103
PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PENGGUNAAN BAHAN KIMIA BERBAHAYA PADA MAKANAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Didi Sukardi Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN Syekh Nurjati Cirebon Jl. Perjuangan By Pass Sunyaragi Cirebon Email:
[email protected] Abstrak 0DVDODK SHUOLQGXQJDQ NRQVXPHQ GDODP SHUSHNWLI KXNXP ,VODP VDQJDW SHQWLQJ NDUHQD SHQGXGXN ,QGRQHVLD PD\RULWDV EHUDJDPD ,VODP GHQJDQ GHPLNLDQ VHPHVWLQ\D QLODLQLODL DMDUDQ ,VODP PHODQGDVL SHUDWXUDQ SHUXQGDQJXQGDQJDQ \DQJ PHQJDWXU NHJLDWDQ SHUHNRQRPLDQ PDV\DUDNDW GDODP EHUEDJDL ELGDQJ 1RUPD GDQ HWLND PHUXSDNDQ MLZD HNRQRPL ,VODP \DQJ PHPEDQJNLWNDQ NHKLGXSDQ VHWLDS SHUDWXUDQGDQV\DULDWQ\D'DODP,VODPSXQPHQJDMDUNDQXQWXNPHQJNRQVXPVLPDNDQDQ\DQJKDODOGDQ EDLNEHUJL]L 1DPXQGHPLNLDQSHUOLQGXQJDQNRQVXPHQWHUKDGDSSHQJJXQDDQEDKDQNLPLDEHUEDKD\D SDGDPDNDQDQ PHPHUOXNDQNDMLDQKXNXP,VODPGDQ SURGXNPDNDQDQ \DQJPHQJDQGXQJEDKDQNLPLD EHUEDKD\DSHUOXGLWLQMDXSXODPHQXUXWSDQGDQJDQ,VODP3HUOLQGXQJDQKXNXPWHUKDGDSNRQVXPHQGDUL EDKDQEDKDQNLPLDEHUEDKD\DSDGDPDNDQDQDGDODKVDQJDWGLSHUOXNDQWLGDNWHUNHFXDOLGHQJDQKXNXP ,VODP NDUHQD KXNXP ,VODP GDODP PHQHWDSNDQ DWXUDQDWXUDQ PHODOXL DO4XU DQ GDQ +DGLWV DGDODK VHPDWDPDWDPHOLQGXQJLNHOLPDKDOPDTDVKLGDV\V\DUL DK \DLWXSHUOLQGXQJDQDJDPDKLIGOXDGGLQ MLZDKLIGOXDQQDIV DNDOKLIGOXDOÄDTO NHWXUXQDQKLIGOXDQQDVO GDQSHUOLQGXQJDQWHUKDGDSKDUWD KLIGOX DOPDO 6HGDQJNDQ PHQJNRQVXPVL PDNDQDQ \DQJ EHUEDKD\D EDJL WXEXK KXNXPQ\D KDUDP NDUHQD GDSDW PHQJDNLEDWNDQ NHUXVDNDQ RUJDQ WXEXK NHJDJDODQ NHOHQMDU GDODP PHPSURGXNVL KRUPRQ VHKLQJJD WHUMDGL SHQ\XPEDWDQ HQHUJL GL XUDW V\DUDI NHODLQDQ LWXODK \DQJ PHPEXDW RUDQJ GHSUHVL VHKLQJJDNHVHLPEDQJDQPHQWDOQ\DWHUJXQFDQJ Kata Kunci : perlindungan konsumen, bahan kimia berbahaya dan hukum Islam Abstract &RQVXPHUSURWHFWLRQLVVXHVLQ,VODPLFODZSHUVSHFWLYHLWLVYHU\LPSRUWDQWEHFDXVHWKHPDMRULW\RIWKH ,QGRQHVLDQSRSXODWLRQLV0XVOLPWKXVSURSHU,VODPLFYDOXHVXQGHUO\LQJWKHOHJLVODWLRQJRYHUQLQJSXEOLF HFRQRPLFDFWLYLWLHVLQYDULRXVILHOGV1RUPVDQGHWKLFVRIWKHHFRQRPLFVRXORI,VODPWKDWHYRNHVWKH OLIHRIHYHU\UXOHDQG6KDULD,Q,VODPDOVRWHDFKHVWRHDWIRRGWKDWLVODZIXODQGJRRGQXWULWLRXV 7KH SXUSRVH RI WKLV SDSHU LV WR GHWHUPLQH WKH SURWHFWLRQ RI FRQVXPHUV DJDLQVW WKH XVH RI KD]DUGRXV FKHPLFDOV RQ IRRG LQ ,VODPLF ODZ DQG NQRZ WKH ,VODPLF SHUVSHFWLYH RQ IRRG SURGXFWV FRQWDLQLQJ KD]DUGRXV FKHPLFDOV5HVXOWV RI WKH VWXG\ VKRZ WKDW WKH OHJDO SURWHFWLRQ WR FRQVXPHUV IURP KDUPIXO FKHPLFDOVLQIRRGLVYHU\QHFHVVDU\QRWOHDVWZLWKWKHODZVRI,VODPEHFDXVH,VODPLFODZLQVHWWLQJWKH UXOHVWKURXJKWKH4XU DQDQGWKH+DGLWKLVVLPSO\PDWDSURWHFWWKHVHILYHWKLQJVPDTDVKLGDV\VKDUL D LVWKHSURWHFWLRQRIUHOLJLRQKLIGOXDGGLQ VRXOKLIGOXDQQDIV UHDVRQKLIGOXDODTO GHVFHQWDQQDVO KLIGOX DQGSURWHFWLRQRISURSHUW\KLIGOXDOPDO DQGHDWLQJIRRGVWKDWDUHKDUPIXOWRWKHERG\UXOLQJLV XQODZIXO EHFDXVH LW FDQ OHDG WR RUJDQ GDPDJH IDLOXUH RI WKH JODQG LQ SURGXFLQJ KRUPRQHV FDXVLQJ EORFNDJH RI HQHUJ\ LQWKH QHUYHVGLVRUGHUVWKDW PDNHSHRSOH GHSUHVVHGVRWKDWWKHEDODQFH PHQWDOO\ VKDNHQ Keywords: consumer protection, hazardous chemicals and Islamic law
103
