Peran Partai Politik dalam Formulasi Kebijakan Publik: Studi Kasus PDIP Kabupaten Kulonprogo Periode 2010-2012
Istana Dosen Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Email:
[email protected]
Suranto Dosen Magister Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Email:
[email protected]
http://dx.doi.org/10.18196/ jgpp.2014.0014 ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
ABSTRACT The purpose of this study was to describe the role of the PDI-P in the formulation of public policy in Kulon Progo 2010-2012. This research method is qualitative research. Data collection techniques used were interviews and documentation. Retrieval of data from these sources is snowball, which is derived from selected informants that in the perspective of researchers mengetahuiproses public policy formulation. Data analysis technique used is the technique of triangulation. The results of this study of the PDI-P, Kulon Progo Regency has a strategic role for the welfare of the people through various programs and building articulation of community interests. Factors that affect the role of the PDI-P Kulon Progo is a factor in the formulation of a strong party leadership as well as the solidity of the party organization. as the three pillars is a key player in the process of the emergence of public policy formulation. Each of these pillars has aspirations and authority, but in the unity of responsibility. Keywords:Formulation, Publik Policy, PDI-P.
ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini untuk mendeskripsikan peran DPC PDI Perjuangan dalam formulasi kebijakan publik di Kabupaten Kulon Progo tahun 2010-2012. Metode penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah Wawancara dan Dokumentasi. Pengambilan data dari narasumber ini adalah snowball, yaitu berasal dari informan terpilih yang dalam perspektif peneliti mengetahuiproses formulasi kebijakan public. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik triangulasi. Hasil penelitian ini DPC PDI Perjuangan Kabupaten Kulon Progo telah menjalankan peran strategis untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui berbagai program dan membangun artikulasi kepentingan masyarakat. Faktor-faktor yang mempengaruhi peran DPC PDI Perjuangan Kulon Progo dalam formulasi adalah faktor kepemimpinan partai yang kuat serta soliditas organisasi partai. sebagai tiga pilar adalah sebagai pelaku utama dalam proses munculnya formulasi kebijakan publik. Tiap pilar tersebut mempunyai aspirasi dan wewenang, namun dalam kesatuan tanggungjawab. Kata Kunci: Formulasi, Kebijakan Publik, PDI-P
PENDAHULUAN
Pada era pasca reformasi, kajian tentang partai politik juga tidak mengalami perubahan yang signifikan. Sebagaimana pada masa sebelumnya, fokus kajian partai politik hanya menjadi kajian bagian dari kajian politik yang berarti hanya menjadi kajian pinggiran. ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Vol. 1 No. 2 jUNI 2014
Kajian tentang partai politik belum serius dilakukan dalam bentuknya yang komprehensif berupa penelitian ilmiah, apalagi jika dikaitkan dengan formulasi kebijakan publik. Kajian tentang partai politik sering hanya dapat ditemukan dalam tulisan opini atau artikel. Artinya, kedua bentuk karya ini lahir dari permasalahan sosial dan politik yang bersifat sementara sebab dalam hukum alam bahwa keduanya selalu tumbuh, berkembang dan berubah karena sifatnya yang dinamis. Bilamana kajian tentang partai politik khususnya ditingkat nasional belum banyak dilakukan, tentu imbas lebih jauh kajian peran partai politik ditingkat daerah jumlahnya semakin sedikit. Faktor kedua, kajian tentang partai politik selama ini masih terjebak pada model kajian partai politik klasik yang terbatas pada fungsi-fungsi tertentu. Beberapa diantaranya adalah bahasan tentang peran partai politik yang masih terbatas pada fungsi instrumen representasi, rekrutmen dan pembentukan elit, artikulasi dan agregasi kepentingan, sosialisasi, mobilisasi politik serta pengorganisasian pemerintah. Partai politik modern harus terlibat langsung dalam masalah-masalah sosial yang langsung bersentuhan dengan kebutuhan masyarakat. Ketiga, partai politik tidak bisa dipisahkan dari masyarakat itu sendiri. Masyarakat kita yang terus bertumbuh kembang ini menjadikan masalah yang dihadapi oleh masyarakat juga semakin kompleks. Dalam ruang publik sosial, negara atau dalam hal ini pemerintahan tidak akan mampu menyelesaikan masalah tersebut, termasuk masalah-masalah dasar yang menjadi tanggung jawab negara. Ruang publik sosial yang tidak dapat “dicover” oleh negara menjadi ruang bagi aktor-aktor atau stakeholder diluar negara untuk menancapkan perannya. Dalam banyak teori, ruang ini sering hanya di isi oleh aktor-aktor NGO yang di dalamnya tidak ada kajian peran dari partai politik. Sebab dalam konsep perpolitikan Indonesia, partai politik adalah bagian dari pemerintah itu sendiri. Di Indone○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
401
○
○
○
○
○
○
JURNAL ILMU PEMERINTAHAN & KEBIJAKAN PUBLIK
partai politik yang kalah dalam Pemilu pun dapat menjadi bagian 402 sia, dari pemerintah. Bahkan dalam sejarah, di Indonesia tidak dikenal konsep partai oposisi, meski dalam peran politik sebagaimana dilakukan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, kajian tentang teori oposisi perlu ditinjau ulang. Teori oposisi tersebut tidak dapat secara utuh dapat digunakan dalam menjelaskan konsep oposisi yang dimaksudkan oleh PDI Perjuangan, sebab sistem politik dan pemerintahan di Indonesia sama sekali berbeda dengan negaranegara yang menjadi rujukan kelahiran teori oposisi. Sistem yang di anut di Indonesia, partai politik yang menjadi pemenang Pemilu ditingkat nasional belum tentu menjadi pemenang di daerah, baik di provinsi maupun di kabupaten/kota. Sejak pemilu 2004, PDI Perjuangan telah menyatakan diri menjadi partai oposisi. Tonggak ini menjadi tonggak bagi PDI Perjuangan dalam memelopori modernisasi partai politik. Bahwa tugas partai politik tidak hanya terbatas pada ruang-ruang sidang sebagai lembaga perwakilan, tetapi juga pada ruang-ruang sosial yang salah satunya menyangkut kebijakan publik. Kebijakan publik strategis secara prinsip tidak mungkin diputuskan sendiri oleh pemerintah, tetapi harus disetujui oleh legislatif, baik di pusat maupun daerah. Jika ditingkat pusat disebut dengan UndangUndang (UU), maka ditingkatan daerah disebut dengan Peraturan Daerah (Perda). Peran partai politik sesmestinya dalam peran kebijakan publik tidak dilakukan hanya diruang politik legislatif, partai politik dapat juga ikut serta dan mempengaruhi keseluruhan proses kebijakan publik, bahkan secara implementatif terlibat langsung melaksanakan bentuk-bentuk pelayanan publik Semenjak era reformasi, Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu kabupaten yang roda pemerintahan sangat diwarnai oleh PDI Perjuangan, seiring dengan terpilihnya Toyo S. Dipo menjadi bupati selama dua masa periode, yang dilanjutkan oleh Bupati terpilih yang baru yang juga berasal dari PDI Perjuangan, dan dalam ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Vol. 1 No. 2 jUNI 2014
tatakelola pemerintahnnya banyak melontarkan gagasan inovatif untuk membangun Kulon Progo Binangun, dengan slogan Tirto Margo Saras. Di samping lembaga eksekutif yang dikuasai PDI Perjuangan, lembaga legislatif anggota anggotanya juga didominasi oleh Partai berlambang banteng moncong putih ini. Berangkat dari fenomena empiric tersebut, maka penelitian ini akan menelaah peran Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDI Perjuangan Kabupaten Kulon Progo dalam formulasi kebijakan publik diranah publik melalui peran fungsi 3 (tiga) pilar partai yakni struktural partai, petugas partai di Fraksi DPRD Kabupaten Kulon Progo dan eksekutif (Bupati) pada posisi pemerintahan. Siklus pergerakan 3 pilar ini akan sangat menarik manakala didalamnya mengandung dinamika peran dari masing masing pilar, namun mempunyai tujuan kolegial yaitu menelorkan kebijakan publik yang berpihak pada rakyat. Kabupaten Kulon Progo mengalami masalah krusial antara lain: (1) 70-80% APBD habis digunakan untuk belanja kebutuhan rutin dan gaji pegawai, dan sisanya antara 20-30% saja digunakan untuk membiayai pembangunan (mensejahterakan rakyat). (2) Kabupaten Kulon Progo merupakan daerah dengan angka kemiskinan yang tinggi mengacu pada data BPS DIY tahun 2010 sebesar 23,15% dari jumlah penduduk dan belum bergeser sampai tahun 2012. (3) Kedudukan dan peran partai yang begitu strategis dan penting yang belum disadari baik oleh partai politik itu sendiri sebagai pelaku, ataupun oleh para pemangku kepentingan pihak terkait yang bersinggungan dengan peran partai politik.
403
KERANGKA TEORI
Dalam kajian ini akan membahas tiga hasil penelitian asing yang menjadi referensi penting bagi peneliti Indonesia. Samuel P. Huntington dan Joan Nelson (1994) dalam karyanya, Partisipasi Politik di Negara-negara Berkembang, menjelaskan tentang beberapa perubahan dalam politik. Sebelumnya, partai-partai politik selalu hanya ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
JURNAL ILMU PEMERINTAHAN & KEBIJAKAN PUBLIK
oleh kalangan elit sehingga perlu ada distribusi kekuasan 404 didominasi kepada publik. Hal ini disebut sebagai bentuk partisipasi politik warga negara dalam partai politik. Akan tetapi, kajian yang dibahas oleh Huntington dan Nelson masih terbatas dan belum beranjak pada keterlibatan warga negara dalam menggunakan hak-hak politiknya, hal ini pun terbatas pada keterlibatan dalam pemungutan suara. Hal ini dapat dilihat dari 4 garis besar partisipasi yang dimaksudkan, yaitu; (1) Pemilihan, (2). Lobbying, (3) Organisasi dan (4) Contacting. Sebelumnya, penelitian kajian mengenai pelayanan publik yang berkaitan dengan partai politik juga pernah dikaji oleh Samuel E. Finer (1992) dalam karyanya Raja, Parlemen dan Pelayanan Publik. Finer melakukan kajiannya pada masyarakat di Inggris, Swedia, Jerman Barat dan Belanda. Pada bahasannya, Finer menyatakah bahwa partai menjadi ruang dimana para pengurus partai politik menduduki jabatan politik. Baru dari kedudukannya tersebut, partai berperan dalam pelayanan-pelayanan publik. Sedangkan parlemen memberi dukungan terhadap pemerintah. Artinya peran pelayanan publik yang dilakukan oleh partai politik tidak dilakukan secara langsung, tetapi oleh lembaga eksekutif dimana puncak tertinggi lembaga ini diisi oleh orang-orang dari partai politik. Apa yang dikaji oleh Finer tidak jauh berbeda dengan Myron Weiner (1992), yang menulis hasil penelitiannya dalam karya Kebijakan Preferensial. Menurut Weiner, kebijakan harus mengacu pada hukum, peraturan, ketentuan administratif, ketentuan pengadilan, dan intervensi publik. Weiner mengkaji penelitiannya di India, Malaysia, Sri Lanka, Belgia, Kanada dan Amerika Serikat. Kebijakan preferensial mengacu kebijakan pada kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat. Kebijakan ini dibedakan dengan kebijakan pada umumnya, atau dalam hal ini kebijakan khusus. Kebijakan ini dilakukan untuk menghindari ketimpangan kebijakan. Peran partai politik dilakukan dalam lembaga legislasi dimana aturan ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Vol. 1 No. 2 jUNI 2014
405
TABEL 1. REVIEW PENELITIAN TERDAHULU
PENELITI (TAHUN)
JUDUL PENELITIAN
HASIL
Ichlasul Amal dan Samsurizal Panggabean (1996).
