Jurnal KomTekInfo, Vol. 3, No. 1, 2016, Hal 23 – 42 , Copyright@2016 by LPPM UPI YPTK Padang
ISSN CETAK : 2356 – 0010, ISSN ONLINE : 2502-8758
TINJAUAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK PADA MEDIA INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DALAM PERKARA NOMOR: 23/PID.SUS12011/PN.SELEMAN Hendri, B. Herawan Hayadi Program Studi Hukum Pidana, Universitas Pasir Pangaraian Jl.Tuhanku Tambusai, Kumu, Kec. Rambah Hilir, Kab Rokan Hulu Email:
[email protected]
ABSTRAK Kemajuan dan perkembangan teknologi, khususnya telekomunikasi, multimedia dan teknologi informasi (telematika) pada akhirnya akan mengubah tatanan organisasi dan hubungan sosial kemasyarakat.Fenomena ini tentunya menimbulkan dampak positif disamping dampak negative, kemajuan teknologi informasi memberiakan mamfaat bagi kehidupan manusia. seperti aktifitas manusia menjadi serba cepat, mudan dan praktis karena mobilitas manusia semakin cepat jarak tempuh antara suatu tempat ketempat lain semakin singkat bahkan komunikasi jarak jauh semakin dekat.Sekalipun perkembangan teknologi informasi memberikan banyak kemudahan bagi kehidupan manusia, tetapi kemajuan ini pun secara bersama-sama menimbulkan berbagai permasalahan yang tidak mudah ditemukan jalan keluarnya. Salah satunya masalah yang muncul akibat perkembangan teknologi informasi adalah lahirnya kejahatan-kejahatan yang bersifat baru, khususnya yang mempergunakan layanan internet sebagai alat bantunya lazim dikenal dengan sebutan kejahatan dalam dunia maya (cyber crime).Dalam dakwaannya Penuntut Umum telah menuduh terdakwa melakukan pencemaran nama baik dari saksi korban Prof. Dr. Koentjoro, yang merupakan Delik Aduan. Dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (bukan UU No. 8 Tahun 2008) tidak ada penjelasan mengenai apakah UU No. I1 Tahun 2008 merupakan delik aduan atau bukan sehingga berdasarkan azas Hukum maka kalau suatu hal tidak diatur dalam delik khusus maka berlaku atau unduk pada ketentuan hukum umum yaitu KUHP, maka pencemaran nama baik -nelalui transaksi elektronik adalah merupakan delik aduan. dan didalam perkara ini dapat dilakukan pencabutan pengaduan dapat dilakukan dalam waktu 3 bukan setelah pengaduan diajukan. Bahwa dalam perkara ini telah dilakukan perdamaian antara saksi korban dengan terdakwa pada tanggal 12 Agustus 2010 dan juga telah dilakukan pencabutan pengaduan oleh saksi korban ke Polda DIY pada tanggal 12 Agustus 2010: bahwa oleh karena perkara ini merupakan delik aduan dan pengaduannya telah Putusan Perkara No.23/pid.sus/201 I/PN.Slmn hlm 19 ia dicabut, maka penuntutan atas perkara tersebut gugur demi hukum dan oleh karenanya Dakwaan Jaksa Penuntut Umum harus dinyatakan tidak dapat diterima.Berdasarkan hal tersebut penasehat hukum terdakwa memohon kepada majelis hakim agar berkenan untuk menerima atau mengabulkan eksepsi kami dan selanjutnya memberi putusan sebagai berikut.Menyatakan bahwa dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak dapat diterima,Menbebankan biaya perkara kepada Negara. Kata Kunci : cyber crime, pidana,pencemaran nama baik
1.
PENDAHULUAN Indonesia adalah Negara hukum seperti yang diamanatkan oleh para pejuang kemerdekaan bangsa Indonesia, sebagai mana yang di Undang-Undangkan dalam UUD 1945. dan kini tegaknya Negara hukum itu menjadi tugas dan serta tanggung jawab dari seluruh bangsa dari generasi ke generasi selanjutnya.Pada peradaban dunia pada masa kini dicirikan dengan fenomena kemajuan dan globalisasi yang berlangsung hampir disemua bidang kehidupan yang disebut globalisasi pada 23
Jurnal KomTekInfo, Vol. 3, No. 1, 2016, Hal 23 – 42 , Copyright@2016 by LPPM UPI YPTK Padang
ISSN CETAK : 2356 – 0010, ISSN ONLINE : 2502-8758
dasarnya bermula dari awal abad ke 20 yakni pada saat terjadinya Revolusi transformasi dan elektronik yang menyebar luas. Revolusi ini terjadi diberbagai bidang kehidupan manusia seperti industri, budaya, pendidikan, teknologi dan juga sistem informasi.Refolusi teknologi informasi ini berawal sejak ditemukan computer dengan dunia maya.1Kemajuan dan perkembangan teknologi, khususnya telekomunikasi, multimedia dan teknologi informasi (telematika) pada akhirnya akan mengubah tatanan organisasi dan hubungan sosial kemasyarakat.Fenomena ini tentunya menimbulkan dampak positif disamping dampak negative, kemajuan teknologi informasi memberiakan mamfaat bagi kehidupan manusia.seperti aktifitas manusia menjadi serba cepat, mudan dan praktis karena mobilitas manusia semakin cepat jarak tempuh antara suatu tempat ketempat lain semakin singkat bahkan komunikasi jarak jauh semakin dekat. Sekalipun perkembangan teknologi informasi memberikan banyak kemudahan bagi kehidupan manusia, tetapi kemajuan ini pun secara bersama-sama menimbulkan berbagai permasalahan yang tidak mudah ditemukan jalan keluarnya.Salah satunya masalah yang muncul akibat perkembangan teknologi informasi adalah lahirnya kejahatan-kejahatan yang bersifat baru, khususnya yang mempergunakan layanan internet sebagai alat bantunya lazim dikenal dengan sebutan kejahatan dalam dunia maya (cyber crime).Kata cyber berasal dari kata cybernetics ,yaitu suatu bidang ilmu yang merupakan perpaduan antara robotic, matematika, elektro dan psikologi yang dikembangkan oleh Norbert wiener(1948)2 Pada hakikatnya hukum dan perundang-undangan diciptakan dengan tujuan untuk membentuk ketertiban didalam tatanan pergaulan hidup bermasyarakat dan juga tatanan pergaulan bernegara tetapi masih saja terjadi tindakan-tindakan yang bertentangan hukum dan peraturan perundang-undangan itu sendiri hal berupa kejahatan maupun pelanggaran.Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global, Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi Informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus.menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum siber atau hukum telematika.Hukum siber atau cyber law, secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian Pula, hukum telematika yang merupakan perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya (virtual world law), dan hukum mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan yang dilakukan melalui jaringan system komputer dan sistem komunikasi baik dalam lingkup lokal maupun global (Internet) dengan memanfaatkan teknologi informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual.Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah ketika terkait dengan penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik. Yang dimaksud dengan sistem elektronik adalah sistem komputer dalam arti luas , yang tidak hanya mencakup perangkat keras dan perangkat lunak komputer, tetapi juga mencakup jaringan telekomunikasi dan/atau system komunikasi elektronik. Perangkat lunak atau program komputer3 adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi tersebut. 1
Zulkarnain S.,".Analisis Terhadap Cyber Crime Sebagai Kejahatan dalam Masyarakat mahkamah,Volume3,NomorI April,2011. 2 Ibid him 92. 3 Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor I I tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik . 24
Jurnal KomTekInfo, Vol. 3, No. 1, 2016, Hal 23 – 42 , Copyright@2016 by LPPM UPI YPTK Padang
ISSN CETAK : 2356 – 0010, ISSN ONLINE : 2502-8758
Sistem elektronik juga digunakan untuk menjelaskan keberadaan sistem informasi yang merupakan penerapan teknologi informasi yang berbasis jaringan telekomunikasi dan media elektronik, yang berfungsi merancang, memproses, menganalisis, menampilkan, dan mengirimkan atau menyebarkan informasi elektronik.Sistem informasi secara teknis dan manajemen sebenamya adalah perwujudan penerapan produk teknologi informasi ke dalam suatu bentuk organisasi dan manajemen sesuai dengan karakteristik kebutuhan pada organisasi tersebut dan sesuai dengan tujuan peruntukannya. Pada sisi yang lain, sistem informasi secara teknis dan fungsional adalah keterpaduan sistem antara manusia dan mesin yang mencakup komponen perangkat keras, perangkat lunak, prosedur, sumber daya manusia, dan substansi informasi yang dalam pemanfaatannya mencakup fungsi input, process, output, storage, dan communication. Sehubungan dengan itu, dunia hukum sebenarnya sudah sejak lama memperluas penafsiran asas dan norma ketika menghadapi persoalan kebendaan yang tidak berwujud, misalnya dalam kasus pencurian listrik sebagai perbuatan pidana. Dalam kenyataan kegiatan siber tidak lagi sederhana karena kegiatannya tidak lagi dibatasi oleh teritori suatu negara, yang mudah diakses kapan pun dan dari mana pun. Kerugian dapat terjadi baik pada pelaku transaksi maupun pada orang lain yang tidak pernah melakukan transaksi, misalnya pencurian dana kartu kredit melalui pembelanjaan di Internet. Di samping itu, pembuktian merupakan faktor yang sangat penting, mengingat informasi elektronik bukan saja belum terakomodasi dalam sistem hukum acara Indonesia secara komprehensif, melainkan juga ternyata sangat rentan untuk diubah, disadap, dipalsukan, dan dikirim ke berbagai penjuru dunia dalam waktu hitungan detik. Dengan demikian, dampak yang diakibatkannya pun biasa demikian kompleks dan remit. Permasalahan yang lebih luas terjadi pada bidang keperdataan karena transaksi elektronik untuk kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik (electronic commerce) telah menjadi bagian dari perniagaan nasional dan internasional. Kenyataan ini menunjukkan bahwa konvergensi di bidang teknologi informasi, media, dan informatika (telematika) berkembang terns tanpa dapat dibendung, seining dengan ditemukannya perkembangan baru di bidang teknologi informasi, media, dan komunikasi. Kegiatan melalui media sistem elektronik, yang disebut juga ruang siber (cyber space), meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan atau perbuatan hukum yang nyata. Secara yuridis kegiatan pada ruang siber tidak dapat didekati dengan ukuran dan kualifikasi hukum konvensional saja sebab jika cara ini yang ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal yang lolos dari pemberlakuan hukum. Kegiatan dalam ruang siber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik. Dengan demikian, subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai Orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara nyata. Dalam kegiatan e-commerce antara lain dikenal adanya dokumen elektronik yang kedudukannya disetarakan dengan dokumen yang dibuat di atas kertas. Berkaitan dengan hal itu, perlu diperhatikan 'sisi keamanan dan kepastian hukum dalam pemanfaatan teknologi informasi, media, dan komunikasi agar dapat berkembang secara optimal.Oleh karena itu, terdapat tiga pendekatan untuk menjaga keamanan di cyber space, yaitu pendekatan aspek hukum, aspek teknologi, aspek sosial, budaya, dan etika.Untuk mengatasi gangguan keamanan dalam penyelenggaraan sistem secara elektronik, pendekatan hukum bersifat mutlak karena tanpa kepastian hukum, persoalan pemanfaatan teknologi informasi menjadi tidak optimal.4 Perkembangan tatanan pergaulan hidup manusia awalnya penuh dengan keteraturan kemudian mengalami pergeseran paradigms atau tingkah laku masyarakat yang mudah ditentukan yang mans salah satunya di akibatkan oleh krisisnya ilmu sosial dan norma-norma yang hidup didalam masyarakat. Sehingga wring terjadi tindakan-tindakan yang bertentangan dengan normanorma, hukum, agama, kesusilaan,dan kepatutan misal dalam hal pencemaran nama baik. Suatu objek tindak pidana selalu berhubungan erat dengan kepentingan hukum spa yang hendak dilindungi oleh tindak pidana yang dirumuskan UU seperti pasal 310 KUHP tentang kejahatan penistaan atau pencemaran (smaad)objek hukum tindak pidana pencemaran nama baik adalah "kehormatan" dan nama baik orang dengan begitu kepentingan hukum yang hendak dilindungi oleh dibentuknya rumusan pasal 310.5 4 5
