PERAN KELUARGA DALAM MEMBENTUK KARAKTER ANAK USIA DINI Oleh : I Ketut Sudarsana Dosen Pascasarjana IHDN Denpasar E-mail :
[email protected]
Abstract As a potential successor to life, the child has a heavy duty and obligation as an adult, so as to realize the golden generation that is tough and ready to compete, then the role of the family is of particular importance in shaping the character of an child, especially early childhood. As a social system is the smallest, the family in this case the parents should be able to instill the indigo character in a child's personality. In infancy, a child has a lot of questions about things he felt new. Kids have critical questions, so this is where good communication skills are required to be possessed by every parent in answering the questions posed by a child. The family is now not only have the function of production and consumption, but more complex, covering the overall development of the child. Keywords: Family, Character and Early Childhood Abstrak Sebagai calon penerus kehidupan, anak memiliki tugas dan kewajiban yang berat ketika telah dewasa, sehingga untuk mewujudkan generasi emas yang tangguh dan siap bersaing, maka peranan keluarga sangat penting terutama dalam membentuk karakter seorang anak, khususnya anak usia dini. Sebagai suatu sistem sosial terkecil, keluarga dalam hal ini orang tua harus mampu menanamkan nilai-nila karakter dalam kepribadian seorang anak. Pada masa pertumbuhan, seorang anak memiliki banyak pertanyaan mengenai hal-hal yang dirasanya baru. Anak memiliki pertanyaan-pertanyaan kritis, sehingga disinilah dituntut kemampuan komunikasi yang baik yang harus dimiliki oleh setiap orang tua dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh seorang anak. Keluarga sekarang tidak hanya memiliki fungsi produksi serta konsumsi saja, namun lebih kompleks yang mencakup keseluruhan tumbuhkembang anak. Kata Kunci : Keluarga, Karakter dan Anak Usia Dini I. 190
Pendahuluan Anak selain penerus generasi keluarga juga penerus bangsa dan Negara, sehingga dalam konteks tersebut anak perlu mendapat pola asuh yang baik sehingga potensi-potensi dirinya dapat berkembang dengan pesat. Pola asuh yang baik akan berdampak pada tumbuhnya anak menjadi manusia yang SEMINAR NASIONAL | PGPAUDH-FDA-IHDN DENPASAR 19 AGUSTUS 2016
memiliki kepribadiian yang tangguh dan memiliki berbagai macam kemampuan dan ketrampilan yang bermanfaat. Penting bagi keluarga untuk berperan dan bertanggung jawab dalam memberikan berbagai macam stimulasi dan bimbingan yang tepat sehingga akan tercipta generasi penerus yang tangguh. Anak adalah individu yang unik. Dengan keunikannya anak berhak mendapatkan layanan pendidikan yang sesuai kebutuhannya. Anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal jika lingkungan mendukung segala kebutuhannya dengan baik. Anak membutuhkan perawatan, pengasuhan, dan pendidikan yang layak di rumah, sekolah dan masyarakat. Anak memerlukan perhatian yang intensif dari orang dewasa untuk mengembangkan dirinya. Keberadaan anak didik tidak dapat diabaikan karena mereka adalah generasi penerus yang dapat menentukan kemajuan suatu bangsa. Keberlangsungan hidup anak menjadi tanggung jawab pendidik, baik guru maupun orang tua khususnya untuk mengatasi berbagai permasalahan, agar tumbuh kembang anak berlansung sesuai dengan tahapan perkembangannya. Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 pasal 28 Anak usia dini adalah anak yang memiliki usia 0-6 tahun. Pendidikan Anak Usia Dini, berarti pendidikan yang ditujukan kepada anak-anak yang usianya 0-6 tahun (prasekolah). Menurut definisinya, Pendidikan Anak Usia Dini adalah pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar dan merupakan suatu upaya pembinaan bagi anak sejak lahir sampai usia 6 tahun dan dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan, untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani, agar anak memiliki kesiapan untuk mengikuti pendidikan lebih lanjut. Pendidikan usia dini ini penting karena pada usia ini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan aknak untuk memperoleh pendidikan. Menurut penelitian, 50% kapabilitas kecerdasan orang dewasa telah terjadi ketika anak berusia 4 tahun, 80 % terjadi ketika anak berusia 8 tahun, dan mencapai titik kulminasi ketika anak mencapai usia 18 tahun. Hal menunjukkan bahwa perkembangan yang terjadi dalam kurun waktu 4 tahun pertama, sama besarnya dengan perkembangan yang terjadi pada 14 tahun berikutnya. Periode ini merupakan periode kritis bagi anak. Perkembangan yang diperoleh pada periode ini sangat berpengaruh pada perkembangan berikutnya, hingga masa dewasa. Periode ini hanya datang sekali, tidak terulangi. Oleh karena itu, pendidikan anak usia dini dalam bentuk pemberian rangsangan-rangsangan (stimulus) dari keluarga terdekat sangat diperlukan untuk mengoptimalkan kemampuan anak. Pembentukan karakter anak hendaknya selain dengan pendidikan juga ditanamkan sejak dini secara ritual, dimana pendidikan karakter telah berlangsung sejak seseorang mulai SEMINAR NASIONAL | PGPAUDH-FDA-IHDN DENPASAR 19 AGUSTUS 2016
191
mengandung dilakukan berbagai upacara untuk keselamatan bayi dalam kandungan seperti upacara magedong-gedongan yang dilakukan ketika kandungan berumur enam bulan untuk memohon kelahiran anak yang suputra. Untuk mendapatkan kelahiran anak yang suputra, ketika ibu hamil umumnya dilakukan dengan mendengarkan lantunan mantra-mantra, ceritacerita tentang kisah Ramayana, Mahabarata dan cerita yang mengandung nilai-nilai pendidikan budhi pekerti. Dengan demikian karakter negatif yang mempengaruhi bayi dalam kandungan dapat disosialisasikan dengan perilaku yang positif dan baik yang dikembangkan. Berdasarkan hal tersebut memperlihatkan bahwa dalam ajaran-ajaran Agama Hindu memiliki keindahan dan nilai yang tiada taranya. Di dalam kitab Purana dan kakawin yang diwarisi di Bali dan Jawa, ajaran susastra Hindu ditransformasikan kepada pembacanya dari generasi ke generasi berikutnya mengenai nilainilai yang terkandung di dalamnya (Titib, 2003:4). Ajaran-ajaran dan nilai-nilai tersebut mengarah pada pendidikan budhi pekerti anak yang luhur. Pendidikan budhi pekerti kepada anak dapat dilakukan dalam beberapa fase tergantung dari tingkat umur, yaitu sebagai berikut. (1) Ketika anak-anak masih kecil (balita) dalam psikologi dinyatakan sebagai masa kemerata-rata. (2) Ketika usianya belum remaja hendaknya diperlakukan dengan disiplin yang ketat dan tegas. (3) Ketika anak itu sudah tumbuh remaja dan menuju kedewasaan hendaknya diperlakukan sebagai teman. Jadi pendidikan budhi pekerti diberikan kepada anak sejak usia dini, agar berjalan secara berkesinambungan mengikuti perkembangan anak. Disamping itu, sikap perilaku anak yang berpedoman pada etika dan norma-norma. Komunikasi dan interaksi berjalan lancar bila setiap kelompok memiliki cara-cara atau kebiasaan-kebiasaan berkomunikasi yang disepakati bersama. Cara-cara atau kebiasaan yang disepakati bersama inilah kemudian dikenal dengan aturan atau norma. II.