Pendahuluan Laju pertumbuhan perusahaan makanan dan minuman di Indonesia telah mendorong perkembangan pola makan masyarakat yang makin beraneka ragam. Makanan yang mulanya hanya untuk mengenyangkan, kini berubah menjadi makanan yang harus bergizi dan mampu menggugah selera, serta menarik dipandang. Sebagian kelompok masyarakat menengah ke atas yang tidak punya persoalan dengan masalah makan, jenis makanan yang tersedia harus mampu menggugah selera, tetapi bagi masyarakat di pedesaan (menengah ke bawah), makanan yang mampu dipilih cukup sekedar mengenyangkan perut dan tidur nyenyak. Kondisi ini tidak dilewatkan oleh produsen, karena saat ini bisnis makanan dan minuman merupakan peluang emas yang menguntungkan. Makanan adalah salah satu kebutuhan manusia yang harus di penuhi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Kebutuhan manusia yang satu ini lebih penting daripada kebutuhan pokok manusia yang lain seperti sandang dan papan. Karena makanan adalah sumber utama energi manusia dalam hidup. Manusia bisa melakukan kegiatan apapun jika tubuh bertenaga dan prima. Tubuh bertenaga dan prima bisa di peroleh jika mengkonsumsi makanan yang bergizi dan sehat. Makanan tidak hanya berfungsi sebagai konsumsi dalam tubuh, tetapi makanan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap akal dan tingkah laku seseorang. Segala makanan yang baik, maka akan memiliki pengaruh yang baik pula bagi manusia yang mengkonsumsinya. Demikian halnya dengan makanan yang kotor dan tidak baik, akan berpengaruh tidak baik pula bagi akhlak orang yang memakannya. 1 Akhir-akhir ini banyak ditemukan produsen makanan dan minuman yang menginginkan untung besar tapi kurang memperhatikan kualitas barang dagangannya. Mereka sering menggunakan bahan-bahan berbahaya yang tidak seharusnya ada pada
104 makanan dan minuman untuk menekan biaya produksi pada barang dagangannya. Padahal mereka sadari atau tidak itu bisa membahayakan konsumen. Salah satu hal yang perlu dicermati adalah masalah perlindungan konsumen dalam perspektif ekonomi Islam. Hal ini penting karena penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam, dengan demikian semestinya nilai-nilai ajaran Islam melandasi peraturan perundang-undangan yang mengatur kegiatan perekonomian masyarakat dalam berbagai bidang. Masyarakat muslim tidak bebas tanpa kendali dalam memproduksi segala sumber daya alam, mendistribusikannya atau mengkonsumsikannya. Ia terikat dengan akidah dan etika mulia, dan juga dengan hukum-hukum Islam. Norma dan etika merupakan jiwa ekonomi Islam yang membangkitkan kehidupan setiap peraturan dan syariatnya. Dalam Islam pun mengajarkan untuk mengkonsumsi makanan yang halal dan baik (bergizi), seperti dalam Al-Qur‟an dijelaskan:
َو ِّ اٗل ۚاا َوَ ٱ َّ ُكُوْا ٱ َّ َو ٱ َّ ِر ٓي أَووتُكم
َوَ ُك ُكُوْا ِم َّما َوزشَو َوق ُكك ُكم ٱ َّ ُك َو َو اٗل ٨٨ ِ ًِۦ ُكم ۡؤ ِمىُكُنَو
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik (bergizi) dari apa yang telah Allah rezekikan kepadamu, dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepadaNya”. (QS. Al-Maidah:88).2
Menurut ayat di atas manusia diperintahkan supaya mengkonsumsi makanan yang halal dan baik (bergizi). Banyak sekali makanan yang halal tapi kualitas makanan kurang terjaga. Makanan yang berkualitas itu selain halal juga bergizi, baik dari kebersihan maupun kandungan yang terdapat dalam makanan tersebut, karena dengan makanan yang halal dan bergizi, manusia dapat menjalani dan mempertahankan kelangsungan hidupnya. Makanan yang baik bagi tubuh terdiri atas komposisi bahan yang baik dan tidak
1
Saleh al-Fauzan, Fiqih Sehari-hari (Jakarta: Gema Insani, 2005), 873.