Reformasi Sistem Multipartai dan Peningkatan Peran DPR dalam Proses Legislatif
Arief Eko Nugroho (2005)
Peran DPRD Kabupaten Bantul Dalam Proses Penyusunan APBD Tahun 2003 Peranan DPRD Kota Banjar Dalam Proses Pembuatan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Kecamatan dan Kelurahan, Peran Partai Golkar Dalam Pendidikan Politik; Studi Kasus Pendidikan Politik Kader Oleh DPD Golkar Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2004-2007 Kerja Pemenangan PDI Perjuangan Kulon Progo dalam Pemilukada 2011.
Kajian tentang peran partai masih terbatas pada peran-peran partai-partai di lembaga legislatif. Peran yang dimaksudkan adalah peran partai politik, tetapi dalam pembahasannya belum membahas tentang masalah-masalah sosial yang ada dalam masyarakat yang hanya bisa diselesaikan melalui kebijakan-kebijakan publik. Tidak menyinggung secara spesifik tentang peran partai politik, tetapi lebih mengulas peran fraksi Dalam penelitian ini tidak disinggung secara spesifik tentang peran partai politik, tetapi lebih mengulas peran fraksi di legislative. Artinya peran partai tidak dibahas. Penelitian ini membahas tentang peran perkaderan dalam tubuh partai Golkar, artinya peran partai hanya berlaku ke dalam, belum menyentuh ranah publik.
Yusep Saepulloh (2005) M. Sya’ban Nur (2006)
Makmun Wahid (2011)
○
○
○
○
○
○
○
○
AT. Erik Triadi (2012)
Politik Agregasi Partai Politik (Studi Politik Agregasi PDI Perjuangan dalam Kebijakan Tambang Pasir Besi Kulon Progo )
Febri Dyah Sukmawati (2013)
Peran Partai Politik dalam Pendidikan Politik (Study Rekrutmen dan Pendidikan Politik oleh DPC PDI Perjuangan Kulon Progo pada Bakal Calon Anggota Legislatif Pemilu 2014).
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Hasil penelitian ini dapat mencerminkan tentang peran partai politik dalam ranah publik, dalam bentuk pendidikan politik, idiologi dan terutama dalam hal agregasi kepentingan merebut kekuasaan secara konstitusional melaui pemilukada untukmewujudkan kesejahteraan rakyat Penelitian ini berhasil melacak praktek politik partai dalam hal agregasi kepentingan yang dilakukan oleh partai politikdan menjelaskan logika yang digunakan partai politik dalam melaksanakan fungsinya. Dalam Penelitian ini ditulis bahwa rekrutmen kader partai politik terutama Calon Anggota Legislatif dilakukan secara terbuka dan berjenjang. Pendidikan tentang idiologi, gerak langkah dan peran partai politik dilakukan melalui kuliah umum, diskusi dan praktek kerja lapangan, pelaksanaannya dituangkan melalui kurikulum pendidikan kader (sekolah kader), berjenjang dalam berbagai tingkatan
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
JURNAL ILMU PEMERINTAHAN & KEBIJAKAN PUBLIK
tentang kebijakan tersebut diformulasikan, ditetapkan dan 406 dasar dilaksanakan. Pada saat pelaksanaan, peran partai politik adalah melakukan pengawasan melalui lembaga kegislatif. Secara sistematis, review terhadap penelitian terdahulu yang menyangkut posisi dan peran partai politik di Indonesia dapat dilihat pada tabel 1. Berdasarkan review penelitian terdahulu tersebut di atas yang menunjukkan masih sedikitnya topik penelitan dengan obyek Partai Politik menunjukkan bahwa penelitian ini mengandung unsur kebaruan, terutama dalam hal kajian peran partai politik dalam proses formulasi kebijakan publik. KERANGKA TEORI PARTAI POLITIK
Miriam Budiharjo (2005; 160-161) mendefinisikan partai politik sebagai suatu kelompok terorganisasi yang anggota-anggotanya memiliki orientasi politik. Orientasi yang dimaksud adalah untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan politik. Kelompok dalam masyarakat menurut Nasikun (2001; 13) sebagai pakar sosiologi terdiri dari dua bentuk utama, yaitu kelompok semu atau quasi group dan kelompok kepentingan atau interest group. Partai politik dalam kerangka ini termasuk dalam ketegori kelompok kepentingan. Pandangan Miriam Budiharjo tentang partai politik ini sangat dipengaruhi oleh Carl J. Friedrich (1967), Roger H. Soltou (1961) dan Sigmund Neumann (1963). Menurut Miriam Budiardjo, Carl J. Friedrich mendefinisikan partai politik sebagai sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasan pemerintah bagi pemimpin partainya, dan berdasarkan penguasan ini memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat ideal maupun materil. Sedangkan Roger H. Soltou mendefinisikan partai politik dengan sekelompok warga negara yang sedikit ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Vol. 1 No. 2 jUNI 2014
banyaknya terorganisir, yang bertindak sebagai satukesatuan politik, yang dengan memanfaatkan kekuasan memilih, bertujuan menguasai pemerintah dan melaksanakan kebijakan umum mereka. Sedikit berbeda dengan Carl J. Friedrich dan Roger H. Soltou, Sigmund Neumann mendefinisikan partai politik dengan organisasi dari aktivis-aktivis Politik yang berusaha untuk menguasai kekuasan pemerintah serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan melawan golongan-golongan lain yang tidak sepaham.
407
FORMULASI KEBIJAKAN PUBLIK A. PENGERTIAN KEBIJAKAN PUBLIK
Dalam pengertian substansinya, kebijakan publik menurut Riana Panggabean adalah sebagai apa yang tidak dilakukan maupun yang dilakukan oleh pemerintah, baik secara langsung maupun tidak. Panggaben melihat disini adanya sebuah otoritas kekuasaan dari pemilik kebijakan, yaitu pemerintah (Riana, 2004: 4). Kebijakan publik adalah salah-satu kajian dari Ilmu Administrasi Publik yang banyak dipelajari oleh ahli serta ilmuwan Administrasi Publik. Berikut beberapa pengertian dasar kebijakan publik yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Menurut Robert R. Dye “Public policy is whatever governments choose to do or not to do”. Robert R. Dye berpendapat sederhana bahwa kebijakan publik adalah apapun yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan (Kertyawitaradya,2010). Riant Nugroho menyatakan bahwa kebijakan publik adalah halhal yang diputuskan oleh pemerintah untuk dikerjakan dan hal-hal yang diputuskan pemerintah untuk tidak dikerjakan. Kebijakan publik antara yang memilih dan tidak dipilih diartikan dengan, pemerintah hanya melakukan pekerjaan yang dianggap strategis dimana masyarakat juga tidak mampu mengerjakan (Nugroho, 2003; 54-56) Berhubungan dengan konteks pencapian tujuan suatu bangsa ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
JURNAL ILMU PEMERINTAHAN & KEBIJAKAN PUBLIK
pemecahan masalah publik, kebijakan publik merupakan 408 dan serangkaian kegiatan yang mempunyai maksud atau tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang aktor atau sekelompok aktor yang berhubungan dengan suatu permasalahan atau suatu hal yang diperhatikan. Seiring pada makna tersebut, kebijakan publik juga didasarkan pada usaha-usaha pencapaian tujuan nasional suatu bangsa dapat dipahami sebagai aktivitas-aktivitas yang dikerjakan untuk mencapai tujuan nasional dan keterukurannya dapat disederhanakan dengan mengetahui sejauhmana kemajuan pencapaian cita-cita telah ditempuh (Kertyawitaradya,2010). Dalam penelitian ini, yang dimaksud dalam formulasi kebijakan publik adalah rumusan tentang batas-batas kebijakan itu sendiri. Yaitu dalam kebijakan publik dilakukan intervensi, sebab meskipun kebjakan publik sering dimaknai sebagai apa dan yang tidak dikerjakan pemerintah, tetapi fokus utama dalam formulasi kebijakan adalah apa yang dilakukan (Riant Nugroho, 2003: 101). Kebijkan publik memiliki sifat praktis dan pragmatis, karena itu kebijakan publik harus feasible (masuk akal), implementable (dapat dilaksanakan) dan sustainable (berkesinambungan) serta tersedia anggaran (Riant Nugroho, 2003: 106-107). B. MAKNA FORMULASI KEBIJAKAN PUBLIK
Menurut Budi Winarno (2007;93) formulasi kebijakan menyangkut upaya untuk menjawab pertanyaan bagaimana kebijakan dipilih dari berbagai alternatif pilihan kebijakan untuk menyelesaikan masalah publik oleh para pemangku kepentingan dalam kebijakan publik. Formulasi disini dimaknai sebagai proses penyusunan, pembuatan hingga keputusan untuk memilih kebijakan yang paling tepat dalam menyelesaikan masalah publik. Solichin Abdul Wahab (2007;17) merumuskan formulasi kebijakan publik sebagai keseluruhan proses yang menyangkut pengartikulasian dan pendefinisian masalah, perumusan kemungkinan-kemungkinan ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Vol. 1 No. 2 jUNI 2014
pemecahan masalah, pengaturan tuntutan publik dalam sebuah sistem politik hingga pada pengupayaan pemberian sanksi bagi yang melanggarnya setelah kebijakan publik tersebut diputuskan sebagai keputusan publik. Budi Winarno (2007;84) membagi empat tahap formulasi kebijakan yaitu a. Perumusan masalah, b. Agenda kebijakan, c. Pemilihan alternatif kebijakan d. Penetapan kebijakan. Formulasi kebijakan publik merupakan proses keseluruhan sejak perumusan hingga diputuskan sebagai keputusan publik. Didalam proses ini terdapat banyak dinamika, dari bentuk proses yang sifatnya teknis dan praktis, hingga pada bentuk-bentuh hubungan yang sifatnya paradigmatik. Sifat teknis dan praktif ini menunjukkan adanya dinamisasi dalam proses-prosesnya sehingga jika hal ini berkaitan dengan politik, maka proses negosiasi politik menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari proses kebijakan publik.
