PERAN DAN FUNGSI KIAI ( STUDI KASUS DI KECAMATAN TANON KABUPATEN SRAGEN )
TESIS
Oleh : ABDULLAH AFANDI NIM
: O 000.030 002
Program Studi
: Magister Studi Islam
Konsentrasi
: Sosial Budaya Islam
PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2005
BAB I PENDAHULUAN 1.
Latar Belakang Masalah Peran kiai ialah perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh kiai,
Zamakhsyari Dhofier (1982:165) menyebutkan nilai-nilai spiritual yang ikut membentuk bangunan kehidupan spiritual kiai selain zuhud yang merupakan pandangan keagamaan dari tasawuf Islam yang secara luas diamalkan oleh para kiai, adalah wiro’i (menjauhi diri dari perbuatan-perbuatan yang dilarang, makruh dan yang tidak jelas boleh tidaknya), khusyu’(perasaan dekat dan selalu ingat kepada Tuhan), tawakkal (percaya penuh kepada kebijaksanaan Allah), sabar, tawaddlu’ (rendah hati), ikhlash dan shiddiq (selalu jujur dan bertindak yang sebenarnya). Untuk memudahkan kerja dalam pengumpulan data sebagai bahan analisis, maka penulis berusaha mengelompokkan “peran kiai” yang berupa nilainilai spiritual yang membentuk bangunan kehidupan spiritual kiai itu dalam tiga kelompok saja yaitu; 1. Sosok yang dianggap mengetahui agama Islam yang dibuktikan dengan tugas-tugas sebagai guru, muballigh, khatib, dan sebagainya disebut dalam instrumen pengumpulan data sebagai komponen ‘alim 2. Sosok yang berakhlak mulia; sopan, tawaddlu’, ta’addub, sabar, tawakkal, ikhlash dan sebagainya disebut dalam instrumen pengumpulan data dalam komponen wiro’i 3. Sosok yang tidak loba terhadap urusan dunia, tetapi selalu mementingkan kehidupan di akhirat, sikap membiasakan dan mementingkan akhirat
1
2
seperti ini disebut dalan instumen pengumpulan data sebagai zuhud. Peran kiai yang paling nyata dapat ditemui di seluruh kehidupan pesantren. Baik pesantren itu modern atau tidak, kiai merupakan elemen yang paling esensial dari suatu pesantren. Ia seringkali bahkan merupakan pendirinya (Zamakhsyari Dhofier, 1982: 55). Fungsi ialah jabatan (pekerjaan) yang dilakukan, obyek penelitian fungsi kiai ditujukan pada pekerjaan atau tugas-tugas spesifik kiai yang mencerminkan dari kehidupan kiai yang memiliki nilai-nilai spiritual berupa tiga peran pokok tersebut, yaitu mencakup beberapa hal sebagai berikut; 1. Guru Ngaji, tugas kiai sebagai guru ngaji di uraikan dalam bentuk lebih khusus dalam jabatan-jabatan sebagai berikut; Muballigh,
Khatib
shalat
jum’ah/ied, Paran poro (penasihat pasif), Guru Diniyyah/Pengasuh dan Qori’ kitab salaf dalam system sorogan atau bandongan. Zamakhsyari Dhofier ( 1982: 28-31) mengemukakan tugas kiai dalam system pengajaran ini secara panjang lebar, pada intinya system pengajaran kiai dapat digolongkan ke dalam tiga system yaitu; satu, system sorogan (individual), dua, system bandongan atau weton dan tiga, kelas musyawarah. Dalam system pengajaran kiai itu memungkinkan adanya tingkatan-tingkatan guru dalam mengajar, misalnya kiai seringkali memerintahkan santri-santri senior untuk mengajar dalam halaqah. Santri senior yang melakukan praktek mengajar ini mendapat titel ustadz (guru), sedangkan para asatidz (para guru) dikelompokkan ke dalam dua kelompok yaitu ustadz senior (dewasa) dan ustadz yunior (muda),
3
