Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016
PERALIHAN HAK CIPTA MELALUI PEWARISAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA Lily Maryam, S.H. , M.Hum. Dosen Jurusan Administrasi Niaga Politeknik Negeri Medan ABSTRAK Kepemilikan hak cipta merupakan hak yang diberikan negara kepada pencipta dimana menurut Undang-undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta pada Pasal 2 ayat (1) hak cipta ini merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Probema yang timbul dari pewarisan hak cipta ini dapat saja terjadi ditengah-tengah si pencipta hal ini terjadi apabila hak cipta jatuh ketangan orangorang yang tidak bertanggung jawab dengan cara menyalahgunakan hasil ciptaan si pencipta. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah Undang-undang No. 28 tahun 2014 memberi pengakuan terhadap kepemilikan hak cipta, bagaimanakah proses terjadinya peralihan kepemilikan hak cipta menurut Undang-undang Hak Cipta, bagaimanakah cara peralihan hak cipta melalui pewarisan. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yang memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kepemilikan hak cipta dikaitkan dengan pewarisan menurut Undang-undang hak cipta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara yuridis normatif yang dilakukan dengan cara studi kepustakaan (Library Research) yang bertujuan untuk mengumpulkan data sekunder untuk selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode analisis kualitatif. Pemegang hak cipta yang meninggal dunia dapat mewariskan hasil karya ciptaannya seketika pada saat ia meninggal dunia. Pada saat si pemegang hak cipta meninggal dunia maka segala hak dan kewajiban yang berkenaan dengan harta kekayaannya termasuk dalam hal ini hak kekayaan intelektual yaitu hak cipta beralih kepada sekalian ahli warisnya. Kata Kunci : Hak Cipta, Pewarisan
23
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016
Latar Belakang Dalam bidang Hak Cipta, Saat ini Indonesia telah memiliki UndangUndang No.28 Tahun 2014 yang mana telah mengalami beberapa kali perubahan, yaitu pertama sekali Undang-Undang No. 6 Tahun 1982 kemudian diubah lagi dengan UndangUndang No. 7 Tahun 1987 kemudian diubah dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 1997 dan terakhir diubah dengan Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 yang selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Hak Cipta. Usaha yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam rangka memberikan perlindungan terhadap karya cipta ini ternyata belum membuahkan hasil yang maksimal.Dalam realitasnya, pelanggaran hak cipta masih banyak terjadi dan seolah-olah tidak dapat ditangani walaupun pelanggaran itu dapat dilihat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai macam bentuk pelanggaran yang dilakukan dapat berupa pembajakan terhadap karya cipta, mengumumkan, mengedarkan, maupun menjual karya orang lain tanpa seizin pencipta ataupun pemegang hak cipta. Kepemilikan hak cipta merupakan hak yang diberikan negara kepada pencipta dimana menurut UndangUndang RI No.28 Tahun 2014 tentang hak cipta pada pasal 1 angka 1 hak cipta ini merupakan hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkankan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi
pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Pasal 16 ayat 2 Undang-Undang Hak Cipta menyatakan bahwa hak cipta dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya maupun sebagian, salah satunya karena pewarisan. Namun problema yang timbul dari pewarisan hak cipta ini dapat saja terjadi ditengah-tengah keluarga si pencipta, hal ini terjadi apabila hak cipta ini jatuh ketangan orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan orang lain yang sebenarnya tidak berhak atas hasil ciptaan si pencipta yang telah meninggal dunia tersebut. Hal mana dialami oleh keluarga mendiang penyanyi Bob Marley untuk mendapatkan hak cipta beberapa album rekamannya yang terkenal, salah satu lagu terkenalnya adalah no woman no cry. Ahli waris Bob Marley menuntut ganti rugi bernilai milyaran dolar dari UMG karena perusahaan itu dituduh mengeksploitasi rekaman penyanyi berambut gimbal itu. Hal yang sama juga dialami oleh anak-anak mendiang Jack Kirby yang dikenal sebagai pengarang superhero Captain Amerika dengan penerbit komik sekaligus studio film Marvel. Ahli waris Kirby sendiri telah terlibat konflik dengan Marvel sejak tahun 2009 ketika studio film dibeli oleh Disney sebesar USD 4 miliar.Mereka berusaha merebut kembali hak cipta legenda seperhero komik itu agar dibuat berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku. 24
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016
Berdasarkan paparan tersebut diatas penelitian ini diberi judul: “PERALIHAN HAK CIPTA MELALUI PEWARISAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA”.
Pengertian Hak Cipta Menurut UUHC pada pasal 1 angka 1, Hak Cipta adalah : merupakan hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkankan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan hak eksklusif atau hak khusus dari pencipta dimaksud bahwa tidak ada orang lain yang boleh melakukan hak itu kecuali dengan izin penciptanya. (Suyud, 2002 :107) Yang dimaksud dengan hak eksklusif adalah hak yang semata-mata diperuntukkan bagi pemegangnya, sehingga tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pemegangnya. Dalam pengertian mengumumkan atau memperbanyak termasuk kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik melalui sarana apapun. (Margono Suyud, 2002 :148) Hak cipta menurut Soejono Dridjosisworo adalah “merupakan hak khusus yang memberikan kepada pencipta dan penemunya atau memegang kebebasan menggunakan ciptaannya atau penemuannya, orang lain dilarang menggunakan atas penemuan itu, kecuali dengan persetujuan atau izin dari pencipta atau penemunya.”( Dirdjosisworo, 2002 :23)
Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Bagaimanakah Undang-undang No.28 Tahun 2014 memberi pengakuan terhadap kepemilikan hak cipta ? b. Bagaimanakah terjadinya peralihan kepemilikan Hak Cipta menurut UUHC ? c. Bagaimanakah caraperalihan Hak Cipta melalui pewarisan ? Batasan Masalah Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada penelitian bidang ilmu hukum khususnya dalam bidang hak atas kekayaan intelektual dalam ruang lingkup hak cipta. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui bagaimana Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 memberi pengakuan terhadap kepemilikan hak cipta. b. Untuk mengetahui bagaimana proses terjadinya peralihan kepemilikan atas Hak Cipta menurut UUHC. d. Untuk mengetahui cara peralihan Hak Cipta melalui pewarisan.