409
METODE PENELITIAN
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang mendeskripsikan fakta-fakta sosial tentang sebuah kejadian atau peristiwa dimana realitas sosial dipandang sebagai sesuatu yang holistik, kompleks dan dinamis (Sugiono, 2005;1). Analisis kasus fokus pada formulasi kebijakan publik yang menyangkut program kesejahteraan rakyat yang dilakukan oleh partai politik atau dalam hal ini PDI Perjuangan Kabupaten Kulon Progo, bersama alat kepanjangan partai yaitu legislatif ataunanggota Fraksi di DPRD dan eksekutif dalam hal ini Bupati yang diusung dan dimenangkan PDi Perjuangan yang selanjutnya disebut 3 pilar partai. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Kulon Progo, khususnya DPC PDI Perjuangan Kabupaten Kulon Progo. Pilihan Kabupaten ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
JURNAL ILMU PEMERINTAHAN & KEBIJAKAN PUBLIK
Progo sebagai lokasi penelitian adalah karena pasca reformasi 410 Kulon hingga saat ini, kepala daerah (dalam hal ini Bupati) berasal dari PDI Perjuangan dan demikian juga dalam komposisi dan jumlah anggota fraksi di legislatif DPRD Kabupaten Kulon Progo, PDI Perjuangan menjadi salah satu partai terbesar yang secara logika mempunyai peran dominan dalam pengambilan kebijakan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari data lapangan, atau data yang diperoleh atau dikumpulkan secara langsung dari sumber datanya, misalnya berasal dari anggota Fraksi DPRD Kabupaten Kulon Progo, Bupati, Struktural pengurus partai dan masyarakat umum yang terkait. Data primer disebut juga sebagai data asli atau data baru yang memiliki sifat up to date. Teknik yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data primer antara lain observasi, wawancara, diskusi terfokus (focus grup discussion – FGD) dan penyebaran kuesioner. Data Sekunder diperoleh atau dikumpulkan dari berbagai sumber yang telah ada, peneliti sebagai tangan kedua. Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber seperti Biro Pusat Statistik (BPS), Biro Hukum Pemerintah Daerah, Sekretariat DPRD Kabupaten Kulon Progo, Dewan Pimpinan Cabang PDI Perjuangan Kulon Progo, berita media massa, arsip dalam bentuk dokumen surat, buku, laporan, jurnal, dan lain-lain. Data yang dianalisis berupa data kualitatif dan kuantitatif dimana hal tersebut diatas menyangkut proses formulasi kebijakan publik dalam forum 3 pilar. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: a. Wawancara. Teknik Wawancara ini akan dilakukan kepada beberapa pihak. Pihak yang berkaitan langsung dengan partai adalah pengurus DPC PDI Perjuangan, anggota DPRD, pimpinan fraksi PDI Perjuangan, Kabupaten Kulon Progo dan Bupati Kulon Progo periode 2011-2016. Diluar itu, peneliti mewawancarai masyarakat yang terlibat dalam pembuatan kebijakan publik di ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Vol. 1 No. 2 jUNI 2014
Kulonprogo pada tahun 2012. Teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam berdasar pada pertanyaan terbuka yang telah rumuskan. b. Dokumentasi. Teknik ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data dari dokumen-dokumen yang tersebar sehingga dokumen yang tersaji sesuai dengan tema penelitian ini, yaitu peran partai politik dalam formulasi kebijakan publik. Dokumen ini sangat penting karena dari dokumen tersebut akan diketahui tentang catatan peristiwa, aktor yang terlibat (stakeholder) maupun dinamika yang terjadi. Dokumen ini dapat bersumber dari partai politik, dalam hal ini DPP-DPD dan DPC PDI Perjuangan Kulon Progo, Pemerintah Daerah dan pihal lain seperti media massa dan kelompok masyarakat. Metode pengambilan data dari narasumber ini adalah snowball, yaitu berasal dari informan-informan terpilih yang dalam perspektif peneliti cukup tahu dan terlibat dalam proses-proses formulasi kebijakan publik, baru kemudian mewawancarai informan-informan yang terlibat sampai pada hal yang sifatnya teknis. Teknik snowball ini adalah teknik pengambilan sampel dari wawancara satu orang pertama kemudian dari wawancara tersebut dikembangkan dengan mewawancarai narasumber berikutnya yang mempunyai kaitan dengan topik wawancara (Sugiyono, 2005;54) Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik triangulasi yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil wawancara terhadap objek penelitian (Moleong, 2004:330) Triangulasi dapat dilakukan dengan menggunakan teknik yang berbeda (Nasution, 2003:115) yaitu wawancara, observasi dan dokumentasi. Triangulasi ini selain digunakan untuk mengecek kebenaran data juga dilakukan untuk memperkaya data. Teknik analisis data dalam penelitian ini untuk menjawab rumusan masalah penelitian ini yang dilakukan dengan proses ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
411
○
○
○
○
○
○
JURNAL ILMU PEMERINTAHAN & KEBIJAKAN PUBLIK
dan menyusun secara sistematis data-data dan informasi 412 mencari yang telah didapatkan dengan mengorganisasikannya sesuai dengan kebutuhan analisis yang dibutuhkan. Proses analisa ini dilakukan sejak penelitian ini dilakukan dari melakukan reduksi data (pengumpulan data), display data (penyajian data) hingga pada pada verifikasi dan melakukan konklusi data. Hasilnya dituangkan secara rinci dalam bentuk laporan penelitian. PEMBAHASAN
Paradigma baru pembangunan dan perubahan baru hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjadikan pemerintah daerah memiliki peran penting dalam kemajuan daerah. Pemerintah daerah yang dimaksudkan bukan hanya peran dari kepala daerah, tetapi juga peran dari lembaga legislatif di daerah. Lembaga legislatif ini merupakan representasi dari peran partai politik di daerah sebagai bagian integral dari partai politik nasional. Demikian juga, kepala daerah diusung dan berasal dari partai politik. Dengan demikian, partai politik sesungguhnya merupakan bagian penting dari kebijakan politik di daerah. Perubahan paradigma pembangunan ini dalam pelaksanaannya membutuhkan proses agar mencapai tujuan. Proses ini meliputi ketersediaan infrastruktur dan aturan legal formal perundangundangan serta sumberdaya, seperti pemerintah daerah dalam hal ini bupati dan DPRD serta masyarakat itu sendiri. Dimamika masalah disetiap daerah memiliki dinamika tersendiri, namun secara umum masalah yang menjadi tulang punggung keberhasilan daerah adalah berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat. Di Kabuaten Kulon Progo, upaya dalam mewujudkan kesejahteraan dilaksanakan secara terintegratif antara kepala daerah, lembaga legislatif dan partai politik. Penelitian ini mengeksplorasi terhadap beberapa masalah penting yang di hadapi masyarakat Kabupaten Kulon Progo yang berkaitan ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Vol. 1 No. 2 jUNI 2014
dengan peran partai politik dan peran-peran kebijakan publik yang dilakukan secara umum. Beberapa diantara masalah publik tersebut adalah berkaitan dengan keterbatasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), masalah kemiskinan dan kesehatan, masalah pendidikan dan masalah infrastruktur. Masalah keterbatasan anggaran maupun dinamika politik yang terjadi menjadikan pemerataan pembangunan yang lebih adil dan berimbang yang diharapkan tersebut dicapai bukan dalam angka ideal, tetapi pencapaian yang realistis.
413
KETERBATASAN APBD
Dalam APBD Kabupaten Kulon Progo tahun 2010 disebutkan bahwa Badan Anggaran DPRD Kulon Progo memberikan sinyalemen bahwa belanja anggaran di Kulon Progo tidak cukup signifikan dalam menggerakkan sektor riil. Bahkan APBD Kabupaten Kulon Progo tahun 2010 secara umum mengalami devisit anggaran sebesar Rp. 19, 2 milyar. Defisit anggaran terjadi karena belanja daerah sebesar Rp 580,9 milyar melebihi pendapatan daerah yang hanya sebesar Rp 561,6 milyar. APBD tahun 2011 Kabupaten Kulon Progo, berikut adalah gambaran secara lebih terperinci tentang keterbatasan APBD Kabupaten Kulon Progo tahun 2011. RAPBD Kabupaten Kulon Progo Yogyakarta tahun anggaran 2011 disetujui menjadi APBD dalam sidang paripurna penyampaian pendapat akhir Bupati Kulon Progo terhadap Rancangan Perda tentang APBD 2011 di Gedung DPRD pada hari Senin, 13 Desember 2010. Dalam perhitungan APBD ini kondisi keuangan mengalami defisit anggaran senilai Rp 27,68 miliar. Akhirnya Pemerintah Kabupaten menutup defisit anggaran menggunakan pos pembiayaan. Pada tahun anggaran 2011 tersebut, total pendapatan daerah mencapai Rp 658,711 miliar. Pendapatan ini terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rp 49,588 miliar, Dana Perimbangan Pusat Rp 515,660 miliar dan dari lain-lain pendapatan daerah yang ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
JURNAL ILMU PEMERINTAHAN & KEBIJAKAN PUBLIK
senilai Rp 93,462 miliar (Bedah APBD, dokumen DPC PDIP 414 sah Kulon Progo 2012). Sebagaimana disebutkan, keterbatasan APBD Kulon pada tahun 2010 dan 2011, keterbatasan juga terjadi pada APBD 2012. APBD Kabupaten Kulonprogo tahun 2012 sebesar Rp 833,8 miliar. Dengan jumlah pendapatan sebesar Rp 800,6 milar maka defisit anggaran mencapai 33,2 milar. Defisit tersebut akan ditutup dengan pembiayaan neto yang bersumber dari penerimaan pembiayaan sebesar Rp 39,4 milyar dikurangi pengeluaran pembiayaan Rp 6,2 milyar (Bedah APBD, dokumen DPC PDI Perjuangan Kulon Progo 2012) MASALAH KEMISKINAN DAN KESEHATAN
Kemiskinan di Kabupaten Kulon Progo sekitar 92.800 jiwa dari 390.850 jiwa penduduk atau 23% untuk penduduk miskin dan 24% untuk Kepala Keluarga (KK) miskin. Masalah kemiskinan ini berkait erat dengan masalah kesehatan. Persoalan yang harus di hadapi pemerintah kabupaten terkait dengan masalah kesehatan masyarakat, akibat minimnya dana APBD maka inovasi yang dilakukan pemerintah kabupaten adalah dengan memberikan prioritas layanan kesehatan bagi warga miskin, dalam bentuk program Program Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Tahun 2010, dari anggaran Rp1,5 miliar hanya tersalurkan Rp511 juta. Pada tahun berikutnya, dari anggaran Rp2,5 miliar hanya tersalurkan Rp1 miliar dantahun 2012 realisasi Jamkesda meningkat tajam meski tetap belum menyentuh angka 100 persen. Dari anggaran Rp9 miliar tersalurkan Rp7 miliar. Jamkesda meningkat hingga tiga kali lipat dari sebelumnya. Sedangkan tahun 2012 hanya 62%. Sedangkan penerima Jamkesmas mencapai 232.515 orang. Minimnya realisasi jaminan kesehatan dapat disebabkan banyak hal, antara lain karena jumlah warga yang sakit hanya sedikit, atau karena kurangnya sosialisasi, sehingga masyarakat banyak yang belum tahu, pada sisis lain pasien enggan mengurus jaminan kesehatan, karena prosedur ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Vol. 1 No. 2 jUNI 2014
pelayanan yang kurang praktis.
