KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DI BATURADEN (Studi Terhadap Putusan Nomor : 184/Pid.B/2012/PN.Pwt)
SKRIPSI
Oleh : GALIH AGA ANDHIKA E1A006191
KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2013
i
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : GALIH AGA ANDHIKA NIM Judul
: E1A006191 : KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUMDALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DI BATURDEN(Studi Terhadap Putusan Nomor : 184/Pid.B/2012/PN.Pwt)
Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini adalah betul-betul hasil karya saya sendiri dan tidak menjiplak hasil karya orang lain maupun dibuatkan oleh orang lain. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperolah gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi manapun, kecuali pendapat orang lain yang secara tertulis diacu dalam daftar Pustaka. Apabila ternyata terbuktisaya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut di atas, maka saya bersedia dikenakan sanksi apapun dari Fakultas termasuk pencabutan gelar kesarjanaan yang saya sandang.
Purwokerto,
November 2013
GALIH AGA ANDHIKA NIM. E1A006191
iii
PERSEMBAHAN
Tulisan ini kupersembahkan untuk keluargaku tercinta
Bapak, Mama, Difla Ayu Girindani, Ragil Arya Chandra, Mbah Putri, Mbah Kakung serta Mijil
Terimakasih buat doa, pemberian semangat, pemberian dukungan, serta pengertianya selama ini, terutama kesabaran.
iv
MATUR SEMBAH NUWUN KAGEM… Allah SWT.. CAHAYA PENERANG HIDUP..
Bapak Mas’Udin dan Mama Srie Rofiah yang telah mengandungku selama 9 bulan, melahirkanku ke dunia ini, mendidiku, membesarkanku, dan berusaha untuk mencukupi segala hal, baik moril maupun materi , atas doa-doa sehingga aku dapat melanjutkan hidup sampai sekarang. Tanpa dukungan kalian aku bukanlah apa-apa dan semua ini tidak akan terjadi...
Dan untuk sodara-sodara ku Difla Ayu Girindani, Ragil Arya Chandra. Mungkin dimata orang lain akunya terlalu cuek, tak acuh pada kalian. Tapi yang namanya pendewasaan diri, aku mulai mengerti apa itu arti keluarga, semoga ketika semua yang masih kita miliki menjadi hilang, kalian lah yang bisa menolongku. Semoga menjadi berkah apa yang kita lakuin selama ini, buat diri kita dan orang orang disekitar kita…
v
Mijil –“sukses itu bukanlah apa yang kamu miliki sekarang, sukses itu apa yang kamu lakuin selama ini yang dapat membuat orang disekitarmu merasa berguna”
Keluarga Besar Djoyo Djudi (alm mbah kakung), Mbah Rayi, mohon maaf kalo akunya nggak bisa nepatin janji untuk lulus sebelum mbah rayi meninggal. Makasih buat semuanya..(Pakde Meru, Bude Asih, Mas Yudho, Mas Ari, Mas Satrio, Om Larno, Bu Yuni, Dek Adit, Ical, Om Wisnu, Bulik Yati, Wulan, Dek Adi).. terimakasih atas doa dan semangatnya..
Terimakasih
Buat
keluarga
besar
dari
Bapak
(mbah
Mustari), tapi maaf banget akunya nggak tau silsilah keluarga bapak. Pokoknya semua doa yang ditujukan buat aku , aku ucapkan terimakasih banyak..
Buat semua sodaraku, temen-temen yang masih setia sama aku. Nggak banyak yang bisa jadi temen aku, tapi orang orang yang bisa bertahan sama aku sampai saat ini, adalah temen aku, bahkan aku anggap sodara.
vi
Temen-temen FH UNSOED ’06: Tegar Amar Karar (walaupun udah duluan lulus, tapi masih aja mau nyemangatin akunya). Dede Franz (temen sebelah kalo di kelas), dan Imron Fauzi (banyak ngerepotin akunya).
Temen-temen
seperjuangan
yang
berjuang
bersama di akhir semester, bang ihdal, jaja, maria, cuman dikit sih yang bisa bener-bener tulus temen seperjuangan.
Tidak lupa bagi temen-temen kecilku, si nita, mas prijo yang masih berjuang untuk skripsinya, mas tono, wawan, febri..
Inner Circle Pertama: Agus, Hermawan, Febri, Limbek, Juwita, Dessy, yang masih selalu mensuport aku, makasih banget walaupun kita udah nggak pernah ketemu tapi doa ku pasti menyertai kalian.
Inner Circle Kedua: Hernandito (Gendon) baik busuku cm kamu yang tau, makasih buat jaga semua rahasiaku, MasFeb (Cipto) sib ego yang selalu bisa bantu aku, banyak dikit pasti aku yg selalu ngerepotin, Dikdo (ido) ketua SC nya kitaaa, Widya (MasWid) temen perjuangan skripsiii, Yogi
vii
(MasYog) semangat dong mass, Sasha, Icep, Chintya, Afri, Ratih (Mantan si Gendon :D).. Makasih Banget trusted friends
Inner Circle Ketiga:Raka Alditha (si Bapak) trouble maker yang paling bisa ngebuat akunya diem. Rian Nur Hidayat (AUNG Jr.) yang bisa bikin alni klepek-klepek, Rizky Mufi (Dongsaeng) okey walaupun dulunya kita bertemen, tapi sekarang kita diem-dieman, semoga sukses seng. Amar (apos) yang selalu menganggapku sebagai penutanya _____-“ , ical, mas bea, indira, Si Gendon, Febri, Ido, Widya, Yogi, IAN, Vinda. Alni (wanita jorok, dan alay) yang selalu bikin rian klepek-klepek. Oh iya Kelupaan si OKI yang selalu banget minta dimasukin ke Inner Circle..
Keluarga Besar“Pranacitra” Keluarga Besar Bpk Subagyo, De Adit, Nanda, Gaga, Syandi, Rio, Resa, Ian, Vinda, Ahim, Didi, Encar, Mas2 tukang Jam, Oki, Saekhu, Dadan, Degi, Bea, Rizky, Faisal, Rian Nurhidayat, Rian Braja, Dimas Komet, Rala Alditha, Sesarto, Indira, Jafar, dan tante beserta Maya..
viii
Serta semua pihak yang telah membantu atas kelangsungan hidupku di Purwokerto Kota Satria Ini, serta semua pihak yang telah membantu sehingga semua ini terjadi..
Mohon Maaf juga kalau ada salah-salah kata dan ada yang belum disebut,, aku juga manusia yang tak luput dari kesalahan kakakk.. Maafnya yaa
Thanks a Lot..
ix
ABSRTAK
Penelitian ini berjudul “Kekuatan Pembuktian Visum et Repertum dalam tindak pidana pembunuhan di Baturraden” . Pembuktian di dalam persidangan antara lain memeriksa alat-alat bukti salah satunya alat bukti surat yang berbentuk Visum et Repertum. Berdasarkan fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk syarat dalam menjatuhkan putusan. Dalam proses pemeriksaan surat itu sendiri ditemukan persoalan-persoalan tentang kekuatan pembuktian alat bukti surat Visum et Repertum itu sendiri, dan fungsi utama dari Visum et Repertum itu sendiri dalam hakim menjatuhkan putusan. Alat bukti surat berupa Visum et Repertum dalam kasus ini bukanlah salah satunya alat bukti yang membuktikan bahwa korban mati dengan dibunuh, melainkan dianggap sebagai Alat bukti surat saja dan menjadi salah satu alat bukti yang sah yang dapat berdiri sendiri. Dan juga untuk memberikan gambaran tentang penemuan luka-luka yang terdapat dalam tubuh korban. Dalam proses pembuktian Visum et Repertum juga dapat berperan member petunjuk dalam hal atau alat-alat yang digunakan untuk membunuh korban serta dalam hal membenarkan atau tidak keterangan terdakwa dan saksi-saksi yang dihadapkan di persidangan. Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa alat bukti Visum et Repertum adalah suatu alat bukti surat yang harus ada dalam suatu kasus pembunuhan.
Kata Kunci : Pembuktian, Alat Bukti, Visum et Repertum, Pembunuhan
x
ABSTRACK The title of this research is " The Power Proof Visum et Repertum in murders crime in Baturraden " . Proof in court , among others, examining the evidence, one of the is the documentary evidence in the form of Visum et Repertum. Based on the function of an item of evidence is for the requirement in verdict. In the inspection process itself, found issues about the strength of evidence Visum et Repertum letter, and the main function of Visum et Repertum in the verdict the judge . Documentary evidence in the form of Visum et Repertum in this case is not one of the evidence that proves that the victim died by being killed, rather than being seen as an Instrument of documentary evidence and be one of the valid evidence that can stand alone. And also to provide an overview about findings the wounds were found in the victim's body. In the process of proving the Visum et Repertum can also contribute in terms of giving instructions or tools used to kill the victim as well as in terms of confirming it or not testimony of the defendant and the witnesses were confronted in court. From these results, it can be concluded that the evidence Visum et Repertum is a documentary evidence that must exist in a court of case murder.
Key Words :Proof, Evidence, Visum et Repertum, Murder
xi
PRAKATA
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Penguasa alam semesta beserta isinya, atas karunia dan ridho-Nya serta shalawat dan salam penulis haturkan kepada Pemimpin Besar Umat Islam, Nabi Muhammad SAW sebagai utusannya- Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN
DI
BATURDEN(Studi
Terhadap
Putusan
Nomor
:
184/Pid.B/2012/PN.Pwt)” Dapat terselesaikannya dan tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan banyal terima kasih kepada : 1. Dr. Angkasa,S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Jendra Soedirman. 2. Setya Wahyudi, S.H., M.H, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Jendral Soedirman beserta seluruh staff; 3. Dr. Hibnu Nugroho, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing I yang telah berkenan meluangkan waktu untuh membimbing dan membantu hingga terselesainya skripsi ini; 4. Handri Wirastuti Sawitri, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing II yang telah berkenan meluangkan waktu untuk membimbing dan membantu hingga terselesainya skripsi ini;
xii
5. Pranoto, S.H., M.H., selaku dosen Penguji serta selaku Dosen Pembimbing Akademik atas kritik dan saran yang sangat berharga; 6. Kedua Orang tua (Drs. Mas’Udin dan Dra. Srie Rofiah) atas doa dan dukunganya; 7. Mijil dan keluarga, terimakasih atas doa dan dukunganya; 8. Teman-teman seperjuangan angkatan 2006 FH Unsoed dan seluruh Civitas Akademi Fakultas Hukum Universitas Jendral Soedirman, serta seluruh pihak yang telah banyak membantu dan mendukung hingga terlaksanakanya skripsi ini. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak demi penyempurnaan skripsi ini.Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Purwokerto, November 2013
Penulis
xiii
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ ii PERNYATAAN ................................................................................................ iii PERSEMBAHAN ............................................................................................ iv ABSTRAK ....................................................................................................... x ABSTRACK..................................................................................................... xi PRAKATA ....................................................................................................... xii DAFTAR ISI ................................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah........................................................................... 1 B. Rumusan Masalah .................................................................................... 5 C. Tujuan ...................................................................................................... 6 D. Kegunaan Penelitian ................................................................................ 6
BAB IITINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Tujuan Hukum Acara Pidana ........................................... 8 B. Pembuktian............................................................................................... 25 1. Pengertian Pembuktian .............................................................. 25 2. Macam-Macam alat bukti dalam KUHP ................................................ 33 C. Visum et Repertum.................................................................................... 43 1. Pengertian Visum et Repertum ................................................... 43 2. Macam-macam Visum et Repertum ....................................................... 48
xiv
3. Bentuk UmumVisum et Repertum ................................................................ 49 4. Kekuatan Pembuktian Visum et Repertum ............................................. 50 D. Tindak Pidana Pembunuhan..................................................................... 53 1. Pengertian Pembunuhan ............................................................ 53 2. Unsur-Unsur Tindak Pidana Pembunuhan ............................................ 53
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Pendekatan .................................................................................. 58 B. Spesifikasi Penelitian ................................................................................ 58 C. Sumber Bahan .......................................................................................... 58 D. Metode Pengumpulan Data ...................................................................... 59 E. Metode Penyajian Data ............................................................................ 60 F. Metode Aalisis Data ................................................................................. 60
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ........................................................................................ 68 B. Pembahasan ............................................................................................. 123
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan............................................................................................... 152 DAFTAR PUSTAKA
xv
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Proses pencarian kebenaran materiil atas suatu peristiwa pidana dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu yang dimulai dengan tindakan penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan untuk menentukan putusan pidana yang nantinya akan diambil. Pada dasarnya adanya kebenaran materiil yang tepat dari suatu ketentuan undang-undang yang berlaku akan menentukan putusan pidana oleh hakim itu sendiri. Dalam peristiwa pidana menemukan kebenaran materiil tidak terlepas dari masalah pembuktian, yakni tentang kejadian yang konkret dan senyatanya.Menurut hukum pidana membuktikan sesuatu berarti menunjukkan hal-hal yang dapat ditangkap oleh pancaindera, serta mengutarakan hal-hal tersebut secara logika. Tujuan hukum acara pidana menurut Pedoman Pelaksanaan KUHAP yang dikeluarkan oleh Menteri Kehakiman yang dikutip oleh Andi Hamzah 1 sebagai berikut : Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak – tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap – lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan 1
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia,Sinar Grafika,2006,hal.8.
2
apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwakan itu dapat dipersalahkan. Pembuktian untuk mencari kebenaran materiil, tidak terlepas dari adanya alat bukti yang akan membantu hakim dalam memutuskan bersalah atau tidaknya terdakwa. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Nomor 8 Tahun 1981 ( KUHAP ), Pasal 183 menyatakan bahwa : Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Berdasarkan Pasal tersebut, bahwa dijelaskan hakim dalam menjatuhkan pidana kepada seseorang minimal memiliki dua alat bukti yang sah selain adanya keyakinan dari hakim tersebut. Sedangkan macam-macam alat bukti yang sah terdapat dalam Pasal 184 KUHAP bahwa : Alat bukti yang sah ialah : a. b. c. d. e.
Keterangan saksi ; Keterangan ahli ; Surat ; Petunjuk ; Keterangan terdakwa ;
Terkadang dalam mencari kebenaran materiil, penegak hukum akan dihadapkan pada permasalahan yang memerlukan kemampuan atau keahlian khusus. Dalam hal ini bantuan ahli sangat diperlukan sekali, seperti yang dijelaskan dalam Pasal 120 KUHAP bahwa :
3
Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus.
Sedangkan yang dimaksud dengan keterangan ahli berdasarkan Pasal 186 KUHAP, menyatakan yakni : Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan. Tugas dan hubungan antara ilmu kedokteran forensic dengan perkara pidana yaitu membantu petugas kepolisian dan kejaksaan serta kehakiman terutama dalam hal menghadapi suatu perkara pidana yang menyangkut kerusakan tubuh, kesehatan, serta nyawa manusia supaya perkara tersebut menjadi jelas.Untuk kepentingan penyidikan atas kebenaran dari peristiwa terhadap korban kekerasan atau penganiyaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia maka diperlukan bantuan dari ilmu krdokteran kehakiman (forensic science) untuk melakukan visum terhadap tubuh korban.Visum yang diperloleh dari pemeriksaan dokter tersebut digunakan untuk mengetahuiapakah korban terluka atau meninggal karena kecelakaan atau sengaja dibunuh atau dilukai oleh seseorang. Visum Et Repertum dibuat dan dibutuhkan didalam kerangka upaya penegakan Hukum dan keadilan. Tujuan dari Visum Et Repertum adalah merupakan rencana (verslag) yang diberikan oleh seorang dokter forensic mengenai apa yang dilihat dan dikemukakan pada waktu dilakukan pemeriksaan secara obyektif, sebagai pengganti peristiwa yang terjadi dan harus dapat mengganti sepenuhnya barang bukti yang telah diperiksa dengan memuat semua kenyataan sehingga akhirnya daripada ditarik suatu kesimpulan.2
2
R.Atang Ranoemihardja, Ilmu Kedokteran Kehakiman Edisi Kedua, Tarsito, Bandung, 1983. Hlm 21
4
Petugas penegak hukum yang pertama disebutkan adalah polisi dan alat penyidik lainnya.Dalam hal menghadapi kasus kekerasan penyidik harus mendapatkan bukti secara nyata berdasarkan fakta yang ada dalam tindak pidana tersebut. Sebagai gambaran dalam kasus kekerasan pada anak mengenai tindak pidana persetubuhan, selain keterangan terdakwa, keterangan ahli, keterangan saksi serta petunjuk, alat bukti surat yang berupa visum et repertum sangatlah penting. Pasal 133 ayat (2) KUHAP menjelaskan bahwa : Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat. Keterangan bentuk tertulis dari seorang ahli inilah yang lazim disebut dalam praktek hukum Visum Et repertum.3 Visum et repertum dikeluarkan oleh seorang dokter atau ahli kedokteran kehakiman atau ahli lainnya. Visum et repertum dilaksanakan melalui pemeriksaan secara obyektif. Visum et repertum merupakan laporan tertulis dari seorang dokter berdasarkan sumpah jabatan yang ada kaitannya dengan proses persidangan pengadilan pada masalah pembuktian. Menurut R. Atang Ranoemihardja,S.H4bahwa :
3
M.Yahya Harahap,Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan edisi Kedua.Sinar Grafika,2010,hal.147. 4 R.Atang Ranoemihardja, S.H,Op.Cit,hal. 24.
5
Visum Et Repertum merupakan pengganti sepenuhnya daripada barang bukti yang diperiksa, maka oleh karenanya pula Visum Et Repertum pada hakekatnya adalah menjadi “Alat Bukti yang sah”. Dalam kasus pembunuhan ini, diperlukan suatu pembuktian secara cepat. Salah satunya yaitu dengan melalui pembuktian melalui visum et repertum dan keterangan saksi-saksi yang ada. Analisis terhadap barang bukti tersebut diperlukan dalam penyidikan terhadap tindak pidana ini yang bertujuan untuk mengetahui atau menyelidiki
apakah benar korban meninggal karena
penganiyaan tersebut atau tidak. Putusan
di
Pengadilan
Negeri
Purwokerto
Nomor
:184/Pid.B/2012/PN.Pwt terdapat suatu kasus mengenai Tindak Pidana Pembunuhan Biasa, dimana hakim memutus terdakwa dengan penjara selama sepuluh tahun karena terbukti melakukan pembunuhan. Hakim dalam putusan tersebut mendasarkan pada alat bukti yaitu berupa keterangan ahli dari dokter Muhamad Zainuri Syamsu Hidayat, Sp.KF, M.Si.Med pada Rumah Sakit Daerah Dr.Margono Soekarjo Purwokerto Nomor : 474.3/222752/21-9-2012 tanggal 10 September 2012. Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul Kekuatan PembuktianVisum Et Repertum Dalam Tindak Pidana Pembunuhan di Baturaden B. Perumusan Masalah
6
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis mengambil pokok permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah alat bukti surat berupa Visum Et Repertum menjadi satu satunya alat bukti yang menentukan kematian seseorang dalam pembuktian Tindak Pidana Pembunuhan dalam Putusan Nomor :184/Pid.B/2012/PN.Pwt ? 2. Bagaimanakah kekuatan pembuktian alat bukti surat Visum Et Repertum dalam
Tindak
Pidana
Pembunuhan
dalam
Putusan
Nomor
:
184/Pid.B/2012/PN.Pwt ? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui alat bukti surat berupa Visum Et Repertum menjadi satu - satunya alat bukti yang menentukan kematian seseorang di dalam Tindak
Pidana
Pembunuhan
terhadap
Putusan
Nomor
:
184/Pid.B/2012/PN.Pwt 2. Untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti surat berupa Visum Et Repertum dalam Tindak PidanaPembunuhan terhadap Putusan Nomor :184/Pid.B/2012/PN.Pwt D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan teoritis Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat menambah wacana dan pengetahuan hukum dalam bidang acara pidana terutama dalam penggunaan
7
Visum Et Repertum untuk mengungkap pembunuhan dan apa sajakah yang menjadi pertimbangan hakim untuk memutus kasus tersebut. 2. Kegunaan Praktis a. Dapat memberikan data dan informasi mengenai bidang ilmu yang telah diperoleh dalam teori dengan kenyataan yang ada dalam praktek b. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan serta pengetahuan bagi para pihak yang berkompeten dan berminat pada hal yang sama. c. Untuk memperluas wawasan, pengetahuan dan kemampuan analistis penulis, khususnya dalam Hukum Acara Pidana, d. Untuk memperoleh data yang akan dipergunakan oleh penulis dalam penyusunan skripsi sebagai syarat dalam mencapai gelar sarjana dalam Ilmu Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Pidana 1. Pengertian dan Tujuan Hukum Acara Pidana Berbicara hukum
pidana formal tidak terlepas dari hukum pidana
materiil.Antara hukum pidana formil dan meteriil saling berkaitan.Penegakan hukum dalam hukum pidana berkaitan dengan hukum acara pidana. Untuk melaksanakan hukum pidana materiil diperlukan penegakan hukum yang berkualitas, termasuk dalam tanggung jawab. Sebelum melaksanakan hukum pidana materiil, memahami pengertian Hukum pidana formal sangat dianjurkan.Beberapa pendapat bermunculan megenai hukum pidana formal atau yang disebut hukum acara pidana.Menurut Pompe, seperti yang dikutip oleh Andi Hamzah5 sebagai berikut : Hukum pidana formal ( hukum acara pidana ) mengatur tentang bagaimana Negara melalui alat – alatnya melaksanakan haknya untuk memidana dan menjatuhkan pidana. Menurut Prof. Moeljatno dalam buku Asas – asas Hukum Pidana, seperti yang dikutip oleh Leden Marpaung6menyatakan : Bagaimana cara mempertahankan prosedurnya untuk pidana menuntut ke muka pengadilan orang – orang yang disangka melakukan perbuatan 5
Andi Hamzah,Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Kedua,Sinar Grafika, 2008, hal.4. Leden Marpaung,Proses Penanganan Perkara Pidana ( Penyelidikan dan Penyidikan ),Sinar Grafika,2009,hal.163 6
9
pidana. Oleh karena itu, bagian hukum pidana ini dinamakan hukum pidana formal (Criminal procedur, hukum acara pidana ). Pengaturan mengenai Hukum Acara Pidana diatur didalam Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana tetapi tidak menjelaskan mengenai pengertian dari Hukum Acara Pidana KUHAP tidak menerangkan lebih lanjut mengenai pengertian Hukum Acara Pidana, akan tetapi lebih menekankan pada bagian-bagiannya seperti penyidikan, penuntutan, mengadili, praperadilan, putusan pengadilan, upaya hukum, penyitaan, penggeledahan, penangkapan, penahanan, dan yang lainnya. Hukum acara pidana sangat erat hubungannya dengan hukum pidana, bahkan pada hakekatnya hukum acara pidana itu termasuk dalam pengertian hukum pidana. Hukum pidana sering disebut hukum sanctie yaitu merupakan suatu ancaman yang dilaksanakan dengan perantaraan alat masyarakat ( Negara ) badan pengadilan, apabila suatu kaidah hukum ternyata dilanggar. Dengan kata lain hukum pidana adalah semua peraturan – peraturan yang meliputi seluruh peraturan yang jika dilanggar diancam dengan hukuman badan atau denda.7
Aturan – aturan Hukumini mengatur cara mempertahankan hukum pidana. Terjemahan bebas definisi Van Bemmelen8 sebagai berikut : Ilmu hukum acara pidana mempelajari peraturan – peraturan yang diciptakan oleh Negara, karena adanya pelanggaran undang – undang pidana, yaitu sebagai berikut : 1. Negara melalui alat – alatnya menyidik kebenaran. 2. Sedapat mungkin menyidik pelaku perbuatan itu. 3. Mengambil tindakan – tindakan yang perlu guna menangkap si pembuat dan kalau perlu menahannya. 4. Mengumpulkan bahan – bahan bukti ( bewijsmateriaal ) yang telah diperoleh pada penyidikan kebenaran guna dilimpahkan kepada hakim dan membawa terdakwa ke depan hakim tersebut. 7
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, hlm. 13
8
Andi Hamzah,Hukum Acara Indonesia edisi kedua,Sinar Grafika,2008,hal.6.
10
5. Hakim memberi keputusan tentang terbukti tidaknya perbuatan yang dituduhkan kepada terdakwa dan untuk itu menjatuhkan pidana atau tindakan tata tertib. 6. Upaya hukum untuk melawan keputusan tersebut. 7. Akhirnya melaksanakan keputusan tentang pidana dan tindakan tata tertib. Sedangkan Hukum Acara Pidana menurut Wirjono Prodjodikoro 9, yaitu sebagai berikut : “Hukum Acara Pidana berhubungan erat dengan adanya hukum pidana, maka dari itu merupakan suatu rangkaian peraturan – peraturan yang memuat cara bagaimana badan – badan pemerintahan yang berkuasa, yaitu kepolisian, kejaksaan dan pengadilan harus bertindak guna mencapai tujuan dengan mengadakan hukum pidana."
Menurut beberapa pengertian mengenai hukum acara pidana dari para sarjana tersebut, memberikan kesimpulan bahwa hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian peraturan – peraturan mengenai hukum pidana yang berkaitan dengan aparatur Negara untuk mencapai tujuan yang diinginkan Negara yang berakibat timbulnya hukuman badan dan atau denda kepada orang yang disangka melakukan perbuatan pidana. Setiap bagian hukum mempunyai tujuan yang berbeda, begitu pula dengan hukum acara pidana.Hukum acara pidana pada hakekatnya bertujuan untuk mencari dan mendapatkan kebenaran dari suatu perkara pidana.Dari hakekat yang mendasar tersebut, muncullah beberapa pendapat dari para sarjana mengenai tujuan hukum acara pidana.
9
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, hlm. 13
11
Tujuan hukum acara pidana seperti dikutip dalam buku Moch. Faisal Salam dalam pedoman Pelaksanaan KUHAP yang dikeluarkan oleh Menteri Kehakiman, memberi penjelasan tentang tujuan hukum acara pidana sebagai berikut: “Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelakunya yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya memintakan pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menentukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan”. Kebenaran yang hendak dicari dan didapatkan oleh hukum acara pidana itu sendiri sudah barang tentu kebenaran yang selengkap-lengkapnya sesuai dengan sifat keterbatasan aparat penegak hukum yang melaksanakan hukum acara pidana itu sendiri.Untuk mencapai suatu kebenaran yang mutlak adalah suatu hal yang berada di luar jangkauan kemampuan manusia. Tujuan hukum acara pidana mencari dan menemukan kebenaran material itu hanya merupakan tujuan antara dan tujuan akhir sebenarnya ialah mencapai suatu ketertiban dan ketentraman, kedamaian, keadilan dan kesejahteraan dalam masyarakat.10 Bambang Poernomo 11 memberikan penjelasan tujuan hukum acara pidana sebagai berikut: Tujuan ilmu hukum acara pidana mempunyai kesamaan dengan tujuan ilmu hukum dengan sifat kekhususan yaitu mempelajari hukum mengenai tatanan penyelenggaraan proses perkara pidana dengan 10
Andi Hamzah, Op.Cit, hal. 19 Bambang, Poernomo, Pola Dasar Teori Asas Umum Acara Pidana dan Penegakan Hukum Pidana, (Jogjakarta: Liberty, 1993), hal. 29 11
12
memperhatikan perlindungan masyarakat serta menjamin hak asasi manusia dan mengatur susunan serta wewenang alat perlengkapan negara penegak hukum untuk mencapai kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan sarana peraturan hukum acara pidana itu susunan dan wewenang alat perlengkapan negara penegak hukum dalam proses perkara pidana mempunyai tugas mencari dan menemukan fakta menurut kebenaran, mengadakan tindakan penuntutan secara tepat dan memberikan putusan dan pelaksanaannya secara adil. Sedangkan menurut Tanusubroto12: Hukum acara pidana mempunyai tujuan mengemban isi mencari kebenaran sejati tentang pelaku tindak pidana untuk memperoleh imbalan atas perbuatannya serta membebaskan mereka yang tidak bersalah dari tindakan yang seharusnya tidak dikenakan atas dirinya. Van Bemmelen13 mengemukakan tiga fungsi hukum acara pidana seperti yang dikutip oleh Andi Hamzah yaitu sebagai berikut: 1. Mencari dan menemukan kebenaran. 2. Pemberian keputusan oleh hakim. 3. Pelaksana keputusan.
2. Asas – asas Hukum Acara Pidana Asas-asas hukum acara pidana tumbuh berkembang dari nilai-nilai hukum, dan kesadaran hak asasi, serta peradaban dalam kehidupan manusia di tengah-tengah kelompok masyarakat atau bangsa-bangsa yang tertuang sebagaian besar ke dalam hukum positif. KUHAP dilandasi oleh asas atau prinsip hukum tersebut diartikan sebagai dasar patokan hukum sekaligus merupakan tonggak pedoman bagi instansi jajaran
aparat
12
penegak
hukum
dalam
menerapkan
Pasal-Pasal
Tanusubroto, Dasar-Dasar Hukum Acara Pidana, (Bandung: Armioo, 1984), hal. 2 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Revisi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), hal. 8 13
13
KUHAP.Mengenai hal tersebut, bukan hanya kepada aparat hukum saja, asas atau prinsip yang dimaksud menjadi patokan dan landasan, tetapi juga bagi setiap anggota masyarakat yang terlibat dan berkepentingan atas pelaksanaan tindakan yang menyangkut KUHAP. Asas – asas dalam hukum acara pidana adalah dasar pembenaran yang tidak terbantahkan. Asas – asas dalam hukum acara pidana berpedoman pada asas legalitas yang terdapat dalam hukum pidana materiil. Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) KUHP yang berbunyi : Tiada suatu perbuatan ( feit) yang dapat dipidana selain berdasarkan kekuatan ketentuan perundang – undangan pidana yang ada sebelumnya. Dalam hal ini suatu peraturan yang lebih rendah dari undang – undang dalam arti formil, seperti peraturan pemerintah dan perda dapat memuat rumusan delik dan sanksi pidana. Asas– asas yang tercantum dalam Hukum Acara Pidana yakni sebagai berikut: 1. Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan. 2. Asas Praduga Tidak Bersalah ( Presumption of Innocence ). 3. Asas Oportunitas. 4. Asas Pemeriksaan Pengadilan Terbuka untuk Umum. 5. Asas Semua Orang Diperlakukan Sama di depan Hakim. 6. Asas Peradilan Dilakukan oleh Hakim Karena Jabatannya dan Tetap. 7. Asas Tersangka atau Terdakwa Berhak Mendapatkan Bantuan Hukum. 8. Asas Akusator dan Inkisitor ( AccusatoirdanInquisitoir). 9. Asas Pemeriksaan Hakim yang Langsung dan Lisan.
14
Adapun pengertianya sebagai berikut : 1. Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan Asas ini menghendaki adanya suatu peradilan yang efisien dan efektif, sehingga
tidak
memberikan
penderitaan
yang
berkepanjangan
kepada
tersangka/terdakwa disamping kepastian hukum terjamin. Asas ini terdapat dalam Penjelasan Umum butir 3 huruf e KUHAP yang berbunyi: “Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana, dan biaya ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak harus ditetapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan”. Pencantuman peradilan cepat (contante justitie; speedy trial) di dalam KUHAP cukup banyak yang diwujudkan dengan istilah ”segera” itu. Asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan yang dianut di dalam KUHAP sebenarnya merupakan penjabaran Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman tersebut. Penjelasan umum yang dijabarkan dalam banyak Pasal dalam KUHAP, anatra lain sebagai berikut : 1) Pasal-Pasal 24 ayat (4), 25 ayat (4), 26 ayat (4), 27 ayat (4) dan 28 ayat (4). Umumnya dalam Pasal-Pasal tersebut dimuat ketentuan bahwa jika telah lewat waktu penahanan seperti tercantum dalam ayat sebelumnya, maka banyak penyidik, penuntut umum, dan hakim harus sudah mengeluarkan tersangka atau terdakwa dari tahanan demi hukum. Dengan sendirinya hal ini mendorong penyidik, penuntut umum, dan hakim untuk memepercepat penyelesaian perkara tersebut;
15
2) Pasal 50 mengatur tentang hak tersangka dan terdakwa untuk segera diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu dimulai pemeriksaan, ayat (1) segera perkaranya diajukan ke pengadilan oleh penuntut umum, ayat (2) segera diadili oleh pengadilan, ayat (3); 3) Pasal 102 ayat (1) mengatakan penyelidik yang menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut di duga merupakan tidak pidana wajib segera melakukan tindakan penyelidikan yang diperlukan; 4) Pasal 106 mengatak hal yang sama diatas bagi penyidik; 5) Pasal 107 ayat (3) mengatakan bahwa dalam hal tindak pidana selesai disidik oleh penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf b, segera menyerahkan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf a; 6) Pasal 110 mengatur tentang hubungan penuntut umum dan penyidik yang semuanya disertai dengan kata segera. Begitu pula Pasal 138; 7) Pasal 140 ayat (1) dikatakan : ”Dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan, ia dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaaan. Ada beberapa ketentuan KUHAP sebagai penjabaran asas peradilan yang cepat, tepat , dan biaya ringan, antara lain tersangka atau terdakwa mempunyai hak atas suatu hal, sesuai dengan pendapatnya M. Yahya Harahap14 yaitu :
14
M. Yahya harahap. Op.Cit.Hal.53
16
1) 2) 3) 4)
Segera mendapat pemeriksaan dari penyidik; Segera diajukan kepada penuntut umum oleh penyidik; Segera diajukan ke pengadilan oleh penuntut umum; Berhak segera diadili oleh pengadilan.
