ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM PENGADILAN NEGERI BANGKALAN MADURA DALAM MEMERIKSA DAN MEMUTUS PERKARA CAROK (STUDI PUTUSAN NO. 183/PID.B/2002/PN.BKL)
Penulisan Hukum (Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh Prisilia Purwardhani E.0006199
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Manusia
sebagai
makhluk
sosial,
baik
dalam
kehidupan
bermasyarakat maupun kehidupan bernegara selalu mengadakan interaksi dan hubungan dengan manusia lainnya. Setiap interaksi yang dilakukan tersebut tidak jarang dapat menimbulkan masalah sebagai akibat adanya perbedaan kepentingan di antara mereka. Untuk menghindari konflik yang terjadi karena perbedaan kepentingan tersebut maka diciptakan aturan hukum. Negara Republik Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum, ketentuan ini tercantum dalam penjelasan UUD 1945 yang secara tegas menyatakan bahwa “Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (recht staat) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machstaat)”. Dalam Pembukaan UUD 1945 diamanatkan kepada bangsa Indonesia untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan kertertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Pengertian tentang hukum berbeda-beda menurut para ahli. Utrech berpendapat bahwa hukum adalah himpunan perintah dan larangan untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat. Oleh karena itu masyarakat harus mematuhinya. Simorangkir berpendapat bahwa hukum adalah peraturan yang bersifat memaksa dan sebagai pedoman tingkah laku manusia dalam masyarakat yang dibuat oleh lembaga yang berwenang serta bagi siapa saja yang melanggarnya akan mendapatkan hukuman. Berdasarkan pengertian hukum tersebut, dapat disimpulkan bahwa hukum berupa perintah dan larangan yang bersifat memaksa dan apabila ada yang melanggarakan mendapat sanksi hukum. (www.google.com/definisihukum diakses tanggal 20 Mei 2010).
Dengan adanya aturan hukum, setiap orang harus mematuhinya, tidak boleh bertindak semaunya sendiri. Harus berdasarkan pada aturan hukum yang telah ditetapkan. Pada dasarnya hukum mempunyai 2 (dua) fungsi, yaitu : 1. Untuk menakut-nakuti setiap orang agar mereka tidak melakukan perbuatan pidana (fungsi preventif); dan 2. Untuk mendidik orang yang telah melakukan perbuatan yang tergolong perbuatan pidana agar mereka menjadi orang yang baik dan dapat diterima kembali dalam masyarakat (fungsi represif). (www.google.com/fungsihukum diakses pada tanggal 20 Mei 2010). Meski hukum mengandung sanksi yang tegas bagi yang melanggar, tetapi masih banyak masyarakat yang melanggar hukum. Pelanggaran terhadap aturan hukum dikenai sanksi sesuai dengan aturan yang ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam proses pemidanaan tidak lepas dari peran aparat penegak hukum terutama hakim. Hakim sebagai aparat penegak hukum melalui putusan pengadilan berperan mentranformasikan ide-ide yang bersumber pada nilai-nilai moral yang bersifat abstrak ke dalam peristiwa konkrit, sehingga putusan hakim memvisualisasikan asas-asas yang abstrak menjadi kaidah hukum konkrit. Dalam setiap perkara akan dilihat, diakui atau dibenarkan telah terjadi peristiwa tersebut. Hakim melakukan pembuktian dengan alat-alat bukti dalam mendapatkan kepastian peristiwa tersebut dikualifisir termasuk dalam hubungan hukum apa atau yang mana. Hakim akan mencari ketentuanketentuan yang dapat diterapkan pada peristiwa hukum yang bersangkutan. Jadi, hakim akan menerapkan hukum terhadap peristiwa dan menilainya serta pada gilirannya menetapkan hukumnya kepada peristiwa yang bersangkuta, barang tentu ia memberikan keadilan sesuai dengan penilaiannya. Eksistensi keadilan memerlukan peranan hakim dalam penerapannya. Konkretisasi keadilan hanya mungkin bilamana hakim memahami kenyataan sosial yang terjadi di masyarakat. (www.google.com/perananhakimdalammenerapkanhukum diakses tanggal 27 Mei 2010). Orang Madura memiliki karakteristik yang khas dimana dalam banyak hal tidak dapat disamakan dengan karakteristik masyarakat etnik lain. Suatu realitas yang tidak perlu dipungkiri bahwa karakteristik Madura
cenderung dilihat orang luar lebih pada sisi yang negatif. Pandangan itu berangkat dari anggapan bahwa karakteristik orang Madura itu mudah tersinggung, gampang curiga pada orang lain, temperamental atau gampang marah, pendendam serta suka melakukan tindakan kekerasan. Komunitas masyarakat Madura memiliki rasa persaudaraan yang sangat tinggi, sampai timbul suatu asumsi jika salah satu anggota keluarga mereka sakit baik itu jasmani ataupun rohani, maka anggota keluarga yang lain juga akan merasa sakit. Cara apapun akan dilakukan untuk mengembalikan serta memulihkan harkat dan martabat yang telah direndahkan atau dipermalukan. Adapun cara yang dimaksud adalah menghilangkan nyawa orang lain, dengan kata lain membunuh kalau itu dianggap perlu. Carok sebagai suatu fenomena sosial dapat ditafsirkan dari dua sudut yang berbeza. Dari sudut pandang authority-defined (yang bertitik tolak dari kaca mata pihak yang berkuasa), carok tentunya dianggap bertentangan dengan peradaban manusia. Oleh yang demikian carok dianggap sebagai suatu tindakan jenayah yang perlu dihentikan. Carok di mata orang Madura tentunya ditafsirkan berdasarkan pengalaman, nilai dan norma yang menyelubungi kehidupan mereka. Dari sudut pandang everyday-defined, orang Madura membezakan antara kes bunuh dan carok. Sesuatu kejadian yang berakhir dengan pembunuhan dianggap sebagai kes bunuh atau jenayah apabila ia berlaku tidak berlandaskan alasan membela maruah diri. (Mohamad Fauzi B. Sukimi, 2004, No.65, 91-110).
Carok adalah suatu tindakan atau upaya pembunuhan (karena ada kalanya berupa penganiayaan berat), menggunakan senjata tajam, pada umumnya celurit, yang dilakukan oleh orang laki-laki (tidak pernah perempuan) terhadap laki-laki lain yang dianggap telah melakukan pelecehan terhadap harga diri (baik secara individu sebagai suami maupun secara kolektif yang mencakup kerabat atau keluarga), terutama berkaitan dengan masalah kehormatan istri, sehingga membuat malo (malu). (A. Latief Wiyata, 2006 : 184). Menghilangkan nyawa orang lain atau membunuh dengan tujuan untuk mengembalikan harkat dan martabat keluarga, oleh sebagian masyarakat Madura dianggap hal wajar dan bukan merupakan suatu tindak kejahatan. Pepatah Madura mengatakan, “Pote mata ben pote tolang, lebbi
bagus pote tolang”, artinya lebih baik mati daripada hidup menanggung malu. Dalam Carok ada pihak yang menang dan kalah. Pihak yang kalah nantinya akan menuntut balas pada pihak yang menang. Tujuannya adalah satu yaitu untuk mengembalikan harkat dan martabat keluarga mereka yang sudah dipermalukan dengan adanya kekalahan tersebut. Carok bisa saja akan berkembang menjadi balas dendam antar keluarga dari pihak yang terlibat. Tidak akan berhenti sampai mereka menyadari bahwa perbuatan yang mereka lakukan hanya akan menimbulkan kerugian, baik materi atau non-materi. Dalam peristiwa carok sudah dapat dipastikan akan jatuh korban, dari yang luka-luka berat atau bahkan meninggal dunia, dari situ dapat disimpulkan bahwa Carok dapat disebut kejahatan berupa penganiayaan atau bahkan pembunuhan. Untuk itu sebagai Negara hukum maka segala bentuk kejahatan yang terjadi harus diproses sesuai dengan hukum yang berlaku. Namun, saat ini dirasa penegakan hukum di Indonesia masih kurang tegas, karena tindak kejahatan seperti Carok masih dapat dijatuhkan hukuman ringan. Berdasar hal tersebut diatas, serta dikarenakan Madura memiliki budaya yang khas dibanding daerah lain, maka Penulis sangat tertarik untuk mengadakan penelitian dalam rangka tugas akhir dengan judul : ”ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM PENGADILAN NEGERI BANGKALAN MADURA DALAM MEMERIKSA DAN MEMUTUS PERKARA CAROK (STUDI PUTUSAN NO. 183/Pid.B/2002/PN.Bkl)”
B. PERUMUSAN MASALAH Perumusan masalah dibuat dengan tujuan untuk memecahkan masalah pokok yang timbul secara jelas dan sistematis. Perumusan masalah ini dimaksudkan untuk lebih menegaskan masalah-masalah yang akan diteliti, sehingga dapat ditentukan suatu pemecahan yang tepat dan mencapai tujuan yang diinginkan.
Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apa yang menjadi pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Bangkalan Madura dalam memeriksa dan memutus perkara Carok ?
C. TUJUAN PENELITIAN Suatu penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas. Tujuan penelitian adalah hal-hal yang hendak dicapai oleh penulis melalui penelitian yang berhubungan dengan rumusan masalah yang sudah ditetapkan. Tujuan penulisan ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Tujuan Obyektif Untuk mengetahui yang menjadi pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Bangkalan Madura dalam memeriksa dan memutus perkara Carok.
2. Tujuan Subyektif a. Untuk memperoleh data-data sebagai bahan utama penyusunan penulisan hukum untuk memenuhi persyaratan wajib bagi setiap mahasiswa dalam meraih gelar kesarjanaan di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. b. Untuk menambah, memperluas, dan mengembangkan pengetahuan dan pengalaman serta pemahaman aspek hukum dalam teori dan praktek di lapangan hukum yang sangat berarti bagi penulis. c. Memberikan
gambaran dan sumbangan pemikiran bagi ilmu
pengetahuan Hukum Acara, khususnya Hukum Acara Pidana.
D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat teoritis a. Menambah wacana kepustakaan di bidang ilmu hukum khususnya mengenai pertimbangan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara Carok.
b. Hasil penelitian dapat digunakan untuk menambah referensi di bidang karya ilmiah yang dapat mengembangkan ilmu pengetahuan. c. Penelitian ini merupakan latihan dan pembelajaran dalam menerapkan teori yang diperoleh sehingga menambah pengetahuan, pengalaman, dan dokumentasi ilmiah.
2. Manfaat Praktis a. Dapat memberikan masukan khususnya terhadap Hakim Pengadilan Negeri Bangkalan terkait dengan pertimbangan dalam memeriksa dan memutus perkara Carok. b. Dapat dipergunakan sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan langsung dengan penelitian ini. c. Sebagai praktek dan teori penelitian dalam bidang hukum dan juga sebagai praktek dalam pembuatan karya ilmiah dengan suatu metode penelitian ilmiah.
E.
Metode Penelitian Sebelum penulis menguraikan tentang metodologi yang digunakan dalam penelitian, terlebih dahulu penulis akan menguraikan mengenai pengertian dari metodologi. Metodologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu methodos dan logos. Methodos berarti cara atau metode utama yang digunakan untuk mencapai tujuan. Logos berarti ilmu, jalan dan melalui. Jadi metodologi penelitian adalah ilmu tentang cara-cara untuk mengembangkan dan menguji kebenaran suatu peristiwa. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau
data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan-bahan tersebut disusun secara sistematis, dikaji, kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang terjadi. Penelitian hukum normatif ini menurut Soerjono Seokanto merupakan penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. Penelitian ini dapat pula dinamakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan (Soerjono Soekanto, 2006 : 13-14).
2. Sifat Penelitian Sifat penelitian ini adalah deskriptif, yaitu suatu penelitian yang memberikan data seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, gejala – gejala lainnya (Soerjono Soekanto, 2006 :10).
3. Pendekatan penelitian Menurut Peter Mahmud, terdapat beberapa pendekatan penelitian hukum. Dengan pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya. Pendekatan–pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah pendekatan undang–undang (statue approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan
komparatif
(comparative
approach),
dan
pendekatan
konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud, 2008 : 93). Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kasus (case approach). Pendekatan kasus digunakan dengan menelaah sebuah kasus dan putusan yang terkait dengan isu hukum yang ada. Putusan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Putusan Nomor 183 /Pid.B /2002/ PN/ Bkl tentang perkara Carok Massa.
4. Jenis dan Sumber Data Data adalah hasil penelitian baik berupa fakta-fakta atau angka yang dapat dijadikan bahan untuk menyusun suatu informasi, sedangkan yang dikatakan informasi adalah hasil pengolahan data yang dipakai untuk suatu keperluan. Jenis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder. Data sekunder, yaitu data atau informasi yang berupa dokumendokumen, arsip-arsip, laporan, perundang-undangan, atau bahkan beberapa literatur lainnya, dan juga dari situs internet yang mendukung penelitian ini. Sumber data sekunder, terdiri dari : a. Bahan hukum primer : Putusan No.183/Pid.B/2002/PN.Bkl Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman b. Bahan hukum sekunder : Buku-buku, referensi, jurnal-jurnal hukum yang terkait, internet, dan lain-lain. c. Bahan hukum tersier : Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Hukum, dan lain-lain.
5. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan dan studi dokumen. Teknik ini merupakan teknik pengumpulan data dengan mempelajari, membaca, dan mencatat buku– buku, literatur, catatan–catatan, peraturan perundang–undangan serta artikel–artikel penting dari media internet dan erat kaitannya dengan pokok–pokok masalah yang digunakan untuk menyusun penulisan hukum ini yang kemudian dikategorisasikan menurut pengelompokan yang tepat.
6. Teknik Analisa Data Analisa data adalah proses mengorganisasikan dan mengumpulkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan. Analisa data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah analisa data kualitatif, yaitu data yang terkumpul akan dianalisa dengan mereduksi data, menyajikan data, dan kemudian akan ditarik suatu kesimpulan. F. Sistematika Penulisan Hukum Untuk
memberikan
gambaran
secara
menyeluruh
tentang
sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan penulisan hukum, maka penulis menggunakan sistematika penulisan hukum yang terdiri dari empat bab, dimana tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan penulisan hukum ini. Sistematika penulisan hukum tersebut adalah sebagai berikut : BAB I
PENDAHULUAN Dalam bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini diuraikan tinjauan pustaka yang diawali dengan kerangka teoritis yang meliputi tinjauan tentang hakim, tinjauan tentang putusan pengadilan, tinjaun tentang pertimbangan hakim, tinjauan tentang surat dakwaan, tinjauan tentang Carok, dan diakhiri dengan kerangka pemikiran.
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini diuraikan tentang hasil penelitian yang membahas tentang apa yang menjadi pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Bangkalan Madura dalam memeriksa dan memutus perkara Carok.