192
Pembahasan
2.1 Perkembangan Anak Usia Dini Anak usia dini, 0-6 tahun, oleh orang tua disebut sebagai usia sulit atau usia yang mengundang masalah. Hal ini terjadi karena masa awal anak-anak adalah masa yang sering membawa masalah bagi orang tua, khususnya perawatan pisik. Apalagi di awal masa kanak-kanak, sering kali terjadi masalah perilaku yang lebih menyulitkan dari pada masa bayi. Pendidik menyebut usia prasekolah. Ahli psikologi menyebut usia ini dengan beberapa istilah: Pertama, usia kelompok. Pada masa ini anak mempelajari dasar-dasar perilaku sosial sebagai persiapan bagi kehidupan sosial yang lebih tinggi, yang diperlukan untuk penyesuaian diri pada waktu mereka masuk kelas satu. Kedua, usia menjelajah. Usia ini berkisar di seputar penguasaan dan pengendalian SEMINAR NASIONAL | PGPAUDH-FDA-IHDN DENPASAR 19 AGUSTUS 2016
lingkungan. Anak-anak ingin mengetahui bagaimana keadaan lingkungannya, bagaimana mekanismenya, bagaimana perasaannya dan bagaimana ia dapat menjadi bagian dari lingkungannya. Ketiga, usia bertanya. Pada usia ini untuk mengetahui hal-hal yang berada di sekitarnya, mereka bertanya. Keempat, usia meniru. Anak-anak di usia ini, yang paling menonjol adalah meniru pembicaraan dan tindakan orang lain. Kelima, usia kreatif. Karena, pada usia ini anak-anak lebih menunjukkan kreativitas dalam bermain dibandingkan dengan masa-masa lain dalam kehidupannya (Elizabeth B. Hurlock 1993:109). Menurut Hadhari Nawawi (1993:55), pada usia 3 sampai 5 tahun, perkembangan anak ditandai dengan munculnya sikap egosentris. Masa itu disebut juga Masa Raja Kecil atau Masa Trotz Alter dengan sikap egosentris karena merasa dirinya berada di pusat lingkungan, yang ditampilkan anak dengan sikap menantang atau menolak sesuatu yang datang dari orang sekitarnya. Perkembangan seperti ini antara lain disebabkan oleh kesadaran anak, bahwa dirinya mempunyai kemauan dan kehendak sendiri, yang dapat berbedadari orang lain. Kesadaran ini merupakan awal dari usaha untuk mewujudkan diri (self realization) sebagai satu diri (individu), dengan menunjukkan bahwa dirinya tidak sama dengan orang lain. Tampaknya, anaknaka bagi orang tua yang kurang bijaksana seolah-olah menjadi bandel, bahkan sering dikatakan menjadi nakal sekali. Menurut Snowman (Soemiarti 2003:32-35) ciri anak prasekolah (3-6 tahun) yang biasanya ada di TK meliputi aspek fisik, sosial, emosional dan kognitif anak. Ciri fisik: umumnya sangat aktif, telah memiliki control terhadap tubuhnya dan sangat menyukai kegiatan yang dilakukannya sendiri. Setelah anak melakukan berbagai aktivitas, berikan waktu istirahat. Otot-otot besar pada anak prasekolah lebih berkembang dari control terhadap jari dan tangan. Anak masih sering mengalami kesulitan apabila harus memfokuskan pandangannya pada objek-objek yang kecil ukurannya. Walaupun tubuh anak sudah lentur, tetapi tengkorak kepala yang melindungi otak masih lunak. Anak lakilaki lebih terlambat dalam menguasai keterampilan motorik halus dibandung anak perempuan. Ciri sosial: umumnya memiliki satu atau dua sahabat tetapi seing berganti, kelompok bermainnya cenderung kecil dan tidak terorganisasi dengan baik, anak yang lebih kecil cenderung bermain bersebelahan dengan anak yang lebih besar, pola bermain sangat variatif sesuai dengan kelas sosial dan gender, perselisihan sering terjadi, tetapi sebentar kemudian mereka telah berbaik kembali, dan telah menyadari peran jenis kelamin dan sex typing. Ciri emosi: anak cenderung mengekspresikan emosinya dengan bebas dan terbuka dan iri hati pada anak prasekolah sering terjadi, mereka seringkali meperebutkan perhatian guru. Ciri kognitif : umumnya anak telah terampil berbahasa, sebagian besar mereka senang berbicara SEMINAR NASIONAL | PGPAUDH-FDA-IHDN DENPASAR 19 AGUSTUS 2016
193
khususnya dalam kelompoknya, kompetensi anak perlu dikembangkan melalui interaksi, minat, kesempatan, mengagumi dan kasih sayang. Dari beberapa pendapat di atas, jika ditarik benang merahnya, anak prasekolah adalah anak yang secara jasmani memerlukan latihan-latihan yang sesuai denga kebutuhannya. Secara sosial, umum,nya mereka telah mengenal dirinya, dan bisa bermain dengan kelompoknya, meski terbatas. Secara emosional, anak-anak prasekolah relative bisa mengungkapkan emosinya secara terbuka dan menginginkan perhatian dari orang dewasa. Dari situ, pendidik harus memahami bagaimana menerapkan pendidikan anak di usia ini, agar mereka berkembang secara optimal dan dapat melalui tugas pertumbuhan dan perkembangannya dengan optimal.