Proses perkara pidana yang dilaksanakan dengan cepat diartikan untuk menghindari segala rintangan yang bersifat prosedural, agar tercapai efisiensi kerja mulai dari kegiatan penyelidikan sampai dengan putusan akhir dapat selesai dalam waktu yang relatif singkat. Proses
perkara
pidana
yang
sederhana
diartikan
sebagai
penyelenggaraan administrasi peradilan secara terpadu agar pemberkasan perkara dari masing-masing instansi yang berwenang berjalan dalam satu kesatuan yang tidak memberikan peluang untuk bekerja secara berbelit-belit (circuit court), dan dari dalam berkas tersebut terungkap pertimbangan serta kesimpulan penerapan hukum yang mudah dimengerti oleh pihak yang berkepentingan.
Proses perkara pidana yang dilaksanakan dengan cepat diartikan menghindarkan segala rintangan yang bersifat prosedural agar tercapai efisiensi kerja dalam waktu yang singkat. Proses yang sederhana diartikan penyelenggaraan administrasi peradilan secara terpadu agar pemberkasan perkara dari masing-masing instansi yang berwenang berjalan dalam satu kesatuan yang tidak memberikan peluang saluran dalam bekerja yang berbelit-belit. Biaya yang murah diartikan menghindarkan sistem administrasi perkara dan mekanisme bekerjanya para petugas yang mengakibatkan beban biaya bagi yang berkepentingan tidak sebanding dengan hasil yang diharapkan.15 2. Asas Praduga Tak bersalah atau Presumption of Innocent
15
Bambang, Poernomo, Op. Cit, hal.66
17
Asas ini kita jumpai dalam penjelasan umum ayat (3) huruf c KUHAP. Asas ini juga dirumuskan dalam Pasal 8 Undang-Undang No 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi: “Setiap orang yang disangka, diatngkap, ditahan, dituntut, dan/atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap” Asas praduga tak bersalah ditinjau dari segi teknis yuridis ataupun dari segi teknis penyidikan dinamakan “prinsip akusator” atau accusatory procedure(accusatorial system). Prinsip akusator enempatkan kedudukan tersangka/terdakwa dalm setiap tingkat pemeriksaan: a. Adalah subjek: bukan menjadi objek pemeriksaan, karena itu tersangka atau terdakwa harus didudukkan dan diperlakukan dalam kedudukan manusia yang mempunyai harkat martabat harga diri, b. Yang menjadi objek pemeriksaan dalam prinsip akusator adalah “kesalahan” (tindak pidana), yang dilakukan tersangka/terdakwa. Kearah itulah pemeriksaan ditujukan.16 3. Asas Oportunitas Menurut A.Z. Abidin Farid seperti yang dikutip dalam bukunya Andi Hamzah memberi perumusan tentang asas oportunitas sebagai berikut yaitu asas hukum yang memberikan wewenang kepada Penuntut Umum untuk menuntut atau tidak menuntut dengan atau tanpa syarat seseorang atau korporasi yang telah mewujudkan delik demi kepentingan umum. Andi Hamzah 17 menjelaskan lebih lanjut sebagai berikut: Menurut asas oportunitas penuntut umum tidak wajib menuntut seseorang yang melakukan delik jika menuntut pertimbangannya akan 16
M. Yahya, Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Penyidikan dan Penuntutan),(Jakarta: Sinar Garfika, 2000), hal. 40 17 Ibid
18
merugikan kepentingan umum. Jadi demi kepentingan umum, seseorang yang melakukan delik tidak dituntut. Mengenai kriteria kepentingan umum itu, di dalam pedoman pelaksanaan KUHAP dijelaskan adalah didasarkan untuk kepentingan negara dana masyarakat dan bukan untuk kepentingan pribadi. Asas oportunitas juga dinamakan sebagai asas kepentingan, asas ini menyatakan dimana Penuntut umum tidak wajib untuk mengajukan tuntutan terhadap seseorang yang melakukan suatu delik atau tindak pidana apabila menurut pertimbangannya akan dapat merugikan kepentingan umum.Jadi demi kepentingan umum seseorang yang melakukan delik tidak dituntut.Asas Oportunitasmenurut Pasal 35 butir c Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.Pasal tersebut berbunyi ”Jaksa agung dapat mengesampingkan suatu perkara berdasarkan kepentingan umum.” Secara lebih lanjut, Andi Hamzah 18, mengemukakan perumusan tentang asas opportunitas yaitu sebagai berikut: “Penuntut umum tidak wajib menuntut seseorang yang melakukan delik jika menurut pertimbangannya akan merugikan kepentingan umum. Jadi demi kepentingan umum, seseorang yang melakukan delik tidak dituntut”. Di Indonesia penuntut umum disebut juga Jaksa (Pasal 1 butir a dan b serta Pasal 137 dan seterusnya KUHAP). Wewenang penuntutan dipengang penuntut umum sebagai monopoli, artinya tiada badan lain yang boleh melakukan itu. Ini disebut dominus litis ditangan penuntut umum atau
18
Ibid, Hal 14
19
jaksa.Hakim tidak dapat meminta supaya delik diajukan kepadanya.Jadi hakim hanya menunggu saja penuntutan dari penuntut umum.
Satu hal yang perlu dijelasakan ialah apa yang dimaksud dengan ”demi kepentingaan umum” dalam penseponeran perkara itu. Pedoman Pelaksanaan KUHAP memberi penjelasan sebagai berikut : ”...Dengan demikian, kriteria demi kepentinganumum dalam penerrapan asas oportunitas di negara kita adalah didasarkan untuk kepentingan negara dan masyarakat dan bukan untuk kepentingan masyarakat.” Ini mirip dengan pendapatnya Supomo yang mengatakan bahwa : ”Baik di negeri Belanda maupun di ”Hindia Belanda” berlaku yang disebut asas ”oprtunitas” dalam tuntutan pidana itu artinya Badan Penuntut Umum wewenang tidak melakukan suatu penuntutan , jikalau adanya tuntutan itu dianggap btidak ”opportuun” tidak guna kepentingan masyarakat. ”
4. Pemeriksaan Pengadilan Terbuka Untuk Umum Pemeriksaan pengadilan yang terbuka untuk umum dapat dilihat dalam Pasal 153 ayat (3) dan ayat (4) KUHAP sebagai berikut: “Untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak”. Pasal 153 ayat (4) KUHAP menyebutkan: “Tidak terpenuhinya ketentuan dalam ayat (2) dan ayat (3) mengakibatkan batalnya putusan demi hukum”.
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 13 dan KUHAP Pasal 195 tegas menyatakan :
20
”Semua putusan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.”19 Penjelasan yang diberikan Bambang Poernomo
20
, bahwa mengenai
asas pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum yang diuraikan sebagai berikut: “Menyatakan bahwa sifat terbuka di sidang pengadilan dimaksudkan agar khalayak ramai dapat mengikuti dan mengawasi jalannya pemeriksaan pengadilan, bukan dalam arti masuknya orang-orang dalam ruangan pengadilan. Bisa saja terjadi, seseorang yang ingin mendengarkan pemeriksaan ditolak untuk masuk di ruangan sidang yang luasnya terbatas, akan tetapi dipersilahkan mengikuti melalui alat pengeras yang dipasangkan di halaman gedung. Kejadian yang demikian tidak bertentangan dengan asas Terbuka Untuk Umum”.
Asas terbuka untuk umum ini memang tepat karena persidangan dapat dihadiri oleh umum, sehingga dapat lebih menjamin obyektifitas peradilan dan tujuannya memberikan perlindungan terhadap hak-hak asasi terdakwa. Di lain pihak juga ditentukan pengecualian apabila kesusilaan dan terdakwanya anakanak. 5. Asas Semua Orang Diperlakukan Sama di Depan Hukum Asas yang umum dianut di negara-negara yang berdasarkan hukum ini tegas tercantum dalam Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman Pasal 4 ayat (1) dan Penjelasan Umum butir 3 huruf a KUHAP. Asas ini lazim disebut sebagai asas isonomiaatau equality before the law. Penjelasan umum butir 3 huruf a berbunyi:
19 20
Andi Hamzah.Ibid.Hal.22 Bambang Poernomo, Op. Cit., Hal 153
21
“Perlakuan yang sama atas diri setiap orang dimuka hukum tidak mengadakan perbedaan perlakuan”. Sedangkan Pasal 4 ayat (1) berbunyi: “Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang” Persamaan dihadapan hukum atau equality before the law adalah salah satu asas terpenting dalam hukum modern.Asas ini merupakan asas yang dianut di negara-negara berdasarkan hukum. Suatu asas dimana setiap orang yang melakukan sebuah delik atau tindak pidana diberlakukan sama di mata hukum. Dikenal dua asas penuntutan yaitu asas legalitas dan asas oportunitas dimana asas legalitas itu mempunyai pengertian bahwa penuntut umum diwajibkan untuk melakukan penuntutan terhadap seseorang yang melakukan tindak pidana.dimana asas legalitas ini merupakan perwujudan dari asas equality before the law. Perkembangan pembinaan hukum melalui KUHAP untuk periode yang sekarang, bangsa kita melalui DPR telah menggabungkan kedua asas itu dalam suatu jalinan yang titik beratnya cenderung lebih mengutamakan asas legalitas. Sedang asas opportunitas hanya merupakan pengecualian yang dapat dipergunakan secara terbatas sekali. Mungkin dalam sejarah penegakan hukum yang
akan
datang,
bangsa
kita
semakin
memahami
betapa
adilnya
mempergunakan asas legalitas secara mutlak dan menyeluruh, tanpa diskriminasi atau alasan kepentingan umum, dan segera melenyapkan praktek penegakan hukum yang berasaskan oportunitas demi tegaknya equality befote the law,equality protection on the law and equality justice Ander the law. 21
21
M.Yahya Harahap, Loc.Cit.Hal.37
22
Menurut Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 dan butir 3C KUHAP, Pengadilan mengadili menurut hukum yang tidak membedabedakan antara satu sama lain. Hal ini bertujuan untuk terciptanya keadilan yang sebenar-benarnya dan seutuhnya.
6. Tersangka atau Terdakwa Berhak Mendapatkan Bantuan Hukum Asas ini berkaitan dengan hak dari seseorang yang tersangkut dalam suatu perkara pidana untuk dapat mengadakan persiapan bagi pembelaannya maupun untuk mendapatkan nasehat/penyuluhan tentang jalan yang dapat ditempuhnya dalam menegakkan hak-haknya sebagai tersangka atau terdakwa. Mengenai pemberian bantuan hukum ini diatur di dalam Pasal 69 sampai dengan Pasal 74 KUHAP yang pada dasarnya tersangka/terdakwa mendapat kebebasan-kebebasan yang sangat luas antara lain: a. Bantuan hukum dapat diberikan sejak saat tersangka/terdakwa ditangkap atau ditahan. b. Bantuan hukum dapat diberikan pada semua tingkat pemeriksaan. c. Penasehat hukum dapat menghubungi tersangka/terdakwa pada semua tingkar pemeriksaan dan pada setiap waktu. d. Penyidik dan penuntut umum tidak mendengarkan pembicaraan antara penasehat hukum dan tersangka kecuali pada perkara/kejahatan terhadap keamanan negara. e. Tersangka atau penasehat hukum berhak mendapat turunan berita guna kepentingan pembelaan. f. Penasehat hukum berhak mengirim dan menerima surat dari tersangka/terdakwa.22 Menurut Andi Hamzah23 Pembatasan-pembatasan hanya dikenakan jika penasehat hukum menyalahgunakan hak-hak tersebut. Jika terdapat bukti bahwa penasehat hukum tersebut menyalahgunakan haknya dalam pembicaraan dengan tersangka atau terdakwa maka sesuai dengan tingkat pemeriksaan, 22 23
Ibid, hal. 21 Ibid. Hal 24
23
penyidikan, penuntut umum atau petugas lembaga pemasyarakatan memberi peringatan kepada penasehat hukum (Pasal 70 ayat (2) KUHAP). Apabila masih disalahgunakan maka penasehat hukum diawasi oleh pejabat yang tersebut dalam Pasal 70 ayat (2A) KUHAP di atas. Apabila setelah diawasi tetap disalahgunakan maka hubungan tersebut disaksikan oleh pejabat dan apabila masih tetap saja disalahgunakan maka penasehat hukum tersebut dilarang, hal ini ditentukan dalam Pasal 70 ayat (3) dan ayat (4) KUHAP.
Asas ini ditegaskan dalam: 1) Pasal 56 ayat (1)Undang-Undang Nomor. 48 Tahun 2009 :” setiap orang yangtersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum” 2) Pasal 54 KUHAP :”guna kepentingan pembelaan, tersangka, terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam UndangUndang ini”. 7. Peradilan Dilakukan Oleh Hakim Karena Jabatannya dan Tetap Pengambilan keputusan salah atau tidaknya terdakwa dilakukan oleh hakim karena jabatannya dan bersifat tetap.Untuk jabatan hakim ini di angkat oleh kepala negara, ini disebut dalam Undang-Undang Pokok Kekuasaab Kehakiman Pasal 31”.24 Sistem hakim yang tetap di Indonesia mengikuti sistem di negeri Belanda yang dahulu menganut sistem juri, tetapi sejak tahun 1813 dihapuskan.Dalam sistem juri yang menentukan saah tidaknya terdakwa ialah suatu dewan yang mewakili golongan-golongan dalam masyarakat.pada umumnya mereka adalah awam atau tidak tahu hukum. Andi Hamzah 25 , memberikan penjelasan mengenai asas pemeriksaan disidang Pengadilan dilaksanakan oleh hakim secara langsung sebagai berikut:
24 25
Andi, Hamzah, Op. Cit, hal. 19 Ibid hal.21
24
“Pemeriksaan di sidang Pengadilan dilakukan oleh hakim secara langsung, artinya langsung kepada terdakwa dan para saksi.Berbeda dengan hukum secara Perdata dimana tergugat dapat diwakili oleh kuasanya.Pemeriksaan juga dilakukan secara lisan artinya bukan tertulis antara hakim dan terdakwa”. 8. Asas Akusator dan Inkisitor (accusatoir dan inqisitoir) Asas akusator adalah asas atau prinsip akusator yang menempatkan kedudukan tersangka atau terdakwa dalam setiap tingkat pemeriksaan: 1. Adalah subjek: bukan menjadi objek pemeriksaan, karena itu tersangka atau terdakwa harus didudukkan dan diperlakukan dalam kedudukan manusia yang mempunyai harkat martabat harga diri, 2. Yang menjadi objek pemeriksaan dalam prinsip akusator adalah “kesalahan” (tindak pidana), yang dilakukan tersangka/terdakwa. Kearah itulah pemeriksaan ditujukan.26 Asas akusator, tersangka maupun terdakwa dipandang sebagai subjek pmeriksaan.Ini berarti perbedaan antara pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan sidang pengadilan pada dasarnya telah dihilangkan.Asas akusator ini telah ditunjukkan dalam Pasal 54 KUHAP, yang berisi ketentuan untuk memberikan kebebasan kepada tersangka maupun terdakwa untuk mendapatkan penasehat hukumnya. Sedangkan asas inkisitor, Andi Hamzah27 berpendapat: Pemeriksaan asas inkisitor adalah tersangka dipandang sebagai objek pemeriksaan.Asas inkisitor ini sesuai dengan pandangan bahwa pengakuan tersangka merupakan alat bukti terpenting.Dalam pemeriksaan selalu pemeriksa berusaha mendapatkan pengakuan dari tersangka.Kadang-kadang untuk mencapai maksud tersebut pemeriksa melakukan tindakan kekerasan atau penganiayaan.Sesuai dengan hakhak asasi manusia yang sudah menjadi ketentuan universal, maka asas inkisitor telah ditinggalkan oleh banyak negara beradab.Selaras dengan 26 27
M. Yahya, Harahap, Op. Cit, hal. 40 Andi, Hamzah, Op. Cit, hal. 7
25
itu, berubah pula sistem pembuktian yang alat-alat bukti berupa pengakuan diganti dengan keterangan terdakwa, begitu pula penambahan alat bukti berupa keterangan ahli. Asas inkisator ini saat ini sudah ditinggalkan oleh aparat penegak hukum karena tidak adanya perlindungan hak-hak bagi tersangka atau terdakwa.Karena dalam asas inkisitor pengakuan tersangka atau terdakwa merupakan alat bukti yang sangat penting sehingga seringkali tersangka atau terdakwa diperlakukan sewenang-wenang tanpa mempedulikan hak-hak asasi kemanusiaan.Hal ini sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum acara pidana Indonesia. 9. Pemeriksaan Hakim Yang Langsung dan Lisan Pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan oleh hakim secara langsung, artinya langsung kepada terdakwa dan para saksi. Ini beda dengan acara perdata dimana tergugat dapat diwakili oleh kuasanya. Pemeriksaan juga dilakukan secara lisan artinya bukan tertulis antara hakim dan terdakwa. M. Yahya Harahap juga berpendapat: Pasal 153 ayat (2) huruf a KUHAP menegaskan ketua sidang dalam memimpin sidang pengadilan, dilakukan secara langsung dan lisan.Tidak boleh pemeriksaan dengan perantaraan tulisan baik terhadap terdakwa maupun saksi-saksi.Kecuali bagi mereka yang bisu atau tuli, pertanyaan dan jawaban dapat dilakukan secara tertulis.Prinsip pemeriksaan dalam persidangan dilakukan secara langsung berhadap-hadapan dalam ruang sidang. Semua pertanyaan diajukan dengan lisan dan jawaban atau keteranganpun disampaikan dengan lisan, tiada lain untuk memenuhi tujuan agar persidangan benar-benar menemukan kebenaran yang hakiki. Sebab dari pemeriksaan secara langsung dan lisan, tidak hanya keterangan terdakwa atau saksi saja yang dapat didengar dan diteliti, tetapi sikap dan cara mereka memberikan keterangan dapat menentukan isi dan nilai keterangan.28
28
Ibid, hal.113
26
Pengecualian dari asas langsung adalah kemungkinan putusan dijatuhkan tanpa hadirnya terdakwa (in absentia), yaitu dalam acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 213 KUHAP, yang berbunyi: Terdakwa dapat menunjuk seseorang dengan surat untuk mewakili disidang.29
B. Pembuktian 1. Pengertian Pembuktian
Hukum pembuktian merupakan seperangkat kaidah hukum yang mengatur tentang pembuktian, yakni segala proses, dengan menggunakan alat – alat bukti yang sah, dan dilakukan tindakan – tindakan dengan prosedur khusus guna mengetahui fakta – fakta yuridis di persidangan, system yang dianut dalam pembuktian, syarat – syarat dan tata cara mengajukan bukti tersebut serta kewenangan hakim untuk menerima, menolak, dan menilai suatu pembuktian. Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan penting dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan. Dengan pembuktian inilah nasib terdakwa.Apabila hasil pembuktian dengan alat – alat bukti yang ditentukan undang – undang tidak cukup membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa, terdakwa dibebaskan dari hukuman.Sebaliknua kalau kesalahan terdakwa dapat dibuktikan dengan alat – alat bukti yang disebutkan dalam Pasal 184 KUHAP, terdakwa harus dinyatakan bersalah. Kepadanya akan dijatuhkan hukuman. Oleh karena itu, para hakim harus hati – hati, cermat, dan matang menilai dan mempertimbangkan masalah pembuktian.30 Pembuktian tentang benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan, merupakan bagian yang terpenting acara pidana.Terdapat bagian yang juga tidak kalah pentingnya dalam Hukum 29
Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta: Ghalia, 1984),
hal. 23 30
Mohammad Taufik Makarao & Suharsil, 2004, Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Ghalia Indonesia, hlm 102-103.
27
Pembuktian adalah masalah pembagian beban pembuktian yang berat sebelah berarti a priori menjerumuskan pihak yang menerima beban yang terlampau berat, dalam jurang kekalahan.Melakukan pembagian beban pembuktian yang tidak adil dianggap sebagai suatu pelanggaran hukum atau undag – undang yang merupakan alasan bagi Mahkamah Agung untuk membatalkan putusan Hakim atau Pengadilan yang bersangkutan.31 Tujuan dan guna pembuktian bagi para pihak yang terlibat dalam proses pemeriksaan persidangan adalah sebagai berikut. 1. Bagi penuntut umum, pembuktian adalah merupakan usaha untuk meyakinkan hakim, yakni berdasarkan alat bukti yang ada agar menyatakan seorang terdakwa bersalah sesuai dengan surat atau catatan dakwaan. 2. Bagi terdakwa atau penasihat hukum, pembuktian adalah merupakan usaha sebaliknya untuk meyakinkan hakim yakni berdasarkan alat butki yang ada agar menyatakan seorang terdakwa dibebaskan atau dilepaskan dari tuntutan hukum atau meringankan pidananya. Untuk itu, tedakwa atau penasihat hukum jika mungkin harus mengajukan alat – alat bukti yang menguntungkan atau meringankan pihaknya. Biasanya, bukti tersebut disebut bukti kebalikan. 3. Bagi hakim, atas dasar pembuktian tersebut, yakn dengan adanya alat – alat bukti yang ada dalam persidangan, baik yang berasal dari penuntut umum maupun penasihat hukum/ terdakwa dibuat atas dasar untuk membuat keputusan.32 Menurut R.Subekti33 Pembuktian adalahproses membuktikan dan meyakinkan hakim tentang kebenaran dalilyang dikemukan oleh para pihak dalam suatu persengketaan di muka persidangan. Menurut M. Yahya Harahap34, Pembuktian adalah ketentuan yang beisi penggarisan dan pedoman kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa.Pembuktian juga 31
Subekti, 2008, Hukum Pembuktian, Jakarta: PT. Pradnya Paramita, hlm 15. Alfitra, 2011, Hukum Pembuktian Dalam Beracara Pidana, Perdata dan Korupsi Di Indonesia, Jakarta: Raih Asa Sukses, hlm 25. 33 R.Subekti, Hukum Pembuktian, Pradnya Paramita, Jakarta, 1985, Hlm 1 34 Ibid, Hal.252. 32
28
merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang yang boleh dipergunakan hakim untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan
Menurut pendapatnya M. Yahya Harahap 35, bahwaada beberapa teori sistem pembuktian yaitu : 1. 2. 3. 4.
Conviction-in Time Conviction-Raisonee Pembuktian menurrut Undang-Undang secara positif Pembuktian menurut Undang-Undang secara negatif
Dalam perkembangannya, hukum acara pidana menunjukkan bahwa ada beberapa
sistem
atau
teori
untuk
membuktikan
perbuatan
yang
didakwakan.Sistem atau teori pembuktian ini bervariasi menurut waktu dan tempat (Negara). Di dalam bukunya Andi Hamzah36 disebutkan bahwa terdapat beberapa sistem atau teori pembuktian untuk membuktikan perbuatan yang didakwakan. Sistem atau teori pembuktian itu antara lain : a. Sistem atau teori pembuktian berdasarkan undang – undang secara positif (Positive wettelijk bewijstheorie). Sistem pembuktian ini didasarkan melulu kepada alat – alat pembuktian yang disebut undang – undang.Dikatakan secara positif, karena hanya didasarkan kepada undang – undang melulu. Artinya, jika telah terbukti suatu perbuatan sesuai dengan alat – alat bukti yang disebut oleh undang – undang, maka keyakinan hakim tidak diperlukan sama sekali. sistem ini disebut juga teori pembuktian formal (formele bewijstheorie). b. Sistem atau teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim melulu. Sistem ini berlawana secara berhadap – hadapan dengan teori pembuktian menurut undang – undang secara positif, ialah teori 35 36
249-257.
Ibid. Hal.280 Jur Andi Hamzah, 2008, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, hlm
29
pembuktian menurut keyakinan hakim melulu.Dengan system ini, pemidanaan dimmungkinkan tanpa didasarkan kepada alat – alat bukti dalam undang – undang.Sistem ini dianut oleh peradilan juri di Perancis. c. Sistem atau teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas alasan yang logis (Laconviction Raisonnee). Menurut teori ini, hakim dapat memutuskan seseorang bersalah berdasar keyakinannya, keyakinan yang didasarkan kepada dasar – dasar pembuktian disertai dengan suatu kesimpulan (conclusive) yang berlandaskan kepada peraturan – peraturan pembuktian tertentu.Jadi keputusan hakim dijatuhkan dengan suatu motivasi. Sistem pembuktian ini disebut juga pembuktian bebas Karena hakim bebas untuk menyebut alasan – alasan keyakinannya. Intinya, sistem ini berpangkal tolak pada keyakinan hakim, tetapi keyakinan itu harus didasarkan kepada suatu kesimpulan (conclusive)yang logis, yang tidak berdasarkan kepada undang – undang, tetapi ketentuan – ketentuan menurut ilmu pengetahuan hakim sendiri, menurut pilihanya sendiri tetang pelaksanaan pembuktian yang mana yang ia akan pergunakan. d. Teori pembuktian berdasarkan Undang – undang secara Negatif (Negatief Wettelijk). Sistem ini berpangkal tolak pada aturan – aturan pembuktian yang ditetapkan secara limitative oleh undang – undang, tetapi hal itu harus diikuti dengan keyakinan hakim. Sistem pembuktian yang dianut di Indonesia adalah menggunakan teori pembuktian berdasarkan undang – undang secara negatif (negatief wettelijk)37 Hal yang sama juga digunakan di Negara Eropa Kontinental yang tertuang dalam Pasal 183 KUHAP. Dalam Pasal 183 KUHAP berbunyi sebagai berikut : “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang, kecuali apabila dengan sekurang – kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar – benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.” Dari kalimat tersebut nyata bahwa pembuktian harus didasarkan kepada undang – undang (KUHAP), yaitu alat bukti yang sah tersebut dalam Pasal 184 37
Samidjo, 1988, Responsi Hukum Acara Pidana Dalam Penerapan Sistem Kredit Semester, hlm 239-240.
30
KUHAP, disertai dengan keyakinan hakim yang diperoleh dari alat – alat bukti tersebut. Pembuktian dalam perkara pidana menurut hukum acara pidana itu: 1. Bertujuan mencari kebenaran material, yaitukebenaran sejati atau yang sesungguhnya. 2. Hakimnya bersifat aktif. Hakim berkewajibanuntuk mendapatkan bukti yang cukup untukmembuktikan tuduhan kepada tertuduh. 3. Alat buktinya bisa berupa keterangan saksi,keterangan ahli, surat, petunjuk, keteranganterdakwa.38 Pembuktian dalam hukum acara pidana merupakan titik sentral di dalam pemeriksaan perkara di pengadilan. Hal ini karena melalui tahapan pembuktian inilah terjadi suatu proses, cara, perbuatan membuktikan untuk menunjukkan benar atau salahnya si terdakwa terhadap suatu perkara pidana di dalam sidang pengadilan. Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang caracara yang dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa.Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang yang boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan.Pembuktian adalah kegiatan membuktikan, dimana membuktikan berarti memperlihatkan bukti-bukti yang ada, melakukan sesuatu sebagai kebenaran, melaksanakan, menandakan, menyaksikan dan meyakinkan.39 Pembuktian tentang benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan, merupakan bagian yang terpenting acara pidana.Dalam hal ini pun hak asasi manusia dipertaruhkan. Bagaimana akibatnya jika seseorang yang didakwa dinyatakan terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan berdasarkan alat bukti yag ada disertai keyaknan hakim, untuk mencari kebenaran materiil, berbeda dengan hukum acara perdata yang cukup puas dengan kebenaran formal.40 Bentuk perbandingannya adalah jikalau kekuatan pembuktian dari akte autentik di dalam acara perdata bersifat mengikat hakim,karena hakim perdata harus menganggap sesuatu hal terbukti oleh akte autentik kecuali jika ada kontra bukti yang melumpuhkan kekuatan pembuktian dari akte 38
http://www.pnpmperdesaan.or.id/downloads/Pembuktian%20dalam%20Perkara%20Pidana.pdf, diakses tanggal 4 Juli 2013 39 http://lawmetha.wordpress.com/2011/06/03/pembuktian-dalam-hukum-acara-pidana/, diakses tanggal 4 juli 2013 40 Jur Andi Hamzah, 2008, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, hlm 249.
31
itu, maka dalam hukum acara pidana lain lagi, bagi Hakim, tidak ada alat bukti satupun yang akan mengikat hakim tentang kekuatan pembuktian, kecuali kalau tidak yakin akan kesalahan dari terdakwa, tentunya hakim tidak boleh serampangan menyampingkan begitu saja suatu akte autentik sebagai bukti melainkan harus ada alasan yang bisa dipertanggungjawabkan.41
Pembuktian merupakan proses untuk menentukan hakikat adanya faktafakta yang diperoleh melalui ukuran yang layak dengan pikiran yang logis terhadap fakta-fakta masa lalu yang tidak terang menjadi terang yang berhubungan dengan adanya tindak pidana. Pembuktian dalam acara pidana sangat penting karena nantinya akan terungkap kejadian yang sebenarnya berdasarkan berbagai macam alat bukti yang ada dalam persidangan. Secara konkret, Adami Chazawi menyatakan 42, bahwa dari pemahaman tentang arti pembuktian di sidang pengadilan, sesungguhnya kegiatan pembuktian dapat dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu: 1. Bagian kegiatan pengungkapan fakta. 2. Bagian pekerjaan penganalisisan fakta yang sekaligus penganalisisan hukum. Di dalam bagian pengungkapan fakta, alat-alat bukti diajukan ke muka sidang oleh Jaksa Penuntut Umum dan Penasehat Hukum atau atas kebijakan majelis hakim untuk diperiksa kebenarannya. Proses pembuktian bagian pertama ini akan berakhir pada saat ketua majelis mengucapkan secara lisan bahwa pemeriksaan terhadap perkara dinyatakan selesai (Pasal 182 ayat (1) huruf a KUHAP). Setelah bagian kegiatan pengungkapan fakta telah selesai, maka selanjutnya Jaksa Penuntut Umum, Penasehat Hukum, dan majelis hakim melakukan penganalisisan fakta yang sekaligus penganalisisan hukum. Oleh Jaksa Penuntut Umum pembuktian dalam arti kedua ini dilakukannya dalam surat tuntutannya (requisitoir). Bagi Penasehat Hukum pembuktiannya 41 C. Djisman Samosir, 1985, Hukum Acara Pidana Dalam Perbandingan, Bandung: Bina Cipta, hlm. 90. 42 http://lawmetha.wordpress.com/2011/06/03/pembuktian-dalam-hukum-acara-pidana/, diakses tanggal 14 Juli 2013
32
dilakukan dalam nota pembelaan (peledooi), dan akan dibahas majelis hakim dalam putusan akhir (vonnis) yang dibuatnya. Menurut M. Yahya Harahap43., Pembuktian adalah ketentuan yang beisi penggarisan dan pedoman kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang yang boleh dipergunakan hakim untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan
Pembuktian ini menjadi penting apabila suatu perkara tindak pidana telah memasuki tahap penuntutan di depan sidang pengadilan. Tujuan adanya pembuktian ini adalah untuk membuktikan apakah terdakwa benar bersalah atas tindak pidana yang didakwakan kepadanya.