25
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016
Jika dilihat pada pasal 1 UUHC Indonesia yang dimaksudkan hak eksklusif tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut kecuali dengan izin penciptanya. Perkataan tidak ada pihak lain yang digaris bawahi diatas mempunyai pengertian yang sama dengan hak tunggal yang menunjukkan hanya pencipta saja yang boleh mendapatkan hak semacam itu. Inilah yang disebut dengan hak yang lebih eksklusif.Eksklusif berarti khusus, spesifikasi, unik. Keunikannya itu, sesuai dengan sifat dan cara melahirkan hak tersebut. Pencipta adalah orang atau badan hukum yang namanya terdapat dalam daftar ciptaan dengan adanya anggapan sebagai pencipta, maka secara tidak langsung akan timbul pula anggapan adanya hak cipta. Dari defenisi pencipta sering kali terjadi pendaftaran suatu ciptaan yang nyatanya bukan orang atau badan hukum tersebut yang mempunyai karya akan tetapi karya orang lain yang bekerja sama dengan orang atau badan hukum tersebut. Cara pendaftaran tersebut sudah tidak etis bahkan melanggar hak orang lain yang seharusnya mendapat surat pendaftaran atas suatu ciptaan tersebut. Ditinjau dari pasal 31 UUHC menentukan yang dianggap sebagai pencipta adalah : 1. Kecuali terbukti sebaliknya yang dianggap sebagai pencipta, yaitu orang yang namanya : a. Disebut dalam ciptaan b. Dinyatakan sebagai pencipta pada suatu ciptaan
c. Disebutkan dalam surat pencatatan ciptaan; dan /atau d. Tercantum dalam daftar umum ciptaan sebagai pencipta. 2. Kecuali terbukti sebaliknya, orang yang melakukan ceramah yang tidak menggunakan bahan tertulis dan tidak ada pemberitahuan siapa pencipta ceramah tersebut dianggap sebagai pencipta. Fungsi dan Sifat Hak Cipta Didalam UUHC dikatakan hak cipta adalah hak eksklusif atau hak khusus, maka sesuai dengan semangat dan jiwa yang terkandung dalam pasal 33 ayat 2 UUD 1945 yang menyebutkan : cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Maka hak cipta mempunyai fungsi sosial adalah melalui penyebarannya selama masyarakat masih membutuhkan dan mempergunakan hak cipta tersebut. Berhubung sifat ciptaan adalah pribadi dan manunggal dengan diri penciptanya maka hak pribadi itu tidak dapat disita padanya, hak cipta tidak dapat dialihkan secara lisan harus dengan akta otentik atau akta dibawah tangan. Adapun sifat hak cipta menurut Saidin (2003:120) antara lain adalah : 1. Hak Cipta Bersifat Benda Bergerak Immateriil Undang-undang hak cipta sebagai benda bergerak immateriil yang termasuk dalam kelompok hak atas kekayaan intelektual sebagai benda bergerak, hak cipta dapat beralih atau dialihkan seluruh atau sebagian karena 26
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016
pewarisan, hibah, wasiat yang dijadikan milik negara, perjanjian yang dilakukan dengan akta dan dengan ketentuan bahwa perjanjian itu hanya mengenai wewenang yang disebut didalam akta itu. Berdasarkan ketentuan ini jelaslah bahwa hak cipta tidak dapat dialihkan secara lisan melainkan harus tertulis dengan akta dibawah tangan. 2. Hak Cipta Bersifat Dapat Dibagi (divisible) Hak cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasanpembatasan menurut Undang-undang yang berlaku.Berdasarkan ketentuan tersebut pengalihan hak cipta secara tertulis itu dapat meliputi pengumuman dan atau memperbanyak ciptaan.Dengan demikian hak cipta dapat dibagi-bagi dengan jalan sebagian-sebagian. 3. Hak Cipta Bersifat Tidak Dapat Di Sita Walaupun hak cipta adalah benda bergerak, namun tidak dapat disita.Alasannya karena ciptaan bersifat pribadi dan manunggal dengan diri sipencipta.Apabila sipencipta sebagai pemilik hak cipta atau pemegang hak cipta sebagai orang yang berwenang menguasai hak cipta, dengan hak cipta itu melakukan pelanggaran hukum atau mengganggu ketertiban umum, maka yang dapat dilarang oleh hukum adalah perbuatan pemilik atau pemegang hak cipta yang menggunakan haknya itu.“Apabila larangan itu mengakibatkan
penghukuman, maka penghukuman itu tidak mengenai hak cipta.” (Muhammad, 1999 : 429) Masa Berlakunya Hak Cipta Perlindungan hak cipta berlangsung selama berlakunya hak cipta seperti diatur dalam Undangundang hak cipta.Masa berlakunya hak cipta ditentukan menurut jenis ciptaannya. Menurut Pasal 58 UU Hak Cipta masa berlakunya hak cipta atas ciptaan dibedakan menjadi 3 kategori, yaitu : 1. Hak cipta yang berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung hingga 70 tahun setelah pencipta meninggal dunia. 2. Hak cipta yang dimiliki oleh 2 orang atau lebih maka hak cipta berlaku selama hidup pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung 70 tahun sesudahnya. 2. Hak cipta yang dilindungi dan dipegang oleh badan hukum maka masa berlaku hak cipta selama 50 tahun sejak karya tersebut pertama kali diumumkan. Berikut karya cipta atau ciptaan yang berlaku selama hidup sipencipta dan terus berlangsung hingga 70 tahun setelah pencipta meninggal dunia dan karya cipta yang dimiliki 2 orang atau lebih yang berlaku selama hidup pencipta yang meninggal dunia paling akhir berlangsung 70 tahun sesudah ia meninggal. Karya cipta yang berupa : a. Buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lain b. Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan sejenis lainnya
27
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016
c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan d. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks e. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim f. Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, seni pahat, seni patung, kaligrafi, ukiran g. Arsitektur h. Peta i. Karya seni batik atau seni motif lain Hak Moral (Moral Right) Dalam Hak Cipta Hak moral dalam hak cipta disebut sebagai hak yang bersifat asasi, sebagai natural rights yang dimiliki manusia. Pengakuan serta perlindungan terhadap hak moral selanjutnya menumbuhkan rasa aman bagi pencipta karena ia tetap merupakan bagian dari hasil karya / ciptaannya. Pada gilirannya pun pengakuan dan perlindungan hak moral ini akan mampu menjadi stimulan untuk memunculkan karyakarya cipta baru. Menurut Djumhana (1993 : 37) dinyatakan bahwa: Hak Moral adalah hak yang melindungi kepentingan pribadi atau reputasi pencipta atau penemu. Apabila Hak Cipta dapat dialihkan kepada pihak lain, maka hak moral tidak dapat dipisahkan dari dari pencipta atau pemilik karena bersifat pribadi dan kekal. Sifat pribadi menunjukkan cirri khas
yang berkenan dengan nama baik, kemampuan dan integritas yang hanya dimiliki oleh pencipta atau penemu. Kekal artinya melekat pada pencipta atau penemu selama hidup bahkan setelah meninggal dunia. Termasuk dalam Hak Moral adalah hak-hak berikut ini : a. Hak untuk menuntut kepada pemegang Hak Cipta supaya nama pencipta atau penemu tetap dicantumkan pada ciptaan atau penemuannya. b. Hak untk melakukan perubahan pada ciptaan atau penemuan tanpa persetujuan pencipta, penemu, atau ahli waris. c. Hak pencipta atau penemu untuk mengadakan perubahan pada ciptaan atau penemuan sesuai dengan tuntutan perkembangan dan kepatutan dalam masyarakat. Mengenai pengakuan Hak Moral dalam Undang-Undang Hak cipta diatur dalam Pasal 5 yaitu menentukan bahwa : 1) Hak moral sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 merupakan hak yang melekat secara abadi pada diri pencipta untuk : a. Tetap mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian ciptaannya untuk umum. b. Menggunakan nama aliasnya atau nama samarannya; c. Mengubah ciptaannya sesuai dengan kepatutan didalam masyarakat; d. Mengubah judul anak judul ciptaan; dan 28
