eJournal Sosiatri - Sosiologi, 3 (2), 2015 : 81-95 ISSN 0000-0000 , ejournal.sos.fisip-unmul.ac.id © Copyright 2015
PERUBAHAN PROSES PERKAWINAN MASYARAKAT ADAT DAYAK LUNDAYEH MENTARANG DI DESA PELITA KANAAN KECAMATAN MALINAU KABUPATEN MALINAU RAMSIS1 Abstrak Ramsis. Perubahan Proses Perkawinan Masyarakat Adat Dayak Lundayeh Mentarang (Di Desa Pelita Kanaan Kabupaten Malinau, di bawah bimbingan Ibu Prof. Dr. Hj. Hartutiningsih, MS. dan Bapak Drs. Sugandi, M.Si. Semua kebudayaan (termasuk perkawinan) pada suatu waktu akan berubah karena bermacam-macam sebab, biasanya karena perubahan lingkungan yang dapat menuntut perubahan kebudayaan yang bersifat adaptif. Sebab lain adalah terjadinya kontak dengan suku bangsa lain yang membawa gagasan baru yang menyebabkan perubahan dalam nilai-nilai dan tata kelakuan yang ada. Perubahan kebudayaan juga terjadi pada masyarakat Desa Pelita Kanaan di Kabupaten Malinau, antara lain perubahan pada proses perkawinan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif untuk mengetahui perubahan proses perkawinan masyarakat adat Dayak Lundayeh Mentarang. Penelitian dilakukan di Desa Pelita Kanaan, Kabupaten Malinau dimana pada desa tersebut telah terjadi pembauran antar etnis. Selain suku Dayak Lundayeh sebagai suku asli pada desa tersebut, pada saat ini juga hidup dengan rukun suku-suku lainnya seperti suku Jawa, Bugis, Dayak Abai, Dayak Merap, dan Dayak Kenyah. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan wawancara dengan narasumber yang berkompeten seperti Ketua Adat, tokoh di desa tersebut, pendeta, dan pengantin yang menikah sesuai adat Dayak Lundayeh Mentarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada saat ini proses perkawinan adat pada suku Dayak Lundayeh Mentarang. Perubahan-perubahan tersebut antara lain: peran Kepala Adat, sajian minum-minuman pada saat acara tawarmenawar mas kawin, perubahan pada jenis furut, dan perubahan tempat perkawinan. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan proses perkawinan tersebut antara lain: perkawinan campuran, arus migrasi (masuknya agama Islam dan Kristen, keluar masuknya warga keluar daerah dan sebaliknya), langkanya barang-barang adat sebagai mas kawin, arus modernisasi, dan arus globalisasi. Kata Kunci : Perubahan Proses Perkawinan Adat, Suku Dayak Lundayeh
1
Mahasiswa Sosiatri-Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Email :
[email protected]
eJournal Sosiatri - Sosiologi Volume 3, Nomor 2, 2015: 81-95
Pendahuluan Manusia adalah mahluk sosial yang berarti bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lainnya, begitu juga manusia yang berlainan jenis kelamin saling membutuhkan untuk dijadikan teman hidupnya. Sebagai perwujudan sifat alami tersebut maka sesuai dengan norma-norma kesusilaan dan norma-norma agama maka dibentuklah lembaga perkawinan agar hubungan manusia tersebut sah sesuai dengan norma yang ada. Perkawinan merupakan salah satu tahap dalam siklus manusia atau yang dalam ilmu antropologi disebut dengan stage a long the life cycle. Tahap-tahap yang ada di sepanjang hidup manusia seperti masa bayi, masa penyapihan, masa anak-anak, masa remaja, masa pubertas, masa sesudah menikah, masa tua dan sebagainya (Koentjaraningrat, 1990:89). Perkawinan adalah salah satu tahap yang terpenting di dalam siklus hidup manusia, di mana perkawinan menjadi alat suatu kelompok masyarakat untuk melanjutkan keberlangsungan kelompoknya. Contoh perubahan-perubahan dalam proses perkawinan adat suku Dayak Lundayeh antara lain: acara minum-minuman pengasih yang berada dalam tempayan sudah tidak dilakukan, mas kawin (furut) yang dulunya berupa tempayan (abay) sudah jarang ditemukan karena diganti dengan barang-barang elektronik, kain, kendaraan, dan lain-lain. Proses perkawinan secara adat Dayak Lundayeh pada saat ini sudah banyak diabaikan oleh masyarakat Dayak Lundayeh itu sendiri, yang diakibatkan oleh pengaruh perkembangan zaman. Banyak acara adat yang dihilangkan dengan alasan tidak modern, tidak perlu dipergunakan lagi. Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk mengangkat perihal proses perkawinan adat pada suku Dayak Lundayeh dengan judul : “Perubahan Proses Perkawinan Masyarakat Adat Dayak Lundayeh Mentarang di Desa Pelita Kanaan Kecamatan Malinau Kabupaten Malinau” Pengertian Perkawinan Perkawinan merupakan suatu dasar yang utama dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu perkawinan merupakan suatu hal yang membenarkan hubungan badan antara lawan jenisnya. Perkawinan juga merupakan suatu hukum dalam kehidupan masyarakat. Menurut Bachtiar (2004), perkawinan adalah pintu bagi bertemunya dua hati dalam naungan pergaulan hidup yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama, yang di dalamnya terdapat berbagai hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pihak untuk mendapatkan kehidupan yang layak, bahagia, harmonis, serta mendapat keturunan. Perkawinan itu merupakan ikatan yang kuat yang didasari oleh perasaan cinta yang sangat mendalam dari masing-masing pihak untuk hidup bergaul guna memelihara kelangsungan manusia di bumi.
