TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENYEBARAN FOTO PORNO MELALUI MEDIA ELEKTRONIK (Studi Kasus Putusan No. 1319/Pid.B/2014/PN.Makassar)
OLEH ERSA INDRA MAYORA B111 11 305
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Tugas Akhir Dalam Rangka Penyelesaian Studi Sarjana Hukum dalam Bagian Hukum Pidana Program Studi Ilmu Hukum
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016 i
ii
iii
iv
ABSTRAK ERSA INDRA MAYORA (B111 11 305), dengan judul “Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Penyebaran Foto Porno Melalui Media Elektronik (Studi Kasus Putusan No. 1319/Pid.B/2014/PN.Makassar)”. Di bawah bimbingan H.M.Said Karim selaku Pembimbing I dan Hj.Haeranah selaku Pembimbing II. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan hukum pidana materil serta untuk mengetahui pertimbangan hukum oleh hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana penyebaran foto porno melalui media elektronik dalam (Studi Kasus Putusan No.1319/ PID.B/ 2014/ PN.Makassar). Penelitian ini dilaksanakan di instansi Pengadilan Negeri Makassar. Untuk
mencapai
tujuan
tersebut,
penulis
menggunakan
teknik
pengumpulan data berupa penelitian kepustakaan dan wawancara. Selanjutnya data yang diperoleh disajikan secara deskriptif. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa (1) Penerapan hukum pidana terhadap tindak pidana penyebaran foto porno melalui media elektronik (Studi Kasus Putusan No.1319/Pid.B/2014/PN.Makassar) sudah sesuai dengan hukum yang berlaku, semua unsur tindak pidana yang diatur dalam Pasal 45 Ayat (1) Undang-undang RI No.11 Tahun 2008 semua telah terpenuhi. (2) Pertimbangan hukum oleh hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku telah sesuai dengan hukum yang berlaku.
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat
dan
hidayah-Nya
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan Skripsi dengan judul “Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Penyebaran Foto Porno Melalui Media Elektronik (Studi Kasus Putusan No. 1319/Pid.B/2014/PN.Makassar)”. Penulis menyadari penyusunan skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan, bimbingan, petunjuk, saran serta motivasi dari berbagai pihak.
Untuk
itu
penulis
dengan
segala
kerendahan
hati
ingin
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini khususnya kepada: 1. Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Prof. Dr. Farida Patittingi S.H., M.H. 2. Prof. Dr. Muhadar S.H,. M.S selaku Kepala Bagian Hukum Pidana. 3. Prof. Dr. H. M. Said Karim S.H, M.H., M.Si. selaku dosen Pembimbing I dan Dr. Hj.Haeranah, S.H., M.H. selaku Pembimbing II Terima kasih atas waktu yang telah diluangkan untuk bimbingan, petunjuk, dan nasihat dalam proses pembuatan skripsi ini sampai selesai. 4. Untuk Prof. Andi Sofyan, S.H, M.H , bapak Dr. Syamsuddin Muchtar, S.H., M.H., dan ibu Dr.Hj.Nur Azisa S.H,. M.H., selaku dosen Penguji saya. Terima kasih banyak atas Kritik dan saran yang membangun selama proses ujian Proposal hingga ujian Skripsi ini selesai.
vi
5. Kedua Orang Tua Tercinta saya H. Sarai dan Hj. Ambi terima kasih atas doa, kasih sayang, pengorbanan, motivasi, bimbingan, nasihat, bekal ilmu hidup, dan segalanya yang telah diberikan. 6. Keempat Kakak-Kakak Tersayang saya drg. Asra Sarai, H. Ashari Sarai, Hamka Sarai, S.H, dan Ady Akbar Sarai terima kasih atas bantuan dan dukungan yang diberikan selama ini kepada saya. 7. Untuk My Best Friends Sitti Nur Aminah, Dian Aryani Kusady, Yunita Paranoan, Kasmaria, S.E., Riska Diana, Nurdiana Nurdin, S.Pd., Nita Yudasari Yusuf, S.H., dan Andi Indriani, S.H., thankyou so much for everything you gave me guys. 8. Untuk Teman-teman KKN saya, Alicya Mutiara Suprianto, S.TP, Andi Remi Aprilia Sari, Abdu Rahman, S.E., Eril, Andi Ilham, S.T. 9. Semua pihak yang telah berkenan memberi bantuan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, segaala kritik dan saran yang membangun akan sangat berguna agar penulisan selanjutnya dapat menghasilkan karya yang lebih baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membacanya.
Makassar, Mei 2016
Ersa Indra Mayora
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i PENGESAHAN SKRIPSI .......................................................................... ii PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................... iii PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI ...................................... iv ABSTRAK ................................................................................................. v KATA PENGANTAR ................................................................................ vi DAFTAR ISI ............................................................................................ viii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1 A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1 B. Rumusan Masalah............................................................................. 7 C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 7 D. Kegunaan Penelitian ......................................................................... 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 9 A. Tindak Pidana.................................................................................... 9 1.
Pengertian Tindak Pidana............................................................. 9
2.
Unsur-Unsur Tindak Pidana........................................................ 11
3. Unsur-unsur Pertanggungjawaban Pidana .................................... 13 B. Tinjauan Umum Terhadap Pornografi ............................................. 21 1.
Pengertian Pornografi ................................................................. 21
2.
Pornografi sebagai Delik Kesusilaan .......................................... 23
C. Pengertian dan Sejarah Perkembangan Internet ............................ 31 D. Cybercrime dan Cyberporn ............................................................. 34 viii
1.
Pengertian dan Ruang Lingkup Cybercrime ............................... 34
2.
Pengertian dan Dampak Negatif Cyberporn ............................... 36
E. Bentuk-Bentuk Putusan dalam Perkara Pidana .............................. 40 F. Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan ......................... 42 BAB III METODE PENELITIAN............................................................... 49 A. Lokasi Penelitian ............................................................................. 49 B. Jenis dan Sumber Data ................................................................... 49 C. Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 50 D. Teknik Analisis Data ........................................................................ 50 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................... 51 A. Penerapan
hukum
pidana
materiil
terhadap
tindak
pidana
penyebaran foto porno melalui media elektronik dalam putusan No.1319/ Pid.b/ 2014/ PN.Makassar. .............................................. 51 B. Pertimbangan hukum oleh hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana penyebaran foto porno melalui media elektronik
dalam
Nomor
Putusan
1319/
PID.B/
2014/
PN.Makassar..... .............................................................................. 60 BAB V PENUTUP .................................................................................... 66 A. Kesimpulan ...................................................................................... 66 B. Saran ............................................................................................... 67 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 68
ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Globalisasi tidak terelakkan lagi, yakni pada saat revolusi transportasi
dan
elektronika
mulai
memperluas
mempercepat
perdagangan antar bangsa. Disamping pertambahan dan kecepatan lalu lintas barang dan jasa, berkembang pula secara cepat globalisasi gagasan modern seperti negara, konstitusi, nasionalisme, kapitalisme, demokrasi, sekularisme, juga industri dan perusahaan media massa (Abdul Wahid, Mohammad Labib, 2010:3). Sejarah telah mengukir potret kehidupan manusia dan bangsabangsa lain di dunia ini dengan sangat mudah. Semakin kecil atau bahkan hilangnya batas-batas wilayah, sama artinya dengan membuka dan memperluas kran terjadinya komunikasi atau dialog global. Sekat-sekat yang membedakan antara satu bangsa dengan bangsa lain telah digeser oleh pola lintas komunikasi global. Sehingga manusia dan bangsa-bangsa di dunia ini bisa secara bebas mengekspresikan segala ide kreatifnya, serta seperti mendapatkan suatu dunia baru yang diakibatkan oleh kemajuan teknologi informasi (Abdul Wahid, Mohammad Labib, 2010:4). Globalisasi sebagai suatu proses yang pada akhirnya akan membawa seluruh penduduk planet bumi menjadi ”world society”. Selanjutnya ”global society” harus dipandang dan dipahami sebagai 1
proses yang wajar yang tidak terhindarkan yang diakibatkan oleh semakin majunya peradaban manusia di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) khususnya teknologi komunikasi dan informasi (Abdul Wahid, Mohammad Labib, 2010:6). Semakin majunya peradaban manusia di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) khususnya teknologi komunikasi dan informasi telah memberikan media baru berupa internet. Internet memberikan kemudahan dalam menyebarkan dan memperoleh berbagai informasi yang disajikan dengan canggih dan mudah diperoleh. Komputerisasi, internet dan alat telekomunikasi seluler (handphone) menjadi trend baru yang merubah pola kerja dan bahkan gaya hidup masyarakat. Media internet digunakan dalam pemesanan tiket (tiket pesawat terbang, tiket kereta api, hotel), pembayaran tagihan telepon, listrik, transfer uang bahkan berbelanja pun dapat dilakukan secara on-line. Memang tidak bisa diingkari oleh siapapun, bahwa teknologi itu dapat menjadi alat perubahan di tengah masyarakat. Demikian pentingnya fungsi teknologi, hingga sepertinya masyarakat dewasa ini sangat tergantung dengan teknologi, baik untuk hal-hal positif maupun negatif (Abdul Wahid, Mohammad Labib, 2010:19). Semakin maju kehidupan masyarakat, maka kejahatan juga ikut semakin maju. Kejahatan juga menjadi sebagian dari hasil budaya itu sendiri. Ini berarti semakin tinggi tingkat budaya dan semakin modern pula kejahatan itu dalam bentuk, sifat dan cara pelaksanaannya. Salah satu 2
bentuk kejahatan yang berkembang pesat belakangan ini adalah pornografi di media internet atau dikenal dengan istilah cyberporn. Situs porno atau pornografi di internet sangat mudah didapatkan, pengguna atau user dapat mencari website pada jaringan internet. Website yang terdapat fasilitas situs porno memang sengaja dirancang oleh pemilik website guna memberikan layanan berupa gambar atau video porno. Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan, karena saat ini pengguna internet tidak hanya orang dewasa, kalangan pelajar dari siswa sampai mahasiswa merupakan pengguna internet teraktif. Bila hal ini dibiarkan, akan merusak moral generasi muda. Kebanyakan dari mereka awalnya menggunakan internet untuk mencari tugas sekolah/ kuliah, chatting, dan menjadi anggota dari situs pertemanan yang sedang booming saat ini seperti Facebook dan Twitter, namun lambat laun tidak sedikit dari mereka yang akhirnya tergoda untuk mengakses situs-situs yang menyajikan gambar-gambar dan video yang memuat unsur pornografi. Walaupun pada situs-situs porno tersebut selalu ada peringatan yang menyatakan bahwa hanya orang yang berusia diatas 18 tahun yang boleh mengakses situs ini. Hal ini tentu saja tidak efektif karena pengguna atau user yang berusia dibawah 18 tahun dapat berbohong dan tetap mengakses situs tersebut. Situs-situs porno yang beredar di internet saat ini sebagian besar memang dibuat oleh orang asing dan menampilkan foto dan video porno yang dibintangi oleh orangorang asing, namun belakangan bermunculan situs-situs lokal yang 3
seakan tidak mau kalah dengan situs porno buatan asing, situs-situs buatan lokal ini menyajikan foto dan video porno yang menampilkan orang Indonesia sebagai objeknya. Saat ini ada ratusan atau mungkin ribuan gambar atau video yang mengandung unsur pornografi yang dibintangi oleh
orang
lokal/
Indonesia
beredar
diinternet,
yang
paling
memprihatinkan adalah orang-orang yang berada di dalam foto atau video tersebut sebagian besar merupakan generasi muda. Gambar dan video tersebut kebanyakan bukanlah dibuat secara khusus untuk dijadikan tontonan di media internet, terdapat ratusan foto dan video porno yang awalnya dibuat untuk dokumentasi pribadi namun akhirnya tersebar dan menjadi konsumsi umum di internet. Keteledoran para pelaku yang tidak hati-hati menyimpan foto dan rekaman pribadi mereka membuat pihak lain yang menemukan foto dan video tersebut menyalahgunakan dan menyebarkannya di internet. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi (selanjutnya disingkat UU Pornografi) telah disahkan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) yang merupakan keberhasilan bangsa dan negara Republik Indonesia dalam mengawali upaya menyelamatkan bangsa dan negara, terutama generasi muda, anak-anak dan perempuan. Pornografi dan pornoaksi adalah perbuatan yang berdampak negatif terhadap perilaku generasi muda. Anak-anak dan perempuan banyak yang telah menjadi korban, baik sebagai korban murni maupun 4
sebagai “pelaku sebagai korban”. Karena itu, pornografi dan pornoaksi dikategorikan sebagai perbuatan pidana. Hal ini bukan masalah baru, karena pada Pasal 281, Pasal 282, Pasal 283, Pasal 532 dan Pasal 533 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHPidana) telah atau melarang pornografi maupun pornoaksi dan telah menentukan hukumannya. Segi historis
terlihat
bahwa
KUHPidana
kita
dirancang
bukan
untuk
mengantisipasi perkembangan internet seperti sekarang ini. KUHPidana dibuat jauh sebelum internet mulai dikembangkan pada akhir tahun 1950-an dan awal 1960-an. Perbedaan jarak yang panjang dan landasan berfikir dari pembentuknya dengan keadaan yang berkembang pada saat ini menimbulkan kesulitan-kesulitan dalam penerapan
KUHPidana
terhadap
persoalan
cyberporn.