Ibid hl 3 Adami Chazawi, Hukum Pidana Positif Penghinaan , T-indak Pidana Menyerang Kepenting 25
Jurnal KomTekInfo, Vol. 3, No. 1, 2016, Hal 23 – 42 , Copyright@2016 by LPPM UPI YPTK Padang
ISSN CETAK : 2356 – 0010, ISSN ONLINE : 2502-8758
Pentingnya hukum mengenai dua objek hukum tersebut melindungi kepentingan hukum terhadap nama baik dan kepentingan hukum terhadap kehormatan. Setiap orang memerlukan tegasnya kepentingan hukum pribadi tersebut, bahkan terhadap orang yang sudah meninggal dunia sekalipun kepentingan hukum yang demikian masih perlu di jaga dan di pertahankan didalam hukum. Didalam kitab Undang-Undang hukum pidana, bahwa penghinaan ini termasuk dalam satu kejahatan pada buku ke II KUHP .yang mana terdapat pada pasal 310, yang mana dapat di ancam dengan pidana penjara, paling lama Sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Dan jika dilakukan dengan tertulis atau gambaran yang, disiarkan, dipertunjukkan atau di tempelkan dimuka umum maka dapat diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidan denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.6 Kejahatan penghinaan dapat dibedakan menjadi penghinaan umum (di atur didalam bab XVI buku ke 11) dan penghinaan khusus (tersebut di luar bab XVI buku ke 11). Objek penghinaan umum adalah berupa rasa harga diri atau martabat mengenai kehormatan dan mengenai nama baik orang pribadi (bersifat pribadi).Sebaliknya penghinaan khusus objeknya penghinaan adalah rasa/perasaan 6 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana harga diri atau martabat mengenai kehormatan dan nama baik yang sifat nya komunal dan kelompok.7 Seperti didalam kasus didaerah hukum sleman yang bernomor perkara :23/pid.sus/2011/PN.Simn mengenai tindak pidana pencemaran nama baik melalui infomasi dan transaksi elektronik (layanan Internet). Perkara ini pada. tanggal 22 Oktober 2009 sekitar pukul 23.00 wib atau setidak-tidaknya pada waktu lain masih dalam bulan oktober tahun 2009, bertempat rumah terdakwa yang beralamat di perum puri kencana D3 Blunyah Rt013 Rw 034 desa, sinduadi kecamatan Mlati kabupaten sleman atau setidak nya pada tempat lain yang masih termasuk dalam Daerah hukum Pengadilan Negeri Sleman, yang dilakukan terdakwa dengan cam bahwa terdakwa pada. tahun 2008 tercatat sebagai salah sate maha siswa program S3 Fakultas Psikologi pada Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dengan kartu mahasiswa no.08/274403.SPS/214. bahwa sebagai salah satu syarat untuk memenuhi kelulusan program S3 adalah setiap mahasiswa membuat di sertai yang kemudian diseminarkan secara, umurn dan terdakwa dalam bulan oktober 2009 mengikuti seminar tentang proposal disertasi yang yang dibuatnya dengan. judul "Model pembelian Produk Ramah Linkungan yang dilaksana kan diruang sidang A102 Fakulta Psikologi Univesitas Gadjah Mada. Pada saat seminar tersebut oleh saksi korban Prof.Dr.koentjoro sebagai salah satu dosen penelaah yang diberi wewenang oleh Program Study Pasca Progam untuk menelaah seberapa dalam konsep suatu disertasi yang diseminarkan lansung menyatakan disertasi tersebut tidak layak dimana atas pernyataan saksi korban terdakwa lalu merasa dilecehkan dihadapan perserta seminar karena menurut terdakwa disertasi tersebut cukup layak dengan dibuktikan bahwa disertasi tersebut sudah disetujui oleh promoter/pembimbing. dan terdakwa merasa dileceh kan oleh saksi korban tersebut berniat melampiaskan kekesalan atas perlakuan saksi korban terhadap terdakwa dengan cara membuat dan memasang melalui Jaringan Internet sebuah Man baris bernada miring/kontra dengan fakta yang sesungguhnya dari diri saksi korban dan tujuan terdakwa membuat Man tersebuat agar dapat di akses oleh umum pengguna sara elektronik sehingga berakibat setiap yang merasa tertarik terhadap Man tersebut dapat langsung menghubungi no kontak yang tercantum di dalam Man tersebut dan ber isiskan menyalurkan gay, gigolo, psk by, kuncoroon oktober 22. Pasal yang didakwaan. 1. Dakwaan pertama pasal 45 ayat (1) jo pasal 27 ayat (3) undang-undang no 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik. Dengan sengaja dan tamps hak mendistribusikan dan/atau mentranmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan Hukum Mengenai Martabat Kehormatan dan Martabat Nama Baik Orang Bersifat Pribadi Maupun Komunal,Sinar Grafika ,Surabaya 2009 ,hlm 1 6 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana 7 Adami Chazawi Op.01.hlm 87 26
Jurnal KomTekInfo, Vol. 3, No. 1, 2016, Hal 23 – 42 , Copyright@2016 by LPPM UPI YPTK Padang
2.
ISSN CETAK : 2356 – 0010, ISSN ONLINE : 2502-8758
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Dakwaan kedua kesatu : Pasal 318 ayat(I)KLJRP Persangka palsu dengan sengaja menimbulkan secara palsu persangka terhadap seseorang bahwa dia melakukan suatu perbuatan pidana yang dilakukan dengan cara sebagi berikut:
Benar saksi korban adalah sebagai sebagai dosen yang banyak melakukan penelitian dan pengamatan terhadap pelacuran dan juga bergabung dalam asosiasi Sexsologi Indonesia yang banyak memberikan ceramah-ceramah tentang prilaku sex Gay. Lesbian, dan Pelacuran dan dengan penolakan disertasi nya oleh saksi korban dan terdakwa merasa dilecehkan oleh saksi korban mengambil kesempatan melampiasakan kekesalan dengan cara menimbulkan prasangka palsu terhadap saksi korban seolah-olah saksi korban lah yang melakukan perbuatan pidana dan bahwa tujuan terdakwa menimbulkan prasangka palsu terhadap saksi korban yang dituju seolah-olah saksi korban lah yang melakukan perbuatan pidana adalah agar saksi korban tersebut terserang (tercemar) nama baik dan kehormatannya dan atas saksi korban wring melakukan penelitian tersebut dimanfaatkan oleh terdakwa seolah-olah saksi korban lah yang berprofesi sebagai penyalur gay itu sendiri. 3. Dakwaan atau kedua Pasal 310 Ayat (2) KUHP pencemaran tertulis Sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduh sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui Umum, dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum yang dilakukan oleh terdakwa dengan cara karena penolakan disertasi terdakwa oleh saksi korban, dan terdakwa melampiaskan kekesalan nya dengan saksi korban yaitu dengan cara menyerang kehormatan atau nama baik saksi korban dengan cara menuduh sesuatu hal yang bertentangan dengan keadaan sebenarnya dari saksi korban dengan tujuan terdakwa menyerang kehormatan atau nama baik saksi korban yang sebenarnya bertentangan dengan keadaan sebenarnya dari saksi korban agar hal tersebut diketahui oleh umum kama saksi korban telah banyak melakukan penelitian dan pengamatan terhadap pelacuran dan juga tergabung dalam asosiasi sexsologi Indonesia yang benyak melakukan ceramah-ceramah tentang perilaku sex Gay, lesbian dan pelacuran yang dimanfaatkan terdakwa seolah-olah saksi korban lah yang berprofesi sebagai penyalur gay itu sendiri. 4. Dakwaan atau ketiga Pasal 311 ayat (1) KUHP fitnah Yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis di bolehkan untuk membuktikan apa yang dituduh itu benar, tidak membuktikannya, dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui. Atas tindakan saksi korban yang telah di anggap meleceh kan korban disertasi tersangka yang dinggap tidak layak menurut saksi korban namun terdakwa mengganggap disertasi terdakwa telah layak karn atelah disetujui oleh promoter/pembimbing, dan atas pernyataan saksi korban tersebut terdakwa merasa dilecehkan dan berniat melampiaskan kekesalannya atas perlaukuan saksi korban terhadap terdakwa yaitu dengan merekayasa suatu fakta yang tidak benar dari keadaan yang senyatanya dari saksi korban. saksi korban yang telah banyak melakukan penelitian dan pengamatan terhadap pelacuran dan juga tergabung dalam asosiasi Sexsologi Indonesia yang banyak memeberikan cerama-ceramah tentang prilaku sex Gay, lesbian dan pelacuran tersebut dan dimanfaatkan oleh terdakwa dimana didalam Man tersebut terdakwa membuat seolah-olah saksi korban lah yang berprofesi sebagai penyalur Gay itu sendiri. Dalam hal ini, terdakwa diajukan kepersidangan oleh penuntu umum dengan dakwaan pertama melanggar pasal 45 ayat (1) jo pasal 27 ayat (3) Undang-Undang No 8 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau kedua kesatu melanggar pasal 318 (1) KUHP (prasangka palsu),dan atau kedua melanggar pasal 310 ayat(2) KUHP (pencemaran tertulis), atau ketiga melanggar pasal 311 ayat (1) KU14P (fitnah). Dalam persidangan tersebut setelah Jaksa penuntu Umum telah membacakan surat Dakwaan si terdakawa, makapenasehat hukum terdakwa menyatakan akan memberikan eksepsi /keberatan atas surat dakwaan jaksa penuntut umum kepada majelis hakim, yang berisikan. Mengenai Eksepsi Dakwaan kabur. 1. Dakwaan Penuntut Umum kabur karena dalam Dakwaan Pertama hal. 3 menyebutkan dasar 27
Jurnal KomTekInfo, Vol. 3, No. 1, 2016, Hal 23 – 42 , Copyright@2016 by LPPM UPI YPTK Padang
ISSN CETAK : 2356 – 0010, ISSN ONLINE : 2502-8758