82
Perubahan Proses Perkawinan Masyarakat Adat Dayak Lundayeh (Ramsis)
Tujuan Perkawinan Menurut Walgito (2000), suami istri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya mencapai kesejahteraan spiritual dan material. Lebih lanjut Walgito (2000) tujuan perkawinan adalah mengembangkan kepribadian untuk mencapai kesejahteraan spiritual dan material. Menurut Sahli (1994), tujuan perkawinan sesungguhnya sangat mulia apabila dilandaskan kesadaran untuk saling memberi yang terbaik walaupun pasangannya tidak menuntut hal tersebut. Pendapat yang berbeda dikemukakan oleh Wantjik (1976) tujuan melangsungkan perkawinan adalah untuk menciptakan hidup rumah tangga yang sejahtera bersama pasangan yang menjadi pilihan dan untuk meneruskan keturunan pada umumnya dalam membina keluarga, setiap orang menginginkan kehidupan yang bahagia bersama pasangannya sampai akhir waktu. Menurut Kusnadi (2005) tujuan bersama dalam perkawinan adalah komposisi dari setiap tujuan personal pasangan yang mungkin dengan cara kooperatif akan menyertakan kedua keinginan pasangan tersebut, apabila kedua keinginan tersebut terkandung dalam satu tujuan bersama sebagai hasil akhir. Hukum Adat Perkawinan Lundayeh Hubungan Keluarga 1. Prinsip perkawinan Dayak Lundayeh didasarkan pada ikatan kekeluargaan antara orang tua pihak laki-laki dengan orang tua pihak perempuan serta semua keluarga kedua belah pihak. Terikat dalam suatu ikatan kerena itu sejak awal perkawinan Dayak Lundayeh ditentukan oleh orang tua yang terlebih dahulu mengambil inisiatif untuk menjalin hubungan keluarga melalui ikatan perkawinan dari kedua anak mereka. Oleh sebab itu perkawinan dulunya bahkan masi dalam kandungan bisa ditunangkan. 2. Sahnya Perkawinan Adat Lundayeh Sahnya perkawinan menurut hukum adat bagi masyarakat hukum adat Indonesia pada umumnya bagi penganut agama, tergantung pada agama yang dianut masyarakat adat yang bersangkutan. Bagi masyarakat yang menganut agama yang diakui pemerintah Indonesia yaitu agama Islam, agama Kristen Protestan, agama Kristen Katolik, agama Budha dan agama Hindu serta 1 (satu) aliran Kepercayaan Kong Hu Cu. Jika perkawinan telah dilaksanakan menurut tata tertib hukum agama-agama tersebut, maka perkawinan itu sudah sah menurut hukum adat. Kecuali bagi mereka yang belum menganut agama yang diakui pemerintah, seperti halnya mereka yang masih menganut kepercayaan agama lama (kuno) walaupun sudah sah menurut agama kepercayaan yang dianut masyarakat adat belum tentu sah menjadi warga adat dari masyarakat adat bersangkutan.
