mengetahui penerapan hukum hakim terhadap pelaku tindak pidana penggelapan pada Putusan Nomor 387/Pid.B/2012/PN.Wtp.
D. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian tersebut diharapkan mampu memberikan manfaat-manfaat sebagai berikut : 1. Memberikan sumbangsih terhadap perkembangan hukum di Indonesia, khususnya mengenai penerapan hukum materiil dalam tindak pidana penggelapan uang khususnya pada nasabah bank.
6
2. Menambah bahan referensi bagi Penulis dan mahasiswa fakultas hukum dalam menambah pengetahuan tentang ilmu hukum. 3. Menjadi salah satu bahan pertimbangan bagi pemerintah agar lebih memperhatikan penegakan hukum di Indonesia, khususnya dalam penegakan hukum terhadap kejahatan penggelapan uang di Indonesia khususnya di Bone. 4. Menjadi salah satu bahan informasi atau masukan bagi proses pembinaan kesadaran hukum bagi masyarakat untuk mencegah terulangnya peristiwa yang serupa.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Istilah delik adalah merupakan kata yang diadopsi dari istilah bahasa latin delictum dan delicta. Delik dalam bahasa disebut strafbaarfeit. Strafbaarfeit terdiri dari 3 (tiga) kata yaitu straf, baar, dan feit. Straf diartikan sebagai pidana dan hukum, baar diartikan sebagai dapat dan boleh. Sedangkan feit diartikan sebagai tindak, peristiwa, pelanggaran, dan perbuatan. Bahasa inggrisnya adalah delik yang artinya suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman (pidana). Moeljatno (Adami Chazawi, 2002:72) mengatakan bahwa suatu strafbaarfeit itu sebenarnya adalah suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan. Berikut ini adalah beberapa pendapat pengertian tindak pidana dalam arti starbaarfeit menurut pendapat para ahli : J.E Jonkers (Bambang Poernomo, 1982:91) membagi atas dua pengertian yaitu :
Definisi pendek memberikan pengertian: strafbaarfeit adalah suatu kejadian (feit) yang dapat diancam dengan hukuman pidana oleh undang-undang.
8
Definisi panjang atau yang lebih mendalam memberikan pengertian “starfbaarfeit” adalah suatu kelakuan yang melawan hukum berhubung dilakukan dengan sengaja atau alpa oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pompe (Bambang Poernomo, 1982:91) membagi atas dua pengertian yaitu :
Definisi menurut teori memberikan pengertian “starfbaarfeit” adalah suatu pelanggaran terhadap norma yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hokum dan menyelamatkan kesejahteraan umum. Defenisi menurut hukum positif merumuskan pengertian “starfbaarfeit” adalah suat kejadian (feit) yang oleh peraturan perundang-undangan dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum. Simmons (P.A.F Lamintang,1997:18) “strafbaarfeit adalah suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun dilakukan dengan tidak sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan oleh undangundang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum” Van Hammel (P.A.F Lamintang,1997:18) “strafbaarfeit adalah suatu serangan atau ancaman terhadap hak-hak orang lain.” Berbeda dengan pandangan para pakar diatas, menurut Halim
(Adami Chazawi,2002:72) menyatakan delik adalah suatu perbuatan atau tindakan yang terlarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang (pidana).
9
Rusli Effendy (1986:2) memberikan batas pengertian delik sebagai berikut: “Peristiwa pidana atau delik adalah perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam terhadap siapa yang melanggar larangan tersebut”. Apabila diperhatikan rumusan tersebut diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa istilah perisitwa pidana sama saja dengan istilah delik, yang redaksi artinya adalah strafbaarfeit. Pengertian peristiwa pidana atau delik diatas mengandung makna sebagai suatu perbuatan yang oleh hukum pidana dan disertai dengan ancaman atau hukuman bagi siapa saja yang melanggar larangan tersebut. Moeljatno (1985:54) menggunakan istilah perbuatan pidana sebagai terjemahan dari strafbaarfeit dan memberikan definisi sebagai berikut: “perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan manay yang disertai ancaman (sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut).” Istilah strafbaarfeit juga diterjemahkan oleh R. Soesilo (1984:6) sebagai berikut: “Tindak pidana sebagai istilah delik atau peristiwa pidana atau perbuatan yang dapat dihukum yaitu sebagai suatu perbuatan yang dilarang atau diwajibkan oleh undang-undang yang apabila dilakukan atau diabaikan, maka orang yang melakukan atau mengabaikan akan diancam dengan pidana.”
10
Sedangkan Bambang Poernomo (1982:90) menyatakan bahwa : “Didalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah straafbaarfeit. Kepustakaan tentang hukum pidana sering mepergunakan istilah delik sedangkan pembuat undangundang dalam merumuskan strafbaarfeit mempergunakan istilah pidana tanpa mempersoalkan perbedaan istilah tersebut.”
Lebih lanjut Bambang Poernomo menjelaskan bahwa istilah delik. Strafbaarfeit, peristiwa pidana, dan tindak pidana serta perbuatan pidana mempunyai pengertian yang sama yaitu suatu perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum dan larangan tersebut disertai dengan ancaman dan sanksi berupa pidana yang melanggar larangan tersebut. Vos
(Bambang
Poernomo,1982:90)
terlebih
mengemukakan arti sebagai “Tatbestandmassigheit”
dahulu merupakan
kelakuan yang mencocoki lukisan dan ketentuan yang dirumuskan dalam undang-undang yang bersangkutan. Delik menurut pengertian sebagai “Wesencshau” telah diikuti oleh para ahli hukum pidana dan yurisprudensi Nederland
dalam
hubungannya dengan ajaran sifat melawan hukum yang materil. Pengertian dan istilah strafbaarfeit menurut Vos (Bambang Poernomo 1982:91) adalah suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan, jadi suatu kelakuan yang pada umumnya dilarang diancam dengan ancaman pidana. 11
Di dalam mencari elemen yang terdapat di dalam starfbaarfeit oleh Vos
telah
ditunjuk
pendapat
oleh
Simons
(Bambang
Poernomo,1982:92) yang menyatakan suatu strafbaarfeit adalah perbuatan yang melawan hukum dengan kesalahan yang dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan. Dari pengertian ini dapat
dikatakan
suatu
strafbaarfeit
mempunyai
elemen
“wederrechtlijkkheld” dan “schuld” Halini sesuai dengan pandangan dari Pompe yang menyebutkan definisi menurut hukum positif dan menurut teori, sedangkan bagi Jonkers menyebutkan sebagai definisi pendek dan definisi panjang. Bagi Vos lebih menjurus kepada pengertian strafbaarfeit dalam arti menurut hukum positif atau definisi pendek. Hal ini akan berbeda dengan Simons yang meberikan pengertian strafbaarfeit dalam arti menurut teori atau defenisi yang panjang. Dari sekian banyak pengertian atau rumusan yang dikemukakan oleh para ahli hukum pidana diatas, maka penulis tidak menetapkan penggunaan istilah peristiwa pidana dalam skripsi ini, seperti halnya apa yang dikemukakan oleh Rusli Effendy (1986:46) bahwa : “Definisi dari perisitiwa pidana tidak ada. Oleh karena itu timbullah pendapat-pendapat para sarjana mengenai peristiwa pidana. Dapat dikatakan tidak mungkin membuat definisi mengenai peristiwa pidana, sebab hamper dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mempunyai rumusan tersendiri mengenai hal itu.”
12
Namun penulis lebih condong sependapat dengan alasan Sudarto (1989:30) menggunakan istilah tindak pidana didasarkan atas pertimbangan yang bersifat sosiologis, karena istilah tersebut sudah dapat diterima dan tidak asing lagi didengar oleh masyarakat. 2. Unsur-Unsur Tindak Pidana Adapun unsur delik menurut doktrin, terdiri dari unsur subjektif dan unsur objektif. Laden Marpaung (2005:9) mengemukakan unsurunsur delik sebagai berikut :
Unsur Subjektif Merupakan unsur yang berasal dari diri perilaku. Asas hukum pidana
menyatakan “tidak ada hukuman kalau tidak ada
kesalahan” (An act does not make a person guilty unless the mind is guilty or actus non facit reurn mens sit rea). Kesalahan yang dimaksud disini adalah kesalahan yang diakibatkan oleh kesengajaan (intention/opzet/dolus) dan kealpaan (schuld).
Unsur Objektif Merupakan unsur dari luar diri pelaku yang terdiri atas : 1)
Perbuatan manusia berupa :
Act yakni perbuatan aktif atau perbuatan posesif
Omissions yakni perbuatan pasif atau perbuatan negatif, yaitu perbuatan yang mendiamkan atau membiarkan.
