KEANEKARAGAMAN JENIS IKAN DAN KETERKAITANNYA PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN ESTUARI SUAKA MARGASATWA KARANG GADING KABUPATEN DELI SERDANG SUMATERA UTARA (The Fish Species Diversity and Correlation with Chemical Physics Parameters in Estuary Waters Karang Gading Wildlife Sanctuary Deli Serdang District of North Sumatra) 1)
Anggia Dolly Sibuea, 2)Miswar Budi Mulya, 3)Yunasfi
1)
Mahasiswa Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia 20155 Email :
[email protected] 2) Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia 20155 3) Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia 20155 ABSTRACT The research species diversity of fish in estuary waters Karang Gading Wildlife Sanctuary was held in May-June, 2015. It was conducted in three stations by natural zones and utilization. This study aims to determine the diversity of fish species and strong influence parameters with the diversity of fish species in the estuary. The Fish densities were analyzed using the formula Odum (1994). The Diversity Index using the formula Ludwig and Reynolds (1988) and correlation with a diversity index of chemical physics parameters of waters using Pearson correlation analysis with a computerized method of SPSS version 18.00. The results of this study were 19 species of fish. The highest density at station 3 (18,401 ind / m2) and the lowest at station 2 (5,237 ind / m2). The highest diversity index at station 1 (2.35) and the lowest is station 3 (1.62). Current speed, pH, DO and BOD were very strong positively correlated to the value of fish diversity index while the temperature was very strong negative correlation to the index of fish diversity. Keywords : Fish, Diversity, Karang Gading Wildlife Sanctuary Estuary. PENDAHULUAN Perikanan merupakan salah satu bidang yang diharapkan mampu menjadi penopang peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia. Sub sektor perikanan dapat berperan dalam pemulihan dan pertumbuhan perekonomian bangsa Indonesia karena potensinya yang besar baik jumlah dan keragamannya. Sumberdaya ikan termasuk sumberdaya yang dapat diperbaharui sehingga dengan pengelolaan yang bijaksana, dapat terus dinikmati manfaatnya (Dahuri, dkk., 2003 diacu oleh Rahmawati, dkk., 2013). Secara geografis perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading merupakan pemisah diantara dua kabupaten yaitu Kabupaten Langkat dan Deli Serdang. Perairan ini sangat potensial
apabila dikelola dan dikembangkan dengan benar sehingga dapat memberikan keuntungan bagi kedua kabupaten. Masyarakat di sekitar kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading berprofesi sebagai nelayan dan banyak mencari ikan di perairan estuari yang terdapat di dalam kawasan. Di dalam kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading banyak dijumpai pengkonversian lahan mangrove menjadi lahan pemukiman penduduk dan aktivitas perekonomian seperti pertambakan dan perkebunan kelapa sawit. Kegiatan tersebut tentu memberikan dampak dan tekanan terhadap perairan estuari yang sangat peka terhadap perubahan lingkungan sehingga menjadi 1
ancaman yang serius bagi kelestarian ikan di perairan tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian sehingga data yang diperoleh dapat memberikan informasi yang bermanfaat dan dapat dijadikan sebagai pedoman dalam upaya pengelolaan dan konservasi sumber daya ikan di daerah tersebut.
Stasiun III Stasiun ini terletak di Paluh Semai. Pada stasiun ini banyak dijumpai mangrove jenis Avicennia sp. dan merupakan mangrove alami. Secara geografis terletak pada 3054’09’’ LU dan 98039’36’’ LS. Prosedur Penelitian Pengambilan Sampel Pengambilan sampel ikan dilakukan setelah pengukuran faktor fisik kimia perairan. Sampel ikan ditangkap dengan menggunakan pukat cincin mini yang mempunyai ukuran, panjang 7 m, lebar 3 m dengan luas bukaan 7,069 m2 dan ukuran mata jaring 1,5 inchi. Penangkapan ikan dilakukan dengan menjatuhkan pukat cincin kedalam air dan kemudian menariknya selama 30 menit. Kemudian jaring diangkat naik ke perahu untuk kemudian disortir ikan yang diperoleh. Sampel ikan yang diperoleh dimasukkan ke dalam kantong plastik 10kg dan diawetkan dengan alkohol 70% untuk selanjutnya dibawa ke Laboratorium Terpadu Fakultas Pertanian USU untuk diidentifikasi dengan buku identifikasi menurut Kottelat, dkk., 1993.
