PERILAKU MASYARAKAT URBAN DALAM DRAMA MEGA,MEGA KARYA ARIFIN C. NOER DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh: Yunia Ria Rahayu 1110013000078
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014
ABSTRAK
Yunia Ria Rahayu, 1110013000078, “Perilaku Masyarakat Urban dalam Drama Mega,mega Karya Arifin C.Noer Implikasinya pada Pembelajaran Sastra di SMA”. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dosen Pembimbing: Rosida Erowati, M.Hum. Drama Mega,mega karya Arifin C.Noer merupakan salah satu drama yang menggambarkan perilaku yang terjadi pada masyarakat urban. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan perilaku masyarakat urban dalam drama Mega,mega karya Arifin C.Noer dan implikasinya pada pembelajaran sastra di SMA. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan antar disiplin ilmu, yakni sosiologi dan sastra yang memfokuskan penelitiannya pada hubungan manusia dengan semesta. Perilaku masyarakat urban pada tahun 1966 dapat digambarkan melalui masyarakat dalam drama Mega,mega berdasarkan perilaku yang dihadirkan para tokoh. Analisis drama Mega,mega ini dapat memenuhi kompetensi dasar dalam pemebelajaran sastra yakni untuk mendeskripsikan perilaku manusia melalui dialog naskah drama. Melalui pembelajaran ini siswa diharapkan dapat saling menghargai antar sesama dan mau berusaha untuk mencapai impian. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, hasil penelitian ini menunjukan bahwa kemiskinan sangat berpengaruh terhadap prilaku masyarakat urban. Kemiskinan tersebut disebabkan dari berbagai unsur antara lain: kemiskinan yang disebabkan aspek badaniah atau mental seseorang, kemiskinan yang disebabkan oleh bencana alam dan kemiskinan buatan serta kemiskinan struktural. Akibat kemiskinan tersebut maka muncullah perilaku-perilaku negatif masyarakat urban disebabkan tekanan untuk pemenuhan kebutuhan hidup mereka, akan tetapi kesempatan untuk mendapat pekerjaan tidak ada. Perilaku negatif tersebut antara lain: menjadi pengemis, mencuri dan menjadi wanita tunasusila.
Kata kunci: Perilaku masyarakat urban, kemiskinan, Drama Mega,mega
i
ABSTRACT
Yunia Ria Rahayu, 1110013000078 “Behavior Urban Society in Drama Mega,mega Work of Arifin C.Noer and its Implications on Learning Literature in SMA ” Majors Language Education and Indonesian Literature, Science Faculty Tarbiyah and Teacher Training, Jakarta Islamic State University. Advisor Rosida Erowati, M.Hum. Drama Mega,mega work of Arifin C.Noer is one of the drama depicting the behavior occurs in urban society. This study aims to describe behavior of urban society in the drama Mega,mega work of Arifin C.Noer and its implications in the lessons literature in high school. The method used in this research is descriptive qualitative approach between disciplines, which is Sociology and Literature focused research on human relationships end the universe. Behavior urban society in 1966 can be described though the community in the drama Mega,mega-based on the behavior presented by figures. Analysis of drama Mega,mega this can meet basic competence in learning literature that is to describe human behavior through dialog plays. Through this learning students are expected to respect between fellow and want to seek to reach the dream. Based on analysis has been done, these result showed that poverty very effect on the behavior of urban society. Poverty the resulting from various elements include: poverty caused aspects of physical or mental, poverty caused natural disasters and poverty made as well as structural poverty. As a result of poverty is then came the bahaviors negative urban society due to pressure to meet the needs of their lives, but the opportunity to get a job does not exist. Behavior negative include: a beggar, thieves and become prostitutes.
Keywords: Behavior urban society, Poverty, Drama Mega, mega
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi robbil „alamin segala puji bagi Allah atas segala yang ada di semesta jagad raya dan telah memberi limpahan rahmat dan nikmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurah limpahkan untuk Nabi besar Muhammad S.A.W, keluarga, para sahabat, dan umatnya. Penulis menyusun penelitian ini guna memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar sarjana pendidikan program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Dalam penulisan penelitian ini penulis banyak mendapat masukan, bimbingan, saran, dorongan, dan semangat dari berbagai pihak. Semua itu tak lain untuk menjadikan penulis menjadi pribadi yang lebih baik dan kaya informasi, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1. Dr. Nurlena Rifa‟i, M.A.,Ph.D., dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah. 2. Mohamad Komarudin dan Sumirah selaku orang tua penulis dan adik tercinta Ahmad Ahzam Rozaq yang senantiasa memberikan kasih sayang, dorongan moral dan moril, serta mendoakan penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini. 3. Rosida Erowati, M.Hum., dosen pembimbing skripsi yang telah memberi bimbingan, semangat, motivasi, dan ilmu kesabaran serta memberi izin meminjam buku pribadinya guna menunjang selesainya penulisan penelitian ini. 4. Dosen-dosen jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah membagi ilmunya selama masa perkuliahan. 5. Embi C.Noer yang telah berkenan meluangkan waktu untuk diwawancarai penulis, guna memberikan informasi sebagai data penunjang penelitian ini.
iii
6. Keluarga besar POSTAR (Pojok Seni Tarbiyah) yang telah banyak memberikan inspirasi, bertukar ilmu
dan berbagi semangat serta tempat
menuangkan keluh kesah dalam kegelisahan hidup melalui kesenian. 7. Keluarga kecil tercinta LST (Lingkar Sastra Tarbiyah) yang telah banyak memberi penulis pelajaran untuk menjadi pribadi lebih baik dan berbagi keluh kesah. 8. Teman-teman PBSI seperjuangan angkatan 2010, khususnya kelas B yang senantiasa memberi kebahagiaan selama masa-masa kuliah, memberi informasi dan semangat dalam menyelesaikan penellitian. 9. Teman-teman kosan Dwina Agustin dan Ade Fauziah yang telah merelakan kosannya menjadi tempat bernaung kami. Serta teman-teman penyemangat diantaranya: Mabrurroh, Aisatul Fitriah, Kurnia Dewi N, Aulia Herdiana, Fitri Khoiriani, Mawaddah, Tazka Adiati, Risqia Auliani, Ade Rufaida, Nurul Innayah, yang telah memberi pengalaman dan berbagi semangat untuk menyelesaikan penelitian. 10. Salman Abdurrahman yang senantiasa memberi semangat penulis dari kejauhan dan mengajari ilmu sabar dalam menyelesaikan penelitian. 11. Teman alumni MAN 1 Pekalongan yang telah menginspirasi dan memberi semangat penulis untuk dapat segera menyelesaikan penelitian. Terimakasih pula untuk seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam proses penyelesaian penelitian ini. Semoga Allah membalas kebaikan kalian semua. Penulis mengharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk menjadikan penelitian ini lebih baik lagi. Besar harapan penulis agar penelitian ini dapat bermanfaat, baik untuk penulis pribadi maupun pembaca.
Jakarta, Oktober 2014
Penulis
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................................
i
ABSTRACT ...........................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii DAFTAR ISI ..........................................................................................................
v
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................
1
B. Identifikasi Masalah ..............................................................................
5
C. Batasan Masalah....................................................................................
6
D. Rumusan Masalah .................................................................................
6
E. Tujuan Penelitian ..................................................................................
6
F. Manfaat Peneliian..................................................................................
6
G. Metode Penelitian..................................................................................
7
1. Objek Penelitian ..............................................................................
7
2. Data dan Sumber Data Penelitian ...................................................
7
3. Teknik Pengumpulan Data ..............................................................
8
4. Teknik Analisis Data .......................................................................
9
BAB II KAJIAN TEORI ...................................................................................... 10 A. Teori Perilaku ........................................................................................ 10 1. Paradigma Perilaku ......................................................................... 10 B. Hakikat Masyarakat .............................................................................. 13 1. Pengertian Masyarakat ................................................................... 13 2. Manusia Sebagai Makhluk Sosial dan Makhluk Individu ............. 15 C. Urbanisasi .............................................................................................. 17 1. Penyebab Terjadinya Urbanisasi ..................................................... 17 v
2. Akibat Urbanisasi ............................................................................ 18 D. Teori Kemiskinan .................................................................................. 19 E. Hakikat Drama ...................................................................................... 21 1. Pengertian Drama ............................................................................ F. Unsur Intrinsik Drama........................................................................... G. Hakikat Sosiologi Sastra ....................................................................... Pengertian Sosiologi Sastra ........................................................ 1. 2. Sastra Sebagai Cermin Masyarakat ............................................ H. Pembelajaran Sastra .............................................................................
21 22 27 27 28 29
I. Hasil Penelitian yang Relevan .............................................................. 30 BAB III PROFIL ARIFIN C. NOER .................................................................. 33 A. Biografi Arifin C. Noer ......................................................................... 33 B. Karya Arifin C.Noer.............................................................................. 36 C. Pemikiran Arifin C.Noer ....................................................................... 38 BAB IVANALISIS DAN PEMBAHASAN DRAMA MEGA,MEGA ............... 41 A. Deskripsi Data ....................................................................................... 41 1. Unsur Intrinsik Drama Mega,mega Karya Arifin C.Noer............... 41 B. Perilaku Masyarakat Urban ................................................................... 83 C. Masyarakat Miskin ................................................................................ 94 D. Implikasi Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah ............................ 102 BAB V PENUTUP105 A. Simpulan ............................................................................................... 104 B. Saran ...................................................................................................... 106 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 107
vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Karya sastra adalah artefak; adalah benda mati, baru mempunyai makna dan menjadi objek estetik bila diberi arti oleh manusia sebagai pembaca sebagaimana artefak peninggalan manusia purba mempunyai arti bila diberi makna oleh arkeolog. 1 Drama merupakan salah satu cabang karya sastra yang di dalamnya menggambarkan kehidupan yang terjadi di masyarakat lewat dialog oleh para tokohnya. Drama juga dapat digunakan sebagai sarana untuk berkomunikasi dengan masyarakat, baik dalam bentuk pertunjukan maupun teks. Drama merupakan salah satu hasil pengarang dalam berkarya menggunakan imajinasinya. Namun, meskipun menggunakan unsur imajinatif dalam proses kreatifnya isi yang terkandung dalam drama bukan hanya sekedar khayali, tetapi dapat berlandaskan kehidupan yang sebenarnya. Pada tahun 1968 kompleks kesenian Jakarta yang pembangunannya diprakarsai oleh Gubernur DKI Ali Sadikin memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam perkembangan kesenian di Indonesia.2 Pembangunan kompleks tersebut digunakan sebagai wadah untuk menuangkan kegelisahan kehidupan melalui pertunjukan. Pada tahun tersebut merupakan tahun pemerintah Orde
Baru
memiliki
wewenang
mutlak
untuk
mengatur
kehidupan
masyarakatnya. Perhatian kepada rakyat kecilpun ditunjukan Arifin C. Noer dalam drama Mega,mega. Arifin menggambarkan sambil memberikan komentar atas apa yang digambarkan sendiri; dan cara memberi komentar itulah yang lebih penting dari 1
Rachmat Djoko Pradopo, Beberapa Teori Sastra, metode kritik dan penerapannya, (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 106. 2 Sapardi Djoko Damono, Drama Indonesia, (Ciputat: Editum, 2010), h. 70
1
2
yang digambarkannya.3 Melalui dialog dan adegan yang susul-menyusul dengan tangkas tidak mudah dipahami apabila tidak diselenggarakan dengan pementasan. Arifin
tidak lagi menghadirkan drama hanya sebagai tontonan
melainkan gambaran peristiwa yang terjadi sesuai zamannnya. Pada kenyataannya drama merupakan alat yang digunakan pengarang untuk menggambarkan apa yang terjadi dalam masyarakat pada masa tertentu. Termasuk drama karya Arifin yang sering dianggap sebagai kritik sosial dengan melihat apa yang terjadi pada masyarakat golongan “cilik” di Indonesia. Hal tersebut dapat terlihat dari sampul depan naskah drama Arifin Mega,mega yang bertuliskan “salah satu naskah penting karya Arifin C.Noer”, sedangkan tahun kemunculan drama Mega,mega yaitu tahun 1966 yang merupakan tahun terjadinya pergolakan politik di Indonesia. Dari situlah dapat terlihat bahwa drama
Mega,mega
merupakan
cara
yang
digunakan
Arifin
untuk
menggambarkan situasi dan keadaan masyarakat pada tahun 1966 tersebut terutama kaum urban golongan miskin yang tinggal di Yogyakarta. Pada masa itu merupakan masa terjadinya transmigrasi penduduk, dengan tujuan dapat memanfaatkan lahan-lahan kosong yang belum berpenghuni untuk mengurangi kepadatan penduduk di wilayah Jawa. Selain itu, pada masa 60-an sedang terjadi perkembangan industrialisasi secara besar-besaran menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya urbanisasi, sebab masyarakat menginginkan ekonomi yang mereka miliki dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. Perilaku yang terbentuk dalam masyarakat urban juga dapat menjadi salah satu faktor pendorong keadaan sosial mereka dalam bertahan hidup. Teknik Arifin membuat Mega,mega digunakan sebagai usahanya menggambarkan nasib manusia terutama menyangkut orang kecil. Seperti dalam drama Mega,mega yang meggambarkan bagaimana kehidupan masyarakat urban yang tergolong miskin menopangkan nasibnya dengan bekerja serabutan, namun
3
Sapardi Djoko Damono, Op.Cit., h. 71.
3
hasil yang mereka dapatkan jauh dari cukup. Melalui drama Mega,mega Arifin menumpahkan simpatinya terhadap kaum miskin serta menggambarkan adanya ketimpangan
sosial.
Mega,mega
menyodorkan
kehidupan
sekelompok
“gelandangan” yang tidak tau lagi apa yang harus dikerjakan untuk bertahan hidup. Mega,mega menciptakan suasana dan pandangan yang tidak memisahkan mimpi dari kenyataan. Masalah utama yang terdapat dalam Mega,mega adalah masalah uang. Lewat Mega,mega Arifin juga menyuguhkan bagaimana tataran masyarakat urban yang miskin mencoba bertahan hidup di tengah keterbatasan ekonomi dan memiliki impian-impian yang ingin mereka wujudkan. Menengok kembali terhadap dampak revolusi kemerdekaan bisa berbagai macam bentuknya; pandangan negatif terhadap politisi, kemunafikan, dan ketimpangan sosial. Dalam hal ini, Arfiin menuangkan gagasannya terhadap kehidupan masyarakat urban miskin yang mengalami ketimpangan sosial digambarkan melalui Mega,mega yang berlatar tempat di Yogyakarta. Melalui drama ini digambarkan bagaimana kehidupan masyarakat urban tahun 1960-an khususnya di Yogyakarta yang mengalami kemiskinan, yakni kemiskinan finansial maupun mental. Yogyakarta-yang pasca kemerdekaan-pernah menjadi Ibu kota Republik Indonesia dan simbol gelora nasionalisme yang sangat penting, menumbuhkan asumsi masyarakat bahwa kota tersebut akan menumbuhkan mobilitas ekonomi yang menjanjikan di masa depan. Awal masa Orde Baru pada pertengahan tahun 1960-an banyak pekerja yang menumpukan nasibnya di Yogyakarta dan mencari nafkah di sana. Para pekerja kebanyakan berasal dari daerah dekat Yogya seperti Solo, mereka berangkat dan pulang dengan mengendarai sepeda secara ramai-ramai saat berangkat maupun usai kerja. Sehingga pada tahun itu Yogya dikenal dengan kota sepeda, hal tersebut dikarenakan pada masa itu sepeda adalah alat transportasi utama bagi hampir
4
semua orang, mulai pegawai kantor, Guru, pedagang, Dosen, dan pelajar.4 Melaui aktivitas tersebut dapat terlihat bagaimana kota Yogya merupakan salah satu kota yang sangat menggiurkan untuk masyarakat urban. Fenomena tersebut merupakan salah satu bentuk manusia sebagai makluk sosial, tujuan terjadinya fenomena di Yogyakarta saat itu juga merupakan salah satu fungsi perlunnya sebuah dukungan sosial. Dukungan sosial juga berfungsi untuk mencegah terjadinya konflik sosial. Bahkan semakin tinggi nilai sumber yang diperebutkan dan kondisinya terbatas, maka konflik sosial yang terjadi akan semakin intensif dan keras. Dalam situasi demikian, dampak konflik secara psikologis
sangat
mencekam
masyarakat
dan
secara
sosial-ekonomi
memberatkan masa depan kehidupan mereka yang terlibat konflik. Seperti Tukijan yang merasa perlu mengubah nasibnya sehingga merantau ke Sumatera. Terwujudnya masyarakat urban dapat disebabkan subtansi berdemokrasi belum memberikan keuntungan bagi rakyat dan kebijakan-kebijakan publik yang di hasilkan oleh negara juga belum memihak pada kepentingan rakyat. 5 Sehingga beban kehidupan rakyat semakin berat khususnya untuk memenuhi kebutuhan primernya. Terjadinya urbanisasi ini juga dianggap menjanjikan bagi masyarakat untuk dapat memiliki hidup yang lebih baik daripada tetap tinggal di daerah asalnya, akan tetapi dalam kenyataannya tidak semua orang dapat berhasil di daerah perantauan. Masyarakat yang tergolong berhasil menjadi manusia urban ialah mereka yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya lebih dari cukup. Sedangkan masyarakat miskin sangat jauh dari hidup berkecukupan. Dari perbedaan status sosial itu pula yang nantinya dapat mempengaruhi perilaku masyarakat urban. Selain itu, kemiskinan mental dan moral yang menggerogoti masyarakat urban juga bisa berpengaruh terhadap perilaku yang terbentuk. Perilaku yang terbentuk 4
Tim Peneliti Kalangan Anak Zaman, “Laporan penelitian Existing Documentation dalam Perkembangan Teater Kontemporer di Yogyakarta periode 1950-1990 Kepingan Riwayat Teater Kontemporer”, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), h. 104. 5 Rusmin Tumanggor, dkk, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 135.
5
pada masyarakat urban dalam drama Mega,mega merupakan gambaran bagaimana besarnya pengaruh kemiskinan terhadap perilaku yang terbentuk. Di tengah ekonomi yang melilit para tokoh, mereka harus tetap mencari uang untuk memenuhi kebutuhan hidup sedangkan pekerjaan serabutan yang mereka lakukan belum cukup menutupi kebutuhan sehari-hari, di sisi lain kemiskinan mental dan moral juga berpengaruh terhadap perilaku yang terbentuk sehingga muncullah perilaku-perilaku negatif. Sehubungan dengan permasalahan yang telah diuraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti masyarakat dalam drama Mega,mega karya Arifin C.Noer yang menggambarkan kondisi masyarakat urban golongan miskin dengan mengambil judul “Perilaku Masyarakat Urban dalam Drama Mega,mega karya Arifn C.Noer dan Implikasinya pada Pembelajaran Sastra di SMA.” Melalui penelitian ini peneliti akan mencari tahu bagaimana kehidupan masyarakat urban pada tahun 1966 ke atas yang nantinya dapat berpengaruh terhadap perilaku mereka dalam menjalani hidup di kota perantauan. Drama ini juga dinilai sebagai potret masyarakat Indonesia di masa tahun 1966, sehingga diharapkan dapat memberikan pembelajaran berkenaan dengan masyarakat sosial, unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik dalam drama. B. Identifikasi Masalah Identifikasi masalah yang menjadi pembahasan mencakup seluruh variabel sastra yang memungkinkan untuk diteliti, meliputi: 1. Drama dapat dijadikan objek untuk mengetahui keadaan masyarakat pada tahun 1966. 2. Keadaan sosial masyarakat urban pada tahun 1966 dalam drama Mega,mega karya Arifin C.Noer. 3. Pengaruh kemiskinan terhadap perilaku masyarakat urban dalam drama Mega,mega karya Arifin C.Noer. 4. Naskah drama Mega,mega karya Arifin C.Noer dapat dijadikan bahan pada pembelajaran sastra di SMA.
6
C. Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, agar ruang lingkup pembatasan lebih terkonsentrasi maka penulis merasa perlu untuk membatasi masalah dengan lebih difokuskan kepada “Pengaruh kemiskinan terhadap perilaku yang terbentuk pada masyarakat urban dalam drama Mega,mega karya Arifin C.Noer”. D. Rumusan Masalah Agar penelitian lebih terfokus dan terarah maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana perilaku masyarakat urban dalam drama Mega,mega karya Arifin C.Noer? 2. Bagaimana implikasi pembahasan perilaku masyarakat urban dalam drama Mega,mega karya Arifn C.Noer pada pembelajaran sastra di SMA? E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Mendeskripsikan perilaku masyarakat urban dalam drama Mega,mega Karya Arifn C. Noer. 2. Mendeskripsikan implikasi pembahasan perilaku masyarakat urban dalam drama Mega,mega karya Arifn C.Noer pada pembelajaran sastra di SMA. F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat, baik manfaat dari segi teori maupun praktik. Manfaat teori dari penelitin ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan memperkaya wawasan terkait sastra Indonesia, khususnya pembelajaran sastra di sekolah. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran terkait peneltian lintas ilmu yakni Sosiologi sastra serta memberi sumbangan dalam mengkaji drama Mega,mega karya Arifin C.Noer.
7
Sedangkan manfaat secara praktik, diharapakan penelitian ini dapat membantu pembaca untuk lebih memahami isi cerita dalam drama Mega,mega karya Arifin C.Noer terutama menguraikan cara pandang pengarang yang terdapat dalam karya terkait prilaku masyarakat dengan menggunakan lintas disiplin ilmu, yaitu sastra dan sosiologi. G. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, yakni penelitian akan menjelaskan secara deskriptif terhadap objek penelitian tanpa menggunakan angka-angka. Penelitian kualitatif bertujuan membangun persepsi alamiah sebuah objek, jadi peneliti mendekatkan diri kepada objek secara utuh.6 Penelitian kualitatif juga cenderung menekankan pada kontekstual, penelitian ini mengandung keseksamaan dan kesungguhan, dilakukan secara terus menerus dan berkepanjangan, yang kemudian membuat seseorang memiliki ciri-ciri perilaku tertentu sebagai bagian dari sebuah kelompok akademisi: 1. Objek Penelitian Objek dari penelitian ini yaitu naskah drama Mega,mega karya Arifin C.Noer dengan mengkaji “Perilaku Masyarakat Urban dalam Drama Mega,mega Karya Arifin C.Noer dan Implikasinya pada Pembelajaran Sastra di SMA.” 2. Data dan Sumber Data Penelitian a. Data Data ialah bahan mentah yang perlu diolah sehingga menghasilkan informasi atau keterangan.7 Data merupakan keterangan yang telah dikumpulkan oleh peneliti guna mempermudah proses analisis. Data penelitian ini berupa kutipan kata, kalimat serta dialog yang terdapat dalam drama Mega,mega karya Arifin C.Noer. 6
Rachmat Djoko Pradopo, dkk, Metodologi Penelitian Sastra, (Yogyakarta: Hanindita Graha Widya, 2002), h. 32. 7 Riduwan. Metode dan Teknik Manyusun Tesis. (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 106.
8
b. Sumber Data Sumber data penelitian terbagi menjadi dua, yakni sumber data primer dan sumber data sekunder. 1) Sumber data primer Sumber data primer penelitian ini adalah naskah drama Mega,mega karya Arifin C.Noer yang diterbitkan oleh Pustaka Firdausi bekerjasama dengan yayasan ADIKARYA IKAPI dan THE FORD FOUNDATION. 2) Sumber data sekunder Sumber data sekunder penelitian ini yaitu buku maupun artikel yang berkaitan dengan penelitian dan karya-karya Arifin C.Noer serta wawancara dengan Embi C.Noer mengenai naskah drama Mega,mega. 3. Teknik Pengumpulan Data Adapun langkah-langkah yang digunakan untuk pengumpulan data dari drama Mega,mega karya Arifin C.Noer yaitu: a. Membaca secara cermat naskah drama Mega,mega karya Arifin C.Noer b. Menandai bagian kalimat yang menggambarkan perilaku masyarakat urban dalam drama Mega,mega karya Arifin C.Noer c. Hasil dari poin b digunakan sebagai data untuk analisis perilaku masyarakat urban dalam Mega,mega karya Arifin C.Noer d. Hasil dari poin c digunakan sebagai data untuk mengimplementasikan perilaku masyarakat urban dalam Mega,mega karya Arifin C.Noer pada pemebelajaran sastra.
9
4. Teknik Analisis Data Adapun langkah-langkah yang digunakan untuk menganalisis data adalah: a. Menganalisis data yakni drama Mega,mega karya Arifin C.Noer berdasarkan struktur naskah meliputi tema, tokoh dan penokohan, alur, latar cerita, dan gaya bahasa. b. Analisis dalam penelitian ini menggunakan tinjauan ilmu sosiologi sastra. Analisis ini dilakukan dengan membaca dan memahami buku yang berkaitan dengan penelitian dan mengumpulkan berbagai teks dan wawancara berkaitan dengan perilaku masyarakat urban kemudian menganalisisnya sesuai rumusan yakni perilaku masyarakat urban dalam Mega,mega karya Arifin C.Noer. c. Mengimplikasikan drama Mega,mega karya Arifin C.Noer dalam pembelajaran sastra di SMA dilakukan dengan cara menghubungkannya dengan materi pembelajaran sastra di sekolah.
BAB II KAJIAN TEORI
A. Teori Perilaku 1. Paradigma Perilaku Arti perilaku dalam KBBI (kamus besar bahasa indonesia) adalah wujud yang mantap dari suatu rangkaian perilaku manusia atau segolongan orang sehingga tampak dan dapat dideskripsi. Sedangkan perilaku sosial adalah segala rangkaian berbagai unsur tertentu yang sudah mantap yang terdapat dalam suatu gejala masyarakat.1 Sedangkan menurut Kusmiati secara umum perilaku manusia pada hakikatnya adalah proses interaksi individu dengan lingkungannya sebagai manifestasi hayati diri bahwa dia adalah makhluk Hidup. Paradigma ini memusatkan perhatian kepada tingkah laku individu yang berlangsung dalam lingkungan yang menimbulkan akibat atau perubahan terhadap tingkah laku berikutnya.2 Bagi paradigma perilaku sosial ini tingkah laku manusia itulah yang penting. Karena tindakan yang terjadi oleh perilaku seseorang diwujudkan melalui tingkah lakunya dalam lingkungan. Peran diwujudkan dalam perilaku oleh aktor. Berbeda dengan norma, wujud perilaku ini adalah nyata, bukan sekedar harapan. Berbeda pula dari norma, perilaku yang nyata ini bervariasi, berbeda-beda dari satu aktor ke aktor yang lain.3 Lingkungannya terdiri atas berbagai macam-macam objek sosial dan objek non sosial. Teori yang termasuk dalam paradigma sosial ini 1
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), h. 1198. 2 George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), h. 92. 3 Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, ( Jakarta; Rajawali, 1984), h. 237.
10
11
adalah teori sosiologi perilaku (behavioral sosiologi), dan teori pertukaran (exchange theory). Teori perilaku sosial menitikberatkan pada hubungan antara tingkah laku aktor dengan tingkah laku lingkungannya. Adapun asumsi-asumsi yang mendasari teori tingkah laku sosial antara lain: a. Manusia pada dasarnya tidak mencari keuntungan maksimum, tetapi mereka senantiasa ingin mendapatkan keuntungan dari adanya interaksi yang mereka lakukan dengan manusia lain. b. Manusia tidak bertindak secara rasional sepenuhnya, tetapi dalam setiap hubungan dengan manusia lain mereka senantiasa berpikir untung rugi. c. Manusia tidak memiliki informasi yang mencakup semua hal sebagai dasar untuk mengembangkan elternatif, tetapi mereka ini paling tidak memiliki informasi meski terbatas yang bisa untuk mengembangkan alternatif guna memperhitungkan untung rugi tersebut. d. Manusia senantiasa berada pada serba keterbatasan, tetapi mereka ini tetap berkompetisi untuk mendapatkan keuntungan dalam transaksi dengan manusia lain. e. Meski manusia senantiasa berusaha mendapatkan keuntungan dari hasil interaksi dengan manusia lain, tetapi mereka dibatasi oleh sumber-sumber yang tersedia. f. Manusia berusaha memperoleh hasil dalam ujud material, tetapi mereka juga akan melibatkan dan menghasilkan sesuatu yang bersifat non-material, misalnya emosi, perasaan suka dan sentimen.4 Adapun bentuk-bentuk perilaku sosial menurut para pakar dalam teori paradigma perilaku sosial ini antara lain: a. Proposisi keberhasilan
4
Zamroni, Pengantar Pengembangan Teori Sosial, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1992), h. 66.