13
2)
Akibat (result) perbuatan manusia Akibat tersebut membahayakan atau merusak, bahkan menghilangkan
kepentingan-kepentingan
yang
dipertahankan oleh hukum, misalnya nyawa, badan, kemerdekaan, hak milik, kehormatan dan sebagainya. 3)
Keadaan-keadaan (circumstances) Pada umumnya keadaan ini dibedakan antara lain : -
Keadaan pada saat perbuatan dilakukan
-
Keadaan setelah perbuatan dilakukan
-
Sifat dapat dihukum dan sifat melawan hukum
Sifat dapat dihukum berkenaan dengan alasan-alasan yang membebaskan si pelaku dari hukuman. Adapun sifat melawan hukum adalah apabila perbuatan itu bertentangan dengan hukum, yakni berkenaan dengan larangan atau perintah. Semua unsur delik tersebut merupakan suatu kesatuan. Salah satu unsur saja tidak terbukti, bisa menyebabkan terdakwa dibebaskan dari pengadilan. Berikut ini pendapat para pakar mengenai unsur-unsur tindak pidana: a. Satochid Kartanegara (Leden Marpaung,2005:10) Unsur delik terdiri dari atas unsur objektif dan unsur subjektif. Unsur objektif adalah unsur yang terdapat dalam diri manusia, yaitu : 14
11. Suatu tindakan 12. Suatu akibat 13. Keadaan Kesemuanya dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang. Adapun unsur subjektif adalah unsur-unsur dari perbuatan yang dapat berupa: 1. Kemampuan yang dapat dipertanggungjawabkan 2. Kesalahan b. Moeljatno (Adami Chazawi,2001:79) Unsur tindak pidana adalah: 1. Perbuatan; 2. Yang dilarang (oleh aturan hukum); 3. Ancaman pidana (bagi pelanggarnya) c. Vos (Adami Chazawi,2001:80) Unsur tindak pidana adalah: 1. Kelakuan manusia; 2. Diancam dengan pidana; 3. Dalam peraturan perundang-undangan d. Jonkers (Adami Chazawi,2001:81) Unsur tindak pidana adalah: 1. Perbuatan (yang) 2. Melawan hukum (yang berhubungan dengan); 3. Kesalahan 15
Dalam KUHAP ada 4 faktor untuk mengetahui adanya suatu tindak pidana atau delik kejahatan yaitu : a. Adanya laporan (Pasal 1 butir 24 KUHAP) yaitu pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak dan kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana (Pasal 1 ayat 24 KUHAP). Biasanya laporan ini datang dari saksi-saksi yang berada di TKP (Tempat Kejadian Perkara) atau dari keluarga korban, adapun laporan juga datang dari korban dan tidak jarang pula pelaku itu sendiri yang melaporkan perbuatannya dalam hal ini tersebut menyerahkan diri. b. Adanya
pengaduan
(Pasal
1
butir
25
KUHAP)
adalah
pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya (KUHAP Pasal 1 ayat 25). c. Tertangkap tangan (Pasal 1 butir 19 KUHAP) yaitu tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras dipergunakan untuk melakukan tindak
16
pidana itu yang menunjukkan bahwa dia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu. d. Pengetahuan sendiri polisi yaitu polisi menduga adanya tindak pidana yang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa
pidana
sehingga
pihak
kepolisian
melakukan
penggeledahan di TKP yang diduga tempat terjadinya suatu tindak pidana, atau cara lain sehingga penyidik ketahui terjadinya delik seperti baca di surat kabar, dengar dari radio, dengar dari orang bercerita dan sebagainya. Dapat juga pihak kepolisian melakukan penggeledahan badan terhadap seseorang yang diduga terlibat tindak pidana di TKP. B. Penggelapan 1. Pengertian Penggelapan Pengertian yuridis mengenai penggelapan dimuat dalam pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yakni sebagai berikut: “Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang, yang sama sekali atau sebagian kepunyaan orang lain, dan yang ada padanya bukan karena kejahatan, dipidana penggelapan dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya sembilan ratus rupiah”. Kejahatan ini dinamakan “Penggelapan Biasa” dalam kejahatan penggelapan, barang yang diambil untuk dimiliki itu sudah berada ditangan sipelaku dengan jalan kejahatan atau sudah dipercayakan kepadanya. 17
Sebagai contoh penggelapan biasa seseorang dititipi sebuah sepeda oleh temannya, karena memerlukan uang, sepeda itu dijualnya dan uang hasil penjualannya dihabiskan. Mendekati pengertian bahwa tindak tesebut menyalahgunakan haknya sebagai yang menguasai benda, hak mana tidak boleh melampaui dari haknya sebagai seorang yang diberi kepercayaan untuk menguasai atau memegang sepeda tersebut. 2. Jenis Tindak Pidana Penggelapan Berdasarkan Pasal 372 KUHP dan Pasal 374 KUHP. a. Tindak pidana verduistering yang diatur dalam Pasal 321 Wetboek van Strafrecht yang rumusannya ternyata sama dengan rumusan tindak pidana penggelapan yang diatur dalam Pasal 372 KUHP merupakan tindak pidana penggelapan dalam bentuk pokok yang rumusan aslinya dalam bahasa Belanda yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berbunyi sebagai berikut: “Barangsiapa dengan sengaja menguasai secara melawan hukum suatu benda yang seluruhnya atau sebagian merupakan kepunyaan orang lain yang berada padanya bukan karena kejahatan, karena bersalah melakukan penggelapan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun atau dengan pidana denda setinggi-tingginya sembilan ratus rupiah”. Kejahatan ini dinamakan “penggelapan biasa”. Tindak pidana penggelapan (verduistering) dalam bentuk pokok diatur dalam Pasal 372 KUHP mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:
18
-
Unsur subjektif
: dengan sengaja
-
Unsur objektif
: 1. Barangsiapa 2. Menguasai
secara
melawan
hukum 3. Suatu benda 4. Sebagian atau seluruh 5. Berada padanya bukan karena kejahatan. Unsur opzettelijke atau dengan sengaja merupakan satusatunya unsur subjektif dalam tindak pidana penggelapan yakni unsur yang melekat pada subjek tindak pidana ataupun yang melekat pada diri pelakunya oleh sebab itu unsur opzettelijke atau dengan sengaja merupakan unsur dari tindak pidana penggelapan yang dengan sendirinya unsur tersebut harus didakwakan terhadap seorang terdakwa yang juga harus dibuktikan di sidang pengadilan yang memeriksa perkara terdakwa. b. Tindak Pidana “Penggelapan Berat” Tindak pidana penggelapan yang diatur dalam Pasal 374 KUHP, yang rumusan aslinya dalam bahasa Belanda jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia yakni: 19
“Penggelapan yang dilakukan oleh orang atas benda yang berada padanya karena hubungan kerja pribadinya atau karena pekerjaannya atau karena mendapat imbalan uang, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun”.
Tindak pidana penggelapan yang diatur dalam Pasal 374 KUHP di dalam doktrin juga disebut sebagai suatu gequlificeerde verduistering atau sebagai suatu penggelapan dengan kualifikasi tindak pidana dengan unsur-unsur yang memberatkan. Unsur yang memberatkan sebagaimana dimaksud ialah karena tindak pidana penggelapan telah dilakukan atas benda yang berada pada pelaku: 1. Karena hubungan kerja pribadinya 2. Karena pekerjaannya 3. Karena mendapat imbalan uang Di dalam yuriprudensi tetap pernah disebut sebagai orang yang melakukan penggelapan atas benda yang ada padanya karena hubungan kerja pribadinya itu antara lain anggota-anggota pengurus Perseroan Terbatas (PT). Perlu
diketahui
bahwa
kata-kata
personlijke
dienstbetrekking ataupun telah diterjemahkan dalam kata-kata hubungan kerja pribadi dan yang secara material artinya hubungan kerja yang timbul karena perjanjian kerja itu oleh para
20
penerjemah Wetboek van Strafrecht dan oleh para Penulis telah diartikan secara berbeda-beda, yakni ada yang mengartikan sebagai jabatannya atau berhubungan dengan pekerjaannya. Jika kata-kata personlijke dienstbetrekking harus diartikan sebagai hubungan kerja pada umumnya, sudah barang tentu pemberian arti seperti itu tidaklah benar karena hubungan kerja dapat saja timbul karena adanya ikatan dinas, dimana seseorang dapat diangkat secara sepihak oleh kekuasaan umum untuk menduduki suatu jabatan tertentu, sedangkan kata-kata hubungan kerja pribadi menujukkan bahwa penunjukan tentang jenis pekerjaan yang perlu dilakukan atau penentuan tentang besarnya imbalan yang akan diterima oleh pihak yang satu itu tidak ditentukan secara sepihak oleh pihak lain, melainkan diperjanjikan didalam suatu perjanjian kerja. Kiranya sudah jelas bahwa yang diatur dalam Pasal 374 KUHP bukan masalah tindak pidana penggelapan yang dilakukan dalam jabatan seperti yang dimaksudkan diatas, melainkan hanya tindak pidana penggelapan yang dilakukan oleh perilaku dalam fungsi-fungsi tertentu.
21
3. Unsur-Unsur Tindak Pidana Penggelapan Dari rumusan penggelapan tesebut diatas, jika dirinci terdiri dari unsur-unsur objektif meliputi perbuatan memiliki, sesuatu benda (eenig goed), yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain, yang berada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, dan unsurunsur subjektif meliputi penggelapan dengan sengaja (opzettelijk), dan penggelapan melawan hukum (wederechtelijk). a. Unsur Objektif -
Perbuatan memiliki (Zicht toe igenen) diterjemahkan dengan perkataan memiliki, menganggap sebagai milik, atau ada kalanya menguasai secara melawan hak, atau mengaku sebagai milik. Mahkamah Agung dalam Putusannya tanggal 25-2-1958 Nomor 308 K/Kr/1957 menyatakan bahwa perkataan zicht toe igenen dalam bahasa Indonesia belum ada terjemahan resmi sehingga kata itu dapt diterjemahkan dengan perkataan mengambil atau memiliki. Waktu membicarakan tentang pencurian ini, telah dibicarakan tentang unsur memiliki pada kejahatan itu. Pengertian memiliki pada penggelapan ini ada bedanya dengan memiliki pada pencurian. Perbedaan ini adalah dalam hal memiliki pada pencurian adalah berupa unsur subjektif sebagai maksud untuk memiliki (benda objek kejahatan itu). Tetapi pada penggelapan memiliki unsur 22
objektif yakni unsur tingkah laku atau perbuatan yang dilarang dalam penggelapan. Kalau dalam pencurian tidak disyaratkan benar-benar ada wujud dari unsur memiliki itu, karena sekedar dituju oleh unsur kensengajaan sebagai maksud saja. Tetapi memiliki pada penggelapan, karena merupakan unsur tingkah laku berupa unsur objektif maka memiliki itu harus ada bentuk/wujudnya,
bentuk
mana
harus
sudah
selesai
dilaksanakan sebagai syarat untuk menjadi selesainya penggelapan. Bentuk-bentuk perbuatan memiliki misalnya menjual,
menukar,
menhibahkan,
menggadaikan,
dan
sebagainya. -
Unsur objek kejahatan (sebuah benda) Benda
yang
menjadi
objek
penggelapan
tidak
dapat
ditafsirkan lain dari sebagai benda yang bergerak dan berwujud saja. Perbuatan memiliki terhadap benda yang ada dalam kekuasaannya sebagaimana yang telah diterangkan diatas tidak mungkin dapat dilakukan pada benda-benda yang tidak berwujud. Pengertian benda yang berada dalam kekuasaannya
sebagai adanya suatu hubungan langsung
dan sangat erat dengan benda itu yang sebagai indikatornya ialah apabila ia hendak melakukan perbuatan terhadap benda itu, dia dapat melakukannya secara langsung tanpa harus melakukan perbuatan lain terlebih dahulu, hanya terdapat 23
benda-benda berwujud dan bergerak saja dan tidak mungkin terjadi pada benda-benda yang tidak berwujud dan bendabenda tetap. Adalah sesuatu yang mustahil terjadi seperti penggelapan rumah, menggelapkan energi listrik maupun menggelapkan gas. Kalau terjadi misalnya menjual gas dari dalam tabung yang dikuasainya karena titipan, peristiwa ini bukan penggelapan tetapi merupakan pencurian, karena orang itu dengan gas tidak berada dalam hubungan menguasai.
Hubungan
menguasai
hanyalah
terhadap
tabungnya. Hanya terhadap tabungnya ia dapat melakukan segala perbuatan secara langsung tanpa melalui perbuatan lain terlebih dahulu. Lain dengan isinya untuk berbuat terhadap
isinya
misalnya
menjualnya.
Ia
tidak
dapat
melakukannya secara langsung tanpa melakukan perbuatan lain yakni membuka kran tabung untuk mengeluarkan atau memindahkan gas tersebut. -
Sebagian atau seluruhnya milik orang lain Benda yang tidak ada pemiliknya, baik sejak semula maupun telah dilepaskan hak miliknya tidak dapat menjadi objek penggelapan. Benda milik suatu badan hukum seperti milik negara adalah berupa benda yang tidak/bukan milik petindak dan oleh karena itu dapat menjadi objek penggelapan maupun pencurian. Orang lain yang dimaksud sebagai pemilik benda 24
yang menjadi objek penggelapan, tidak menjadi syarat sebagai orang itu adalah korbn atau orang tertentu melainkan siapa saja asalkan bukan petindak sendiri. -
Benda berada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan Di sini ada 2 unsur yakni berada dalam kekuasaannya dan bukan karena kejahatan. Perihal unsur berada dalam kekuasaaanya seperti yang telah disinggung diatas, suatu benda berada dalam kekuasaan seseorang apabila antara orang itu dengan benda terdapat hubungan sedemikian eratnya sehingga apabila ia akan melakukan segala macam perbuatan terhadap benda itu ia dapat segera melakukannya secara langsung tanpa terlebih dahulu harus melakukan perbuatan yang lain. Misalnya ia langsung dapat melakukan perbuatan seperti menjual, menghibahkan, menukarnya dan sebagainya tanpa harus melakukan perbuatan lain terlebih dahulu (perbuatan yang terakhir mana merupakan perbuatan antara agar ia dapat berbuat secara langsung).