BAB IV
PENUTUP Dalam bab ini diuraikan tentang simpulan dari hasil pembahasan dan saran – saran terkait permasalahan yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Hakim a. Pengertian Hakim Dalam suatu negara hukum (rechtstaat), hakim dalam menegakkan hukum dan keadilan merupakan salah satu sendi dasar yang pokok dan utama. Pengertian hakim menurut Pasal 1 ayat (8) KUHAP : ”Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili.” Seorang hakim dalam mengadili/menangani perkara, diharapkan dapat bertindak arif dan bijaksana, menjunjung tinggi nilai keadilan dan kebenaran materiil, bersifat aktif dan dinamis, berlandaskan pada perangkat hukum positif, melakukan penalaran logis sesuai dan selaras dengan teori dan praktik sehingga semuanya itu bermuara pada putusan yang akan dijatuhkannya yang dapat dipertanggungjawabkan dari aspek ilmu hukum itu sendiri, hak asasi terdakwa, masyarakat dan negara, diri sendiri, serta demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (Lilik Mulyadi, 2007 : 65). b. Kekuasaan Hakim Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka, seperti yang dinyatakan dalam Pasal 24 dan Pasal 25 UUD 1945. ”Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Berhubung dengan itu harus diadakan jaminan dalam undangundang tentang kedudukan para hakim.” Kebebasan hakim tersebut tidak dapat diartikan bahwa hakim dapat melakukan tindakan sewenang-wenang terhadap suatu perkara yang sedang ditanganinya, akan tetapi hakim tetap terikat pada peraturan hukum yang ada.
Masalah kebebasan hakim perlu dihubungkan dengan masalah bagaimana hakim dalam menangani suatu perkara dapat menemukan hukum
berdasarkan
keyakinannya.
Kebebasan
hakim
dalam
menemukan hukum bukan berarti bahwa hakim dapat menciptakan hukum. Dalam hal menemukan hukum ini, hakim dapat bercermin pada jurisprudensi dan dapat juga melalui pendapat para ahli hukum terkenal yang biasa disebut dengan doktrin. Jurisprudensi adalah suatu putusan hakim yang digunakan hakim lain sebagai acuan dalam menangani suatu perkara. Berkaitan dengan kebebasan hakim, perlu dijelaskan mengenai posisi hakim yang tidak memihak. Istilah tidak memihak di sini berarti dalam menjatuhkan suatu putusan hakim harus memihak kepada yang benar. Hakim tidak boleh berat sebelah dalam pertimbangan dan penilaiannya. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman, yang berbunyi ”Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.”
c. Tugas, Kewajiban, dan Tanggung Jawab Hakim Dalam rangka penegakan hukum di Indonesia, tugas hakim adalah menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila melalui perkara-perkara yang dihadapkan kepadanya sehingga keputusan yang diambilnya mencerminkan rasa keadilan bangsa dan rakyat Indonesia. Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman, ada 3 (tiga( tugas penting yang harus dilaksanakan oleh hakim, yaitu : 1) Tugas Pokok Tugas pokok seorang hakim yaitu menerima, memeriksa, mengadili, serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Tugas pokok hakim ini diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 tahun 1970.
2) Tugas Yuridis Tugas
yuridis
seorang
hakim
pertimbangan-pertimbangan,
yaitu
serta
memberi
nasehat-nasehat
keterangan, mengenai
masalah-masalah hukum kepada lembaga negara yang lain apabila diminta. Tugas yuridis hakim ini diatur dalam Pasal 25 UndangUndang Nomor 14 Tahun 1970. 3) Tugas Akademis Dalam melaksanakan tugas akademis hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib mengadili, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Tugas akademis hakim ini diatur dalam pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970. Tugas hakim tidak berhenti setelah putusan dijatuhkan terhadap terdakwa, tetapi berlanjut ke tahap pelaksanaan putusan. Hakim masih mempunyai tugas sebagai hakim pengawas dan pengamat, seperti yang diatur dalam Pasal 277 KUHAP yang berbunyi : (1)Pada setiap peradilan harus ada hakim yang diberi tugas khusus untuk membantu ketua dalam melakukan pengawasan dan pengamatan terhadap putusan pengadilan yang menjatuhkan pidana perampasan kemerdekaan. (2)Hakim sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) yang disebut hakim pengawas dan pengamat ditunjuk oleh Ketua Pengadilan untuk paling lama dua tahun. Pasal 277 KUHAP tersebut menunjukkan bahwa hakim setelah menjatuhkan putusan masih memiliki tanggung jawab terhadap pembinaan dan masa depan narapidana. Apabila tugas ini berjalan dengan baik, maka hakim dapat memberi koreksi terhadap putusan yang telah dijatuhkannya. Hakim dapat melihat apakah putusannya efektif dan mengenai tujuan yang hendak dicapai dengan jelas, ukuran dan pelaksanaan pidana yang telah dijatuhkan.
Dalam menegakkan hukum dan keadilan, seorang hakim mempunyai beberapa kewajiban. Kewajiban hakim sebagai salah satu lembaga peradilan tertuang dalam Bab IV Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman. Kewajibankewajiban hakim tersebut, yaitu : 1) Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang ada dalam masyarakat (Pasal 27 ayat (1)). 2) Untuk menetapkan berat atau ringannya hukuman, hakim hendaklah memperhatikan sifat-sifat yang baik dan buruk yang ada pada si tertuduh (Pasal 27 ayat (2)). 3) Hakim mesti mengundurkan diri, apabila perkara yang diperiksanya menyangkut perkara dari keluarga sedarah sampai derajat ketiga atau semenda (Pasal 28 ayat (2)). 4) Hakim ketua sidang, hakim anggota, dan bahkan jaksa atau panitera yang masih terikat dalam hubungan keluarga sedarah sampai derajat ketiga atau semenda dengan yang diadili, wajib pula mengundurkan diri dari pemeriksaan perkara itu (Pasal 28 ayat (3)). 5) Sebelum memangku jabatan hakim diwajibkan untuk bersumpah atau berjanji menurut agama dan kepercayaannya (Pasal 29) Tanggung jawab hakim secara formal yuridis bersumber pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman terutama Pasal 4 ayat (1) yang berbunyi ”Peradilan
dilakukan
DEMI
KEADILAN
BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA.” Berkenaan dengan tanggung jawab hakim, penjelasan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa ”Hakim sebagai organ pengadilan dianggap memahami hukum. Pencari keadilan datang padanya untuk memohon keadilan. Andai kata ia tidak menemukan hukum tertulis, ia wajib menggali hukum tidak tertulis untuk memutus berdasarkan hukum sebagai seorang yang bijaksana dan bertanggung
jawab penuh kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, masyarakat, bangsa dan negara.”
2.
Tinjauan Umum tentang Putusan Pengadilan a. Pengertian Putusan Pengadilan Putusan hakim atau putusan pengadilan merupakan aspek penting dan diperlukan untuk menyelesaikan perkara pidana. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa putusan pengadilan di satu pihak berguna bagi terdakwa memperoleh kepastian hukum (rechtszekerheids) tentang statusnya dan sekaligus dapat mempersiapkan langkah berikutnya terhadap putusan tersebut, dalam arti dapat berupa menerima putusan, melakukan upaya hukum verzet, banding, atau kasasi, grasi dan sebagainya. Sedangkan di lain pihak, apabila ditelaah melalui visi hakim yang mengadili perkara, putusan hakim adalah mahkota dan puncak pencerminan nilai-nilai keadilan, kebenaran hakiki, hak asasi manusia, penguasaan hukum atau fakta secara mapan, mumpuni, dan faktual serta visualisasi etika, mentalitas, dan moralitas dari hakim yang bersangkutan. (Lilik Mulyadi, 2007 : 119). Beberapa pendapat mengenai pengertian putusan pengadilan adalah sebagai berikut : ”Putusan Pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang – undang” (Pasal 1 butir 11 KUHAP). ”Putusan Pengadilan adalah pernyataan hakim di sidang pengadilan yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum” (Andi Hamzah, 2008 : 126). ”Putusan yang diucapkan oleh hakim karena jabatannya dalam persidangan perkara pidana yang terbuka untuk umum setelah melalui proses dan prosedural hukum acara pidana pada umumnya berisikan amar pemidanaan atau bebas atau pelepasan dari segala tuntutan hukum dibuat dalam bentuk
tertulis dengan tujuan menyelesaikan perkara” (Lilik Mulyadi, 2007 : 121). Putusan pengadilan negeri dapat dinyatakan dan diumumkan oleh hakim ketua sidang setelah menyatakan bahwa pemeriksaan ditutup, dengan ketentuan dapat membukanya sekali lagi, baik atas kewenangan hakim ketua sidang karena jabatannya maupun atas permintaan penuntut umum atau terdakwa atau penasehat hukum dengan memberikan alasannya. Putusan pengadilan dapat dinyatakan dan diumumkan pada hari itu juga atau pada hari lain yang sebelumnya harus diberitahukan kepada penuntut umum, terdakwa atau penasehat hukumnya. (Pasal 182 ayat (8)).
b.
Syarat Sahnya Putusan Pengadilan Pasal 195 KUHAP menyatakan bahwa ”Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan di sidang terbuka untuk umum”. Pasal 197 ayat (1) KUHAP mengatur formalitas yang harus dipenuhi suatu putusan hakim. 1) kepala putusan yang dituliskan berbunyi; ”DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”; Berkaitan dengan falsafah yang kita anut, penegakan hukum yang dicita-citakan bangsa Indonesia keadilan berdasarkan keTuhanan. Ridho Tuhan selalu diharapkan dalam setiap tindakan penegakan hukum. 2) identitas terdakwa; Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa. Guna menjamin kepastian hukum bahwa orang yang dijatuhi pidana adalah terdakwa yang sedang diadili. Identitas yang tertera dalam putusan harus benar-benar sama dengan yang tertera dalam berita acara persidangan.
3) dakwaan sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan penuntut umum; Putusan memuat keseluruhan isi surat dakwaan yang dibuat penuntut umum. Dakwaan yang terdapat dalam surat dakwaan diambil alih dalam putusan secara keseluruhan. 4) pertimbangan yang lengkap; Disusun secara jelas mengenai fakta dan keadaan beserta alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa. 5) tuntutan pidana penuntut umum; Biasanya kesimpulan tuntutan pidana atau rekuisitoir penuntut umum ditempatkan antara uraian identitas terdakwa dengan surat dakwaan. 6) pasal peraturan perundang–undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan yang pasal peraturan perundang – undangan yang menjadi
dasar
hukum
dari
putusan
disertai
keadaan
yang
memberatkan dan yang meringankan terdakwa; 7) hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara diperiksa oleh hakim tunggal; 8) pernyataan kesalahan terdakwa; Berupa pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan; 9) ketentuan
kepada
siapa
biaya
perkara
dibebankan
dengan
menyebutkan jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti; 10) keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan di mana letaknya kepalsuan itu, jika terdapat surat otentik dianggap palsu; 11)
perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan;
12) hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang memutus dan nama panitera.
Pasal 197 ayat (2) berisi mengenai putusan batal demi hukum, ”Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat 1 huruf a, b, c, d, e, f, g, h, i, j, k, dan l pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum”. Kemudian dalam Pasal 200 KUHAP dikatakan bahwa surat putusan ditandatangani oleh hakim dan panitera seketika setelah putusan itu diucapkan.
c.
Proses Pengambilan Putusan Pengadilan Sesudah pemeriksaan dinyatakan ditutup, hakim mengadakan musyawarah terakhir untuk mengambil keputusan dan apabila perlu musyawarah itu diadakan setelah terdakwa, saksi, penasehat hukum, penuntut umum, dan hadirin meninggalkan ruangan sidang. Musyawarah dilakukan berdasar surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di persidangan. (Andi Hamzah, 1996 : 292). Dalam Pasal 182 ayat (4) KUHAP diatur bahwa dalam musyawarah tersebut, hakim ketua majelis mengajukan pertanyaan kepada anggotanya dimulai dari anggota Majelis Hakim yang termuda hingga yang tertua mengenai pendapat dan penilaian terhadap perkara dan yang terakhir mengemukakan pendapatnya adalah hakim ketua majelis. Semua pendapat harus disertai pertimbangan beserta alasannya. Hal–hal yang harus dipenuhi sebelum Majelis hakim yang mengadili suatu perkara menjatuhkan putusan adalah sebagai berikut : 1) apakah Pengadilan Negeri tempat Majelis Hakim bersidang berwenang memeriksa perkara tersebut; 2)
apakah surat dakwaan telah memenuhi syarat;
3)
apakah dakwaan dapat diterima atau tidak;
4)
perbuatan mana yang telah terbukti di persidangan, unsur–unsur mana yang terbukti dan apa alat bukti yang mendukungnya, serta mana yang tidak terbukti;
5) apakah terdakwa dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya tersebut;
6) apakah hukuman yang patut dan adil yang dijatuhkan kepada terdakwa. Dalam Pasal 182 ayat (5) KUHAP diatur bahwa sedapat mungkin musyawarah majelis merupakan permufakatan bulat, kecuali jika hal itu telah diusahakan sungguh-sungguh tidak dapat dicapai, maka ditempuh dengan 2 (dua) cara : 1) putusan diambil dengan suara terbanyak; 2) jika yang disebut pada a tidak dapat diperoleh, maka yang dipakai adalah pendapat hakim yang paling mengeuntungkan bagi terdakwa. Ketentuan tersebut sangat menguntungkan terdakwa, karena jika seorang hakim memandang apa yang didakwakan telah terbukti dan oleh karena itu terdakwa harus dipidana, sedangkan seorang hakim lagi menyatakan bahwa hal itu tidak terbukti dan hakim yang ketiga abstain, maka terjadilah pembebasan (vrijspraak) terdakwa. (Andi Hamzah, 1996 : 292). Pelaksanaan pengambilan putusan tersebut dicatat dalam buku himpunan putusan yang disediakan secara khusus dan sifatnya rahasia. (Pasal 182 ayat (7) KUHAP). Pengambilan keputusan itu harus didasarkan kepada surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam sidang pengadilan. Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan di sidang terbuka untuk umum. Surat putusan ditandatangani oleh hakim dan panitera seketika setelah putusan itu diucapkan. Dan yang terakhir, putusan pengadilan Negeri dapat diumumkan dan dijatuhkan pada hari itu juga atau pada hari lain yang sebelumnya harus diberitahukan kepada Penuntut Umum, terdakwa, atau penasihat hukum.
d. Jenis–Jenis Putusan Pengadilan Hasil musyawarah Majelis Hakim sangat menentukan putusan yang akan dijatuhkan. Bertolak dari pendapat dan penilaian anggota
Majelis Hakim dalam musyawarah akhir Majelis Hakim, terdapat beberapa kemungkinan. Beberapa kemungkinan tersebut antara lain : 1) apa yang didakwakan kepada terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan di persidangan; 2) apa yang didakwakan kepada terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan di persidangan; 3) apa yang didakwakan kepada terdakwa terbukti di persidangan, tetapi perbuatan terdakwa bukan merupakan tindak pidana. Berdasarkan kemungkinan–kemungkinan di atas, putusan yang akan dijatuhkan kepada terdakwa bisa berupa : 1) Putusan pemidanaan atau penghukuman terdakwa Terdakwa akan dijatuhi pidana apabila kesalahan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan dalam persidangan di Pengadilan. Hal ini diatur dalam Pasal 193 ayat (1) KUHAP. Pemidanaan berarti terdakwa dijatuhi hukuman pidana sesuai dengan ancaman yang ditentukan dalam pasal tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa. Adapun yang dapat dijatuhkan Hakim adalah suatu penghukuman seperti dalam Pasal 10 KUHP, yaitu : a) Hukuman Pokok - hukuman mati; - hukuman penjara; - hukuman kurungan; - hukuman denda. b) Hukuman Tambahan - pencabutan beberapa hak tertentu; - perampasan barang tertentu; - pengumuman keputusan Hakim. 2) Putusan bebas Terdakwa akan dibebaskan dari dakwaan apabila dari hasil pemeriksaan di persidangan kesalahan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. Putusan bebas diatur dalam Pasal 191 ayat (1) KUHAP.