12
Dalam segala hal yang dilakukan oleh seseorang, semakin sering sesuatu tindakan mendapatkan ganjaran(mendatangkan respon yang positif dari orang lain), maka akan semakin sering pula tindakan dilakukan oleh orang yang bersangkutan. b. Proposisi stimulus Jika suatu stimulus tertentu telah merupakan kondisi di mana tindakan seseorang mendapatkan ganjaran, maka semakin serupa stimulus yang ada dengan stimulus tersebut akan semakin besar kemungkinannya bagi orang itu untuk mengulang tindakannya seperti yang ia lakukan pada waktu yang lalu. c. Proposisi nilai Semakin bermanfaat hasil tindakan seseorang bagi dirinya maka akan semakin besar kemungkinan tindakan tersebut diulangi. Proposisi rasionalitas yang merupakan kombinasi tiga proposisi yang ada menyatakan bahwa di dalam memilih suatu tindakan di antara alternatif tindakan yang mungkin dilaksanakan, maka seorang akan memilih tindakan yang paling menguntungkan, dilihat dari segi waktu, nilai hasil, dan perkembangan berdasar berbagai kemungkinan pencapaian hasil. d. Proposisi kejenuhan-kerugian Semakin sering seseorang menerima ganjaran yang istimewa maka ganjaran tersebut akan menjadi kurang bermakna. e. Proposisi persetujuan-perlawanan 1) Jika seseorang tidak mendapat ganjaran seperti yang ia inginkan, atau mendapat hukuman yang tidak diharapkan, ia akan menjadi marah dan akan semakin besar kemungkinan bagi orang tersebut untuk mengadakan perlawanan atau menentang, dan hasil dari tingkah laku semacam ini akan menjadi lebih berharga dari dirinya. 2) Bila tindakan seseorang mendatangkan ganjaran seperti yang ia harapkan
bahkan
berlebihan,
atau
tindakan
tersebut
tidak
13
mendatangkan hukuman seperti keinginannya, maka ia akan merasa senang dan akan semakin besar kemungkinannya bagi orang tersebut untuk menunjukan tingkah laku persetujuan terhadap tingkah laku yang dilakukan, dan hasil tingkah laku semacam ini akan menjadi semakin berharga dari dirinya.5 B. Hakikat Masyrakat 1. Pengertian Masyarakat R. Linton berpendapat dalam Ahmadi, masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama, sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu.6 Sedangkan menurut Hassan Shadily dalam Ahmadi, ia menyebutkan bahwa masyarakat adalah golongan besar atau kecil dari beberapa manusia, yang dengan atau karena sendirinya bertalian secara golongan dan mempunyai pengaruh kebatinan satu sama lain.7 Dipandang dari cara terbentuknya, masyarakat dapat dibagi dalam: a. Masyarakat paksaan misalnya, negara dan masyarakat tawanan b. Masyarakat merdeka, yang terbagi pula dalam: 1) Masyarakat nature, yaitu masyarakat yang terjadi dengan sendirinya, seperti
gerombolan(horde),
suku(stam),
yang
bertalian
karena
hubungan darah atau keturunan. Dan biasanya masih sederhana sekali kebudayaannya. 2) Masyarakat kultur, yaitu masyarakat yang terjadi karena kepentingan keduniaan atau kepercayaan, misalnya: koprasi, kongsi perekonomian, gereja.8
5
Ibid., h. 67. Abu Ahmadi, Pengantar Sosiologi, (Solo: Ramadhani), h. 35. 7 Ibid., h. 36 8 Ibid., 6
14
Faktor-faktor yang mendorong manusia untuk hidup bermasyarakat karena adanya dorongan atau hasrat yang merupakan unsur kerohanian, unsur kejiwaan atau faktor yang mempengaruhi hidup manusia dalam pergaulan dengan manusia lainnya
dalam hidup
bermasyarakat.
Hasrat
yang
mempengaruhi tingkah laku dan perbuatan tersebut antara lain: a. Hasrat sosial, yaitu hasrat yang menghubungkan individu lainnya dengan kelompok. b. Hasrat untuk mempertahankan diri, yaitu hasrat untuk mempertahankan diri dari pengaruh luar yang mungkin datang kepadanya. Hasrat ini merupakan hasrat organik yang timbul bila ada bahaya dari luar. c. Hasrat berjuang, hasrat ini dapat terlihat pada saat ada persaingan, keinginan membantah pendapat orang lain, saling kejar mengejar guna memperoleh kemenangan. d. Hasrat harga diri, merupakan hasrat pada seseorang untuk menganggap atau bertindak atas dirinya sendiri lebih tinggi daripada orang lain. Hasrat ini terlihat pada manusia saat situasi seseorang ingin mendapat penghargaan dari orang lain, pujian atau kehormatan dari masyarakat. hasrat inilah yang menimbulkan rasa congkak dan sombong pada manusia. e. Hasrat meniru, yaitu hasrat untuk menyatakan secara diam-diam atau terang-terangan sebagian dari salah satu gejala atau tindakan. Hasrat meniru ini mempunyai dua arti penting yaitu: 1) Dapat menghemat tenaga atau waktu, misalnya bagaimana pakaian yang pantas kita pakai, bentuk rumah masa kini, memecahkan masalah yang sama seperti masalah yang pernah dialami sebelumnya.
15
2) Dapat mempertahankan bentuk-bentuk kebudayaan atau adat istiadat dari satu generasi kepada generasi berikutnya secara perlahan sehingga tidak terasa. f. Hasrat bergaul, yaitu hasrat untuk bergabung dengan orang-orang tertentu, kelompok tertentu atau dengan masa tertentu. g. Hasrat untuk mendapatkan kebebasan, hasrat ini akan terlihat pada saat tindakan-tindakan manusia bila mendapat kekangan atau pembatasan. Misalnya, pelanggaran terhadap peraturan hidup, terhadap norma agama, dan norma masyarakat. h. Hasrat untuk memberitahukan, yaitu hasrat untuk menyampaikan perasaan-perasaan kepada orang lain; biasanya disampaikan dengan suara atau isyarat dan lambang-lambang tertentu. Misalnya, dengan bintang jasa, pakaian tanda berkabung, dan cincin pertunangan. i. Hasrat tolong-menolong dan simpasi. Simpasi adalah kesanggupan untuk dengan langsung turut merasakan barang sesuatu dengan orang lain. Simpasi merupakan pembawaan dari lahir, bersifat murni, karena perasaan yang tidak sadar yang berkuasa. Misalnya, orang yang hendak menolong seseorang. 9 2. Manusia Sebagai Makhluk Sosial dan Makhluk Individu Manusia sebagai makhluk sosial itu ada yang menitikberatkan pada pengaruh masyarakat yang berkuasa kepada individu. Yakni memiliki unsur keharusan biologis, yang terdiri dari: a. Dorongan untuk makan b. Dorongan untuk mempertahankan diri c. Dorongan untuk melangsungkan hubungan beda jenis.10
9
Ibid., h. 41-45 Rusmin Tumanggor,dkk, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 55. 10
16
Selain faktor biologis banyak faktor yang mendorong manusia secara individual membutuhkan dirinya sebagai makhluk sosial sehingga terbentuk interaksi sosial manusia satu dengan manusia lainnya. Secara garis besar faktor-faktor personal yang mempengaruhi interaksi manusia terdiri dari tiga hal, yakni: a. Tekanan emosional. Kondisi psikologis seseorang sangat mempengaruhi bagaimana manusia berinteraksi satu sama lain, apakah sedang bahagia, senang atau sebaliknya sedih, berduka, dan seterusnya. b. Harga diri yang rendah. Ketika kondisi seseorang berada dalam kondisi yang direndahkan, maka ia akan memiliki hasrat yang tinggi untuk berhubungan dengan orang lain. Karena ketika seseorang merasa direndahkan dengan secara spontan ia membutuhkan kasih sayang dari lain pihak atau dukungan moral untuk membentuk kondisi psikologis kembali seperti semula. c. Isolasi sosial. Orang yang merasa atau dengan sengaja terisolasi oleh komunitasnya atau pihak-pihak tertentu, maka ia akan berupaya melakukan interaksi dengan orang yang sepaham atau sepemikiran agar terbentuk sebuah interaksi yang harmonis.11 Sekurang-kurangnya ada enam nilai yang amat menentukan wawasan etika dan kepribadian manusia sebagai individu maupun sebagai masyarakat, yaitu ekonomi, solidaritas, agama, seni, kuasa, dan teori. a. Nilai teori. Ketika manusia menentukan dengan objektif identitas bendabenda atau kejadian-kejadian, maka dalam prosesnya hingga menjadi pengetahuan, manusia mengenal adanya teori yang menjadi konsep dalam proses penilaian atas alam sekitar.
11
Ibid., h.57.
17
b. Nilai ekonomi. Ketika manusia bermaksud menggunakan benda-benda atau kejadian-kejadian, maka ada proses penilaian ekonomi atau kegunaan, yakni dengan logika efisiensi untuk memperbesar kesenangan hidup. Kombinasi antara nilai teori dan nilai ekonomi yang senantiasa maju disebut aspek progresif dari kebudayaan. c. Isolasi sosial. Orang yang merasa atau sengaja terisolasi oleh komunitasnya atau pihak-pihak tertentu, maka ia akan berupaya melakukan interaksi dengan orang yang sepaham atau sepemikiran agar terbentuk sebuah interaksi yang harmonis.12 C. Urbanisasi Urbanisasi adalah suatu proses berpindahnya penduduk dari desa ke kota atau dapat pula dikatakan bahwa urbanisasi merupakan proses terjadinya masyarakat perkotaan.13 Urbanisasi juga dapat dikatakan proses perpindahan keramaian dari desa ke kota. Proses urbanisasi terjadi pada negara-negara yang sudah maju industrinya maupun yang secara relatif belum memiliki industri. Urbaniasai memiliki akibat negaif terutama di negara agraris seperti Indonesia, hal ini disebabkan karena pada umumnya produksi pertanian sangat rendah apabila dibandingkan dengan jumlah manusia yang dipergunakan dalam produksi tersebut. 1) Penyebab terjadinya Urbanisasi Sehubungan dengan proses tersebut, maka ada beberapa sebab yang melibatkan suatu daerah tempat tinggal mempunyai penduduk yang banyak dikarenakan daerah tersebut memiliki daya tarik. Sebab tersebut antara lain adalah: Daerah yang termasuk menjadi pusat pemerintahan atau menjadi ibu kota Tempat tinggal tersebut letaknya sangat strategis sekali untuk usaha-usaha perdagangan/perniagaan, seperti misalnya sebuah kota pelabuhan atau
12 13
Ibid., h. 57. Hartomo dan Arnicun, Ilmu Sosiologi Dasar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008). h, 248.
18
sebuah kota yang letaknya sangat dekat dengan sumber-sumber bahan mentah Timbulnya industri di daerah itu, yang memproduksikan barang-barang maupun jasa-jasa.14 2) Akibat Urbanisasi Proses urbanisasi akan menimbulkan akibat lebih jauh lagi, antara lain: Terbentuknya suburb, tempat-tempat pemukiman baru di pinggiran kota, yang terjadi akibat perluasan kota karena pusat kota tidak mampu lagi menampung arus perpindahan penduduk desa yang begitu banyak. Makin meningkatnya tuna karya, yaitu orang-orang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap. Tuna karya ini terdiri dari orang desa yang tidak segera memperoleh pekerjaan di kota, ataupun orang kota sendiri tidak berhasil dalam persaingan memperebutkan kesempatan kerja yang sangat terbatas. Persoalan tuna karya ini akan menimbulakn berbagai kerawanan sosial, misalnya saja makin tajamnya perbedaan antara golongan kaya-miskin (yang tidak begitu terasakan di desa) meningkatnya pelacuran dan kriminalitas. Kriminalitas semua timbul karena dorongan rasa lapar, kemudian berubah menjadi pekerjaan tetap karena dianggap sebagai cara yang mudah untuk menumpuk kekayaan dalam waktu yang singkat. Pertambahan penduduk kota yang pesat menimbulkan masalah perumahan. Orang terpaksa tinggal dalam rumah-rumah yang sempit dan tidak memenuhi persyaratan kesehatan. Hal ini akan menimbulkan masalah yang lebih jauh lagi, yaitu kerusakan lingkungan hidup karena kota dipaksa untuk menampung penduduk yang melebihi daya tampungnya. Lingkungan hidup yang tidak sehat, apalagi ditambah dengan adanya berbagai kerawanan sosial memberi pengaruh yang negatif terhadap pendidikan generasi muda.15 14
Ibid.,
19
D. Teori Kemiskinan Pengertian dasar mengenai kemiskinan adalah tidak tercukupinya kebutuhan mendasar seperti pangan, sandang, dan papan. Suparlan dalam Tumanggor menyatakan kemiskinan adalah sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat bersangkutan.16 Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung nampak pengaruhnya terhadap tingkat keadaan kesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga diri dari mereka yang tergolong sebagai orang miskin. Klasifikasi atau penggolongan seseorang atau masyarakat itu dikatakan miskin, ditetapkan dengan manggunakan tolok ukur yang umumnya dipakai adalah sebagai berikut: a. Tingkat pendapatan b. Kebutuhan relatif Di Indonesia, tingkat pendapatan digunakan untuk waktu kerja sebulan. Dengan adanya tolok ukur ini, maka jumlah dari siapa yang tergolong sebagai orang miskin dapat diketahui. Tolok ukur yang dibuat dan digunakan untuk menentukan besarnya jumlah orang miskin ialah batasan tingkat pendapatan per waktu kerja (Rp30.000 perbulan atau lebih rendah) yang dibuat pada tahun 1976/1977; di samping itu juga tolok ukur yang dibuat berdasarkan atas batas minimal jumlah yang dikonsumsi yang diambil bersamaannya dalam beras, di mana dinyatakan batas minimal kemiskinan adalah mereka yang makan di warung kurang dari 320kg beras di desa dan 420kg di kota pertahunnya. Tolok ukur yang lain ialah yang dinamakan tolok ukur kebutuhan relatif per keluarga, yang batasan-batasannya dibuat berdasarkan atas kebutuhan minimal yang harus dipenuhi guna sebuah keluarga dapat melangsungkan kehidupannya 15 16
Abu Ahmadi, Op.cit., h. 248. Ibid., h. 309.
20
secara sederhana tapi memadai sebagai warga masyarakat yang layak. Tercukupinya tolok ukur ini adalah kebutuhan-kebutuhan yang berkenaan dengan biaya sewa rumah dan mengisi rumah dengan peralatan rumah tangga yang sederhana tapi memadai, biaya untuk memelihara kesehatan dan untuk pengobatan, biaya untuk menyekolahkan anak-anak, biaya untuk sandang dan pangan sederhana tapi mencukupi dan memadai. Kemiskinan menurut pendapat umum dapat dikategorikan dalam tiga unsur, yaitu: a. Kemiskinan yang disebabkan aspek badaniah atau mental seseorang. b. Kemiskinan yang disebabkan oleh bencana alam. c. Kemiskinan buatan. Kemiskinan disebabkan aspek badaniah biasanya orang tersebut tidak bisa berbuat maksimal sebagaimana manusia lainnya yang sehat jasmaniah. Karena cacat badaniah misalnya, dia lantas berbuat atau bekerja secara tidak wajar, seperti: menjadi pengemis atau meminta-minta. Menurut ukuran produktifitas kerja, maka tidak bisa menghasilkan sesuatu yang maksimal malah lebih bersifat konsumtif, sedangkan yang menyangkut aspek mental, biasanya mereka disifati oleh sifat malas bekerja secara wajar, sebagaimana manusia lainnya. Kemiskinan yang disebabkan karena bencana, apabila tidak segera diatasi sama saja halnya dengan menimbulkan beban bagi masyarakat umum lainnya. Mereka yang kena bencana alam, umumnya tidak memiliki tempat tinggal bahkan sumber-sumber daya alam yang mereka miliki sebelumnya habis oleh pengikisan bencana alam, biasanya pihak pemerintah mengambil atau menempuh dua cara, pertama sebagai pertolongan sementara diberikan bantuan secukupnya dan tindakan berikutnya mentransmigrasikan mereka ke tempat-tempat lain yang lebih aman dan memungkinkan mereka bisa hidup layak. Kemiskinan buatan disebut juga kemiskinan struktural, ialah kemiskinan yang ditimbulkan oleh dan dari struktur-struktur ekonomi, ekonomi dan kultur
21
serta politik. Kemiskinan struktur ini selain ditimbulkan oleh struktur penenangan atau nrimo memandang kemiskinan sebagai nasib, malahan sebagai takdir Tuhan.17 Kemiskinan juga di antaranya dapat disebabkan oleh struktur ekonomi, yakni realisasi hubungan antara suatu objek dan objek, dan antara subyek-subyek komponen-komponen yang merupakan bagian dan suatu sistem.18 E. Hakikat Drama 1. Pengertian Drama Drama atau sandiwara adalah seni yang mengungkapkan pikiran atau perasaan orang dengan mempergunakan laku jasmani, dan ucapan kata-kata.19 Pendapat mengenai pengertian drama di atas sejalan dengan pendapat Sidjiman dalam Siswanto yang menuliskan drama adalah karya sastra yang bertujuan menggambarkan kehiduapan dengan mengemukakan tikaian dan emosi lewat lakuan dan dialog.20 Melalui dialog itulah yang membedakan antara drama dengan karya sastra lainnya, sebab pada karya sastra lain seperti novel dan cerpen bentuk yang digunakan adalah menggunakan narasi. Kata drama berasal dari bahasa Yunani dram yang berarti gerak. Sedangkan dari segi etimologisnya, drama mengutamakan perbuatan, gerak, yang merupakan inti hakikat setiap karangan yang bersifat drama. 21 Jadi, drama berarti perbuatan atau tindakan. Sedangkan menurut Moulton dalam Karmini drama adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak.22 Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia drama adalah komposisi syair atau prosa yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku (akting) atau dialog yang dipentaskan; cerita atau kisah, terutama yang melibatkan konflik atau emosi, yang khusus disusun untuk pertunjukan teater. Jika dalam novel, watak maupun konflik dipaparkan 17
Ibid., h. 312. Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta: Bina Aksara, 1988), h. 313. 19 Rendra, Seni Drama untuk Remaja, (Jakarta: Burungmerak Press) h. 73 20 Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008) h. 163 21 NI Nyoman Karmini, Op.cit., h. 142. 22 Ibid., 18
22
melalui narasi yang dibuat oleh pengarang, maka dalam drama-watak maupun konflik dijelaskan melalui dialog-dialog para tokoh. Meskipun berbentuk dialog, dilihat dari kemungkinan untuk dipentaskan ada naskah yang dapat dan akan menarik perhatian orang jika dipentaskan yang disebut sebagai drama pentas atau drama saja, dan banyak pula yang tidak memberikan kemungkinan untuk dipentaskan dan disebut sebagai drama baca.23 Drama dikelompokan kedalam karya sastra karena media yang digunakan untuk menyampaikan gagasannya atau pikiran pengarangnya adalah bahasa. Sehingga dengan mudah dapat dijumpai adanya karya drama yang sarat dengan dialek, bahasa sehari-hari, atau bahasa formal. Dipakainya ragam bahasa tersebut tentu berdasarkan sejumlah alasan yang secara sosiologis dapat mejelaskan banyak hal.24 Misalnya pengarang ingin menunjukan latar tempat yang digunakan dalam drama adalah di daerah Jawa maka bahasa yang ia gunakan pada dialog tokohnya tentunya menggunakan bahasa Jawa. F. Unsur Intrinsik Drama Unsur yang membangun seni drama sebagai pertunjukan berbeda dengan teks drama.25 Unsur drama sebagai seni pertunjukan adalah plot, karakterisasi, dialog, tata artistik, dan gerak. Sedangkan unsur-unsur teks drama hampir sama dengan prosa rekaan yakni: a. Tema Tema adalah gagasan sentral yang menjadi dasar tolak penyusunan dan yang sekaligus menjadi sasaran atau tujuan karangan itu.26 Dalam tema, boleh dikatakan belum terlihat kecenderungan pengarang untuk memihak. Oleh
23
Melani Budianta,dkk, Membaca Sastra Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi, (Magelang: Indonesia Tera, 2006), h. 112. 24 Ibid., 25 Wahyudi Siswanto, Op.Cit., h. 163. 26 NI Nyoman Karmini, Op.cit., h. 45.
23
karena itu, masalah apa saja dapat dijadikan tema dalam cerita atau karya sastra.27 Kategori tema berdasarkan tingkat keutamaannya, yaitu ada tema utama dan tema tambahan.28 Sebuah karya (drama) memungkinkan memiliki tema lebih dari satu atau lebih dari satu interpretasi. Menentukan tema pokok merupakan aktivitas memilih, mempertimbangkan, dan menilai, di antara sejumlah makna yang ditafsirkan ada dalam karya sastra bersangkutan. Makna cerita pada bagian tertentu dapat dikatakan sebagai makna bagian atau makna tambahan. Makna-makna tambahan inilah yang disebut sebagai tema tambahan atau tema minor. Tema tambahan ini merupakan tema yang medukung dan mempertegas eksistensi makna utama sebuah cerita atau tema utama merangkum berbagai makna tambahan dalam sebuah cerita.29 Seperti dalam drama Mega,mega karya Arifin memiliki tema utama dan tambahan, yang akan dijelaskan lebih rinci dalam bab analisis. b. Tokoh dan penokohan Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita, sedangkan cara sastrawan menampilkan tokoh disebut penokohan.30 Menurut definisinya, tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berkelakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita.31 Berdasarkan peran dan pentingnya seorang tokoh dalam cerita fiksi secara keseluruhan, dibedakan menjadi tokoh utama dan tokoh tambahan.32 Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan dalam penceritaannya. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan. Baik sebagai pelaku kejadian maupun 27
Wahyudi Soswanto, Op.Cit., h. 169. NI Nyoman Karmini, Op.Cit., h. 51. 29 Ibid 30 Wahyudi Sisiwanto, Op.cit., h. 143. 31 Melani Budianta,dkk, Op.cit., h. 83. 32 Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2013) h. 258 28
24
yang dikenai kejadian, sedangkan tokoh yang dianggap tidak mendominasi namun masih memiliki andil yang besar dalam jalannya cerita disebut tokoh tambahan. Pembedaan itu lebih bersifat gradasi karena kadar keutamaan tokohtokoh itu bertingkat: tokoh utama (yang) utama, tokoh utama tambahan, tokoh tambahan (pariferal) utama, dan tokoh tambahan (yang memang) tambahan.33 c. Alur(Plot) Abrams dalam Melani Budianta mengatakan alur ialah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin sebuah cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita. sinambung
peristiwa
berdasarkan
sebab
34
akibat.
Alur adalah sambung Alur
tidak
hanya
mengemukakan apa yang terjadi, tetapi yang lebih penting adalah menjelaskan mengapa hal itu terjadi sedangkan menurut Karmini dalam bukunya mengatakan plot merupakan cerminan, bahkan berupa perjalanan tingkah laku para tokoh dalam bertindak, berfikir, berasa, dalam bersikap menghadapi berbagai masalah kehidupan.35 Jadi, dapat dikatakan bahwa alur merupakan serangkaian peristiwa yang terjadi dalam sebuah cerita. Tasrif dalam Nurgiantoro mengklasifikasikan tahapan plot menjadi lima bagian. Kelima tahapan itu antara lain: a. Tahap Situation: tahap penyituasian, yaitu pengarang mulai melukiskan suatu keadaan, berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pemberian informasi awal, dan lainnya terutama berfungsi untuk melandastumpui cerita. b. Tahap Generation cicumstances: tahap pemunculan konflik. Masalahmasalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai dimunculkan. Jadi, tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik dan
33
Ibid., h.260 Melani Budianta. Op. Cit., h.159. 35 NI Nyoman Karmini, Op.cit., h. 53. 34
25
konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya. c. Rising action: tahap peningkatan konflik. Konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya. Peristiwa-peristiwa dramatik yang menjadi inti cerita semakin mencekam dan menegangkan. Konflik-konflik yang terjadi, internal, eksternal, atau keduanya, pertentangan-pertentangan, benturanbenturan antar kepentingan masalah dan tokoh yang mengarah ke klimaks semakin tidak dapat dihindari. d. Climax: tahap klimaks. Konflik dan pertentangan yang terjadi, yang dilakukan dan atau ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Klimaks cerita akan dialami oleh tokoh-tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadi konflik utama. Sebuah fiksi yang panjang mungkin saja memiliki lebih dari satu klimaks. e. Tahap Denoument: tahap penyelesaian, konflik yang telah mencapai klimaks diberi jalan keluar, cerita diakhiri. Adapun jika dijadikan bagan akan terlihat seperti gambar di bawah ini.36
Klimaks
Inciting Forces
Denouement, Pelarian
d.
Latar cerita Abrams dalam Nurgiantoro menyebutkan bahwa latar atau setting atau yang disebut juga dengan landas tumpu, menunjuk pada pengertian tempat,
36
Burhan Nurgiantoro, Op.Cit., h. 209-210
26
hubungan waktu sejarah, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwaperistiwa yang diceritakan.37 Latar memberikan pijakan secara jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realitas kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi.38 Unsur latar dalam Nurgiantoro dibagi menjadi tiga, yaitu latar tempat, latar waktu, dan sosial.
Latar tempat Latar tempat menunjuk pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Penggunaan latar tempat dengan nama-nama tertentu haruslah mencerminkan, atau paling tidak, tidak bertentangan dengan sifat dan keadaan geografis tempat yang bersangkutan.
Latar waktu Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwaperistiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.
Latar sosial-budaya Latar sosial budaya menunjuk pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.39
e.
Gaya bahasa Bahasa adalah bahan mentah sastrawan.40 Persoalan gaya bahasa sastra bukanlah tentang efisiensi dan efektifitas penggunaan bahasa, melainkan tentang cara penggunaan bahasa untuk menghasilkan efek tertentu. Gaya bahasa sastra tidak saja dalam arti keindahan, melainkan juga dalam arti kemantapan pengungkapan. Efektivitas dan efisiensi berkaitan dengan tata 37
Ibid., 302 Ibid., h. 303 39 Ibid., h. 314-322 40 Wellek dan Warren, Op.Cit., h. 217 38
27
bahasa. Dalam analisis sastra, unsur fonetik bahasa tidak dapat dipisahkan dari makna.41 Sastra dikatakan ingin menyampaikan sesuatu, mendialogkan sesuatu, dan sesuatu tersebut hanya dapat dikomunikasikan lewat sarana bahasa. 42 G. Hakikat Sosiologi Sastra 1. Pengertian Sosiologi Sastra Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. 43 Dari segi etimologi, sosiologi berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata „sosio‟ (Socius berarti bersama-sama, bersatu, kawan, teman) yang bermakna masyarakat dan „logi‟ atau logos yang artinya ilmu.44 Secara singkat dapat dijelaskan bahwa sosiologi adalah telaah yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat; telaah tentang lembaga dan proses sosial.45 Jadi, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kehidupan masyarakat. Sastra dari akar kata „sas’ (Sanskerta) berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk, dan instruksi. Akhiran „tra’ berarti alat, sarana. Sastra dapat dikatakan kumpulan alat untuk mengajar atau buku petunjuk. Maka kesusastraan artinya kumpulan hasil karya yang baik. Sesungguhnya antara sosiologi dan sastra merupakan dua ilmu yang memiliki objek yang sama yaitu manusia dalam masyarakat. 46 Hakikat sosiologi adalah objektivitas, sedangkan hakikat karya sastra adalah objektivitas dan kreativitas sesuai dengan pandangan masing-masing pengarang. Jadi, dasar pemikiran yang mengitari konsep sosiologi sastra adalah keterkaitan sastra dengan masyarakat.
41
Ibid., h.220 NI Nyoman Karmini, Op.cit., h. 72. 43 Nyoman Kutha Ratna, Paradigma Sosiologi Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013) h. 1. 44 Ekarini Saraswati, Sosiologi Sastra Sebuah Pemahaman Awal, (Malang: UMM Press) h. 2. 45 Sapardi Djoko Damono, Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas, (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1979) h. 7 46 Nyoman Kutha Ratna, Op.cit., h. 2. 42
28
Munculnya sebuah karya sastra merupakan gambaran dari masyarakat itu sendiri, sebab sastra merupakan refleksi hubungan seseorang dengan orang lain atau dengan masyarakat.47 Dalam konteks ini, sastra bukanlah sesuatu yang otonom, berdiri sendiri, melainkan sesuatu yang terikat erat dengan situasi dan kondisi lingkungan tempat karya itu dilahirkan.48 Untuk meneliti sebuah karya sastra dalam penelitian ini khususnya drama sangat berkaitan dengan masyarakat, sehingga untuk mendeskripsikan sosial yang terjadi dalam masyarakat dibutuhkan ilmu sosial. Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan” sebagian besar
terdiri dari
kenyataan sosial, walaupun karya sastra juga “meniru” alam dan dunia subjektif manusia. 49 Dengan demikian, penelitian sosiologi sastra, baik dalam bentuk penelitian ilmiah maupun aplikasi praktis, dilakukan dengan cara mendeskripsikan, memahami, dan menjelaskan unsur-unsur karya sastra dalam kaitannya dengan perubahan-perubahan struktur sosial yang terjadi di sekitarnya.50 2. Sastra Sebagai Cermin Masyarakat Karya sastra adalah sebuah struktur tanda yang bermakna. Di samping itu, karya sastra adalah karya yang ditulis oleh pengarang. Pengarang tidak terlepas dari sejarah sastra dan latar belakang sosial budayanya. Maka semua itu tercermin dalam karya sastranya. Oleh karena itu, seluruh situasi yang berhubungan dengan karya sastra itu haruslah diperhatikan dalam konkretisasi atau pemaknaan karya sastra. Hill dalam Pradopo menyebutkan karya sastra adalah sebuah struktur yang kompleks, oleh karena itu untuk memahaminya haruslah karya sastra
47
Rachmat Djoko Pradopo, dkk, Metodologi Penelitian Sastra, (Yogyakarta: Hanindita Graha Widya, 2002), h. 151. 48 Ibid., 49 Wellek dan Warren, Teori Kesusastraan, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), h. 109. 50 Nyoman Kutha Ratna, Op.cit., h. 25.