Menurut M.Yahya Harahap44 hanya alat bukti yang mencapai batas minimal yang memiliki nilai kekuatan pembuktian untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Apabila alat bukti tidak mencapai sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dalam KUHAP, maka pelanggaran itu dengan sendirinya menyampingkan standar Beyond a reasonable doubt (patokan penerapan standar terbukti secara sah dan meyakinkan) dan pemidanaan yang dijatukan dapat dianggap sewenang-wenang. Sistem pembuktian dalam kasus ini tentang tindak pidana pembunuhan menggunakan teori pembuktian undang-undang secara negatif
(negatief
wettelijk), hakim di dalam mengambil keputusan tentang salah atau tidaknya seorang terdakwa terikat oleh alat bukti yang ditentukan oleh undang-undang dan
43
M. Yahya harahap, 2002, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaaan sidang Pengadilan Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Sinar Grafika, Jakarta, Hal.252. 44 http://lawmetha.wordpress.com/2011/06/03/pembuktian-dalam-hukum-acara-pidana/, diakses tanggal 14 Juli 2013
33
keyakinan hakim sendiri. Jadi, didalam sistem negatif ada dua hal yang merupakan syarat untuk membuktikan kesalahan terdakwa, sesuai dengan pendapatnya Alfitra45yakni : Wettelijk : adanya alat bukti yang sah yang telah ditetapkan oleh undang-undang. Negatif : adanya keyakinan dari hakim, yakni berdasarkan bukti-bukti tersebut hakim meyakini kesalahan terdakwa.
Alat bukti yang telah ditentukan undang-undang tidak bisa ditambah dengan alat bukti lain, serta berdasarkan alat bukti yang diajukan dipersidangan seperti yang ditentukan oleh undang-undang belum bisa memaksa seorang hakim menyatakan terdakwa bersalah telah melakukan tindak pidana yang didakwakan Sedangkan sistem pembuktian yang dianut dalam KUHAP, bahwa tercantum dalam Pasal 183 KUHAP bahwa untuk menentukan salah atau tidaknya seorang terdakwa dan untuk menjatuhkan pidana kepada terdakwa harus : 1. Kesalahannya terbukti dengan sekurang-kurangnya “dua alat bukti yang sah”. 2. Dan atas keterbuktian dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, hakim “memperoleh keyakinan” bahwa tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah Dengan ketentuan tersebut menjadikan hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang, apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan dengan itu hakim memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana tersebut apakah benar-benar terjadi dan terdakwa benar-benar terbukti melakukan apa yang didakwakan ataupun dakwaan tersebut tidak benar terjadi 45
Alfitra, Hukum Pembuktian dalam Beracara Pidana, Perdata, dan Korupsi di Indonesia, Jakarta: Raih Asa Sukses, 2011. Hal 29
34
(Pasal 183 KUHAP). Arti pembuktian ditinjau dari segi hukum acara pidana merupakan ketentuan yang membatasi sidang pengadilan dalam usaha mencari dan mempertahankan kebenaran. Hakim, jaksa, dan terdakwa ataupun penasehat hukum semua terikat dalam ketentuan mengenai tata cara dan penilaian alat bukti yang telah ditentukan. Karena sesuai dengan aturan kalau semua tata cara dalam beracara di acara pidana diatur seluruhnya dalam KUHAP, dan tidak boleh menyimpanginya. 2. Macam – macam alat bukti dalam KUHP Di dunia ilmu pengetahuan hukum ada dua sistem yang dianut. Yang satu dinamakan sistim “accusatoir”, yang lain sistim “inquisitoir”. Intinya sistim accuisitoir itu adalah menganggap seorang tersangka, yaitu pihak yang didakwa sebagai suatu subjek berhadapan dengan pihak yang mendakwa, sehingga kedua belah pihak mempunyai hak – hak yang sama nilainya dan hakim berada di atas kedua belah pihak itu untuk menyelesaikan soal perkara (pidana) antara mereka menurut peraturan Hukum Pidana yang berlaku. Sedangkan sistim inquisitoir itu menganggap si tersangka sebagai suatu barang, suatu objek, yang harus diperiksa ujudnya berhubung dengan suatu pendakwaan.Pemeriksaan ujud ini berupa pedengaran si tersangka tentang dirinya pribadi.Oleh karena sudah ada suatu pendakwaan yang sedikit banyak telah diyakini kebenarannya oleh yang mendakwa melalui sumber pengetahuan di luar tersangka, maka pendengaran tersangka sudah semestinya merupakan pendorongan kepada tersangka, supaya mengaku saja kesalahannya.
35
Sekiranya sudah terang, bahwa dalam Negara Indonesia, juga berhubung dengan adanya suatu sila dari Pancasila yang merupakan Peri Kemanusiaan, harus dalam hakekatnya dianut sistim accusatoir.Maka dalam melakukan kewajibannya pejabat – pejabat dan penuntut perkara pidana harus selalu ingat kepada hakekat ini dan menganggap tersangka selalu sebagai seorang subjek yang mempunyai hak penuh untuk membela diri. Alat bukti adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan suatu perbuatan, dimana dengan alat –alat bukti tersebut, dapat digunakan sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa. 46 Proses pemeriksaan pada acara pidana diperlukan ketentuan – ketentuan dalam hukum acara pidana yang akan terlihat dalam acara pemeriksaan biasa yang terkesan sulit dalam pembuktiannya dan membutuhkan penerapan hukum yang benar dan pembuktian yang obyektif dan terhindar dari rekayasa para pelaksana persidangan. Untuk menemukan suatu kebenaran yang obyektif juga salah satunya dengan menggunakan alat bukti. Berdasarkan Pasal 184 ayat (1) KUHAP disebutkan mengenai alat bukti yang sah untuk membantu hakim dalam mengambil keputusan, alat bukti itu ialah : a. b. c. d. e.
Keterangan Saksi Keterangan Ahli Surat Petunjuk Keterangan terdakwa.
a. Keterangan Saksi.
46
Alfitra, 2011, Hukum Pembuktian Dalam Beracara Pidana, Perdata dan Korupsi Di Indonesia, Jakarta: Raih Asa Sukses, hlm 23.
36
Pada umumnya semua orang bisa menjadi saksi. Pengecualiannya terdapat dalam Pasal 168 KUHAP berikut : a. Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama – sama sebagai terdakwa; b. Saudara dari terdakwa atau yang bersama – sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan, dan anak – anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga; c. Suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama – sama sebagai terdakwa. Di dalam Pasal 170 KUHAP dijelaskan juga mengenai mereka – mereka yang karena pekerjaannya, harkat, martabat, atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban memberi keterangan sebagai saksi.Menurut penjelasan Pasal tersebut, pekerjaan atau jabatan yang menentukan adanya kewajiban untuk kewajiban untuk menyimpan rahasia ditentukan oleh peraturan perundang – undangan.Selanjutnya dijelaskan bahwa jika tidak ada ketentuan peraturan perundang – undangan yang mengatur tentang jabatan atau pekerjaan yang dimaksud, maka seperti ditentukan oleh ayat ini, hakim yang menentukan sah atau tidaknya alasan yang dikemukakan untuk mendapatkan kebebasan tersebut.47 Keterangan saksi yang diberikan di depan penyidik sebagaimana terdapat dalam berita acara penyidikan (berkas perkara) merupakan pedoman dalam pemeriksaan sidang. Menurut Pasal 163 KUHAP, dikatakan bahwa jika keterangan saksi di dalam sidang ternyata berbeda dengan yang ada dalam berkas perkara, hakim ketua sidang mengingatkan saksi tentang hal itu serta meminta keterangan mengenai perbedaan yang ada dan dicatat dalam berita acara persidangan. Harus juga diingat bahwa perbedaan keterangan saksi tersebut harus disertai dengan alasan – alasan yang bisa diterima.Apabila bisa diterima baru 47
262.
Jur Andi Hamzah, 2008, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, hlm
37
bisa dicatat dalam berita acara persidangan.Apabila tidak bisa diterima akal, tentu saja pencabutan keterangan saksi tersebut harus ditolak.
b. Keterangan Ahli. Definisi ahli menurut : a. Pasal 120 KUHAP, adalah ahli yang mempunyai keahlian khusus. b. Pasal 132 KUHAP, adalah ahli yang mempunyai keahlian tentang surat dan tulisan palsu. c. Pasal 133 KUHAP menunjuk Pasal 179 KUHAP, untuk menentukan korban luka keracunan atau mati adalah ahli kedokteran kehakiman atau dokter ahli lainnya. Keterangan seorang ahli disebut sebagai alat bukti pada urutan kedua oleh Pasal 183 KUHAP.Ini berbeda dengan HIR dahulu tidak mencantumkan keterangan ahli sebagai alat bukti. Keterangan ahli sebagai alat bukti tersebut sama dengan Ned.Sv. dan hukum acara pidana modern di banyak negeri. Berdasarkan Pasal 186 KUHAP yang menyatakan bahwa keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di bidang pengadilan. Jadi, Pasal tersebut tidak menjawab siapa yang disebut ahli dan apa itu keterangan ahli. Pada penjelasan Pasal tersebut juga tidak menjelaskan hal ini.Keterangan ahli menurut Pasal 343 Ned. Sv. Disana dikatakan bahwa keterangan ahli adalah pendapat seorang ahli yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan yang dipelajarinya,tentang sesuatu apa yang dimintai pertimbangannya.48 Keterangan ahli dan keterangan saksi itu berbeda. Jika dilihat dari segi isi keterangan yang diberikan, maka terlihat perbedaannya yaitu ketika seorang saksi memberikan keterangan maka ia hanya memberikan keterangan mengenai apa yag dialami saksi itu sendiri sedangkan keterangan seorang ahli ialah mengenai suatu penilaian mengenai hal – hal yang sudah nyata ada dan pengambilan kesimpulan mengenai hal itu sesuai bidang ilmu yang ahli kuasai. 48
Ibid, hlm 272-273.
38
c. Surat Alat bukti surat selanjutnya adalah surat yang pengertiannya dicantumkan dalam Pasal 187 KUHAP yang berbunyi sebagai berikut: “Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikaitkan dengan sumpah, adalah : a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dab tegas tentang keteranganya itu; b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang – undangan atas surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan; c. Surat keterangan dari seorang ahli yanh memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya; d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain. Menurut ketentuan Pasal 187 KUHAP, dapat diambil kesimpulan bahwa surat yang dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah menurut UndangUndang adalah: 1) Surat yang dibuat atas sumpah jabatan; 2) Surat yang dikuatkan dengan sumpah.
Sebagai syarat mutlak dalam menentukan dapat atau tidaknya suatu surat dikategorikan sebagai suatu alat bukti yang sah ialah bahwa surat-surat itu harus dibuat diatas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah. Selain dari itu maksud Pasal ini juga dapat diartikan bahwa pejabat-pejabat yang mempunyai wewenang untuk membuat surat-surat tersebut, dibebaskan untuk menghadap sendiri dipersidangan oleh karena surat-surat yang telah mereka tanda tangani
39
atas sumpah jabatan atau yang dikuatkan dengan sumpah cukup dibacakan dipersidangan dan pembacaan surat-surat tersebut telah dianggap mempunya kekuatan bukti yang sama dengan apabila mereka menerangkannya sendiri secara lisan dihadapan persidangan pengadilan.49 Kekuatan pembuktian alat bukti surat dapat ditinjau dari beberapa segi yaitu 50: 1)
Dari segi formil Apabila dilihat dari segi formal alat bukti surat yang disebut dalam Pasal 187 huruf a, b, c KUHAP adalah alat bukti yang sempurna. Oleh karena itu mempunyai kekuatan pembuktian formal yang sempurna 2) Dari segi materiil Apabila dilihat dari segi materiil semua alat bukti surat yang disebut Pasal 187 KUHAP bukan alat bukti yang mempunyai kekuatan mengikat. Nilai kekuatan pembuktian alat bukti surat sama dengan alat bukti yang lain mempunyai kekuatan pembuktian bebas. Menurut M.Yahya Harahap51: “Berdasarkan ketentuan mengenai kekuatan pembuktian dilihat dari segi materiil dengan demikian dapat dikatakan bahwa alat bukti surat mempunyai kekuatan pembuktian yang bebas, hakim bebas menilai kekuatannya dan kebenarannya yang dapat ditinjau dari beberapa alasan yaitu dari segi azas kebenaran sejati, segi keyakinan hakim maupun dari azas batas minimum pembuktian”. Kekuatan dan penilaian alat bukti terdapat dalam Pasal 185 sampai dengan Pasal 189 KUHAP.Kekuatan alat bukti atau juga dapat disebut sebagai efektivitas alat bukti terhadap suatu kasus sangat bergantung dari beberapa faktor. Suatu sikap tindak atau perilaku hukum dianggap efektif apabila sikap 49 Djoko Prakoso, 1987, Dasar-dasar IlmuKedokteran kehakiman, Jakarta : PT Bina Aksara, Hal.43 50 M Yahya Harahap, Op.Cit, Hal 289. 51 Ibid, Hal 291.
40
atau perilaku pihak lain menuju ke satu tujuan yang dikehendaki. Pembuktian walaupun ditinjau dari segi formal alat bukti surat resmi (otentik) yang berbentuk surat yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan undang-undang adalah alat bukti yang sah dan bernilai sempurna, nilai kesempurnaannya pada alat bukti surat yang bersangkutan tidak mendukung untuk berdiri sendiri. Bagaimanapun sikap kesempurnaan formal yang melekat pada dirinya, alat bukti surat tetap tidak cukup sebagai alat bukti yang berdiri sendiri. Ia harus tetap memerlukan dukungan alat bukti lain. Artinya, sifat kesempurnaan formalnya harus tunduk pada asas batas minimum pembuktian yang ditentukan dalam Pasal 183 KUHAP. Ada dua hal yang perlu diingat tentang kekuatan alat bukti surat, sesuai pendapatnya Alfitra52yaitu : 1) Bagaimanapun kekuatan pembuktian yang diberikan terhadap bukti-bukti surat dalam perkara pidana dikuasai oleh aturan bahwa mereka harus menentukan keyakinan hakim. Dengan demikian, dalam perkara pidana, akta yang sama dapat saja dikesampingkan oleh hakim. 2) Pembuktian dalam perkara pidana adalah untuk mencari kebenaran materiil. d. Petunjuk Pasal 188 ayat (1) KUHAP memberi definisi petunjuk sebagai berikut: “Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya”. Diperjelas lagi di ayat (2) Pasal diatas, yang berbunyi : “Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diperoleh dari : a. Keterangan saksi; 52
Alfitra.Op.Cit. Hal.93
41
b. Surat; c. Keterangan terdakwa. Dalam ayat (3) dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut : “Mengenai kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya”. Jadi, berbeda dengan alat bukti yang lain, yakni keterangan saksi, keterangan ahli, surat, dan keterangan terdakwa. Pengertian diperoleh, artinya alat bukti petunjuk bukan merupakan alat bukti langsung (indirect bewijs). Oleh karena itu, banyak yang menganggap alat bukti petunjuk bukan merupakan alat bukti. Menurut Van Bemmelen 53 mengatakan, “Akan tetapi keasalahan yang terutama adalah, bahwa orang telah menganggap petunjuk – petunjuk itu sebagai suatu alat bukti, sedang dalam kenyataannya adalah tidak demikian.” e. Keterangan Terdakwa Alat bukti keterangan terdakwa merupakan urutan terakhir dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Penempatannya pada urutan terakhir inilah salah satu alasan yang dipergunakan untuk menempatkan proses pemeriksaan keterangan terdakwa dilakukan sesudah pemeriksaan keterangan saksi – saksi. Dapat dilihat dengan jelas bahwa “keterangan terdakwa” sebagai alat bukti tidak perlusama atau berbentuk pengakuan.Semua keterangan terdakwa hendaknya di dengar.Apakah itu berupa penyangkalan,pengakuan, ataupun pengakuan sebagian dari perbuatan atau keadaan. Tidak perlu hakim mempergunakan seluruh keterangan seorang terdakwa atau saksi, demikian menurut HR dengan arrest-nya tanggal 22 Juni 1944. 53
Alfitra, 2011, Hukum Pembuktian Dalam Beracara Pidana, Perdata dan Korupsi Di Indonesia, Jakarta: Raih Asa Sukses, hlm 102.
42
Keterangan terdakwa tidak perlu sama dengan pengakuan, karena pengakuan sebgai alat bukti mempunyai syarat – syarat berikut ; a. Mengaku ia yang melakukan delik yang didakwakan. b. Mengaku ia bersalah. Keterangan Terdakwa sebagai alat bukti dengan demikian lebih luas pengertiannya dari pengakuan terdakwa, bahkan menurut Memorie van Toelichting Ned.Sv.penyangkalan terdakwa boleh juga menjadi alat bukti sah.54 Alat - alat bukti di atas dapat diajukan dari pihak terdakwa maupun dari pihak Kejaksaan. Biasanya jika alat bukti tersebut diajukan dari pihak terdakwa maka terkesan untuk meringankan hukuman terdakwa, sedangkan jika alat bukti tersebut dihadirkan oleh pihak kejaksaan dalam hal ini oleh jaksa maka sifat alat bukti tersebut terkesan untuk memberatkan karena seorang jaksa kedudukannya sebagai wakil dari Negara dan demi kepentingan masyarakat umum maka ia harus bersikap obyektif. Selain dengan alat bukti tersebut hakim telah menemukan keyakinan bahwa perbuatan tersebut merupakan tindak pidana dan terdakwalah yang melakukan tindak pidana, jika dengan alat bukti tersebut hakim tidak menemukan keyakinannya maka alat bukti tersebut tidak bisa dijadikan acuan untuk membuktikan bahwa itu merupakan tindak pidana. Tindak
pidana
“Pembunuhan",
penyidik
dan
hakim
dapat
mengungkapkannya dengan menggunakan alat bukti surat yang berkaitan dengan kasus di atas, hal ini dilakukan untuk membuktikan bahwa telah terjadi kesengajaan untukmenggunakan surat palsu tersebut, dalam hal ini adalah ijazah yang dipalsukan tetapi selain itu juga harus didasarkan pada persesuaian antara 54
278.
Jur Andi Hamzah, 2008, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, hlm
43
keterangan para saksi yang ada dengan barang bukti yang diajukan di persidangan. Hukum pembuktian merupakan seperangkat kaidah hukum yang mengatur tentang pembuktian, yakni segala proses, dengan menggunakan alat – alat bukti yang sah, dan dilakukan tindakan – tindakan dengan prosedur khusus guna mengetahui fakta – fakta yuridis di persidangan, system yang dianut dalam pembuktian, syarat – syarat dan tata cara mengajukan bukti tersebut serta kewenangan hakim untuk menerima, menolak, dan menilai suatu pembuktian.
C. Visum Et Repertum 1. Pengertian Visum Et Repertum Visum Et Repertum adalah istilah yang dikenal dalam Ilmu Kedokteran Forensik, biasanya dikenal dengan nama “Visum”. Visum berasal dari bahasa Latin, bentuk tunggalnya adalah “visa”. Dipandang dari arti etimologi atau tata bahasa, kata “visum” atau “visa” berarti tanda melihat atau melihat yang artinya penandatanganan dari barang bukti tentang segala sesuatu hal yang ditemukan, disetujui, dan disahkan, sedangkan “Repertum” berarti melapor yang artinya apa yang telah didapat dari pemeriksaan dokter terhadap korban. Secara etimologi visum et repertum adalah apa yang dilihat dan diketemukan.55
55
http://jasapembuatanweb.co.id/artikel-ilmiah/pengertian-visum-et-repertum, diakses pada tanggal 2 Juni 2013
44
Berdasarkan ketentuan hukum acara pidana Indonesia, khususnya KUHAP tidak diberikan pengaturan secara eksplisit mengenai pengertian visum et repertum. Satu-satunya ketentuan perundangan yang memberikan pengertian mengenai visum et repertum yaitu Staatsblad Tahun 1937 Nomor 350. Disebutkan dalam ketentuan Staatsblad tersebut bahwa : “Visum et Repertum adalah laporan tertulis untuk kepentingan peradilan (pro yustisia) atas permintaan yang berwenang, yang dibuat oleh dokter, terhadap segala sesuatu yang dilihat dan ditemukan pada pemeriksaan barang bukti, berdasarkan sumpah pada waktu menerima jabatan, serta berdasarkan pengetahuannya yang sebaik-baiknya.56 Visum Et Repertum disingkat VeR adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter dalam ilmu kedokteran forensik atas permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk kepentingan pro yustisia. Visum Et Repertum kemudian digunakan bukti yang sah secara hukum mengenai keadaan terakhir korban penganiayaan, pemerkosaan, maupun korban yang berakibat kematian dan dinyatakan oleh dokter setelah memeriksa (korban).57 Keterangan ahli yang diminta penyidik dapat berupa keterangan lisan maupun tulisan. Khusus mengenai keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter kehakiman untuk kepentingan peradilan lazim disebut dengan visum et repertum. 56 http://jasapembuatanweb.co.id/artikel-ilmiah/pengertian-visum-et-repertum, diakses pada tanggal 2 Juni 2013 57 http://id.wikipedia.org/wiki/Visum_et_repertum#Visum_et_repertum_jenazah , dikses pada tanggal 2 Juni 2013
45
Menurut pendapat Dr. Tjan58 : artivisum et repertum itu sendiri adalah suatu keterangan dokter tentang “apa yang dilihat dan diketemukan” di dalam melakukan pemeriksaan terhadap orang yang luka, atau terhadap mayat. Jadi merupakan kesaksian tertulis. Dengan demikian visum et repertum merupakan alat bukti yang sah, tetap hanya pemberitaannya saja, sebab pemberitaan adalah kesaksian tertulis yang tidak bisa ditawar harus diterima sebagai “feit”, sebagai suatu kenyataan. Berbagai macam perkara pidana yang menyangkut kejahatan terhadap tubuh manusia memerlukan Visum Et Repertum. Dalam Pasal 133 ayat (1) KUHAP, menyatakan bahwa: Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
Fungsi Visum Et Repertumselain bagi penyidik, hakim serta penuntut umum dalam ruang lingkup pengadilan juga memfungsikan sedemikian rupa. Suatu kasus antara yang satu dengan yang lainnya memberikan kontribusi yang berbeda bagi para pelaku dalam ruang lingkup pengadilan, yang tetap merunjuk pada satu kesimpulan bahwa Visum Et Repertum berfungsi bagi kepentingan peradilan.
Rahman Syamsuddin59 menyatakan bahwa: Fungsi Visum Et Repertumdalam pengungkapan suatu kasus pemerkosaan menunjukkan peran yang penting bagi tindakan pihak kepolisian selaku aparat penyidik. Pembuktian terhadap unsur tindak pidana pemerkosaan dari hasil pemeriksaan yang termuat dalam Visum Et Repertum,
58
R. Atang Ranoemihardjo. Ilmu Kedokteran Kehakiman (Forensic Science).Tarsito. Bandung. 1991. Hal 18. 59
Rahman Syamsuddin, Peranan Visum Et Repertum di Pengadilan, Jurnal Al-Risalah, Volume 11 No. 1 Mei 2011, hal. 189.
46
menentukan langkah yang diambil pihak kepolisian dalam mengusut suatu kasus pemerkosaan. Hal yang hampir sama dikemukakan oleh Adami Chazawi60 bahwa: Visum Et Repertum maupun laporan hasil audit investigasi berfungsi yang sama bagi hakim, ialah untuk membantu dalam hal pembuktian, khususnya menemukan sesuatu keadaan yang menentukan terhadap penyelesaian perkara pidana. R. Soeparmono 61 menyatakan bahwa: Visum Et Repertum semata – mata hanya dibuat agar suatu perkara pidana menjadi jelas dan hanya berguna bagi kepentingan pemeriksaan dan untuk keadilan serta diperuntukkan bagi kepentingan peradilan. Menggarisbawahi pada pendapat yang dikemukakan oleh R. Soeparmono bahwa Visum Et Repertum berguna bagi kepentingan pemeriksaan dalam hal ini bagi penyidik untuk membuktikan ada atau tidaknya suatu tindak pidana. Selain itu bagi kepentingan peradilan bagi penuntut umum untuk memberikan suatu dakwaan kepada tersangka, serta hakim untuk membuat putusan yang layak bagi para pelaku tindak pidana. R. Soeparmono62 pada akhirnya memberikan kesimpulan yakni: Tujuan Visum Et Repertum adalah, untuk memberikan kepada Hakim ( Majelis ) suatu kenyataan akan fakta – fakta dan bukti – bukti tersebut atas semua keadaan / hal sebagaimana tertuang dalam bagian pemberitaan agar Hakim dapat mengambil putusannya dengan tepat atas dasar kenyataan atau fakta – fakta tersebut, sehingga dapat menjadi pendukung atas keyakinan hakim.
Staatsblad ( Lembaran Negara ) No. 350 Tahun 1937 Pasal 1 dan Pasal 2 menyatakan Visum Et Repertum adalah : 60
http://adamichazawi.blogspot.com/2009/07/peran-hasil-audit-investigasi-dalam-hal.html.diakses pada tanggal 24 Juni 2013. 61 R.Soeparmono,Op.cit, hal. 98. 62 R. Soeparmono, Op.cit, hal.100.
47
“Suatu keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas sumpah atau janji tentang apa yang dilihat pada benda yang diperiksanya yang mempunyai daya bukti dalam perkara pidana."63 Abdul Mun’im Idris64 memberikan pengertian Visum Et Repertum adalah suatu laporan tertulis dari dokter yang telah disumpah tentang apa yang dilihat dan ditemukan pada barang bukti yang diperiksanya serta memuat pula kesimpulan dari pemeriksaan tersebut guna kepentingan peradilan. Menurut beberapa pendapat para ahli mengenai Visum Et Repertum dapat disimpulkan bahwa Visum Et Repertum adalah keterangan dokter tentang apa yang dilihat dan ditemukan dalam melakukan pemeriksaan barang bukti guna kepentingan peradilan, jadi dalam hal ini Visum Et Repertum merupakan kesaksian tertulis dalam proses peradilan. Dengan demikian permohonan visum et repertum
dilakukan secara
tertulis, hal ini agar dokter atau ahli yang bersangkutan benar- benar mendapat perlindungan hukum dan dengan demikian mereka tidak ragu-ragu dalam melakukan tugas kewajibannya tanpa ada sesuatu kekhawatiran akan timbulnya keberatan dari pihak manapun. Visum Et Repertum dimintakan oleh penyidik untuk kepentingan peradilan terhadap indikasi adanya suatu tindak pidana. Fungsi Visum Et Repertum semata – mata hanya dibuat agar suatu perkara pidana menjadi jelas dan hanya berguna
63
http://tulussitanggang.blogspot.com/2011/05/skenario-5-misteri-sebuah-kematian.html. Diakses pada tanggal 15 Juni 2013 64 No name, http://www.scribd.com/doc/78852544/catatan-kecil.diakses pada tanggal 15 Juni 2013.
48
bagi kepentingan pemeriksaan dan untuk keadilan serta diperuntukkan bagi kepentingan peradilan.65 Menurut Adami Chazawi66 bahwa, Visum Et Repertum maupun laporan hasil audit investigasi berfungsi yang sama bagi hakim, ialah untuk membantu dalam hal pembuktian, khususnya menemukan sesuatu keadaan yang menentukan terhadap penyelesaian perkara pidana. Sebenarnya tujuan Visum Et Repertum adalah, untuk memberikan kepada Hakim ( Majelis ) suatu kenyataan akan fakta – fakta dan bukti – bukti tersebut atas semua keadaan / hal sebagaimana tertuang dalam bagian pemberitaan agar Hakim dapat mengambil putusannya dengan tepat atas dasar kenyataan atau fakta – fakta tersebut, sehingga dapat menjadi pendukung atas keyakinan hakim.67
2. Macam – macamVisum Et Repertum Banyaknya penjelasan mengenai keadaan phisik yang dapat dimintakan keterangan ahli baik ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli yang lainnya yang pada nantinya tertuang dalam Visum Et Repertum memberikan pembagian yang jelas antara jenis – jenis Visum Et Repertum. Jenis Visum Et Repertum, antara lain: a. b. c. d.
Visum Et Repertum tentang Pemeriksaan Luka (korban hidup); Visum Et Repertum tentang Pemeriksaan Mayat (Jenazah); Visum Et Repertum tentang Pemeriksaan Bedah Mayat; Visum Et Repertum tentang Penggalian Mayat; Lain dari itu ada pula; e. Visum Et Repertum di Tempat Kejadian Perkara (TKP); f. Visum Et Repertum Pemeriksaan Barang Bukti (bukti-bukti) lain.68 65
R.Soeparmono,Keterangan Ahli dan Visum Et Repertum dalam Aspek Hukum Acara Pidana,Mandar Maju,Bandung 2011, hal. 98. 66 http://adamichazawi.blogspot.com/2009/07/peran-hasil-audit-investigasi-dalam-hal.html. diakses pada tanggal 11 Mei 2013. 67 R.Soeparmono,Op.cit, hal.100. 68 R.Soeparmono,Keterangan Ahli dan Visum Et Repertum dalam Aspek Hukum Acara Pidana,Mandar Maju,Bandung 2011,hal.102.
49
Sebagai suatu hasil pemeriksaan dokter terhadap barang bukti yang diperuntukkan untuk kepentingan peradilan, visum et repertum digolongkan menurut obyek yang diperiksa sebagai berikut :
1. Visum et repertum untuk orang hidup. Jenis ini dibedakan lagi dalam : Visum et repertum biasa. Visum et repertum ini diberikan kepada pihak peminta (penyidik) untuk korban yang tidak memerlukan perawatan lebih lanjut. Visum et repertum sementara. Visum et repertum sementara diberikan apabila korban memerlukan perawatan lebih lanjut karena belum dapat membuat diagnosis dan derajat lukanya. Apabila sembuh dibuatkan visum et repertum lanjutan. Visum et repertum lanjutan. Dalam hal ini korban tidak memerlukan perawatan lebih lanjut karena sudah sembuh, pindah dirawat dokter lain, atau meninggal dunia.69
2. Visum et repertum untuk orang mati (jenazah). Pada pembuatan visum et repertum ini, dalam hal korban mati maka penyidik mengajukan permintaan tertulis kepada pihak Kedokteran Forensik untuk dilakukan bedah mayat (outopsi). a. Visum et repertum Tempat Kejadian Perkara (TKP). Visum ini dibuat setelah dokter selesai melaksanakan pemeriksaan di TKP.
69
http://dewi37lovelight.wordpress.com/2011/02/10/peran-visum-et-repertum-dalampenyidikan-tindak-pidana-di-indonesia-beserta-hambatan-yang-ditimbulkannya/ diakses pada tanggal 4 Juli 2013
50
b. Visum et repertum penggalian jenazah. Visum ini dibuat setelah dokter selesai melaksanakan penggalian jenazah. c. Visum et repertum psikiatri yaitu visum pada terdakwa yang pada saat pemeriksaan di sidang pengadilan menunjukkan gejala-gejala penyakit jiwa. d. Visum et repertum barang bukti, misalnya visum terhadap barang bukti yang ditemukan yang ada hubungannya dengan tindak pidana, contohnya darah, bercak mani, selongsong peluru, pisau.
3. Bentuk Umum Visum et repertum Agar didapat keseragaman mengenai bentuk pokok visum et repertum, maka ditetapkan ketentuan mengenai susunan visum et repertum sebagai berikut : Pada sudut kiri atas dituliskan “PRO YUSTISIA”, artinya bahwa isi visum et repertum hanya untuk kepentingan peradilan. Di tengah atas dituliskan Jenis visum et repertum serta nomor visum et repertum tersebut. Bagian Pendahuluan, merupakan pendahuluan yang berisikan : a. Identitas peminta visum et repertum. b. Identitas surat permintaan visum et repertum. c. Saat penerimaan surat permintaan visum et repertum. d. Identitas dokter pembuat visum et repertum. e. Identitas korban/barang bukti yang dimintakan visum et repertum. f. Keterangan kejadian sebagaimana tercantum di dalam surat permintaan visum et repertum. Bagian Pemberitaan, merupakan hasil pemeriksaan dokter terhadap apa yang dilihat dan ditemukan pada barang bukti.
