PERENCANAAN GEOMETRIK DAN TEBAL PERKERASAN JALAN RAYA RUAS JALAN BATANG KAPAS-SURANTIH KABUPATEN PESISIR SELATAN AgnesPratikaWijaya 1, MuftiWarman 2, Khadavi 3 1 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Bung Hatta Email:
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Jalan raya merupakan fasilitas penting bagi manusia agar dapat mencapai suatu tujuan daerah yang ingin dicapai. Maka sangat dibutuhkan sarana dan prasarana transportasi yang dapat mempersingkat dan mempercepat waktu tempuh hubungan antar daerah Batang KapasSurantih. Data yang diperlukan untuk mendesain geometrik dan perkerasan ini adalah data CBR untuk data tanah dengan rata-rata 12,25%, peta topografi, lalu lintas harian 7822 kendaraan/hari, kondisi geometrik yang telah ada dan data-data lain yang dibutuhkan untuk perencanaan tersebut. Penulisan ini bertujuan untuk mendapatkan desain dari bentuk geometrik jalan dan juga desain perkerasan dengan dua metode yang digunakan yaitu dengan metode analisa komponen (Bina Marga) dan metode AASHTO ’93. Dari pengolahan data ini dapat diketahui bentuk dari alinyement horizontal, vertikal dan perkerasan jalan tersebut. Sebagaimana hasil yang telah didapatkan yaitu pada alinyemen horizontal terdapat 2 jenis tikungan tipe spiral-spiral, 2 jenis tikungan tipe spiral-circle-spiral dan 10 lengkung alinyemen vertikal. Sedangkan pada perkerasan metode Bina Marga dapat dirangkum pada potongan melintangnya yaitu subbase 10cm, base 20cm, surface 10cm. Metode AASHTO ‘93 yaitu subbase 8,4inch, base 9,5inch, dan 6,6inch untuk surface. Pada perencanaan kawasan ini diupayakan mendapatkan tikungan yang paling nyaman yaitu tikungan tipe spiral-circle-spiral dan perkerasan yang efektif dengan metode Bina Marga dan AASHTO ‘93 yang telah memenuhi standar kriteria dari perencanaan. Kata kunci: Geometrik, Alinyemen Horizontal, Alinyemen Vertikal, Perkerasan
Pembimbing I
(Ir. Mufti Warman, M.Sc)
Pembimbing II
(Khadavi, ST, MT)
PLANNING OF GEOMETRIC DESIGNS AND THICK PAVEMENT HIGHWAY ROADS BATANG KAPAS-SURANTIH PESISIR SOUTHEM DISTRIC AgnesPratikaWijaya 1, MuftiWarman 2, Khadavi 3 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Bung Hatta Email:
[email protected],
[email protected],
[email protected] 1
Abstrack Highways are essential for human beings in order to archieve a goal area to be achieved. Then desperately needed transportation facilities and infrastructure that can shorten the travel time and speed up the regional relations beetween Batang Kapas-Surantih. The data needed for designing geometric and roughness data this is average CBR 12,25% for data, topographic maps, daily traffic 7822 traffics/day, existing geometric conditions and other data required for the planning. Writing aims to get the design of geometric shapes and also design roughness with two methods that are used by the component analysis method (Bina Marga) and method of AASHTO ’93. Data processing this can be known form of alinyement horizontally, the vertical and the pavement the road. As a result that has been gained is on alinyemen horizontal there are 2 types of a bend type spiral-spiral, 2 species of a bend type spiral-circle-spiral and 10 curvilinear alinyemen vertical. While at the Bina Marga method roughness can be summarized on a transverse piece of sub base 10cm, base 20cm, and 7,5cm for surface. AASHTO ’93 method roughness can be summarized on a transverse piece of sub base 8,4inch, base 9,5inch, and 6,6inch for surface. Planning on this area channeled get bend most convenient namely bend type spiral-circle-spiral pavement and effective worn namely pavement with the methods Bina Marga and AASHTO ‘93 that meet the criteria of planning. Keywords: Geometric, Horizontal Alignment, Vertical Alignment, Pavement
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan raya merupakan prasarana utama dalam pengembangan perekonomian suatu wilayah baik kota maupun pedesaan, disamping itu lancarnya akses suatu daerah ke daerah lain akan mempermudah transportasi masyarakat sekitar untuk meningkatkan kualitas sumber daya yang mereka miliki. Pengembangan jalan bukan hanya terbatas pada pembuatan jalan baru tetapi juga pada peningkatan kapasitas maupun kualitas jalan.Jalan raya adalah suatu lintasan yang tujuannya melewatkan lalu lintas dari suatu tempat ke tempat lain. Arti lintasan disini dapat diartikan sebagai tanah yang diperkeras atau jalan tanah tanpa perkerasan, sedangkan lalu lintas adalah semua benda dan makhluk hidup yang melewati jalan tersebut baik kendaraan bermotor, tidak bermotor, manusia, ataupun hewan.Khususnya di Sumatera Barat jalan raya merupakan prasarana transportasi yang sangat berperan penting. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya masalah yang akan diangkat dalam TA ini meliputi : 1. Bagaimana merencanakan geometrik jalan yang menghubungkan daerah Batang Kapas-Surantih Kabupaten Pesisir Selatan 2. Bagaimana merencanakan TebalPerkerasaan Jalan yang menghubungkan daerah Batang KapasSurantih Kabupaten Pesisir Selatan.