104
2
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an Terjemah (Bandung: Mutiara Qolbu Salim, 2010), 122.
berbahaya bagi tubuh, sekarang banyak produsen makanan yang memproduksi makanan tersebut dengan bahan-bahan berbahaya yang seharusnya tidak di gunakan dalam makanan. Bahan-bahan berbahaya tersebut bila dikonsumsi secara terus menerus akan berakibat fatal bagi tubuh manusia. Secara perlahan bahan-bahan berbahaya tersebut akan menimbulkan penyakit dalam tubuh manusia. Sebagai pembeli kadang juga tidak peduli terhadap makanan yang dibelinya, karena tergiur dengan harga yang murah, pembeli kurang berhati-hati dalam membeli. Ketidakberdayaan konsumen dalam menghadapi pelaku usaha ini jelas sangat merugikan kepentingan masyarakat konsumen. Pada umumnya para pelaku usaha berlindung dibalik standard contract atau perjanjian baku yang telah ditandatangani oleh kedua belah pihak (antara pelaku usaha dan konsumen), ataupun melalui berbagai informasi "semu" yang diberikan oleh pelaku usaha kepada konsumen. Hal ini yang membuat kedudukan antara pelaku usaha dan konsumen tidak seimbang, karena konsumen dijadikan obyek bisnis guna mendapatkan keuntungan berlipat ganda. Perlindungan konsumen merupakan satu hal yang cukup baru dalam dunia peraturan perundang-undangan di Indonesia. Meskipun desakan mengenai perlunya peraturan perundang-undangan yang komprehensif bagi konsumen tersebut sudah digaungkan sejak lama, akan tetapi baru pada tanggal 20 April 1999 pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan dan mengundangkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Undang-undang Perlindungan Konsumen diberlakukan dalam rangka untuk melindungi atau menjamin konsumen akan hak-haknya yang dirugikan oleh pelaku usaha dalam aktifitas perdagangan atau praktek-praktek jual beli curang yang dilakukan pelaku usaha yang menyebabkan kerugian di pihak konsumen. Kegiatan jual beli atau transaksi perdagangan yang ada di sekitar kita tidak
selamanya dilakukan dengan kejujuran sesuai dengan perintah agama. Walaupun Nabi Muhammad SAW sudah mencontohkan kepada umatnya bahwa dengan modal jujur bisa membawa kesuksesan besar dalam perdagangan, namun tetap saja masih banyak orang yang lebih menyukai keuntungan besar sesaat walaupun hukumnya haram. Dalam Islam tidak ada larangan jual beli, akan tetapi Islam melarang setiap tindakan curang, penipuan para pelaku usaha terhadap konsumen. Larangan ini disebutkan dalam al-Qur'an:
ۡ اض ِ َّ ٱ َّ ِر هَو إِ َوذو ٱ ۡ تَوا ُكُوْا َوع َوى ٱ ى١ ل ِّ ُكمطَوفِّفِ هَوٞ ۡ ََو ٣ َوَإِ َوذو َو ا ُكٌُُكمۡ أَوَ ََّشَو وُكٌُُكمۡ ُۡكخ ِعسُكَنَو٢ َو ۡعت َۡوُفُكُنَو "Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. (Yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi." (QS. AlMuthaffifin:1-3).3 Selain dalam al-Qur'an, larangan atas tindakan curang atau penipuan oleh pelaku usaha sebagai penjual atau dari pihak yang berlaku curang terhadap konsumen, misalnya penjual menyembunyikan cacat, hadis Nabi SAW menyebutkan:
مه غشىا ف ط مىا َو مكس َو خدوع في وو ىاز “Barangsiapa yang menipu, termasuk golongan kami. berbuat maker dan tempatnya dineraka”. (HR. 2:326).
maka ia tidak Orang yang pengelabuan, Ibnu Hibban
Berdasarkan dalil dari al-Qur'an dan hadis diatas menunjukkan bahwa dalam Islam pun ada perlindungan terhadap konsumen, walaupun tidak secara definitif. Hal ini tentua urgen mengkaji lebih lanjut dari sisi hukum Islam dan juga tentang perlindungan
105
3
Departemen Terjemah, 122.
