TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto No. 94/Pid.B/2010/PN.Pwt)
SKRIPSI Diajukan dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Program Strata Satu Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
Oleh : HAMDONO SARI E1E 008022
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2012 i
LEMBAR PENGESAHAN
TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto No. 94/Pid.B/2010/PN.Pwt)
Oleh : HAMDONO SARI E1E 008022
Untuk memenuhi salah satu syarat meraih gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
Diterima dan disahkan Pada tanggal, 17 Juli 2012
Penguji I/ Pembimbing I
Penguji II/ Pembimbing II
Penguji /Penilai
Dr. Budiyono, S.H., M.Hum Dr. Noor Aziz Said, S.H., M.S Haryanto Dwiatmodjo, S.H., M.Hum NIP.19631107 198901 1 001 NIP. 1954040426 198003 1 004 NIP. 19570225 198702 1 001
Mengetahui, Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
Hj. Rochani Urip Salami, S.H. MS NIP. 19520603 198003 2 001
ii
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Hamdono Sari
NIM
: E1E 008022
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto No. 94/Pid.B/2010/PN.Pwt) Adalah benar bahwa skipsi ini merupakan hasil karya sendiri, semua informasi dan sumber data yang di gunakan dalam penyusunan naskah ini disebutkan dalam daftar pustaka dan telah dinyatakan secara jelas kebenarannya. Bila pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menanggung risiko, termasuk pencabutan gelar kesarjanaan yang saya sandang.
Purwokerto, 17 Juli 2012
Hamdono Sari NIM. E1E 008022
iii
Persembahan Aku Persembahkan Hasil Karya Ini untuk Orang-orang Tercinta : Orang tua : Bapak : Sardjuni (Alm) Ibu : Darodjah Isteri :
Nur Agustin Siswi Handayani, Spd Terima kasih atas kesetiaan dan kesabarannya selama ini Anakku:
Raditya Nuari Majid Kepada :
Rekan-rekan satu angkatan dan satu Almamater Fakultas Hukum UNSOED Rekan –rekan sejawat di Lembaga Pemasyarakatan Pasir Putih Nusakambangan Terima kasih atas doa, kasih sayang, perjuangan dan pengorbanan yang menjadi kekuatan, semangat dalam penyelesaian studi saya ini
iv
PRAKATA Alhamdulillahi robbil ’aalamiin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala nikmat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul : TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto No. 94/Pid.B/2010/PN.Pwt) Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada program Strata Satu (S1) Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedriman, Purwokerto. Sebagai manusia, tentu dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna baik dari materi maupun dalam penulisannya, untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Penulis menyadari bahwa bahwa tanpa berkat, rahmat dan karunia Allah SWT dan bantuan dari berbagai pihak mustahil penulisan skripsi ini dapat terselasaikan, maka pada kesempatan ini dengan penuh rasa hormat penulis menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya serta ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini, utamanya kepada : 1. Hj. Rochani Urip Salami, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman; 2. I Ketut Karmi Nurjaya, S.H., M.Hum selaku pembimbing akademik 3. Dr. Budiyono, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, petunjuk dan pengarahan kepada penulis serta nasihat-nasihat yang berharga dalam penyusunan skripsi ini;
v
4. Dr. Noor Aziz Said, S.H., M.S., selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan serta semangat, dalam rangka penyusunan skripsi ini 5. Haryanto Dwiatmodjo, S.H., M.Hum selaku Dosen Penguji yang telah memeriksa, mengoreksi dan memberikan saran serta masukan-masukan pada penulis dalam penyusunan skripsi ini; 6. Seluruh
staff
pengajar pada pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal
Soedirman yang telah mengajarkan ilmu-ilmunya kepada penulis; 7. Seluruh karyawan dan karyawati pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman yang telah memberikan bantuan di bidang administrasi, sehingga memperlancar studi selama penulis menjadi mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman; 8. Rekan-rekan mahasiswa dilingkungan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman yang secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan bantuannya selama penulis mempersiapkan sampai dengan penyelesaian penyusunan skripsi ini; 9. Bapak Iskandar Irianto Basuki, Bc.IP, S.H., MH selaku Kepala Lembaga Pemasyarakatan Pasir Putih Nusakambangan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan studi; 10. Ketua Pengadilan Negeri Purwokerto beserta seluruh staf
yang telah
memfasilitasi penulis selama proses pengumpulan data; 11. Kepada kedua orang tuaku yang telah memberikan kasih sayang
yang tak
terhingga dan restunya, dukungan moril maupun materiil sehingga penulis dapat
vi
menyelesaikan studi sampai pada penyusunan skripsi ini terima kasih atas segala motivasi dan dukungan yang tak pernah penulis lupakan; 12. Isteriku terkasih dan anakku tercinta, terima kasih atas kesabaran, ketabahan dan dukungan moril yang telah diberikan selama mengikuti pendidikan sampai selesai penyusunan skripsi ini; 13. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dan memberikan semangat mulai dari persiapan sampai dengan penyelesaian penyusunan skripsi ini; Atas kebaikan semuanya, penulis tidak membalas dengan sesuatu kepada semua pihak, atas semua budi baiknya, penulis hanya dapat mendoakan semoga Allah SWT berkenan membalas semua kebaikan yang telah diberikan kepada penulis.
Purwokerto, 17 Juli 2012
Penulis
vii
ABSTRAK Tindak pidana pencurian dengan pemberatan ini berbeda dengan pencurian biasa, tindak pidana pencurian dengan pemberatan seperti pengrusakan, membongkar dan lain-lain, maka ancaman hukumannya pun lebih berat daripada pencurian biasa, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hal tersebut. Tujuan Penelitian untuk mengetahui penerapan unsur-unsur Pasal 363 ayat (1) ke-4 dan ke- 5 KUHP dalam putusan perkara Nomor : 94/Pid.B/2010/PN.Pwt dan untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dalam putusan perkara Nomor : 94/Pid.B/2010/PN.Pwt. Berdasarkan pembahasan terhadap hasil penelitian, maka dapat dikemukakan kesimpulan penerapan unsur-unsur Pasal 363 ayat (1) ke-4 dan ke - 5 KUHP dalam putusan perkara Nomor : 94/Pid.B/2010/PN.Pwt. Majelis Hakim telah menerapkan unsur-unsur tindak pidana pencurian dalam keadaan pemberatan, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 363 ayat (1) ke-4 dan ke - 5 KUHP, yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut : a) Barang siapa; b) Mengambil suatu barang; c) Yang sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain; d) Dengan maksud untuk dimiliki dengan melawan hak; e) Dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama; f) Dengan jalan memanjat atau membongkar. Berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan diketahui bahwa semua unsur-unsur tersebut telah terpenuhi. Dengan telah terpenuhinya semua unsur-unsur dalam Pasal 363 ayat (1) ke-4 dan ke - 5 KUHP, sehingga terdakwa telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencurian dalam keadaan memberatkan sebagaimana telah didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dalam putusan perkara Nomor : 94/Pid.B/2010/PN.Pwt. Majelis Hakim, telah mempertimbangkan dasar penjatuhan pidananya yaitu : Pembuktian berdasarkan alat-alat bukti yang sah sebagiamana diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, yang meliputi : Keterangan saksi-saksi, Barang bukti dan Keterangan terdakwa, dipersidangan telah dapat dibuktikan secara sah dan menyakinkan. Semua fakta yuridis yang terungkap di persidangan telah sesuai dan terbukti benarnya memenuhi semua unsur-unsur sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 363 ayat (1) ke-4 dan ke - 5 KUHP, dengan demikian telah membuat keyakinan Majelis Hakim, dan sebagai dasar dalam memutus perkara Nomor : 94/Pid.B/2010/PN.Pwt, terhadap terdakwa. Adanya hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 197 ayat (1) huruf f KUHAP.
viii
ABSTRACT Theft doing an injustice in a state of this weighing down differs from theft usually, theft doing an injustice with weighing down like destruction, break into and others, so the punishment threat even also heavier than theft usually, author interested to do watchfulness hits the mentioned. Watchfulness aim to detect paragraph elements applications 363 verse (1) to4 and to- 5 KUHP in Number Verdict: 94/Pid. B/2010/PN. Pwt and to detect base judge deliberation in drop criminal towards defendant in Number Verdict: 94/Pid. B/2010/PN. Pwt Based on discussion towards watchfulness result, so can be proposed paragraph elements applications conclusion 363 verse (1) to-4 and to - 5 KUHP in number verdict: 94/Pid. B/2010/PN. Pwt. Judge assembly has applied theft doing an injustice elements in a state of weighing down, as formulated in paragraph 363 verse (1) to-4 and to - 5 KUHP, contain elements as follows: a) whoever; b) take a goods; c) a part or entire belong to another person; d) with a view to has with oppose right; e) done by two person or more according to together; e) by way of climb or break into. Based on law facts revealed at conference have been known that any elements fulfilled. As fulfilled all elements in paragraphs 363 verse (1) to-4 and to - 5 KUHP, so that defendant proved validly and convince guilty do theft doing an injustice in a state of stress as accusation by public procecutor. Base judge deliberation in drop criminal towards defendant in number verdict: 94/Pid. B/2010/PN. Pwt. Judge assembly, considering base penjatuhan the criminal that is: Verification based on valid proof tools as is regulated in paragraph 184 verses (1) KUHAP, cover: witnesses explanation, proof goods and defendant explanation, at conference provable validly and convince. All juridical facts revealed at conference appropriate and proved the true fulfil all elements as formulated in paragraphs 363 verse (1) to - 4 and to - 5 KUHP, thereby make judge assembly confidence, and as base in memutus number verdict: 94/Pid. B/2010/PN. Pwt, towards defendant. Matters existence that stress and unburden defendant as formulated in paragraph 197 verses (1) font f KUHAP.
ix
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ...........................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................
ii
HALAMAN PERNYATAAN ...........................................................................
iii
PERSEMBAHAN ...............................................................................................
iv
PRAKATA .........................................................................................................
v
ABSTRAK ...........................................................................................................
viii
ABSTRACT............................................................................................................
ix
DAFTAR ISI ......................................................................................................
x
BAB I
: PENDAHULUAN ........................................................................
1
A. Latar Belakang ........................................................................
1
B. Perumusan Masalah ................................................................
4
C. Tujuan Penelitian .....................................................................
5
D. Manfaat Penelitian ..................................................................
5
: TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................
6
A. Tindak Pidana ...........................................................................
6
1. Pengertian tindak pidana ....................................................
6
2. Unsur-unsur Tindak Pidana ................................................
8
B. Penegakan Hukum ...................................................................
12
C. Teori-teori Tentang Pemidanaan ..............................................
17
1. Teori Pemidanaan .............................................................
17
2. Tujuan Pemidanaan ...........................................................
22
BAB II
x
D. Tindak Pidana Pencurian ..........................................................
25
1. Pengertian Tindak Pidana Pencurian .................................
25
2. Unsur –unsur Tindak Pidana Pencurian...............................
30
3. Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan ..................
35
BAB III : METODE PENELITIAN ..................................................................
40
A. Metode Pendekatan ..................................................................
40
B. Spesifikasi Penelilitian .............................................................
40
C. Lokasi Penelitian .......................................................................
40
D. Sumber Data .............................................................................
40
E. Metode Pengumpulan Data .......................................................
41
F. Metode Penyajian Data .............................................................
41
G. Metode Analisis Data ................................................................
41
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................
42
A. Hasil Penelitian .......................................................................
42
Putusan Perkara Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor : 94/Pid.B/2010/PN.Pwt., mengenai tindak pidana pencurian dalam keadaan memberatkan ..................................................
42
B. Pembahasan ............................................................................
59
1. Penerapan unsur-unsur Pasal 363 ayat (1) ke- 4 ke-5
KUHP
dalam
Putusan
Perkara
dan
Nomor
:
94/Pid.B/2010/PN.Pwt ....................................................... 2. Dasar
Pertimbangan
Hakim
dalam
59
Menjatuhkan
Pidana Terhadap Terdakwa dalam Putusan Nomor : 94/Pid.B/2010/PN.Pwt ....................................................... xi
73
BAB V
: PENUTUP .....................................................................................
79
A. Simpulan ..................................................................................
79
B. Saran .........................................................................................
80
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................
81
xii
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum mengatur masyarakat secara patut dan bermanfaat dengan menempatkan apa yang diharuskan ataupun yang diperbolehkan dan sebaliknya. Hukum dapat mengkualifikasikan sesuatu perbuatan sesuai dengan hukum atau mendiskualifikasikan sebagai melawan hukum. Perbuatan yang sesuai dengan hukum tidak merupakan masalah dan tidak perlu dipersoalkan; yang menjadi masalah ialah perbuatan yang melawan hukum. Bahkan yang diperhatikan dan dianggap oleh hukum ialah justru perbuatan yang disebut terakhir ini, baik perbuatan melawan hukum yang sungguh-sungguh terjadi (onrecht inactu) maupun perbuatan hukum yang mungkin akan terjadi (onrecht in potentie). Perhatian dan penggarapan perbuatan inilah yang merupakan penegakan hukum. Terhadap perbuatan yang melawan hukum tersedia sanksi. 9 Sehubungan dengan masalah penegakan hukum pidana Sudarto, mengemukakan bahwa penegakan hukum di bidang hukum pidana di dukung oleh alat perlengkapan dan peraturan yang relatif lebih lengkap dari penegakan hukum di bidang-bidang lainnya. Aparatur yang dimaksud di sini ialah Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan aparat eksekusi pidana, sedang peraturan-peraturan yang dikatakan lebih lengkap ialah antara lain ketentuanketentuan hukum acara pidana, Undang-undang Kekuasaan Kehakiman,
9
Sudarto, 1986. Kapita Selekta Hukum Pidana. Alumni, Bandung. hlm. 111.
2
Undang-undang tentang Kepolisian, Undang-undang tentang Kejaksaan dan Gestichtenreglement. 10 Dalam kehidupan masyarakat modern yang serba kompleks sebagai produk
kemajuan
teknologi,
mekanisasi,
industrialisasi
dan
urbanisasi
memunculkan banyak masalah sosial. Maka usaha adaptasi atau penyesuaian diri terhadap masyarakat modern yang sangat kompleks itu menjadi tidak mudah. Kesulitan
mengadakan
adaptasi
dan
adjustment
menyebabkan
banyak
kebimbangan, kebingungan dan konflik - baik konflik eksternal yang terbuka, maupun yang internal dalam batin sendiri yang tersembunyi dan tertutup sifatnya. Sebagai dampaknya orang lalu mengembangkan pola tingkah laku menyimpang dari norma-norma umum, dengan jalan berbuat semau sendiri demi keuntungan sendiri dan kepentingan pribadi, kemudian mengganggu dan merugikan pihak lain. 11 Suatu perbuatan yang merupakan delik hukum (kejahatan), jika perbuatan itu bertentangan dengan asas-asas hukum positif yang hidup dalam rasa hukum di kalangan masyarakat, terlepas dari pada hal apakah asas-asas tersebut dicantumkan dalam undang-undang pidana. Sebaliknya delik undangundang (pelanggaran) itu adalah merupakan peristiwa-peristiwa pidana yang ancaman pidananya lebih ringan dari pada kejahatan dan tidak mudah dimengerti atau dirasakan bahwa perbuatan semacam itu dilarang.12
10 11
Ibid., hlm. 112. Kartini Kartono, 1992. Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja. Rajawali Pres, Jakarta.
hlm. v. 12
R. Soesilo, 1984. Pokok-pokok Hukum Pidana Peraturan Umum Deli-delik Khusus. Politea, Bogor. hlm. 19.
3
Perbuatan-perbuatan yang dilarang di sini adalah dimaksudkan sebagai perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam pidana sehingga disebut tindak pidana. Terhadap pengertian tindak pidana R. Soesilo mengemukakan pendapatnya sebagai berikut : ”Tindak pidana juga disebut delik atau perbuatan yang boleh dihukum, atau peristiwa pidana itu adalah suatu perbuatan yang melanggar atau bertentangan dengan undang-undang yang dilakukan dengan kesalahan oleh orang yang dapat dipertanggungjwabkan”. 13 Tindak pidana pencurian yang diatur dalam Pasal 363 dan Pasal 365 KUHP dinamakan pencurian dengan kualifikasi (gequalificeerd diefstal). Wirjono Prodjodikoro menerjemahkan dengan ”pencurian khusus” sebab pencurian tersebut dilakukan dengan cara tertentu. Istilah yang dirasa tepat adalah yang digunakan oleh R. Soesilo (dalam bukunya Kitab Undang-undang Hukum Pidana) yaitu ”pencurian dengan pemberatan” sebab dari istilah tersebut sekaligus dapat dilihat, bahwa karena sifatnya maka pencurian itu diperberat ancaman pidananya. 14 Menurut M. Sudradjat Bassar, tindak pidana pencurian dengan pemberatan termasuk pencurian istimewa, maksudnya suatu pencurian dengan cara tertentu dan dalam keadaan tertentu, sehingga bersifat lebih berat dan diancam dengan yang maksimalnya lebih tinggi.
15
Pencurian pada waktu
malam, unsur ’waktu malam’ ini memang bernada memberikan sifat lebih jahat pada pencurian. Pencurian oleh dua orang atau lebih bersama-sama seperti
13
Ibid., hlm. 26. Hermien Hediati Koeswadji, 1984. Delik Harta Kekayaan, Asas-asas, Kasus dan Permasalahan Cetakan Pertama. Sinar Wijaya, Surabaya, hlm. 25 15 Sudrajat Bassar, 1986. Tindak Pidana Tertentu di Dalam KUHP. Cetakan Kedua, Remadja Karya, Bandung, hlm. 70 14
4
misalnya mereka bersama-sama mengambil barang-barang dengan kehendak bersama.