3) Putusan yang menyatakan bahwa terdakwa dilepas dari segala tuntutan hukum. Terdakwa akan dilepaskan dari segala tuntutan hukum apabila yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan yang dilakukan terdakwa bukanlah merupakan suatu tindak pidana. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum ini diatur dalam Pasal 191 ayat (2) KUHAP. Putusan ini berdasar kriteria-kriteria : a) apa yang didakwakan kepada terdakwa memang terbukti secara sah dan meyakinkan, sekalipun terbukti tetapi Hakim berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan tidak merupakan tindak pidana. b) terdapat keadaan–keadaan istimewa yang menyebabkan terdakwa tidak dapat dijatuhi suatu hukuman pidana menurut beberapa pasal dari KUHP atau karena adanya alasan–alasan pemaaf. Apabila pada saat penjatuhan putusan, status terdakwa dalam tahanan maka pada saat penjatuhan putusan harus dibarengi dengan perintah untuk membebaskan terdakwa dari tahanan sesuai dengan cara yang diatur dalam Pasal 191 ayat (3) dan Pasal 192. 4)
Putusan yang menyatakan tidak berwenang mengadili Pengadilan Negeri memutuskan tidak berwenang mengadili terdawa apabila tindak pidana yang dilakukan terdakwa berada di wilayah hukum Pengadilan negeri lain. Selain itu bisa juga walaupun terdakwa bertempat tinggal, berdiam terakhir, ditemukan dan ditahan di wilayah suatu Pengadilan negeri, tetapi tindak pidana dilakukan di wilayah hukum Pengadilan Negeri lain dan saksi–saksi yang dipanggil lebih dekat dengan wilayah Pengadilan Negeri tempat tindak pidana dilakukan. Putusan yang menyatakan tidak berwenang mengadili ini berkaitan dengan Pasal 84 ayat (2) KUHAP.
5) Putusan yang menyatakan bahwa dakwaan batal demi hukum Ada beberapa alasan pokok yang dapat dijadikan dasar menyatakan bahwa dakwaan Penutut Umum dinyatakan batal demi hukum, yaitu : a) dakwaan tidak merumuskan semua unsur dalih yang didakwakan;
b) dakwaan tidak memperinci secara jelas peran dan perbuatan yang dilakukan terdakwa dalam dakwaan; c)
dakwaan kabur atau obscur libel, karena tidak dijelaskan cara bagaimana kejahatan dilakukan.
6)
Putusan yang menyatakan bahwa dakwaan tidak dapat diterima Putusan ini pada hakikatnya karena kurang cermatnya Penuntut Umum, karena alasa-alasannya adalah : a) eksepsi diajukan oleh Penuntut Umum tidak tepat; b) nebis in idem, artinya apa yang didakwakan kepada terdakwa adalah perbuatan yang telah diputus dengan kekuatan hukum tetap; c) apa yang didakwakan epada terdakwa sudah daluwarsa (verjaring); d)
Penuntut Umum sudah beberapa kali tidak dapt menghadirkan terdakwa ke persidangan. Dalam menjatuhkan suatu putusan, Hakim harus memiliki
pertimbangan–pertimbangan baik secara yuridis ataupun berdasarkan kayakinan hati nuraninya sendiri. Selain itu Hakim dalam memutus suatu perkara juga harus berpedoman pada peraturan perundang- undangan.
3.
Tinjauan Umum tentang Pertimbangan Hakim Aspek pertimbangan yuridis hakim terhadap tindak pidana yang didakwakan merupakan konteks penting dalam putusan hakim. Hakikatnya pada pertimbangan yuridis merupakan pembuktian unsur-unsur dari suatu tindak pidana apakah perbuatan terdakwa tersebut telah memenuhi dan sesuai dengan tindak pidana yang didakwakan oleh jaksa/penuntut umum. Dapat dikatakan lebih jauh bahwa pertimbangan-pertimbangan yuridis ini secara langsung akan berpengaruh besar terhadap amar/diktum putusan hakim. Lazimnya, dalam praktik peradilan pada putusan hakim sebelum pertimbangan yuridis ini dibuktikan dan dipertimbangkan maka terlebih dahulu hakim akan menarik fakta-fakta dalam persidangan yang timbul dan merupakan konklusi kumulatif dari keterangan para saksi,
keterangan terdakwa, dan barang bukti yang diajukan dan diperiksa di persidangan. Pada dasarnya, fakta-fakta dalam persidangan berorientasi pada dimensi tentang locus dan
tempus
delicti, modus operandi
bagaimanakah tindak pidana tersebut dilakukan, penyebab, atau latar blakang mengapa
terdakwa
sampai
melakukan
tindak
pidana,
kemudian
bagaimanakah akibat langsung dari perbuatan terdakwa, barang bukti apa yang dipergunakan terdakwa dalam melakukan tindak pidana , dan sebagainya. Selanjutnya, setelah fakta-fakta dalam persidangan tersebut diungkapkan pada putusan hakim kemudian akan dipertimbangkan terhadap unsur-unsur dari tindak pidana yang telah didakwakan oleh jaksa/penuntut umum. Oleh karena, pertimbangan hakim merupakan salah satu aspek terpenting dalam menentukan terwujudnya nilai dari suatu putusan hakim yang mengandung keadilan dan mengandung kepastian hukum, di samping itu juga harus mengandung manfaat bagi para pihak yang bersangkutan maka pertimbangan hakim ini harus disikapi dengan teliti, baik, dan cermat. (Lilik Mulyadi, 2007 : 193).
4.
Tinjauam Umum tentang Surat Dakwaan a. Pengertian Surat Dakwaan Beberapa pendapat mengenai surat dakwaan adalah sebagai berikut : ”Surat dakwaan adalah suatu surat atau akta yang memuat suatu perumusan dari tindak pidana yang dituduhkan, yang esmentara dapat disimpulkan dari surat-surat pemeriksaan pendahuluan yang merupakan dasar bagi hakim untuk melakukan pemeriksaan, yang bila ternyata cukup terbukti, terdakwa dapat dijatuhi hukuman.” (A. Karim Nasution, 1972 : 75). ”Surat dakwaan adalah surat atau akta yang memuat rumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa yang
disimpulkan dan ditarik dari hasil pemeriksaan penyidikan dan merupakan dasar serta landasan bagi hakim dalam pemeriksaan di muka sidang pengadilan.” (M. Yahya Harahap, 1985 : 414-415). ”Surat dakwaan adalah surat yang dibuat atau disiapkan oleh penuntut umum yang dilampirkan pada waktu melimpahkan berkas perkara ke pengadilan yang memuat nama dan identitas pelaku perbuatan pidana, kapan, dan di mana perbuatan dilakukan, serta uraian secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai perbuatan tersebut yang didakwakan telah dilakukan oleh terdakwa yang memenuhi unsur-unsur pasalpasal tertentu dari undang-undang yang tertentu pula yang nantinya merupakan dasar dan titik tolak pemeriksaan terdakwa di sidang pengadilan untuk dibuktikan apakah benar perbuatan yang didakwakan itu betul dilakukan dan apakah betul terdakwa adalah pelakunya yang dapat dipertanggungjawabkan untuk perbuatan tersebut.” (A. Soetomo, 1989 : 4). Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa dakwaan merupakan dasar dari hukum acara pidana dan berdasarkan dakwaan ini pemeriksaan persidangan dilakukan. Surat dakwaan dibuat oleh penuntut umum berdasarkan berita acara pemeriksaan (BAP) pendahuluan oleh penyidik. Hakim pada prinsipnya tidak dapat menjatuhkan hukuman kepada terdakwa apabila perbuatan tersebut tidak didakwakan oleh penuntut umum dalam surat dakwaannya sebagaimana ketentuan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 321 K/Pid/1983 tanggal 26 Mei 1984. (Lilik Mulyadi, 2007 : 69-71).
b. Syarat Surat Dakwaan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Syarat surat dakwaan dalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP menentukan bahwa : ”Penuntut umum memuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi : a. nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan tersangka;
b. uraian secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindakan pidan yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.” Berdasar ketentuan Pasal 143 ayat (2) KUHAP tersebut di atas, syarat surat dakwaan dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu : 1) Syarat Formal Mengenai syarat formal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf a KUHAP : ”Dicantumkannya identitas tersangka/para tersangka secara jelas dan lengkap terdiri dari nama lengkap, tempat lahir, umur, atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan tersangka, serta surat dakwaan diberikan tanggal dan ditandatangani oleh jaksa penuntut umum.” Ketentuan syarat formal dalam suatu surat dakwaan diperlukan untuk meneliti apakah benar terdakwa yang sedang diadili di depan persidangan pengadilan negeri adalah sesuai dengan identitas terdakwa dalam surat dakwaan jaksa/penuntut umum. Jadi dengan diperiksanya identitas terdakwa secara cermat, teliti, dan detail diharapkan tidak terdapat kesalahan mengadili seseorang di persidangan atau kesalahan menghadapkan terdakwa di depan persidangan. Kemudian, dengan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, modus operandi kejahatan menjadi variatif dan karenanya tidak diharapkan seseorang mempermainkan hukum sedemikian rupa, seperti membayar orang lain untuk menjadi terdakwa atau lebih tegas lagi secara universal untuk menghindarkan agar jangan sampai diadili di depan persidangan (error in persona). Kekurangan syarat formal surat dakwaan dari jaksa/penuntut umum tidak menyebabkan surat dakwaan batal demi hukum (van rechtswege nietig atau null and void). Akan tetapi, surat dakwaan tersebut dapat dibatalkan (veenietigbar) atau dinyatakan batal sebagaimana tercermin dalam Putusan Mahkamag Agung Republik Indonesia Nomor 41 K/Kr/1973 tanggal 25 Januari 1975.
2) Syarat Materiil Syarat Materiil dari surat dakwaan ditentukan dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP yang berisikan uraian secara cermat, jelas, dan lengkap
mengenai
tindak
pidana
yang
didakwakan
dengan
menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan. Ketentuan tentang syarat materiil surat dakwaan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP tidak menentukan bagaimana caranya penguraian agar suatu surat dakwaan itu menjadi cermat, jelas, dan lengkap. Mengenai hal ini, pembentuk undangundang menyerahkan pada perkembangan kebiasaan dalam praktik peradilan, doktrina, dan yurisprudensi. (Lilik Mulyadi, 2007 : 72-74).
c. Bentuk-bentuk Surat Dakwaan Secara teoritits dikenal 3 (tiga) macam surat dakwaan, yaitu : a. Dakwaan tunggal Ditinjau dari segi pembuatannya dakwaan ini merupakan dakwaan yang sifatnya sederhana, mudah dibuat oleh karena dirumuskan satu tindak pidana saja di dalamnya, misalnya melakukan tindak pidana perkosaan (Pasal 285 KUHP), atau melarikan perempuan di bawah umur (Pasal 332 KUHP), atau dapat berupa tindak pidana penadahan (Pasal 480 KUHP). Lazimnya dalam praktik peradilan apabila jaksa/penuntut umum mendakwa seseorang dengan dakwaan tunggal, dalam diri penuntut umum telah yakin bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana yang didakwakan atau setidak-tidaknya terdakwa tidak lepas dari jerat tindak pidana yang didakwakan. Apabila terdakwa didakwa dengan dakwaan bentuk tunggal, sebenarnya hal ini mengandung resiko besar karena apabila dakwaan tersebut gagal dibuktikan penuntut umum di persidangan, terdakwa jelas akan dibebaskan (vrijspraak) oleh majelis hakim.
b. Dakwaan alternatif Dalam praktek peradilan, sering dakwaan alternatif disebut dengan istilah dakwaan saling mengecualikan atau dakwaan relative atau berupa istilah dakwaan pilihan (kezue tenlastelgging). Pada dakwaan alternatif, hakim dapat langsung memilih untuk menentukan dakwaan mana yang sekiranya cocok serta sesuai dengan hasil pembuktian di persidangan. Ciri utama dari dakwaan alternatif adalah adanya kata hubung atau antara dakwaan satu dan yang lainnya sehingga dakwaan jenis ini sifatnya adalah alternative accustation atau alternative tenlastelegging, misalnya terdakwa didakwa kesatu melanggar Pasal 480 ke 1-e KUHP atau kedua melanggar Pasal 14 ayat (1) jo. Pasal 18 ayat (4) huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1985. Menurut Van Bemmelen, dakwaan alternatif dibuat karena : 1. Penuntut umum tidak mengetahui secara pasti perbuatan mana dari ketentuan hukum pidana sesuai dakwaan nantinya akan terbukti di persidangan; 2. Penuntut umum ragu terhadap peraturan hukum pidana mana akan diterapkan hakim atas perbuatan yang menurut pertimbangan telah nyata terbukti. c. Dakwaan kumulatif Dakwaan kumulatif dibuat oleh jaksa/penuntut umum apabila seseorang atau lebih terdakwa melakukan lebih dari satu perbuatan pidana, yakni perbuatan tersebut harus dianggap berdiri sendiri atau juga dapat dikatakan tidak ada kaitan satu dengan lainnya. Ciri utama dakwaan ini adalah dengan mempergunakan istilah dakwaan kesatu, kedua, ketiga, dan seterusnya. Antara dakwaan kesatu, kedua, ketiga masing-masing berdiri sendiri. d. Dakwaan subsidairitas (bersusun lapis) Ciri utama dari dakwaan ini adalah disusun secara berlapislapis, yaitu dimulai dari dakwaan terberat sampai ringan, berupa
susunan secara primer, subsider, lebih subsider, lebih-lebih subsider, dan seterusnya atau dapat pula disusun dengan istilah terutama, penggantinya, penggantinya lagi, dan seterusnya. Pada dasarnya, dakwaan subsidairitas hampir sama dengan jenis dakwaan alternatif. Akan tetapi perbedaannya, dalam dakwaan alternatif hakim langsung memilih dakwaan yang sekiranya cocok dengan
pembuktian
di
persidangan
sedangkan
pada
dakwaan
subsidairitas hakim terlebih dahulu mempertimbangkan dakwaan terberat (misalnya primer). Apabila dakwaan tidak terbukti, dakwaan selebihnya (subsider dan seterusnya) tidak perlu dibuktikan lagi. (Lilik Mulyadi, 2007 : 85-103).
d. Tinjauan Umum tentang Carok 1) Pengertian Carok Carok berasal dari bahasa Madura yang berarti “bertarung dengan kehormatan”. Beberapa pendapat mengenai pengertian tindak pidana carok adalah sebagai berikut : ”Carok adalah suatu tindakan atau upaya pembunuhan (karena ada kalanya berupa penganiayaan berat), menggunakan senjata tajam, pada umumnya celurit, yang dilakukan oleh orang laki-laki (tidak pernah perempuan) terhadap laki-laki lain yang dianggap telah melakukan pelecehan terhadap harga diri (baik secara individu sebagai suami maupun secara kolektif yang mencakup kerabat atau keluarga), terutama berkaitan dengan masalah kehormatan istri, sehingga membuat malo (malu). (A. Latief Wiyata, 2006 : 184). Carok dalam bahasa Indonesia ditulis caruk yang artinya : ”Berkelahi secara massal dengan menggunakan senjata tajam (celurit).” (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1999 :174). Carok in Maduranese society has been a tradition. Carok can raise problems because they may injure or kill a number of people. Also, physical conflicts as a form of taking revenge between the conflicting parties might take place anytime. The
causes of Carok existence are women, land, water, misunderstanding and so on. This is closely related to maloh or shame caused by outsiders, which makes someone feel tadek ajinah or unworthy. The efforts conducted by the law enforcement officers to prevent crime (carok) in Pamekasan comprise of preventive actions in which the law enforcement officers, government officials (ulemas) becomes the mediators to the conflicting parties. The non judicial repressive action is conducted by intensifying sweeping the weapons. Also, the law enforcement officers have the judicial repressive actions in which they handle the carok cases as justly and professionally as possible. (Indriati Amarini, 2009 : Vol. 16, No. II). Carok oleh masyarakat Madura dianggap semata-mata sebagai urusan laki-laki, bukan urusan perempuan. Karena memang semua pelaku carok adalah laki-laki, sehingga pembunuhan yang dilakukan terhadap perempuan tidak akan disebut sebagai carok. Kenyataan bahwa semua pelaku carok adalah laki-laki, mengindikasikan tentang makna kejantanan. (Ainur Rahman Hidayat, 2003 : Vol. 35, No. 3). Tindakan atau upaya pembunuhan untuk menebus perasaan malo ini, selain mendapat dorongan, juga selalu mendapat dukungan dan persetujuan sosial. Selain itu, carok merupakan media kultural bagi pelaku yang berhasil mengalahkan musuhnya untuk memperoleh predikat
sebagai
oreng jago
atau
jika pelaku
carok telah
berpengalaman membunuh maka predikat sebagai oreng jago menjadi semakin
tegas,
sehingga
keberhasilan
dalam
carok
selalu
mendatangkan perasaan puas, lega, dan bahkan baggga jadi pelakunya. Dengan demikian, pengertian carok paling tidak harus mengandung lima unsur, yaitu tindakan atau upaya pembunuhan antara laki-laki, pelecehan harga diri terytama berkaitan dengan kehormatan perempuan (istri), perasaan malu (malo), adanya dorongan, dukungan, serta persetujuan sosial, perasaan puas dan bangga bagi pemenangnya.
