67
Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol. 4 No. 1
PENURUNAN KONSENTRASI TOTAL SUSPENDED SOLID PADA PROSES AIR BERSIH MENGGUNAKAN PLATE SETTLER Nurul Husaeni, Euis Nurul H dan Okik Hendrianto C. Progdi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur email :
[email protected]
ABSTRAK Bak sedimentasi pada Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM) konvensional umumnya hanya mampu mengolah air bersih antara 65 – 70% terhadap total suspended solid. Untuk itu diperlukan pemakaian plate settler yang merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan prosentase penurunan total suspended solid pada bak sedimentasi serta memperluas bidang pengendapan tanpa harus memperbesar dimensi suatu bak. Dalam penelitian ini, digunakan plate settler dengan berbagai variasi sudut kemiringan yang digunakan yaitu 30 o, 45o, 60o, 75o, 90o dan bentuk plate settler yang dipakai lempengan, gelombang dan zig – zag. Dari penelitian ini, didapatkan bahwa prosentase penurunan total suspended solid terdapat pada kemiringan plate 60o dengan bentuk plate yang dipakai yaitu zig-zag, dengan prosentase penurunan total suspended solid sebesar 92,31%. Dan untuk prosentase penyisihan kekeruhan sebesar 92,86%. Kata kunci: Bak sedimentasi, plate settler, total suspended solid, kekeruhan.
ABSTRCT Sedimentation conventional basin in the Water Treatment Plant is generally only capable of processing water between 65-70% for total suspended solid. It required the use of plate settler which is one alternative to increase the percentage of total suspended solid reduction in raw water and widening the field of settling surface without enlarging a basin dimension. In this study, plate settler used with a variety of slope angles 30o, 45o, 60o, 75o, 90o and shape of the plate settlers are plate, wave and zig-zag. From this study, it was found that the decrease in total suspended solid percentage found on the slope of 60o plate with a zig-zag shape, with the percentage reduce of total suspended solid is 92.31%. And for reduce turbidity is 92,86%. Keyword: Sedimentation basin, plate settler, total suspended solid, turbidity
Penurunan Konsentrasi Total Suspended Solid (Nurul H., Euis Nurul H dan Okik Hendrianto C.)
PENDAHULUAN Air bersih merupakan salah satu kebutuhan yang sangat mendasar bagi manusia karena itu diperlukan terus menerus dalam kegiatan sehari–harinya untuk bertahan hidup. Sebagian besar sumber air baku dalam penyediaan air bersih di kota – kota besar Indonesia berasal dari air permukaan khususnya air sungai yang mana secara fisik di dalamnya terdapat angkutan sedimen total/ polutan fisik yang terdiri atas material diskrit seperti kerikil, pasir, koloid, dan partikel–partikel tersuspensi (total suspended solid) yang menyebabkan kekeruhan pada badan air, sehingga dalam penurunan total suspended solid tersebut diperlukan bak pengendap (sedimentasi). Penggunaan bak sedimentasi konvensional pada tiap instalasi pengolahan air minum hanya mampu mengolah air bersih antara 65 – 70% terhadap total suspended solid. Perencanaan yang baik pada bangunan sedimentasi yaitu yang dapat mengendapkan flok kurang lebih 95%, fleksibel terhadap kualitas dan kuantitas air baku Hadi (2000). Apabila dilakukan evaluasi untuk meningkatkan kinerja dan efisiensi pada bak sedimentasi akan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Dalam meningkatkan efisiensi pengendapan pada bak sedimentasi konvensional umumnya dengan memperbesar dimensi suatu bak. Mengingat dengan keterbatasan lahan yang ada, untuk itu diperlukan cara lain dalam memaksimalkan efisiensi pengendapan bak sedimentasi yakni, pada zona settling ini dilakukan salah satu teknik pengolahan berupa penambahan alat yang dipasang yaitu keping pengendap (plate settler). Suatu instalasi bak sedimentasi model sludge blanket dengan tipe horisontal maupun vertikal yang dikembangkan oleh Culp and culp, 1974 membuktikan bahwa
68