Agama
RI,
Al-Qur‟an
konsumen terhadap penggunaan bahan kimia berbahaya pada makanan. 1. Perlindungan Konsumen terhadap Penggunaan Bahan Kimia Berbahaya pada Makanan Dalam Hukum Islam Al-Qur‟an menegaskan bahwa komoditi yang diperbolehkan menyangkut makanan adalah sangat mendasar dan mempunyai nilai moral. Dalam hal ini alQur‟an menggunakan istilah diantaranya, at-tayyibat dan ar-rizq. Menurut Yusuf Ali Abdulllah kata at-tayyibat adalah barang-barang yang baik dan suci atau makanan yang baik di antara yang baik. 4 Sementara ar-rizq merupakan anugerah dari Tuhan yang mempunyai manfaat atau menimbulkan perbaikan secara material, moral maupun spiritual pada konsumennya. Kecuali itu konsep halal dan haram dari bahan makanan yang diperdagangkan merupakan hal yang sangat penting. Karenanya Allah menetapkan dengan tegas mana makanan yang haram dan mana yang tergolong halal. Dalam konsep Islam dikatakan bahwa barang-barang konsumen yang baik dan berguna yang menimbulkan perbaikan secara meterial, moral dan spiritual pada konsumennya. 5 Adapun penggunaan bahan kimia berbahaya pada makanan yang kemudian di jual kepada konsumen jelas tidak memenuhi kategori sebagai komoditi yang aman serta membawa perbaikan bagi konsumennya. Adanya bahan-bahan kimia ynag ditambahkan pada makanan, maka secara langsung maupun tidak makanan tersebut telah tercemar. Dalam Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, didefinisikan bahwa pangan berarti segala sesuatu yang berasal darisumber hayati 4
Monzier Kahf, Ekonomi Islam (Jakarta: Pustaka Pelajar, 1995), 25-26. 5 Taqiyudin al-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif (Perspektif Islam), Surabaya: t.p., 1996), 26.
dan air yang diolah maupun yang tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau 6 pembuatan makanan atau minuman. Dalam hal ini jelas barang yang dijual mengandung kesamaran kerena mengandung bahan-bahan kimia berbahaya bagi tubuh manusia, dan juga mangandung unsur penipuan karena bahan-bahan kimia tersebut tidak diketahui oleh konsumen dan juga tidak di informasikan oleh pelalu usaha atau pedagang makanan tersebut. Padahal penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya pada makanan tersebut sangat merugikan bahkan membahayakan konsumen. Dalam pandangan Islam segala macam bentuk kesamaran dan penipuan dalam perdagangan apapun bentuk dan macamnya adalah hal yang sangat dilarang. Karena segala macam bentuk muamalat tidak boleh ada garar yaitu tipu daya atau sesuatu yang menyebabkan salah satu pihak merasa dirugikan oleh pihak lainnya.7 Perlindungan hukum terhadap konsumen dari bahan-bahan kimia berbahaya pada makanan adalah sangat diperlukan, tidak terkecuali dengan hukum Islam, karena menurut syatibi, 8 hukum Islam dalam menetapkan aturanaturan melalui al-Qur'an dan Hadis adalah semata-mata melindungi kelima hal (maqashid asysyari'ah), yaitu perlindungan agama (hifdlu ad-din), jiwa 6
Hadi SetiaTunggal, Undang-Undang RI Nomor7 Tahun 1996 tentang Pangan (Jakarta: Harvarindo, 1998), 32. 7 Juhaya S Praja. 1995. Filasafat Hukum Islam (Bandung: LPPM UNISBA), hlm. 114. 8 Jazuli. 1999. Beberapa Aspek Pengembangan Hukum Islam di Indonesia, dalam Eddi Diana Arif (ed), “Hukum Islam di Indonesia Pemikiran dan Praktek” (Bandung: Rosda Karya, 1999), hlm. 65
106
(hifdlu an-nafs), akal (hifdlu al-aql), keturunan (hifdlu an-nasl) dan perlindungan terhadap harta (hifdlu almal).9 Penipuan merupakan perbuatan pidana, adapun sanksi bagi pelaku penipuan adalah hukuman ta‟zir. Perbuatan dikatakan sebagai jarimah atau perbuatan pidana karena memiliki unsur umum dan unsur khusus. Unsur umum jarimah adalah unsur-unsur yang terdapat pada setiap jarimah, sedangkan unsur khusus jarimah adalah unsur-unsur yang hanya terdapat pada jenis jarimah tertentu dan tidak terdapat pada jarimah lainnya. Unsur umum terdiri dari:10 (a) ar-rukn asy-syar‟iy atau telah ada aturannya, (b) al-rukn al-madi atau telah ada perbuatannya, dan (c) al-Rukn al-adabiy atau telah ada pelakunya. Bagi tindak pidana penipuan dalam penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya pada makanan mengandung unsur-unsur