dakwaan pasal 45 ayat (1) jo. Pasal 27 ayat (3) UndangUndang No. 8 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, padahal yang benar Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah Undang-Undang No. II Tahun 2008, oleh karena itu Dakwaan Penuntut Umum harus dinyatakan batal demi hukum. Penuntutan atas perkara ini gugur. 2. Dalam dakwaannya Penuntut Umum telah menuduh terdakwa melakukan pencemaran nama baik dari saksi korban Prof. Dr. Koentjoro yang merupakan Delik Aduan. Dalam UndangUndang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (bukan UU No. 8 Tahun 2008) tidak ada penjelasan mengenai apakah UU No. I I Tahun 2008 merupakan delik aduan atau bukan sehingga berdasarkan azas Hukum maka kalau suatu hal tidak diatur dalam delik khusus maka berlaku atau tunduk pada ketentuan hukum umum 20 yaitu KUHP, maka pencemaran nama baik melalui transaksi elektronik adalah merupakan delik aduan: Bahwa terhadap Delik Aduan, pencabutan pengaduan dapat dilakukan setelah waktu 3 bulan sebagaimana ketentuan pasal 75 KUHP sebagaimana Putusan Mahkamah Agung RI No. 1600 K/Pid/2009 dalam perkara terdakwa Ismayawati: Bahwa dalam perkara ini telah dilakukan perdamaian antara saksi korban dengan terdakwa pada tanggal 12 Agustus 2010 dan juga telah dilakukan pencabutan pengaduan oleh saksi korban ke Polda DIY pada tanggal 12 Agustus 2010: Bahwa oleh karena perkara ini merupakan delik aduan dan pengaduannya telah dicabut, maka penuntutan atas perkara tersebut gugur demi hukum dan oleh karenanya Dakwaan Jaksa Penuntut Umum harus dinyatakan tidak dapat diterima, Berdasarkan hal-hal tersebut memohon kepada Majelis hakim agar berkenan kiranya untuk menerima dan mengabulkan eksepsi kami dan selanjutnya mohon memberikan putusan sebagai berikut: 1. Menyatakan bahwa Dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak dapat diterima 2. Membebankan biaya perkara kepada Negar. Menimbang, bahwa atas keberatan hukum atau eksepsi dari Penasehat Hukum terdakwa tersebut, Penuntut Umum telah mengajukan tanggapan secara tertulis tertanggal 21 Maret 2011, selengkapnya sebagaimana termuat dalam Berita Acara Sidang yang pada pokoknya sebagai berikut: Mengenai Eksepsi Dakwaan kabur. : 1. Terhadap kesalahan penulisan UU No.8 Tahun 2008 adalah semata-mata kekeliruan pengetikan dan bukan kesengajaa, akan tetapi Dakwaan Penuntut Umum telah memenuhi ketentuan pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP sehingga kesalahan pengetikan tersebut tidak mengurangi uraian pokok materi dakwaan serta tidak menjadikan dakwan kabur apalagi telah disebutkan nama UndangUndang yaitu tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta pasalpasal yang dilanggar. Mengenai Eksepsi Penuntutan atas perkara ini gugur: 2. Pada Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tidak menyebutkan secara jelas apakah perkara ini merupakan delik aduan atau bukan maka salah apabila Penasehat Hukum terdakwa menafsirkan perkara ini merupakan delik aduan; Bahwa mengenai pencabutan pengaduan oleh saksi korban tidak akan ditanggapi karea merupakan materi pokok perkara: Menimbang, bahwa oleh karena Penasehat Hukum terdakwa mengajukan keberatan/eksepsi terhadap Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum, maka sebelum Majelis Hakim meneruskan untuk memeriksa mengenai pokok perkara, terlebih dahulu akan dipertimbangkan dan diputuskan mengenai eksepsi yang diajukan oleh Penasehat Hukumterdakwa tersebut. Menimbang, bahwa keberatan/Eksepsi Penasehat Hukum terdakwa pada pokoknya adalah : 1. Pada Dakwaan kabur karena mencantumkan dasar dakwaan adalah pasal 45 ayat (1) jo. Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang No. 8 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sedangkan yang benar adalah Undang-Undang No. 11 Tahun 2008; 2. Penuntutan atas perkara ini gugur, karena terdakwa didakwa melakukan pencemaran nama baik yang merupakan delik aduan sedangkan terhadap pengaduan saksi korban telah dicabut dengan Surat tertanggal 12 Agustus 2010 Menimbang, bahwa selanjut nya majelis hakim akan mempertimbangkan mengenai Eksepsi /keberatan yang diajukan penasehat hukum terdakwa mengenai dakwaan kabur dan 28
Jurnal KomTekInfo, Vol. 3, No. 1, 2016, Hal 23 – 42 , Copyright@2016 by LPPM UPI YPTK Padang
ISSN CETAK : 2356 – 0010, ISSN ONLINE : 2502-8758
penuntutan atas perkara ini gugur.dan setelah majelis hakim mempelajari dan mempertimbangkan mengenai keberatan/ eksepsi penasehat hukum terdakwa beserta tanggapan yag dibuat secara tertulis oleh jaksa penuntut umum mengenai keberatan/eksepsi penasehat hukum terdakwa. Maka Majelelis hakim memberikan putusan sebagai berikut 1. Menyatakan eksepsi Penasehat Hukum Terdakwa TONY WIJAYA SE.,MM,alias TONY dapat diterima. 2. Menyatakan penuntutan perkara nomor 23/pid.sus/2011/PN.Slmn atas nama terdakwa TONY WIJAYA ,SE,.MM., alias TONY tidak dapat diterima. 3. Membebankan biaya perkara kepada Negara. Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk menelaah suatu permasalahn yuridis dalam bentuk karya ilmiah berupa skripsi yaitu untuk meneliti suatu kajian dengan judul :Tinjauan terhadap tindak pidan pencemaran Haman balk pada media informasi dan transaksi elektronik dalam perkara nomor: 231pId.sus120II1PN.sIMn. Untuk memudah kan penulis dalam melakukan penelitian ini maka penulis akan memberikan batasan judul terhadap judul yang sedang penulis teliti. Tinjauan yuridis mengandung pengertian hasil meninjau,perbuatan meninjau (mempelajari dengan cermat)8,suatau kajian menurut kajian hukum atau secara hukum.9 Dalam penelitian ini di maksudkan sebagai hasil dari meninjau atau mempelajari Dokumen Berkas Perkara Nomor :23/pid.sus/201 I/PN.slmn. Putusan pengadilan merupakan pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas, atau lepas dari segala tuntuan hukum dalam hal Berta menurut cara yang diatur dalam UndangUndang Hukum Acara Pidana.10 Tindak pidana merupakan perbuatan yang melanggar larangan yang diatur oleh aturan hukum yang diancam dengan sanksi pidana.11 Istilah lain yang juga umum digunakan untuk tindak pidana terhadap kehormatan adalah tindak pidana"penghinaan".dipandang dari sisi sasaran atau objek delicti, yang merupakan maksud dan tujuan dari pasal tersebut. Yakni melindungi kehormatan, maka tindak pidana terhadap kehormatan ,lebih tepat Pembuat undang-undang ,sejak semula bermaksud melindungi: 1. Kehormatan, yang dalam bahasa, Belanda disebut eer 2. Nama baik, yang dalam bahasa Belanda disebut geode naam. Akan tetapijika pandangan dari sisi feta atau perbuatan ,maka tidak pidana penghinaan ,tidak keliru. Para pakar belum sependapat tentang arti dan definisi kehormatan dan nama baik, tetapi sependapat bahwa "kehormatan dan nama baik " menjadi hak seseorang atau hak asasi setiap manusia. Dengan demikian hanya manusia yang dapat memiliki kehormatan dan nama baik .Bagi masyarakat Indonesia kehormatan dan nama baik telah tercakup di pancasila, baik pada "Ketuhanan Yang Maha Esa mau "pun pada "Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab ". Berkenaan dengan kehormatan dan nama baik ini ,Prof.Satochid kartanegara ,SH. Megutarakan mengenai seseorang yang bertabiat hina, apakah masih mempunyai "kehormatan dan nama baik" antara lain ialah sebagai berikut: Walaupun orang demikian itu telah tidak mempunyai perasaan lagi terhadap kehormatan dirinya, namun setiap orang adalah berhak agar kehormatannya tidak terlanggar(kumpulan kuliah, balai lektur mahasiswa 596).12 Tindak pidana terhadap kehormatan ini menurut ilmu hukum pidana terdiri atas 4 (empat) bentuk,yakni: a. Menista (secara lisan ) 8
Departemen Pendidikan Nasional ,Kamus Besar Bahasa Indonesia,Balai PustakaJakarta,2002 him
1198 9
Ibid him 1278 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 11 Suharto RKHukum Pidana Materil,Sinar Grafikajakarta 1996 ,hlm 28 12 12 Leden Marpaung ,Tindak Pidana Terhadap Kehormaian,,Sinar Grafika ,Jakarta ,Cetakan Peftarna,2010,hlm 7 10
29
Jurnal KomTekInfo, Vol. 3, No. 1, 2016, Hal 23 – 42 , Copyright@2016 by LPPM UPI YPTK Padang
ISSN CETAK : 2356 – 0010, ISSN ONLINE : 2502-8758
b. menista secara tertulis c. fitnah,dan d. penghinaan ringan Akan tetapi ,dalam KUHP dimuat juga tindak pidana yang lain terhadap kehormatan, yang erat kaitannya dengan kehormatan dan nama baik, yakni: 1) Pemberitahuan fitnah 2) Persangkaan palsu,dan 3) Penistaan terhadap yang meninggal. 13 2.TINJAUAN PUSTAKA Hukum acara pidana mempunyai suatu tujuan yaitu untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materil ,ialah kebenaran yang selengkap-selengkapnya dari suatu pidana yang menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan, suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwakan itu dapat dipersalahkan.14 Ada pun tata cara dalam suatu proses pemeriksaan perkara pidana yaitu dimulai dengan proses penyelidikan, penyidikan, penggeledahan penyitaan, penangkapan, penahanan, penuntutan dan sidang pengadilan .proses pemeriksaan tersebut diatur dalam kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pada umum nya prosedur pemeriksaan perkara pidana dipisahkan dalam 4 tingkat acara pidana, yaitu 1. Tahap penyelidikan yang dilakukan oleh Kepolisian Republik Indonesia 2. Tahap, penuntutan yang dilakukan oleh Jaksa. Pununtut Umum 3. Tahap, pemeriksaan di sidang pengadilan yang dipimpin oleh Hakim 3.HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses pemeriksaan dan pembuktian terhadap formalitas Surat dakwaan dalam perkara tindak pidana pencemaran nama baik pada media elektronik dalam perkara. no :23/pid.sus/2011/PN.Slmn Didalam proses pemeriksaan persidangan dalam tindak pidana pencemaran nama baik tersebut, dalam perkara No.23 , pid.sus/2011/PN.Slmn pengadilan yang memeriksan perkara, ini dengan cars perneriksaan biasa, pada peradilan tingkat pertama, yang terdakwa Tony Wijaya SEWkI, yang telah melakukan tindak pidana pencemaran namabaik, kepada, saksi Urban, Prof.Dr. Koentjoro. Tersangka didampingi oleh penaseha hukumny&-,;ewiah pengadilan negeri membaca surat penetapan olek ketua pengadilan negen Sleman, No. 23/pid.sus/2011/PN.Simn, tertanggal 24 februari 2011, dan telah membaca majelis hakim dan panitera pengganti yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut, dan juga membaca pelimpahan perkara acara pemeriksaan biasa dari kepab 'kejaksaan Negeri Sleman tertanggal 24 februari 2011, mempelajari berkas terdakwa tersebut, telah membaca penetapan ketua majelis hakim No.23/pidAaMl I/PN.Simn.15 Didalam perkara tindak pidana pencemaran narna baik ini, jaksa penuntut umum membuat surat dakwaan bentuk komunikatif merupakan dasar pembentukan surat dakwaan 'adalah, sesuai dengan peristiwa kejahatan ini, dan ada pun isi dari surat dakwaan ini adalah : 1. Dakwaan peftarna : melanggar pasal 45 ayat(1) jo pasal 27 ayat (3) Undangundang No.8 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik. Yang berbunyi, dengan sengaja dan tampa hak mendistribusikan dan/atau mentrasmisi dan/atau membuat dapat diaksenya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.16 2. Dan atau kedua kesatu: melanggar pasal 318 ayat (1) KUHP ( persangka palsu) yang berbunyi, sengaja menimbulkan secara palsu persangkaan terhadap seseorang bahwa dia