415
MASALAH PENDIDIKAN DAN INFRASTRUKTUR
Beberapa program pemerintah kabupaten Kulon Progo dalam bidang pendidikan adalah penyediaan sarana dan prasarana, peningkatan mutu dasar sumber daya manusia sejak usia dini, dan pendidikan dasar 9 tahun dan sekarang dicanangkan menjadi 12 tahun. Untuk melihat keberhasilan program pemerintah dan peningkatan pembangunan manusia dapat dilihat dari data-data pendidikan sebagai bahan perencanaan dan evaluasi bagi penentu kebijakan. Pemerintah Kabupaten Kulon Progo melalui Dinas Pendidikan, melaksanakan Program Bantuan Siswa Miskin (BSM), selanjutnya disebut Program (BSM), adalah program nasional yang bertujuan untuk: 1. Mengurangi kendala siswa miskin untuk bersekolah, 2. Membantu siswa miskin memperoleh akses pelayanan pendidikan yang lebih baik, 3. Mencegah putus sekolah, dan 4. Menarik siswa miskin untuk kembali bersekolah. Kesemuanya ini pada akhirnya mendukung penuntasan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun bahkan hingga tingkat menengah atas, serta membantu kelancaran program sekolah. Program BSM merupakan bantuan dari Pemerintah berupa sejumlah uang tunai yang diberikan secara langsung kepada anakanak usia sekolah sesuai kriteria sasaran yang ditetapkan. Program ini diperuntukkan bagi anak-anak usia sekolah dari semua jenjang pendidikan (SD, SMP, SMA/SMK, MI, MTs dan MA) yang berasal dari keluarga miskin agar anak-anak dapat terus bersekolah hingga pendidikan tertinggi.Program bantuan siswa miskin (BSM) ini merupakan dampak darikenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Selain masalah pendidikan, pembangungan infrastruktur ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
JURNAL ILMU PEMERINTAHAN & KEBIJAKAN PUBLIK
isu kebijakan di kabupaten kulon progo. Permasalahan air 416 menjadi bersih menjadi masalah tahunan setiap musim kemarau terutama di wilayah perbukitan. Pada tahun 2011 untuk mengatasi permasalahan air bersihPemerintah kabupaten Kulon Progo bekerjasama dengan Satuan Kerja (Satker) Pemda DIY menyediakan anggaran sebesar Rp. 1,8 miliar, yang dipakai untuk memperbaiki bak air di Clapar Desa Hargowilis. Bak penampung air di Clapar dialirkan dengan pipa melewati desa Hargotirto sampai di Kalirejo bahkan direncanakan untuk masyarakat di Hargorejo. Hal serupa juga telah dirintis sejak tahun 2010 di wilayah Jatimulyo, Tanjungharjo, Pengasih dan Nanggulan. Khusus menegani persoalan infrastruktur jalan, sejak 2010 telah dilakukan evaluasi tikungan dan tanjakan menoreh, peningkatan kualitas dan lebar badan jalan. Anggaran pembangunan infrastruktur di Kulon Progo pada tahun 2011 sebesarRp. 30 milyar dan tahun 2012 sebesar Rp. 76 milyar. Ruas jalan di kulon Progo adalah 763,68 km, telah diperbaiki 91 ruas atau sepanjang 98,71 km, peningkatan kualitas jalan menjadi kategori baik mencapai 484,83 atau 63,73 dari total panjang jalan (Kepala Dinas PU Kabupaten Kulon Progo, 2013). Dalam kerangka itu yang dilaksanakan oleh pemerintah Kabupaten Kulon Progo adalah membuat program padat karya yang telah di anggarkan melalui APBD 2012. Anggaran program padat karya senilai Rp 9.957.480.400,- dilaksanakan pada APBD Perubahan tahun 2013. Program ini melingkupi 115 titik lokasi di 88 Desa se Kabupaten Kulon Progo. Formulasi kebijakan hingga putusan pilihan kebijakan yang dilakukan oleh PDI Perjuangan dilakukan secara struktural dan berjenjang dalam tingkatan struktur partai. DPC PDI Perjuangan Kabupaten Kulonp Progo menerjemahkan mekanisme ini dalam berbagai bentuk, secara langsung dilakukan dalam pembahasan pada forum-forum bersama partai termasuk asesmen tentang kondisi ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Vol. 1 No. 2 jUNI 2014
politik kontemporer dan prakiraan masa depan kebijakan politik yang akan diambil. Forum tersebut merupakan ruang publik politik yang dapat berbentuk formal dan non-formal tergantung kepada tujuan dilaksanakan forum. Forum tersebut merupakan forum diskusi antara kelompok masyarakat dan pimpinan partai politik yang ditujukan untuk memperoleh gambaran menyeluruh tentang masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Karena itu pada forum ini, agregasi formulasi kebijakan politik dapat dilakukan secara non-formal, akan tetapi semua hasil merupakan hasil keputusan yang diambil sebelum kemudian dibahas dan ditetapkan sebagai kebijakan partai. Kebijakan publik pemerintah Kabupaten Kulon Progo, dalam hal ini pemerintah daerah dan DPRD tidak terlepas dari formulasi kebijakan yang dilakukan oleh partai politik. Fraksi PDI Perjuangan Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu kekuatan politik penting di Kulon Progo dengan 7 kursi ditambah dengan 2 kursi koalisis dari Partai Gerindra Di DPRD, fraksi PDI Perjuangan adalah fraksi terbesar kedua setelah Fraksi Partai Amanat Nasional (F. PAN). Sedang di lembaga eksekutif, Bupati Kulon Progo berasal dari kader PDI Perjuangan, kader PDI Perjuangan yang duduk di lembaga eksekutif maupun legislatif disebut dengan Petugas Partai. Berangkat dari kacamata ini, kebijakan-kebijakan yang dihasilkan oleh kepala daerah dan DPRD juga dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan yang dirumuskan dan dihasilkan oleh PDI Perjuangan Kabupaten Kulon Progo. Fraksi PDI Perjuangan dan Bupati disebut dengan forum3 pilar, sehingga rapat-rapat yang diselenggarakan bersama tersebut disebut dengan Rapat 3 Pilar. Rapat 3 Pilar ini merupakan forum untuk saling bertukar pikiran, mengumpulkan data, informasi dan aspirasi bersama antara partai dan pertugas partai. Dari sinilah mengapa kemudian kebijakan pemerintah, dalam hal ini kebijakan Bupati merupakan juga kebijakan partai secara tidak langsung. Sebab ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
417
○
○
○
○
○
○
JURNAL ILMU PEMERINTAHAN & KEBIJAKAN PUBLIK
tugas dan fungsi antara partai dan petugas partai berbeda. 418 wewenang, Garis formulasi kebijakan tidak boleh keluar dari ideologi yang pegang teguh oleh PDI Perjuangan. Proses penetapan dan tahapan yang digunakan oleh PDI Perjuangan adalah dengan melakukan skala prioritas kebijakan. Berikut adalah proses dan tahapan tersebut 1. PDI Perjuangan melakukan kajian persoalan-persoalan sebelum memilih sebuah kebijakan. Kajian ini meliputi kajian untuk menemukan hakekat atau arti penting suatu suatu kebijakan untuk dipilih, ditunda atau ditetapkan bukan menjadi kebijakan. Formula yang dipilih menjadi kebijakan karena kebijakan tersebut segera dan penting dilakukan dengan manfaat yang besar bagi masyarakat. Kajian tentang hakikat kebijakan ini penting dilakukan agar ruh dan jiwa ideologi yang dianut oleh PDI Perjuangan tetap menjadi semangat kebijakan partai, bukan semata sebagai sebuah tindakan kerja-kerja partai. 2. Kajian yang dihasilkan ini digunakan untuk menentukan tujuan kebijakan, manfaat kebijakan dan target yang ingin dicapai dalam kebijakan. pada akhirnya digunakan untuk mengukur efektifitas kebijakan jika kebijakan tersebut dilakukan. 3. Adanya rumusan tentang tujuan, manfaat dan target ini menjadi alternatif jika kebijakan yang akan dilakukan tidak bisa dilaksanakan. PDI Perjuangan akan merumuskan alternatif kebijakan serta solusi kebijakan serta solusi alternatif dalam mencapai tujuan kebijakan. 4. PDI Perjuangan dalam menyusun model kebijakan, kebijakan harus dapat difahami oleh masyarakat. Model kebijakan ini menunjukkan model kebijakan top-down, tetapi pada bentuk bottom up. Kebijakan yang dirumuskan oleh PDI Pejuangan ini harus digali dari masyarakat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi. 5. Perumusan standar kebijakan untuk mengukur keberhasilan atau kegagalan sebagai standar dalam melakukan evaluasi kebijakan. Standar kebijakan ini juga merupakan pembagian tugas antara ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Vol. 1 No. 2 jUNI 2014
partai, eksekutif dan legislatif sehingga kebijakan partai merupakan kerja bersama 3 pilar partai, baik kerja structural partai politik maupun kerja petugas partai. Garis besar dalam perumusan kebijakan dalam internal partai merupakan upaya PDI Perjuangan untuk menyerap aspirasi masyarakat sebagai pemilik mandat kekuasaan. Pada perumusan kebijakan partai politik ini, hasilnya akan dipilah dan dipilih apakah akan dilaksanakan langsung oleh DPC PDI Perjuangan Kabupaten Kulon Progo atau akan menjadi bagian dari kebijakan partai di DPRD dan kebijakan pemerintah daerah yang dilaksanakan oleh Bupati. Peran partai politik dilakukan berdasar fungsi-fungsi yang melekat dalam partai politik tersebut. Pertama, partai politik sebagai sarana komunikasi politik. Partai politik mempunyai tugas adalah menyalurkan aneka ragam pendapat dan inspirasi masyarakat dan mengatur dari pada kesimpangsiuran pendapat dari masyarakat berkurang. Pendapat yang telah disalurkan akan ditampung dan disatukan agar tercipta kesamaan tujuan. Proses penggabungan pendapat dan inspirasi tersebut dinamakan penggabungan kepentingan (interest aggregation). Di sisi ini politik sebagai wahana perantara anatara pemerintah dengan warga negara. Dimana wahana ini berfungsi sebagai pendengar bagi pemerintah dan sebagai pengeras suara bagi masyarakat. Kedua, partai sebagai sarana sosialisasi politik. Biasanya proses sosialisasi berjalan secara berangsur-angsur dari massa kanak-kanak sampai dewasa. Dalam hal ini partai politik sebagai salah satu sarana sosialisasi politik. Dalam menguasai pemerintah melalui kemenangan dalam pemilihan umum, dan partai harus mendapat dukungan secara seluas-luasnya. Ketiga, partai sebagai sarana rekruitmen politik.Partai politik juga berfungsi untuk mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk turut dalam kegiatan politik sebagai anggota partai (political recruitment). Dengan demikian partai turut memperluas ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
419
○
○
○
○
○
JURNAL ILMU PEMERINTAHAN & KEBIJAKAN PUBLIK
politik. Caranya dengan melalui kotak pribadi, persuasi 420 partisipasi dan lain-lain. Dan partai politik juga, berfungsi juga dalam mendidik kader-kader muda untuk menggantikan kader yang lama. Keempat, partai sebagai sarana pengatur konflik. Dalam suasana demokrasi, persaingan dan perbedaan pendapat dalam masyarakat merupakan soal yang wajar. Jika sampai terjadi konflik, partai politik berusaha dalam mengatasinya. Kebijakan yang diputuskan oleh pemerintah daerah Kabupaten Kulon Progo, baik kebijakan yang diputuskan oleh DPRD maupun Bupati sebagaimana telah dijelaskan juga menjadi bagian dari kebijakan DPC PDI Perjuangan Kabupaten Kulon Progo. Karena itu, partai juga memiliki tanggung jawab dalam melakukan sosialisasi kebijakan partai. Berkaitan dengan peran dan fungsi partai politik maka sosialisasi yang dilakukan oleh DPC PDI Perjuangan Kabupaten Kulon Progo dalam program kebijakannya disebut dengan sosialisasi politik. Sosialisasi politik merupakan semua usaha menjelaskan kebijakan partai kepada masyarakat publik. Sosialisasi ini dilakukan pada dua tingkat. DPC PDI Perjuangan Kabupaten Kulon Progo dalam lingkup lebih kecil menerjemahkan sikap politik dalam sosialisasi ini sebagai ruang berkomunikasi langsung. Hal ini karena DPC PDI Perjuangan Kabupaten Kulon Progo merupakan ujung tombak partai pada masyarakat akar rumput. Pengurus DPC PDI Perjuangan Kabupaten Kulon Progo berasal dan mewakili wilayah–wilayah Kabupaten Kulon Progo sendiri. Artinya DPC PDI Perjuangan langsung bersinggungan dengan masyarakat. Oleh karena itu sosialisasi ini selain merupakan ruang publik untuk menjelaskan ideologi PDI Perjuangan kepada masyarakat, juga merupakan ruang publik untuk menjelaskan kebijakan publik kepada masyarakat baik yang dilakukan secara langsung oleh DPC PDI Perjuangan Kabupaten Kulon Progo, juga merupakan ruang publik bagi petugas partai di DPRD maupun lembaga eksekutif. Kedua, sosialisasi pada tingkat ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Vol. 1 No. 2 jUNI 2014