29
dianalisis.51 Sedangkan Goldman dalam Faruk mengemukakan dua pendapat mengenai karya sastra pada umumnya yaitu, (1) bahwa karya sastra merupakan ekspresi pandangan dunia secara imajiner, dan (2) bahwa dalam usahanya mengekspresikan pandangan dunia itu, pengarang menciptakan semesta tokoh, objektif, dan relasi secara imajiner.52 Konsep tersebut menandai bahwa sosiologi sastra akan meneliti sastra sebagai (1) ungkapan historis, ekspresi suatu waktu, sebagai sebuah cermin, (2) karya sastra memuat aspek sosial budaya, yang memiliki fungsi siosial berharga. Aspek fungsi sosial sastra berkaitan dengan cara manusia hidup bermasyarakat. H. Pembelajaran Sastra Pembelajaran sastra dapat diterapkan disemua jenjang sekolah mulai dari SD, SMP, SMA hingga perguruan tinggi yang tentunya harus disesuaikan dengan kompetensi yang hendak dicapai. Pendidikan sastra adalah pendidikan yang mencoba mengembangkan kompetensi apresiasi sastra, kritik sastra, dan proses kreatif sastra.53 Dalam pembelajaran sastra peserta didik dapat diajak untuk terlibat langsung dalam proses pembelajaran seperti, membaca, memahami, menganalisis, dan menikmati karya sastra secara langsung. Sastra sesungguhnya dapat memperhalus perasaan dan jiwa para siswa. Lewat sastra, mereka akan mengenal hidup, toleran, dan anti kekerasan.54 “Pembelajaran sastra dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa mengapresiasi karya sastra. Kegiatan mengapresiasi sastra berkaitan erat dengan latihan mempertajam perasaan, penalaran, dan daya khayal, serta kepekaan terhadap masyarakat, budaya, dan lingkungan hidup. Siswa diharapkan mampu menikmati, menghayati, memahami, dan memanfaatkan 51
Rachmat Djoko Pradopo, Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya, (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 108. 52 Faruk, Pengantar Sosiologi Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), h. 71. 53 Wahyudi Siswanto, Op.cit., h. 168. 54 Taufik Ismail, “Pelajaran Bahasa Indonesia Harus Tekankan Apresiasi Sastra”, (Kompas,2001) h. 9
30
karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa”.55 Ketepatan dalam pengajaran sastra tersebut dapat membantu pendidikan secara utuh apabila cakupannya meliputi empat manfaat, yaitu membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan menunjang pembentukan watak.56 I. Penelitian yang Relevan Penelitian
relevan
digunakan
untuk
menghindari
adanya
praktik
plagiarisme. Untuk menghindari hal tersebut penulis akan paparkan beberapa penelitian sebelumnya untuk dijadikan perbandingan dan penelitian relevan. Penelitian relevan tersebut antara lain: Skripsi berjudul “Pandangan Hidup Tokoh Waska dalam Naskah Drama Umang-umang Atawa Orkes Madun II Karya Arifin C.Noer dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di SMA”, ini karya Yunita Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia pada tahun 2014. Penelitian tersebut mendeskripsikan pandangan hidup seorang tokoh dalam drama Umang-umang atawa Orkes Madun II Karya Arifin C.Noer. Hasil penelitian tersebut meliputi: pertama, ia menganggap bahwa di dunia ini tidak lagi diperlukan cinta kasih, semua hal itu malah akan membuat lemah dan tidak bergairah dalam hidup. Kedua, pandangannya tentang penderitaan berubah, menurutnya, penderitaan adalah ketika ia menikah dan memiliki keluarga. Ketiga, pandangan Waska tentang tanggung jawab yang bagianya itu kekokohan hidup, tanggung jawab yang ia miliki adalah tanggung jawab terhadap waktu jika ingin menjadi orang besar. Keempat, adalah pandangan hidupnya tentang harapan. Harapan baginya adalah omong kosong, berharap sama saja 55
Martono, “Pembelajaran Sastra Sebagai Media Pendidikan Multikultural”; Sastra dan Budaya Urban dalam Kajian Lintas Media; Prosiding Konferensi Internasional Kesusastraan XXI Himpunan Sarjana Kesusatraan Indonesia(Surabaya: Unair, 2010), h. 458. 56 B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra, ( Yogyakarta: Kanisius, 1988), h. 16.
31
menjatuhkan diri ke dalam lubang ketakutan.57 Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Yunita dan dibandingkan dengan penelitian yang penulis lakukan memiliki perbedaan dari segi objek yang dikaji. Selanjutnya penelitian dari skripsi berjudul “Nilai Akhlak Karimah dalam Naskah Drama Telah Pergi Ia Telah Kembali Ia Karya Arifin C.Noer dan Implikasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA”, karya Nandya Ratna Prihatiningsih Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi nilai akhlak karimah yang ada dalam naskah drama Telah Pergi Ia Telah Kembali Ia karya Arifin C. Noer yang diharapkan digunakan sebagai bahan pembelajaran di sekolah nantinya. Hasil dari penelitian tersebut meliputi: 1) akhlak terhadap Allah, meliputi: cinta dan rida, tawakal, dan bertaubat. 2) akhlak terhadap Rasulullah Saw, meliputi: mengucapkan salawat dan salam, mencintai dan memuliakan rasul, dan mengikuti dan mentaati rasul. 3) akhlak terhadap manusia, meliputi: jujur, tawaduk, sabar, penolong, berani, sederhana, dermawan, dan istikamah. 4) akhlak bernegara, meliputi: musyawarah, adil, dan hubungan pemimpin dan yang dipimpin.58 Penelitian ini juga memiliki berbedaan dari penelitian yang penulis lakukan yakni, memiliki objek yang berbeda dalam analis. Penelitian ketiga yang dijadikan sebagai penelitian relevan berjudul “Watak dan Perilaku Tokoh Jumena Martawangsa dalam Naskah Drama Sumur Tanpa Dasar Karya Arifin C.Noer” karya Muhammad Imam Turmudzi. Tujuan penelitian ini untuk mendeskrripsikan watak dan perilaku tokoh Jumena yang menjadi pematik konflik, faktor yang mempengaruhi perilaku tokoh Jumena fungsi tokoh sebagai pematik konflik. Hasil penelitian menunjukan berbagai macam 57
Yunita, Skripsi berjudul; “Pandangan Hidup Tokoh Waska dalam Naskah Drama Umangumang Atawa Orkes Madun II Karya Arifin C.Noer dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di SMA, 2014, h. i. 58 Nandya Ratna Prihatiningsih, skripsi berjudul “Nilai Akhlak Karimah dalam Naskah Drama Telah Pergi Ia Telah Kembali Ia Karya Arifin C.Noer dan Implikasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA”, 2013, h. i.
32
watak dan perilaku tokoh Jumena yang menjadi pematik konflik, faktor yang mempengaruhi perilaku tokoh Jumena, dan fungsi Jumena sebagai pematik konflik dalam naskah drama Sumur Tanpa Dasar karya Arifin C.Noer.59 Meskipun memiliki kesamaan dalam objek, akan tetapi sumber data yang digunakan berbeda. Berdasarkan beberapa penelitian relevan tersebut dapat diketahui adanya perbedaan dan kesamaan dari hasil analisis yang telah dilakukan dari masingmasing penulis. Perbedaan terletak pada masing-masing objek yang dianalisis oleh para penulis dan sumber data yang digunakan. Sedangkan persamaannya yaitu para penulis menganalisis karya sastra dari pengarang yang sama yakni drama karya Arifin C.Noer.
59
Muhammad Imam Turmudzi, Jurnal Sastra Indonesia vol. 2 no. 1 “Watak dan perilaku tokoh Jumena Martawangsa dalam Naskah Drama Sumur Tanpa Dasar Karya Arifin C.Noer”
BAB III PROFIL ARIFIN C. NOER
A. Biografi Arifin C. Noer Arifin memiliki nama lengkap Arifin Chairin Noer, lahir di Cirebon Jawa Barat 10 Maret 1941.1 Ia meninggal di Jakarta, pada 28 Mei 1995 diusia yang ke 54 tahun. Ayahnya merupakan seseorang yang berprofesi sebagai tukang sate dan gulai, meskipun terlahir dari keluarga yang sangat sederhana, akan tetapi ia memiliki semangat yang tinggi untuk menimba ilmu. Pendidikan pertama yang ditempuhnya di sekolah SD Taman Siswa, Cirebon, kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Muhammadiyah, Cirebon. Tak lama setelah lulus dari SMP ia melanjutkan ke sekolah tingkat atas di SMA Negeri Cirebon, meskipun tidak diselesaikan. Lalu
mencoba melanjutkan
kembali pendidikannya di Sekolah Jurnalistik, Solo. Setelah lulus, pada tahun 1967 masuk ke perguruan tinggi dan mengambil pendidikan di Fakultas Sosial Politik Universitas Cokroaminoto, Yogyakarta. Serta International Writing Program, Universitas Iowa, AS pada tahun 1972.2
Sejak SLP Arifin sudah giat bermain sandiwara, karyanya yang pertama kali berjudul Dunia Yang Retak, ia menulis sekaligus menyutradarai pementasan tersebut.3 Saat masih sekolah di Solo, ia bergabung dengan Himpunan Peminat Sastra Surakarta(HPSS) sambil mencanangkan hari puisi.4 Pada tahun 1960-an Arifin menikah dengan Nurul Aini dan tinggal di Yogyakarta. Semenjak pindah ke Yogyakarta pada tahun 1960-an ini kreativitasnya dibidang penulisan puisi
1
Hardo S, “Arifin C.Noer, Sineas Lengkap”, Jakarta: Suara Karya Minggu, no. 1073, Minggu ketiga Agustus 1992, h.3 2 Puji Sentosa.“Biografi Arifin C.Noer”, http://pujies pujies.blogspot.com/2010/01/arifin-cnoer.html. Diunduh Senin, 27-1-2014 3 Hardo S, Op.Cit., 4 Ibid.,
33
34
dan drama semakin berkembang.5 Sebelum akhirnya Arifin menekuni dunia Tetaer, pertama kali ia bergabung dengan sebuah teater bernama "Teater Muslim" pimpinan Mohammad Diponegoro kemudian bergabung dengan "Bengkel Teater" pimpinan W.S. Rendra. Pada tahun 1968 dengan modal kreativitasnya yang tinggi dalam dunia teater kemudian pindah ke Jakarta dan mendirikan sebuah teater yang diberi nama “Teater Kecil”, teater ini pun dijadikan sebagai wadah untuk mengekspresikan kreatifitas seni khususnya teater di Indonesia.6 Melalui teater kecil ini Arifin memiliki harapan agar kesenian di Indonesia dapat dikembangkan agar memiliki kualitas yang lebih baik. Semenjak memiliki “Teter Kecil” ia mulai memikirkan kebutuhan finansial untuk dapat menujang
proses kreatifitas teaternya dalam berkesenian agar
kehidupan berteater dapat berjalan terus, kemudian ia mulai bekerja sebagai manajer pengelola Balai Bimbingan dan Latihan Kerja di Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur. Namun karena merasa kreativitas seninya tidak terasah saat bekerja sebagai Manager, ia pun memilih untuk berhenti dan menjabat menjadi Ketua Dewan Kesenia Jakarta. Ia juga pernah diundang ke sebuah akademi teater di Amerika Serikat untuk menjadi dosen tamu di sana. Selain itu Arifin juga pernah menjabat sebagai kepala humas majalah Sarinah. Merasa tidak dapat mengembangkan kreativitasnya dibidang seni, pada akhirnya untuk kesekian kalinya Arifin keluar dari pekerjaannya untuk menekuni dunia perfilman dan teater. Arifin mulai terjun ke dunia film pada tahun 1971. Berkat kegigihannya dan konsistensinya dalam dunia seni, lewat film karyanya berjudul Pemberang, ia dapat menyabet piala The Golden Harvest pada Festival Film Asia (1972), film berjudul Melawan Badai pun tak luput mendapat penghargaan sebagai sekenario terbaik, film Suci Sang Primadona juga menjadi film terbaik dalam Festival Film Indonesia (1973, 1974, 1990), pada tahun 1982 film Serangan 5 6
Ibid., Puji Sentosa, Op.Cit.,
35
Fajar menyabet 5 piala Citra, dan film yang dibintangi oleh Meriam Bellina dengan Rano Karno berjudul Taksi menjadi film terbaik dalam Festival Film Indonesia pada tahun 1990 dan meraih 7 piala citra, selain itu Arifin juga mendapat piala Vidia dalam Festival Sinetron Indonesia (1995). Lebih hebatnya lagi melalui film hasil garapannya yang mendapat penghargaan terbesar selama pemerintahan Orde Baru adalah film "Pengkhianatan G.30.S/PKI" yang dibintangi Umar Kayam, keberhasilan kembali diraihnya dengan gelar sebagai penulis sekenario terbaik. Film ini selalu diputar setiap tahun melalui TVRI dalam memperingati "Hari Kesaktian Pancasila" dan baru diberhentikan setelah pemerintahan Orde Baru tumbang. Selain film-film karyanya, beberapa naskah drama Arifin pun tak luput dari kemenangan, karya drama tersebut yaitu: drama Mega,Mega, menjadi pemenang kedua
sayembara
naskah
drama
Badan
Pembinaan
Teater
Nasional
Indonesia(BPTNI) tahun 1967, naskah drama Kapai-kapai memenangkan Hadiah I sayembara penulisan lakon DKJ. Sebagai sastrawan yang unggul dan kreatif, ia juga sering mendapat hadiah sastra, antara lain, Pemenang Sayembara Penulisan Naskah Lakon dari Teater Muslim, Yogyakarta (1963) atas karyanya "Matahari di Sebuah Djalan Ketjil" dan "Nenek Tertjinta", Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia (1972) atas jasanya dalam mengembangkan kesenian di Indonesia, Hadiah Sastra ASEAN dari Putra Mahkota Thailand (1990) atas karyanya Ozon, dan Hadiah Sastra dari Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1990). Dramanya Kapai-Kapai diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Harry Aveling dengan judul Moths dan diterbitkan di Kuala Lumpur, Malaysia.7
7
Ibid.,
36
B. Karya Arifin C.Noer Arifin digolongkan oleh Abdul Hadi WM sebagai sastrawan besar untuk bidang teater sebagai tokoh angkatan 70-an yang lakon sandiwaranya bernada surealis.8 Sastrawan yang disebut sebagai Sineas Lengkap dalam sebuah Majalah Suara Karya Minggu ini telah banyak melahirkan karya, dikatakan sebagai Sineas Lengkap sebab ia bukan hanya menyutradari, tetapi juga menulis cerita dan skenario. Dengan menulis sendiri cerita dan skenario kemudian menyutradarinya, maka apa yang ingin disampaikan kepada penonton bisa utuh.9 Kelancaran bertutur dan penyelesaian konflik yang tidak bertele-tele menjadi ciri khas dan sekaligus kekuatan film-film Arifin. Namun untuk menikmati hasil film garapan Arifin juga tidak mudah, sebab diperlukan sebuah kecermatan mengikuti alur cerita dan membedah dialog-dialognya.10 Seperti Film karya Arifin yang berjudul Bibir Mer, film ini dapat dikatakan sebagai refleksi kegelisahan terhadap kehidupan sosial dan perilaku umum yang sudah demikian absurd. Menurut Arifin dalam sebuah wawancaranya kepada sebuah surat kabar Suara Karya Minggu mengatakan “Pokoknya film ini bercerita tentang bibir di Indonesia”. Berdasrkan hasil wawancara tersebut, Arifin menjelaskan bahwa inti isi dari film Bibir Mer tersebut adalah tentang cara bersikap masyarakat Indonesia. Menurut kritisi sastra dan drama menilai Arifin sebagai salah satu pembaharu dunia drama di Indonesia. Karya-karya drama dan puisinya mempunyai jalinan yang kuat dramatik, sedangkan drama-dramanya puitis sekali. Kritikus Film Dr. Salim Said juga menuliskan pendapatnya tentang karya Arifin,“sebuah skenario yang plastis dan memberi kesempatan sebesar-basarnya kepada penonton. Tanpa perlu menceritakan semuanya, penonton bisa tahu jalan cerita…dengan sedikit menggunakan sedikit pikiran dan perasaannya”. 8
Anonim, Arifin C.Noer: “Sutradara Boleh Mati”, Mengapa Teater Koma Laris?, (Jakarta: Mingguan Pikiran Rakyat, edisi Minggu 8 April 1990), h. 6. 9 Hardo S, Op.Cit., 10 Ibid.,
37
Sedangkan menurut penilaian Rendra, Arifin merupakan orang yang serius menggulati teater, sehingga bisa kita lihat bagaimana karya-karya Arifin meninggalkan gema yang panjang untuk disimak.11 Selain menulis sajak dan naskah lakon, Arifin berhasil menulis banyak skenario film dan sinetron serta kritik dan esai drama dan seni pentas yang lain.12 Adapun buku kumpulan sajak karyanya adalah: Nurul Aini (1963), Siti Aisah (1964), Puisi-Puisi yang Kehilangan Puisi (1967), Selamat Pagi, Jajang (1979), dan Nyanyian Sepi (1995). Buku dramanya adalah Lampu Neon (1960), Matahari di Sebuah Djalan Ketjil (1963), Nenek Tertjinta (1963), Prita Istri Kita (1967), Mega,mega (1967), Sepasang Pengantin (1968), Kapai-Kapai (1970), Sumur Tanpa Dasar (1971), Kasir Kita (1972), Tengul (1973), Orkes Madun I atawa Madekur dan Tarkeni (1974), Umang-Umang (1976), Sondek, Pemuda Pekerja (1979), Dalam Bayangan Tuhan atawa Interogasi I (1984), Ari-Ari atawa Interograsi II (1986), dan Ozon atawa Orkes Madun IV (1989). Selain itu, ia juga menyutradarai banyak film dan sinetron serta menulis skenarionya, antara lain, "Pemberang" (1972), "Rio Anakku" (1973), "Melawan Badai" (1974), "Petualang-Petualang" (1974), "Suci Sang Primadona" (1978), "Harmoniku"
(1979), "Lingkaran-Lingkaran"
(1980), "Serangan Fajar"
(1981),"Pengkhianatan G.30 S/PKI" (1983), "Matahari-Matahari" (1985), "Sumur Tanpa Dasar" (1989), "Taksi" (1990), dan "Keris" (1995).
11
Anonim, Op.Cit., Puji Sentosa, Biografi Arifin C.Noer. http://pujies-pujies.blogspot.com/2010/01/arifin-cnoer.html.diunduh di Perpustakaan Utama UIN Senin, 27-1-2014 12
38
C. Pemikiran Arifin C.Noer Arifin C.Noer merupakan salah satu sastrawan yang karyanya banyak mencerminkan atau berkaca melalui kehidupan yang terjadi di Indonesia. Baik dalam karya filmnya maupun drama ia lebih condong mengangkat permasalahan di Indonesia, sehingga seluruh karyanya dapat dirasakan sebagai karya keIndonesiaan. Menurut Arifin, sastra merupakan hasil karya seni yang cenderung angkuh karena mau mengungkapkan segalanya secara utuh. Namun tanpa membaca sastra manusia tidak bisa berkaca diri untuk mengungkapkan kenyataan.13 Sebuah karya sastra bukanlah semata-mata produk khyalan, tetapi juga hasil produk pengalaman dan berpikir. Semua pengarang harus mampu menangkap segala pengalaman yang ada pada dirinya, kemudian pengarang pula yang menuangkan kedalam bentuk karya sastra untuk menghadirkan kenyataan yang ada melalui keindahan penggunaan bahasa.14 Berdasarkan pengalaman pribadi yang dialami langsung oleh Arifin, bekal yang ia bawa bukanlah hanya kemauan untuk melahirkan imajinasi melalui bahasa, tetapi yang sangat penting juga adalah bekal pengalaman sebagai seorang manusia. Pengalaman tersebut diperoleh dari yang pernah dirasakan, dilihat, didengar, diketahui pada sepanjang perjalanan hidup sebagai seorang manusia. “Pengalaman tersebut adalah pertemuan saya dengan realitas atau seluruh kenyataan yang dapat disentuh, diindrai dengan kesadaran saya atau katakanlah bekal pengalaman itu merupakan potret jiwa saya atas segala sesuatu yang saya alami ketika bersentuhan dengan peristiwaperistiwa yang terjadi dalam kehidupan ini. Persepsi yang saya peroleh dari pengelam itu sangat mewarnai tulisan-tulisan saya”.15 Dari pengalaman itulah, Arifin merasa menemukan atau mendapatkan banyak nilai kehidupan. Lewat drama „Mega,mega’-nya, Arifin C.Noer berbicara mengenai kehidupan masyarakat glandangan atau kaum masyarakat urban yang 13
Sardjono Maria A, “Tanpa Seni Manusia Tak Dapat Berkaca Diri”, (Jakarta: Media Indonesia, 1990). h. 1. 14 Ibid., 15 Ibid.,
39
miskin. Cerita yang berlatar belakang kehidupan senin kamis ini, banyak mengungkap optimisme yang timbul dari suatu keputusasaan. Sedangkan dari segi penilaian masyarakat terhadap seni, menurut Arifin perhatian masyarakat terhadap seni akting tercermin diberbagai macam tulisan koran maupun majalah. Sedangkan dari segi kualitas teater sesungguhnya dapat terlihat dari aktornya, seperti diketahui melalui wawancara Arifin dengan sebuah surat kabar tahun 90-an Mingguan Pikiran Rakyat, Arifin mengemukakan pernyataan “Sutradara boleh mati, tapi aktor tidak, maksud dari pernyataannya tersebut ialah bahwa dalam sebuah seni pertujukan atau akting bahwa yang harus benar-benar hidup adalah aktor sebab jika aktor tersebut mati, maka teaterpun akan ikut mati. Sedangkan kalau aktor mati niscaya masyarakat akan kesepian dan menjadi gila. Dan jika masyarakat menjadi gila, teater palsu akan merajalela. Akibatnya yang paling parah adalah semua warga masyarakat akan ramai-ramai bermain teater. Para ilmuan bermain teater dan lupa dengan ilmunya. Sehingga nantinya dapat bermunculan teater ilmu, Teater Agama, Teater Politik dan sejumlah teater palsu lainnya, sementara itu teater sejati menjadi mati. Jika situasi tersebut terjadi maka masyrakat akan bingung membedakan mana pemain dan penonton.16 Menurut Arifin seni akting sebagai bahan telaah, baik dari segi kesenian maupun dari segi sosiologi ataupun dari segi lainnya sungguh sangat kaya dan sangat menantang, terlebih lagi di Indonesia sebab akan membawa seseorang ke dalam hutan pengetahuan yang wilayahnya banyak bersampiran dengan wilayah ilmu-ilmu sosial yang selalu bikin penasaran. Sebab seni akting itu lahir tidak sendirian, ia berdampingan dengan berbagai macam ragam pengetahuan, terutama psikologi.
16
Anonim, Op.Cit.,
40
Setiap pembuatan karyanya Arifin selalu menangkap realitas yang ada di sekitar, menurutnya dengan cara tersebut ia dapat mendekatkan masyarakat Indonesia dengan realitas di sekitarnya. Meskipun begitu, ia juga menemui banyak kesulitan dalam menemukan karya yang memiliki identitasnya sendiri, tidak kebarat-baratan maupun tidak terlalu ketimuran akan tetapi tetap mencerminkan keIndonesiaan itu sendiri. Hal lain yang tidak kalah penting yang diperlukan dalam menciptakan sebuah karya adalah menanamkan budaya Planning, tidak dapat dipungkiri pula budaya planning tersebut dapat mencerminkan bagaimana sikap manusia Indonesia menghadapi masa depan dan mengurus dirinya. Sikap
yang-apa boleh buat-merupakan sikap yang
mencemaskan, karena masa depan kemudian menjadi hal yang sulit diramalkan. Gencarnya arus informasi yang dihasilkan teknologi komunikasi, antara lain ikut mempersulit ketepatan prediksi manusia.
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data 1) Unsur Instrinsik Drama a. Tema Setiap karya sastra selalu memiliki tema yang merupakan pangkal dari isi cerita yang dipaparkan. Tema adalah ide yang mendasari suatu cerita-gagasan penulis melalui karya. Sehingga dapat dikatakan bahwa yang disebut tema yaitu pangkal atau inti dari seluruh isi cerita dalam suatu karya sastra. Tema utama yang diangkat dalam drama Mega,mega karya Arifin C.Noer menggambarkan kehidupan masyarakat urban yang miskin. Masyarakat urban merupakan segolongan orang yang telah merantau ke suatu daerah tertentu dan menetap di kota perantauan tersebut. Masyarakat urban yang terdapat dalam drama Mega,mega merupakan segolongan orang yang merantau dari berbagai daerah di pulau Jawa yang datang dan tinggal di Yogyakarta. Banyaknya masyarakat yang datang dari luar provinsi disebabkan letak Yogyakarta yang berbatasan dengan Propinsi Jawa Tengah yang berpenduduk sangat padat.1 Yogyakarta juga merupakan salah satu pusat kota yang sudah maju di Indonesia dan pernah menjadi Ibu Kota negara Indonesia. Berkaitan dengan hal tersebut tidak diragukan lagi banyak pendatang dari berbagai daerah untuk mengadukan nasibnya dengan tujuan agar keadaan ekonomi mereka lebih baik dari sebelumnya, sehingga mereka mencari pencaharian di kota tersebut.