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2015 di perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara. Identifikasi ikan dilakukan di Laboratorium Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain GPS (Global Positioning System), pukat cincin mini, coolbox, tali plastik, plastik 10 kg, termos, termometer, keping sechi, bola duga, refraktometer, pH meter, kertas label, kertas milimeter, jangka sorong, lakban, alat tulis, stopwatch, spidol, kamera digital dan buku acuan identifikasi ikan (Kottelat, dkk., 1993). Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah sampel ikan, es batu, tissue dan alkohol 70%.
Pengukuran Parameter Fisika Kimia Perairan Data yang dikumpulkan pada penelitian ini yaitu data primer yaitu parameter fisika dan kimia perairan. Parameter fisika perairan yang diukur yaitu suhu, kecerahan, kecepatan arus. Parameter kimia perairan yang diukur yaitu salinitas, pH dan DO dan BOD. Pengukuran suhu dengan termometer, kecerahan dengan keping sechi, kecepatan arus dengan bola duga, salinitas dengan refraktometer, pH dengan pH meter, DO dan BOD dengan titrasi metode Winkler.
Deskripsi Lokasi Penelitian Stasiun I Stasiun ini terletak di Paluh Tabuan. Pada stasiun ini banyak dijumpai mangrove jenis Bruguierra sp. dan berdekatan dengan tambak milik masyarakat. Secara geografis terletak pada 3052’68’’ LU dan 98038’25’’ LS. Stasiun II Stasiun ini terletak di Paluh Tabuan. Pada stasiun ini banyak dijumpai mangrove jenis Rhizophora sp. dan berdekatan dengan perkebunan kelapa sawit. Secara geografis terletak pada 3052’15’’ LU dan 98038’33’’ LS.
Analisis Data Data yang diperoleh diolah dengan menghitung kepadatan populasi, kepadatan relatif, frekuensi kehadiran, indeks diversitas Shannon-Wiener, indeks 2
keseragaman, indeks dominansi jenis dengan persamaan sebagai berikut: Kepadatan Populasi (KP) (Odum, 1994)
keterangan: E = Indeks keseragaman H maks = ln S S = Jumlah spesies dalam komunitas H’ = Indeks keanekaragaman Shannon Wienner Kriteria nilai indeks keseragaman sebagai berikut: E = 0 : Kemerataan antara spesies rendah, artinya kekayaan individu yang dimiliki masing-masing spesies sangat jauh berbeda. E =1 : Kemerataan antara spesies relatif merata atau jumlah individu masing masing spesies relatif sama.
KP = Kepadatan Relatif (KR) (Odum, 1994) KR (%) = 100%
x
Frekuensi Kehadiran (FK) (Odum, 1994) FK = x100% dengan nilai FK : 0= Kehadiran sangat jarang 25-50% = Kehadiran jarang 50-75% = Kehadiran Sedang/Sering >75% = Kehadiran Absolut/Sangat Sering
Indeks Dominansi jenis (C) (Odum, 1971) Indeks Simpson dapat digunakan untuk mengetahui terjadi dominansi jenis tertentu di perairan. Adapun persamaannya adalah sebagai berikut.