83
eJournal Sosiatri - Sosiologi Volume 3, Nomor 2, 2015: 81-95
3. Furut (Mas Kawin) Sebagai Denda atau Sangsi Perkawinan adat Lundayeh didasarkan pada pemberian furut (mas kawin), bukan saja sebagai ikatan hubungan dari kedua belah pihak, melainkan sebagai sangsi bila perkawinan tersebut menghadapi masalah : 1. Bila laki-laki penyebab masalah terjadi peceraian maka : a. Semua barang yang diberikan pada waktu perkawinan tidak dikembalikan b. Pihak laki-laki didenda dengan penyebab perceraian tersebut yaitu : semua hasil usaha yang diperoleh selama perkawinan diberikan kepada pihak perempuan. 2. Bila pihak perempuan penyebab perceraian maka semua barang yang diberikan pada pihak perempuan pada saat perkawinan dikembalikan kepada pihak laki-laki. Definisi Konsepsional Definisi konsepsional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Perkawinan adat adalah perkawinan yang dilaksanakan sesuai dengan adat istiadat yang berlaku pada suku Dayak Lundayeh di Kabupaten Malinau. 2. Perubahan adalah suatu keadaan pada masa sekarang dimana proses, tata cara, kebiasaan-kebiasaan yang terjadi sudah tidak sesuai lagi dengan proses, tata cara, dan kebiasaan-kebiasaan pada masa sebelumnya. 3. Perubahan proses perkawinan adat adalah suatu keadaan dimana tata cara dan kebiasaan yang dipakai dalam pelaksanaan perkawinan adat suku Dayak Lundayeh mengalami perubahan dibandingkan dengan tata cara dan kebiasaan perkawinan adat suku Dayak Lundayeh pada waktu yang lalu. Jenis Penelitian Berdasarkan jenis penelitian yang dilakukan penulis, maka skripsi ini termasuk dalam jenis penelitian kualitatif. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang alami (Croswell, 1998:15). Bogdan dan Taylor (Moleong, 2007:3) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Fokus Penelitian Fokus penelitian ini adalah : 1. Proses perkawinan adat suku Dayak Lundayeh di Kabupaten Malinau. 2. Perubahan-perubahan dalam proses perkawinan suku Dayak Lundayeh di Kabupaten Malinau. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan dalam proses perkawinan suku Dayak Lundayeh di Kabupaten Malinau. 84
Perubahan Proses Perkawinan Masyarakat Adat Dayak Lundayeh (Ramsis)
Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara, observasi, dan pengkajian dokumen. Hal ini didasarkan atas pendapat Lincoln dan Guba (1985) yang menyatakan pengumpulan data kualitatif menggunakan wawancara, observasi, dan dokumen (catatan atau arsip). Teknik utama pengumpulan data dalam penelitian ini adalah semistructured interview (SSI) atau wawancara setengah terstruktur. Dua hal penting yang menjadi karakteristik dari teknik ini adalah: 1) Tidak disiapkan daftar pertanyaan yang terinci dan tertutup seperti dalam survei. Untuk keperluan wawancara disiapkan panduan wawancara (guide questions) yang dipakai dalam melakukan wawancara. 2) Pewawancara menggunakan panduan tersebut untuk melakukan wawancara secara kreatif dan sungguh-sungguh menggali (probing). Kemampuan probing menjadi kunci keberhasilan dalam menggali informasi mengenai proses perubahan perkawinan adat suku Dayak Lundayeh di Kabupaten Malinau. Teknik Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini yang digunakan adalah analisis kualitatif deskriptif (Milles dan Haberman, 2004:20). Proses analisis ini dilakukan selama proses penelitian. Dalam teknik ini ada empat komponen pokok analisis yaitu pengumpulan data, reduksi data, sajian, data dan penarikan kesimpulan yang kesemuanya itu difokuskan pada tujuan penelitian. Proses analisis tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
Pengumpulan Data
Sajian Data
Reduksi Data
Penarikan Kesimpulan Sumber : Miles dan Hubberman (2004 :20) Keabsahan Data Untuk meningkatkan kualitas penelitian ini dilakukan dengan beberapa cara, yaitu : 1. Triangulasi Pengujian keabsahan data yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan menggunakan teknik triangulasi yaitu teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk pembanding terhadap 85
eJournal Sosiatri - Sosiologi Volume 3, Nomor 2, 2015: 81-95