performance unit ini dapat bertambah jika menggunakan plate settler dibandingkan tanpa menggunakan plate settler. Disamping itu desainnya akan dapat menghasilkan luas area pengendapan ¼ sampai 1/6 dari yang dihasilkan bak sedimentasi konvensional (Prayitna,1991). Penggunaan plate settler pada bak sedimentasi ini harus memperhatikan beberapa kriteria desain yang ada yaitu sudut kemiringan plate yang dipasang antara 45 – 60o terhadap horizontal dan jarak antar plate yang dipasang yaitu 5 – 20 cm (Visvanathan, 2004). Oleh karena itu, pada penelitian ini diperlukan kajian mengenai bentuk maupun kemiringan plate settler pada bangunan sedimentasi yang benar – benar ideal dalam menurunkan total suspended solid sehingga dapat diaplikasikan pada Instalasi Pengolahan Air Minum ( IPAM ) saat ini dengan tepat. TINJAUAN PUSTAKA Pengolahan lengkap dilakukan bila air baku tidak memenuhi persyaratan fisik untuk air minum. Air baku yang tidak memenuhi persyaratan fisik adalah air permukaan, misalnya: air sungai, air telaga, air waduk dan sebagainya. Adapun unit bangunan pengolahan air lengkap umumnya mempunyai urut – urutan proses sebagai berikut (Razif,1986) : 1. Screening 2. Prasedimentasi (pengendapan pendahuluan) 3. Koagulasi dan Flokulasi 4. Sedimentasi 5. Filtrasi 6. Netralisasi 7. Desinfeksi
69
Sedimentasi merupakan proses pemisahan suspensi padatan encer menjadi fluida yang lebih jernih dan suspensi yang lebih pekat berdasarkan gaya gravitasi. Di Dalam pengolahan air, bangunan sedimentasi digunakan untuk memisahkan partikel padatan atau kotoran yang terflokulasi atau terkoagulasi. Kecepatan pengendapan partikel yang terdapat dalam air bergantung pada berat jenis, bentuk dan ukuran partikel, viskositas air dan kecepatan aliran dalam bak pengendapan. (Huisman, 1977). Berdasarkan sifat partikelnya, bangunan sedimentasi dikelompokkan menjadi (Mayasari,2007) : 1. Sedimentasi tipe I (prasedimentasi) 2. Sedimentasi tipe II (sedimentasi) 3. Sedimentasi tipe III (final clarifier) 4. Sedimentasi tipe IV (sludge thickener) Adapun macam bentuk dari bak sedimentasi terdiri dari 2 macam yaitu(Reynold,1996) : 1. Bak empat persegi panjang (longrectangular basin) 2. Bak lingkaran (circular basin) Suatu bak sedimentasi secara ideal dengan proses kontinyu dibagi menjadi empat daerah (zone), yaitu; 1. Daerah masuk (inlet zone) yang berfungsi untuk mendistribusikan aliran secara merata pada bak sedimentasi dan menyebarkan kecepatan aliran yang baru masuk. 2. Daerah pengendapan (settling zone) yang berfungsi untuk mengalirkan air secara pelan horizontal kearah outlet dan di dalam zona ini terjadi proses pengendapan. 3. Daerah lumpur (sludge zone) yang berfungsi sebagai tempat pengumpulan partikel – partikel yang terendapkan dan juga tempat pengeluaran lumpur.
Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol. 4 No. 1
4. Daerah pengeluaran air (outlet zone), berfungsi tempat keluaran air yang telah bersih dari proses pengendapan melalui pelimpah. Plate settler merupakan keeping pengendap yang dipasang pada settling zone (zona pengendapan) di bak sedimentasi dengan kemiringan tertentu yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan memperluas bidang pengendapan sehingga proses fisika dari sedimentasi dapat berlangsung lebih effektif bila tanpa menggunakan plate settler. Adapun tiga macam aliran yang melalui plate settler yaitu (Hendrick, 2005) : 1. Upflow (aliran keatas), yaitu dimana sludge yang mengendap turun ke dasar bak melalui plate ketika aliran air mengalir ke atas menuju outlet zone. 2. Downflow (aliran ke bawah), yaitu dimana sludge yang mengendap turun ke dasar bak melalui plate bersamaan dengan aliran air yang mengalir ke bawah. 3. Crossflow (aliran silang), yaitu dimana sludge yang mengendap turun ke dasar bak, sedangkan aliran air menyilang (crossing) di masing – masing plate. Lintasan suatu partikel yang mengendap pada plate merupakan hasil penjumlahan 2 vektor yaitu vector kecepatan aliran pada plate dan vector kecepatan pengendapan partikel. Kedua hubungan vektor tersebut seperti ditunjukkan pada Gambar 1.