Indeks Keanekaragaman (H’) (Ludwig dan Reynolds, 1988) Indeks keanekaragaman (H’) menggambarkan keadaan populasi organisme secara matematis agar mempermudah dalam menganalisis informasi jumlah individu masing-masing jenis pada suatu komunitas. Untuk itu dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
keterangan : C = Indeks dominansi simpson S = Jumlah genera/spesies ni = Jumlah individu jenis ke-i N = Jumlah total individu Nilai indeks dominasi antara 0-1. Kriteria indeks dominansi adalah sebagai berikut: C = 0 : Dominansi rendah, artinya tidak terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya atau struktur komunitas dalam keadaan stabil. C = 1 : Dominansi tinggi, artinya terdapat spesies yang mendominasi jenis. spesies yang lainnya atau struktur komunitas labil, karena terjadi tekanan ekologis.
keterangan : H’ = Indeks keanekaragaman Pi = Jumlah individu masing-masing jenis s = Jumlah jenis ln = Logaritma nature pi = ni/N (Perhitungan jumlah individu suatu jenis dengan keseluruhan jenis) Indeks Keseragaman (E) (Brower, dkk., 1990) Untuk mengetahui keseimbangan komunitas digunakan indeks keseragaman, yaitu kesamaan jumlah individu antar spesies dalam suatu komunitas. Semakin merata penyebaran jumlah individu antar spesies maka semakin besar derajat keseimbangan komunitas, yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Analisis Korelasi Analisis Korelasi digunakan untuk mengetahui faktor-faktor lingkungan yang berkorelasi terhadap indeks 3
keanekaragaman jenis dan kelimpahan ikan. Analisis korelasi dihitung menggunakan Analisa Korelasi Pearson dengan metode Komputerisasi SPSS Ver. 18.00. Interpretasi dari besarnya nilai hubungan antara nilai korelasi dan indeks keanekaragaman ikan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai Korelasi dan Interpretasi
Hasil Jenis – Jenis Ikan yang Diperoleh Tiap Stasiun Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di perairan estuari Suaka Marga
Nilai Korelasi
Interpretasi
0,00 – 0,199 0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,000
Hubungan Sangat Tidak Kuatt Hubungan Tidak Kuat Hubungan Cukup Kuat Hubungan Kuat Hubungan Sangat Kuat
Satwa Karang Kabupaten Deli Serdang didapatkan 19 jenis ikan yang termasuk kedalam 8 ordo, 14 famili, dan 15 genus seperti terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jenis – Jenis Ikan yang Diperoleh pada Setiap Stasiun ORDO Clupeiformes Osmeriformes
FAMILI
GENUS
Engraulidae Osmeridae Eleotridae
Stolephorus Mallotus Butis Exyrias
Gobiidae Perciformes
Pleuronectiformes
Scorpaeniformes Siluriformes Tetraodontiformes Rajiformes
Paratrypauchen
Leiognathidae Lutjanidae Scatophagidae
Leiognathus Lutjanus Scatophagus
Serranidae
Epinephelus
Cynoglossidae
Cynoglossus
Platycephalidae Synanceiidae Ariidae Tetraodontidae Dasyatidae
Platycephalus Leptosynanceia Arius Tetraodon Hypolophus
SPESIES
NAMA LOKAL
Stolephorus baganensis Mallotus villosus Butis amboinensis Exyrias puntang Paratrypauchen microcephalus Leiognathus bloochii Lutjanus russelli Scatophagus argus Epinephelus coioides Epinephelus lanceolatus Cynoglossus cynoglossus Cynoglossus lingua Cynoglossus puncticeps Cynoglossus waandersii Platycephalus indicus Leptosynanceia asteroblepa Arius maculates Tetraodon sabahensis Hypolophus sephen
Teri Kepala Batu Gabus Pasir Lobang/Puntang Gobi Sisisr Kekek/Peperek Tanda-Tanda Kertang Kerapu Lumpur Kerapu Macan Lidah Lidah Lidah Lidah Baji – Baji Depu – Depu Manyung Buntal Pari
Berdasarkan analisis data yang digunakan diperoleh nilai Kepadatan (K), Kepadatan Relatif (KR) dan Frekuensi Kehadiran (KR) ikan pada setiap stasiun pengamatan dapat dilihat pada Tabel 4.