Dalam konteks hukum formil, carok merupakan manifestasi keberanian pelakunya dalam hal melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam KUHP. Carok sebagai upaya pembunuhan atau penganiayaan berat masuk dalam kategori tindak pidana yang dapat diancam hukuman penjara maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara selama-lamanya 20 tahun. Akan tetapi dalam prakteknya cenderung tidak diterapkan secara konsisten, bahkan terkesan sangat ringan, karena para pelaku carok biasanya hanya menjalani hukuman penjara tidak lebih dari 10 tahun. Bahkan hukuman penjara ini menjadi semakin ringan apabila para pelaku carok melakukan upaya nabang. Akhirnya dengan adanya upaya nabang, carok menjadi komoditas yang menyebabkan penerapan sanksi hukum terhadap pelakunya cenderung tidak konsisten.
2) Faktor Penyebab Carok Penyebab atau motif sehingga terjadi carok antara lain : 1) Mengganggu istri; Setiap bentuk gangguan terhadap istri merupakan pelecehan terhadap harga diri yang kemudian menimbulkan perasaan malo terutama pada pihak suami, kemudian keluarga, dan akhirnya pada lingkungan sosial. Perasaan malo suami muncul karena peran dan fungsinya melindungi istri dianggap telah gagal. Bagi pihak keluarga perempuan, perasaan malo berkaitan dengan kegagalan melindungi anak perempuannya, sedangkan bagi pihak keluarga laki-laki berkaitan dengan kegagalan memilih menantu yang baik. Selanjutnya, karena tindakan mengganggu kehormatan istri secara sosial dinilai sebagai arosak atoran, maka anggota masyarakat yang lain akan merasakan hal yang sama. Jika terjadi carok karena persoalan ini dapat dipahami bila mereka mendukungnya. Tindakan mengganggu kehormatan istri, selain dianggap tindakan yang melecehkan harga diri suaminya, juga dianggap
merusak tatanan sosial (arosak atoran). Oleh karena itu, menurut pandangan orang Madura pelakunya tidak bisa diampuni dan harus dibunuh. Biasanya dalam motif carok seperti ini, ada 2 (dua) alternatif. Pertama, alternatif ini sudah merupakan suatu keharusan yang tidak boleh ditawar lagi, yaitu membunuh laki-laki yang telah mengganggu istri. Kedua, membunuh keduanya, yaitu laki-laki yang dianggap telah mengganggu sekaligus perempuan yang diganggu ( istri). Alternatif pertama diambil jika suami menyadari bahwa tindakan laki-laki pengganggu istrinya hanya merupakan tindakan sepihak. Akan tetapi, jika antara laki-laki itu dan istrinya sudah diyakini terjalin hubungan maka alternatif kedua yang akan dipilihnya. Lebih-lebih jika suami melihatnya sendiri. Meskipun demikian, bisa juga alternatif kedua tidak dilakukan secara konsisten, dalam arti hanya laki-laki yang mengganggu saja yang dibunuh. (A. Latief Wiyata,2006 : 175). 2) Mempertahankan martabat; Bagi orang Madura, tindakan tidak menghargai martabat atau tidak mengakui peran dan status sosial sama artinya dengan memperlakukan dirinya sebagai orang yang tada’ ajhina dan pada gilirannya timbulah perasaan malo. Apabila seorang laki-laki yang dilecehkan harga dirinya atau martabatnya tersebut tidak berani melakukan carok, orang Madura akan mencemoohnya sebagai tidak laki-laki (lo’ lake). Bahkan ada yang mengatakan ‘Mon lo’ bangal acarok ajjha’ ngako oreng Madhura’ (jika tidak berani melakukan carok jangan mengaku sebagai orang Madura). 3) Persaingan bisnis; Demi mempertahankan kelangsungan bisnisnya. Orang Madura tidak segan-segan melakukan carok terhadap lawan bisnisnya yang dianggap bisa membahayakan kelangsungan bisnisnya.
4) Membalas dendam; Jika terjadi carok balasan oleh pihak yang kalah terhadap pihak yang menang, kemungkinan yang akan melakukannya pertamatama adalah orang tua, jika orang tua tidak mampu karena alasan usia telah tua atau alasan tertentu maka kemungkinan yang lain adalah saudara kandung (kakak atau adik) atau kerabat dekatnya, seperti saudara sepupu. Incaran atau sasaran utama dalam carok balasan adalah orang yang menang dalam carok sebelumnya (musuhnya). Akan tetapi biasanya carok balasan tidak dapat segera dilakukan karena musuh sedang menjalani hukuman di penjara. Oleh karena itu, sasaran berikutnya adalah kerabat dekatnya terutama orang tua karena dianggap representasi dari diri musuhnya. Jika hal ini tidak mungkin, misalnya karena sudah meninggal dunia, maka yang diincar kemudian adalah saudara lakilakinya, saudara sepupu laki-lakinya atau kerabat lain. Pilihan sasaran terutama harus jatuh kepada orang yang dianggap kuat fisik dan ekonominya. Dimaksudkan agar jika benar terjadi carok dan ternyata kemudian menang, keluarga musuh tidak akan lagi memiliki kekuatan untuk meneruskan carok. Dari beberapa motif diatas yang paling sering terjadi adalah karena motif mengganggu istri, karena bagi orang Madura pelecehan terhadap istri merupakan pelecehan terhadap harga diri yang kemudian menimbulkan perasan malo (malu) terutama pada pihak suami, kemudian keluarga, dan akhirnya pada lingkungan sosial.
3) Persiapan dan Prasyarat Carok a. Persiapan Carok Sebagai suatu tindakan kekerasan dengan risiko besar (berupa kematian), tiap orang yang akan melakukan carok harus melakukan
persiapan. Carok yang memerlukan persiapan ini dikenal dengan carok berencana. Persiapan yang harus dilakukan pada dasarnya tidak berbeda antara carok yang dilakukan secara berhadaphadapan dan cara nyelep. Akan tetapi carok dengan cara nyelep memerlukan lebih banyak waktu daripada carok secara berhadaphadapan karena harus dipersiapkan lebih cermat. Apalagi jika gangguan terhadap istri yang merupakan masalah sangat sensitif, sehingga cepat sekali menjadi pembicaraan orang-orang seluruh desa. Jika berita perselingkuhan telah menyebar, biasanya seluruh orang desa sudah menduga pasti akan terjadi carok. Hal ini membuat laki-laki yang mengganggu istri sudah mulai bersikap waspada terhadap akan terjadinya serangan. Oleh karena itu, seorang suami yang akan membunuh pengganggu istrinya harus mempelajari segala kebiasaan musuh secara lebih teliti dan cermat. Hal yang harus dipelajari terutama waktu-waktu kapan musuh itu ke luar rumah, kemana tujuannya, jalan desa mana yang biasa dilewatinya, dan hal-hal lain yang diperkirakan dapai dipakai sebagai indikator tentang musuhnya, sehingga ketika diserang nanti benar-benar dalam keadaan lengah. Rencana pelaksanaan carok biasanya sudah dimatangkan dalam sidang keluarga. Agar rencana tidak bocor ke orang lain terutama ke pihak musuh, para kerabat yang ikut dalam siding keluarga tersebut sepakat untuk menjaga hasil sidang. Untuk carok yang berlatar belakang perselingkuhan. Istrinya sendiri tidak diberi tahu mengenai rencana carok. Sebab, dikhawatirkan akan membocorkan rencana pada pihak musuh. Selain carok berencana, ada juga carok yang dilakukan secara spontan yaitu ketika tiba-tiba terjadi perselisihan menyangkut pelecehan harga diri, maka seketika itu juga salah satu pihak yang berselisih menyerang (untuk membunuh) pihak yang lain. Jika terjadi kasus carok seperti ini dan kebetulan pihak-pihak yang
berselisih itu tidak nyekep, biasanya pihak penyerang menggunakan senjata tajam apa adanya, seperti cangkul atau linggis. Jadi, senjata tajam selain celurit dapat saja dipergunakan untuk melakukan carok ketika dihadapkan pada situasi keterpaksaan. Oleh karena itu, carok yang dilakukan menggunakan senjata tidak lazim ini tidak mengurangi arti dan makna carok itu sendiri. Nyekep sudah merupakan kebiasaan yang sulit ditinggalkan oleh kebanyakan laki-laki Madura, khususnya di pedesaan. Hal ini terbukti, setiap kali meninggalkan rumah hampir tidak pernah lupa membawa senjata tajam, terlebih jika mereka mempunyai musuh. Biasanya senjata tajam yang mereka gunakan untuk nyekep adalah sekken (celurit atau pisau ukuran kecil dengan panjang sekitar 5075cm) yang mudah diselipkan dibalik baju sehingga tidak mengundang perhatian orang lain, terutama musuh dan aparat kepolisian.
b. Prasyarat Carok Pada dasarnya prasyarat yang harus dipenuhi jika akan melakukan carok ada 3(tiga), yaitu : 1. Kadhigdhajan (kapasitas diri) Yang dimaksud dengan kadhigdhajan (kapasitas diri) adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan kesiapan dirinya secara fisik maupun mental. Prasyarat secara fisik ini dapat berupa penguasaan tekhnik-tekhnik bela diri, yang ada kalanya menjadi penting terutama jika carok dilakukan secara berhadap-hadapan. Prasyarat mental pengertiannya lebih mengacu pada kapasitas seseorang, apakah termasu orang yang punya nyali, angko (pemberani), atau bukan. Bahkan, pengalaman melakukan carok (membunuh) sehingga membuat dirinya disebut orang jago menjadi sangat berperan pula.
2. Tampeng sereng Seseorang yang akan melakukan carok tidak semata-mata harus mengandalkan kekuatan fisik, tapi juga harus memiliki kekuatan yang diperoleh secara nonfisik (supranatural). Artinya seseorang yang akan melakukan carok masih perlu apaghar (berpagar). Dengan apaghar, berarti pelaku carok telah membentengi dirinya sehingga menjadi lebih tahan (mungkin juga kebal) terhadap serangan musuh. Untuk maksud itu, pelaku carok minta bantuan seorang “kiai” (ma’kaeh), selanjutnya “kiai” (ma’kaeh) melakukan proses “pengisian” mantra-mantra atau jampi-jampi ke badan pelaku carok. Ada 3 (tiga) macam mantra atau azimat, yaitu nylateng membuat selalu siap tempur/pemberani, nyepet membuat jadi kebal terhadap senjata tajam, dan mesem membuat luluh hati musuh atau musuh tidak marah. 3. Bhandha (dana) Dalam konteks ini, carok mempunyai dimensi ekonomi. Biaya atau dana dalam kenyataannya memang merupakan persyaratan yang selalu atau harus tersedia, sesuai dengan ungkapan “jangan melakukan carok jika tidak mempunyai dana yang cukup” (mon lo’ andi’ bhandha, ajjha’ acarok). Ungkapan ini bermakna sebagai suatu peringatan bahwa orang yang melakukan carok akan menghabiskan banyak biaya, baik pihak yang menang (terutama) maupun bagi pihak yang kalah. Sebelum melakukan carok hampir tidak ada pelaku carok yang tidak apaghar dan ini membutuhkan biaya, belum lagi biaya untuk membeli celurit baru karena celurit yang lama dianggap kurang tajam. Selain itu, bagi pelaku carok yang terbunuh dana juga sangat diperlukan untuk persiapan menyelenggarakan kegiatan keagamaan (missal : peringatan 7 hari, 40 hari, 100 hari, hingga 1.000 hari). Sedangkan bagi pihak yang menang,
dana diperlukan untuk nabang serat untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga yang ditinggalkan selama yang bersangkutan menjalani hukuman.
4) Pasca Carok Setelah carok berakhir, biasanya pelaku yang menang langsung menuju kantor polisi terdekat. Maksud dan tujuannya terutama adalah meminta perlindungan dari kemungkinan terjadinya serangan balasan oleh pihak keluarga korban. Ketika itu pula yang bersangkutan melaporkan apa yang telah diperbuatnya. Jika pada akhir carok para pelakunya sama-sama menderita luka parah, pelaku yang masih bertahan langsung menuju kantor kepolisian untuk maksud dan tujuan yang sama (biasanya orang ini dianggap sebagai pemenang). Sebaliknya pelaku yang kondisinya luka-luka sangat parah langsung dibawa ke Pusat Kesehatan Masyarakat setempat (atau langsung ke Rumah Sakit Umum Daerah) oleh sanak keluarga dan tetangga terdekatnya untuk diberi pertolongan pengobatan. Pelaku carok yang mati setelah mendapat visum et repertum dari dokter langsung dikuburkan di tempat penguburan umum oleh sanak keluarganya, seperti layaknya penguburan orang mati bukan karena carok. Akan tetapi, jika korban tersebut termasuk oreng jago, tempat penguburannya tidak di tempat pekuburan umum, tetapi di sekitar rumah tempat tinggalnya. Alasannya, selain merasa malo (malu) kepada tetangga karena kalah carok, juga dimaksudkan agar sanak keluarganya tetap ingat peristiwa carok itu. Pada suatu saat nanti diharapkan ada di antara sanak keluarganya yang mau membalaskan dendam almarhun kepada sanak keluarga pembunuhnya. Bahkan dalam banyak kasus carok yang keluarganya menginginkan hal semacam itu, bukan hanya kuburan korban yang lokasinya sengaja diletakkan di dekat (pekarangan) rumah, melainkan bekas pakaian yang dipakai korban ketika carok
berlangsung dan masih dalam keadaan berlumuran darah tetap disimpan. Dengan demikian, kemungkinan terjadinya “carok turunan” di kemudian hari sangatlah besar.