“kelas musyawarah” biasanya diikuti oleh ustadz-ustadz senior, kelas inilah yang dipimpin oleh kiai atau syekh. 2. Tabib / Penjampi, tugas kiai sebagai tabib ini diuraikan dalam bentukbentuk sebagai berikut; Mengobati pasien dengan do’a (rukyah), mengobati menggunakan alat non medis lainnya seperti menggunakan air atau akik dan lain-lain, Menghardik roh halus/jin, dan perantara permohonan kepada Tuhan (plengket dan puter giling), Memisah dan mendekatkan (sapih / raket) 3. Rois / Imam, kiai sebagai imam tercermin dalam tugas-tugasnya sebagai berikut; Imam shalat rowatib dan shalat sunnat lainnya, Imam ritual slametan, Imam tahlilan, dan Imam prosesi perawatan kematian dan penyampai maksud / hajadan 4. Pegawai Pemerintah / jabatan formal, kiai sebagai pegawai pemerintah biasanya menempati tugas-tugas sebagai berikut; Kepala KUA atau penghulu, Modin, PPPN, Guru Agama Islam, Pegawai dinas / partai politik, dan Pengurus organisasi kemasyarakatan 5. Faktor lain, Fungsi ini dimaksudkan sebagai penjelas terhadap seorang sosok yang memiliki keistimewaan jabatan di mata masyarakat santri antara lain sebagai berikut; Factor performence atau penampilan, Factor keajaiban (karamah), Factor keturunan dan Factor lingkungan. Clifford Geertz (1960:245) memberikan laporan penelitian di Mojokuto mengenai kedudukan kiai; Para kiai – tabib, penasihat, guru dan cendikiawan – adalah orang-orang yang paling tinggi prestisenya di kalangan umat. Kebanyakan mereka adalah anak petani-petani kaya yang mampu mengirim mereka naik haji –
4
atau lebih umum lagi membawa mereka naik haji. Status keagamaan dan kekayaan menyatu untuk menghasilkan suatu kelas ahli agama yang saling bergantung dan menentukan doktrin serta memegang kekuasaan social yang tidak kurang pentingnya walaupun sifatnya informal dan tak langsung. Komunitas santri tradisional yang merupakan lingkungan (milliu) independen memiliki peran penting dalam pembentukan jargon kiai, komunitas santri itulah yang sebenarnya independen, kecenderungan mereka untuk membentengi tradisi dan eksistensinya dilakukan dengan berbagai cara termasuk dengan bahasa agama, bahkan komunitas santri berusaha mempengaruhi komunitas lainnya, sedangkan komunitas lainnya dalam hal pembentukan terma kiai merupakan kelompok dependen (terpengaruh). Dalam hal ini maka komunitas santri menjadi ukuran yang terpenting dalam pembentukan jargon kiai. Sosok yang disebut kiai pada komunitas santri itulah yang sebenarnya dapat disebut kiai, sedangkan sosok lain yang tidak disebut kiai oleh komunitas santri, tetapi disebut kiai pada komunitas non santri, maka hal itu merupakan bias atau kiasan saja. Sejak reformasi –dimulai saat lengsernya Suharto Mei 1989 dan masa transisi BJ.Habibi - telah muncul perubahan yang luas di berbagai bidang kehidupan masyarakat, perubahan itu antara lain; Pertama akses bagi banyak kelompok masyarakat semakin terbuka, katup-katup yang tertutup pada era Orde baru terbuka lebar pada era Reformasi. Kedua Kelompok masyarakat yang sebelumnya dipinggirkan atau terpinggirkan yaitu para kiai dan santri oposan ( dalam PPP ) kini ikut serta dalam segala aktifitas seperti dengan suka-rela menjadi anggpta BPD, ketua RT, atau Pembantu Penghulu (dulu P3N) mereka mulai
5