Dalam penulisan, penulis mengangkat pembuatan jalan ini dengan tujuan yang hendak dicapai yaitu : a. Merencanakan Geometrik jalan raya tersebut b. Merencanakan tebal perkerasan jalan raya tersebut. 1.4 Ruang Lingkup Pembahasan 1.4.1 Perencanaan geometrik jalan raya - Alinyement Horizontal yang penulis tinjau hanya untuk 4 buah tikungan. - Alinyement Vertikal 1.4.2. Perencanaan Tebal Perkerasan lentur. Disini penulis mencoba merencanakan tebal perkerasaan berdasarkan nilai CBR yang ada dengan metode : - Metode Bina Marga - Metode AASHTO ‘93 2. DASAR TEORI 2.1 Pengertian Jalan Raya Jalan adalah suatu prasarana yang digunakan untuk memperlancar perhubungan darat dan merupakan komponen utama sistim trasportasi angkutan darat yang digunakan sipengemudi, kendaraan dan lingkungan jalan itu sendiri. Untuk itu lalu lintas diatas jalan raya harus terselenggara secara lancar dan aman sehingga proses pengakutan berjalan dengan cepat, tepat, efisien, dan ekonomis. 2.2 Klasifikasi jalan Klasifikasi menurut fungsi jalan terbagi atas : 1.Jalan Arteri 2.Jalan Kolektor 3. Jalan Lokal.
1.3 Maksud dan Tujuan
2.3 Kecepatan Rencana
Maksud dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk menerapkan sampai dimana wawasan ilmu pengetahuan yang telah penulis dapatkanselama menimba ilmu pengetahuan dibangku perkulihan, Khususnya pada mata kuliah Perencanaan Geometrik Jalan dan Perkerasaan Jalan Raya.
Kecepatan adalah besaran yang menunjukkan jarak yang ditempuh kendaraan dibagi waktu tepuh. Biasanya dinyatakan dalam km/jam. Kecepatan rencana (Vr) pada ruas jalan adalah kecepatan yang dipilih sebagaidasar perencanaan geometrik jalan yang
memungkinkan kendaraan-kendaraan bergerak dengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca yangcerah, lalu lintas yang lenggang, dan tanpa pengaruh samping jalan yangberarti. 2.4 Bagian-Bagian Jalan
Ruang Manfaat Jalan Ruang Milik Jalan Ruang Pengawasan Jalan
Fungsi
Panjang Bagian Lurus Maksimum (m) Datar
Bukit
Gunung
Arteri
3.000
2.500
2.000
Kolektor
2.000
1.750
1.500
Tabel 2.3 : Panjang Bagian Lurus Maksimum
2.5.2. Jenis-JenisTikungan a.) Jari-jari Tikungan Minimum Agar kendaraan stabil saat melalui tikungan, perlu dibuat suatu kemiringan melintang jalan pada superelevasi (e). Pada saat kendaraan melalui daerah superelevasi, akan terjadi gesekan arah melintang jarak antara ban kendaraan dengan permukaan aspal yang menimbulkan gaya gesekan melintang. Rmin
Gambar: Ruwasja, Rumija, Rumaja
2.5. Alinemen Horizontal Pada perencanaan alinemen horizontal, umumnya akan ditemui dua bagian jalan, yaitu: bagian lurus dan bagian lengkung atau umum disebut tikungan yang terdiri dari 3 jenis tikungan yang digunakan, yaitu : Lingkaran (Full Circle = F-C) Spiral-Lingkaran-Spiral (Spiral-Circle-Spiral = S-C-S) Spiral-Spiral (S-S). 2.5.1 Panjang Bagian Lurus Panjang maksimum bagian lurus dapat ditempuh dalam waktu ≤ 2,5 menit (sesuai Vr), dengan pertimbangan keselamatan pengemudi akibat dari kelelahan.