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016
e. Mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan, modifikasi ciptaan atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya. Pada pokoknya terdapat dua prinsip utama dalam hak moral, yaitu : a. Hak untuk diakui dari karya, yaitu hak dari pencipta untuk dipublikasikan sebagai pencipta atas hasil ciptaannya atau karyanya, dengan tujuan untuk mencegah pihak lain mengaku sebagai pencipta atas hasil ciptaannya atau karyanya tersebut. b. Hak keutuhannya, yaitu hak untuk mengajukan keberatan atas penyimpangan atas karyanya atau perubahan lain atau tindakantindakan lain yang dapat menurunkan kualitas karya ciptanya. Dengan hak moral (moral right), pencipta dari suatu karya cipta memiliki hak untuk : 1. Dicantumkan nama atau nama samarannya didalamnya ciptaannya ataupun salinannya dalam hubungan dengan penggunaan secara umum. 2. Mencegah bentuk-bentuk distorsi, mutilasi, atau bentuk perubahan lainnya yang meliputi pemutarbalikkan, pemotongan, perusakan, penggantian yang berhubungan dengan karya cipta yang pada akhirnya akan merusak apresiasi dan reputasi pencipta. Selain itu tidak satupun dari hakhak tersebut diatas dapat dipindahkan selama penciptanya masih hidup,
kecuali atas wasiat dari pencipta berdasarkan peraturan perundangundangan. Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Hukum Waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan hukum kekayaan seseorang yang meninggal dunia atau dengan kalimat lain Hukum Waris mengatur tentang peralihan harta yang ditinggalkan oleh seseorang yang meninggal dunia serta akibat-akibat bagi para ahli waris. A. Pitlo memberikan batasan Hukum Waris sebagai berikut : “Hukum waris adalah kumpulan peraturan, yang mengatur hukum mengenai kekayaan karena wafatnya seseorang yaitu mengenai pemindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati dan akibat dari pemindahan ini bagi orang-orang yang memperolehnya, baik dalam hubungan antara mereka dengan mereka, maupun dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga”. (Pitlo, 1989 : 1) Hukum waris menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata menganut: : (a) sistem pribadi, ialah yang menjadi ahli waris adalah perseorangan, bukan kelompok ahli waris atau kelompok kelompok. (b) Sistem bilateral, ialah bahwa seseorang tidak hanya waris dari Bapak atau Ibu saja, tetapi mewaris baik dari Bapak maupun dari Ibu. (c) Sistem penderajatan, ialah ahli waris yang derajatnya dekat si 29
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016
pewaris menutup ahli waris yang lebih jauh derajatnya. Hukum waris dimulai dari Pasal 830 KUHPerdata yang berbunyi: “Pewarisan hanya berlangsung karena kematian”. Seperti telah diuraikan di atas, Hukum Waris mengatur tentang peralihan harta kekayaan yang diinginkan seseorang serta akibatakibatnya bagi para ahli warisnya. Hanya hak-hak dan kewajibankewajiban dalam lapangan hukum kekayaan/harta benda saja yang dapat diwaris, sehingga perjanjian kerja, sebagai wali, kekuatan orang tua terhadap anak-anaknya bukan merupakan bagian dari yang diwaris, kecuali hak seorang bapak untuk menyangkal sahnya dan dipihak lain hak seseorang anak untuk menuntut supaya ia dinyatakan sebagai anak yang sah dari bapaknya atau ibunya. Pada dasarnya proses beralihnya harta kekayaan seseorang kepada ahli warisnya, yang dinamakan Pewarisan, terjadi hanya karena kematian. Oleh karena itu pewarisan baru akan terjadi jika terpenuhi tiga persyaratan : (a) ada seseorang yang meninggal dunia; (b) ada orang yang masih hidup sebagai ahli waris yang akan memperoleh warisan pada saat pewaris meninggal dunia; (c) ada sejumlah harta kekayaan yang ditinggalkan pewaris. Yang merupakan ciri khas menurut BW antara lain “adanya hak mutlak dari pada para ahli waris masingmasing untuk sewaktu-sewaktu menuntut pembagian dari arta
warisan”. Ini berarti jika seorang waris menuntut pembagian harta warisan didepan pengadilan, tuntutan tersebut tidak dapat ditolak oleh para ahli waris yang lainnya.Ketentuan ini tertera dalam Pasal 1066 KUH Perdata. Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata, ada dua cara untuk mendapatkan warisan, yaitu: (1) Sebagai ahli waris menurut ketentuan undang-undang. (2) Karena ditunjuk dalam surat warisan (testament). (Subekti , 1993 : 95) Cara yang pertama dinamakan mewarisi “menurut undang-undang” atau “abintestato”, cara yang kedua dinamakan mewarisi secara “testamentair”. Dalam hukum waris berlaku juga suatu asas, bahwa apabila seseorang meninggal, maka seketika itu juga segala hak dan kewajiban beralih pada sekalian ahli waris. Asas tersebut tercantum dalam suatu pepatah Perancis yang berbunyi : “le mort saisit le vif”, sedangkan pengalihan segala hak dan kewajiban dari si meninggal oleh para ahli waris itu dinamai “saisini”. (Subekti, 1993 : 96) Undang-undang telah menentukan bahwa untuk melanjutkan kedudukan hukum seseorang yang meninggal, sedapat mungkin disesuaikan dengan kehendak dari orang yang meninggal itu. Undang-undang berprinsip bahwa seseorang bebas untuk menentukan kehendaknya tentang harta kekayaannya termasuk kekayaan intelektual khususnya hak cipta setelah nanti ia meninggal dunia. Akan tetapi apabila ternyata seseorang itu tidak 30
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016
menentukan sendiri ketika ia hidup tentang apa yang akan terjadi terhadap harta kekayaannya dalam hal ini termasuk hak cipta maka dengan demikian undang-undang kembali akan menentukan perihal pengaturan harta benda/kekayaan yang ditinggalkan seseorang tersebut. Karena Hak Cipta adalah kekayaan personal, maka Hak Cipta dapat disamakan dengan bentuk kekayaan (property.) yang lain. Di dalam pasal 16 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2014 terdapat ketentuan “monumental” disebutkan bahwa : “Hak Cipta merupakan benda bergerak tidak berwujud”. Oleh karena hak cipta adalah benda bergerak maka hak cipta dapat dialihkan kepada orang/pihak lain salah satunya melalui pewarisan. A. Pengakuan Undang-Undang RI No.28 Tahun 2014 Terhadap Kepemilikan Hak Cipta Dalam undang-undang hak cipta dibedakan antara pengertian pencipta dan pemegang hak cipta.Yang dimaksud dengan pencipta adalah seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan yang berdasarkan kemampuan, fikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian, yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas yang bersifat pribadi. Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta atau pihak yang menerima hak tersebut dari pencipta atau pihak lain yang menerima hak lebih lanjut dari pihak yang menerima hak tersebut.