data yang didapat dari teknik observasi. Teknik triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi dengan sumber artinya peneliti membandingkan data dari hasil observasi dengan data hasil wawancara yang ditunjang oleh data studi dokumentasi. Data yang diperoleh melalui observasi dikumpulkan, dipelajari dan diambil kesimpulan sementara kemudian dibandingkan dan dilakukan cek silang dengan hasil wawancara yang diperoleh dari para responden. Data yang diperoleh melalui observasi juga dibandingkan dan dicek silang dengan hasil dokumentasi yang diperoleh. Demikian pula hasil wawancara dengan para informan dibandingkan dan dicek silang dengan hasil dokumentasi sehingga dapat diambil kesimpulan secara keseluruhan dengan teliti dan seksama sehingga validitas penelitian dapat dipertanggung jawabkan. Dengan demikian derajat kepercayaan informasi yang didapat dalam penelitian ini terjamin karena hasil penelitian merupakan deskripsi hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi. 2. Perpanjangan Pengamatan Perpanjangan waktu penelitian merupakan salah satu teknik untuk memperoleh keabsahan data, dengan perpanjangan waktu, diharapkan peneliti dapat memperoleh berbagai informasi secara leluasa sesuai dengan kebutuhan penelitian. Berapa lama perpanjangan penelitian ini dilakukan, akan sangat tergantung pada kedalaman peneliti menggali data, keluasan informasi yang diperoleh dan kepastian data yang telah diperoleh. 3. Ketekunan Pengamatan Ketekunan pengamatan merupakan salah satu aspek keabsahan data. Dengan ketekunan pengamatan yang dilakukan terhadap perubahan proses perkawinan masyarakat adat Dayak Lundayeh Mentarang, diharapkan mampu memberikan informasi yang lebih sesuai. Dengan meningkatkan ketekunan pengamatan, maka peneliti dapat melakukan pengecekan kembali apakah data yang telah ditemukan itu salah atau tidak. Untuk meningkatkan ketekunan, peneliti membaca berbagai referensi buku maupun hasil penelitian atau dokumentasi-dokumentasi yang terkait dengan temuan yang diteliti. Hasil Penelitian & Pembahasan Penelitian ini dilakukan di Desa Pelita Kanaan di Kabupaten Malinau, Provinsi Kalimantan Utara. Pada awalnya di desa tersebut dihuni oleh suku Dayak Lundayeh sebagai suku asli, namun pada saat ini sudah terjadi pembauran antar penduduk. Selain suku Dayak Lundayeh, terdapat juga suku-suku lainnya seperti : Jawa, Dayak Abai, Dayak Merap, dan Dayak Kenyah. Peta lokasi penelitian tepatnya sebagai berikut :
86
Perubahan Proses Perkawinan Masyarakat Adat Dayak Lundayeh (Ramsis)
Lokasi Penelitian Desa Pelita kanaan
Gambar. Lokasi Penelitian Sejarah Suku Dayak Lundayeh Sejarah tentang asal usul suku Dayak sendiri berawal dari kedatangan penduduk Yunan (sebelah Selatan Gurun Gobi, Cina) yang mendarat di sebelah Barat dan Timur Pulau Kalimantan, mengakibatkan terdesaknya masyarakat Melayu Tua ke pedalaman Pulau Kalimantan. Penduduk yang menyebar di pedalaman/pegunungan Kalimantan merupakan penduduk asli Kalimantan, karena bermukim jauh di daerah pedalaman/pegunungan maka disebut orang Darat atau Daye, dan selanjutnya dikenal dengan Dayak. Tata Cara Perkawinan Adat suku Dayak Lundayeh Perkawinan di kalangan masyarakat adat suku Dayak Lundayeh, merupakan campuran antara aturan adat dan aturan Gerejawi. Perkawinan yang dilaksanakan dalam masyarakat adat Dayak Lundayeh, Kabuapten Malinau dilangsungkan dalam tahap-tahap yang merupakan suatu kebiasaan yang bersifat turun temurun. Kegiatan yang melibatkan banyak orang tersebut diadakan terpisah-pisah, tetapi merupakan suatu keseluruhan yang terdiri atas tiga kegiatan utama, yakni peminangan (Nguduk), Pelaksanaan pernikahan (Fetutup) dan pesta perkawinan (Erau Aweh). Menurut Kepala Adat Dayak Lundayeh di Malinau, Bapak Daniel Ecoh, proses perkawinan secara garis besar terdiri dari: peminangan, pelaksanaan perkawinan, dan pesta pernikahan sebagaimana penjelasan berikut : 87
eJournal Sosiatri - Sosiologi Volume 3, Nomor 2, 2015: 81-95
Secara umum, proses pernikahan adat Dayak Lundayeh terdiri dari bebrapa bagian, namun secara umum dapat dibagi 3 bagian yaitu : peminangan, pelaksanaan perkawinan, dan pesta perkawinan. (Daniel Ecoh, Wawancara, 15 September 2014). Secara rinci, proses perkawinan adat suku Dayak Lundayeh sebagaimana penjelasan dari Bapak Daniel Ecoh adalah sebagai berikut : Peminangan (Nuduk) Untuk masa peminangan ini dapat digolongkan 3 (tiga) kegiatan,yaitu: 1. Proses Memberi Tanda (Nuduk) Nuduk artinya memberi tanda kepada perempuan untuk menjalani suatu hubungan yang lebih serius untuk melanjutkan ke proses tunangan, dalam proses ini tanda bisa di kirim ataupun diantar langsung kepada orang tua pihak perempuan berupa : kain dan parang (Mandau). Mendahului peminangan yang resmi, maka keluarga pria mengutus seseorang Lun Nginul (Perantara Perkawinan) untuk mendapat informasi dari keluarga wanita apakah mereka akan menerima Lun Nginul (Perantara Perkawinan) resmi keluarga pria untuk berkunjung ke rumah keluarga wanita untuk melamar anak gadisnya. Lun Nginul (Perantara Perkawinan) yang tidak resmi ini boleh pria atau seorang wanita namun utusan resmi biasanya seorang pria, tua-tua dalam adat. Suasana pertemuan tidak resmi, tetapi agak tegang karena jawaban yang diperoleh akan menentukan tindakan selanjutnya. Biasanya yang menerima utusan pribadi ini adalah orang tua wanita, bersama kakek, nenek, kemudian hal tersebut disampaikan kepada anak perempuannya. 