Pengertian
’bekerja
sama’
adalah
apabila
setelah
mereka
merencanakan niatnya untuk bekerja sama dalam melakukan pencurian, kemudian hanya seorang yang masuk rumah dan mengambil barang, dan kawannya hanya tinggal di luar rumah untuk menjaga, mengawasi, kalau-kalau perbuatan mereka diketahui orang. 16 Tindak pidana pencurian dengan pemberatan menimbulkan kerugian dan penderitaan yang dialami oleh korban kejahatan, hal tersebut telah menarik perhatian penulis untuk meneliti salah satu Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Perkara No. 94/Pid.B/2010/PN.Pwt, dalam putusan tersebut terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan ”tindak pidana pencurian dalam keadaan memberatkan”. Perbuatan terdakwa tersebut dilakukan pada malam hari dengan didahului pengrusakan terhadap barang milik korban.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah penerapan unsur-unsur Pasal 363 ayat (1) ke-4 dan
ke - 5
KUHP dalam putusan perkara Nomor : 94/Pid.B/2010/PN.Pwt ? 2. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dalam putusan perkara Nomor : 94/Pid.B/2010/PN.Pwt ?
16
Ibid., hlm. 71
5
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah sebagaimana dikemukakan di atas, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui penerapan unsur-unsur Pasal 363 ayat (1) ke-4 dan ke- 5 KUHP dalam putusan perkara Nomor : 94/Pid.B/2010/PN.Pwt 2. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dalam putusan perkara Nomor : 94/Pid.B/2010/PN.Pwt
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat secara teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dibidang ilmu hukum dan menambah bahan kepustakaan hukum, khususnya yang berkaitan dengan tindak pidana pencurian dalam keadaan memberatkan. 2. Manfaat secara praktis Hasil penelitian ini diharapkan pula untuk dapat memberikan sumbangan pemikiran sebagai masukan dalam praktik penegakan hukum, khususnya dalam penegakan hukum yang menyangkut masalah tindak pidana pencurian dalam keadaan memberatkan.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Menurut Moeljatno yang dimaksud dengan ”tindak pidana” adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar aturan tersebut. Terkait dengan masalah pengertian tindak pidana, lebih lanjut Moeljatno mengemukakan bahwa terdapat 3 (tiga) hal yang perlu diperhatikan : a. Perbuatan pidana adalah perbuatan oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana b. Larangan ditujukan kepada perbuatan yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang, sedangkan ancaman pidana ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu. c. Antara larangan dan ancaman pidana ada hubungan yang erat, oleh karena antara kejadian dan orang yang menimbulkan kejadian itu ada hubungan erat pula. ”Kejadian tidak dapat dilarang jika yang menimbulkan bukan orang, dan orang tidak dapat diancam pidana jika tidak karena kejadian yang ditimbulkan olehnya”. 17 Mengenai pengertian tindak pidana A. Ridwan Halim menggunakan istilah
delik untuk menterjemahkan strafbaarfeit, dan mengartikannya
sebagai suatu perbuatan atau tindakan yang terlarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang.
18
Hazewinkel – Suringga
suatu rumusan yang bersifat umum mengenai
memberikan
strafbaarfeit yaitu suatu
perilaku manusia yang pada suatu saat tertentu telah ditolak di dalam suatu 17
Moeljatno, 1985. Fungsi dan Tujuan Hukum Pidana Indonesia, Bina Aksara, Jakarta,
18
Ridwan A. Halim, 1982. Hukum Pidana dan Tanya Jawab. Ghalia Indonesia, Jakarta,
hlm. 34 hlm. 31.
7
pergaulan hidup tertentu dan dianggap sebagai perilaku yang harus ditiadakan oleh hukum pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang bersifat memaksa yang terdapat di dalamnya. 19 Menurut Moeljatno, pada dasarnya tindak pidana merupakan suatu pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana adalah suatu pengertian yuridis seperti halnya untuk memberikan definisi atau pengertian terhadap istilah hukum, maka bukanlah hal yang mudah untuk memberikan definisi atau pengertian terhadap istilah tindak pidana. Pembahasan hukum pidana dimaksudkan untuk memahami pengertian pidana sebagai sanksi atas delik, sedangkan pemidanaan berkaitan dengan dasar-dasar pembenaran pengenaan pidana serta teori-teori tentang tujuan pemidanaan. Perlu disampaikan di sini bahwa, pidana adalah merupakan suatu istilah yuridis yang mempunyai arti khusus sebagai terjemahan dari Bahasa Belanda ”straf” yang dapat diartikan sebagai ”hukuman”. 20 Pembentuk
undang-undang
telah
menggunakan
perkataan
”strafbaarfeit” untuk mengganti istilah tindak pidana di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tanpa memberikan penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan perkataan strafbaarfeit, sehingga timbulah di dalam doktrin berbagai pendapat tentang apa yang sebenarnya yang dimaksud dengan strafbaarfeit tersebut, seperti yang dikemukakan oleh Hamel dan Pompe.
19
Lamintang, 1984. Dasar - dasar Hukum Pidana Indonesia. Sinar Baru, Bandung,
20
Moeljatno, 1987. Asas-asas Hukum Pidana. Bina Aksara, Jakarta. hlm. 37.
hlm. 172
8
Pendapat yang dikemukakan oleh Hamel tentang Strafbaarfeit adalah sebagai berikut : Strafbaarfeit adalah kelakuan orang (menselijke gedraging) yang dirumuskan dalam wet, yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana (strafwaardig) dan dilakukan dengan kesalahan. pendapat
Pompe mengenai
Strafbaarfeit
adalah
21
sebagai
Sedangkan berikut
:
Strafbaarfeit itu dapat dirumuskan sebagai suatu pelanggaran norma yang sengaja atau tidak sengaja dilakukan oleh pelaku. 22 2. Unsur-unsur Tindak Pidana Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Sudarto bahwa untuk mengenakan pidana itu harus dipenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat tertentu ini lazimnya disebut dengan unsur-unsur tindak pidana. Jadi seseorang dapat dikenakan pidana apabila perbuatan yang dilakukan memenuhi unsur-unsur tindak pidana (strafbaarfeit). Hal ini sesuai dengan pengertian tindak pidana, yaitu suatu perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu, yang dilakukan oleh orang yang memungkinkan adanya pemberian pidana. 23 Unsur-unsur (strafbaarfeit) atau unsur-unsur tindak pidana menurut Simons ialah : a. Perbuatan manusia (positif atau negatif; berbuat atau tidak berbuat atau membiarkan); b. Diancam dengan pidana (strafbaar gesteld ); c. Melawan hukum (onrechtmatig); d. Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband staand); e. Oleh orang yang mampu bertanggung jawab (toerekeningsvatbaar persoon). 24 21 22 23 24
Ibid., hlm. 38. Lamintang, 1984. Op.Cit . hlm. 173-174. Ibid., hlm. 36. Ibid., hlm. 32.
9
Dari unsur-unsur tindak pidana tersebut di atas, Simons kemudian membedakan adanya unsur obyektif dan unsur subyektif dari strafbaarfeit. Bahwa yang dimaksud unsur obyektif adalah perbuatan orang, akibat yang kelihatan dari perbuatan itu dan keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu. Sedangkan yang dimaksud unsur subyektif adalah orang yang mampu bertanggung jawab dan adanya kesalahan (dolus atau culpa). Menurut Van Hamel bahwa unsur-unsur tindak pidana meliputi : a. Adanya perbuatan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang; b. Bersifat melawan hukum; c. Dilakukan dengan kesalahan, dan d. Patut di pidana. 25 Unsur-unsur tindak pidana menurut pendapat Moeljatno sebagai sarjana yang berpandangan dualistis mengemukakan sebagai berikut : a. Moeljatno berpendapat: “Untuk memungkinkan pemindahan secara wajar maka tidak cukup apabila seseorang itu telah melakukan perbuatan pidana belaka, di samping itu pada seseorang tersebut harus ada kesalahan dan kemampuan bertanggung jawab. Jadi unsur-unsur yang harus dipenuhi agar seseorang dapat dikenakan pemidanaan adalah harus dipenuhinya unsur-unsur dalam perbuatan pidana (criminal act) dan unsur-unsur dalam pertanggungjawaban pidana (criminal responbility)”. Unsur-unsur perbuatan pidana yaitu: 1) Perbuatan manusia; 2) Yang memenuhi rumusan undang-undang (ini merupakan syarat formil), dan 3) Bersifat melawan hukum (ini merupakan syarat materiil). Unsur pertanggungjawaban pidana ialah : 1) Kesalahan; 25
Ibid., hlm. 33.
10
2) Kemampuan bertanggung jawab.26 b. Menurut Sudarto : “Syarat pemidanaan meliputi syarat-syarat yang melekat pada perbuatan dan melekat pada orang, yaitu: 1) Syarat melekat pada perbuatan a) memenuhi rumusan undang-undang b) bersifat melawan hukum (tidak ada alasan pembenar) 2)
Syarat melekat pada orang a) mampu bertanggung jawab b) dolus atau culpa (tidak ada alasan pemaaf)”. 27 Dikemukakan oleh Vrij bahwa unsur-unsur delik yang sudah tetap,
ialah bersifat melawan hukum dan kesalahan itu belumlah lengkap untuk melakukann penuntutan pidana. Untuk dapat melakukan penuntutan pidana harus ada unsur lain, sedangkan unsur dimaksud adalah ”unsur sub-sosial” yaitu semacam kerusakan dalam ketertiban hukum (deuk in de rechtsorder). Ada empat lingkungan yang terkena oleh suatu delik, yaitu : a. Si pembuat sendiri : ada kerusakan (ontwrichting) padanya; b. Si korban: ada perasaan tidak puas; c. Lingkungan terdekat: ada kehendak untuk meniru berbuat jahat; d. Masyarakat umum: perasaan cemas. 28 Menurut Lamintang, bahwa setiap tindak pidana dalam KUHP pada umumnya dapat dijabarkan unsur-unsurnya menjadi dua macam, yaitu unsurunsur subyektif dan obyektif. Yang dimaksud dengan unsur-unsur ”subyektif” adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku dan termasuk kedalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Sedangkan yang dimaksud dengan unsur 26 27 28
Ibid., hlm. 34-35. Ibid., hlm. 35-36. Ibid., hlm. 39.
11
”obyektif” itu adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaankeadaan, yaitu keadaan-keadaan di mana tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan. 29 Unsur-unsur subyektif dari suatu tindak pidana itu adalah : a. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (culpa/dolus); b. Maksud
atau voornemen pada suatu percobaan atau pogging seperti
dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP; c. Macam- macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di dalam kejahatan – kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain; d. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti misalnya terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP; e. Perasaaan takut atau vress seperti yang antara lain terdapat di dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP. Unsur-unsur dari suatu tindak pidana adalah : a. Sifat melanggar hukum; b. Kualitas si pelaku; c. Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat. 30
29
Lamintang, 1984. Dasar - dasar Hukum Pidana Indonesia. Sinar Baru, Bandung.
30
Ibid., hlm. 184.
hlm. 183.
12
B. Penegakan Hukum Pidana Penegakan hukum (pidana) apabila dilihat dari suatu proses kebijakan maka penegakan hukum pada hakikatnya merupakan penegakan kebijakan melalui beberapa tahap, yaitu : 1. Tahap formulasi, yaitu: tahap penegakan hukum in abstracto oleh badan pembuat Undang-undang. Tahap ini disebut tahap legislatif. 2. Tahap aplikasi, yaitu : tahap penerapan hukum pidana oleh aparat-aparat penegak hukum mulai dari dari kepolisian sampai tahap pengadilan. Tahap kedua ini dapat pula disebut tahap kebijakan yudikatif. 3. Tahap eksekusi, yaitu : tahap pelaksanaan hukum pidana secara konkret oleh aparat penegak hukum. Tahap ini dapat disebut tahap kebijakan eksekutif atau administratif. 31 Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Satjipto Rahardjo bahwa penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan. Yang disebut sebagai keinginan-keinginan hukum di sini tidak lain adalah pikiran-pikiran badan pembuat undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum itu.32 Ditambahkan oleh Satjipto Rahardjo, bahwa dengan berakhirnya pembuatan hukum sebagaimana telah diuraikan di atas, proses hukum baru menyelesaikan satu tahap saja dari suatu perjalanan panjang untuk mengatur masyarakat. Tahap pembuatan hukum masih
31
Muladi, 1995, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit Universitas Diponegero, Semarang, hlm. 13-14. 32 Satjipto Rahardjo, Tanpa Tahun. Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Sinar Baru, Bandung, hlm. 24.
13
harus disusul oleh pelaksanaannya secara kongkrit dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Inilah yang dimaksud dengan penegakan hukum itu.33 Masih berkaitan dengan masalah penegakan hukum, Soerjono Soekanto mengatakan : “Kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidahkaidah/pandangan-pandangan menilai yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan (sebagai “social engineering”), memelihara dan mempertahankan (sebagai “social control”) kedamaian pergaulan hidup”.34 Dikemukakan oleh Sudarto bahwa pada hakikatnya hukum itu untuk mengatur masyarakat secara patut dan bermanfaat dengan menetapkan apa yang diharuskan ataupun yang diperbolehkan dan sebagainya. Dengan demikian menarik garis antara apa yang patuh hukum dan apa yang melawan hukum. Hukum dapat mengkualifikasi sebagai sesuatu perbuatan sesuai dengan hukum atau mendiskualifikasinya sebagai melawan hukum. Perbuatan yang sesuai dengan hukum tidak merupakan masalah dan tidak perlu dipersoalkan; yang menjadi masalah ialah perbuatan yang melawan hukum. Bahkan yang diperhatikan dan digarap oleh hukum ialah justeru perbuatan yang disebut terakhir ini, baik perbuatan melawan hukum yang sungguh-sungguh terjadi (onrecht in actu) maupun perbuatan melawan hukum yang mungkin terjadi (onrecht in potentie).
Perhatian yang penggarapan perbuatan itulah yang
merupakan penegakan hukum. 35 Selanjutnya Sudarto menyatakan bahwa kalau tata hukum dilihat secara skematis, maka dapat dibedakan adanya tiga sistem penegakan hukum, ialah
33 34 35
Satjipto Rahardjo, 2000. Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 181. Soerjono Soekanto, 1983. Penegakan Hukum. Bina Cipta, Bandung. hlm. 13. Sudarto, 1986. Op. cit. hlm. 111.
14
sistem penegakan hukum perdata, sistem penegakan hukum pidana dan sistem penegakan hukum administrasi. Ketiga sistem penegakan hukum tersebut masing-masing di dukung dan dilaksanakan oleh alat perlengkapan negara atau biasa disebut aparatur (alat) penegak hukum, yang mempunyai aturannya sendiri-sendiri pula. 36 Kalau dilihat secara fungsionil, maka sistem penegakan hukum itu merupakan suatu sistem aksi. Ada sekian banyak aktivitas yang dilakukan oleh alat perlengkapan negara dalam penegakan hukum. Adapun yang dimaksud dengan
“alat penegak hukum” itu biasanya hanyalah kepolisian, setidak-
tidaknya badan-badan yang mempunyai wewenang Kepolisian, dan Kejaksaan. Akan tetapi kalau penegakan hukum itu diartikan secara luas, maka penegakan hukum itu menjadi tugas dari pembentuk undang-undang, hakim, instansi pemerintah (bestuur), aparat eksekusi pidana. Bukankah mereka ini mempunyai peranan dalam aktivitas guna mencegah dan mengatasi perbuatan yang melawan hukum pada umumnya ? Penegakan hukum di bidang hukum pidana didukung oleh alat perlengkapan dan peraturan yang relatif lebih lengkap dari penegakan hukum di bidang-bidang lainnya. Aparatur yang dimaksudkan di sini adalah Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan aparat eksekusi pidana, sedang peraturan-peraturan yang dikatakan lebih lengkap ialah antara lain ketentuan hukum acara pidana, Undang-undang Kekuasaan Kehakiman, Undang-undang tentang Kepolisian, Undang-undang tentang Kejaksaan. 37
36 37
Sudarto, 1986. Loc. cit. Ibid., hlm. 112.
15
Hukum pidana menurut Moeljatno, yaitu sebagai bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk : a. Menentukan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, yang disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut; b. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan; c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut. 38 Menurut Sudarto yang menyitir pendapat Mezger, hukum pidana dapat didefinisikan sebagai: ”Aturan hukum yang mengikatkan kepada suatu perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu suatu akibat yang berupa pidana”. Jadi pada dasarnya hukum pidana berpokok kepada 2 (dua) hal, yaitu : a. Perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu; b. Pidana. ad. a. Perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu Pada dasarnya yang dimaksudkan dengan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu adalah perbuatan yang dilakukan oleh orang, yang memungkinkan adanya pemberian pidana. Perbuatan semacam itu dapat disebut “perbuatan yang dapat dipidana” atau disingkat “perbuatan jahat” (Verbrechen atau crime). Oleh karena dalam “perbuatan jahat” ini harus ada orang yang melakukannya maka persoalan tentang “perbuatan tertentu” itu diperinci menjadi dua, ialah perbuatan yang dilarang dan orang yang melanggar larangan itu. ad. b. Pidana Yang dimaksudkan dengan pidana ialah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu itu. Di dalam hukum pidana modern, pidana ini juga meliputi apa yang disebut “tindakan tata tertib” di dalam ilmu 38
Moeljatno, 1987.Op. cit., hlm. 1.