B. Kerangka Pemikiran
PERKARA CAROK
PUTUSAN NO. 183/Pid.B/2002/PN.Bkl
PERTIMBANGAN HAKIM PENGADILAN NEGERI BANGKALAN MADURA
ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM PENGADILAN NEGERI BANGKALAN MADURA Penjelasan : Carok merupakan adat (ciri khas) dari masyarakat Madura, berupa tindakan menghilangkan nyawa orang lain atau membunuh dengan tujuan untuk mengembalikan harkat dan martabat keluarga. Tindakan atau upaya pembunuhan untuk menebus perasaan malo ini, selain mendapat dorongan, juga selalu mendapat dukungan dan persetujuan sosial.
Dalam konteks hukum formil, carok merupakan manifestasi keberanian pelakunya dalam hal melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam KUHP. Carok sebagai upaya pembunuhan atau penganiayaan berat masuk dalam kategori tindak pidana yang dapat diancam hukuman penjara maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara selama-lamanya 20 tahun. Akan tetapi dalam prakteknya cenderung tidak diterapkan secara konsisten, bahkan terkesan sangat ringan, karena para pelaku carok biasanya hanya menjalani hukuman penjara tidak lebih dari 10 tahun. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, penulis menganalisis mengenai pertimbangan-pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Bangkalan Madura dalam memeriksa dan memutus perkara Carok dalam Putusan Nomor. 183/Pid.B/2002/PN.Bkl.
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Bangkalan Madura pada Dakwaan Perkara Carok Untuk membahas hasil penelitian tentang pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Bangkalan Madura pada dakwaan perkara Carok, berikut ini disampaikan hasil penelitian sebagai berikut : 1.
IDENTITAS TERDAKWA Nama Lengkap
: GAZALI ;
Tempat lahir
: Bangkalan ;
Umur/tanggal lahir
: 35 tahun ;
Jenis kelamin
: laki-laki ;
Kebangsaan
: Indonesia ;
Tempat tinggal
: Desa
Pangolangan,
Kecamatan
Burneh,
Kabupaten Bangkalan ; Agama
: Islam ;
Pekerjaan
: Swasta ;
2.
SURAT DAKWAAN Primair : Bahwa terdakwa Gazali bersama-sama dengan Juari dan Hasan (melarikan diri dan belum tertangkap) pada hari Senin, tanggal 6 Mei 2002, sekitar pukul 20.00 Wib atau setidak-tidaknya dalam bulan Mei 2002, bertempat di rumah korban Adam Kampung Durinan, Desa Sobih, Kecamatan Burneh, Kabupaten Bangkalan atau setidak-tidaknya didalam Daerah Hukum Pengadilan Negeri Bangkalan, sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa. Pemeriksaan dalam
:
Rongga Kepala :
otak besar dan kecil, selaput jala otak dan tulang
tengkorak tidak ada kelainan. Rongga Leher
:
putusnya tulang rawan gondok, dan pembuluh darah
besar. Rongga Dada
: robeknya paru kiri panjang sembilan lebera tiga cm
jantung tak berisi darah. Rongga Perut
: robeknya lambung panjang dua lebar satu cm, hati
limpa, pankreas, usus besar dan halus tak ada kelainan. Kesimpulan
: kematian korban disebabkan perdarahan pada leher dan
paru kiri yang disebabkan sentuhan benda tajam. · Setelah
itu terdakwa bersama-sama Juari dan Hasan lari meninggalkan
korban ADAM, tetapi beberapa hari kemudian terdakwa tertangkap sedangkan Juari dan Hasan melarikan diri dan belum tertangkap ; · Perbuatan
terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 340 KUHP
jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP ; Subsidair : Bahwa terdakwa Gazali bersama-sama dengan Juari dan Hasan (melarikan diri atau belum tertangkap) pada hari Senin, tanggal 6 Mei 2002 sekitar pukul 20.00 Wib atau setidak-tidaknya dalam bulan Mei 2002, bertempat di rumah korban Adam di Kampung Durinan, Desa Sobih, Kecamatan Burneh, Kabupaten Bangkalan atau setidak-tidaknya di Daerah Hukum Pengadilan Negeri Bangkalan, sengaja merampas nyawa orang lain yaitu korban yang bernama Adam, perbuatan dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut : · Pada
waktu dan tempat tersebut diatas, terdakwa bersama-sama Juari dan
Hasan datang ke rumah korban Adam, pada saat itu korban Adam dan istri korban bernama Sutilah sedang berada di lincak bambu diteras rumahnya kemudian terdakwa langsung menusukkan pisau yang dibawanya ke perut dan dada korban Adam, lalu Juari dan Hasan membacokkan clurit yang
dibawanya ke tubuh korban Adam selanjutnya korban Adam lari dan dikejar oleh terdakwa bersama-sama Juari dan Hasan tetapi kemudian korban Adam terjatuh dipinggir jalan, seketika itu juga terdakwa langsung menggorok korban Adam sedangkan Juari dan Hasan membacokkan cluritnya berulang kali ke tubuh korban sehingga korban Adam meninggal dunia, sebagaimana dalam Visum Et Repertum dari Badan Rumah Sakit Daerah Prof. Dr. Sitiawan Karto Soedirdjo Bangkalan Nomor : 358/105/443/208/2002 tanggal 7 Mei 2002 yang ditanda tangani oleh Dr. Indarto P. Wicaksono menerangkan sebagai berikut : Pemeriksaan Luar
:
Leher
: luka robek leher bagian depan panjang dua puluh satu lebar lima cm dalam sampai tulang leher.
Dada
: luka robek dada kiri panjang sebelas lebar lima setengah cm dalam sampai tulang rusuk No.5,6 patah. Luka robek dada kiri panjang sepuluh lebar dua cm dalam sampai tulang rusuk No.3 patah. Luka robek dada kiri panjang tujuh lebar satu cm dalam sampai tulang rusuk No.2 patah. Luka robek dada kanan panjang tiga belas lebar empat cm dalam sampai tulang rusuk No.3 patah. Luka robek pinggang panjang tujuh belas lebar lima cm dalam sampai tulang belakang patah.
Punggung
: luka robek punggung kanan panjang tiga belas lebar satu cm dalam sampai tulang.
Perut
: luka robek perut atas kanan bawah panjang dua lebar dua cm dalam sampai ginjal keluar. Luka robek perut atas kiri bawah panjang enam belas lebar enam cm dalam sampai lambung keluar.
Anggota gerak atas
: luka robek lengan atas kanan panjang lima lebar dua cm. Luka robek lengan atas kiri panjang sepuluh lebar dua cm.
Anggota gerak bawah
: luka robek paha kiri panjang dua lebar satu cm. Luka robek betis kiri panjang empat lebar dua cm.
Pemeriksaan dalam
:
Rongga Leher
: putusnya tulang rawan gondok, dan pembuluh darah besar.
Rongga Dada
: robeknya paru kiri panjang sembilan lebera tiga cm jantung tak berisi darah.
Rongga Perut
: robeknya lambung panjang dua lebar satu cm, hati limpa, pankreas, usus besar dan halus tak ada kelainan.
Kesimpulan
: kematian korban disebabkan perdarahan pada leher dan paru kiri yang disebabkan sentuhan benda tajam.
· Setelah
itu terdakwa bersama-sama dengan Juari dan Hasan lari
meninggalkan korban Adam, tetapi beberapa hari kemudian terdakwa ditangkap sedangkan Juari dan Hasan melarikan diri dan belum ditangkap; · Perbuatan
terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 338 KUHP
jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Subsidair lagi : Bahwa terdakwa Gazali bersama-sama dengan Juari dan Hasan (melarikan diri atau belum tertangkap) pada hari Senin, tanggal 6 Mei 2002 sekitar pukul 20.00 Wib atau setidak-tidaknya dalam bulan Mei 2002, bertempat di rumah korban Adam di Kampung Durinan, Desa Sobih, Kecamatan Burneh, Kabupaten Bangkalan atau setidak-tidaknya di Daerah Hukum Pengadilan Negeri Bangkalan, sengaja menyebabkan luka berat yang
dilakukan dengan rencana lebih dahulu, jika perbuatan mengakibatkan mati yaitu terhadap korban yang bernama Adam perbuatan mana dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut : · Pada
waktu dan tempat tersebut diatas, terdakwa mengajak Juari dan
Hasan untuk mendatangi korban Adam dirumahnya dengan membawa sebilah pisau sedangkan Juari dan Hasan masing-masing membawa sebuah clurit karena sebelumnya yakni sewaktu terdakwa bekerja di Malaysia, istri terdakwa yang bernama Rohimah telah berselingkuh atau main serong dengan korban Adam; · Setelah
sampai di rumah korban Adam, terdakwa melihat korban Adam
bersama istri korban bernama Sutilah sedang berada di lincak bambu diteras rumah, kemudian terdakwa bersama Juari mendatangi dari arah depan rumah sedangkan Hasan datang dari arah belakang rumah, lalu terdakwa langsung menusukkan pisau yang dibawanya ke perut dan dada korban Adam kemudian diikuti oleh Juari dan Hasan membacokkan cluritnya pada tubuh korban Adam, lalu korban adam berusaha lari dan dikejar oleh terdakwa, Juari dan Hasan, tapi kemudian korban Adam terjatuh terlentang di pinggir jalan, seketika itu juga terdakwa langsung menggorok korban Adam dengan menggunakan pisau yang dibawanya, sedangkan Juari dan Hasan membacokkan cluritnya berulang kali ke tubuh korban, sehingga korban Adam mengalami luka dan akhirnya meninggal dunia, sebagaimana Visum Et Repertum dari Badan Rumah Sakit Daerah Prof.
Dr.
Sitiawan
Karto
Soedirdjo
Bangkalan
Nomor
:
358/105/443/208/2002 tanggal 7 Mei 2002 yang ditanda tangani oleh Dr. Indarto P. Wicaksono menerangkan sebagai berikut :
Pemeriksaan Luar
:
Leher
: luka robek leher bagian depan panjang dua puluh satu lebar lima cm dalam sampai tulang leher.
Dada
: luka robek dada kiri panjang sebelas lebar lima setengah cm dalam sampai tulang rusuk No.5,6 patah. Luka robek dada kiri panjang sepuluh lebar dua cm dalam sampai tulang rusuk No.3 patah. Luka robek dada kiri panjang tujuh lebar satu cm dalam sampai tulang rusuk No.2 patah. Luka robek dada kanan panjang tiga belas lebar empat cm dalam sampai tulang rusuk No.3 patah.
Pinggang
: luka robek pinggang panjang tujuh belas lebar lima cm dalam sampai tulang belakang patah.
Punggung
: luka robek punggung kanan panjang tiga belas lebar satu cm dalam sampai tulang.
Perut
: luka robek perut atas kanan bawah panjang dua lebar dua cm dalam sampai ginjal keluar. Luka robek perut atas kiri bawah panjang enam belas lebar enam cm dalam sampai lambung keluar.
Anggota gerak atas
: luka robek lengan atas kanan panjang lima lebar dua cm. Luka robek lengan atas kiri panjang sepuluh lebar dua cm.
Anggota gerak bawah : luka robek paha kiri panjang dua lebar satu cm. Luka robek betis kiri panjang empat lebar dua cm. Pemeriksaan dalam
:
Rongga Leher
: putusnya tulang rawan gondok, dan pembuluh darah besar.
Rongga Dada
: robeknya paru kiri panjang sembilan lebera tiga cm jantung tak berisi darah.
Rongga Perut
: robeknya lambung panjang dua lebar satu cm, hati limpa, pankreas, usus besar dan halus tak ada kelainan.
Kesimpulan
: kematian korban disebabkan perdarahan pada leher dan paru kiri yang disebabkan sentuhan benda tajam.
· Setelah
itu terdakwa bersama-sama dengan Juari dan Hasan lari
meninggalkan korban Adam, tetapi beberapa hari kemudian terdakwa ditangkap sedangkan Juari dan Hasan melarikan diri dan belum ditangkap; · Perbuatan
terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 355 ayat (2)
KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Lebih Subsidair lagi : Bahwa terdakwa Gazali bersama-sama dengan Juari dan Hasan (melarikan diri atau belum tertangkap) pada hari Senin, tanggal 6 Mei 2002 sekitar pukul 20.00 Wib atau setidak-tidaknya dalam bulan Mei 2002, bertempat di rumah korban Adam di Kampung Durinan, Desa Sobih, Kecamatan Burneh, Kabupaten Bangkalan atau setidak-tidaknya di Daerah Hukum Pengadilan Negeri Bangkalan, sengaja melukai berat orang lain yaitu terhadap korban yang bernama Adam, jika perbuatan mengakibatkan mati, perbuatan mana dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut : · Pada
waktu dan tempat tersebut diatas, terdakwa bersama-sama Juari dan
Hasan datang ke rumah korban Adam, pada saat itu korban Adam dan istri korban bernama Sutilah sedang berada di lincak bambu diteras rumahnya kemudian terdakwa langsung menusukkan pisau yang dibawanya ke perut dan dada korban Adam, lalu Juari dan Hasan membacokkan clurit yang dibawanya ke tubuh korban Adam selanjutnya korban Adam lari dan dikejar oleh terdakwa bersama-sama Juari dan Hasan tetapi kemudian
korban Adam terjatuh dipinggir jalan, seketika itu juga terdakwa langsung menggorok korban Adam sedangkan Juari dan Hasan membacokkan cluritnya berulang kali ke tubuh korban sehingga korban Adam meninggal dunia, sebagaimana dalam Visum Et Repertum dari Badan Rumah Sakit Daerah Prof. Dr. Sitiawan Karto Soedirdjo Bangkalan Nomor : 358/105/443/208/2002 tanggal 7 Mei 2002 yang ditanda tangani oleh Dr. Indarto P. Wicaksono menerangkan sebagai berikut : Pemeriksaan Luar
:
Leher
: luka robek leher bagian depan panjang dua puluh satu lebar lima cm dalam sampai tulang leher.
Dada
: luka robek dada kiri panjang sebelas lebar lima setengah cm dalam sampai tulang rusuk No.5,6 patah. Luka robek dada kiri panjang sepuluh lebar dua cm dalam sampai tulang rusuk No.3 patah. Luka robek dada kiri panjang tujuh lebar satu cm dalam sampai tulang rusuk No.2 patah. Luka robek dada kanan panjang tiga belas lebar empat cm dalam sampai tulang rusuk No.3 patah.
Pinggang
: luka robek pinggang panjang tujuh belas lebar lima cm dalam sampai tulang belakang patah.
Punggung
: luka robek punggung kanan panjang tiga belas lebar satu cm dalam sampai tulang.
Perut
: luka robek perut atas kanan bawah panjang dua lebar dua cm dalam sampai ginjal keluar. Luka robek perut atas kiri bawah panjang enam belas lebar enam cm dalam sampai lambung keluar.
Anggota gerak atas
: luka robek lengan atas kanan panjang lima lebar dua cm. Luka robek lengan atas kiri panjang sepuluh lebar dua cm.
Anggota gerak bawah : luka robek paha kiri panjang dua lebar satu cm. Luka robek betis kiri panjang empat lebar dua cm. Pemeriksaan dalam
:
Rongga Leher
: putusnya tulang rawan gondok, dan pembuluh darah besar.
Rongga Dada
: robeknya paru kiri panjang sembilan lebera tiga cm jantung tak berisi darah.
Rongga Perut
: robeknya lambung panjang dua lebar satu cm, hati limpa, pankreas, usus besar dan halus tak ada kelainan.
Kesimpulan
: kematian korban disebabkan perdarahan pada leher dan paru kiri yang disebabkan sentuhan benda tajam.