1
Anne Booth dan Peter McCawley, Ekonomi Orde Baru, (Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi Sosial, 1990) h. 392
41
42
Akan tetapi konsekuensi yang sulit dihindarkan akibat terjadinya urbanisasi adalah munculnya pemukiman baru di pinggirian kota akibat perluasaan kota karena pusat kota tidak mampu lagi menampung arus perpindahan penduduk dari desa ke kota.2 Selain itu muncullah orang-orang tuna karya yang merupakan orang desa yang tidak segera mendapat pekerjaan maupun orang kota itu sendiri yang tidak berhasil dalam bersaing memperebutkan pekerjaan. Munculnya tuna karya inilah yang dapat menyebabkan timbulnya kerawanan sosial seperti kriminalitas dan pelacuran sehingga dapat berpengaruh terhadap perilaku yang terbentuk dalam masyarakat. Seperti pada kutipan berikut ini, Panut:Itu sudah cukup. Namanya berhasil Mae. Besok pagi saya akan mulai. Mae:Mulai apa? Panut:Ngemis. Pura-pura bisu. Mae:Astaga. Panut:Apa salah? Mae :Kalau kau anak saya, kupingmu saya jewer. Urat uratmu masih keras dan bulat. Tubuhmu masih utuh. Kau akan memintaminta serupa si tua bangka yang tersia sebatang kara. Panut, Panut. Astaga. Dagingmu akan busuk kalau tak kau manfaatkan dengan kerja. Panut:Ngemis juga kerja, „kan? Dikiranya ngemis itu enteng? Kan makan tenaga dan perasaan juga? Soalnya bukan itu. soalnya sial saya ini. Dan lagi soal makan, bukan soal perasaan. Mae :ya, tapi kau masih kuat untuk bekerja. Bekerja baik-baik maksud mae. Tidak mencelakakan. Nguli misalnya. Kau bisa seperti tukijan. Begitu rajin dia bekerja di pasar. Tapi dasar orang suka
2
Abu Ahmadi, Pengantar Sosiologi, (Solo: Ramadhani), h. 248
43
bekerja. Ia malah mengimpikan tanah. Dia berani dan rajin. Tadi pagi-pagi benar ia pergi ke Sumatrah.3 Dari dialog tersebut dapat terlihat bagaimana kehidupan Mae dan Panut bersama tokoh lain yang tinggal di tengah kota Yogyakarta dengan segala kekurangan yang mereka miliki. Mereka merupakan sebagian kecil masyarakat yang dapat dikatakan “gagal” menuai sukses di kota perantauan. Hal tersebut dapat diakibatkan karena bertambahnya jumlah penduduk dan semakin menyempitnya lapangan pekerjaan. Selain itu perilaku yang terbentuk merupakan akibat dari kerawanan sosial dan kemalasan untuk mencari pekerjaan yang layak, sehingga mereka sulit lepas dari kemiskinan. Sedangkan Panut merupakan salah satu dari bagian tuna karya yang belum mendapatkan kesempatan bekerja, sehingga dapat dikatakan ia sebagai pengangguran bahkan disebutkan secara terang-terangan sebagai gelandangan karena tidak memiliki tempat tinggal dan kerjanya tidak menentu. Pada drama Mega,mega karya Arifin ini menceritakan bagaimana keadaan sosial golongan masyarakat urban yang termasuk “gagal” memperjuangkan hidupnya di kota besar. Drama ini juga menceritakan bagaimana perjuangan segolongan masyarakat urban tersebut yang mempertaruhkan hidupnya untuk dapat bertahan hidup di tengah-tengah keadaan kota besar yang keras. Namun tidak dibarengi dengan usaha untuk mendapat pekerjaan layak. Keadaan sosial dalam drama ini bisa dilihat dari segi penghasilan ekonomi yang berdampak terhadap status sosial masyarakat serta pergaulannya, yakni sebagai gelandangan di kota besar yang bergaul dengan sesama gelandangan pula hingga membentuk sebuah komunitas tersendiri dan menganggap satu sama lain sebagai keluarga meskipun mereka sama sekali tidak memiliki hubungan kekerabatan sedarah. 3
Arifin C.Noer, Mega,mega, ( Pustaka Firdausi, Jakarta: 1999), h.9
44
Mae : tidak kalah dibanding srimulat. Tambahan dia cantik. Seperti aku! Percis. (diam) cantik dan tersia. (tiba-tiba seperti mencari sesuatu di sekelilingnya, tapi ia pun tersenyum apabila sadar yang dicarinya itu sebenarnya tidak ada. lalu ia berseru keras) Retno! Suaramu merdu!.4 Pada dialog Mae terdapat kata „cantik dan tersia‟ memiliki makna bahwa seorang yang selalu dikagumi pun pada akhirnya akan tersia, seperti pernyataan Embie C. Noer yang mengatakan: “Cantik dan tersia diibaratkan seperti gadis cantik yang dipuja tetapi disia-siakan. Mengisahkan orang kecil(miskin) yang disiasiakan. Hal ini terjadi akibat empasis budaya politik yang menggeliat dan dipicu oleh kondisi ekonomi yang sangat kering pada pertengahan tahun ‟60-an.”5 Mengacu kepada pernyataan Embie C.Noer tersebut dapat dikatakan bahwa pada pemaparan awal drama Mega,mega sudah mulai terlihat apa yang ingin Arifin sampaikan dan kisahkan melalui Mega,mega yakni mengenai ketimpangan sosial dalam masyarakat antara yang miskin dan yang kaya. Di sini disebutkan bahwa masyarakat miskin pada tahun 1960-an meskipun sering elu-elukan sebagai masyarakat yang harus diperjuangkan oleh
pemerintah pada akhirnya mereka juga disia-siakan
guna kepentingan berbagai pihak. Seperti itulah gambaran dari dialog yang diucapkan Mae. Selain memiliki tema utama yang membicarakan kehidupan masyarakat urban yang miskin, akibat kehidupan yang “gagal” di kota besar. Drama Mega,mega ini juga menggambarkan bagaimana status sosial golongan bawah dalam masyarakat dapat mempererat ikatan kekeluargaan satu sama lain yang menganggap diri mereka sebagai satu seperjuangan ditanah perantauan. Hal tersebut dapat digambarkan lewat tokoh Mae yang 4
Ibid.,h.1 Wawancara pada Embie C. Noer tentang drama Mega,mega karya Arifin C.Noer. bertempat di depan Auditorium Harun Nasution UIN Jakarta tanggal 31 Mei 2014. 5
45
menggambarkan sebagai sosok orang tua yang memiliki perhatian dan kasih sayang serta mengasuh anak-anaknya dan mengayomi mereka. Ia selalu menasehati tokoh-tokoh lain untuk tidak melakukan sesuatu yang buruk atau merugikan diri mereka sendiri meskipun sesungguhnya mereka bukan anak kandung Mae, namun sosok Mae selalu memberikan nasehat dan kasih sayangnya terhadap tokoh-tokoh lain selayaknya ibu kandung. Retno : (memotong) Mae Mae : Retno, Mae sayang sekali padamu. pada Hamung, pada Tukijan, pada Koyal, pada Panut, dan pada siapa saja yang menganggap Mae sebagai ibunya. Seperti juga Mae sangat sayang pada Mas Ronggo. (diam) ia kena lahar. (diam) Retno, diam-diam perasaan Mae remuk waktu Tukijan Pamit tadi pagi. Tambah lagi Hamung dan Panut. Retno : sudahlah Mae. Hamung : ya, Mae. Retno akan tinggal di sini dan akan selalu bersama Mae. Mae : keinginan Mae memang begitu juga, tapi sebaliknya bagi Retno… Hamung :setidak-tidaknya dia tidak akan melupakan Mae.(menguap) Retno : Percayalah, Mae. Kami tak akan begitu saja melupakan Mae. Kami juga menganggap diri kami sebagai putra-putri Mae yang nakal-nakal. Bukan saja Panut dan Koyal yang nakal tapi kami semua juga nakal-nakal. (tersenyum menghibur)dan kenakalan kami tidak mengurangi cinta kami pada Mae.6 Pada kutipan tersebut, dapat terlihat bagaimana sosok Mae yang menyayangi semua tokoh dan menganggap mereka anaknya sendiri. Hal ini terlihat dari dialog Mae yang menyamakan sayangnya terhadap para tokoh dengan suaminya yang telah meninggal. Selain itu, rasa sayang kepada Mae juga ditunjukkan tokoh Hamung dan Retno yang mencoba mengalihkan kesedihan Mae.
6
Ibid.,h.6
46
Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat dikatakan bahwa terkadang apa yang dapat dikatakan sebagai keluarga belum tentu mereka yang memiliki hubungan darah, akan tetapi intensitas pertemuan yang lebih intim, hubungan batin serta adanya timbal balik juga dapat dikatakan sebagai kumpulan keluarga, selain itu hal yang lebih penting lagi adalah kesepakatan masing-masing anggota yang menganggap satu sama lain sebagai saudara atau keluarga. Hal tersebutlah yang dapat terlihat dalam kondisi masyarakat drama Mega,mega karya Arifin ini. b. Plot/ Alur Cerita drama Mega,mega karya Arifin C.Noer sangat singkat, yakni peristiwa terjadi hanya dalam kurun waktu satu malam saja akan tetapi alur yang digunakan dalam drama Mega,mega karya Arifin C. Noer menggunakan alur maju. Rangkaian peristiwa cerita yang ditampilkan dimulai dari percakapan antara Mae dengan Retno di malam hari kemudian ditutup dengan waktu fajar saat Mae mulai tertidur di bawah pohon beringin. Tahapan alur tersebut akan dipaparkan sesuai pendapat Tasrif dalam Nurgiantoro yang terbagi menjadi lima tahapan. Kelima tahapan alur tersebut adalah sebagai berikut: 1) Tahap Situation Tahap yang memberi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita dan pemberian informasi awal yang berfungsi melandastumpui cerita yang dikisahkan pada tahap berikutnya. Tahap situasi dalam drama Mega,mega karya Arifin C.Noer ini dimulai dari pembukaan bagian pertama. Pada tahap awal ini dibuka dengan menceritakan dua tokoh wanita yang dimunculkan pertama kali, yakni tokoh Mae dan Retno.
47
Di Bawah Mega Beberapa saat sebelum layar disingkapkan, kedengaran seorang perempuan muda menyanyikan sebuah tembang jawa. Kemudian penonton akan menyaksikan perempuan muda itu menyanyi dengan gairah sekali. Ia berdiri dan bersandar pada batang beringin yang tua berkeriput itu. Di antara jemari tangannya terselip sebatang rokok kretek. Ia biasa dipanggil kawankawannya dengan panggilan Retno. Sementara itu di sebelahnya seorang perempuan tua bersandar. Ia adalah seorang perempuan tua dengan bentuk bibir yang selalu nampak tersenyum dan dengan kelopak matanya yang biru. Senyum itu rupanya ditujukan pada suatu harapan yang telah lama dinantikannya; tak kunjung tiba. Adapun malam yang selalu ia isi dengan perhatian itu agaknya hanya memberikan warna gelap pada sekeliling matanya. Ia biasa dipanggil Mae.7 Kutipan tersebut menggambarkan perbedaan yang terjadi di antara dua tokoh wanita yang diceritakan, yaitu Retno dan Mae. Retno digambarkan sebagai wanita muda yang masih bergairah, sedangkan Mae merupakan sosok orang tua yang sedang menantikan sesuatu yang tak kunjung datang. Situasi pun dimulai dari percakapan antara Mae dan Retno yang membicarakan tentang mbarang dengan tidak saling memandang satu sama lain. Situasi selanjutnya terjadi saat kemunculan Panut. Ia datang dengan berpura-pura bisu hingga membuat Mae panik. Akan tetapi seketika Mae kesal setelah tahu ia dibohongi oleh Panut. Pada tahap situasi ini beberapa tokoh mulai muncul, baik melalui dialog disertai kemunculannya maupun melalui perantara dialog tokoh lain terlebih dahulu. Seperti tokoh Tukijan dan Koyal, diketahui ada tokoh yang bernama Tukijan dan Koyal melalui dialog tokoh Panut, Hamung, Retno dan Mae yang membicarakan mereka sebelum kemunculannya.
7
Ibid., h.1
48
2) Tahap Generation cicumstances Tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik kemudian konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap selanjutnya. Tahap pemunculan konflik yang terjadi dalam drama Mega,mega karya Arifin adalah saat satu per satu tokoh mulai mengetahui Tukijan menunda keberangkatannya ke Sumatera. Panut : siapa? Mae : Tukijan. Pagi tadi ia naik kereta api ke Jakarta. Dari sana nanti ia menyebrang ke Sumatrah. Panut : mulut rusak! Baru saja saya lihat dia sedang nongkrong dekat bioskop indra. Mae : siapa? Panut : Tukijan. Mae : kau salah lihat pasti. Bukan Tukijan yang kudisan. Tukijan yang bersih ganteng. Panut : ya, Tukijan yang gandrung pada si Retno kemayu itu. Mae : kau sngguh-sungguh? Panut : Biar buta mata saya kalau saya bohong. Kemaren Tukijan memang bilang begitu pada semua orang. Tadi saya lihat sendiri ia sedang nongkrong dekat bioskop indra.8 Konflik mulai terlihat saat membicarakan Tukijan yang menunda kepergiannya. Melalui kutipan di atas dapat terlihat kekecewaan Mae saat mengetahui Tukijan tidak jadi pergi hari itu. Pada saat itu mulai berjalannya program pemerintah yang menganjurkan warganya untuk membuka lahan yang masih kosong di pulau-pulau tertentu salah satunya Sumatera, untuk menanggulangi masalah padat penduduk. Selain itu dengan
program
membuka
lahan
diharapkan
masyarakat
dapat
memanfaatkan lahan tersebut sehingga dapat memberikan pemenuhan kehidupan yang lebih baik. Sama halnya dengan keinginan Mae, maka kekecewaan Mae muncul karena Mae menginginkan agar Tukijan jadi 8
Ibid., h.9
49
pergi dan memulai kehidupan yang lebih baik di tempat lain dan dapat mengatasi kemiskinan yang sedang dialami. Pada tahap ini pemunculan konflik juga ditunjukan melalui dialog Hamung yang membicarakan Tukijan. Pada dialog ini Hamung seolah meluapkan kekesalannya dengan Tukijan yang menunda keberangkatan ke Sumatera. Hamung : maunya kita sama-sama, tapi si Tukijan itu plintatplintut seperti orang banci. Saya kira dia sudah sedang tidur di Senen dan niat saya pagi nanti akan menyusulnya. Setidaknya saya tidak langsung ke Sumatera. Saya memang belum berniat kesana. E, tahu-tahu, baru saja keluar dari Stasiun Tugu sore tadi, keluar dengan karcis di tangan, nyelonong hidungnya. Retno : hidung siapa? Hamung : Tukijan. Mae : betul, Retno. Panut juga bilang begitu.9 Keberangkatan Tukijan dianggap menjadi titik tolak di mana akan dimulainya kehidupan untuk memperbaiki kemiskinan yang mereka alami. Pemikiran Tukijan yang realistis serta kegigihannya mencoba berjuang melawan kemiskinan merupakan salah satu contoh agar tokoh lain mau melakukan hal yang sama dengan Tukijan. Begitupun Hamung yang juga berniat akan pergi menyusul Tukijan demi mencari penghasilan yang lebih baik. 3) Rising action
Tahap ini merupakan tahap peningkatan konflik di mana peristiwa yang muncul sebelumnya semakin berkembang intensitasnya. Cerita semakin mencekam dan menegangkan. Konflik yang terjadi bisa
9
Ibid., h.19
50
dari segi eksternal, internal maupun keduanya hingga mengarah ke klimaks. Peningkatan konflik terlihat setelah membicarakan Tukijan yang menunda keberangkatannya. Hal tersebut terlihat melalui dialog Mae dengan Retno, saat Mae mulai mencurahkan isi hatinya kepada Retno. Retno : Mae tak usah khawatir. Saya tak akan meninggalkan Mae. Mae : semua akan meninggalkan Mae pada akhirnya. Suamiku yang pertama pun berkata begitu dulu tapi akhirnya ia pun mengusirku juga. Dan kemudian suamiku yang bernama Sutar meninggalkan aku. Malah suamiku yang paling setia dan paling tua pergi juga, dimakan gunung Merapi. Retno : tidak, Mae. Saya juga sebatang kara saya juga tersia. Sebab itu saya lebih senang dengan Mae. Berkumpul sangat membantu mengurangi kesusahan. Mae : tidak. Kau tidak tersia, kau masih muda. Belum masanya kau berputus asa. Sekiranya kau menurut nasehat Mae dan tak usah menjadi…10 Kutipan tersebut menunjukan tahap situasi mulai terasa rumit, baik dari segi keadaan maupun perasaan yang sedang dirasakan tiap tokoh. Masing-masing tokoh mulai dihadapkan dengan situasi yang mengharuskan mereka menerima keadaan yang tidak mereka inginkan. Mereka harus rela jauh dengan orang-orang yang mereka sayangi demi mencari kehidupan yang lebih baik agar dapat keluar dari kemiskinan. Selain itu, Mae juga berusaha memberi nasehat pada Retno bahwa orang yang lebih muda sudah seharusnya bisa mendapatkan kebahagiaan yang selayaknya.
Orang
muda
juga
sudah
seharusnya
menggunakan
kemampuannya untuk mewujudkan impian-impiannya agar mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
10
Ibid., h.25-26
51
4) Climax Pada tahap ini konflik yang telah terjadi pada tokoh cerita mencapai titik intensitas puncaknya. Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh totoh-tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik utama. Mae yang merupakan tokoh utama yang utama, pada tahapan ini sedang mengalami konflik batin dengan keadaan yang harus ia hadapi. Gejolak perubahan sikap Mae pun terlihat di sini. Mae : Ya, saya harap begitu. Saya harus merebutnya. Oh, saya tiba-tiba takut sekali. Hamung sebentar lagi pergi. Sebentar lagi. Semuanya akan kembali sepi. Kenapa jantung saya? Saya gemetar sekali. Pluit kereta api sayup-sayup Mae : (sekonyong-konyong menubruk dan memeluk Tukijan) Jan!(dalam isak) Jan. kenapa sama sekali kau tak punya rasa terimakasih?...Kau tak melihat saya dalam memandang saya. Sebab itu kau gampang saja akan tinggalkan ibumu sendiri di alun-alun ini, di tanah bebas yang tak bebas ini.(melepaskan diri dari Tukijan dan duduk menunduk) kalau saya muda pasti saya tak akan mengucapkan kata-kata ini. Hamung, sekalipun cintamu samar-samar tapi pasti kepergianmu nanti akan melengkapi kesepian saya. (setelah mengosongkan dirinya) tapi sebagai orang tua, sebagai seorang ibu yang tabah tentu saja saya harus melepaskan kalian berdua dengan doa restu, dan saya akan menyertai kepergian kalian dengan keprihatinan saya.11 Kesedihan Mae yang merupakan sosok wanita tua tidak terbendung lagi ditahapan ini. Satu sisi Mae merasa sedih karena akan ditinggalkan anak-anaknya, namun di sisi lain Mae harus mencoba menerima apa yang akan terjadi terhadap dirinya. Hal yang ditunggutunggu Mae di masa tuanya yaitu mengharapkan orang-orang yang ia
11
Ibid., h.103
52
kasihi dapat berkumpul dan dapat menemaninya. Ia tidak lagi menginginkan hidup sendirian dan tentunya saat anak-anaknya pergi ia akan merindukan sikap menghargai para tokoh terhadap dirinya sebagai lambang bahwa ia merupakan sosok yang dituakan dalam keluarga tersebut. 5) Tahap Denouement
Pada tahap ini konflik yang telah mancapai klimaks diberi jalan keluar dan cerita diakhiri. Mae yang sejak awal tidak siap ditinggal sendirian oleh anak-anaknya, kini mulai melepaskan egonya dan memberikan izin Retno untuk pergi bersama Tukijan. Mae : kau memang anak perempuan saya. Kau cantik dan baik budi. Itulah yang sebenarnya. Sayang, kau sendiri tak tahu. (diam) sekarang sebagai anak yang baik turutlah apa kata Mae: pergilah dengan Tukijan. Retno : (menangis dan memeluk) Tidak, Mae. Saya tidak bisa. Mae : tentu kau tidak bisa. Dan siapa ynag suka akan ajal?Tidak ada. Tapi siapa yang bisa menolaknya? Juga tidak ada. Dan apakah kau mengira Mae mengharap kau pergi meninggalkan Mae? (Retno menggeleng-geleng kepala) tidak, bukan? Mae juga tidak mau kau tinggalkan…tapi apakah kau berpikir Mae juga ingin mempertahankan kau tetap di sini terus menjual diri?.12 Pada tahap sebelumnya Mae mengalami kegelisahan dengan dirinya sendiri untuk menahan Retno agar tidak pergi, namun dilain sisi Mae harus merelakan kepergian Retno demi masa depannya. Pada tahap inilah sikap Mae terlihat mulai mengosongkan dirinya untuk dapat kembali berpikir realistis bahwa suatu saat orang yang datang pasti dikemudian hari akan pergi juga, seperti halnya kehidupan manusia yang suatu saat akan mati.
12
Ibid., h.119
53
c. Tokoh dan Penokohan Tokoh dan penokohan merupakan dua unsur yang saling berkaitan, sebab melalui dua unsur tersebut dapat diketahui bagaimana peranan tiap tokoh dalam setiap cerita. Tokoh biasanya ditandai dengan nama sedangkan penokohan atau karakter biasanya ditandai dengan sikap dan watak. Terdapat enam tokoh dalam cerita drama Mega,mega karya Arifin C. Noer ini yaitu: Mae, Retno, Panut, Hamung, Koyal, Tukijan serta beberapa tokoh yang hanya disebutkan namanya saja oleh keenam tokoh tersebut, akan tetapi tidak ditampilkan bagaimana karakter mereka dalam tiap cerita. Tokoh tersebut diantaranya adalah Pemuda, Abah toko Kim Sin, Penjaga warung, pemilik bioskop Indra, penjual jeruk dan penyewa kuda. Keenam tokoh pada kelompok pertama merupakan tokoh yang mempengaruhi jalannya cerita dalam drama Mega,mega. Masing-masing tokoh dari keenam tokoh tersebut memiliki peranan yang berbeda serta karakter yang kuat dalam setiap cerita yang ditampilkan. Selain itu, karakter dari masing-masing tokoh merupakan salah satu hal yang memperkuat jalannya cerita disetiap babaknya. Inilah yang membuat drama Mega,mega karya Arifin menarik. Berdasarkan peran dan pentingnya seorang tokoh dalam cerita secara keseluruhan, tokoh dibedakan ke dalam tokoh utama; tokoh utama yang utama dan tokoh utama tambahan serta tokoh tambahan; tokoh tambahan utama dan tokoh tambahan yang tambahan. 1) Mae Dilihat dari awal kemunculannya tokoh Mae masuk ke dalam tokoh utama yang utama. Sebab tema-tema yang ingin disampaikan banyak terlihat melalui dialog Mae pada setiap peristiwa. Selain itu peristiwa yang dialami Mae disampaikan secara tuntas. Dimulai dari
54
pengenalan dirinya secara narasi diawal cerita sekaligus sebagai pembuka cerita, hingga peristiwa-peristiwa yang dialami Mae menciptakan pergolakan batin kemudian cerita ditutup dengan peristiwa yang dialami tokoh Mae. Makna kata “Mae” berasal dari bahasa Jawa memiliki makna sebagai seorang ibu. Berdasarkan makna tersebut karakter tokoh Mae dalam drama Mega,mega karya Arifin memiliki sifat mengayomi, penyayang, dan pasrah atau nrimo (konsep masyarakat Jawa untuk menerima dengan lapang dada menghadapi apa yang terjadi). Namun dilain sisi tokoh Mae memiliki sebuah harapan dalam menjalani sisa hidupnya sebagai orang tua. Harapan-harapan tersebut ingin ia dapatkan melalui para tokoh yang sudah ia anggap sebagai anaknya. Tokoh Mae merupakan representasi sosok ibu (orang tua) yang merawat dan mengasuh anak-anaknya. Mulai dari tokoh Retno, Koyal, Panut, Hamung hingga Tukijan, Mae selalu mengajarkan mengenai baik dan buruk. Selai itu melalui keberadaan para tokoh yang sudah Mae anggap sebagai anak, Mae pun memiliki harapan-harapan dan ia berharap anak-anaknya dapat mewujudkannya. Mae : apa kata Mae? Nguli saja, nguli saja. kau nekat cobacoba nyopet. Nguli lebih baik dari apapun yang dapat kau lakukan. Mae juga ingin nguli saja kalau ada orang yang suka…percayalah Panut. Kalau nguli kau bisa merasa senang. Panut : saya tidak akan mencopet lagi. Mae : nah, itu baik sekali. Mae percaya kau memang anak yang baik…13 Memiliki kesamaan nasib sebagai orang-orang yang tinggal di perantauan dalam keadaan ekonomi yang tergolong rendah membuat 13
Ibid., h.7
55
mereka dekat satu sama lain. Melalui dialog di atas menggambarkan tokoh Mae yang menginginkan Panut untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik daripada mencopet. Layaknya seorang ibu, Mae menganggap anaknya orang-orang yang baik. Hal tersebut terlihat pada dialog Mae yang mengatakan “Mae percaya kau memang anak yang baik”.14 Secara psikologis jika seseorang dikatakan sebagai orang baik maka otaknya akan merespon bahwa dirinya memang orang baik sehingga tingkah laku yang dilakukan cenderung ke hal yang baik-baik begitupun sebaliknya. Tujuan dari upacan Mae tidak lain agar Panut mau melalukan pekerjaan yang baik sehingga ia akan senang dan mendapat kepuasan tersendiri saat mendapatkan hasilnya. Mae: (makin reda tangisnya) Saya kesepian. Saya sungguhsungguh kesepian sebagai perempuan. Tidak itu saja. bahkan saya sangat kesepian sebagai manusia. Sampai-sampai saya sangsi pada diri saya sendiri. sampai-sampai saya tidak tahu lagi di mana saya ini berada. Betul-betul seperti mimpi. Mimpi yang sangat buruk. Kalau sampai pada temapt itu alangkah ngerinya. Saya tidak lagi dapat melihat apa-apa. Saya mulai menyangsikan semuanya. Saya sangsi apakah saya ada atau tidak ada…segala yang hidup disibuki oleh tugas kewajibannya masing-masing. Tapi saya…perempuan kertas yang dipinjami nyawa Cuma. Tersia dan disingkirkan.15 Melalui dialog ini sisi sensitif Mae sebagai seorang perempuan mulai terlihat. Mae yang tidak memiliki anak dan keluarga merasa kesepian, ia menganggap bahwa dirinya tidak memiliki arti apa-apa dalam kehidupannya sendiri. Seorang wanita normal akan merasa lebih berharga sebagai seorang wanita jika ia bisa melahirkan seorang anak dalam menjalani sebuah kehidupan berkeluarga, akan tetapi sosok Mae yang mandul menganggap dirinya tidak memiliki makna karena tidak
14 15
Ibid., Ibid., h.19
56
dapat melahirkan anak hingga masa tua. Meskipun ia menganggap para tokoh adalah anaknya namun, pada kenyataannya yang melahirkan mereka bukan Mae. Mae :(sekonyong-kongong) menubruk dan memeluk Tukijan. Jan!(dalam isak) Jan. (dalam isak)kenapa sama sekali kau tak punya rasa terimakasih ? tapi siapa yang memilikinya? Tapi kau anakku…sebab itu kau gampang saja kau tinggalkan ibumu sendiri di alun-alun ini, di tanah bebas yang tidak bebas ini…kalau saya muda pasti saya tak akan mengucapkan katakata itu…16 Pada dialog ini semakin terlihat bagaimana sikap Mae di tengah keberadaan para tokoh. Mae merupakan sosok orang tua yang mengayomi para tokoh yang lebih muda, seolah-olah mulai ingin memetik buahnya. Mae yang tidak bisa memiliki anak dan menganggap mereka anaknya mulai menunjukan rasa ingin dihormati oleh para tokoh. Meskipun Mae mengasuh mereka dengan kasih sayang yang ia berikan, namun tidak dipungkiri sebagai seorang ibu(orang tua) ia tetap menginginkan rasa hormat para tokoh terhadapnya seperti halnya seorang anak yang mengormati ibunya. Mae : tentu kau tidak bisa. Dan siapa yang suka akan ajal? tidak ada. Tapi siapa yang bisa menolaknya? Juga tidak ada. Dan apakah kau mengira Mae mengharap kau pergi meninggalkan Mae? (Retno menggelang kepala) Tidak, bukan? Mae juga tidak mau kau tinggalkan. Mae sangat mencintai kau lantaran kau anak perempuanku satu-satunya. Kalau kau pergi Mae tidak akan pernah mempunyai nak secantik dan sebaik kau lagi. Tapi apakah kau berpikir Mae akan mempertahankanmu tetap di sini dan terus menjual diri?.17 Pada tahapan peristiwa ini Mae mulai mencoba untuk bisa bersikap menerima apa yang terjadi, meskipun yang terjadi itu sesuatu 16 17
Ibid., h.103 Ibid., h. 119-120
57
yang tidak ia inginkan. Pada peristiwa ini terlihat bagaimana sikap Mae yang mulai kembali menginginkan Retno untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Meskipun sebelumnya Mae pernah merasa ketakutan akan ditinggalkan, namun ditahapan ini Mae mulai menghilangkan egonya. Secara tidak langsung Mae juga mengajarkan Retno untuk dapat berbuat sesuatu yang lebih baik meskipun pada awalnya itu sulit. Seperti halnya berhenti menjadi seorang pelacur. Mae : Gusti pangeran. (anaknya bangun) Kau bangun, sayang. Kau tertawa, sayang. (memainkan anak itu) Nah, cah bagus. Kita tak pernah mendapatkan tapi selalu merasa kehilangan. (memejamkan mata) tak ada. Sama saja.—Gustiku Cuma kita berdua.18 Tahapan terakhir ini adalah peristiwa di mana Mae benar-benar sudah sendirian. Hamung, Tukijan dan Retno pergi ke perantauan, Panut pergi, dan Koyal semakin menggila. Peristiwa ini merupakan penutup cerita yang menggambarkan kesendirian tokoh Mae. Hingga tahap akhir ini sosok Mae digambarkan seolah-olah masih mengharapkan sesuatu, namun harapan itu tetap menjadi harapan yang belum terwujud. 2) Koyal Koyal adalah salah satu tokoh yang memiliki kebiasaan berkhayal serta memiliki ambisi untuk mendapatkan uang banyak. Di antara keenam tokoh hanya Koyal yang merupakan tokoh gila. Ia tidak lagi berpikir rasional, melainkan dengan khayalan-khayalan untuk memenuhi
kepuasan
keinginannya.
Tokoh
Koyal
dalam
drama
Mega,mega merupakan representasi orang yang mengukur segala sesuatunya dengan uang. Ia memiliki ambisi untuk menjadi kaya raya secara instan. Koyal sama sekali tidak memikirkan bagaimana proses untuk mencapai sebuah keberhasilan. 18
Ibid., h.123
58
Tokoh Koyal dalam drama Mega,mega merupakan tokoh utama tambahan dalam peristiwa ditiap bagian, terutama dibabak kedua tokoh Koyal memegang peranan penting dalam menjalankan seluruh peristiwa dan kejadian. Koyal dapat mengendalikan seluruh kegiatan para tokoh lain untuk mengikuti apa yang ia kehendaki. Pada babak kedua juga ia menjadi poros dan mengontrol terlaksananya seluruh aktifitas para tokoh untuk ikut dalam permainan yang seolah-olah nyata. Meskipun seluruh tokoh memiliki andil yang cukup besar dalam berlangsungnya setiap peristiwa, akan tetapi tokoh Koyal menjadi fokus cerita setelah tokoh Mae. Dalam drama, Koyal merupakan tokoh yang dominan karena tahapan peristiwa yang dialami Koyal diceritakan secara tuntas. Berawal dari dialog para tokoh yang membicarakan kegilaan Koyal untuk mendapatkan uang, lalu Koyal datang dengan membawa sobekan koran yang terpasang dimuka gedung Agung dan lembaran lotre yang telah ia beli hingga seluruh tokoh masuk dan turut andil dalam khayalan Koyal yang memenangkan lotre. Klimaksnya saat Koyal dipukul Tukijan karena cemburu dan diakhiri dengan kegilaan Koyal yang merasa kepalanya dipukul beberapa orang hingga berdarah. Selain rangkaian peristiwa yang dialami Koyal disampaikan secara tuntas. Koyal juga menjadi tokoh yang menggambarkan isi dari judul Mega,mega itu sendiri, yakni uang menjadi sesuatu yang samarsamar dan sulit digapai. Penyampaian tersebut terlihat melalui dialog Koyal maupun sifat yang dimiliki Koyal. Tahapan-tahapan peristiwa yang dialami Koyal dapat dilihat melalui kutipan dialog berikut ini: Mae : memang. Biasanya Koyal terus saja nyelonong kalau kita sedang asyik-asyikmya ngobrol. Hamung : yakin saya. Dia bisa gila. setengah mati ia ingin jadi orang kaya. Panut : impiannya selangit.