Dd =
Rd
,
=
² 127 x (e + f )
Keterangan : Rd : Jari-jari Lengkung (m) Dd : Derajat lengkung (o)
b). Lengkung Peralihan Dengan adanya lengkung peralihan, maka tikungan menggunakan jenis S-C-S panjang lengkung peralihan (Ls) menurut Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997, diambil nilai yang terbesar dari tiga persamaan di bawah ini : 1. Berdasarkan waktu tempuh maksimum (3 detik) untuk melintasi lengkung peralihan, maka panjang lengkung : VR Ls= x T 3,6 2. Berdasarkan antisipasi gaya sentryfugal, digunakan rumus Modifikasi Short :
Ls = 0.022 x
VR³ Rc x c
− 2,727 x
V×d c
3. Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian ( em – en ) Ls = x VR 3,6 x re Keterangan : T = Waktu tempuh 3 detik Rd = Jari-jari busur lingkaran ( m) C = Perubahan percepatan 0,3 – 1,0 disarankan 0,4 m/det To= Tingkat pencapaian perubahan kelandaian melintang jalan.
Tt = Panjang Tangen (jarak dari TC ke PI atau PI ke TC) Lc = Panjang Busur Lingkaran Ec = Jarak Luar dari PI ke busur Lingkaran 2.Tikungan Spiral-Circle-Spiral (S-C-S)
2.5.3. Jenis Tikungan dan Diagaram Superelevasi 1. Bentuk busur lingkaran Full Circle (F-C)
Gambar : Lengkung Full Circle Keterangan : ∆ = Sudut Tikungan O = Titik Pusat Tikungan TC = Panjang tangen jarak dari TC ke PI atau PI ke CT CT = Panjang tangen jarak dari CT ke PI atau PI ke TC Rd = Jari – jari busur Lingkaran
Gambar : Lengkung Spiral-CircleSpiral Keterangan gambar : Xs = Absis titik SC pada garis tangn, jarak dari titik ST ke SC Ys = Jarak tegak lurus ketitik SC pada lengkung Ls = Panjang dari titik TS ke SC atau CS ke ST Lc = Panjang busur lingkaran (panjang dari titik SC ke CS) Ts = Panjang busur lingkaran titik PI ke titik TS atau ke titik ST TS = Titik dari tangent ke spiral SC = Titik dari spiral ke lingkaran Es = Jarak dari PI ke busur lingkaran Θs = Sudut lengkung spiral Rd = Jari-jari lingkaran p = Pergeseran tangent terhadap spiral k = Absis dari p pada garis tangent spiral 3. Tikungan Spiral-Spiral (S-S) Tikungan yang disertai lengkung peralihan
2.5.4. Jarak Pandang Jarak pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang saat mengemudi sedemikian rupa, sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan yang membahayakan, pengemudi dapat melakukan sesuatu (antisipasi) untuk menghindari bahaya tersebut dengan aman. Jarak pandang terdiri dari : Jarak pandang henti (Jh) Jarak pandang mendahului (Jd) 2.5.5Daerah Bebas Samping di Tikungan Gambar : Lengkung Spiral-Spiral Untuk bentuk spiral berlaku rumus sebagai berikut : Lc = 0 dan Θs = ½ ∆PI Ltot = 2 x Ls Untuk menentukan Θs rumus sama dengan lengkung peralihan. Lc =
∆
P, K, Ts dan Es rumus sama dengan lengkung peralihan.
Jarak pandang pengemudi pada lengkung horizontal (di tikungan) adalaj pandangan bebas pengemudi dari halangan benda-benda di sisi jalan. 2.5.6 Pelebaran Perkerasaan Pelebaran perkerasaan dilakukan pada tikungan-tikungan yang tajam, agar kendaraan tetap pada dapat mempertahankan lintasannya pada jalur yang telah disediakan.
2.5.3 Diagram Superelevasi Superelevasi adalah kemiringan melintang jalan pada daerah tikungan. Untuk bagian jalan lurus, jalan mempunyai kemiringan melintang yang biasa disebut lereng normal atau Normal Trawn yaitu diambil minimum 2% baik sebelah kiri maupun sebelah kanan AS jalan. Hal ini dipergunakan untuk system drainase aktif. Harga efektif (e) yang menyebabkan kenaikan elevasi terhadap sumbu jalan di beri tanda (+) dan yang menyebabkan penurunan elevasi terhadap jalan di beri tanda (-).