Dalam
KUHPidana, Pornografi merupakan kejahatan yang termasuk golongan tindak pidana melanggar kesusilaan (zedelijkheid) yang termuat dalam Pasal 282-283 KUHPidana, Perbuatan-perbuatan yang tercantum dalam Pasal 282 KUHPidana baik yang tedapat dalam ayat (1), (2) maupun (3) dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu: a) menyiarkan, mempertontonkan, atau menempelkan dengan terangterangan, tulisan dan sebagainya, b) membuat, membawa masuk, mengirimkan langsung, membawa keluar atau menyediakan tulisan dan sebagainya untuk disiarkan, atau ditempelkan dengan terang-terangan. c) dengan terang-terangan atau dengan, menyiarkan suatu tulisan menawarkan dengan tidak diminta atau menunjukkan, bahwa tulisan dan sebagainya itu boleh didapat. Berdasarkan pasal tersebut di atas dan penafsirannya mengenai makna pornografi dalam masyarakat, terjadi perubahan-perubahan yang 5
menggeser makna kata tersebut. Pergeseran makna yang disebabkan oleh perkembangan teknologi seharusnya mengubah penafsiran terhadap unsur delik pornografi. Jika menggunakan penafsiran lama maka layar komputer yang dimiliki oleh warung internet, perkantoran maupun pribadi tidak dapat dikategorikan sebagai makna dimuka umum sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 282 KUHPidana. Sebenarnya apa yang dikatakan di muka umum dalam hal ini harus ditafsirkan secara lebih luas. Untuk mencegah lolosnya pelaku tindak pidana cyberporn karena tidak adanya hukum yang mengatur, pemerintah merasa perlu untuk membuat undang-undang khusus yang mengatur masalah ini. Pemerintah mengesahkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disingkat UU ITE), bulan April 2008 lalu, dijelaskan tentang tindak pidana yang berkaitan dengan pornografi. Pasal 27 ayat (1) UU ITE mengatur bahwa: “Perbuatan yang dilarang adalah dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/ atau mentransmisikan dan/ atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/ atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.” Berdasarkan uraian diatas maka, penulis tertarik untuk meneliti dan mengkaji karja ilmiah (skripsi) dengan judul “Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Penyebaran Foto Porno melalui media elektonik (Studi Kasus Putusan No. 1319/ PID.B/ 2014/ PN.Makassar)”.
6
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis dapat mengemukakan rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: A. Bagaimanakah penerapan hukum pidana materil terhadap tindak pidana penyebaran foto porno melalui media elektronik dalam Nomor Putusan 1319/ PID.B/ 2014/ PN.Makassar? B. Bagaimana pertimbangan hukum oleh hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana penyebaran foto porno melalui media elektronik dalam Nomor Putusan 1319/ PID.B/ 2014/ PN.Makassar? C. Tujuan Penelitian Dari permasalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui penerapan hukum pidana materil terhadap tindak pidana penyebaran foto porno melalui media elektronik dalam Nomor Putusan 1319/ PID.B/ 2014/ PN.Makassar. 2. Untuk mengetahui pertimbangan hukum oleh hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana penyebaran foto porno melalui media elektronik dalam Nomor Putusan 1319/ PID.B/ 2014/ PN.Makassar.
7
D. Kegunaan Penelitian 1. Dapat menjadi referensi pembelajaran bagi mahasiswa fakultas hukum pada umumnya dan bagi mahasiswa bagian hukum pidana pada khususnya. 2. Dapat menjadi bahan kajian bagi masyarakat. 3. Untuk memenuhi syarat dalam menyelesaikan studi pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Istilah
tindak
pidana
atau
dalam
bahasa
Belanda,
strafbaarfeit, sebenarnya merupakan istilah resmi dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Tindak pidana merupakan suatu istilah yang mengandung suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum. Tindak pidana mempunyai pengertian yang abstrak dari peristiwa-peristiwa yang kongkrit dalam lapangan hukum pidana, sehingga tindak pidana haruslah diberikan arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan jelas untuk dapat memisahkan dengan istilah yang dipakai sehari-hari dalam kehidupan bermasyarakat. Para pakar asing Hukum Pidana menggunakan istilah Tindak Pidana atau Perbuatan Pidana atau Peristiwa Pidana, dengan istilah: 1. Strafbaar Feit adalah peristiwa pidana; 2. Strafbare Handlung diterjemahkan dengan Perbuatan Pidana, yang digunakan oleh para sarjana Hukum Pidana Jerman; dan 3. Criminal Act diterjemahkan dengan istilah Perbuatan Kriminal. Delik yang dalam bahasa Belanda disebut Strafbaarfeit, terdiri atas tiga kata, yaitu: 9
1. Straf diartikan sebagai pidana dan hukum, 2. Baar diartikan sebagai dapat dan boleh, 3. Feit diartikan sebagai tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan. Jadi istilah Stafbaarfeit adalah peristiwa yang dapat dipidana atau perbuatan yang dapat dipidana. Sedangkan delik dalam bahasa asing disebut delict yang diartinya suatu perbuatan yang pelakunya
dapat dikenakan hukuman
(pidana) (Amir Ilyas,
2012:18). Adapun beberapa pengertian tindak pidana menurut pakar hukum, antara lain: 1. Menurut Moeljatno (Amir Ilyas, 2012:19), Strafbaarfeit adalah suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan. 2. Simons (Zainal Abidin, 2010:224), bahwa strafbaarfeit ialah perbuatan melawan hukum yang berkaitan dengan kesalahan seseorang yang mampu bertanggungjawab. Kesalahan yang dimaksud oleh Simons ialah kesalahan dalam arti luas yang meliputi dolus (sengaja) dan culpa late (alpa dan lalai). Dari rumus tersebut Simons mencampurkan unsur-unsur perbuatan pidana (criminal act) yang meliputi perbuatan dan sifat melawan hukum perbuatan dan pertanggungjawaban pidana (criminal
10
liability) yang mencakup kesengajaan, kealpaan serta kelalaian dan kemampuan bertanggungjawab. 3. Hazewinkel-Suringan
(Lamintang,
2013:181),
strafbaarfeit
sebagai suatu perilaku manusia yang pada suatu saat tertentu telah ditolak didalam sesuatu pergaulan hidup tertentu dan dianggap sebagai perilaku yang harus ditiadakan oleh hukum pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang bersifat memaksa yang terdapat didalamnya. 4. Pompe (Lamintang, 2013:182), strafbaarfeit itu secara teoritis dapat dirumuskan sebagai suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, di mana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum. 2. Unsur-Unsur Tindak Pidana Setiap tindak pidana yang terdapat didalam Kitab Undangundang Hukum Pidana pada umumnya dapat dijabarkan kedalam unsur-unsur yang pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua macam unsur, yakni unsur subjektif dan unsur objektif. Unsur-unsur subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku,
11
dan termasuk ke dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Unsur-unsur subjektif suatu tindak pidana: 1. kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa); 2. maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging seperti yang dimaksud di dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP; 3. macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain; 4. merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti yang misalnya yang terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP; 5. perasaan takut atau vress seperti yang terdapat di dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP. Unsur-unsur
objektif
adalah
unsur-unsur
yang
ada
hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaankeadaan mana tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan. Unsur-unsur objektif suatu tindak pidana: 1. sifat melanggar hukum atau wederrechtelijkheid; 2. kualitas dari si pelaku, misalnya “keadaan sebagai seorang pegawai negeri di dalam kejahatan jabatan menurut Pasal 415 KUHP atau keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari
12
suatu perseroan terbatas di dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP; 3. kausalitas, yakni hubungan antara suatu tindakan sebagai penyebab dengan suatu kenyataan sebagai akibat. 3. Unsur-unsur Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana dalam istilah bahasa asing disebut dengan teorekenbaardheid atau criminal responsibility yang menjurus kepada pemidanaan pelaku dengan maksud untuk menentukan
apakah
seseorang
terdakwa
atau
tersangka
dipertanggungjawabkan atas suatu tindak pidana yang terjadi atau tidak. (Amir Ilyas, 2012:73) Adapun Unsur-unsur Pertanggungjawaban Pidana adalah sebagai berikut: 1. Mampu bertanggungjawab. Unsur mampu bertanggungjawab mencakup: a. Keadaan jiwanya: 1) Tidak terganggu oleh penyakit terus-menerus atau sementara (temporair): 2) Tidak cacat dalam pertumbuhan (gagu, idiot, dan sebagainya), dan 3) Tidak terganggu karena terkejut, hypnotisme, amarah yang
meluap,
pengaruh
bawah
sadar,
melindur,
13
mengigau karena demam dan lain sebagainya. Dengan perkataan lain dia dalam keadaan sadar. b. Kemampuan jiwanya: 1) Dapat menginsyafi hakekat dari tindakannya; 2) Dapat menentukan kehendaknya atas tindakan tersebut, apakah akan dilaksanakan atau tidak; dan 3) Dapat mengetahui ketercelaan dari tindakan tersebut. E.Y.Kanter dan S.R. Sianturi (Amir Ilyas, 2012:76) menjelaskan bahwa: Kemampuan
bertanggungjawab
didasarkan
pada
keadaan dan kemampuan “jiwa” (geestelijke vermogens), dan bukan
kepada
keadaan
dan
kemampuan
“berfikir”
(verstanddelijke vermogens), dari seseorang, walaupun dalam istilah yang resmi digunakan dalam Pasal 44 KUHP adalah verstanddelijke vermogens dapat diterjemahkan dengan istilah “keadaan dan kemampuan jiwa seseorang”. 2. Kesalahan Kesalahan dianggap ada, apabila dengan sengaja atau karena kelalaian telah melakukan perbuatan yang menimbulkan keadaan atau akibat yang dilarang oleh hukum pidana dan dilakukan dengan mampu bertanggung jawab. Menurut Moeljatno (Amir Ilyas, 2012:77), Kesalahan dan kelalaian sseorang dapat diukur dengan apakah pelaku tindak 14
pidana itu mampu bertanggung jawab, yaitu bila tindakannya itu memuat 4 (empat) unsur yaitu: a. Melakukan perbuatan pidana (sifat melawan hukum); b. Diatas umur tertentu mampu bertanggung jawab; c. Mempunyai
suatu
bentuk
kesalahan
yang
berupa
kesengajaan (dolus) dan kealpaan/ kelalaian (culpa); d. Tidak adanya alasan pemaaf. 3. Kesengajaan (opzet) Kebanyakan
tindak
pidana
mempunyai
unsur
kesengajaan atau opzet, bukan unsur culpa. Kesengajaan ini harus mengenai ketiga unsur tindak pidana, yaitu: perbuatan yang dilarang, akibat yang menjadi pokok-alasan yang dilarang itu, dan bahwa perbuatan itu melanggar hukum. Kesengajaan dapat dibagi tiga bagian, yakni: a. Sengaja Sebagai Niat (Oogmerk) Bahwa dengan kesengajaan yang bersifat tujuan (oogmerk) si pelaku dapat dipertanggungjawabkan, mudah dimengerti
oleh
khalayak
ramai.