Maka berdasarkan pengertian diatas, pencipta dapat sekaligus sebagai pemegang hak cipta, dalam hal hak cipta tersebut tidak dialihkan kepada pihak lain. Pemegang hak cipta belum tentu sebagai pencipta, karena dapat dimungkinkan pemegang hak cipta menerima pengalihan hak dari pencipta ataupun membeli hak cipta tersebut dari pencipta.Hak cipta juga merupakan hak milik bagi pencipta dan pemegang hak cipta. Selanjutnya pengaturan mengenai kepemilikan hak antara pencipta dan pemegang hak cipta diatur dalam pasal 4 sampai dengan pasal 19 UUHC. Dalam pasal tersebut ditentukan bahwa : 1. Hak cipta yang dimiliki oleh pencipta, yang setelah penciptanya meninggal dunia, menjadi milik ahli warisnya atau milik penerima wasiat, dan hak cipta tersebut tidak dapat disita, kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hukum. 2. Hak cipta yang tidak atau belum diumumkan yang setelah penciptanya meninggal dunia, menjadi milik ahli warisnya atau milik penerima wasiat, dan hak cipta itu tidak dapat disita, kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hukum. Dari penjelasan pasal diatas dapat diambil suatu pengertian bahwa hak cipta itu dapat diwariskan kepada ahli warisnya apabila sipencipta ini telah meninggal dunia atau sipencipta ini juga dapat mewasiatkannya sebelum ia meninggal dunia. Dan hal ini harus segera diumumkan oleh ahli waris atau penerima wasiat.Maka apabila hal ini 31
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016
telah dilakukan oleh ahli waris atau penerima wasiat, hak cipta tersebut tidak dapat disita. Namun apabila diperoleh secara melawan hukum maka hak cipta ini akan disita. Mengenai pewarisan dapat diambil suatu pendapat yang dikatakan oleh A. Pitlo (1986:1) bahwa : “Pewarisan adalah peraturan yang mengatur tentang kekayaan karena wafatnya seseorang, yaitu mengenai pemindahan kekayaan yang ditinggalkannya dan akibat dari pemindahan ini bagi orang-orang yang memperolehnya, baik antara hubungan mereka dengan pihak ketiga.” Dari defenisi diatas diketahui bahwa semua kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati adalah merupakan suatu kumpulan aktiva dan pasiva yang dinamakan harta peninggalan atau harta warisan. Menurut Effendi Perangin (1999:3), “pewarisan adalah peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibatnya bagi para ahli warisnya.” Pada pasal 830 KUHPerdata menyebutkan bahwa : Pewarisan hanya berlangsung karena kematian. Selanjutnya Pasal 832 KUHPerdata menjelaskan bahwa : Menurut Undang-undang yang berhak menjadi ahli waris ialah para keluarga sedarah, baik sah, maupun luar kawin dan sisuami atau isteri yang hidup terlama, semua menurut peraturan yang tertera dibawah ini. Kepemilikan hak cipta juga dapat terjadi karena wasiat. Hal ini tercantum dalam UUHC, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, didalam pasal
874 KUHPerdata menyebutkan juga tentang hal yang sama yaitu : segala harta peninggalan seorang yang meninggal dunia adalah kepunyaan sekalian ahli warisnya menurut Undang-undang, sekadar terhadap itu dengan surat wasiat tidak telah diambilnya sesuatu ketetapan yang sah. Dengan adanya pasal diatas maka dapat disimpulkan bahwa seluruh ahli waris si pencipta mempunyai hak untuk memiliki hasil ciptaan si pencipta, maupun yang menerima wasiat dari sipencipta juga mempunyai ketetapan yang sah didalam Undangundang. Pasal 875 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa : adapun yang dinamakan surat wasiat atau testamen adalah suatu akta yang memuat pernyataan seseorang tentang apa saja yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia dan yang olehnya dapat dicabut kembali. Pasal 39 UUHC : 1. Jika suatu ciptaan tidak diketahui penciptanya dan ciptaan itu belum diterbitkan, negara memegang hak cipta atas penciptaan tersebut untuk kepentingan penciptanya. 2. Jika suatu ciptaan telah diterbitkan tetapi tidak diketahui penciptanya atau pada ciptaan tersebut hanya tertera nama samaran si pencipta, penerbit memegang hak atas ciptaan tersebut untuk kepentingan penciptanya. 3. Jika suatu ciptaan diterbitkan tetapi tidak diketahui penciptanya dan/atau penerbitnya, negara memegang hak cipta atas ciptaan
32
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016
tersebut untuk kepentingan penciptanya. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menegaskan status hak cipta dalam hal suatu karya yang ciptaannya tidak diketahui dan tidak atau belum diterbitkan, sebagaimana layaknya ciptaan itu diwujudkan.Misalnya dalam hal karya tulis atau karya musik, ciptaan tersebut belum diterbitkan dalam bentuk buku atau belum dipegang oleh negara untuk melindungi hak cipta bagi kepentingan penciptanya, sedangkan apabila karya tersebut berupa karya tulis dan telah diterbitkan, hak cipta atas ciptaan yang bersangkutan dipegang oleh penerbit. Didalam pasal 16 ayat 2 UUHC yang menyatakan bahwa : Hak cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruhnya maupun sebagian karena : a. pewarisan b. hibah c. wakaf d. wasiat e. perjanjian tertulis f. sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundangundangan. Mengenai wasiat telah dijelaskan diatas, sekarang penulis akan menjelaskan tentang hibah karena hak cipta ini juga dapat beralih disebabkan oleh hibah. Menurut Effendi Peranginangin (1999 : 78) “Hibah adalah pemberian selama hidup.” Beralih atau dialihkannya hak cipta tidak dapat dilakukan secara lisan, tetapi harus dilakukan secara tertulis baik dengan maupun tanpa akta notariil. Kepemilikan hak cipta ini dapat dimiliki oleh negara apabila hasil