59
Hamung : lucunya dia cuma ingin punya uang bertumpuk. Tapi sintingnya sedikit pun ia tidak mau bekerja. Ia Cuma ngemis.19 Melalui dialog tersebut dapat kita ketahui karakter tokoh Koyal terlebih dahulu sebelum ia dimunculkan sosoknya. Pada kutipan tersebut juga terlihat bagaimana respon para tokoh terhadap keinginan Koyal untuk menjadi orang kaya. Koyal : Betul! Malam berkah melimpah. (tertawa menang) Lihatlah kedua tanganku. Ditangan kiri: lembaran lotre. Ditangan kanan sobekan koran! Kalian tahu? Aku telah menyobek koran yang terpasang di muka gedung Agung. Aku terlalu girang. Aku sobek saja koran itu tak peduli!(tertawa). Retno dan Hamung : (hampir bersamaan)kau menang? Koyal : (tersenyum bangga)Hampir! Retno : Ha?.20 Pada tahapan ini, peristiwa yang dialami Koyal berawal dari kedatangan Koyal ke warung Mae yang merupakan tempat berkumpulnya para tokoh. Pada dialog tersebut menggambarkan bahwa tokoh Koyal tidak dapat mengontrol luapan emosinya saat mengetahui dirinya hampir menang lotre hingga menyobek koran yang terpasang di gedung Agung. Peristiwa yang terjadi melalui dialog tersebut tentunya membuat Hamung dan Retno merasa heran dengan kelakuan Koyal dan dianggap mereka semakin menggila. Melalui dialog di atas juga dapat terlihat bagaimana sikap Koyal yang masa bodoh terhadap anggapan orang-orang sekitar terhadap kegilaannya. Kutipan selanjutnya adalah menceritakan percapakan Koyal bersama Hamung yang menceritakan bahwa Koyal „hampir‟ menang lotre. Meskipun baru hampir menang, akan tetapi kegilaan Koyal semakin
19 20
Ibid., h.23 Ibid., h. 28
60
bertambah hingga datang ke ahli nujum dan mempercayai bahwa sebentar lagi dirinya akan menang lotre. Koyal : Kau lihat, Mung. Pada koran ini tertulis: “Hadiah seratus juta jatuh pada nomer 432480, Solo”, sedangkan punyaku 432488. Ha, beda satu,‟kan? (tertawa senang) Hampir aku menang. Betul tidak?... Koyal : tak ambil pusing aku. Yang terang aku hampir menang. Artinya tak lama lagi aku pasti menang. Kau lihat, Mung. (menunjukan lot yang lain)Nih, aku sudah beli lagi. Tidak cuma itu malah. Barusan aku tanya pada tukang nujum. Burung gladik yang cerdik itupun menjajikan kemenangan itu. satu kartu dengan gambar bunga mawar, satu kartu dengan gambar sapi, satu kartu dengan gambar rumah. Kau mesti tidak percaya?.21 Kutipan dialog Koyal pada drama Mega,mega di atas menunjukan sifat Koyal yang beranggapan untuk menjadi kaya atau berhasil hanya membutuhkan angan-angan yang tinggi dan jalan pintas dengan meyakini ahli nujum yang belum tentu kebenarannya. Sifat Koyal yang seperti itu dapat dikatakan tidak meggunakan rasionalitas dalam bertindak, sebab Koyal merupakan tokoh yang sudah gila. Suatu tindakan dikatakan rasional apabila tindakan itu dimaksudkan secara sadar untuk mencapai tujuan tertentu dengan mempertimbangkan kemungkinan adanya tujuantujuan yang lain dan alat atau cara yang dianggap paling efisien dan efektif untuk mencapai tujuan.22 Sedangkan tindakan Koyal dianggap tidak rasional sebab tidak ada pertimbangan tentang kemungkinan yang akan ia hadapi bahwa ia sebenarnya belum menang lotre.
21 22
Ibid., h. 28 Faruk, Pengantar Sosiologi Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), h. 31.
61
Kutipan selanjutnya adalah percakapan Koyal yang menceritakan khayalannya kepada Hamung jika ia menang lotre. Dalam percakapan ini Koyal menjadi bahan lelucon Hamung bersama Retno saat mendengarkan percakapan Koyal yang tidak masuk akal, akan tetapi Koyal tidak menghiraukannya dan semakin tenggelam dalam khayalannya sendiri. Koyal : (tidak peduli) Lalu saya pikir saya harus punya banyak uang dulu. Malah akhir-akhir saya mencintai uang. Mengapa tidak? Saya telah melihat rumah yang bagus-bagus. Saya telah melihat mobil yang bagus-bagus. Saya telah melihat segala apa saja yang hanya didapat dengan uang. Lalu Hamung :…….ngemis (tertawa bersama Retno) Koyal : lalu saya mengumpulkan uang. Tapi pasti terlalu lama. Lalu saya belikan lotre. Dan baru saja saya hampir menang. (tertawa) tandanya tidak lama lagi saya akan menang. Dan kalau saya menang dan menang…..dan menang lagi…oh uang saya bertumpuk setinggi merapi…..23 Berdasarkan kutipan dialog di atas terlihat bahwa tokoh Koyal beranggapan untuk menjadi sukses hanya dibutuhkan jalan pintas tanpa mementingkan
proses.
Berdasarkan
dialog
di
atas
juga
dapat
menggambarkan bahwa Koyal merupakan seorang yang malas untuk berusaha keras. Ia hanya mengkhayalkan lotre yang sebenarnya hanya membohongi dirinya sendiri. Ia selalu berkhayal bahwa dirinya memenangkan lotre dan ia menjadi orang yang disegani padahal pada kenyataannya ia belum memenangkan lotre. Kemalasannya untuk mencari pekerjaan yang layak dan tidak mau berpikir maju itulah yang menyebabkan ia tidak dapat bangkit dari kemiskinan.
23
Arifin C.Noer, Op.Cit., h.35
62
Jika dilihat dari segi bahasa Jawa, makna kata Koyal disandingkan dengan kata Royal memiliki arti orang yang suka bermegah-megahan atau berhura-hura, menyukai sesuatu yang lebih besar dari hal lain. Mengacu pada makna tersebut, maka dapat dikatakan makna nama Koyal sendiri mencerminkan orang yang royal atau suka berlebih-lebihan, serta mengukur segala sesuatunya dengan uang. Ia beranggapan bahwa bahagia itu dengan menjadi orang kaya, akan tetapi khayalan yang ia lakukan sudah di luar batas kewajaran dan tentunya tidak sesuai dengan realitas kehidupan Koyal sendiri yang merupakan seorang pengemis, malas bekerja, dan gila. Dilihat dari cara Koyal menyikapi kehidupan juga tidak terlepas dari latar belakang sosial pendidikan. Ia yang tidak mengecam bangku sekolah sehingga tidak dapat berpikir sebagaimana mestinya untuk dapat bertahan hidup dengan layak, tentunya dengan pekerjaan yang lebih baik daripada seorang pengemis. Serta dapat dikatakan pula Koyal adalah salah
satu
korban
dari
meningkatnya
jumlah
penduduk
yang
mengakibatkan bertambahnya masyarakat tuna karya yang menyebabkan kerawanan sosial salah satunya menjadi pengemis. Mae : (setelah meraba) Tidak ada. Koyal : Tadi ada. (tiba-tiba) Mae! Mereka mengejar saya!mereka mengejar saya! Mae : mana mereka? Mana? Koyal : Mereka!Mereka datang!mereka!Mae!Masing-masing membawa kayu sangat besar. Tolong, Mae. Tolong! Kayu itu sangat besar!.24 Pada tahapan akhir, perilaku Koyal yang meggambarkan sebagai orang gila tidak berubah. Ia tetap menjadi orang gila yang 24
Ibid., h. 123
63
mengkhayalkan uang dengan mengatakan bahwa ia akan diberi upah jika ia menyobek koran di mading gedung. Akan tetapi Koyal malah mengatakan pada Mae ia dipukul oleh orang yang menyuruhnya. Padahal pada peristiwa sebelumnya saat Tukijan menyobek lot lotre Koyal, Tukijan mengharapkan agar Koyal dapat sembuh. Berdasarkan jalannya peristiwa tersebut menunjukan bahwa tokoh Koyal merupakan tokoh yang tidak bisa disembuhkan dari kegilaannya terhadap uang. 3) Tukijan Arifin menempatkan tokoh Tukijan dalam drama Mega,mega sangat berbeda dengan Koyal. Berdasarkan rangkaian peristiwa yang terjadi dalam drama ini Tukijan masuk ke dalam tokoh tambahan yang utama, sebab kehadiran Tukijan disetiap peristiwa berpengaruh terhadap tokoh-tokoh utama, yakni Mae dan Koyal. Bersama tokoh Mae, Tukijan merupakan salah satu tokoh yang bisa membuat pergolakan batin pada tokoh Mae, sedangkan dengan Koyal ia merupakan tokoh yang sangat bertolak belakang dengan sifat Koyal. Tukijan merupakan tokoh yang memiliki pemikiran realistis dalam menyikapi hidup dan optimis menjalaninya. Ia lebih percaya bahwa kesuksesan dapat diraih dengan cara bekerja keras. Peristiwa yang menggambarkan watak Tukijan tersebut dapat dilihat dalam kutipan dialognya bersama Retno di bawah ini: Tukijan : impian itu meski diwujudkan,barulah ada artinya. Retno : (Cuma memandang laki-laki itu. itupun Cuma beberapa saat) Tukijan :Saya juga tidak suka menjanjikan apa-apa. Semua masih bakal. Yang saya miliki hanya kemauan. Dan lagi kita hanya mendengar bahwa tanah di seberang penuh kekayaan yang masih terpendam. Sangat luas. Segalanya masih
64
terpendam. Segalanya. Di dalam tanah dan di dalam diri kita. Kalau kita sungguh-sungguh menghendaki, kita harus mengangkatnya kepermukaan hidup kita. Saya kira begitu.25 Dari dialog tersebut terlihat bagaimana pemikiran Tukijan menilai sebuah kehiduapan yang penuh dengan impian. Akan tetapi impian tersebut tidak akan memiliki arti apabila tidak dapat merealisasikannya. Sedangkan impian Tukijan adalah ingin memiliki tanah, namun di sisi lain ia juga ingin memperistri Retno maka iapun mencoba membujuk Retno melalui dialog di atas. Selain itu Tukijan juga mempercayai bahwa baik harta maupun kesuksesan dalam bentuk lain dapat dicapai oleh siapapun, asalkan orang tersebut mau untuk berusaha keras dan percaya bahwa apa yang menjadi impian semua orang dapat diwujudkan melalui proses yang tidak singkat. Tokoh Tukijan merupakan tokoh yang sangat bertolak belakang (berlawanan) dengan tokoh utama tambahan, yakni Koyal. Setiap tahapan peristiwa yang dialami tokoh Tukijan sering terlihat bahwa ia tidak suka dengan kegilaan Koyal. Tahapan peristiwa yang menunjukan adanya pertentangan antara keduanya dapat terlihat melalui kutipan dialog di bawah ini: Koyal : Jan. Tukijan : (sekonyong meletus) Diam anjing! Koyal : Tentu aku akan diam nanti setelah kau bilang aku menang. Koyal : Jan, tolong. Tolonglah. Katakan aku menang lotre. Tukijan : diam tidak?.26 Dari kelima tokoh hanya Tukijan yang menolak untuk mengucapkan bahwa Koyal menang lotre, maka dapat terlihat bagaimana Tukijan menanggapi khayalan Koyal dengan sinis. Ia ingin meyadarkan 25 26
Ibid., h. 41 Ibid., h. 46
65
Koyal, akan tetapi Koyal sudah masuk terlalu dalam
kedalam
kegilaannya untuk berkhayal. Tukijan : kalau begitu mari ramai-ramai kita bakar saja kerajaan ini Koyal : (murka) mau berontak? Mae : (semangat) pemberontakan? Hamung : pemberontakan? Retno : pemberontakan? Tukijan : (meledak) cape! Kita nanti jadi sinting semua!.27 Pada babak dua meskipun tokoh Koyal berperan sebagai sentral yang mengendalikan cerita, akan tetapi dengan kehadiran Tukijan semua yang dikhayalkan Koyal terganggu oleh pendapatnya. Tukijan tidak mudah masuk ke dalam khayalan yang Koyal ciptakan seperti halnya tokoh lain. Berbeda dengan babak kedua, peritiwa yang terjadi pada awal babak ketiga ini adalah perkelahian Koyal dengan Tujikan saat Koyal ingin memegang betis Retno. Peristiwa selanjutnya yang menunjukan bahwa Tukijan sangat bertentangan dengan Koyal yaitu saat Tukijan menyobek seluruh lot lotre milik Koyal. Peristiwa tersebut dapat terlihat dalam kutipan berikut: Tukijan : kau ingin menang? Koyal : yang banyak. Tukijan : kau bisa mendapatkannya lebih banyak tanpa kertas ini. Koyal : kali ini saya pasti menang. Tukijan : saya kira kau akan sembuh kalau saya berani melakukan sesuatu. betul kau ingin uang banyak? Koyal : betul. 27
Ibid., h. 85
66
Tukijan : pasti suatu ketika kau akan menjadi orang kaya, kaya harta dan kaya segalanya. (disobeknya lot itu). Koyal : (jangan) Mae, dia menyobek uang saya.28 Kutipan dialog di atas adalah percakapan Tukijan dengan Koyal setelah peristiwa pemukulan Koyal oleh Tukijan. Pada peristiwa ini Tukijan mencoba menasehati Koyal agar tidak hidup dalam khayalan yang menjerumuskan dirinya sendiri ke dalam sesuatu yang tidak nyata. Pada tahapan peristiwa ini Tukijan mencoba menyadarkan Koyal dari kegilaannya terhadap uang. Tukijan menginginkan agar Koyal dapat berpikir realistis bahwa untuk mendaptkan uang dibutuhkan usaha yang besar. Berdasarkan rangkaian peristiwa pada tokoh Tukijan, maka sangat terlihat bahwa tokoh yang bertolak belakang dengan pemikiran tokoh Koyal yaitu Tukijan. Sedangkan berdasarkan nama Jawa yang digunakan pada nama Tukijan terdiri dari dua suku kata yakni tuk dan jan yang mendapat sisipan fonem i. Tuk memiliki makna „sumber atau mata air‟, dan jan memiliki makna „(walah-walah bermakna kagum) di luar pemikiran awal atau di luar kewajaran pada umumnya‟. Mengacu pada makna tersebut tokoh Tukijan memiliki arti seseorang yang memiliki sumber pemikiran yang positif terhadap kehidupan yang ia jalani. Selain rangkaian peristiwa yang terjadi pada Tokoh Tukijan, makna nama Tukijan pula sangat berpengaruh terhadap karakter yang dihadirkan pada tokoh Tukijan. Tukijan merupakan salah satu gambaran masyarakat urban miskin namun memiliki tekad kuat untuk bekerja. Watak keras dan ulet yang dimiliki Tukijan pula yang mendorong keinginannya untuk dapat hidup lebih baik dan layak. Ia salah satu orang yang tidak mengenal kata
28
Ibid., h. 98
67
menyerah dalam mewujudkan impiannya. Keinginan Tukijan adalah bisa memiliki sebidang tanah dan mendapatkan Retno sebagai seorang istri. Hingga tahapan akhir cerita tetap memperlihatkan konsistensi sikap Tukijan sebagai tokoh yang teguh pendirinya terhadap apa yang dia inginkan sejak awal. Pada akhirnya sikap konsisten Tukijan pun dapat menghantarkan kepada terwujudnya impian-impian yang telah ia susun sejak awal, meskipun dalam pencapaian tersebut tidak berjalan mulus. Tokoh Tukijan juga dihadirkan Arifin untuk tetap menjadi tokoh yang konsisten dalam menjalani hidup secara realistis dari awal cerita hingga akhir. 4) Retno Berbeda dengan tokoh Mae yang keibuan dan pasrah. Retno cenderung lebih sinis dalam menghadapi hidup. Sikap sinisnya terlihat melalui setiap peristiwa yang ia hadapi. Retno cenderung menunjukan amarahnya
disetiap
peristiwa.
Hal
tersebut
disebabkan
oleh
kekecewaannya terhadap masa lalunya. Ia memiliki kenangan buruk terhadap rumah tangganya dan itu yang membuat hidupnya penuh dengan rasa penyesalan akan kematian anaknya yang masih kecil. Hingga akhirnya ia memilih untuk menjalani hidupnya sebagai seorang pelacur. Berdasarkan peristiwa yang terjadi, tokoh Retno masuk ke dalam tokoh tambahan yang utama. Retno merupakan salah satu tokoh yang memiliki pengaruh terhadap rangkaian peristiwa yang terjadi kepada Mae, sebab mereka memiliki kedekatan karena sama-sama seorang perempuan yang hidup sendiri dan harus berjuang untuk menghidupi dirinya. Retno : Banci sinting, banci sinting, banci sinting! Uuuuu! (meludah) pasti mahasiswa dia. Nafsu melimpah uang serupiah.
68
Panut : ngaku santri lagi. Retno : tahu saya. Kita sering lihat dia lewat. Rumahnya pasti dekat rumah Haji Bilal. Kalau saya sedang mencuci ia selalu lewat. Kalau siang ia buang mukanya jauh-jauh dari saya(meludah). Tapi kalau malam naik turun nafsunya melihat kecantikan saya. (tertawa) besok malam saya peluk dia dari belakang (meludah) pura-pura.29 Dialog tersebut menunjukan bagaimana Retno bersikap tiap harinya. Pekerjaannya sebagai seorang pelacur membuatnya bicara secara blak-blakan meski ia seorang perempuan. Selain itu Retno cenderung terlihat lebih menggunakan emosi dalam setiap peristiwa yang terjadi. Retno :sejak gadis dulu aku mengidamkan dapat melahirkan anak laki-laki. Anak itu laki-laki dengan mata yang teduh seperti kolam. Hatiku selalu bergetaran menyanyi setiap kali bertemu dengan mata itu. tapi makin lama mata itu makin kering sembab bapaknya tidak pernah melakukan apa-apa. Suatu ketika aku sakit. (lama diam) Anak itu sakit. Kelaparan. Ia mati. Sejak itu aku hampir gila oleh perasan kecewa dan sesal. (diam) suatu hari suamiku pulang setelah menuntaskan bergelas-gelas arak. Bukan main aku marah. Dan sekonyong nasib turut campur. Rumah itu terbakar. (gerahamnya merapat ketat) Setan! Setan!.30 Kehadiran
tokoh
Retno
dalam
drama
Mega,mega
merepresentasikan sosok wanita yang sinis, ia cenderung menggunakan emosi dan mudah meluapkan perasaannya menanggapi peristiwa yang terjadi baik pada dirinya sendiri maupun di lingkungannya. Namun di sisi lain Retno merupakan tokoh yang mewakili sosok wanita yang tegar dan tangguh menghadapi kehidupannya yang serba kekurangan dan berusaha untuk dapat menyenangkan dirinya sendiri. Ia juga menggambarkan wanita urban miskin yang cacat moral, pekerjaannya merupakan cara
29 30
Ibid., h. 12 Ibid., h. 17
69
untuk bertahan hidup akan tetapi usahanya untuk bertahan hidup melanggar norma masyarakat. Retno : (bangkit marah)Apa kau pikir kau juga mencintai saya? Omong kosong!kau Cuma mencintai dirimu sendiri. saya akui yang paling saya cintai tentu diri saya sendiri, sebab tak ada orang yang mencintai orang lain lebih daripada mencintai dirinya sendiri. Tukijan : kenapa kau jadi marah-marah begitu? Retno : (marah) siapa yang mulai? Tukijan : saya marah karena kau berubah sikap lagi. Retno : saya marah karena aku marah. Belum apa-apa sudah berani marah-marah. Akan kau jadikan apa saya di tanah seberang sana? Jadi babu? Seenaknya saja. apa kau pikir saya akan mati kelaparan kalau tetap tinggal di sini?(tiba-tiba menangis) saya jadi bingung.31 Melalui dialog yang dihadirkan, Retno juga mencoba melawan apa yang akan terjadi. Ia mewakili sebagian wanita yang tetap memperjuangkan kebahagiaan dirinya dengan caranya sendiri. Meskipun sensitivitasnya sebagai seorang wanita terkadang muncul, akan tetapi ia selalu memiliki cara sendiri untuk keluar dari masalah yang sedang ia hadapi. Retno : saya bingung karena terlampau banyak orang yang saya cintai. Dan, O Gusti, saya tidak bisa melupakannya. Saya sangat mencintai perempuan tua itu.32 Retno yang memiliki kedekatan dengan Mae karena sama-sama sebagai seorang perempuan yang hidup dan berjuang untuk dirinya sendiri merasa tidak tega meninggalkan Mae. Sisi sensitifnya sebagai seorang 31 32
Ibid., h. 117 Ibid.,
perempuan
sekaligus
sebagai
anak
muncul
disaat-saat
70
kepergiannya bersama Tukijan. Berdasarkan tahapan peristiwa yang dialami Retno sejak awal kemunculannya, Retno merupakan tokoh yang tidak berubah. Ia tetap mudah meluapkan emosi yang ia rasakan saat itu juga disetiap peristiwa yang sedang ia alami. 5) Hamung Berdasarkan jenisnya, Hamung masuk ke dalam tokoh tambahan (yang memang) tambahan. Nama Hamung diambil dari dua kata yakni „ha‟ dan „mung‟. „Ha‟ dalam bahasa Jawa seolah tidak memiliki makna dan biasanya dijadikan bahasa umpatan sedangkan kata „mung‟ memiliki makna „hanya/cuma‟ sehingga jika digabungkan kata „Hamung‟ memiliki makna „ah hanya/Cuma‟. Dalam bahasa Jawa kata Hamung jika dilafalkan menjadi Ha-mung ini biasanya digabungkan dengan kata „ngono‟ sehingga menjadi kalimat „ha mung ngono‟ memiliki makna „Cuma/hanya seperti itu, jadi jangan diambil pusing‟. Hal tersebut sesuai dengan watak Hamung yang tidak mengambil pusing perihal hidupnya. Hamung : kau sendiri percaya? Koyal : tentu saja. sudah bayar. Hamung : ya. Sudah. Sama saja. Koyal : apanya yang sama? Hamung : ya, kalau kau sendiri percaya pada tukang nujum itu saya ya turut-turut percaya. Biar kau senang. Kau „kan selalu ingin senang? Koyal : (tertawa) bagaimana kau ini. Senang itu „kan tujuan semua orang?.33
33
Ibid., h. 29
71
Meskipun Hamung merupakan salah satu tokoh yang terlihat tidak cocok dengan pemikiran Koyal, akan tetapi ia berbeda dengan Tukijan
yang
secara
terang-terangan
menyakiti
Koyal
dengan
tindakannya menyobek lot lotre. Di sini Hamung mencoba masuk ke dalam pemikiran Koyal dan terlihat mengikuti kemana arah pembicaraan mereka tanpa adanya perlawanan pemikiran yang terang-terangan menolak Koyal dan membuatnya sakit hati. Bahkan dalam rangkaian peristiwa yang terjadi hingga babak terakhir Hamung masih terlihat menahan diri untuk tidak menyakiti Koyal karena khayalannya yang mustahil. Tokoh Hamung merupakan tokoh yang sudah memiliki pemikiran sebagai seorang laki-laki dewasa. Hal tersebut pula yang dapat menjadikan Hamung tidak terlihat membenci atau menentang tokoh Koyal. Ia merupakan salah satu tokoh yang dapat menahan egonya terhadap orang lain. Ia juga memiliki sisi kebapakan. Hamung yang mengajarkan Panut untuk dapat menjadi laki-laki dewasa dan tidak cengeng menghadapi kehidupan mereka yang keras dan serba terbatas, meski mereka berada dalam kemiskinan. Hamung :barangkali saya akan nguli di sana. Atau kembali ke pekerjaan lama; becak. Tapi saya akan berusaha jadi calo. Kau harus membesarkan otot di Sumatra. Musuhmu bukan saja binatang tapi batang pohon raksasa. Kau pernah dengar cerita mbah Wirjo tentang sebuah keluarga yang habis musnah karena didatangi seekor ular? Saya tidak punya apa-apa tapi saya ingin punya apa-apa kalau sudah lama saya tinggal di Jakarta. Saya kira saya harus banyak belajar pada orang-orang Batak…Saya harus seprti mereka. Kalau ukuran meraka mati saya pun harus demikian…”.34
34
Ibid., h. 104
72
Selain Tukijan, Hamung juga tokoh yang memiliki rasa optimis terhadap masa depan. Ia menjalani hidup dengan realita yang ada di sekelilingnya serta mau mencoba belajar dari lingkungan yang ia tinggali. Rangkaian peristiwa yang dialami Hamung menunjukan bahwa ia konsisten terhadap sikapnya yang selalu memiliki tekad kuat untuk bekerja demi kehidupannya yang lebih baik. Tokoh Hamung juga merupakan salah satu tokoh yang mampu mengendalikan egonya menyikapi setiap peristiwa yang terjadi. 6) Panut Tokoh Panut masuk ke dalam tokoh tambahan (yang memang) tambahan. Meskipun ia berperan sebagai tokoh tambahan, akan tetapi Panut memiliki andil yang besar terhadap tema yang ingin disampaikan mengenai kemiskinan pada masyarakat urban. Tokoh Panut dikatakan sebagai tokoh yang lugu dikarenakan terlihat dari bagaimana cara Panut mengikuti orang disekitarnya untuk dapat bertahan dalam kehidupan sosial kalangan bawah. Rangkaian peristiwa yang menunjukan bagaimana peran dan watak Panut dapat terlihat dalam kutipan di bawah ini: Panut : soal baik tidaknya saya tidak peduli. Soalnya tangan ini. Sial. Setengah tahun sudah latihan tapi sekalipun tak pernah saya berhasil. Bagaimana saya tidak jengkel? Mae : jengkel pada siapa? Panut : pada diri saya sendiri. coba di pasar pringharjo. Jelas laki-laki itu orang yang ceroboh. Artinya kalau saya pinter dan cekat tentu vulpennya sudah saya dapatkan. Tapi kaki saya gemetar. Karena gemetar rusak segalanya. Vulpen itu sudah di tangan, tapi kaki sukar dilangkahkan. Terpaksa saya berikan lagi vulpen itu ketika mata laki-laki itu melotot dan segera saya menghilang.35 Pada dialog ini menjelaskan bagaimana pekerjaan Panut yang tidak menentu dan tidak jelas. Ia hanya mengikuti apa yang dilakukan 35
Ibid., h. 30
73
oleh orang terdekatnya agar dapat uang untuk makan dan bertahan hidup. Ia tidak lagi memikirkan bagaimana bekerja yang baik dan buruk sebab yang ia pikirkan bukan soal menaikkan statusnya dari miskin ke kaya akan tetapi yang ia pikirkan hanyalah bagaimana mendapat uang untuk makan. Ia juga cenderung malas untuk mencari pekerjaan lain yang lebih layak untuk bertahan hidup. Tokoh Panut dihadirkan sebagai representasi karakter orang yang lugu dan suka mengikuti orang terdekatnya, hal tersebut terlihat saat Panut menjawab pertanyaan dari Mae mengenai Tuhan. Mae : Nah, itu baik sekali. Mae percaya kau memang anak yang baik. Kau pernah dengar suara adzan tidak? Panut : setiap kali saya dengar. Mae : maksudku kau percaya Tuhan tidak? Panut : seperti setiap orang. Tapi mas Woto bilang Tuhan itu tidak ada. Tuhan itu racun. Tuhan itu arak. Candu. Tuhan itu asap rokok. Kata mas Marwoto. Mae : itu tidak perlu. Kau sendiri percaya tidak?kalau kau percaya memang tak layak kau mencopeti barang milik orang lain.36 Dialog Panut dengan Mae menggambarkan bagaimana cara Panut bertingkah laku dalam kesehariannya dan cara pandang panut mengenai
sesuatu.