· Setelah
itu terdakwa bersama-sama dengan Juari dan Hasan lari
meninggalkan korban Adam, tetapi beberapa hari kemudian terdakwa ditangkap sedangkan Juari dan Hasan melarikan diri dan belum ditangkap; · Perbuatan
terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 354 ayat (2)
KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Kedua : Bahwa terdakwa Gazali pada hari Senin, tanggal 6 Mei 2002 sekitar pukul 20.00 Wib atau setidak-tidaknya dalam bulan Mei 2002, bertempat di rumah korban Adam di Kampung Durinan, Desa Sobih, Kecamatan Burneh, Kabupaten Bangkalan atau setidak-tidaknya di Daerah Hukum Pengadilan
Negeri Bangkalan, tanpa hak menguasai, membawa,
mempunyai, persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, mempergunakan sesuatu senjata penikam atau senjata penusuk berupa 1 (satu) buah pisau yaitu :
Bahwa terdakwa pergi mendatangi rumah Adam di Kampung Durinan, Desa Sobih, Kecamatan Burneh, Kabupaten Bangkalan dengan membawa sebuah pisau dipegang dengan tangannya yang tidak ada ijin dari pihak berwajib, setelah sampai pisau yang dipegangnya dipergunakan untuk menusuk Adam mengenai perut dan dada lalu pisau tersebut dipergunakan terdakwa untuk menggorok atau menyembelih Adam hingga Adam meninggal dunia, selanjutnya terdakwa ditangkap dan dibawa ke Kantor Polisi. Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana dalam pasal 2 ayat (1) UU Darurat No.12 Tahun 1951. 3.
BARANG BUKTI Untuk membuktikan dakwaan yang ditujukan kepada para terdakwa. Jaksa Penuntut Umum mengajukan mengajukan barang bukti berupa : 1. sebilah senjata tajam pisau garpu tanpa pemegang; 2. sarung kotak-kotak hijau; 3. kaos lengan panjang hitam dan kaos singlet hitam; 4. celana panjang hitam, baju lengan panjang hitam dan topi hitam.
4. KETERANGAN SAKSI Selain beberapa barang bukti di atas, juga diperkuat dengan bukti saksi dan keterangan dari para terdakwa sendiri, yaitu sebagai berikut : 1. Saksi SUTILAH : ·
Bahwa saksi kenal dengan terdakwa dan tidak ada hubungan keluarga;
·
Bahwa saksi mengetahui bahwa terdakwa diajukan ke persidangan ini karena masalah pembacokan yang terjadi di depan rumah saksi Kampung Durinan, Desa Sobih, Kecamatan Burneh, Kabupaten Bangkalan, pada hari Senin tanggal 6 Mei 2002 sekitar pukul 20.00 WIB;
·
Bahwa saksi tahu yang membacok dan yang dibacok adalah ADAM suami saksi;
·
Bahwa pada waktu itu saksi sedang duduk di lincak bambu di depan teras rumah bersama dengan Adam (suami saksi) dan datang Gazali bersama kedua temannya yang saksi tidak kenal tanpa memberi salam dan langsung Gazali membacok Adam ke arah perut dan dada, selanjutnya saksi melihat kejadian itu lari minta tolong pada tetangga;
·
Bahwa Adam tidak sempat melawannya dan lari serta dikejarnya oleh Gazali bersama kedua temannya dan selanjutnya saksi tidak tahu apa yang terjadi pada Adam suaminya;
·
Bahwa penyebab dari pembacokan terhadap suami saksi (adam) dikiranya ada main/selingkuh dengan istri Gazali;
·
Bahwa saksi tahu 2 (dua) orang yang datang bersama Gazali dari arah utara sedangkan Gazali dari arah selatan;
·
Bahwa selanjutnya saksi bernama MURSALI (paman saksi) datang ke tempat kejadian itu/rumah saksi dan menemukan Adam sudah meninggal dunia dekat pagar rumah saksi, kurang lebih lima meter dari tempat saksi dan Adam duduk diatas lincak;
·
Bahwa keadaan di tempat tersebut terang karena ada lampunya;
·
Bahwa waktu kejadian Adam (suami saksi) memakai baju hitam dan sarung sedangkan Gazali memakai kopiah hitam dan temantemannya saksi tidak ingat memakai baju apa;
·
Bahwa pada waktu itu posisi korban berada lurus sebelah kanan saksi dan agak dekat dengan saksi.
2. Saksi MURSALI : ·
Bahwa saksi kenal dengan terdakwa dan tidak ada hubungan keluarga;
·
Bahwa saksi adalah paman dari korban ADAM;
·
Bahwa saksi dihadapkan di persidangan ini karena masalah pembunuhan terhadap suami saksi I bernama Adam di Kampung
Durinan, Desa Sobih, Kecamatan Burneh, Kabupaten Bangkalan, pada hari Senin tanggal 6 Mei 2002 pukul 20.00 WIB; ·
Bahwa pada waktu itu saksi sedang berada di rumah mendengar ada teriakan seorang perempuan minta tolong, selanjutnya saksi keluar dan di tengah perjalanan saksi bertemu dengan Sutilah (istri Adam/Saksi I) dan kemudian ia menjelaskan bahwa Adam dibacok oleh orang;
·
Bahwa saksi bersama Sutilah dengan menggunakan senter menuju ke rumahnya Adam dan sesampainya disana saksi tidak menemukan apa-apa;
·
Bahwa selanjutnya saksi pergi kearah timur dimana waktu itu suasananya gelap dan saksi sempat menginjak tubuh korban Adam dalam posisi terlentang dan mengalami luka pada bagian dada, perut dan lehernya yang masih ada pisaunya;
·
Bahwa setelah menemukan tubuh korban Adam, saksi bersama Sutilah pergi membawa korban Adam ke rumah sakit dan melaporkan kejadian itu kepada Kepala Desa Sobih;
·
Bahwa saksi mengetahui bahwa yang membunuh Adam adalah Gazali setelah saksi dimintai keterangannya di Kantor Polsek Burneh;
·
Bahwa saksi tidak mengetahui bersama siapa Gazali melakukan pembacokan itu terhadap diri korban Adam;
·
Bahwa saksi tidak tahu penyebab dari pembacokan itu hanya mendengar dari tetangga bahwa korban Adam sering berada di rumah istri Gazali aewaktu Gazali tidak berada di rumah;
·
Bahwa saksi tahu pisau yang menancap pada leher korban Adam dan baju hitam, sarung warna hijau dan kaos hitam yang dipakai oleh korban Adam.
3. Saksi RIPIN : · Bahwa
saksi kenal dengan terdakwa dan masih ada hubungan
keluarga;
· Bahwa saksi · Bahwa
tidak tahu sendiri kejadiannya;
setahu saksi dihadapkan di persidangan ini mengenai
GAZALI/terdakwa membacok korban ADAM; · Bahwa
kejadiannya hari Senin tanggal 6 Mei 2002 sekira pukul
20.00WIB di Kampung Durinan, Desa Sobih, Kecamatan Burneh, Kabupaten Bangkalan; · Bahwa satu
minggu sebelum kejadian yaitu pada hari Sabtu tanggal 28
April 2002, sekira pukul 20.00 WIB saksi melihat dengan langsung Adam sedang memegang dan memeluk kakak saksi di dalam dapur; · Bahwa
selanjutnya saksi menghampiri untuk memukul Adam akan
tetapi ketahuan Adam sehingga ia melarikan diri, kemudian saya memukul kakak saksi karena saksi takut berita tersebut terdengar oleh Gazali (suaminya) yang bekerja di Malaysia; · Bahwa setelah
melihat kejadian itu saksi menanyakan pada kaka saksi,
ada apa Adam datang ke rumah dan hanya menjawab “tidak tahu”; · Bahwa
saksi tidak tahu sendiri peristiwa pembacokan karena pada
waktu itu saksi berada di rumah teman saksi dan saksi mengetahui setelah diberitahu oleh orang bahwa Gazali telah membacok korban Adam; · Bahwa
setelah mendengar berita tersebut saksi terus pulang dan
menjemput kaka saksi yang sedang nonton pengajian, dan saksi tidak melihat keadaan korban Adam karena saksi takut sebab Adam telah dibunuh oleh Gazali; · Bahwa
saksi tidak tahu kapan kakak iparnya Gazali datang dari
Malaysia dan saksi juga tidak memberitahu tentang kelakuan kakak saksi pada Gazali di Malysia; · Bahwa
saksi tahu penyebab dari pembacokan itu karena kakak saksi
dan sekaligus isteri Gazali, ada main serong atau selingkuh dengan Adam; · Bahwa
antara rumah saksi dengan rumah korban Adam saling
berdekatan kurang lebih 3 (tiga) meter jaraknya;
· Bahwa
saksi tidak tahu terhadap barang bukti yang diajukan di
persidangan; · Bahwa
saksi tidak tahu bersama siapa kakak iparnya Gazali waktu
membacok korban Adam tersebut. 4. Saksi ROHIMAH : ·
Bahwa saksi kenal kepada terdakwa karena masih ada hubungan keluarga (suami saksi);
·
Bahwa saksi membenarkan keterangan adik saksi (Ripin/S.3), bahwa saksi telah melakukan perbuatan yang tidak baik dengan korban Adam di dapur rumahnya tanpa sepengetahuan suaminya Gazali;
·
Bahwa pada hari Senin, tanggal dan bulannya lupa di tahun 2002 sekira pukul 22.00 WIB di Kampung Durinan, Desa Sobih, Kecamatan Burneh, Kabupaten Bangkalan, dimana waktu itu saksi sedang menghadiri pengajian dan diberitahu oleh adik saksi yaitu Ripin bahwa Adam telah dibunuh orang;
·
Bahwa saksi tidak tahu bahwa Gazali telah pulang dari Malaysia dan juga tidak mengetahui bahwa Gazali yang telah membunuh korban Adam;
·
Bahwa seminggu sebelum kejadian Gazali masih mengirim uang sama saksi dan tidak memberitahukan perbuatan Adam pada diri saksi kepada Gazali waktu itu;
·
Bahwa saksi setelah kejadian itu tidak melihat keadaan korban Adam karena takut;
·
Bahwa saksi mengetahui bahwa korban Adam telah dibunuh oleh Gazali setelah Gazali ditangkap dan masuk penjara;
·
Bahwa saksi malam kejadian tidak mengetahui bersama siapa Gazali waktu membacok korban Adam;
·
Bahwa korban adam dibacok oleh Gazali karena ia telah melakukan hubungan gelap atau selingkuh dengan saksi;
·
Bahwa saksi sudah sering kali melakukan hubungan suami istri dengan korban Adam tanpa sepengetahuan suaminya Gazali;
·
Bahwa apabila saksi tidak bersedia melakukan hubungan dengan korban Adam, maka Adam mengancam saksi dengan clurit;
·
Bahwa korban Adam setiap kali datang ke rumah saksi pada malam hari sesudah sholat magrib.
5. Saksi SURAH : ·
Bahwa saksi kenal dengan terdakwa karena masih ada hubungan keluarga yaitu saksi adalah adik kandung Gazali (T);
·
Bahwa sebelum saksi diperiksa di persidangan ini, saksi pernah diperiksa oleh polisi;
·
Bahwa keterangan saksi dalam BAP tetap;
·
Bahwa kejadian pembunuhan pada hari Senin tanggal dan bulannya lupa sekitar 3 (tiga) bulan yang lalu sekira pukul 19.00 WIB di Kampung Durinan, Desa Sobih, Kecamatan Burneh, Kabupaten Bangkalan;
·
Bahwa saksi tidak tahu sendiri kejadian pembunuhan atas diri korban Adam tersebut;
·
Bahwa penyebab pembunuhan atas diri korban Adam karena ia telah berselingkuh dengan istri kakak saksi yaitu Gazali;
·
Bahwa saksi pernah melihat sendiri perbuatan antara korban Adam dengan Rohimah diwaktu kakak saksi berada di Malaysia karena jarak rumahnya saling berdekatan atau masih tetangga;
·
Bahwa saksi tidak tahu bahwa korban Adam mengalami luka pada bagian mana;
·
Bahwa saksi mengetahui bahwa yang membunuh korban Adam adalah Gazali dari tetangganya satu hari setelah kejadian tersebut;
·
Bahwa saksi tidak tahu bahwa Gazali telah datang dari Malaysia dan membunuh korban Adam;
·
Bahwa saksi yang telah memberitahu pada Gazali di Malaysia bahwa istrinya Rohimah telah berselingkuh dengan korban Adam;
·
Bahwa selanjutnya Gazali mengatakan akan pulang dari Malaysia setelah diberitahu oleh saksi tentang perbuatan istrinya;
·
Bahwa sekitar satu minggu kemudian Gazali datang tanpa memberitahu terlebih dahulu dan membunuh korban Adam;
·
Bahwa saksi tidak tahu terhadap barang bukti yang ditunjukkan dalam persidangan;
·
Bahwa antara Adam dan Gazali masih sebaya umurnya dan masing-masing sudah mempunyai istri dan anak.
5. KETERANGAN TERDAKWA Terdakwa juga memberikan keterangan yang pada pokoknya adalah sebagai berikut : · Bahwa terdakwa membenarkan · Bahwa
semua keterangannya di BAP penyidik;
terdakwa juga membenarkan tandatangan yang berada di BAP
Penyidik adalah tandatangannya; · Bahwa
kejadian pada hari Senin tanggal 6 Mei 2002 sekira pukul 20.00
WIB di Kampung Durinan, Desa Sobih, Kecamatan Burneh, Kabupaten Bangkalan, terdakwa telah membunuh korban Adam karena ia telah berselingkuh dengan istri terdakwa; · Bahwa
pembunuhan itu dilakukan di rumah korban Adam itu sendiri
dimana waktu itu ia sedang duduk bersama istri Sutilah diatas lincak bambu di teras rumahnya; · Bahwa
perbuatan itu dilakukan setelah terdakwa datang dari Malaysia
dan minta bantuan 2(dua) orang temannya yaitu JUARI dan HASAN; · Bahwa
terdakwa membacok korban Adam dari arah depan ke arah perut
dan lehernya sedangkan kedua temannya membacok dari arah belakang, sehingga korban Adam tidak sempat melawannya dan melarikan diri, selanjutnya oleh terdakwa bersama Juari dan Hasan dikejarnya dan
korban Adam terjatuh, kemudian terdakwa bersama Juari dan Hasan membacok tubuh korban Adam berkali-kali sehingga meninggal dunia; · Bahwa
terdakwa membunuh korban Adam karena hati sudah panas dan
dalam keadaan emosi walaupun telah dinasehati oleh kedua teman terdakwa; · Bahwa
terdakwa mengajak kedua temannya untuk membunuh korban
Adam tanpa imbalan apa-apa; · Bahwa
setelah membunuh korban Adam, terdakwa bersama Juari dan
Hasan langsung pergi ke Surabaya, sedangkan terdakwa langsung menuju ke Jalan Dinoyo Surabaya dan keesokan harinya pada pukul 23.00 WIB terdakwa ditangkap petugas polisi; · Bahwa terdakwa tidak · Bahwa
tahu Juari dan Hasan berada dimana;
pada waktu kejadian itu istri terdakwa (Rohimah) sedang tidak
ada di rumah; · Bahwa
jarak rumah korban Adam dengan rumah istrinya Rohimah dekat,
sedangkan rumah terdakwa sendiri jaraknya jauh dengan rumahnya Adam karena terdakwa pendatang (bukan asli penduduk Desa Sobih); · Bahwa
terdakwa mengetahui bahwa istrinya selingkuh dengan korban
Adam diberitahu oleh adik terdakwa yaitu Surah (S.5); · Bahwa
terdakwa bekerja di Malaysia kurang lebih sudah 1(satu) tahun
lamanya; · Bahwa terdakwa
sudah empat kali mengirim uang sama istrinya Rohimah
dan yang terakhir satu minggu sebelum kejadian tersebut; · Bahwa
terdakwa membenarkan barang bukti yang ditunjukkan di
persidangan; · Bahwa
setelah kejadian itu antara terdakwa dengan Rohimah telah
bercerai. 6. TUNTUTAN PENUNTUT UMUM Berdasarkan fakta-fakta dan alat bukti yang ada, Jaksa Penuntut Umum memberi tuntutan pidana kepada para terdakwa sebagai berikut :
1. Menyatakan terdakwa GAZALI bersalah melakukan tindak pidana “PENGANIAYAAN BERAT YANG MENYEBABKAN MATINYA ORANG LAIN SECARA BERSAMA-SAMA DAN TANPA HAK MEMBAWA SENJATA PENUSUK” sebagaimana tersebut dalam dakwaan pasal 354 ayat (2) jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan pasal 2 ayat (1) UU No. 12 Darurat Tahun 1951; 2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dan dengan perintah terdakwa tetap ditahan; 3. Menyatakan barang bukti berupa : · Sebilah ·
pisau garpu tanpa tangkai, dirampas untuk dimusnahkan;
Sarung kotak-kotak hijau, kaos lengan panjang hitam dan kaos singlet hitam, dikembalikan kepada keluarga korban;
·
Celana panjang hitam, baju lengan panjang hitam dan topi hitam, dikembalikan kepada terdakwa Gazali;
4. Menetapkan supaya terpidana dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp.1.000,00 (seribu rupiah). 7. PERTIMBANGAN HAKIM Dalam Putusan Pengadilan Negeri Bangkalan Madura Nomor : 183/Pid.B/2002/PN.Bkl yang membebaskan terdakwa GAZALI dalam dakwaan kesatu primer melanggar 340 KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang, Majelis Hakim secara umum memiliki pertimbanganpertimbangan yang unsur-unsurnya sebagai berikut : 1. barang siapa; 2. dengan sengaja dan direncanakan terlebih dahulu; 3. menghilangkan jiwa orang lain. Ad.1. Unsur “Barang siapa” : Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan unsur “barang siapa” adalah setiap orang atau subyek hukum yang dipandang mampu bertanggung jawab.