α
Gambar 1. Hubungan vektor aliran pada plate dengan vektor kecepatan pengendapan partikel
Penurunan Konsentrasi Total Suspended Solid (Nurul H., Euis Nurul H dan Okik Hendrianto C.)
Pada gambar diatas, dapat dilihat bahwa bila permukaan pengendapan dimiringkan ke atas searah aliran, maka lintasan partikelnya pun akan berubah. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan pada komponen kecepatan dari partikel. Secara geometrik dapat dijelaskan sebagai berikut seperti pada persamaan 2.1 dan 2.2 Jika jarak pengendapan pada permukaan plate adalah AC dan CD, maka: h W AC = + = vO .T ……...…(2.1) sin α tgα w CD = = S O .T ……………….(2.2) sin α Dari persamaan 2.1 dan 2.2 dapat digabung menjadi persamaan 2.3. SO W . sin α = ………...(2.3) vO h. cos α + W . cos 2 α Jika A adalah surface area pada zona pengendapan (settling zone) dan Q adalah debit, maka dari persamaan 2.3 dapat menjadi persamaan 2.4. Q vO = disubtitusikan menjadi: A.sin α SO =
Q W x …….(2.4) A h. cos α + W . cos 2 α
Keterangan: Vo = Kecepatan pengendapan partikel desain. T = Waktu pengendapan dari partikel. So = Kecepatan horisontal partikel. W = Jarak antar plate. α = Sudut kemiringan plate. ( Huisman, 1977 ) Plate settler dapat dibuat dari jenis bahan yang tidak mudah berserat, semacam polythylene, kayu, fiber, baja tipis dan sebagainya. Jenis polythylene yang banyak digunakan adalah berupa plastik yang keras dan tebal. Kelebihan – kelebihan dari penggunaan
70
polythylene ini dibandingkan yang lainnya adalah: 1. Mudah dalam perawatannya, karena dari jenis bahan yang ringan dan tidak berserat. 2. Bahan baku tidak terlalu sulit didapat dipasaran. 3. Lebih lama dapat bertahan untuk tidak dibersihkan karena jenis bahan bakunya sulit untuk dapat ditumbuhi oleh tanaman sejenis ganggang dan lemut. 4. Tidak mudah pecah dan relatif lebih lama mengalami kerusakkan akibat adanya penguraian efek mikroba. METODE PENELITIAN Bahan yang Digunakan 1. Air sampel Kali Surabaya. 2. Tawas Aluminium Sulfat (Al2(SO4)3 dengan kadar 60 mg/liter. Peralatan Penelitian 1. Analisa Jartest 2. Analisa TSS 3. Analisa Kekeruhan 4. pH meter Parameter Penelitian 1. TSS (Total Suspended Solid). 2. Kekeruhan air sampel Kali Surabaya. Variabel Penelitian Variabel penelitian yang digunakan, meliputi: 1. Kondisi yang ditetapkan a. Debit aliran (Q) = 8,33 ml/detik. b. Tinggi plate 8 cm dan jarak antar plate 4 mm. c. Waktu tinggal (td) = 1 jam. d. Jumlah plate: 1) Sudut 30o = 27 buah. 2) Sudut 45o = 42 buah. 3) Sudut 60 O = 62 buah. 4) Sudut 75 O = 75 buah. 5) Sudut 90o = 90 buah.
71
Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol. 4 No. 1
2. Peubah a. Bentuk dari plate settler yaitu berupa lempengan, gelombang dan zig – zag sesuai gambar 3.1. b. Kemiringan plate settler dengan sudut yang diteliti 30o,45o,60o ,75o dan 90o.