jarimah diantaranya telah ada aturan bahwa larangan mengadakan perdagangan yang mengandung garar atau tipu daya, telah ada perbuatannya yang banyak dilakukan oleh pelaku usaha yaitu menambah bahan-bahan kimia berbahaya untuk meraup keuntungan yang banyak, dan ada pelakunya. Sementara unsur khususnya adalah menyembunyikan kecacatatan dan sesuatu yang membahayakan konsumennya. Islam memerintahkan umatnya untuk mengkonsumsi makanan-makanan yang halal dan bergizi karena dapat meningkatkan kekuatan tubuh. Kandungan gizi dari dari suatu makanan terdiri dari protein, karbohidrat, lemak, mineral, air, dan vitamin-vitamin. Selain itu, gizi dapat meningkatkan keseimbangan mental. Jika kita mampu menjaga makanan tetap bergizi dan halal, maka kondisi hormon tubuh dalam
keadaan seimbang yang diperlukan untuk menjaga unsur dasar dalam kesadaran dan perasaan hati nurani. Oleh karena itu, mengkonsumsi makanan yang berbahaya bagi tubuh hukumnya adalah haram karena dapat mengakibatkan kerusakan organ tubuh, kegagalan kelenjar dalam memproduksi hormon sehingga terjadi penyumbatan energi di urat syaraf, kelainan itulah yang membuat orang depresi, sehingga keseimbangan mentalnya terguncang. Hal ini didasarkan kepada firman Allah SWT:
ي ٱ َّ ِر َو ِ دُكَوَوًُكۥ َّ ي ٱ ۡ ُك ِّم َّ ِ َُّكُو ٱ ى ٱ َّ ِر هَو َوتَّ ِعُكُنَو ٱ َّسظ َو َوم ۡكتُكُ ًا ِعى َودٌُكمۡ فِي ٱ تَّ ُۡ َوز ِ َوَ ٱ ۡ ِ و ِ ِ َو ۡأ ُكم ُكسٌُكم ِ ُكَو َوَ َو ۡىٍَو ٍُكمۡ ع َِوه ٱ ۡ ُكمى َوك ِس َوَ ُِكح ُّ َوٍُك ُكم ٱ طَّ ِّ َو ِ ٱ ۡ ِ َوم ۡعس ۡ ِض ُكع ع َۡوىٍُكمۡ إ ۡص َوسٌُكم َوَ َوُكحسِّ ُكم َوع َو ۡ ٍِ ُكم ٱ ۡ خَو َوٓي ِ َو َوَ َو َو َوَٱ ۡ َو ۡغ َو َو ٱ َّتِي َو اوَو ۡ َوع َو ۡ ٍِمۡۚا وَو ٱ َّ ِر هَو َو و َومىُكُوْا ِ ًِ ۦ ُك وص َوو َوم َوعًُكۥٓي َوَ ٓي َوع َّصزُكَيُك َوَوَو َو سُكَيُك َوَ ٱ َّ َوعُكُوْا ٱ ىُّ َو ِ ُز ٱ َّ ِر ٓي أ ١٥٧ أُكَْا َو ِكَو ٌُك ُكم ٱ ۡ ُكم ۡف ِحُكُنَو “(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma´ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggubelenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung” (QS. Al-A‟raf:157). Dalam ayat di atas menunjukkan bahwa Allah SWT menghalalkan segala sesuatu yang baik dan mengharamkan segala sesuatu yang buruk. Dalam kaidah juga di
9
Fatturahman Djamil. 1995. Filsafat Hukum Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1995), hlm 72 10 Ibid hlm 1-5
107
sebutkan: “tidak boleh menimpakan bahaya bagi diri sendiri dan bahaya bagi orang lain” 11 Dalam UUPK (Undang-undang Perlindungan Konsumen) konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. 12 Konsumen merupakan penentu yang hakiki dalam bisnis modern. Bisnis tidak akan berjalan tanpa adanya konsumen yang menggunakan produk dan /atau jasa yang ditawarkan oleh produsen. Slogan the customer is king bukan hanya bermaksud menarik sebanyak mungkin konsumen, melainkan mengungkapkan tugas pokok produsen atau penyedia jasa untuk mengupayakan kepuasan konsumen.13 Berkaitan dengan perlindungan konsumen terhadap bahan-bahan kimia berbahaya pada makanan, dalam Undangundang Perlindungan Konsumen (UUPK) ditegaskan bahwa konsumen berhak atas keamanan, kenyamanan dan kesehatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa, memilih barang, hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang, dan lainnya. 14 Sementara penggunaan bahan kimia berbahaya pada makanan yang dilakukan oleh pelaku usaha, sebenarnya telah ditegaskan dalam UUPK mengenai larangan-larangan pelaku usaha yaitu dalam pasal 8 sampai 18, 15 salah satunya adalah larangan yang berkaitan dengan kegiatan produksi dan atau perdagangan barang dan atau jasa dalam pasal 8 ayat 1,2 dan 3. Larangan-larangan yang diberlakukan oleh undang-undang pada pelaku usaha diatas 11
Ahmad An-Nadwi, Al-Qawa‟id Al-Fiqhiyah (Beirut: Dar Al-Qalam, 1991), 80. 12 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Tahun 1999. Pasal 1, 2-3. 13 K. Bertens. 2004. Pengantar Etika Bisnis (Yogyakarta : PT. Sinar Grafika, 2004), 2-3 14 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Tahun 1999. Pasal 4 . 15 Yusuf Sofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya (Bandung: Citra Aditya Bhakti), 21.