13
Ibid, hlm 14 Andi Hamza Hukum Acara Pidana Indonesia ,Sinar GrafikajakartaEdisi Kedua ,201 1,h1m 7 15 Putusan Perkara No.23/pid.sus/201 I/PN-Slm, hlm 1 16 Putusan Perkara No.23/pid.sus/2011/PN.Slmn hlm 2 14
30
Jurnal KomTekInfo, Vol. 3, No. 1, 2016, Hal 23 – 42 , Copyright@2016 by LPPM UPI YPTK Padang
ISSN CETAK : 2356 – 0010, ISSN ONLINE : 2502-8758
melakukan suatu perbuatan pidana.17 3. Atau kedua : melanggal pasal 310 ayat (2) KUHP yang berbunyi, sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka UMUM.18 4. Atau ketiga: melanggar pasal 311 ayat (1) yang berbunyi, yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis dibolehkan untuk membuktikan apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya, dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui.19 Dalam Surat dakwaan jaksa penuntut umum ini, penasehat hukum terdakwa telah mengerti dan mengajukan keberatan/atau eksepsi tertanggal 14 Maret 2011, selengkapnya sebagaimana termuat diberita acara sidang yang pada pokoknya sebagai berikut: 1. Dakwaan Kabur. Dakwaan Penuntut Umum kabur karena dalam Dakwaan Pertama hal. 3 menyebutkan dasar dakwaan pasal 45 ayat (1) jo. Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang No. 8 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, padahal yang benar Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah Undang-Undang No. 11 Tahun 2008, oleh karena itu Dakwaan Penuntut Umum harus dinyatakan batal demi hukum. 2. Penuntutan atas perkara ini gugur. Dalam dakwaannya Penuntut Umum telah menuduh terdakwa melakukan pencemaran nama baik dari saksi korban Prof. Dr. Koentjoro, yang merupakan Delik Aduan. Dalam UndangUndang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (bukan UU No. 8 Tahun 2008) tidak ada penjelasan mengenai apakah UU No. I1 Tahun 2008 merupakan delik aduan atau bukan sehingga berdasarkan azas Hukum maka kalau suatu hal tidak diatur dalam delik khusus maka berlaku atau unduk pada ketentuan hukum umum yaitu KUHP, maka pencemaran nama baik -nelalui transaksi elektronik adalah merupakan delik aduan. dan didalam perkara ini dapat dilakukan pencabutan pengaduan dapat dilakukan dalam waktu 3 bukan setelah pengaduan diajukan. Bahwa dalam perkara ini telah dilakukan perdamaian antara saksi korban dengan terdakwa pada tanggal 12 Agustus 2010 dan juga telah dilakukan xncabutan pengaduan oleh saksi korban ke Polda DIY pada tanggal 12 Agustus 2010: 3ahwa oleh karena perkara ini merupakan delik aduan dan pengaduannya telah Putusan Perkara No.23/pid.sus/201 I/PN.Slmn hlm 19 ia dicabut, maka penuntutan atas perkara tersebut gugur demi hukum dan oleh karenanya Dakwaan Jaksa Penuntut Umum harus dinyatakan tidak dapat diterima.46 Berdasarkan hal tersebut penasehat hukum terdakwa memohon kepada majelis hakim agar berkenan untuk menerima atau mengabulkan eksepsi kami dan selanjutnya member putusan sebagai berikut. 1. Menyatakan bahwa dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak dapat diterima,. 2. Menbebankan biaya perkara kepada Negara.20 Setelah penasehat hukum terdakwa mengajukan eksepsi/atau/keberatan, penuntut umum telah mengajukan tanggapan secara tertulis selengkapnya sebagaimana ditemukan dalam berita acara sidang yang pada pokoknya sebagi berikut. 1. Mengenai Eksepsi Dakwaan kabur. Terhadap kesalahan penulisan UU No.8 Tahun 2008 adalah sernata-mats kekeliruan pengetikan dan bukan kesengajaa, akan tetapi Dakwaan Penuntut Umum telah memenuhi ketentuan pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP sehingga kesalahan pengetikan tersebut tidak mengurangi uraian pokok materi dakwaan serta tidak menjadikan dakwan kabur apalagi telah disebutkan nama Undang-Undang yaitu 2. Mengenai Eksepsi Penuntutan atas perkara ini gugur. Didalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tidak menyebutkan secara jelas apakah perkara ini merupakan delik aduan atau bukan maka salah apabila Penasehat Hukum terdakwa menafsirkan perkara ini merupakan delik aduan, Bahwa mengenai 17
Putusan Perkara No.23/pid.sus/2011/PN.Slmn hlm 6 Putusan Perkara No.23/pid.sus/2011/PN.Slmn hlm 10 19 Putusan Perkara No.23/pid.sus/201 I/PN.Slmn hlm 15 20 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta pasal-pasal yang dilanggar. 18
31
Jurnal KomTekInfo, Vol. 3, No. 1, 2016, Hal 23 – 42 , Copyright@2016 by LPPM UPI YPTK Padang
ISSN CETAK : 2356 – 0010, ISSN ONLINE : 2502-8758
pencabutan pengaduan oleh saksi korban tidak akan ditanggapi karea merupakan materi pokok perkara. Oleh karma itu penasehat hukum terdakwa mengajukan keberatan/eksepsi terhadap surat dakwaan jaksa penuntut umum, maka sebelum majelis hakim meneruskan untuk memeriksa mengenai pokok perkara, terlebih dahulu akan dipertimbangkan dan diputuskan mengenai eksepsi yang diajukan oleh penasehat hukum terdakwa.21 Berdasarkan proses pemeriksaan perkara No. 23/pid.sus/2011/PN.Slmn, pemeriksaan dan pembuktian Formalitas surat dakwaan dalam pencemara nama baik pada media elektronik didalam perkara ini. Seperti kita ketahui, penuntutan didefinisikan didalam pasal I butir 7 KUHAP, penuntutan sebagai berikut, penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwewenang dalam hal dan menurut Cara yang diatur oleh undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputuskan oleh hakim disidang pengadilan.Definisi ini mirip dengan Widono Prodjodikoro, perbedaanya ialah dalam definisi Widono Prodjodikoro disebut dengan tegas "terdakwa" sedangkan KUHAP tidak.22 Menurut seseorang terdakwa di muka hakim pidana adalah menyerahkan perkara seorang terdakwa dengan berkas perkaranya kepada hakim, dengan permohonan supaya hakim memeriksa dan kemudian memutuskan perkara pidana itu terhadap terdakwa, umum pasal 137 KUHAP menentukan bahwa penuntut berwewenang melakukan penuntutan terhadap siapapun yang didakwa melakukan suatu delik dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara kepengadilan yang berwewenang mengadiji.51 mengenai kebijakan penuntut umum, penuntut umumlah yang menentukan suatu perkara hasil penyidikan apakah sudah lengkap atau kah tidak untuk dilimpahkan ke pengadilan negeri untuk diadili. Hal ini diatur dalam pasal 139 KUHAP. KUHAP membedakan tiga macam pemeriksaan sidang pengadilan yaitu, pemeriksaan perkara biasa, pemeriksaan singkat, pemeriksaan cepat, pemeriksaan cepat dibagi atas pemeriksaan tindak pidana ringan, dan perkara pelanggaran lalu lintas jalan, undang-undang tidak memberikan batasan tentang perkara-perkara yang mans termasuk pemeriksaan biasa, hanya pada pemeiksaan singkat dan cepat saja yang diberikan batasan. Pasal 203 ayat (1) KUHAP,memberikan batasan apa itu pemeriksaan singkat, dan selanjut nya yang dimasud dengan pemeriksaan cepat ditentukan oleh pasal 205 ayat (1) (tindak pidana ringan), dan mengenai pemeriksaan perkara lalu lintas yang dijelaskan dalam pasal 211.23 Acara pemeriksaan biasa, sebenarnya berlaku juga bagi pemeriksaan singkat dan cepat kecuali dalam hal-hal tertentu yang secara tegas dinyatakan lain, dimulai hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum, kecuali dalam hal perkara mengenai kesusilaan atau terdakwa anak-anak (pasal 153 ayat(3) KUHAP). Pemeriksaan itu dilakukan secara lisan dalam bahasa. Indonesia yang dimengerti oleh terdakwa dan saksi (pasal 153 ayat(2a), kalaw kedua ketentuan UP tidak dipenuhi, maka batal demi hukum (pasal 153 ayat(4)).24 Didalam persidangan disidang pengadilan yang pertama di panggil masuk adalah terdakwa walaupun iya dalam tahanan, ini dihadapkan dalam keadaan bebas. Dalam penjelasan pasal 154 ayat(!) yang mengatur hal ini, dikatakan bahwa yang dimaksud dengan keadaan bebas ialah keadaan tidak dibelenggu tanpa mengurangi pengawalan. Apabila terdakwa tidak hadir hakim ketua sidang meneliti apakah terdakwa sudah dipanggil secara sah, jika tidak dipanggil secara sah, hakim ketau sidang menunda persidangan dan meminta supaya terdakwa dipanggil lagi untuk hadir pada hari sidang (berikutnya pasal 154 ayat (3) KUHAP). Hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa yang tidak hadir tamps alatan yang sah setelah dipanggil secara sah untuk kedua kalinya dihadirkan dengan paksa pada sidang pertama berikutnya (pasal 154 ayat (6) KUHAP).25 Menurut ketentuan, yang pertama dipanggil masuk kesidang ialah terdakwa. Mula-mula hakim ketua sidang menanyakan identitanya, seperti nama, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan peker aan,serta mengingatkan terdakwa 21
Putusan Perkara No.23/pid.sus/2011/PN.Slmn hlm 21 Andi hamzah.0p. Cit Him 161 23 Ibid, h1m 162 24 Ibid , hlm 238 25 Ibid ,hlm 239 sd Ibid., hlm. 239 22
32
Jurnal KomTekInfo, Vol. 3, No. 1, 2016, Hal 23 – 42 , Copyright@2016 by LPPM UPI YPTK Padang
ISSN CETAK : 2356 – 0010, ISSN ONLINE : 2502-8758