Tanggapan
Panut
terhadap
pertanyaan
Mae
menggambarkan bagaimana pemikiran Panut tentang Tuhan yang ia ketahui melalui pendapat Mas Woto. Ia hanya mengikuti apa yang biasa orang sekelilingnya lakukan tanpa memikirkannya kembali dan cenderung tidak memiliki pendirian sendiri terhadap kehidupannya. Panut : tapi kau seharusnya menerangkan semua itu. saya ingin menjadi laki-laki yang jantan. Hamung : betul? 36
Ibid., h. 7
74
Panut : betul. Bagaimana? Hamung : itu gampang. Panut : bagaimana? Hamung : kalau saya berangkat nanti, tepat sewaktu saya melangkah kaki ke sana kau harus membenci saya. Setidaktidaknya kau boleh menyimpan perasaan apapun karena peristiwa itu. Sekalipun kita sudah lama sekali bergaul.37 Pada peristiwa keberangkatan Hamung yang diantar oleh Panut, Hamung mengajarkan kepada Panut agar menjadi laki-laki jantan. Pada saat itu juga setelah kepergian Hamung, Panut menuruti apa yang telah Hamung ajarkan kepada dirinya. Melihat peristiwa ini menujukan bahwa tokoh Panut tetap menjadi tokoh yang belum bisa melakukan sesuatu sesuai dengan keyakinannya sendiri ia masih mudah menuruti orang lain, meskipun di sisi lain keinginan Panut menuruti Hamung adalah agar ia bisa menjadi laki-laki dewasa. d. Latar Latar merupakan lingkungan. Latar berkaitan dengan penokohan dan alur. Latar harus saling menunjang dengan alur dan penokohan dalam membangun permasalahan dan konflik. Latar cerita adalah tempat umum (general locale), waktu kesejarahan (historical time ), dan kebiasaan masyarakat (social circuntances) dalam setiap episode atau bagian-bagian tempat. Latar Tempat Secara garis besar latar tempat yang digunakan dalam drama Mega,mega adalah di kota Yogyakarta. Meskipun pada babak kedua terdapat beberapa tempat yang dikunjungi para tokoh, akan tetapi tempat 37
Ibid., h. 111
75
tersebut hanya merupakan hasil dari khayalan Koyal semata dan bukan tempat sesungguhnya. Tempat-tempat khayalan Koyal tersebut antara lain: Gedung Bank, Tawangmangu, Rumah makan, Toko pakaian, dan Kerajaan. Adapun tempat yang bukan merupakan hasil khayalan Koyal dan merupakan tempat yang dijadikan mereka untuk tinggal adalah sebagai berikut: Yogyakarta Retno : lama-lama aku jadi ingin pergi dari Yogya ini Mae : kemana? Retno : kemana saja. (tiba-tiba) Aduuuuuh! Mae : kalau kau bilang begitu pada Tu…. Retno : diam! Si banci itu lewat lagi.38 Kutipan tersebut menggambarkan bahwa tokoh Retno sebebnarnya menginginkan untuk pergi dari Yogya. Pada tahun 1960an, kota Yogyakarta merupakan salah satu pusat kota di Indonesia yang ramai didatangi oleh pendatang dari luar daerah Yogya. Tujuan mereka tentu saja untuk mengadu nasib di kota tersebut dan mencari kerja agar memiliki penghasilan yang memadai bagi kehidupan mereka. Seperti halnya Mae, setelah ia ditinggal meninggal suaminya, ia datang dari Tegal ke Yogyakarta untuk mengadu nasib menjadi penjual nasi. Akan tetapi berbanding terbalik dengan Mae yang berjuang dengan cara jualan makanan demi memenuhi kehidupannya, tokoh Retno yang tidak memiliki jenjang pendidikan tinggi disertai tidak memiliki keterampilan untuk mencari pekerjaan ia malah memilih pekerjaan sebagai wanita tunasusila di kota tersebut. Berdasarkan kutipan dialog di atas terlihat bagaimana Retno mulai jenuh tinggal di kota Yogya. Kota yang semakin padat penduduk 38
Ibid., h. 11
76
dan belum dapat menjamin kehidupannya menjadi lebih baik. Akan tetapi keinginan Retno yang mengatakan ingin pergi seperti berlalu begitu saja saat kemunculan pemuda yang menarik perhatiannya. Di bawah tiang listrik Mae, Retno, dan Hamung sudah nyenyak tidur. Tukijan terbaring gelisah setengah tidur di atas tikar. Sedangkan Koyal asyik masyuk di tengah impian-impiannya dengan serulingnya duduk di bawah tiang listrik.39 Latar tempat di tiang listrik ini sering digunakan untuk menggambarkan
tokoh
Koyal
saat
ia
semakin
gila
dengan
khayalannya. Jika dilihat melalui peristiwa yang berlangsung, maka tempat tiang listrik ini merupakan tempat yang biasa Koyal gunakan untuk menumpahkan segala keinginan dan tempat berkhayalnya. Di bawah tiang listrik Koyal berjongkok membelakangi penonton. Ia menangis. Koyal : Semua tahu kalau Koyal menang lotre. Kau juga sudah tahu. Kelalawar juga sudah tahu, saya telah menjadi orang yang terkaya. Kau juga, rumput. Kau juga maklum, beringin tua. Lebih-lebih kau bulan….40 Di bawah tiang listrik juga digunakan Koyal sebagai tempat untuk menumpahkan segala yang sedang ia rasakan. Tidak hanya saat ia girang karena Hampir menang lotre, tetapi tiang listrik ia jadikan tempat untuk mengadu. Alun-alun Mae : Tidak baik. Apalagi untuk malam ini. Aku bilang senang. Malam ini malam terang bulan. Sangat menyenangkan tidur di alun-alun ini. Di muka pegelaran.
39 40
Ibid., h. 43 Ibid., h. 84
77
Berkat. Sinuwun itu sakti. Alangkah segarnya. Kita boleh melamun dengan sempurna di sini. Panut : Tidak bau air kencing seperti di Musium.41 Alun-alun merupakan tempat yang dijadikan untuk berkumpul orang-orang atau hanya sekedar ngobrol. Sedangkan dalam drama Mega,mega karya Arifin ini latar tempat utama yang digunakan yaitu alun-alun,
sebab
lokasi
warung
Mae
yang
menjadi
tempat
berkumpulnya semua tokoh adalah di tempat ini. Alun-alun juga dapat menggambarkan bagaimana keadaan dan situasi orang-orang yang bertahan hidup di tempat tersebut, sebab emperan alun-alun merupakan tempat mereka untuk tidur dan bertahan hidup. Latar waktu Latar waktu yang terdapat dalam drama Mega,mega merupakan latar waktu yang sangat singkat, sebab seluruh peristiwa hanya berlangsung dalam satu malam saja. Latar waktu yang terjadi dalam drama ini hanya dua, yakni malam hari dan subuh. Malam hari Koyal :(berhenti bermain suling) Uuuuu.Uuuu!Uuuuu!! (melepas nafas kepada beringin) Selamat malam, beringin tua. (kepada bulan) Selamat malam, bulan gendut. (kepada rumputan) Selamat malam, rumput. (memandang keliling) selamat malam semuanya. Huh malam!...42 Latar dan peristiwa yang terjadi dalam dialog di atas yaitu malam hari saat Koyal akan memulai khayalannya. Malam hari merupakan waktu yang sering digunakan manusia untuk bermimpi, dan Koyal pun memanfaatkan waktu tersebut dengan baik, yakni 41 42
Ibid., h. 13 Ibid., h. 43
78
bermimpi melalui khayalan. Ia sedang menikamti kemenangan lotrenya dan ingin mengajak semua menikmati kemenangannya, tak terkecuali malam hari saat bulan masih menunjukan bentuknya. Jika manusia umumnya akan melakukan segala aktivitasnya pada siang hari untuk memenuhi kebutuhannya, maka Koyal melakukannya pada malam hari. Dalam drama Mega,mega ini Arifin menampilan bagaimana proses Koyal menikmati khayalannya pada malam ini. Hal tersebut dapat diartikan bahwa khayalan Koyal merupakan representasi dari mimpi-mimpi setiap orang di malam hari dan memiliki arti bahwa khayalan Koyal adalah peristiwa yang absurd(tidak nyata). Subuh Azan subuh berkumandang di udara di sela-sela garis cahaya fajar yang lembut. Lalu Mae muncul lagi. Mae : Gusti pangeran. (anaknya bangun) Kau bangun, sayang. Kau tertawa, sayang. (memainkan anak itu) Nah, cah bagus. Kita tak pernah mendapatkan tapi selalu merasa kehilangan. (memejamkan mata) Tak ada. Sama saja— Gustiku, Cuma kita berdua.43 Waktu subuh di sini merepresentasikan bahwa waktu subuh merupakan awal manusia untuk melakukan aktivitasnya sehari-hari. Melalui dialog ini juga menggambarkan selesainya kegiatan bermimpi manusia saat terlelap tidur malam dan kembali bangun untuk melanjutkan kehidupan yang sebenarnya. Latar sosial-budaya Latar sosial budaya menunjuk pada hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat. Latar sosial yang terdapat dalam Mega,mega menggambarkan kehidupan masyarakat Jawa yang 43
Ibid., h. 123
79
hidup di kota Yogyakarta. Hal tersebut dapat terlihat melalui penggunaan nama-nama tokoh serta bahasa yang digunakan. Mae : Sinuwun! Sinuwun! Malam lagi! Ini malam syura. Malam syura! Apa? (menggeleng-geleng dengan sedih. Ia menangis tapi ia sudah capek)… Mae : Gustiku. Gusti Pangeran. Kenapa? Gusti. Kenapa kau jadi bisu.44 Dari diaog di atas terlihat bagaimana penggunaan nama tokoh mencerminkan sosok orang Jawa. Seperti nama Mae merupakan nama panggilan masyarakat Jawa yang digunakan untuk memanggil seorang ibu. Seperti tokoh Tukijan, Koyal, Retno, Hamung, dan Panut merupakan nama-nama yang diambil dari nama Jawa. Sedangkan kata „Sinuwun‟ dan „Gusti‟ merupakan ungkapan yang biasa digunakan masyarakat Jawa untuk menyebut atau memanggil Tuhan dengan rasa kepasrahan diri. Hal lain yang menunjukan bahwa drama ini merupakan gambaran masyarakat Jawa adalah terlihat melalui keadaan lingkungan. Samar-samar dari kejauhan kedengaran orkes jalanan sedang memainkan kroncong langgam Jawa tema cinta.45 Kutipan tersebut menggambarkan bagaimana suasana yang terjadi dalam drama yang bertempat di alun-alun Yogyakarta yang merupakan tempat keramaian di kota tersebut sangat bernuansa keJawaan. Hal tersebut terlihat melalui lagu yang dinyayikan orkes jalanan digunakan sebagai back sound cerita.
d. Gaya bahasa Terdapat beberapa gaya bahasa yang digunakan dalam Mega,mega antara lain: metafora, pars prototo, simile, antonomasia.
44 45
Ibid., h. 4 Ibid., h. 40
80
Metafora Majas ini berfungsi untuk menggambarkan suasana kejiwaan tokoh, yakni saat Hamung meluapkan kekesalannya terhadap Tukijan. Majas metafora ini terdapat pada bagian pertama yakni dalam dialog Hamung yang tiba-tiba datang dan mengajak berbicara dengan Retno, Panut dan Mae. Hamung : Maunya kita sama-sama, tapi si Tukijan itu plintatplintut seperti orang banci…46 Berdasarkan kutipan tersebut terlihat bagaimana warga yang tinggal di Yogya mulai jenuh dengan kondisi ekonomi di tempat tersebut. Keadaan ini digambarkan melalui dua tokoh yaitu Tukijan dan Hamung. Mereka pada awalnya beranggapan bahwa Yogyakarta merupakan kota besar yang dapat mengubah nasib menjadi lebih baik. Tapi pada kenyataannya penghasilan yang mereka dapatkan tidak dapat memenuhi kebutuhan mereka, sehingga munculah kekecewaan dan merekapun ingin mengubah hidupnya di tempat lain yang lebih menjanjikan yakni Sumatera, yang pada saat itu masih besar kemungkinan untuk mensejahterakan kehidupan dengan kekayaan alamnya. Pars prototo Dalam drama Mega,mega juga terdapat majas pars prototo yang terdapat
dalam
dialog
Hamung.
Majas
ini
digunakan
untuk
menggambarkan suasana hati tokoh Hamung terhadap tokoh Tukijan. Dialog tersebut adalah sebagai berikut: Hamung : …E, tau-tau, baru saja keluar dari stasiun Tugu sore tadi, keluar dengan karcis di tangan, nyelonong hidungnya. 46
Ibid., h. 19
81
Retno: hidung siapa? Hamung : Tukijan.47 Dialog di atas menggambarkan bagaimana kekesalan Hamung terhadap Tukijan yang menunda keberangkatannya ke Sumatera tanpa alasan yang ia ketahui. Pada dialog di atas Hamung menggunakan majas pars prototo tersebut untuk menyebut tokoh Tukijan. Simile Majas simile terdapat pada dialog Hamung saat sedang mengejek Panut dan menyamakan kegilaan Panut dengan Koyal. Berikut kutipannya, Hamung : habis kau seperti orang yang kehilangan kepala. Kalau terus begitu kau bisa sinting. Tapi ya bagus juga. Kalau kamu miring, si Koyal ada kawannya. Ya, tentu ada bedanya. Kalau Koyal ke sana kemari pamer bahwa dia anak kumico dan bangga akan badannya yang jangkung seperti opsir Belanda, sebaliknya tentu kamu gembar gembor bilang masih keturunan Jepang.(tertawa).48 Berdasarkan kutipan di atas terlihat bagaimana perilaku masyarakat berpengaruh terhadap cara hidup mereka. Tokoh Hamung menggambarkan bagaimana cara guyonan orang pinggiran yang ditanggapi dengan santai oleh Panut dan tokoh lain. Hamung mengatakan bahwa Panut sinting karena kelakuannya yang berpura-pura menjadi bisu dan Panut melakukan bisu-bisuan itu untuk mengemis. Perilaku Panut sendiri tentunya yang menyebabkan keadaan sosial ekonominya tidak berubah. Keterampilan yang ia miliki sangat terbatas akan tetapi kebutuhan ekonomi menuntutnya untuk terus dapat bertahan hidup sehingga berbagai cara ia lakukan untuk mendapat uang, salah satunya 47 48
Ibid., Ibid., h. 22
82
dengan mengemis. Perilaku Panut tersebut merupakan gambaran akibat dari terjadinnya tuna karya yang tidak dapat bersaing untuk mendapatkan pekerjaan disertai sikap malas untuk berusaha menjadi pekerjaan yang lebih baik. Antonomasia Majas ini digunakan sebagai penghargaan kepada tokoh Koyal yang menjadi Raja dalam kerajaan khayalannya. Majas antonomasia terdapat dalam bagian kedua, yakni dalam dialog Tukijan saat memanggil Koyal sebagai Rajanya. Tukijan : ampuni hamba, Sinuwun Gusti. Sehubungan dengan kuwajiban hamba, perkenankanlah hamba bertanya bukankah tatkala paduka berkenaan belanja di toko Kim sin paduka telah hilap, maksud hamba paduka belum bayar.49 Pada masyarakat Jawa, khususnya keluarga kerajaan panggilan seorang raja merupakan salah satu hal yang sangat penting. Melalui nama yang digunakan akan terlihat tingkat strata sosial seseorang. Selain itu tentunya panggilan tersebut berpengaruh terhadap perlakuan istimewa masyarakat kepada orang yang memiliki gelar tersebut. Sama seperti halnya nama panggilan yang akan Koyal
gunakan merupakan tanda
kedudukannya dalam kerajaan khayalannya. e. Amanat Amanat adalah gagasan yang mendasari karya sastra; pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembacanya atau pendengar.50 Setiap pengarang memiliki tujuan atau pesan tersendiri yang ingin
49 50
Ibid., h. 84 Wahyudi Sisiwanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: PT.Grasindo, 2008). h. 162.
83
disampaikan kepada para pembacanya melalui karya yang mereka buat, baik dalam bentuk pertunjukan maupun naskah drama. Pertunjukan maupun naskah drama selalu berisi pesan yang disampaikan melalui dialog-dialog tiap tokoh, sehingga diharapkan pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh pembaca maupun penonton. Begitupun
Arifin C. Noer dengan drama Mega,mega-nya.
Berkaitan dengan situasi atau keadaan sosial yang terjadi dalam masyarakat, banyak pesan yang dapat diambil melalui drama tersebut. Seperti drama Mega,mega yang menghadirkan cara masyarakat urban di tengah kemiskinan. Dengan demikian dapat diambil kesimmpulan bahwa amanat dari drama Mega,mega yaitu menyikapi hidup di tengah kondisi ekonomi miskin. B. Perilaku Masyarakat Urban Analsis perilaku dapat diketahui melalui analisis intrinsik yang telah dilakukan, yakni analisis mengenai tokoh dan penokohan. Analisis tersebut telah menjelaskan bagaimana perilaku tiap tokoh dalam menyikapi hidup mereka sehingga berpengaruh terhadap kemiskinan yang mereka alami. Sedangkan analisis selanjutnya menekankan pada perilaku yang terbentuk dalam masyarakat urban menggunakan teori paradigma perilaku dalam buku Zamroni, berikut bentuk-bentuk perilaku masyarakat urban dalam drama Mega,mega. 1.
Proposisi keberhasilan Semakin sering suatu tindakan mendapatkan ganjaran, maka akan semakin sering pula tindakan dilakukan oleh orang yang bersangkutan. Mengacu pada teori tersebut maka yang masuk ke dalam proposisi ini adalah Koyal. Meskipun Koyal dikenal sebagai orang yang gila dan cenderung disepelekan, akan tetapi apa yang dilakukan oleh Koyal juga sering mendapat respon positif dari orang sekitarnya. Respon positif yang selalu diberikan
84
adalah dari Mae. Mae selalu memanjakan Koyal dan memberi perhatian lebih pada Koyal. Hal tersebut terlihat melalui kutipan berikut, Retno & Hamung: (hampir bersamaan) Kau menang? Koyal : (tersenyum bangga) hampir! Retno : ha? Koyal : (tersenyum bangga) Hampir! Cuma beda sedikit. Beda satu (tertawa). Retno : edan. Hamung : Biasa. Kepala penjol otaknya ya penjol. Mae : (riang) anakku dapat lotre! Koyal : (bangga) hampir Mae. Mae : Syukur. Syukurlah. Hampir.51 Berdasarkan kutipan tersebut dapat terlihat bagaimana respon yang diberikan Mae sangat berbeda dengan lainnya. Hamung dan Retno cenderung menganggap Koyal benar-benar sudah edan karena uang. Sehingga semua yang dilakukan Koyal berpusat kepada uang untuk menjadi kaya akan tetapi usahanya mustahil menjadikannya kaya, sedangkan Mae cenderung mendukung apapun yang Koyal lakukan. Respon dari Mae ini dapat menyebabkan tindakan Koyal kembali diulang, sebab ia merasa bahwa yang ia lakukan bukanlah tindakan yang salah, justru ia merasa bahwa tindakannya ini merupakan cara yang tepat untuk dapat menjadi kaya secara cepat. Panut : Makan pun tak mau ia urunan seperti kita-kita ini. Dia cuma makan. Bayar tidak mau. Retno : (tertawa) Dan edannya uang hasil minta-mintanya ia belikan lotre. Entah sudah berapa puluh lembar lotre dibelinya. Satu kalipun belum pernah ia menang. Mae : biarkan ia tidak urunan. Ini permintaan Mae. Mae bilang, kalau kalian semua yang Mae masakkan boleh Mae anggap sebagai anakanak Mae…52 Sikap Mae yang selalu memanjakan Koyal merupakan salah satu faktor yang menyebabkan Koyal semakin malas untuk bekerja. Selain itu
51 52
Arifin, Op.Cit., h. 28 Ibid., h. 23
85
respon yang sering Mae tunjukan kepada tindakan Koyal yang selalu memimpikan uang menunjukan bahwa apa yang Koyal lakukan merupakan hal yang wajar. Mae juga justru cenderung mengingatkan yang lainnya agar sama-sama menghargai apa yang Koyal lakukan, meski pada kenyataannya Koyal merupakan orang yang gila. Perilaku yang terjadi pada Koyal ini merupakan bentuk perilaku negatif dari masyarakat urban yang tidak mau berusaha untuk mengubah hidupnya melalui cara bersaing dengan lainnya untuk mendapat pekerjaan. Perilaku Koyal juga cenderung dilakukan secara berulang untuk mencapai kepuasaan bagi dirinya sendiri. 2.
Proposisi stimulus Proposisi ini menekankan jika stimulus tertentu merupakan kondisi di mana tindakan mendapat ganjaran, maka jika muncul stimulus yang serupa makin besar kemungkinannya untuk mengulang tindakan seperti sebelumnya. Perilaku ini digambarkan oleh Retno, ia merupakan seorang wanita yang bekerja sebagai wanita tunasusila. Tindakan bekerja sebagai wanita tunasusila tidak akan diulangi jika ia tidak mendapat respon yang menguntungkan dirinya, yakni mendapat respon dari laki-laki dan ganjaran berupa uang atas apa yang telah dilakukan. Retno : (tertawa lalu meludah). Hanya orang banci saja yang lewat sini tanpa sekerlingpun melihat pinggang saya. Mae : Memang kau cantik. Retno : Tidak Cuma itu. montok. (tertawa lalu meludah). Kadangkadang saya ingin berpodato di alun-alun ini. pidato di hadapan berjuta-juta laki-laki. Telanjang. Kalau tidak-sebentar! Pemuda itu berdiri saja di pojok di jalan itu. (membetulkan letak kutangnya) rejeki tidak boleh terbang percuma begitu saja. (pergi menyusup gelap).53 Meskipun tindakan yang dilakukan sering mendapat stimulus respon yang menguntungkan baginya, akan tetapi perilaku Retno ini dapat dikatakan 53
Ibid., h. 3
86
sebagai perilaku negatif, sebab melanggar norma yang berlaku dalam masyarakat secara umum. Perilaku Retno juga dapat dikatakan sebagai perilaku yang cacat moral. Pekerjaan yang Retno lakukan pada dasarnya untuk mendapatkan uang demi mencukupi kehidupannya, akan tetapi perilaku yang terbentuk tidak dapat mendorong perubahan ekonominya menjadi lebih baik. Ia juga tidak memiliki pemikiran untuk mencari pekerjaan lain yang lebih menguntungkan dirinya dan mendapat penghasilan lebih baik dan banyak. Perilaku Retno ini menggambarkan bagaimana kemiskinan moral dan mental seseorang dapat membentuk perilaku negatif. Selain itu rendahnya pendidikan yang didapat dan minimnya keterampilan juga menyebabkan sulitnya seseorang bersaing dalam masyarakat untuk memperoleh pekerjaan. 3.
Proposisi nilai Menurut proposisi ini jika seseorang dihadapkan pada alternatif beberapa pilihan, maka seseorang akan memilih tindakan yang paling menguntungkan, dilihat dari segi waktu, nilai hasil, dan berdasar berbagai kemungkinan pencapaian hasil. Seperti halnya yang dipikirkan Tukijan dan Hamung, kemudian merekapun dihadapkan pada pilihan untuk tetap tinggal di Yogyakarta dengan kemiskinan yang terus melilitnya atau pergi ke Sumatera yang menjajikann lahan untuk dapat mereka olah guna mendapat penghasilan. Meskipun Tukijan mengambil pilihan untuk menunda keberangkatan ke Sumatera dengan alasan untuk membujuk Retno, tetapi Tukijan tetap pada pilihan awalnya untuk pergi ke Sumatera bersama Retno. Tukijan : Saya juga tidak suka menjanjikan apa-apa. Semuanya masih bakal. Yang saya miliki hanya kemauan. Dan lagi kita hanya mendengar bahwa tanah di seberang penuh kekayaan yang masih terpendam. Sangat luas. Segalanya masih terpendam. Segalanya. Di dalam tanah dan di dalam diri kita. Kalau kita sungguh-sungguh
87
menghendaki, kita harus mengangkatnya ke permukaan hidup kita. Saya kira begitu.54 Dari kutipan tersebut Tukijan mengatakan bahwa apa yang benarbenar kita yakini kelak sesuatu itu akan terwujud melalui tekad dan kerja keras. Tukijan merasa usahanya hidup di Yogyakarta belum dapat memenuhi kebutuhan, maka iapun harus berpikir kembali bagaimana caranya agar ia bisa mendapat kehidupan yang layak. Jalan yang harus ia tempuh untuk mewujudkannya adalah dengan cara merantau ke tempat lain. Ia berharap dengan bekal tekad yang dimiliki dan kesungguhan untuk ingin berusaha mengubah hidupnya, maka semua dapat terwujud. Hamung : barangkali saya akan nguli di sana. Atau kembali ke pekerjaan lama. Lama. Tapi saya akan berusaha jadi calo. Kau harus membesarkan otot di Sumatera. Musuhmu bukan saja binatang tapi juga batang pohon raksasa…saya tak punya apa-apa tapi saya ingin punya apa-apa kalau sudah lama saya tinggal di Jakarta. Saya kira saya harus banyak belajar pada orang-orang batak…Saya pikir begitu. Saya harus seperti mereka. Kalau ukuran mereka mati saya pun harus demikian. Saya tidak punya apa-apa.55 Sama halnya dengan Tukijan yang merasa perlu mengubah hidupnya dengan pergi ke daerah lain untuk mendapat penghasilan yang lebih dari cukup. Hamung juga memiliki pemikiran demikian. Jika dengan bekerja apapun bisa menguntungkan dan dapat memenuhi kebutuhanya, maka Hamung akan bekerja semampunya untuk bisa mendapat apa-apa yang ia inginkan. Keuntungan yang dihasilkan dari kerja serabutannya di Yogya belum di rasa cukup untuk memenuhi kebutuhannya, sehingga ia merasa perlu mencari pilihan lain supaya dapat memberikannya keuntungan yang lebih besar, salah satunya dengan merantau ke Jakarta. Perilaku yang ditunjukan Hamung dan Tukijan merupakan salah satu wujud semangat dan tekad untuk dapat memanfaatkan sesuatu yang ada. 54 55
Ibid., h. 41 Ibid., h. 104
88
Hamung yang selalu berusaha mencari pekerjaan apapun untuk memenuhi hidupnya agar bisa mendapatkan apa-apa yang ia inginkan selama ini meski dengan kondisi fisik yang cacat. Dan Tukijan merupakan salah satu gambaran dari masyarakat tuna karya yang memiliki keyakinan bahwa apabila kita ingin mendapatkan sesuatu untuk kebutuhan hidup yang lebih baik, dapat dengan cara memanfaatkan alam yang ada dengan sebaik-baiknya. 4.
Proposisi kejenuhan-kerugian Semakin sering seseorang menerima ganjaran yang istimewa maka ganjaran tersebut akan menjadi kurang bermakna. Tukijan : Saya mengerti. Bukan kau saja yang mencintainya. Banyak orang mencintainya. Kita semua berhutang budi kepada Mae. Dengan sayang ia mengurus kita. Paling tidak saya tidak bisa melupakan masakannya. Kita selalu tidak percaya bahwa dengan bahan-bahan yang kacau kita dapat menikmati makanan yang luar biasa lezatnya…tapi apa kau pikir demikian picik Mae sehingga Mae mengharapkan balasan dari setiap yang dilakukannya untuk kita? Mae orang tua. Orang tua tidak pernah mengharapkan apa-apa. Mereka Cuma mengharapkan anak-anaknya senang dan bahagia. Jauh lebih senang daripada dirinya. Tukijan: betul-betul kau tidak punya kepala. Apa kau akan makan tanah karena perempuan tua bangka itu?.56 Kutipan tersebut menggambarkan bahwa ganjaran istimewa yang sering kita dapatkan akan menjadi kurang bermakna jika ganjaran tersebut sering diberikan. Seperti sikap Tukijan yang merasa bahwa tindakan Mae menyayangi dan mengurus mereka merupakan tindakan wajar yang sudah seharusnya dilakukan orang tua terhadap anaknya. Padahal pada kenyataannya Tukijan dan yang lain bukan anak kandung Mae, akan tetapi Mae mengurus mereka dengan kasih sayang bagai anaknya sendiri. Dalam hal ini dapat terlihat bagaimana Tukijan menganggap bahwa tindakan Mae bukanlah sesuatu yang istimewa lagi, sebab tindakan istimewa Mae sering diberikan kepada mereka yang Mae anggap anaknya, termasuk Tukijan. 56
Ibid., h. 118
89
Mae : (sekonyong-konyong menubruk dan memeluk Tukijan)Jan! (dalam isak) Jan! (dalam isak) kenapa sama sekali kau tudak punya rasa terima kasih? Tapi siapa yang memilikinya? Tapi kau anakku. Kalau sama sekali kau tak punya apa-apa namun paling sedikit kau harus punya rasa terima kasih. Sekarang kau diam saja serupa patung-patung di musium. Kau tak melihat saya dalam memandang saya. Sebab itu gampang kau tinggalkan ibumu sendiri di alun-alun ini.57 Sesuatu yang menambah rasa sedih Mae adalah karena Tukijan tidak memperlihatkan kasih sayangnya kepada Mae, meskipun itu hanya diwujudkan lewat ucapan terima kasih. Pada akhirnya kekecewaan Mae ia sembunyikan melalui caranya sendiri dengan mengucapkan kalimat “kalau saya muda pasti saya tak akan mengucapkan kata-kata itu”58 Perilaku tersebut menandakan bahwa hubungan kasih sayang antara anak dan orang tua tidak hanya diwujudkan lewat tindakan saja, akan tetapi ucapan singkat pun dapat menunjukan bentuk perhatihan seseorang kepada orang lain. Seperti halnya ucapan terima kasih yang Mae tunggu dari Tukijan. Gambaran kasih sayang Mae dengan Tukijan dan Tukijan kepada Mae tersebut seolah-olah menunjukan bahwa kualitas hubungan berkomunikasi dalam sebuah keluarga dan ajaran yang diberikan dapat membentuk perilaku seseorang. Mae : kalau kau anak say, kuping mu saya jewer. Urat-uratmu masih keras dan bulat. Tubuh masih utuh. Kau akan meminta-minta serupa si tua-bangka yang tersia sebatang kara. Panut, Panut. Astaga. Dagingmu akan busuk kalau tak kau manfaatkan dengan kerja. Panut : ngemis juga kerja kan? Dikiranya ngemis itu enteng? Kan makan tenaga juga? Soalnya bukan itu. soalnya sial saya ini. dan lagi soal makan, bukan soal perasaan.59 Sedangkan kutipan di atas menunjukan ajaran dalam keluarga dapat berpengaruh
dalam
pembetukan
perilaku
seseorang.