masuk dalam system tidak lagi sebagai “oposisi” liar. Partisipasi aktif mantan terpinggirkan ini penting diperhatikan karena menimbulkan dampak positif bagi masyarakat. Ketiga Konsep pelaksanaan perencanaan pembangunan mulai dirubah dari konsep awal “Perencanaan dari atas” (top down Planning) menjadi Perencanaan dari bawah (Bottom up planning). Kesempatan masuk dalam struktur bagi banyak kalangan ini menyebabkan partisipasi masyarakat Desa dalam pembangunan semakin besar sehingga memungkinkan adanya perubahan masyarakat desa. Tidak terkecuali para kiai yang dalam masyarakat dikenal sangat dekat dengan aktifitas dan denyut nadi masyarakat, mereka dengan serta merta ikut melibatkan diri dalam aktifitas yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan. Apalagi setelah terbukti Gus Dur dapat terpilih sebagai presiden RI ke 4 pada SU MPR 1999 melalui perjuangan berat poros tengah pimpinan Amin Rais. Filsafat pembangunan Pemberdayaan Masyarakat yang dikumandangkan sejak era BJ Habibi (masa transisi 1998-1999) dengan meluncurkan Programprogram penanggulangan dampak kekeringan dan krisis ekonomi-nya yaitu Proyek Pemberdayaan Daerah Dalam Mengatasi Krisis Ekonomi (Proyek PDMKE), Proyek Penanggulangan Dampak Kekeringan dan Masalah Ketenagakerjaan (Proyek PDKMK), Inpres Desa Tertinggal (IDT) P3DT dan Program pemberdayaan Masyarakat lainya dalam berbagai sector pembangunan, Kemudian diteruskan pada era Reformasi ini yang tidak jauh berbeda dari program sebelumnya yaitu program-program pemulihan dan penanggulangan yang tidak luput dari kritik, terutama dalam pelaksanaan program-programnya. Dimanakah
6
peran dan fungsi kiai pada era yang demikian demokratis, bebas dan egaliter serta kondusip tersebut? Dalam kamus arab reformasi dimaknai sebagai aslakha ; memperbaiki atau Islakh; Perbaikan dan perdamaian, yaitu mengadakan usaha perbaikan kepada sesama manusia atau kepada lingkungan hidup yang bersifat normatifuniversal. Dalam al-Qur’an begitu banyak anjuran untuk mengadakan perbaikan diantara Umat manusia, antara lain tersebut dalam Surat 4:114 sebagai berikut;
س ِ ﻦ اﻟﻨﱠﺎ َ ح َﺑ ْﻴ ٍﻼ َﺻ ْ ف َأ ْو ِإ ٍ ﺼ َﺪ َﻗ ٍﺔ َأ ْو َﻣ ْﻌﺮُو َ ﻦ َأ َﻣ َﺮ ِﺑ ْ ﺠﻮَا ُه ْﻢ ِإ ﱠﻻ َﻣ ْ ﺧ ْﻴ َﺮ ﻓِﻲ َآﺜِﻴ ٍﺮ ﻣﱢﻦ ﱠﻧ َ ﱠﻻ (114 :ﻋﻈِﻴﻤ ًﺎ )اﻟﻨﺴﺎء َ ف ُﻧ ْﺆﺗِﻴ ِﻪ َأﺟْﺮًا َ ﺴ ْﻮ َ ت اﻟﱠﻠ ِﻪ َﻓ ِ ﻚ ا ْﺑ َﺘﻐَﺂ َء َﻣ ْﺮﺿَﺎ َ َوﻣَﻦ َﻳ ْﻔ َﻌ ْﻞ َذ ِﻟ Artinya : Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian diantara manusia. Dan barang siapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar. ( QS. An-Nisak : 114) Kecenderungan kebijakan publik muta’akhir dikelompokkan oleh Stuart S.Nagel dalam bukunya Policy Theory and Policy Evaluation – sebagaimana yang dikutip Noeng Muhajir (2004:76) – menjadi empat bidang, yaitu : issues ekonomi, issues social, kebijakan perencanaan urban-regional, dan issues politik. Noeng Muhajir menilai kecenderungan Sosial policy sekarang ini sedang berkembang. Permasalahannya perlu terus dirumuskan semakin baik. Pada hematnya programprogram yang perlu diangkat adalah : mengubah stereotip silent majority menjadi majoritas yang kritis kreatif dengan memunculkan opinien leader inovatif
7