b. Unsur Subjektif -
Unsur kesengajaan Unsur ini merupakan unsur kesalahan dalam penggelapan. Sebagaimana dalam doktrin, kesalahan (schuld) terdiri dari 2 bentuk, yakni Undang-undang
kesengajaan (dolus) dan kelalaian (culpos). sendiri
tidak
memberikan
keterangan 25
mengenai arti dari kesengajaan. Tentang opzettelijk, yaitu sebagai willens en wetens yang dalam arti harfiah dapat disebut sebagai menhendaki dan mengetahui. Mengenai willens en wetens, dapat diterangkan lebih lanjut bahwa orang yang melakukan sesuatu perbuatan degan sengaja, berarti ia menhendaki mewujudkan perbuatan dan ia mengetahui, mengerti
nilai
perbuatan
secara
sadar
(bahkan
bisa
menghendaki) akan akibat yang timbul dari perbuatannya itu. Atau apabila dihubungkan dengan kesengajaan yang terdapat dalam
suatu
rumusan
tindak
pidana
seperti
pada
penggelapan, maka kesengajaan dikatakan ada apabila adanya suatu kehendak atau adanya suatu pengetahuan atas suatu perbuatan atau hal-hal atau unsur-unsur tertentu (disebut dalam rumusan) serta menghendaki dan atau mengetahui atau menyadari akan akibat yang timbul dari perbuatan. C. Perbankan 1. Pengertian Perbankan Merujuk dari UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. 26
2. Sistem Perbankan Perbankan adalah segala sesuatu yang mentangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa system perbankan adalah suatu system yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses melaksanakan kegiatan usahanya secara keseluruhan. 3. Hukum Perbankan Secara umum dapat dikatakan bahwa hukum perbankan adalah hukum yang mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan perbankan. Menurut Muhammad Djuhana (Hermansyah, 2010:39): “Hukum perbankan adalah sebagai kumpulan peraturan hukum yang mengatur kegiatan lembaga keuangan bank yang meliputi segala aspek, dilihat dari segi esensi, dan eksistensinya serta hubungannya dengan bidang kehidupan yang lain.” Sedangkan
menurut
Munir
Fuady
(Hermansyah,
2010:39)
merumuskan hukum perbankan sebagai berikut: “Hukum perbankan adalah seperangkat kaidah hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan, yurprudensi, doktrin, dan lain-lain…”
27
Sumber hukum yang mengatur masalah-masalah perbankan sebagai lembaga dan aspek kegiatannya sehari-hari, rambu-rambu yang harus dipenuhi oleh suatu bank, perilaku, hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab para pihak yang tersangkut dengan bisnis perbankan tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh bank, eksistensi perbankan dan lain-lain yang berkenaan dengan dunia perbankan. Hukum perbankan pada prinsipnya merupakan keseluruhan norma-norma tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses melaksanakan kegiatan usahanya. 4. Tindak Pidana di Bidang Perbankan menurut UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Yang dikategorikan sebagai tindak pidana kejahatan di bidang perbankan menurut UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 adalah sebagaimana ditentukan dalam ketentuan Pasal 51 ayat 1 adalah sebagai berikut : “Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48 ayat (1), pasal 49, Pasal 50, dan Pasal 50 A adalah kejahatan.”
28
Perbuatan-perbuatan yang dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) adalah perbuatan yang digolongkan sebagai tindak pidana kejahatan yang dimana akan dikenakan ancaman hukuman yang lebih berat dibandingkan dengan sekedar pelanggaran. Hal ini mengingat, bahwa bank adalah lembaga yang menyimpan dana yang dipercayakan masyarakat
kepadanya,
sehingga
perbuatan
yang
dapat
mengakibatkan rusaknya kepercayaan masyarakat kepada bank, yahg pada dasarnya juga akan merugikan bank maupun masyarakat perlu segera dihindarkan. Dengan digolongkan sebagai tindakan kejahatan, diharapkan akan dapat lebih terbentuk ketaatan yang tinggi terhadap ketentuan dalam Undang-Undang ini. Mengenai tindak pidana kejahatan yang dilakukan oleh anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai Bank pada dasarnya berlaku ketentuan-ketentuan tentang sanksi pidana dana Bab VIII, mengingat sifat ancaman pidana dimaksud berlaku umum. Terkategori sebagai unsur-unsur tindak pidana di bidang perbankan terkait ketentuan-ketentuan pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan adalah Barang Siapa yang :
29
a. Menghimpun dana dari masyrakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari pimpinan Bank Indonesia b. Membuat atau menyebabkan adanya pencatatan
palsu dalam
pembukuan atau dalam proses laporan, ataupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi, atau rekening suatu bank c. Menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, ataupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha,laporan transaksi atau rekening suatu bank d. Mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, ataupun dalam dokumen atau laporan transaksi atau rekening suatu bank atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan, atau merusak catatan pembukuan tersebut. Bagi para pelaku tindak pidana di bidang perbankan dapat dikenakan sanski hukum berupa pidana penjara dan pidana denda berdasarkan ketentuan Pasal 46, Pasal 47A, Pasal 48, dan Pasal 49 UU No, 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan D. Pidana dan Pemidanaan 30
1. Pengertian Pidana Untuk memberikan penjelasan tentang arti pidana dan hukum pidana menurut pakar, yaitu : Menurut Mr. W. P. J. Pompe (Waluyadi,2003:3) memberikan batasan bahwa yang dimaksud dengan hukum pidana adalah keseluruhan aturan ketentuan-ketentuan hukum mengenai perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum dan aturan pidanaya. Menurut Moelyatno (Waluyadi,2003:3), mengartikan bahwa hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu Negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk : a. Menentukan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, dilarang, yang disertai ancaman atau sampai yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. b. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancam. c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka atau telah melanggar larangan-larangan tersebut. Menurut Sudarto (Waluyadi,2003:3), mendefinisikan bahwa yang dimaksud dengan pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Menurut Saleh (Waluyadi,2003:3), mengartikan bahwa yang dimaksud dengan pidana adalah reaksi atas delik, dan ini berjudul suatu nestapa yang sengaja ditimpakan Negara pada pembuat delik.
2. Jenis-jenis Pidana Mengenai teori pemidanaan dalam literatur hukum disebut dengan teori hukum pidana yang berhubungan langsung dengan
31
pengertian hukum pidana subjektif. Teori-teori ini mencari dan menerangkan tentang dasar dari hak negara dalam menjatuhkan dan menjalankan pidana tersebut. Dalam Pasal 10 KUHP terdiri dari atas : a. Pidana Pokok 1. 2. 3. 4. 5.
Pidana mati Pidana penjara Pidana kurungan Pidana denda Pidana tutupan
b. Pidana Tambahan 1. Pencabutan hak-hak tertentu 2. Perampasan barang-barang tertentu 3. Pengumuman putusan hakim Teori pemidanaan dapat dikelompokkan kedalam tiga golongan yaitu: 1. Teori absolute atau teori pembalasan Dasar pijakan dari teori ini adalah pembalasan. Inilah dasar pembenar dari penjatuhan penderitaan berupa pidana itu pada penjahat, penjatuhan pidana yang pada dasarnya penderitaan pada penjahat dibenarkan karena penjahat telah melakukan atau membuat penderitaan terhadap orang lain. Tindakan
pembalasan
di
dalam
penjatuhan
pidana
mempunyai dua arah yakni:
32
a. Ditujukan kepada penjahatnya (sudut objektif dari pembalasan). b. Ditujukan untuk memenuhi kepuasan dari perasaan dendam dikalangan masyarakat (sudut obyektif dari pembalasan). 2. Teori relative atau teori tujuan Teori relative atau teori tujuan berpokok pangkal pada dasar bahwa pidana adalah alat untuk menegakkan tata tertib hukum dalam masyarakat. Tujuan pidana adalah tata tertib masyarakat, dan untuk menegakkan tata tertib itu diperlukan pidana. Pidana adalah alat untuk mencegah timbulnya suatu kejahatan dengan tujuan agar tata tertib masyarakat tetap terpelihara. Ditinjau dari sudut pertahanan masyarakat itu tadi, pidana merupakan suatu yang terpaksa perlu dilakukan untuk mencapai tujuan ketertiban masyarakat maka pidana itu mempunyai tiga macam sifat yaitu : 1. Bersifat menakut-nakuti 2. Bersifat memperbaiki 3. Bersifat membinasakan Sementara itu, sifat pencegahannya dari teori ini ada dua macam yaitu :
33
a. Pencegahan umum b. Pencegahan khusus 3. Teori gabungan Teori gabungan ini mendasarkan pidana pada asas pembalasan dan asas pertahanan tata tertib masyarakat, dengan kata lain dua alasan itu menjadi dasar dari penjatuhan pidana. Teori gabungan dapat ditetapkan yaitu sebagai berikut: a. Teori gabungan yang mengutamakan pembalasan, tetapi pembalasan itu tidak boleh melampaui batas dari apa yang perlu dan cukup untuk dapat dipertahankannya tata tertib masyarakat. b. Teori gabungan yang mengutamakan perlindungan tata tertib masyarakat, tetapi penderitaan atas dijatuhinya pidana tidak boleh lebih berat dari pada perbuatan yang dilakukan terpidana.