ciptaan tersebut tidak diketahui siapa penciptanya, sebagaimana halnya pemegang hak cipta negara selaku pemegang hak cipta bertindak melindungi ciptaan tersebut dari pelanggaran atas ciptaannya. UUHC mengatur bahwa kepemilikan hak cipta oleh negara apabila karya cipta tersebut dianggap sebagai milik bersama (public domain) atau milik rakyat. Fungsi kepemilikan hak cipta oleh negara ini sangat berfungsi terhadap masalah yang menyangkut kebutuhan ciptaan-ciptaan terhadap kemungkinan pelanggaran ciptaan diluar negeri, karena itu negara bertindak sebagai pemegang hak cipta untuk karya-karya cipta yang dianggap sebagai milik bersama tersebut misalnya : dongeng, hikayat, lagu-lagu rakyat, kaligrafi. B. Proses Terjadinya Pengalihan Kepemilikan Atas Hak Cipta Menurut UUHC Hak cipta merupakan kekayaan intelektual yang dapat dieksploitasi hak-hak keekonomiannya seperti kekayaan-kekayaan lainnya, timbul hak untuk mengalihkan kepemilikan atas Hak Cipta, seperti misalnya dengan dengan cara penyerahan (assignment). Hak Cipta tersebut.Pemegang Hak Cipta dapat juga memberikan lisensi untuk penggunaan karya Hak Cipta.Bila pemegang Hak Cipta menyerahkan Hak Ciptanya, ini berarti terjadi pengalihan keseluruhan hak-hak ekonominya yang dapat dieksploitasi dari suatu ciptaan yang dialihkan kepada penerima hak/pemegang hak cipta dalam jangka waktu yang telah 33
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016
disetujui bersama.Lain halnya jika pengalihan Hak Cipta dilakukan dengan lisensi.Dengan pengalihan Hak Cipta secara lisensi, pencipta masih memiliki hak-hak ekonomi tertentu dari Ciptaan yang dialihkan kepada Pemegang Hak Cipta. Selain dua cara pengalihan Hak Cipta di atas, masih ada cara-cara lain pengalihan hak-hak ekonomi Hak Cipta. Contohnya, seorang Pencipta karya tulis dapat menngalihkan hak Cipta atas karya tulisnya dengan cara penyerahan atau lisensi kepada suatu penerbit untuk menerbitkan karya tulisnya hanya dalam bentuk buku bersampul. Disamping pengalihan kepada penerbit buku, pencipta karya tulis yang sama dapat juga mengalihkan dengan penyerahan atau lisensi kepada penerbit majalah atau koran untuk menerbitkan karya tulisnya dalam bentuk serial yang dimuat berkala dalam suatu majalah atau koran. Hak menerjemahkan kedalam bahasa asing untuk diterbitkan penerbit di luar negeri juga dipunyai oleh pencipta karya tulis yang sama. Dengan demikian, didalam hak cipta terkandung sekumpul hak ekonomi yang dapat diekploitasi manfaat ekonominya oleh pencipta secara terpisah-pisah. Cara pengalihan atau beralihnya hak cipta diatur dalam Pasal 16 ayat 2 Undang-undang No. 28 tahun 2014.Hak Cipta adalah kekayan intelektual yang dianggab sebagai benda bergerak tidak berwujud. Sebagai benda kekayaan, maka secara hukum hak cipta dapat beralih atau
dialihkan, baik seluruhnya maupun sebagian kepada pihak lain karena : a. Pewarisan (inheritance); b. Hibah (donation); c. Wakaf d. Wasiat (testament); e. Perjanjian tertulis (agreement); f. Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. Pengalihan hak cipta didasari oleh motif ekonomi, yaitu keinginan untuk memperoleh manfaat ekonomi atau keuntungan secara komersial.Pencipta mengallihkan hak cipta dengan tujuan untuk memperoleh royalti, sedangkan penerima selaku pemegang hak cipta bertujuan memperoleh keuntungan ekonomi dari penjualan ciptaan yang dihasilkan dari hak cipta tersebut. Hak cipta suatu ciptaan tetap ada ditangan pencipta/pemegang hak cipta selama kepada pembeli ciptaan itu tidak diserahkan seluruh hak ciptanya.Ketentuan ini menegaskan berlakunya asas kemanunggalan hak cipta dengan penciptanya. Hak cipta yang dijual untuk seluruh atau sebagian tidak dapat dijual untuk kedua kalinya oleh penjual yang sama (pasal 17 ayat 2). Apabila timbul sengketa antara beberapa pembeli hak cipta yang sama atas suatu ciptaan, perlindungan diberikan kepada pembeli yang lebih dahulu memperoleh hak cipta tersebut. Peralihan Hak Cipta harus dengan tertulis dan ditandatangani dengan cara langsung oleh pemegang hak cipta agar berlaku sesuai dengan hukum, selanjutnya ketika Hak Cipta dialihkan, maka pihak yang menerima 34
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016