2. Peminangan resmi (Nguduk) Keluarga pria bersama Lun Nginul (Perantara Perkawinan) resminya datang ke rumah wanita untuk melakukan peminangan resmi. Acara ini melibatkan kelurga besar kedua belah pihak tua-tua adat, pendeta dan masyarakat 1(satu) lokasi di mana peminangan akan dilangsungkan. Dalam peminangan resmi ini biasanya dipakai 2 (dua) orang perantara, 1 (satu) orang dari pihak pria dan satunya lagi dari pihak wanita. Lun Nginul (Perantara Perkawinan) akan bertanya kepada kedua calon suami isteri apakah mereka bernar-benar bersedia untuk menikah, jika ada kesepakatan, maka dilanjutkan dengan membicarakan furut (mas kawin). 3. Pengumuman Setelah peminangan resmi (Nguduk) dilakukan dan disetujui maka diadakanlah pengumuman untuk memberitahukan kehendak kedua calon mempelai untuk melangsungkan pernikahan. Caranya adalah dengan membuat surat pemberitahuan tentang adanya acara pernikahan, yang nantinya akan disampaikan kesetiap kampung-kampung yang berdekatan dengan kampung asal kedua mempelai. Pengumuman ini sekaligus sebagai undang pernikahan kedua calon mempelai. Pengumuman pemberitahuan perkawinan ini memuat
88
Perubahan Proses Perkawinan Masyarakat Adat Dayak Lundayeh (Ramsis)
beberapa hal itu, yaitu : nama, tempat tinggal/kediaman dari kedua calon mempelai dan hari, jam, dan tempat perkawinan akan dilangsungkan. Pelaksanaan Perkawinan (Fetutup) Pelaksanaan perkawinan (Fetutup) dibagi atas 2 (dua) bagian, yaitu : 1. Ngaru Burung (Menyusun Kayu Api) Sebelum Fetutup (Pelaksanaan Pernikahan) dilangsungkan, dilakukan suatu rangkaian acara yang masyarakat setempat biasa kenal dengan nama Ngaru Burung, yaitu Menyusun Kayu Api, yang dilakukan oleh keluarga pihak pria. Ngaru Burung (Menyusun Kayu Api) ini dilakukan di depan rumah si wanita yang dibuat berbentuk gapura yang tingginya kurang lebih 3 meter, dari puncak susunan kayu api ditarik kain merah kearah rumah siwanita yang panjangnya kurang lebih 100 (seratus) meter, kain itu diikat di setiap sudut rumah si wanita. Setelah ngaru burung (menyusun kayu api) selesai dilakukan penyerahan mas kawin oleh pihak pria kepada pihak wanita, yang dilangsungkan di dekat susunan kayu api yang sudah berdiri. Dalam acara Ngaru Burung (Menyusun Kayu Api) ini diadakan pesta kecil/makan-makan bersama yang disiapkan oleh keluarga si wanita. 2. Fetutup (Pelaksanaan Pernikahan) Setelah ngaru burung (Penyusunan Kayu Api) dan penyerahan mas kawin dilakukan, dilanjutkan dengan acara Fetutup (Pelaksanaan Pernikahan), upacara ini dilangsungkan di Gereja, menyikuti tata cara Gereja dan dalam bahasa Indonesia. Setelah pemberkatan pernikahan, dilanjutkan dengan penandatanganan surat nikah yang dikeluarkan oleh Gereja di mana perkawinan tersebut dilaksanakan. Pengesahan dan pencatatan merupakan salah satu syarat perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Di lingkungan masyarakat Suku Dayak Lundayeh dalam kenyataan masih banyak pelaksaan perkawinan yang dilakukan berdasarkan Hukum Adat dan hanya mendapat pengesahan dari lembaga keagamaan saja tanpa diikuti pencatatan oleh lembaga catatan sipil, sehingga syarat-syarat menurut UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan masih ada yang belum dilaksanakan sebagaimana mestinya sesuai dengan harapan Undang-Undang tersebut. Pesta Perkawinan (Erau Aweh) Dalam persta Perkawinan ini dibagi dalam dalam ada 2 (dua) kegiatan yaitu: 1. Erau Aweh (Pesta Perkawinan) Setelah upacara Pernikahan dilakukan, dilanjutkan dengan Erau Aweh (Pesta Perkawinan) dalam hal ini semua pemuka adat, pemuka agama dan undangan khusus berkumpul di rumah pengantin wanita untuk mengikuti acara pembukaan rumah tangga baru. Sedangkan anggota masyarakat lainnya mengambil tempat di rumah-rumah tetangga yang berdekatan dengan rumah siwanita untuk makan bersama-sama. 89
eJournal Sosiatri - Sosiologi Volume 3, Nomor 2, 2015: 81-95