Dengan
adanya
kesengajaan yang bersifat tujuan, dapat dikatakan si pelaku benar-benar mengkehendaki mencapai akibat yang menjadi pokok alasan diadakannya ancaman hukuman pidana (constitutief gevolg).
15
Sebagian pakar mengatakan, bahwa yang dapat dikehendaki ialah hanya perbuatannya, bukan akibatnya. Akibat ini oleh si pelaku hanya dapat dibayangkan atau digambarkan akan terjadi (voorstellen). Dengan demikian secara siakletik timbul dua teori yang bertentangan satu sama lain, yaitu: 1) Teori kehendak (wilstheorie): menganggap kesengajaan ada apabila perbuatan dan akibat suatu tindak pidana dikehendaki oeh pelaku. 2) Teori
bayangan
(voorstellen-theorie):
menganggap
kesengajaan apabila si pelaku pada waktu mulai melakukan perbuatan, ada bayangan yang terang, bahwa akibat yang bersangkutan akan tercapai, dan maka dari itu ia menyesuaikan perbuatannya dengan akibat itu. b. Sengaja
Sadar
Akan
Kepastian
atau
Keharusan
(zekerheidsbewustzijn) Kesengajaan semacam ini ada apabila si pelaku dengan perbuatannya, tidak bertujuan menjadi akibat yang menjadi dasar dari delik, tetapi ia tahu benar, bahwa akibat itu pasti akan mengikuti perbuatan itu. Jika ini terjadi, maka teori kehendak (wilstheorie) menganggap akibat tersebut juga dikehendaki oleh pelaku, kini juga ada kesengajaan menurut teori bayangan (voorstelling theorie) keadaaan ini 16
sama dengan kesengajaan berupa tujuaan (oogmerk) oleh karena dalam keduanya tentang akibat tidak dapat dikatakan ada kehendak si pelaku, melainkan hanya banyangan atau gambaran dalam gagasan pelaku, bahwa akibat pasti akan terjadi, maka juga kini ada kesengajaan. Menurut Van Hattum (Amir Ilyas, 2012:81) Kepastian adalah suatu kemungkinan yang sangat besar sedemikian rupa, bahwa seorang manusia biasa menganggap ada kepastian, tidak ada kemungkinan besar saja. c. Sengaja Sadar Akan Kemungkinan (Dolus eventualis, mogelijkeheidsbewustzijn) Kesengajaan yang terang-terangan tidak disertai bayangan suatu kepastian akan trjadinya akibat yang bersangkutan,
melainkan
hanya
dibayangkan
suatu
kemungkinan belaka akan akibat itu. Apabila
dalam
gagasan
si
pelaku
hanya
ada
bayangan kemungkinan belaka akan terjadi akibat yang bersangkutan tanpa dituju, maka harus ditinjau seandainya ada bayangan kepastian, tidak hanya kemungkinan, maka apakah perbuatan toh akan dilakukan oleh si pelaku. Kalau ini terjadi, maka dapat dikatakan, bahwa kalau perlu akibat yang terang tidak dikehendaki dan hanya mungkin akn
17
terjadi itu, akan dipikul pertanggungjawabannya oleh si pelaku jika akibat kemudian toh terjadi. (Amir Ilyas, 2012:82) 4. Kealpaan (Culpa) Kelalaian merupakan salah satu bentuk kesalahan yang timbul karena pelakunya tidak memenuhi standar perilaku yang telah ditentukan menurut undang-undang, kelalaian itu terjadi dikarenakan perilaku orang itu sendiri. Kelalaian menurut hukum pidana terbagi dua macam (Amir Ilyas, 2012:83) yaitu: a. Kealpaan perbuatan, apabila hanya dengan melakukan perbuatannya sudah merupakan suatu peristiwa pidana, maka tidak perlu melihat akibat yang timbul dari perbuatan tersebut sebagaimana ketentuan Pasal 205 KUHP; b. Kealpaan akibat, merupakan suatu peristiwa pidana kalau akibat dari kealpaan itu sendiri sudah menimbulkan akibat yang dilarang oleh hukum pidana, misalnya cacat atau matinya orang lain sebagaimana yang diatur dalam Pasal 359, 360, 361 KUHP. Sedangkan kealpaan itu sendiri memuat tiga unsur, yaitu: 1. Pelaku berbuat lain dari apa yang seharusnya diperbuat menurut hukum tertulis maupun tidak tertulis, sehingga sebenarnya ia telah melakukan suatu perbuatan (termasuk tidak berbuat) yang melawan hukum; 18
2. Pelaku telah berlaku kurang hati-hati, ceroboh dan kurang berpikir panjang; 3. Perbuatan pelaku itu dapat dicela, oleh karenanya pelaku harus bertanggung jawab atas akibat dari perbuatannya tersebut. 5. Tidak Ada Alasan Pemaaf Hubungan
petindak
dengan
dengan
tindakannya
ditentukan oleh kemampuan bertanggungjawab dari petindak. Ia menginsyafi hakekat dari tindakan yang akan dilakukannya, dapat
mengetahui ketercelaan
dari
tindakan
dan
dapat
menentukan apakah akan dilakukannya tindakan tersebut atau tidak. Jika ia menentukan (akan) melaksanakan tindakan itu, maka bntuk hubungan itu adalah “sengaja” atau “alpa”. Dan untuk penentuan tersebut, bukan sebagai akibat atau dorongan dari sesuatu, yang demikian penentuan itu berada diluar kehendaknya sama sekali. Menurut Ruslan Saleh (Amir Ilyas, 2012:87), tiada terdapat “alasan pemaaf”, yaitu kemampuan bertanggungjawab, bentuk kehendak dengan sengaja atau alpa, tiada terhapus kesalahannya atau tiada terdapat alasan pemaaf, adalah termasuk dalam pengertian kesalahan (schuld). Pompe (Amir Ilyas, 2012:87) mengatakan bahwa, hubungan petindak dengan tindakannya ditinjau dari sudut 19
“kehendak”, kesalahan petindak adalah merupakan bagian dalam dari kehendak tersebut. Asas yang timbul dari padanya ialah: “Tiada pidana, tanpa kesalahan”. Menurut Martiman Prodjhamidjojo (Amir Ilyas, 2012:87) bahwa unsur-unsur subjektif adalah adanya suatu kesalahan dalam bentuk kesengajaan dan kealpaan, sehingga perbuatan yang melawan hukum tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Unsur-unsur subjektif yaitu: 1. Kesalahan; 2. Kesengajaan; 3. Kealpaan; 4. Perbuatan; dan 5. Sifat melawan hukum. Unsur
objektif
adalah
adanya
perbuatan
yang
bertentangan dengan hukum atau dengan kata lain harus ada unsur melawan hukum. Unsur-unsur objektif yaitu: 1. Perbuatan; dan 2. Sifat melawan hukum. Alasan penghapusan pidana yang termasuk dalam alasan pemaaf yang terdapat dalam KUHP adalah: 1. Daya Paksa Relatif (Overmacht), (Pasal 48 KUHP); 2. Pembelaan terpaksa melampaui batas (Noodweer), (Pasal 49 Ayat (2) KUHP); dan 20
3. Perintah jabatan yang tidak sah, namun ketika melakukan perbuatan pelaku mengiranya sah, (Pasal 52 Ayat (2) KUHP). B. Tinjauan Umum Terhadap Pornografi 1. Pengertian Pornografi Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pornografi diartikan sebagai berikut: 1. Penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau tulisan untuk membangkitkan nafsu birahi: mereka mengumandangkan argumentasi bahwa ................. merendahkan kaum wanita; 2. bahan yang dirancang dengan sengaja dan semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi dalam seks. Kitab
Undang-undang
Hukum
Pidana
merumuskan
pornografi pada Pasal 282 (Leden Marpaung, 2008:36) yang bunyinya sebagai berikut. 1) Barangsiapa yang menyiarkan, mempertunjukkan kepada umum, menempelkan, atau untuk disiarkan, dipertunjukkan kepada umum atau ditempelkan, membuat, memasukkan ke dalam negeri, mengeluarkan dari negeri atau menyimpan atau dengan terangterangan atau dengan menyiarkan tulisan menawarkan tidak atas permintaan orang, atau menunjukkan bahwa boleh didapat: tulisan yang diketahuinya isinya atau gambar atau barang yang dikenalnya, melanggar kesusilaan, dihukum dengan hukuman penjara selamalamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyakbanyaknya tiga ribu rupiah. 2) Barangsiapa yang menyiarkan, mempertunjukkan kepada umum, menempelkan, ataupun untuk disiarkan, dipertunjukkan kepada umum atau ditempelkan, memasukkan ke dalam negeri, mengirim terus di dalam negeri, mengeluarkan dari negeri atau menyimpan atau dengan terang-terangan menyiarkan tulisan, 21
menawarkan tidak atas permintaan orang atau menunjukkan bahwa boleh didapat: tulisan, gambar atau barang yang melanggar kesusilaan, jika ia terus dapat menyangka bahwa tulisan, gambar atau barang itu melanggar kesusilaan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyakbanyaknya tiga ribu rupiah. 3) Kalau melakukan kejahatan tersebut dalam ayat pertama itu oleh orang yang bersalah dijadikan pekerjaan atau kebiasaan, dapat dijatuhkan hukuman penjara selamalamanya dua tahu delapan bulan atau denda sebanyakbanyaknya lima ribu rupiah. Perbuatan/ kegiatan yang dilarang tersebut adalah: a. Menyiarkan; b. Mempertunjukkan kepada umum; c. Menempelkan; d. Membuat; e. Impor; f. Ekspor; g. Menawarkan tidak atas permintaan orang; h. Menunjukkan untuk dapat diperoleh; i. Menyimpan; j. Mengirim di dalam negeri; Kegiatan/ perbuatan tersebut berkenaan dengan: a. Tulisan atau gambar atau barang; b. Yang melanggar kesusilaan. Pada Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, pornografi diartikan pada Pasal 1 Ayat (1) :
22
“Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat”. Pasal 4 Ayat (1) Undang-undang No.44 Tahun 2008 : “Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat: a. persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang; b. kekerasan seksual; c. mastrubasi atau onani; d. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; e. alat kelamin; atau f. pornografi anak”. Pasal 29 Undang-undang No. 44 Tahun 2008 : “Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah)”. 2. Pornografi sebagai Delik Kesusilaan Kejahatan yang dirumuskan dalam Pasal 281: Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak Rp 4.500,-: 1. barangsiapa dengan sengaja secara terbuka melanggar kesusilaan; 23
2. barangsiapa dengan sengaja dihadapan orang lain yang ada di situ bertentangan dengan kehendaknya, melanggar kesusilaan. Dalam rumusan Pasal 281 di atas, ada dua bentuk kejahatan yang melanggar kesusilaan umum, yaitu: 1. Kejahatan yang pertama Kejahatan yang pertama terdiri dari unsur-unsur, berikut. a. Unsur Objektif, terdiri dari: 1. Perbuatan melanggar kesusilaan Melanggar kesusilaan artinya melakukan suatu perbuatan, yang menyerang rasa kesusilaan masyarakat. Perbuatan menyerang rasa susila disingkat menyerang kesusilaan adalah suatu rumusan yang bersifat abstrak, tidak konkret. Perbuatan abstrak itu adalah suatu perbuatan yang dirumuskan sedemikian rupa oleh pembentuk undang-undang, yang isinya atau wujud konkretnya
tidak
dapat
ditentukan
karena
wujud
konkretnya itu ada sekian banyak jumlahnya, bahkan tidak terbatas, dan wujud perbuatannya dapat diketahui pada saat perbuatan itu telah terjadi secara sempurna. 2. Secara terbuka Secara terbuka atau di muka umum artinya di muka orang banyak. Biasanya orang banyak itu berada di suatu tempat yang disebut dengan tempat umum, 24
misalnya di jalan umum, di alun-alun, di kantor, di pasar, di gedung bioskop, dan sebagainya. Pembuat melakukan perbuatan melanggar kesusilaan itu di tempat umum yang di sana ada banya orang. Sesungguhnya sifat terbukanya dari perbuatan melanggar kesusilaan bukan sekedar pada banyaknya orang saja, tetapi pada keleluasaan atau kebebasan/ secara bebas bagi orang banyak di tempat umum tersebut, tanpa ada halangan atau ditutup-tutupi oleh si pembuat untuk melihat atau mengetahui
perbuatan
melanggar
kesusilaan
ysng
dilakukannya, atau bagi tiap orang yang berada di tempat itu tidak diperlukan upaya khusus untuk dapat melihat si pembuat yang melanggar kesusilaan tersebut. Nyatalah di sini bahwa antara sifat terbuka dengan orang banyak di tempat umum tidaklah dapat dipisahkan walaupun dapat dibedakan (Adami Chazawi, 2005:18). Jadi unsur secara terbuka atau di muka umum tidak selamanya mengandung sifat melanggar kesusilaan dari
suatu
kejahatan
perbuatan. melanggar
Tidak
akan
kesusilaan
menjadi
apabila
unsur
menurut
keadaan tertentu di lingkungan tempat itu memang suatu perbuatan dipandang tidak mengandung sifat melanggar kesusilaan, seperti berpakaian renang super mini di 25
kolam renang. Hal tesebut akan menjadi unsur esensial apabila menurut sifat perbuatan dan keadaan tempat umumnya benar-benar suatu celaan yang menyerang rasa kesusilaan masyarakat, seperti orang berpakaian mandi dijalan umum. b. Unsur subjektif: 1. Sengaja Berdasarkan keterangan di dalam Memorie van Toelichting (MvT) WvS Belanda, yang mengatakan bahwa
apabila
di
dalam
rumusan
tindak
pidana
dicantumkan unsur kesengajaan (opzettelijk), harus diartikan bahwa unsur kesengajaan itu haruslah ditujukan pada semua unsur yang ada pada urutan di belakangnya. Konsep inilah yang disebut oleh Moeljatno dengan kunci Modderman (Adami Chazawi, 2005:12). Artinya unsur kesengajaan itu selalu harus ditujukan yang pada semua unsur yang ada di belakangnya, atau dengan kata lain semua unsur yang disebutkan sesudah sengaja selalu diliputi oleh unsur kesengajaan tersebut. Undang-undang tidak memberikan arti khusus tentang kesengajaan, tetapi di dalam MvT WvS Belanda ada sedikit keterangan yang dapat dijadikan pegangan kita dalam mencari arti sesungguhnya dari unsur 26
opzettelijk, yang secara singkat dikatakan bahwa “pidana pada umumnya hendaknya dijatuhkan hanya pada barangsiapa melakukan perbuatan yang dilarang, dengan dikehendaki
(willens)
dan
diketahui
(wetens)”.