Kepadatan Populasi (K), Kepadatan Relatif (KR), dan Frekuensi Kehadiran Ikan (FK) di Perairan Estuari Suaka Margasatwa Karang Gading
4
Tabel 4. Kepadatan, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran Ikan pada Setiap Stasiun Pengamatan di Karang Gading No
Spesies
1 2
A. maculatus C. cynoglosus
3
C. lingua
4
K (ind/m2) 0.708
Stasiun 1 KR (%) 5.32
FK (%) 50.00
K (ind/m2) -
Stasiun 2 KR (%) -
FK (%) -
K (ind/m2) 0.142 0.566
Stasiun 3 KR FK (%) (%) 0.77 50.00 3.08 100.00
-
-
-
-
-
-
0.142
0.77
50.00
C. puncticeps
0.142
1.06
50.00
-
-
-
-
-
-
5
C. wandersii
0.708
5.32
50.00
-
-
-
-
-
-
6
H. sephen
-
-
-
-
-
-
0.425
2.31
50.00
7
B. amboinensis
2.972
22.34
100.00
1.274
24.32
100.00
4.105
22.31
100.00
8
S. baganensis
0.283
2.13
50.00
-
-
-
0.425
2.31
100.00
9
E. puntang
0.849
6.38
100.00
0.142
2.70
50.00
0.142
0.77
50.00
10
P. microcephalus
-
-
-
-
-
-
0.142
0.77
50.00
11
L. blochii
0.708
5.32
100.00
1.982
37.84
100.00
7.643
41.54
100.00
12
L. russelli
0.991
7.45
50.00
0.425
8.11
50.00
0.283
1.54
50.00
13
M. villosus
1.557
11.70
50.00
0.142
2.70
50.00
3.822
20.77
50.00
14
P. indicus
1.840
13.83
100.00
0.283
5.41
50.00
0.142
0.77
50.00
15
S. argus
-
-
-
0.283
5.41
50.00
-
-
-
16
E. coioides
0.283
2.13
50.00
-
-
-
-
-
-
17
E. lanceolatus
0.142
1.06
50.00
-
-
-
-
-
-
18
L. asteroblepa
1.415
10.64
100.00
0.708
13.51
50.00
0.283
1.54
50.00
19
T. sabahensis
0.708
5.32
50.00
-
-
50.00
0.142
0.77
50.00
Total
13.305
100.00
950.00
5.237
100.00
650.00
18.401
100.00
900.00
Tabel 6. Pengukuran rata-rata parameter fisika kimia Perairan Etuari Suaka Margasatwa Karang Gading
Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Ikan Nilai indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan indeks dominansi ikan dapat dilihat pada Tabel 5.
H' E C
Stasiun 1 2.35 0.89 0.12
Stasiun 2 1.70 0.82 0.23
Stasiun 2
Stasiun 3
Suhu (0C)
29.55
30
30.25
Kecerahan (cm) Kecepatan Arus (m/det) Salinitas (‰) Kimia pH DO (mg/L) BOD (mg/L)
69.75 0.13 30
30.5 0.08 30
88.5 0.08 29.50
7.03 4.44 0.63
6.3 4 0.65
6.50 3.86 0.77
Fisika
Tabel 5. Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Ikan di Perairan Indeks
Stasiun 1
Parameter
Stasiun 3 1.62 0.61 0.27
Parameter Fisika dan Kimia Perairan Hasil pengukuran rata-rata parameter fisika kimia perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading dapat dilihat Tabel 6.