dalam rangka untuk mencegah praktek jual beli curang dalam aktifitas perdagangan. Sehingga hak-hak konsumen yang ada diatas tidak dirugikan oleh pelaku usaha. 2. Pandangan Islam terhadap Produk Makanan Mengandung Bahan Kimia Berbahaya Hukum merupakan aturan dan norma yang mengatur perilaku manusia biasa. Secara terminologi umum, hukum adalah himpunan peraturan yang berisi perintah dan larangan yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat. Sedangkan dalam istilah Islam, hukum merupakan titah Allah SWT yang berhubungan dengan perbuatan manusia yang sudah muksallaf dalam hal tuntutan melakukan sesuatu atau meninggalkannya (seperti wajib, sunnah, haram dan makruh) atau kebebasan perbuatan (mubah) atau dalam bentuk pernyataan sah dan tidaknya suatu perbuatan, sehingga tercapai keadilan. Disamping itu hukum juga bertujuan melindungi pihak yang lemah dari yang kuat. Islam adalah agama yang senantiasa memegang teguh ajaran dan aturan yang ditetapkan oleh Allah SWT dalam setiap aspek kehidupan. Seperangkat norma atau kaidah yang mengatur perihal pedoman sikap dan tindakan yang didasarkan pada ajaran Islam tersebut sering dikenal sebagai syari‟ah Islam atau hukum Islam. Adapun yang menjadi sumber Hukum Islam, dalam ketentuan Al-Quran disebutkan “hai orangorang yang beriman, Ikutilah Allah, dan ikutilah Rasul, dan Ulil Amri dari pada kamu (QS. An-Nisa ayat 59)”.16 Yang menyatakan bahwa sumber hukum Islam yang pertama adalah al-Quran dan Sunnah Rasul, dan jika suatu perkara hukum tidak didapati dalam alQuran atau Sunnah maka barulah dipergunakan ijtihad ulil amri (pendapat ulama).
108
16
Departemen Agama, Al-Quran dan Terjemahannya (Jakarta, Departemen Agama, 1991), 59.
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa Hukum Islam tersebut berlaku bagi seluruh aspek kehidupan, termasuk didalamnya perihal ketentuan apa yang boleh dan tidak boleh dimakan oleh kaum Muslim karena dalam Islam makanan merupakan tolak ukur dari segala cerminan penilaian awal yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Makanan bagi umat Islam tidak semata-mata dipandang sebagai sarana pemenuhan kebutuhan lahiriah semata, namun juga merupakan bagian dari kebutuhan spiritual yang mutlak harus dilindungi. Sebagaimana dikutip oleh Thoebib Al-Asyhar mengenai pendapat Ibrahim Husein yang menyatakan bahwa “halal haram bukanlah persoalan sederhana yang dapat diabaikan melainkan masalah yang amat penting dan mendapat perhatian dari ajaran agama Islam secara umum. 17 Oleh karena itu, aspek kehalalan suatu makanan yang dikonsumsi oleh seorang muslim dalam hal ini mutlak harus memperoleh perlindungan. Adapun yang dimaksud dengan halal ditinjau dari segi bahasa adalah “perkara atau perbuatan yang diperbolehkan, diharuskan, diizinkan atau dibenarkan menurut syariat Islam,”18 sedangkan haram adalah perkara atau perbuatan yang dilarang atau tidak diperbolehkan menurut syariat Islam. Yusuf Qhardawi, seorang ahli pemikir Islam menyatakan bahwa halal adalah sesuatu yang dengannya terurailah buhul yang membahayakan dan Allah memperbolehkan untuk dikerjakan,sedangkan haram ialah sesuatu yang Allah melarang untuk dilakukan dengan larangan tegas, setiap orang yang menentangnya akan berhadapan dengan siksaan akhirat, bahkan terkadang ia juga terancam sanksi syariah di dunia ini. 19 17
Thoeib Al-Asyhar, Bahaya Makanan Haram Bagi Kesehatan Jasmani dan Kesucian Rohani (Jakarta: Al-Marwadi Prima, 2003), 73. 18 Imam Masykoer Ali, Bunga Rampai Jaminan Produk Halal di Negara Anggota Mabims (Jakarta, 2003), 22. 19 Yusuf Qhardawi, Halal Haram dalam Islam (Jakarta: Intermedia, 2003), 31.
Pernyataan dari Yusuf Qhardawi tersebut mengisyaratkan bahwa pengaturan perihal adanya makanan yang diharamkan dalam agama Islam pada dasarnya merupakan suatu bentuk perlindungan terhadap jasmani seorang muslim, dimana dalam hal beliau menyebutkan pula bahwa : Pengharaman terhadap suatu hal terjadi karena adanya suatu keburukan dan kemudharatan, karena itu sesuatu yang mudharatnya mutlak adalah haram dan yang manfaatnya mutlak adalah halal. Sedang yang mudharatnya lebih besar dibanding manfaatnya adalah haram, yang manfaatnya lebih besar adalah halal. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa makanan yang halal pada dasarnya adalah makanan sehat dan yang membawa kebaikan pada diri seorang muslim. Pengaturan perihal perintah untuk hanya memakan makanan halal dalam ketentuan Hukum Islam dapat ditemukan dalam beberapa sumber Hukum Islam yang ada. Dalam ketentuan Al-Quran surah alMukminun disebutkan,“Hai para Rasul makanlah dari makanan yang baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”20 Ketentuan ayat tersebut menggariskan bahwa, Allah mengisyaratkan betapa pentingnya mengkonsumsi makanan yang halal dan baik. Hal tersebut tidak saja ditujukan bagi kaum muslim pada saat ini, namun jauh sebelum itu yakni pada masa Rasul Allah telah memerintahkan kepada mereka untuk hanya memakan makanan yang baik dan halal saja. Beberapa ketentuan yang terdapat dalam Al-Quran juga memerintahkan untuk hanya memakan makanan yang baik dan halal saja. Terdapat dalam ketentuan Al-Quran sebagai berikut “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rizkikan kepadamu, dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman Kepada-Nya21” Dari ketentuan ayat tersebut dapat dilihat
109
20 21
Al-Quran Surat Al-Mukminun ayat 51. Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 88.