Singkatnya, arti kesengajaan itu ialah sikap batin orang yang menghendaki sesuatu dan mengetahui sesuatu (Adami Chazawi, 2005:13). 2. Kejahatan yang kedua a. Kejahatan Pornografi Secara etimologi pornografi berasal dari dua suku kata yakni pornos dan grafi. Pornos artinya suatu perbuatan yang asusila (dalam hal yang berhubungan seksual) atau perbuatan yang bersifat senonoh atau cabul, sedangkan grafi adalah gambar atu tulisan, yang dalam arti luas termasuk benda-benda patung, yang isi atau artinya menunjukkan atau menggambarkan sesuatu yang bersifat asusila atau menyerang rasa kesusilaan masyarakat (Adami Chazawi, 2005:22) Kejahatan pornografi ini dimuat dalam Pasal 282, rumusan lengkapnya adalah sebagai berikut: (1) Barangsiapa yang menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan, di muka umum tulisan, gambar atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan, atau barangsiapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, membuat tulisan atau 27
gambar atau benda tersebut, memasukkannya ke dalam negeri, meneruskannya, mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki persediaan, ataupun barangsiapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkannya atau menunjukkannya sebagai bisa diperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak Rp 4.500,(2) Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, gambar atau benda yang yang melanggar kesusilaan, ataupun barangsiapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, membikin memasukkan ke dalam negeri, meneruskan, mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki persediaan, ataupun barangsiapa secara terang-terangan atau dngan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkan, atau menunjuk sebagai bisa diperoleh, diancam jika ada alasan kuat baginya untuk menduga bahwa tulisan, gambar atau benda itu melanggar kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak Rp 4.500,(3) Kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam ayat pertama sebagai pencaharian atau kebiasaan, dapat dijatuhkan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak Rp 75.000,b. Kejahatan Pornografi pada Orang yang Belum Dewasa Kejahatan pornografi terhadap orang yang belum dewasa dirumuskan dalam Pasal 283 KUHP (Adami Chazawi, 2005:35) yang selengkapnya adalah sebagai berikut: (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak Rp 9.000,-, barangsiapa menawarkan, memberikan untuk terus-menerus maupun sementara waktu, menyerahkan atau memperlihatkan tulisan, gambar atau benda yang 28
melanggar kesusilaan, maupun alat untuk mencegah atau menggugurkan kehamilan kepada seorang yang belum dewasa, dan yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa umurnya belum tujuh belas tahun, jika isi tulisan, gambar, benda atau alat itu telah diketahuinya. (2) Diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa membacakan isi tulisan yang melanggar kesusilaan di muka orang yang belum dewasa sebagaimana dimaksud dalam ayat yang lalu, jika isi tulisan tadi telah diketahuinya. (3) Diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan atau pidana kurungan paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak Rp 9.000,-, barangsiapa menawarkan, memberikan untuk terus-menerus atau sementara waktu, menyerahkan atau memperlihatkan, tulisan, gambar atau benda yang melanggar kesusilaan, maupun alat untuk mencegah atau menggugurkan kehamilan kepada seorang yang belum dewasa sebagaimana dimaksud dalam ayat pertama, jika alasan kuat baginya untuk menduga, bahwa tulisan, gambar atau benda yang melanggar kesusilaan atau alat itu adalah alat untuk mencegah atau menggugurkan kehamilan. c. Kejahatan Pornografi dalam Menjalankan
Pencaharian
dengan Pengulangan Kejahatan kesusilaan yang dimaksud dirumuskan dalam Pasal 283 bis KUHP (Adami Chazawi, 2005:42) yang selengkapnya adalah sebagai berikut: Jika yang bersalah melakukan salah satu kejahatan tersebut dalam Pasal 282 dan 283 dalam menjalankan pencahariannya dan ketika itu belum lampau dua tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian tersebut.
29
d. Pelanggaran Menyanyikan Lagu dan Berpidato yang Isinya Melanggar Kesusilaan Tindak pidana yang dimaksud dimuat dalam Pasal 532 yang masuk pada jenis pelanggaran (Adami Chazawi, 2005:43), yang dirumuskan sebagai berikut. Diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga hari atau pidana denda paling banyak Rp 225,-: (1) Barangsiapa di muka umum menyanyikan lagu yang melanggar kesusilaan; (2) Barangsiapa di muka umum mengadakan pidato yang melanggar kesusilaan; (3) Barangsiapa di tempat yang terlihat dari jalan umum mengadakan tulisan atau gambar yang melanggar kesusilaan. Ada tiga bentuk pelanggaran kesusilaan umum dalam Pasal 532 tersebut, sebagaimana dirumuskan pada butir 1, 2, dan 3. e. Pelanggaran Pornografi pada orang yang belum dewasa Pasal 283 merupakan pasal mengenai kejahatan pornografi terhadap orang yang belum dewasa. Untuk pelanggaran pornografi terhadap orang yang belum dewasa dirumuskan dalam Pasal 533 (Adami Chazawi, 2005:45), yang selengkapnya adalah sebagai berikut. Diancam dengan pidana kurungan paling lama dua bulan atau pidana denda paling banyak Rp 3.000,-: (1) Barangsiapa di tempat untuk lalu lintas umum dengan terang-terangan mempertunjukkan atau menempelkan tulisan dengan judul, kulit, atau isi yang bikin terbaca, maupun gambar atau benda, 30
yang mampu membangkitkan nafsu birahi para remaja; (2) Barangsiapa di tempat untuk lalu lintas umum dengan terang-terangan memperdengarkan isi tulisan yang mampu membangkitkan nafsu birahi para remaja; (3) Barangsiapa secara terang-terangan atau tanpa diminta menawarkan suatu tulisan, gambar atau barang yang dapat merangsang nafsu birahi para remaja maupun secara terang-terangan atau dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta, menunjuk sebagai bisa didapat, tulisan atau gambar yang dapat membangkitkan nafsu birahi para remaja; (4) Barangsiapa menawarkan, memberikan untuk terus atau sementara waktu, menyerahkan atau memperlihatkan gambar atau benda yang demikian, pada seorang yang belum dewasa dan di bawah umur 17 tahun; (5) Barangsiapa memperdengarkan isi tulisan yang demikian di muka seorang yang belum dewasa dan di bawah umur 17 tahun. C. Pengertian dan Sejarah Perkembangan Internet Internet (inter-network) (Abdul Wahib, Mohammad Labib, 2010:31) adalah jaringan komputer yang menghubungkan situs akademik, pemerintahan, komersil, organisasi, maupun perorangan. Perkembangan
teknolongi
komputer
seiring
dengan
perkembangan teknologi dibidang teknologi telekomunikasi, pada akhirnya mengakibatkan terjadinya perpaduan antara kedua bidang teknologi tersebut. Perpaduan keduanya membentuk piranti baru yang dikenal dengan nama internet. Pada intinya, internet merupakan jaringan komputer yang terhubung satu sama lain melalui media
31
komunikasi, seperti kabel telepon, serat optik, satelit atau gelombang frekuensi (Abdul Wahib, Mohammad Labib, 2010:33) Dalam suatu sistem jaringan komputer (computer network system) terdapat suatu rangkaian banyak terminal komputer yang bekerja dalam suatu sistem komunkasi elektronis. Berawal dari rangkaian beberapa komputer dari suatu tempat atau ruangan atau gedung yang disebut dengan LAN (Local Area Network). Di gedung lain ada lagi LAN. Jika beberapa LAN digabungkan atau dirangkaika menjadi satu akhirnya menjadi kelompok LAN yang disebut WAN (Wide Area Network). Beberapa WAN ini dapat dirangkai lagi menjadi WAN yang lebih besar dan banyak serta bukan saja berhubungan antar gedung tetapi sudah menjadi antar kota, antar provinsi bahkan antar negara, yang terangkai menjadi satu, maka disebutlah internet. (Abdul Wahib, Mohammad Labib, 2010:33) Sejarah Perkembangan internet tidak dapat dipisahkan dari terjadinya perang dingin antara Uni Soviet dengan Amerika Serikat seusai perang dunia II. Perang dingin tersebut berimplikasi dengan semakin giatnya kedua negara mengembangkan teknologi, dan Amerika
ikut
kemudian
mengembangkan
teknologinya
dengan
peruntukan militer (Maskun, 2011:95). Pertama kalinya dikembangkan pada tahun 1969 oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat dengan nama ARPAnet (US Defence Advanced Research Project Agency). ARPAnet dibangun dengan sasaran untuk membuat suatu 32
jaringan komputer yang tersebar, untuk menghindari pemusatan informasi di satu titik yang dipandang rawan untuk dihancurkan bila terjadi peperangan. Dengan cara ini diharapkan apabila satu jaringan terputus, maka jalur yang melalui jaringan tersebut dapat secara otomatis dipindahkan ke saluran lainya. Pada awal tahun 1980-an, ARPAnet terpecah menjadi dua jaringan yaitu ARPAnet dan MILnet (sebuah jaringan militer), tetapi keduanya tetap punya jaringan sehingga komunikasi antar jaringan tetap dapat dilakukan (Abdul Wahib, Mohammad Labib, 2010:34). Pada awalnya internet hanya menawarkan layanan berbasis teks saja meliputi remote access, e-mail/ messaging, maupun diskusi melalui news group (usenet). Layanan berbasis grafis seperti www saat itu masih belum ada (Abdul Wahib, Mohammad Labib, 2010:34). Indonesia baru bisa menikmati layanan internet komersial pada sekitar tahun 1994. Sebelumnya, beberapa perguruan tinggi seperti Universitas Indonesia telah terlebih dahulu tersambung dengan jaringan internet melalui gateway yang menghubungkan universitas dengan network di luar negeri (Abdul Wahib, Mohammad Labib, 2010:34). Dunia Internet merupakan sebuah tempat dimana kita “hidup” secara maya (virtual). Dalam dunia ini kita dapat melakukan beberapa kegiatan yang mirip dengan kegiatan di dunia nyata (real space). Dunia maya ini memiliki aturan yang didefinisikan bersama. Aturan ini ada 33