51
Bagian Kesimpulan, merupakan kesimpulan dokter atas analisa yang dilakukan terhadap hasil pemeriksaan barang bukti. Bagian Penutup, merupakan pernyataan dari dokter bahwa visum et repertum ini dibuat atas dasar sumpah dan janji pada waktu menerima jabatan. Di sebelah kanan bawah diberikan Nama dan Tanda Tangan serta Cap dinas dokter pemeriksa. Dari bagian visum et repertum sebagaimana tersebut diatas, keterangan yang merupakan pengganti barang bukti yaitu pada Bagian Pemberitaan. Sedangkan pada Bagian Kesimpulan dapat dikatakan merupakan pendapat subyektif dari dokter pemeriksa.70
4. Kekuatan Pembuktian Visum Et Repertum Pembuktian di persidangan dalam berbagai perkara hukum terutama dalam perkara pidana identik dengan alat bukti yang sah.Pasal 184 ayat (1) menyebutkan tentang alat bukti yang sah yang dapat digunakan dalam peradilan pidana. Kekuatan pembuktian atau biasa disebut sebagai efektifitas alat bukti terhadap suatu kasus sangat bergantung dari beberapa faktor.Faktorfaktor tersebut dapat berupa psiko-sosial (kode etika, kualitas sikap penegak hukum, hubungan dengan masyarakat).71 Visum Et Repertum sebagai salah satu alat bukti yang sah menurut Pasal 184 ayat (1) KUHAP mempunyai kekuatan pembuktian sebagaimana alat bukti
70
http://dewi37lovelight.wordpress.com/2011/02/10/peran-visum-et-repertum-dalampenyidikan-tindak-pidana-di-indonesia-beserta-hambatan-yang-ditimbulkannya/ diakses pada tanggal 4 Juli 2013 71
2013.
http://raypratama.blogspot.com/2012/02/kekuatan-pembuktian.html.Diakses pada tanggal 4 Juli
52
yang lainnya dalam persidangan. Visum Et Repertum berkedudukan sebagai alat bukti surat berdasarkan Pasal 187 huruf c KUHAP. Alfitra72 menulis bahwa: Sesuai dengan sistem negatife yang dianut oleh KUHAP, yakni harus ada keyakinan dari hakim terhadap alat bukti yang diajukan di persidangan.Nilai alat bukti itu bersifat bebas. Bagaimanapun sikap kesempurnaan formal yang melekat pada dirinya, alat bukti surat tetap tidak cukup sebagai alat bukti yang berdiri sendiri. Ia harus tetap memerlukan dukungan dari alat bukti lain. Artinya, sifat kesempurnaan formalnya harus tunduk pada asas batas minimum pembuktian yang ditentukan dalam Pasal 183 KUHAP.
Menurut Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 1985 tentang Kekuatan Pembuktian Berita Acara Pemeriksaan Saksi dan Visum EtRepertum yang dibuat di Luar Negeri oleh Pejabat Asing merumuskan bahwa : Mengenai Visum Et Repertum yang dibuat oleh pejabat dari Negara asing, baru mempunyai kekuatan sebagai alat bukti yang sah apabila Visum Et Repertum tersebut disahkan oleh Kedutaan Besar RI atau Perwakilan RI di Negara yang bersangkutan. Selain mengacu pada KUHAP, tentang kekuatan pembuktian Visum Et Repertum juga mengacu pada SEMA Nomor 1 Tahun 1985 yang mengartikan bahwa perlunya pengesahan mengenai Visum Et Repertum agar kekuatannya dapat dikatakan sebagai alat bukti yang sah. R. Soeparmono73 menyatakan bahwa:
72
Alfitra, Hukum Pembuktian Dalam Beracara Pidana, Perdata,dan Korupsi di Indonesia, Raih Asa Sukses, 2012, hal.92. 73 R. Soeparmono, Op.cit, hal.101.
53
Bagi hakim ( pengadilan ), maka nilai atau penghargaan pembuktian terhadap,suatu macam Visum Et Repertum, apakah Visum Et Repertum itu telah definitif dengan kesimpulan atau bersifat sementara maupun berupa Visum Et Repertum Lanjutan adalah sama, oleh karena di dalam perkara pidana, hakim selalu berusaha untuk mencari kebenaran materiil ( materiele waarheid ) suatu perkara dan oleh karena itu nilai / penghargaan terhadap kekuatan buktinya diserahkan kepada penilaian dan keyakinan Majelis Hakim. Di dalam pemeriksaan di persidangan dalam perkara pidana, tidak adanya suatu Visum Et Repertum, perkara tersebut tetap harus diperiksa hingga selesai yang berakhir pada putusan Majelis Hakim. Mengingat bahwa di dalam persidangan perkara pidana, peran Jaksa Penuntut Umum juga dirasakan sangat penting berkaitan dengan pembuktian terhadap terdakwa. Penuntut umum berusaha membuktikan kesalahan terdakwa di persidangan, berarti beban pembuktian bagi perkara pidana ada pada Penuntut Umum, dalam usaha mencari kebenaran materiil dan Hakim (Majelis) tetapi dibatasi pada alat – alat bukti yang diajukan olehnya dan seumpama Penuntut Umum tidak bersedia menambah alat bukti yang hanya minimum, maka Hakim (Majelis) tidak dapat mencari sendiri alat bukti tambahan, sedangkan terdakwa mungkin.74
Berdasarkan keterangan tersebut beban pembuktian tetap berada dalam kewenangan Penuntut Umum, tetapi mengenai sah atau tidaknya alat bukti dalam persidangan tetap sesuai dengan Undang – Undang serta kewenangan hakim. Beban pembuktian Visum Et Repertum sama halnya dengan surat biasa, tetapi memerlukan alat bukti lain untuk menyempurnakannya.
D. Tindak Pidana Pembunuhan
74
Ibid,hal. 130.
54
1. Pengertian Tindak Pidana Pembunuhan Pembunuhan secara terminologi adalah perkara membunuh; perbuatan (hal, dsb) membunuh. Sedangkan dalam istilah KUHP pembunuhan adalah kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain. Dari definisi tersebut, maka tindak pidana pembunuhan dianggap sebagai delik material bila delik tersebut selesai dilakukan oleh pelakunya dengan timbulnya akibat yang dilarang atau yang tidak dikehendaki oleh Undangundang. Tindak pidana yang diatur dalam Pasal 338 KUHP merupakan tindak pidana dalam bentuk yang pokok, yaitu delik yang telah dirumuskan secara lengkap dengan semua unsur-unsurnya. 2. Unsur-unsur Tindak Pidana Pembunuhan Dari ketentuan dalam Pasal tersebut, maka unsur-unsur dalam pembunuhan biasa adalah sebagai berikut : 1. Unsur subyektif : perbuatan dengan sengaja 2. Unsur obyektif : perbuatan menghilangkan, nyawa, dan orang lain. “Dengan sengaja” artinya bahwa perbuatan itu harus disengaja dan kesengajaan itu harus timbul seketika itu juga, karena sengaja (opzet/dolus) yang dimaksud dalam Pasal 338 KUHP adalah perbuatan sengaja yang telah terbentuk tanpa direncanakan terlebih dahulu, sedangkan yang dimaksud sengaja dalam
55
Pasal 340 adalah suatu perbuatan yang disengaja untuk menghilangkan nyawa orang lain yang terbentuk dengan direncanakan terlebih dahulu. Unsur obyektif yang pertama dari tindak pembunuhan, yaitu : “menghilangkan”, unsur ini juga diliputi oleh kesengajaan; artinya pelaku harus menghendaki, dengan sengaja, dilakukannya tindakan menghilangkan tersebut, dan ia pun harus mengetahui, bahwa tindakannya itu bertujuan untuk menghilangkan nyawa orang lain. Berkenaan dengan “nyawa orang lain” maksudnya adalah nyawa orang lain dari si pembunuhan. Terhadap siapa pembunuhan itu dilakukan tidak menjadi soal, meskipun pembunuhan itu dilakukan terhadap bapak/ibu sendiri, termasuk juga pembunuhan yang dimaksud dalam Pasal 338 KUHP. Dari pernyataan ini, maka undang-undang pidana kita tidak mengenal ketentuan yang menyatakan bahwa seorang pembunuh akan dikenai sanksi yang lebih berat karena telah membunuh dengan sengaja orang yang mempunyai kedudukan tertentu atau mempunyai hubungan khusus dengan pelaku. Berkenaan dengan unsur nyawa orang lain juga, melenyapkan nyawa sendiri tidak termasuk perbuatan yang dapat dihukum, karena orang yang bunuh diri dianggap orang yang sakit ingatan dan ia tidak dapat dipertanggung jawabkan. Dalam Pasal 33 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juga ditentukan adanya unsurkesengajaan. Kesengajaan di sini haruslah ditafsirkan secara luas, yakni harus mencakup 3 unsur kesengajaan, yakni: 1.
Sengaja sebagai niat.
56
2.
Sengaja insyaf akan kepastian dan keharusan.
3.
Sengaja insyaf akan kemungkinan. Adapun jenis-jenis tindak pidana pembunuhan sebagaimana yang diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana adalah sebagai berikut:75 1.
Tindak pidana yang dilakukan dengan sengaja. Tindak pidana pembunuhan
ini meliputi beberapa tindak pidana pembunuhan, yaitu: a.
Tindak pidana pembunuhan biasa (doodslag), diatur dalam Pasal 338
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. b.
Tindak pidana pembunuhan berat/berkualifikasi, diatur dalam Pasal
339 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. c.
Tindak pidana pembunuhan berencana, diatur dalam Pasal 340 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana. d.
Tindak pidana pembunuhan terhadap bayi atau anak, diatur dalam
Pasal341, 342, dan 343 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. e.
Tindak pidana pembunuhan atas permintaan korban, diatur dalam
Pasal 334 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. f.
Tindak pidana pembunuhan terhadap diri sendiri (menghasut,
member pertolongan, dan upaya terhadap korban bunuh diri), diatur dalam Pasal 345 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 75
Juni 2013
http://raypratama.blogspot.com/2012/02/pengertian-pembunuhan.html diakses pada 15
57
g.
Tindak pidana pengguguran kandungan, diatur dalam Pasal 346, 347,
348, dan 349 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 2.
Tindak
pidana
pembunuhan
yang
dilakukan
tanpa
adanya
unsur
kesengajaan, diatur dalam Pasal 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Dalam hal ini Putusan Perkara Nomor 184/Pid.B/2012/PN.Pwtdiperlukan alat bukti surat berupa Visum Et Repertum karena merupakan salah satu alat bukti yang sah dalam acara pembuktianya, dan dipakainya alat bukti berupa Visum Et Repertum bertujuan untuk membuktikan bahwa korban meninggal karena adanya kekerasan yang terjadi dalam tubuh korban yang disengaja oleh pelaku. Dan Visum Et Repertum adalah alat bukti satu - satunya yang membuktikan tentang kematian seseorang di dalam suatu pembuktian pada persidangan. Tetapi alat bukti tersebut hanya melengkapi dari alat – alat bukti lainya. Dan untuk menjawab Perumusan Masalah yang kedua, dapat disimpulkan bahwa keterangan ahli berupa Visum Et Repertumakan menjadi sangat penting dalam pembuktian, sehingga Visum Et Repertum akan menjadi alat bukti yang sah karena berdasarkan sumpah atas permintaan yang berwajib untuk kepentingan peradilan. Walaupun dalam pengerjaanya Visum Et Repertum terkadang mempunyai beberapa hambatan. Namun pembuktian terhadap unsur tindak pidana dari hasil pemeriksaan yang termuat dalam Visum Et Repertum, dapat menentukan langkah yang diambil pihak kepolisian dalam mengusut suatu kasus.
58
59
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif atau penelitian hukum yang hanya meneliti bahan pustaka sehingga disebut juga penelitian hukum kepustakaan.
76
Dalam penelitian dengan
pendekatan yuridis normatif ada dua unsur yaitu unsur ideal dan unsur riel, unsur ideal mencakup susila dan rasio manusia, rasio manusia menghasilkan pengertian/pokok/dasar dalam hukum seperti masyarakat hukum, peristiwa hukum, subjek hukum, objek hukum, hak dan kewajiban dan hubungan hukum, sehingga unsur ideal menghasilkan kaidah-kaidah hukum melalui filsafat hukum dan normwissenschaft atau sollenwissenschaft.77 B. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah preskriptif. Ilmu hukum mempunyai sifat sebagai ilmu yang preskriptif, artinya sebagai ilmu yang preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, konsep – konsep hukum dan norma – norma hukum.78 C. Sumber Data a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang terdiri atas norma ( dasar ) atau kaidah dasar dan peraturan dasar seperti : Undang – Undang Dasar 1945, ketetapan – ketetapan MPR, peraturan perundang – 76 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hal. 14, 77 ibid 78
Ibid
60
undangan, bahan hukum yang tidak dikodifikasi, yurisprudensi, traktat, bahan hukum dari zaman Belanda yang kini masih berlaku, seperti KUHP.79 Peraturan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang – Undang Hukum Pidana, b. Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana, c. Putusan Perkara Nomor: 184/Pid.B/2012/PN.Pwt b. Bahan Hukum Sekunder Data yang bersumber dari peraturan perundang-undangan, literatur, putusan pengadilan yang sudah tetap dan buku-buku kepustakaan, yang berkaitan dengan materi penelitian. c. Bahan Hukum Sekunder Bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, contohnya adalah Kamus Besar Ilmiah Populer. D. Metode Pengumpulan Data Sumber data diperoleh dengan melakukan studi pustaka terhadap peraturan perundang - undangan, buku-buku, literatur, Yurisprudensi, doktrin yang berhubungan dengan penelitian. 79
78.
Nico Ngani, Metodologi Penelitian dan Penulisan Hukum, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2012, hal.
61
E. Metode Penyajian Data Data yang disajikan berbentuk uraian yang disusun secara sistematis, dan didalam penyusunannya dibuat secara singkat dan jelas, sehingga penyusunan data dapat dipahami dan mudah dipelajari, selanjutnya diteruskan dengan analisa data dan hasil pembahasan kemudian terakhir yaitu kesimpulan. F. Metode Analisis Data Metode analisis data dilakukan dengan menggunakan metode analisis normative kualitative yaitu data yang diperoleh akan dianalisis dengan pembahasan dan penjabaran hasil-hasil penelitian dengan mendasarkan pada norma-norma dan doktrin-doktrin yang berkaitan dengan materi yang diteliti. Data yang diperoleh selanjutnya akan dianalisis dengan menggunakan metode analisis kualitatif. Metode kualitatif merupakan suatu tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan yang diteliti dipelajari sebagai suatu langkah yang utuh.80 Sehingga dapat diperoleh gambaran mengenai kekuatan pembuktian Visum Et Repertum dalam tindak pidana pembunuhan. 1. Spesifikasi Penelitian Terdahulu Judul Penelitian
Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah
Kekuatan 80
Ronny Hanitijo Soemitro, Op. Cit., hal 35.
Kesimpulan
kekuatan Bahwa
pertimbangan
62
Pembuktian Visum Et Repertum dalam Tindak Pidana di Muka Umum Secara Bersama – sama Melakukan Kekerasan Terhadap Orang yang Menyebabkan Mati( Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Tinggi Semarang No. 173/Pid/2001/PT. Smg ) oleh Ary Anna Deasy Kristanti, E1E099132.
pembuktian Visum Et Repertum dalam tindak pidana di muka umum secara bersama – sama melakukan kekerasan terhadap orang yang menyebabkan mati dalam putusan Pengadilan Tinggi Semarang No. 173/Pid/2001/PT. Smg.?
2. Kekuatan Pembuktian Visum Et Repertum dalam Tindak Pidana Perkosaan ( Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto No. 111/Pid.B/2001/PN. Pwt ) oleh Alfia Tantri Wahyuni, E1A098221.
1. Apakah pertimbangan hukum hakim dalam menilai kekuatan pembuktian Visum Et Repertum dalam Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto No.111/Pid.B/2001/PN. Pwt. ? 2.Bagaimanakah penerapan ketentuan Pasal 18 KUHAP pada Putusan No.111/Pid.B/2001/PN. Pwt. ?
hukum hakim dalam menilai kekuatan Visum Et Repertum dalam perkara adalah sebagai alat bukti keterangan surat, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 187 huruf c KUHAP. Kekuatan pembuktian Visum Et Repertum sebagai alat bukti keterangan ahli yaitu yang bersangkutan dihadirkan di muka persidangan untuk dimintai keterangannya sudah sesuai dengan Pasal 186 KUHAP. Secara normatif Visum Et Repertum merupakan alat bukti yang sah sebagai alat bukti surat sesuai dengan ketentuan Pasal 187 huruf c jo. S. 1837 No. 350 karena telah memenuhi syarat formil yaitu diberikan di atas sumpah jabatan / disertai sumpah jabatan. Visum Et Repertum memiliki kekuatan alat bukti yang sempurna serta menguatkan keyakinan hakim karena memiliki persesuain dengan alat bukti lainnya yaitu keterangan saksi dan keterangan terdakwa. Bahwa hakim memperoleh keyakinan bahwa terdakwa tidak terbukti melakukn perbuatan perkosaan sebagaimana di dakwakan oleh jaksa penuntut umum, tetap terbukti melakukan perbuatan persetubuhan dengan anak dibawah
63
umur sehingga harus dijatuhi hukuman pidana. 3. Alat Bukti Visum Et Repertum dalam Tindak pidana Pembunuhan Berencana ( Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan No.71/Pid.B/2000/PN. Cms ) oleh Ari Wijayanto, E1A097113.
1. Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam menilai Visum Et Repertum dalam putusan No. 71/Pid.B/2000/PN. Cms. ? 2.Bagaimana penerapan Pasal 184 KUHAP sehubungan dengan alat bukti Visum Et Repertum dalam Tindak Pidana pembunuhan berencana ?
4. Kekuatan Pembuktian Visum Et Repertum Dalam Tindak Pidana Pemerkosaan ( Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Penegeri Purbalingga No.34/Pid.B/1999/PN. Pbg ) oleh Evi Lestari, E1A098252.
1. Bagaimana dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan putusan pidana perkara pemerkosaan ? 2.Bagaimana nilai kekuatan pembuktian Visum Et Repertumsebagai alat bukti menurut Pasal 184 KUHAP dalam perkara pemerkosaan ?
Pertimbangan hukum hakim dalam menilai alat bukti Visum Et Repertum dalam putusan tersebut telah sesuai dengan teori pembuktian yang dianut oleh KUHAP, yakni teori pembuktian menurut undang – undang secara negatif. Selanjutnya Visum Et Repertum dalam putusan tersebut telah memenuhi syarat formil dan materiil sehingga dapat diberlakukan sebagai suatu alat bukti yang sah berdasarkan KUHAP. Bahwa Visum Et Repertum sebagai alat bukti surat untuk membuktikan ada tidaknya tanda – tanda persetubuhan dan ada tidaknya tanda – tanda kekerasan, juga ada tidaknya luka – luka. Digunakan sebagai petunjuk bagi hakim dalam memutus perkara tersebut.
5. Beban Pembuktian Visum Et Repertum ( TinjauanYuridis terhadap Putusan Pengadilan Negeri Wonosobo No.67/Pid.B/1995/PN. Wnsb ) oleh Umu Salamah, E1E001314.
1. Bagaimanakah beban pembuktian Visum Et Repertum dalam putusan perkara No.67/Pid.B/1995/PN. Wnsb ? 2.Apakah yang menjadi dasar keyakinan hakim bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
Bahwa Visum Et Repertum mempunyai kekuatan pembuktian sebagai alat bukti surat sesuai dengan ketentuan Pasal 184 huruf C KUHAP. Dari alat bukti berupa keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa hakim memperoleh petunjuk bahwa terdakwa secara sah dan meyakinkan
64
6. Kekuatan Pembuktian Visum Et Repertum dalam Tindak Pidana karena Kealpaannya Menyebabkan Matinya Orang Lain ( Tinjauan Yuridis terhadap Putusan Pengadilan Negeri Banjarnegara No.104/Pid.B/2003/PN. Bjn ) oleh Sutarno, E1E001022 7. Kekuatan Pembuktian Visum Et Repertum ( Tinjauan Yuridis Putusan Pengadilan Negeri Banjar No.46/Pid.B/2005/PN. Bjn ) oleh Sulistiyani Sugiarti, E1A001261.
8. Peranan Visum Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga di Polres Banyumas oleh Vina Christanti Sri Susanti, E1E003050.
penganiayaan sebagaimana tersebut dalam putusan perkara pidana No.67/Pid.B/1995/PN. Wnsb ? Bagaimanakah kekuatan pembuktian Visum Et Repertum dalam tindak pidana karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain pada putusan Pengadilan Negeri No.104/Pid.B/2003/PN.Bjn ?
melakukan tindak pidana penganiayaan.
1. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana dalam perkara pidana No.46/Pid.B/2005/PN. Bjn? 2.Bagaimanakah kekuatan pembuktian Visum Et Repertum ditinjau dari Pasal 184 KUHAP dalam putusan No.46/Pid.B/2005/PN. Bjn?
Dasar pertimbangan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan perbuatan cabul berdasar pada terpenuhinya syarat minimum pembuktian sebagaimana tercantum dalam Pasal 183 KUHAP dalam proses pembuktian perkara di persidangan. Bahwa Visum Et Repertum yang dibuat oleh dokter, mempunyai kekuatan pembuktian sebagai alat bukti surat yang sesuai dengan Pasal 187 huruf c KUHAP. Peranan Visum Et Repertum dalam proses penyidikan sangat diperlukan sebagai alat bukti tambahan yang sesuai dengan Pasal 55 Undang – Undang No. 23 Tahun 2004 tentang
1. Bagaimana peranan Visum Et Repertum dalam proses penyidikan Tindak Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga di Polres Banyumas ? 2.Apa hambatan – hambatan dalam proses
Visum Et Repertum sebagai alat bukti surat, sesuai dengan Pasal 187 huruf c KUHAP. Visum Et Repertum diakui oleh hakim mempunyai kekuatan pembuktian sebagai alat bukti surat yang sah karena telah memenuhi syarat formil maupun materiil.
65
9. Peranan Visum Et Repertum dalam Proses Penyidikan Tindak Pidana Aborsi ( Suatu Studi di Polres Banjarnegara ) oleh Tri Pujianto, E1A003093.
10. Kekuatan Pembuktian Visum Et Repertumdalam Tindak Pidana Pembunuhan ( Tinjauan Yuridis Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto No. 45/Pid.B/2007/PN. Pwt ) oleh Widdy Hastuti, E1E03137.
penyidikan Tindak Pidana Penghapusan Kekerasan Kekerasan dalam Rumah dalam Rumah Tangga. Tangga di Polres Berbgai hambatan seperti Banyumas ? tidak diaturnya dalam hukum tersebut mengenai hambatan – hambatan yang ada, adanya upaya damai dari pihak tersebut sehingga korban jarang melapor kepada Polres Banyumas. 1. Bagaimanakah prosedur Permintaan Visum Et pembuktian Visum Et Repertum dilakukan Repertum agar menjadi melalui penyidik yang alat bukti yang mempunyai ditujukan kepada ahli kekuatan pembuktian kedokteran forensic dokter dalam proses penyidikan di rumah sakit, setelah itu tindak pidana aborsi di maka seorang ahli dapat polres Banjarnegara ? melakukan pemeriksaan 2.Bagaimanakah peranan sesuai dengan prosedur Visum Et Repertum dalam yang ada. Visum Et proses penyidikan tindak Repertum dalam proses pidana aborsi di Polres penyidikan tindak pidana Banjarnegara ? aborsi sangat diperlukan bagi bagi pihak kepolisian khususnya penyidikan untuk mengumpulkan barang bukti agar memperterang suatu perkara. 1. Bagaimanakah kekuatan Visum Et Repertum dalam pembuktian Visum Et putusan No. Repertum dalam tindak 45/Pid.B/2007/PN. Pwt pidana pembunuhan pada merupakan alat bukti yang putusan No. sah karena telah 45/Pid.B/2007/PN. Pwt? memenuhi syarat formil 2.Apa dasar pertimbangan dan materiil dan hukum hakim dalam merupakan pengganti memutus perkara No. sepenuhnya dari barang 45/Pid.B/2007/PN. Pwt? bukti yang diperiksa. Terpenuhinya minimum dua alat bukti yang sah dipersidangan, serta terpenuhinya unsur – unsur Pasal 338 jo Pasal 55 ayat 1 KUHP
66
11. Peranan Visum Et Repertum dalam Penyidikan Tindak Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga di Polres Cilacap oleh Widya Estri Wijayanti, E1A003211.
1. Bagaimana peranan Visum Et Repertum dalam proses penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap rumah tangga di Polres Cilacap ? 2.Hambatan – hambatan yang timbul dalam pembuatan Visum Et Repertum dalam penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap rumah tangga di Polres Cilacap ?
12. Peranan Visum Et Repertum dalam Penyidikan Tindak PidanaPenganiayaan di Wilayah Hukum Polres Purbalingga oleh Ristiana Dwi Pangesti, E1A004073.
1.Bagaimanakah peranan Visum Et Repertum dalam penyidikan tindak pidana penganiayaan di wilayah hukum Polres Purbalingga? 2.Hambatan – hambatan apakah yang timbul dalam pembuatan Visum Et Repertum dalam tindak pidana penganiayaan di wilayah hukum Polres Purbalingga?
13. Kekuatan Pembuktian Visum Et Repertum dalam Tindak Pidana Kealpaannya Menyebabkan Matinya Orang Lain ( Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan No. 15/Pid.B/2010/PN. Pwt
1.Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana dalam putusan No. 15/Pid.B/2010/PN. Pwt? 2.Bagaimana kekuatan pembuktian Visum Et Repertum dalm tindak pidana karena
merupakan dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara. Visum Et Repertumberguna untuk menentukan ada / tidaknya suatu tindak pidana sehingga dapat memberikan petunjuk kepada penyidik dalam melakukan penyidikan. Hambatan berbenturan dengan adat istiadat yang berlaku serta penyidik tidak secara penuh melakukan penyidikan karena korban menutup diri. Peranan Visum Et Repertum dalam penyidikan tindak pidana penganiayaan di wilayah hukum Polres Purbalingga sangat penting sebagai alat bukti dalam berkas perkara yang nantinya akan dilampirkan dalam pengadilan serta dapat digunakan untuk memeriksa terdakwa oleh penyidik. Hambatan yakni terkait dengan masalah waktu jika korban tidak segera melapor maka, bekas luka akibat tindak pidana penganiayaan akan cepat hilang / sulit dilihat. Terdakwa telah memenuhi unsur – unsur dalam Pasal 359 KUHP serta mempertimbangkan alat – alat bukti sah sesuai dengan Pasal 184 KUHAP. Hakim dalam menilai kekuatan pembuktian Visum Et
67
) oleh Ardiansyah, E1A005248.
Wahyu kealpaannya menyebabkan matinya orang lain dalam putusan No. 15/Pid.B/2010/PN. Pwt?
14. Kekuatan Pembuktian Visum Et Repertum dalam Tindak Pidana Kekerasan Memaksa Melakukan Persetubuhan Terhadap Anak ( Studi Kasus Putusan No.27/Pid.Sus/2010/PN. Pwt ) oleh Fitri Romeirah Wati, E1A006077.
1. Bagaimana kekuatan pembuktian Visum Et Repertum dalam tindak pidana persetubuhan terhadap anak pada putusan No.27/Pid.Sus/2010/PN. Pwt ? 2.Bagaimana pertimbangan hukum hakim yang menyatakan bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana persetubuhan terhadap anak dalam putusan No.27/Pid.Sus/2010/PN. Pwt ?
15. Peranan Visum Et Repertum Pada Tahap Penyidikan Tindak pidana Perkosaan Yang Telah Berlangsung Lama ( Suatu Studi di Kepolisian Resort Banyumas ) oleh Omy Rahmawati, E1A006283.
1. Bagaimanakah peranan Visum Et Repertum pada tahap penyidikan tindak pidana perkosaan di Polres Banyumas? 2.Apakah Visum Et Repertum terhadap korban tindak pidana perkosaan yang telah berlangsung lama, dapat membantu membuat terang adanya tindak pidana perkosaan tersebut?
Repertum pada perkara karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain adalah sebagai alat bukti. 1. Bagaimana kekuatan pembuktian Visum Et Repertum dalam tindak pidana persetubuhan terhadap anak pada putusan No.27/Pid.Sus/2010/PN. Pwt ? 2.Bagaimanapertimbangan hukum hakim yang menyatakan bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana persetubuhan terhadap anak dalam putusan No.27/Pid.Sus/2010/PN. Pwt ? Bahwa Visum Et Repertum dapat memberikan petunjuk mengenai adanya unsur persetubuhan dan unsur kekerasan. Hasil Visum Et Repertum dapat menjadi bukti permulaan bagi penyidik dan keberadaan Visum Et Repertum sangat penting untuk kelengkapan / kesempurnaan berkas perkara. Tetapi Visum Et Repertum terhadap korban Tindak Pidana perkosaan yang tekah berlangsung lama, kurang berperan untuk membantu membuat terang adanya tindak pidana perkosaan, karena tidak sepenuhnya mencantumkan keterangan mengenai tanda kekerasan
68
16. Kekuatan Pembuktian Visum Et Repertum Dalam Tindak Pidana Penganiayaan ( Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Militer Semarang Nomor : PUT/84-K/PM.II10/AL/X/2010 ) oleh Nina Budiastuti, E1A007287.
1.Bagaimana pertimbangan hakim menilai kekuatan alat bukti Visum Et Repertum dalam tindak pidana penganiayaan pada putusan Nomor : PUT/84K/PM.II-10/AL/X/2010? 2.Bagaimana pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pada putusan Nomor : PUT/84K/PM.II-10/AL/X/2010?
17. Kekuatan Pembuktian Alat Bukti Visum Et Repertum dalam Tindak Pidana karena Kelalaiannya Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas ( Studi Terhadap Putusan Perkara No.43/Pid.B/2010/PN. Pwt ) oleh Ali Maungga, E1A008136.
1. Bagaimana kekuatan pembuktian alat bukti Visum Et Repertum dalam Tindak Pidana karena Kelalaiannya Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas terhadap Putusan No.43/Pid.B/2010/PN. Pwt ? 2.Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dalam Putusan No.43/Pid.B/2010/PN. Pwt ?
pada diri korban. Bahwa Visum Et Repertum dalam perkara tersebut telah terpenuhinya syarat materiil dan formil sehingga dapat digunakan sebagai alat bukti surat. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan berdasarkan aspek yuridis, aspek filosofis, serta aspek sosiologis.