bahwa dalam hal ini, bagi mereka yang memeluk agama Islam memakan makanan yang halal adalah sebagai salah satu wujud dan cara beriman kepada Allah SWT. Seperti juga yang digariskan dalam ayat berikut ini: Hai orang-orang yang beriman, makanlah diantara rizki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah jika kamu benar-benar hanya kepadaNya kamu menyembah. 22 Bunyi ayat tersebut semakin menguatkan perintah Allah kepada umat Islam untuk senantiasa beriman kepada Allah, dan salah satu wujud keimanan tersebut adalah dengan cara menaati perintahnya dalam bentuk hanya memakan makanan yang baik dan halal. Pada surat dan ayat yang lain, penekanan untuk memakan makanan yang halal kembali disebutkan secara jelas, sebagaimana yang terkandung dalam bunyi ketentuan Al-Quran berikut ini “Maka makanlah yang halal dan baik dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah,jika kamu hanya kepada-Nya menyembah. 23 Berdasarkan beberapa bunyi ayat diatas dapat dilihat betapa aspek makanan dapat menjadi suatu hal yang sangat penting dan turut pula mempengaruhi tingkat keimanan seorang Muslim dalam menjalankan syariat Islam dalam kehidupan sehari-harinya. Selanjutnya dalam sumber Hukum Islam yang kedua, amanat untuk senantiasa mengkonsumsi makanan halal juga dapat ditemukan dalam beberapa hadits yang diriwatkan oleh para perawi hadits. Dalam salah satu hadits, Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda “Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu Maha Baik, dia tidak menerima kecuali hal yang baikbaik”, dari hadits tersebut dapat dilihat bahwa Rasul mengamanatkan kepada manusia untuk beribadah dan menjalani hidup dengan suatu hal yang baik, karena sebagaimana dalam pandangan Islam bahwa setiap manusia pada
akhirnya akan kembali menghadap Allah Sang Pencipta. Mengingat Allah dengan sifatnya yang Maha Baik, maka Rasulullah SAW menghendaki setiap dari kaum Muslim untuk kembali kehadapan Allah dalam keadaan baik pula, untuk itu maka setiap Muslim dituntut untuk senantiasa menjalani kehidupannya dengan kebaikan tanpa kecuali, perbuatan yang dilakukan maupun makanan yang ia makan hendaklah berasal dari suatu hal yang baik, niat yang baik dan merupakan jenis serta bagian dari suatu hal yang baik pula. Dalam hadits lain Imam Muslim juga meriwayatkan bahwa: “Rasulullah pernah menyebutkan seseorang yang jauh perjalanannya dengan rambutnya yang acakacakan berdo‟a menengadahkan tangannya ke langit sambil berkata,“Wahai Tuhan, Wahai Tuhan” sedangkan makanan, minuman dan pakaiannya adalah sesuatu yang haram. Maka bagaimana mungkin do‟anya terkabulkan”.24 Berdasarkan ketentuan hadits tersebut dapat dilihat bahwasannya halal dan haramnya suatu makanan minuman yang dimakan atau pun pakaian yang dipakai oleh seorang Muslim akan sangat mempengaruhi dikabulkan atau tidaknya do‟a seorang Muslim oleh Allah Swt. Oleh karena itu, dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari dan aplikasi pola kehidupan seorang Muslim akan senantiasa berdampak pada aspek ukhrowi, maka setiap perbuatan, dan asupan makanan seorang Muslim harus senantiasa terjaga dari hal-hal yang bersifat haram atau diragukan kehalalannya. Seorang Muslim tidak dibenarkan untuk mengkonsumsi makanan sebelum ia tahu benar akan kehalalannya. Mengkonsumsi makanan yang haram atau yang belum diketahui kehalalannya akan membawa akibat buruk baik di dunia maupun akhirat. Pada aspek duniawi, bahaya makanan yang diharamkan dapat dilihat dari dampak yang ditimbulkan dari makanan tersebut. Sebagai contoh, dalam Islam daging babi merupakan 24
MUI, Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia III Tahun 2009 (Jakarta: Majelis Ulama Indonesia, 2009), 89.
22
Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 172. 23 Al-Quran Surat An-Nahl ayat 114.