yang sama dan ada pula yang berbeda dengan aturan yang ada di dunia nyata dikarenakan hukum-hukum fisika tidak berlaku di dunia ini. Dua orang yang secara fisik berada ditempat yang jaraknya ribuan kilometer dapat berada di ruang virtual yang sama. Aturan yang sama antara lain sopan santun dan etika berbicara (menulis). Dunia maya yang dibangun atau dikonstruksi melalui jaringan internet dapat membangun daya rangsang dan emosi penggunanya. Di satu sisi, pengguna internet dapat memenuhi kepuasan psikologisnya ketika problem yang dihadapinya dapat diselesaikan dengan jasa internet. Di sisi
lain,
mereka
dapat
memilih
informasi
yang
sekedar
memuaskannya, meskipun di beberapa hal bertolak belakang dengan norma hukum dan agama (Abdul Wahib, Mohammad Labib, 2010:35). Internet telah mengkonstruksi dunia maya, yang sebenarnya (dalam praktiknya) menjadi dunia tanpa batas, dunia kebebasan, yang bisa dimasuki dan dimanfaatkan oleh siapapun. Manusia yang menggunakannya
disediakan
ruang
sebebas-bebasnya,
ibarat
konsumen yang dipersilahkan untuk memilih menu masakan yang disukainya (Abdul Wahib, Mohammad Labib, 2010:35). D. Cybercrime dan Cyberporn 1. Pengertian dan Ruang Lingkup Cybercrime Sebelum mengurai pengertian cybercrime, terlebih dahulu dijelaskan “induk” cybercrime yaitu cyberspace. Cyberspace dipandang sebagai sebuah dunia komunikasi yang berbasis 34
komputer. Cyberspace dianggap sebagai sebuah realitas baru dalam kehidupan manusia yang dikenal dengan internet (Maskun, 2013:46) Kemajuan teknologi informasi (internet) dan segala bentuk manfaat di dalamnya membawa konsekuensi negatif tersendiri di mana semakin mudahnya para penjahat untuk melakukan aksinya yang semakin merisaukan masyarakat. Penyalahgunaan yang terjadi dalam cyberspace inilah yang kemudian dikenal dengan istilah computer crime (Maskun, 2013:47) Dalam
beberapa
kepustakaan,
cybercrime
sering
diidentikkan sebagai computer crime. Computer crime merupakan perbuatan melawan yang dilakukan dengan memakai komputer sebagai sarana/ alat atau komputer sebagai objek, baik untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan merugikan pihak lain. Cybercrime tidak hanya menggunakan kecanggihan teknologi komputer, akan tetapi juga melibatkan teknologi telekomunikasi di dalam pengoperasiannya (Maskun, 2013:48) Membahas ruang lingkup cybercrime adalah hal yang penting untuk memberi batasan cakupan cybercrime. Menyadari bahwa perkembangan internet yang begitu cepat berbanding lurus dengan modus kejahatan yang muncul. Beberapa tahun yang lalu, puluhan ribu pemakai internet terkena virus e-mail “melissa” dan “explore.zip.worm” yang 35
menyebar
dengan
cepat,
menghapuskan
arsip-arsip,
mengharuskan sistem-sistem, dan menyebabkan perusahaanperusahaan harus mengeluarkan jutaan dollar untuk mendapatkan bantuan dan batas waktu. Pada bulan Februari tahun 2000, misalnya, beberapa jaringan konsumen dan komersial yang paling populer seperti Yahoo!, Amazon, eBay, CNN.com, dan E-trade ditutup oleh para pecantol (cracker) yang mengirimkan begitu banyak pesan-pesan sehingga jaringan-jaringan tersebut kelebihan beban. Disamping itu, jaringan-jaringan lain telah menjadi sasaran pembajakan halaman (page jacking) yang menghubungkan para pemakai ke jaringan-jaringan yang tidak diinginkan (Maskun, 2013:50). Dari uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa ruang lingkup cybercrime, yaitu: (a) pembajakan; (b) penipuan; (c) pencurian; (d) pornografi; (e) pelecehan; (f) pemfitnahan; dan (g) pemalsuan. 2. Pengertian dan Dampak Negatif Cyberporn Pengertian cyberporn atau pornografi di internet diatur dalam Pasal 27 ayat (1) UU ITE yaitu: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/ atau mentransmisikan dan/ atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/ atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.”
36
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam Pasal 27 ayat (1) UU ITE, di antaranya, yang pertama dalam hal penetapan pelaku (subjek hukum). Pelaku yang dijerat oleh ketentuan ini adalah pihak yang mendistribusikan, menstransmisikan dan/ atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/ atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, sedangkan pihak yang memproduksi dan yang menerima distribusi dan trasmisi tersebut tidak dapat terjerat dengan pasal ini. Selain itu juga pihak yang mengakses informasi elektronik dan/ atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan juga tidak dapat dipidana dengan pasal ini (Budi Suhariyanto, 2013:161). Menurut Budi Suharyanto terdapat empat pihak yang yang bekerja dalam mewabahnya pornografi di internet, yaitu: yang memproduksi
(produsen/
pembuat),
yang
menyebarkan
(distributor), yang menerima penyebaran dan/ atau pihak yang mengakses.. Oleh karena itu, untuk produsen dan pemilik perangkat lunak dan perangkat keras dalam hal program muatan pornografi yang dijerat dalam Pasal 27 ayat (1) UU ITE tetapi dikenakan dengan Pasal 34 ayat (1) dan dikenakan sanksi pidana sebagaimana ditentukan dalam Pasal 50 UU ITE. Dimana ancaman pidananya
37
lebih berat daripada Pasal 45 yang diperuntukkan untuk distributor (Budi Suharyanto, 2013:163). Yang kedua, dalam hal muatan informasi elektronik dan/ atau dokumen elektronik. Pasal 27 ayat (1) ini mengatur pelanggaran dalam hal penyebaran informasi elektronik dan/ atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. Ditegaskan dalam hal muatan ini mengandung bias makna. Bias makna yang dimaksud adalah pemaknaan dari kesusilaan
tersebut
apakah
keadaban
atau
kesopanan
sebagaimana arti dari istilah kesusilaan tersebut adalah pornografi yang diidentikkan dengan pencabulan atau erotisme? Dalam hal ini Undang-undang ITE tidak memberikan petunjuk dalam materi penjelasannya (Budi Suharyanto, 2013:163). Cyberporn yang memiliki karakteristik berbeda dengan media ponografi lainnya, seperti lebih cepat, lebih lengkap, lebih aman dan lebih murah ini akan semakin menarik konsumen untuk menggunakannya. Pada awalnya mungkin hanya sekedar ingin tahu atau bahkan membukanya tanpa sengaja. Namun apabila kemudian ada keinginan untuk membuka kembali situs porno untuk kedua kali dan seterusnya, maka cyberporn akan menjadi rutinitas dan kebutuhan sehari-hari. Pada tahap itu berarti telah kecanduan cyberporn.
38
Beberapa ciri seseorang telah kecanduan situs porno, antara lain adalah tidak memiliki keterampilan sosial yang memadai, sering bergelut dengan fantasi-fantasi yang bersifat seksual, suka berkomunikasi dengan figur-figur ciptaan hasil imajinasinya sendiri, dan tidak mampu mengendalikan diri untuk tidak mengakses situs porno. Adapun perilaku kompulsif dalam mengakses situs porno biasanya perilaku tersebut didorong oleh faktor-faktor seperti kesepian, kurang percaya diri, dan kurangnya pengendalian diri terhadap masalah seksual. Kecanduan pornografi di internet dapat menimbulkan beberapa dampak negatif, yaitu: 1. Dari segi finansial, orang-orang ini akan menghabiskan banyak waktu untuk mengakses materi-materi tersebut yang otomatis akan meningkatkan biaya akses internet. Bahkan, uang mereka bisa dihabiskan untuk berlangganan pornografi komersial; 2. Bagi perkembangan pribadi, pornografi bisa menyebabkan seseorang menjadi budak nafsu, turunnya konsentrasi, malas kerja
keras,
suka
berbohong,
suka
berkhayal,
sampai
kehilangan orientasi masa depan. Beberapa kasus pemerkosaan pada awalnya disebabkan karena sebelumnya telah mengkonsumsi pornografi, baik melalui CD porno maupun cyberporn. Ironisnya sebagian kasus-kasus ini pelakunya adalah pelajar, baik siswa SD, SMP dan SMA. 39
Korbannya adalah temannya sendiri atau bahkan saudara kandung. Pada masa-masa ini seharusnya merupakan waktu untuk anakanak dan remaja belajar dan menuntut ilmu di sekolah dan bukan dihadapkan pada penderitaan, seperti penjara atau tanggung jawab yang besar, seperti menikah dan menjadi orang tua (Andri Iqbal). E. Bentuk-Bentuk Putusan dalam Perkara Pidana Terdapat bentuk-bentuk putusan dalam perkara pidana yang dijatuhkan oleh hakim, yaitu: 1. Putusan Bebas (Vrijspraak) Secara teoritik, putusan bebas dalam rumpun hukum Eropa Kontinental lazim disebut dengan istilah putusan “Vrijspraak”, sedangkan dalam rumpun Anglo-Saxon disebut putusan “Acquittal”. Pada asasnya, esensi putusan bebas terjadi karena terdakwa dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagimana didakwakan Jaksa/ Penuntut Umum dalam surat dakwaan. Konkretnya, terdakwa dibebaskan dari segala tuntutan hukum. Atau untuk singatnya lagi terdakwa “tindak dijatuhi pidana” (Lilik Mulyadi, 2007:217). Apabila kita bertitik tolak pada ketentuan Pasal 191 ayat (1) KUHAP, putusan bebas/ Vrijspraak dapat dijatuhkan oleh Majelis Hakim oleh karena: a. Dari hasil pemeriksaan di sidang pengadilan.