peralihan hak cipta menjadi pemegang hak cipta yang baru. Terhadap pengalihan hak cipta ini, Undang-undang hak Cipta memberikan pengaturan khusus Pasal 17 UU No. 28 Tahun 2014, yaitu : (1) Hak cipta atas suatu ciptaan tetap berada di tangan Pencipta selama kepada Pembeli ciptaan itu tidak diserahkan seluruh Hak Cipta dari pencipta itu. (2) Hak Cipta yang dijual untuk seluruh atau sebagian tidak dapat dijual untuk kedua kalinya oleh penjual yang sama. (3) Dalam hal timbul sengketa antara beberapa Pembeli Hak Cipta yang sama atas suatu ciptaan perlindungan diberikan kepada pembeli yang lebih dahulu memperoleh Hak Cipta. Selain itu ditegaskan pula dalam pasal 18 UUHC bahwa “ciptaan buku, dan/atau semua hasil karya tulis lainnya, lagu dan/atau music dengan atau tanpa teks yang dialihkan dalam perjanjian jual putus dan/atau pengalihan tanpa batas waktu, hak ciptanya beralih kembali kepada pencipta pada saat perjanjian tersebut mencapai jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun. Penekanan dalam Pasal 17 ini kepada perlindungan Hak Moral atas Hak Cipta yang telah dialihkan kepada Pencipta.Karena bagaimanapun juga suatu karya cipta (ciptaan) melekat dengan Penciptanya. Sebuah pengalihan hak cipta harus dengan tertulis dan ditanda tangani dengan atau pemegang hak cipta yang berlaku sesuai hukum, selanjutnya
ketika hak cipta dialihkan, maka pihak yang menerima peralihan menjadi pemegang hak cipta yang baru. Pembelian hak cipta juga mensyaratkan beberapa persyaratan formal sebagai contoh pengalihan hak harus dalam bentuk tulisan, ditandatangani oleh satu atau dua belah pihak dan didaftarkan pada Direktorat Jenderal HaKI.Selanjutnya sebuah harga pembelian berkaitan dengan jumlah uang, dimana perjanjian pengalihan dapat dilakukan dengan sistem pembayaran royalti untuk periode waktu tertentu selama karya cipta dieksploitasi. Salah satu cara mengalihkan hak cipta adalah menjualnya. Contoh mudah yaitu seorang penulis mengalihkan hak ciptanya (copyright) kepada penerbit, yang kemudian penerbit menyuplai baik dari segi teknis dan kewirausahaannya serta menyebarluaskan buku tersebut kepada pasar. Hal ini sama dengan penulis lagu yang juga mengalihkan hak cipta dalam bentuk musical work nya kepada sebuah recording company. Terhadap pengalihan ini, undangundang hak cipta memberikan pengaturan khusus (Pasal 17 UUHC), yaitu : 1. hak cipta atas suatu ciptaan tetap berada ditangan pencipta selama kepada pembeli ciptaan itu tidak diserahkan seluruh hak cipta dari pencipta itu. 2. hak cipta yang dijual untuk seluruh atau sebagian tidak dapat dijual untuk kedua kalinya oleh penjual yang sama.
35
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016
3. dalam hal timbul sengketa antara beberapa pembeli hak cipta yang sama atas suatu ciptaan, perlindungan diberikan kepada pembeli yang lebih dahulu memperoleh hak cipta itu. Hal ini berarti bahwa pembelian hasil ciptaan tidak berarti hak cipta dari ciptaan tersebut berpindah kepada pembeli (transferred), akan tetapi hak cipta atas suatu ciptaan tersebut tetap ada ditangan penciptanya, misalnya kaset, buku dan lukisan. Selain itu ditegaskan pula dalam pasal 18 UUHC bahwa “ciptaan buku, dan/atau semua hasil karya tulis lainnya, lagu dan/atau music dengan atau tanpa teks yang dialihkan dalam perjanjian jual putus dan/atau pengalihan tanpa batas waktu, hak ciptanya beralih kembali kepada pencipta pada saat perjanjian tersebut mencapai jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun. Selain itu pengalihan hak cipta juga dapat dilakukan dengan cara lisensi. Lisensi hak cipta adalah sebuah lisensi yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh pemegang hak cipta, dimana ditentukan bahwa penerima lisensi (lisence) hanya satu-satunya pihak yang dapat menggunakan karya cipta tersebut yang tercantum dalam kontrak lisensi. Misalnya “dalam kontrak lisensi penerbitan, seorang penulis memberikan hak kepada penerbit sebuah lisensi eksklusif (exclusive lisence) untuk meletakkan dan menerbitkan karya novelnya”(Margono 2002:73). Dalam
kontrak lisensi tersebut, penulis tidak diperkenankan untuk memberikan hak penerbitan kepada perusahaan penerbitan lainnya sampai jangka waktu berakhirnya kontrak tersebut.Penerima hak lisensi eksklusif atas hak cipta, dapat mengajukan upaya hukum atas pelanggaran hak cipta yang dilakukan oleh pihak ketiga. “Sebuah lisensi dapat juga bersifat non eksklusif, apabila anda menerima sebuah lisensi non eksklusif untuk menggunakan sesuatu dari hak cipta tersebut, selanjutnya pencipta juga dapat memberikan lisensi non eksklusif tersebut kepada pihak lain, sebagaimana yang telah diterima dari lisensi non eksklusif tadi.”(Margono, 2003:73). Pengaturan lisensi dalam UndangUndang Hak Cipta diatur secara lengkap dalam Pasal 80 sampai Pasal 86 UUHC. Berikut ini isi dari ketentuan lisensi hak cipta tersebut, yaitu : Pasal 80 : 1. Pemegang hak cipta berhak memberikan lisensi kepada pihak lain berdasarkan surat perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 1, pasal 23 ayat 1, pasal 24 ayat 2 dan pasal 25 ayat 2. 2. Kecuali diperjanjikan lain, lingkup lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal berlangsung selama jangka waktu lisensi diberikan dan berlaku untuk seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. 36
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016
3. Kecuali diperjanjikan lain, pelaksanaan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 disertai dengan kewajiban pemberian royalti kepada pemegang hak cipta oleh penerima lisensi. 4. Jumlah royalti yang wajib dibayarkan oleh pemegang hak cipta oleh penerima lisensi adalah pemegang hak cipta oleh penerima lisensi adalah berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dengan berpedoman kepada kesepakatan organisasi profesi.