16
pengetahuan hukum adat Ter Haar memakai istilah (adat) reaksi. Di dalam KUHP yang sekarang berlaku jenis-jenis pidana yang dapat diterapkan tercantum dalam Pasal 10 KUHP dan sebagainya.39 Di samping definisi tersebut di atas dapat dikemukakan definisi hukum pidana oleh beberapa penulis seperti di bawah ini. a. Menurut pendapat Simons, Hukum Pidana adalah : 1) Keseluruhan larangan atau perintah yang oleh negara diancam dengan nestapa yaitu suatu “pidana” apabila tidak ditaati; 2) Keseluruhan peraturan yang menetapkan syarat-syarat untuk penjatuhan pidana, dan 3) Keseluruhan ketentuan yang memberikan dasar untuk penjatuhan dan penerapan pidana. b. Menurut pendapat Van Hamel, Hukum Pidana adalah : Keseluruhan dasar
dan aturan yang dianut oleh Negara dalam
kewajibannya untuk menegakan hukum, yakni dengan melarang apa yang bertentangan dengan hukum (onrecht) dan mengenakan suatu nestapa (penderitaan kepada yang melanggar larangan tersebut). 40 Hukum pidana meteriel memuat aturan-aturan yang menetapkan dan merumuskan perbuatan-perbuatan yang dapat dipidana, aturan-aturan yang memuat syarat-syarat untuk dapat menjatuhkan pidana dan ketentuan mengenai pidana KUHP memuat aturan-aturan hukum pidana meteriel. Hukum pidana formil mengatur bagaimana Negara dengan perantaraan alatalat perlengkapannya melaksanakan haknya untuk mengenakan pidana. Hukum pidana formil bisa juga disebut hukum acara pidana. H.I.R. memuat aturan-aturan hukum pidana formil.41
39
Sudarto, 1990/1991. Hukum Pidana Jilid IA – IB. Fakultas Hukum, UNSOED, Purwokerto. hlm. 5 40 Sudarto, 1990/1991. Loc. Cit. 41 Ibid., hlm. 6.
17
C. Teori-teori Tentang Pemidanaan 1. Teori Pemidanaan Secara tradisional teori-teori pemidanaan pada umumnya dapat dibagi dalam 3 (tiga) kelompok teori, yaitu: a. Teori absolut atau pembalasan (retributive/vergeldings theorieen); b. Teori relatif atau teori tujuan (utilitirian/doelthorieen); c. Teori gabungan (verenigings teorieen). Ad. a. Teori absolut Menurut teori ini pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana (quia peccatum est). Pidana merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada orang yang melakukan kejahatan. Jadi dasar pembenaran dari pidana terletak pada adanya atau terjadinya kejahatan itu sendiri. Menurut Johannes Andenaes tujuan utama (primair) dari pidana menurut teori absolut ialah “untuk memuaskan tuntutan keadilan” (to satisfy the clams of justice) sedangkan pengaruh-pengaruhnya yang menguntungkan adalah sekunder. 42 Tuntutan keadilan yang sifatnya absolut ini terlihat dengan jelas dalam pendapat Immanuel Kant di dalam bukunya “Philosophy of Law” sebagai berikut: “ … pidana tidak pernah dilaksanakan semata-mata sebagai sarana untuk mempromosikan tujuan/kebaikan lain, baik bagi si pelaku itu sendiri maupun bagi masyarakat, tetapi dalam semua hal harus dikenakan hanya karena orang yang bersangkutan telah melakukan suatu kejahatan. 42
Muladi dan Barda Nawawi Arief, 2005. Teori-teori dan Kebijakan Pidana. Alumni, Bandung. hlm. 10-11
18
Bahkan walaupun seluruh anggota masyarakat sepakat untuk menghancurkan dirinya sendiri (membubarkan masyarakatnya) pembunuh terakhir yang masih ada di dalam penjara harus di pidana mati sebelum resolusi/keputusan pembubaran masyarakat itu dilaksanakan. Hal ini harus dilakukan karena setiap orang seharusnya menerima ganjaran dari perbuatannya, dan perasaan balas dendam tidak boleh tetap ada pada anggota masyarakat, karena apabila tidak demikian mereka semua dapat dipandang sebagai orang yang ikut ambil bagian dalam pembunuhan itu yang merupakan pelanggaran terhadap keadilan umum”. 43 Jadi menurut pendapat Kant, pidana merupakan suatu tuntutan kesusilaan. Kant, memandang pidana sebagai “Kategorische Imperatief” yakni: seseorang harus di pidana oleh hakim karena ia telah melakukan kejahatan. Pidana bukan merupakan suatu alat untuk mencapai
suatu
tujuan,
melainkan
mencerminkan
keadilan
(uitdrukking van de gerechtigheid). 44 Dalam buku John Kalpan, teori retribution ini dibedakan lagi menjadi dua teori, yaitu: 1) Teori pembalasan (the revenge theory), dan 2) Toeri penebusan dosa (the expiation theory). Menurut John Kalpan kedua teori ini sebenarnya tidak berbeda, tergantung dari cara orang berpikir pada waktu menjatuhkan pidana
yaitu
apakah
pidana
itu
dijatuhkan
karena
kita
“menghutangkan sesuatu kepadanya” atau karena “ia berhutang sesuatu kepada kita”. Pembalasan mengandung arti bahwa hutang si penjahat “telah dibayarkan kembali” (the criminal is paid back)
43 44
Muladi & Barda Nawawi Arief, Loc. cit. Ibid., hlm. 11-12.
19
sedangkan
penebusan
mengandung
arti
bahwa
si
penjahat
“membayar kembali hutangnya” (the criminal pays back). 45 Ad. b. Teori relatif Menurut teori ini memidana bukanlah untuk memuaskan tuntutan absolut dari keadilan. Pembalasan itu sendiri tidak mempunyai nilai, tetapi hanya sebagai sarana untuk melindungi kepentingan masyarakat. Oleh karena itu menurut J. Andenaes, teori ini dapat disebut sebagai “teori perlindungan masyarakat” (the theory of social defence). Menurut Nigel Walker teori ini lebih tepat disebut teori aliran reduktif (the “redictive” point of view) karena dasar pembenaran pidana menurut teori ini ialah untuk mengurangi frekuensi kejahatan. Oleh karena itu para penganutnya dapat disebut golongan “Reducers” (Penganut teori reduktif). Pidana
bukan
sekedar
melakukan
pembalasan
atau
pengimbalan kepada orang yang telah melakukan suatu tindak pidana, tetapi
mempunyai
tujuan-tujuan
Oleh karena itu teori inipun sering
tertentu
yang
bermanfaat.
juga disebut teori tujuan
(Utilitarian theory). Jadi dasar pembenaran adanya pidana menurut teori ini adalah terletak pada tujuannya. Pidana dijatuhkan bukan “quia peccatum est” (karena orang membuat kejahatan) melainkan “ne peccetur” (supaya orang jangan melakukan kejahatan). 46
45 46
Ibid., hlm. 13. Ibid., hlm. 16.
20
Beda ciri pokok atau karakteristik antara teori retributive dan teori utilitarian dikemukakan secara terperinci oleh Karl. O. Christiansen sebagai berikut : 1) Pada teori restribution : a. Tujuan pidana adalah semata-mata untuk pembalasan; b. Pembalasan adalah tujuan utama dan di dalamnya tidak mengandung sarana-sarana untuk tujuan lain misalnya untuk kesejahteraan masyarakat; c. Kesalahan merupakan satu-satunya syarat untuk adanya pidana; d. Pidana harus disesuaikan dengan kesalahan si pelanggar; e. Pidana melihat ke belakang; ia merupakan pencelaan yang murni dan tujuannya tidak untuk memperbaiki, mendidik atau memasyarakatkan kembali si pelanggar. 2) Pada teori utilitarian : a. Tujuan pidana adalah pencegahan (prevention); b. Pencegahan bukan tujuan akhir tetapi hanya sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi yaitu kesejahteraan masyarakat; c. Hanya pelanggaran-pelanggaran hukum yang dapat dipersalahkan kepada si pelaku saja (misal karena sengaja atau culpa) yang memenuhi syarat untuk adanya pidana; d. Pidana harus diterapkan berdasar tujuannya sebagai alat untuk pencegahan kejahatan; e. Pidana melihat kemuka (bersifat prospektif); pidana dapat mengandung unsur pencelaan, tetapi baik unsur pencelaan maupun unsur pembalasan tidak dapat diterima apabila tidak membantu pencegahan kejahatan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat. 47 Mengenai tujuan pidana untuk pencegahan kejahatan ini, biasa dibedakan antara istilah prevensi special dan prevensi general atau sering juga digunakan istilah “special deterrence” dan “general deterrence”. Dengan prevensi special dimaksudkan pengaruh pidana 47
Ibid., hlm. 16-17.
21
terhadap terpidana. Jadi pencegahaan kejahatan itu ingin dicapai oleh pidana dengan mempengaruhi tingkah laku si terpidana untuk tidak melakukan pidana lagi. Ini berarti pidana bertujuan agar si terpidana itu berubah menjadi orang yang lebih baik dan berguna bagi masyarakat. Teori tujuan pidana serupa ini dikenal dengan sebutan Reformation atau Rehabilitation Theory. Dengan prevensi general dimaksudkan pengaruh pidana terhadap masyarakat pada umumnya. Artinya pencegahan kejahatan itu ingin dicapai oleh pidana dengan mempengaruhi tingkah laku anggota masyarakat pada umumnya untuk tidak melakukan tindak pidana. 48 Ad. c. Teori gabungan Di
samping
pembagian
secara
tradisional
teori-teori
pemidanaan seperti dikemukakan di atas, yaitu teori absolut dan teori relatif, ada teori ketiga yang disebut teori gabungan (verenigings theorieen). Penulis yang pertama mengajukan teori gabungan ini ialah Pellegrino Rossi (1787 – 1848). Pellegrino Rossi, selain tetap menganggap pembalasan sebagai asas dari pidana dan bahwa beratnya pidana tidak boleh melampaui suatu pebalasan yang adil, namun Pellegrino Rossi berpendirian bahwa pidana mempunyai pelbagai pengaruh antara lain perbaikan sesuatu yang rusak dalam masyarakat dan prevensi general. Penulis-penulis lain yang berpendirian bahwa
48
Ibid., hlm. 17-18.
22
pidana mengandung pelbagai kombinasi tujuan ialah Binding, Merkel, Kohler, Richard Schmid dan Beling. 49 Teori gabungan mendasarkan pidana pada asas pertahanan tata terbit masyarakat, dengan kata lain dua alasan itu adalah menjadi dasar dari penjatuhan pidana. Teori gabungan ini dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu : 1) Teori gabungan yang mengutamakan pembalasan, tetapi pembalasan itu tidak boleh melampaui batas dari apa yang perlu dan cukup untuk dapatnya dipertahankannya tata tertib masyarakat. 2) Teori gabungan yang mengutamakan perlindungan tata tertib masyarakat, tetapi penderitaan atas dijatuhnya pidana tidak boleh lebih berat dari pada perbuatan yang dilakukan terpidana. Pendukung dari teori gabungan yang lebih menitikberatkan pada pembalasan ini didukung oleh Pompe, yang mempunyai pandangan bahwa pidana tiada lain adalah pembalasan pada penjahat, tetapi juga bertujuan untuk mempertahankan tata tertib hukum agar supaya kepentingan umum dapat diselamatkan dan terjamin dari kejahatan. Pidana yang bersifat pembalasan itu dapat dibenarkan apabila bermanfaat bagi pertahanan tata tertib hukum di dalam masyarakat. 50 2. Tujuan Pemidanaan Dikemukakan oleh Barda Nawawi Arief, bahwa tujuan pemidanaan di Indonesia adalah sebagai tahap formulatif dalam penegakan hukum yang erat 49
Ibid., hlm. 19. Adami Chazawi, 2002. Pelajaran Hukum Pidana Bagian I. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 162 50
23
kaitannya dengan pelaksanaan pemidanaan khususnya pidana penjara dan pembinaan narapidana sebagai tahap eksekusi dalam penegakan hukum. Salah satu upaya untuk mengetahui tujuan pemidanaan kita adalah dengan melihat pada peraturan perundang-undangan yang dalam hal ini KUHP. 51 Menentukan tujuan pemidanaan menjadi persoalan yang dilematis, terutama dalam menentukan apakah pemidanaan ditujukan untuk melakukan pembalasan atas tindak pidana yang terjadi atau merupakan tujuan yang layak dari proses pidana sebagai pencegahan tingkah laku yang anti sosial. Menentukan titik temu dari dua pandangan tersebut jika tidak berhasil dilakukan, memerlukan formulasi baru dalam sistem atau tujuan pemidanaan dalam hukum pidana. Pemidanaan mempunyai beberapa tujuan yang bisa diklasifikasikan berdasarkan teori-teori tentang pemidanaan.
52
Tujuan pemidanaan yang dikemukakan oleh Andi Hamzah, adalah sebagai berikut : ”Untuk menakut-nakuti orang agar orang tersebut jangan sampai melakukan kejahatan, baik menakut-nakuti orang banyak (general preventive) maupun menakut-nakuti orang tertentu yang sudah menjalankan kejahatan agar di kemudian hari orang itu tidak melakukan lagi kejahatan”. 53 Menurut Sudarto, tujuan pemidanaan pada hakikatnya merupakan tujuan umum negara. Sehubungan dengan hal tersebut, maka politik hukum adalah berarti usaha untuk mewujudkan peraturan perundang-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu dan untuk sama-sama yang 51
Barda Nawawi Arief, 1984. Kebijakan Kriminal (Criminal Policy). Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang. hlm. 34. 52 Zainal Abidin, 2005. Pemidanaan, Pidana dan Tindakan dalam Rancangan KUHP. ELSAM, Jakarta. hlm. 10 53 Andi Hamzah, 1983. Suatu Tinjauan Ringkas Sistem Pemidanaan di Indonesia. Akademika Pressindo, Jakarta, hlm. 26.
24
akan datang. Lebih lanjut Sudarto mengemukakan bahwa tujuan pemidanaan adalah : a. Untuk menakut-nakuti agar orang agar jangan sampai melakukan kejahatan orang banyak (general preventie) maupun menakut-nakuti orang tertentu orang tertentu yang sudah melakukan kejahatan agar di kemudian hari tidak melakukan kejahatan lagi (special preventie); b. Untuk mendidik atau memperbaiki orang-orang yang sudah menandakan suka melakukan kejahatan agar menjadi orang yang baik tabiatnya, sehingga bermanfaat bagi masyarakat; c. Untuk mencegah dilakukannya tindak pidana demi pengayoman negara, masyarakat, dan penduduk, yakni : 1) Untuk membimbing agar terpidana insaf dan menjadi anggota masyarakat yang berbudi baik dan berguna 2) Untuk menghilangkan noda-noda yang diakibatkan oleh tindak pidana. 54 Romli Atmasasmita, mengemukakan, jika dikaitkan dengan teori restributif tujuan pemidanaan adalah : a. Dengan pemidanaan maka si korban akan merasa puas, baik perasaan adil bagi dirinya, temannya maupun keluarganya. Perasaan tersebut tidak dapat dihindari dan tidak dapat dijadikan alasan untuk menuduh tidak menghargai hukum. Tipe restributif ini disebut vindicative. b. Dengan pemidanaan akan memberikan peringatan pada pelaku kejahatan dan anggota masyarakat yang lain bahwa setiap ancaman yang merugikan orang lain atau memperoleh keuntungan dari orang lain secara tidak sah atau tidak wajar, akan menerima ganjarannya. Tipe restributif ini disebut fairness. c. Pemidanaan dimaksudkan untuk menunjukkan adanya kesebandingan antara apa yang disebut dengan the grafity of the offence dengan pidana yang dijatuhkan. Tipe restributif ini disebut dengan proportionality. Termasuk ke dalam ketegori the grafity ini adalah kekejaman dari kejahatannya atau dapat juga termasuk sifat aniaya yang ada dalam kejahatannya baik yang dilakukan dengan sengaja maupun karena kelalainnya. 55
54
Sudarto, 1986. Op. cit. hlm. 83 Romli Atmasasmita, 1995. Kapita Selekta Hukum Pidana dan Kriminologi. Mandar Maju, Bandung. hlm. 83-84 55
25
Tipe restributif yang disebut vindicative tersebut di atas, termasuk ke dalam kategori pembalasan. John Kalpan, dalam bukunya Criminal Justice membagi teori restributif menjadi 2 (dua), yaitu : a. The reverange theory (teori pebalasan) b. The expiation theory (teori penebusan dosa). 56 Pembalasan mengandung arti hutang si penjahat telah dibayarkan kembali (the criminalis paid back), sedangkan penebusan dosa mengandung arti si penjahat membayar kembali hutangnya (the criminal pays back). Jadi pengertiannya tidak jauh berbeda. Menurut John Kalpan, tergantung dari cara orang berpikir pada saat menjatuhkan sanksi. Apakah dijatuhkannya sanksi itu karena ”menghutangkan sesuatu kepadanya” ataukah disebabkan ia berhutang sesuatu kepada kita. Sebaliknya Johannes Andenaes, menegaskan ”penebusan” tidak sama dengan ”pembalasan dendam” (revange). Pembalasan berusaha memuaskan hasrat balas dendam dari sebagian para korban atau orang-orang lain yang simpati kepadanya, sedangkan penebusan dosa lebih bertujuan untuk memuaskan tuntutan keadilan. 57
D. Tindak Pidana Pencurian 1. Pengertian Tindak Pidana Pencurian Salah satu bentuk kejahatan yang tercantum dalam Bukum Kedua KUHP adalah tindak pidana pencurian yang secara khusus diatur dalam Bab XXII Pasal 362 – 367 KUHP. Mengenai tindak pidana pencurian ini ada salah 56 57
Muladi, 1992. Bunga Rampai Hukum Pidana. Alumni, Bandung. hlm. 13 Ibid., hlm. 14
26
satu pengkualifikasian dengan bentuk pencurian dengan pemberatan, khususnya yang diatur dalam Pasal 363 dan 365 KUHP. Pencurian secara umum dirumuskan dalam Pasal 362 KUHP yang berbunyi sebagai berikut : ”Barangsiapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagaian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah”.58 Kaitannya dengan masalah kejahatan pencurian, di Indonesia mengenai tindak pidana pencurian diatur dalam KUHP, yang dibedakan atas 5 (lima) macam pencurian : a. Pencurian biasa (Pasal 362 KUHP) Perumusan pencurian biasa diatur dalam Pasal 362 KUHP yang menyatakan sebagai berikut : ”Barangsiapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah”. 59 Berdasarkan rumusan tersebut di atas, maka unsur-unsur tindak pidana pencurian (biasa) adalah sebagai berikut : 1) Unsur obyektif, yang meliputi unsur-unsur : a) mengambil; b) suatu barang; c) yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain.