40
b. Kesalahan
terdakwa
atas
perbuatan
yang
didakwakan
kepadanya tidak terbukti secara sah dan menyakinkan menurut hukum. Sedangkan menurut penjelasan pasal demi pasal atas Pasal 191 ayat (1) KUHAP menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti sah dan meyakinkan adalah tidak cukup terbukti menurut penilaian hakim atas dasar pembuktian dengan menggunakan alat bukti ketentuan hukum acara acara pidana (Lilik Mulyadi, 2007:217). 2. Putusan Pelepasan dari Segala Tuntutan Hukum (Onslag van alle rechtsvervolging) Ketentuan Pasal 191 ayat (2) KUHAP mengatur secara eksplisit tentang “putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum” atau “Onslag van alle rechtsvervolging”. Pada ketentuan pasal tersebut maka putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum dirumuskan dengan redaksional bahwa: “Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan.” Dengan demikian, dari titik tolak ketentuan Pasal 191 ayat (2) KUHP ditarik suatu konklusi dasar bahwasanya pada putusan pelepasan, tindak pidana yang didakwakan oleh Jaksa/ Penuntut Umum memang terbukti sah dan meyakinkan menurut hukum, tetapi terdakwa tidak dapat dipidana karena perbuatan yang 41
dilakukan terdakwa tersebut bukan merupakan “perbuatan pidana” (Lilik Mulyadi, 2007:224). 3. Putusan Pemidanaan (Veroordeling) Putusan pemidanaan atau “Veroordeling” pada dasarnya diatur dalam Pasal 193 ayat (1) KUHAP dengan redaksional bahwa: “Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana”. Apabila hakim menjatuhkan putusan pemidanaan, hakim telah yakin berdasarkan alat-alat bukti yang sah serta fakta-fakta di persidangan bahwa terdakwa melakukan perbuatan sebagaimana dalam surat dakwaan (Lilik Mulyadi, 2007:231). F. Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan berbagai macam putusan, dapat dibagi dalam dua kategori, Menurut Muhammad Rusli (2006:124) dalam memberikan telaah kepada pertimbangan hakim dalam berbagai putusannya, kategori itu adalah: 1. Pertimbangan yang Bersifat Yuridis Pertimbangan yang bersifat yuridis adalah pertimbangan hakim yang didasarkan pada fakta-fakta yuridis yang terungkap dalam persidangan dan oleh Undang-Undang ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat di dalam putusan. Hal-hal yang dimaksud antara lain: 42
a) Dakwaan jaksa penuntut umum Dakwaan merupakan dasar dari hukum acara pidana karena berdasar itulah pemeriksaan dipersidangan dilakukan. Perumusan dakwaan didasarkan atas hasil pemeriksaan pendahuluan
yang
disusun
tunggal,
kumulatif,
alternatif,
ataupun subsidair. b) Keterangan terdakwa Keterangan terdakwa menurut KUHP dalam Pasal 184 butir c, digolongkan sebagai alat bukti. Keterangan terdakwa adalah apa yang dinyatakan terdakwa di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau dialami sendiri. Dalam Hukum Acara Pidana keterangan terdakwa dapat dinyatakan dalam bentuk pengakuan ataupun penolakan, baik sebagian ataupun keseluruhan terhadap terdakwa penuntut umum dan keterangan yang disampaikan oleh
para
saksi.
Keterangan
terdakwa
sekaligus
juga
merupakan jawaban atas pertanyaan hakim, jaksa penuntut umum ataupun dari penasihat hukum. c) Keterangan saksi Salah satu komponen yang harus diperhatikan dalam menjatuhkan putusan adalah keterangan saksi. Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan disidang pengadilan. Keterangan saksi dapat dikategorikan sebagai alat 43
bukti sepanjang keterangan itu mengenai sesuatu peristiwa pidana yang ia dengan sendiri, ia lihat sendiri, alami sendiri, bukan merupakan kesaksian de auditu testimonium dan harus disampaikan di dalam sidang pengadilan dengan mengangkat sumpah. d) Barang-barang bukti Pengertian barang bukti disini adalah semua benda yang dapat dikenakan penyitaan dan diajukan oleh penuntut umum di depan sidang pengadilan, yang meliputi: 1) Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa seluruhnya atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil tindak pidana; 2) Benda
yang
dipergunakan
secara
langsung
untuk
melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkan; 3) Benda
yang
digunakan
untuk
menghalang-halangi
penyidikan tindak pidana; 4) Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan untuk melakukan tindak pidana; 5) Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan. e) Pasal-pasal dalam peraturan hukum pidana dan sebagainya. Dalam praktek persidangan, pasal peraturan hukum pidana itu selalu dihubungkan dengan perbuatan terdakwa. 44
Dalam hal ini, penuntut umum dan hakim berusaha untuk membuktikan dan memeriksa melalui alat-alat bukti tentang apakah perbuatan terdakwa telah atau tidak memenuhi unsurunsur yang dirumuskan dalam pasal peraturan hukum pidana. Apabila ternyata perbuatan terdakwa memenuhi unsur-unsur dari setiap pasal yang dilanggar, berarti terbuktilah menurut hukum kesalahan terdakwa, yakni telah melakukan perbuatan seperti diatur dalam pasal hukum pidana tersebut. Meskipun belum ada ketentuan yang menyebutkan bahwa yang termuat dalam putusan yang menyebutkan di antara
yang
termuat
dalam
putusan
itu
merupakan
pertimbangan yang bersifat yuridis di sidang pengadilan, dapatlah digolongkan sebagai pertimbangan yang bersifat yuridis. Dan pasal-pasal tersebut dijadikan dasar pemidanaan oleh hakim (Pasal 197 KUHP). 2. Pertimbangan yang Bersifat Non Yuridis Dasar-dasar yang digunakan dalam pertimbangan yang bersifat non yuridis, yaitu: a) Latar belakang terdakwa Pengertian latar belakang terdakwa perbuatan terdakwa adalah setiap keadaan yang menyebabkan timbulnya keinginan serta dorongan keras pada diri terdakwa dalam melakukan
45
tindak pidana kriminal. Latar belakang perbuatan terdakwa dalam melakukan perbuatan kriminal meliputi: 1. Keadaan ekonomi terdakwa; 2. Ketidak harmonis hubungan sosial terdakwa baik dalam lingkungan keluarganya, maupun dengan orang lain. b) Akibat perbuatan terdakwa Perbuatan pidana yang dilakukan terdakwa sudah pasti membawa korban ataupun kerugian pada pihak lain. Bahkan akibat dari perbuatan terdakwa dari kejahatan yang dilakukan tersebut dapat pula berpengaruh buruk pada masyarakat luas, paling tidak keamanan dan ketentraman mereka senantiasa terancam. c) Kondisi dari terdakwa Pengertian dari kondisi terdakwa dalam pembahasan ini adalah
keadaan
fisik
meupun
psikis
terdakwa
sebelum
melakukan kejahatan, termasuk pula status sosial terdakwa. Keadaan fisik dimaksud adalah usia dan tingkat kedewasaan, sementara keadaan psikis adalah berkaitan dnegan perasaan yang dapat berupa; mendapat tekanan dari orang lain, pikiran sedang kacau, keadaan marah dan lain-lain. Adapun yang dimaksudkan dengan status sosial adalah predikat yang dimiliki dalam masyarakat.
46
d) Keadaan ekonomi Baik dalam KUHP maupun KUHAP tidak ada suatu aturan yang mengatur dengan tegas mengenai keadaan sosial ekonomi terdakwa dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam menjatuhkan putusan yang berupa pemidanaan. Namun di dalam konsep KUHP yang baru, bahwa pembuat, motif, dan tujuan dilakukannya tindak pidana, cara melakukan tindak pidana, sikap batin pembuat, riwayat hidup, dan keadaan sosial ekonomi pembuat, sikap, dan tindakan si pembuat sesudah melakukan tindak pidana, pengaruh pidana terhadap masa depan pembuat dan pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan dapat dijadikan dasar pertimbangan oleh hakim dalam mejatuhkan putusanberupa pemidanaan. e) Agama terdakwa Keterikatan para hakim terhadap ajaran agama tidak cukup
bila
sekedar meletakkan
kata
“DEMI
KEADILAN
BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” pada kepala putusan, malainkan harus menjadi ukuran penilaian dari setiap tindakan baik tindakan para hakim itu sendiri maupun dan terutama terhadap tindakan para pembuat kejahatan. Dalam praktek sehari-hari baik oleh penuntut umum maupun hakim, faktor-faktor yang dikemukakan dalam tuntutan dan dalam penjatuhan pidana ada dua pokok hal yang dapat 47
meringankan
dan
memberatkan.
Faktor-faktor
yang
meringankan antar lain; terdakwa masih muda, berlaku sopan, dan mengakui perbuatannya, belum pernah dihukum, menyesali perbuatannya,
keluarga
dan
lingkungan
terdakwa
rusak,
menanggung tanggungan anak, usia lanjut dan fisik lemah serta masih belajar. Sedangkan faktor-faktor yang memberatkan misalnya; memberi keterangan yang berebelit-belit, tidak menyesali
perbuatannya,
tidak
mengekui
perbuatannya,
perbuatannya keji dan tidak berprikemanusiaan, perbuatan pidana dilakukan dengan sengaja, hasil kejahatan telah dinikmati, perbuatan meresahkan masyarakat dan merugikan negara.
48
BAB III METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian Dalam penyusunan skripsi ini terlebih dahulu penulis telah melakukan penelitian lebih awal. Maka dengan itu penulis mengadakan penelitian awal berupa mengumpulkan data yang menunjang masalah yang akan diteliti. Selanjutnya penulis melakukan penelitian di Pengadilan Negeri Makassar. B. Jenis dan Sumber Data Di dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan dua jenis sumber data yang telah dikelompokkan yaitu: 1. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari hasil wawancara atau interview oleh hakim yang telah memutuskan perkara terkait judul yang diangkat. 2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari literatur, buku, karya ilmiah, peraturan perundang-undangan, serta putusan Pengadilan Negeri Makassar yang berkaitan erat dengan objek pembahasan.
49
C. Teknik Pengumpulan Data Dalam
penulisan
skripsi,
digunakan
dua
metode
untuk
mengumpulkan data dan informasi yaitu: 1. Penelitian Kepustakaan Penelitian yang dilakukan dengan menelaah berbagai bahan pustaka yang relevan dengan judul penelitian berupa literatur yang berhubungan dengan kasus dalam penelitian penulis. 2. Penelitian Lapangan Penelitian yang dilakukan dengan cara melakukan observasi langsung berupa wawancara dengan pihak-pihak yang mampu memberikan
data-data
maupun
informasi
berkaitan
dengan
penelitian penulis. D. Teknik Analisis Data Data yang diperoleh melalui proses penelitian baik data primer maupun data sekunder dikumpulkan kemudian dianalisis secara kualitatif,
selanjutnya
disajikan
secara
deskriptif
yaitu
dengan
menjelaskan, menguraikan dan menggambarkan permasalahan terkait penelitian yang dilakukan oleh penulis.