Bahwa Visum Et Repertum merupakan alat bukti yang sah sehingga hakim bebas dapat memakainya sebagai alat bukti surat untuk dasar pertimbangan bagi hakim. Selain alat bukti surat adanya alat bukti berupa keterangan saksi telah meyakinkan hakim bahwa terdakwa benar – benar telah melakukan tindak pidana tersebut.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
69
A. Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian yang didasarkan pada data sekunder terhadap Putusan
Pengadilan
Negeri
Purwokerto
Putusan
Nomor
Perkara
:
184/Pid.B/2012/PN Purwokerto diperoleh data sebagai berikut : 1. Duduk Perkara Terdakwa GATOT PRAHOTO, S.Sit bin R. SUDARDO pada hari Kamis tanggal 6 September 2012 sekira jam 18.00 WIB atau setidaktidaknya pada waktu-waktu lain dalam bulan September 2012 atau setidak- tidaknya pada suatu waktu-waktu dalam tahun 2012, bertempat di Jalan S. parman tepatnya di depan Bioskop Rajawali Purwokerto ikut Kelurahan purwokerto Kulon Kecamatan Purwokerto Selatan Kabupaten Banyumas atau setidak-tidaknya pada tempat- tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Purwokerto yang berwenang
memeriksa
dan
mengadili
perkara,
telah
melakukan
pembunahan terhadap korban HENDRO SUNARYO yang diikuti, disertai atau didahului oleh sesuatu perbuatan pidana yang dilakukan dengan maksud mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, dengan cara terdakwa melakukan haltersebut sebagai berikut :
70
Pada awal mulanya pada hari Sabtu tanggal 1 September 2012, korban HENDRO SUNARYO menanyakan kepada terdakwa tentang pelunasan uang yang dipinjam oleh terdakwa sebanyak Rp.200.000.000,- ( dua ratus juta rupiah), karena uang tersebut akan digunakan oleh korban HENDRO SUNARYO untuk kepentingan lainnya, kemudian terdakwa mengatakan kepada korban HENDRO SUNARYO agar menunggu jatuh tempo; Selanjutnya pada hari Rabu tanggal 5 september 2012 sekira jam 11.00 WIB terdakwa menemui korban HENDRO SUNARYO dirumahnya di Jalan Serayu Raya No.04 Kelurahan Sumampir Kecamatan Purwokerto Utara Kabupaten Banyumas, dan terdakwa menyampaikan agar pelunasan uang sebesar Rp.200.000.000,-( dua ratus juta rupiah) dipending dulu dan meminta waktu untuk melakukan penagihan, kemudian korban HENDRO SUNARYO memberi waktu selama 1 (satu) hari kepada terdakwa ; Keesokan harinya Pada hari Kamis tanggal 6 september 2012 sekira jam 13.00 WIB korban HENDRO SUNARYO menanyakan lagi masalah uang sebesar Rp.200.000.000,-(dua ratus juta rupiah) melalui BBM (Black Berry Masenger) kepada terdakwa yang berbunyi "apakah sore ini bisa", dan dibalas oleh terdakwa agar ketemuan saja dulu yang dekat-dekat rumah, kemudian dibalas lagi oleh korban HENDRO SUNARYO "ya oke", lalu pada sekira jam 16.30 WIB korban HENDRO SUNARYO memberitahu terdakwa melalui BBM "saya sudah di depan
71
Rajawali Purwokerto terus terdakwa berangkat menuju ke depan bioskop Rajawali dengan naik sepeda motor Honda Vario putih No. Pol R 2925 AS, dan sesampainya di depan bioskop Rajawali terdakwa melihat korban HENDRO SUNARYO sendirian di dalam mobil Honda Jazz- warna putih No. Pol R 9194 7A di parkir menghadap ke arah selatan, lalu terdakwa memarkir sepeda motornya dibelakang mobil Honda Jazz milik korban HENDRO SUNARYO; Selanjutnya terdakwa menemui korban HENDRO SUNARYO yang sudah menunggu di dalam mobil, dan terdakwa duduk di kursi depan sebelah kiri, selanjutnya korban HENDRO SUNARYO menanyakan bagaimana sudah ada belum uangnya Rp. 200,000.000,- (dua ratus juta rupiah), dan dijawab oleh terdakwa belum ada dan minta kelonggaran waktu, tetapi korban HENDRO SUNARYO minta pokoknya harus hari ini sambil tangan kanannya memukul pintu mobil sebelah kanan, kemudian tangan kiri korban HENDRO SUNARYO mengambil gunting stenlis bergagang plastik warna merah muda yang berada didekat Presneling, lalu diarahkan ke muka terdakwa sambil emosi mengatakan "pokoke iki kudu rampung dino iki" yang maksudnya "pokoknya ini harus selesai hari ini" sehingga terdakwa juga ikut emosi, lalu terdakwa merebut gunting yang di pegang oleh korban HENDRO SUNARYO dengan kedua tangan terdakwa, terus gunting tersebut ditusukkan dengan kuat ke dada korban HENDRO SUNARYO dan menancap didada sebelah kiri sampai banyak mengeluarkan darah, kemudian gunting tersebut diambil kembali oleh
72
terdakwa dan lalu ditancapkan lagi ke pangkal leher sebelah kanan korban HENDRO SUNARYO, sehingga mengkibatkan korban HENDRO SUNARYO banyak mengeluarkan darah hingga lemas tidak bergerak, selanjutnya korban HENDRO SUNARYO yang sudah tidak bergerak lagi dipindah posisi duduk HENDRO SUNARYO dari tempat duduk sopir ke tempat duduk sebelah kiri dan terdakwa pindah ke tempat duduk jok sopir, setelah terdakwa tahu korban mati atau meninggal dunia, terdakwa membawa korban korban HENDRO SUNARYO dengan mobil korban HENDRO SUNARYO tersebut sampai ke Baturraden sekira jam 18.30 WIB yang akhirnya terkdakwa memarkir mobil Honda jazz di terminal bawah baturaden sehingga akibat dari perbuatan terdakwa, mati atau meninggal dunia pada saat kemudian. Berdasarkan Visumet Repertum dari Rumah sakit Umum Daerah (RsuD) Prof. Dr. Margono soekarjo Purwokerto No'4743122275121-092012tanggal 10 september 2012 yang dibuat dan ditanda tangani oleh dr. M. ZAENURI SYAMSU HIDAYAT' SpKF. MSiMed.. Dengan hasil pemeriksaan sebagai berkut : Pada bagian dada luka-luka antara lain : a. Tampak dua buah luka terbuka pada dada kanan : a) Luka pertama terletak + 1 cm dibawah garis pangkal leher serta + 8 cm dari garis tengah tubuh panjang luka + 2 ½ cm,lebar ½ cm dan dalam + 3 cm, arah luka miring dari kiri bawah ke kanan atas,tepi luka rata,sudut luka
73
ujung dalam lancip dan ujung luar tumpul, batas tegas, tebing luka rata dengan arah miring ke atas, tidak terdapat jembatan jaringan, dasar luka jaringan ikat. b) Luka kedua, 2 cm di bawah luar luka pertama, ukuran ½ cm x ½ cm dan dalam + 3 cm, batas tegas, tepi rata, tebing luka rata, tidak terdapat jembatan jaringan, dasar luka jaringan ikat. b. Tampak sebuah luka terbuka di dada kiri, letak + 6 cm dari garis tengah tubuh dan + 3 cm diatas garis mendatar yang melewati kedua puting susu, arah luka miring dari arah kanan bawah ke kiri atas, panjang luka + 4 cm dengan lebar luka ½ cm serta dalam + 8 cm. a) Saat kulit dada dibuka, ditemuka resapan darah dibawah kulit dada. b) Tampak patah tulang iga ketiga kiri bawah luka. c) Patah tulang berbentuk celah di tulang iga bagian bawah, panjang celah +1 cm dengan tebing luka rata. d) Tampak luka terbuka pada paru dibawah luka, panjang + 3 cm lebar 1 cm dan dalam + 3 cm. e) Paru berwarna merah pucat, tampak gambaran hitam mewarnai seluruh lapangan Paru.
74
f) Jantung tampak berwarna merah pucat,jantung terkesan agak membesar dan tampak perlemakan pada jantung' otot jantung nampak menebal dan benrvarna pucat. g) Ditemukan gumpalan darah berwarna merah kehitaman pada rongga dada kiri dengan volume t 150 mililiter. Pada bagian tulang-tulang Tulang-tulang dada a) Tampak patah tulang iga ketiga kiri. b) Dari hasil pemeriksaan didapat kesimpulan bahwa kematian diperkirakan kurang dari 6 jam setelah makan terakhir dan pada pemeriksaan ditemukan : c) Luka tusuk di dada kanan dan dada kiri akibat trauma tajam. d) Luka tusuk di dada kiri menembus dinding dada, tulang iga dan paru kiri serta menyebabkan perdarahan di rongga dada kiri. e) Ditemukan tanda-tanda mati lemas. Kematian diperkirakan akibat mati lemas dan perdarahan rongga dada, sebagaimana Visum et Repertum dari Rumah sakit Umum Daerah (RsuD) Prof. Dr. Margono soekarjo Purwokerto No'4743122275121-092012tanggal 10 september 2012 yang dibuat dan ditanda tangani oleh dr. M. ZAENURI SYAMSU HIDAYAT' SpKF. MSiMed.
75
Setelah korban HENDRO SUNARYO mati atau meninggal dunia. terdakwa mengambil barang-barang milik HENDRO SUNARYO berupa 1 buah HP Nokia Warna coklat kuning keemasan ET2 type RM-530,1buah HP Nokia E-90 warna putih, 1 buah HP Blackberry Bold warna hitam PIN : 28D40ADC, 1 buah cincin berlian emas putih, 1 buah korek api merk Zippo wama s'ver dan 1 buah note book merk sony Vaio, serta mengambil 1 buah tas kulit warna coklat dan tasnya dibuang didekat gerobak sampah dan saat itu-lah terdakwa melihat ada sisa lak-ban hitam dibawah gerobak sampah, lalu digunakan untuk melakban kedua tangan dan mulut korban HENDRO SUNARYO, selanjutnya terdakwa pergi meninggalkan korban HENDRO SUNARYO dengan naik taksi ke purwokerto dan berhenti di Jalan s. Parman didepan Rajawali untukmengambil sepeda motor
terdakwa, baru kemudian pulang ke
rumah di Puri Hijau sampai sekira jam 20.00 WIB terus menyimpan barang-barang hasil kejahatannya dan pagi harinya sekira jam 08.15 WIB barang-barang hasil kejahatannya tersebut di taruh di lemari besi ruang kerja kantor terdakwa di Bintang Mandiri Finance Jalan M. Yamin no. 655 Purwokerto selatan. Pada hari Selasa tanggal 11 September 2012 sekira jam 22'00 WIB terdakwa mengakui kepada isterinya saksi NARITA ISRIYANTI bahwa
yang
nnelakukan terhadap HENDRO
SUNARYO
sampai
meninggal dunia yaitu terdakwa dan terdakwa juga mengakui kepada saksi ANGGORO KURNIAWAN bahwa yang membunuh HENDRO
76
SUNARYO adalah terdakwa sendiri, kemudian pada hari Rabu tanggal 12 September 2012 sekira jam 02.00 wlB terdakwa dengan ditemani oleh saksi
ANGGORO
KURNIAWAN
menyerahkan
diri
ke
Polres
Banyumas.untuk diperoses sesuai dengan hukum yang berlaku 2. Dakwaan Penuntut Umum Terdakwa didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan yang disusun secara Alternatif, yaitu : KESATU
: Pasal 339 KUHP, atau
KEDUA
: Pasal 338 KUHP, atau
KETIGA
: Pasal 351 ayat (3) KUHP
3. Pembuktian dengan pemeriksaan alat bukti berupa : Hakim dalam perkara ini memeriksa beberapa alat bukti dan barang bukti dalam persidanagan, yaitu : a) Keterangan saksi 1. ANGGORO KURNIAWAN, S.Si. Alias AANG Pada hari Jumat tanggal 07 Desember 2012 sekitar pukul 14.30 WIB saksi bersama saksi NICKO menemukan korban HENDRO SUNARYO di dalam mobil Honda Jazz putih parkir di terminal bawah Baturraden menghadap ke barat, berada di jok depan sebalah kiri dalam posisi meringkuk menghadap ke arah pintu depan sebelah kiri dalam keadaan diam dan kedua tangan terikat menjadi satu dan menutupi muka dan baju yang dipakai penuh dengan noda darah;
77
Awalnya pada hari Jumat tanggal 07 Desember 2012 sekitar pukul 05.38 WIB saksi di BBM oleh istri korban HENDRO SUNARYO yaitu saksi TUTI HARYATI "Mf mas ganggu, semalem ketemu sama babeh gak, nh blm ptg kh" dan saksi balas pukul 06.21 WIB "semalem
gak ketemu lho?
Sekarang sudah pulanga pa belumya,coba tak tanyakan tementemen kalau belum pulang dan dijawab "blm plg kh mas dr jam 4 sore",lalu saksi membawa "hp aktif gak mba..."dan dijawab 'gak ada yang aktif koh" dan saksi menjawab "ya coba tak Tanya temen-temen yang lain dutu atau kali aia di sekre PTB',dan dijawab 'makasih mas, kalau tahu lagi dimana sih gpp"; Saksi kemudian sempat menelepon kepada terdakwa GATOT, WAHONG dan teman-teman di PTB yang lain akan tetapi tidak ada yang mengetahui keberadaa korban HENDRO SUNARYO ; Sekitar pukul 08.20 WlB saksi berangkat ke kantor Bank Bukopin Purwokerto dan di kantor saksi bertemu sdr. NIKO dan saksi ditanya ,,ada apa sih mask ok ketihatan mukanya kaya bingung?" dan dijawab saksi "saya lagi bingung, nasabah saya kemarin tidak pulang dan saya di BBM istrinya suruh ikut Bantu mencarinya" dan NIKO bertanya "sapa sih mas?"dan dijawab saksi "Pak Hendro sunaryo"',
78
Sekitar jam 10.30 WIB saksi dan sdr. NIKO berangkat ke Purbalingga untuk survey nasabah melalui jalur Sokaraja, setelah selesai sekitar Pukul 12.45 WlB pulangkantor melalui jalur Padamara; Sekitar pukul 12.45 WIB saksi bersama saksi NIKO berangkat ke Baturraden dengan tujuan makan siang di warung makan sebelah RM Pringsewu, dan setelah selesai makan sekitar pukul 13.30 WIB saksi dan saksi NIKO pulang sambil menyusuri jalan untuk mencari korban HENDRO SUNARYO kearah terminal atas Baturraden karena tidak ada sehingga turun dan kemudian ke terminal bawah Baturraden. Kemudian saksi NIKO rnetihat 1 (satu) unit mobit honda jazz warna putih parkir di terminal bawah Baturraden menghadap ke barat kemudian saksi dan saksi NIKO mendekati mobil honda jazz tersebut, kemudian saksi melihat ke dalam mobil dari kaca kiri depan lalu saksi melihat korban HENDRO SUNARYO berada di jok depan sebalah kiri dalam posisi nneringkuk menghadap kearah pintu depan sebelah kiri dalam keadaan diam dan kedua tangan terikat menjadi satu dan menutupi muka dan baju yang dipakai penuh dengan noda darah ;
79
Kemudian saksi menelpon terdakwa GATOT dan memberitahukan kalau korban HENDRO SUNARYO udah ketemu di terminal bawah Baturraden ; Kemudian terdakwa GATOT datang ke terminal bawah batrurraden bersarna-sama dengan saksi ANDI HARTONO Als WAHONG; Setelah terdakwa GATOT datang saksi dan terkdakwa kemudian melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Baturraden ; Pada hari SELASA tanggal 11 September 2012 sekitar pukul 21.30 WIB terdakwa GATOT mengakui perbuatanya kepada saksi di rumah terdakwa bahwa terdakwalah yang telah membunuh korban HENDRO SUNARYO pada hari kamis tanggal 6 September 20l2 Jl. S. Parman depan Bioskop Rajawali ; Saksi tidak tahu bagaimana cara terdakwa membunuh korban HENDRO SUNARYO karena terdakwa tidak cerita kepada saksi ; Saksi tidak tahu motif terdakwa membunuh korban HENDRO' hanya terdakwa sempat cerita hal tersebut dilakukan karena berkaitan dengan masalah hutang piutang, tetapi saksi tidak tahu berapa jumlahnya;
80
Terdakwa bercerita kepada saksi kalau terdakwa melakukan perbuatan tersebut seorang diri dan setelah saksi mendengar pengakuan terdakwa kemudian saksi mengantarkan terdakwa untuk menyerahkan diri ke kantor polisi ; Saksi adalah kakak kandung terdakwa ; Atas keterangan saksi tersebut terdakwa membenarkannya. 2. NIKO DINDA AULIA, Pada hari Jumat tanggal 07 Desember 2012 sekitar pukul 14.30 WIB saksi bersama saksi ANGGORO menemukan korban HENDRO SUNARYO di dalam mobil Honda Jazz putih parkir di terminal bawah Baturraden menghadap ke barat, berada di jok depan sebalah kiri dalam posisi meringkuk menghadap ke arah pintu depan sebelah kiri dalam keadaan diam dan kedua tangan terikat menjadi satu dan menutupi muka dan baju yang dipakai penuh dengan noda darah; Sekitar pukul 08.30 WIB saksi bertemu dengan saksi ANGGORO dikantor bank Bukopin yang terlihat bingung sehingga saksi menegur saksi ANGGORO ,,ada apa slh mas kok kelihatannya mukanya kaya bingung dan dijawab saya lagi bingung nasabah saya kemarin tidak pulang dan saya di BBM istrinya suruh ikut bantu mencarinya dan saksi tanya *sapasih mas" dan dijawab "PAK HENDRO SUNARYO
81
Sekitar pukul10.30 WlB saksi bersama ANGGORO survey nasabah ke Purbalingga lewat Sokaraja, sekitar pukul 11..45 WlB pulang lagi ke kantor melalui jalur Padamara ; Sekitar
pukul
12.45
WIB
saksi
bersama
saksi
ANGGORO berangkat keBaturraden dengan tujuan makan siang diwarung makan sebelah RM Pringsewu, dan setelah selesai makan sekitar pukul 13.'30 WIB saksi dan saksi ANGGORO pulang sambil menyusuri jalan untuk mencari korban HENDRO SUNARYO kearah terminal atas Baturraden karena tidak ada sehingga turun dan kemudian keterminal bawah Baturraden, kemudian saksi melihat 1 (satu )unit mobil Honda jazz warna putih parkir di terminal bawah Baturraden menghadap ke barat' kemudian saksi dan saksi ANGGORO mendekati mobil Honda jazz tersebut,kemudian saksi melihat kedalam mobil dari kaca kiri depan lalu saksi melihat korban HENDRO SUNARYO berada dijok depan sebalah kiri dalam posisi meringkuk menghadap kearah pintu depan sebelah kiri dalam keadaan diam dan kedua tangan terikat menjadi satu dan menutupi muka dan ba'ju yang dipakai penuh dengan noda darah Kemudian saksi ANGGORO menelpon terdakwa GATOT dan memberitahukan kalau korban HENDRO SUNARYO udah ketemu di terminal bawah Baturraden ;
82
Kemudian terdakwa GATOT ke Batrurraden bersamasama dengan WAHONG dan saksi ANGGORO dan terdakwa GATOT kemudian melaporkankejadian tersebut ke Polsek Batunaden. 3. ANDI HARTOHO Als WAHONG Bin HADI SUNARTO, Pada hari Jumat tanggal 07 Desember 2012 sekitar 14.30 WIB saksi menemukan korban HENDRO SUNARYO di dalam mobil Honda Jazz putih parkir di terminal bawah Baturraden menghadap ke barat, berada di iok depan sebalah kiri dalam posisi meringkuk menghadap kearah pintu depan sebelah kiri dalam keadaan diam dan kedua tangan terikat menjadi satu dan menutupi muka dan baju yang dipakai penuh dengan noda darah ; Saksi kenal dengan terdakwa sejak tahun 2000 dalam kegiatan club motor PTB ; Awalnya pada hari jumat tanggal 07 Desember 2012 sekitar pukul 07.00 WIB ketika saksi sedang ada di rumah, saksi ditelpon oleh saksi ANGGORO yang memberitahukan kalau korban HENDRO SUNARYO tidak pulang sejak kemarin hari Kamis tanggal 6 september 2012. Saksi kemudian langsung menelepon istri korban yaitu saksi TUTI HARYANTI menanyakan kebenaran kalau korban HENDRO belum pulang, dan dijawab kalau benar suaminya
83
belum pulang dan minta tolong ke saksi untuk ikut mencarikan ; Kemudian sekitar jam 07.30 WIB saksi menelepon terdakwa GATOT memberi kabar kalau korban HENDRO belum pulang dan pada waktu itu terdakwa GATOT menjawab kalau akan memberi kabar teman-teman yang lainnya siapa tahu ada yang mengetahui keberadaan korban HENDRO ; Sekitar pukul 11.00 WIB ketika saksi sedang ada di Purbalingga saksi ditetepon oleh terdakwa GATOT yang menanyakan Sampai Purwokerto pukul berapa dan terdakwa mengajak mencari korban HENDRO bersama-sama ; Sekitar pukul 13.30 WlB saksi datang kerumah terdakwa GATOT dan saat itu dirumah terdakwa sudah adadr.AJI ,kemudian saksi bertiga pergi mencari keberadaan korban HENDRO dan langsung menujuke Toko Buah Cherry karena istri
korban
menghubungi
pernah korban
mengatakan
kalau
terakhir
kali
sedang
berada
di
Toko
Cherry,sesampainya diarea parker saksi bertanya ketukang parker, akan tetapi dia tidak tahu karena beda shif ; Sakti bertiga kemudian melanjutkan mencari kedaerah Baturraden, ketika sampai di Pintu Gerbang Mandala saksi ANGGORO menelepon terdakwa menanyakan terdakwa sudah sarnpaimana,dan ketika sudah sampai di Cinta Alam
84
Baturraden saksi ANGGORO menelepon terdakwa lagi, karena terdakwa sedang menyetir maka saksi yang mengangkat telepon
dan
kena,..Babeh
saksi
ANGGORO
Rena..!!Cepetan
ming
mengatakan,,Babeh terminal
ngisor
Baturraden,,(Bapak kena..'Bapak kena..!!Cepat keterminal bawah Baturraden) dan pada saat itu saksi berpikir kalau korban HENDRO dirampok. Sekitar pukul 14.30 WlB saksi bertiga tiba diterminal bawah Baturraden ditempat tersebut sudah ada saksi ANGGORO bersama temannya,kemudian saksi mendekati mobil Honda Jazz milik korban HENDRO No.Pol R 9194 ZA ketika saksi melihat dari kaca depan, saksi melihat korban HENDRO berada duduk depan sebelah kiri,posisi sandaran jok tersandar kebelakang,posisi korban miring kekiri meringkuk menghadap ke arah pintu depan sebelah kiri dalam keadaan diam, kedua tangan terikat menjadi satu dan baiu lengan pendek warna abu-abu motif garis yang digunakan bernoda darah kedua kaki tertekuk; Saksi ANGGORO kemudian menyuruh lapor saksi bersama terdakwa GATOT langsung ke Polsek Baturraden naik mobil Grand Livina milik terdakwa ; Saksi terakhir bertemu dengan korban HENDRO SUNARYO pada hari selasa tangga l4 september 2012 sekitar
85
pukul 22.00 WlB di rumah korban Hendro Sunaryo dalam rangka pengajuan kredit/ simpan pinjam atas nama saksi sendiri ; Saksi mengetahui hubungan terdakwa dengan korban ENDRO SUNARYO sebelumnya baik-baik saja; Saksi mengetahui bahwa antara terdakwa dengan korbanHENDROSUNARYOadahubunganbisnisdanatalangan;
4. ANJAR SUCIATI BINTI SOELICHUN Saksi kenal dengan korban HENDRO SUNARYO sejak tahun 2009 Di Axel Fitness centre Jl' overste indiman Purwokerto karena saksi bekerja di fitnessan tersebut dan korban HENDRO SUNARYO sebagai member Axel Fitness centre ; Setahu saksi korban HENDRO SUNARYO meninggal karena dibunuh dan saksi tidak tahu siapa yang membunuh korban HENDRO SUNARYO; Saksi tidak tahu kapan korban HENDRO SUNARYO meninggal dunia, tetapi pada hari Rabu tanggal 05 september 20l2 sekitar pukul 19.00 WIB saksi masih bertemu dengan korban HENDRO SUNARYO untuk membeli buah diCherry, beli catdiDepo Pelita dan makan malam di warung Nasi Goreng di berkoh dan pulang sekitar pukul 21.30 WIB ;
86
Pada hari kamis tanggal 06 september 20l2 tidak bertemu dengan korban HENDRO SUNARYO tetapi dari pagi sampai pukul 19.15 WIB saksi masih BBM densan korban HENDRO SUNARYO masih dibalas tetapi selanjutnya BBM tidak terkirim SMS sekitar pukul 22.00 dan baru pada hari jumat tanggal 7 September 2012 sekitar jam l3.l0 WlB terkirim tetapi tidak dibalas; Hari Kamis tanggal 6september 2012 sekitar pukul 06.00 WlB saksi ngobrol dengan korban HENDRO melalui BBM tentang kegiatan keseharian saja yaitu saat itu korban ada kegiatan mengecat rumah, sekitarpukul 06.30 WlB saksi berangkat kerja disanggar senam Kartika Dewi,sekitar jam 08.00 WlB saksi kirim BBM ke korban tetapi baru dibalas sekitar pukul 11'00 WIB karena habis tidur dan kembali saling BBM sampai Pukul 14'00 WIB; Sekitar pukul l6.30 WlB saksi kirim BBM ke korban menanyakan sedang apa dan dijawab mau ambil uang di kantor terdakwa GAToT di Jl'Gerilya Purwokerto,selanjutnya sekitar pukul 17.50 WIB saksi kirim BBM mengingatkan korban untuk sholat dulu tetapi dijawab korban nanti sekalian mau beli buah di Toko Cherry' Sekitar pukul l8.30 WlB saksi kirim BBM lagi ',nguja banget apa ketemuan?,,{sengaja banget apa ketemuan?)dan dijawab','iya janjian ketemuan habis
87
Maghrib,,dan sekitar pukul l9.l5 WlB saksi BBM lagi: "serius banget apa Mas?Dan dijawab""ya"'sekitar pukul 20'00 WlB saksi BBM:,oMas,,tetapi tidak terkirim dan sekitar pukut 22.l7 WIB saksi kirim SMS""tegaya"terkirim tetapi tidak dibalas; Pada hari jumat tanggal 07 September 2012 sekitar pukul 16'30WIB saksi diberitahu oleh sdr DEW kalau korban HENDRO SUNARYO diketemukan meninggal dunia didalam mobil yang diparkir di terminal bawah Baturraden karena dibunuh ; Saksi menjalin hubungan pacaran dengan korban HENDRO sejak tahun 2009 . Setahu saksis dr.DEWI juga pacar korban HENDROawaltahun2012; Setahu saksi antara terdakwa GATOT dengan korban HENDRO SUNARYO ada hubungan bisnis dana talangan; 5. TUTI HARYANTI Saksi adalah istri korban HENDRO SUNARYO yang menikah pada tahun 1992 sampai sekarang dan dari pernikahan tersebut dikaruniai 2 (dua) orang anak yaitu YULIA RAHMAWAT |(18tahun) dan WAHYU RIZALDI (15 tahun) ; Pekerjaan suami saksi atau korban HEDRO adalah sebagai direktur UD.Mandiri Kantor Pusat Purwokerto yang
88
mempunyai cabang dibeberapa kota yang bergerak dibidan kredit barang pecah belah; Selain
itu
suami
saksi
juga
mempunyai
usaha
wiraswasta dengan terdakwa GATOT dengan cara dana talangan (pinjam tempo singkat) dimana suami saksi sebagai penyedia dana dan keuntungan dibagi 2 dengan terdakwa GATOT ; Terakhir saksi bertemu dengan suami saksi korban HENDRO SUNARYO pada hari Rabu tangga 05 September 2012 sekitar pukul 05.00 WIB saksi pamitan dengan korban HENDRO SUNARYO untuk pergi ke luar kota bersama sopir saksi yang bernama SOHIBUN dan sekretaris saksi yang bernama SUTlNl serta kakaks dr.SUTlNi yang bemama YATNO dengan tujuan ke Wonosobo,Temanggung' Magelang. Satatiga. Boyolali, Yogyakarta' Kutoarjo dan Gombong untuk kepentingan mengecek kantor cabang usaha saksi yaitu UD. MANDIRI; Saksi baru melakukan komunikasi dengan korban HENDRO ketika saksi sampai diKantor Cabang di Gombong yaitu hari Kamis tanggal 6 September 2012 sekitar pukul 14.30 WlB melalui BBM : “lagi ngapa” dan dijawab korban : “ lagi makan, aku dioleh-olehi apa” saksi jawab :” mau dibeliin
89
Chiki atau premen atau gimana?” dijawab korban : “hahahha” Ketikan saksi dalam perjalanan pulang kerumah dan ketika sampai didekat RSUD Margono sekitar pukul l5.30 WlB korban kirim BBM:,,sudahl sampai mana mam?,'saksi jawab ,,sudah sampai Tambak", saksi berbohong karena saksi mau memberi kejutan ke suami 'Kemudian saksi mampir ke Toko MasRamayana untuk menjual perhiasan cincin,kalung dan anting karena saksi sudah bosan dan laku Rp.6.000'000,'Setelah itu saks
ikeToko Rahayu untuk membayar nota
tagihan sebesar Rp' 3'000'000'*' kemudian saksi ke salon JOHN dan pulang sampai dirumah sekitar pukul l6'30 WlB; Ketika saksi pulang kerumah ,saksi bertemu dengan anak saksi yaitu saksi RLZAL dan saksi menanyakan "bapak lagi kemana mas,,dan dijawab bapak lagi ambil uang kerumah pak GATOT dan saksi bertanya lagi,,bapak pergi jam berapa,,dan dijawab,bapak pergi jam 4an", dan selanjutnya saksi BBM ke korban HENDRO SUNARYO "lagi dimana mas" dan dijawab “ketempate gatot” terus saksi istirahat dan beresberes rumah. Sekitar pukul 2l'00 WlB saksi kembali BBM korban HENDRO: "lagi dimana mas?"dan dijawab:"ini lagi di Cherry sebentar lagi mau ketemu temen,,dan saksi jawab ',,,ya sudah",
90
dan saksi langsung tidur; Bahwa pada hari Jumat tanggal 07september 2012 sekitar pukul 0l.00 WIB saksi terbangun dan melihat korban HENDRO SUNARYO belum pulang, sehingga saksi mencari keruang tengah tetapi tidak ada kemudian saksi menelpon korban HENDRO SUNARYO kenomer 0812272463 tetapi tidak aktif, sehingga saksi tidur lagi .Selanjutnya sekitar pukul 04.00 WIB saksi terbangun dan melihat suami belum pulang, sehingga saksi mencoba menelepon ke 08122712463 dan 081903129888 tetapi tidak ada yang aktif; Sekitar pukul 06.00 WIB korban HENDRO SUNARYO belum pulang kemudian saksi BBM saksi ANGGORO dan.menanyakan
semalam
ketemu
babeh
dak
dan
dijawab,,enggakkok, semalam aku nggak keluar dan saksi BBM lagi.'tolong mas dicariin,, dan dijawab,,ya mba nanti saksi cariin takutanya sama teman-teman; Sekitar pukul 08.00 WIB WAHONG telepon saksi :”gimana mba? saksi jawab:” ini babeh enggak pulang, nggak ketemu”, dan dijawab WHONG:’ iya mba ntar tak cari semalem juga saya nggak ketemu. Kemudian saksi mengirim BBM ke DONI dan PRECEL untuk menanyakan keberadaan korban HENDRO' akan tetapi keduanya sama-sama nggak tahu.