Analisis Korelasi Pearson Keanekaragaman Ikan dan Fisika Kimia Perairan
antara Faktor
Analisis Korelasi Pearson diperoleh dengan menganalisis hubungan keanekaragaman dan faktor fisika-kimia perairan estuari Suaka Margasatwa Karang 5
Gading dengan menggunakan metode Pearson. Nilai indeks korelasi (r) dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7. Nilai Korelasi Pearson Antara Keanekaragaman dengan Faktor Fisika Kimia Perairan Parameter Suhu ( 0C ) Kecerahan (cm) Kecepatan Arus (m/s) Salinitas (‰) Ph DO (mg/L) BOD (mg/L)
kualitas khususnya faktor fisika kimia perairan karena sifatnya yang tidak mengikat substrat seperti mangrove, sehingga padatan tersuspensi tinggi dan menurunkan nilai kecerahan di stasiun ini. Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Ikan Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan nilai indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan dominansi (C) ikan. Nilai H’ tertinggi terdapat pada stasiun I sebesar 2,35 dan terendah pada stasiun 3 yakni sebesar 1.69. Hal ini diduga karena jumlah spesies yang tertangkap tiap stasiun berpengaruh positif terhadap jumlah individu ikan per jenis atau spesies. Brower dkk., (1990) menyatakan bahwa suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman spesies yang tinggi apabila terdapat banyak spesies dengan jumlah individu masing-masing relatif merata dan juga sebaliknya keanekaragaman rendah dikatakan apabila spesies sedikit dan jumlah individu yang tidak merata. Pada Tabel 5 dapat dilihat nilai keanekaragaman di ketiga stasiun berkisar antara 1,62-2,35 yang tergolong dalam nilai keanekaragaman rendah dan keanekaragaman sedang. Rendahnya nilai keanekaragaman di lokasi penelitian lebih disebabkan faktor jumlah individu dan jumlah spesises yang sedikit sedangkan penyebaran spesies relatif merata. Odum (1994) menyatakan bahwa keanekaragaman jenis dipengaruhi oleh pembagian atau penyebaran individu dalam setiap jenisnya, karena suatu komunitas walaupun banyak jenisnya tetapi bila penyebaran tidak merata maka keanekaragaman jenis dinilai rendah. Sesuai dengan pernyataan Krebs (1985) yang menyatakan bahwa indeks keanekaragaman menyatakan kekayaan spesies dalam komunitas dan memperlihatkan keseimbangan dalam pembagian individu per spesies. Nilai indeks keseragaman (E) pada setiap stasiun yang ditunjukkan pada Tabel 5 berkisar antara 0,61-0,89. Nilai ini menyatakan bahwa ikan memiliki sebaran yang luas di setiap lokasi penelitian. Indeks
Nilai Korelasi -0.997 -0.081 0.960 0.721 0.852 0.999 0.807
Pembahasan Kepadatan, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran Ikan Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada stasiun 1 dan stasiun 3 mempunyai jenis spesies terbanyak yaitu 14 spesies sedangkan stasiun 2 mempunyai jumlah spesies yang lebih sedikit yaitu 8 spesies (Tabel 4). Hal ini disebabkan stasiun 1 dan 3 memiliki kecerahan lebih tinggi dibandingkan stasiun 2. Kecerahan merupakan faktor penting dalam suatu perairan karena berfungsi sebagai faktor pembatas bagi pertumbuhan fitoplankton sebagai pakan dari ikan. Tingginya fitoplankton menyebabkan banyaknya jenis ikan di kedua stasiun tersebut. Stasiun 3 mempunyai nilai total kepadatan tertinggi sebesar 18,401 ind/m2. Hal ini disebabkan stasiun ini memiliki nilai kecerahan lebih tinggi dibandingkan stasiun 1 dan 2. Cahaya merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan. Kecerahan memiliki peran penting bagi kehidupan ikan. Kecerahan yang diukur berada pada nilai 88,5 cm. Kecerahan yang tinggi memudahkan ikan untuk mendapatkan pakannya sehingga sangat mendukung bagi pertumbuhan berbagai jenis ikan di stasiun ini. Stasiun 2 memiliki nilai total kepadatan terendah sebesar 5,237 ind/m3. Hal ini karena stasiun 2 merupakan daerah dekat dengan perkebunan kelapa sawit yang vegetasinya yang cukup lebat kearah badan sungai menyebabkan penurunan 6
keseragaman (E) digunakan untuk mengetahui kemerataan proporsi masingmasing jenis ikan di suatu ekosistem. Krebs (1978) menyatakan bahwa semakin kecil nilai (E) maka semakin kecil pula keseragaman suatu populasi dan penyebaran individu yang mendominasi populasi sedangkan bila nilainya semakin besar maka akan semakin besar pula keseragaman suatu populasi dimana jenis dan jumlah individu tiap jenisnya merata atau seragam. Nilai indeks dominansi (C) pada setiap stasiun yang ditunjukkan pada Tabel 5 berkisar antara 0,12-0,27. Nilai ini tergolong rendah karena nilainya berada diantara 0-1. Hal ini membuktikan bahwa ikan – ikan pada setiap stasiun tidak ada yang mendominasi secara spesifik atau temporal, namun masih dalam keadaan yang stabil. Fachrul (2007) menyatakan bahwa dominansi dikatakan rendah apabila tidak terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya atau dengan kata lain struktur komunitasnya dalam keadaan stabil. Ardani dan Organsastra (2009) juga menyatakan bahwa apabila nilai indeks dominansi mendekati 0 maka dikategorikan rendah (tidak ada satu spesies yang mendominasi) sebaliknya jika nilai indeks dominansi mendekati 1 maka dikategorikan tinggi (ada satu spesies yang mendominasi).