50
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Penerapan hukum pidana materiil terhadap tindak pidana penyebaran foto porno melalui media elektronik dalam putusan No.1319/ Pid.b/ 2014/ PN.Makassar. Untuk
mengetahui
unsur-unsur
tindak
pidana
yang
diberlakukan dalam kasus putusan No.1319/ Pid.B/ 2014/ PN. Makassar. Perlu diketahui terlebih dahulu penjatuhan putusan oleh Majelis Hakim dengan melihat acara Pengadilan Negeri Makassar yang memeriksa dan mengadili perkara menjatuhkan putusan dalam perkara terdakwa sebagai berikut: 1. Identitas Terdakwa Nama Lengkap
: Andi Bustanul Alias Anul
Tempat lahir
: Makassar
Umur / Tanggal Lahir
: 31 Tahun / 15 September 1982
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Kebangsaan
: Indonesia
Tempat Tinggal
: Komp. Wesabbe Blok B No. 25 Makassar
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Swasta
51
2. Posisi Kasus Awalnya terdakwa Andi Bustanul Alias Anul menjalin hubungan asmara dengan saksi korban Sulfiyana Syam dan sudah sering melakukan hubungan layaknya suami istri lalu saat melakukan hubungan badan tersebut terdakwa melakukan foto-foto terhadap saksi korban dalam keadaan telanjang tidak mengenakan pakaian serta foto bermesraan antara terdakwa dengan saksi korban yang memperlihatkan tubuh saksi korban lalu pada sekitar tahun 2012 akhirnya saksi korban memutuskan hubungan asmara dengan
terdakwa,
namun
terdakwa
tetap
berusaha
untuk
menghubungi saksi, namun saksi korban tidak menghiraukan terdakwa. Pada sekitar bulan Februari 2014 terdakwa memasukkan/ mengupload dengan menyebarkan foto-foto porno/ telanjang saksi korban tersebut ke dalam facebook di grup kelas kampus saksi korban dengan judul “seru-seruan A5” melalui akun facebook milik saksi korban bernama Sulfiyana Syam yang telah terdakwa hacker(curi), lalu saksi korbanpun menghapus akun facebook miliknya atas nama Sulfiyana Syam tersebut, namun terdakwa tetap mengirim/ menyebarkan foto-foto saksi korban tersebut ke teman
sekolah
SMA
dan
beberapa
grup
facebook
lain
menggunakan akun facebook terdakwa yang bernama Ian Hermawan, namun saksi korban tidak menghiraukan. 52
Selanjutnya pada tanggal 20 Maret 2014 sekitar jam 02.00 wita terdakwa mengirim sms melalui nomor telepon 082291616550 yang isinya mengancam akan mempermalukan saksi korban dengan mengirimkan foto-foto porno saksi korban kepada semua teman dan keluarga saksi korban, namun saksi korban tidak pernah membalas dan menghiraukan terdakwa, hingga sekitar bulan Mei 2014 terdakwa kembali menyebarkan foto-foto porno/ telanjang saksi korban tersebut ke grup kampus dan ke email kampus Stikes Nani Hasanuddin Makassar tempat saksi korban kuliah yaitu
[email protected] menggunakan
email
dan
pengirimnya
bernama
terdakwa
yang
[email protected],
sehingga foto-foto porno saksi korban tersebut dapat dilihat melalui akun facebook dan internet kampus. 3. Dakwaan Penuntut Umum PERTAMA: Bahwa terdakwa Andi Bustanul Alias Anul, pada sekitar bulan Februari sampai dengan hari Rabu tanggal 21 Mei 2014 atau setidak-tidaknya pada waktu-waktu lain dalam tahun 2014, bertempat di jalan Wesabbe Blok B No.25 Kota Makassar atau setidaktidaknya pada suatu tempat-tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Makassar, setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) yaitu dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan atau menstransmisikan dan atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, perbuatan mana dilakukan oleh terdakwa dengan cara-cara antara lain sebagai berikut: 53
Bahwa awalnya terdakwa Andi Bustanul Alias Anul menjalin hubungan asmara dengan saksi korban Sulfiyana Syam dan sudah sering melakukan hubungan layaknya suami istri lalu saat melakukan hubungan badan tersebut terdakwa melakukan fotofoto terhadap saksi korban dalam keadaan telanjang tidak mengenakan pakaian serta foto bermesraan antara terdakwa dengan saksi korban yang memperlihatkan tubuh saksi saksi korban lalu pada sekitar tahun 2012 akhirnya saksi korban memutuskan hubungan asmara dengan terdakwa, namun terdakwa tetap berusaha untuk menghubungi saksi, namun saksi korban tidak menghiraukan terdakwa. Bahwa selanjutnya pada sekitar bulan Februari 2014 terdakwa memasukkan/ mengupload dengan menyebarkan foto-foto porno/ telanjang saksi korban tersebut ke dalam facebook di grup kelas kampus saksi korban dengan judul “seru-seruan A5” melalui akun facebook milik saksi korban bernama Sulfiyana Syam yang telah terdakwa hacker(curi), lalu saksi korbanpun menghapus akun facebook miliknya atas nama Sulfiyana Syam tersebut, namun terdakwa tetap mengirim/ menyebarkan foto-foto saksi korban tersebut ke teman sekolah SMA dan beberapa grup facebook lain menggunakan akun facebook terdakwa yang bernama Ian Hermawan, namun saksi korban tidak menghiraukan. Bahwa selanjutnya pada tanggal 20 Maret 2014 sekitar jam 02.00 wita terdakwa mengirim sms melalui nomor telepon 08229161550 yang isinya mengancam akan mempermalukan saksi korban dengan mengirimkan foto-foto porno saksi korban kepada semua teman dan keluarga saksi korban, namun saksi korban tidak pernah membalas dan menghiraukan terdakwa, hingga sekitar bulan Mei 2014 terdakwa kembali menyebarkan foto-foto porno/ telanjang saksi korban tersebut ke grup kampus dan ke email kampus Stikes Nani Hasanuddin Makassar tempat saksi korban kuliah yaitu
[email protected] dan pengirimnya terdakwa yang menggunakan email bernama
[email protected], sehingga fotofoto porno saksi korban tersebut dapat dilihat melalui akun facebook dan internet kampus. Akibat perbuatan terdakwa menyebabkan saksi korban merasa malu dan mendapat teguran dari pihak kampus. 54
Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 45 Ayat (1) UU RI No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. KEDUA: Bahwa terdakwa Andi Bustanul Alias Anul pada waktu dan tempat sebagaimana diuraikan dalam dakwaan pertama, tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Makassar, memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (1), perbuatan mana yang dilakukan oleh terdakwa dengan cara-cara antara lain sebagai berikut: Awalnya terdakwa Andi Bustanul Alias Anul menjalin hubungan asmara dengan saksi korban Sulfiyana Syam dan sudah sering melakukan hubungan layaknya suami istri lalu saat melakukan hubungan badan tersebut terdakwa melakukan fotofoto terhadap saksi korban dalam keadaan telanjang tidak mengenakan pakaian serta foto bermesraan antara terdakwa dengan saksi korban yang memperlihatkan tubuh saksi saksi korban lalu pada sekitar tahun 2012 akhirnya saksi korban memutuskan hubungan asmara dengan terdakwa, namun terdakwa tetap berusaha untuk menghubungi saksi, namun saksi korban tidak menghiraukan terdakwa. Pada sekitar bulan Februari 2014 terdakwa memasukkan/ mengupload dengan menyebarkan foto-foto porno/ telanjang saksi korban tersebut ke dalam facebook di grup kelas kampus saksi korban dengan judul “seru-seruan A5” melalui akun facebook milik saksi korban bernama Sulfiyana Syam yang telah terdakwa hacker (curi), lalu saksi korbanpun menghapus akun facebook miliknya atas nama Sulfiyana Syam tersebut, namun terdakwa tetap mengirim/ menyebarkan foto-foto saksi korban tersebut ke teman sekolah SMA dan beberapa grup facebook lain menggunakan akun facebook terdakwa yang bernama Ian Hermawan, namun saksi korban tidak menghiraukan. 55
Selanjutnya pada tanggal 20 Maret 2014 sekitar jam 02.00 wita terdakwa mengirim sms melalui nomor telepon 082291616550 yang isinya mengancam akan mempermalukan saksi korban dengan mengirimkan foto-foto porno saksi korban kepada semua teman dan keluarga saksi korban, namun saksi korban tidak pernah membalas dan menghiraukan terdakwa, hingga sekitar bulan Mei 2014 terdakwa kembali menyebarkan foto-foto porno/ telanjang saksi korban tersebut ke grup kampus dan ke email kampus Stikes Nani Hasanuddin Makassar tempat saksi korban kuliah yaitu
[email protected] dan pengirimnya terdakwa yang menggunakan email bernama
[email protected], sehingga fotofoto porno saksi korban tersebut dapat dilihat melalui akun facebook dan internet kampus. Akibat perbuatan terdakwa menyebabkan saksi korban merasa malu dan mendapat teguran dari pihak kampus. Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 29 UU RI No.44 Tahun 2008 Tentang Pornografi.
4. Tuntutan Penuntut Umum Berdasarkan berkas perkara dan surat-surat, keterangan saksi dan terdakwa, serta barang bukti yang diajukan di persidangan, maka Jaksa Penuntut Umum menuntut agar Majelis Hakim memutuskan sebagai berikut: Menyatakan terdakwa Andi Bustanul Alias Anul, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Membuat Dapat Diaksesnya Informasi Elektronik atau Dokumen Elektronik Yang Bermuatan Melanggar Kesusilaan” sebagaimana dalam dakwaan Pertama Pasal 45 ayat (1) UU RI No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Menjatuhkan pidana terhadap Andi Bustanul Alias Anul dengan pidana penjara selama 1 (SATU) TAHUN dikurangkan seluruhnya dengan penangkapan dan penahanan sementara sementara yang telah dijalani 56
terdakwa. Dan Denda sebesar Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) bulan. Menyatakan barang bukti berupa: 1. 7 (tujuh) lembar print out foto korban melalui email kampus Stikes Nani Hasanuddin Makassar; 2. 1 (satu) lembar fotocopy print out sms dari no HP Andi Bustanul; 3. 4 (empat) lembar foto-foto Sulfiyana Syam; 4. 1 (satu buah laptop merk Acer warna hitam silver berlakban merah) Dirampas Untuk Dimusnahkan Menetapkan agar terdakwa dibebani untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 2.000,- (dua ribu rupiah).
5. Amar Putusan Adapun yang menjadi amar putusan pada perkara ini adalah sebagai berikut: Memperhatikan, Pasal 45 Ayat (1) Undang-undang RI No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik MENGADILI 1. Menyatakan Terdakwa Andi Bustanul Alias Anul telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/ atau menstransmisikan dan/ atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan”; 2. Menghukum Terdakwa Andi Bustanul Alias Anul tersebut oleh karena itu dengan pidana penjara selama 9 (sembilan) bulan dan pidana denda sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan jika pidana denda tidak dibayar diganti dengan pidana penjara selama 1 (satu) bulan;
57
3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan; 4. Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan; 5. Menetapkan barang bukti berupa: 7 (tujuh) lembar print out foto korban melalui email kampus Stikes Nani Hasanuddin Makassar, 1 (satu) lembar fotocopy print out SMS dari No.HP Andi Bustanul, 4 (empat) lembar foto-foto Sulfiyana Syam, 1 (satu) buah laptop merk Acer warna hitam silver berlakban merah, dirampas untuk dimusnahkan 6. Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp.2000,- (dua ribu rupiah).
6. Komentar Penulis Dalam perkara pidana ini, terdakwa Andi Bustanul diajukan disuatu persidangan yang mana terdakwa telah melakukan suatu tindak pidana penyebaran foto porno melalui media elektronik yang dilakukan terhadap mantan pacar terdakwa yakni Sulfiyana Syam. Pada pemeriksaan dipersidangan Majelis Hakim telah memeriksa, meneliti dan mempertimbangkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan. Pertimbangan hakim didasarkan pada dakwaan Jaksa Penuntut Umum, serta keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa ditambah dengan keyakinan hakim serta didasarkan juga dengan alasan-alasan yang memberatkan dan meringankan terdakwa, sehingga setelah melalui proses analisa yang mendalam oleh Majelis Hakim, maka terdakwa Andi Bustanul dijatuhkan pidana penjara selama 9 (sembilan) bulan dan pidana denda 58
sebesar Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan jika pidana denda tidak dibayar diganti dengan pidana penjara selama 1 (satu) bulan. Menurut cermatan penulis tindak pidana penyebaran foto porno melalui media elektronik , karena putus dan terdakwa sakit hati atas putusnya jalinan asmara terdakwa dengan saksi korban maka terdakwapun tanpa sepengetahuan dan seizin saksi korban memasukkan foto-foto porno/ bugil saksi korban tersebut ke dalam akun facebook dan alamat email milik saksi korban yang terdakwa ketahui pasword akun saksi korban lalu terdakwa mengupload/ menyebarkan foto-foto korban tersebut ke facebook grup teman kelas dan ke email kampus saksi korban sehingga foto-foto korban dapat dilihat oleh teman-teman korban ataupun orang lain sehingga dapat meresahkan masyarakat. Bahwa benar terdakwa dinyatakan bersalah “Membuat Dapat Diaksesnya Informasi Elektronik atau Dokumen Elektronik Yang Bermuatan Melanggar Kesusilaan” berdasarkan Pasal 27 Ayat (1) Undang-undang RI No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dengan ini penulis berkesimpulan bahwa putusan Majelis Hakim dalam perkara No.1319/ Pid/ .B/ 2014/ PN.Makassar telah sesuai dengan norma hukum yang berlaku karena semua unsur dalam Pasal 27 Ayat (1) Undang-undang RI No.11 Tahun 2008 telah terpenuhi, Dan diancam pidana dalam 59
Pasal 45 Ayat (1) Undang-undang RI No.11 Tahun 2008, yang menjadi dasar Hakim menjatuhkan putusan terhadap terdakwa. B. Pertimbangan hukum oleh hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana penyebaran foto porno melalui media elektronik dalam Nomor Putusan 1319/ PID.B/ 2014/ PN.Makassar. Hakim
merupakan
mahkota
dan
puncak
dan
puncak
pencerminan nilai-nilai keadilan dan kebenaran yang hakiki, hak asasi, penguasaan hukum, faktual, visualisasi etika serta moralitas hakim yang hakim yang bersangkutan. Oleh karena itu dalam rangka memaksimalkan tujuan hukum maka kita tidak hanya memenuhi rasa kepastian hukum tetapi juga memenuhi rasa keadilan. Dalam upaya membuat putusan, hakim harus mempunyai pertimbangan yuridis yang terdiri dari dakwaan penuntut umum, keterangan terdakwa, keterangan saksi, barang-barang bukti, dan pasal-pasal perbuatan hukum pidana, serta pertimbangan non yuridis yang terdiri dari latar belakang perbuatan terdakwa, akibat perbuatan terdakwa, kondisi terdakwa, serta kondisi ekonomi terdakwa , ditambah hakim haruslah meyakini apakah terdakwa melakukan perbuatan pidana atau tidak sebagaimana yang termuat dalam unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan kepadanya.