E. Dasar Pemberatan dan Peringanan Pidana 1. Dasar Pemberatan Pidana Menurut Johnkers (Zainal Abidin Farid,2007:427) bahwa dasar umum
strafverhogingsgronden
atau
dasar
pemberatan
atau
penambahan pidana umum adalah : a. Kedudukan sebagai pegawai negeri 34
b. Recideive (Penggulangan delik) c. Samenloop (gabungan atau perbarengan dua atau lebih delik) atau concorcus. Kemudian Jonkers menyatakan bahwa title ketiga Kitab Undang-undang Hukum Pidana Indonesia hanya menyebut yang pertama, yaitu Pasal 52 KUHP yang berbunyi : “Jikalau seorang pegawai negeri (ambtenaar) melanggar kewajibannya yang istimewa kedalam jabarannya karena melakukan kejahatan perbuatan yang dapat dipidana, atau pada waktu melakukan perbuatan yang dapat dipidana memakai kekuasaan, kesempatan, atau daya upaya yang diperoleh karena jabatannya, maka pidananya boleh ditambah dengan sepertiganya.” Ketentuan tersebut jarang sekali digunakan oleh penuntut umum dan pengadilan, seolah-olah tidak dikenal. Mungkin juga karena kesulitan untuk membuktikan unsur pegawai negeri menurut Pasal 52 KUHP yaitu : a. Melanggar kewajibannya yang istimewa dalam jabatannya; atau b. Memakai kekuasaannya, kesempatan atau daya-daya upaya yang diperoleh karena jabatannya. Misalnya seorang dosen memukul mahasiswanya tidak memenuhi syarat butir a, sekalipun ia pegawai negeri. Seorang polisi yang bertugas untuk menjaga ketertiban dan ketentraman umum yang mencuri tidak juga memenuhi syarat butir a, barulah oknum polisi itu
35
melanggar kewajibannya yang istimewa karena jabatanya kalau ia memang ditugaskan khusus untuk menjaga uang bank Negara, lalu ia sendiri mencuri uang bank itu. Juga butir b sering tidak dipenuhi oleh seorang pegawai negeri. Misalnya seorang pegawai negeri yang bekerja dikantor sebagai juru tik tidak dapat dikenakan Pasal 52 KUHP kalau ia menahan seorang tahanan di tahanan kepolisian. Sebaliknya seorang penyidik perkara pidana yang merampas kemerdekaan seseorang memenuhi syarat butir b. seorang oknum kepolisian yang merampas nyawa orang lain dengan menggunakan senjata dinasnya memenuhi pula syarat itu. Kalau pengadilan hendak pidana maksimum, maka pidana tertinggi yang dapat dijatuhkan ialah maksimum pidana delik itu ditambah dengan sepertiganya. Pasal 52 KUHP tidak dapat diberlakukan terhadap delik jabatan (ambtsdelicten) yang memang khusus diatur di dalam Pasal 143 sampai dengan Pasal 437 KUHP, yang sebagaimana dimasukkan kedalam Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pengertian pegawai negeri agak berbeda dengan definisi pegawai negeri menurut Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. a. Unsur menerima gaji tidak diisyarakatkan oleh hukum pidana
36
b. Pengertian pegawai negeri telah diperluas dengan Pasal 92 KUHP yang mencakup juga sekalian orang yang dipilih menurut pilihan yang sudah diadakan menurut undang-undang umum, demikian pula orang yang diangkat menjadi oknum dewan pembuat undang-undang atau perwakilan daerah dan setempat, dan sekalian kepada bangsa Indonesia (misalnya ketua-ketua dan oknum pemangku adat yang bukan kepala desa atau kampung) dan kepala orang-orang timur asing yang melakukan kekuasaan sah. Terhadap delik-delik korupsi yang diatur dalam UndangUndang No.3 Tahun 1971 istilah pegawai negeri diperluas lagi sehingga mencakup juga jabatan yang bukan pegawai negeri dari pemerintah (dalam arti luas) dan masyarakat misalnya pegawai perguruan tinggi swasta, pengurus organisasi olahraga, yayasan dan sebagainya. terhadap pembuat delik korupsi Pasal 52 KUHP pun tidak berlaku. Recidive atau pengulangan kejahatn tertentu terjadi bilamana orang yang sama mewujudkan lagi suatu delik yang diantarai oleh putusan pengadilan negeri yang telah memidana pembuat delik. Adanya putusan hakim yang mengantarai kedua delik itulah yang membedakan recidive dan concorcus (samenloop, gabungan, perbarengan). Pengecualian ialah pengaturan tentang concorcus yang diatur dalam Pasal 71 (1) KUHP, yang menentukan bahwa 37
jikalau setelah hakim yang bersangkutan menjatuhkan pidana, lalu disidang pengadilan itu ternyata terpidana sebelumnya pernah melakukan kejahatan atau pelanggaran (yang belum pernah diadili) , maka hakim yang akan mengadili terdakwa yang bersangkutan harus memperhitungkan pidana yang lebih dahulu telah dijatuhkan dengan menggunakan ketentuan-ketentuan tentang concorcus (Pasal 63 sampai dengan Pasal 70 bis KUHP). Seperti yang telah dikemukakan pada hakikatnya ketentuan tentang concorcus realis (gabungan delik-delik) tersebut pada Pasal 65, 66, dan 70 KUHP bukan dasar yang menambah pidana sekalipun dalam Pasal 65 (2) dan 66 (1) KUHP, satu perbuatan itu ditambah dengan sepertiganya, karena jumlah seluruh pidana untuk perbuatanperbuatan itu tidak dapat dijumlahkan tanpa batas. Misalnya A mulamula mencuri (Pasal 362 KUHP), lalu melakukan penipuan (Pasal 378 KUHP), kemudian melakukan penggelapan (Pasal 372 KUHP) kemudian terakhir menadah (Pasal 480 KUHP). A hanya dapat dipidana paling tinggi untuk keseluruhan kejahatan tersebut menurut system KUHP selama 5 tahun penjara (yang tertinggi maksimum pidananya diantara keempat kejahatan tersebut) ditambah dengan sepertiga lima tahun, atau 1 tahun delapan 8 bulan, jadi lama pidananya yaitu 6 tahun 8 bulan.
38
2. Dasar Peringanan Pidana Menurut Jonkers (Zainal Abidin Farid,2007;493), bahwa sebagai unsur peringanan atau pengurangan pidana yang bersifat umum adalah: a. Percobaan untuk melakukan kejahatan (Pasal 53 KUHP) b. Pembantuan (Pasal 56 KUHP) c. Strafrechtelijke minderjatingheld , atau orang yang belum cukup umur (Pasal 45 KUHP). Titel ketiga KUHP hanya menyebut butir c, karena yang disebut pada butir a dan butir b bukanlah dasar peringanan pidana yang sebenarnya. Pendapat Hazewinkel
Jonkers
Suringa
tersebut
(Zainal
sesuai
Abidin
dengan
pendapat
Farid,2007;493),
yang
mengemukakan percobaan dan pembantuan adalah bukan suatu bentuk keadaan yang memberikan ciri keringanan kepada suatu delik tertentu, tetapi percobaan dan pembantuan merupakan bentuk keterwujudan yang berdiri sendiri dan tersendiri dalam delik. Jonkers (1946:169) menyatakan bahwa ketentuan Pasal 53 (2) dan (3) serta Pasal 57 (2) dan (3) KUHP bukan dasar pengurangan pidana menurut keadaan-keadaan tertentu, tetapi adalah penentuan pidana umum pembuat percobaan dan pembantu yang merupakan pranata hukum yang diciptakan khusus oleh pembuat undang-undang. Kalau di 39
Indonesia masih terdapat suatu dasar peringanan pidana umum seperti tersebut dalam Pasal 45 KUHP, maka di Belanda Pasal 39 oud WvS yang mengatur hal yang sama, telah dihapuskan pada tanggal 9 Novermber 1961, staatsblad No. 402 dan 403 dan dibentuk kinderststrafwet (Undang-Undang Pokok Tentang Perlindungan Anak) yang memerlukan karangan tersendiri. Pasal 45 KUHP yang sudah ketinggalan zaman itu memberikan wewenang kepada hakim untuk memilih tindakan dan pemidanaan terhadap anak yang belum mencapai usia 16 tahun, yaitu mengembalikan anak itu kepada orang tuanya atau walinya tanpa dijatuhi pidana atau memerintahkan supaya anak-anak itu diserahkan kepada pemerintah tanpa dipidana dengan syarat-syarat tertentu ataupun hakim menjatuhkan pidana. Jikalau kemungkinan yang ketiga
dipilih
oleh
hakim,
maka
pidananya
harus
dikurangi
sepertiganya, misalnya seorang anak SMP menghilangkan nyawa anak SMA yang berusia 13 tahun. Kalau hakim hendak menjatuhkan pidana tertinggi, maka pidana tertingginya adalah 15 tahun dikurangi 5 tahun sama dengan 10 tahun penjara. Perlu juga dijelaskan bahwa pidana yang dijatuhkan oleh hakim tidaklah perlu tertinggi, tetapi hakim dapat memilih pidana yang paling ringan yaitu 1 hari menurut Pasal 12 (2) KUHP sampai pidana maksimium yang ditentukan didalam Pasal 338 KUHP yang dikurangi sepertiganya, dengan kata
40
lain pidana terendah adalah 1 hari dan yang tertinggi adalah 10 tahun penjara. Hanya hakim perlu memperhatikan bunyi Pasal 27 Undangundang Pokok Kekuasaan Kehakiman yang memerintahkan Hakim memperhatikan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat serta memperhatikan tujuan pemidanaan yang dianut di Indonesia yaitu membalas sambil mendidik. F. Putusan 1. Pengertian Putusan Perihal putusan hakim atau putusan pengadilan merupakan aspek penting dan diperlukan untuk menyelesaikan perkara pidana. Dengan demikian dapat disimpulkan putusan hakim berguna bagi terdakwa memperoleh kepastian hukum tentang statusnya dan sekaligus dapat mempersiapkan langkah selanjutnya. Dalam sistem peradilan pidana modern seperti pada Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana
(KUHAP)
sebagai
kaidah
hukum
formil
tidak
diperkenankan main hakim sendiri. Pasal 1 ayat (11) KUHAP disebutkan bahwa putusan pengadilan adalah : Pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka yang dapat berupa pemidanaan atau bebas lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam UndangUndang ini.
41
2. Jenis-Jenis Putusan Dengan melakukan perumusan KUHAP, pada dasarnya putusan hakim atau pengadilan dapat diklarifikasikan menjadi dua bagian yaitu: a. Putusan yang bukan putusan akhir Pada praktik peradilan bentuk putusan awal dapat berupa penetapan dan putusan sela, putusan jenis ini mengacu pada ketentuan Pasal 148 dan Pasal 156 ayat 1 KUHAP, yakni dalam hal setelah pelimpahan perkara dan apabila terdakwa dan atau penasehat hukum mengajukan kekerabatan atau eksepsi terhadap surat dakwaan jaksa penuntut umum (JPU). Pada hakekatnya putusan yang bukan putusan akhir dapat berupa :
Penetapan
yang
menentukan
bahwa
tidak
berwenangnya pengadilan untuk mengadili suatu perkara karena murapakan kewenangan pengadilan negeri yang lain sebagaimana ketentuan Pasal 143 ayat (1) KUHAP.
Putusan menyatakan dakwaan jaksa atau penuntut umum batal demi hukum. Karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP, dan dinyatakan batal demi hukum menurut ketentuan Pasal 143 ayat (3) KUHAP. 42
Putusan yang berisikan bahwa dakwaan jaksa atau penuntut umum tidak dapat diterima sebagaimana ketentuan Pasal 156 ayat (1) KUHAP disebabkan materi hukum perkara tersebut telah daluarsa, materi perkara dan materi hukum perdata dan sebagainya.
b. Putusan akhir Putusan ini dalam praktik lazim disebut dengan istilah “eind vonis” dan merupakan jenis putusan yang bersifat materi. Putusan ini terjadi apabila setelah majelis hakim memeriksa terdakwa sampai dengan berkas pokok perkara selesai diperiksa secara teoritik putusan akhir berupa: 1. Putusan bebas (Pasal 191 ayat 1 KUHAP) Putusan bebas menurut rumpun Eropa continental lazim disebut dengan putusan “vrijspraak”. Aturan hukum putusan bebas diatur dalam KUHAP Pasal 191 ayat (1) yaitu : “jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan disidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas” Penjelasan Pasal 191 ayat (1) KUHAP yang dimaksud dengan “perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak
43
terbukti secara sah dan meyakinkan” adalah tidak cukup bukti menurut penilaian hukum atas dasar pembuktian dengan menggunakan alat bukti menurut ketentuan hukum pidana ini. 2. Putusan pelepasan terdakwa dari segala tuntutan hukum (Pasal 191 ayat 1 KUHAP) Secara umum putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum diatur dalam ketentuan Pasal 191 ayat 1 KUHAP yaitu : “jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum” Apabila dikonsultasikan dan dijabarkan lebih lanjut secara teoritik pada ketentuan Pasal 191 ayat (2) KUHAP terhadap penjelasan dari segala tuntutan terjadi jika : a. Dari hasil pemeriksaan didepan sidang pengadilan perbuatan yang didakwakan terbukti secara sah dan meyakinkan
menurut
hukum,
tetapi
perbuatan
tersebut bukanlah merupakan tindak pidana. b. Karena adanya alasan pemaaf dan alasan pembenar.
44
c. Melakukan perbuatan untuk menjalankan perintah yang diberikan oleh kuasa yang berhak untuk itu. 3.
Putusan pemidanaan (Pasal 193 ayat (1) KUHAP) Pada dasarnya putusan pemidanaan diatur oleh ketentuan Pasal 193 ayat (1) KUHAP yaitu : “Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya maka, pengadilan menjatuhkan pidana”
Apabila
dijabarkan
lebih
mendalam
putusan
pemidanaan dapat terjadi jika dari hasil pemeriksaan di persidangan majelis Hakim berpendapat : -
Perbuatan terdakwa sebagaimana didakwakan jaksa atau penuntut umum dalam surat dakwaan telah terbukti secara sah dan meyakinkan.
-
Perbuatan terdakwa tesebut merupakan ruang lingkup tindak pidana atau pelanggaran
-
Dipenuhi ketentuan alat-alat bukti dan fakta-fakta dipersidangan (Pasal 183 dan Pasal 184 ayat (1) KUHAP).