disemua jenjang dengan mengekstensifkan dan mengintensifkan pendidikan, menggunakan self help approach dalam pembangunan, mengkreasikan proyek lewat aksi social, dikembangkan embrio LSM, dan mungkin para pemegang kebijakan dapat ikut mengembangkan problematic atau target-target Social Policy, mengembangkan problematic ilmu kebijakan yang bottom up dalam kondisi yang seperti itu peran dan fungsi kiai sebenarnya teruji. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah; 1. Bagaimanakah pandangan masyarakat tentang kiai? 2. Bagaimanakah peran dan fungsi kiai di era reformasi? 3. Bagaimana kaitan peran dan fungsi kiai secara empiris dengan peran dan fungsi ulama secara normatif? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan ; 1. Mengungkap pandangan masyarakat tentang kiai secara kasustikfenomenologik sehingga diketahui potret terbentuknya budaya Islamy ( ) اﻟﺘﺼﻮﻳﺮ ﺛﻘﺎﻓﺔ اﻹﺳﻼﻣﻰ 2. Mengungkap secara kasustik-fenomenologik peran dan fungsi kiai serta ukuran-ukuran masyarakat dalam menilai sosok disebut kiai, dengan ini diharapkan memberi petunjuk yang benar ( ) اﻟﺘﺮﺷﻴﺪ اﻹﺳﻼﻣﻰkepada para pemerhati perkembangan budaya Islam khususnya tentang peran dan fungsi kiai atau ulama.
8
3. Mengungkap implementasi empiris peran dan fungsi kiai dengan melihat kasus-kasus fungsional kiai pada perkembangan peradaban Islam dalam masyarakat desa di kecamatan Tanon Kabupaten Sragen, agar menjadi bahan masukan berbagai pihak dalam menyusun strategi atau kebijakan implementatif yang Islamy ( ) اﻟﺘﻄﻮﻳﺮ اﻹﺳﻼﻣﻰpada masa-masa yang akan datang sehingga membuahkan kebijakan yang tepat dan memperoleh hasil yang optimal dalam mengembangkan social budaya Islam. Adapun manfaat penelitian ini adalah; 1. Manfaat akademik, yaitu untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, dalam hal ini mengembangkan budaya Islam, filsafat-sosial dan Peradaban Islam secara umum. 2. Praktis, yaitu untuk memberikan pemecahan terhadap problema social, krisis multi dimensi yang dihadapi masyarakat / bangsa dalam hal ini memberikan
pemecahan
masalah
berkaitan
dengan
kebijakan
pemerintahan dan social budaya atau peradaban Islam. D. Studi Pustaka Buku-buku yang menjadi rujukan utama penulis adalah sebagai berikut; satu, Buku dengan judul; Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa Oleh Clifford Geertz, diterbitkan antara lain oleh Pustaka Jaya tahun 1989 yang merupakan terjemahan dari The Religion of Java, sebagai karya tulis yang berdasarkan pengkajian dan pemikiran, studi komprehensif mengenai kehidupan keagamaan orang Jawa. Buku itu memuat keragaman berbagai aliran dan perbedaan juga harmoni dan kesamaan berbagai aliran Islam Jawa. Disebutkan
9
pada sub babnya bahwa di Mojokuto pada saat penelitian Geertz tahun 1959, telah ada “pergeseran” system lama ke system baru pendidikan Santri di Mojo kuto, pendidikan Barat yang dibawa penjajah Belanda yang sebelumnya ditolak dengan keras oleh kelompok “kolot” dengan “mengafirkan” siapa saja yang mengikuti system sekolah ala Barat sedikit demi sedikit sikap itu tergeser oleh pandangan yang baru yang mengatakan bahwa pola Barat tidak selalu jelek, sedang pendidikan Pondok kuno tidak satu-satunya pola yang baik, terdapat perbedaan pandangan antara yang muda dengan yang tua, yang kolot dengan yang modernis dan sebagainya, pada bagian lain dari pergeseran itu akhirnya umumnya kaum konserfatif
menolak
system
Barat
sambil
mengikuti
sekaligus
untuk