lisensi yang memuat ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1. 4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pencatatan perjanjian lisensi diatur dengan keputusan Presiden. Dalam UUHC di Indonesia, menentukan bahwa perjanjian lisensi harus dibuat dalam bentuk tertulis. Melalui perjanjian lisensi, pemilik hak cipta dapat mengalihkan semua atau beberapa dari hak-hak eksklusif yang dimiliki kepada orang lain. Perjanjian lisensi dapat disebut lisensi eksklusif, sebuah perjanjian lisensi seperti ini disebut lisensi tunggal yaitu pemilik hak cipta ini melakukan perjanjian hanya dengnan satu orang atas karya yang dilindungi hak cipta.Pemilik hak cipta juga dapat membuat perjanjian lisensi non eksklusif yaitu perjanjian yang dilakukan kepada dua atau lebih orang atas karya yang dilindungi hak cipta. Pemilihan jenis perjanjian lisensi akan sangat tergantung pada kekuatan tawar menawar antara sipemberi lisensi (licensor) dengan si penerima lisensi (license), dengan ketentuan dimana perjanjian lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau memuat ketentuan yang mengakibatkan kerugian perekonomian Indonesia sebagaimana diatur dalam perundangundangan yang berlaku (Pasal 82 ayat 1 UUHC). Agar mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga, perjanjian lisensi harus didaftarkan dikantor
Pasal 81 : Kecuali diperjanjikan lain, pemegang hak cipta tetap boleh melaksanakan sendiri atau memberikan lisensi kepada pihak ketiga untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. Pasal 82 : 1. Perjanjian lisensi dilarang memuat ketentuan-ketentuan yang dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau memuat ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Agar dapat mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga, perjanjian lisensi wajib dicatatkan di Direktorat Jenderal. 3. Direktorat Jenderal wajib menolak pencatatan perjanjian 37
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016
HaKI, khususnya kantor Hak Cipta (Pasal 83 ayat 1 UUHC). Pencatatan lisensi diwajibkan dengan berdasarkan beberapa alasan, yaitu : 1. Pencatatan perjanjian lisensi memberikan kemampuan bagi perusahaan atau orang-orang yang ingin mengadakan perjanjian lisensi untuk meneliti apakah seseorang sudah mendaftarkan sebuah perjanjian lisensi yang serupa. Contoh : Penerbit kedua sangat meneliti melalui daftar perjanjian lisensi pada kantor hak cipta sebelum menandatangani perjanjian dengan pihak lain. Karena penerbit kedua kan bertanggung jawab terhadap penerbit pertama apabila menerbitkan hal yang sama. 2. Pencatatan perjanjian lisensi memungkinkan pemerintah untuk mengontrol perjanjian lisensi yang merugikan kepentingan Indonesia. Perjanjian lisensi tidak boleh berisi peraturan-peraturan yang merugikan perekonomoan Indonesia (Pasal 83 ayat 1 UUHC). C. Cara Peralihan Hak Cipta Melalui Pewarisan Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya bahwa hak cipta ini dapat beralih dan dialihkan kepada ahli warisnya, penerima wasiat, penerima hibah, perjanjian tertulis dan sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. Menurut Teuku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy (2001:46) “yang dimaksud dengan ahli waris adalah orang-orang yang berhak mewarisi harta pusaka.”
Ahli waris menurut A.Pitlo (1986:1) adalah “orang yang menggantikan pewaris dalam kedudukan hukum mengenai kekayaan baik untuk seluruhnya atau maupun bagian yang sebanding.”Pasal 832 KUHPerdata menyatakan bahwa menurut undang-undang yang berhak menjadi ahli waris ialah para keluarga sedarah, baik sah, maupun luar kawin dan sisuami atau isteri yang hidup terlama, semua menurut peraturan yang tertera dibawah ini. Dalam hal bilamana baik keluarga sedarah maupun si yang hidup terlama diantara suami isteri tidak ada maka segala harta peninggalan si yang meninggal menjadi milik negara, yang mana akan melunasi segala utang, sekedar harta harta peninggalan mencukupi untuk itu. Pasal 833 KUH Perdata menyebutkan “sekalian ahli waris dengan sendirinya karena hukum memperoleh hak milik atas segala barang, segala hak dan segala piutang si yang meninggal.” Abdoel Djamali (1993:149) menyatakan bahwa : Berdasarkan Hukum Perdata Belanda, undang-undang membagi ahli waris karena kematian dalam empat golongan : 1. Golongan pertama : keturunan dari yang meninggal dunia ialah anak, suami atau isteri yang hidup terlama dan cucu sebagai ahli waris pengganti.
38
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016
2. Golongan kedua: terdiri dari orang tua, saudara-saudara sekandung dan keturunannya dari yang meninggal dunia. 3. Golongan ketiga : terdiri dari leluhur dari yang meninggal dunia baik dari pihak suami maupun dari pihak isteri. 4. Golongan keempat : terdiri dari keluarga sedarah sampai derajat keenam.
meninggal, maka seketika itu juga segala hak dan kewajibannya beralih pada sekalian ahli warisnya.” Sebagaimana disebutkan dalam pasal 852 KUHPerdata : Anak-anak atau sekalian keturunan mereka, biar dilahirkan dari lain-lain perkawinan sekalipun, mewarisi dari kedua orang tua, kakek, nenek, atau semua keluarga sedarah mereka selanjutnya dalam garis lurus keatas, dengan tiada perbedaan antara laki-laki atau perempuan dan perbedaan berdasarkan kelahiran terlebih dahulu.
Menurut Effendi Peranginangin (1999:33) penggolongan ahli waris itu dapat disimpulkan sebagai berikut : Golongan I : • Suami/isteri yang hidup terlama • Anak • Keturunan anak Golongan II : • Ayah dan Ibu • Saudara • Keturunan Golongan III : • Kakek dan nenek, baik dari pihak bapak maupun ibu • Orang tua kakek dan nenek itu, dan seterusnya keatas Golongan IV : • Paman dan bibi, baik dari pihak bapak maupun ibu • Keturunan paman dan bibi sampai derajat keenam dihitung dari si meninggal. • Saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya, sampai derajat keenam dihitung dari si meninggal. Disisi lain Subekti (1989:96) menekankan bahwa “apabila seorang
Ahli waris menurut undangundang atau ahli waris ab intestato berdasarkan hubungan darah terdapat 4 (empat) golongan yaitu : a. Golongan pertama, keluarga dalam garis lurus ke bawah, meliputi anak-anak beserta keturunan mereka serta suami isteri yang ditinggalkan/yang hidup paling lama. b. Golongan kedua, keluarga dalam garis lurus ke atas, nmeliputi orang tua dan saudara, baik laki-laki maupun perempuan, serta keturunan mereka. c. Golongan ketiga, meliputi kakek, nenek dan leluhur selanjutnya ke atas dari pewaris. d. Golongan keempat, meliputi anggota keluarga dalam garis kesamping dan sanak keluarga lainnya sampai derajat keenam. (Erman Suparman, 1985:39) Undang-undang tidak membedakan ahli waris laki-laki dan perempuan, tidak juga membedakan urutan kelahiran, hanya ada ketentuan 39