194
2.2 Pola Asuh Anak Usia Dini Menurut Soemiarti (2003:36-38) untuk mengembangkan jasmani anak, yang harus dilakukan adalah: setiap hari berikan kesempatan kepada anak untuk bermain di halaman atau di luar rumah. Pastikan anak mempunyai kesemapatan bermain dengan bola dan alat-alat lain yang merangsang anak untuk bergerak. Untuk anak yang masih muda, berikan alat yang dapat diletakkan di luar ruang seperti jungkat jungkit, tangga perosotan dan terowongan. Sedangkan untuk anak yang lebih besar perlu diberikan papan keseimbangan dan berbagai alat untuk dipanjat. Pada saat anak berusia 5 tahun, perlu diberikan kesempatan bermain lompat tali, hula hoop untuk melatih gerakan-gerakan dan control tubuh. Banyak sekali kegiatan motorik halus untuk belajar mengontrol otot, misalnya: menggambar, menggunting, menempel, meronce, menjahit dan memasukkan pasak. Untuk melatih emosi dan kognitifnya bisa dengan cara: tunjukkan minat terhadap apa yang dilakukan dan dikatakan anak. Berikan kesempatan kepada anak untuk meneliti dan mendapatkan pengalaman dalam banyak hal. Berikan kesempatan dan doronglah anak untuk melakukan berbagai kegiatan secara mandiri. Doronglah anak agar mau mencoba mendapatkan keterampilan dalam berbagai tingkah laku. Tentukan batas-batas tingkah laku yang diperbolehkan oleh lingkungannya. Kagumilah apa yang dilakukan anak. Sebaiknya, apabila berkomunikasi dengan anak lakukan dengan hangat dan ketulusan hati. Mungkin tidak semua anak perkembangannya sama. Ada beberapa factor yang membuat ketidak teraturan perkembangan, diantaranya: perbedaan budaya, perbedaan bahasa, serta perbedaan kelas sosial ekonomi. Hadhari Nawawi (1993:155-157) berpendapat, karena masa ini merupakan masa krisis pertama, maka sangat diperlukan kesabaran dan kebijaksanaan bertindak dari orang tua sebagai pendidik. Orang tua memang sebaiknya tidak memaksakan kehendaknya pada anak-anak. Namun bagi anak-anak harus SEMINAR NASIONAL | PGPAUDH-FDA-IHDN DENPASAR 19 AGUSTUS 2016
ditumbuhkan kebiasaan melakukan sesuatu yang baik dan dikenalkan juga dengan disiplin. Anak yang semula menurut dan patuh, mulai menolak dan melanggar perintah. Disuruh mandi tidak mau, jika sudah mandi dan bermain air, disuruh berhenti pun tidak mau pula. Anak semula mudah disuruh sembahyang dan belajar, cenderung menjadi malas, menghindar dan enggan mengerjakannya. Untuk itu orang tua tidak boleh bosan menyuruh dan mengawasinya, agar terbentuk kebiasaan-kebiasaan baik dan disiplin. Seperti kebiasaan menggosok gigi, mencuci kaki sebelum tidur dan sebagainya. Demikian pula harus ditumbuhkan kebiasaan dan disiplin dalam melaksanakan ajaran agama, seperti sembahyang waktu tepat waktu, mengucapkan doa setiap memulai pekerjaan dan kalimat syukur ketika mengakhirinya, mengucapkan salam ketika masuk rumah atau bertamu dan lain-lain. Kesabaran dan ketekunan membentuk kebiasaan ituakan membuahkan hasil yang baik pada masa akhir masa ini, karena masa egosentris akan berakhir dan sikap sosial yang positif mulai berkembang. Anak semakin mampu memahami orang lain, yang memiliki kehendak dan kemauan yang berbeda dari dirinya. Anak semakin menyadari status dan peranannya dalam berhadapan dengan orang tuanya atau orang dewasa lainnya. Oleh karenanya, jika sejak dini telah diupayakan kebiasaan-kebiasaan yang baik, maka pada akhir masa ini anak akan mudah bergaul dengan orang lain. Dengan berkembangnya sikap sosial yang positif, anak sudah siap bersekolah di sekolah formal. Perkembangan sikap sosial pada akhir masa ini, didukung pula oleh perkembangan emosi dan proses berfikir yang semakinm meningkat. Perlembangan ini merupakan faktor yang penting bagi anak-anak untuk mencapai sukses dalam melaksanakan tugas perkembangan (deplopmental Task) di sekolah. Steven W Vannoy (2000), berpendapat, ada 5 sarana yang harus