individual. Proses sosialisasi politik ini dipahami sebagai proses internalisasi terhadap nilai-nilai ideologi politik partai kepada warga negara (citizen) untuk membentuk pandangan-pandangan politik mereka. Dalam sosialisasi partai, DPC PDI Perjuangan Kabupaten Kulon Progo juga melakukan apa yang disebut dengan fungsi edukasi (pendidikan). Secara umum fungsi ini tidak tertulis dalam tugastugas partai di lembaga legislatif. Tetapi dalam kerangka pembangunan karakter partai dan penyadaran politik warga negara, pendidkan politik bagi PDI Perjuangan tidak hanya dilakukan terhadap para kader partai, tetapi juga kepada warga. Pendidikan politik pada kader ditujukan untuk penguatan basis ideologi partai, sedang pendidikan politik kepada warga negara ditujukan untuk membangun kesadaran warga negara sehingga warga negara juga menjadi subyek dalam pembangunan. Penguatan peran penting partai politik yang dilakukan oleh DPC PDI Perjuangan Kabupaten Kulon Progo adalah dengan menjadikan partai sebagai “rumah” yang nyaman bagi masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan, partai dijadikan sebagai sarana dalam menyalurkan aspirasi. Tentu saja dalam hal ini PDI Perjuangan tidak melakukan hal tersebut sendirian, partai politik lain di Kabupaten Kulon Progo juga melakukan hal yang mungkin hampir sama. Namun aspirasi ini dalam PDI Pejuangan telah menjadi sebuah agenda dengan beberapa rumusan. Rumusan penting agenda dalam menyerap aspirasi masyarakat yang di lakukan oleh PDI Perjuangan dintaranya adalah; 1)PDI Perjuangan melihat aspirasi ini sebagai pemenuhan hak tahu publik. 2)PDI Perjuangan mengakomodasi aspirasi masyarakat dalam sebagai dasar utama perumusan kebijakan publik. 3)Upaya aspirasi ini selain menjadi sarana untuk menumbuhkan keperdulian masyarakat, juga merupakan sarana mendapatkan dukungan publik. 4)PDI Perjuangan dalam melakukan tugas aspirasinya dengan melakukan pendidikan politik, karena itu aspirasi ini juga ditujukan untuk meluruskan pesepsi ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
421
○
○
○
○
○
○
JURNAL ILMU PEMERINTAHAN & KEBIJAKAN PUBLIK
bahwa ada aspirasi yang dapat cepat dijadikan sebagai 422 publik kebijakan atau harus ditunda pelaksanaannya. Pemilihan untuk menjadikan aspirasi sebagai skala prioritas ini dilakukan kajian. Kajian bersama antara antara eksekutif dan legislatif tersebut dibentuk sebuah forum tiga pilar, karena itu sebagaimana telah disebut diatas bahwa rapat-rapat yang diselenggarakan disebut dengan rapat 3 pilar, yaitu partai, petugas partai di DPRD (fraksi) dan petugas partai di eksekutif (Bupati). Beberapa hal yang dicapai dalam rapat tiga pilar menyangkut 3 bentuk kebijakan, yakni tertulis (dalam bentuk Peraturan Daerah, Peraturan Bupati, Instruksi Bupati dan semacamnya), kebijakan langsung yaitu dalam tindakan spontan kondisional seperti bencana alam ataupun masalah sosial masyarakat dan tidak langsung yang didelegasikan secara teknis melalui Dinas/SKPD terkait. Mekanisme rapat 3 pilar pada saat kepala daerah dijabat oleh Bupati Toyo S Dipo dan Bupati Hasto Wardoyohampir tidak ada perbedaan. Untuk diketahui, rapat 3 pilar ini, mekanisme tersebut sudah dilakukan pada masa pemerintahan Bupati Toyo S Dipo sehingga periode Bupati Hasto Wardoyo adalah periode yang diteruskan. Perbedaan yang mungkin dapat dijelaskan untuk membedakan rapat 3 pilar antara masa Bupati Toyo S Dipo dengan Bupati Hasto Wardoyo adalah pada masa Bupati Toyo S Dipo, rapat dilakukan lebih santai. Bupati Toyo S Dipo sudah sangat mengusai betul pemerintahan. Karena itu dalam rapat tiga pilar hanya dibicarakan hal strategis seperti soal rencana pembangunan Bandara, pabrik pengolahan Pasir Besi dan Pelabuhan ataupun masalah-masalah kebijakan di bidang pertanian dan peternakan. Keterlibatan dalam rapat juga sangat bagus, sehingga apa yang disampaikan Bupati Toyo S Dipo terlihat lebih tegas dan efektif. Karena Bupati Toyo S Dipo adalah juga fungsionaris partai, Bupati Toyo S Dipo dalam rapat 3 pilar sering menyampaikan apa yang harus dilakukan oleh partai. Sedang pada masa Bupati Hasto pada rapat 3 pilar itu lebih formal, ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Vol. 1 No. 2 jUNI 2014
cenderung menginformasikan secara umum program pemerintah. Bupati Hasto karena semula merupakan akademisi dan praktisi bidang kedokteran bukan merupakan pengurus partai, karena itu beberapa hal terdapat banyak perbedaan namun tetap saling melengkapi. Rapat 3 pilar dilakukan rutin minimal 3 bulan sekali, tetapi pada praktiknya dilakukan sebulan sekali. Tempat rapat biasa dilakukan di rumah dinas bupati. Pada rapat tiga pilar yang diperluas sering digunakan untuk membedah APBD, sehingga perlu mengundang Sekretaris Daerah, Kepala Bappeda, Assek 1 (bidang pemerintahan desa) ditingkat kabupaten untuk menyampaikan sinkronisasi dan menggali ataupun optimalisasi peran partai. Tidak semua aspirasi masyarakat dapat ditindaklanjuti, ada skala prioritas yang harus diambil oleh PDI Perjuangan, mana aspirasi yang dapat segera ditindaklanjuti dan ada aspirasi yang tidak mungkin bisa ditindaklanjuti. Skala prioritas dan tidak prioritas jika dalam hal tidak bersifat darurat diputuskan melalui rapat pleno partai, atau rapat tiga pilar, dalam kondisi sangat mendesak keputusan diambil oleh Ketua Partai, bersama Sekretaris dan Bendahara (KSB). Begitu dinamisnya aspirasi dan kepentingan yang harus didahulukan maka seringkali rapat-rapat 3 pilar dilakukan secara mendadak, maraton atau tidak terjadwal.
423
PERAN PDI PERJUANGAN DALAM MEMUNCULKAN ALTERNATIF KEBIJAKAN
Kebijakan publik yang dilakukan oleh DPC PDI Perjuangan Kabupaten Kulon Progo tidak terlepas dari peran DPP. Hal ini berfungsi untuk menjaga agar terjadi keselarasan ritme antara DPP, DPD dan DPC. Untuk kebijakan atau hal-hal yang sifatnya strategis dan ideologis peran itu harus mendapatkan mandat dari DPP, sedangkan untuk kebijakan yang bersifat aplikatif dan operasional maka kewenangan sepenuhnya diberikan kepada DPC. Sifat aplikatif ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
JURNAL ILMU PEMERINTAHAN & KEBIJAKAN PUBLIK
operasional yang dimaksudkan adalah bahwa DPC PDI 424 dan Perjuangan kabupaten Kulon Progo lebih mengerti situasi lapangan dan perubahan yang terjadi di Kulon Progo, sehingga hal-hal yang bersifat local dapat dikelola langsung di tingkat DPC. Sebagaimana dalam teori organisasi, DPC secara struktural bukan berada pada top level maupun midle evel, karena itu peran-peran yang dimainkan oleh DPC adalah operating level. Karena itu, peran DPP dalam kaitan dengan kebijakan publik yang dilakukan oleh DPC adalah peranperan eksekusi pada kebijakan-kebijakan yang sifatnya aplikatif dan operasional ditingkat lokal. Sedang untuk peran strategis dan ideologis bersifat konsultatif karena tetap menjadi kewenangan partai ditingkat pusat. Berkaitan dengan petugas partai di lembaga eksekutif, PDI Pejuangan membuat forum kepala daerah yang berasal dari PDIP. Forum ini dipertemukan dalam rakornas bupati/walikota dan gubernur, dilakukan 1 bulan sekali. Rakornas ini dilaksanakan di kantor DPP PDI Perjuangan atau di tempat yang telah disepakati. Bahasan rakornas adalah informasi perkembangn politik kontemporer. Hal ini dilakukan agar kepala daerah yang berasal dari PDI Perjuangan selalu up date terhadap setiap perkembangan politik sehingga kebijakan-kebijakan yang dilakukan selalu tepat sesuai dengan harapan masyarakat. Dalam makna lain kebijakan yang dilakukan oleh PDI Perjuangan tidak boleh berseberangan dengan kehendak masyarakat. Pada forum kepala daerah ini, DPP memberikan informasi langsung tentang sikap-sikap yang harus diambil kepala daerah atas kebijakan pemerintah pusat dimana PDI Perjuangan saat ini memilih opsi sebagai partai oposisi. Beberapa yang dilakukan diantaranya adalah sinkronisasi anggaran agar kepala daerah yang berasal dari PDI Perjuangan tidak salah dalam mengelola anggaran. Hal penting yang dilakukan adalah melakukan “bedah APBN dan APBD”. Bedah anggaran ini untuk melihat hingga sejauhmana anggaran tersebut ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Vol. 1 No. 2 jUNI 2014
digunakan dan diserap dalam kebijakan publik, serta strategi dalam menerapkan kebijakan anggaran. Karena itu dalam peran ini, PDI Perjuangan membentuk apa yang disebut dengan tim sinkronisasi anggaran. Forum kepala daerah ini secara normatif sering dilihat hanya diikuti oleh kepala daerah, dan tidak diikuti oleh partai. Ruang ini sering dilihat secara terpisah, namun dilihat dari kesatuan sistem yang dibangun oleh PDI Perjuangan, forum kepala daerah merupakan salah satu sistem yang dibuat berdampingan dengan sistem-sistem yang lain sehingga forum kepala daerah ini justru memperkuat partai. Hasil dari forum kepala daerah ini, akan disampaikan melaui dua jalur. Pertama, kepala daerah akan menyampaikan hasil-hasil dari forum kepala daerah kepada partai politik dalam rapat-rapat koordinasi yang dilakukan dimana salah satunya adalah rapat 3 pilar. Kedua, DPP secara vertikal juga akan menyampaikan hasil-hasil dari Rakornas kepada DPD dan DPC sehingga terdapat kesamaan informasi dan sinkronisasi kebijakan. Peran partai secara vertikal ini menandakan model keorganisasian modern dimana sistem itu membentuk sebuah kerja partai. Secara vertikal DPP membuat intruksi DPP kepada DPD dan DPC. Instruksi vertikal ini dilakukan untuk internal partai, namun instruksi yang bersifat internal ini memiliki dampak terhadap kebijakan publik. Misalnya tentang keputusan pemerintah yang melakukan impor terhadap bawang merah dan kedelai, terdapat sikap yang jelas antara sikap yang diambil oleh PDI Perjuangan dengan sikap yang dilakukan oleh petugas partai di lembaga eksekutif maupun lembaga legislatif. Berkaitan dengan instruksi DPP tentang kedaulatan bangan misalnya, DPC PDI Perjuangan dan Bupati Kabupaten Kulon Progo kemudian merumuskan konsep dan program jargon baru “madep mantep mangan pangane dewe” dan “bela beli Kulon Progo”. Pada program pertama pemerintah dan daerah menyatakan harus bangga dengan produksi pangan yang berasal ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
425
○
○
○
○
○
○
JURNAL ILMU PEMERINTAHAN & KEBIJAKAN PUBLIK
Kulon Progo, sedangkan jargon yang kedua yang berarti 426 dari “membela dan membeli produk Kulon Progo” secara aplikatif agar penduduk Kulon Progo mempunyai kemandirian ekonomi, meyakini bahwa produk yang dihasilkan oleh masyarakat Kulon Progo memiliki kualitas yang juga baik. Daripada membeli beras impor, maka lebih baik menggunakan beras Kulon Progo yang surplus beras serta merubah raskin menjadi rasda (beras daerah). Fungsi dan peran kebijakan tiga pilar ini dilakukan dengan koordinasi, komunikasi, konsolidasi, soliditas dan transparansi. Koordinasi dilakukan dengan tujuan bahwa kebijakan diantara tiga pilar tersebut harus sinergi sehingga kebijakan tersebut menjadi tanggung jawab bersama. Komunikasi merupakan ruang untuk menjembatani sekat-sekat organisasi dimana sekat organisasi memiliki aturan organisasi yang berbeda. Intensifitas komunikasi akan mempermudah bagi tiga pilar dalam melakukan pengambilan keputusan publik. Soliditas dan transparansi ini menjadi faktor bahwa sinergisitas tidak mungkin dibangun tanpa ada kesepahaman dan frame yang sama, karena itu soliditas ini menjadi ukuran keselarasan antara partai, fraksi dan eksekutif (Hasto Wardoyo, dalam sambutan rapat 3 pilar). A. PERAN EKSEKUTIF
Beberapa gambaran tentang pembagian gerak peran eksekutif di Kabupaten Kulon Progo menyangkut beberapa isu penting publik yang dilakukan oleh eksekutif diantaranya adalah: 1. Gerakan penghijauan dan air bersih 2. Pembangunan infrastruktur pedesaan 3. Stimulan modal usaha, desa binaan dan penguatan koperasi 4. Mewujudkan kedaulatan dan ketahanan pangan serta mengembangkan potensi alternatif pangan masyarakat setempat 5. Gerak cepat antisipasi kerawanan bencana 6. Mengimplemantasikan setiap keputusan politik dan pembangunan daerah selalu berpegang pada nilai nilai Trisakti ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Vol. 1 No. 2 jUNI 2014
Bung Karno dan menjaga keberlangsungan 4 pilar kebangsaan, berupa pengentasan kemiskinan dari 2 sektor yakni bedah rumah dan beras daerah (Rasda).