91
Pada sekitar jam 17'30 WIB datang para tetangga dengan maksud untuk melayat kerumah saksi,dan saat itu saksi baru mengetahui dari tetangga kalau suami saksi ditemukan meninggal dunia didalam mobil Honda Jazz yang diparkir diterminal bawah Baturraden ; Saksi mengetahui hubungan antara terdakwa dengan korban HENDRO
SUNARYO yaitu bisnis dana talangan,
korban HENDRO SUNARYO yang menyediakan dananya sedangkan terdakwa yang mencarikan nasabah dan setahu saksi hubungan terdakwa dengan korban baik-baik saja ; Saksi mengetahui yang terakhir kali menggunakan Honda
Jazz
adalah
anak
saksi
yaitu
saksi
YULIA
RAHMAWATI dan setahu saksi tidak pemah ada gunting didalam mobil dan gunting milik saksi masih lengkap, dan setahu saksi korban HENDRO SUNARYOtidak pernah membawa barang-barang tajam seperti gunting didalam mobil; Barang-barang bukti yang ditunjukkan dipersidangan saksi membenarkan bahwa STNK Honda Jazz atas nama saksi adalah STNK mobil yang dipakai korban HENDRO, Baju merk CHELCEA' celana pendek warna abu-abu motif doreng, celana dalam merk DURBAN, sandal merk ADIDAS, HP Nokia E72, Nokia E90, cincin berlian ema$ putih dan korek api merk
92
ZIPPO warna zilver adalah milik korban yang dipakai saat kejadian ; HP Blackberry Bold dan Notebook adalah milik anak saksi yaitu saksi YULIA yang tertingga di dalam mobil Honda JATJ warna putih No. Pol. R 9194 ZA yang dibawa korban saat kejadian ; Saksi telah mengikhlaskan meninggalnya suami saksi yaitu HENDRO SUNARYO ; Saksi telah memaafkan perbuatan yang telah dilakukan terdakwa terhadap suami saksi 6. YULIA RAHMAWATI Terakhir saksi bertemu dengan ayah saksi yaitu korban HENDRO SUNARYO pada hari Kamis tanggal 06 September 2012 sekitar pukul 05.30 WIB dan korban HENDRO SUNARYO mengantarkan saksi ke kampus UNSOED ; Saksi rnenghubungi korban adalah dengan mengirim sms melalui HP adik saksi yaitu WAHYU RIZALDHI pada hari kamis tanggal 6 September 2012 sekitar jam 19.00 WIB pada saat perjalanan pulang dari kampus UNSOED ke rumah. Pada saat itu saksi menyuruh adik saksi untuk kirim sms ke korban ke nomor 08122712463 untuk menanyakan apakah HP Blakberry type belagio warna hitam milik saksi tertinggal di dalam mobil Honda Jazz yang dipakai korban apa tidak,
93
dengan kalimat : "Pah, tagi dimana? Handphone Mba Lia ada di mobil gak?" namun SMS tersebut tidak dibalas; Pada hari jumat tanggal 07 September 2012 sekitar 09.00 WIB,ketika saksi berada dirumah saksi mendengan ibu saksi yaitu saksi TUTI HARYATI sedang menghubungi temanteman ayah saksi yaitu korban HENDRO SUNARYO melalui telepon untuk mencari tahu dimana keberadaan korban dikarenakan korban HENDRO SUNARYO pada hari kamis tanggal 06 September 2012 sekitar pukul 16.00 WIB korban HENDRO SUNARYO meninggal kan rumah dan belum pulang dan temen-temen korban tidak mengetahui dimana keberadaan korban HENDRO SUNARYO; Setelah mengetahui hal tersebut saksi kemudian ikut melakukan pencarian dengan cara menghubungi teman-teman saksi apakah ada yang melihat mobil Honda Jazz warna putih yang biasa saksi pakai namun tidak ada yang menlihatnya ; Sekitar pukul l4.45 WlB saksi bersama sopir yang bemama SHOHIBUN dan teman saksi yang bernama KANTI RAHMA pergi mencari ke arah Baturraden karena korban HENDRO SUNARYO sering main ke Baturraden, kemudian sekitar pukul 15.15 WIB ketika saksi sedang mencari diparkiran Hotel Puri Wisata saksi ditelepon oleh teman saksi yaitu YULIA ANGGRAETI yang mengatakan ada mobil Honda
94
jazz warna putih berada diterminal bawah Baturraden dan ada mayatnya, kemudian saksi langsung menujuh terminal bawah Baturraden dan ketika saksi sampai ditempat tersebut sudah ada teman-teman korban antara lain terdakwa GAToT ,DARMo, WAHONG dan beberapa orang lainnya yang tidak saksi kenal ; Setelah mobil saksi diparkir ,terdakwa GATOT dan DARMO mendekati saksi dan memberitahukan bahwa korban diketemukan telah meninggal dunia di dalam mobil Honda Jaz. wama putih tersebut, setelah itu saksi menunggu di dalam mobil yang dipakai saksi sampai mobil Ambulance dating sekitar pukul 16.30 WIB dan membawa jenazah ke RSUD Margono, selanjutnya saksi pulang kerumah; Mobil Honda Jazz warna putih No.PoL R 9194 7A adalah korban namun sehari-harinya sering dipakai saksi, hanya kadang-kadang saja korban memakai ; Setahu saksi di dalam mobil Honda Jazz tersebut tidak ada gunting dan lakban ; Saksi mengetahui dari adik saksi kalau korban terakhir meninggalkan rumah pada hari KAMIS tanggal 6 september 2012 sekitar jam l6.00 WlB dan berpamitan akan mengambil uang; 7. WAHYU RIZALDHI
95
Terakhir saksi bertemu dengan ayah saksi yaitu korban HENDRO SUNARYO pada hari Kamis tanggal 06 September 2012 sekitar pukul 05.30 WIB dan korban HENDRO SUNARYO mengantarkan saksi ke kampus UNSOED ; Terakhir saksi rnenghubungi korban adalah dengan mengirim sms melalui HP adik saksi yaitu WAHYU RIZALDHI pada hari kamis tanggal 6 September 2012 sekitar jam 19.00 WIB pada saat perjalanan pulang dari kampus UNSOED ke rumah. Pada saat itu saksi menyuruh adik saksi untuk kirim sms ke korban ke nomor 08122712463 untuk menanyakan apakah HP Blakberry type belagio warna hitam milik saksi tertinggal di dalam mobil Honda Jazz yang dipakai korban apa tidak, dengan kalimat : "Pah, tagi dimana? Handphone Mba Lia ada di mobil gak?" namun SMS tersebut tidak dibalas; Pada hari jumat tanggal 07 September 2012 sekitar 09.00 WIB,ketika saksi berada dirumah saksi mendengan ibu saksi yaitu saksi TUTI HARYATI sedang menghubungi temanteman ayah saksi yaitu korban HENDRO SUNARYO melalui telepon untuk mencari tahu dimana keberadaan korban dikarenakan korban HENDRO SUNARYO pada hari kamis tanggal 06 September 2012 sekitar pukul 16.00 WIB korban HENDRO SUNARYO meninggal kan rumah dan belum pulang
96
dan temen-temen korban tidak mengetahui dimana keberadaan korban HENDRO SUNARYO; Setelah mengetahui hal tersebut saksi kemudian ikut melakukan pencarian dengan cara menghubungi teman-teman saksi apakah ada yang melihat mobil Honda Jazz warna putih yang biasa saksi pakai namun tidak ada yang menlihatnya ; Sekitar pukul l4.45 WlB saksi bersama sopir yang bemama SHOHIBUN dan teman saksi yang bernama KANTI RAHMA pergi mencari ke arah Baturraden karena korban HENDRO SUNARYO sering main ke Baturraden, kemudian sekitar pukul 15.15 WIB ketika saksi sedang mencari diparkiran Hotel Puri Wisata saksi ditelepon oleh teman saksi yaitu YULIA ANGGRAETI yang mengatakan ada mobil Honda jazz warna putih berada diterminal bawah Baturraden dan ada mayatnya, kemudian saksi langsung menujuh terminal bawah Baturraden dan ketika saksi sampai ditempat tersebut sudah ada teman-teman korban antara lain terdakwa GAToT ,DARMo, WAHONG dan beberapa orang lainnya yang tidak saksi kenal ; Setelah mobil saksi diparkir ,terdakwa GATOT dan DARMO mendekati saksi dan memberitahukan bahwa korban diketemukan telah meninggal dunia di dalam mobil Honda Jaz. wama putih tersebut, setelah itu saksi menunggu di dalam
97
mobil yang dipakai saksi sampai mobil Ambulance dating sekitar pukul 16.30 WIB dan membawa jenazah ke RSUD Margono, selanjutnya saksi pulang kerumah; Mobil Honda Jazz warna putih No.PoL R 9194 7A adalah korban namun sehari-harinya sering dipakai saksi, hanya kadang-kadang saja korban memakai ; Setahu saksi di dalam mobil Honda Jazz tersebut tidak ada gunting dan lakban ; Saksi mengetahui dari adik saksi kalau korban terakhir meninggalkan rumah pada hari KAMIS tanggal 6 september 2012 sekitar jam l6.00 WlB dan berpamitan akan mengambil uang;
8. HARI WIBOWO Saat ini saksi bekerja sebagai anggota Polri pada Polres Banyumas; Pada hari Jumat tanggal 07 Desember 2012 sekitar pukul 14.30 WIB telah ditemukan korban HENDRO SUNARYO di dalam mobil Honda Jazzwarna putih No.Pol. R 9194 TAdi parkiran terminal bawah Baturraden ikut desa Baturraden Kec- Baturraden Kab. Banyumas Ketika saksi sampai di TKP bersama-sama dengan piket Reskrim dan Unit SPK, mobil menghadap ke arah barat
98
(menghadap jalan), mesin mobil mati, pintu mobil tertutup rapat, korban berada di jok depan sebelah kiri dengan posisi sandaran jok tersandar ke belakang, posisi korban meringkuk ke menghadap kea rah pintu depan sebelah kiri, kedua tangan terikat menjadi satu dan menutupi mukanya, baju yang dipakai penuh noda darah ; Saksi mendatangi tempat ditemukan korban HENDRO SUNARYO di dalam mobil honda iazz watna putih NoPol R9194-ZA bersama Piket RESKRIM dan uNlT sPK, kemudian saksi mengamankan TKP dengan memasang Police Line, melakukan olah TKP, mengambil barang-barang bukti yang ada di TKP yang diduga ada kaitannya dengan tindak pidana, mengambil sidik jari di TKP, dan membawa korban ke RSUD Margono untuk di autopsy ; Korban meninggal dunia diduga karena di bunuh;
9. NARITA ISRIYANTI, Pada hari Jumat tanggal 07 Desember 2012 sekitar pukul 14.30 WIB tetah ditemukan korban HENDRO SUNARYO di dalam mobil Honda Jazz putih parkir di terminal bawah Baturraden ikut desa Baturraden Kec. Baturraden Kab' Banyumas;
99
Saksi adalah istri dari terdakwa ,saksi mengetahui bahwa antara terdakwa dan korban HENDRO SUNARYO adalah ada hubungan bisnis dana talangan dimana korban HENDRO SUNARYO yang menyediakan dana sedangan terdakwa
yang
menyarikan
nasabah
dengan
system
kepercayaan dan menyerahkan jaminan ; Saksi mengetahui hubungan bisnis antara terdakwa dan korban HENDRO SUNARYO adalah baik baik saja tidak ada masalah; Saksi kenal dengan korban HENDRO SUNARYO sejak tahun 2007 karena korban HENDRO SUNARYO teman suami saksi yaitu terdakwa GATOT ; Pada hari Kamis tanggal 06 September 2012 suami saksi yaitu terdakwa GATOT tidak berangkat kerja karena sakit dan hanya di rumah saja ; Sekitar pukul15.30 WIB terdakwa pamitan :"Mah, nanti saya mau pergi', dan saksi jawab 1 "Ya, saya iuga ,mau pergi"' kemudian terdakwa mandi dan pakai baju kaos oblong warna hitam dan celana pendek kain warna coklat, sekitar pukul 16.00 WIB saksi pergi dan berpesan kepada terdakwa : "kalau mau pergi pintu dikunci yah" dan dijawab : ,,ya, nanti ayah kunci", selanjutnya saksi pergi dan pulang ke rumah lagi
100
sekitar jam 18.30 WIB dan saat itu terdakwa sudah tidak ada di rumah ; Sekitar pukul 20.00WIB terdakwa pulang ke rumah saat itu saksi sedang menidurkan anak di kamar sambil menunggu cucian baju di mesin cuci dan saat itu terdakwa langsung mandi dan dan celana Yang tadidipakai ; Sekitar pukut 20-30 WIB terdakwa pamitan keluar lagi ya, mau ketemu sama anak'anak dan Babeh" dan saksi jawab '. "ya" dan terdakwa baru pergi lagi bertemu pulang ke rumah sekitar pukul 24.30 WIB ; Selanjutnya pada hari Jumat tanggal 7 September 2012 sekitar pukul 05.30 WIB saksi bangun tidur dan saksi melihat terdakwa sudah bangun sedang mengganti celana anak saksi dan selanjutnya terdakwa menerirna telepon dan menjelaskan kepada saksi kalau tadi telepon dari WAHONG : "Babeh belum pulang" dan saksi jawab "kemana" akan tetapi terdakwa tidak menjawab ; Sekitar pukul 08.15 WIB terdakwa pergi ke kantor naik mobil' sekitar jam 10.00 WIB saksi pergi ke MORO, sekitar pukul 12.30 WIB terdakwa telepon saksi dan bilang kalau terdakwa sedang berada di rumah dan sedang menunggu wAHONG dan AJI mau mencari Babeh (Korban Hendro),
101
sekitar jam 16.30 wlB ketika saksi membuka BBM ada kabar dari teman HENDRO SUNARYO sudah meninggal dunia; Pada hari Selasa tanggal 11 September 2012 sekitar jam 08.20 WIB terdakrrua pergi kerja dan baru pulang sekitar jam 16'00 WIB kemudian duduk-duduk di teras dengan anak saksi, sekitar jam 19.30 WIB kakak ipar saksi yaitu ANGGORO datang ke rumah, setanjutnya saksi pergi tidur tetapi sekitar iam 22.00 wlB terdakwa membangunkan saksi rnelihat dan ANGGORO sudah pulang, selanjutnya terdakwa bilang " "Mah, bangun sebentar, saya mau ngobrol. saksi iawab : "ngobrol apa" dijawab terdakwa : "sini duduk –duduk kemudian setelah saksi duduk tiba-tiba terdakwa langsung menangis dan bersujud di kaki saksi sambil bilang " "Mah, saya minta maaf sama Mamah sama Dwina nek ayah sudah bikin malu, sudah bikin beban besar bikin malu sama mamah sama
Dwina,
pokoknya
ayah
minta
maaf,,selanjutnya
terddakwa amenyampaikan kesaksi kalau terdakwa yang telah membunuh korban HENDRO,mendengar hal tersebut saksi menangis dan menyarankan keterdakwa untuk menyerahkan diri,dan terdakwa menyetujui sehingga kemudian terdakwa menelepon kakaknya yaitu ANGGORO untuk datang lagi ke rumah, dan sekitar pukul 23'00 WIB ANGGORO dan DENDO dan setelah datang di rumah terdakwa menceritakan kalau dia
102
yang telah membunuh korban GATOT sehingga sekitar pukul 02'00 terdakwa diantar oleh ANGGORO dan DENDO ke Polres untuk menyerahkan diri ; Pada saat terdakwa pulang kerumah saksi tidak melihat terdakwa penuh menidurkan saksi di kamar; Atas keterangan saksi tersebut terdakwa membenarkan nya. b) Petunjuk Pengertian petunjuk seperti yang dirumuskan dalam Pasal 188 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang
Hukum Acara Pidana adalah : “Petunjuk adalah perbuatan, kejadian yang karena persesuaian, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan telah terjadi sesuatu tindak pidana dan siapa pelakunya”.
Berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh dalam persidangan berupa
keterangan
saksi-saksi,
alat
bukti
suratvisum
et
repertumdan keterangan terdakwa, telah terdapat persesuaian antara yang satu dengan yang lain bahwa telah terjadi tindak pidana pembunuhan, pada hari Kamis tanggal 6 September 2012 sekitar pukul 16.30 WIB Bertempat di Depan Gedung Bioskop Rajawali. Purwokerto. c) Alat Bukti Surat Visum et Repertumatas nama Hendro Sunaryo, yang dibuat oleh
dr.
M.
ZAENURI
SYAMSU
HIDAYAT'
SpKF.
103
MSiMed..Rumah sakit Umum Daerah (RsuD) Prof. Dr. Margono soekarjo Purwokerto No'4743122275121-09- 2012tanggal 10 september 2012 .Dengan hasil pemeriksaan sebagai berkut : 1. Pada bagian dada luka-luka antara lain : a. Tampak dua buah luka terbuka pada dada kanan : a) Luka pertama terletak + 1 cm dibawah garis pangkal leher serta + 8 cm dari garis tengah tubuh panjang luka + 2 ½ cm,lebar ½ cm dan dalam + 3 cm, arah luka miring dari kiri bawah ke kanan atas,tepi luka rata,sudut luka ujung dalam lancip dan ujung luar tumpul, batas tegas, tebing luka rata dengan arah miring ke atas, tidak terdapat jembatan jaringan, dasar luka jaringan ikat. b) Luka kedua, 2 cm di bawah luar luka pertama, ukuran ½ cm x ½ cm dan dalam + 3 cm, batas tegas, tepi rata, tebing luka rata, tidak terdapat jembatan jaringan, dasar luka jaringan ikat. c) Tampak sebuah luka terbuka di dada kiri, letak + 6 cm dari garis tengah tubuh dan + 3 cm diatas garis mendatar yang melewati kedua puting susu, arah luka miring dari arah kanan bawah ke kiri atas, panjang luka + 4 cm dengan lebar luka ½ cm serta dalam + 8 cm.
104
d) Saat kulit dada dibuka, ditemuka resapan darah dibawah kulit dada. e) Tampak patah tulang iga ketiga kiri bawah luka. f) Patah tulang berbentuk celah di tulang iga bagian bawah, panjang celah +1 cm dengan tebing luka rata. g) Tampak luka terbuka pada paru dibawah luka, panjang + 3 cm lebar 1 cm dan dalam + 3 cm. h) Paru berwarna merah pucat, tampak gambaran hitam mewarnai seluruh lapangan Paru. i) Jantung
tampak
berwarna
merah
pucat,jantung
terkesan agak membesar dan tampak perlemakan pada jantung' otot jantung nampak menebal dan benrvarna pucat. j) Ditemukan
gumpalan
darah
berwarna
merah
kehitaman pada rongga dada kiri dengan volume t 150 mililiter. 2. Pada bagian tulang-tulang b. Tulang-tulang dada a) tampak patah tulang iga ketiga kiri. b) Dari hasil pemeriksaan didapat kesimpulan bahwa kematian diperkirakan kurang dari 6 jam setelah makan terakhir dan pada pemeriksaan ditemukan .
105
c) Luka tusuk di dada kanan dan dada kiri akibat trauma tajam d) Luka tusuk di dada kiri menembus dinding dada, tulang iga dan paru kiri serta menyebabkan perdarahan di rongga dada kiri. e) Ditemukan tanda-tanda mati lemas. Kematian diperkirakan akibat mati lemas dan perdarahan rongga dada Sesuai hasil pemeriksaan pada luka korban di dada kiri dan dada kanan diperkirakan dengan menggunakan benda tajam satu sisi dengan ujung runcing ; Di
bagian
Kesimpulan
Visum
et
Repertum
Ahli
menerangkan bahwa korban mati lemas, yang disebabkan karena sumbatan pada hidung dan mulut, dengan ciri-ciri lidah tergigit, kuku berwarna biru, muka berubah warna menjadi sembab, kotoran keluar dari anus, air mani keluar dari kemaluan, kemudian untuk kematian dikarenakan karena kehabisan darah sesuai fakta korban pada rongga dada terdapat darah 150 cc yang seharusnya tidak ada darahnya ; Sesuai dengan hasil pemeriksaan terhadap tubuh korban meninggal dunia setelah ditutup mulut dan hidungnya dengan lakban warna hitam, dan saat dilakban korban dalam keadaan masih hidup ;
106
Orang yang disumbat jalan napasnya atau disumbat dengan lakban jalan napasnya dapat bertahan hidup maksimal 10 menit
d) Keterangan Terdakwa Terdakwa Hendro : Terdakwa kenal dengan korban HENDRO SUNARYO teman dan ada hubungan bisnis dana talangan, dan kaitannya dengan peristiwa ini adalah berawal dari terdakwa menggunakan uang milik korban HENDRO SUNARYO sebesar Rp. 200.000.000,(dua ratusjuta rupiah); Terdakwa menerima uang total sejumlah Rp. 200.000.000,(dua ratus juta rupiah) dari korban HENDRO SUNARYO dengan penerimaan sebanyak 5 kali, yaitu : 1. Tanggal 4 Agustus 2012 sekitar jam 11.00 WIB terdakwa menerima uang berupa transferan sebesar Rp. 50.000.000,(lima puluh juta rupiah) melalui rekening Bank BCA milik istri terdakwa ; 2. Tanggal 8 Agustus 2012 sekitar jam 14.00 WIB terdakwa menerima uang berupa transferan sebesar Rp. 40.000.000,(empatpuluh juta rupiah) melalui rekening Bank BCA milik istri terdakwa ;
107
3. Tanggal 8 Agustus 2012 sekita; pukul 21.00 WIB terdakwa menerima uang tunai sebesar Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) di rumah korban HENDRO SUNARYO ; 4. Tanggal 25 Agustus 2012 sekitar jam 11.00 WIB terdakwa menerima uang berupa transferan sebesar Rp. 50.000.000,(lima puluh juta rupiah) melalui rekening Bank BCA milik istri terdakwa ; 5. Tanggal 25 Agustus 2012 sekitar pukul 23.00 WIB terdakwa menerima uang tunai sebesar Rp. 35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah) di rumah korban HENDRO SUNARYO ; Korbanmau menyerahkan uang sebesar Rp. 200.000.000.(dua ratus juta rupiah) tersebut karena memang korban mempunyai
bisnis
dana
talangan
kepada
orang
yang
membutuhkan dan terdakwa adalah sebagai marketing mencari nasabah sejak Oklober 2011, dan pada waktu itu terdakwa mengatakan kepada korban kalau ada nasabah bernama CIPTONO dan AGUNG WICAKSONO dari Kawunganten Cilacap membutuhkan dana talangan sebesar Rp. 200.000,000,- (dua ratus juta rupiah) dengan bunga 10% dan akan dikembalikan dalam tempo 1 bulan dan ternyata korban menyetujui permintaan terdakwa tersebut; Setelah
terdakwa
menerima
uang
sebesar
Rp.
200.000.000,- (duaratus juta rupiah) tersebut, kemudian oleh
108
terdakwa digunakan uri menutupi pembayaran pinjaman nasabah lain atas nama KURNIAWAN YULIANTO dan JAELANI alamat Kawunganten Cilacap, karena kedua nasabah tersebut tidak mengembalikan dana talangan sesuai perjanjian sedangkan terdakwa sudah diminta korban untuk mengembalikan dana talangan yang dipinjam oleh nasabah JULIANTO dan JAELANI tersebut setiap bulannya dan terdakwa tidak mampu lagi membayari bunga kedua nasabah tersebut agar tetap mendapat kepercayaan dari korban HENDRO, sehingga akhirnya terdakwa mempunyai inisiatif untuk meminjam dana talangan lagi sebesar Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) tersebut dengan alasan ada
nasabah
baru
atas
nama
CIPTONO
dan
AGUNG
WICAKSONO padahal uang tersebut terdakwa gunakan untuk menutup hutang KURNIAWAN YULIANTO dan JAELANI seakanakan lunas ; Sebagai marketing dana talangan tersebut terdakwa tidak mendapatkan
upah,
tetapi
terdakwa
hanya
mendapatkan
keuntungan menaikkan bunga pinjaman, yaitu dari korban memberikan bunga pinjaman sebesar 10% kemudian terdakwa menaikkan bunga menjadi 11%, jadi terdakwa mendapat keuntungan 1% ; Padahari Sabtu tanggal 1 September 2012, korban HENDRO SUNARYO mulai menanyakan kepada terdakwa tentang
109
perlunasan uang yang dipinjam o!eh terdakwa sebanyak Rp.200. 000.000,- (dua ratus juta rupiah), karena uang tersebut akan digunakan oleh korban HENDRO SUNARYO untuk kepentingan lainnya, kemudian terdakwa mengatakan kepada korban HENDRO SUNARYO agar menunggu jatuh tempo, akan tetapi korban selalu memaksa untuk segera dilunasi dan hal tersebut selalu diucapkan berulang kali setiap hari baik langsung maupun melalui BBM. Kemudian pada hari Rabu tanggal 5 September 2012 sekitar jam 11.00 WIB terdakwa menemui korban HENDRO SUNARYO dirumahnya di Jalan Serayu Raya No.04 Kelurahan Sumampir Kecamatan Purwokerto Utara Kabupaten Banyumas, dan terdakwa menyampaikan agar pelunasan uang sebesar Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dipending dulu dan meminta waktu untuk melakukan penagihan, kemudian korban HENDRO SUNARYO memberi waktu selama 1 (satu) hari kepada terdakwa, setelah itu terdakwa pulang ; Keesokan harinya Pada hari Kamis tanggal 6 September 2012 sekitar jam 13.00 WIB korban HENDRO SUNARYO menanyakan lagi masalah uang sebesar Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) melalui BBM (Black Berry Masenger) kepada terdakwa yang berbunyi “Gmn Mas Brahari ini?”, dan dibalas oleh terdakwa : "nanti sj kita obrolin Ndan" setelah itu terdakwa istirahat tidur. Selanjutnya pada sekitar jam 15.30 WIB korban
110
HENDRO SUNARYO mengirim BBM lagi: "Soreini bisa ya?" dan dibalas terdakwa :"ketemuan sj dulu yang dekat-dekat rumah" dan dibalas terdakwa : "oke" setelah itu terdakwa istirahat di kamar; Selanjutnya sekitar jam 16.15 WIB terdakwa menerima BBM lagi dari korban :"otw", dan dibalas terdakwa : "oke kalausudah di TKP kabarin" dan kemudian sekitar pukul 16.30 WIB terdakwa kembali menrima BBM dari korban "saya-sudah di depan Rajawali dan dijawab terdakwa "ok saya kesana" kemudian saat itu juga terdakwa berangkat menuju ke depan bioskop Rajawali mengenakan kaos hitam tanpa krah dan celana pendek warna coklat dengan naik sepeda motor Honda Vario putih No. Pol R 2925 AS, dan sesampainya di depan bioskop Rajawali terdakwa melihat korban HENDRO SUNARYO sendirian di dalam mobil Honda Jazz warna putih No. Pol R 9194 ZA di parkir di sebelah utara pintu masuk bioskop menghadap ke arah selatan, lalu terdakwa memarkir sepeda motornya di belakang mobil Honda Jazz milik korban HENDRO SUNARYO Selanjutnya
terdakwa
menemui
korban
HENDRO
SUNARYO yang sudah menunggu di dalam mobil, dan terdakwa duduk di kursi sebelah kiri, SUNARYO
selanjutnya
korban
HENDRO
menanyakan "gimana sudah ada belum?" dan
terdakwa jawab : "belum ndan, masih minta kelonggaran waktu", tetapi korban HENDRO SUNARYO menjawab "tidak bisa,
111
pokoknya hari ini harus ada" dan terdakwa jawab : "minta kebijakan lah kan belum jatuh tempo", dijawab korban : "pokoknya hari ini harus kembali semua", terdakwa kembali berkata : "tidak bisa kalau hari ini karena yang meminjam belum ada yang mengembalikan" korban kembali menegaskan : "pokokeharus dino kiye" terdakwa kembali jawab : "tidak bisa ya tetep tidak bisa kalu hari ini"; mendengar hal itu korban emosi sambil tangan kanannya memukul pintu mobil sebelah kanan, kemudian tangan kiri korban HENDRO SUNARYO mengambil gunting stenlis bergagang plastik warna merah muda yang berada di dekat Presneling, lalu diarahkan ke muka terdakwa sambil emosi mengatakan "pokoke kudu rampung dino iki” yang maksudnya "pokoknya ini harus selesai hari ini ” sehingga terdakwa juga ikut emosi, lalu terdakwa merebut gunting yang di pegang oleh korban HENDRO SUNARYO dengan kedua tangan terdakwa, terus gunting tersebut drtusukkan dengan kuat ke dada korban HENDRO SUNARYO dan menancap di dada sebelah kiri dengan kuat dan korban berteriak kesakitan, sambil tangan kanan korban mengepal dan memukuli muka terdakwa sebanyak 3 kali dan terdakwa kembali mengambil gunting yang menancap di dada lalu ditancapkan lagi ke dada sebelah kanan korban HENDRO SUNARYO, sehingga mengkibatkan korban HENDRO SUNARYO lemas dan merangkul terdakwa sehingga darah yang banyak
112
keluar dari luka di tubuh korban kena kaos, celana dan tangan terdakwa ; Selanjutnya korban HENDRO SUNARYO yang sudah tidak bergerak lagi dipindah posisi duduk HENDRO SUNARYO dari tempat duduk sopir ke tempat duduk sebelah kiri dan terdakwa pindah
ke
tempat
duduk
jok
sopir,
kemudian
terdakwa
menempelkan telinganya ke dada kanan dengan maksud untuk mengecek apakah terdakwa masih hidup atau tidak, saat itu terdakwa berkeyakinan kalau terdakwa sudah meninggal dunia karena terdakwa tidak merasakan ada detak jantungnya sehingga membuat terdakwa panik dan langsung berpikiran untuk menyembunyikan
jasad
korban
ke
Baturaden
dan
dalam
perjalanan ke Baturraden ketika sampai di Rempoah terdakwa membuang gunting dengan cara dilemparkan Sekitar jam 18.30 WIB terdakwa sampai di lokasi Baturraden terdakwa menuju ke parkiran Rumah Makan Pring Sewu masuk melalui pintu sebelah barat dan terdakwa parkir sekitar 3 menit dan saat itu ada BBM dari ANJAR ke Blackberry korban yang isinya : "kok gak dibales bales" kemudian terdakwa balas : “lagi nemui orang sing cangkeme ruak", kemudian terdakwa keluar lagi dari parkiran menuju ke selatan menuju ke Hotel Cendana namun terdakwa hanya memutar dalam parkiran
113
Hotel Cendana dan kembali lagi ke parkiran Rumah Makan Pring Sewu sekitar 5 menitan ; Sekitar jam 19.00 WIB terdakwa keluar lagi dari parkiran Pring Sewu menuju ke arah timur melintasi jalan lingkaran utara terminal Baturaden dan belok kiri menuju ke parkiran bawah Baturraden dan berhenti di sebelah selatan tempat pembuangan sampah menghadap ke arah barat, terdakwa menunggu sekitar 3 menit dengan maksud mengamati situasi apakah ada orang yang memperhatikan terdakwa atau tidak; Setelah itu terdakwa mengambil barang-barang milik korban HENDRO SUNARYO berupa 1 buah HP Nokia warna coklat kuning keemasan E72 type RM-530, 1 buah HP Nokia E-90 warna putih, 1 buah HP Blackberry Touch warna hitam, 1 buah Blackberry Belagio warna hitam, 1 buah cincin berlian emas putih, 1 buah jam tangan rantai warna putih, 1 buah korek api merk Zippo warna silver dan 1 buah note book merk Sony Vaio, serta mengambil 1 buah tas kulit warna coklat dan tasnya dibuang didekat gerobak sampah dan saat itulah terdakwa melihat ada sisa lakban hitam di bawah gerobak sampah, lalu digunakan untuk melakban kedua tangan dan mulut korban HENDRO SUNARYO, dengan maksud agar terkesan terjadi perampokan, selanjutnya terdakwa pergi meninggalkan korban HENDRO SUNARYO dengan naik taksi ke Purwokerto dan berhenti di Jalan S. Parman
114
di depan Rajawali untuk mengambil sepeda motor terdakwa, lalu barang-barang milik korban terdakwa simpan di bagasi motor, baru kemudian terdakwa pulang ke rumah di Puri Hijau sampai rumah sekitar jam 20.10 WIB dan terdakwa langsung masuk kamar mandi dan mencuci kaos dan celana yang kena darah dan sekaligus mandi, setelah mandi terdakwa memasukkan barangbarang milik korban ke dalam tas kresek warna putih yang didobelin kresek warna hitam kemudian terdakwa simpan di lemari kamar terdakwa ; Sekitar pukul 20.30 WIB terdakwa mendapat telepon dari WAHONG yang mengajak ke tempat Kirun dan kumpul dulu di Sekre PTB, dan saat itu juga terdakwa langsung mengirim BBM ke Blackberry
milik
terdakwa
sendiri
dengan
menggunakan
Blackberry milik korban yang isinya :"entar jadi ke Mabes" dengan maksud agar perbuatan terdakwa tidak diketahui dan agar teman-teman menilai kalau terdakwa tidak bersama lagi dengan korban. Selanjutnya sekitar pukul 20.45 WIB terdakwa berangkat menuju ke Sekre PTB dengan mengendarai mobil Grand Livina sambil membawa Blackberry Tauch warna hitam korban dan ketika sampai di perempatan Srimaya Blackberry milik korban tersebut dibuang terdakwa dengan cara dilempar dengan tangan kiri
115
Sekitar pukul 21.00 WIB terdakwa sampai di Sekre bertemu dengan WAHONG, DARMO dan LULU dan saat itu terdakwa bercerita kalau malam itu mau ke rumah korban HENDRO dan terdakwa sudah BBM tetapi tidak dibalas, dan saat itu juga WAHONG mengatakan kalau dia juga sudah kirim SMS ke korban tetapi tidak dibalas juga, selanjutnya terdakwa mengatakan : "mau sore pak Hendro tembe ketemu aku, aku bar aweh duwit satus seket juta" (tadi sore pak Hendro baru ketemu sama aku, aku baru memberi uang seratus lima puluh juta) ; Selanjutnya terdakwa bersama WAHONG dan DARMO sepakat sambil menunggu balasan dari korban HENDRO mereka pergi ke Cafe Loja di Jl. HR. Bunyamin dan disana bertemu dengan teman-teman PTB yang lainnya dan ngobrol-ngobrol sambil minum kopi sampai pukul 00.30 WIB masuk hari Jumat tanggal 7 September 2012. kemudian terdakwa pulang kerumah. Sekitar pukul 07.30 WIB terdakwa di BBM kakak terdakwa yaitu saksi ANGGORO dan juga ditelepon oleh WAHONG yang memberi kabar kalau mereka baru ditelepon oleh istri korban yang meminta tolong untuk mencarikan korban karena semalam tidak pulang. Sekitar jam 08.15 terdakwa pergi ke kantornya yaitu Bintang Mandiri Finance dan barang-barang milik korban dibawa
116
terdakwa ke kantor dan disimpan di lemari besi di ruangan kerja terdakwa di rak paling bawah ditutupi berkas survey ; Sekitar jam
13.00 WIB WAHONG dan AJI datang ke
rumah terdakwa dengan tujuan untuk bersama-sama mencari korban, pertama mencari korban ke toko buah Cherry, kemudian ke bengkel Warid dan baru menuju kearah Baturraden, ketika sampai di pintu gerbang Mandala Baturraden terdakwa menerima telepon dari ANGGORO yang memberi kabar kalau ANGGORO sudah menemukan keberadaan mobil Honda Jazz di terminal bawah baturaden, sampai di terminal bawah Baturraden ANGGORO sudah
ada di dekat mobil
korban,
kemudian
terdakwa, WAHONG dan AJI mendekati mobil korban dan melihat dari
kaca
depan
korban
dalam
keadaan
posisi
miring,
tertelungkup, tangan terikat lakban dan mulut tersumpal lakban dan baju baju penuh noda darah ; ANGGORO menyuruh terdakwa untuk melaporkan hal tersebut ke PRJ bersama
Baturraden
sehingga
terdakwa
berangkat
WAHONG melapor ke PRJ Baturaden, sehingga
beberapa saat kemudian
PRJ Baturraden
dan
Polsek
Baturraden datang ke tempat kejadian dan memasang Police Line, kemudian terdakwa dan teman-teman diminta datang ke Polres Banyumas untuk memberikan keterangan sampai sekitar jam 01.00 WIB masuk hari Sabtu tanggal 8 September 2012, dan
117
setelah selesai memberikan keterangan terdakwa dan teman-teman datang ke rumah duka untuk menunggu jenasah datang dari rumah sakit dan sekitar pukul 01.30 WIB terdakwa pulang ke rumah untuk istirahat tapi terdakwa tidak bisa tidur sampai pagi karena bingurg. Pada hari Minggu tanggal 9 September 2012 dan hari Senin tanggal 10 September terdakwa merenung tentang apa yang sudah diperbuatnya sehingga terdakwa berkeinginan untuk menyerahkan diri ; Bahwa selanjutnya pada hari Selasa tanggal 11 September 2012 sekitar jam 22.00 WIB terdakwa mengakui kepada isterinya saksi NARITA ISRIYANTl bahwa yang melakukan pembunuhan terhadap HENDRO SUNARYO sampai rneninggal dunia yaitu terdakwa dan terdakwa juga mengakui
kepada
ANGGORO KURNIAWAN bahwa yang membunuh
saksi HENDRO
SUNARYO adalah terdakwa sendiri, kemudian pada hari Rabu tanggal
12 September 2012 sekira jam 02.00 WIB terdakwa
dengan ditemani oleh saksi
ANGGORO KURNIAWAN
menyerahkan diri ke Polres Banyumas untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya.
4. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum
118
Berdasarkan
fakta-fakta
hukum
yang
terungkap
dalam
pemeriksaan di persidangan maka dakwaan yang paling relevan dengan fakta-fakta hukum tersebut adalah dakwaan kedua alternatif, yaitu terdakwa melanggar Pasal 338 KUHP, yang unsur – unsurnya sebagai berikut : 1. Barang Siapa 2. Dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain; Unsur “barang siapa” dalam rumusan delik ini orientasinya adalah menunjuk pada seseorang atau pribadi-pribadi sebagai subyek Hukum yang dapat dipertanggung jawabka secara pidana atas segala perbuatanya karena didakwa telah melakukan suatu tindak pidana . Unsur “dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain” dalam rumusan delik ini adalah adanya orang lain selain daripada diri Terdakwa itu sendiri, yang sengaja dihilangkan nyawanya oleh Terdakwa dengan perbuatan yang telah nyata-nyata dilakukan, serta terdapat pula suatu hubungan sebab akibat antara perbuatan terdakwa dengan hilangnya nyawa orang lain tersebut. Karena unsur dalam Pasal 388 KUHP ini telah terpenuhi makan Penuntut
umum
menuntutnya
supaya
Hakim
Pengadilan
Negeri
Purwokerto yang mengadili perkara ini memutus sebagai berikut : Menyatakan Terdakwa GATOT PRAHOTO S.Sit alias GATOTO Bin R.SUDARDO terbukti bersalah melakukan tindak pidana mebunuhan sebagaimana diatur dalam Pasal 388KUHP dalam dakwaan kedua alternatif .
119
5. Putusan Pengadilan Negeri : a) Pertimbangan Hakim Penuntut Umum menyusun dakwaan yang bersifat alternatif, kemudian Berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap dalam pemeriksaan di persidangan maka dakwaan yang paling relevan dengan fakta-fakta hukum tersebut adalah dakwaan kedua alternatif, yaitu terdakwa melanggar Pasal 338 KUHP, yang unsur – unsurnya sebagai berikut : 1. Barang Siapa 2. Dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain; Ad. Pertama Unsur kesatu “Barang Siapa” dalam rumusan delik ini orientasinya adalah menunjuk pada seseorang atau pribadi-pribadi sebagai subyek Hukum yang dapat dipertanggung jawabka secara pidana atas segala perbuatanya karena didakwa telah melakukan suatu tindak pidana . Oleh karena telah ternyata keseluruhan unsur Pasal 338 KUHP dalam dakwaan SUBSIDAIR Jaksa Penuntut Umum telah terpenuhi dan selama persidangan tidak ditemukan alasanalasan pemaaf dan ataupun pembenar bagi perbuatan terdakwa berarti terdakwa adalah orang yang sehat akal dan jiwanya serta mampu
bertanggung
jawab
atas
perbuatannya
dan
'dapat
dipersalahkan atas perbuatan yang telah dilakukannya tersebut. Dengan demikian unsur "barang siapa" telah terpenuhi dalam diri terdakwa GATOT PRAHOTO S.Sit Alias GATOT Bin R. SUDARDO ;
120
Berdasarkan uraian tersebut maka Majelis Hakin berpendapat unsur ini telah terpenuhi dan terbukti. Ad. Ke 2 Unsur “dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain” dalam orientasi delik ini melakukan pembunuhanyang diartikan sebagai perbuatan yang Dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, dan Majelis Hakim telah berpendapat bahwa unsur tersebut telah terpenuhi dan terbukti,maka pertimbangan mengenai unsur Melakukan pembunuhan atau Dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain dalamDakwaanPRIMAIR sebagaimana diuraikan di atas diambil alih oleh Majelis Hakim menjadi pertimbangan pula di dalam dakwaan SUBSIDAIR ini dengan demikian unsur Kedua telah terbukti dan terpenuhi Terhadap Pembelaan/ Pledooi Penasihat Hukum terdakwa yang diajukan secara tertulis di persidangan yang pada pokoknya bahwa perbuatan Terdakwa lebih tepat dianggap memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam dakwaan Lebih Subsidair, Majelis Hakim telah mempertimbangkan secara teliti dan seksama di dalam pertimbangan unsur- unsur Pasal dalam Dakwaan SUBSIDAIR sebagaimana telah diuraikan di atas, dimana Majelis Hakim berkesimpulan bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan Jaksa/ Penuntut Umum dalam dakwaan SUBSIDAIR dengan mendasarkan pada alat-alat bukti yang diajukan di persidangan, oleh karena itu Pembelaan/ Pledooi Penasihat Hukum
121
terdakwa tersebut tidak ada alasan yang sah menurut hukum sehingga harus ditolak ; Karena terdakwa mampu bertanggung jawab maka harus
dinyatakan
bersalah
atas
tindak
terdakwa
pidana yang didakwakan
terhadap diri terdakwa, oleh karena itu harus dijatuhi pidana yang setimpal dengan perbuatannya. Dalam perkara ini terhadap diri terdakwa pernah dikenakan penahanan yang sah dengan jenis Penahanan Rutan maka sesuai dengan ketentuan Pasal 22 ayat (4) KUHAP, beralasan hukum untuk menetapkan agar lamanya masa penahanan yang pernah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan ; Oleh karena terdakwa ditahan dan penahanan terhadap diri terdakwa dilandasi alasan yang cukup maka perlu ditetapkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan. Oleh karena terdakwa dijatuhi pidana maka harus pula dibebani untuk membayar biaya perkara sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 197 ayat (1) huruf (i) KUHAP yang besarnya sebagaimana ditentukan dalam amar putusan ini; Sebelum menjatuhkan pidana atas diri terdakwa, terlebih dahulu akan dipertimbangkan mengenai hal-hal yang meringankan maupun halhal yang memberatkan bagi terdakwa sebagaimana diatur dalam Pasal 197 ayat (1) huruf (f) KUHAP, yaitu : Hal-hal yang meringankan :
122
1. Terdakwa bersikap sopan selama persidangan dan mengakui terus terang perbuatannya sehingga memperlancar jalannya persidangan; 2. Terdakwa mempunyai tanggungan keluarga ; 3. Terdakwa merasa bersalah dan menyesali perbuatannya ; 4. Terdakwa belum pernah dihukum ; 5. Terdakwa beritikad baik dengan menyerahkan diri ke pihak yang berwajib; 6. Istri korban telah memaafkan perbuatan terdakwa ;
Hal-hal yang memberatkan : 1. Korban adalah tulang punggung keluarga, sehingga perbuatan terdakwa mengakibatkan kesedihan yang mendalam bagi keluarga korban, khususnya bagi isteri dan anaknya.
Terhadap permohonan terdakwa yang juga termuat di dalam Pembelaan/ Pledooi Penasihat Hukum Terdakwa yang pada pokoknya memohon supaya Majelis Hakim menjatuhkan putusan yang seringanringannya, maka Majelis Hakim memberikan pertimbangan sebagai berikut: Menimbang, bahwa menurut Muladi pidana selalu mengandung-unsurunsur sebagai berikut: 1. Pada hakekatnya
merupakan
suatu
pengenaan
penderitaan,
atau nestapa, atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan ;
123
2. Diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan (oleh yang berwenang); 3. Dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana menurut undang-undang. Selanjutnya menurut teori Utilitarian tujuan dari pemidanaan adalah tidak semata-mata sebagai pembalasan atas perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa melainkan sebagai proses pembinaan dan pembekalan agar terdakwa tidak lagi melakukan tindak pidana dan pada saat terdakwa setesai menjalankan hukumannya terdakwa dapat menjadi manusia yang berguna bagi masyarakat dan negara ; Suatu pemidanaan adalah dimaksudkan disamping
membawa
manfaat bagi masyarakat umum, yang terpenting adalah diharapkan agar membawa' manfaat dan berguna pula bagi diri pribadi terpidana itu sendiri. Oleh karena itu penjatuhan pidana tidaklah bertujuan sebagai balas dendam dan untuk menimbulkan duka nestapa bagi terdakwa, melainkan dimaksudkan agar terdakwa kelak dikemudian hari setelah selesai menjalani pidana dapat kembali ke masyarakat menempuh hidup dan kehidupannya secara layak dengan bekal kesadaran penuh yang disertai tekad dan prinsip untuk senantiasa lebih berhati-hati dalam menapaki perjalanan hidup dan kehidupannya serta dapat berusaha menimba kembal, sebagai manusia yang berharkat dan bermartabat di tengah-tengah masyarakat.
124
Dengan memperhatikan pada pengertian pidana dan tujuan dari pemidanaan dikai.kan dengan fakta yang telah terungkap di persidangan sebagaimana tersebut di atas, maka pidana yang akan dijatuhkan terhadap diri Terdakwa di bawah ini oleh Majelis Hakim dipandang telah sesuai dengan tujuan pemidanaan yaitu bukan sebagai pembalasan ataupun
duka
nestapa.
melainkan
untuk
mendidik
dan
menyadarkan terdakwa akan perbuatan salahnya, disamping itu agar dapat pula dijadikan pelajaran bagi orang lain bahkan seluruh anggota masyarakat agar tidak melakukan perbuatan sebagaimana telah dilakukan oleh terdakwa tersebut; Oleh karena semua hal telah dipertimbangkan oleh Majelis Hakim dalam putusan ini, maka penjatuhan hukuman/ pidana kepada terdakwa telah di pandang adil atau memenuhi rasa keadilan baik bagi terdakwa bagi keluarga korban maupun masyarakat. Mengingat Pasal 338 KUHP, Ketentuan-Ketentuan dalam KUHAP serta Peraturan Perundang-Undangan lain yang bersangkutan ; b) Amar Putusan Berdasarkan fakta-fakta hukum dan pertimbangan-pertimbangan diatas, Majelis Hakim memutuskan : 1. Menyatakan Terdakwa Gatot Prahoto telah terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana pembunuhan; 2. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
125
3. Menyatakan alat bukti surat berupa Visum Et Repertum; 4. Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.500,00 (dua ribu limaratus rupiah).
B. Pembahasan a. Apakah alat bukti berupa Visum et Repertum menjadi satu-satunya alat bukti yang menentukan kematian sseorang dalam pembuktian Tindak Pidana Pembunuhan dalam putusan Nomor : 184/Pid.B/2012/PN.Pwt ? Proses pencarian kebenaran materiil atas suatu peristiwa pidana dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu yang dimulai dengan tindakan penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan untuk menentukan putusan pidana yang nantinya akan diambil. Pada dasarnya adanya kebenaran materiil yang tepat dari suatu ketentuan undang-undang yang berlaku akan menentukan putusan pidana oleh hakim itu sendiri. Dalam peristiwa pidana menemukan kebenaran materiil tidak terlepas dari masalah pembuktian, yakni tentang kejadian yang konkret dan senyatanya.Menurut hukum pidana membuktikan sesuatu berarti menunjukkan hal-hal yang dapat ditangkap oleh pancaindera, serta mengutarakan hal-hal tersebut secara logika. Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 menyebutkan bahwa alat-alat bukti yang sah secara limitatif, yang salah satunya adalah alat bukti surat yang diatur dalam Pasal 187 Undang-Undang Nomor 8 Tahun
126
1981. Pasal 187 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 menyebutkan bahwa: “Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau keadaan yang diminta secara resmi dari padanya” Adapun keterangan ahli berdasarkan Pasal 1 butir 28Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 merumuskan : “Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang halyang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan”. Penjelasaan diatas memiliki beberapa syarat atau kriteria keterangan ahli yang secara khusus diperlukan untuk menerangkan sesuatu hal berupa Visum et repertum yaitu: Syarat ke 1 Keterangan ahli tersebut diberikan oleh orang dan bukan badan hukum atau yayasan dan sebagainya. Kemungkinan lain, bahwa seorang itu dapat terdiri lebih dari dari seseorang atau dapat pula beberapa orang yang merupakan keterangan Tim (Majelis) ahli. Syarat ke 2 Bahwa keterangan dari orang tersebut harus benar-benar memiliki kemampuan ilmu atau pengetahuan dan pengalamannya dan atau keahlian khusus. Syarat ke 3 Bahwa yang diterangkan itu adalah tentang sesuatu hal atau keadaan yang diperlukan saja dalam suatu perkara pidana, dalam hal ini yang diperlukan ialah meliputi suatu pokok persoalaan atau keadaan, pokok peristiwa , bukti hidup, mayat. Syarat ke 4 Yang dimaksudkan disini agar sesuatu hal atau keadaan yang diperlukan untuk diketahui oleh hakim tersebut akan membuat perkara pidana itu menjadi jelas dan untuk menjernihkan duduknya persoalan di sidang pengadilan. Syarat ke 5 Syarat yang terakhir ini berkaitan dengan kegunaan, manfaat, atau urgensibagi kepentingan pemeriksaan, sebab bilamana tidak ada manfaat
127
atau urgensi bagi kepentingan pemeriksaan, maka keterangan ahli tidaklah diperlukan81. Putusan Nomor 184/Pid.B/2012/PN.Pwt menerangkan bahwa pada saat pembuktian hakim yang memeriksa dan memutus perkara Tindak Pidana pembunuhan yang dilakukan oleh Gatot yankni memeriksa alat bukti Visum et Repertum korban yang dikeluarkan oleh rumah sakit. Y.A Triana Ohoiwutun82 menulis bahwa: Visum Et Repertum merupakan bentuk tunggal dari Visa Et Reperta Stbl.Tahun 1937 No.350 selengkapnya menyatakan bahwa Visa Reperta para dokter yang dibuat baik atas sumpah dokter yang diucapkan pada waktu menyelesaikan pelajarannya di Indonesia, maupun atas sumpah khusus seperti tercantum dalam Pasal 2, mempunyai daya bukti yang sah dalam perkara pidana, selama berisi keterangan mengenai hal yang dilihat oleh dokter itu pada benda yang diperiksa. Staatsblad ( Lembaran Negara )tahun 1937 No. 350 yang menyatakan83 : Pasal1 : Visa reperta seorang dokter, yang dibuat baik atas sumpah jabatan yang diucapkan pada waktu menyelesaikan pelajaran di Negeri Belanda ataupundi Indonesia, merupakan alat bukti yang syah dalam perkaraperkarapidana, selama visa reperta tersebut berisikan keterangan mengenai hal-hal yang dilihat dan ditemui oleh dokter pada benda yang diperiksa. Pasal 2 ayat 1 : Pada Dokter yang tidak pernah mengucapkan sumpah jabatan baik di Negeri Belanda maupun di Indonesia, sebagai tersebut dalamPasal 1 diatas, dapat mengucapkan sumpah sebagai berikut : Saya bersumpah (berjanji), bahwa saya sebagai dokter akan membuatpernyatan-pernyataan atau keterangan-keterangan tertulis yang diperlukan untukkepentingan peradilan dengan sebenar-benarnya 81
R.Soeparmono, 2011, Op. Cit, hlm.90 Y.A. Triana Ohowutun,2006,Profesi Dokter dan Visum Et Repertum (Penegakan Hukum dan Permasalahannya), Dioma, Malang, hlm.13 83 http://sigidkirana.blogspot.com/2009/02/visum-et-repertum.html. Diakses pada tanggal 27 Agustus 2013 , pukul 16:37WIB. 82
128
menurut pengetahuan saya yangsebaik-baiknya. Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayangmelimpahkan kekuatan lahir dan batin”84. Bila diperinci isi Staatsblad ini mengandung makna : 1.
Setiap
dokter
yang
telah
disumpah
waktu
menyelesaikan
pendidikannya diBelanda ataupun di Indonesia, ataupun dokterdokter lain berdasarkansumpah khusus ayat (2) dapat membuat visum et repertum. 2.
Visum et repertum mempunyai daya bukti yang sah/ alat bukti yang sahdalam perkara pidana.
3.
Visum et repertum berisi laporan tertulis tentang apa yang dilihat,ditemukan pada benda-benda/ korban yang diperiksa.
Pada dasarnya Visum et Repertum yang digunakan dalam Putusan Nomor 184/Pid.B/2012/PN.Pwt merupakan alat bukti surat pada alat bukti ketiga Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981.Kedudukanya tetap menjadikan sebagai alat bukti meskipun tetap dihadirkan seorang dokter untuk memberikan keterangan.Setiap alat bukti yang relevan yang biasaya dapat diterima adalah alat bukti yang secara logis atau dapat diujicobakan mempunyai arah untuk membenarkan atau tidak membenarkan suatu peristiwa. Berkaitan dengan Putusan Nomor 184/Pid.B/2012/PN.Pwt, alat bukti yang digunakan hakim dalam mempertimbangkan bahwa terdakwa terbukti bersalah telah melanggar ketentuan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan
84
Loc. Cit.
129
adalah Visum et Repertumtanggal 10 September 2012 yang dikeluarkan Rumah Sakit Daerah Dr.Margono Soekarjo Purwokerto dan ditanda tanganin oleh dr.Muhamad Zainuri Syamsu Hidayat, Sp.KF, M.Si.Med. Berdasarkan hasil pemeriksaan pada tubuh korban Hendro telah ditemukan adanya luka/tanda-tanda kekerasan pada : Pada bagian dada luka-luka antara lain : a. Tampak dua buah luka terbuka pada dada kanan : a) Luka pertama terletak + 1 cm dibawah garis pangkal leher serta + 8 cm dari garis tengah tubuh panjang luka + 2 ½ cm,lebar ½ cm dan dalam + 3 cm, arah luka miring dari kiri bawah ke kanan atas,tepi luka rata,sudut luka ujung dalam lancip dan ujung luar tumpul, batas tegas, tebing luka rata dengan arah miring ke atas, tidak terdapat jembatan jaringan, dasar luka jaringan ikat. b) Luka kedua, 2 cm di bawah luar luka pertama, ukuran ½ cm x ½ cm dan dalam + 3 cm, batas tegas, tepi rata, tebing luka rata, tidak terdapat jembatan jaringan, dasar luka jaringan ikat. c) Tampak sebuah luka terbuka di dada kiri, letak + 6 cm dari garis tengah tubuh dan + 3 cm diatas garis mendatar yang melewati kedua puting susu, arah luka miring dari arah kanan bawah ke kiri atas, panjang luka + 4 cm dengan lebar luka ½ cm serta dalam + 8 cm. d) Saat kulit dada dibuka, ditemuka resapan darah dibawah kulit dada. e) Tampak patah tulang iga ketiga kiri bawah luka.
130
f) Patah tulang berbentuk celah di tulang iga bagian bawah, panjang celah +1 cm dengan tebing luka rata. g) Tampak luka terbuka pada paru dibawah luka, panjang + 3 cm lebar 1 cm dan dalam + 3 cm. h) Paru berwarna merah pucat, tampak gambaran hitam mewarnai seluruh lapangan Paru. i) Jantung tampak berwarna merah pucat,jantung terkesan agak membesar dan tampak perlemakan pada jantung' otot jantung nampak menebal dan benrvarna pucat. j) Ditemukan gumpalan darah berwarna merah kehitaman pada rongga dada kiri dengan volume t 150 mililiter. Pada bagian tulang-tulang b. Tulang-tulang dada a) tampak patah tulang iga ketiga kiri. b) Dari hasil pemeriksaan didapat kesimpulan bahwa kematian diperkirakan kurang dari 6 jam setelah makan terakhir dan pada pemeriksaan ditemukan . c) Luka tusuk di dada kanan dan dada kiri akibat trauma tajam d) Luka tusuk di dada kiri menembus dinding dada, tulang iga dan paru kiri serta menyebabkan perdarahan di rongga dada kiri. e) Ditemukan tanda-tanda mati lemas. Kematian diperkirakan akibat mati lemas dan perdarahan rongga dada.Sesuai hasil pemeriksaan pada luka korban di dada kiri dan dada kanan
131
diperkirakan dengan menggunakan benda tajam satu sisi dengan ujung runcing Hakim dapat mengetahui atau dapat menduga penyebab kematian Hendro yang dilakukan oleh Terdakwa Gatot karena Visum et Repertum tersebut dan telah membuktikan terpenuhinya unsur-unsur dalam Pasal 338 KUHP. Di dalam pemeriksaan oleh Hakim (Majelis Hakim) di persidangan, suatu berkas perkara pidana, apakah ada atau tidak ada visum et repertum, maka perkara yang bersangkutan tetap harus diperiksa dan diputus.Visum et Repertum
diklasifikasikan
sebagai
“surat
keterangan“
yang
dibuat
berdasarkan hasil pemeriksaan oleh seorang ahli pada tubuh korban, yang diduga telah terjadi tindak pidana. Seorang ahli dapat memberikan keterangannya dalam bentuk tertulis yang dapat dijadikan alat bukti yaitu surat. Permintaan adanya keterangan ahli dalam bentuk laporan dapat dijadikan sebagai alat bukti. Kelengkapan visum et repertum dalam berkas perkara terdakwa yang diperiksa oleh Hakim, diserahkan kepada penuntut umum yang sejak mulai diserahkan kepadanya berkas perkara “Pro yustisia” tersebut oleh penyidik Penuntut Umum memang berusaha untuk membuktikannya dalam sidang. Agar Majelis Hakim yakin perihal terbuktinya kesalahan terdakwa. Bagi beberapa kasus perkara yang diperiksa dipersidangan, Majelis hakim sendiri tidak mutlak harus mendasarkan diri pada visum et repertum,
132
kekuatan bukti (bewijkracht) dari visum et repertum diserahkan pada penilaian Hakim (Majelis Hakim)85. Dalam hal ini, keterangan dokter ahli sebagaimana tertuang dalam alat bukti surat berupa visum et repertum adalah alat bukti logis yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya berdasarkan etika medis. Alat bukti surat dapat diterima sebagai alat bukti yang sah apabila harus sesuai dengan Pasal 187 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981. Sebagai alat bukti yang berbentuk laporan yaitu sebagai alat bukti yang sah, visum et repertum disini memiliki sifat yang dualisme yakni menyentuh dua alat bukti yang sah yaitu86 : a) Pada satu sisi alat bukti keterangan ahli yang berbentuk laporan atau visum et repertum tetap dapat dinilai sebagai alat bukti keterangan ahli hal ini ditegaskan dalam Pasal 186 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 alinea pertama selengkapnya berbunyi : a. “Keterangan ahli juga dapat diberikan pada saaat pemeriksaan penyidik atau penuntut umum yang berbentuk laporan”. b) Bentuk alat bukti seperti ini dapat dilihat pada Pasal 133 UndangUndang Nomor 8 Tahun 1981 yakni laporan dari seorang ahli atas permintaan penyidik. c) Pada sisi lain alat bukti laporan ini juga menyentuh alat bukti surat sesuai dengan Pasal 187 huruf (c). Menurut Soeparmono
87
kedudukan “Visum et Repertum” dalam
pembuktian dapat berkedudukan sebagai : a. Alat bukti surat (Pasal 184 ayat (1) huruf c jo. 187 huruf c UndangUndang Nomor 8 Tahun 1981) b. Keterangan Ahli (Pasal 184 ayat (1) huruf b).
85
Ibid, Hlm.130
86
http://minsatu.blogspot.com/2011/02/pembuktian-dalam-hukum-pidana.html, Di akses pada Minggu tanggal 25 Agustus 2013, pukul 17:12 87 R. Soeparmono, 2011,Op. Cit., Hlm.142
133
Visum et repertum itu sendiri dapat digunakan sebagai alat bukti surat dengan ketentuan yang terdapat pada Pasal 187 huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981. Dari pengertian surat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa visum et repertummerupakan ”suatu peristiwa” yang dilihat sendiri oleh seorang dokter pada pasien. Ini artinya Visum et Repertum yang merupakan alat bukti pendukung ,karena sistem pembuktian di Indonesia masih menganut sistem pembuktian negative,berdasarkan ketentuan Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 hanya merupakan salah satu alat bukti surat dan merupakan alat bukti pendukung. Mengenai perlunya bantuan seorang ahli yang dituangkan dalam visum et repertum, dalam memberikan keterangannya
yang terkait dengan
kemampuan dan keahliannya untuk membantu pengungkapan dan pemeriksaan suatu perkara pidana. Menurut ketentuan hukum acara pidana di Indonesia, mengenai permintaan bantuan tenaga ahli untuk membuat Visum et Repertum diatur dan disebutkan didalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981. Untuk permintaan bantuan tenaga ahli pada tahap penyidikan disebutkan pada Pasal 120 ayat (1)Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, yang menyatakan : “Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus”.
134
Sedangkan untuk permintaan bantuan keterangan ahli pada tahap pemeriksaan persidangan, disebutkan pada Pasal 180 ayat (1) UndangUndang Nomor 8 Tahun 1981 yang menyatakan : “Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan”.
Bantuan seorang ahli yang dituangkan dalam visum et repertumnantinya diperlukan dalam suatu proses pemeriksaan perkara pidana, baik pada tahap pemeriksaan pendahuluan dan pada tahap pemeriksaan lanjutan di sidang pengadilan, mempunyai peran dalam membantu aparat yang berwenang untuk membuat terang suatu perkara pidana, mengumpulkan bukti-bukti yang memerlukan keahlian khusus, memberikan petunjuk yang lebih kuat mengenai pelaku tindak pidana, serta pada akhirnya dapat membantu hakim dalam menjatuhkan Putusan Nomor 184/Pid.B/ 2012/ PN. PWT dengan tepat terhadap perkara yang diperiksanya karena Visum et Repertum termasuk alat bukti yang sah bagi Hakim untuk memeriksa kasus penganiayaan. Visum et repertum diklasifikasikan sebagai "surat keterangan" yang dibuat berdasarkan hasil pemeriksaan seorang ahli pada tubuh korban, yang diduga akibat tindak pidana. Sesuai dengan sistem pembuktian negatif yang dianut oleh UndangUndang Nomor 8 Tahun 1981 yakni harus ada keyakinan dari hakim terhadap alat bukti yang diajukan di persidangan. Nilai alat bukti visum et repertum oleh karena itu bersifat bebas, maka konsekuensinya hakim yang memeriksa
135
Putusan No. 184/Pid.B/ 2012/ PN. PWT bebas untuk menggunakan atau mengesampingkan sebuah suratVisum et repertum.88 Putusan Nomor: 184/Pid.B/ 2012/ PN. PWT pada tindak pidana pembunuhan, dengan alat bukti yang sah salah satunya yakni Visum Et Repertum yang ditanda tangani olehdr.Muhamad Zainuri Syamsu Hidayat, Sp.KF, M.Si.Med. Rumah Sakit Dr.Margono mempunyai kekuatan pembuktian sama halnya dengan nilai kekuatan pembuktian keterangan saksi dan alat bukti keterangan ahli, yakni sama-sama mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang bersifat bebas dalam artian hakim bebas menggunakan atau mengesampingkan, dan alat bukti visum et repertum dalam Putusan Nomor: 184/Pid.B/ 2012/ PN. PWT apabila terdapat kesesuaian antara alat bukti keterangan saksi dan keterangan terdakwa sehingga dengan adanya alat bukti visum et repertum tersebut untuk menambah keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan. Peranan ilmu-ilmu lain bagi Hukum Acara Pidana merupakan hal yang sangat penting,
bahkan seringkali menjadi penentu,terutama dengan
mengingat obyek yang digumuli oleh tugas dan fungsi hukum acara pidana,yakni untuk mencari dan menemukan kebenaran hokum ke atau di dalam putusan
hakim. Dengan itulah diperoleh kepastian hukuman bagi
orang bersalah, sekalipun dengan itu pula menjadi perlindungan bagi saksi dan atau korban.89
88
Alfitra, 2012, Op. Cit, hlm.92 89 Nikolas Simanjuntak, Acara Pidana Indonesia dalam Sirkus Hukum, Cetakan pertama, Ghalia Indonesia, 2009, Bogor, hlm.30
136
Salah satu ilmu lain yang penting dalam Hukum Acara Pidana Indonesia adalah kedokteran Kehakiman atau psikiatri yang diperlukan untuk membantu mengetahui keadaan korban kejahatan dan keadaan jiwa dari tersangka, terdakwa atau saksi. Fakta yang terungkap dari hasil penyelidikan dan penyidikan akan dapat lebih mudah dijelaskan dengan bantuan keterangan yang diberikan oleh dokter kehakiman atau psikiater tentang alat yang digunakan pelaku tindak pidana. hasil dari keterangan dokter kehakiman disebut sebagai Visum et repertum dalam hal untuk keterangan yang bersifat fisik atau kebendaan, atau juga bisaberupa Visum et psikiatrum dalam hal untuk keterangan yang bersifat kejiwaan. Padai ntinya,dengan bantuan keterangan dokter kehakiman maka penyidik, jaksa, advokat, dan hakim pengadilan sudah akan dapat mengetahui ke arah mana peristiwa yang terjadi supaya dikonstruksikan sebagai hukum.90 Pasal 187 KUHAP, surat yang dapat dinilai sebagai alat bukti yang sahmenurut undang-undang adalah surat yang dibuat atas sumpah jabatan atau surat yang dikuatkan dengan sumpah.91 Lebih lanjut Pasal tersebut merinci secara luas bentuk-bentuk surat yangdapat dianggap mempunyai nilai sebagai alat bukti yakni:92 Pertama, berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat pejabat umum yang berwenang atau dibuat dihadapannya, dengan syarat isi berita acara dan surat resmi yang dibuat pejabat umum yang berwenang
90
Ibid,hlm.33 Wirdjono Prodjodikoro, Teori hukum pembuktian (pidana dan perdata), PT.Citra Aditya Bakti, 1999, Bandung, hlm.77 92 M.Yahya. Harahap, op.cit, hlm 306. 91
137
itu harus memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialami pejabat itu sendiri, dan disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu. Jadi, pada dasarnya surat yang termasuk alat bukti surat yang disebut disini ialah surat resmi yang dibuat pejabat umum yang berwenang untuk membuatnya, tetapi agar surat resmi yang bersangkutan dapat bernilai sebagai alat bukti dalam perkara pidana, surat resmi itu harus memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau dialami si pejabat, serta menjelaskan dengan tegas alasan keterangan yang dibuatnya. Kedua, surat yang berbentuk menurut ketentuan perundang-undangan, atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata pelaksanaan yang menjadi tanggung jawabnya, dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau suatu keadaan. Jenis surat ini boleh dikatakan meliputi hampir segala jenis surat yang dibuat oleh aparat pengelola administrasi dan kebijaksanaan eksekutif. Ketiga, surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai suatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya. Alat bukti keterangan ahli yang berbentuk laporan, dapat disamakan dengan alat bukti keterangan ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya seperti yang dirumuskan Pasal 187 huruf c. Keempat,
surat
lain
yang
hanya
dapat
berlaku
jika
ada
hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain. Dalam hal ini ketentuan dalam Pasal
138
187 huruf d KUHAP tersebut diatas tidak sesuai dengan bunyi kalimat pertama Pasal 187 KUHAP, yang menegaskan bahwa surat yang dianggap sah sebagai alat bukti ialah surat yang dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah. Karena, surat yang disebut dalam Pasal 187 huruf d KUHAP adalah bukanlah surat berita acara atau surat keterangan resmi yang dibuat oleh pejabat berwenang, juga bukan surat yang dibuat menurut ketentuan perundang-undangan dan tidak juga surat keterangan yang dibuat oleh seorang ahli, melainkan surat pada umumnya. Bukan surat berita acara atau surat keterangan resmi yang dibuat oleh pejabat yang berwenang. Juga bukan surat yang dibuat menurut ketentuan perundang-undangan dan tidak pula surat keterangan ahli dibuat oleh seorang ahli.