disiapkan ketika kita mendidik anak. Pertama, Fokus ke depan. Dengan fokus, berarti melatih dan membiasakan anak untuk optimis, mampu memecahkan masalah, membentuk harga diri, berkurangnya sifat defentif, berani mengambil resiko, kreatifitas dan gembira. Kedua, Pesan-Pesan. Anak-anak meyakini dirinya sesuai dengan cap yang diberikan. Gambaran yang kita ciptakan tentang mereka akan mewujud menjadi hidup mereka. Ketiga, Mengajarkan. Cara mengajarkan yang baik adalah mengajukan pertanyaan yang berfokus ke depan. Jika kita mengajukan pertanyaan kepada anak-anak kita sedari kecil, sesungguhnya kita tengah membangun dasar kukuh untuk harga diri dan kehormaytan dalam diri mereka. Anak-anak kita belajar untuk benar-benar untuk berfikir sendiri. Mereka belajar berfikir kreatif. Keempat, Mendengarkan. Manfaat mendengarkan adalah membenarkan perasaan mereka, meningkatkan harga diri mereka, mendorong kemampuan mereka untuk menyelesaika masalah, serta memacu kreativitas. Kelima, Teladan. Keteladanan adalah SEMINAR NASIONAL | PGPAUDH-FDA-IHDN DENPASAR 19 AGUSTUS 2016
195
salah satu sarana mengasuh anak terpenting. Sarana ini akan berlaku walaupun tanpa kehadiran kita. Anak-anak melihat bagaimana jalannya hidup kita dan hasil apa yang kita ciptakan dalam hidup kita.
196
2.3 Model Pembelajaran Anak Usia Dini Para ahli pendidikan telah menawarkan berbagai model pembelajaran yang dapat dipilih oleh orang tua dalam membentuk karakter anak usia dini. Salah satu yang mungkin diterapkan oleh para orang tua dan keluarga adalah model pembelajaran minat. Model pembelajaran berdasarkan minat adalah model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk memilih atau melakukan kegiatan sendiri sesuai dengan minatnya. Pembelajaran berdasarkan minat dirancang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan spesifik anak. Model pembelajaran berdasarkan minat adalah model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk memilih atau melakukan kegiatan sendiri sesuai dengan minatnya. Pembelajaran berdasarkan minat dirancang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan spesifik anak. Prinsipnya, dalam model pembelajaran berdasarkan minat mengutamakan: 1. Pengalaman belajar bagi setiap anak secara individual. 2. Membantu anak untuk membuat pilihan-pilihan melalui kegiatan dan pusat-pusat kegiatan. 3. Melibatkan peran serta keluarga. Pelaksanaan pembelajaran berdasarkan minat dapat menggunakan beberapa area antara lain: area agama, balok, bahasa, drama, berhitung/matematika, sains, seni/motorik, musik, membaca dan menulis. Dalam satu hari dapat dibuka satu area bermain dengan 4-5 kegiatan bermain. Dalam model pembelajaran ini peran keluarga atau rumah tangga sangat menentukan keberhasilan pembentukan karakter anak usia dini. Kecerdasan kinestetik, kecerdasan emosional, kecerdasan intelektual, dan kecerdasan spiritual dapat ditumbuhkembangkan pada anak usia dini. Demikian pula lingkungan masyarakat di sekitarnya, demikian menemukan anak usia dini hendaknya merasa terpanggil untuk memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak tersebut. Keluarga merupakan tempat pesemaian yang subur untuk menumbhkembangkan kecerdasan holistik. Dalam menumbuhkan kecerdasan tersebut diperlukan pula soft skills yang harus dipahami oleh keluarga dan masyakarat, seperti bagainama seharusnya berkomunikasi dengan seorang anak usia dini. Pendidikan apa yang patut disampaikan kepada mereka dan sebagainya. Anak usia dini akan cenderung meniru gerak-gerik orang dewasa di sekitarnya. Sebuah penelitian tentang faktor penyebab perilaku kriminal yang kerap kali dilakukan dan diulangi oleh para narapidana di Amerika Serikat, diungkapkan oleh Jalaludin (2005:66-67) SEMINAR NASIONAL | PGPAUDH-FDA-IHDN DENPASAR 19 AGUSTUS 2016