427
B. PERAN LEGISLATIF
Partai politik menyerap aspirasi masyarakat untuk menjadi program dalam pembangunan daerah. Karena itu anggota fraksi atau secara umum anggota dewan harus memahami dasar hukum UU No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan, UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, UU No 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, serta Kepmendagri No.169 tahun 2004 Tentang Pedoman Penyusunan Legislasi Daerah, ataupun peraturan dan perundang-undangan lainnya yang berlaku. Peran penting partai di dewan adalah melalu fraksi dalam pembentukan peraturan daerah. Mekanisme sebuah Prolegda sampai ke Badan Legislatif, tentu melalui Sekretariat Dewan, kemudian dijadwalkan oleh Badan Musyawarah dan kemudian dibahas melalui komisi-komisi, sebelum diparipurnakan. Jika seorang anggota Dewan mempunyai aspirasi atau pendapat sendiri, maka hal tersebut dapat disampaikan melalui partai, melalui fraksi, melalui komisi atau disuarakan langsung dalam rapat-rapat yang ada didalam Badan legislatif itu sendiri. Partai melakukan pengawasan terhadap anggota fraksi sehingga dalam perjuangan politiknya tidak keluar dari garis kebijakan partai. Dalam pembahasan Perda, perda tersebut harus merupakan perda yang didukung oleh Partai, bukan hanya didukung oleh individu-individu anggota dewan di lembaga legislatif.
C. PERAN PARTAI
Masalah publik pokok adalah berupa terbatasnya APBD ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
JURNAL ILMU PEMERINTAHAN & KEBIJAKAN PUBLIK
Kulon Progo yang berakibat kurangnya dana-dana untuk 428 Kabupaten mengatasi masalah kesehatan, pendidikan, infrastruktur dan pengentasan kemiskinan. Oleh karena itu dalam formulasi kebijakan public titik focus pembahasan adalah hal-hal tersebut dengan menggali dana-dana non APBD melalui pola gotong royong. DPC PDI Perjuangan Kabupaten Kulon Progo menjadi stakeholder penting dalam kebijakan politik di Kabupaten Kulon Progo dan memiliki tanggung jawab besar dalam setiap agenda kebijakan. Petugas partai di legislatif (dalam hal ini fraksi PDI Perjuangan) harus mengikuti garis kebijakan partai. Demikian juga dengan petugas partai di eksekutif (dalam hal ini bupati) dimana setiap kebijakan yang dilakukan harus selaras dengan kebijakan partai. Peran partai dalam perumusan Perda adalah dengan memberikan suplay dan tambahan informasi, data ataupun pressure agar kerja anggota Fraksi segaris dan sejalan dengan idiologi partai. Tentang material daripada pembahasan diserahkan sepenuhnya kepada Ketua Fraksi. Sedangkan fraksi berperan melekat dalam tupoksi legislator, menempatkan asas manfaat dan kepentingan rakyat diatas segala kepentingan yaitu mencermati dan mengkritisi, sebelum sebuah prolegda sebelum ditetapkan menjadi sebuah perda. KEBIJAKAN PUBLIK DAN RESTRUKTURISASI PARTAI DI LEGISLATIF A. RELASI PENATAAN STRUKTUR PARTAI DI LEGISLATIF DAN KEBIJAKAN PUBLIK
Sejak pemilu 2009, DPC PDI Perjuangan baru melakukan restrukturisasi peran anggota dewan pada bulan April 2013. Pergantian Fraksi dan Komisi di DPRD Kulon Progo, disesuaikan dengan tata tertib DPRD yakni jangka waktu jabatan waktunya 2,5 tahun. Ketua Fraksi sebelumnya adalah Thomas Kartoyo diganti oleh Catur Nugroho. Untuk jabatan ketua Komisi 1 dipindah ke komisi 2 (Sri Murdopo), anggota komisi 2 menjadi ketua komisi 4 ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Vol. 1 No. 2 jUNI 2014
(Thomas Kartoyo) sedangkan yang lain melengkapi Badan Kehormatan, Badan Musyawarah dan Badan Anggaran. Penataan ini merupakan bargaining politik partai melalui fraksi. Penempatan posisi kader dalam fraksi ini diatur melalui internal partai, partai mengatur/menugaskan anggota Fraksi disesuaikan dengan kemampuan yang dipertandingkan dengan melihat anggota alat kelengkapan dewan dari Fraksi partai lain. Hubungan ini bersifat konsultatif karena tergantung pada kemampuan kader. AD/ART Partai memberikan kewenangan hak prioritas dalam kedudukan alat kelengkapan Dewan kepada KSB (ketua, sekertaris, bendahara). KSB diberi hak prioritas untuk mendududuki jabatan-jabatan pimpinan di eksekutif maupun legislatif. Penataan struktur petugas partai tidak semata-mata dilakukan atas pertimbangan politik, da beberapa pertimbangan lain yang harus menjadi pemikiran. Pertama, penataan struktur harus memperhatikan manfaat kepada publik. Jika penataan struktur tersebut tidak memiliki dampak baik terhadap peningkatan kebijakan publik maka penataan struktur harus dipertimbangkan lebih cermat dengan melihat peta politik yang ada. Kedua, kebutuhan di lembaga legislatif sendiri dimana harus memperhatikan aspirasi dari dewan itu sendiri. Ketiga, menjaga hubungan politik yang baik sehingga PDI Perjuangan bersama partai lain memiliki hubungan harmonis. PDI Perjuangan menyadari bahwa PDI Perjuangan tidak bisa menyelesaikan masalah publik dengan sendirian karena itu PDI Perjuangan menjaga hubungan baik dengan partai-partai lain. Keempat, resrtukturisasi juga harus memiliki dampak dalam penguatan ideologi dan gerak partai. Beberapa syarat-syarat tersebut bersifat akumulatif sehingga ketika salah satu syarakat tidak terpenuhi maka restrukturisasi petugas partai tidak dilakukan terkecuali dalam kondisi darurat dan bencana alam Dalam penelitian ini tidak ditemukan kasus akibat dari penataan struktur organisasi pemerintah yang menimbulkan maslah kontraproduktif, karena ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
429
○
○
○
○
○
○
JURNAL ILMU PEMERINTAHAN & KEBIJAKAN PUBLIK
430 dalam prakteknya telah melibatkan peran SKPD BAPERJAGAD. B. EFEKTIFITAS PENATAAN STRUKTUR
Dalam melakukan penataan, DPC PDI Perjuangan membuat instruksi dan pengawasan yang melekat kepada anggota fraksi di DPRD, jika terdapat anggota dewan dari PDI Perjuangan yang melanggar dari garis kebijakan partai akan dikenakan sanksi organisasi. Sanksi organisasi berbentuk peringatan lisan, peringatan tertulis, hingga pemecatan (Pergantian Antar Waktu/PAW). Peringatan lisan dilakukan oleh Ketua di masing-masing tingkatan. Jika yang melakukan pelanggaran adalah ketua, maka peringatan lisan akan disampaikan oleh Dewan Pertimbangan Partai. Peringatan tertulis ini dilakukan oleh ketua dan sekretaris. dan pemecatan dilakukan oleh ketua dan sekertaris partai. Struktur pemecatan dalam organisasi jika pelanggaran dilakukan oleh PAC, maka yang melakukan pemecatan itu adalah DPD. Jika yang melakukan pelanggaran adalah DPC maka sanksi akan diberikan oleh DPP. Hal ini terjadi pada tahun 2011 dalam kasus (Pemilukada). Kasusnya adalah Ki Mujiono, Sutopo, Riok, Gutomo Putro, Ngadiman oleh karena tidak menjalankan instruksi partai, beberapa orang ini mendukung calon dari partai lain dengan menggunakan kedudukan, identitas, lambang dan nama partai, padahal PDIP mengusung dr. Hasto Wardoyo dan Drs Sutedjo. Karena beberapa orang tersebut adalah kader, atau bukan struktural maka SK pemecatan dikeluarkan oleh DPD DIY yang ditandatangani oleh Idham Samawi dan Bambang Praswanto. Efektifitas penataan struktur mulai dijalankan berdasar penegakan disiplin internal partai. Penegakan kebijakan dalam internal partai akan berdampak pada penegakan kebijakan oleh petugas partai dilembaga eksekutif maupun legislatif. Sikap DPC PDI Perjuangan terhadap Bupati Toyo S. Dipo dan Bupati Hasto Wardoyo masih tetap sama meski keduanya memiliki gaya ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Vol. 1 No. 2 jUNI 2014
kepemimpinan yang berbeda. Sikap partai sebagai representasi sikap DPC selalu mem-backup setiap kebijakan dan mendukung apa yang telah diputuskan oleh Bupati. Gaya kepemimpinan periode H. Toyo S Dipo lebih cenderung tegas dan berani mengambil resiko dalam mengambil kebijakan pro rakyat, partai mendukung sepenuhnya dan sangat mengapresiasi. Sedangkan pada masa Hasto Wardoyo, kebijakan yang sangat fenomenal adalah program bedah rumah dengan mengandalkan gotong royong melalui dana non APBD, dalam hal ini Partai sangat mendukung dan dapat ditangkap sebagai gerakan pro rakyat yang berhasil. tidak semua kebijakan Bupati dikonsultasikan dengan partai, dalam hal Bupati memerlukan pendapat partai, secara praktis akan lebih cepat menghubungi anggota Fraksi di DPRD, Pimpinan Dewan dan kemudian baru komunikasi dengan DPC. Hal ini berbeda dengan fraksi di DPRD, fraksi di DPRD adalah penjelmaan partai sehingga keputusan fraksi adalah keputusan dari partai sehingga fraksi selalu melakukan konsultasi dengan partai dalam mengambil kebijakan. Intensifitas komunikasi dapat dilakukan secara praktis dalam rapat-rapat, terutama rapat tiga pilar, namun juga dapat dilakukan secara lisan dalam forum non formal, bisa saja melalui komunikasi jejaring teknologi komunikasi, seperti e-mail, SMS, BBM, telepon sebagai bentuk sharing bersama.