45
BAB III METODE PENELITIAN Dalam penulisan ini, penulis melakukan penelitian untuk memperoleh data atau menghimpun berbagai data, fakta dan informasi yang diperlukan. Data yang di dapatkan harus mempunyai hubungan yang relevan dengan permasalahan yang dikaji, sehingga memiliki kualifikasi sebagai suatu sistem ilmiah yang proporsional. A. Lokasi Penelitian Untuk memperoleh data-data dan informasi yang dibutuhkan, maka Penulis memilih lokasi penelitian di Kabupaten Bone yaitu tepatnya di Pengadilan Negeri Watampone. Alasan Penulis mengambil tempat penelitian di Pengadilan Negeri Watampone disebabkan hubungan judul skripsi yang dianggap bersesuaian dengan tempat penelitian. B. Jenis dan Sumber Data Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini digolongkan dalam 2 (dua) bagian yaitu : 1. Data primer, merupakan data empirik yang diperoleh secara langsung di lapangan atau lokasi penelitian melalui teknik wawancara dengan sumber informasi yaitu Hakim Pengadilan Negeri Watampone yang menangani kasus tersebut. 2. Data sekunder, merupakan data yang diperoleh dan dikumpulkan melalui literatur atau studi kepustakaan, peraturan perundangundangan, artikel-artikel hukum, karangan ilmiah, internet, buku-buku, 46
surat kabar, majalah, koran dan bacaan-bacaan lainnya yang berhubungan erat dengan masalah yang akan diteliti. C. Teknik Pengumpulan Data Dalam rangka memperoleh data yang relevan dengan pembahasan tulisan ini, maka Penulis melakukan teknik pengumpulan data sebagai berikut: 1.
Penelitian pustaka (library research). Pengumpulan data pustaka diperoleh dari berbagai data yang berhubungan dengan hal-hal yang diteliti, berupa buku dan literatur yang berkaitan dengan penelitian ini. Disamping itu juga data yang diambil penulis ada yang berasal dari dokumen-dokumen penting maupun dari peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Penelitian lapangan. Penelitian lapangan ini ditempuh dengan cara, yaitu:
Observasi, yaitu mengumpulkan data dengan cara pengamatan langsung dengan objek penelitian.
Wawancara (interview) langsung kepada Hakim Pengadilan Negeri Watampone yang menangani kasus tersebut.
D. Analisa Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini selanjutnya dianalisis secara kualitatif, yaitu analisis kualitatif menggambarkan keadaan-keadaan yang nyata dari obyek yang akan dibahas dengan pendekatan yuridis formal
47
dan mengacu pada doktrinal hukum, analisis bersifat mendeskripsikan data yang diperoleh dalam bentuk wawancara selanjutnya diberi penafsiran dan kesimpulan.
48
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Unsur-unsur Tindak Pidana Yang Diberlakukan Dalam Putusan Nomor 387/Pid.B/2012/PN.Wtp. Untuk mengetahui unsur-unsur tindak pidana yang diberlakukan dalam putusan
nomor
387/Pid.B/2012/PN.Wtp
perlu
diketahui
terlebih
dahulupenjatuhan putusan oleh Majelis Hakim dengan melihat acara Pengadilan Negeri Watampone yang bersidang di Watampone yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam menjatuhkan putusan sebagai berikut yaitu dalam perkara terdakwa : Nama Lengkap
: H. ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAR
Tempat Lahir
: Watampone
Umur/Tanggal Lahir
: 50 Tahun / 10 November 1961
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Kebangsaan
: Indonesia
Tempat Tinggal
: Jl. Sungai Citarum No. 16 Watampone
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Karyawan BRI Cabang Watampone
49
1. Dakwaan Penuntut Umum Kesatu: Terdakwa H. ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAR pada sekitar tahun 2011 sekitar pukul 09.00 Wita atau setidak-tidaknya pada waktu tertentu pada tahun 2011 bertempat di BRI Cabang Watampone Kabupaten Bone atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih berada dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Watampone, anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dlam proses laporan maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekeing suatu barang, serta menghilangkan atau tidak dimasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, serta menubah, mengaburkan, menyembunyikan, mengahapus, atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan ata merusak catatan pembukuan tersebut, perbuatan terdakawa tersebut dilakukan dengan cara serta rangkaian perbuatan sebagai berikut : Bahwa berawal dari adanya informasi dari Account Officer (AO) yang bernama H. IRWAN yang melaporkan kepada saksi DADANG RUKMAN selaku pimpinan cabang BRI Watampone pada bulan April 2012 tentang adanya nasabah bersama saksi AGUS SALIM yang telah lunas kreditnya pada tahun 2009, serta agunan berupa sertifikat tanah yang telah diambil oleh saksi AGUS SALIM namun muncul penarikan sejumlah dana oleh terdakwa H. ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAR pada rekening kredit milik saksi AGUS SALIM, serta terdakwa H. ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAR melakukan pemalsuan dokumen untuk mencairkn kembali dana pada rekening yang telah lunas atas nama saksi SAIDAH RAHMAN, juga ditemukan bukti penyetoran atas nama H.SUHERAH yang disetorkan ke kas BRI, kemudian adanya pengalihan dana dari rekening titipan setoran pelunasan kredit nasabah atas nama A. MUH. ANAS dan rekening pendapatan BRI cabang Watampone yang dimasukkan ke rekening atas nama saksi MUKSIN HUSAIN kemudian mencairkan dan dengan cek atas nama saksi MUKSIN HUSAIN sebanyak 5 (lima) kali. Bahwa terdakwa H. ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin A. ABU BAKAR melakukan pemalsuan dokumen kwitansi pencairan kredit atas nama saksi AGUS SALIM dengan nomor rekening 2159 01 0000 20 15 6 dimana pinjaman tersebut diambil agunannya oleh saksi AGUS SALIM PADA TANGGAL 2 September 2009, namun terdakwa H. ANDI 50
AWALUDDIN alias AWAL Bin A. ABU BAKAR melakukan pencairan dana dalam rekening kredit milik saksi AGUS SALIM pada tanggal 11 April 2011 dilakukan pencairan dana sebesar 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah), kemudian pada tanggal 18 April 2011 dilakukan pencairan dana sebesar Rp 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) pada tanggal 27 Mei 2011dilakukan pencairan dana sebesar Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah), pada tanggal 30 Mei 2011 dilakukan pencairan dana sebesar Rp 28.000.000,- (dua puluh delapan juta rupiah), dan pada tanggal 5 Juli 2011 dilakukan pencairan sebesar Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) yang kemudian disetor kembali oleh terdakwa H. ANDI AWALUDDIN ke rekening milik saksi AGUS SALIM tersebut, sehingga dana yang telah dicairkan oleh terdakwa H. ANDI AWALUDDIN dari rekening kredit lunas milik saksi AGUS SALIM sebesar Rp 143.000.000,- (seratus empat puluh tiga juta rupiah) namun dikembalikan sebesar Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) yang dimasukkan ke rekening saksi AGUS SALIM. Adapun pencairan dana dalam rekening milik saksi AGUS SALIM tersebut dilakukan terdakwa H. ANDI AWALUDDIN sendiri dengan memalsuakn tanda tangan saksi AGUS SALIM dalam kwitansi tersebut, selanjutnya terdakwa langsung menyerahkan langsung kwitansi pencairan kredit tersebut kepada teller ya g sebelumnya ditanda tangani oleh meker, signer dan terdakwa H. ANDI AWALUDDIN sendiri selaku cheker. Terdakwa H. ANDI AWALUDDIN mengakui jika menggunakan uang yang dicairkannya tersebut sebesar Rp 45.000.000,- (empat puluh lima juta rupiah) untuk pembayaran tanda jadi rumah yang ada di jalan Sambaloge Baru dan selebihnya terdakwa gunakan untuk pengurusan perceraian terdakwa. Bahwa terdakwa H. ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAR melakukan pemalsuan dokumen pencairan kredit atas nama saksi SAIDAH RAHMAN dengan nomer rekening 0111 01 500 763 159 dimana rekening kredit tersebut telah lunas pada tanggal 05 September 2099, namun pada tanggal 2 September 2011 dilakukan pencairan dana pleh terdakwa H. ANDI AWALUDDIN sebesar Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), kemudian pada tanggal 21 Nopember 2011 Terdakwa H. ANDI AWALUDDIN melakukan pelunasan kembali terhadap rekening tersebut dengan cara menggunakan dana dari kas pendapatan BRI Cabang Watampone dengan cara pemindah bukuan (over booking). Bahwa terdakwa H. ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAR melakukan penggelapan dana setoran nasabah untuk setoran kredit atas nama saksi Hj. SUHERIAH dengan nomor rekening 0111 01 50005 153 sebesar Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) dengan cara saksi Hj. SUHERIAH sebelum melakukan penyetoran dana tersebut, saksi Hj. SUHERIAH menghadap kesaksi H. IRWAN AGUS SALIM selaku Account Officer (AO), selanjutnya dana sebesar Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah) tersebut diserahkan kepada terdakwa H. ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAR namun oleh terdakwa tidak dimasukkan ke rekening saksi Hj. SUHERIAH, sedangkn untuk pengganti 51
setoran tersebut maka terdakwa H. ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAR mengambil dana dari rekening Kas Pendapatan BRI Cabang Watampone pada tanggal 27 Oktober 2011 sebesar Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) tanpa sepengetahuan pihak pimpinan Cabang BRI Watampone, kemudian dana tersebut dimasukkan ke dalam rekening atas nama saksi Hj. SUHERIAH. Bahwa terdakwa H. ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAR melakukan pemindahan dari rekening titipan setoran nasabah dan rekening kas pendapatan BRI Cabang Watampone ke rekening atas nama MUCHSIN HUSAIN dengan nomor rekening 0111 01 500 890 150 dengan rincian sebagai berikut : pada tanggal 25 Oktober 2011 terdakwa H. ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAR melakukan pemindahan saldo rekening tititpan setoran sebesar Rp 155.000.000,- (seratus lima pulu lima juta rupiah) dan dimasukkan kedalam rekening atas nama saksi MUCHSIN HUSAIN, selanjutnya pada tanggal 9 Desember 2011 terdakwa H. ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAR melakukan pemindahan saldo rekening kas pendapatan BRI Cabang Watampone sebesar Rp 54.750.000,- (lima puluh empat juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah), kemudian terdakwa H. ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAR pada tanggal 30 Januari 2012 melakukan pemindahan saldo sebesar Rp. 155.000.000,- (seratus lima puluh lima juta rupiah) dengan cara merubah rekening pada bukti pemindahan bukuan (over booking) atas nama ANDI MUH. ANAS yang kemudian oleh terdakwa H. ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANI ABU BAKAR dirubah dengan nama saksi MUCHSIN HUSAIN pada bukti pembukuanya tanpa sepengetahuan pimpinan Cabang BRI Watampone, selanjutnya terdakwa ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAR melakukan pemindahan saldo pada rekening kas Pendapatan BRI Cabang Watampone sebesar Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) ke rekening atas nama saksi MUCHSIN HUSAIN dan tanggal 27 Oktober 2011 terdakwa. ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAR melakukan penggantian setoran ANDI MUH. ANAS yang telah dipindahkan kerekening saksi MUCHSIN HUSAIN dengan memindahkan saldo rekening kas pendapatan BRI Cabang Watmpone sebesar Rp 145.000.000,- (seratus empat puluh lima juta rupiah), dan menurut keterangan saksi MUCHSIN HUSAIN saldo yang masuk kedalam rekeningnya tersebut telah dicairkan dengan menggunakan cek sebanyak 5 (lima) kali pengambilan yaitu pada tanggal 25 Oktober 2011 dengan cek nomor CEX 437 023 sebesar Rp 155.000.000,- (seratus lima puluh lima juta rupiah), tanggal 07 Nopember 2011 dengan menggunakan cek CEA 380751 sebesar Rp.95.000.000,(sembilan puluh lima juta rupiah), tanggal 20 Januari 2012 dengan menggunakan CFA 380 757 sebesar Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah), tanggal 3 Februari 2012 dengn menggunakan cek nomor CFA 380 760 sebesar Rp.25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah), an bukti cek tersebut ditanda tangani oleh saksi MUCHSN HUSAIN kerena permintaan 52
dari terdakwa H. ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAR dengan alasan sebelumnya terrdakwa H. ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAR meminta tolong kepada saksi MUCHSIN HUSAIN untuk pinjam rekeningnya karena ada dana yang akan ditranferkan kepada terdakwa H. ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAR. Bahwa terdakwa H. ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAR tidak melakukan penutupan rekening kredit yang telah lunas, melakukan pemalsuan dokumen pencairan kredit, melakukan pemindah bukuan dari rekening titipan nasabah serta kas pendapatan BRI Cabang Watampone. Hal ini sesuai dengan keterangan saksi ahli ELYANUS PONGSODA Bin MASSING yang menjelaskan jika perbuatan terdakwa H. ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAR sebagai pegawai BRI tersebut tidak dapat dibenarkan kerena merugikan pihak bank serta menguntungkan diri sendiri (FRAUD), serta melanggar peraturan perundang-undangan khususnya undang-undang perbankan. Bahwa atas perbuatan terdakwa H. ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAR tersebut pihak BRI Cabang Watampone mengalami kerugian material sebesar kurang lebih Rp 752.750.000,- (tujuh ratus lima puluh dua ribu tujuh ratus lima puluh rupiah). Bahwa perbuatan terdakwa H. ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAR tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 49 ayat (1) ke-a, ke-b, ke-c Undang-Undang R.I. Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan.