2.4.7. Perhitungan Stationing Stationing adalah dimulai dari awal proyek dengan nomor station angka sebelah kiri tanda (+) menunjukkan (meter). Angka stationing bergerak kekanan dari titik awal proyek menuju titik akhir proyek. 2.6Alinyemen Vertikal Alinemen vertical adalah perencanaan elevasi sumbu jalan pada setiap titik yang ditinjau, berupa profil memanjang. Pada perencanaan alinemen vertical terdapat kelandaian positif (Tanjakan) dan kelandaian negative (Turunan), sehingga kombinasinya barupa lengkung cembung dan lengkung cekung. Disamping kedua lengkung tersebut terdapat pula kelandaian = 0 (datar).
1. Lengkung vertical cembung Lengkung vertical cembung adalah lengkung dimana titik perpotongan antara tangent berada di atas permuaan jalan.
Gambar 2.14 : Lengkung Vertikal Cembung Keterangan : PLV= Titik awal lengkung parabola PVI= Titik perpotongan kelandaian g1 dan g2 g= kemiringan tangent : (+) naik, (-) turun A = Perbedaan vertical titik tengah besar lingkaran (PVI-m) meter Jh = Jarak Pandang h1 = Tinggi mata pengaruh h2 = Tinggi halangan
2. Lengkung vertikal cekung Lengkug vertical cekung adalah lengkung dimana titik perpotongan antara kedua tangen berada di bawah permukaan jalan.
Gambar 2.15 : Lengkung Vertikal Cekung Keterangan : PLV = Titik awal lengkung parabola PVI = Titik perpotongan kelandaian g1 dan g2 g = Kemiringan tangent : (+) naik, (-) turun A = Perbedaan aljabar landai (g1 – g2) % EV= Pergeseran vertical titik tengah besar lingkaran (PV1-m) meter Lv = Panjang lengkung vertikal V = Kecepatan
rencana(km/jam) Rumus-rumus yang digunakan pada lengkung parabola cekung sama dengan rumus-rumus yang digunakan pada lengkung vertical cembung. 2.7 Perencanaan Tebal Perkerasaan Lentur Konstruksi perkerasaan jalan adalah suatu dibangun diatas lapisan tanah dasar (subgrade) yang berfungsi untuk menopang beban lalu lintas. 2.7.1. Jenis Konstruksi Jalan Berdasarkan bahan pengikutnya konstruksi perkerasaan dapat dibedakan atas : a. Konstruksi perkerasaan lentur (flexible pavement), yaitu perkerasaan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar. b. Konstruksi perkerasaan kaku (rigid pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan semen (portland cement) sebagai pengikat. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakan di atas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton. c. Konstruksi perkerasaan komposit (composite pavement), yaitu perkerasaan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasaan lentur dapat berupa perkerasaan lentur di atas permukaan kaku, atau perkerasaan kaku di atas perkerasaan lentur. 2.7.2. Perkerasaan Jalan Bagian perkerasaan jalan umunya meliputi : 1. Lapis perkerasaan (surface course) 2. Lapis pondasi atas (base course) 3. Lapis pondasi bawah (sub-base) 4. Tanah dasar
2.7.1 Metode Bina Marga Metode bina marga merupakan pengembangan dari cara AASHTO yang telah disesuaikan dengan kondisi dan situasi di Indonesia. Cara ini telah dibukukan oleh Direktorat Jendral Bina Marga dalam buku “Pedoman Penentuan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya”. 2.7.2 Metode AASHTO ‘93 Salah satu metoda perencanaan untuk tebal perkerasan jalan yang sering digunakan adalah metoda AASHTO ‘93. Metoda ini sudah dipakai secara umum di seluruh dunia untuk perencanaan serta di adopsi sebagai standar perencanaan di berbagai negara. Metoda AASHTO ‘93 ini pada dasarnya adalah metoda perencanaan yang didasarkan pada metoda empiris. 3. Perhitungan Geometrik Jalan Raya 3.1 Tinjauan Umum Di dalam pembangunan suatu jalan diperlukan perencanaan yangdimaksudkan untuk merencanakan fungsi struktur secara tepat, dan bentuk-bentukyang sesuai serta mempunyai fungsi estetika. Begitu pula dengan pembanguansuatu jalan diperlukan urutan kegiatan yang dapat mempermudah dalam prosesperencanaan. Dalam proses perencanaan suatu jalan raya tentunya ada perbedaan antaraperencana satu dengan yang lainnya, hal ini sangat mungkin terjadi, tergantung padakemampuan dan pengalamannya masing-masing, akan tetapi perbedaan-perbedaantersebut tidak boleh menyebabkan gagalnya proses perencanaan. Selainitu perencana harus mampu menjelaskan dan mencari relevansi antara parameter-parameteryang berbeda tersebut, mambatasi masalah, serta menyusun integritasbatasan yang sesuai, maka akan didapatkan konsep terbaik tentang analisisperencanaan geometrik dan perkerasan jalan yang akan dibuat.