431
PERAN PDI PERJUANGAN DALAM PROSES PENETAPAN KEBIJAKAN YANG DIPILIH
Setelah melakukan perencanaan yang baik, PDI Perjungan melakukan dan memastikan bahwa program tersebut dapat dilaksanakan olehkarenanya evaluasi mutlak dilakukan. Metode evaluasi yang dilakukan oleh DPC PDI Pejuangan dilakukan dalam tiga bentuk. Pertama, evaluasi terhadap rencana progam dan kegiatan. Evaluasi ini adalah bentuk kontrol itu sendiri apakah akan bisa dilaksanakan dengan efektif atau tidak. PDI Perjuangan melihat, ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
JURNAL ILMU PEMERINTAHAN & KEBIJAKAN PUBLIK
terhadap rencana ini untuk mengukur apakah rencana akan 432 evaluasi dapat dilaksanakan atau justru sulit untuk dilakukan. Evaluasi ini juga akan melihat sejauhmana prioritas kegiatan tersebut apakah harus segera dilakukan atau justru masih bisa ditunda pelaksanaanya. Kedua, melakukan evaluasi dan kontrol terhadap kebijakan yang sedang dilakukan. Pada program dan kegiatan yang berjalan ini untuk melihat bagaimana dampak terhadap program dan kegiatan tersebut. Program dan kegiatan yang dimaksudkan adalah penterjemahan dari kebijakan publik. Dan ketiga, adalah evaluasi dan kontrol terhadap program dan kegiatan yang sudah dilakukan. Hal ini untuk melaksanakan apakah program tersebut akan dilanjutkan kembali atau justru harus dilakukan pembenahan agar program tersebut dapat berjalan efektif. Peran partai kepada petugas partai di legislatif dan eksekutif atas sebuah kebijakan, baik yang bersifat mendukung ataupun ketidaksetujuan dalam kerangka mengontrol pemerintah disampaikan melalui pendapat-pendapat yang bersifat formil dalam bentuk surat tertulis. Pendapat pendapat ini disampaikan melalui rapat struktural DPC partai, rapat fraksi atau secara langsung melalui Ketua Fraksi di DPRD. Partai juga dapat menyampaikan pendapatnya melalui media, diantaranya media publik baik elektronik maupun media cetak. FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PERAN DPC PDI-P KULONPROGO DALAM FORMULASI KEBIJAKAN A. FAKTOR KEPEMIMPINAN
Pengaruh faktor kepemimpinan dalam formulasi kebijakan publik adalah peran, aktivitas dan gerak langkah serta pemikiran pemikiran alat kepanjangan partai atau petugas partai di eksekutif (Bupati), PDI Perjuangan Kulon Progo semenjak jabatan Bupati di pilih secara langsung, berhasil menempatkan kader terbaiknya sebagai pimpinan ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Vol. 1 No. 2 jUNI 2014
pemerintahan di Kulon Progo. Bupati Toyo S Dipo yang menjabat selama dua periode. Sikap kepemimpinan Toyo S Dipo yang tegas dan lugas, serta visioner untuk memikirkan kesejahteraan rakyat melalui rencana 4 mega proyek yakni Bandara udara di Temon, Pelabuhan Adi Karta di Glagah, Pengerlolaan Sumber Daya Alam Pasir Besi di Karangwuni dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Sentolo. 4 mega proyek ini diharapkan akan mampu mengatrol Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berimbas kepada pengentasan kemiskinan, kemajuan pendidikan, pembangunan infrastruktur, penanganan masalah kesehatan serta terbukanya lapangan kerja. Estafet kepemimpinan kembali di pegang oleh PDI Perjuangan dengan berhasiul memenangkasn pasangan Hasto-Tejo sebagai Bupati dan Wakil Bupati Kulon Progo 2011-2016. Disinilah faktor peran pemimpin dalam formulasi kebijakan menjadi semakin nyata. Bupati Hasto Wardoyo beralatar belakang akademisi, lebih cenderung mengakomodir dan mendengarkan suara rakyat, mengedepankan komunikasi yang intensif. Kepemimpinan eksekutif juga didukung dengan keterwakilan kader PDI Perjuangan di legislative juga memperkuat kepemimpinan dari PDI Perjuangan. Formulasi kebijakan publik yang pada dasarnya berada pada proses komunikasi ditingkat basis rakyat benar-benar mendapatkan tempat untuk bertumbuh kembang, karena faktor kepemimpian di pemerintahan yang dimiliki oleh PDI Perjuangan. Dapat dibayangkan jika PDI Perjuangan tidak mempunyai alat kepanjangan partai atau menempatkan kadernya di pimpinan pemerintahan, maka pengaruh formulasi kebijakan publiksudah tentu akan sangat kecil.
433
B. FAKTOR SOLIDITAS ORGANISASI PARTAI POLITIK
Mengupas faktor soliditas partai dimulai dari pengamatan tentang sistem manajerial dan pengelolaan organisasi, dan PDI Perjuangan Kulon Progo periode kepengurusan 2010-2015 memulai membangun fondasi soliditas partai dari pembenahan sistem manajemen ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
JURNAL ILMU PEMERINTAHAN & KEBIJAKAN PUBLIK
pengelolaan administrasi. Tahap paling mendasar inilah 434 dan kemudian mempengaruhi tatakelola organisasi secara holistik, karena jadwal kegiatan partai dipetakan dengan cermat sehingga roda organisasi berputar dan nafas kehidupan partai memberi angin segar bagi setiap kader untuk berada bersama sama bergerak membesarkan partai. Soliditas partai di tingkat Cabang sangat terbantu dengan kondisi Dewan Pimpinan Pusat dan Dewan Pimpinan Daerah yang mempunyai ketegasan untuk mengatur jalannya organisasi. Sistem komando yang dikembangkan dilaksanakan melalui kegiatan kegiatan konsolidasi organisasi yang melibatkan struktural secara berjenjang dari tingkat pusat sampai tingkat Anak Ranting (Pedukuhan). Pengaruh tersebut dilakukan secara kolektif oleh struktural partai, petugas partai di eksekutif dan legislative maupun oleh pendapat pendapat individu-individu anggota partai. Terkait dalam faktor soliditas ini tak lepas dari kupasan tentang tokoh, figure, kejujuran dan keteladanan yang ditunjukkan oleh petinggi partai. Dari sanalah muncul kepercayaan sebagi bibit utama dari munculnya soliditas partai. Jika soliditas itu terbangun maka secara umum dapat digambarkan bahwa dengan kondisi partai yang solid, maka dalam mengerjakan program kerja partai, mewujudkan cita cita serta mengimplementasikan idiologi partai berjalan dengan lancar. Begitu pula sebaliknya dalam sebuah partai yang tidak solid maka yang terjadi adalah perpecahan dan konflik kepentingan antar kader ataupun antar elit, dengan demikian maka citra partai menjadi buruk, terjadilah krisis kepercayaan abi ineternal maupun eksternal, akibatnya sangat tidak mungkin partai mampu memecahkan problem sosial atau beraksi mempengaruhi kebijakan publik. Dalam hal ini terbukti syarat soliditas partai menjadi bagian penting dalam keterlibatan peran formulasi kebijakan publik. REALISASI FORMULASI KEBIJAKAN PUBLIK YANG ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Vol. 1 No. 2 jUNI 2014
MENJADI PROGRAM UNGGULAN DI KULON PROGO
435
A. PROGRAM BEDAH RUMAH
Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo selalu mengajak masyarakat untuk berjuang mengurangi angka kemiskinan dengan berbagai cara, salahsatunya melalui program bedah rumah. 100 rumah dalam tahun 2012 dapat dibangun dalam program bedah rumah yang selalu dilakukan dengan gotong royong setiap hari minggu melibatkan pimpinan SKPD bersama masyarakat. Meski tidak menggunakan sepeserpun dana dari APBD kabupaten, namun dengan dana patungan dan pengerjaannya diselesaikan melalui gotong royong warga masyarakat setempat, sebagimana terjadi di dalam gotong royong bedah rumah. Sepanjang tahun 2012, Kabupaten Kulonprogo berhasil memperbaiki 421 rumah tidak layak huni (RTLH) menjadi rumah layak huni. Dari jumlah tersebut, tak satu pun diperbaiki menggunakan dana APBD. Seluruh perbaikan rumah dilakukan bergotongroyong bersama masyarakat, dimana dananya di gali dari pengusaha, donatur, sukarelawan, kelompok masyarakat peduli Kulon Progo di perantauan, BAZDA dan BAZCAM. Sampai dengan pertengahan tahun 2013 telah dilaksanakan bedah rumah sejumlah 270 rumah. Sampai saat penelitian ini disusun Program bedah rumah di Kulon Progo masih terus berlangsung. Bupati mengakui program bedah rumah yang selama ini dilakukan belum mampu mengatasi masalah kemiskinan secara menyeluruh, hal ini hanya merupakan salah satu upaya membangkitkan semangat gotong royong serta kepedulian sosial, mengetuk hati masyarakat termasuk melalui PNPM. Kedepan untuk mengentaskan kemiskinan dibuat kelompok-kelompok masyarakat yakni Kelompok Asuh Keluarga Binangun (KAKB). Dalam KAKB, Keluarga miskin akan mendapat “asuhan” & bimbingan dari keluarga mapan, sehingga akan meningkat pengetahuan, ketrampilan dan aksesnya terhadap sumber-sumber produksi. Program bedah rumah ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
JURNAL ILMU PEMERINTAHAN & KEBIJAKAN PUBLIK
mendapatkan kritik dari kelompok atau partai lain yang tidak 436 ini sejalan dengan PDI Perjuangan. Persoalan administrasi program bedah Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) yang digagas Pemerintah Kabupaten Kulonprogo sejak 2012 lalu dinilai menimbulkan masalah baru. Program bedah kerap salah kaprah atau justru tidak menyasar pada warga yang sebenarnya masuk dalam sasaran program itu. RTLH yang mendapat bantuan justru warga yang dekat dengan Pemerintah Desa atau yang dekat dengan pengurus Partai PDI Perjuangan bukan warga yang masuk kategori miskin. Pihak yang mengkritisi program bedah rumah ini berharap pemerintah merevisi kebijakan dan aturan administrasi dalam program ini. B. PROGRAM BELA BELI KULON PROGO, RASKIN MENJADI RASDA
Rencana pengadaan Raskin menjadi Rasda itu tentu merupakan sebuah terobosan positif yang dilakukan oleh Pemkab Kulon Probo. Raskin yang selama ini di dominasi dari Bulog yang notabene adalah badan pemerintahan pusat- akan di coba di berbagi peran dengan pemerintah daerah. Hal yang menarik dari rencana pengubahan Raskin menjadi Rasda tersebut, adalah: Pertama, secara bahasa pengubahan dari istilah Raskin menjadi Rasda menunjukkan adanya bargaining position. Kata miskin dari raskin menjadi merupakan simbolisasi perlawanan ingin mengganti kesan selama ini bahwa beras Bulog yang kualitasnya jelek disedikan untuk orang miskin, sedangkan beras daerah yang relative beras bermutu diperuntukkan untuk orang mampu. Dalam konteks ini Bupati mengembangkan semangat kemandirian “madhep mantep mangan pangane dhewe” sebagai upaya meningkatkan martabat kemanusiaan bagi masyarakat daerah Kulon Progo. Kedua, dengan pengubahan Raskin menjadi Rasda terjadi desentralisasi pada bidang pangan. Pemerintah daerah di beri kesempatan untuk mengelola pangannya sendiri dengan hasil produk daerah sendiri. Selama ini memang daerah hanya di beri ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Vol. 1 No. 2 jUNI 2014