58
Lamintang, 1989. Delik – delik Khusus Kejahatan - kejahatan Terhadap Harta Kekayaan, Cetakan Pertama, Sinar Baru, Bandung, hlm. 1 59 Moeljatno, 1985. Op. cit. hlm. 128.
27
2) Unsur subyektif, yang meliputi unsur-unsur : a) dengan maksud; b) untuk memiliki barang/benda tersebut untuk dirinya sendiri; c) secara melawan hukum. b. Pencurian dengan pemberatan (Pasal 363 KUHP) Istilah ”pencurian dengan pemberatan” biasanya secara doktrinal disebut sebagai ”pencurian yang dikualifikasikan”. Pencurian yang dikualifikasikan ini menunjuk pada suatu pencurian yang dilakukan dengan cara-cara tertentu atau dalam keadaan tertentu, sehingga bersifat lebih berat dan karenanya diancam dengan pidana yang lebih berat pula dari pencurian biasa. Oleh karena pencurian yang dikualifikasikan tersebut merupakan pencurian yang dilakukan dengan cara-cara tertentu dan dalam keadaan tertentu yang bersifat memberatkan, maka pembuktian terhadap unsur-unsur tindak pidana pencurian dengan pemberatan
harus diawali dengan
membuktikan pencurian dalam bentuk pokoknya. Berdasarkan rumusan yang terdapat dalam Pasal 363 KUHP, maka unsur-unsur tindak pidana pencurian dengan pemberatan adalah : 1) Unsur-unsur pencurian Pasal 362 KUHP 2) Unsur yang memberatkan, dalam Pasal 363 KUHP yang meliputi : a) Pencurian ternak (Pasal 363 ayat (1) ke-1 KUHP); b) Pencurian pada waktu ada kebakaran, peletusan, banjir, gempa bumi atau gempa laut, peletusan gunung api, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan, atau bahaya perang (Pasal 363 ayat (1) ke-2 KUHP); c) Pencurian di waktu waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang adanya disitu tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak (Pasal 363 ayat (1) ke-3 KUHP);
28
d) Pencurian yang dilakukan oleh dua orang yang bersekutu (Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP); e) Pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang diambilnya, dilakukan dengan merusak, memotong atau memanjat atau dengan memakai kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu (Pasal 363 ayat (1) ke-5 KUHP). c. Pencurian ringan (Pasal 364 KUHP) Pencurian ringan adalah pencurian yang memiliki unsur-unsur dari pencurian di dalam bentuknya yang pokok, yang karena ditambah dengan unsur-unsur lain (yang meringankan), ancaman pidananya menjadi diperingan. Perumusan pencurian ringan diatur dalam Pasal 364 KUHP yang menyatakan : ”Perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 362 dan pasal 363 ke-4, begitupun perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 363 ke-5, apabila tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari puluh lima rupiah, dikenai, karena pencurian ringan, pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak enam puluh rupiah”. 60 Berdasarkan rumusan pada Pasal 364 KUHP di atas, maka unsurunsur dalam pencurian ringan adalah : 1) Pencurian dalam bentuknya yang pokok (Pasal 362 KUHP); 2) Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersamasama (Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP); 3) Pencurian yang dilakukan dengan membongkar, merusak atau memanjat, dengan anak kunci, perintah palsu atau seragam palsu; 4) Tidak dilakukan dalam sebuah rumah; 5) Tidak dilakukan dalam pekarangan tertutup yang ada rumahnya; dan 6) Apabila harga barang yang dicurinya itu tidak lebih dari dua puluh lima rupiah.
60
Ibid., hlm. 129.
29
d. Pencurian dengan kekerasan (Pasal 365 KUHP) Jenis pencurian yang diatur dalam Pasal 365 KUHP lazim disebut dengan istilah ”pencurian dengan kekerasan” atau populer dengan istilah ”curas”. Ketentuan Pasal 365 KUHP selengkapnya adalah sebagai berikut : (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang, dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicurinya. (2) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun : ke-1 jika perbuatan dilakukan pada malam hari dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, dijalan umum, atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan; ke-2 jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu; ke-3 jika masuknya ke tempat melakukan kejahatan, dengan merusak atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian seragam palsu; ke-4 jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat. (3) Jika perbuatan mengakibatkanmati, maka dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun. (4) Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau mati dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, jika disertai oleh salah satu hal yang diterangkan dalam point 1 dan 3. 61 e. Pencurian dalam keluarga (Pasal 367 KUHP) Pencurian sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 367 KUHP ini merupakan pencurian di kalangan keluarga. Artinya baik pelaku maupun korbannya masih dalam satu keluarga. Pencurian dalam Pasal 367 KUHP
61
Ibid., hlm. 130.
30
akan terjadi apabila seorang suami atau istri melakukan (sendiri) atau membantu (orang lain) pencurian terhadap harta benda isteri atau suaminya. Berdasarkan ketentuan Pasal 367 ayat (1) KUHP apabila suami – isteri tersebut masih dalam ikatan perkawinan yang utuh, tidak terpisah meja atau tempat tidur juga tidak terpisah harta kekayannya, maka pencurian atau membantu pencurian yang dilakukan oleh mereka mutlak tidak dapat dilakukan penuntutan. Tetapi apabila dalam pencurian yang dilakukan oleh suami atau isteri terhadap harta benda isteri atau suami ada orang lain (bukan sebagai anggota keluarga) baik sebagai pelaku maupun sebagai pembantu, maka terhadap orang ini tetap dapat dilakukan penuntutan, sekalipun tidak ada pengaduan.62 2. Unsur-unsur Tindak Pidana Pencurian Unsur-unsur tindak pidana pencurian menurut Lamintang, tindak pidana pencurian dalam bentuk pokok seperti yang diatur dalam Pasal 362 KUHP tersebut di atas itu terdiri dari unsur subyektif dan unsur obyektif. a. Unsur subyektif ’met het oogmerk om het zich wederrehtelijk toe te eigenen’ atau dengan maksud untuk menguasai benda tersebut secara melawan hukum; b. Unsur obyektif 1) ’hij’ atau barangsiapa; 2) ’wegnemen’ atau mengambil; 3) ’eenig goed’ atau sesuatu benda; 4) ’dat geheel of gedeeltelijk aan een ander toebehoort’ atau yang sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain. 63 Unsur-unsur tindak pidana pencurian yang diatur dalam Pasal 363 KUHP. Seperti telah diketahui ’unsur obyektif pertama’ dari tindak pidana 62 63
Moeljatno, 1985. Loc. cit. Lamintang 1984. Op. cit., hlm. 1.
31
yang diatur dalam Pasal 362 KUHP itu ialah ’hij’, yang lazim diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan kata ’barangsiapa’. Kata ’hij’ tersebut menunjukkan orang, yang apabila ia memenuhi semua unsur tindak pidana yang diatur dalam pasal tersebut maka karena bersalah telah melakukan tindak pidana pencurian, ia dapat dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun atau pidana denda setingi-tingginya sembilan ratus rupiah. 64 ’Unsur obyektif yang kedua’ dari tindak pidana pencurian adalah perbuatan ’mengambil’ dari tempat di mana barang tersebut terletak. Oleh karena di dalam kata ’mengambil’ sudah tersimpul pengertian ’sengaja’ maka undang-undang tidak menyebutkan ’dengan sengaja mengambil’. Kalau kita mendengar kata ’mengambil’ maka pertama terpikir oleh kita adalah membawa sesuatu barang dari suatu tempat ke tempat lain. Perbuatan ’mengambil’ tidak cukup apabila si pelaku hanya memegang barangnya saja, akan tetapi si pelaku harus melakukan suatu perbuatan sehingga barang yang dimaksud jatuh di dalam kekuasaannya. 65 Kaitannya dengan unsur ’mengambil’, Moch. Anwar mengemukakan pendapatnya tentang ’mengambil’ dari tindak pidana pencurian sebagai berikut : ”Unsur ’mengambil’ mengalami berbagai penafsiran sesuai dengan perkembangan masyarakat. ’Mengambil’ pada mulanya diartikan memindahkan barang dari tempat semula ke tempat lain. Ini berarti membawa barang di bawah kekuasaannya yang nyata. Perbuatan ’mengambil’ berarti perbuatan yang mengakibatkan barang berada di bawah kekuasaan yang melakukan atau yang mengakibatkan barang itu berada di luar kekuasaan
64 65
Ibid., hlm. 8. Hermin Hediati Koeswadji, 1984. Op. Cit. hlm. 20.
32
pemiliknya. Tetapi hal ini tidak selalu demikian, sehingga tidak perlu disertai akibat dilepaskannya dari kekuasaan pemilik”. 66 Mengenai pengertian unsur ’mengambil’ yang diberikan oleh Lamintang, sebagai berikut : ”Perlu diketahui bahwa baik undang-undang maupun pembentuk undangundang ternyata tidak pernah memberikan suatu penjelasan tentang yang dimaksud dengan perbuatan ’mengambil’, sedangkan menurut pengertian sehari-hari kata ’mengambil’ itu sendiri mempunyai lebih dari satu arti, yakni : a. mengambil dari tempat di mana suatu benda itu semula berada; b. mengambil suatu benda dari penguasaan orang lain. Sehingga dapat dimengerti jika di dalam doktrin kemudian telah timbul berbagai pendapat tentang kata ’mengambil’ tersebut”. 67 Sarjana
lain
yang
memberikan
pengertian
tentang
perbuatan
’mengambil’ diantaranya adalah Simons, pengertiannya adalah sebagai berikut : ”Mengambil itu ialah membawa suatu benda menjadi berada dalam penguasannya atau membawa benda tersebut secara mutlak berada di bawah kekuasaannya yang nyata, dengan kata lain, pada waktu pelaku melakukan perbuatannya, benda tersebut harus belum berada dalam penguasannya”. 68 Karena tindak pidana pencurian yang diatur dalam Pasal 362 KUHP itu adalah merupakan suatu ’tindak pidana formil’, maka tindak pidana tersebut harus dianggap telah selesai dilakukan oleh pelakunya yaitu segera setelah pelaku tersebut melakukan perbuatan ’mengambil’ seperti yang dilarang untuk dilakukan orang di dalam Pasal 362 KUHP. 69 ’Unsur obyektif ketiga’ dari tindak pidana pencurian yang diatur dalam Pasal 362 KUHP itu ialah ’eenig goed’ atau ’suatu benda’. Kata ’goed’ atau
66
Moch. Anwar, 1986. Hukum Pidana Bagian Khusus (Jilid I). Alumni, Bandung.
67
Lamintang, 1989. Op. Cit. hlm. 12. Ibid. hlm. 13. Ibid. hlm. 15
hlm. 17. 68 69
33
’benda’ itu oleh para pembentuk Kitab Undag-undang Hukum Pidana yang berlaku di Indonesia dewasa ini, ternyata bukan hanya dipakai di dalam rumusan Pasal 362 KUHP saja melainkan juga di dalam rumusan-rumusan dari lain-lain
tindak
pidana,
pengrusakan, dan lain-lain.
seperti 70
pemerasan,
penggelapan,
penipuan,
Pada waktu Pasal 362 KUHP tertentu, orang
hanya bermaksud untuk mengartikan kata ’goed’ yang terdapat di dalam rumusannya, semata-mata sebagai ’stoffelijk en reorend god’ atau sebagai ’sebagai benda yang berwujud dan menurut sifatnya dapat dipindahkan’. 71 Tentang pengertian ’barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain’ terhadap pengertian tersebut, Moch. Anwar mengemukakan pendapatnya sebagai berikut : ”Pengertian barang telah mengalami proses perkembangan. Dari arti barang yang berwujud menjadi setiap barang yang menjadi bagian dari harta kekayaan. Semula barang ditafsirkan sebagai barang-barang yang berwujud dan dapat dipindahkan (barang bergerak). Tetapi kemudian ditafsirkan sebagai setiap bagian dari harta benda seseorang. Dengan demikian barang itu harus ditafsirkan sebagai sesuatu yang mempunyai nilai di dalam kehidupan ekonomi dari seseorang. Barang tidak perlu kepunyaan orang lain pada keseluruhannya sedangkan obyek pencurian, atau sebagain lagi adalah kepunyaan pelaku sendiri. Barang yang tidak ada pemiliknya tidak dapat menjadi obyek pencurian, yaitu barang-barang dalam keadaan ’res nellius’ dan res derelictae’. 72 Menurut R. Soesilo yang dimaksud dengan ’barang’ adalah segala sesuatu yang berwujud, termasuk pula binatang (manusia tidak). Bukan barang yang tidak bergerak (onroerend goed), tetapi yang dapat bergerak (roerend goed), karena dalam pencurian barang itu harus dapat dipindahkan. Pencurian
70 71 72
Ibid. hlm. 16. Ibid. hlm. 17. Moch. Anwar, 1986. Op. cit. hlm 18
34
tidak dapat terjadi terhadap barang – barang yang tidak bergerak seperti tanah, sawah, gedung, dan sebagainya. 73 Berkenaan dengan kenyataan-kenyataan sebagaimana tersebut di atas, Simons mengatakan bahwa ’Segala sesuatu yang merupakan bagian dari harta kekayaan (seseorang) yang dapat diambil (oleh orang lain) itu, dapat menjadi obyek tindak pidana pencurian’.
Dari kata-kata ’segala sesuatu yang
merupakan bagian dari harta kekayaan’ di atas dapat disimpulkan, bahwa dapat menjadi obyek tindak pidana pencurian itu hanyalah benda-benda yang ada pemiliknya saja. 74 Moch. Anwar menjelaskan pengertian ’dengan maksud melawan hukum’, istilah ini terwujud dalam kehendak, keinginan atau tujuan dari pelaku untuk memiliki barang secara melawan hukum. Melawan hukum di sini diartikan sebagai perbuatan memiliki yang dikehendaki tanpa hak atau kekuasaan sendiri dari pelaku. Pelaku harus sadar, bahwa yang diambilnya adalah milik orang lain. 75 Lebih lanjut mengenai pengertian ’memiliki barang bagi diri sendiri’ Moch. Anwar berpendapat sebagai berikut : ”Memiliki bagi diri sendiri adalah setiap perbuatan penguasaan atas barang tersebut, melakukan tindakan atas barang itu seakan-akan pemiliknya, sedangkan ia bukanlah pemiliknya. Maksud memiliki barang bagi diri sendiri itu terwujud dalam berbagai jenis perbuatan, yaitu menjual, memakai, memberikan kepada orang lain, menggadaikan, menukarkan, merubahnya, dan sebagainya. Pendeknya setiap penggunaan atas barang yang dilakukan pelaku seakan-akan pemilik, sedangkan ia bukan pemilik. Maksud untuk memiliki barang itu tidak perlu terlaksana, cukup apabila maksud itu ada. Meskipun barang itu belum sempat dipergunakan, misalnya sudah tertangkap dulu,
73
R. Soesilo, 1984. Pokok - pokok Hukum Pidana Peraturan Umum Delik-delik Khusus. Politea, Bogor. hlm. 118 74 Lamintang, 1989. Op. cit. hlm. 21. 75 Moch. Anwar, 1986. Op. cit. hlm. 19.
35
karena kejahatan pencurian telah selesai terlaksana dengan selesainya perbuatan mengambil barang. 76 Sejalan dengan pendapat di atas, R. Soesilo mengemukakan pendapatnya sebagai berikut : ”Pengambilan harus dilakukan dengan maksud hendak memiliki barang itu dengan melawan hukum. ’Memiliki’ artinya bertindak sebagai orang yang punya, sedangkan ’melawan hukum’ berarti tidak berhak, bertentangan dengan hak orang lain, tidak minta ijin terlebih dahulu”. 77 Kata-kata ’memiliki secara melawan hukum’ itu sendiri mempunyai arti yang jauh lebih luas dari sekedar apa yang disebut ’zich toeeigenen’, karena termasuk dalam pengertiannya antara lain ialah ’cara’ untuk dapat memiliki suatu barang. 78 3. Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Pencurian yang diatur dalam Pasal 363 KUHP dan Pasal 365 KUHP dinamakan pencurian dengan kualifikasi (gequalificeerd diefstal). Wirjono Prodjodikoro menerjemahkan dengan ”pencurian khusus” sebab pencurian tersebut dilakukan dengan cara tertentu. Istilah yang dirasa tepat adalah yang digunakan oleh R. Soesilo (dalam bukunya Kitab Undang-undang Hukum Pidana) yaitu ”pencurian dengan pemberatan” sebab dari istilah tersebut sekaligus dapat dilihat, bahwa karena sifatnya maka pencurian itu diperberat ancaman pidananya. 79 Kata ”pencurian” dalam rumusan pencurian dengan kualifikasi seperti yang diatur dalam Pasal 363 KUHP dan Pasal 365 KUHP tersebut mempunyai
76 77 78 79
Moch. Anwar, 1986. Loc. cit. R. Soesilo, 1984. Op. cit. hlm. 119. Lamintang, 1989. hlm. 31. Hermien Hediati Koeswadji, 1984. Op. cit. hlm. 25.
36
arti yang sama dengan kata ”pencurian” sebagai pencurian dalam bentuk pokok yang dirumuskan dalam Pasal 362 KUHP, dengan demikian antara pencurian dengan pemberatan dan pencurian biasa mempunyai unsur-unsur yang sama, yaitu : a. Unsur subyektif Dengan maksud untuk menguasai benda tersebut secara melawan hukum. b. Unsur obyektif 1) barangsiapa 2) mengambil c. Sebuah benda d. Yang sebagaian atau seluruhnya kepunyaan orang lain. 80 Menurut Moch. Anwar, mengenai pencurian dengan pemberatan, berpendapat sebagai berikut : ”Perumusan Pasal 363 ayat (1) KUHP menunjukkan pencurian yang gequqlificeerd atas pencurian dalam bentuk pokok sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 362 KUHP adalah karena hanya disebut nama kejahatannya saja yaitu pencurian, ditambah unsur lain yang memberatkan”. 81 Lebih lanjut tentang pencurian dengan pemberatan Sudradjat Bassar mengemukakan
bahwa
”Pencurian
ini
termasuk
pencurian
istimewa
maksudnya suatu pencurian dengan cara-cara bersifat lebih berat dan diancam dengan hukuman yang maksimalnya lebih tinggi, yaitu lebih dari hukuman penjara lima tahun”.