110
suatu hal yang haram. Dalam aspek medis, dalam daging babi ditemukan mengandung cacing pita yang sangat berbahaya bagi tubuh manusia, daging babi juga mengandung kalori berlemak tinggi yang dapat menimbulkan kolesterol pada darah manusia yang pada akhirnya menyebabkan penyakit jantung dan stress, selain itu lemak babi juga dapat menyebabkan penyakit kanker payudara dan prostat. Sementara pada aspek akhirat, memakan atau meminum minuman yang haram bagi seorang akan mengakibatkan amal ibadahnya tidak akan diterima selama 40 hari dan merupakan suatu tindakan yang mengakibatkan dosa. Berdasarkan penjabaran tersebut, maka dapat dilihat bahwa pada dasarnya banyak doktrin Islam yang menekankan keharusan bagi umat Islam untuk menjaga makanannya dari berbagai pengaruh haram, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Untuk itu umat Islam harus senantiasa waspada terhadap perkembangan teknologi pangan yang dapat menghasilkan berbagai produk makanan melalui proses tertentu, agar terhindar dari produk makanan haram. Secara umum, dalam Agama Islam pada dasarnya semua makanan dan minuman yang berasal dari tumbuhtumbuhan, sayur-sayuran, buah-buahan dan hewan adalah halal kecuali yang beracun dan membahayakan kesehatan manusia. Islam dalam hal ini memberikan batasan perihal kriteria suatu makanan dan minuman yang dapat dikategorikan halal, jika makanan dan minuman tersebut: a. Bukan terdiri dari atau mengandung bagian atau benda dari binatang yang dilarang oleh ajaran Islam untuk memakannya atau yang tidak disemblih menurut ajaran Islam. b. Tidak mengandung sesuatu yang digolongkan sebagai najis menurut ajaran Islam.
c. Tidak mengandung bahan penolong dan/atau bahan tambahan yang diharamkan menurut ajaran Islam. d. Dalam proses, menyimpan dan menghidangkan tidak bersentuhan atau berdekatan dengan makanan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana disebutkan terlebih dahulu atau benda yang dihukumkan najis menurut ajaran Islam. Berdasarkan pemaparan tersebut dapat dilihat bahwasannya umat Islam dalam hal ini diperintahkan untuk memakan makanan dan menggunakan bahan-bahan yang baik, suci dan bersih. Kebersihan, kesucian serta kebaikan dan keburukan suatu makanan dan barang yang dipergunakan oleh seorang muslim senantiasa akan berkaitan dengan hukum halal dan haram menurut syariat Islam. Oleh karena itu umat Islam perlu mengetahui informasi yang jelas tentang halal dan haram dalam berbagai aspek, baik makanan, minuman, obat-obatan, kosmetika serta barang gunaan lainnya yang dipakai oleh umat Islam.
Kesimpulan Perlindungan hukum terhadap konsumen dari bahan-bahan kimia berbahaya pada makanan adalah sangat diperlukan, tidak terkecuali dengan hukum Islam, karena menurut syatibi, hukum Islam dalam menetapkan aturan-aturan melalui al-Qur'an dan Hadis adalah semata-mata melindungi kelima hal (maqashid asy-syari'ah), yaitu perlindungan agama (hifdl ad-din), jiwa (hifdl an-nafs), akal (hifdl al-„aql), keturunan (hifdl an-nasl) dan perlindungan terhadap harta (hifdl al-mal). Dalam konteks maqashid syari‟ah, mengkonsumsi makanan yang berbahaya bagi tubuh hukumnya adalah haram karena dapat mengakibatkan kerusakan organ tubuh, kegagalan kelenjar dalam memproduksi hormon sehingga terjadi penyumbatan energi di urat syaraf, kelainan itulah yang membuat orang depresi, sehingga
111
keseimbangan mentalnya terguncang. Secara umum, dalam Agama Islam pada dasarnya semua makanan dan minuman yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, sayur-sayuran, buahbuahan dan hewan adalah halal kecuali yang beracun dan membahayakan kesehatan manusia.
Daftar Pusaka Al-Asyhar, Thoeib. Bahaya Makanan Haram Bagi Kesehatan Jasmani dan Kesucian Rohani. Jakarta: Al-Marwadi Prima, 2003. Al-Fauzan, Saleh, Fiqih Sehari-hari, Jakarta: Gema Insani Press, 2005. Al-Nabhani Taqiyudin, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif (Perspektif Islam), Surabaya: t.p., 1996. An-Nadwi, Ahmad, al-Qawaid al-Fiqhiyah, Beirut: Dar Al-Qalam, 1991. Bertens, K., Pengantar Etika Bisnis, Yogyakarta: PT. Sinar Grafika, 2004. Departemen Agama, Al-Qur‟an Terjemah, Bandung: Mutiara Qolbu, 2010. Departemen Agama, Al-Quran dan Terjemahannya., Jakarta: Departemen Agama RI, 1991.
Djamil, Fatturahman, Filsafat Hukum Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1995. Jazuli, “Beberapa Aspek Pengembangan Hukum Islam di Indonesia”, dalam Eddi Diana Arif (ed), “Hukum Islam di Indonesia Pemikiran dan Praktek”. Bandung: Rosda Karya, 1999. Kahf, Monzher, Ekonomi Islam, Jakarta: Pustaka Pelajar, 1995. Masykoer Ali, Imam, Bunga Rampai Jaminan Produk Halal di Negara Anggota Mabims Jakarta: t.p., 2003. MUI, Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia III Tahun 2009, Jakarta: MUI, 2009. Praja, Juhaya S., Filasafat Hukum Islam, Bandung: LPPM UNISBA, 1995. Qardhawi, Yusuf, Halal Haram dalam Islam, Jakarta: Intermedia, 2003. SetiaTunggal, Hadi, Undang-Undang No.7 Tahun 1996 Tentang Pangan, Jakarta: Harvarindo, 1998. Sofie, Yusuf, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya, Bandung: Citra Aditya Bhakti, 2000.
112