2. Ngated Biung (Mengantar Harta) Setelah pesta perkawinan dilakukan pada sore harinya dilangsungkan acara ngated biung (mengantar harta). Ngated biung ini dilakukan oleh pihak keluarga mempelai wanita ke rumah mempelai pria. Dalam hal ini jika kedua mempelai dalam 1 lokasi yang sama atau kampung berdekatan maka barangbarang tersebut bisa diantar langsung ke rumah mempelai pria dan jika rumah mempelai pria jaraknya lebih jauh maka barang-barang tersebut diantar ke rumah adat setempat sebagai pengganti rumah mempelai pria, dan setelah acara antar harta tersebut dilakukan keluarga mempelai pria boleh mengambil barang-barang tersebut dari rumah adat. Biasanya harta atau barang-barang yang diberikan berupa segala sesuatu kebutuhan kedua mempelai untuk berumah tangga seperti : alat-alat dapur, papan buat rumah, Ogam (tikar), Raing (bakul), Buan (bakul rotan), Bekang, Raung (saung), Karit (parang), Ubuh, Rinuh, dan lain-lain. Perubahan Proses Perkawinan Adat Suku Dayak Lundayeh Seiring dengan perkembangan zaman, proses perkawinan adat suku Dayak Lundayeh di Malinau juga mengalami beberapa perubahan sebagaimana penjelasan Ketua Adat suku Dayak Lundayeh di Malinau Bapak Daniel Ecoh : Proses perkawinan suku Dayak Lundayeh terutama di Malinau ada perubahan jika dibandingkan masa lalu dan pada saat ini. Perubahan-perubahan dalam proses perkawinan adat suku Dayak Lundayeh Malinau antara lain : prosesi pernikahan oleh Kepala Adat, sajian minum-minuman, benda-benda yang diserahkan pihak mempelai laki-laki (furut), dan tempat pernikahan. (Daniel Ecoh, wawancara tanggal 15 September 2014). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Banyak hal yang membuat suatu kebudayaan dapat mengalami perubahan. Perubahan dapat dilatarbelakangi dari dalam masyarakat itu sendiri maupun dari luar yang dapat mempengaruhi kebudayaan tersebut. Eksisnya suatu kebudayaan suatu masyarakat yang dapat menjawab tantangan perkembangan dan perubahan dalam masyarakat itu sendiri harus tetap mendukung dan mempertahankan kebudayaannya sendiri. Dalam mempertahankan eksisnya kebudayaan tersebut tidak terlepas dari proses belajar kebudayaan sendiri yang diturunkan secara turun-temurun kepada generasi selanjutnya yang dilakukan dengan cara sosialisasi. Koentjaraningrat (1990:229) menyatakan untuk belajar budaya sendiri dapat dilakukan dengan cara proses sosialisasi dimana seorang individu dari anakanak hingga masa tua tetap mempelajari atau melestarikan kebudayaannya. Pembahasan Perubahan Proses Perkawinan Adat Dayak Lundayeh Manusia adalah makhluk sosial yang berarti bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lainnya, begitu juga pada setiap manusia yang berlainan 90
Perubahan Proses Perkawinan Masyarakat Adat Dayak Lundayeh (Ramsis)
jenis kelamin saling membutuhkan untuk dijadikan teman hidupnya. Perkawinan adalah salah satu perilaku yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat kita, sebab perkawinan itu tidak hanya menyangkut pria dan wanita bakal mempelai saja, tetapi juga orangtua kedua belah pihak, saudara-saudaranya bahkan keluarga mereka masing-masing. Hanya melalui perkawinan pria dan wanita yang bersangkutan memperoleh status baru dalam masyarakat. Perkawinan bagi masyarakat Dayak Lundayeh dapat dilaksanakan apabila telah memenuhi ketentuan-ketentuan atau syarat-syarat baik itu yang telah ditentukan oleh Undang-undang perkawinan, agama, dan juga yang ditentukan oleh adat istiadat suatu daerah (suku). Pembangunan dewasa ini masyarakat dibawa pada kecenderungan untuk berubah lebih cepat dibandingkan sebelumnya. Perubahan ini lebih mungkin disebabkan oleh adanya perubahan penilaian sesuatu yang dahulunya bernilai tinggi dan mutlak harus ada, tetapi sekarang ini sudah berkurang bahkan sudah hilang makna dan nilainya. Perubahan yang dimaksud dapat berarti penambahan atau pengurangan kearah perubahan. Penambahan atau pengurangan dalam upacara perkawinan dapat dilihat dalam empat unsur upacara perkawinan yang meliputi: tempat upacara, saat upacara, peralatan dan perlengkapan upacara, dan orang-orang yang melakukan upacara. Perkembangan zaman mempengaruhi terjadinya perubahan dalam setiap bagian upacara adat perkawinan. Perubahan yang dimaksud berarti menambah atau mengurangi kewajiban-kewajiban tertentu dalam upacara perkawinan. Ada yang melewati seluruh tata cara tersebut dan ada juga yang melewati bagian-bagian tertentu saja dari upacara tersebut. Baik upacaranya, unsur upacaranya, maupun hakekat dan nilai yang terkandung di dalam setiap upacara mengalami perubahan dan pembaharuan (Gultom DJ, 1992:278). Faktor-Faktor Penyebab Perubahan