3.2 Perencanaan geometrik horizontal dan vertikal jalan ini dapat dilihat pada bagan alir/Flow Chart. 3.3. Perhitungan Geometrik Jalan 3.3.1 Perhitungan Alinemen Horizontal Perencanaan tikungan I Klasifikasi medan : III B Fungsi Jalan : Kolektor Medan : Bukit Kecepatan Rencana : 60 km/jam Lebar Perkerasan :6m Lebar bahu jalan :1m Lereng melintang perkerasan : 2 % Lereng melintang bahu :4% Superelevasi maksimum : 10 % Jenis lapisan permukaan jalan :Perkerasan lentur Fmax = - 0,00065 (VR) + 0,192 = - 0,00065 (60) + 0,192 = 0,153 e maks = 10 % = 0,1 Rmin
=
= D
( ,
²
²
(
,
)
)
= 112,041m ~ 120 m = × 360 =
,
× 360
= 11,94267516 = 11º56’33,63’’ Dari tabel 3.5 didapat : D1 = 11⁰ , R = 130 , e = 0,098 , Ls = 60 m D2 = 12⁰ , R = 119 , e = 0,099 , Ls = 60 m Harga D = 11⁰56’33,63’’ diinterpolasikansehingga di dapat R dan e R e
= = 120,6305 m = .
.
= 0.0999 Kontrol Ls Ls = , ×T
.
(
⁰
’
° (
°
°
° ´
°
’’
° ´´
´ °
, ´
´) ,
´´)
=
,
×3 = 50 m < Ls = 60 m
Maka digunakan Ls = 60 m Өs = × =
=
×
,
,
= 14,25629654 = 14°15´22,67´´ ∆ = ∆1 − 2Ө = 35°-2(14°15´22,67´´) = 6,48740693 = 6°29´14,60´´ ∆ Lc = °x2( )( ) °
´
,
´´
x2(3,14)(120,6305) = 13,6516 m Karena Lc < 25, maka bentuk tikungan I menggunakan jenis tikungan Spiral-Spiral (SS) °
²
Xs = Ls(1-
× ²
)
= 60(1- × , ) = 59,6289 m L = 2Ls+Lc = 2(60)+0.........*untuk S-S, Lc = 0 = 120 m ²
Ys = =
(
,
²
= 4,973 m ²
P = =
)
-R(1-cosӨs)
(
,
²
)
= 1,2581 m K = Ls= 60-
(
³
-R(sinӨs)
² ³
,
-120,6305(1-cos14°15´22,67´´)
²
-120,6305(sin14°15´22,67´´)
= 29,9224 m Es = (R+P)sec ∆1-R
= (120,6305+1,2581)sec 35°-120,6305 = 7,173 m Ts = (R+P)tan ∆1+K
= (120,6305+1,2581)tan 35°+29,9224 = 63,361 m Kontrol Tikungan = jarak titik A ke PI.1 ≥ Ts PI.1 = 500 m ≥ 63,361 m (OK)
No Simbol Tikungan 1 VR 60 km/jam 2 35° ∆1 3 R 120,6305 m 4 Rmin 120 m 5 D 11º56’33,63’’ 6 e 0.0999 7 Ls 60 m 8 Өs 14°15´22,67´´ 9 6°29´14,60´´ ∆ 10 Lc 13,6516 m 11 Xs 59,6289 m 12 L 120 m 13 Ys 4,973 m 14 P 1,2581 m 15 K 29,9224 m 16 Es 7,173 m 17 Ts 63,361 m Tabel : Hasil perhitungan tikungan 1 SpiralSpiral No Simbol Tikungan 1 VR 50 km/jam 2 45° ∆2 3 R 80,344 m 4 Rmin 80 m 5 D 17º54’50,45’’ 6 e 0.1 7 Ls 60 m 8 Өs 21°24´17,19´´ 9 2°11´25,62´´ ∆ 10 Lc 3,070037 m 11 Xs 59,1634 m 12 L 120 m 13 Ys 7,468 m 14 P 1,9262 m 15 K 29,8415 m 16 Es 8,7046 m 17 Ts 63,919 m Tabel : Hasil perhitungan tikungan 2 SpiralSpiral
No Simbol Tikungan 1 VR 60 km/jam 2 50° ∆3 3 R 120,6305 m 4 Rmin 120 m 5 D 11º56’33,63’’ 6 e 0.0999 7 Ls 60 m 8 Өs 14°15´22,67´´ 9 21°29´14,66´´ ∆ 10 Lc 45,216 m 11 Xs 59,6289 m 12 L 165,216 m 13 Ys 4,973 m 14 P 1,2581 m 15 K 29,9224 m 16 Es 13,884 m l7 Ts 86,76 m Tabel : Hasil perhitungan tikungan 3 SpiralCircle-Spiral No Simbol Tikungan 1 VR 50 km/jam 2 70° ∆4 3 R 80,344 m 4 Rmin 80 m 5 D 17º54’50,45’’ 6 e 0.1 7 Ls 60 m 8 Өs 21°24´17,19´´ 9 27°11´25,62´´ ∆ 10 Lc 38,109 m 11 Xs 59,1634 m 12 L 158,109 m 13 Ys 7,468 m 14 P 1,9262 m 15 K 29,842 m 16 Es 20,09 m 17 Ts 87,448 m Tabel : Hasil perhitungan tikungan 4 SpiralCircle-Spiral 3.3.2 Perhitungan Alinemen Vertikal Dari perhitungan analisa Alinyemen Vertikal untuk ruas Batang Kapas-Surantih Kabupaten