ATAU Kedua: Bahwa terdakwa H. ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAR pada sekitar tahun 2011 sekitar pukul 09.00 Wita atau setidaktidaknya pada waktu tertentu pada tahun 2011 bertempat di BRI Cabang Watampone Kabupaten Bone atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih beradadalam daerah hukum Pengadilan Negeri Watampone, melakukan penggelapan yang dilakukan oeh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena adanya hubungan kerja atau karena mandapat upah untuk itu, perbuatan terdakwa tersebut tersebut lakukan dengan cara serta rangakaian perbuatan sebagai berikut : Bahwa berawal dari adanya informasi dari Account Officer (AO) yang bernama saksi H. IRWAN yang melaporkan kepada saksi DADANG RUKMAN selaku pimpinan Cabang BRI Watampone pada Bulan April 2012 tentang adanya nasabah bersama saksi AGUSSALIM yang telah lunas kreditnya pada tahun 2009, serta agunan berupa sertifikat tanah telah diambil oleh saksi AGUSSALIM namun muncul penarikan sejumlah dana oleh terdakwa H. ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANDI ABU 53
BAKAR pada rekening kredit milik saksi AGUSSALIM, serta terdakwa H. ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAR melakukan pemalsuan dokumen untuk mencaitkan kembali dana pada rekening yang telah lunas atas nama saksi SAIDAH RAHMAN, juga ditemukan bukti penyetoran atas nama Hj. SUHERAH yang tidak disetorkan ke kas BRI, kemudian adanya pengalihan dana dari rekening titipan setoran pelunasan kredit nasabah atas nama ANDI MUH. ANAS dan rekening pendapatan BRI Cabang Watampone yang dimasukkan ke rekening atas nama sksi MUKSIN HUSAIN KEMUDIn mencairkan dan dengan cek atas nama saksi MUKSIN HUSAIN sebanyak 5 (lima) kali. Bahwa terdakwa H. ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAR melakukan pemalsuan dokumen kwitansi pencairan kredit atas nama saksi AGUS SALIM dengan nomor rekening 2159 01 0000 20 15 6 dimana pinjaman tersebut telah diambil agunannya oleh saksi AGUS SALIM pada tanggal 2 September 2009, namun terdakwa H. ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ABU BAKAR melakukan pencairan dana dalam rekening kredit milik saksi AGUSSALIM pada tanggal 11 April 2011 dilakukan pencairan dana sebesar Rp.30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah), kemudian pada tanggal 18 April 2011 dilakukan pencairan dana sebesar Rp.60.000.000,- (enam puluh juta rupiah), pada tanggal 27 Mei 2011 dilakukan pencairan dana sebesar Rp.25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah),pada tanggal 30 Mei 2011 dilakukan pencairan dana sebesar Rp.28.000.000,- (dua puluh delapan juta rupiah), dan pada tanggal 5 Juli 2011 dilakukan pencairan sebesar Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah) yang kemudian disetor kembali oleh terdakwa H. ANDI AWALUDDIN ke rekening milik saksi AGUS SALIM tersebut. Sehingga dana dana yang telah dicairkan oleh Terdakwa H. ANDI AWALUDDIN dari rekening kredit lunas milik saksi AGUS SALIM sebesar Rp. 143.000.000,- (seratus empat puluh riga juta rupiah) namun dikembalikan sebesar Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) yang dimasukkan kerekening saksi AGUS SALIM. Adapun pencairan dana dalam rekening milik saksi AGUS SALIM tersebut dilakukan terdakwa H. ANDI AWALUDDIN sendiri dengan memalsukan tandan tangan saksi AGUS SALIM dalam kwitansi tersebut, selanjutnya terdakwa langsung menyerahklan langsung kwitansi pencairan kredit tersebut kepada teller yang sebelumnya ditanda tangani oleh meker, signer dan terdakwa H. ANDI AWALUDDIN sendiri selaku cheker. Terdakwa H. ANDI AWALUDDIN mengakui jika menggunakan uang yang dicairkan tersebut sebesar Rp 45.000.000,- (empat puluh lima juta rupiah) untuk pembayaran tanda jadi rumah yang ada di jalan Sambaloge Baru dan selebihnya terdakwa gunakan untuk pengurusan perceraiain terdakwa. Bahwa terdakwa H. ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAR melakukan pemalsuan dokumen pencairan kredit atas nama saksi SAIDAH RAHMAN dengan nomor rekening 0111 01 500 763 159 dimana rekening kredit tersebut telah lunas pada tanggal 05 September 2009, 54
namun pada tanggal 2 September 2011 dilakukan pencairan dana oleh terdakwa H. ANDI AWALUDDIN sebesar Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), pada tanggal 21 Nopember 2011 terdakwa H. ANDI AWALUDDIN melakukan pelunasan kembali terhadap rekening tersebut dengan cara menggunakan dana dari kas pendapatan BRI Cabang Watampone dengan cara pemindah bukuan (over booking) Bahwa terdakwa H. ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAR melakukan penggelapan dana setoran nasabah untuk setoran kredit atas nama saksi Hj. SUHERIAH dengan nomor rekening 0111 01 50005 153 sebesar Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dengan cara saksi Hj. SUHERIAH sebelum melakukan penyetoran dana tersebut, saksi Hj. SUHERIAH menghadap ke saksi H. IRWAN AGUSSALIM selaku Account Officer (AO), selanjutnya dana sebesar Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) tersebut diserahkan kapada terdakwa H. ANDI AWALUDDIN alias AWALBin ANDI ABU BAKAR namun oleh terdakwa tidak dimasukkan ke rekening saksi Hj. SUHERIAH, sedangkan untuk pengganti setoran tersebut maka terdakwa H.ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAR mengambil dana dari Rekening Kas Pendapatan BRI Cabang Watampone pada tanggal 27 Oktober 2011 sebesar Rp 100.000.000,(seratus juta rupiah) tanpa sepengetahuan pihak pimpinan Cabang BRI Watampone, kemudian dana tersebut dimasukkan ke dalam rekening atas nama saksi Hj. SUHERIAH. Bahwa terdakwa H.ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAR melakukan pemindahan dan dari rekening titipan setoran nasabah dan rekening kas pendapatan BRI Cabang Watampone ke rekening atas nama saksi MUCHSIN HUSAIN dengan nomor rekening 0111 01 500 890 150 dengan rincian sebagai berikut : pada tanggal 25 Oktober 2011 terdakwa H. ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAr melakukan pemindahan saldo ke rekening titipan setoran sebesar Rp.155.000.000,- (seratus lima puluh lima juta rupiah) dan dimasukkan kedalam rekening atas nama saksi MUCHSIN HUSAIN, selanjutnya pada tanggal 9 Desember 2011 terdakwa H. ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAR melakukan pemindahan saldo rekening kas pendapatan BRI Cabang Watampone sebesar Rp.54.750.000,- (lima puluh empat juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah), kemudian terdakwa H. ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAR pada tanggal 30 Januari 2012 melakukan pemindahan saldo sebesar Rp.155.000.000,- (seratus lima puluh lima juta rupiah) dengan cara merubah rekening pada bukti pemindah bukuan (over booking) atas nama ANDI MUH. ANAS yang kemudian oleh terdakwa H. ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAR dirubah dengan nama saksi MUCHSIN HUSAIN pada bukti pembukuannya tanpa sepengetahuan Pimpinan Cabang BRI Watampone, selanjutnya terdakwa H.ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAR melakukan pemindahan saldo pada rekening kas pendapatan BRI Cabang Watampone sebesar Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) 55
kerekening atas nama saksi MUCHSIN HUSAIN dan pada tanggal 27 Oktober 2011 terdakwa H.ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAR melakukan penggantian setoran ANDI MUH. ANAS yang telah dipindahkan kerekening saksi MUCHSIN HUSAIN dengan memindahkan saldo rekening Kas Pendapatan BRI Cabang Watampone sebesar Rp.145.000.000,- (seratus empat puluh lima juat rupiah), dan menurut keterangan saksi MUCHSIN HUSAIN saldo yang masuk kedalam rekeningnya tersebut telah dicairkan dengan menggunakan cek sebanyak 5 (lima) kali pengambilan yaitu pada tanggal 25 Oktober 2011 dengan cek nomor CEX 437 023 sebesar Rp.155.000.000,- (seratus lima puluh lima juta rupiah), tanggal 07 Nopember 2011 dengan menggunakan cek CEA 380751 sebesar Rp.95.000.000,- (sembilan puluh lima juta rupiah), tanggal 20 Januari 2012 dengan menggunakan cek nomor CFA 380 757 sebesar Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah), tanggal 3 Februari 2013 dengan menggunakan cek nomor CFA 380 760 sebesar Rp.25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah), dan bukti cek tersebut ditanda tangani oleh saksi MUCHSIN HUSAIN karena permintaan dari terdakwa H. ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAR dengan alasan sebelumnya terdakwa H. ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAR meminta tolong kepada saksi MUCHSIN HUSAIN untuk pinjam rekeningnya kerena ada dana yang akan ditransferkan kepada terdakwa H. ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAR. Bahwa terdakwa H. ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAR tidak melakukan penutupan rekening kredit yang telah lunas, melakukan pemalsuan dokumen pencairan kredit, melakukan pemindah bukuan dari rekening titipan nasabah serta kas pendapatan BRI Cabang Watampone. Hal sesuai dengan keterangan saksi ahli ELYANUS PONGSODA Bin MASSING yang menjelaskan jika perbuatan terdakwa H. ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAR sebagai pegawai BRI tersebut tidak dapat dibenarkan karena merugikan pihak bank serta menguntungkan diri sendiri (FRAUD), serta melanggar aturan perunfangundangan khususnya Undang-Undang perbankan. Bahwa atas perbuatan terdakwa H.ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAR tersebut pihak BRI Cabang Watampone mengalami kerugian material sebesar kurang lebih Rp 752.750.000,- (tujuh ratus lima puluh dua juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah). Bahwa perbuatan terdakwa H. ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAR tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 374 KUHP. 2. Tuntutan Penuntut Umum Berdasarkan Nomor Register Perkara: PDM-587/W.Pone/Euh.2/10/2012 dan surat pelimpahan perkara acara pemeriksaan biasa Nomor: B240/R.4.12/Euh.2/10/2012. Bahwa Jaksa Penuntut Umum pada kejaksaan 56