82
Karena mengenai kata ”pencurian” di dalam rumusan Pasal 363 KUHP itu dipandang sudah cukup diartikan sebagai ”pencurian dalam bentuk pokok”, maka untuk selanjutnya akan dibicarakan unsur-unsur selebihnya yang pada
80 81 82
Lamintang 1989. Op. cit. hlm. 1. Moch. Anwar, 1989. Op. cit. hlm. 20. Sudradjat Bassar, 1986. Op. Cit., hlm. 68.
37
umumnya merupakan ”unsur-unsur yang memberatkan”. Unsur-unsur yang memberatkan
pidana,
”strafverzwarevde
dalam
doktrin
omstandigheden”
juga atau
sering
disebut
sebagai
”keadaan-keadaan
yang
memberatkan pidana”. Keadaan-keadaan yang memberatkan pidana di dalam putusan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 363 KUHP dan Pasal 365 KUHP itu oleh Van Bemmelen dan Van Hattum disebut sebagai ”objectief verzwarende omstandigheden” atau ”keadaan-keadaan yang memberatkan secara obyektif”, yang berlaku bagi setiap ”peserta” dalam tindak pidana. 83 Tindak pidana pencurian yang diatur dalam Pasal 365 KUHP itu juga merupakan suatu ”gequalificeerde diefstal” atau suatu pencurian dengan kualifikasi ataupun merupakan suatu pencurian dengan unsur-unsur yang memberatkan. Dengan demikian maka yang diatur dalam Pasal 365 KUHP itu sesungguhnya hanyalah ”satu kejahatan” dan bukan ”dua kejahatan” yang terdiri dari kejahatan ”pencurian” dan kejahatan ”pemakaian kekerasan terhadap orang”, ataupun bukan merupakan suatu ”samenloop” dari kejahatan ”pencurian” dengan kejahatan ”pemakaian kekerasan terhadap orang”. 84 Kekerasan atau ancaman kekerasan itu harus ditujukan kepada orangorang, akan tetapi tidaklah perlu bahwa orang tersebut merupakan pemilik dari benda yang akan dicuri atau telah dicuri.
85
Menurut pendapat Simons,
kekerasan itu tidaklah perlu merupakan sarana atau cara untuk melakukan pencurian, melainkan cukup jika kekerasan tersebut tercaji ”sebelum”,
83 84 85
Lamintang 1989. Op. cit. hlm. 48. Ibid., hlm. 52. Ibid., hlm. 55.
38
”selama” dan ”sesudah” pencurian itu dilakukan dengan maksud seperti yang dikatakan di dalam rumusan Pasal 365 ayat (1) KUHP, yaitu: a. untuk mempersiapkan atau untuk memudahkan pencurian yang akan dilakukan; b. jika kejahatan yang mereka lakukan itu ”o pheterdaad betrap” atau ”diketahui pada waktu sedang dilakukan”, untuk memungkinkan dirinya sendiri atau lain-lain peserta kejahatan dapat melarikan diri; c. untuk menjamin tetap dikuasainya benda yang telah mereka curi.86 Unsur-unsur yang memberatkan pidana pada tindak pidana pencurian yang diatur dalam Pasal 365 ayat (2) KUHP menurut Moch. Anwar adalah sebagai berikut : ”Pencurian yang dirumuskan adalah Pasal 365 ayat (1) KUHP dengan disertai masalah-masalah yang memberatkan yaitu : ke-1 - pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup di mana berdiri sebuah rumah: - di jalan umum; - di dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan; ke-2 dilakukan bersama-sama oleh 2 orang atau lebih; ke-3 yang bersalah memasuki tempat kejahatan dengan cara membongkar, memanjat, anak kunci palsu,perintah palsu, pakaian jabatan palsu”. 87 Mengenai apa yang dimaksud dengan jalan umum sebagai salah satu unsur yang terdapat dalam Pasal 365 ayat (2) sub 1 KUHP menurut R. Soesilo, adalah sebagai berikut : ”Jalan umum adalah semua jalan, baik mlik pemerintah maupun partikelir, asal dipergunakan untuk umum (siapa saja boleh berjalan
di situ). Dalam Pasal 365 ayat (3) KUHP disebutkan apabila
perbuatan pencurian dengan kekerasan ini menimbulkan matinya orang. Dalam ayat ini matinya orang lain merupakan akibat yang timbul karena penggunaan kekerasan dan kematian di sini bukan dimaksudkan oleh si pembuat. Apabila
86 87
Lamintang, 1989. Loc. cit. Moch. Anwar, 1986. Op. cit., hlm. 27.
39
kematian itu dimaksud (diniati) oleh si pembuat maka ia dikenakan Pasal 339 KUHP.
88
Alasan memberatkan hukuman terhadap pencurian di jalan umum,
dikereta api yang sedang berjalan, mobil atau bus umum seperti termuat dalam Pasal 365 ayat (2) KUHP adalah karena pada tempat-tempat tadi korban ttidak mudah mendapat pertolongan dari orang lain. 89 Dengan melihat pengertian dan unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 365 KUHP ini dapat dikatakan bahwa pasal tersebut merupakan pembatasan antara delik harta benda (vermogens delict) dan delik terhadap nyawa (levens delict). Lebih-lebih apabila kejahatan tersebut mengakibatkan matinya seseorang yang menurut KUHP Indonesia diancam dengan hukuman mati, sedangkan menurut WvS Nederland hanya ancaman penjara selama-lamanya 15 tahun. 90
88 89 90
R. Soesilo, 1986. Op. cit., hlm. 254. Sudradjat Bassar, 1986. Op. cit. hlm. 72. Hermien Hediati Koeswadji, 1984. Op. cit., hlm. 44.
40
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu pendekatan yang menggunakan konsepsi yuridis positivis, yakni bahwa hukum identik dengan norma tertulis yang dibuat oleh yang berwenang, selama ini hukum dibuat sebagai suatu sistem normatif yang bersifat otonom tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat. 91
B. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis yaitu penelitian yang menggambarkan peraturan perundangundangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum positif yang menyangkut permasalahan yang sedang diteliti. 92
C. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan mengambil lokasi di Pengadilan Negeri Purwokerto
D. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, data sekunder dalam penelitian ini meliputi peraturan perundang-undangan yang 91
Ronny Hanitijo Soemitro, 1988. Metode Penelitian Hukum dan Yurimetri. Ghalia Indonesia, Jakarta. hlm. 11 92 Ibid., hlm. 98
41
berlaku, buku-buku literatur, dokumen yang berhubungan dengan pokok permasalahan yang diteliti dan Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor : 94/Pid.B/2010/PN.Pwt
E. Metode Pengumpulan Data Data sekunder diperoleh dengan cara studi kepustakaan yaitu mempelajari peraturan perundang-undangan, buku-buku literatur, dan putusan perkara pidana Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor : 94/Pid.B/2010/PN.Pwt
F. Metode Penyajian Data Data yang diperoleh selanjutnya disajikan dalam bentuk uraian yang disusun secara sistematis, logis, dan rasional. Dalam arti keseluruhan data yang diperoleh akan dihubungkan satu dengan yang lainnya dan disesuaikan dengan pokok permasalahan sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh dengan pokok permasalahan yang diteliti.
G. Metode Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis secara normatif kualitatif yaitu menjabarkan dan menafsirkan data berdasarkan asas-asas, norma-norma, teori/doktrin ilmu hukum khususnya hukum pidana.
93
Ibid., hlm. 51
93
42
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian memberatkan
mengenai
tindak
pidana
pencurian
dalam
keadaan
di wilayah hukum Pengadilan Negeri Purwokerto, penelitian
dimaksud dilakukan terhadap Putusan Perkara Nomor 94/Pid.B/2010/PN.Pwt, hasil penelitian yang dilakukan terhadap putusan Pengadilan Negeri Purwokerto tersebut pada pokoknya dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Duduk Perkara Terdakwa Iswahardi Nurohman bin Kartono, Tempat lahir Cilacap, Umur 19 tahun, Tanggal lahir 13 Maret 1991, Jenis kelamin Laki-laki, Kebangsaan Indonesia, Alamat/tempat tinggal : RT 02 / RW VI Desa Surusunda, Kecamatan Karangpucung, Kabupaten Cilacap, Agama Islam, Pekerjaan Pelajar, Pendidikan SMK. Terdakwa Iswahardi Nurohman bin Kartono bersama-sama dengan saksi Agus Ramapudin bin Darto (berstatus anak dalam proses rehabilitasi) pada hari Senin, 12 April 2010 sekitar jam 23.00 WIB atau setidak-tidaknya pada tahun 2010, bertempat di sebuah warung milik saksi korban Sdri. Ruseb yang berada di Desa Parungkamal RT 01/RW VI Kecamatan Lumbir, Kabupaten Banyumas atau setidak-tidaknya di sekitar tempat tersebut yang masih dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Purwokerto, telah mengambil sesuatu barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud ke tempat kejahatan itu atau dapat mencapai barang untuk diambilnya dengan jalan membongkar, memecah atau memanjat atau
43
memakai kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu, perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara-cara sebagai berikut : - Pada hari Senin, 12 April 2010 sekitar jam 21.00 WIB terdakwa dan saksi Agus Ramapudin dengan mengendarai sebuah Sepeda Motor Yamaha Mio No. Pol: R-5188-ZB milik terdakwa bersama-sama berangkat dari Karangpucung menuju ke daerah Lumbir dengan maksud untuk mencari sasaran warung yang mudah untuk dicuri barangnya; - Sekitar jam 22.30 WIB terdakwa menghentikan kendaraannya karena menemukan sasaran yakni di sebuah warung milik saksi Sdri. Ruseb yang berada di Desa Parungkamal RT 01/ RW VI Kecamatan Lumbir, Kabupaten Banyumas. Kemudian saksi Agus Ramapudin turun dari kendaraan dan mengambil sebuah obeng/drei kecil yang sebelumnya ditaruh dalam bagasi sepeda motor, lalu Agus Ramapudin mengecek keadaan warung dan memberitahukan kepada terdakwa keadaan warung aman dan pintunya mudah dibuka. Setelah itu terdakwa meminta obeng/drei dari saksi Agus Ramapudin dan selanjutnya terdakwa langsung mengcongkel kunci/gembok pintu warung hingga berhasil terbuka dan rusak. Selanjutnya terdakwa masuk ke dalam warung dan tanpa ijin mulai mengambil barang-barang yang ada di warung tersebut yakni berupa : a.
1 (satu) buah tabung gas ukurang 3 Kg
b.
4 (empat) bungkus susu Frisian Flag
c.
6 (enam) bungkus Energen
d.
1 (satu) botol minuman Sprite
e.
1 (satu) botol minuman Coca-cola
44
f.
4 (empat) bungkus Extrajoss
Kemudian diikuti oleh saksi Agus Ramapudin yang juga masuk ke dalam warung dan tanpa ijin mengambil : a.
3 (tiga) bungkus Ale-ale
b.
6 enam) bungkus Coffiemix
- Barang-barang tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam sebuah sarung yang telah dipersiapkan oleh terdakwa. Selanjutnya terdakwa dan saksi Agus Ramapudin keluar dari warung dan kembali melanjutkan perjalanan menuju pulang yang kali ini terdakwa yang membonceng sambil membawa barang-barang hasil pencuriannya; - Dalam perjalanan pulang yakni sekitar 4 (empat) Km dari warung, saksi Agus Ramapudin dan terdakwa sempat menghentikan kendaraannya. Namun saat berhenti tersebut ada saksi Hastomo Priyanto selaku Petugas Polisi yang sedang melakukan patroli kemudian melihat terdakwa dan saksi Agus Ramapudin. Selanjutnya saksi Hastomo Priyanto menghampiri terdakwa dan saksi Agus Ramapudin. Selanjutnya saksi Hastomo Priyanto bertanya : “Sedang apa ?” dan dijawab oleh terdakwa dan saksi Agus Ramapudin : “Sedang memperbaiki motor”. Setelah itu saksi Hastomo Priyanto melihat sebuah tabung gas ukuran 3 (tiga) Kg dan sebuah sarung berisi barang-barang, sehingga kemudian saksi Hastomo Priyanto bertanya kembali mengenai asal-usul barang tersebut dan dijawab oleh terdakwa dan saksi Agus Ramapudin mengakui bahwa barang yang dibawanya adalah hasil curian. Selanjutnya terdakwa dan saksi Agus Ramapudin dan barang-barang hasil curiannya diamankan untuk proses lebih lanjut.
45
- Maksud terdakwa dan saksi Agus Ramapudin melakukan perbuatan tersebut yakni untuk memiliki secara tidak sah atas barang-barang tersebut. Sedang akibat perbuatan terdakwa tersebut saksi korban Sdri. Ruseb menderita kerugian sekitar Rp 191.000,- (seratus sembilan puluh satu ribu rupiah). 2. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Berdasarkan perkara sebagaimana tersebut di atas, maka terdakwa diajukan ke persidangan oleh Penuntut Umum dengan dakwaan tunggal yaitu melanggar Pasal 363 ayat (1) ke-4 dan ke-5 KUHP, yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut : a. Barang siapa; b. Mengambil suatu barang; c. Yang sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain; d. Dengan maksud untuk dimiliki dengan melawan hak; e. Dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama; f. Dengan jalan memanjat atau membongkar. 3. Keterangan saksi dan Barang bukti a. Keterangan saksi Di dalam persidangan telah diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum berupa 3 (tiga) orang saksi yang kesemuanya telah didengar keterangannya di bawah sumpah. Saksi-saksi tersebut adalah : 1) Saksi : Jaman Singawinata Saksi tersebut pada pokoknya menerangkan sebagai berikut :
46
- Saksi pernah dimintai keterangannya di kepolisian, dan apa yang telah diberikan di kepolisian telah benar semua; - Peristiwa pencurian tersebut terjadi pada hari Senin tanggal 12 April 2010 sekitar jam 23.30 WIB di sebuah warung di Desa Parungkamal Kecamatan Lumbir, Kabupaten Banyumas; - Saksi sendiri tidak tahu, siapa yang telah melakukan pencurian di warung milik Sdri. Ruseb tersebut; - Benar barang-barang yang telah diambil oleh pelaku di warung milik Sdri. Ruseb tersebut adalah berupa : 1 (satu) buah tabung gas ukuran 3 Kg, 1 (satu) botol minuman soda Sprite, 1 (satu) botol minuman Coca-cola, 3 (tiga) bungkus Ale-ale, 6 (enam) bungkus Energen, 6 (enam) bungkus Coffeemix, 4 (empat) sachet susu kental manis Frisian Flag, 4 (empat) sachet Extrajoss yang sekarang jadi bukti di persidangan; - Saksi mengetahui adanya pencurian di warung milik Sdri. Ruseb karena kebetulan sedang jaga ronda di Kantor Desa mendengar Sdri. Ruseb teriak memanggil suaminya, sehingga saksi dan Sdr. Natim Sudarjo mengecek ke arah teriakan tersebut, ternyata warung
Sdri.
Ruseb
telah
kecurian
selanjutnya
saksi
menginformasikan kejadian tersebut kepada petugas Kepolisian dan mengecek langsung ke tempat kejadian dan selang beberapa menit petugas sudah berhasil menangkap pelaku yang sedang berusaha kabur.