stress pada tubuh ikan. Syakur (2000) juga menyatakan bahwa laju metabolisme ikan dan hewan air lainnya secara langsung meningkat dengan naiknya suhu. Kecerahan Nilai kecerahan pada ketiga stasiun berkisar antara 30,5-88,5 cm. Nilai terendah terdapat pada stasiun 2 dan tertinggi pada stasiun 3. Nilai kecerahan yang rendah pada stasiun 2 disebabkan oleh kondisi perairan pada stasiun 2 yang keruh akibat banyaknya padatan tersuspensi akibat limbah dari perkebunan kelapa sawit dan aktivitas lain di sekitar wilayah tersebut serta kurangnya pengikatan susbstrat karena ketidakadaan mangrove sehingga cahaya tidak menembus hingga ke dasar perairan. Tarigan dkk., (2013) menyatakan bahwa kecerahan rendah dikarenakan banyaknya aktivitas manusia yang mengahasilkan limbah sehingga menyebabkan tingginya partikel terlarut dan partikel tersuspensi yang berasal dari aktivitas manusia tersebut. Menurut Asmwai (1983) dalam Suparjo (2009), nilai kecerahan yang baik untuk kehidupan ikan adalah lebih besar dari 0,45 m. Kecepatan Arus Nilai kecepatan arus berada pada kisaran 0,08-0,13 m/det. Kecepatan arus terendah terdapat pada stasiun 2 dan 3 serta nilai tertinggi terdapat pada stasiun 1. Kecepatan arus sangat dipengaruhi oleh jenis kemiringan topografi perairan, jenis batuan besar, debit air dan curah hujan. Menurut Suin (2002), kecepatan arus air dari suatu badan air ikut menentukan penyebaran organisme yang hidup di badan air tersebut.
Parameter Fisika-Kimia Perairan Suhu Suhu rata-rata perairan pada ketiga stasiun berkisar antara 29,55-30,25 dengan suhu terendah terdapat di stasiun 1 dan tertinggi pada stasiun 3. Suhu ini masih dikatakan baik karena tidak melebihi batas suhu terendah maupun suhu tertinggi bagi pertumbuhan ikan. Adanya variasi suhu dapat disebabkan oleh adanya perbedaan waktu dan pengaruh lebatnya vegetasi mangrove di wilayah perairan tersebut. Berdasarkan Effendi (2003), kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan ikan di perairan adalah 20-30° C. Suhu sangat mempengaruhi keberadaan ikan. Apabila suhu terlalu tinggi maka akan menimbulkan kondisi
Salinitas Dari data yang diperoleh pada setiap stasiun pengamatan, nilai salinitas berkisar antara 29,5-30 ‰. Stasiun 1 dan 2 memiliki nilai salinitas yang lebih tinggi sebesar 30 ‰ sedangkan stasiun 3 memiliki salinitas sebesar 29,5. Nilai ini masih tergolong baik untuk pertumbuhan dan perkembangan ikan. Peningkatan salinitas diduga karena semakin tingginya aktivitas 7
manusia di sekitar sungai. Yurisma., dkk (2013) menyatakan bahwa salinitas merupakan masking factor bagi organisme akuatik. Salinitas sebagai salah sattu parameter kualitas air berpengaruh secara langsung terhadap metabolisme ikan, terutama proses osmoregulasi.