Pesisir Selatan dengan tinjauan jarak sepanjang 2,50 Km maka terdapat 10 lengkung vertikal, diantaranya 4 lengkung vertikal cekung dan 6 lengkung vertikal cembung. 4. PERHITUNGAN PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA 4.1 Tinjauan Umum Tahap permasalahan merupakan rangkaian kegiatan sebelum identifikasimasalah. Permasalahan tersebut timbul karena pada ruas jalan dari Batang Kapas menuju Surantih di Kabupaten Pesisir Selatan ini semakin dituntut untuk memenuhi jalur antar kabupaten dengan ciri perjalanan jarak jauh dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi dan diharapkan menjadi sarana jalan yang handal bagi mobilitas orang, barang, dan jasa, sehingga terjadi pertumbuhan dan pemerataan ekonomi secara seimbang. Sehingga untuk dapat memenuhi kebutuhan dari mayarakat tersebut perlu di siapkan langkah-langkah perhitungan dari perkerasaan jalan tersebut untuk terbentuknya suatu kontruksi jalan di lokasi yang diinginkan. 4.2 Perencanaan tebal perkerasaan disini akanmenggunakan dua metode, yaitu Metode Bina Marga dan Metode ASHHTO ‘93. 4.2.1 Perhitunganperkerasanlenturjalanr aya dengan metode Bina Marga Data Perencanaan a. Data lalu lintas diambil pada tahun 2012 : Sepeda motor = 5350 kendaraan/hari Mobil penumpang = 1146 kendaraan/hari Truck sedang = 549 kendaraan/hari Bus berat = 657 kendaraan/hari Truck berat = 120 kendaraan/hari Total = 7822 Kendaraan/hari Data Tanah Dasar (CBR) : Lokasi yang dijadikan objek adalah jalan yang terletak pada ruas jalan Batang Kapas Surantih Pada STA 0 + 000 s/d STA 2 + 500
maka harga CBR ditentukan dari hasil pemeriksaan tanah lapangan, yang diambil dari tes sandcone tanah yang berjarak 100 m tiap stasiun.
Segmen V
: STA 2+100 - 2+500
Menentukan CBR design : Contoh perhitungan pada segmen 1 CBRrata-rata
, %
= =
%
= Standar deviasi= =
, %
.
, %
, % %
= 14,18 %
∑ ( ,
)²
= 8,724 CBR Design = CBRrata-rata – ( 1 x Standar deviasi ) = 14,18 – ( 1 x 8,724 )= 5,456 Segmen Nilai CBR 85,1
b. Data-data lain : - Lebar lajur rencana= 6 meter - Kelandaian = 2 % - Umur Rencana= 5 Tahun - Perkembangan Lalu lintas= 5 %/Tahun Penentuan nilai CBR design dibagi menjadi beberapa segmen. CBR dibagi menjadi 5 segmen : Segmen I : STA 0+000 - 0+500 Segmen II : STA 0+600 - 1+200 Segmen III : STA 1+300 - 1+500 Segmen IV : STA 1+600 - 2+000
(CBRCBRrata2 rata) 81,1084
Standar deviasi
CBR Design
Segmen 8,724 5,456 I Segmen 86,5 162,58 5,205 7,145 II Segmen 44 71,1668 5,965 8,685 III Segmen 41,5 7,8 1,396 6,904 IV Segmen 61,5 46,8 3,42 8,58 V Tabel : Nilai CBR Design Pada Setiap Segmen Menentukan Indeks Permukaan ( IP ) a. Pada Akhir Umur Rencana ( IPt ) Didapat LER = 161,8615, dari table 4.4 IPt = 2,0 (Jalan kolektor) b. Pada Awal Umur Rencana Dari tablel 4.5, didapat nilai IPo = 3,9 – 3,5 Susunan Perkerasan direncanakan sebagai berikut : - Surface Course = Laston - Base Course = Batu Pecah - Sub Base Course = Sirtu ( Kelas A )
Dari table 4.6 : Koefisien kekuatan relatif a1 = 0,40 a2 = 0,14 a3 = 0,13 Menentukan indeks tebal perkerasan (ITP) Metode Bina Marga Dari hasil data yang diperoleh diketahui : LER = 161,8615 FR = 1,0 Ipo = 3,5 Ipt = 2,0 Berdasarkan harga DDT, LER, FR dengan menarik garis nomogram 4 pada standar perkerasan didapat harga :