OUTLET
INLET
3. Desain alat, termasuk pemasangan plate settler pada bak sedimentasi berdasarkan variabel yang telah ditentukan. 4. Setting alat, yaitu pengaturan debit aliran masuk, putaran pengaduk pada bak koagulasi dan flokulasi serta pengaturan debit koagulan yang dipakai berdasarkan analisa jartest. 5. Running alat. 6. Air yang keluar dari selang outlet bak sedimentasi kemudian dilakukan analisa kembali/ analisa terakhir yaitu analisa TSS, kekeruhan dan pH.
(a) HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Dosis Koagulan Optimum Melalui Analisa Jartest
OUTLET
INLET
(b)
OUTLET
INLET
Menentukan dosis optimal koagulan dengan jartest dalam penelitian ini perlu dilakukan karena(Su’udah, 2001) : 1. Jenis partikel pada air baku penelitian ini bersifat flokulen. 2. Bentuk flok yang tidak sempurna akan dapat mempengaruhi efisiensi alat. 3. Dosis yang tidak optimal menyebabkan flok yang terbentuk tidak sempurna, disamping itu dapat menyebabkan pemborosan bahan kimia.
(c) Gambar 2. Pemasangan bentuk plate settler pada bak sedimentasi (a) lempengan, (b) gelombang dan (c) zig-Zag
Prosedur Penelitian Pada prosedur penelitian ini akan dilakukan beberapa tahapan yaitu: 1. Analisa awal terhadap sampel diantaranya analisa TSS, kekeruhan dan pH. 2. Analisa jartest, menentukan dosis koagulan optimum yang akan digunakan.
Jartest dilakukan dengan mengetahui nilai kekeruhan awal 3,56 NTU pada sampel yang kemudian diberi variasi dosis koagulan berupa aluminium sulfat (tawas). Penggunaan aluminium sulfat (tawas) merupakan bahan koagulan yang banyak digunakan mengingat selain bahan ini paling ekonomis (murah) dibandingkan koagulan yang lainnya, mudah didapat dipasaran, serta mudah dalam penyimpanannya (Indriyati,2008).
Penurunan Konsentrasi Total Suspended Solid (Nurul H., Euis Nurul H dan Okik Hendrianto C.)
0,5 0,45 0,4 0,35 0,3 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0 20
30
40
50
60
70
80
Dosis Koagulan (mg/liter)
Gambar 3. Hubungan variasi dosis koagulan terhadap kekeruhan awal 3,56 NTU
Pada Gambar diatas menunjukkan bahwa dengan pemakaian dosis tawas dari 20 – 60 mg/L memberikan penurunan terhadap kekeruhan. Hal ini disebabkan akibat kondisi partikel koloid pada air yang bermula bersifat stabil menjadi destabilisasi yakni kondisi partikel koloid yang terjadi ketika koagulan ditambahkan. Adapun interaksi terjadinya didalam destablilisasi ini adalah adanya reduksi dari zeta potensial (potensial elektrostatik yang ada dipermukaan,dimana potensial ini berhubungan dengan stabilisasi koloid) (Reynold,1996) , daya tarik van deer Waals dan pengadukan mengakibatkan partikel bergabung membentuk flok; terikatnya antar partikel dihubungkan antara group yang reaktif dalam koloid; penangkapan partikel terbentuk untuk diendapkan. Ikatan antara koagulan dan partikel koloid membentuk flok yang semakin lama ukurannya semakin bertambah besar dan bermuatan stabil yang kemudian akan mengendap sehingga kekeruhan semakin menurun (Hidayah,2010). Penurunan kekeruhan semakin bertambah besar seiring
dengan penambahan dosis tawas sampai mencapai titik optimum pada sampel dengan dosis tawas sebesar 60 mg/liter, yaitu mencapai nilai kekeruhan 0,21 NTU. Selanjutnya kekeruhan mengalami peningkatan seiring dengan penambahan dosis tawas lebih dari 60 mg/liter yaitu pada dosis tawas 70 mg/liter mencapai nilai kekeruhan 0,26 NTU. Hal ini disebabkan tercapainya kondisi jenuh, bahkan penambahan dosis koagulan yang berlebih akan menjadi restabilisasi, yaitu kembali karena adanya gaya tolak menolak antara ion positif yang berasal dari koagulan dan ion negatif pada partikel koloid yang menyebabkan kekeruhan. Artinya partikel koloid yang telah terbentuk (flok) yang bersifat destibilisasi menjadi bersifat stabil kembali. Oleh karena itu, penambahan koagulan justru menciptakan kondisi restabilisasi dan meningkatkan kekeruhan sehingga kualitas sampel mengalami penurunan (Praswati,dkk.,2009). Pengaruh Dosis Optimum Dalam Penurunan pH
Nila i pH
K ek er uha n (N T U)
Adapun hasil variasi dosis koagulan yang dipakai dalam menurunkan kekeruhan dan besar prosentase penurunannya ditunjukkan pada Gambar 3 seperti dibawah ini.