47
2) Saksi : Hastomo Priyatno Saksi tersebut pada pokoknya menerangkan sebagai berikut : - Saksi sebelumnya ternah dimintai keterangannya di Kepolisian, dan apa yang telah diberikan sudah benar; - Pada hari Senin tanggal 12 April 2010 sekitar pukul 23.30 WIB, saat saksi melaksanakan patroli di Jalan Raya turut Desa Karanggayam di depan warung milik Sdri. Suminah tersebut melihat 2 (dua) orang dengan menggunakan Sepeda Motor Yamaha Mio, yang sedang berhenti di depan warung tersebut, sehingga saksi merasa curiga dan menghampirinya, dan saksi tanya kepada orang tersebut : “Sedang apa ?” dan kedua orang tersebut menjawab sedang memperbaiki motor, saksi melihat 1 (satu) buah tabung gas ukuran 3 Kg dan sarung yang dimungkinkan berisi barang-barang yang berada disebelah kedua orang tersebut, akhirnya kedua orang tersebut mengakui barang bawaannya adalah hasil dari mengambil dari warung di wilayah Lumbir tanpa sepengetahuan pemilik, setelah melakukan observasi ternyata ditemukan adanya warga masyarakat yang merasa kehilangan barang yang ada di dalam warung yaitu Sdri. Ruseb; - Saksi membenarkan barang-barang yang telah diambil oleh pelaku di warung milik Sdri. Ruseb tersebut adalah berupa : 1 (satu) buah tabung gas ukurang 3 Kg, 1 (satu) botol minuman soda Sprite, 1 (satu) botol minuman Coca-cola, 3 (tiga) bungkus Ale-ale, 6 (enam) bungkus Energen, 6 (enam) bungkus Coffeemix, 4 (empat)
48
sachet susu kental manis Frisian Flag, 4 (empat) sachet Extrajoss yang sekarang jadi bukti di persidangan. 3) Saksi : Natim Sudarjo Saksi tersebut pada pokoknya menerangkan sebagai berikut : - Peristiwa pencurian tersebut terjadi pada hari Senin tanggal 12 April 2010 sekitar jam 23.30 WIB di sebuah warung di Desa Parungkamal Kecamatan Lumbir Kabupaten Banyumas; - Saksi mengetahui adanya pencurian di warung milik Sdri. Ruseb karena kebetulan sedang jaga ronda di Kantor Desa mendengar Sdri Ruseb teriak memanggil suaminya, sehingga saksi dan Sdr. Jaman mengecek ke arah teriakan tersebut, ternyata warung Sdri. Ruseb telah kecurian selanjutnya saksi menginformasikan kejadian tersebut kepada petugas Kepolisian dan mengecek langsung ke tempat kejadian dan selang beberapa menit petugas sudah berhasil menangkap pelaku yang sedang berusaha kabur. - Saksi membenarkan barang-barang yang telah diambil oleh pelaku di warung milik Sdri. Ruseb tersebut adalah berupa : 1 (satu) buah tabung gas ukurang 3 Kg, 1 (satu) botol minuman soda Sprite, 1 (satu) botol minuman Coca-cola, 3 (tiga) bungkus Ale-ale, 6 (enam) bungkus Energen, 6 enam) bungkus Coffeemix, 4 (empat) sachet susu kental manis Frisian Flag, 4 (empat) sachet Extrajoss yang sekarang jadi bukti di persidangan. Selain keterangan saksi-saksi tersebut di atas, masih ada saksi yang belum hadir di persidangan yaitu atas nama : Saksi Sdri Ruseb dan
49
Agus Ramapudin yang keterangannya dibacakan di persidangan yang pada pokoknya sebagai berikut : Saksi : Ruseb Pada hari Senin tanggal 12 April 2010 sekira jam 23. 30 WIB saksi bermaksud untuk mengambil susu sachet di warung yang berjarak sekira 5 (lima) meter dari rumahnya, namun ketika sampai di depan warung saksi kaget karena pintu warung sudah terbuka dan kunci pintu/grendel sudah rusak, ketika saksi cek ternyata banyak barang dagangan yang hilang serta tabung gasnya, dalam keadaan bingung melihat kejadian tersebut lalu saksi memanggil suaminya Sdr. Catam, namun belum sempat suami datang tiba-tiba Sdr. Jaman dan Sdr. Natim datang ke warung,
lalu kejadian tersebut dilaporkan kepada petugas
Kepolisian Polsek Lumbir. Saksi : Agus Ramapudin Pada hari Senin tanggal 12 April 2010 sekira jam 21.00 WIB saya bersama Sdr. Iswahardi berangkat dari Karangpucung menuju ke Lumbir bermaksud untuk mencari sasaran warung yang
mudah
untuk
diambil
barang-barangnya,
dengan
mengendarai sepeda motor milik Sdr. Iswahardi dan sekira pukul 22.30 WIB saksi menghentikan kendaraan
di depan tempat
kejadian, lalu Sdr. Iswahardi mengambil drei kecil yang disimpan di dalam bagasi dan langsung mencongkel kunci/grendel pintu warung, selanjutnya mengambil barang-barang berupa : 1 (satu)
50
buah tabung gas ukuran 3 Kg, 1 (satu) botol minuman soda Sprite, 1 (satu) botol minuman soda Coca-cola, 3 (tiga) buah minuman Ale-ale, 6 (enam) sachet Energen, 6 sachet Coffeemix, 4 (empat) sachet susu kental manis Frisian Flag, 4 (empat) sachet Estrajoss
yang
sekarang
dijadikan
bukti
di
persidangan
selanjutnya kami pulang, dan dalam perjalanan pulang kami sempat berhenti, namun tiba-tiba datang Petugas Kepolisian yang kemudian menangkap kami. b. Barang bukti Di persidangan Jaksa Penuntut Umum telah mengajukan barang bukti berupa : a. 1 (satu) buah tabung gas ukurang 3 Kg b. 4 (empat) bungkus susu Frisian Flag c. 6 (enam) bungkus Energen d. 1 (satu) botol minuman Sprite e. 1 (satu) botol minuman Coca-cola f. 4 (empat) bungkus Extrajoss g. 3 (tiga) bungkus Ale-ale h. 6 enam) bungkus Coffeemix i. 1 (satu) buang obeng kecil dan 1 (Satu) buah sarung warna Putih dirampas untuk dimusnahkan j. 1 (satu) unit sepeda motor Yamaha Mio No. Pol.: R-5188-ZB Noka MH328D2049K103056 Nosin: 28D1100555 beserta STNKnya atas nama Irwan Fitriyanto Nurohman
51
4. Keterangan Terdakwa Dipersidangan telah didengar pula keterangan terdakwa yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut : - Terdakwa sebelumnya tidak pernah melakukan suatu tindak pidana, dan belum pernah dihukum; - Terdakwa melakukan pencurian bersama-sama dengan Sdr. Agus Ramapudin dengan cara merusak/mencongkel kunci/grendel pintu warung dan setelah berhasil dibuka selanjutnya masuk untuk mengambil barang yang ada di dalam warung; - Terdakwa yang melakukan tindakan mencongkel/merusak pintu warung dan mengambil barang berupa : 1 (satu) buah tabung gas ukurang 3 Kg, 1 (satu) botol minuman soda Sprite, 1 (satu) botol minuman Coca-cola, 6 (enam) bungkus Energen, 4 (empat) sachet susu kental manis Frisian Flag, 4 (empat) sachet Extrajoss yang sekarang jadi bukti di persidangan; sedangkan Sdr. Agus Ramapudin melakukan pengawasan lokasi, setelah aman ikut masuk ke dalam warung tersebut dan mengambil barang berupa 3 (tiga) buah Ale-ale dan 6 (enam) bungkus Coffeemix; - Awalnya pada hari Senin sekira jam 21.00 WIB bersama Sdr. Agus Ramapudin berangkat dari wilayah Karangpucung menuju ke Lumbir bermaksud untuk mencari sasaran warung yang mudah untuk dicuri barang-barang, dengan mengenarai Sepeda Motor Mio, ke arah Timur hingga Pom Bensin Wangon, sekira pukul 22.30 WIB terdakwa selesai minum kopi lalu kembali ke arah Barat sambil mencari sasaran dan sampai di tempat lokasi sasaran, Sdr. Agus Ramapudin mengentikan kendaraan,
52
lalu Sdr. Agus Ramapudin mengambil drei yang disimpan di dalam bagasi mengecek sekitar warung lalu memberitahu terdakwa bahawa keadaan aman dan kunci pintu warungnya mudah dibuka, setelah itu saya langsung mencongkel kunci/grendel pintu warung tersebut dan berhasil membuka, terdakwa berhasil mengambil barang berupa : 1 (satu) buah tabung gas ukuran 3 Kg, 1 (satu) botol minuman soda Sprite, 1 (satu) botol ,minuman soda coca-cola, 6 (enam) sachet Energen, 4 (empat) sachet susu kental manis Frisian Flag, 4 (empat) sachet Extrajoss yang sekarang dijadikan barang bukti di persidangan, Sdr. Agus Ramapudin melakukan pengawasan lokasi, setalah aman ikut masuk ke dalam warung tersebut dan mengambil barang berupa 3 (tiga) buah Ale-ale dan 6 (enam) bungkus Coffeemix; 5. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum Penuntut umum dalam tuntutan pidananya, pada pokoknya memohon agar Mejelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini menjatuhkan sebagai berikut : a. Menyatakan terdakwa Iswahardi Nurohman bin Kartono terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Pencurian dalam keadaan memberatkan“ sebagaimana diatur dalam Pasal 363 ayat (1) ke-4 dan ke-5 KUHP tersebut dalam dakwaan kami; b. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Iswahardi Nurohman bin Kartono dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan dikurangi selama terdakwa berada dalam masa penahanan sementara dengan permintaan agar terdakwa tetap ditahan.
53
c. Menyatakan barang bukti berupa : - 1 (satu) buah tabung gas ukuran 3 Kg, 1 (satu) botol minuman soda Sprite, 1 (satu) botol, minuman soda coca-cola, 6 (enam) sachet Energen, 4 (empat) sachet susu kental manis Frisian Flag, 4 (empat) sachet Extrajoss dikembalikan kepada Sdri. Ruseb. - 1 (satu) buang obeng kecil dan 1 (Satu) buah sarung warna Putih dirampas untuk dimusnahkan - 1 (satu) unit sepeda motor Yamaha Mio No. Pol.: R-5188-ZB Noka MH328D2049K103056 Nosin: 28D1100555 beserta STNKnya atas nama Irwan Fitriyanto Nurohman d. Membebankan kepada terpidana untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 1.000,6. Pertimbangan Hukum Hakim Terdakwa diajukan kepersidangan oleh Penuntut Umum dengan dakwaan tunggal yaitu melanggar Pasal 363 ayat (1) ke-4 dan ke-5 KUHP yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut : a.
Barang siapa;
b.
Mengambil suatu barang;
c.
Yang sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain;
d.
Dengan maksud untuk dimiliki dengan melawan hak;
e.
Dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama;
f.
Dengan jalan memanjat atau membongkar.
54
Ad. a. Unsur Barang siapa Yang dimaksud barang siapa adalah setiap orang sebagai pendukung hak dan kewajiban yang identitasnya jelas, diajukan ke persidangan
karena
didakwa
melakukan
tindak
pidana
dan
perbuatannya dapat dipertanggung jawabkan kepadanya. Penuntut
Umum
telah
menghadapkan
terdakwa
yang
bernama : Iswahardi Nurohman bin Kartono yang identitasnya selengkapnya sebagamana dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Setelah mendengar keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa di persidangan, didapat fakta bahwa tidak ada kekeliruan orang (error in persona) yang disangka telah melakukan tindak pidana tersebut adalah benar Iswahardi Nurohman bin Kartono. Terdakwa selama dalam proses persidangan dalam keadaan sehat jasmani dan rokhani, dengan demikian dapat dimintai pertanggung jawaban. Berdasarkan pertimbangan hukum tersebut di atas maka unsur ke satu ini telah terpenuhi Ad. b. Unsur Mengambil suatu barang Yang dimaksud dengan mengambil adalah membawa sesuatu benda di bawah kekuasaannya secara mutlak dan nyata, dan yang dimaksud dengan barang adalah sesuatu yang berwujud. Berdasarkan keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa sendiri di persidangan telah terungkap fakta bahwa awalnya pada hari Senin sekira jam 21.00 WIB terdakwa bersama Sdr. Agus Ramapudin berangkat dari wilayah Karangpucung menuju ke Lumbir
55
bermaksud untuk mencari sasaran warung yang mudah untuk dicuri barang-barang, dengan mengendarai Sepeda Motor Mio; Mereka yaitu terdakwa dan Sdr. Agus Ramapudin kearah Timur hingga Pom Bensin Wangon, sekira pukul 22.30 WIB terdakwa selesai minum kopi lalu kembali kearah Barat sambil mencari sasaran dan sampai di tempat lokasi sasaran, Sdr. Agus Ramapudin menghentikan kendaraan lalu Sdr. Agus Ramapudin mengambil drei yang disimpan di dalam bagasi mengecek sekitar warung lalu memberitahu terdakwa bahwa keadaan aman dan kunci pintu mudah dibuka. Perbuatan tersebut dilakukan oleh terdakwa dengan cara-cara yaitu terdakwa langsung mencongkel kunci/grendel pintu warung tersebut dan berhasil membuka, terdakwa berhasil mengambil barangbarang berupa : 1 (satu) buah tabung gas ukuran 3 Kg, 1 (satu) botol minuman soda Sprite, 1 (satu) botol minuman Soda Coca-cola, 6 (enam) sachet Energen, 4 (empat) sachet susu kental manis Frisian Flag, 4 (empat) sachet Extrajoss yang sekarang dijadikan bukti di persidangan. Berdasarkan pertimbangan hukum tersebut di atas maka unsur kedua ini telah terpenuhi. Ad. c. Unsur Yang sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain Berdasarkan keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa di persidangan didapat fakta bahwa barang-barang berupa 1 (satu) buah tabung gas ukuran 3 Kg, 1 (satu) botol minuman soda Sprite, 1 (satu) botol minuman Soda Coca-cola, 6 (enam) sachet Energen,4
56
(empat) sachet susu kental manis Frisian Flag, 4 (empat) sachet Extrajoss yang sekarang dijadikan bukti di persidangan bukan milik terdakwa, melainkan milik saksi Ruseb, dan pada saat mengambil barang tersebut terdakwa tidak ada ijin dari pemiliknya. Berdasarkan pertimbangan hukum tersebut di atas maka unsur ketiga ini telah terpenuhi. Ad. d. Unsur dengan maksud untuk dimiliki dengan melawan hak Berdasarkan keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa sendiri di perdidangan telah terungkap fakta bahwa waktu mengambil barang berupa : 1 (satu) buah tabung gas ukuran 3 Kg, 1 (satu) botol minuman soda Sprite, 1 (satu) botol minuman Soda Coca-cola, 6 (enam) sachet Energen, 4 (empat) sachet susu kental manis Frisian flag, 4 (empat) sachet Extrajoss yang sekarang dijadikan bukti di persidangan bukan milik terdakwa, melainkan milik saksi Sdri. Ruseb, dan pada saat mengambil barang tersebut terdakwa tidak ada ijin dari pemiliknya. Berdasarkan pertimbangan hukum tersebut di atas maka unsur keempat ini telah terpenuhi. Ad. e. Unsur Dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama Berdasarkan
fakta
di
persidangan
perbuatan
terdakwa
mengambil barang milik saksi Sdri. Ruseb tersebut dilakukan dengan diawali dan diakhiri atau selesainya perbuatan karena adanya kerjasama yang nyata antara terdakwa dengan Sdr. Agus Ramapudin, adapun wujud kerjasama yang nyata antara mereka yaitu mereka sepakat untuk melakukan pencurian barang berupa 1 (satu) buah
57
tabung gas ukuran 3 Kg, 1 (satu) botol minuman soda Sprite, 1 (satu) botol minuman Soda Coca-cola, 6 (enam) sachet Energen, 4 (empat) sachet susu kental manis Frisian Flag, 4 (empat) sachet Extrajoss yang sekarang dijadikan bukti di persidangan bukan milik terdakwa. Berdasarkan pertimbangan hukum tersebut di atas maka unsur ke lima ini telah terpenuhi. Ad. f. Unsur Dengan jalan memanjat atau membongkar Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan yaitu berdasarkan keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa sendiri telah terungkap fakta bahwa pada waktu mengambil barang-barang berupa 1 (satu) buah tabung gas ukuran 3 Kg, 1 (satu) botol minuman soda Sprite, 1 (satu) botol minuman Soda Coca-cola, 6 (enam) sachet Energen, 4 (empat) sachet susu kental manis Frisan Flag, 4 (empat) sachet Extrajoss yang sekarang dijadikan bukti di persidangan dengan cara mencongkel kunci/grendel pintu warung tersebut dan berhasil dan berhasil membuka yang akhirnya mengambil barang-barang milik Sdri. Ruseb tersebut. Berdasarkan pertimbangan hukum tersebut di atas maka unsur keenam ini telah terpenuhi. Karena semua unsur-unsur dalam Pasal 363 ayat (1) ke-4, dan ke-5 KUHP telah terbukti seluruhnya, maka terdakwa dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan tunggal tersebut. Oleh karena terdakwa dinyatakan bersalah sedangkan terdakwa bukanlah orang yang dikecualikan dari tanggung jawab pidana, maka terdakwa harus dipidana sesuai dengan perbuatannya.
58
Sebelum menjatuhkan putusan Majelis Hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan sebagai dasar pemidanaan atas diri terdakwa Hal-hal yang memberatkan : Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat dan merugikan orang lain Hal-hal yang meringankan: a. Terdakwa belum pernah dihukum, bersikap sopan di persidangan dan menyesali perbuatannya b. Terdakwa belum menikmati hasil kejahatannya c. Terdakwa mengaku terus terang sehingga memperlancar jalannya persidangan. 7. Putusan a. Menyatakan terdakwa Iswahardi Nurohman bin Kartono telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “pencurian dalam keadaan memberatkan”; b. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 7 (tujuh) bulan; c. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan; d. Memerintahkan supaya terdakwa tetap berada dalam tahanan; e. Menyatakan barang bukti berupa : - 1 (satu) buah tabung gas ukuran 3 Kg, 1 (satu) botol minuman soda Sprite, 1 (satu) botol minuman Coca-cola, 3 (tiga) buah minuman Aleale, 6 (enam) sachet Energen, 6 (enam) sachet Coffeemix, 4 (empat)
59
bungkus susu kental manis Frisian Flag, dan 4 (empat) sachet Extrajoss dikembalikan kepada saksi korban Sdri. Ruseb - 1 (satu) buang obeng kecil dan 1 (Satu) buah sarung warna Putih dirampas untuk dimusnahkan - 1 (satu) unit Sepeda Motor Yamaha Mio No. Pol.: R-5188-ZB Noka MH328D2049K103056 Nosin: 28D1100555 beserta STNKnya atas nama Irwan Fitriyanto Nurohman dikembalikan kepada kakaknya terdakwa yakni sesuai dengan STNK atas nama Irwan Fitriyanto Nurohman f. Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 1.000,- (seribu rupiah).