menunjukan, lebih dari 70 % (tujuh puluh persen) para narapidana itu mengalami masa yang tidak bahagian di usia dini. Mereka mendapatkan perlakuan, pola asuh, pendidikan, dan keteladanan yang kurang baik, sehingga hal tersebut ikut mempengaruhi dan memicu perilaku kriminal mereka saat dewasa. Bukti empiris lain dari sejumlah tokoh pemimpin otoriter di sekitar perang dunia ke dua seperti Hitler dan Stalin yang di masa kecilnya mengalami kekerasan, baik fisik maupun mental dari keluarganya. Berkenaan dengan hal tersebut usahakanlah hari-hari anak usia dini diliputi oleh rasa bahagia, kedamaian, kegembiraan, ketenangan, termasuk pula mendidik supaya yang bersangkutan ikut rajin sembahyang dan sebagainya. Singkatnya di samping memberikan makanan yang sehat, pendidikanyang baik, hal yang penting adalah menghindarkan stress pada diri seorang anak usia dini. III. Penutup Anak usia dini adalah masa yang sangat baik untuk menanamkan pendidikan agama khususnya pendidikan moralitas atau budi pekerti karena pada masa ini anak tersebut ibarat kertas putih, masa keemasan untuk menerima dan meniru segala hal yang baik maupun hal-hal yang buruk. Berkenaan dengan hal tersebut perlu dikembangkan kasih sayang dan kemurahan hati, kedamaian dan kesabaran, tanpa kekerasan dan bebas dari irihati, kebenaran dan kesucian, ketenangan, kegiatan yang benar atau perilaku yang baik, bebas dari dorongan nafsu dan bebas dari loba dan tamak atau dalam terminologi Bahasa Sanskerta ditumbuhkembangkan 5 pilar yang meliputi: Satya, Dharma, Santi, Prema, dan Ahimsa pada anak usia dini dengan materi atau bahan ajar yang sesuai dengan pertumbuhan jiwanya. Adapun metodologi yang dikembangkan adalah kasih sayang yang sejati, keteladanan, dan menciptakan suasana yang kondusif untuk itu, seperti mewujudkan kebahagian, kegembiraan, kedamaian dan sebagainya. Ketika sudah merespon pendidikan melalui cerita seperti dongeng mulailah digunakan metodologi tersebut. Daftar Pustaka Amstrong Thomas (2003). Sekolah Para Juara. Kaifa. Bandung. Aqib Zaenal (2011). Pedoman Teknis Penyelenggaraan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Nuansa Aulia. Bandung. Center Of Exelence Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta (2005). Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini. Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini PLSP Depdiknas. Jakarta Dewantara Ki Hajar (1962). Pendidikan. Taman Siswa. Jogjakarta. SEMINAR NASIONAL | PGPAUDH-FDA-IHDN DENPASAR 19 AGUSTUS 2016
197
Departemen Pendidikan Nasional (2009). Laporan Pendidikan Untuk Semua, Indonesia. Forum Koordinasi Nasional Pendidikan Untuk Semua. Jakarta. Doe Mimi, dkk (2001). 10 Prinsip Spiritual Parenting. Kaifa. Bandung. Hopson Power Darlene, dkk (2002). Menuju Keluarga Kompak. Kaifa. Bandung. Hurlock B. Elizabeth (1993). Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Erlangga. Jakarta. Laforge Ann E (2002) Kiat-Kiat Meredakan Badai Kerewelan Balita Anda. Kaifa. Bandung Nawawi Hadari (1993). Pendidikan dalam Islam. Al-Ihklas. Surabaya. Patmono Dewo Soemiarti (2003). Pendidikan Anak Prasekolah. Rineka Cipta. Jakarta. Panitia Pelaksana (2008). Kumpulan Bahan Ajar Orientasi Pembelajaran Pendidik PPAUD Program Pendidikan Anak Usia Dini dan Peningkatan kapasitas Tenaga Pengembang Masyarakat Desa (CDW). Sukabumi. Solehudin, (2000) Konsep Dasar Pendidkan Prasekolah. Titib, I Made. (1998). Veda, Sabda Suci Pedoman Praktis Kehidupan. Surabaya: Paramita. Vannoy Steven W (2000). 10 Anugerah Terindah Untuk Ananda, Cara Membesarkan Anak dengan Hati. Kaifa. Bandung. Zakiah Darajat. (2006). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Zakiah Darajat. (2008). Buku Panduan Pelatihan Membangun Kecerdasan Holistik (PMKH). Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Depdiknas.
198
SEMINAR NASIONAL | PGPAUDH-FDA-IHDN DENPASAR 19 AGUSTUS 2016