supaya memperhatikan segala sesuatu yang didengar dan dilihatnya disidang (pasal 155 ayat(l) KUHAP), Pasal 143 (2) KUHAP menetapkan syarat syarat yang harus dipenuhi dalam pembuatan Surat Dakwaan, akni syarat syarat yang berkenaan dengan tanggal, tanda tangan Penuntut Umum dan identitas lengkap terdakwa. Syarat syarat dimaksud dalam praktek disebut sebagai syarat formil. Sesuai ketentuan pasal 143 (2) huruf a KUHAP, syarat formil meliputi: 1. Surat Dakwaan harus dibubuhi tanggal dan tanda Langan Penuntut Umum pernbuat Surat Dakwaan 2. Surat Dakwaan harus memuat secara lengkap identitas terdakwa yang meliputi nama lengkap, tempat lahir, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan. Disamping syarat formil tersebut ditetapkan Pula bahwa Surat Dakwaan harus memuat uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai Tindak Pidana yang didakwakan dengan menyebutkan tempat dan waktu Tindak Pidana itu dilakukan. Syarat ini dalam praktek tersebut sebagai syarat materiil. Sesuai ketentuan pasal 143 (2) huruf b KURAP, syarat materiil.meliputi 1. Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai Tindak Pidana yang didakwakan 2. Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai waktu dan tempat Tindak Pidana itu dilakukan.Uraian secara cermat, berarti menuntut ketelitian Jaksa Penuntut Umum dalam mempersiapkan Surat Dakwaan yang akan diterapkan bagi terdakwa. Dengan menempatkan kata "cermat" paling depan dari rumusan pasal 143 (2) huruf b KUHAP, pembuat Undang Undang menghendaki agar Jaksa Penuntut Umum dalam membuat Surat Dakwaan selalu bersikap korek dan teliti.Uraian secara jelas, berarti uraian kejadian atau fakta kejadian yang jelas dalam Surat Dakwaan, sehingga terdakwa dengan mudah memahami apa yang didakwakan terhadap dirinya dan dapat mempersiapkan pernbelaan dengan sebaik baiknya. Uraian secara lengkap, berarti Surat Dakwaan itu memuat semua unsur (elemen) Tindak Pidana yang didakwakan.Unsur unsur tersebut harus terlukis didalam uraian fakta kejadian yang dituangkan dalam Surat Dakwaan. Secara materiil.suatu Surat Dakwaan dipandang telah memenuhi syarat apabila Surat Dakwaan tersebut telah memberi gambaran secara bulat dan utuh tentang a. Tindak Pidana yang dilakukan b. Siapa yang melakukan Tindak Pidana tersebut c. Dimana Tindak Pidana dilakukan d. Bilamana/kapan Tindak Pidana dilakukan e. Bagaimana Tindak Pidana tersebut dilakukan f. Akibat apa yang ditimbulkan Tindak Pidana tersebut (delik materiil). g. Apakah yang mendorong terda,kw,a melakukan Tindak Pidana tersebut (delik delik tertentu). h. Ketentuan ketentuan Pidana yang diterapkan. Komponen komponen tersebut secara kasuistik harus disesuaikan dengan jenis Tindak Pidana yang didakwakan (apakah Tindak Pidana tersebut termasuk delik formil atau delik materiii). Dengan demikian dapat diformulasikan bahwa syarat formil adalah syarat yang berkenaan dengan fon-nalitas pembuatan Surat Dakwaan, sedang syarat materil adalah syarat yang berkenaan, dengan materi/substansi Surat Dakwaan.Untuk keabsahan Surat Dakwaan, kedua syarat tersebut harus dipenuhi. Tidak terpenuhinya syarat formil, menyebabkan Surat Dakwaan dapat dibatalkan (vernietigbaar), sedang tidak terpenuhinya syarat materiil.menyebabkan dakwaan batal demi hukum (absolut nietig). Pemeriksaan dicocokkan dengan indentitas terdakwa yang terdapat pada surat dakwaan dan berkas perkara, untuk memastikan dan meyakinkan persidangan ,memang terdakwalah yang dimaksud dalam surat dakwaan sebagai pelaku tindak pidana yang didakwakan kepadanya. Apa kah kekeliruan penulisan dan menyebutkan indentitas terdakwa bias mengakibatkan batal surat dakwaan? kekeliruan atau kesalahan dalam penyebutan atau penulisan identitas terdakwa dalam surat dakwaan, tidak mengakibatkan batalnya dakwaan. Yang pokok asal hakim benar-benar yakin, orang yang disebut dalam surat dakwaan adalah orang yang berada dihadapannya sebagai yang didakwa melakukan tindak pidana yang sedang diperiksa. Kesalahan atau kekeliruan penyebutan identitas dalam surat dakwaan, cukup di catat dalam berita acara sidang oleh panitera. Jika 33
Jurnal KomTekInfo, Vol. 3, No. 1, 2016, Hal 23 – 42 , Copyright@2016 by LPPM UPI YPTK Padang
ISSN CETAK : 2356 – 0010, ISSN ONLINE : 2502-8758
kekeliruan identitas terdakwa, sedemikian rupa perbedaannya dengan apa yang disebut dalam surat dakwaan dengan apa yang diketemukan hakim dalam persidangan" ngan" dapat" dijadilkan alatan untuk membatalkan surat dakwaan. Misal, dalam surat dakwaan umur terdakwa disebut dua puluh tahun, tetapi sesuai dengan penjelasan dan kenyataan yang ditemukan hakim dalam -ersidangan, umur terdakwa sudah lima puluh tahun ditambah lagi tidak sesuai kebangsaan atau suku yang disebut dalam surat dakwaan dengan kenyataan yang ditemukan hakim dalam persidangan. Hal diingat, kesalahan penguraian identitas dalam surat dakwaan tidak mengakibatkan dakwaan batal demi hukum, tetapi "dapat" dibatalkan. Sesudah itu, hakim ketua sidang menanyakan kepada terdakwa apakah ia sudah benarbenar mengerti, apabila terdakwa kurang mengerti, penuntut umum atas permintaan hakim ketau sidang wajib memberikan penjelasan yang diperlukan (pasal 155 ayat (2) KUHAF), penjelasan pasal tersebut mengatakan bahwa penjelasann oleh penuntut umum ituuntuk menjamin hak terdakwa guns memberikan pembelaannya, dan hanya dapat dilakukan pada permulaan sidang. Sesudah pembacaan dan penjelasan surat dakwaan oleh penuntut umum, maka terdakwa atau penasehat hukumnya dapat mengatakan keberatan tentang pengadilan tidak berwenang memeriksa perkara tersebut ate dakwaan tidak dapat diterima atau dakwaan harus dibatalkan. Maka syarat formalitas surat dakwaan itu harus dipenuhi apa bila tidak dipenuhi akaa ada akibat dari kekurang atas surat dakwaan tersebut. Dalam hal eksepsi penasehat hukum terdakwa terhadap surat dakwan jaksa penuntut umum dalam perkara pencemaran nama balk dalam No. 23/Pid.sus/2011/PN.Sjmn akibat dari kurang nya ketelitian dan kecermatan jaksa penuntut umum untuk membuat surat dakwaan yang merupakan dasar dari penuntutan disidang pengadilan, dari kesalahan dan kurang cermatnya jaksa penuntut umum dalam membuat surat dakwaan maka penasehat hukum terdakwa mengajukan eksepsi atas surat dakwaan jaksa penuntut umum terdakwa. Pengertian eksepsi atau exception adalah: 1. Tangkisan (plead) atau pembelaan yang tidak mengenai atau tidak ditujukan terhadap materi pokok surat dakwaan, 2. Tetapi keberatan atau pembelaan diajukan terhadap cacat formal yang melekat pada surat dakwaan. Dalam system Common Law terdapat beberapa istilah hukum ( legal term) yang Baling dapat dipertukarkan (interchangeable) antara yang satu dengan yang lain, seperti excep atau plead ataupun objection .Dia merupakan action atau upaya untuk membela diri terdakwa tentang adanya cacat formal yang melekat pada perkara pidana yang didakwakan kepada terdakwa. 26 Dalam pasal 156 ayat (1) KUHAP, definisi eksepsi tidak dirumuskan secara jelas.istilah yang digunakan adalah keberatan. Kepada terdakwa atau penasehat hukumnya diberikan hak untuk mengajukan keberatan.pengertian keberatan yang disebut didalam ini .lebih dekat pengertiannya dengan objection dalam system Common Law, yang berarti perkara yang diajukan terhadap terdakwa mengandung tertib acara yang improper (tidak tepat) atau illegal ( tidak sah).27 I. Mengenai dakwaan kabur Mengenai dakwaan ini adalah dakwaan batal atau, batal demi hukum ,atas alatan dakwaan yang diajukan oleh penuntut umum ,tidak memenuhi Pasal 143 ayat (2) KUHAP . Dakwaan yang tidak memenuhi Pasal 143 ayat (2) di anggap obscure libel (kabur) atau confuse (membingungkan) atau misleading (menyesatkan) yang berakibat sulit bagi terdakwa untuk melakukan pembelaan diri. Tindakan penegak hukum yang menghadapkan terdakwa dengan surat dakwaan yang tidak jelas atau Dikualifikasi sebagai perkosaan terhadap bak asasi atas pembelaan diri. Eksepsi ini meliputi beberapa bentuk, ada bentuk yang tegas disebut dalam Pasal 143 ayat (2) KUEA-P, sedangkan beberapa diantaranya dikembangkan dari ketentuan Pasal 143 ayat (2) berupa konstruksi setiap dakwaan yang mengandung ketidakjelasan, dapat dijadikan eksepsi untuk menyatakan dakwaan batal. 1. Dakwaan tidak memuat tanggal dan tanda tangan Ketentuan Pasal 143 ayat (2) menegaskan: penuntut umum membuat surat dakwaan yang 26 27
55 Yahya Harahap Op. Ch h1m. 123 Ibid.,hIm 123 34
Jurnal KomTekInfo, Vol. 3, No. 1, 2016, Hal 23 – 42 , Copyright@2016 by LPPM UPI YPTK Padang
ISSN CETAK : 2356 – 0010, ISSN ONLINE : 2502-8758
dibea. a. Tanggal,dan b. Tanda tangan Pada prinsipnya penyebutan tanggal dan penandatanganan surat dakwaan bersifat imperative. Apa bila lalai memenuhinya, dapat dikategorikan sebagai dakwaan yang tidak jelas dan sekaligus bertentangan dengan undang-undang dengan demikian, dari pendekatan strict law ataufonnalistic legal thinking dakwaan penuntut umum itu dapat dikualifikasi batal. Akan tetapi,jika keteledoran itu didekati dengan sikap yang luwes berupa pendekatan derical errorbarang kali kelalaian itu dapat ditolerir dengan jelas: 1) Meminta, kepada penuntut umum mencantumkan tanggal dan tanda tangan) Hal itu dapat dilakukan didepan persidangan Memang yang paling ideal perbaikan atas kekeliruan ini dilakukan oleh pengadilan negeri melalui konsultatif, berupa anjuran atau saran agar kekeliruan yang melekat pada surat dakwaan diperbaiki penuntut umum melalui penerapan pasal 144 KUHAP .Pengadilan atau hakim yang menemukan cacat dalam surat dakwaan, kemudian mendiamkannya dengan motivasi untuk menghancurkan dakwaan penuntut umum dengan produk putusan yang menyatakan dakwaan penuntut umum batal, adalah sikap yang tidak terpuji." 2. Dakwaan tidak menyebutkan secara lengkap indentitas terdakwa Pasal 143 ayat (2) huruf a menegaskan dakwaan harus menyebutkan secara lengkap identitas terdakwa terdiri dari a. Nama lengkap b. Tempat lahir c. Umur atau tanggal lahir d. Jenis kelamin e. Kebangsaan f. Tempat tinggal g. Agama h. Pekedaan28 Mengenai kualitas ancaman atas kelalaian penyebutan indentitas sama halnya dengan penyebutan tanggal dan tanda tangan, oleh Karena itu pandangan dan patokan yang diuraikan mengenai masalah tersebut, berlaku sepenuhnya dalam penerapan identitas, dengan acuan penerapan yang lebih spesifik. 1) Tidak menyebutkan sama sekali identitas tersangka didalam surat dakwaan secara imperatif hakim wajib membatalkan surat dakwaan. 2) Surat dakwaan telah menyebut identitas yang paling pokok seperti nama, tempat tinggal,dan kebangsaan Berta umur tetapi ]alai penyebutan identitas agama atau pekerjaan.Tidak mutlak mesti dibatalkan, tetapi lebih tepat didekati dengan sikap fakultatif. 3. Tidak menyebutkan locus delicti dan tempus delicti. Didalam pasal 143 ayat (2) huruf b menegaskan surat dakwaan harus menyebutkan dengan jelas locus delicti dan atau tempus delicti (lex temppres et locus delicti) ruang lingkup yang perlu dibicarakan mengenai hal ini meliputi beberapa aspek: a. Mengenai bentuk kelalaian b. Mengenai cars penyebutan secara alternatif 4. Tidak cermat, jelas dan lengkap uraian mengenai tindak pidana yang didakwakan ketentuan ini diatur dalam pasal 143 ayat (2) huruf b yang memerintahkan, surest dakwaan penuntut umum harus cermat, jelas dan lengkap menguraikan mengenai tindak pidana yang didakwakan. Penafsiran yang umum diberikan terhadap ketentuan ini penuntut umum harus menguraikan secara lengkap dan jelas.29 2. Mengenai penuntutan atas perkara ini gugur. Patokan untuk mengajukan eksepsi atau untuk menjatuhkan putusan dengan amar untuk menyatakan tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima,apa bila tata cara pemeriksaan yang dilakukan tidak memenuhi syarat yang ditentukan atau yang diminta ketentuan undang-undang kedalam kelompok ini dapat dikemukakan. 28 29
Ibid ., hm. 130 Ibid., hlm .130 35
Jurnal KomTekInfo, Vol. 3, No. 1, 2016, Hal 23 – 42 , Copyright@2016 by LPPM UPI YPTK Padang
ISSN CETAK : 2356 – 0010, ISSN ONLINE : 2502-8758
1.