B. Pembahasan Berdasarkan
hasil
penelitian
terhadap
Putusan
Nomor
:
94/Pid.B/2010/PN.Pwt, tentang tindak pidana pencurian dalam keadaan memberatkan, ditambah dengan melakukan studi pustaka yang berkaitan dengan objek penelitian, maka dari hasil penelitian dimaksud dapat disusun suatu pembahasan sebagai berikut : 3. Penerapan unsur-unsur Pasal 363 ayat (1) ke-4 dan ke - 5 KUHP dalam putusan perkara Nomor : 94/Pid.B/2010/PN.Pwt Dalam putusan perkara tersebut, Jaksa Penuntut Umum menuntut terdakwa dengan menggunakan dakwaan tunggal yaitu melanggar Pasal 363 ayat (1) ke-4 dan
ke - 5 KUHP. Adapun rumusan Pasal 363 ayat (1) ke-4
dan ke-5 KUHP adalah sebagai berikut :
60
Ke-4 pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu; Ke-5 pencurian yang dilakukan, untuk dapat masuk ke tempat kejahatan atau untuk dapat mengambil barang yang akan dicuri itu dengan jalan membongkar, memecah atau memanjat atau memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu. Dikemukakan oleh A. Karim Nasution dalam Andi Hamzah, memberikan pengertian tentang surat dakwaan sebagai berikut : “Tuduhan adalah suatu surat akte yang memuat suatu perumusan dari tindak pidana yang dituduhkan, yang sementara dapat disimpulkan dari surat-surat pemeriksaan pendahuluan yang merupakan dasar bagi hakim untuk melakukan pemeriksaan”. Menurut pendapat Naderburg, yang dikutip oleh A. Karim Nasution mengatakan : “Surat ini adalah sangat penting dalam pemeriksaan perkara pidana karena ialah yang merupakan dasarnya, dan menentukan batas-batas bagi pemeriksaan hakim. memang pemeriksaan itu tidak batal, jika batas-batas itu dilampaui, tetapi putusan hakim hanyalah boleh mengenai peristiwaperistiwa yang terletak dalam batas-batas itu. sebab itu terdakwa tidaklah dapat dihukum karena suatu tindak pidana yang disebutkan dalam surat dakwaan, juga tidak tentang tindak pidana yang walaupun disebut di dalamnya, tetapi tindak pidana tersebut hanya dapat dihukum dalam suatu keadaan tertentu yang ternyata menang ada, tetapi tidak dituduhkan”. 94 Terkait dengan masalah surat dakwaan, dalam perkara ini Jaksa Penuntut Umum menggunakan dakwaan tunggal, yang dimaksud dengan dakwaan tunggal, menurut Andi Hamzah, surat dakwaan disusun secara tunggal jika seseorang atau lebih terdakwa melakukan tindak pidana hanya satu perbuatan saja, penyusunan dakwaan tunggal merupakan penyusunan surat dakwaan yang teringan jika dibandingkan dengan penyusunan surat
94
Andi Hamzah, 1987. Surat Dakwaan. Alumni, Bandung, hlm. 17
61
dakwaan lainnya, karena Penuntut Umum hanya memfokuskan pada sebuah permasalahan saja.95 Mendasarkan pada penuntutan yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum dengan dakwaan tunggal yaitu melanggar Pasal 363 ayat (1) ke-4, dan ke-5 KUHP, yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut : a. Barang siapa b. Mengambil suatu barang c. Yang sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain d. Dengan maksud untuk dimiliki dengan melawan hak e. Dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama f. Dengan jalan memanjat atau membongkar Ad. a. Unsur barang siapa Unsur barangsiapa menurut undang-undang hukum pidana menunjukkan pada suatu subjek tindak pidana, yang berarti siapa saja baik laki-laki atau perempuan tanpa kecuali, sehat jasmani, rohani dapat berlaku sebagai pelaku tindak pidana. Menurut pandangan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, yang dapat menjadi subjek hukum pidana adalah manusia. Hal ini dapat dilihat pada perumusan dari tindak pidana dalam KUHP, yang menampakkan daya berpikir sebagai syarat bagi subjek tindak pidana itu, juga terlihat pada wujud hukuman/pidana yang termuat
95
Ibid., hlm. 50
62
dalam pasal-pasal KUHP, yaitu hukuman penjara, kurungan dan denda. 96 Sedangkan menurut pendapat yang dikemukakan oleh Sudarto, bahwa unsur pertama tindak pidana itu adalah perbuatan orang, pada dasarnya yang dapat melakukan tindak pidana itu adalah manusia (natuurlijk personen). Hal ini dapat disimpulkan berdasarkan hal-hal sebagai berikut : 1) Rumusan delik dalam undang-undang lazim dimulai degan kata “barang siapa”… kata “barang siapa” ini tidak dapat diartikan lain daripada “orang”. 2) Dalam Pasal 10 KUHP disebutkan jenis-jenis pidana yang dikenakan pada subjek tindak pidana,sehingga pada dasarnya hanya dapat dikenakan pada manusia. 3) Pengertian kesalahan yang dapat berupa kesengajaan dan kealpaan itu merupakan sikap dalam batin manusia. 97 Di dalam persidangan perkara ini Jaksa Penuntut Umum telah menghadapkan seorang terdakwa bernama Iswahardi Nurohman bin Kartono, (yang identitas lengkapnya seperti dalam surat dakwaan Penuntut Umum). Setelah mendengar keterangan dari saksi-saksi dan keterangan terdakwa sendiri di persidangan didapat fakta bahwa tidak ada kekeliruan orang (error in persona) yang disangka telah melakukan tindak pidana tersebut adalah benar Iswahardi Nurohman bin Kartono, dan atas pertanyaan Hakim yang telah menerangkan bahwa ia adalah orang yang dimaksudkan sebagai terdakwa dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum. 96
Wirjono Prodjodikoro, 1989. Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Eresco. Bandung.
97
Sudarto, 1990/1991. Op. cit. hlm. 18-19
hlm. 55
63
Berdasarkan pendapat Sudarto sebagaimana tersebut di atas, apabila unsur barang siapa dihubungkan dengan Putusan Perkara No. 94/Pid.B/2010/PN.Pwt, maka unsur ”barang siapa” dalam hal ini adalah Iswahardi Nurohman bin Kartono, yang telah diperiksa dan diteliti identitasnya oleh Majelis Hakim ternyata sesuai dengan yang tercantum dalam surat dakwaan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum. Dengan demikian Majelis Hakim berkesimpulan bahwa unsur barang siapa dalam perkara ini telah terpenuhi pada diri Terdakwa. Ad. b. Unsur mengambil suatu barang Yang dimaksud dengan ”mengambil” pada umumnya adalah memindahkan sesuatu dari suatu tempat ke tempat yang lain atau ke dalam kekuasaannya. Sedangkan yang dimaksud dengan ”barang” pada umumnya adalah segala sesuatu yang berwujud, yang mempunyai nilai ekonomis. Kaitannya dengan unsur ’mengambil’, Moch. Anwar mengemukakan pendapatnya tentang ’mengambil’ dari tindak pidana pencurian sebagai berikut : ”Unsur ’mengambil’ mengalami berbagai penafsiran sesuai dengan perkembangan masyarakat. ’Mengambil’ pada mulanya diartikan memindahkan barang dari tempat semula ke tempat lain. Ini berarti membawa barang di bawah kekuasaannya yang nyata. Perbuatan ’mengambil’ berarti perbuatan yang mengakibatkan barang berada di bawah kekuasaan yang melakukan atau yang mengakibatkan barang itu berada di luar kekuasaan pemiliknya. Tetapi hal ini tidak selalu demikian, sehingga tidak perlu disertai akibat dilepaskannya dari kekuasaan pemilik”. 98 Berdasarkan keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa sendiri di persidangan telah terungkap fakta bahwa awalnya pada hari 98
Moch. Anwar. 1986. Op. cit., hlm. 17.
64
Senin sekira jam 21.00 WIB terdakwa bersama Sdr. Agung Ramapudin berangkat dari wilayah Karangpucung menuju ke Lumbir bermaksud untuk mencari sasaran warung yang mudah untuk dicuri barang-barang, dengan mengendarai Sepeda Motor Mio; Sekira pukul 22.30 WIB sambil mencari sasaran dan sampai di tempat lokasi sasaran, Sdr. Agus Ramapudin menghentikan kendaraan lalu Sdr. Agus Ramapudin mengambil drei yang disimpan di dalam bagasi mengecek sekitar warung lalu memberitahu terdakwa bahwa keadaan aman dan kunci pintu mudah dibuka. Perbuatan tersebut dilakukan oleh terdakwa dengan cara-cara yaitu terdakwa langsung mencongkel kunci/grendel pintu warung tersebut dan berhasil membuka, terdakwa berhasil mengambil barangbarang berupa : 1 (satu) buah tabung gas ukuran 3 Kg, 1 (satu) botol minuman soda Sprite, 1 (satu) botol minuman Soda Coca-cola, 6 (enam) sachet Energen, 4 (empat) sachet susu kental manis Frisian Flag, 4 (empat) sachet Extrajoss yang dijadikan bukti di persidangan. Dari definisi di atas dihubungkan dengan fakta hukum tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Iswahardi Nurohman bin Kartono telah memindahkan barang yang bukan miliknya ketempat lain untuk dimiliki sendiri, barang tersebut mempunyai nilai ekonomis. Dengan demikian maka unsur ”mengambil barang sesuatu” telah terpenuhi.
65
Ad. c. Unsur yang sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain Mengenai benda – benda ”kepunyaan orang lain”, Simons berpendapat bahwa tidaklah perlu bahwa ’orang lain’ tersebut harus diketahui secara pasti, melainkan cukup jika pelaku mengetahui bahwa benda – benda yang diambilnya itu ’bukan’ kepunyaan pelaku. 99 Tentang pengertian ’barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain’ Moch. Anwar mengemukakan pendapatnya sebagai berikut : ”Pengertian barang telah mengalami proses perkembangan. Dari arti barang yang berwujud menjadi setiap barang yang menjadi bagian dari harta kekayaan. Semula barang ditafsirkan sebagai barang-barang yang berwujud dan dapat dipindahkan (barang bergerak). Tetapi kemudian ditafsirkan sebagai setiap bagian dari harta benda seseorang. Dengan demikian barang itu harus ditafsirkan sebagai sesuatu yang mempunyai nilai di dalam kehidupan ekonomi dari seseorang. Barang tidak perlu kepunyaan orang lain pada keseluruhannya sedangkan obyek pencurian, atau sebagain lagi adalah kepunyaan pelaku sendiri. Barang yang tidak ada pemiliknya tidak dapat menjadi obyek pencurian, yaitu barang-barang dalam keadaan ’res nellius’ dan res derelictae’. 100 Untuk membuktikan adanya unsur ’barang yang diambil seluruhnya atau sebagian milik orang lain’ dalam kasus ini, hakim mendasarkan pada keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa, dipersidangan didapat fakta sebagai berikut : bahwa barang-barang berupa 1 (satu) buah tabung gas ukuran 3 Kg, 1 (satu) botol minuman soda Sprite, 1 (satu) botol minuman Soda Coca-cola, 6 (enam) sachet Energen,4 (empat) sachet susu kental manis Frisian Flag, 4 (empat) 99 100
Lamintang , 1989. Op. cit., hlm. 22 Moch. Anwar, 1986. Op. cit. hlm. 18
66
sachet Extrajoss yang dijadikan bukti di persidangan bukan milik terdakwa, melainkan milik saksi Sdri. Ruseb, dan pada saat mengambil barang tersebut terdakwa tidak ada ijin dari pemiliknya. Dengan demikian berdasarkan pertimbangan tersebut di atas perbuatan para Terdakwa telah memenuhi unsur “barang yang diambilnya seluruhnya atau sebagian milik orang lain”, maka unsur ketiga ini telah terpenuhi. Ad. d. Unsur dengan maksud untuk dimiliki dengan melawan hak Dikemukakan oleh Moch. Anwar, bahwa memiliki bagi diri sendiri adalah setiap perbuatan penguasaan atas barang tersebut, melakukan tindakan atas barang itu seakan-akan pemiliknya, sedangkan ia bukanlah pemiliknya. Maksud memiliki barang bagi diri sendiri itu terwujud dalam berbagai jenis perbuatan, yaitu menjual, memakai, menukarkan,
memberikan merubahnya,
kepada dan
orang
lain,
sebagainya.
menggadaikan,
Pendeknya
setiap
penggunaan atas barang yang dilakukan pelaku seakan-akan pemilik, sedangkan ia bukan pemilik. Maksud untuk memiliki barang itu tidak perlu terlaksana, cukup apabila maksud itu ada. Meskipun barang itu belum sempat dipergunakan, misalnya sudah tertangkap dulu, karena kejahatan pencurian telah selesai terlaksana dengan selesainya perbutan mengambil barang. 101 Dalam unsur secara melawan hukum, pada umumnya adalah perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau melawan hak, 101
Moch. Anwar, 1986. Loc. cit.
67
dijelaskan oleh Moch. Anwar, pengertian ’dengan maksud memiliki barang dengan melawan hukum’, istilah ini terwujud dalam kehendak, keinginan atau tujuan dari pelaku untuk memiliki barang secara melawan hukum. Melawan hukum di sini diartikan sebagai perbuatan memiliki yang dikehendaki tanpa hak atau kekuasaan sendiri dari pelaku. Pelaku harus sadar, bahwa yang diambilnya adalah milik orang lain. 102 Dari fakta yang terungkap di persidangan dapat disebutkan sebagai berikut : Berdasarkan keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa sendiri di persidangan telah terungkap fakta bahwa waktu mengambil barang berupa : 1 (satu) buah tabung gas ukuran 3 Kg, 1 (satu) botol minuman soda Sprite, 1 (satu) botol minuman Soda Cocacola, 6 (enam) sachet Energen,4 (empat) sachet susu kental manis Frisian Flag, 4 (empat) sachet Extrajoss yang sekarang dijadikan bukti di persidangan bukan milik terdakwa, melainkan milik saksi Ruseb, dan pada saat mengambil barang tersebut terdakwa tidak ada ijin dari pemiliknya. Berdasarkan keterangan saksi-saksi yang dihubungkan dengan petunjuk yang diperkuat oleh keterangan terdakwa di muka persidangan maka diperoleh fakta yang bersesuaian bahwa benar para terdakwa telah mengambil barang milik orang lain tanpa ijin yang punya.
102
Moch. Anwar, 1986. Op. cit. hlm. 19.
68
Dengan demikian, berdasarkan pertimbanagn tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perbuatan terdakwa melawan haknya saksi Sdri. Ruseb dan melanggar hukum, maka
unsur ”dengan
maksud untuk dimiliki dengan melawan hak” dalam perkara ini telah terpenuhi. Ad. e. Unsur dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama Menurut Wirjono Prodjodikoro, unsur dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama, hal ini menunjuk pada dua orang atau lebih yang bekerja sama dalam melakukan tindak pidana pencurian, seperti misalnya mereka bersama-sama mengambil barangbarang dengan kehendak bersama. Dengan dipergunakan kata gepleegd (dilakukan), bukan kata begaan (diadakan) maka ketentuan ini hanya berlaku apabila ada dua orang atau lebih yang masuk istilah medeplegen (turut melakukan) dari Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan lagi memenuhi syarat ”bekerja sama”. Jadi Pasal 363 ayat (1) ke- 4 KUHP tidak berlaku apabila hanya ada seorang ”pelaku” (dader) dan ada seorang pembantu (madeplichtige) dari Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP. 103 Lebih lanjut Wirjono Prodjodikoro, mengemukakan ”bekerja sama” ini misalnya apabila setelah mereka merencanakan niatnya untuk bekerja sama dalam melakukan, pencurian, kemudian hanya seorang yang masuk rumah dan mengambil barang, dan kawannya hanya tinggal di luar rumah untuk menjaga dan memberi tahu kepada 103
Wirjono Prodjodikoro, 1989. Op. cit, hlm. 23.
69
yang masuk rumah jika perbuatan mereka diketahui oleh orang lain. 104
Dari fakta yang terungkap di persidangan ternyata perbuatan mengambil barang milik saksi Sdri. Ruseb tersebut dilakukan tidak hanya satu orang melainkan ada dua orang secara bersama-sama, perbuatan terdakwa mengambil barang milik saksi Sdri. Ruseb tersebut dilakukan dengan diawali dan diakhiri atau selesainya perbuatan karena adanya kerjasama yang nyata antara Terdakwa dengan Sdr. Agus Ramapudin, adapun wujud kerjasama yang nyata antara mereka yaitu mereka sepakat untuk melakukan pencurian barang berupa 1 (satu) buah tabung gas ukuran 3 Kg, 1 (satu) botol minuman soda Sprite, 1 (satu) botol minuman Soda Coca-cola, 6 (enam) sachet Energen, 4 (empat) sachet susu kental manis Frisian Flag, 4 (empat) sachet Extra joss yang dijadikan bukti di persidangan bukan milik terdakwa. Berdasarkan pertimbangan hukum tersebut di atas maka unsur ke lima yaitu, unsur dilakukan
oleh dua orang atau lebih secara
bersama-sama ini telah terpenuhi. Ad. f. Unsur dengan jalan memanjat atau membongkar Unsur yang memberatkan pidana pada tindak pidana pencurian yang diatur dalam Pasal 363 ayat (1) sub 5 KUHP itu ialah karena untuk dapat memperoleh jalan masuk ke tempat kejahatan atau untuk dapat mencapai benda yang akan diambilnya itu, dengan jalan 104
Wirjono Prodjodikoro, 1989. Loc. cit.
70
membongkar, memecah atau memanjat atau dengan jalan memakai kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.105 Pengertian ’membongkar’ menurut R. Soesilo adalah suatu perbuatan merusak barang yang agak besar, di sini harus ada barang yang
rusak,
putus
atau
pecah.
106
Selanjutnya
pengertian
’membongkar” menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah tindakan merusaki atau merombak (rumah atau bangunan), termasuk di dalamnya adalah tindakan mencuri dengan merusaki pintu, dinding, dan sebagainya.
107
Pencurian dengan pemberatan (Pasal 363 KUHP), istilah ”pencurian dengan pemberatan” biasanya secara doktrinal disebut sebagai
”pencurian
yang
dikualifikasikan”.
Pencurian
yang
dikualifikasikan ini menunjuk pada suatu pencurian yang dilakukan dengan cara-cara tertentu atau dalam keadaan tertentu, sehingga bersifat lebih berat dan karenanya diancam dengan pidana yang lebih berat pula dari pencurian biasa. Oleh
karena
pencurian
yang
dikualifikasikan
tersebut
merupakan pencurian yang dilakukan dengan cara-cara tertentu dan dalam keadaan tertentu yang bersifat memberatkan, maka pembuktian terhadap unsur-unsur tindak pidana pencurian dengan pemberatan
105
R. Soesilo, 1989. Kitab Undang-undang Hukum Pidana serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politea, Bogor. hlm. 251 106 Ibid., hlm. 252. 107 W.J.S. Poerwadarminta, 1991. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Penerbit Balai Pustaka, Jakarta. hlm. 150.