72
7,9 7,8 7,7 7,6 7,5 7,4 7,3 7,2 7,1 7 6,9 20
30
40 50 60 Dosis Koagulan (mg/liter)
70
80
Gambar 3. Hubungan dosis optimum koagulan terhadap pH
Pada Gambar 4.2 diatas menunjukkan bahwa dengan penambahan dosis koagulan memberikan penurunan terhadap pH, hal ini dikarenakan kandungan air menjadi bersifat asam, seperti terurai pada persamaan kimia seperti dibawah ini (Indriyati,2008) :
73
Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol. 4 No. 1
Tawas : Al2(SO4)3 -----> 2Al3+ + 3SO42Air akan mengalami : H2O -----> H+ + OHSelanjutnya : 2Al3+ + 6OH- -----> 2Al(OH)3 Selain itu akan dihasilkan asam : 3SO42- + 6 H+ Penggunaan Plate Settler Dalam Menurunkan Total Suspended Solid dan Kekeruhan
beberapa faktor, antara lain (Prayitna,1991): 1. Perubahan tinggi pengendapan dari plate settler yang berubah, akibat adanya perubahan sudut plate. 2. Kecepatan perpindahan partikel atau surface loading rate pada plate settler. 3. Kecepatan aliran berupa nilai bilangan Reynold (NRe) laminer dan nilai NFr (aliran singkat) pada plate settler.
Efisiensi Penurunan TSS (%)
100 90 80 Plate Lempengan
70
Plate Gel ombang Plate Zig-zag
60
Tanpa Plate 50 30
45
60
75
90
Sudut Kemiringan Plate
Gambar 4. Hubungan sudut kemiringan plate terhadap efisiensi penurunan total suspended solid dari berbagai bentuk Plate settler yang digunakan 100
Efisiensi Penurunan Kekeruhan (%)
90 80 70 60 Plate Lempengan
50
Plate Gelomba ng
40
Plate Zig-zag
30
Tanpa Plate
20 10 0 30
45
60
75
90
Sudut Kemiringan Plate
Gambar 5. Hubungan sudut kemiringan plate terhadap efisiensi penurunan kekeruhan dari berbagai bentuk Plate settler yang digunakan
Dari Gambar 4 dan 5 diatas menunjukkan bahwa efisiensi pengendapan yang dihasilkan akan bertambah baik (naik), jika sudut kemiringan plate bertambah besar, yaitu dari sudut 30o sampai 60o. Pada sudut kemiringan plate 60o terjadi titik break (optimal), dan setelah itu terjadi penurunan efisiensi pengendapan sampai sudut 90o. Hal ini disebabkan
Karena adanya lintasan aliran singkat (short circuiting) secara tidak langsung dapat menurunkan efisiensi pengendapan (Hendrasarie dan Rini,2001). Di dalam suatu perancangan alat, jika sudut plate settler yang digunakan kecil maka akan membutuhkan ruang yang lebih besar. Ini yang menyebabkan besarnya ukuran bak sedimentasi. Namun jika sudut kemiringan plate yang dipakai terlalu besar, memang dapat menghemat ruang, tetapi konstruksinya terlalu lemah, karena posisi plate yang relatif tegak akibatnya flok tidak dapat menempel pada dinding plate misalkan pada sudut kemiringan plate 90o. Sehingga posisi kemiringan plate yang ideal digunakan yaitu 60o. Karena jika penggunaan kemiringan plate dibawah 45o, sludge cenderung menempel/ bergabung di dinding plate dalam waktu lama hal itu membuat pertumbuhan alga atau tanaman mikro lainnya yang akan berkembang pada plate tersebut akibat kondisi karakteristik partikel tersuspensi yang berubah – ubah tiap waktu (Metcalf and Eddy, 1991). Selain sudut kemiringan plate, bentuk dari plate settler itu sendiri hal ini karena semakin besar luas permukaan yang dihasilkan suatu plate maka semakin besar pula efisiensi pengendapannya.