Putusan Nomor: 184/Pid.B/ 2012/ PN. PWT pada tindak pidana pembunuhan, dengan alat bukti yang sah salah satunya yakni Visum Et Repertum yang ditanda tangani oleh dr.Muhamad Zainuri Syamsu Hidayat, Sp.KF, M.Si.Med. rumah sakit Dr.Margono. sebagai alat bukti surat dalam pembuktian di persidangan. Putusan Nomor: 184/Pid.B/ 2012/ PN. PWT tidak hanya menggunakan alat bukti surat yang berupa Visum Et Repertum, tetapi menggunakan alat bukti yang ada di dalam persidangan seperti keterangan saksi dan keterangan terdakwa. Hakim dalam menjatuhkan putusan mempertimbangkan alat bukti yang berupa Visum Et Repertum terlihat dalam
139
putusan yang menyatakan bahwa telah mendengarkan keterangan saksi, keterangan terdakwa dalam persidangan. Alat bukti Visum Et Repertum sebagai alat bukti surat harus pula didukung oleh alat bukti yang lain. Seperti keterangan saksi yang tidak bisa berdiri sendiri, keterangan terdakwa, dan keterangan ahli yang sedemikian rupa.Nilai kekuatan pembuktian pada alat bukti yang sah pada akhirnya tetap bergantung kepada hakim. Perlu diingat bahwa kekuatan alat bukti visum et repertum dalam perkara pidana dapat dijadikan pertimbangan oleh Hakim apabila terdapat kesesuaian dengan alat bukti lainnya. Namun alat bukti surat visum et repertum dapat saja dikesampingkan oleh Hakim jika visum et repertum tersebut tidak ada kesesuaian dengan alat bukti yang lainnya, karena pada intinya pembuktian dalam perkara pidana adalah untuk mencari kebenaran materiil. Berdasarkan uraian diatas, maka tampak jelas bahwa visum et repertum sebagai alat bukti yang sah memiliki keterkaitan terhadap hakim khususnya dalam pengambilan keputusan. Meskipun demikian hakim bebas menilai kebenaran yang terkandung pada alat bukti surat yang dikeluarkan oleh seorang ahli. Keberadaan visum et repertum sebagai alat bukti surat yang sah yang dibuat oleh seorang dokter ahli berdasarkan sumpah jabatannya tentang apa yang dilihat dan ditemukannya dari benda yang diperiksanya sangatlah penting dalam proses pembuktian di persidangan, karena dengan visum et
140
repertum ini hakim dapat mengambil keputusan dalam menentukan bersalah tidaknya seseorang. Hal ini dikarenakan dalam Visum et Repertum terdapat uraian hasil pemeriksaan medis yang tertuang dalam bagian pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti. Visum et Repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil pemeriksaan medis yang tertuang dalam bagian kesimpulan. Keterikatan hakim terhadap visum et repertum sebagai alat bukti surat yang sah dapat dilihat pada saat hakim menerima hasil kesimpulan dari visum et repertum, dan mengambil alih kesimpulan tersebut dan didukung oleh paling sedikit satu alat bukti lain ditambah dengan keyakinan hakim bahwa telah terjadi tindak pidana pembunuhan dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya, maka berdasarkan visum et repertum di persidangan, barulah hakim menjatuhkan pidana terhadap orang yang benar-benar bersalah dan membebaskan orang yang tidak bersalah sesuai dengan salah satu sistem pembuktian menurut undang- undang secara negative yang dianut oleh peradilan pidana Indonesia berdasarkan Pasal 183 KUHAP, yakni hakim baru boleh menjatuhkan pidana kepada seorang terdakwa apabila kesalahan terdakwa telah terbukti dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, dan atas keterbuktian itu hakim yakin bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Hakim dapat menerima hasil kesimpulan dari visum et repertums ebagai alat
bukti surat, dan mengambil alih kesimpulan tersebut yang
141
didukung oleh paling sedikit satu alat bukti lain ditambah dengan keyakinan hakim bahwa telah terjadi tindak pidana pembunuhan dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Tetapi, apabila dalam diri terdakwa tidak terdapat unsure kesalahan (schuldelement), dimana pada saat melakukan perbuatan pembunuhan tersebut terdakwa telah terganggu jiwanya maka dalam mengambil keputusan hakim tidak dapat menjatuhkan pidana kepada terdakwa. Hal ini sesuai dengan isi pada Pasal 44 ayat (1)KUHAP yang berbunyi : “Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak di pidana”.
Visum et repertum mempunyai arti penting dalam menentukan saat kematian dalam setiap kasus tindak pidana pembunuhan karena secara praktis hal ini mempunyai konsekuensi yuridis dalam bidang penyidikan, penuntutan dan peradilan. Visum et repertum di dalam Hukum Acara Pidana berperan untuk sebagai alat bukti di persidangan yang menganut sistem pembuktian negative yaitu dalam pengambilan putusan di persidangan, hakim harus menggunakan minimal satu alat bukti sah lain ditambah dengan keyakinan hakim dan untuk meyakinkan hakim dalam pengambilan putusan apakah terdakwa bersalah atau tidak bersalah. Apabila terdakwa terbukti bersalah maka hakim dapat menjatuhkan hukumanyang tepat kepada terdakwa dan apabila
terdakwa
tidak terbukti bersalah maka hakim dapat membebaskan terdakwa dari
142
hukuman pidana. Sehingga tujuan utama hukum pidana yaitu untuk mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum dapat terwujud. Alat Bukti Surat berupa Visum et Repertum dalam putusan Nomor 184/Pid.B/2012/PN/Pwt bukanlah satu-satunya alat bukti yang menentukan kematian kobran Hendro, melainkan Visum et Repertum ini hanyalah suatu keterangan yang menjelaskan penyebab kematian seseorang saja, yang menentukan korban meninggal adalah Majelis Hakim. Kemudian Visum et Repertum dianggap sebagai Alat Bukti Surat saja berdasar Pasal 184 ayat (1) huruf c jo. 187 huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981. PeranVisum 184/Pid.B/1012/PN/Pwt
Et
Repertum
dalam
Putusan
Nomor
adalah untuk mengetahui keterlibatan terdakwa
dalam perkara tindak pidana pembunuhan yang terjadi, untuk memberikan keterangan (gambaran) tentang penemuan luka-luka yang terdapat pada tubuh korban, baik luka luar maupun luka dalam dan untuk menerangkan keadaan korban (kaku mayat/mati) yang timbul akibat benda tajam dan benda tumpul.Visum etrepertum juga dapat berperan memberikan petunjuk dalam hal alat-alat atau benda-benda yang digunakan untuk membunuh korban serta dalam hal membenarkan atau tidak keterangan terdakwa dan saksi yang diberikan dihadapan persidangan. Dalam hal membenarkan keterangan saksi dan terdakwa ini berfungsi meyakinkan hakim bahwa keterangan saksi, keterangan terdakwa dan visum et repertum adalah sesuai dan benar sehingga menguatkan keyakinan hakim atas kronologis yang terjadi pada saat kejadian.
tindak pidanapembunuhan
143
b. Kekuatan Pembuktian alat bukti surat berupa Visum et Repertum dalam Tindak Pidana Pembunuhan terhadap Putusan Nomor : 184/Pid.B/2012/PN.Pwt Putusan Nomor 184/Pid.B/2012/PN.Pwt menyebutkan bahwa telah terjadi tindak pidana penganiayaan oleh terdakwa GATOT terhadap korban HENDRO. Surat dakwaan yang diajukan oleh penuntut umum dalam perkara tersebut adalah dakwaan alternative, dimana dakwaan pertama yaitu tindak pidana Penganiayaan yang menyebabkan korban meninggal yang diatur dalam Pasal 339 KUHP atau tindak pidana Pembunuhan yang diatur dalam Pasal 338 KUHP. Majelis Hakim dalam Putusan Nomor 184/Pid.B/2012/PN.Pwt menimbang bahwa dakwaan yang paling relevan dengan fakta-fakta Hukum yang terungkap dalam persidangan adalah dakwaan kedua yaitu terdakwa telah melanggar ketentuan Pasal 338 KUHP yang unsur-unsur nya sebagai berikut : 1. Barang Siapa 2. Dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, Unsur pertama, unsur Barang siapa dalam rumusan delik ini orientasinya adalah menunjuk pada seseorang atau pribadi-pribadi sebagai subjek Hukum yang dapat dipertanggung jawabkan atas segala perbuatannya karena didakwa telah melakukan suatu tindak pidana.Terdakwa GATOT berumur 30 tahun seorang laki-laki dalam Putusan Nomor 184/Pid.B/2012/PN.Pwt telah memenuhi unsur Barang Siapa karena dapat digolongkan sebagai subjek hukum yang dapat dipertanggung jawabkan terhadap perbuatanya.
144
Unsur kedua, unsur dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain telah dipertimbangkan Majelis Hakim dalam pertimbangan dakwaan PRIMAIR disebutkan bahwa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, diartikan sebagai melakukan pembunuhan, dan Majelis Hakim berpendapat unsur tersebut telah terpenuhi dan terbukti. Pasal 184KUHAP, mengatur jenis alat bukti yang sah dan dapat digunakan sebagai alat bukti adalah : 1) 2) 3) 4) 5)
Keterangan saksi; Keterangan ahli; Surat; Petunjuk; Keterangan terdakwa.
Berdasarkan ketentuan tersebut maka dapat dilihat alat bukti surat pada alat bukti ketiga Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 adalah surat tertulis yang dapat dijadikan sebagai alat bukti, tetapi hanya bersifat sebagai alat bukti pendukung. Setiap alat bukti yang relevan yang biasanya dapat diterima adalah alat bukti yang secara logis atau dapat diujicobakan mempunyai arah untuk membenarkan atau tidak membenarkan suatu peristiwa. KUHAP mengatur mengenai macam-macam ahli yaitu ahli kedokteran kehakiman atau dokter ahli lainnya, hal ini diatur dalam Pasal 179 KUHAP. Ahli kedokteran kehakiman meliputi ahli tentang luka, ahli tentang racun, dan ahli tentang mayat, sedangkan ahli lainnya adalah ahli di luar kedokteran kehakiman seperti ahli akuntan, ahli telekomunikasi, dan lain-lain.
145
Seorang ahli dapat memberikan keterangan mengenai keahliannya baik secara lisan dan tertulis atau dalam bentuk laporan. Seorang ahli memberikan keterangannya dalam bentuk tertulis dapat dijadikan alat bukti yaitu surat. Permintaan adanya keterangan ahli dalam bentuk laporan ini dapat dijadikan alat bukti, maka harus sesuai dengan Pasal 187 KUHAP yaitu harus dibuat secara tertulis. Permintaan seorang ahli untuk kepentingan pemeriksaan menurut ketentuan Pasal 133 ayat (1) dan (2) KUHAP menyebutkan bahwa : (1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. (2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat. Ahli tersebut menyatakan di sidang pengadilan dengan bersumpah atau berjanji atau ia menyatakannya pada waktu diperiksa oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah diwaktu menerima jabatan atau pekerjaan, maka dapat berupa visum et repertum. R. Soeparmono93menyatakan : “Visum et repertum merupakan suatu laporan tertulis dari dokter (ahli) yang dibuat berdasarkan atas bukti hidup, mayat, atau fisik ataupun barang bukti lain, kemudian dilakukan pemeriksaan berdasarkan pengetahuan yang sebaik-baiknya. Atas dasar itu selanjutnya diambil kesimpulan, yang juga merupakan pendapat dari seorang ahli maupun kesaksian (ahli) secara tertulis sebagaimana yang tertuang dalam bagian pemberitaan (hasil pemeriksaan).” 93
R. Soeparmono. Op.cit. Hal. 98.
146
Jadi dapat diketahuipengertian visum et repertumadalah suatu keterangan dokter tentang apa yang dilihat dan ditemukan dalam melakukan pemeriksaan terhadap orang yang dianiaya atau terhadap mayat.94 Tujuan visum et repertumsendiri menurutR. Atang Ranoemihardjo 95 mengatakan bahwa : 1. Untuk mengganti sepenuhnya barang bukti yang diperiksa Visum Et Repertum merupakan rencana yang diberikan oleh seorang dokter mengenai apa yang dilihat dan diketemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan secara obyektif sebagai pengganti peristiwa yang terjadi dan harus dapat mengganti semua kenyataan sehingga daripadanya dapat ditarik suatu kesimpulan yang tepat. 2. Dipakai sebagai dokumen kedokteran Visum Et Repertum dapat dipakai sebagai dokumen yang dapat ditanyakan kepada dokter lain tentang barang bukti yang telah diperiksa apabila yang bersangkutan (jaksa, hakim) tidak menyetujui hasil pemeriksaan tersebut. Visum Et Repertum merupakan pengganti sepenuhnya dari barang bukti yang diperiksa yaitu alat bukti keterangan ahli yang berbentuk laporan dan dapat dinilai sebagai alat bukti surat. Oleh karenanya Visum Et Repertumpada hakikatnya adalah menjadi alat bukti yang sah. Hakim dalam hal ini bebas atau tidak terikat untuk menggunakan sebagai dasar pertimbangan dalam menjatuhkan putusan. Pembuktian untuk mencari kebenaran materiil, tidak terlepas dari adanya alat bukti yang akan membantu hakim dalam memutuskan bersalah atau tidaknya terdakwa. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Nomor 8 Tahun 1981 ( KUHAP ), Pasal 183 menyatakan bahwa : 94 95
R. Atang. Op.cit. Hal 18. R. Atang.Op.Cit.Hal. 21
147
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Berdasarkan Pasal tersebut, bahwa dijelaskan hakim dalam menjatuhkan pidana kepada seseorang minimal memiliki dua alat bukti yang sah selain adanya keyakinan dari hakim tersebut. Wirjono Prodjodikoro berpendapat bahwa: “Sistem pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif (negatief wettelijk) sebaiknya dipertahankan berdasarkan dua alasan, pertama memang sudah selayaknya harus ada keyakinan hakim tentang kesalahan terdakwa untuk dapat menjatuhkan suatu hukuman pidana, janganlah hakim terpaksa memidana orang sedangkan hakim tidak yakin atas kesalahan terdakwa.Kedua ialah berfaedah, jika ada aturan yang mengikat hakim dalam menyusun keyakinannya, agar ada patokanpatokan tertentu yang harus dituruti oleh hakim dalam melakukan peradilan96. Prinsip keyakinan hakim dalam teori pembuktian yang berdasar undangundang secara negatif, menjadi alasan adanya asas minimum pembuktian. Minimum pembuktian yang dianggap cukup memadai untuk membuktikan kesalahan terdakwa, sekurang-kurangnya atau paling sedikit dibuktikan dengan dua alat bukti yang sah, kemudian dalam suatu kasus yang menunjukan bahwa pihak kepolisian selaku aparat penyidik membutuhkan keterangan ahli dalam tindakan penyidikan yang dilakukannya yaitu pada pengungkapan kasus pembunuhan. Kasus kejahatan pembunuhan dengan menggunakan kekerasan ini, membutuhkan bantuan keterangan ahli dalam penyidikannya.Keterangan ahli yang dimaksud ini keterangan dari dokter yang dapat membantu penyidik
96
Ibid,hlm.257
148
dalam memberikan bukti-bukti berupa keterangan medis yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan mengenai keadaan korban, terutama terkait tentang pembuktian adanya luka-luka yang dilakukan dengan kekerasan yang mengakibatkan korban meninggal dunia. Keterangan dokter yang dimaksud dituangkan secara tertulis dalam bentuk surat hasil pemeriksaan medis yang disebut dengan Visum et repertum.
Menurut ketentuan Pasal 185 KUHAP menjelaskan bahwa keterangan saksi mempunyai nilai pembuktian apabila pernyataan saksi tersebut bersesuaian dengan alat bukti lainnya. Pada tindak pidana ini, keterangan beberapa saksi bersesuaian dengan alat bukti surat yang berupa Visum Et Repertum dari korban HENDRO, serta bersesuaian dengan keterangan terdakwa yang membenarkan semua kesaksian dari para saksi yang hadir dalam persidangan.Sehingga dengan persesuain alat-alat bukti tersebut membuktikan bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana pembunuhan yang mengakibtkan korban meninggal dunia. Dalam KUHAP Visum Et Repertum diatur dalam beberapa Pasal yaitu: Pasal 133 ayat (1) KUHAP yang berbunyi: “Dalam hal penyelidikan untuk kepentingan peradilan mengenai seorangkorban, baik luka, keracunan maupun mati yang diduga karena peristiwa yangmerupakan tindak pidana, berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya”. Pasal 133 ayat (2) KUHAP yang berbunyi: “Permintaan keterangan ahli sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan
149
dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan/atau pemeriksaan bedah mayat”
Pasal 134 ayat (1) KUHAP yang berbunyi: “Dalam hal sangat diperlukan pembukt ian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban”.
Pasal 134 ayat (2) KUHAP yang berbunyi: “Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan sejelas- jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut”.
Pasal 135 KUHAP yang berbunyi: “Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan perlu melakukan penggalian mayat, dilakukan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 133 ayat (2) dan Pasal 134 ayat (1) undang-undang ini”.
Dalam KUHP juga terdapat pengaturan yang berhubungan dengan visum et repertum yaitu: Pasal 222 KUHP yang berbunyi: “Barang siapa dengan sengaja menghalang-halangi, merintangiatau menggagalkan pemeriksaan mayat untuk pengadilan, dihukum penjara selama- lamanya sembilan bulan atau setinggi-tingginya Rp.4.500,-“ Pasal 216 ayat (1) KUHP yang berbunyi: “Barang siapa dengan sengaja tidak menurut perintah atau tuntutan. Yang dilakukan menurut peraturan undang-undang oleh pegawai negeri yang diwajibkan pengawasi pegawai negeri yang diwajibkan atau dikuasakan untuk menyelidiki atau memeriksa perbuatan yang dapat dihukum, demikian juga barang siapa dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh salah seorang pegawai negeri itu, dalam menjalankan sesuatu peraturan undang-undang, dihukum penjara selama-lamanya empat bulan dua minggu atau denda setinggi-tingginya Rp.9000.-“.
150
Pasal 216 ayat (2) KUHP yang berbunyi: “Yang disamakan dengan pegawai negeri yang dimasukkan dalam bahagian pertama dari ayat di atas ini, ialah segala seorang yang menurut peraturan undang- undang selalu atau sementara diwajibkan menjalankan sesuatu pekerjaan umum”. Alat-alat bukt i yang sah yang dibenarkan oleh undang-undang dalam Pasal184 ayat (1) KUHAP, yang secara garis besar meliputi: 1. Keterangan saksi 2. Keterangan ahli 3. Surat 4. Petunjuk 5. Keterangan terdakwa Visum et repertum adalah hasil pemeriksaan seorang dokter, tentang apa yangdilihatnya, apa yang diketemukannya,dan apa yang ia dengar,sehubungan dengan seseorang yang luka,seseorang yang terganggukesehatannya, dan seseorang yang mati. Dari pemeriksaan tersebut diharapkan akan terungkap sebab-sebab
terjadinya
kesemuanya
itu
dalam
kaitannya
dengan
kemungkinan telah terjadinya tindak pidana. Aktivitas seorang dokter ahli kehakiman sebagaimana tersebut di atas, dilaksanakan berdasarkan permintaan dari pihak yang berkompeten dengan masalah tersebut. Visum
et
repertum termasuk
kedalam
alat
bukti
surat
dan
sebagaipengganti alat bukti (corpus delicti).Visum et repertum merupakan surat
151
yangdibuatatassumpahjabatan,yaitujabatansebagaiseorangdokter,sehinggasur at tersebutmempunyaikeotentikan. Sebagaimana dalam Pasal 184 ayat (1) dan Pasal 187 KUHAP, maka visum et repertum dalam bingkai alat bukti yang sah menurut undang-undang, masuk dalam kategori alat bukti surat. Dalam proses selanjtnya, visum et repertum dapat menjadi alat bukti petunjuk. Yang demikian itu didasarkan oleh karena petunjuk sebagaimana tersebut dalam Pasal 188 ayat (1) KUHAP hanya dapat diperoleh dari: 1. Keterangan saksi 2. Surat 3. Keterangan terdakwa Prosesawal visum et repertum yang selanjutnya disebut sebagai alat bukti surat yang untuk memperoleh visumetrepertum tersebut berasal dari kesaksian dokter terhadap seorang menunjukkan bahwa didalamnya telah terselip alat bukti berupa keterangan saksi. Visum et reperum dapat dikatakan merupakan sarana utama dalam penyidikan perkara tindak pidana yang menyebabkan korban manusia, baikhidup maupun mati. Visum et repertum mempunyai daya bukti dalam suatu perkara pidanaapabila kalau bunyi visum tersebut telah dibacakan dimuka sidang pengadilan. Apabila tidak, maka visum tersebut tidak berarti apa pun. Hal ini karena visum dibuat dengan sumpah jabatannya.Visum
152
merupakan tanda bukti, sedangkan korban yang diperiksa adalah bahan bukti.97
Visum Et Repertumagar dapat dikatakan memiliki kekuatan pembuktian sebagai alat bukti yang sah atau sebagai keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim harus memenuhi syarat formil dan syarat materiilnya terlebih dahulu. Syarat-syarat tersebut yaitu : 1. Syarat formil : Alat bukti surat yang disebut dalam Pasal 187 huruf c KUHAP merupakan alat bukti yang sempurna karena bentuk surat dibentuk secara resmi menurut formalitas yang ditentukan peraturan perundang-undangan. 2. Syarat materiil : Substansi yang tercantum dalam Visum Et Repertumsesuai dengan fakta yang diperiksa oleh seorang ahli.98 Syarat formil dalam Visum Et Repertumdiperlukan adanya sumpah yaitu sumpah dokter dan sumpah terdapat dua pendapat dalam Staatblad 1937 No. 350 Ordonansi tanggal 22 Mei 1937 yaitu: 1. Pada tiap-tiap Visum Et Repertumharus dicantumkan sumpah dokter yang khusus untuk sesuatu pemeriksaan tersebut. 2. Berhubung dalam praktek sulit dilaksanakan, maka untuk Visum Et Repertumdianggap cukup dengan sumpah yang diucapkan oleh dokter yang bersangkutan pada waktu pertama kali menerima jabatan sebagai dokter. Hal ini berlaku di Negeri Belanda maupun di Indonesia. Jadi dapat diketahui bahwa syarat Visum Et Repertumsupaya memiliki nilai pembuktian yang sah adalah : 1. Memenuhi syarat formil dan materiil Visum Et Repertum. 97
98
RajoHarahap,op.cit,hlm.272 Sofyan Dahlan. Ilmu Kedokteran Forensik. Sinar HS. Semarang. 1990. Hal. 63
153
2. Diajukan oleh pihak yang tepat yaitu hakim, Jaksa Penuntut Umum dan penyidik. 3. Hasil Visum Et Repertummudah dimengerti oleh orang bukan dokter. 4. Isi Visum Et Repertumrelevan dengan yang dimintakan.99 Kekuatan pembuktian Visum Et Repertumdalam Putusan PN. Purwokerto Nomor: 184/Pid.B/2012/PN.Pwt. merupakan alat bukti yang sah dan hakim bebas memakai sebagai alat bukti surat untuk dasar pertimbangan hukum bagi hakim dalam menjatuhkan putusan pidana yakni pidana penjara selama 5 (lima) tahun terhadap terdakwa (Gatot). Nilai visum et repertum hanya merupakan keterangan saja bagi hakim, danhakim tidak wajib mengikuti pendapat dokter yang membuat visum et repertum tersebut. Visum et repertum merupakan alat bukti yang sah sepanjang visum et repertum tersebut memuat keterangan tentang apa yang dilihat oleh dokter pada benda yang diperiksanya. Pendapat seorang ahli tidak selalu sama dengan ahli lainnya walaupun pendapat-pendapat ahli tersebut didasarkan pada data pemeriksaan yang sama. Maka wajarlah apabila hakim kadang kala menolak bagian pendapat dan kesimpulan dari seorang ahli yang ditulis dalam visum et repertum. Akan tetapi, seyogyanya hakim tidak menolak bagian yang memuat keterangan segala apa yang dilihat dan didapat seorang dokter dalam melaksanakan tugasnya, yaknimemeriksa dan meneliti barang bukti yang ada. Apabila saat pemeriksaan perkara di pengadilan terdapat keragu-raguan bagi hakim meskipun sudah ada visum et repertum, “selalu ada kemungkinan 99
Nina Budiastuti.Skripsi. Kekuatan Pembuktian Visum Et Repertum Dalam Tindak Pidana Penganiayaan (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Militer Semarang No: PUT/84-K/PM.II-10/AL/X/2010).FH.Unsoed.2011. Hal. 92.
154
untuk memanggil dokter pembuat visum et repertum itu ke muka sidang pengadilan untuk mempertanggungjawabkan pendapatnya”, dan dengan demikian ada bentuk dalam memberikan kesaksian ahli yang tertulis maupun yang tidaktertulis. Hakim juga dapat melakukan hal lain saat mengalami keragu-raguanyaitu memanggil dokter lain untuk memberikan pertimbangan dari hasil pemeriksaan dalam visum yang telah dibuat. Dan akhirnya hakim akan mengambil kesimpulan menurut pendapatnnya, yang mana yang akan dipakainya dalam memutuskan suatu perkara pidana. Umumnya
hakim
tidak
mungkin
tidak
sependapat
dengan
hasilpemeriksaan dokter pada bagian pemeriksaan karena dokter melukiskan keadaan yang sebenarnya dari apa yang dilihat dan didapatinya pada korban baik hidup maupun mayat. Tetapi, hakim dapat tidak sependapat dengan dokter pada bagian kesimpulan karena kesimpulan ini ditarik berdasarkan pengamatan yang subjektif. Biarpun visum et repertum yang dibuat dokter telah lama memberi peranan yang menolong di sidang pengadilan, tetapi ada visum et repertum yang tidak membantu jalannya sidang karena tidak dibuat dengan teliti dan disampaikan.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
155
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor: 184/Pid.B/2012/PN.PWT., maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Alat Bukti Surat berupa Visum et Repertum dalam putusan Nomor 184/Pid.B/2012/PN/Pwt
bukan
satu-satunya
alat
bukti
yang
menentukan kematian kobran Hendro, melainkan dianggap sebagai Alat Bukti Surat saja berdasar Pasal 184 ayat (1) huruf c jo. 187 huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981. Meskipun dalam pembuktian Majelis Hakim mendatangkan seorang Dokter untuk memberikan keterangan itu tidak membuat Visum et Repertum menjadikan alat bukti pendukung, melainkan tetap menjadi satu alat bukti yang sah yang dapat berdiri sendiri. Kemudian Visum et Repertum ini merupakan suatu keterangan yang menjelaskan penyebab kematian seseorang saja, yang menentukan korban meninggal adalah Majelis Hakim. Dan untuk mengetahui keterlibatan terdakwa dalam perkara tindak pidana pembunuhan yang terjadi, untuk memberikan keterangan (gambaran) tentang penemuan lukaluka yang terdapat pada tubuh korban, baik luka luar maupun luka dalam dan untuk menerangkan keadaan korban (kaku mayat/mati) yang timbul akibat benda tajam dan benda tumpul. Visum et repertum juga dapat berperan memberikan petunjuk dalam hal alat-alat atau benda-benda yang digunakan untuk membunuh korban serta dalam hal membenarkan atau tidak keterangan terdakwa dan saksi yang
156
diberikan
dihadapan
persidangan.
Dalam
hal
membenarkan
keterangan saksi dan terdakwa ini berfungsi meyakinkan hakim bahwa keterangan saksi, keterangan terdakwa dan visum et repertum adalah sesuai dan benar sehingga menguatkan keyakinan hakim atas kronologis tindak pidana pembunuhan yang terjadi pada saat kejadian.
2.
Kekuatan pembuktian Alat Bukti Visum Et Repertum Dalam Tindak Pidana Pembunuhan Pada Putusan Perkara Pidana Nomor: 184/Pid.B/2012/PN.Pwt adalah: Visum Et Repertumdalam Putusan PN. Purwokerto Nomor: 184/Pid.B/2012/PN.Pwt. merupakan alat bukti yang sah dan hakim bebas memakai sebagai alat bukti surat untuk dasar pertimbangan hukum bagi hakim dalam menjatuhkan putusan pidana yakni pidana penjara selama 5 (lima) tahun terhadap terdakwa (Gatot). Pertimbangan Hakim tersebut didasarkan pada : a.) Terpenuhinya syarat materiil yaitu substansi yang tercantum dalam Visum Et Repertumsesuai dengan fakta yang diperiksa oleh seorang ahli dan syarat formil yaitusurat dibentuk secara resmi menurut formalitas yang ditentukan peraturan perundangundangan sebagai alat bukti surat yakni dibuat secara tertulis dan dikuatkan dengan janji atau sumpah.
157
b.) Kesesuaian Visum Et Repertum dengan keterangan para saksi dan keterangan terdakwa. Nilai visum et repertum hanya merupakan keterangan saja bagi hakim, danhakim tidak wajib mengikuti pendapat dokter yang membuat visum et repertum tersebut. Visum et repertum merupakan alat bukti yang sah sepanjang visum et repertum tersebut memuat keterangan tentang apa yang dilihat oleh dokter pada benda yang diperiksanya.
Daftar Pustaka A. Literatur: Alfitra. 2012. Hukum Pembuktian Dalam Beracara Pidana, Perdata, dan Korupsi di Indonesia. Jakarta: Raih Asa Sukses Chazwi, Adam. 2005. Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hamzah, Adi. 2006. Hukum Acara Pidana di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika. __________.2008. Hukum Acara Pidana di Indonesia Edisi Kedua, Jakarta: Sinar Grafika. C. Djisman Samosir. 1985. Hukum Acara Pidana Dalam Perbandingan, Bandung: Bina Cipta. M, Yahya Harahap. 2002. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Jakarta: Sinar Grafika. Faisal Salam, Moch. 2001. Hukum Acara dalam Teori dan Praktek, Bandung: Sandar Maju Harahap, Yahya. 2010. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan Edisi Kedua. Jakarta: Sinar Grafika. Marpaung, Leden. 2009. Proses Penanganan Perkara Pidana (Penyelidikan dan Penyidikan). Jakarta: Sinar Grafika Marzuki, Mahmud. 2010. Penelitian Hukum, Jakarta:Kencana Permad Group. Projodikoro, Wirjono. 2003. Tindak Pidana Tertentu di Indonesia. Bandung: Refika Aditama. Ranoemihardja, R.Atang. 1991. Ilmu Kedokteran Kehakiman (Forensic, science). Bandung: Tarsito. Remmelink, Jen. 2003. Hukum Pidana, Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting Dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda dan Padananya Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia, Jakarta: Gramedia.
Soemitro, Rony Hanitijo. 1983. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia. Soeparnomo, 2011. Keterangan Ahli dan Visum et Repertum dalam Aspek Hukum Acara Pidana. Bandung: Mandar Maju.
B. Peraturan Perundang-Undangan Indonesia, Undang-Undang No.1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia, Undang-Undang No.8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
C.Sumber Lain Putusan Perkara Nomor 184/Pid.B/2012/PN.Pwt http://minsatu.blogspot.com/2011/07/peran-jaksa-penuntut-umum-dalam.html. Diakses Pada Tanggal 9 Mei 2013 http://tulussitanggang.blogspot.com/2011/5/skenario-5-misteri-sebuahkematian.html. Diakses Pada Tanggal 11 Mei 2013 http://www.sarjanaku.com/2012/12/pengertian-tindak-pidana-dan-unsur.html. Diakses Pada Tanggal 10 Januari 2013 http://adamichazawi.blogspot.com/2009/07/peran-hasil-audit-investigasi-dalamhal.html. Diakses Pada Tnggal 11 Mei 2013 http://dewi37lovelight.wordpress.com/2011/02/10/peran-visum-et-repertum-dalampenyidikan-tindak-pidana-di-indonesia-beserta-hambatan-yangditimbulkannya/ Diakses Pada Tanggal 22 Mei 2013. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Batam, Makalah modul 1 Blog Kedokteran Forensik dan Medikolegal, 2012. http://www.docstoc.com/124112268/Visum-et-Repertum
No Name, http://scribd.com/doc/78852544/catatan-kecil, diakses Pada Tanggal 15 Juni 2013. http://raypratama.blogspot.com/2012/02/pengertian-pembunuhan.html. Pada Tanggal 15 Juni 2013
Diakses
http://raypratama.blogspot.com/2012/02/kekuatan-pembuktian.html. Diakses Pada Tanggal 4 Juli 2013 http://lawmetha.wordpress.com/2011/06/03/pembuktian-dalam-hukum-acara-pidana/ diakses pada tanggal 4 Juli 2013 http://www.lawskripsi.com/index.php?option=com_content&view=article&id=64&It emid=64. Diakses Pada Tanggal 25 Agustus 2013.