stasiun pengamatan berada pada kisaran 0,63-0,77 mg/L. Nilai BOD yang tertinggi terdapat pada stasiun 3 sedangkan yang terendah terdapat pada stasiun 1. Menurut Kristanto (2002), BOD menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk menguraikan atau mengoksidasi bahan-bahan buangan di dalam air. Hal ini menandakan bahwa nilai BOD5 di estuari masih berada dalam batas klasifikasi mutu air kelas II Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.82 yaitu sebesar 3 mg/L.
pH Nilai pH atau derajat keasaman disetiap stasiun berkisar antara 6,3-7,03. Nilai pH tertinggi terdapat pada stasiun 1 dan terendah terdapat pada stasiun 2. Hal ini menandakan bahwa pH air di estuari masih berada dalam batas klasifikasi mutu air kelas I Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.82 yang berkisar antara 6-9. Menurut Siagian (2009), adanya perbedaan nilai pH pada suatu perairan disebabkan penambahan atau kehilangan CO2 melalui proses fotosintesis yang akan menyebabkan perubahan pH di dalam air. Effendi (2003) menyatakan bahwa kehidupan dalam air masih dapat bertahan bila perairan mempunyai kisaran pH 5-9.
Korelasi Pearson antara Indeks Keanekaragaman Jenis Ikan dan Parameter Fisika Kimia Perairan Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa persamaan regresi antara keanekaragaman ikan dengan suhu, kecerahan, kecepatan arus, salinitas, pH, DO dan BOD adalah Y1 = 1 - 0.997 X1 - 0.081 X2 + 0.960 X3 + 0.721 X4 + 0.852 X5 + 0.999 X6 + 0.807 X7. Dari persamaan tersebut dapat diartikan bahwa apabila nilai suhu, kecerahan, kecepatan arus, salinitas, pH, DO dan BOD adalah nol, maka akan menaikkan nilai dari keanekaragaman ikan. Hasil uji korelasi antara faktor fisika kimia perairan dengan keanekaragaman ikan dapat dilihat bahwa kecepatan arus, pH, DO dan BOD berpengaruh sangat kuat terhadap keanekaragaman ikan karena : a. Kecepatan arus berkorelasi posiitif sangat kuat terhadap distribusi ikan. Arus sebagai faktor pembatas mempunyai peranan sangat penting dalam perairan karena arus berpengaruh terhadap distribusi organisme, gas-gas terlarut dan mineral yang terdapat di dalam air b. pH juga menentukan keberadaan ikan. Setiap jenis ikan memiliki tingkat toleransi yang berbeda-beda terhadap pH. Apabila pH terlalu tinggi dapat menyebabkan kematian dan akan mengurangi keanekaragaman ikan dalam suatu perairan. c. DO berperan dalam menentukan keberadaan ikan. Toleransi terhadap tingginya kelarutan oksigen dalam air
DO Nilai oksigen terlarut (DO) pada setiap stasiun berkisar antara 3,86-4,44 mg/L. Nilai oksigen terlarut yang tertinggi terdapat pada stasiun 1 dengan nilai 4,44, dan yang terendah pada stasiun 3 dengan nilai 3,86. Siagian (2009) menyatakan bahwa kandungan oksigen sangat berperan di dalam menentukan kelangsungan hidup bagi organisme perairan. Agusnar (2007) juga menyatakan bahwa konsentrasi oksigen terlarut yang terlalu rendah akan mengakibatkan ikan-ikan dan binatang air lainnya yang membutuhkan oksigen akan mati. Sesuai dengan pendapat Kristanto (2004) dalam Suparjo (2009), kehidupan air dapat bertahan jika terdapat oksigen terlarut minimal 5 mg/L, selebihnya bergantung pada ketahanan organism, derajat keaktifannya, kehadiran bahan pencemar dan fluktuasi suhu. BOD Nilai BOD merupakan salah satu indikator pencemaran dalam suatu perairan. Nilai BOD yang diperoleh pada setiap 8
berpengaruh besar dalam aktivitas fisiologis ikan. Apabila kelarutan oksigen tinggi maka pertumbuhan ikan akan semakin maksimal. d. BOD berpengaruh sangat kuat (searah) terhadap indeks keanekaragaman ikan dengan nilai sebesar 0,807. Apabila nilai BOD tinggi maka keanekaragaman ikan akan tinggi.
Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta. Fachrul,
M. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: Bumi Aksara.
Hukom, F. D. 1996. Struktur Komunitas dan Distribusi Ikan Karang di Selat Sele-Basin Salawati, Sorong Irian Jaya dan Hubungannya dengan Karakteristik Habitat. Jurnal Puslitbang Oseanologi, LIPI.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1. Indeks keanekaragaman jenis ikan berkisar antara 1,62-2,35 (keanekaragaman rendah sampai sedang), indeks keseragaman berkisar antara 0,61-0,89 (keseragaman rendah) dan indeks dominansi ikan berkisar antara 0,12-0,27 (dominansi rendah) yang didominasi oleh ikan Leiognathus blochii. 2. Kecepatan arus, pH, DO dan BOD berhubungan sangat kuat dengan indeks keanekaragaman ikan di perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading.
Kottelat, M., Whitten, A.J., Kartikasari, dan S.N. Wirjoatmodjo, S. 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Editions Limited, Jakarta. hal 229. Krebs,
C. J. 1985. Ecology: The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. Harper & Row Publisher New York. hal 462.
Kristanto, P. 2002. Ekologi Industri. Andi: Yogyakarta.
Saran
Odum, E. P. 1994. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press.
Saran untuk penelitian ini adalah perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap keanekaragaman jenis ikan dan keberadaannya di perairan estuari tersebut.
Rahmawati, M., A. D. P. Fitri., dan D. Wijayanto. 2013. Analisis Hasil Tangkapan Per Upaya Penangkapan dan Pola Musim Penangkapan Ikan Teri di Perairan Pemalang. Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology. 2(3): 213-222.
DAFTAR PUSTAKA Agusnar, H. 2007. Kimia Lingkungan. USU Press: Medan. Ardani, B dan Organsastra. 2009. Struktur Komunitas Ikan di Danau Bagamat Petuk Bukit. Jurnal of Tropical Fisheries. 4(1): 356-367. Brower, J. E. and J. H. Zar. 1990. Field and Laboratory Method from General Ecology. Third Edition. Wm. C. Brown Publishers, Dubuque, Lowa.
Siagian, C. 2009. Keanekaragaman dan Kelimpahan Ikan serta Keterkaitannya dengan Kualitas Perairan di Danau Toba Balige Sumatera Utara. [Tesis]. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Soeroto, B. 2010. Makanan dan Reproduksi Ikan Payangka (Ophieleotris 9
aporos (Bleeker)) di Danau Tondano. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Suin, N. M. 2002. Metoda Ekologi. Universitas Andalas: Padang. Suparjo, M. N. 2009. Kondisi Pencemaran Perairan Sungai Babon Semarang. Jurnal Saintek Perikanan. 4(2): 3845. Syakur, A. 2000. Komunitas Ikan Karang pada Ekosistem Terumbu Karang Ponto Bodong dan Toyapekeh, Nusa Penida, Bali. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tarigan, P. A., Yunasfi., dan A. Suryanti. 2013. Struktur Komunitas ikan di Sungai Naborsahan Danau Toba Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara, Medan. Yustina,
1998. Keanekaragaman dan Distribusi Ikan di Sepanjang Perairan Sungai Rangau Provinsi Riau. Tesis. ITB: Bandung.
Yurisma, E. H., Nurlita, A., dan Gunanti, M. 2013. Pengaruh Salinitas yang Berbeda terhadap Laju Konsumsi Oksigen Ikan Gurame. Laboratorium. Jurnal Sains dan Seni. 1(1): 1-4.
10