Menimbang, bahwa sesuai dengan fakta-fakta yang terungkap lewat keterangan saksi-saksi yang dimaksud unsur ini adalah terdakwa GAZALI, oleh karena itu unsur ini terbukti secara sah dan meyakinkan.
Ad.2. Unsur “dengan sengaja dan direncanakan terlebih dahulu” : Menimbang, bahwa mengenai unsur “dengan sengaja dan direncanakan terlebih dahulu “ Majelis akan mempertimbangkan sebagai berikut : Bahwa berdasarkan fakta di persidangan dari keterangan saksi-saksi dan terdakwa, bahwa tidak ada niat dari terdakwa untuk membunuh korban Adam, melainkan hanya memberi pelajaran atas perbuatannya terhadap istri terdakwa, dengan demikian unsur sengaja tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. Menimbang, bahwa karena salah satu unsur pada pasal 340 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tidak terbukti maka terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan tersebut. Menimbang, bahwa unsur-unsur dakwaan kesatu primair dengan unsurunsur dakwaan kesatu subsidair saling terkait dan berhubungan erat tak terpisahkan, sehingga apabila unsur yang sama telah diuraikan baik terbukti atau tidak terbukti, maka tidak perlu diuraikan lagi; Menimbang, bahwa karena unsur dengan sengaja dalam dakwaan kesatu primair tidak terbukti maka terdakwa harus dibebaskan pula dari dakwaan kesatu subsidair pasal 338 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan dakwaan lebih subsidair pasal 355 ayat (2) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan unsur-unsurnya sebagai berikut : 1. barang siapa; 2. penganiayaan berat; 3. direncanakan lebih dulu; 4. menyebabkan matinya orang lain; 5. melakukan, menyuruh melakukan atau turut melakukan perbuatan.
Pembuktian unsur-unsur : Ad.1. Unsur “barang siapa” : Unsur barang siapa telah dibuktikan dalam dakwaan kesatu primair, sehingga diambil alih untuk pembuktian dakwaan kesatu lebih subsidair.
Ad.2. Unsur “penganiayaan berat“: Undang-undang tidak memberikan pengertian yang dimaksud dengan “penganiayaan atau mishandeling” menurut yurisprodensi, penganiayaan adalah sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit (pijn) atau luka, sedangkan yang dimaksud luka berat pada tubuh sesuai dengan pasal 90 KUHP adalah penyakit atau luka yang tidak diharapkan sembuh dengan sempurna atau yang dapat mendatangkan bahaya maut dan seterusnya. Bahwa berdasarkan fakta di persidangan dari keterangan para saksi dan terdakwa, bahwa sesampai di rumah korban, terdakwa melihat Adam (korban) bersama Sutilah istri korban sedang duduk di lincak di teras rumahnya, lalu tanpa berkata-kata terdakwa langsung mendekati korban dari arah depan dan menusukkan pisau yang dibawanya ke arah perut dan dada korban, diikuti bacokan Juari dan Hasan dengan cluritnya masingmasing, lalu korban masih sempat lari ke halaman, tetapi kemudian jatuh dan terdakwa menggorok leher korban dengan pisaunya sampai tangkainya terlepas kemudian terdakwa beserta Juari dan Hasan meninggalkan korban Adam dalam keadaan luka parah. Berdasarkan uraian tersebut maka unsur penganiayaan berat telah terbukti secara sah dan meyakinkan. Ad.3. Unsur “direncanakan lebih dulu” : Bahwa suatu perbuatan dikatakan direncanakan lebih dulu apabila antara timbulnya niat dengan pelaksanaannya masih ada waktu bagi pelaku untuk berpikir dengan tenang perbuatan tersebut akan dilakukan serta masih ada kesempatan untuk membatalkan niatnya tersebut.
· Bahwa
berdasarkan fakta di persidangan bahwa selama terdakwa bekerja
di Malaysia telah diberitahu lewat telepon oleh adik ipar terdakwa bernama Ripin, bahwa istri terdakwa bernama Rohimah telah berselingkuh dengan Adam; · Bahwa
kemudian pada hari Senin, tanggal 6 Mei 2002 sewaktu terdakwa
pulang dari Malaysia, sekira pukul 19.00 WIB di rumah terdakwa Desa Pangolangan, Kecamatan Burneh, Kabupaten Bangkalan telah diberitahu oleh adik terdakwa bernama Surah, bahwa istri terdakwa telah berselingkuh dengan Adam; · Bahwa
atas pemberitahuan tersebut terdakwa menjadi terkejut dan
langsung mengambil pisau dan mengajak Juari dan Hasan ke rumah Adam; · Bahwa
setelah sampai di rumah Adam dan melihat Adam duduk di atas
lincak bersama istrinya di teras rumahnya, terdakwa langsung menusuk korban Adam di bagian perut dan dada; · Bahwa
perbuatan tersebut dilakukan terdakwa karena emosi yang tidak
terkendali dan tanpa pikir panjang, karena Adam telah berselingkuh dengan istri terdakwa; · Bahwa
dari uraian tersebut diatas unsur direncanakan terlebih dahulu
tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. Menimbang, bahwa karena salah satu unsur pasal 355 ayat (2) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tidak terbukti maka terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan kesatu subsidair lagi. Menimbang, bahwa selanjutnya
Majelis
akan
mempertimbangkan
dakwaan kesatu lebih subsidair lagi pasal 354 ayat (2) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan unsur-unsur sebagai berikut : 1. barang siapa; 2. dengan sengaja; 3. melukai berat orang lain; 4. menyebabkan matinya orang lain;
5. melakukan, menyuruh melakukan atau turut melakukan perbuatan; Pembuktian unsur-unsur sebagai : Menimbang, bahwa unsur barang siapa, unsur dengan sengaja, unsur melukai berat orang lain dan unsur-unsur penganiayaan berat telah dibuktikan dalam uraian diatas selanjutnya diambil alih untuk pembuktian dakwaan kesatu lebih subsidair lagi. Unsur menyebabkan matinya orang lain : Bahwa sebagaimana fakta yang terungkap di persidangan, akibat perbuatan terdakwa bersama-sama dengan Juari dan Hasan tersebut, Adam diketemukan tergeletak di pinggir jalan kampung sebelah timur rumah dengan luka disekujur tubuh dan berlumuran darah dan sudah tidak bergerak lagi atau telah meninggal. Visum Et Repertum atas nama korban Adam yang ditandatangani oleh dr.Indarto P. Wicaksono tanggal 7 Mei 2002 dengan kesimpulan, kematian korban disebabkan perdarahan pada leher dan paru kiri yang disebabkan sentuhan benda tajam. Berdasarkan uraian tersebut maka unsur menyebabkan matinya orang lain telah terbukti secara sah dan meyakinkan.
Unsur melakukan, menyuruh melakukan atau turut melakukan perbuatan : Bahwa unsur tersebut terdiri atas tiga macam perbuatan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih, untuk menentukan macam perbuatan masingmasing para pelakunya. Bahwa sebagaimana fakta yang terungkap di persidangan, bahwa sewaktu terdakwa bekerja di Malaysia telah ditelepon oleh adik ipar terdakwa bernama Ripin, bahwa istrinya telah berselingkuh dengan Adam dan ketika hari Senin tanggal 6 Mei 2002 pulang dari Malaysia sekira jam 19.00 WIB dirumah terdakwa telah diberitahu oleh adik terdakwa bernama Surah, bahwa istrinya bernama Rohimah telah berselingkuh dengan Adam, maka terdakwa langsung mengambil pisau dan mengajak Juari dan Hasan ke
rumah Adam. Bahwa setelah sampai di rumah Adam dan melihat Adam duduk diatas lincak bersama istrinya di teras rumahnya, terdakwa langsung menusuk korban Adam dibagian perut dan dada, diikuti bacokan oleh Juari dan Hasan, kemudian setelah korban terlihat tidak tergerak lagi, mereka bertiga melarikan diri kearah utara. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka unsur melakukan, menyuruh melakukan atau turut melakukan perbuatan telah terbukti secara sah dan meyakinkan. Menimbang, bahwa dengan demikian semua unsur pasal 354 ayat (2) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP telah terbukti secara sah dan meyakinkan. Menimbang, bahwa selanjutnya akan dipertimbangkan dakwaan kedua pasal 2 ayat (1) UU No.12/Drt/1951 dengan unsur-unsur sebagai berikut : 1. barang siapa ; 2. tanpa hak ; 3. membawa,mempunyai dalam miliknya, menyimpan, menyembunyikan, mempergunakan sesuatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk
yang
nyata-nyata
tidak
termasuk
barang-barang
yang
dimaksudkan untuk dipergunakan guna pertanian atau untuk pekerjaan rumah tangga ataupun mempunyai tujuan sebagai barang pusaka atau barang kuno atau barang ajaib.
Pembuktian unsur-unsur sebagai berikut : Unsur tanpa hak : Bahwa yang dimaksud tanpa hak adalah tidak ada kewenangan untuk melakukan sesuatu perbuatan karena tidak mempunyai surat ijin dari yang berwajib. Menurut undang-undang perbuatan membawa, memiliki, menyimpan, menyembunyikan sesuatu senjata tajam sebagai senjata sikep adalah dilarang oleh undang-undang, kecuali sebelumnya telah mempunyai ijin untuk itu.
Bahwa berdasarkan keterangan terdakwa di persidangan bahwa terdakwa membeli pisau garpu kurang lebih 5 tahun lalu seharga Rp.150.000,- untuk senjata sikep, padahal untuk itu terdakwa tidak memiliki surat ijin dari yang berwajib. Dengan demikian unsur tanpa hak telah terbukti secara sah dan meyakinkan. Unsur
membawa,
mempunyai
dalam
miliknya,
menyimpan,
menyembunyikan, mempergunakan sesuatu senjata pemukul, senjata penikam atau senjata penusuk yang nyata-nyata tidak termasuk barangbarang yang dimaksudkan untuk dipergunakan guna pertanian atau untuk pekerjaan rumah tangga ataupun mempunyai tujuan sebagai barang pusaka atau barang kuno atau barang ajaib. Bahwa sebagaimana fakta yang terungkap di persidangan, sejak 5 tahun sebelum kejadian, terdakwa telah memiliki sebilah pisau garpu yang dibeli seharga Rp.150.000,- sebagai senjata sikep, kemudian sewaktu terdakwa pulang dari Malaysia dan diberitahu adiknya bahwa istri terdakwa berselingkuh dengan Adam, lalu pisaunya tersebut dipakai terdakwa untuk menusuk korban Adam hingga meninggal. Bahwa dari bentuk, ketajaman pisau yang dimiliki terdakwa tersebut, bukan merupakan pisau dapur atau untuk keperluan rumah tangga, melainkan merupakan senjata sikep dan bukan pula merupakan barang yang mempunyai tujuan sebagai barang pusaka atau barang kuno. Dengan demikian unsur ini telah terbukti secara sah dan meyakinkan. Menimbang, bahwa dengan demikian semua unsur pasal 2 ayat (1) UU No.12/Drt/1951 telah terbukti secara sah dan meyakinkan. 8. PUTUSAN HAKIM Dalam perkara tersebut Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bangkalan Madura dengan Putusan Nomor : 183/Pid.B/2002/PN.Bkl menyatakan sebagai berikut :
1. Menyatakan terdakwa GAZALI tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dalam dakwaan kesatu primair, subsidair, dan lebih subsidair; 2. Membebaskan terdakwa dari dakwaan tersebut; 3. Menyatakan terdakwa GAZALI terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana :”PENYANIAYAAN BERAT YANG MENYEBABKAN MATINYA ORANG LAIN SECARA BERSAMA-SAMA” dan “TANPA HAK MEMBAWA SENJATA TAJAM”; 4. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun; 5. Menetapkan lamanya terdakwa dalam tahanan, harus dikurangkan seluruhnya dari pidanan yang dijatuhkan; 6. Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan; 7. Menetapkan barang bukti berupa : · Sebilah ·
pisau garpu tanpa tangkai, dirampas untuk dimusnahkan;
Sarung kotak-kotak hijau, kaos lengan panjang hitam dan kaos singlet hitam, dikembalikan kepada keluarga korban;
·
Celana panjang hitam, baju lengan panjang hitam dan topi hitam, dikembalikan kepada terdakwa Gazali;
8. Membebankan kepada terdakwa, biaya perkara sebesar Rp.1.000,(seribu rupiah). 9. PEMBAHASAN Pertimbangan hakim terhadap tindak pidana yang didakwakan merupakan
konteks
penting
dalam
putusan
hakim.
