PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR
1
TAHUN 2011
TENTANG PENGATURAN KEGIATAN MASYARAKAT DAN KEGIATAN PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
: a. bahwa pengaturan kepolisian merupakan kegiatan kepolisian dalam rangka memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat guna mewujudkan rasa aman baik fisik maupun psikis, terciptanya Kamtibmas, bebas dari rasa kekhawatiran sehingga masyarakat dapat melaksanakan seluruh kegiatan/aktifitas dengan tertib dan lancar; b. bahwa rasa aman merupakan kebutuhan yang hakiki bagi setiap orang dalam menyelenggarakan aktifitas sehari-hari dan berinteraksi satu sama lainnya terlepas dari segala kekhawatiran, ancaman, dan gangguan Kamtibmas; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan peraturan Kabaharkam Polri tentang Pengaturan.
Mengingat
: Pasal 13 dan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168). MEMUTUSKAN . . . . .
2
MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN POLRI TENTANG PENGATURAN KEGIATAN MASYARAKAT DAN KEGIATAN PEMERINTAH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1.
Kegiatan masyarakat adalah segala aktifitas yang dilakukan oleh masyarakat untuk mencapai suatu tujuan.
2.
Kegiatan pemerintah adalah segala bentuk kegiatan rutin/insidentil yang dilakukan oleh aparatur pemerintah sesuai dengan norma yang telah ditentukan dalam mencapai suatu tujuan.
3.
Pengaturan adalah suatu kegiatan kepolisian dalam rangka memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat guna mewujudkan rasa aman baik fisik maupun psikis, terciptanya Kamtibmas, bebas dari rasa kekhawatiran sehingga masyarakat dapat melaksanakan seluruh kegiatan/aktifitas dengan tertib dan lancar.
4.
Pengaturan lalu lintas adalah usaha, kegiatan dan cara untuk menjadikan lalu lintas di jalan raya aman, tertib dan lancar.
5.
Penjagaan adalah proses atau cara pengamanan atau pemeliharaan situasi dengan cara mengamati, mangawasi, melayani dan mengawal secara statik maupun bergerak dalam bentuk kesiapsiagaan Polri selama 24 jam untuk memberi pelayanan kepada masyarakat.
6.
Patroli adalah salah satu kegiatan kepolisian yang dilakukan 2 (dua) orang atau lebih anggota Polri, sebagai usaha mencegah bertemunya niat dan kesempatan, dengan jalan mendatangi, menjelajahi, mengamati/ mengawasi/ memperhatikan situasi dan kondisi yang diperkirakan akan menimbulkan segala bentuk pelanggaran dan/atau tindak pidana, yang menuntut/memerlukan kehadiran Polri untuk melakukan tindakan – tindakan Kepolisian, guna memelihara ketertiban dan menjamin keamanan masyarakat.
5. Tindakan . . . . .
3
7.
Tindakan Pertama di Tempat Kejadian Perkara yang selanjutnya disebut TPTKP adalah suatu kegiatan yang harus dilaksanakan oleh anggota Polri yang pertama kali melihat/secara langsung menemukan suatu kejadian untuk segera mengamankan korban, pelaku, saksi, barang bukti, dan Tempat Kejadian Perkara (TKP) sampai Polisi yang berwenang mendatangi dan melakukan olah TKP.
8.
Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum serta terbinanya ketenteraman yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentukbentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat. Pasal 2
(1)
Pengaturan bertujuan agar seluruh kegiatan kepolisian dalam rangka memelihara Kamtibmas dapat terlaksana secara efektif dan efisien sehingga kegiatan masyarakat dapat berjalan dengan aman dan lancar.
(2)
Pengaturan berfungsi untuk melancarkan segala kegiatan yang dilakukan agar dapat berjalan sesuai dengan yang direncanakan.
(3)
Pengaturan dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip efisien, efektif, akuntabel, profesional dan manfaat sehingga pelaksanaan tugas pengaturan dapat memberikan rasa aman, tertib dan bebas dari rasa kekhawatiran sehingga masyarakat dapat melaksanakan aktifitasnya. BAB II RUANG LINGKUP Pasal 3
Ruang lingkup pengaturan meliputi : a.
Obyek pengaturan;
b.
Sasaran pengaturan;dan
c.
Bentuk-bentuk pengaturan.
(1) Pasal 4 . . . . .
4
Pasal 4 (1)
Yang dimaksud obyek pengaturan dalam pasal 3 huruf a meliputi: a.
orang;
b.
tempat;
c.
kegiatan; dan
d.
hewan/barang.
(2)
Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah seluruh lapisan masyarakat utamanya yang melaksanakan kegiatan yang memerlukan adanya pengaturan terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat.
(3)
Tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah tempat-tempat kegiatan masyarakat baik yang bersifat rutin maupun insidentil yang memerlukan kehadiran polisi untuk melaksanakan pengaturan.
(4)
Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah semua kegiatan masyarakat dan pemerintah yang menurut penilaian Polri apabila tidak dilaksanakan pengaturan akan dapat mengganggu ketertiban umum dan bahkan membahayakan bagi jiwa, raga dan harta benda.
(5)
Hewan/barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d adalah mengatur semua lalu lintas hewan/barang termasuk wabah penyakit hewan serta barangbarang berbahaya. Pasal 5
(1)
(2)
Yang dimaksud sasaran pengaturan dalam pasal 3 huruf b meliputi: a.
orang;
b.
tempat;
c.
kegiatan masyarakat dan pemerintah; dan
d.
hewan/barang.
Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah meliputi: a.
orang gila;
b.
orang mabuk;
c.
pengungsi/imigran gelap; dan
d.
orang berkelahi/ tawuran massal. (3) Tempat . . . . .
5
(3)
(4)
Tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah meliputi: a.
pusat pembelanjaan/niaga;
b.
terminal;
c.
perkantoran;
d.
tempat-tempat hiburan;
e.
pengaturan lalu lintas;
f.
lokasi bencana alam; dan
g.
tempat kejadian perkara (TKP).
Kegiatan masyarakat dan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah meliputi:
(5)
a.
pesta adat;
b.
pesta olah raga;
c.
konser/hiburan;
d.
penyampaian pendapat dimuka umum; dan
e.
kegiatan upacara.
Hewan/barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d adalah meliputi: a.
lalu lintas hewan antar kota/provinsi/negara;
b.
lalu lintas daging dan produk hewan lainnya antar kota/provinsi/ negara;
c.
wabah penyakit menular; dan
d.
barang berbahaya. Pasal 6
(1)
(2)
Yang dimaksud bentuk-bentuk pengaturan dalam pasal 3 huruf c meliputi: a.
pengatuan internal kepolisian; dan
b.
pengaturan eksternal kepolisian.
Pengaturan internal kepolisian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah semua kegiatan pengaturan yang berkaitan langsung dengan kegiatan ke dalam dan administrasi organisasi antara lain meliputi: a.
pengaturan penjagaan;
b.
pengaturan pengamanan markas;
c.
pengaturan pengamanan tahanan; dan
d.
pengaturan dokumen.
(3) Pengaturan . . . . .
6
(3)
Pengaturan eksternal kepolisian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah semua kegiatan pengaturaan yang berhubungan dengan semua aktifitas pemerintah dan masyarakat yang berdampak terhadap terganggunya ketertiban umum antara lain meliputi semua sasaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5. BAB III PELAKSANAAN Pasal 7
Sebelum pelaksanaan kegiatan pengaturan pimpinan kesatuan atau pimpinan lapangan melakukan kegiatan persiapan meliputi: a.
mengecek perizinan apabila kegiatan masyarakat tersebut memerlukan persyarat perizinan;
b.
menyiapkan sprin pelaksanaan tugas.
c.
mengecek perlengkapan anggota yang akan melaksanakan tugas pengaturan.
d.
menentukan pola/strategi bentuk kegiatan pengaturan yang akan dilaksanakan;
e.
menyiapkan kekuatan dilaksanakan; dan
f.
melaksanakan AAP kepada petugas yang telah disiapkan.
petugas
sesuai
dengan
kegiatan
yang
akan
Pasal 8 Tugas pengaturan dapat dilakukan oleh satu atau lebih fungsi kepolisian dan dapat juga melibatkan instansi terkait lainnya yang diatur sebagai berikut: (1)
Pengaturan terpadu antar fungsi kepolisian di mana pengaturan dilaksanakan oleh lebih dari satu fungsi kepolisian pimpinan dan kendali di bawah Kasatwil atau Perwira yang ditunjuk oleh Kasatwil, jumlah kekuatan dan waktunya disesuaikan dengan kebutuhan atau perkembangan situasi dan kondisi berkaitan dengan ancaman gangguan Kamtibmas yang dihadapi.
(2)
Pengaturan terpadu antar fungsi kepolisian dan instansi terkait di mana pengaturan dilaksanakan oleh lebih dari satu fungsi kepolisian dan dibantu oleh unsur-unsur pengamanan swakarsa, pimpinan dan kendali di bawah Polri dengan jumlah kekuatan dan waktunya disesuaikan dengan kebutuhan atau perkembangan situasi dan kondisi berkaitan dengan ancaman gangguan Kamtibmas yang dihadapi. (3) Pengaturan . . . . .
7
(3)
Pengaturan yang hanya dilaksanakan oleh fungsi Sabhara merupakan kegiatan pengaturan yang dilakukan, dipimpin dan dikendalikan oleh anggota Sabhara Polri dengan jumlah kekuatan dan waktunya disesuaikan dengan kebutuhan atau perkembangan situasi dan kondisi berkaitan dengan ancaman gangguan Kamtibmas yang dihadapi. Pasal 9
Wewenang petugas pengaturan meliputi: a.
memeriksa persyaratan perizinan kegiatan masyarakat yang memerlukan pengamanan serta dapat berdampak terjadi gangguan Kamtibmas;
b.
berhak menghentikan dan menindak secara hukum kegiatan masyarakat yang tidak mempunyai izin dan atau izinnya tidak sesuai dengan pelaksanaannya;
c.
berhak menolak apabila tidak sesuai perizinan untuk melakukan kegiatan yang berdasarkan penilaian kepolisian akan berdampak terjadinya gangguan Kamtibmas yang tidak bisa dilakukan dengan tindakan pengaturan dikarenakan kekuatan pengamanan yang tidak mewadai, lokasi kegiatan rawan terjadi gangguan Kamtibmas;
d.
petugas pengaturan internal kepolisian sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf a diatur sesuai dengan Tupoksi masing-masing fungsi sesuai dengan struktur organisasi yang berlaku di Polri baik untuk tingkat Mabes Polri sampai pada tingkat kewilayahan terbawah (Polsubsektor, Polsek). Pasal 10
Ketentuan bagi masyarakat yang akan melaksanakan kegiatan yang memerlukan pengaturan oleh Polri: a.
wajib mengajukan perizinan tertulis kepada kepolisian setempat.
b.
batas waktu mengajukan perizinan paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum pelaksanaan kegiatan sudah harus mengajukan perizinan secara tertulis kepada kepolisian setempat.
c.
Kepolisian setempat wajib menjawab perizinan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum kegiatan dilaksanakan.
d.
Kepolisian setempat berhak menolak perizinan berdasarkan analisa dan penilaian kegiatan yang akan dilaksanakan akan berdampak kerusuhan yang dapat menimbulkan gangguan Kamtibmas. Pasal 11 . . . . .
8
Pasal 11 Perizinan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (1) harus memuat: a.
lokasi kegiatan;
b.
lama kegiatan;
c.
macam/jenis kegiatan; dan
d.
massa/pengunjung yang akan dilibatkan.
Pasal 12 Persyaratan petugas pengaturan meliputi: a.
kemampuan tugas patroli ;
b.
kemampuan tugas penjagaan;
c.
kemampuan tugas pengawalan;
d.
kemampuan tugas TPTKP;
e.
kemampuan tugas Tipiring;
f.
kemampuan bantuan pertolongan dan penyelamatan korban bencana;
g.
kemampuan melakukan tindakan represif tahap awal;
h.
kemampuan sebagai penyidik pembantu; dan
i.
kemampuan penguasaan hukum dan perundang-undangan sesuai bidang tugasnya. Pasal 13
(1)
(2)
Kewajiban bagi petugas pengaturan antara lain meliputi: a.
berpenampilan dan bersikap ramah, tanggap, tegas, peduli, etis, humanis, korek dan tidak sewenang-wenang;
b.
bersikap responsif terhadap situasi dan kondisi lingkungan sekelilingnya;
c.
menjaga keamanan diri pada saat melaksanakan tugas; dan
d.
menguasai dan mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Larangan bagi petugas pengaturan antara lain: a.
menerima segala bentuk imbalan/pemberian yang diduga berhubungan dengan pelaksanaan tugas; b. melakukan . . . . .
9
b.
melakukan perbuatan yang dapat mencemarkan kehormatan diri, orang lain dan kesatuan; dan
c.
melakukan perbuatan yang dapat mengurangi sikap kewaspadaan. Pasal 14
(1)
Pelaksanaan pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dapat dilaksanakan dengan kegiatan: a.
penjagaan;
b.
pengawalan;
c.
patroli;
d.
TPTKP;
e.
bantuan pertolongan;
f.
Dalmas; dan
g.
tindakan hukum.
(2)
Kegiatan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada Peraturan Kabaharkam Polri tentang kegiatan yang dilakukan dalam rangka pengaturan;
(3)
Kegiatan pengaturan lalu lintas hewan antar provinsi/antar pulau dan keluar masuk hewan dari luar negeri ke dalam negeri atau sebaliknya pelaksanaanya bekerjasama dengan dinas karantina hewan. BAB IV KOMANDO DAN PENGENDALIAN Pasal 15
Pengendalian tugas pengaturan diatur sebagai berikut : a.
pengaturan terpadu antar fungsi kepolisian, pengendalian untuk tingkat Mabes Polri di bawah kendali Disabhara Baharkam Polri, sedangkan untuk tingkat kewilayahan di bawah kendali Kasatwil/Pejabat yang ditunjuk oleh Kasatwil;
b.
pengaturan terpadu antar fungsi kepolisian dan instansi terkait pengendalian untuk tingkat Mabes di bawah kendali Asops Kapolri, sedangkan untuk tingkat kewilayahan di bawah kendali Kasatwil/Pejabat yang ditunjuk oleh Kasatwil; dan c. pengaturan . . . . .
10
c.
pengaturan fungsi Sabhara pengendalian untuk tingkat Mabes Polri di bawah kendali Dirsabhara Baharkam Polri, sedangkan untuk tingkat kewilayahan di bawah kendali Pejabat Sabhara setempat atau Pejabat yang ditunjuk. Pasal 16
Koordinasi pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diatur sebagai berikut: a.
pengaturan terpadu antar fungsi kepolisian dan instansi terkait melaksanakan koordinasi, untuk internal fungsi kepolisian dilakukan melalui para pimpinan antar fungsi yang langsung terlibat di lapangan sedangkan dengan instansi terkait dilaksanakan oleh pimpinan operasi dengan para pimpinan masingmasing instansi terkait yang terlibat; dan
b.
pengaturan terpadu antar fungsi kepolisian koordinasi dilakukan melalui para pimpinan antar fungsi yang langsung terlibat di lapangan. Pasal 17
(1)
Konsolidasi dilakukan oleh para petugas pengaturan dalam rangka mengakhiri kegiatan dengan melakukan pengecekan kekuatan personel dan peralatan;
(2)
Dalam rangka konsolidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apel konsolidasi dilakukan oleh pimpinan tertinggi; dan
(3)
Melaporkan pelaksanaan kegiatan pengaturan secara lisan dan tertulis kepada atasan langsung atau kepada yang memberi tugas. BAB V Pasal 18
Anggaran pengaturan diatur sebagai berikut: a.
pengaturan yang melibatkan lebih dari satu fungsi kepolisian dan instansi terkait anggaran dibebankan kepada masing-masing fungsi dan instansi terkait yang terlibat;
b.
pengaturan kegiatan masyarakat/pemerintah yang atas permintaan dari pihak masyarakat/pemerintah anggaran akan diatur secara proporsional antara Polri dengan panitia penyelenggara.
BAB VI . . . . .
11
BAB VI KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 19 (1)
Susunan mengenai kekuatan pengaturan, perlengkapan/peralatan satuan pengaturan, disesuaikan dengan kondisi lapangan dengan melihat potensi gangguan, ambang gangguan dan gangguan nyata yang dihadapi di lapangan;
(2)
Untuk mendapatkan nilai aplikatif yang optimal tidak menutup kemungkinan Kasatwil menjabarkan dalam bentuk “Urut-urutan Tindakan” sesuai dengan situasi dan kondisi wilayah masing-masing;
(3)
Cara bertindak secara khusus dalam pengaturan menggunakan peralatan sesuai dengan kegiatan yang dilakukan dalam melaksanakan pengaturan. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 20
Pada saat peraturan ini mulai berlaku semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengaturan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan ini. Pasal 21 Peraturan Badan Pemelihara Kemananan Polri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 13 Desember
2011
KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN POLRI Ttd Drs. IMAM SUDJARWO, M.Si. KOMISARIS JENDERAL POLISI
12
MARKAS BESAR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN
PENGATURAN KEGIATAN MASYARAKAT DAN KEGIATAN PEMERINTAH
PERATURAN KABAHARKAM POLRI NOMOR 1 TAHUN 2011 TANGGAL 13 DESEMBER 2011