Eksepsi pemeriksaan penyidikan tidak memenuhi syarat ketentuan Pasal 56 ayat (1) KUHAP. Pasal 56 ayat (1) menggaris Miranda Rule yang menegaskan setiap penuntutan atau persidangan, tersangka atau terdakwa didampingi penasehat hukum, ketentuan ini merupakan syarat yang diminta undang-undang apabila tindak pidana yang disangkakan atau didakwakan, diancam dengan pidana coati atau pidana 15 tahun atau lebih. Atau bagi yang tidak mampu dan diancam dengan pidana 5 tahun lebihh tidak mempunyai penasehat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan wajib me.nunj.uk penasehat hukum bagi mereka. apa bila ketentuan pasal 56 ayat (1) tidak dipenuh, dianggap pemeriksaan tidak memenuhi syarat yang diminta undangundang, yang berakibat tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima. 2. Eksepsi pemeriksaan tidak memenuhi syarat klachi delict Tindak pidana yang didakwakan delik aduan (klacht delict) tetapi ternyata penuntutanya kepada terdakwa tampa pengaduan dari korban atau dari orang yang disebut dalam pasal delik yang bersangkutan atau tenggang walctu pengaduan yang digariskan Bab VII (Pasal 72-75) KUHP, tidak dipenuhi oleh karena itu syarat yang diminta atau ditentukan undang-undang tidak dipenuhi oleh penyidik dan penuntut umum (tidak ada pengaduan). Berard tuntutan penuntut uumum terhadap terdakwa, Tidak memenuhi syarat undang-undang, sehingga tuntutan untuk merninta pertanggung jawaban pidana terhadap terdakwa tidak dapat diterima. B. Pertimbangan Putusan Sela MAjelis Hakim terhadap Keberatan/eksepsi Oleh Penasehat Hukum Terdakawa Dalam Perkara Pidana Nomor 23/pid.sus/2011/PN.$Imn. Berdasarkan proses didalam peradilan terhadap penasehat hukum terdakwa mengajukan keberatan/atau eksepsi, atas Surat dakwaan jaksa penuntut umum, sebelum majelis hakim mempertimbangkan eksepsi/atau keberatan penasehat hukurn, terdakwa tersebut, majelis hakim perlu untuk mempertimbangkan mengenai batasan atau ruang lingkup materi eksepsi yang berdasarkan ketentuan pasal 156 ayat (1) KUHAP ada 3 (tiga) jenis yaitu Pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya, Dakwaan tidak dapat diterima dan Surat Dakwaan harus dibatalkan.30 Bahwa keberatan/eksepsi Pengadilan tidak berwenang mengadili ini menyangkut kewenangan relatif ataupun kewenangan absolut, sedangkan keberatan/eksepsi dakwaan tidak dapat diterima dapat diajukan terkait dengan beberapa alatan yaitu: 1. Apa yang didakwakan telah pernah diperiksa dan mempunyai kekuatan hukum tetap atau nebis ini dem 2. Apa yang didakwakan telah lewat waktu atau kedaluwarsa. 3. Apa yang didakwakan kepada terdakwa tidak sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan. 4. Apa yang didakwakan bukan merupakan tindak pidana 5. Apa yang didakwakan merupakan tindak pidana aduan sedangkan prang yang berhak mengadu tidak pernah menggunakan haknya.31 Keberatan/eksepsi mengenai surat dakwaan harus dibatalkan dapat diajukan apabila surat dakwaan yang dibuat oleh Penuntut Umum tidak memenuhi ketentuan pasal 143 atau melanggar pasal 144 ayat (2) dan ayat (3) KUHAP, bahwa dengan demikian eksepsi hanya boleh diajukan terhadap hal-hal yang bersifat prosesuil. Eksepsi tidak diperkenankan menyentuh materi perkara yang akan diperiksa dalam sidang pengadilan yang bersangkutan. Dengan perkataan lain, eksepsi hanya ditujukan kepada aspek formil yang berkaitan dengan penuntutan atau pemeriksaan perkara tersebut oleh Pengadilan, sedang aspek materiil perkara tidak berada dalam lingkup eksepsi .65Selanjutnya majelis hakirn akan mempertimbangkann mengenai keberatan/atau eksepsi yang diajukan oleh penasehat hukum terdakwa. 1. Mengenai dakwaan kabur Penasehat Hukum terdakwa dalam keberatan/eksepsinya poin A menyatakan Dakwaan kabur oleh karena Penuntut Umum salah menuliskan Undang-Undang yang dijadikan dasar Dakwaan yaitu ditulis UU No. 8 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, padahal seharusnya UU No. 11 Tahun 2008 dimana atas hal tersebut diakui oleh Penuntut Umum karena adanya kesalahan pegetikan.32 30
63 Putusan Perkara .No 23/pid.sus/201 I/PN.SLmn.hlm 21 64 Putusan Perkara . No 23/pis.sus/201 I/PN.Simn, hlm 22 32 Putusan Perkara . No 23/pis.sus/2011/PN.Slmn, him 22 31
36
Jurnal KomTekInfo, Vol. 3, No. 1, 2016, Hal 23 – 42 , Copyright@2016 by LPPM UPI YPTK Padang
ISSN CETAK : 2356 – 0010, ISSN ONLINE : 2502-8758
Terhadap keberatan/eksepsi tersebut menurut pendapat Majelis Hakim haruslah dinyatakan tidak dapat diterima, oleh karena meskipun Penuntut Umum salah menuliskan nomor undang-undang yang dijadikan dasar dakwaannya akan tetapi dalam dakwaan telah disebutkan nama dari undang-undang yang bersangkutan secara benar dan mated dakwaan telah diuraikan secara jelas sebagaimana ketentuan pasal 143 KUHAP.33
2. Mengenai penuntutan atas perkara ini gugur Keberatan/eksepsi poin B penuntutan atas perkara ini gugur dengan alatan karma perkara merupakan delik aduan dan atas pengaduan tersebut telah dicabut oleh saksi korban, Majelis Hakim mempertimbangkan-nya sebagai berikut, terdakwa diajukan ke persidangan dengan Dakwaan PERTAMA sebagaimana diatur dalam pasal 45 ayat (1) jo. Pasal 27 ayat (3) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Dakwaan KEDUA Kesatu sebagaimana diatur dalam pasal 318 ayat (1) KUHP Atau Kedua sebagaimana diatur dalam pasal 310 ayat (2) KUHP atau Ketiga sebagaimana diatur dalam pasal 311 ayat (1) KUHP, maka selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan apakah Dakwaan Penuntut Umum tersebut merupakan delik aduan atau bukan, bahwa pasal 27 ayat (3) UU No. 11 Tahun 2008 sebagaimana didakwakan dalam dakwaan PERTAMA berbunyi: "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik" sedangkan pasal 45 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2008 adalah mengenai ancaman hukuman terhadap pelanggaran pasal 27 ayat (1), (2), (3) dan (4), apabila dicermati maka pasal 27 ayat (3) UU No. I I Tahun 2008 adalah merupakan tindak Adana penghinaan dan/atau pencemaran nama baik yang dilakukan dengan cars, mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sehingga meskipun tidak secara tegas disebutkan sebagai delik aduan, akan tetapi karena materinya mengenai penghinaan atau pencemaran nama baik, dimana apabila dihubungkan penghinaan ini gkan dengan ketentuan dalam KUHP maka. tindak pidana penghina termasuk dalam delik aduan, oleh karena itu menurut pendapat Majelis Hakim ketentuan pasal 27 ayat (3) UU No. 11 Tahun 2008 yang dijadikan dasar Dakwaan PERTAMA tersebut adalah merupakan delik aduan, bahwa demikian pula dalam Dakwaan KEDUA pertama (pasal 318 ayat 1 KUHP), Dakwaan KEDUA Kedua (pasal 310 ayat 1 KUHP) atau Dakwaan KEDUA Ketiga (pasal 311 ayat 1 KUHP) adalah juga merupakan tindak pidana penghinaan sehingga juga merupakan delik aduan.34 Terhadap semua tindak pidana penghinaan yang merupakan delik aduan, hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari orang yang menderita (saksi korban) dan dalam perkara, ini juga terdakwa dituntut berdasarkan atas pengaduan yang dilakukan oleh saksi korban Prof. Dr. Koentjoro sebagaimana Laporan Polisi No.Pol. LP/27/l/2010/DIY/SIAGA tanggal 14 Januari 2010, pengaduan yang dilakukan oleh saksi korban Prof. Dr. Koentjoro terhadap terdakwa tersebut pada tanggal 12 Agustus 2010 telah dibuat AKTA PERDAMAIAN dan kemudian juga dibuat SURAT PERMOHONAN PENCABUTAN LAPORAN POLISI terhadap terdakwa oleh saksi korban Prof. Dr. Koentjoro pada tanggal 12 Agustus 2010. " Bahwa selanjutnya perlu Jlpertimbangkan apakah pencabutan pengaduan yang dilakukan oleh saksi korban Prof. Dr. Koentjoro, terhadap terdakwa dalam perkara ini masih diperbolehkan atau tidak, dalam perkara ini, pengaduan dilakukan oleh saksi korban Prof. Dr. Koentjoro pada tanggal 14 Januari 2010 sebagaimana Laporan Po,lisi No.Pol.: LP/27/1/2010/DIY/ SIAGA dan kemudian dicabut berdasarkan SURAT PERMOHONAN PENCABUTAN LAPORAN POLISI tertanggal 12 Agustus 2010, yaitu dalam tenggang waktu hampir 7 (tujuh) bulan.35 Meskipun berdasarkan ketentuan pasal 75 KUHP, orang yang memasukkan pengaduan berhak untuk mencabut kembali pengaduannya dalam tenggang waktu 3 (tiga) bulan sejak yang bersangkutan memasukkan pengaduannya, akan tetapi sesuai dengan alatan adanya delik aduan adalah dalam beberapa hal bagi orang yang bersangkutan (pengadu) akan lebih menguntungkan 33
Putusan Perkara .No 23/pid.sus/201 I/PN.SImn, him 22 68 Putusan Perkara .No 23/pid.sus/201 I/PN.Stmn, hlm 23 35 Putusan Perkara No.23/pid.sus/2011/PN.Slmn, hhn 25 34
37
Jurnal KomTekInfo, Vol. 3, No. 1, 2016, Hal 23 – 42 , Copyright@2016 by LPPM UPI YPTK Padang
ISSN CETAK : 2356 – 0010, ISSN ONLINE : 2502-8758