peran dalam pendistribusian dalam pembagian Raskin ke masyarakat yang berhak menerima. Persoalan pengadaan menjadi domain dari Bulog. Ini merupakan tantangan bahwa Kulon Progo akan mampu menyediakan beras sendiri dalam rangka menuju kedaulatan pangan, bukan sekedar swasembada ataupun kemandirian pangan. Ketiga, Program Raskin menjadi Rasda diharapkan akan berdampak bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat petani Kulon Progo. Dengan rencana petani Kulon Progo akan lebih mudah dalam memasarkan produksi berasnya. Ini adalah salah satu wujud dari slogan yang sedang di gelorakan oleh Pemkab Kulon Progo yaitu bela beli Kulon Progo, yang maksudnya adalah jika ingin membela Kulon Progo maka harus membeli produk asli Kulon Progo. Dengan menggunakan metode Analisis Interpretasi Data menurut Robert C. Bogdan & Camp; (2007) yang menitik beratkan pada proses secara sistematis mencari dan mengolah berbagai data yang bersumber dari wawancara, pengamatan lapangan, dan kajian dokumen (pustaka) kemudian merujuk pada pengembangan ideide atas hasil penemuan untuk selanjutnya direlasikan dengan kajian teoretik (teori yang telah ada) guna menghasilkan konsep-konsep atau teori-teori substansif yang baru dalam rangka memperkaya khazanah ilmu, maka dapat diberikan uraian bahwa: 1. Bupati Kulon Progo, Struktural DPC PDI Perjuangan dan Fraksi PDI Perjuangan di DPRD Kulon Progo yang disebut dalam penelitian ini sebagai 3 pilar adalah sebagai “siapa” pelaku utama dalam proses munculnya formulasi kebijakan publik. partai memposisikan diri untuk mendukung dan mensosialisasikan pada tingkatan basis rakyat, kemudian Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kulon Progo melakukan lobi-lobi politik dengan partai lain untuk mendapatkan payung hukum berupa peraturan daerah. 2. Wilayah Kulon Progo dengan segala persoalannya, terutama dalam hal keterbatasan APBD dan tingginya angka kemiskinan merupakan obyek pokok dan locus delicti dimana kegiatan-kegiatan ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
437
○
○
○
○
○
○
JURNAL ILMU PEMERINTAHAN & KEBIJAKAN PUBLIK
438
politik yang dilakukan oleh PDI Perjuangan Kulon Progo untuk menunjukkan eksistensi dan kinerjanya dalam menampung aspirasi-aspirasi publik, kemudian diolah dalam rapat 3 pilar berlangsung. 3. Jika merujuk waktu maka proses formulasi kebijakan publik dalam penelitian ini melingkupi tahun 2010-2012, dimana menyangkut 2 periode kepemimpinan eksekutif di Kabupaten Kulon Progo yang berbeda. Tahun 2010 adalh tahun terakhir kepemimpinan Bupati Toyo S Dipo dan Tahun 2011-2012 adalah tahun-tahun awal kepemimpinan Hasto Wardoyo. Demikian juga untuk Struktural DPC PDI Perjuangan Kulon Progo maupun Fraksi PDI Perjuangan di DPRD Kulon Progo dalam kondisi periodeisasi waktu yang sama, yaitu awal masa pengabdian. 4. Gambaran nyata aktivitas PDI Perjuangan dalam memainkan peran formulasi kebijakan publik, tercermin dari sejak pengumpulan aspirasi, pembahasan dalam internal partai maupun rapat 3 pilar sampai berupa praktek pelaksanaan kebijakan. Dukungan dalam program bedah rumah misalnya, PDI Perjuangan bersama struktural di tingkat anak ranting (pedukuhan) mengumpulkan data tentang Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) dilingkungannya, kemudian disusun skala prioritas berdasarkan persyaratan teknis yang ada. KESIMPULAN
Penelitian ini dapat disimpulkan: 1. DPC PDI Perjuangan Kabupaten Kulon Progo, sebagai bagian integral dari PDI Perjuangan tingkat nasional, telah menjalankan peran strategis untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui berbagai program. Membangun kepercayaan rakyat dimulai dengan mendengarkan aspirasi mereka, memperjuangkan dan mewujudkannya (agregasi dan artikulasi) melalui proses yang disebut formulasi kebijakan publik, dengan mengefektifkan kerja ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Vol. 1 No. 2 jUNI 2014
3 pilar partai yakni, fungsionaris partai, alat kepanjangan partai atau petugas partai di eksekutif (bupati) dan legislatif (anggota fraksi). Inti sarinya, upaya dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat di Kabupaten Kulon Progo yang dilakukan oleh PDI Perjuangan tidak an sich dilakukan oleh partai secara langsung, tetapi tergambar dalam sinergisitas antara partai dan petugas partai di legislatif (fraksi) serta petugas partai di eksekutif (bupati). Ketiga lembaga tersebut (partai-fraksi-bupati) dalam konsep politik PDI Perjuangan disebut dengan “tiga pilar”. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi peran DPC PDI Perjuangan Kulon Progo dalam formulasi adalah faktor kepemimpinan partai yang kuat serta soliditas organisasi partai. Kuatnya kepemimpinan partai mulai dapat dilihat dari keberhasilan PDI Perjuangan menempatkan kader terbaik sebagai Bupati Kepala Daerah Kabupaten Kulon Progo secara berturut turut sejak 2001-2006, 2006-2011, dan 2011-2016. Kedudukan Bupati sebagai eksekutif pimpinan daerah berpengaruh besar terhadap kepentingan perjuangan partai dalam upaya mewujudkan cita cita mensejahterakan rakyat. Peran Bupati sebagai petugas partai dalam bentuk kebijakan langsung maupun tidak langsung, sesungguhnya dipengaruhi oleh kepentingan partai. 3. Bupati Kulon Progo, Struktural DPC PDI Perjuangan dan Fraksi PDI Perjuangan di DPRD Kulon Progo yang disebut dalam penelitian ini sebagai 3 pilar adalah sebagai pelaku utama dalam proses munculnya formulasi kebijakan publik. Masing-masing pilar tersebut mempunyai sumber bahan aspirasi dan wewenang sendiri-sendiri namun dalam kesatuan tanggungjawab kolektif untuk memperjuangkan kepentingan publik, peristiwa ini bersifat khusus dan spesifik, karena locus delicti hanya terjadi di Kulon Progo.
439
SARAN
Melalui paparan penelitian ini, dapat disampaikan masukan dan ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
JURNAL ILMU PEMERINTAHAN & KEBIJAKAN PUBLIK
sebagai 440 saranberikut: 1. Saran Bagi Dewan Pimpinan Cabang PDI Perjuangan, adalah perlunya secara continue meningkatkan kemampuan Sumber Daya Manusia baik dijajaran pengurus maupun ditingkat kader dan anggota-anggotanya, agar semakin paham akan tugas-tugas partai terutama dalam mewujudkan kesejahteraan melalui peran formulasi kebijakan publik. 2. Saran yang perlu diperhatikan oleh petugas partai di eksekutif (bupati) adalah pentingnya untuk selalu berkoordinasi, mengefektifkan rapat 3 pilar dengan menyertakan Dinas/SKPD terkait, agar aspirasi serta kepentingan partai benar-benar dapat diperjuangkan. Bagi dunia akademis, disarankan perlunya untuk menggali dan mengkaji peran partai politik secara umum dalam kerja formulasi kebijakan publik, sehingga mampu mengubah pandangan bahwa selama ini peran formulasi kebijakan publik hanya dilakukan dan menjadi wilayah birokrasi atau pemerintah, agar tidak mengabaikan peran partai politik yang sebenarnya melalui penelitian ini terbukti sangat signifikan. DAFTAR PUSTAKA BUKU Amal, Ichlasul dan Samsurizal Panggabean. 1996. Reformasi Sistem Multipartai dan peningkatan Peran DPR dalam Proses Legislatif. Yogyakarta: Tiara Wacana. Budiharjo, Miriam. 2005. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, cetakan XXVII. Cipto, Bambang. 1996. Prospek dan Tantangan Partai Politik. Yogyakarta: Penerbit Pustaka pelajar. Dunn, Willian N. 1994. Public Policy Analysis: An Introduction, 2ndedition, University of Pittsburgh, New Jersey. Yogyakarta: Diterjemahkan dalam Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Gajah mada University Press. Duverger, Maurice. 1984. Partai Politik Dan Kelompok-Kelompok Penekan. Yogyakarta: Penerbit Bina Aksara. Firmanzah. 2011. Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan positioning, ideology Politik
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Vol. 1 No. 2 jUNI 2014
dan Era Demokrasi. Jakarta: Penerbit Buku Obor, Cetakan II. Haryanto. 1984. Partai Politik, Suatu Tinjauan Umum. Yogyakarta: Liberty. Huntington, Samuel. 1994. Partisipasi Politik di Negara-negara Berkembang. Jakarta: Rineka Cipta. Iwantono, Sutrisno. 2004. Pemikiran Tentang Arah Kebijakan Pemerintah Dalam Pengembangan Usaha Kecil Dan Menengah. Jakarta. Karim, Rusli. 1983. Perjalanan Partai Politik Di Indonesia, Sebuah Potret Pasang Surut. Jakarta: Rajawali. Koirudin. 2004. Partai Politik dan Agenda Transisi Demokrasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Moeliono, Anton M. 1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Nasikun. 2001. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada/Rajawali Pers, Cetakan XI. Neumann, Sigmund. 1981. Ke Arah Suatu Studi Perbandingan Partai Politik, Dalam Miriam Budiardjo (Ed). Partisipasi dan Partai Politik, Sebuah Bunga Rampai. Jakarta: Gramedia. Pangabean, Riana. 2004. Membangun paradigm baru dalam mengembangkan UKM. Jakarta. Parsons, Wayne. 2011. Public Policy, pengantar teori dan praktik analisa kebijakan, Kencana (Prenada Media Grup). Jakarta. Saepulloh, Yusep. 2005. Peran DPRD Kota Banjar Dalam Proses Pembuatan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kecamatan Dan Kelurahan. Skripsi UMY, tidak diterbitkan, Yogyakarta. Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Wahab, Solichin Abdul. 2008. Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan Negara, Edisi 2. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara. Winarno, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media Pressindo.
441
JURNAL Itiniyo, Pandri S. “Peran Partai Politik Dalam Mewujudkan Kesejahteraan Masyarakat Ditinjau Dari Uu. No. 2 Tahun 2011”. Lex Privatum, Vol.IV/No. 3 Kambo, Gustiana A. 2010. “Memahami Peran Partai Politik dalam Pembuatan Kebijakan Publik di era Orde Baru”. Diskursus Jurnal Ilmu Politik Vol I nomor 2 Tahun 2010. Poerwadi, Hereo. 2011. “Sistem Demokrasi: Marketing Politik dan Jaminan Kebenaran Informasi”. Journal of Government and Politics. Volume 2 Nomor 1. Suwitri, Sri. 2008. ”JEJARING KEBIJAKAN DALAM PERUMUSAN KEBIJAKAN PUBLIK Suatu Kajian Tentang Perumusan Kebijakan Penanggulangan Banjir Dan Rob Pemerintah Kota Semarang”. Jurnal Delegasi, Jurnal Ilmu Administrasi, STIA Banjarmasin, VI (No 3). DOKUMEN Katalog BPS Kulon Progo dalam angka 2010. 2011.2012. Litbang Kompas, Partai-partai Politik Indonesia, Ideologi dan Program, Penerbit buku
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
JURNAL ILMU PEMERINTAHAN & KEBIJAKAN PUBLIK
442
Kompas, Jakarta, 2004. Litbang Kompas, Peta Politik Pmilihan Umum 1999-2004, Penerbit buku Kompas, Jakarta, 2004. WEBSITE http://kertyawitaradya.wordpress.com/2010/01/26/tinjauan-teoritis-implementasikebijakan-publik.
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○