mempertahankan kehidupan Pondok pesantren. Geertz mengemukakan bahasan panjang mengenai tiga golongan yang memiliki sub-tradisi masing-masing: Abangan, yaitu golongan petani kecil, yang sedikit banyak memiliki persamaan dengan “religi rakyat” Asia Tenggara; Santri, yaitu pemeluk Agama Islam yang taat yang pada umumnya terdiri dari pedagang dan petani yang berkecukupan; dan Priyayi, yaitu golongan yang masih memiliki pandangan Hindu-Budha, yang kebanyakan terdiri dari golongan terpelajar, golongan atas penduduk kota, terutama golongan pegawai. Dua, Buku dengan judul; Islam Jawa Kesalehan Normatif Versus Kebatinan, ditulis oleh Mark R. Woodward, penelitian yang mengambil obyek penelitian di Yogyakarta dan Kraton Surakarta ini seolah menjadi “suara lirih yang lain” Woodward seakan tidak mempercayai bahwa Islam jawa adalah Islam nominal, ia lebih yakin bahwa Islam Jawa adalah Islam, Tesisnya mengatakan
10
bahwa ; Islam Jawa pada dasarnya juga Islam bukan Hindu atau Hindu-Budha, sebagaimana dituduhkan kalangan Muslim puritan dan banyak sejarawanantropolog (kolonial). Islam Jawa bukanlah penyimpangan dari Islam, tapi merupakan varian Islam, sebagaimana juga kita temukan ada Islam India, Islam Syiria, Islam Maroko, dan lain-lain. Tiga, buku dengan judul; Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan, ditulis oleh Dr.Nur Cholish Madjid dan pengantar oleh Dr. Azyumardi Azra, buku ini mengupas tuntas pengalaman penulis selama berada di Pondok pesantren, likaliku pengembaraan dalam mencari ilmu baik di dalam negeri maupun di luar negeri, perbandingan system pengajaran yang terjadi di pondok pesantren dengan pengajaran yang terjadi di dunia Barat. Buku ini juga mencantumkan apendiks berupa makalah tulisan Prof.Drs.A.Malik Fajar, M.Sc. dengan judul; Sintesa Antara Perguruan Tinggi dan Pesantren (Upaya Menghadirkan Wacana Pendidikan Alternatif) dan artikel dari Laporan Tim Kompas, 14 Oktober 1996 hal.20 dan 21 dengan judul; Pesantren: Dari Pendidikan Hingga Politik. Empat, Buku dengan judul; Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup Kyai, ditulis oleh Zamakhsyari Dhofier, buku ini adalah merupakan laporan penelitian tentang seluk-beluk pesantren seperti Ciri-ciri Umum Pesantren, Elemen-elemen sebuah pesantren, Hubungan intelektual dan kekrabatan sesama Kiai, Profil pesantren abad XX, Kiai dan tarekat, Faham ahlussunnah walJama’ah dan Kiai dalam situasi Indonesia sekarang. Dhofir mengungkap tuntas tentang kehidupan di lingkungan pesantren terutama pandangan hidup kiai yang melatarbelakangi system pengajaran di pesantren, ia mengungkap kehidupan
11
spiritual kiai dalam beberapa nilai spiritual; Zuhud, wiro’i, khusyu’, tawakkal, sabar, tawaddlu’, ikhlash dan siddiq. Penulis belum menemukan penelitian di Tanon atau Kabupaten Sragen yang memfokuskan penelitian peran peran dan fungsi kiai apalagi di Kecamatan Tanon, padahal Tanon ini terkenal dengan kiainya yaitu sekitar tahun 1930 ketika kiai Bahri mengadakan da’wah dan mempraktekkan sulukan di Bangle Desa Tanon, sehingga banyak santri yang ikut menjadi murid pada tharikah yang diajarkan Mursyid Kiai bahri tersebut sehingga timbulah bomming kiai pada era akhir tahun 1997 yang merupakan hasil dari bimbingan kiai Hadits Bangle yang juga menjadi menantu dari anak kiai Bahri yaitu Jaemah dengan Ahmad Plasan. E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian dan Pendekatan. Penelitian ini adalah jenis penelitian lapangan, yaitu penelitian