4.2.2 Perhitungan perkerasan lentur jalan raya dengan metode AASHTO ‘93 Data lalu lintas diambil pada tahun 2012 : Sepeda Motor = 5350 kendaraan/hari Mobil penumpang = 1146 kendaraan/hari Truck sedang = 549 kendaraan/hari Bus berat = 657 kendaraan/hari Truck berat = 120 kendaraan/hari Total = 2472 Kendaraan/hari Jalan terdiri dari 1 lajur 2 arah. Diasumsikan factor distribusi arah (Do) = 50% Proyeksi tingkat pertumbuhan = 5% pertahun Modulus relisien tanah dasar (Mr) : Contoh perhitungan pada segmen 1 CBRrata-rata =
Tabel : Memperoleh ITP Tebal Perkerasan Metode Bina Marga Untuk Segmen : Jenis bahan yang digunakan : Lapisan Permukaan (D1) : LASTON Lapisan Pondasi Atas (D2) : Batu Pecah Kelas A Lapisan Pondasi Bawah (D3) : Sirtu kelas A a1 = 0,40 D1 = 7,5 cm a2 = 0,14 D2 = 20 cm a3 = 0,13 D3 = ? D3 dihitung dengan menyelesaikan rumus : ITP = a1D1 + a2D2 + a3D3 Sehingga D3 = (ITP - a1.D1 - a2.D2) / a3 = (7,1 – 0,4 . 7,5 – 0,14 . 20) / 0,13 = 10 cm
15,6 % + 14 % + 16,5 % + 19,5 % + 11,5 % + 8 % 5
=
.
= 14,18 % Standar deviasi= =
∑ ( ,
)²
= 8,724 CBR Design = CBRrata-rata – ( 1 x Standar deviasi ) = 14,18 – ( 1 x 8,724 )= 5,456 Mr = 1500 x CBR = 1500 x 5,456 = 8184 psi
Tabel : Nilai Modulus Relisien Tanah Dasar (Mr) Setiap Segmen Koefisien kekuatan relatif : a3 = 0,227 . (log10 . EBB / Mr) – 0,839 = 0,227 . (log10 . 8184) – 0,839= 0,276 a2 = 0,249 . (log10 . EBB / Mr) – 0,977 = 0,249 . (log10 . 8184) – 0,977= 0,246
a1 = dari tabel A1 Temperatur perkerasan rata-rata tahunan Perencanaan Perkerasan Jalan Raya, Hendri Nofrianto, Dan gambar 7.1, Didapat nilai a1 = 0,42. Koefisien drainase : Lapisan pondasi bawah (granular) m3 = 1,2 ( Tabel 4.12 ) Lapisan pondasi atas (granular) m2= 1,2 ( Tabel 4.12 ) Tebal lapisan perkerasan : ITP = 7,1 cm = 2,795 inchi Lapisan permukaan (aspal beton) : D1 = ITP / a1 = 2,795 / 0,42 = 6,654 inchi ~ 6,6 inchi ITP1 = a1 x D1 = 0,42 x 6,654 = 2,794 inchi ~ 3 inchi Lapisan pondasi atas (granular) : , D2 = . = , . , = 9,468 inchi ~ 9,5 inchi ITP2 = a2 . D2 . m2 = 0,246 . 9,468 . 1,2 = 2,272 inchi~3 inchi Lapisan pondasi bawah (granular) : , D3 = . = , . , = 8,439 inchi ~
b. Pada PI2 direncanakan jenis tikungan S-S dengan jari-jari 80,34 m, sudut PI2 sebesar 45⁰atau 45⁰0’00’’. c. Pada PI3 direncanakan jenis tikungan S-C-S dengan jari-jari 120,63 m, sudut PI3 sebesar 50⁰ atau 50⁰0’00’’. d. Pada PI4 direncanakan jenis tikungan S-C-S dengan jari-jari 80,34 m, sudut PI4 sebesar 70⁰atau 70⁰0’00’’. 2. Dari perhitungan analisa Alinyemen Vertikal untuk ruas Batang Kapas-Surantih Kabupaten Pesisir Selatan dengan tinjauan jarak sepanjang 2,50 Km maka terdapat 10 lengkung vertikal, diantaranya 4 lengkung vertikal cekung dan 6 lengkung vertikal cembung. 3. Dalam perencanaan perkerasan jalan, nilai daya dukung tanah, faktor regional dan Lintas Ekivalen Rencana (LER) sangat berpengaruh dalam menentukan Indek Tebal Perkerasan (ITP). 4. Perkerasan jalan ini menggunakan jenis perkerasan lentur berdasarkan volume LHR dan CBR yang ada. Dari perhitungan tebal perkerasaan dengan dua metode yang telah dilakukan, didapat :
8,4 inchi
5. Penutup 5.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan yang dapat diambil setelah melakukan pembahasan dari bab-bab sebelumnya antara lain : 1. Dari perhitungan perencanaan geometrik ruas jalan Batang Kapas-Surantih dengan panjang 2,5 Km tersebut didapatkan hasil perhitungan 4 tikungan, yaitu : a. Pada PI1 direncanakan jenis tikungan S-S dengan jari-jari 120,63 m, sudut PI1 sebesar 35⁰ atau 35⁰0’00’’.
5. Berdasarkan pada hasil perhitungan perencanaan tebal perkerasan dengan beberapa metoda dapat dilihat metoda Bina Marga dengan metoda AASTHO memberikan perhitungan yang hampir
mendekati.Tetapi dalam perhitungan antara metoda Bina Marga dengan metoda AASTHO terdapat perbedaan, seperti : Ketebalan lapisan perkerasan dengan menggunakan metoda AASTHO akan memberikan dimensi lapisan permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan metoda Bina Marga.Hal tersebut dimungkinkan karena metoda Bina Marga dalam perhitungan tebal perkerasannya didasari oleh ITP itu sendiri yang didapatkan dari tabel nomogram, yang mana LERnya telah didapat dari LET setelah dikalikan dengan umur rencana. Namun metoda Bina Marga tidak terdapat faktor koreksi dan hanya terdapat faktor regional saja.Sedangkan metoda AASTHO dalam mendapatkan tebal perkerasannya didapatkan dari ED 18 KSAL yaitu jumlah kendaraan yang melewati jalur rencana selama masa pelayanan, yang didapat dari Nilai ADT setelah dikalikan dengan TEF dari masing-masing kendaraan tersebut, namun pada metoda AASTHO tidak memperhitungkan faktor regional dan hanya ada faktor koreksi sehubungan dengan kondisi setempat (keadaan lapangan dan iklim) yang dapat mempengaruhi keadaan pembebanan, daya dukung tanah dan perkerasan. 6. Pada metoda AASHTO terbaru, yaitu AASHTO ’93, dalam menghitung tebal perkerasannya terdapat nilai koefisien drainase (m). Nilai koefisien drainase tersebut diambil berdasarkan tipe kriteria perencanaan yang akan dibuat. Sedangkan pada metode Bina Marga, koefisien drainase tidak dihitung, tetapi memakai faktor regional (FR). 5.2
Saran - Saran 1. Merencanakan tikungan sebaiknya menggunakan tikungan S-C-S daripada S-S. Karena jari-jari tikungan S-C-S lebih besar , dan ini memberikan kenyaman pada si pengemudi pada saat menikung.
2. Dalam melakukan perencanaan harus berpedoman pada peraturan standar teknis yang berlaku agar jalan yang direncanakan dapat memberikan pelayanan yang baik dan sesuai dengan fungsinya. 3. Untuk Metode Bina Marga yang masih di pakai hingga sekarang, sebaiknya segera mengacu pada metoda AASHTO’93 karena dinilai masih menggunakan cara lama. Misalkan, pada metoda AASHTO’93 koefisien drainase dihitung dalam merencanakan lapisan perkerasan. DAFTAR PUSTAKA Hendarsin, Shirley L, Perencanaan Teknik Jalan Raya: Politeknik Negri Bandung Jurusan Teknik Sipil, Bandung 2000. Sukirman, Silvia, Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik Jalan: Nova, Bandung. Nofrianto, Hendri, Perencanaan Perkerasan Jalan Raya: Andi, Padang 2013. Dinas Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga, Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur dengan Metode Lendutan, No. Pd T-05-2005-B. Direktorat Jendral Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum “Pedoman Penentuan Perkerasan Lentur Jalan Raya”, No. 01/PD/BM/1983. Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum “Pedoman Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota” No. 038/T/BM/1997. MKJI (Manual Kapasitas Jalan Indonesia), Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jendral Bina Marga, Jakarta 1997.