71
harus diawali dengan membuktikan pencurian dalam bentuk pokoknya. Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan yaitu dari keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa sendiri telah terungkap fakta bahwa pada waktu mengambil barang-barang berupa 1 (satu) buah tabung gas ukuran 3 Kg, 1 (satu) botol minuman soda Sprite, 1 (satu) botol minuman Soda Coca-cola, 6 (enam) sachet Energen, 4 (empat) sachet susu kental manis Frisian Flag, 4 (empat) sachet Extrajoss yang sekarang dijadikan bukti di persidangan dengan cara mencongkel kunci/grendel pintu warung tersebut dan berhasil membuka yang akhirnya mengambil barang-barang milik Sdri. Ruseb tersebut. Dengan mendasarkan pada pengertian ’membongkar’ yang dikemukakan oleh R. Soesilo dan pengertian dalam kamus Umum Bahasa Indonesia, penulis mengambil pengertian ’membongkar’ sebagaimana dikemukakan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia bahwa perbuatan membongkar di sini adalah tindakan mencuri dengan merusaki pintu, dinding dan sebagainya. Sehingga perbuatan terdakwa dengan cara mencongkel kunci/grendel pintu warung tersebut dan berhasil membuka yang akhirnya mengambil barang-barang milik saksi Ruseb tersebut telah memenuhi unsur pengertian ’membongkar’ seperti tercantum dalam Pasal 363 ayat (1) sub 5 KUHP. Berdasarkan pertimbangan hukum terhadap peristiwa
tersebut di atas, maka unsur
72
“dengan jalan memanjat atau membongkar”
yang dilakukan oleh
terdakwa telah terpenuhi. Berdasarkan uraian tersebut di atas yaitu dengan telah terpenuhinya semua unsur-unsur sebagaimana didakwaan dalam dakwaan tunggal oleh Penuntut Umum, maka perbuatan pidana yang dilakukan oleh Terdakwa telah terbukti secara sah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan menyakinkan atas dasar pemeriksaan, maka terdakwa itu dinyatakan bersalah telah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 363 ayat (1) ke- 4 dan ke-5 KUHP. Dikemukakan oleh Sudarto, bahwa untuk mengenakan pidana itu harus dipenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat tertentu ini lazimnya disebut dengan unsur-unsur tindak pidana. Jadi seseorang dapat dikenakan pidana apabila perbuatan yang dilakukan memenuhi unsur-unsur tindak pidana (strafbaarfeit). Hal ini sesuai dengan pengertian tindak pidana, yaitu suatu perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu, yang dilakukan oleh orang yang memungkinkan adanya pemberian pidana. 108 Sehubungan dengan telah terpenuhi semua unsur yang telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum, dengan demikian maka Terdakwa dapat
mempertanggung jawabkan perbutannya tersebut, yaitu
telah melakukan tindak pidana pencurian. Berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan, maka dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang dilakukan oleh terdakwa telah terpenuhi.
108
Sudarto, 1990/1991. Op. cit. hlm. 36
73
4. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dalam putusan perkara Nomor : 94/Pid.B/2010/PN.Pwt Pertimbangan hakim dalam pemberian pidana, berkaitan erat dengan masalah menjatuhkan sanksi pidana yang diancamkan terhadap tindak pidana yang dilakukan. Secara singkat dapat disebut sebagai pemidanaan. Berkaitan dengan masalah pemidanaan, menurut Sudarto ada beberapa hal pokok yang mempengaruhi kualitas penetapan pidana yang dijatuhkan. Sehingga dalam penetapan pidana, Sudarto menganjurkan kepada hakim agar :”... pertamatama harus dipahami benar oleh hakim ”apa makna kejahatan, penjahat (pembuat) dan pidana”. Tidaklah cukup untuk mengatakan, bahwa pidana itu harus setimpal dengan berat dan sifat kejahatan”. 109 Sebelum menjatuhkan putusannya hakim mempertimbangkan tentang alat-alat bukti yang digunakan dalam persidangan tersebut sebagaimana tercantum dalam ketentuan Pasal 183 KUHAP yang merumuskan sebagai berikut : ”Hakim tidak boleh menjatuhkan kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui dasar pertimbangan hukum hakim Pengadilan Negeri Purwokerto dalam menjatuhkan putusan pidana pada putusan perkara No. 94/Pid.B/2010/PN.Pwt, adalah : a. Pembuktian berdasarkan alat-alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP 109
Sudarto, 1989. Op. cit. hlm. 79
74
b. Adanya hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa Untuk mengetahui sampai seberapa jauh pertimbangan hukum hakim Pengadilan Negeri Purwokerto dalam menjatuhkan putusan pidana terhadap terdakwa pada putusan perkara No. 94/Pid.B/2010/PN.Pwt,
yaitu tindak
pidana pencurian dalam keadaan memberatkan ini, adalah sebagai berikut : Pasal 184 ayat (1) KUHAP merumuskan ada 5 (lima) alat bukti yang sah menurut undang-undang, yaitu : a.
Keterangan saksi;
b.
Keterangan ahli
c.
Surat;
d.
Petunjuk
e.
Keterangan terdakwa Menurut ketentuan Pasal 183 KUHAP, untuk menjatuhkan pidana
terhadap seseorang diperlukan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang syah, menurut ketentuan Pasal 1 butir 26 KUHAP dirumuskan “Bahwa yang dimaksud dengan saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang dia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri”. Berdasarkan
hasil
penelitian
pada
putusan
perkara
No.
94/Pid.B/2010/PN.Pwt, saksi-saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum guna memberikan keterangannya di sidang pengadilan, saksi-saksi dimaksud adalah : a. Saksi Jaman Singawitana
75
b. Saksi Hastomo Priyatno c. Saksi Natim Sudarjo Selain saksi-saksi tersebut di atas ada saksi lain yaitu: saksi Sdri. Ruseb dan Agus Ramapudin yang keterangannya dibacakan dipersidangan. Dari semua keterangan saksi-saksi tersebut, Terdakwa telah membenarkannya. Pembuktian dengan alat-alat bukti yang sah yang diatur dalam Pasal 183 KUHAP, yaitu telah diajukannya barang bukti oleh Jaksa Penuntut Umum sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, dalam perkara ini barang bukti dimaksud yaitu berupa : a. 1 (satu) buah tabung gas ukuran 3 Kg b. 4 (empat) bungkus susu Frisian Flag c. 6 (enam) bungkus Energen d. 1 (satu) botol minuman Sprite e. 1 (satu) botol minuman Coca-cola f. 4 (empat) bungkus Extrajoss g. 3 (tiga) bungkus Ale-ale h. 6 enam) bungkus Coffeemix i. 1 (satu) buang obeng kecil dan 1 (Satu) buah sarung warna Putih j. 1 (satu) unit sepeda motor Yamaha Mio No. Pol.: R-5188-ZB Noka MH328D2049K103056 Nosin: 28D1100555 beserta STNKnya atas nama Irwan Fitriyanto Nurohman Menurut Pasal 189 ayat (1) KUHAP dirumuskan tentang pengertian keterangan terdakwa, yaitu : “Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa
76
nyatakan di sidang pengadilan tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau ia alami sendiri”. Berdasarkan hasil penelitian apabila dihubungkan dengan kasus yang penulis teliti yaitu pada putusan perkara No. 94/Pid.B/2010/PN.Pwt, dapat dikemukakan bahwa keterangan terdakwa itu sama dengan arti pengakuan dari terdakwa. Pengakuan yang dimaksud di sini adalah ucapan dan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa yang dalam perkara ini adalah Iswahardi Nurohman bin Kartono. Dari
uraian
tersebut
dapat
dikemukakan
bahwa dalam
hal
pemeriksaaan keterangan para saksi dan adanya alat bukti, serta keterangan terdakwa, maka pertimbangan hukum hakim telah sesuai dengan ketentuan Pasal 184 ayat (1) KUHAP, dengan demikian dapat mengungkap fakta-fakta hukum yang terbukti kebenarannya secara sah dan menyakinkan bahwa telah terjadi tindak pidana pencurian dalam keadaan memberatkan, oleh karena itu sudah sewajarnya apabila terdakwa dijatuhi pidana. Menurut Sudarto, dalam hal perbuatan yang dilakukan terdakwa adalah merupakan perbuatan yang memenuhi rumusan undang-undang, artinya perbuatan konkrit dari pembuat harus mempunyai sifat-sifat atau ciriciri dari delik itu sebagaimana secara abstrak disebutkan dalam undangundnag dan perbuatan itu harus masuk dalam delik itu. 110 Syarat untuk dapat dipidananya orang yang pertama untuk memungkinkan adanya penjatuhan pidana adalah adanya perbuatan (manusia) yang memenuhi rumusan delik dalam undang-undang. Ini adalah konsekuensi 110
Sudarto. 1990/1991.Op. cit., hlm. 48
77
dari asas legalitas. Rumusan delik ini penting artinya sebagai prinsip kepastian. Undang-undang pidana sifatnya harus pasti. Di dalamnya harus dapat diketahui dengan pasti apa yang dilarang atau apa yang diperintahkan. Dalam perkara perbuatan terdakwa telah memenuhi ketentuan Pasal 363 ayat (1) ke-4 dan ke - 5 KUHP. Terdakwa selama dalam proses persidangan dalam keadaan sehat jasmani
dan
rokhani,
dengan
demikian
terdakwa
dapat
dimintai
pertanggungjawaban atas perbuatannya atau mampu bertanggung jawab. Mampu bertanggung jawab dapat diartikan sebagai suatu keadaan psychis sedemikian,
yang
membenarkan
adanya
penetapan
sesuatu
upaya
pemidanaan, baik dilihat dari unsur sudut umum maupun orangnya, bahwa seseorang mampu bertanggung jawab, jika jiwanya sehat, yaitu apabila : ia mampu untuk mengetahui atau menyadari bahwa perbuatannya bertentangan dengan hukum, dan ia dapat menentukan kehendak sesuai dengan kesadaran tersebut. Dalam putusan perkara No. 94/Pid.B/2010/PN.Pwt, majelis hakim menilai bahwa terdakwa adalah orang yang telah dewasa dan mampu bertanggung jawab sebab terdakwa dapat membuat penilaian dengan pikiran dan perasaannya bahwa perbuatan atau tindakan mencongkel/merusak pintu warung dan mengambil barang berupa : 1 (satu) buah tabung gas ukurang 3 Kg, 1 (satu) botol minuman soda Sprite, 1 (satu) botol minuman Coca-cola, 6 (enam) bungkus Energen, 4 (empat) sachet susu kental manis Frisian Flag, 4 (empat) sachet Extrajoss, yang jadi bukti di persidangan, barang tersebut sama sekali bukan milik sendiri melainkan milik orang lain, perbuatan
78
tersebut
adalah
bertentangan
dengan
hukum,
terdakwa
menyesali
perbuatannya. Hakim Pengadilan Negeri Purwokerto dalam menjatuhkan putusan terhadap
putusan
perkara
No.
94/Pid.B/2010/PN.Pwt,
juga
telah
mempertimbangkan terhadap hal-hal yang memberatkan dan meringankan bagi terdakwa yaitu sebagaimana diatur dalam Pasal 197 ayat (1) huruf f KUHAP. Adapun hal-hal yang memberatkan yaitu: Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat dan merugikan orang lain, sedangkan hal-hal yang meringankan yaitu : Terdakwa belum pernah dihukum, bersikap sopan di persidangan dan menyesali perbuatannya; Terdakwa belum menikmati hasil kejahatannya; Terdakwa mengaku terus terang sehingga memperlancar jalannya persidangan. Mendasarkan pada fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan dan juga dengan mendasarkan pada pertimbangan-pertimbangan hukum, maka hakim menjatuhkan hukuman penjara kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 7 (tujuh) bulan, masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan dan memerintahkan supaya terdakwa tetap berada dalam tahanan
79
BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan pembahasan terhadap hasil penelitian, maka dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut : 1. Penerapan unsur-unsur Pasal 363 ayat (1) ke-4 dan
ke - 5 KUHP dalam
putusan perkara Nomor : 94/Pid.B/2010/PN.Pwt Majelis Hakim Pengadilan Negeri Purwokerto pada putusan perkara Nomor : 94/Pid.B/2010/PN.Pwt, telah menerapkan unsur-unsur tindak pidana pencurian dalam keadaan pemberatan, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 363 ayat (1) ke-4 dan ke - 5 KUHP, yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut : a) Barang siapa; b)
Mengambil suatu barang; c)
Yang sebagian atau
seluruhnya kepunyaan orang lain; d) Dengan maksud untuk dimiliki dengan melawan hak; e) Dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama; f) Dengan jalan memanjat atau membongkar. Berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan diketahui bahwa semua unsur-unsur tersebut telah terpenuhi. Dengan telah terpenuhinya semua unsur-unsur dalam Pasal 363 ayat (1) ke-4 dan ke - 5 KUHP, sehingga terdakwa telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencurian dalam keadaan memberatkan sebagaimana telah didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum. 2. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dalam putusan perkara Nomor : 94/Pid.B/2010/PN.Pwt
80
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Purwokerto dalam menjatuhkan putusan
pada
perkara
Nomor
:
94/Pid.B/2010/PN.Pwt,
telah
mempertimbangkan dasar penjatuhan pidananya yaitu : a. Pembuktian berdasarkan alat-alat bukti yang sah sebagiamana diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, yang meliputi : Keterangan saksi-saksi, Barang bukti dan Keterangan terdakwa, dipersidangan telah dapat dibuktikan secara sah dan menyakinkan. b. Semua fakta yuridis yang terungkap di persidangan telah sesuai dan terbukti benarnya memenuhi semua unsur-unsur sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 363 ayat (1) ke-4 dan ke - 5 KUHP, dengan demikian telah membuat keyakinan Majelis Hakim, dan sebagai dasar dalam memutus perkara Nomor : 94/Pid.B/2010/PN.Pwt, terhadap terdakwa. c. Adanya
hal-hal
yang
memberatkan
dan
meringankan
terdakwa
sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 197 ayat (1) huruf f KUHAP. B. Saran Pidana yang dijatuhkan oleh Hakim bukan saja ditujukan bagi diri si pelaku tindak pidana, tetapi juga ditujukan dan diharapkan berdampak pada masyarakat pada umumnya, maka dalam menjatuhkan pidana majelis hakim diharapkan memperhatikan tujuan pemidanaan, sehingga masyarakat akan menyadari dan tahu bahwa melakukan tindak pidana akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada.
81
DAFTAR PUSTAKA Abidin, Zainal 2005. Pemidanaan, KUHP. ELSAM, Jakarta. Anwar, Arief,
Pidana
dan Tindakan dalam Rancangan
Moch., 1986. Hukum Pidana Bagian Khusus (Jilid I). Alumni, Bandung.
Barda Nawawi, 1984. Kebijakan Kriminal (Criminal Policy). Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang.
Atmasasmita, Romli, 1995. Kapita Mandar Maju, Bandung.
Selekta
Hukum
Pidana dan Kriminologi.
Bassar, Sudrajat, 1986. Tindak Pidana Tertentu di Dalam KUHP. Cetakan Kedua, Remadja Karya, Bandung. Chazawi, Adami, 2002. Pelajaran Hukum Pidana Bagian I. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Halim,
Ridwan A., 1982. Hukum Pidana dan Tanya Jawab. Ghalia Indonesia, Jakarta.
Hamzah, Andi, 1983. Suatu Tinjauan Ringkas Sistem Pemidanaan di Indonesia. Akademika Pressindo, Jakarta. ----------, 1987. Surat Dakwaan. Alumni, Bandung, Kartono, Kartini, 1992. Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja. Rajawali Pres, Jakarta. Koeswadji, Hermien Hediati, 1984. Delik Harta Kekayaan, Asas-asas, Kasus dan Permasalahan Cetakan Pertama. Sinar Wijaya, Surabaya. Lamintang, 1984. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Sinar Baru. Bandung. ----------, 1989. Delik – delik Khusus Kejahatan - kejahatan Terhadap Harta Kekayaan, Cetakan Pertama, Sinar Baru, Bandung, Moeljatno, 1985. Fungsi dan Tujuan Hukum Pidana Indonesia, Bina Aksara, Jakarta. ----------, 1987. Asas-asas Hukum Pidana. Bina Aksara, Jakarta. Muladi dan Barda Nawawi Arief, 2005. Alumni, Bandung.
Teori-teori dan Kebijakan Pidana.
Muladi, 1992. Bunga Rampai Hukum Pidana. Alumni, Bandung. ----------, 1995, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit Universitas Diponegero, Semarang
82
Prodjodikoro, Wirjono, 1989. Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Eresco. Bandung. Poerwadarminta, W.J.S., 1991. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Penerbit Balai Pustaka, Jakarta. Rahardjo, Satjipto, Tanpa Tahun. Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Sinar Baru, Bandung. ----------, 2000. Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, Soekanto,
Soerjono, 1983. Penegakan Hukum. Bina Cipta, Bandung.
Soemitro, Ronny Hanitijo, 1988. Metode Penelitian Hukum dan Yurimetri. Ghalia Indonesia, Jakarta. Soesilo, R., 1984. Pokok - pokok Hukum Pidana Peraturan Umum Delik-delik Khusus. Politea, Bogor. ----------, 1989. Kitab Undang-undang Hukum Pidana serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politea, Bogor. Sudarto, 1986. Kapita Selekta Hukum Pidana. Alumni, Bandung. ----------, 1990/1991, Hukum Pidana Jilid IA – IB. Fakultas Hukum, UNSOED, Purwokerto.