tentang peran dan fungsi kiai di Kecamatan Tanon Kabupaten Sragen, adapun pendekatan yang dipilih adalah pendekatan kasustik-fenomenologik dan digunakan cara berfikir untuk menarik kesimpulan adalah cara berfikir Induktif dan kadang menggunakan cara deduktif. Cara berfikir induktif dimulai dari hal-hal yang khusus dimana data khusus berupa kasus-kasus yang terjadi di lapangan kemudian disimpulkan menjadi kaidah umum (genmeral). Sedangkan cara berfikir deduktif dimulai dari data umum yang ada pada teori atau kaidah umum kemudian diurai pada data kenyataan di lapangan secara khusus atau dengan kata lain logika deduktif ialah cara mengambil kesimpulan dari kaidah umum menuju yang lebih khusus (Louis O.Kattsoff; 1989 : 28)
12
2. Sumber data. Sumber data dalam penelitian ini adalah kelompok-kelompok pengajian dan nara sumber yang kompeten dengan variable yang hendak diselidiki, dalam hal ini informasi dari sample yang dipilih secara acak dan proporsional sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik variable-nya, adapun obyek penelitian ditentukan berdasarkan variable yang hendak diteliti. Kelompok-kelompok pengajian sebagai sumber data tersebut adalah : a. Kelompok pengajian Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Pengkol dan salah seorang kolega kiai di Anak Cabang NU Tangen yaitu
Sujatno,
penulis
menggali
data
dari
mereka
dengan
menggunakan tehnik wawancara. b. Kelompok pengajian malam Ahad di Kalikobok, Kelompok Pengajian Kepala SD dan Guru Agama Ngrampal dan Kelompok pengajian malam Senin Masjid Al-Furqan Gabusan, penulis menggali data dengan tehnik angket. c. Individu kiai di Kecamatan Tanon, penulis mengadakan observasi kepada mereka sebagai sumber data sekaligus memberikan kreteria prosentasi sesai dengan kegiatan mereka. Untuk sumber pustaka penulis menggunakan rujukan buku sumber primer maupun melalui Compact Disc (CD). 3. Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan meliputi;
13
satu, metode wawancara mendalam (Interview). Metode Wawancara mendalam (Interview) adalah komunikasi secara lesan dengan maksud memperoleh informasi tertentu (Sutrisno Hadi, 1968:210). Metode ini sering juga disebut face to face relation. Metode ini penulis gunakan untuk mencari informasi seluk-beluk kiai dari lingkungan kiai Wahono yang secara nyata telah mencoba membuat perubahan atau pergeseran dari tradisi lama kiai menuju tradisi baru kiai yang lebih inklusif, data penulis himpun melalui wawancara langsung kepada Pimpinan Ranting Muhammadiyah Pengkol, mereka “sebagai orang luar” tujuannya agar dapat lebih netral, dan penulis lakukan kepada kolega kiai Wahono sendiri yaitu kiai Sujatno, Pengurus Anak Cabang NU Tangen sebagai perbandingan pendapat dari kelompok Islam konservatif. dua, metode observasi participant metode ini penulis terapkan kepada komunitas santri Bangle yang notabene menjadi induk para kiai di luar Bangle misalnya kiai Wahono sendiri, kiai Muhammad Suwatu dan lain-lain, penulis mengamati dan mengikuti beberapa kegiatan santri Bangle antara lain; halaqah malam Selasa, Halaqah Baitul Mal wa-tamwil, Halaqah Malam Ahad pon, Halaqah Malam Ahad Kliwon dan Ahad Wage, serta mengamati mengenai proses belajar mengajar di Madrasah Diniyah Infarul Ghayyi Bangle, Khaul kiai Hadits, Manaqiban Syekh Abdul Qadir al-Jaelani pimpinan kiai Muhlis Mubarok dan mengikuti tahlilan pada kematian dan slametan kelahiran dan sebagainya. tiga metode angket metode ini penulis gunakan untuk menggali pendapat umum mengenai peran dan fungsi kiai, obyek angket penulis pilih kelompok-kelompok