Mae
mencoba
memberikan nasehat kepada Panut, akan tetapi dalam pikiran Panut telah 57
Ibid., h. 103 Ibid., h. 103 59 Ibid., h. 8-9 58
90
tertanam bahwa Mae bukanlah orang tua yang melahirkannya, sehingga ia merasa tidak punya kuwajiban untuk menuruti nasehatnya. Seperti terlihat pada kutipan berikut, Panut : Mae juga saya beri Mae : jangan. Panut : ini uang saya. Uang saya sendiri Mae : tapi kau anak saya Panut : tapi kau bukan ibu saya.60 Dalam kutipan tersebut dapat dilihat bagaimana Panut sangat tidak menghormati kehadiran Mae yang telah mengurus dan memberinya makan. Paling tidak, meskipun ia tidak dilahirkan dari rahim Mae sendiri tapi Panut juga harus menjaga perasaan Mae dan menghormati Mae sebagai orang tua yang telah mengurusnya. Dari perilaku Panut tersebut menunjukan rendahnya kualitas moral yang ia miliki dikarenakan kurangnya pendidikan dari keluarga inti yang ia dapatkan dan rendahnya pendidikan formal yang bisa memberikan pelajaran dalam bersikap. 5.
Proposisi persetujuan-perlawanan Apabila tindakan seseorang mendatangkan ganjaran yang ia inginkan, maka ia akan merasa senang dan menimbulkan persetujuan terhadap sikap tersebut Namun, jika seseorang tidak mendapat ganjaran seperti yang ia inginkan, maka besar kemungkinan ia akan menjadi marah dan menimbulkan perlawanan. Sikap yang muncul pada Retno merupakan bentuk persetujuan yang ia terima dari permohonan Tukijan untuk mengajaknya merantau dan memperistrinya. Persetujuan sikap Retno ini juga dilatarbelangi oleh dorongan Mae yang mengizinkannya pergi bersama Tukijan. Selain itu munculnya asumsi dari Mae yang mengatakan bahwa ia akan dapat memperbaiki hidup dengan cara menjadi istri Tukijan dan berhenti menjadi
60
Ibid., h. 113
91
wanita tunasusila menyebabkan munculnya keputusan untuk menerima ajakan Tukijan. Sebagai wanita urban yang termasuk dalam golongan tuna karya karena wujud dari kerawanan sosial sehingga ia memilih bekerja sebagai wanita tunasusila, maka Retno merasa perlu kualitas hidupnya harus berubah dengan cara yang menurutnya tidak akan merugikannya, yakni menjadi istri Tukijan. Tukijan : Kau telah menghina saya, Yal. Kamu telah mengejek saya. Berapa kali telah saya katakan tentang ini semua? Kamu boleh, boleh, boleh melakukan apa saja dengan dia. Siapa bisa melarang? Memang dia lonte. Saya tahu, Yal. Dia lonte. Karena itu tidak ada yang bisa melarang kau berbuat apa saja dengan dia. Tidak peduli kau tidak waras. Tapi jangan di depan muka saya. Berapa kali telah saya katakan? Jangan di muka saya. Semua kawan mengerti. Tapi diamdiam rupanya kamu memancing-mancing amarah saya.61 Dari kutipan di atas terlihat adanya perlawanan dari Tukijan melihat tindakan Koyal yang ia anggap sebagai bentuk penghinaan Koyal terhadap dirinya. Bentuk perlawanan tersebut ditunjukan Tukijan melalui ucapan dan tindakan. Ia memarahi Koyal karena Koyal berusaha melampiaskan nafsunya kepada Retno meski tanpa sepengetahuan Retno. Tukijan juga menempeleng Koyal hingga menyebabkan Koyal meraung kesakitan. Bentuk perlawanan yang ditunjukan Tukijan merupakan gambaran seseorang yang tidak bisa mengontrol pikirannya untuk menerima setiap tindakan yang tidak ia sukai. Tukijan : Jangan menangis. Kau bukan anak kecil. Kalau kau tetap menangis kau tak akan pernah mendapatkan uang yang banyak itu kecuali angka-angka. Koyal :Kau jahat. (bangkit takut-takut mengancam Tukijan).62 Meskipun ia terlihat keras dalam menyikapi segala sesuatu yang terjadi, tetapi Tukijan merupakan seseorang yang sangat realistis dalam menjalani kehidupan. Bentuk perlawanan sikap Tukijan terhadap Koyal ini
61 62
Ibid., h. 93 Ibid., h. 98
92
seolah ingin menunjukan bahwa ia ingin mengubah pemikiran Koyal, bahwa untuk mendapatkan uang dan kekayaan bukan dengan cara membeli angkaangka akan tetapi diwujudkan dengan kerja keras dari diri sendiri. Pemikirannya realistis yang bertentangan dengan Koyal inilah yang terkadang menimbulkan persepsi orang lain bahwa tindakannya terlihat keras dan kasar. Tukijan : Kenapa kau jadi marah-marah? Retno : (marah) siapa yang mulai? Tukijan : Saya marah karena kau berubah sikap lagi. Retno : Saya marah karena saya ingin marah. Belum apa-apa sudah berani marah-marah. Akan kau jadikan apa aku ini di tanah seberang sana jadi babu? Seenaknya saja. Apa kau pikir saya akan mati kelaparan kalau tetap tinggal di sini? (tiba-tiba menangis) Saya jadi bingung. Tukijan : Tentu saja kau bingung. Sudah saya bilang yang harus kau lakukan sekarang adalah berpikir bukan merasakan.63 Tukijan cenderung mudah menunjukan bentuk sikapnya terhadap sesuatu yang bersangkutan dengan dirinya. Hal tersebut terlihat salah satunya saat ia menyuruh Retno untuk memikirkan apa yang seharusnya ia pikirkan untuk langkah hidupnya ke depan. Menurut Tukijan dalam menghadapi kehidupan yang penuh dengan pertimbangan, yang harus dilakukan adalah berpikir untuk menemukan pilihan sebagai jalan keluar, bukan sekedar menghayati melalui perasaan-perasaan yang tidak menghasilkan keputusan. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, maka dapat diketahui perilaku yang muncul dari masyarakat urban dalam Mega,mega. Perilaku tersebut antara lain ditunjukkan oleh Koyal, yakni melalui proposisi keberhasilan, perilaku negatif Koyal bermain lotre dan menjadi pengemis cenderung tidak berubah. Hal tersebut salah satunya dikarenakan respon dari Mae yang cenderung membiarkan perilaku Koyal tersebut sebagai bentuk kasih sayangnya terhadap Koyal. Selain itu tidak adanya usaha Koyal untuk
63
Ibid., h. 117
93
berpikir agar ia bisa keluar dari kemiskinannya melalui bekerja dengan memanfaatkan kemampuan dirinya. Perilaku lain ditunjukan oleh Retno yang bekerja sebagai wanita tunasusila. Ia mendapatkan stimulus respon dari orang lain yang menurutnya dapat menguntungkan bagi dirinya. Akan tetapi pada kenyataannya dari respon yang ia dapatkan tidak bisa mengubah keadaan ekonomi Retno. Faktor lain yang menyebabkan Retno masih hidup dengan kemiskinan adalah kualitas moral yang rendah dan tidak adanya usaha Retno untuk berpikir mencari kerja yang lebih menjanjikan demi mendapat kualitas hidup yang lebih baik. Berdasarkan proposisi nilai dapat terlihat melalui Hamung dan Tukijan. Mereka sama-sama memiliki pandangan hidup yang realistis sehingga muncullah rasa ingin yang kuat untuk dapat memiliki apa-apa untuk pemenuhan kebutuhan hidup mereka. Keinginan kuat tersebut mendorong adanya pilihan alternatif untuk pergi merantau ke daerah lain. Secara garis besar perilaku yang muncul dalam masyarakat Mega,mega adalah perilaku negatif, yaitu menjadi pengemis, pencuri, dan wanita tunasusila. Munculnya perilaku tersebut diakibatkan oleh beberapa faktor diantaranya: akibat dari urbanisasi itu sendiri yang memunculkan masyarakat tuna karya akibat gagalnya mereka dalam bersaing untuk mendapatkan pekerjaan di kota, sehingga muncullah kerawanan sosial yakni kesenjangan sosial sebagai masyarakat miskin. Faktor lain yaitu tidak adanya tekad mereka yang kuat guna memperbaiki kualitas hidup dengan cara menghasilkan pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Selain itu rendahnya kualitas moral akibat kurangnya pendidikan yang didapat baik pendidikan dalam keluarga maupun pendidikan formal, sehingga mereka tidak memiliki bekal yang cukup untuk menghadapi persaingan hidup yang keras.
94
C. Masyarakat Miskin Masyarakat miskin merupakan masyarakat yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya baik dari segi sandang, pangan, dan papan sesuai standar. Jika elemen wajib yang harus dipenuhi untuk kebutuhan hidup manusia tersebut terpenuhi dengan standar rendah maka dapat berpengaruh terhadap kesehatan, moral, dan rasa harga diri mereka. a.
Klasifikasi atau penggolongan seseorang maupun masyarakat dikatakan miskin dengan dua tolok ukur, yakni: Tingkat pendapatan Tingkat pendapatan ini dihitung melalui pendapatan per waktu kerja dalam sebulan. Dalam drama Mega,mega karya Arifin ini masalah tingkat pendapatan tampak pada ciri sosial tokoh, yaitu tidak ada yang memiliki pekerjaan tetap dan kehidupan mereka jauh dari kata cukup. Semua tokoh tidak memiliki pekerjaan yang dapat diandalkan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Pekerjaan yang mereka geluti merupakan pekerjaan serabutan yang tidak tentu pendapatan dan jenis pekerjaannya. Seperti halnya Panut, ia tidak memiliki pekerjaan seperti orangorang pada umumnya. Ia bekerja sebagai pencopet dan juga ingin menjadi pengemis agar dapat membeli makan. Menurut Panut menjadi seorang pengemis juga merupakan sebuah pekerjaan. Mae :…Kau akan meminta-minta serupa si tua bangka yang tersia sebatang kara. Panut, Panut. Astaga. Dagingmu akan busuk kalau tak kau manfaatkan dengan kerja. Panut : Ngemis juga kerja „kan? Dikiranya ngemis itu enteng? Kan makan tenaga dan perasaan juga? Soalnya bukan itu. soalnya sial saya ini. Dan lagi soal makan, bukan soal perasaan.64 Untuk bisa makan dan bertahan hidup, Panut menghalalkan segala cara untuk bisa mendapatkan uang. Tidak hanya Panut, Koyal juga 64
Ibid., h. 9
95
demikian ia melakukan segala cara untuk mendapatkan uang. Sama seperti Panut, Koyal juga menjadi seorang pengemis. Diketahui pekerjaan yang Koyal lakukan terlihat melalui dialog Hamung dengan Panut. Hamung: Lucunya dia(Koyal) Cuma ingin punya uang setumpuk. Tapi sintingnya sedikitpun ia tidak mau bekerja. Ia Cuma ngemis. Panut: makanpun tak mau ia urunan seperti kita-kita ini. Dia Cuma makan. Bayar tak mau.65 Pendapatan Koyal dari hasil mengemis jauh dari cukup untuk menutupi kebutuhannya dalam sebulan meskipun untuk kehidupan sederhana yang layak. Uang yang ia hasilkan tidak menentu dan kalaupun mendapat uang dalam kerjanya sebagai pengemis, Koyal menggunakannya untuk membeli lotre. Karena kegemarannya membeli lotre yang belum tentu kemenangannya, ia juga harus merelakan untuk tidak membeli makan. Dari pekerjaan sebagai seorang pengemis tersebut mereka tidak memiliki penghasilan tetap tiap harinya. Mereka hanya mengandalkan pendapatan yang didapat hari itu untuk membeli makan hari itu saja tanpa memikirkan kebutuhan dihari berikutnya. - Kebutuhan relatif Kebutuhan relatif merupakan kebutuhan minimal yang harus dipenuhi untuk melangsungkan kehidupan secara sederhana tetapi memadai sebagai masyarakat yang layak. Kebutuhan yang harus dipenuhi berupa tempat tinggal sederhana namun kelengkapan memadai, biaya untuk sandang panganpun sederhana tapi memadai.
65
Ibid., h. 23
96
Pada drama Mega,mega karya Arifin C.Noer tampak pada ciri sosial tokoh, yaitu tidak ada yang memiliki rumah atau tempat tinggal yang layak disebut sebagai tempat tinggal. Mereka tidur bersama dalam satu tempat yakni di pinggiran alun-alun dengan beralaskan tikar. Bersamaan dengan makin terangnya cahaya pentas, terdengar suara seruling Koyal yang sumbang itu menyusup di sela-sela angin malam yang bergemuruh. Mae, Retno, dan Hamung sudah nyenyak tidur. Tukijan terbaring gelisah setengah tidur di atas tikar. Sedangkan Koyal masih asyik masyuk di tengah impianimpiannya dengan serulingnya duduk di bawah tiang listrik.66 Meskipun mereka menganggap satu sama lain sebagai anggota keluarga ekstensi (keluarga yang tidak memiliki ikatan darah), tetapi mereka tidak memiliki peralatan rumah tangga yang layak yang seharusnya dimiliki oleh anggota keluarga pada umumnya untuk keperluan dan kebutuhan keluarganya, seperti kasur, tempat tidur dan peralatan makan. Satu-satunya barang yang mereka miliki dan sering mereka gunakan untuk tidur adalah tikar. Lama-lama Mae tertidur bersandar pada batang beringin. Warna fajar. Lalu beragam warna waktu berputar.67 Tidak hanya barang rumah tangga yang tidak mereka miliki, rumah untuk dijadikan tempat tinggal pun mereka tak punya. Mereka hanya mengandalkan kawasan pinggiran alun-alun untuk tempat mereka berkumpul dan berteduh. Berdasarkan perhitungan tingkat pendapatan dan kebutuhan relatif tersebut, maka dapat dikatakan pendapatan yang mereka peroleh disertai dengan kebutuhan minimal rumah tangga yang harus dimiliki guna
66 67
Ibid., h. 43 Ibid., h. 123
97
kelangsungan hidup sederhana dan layak tidak memenuhi kriteria sehingga mereka dikatakan miskin. b. Kemiskinan menurut pendapat umum dapat dikategorikan dalam tiga unsur, yaitu: - Kemiskinan yang disebabkan aspek badaniah atau mental seseorang yakni kemiskinan yang disebabkan seseorang memiliki anggota tubuh cacat sehingga harus bekerja sebagai pengemis selain itu bisa juga karena malas. Yang termasuk miskin karena aspek ini yaitu tokoh Koyal, Hamung, dan Panut. Panut : Soalnya memang tangan ini. Sial. Tapi nanti dulu. Mae tadi mengira betul-betul bisu „kan?. Mae : Hampir Mae tidak bisa bernafas tadi. Kaget bukan kepalang. Tiba-tiba kau bisu padahal kau adalah anak yang palinng cerewet dan suka… Panut : itu sudah cukup. Namanya berhasil Mae besok pagi saya akan mulai. Mae : mulai apa? Panut :ngemis. Pura-pura bisu.68 Dalam kutipan tersebut, Panut yang sehat jasmaninya menjadi pura-pura bisu untuk menjadi pengemis. Aksinya ini dilarang oleh Mae namun Panut tetap menjalankan aksinya sebagai pengemis dengan alasan agar bisa mendapatkan uang untuk makan. Sedangkan Koyal menjadi pengemis dengan tujuan agar bisa menjadi kaya, namun uang yang ia peroleh dari kegiatan mengemisnya selalu ia gunakan untuk membeli lotre, sehingga ia tak bisa menikmati uangnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Koyal: (tidak peduli) lalu saya berpikir saya harus punya banyak uang dulu. Malah akhir-akhirnya saya mencintai uang…saya telah melihat segala apa saja yang hanya didapat dengan uang. Lalu 68
Ibid., h. 8
98
Hamung : ….ngemis (tertawa bersama Retno) Koyal: … lalu saya mulai mengumpulkan uang, tapi pasti terlalu lama. Lalu saya belikan lotre. Dan baru saja saya hampir menang (tertawa). Tandanya tidak lama lagi saya akan menang….apa yang saya perbuat. Hamung : ngemis (tertawa bersama Retno).69 Dari kutipan di atas terlihat bahwa Koyal tidak mau mengandalkan kemampuan badannya yang masih sehat untuk bekerja. Ia hanya mengandalkan lotre untuk dijadikan panutan menjadi orang kaya. Koyal menjadi malas bekerja namun memiliki keingingan yang tinggi terhadap kekayaan. Meskipun ingin menjadi kaya akan tetapi ia hanya mengandalkan badannya menjadi seorang pengemis untuk mencapai kekayaan tersebut tanpa bekerja seperti orang-orang pada umumnya dan mendapat upah yang layak sehingga dapat mencukupi kebutuhan hidup. Kegilaan Koyal pula yang menyebabkan ia hanya bisa berangan-angan menjadi orang kaya tanpa berpikir bagaimana mendapatkan pekerjaan untuk mencukupi hidupnya. Berbeda dengan Koyal dan Panut yang mengandalkan badan sehatnya menjadi seorang pengemis, Hamung seorang yang kakinya cacat tetapi ia masih mau bekerja, meskipun pekerjaan serabutan. Ia juga pernah menjadi tukang becak dan niatnya ia pergi ke Jakarta untuk menjadi calo atau kuli. Pekerjaan-pekerjaan tersebut ia jalani dengan tujuan agar dapat mengubah hidupnya menjadi lebih baik lagi. Hamung : barangkali saya akan nguli di sana. Atau kembali kepekerjaan lama; becak. Tapi saya akan berusaha menjadi calo…70
69 70
Ibid., h. 35 Ibid., h. 104
99
Berbanding terbalik dengan Koyal dan Panut, Hamung yang memiliki cacat fisik namun masih sangat bersemangat untuk mencari pekerjaan yang dapat mensejahterakan hidupnya. Ia lebih realistis ketimbang dua tokoh sebelumnya yang malas dan gila. Hamung cenderung memiliki pendapat bahwa untuk menjadi orang yang memiliki hidup yang layak, dibutuhkan kerja keras meskipun dalam keterbatasan sekalipun. - Kemiskinan yang disebabkan oleh bencana alam. Bencana merupakan sesuatu yang menyebabkan kesusahan, kerugian atau penderitaan.
71
Yang termasuk dalam golongan ini adalah
tokoh Mae. Suami Mae meninggal karena terkena lahar gunung merapi dan sekarang ia hanya hidup seorang diri hingga pada akhirnya bertemu dengan yang lainnya. Mae: semua meninggalkan Mae pada akhirnya. Suamiku yang pertamapun berkata begitu dulu tapi akhirnya ia mengusirku juga. Dan kemudian suamiku yang bernama Sutar meninggalkan aku. Malah suamiku yang paling setia dan paling tua pergi juga, dimakan gunung merapi.72 Kepergian suami-suami Mae juga berpengaruh terhadap kemiskinan yang dialami Mae. Mae kini hanya hidup sendiri dan tanpa ditemani seorang suami. Padahal seyogyanya seorang suami dalam keluarga berperan sebagai pencari nafkah untuk kebutuhan keluarga, akan tetapi disebabkan Mae tidak memiliki suami lagi sehingga ia harus banting tulang menafkahi dirinya sendiri. Selain itu faktor usia dan minimnya keterampilan yang dimiliki membuat Mae tidak bisa mendapat pekerjaan yang lebih baik.
71
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta:Pusat Bahasa.2008),
72
Arifin, Op.Cit., h. 25
h. 171.
100
Kesendirian dalam kemiskinan yang dialami Mae juga berpengaruh terhadap pola pikir Mae. Ia menjadi sensitif setiap menemui permasalahan yang muncul. Ia juga cenderung ingin selalu memiliki teman untuk menemaninya di masa tua. - Kemiskinan buatan Kemiskinan buatan disebut juga kemiskinan struktural. Kemiskinan yang ditimbulkan oleh dan dari struktur-struktur ekonomi, dan kultur serta politik. Kemiskinan struktur ini selain ditimbulkan oleh struktur penenangan atau nrimo memandang kemiskinan sebagai nasib, malahan menganggap yang terjadi sebagai takdir Tuhan. Tokoh yang digolongkan miskin dalam kriteria “nrimo” adalah Mae. Mae merupakan orang yang paling tua dan dituakan di antara anggota lainnya. Mae juga berusaha menyikapi kemiskinan dengan sabar selain karena sudah tua, ia menganggap semua yang terjadi karena takdir. Mae : …Hamung, meskipun cintamu samar-samar tapi pasti kepergianmu nanti akan melengkapi kesepian saya. (setelah mengosongkan dirinya) tapi sebagai orang tua, sebagai seorang ibu yang tabah tentu saja saya harus melepaskan kalian berdua dengan doa restu, dan saya akan menyertai kalian berdua dengan doa restu, dan saya akan menyertai kalian dengan keprihatinan saya. Ikhtiar. (tersenyum sementara air mata itu masih kemerlap pada bulu matanya yang kelabu itu ) Nah, beginilah memang kesudahannya.73 Dalam kutipan di atas menggambarkan sikap Mae yang tidak hanya menerima nasibnya sebagai seorang wanita miskin dan ditinggal mati suaminya, tetapi ia mencoba sabar menerima segala sesuatu yang menimpa dirinya. Termasuk berusaha sabar menerima kenyataan bahwa 73
Ibid., h. 103
101
orang-orang yang ia sayangi juga akan meninggalkannya demi mendapatkan hidup yang lebih baik lagi di tempat lain. Mae: Tentu kau tidak bisa. Dan siapa yang suka akan ajal?tidak ada. Tapi siapa yang bisa menolaknya? Juga tidak ada. Dan apakah kau mengira Mae mengharap kau pergi meninggalkan Mae?(Retno menggeleng kepalanya) tidak, bukan?Mae juga tidak mau kau tinggalkan. Mae sangat mencintai kau lantaran kau anak perempuanku satu-satunya. Kalau kau pergi Mae tidak akan pernah mempunyai anak secantik dan sebaik kau lagi. Tapi apakah kau berpikir Mae juga ingin mempertahankan kau tetap di sini dan terus menjual diri?74 Berdasarkan kutipan di atas juga dapat menggambarkan bagaimana sikap Mae yang selalu berusaha menerima setiap kejadian yang menimpa dirinya. Faktor usia yang sudah tua juga berpengaruh terhadap caranya menyikapi sesuatu, selain itu juga keadaan dan lingkungan di sekitarnya yang memaksa Mae harus selalu bisa menerima dengan sabar terhadap setiap peristiwa yang terjadi baik untuk dirinya maupun untuk orang-orang di sekelilingnya. Kemiskinan buatan ini tidak hanya kemiskinan atas dasar sikap “nrimo”, akan tetapi kemiskinan yang disebabkan oleh struktur ekonomi, kultur, dan politik. Kemiskinan buatan dapat terlihat dari sektor ekonomi. Tokoh dalam drama Mega,mega ini merupakan sekelompok orang yang mengalami kemiskinan struktural. Kemiskinan yang mereka alami merupakan efek dari struktur sistem yang kurang bekerja dengan efisien. Salah satunya dari sektor ekonomi dan lapangan pekerjaan yang kurang memberikan ruang terhadap masyarakat tuna karya. Mae : berapa kali Mae bilang? Tidak usah kau belajar mencopet. Tidak baik. 74
Ibid., h. 119
102
Panut : soal baik-tidaknya saya tidak peduli. Soalnya tangan ini. Sial. Setengah tahun sudah latihan tapi sekalipun tak pernah saya berhasil. Bagaimana saya tidak jengkel.75 Akibat penanganan yang kurang serius terhadap masyarakat tuna karya ini menyebabkan melakukan
apapun
demi
mereka mengambil pilihan untuk mendapatkan
uang.
Tokoh
Panut
menggambarkan sebagian kecil masyarakat yang memiliki pemikiran tersebut. Ia tidak memiliki keterampilan yang dapat digunakan untuk pekerjaan dibidang industri, sekaligus kurangnya kepedulian pemerintah untuk memberikan bekal keterampilan kepada masyarakat seperti dirinya. Interaksi antara pemimpin unit ekonomi sektor negara dengan golongan menengah disektor swasta dan kolaborasi terbentuk oleh kedua belah pihak telah menjadi penyebab mengalirnya sumber-sumber ekonomi nasional ke arah tujuan yang bukan menjadi kepentingan rakyat. Sumber-sumber kembali dikelola secara menyimpang dari arah kepentingan nasional.76 Hal tersebut menyebabkan kemiskinan digolongan bawah yang semakin bertambah karena tidak terpenuhinya hakhak mereka. Sedangkan golongan menengah semakin meroketkan pendapatan dari hasil-hasil yang tidak seharusnya miliki. Tanpa disadari tindakan korupsi menjadi salah satu bentuk bukti terjadinya kemiskinan secara struktural. D. Implikasi Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah Analisis Perilaku Masyarakat Urban dalam drama Mega,mega karya Arifin C.Noer, dapat diimplikasikan ke dalam pembelajaran sastra di sekolah yaitu melalui materi unsur intrinsik dan ekstrinsik drama serta materi menulis drama. 75
Ibid., h. 6 Sritua Arif, Etika dan Moral Bisnis(1) Perilaku Golongan Menengah di Indonesia, (Jawa Pos, 2 May 2000), h. 4. 76
103
Dengan mempelajari unsur-unsur tersebut maka siswa akan mempelajari apa saja yang terdapat di dalam drama. Pembelajaran sastra dengan mengapresiasikan karya sastra dapat mengembangkan kompetensi siswa untuk memahami setiap unsur dalam karya sastra. Dengan menghargai keindahan yang tercermin dalam setiap unsur drama, seperti unsur intrinsik dan unsur ekstrinsiknya siswa akan mengetahui apa pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang. Siswa juga tidak hanya diajak untuk membaca dan menganalisis karya sastra saja, akan tetapi siswa diajak untuk menanamkan sikap positif terhadap karya sastra sehingga dapat mengembangkan kemampuan berpikir, sikap, dan keterampilan siswa. Melalui pembelajaran sastra, siswa akan belajar percaya diri untuk tampil di depan publik dan mengasah kemampuan dari berbagai aspek, baik dari segi kognitif, afektif maupun psikomotoriknya. Guru juga dapat memposisikan dirinya sebagai guru bahasa Indonesia yang dapat mentransfer ilmu melalui pengalaman dan pendekatan yang menyenangkan terhadap siswa. Selain itu dapat membantu siswa untuk menggali potensi yang dimiliki. Sehingga siswa dapat lebih bijaksana menghargai dirinya sendiri dan lingkungan. Selain itu siswa dapat menanamkan nilai-nilai positif dalam hubungan bermasyarakat dan menjadi insan yang saling menghargai serta memiliki semangat untuk memperjuangkan hidup sejahtera. Jika dikaitkan dengan kompetensi dasar, drama Mega,mega karya dapat dijadikan bahan untuk mengetahui perilaku manusia melalui dialog yang dihadirkan tiap tokoh. Selain itu, drama Mega,mega karya Arifin ini juga menceritakan masyarakat golongan miskin, sehingga diharapkan siswa dapat saling membantu dan menolong sesama yang masih kekurangan. Siswa juga dapat belajar agar bekerja keras terlebih dahulu untuk mendapatkan sesuatu, agar tidak hanya memimpikan sesuatu tanpa adanya usaha dan tekad yang kuat. Guru juga harus dapat menggunakan metode pembelajaran bervariatif agar siswa tidak merasa bosan disetiap pertemuan. Dengan adanya variasi metode
104
ini diharapkan siswa dapat lebih nyaman dan antusias dalam menerima pelajaran, sehingga pesan yang disampaikan oleh guru dalam pembelajaran dapat ditangkap dengan baik oleh siswa. Selain itu diharapkan siswa akan lebih menghayati di setiap proses pembelajaran. Selain unsur ekstrinsik dan intrinsik drama, jika naskah drama Mega,mega karya Arifin ini dijadikan sebagai buku sumber untuk pembelajaran drama
di
SMA
kelas
XI
maka
guru
dapat
menggunakannya
untuk
mendeskripsikan perilaku tokoh. Materi tersebut terdapat dalam pembahasan unsur intrinsik. Guru dapat mengajarkan bagaimana perilaku masyarakat urban dalam memenuhi kebutuhan hidup. Guru juga dapat mengajarkan kepada peserta didik bahwa dalam hidup bermasyarakat di kota besar tidaklah mudah, banyak terjadi kesenjangan sosial. Maka sebagai seorang guru sudah seharusnya memberi semangat siswa untuk terus berusaha mewujudkan setiap mimpi yang telah ditentukan, agar dapat menuai sukses di tengah kota yang ganas. Melalui naskah drama Mega,mega ini guru dapat menceritakan bagaimana keadaan masyarakat di kota Yogyakarta pada tahun „60an khususnya perilaku masyarakat urban.
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan Setelah melakukan analisis terhadap naskah drama Mega,mega karya Arifin C.Noer maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Perilaku negatif yang terbentuk pada masyarakat urban dalam drama Mega,mega merupakan akibat dari kemiskinan. Bentuk kemiskinan tersebut meliputi kemiskinan finansial dan kemiskinan mental serta moral akibat rendahnya pendidikan yang didapat. Perilaku yang terjadi akibat kemiskinan ini dapat terlihat melalui beberapa tokoh yang dihadirkan dalam Mega,mega seperti Mae, Panut, Hamung, Koyal, Tukijan, dan Retno. Perilaku negatif tersebut antara lain menjadi pencuri, pengemis, dan wanita
tunasusila.