Proses Perkawinan Adat Dayak Lundayeh Manusia adalah makhluk sosial yang berarti bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lainnya, begitu juga pada setiap manusia yang berlainan jenis kelamin saling membutuhkan untuk dijadikan teman hidupnya. Perkawinan adalah salah satu perilaku yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat kita, Khusus dalam upacara perkawinan Dayak Lundayeh ada tiga unsur kebudayaan yang mempengaruhi perubahan simbol-simbol budaya dalam perkawinan yaitu : pertama unsur modernisasi yang seolah tak terelakkan dengan pembangunan bangsa dan masyarakat yang dititikberatkan pada cara berfikir baru yang memungkinkan orang-orang menciptakan dan membuat masyarakat modern, industri modern, dan pemerintahan modern. Proses modernisasi dilakukan dan dibawa oleh agen-agen perubah seperti pemerintah daerah, tokoh-tokoh masyarakat maupun masyarakat sendiri yang membawa ide-ide baru kepada masyarakat. Effendy (2006:97) mengatakan bahwa : konsep modernisasi dapat menunjukkan jalan ke arah terintegrasinya semua kelompok dalam masyarakat untuk mencapai tujuan yang ditetapkan, dan memberikan petunjuk nilai-nilai
91
eJournal Sosiatri - Sosiologi Volume 3, Nomor 2, 2015: 81-95
mana yang harus dipertahankan, mana yang harus dikembangkan, mana yang harus diubah. Warga Lundayeh berpendapat wajar apabila simbol-simbol dalam upacara perkawinan Dayak Lundayeh mengalami perubahan hal ini sesuai dengan perkembangan zaman. Di samping alat-alat sebagai simbol-simbol komunikasi yang berubah karena kebutuhan barang yang sudah langka juga nilai ekonomis yang relatif mudah dijangkau harganya. Penerimaan mereka terhadap perubahan simbol-simbol dalam upacara perkawinan Dayak Lundayeh ini bersifat taken-forgranted atau menerimanya sebagai suatu kemestian atau wajar. Persepsi warga non-Dayak terhadap perubahan yang terjadi dalam upacara perkawinan Dayak Lundayeh pada umumnya tidak bersifat menolak, mereka berempati dalam pengertian perubahan sebagai suatu solusi dalam memenuhi tuntutan zaman akan tetapi tidak berarti mengurangi makna dan nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Proses pernikahan adat suku Dayak Lundayeh di Kabupaten Malinau mengalami beberapa perubahan antara lain : pada awalnya proses perkawinan dilakukan Kepala Adat, pada saat ini dilakukan oleh pendeta, sajian minumminuman keras pada saat tawar-menawar furut antara keluarga mempelai pria dan mempelai wanita sudah tidak dilakukan lagi, diganti dengan sajian lain yang tidak memabukkan, barang-barang sebagai mas kawin sudah berubah diganti dengan benda-benda modern seperti barang elektronik, kendaraan, dan lain-lain. Selain itu pesta pernikahan dapat dilakukan bukan hanya di rumah, juga di gedung-gedung mewah. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan pada proses pernikahan adat Dayak Lundayeh antara lain : perkawinan campiran, arrus migrasi di mana masuknya ajaran-ajaran baru terutama agama Kristen dan Islam yang dibawa oleh pendatang dari luar, banyaknya warga Dayak Lundayeh yang ke luar dan menetap di daerah lain dan sebaliknya, langkanya barang-barang adat yang digunakan dalam upacara perkawinan seperti tempayan, gong, dan lain-lain, arus modernisasi mempengaruhi pola pikir masyarakat dari tradisional ke arah modern, dan arus globalisasi di mana media cetak maupun elektronik mempunyai peran sebagai pembawa informasi kepada masyarakat baik mengenai pendidikan, pergaulan, dan sebagainya cukup berpengaruh terhadap perubahan budaya dalam upacara perkawinan Dayak Lundayeh. Saran-saran 1. Perubahan-perubahan dalam proses pernikahan adat Dayak Lundayeh merupakan proses sosial budaya yang tidak dapat dihindari sebagaimana proses perubahan sosial budaya pada masyarakat lainnya. Sehubungan dengan
92
Perubahan Proses Perkawinan Masyarakat Adat Dayak Lundayeh (Ramsis)