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016
bahwa ahli waris golongan pertama jika masih ada maka akan menutup (golongan kedua dan seterusnya) hak anggota keluarga lainnya yang lebih tinggi derajatnya akan menutup yang lebih rendah derajatnya. Menurut Pasal 834 BW seorang ahli waris berhak untuk menuntut supaya segala apa saja yang termasuk harta peninggalan si yang meninggal diserahkan padanya berdasakan haknya sebagai ahli waris. Harta peninggalan seseorang itu hanya terdiri dari hak kebendaan yang materi maupun hak kebendaan immaterial. Dimana Hak Cipta merupakan hak kebendaan immaterial dan termasuk bagian dari hak kekayaan intelektual dari seorang pemegang hak cipta yang dapat diallihkan kepada pihak lain. Salah satu cara pengalihan hak cipta yaitu melui pewarisan. Dimana didalam pewarisan hanyalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum kekayaan harta benda saja yang dapat diwariskan.Hak Cipta merupakan harta kekayaan dari si pemegang hak cipta dan merupakan bagian dari hak kebendaan immaterial (tak berwujud). Pemegang Hak Cipta yang meninggal dunia yang meninggal dunia dapat mewariskan hasil karya ciptanya baik dalam bidang seni, sastra maupun ilmu pengetahuan seketika pada saat ia meninggal dunia. Dimana seketika itu juga pada saat si pemegang hak cipta meninggal dunia maka segala hak kewajiban yang berkenaan dengan harta kekayaannya termasuk dalam hal ini hak kekayaan yang berkenaan yaitu
hak cipta beralih kepada sekalian ahli warisnya. Yang berhak atas hasil karya cipta seorang pemegang hak cipa berdasarkan pewarisan ahli waris golongan pertama, jika tidak ada barulah ahli waris golongan kedua yang berhak.Jika tidak ada ahli waris golongan kedua maka barulah ahli waris golongan ketiga yang berhak mewaris.Jika tidak ada ahli waris golongan ketiga maka yang berhak mewaris adalah ahli waris golongan keempat. Serta hak cipta ini juga dapat dialihkan dengan cara penghibahan, dimana sipencipta dapat menghibahkan hak ciptanya, kepada seseorang yang dipercayainya untuk mengemban hasil karya ciptanya itu, seseorang ini dapat saja dari keluarga si pencipta maupun orang lain yang bukan berasal dari keluarganya. Juga mengenai wasiat si pencipta ini dapat mewasiatkan hasil karya ciptanya kepada si penerima wasiat, seperti juga halnya dengan hibah si pencipta ini bebas memberikan wasiatnya kepada siapa saja yang dapat dipercayainya baik itu dari kalangan keluarganya maupun dari luar keluarganya atau orang lain. Hak cipta ini juga dapat dikuasai oleh negara apabila tidak diketahui lagi siapa penciptanya serta ahli warisnya yang berhak atas ciptaan tersebut, negara selaku pemegang hak dapat bertindak melindungi ciptaan tersebut dari pelanggaran atas ciptaannya. Selain dari pewarisan, wasiat dan hibah, pengalihan hak cipta ini 40
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016
juga dapat dilakukan si pencipta dengan cara menjualnya. Contohnya yaitu seorang penulis mengalihkan hak ciptanya (copyright) kepada penerbit, yang kemudian penerbit penyuplai baik dari segi teknis dan kewirausahaannya serta menyebarluaskan buku tersebut kepada pasar. Hal ini sama dengan penulis lagu yang juga mengalihkan hak cipta dalam bentuk musical work nya kepada sebuah recording company. Kesimpulan 1. Undang-undang No.28 Tahun 20014 memberi pengakuan terhadap kepemilikan hak cipta terdapat dalam Pasal 4 ayat 1 dan Pasal 11. jadi setiap pencipta ini mempunyai hak untuk memiliki hasil ciptaan dan dilindungi sepenuhnya oleh Undang-Undang RI No. 28 Tahun 2014 tentang hak Cipta. Pemilik hak cipta menurut UUHC adalah si Pencipta, namun pemilik hak cipta dialihkan berdasarkan Pasal 16 ayat 2 UUHC, yaitu : pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis, sebabsebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. 2. Proses terjadinya peralihan kepemilikan atas hak cipta menurut UUHC adalah bahwa setiap pengalihan hak Cipta baik dengan cara penghibahan, lisensi, penjualan maupun dengan cara lain yang dibenarkan oleh Undangundang harus dilakukan dengan cara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak dan didaftarkan pada Direktorat Jenderal HaKI. Pada saat Hak
Cipta dialihkan maka pada saat itu pulahlah pihak yang menerima peralihan menjadi pemegang Hak Cipta yang baru. 3. Pemegang Hak Cipta yang meninggal dunia dapat mewariskan hasil karya ciptaannya baik dalam bidang seni, sastra maupun ilmu pengetahuan seketika pada saat ia meninggal dunia. Dimana seketika itu juga pada saat si pemegang hak cipta meninggal dunia maka segala hak dan kewajiban yang berkenaan dengan harta kekayaannya termasuk dalam hal ini hak kekayaan intelektual yaitu cipta beralih kepada sekalian ahli warisnya. Yang berhak atas hasil karya cipta seorang hak cipta berdasarkan pewarisan adalah ahli waris golongan pertama, jika tidak ada barulah ahli waris golongan kedua yang berhak.Jika tidak ada ahli waris golongan kedua maka ahli waris golongan ketigalah yang berhak mewaris. Jika tidak ada ahli waris golongan ketiga maka yang berhak mewaris adalah ahli waris golongan ke empat. DAFTAR PUSTAKA Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasby, (2001) Fiqh Mawaris, PT. Pustaka Rizki Putra, Semarang. Djamali, R. Abdoel, (1993) Pengantar Hukum Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. 41
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016
Eggi Sudjana, Eggi (2003) Mengetahui Hak Cipta Yang Disahkan Presiden Megawati, Durat Bahagia, Jakarta. Margono, Suyud (2003), Hukum Perlindungan Hak Cipta (Disesuaikan Dengan Undangundang RI Hak Cipta Tahun 2002, CV. Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta. Muhammad, Abdul Kadir, (1999), Hukum Perusahaan Indonesia, Aditya, Bandung. Pitlo, A Alih (1986), Hukum Warisan Menurut KUHPerdata Belanda, PT. Intermasa, Jakarta. Perangin angin, Efendi,(1999) Hukum Warisan, cetakan II, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Saidin, O.K, (2003), Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intelectual Property Rights), Cetakan ke III, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Soedjono Dirdjosisworo, Soedjono, (2000) Hukum Perusahaan Mengenai Hak Atas Kekayaan Intelektual (Hak Cipta, Hak Paten, Hak Merek), CV. Mandar Maju, Bandung. Subekti, R, (1982), Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, 1982. Suparman, Eman, (1985) Intisari Hukum Waris Indonesia, CV. Armico, Bandung.
42