Negeri Watampone setelah memperhatikan hasil pemeriksaan sidang dalam perkara atas nama terdakwa: Nama Lengkap Tempat Lahir Umur/Tanggal Lahir Jenis Kelamin Kebangsaan Tempat Tinggal Agama Pekerjaan
: H. ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAR : Watampone : 50 Tahun / 10 November 1961 : Laki-laki : Indonesia : Jl. Sungai Citarum No. 16 Watampone : Islam : Karyawan BRI Cabang Watampone
Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan, maka sampailah pada pembuktian mengenai unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan, sebagaimana diketahui bahwa terdakwa diajukan kedepan persidangan dengan dakwaan sebagai berikut: -
Pertama
-
Kedua
: Pasal 49 ayat (1) ke-a, ke-b, ke-c Undang-Undang R.I Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan. : Pasal 374 KUHP
Bahwa oleh karena dakwaan yang diajukan dlam persidangan merupakan dakwaan alternatif maka berdasarkan alat bukti, keterangan saksi-saksi dan terdakwa, serta bukti petunjuk yang ada dikaitkan dengan barang bukti yang diajukan dalam persidangan maka kami mempunyai keyakinan bahwa dakwaan yang paling terbukti dalam persidangan yaitu dakwaan kedua yaitu Pasal 374 KUHP, yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut: 1. Barang siapa 2. Dengan sengaja 3. Memiliki dengan melawan hukum barang sesuatu yang sama sekali atau sebagian kepunyaan orang lain 4. Barang ada padanya bukan karena kejahatan 5. Yang dilakukan oleh orang yang penguasaaannya terhadap barang tersebut disebabkan karena ada hubungan kerja, karena pencahariaanya atau karena mendapat upah untuk itu. Ad.1. Unsur barang siapa Bahwa yang dimaksud dengan barang siapa disini adalah setiap orang atau manusia selaku subjek hukum sebagaimana H. ANDI AWALUDDIN Alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAR yang dihadapkan kedepan persidangan selaku terdakwa. 57
Dalam pemeriksaan identitas terdakwa H. ANDI AWALUDDIN Alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAR telah membenarkan identitasnya sesuaia yang tercantum didalam surat dakwaan jaksa penuntut umum, oleh karena itu unsur “barang siapa” telah terbukti dan secara sah dan meyakinkan menurut hukum. Ad.2. Unsur dengan sengaja Sengaja berarti pelaku telah mengetahui dan sadar atas perbuatan yang dilakukannya. Dalam KUHP dicantumkan bahwa sengaja adalah kemauan untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Undang-Undang. Berdasarkan uraian pengertian dengan sengaja tersebut dihubungkan dengan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan sesuai alat bukti berupa keterangan saksi-saksi maupun keterangan terdakwa, maka dapat diketahui bahwa perbuatan terdakwa disadarinya apa yang dilakukan serta akibatnya. Berdasarkan fakta tersebut diatas, maka unsur “dengan sengaja” telah terbukti dan secara sah dan meyakinkan menurut hukum. Ad.3. Unsur memiliki dengan melawan hukum barang sesuatu yang Sama sekali atau sebagian kepunyaan orang lain Bahwa sesuai keterangan yang sebagian membenarkan dakwaan jaksa penuntut umum dan keterangan saksi-saksi disertai barang bukti, seperti diuraikan dalam membuktikan unsur “dengan sengaja” diatas, maka sudah jelas selaku karyawan BRI Cabang Watampone terdakwa H. ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAR melakukan pemalsuan dokumen kwitansi pencairan kredit atas nama AGUS SALIM dengan nomor rekening 2159 01 0000 20 15 6 dimana pinjaman tersebut telah lunas dan sekaligus telah diambil agunannya oleh saksi AGUS SALIM pada tanggal 2 september 2009, namun terdakwa H. ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAR melakukan pencairan dana sebesar Rp.30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah), kemudian pada tanggal 18 april 2011 dilakukan pencairan dana sebesar Rp.60.000.000,- (enam puluh juta rupiah), pada tanggal 27 mei 2011 dilakukan pencairan dana sebesar Rp.25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah), pada tanggal 30 mei 2011 dilakukan pencairan dana sebesar Rp.28.000.000,- (dua puluh delapan juta rupiah), dan pada tanggal 5 juli 2011 dilakukan pencairan dana sebesar Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah) yang kemudian disetor kembali oleh terdakwa H. ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAR ke rekening milik saksi AGUS SALIM. Sehingga dana yang telah dicairkan oleh terdakwa H. ANDI AWALUDDIN dari rekening kredit lunas milik saksi AGUS SALIM sebesar 58
Rp.143.000.000,- (seratus empat puluh tiga juta rupiah) namun dikembalikan sebesar Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah)n yang dimasukkan ke rekening saksi AGUS SALIM. Adapun pencairan dana dalam rekening milik saksi AGUS SALIM tersebut dilakukan terdakwa H. ANDI AWALUDDIN sendiri dengan memalsukan tanda tangan saksi AGUS SALIM dalam kwitansi tersebut, selanjutnya terdakwa langung menyerahkan langsung kwitansi pencairan kredit tersebut kepada teller yang sebelumnya ditanda tangani oleh meker,signer, dan terdakwa H. ANDI AWALUDDIN sendiri selaku checker. Terdakwa H. ANDI AWALUDDIN mengakui jika menggunakan uang yang dicairkannya tersebut sebesar Rp.45.000.000,- (empat puluh lima juta rupiah) untuk pembayaran tanda jadi rumah di jalan sambaloge baru dan selebihnya digunakan untuk membiayai perceraian terdakwa. Terdakwa menggunakan uang tersebut untuk kepentingan pribadinya dan tidak disetorkan ke pihak BRI Cabang Watampone. Bahwa berdasarkan fakta tersebut diatas, maka unsur “memiliki dengan melawan hukum barang sesuatu yang sama sekali atau sebagian kepunyaan orang lain” telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum. Ad.4. Unsur barang ada padanya bukan karena kejahatan Bahwa seluruh dana/uang yang telah dicairkan dan diambil oleh terdakwa selaku karyawan BRI Cabang Watampone sebagai kepala administrasi kredit ada padanya bukanlah dilakukan dengan kejahatan karena uang tersebut ada dibawah penguasaan terdakwa, karena menjadi kewenangan terdakwa selaku kepala Administrasi kredit di BRI Cabang Watampone. Bahwa berdasarkan fakta tersebut diatas, maka unsur “barang ada padanya bukan karena kejahatan” telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum. Ad.5. Unsur yang dilakukan oleh orang yang penguasaaannya terhadap barang tersebut disebabkan karena ada hubungan Bahwa terdakwa H. Andi Awaluddin alias Awal Bin Andi Abu Bakar sewaktu melakukan perbuatan pengambil uang/dana milik BRI Cabang Watampone sebagaimana telah diuraikan didalam pertimbangan unsur-unsur pasal diatas masih menjabat selaku supervisor Administrasi Kredit BRI Cabang Watampone yang menerima gaji/upah dari BRI Cabang Watampone. Dengan demikian unsur “yang dilakukan oleh orang yang penguasaaannya terhadap barang tersebut disebabkan karena ada hubungan” telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum. 59
Berdasarkan uraian diatas, maka Jaksa Penuntut Umum dalam perkara ini berkeyakinan bahwa terdakwa H. Andi Awaluddin alias Awal Bin A. Abu Bakar telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan tindak pidana “Penggelapan dalam Jabatan atau Pekerjaannya” sesuai dengan Pasal 374 KUHP dalam dakwaan kedua. Oleh karena itu kepada terdakwa H. Andi Awaluddin alias Awal Bin A. Abu Bakar adalah wajar dan patut diberi ganjaran hukuman yang setimpal dengan perbuatannya karena tidak ditemukan adanya hal-hal yang dapat dijadikan pertimbangan untuk memaafkan atau membenarkan perbuataanya. Bahwa sebelum Kami sampai pada tuntutan pidana atas diri terdakwa, perkenankanlah kami mengemukakan hal-hal yang kami jadikan pertimbangan mengajukan tuntutan pidana yaitu : Hal-hal yang memberatkan terdakwa: - Perbuatan terdakwa merugikan BRI Cabang Watampone karena menggelapkan uang yang seharusnya disetor ke kas BRI Cabang Watampone. Hal-hal yang meringankan terdakwa: - Tidak ada hal yang meringankan Berdasarkan uraian yang dimaksud diatas dan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan berhubungan dengan perkara ini, kami Jaksa Penuntut Umum pada Kejakasaan Negeri Watampone : MENUNTUT : Supaya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Watampone yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan : 1. Menyatakan terdakwa H. Andi Awaluddin Als. Awal Bin A. Abu Bakar, bersalah melakukan tindak pidana “Penggelapan dalam Jabatan atau Pekerjaannya” sebagaimana telah diatur dalam Pasal 374 KUHP dalam dakwaan kedua. 2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa H. Andi Awaluddin Als. Awal Bin A. Abu Bakar oleh karena itu denga pidana penjara selama 4 (empat) tahun dikurangi selama terdakwa ditahan. 3. Menyatakan barang bukti berupa: -
-
6 (enam) lembar kwitansi penarikan an. H.AGUSSALIM dengan masing-masing tanggal 25 Juni 2009 tertanggal 2 Juni 2009, tanggal 11 April 2011, tanggal 18 April 2011, tanggal 27 Mei 2011, tanggal 30 Mei 2011; 5 (lima) lembar cek atas nama a.n H.MUCHSIN No: CEX 437023 tanggal 25 Oktober 2011, Cek No: CFA 380751 tanggal 07 60
-
-
-
Nopember 2011, Cek No: CFA 380757 tanggal 20 Januari 2012, Cek No: CFA 380760 tanggal 03 Februari 2012, Cek No: CFA 380756 tanggal 24 Februari 2012 ; 1 (satu) lembar bukti pemindah bukuan (UM.06) setoran pokok kredit macet an.Hj.SUHERIAH dari nomor rekening 4020805231 tanggal 27 Oktober 2011; 1 (satu) lembar kwitansi penarikan kredit atas nama SAIDAH RAHMAN dengan nomor rekening 01111.01.500763.159 tanggal 02 Nopember 2011 ; 1 (satu) lembar bukti pemindah bukuan (UM.06) pelunasan pinjaman an.SAIDAH RAHMAN dari No. Rek 0111.01.000490.99.7 kepada No.Rek 0111.01.500763.159 tanggal 21 Nopember 2011;
Masing-masing dikembalikan kepada yang berhak yaitu BRI Cabang Watampone 4. Membebani terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.2.000,- (dua ribu rupiah).