Selain
itu,
Mega,mega
juga
menggambarkan
kebimbangan sikap hidup masyarakat urban dalam kemiskinan di kota perantauan, sehingga perilaku yang muncul akibat kemiskinan berpengaruh terhadap cara mereka untuk bertahan hidup sebagai masyarakat urban. 2. Implikasi pembelajaran sastra di sekolah melalui drama Mega,mega karya Arifin berkaitan dengan kompetensi dasar untuk mendeskripsikan perilaku manusia melalui dialog naskah drama. Melalui Mega,mega siswa dapat mengetahui bagaimana perilaku yang terjadi pada masyarakat urban yang ikut dipengaruhi oleh kemiskinan. Selain dapat menulis teks drama sesuai kompetensi dasar yang harus terpenuhi, siswa juga dapat mengetahui unsur-unsur drama. Melalui drama Mega,mega siswa diharapkan dapat menghargai sesama yang masih kekurangan tanpa memandang sebelah mata. Selain itu, siswa dapat diajarkan untuk tidak bermalas-malasan dalam
105
106
mencapai impiannya serta mampu menggali, mengembangkan dan memanfaatkan potensi yang dimiliki. B. Saran 1. Naskah drama Mega,mega dapat digunakan sebagai bahan
untuk
pembelajaran sastra di sekolah oleh guru, baik dalam pembelajaran menulis maupun pementasan drama. 2. Melalui pembelajaran sastra, siswa dapat menanamkan sikap positif terhadap karya sastra sehingga dapat mengembangkan kemampuan berpikir, sikap, dan keterampilan siswa. 3. Melalui pembelajaran perilaku masyarakat urban yang telah didapat melalui drama Mega,mega diharapakan peserta didik dapat belajar untuk dapat berperilaku baik dalam keseharian dengan tetap menanamkan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, Abu. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Bina Aksara.1988 ----------------. Pengantar Sosiologi. Solo: Ramadhani. 1975 Anonim. Arifin C.Noer:“Sutradara Boleh Mati”, Mengapa Teater Koma Laris?. Bandung: Mingguan Pikiran Rakyat. Edisi Minggu 8 April 1990 Arief, Sritua. Etika Moral Bisnis (1) Perilaku Golongan Menengah di Indonesia. Jawa Pos. 2 Mei 2000 Bayan, Saiful. Arifin C.Noer: Sutradara Kita Sering Remehkan Perencanaan. Semarang: Suara Merdeka. Edisi Sabtu 28 November 1992 Berita Resmi Statistik. Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2014. No. 52/07/Th.XVII, 1 Juli Badan Pusat Statistik. 2014
Booth, Anne dan Peter Mc.Cawley. Ekonomi Orde Baru. Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi Sosial. 1990 Budianta, Melani dkk. Membaca Sastra Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi. Magelang: Indonesia Tera. 2006 Damono, Sapardi Djoko. Drama Indonesia. Ciputat: Editum. 2010 ----------------------------. Sosiologi Sastra, Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud. 1979 Dokumentasi Data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional tahun 1961-1968 Faruk, Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2013 Hartomo dan Aziz, Arnicun. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Bumi Aksara. 2008 Ismail, Taufiq. Pelajaran Bahasa Indonesia Harus Tekankan Apresiasi Sastra. Jakarta: Kompas. Edisi 3 April 2001
107
108
Karmini, Ni Nyoman. Teori Pengkajian Prosa Fiksi dan Drama. Bali: Pustaka Larasan.2011 Pradopo, Rachmat Djoko. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Jogjakarta: Pustaka Pelajar. 2007 ----------------------------. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya. 2002 Maria A, Sardjono. “Tanpa Seni Manusia Tak Dapat Berkaca Diri”. Jakarta: Media Indonesia. 12 Oktober 1990 Martono, “Pembelajaran Sastra Sebagai Media Pendidikan Multikultural”; Sastra dan Budaya Urban dalam Kajian Lintas Media; Prosiding Konferensi Internasional Kesusastraan XXI Himpunan Sarjana Kesusatraan Indonesia. Surabaya: Unair. 2010 Nurgiantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.2013 Prihatiningsih, Nandya Ratna. Skripsi berjudul “Nilai Akhlak Karimah dalam Naskah Drama Telah Pergi Ia Telah Kembali Ia Karya Arifin C.Noer dan Implikasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA”. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah. 2013 Ratna, Nyoman Kutha Paradigma Sosiologi Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013 Rendra, W.S. Seni Drama untuk Remaja. Jakarta: Burungmerak Press. 2009 Riduwan. Metode dan Teknik Manyusun Tesis. Bandung: Alfabeta. 2010 Ritzer, George. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: PT.Grafindo Persada. 2004 Rahmanto, B. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius. 1988 Saraswati, Ekarini. Sosiologi Sastra Sebuah Pemahaman Awal. Malang: UMM Press
109
Sarwono, Sarlito Wirawan. Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta: Rajawali. 1984 S, Hardo. “Arifin C.Noer Sineas Lengkap”. Jakarta: Suara Karya Minggu. Edisi Minggu ketiga Agustus 1992 Sentosa,Puji.“BiografiArifinC.Noer”.http://pujies pujies.blogspot.com/2010/01/arifinc-noer.html. Di unduh Senin, 27-1-2014 Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: PT.Grasindo. 2008 Teeuw, A. Sastra dan Ilmu Sastra Pengantar Teori Sastra. Jakarta:Pustaka Jaya.1984 Tim Peneliti Kalangan Anak Zaman. “Laporan penelitian Existing Documentation dalam Perkembangan Teater Kontemporer di Yogyakarta periode 1950-1990 Kepingan Riwayat Teater Kontemporer”. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2000 Tumanggor, Rusmin, dkk. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana.2012 Turmudzi, Muhammad Imam. Jurnal Sastra Indonesia vol 2. No 1: “Watak dan perilaku tokoh Jumena Martawangsa dalam Naskah Drama Sumur Tanpa Dasar Karya Arifin C.Noer”. Wellek, Rene dan Austin Warren. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 1993 W.S, Hasannudin. Drama Dua Dimensi. Bandung: Angkasa. 2009 Yoganingrum, Ambar, dkk. Merajut Makna: Penelitian Kualitatif Bidang Perpustakaan dan Informasi. Jakarta: Cita Karyakarsa Mandiri. 2009 Yunita. Skripsi berjudul; “Pandangan Hidup Tokoh Waska dalam Naskah Drama Umang-umang Atawa Orkes Madun II Karya Arifin C.Noer dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di SMA”. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Zamroni. Pengantar Pengembangan Teori Sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana Yoga. 1992
Lampiran 1
Sinopsis drama Mega-mega karya Arifin C.Noer Cerita drama Mega,mega karya Arifin C. Noer diawali dari bagian pertama. Narator menceritakan seorang tokoh perempuan sedang menyanyikan lagu jawa dengan gairah yang bersandar dibawah pohon sambil menikmati sebatang rokok, ia dipanggil Retno. Selanjutnya narator menceritakan tokoh kedua yang biasa di panggil dengan sebutan Mae. Mereka sedang membicarakan suara Retno yang merdu kemudian Mae menyuruh Retno untuk mbarang, tetapi Retno menolaknya. Retno pun membanggakan kelebihan dirinya yang dibilang montok, seketika ia pergi menyusul pemuda yang lewat didepannya. Mae dicekam sepi. Tak selang berapa lama muncul tokoh Panut yang berlaga seperti orang bisu. Mae yang panik mengira Panut benar-benar bisu hingga akhirnya ia pun menangis. Tetapi Panut malah tertawa melihatnya. Mae pun kesal dibohongi Panut lalu Mae memarahi Panut dengan megacung-acungkan kayu mengiringi kepergian Panut. Percakapan kembali terjadi antara Panut dengan Mae membicarakan pekerjaan Panut sebagai seorang pengemis. Mae yang tidak suka dengan pekerjaan itu pun menasehati Panut agar mencari pekerjaan lain, tetapi Panut tidak pernah mengindahkan larangan Mae itu. Ia tetap kekeh akan melakukan pekerjaan sebagai pengemis untuk mendapatkan uang. Pembicaran berganti topik saat Retno kembali datang dan mereka membicarakan kehamilan. Mae yang tidak bisa melahirkan anak marah dan kecewa saat Retno mengatakan Mae mandul. Mae kecewa kepada Retno yang mengatakan secara terangterangan Mae mandul dihadapan Mae. Retno yang merasa bersalah pun akhirnya meminta maaf kepada Mae. Retno kemudian menceritakan bagaimana peristiwa yang ia alami pada saat kematian anaknya, Mae memarahi Retno karena menganggap Retno tidak bisa mengurus anak dengan biak, lalu Retno menjelaskan bahwa saat itu ia sedang bertengkar dengan suaminya yang suka mabuk. Mendengarkan cerita Retno, Mae kembali merasa sedih karena dirinya tidak bisa melahirkan anak ditambah lagi ia hidup sendiriam sekarang, merasa tersia dan tersingkirkan. Saat Retno mencoba menenangkan Mae, Hamung datang dengan ngedumel. Hamung kesal lantaran Tukijan mengundur keberangkatannya ke Sumatera karena alasan yang tak jelas menurutnya. Mae yang mendengar kabar tersebut kaget dan tak
mengira bahwa Tukijan akan mengundur keberangkatannya, sebab pagi tadi Tukijan telah pamit dengan Mae. Hamung, Panut, Retno, dan Mae pun membicarakan Tukijan, namun tiba-tiba Koyal datang dengan berteriak-teriak mengatakan bahwa ia menang lotre(padahal sebenernya belum menang, baru hampir menang). Berbeda dengan Mae yang menyambut kedatangan Koyal dengan senang, tokoh lain malah mengolok-mengolok Koyal yang semakin gila karena ingin menang lotre agar menjadi orang kaya. Koyal mengatakan pada semua tokoh bahwa lot yang ia beli cuma beda satu angka, sehingga dapat dikatakan bahwa ia hampir menang meskipun belum menang. Obrolannya dengan Hamung juga semakin ngawur, Koyal lalu menceritakan impian-impiannya menjadi orang kaya namun ceritanya hanya menjadi ledekan Retno dengan Hamung. Koyal pun diajak Panut untuk ikut dengannya, tapi Koyal menolak, kemudian datanglah Tukijan. Melihat kedatangan Tukijan Koyal menjadi panik dan ikut pergi bersama Hamung. Tukijan kemudian menceritakan maksud kedatangannya. Pada bagian pertama ini, cerita ditutup dengan dialog Tukijan bersama Retno dan Mae yang mengatakan alasannya menunda keberangkatannya dan membujuk Retno agar mau ikut ke Sumatera dengannya. Pada bagian kedua merupakan puncak kegilaan Koyal. Koyal melihat angka pada lot yang ia beli memiliki angka yang sama dengan lot yang terpasang di gedung(padahal angka di lot masih berbeda) sehingga ia merasa bahwa ia telah memenangkan lotre. Ia pun mengajak semua tokoh untuk turut andil menikmati khayalannya menjadi orang kaya karena menang lotre dan mau mengakui bahwa ia menang lotre. Lot lotre yang sudah dibeli kemudian akan ditukar dengan uang di bank, akan tetapi menurut petugas bank mereka hanya perlu menunjukan lot untuk bisa membeli apapun. Mereka pun gembira. Selain pergi ke bank, Koyal mengajak semua tokoh untuk makan, belanja, dan jalan-jalan. Semua itu mereka bayar hanya dengan menunjukan lot lotre. Setelah selesai jalan-jalan mereka seolah-olah beradegan layaknya keluarga kerajaan dan Koyal menjadi Rajanya. Tukijan yang tidak suka dengan kegilaan Koyal menjadi kesal dan timbullah perselisihan di dalam istana khayalan Koyal. Pada awal bagian tiga, Koyal menangis di bawah pohon beringin dan ingin semuanya mengakui bahwa dirinya memang menang lotre. Setelah berhenti dari tangisnya, ia mencoba memegang betis Retno gadis yang dia sukai, namun ketahuan oleh Tukijan yang juga menyukai Retno. Tukijan lalu
memukul Koyal hingga baju yang dikenakan Koyal sobek. Mendengar keributan ini Mae dan tokoh lain terbangun dan kaget menyaksikan Tukijan memukul Koyal. Mae mencoba melerai namun sia-sia. Tukijan semakin kesal dengan Koyal karena merasa tidak dihargai Koyal, sebab Koyal tahu Tukijan juga suka Retno tetapi Koyal malah ingin memegang betis Retno didepan Tukijan. Lot lotre yang Koyal beli pun disobek Tukijan hingga membuat Koyal semakin terluka hatinya. Melihat hal itu Mae pun memarahi Tukijan. Hamung juga memarahi Tukijan, sebab mereka tahu bahwa Koyal itu gila tetapi Tukijan malah meladeninya. Tukijan mengatakan bahwa ia hanya ingin Koyal sadar maka lot lotre ia sobek. Mae melihat kejadian tersebut merasa marah terhadap Tukijan, namun ia tidak bisa melakukan apa-apa lalu Koyal pergi sambil mengejar sobekan-sobekan kertas lot lotrenya. Setelah kepergian Koyal, Hamung menasehati Tukijan bahwa yang Tukijan benci sesungguhnya Retno akan tetapi ia melampiaskannya pada Koyal. Pada bagian ini juga menceritakan sikap Hamung yang mengajari Panut menjadi pria dewasa dan untuk menjadi pria tidak boleh mudah menangis. Pada bagian ini juga menceritakan perjuangan Tukijan untuk bisa mendapatkan tanah dan mengajak Retno untuk ikut serta dengannya ke Sumatera serta meminangnya sebagai istri. Meskipun membutuhkan kesabaran menghadapi penolakan Retno namun pada akhirnya Tukijan dapat mengajak Retno serta Mae pun merestuinya. Pada bagian tiga ini merupakan bagian akhir cerita drama yang ditutup dengan dialog Mae dengan kesendiriannya di waktu fajar dibawah pohon beringin sebab para tokoh telah pergi untuk mencari pekerjaannya masing-masing.
Lampiran 2
Sekuen (rangkaian peristiwa) Drama Mega,mega 1. Bagian pertama narator mengenalkan dua tokoh perempuan, yakni Mae dan Retno 2. Mae dengan Retno berbincang-bincang tanpa memandang satu sama lain 3. Mae menanyakan kenapa Retno tidak mau „mbarag‟ 4. Muncul tokoh Panut yang berpura-pura bisu sehingga membuat Mae panik 5. Panut tertawa melihat kepanikan Mae, Mae pun memarahi Panut dengan mengacungkan kayu hingga Panut pergi 6. Retno kembali muncul dengan memaki-maki sendirian 7. Retno dan Mae membicarakan perihal melahirkan, Mae tersinggung mendengar Retno mengatakan Mae wanita mandul 8. Hamung datang dengan memaki-maki Tukijan yang menunda keberangkatannya ke Sumatera 9. Mae, Hamung, Panut, dan Retno membicarakan Tukijan yang menunda keberangkatanya dan Koyal yang gila membeli lotre 10. Koyal datang dengan berteriak mengatakan dirinya menang lotre dan membacakan no lotnya 11. Retno dan Hamung mengolok-olok kegilaan Koyal saat bercerita menjadi orang kaya 12. Obrolan Koyal dengan Hamung semakin menjadi-jadi mengikuti kegilaan Koyal 13. Tukijan datang dengan muka yang kusam, Koyal menjadi panik melihat kedatangan Tukijan 14. Koyal kemudian pergi bersama Hamung 15. Tukijan membujuk Retno untuk ikut merantau dengannya dan mengatakan alasan ia menunda keberangkatan karena Retno 16. Bagian kedua, puncak kegilaan Koyal dalam berkhayal 17. Koyal mengajak semua tokoh untuk ikut andil menikmati khayalannya 18. Semua tokoh diajak Koyal untuk makan, belanja, dan jalan-jalan 19. Tukijan tidak mematuhi apa yang Koyal katakan 20. Koyal meminta dicarikan nama panggilan untuk menjadi seorang Raja di kerajaan khayalannya
21. Babak ketiga, Koyal menangis di bawah pohon beringin dan menyuruh semuanya untuk mengakui Koyal menang lotre 22. Koyal memegang betis Retno, Tukijan marah saat melihatnya 23. Tukijan memukul Koyal karena Tukijan merasa diremehkan saat Koyal memegang betis Retno di depannya 24. Mae bangun dan menyuruh Tukijan berhenti memukul Koyal 25. Tukijan mengintrogasi Koyal hingga Koyal ketakutan 26. Hamung menasehati Tukijan untuk menahan diri 27. Mae kembali merasa kesepian akan ditinggal anak-anaknya 28. Hamung menasehati Panut untuk menjadi laki-laki dewasa dan tidak boleh menangis 29. Panut menghantarkan Hamung ke stasiun untuk pergi merantau 30. Tukijan kembali membujuk Retno untuk ikut dengannya ke Sumatera 31. Retno bingung menentukan pilihan untuk ikut Tukijan atau menjaga Mae 32. Tukijan memarahi Retno yang tidak konsisten 33. Mae menasehati Retno untuk pergi dengan Tukijan 34. Retno menentukan pilihan untuk ikut Tukijan 35. Retno dan Tukijan pergi ke Sumatera 36. Koyal datang dengan meraung-raung kesakitan pada kepalanya 37. Mae panik melihat Koyal meraung-raung 38. Koyal mengatakan telah dipukul di orang hingga kepelanya berdarah 39. Mae tidak menemukan darah di kepala Koyal 40. Koyal kembali pergi dengan berteriak-teriak minta tolong 41. Mae kembali sendirian di bawah pohon beringin
Lampiran 3
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Satuan pendidikan : SMA Mata pelajaran : Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas/Semester : XI(sebelas)/ 2(dua) Standar Kopetensi : Menulis naskah drama Kompetensi Dasar : Mendeskripsikan perilaku manusia melalui dialog naskah drama Alokasi Waktu : 5X45 Menit Indikator : Mampu menulis teks drama dengan menggunakan bahasa yang sesuai untuk: Mendeskripsikan perilaku tokoh melalui dialog Menghidupkan konflik A. Tujuan Pembelajaran Agar siswa dapat menjelaskan perilaku tokoh yang terdapat dalam teks drama B. Materi Pokok Teks drama Deskripsi watak tokoh-tokoh dalam teks drama Menulis teks drama dengan bahasa bahasa sendiri Unsur intrinsik drama (tema, penokohan, konflik) Cara mendeskripsikan perilaku manusia melalui dialog dalam drama C. Nilai Budaya dan Karakter Bangsa Bersahabat/ komunikatif Mandiri D. Nilai Kewirausahaan/Ekonomi Kedisiplinan Kepemimpinan E. Metode dan skeneario Pembelajaran Ceramah Diskusi kelompok Presentasi
F. Kegiatan Belajar Mengajar 1. Kegiatan Awal a. Guru mengucapkan salam saat memasuki ruang kelas dan mengajak berdoa sebelum pembelajaran dimulai b. Guru mengabsen siswa yang tidak hadir c. Guru mengkordinasikan siswa agar siap menerima pelajaran d. Guru menyampaikan kompetensi dasar dan standar kompetensi 2. Kegiatan Inti a. Eksplorasi Guru meminta kepada peserta didik untuk menyebutkan unsurunsur intrinsik drama Guru meminta siswa membaca teks drama yang sudah disediakan secara bergilir Guru meminta siswa untuk mendeskripsikan watak tokoh dari naskah yang telah dibaca b. Elaborasi Guru meminta siswa untuk membuat kelompok diskusi terdiri dari 3-4 siswa Guru menjelaskan bagaimana trik menulis teks drama Siswa berdiskusi dan menulis teks drama dengan menggunakan bahasa mereka sendiri Siswa berdiskusi untuk mendeskripsikan perilaku manusia melalui dialog teks drama yang telah mereka buat Siswa berdiskusi untuk menemukan cara menghidupkan konflik dalam teks drama Siswa berdiskusi untuk menentukan unsur intrinsik drama(tema, penokohan, konflik) dari teks yang telah mereka buat Salah satu siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya Siswa lain memberikan tanggapan terhadap hasil didkusi kelompok yang sedang presentasi c. Konfirmasi Guru memberikan kesempatan siswa untuk menanyakan hal-hal yang belum diketahui Guru menjelaskan hal-hal yang belum diketahui
3. Kegiatan Akhir a.
Guru dan siswa bersama-sama membuat kesimpulan dari pembelajaran yang telah dilakukan b. Guru menutup kegiatan pembelajaran dengan mengucap salam G. Sumber Belajar a. Drama Mega,mega Karya Arifin C.Noer b. Teknik penulisan naskah drama c. Buku paket Bahasa Indonesia siswa kelas XI H. Penilaian 1. Teknik a. Tes (PG, isian, uraian) b. Penugasan mendeskripsikan perilaku manusia dalam teks drama 2. Instrumen soal a. Apa yang disebut unsur intrinsik drama? b. Sebutkan unsur intrinsik(tema, penokohan, konflik) dalam drama Mega,mega? c. Jelaskan perilaku tokoh dalam drama Mega,mega?
PENILAIAN DESKRIPSI WATAK PADA DIALOG NASKAH DRAMA Kompetensi Dasar Nama Siswa Kelas/Nomor Absen Tanggal Penilaian
:Mendeskripsikan perilaku manusia melalui dialog naskah drama : : :
ASPEK YANG DINILAI
SKOR 1
1.
Ketepatan diksi dengan watak yang dideskripsikan
2.
Ketepatan jenis kalimat dengan watak yang dideskripsikan
3.
Ketepatan struktur kalimat dengan watak yang dideskripsikan
4.
Ketepatan isi kalimat dengan watak yang dideskripsikan
5.
Ketepatan isi dialog dengan watak yang dideskripsikan
6.
Ketepatan isi monolog dengan watak yang dideskripsikan
7.
Penulisan kostum pendukung deskripsi watak
8.
Penulisan latar pendukung deskripsi watak
9.
Penulisan tata lampu pendukung deskripsi watak
10
Penulisan tata panggung pendukung deskripsi watak
2
JUMLAH SKOR
Mengetahui : Kepala SMA/MA……
Jakarta, Guru Mata Pelajaran
Abdurrahman
Yunia Ria Rahayu
3
4
5
Lampiran 4
LEMBAR UJI REFERENSI Nama
: Yunia Ria Rahayu
Nim
: 1110013000078
Jurusan
: Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Judul
: Perilaku Masyarakat Urban dalam Drama Mega-mega Karya Arifin. C.Noer dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah
No.
Daftar Referensi
1.
Ahmadi, Abu. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Bina Aksara.1988
2.
Ahmadi, Abu. Pengantar Sosiologi. Solo: Ramadhani
3.
Anonim. Arifin C.Noer:“Sutradara Boleh Mati”, Mengapa Teater Koma Laris?. Bandung: Mingguan Pikiran Rakyat. Edisi Minggu 8 April 1990
4.
Arief, Sritua. Etika Moral Bisnis (1) Perilaku Golongan Menengah di Indonesia. Jawa Pos. 2000
5.
Bayan, Saiful. Arifin C.Noer: Sutradara Kita Sering Remehkan Perencanaan. Semarang: Suara Merdeka. Edisi Sabtu 28 November 1992
6.
Berita Resmi Statistik. Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2014. No. 52/07/Th.XVII, 1 Juli Badan Pusat Statistik. 2014
7.
Booth, Anne dan Peter Mc.Cawley. Ekonomi Orde Baru. Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi Sosial. 1990
Paraf Pembimbing
8.
Budianta,Melani dkk. Membaca Sastra Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi. Magelang: Indonesia Tera. 2006
9.
Damono, Sapardi Djoko. Drama Indonesia. Ciputat: Editum. 2010
10.
Damono, Sapardi Djoko. Sosiologi Sastra, Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud
11.
Dokumentasi Data Badan Perencanaan Nasional tahun 1961-1968
12.
Faruk, Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2013
13.
Hartomo dan Aziz, Arnicun. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Bumi Aksara. 2008
14.
Ismail, Taufiq. Pelajaran Bahasa Indonesia Harus Tekankan Apresiasi Sastra. Jakarta: Kompas. Edisi 3 April 2001
15.
Karmini, Ni Nyoman
16.
Pradopo, Rachmat Djoko. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Jogjakarta: Pustaka Pelajar. 2007 Pradopo, Rachmat Djoko. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya. 2002
17.
18.
Pembangunan
Maria A, Sardjono. Tanpa Seni Manusia Tak Dapat Berkaca Diri. Jakarta: Media Indonesia. 1990
19.
Martono, “Pembelajaran Sastra Sebagai Media Pendidikan Multikultural”; Sastra dan Budaya Urban dalam Kajian Lintas Media; Prosiding Konferensi Internasional Kesusastraan XXI Himpunan Sarjana Kesusatraan Indonesia. Surabaya: Unair. 2010
20.
Nurgiantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. 2013
21.
Prihatiningsih, Nandya Ratna. skripsi berjudul “Nilai Akhlak Karimah dalam Naskah Drama Telah Pergi Ia Telah Kembali Ia Karya Arifin C.Noer dan Implikasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah. 2013
22.
Ratna, Nyoman Kutha Paradigma Sosiologi Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013
Sastra,
23.
Rendra, W.S. Seni Drama Burungmerak Press. 2009
Jakarta:
24.
Riduwan. Metode dan Teknik Manyusun Tesis. Bandung: Alfabeta. 2010
25.
Ritzer, George. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: PT.Grafindo Persada. 2004
26
Rahmanto, B. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta:
untuk
Remaja.
Kanisius. 1988 27.
Saraswati, Ekarini. Sosiologi Sastra Sebuah Pemahaman Awal. Malang: UMM Press
28.
Sarwono, Sarlito Wirawan. Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta: Rajawali. 1984
29.
S, Hardo. Arifin C.Noer Sineas Lengkap. Jakarta: Suara Karya Minggu. Edisi Minggu ketiga Agustus 1992
30.
Sentosa,Puji.Biografi
Arifin
C.Noer.http://pujies-
pujies.blogspot.com/2010/01/arifin-c-noer.html. Diunduh di Perpustakaan Utama UIN Senin, 27-1-2014
31.
Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: PT. Grasindo. 2008
32.
Teeuw, A. Sastra dan Ilmu Sastra Pengantar Teori Sastra.Jakarta: Pustaka Jaya.1984
33.
Tim Peneliti Kalangan Anak Zaman. Laporan penelitian Existing Documentation dalam Perkembangan Teater Kontemporer di Yogyakarta periode 1950-1990 Kepingan Riwayat Teater Kontemporer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2000
34.
Tumanggor, Rusmin, dkk. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana. 2012
35.
Turmudzi, Muhammad Imam. Jurnal Sastra Indonesia vol 2. No. 1: “Watak dan perilaku tokoh Jumena Martawangsa dalam Naskah Drama Sumur Tanpa Dasar Karya Arifin C.Noer”.
36.
Wellek, Rene dan Austin Warren. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 1993
37.
W.S, Hasannudin. Drama Dua Dimensi. Bandung: Angkasa. 2009
38.
Yoganingrum, Ambar, dkk. Merajut Makna: Penelitian Kualitatif Bidang Perpustakaan dan Informasi. Jakarta: Cita Karyakarsa Mandiri. 2009
39
Yunita. Skripsi berjudul; “Pandangan Hidup Tokoh Waska dalam Naskah Drama Umang-umang Atawa Orkes Madun II Karya Arifin C.Noer dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di SMA. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah
40.
Zamroni. Pengantar Pengembangan Teori Yogyakarta: Tiara Wacana Yoga. 1992
Sosial.
Jakarta, 16 Oktober 2014 Pembimbing,
Rosida Erowati, M.Hum. NIP. 197710302008012009
BIOGRAFI PENULIS
YUNIA RIA RAHAYU, lahir di Pekalongan 10 Juni 1992. Penulis memulai pendidikan formalnya disebuah TK Pertiwi, Kwasen, Kesesi, meskipun tidak selesai. Kemudian menyelesaikan pendidikan dasar di SD N Kwasen 01, lalu melanjutkan pendidikan menengahnya di SMP N 01 Kesesi. Setelah lulus, ia kembali menempuh pendidikan di sekolah menengah atas MAN 1 Pekalongan, lulus tahun 2010. Ditahun yang sama ia meneruskan belajarnya di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta mengambil jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Anak pertama dari M. Komarudin dengan Sumirah ini tinggal bersama orang tua tercinta di jalan Angsana 1 no. 7D, Gaplek, Pamulang Timur, Tangerang, Banten. Sejak kecil penulis menyukai hal-hal yang bernuansa seni, terutama dibidang tari. Semasa sekolah dasar penulis juga aktif mengikuti ajang pementasan tari bersama kawan sepermainan dan mengikuti lomba vokal ditingkat SMP. Selama menjadi mahasiswa, selain menjalani tugas sebagai mahasiswa, penulis juga aktif mengikuti kegiatan organisasi seni kampus Pojok Seni Tarbiyah (POSTAR) dalam elemen Lingkar Sastra Tarbiyah (LST). Untuk menyalurkan hobi seninya kini penulis menjadi pelatih tari di SMP Dharma Karya, Pondok Cabe dan menjadi staf redaksi di Bee Media (Pustaka Lebah).