untuk tidak menuntut perkaranya daripa keuntungan pemerintah (masyarakat) apabila dilakukan penuntutan, oleh karena itu menurut pendapat Majelis Hakim adalah adil bagi korban apabila tenggang waktu pencabutan pengaduan tersebut tidak dibatasi waktu 3 bulan karena tindakan untuk memaafkan oleh saksi korban bisa saja datang setelah lebih dari waktu 3 bulan karena tindakan untuk memaafkan adalah merupakan perasqqn individu yang dapat datang wiring dengan bedalannya waktu, sehingga menurut pendapat Majelis Hakim maka permohonan pencabutan pengaduan oleh saksi korban Prof. Dr. Koentjoro terhadap terdakwa dalam perkara ini meskipun telah melebihi tenggang waktu 3 bulan masih dapat diterima, hal ini sejalan dengan pertimbangan bahwa perkara, yang terjadi antara, saksi Prof. Dr. Koentjorc, dengan terdakwa merupakan delik aduan yang absolut sehingga kepentingan individu (in casu korban) lebih didahulukan daripada kepentingan Negara/masyarakat yang diwakili oleh Jaksa, Penuntut Umum untuk menuntut pelaku (terdakwa), bahwa pertimbangan tersebut sesuai pula dengan Yuri sprudensi/Ntusan Mahkamah Agung RI No. 1600 K/Pid/2009 tanggal 24 Nopember 2009, yang dalam pertimbangan dan putusannya masih menerima pencabutan pengaduan meskipun telah melampaui tenggang waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana ketentuan pasal 75 KUHP.36 Dan selanjutnya, berdasarkan seluruh uraian pertimbangan tersebut diatas, maka Keberatan/Eksepsi poin B yang diajukan Penasehat Hukum terdakwa haruslah dinyatakan dapat diterima dan selanjutnya menyatakan penuntutan atas terdakwa Tony Wijaya, SE., MM., alias Toni dinyatakatan tidak dapat diterima, bahwa oleh karcna, keberatan/eksepsi Penasehat Hukum terdakwa dinyatakan dapat diterima biaya perkara haruslah dibebankan kepada Negara.37 Maka setelah majelis hakim mempertimbangkan semua dasar-dasar didalam perkara ini maka majelis hakim akan memberikan putusan terhadap eksepsi yang diajukan penasehat hukum terdakwa terhadap surat dakwaan jaksa penuntut umum. Didalam pertimbangan putusan seta majelis hakim terhadap keberatan /eksepsi penasehat hukum terdakwa dalam perkara pidana Nomor . 23/pid.sus/2011/PN.Slmn, tersebut maka majelis hakim harus memutuskan dan merneriksa, terlebih dahulu terhadap eksepsi yang diajukan oleh penasehat hukum terdakwa terhadap surat dakwaan jaksa, penuntut umum, apabila eksepsi penasehat hukum terdakwa dinyatakan dapat diterima maka proses pemeriksaan dalam perkara ini harus dihentikan, dan majelis hakim harus membuat putusan terhadap eksepsi yang diajukan penasehat hukum terdakwa, agar menyatakan bahwa penuntutan terhadap perkara ini dihentikan,dan membatalkan surat dakwaan jaksa penuntut umum. Dan namun sebaliknya apa bila ekspesi penasehat hukum terdakwa tidak diterima oleh, majelis hakim, ,maka proses penuntutan di persidangan tetap dilanjutkan untuk diperiksa. Begitu juga putusan pengadilan yang menyatakan dakwaan "batal" atau"batal demi hukum". Apa bila putusan mempunyai kekuatan hukum tetap ,penuntut umum berwewenang untuk mengajukan kembali perkara itu untuk kedua kalinya kepada pengadilan untuk diperiksa dan diadili.38 Agar pengajuan kembali itu tidak kandas untuk kali kedua ,penuntut umum memperbaiki surat dakwaan sesuai dengan apa yang dihendaki pengadilan dalam putusan, jika penuntut umum enggan memperbaikinya, dan tetap berkeras mempertahankan dakwaan yang sudah dinyatakan batal atau batal demi hukum ,sikap yang demikian lebih menonjolkan arogansi atau perseteruan dari dana rasionalitas.39 Sikap dan tindakan penuntut umum yang paling efektif mengadapi putusan pengadilan negeri yang mengabulkan eksepsi dakwaan batal demi hukum: 1. Langsung terima putusan, tidak perlu mengajukan permintaan banding 2. Berbarengan dengan itu, segera dilakukan perbaikan surat dakwaan untuk melimpahkan kembali perkara ke pengadilan negeri,memang penuntut umum bias mengajukan banding dan kasasi dengan harapan pengadilan tinggi membatalkan putusan pengadilan negeri. tindakan ini agar bersifat spekulatif besar kemungkinan pengadilan tinggih dan mahkamah agung akan menguatkannya. Apabila terjadi hal demikian ,kesempatan untuk mengajukan kembali ,memakan 36
Putusan Perkara.No 23/pid.sus/201 I/PN.Slmn, him 25 Putusan Perkara.No 23/pid.sus/201 I/PN.Slmri, hLm 26 38 M.Yahya Harahap, Op.Cit HIm. 133 39 Ibid, h1m.133 37
38
Jurnal KomTekInfo, Vol. 3, No. 1, 2016, Hal 23 – 42 , Copyright@2016 by LPPM UPI YPTK Padang
ISSN CETAK : 2356 – 0010, ISSN ONLINE : 2502-8758
waktu yang panjang" Selanjutnya bentuk,dan sifat putusan tidak final, apa bila ada eksepsi atau tidak ada eksepsi, tetapi tindak pidana yang didakwakan mengandung pemeriksaan yang tidak memenuhi syarat yang diminta atau ditentukan undang-undang, penyelesai yang dilakukan hakim ( pengadilan Negeri). 1. Menjatuhkan "putusan akhir". Hakim langsung menjatuhkan putusan akhir, bukan"putusan sela" 2. Terhadap putusan dapat diajukan "upaya hukum banding dan kasasi. Akan tetap perlu diingat sifat putusan "tidak final" apa bila putusan sela berkuatan tetap, tidak melekat unsure nebis in libel, Karena didalam putusan yang menyatakan tuntutan tidak dapat diterima, sama sekali tidak didasarkan materi pokok dakwaan atau belum menyentuh materi pokok dakwaan yang didakwakan.40 Sehubung dengan itu, perkara pidana tersebut bias" diajukan kembali "kepada terdakwa apabila dilakukan pemeriksaan ulang yang memenuhi persyaratan yang diminta ketentuan undangundang.Misalnya pada kasus klacht delict .apabila dilakukan kembali pemeriksaan yang didasarkan atas pengaduan orang yang berhak untuk itu perkaranya dapat lagi diajukan untuk kali yang kedua.41 Seperti yang dijelaskan Pasal 156 ayat (2) memberikan wewenang kepada hakim untuk "menerima"(mengabulkan) atau "tidak menerima"(menolak) eksepsi yang diajukan terdakwa atau penasehat hukumnya. Setiap penerimaan atau penolakan terhadap eksepsi. "harus" dituangkan hakim dalam "putusan". Dapat dapat diatuangkan dalam putusan sela, atau putusan akhir. a. Dituangkan dalam bentuk "putusan sela" Mari kita lihat beberapa segi mengenai putusan sela yang berkaitan dengan eksepsi, yang terpenting diantaranya. Proses putusan sela, proses nya merujuk kepada pasal 156 ayat (1) KUHAP: b. Didahului dengan pengajuan "keberataan"(eksepsi) oleh terdakwa atau penasehat hukumnya c. Pengajuan eksepsi berbarengan: setelah penuntut umum selesai membacakan dakwaan, jadi setelah penuntut umum selesai membacakan Surat dakwaan hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa atau penaseha hukumnya mengajukan eksepsi. d. Selanjutnya, hakim memberikan hak (kesempatan) kepada penuntut umum untuk menanggapi(menyatakan pendapat) tentang eksepsi dimaksud,dan hal ini bersifat final, dalam arti terhadap pernyataan pendapat penuntut umum tersebut tidak diberi hak lagi kepada terdakwa atau penasehat hukum untuk mengemukakan tanggapan (pendapat), karena undangundang tidak membuka Baling menaggapi antara penuntut umum dengan terdakwa dalam proses eksepsi. e. Setelah penuntut umum menyatakan pendapat, hakim menindaklanjuti dengan: f. Mempertimbangkan eksepsi ,dan Dilanjutkan mengambil "keputusan", dan secara teknis yuridis disebut "putusan :sela" atau interim award 80 1. Hakim menerima eksepsi : Yang dibicarakan lebih lanjut mengenai eksepsi dalam pasal 156 ayat (2) dan seterusnya adalah eksepsi tentang "kewenangan relatif'.Sehubung dengan itu seolah-olah putusan sela yang dapat diajukan hakim, hanya khusus terhadap eksepsi kewenangan relatif saja. Memang kecenderungan undang-undang hanya membicarakan putusan sela atas eksepsi kewenangan mengadili, didasarkan pada alatan, sangat relevan dan urgen untuk segera diselesaikan agar diketahui denganjelas apa kah pengadilan negeri yang bersangkutan berwenang atau tidak untuk mengadilinya. Tujuan nya untuk menghindari jangan sampai terlanjur memeriksa pokok perkara secara tuntas tetapi pada akhirnya ternyata tidak berwewenang untuk mengadilinya. Oleh karena itu, supaya pemeriksaan pokok perkara tidak sia-sia, sangat beralatan untuk menentukan lebih dahulu tentang kewenangan mengadili melalui produk "putusan sela dengan system: 1. Apa bila hakim menerima eksepsi, pemeriksaan perkara"tidak dilanjutkan "(dihentikan), atas alatan pengadilan negeri yang bersangkutan sendiri sudah menyatakan dirinya tidak 40 41
Ibid hlm. 33 Ibid, him.126 18 Ibid, him. 127 39
Jurnal KomTekInfo, Vol. 3, No. 1, 2016, Hal 23 – 42 , Copyright@2016 by LPPM UPI YPTK Padang
ISSN CETAK : 2356 – 0010, ISSN ONLINE : 2502-8758