3. Amar Putusan MENGADILI 1. Menyatakan Terdakwa H. ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAR telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Pengelapan dalam jabatan atau pekerjaannya” ; 2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa H. ANDI AWALUDDIN alias AWAL Bin ANDI ABU BAKAR oleh karena itu dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun; 3. Memerintahkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan; 4. Memerintahkan Terdakwa tetap dalam tahanan; 5. Memerintahkan barang bukti berupa : - 6 (enam) lembar kwitansi penarikan an. H.AGUSSALIM dengan masing-masing tanggal 25 Juni 2009 tertanggal 2 Juni 2009, tanggal 11 April 2011, tanggal 18 April 2011, tanggal 27 Mei 2011, tanggal 30 Mei 2011; - 5 (lima) lembar cek atas nama a.n H.MUCHSIN No: CEX 437023 tanggal 25 Oktober 2011, Cek No: CFA 380751 tanggal 07 Nopember 2011, Cek No: CFA 380757 tanggal 20 Januari 2012,
61
-
-
-
Cek No: CFA 380760 tanggal 03 Februari 2012, Cek No: CFA 380756 tanggal 24 Februari 2012 ; 1 (satu) lembar bukti pemindah bukuan (UM.06) setoran pokok kredit macet an.Hj.SUHERIAH dari nomor rekening 4020805231 tanggal 27 Oktober 2011; 1 (satu) lembar kwitansi penarikan kredit atas nama SAIDAH RAHMAN dengan nomor rekening 01111.01.500763.159 tanggal 02 Nopember 2011 ; 1 (satu) lembar bukti pemindah bukuan (UM.06) pelunasan pinjaman an.SAIDAH RAHMAN dari No. Rek 0111.01.000490.99.7 kepada No.Rek 0111.01.500763.159 tanggal 21 Nopember 2011;
Masing-masing dikembalikan kepada yang berhak yaitu BRI Cabang Watampone; 6. Membebani terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.2.000,- (dua ribu rupiah).
4. Analisis Penulis Berdasarkan Putusan Nomor 387/Pid B/2012/PN.Wtp. Surat dakwaan yang telah diuraikan Penuntut Umum dalam putusan Pengadilan Negeri telah sesuai dengan ketentuan Pasal 143 ayat (2) KUHAP dan hukum pidana materiil sebagaimana didakwakan pada dakwaan kedua yakni terdakwa melanggar Pasal 374 KUHP, pasal yang telah sesuai dengan tujuan terdakwa dalam melakukan perbuatan, yaitu “Barang siapa dengan sengaja memiliki dengan melawan hukum barang sesuatu yang sama sekali atau sebagian kepunyaan orang lain barang ada padanya bukan karena kejahatan yang dilakukan oleh orang yang penguasaaannya terhadap barang tersebut disebabkan karena ada hubungan kerja, karena pencahariaanya atau karena mendapat upah untuk itu”. Dengan terpenuhinya
unsur-unsur
dari
Pasal
374
KUHP,
Majelis
Hakim 62
menyatakan
terdakwa
terbukti
bersalah
melakukan
tindak
pidana
penggelapan Pasal 374 KUHP dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun. Penulis berpendapat penjatuhan sanksi pidana terhadap H. Andi Awaluddin lebih ringan dari pidana maksimal Pasal 374 KUHP 5 (lima) tahun penjara dan tuntutan Jaksa penuntut umum 4 (empat) tahun penjara.
Berdasarkan hasil wawancara Penulis dengan Majelis Hakim
yang menangani perkara tersebut H. Andi Cakra Alam S.H.,M.H. Beliau berpendapat “Bahwa dengan berbagai pertimbangan yang memberatkan dan meringankan pidana terdakwa sehingga cukup untuk menimbulkan efek jera yang memberikan rasa takut bagi terpidana pada khususnya dan untuk masyarakat pada umumnya sebagaimana fungsi pidana pada mestinya, pemidanaan bukanlah semata-mata pembalasan terhadap perbuatannya, tetapi juga bertujuan untuk mempertahankan ketertiban dan rasa adil dalam masyarakat serta mendidik agar perbuatan yang salah tidak terulang lagi baik oleh terdakwa maupun orang lain” Berdasarkan hasil wawancara Penulis dengan Majelis Hakim yang menangani perkara tersebut dan Putusan perkara pidan terdakawa H. Andi Awaluddin Als. Awal Bin A. Abu Bakar, ada beberapa poin yang mesti dipertimbangkan dalam penjatuhan pidana terhadap terdakwa yaitu hal-hal yang memberatkan dan meringankan pidana terdakwa. Pertimbangan dalam hal-hal yang memberatkan terdakwa bahwa perbuatan terdakwa mengakibatkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap BRI Cabang Watampone dan perbuatan terdakwa telah mengakibatkan kerugian materiil BRI Cabang Watampone. Selain itu, pertimbangan yang 63
meringankan perbuatan terdakwa yaitu terdakwa bersikap sopan dalam persidangan, mengakui terus terang perbuatannya, merasa bersalah, dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya serta terdakwa juga memiliki tanggungan terhadap keluarga dan belum pernah dihukum. Hal yang Penulis garis bawahi dari pandangan diatas yaitu perlunya perhatian dan tindakan lebih terhadap pelaku tindak pidana penggelapan agar kejahatan yang dilakukan dapat berkurang dan tidak terjadi lagi seperti kasus penggelapan yang terjadi sebelumnya seperti dalam putusan nomor 387/Pid.B/2012/PN.Wtp. Oleh sebab itu aparat hukum harus memberikan perhatian lebih dengan bekerja sama dengan masyarakat atau lembaga terkait dalam memberantas tindak penggelapan di Indonesia. B. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Pidana Terhadap Terdakwa Penggelapan dalam Jabatan atau Pekerjaannya. Berdasarkan hasil wawancara dengan hakim yang menangani kasus tersebut bahwa dalam penjatuhan hukuman bagi terdakwa terbukti dan mencocoki semua unsur-unsur dalam ketentuan Pasal 374 KUHP yang mengatur tentang penggelapan dengan maksimal ancaman pidananya adalah pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun penjara. Semua unsurunsur dalam pasal yang didakwakan telah terpenuhi dan berdasarkan alat bukti berupa keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa ditambah dengan keyakinan hakim, terdakwa dinyatakan bersalah dan dipidana penjara selama 3 (tiga) tahun.
64
Dalam tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Andi Sahriawan, AM, S.H.,M.H. yang menuntut terdakwa H. Andi Awaluddin alias Awal Bin Andi Abu Bakar yang dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana penggelapan Pasal 374 KUHP dakwaan kedua. Jaksa Penuntut Umum menuntut terdakwa dijatuhi pidana penjara selama 4 (empat) tahun penjara dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan akan tetapi Majelis Hakim menjatuhkan pidana selama 3 (tiga) tahun penjara. Menurut Majelis Hakim yang menangani perkara tersebut H. Andi Cakra Alam S.H.,M.H. Beliau berpendapat: “Penjatuhan sanksi pidana terhadap terpidana H. Andi Awaluddin alias Awal Bin Andi Abu Bakar telah memiliki kekuatan hukum yang tetap, telah sesuai berdasarkan beberapa alasan yang meringankan dan memberatkan sanksi pidana terhadap terpidana H. Andi Awaluddin alias Awal Bin Andi Abu Bakar seperti: terdakwa mengakui terus terang perbuatannya, terdakwa masih memiliki tanggungan terhadap keuarganya serta terdakwa juga belum pernah dihukum”. “sanksi pidana yang dijatuhkan terhadap terpidana H. Andi Awaluddin alias Awal Bin Andi Abu Bakar sudah pantas dengan berbagai pertimbangan yang memberatkan dan meringankan pidana para terdakwa, sehingga cukup untuk menimbulkan efek jera yang memberikan rasa takut bagi terpidana pada khususnya dan untuk masyarakat pada umumnya sebagaimana fungsi pidana pada mestinya” Ketentuan teori pemidanaan tentang ancaman pidana yang diketahui oleh masyarakat umum inilah yang dapat membuat setiap orang menjadi takut untuk melakukan kejahatan karena melihat adanya teori pemidanaan relatif yang mempunyai tiga macam sifat yaitu bersifat menakut-nakuti, memperbaiki dan membinasakan. Walaupun seperti itu, hakim juga mempunyai kebiasaan dan kekuasaan dalam menjatuhkan hukuman bagi 65
seorang terdakwa yang dalam menjatuhkan putusan harus benar-benar mempertimbangkan segala aspek termasuk aspek pemberian rasa takut dan efek jera bagi seseorang.
66
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Surat dakwaan yang telah diuraikan Penuntut Umum dalam putusan Pengadilan Negeri telah sesuai dengan ketentuan pasal 143 ayat (2) KUHAP dan hukum pidana materiil sebagaimana didakwakan pada dakwaan kedua yakni terdakwa melanggar Pasal 374 KUHP dan dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana “Penggelapan dalam Jabatan atau Pekerjaannya” dalam dakwaan kedua. 2. Pertimbangan
hukum
Hakim
dalam
perkara
putusan
No.387/Pid.B/2012/PN.Wtp, berdasarkan pertimbangan fakta dalam persidangan yang timbul. Selanjutnya majelis hakim membuktikan pertimbangan yuridis yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum. Sebelum
Majelis
mempertimbangkan
Hakim
menjatuhkan
hal-hal
yang
pidana
memberatkan
terlebih dan
dahulu
meringankan
terdakwa. Dalam perkara ini, majelis hakim menyatakan dakwaan pertma yakni Pasal 49 ayat (1) ke-a, ke-b, ke-c Undang-Undang R.I. Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan tidak terpenuhi unsur tindak pidananya. Akan tetapi, majelis hakim menyatakan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana Pasal
374
KUHP
tentang
“Penggelapan
dalam
Jabatan
atau
Pekerjaannya” oleh Jaksa Penuntut Umum. Dengan ini Majelis Hakim 67
setelah mendapatkan lebih dari 2 alat bukti dari Jaksa Penuntut Umum dengan penuh keyakinan maka majelis Hakim menjatuhkan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun. B. Saran Berdasarkan analisis teori yang diperoleh di lapangan mengenai putusan Pengadilan Negeri Watampone Nomor 387/Pid.B/2012/PN.Wtp tentang tindak pidana penggelapan diatas, maka penulis mengemukakan beberapa saran sebagai berikut : 1. Penulis mengharapkan kepada segenap aparat penegak hukum agar setiap pelaku tindak pidana sekiranya ditindak dengan tegas dan dijatuhi sanksi yang sepadan dan mencapai filosofi hukum (mengembalikan seperti semula). 2. Dalam penyusunan kebijakan dalam rangka menanggulangi tindak pidana penggelapan dalam jabatan atau pekerjaannya , pemerintah harus saling bekerja sama dengan aparat hukum, pihak yang terkait serta maysyarakat untuk meminimalisir tindak pidana penggelapan. 3. Perlu adanya pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana untuk memberikan hukuman yang seadil-adilnya, agar tidak ada pihak yang dirugkan satu sama lain.
68
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Achmad. 2008. Menguak Tabir Hukum, Penerbit Ghalia Indonesia: Bogor. Effendy, Rusli. 1986. Asas-Asas Hukum Pidana. Loppen UMI: Ujung Pandang. Farid, Zainal Abidin. 2007. Hukum Pidana I. Sinar Grafika: Jakarta Hamzah Andi 2004. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Rineka Cipta: Jakarta. Hermansyah. 2010. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Kencana: Jakarta. Lamintang. 1997. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. PT.Citra Adidaya Bakti: Bandung. Moeljatno. 1985. Asas Asas Hukum Pidana. Bina Aksara: Jakarta Poernomo, Bambang. 1982. Asas-Asas Hukum Pidana. Ghalilea: Jakarta. Solahuddin. 2008. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Acara Pidana, & Perdata (KUHP, KUHAP, & KUHPdt), Visimedia: Jakarta. Soedjono Dirjdosiswono. 1983. Penanggulangan Kejahatan (Crime Prevention), Alumni: Bandung. Soejono. 1995. Kejahatan dan Penegakan Hukum di Indonesia. Rineka Cipta: Jakarta. Syamsuddin, Aziz. 2011. Tindak Pidana Khusus. Sinar Grafika: Jakarta. Tim Penyusun Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. 2010. Pedoman Penulisan dan Pelaksanaan Ujian Skripsi, Yamina Jaya: Makassar. Waluyadi. 2003._______________________._________________
69
Wirjono Projodikoro. 2008. Tindak-Tindak Indonesia, PT. Refika Aditama: Bandung.
Pidana
Tertentu
Di
Sumber-Sumber Lain Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2004
70