itu penelitian ini menyarankan agar dalam pelaksanaannya upacara pernikahan Dayak Lundayeh sebaiknya tetap dilaksanakan. 2. Kepada tokoh adat, tokoh masyarakat, serta orang tua agar lebih mampu mensosialisasikan adat masyarakat Dayak Lundayeh kepada generasi selanjutnya serta menyebarluaskan nilai-nilai adat sehingga norma-norma adat tetap dijalankan dan dikembangkan dalam kehidupan masyarakat Dayak Lundayeh. Daftar Pustaka Achmad, A.S. dan Ecip, S.S. 2005. Komunikasi dan Pembangunan. Jakarta : Sinar Harapan Bachtiar, A. 2004. Menikahlah, Maka Engkau Akan Bahagia!. Yogyakarta : Saujana Berutu, Lister dan Nubani Padang. 2007. Tradisi dan Perubahan. Medan : Monora Cary, Pack Jane, 1995. Wanita dan Keluarga, Kepenuhan JAti Diri dalam Perkawinan dan Keluarga. Yogyakarta : Kanisius Dariyo, Agoes. 2003. Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia Duvall, E & Miller, C. M. 1986. Marriage and Family Development, 6th ed. New York: Harper & Row Publisher. Effendy, Onong U. 2006. Dinamika Komunikasi. Bandung : Remadja Rosdakarya. Gunarsa & Gunarsa. 2007. Psikologi Praktis : Anak, Remaja, dan Keluarga. Jakarta: Gunung Mulia. Hadikusuma, Hilman. 2005. Hukum Perkawinan Adat. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti Haviland, William. 2008. Pengantar Antropologi Jilid I dan II. Jakarta : Universitas Indonesia Press Indonesia. Undang-undang Tentang Perkawinan, UU No. 1 Tahun 1974. LN No. 1 Tahun 1974, TLN No. 3019. Jehani, Libertus. 2008. Perkawinan Apa Resiko Hukumnya. Jakarta : Forum Sahabat. Kartono, K. 1992. Psikologi Wanita : Gadis Remaja dan Wanita Dewasa. Bandung: Mandar Madu. Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta Manan, Imran. 2007. Perubahan Sosial Budaya, Modernisasi dan Pembangunan. Jakarta : P2LPPK Matthem. B. Milles dan Huberman. A. Michael. 2004. Analisis Data Kualitatif. Universitas Indonesia. UI Perss Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT Remaja Rosdakarya
93
eJournal Sosiatri - Sosiologi Volume 3, Nomor 2, 2015: 81-95
Papalia, Diane, Old, S. W., Feldman, R. D. 2004. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup Pelly, Usman, 1994. Teori–Teori Sosial Budaya, Proyek Pembinaan Dan Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dan Kebudayaan Poerwanto, Hari. 2000. Kebudayaan dan Lingkungan Dalam Perspektif Antropologi. Jakarta : Pustaka Pelajar Pustaka: Yayasan Peduli Anak Negeri (YPAN) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Parsons, Talcoll dan Robart F. Bales. 1955 Family. Socialization and Science of Process. Illinois: The Ferr Press. Sadarjoen, SS. 2012. Konflik Marital (Pemahaman Konsep Aktual dan Alternatif Solusinya). Bandung : PT. Refika Aditama Saleh, K. Wantjik, 1976. Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia Saxton, L. 1986. The Individual, Marriage and The Family. California: Wadsworth Publishing Company. Sigelman, C.K & Rider, E.A. 2003. Life-Span Human Development. United States America : Wadsworth Thomson Learning Soekanto, Soerjono. 2000. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT. Grafindo Suryati, S.H, 2008. pelaksanaan perkawinan menurut hukum adat Suku dayak lundayeh ( Skripsi ) Semarang. Suparlan, Parsudi. 1997. Paradigma Naturalistik Dalam Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kualitatif Dan Penggunaannya. Dalam Jurnal Antropologi No. 53 1997. Ter Haar. 2010. Asas-asas san susunan Hukum Adat (Begensilen en Stelsel Yan Het Adatrecht), Terjemahan K.Ng.Soebakti Poespo Noto. Jakarta : Pradnya Paramita Yuwana, TA, dan Maramis, W.F. 2003. Dinamika Perkawinan Masa Kini. Malang : Diana Walgito, Bimo. 2000. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Penerbit Andi. Widjaja, H.A.W. 2000. Ilmu Komunikasi : Pengantar Studi. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta Sumber google : http://www.sarjanaku.com/2013/01/pengertian-perkawinan-makalahmasalah.html ( diakses pada tangal 28 Oktober 2013 ) http://www.google.co.id/search?q=Menurut+Kartono+mengenai+perkawinan&bt nG=Telusuri+Buku&tbm=bks&tbo=1&hl=id (diakses pada tangal 28 Oktober 2013) http://paketwebsitemurah.com/artikel-ilmiah/pengertian-perkawinan (diakses pada tangal 28 Oktober 2013) http://www.sarjanaku.com/2013/01/pengertian-perkawinan-makalahmasalah.html( diakses pada tangal 29 Oktober 2013 ) 94
Perubahan Proses Perkawinan Masyarakat Adat Dayak Lundayeh (Ramsis)
http://www.sarjanaku.com/2013/01/pengertian-perkawinan-makalahmasalah.html ( diakses pada tangal 29 Oktober 2013 ) http://paketwebsitemurah.com/artikel-ilmiah/pengertian-perkawinan (diakses pada tangal 29 Oktober 2013) http://delsajoesafira.blogspot.com/2012/06/konsep-pernikahan-menurut-beberapaahli.html ( diakses pada tangal 29 Oktober 2013) http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya (diakses pada tangal 29 Oktober 2013 http://dharmarockholic30.blog.com/2012/12/03/pengertian-pernikahan (diakses pada tangal 29 Oktober 2013) http://definisimu.blogspot.com/2012/09/definisi-masyarakat.html (diakses pada tangal 29 Oktober 2013) http://mediabacaan.blogspot.com/2011/03/definisi-kebudayaan-menurut-paraahli.html ( diakses pada tangal 29 Oktober 2013 )
95