berwewenang mengadili. Sifat menghentikan atau tidak melanjutkan pemeriksaan perkara dalam hal ini. Bersifat " permanen" "Apa bila penuntut umum "tidak mengajukan perlawanan" kepada pengadilan tinggi terhadap putusan sela (penerimaan eksepsi), berarti putusan menjadi berkuatan hukum tetap: 1) Dengan demikian Pengadilan Negeri tersebut secara permanen tidak berwenang mengadilinya, dan yang berwenang adalah pengadilan (Pengadilan Negeri) lain, dan 2) dalam keadaan yang seperti ini, Pengadilan Negeri dimaksud, harus segera mengambilkan berkas perkara kepada penuntut umum untuk dilimpahkan kepada pengadilan yang berwenang. b. Bersifat "temporer" Dikatakan bersifat "temporer' apabila penghentikan pemeriksaan bersifat "sementara" hal ini terjadi: 1) Apabila penuntut umum mengajukan "perlawanan" kepada Pengadilan Tinggi atas putusan sela (penerimaan eksepsi), 2) Berarti penghentian pemeriksaan adalah sementara sampai ada putusan Pengadilan Tinggi 3) Jika PengadilanTinggi "menolak" perlawanan penuntut umum, sifat temporer berubah menjadi permanen , dan pengadilan (Pengadilan Negeri) mengembalikan berkas kepada penuntut umum untuk limpahkan kepada yang berwenang. 4) Sebaikanya, apabila Pengadilan Tinggih "mengabulkan `atau "menerima" perlawanan penuntut umum , sifatnya temporer penghentian pemeriksaan menjadi "gugur", dan Pengadilan Negeri harus segera melanjutkan pemeriksaan pokok perkara. 2. Hakim menolak eksepsi: Apabila, hakim "menolak" atau " tidak menerima" eksepsi yang diajukan terdakwa tau penasehat hukumnya, berarti Pengadian Negeri yang bersangkutan berwenang untuk mengadilinya. Oleh karena Pengadilan Negeri menganggap dirinya berwenang mengadili: 1. Pemeriksaan perkara "harus dilanjutkan 2. Tidak boleh dihentikan pemeriksaan. Sifat kewenangan mengadili dalam kasus penolakan alat eksepsi. a. Bersifat "permanen" Apabila terhadap putusan penotakan eksepsi, terdakwa atau penasehat hukumnya " tidak mengajukan perlawanan" berarti kewenangan Pengadilan Negeri untuk mengadili bersifat permanen. Penyelesaian pemeriksaan perkara mesti dilanjutkan secara normal. b. Bersifat " temporer" Kalaw terdakwa atau penasehat hukumnya." mengajukan perlawanan" kepada pengadilan Tinggi terhadap putusan yang tidak menerima atau menolak eksepsi: 1) Kewenangan mengadili bersifat"temporer" 2) Jika Pengadilan Tinggi" meneriam: (mengabulkan) perlawanan "gugur" kewenangan Pengadilan Negeri untuk mengadili, dan lansung "menghentikan pemeriksaan, Berta berbarengan dengan itu Pengadilan Negeri segera mengembalikan berkas perkara kepada penuntut umum untuk dilimpahkan kepada pengadilan yang ditunjuk Pengadilan Tinggi dalam putusannya. 3) Kalau Pnegadilan Tinggi " menolak " perlawanan terdakwa atau penasehat hukumnya, sifat kewenangan temporer berupa menjadi "permanen", dan pemeriksaan terus dilanjutkan secara normal. 4) Dituangkan dalam putusan akhir Seperti yang dijelaskan, putusan terhadap eksepsi kewenangan mengadili, pada umumnya dituangkan dalam bentuk "putusan sela" (interim award).sebaliknya ,terhadap dakwaan tidak dapat diterima atau dakwaan batal demi hukum, dituangkan dalam" putusan akhri". Sudah barang tentu,tindakan hukum yang disebut diatas, tidak mutlak dan tidak sesempit itu. Terhadap eksepsi kewenangan mengadili, dapat juga dituangkan dalam putusan akhir. Misalnya, terhadap eksepsi kewenangan mengadili yang diajukan, haikm berpendapat: hal tersebut bare dapat diputus setelah selesai pemeriksaan perkara (pasal 156 ayatr (2) KUHAP). Kalaw ternyata dari hasil pemeriksaan, hakim berpendapat, Pengadilan Negeri tidak berwenang mengadili: 1. Putusan yang diajukan bukan "putusan sela" tetapi " putusan akhir" 2. a.
40
Jurnal KomTekInfo, Vol. 3, No. 1, 2016, Hal 23 – 42 , Copyright@2016 by LPPM UPI YPTK Padang
ISSN CETAK : 2356 – 0010, ISSN ONLINE : 2502-8758
2.
Hakim langsung menghentikan pemeriksaan dan berbarengan dengan itu mengembalikan berkasa perkara pada penuntut umum untuk dilimpahkan ke pengadilan yang berwenang untuk mengadilinya. Namun demikian, tindakan yang paling tepat menghadapi eksepsi tidak berwenang mengadili, diselesaikan melalui putusan selantujuannya agar pemeriksaan lebih efektif, karena melalui system ini, lebih cepat dapat ditentukan pengadilan mans yang berwenang mengadilinya. Putusan merupakan akhir dari suatu perkara yang diperiksa oleh pengadilan yang berwewenang memeriksa dan mengadili perkara tersebut ,dengan keluarnya putusan maka melalui putusan tersebut dapat diketahui apakah terdakwa yang didakwa melakukan suatu tindak pidana bersalah atau tidak Untuk menetukan terdakwa yang dituduh melakukan suatu tindak pidana make dalam putusan pengadilan harus mencantumkan pertimbangan-pertimbangan sebagaimanadasar putusan. Pada waktu pemeriksaan dinyatakan selesai maka hakim ketua sidang menyatakan bahwa pemeriksaan dinyatakan di tutup, sesudah itu hakim mengadakan musyawarah terakhir untuk mengambil keputusan dan apabila perlu musyawarah itu diadakan setelah terdakwa,saksi,penasehat hukum ,penuntut umum dan dihadiri meninggalkan ruang sidang .pasal 182 ayat (4) menyatakan musyawarah harus didasarkan Surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan disidang. pada dasarnya putusan dalam musyawarah majelis merupakan hasil dari pemufakatan bulat kecuali jika hal itu setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh tidak dapat dicapai make berlaku yang tercantum pada pasal 182 ayat (6) sebagai berikut: 1. Putusan diambil dengan suara terbanyak 2. Jika ketentuan pada huruf (a) tidak juga dapat diperoleh maka putusan yang dipilih adalah pendapat hakim yang paling menguntungkan bagi terdakwa. Ketentuan tersebut sangat menguntungkan bagi terdakwa jika seorang hakim memandang perlu apa yang didakwakan telah terbukti dan oleh karena itu terdakwa harus dipidana.sedangkan seorang hakim menyatakan bahwa hal tidak terbukti dan hakim ketiga abstain,maka terjadi lah pembebasan. Pada pertimbangan hukum dalam pengadilan yang diberikan oleh majelis hakim terhadap terdakwa atas diajukan nya eksepsi/atau keberatan oleh penasehat hukum terdakwa pada perkara No.23/pid.sus/2011/PN.Slmn. Majels Hakim dalam perkara ini memberikan pertimbanganpertimbangan hukum yang dijadikan dasar putusan, secara garis besar dapat diuraikan sebagaimana berikut: 1. Membaca dan mempelajari berkas perkara 2. Mendengarkan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) 3. Mendengarkan eksepsi/ atau keberatan yang diajukan oleh penasehat hukum terdakwa. 4. Mendengarkan jawaban atau tanggapan atas eksepsi/atau keberatan penasehat hukum. 5. Menimbang atas eksepsi/atau keberatan penasehat hukum 6. Menimbang tanggapan yang diajukan jaksa penuntut umum atas eksepsi penasehat hukum terdakwa. Keharusan dalam mencantumkan pertimbangan dalam setup putusan dinyatakan dengan tegas dalam ketentuan pasal 197 ayat (1) huruf d yang menyatakan: pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat bukti yang diperoleh dari oemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penuntutan kesalahan terdakwa. Mengenai pencantumkan pertimbangan dalam putusan sebagai suatu keharumn juga ditentukan secara tegas dalam ketentuan pasal 25 ayat (1) Undang-undang No 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman yang menyatakan: Segala putusan pengadilan selain harus memuat alatan dan dasar putusan tersebut ,memuat pula pasal-pasal tertentu dari peraturan-peraturan yang bersangkutan atau somber tak tertulis dasar untuk mengadili.
41
Jurnal KomTekInfo, Vol. 3, No. 1, 2016, Hal 23 – 42 , Copyright@2016 by LPPM UPI YPTK Padang
ISSN CETAK : 2356 – 0010, ISSN ONLINE : 2502-8758
4.PENUTUP Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah penulis lakukan, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut: 1. Proses pemeriksaan tindak pidana pencemaran nama baik ,didalam perkara ini majelis hakim menjatukan putusan seta karena didalam proses peradilan didalam perkara, ini setelah jaksa penuntu umum membacakan Surat dakwaan, penasehat hukum terdakwa mengajukan eksepsi/atau keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum ,dan jaksa penuntut umum juga memberikan tanggapan atas eksepsi penasehat hukum terdakwa. maka majelis hakim harus memberikan putusan terhadap eksepsi penasehat hukum terdakwa apakah dapat diterima atau tidak. 2. Majelis hakim dalam mempertimbangkan perkara ini menyatakan bahwa eksepsi/atau keheratan yang diajukan oleh penasehat hukum terdakwa dapat diterima dan menyatakan penuntutan atas perkara ini dibatalkan dan penuntutan dakwaan penuntut umum tidak dapat diterima pertimbangan majelsi hakim ini juga berdasarkan atas petimbangan —pertimbangan secara hukum pidana.
DAFTAR KEPUSTAKAAN A. BUKU-BUKU Adami Chaziwi,Hukum Pidana Positif Penghinaan Tindak Pidana Menyerang Kepentingan Hukum, Mengenai Martabat Kehormatan dan Martabat Hama Baik Orang Bersifat Pribadi Maupun Komunal ,PAM, Surabaya, 2009. Andi Hamzah ,Hukum Acara Pidana Indonesia,Sinar Grafika,Jakarta, Edisi Revisi,1996 Hukum Acara Pidana Indonesia,Sinar Grafika,Jakarta Edisi Kedua,2009 C.S.T.Kansil .Pengatar llmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia,Balai Pustaka, Jakarta ,1989. Harum H.M usein.teknik penyusunan fungsi dan permasalahan didalam surat dakwaan Ledeng Marpaung ,Tindak Pidana Terhadap Kehormatan ,Sinar Grafika, Jakarta, 2 010 M.Yahya Harahap. Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP.Edisi Kedua,Sinar Graft,Jakarta 2010 M.Kadadi dan R.soesilo ,Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana dengan Penjelasan Resmi dan Komentar , Politeia , Bogor, 1997 Moeljatno , Asas-Asas Hukum,Renika Cipta,Jakarta,1993 100P.A.F Lamintang dan Theo Lam intang,Kejahatan Melanggar Norma Kesusilaan & Norma Kepatutan ,Sinar Grafika,Jakarta ,2009 Putusan No:23/Pid.sus/2011/PN.Slmn Suharto RM,Hukum Pidana Materil ,Sinar Grafika,Jakarta, 1996 Thamrin ,Metode Penelitian ,Sari,Kuliah,Pekanbaru, 1996 Widono Prodjodkoro ,Hukum Acara di Indonesia,Sumur Bandung, Jakarta , 1976 Perbuatan Melanggar Hukum ,Sumur Bandung, Jakarta, 1976 B. Jurnal: Zulkarenain S,"Analisi Terhadap Cyber Crime Sebagai Kejahatan dalam Masyarakat',Mahkamah,Volume3,nomor 1, April,201 1. C. Peraturan perundang-undangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik D. .Kamus Departemen Pendidikan Nasional,Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,2002
42