60
Berikut ini penulis akan menguraikan mengenai pertimbangan hakim dalam putusan Pengadilan Negeri Makassar No.1319/ Pid.B/ 2014/ PN.MKS sebagai berikut: Menyatakan terdakwa Andi Bustanul Alias Anul telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Membuat diaksesnya informasi elektronik atau dokumen elektronik yang bermuatan melanggar kesusilaan” sebagaimana dalam dakwaan pertama Pasal 45 Ayat (1) UU RI No.11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik; Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Andi Bustanul Alias Anul dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dikurangkan seluruhnya dengan penangkapan dan penahanan sementara yang telah dijalani terdakwa. Dan denda sebesar Rp.50.000.000,(lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 1(satu) bulan; Menyatakan barang bukti berupa : 1. 7 (tujuh) lembar print out foto korban melalui email kampus Stikes Nani Hasanuddin Makassar 2. 1 (satu) lembar fotocopy print out SMS dari No. Hp Andi Bustanul 3. 4 (empat) lembar foto-foto Sulfiyana Syam 4. 1 (satu) buah laptop merk Acer warna hitam silver berlakban merah Dirampas untuk dimusnahkan; Menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp.2000,- (dua ribu rupiah) Telah mendengar pembelaan dari terdakwa yang disampaikan secara lisan yang pada pokoknya mohon keringanan hukuman atau dihukum seringanringannya; Menimbang, bahwa terdakwa diperhadapkan kepersidangan telah didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan pertama Pasal 45 ayat (1) UU RI No.11 tahun 2008 tentang ITE, atau dakwaan kedua Pasal 29 UU RI No.44 tahun 2008 tentang Pornografi; Menimbang, bahwa dipersidangan telah didengar keterangan beberapa saksi dibawah sumpah menurut agamanya masing-masing antara lain sebagai berikut: 61
Saksi Sulfiyana Syam dan Sri Nur Fira telah memberikan keterangan sesuai apa yang diberikan kepada penyidik dan keterangan telah termuat dalam berita acara persidangan dimana keterangannya pada pokoknya telah mendukung dakwaan penuntut umum dan memberatkan perbuatan terdakwa; Menimbang, bahwa terdakwa dipersidangan telah memberikan keterangan yang pada pokoknya telah mengakui perbuatannya dan keterangan tersebut telah termuat dalam berita acara persidangan; Menimbang, bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, maka didapatlah fakta-fakta dipersidangan, dimana keterangan para saksi yang didengar dibawah sumpah antara yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan dan berhubungan dengan keterangan terdakwa serta dengan diajukan barang bukti dipersidangan maka unsur-unsur yang terkandung dalam pasal dakwaan jaksa penuntut umum telah terpenuhi oleh perbuatan terdakwa; Menimbang, bahwa oleh karena semua unsurunsur dalam rumusan delik telah terpenuhi semua oleh perbuatan terdakwa maka terdakwa dinyatakan terbukti secara menurut hukum dan Majelis yakin akan kesalahan terdakwa telah melakukan perbuatan sebagaimana dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum; Menimbang, bahwa apakah perbuatan terdakwa tersebut dapat dipertanggungjawabkan kepadanya maka Majelis akan mempertimbangkan sebagai berikut; Menimbang bahwa Majelis tidak melihat adanya alasan penghapus pidana baik alasan pembenar maupun alasan pemaaf dalam perbuatan terdakwa tersebut sehingga perbuatan terdakwa dapat dipertanggungjawabkan kepadanya; Menimbang, bahwa Majelis berkesimpulan terdakwa telah terbukti melakukan perbuatan yang didakwaan kepadanya karenanya harus dihukum pula untuk membayar ongkos perkara; Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa ditahan, penahanan terdakwa harus tetap dilanjutkan agar terdakwa tidak menghindarkan diri dari pelaksanaan hukuman yang akan dijatuhkan; Menimbang, bahwa lamanya terdakwa berada dalam tahanan seluruhnya haruslah dikurangkan dari hukuman yang akan dijatuhkan kepada terdakwa; 62
Menimbang, bahwa sebelum menjatuhkan putusan terhadap terdakwa terlebih dahulu Majelis perlu mempertimbangkan hal-hal yang ada pada diri terdakwa baik hal-hal yang memberatkan maupun halhal yang meringankan terdakwa sehingga putusan yang akan dijatuhkan dapat mencapai rasa keadilan; Hal-hal yang memberatkan: - Terdakwa telah meresahkan masyarakat Hal-hal yang meringankan: - Terdakwa menyesali perbuatannya - Terdakwa mempunyai tanggungan keluarga - Terdakwa berterus terang sehingga memperlancar jalannya persidangan Maka hukuman yang dijatuhkan dibawah ini cukup adil dan bijaksana Memperhatikan pasal dari undang-undang yang bersangkutan khususnya pasal 45 ayat (1) UndangUndang RI No.11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik MENGADILI Menyatakan Terdakwa Andi Bustanul Alias Anul telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/ atau menstransmisikan dan/ atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan”; Menghukum Terdakwa Andi Bustanul Alias Anul tersebut oleh karena itu dengan pidana penjara selama 9 (sembilan) bulan dan pidana denda sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan jika pidana denda tidak dibayar diganti dengan pidana penjara selama 1 (satu) bulan; Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan; Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan; Menetapkan barang bukti berupa: 7 (tujuh) lembar print out foto korban melalui email kampus Stikes Nani Hasanuddin Makassar, 1 (satu) lembar fotocopy print out SMS dari No.HP Andi Bustanul, 4 (empat) lembar foto-foto Sulfiyana Syam, 1 (satu) buah laptop merk Acer warna hitam silver berlakban merah, dirampas untuk dimusnahkan 63
Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp.2000,- (dua ribu rupiah). 1. Analisis Penulis Amar putusan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam
menciptakan
tujuan
hukum
itu
sendiri.
Keadilan,
kemanfaatan dan kepastian hukum haruslah tersirat dalam suatu putusan. Putusan itu sendiri ditujukan bagi siapa saja yang ikut andil dalam suatu kasus pidana oleh karena guna menciptakan tujuan hukum itu sendiri. Secara yuridis berapapun sanksi pidana yang dijatuhkan oleh hakim tidak menjadi permasalahan selama tidak melebihi batas minimum dan maksimum sanksi pidana yang diancamkan dalam Pasal yang bersangkutan, melainkan yang menjadi persoalan adalah apa yang mendasari atau apa alasan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan berupa sanksi pidana sehingga putusan yang dijatuhkan secara objektif dapat diterima dan memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat luas pada umumnya dan bagi saksi korban dan juga terdakwa pada khususnya. Surat dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum merupakan salah satu alat yang penting digunakan oleh Majelis Hakim
dalam
menelaah
faktor-faktor
dan
pertimbangan-
pertimbangan dalam menjatuhkan suatu putusan. Berdasarkan fungsinya, Majelis Hakim menjadikan surat dakwaan menjadikan 64
pedoman dalam melakukan pemeriksaan dipersidangan dan tentunya dijadikan sebagai acuan dasar dalam menjatuhkan putusan. Majelis Hakim sendiri tidak boleh memidanakan orang yang bersalah atas perbuatannya bilamana Jaksa Penuntut Umum menyatakan perbuatan tersebut tidak dimasukkan dalam surat dakwaan meskipun terbukti bahwa pelaku melakukan tindak pidana berdasarkan fakta yang terungkap dipersidangan. Mengenai hal pembuktian dari hasil alat bukti yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum dihadapan persidangan maka sudah dapat dikategorikan sebagai tindak pidana dalam hal ini sudah memenuhi 3 (tiga) alat bukti yang sah yang tercantum dalam Pasal 183 ayat (1) KUHAP yakni : “ keterangan saksi korban, surat dakwaaan dan keterangan terdakwa. Jadi hal ini sudah cukup alat bukti diajukan dipersidangan “. Hal ini sudah sesuai dengan Pasal 183 KUHAP yang menyatakan bahwa hakim dalam menjatuhkan putusan harus didasarkan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti yang sah ditambah keyakinan hakim. Sebelum hakim menjatuhkan pidana terlebih dahulu akan mempertimbangkan hal-hal yang dapat memberatkan, dan hal-hal yang meringankan terdakwa, guna penerapan pidana yang setimpal dengan perbuatannya tersebut.
65
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil rumusan masalah, hasil penelitian dan pembahasan, maka Penulis dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut: 1. Penerapan hukum pidana dan sanksi pidana terhadap kasus penyebaran foto porno melalui media elektronik No. 1319/ Pid.B/ 2014/ PN.MKS sudah sesuai dengan norma hukum yang berlaku, semua unsur tindak pidana yang diatur dalam Pasal 45 Ayat (1) Undang-undang RI No.11 Tahun 2008 semua telah terpenuhi yang mana terdakwa dijatuhi pidana penjara selama 9 (sembilan) bulan dan pidana denda sebesar Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). 2. Pertimbangan Hakim terhadap kasus penyebaran foto porno melalui media elektronik No. 1319/ Pid.B/ 2014/ PN.MKS telah sesuai dengan norma hukum yang berlaku. Adapun pertimbangan Hakim yang memberatkan dan meringankan terdakwa dalam putusan perkara pidana No. 1319/ Pid.B/ 2014/ PN.MKS adalah: -
Perbuatan terdakwa telah meresahkan masyarakat
-
Terdakwa menyesali perbuatannya
-
Terdakwa mempunyai tanggungan keluarga
-
Terdakwa berterus terang sehingga memperlancar jalannya persidangan 66
B. Saran 1. Dalam kasus penyebaran foto porno melalui media elektronik No.1319/ Pid.B/ 2014/ PN.Makassar ini dapat menjadi suatu pelajaran atau suatu bimbingan terhadap masyarakat agar mengetahui dampak positif dan negatif penggunaan internet, serta tidak menyalahgunakannya. 2. Diperlukan semua pihak yang terkait dengan kehidupan umat beragama, untuk benar-benar memahami betapa pentingnya ajaran agama.
.
67
DAFTAR PUSTAKA Buku: Chazawi, Adami. 2007. Tindak Pidana Mengenai Kesopanan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Djubaedah, Neng. 2011.Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi Perspektif Negara Hukum Berdasarkan Pancasila. Jakarta: Sinar Grafika. Ilyas, Amir. 2012. Asas-Asas Hukum Pidana. Yogyakarta: Rangkang Education Yogyakarta. Lamintang, P.A.F. 2013. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Marpaung, Leden. 2008. Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Masalah Prevensinya. Jakarta: Sinar Grafika Offset. Maskun. 2011. Pengantar Cybercrime. Makassar: Pustaka Pena Press Makassar. Maskun. 2013. Kejahatan Siber (Cybercrime) Suatu Pengantar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Mulyadi, Lilik. 2007. Hukum Acara Pidana Normatif, Teoritis, Praktik dan Permasalahannya. Bandung: P.T. Alumini. Suhariyanto, Budi. 2013. Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cybercrime) Urgensi Pengaturan dan Celah Hukumnya. Jakarta: PT. RajaGrafindo Pesada. Wahid, Abdul dan Mohammad Labib. 2010. Kejahatan Mayantara (Cybercrime). Bandung: PT. Refika Aditama. Internet: http:/ / repository.unhas.ac.id/ bitstream/ handle/ 123456789/ 6283/ SKRIPSI%20LENGKAP%20PIDANA-NURMAN.pdf?sequence=1 http:/ / repository.unand.ac.id/ 17462/ 1/ SKRIPSI.pdf Perundang-Undangan: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 68
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi.
69