Penurunan Konsentrasi Total Suspended Solid (Nurul H., Euis Nurul H dan Okik Hendrianto C.)
KESIMPULAN Dari semua ulasan hasil pembahasan dan pengamatan dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Dengan adanya penambahan plate settler pada bak sedimentasi memberikan pengaruh terhadap peningkatan efisiensi pengendapan. Pada plate settler bentuk lempengan dengan kemiringan 30o memberikan efisiensi pengendapan untuk total suspended solid sebesar 71,43% dan kekeruhan 68,45%. Sedangkan bak sedimentasi konvensional (tanpa plate settler) memberikan penurunan terhadap total suspended solid sebesar 65% dan untuk kekeruhan sebesar 39%. 2. Sudut kemiringan plate untuk menghasilkan efisiensi paling optimal yaitu sudut 60o pada bentuk plate zig-zag dengan menghasilkan efisiensi penurunan terhadap total suspended solid sebesar 92,31% dan efisiensi penurunan terhadap kekeruhan sebesar 92,86%.. PUSTAKA Hadi, Wahyono, 2000, ”Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum”, Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya, Surabaya, hal. 66. Hendrasarie, Novirina dan Rini, Titien Setiyo, 2001, ”Tube Settler Sebagai Alternatif Penyisihan Kekeruhan Pada Proses Sedimentasi”, Jurnal, Jurusan Teknik Lingkungan, ITS, Surabaya. Hendricks, David, 2005, ”Water Treatment Unit Processes Physical and Chemical”, Taylor and Francis Group, New York, hal. 184 – 190. Hidayah, Euis Nurul, 2010, ”Penerapan Model HP2S (Hidrodinamika Penyebaran Polutan Sungai) Terhadap Pola Pengendapan Flok Pada Proses Sedimentasi”, Tesis. Jurusan Teknik Lingkungan, ITS, Surabaya.
74
Huisman, L., 1977, ”Sedimentation and Flotation”, Delft University Of Technology, hal. 3-2 – 3-40. Indriyati, 2008, “Proses Pengolahan Limbah Organik Secara Koagulasi dan Flokulasi”, Peneliti di Pusat Teknologi Lingkungan, Jakarta. Mayasari, Bety, 2007, ”Pengaruh Jenis Inlet dan Bentuk Outlet Bak Prasedimentasi Rectangular Terhadap Kinerja Bak Prasedimentasi Rectangular”, Skripsi, Jurusan Teknik Lingkungan, ITS, Surabaya. Metcalf and Eddy, 1991, ”Wastewater Engineering Treatment, Disposal and reuse”, Third Eddition, McGraw-Hill, New york, hal 228-229). Prayitna, I Gede S., 1991, ”Kemiringan Optimum Plate Settler Pada Bak Sedimentasi Dalam Menurunkan Total Suspended Solid”, Skripsi, Jurusan Teknik Lingkungan, ITS, Surabaya. Razif, M., 1986, “Bangunan Pengolahan Air Minum”, Teknik Lingkungan. Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya, hal 12 – 13. Reynold, R., 1996, ”Unit Operation and Processes in Environmental Engineering”, Second Edition. PWS Publishing Company, Boston, hal. 174 – 176. Su’udah, Aning, 2001, “Pengaruh Dosis Koagulan Terhadap Effisiensi Penurunan Warna Air Baku PDAM Delta Tirta Sidoarjo Cab. Wonoayu”, Skripsi, Jurusan Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya. Visvanathan, C., 2004, “Sedimentation Physco-Chemical Processes”, Bauhaus -Universitat Weimar, University of Leeds, Bangkok-Thailand, hal 4-8 – 410.