14
pengajian baik yang berfaham modernis maupun konservatif, dan juga dari berbagai kelompok aliran politik dan berbagai strata pendidikan dan ekonomi. Dan empat, metode kajian pustaka. penulis lebih banyak menggunakan Compak disct dalam rangka mengkaji masalah-masalah berkaitan dengan teks yang bersifat normative interpretative dan buku untuk rujukan teori dan analisis data. 4. Analisis Data Penulis menggunakan analisis non statistik, Sumadi Suryabrata (2004: 40) menjelaskan bahwa analisa non statistik sesuai untuk data deskriptif atau data textular. Data deskriptif sering hanya dianalisis menurut isinya, dan karena itu analisis semacam ini juga disebut analisis isi (content analysis). Data-data yang terkumpul melalui wawancara, observasi maupun angket di hubungkan dengan teks yang normative kemudian penulis simpulkan melalui cara berfikir deduktif atau induktif. F. Sitematika Pembahasan Penelitian ini disajikan dalam laporan memuat 5 (lima) bab yang masingmasing bab terdiri dari beberapa bagian sub bab. Sistematika pembahasan dalam laporan penelitian ini adalah sebagai berikut; Bab I Pendahuluan berisi uraian tentang : Latar belakang masalah, rumusan masalah, studi pustaka, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika pembahasan. Bab II Studi Teoritis memuat deskrepsi tentang peran dan fungsi kiai serta ulama ditinjau dari sisi sosiologis, bab ini membahas; Dimensi cultural dan nilai semantic term kiai dan ulama, Peran dan fungsi kiai serta ulama, tinjauan
15
normative peran dan fungsi ulama, serta menyajikan konsep normative kedudukan ulama dalam Islam, hal-hal yang diwariskan para nabi kepada ulama. Bab III Penyajian Data Laporan Penelitian, bab ini menyajikan data berkaitan peran dan fungsi kiai Studi kasustik Peran dan Fungsi Kiai Kecamatan Tanon, dikemukakan data peran dan fungsi kiai secara empiris, pada sub babnya dikemukakan data; A. Letak Georgafis Kecamatan Tanon, B. Peran Kiai di Kecamatan Tanon yang meliputi; 1. Peran kiai sebagai orang ‘alim, 2. Peran kiai sebagai orang wiro’i, 3. Peran kiai sebagai orang zuhud. C. Fungsi Kiai di Kecamatan Tanon yang meliputi 5 (lima) fungsi utama kiai yaitu: Fungsi kiai sebagai guru ngaji, fungsi kiai sebagai tabib, fungsi kiai sebagai imam, fungsi kiai sebagai pegawai formal dan fungsi kiai yang khusus. D. Pandangan masyarakat tentang kiai dan E. Prototipe Ulama dan kiai di Tanon Bab IV Analisis, bab ini berisi analisis tentang validasi peran dan fungsi kiai terutama di era reformasi; sub bab ini memuat kajian tentang manifestasi peran baik peran substantif maupun empiris dan fungsi kiai di era reformasi antara lain kiai sebagai guru, kiai sebagai tabib, kiai sebagai imam, kiai sebagai pegawai pemerintah, dan faktor kiai yang berwujud performance factor keturunan, factor keunikan atau keanehan dan factor lingkungan ( milliu). Bab V Penutup, berisi kesimpulan yaitu jawaban atas masalah yang dikemukakan pada bab terdahulu, dan selanjutnya berisi saran-saran bagi para pembaca untuk studi lanjut dan rekomendasi penelitian.