Hakikatnya,
pertimbangan hakim merupakan pembuktian unsur-unsur dari suatu tindak pidana apakah perbuatan terdakwa memenuhi dan sesuai dengan tindak pidana yang didakwakan jaksa/penuntut umum. Sebelum mengambil putusan, hakim terlebih dahulu menarik faktafakta dalam persidangan yang timbul dan merupakan konklusi kumulatif
dari keterangan para saksi, keterangan terdakwa, dan barang bukti yang diajukan dan diperiksa dalam persidangan. Untuk
mengetahui
pertimbangan
hakim
lebih
rinci
dan
membuktikan terbukti atau tidaknya perbuatan terdakwa dapat dilihat dari unsur-unsur yang terdapat dalam pasal-pasal yang diterapkan terhadap terdakwa. Dalam dakwaan kesatu primer, terdakwa GAZALI didakwa melakukan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 340 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, yaitu “Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.” Unsur-unsur yang terkandung dalam Pasal 340 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. barang siapa; 2. dengan sengaja dan direncanakan terlebih dahulu; 3. menghilangkan jiwa orang lain. Fakta yang terungkap di persidangan bahwa berdasarkan dari keterangan saksi-saksi dan terdakwa, tidak ada niat dari terdakwa untuk membunuh korban Adam, melainkan hanya memberi pelajaran atas perbuatannya terhadap istri terdakwa. Majelis hakim berpendapat bahwa unsur dengan sengaja dan direncanakan terlebih dahulu tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, sehingga unsur-unsur delik lainnya dari Pasal 340 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tidak perlu dipertimbangkan lagi. Pertimbangan majelis hakim yang berpendapat bahwa unsur dengan sengaja dan direncanakan terlebih dahulu tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sudah tepat karena memang perbuatan terdakwa terjadi secara spontan tanpa direncanakan terlebih dahulu. Dalam dakwaan pertama subsidair, terdakwa GAZALI didakwa melakukan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 338 jo Pasal 55 ayat (1)
ke-1 KUHP, yaitu “Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.” Majelis hakim berpendapat bahwa dakwaan kesatu primer dan dakwaan kesatu subsidair berhubungan erat tak terpisahkan, maka mengenai unsur-unsur tidak perlu diuraikan lagi. Bahwa karena unsur dengan sengaja dalam dakwaan kesatu primair tidak terbukti maka terdakwa harus dibebaskan pula dari dakwaan kesatu subsidair pasal 338 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dalam dakwaan kesatu subsidair lagi, terdakwa GAZALI didakwa melakukan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 355 ayat (2) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, yaitu “Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.” Unsur-unsur yang terkandung dalam Pasal 355 ayat (2) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. barang siapa; 2. penganiayaan berat; 3. direncanakan lebih dahulu; 4. menyebabkan matinya orang lain; 5. melakukan, menyuruh melakukan atau turut melakukan perbuatan. Fakta yang terungkap di persidangan : · bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan terdakwa, terdakwa melihat Adam (korban) bersama Sutilah istri korban sedang duduk di lincak di teras rumahnya, lalu tanpa berkata-kata terdakwa langsung mendekati korban dari arah depan dan menusukkan pisau yang dibawanya ke arah perut dan dada korban, diikuti bacokan Juari dan Hasan dengan cluritnya masing-masing, lalu korban masih sempat lari ke halaman, tetapi kemudian jatuh dan terdakwa menggorok leher korban dengan pisaunya sampai tangkainya terlepas kemudian terdakwa beserta Juari dan Hasan meninggalkan korban Adam dalam keadaan
luka parah. Majelis hakim berpendapat bahwa unsur penganiayaan berat terbukti secara sah dan meyakinkan. · bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan terdakwa, - selama terdakwa bekerja di Malaysia telah diberitahu lewat telepon oleh adik ipar terdakwa bernama Ripin, bahwa istri terdakwa bernama Rohimah telah berselingkuh dengan Adam; - kemudian pada hari Senin, tanggal 6 Mei 2002 sewaktu terdakwa pulang dari Malaysia, sekira pukul 19.00 WIB di rumah terdakwa Desa Pangolangan, Kecamatan Burneh, Kabupaten Bangkalan telah diberitahu oleh adik terdakwa bernama Surah, bahwa istri terdakwa telah berselingkuh dengan Adam; - atas pemberitahuan tersebut terdakwa menjadi terkejut dan langsung mengambil pisau dan mengajak Juari dan Hasan ke rumah Adam; - setelah sampai di rumah Adam dan melihat Adam duduk di atas lincak bersama istrinya di teras rumahnya, terdakwa langsung menusuk korban Adam di bagian perut dan dada; - perbuatan tersebut dilakukan terdakwa karena emosi yang tidak terkendali dan tanpa pikir panjang, karena Adam telah berselingkuh dengan istri terdakwa. Majelis hakim berpendapat bahwa unsur direncanakan terlebih dahulu tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, sehingga terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan kesatu subsidair lagi karena salah satu unsur Pasal 355 ayat (2) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tidak terbukti. Pertimbangan majelis hakim yang berpendapat bahwa unsur penganiayaan berat terbukti secara sah dan meyakinkan sudah tepat karena memang terdakwa menusukkan pisau yang dibawanya ke arah perut dan dada korban, diikuti bacokan Juari dan Hasan dengan cluritnya masingmasing, lalu korban masih sempat lari ke halaman, tetapi kemudian jatuh dan terdakwa menggorok leher korban dengan pisaunya sampai tangkainya terlepas kemudian terdakwa beserta Juari dan Hasan meninggalkan korban Adam dalam keadaan luka parah. Sedangkan
pendapat majelis hakim bahwa unsur direncanakan terlebih dahulu tidak terbukti secara sah dan meyakinkan juga sudah tepat karena terdakwa melakukan perbuatan secara spontan tanpa direncanakan terlebih dahulu. Dengan demikian tindakan majelis hakim untuk membebaskan terdakwa dari dakwaan subsider lagi juga sudah tepat karena salah satu unsur Pasal 355 ayat (2) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tidak terbukti. Dakwaan kesatu lebih subsidair lagi, terdakwa GAZALI didakwa melakukan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 354 ayat (2) jo Pasal 55 (1) ke-1 KUHP, “Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun.” Unsur-unsur yang terkandung dalam Pasal 354 ayat (2) jo Pasal 55 (1) ke-1 KUHP dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. barang siapa; 2. dengan sengaja; 3. melukai berat orang lain; 4. menyebabkan matinya orang lain; 5. melakukan, menyuruh melakukan, atau turut melakukan perbuatan. Fakta yang terungkap di persidangan : · bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan terdakwa, akibat perbuatan terdakwa bersama-sama dengan Juari dan Hasan tersebut, Adam diketemukan tergeletak di pinggir jalan kampung sebelah timur rumah dengan luka disekujur tubuh dan berlumuran darah dan sudah tidak bergerak lagi atau telah meninggal. Visum Et Repertum atas nama korban Adam yang ditandatangani oleh dr.Indarto P. Wicaksono tanggal 7 Mei 2002 dengan kesimpulan, kematian korban disebabkan perdarahan pada leher dan paru kiri yang disebabkan sentuhan benda tajam. Majelis hakim berpendapat bahwa unsur menyebabkan matinya orang lain terbukti sacara sah dan meyakinkan. · bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan terdakwa, sewaktu terdakwa bekerja di Malaysia telah ditelepon oleh adik ipar terdakwa bernama Ripin, bahwa istrinya telah berselingkuh dengan Adam dan
ketika hari Senin tanggal 6 Mei 2002 pulang dari Malaysia sekira jam 19.00 WIB dirumah terdakwa telah diberitahu oleh adik terdakwa bernama Surah, bahwa istrinya bernama Rohimah telah berselingkuh dengan Adam, maka terdakwa langsung mengambil pisau dan mengajak Juari dan Hasan ke rumah Adam. Bahwa setelah sampai di rumah Adam dan melihat Adam duduk diatas lincak bersama istrinya di teras rumahnya, terdakwa langsung menusuk korban Adam dibagian perut dan dada, diikuti bacokan oleh Juari dan Hasan, kemudian setelah korban terlihat tidak tergerak lagi, mereka bertiga melarikan diri kearah utara. Majelis hakim berpendapat bahwa unsur melakukan, menyuruh melakukan atau turut melakukan perbuatan telah terbukti secara sah dan meyakinkan. Pertimbangan majelis hakim yang berpendapat unsur menyebabkan matinya orang lain terbukti secara sah dan meyakinkan sudah tepat karena akibat perbuatan terdakwa bersama-sama dengan Juari dan Hasan, Adam diketemukan tergeletak di pinggir jalan kampung sebelah timur rumah dengan luka disekujur tubuh dan berlumuran darah dan sudah tidak bergerak lagi atau telah meninggal. Sedangkan pendapat majelis hakim mengenai unsur melakukan, menyuruh melakukan atau turut melakukan perbuatan telah terbukti secara sah dan meyakinkan juga sudah tepat karena terdakwa mengajak Juari dan Hasan ke rumah korban yang kemudian membacok korban hingga tak bergerak lagi atau meninggal. Dalam dakwaan kedua, terdakwa GAZALI didakwa melakukan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU No.12/Drt/1951, ”Barang siapa yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk (slag-, steek-, of
stootwapen), dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.” Unsur-unsur yang terkandung dalam Pasal 2 ayat (1) UU No.12/Drt/1951 dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. barang siapa; 2. tanpa hak; 3. membawa,mempunyai dalam miliknya, menyimpan, menyembunyikan, mempergunakan sesuatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk yang nyata-nyata tidak termasuk barang-barang yang dimaksudkan untuk dipergunakan guna pertanian atau untuk pekerjaan rumah tangga ataupun mempunyai tujuan sebagai barang pusaka atau barang kuno atau barang ajaib. Fakta yang terungkap di persidangan : · bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan terdakwa, - bahwa yang dimaksud tanpa hak adalah tidak ada kewenangan untuk melakukan sesuatu perbuatan karena tidak mempunyai surat ijin dari yang berwajib; - menurut undang-undang perbuatan membawa, memiliki, menyimpan, menyembunyikan sesuatu senjata tajam sebagai senjata sikep adalah dilarang oleh undang-undang, kecuali sebelumnya telah mempunyai ijin untuk itu. - bahwa berdasarkan keterangan terdakwa di persidangan bahwa terdakwa membeli pisau garpu kurang lebih 5 tahun lalu seharga Rp.150.000,- untuk senjata sikep, padahal untuk itu terdakwa tidak memiliki surat ijin dari yang berwajib. Majelis hakim berpendapat bahwa unsur tanpa hak terbukti secara sah dan meyakinkan. · bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan terdakwa, - unsur
membawa,
mempunyai
dalam
miliknya,
menyimpan,
menyembunyikan, mempergunakan sesuatu senjata pemukul, senjata penikam atau senjata penusuk yang nyata-nyata tidak termasuk
barang-barang yang dimaksudkan untuk dipergunakan guna pertanian atau untuk pekerjaan rumah tangga ataupun mempunyai tujuan sebagai barang pusaka atau barang kuno atau barang ajaib. - bahwa sebagaimana fakta yang terungkap di persidangan, sejak 5 tahun sebelum kejadian, terdakwa telah memiliki sebilah pisau garpu yang dibeli seharga Rp.150.000,- sebagai senjata sikep, kemudian sewaktu terdakwa pulang dari Malaysia dan diberitahu adiknya bahwa istri terdakwa berselingkuh dengan Adam, lalu pisaunya tersebut dipakai terdakwa untuk menusuk korban Adam hingga meninggal. - bahwa dari bentuk, ketajaman pisau yang dimiliki terdakwa tersebut, bukan merupakan pisau dapur atau untuk keperluan rumah tangga, melainkan merupakan senjata sikep dan bukan pula merupakan barang yang mempunyai tujuan sebagai barang pusaka atau barang kuno. Majelis hakim berpendapat bahwa unsur membawa, mempunyai dalam miliknya, menyimpan, menyembunyikan, mempergunakan sesuatu senjata pemukul, senjata penikam atau senjata penusuk yang nyata-nyata tidak termasuk barang-barang yang dimaksudkan untuk dipergunakan guna pertanian atau untuk pekerjaan rumah tangga ataupun mempunyai tujuan sebagai barang pusaka atau barang kuno atau barang ajaib terbukti secara sah dan meyakinkan. Demikian pertimbangan-pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Bangkalan Madura dalam memeriksa dan memutus perkara Carok (Studi Putusan No. 183/Pid.B/2002/PN.Bkl).
BAB IV PENUTUP
A.
Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah penulis uraikan dalam bab-bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : Dalam Carok dapat dipastikan akan jatuh korban, dari yang luka-luka berat atau bahkan meninggal dunia. Berdasarkan hal tersebut, Hakim Pengadilan Negeri Bangkalan Madura menjadikan Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 (1) ke-1 KUHP, Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Pasal 355 ayat (2) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Pasal 354 ayat (2) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dan Pasal 2 ayat (1) UU Darurat No.12 Tahun 1951 sebagai dasar pertimbangan dalam memeriksa dan memutus perkara Carok. Terhadap Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 (1) ke-1 KUHP dakwaan primer, Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dakwaan subsidair, Pasal 355 ayat (2) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dakwaan subsidair lagi, Majelis Hakim berpendapat bahwa unsur sengaja dan direncanakan terlebih dahulu tidak terbukti secara sah dan meyakinkan karena tidak ada niat dari terdakwa untuk membunuh korban, melainkan hanya memberi pelajaran atas perbuatan korban terhadap istri terdakwa. Sehingga terdakwa dijatuhi pidana oleh Hakim Pengadilan Negeri Bangkalan Madura dengan dasar Pasal 354 ayat (2) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dakwaan kesatu lebih subsidair lagi dan Pasal 2 ayat (1) UU Darurat No.12 Tahun 1951 dakwaan kedua karena terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan penganiayaan berat yang menyebabkan matinya orang lain secara bersama-sama dan tanpa hak membawa senjata tajam.
B. Saran · Putusan yang dijatuhkan hakim harusnya lebih berat, mengingat Carok merupakan suatu tindak pembunuhan dan penganiayaan yang dapat mengakibatkan luka-luka ataupun hilangnya nyawa seseorang. Dengan
dijatuhkan hukuman yang berat, diharapkan dapat memberikan efek jera sehingga dapat mengurangi maraknya Carok di kalangan masyarakat Madura.
DAFTAR PUSTAKA
A. Karim Nasution. 1972. Masalah Surat Tuduhan dalam Proses Pidana. Jakarta : PN Percetakan Negara RI. A. Latief Wiyata. 2006. Carok Konflik Kekerasan dan Harga Diri Orang Madura. Yogyakarta : LKIS Yogyakarta. A. Soetomo. 1989. Pedoman Dasar Pembuatan Surat Dakwaan dan Suplemen. Jakarta : Pradnya Paramita. Adami Chazawi. 2002. Pelajaran Hukum Pidana. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Ainur Rahman Hidayat. 2003. Jurnal Filsafat. Refleksi Metafisis Atas Makna Substantif Carok dalam Budaya Madura. Vol. 35 No. 3. Andi Hamzah. 1996. Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta : Ghalia Indonesia. ____________. 2000. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta : CV. Sapta Artha Jaya. ____________. 2009. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika. Google. http:// www.google.com/definisi hukum [20 Mei 2010 pukul 14.00]. Google. http:// www.google.com/fungsi hukum [20 Mei 2010 pukul 14.00]. Google. http :// www.google.com/ peranan hakim dalam menerapkan hukum [27 Mei 2010 pukul 10.00]. Indriati Amarini. 2009. Politik Kriminal dalam Penanggulangan Kejahatan Carok di Pamekasan. Jurnal FH UMP. Vol.16 No.II. Lilik Mulyadi. 2007. Hukum Acara Pidana. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. ___________. 2007. Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. M. Yahya Harahap. 1985. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Jakarta : Pustaka Kartini. Moch. Faisal Salam. 2001. Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek. Bandung : Mandar Maju. Mohamad Fauzi B. Sukimi. 2003. “Carok Sebagai Elemen Identiti Masyarakat Madura”. Akademika 65 (Julai) 2004: 91-110. P.A.F. Lamintang. 1997. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. Peter Mahmud Marzuki. 2008. Penelitian Hukum. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. Soerjono Soekanto. 2006. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : Universitas Indonesia (UI-Press).
Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP. Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman.