PELAKSANAAN PENUNTUTAN OLEH ODITUR MILITER TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT YANG DILAKUKAN ANGGOTA TNI ( STUDI KASUS DI ODITURAT MILITER II-11 YOGYAKARTA )
Penulisan Hukum (Skripsi)
Disusun dan diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
oleh Harauly Rossyati Siregar NIM. E0004176
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 1
2
2008 PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (skripsi)
PELAKSANAAN PENUNTUTAN OLEH ODITUR MILITER TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT YANG DILAKUKAN ANGGOTA TNI ( Studi Kasus di Oditurat Militer II – 11 Yogyakarta )
Disusun oleh : HARAULY ROSSYATI SIREGAR NIM : E. 0004176
Disetujui untuk dipertahankan Dosen Pembimbing
EDY HERDYANTO, S.H., M.H. NIP. 131 472 194
3
PENGESAHAN PENGUJI Penulisan Hukum (skripsi) PELAKSANAAN PENUNTUTAN OLEH ODITUR MILITER TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT YANG DILAKUKAN ANGGOTA TNI ( Studi Kasus di Oditurat Militer II – 11 Yogyakarta ) Disusun oleh : HARAULY ROSSYATI SIREGAR NIM : E. 0004176
Telah diterima dan di sahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada : Hari
: Selasa
Tanggal
: 29 April 2008 TIM PENGUJI
1. Kristiyadi, S.H., M.H. Ketua
: _____________________________
2. Bambang Santoso, S.H., M.Hum. Sekretaris
: _____________________________
3. Edy Herdyanto, S.H., M.H. Anggota
: _____________________________
MENGETAHUI Dekan,
4
Moh. Jamin, S.H, M.Hum. NIP. 131 570 154
MOTTO : v Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau, Aku akan memegang engkau dengan tangan-Ku yang membawa kemenangan (Yesaya 41 : 10). v Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita (Roma 5 : 5).
Persembahan : -
Tuhanku Yesus Kristus
-
Papo dan Mamo Tercinta
-
Kak Roma, Bang Doan, dan Lian Tersayang
-
Sahabat-sahabatku
-
Almamaterku
5
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah menganugerahkan keselamatan, mencurahkan kasih setiaNya bagi penulis. Bersyukur atas hikmat dan pengetahuan yamg telah dikaruniakanNya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) ini yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam penulisan ini penulis mengangkat judul ”PELAKSANAAN PENUNTUTAN OLEH ODITUR MILITER TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT YANG DILAKUKAN ANGGOTA TNI ( Studi Kasus di Oditurat Militer II – 11 Yogyakarta )”. Penulis menyadari keberhasilan penulisan hukum (skripsi) ini tidak lepas dari bantuan, saran, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu penyusun dengan tulus hati menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada: 1. Bapaku yang begitu baik dan sayang anakNya, Tuhan Yesus Kristus. Terima kasih atas semua berkat dalam hidupku, juga karya, kasih, pengharapan, kekuatan, hikmat dan talenta yang telah Kau berikan bagi hidupku. Hidupku sangat berharga dan berarti karena Kau didalamku. 2. Bapak Moh. Jamin, S.H, M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Bapak Moch. Najib Imanullah, S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik penulis yang telah memberikan saran dan nasehat kepada penulis selama belajar di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
6
4. Bapak Edy Herdyanto, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Acara sekaligus Dosen Pembimbing skripsi yang telah sangat membantu, mendukung, membimbing, dan yang telah meluangkan waktu, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ini. 5. Seluruh Dosen dan Karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Terima kasih atas ilmu yang telah diberikan dalam menempuh studi di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 6. Pengelola Penulisan Hukum (PPH) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin penulisan hukum ini. 7. Ibu Letkol. CHK. Sinoeng Hardjanti, S.H., M.Hum., selaku Kepala Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta yang telah memberikan ijin dan kemudahan penulis untuk melakukan penelitian. 8. Bapak Letkol. CHK. Herdjito, S.H., selaku Kepala Oditurat Militer II-11 Yogyakarta yang telah memberikan ijin dan kemudahan penulis untuk melakukan penelitian. 9. Bapak Mayor. CHK. Yusuf, S.H., M.H., selaku Wakil Kepala Oditurat Militer II-11 Yogyakarta yang telah meluangkan waktu kepada penulis untuk memperoleh data-data dan informasi yang dibutuhkan penulis. 10. Bapak Peltu. BcHK. Kartayadi, yang telah menyiapkan berkas yang penulis perlukan selama penelitian serta seluruh Staf Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta dan Oditurat Militer II-11 Yogyakarta yang telah banyak membantu penulis selama penulis mengadakan penelitian. Terima kasih atas pelayanan dan keramahtamahan yang diberikan. 11. Papo dan Mamo yang sangat penulis cintai dan sayangi, terima kasih atas cinta kasih, doa, semangat dan dukungannya yang tak pernah berkesudahan bagi penulis. 12. Kak Roma dr.Bee ”my best sista”, Bang Doan ”my big bro”, Lian ”my bro”, terima kasih atas cinta kasih, doa, semangat dan dukungannya, penulis sayang kalian. Hidup RoDoHaLi!:)
7
13. Sahabat-sahabat terbaik yang sudah menjadi saudara dalam hidupku, penulis bahagia ada didekat kalian...Mams Tikz, MaiaZwit, Chater, Cycy, DwiImutz, Abelz, Nopi, dan Rozy terima kasih atas perhatian, bantuan, dukungan, dan semangat perjuangannya, tetap Smangat!Smangat! Our Bestfriendship never die!; My Sista Indy Gokil&Sista Dhie_Thanx for all_kalian membuat harihariku indah di Koz Tika tercinta; Joshep, Adhit, Didith, Michael, Rio, Anjar, Zoet, Dhastine, terima kasih sudah jadi teman yang baik; mbak Arika, mbak Wanti, mas Teguh, kalian menjadi contoh dan semangat; Adik-adik angkatan 2005 Vanny, Ijal, Rakhman, Adhi, Philo, Titi, Renti, Asti, tetap semangat!; 14. Semua Pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan hukum ini. Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih banyak kekurangan, namun demikian kiranya masih dapat memberi manfaat bagi perkembangan kajian keilmuan pada umumnya dan ilmu hukum khususnya, serta almamater Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Surakarta, April 2008 Penulis
Harauly Rossyati Siregar
8
ABSTRAK
HARAULY ROSSYATI SIREGAR, EOOO4176, PELAKSANAAN PENUNTUTAN OLEH ODITUR MILITER TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT YANG DILAKUKAN ANGGOTA TNI (Studi Kasus di Oditurat Militer II-11 Yogyakarta). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, Tahun 2008. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan penuntutan oleh Oditur Militer terhadap tindak pidana pemalsuan surat yang dilakukan anggota TNI di Oditurat Militer II-11 Yogyakarta serta hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Oditur Militer dalam pelaksanaan penuntutan dan upaya penyelesaiannya. Penelitian ini termasuk jenis penelitian empirik yang bersifat deskriptif. Jenis data penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dikumpulkan dengan cara wawancara dengan Oditur di Oditurat Militer II-11 Yogyakarta, untuk mengumpulkan data sekunder digunakan teknik mencatat dokumen. Teknik analisis yang digunakan bersifat kualitatif. Sifat dasar analisis ini bersifat induktif, yaitu cara-cara menarik kesimpulan dari hal-hal yang bersifat khusus ke arah hal-hal yang bersifat umum. Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa pelaksanaan penuntutan oleh Oditur Militer terhadap tindak pidana pemalsuan surat yang dilakukan anggota TNI untuk dapat diadili di pengadilan militer harus ada surat keputusan dari Papera. Dengan Skeppera ini maka Oditur Militer dapat membuatkan surat dakwaan maupun surat tuntutan atas perkara yang melibatkan terdakwa. Berkas perkara yang diterima oleh Kepala Pengadilan Militer akan ditindaklanjuti dengan penetapan Majelis Hakim pemeriksa perkara, Majelis Hakim akan menetapkan hari persidangan yang akan disampaikan kepada Oditur
9
Militer agar dapat menghadirkan terdakwa dan juga para saksi. Majelis Hakim dan Oditur Militer akan melakukan pemeriksaan terhadap terdakwa, saksi, dan barang bukti, setelah pemeriksaan dinyatakan selesai oleh hakim ketua, maka Oditur Militer akan menyampaikan tuntutannya. Berdasarkan hasil pemeriksaan dalam persidangan, maka Oditur Militer selaku Penuntut Umum menuntut terdakwa Kopda Umar Dani, terbukti bersalah telah melakukan tindak pidana pemalsuan surat, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP dan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Kopda Umar Dani dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan dikurangi selama terdakwa dalam tahanan sementara. Pelaksanaan penuntutan oleh Oditur Militer terhadap tindak pidana pemalsuan surat yang dilakukan anggota TNI masih terdapat beberapa hambatan seperti halnya Penyidik Polisi Militer yang pada saat menyerahkan berkas perkara tidak disertai dengan barang bukti kejahatan. Adapun usaha untuk mengatasi hambatan tersebut adalah Oditur Militer diharapkan melakukan koordinasi secara berkala kepada penyidik Polisi Militer agar pada saat menyerahkan berkas perkara juga disertai dengan barang bukti kejahatan. Karena ketersediaan barang bukti harus diajukan Oditur di dalam persidangan. DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ...........................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN..............................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................
iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................................
iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................
v
ABSTRAK .......................................................................................................... viii DAFTAR ISI .......................................................................................................
ix
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................
1
A. Latar belakang Masalah ..........................................................................
1
B. Perumusan Masalah ................................................................................
3
C. Tujuan Penelitian ....................................................................................
3
D. Manfaat Penelitian ..................................................................................
4
E. Metode Penelitian ...................................................................................
5
F. Sistematika skripsi .................................................................................. 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 12
10
A. Kerangka Teori ....................................................................................... 12 1. Tinjauan Mengenai Peradilan Militer ............................................... 12 a. Peradilan Militer .......................................................................... 12 b. Proses Penuntutan Perkara di Pengadilan Militer ........................ 17 2. Tinjauan Mengenai Oditurat Militer ................................................. 20 a. Pengertian Oditurat Militer ......................................................... 20 b. Peranan Oditurat Militer ............................................................... 22 c. Susunan dan Stuktur Organisasi Oditurat Militer ........................ 26 3. Tinjauan Mengenai Tindak Pidana Pemalsuan Surat .......................... 30 a. Pengertian Tindak Pidana ............................................................ 30 b. Pengertian Tindak Pidana Pemalsuan Surat ................................. 32 c. Unsur-Unsur Tindak Pidana Pemalsuan Surat.............................. 33 B. Kerangka Pemikiran ................................................................................ 35 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................... 36 A. Pelaksanaan Penuntutan oleh Oditur Militer Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Surat yang Dilakukan Anggota TNI di Oditurat Militer II-11 Yogyakarta .............................................................................................. 36 1. Kasus Posisi ........................................................................................ 36 2. Dakwaan.............................................................................................. 37 3. Pemeriksaan Saksi............................................................................... 40 4. Pemeriksaan Terdakwa ....................................................................... 44 5. Pemeriksaan Barang Bukti.................................................................. 45 6. Tuntutan Hukum ................................................................................. 46 7. Pembahasan......................................................................................... 52 B. Hambatan – hambatan yang dihadapi oleh Oditur Militer II – 11 Yogyakarta dalam Pelaksanaan Penuntutan pada Tindak Pidana Pemalsuan Surat yang Dilakukan anggota TNI Serta Upaya Penyelesaiannya ........................................................................................ 60 BAB IV PENUTUP ............................................................................................ 61 A. Simpulan ................................................................................................. 61
11
B. Saran ........................................................................................................ 62 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
12
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH Pasal 10 ayat (2) Undang–Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan ada empat lingkungan peradilan di Indonesia, yaitu lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer, dan lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara. Dari keempat lingkungan peradilan tersebut, yang memeriksa perkara pidana adalah lingkungan Peradilan Umum dan lingkungan Peradilan Militer. Masing–masing badan peradilan tersebut memiliki tata cara pemeriksaan yang diatur tersendiri sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 12 Undang– Undang Nomor 35 Tahun 1999. Pengadilan yang termasuk dalam lingkungan Peradilan Umum memakai tata cara yang diatur dalam Kitab Undang–Undang Hukum Acara Pidana sedangkan pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer berpedoman pada Undang–Undang Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer. Peradilan Militer sebagaimana bunyi Pasal 5 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1997, merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan angkatan bersenjata untuk menegakkan hukum dan keadilan dengan memperhatikan kepentingan penyelengaraan pertahanan keamanan negara. Badan peradilan yang termasuk dalam lingkungan peradilan ini adalah Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, Pengadilan Militer Utama, dan Pengadilan Militer Pertempuran. Anggota TNI yang melakukan tindak pidana akan diproses dan diselesaikan perkaranya melalui Peradilan Militer. Dalam memeriksa dan memutus suatu perkara, hukum pidana umum yang berlaku bagi setiap orang
13
juga berlaku bagi setiap anggota militer. Namun terdapat ketentuan khusus apabila tindak pidana yang dilakukan tidak diatur dalam Kitab UndangUndang Hukum Tentara (KUHPT), maka yang berlaku adalah KUHP kecuali ada penyimpangan. Salah satu tindak pidana yang banyak dilakukan oleh anggota TNI dan tidak tercantum dalam KUHPT adalah tindak pidana pemalsuan surat. Tindak pidana pemalsuan surat yang dilakukan oleh anggota TNI untuk memperoleh keuntungan pribadi atau golongan tertentu sangat merugikan bangsa dan negara. Karena itu hukum harus menindaklanjuti tindak pidana pemalsuan surat yang dilakukan oleh anggota TNI demi terwujudnya masyarakat Indonesia yang adil dan tertib hukum. Dalam hal ini tindak pidana pemalsuan surat yang dilakukan oleh anggota TNI diatur dalam Pasal 263 KUHP. Penyelesaian terhadap tindak pidana pemalsuan surat akan melibatkan banyak pihak antara lain Majelis Hakim, Oditur Militer, Penasehat Hukum, dan Panitera. Sedangkan penyidik dapat berasal dari penyidik militer dalam hal ini Corps Polisi Militer (CPM) atau Oditur Militer maupun penyidik sipil dalam hal ini Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI). Oditur Militer sebagai salah satu pihak yang berperan dalam penyelesaian tindak pidana pemalsuan surat tidak hanya terlibat dalam tahap persidangan saja, melainkan sejak munculnya perkara tersebut Oditur Militer dapat juga berperan dalam proses penyidikan dan penuntutan seperti yang diatur pada Pasal 47 Undang– Undang Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer bahwa Oditurat melaksanakan kekuasaan pemerintahan negara di bidang penuntutan dan penyidikan di lingkungan Angkatan Bersenjata. Berdasarkan uraian di atas, bahwa perkara pidana pemalsuan surat yang diperiksa di lingkungan Peradilan Militer melibatkan Oditur Militer sebagai penyidik dan penuntut, maka dari hal tersebut Penulis tertarik untuk meneliti dan menyusunnya sebagai Penulisan Hukum dengan judul :
14
“PELAKSANAAN TERHADAP
PENUNTUTAN
TINDAK
PIDANA
OLEH
ODITUR
PEMALSUAN
MILITER
SURAT
YANG
DILAKUKAN ANGGOTA TNI” ( Studi Kasus di Oditurat Militer II–11 Yogyakarta ) B. PERUMUSAN MASALAH Dalam suatu penelitian sangat diperlukan adanya perumusan masalah untuk mengidentifikasikan persoalan yang diteliti serta membatasi adanya perluasan masalah dan pembahasan masalah yang tidak sesuai dengan persoalan agar dapat tercapai sasaran yang diharapkan. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pelaksanaan penuntutan oleh Oditur Militer II–11 Yogyakarta pada tindak pidana pemalsuan surat yang dilakukan anggota TNI ? 2. Apa saja hambatan–hambatan yang dihadapi oleh Oditur Militer II–11 Yogyakarta dalam pelaksanaan penuntutan pada tindak pidana pemalsuan surat
yang
dilakukan
anggota
TNI
serta
bagaimana
upaya
penyelesaiannya? C. TUJUAN PENELITIAN Setiap penelitian yang dilakukan pasti memiliki tujuan yang hendak dicapai agar penelitian tersebut dapat menemukan, mengembangkan, menguji kebenaran suatu pengetahuan dengan metode–metode ilmiah dan memberikan jawaban atas permasalahan yang dihadapi. Berdasarkan hal tersebut di atas, tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan penuntutan oleh Oditur Militer II–11 Yogyakarta pada tindak pidana pemalsuan surat yang dilakukan anggota TNI.
15
b. Untuk mengetahui hambatan–hambatan yang dihadapi oleh Oditur Militer II–11 Yogyakarta dalam pelaksanaan penuntutan pada tindak pidana pemalsuan surat yang dilakukan anggota TNI serta bagaimana upaya penyelesaiannya. 2. Tujuan Subyektif a. Untuk memenuhi syarat akademis guna memperoleh gelar strata satu dalam bidang hukum. b. Untuk menambah pengetahuan dan pemahaman penulis di bidang Peradilan Militer yang termasuk ke dalam Hukum Acara Pidana khususnya mengenai proses penyelesaian tindak pidana militer dalam lingkungan Peradilan Militer. D. MANFAAT PENELITIAN Manfaat penelitian hukum ini, adalah : 1. Manfaat Teoritis a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu Hukum Acara Pidana pada umumnya dan Hukum Acara Peradilan Militer pada khususnya. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi di dunia kepustakaan dan memberi masukan kepada pihak–pihak lain yang dapat digunakan untuk melakukan kajian dan penulisan ilmiah bidang hukum selanjutnya. 2. Manfaat Praktis a. Dapat membantu Penulis dalam mengembangkan diri, membentuk pola pikir yang terpadu dan berpola, serta menambah penalaran Penulis dan mengetahui kemampuan penulis di dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh. b. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pelaksanaan penuntutan oleh Oditur Militer pada tindak pidana pemalsuan surat yang dilakukan anggota TNI.
16
c. Untuk memberikan jawaban atas rumusan masalah yang sedang diteliti oleh penulis. E. METODE PENELITIAN Dalam suatu penelitian, metode penelitian merupakan faktor yang penting dan menunjang proses penyelesaian suatu permasalahan yang akan dibahas. Adapun metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian. Sesuai dengan masalah yang disajikan maka pendekatan yang terbaik yang dapat digunakan adalah penelitian yuridis empiris. Pendekatan empiris sebagai usaha mendekati masalah yang diteliti dengan sifat hukum yang nyata atau sesuai dengan kenyataan yang hidup di dalam masyarakat (Hilman Hadikusumo, 1995:61). Dalam penelitian ini penulis mempelajari berkas perkara dan hasil wawancara dengan Oditur di Oditurat Militer II-11 Yogyakarta, kemudian mengolah dan menganalisa data dari lapangan yang disajikan sebagai pembahasan. 2. Sifat Penelitian. Ditinjau dari sifatnya, penelitian ini termasuk ke dalam penelitian deskriptif. Menurut pendapat Soerjono Soekanto, penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gelala-gejala lainnya. Maksud dari penelitian deskriptif adalah terutama untuk mempertegas hipotesa-hipotesa agar dapat membantu di dalam memperkuat teori-teori lama atau di dalam menyusun teori-teori baru (Soerjono Soekanto, 1986:10). Penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif ini karena penulis ingin memperoleh gambaran yang jelas dan memberikan data yang seteliti mungkin tentang bagaimana pelaksanaan penuntutan oleh Oditur Militer
17
II–11 Yogyakarta pada tindak pidana pemalsuan surat yang dilakukan anggota TNI. 3. Lokasi Penelitian. Dalam penelitian ini penulis mengambil lokasi di Oditurat Militer II–11 Yogyakarta dan Pengadilan Militer II–11 yang beralamat di Jalan Sultan Agung No.28 Yogyakarta 4. Pendekatan Penelitian. Penelitian hukum ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah ( Lexy J. Moleong, 1986:6). 5. Jenis Data. Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah : a. Data Primer. Data Primer diartikan sebagai data yang diperoleh secara langsung dari sumber pertama atau melalui penelitian di lapangan. Data primer yang diperoleh melalui wawancara dengan Wakil Kepala Oditurat
Militer
II–11
Yogyakarta
yang
berkompeten
untuk
memberikan keterangan yang berhubungan dengan penuntutan terhadap tindak pidana pemalsuan surat. Sehingga diharapkan agar hasil yang diperoleh merupakan hal obyektif dan sesuai dengan obyek yang diteliti. b. Data Sekunder. Merupakan sejumlah data yang diperoleh untuk mendukung data primer. Data sekunder ini diperoleh melalui berkas pidana, serta
18
melalui studi kepustakaan dengan menggunakan literatur, himpunan peraturan perundang-undangan yang berlaku, hasil penelitian yang berwujud laporan maupun bentuk lain yang berkaitan dengan penelitian. 6. Sumber Data. Berdasarkan jenis datanya, maka yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah : a. Sumber Data Primer. Sumber data primer penelitian ini adalah Mayor CHK Yusuf, S.H, M.H selaku Wakil Kepala Oditurat Militer II-11 Yogyakarta, yang menangani penuntutan terhadap tindak pidana pemalsuan surat yang dilakukan anggota TNI. b. Sumber Data Sekunder. Sumber data sekunder yaitu data yang dipergunakan sebagai bahan penunjang terhadap data primer yaitu berkas perkara pidana, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Militer, Putusan Pengadilan, Hasil Penelitian, Literatur-literatur yang mendukung data primer. 7. Metode Pengumpulan Data. a. Studi Lapangan (Field Research) Penulis datang langsung ke lokasi penelitian dengan tujuan memperoleh data yang valid dan lengkap dengan cara dengan memberikan sejumlah pertanyaan yang telah disiapkan yaitu melalui wawancara secara langsung dengan pihak-pihak yang berkaitan dengan pelaksanaan penuntutan terhadap tindak pidana pemalsuan surat. b. Studi Kepustakaan ( Library Research) Teknik ini adalah suatu teknik pengumpulan data dengan mencari data-data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, yaitu Undang-Undang yang relevan dengan permasalahan yang diteliti.
19
Pengumpulan data dengan studi pustaka dimaksudkan untuk mendukung penelitian ini. Berupa pengumpulan peraturan perundangundangan, dokumen-dokumen, buku-buku, dan pustaka lain yang berkaitan dengan pembahasan penelitian ini.
8. Teknik Analisis Data. Analisis data merupakan langkah selanjutnya untuk mengolah hasil penelitian dalam bentuk laporan data yang diadakan suatu penganalisaan. Dalam penelitian kualitatif, validitas data tidak bergantung pada banyak sedikit contoh seperti pada penelitian kuantitatif. Teknik analisis data kualitatif digunakan dalam penelitian ini. Menurut HB. Sutopo, analisis data kualitatif adalah upaya berlanjut, berulang dan terus-menerus. Masalah reduksi data, penyajian data data dan penarikan kesimpulan menjadi gambar keberhasilan secara berurutan sebagai rangkaian kegiatan secara berurutan sebagai rangkaian kegiatan analisis susul menyusul. Adapun model analisa data yang digunakan adalah model analisa data kualitatif dengan cara penjabaran data yang berupa berkas perkara pidana dan hasil wawancara dengan Oditur yang menangani penuntutan perkara pemalsuan surat yang dilakukan oleh anggota TNI, data yang diperoleh tadi disusun dalam bentuk penyusunan data kemudian dilakukan reduksi data atau pengolahan data, menghasilkan sajian data dan diambil kesimpulan yang dilakukan dengan proses pengumpulan data. Hal ini tergambar dalam bagan di bawah ini : Pengumpulan Data
Reduksi Data
Sajian Data
Penarikan Kesimpulan
20
Komponen-komponen tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Reduksi Data. Merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian kepada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis di lapangan. b. Penyajian Data. Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan. Dengan melihat sajian-sajian data itu dapat dipahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan, lebih jauh menganalisis atau mengambil tindakan berdasarkan atas pemahaman yang didapat dari penyajian data tesebut. c. Kesimpulan. Dalam pengumpulan data, seorang penganalisa kualitatif mulai mencari
arti
benda-benda,
mencatat
keteraturan,
pola-pola
penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin. Alur sebab akibat dan proporsi, kesimpulan-kesimpulan dibuat secara longgar, tetap terbuka tetapi kesimpulan yang disediakan, mula-mula belum jelas meningkat jadi lebih rinci dan mengakar pada pokok. Kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi ini sesingkat pemikiran kembali yang melintas dalam pemikiran penganalisa selama ia menulis suatu tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan atau mungkin seksama dan memerlukan banyak tenaga dengan peninjauan kembali (HB. Sutopo, 2002 : 9091).
21
F. SISTEMATIKA PENULISAN HUKUM Untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum, maka penulis menyiapkan suatu sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika penulisan hukum ini terdiri dari 4 (empat) bab, yang tiap-tiap bab terdiri dari sub bab yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini. Sistematika penulisan hukum tersebut adalah sebagai berikut : BAB I
: PENDAHULUAN Pada awal bab ini penulis memberikan gambaran awal penelitian yang meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian serta sistematika penulisan hukum.
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA Diawali dengan kerangka teori yang berisi tentang tinjauan mengenai Peradilan Militer, tinjauan mengenai Oditurat Militer, dan tinjauan mengenai tindak pidana pemalsuan surat. Diakhiri dengan kerangka pemikiran yang menggambarkan alur pemikiran dalam penelitian.
BAB III
: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Menyajikan pembahasan hasil penelitian yaitu pelaksanaan penuntutan oleh Oditur Militer II–11 Yogyakarta pada tindak pidana pemalsuan surat yang dilakukan anggota TNI dan hambatan–hambatan yang dihadapi oleh Oditur Militer II–11 Yogyakarta dalam pelaksanaan penuntutan pada tindak pidana pemalsuan surat yang dilakukan anggota TNI serta bagaimana upaya penyelesaiannya.
22
BAB IV
: PENUTUP Dalam bab ini berisi simpulan dari jawaban singkat dan jelas permasalahan yang menjadi obyek penelitian dan saran–saran.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori 1. Tinjauan mengenai Peradilan Militer. a. Peradilan Militer. Pada Pasal 5 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer menerangkan bahwa Peradilan Militer merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan Angkatan Bersenjata untuk menegakkan hukum dan keadilan dengan memperhatikan kepentingan penyelenggaraan pertahanan keamanan negara. Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer yang merupakan badan pelaksana kekuasaan Kehakiman di lingkungan angkatan bersenjata secara organisatoris dan administratif berada di bawah pembinaan panglima TNI. Tetapi pembinaan tersebut tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara. Di dalam Pasal 12 UU Nomor 31 Tahun 1997 disebutkan macam– macam Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer, yaitu : 1) Pengadilan Militer. Pengadilan Militer bersidang untuk memeriksa dan memutus perkara pidana pada tingkat pertama dengan satu orang hakim ketua dan dua orang hakim anggota, dan dihadiri oleh satu orang Oditur Militer dan dibantu oleh satu orang Panitera. Hakim Ketua paling rendah berpangkat Mayor, sedangkan hakim anggota dan Oditur Militer paling rendah berpangkat Kapten dan Panitera paling rendah berpangkat Pembantu Letnan Dua (Pelda) dan paling tinggi berpangkat Kapten.
36
37
Berdasarkan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 kekuasaan Pengadilan Militer adalah memeriksa dan memutus pada tingkat pertama tindak pidana yang terdakwanya adalah: a) Prajurit yang berpangkat Kapten ke bawah; b) Yang berdasarkan Undang-Undang dipersamakan dengan Prajurit (Pasal 9 butir 1 huruf b); c) Anggota suatu golongan atau jawatan atau badan atau yang dipersamakan atau dianggap sebagai Prajurit berdasarkan UndangUndang (Pasal 9 butir 1 huruf c) kepangkatan Kapten ke bawah; d) Seorang yang tidak termasuk dipersamakan dengan prajurit atau anggota suatu golongan atau jawatan atau Badan yang tidak dipersamakan atau tidak dianggap sebagai prajurit berdasarkan Undang-Undang yang harus diadili oleh Pengadilan Militer (Pasal 40 huruf c). 2) Pengadilan Militer Tinggi Pengadilan Militer Tinggi bersidang untuk memeriksa dan memutus perkara pidana pada tingkat Banding dengan satu orang hakim ketua dan dua orang hakim anggota, dan dihadiri oleh satu orang Oditur Militer dan dibantu oleh satu orang Panitera. Hakim Ketua paling rendah berpangkat Kolonel, sedangkan hakim anggota dan Oditur Militer paling rendah berpangkat setingkat dengan terdakwa. Kekuasaan Pengadilan Militer Tinggi diatur dalam Pasal 41 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 adalah sebagai berikut: a) Pada Tingkat Pertama. (1)
Memeriksa dan memutus perkara yang terdakwanya adalah :
38
(a)
Prajurit atau salah satu prajurit berpangkat mayor ke atas (Mayor, Letnan kolonel, Kolonel, Brigadir jendral, Mayor jendral, Letnan Jendral atau Jendral);
(b)
Seorang yang pada waktu melakukan tindak pidana yang berdasarkan
Undang-Undang
dipersamakan
dengan
Prajurit, atau anggota suatu golongan, atau jawatan atau yang dipersamakan atau yang dianggap sebagai prajurit berdasarkan Undang-Undang yang terdakwanya atau salah satu terdakwanya termasuk tingkat kepangkatan Mayor ke atas; (c)
Terdakwanya seorang atas keputusan Panglima dengan persetujuan Menteri Kehakiman harus diadili oleh suatu pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer dalam hal ini Pengadilan militer Tinggi.
(2)
Memeriksa dan memutus serta menyelesaikan sengketa tata usaha militer.
b) Pada Tingkat Banding. Memeriksa dan memutus pada tingkat banding perkara pidana yang telah diputus oleh pengadilan militer dalam daerah hukumnya yang dimintakan banding. c) Pada Tingkat Pertama dan Terakhir. Memutus pada tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antara pengadilan militer dalam daerah hukumnya.
3) Pengadilan Militer Utama Pengadilan Militer Utama bersidang untuk memeriksa dan memutus sengketa dengan majelis hakim dengan satu orang hakim ketua dan dua orang hakim anggota, dan dibantu oleh satu orang Panitera. Hakim Ketua paling rendah berpangkat Brigadir Jendral/Laksamana
39
Pertama atau Marsekal Pertama, sedangkan hakim anggota paling rendah berpangkat kolonel. Kekuasaan Pengadilan Militer Utama diatur dalam Pasal 43 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 sebagai berikut: a) Pada Tingkat Banding memeriksa dan memutus: (1)
Perkara pidana yang telah diputus pada tingkat pertama oleh pengadilan militer tinggi yang dimintakan banding.
(2)
Sengketa Tata Usaha militer yang pada tingkat pertama telah diputus oleh pengadilan militer tinggi yang dimintakan banding.
b) Ada Tingkat Pertama dan Terakhir mengenai: (1) Sengketa mengenai wewenang mengadili antara: (a)
pengadilan militer yang berkedudukan di daerah hukum pengadilan militer tinggi yang berlainan
(b)
pengadilan militer tinggi
(c)
pengadilan militer tinggi dan pengadilan militer sengketa tersebut terjadi apabila 2 (dua) pengadilan atau lebih menyatakan dirinya berwenang mengadili atas perkara yang sama, atau sebaliknya apabila 2 (dua) pengadilan
atau
lebih
menyatakan
dirinya
tidak
berwenang untuk mengadili perkara yang sama. (2) Sengketa perbedaan pendapat antara Perwira Penyerah Perkara dengan Oditur. Pengadilan Militer Utama memutus perbedaan pendapat tersebut tentang diajukan atau tidaknya suatu perkara kepada pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer atau pengadilan dalam lingkungan peradilan umum. Berdasarkan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 menyatakan bahwa Pengadilan Militer Utama memiliki Fungsi:
40
a) Mengawasi penyelenggaraan peradilan di pengadilan militer, pengadilan militer tinggi dan pengadilan militer pertempuran. b) Mengawasi tingkah laku perbuatan para hakim dalam menjalankan tugasnya. Karena itu pengadilan militer utama nerwenang meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan di pengadilan militer, pengadilan militer tinggi dan pengadilan militer pertempuran. Kemudian memberi petunjuk, teguran, atau peringatan yang dipandang perlu tanpa mengurangi kebebasan
hakim
dalam
memeriksa
dan
memutus
perkara
selanjutnya. c) Meneruskan perkara yang dimohonkan kasasi, peninjauan kembali dan grasi kepada Mahkamah Agung. 4) Pengadilan Militer Pertempuran. Pengadilan Militer pertempuran merupakan pengadilan tingkat pertama dan terakhir dalam mengadili perkara pidana yang dilakukan oleh prajurit di daerah pertempuran, yang merupakan pengkhususan (diferensiasi atau spesialisasi) dari pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer. Pengadilan ini merupakan organisasi kerangka yang baru berfungsi apabila diperlukan dan disertai pengisian pejabatnya diatur dalam Pasal 17 Undang-undang No. 31 Tahun 1997. Pengadilan Militer Pertempuran bersidang untuk memeriksa dan memutus suatu perkara pidana dengan seorang hakim ketua dan beberapa hakim anggota yang berjumlah ganjil, dihadiri satu oditur militer/oditur militer tinggi dan dibantu oleh seorang panitera. Hakim ketua paling rendah berpangkat Letnan Kolonel sedangkan hakim anggota dan oditur paling rendah berpangkat Mayor. Dalam hal terdakwa berpangkat Letnan Kolonel, maka Hakim Anggota dan Oditur Militer sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 17
41
ayat (2) paling rendah berpangkat setingkat dengan terdakwa yang diadili. Apabila Terdakwa berpangkat Kolonel dan/ atau perwira tinggi maka Hakim Ketua, Hakim Anggota dan Oditur Militer sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) paling rendah berpangkat setingkat dengan pangkat terdakwa yang diadili tersebut. b. Proses Penuntutan Perkara di Pengadilan Militer. Dengan di undangkannya Undang–undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, maka tugas Oditur Militer pada dasarnya sama dengan tugas–tugas yang dilakukan oleh jaksa pada Pengadilan Negeri. Akan tetapi walaupun banyak persamaannya, terdapat perbedaan yaitu berdasarkan ketentuan KUHAP wewenang Jaksa untuk mengadakan pemeriksaan permulaan/penyidikan pindah seluruhnya ke tangan Kepolisian Negara, sedangkan menurut Ketentuan Hukum Acara Pidana Militer hal itu dimungkinkan sesuai dengan Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan penyidik adalah : 1) Atasan Yang Berhak Menghukum. 2) Polisi Militer. 3) Oditur Militer. Berdasarkan Pasal 124 ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 yang menyatakan bahwa, “Apabila hasil penyidikan ternyata belum cukup, Oditur melakukan penyidikan tambahan untuk melengkapi atau mengembalikan berkas perkara kepada Penyidik disertai petunjuk tentang hal–hal yang harus dilengkapi”. Akan tetapi tidak demikian halnya di bidang penahanan, maka Oditur tidak mempunyai wewenang sebagaimana jaksa pada Pengadilan Negeri, hal ini dapat dilihat bunyi Pasal 78 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 yaitu : “Untuk kepentingan penyidikan Atasan yang Berhak
42
Menghukum dengan surat keputusannya, berwenang melakukan penahanan Tersangka untuk paling lama 20 (dua puluh) hari”. Suatu kekhususan dari hukum Acara Pidana Militer adalah bahwa kepada para Komandan (Ankum/Papera) diberikan kewenangan tertentu dalam proses penyelesaian suatu perkara pidana sejak dari tahap penyidikan, penangkapan/penahanan, penyerahan/penuntutan perkara, bahkan sampai kepada pelaksanaan pidana. Adanya kewenangan tersebut tentunya merupakan konsekuensi logis dari ditegakkannya dasar-dasar organisasi militer (S.R. Sianturi, 1985:27-29). Dalam hukum acara pidana militer, Oditur atau Polisi Militer hanya dapat mengusulkan kepada Atasan yang Berhak Menghukum agar Tersangka ditahan. Oditur pada Pengadilan Militer tidak mempunyai wewenang untuk menyerahkan secara langsung suatu perkara pidana ke Pengadilan Militer tanpa persetujuan Atasan Yang Berhak Menghukum, walaupun pada dasarnya penyerahan perkara pidana ke Pengadilan Militer melalui Oditurat Militer. Oditurat Militer hanya mengusulkan kepada Atasan Yang Berhak Menghukum bahwa suatu perkara pidana harus diserahkan ke Pengadilan Militer
atau
ditutup
demi
hukum
atau
dikesampingkan,
dengan
mempersiapkan Surat Keputusan Penyerahan Perkara, kalau perkara itu harus diserahkan ke Pengadilan Militer, mempersiapkan Surat Penutupan Perkara kalau perkara itu akan ditutup demi hukum, dan mempersiapkan Surat Penyampingan Perkara, kalau Perkara itu harus dikesampingkan. Setelah surat–surat tersebut di atas disetujui oleh Atasan Yang Berhak Menghukum, Oditur segera melaksanakan. Kalau suatu perkara pidana disetujui untuk diserahkan ke Pengadilan Militer, maka seterima Surat Keputusan Penyerahan Perkara, maka Oditurat Militer segera melimpahkan perkara tersebut ke Pengadilan Militer yang berwenang.
43
Pengadilan Militer setelah menerima surat pelimpahan perkara dari Atasan Yang Berhak Menghukum melalui Oditurat Militer, maka kepala Pengadilan Militer mempelajarinya seperlunya, kemudian menetapkan Hari Sidang (TAPSID), kemudian TAPSID tersebut dikirimkan kepada Oditurat Militer yang berwenang. Kemudian Kepala Oditurat Militer menunjuk Ormil yang akan menangani perkara tersebut berikut berkas perkaranya. Ormil yang diserahkan tugas untuk menangani perkara yang bersangkutan guna keperluan penyidangan mempersiapkan dan melakukan kegiatan – kegiatan : 1) Pemanggilan terdakwa untuk pemberitahuan Penetapan Hari Sidang dan Pembacaan Surat Dakwaan, serta mengadakan pemanggilan kepada saksi–saksi. 2) Selain Surat Dakwaan yang dibacakan kepada terdakwa, dibacakan pula Surat Keputusan Penyerahan Perkara (Skeppera) Surat Penetapan Hari Sidang (TAPSID), setelah dibacakan kepada Terdakwa dibuat berita acaranya, kemudian ditandatangani oleh terdakwa. 3) Mempersiapkan barang bukti/surat-surat bukti guna diperlihatkan dalam sidang. Oditur Militer yang menangani suatu perkara pidana, duduk dipersidangan selaku penuntut umum, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997, yaitu : “Oditurat Militer mempunyai tugas dan wewenang melakukan penuntutan suatu perkara pidana”. 2. Tinjauan Mengenai Oditurat Militer. a. Pengertian Oditurat Militer.
44
Oditurat di lingkungan Peradilan Militer adalah satu dan tidak terpisah–pisahkan yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bertindak demi keadilan dan kebenaran berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dan senantiasa menjunjung tinggi prinsip bahwa setiap orang bersamaan kedudukannya dalam hukum. Oditurat di lingkungan Peradilan Militer secara teknis yustisia, pembinaannya di bawah Oditur Jendral sedangkan organisatoris dan administratif berada di bawah panglima (Faisal Salam, 2004 : 80 – 81). Dalam proses pemeriksaan perkara pidana, baik dalam lingkungan Hukum Militer maupun Hukum Sipil, mempunyai prosedur atau tata urutan yang hampir sama, yaitu dari penyidik diserahkan ke kejaksaan yang kemudian diteruskan ke Pengadilan untuk dipersidangkan. Hanya saja dalam hukum militer masih harus mendapatkan suatu keputusan dari perwira selaku atasan dari militer yang melakukan tindak pidana agar perkara tersebut oleh Oditur Militer dapat diajukan ke pengadilan militer. Istilah jaksa inilah yang dalam hukum militer disebut sebagai Oditur Militer. Secara Garis Besar fungsi, kedudukan dan peranan antara jaksa dalam hukum sipil dengan Oditur Militer dalam Hukum Militer tidak jauh berbeda, yaitu sebagai penuntut umum dalam persidangan perkara pidana. Tetapi dalam Peradilan Militer, Oditur Militer juga menjadi atau mempunyai peranan sebagai penyidik, selain penyidik utama yaitu Atasan Langsung Yang Berhak Menghukum (ANKUM) dan Corps Polisi Militer (CPM) hanya untuk kasuskasus tertentu dan berdasarkan atas keputusan panglima. Oditur Militer adalah pejabat fungsional yang melaksanakan kekuasaan pemerintahan negara dibidang penuntutan dan penyidikan. Sebagai pejabat fungsional Oditur Militer bertindak sebagai wakil kesatuan, pemerintah dan negara. Oleh karena itu, pelaksanaan penuntutan harus memperhatikan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat pada umumnya
45
dan di lingkungan angkatan bersenjata pada khususnya serta arah penuntutan harus
diselaraskan
dengan
kebijaksanaan
pemerintah,
negara
dan
kepentingan pertahanan dan keamanan negara dalam penanganan perkara pidana. Untuk meneguhkan kehormatan, kewibawaan, dan keahlian teknis Oditur dalam
lingkungan Peradilan
Militer, perlu
dijaga kualitas
kemampuannya dengan ditetapkannya syarat–syarat pengangkatan dan pemberhentiannya dalam Undang–Undang Nomor 14 tahun 1970, yang pelaksanaannya dilakukan oleh Panglima (Faisal Salam, 2004 : 81).
b. Peranan Oditurat Militer. Dalam Pasal 49 Undang–Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer disebutkan macam–macam Oditurat dalam lingkungan hukum militer : 1) Oditurat Militer. 2) Oditurat Militer Tinggi. 3) Oditurat Jendral. 4) Oditurat Militer Pertempuran. Tugas dan wewenang tiap–tiap Oditurat sesuai dengan yang tercantum dalam Undang–Undang Nomor 31 Tahun 1997. 1) Oditurat Militer. Oditurat Militer merupakan badan atau lembaga penuntutan pada tingkat pengadilan militer. Tugas dan wewenang Oditurat Militer adalah untuk melakukan penuntutan dalam perkara pidana oleh militer yang terdakwanya mempunyai kriteria : a) Prajurit yang berpangkat Kapten ke bawah. b) Mereka yang berdasarkan Undang-Undang dipersamakan dengan prajurit yang termasuk tingkat kepangkatan Kapten ke bawah.
46
c) Anggota suatu golongan atau jawatan atau badan atau yang dipersamakan atau dianggap sebagai prajurit berdasarkan UndangUndang yang termasuk tingkat kepangkatan Kapten ke bawah. Bagi mereka yang dipersamakan atau dianggap sebagai prajurit berdasarkan Undang–Undang, penentuan tingkat kepangkatan Kapten ke bawah didasarkan atas keputusan Panglima dengan persetujuan Menteri kehakiman harus diadili oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer. Sebagai contoh adalah orang sipil yang menjadi Pegawai Negeri Sipil dengan golongan III/C setingkat kepangkatannya dengan Kapten. Selain melakukan penuntutan, Oditur militer juga mempunyai tugas dan wewenang untuk melaksanakan penetapan hakim atau putusan pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer atau pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, melakukan pemeriksaan tambahan yaitu pemeriksaan tambahan yang dilakukan terhadap tersangka atau saksi guna
melengkapi
berkas
perkara
untuk
memenuhi
persyaratan
penuntutan baik formal maupun material, serta dapat melakukan penyidikan yaitu penyidikan yang sejak awal dilakukan sendiri oleh Oditur Militer atas perintah Oditurat Jendral baik untuk tindak pidana umum maupun tindak pidana tertentu. Dalam persidangan di Peradilan Militer, Oditur Militer serendah–rendahnya harus berpangkat Kapten atau setingkat lebih tinggi dari terdakwa yang diajukan ke Pengadilan Militer. 2) Oditurat Militer Tinggi. Tugas dan wewenang Oditurat Militer Tinggi hampir sama dengan tugas Oditurat Militer. Perbedaannya terletak pada penuntutan yang dilakukan terhadap terdakwa yang mempunyai kriteria : a) Prajurit yang menjadi terdakwa atau salah satu terdakwanya berpangkat Mayor ke atas.
47
b) Mereka yang berdasarkan Undang–Undang dipersamakan dengan prajurit yang menjadi terdakwa atau yang salah satu terdakwanya termasuk tingkat kepangkatan Mayor ke atas. c) Anggota suatu golongan atau jawatan atau badan atau yang dipersamakan atau dianggap sebagai prajurit berdasarkan Undang– Undang yang menjadi terdakwa atau salah satu terdakwanya termasuk tingkat kepangkatan Mayor ke atas. Bagi mereka yang dipersamakan atau dianggap sebagai prajurit berdasarkan Undang-Undang, penentuan tingkat kepangkatan Mayor ke atas berdasarkan atas keputusan Panglima dengan persetujuan menterri Kehakiman harus diadili oleh Pengadilan Militer Tinggi. Contohnya adalah
Pegawai
Negeri
Sipil
golongan
IV/A
yang
setingkat
kepangkatannya dengan Mayor. Oditur Militer Tinggi yang melaksanakan penuntutan pada tingkat Pengadilan Militer Tinggi ini serendah-rendahnya harus berpangkat Letnan Kolonel (Letkol) atau setingkat lebih tinggi dari terdakwa. Selain itu tugas dan wewenangnya sama dengan tugas dan wewenang Oditur Militer, yaitu melaksanakan ketetapan Hakim atau putusan Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer atau Peradilan Umum, melakukan pemeriksaan tambahan dan dapat pula melakukan penyidikan. Nama, tempat kedudukan dan daerah hukum Oditurat Militer Tinggi di tentukan oleh Keputusan Panglima. 3) Oditurat Jendral. Oditurat
Jendral
Angkatan
Bersenjata
merupakan
Badan
Penuntutan tertinggi di lingkungan Angkatan Bersenjata. Oditurat Jendral mempunyai tugas dan wewenang :
48
a) Membina, mengendalikan dan mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang Oditurat (Pasal 66 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997). b) Menyelenggarakan penyajian masalah kejahatan guna kepentingan penegakan serta kebijaksanaan pemidanaan yang dilakukan dengan cara menyelenggarakan data administrasi proses penyelesaian perkara pidana di lingkungan Angkatan Bersenjata secara terpusat (Pasal 66 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 dan penjelasannya). c) Dalam rangka penyelesaian dan pelaksanaan penuntutan perkara tindak pidana tertentu yang acaranya diatur secara khusus, yaitu tindak pidana korupsi dan tindak pidana ekonomi, mengadakan koordinasi dengan ketua Kejaksaan Agung, CPM dan badan penegak hukum lain (Pasal 66 huruf c Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997). d) Menyampaikan
pertimbangan
kepada
presiden
mengenai
permohonan grasi dalam hal pidana mati, permohonan atau rencana pemberian amnesti dan rehabilitasi (Pasal 67 huruf c Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997). e) Melaksanakan tugas khusus dari panglima sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Yang dimaksud dengan tugas khusus adalah tugas lain selain dari tugas fungsional Oditurat (Pasal 67 huruf l Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 dan penjelasannya). Oditurat Jendral dalam melaksanakan tugas dibidang penuntutan bertanggung jawab kepada Jaksa Agung Republik Indonesia selaku Penuntut Umum tertinggi di Negara Republik Indonesia melalui Panglima, sedangkan dalam pelaksanaan tugas pembinaan Oditurat bertanggung jawab kepada Panglima. Tempat kedudukannya berada di
49
ibukota Negara Republik Indonesia dan daerah hukumnya meliputi seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.
4) Oditurat Militer Pertempuran Oditurat Militer Pertempuran merupakan Badan Penuntutan pada pengadilan
militer
pertempuran.
Oditurat
Militer
pertempuran
mempunyai tugas dan wewenang : a) Melakukan penuntutan dalam perkara pidana yang dilakukan oleh mereka sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 9 angka 1 UndangUndang Nomor 31 Tahun 1997, yaitu : (1) Prajurit; (2) Yang berdasarkan Undang-Undang disamakan dengan prajurit; (3) Anggota suatu golongan atau jawatan atau badan atau yang dipersamakan atau dianggap sebagai prajurit berdasarkan Undang-undang; (4) Seseorang yang tidak termasuk prajurit, atau yang dipersamakan dengan prajurit atau anggota suatu golongan /jawatan/badan yang dipersamakan atau dianggap sebagai prajurit, tetapi atas Keputusan Panglima dengan persetujuan Menteri Kehakiman (sekarang menteri hukum dan perundang-undangan) harus diadili oleh suatu pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer. b) Melaksanakan penetapan hakim atau pengadilan militer pertempuran (Pasal 68 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997).
c. Susunan dan struktur organisasi Oditurat Militer Dalam Sub Lampiran B dari Lampiran IV Keputusan Panglima TNI Nomor : Kep/24/VII/2005 tanggal 10 Agustus 2005 tentang Struktur
50
Organisasi Oditurat Militer Tipe B yang terdiri atas unsur –Unsur sebagai berikut :
1) Unsur Pimpinan. a) Kepala Oditurat Militer, disingkat KAOTMIL. b) Wakil Kepala Oditurat Militer, disingkat WAKAOTMIL. 2) Unsur Staff. a) Urusan Pengolahan Perkara, disingkat URLAHKARA. b) Urusan Administrasi Perkara, disingkat URMINKARA. c) Urusan Penuntutan, disingkat URTUT. 3) Unsur Pelayanan Tata Usaha dan Urusan dalam, disingkat TAUD. 4) Eselon Pelaksana a) Kelompok Oditur Militer, disingkat POKORMIL. b) Unit Pelaksana Teknis, disingkat UPT. Kepala Oditurat Militer (KAOTMIL) dijabat oleh seorang perwira menengah yang berpangkat Letnan Kolonel Corps Hukum berkualifikasi Sarjana
Hukum.
mengkoordinasikan,
Kaotmil
akan
mengawasi,
menjalankan dan
memberi
tugasnya
dalam
pengarahan
atas
penyelenggaraan fungsi Oditurat Militer, selain itu, Kaotmil akan memberikan pendapat hukum kepada Papera. Kaotmil akan dibantu oleh seorang wakil yang akan mendampingi kaotmil dalam menjalankan tugasnya. Kepala Urusan Pengolahan Perkara (KAURLAHKARA) dijabat oleh seorang
perwira
pertama
dengan
pangkat
Kapten
Corps
Hukum
berkualifikasi Sarjana Hukum. Tugas Kaurlahkara untuk menyelenggarakan registrasi dan admnistrasi perkara mulai dari perkara masuk sampai dengan
51
penyelesaian
perkara.
Pemeriksaan
kelengkapan
berkas
dilakukan
Kaurlahkara sebelum berkas tersebut diajukan ke Pengadilan Militer.
Kepala Urusan Administrasi Perkara (KAURMINKARA) dijabat oleh
seorang
perwira
pertama
berpangkat
Kapten
Corps
Hukum
berkualifikasi Sarjana Hukum. Tugas Kaurminkara akan mengumpulkan, menyusun dan memelihara data tersangka dan terdakwa untuk kepentingan penyelesaian perkara. Kepala Urusan Penuntutan (KAURTUT) dijabat oleh seorang perwira pertama berpangkat Kapten Corps Hukum berkualifikasi Sarjana Hukum. Tugas Kaurtut sebagai eksekutor terhadap putusan atau penetapan hukum. Kepala Urusan Tata Usaha dan Urusan Dalam (KAURTAUD) dijabat oleh seorang perwira pertama berpangkat Kapten Corps Hukum. Tugas dari Kaurtaud menyelenggarakan administrasi umum dan urusan dalam Oditurat Militer. Kelompok
Oditurat
Militer
(POKORMIL)
akan
melakukan
pengolahan dan penuntutan perkara pidana yang ditangani langsung oleh Oditurat militer. Sedangkan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Oditur Militer akan menyelenggarakan penerimaan, pengolahan, dan pengiriman berkas perkara kepada Kaotmil yang membawahinya.
52
Dari susunan organisasi Oditurat Militer tersebut di atas, maka dapat dibuat struktur organisasi Oditurat Militer sebagai berikut : KAOTMIL WAKAOTMIL
KATAUD
KAUR LAHKARA
KAUR TUT
POK ORMIL
KAUR MINKARA
UPT
53
3. Tinjauan Mengenai Tindak Pidana Pemalsuan Surat. a. Pengertian Tindak Pidana. Pembentuk undang-undang kita telah mengunakan perkataan strafbaarfeit untuk apa yang kita kenal sebagai tindak pidana. Dalam Pasal 11 ayat (1) RUU KUHP tahun 2005 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana. Berbagai macam pendapat yang dikemukakan para sarjana tentang pengertian tindak pidana, diantaranya : 1) Menurut POMPE, perkataan straftbaarfeit dapat dirumuskan sebagai suatu pelanggaran norma yaitu gangguan terhadap tertib hukum yang dengan sengaja ataupun dengan tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tata tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum (P.A.F Lamintang ,1996 :182 ) 2) Menurut Wiryono Prodjodikuro, tindak pidana merupakan pelanggaran norma- norma dalam (3) tiga bidang hukum lain, yaitu hukum perdata, hukum ketatanegaraan, dan hukum tata usaha pemerintah, yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukum pidana ( Wiryono, 2002:01 ). 3) Menurut Adam Chazawi, tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum dan disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, barang siapa melanggar larangan tersebut ( Adam Chazawi,2002 : 71 ).
54
Adapun unsur- unsur tindak pidana adalah : 1) Unsur subjektif dari tindak pidana adalah : a) Kesengajaan atau ketidaksengajaan ( dolus atau culpa ). b) Niat atau maksud ( sesuai Pasal 53 ayat (1) KUHP ). c) Macam-macam maksud. d) Merencanakan terlebih dahulu. e) Adanya perasaan takut seperti yang terdapat dalam Pasal 308 KUHP. 2) Unsur objektif dari tindak pidana adalah : a) Sifat melanggar hukum. b) Kualitas dari si pelaku. c) Kausalitas yaitu hubungan antara suatu tindakan sebagai penyebab dengan suatu kenyataan sebagai akibat ( P.A.F. Lamintang, 1996 : 193 ). Adapun macam-macam tindak pidana militer dapat dibedakan atas : 1) Commune delicta. Merupakan tindak pidana umum yang dapat dilakukan oleh setiap orang. 2) Delicta propria. Merupakan tindak pidana khusus yang hanya dapat dilakukan oleh orang tertentu saja dalam hal ini milter. a) Zuiver militaire delict yaitu tindak pidana militer murni yang hanya dilakukan oleh seorang militer, karena sifatnya khusus militer. Contoh dari tindak pidana murni diatur dalam Pasal 73 KUHPM dalam dalam Pasal 87 KUHPM tentang kejahatan disersi. b) Germengde militaire delict yaitu tindak pidana militer campuran yang sebenarnya sudah diatur dalam perundang-undangan lain. Namun ancaman hukumannya terlalu ringan apabila perbuatan itu dilakukan oleh seorang militer. Untuk itu diatur kembali oleh dengan sanksi yang lebih besar sesuai kekhasan militer. Contoh perkosaan
55
yang dilakukan oleh seorang militer pada waktu perang. Jika perkosaan dilakukan pada keadaan damai maka yang dikenakan ancaman hukuman yang berlaku dalam KUHP, tetapi jika dilakukan dalam keadaan perang maka yang dikenakan ketentuan–ketentuan dalam KUHPM. Contoh lain yaitu pencurian perlengkapan militer dimana militer tersebut diberi tugas menjaganya maka bagi militer yang melakukan pencurian tidak dikenakan ketentuan dalam KUHP, tetapi dikenakan ketentuan yang diatur dalam KUHPM ( Moch. Faisal : 2006:27-28 ).
b. Pengertian Tindak Pidana Pemalsuan Surat. Apabila tindak pidana yang dilakukan oleh seorang militer tidak diatur dalam KUHPM, maka yang berlaku adalah KUHM kecuali ada penyimpangan. Tindak pidana pemalsuan surat tidak diatur secara jelas dalam KUHPM, maka yang berlaku adalah tindak pidana pemalsuan surat sebagaimana yang diatur dalam Pasal 263 ayat ( 1 ) KUHP. Tindak pidana pemalsuan surat diatur dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP dirumuskan sebagai membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menerbitkan suatu hak atau suatu perikatan atau suatu pembebasan dari utang atau surat yang ditujukan untuk membuktikan suatu kejadian, dengan tujuan atau maksud (oogmerk ) untuk memakai surat itu atau untuk menyuruh orang lain memakainya seolah-olah surat itu tulen atau tidak dipalsu, dan lagi pemakaian itu dapat mengakibatkan suatu kerugian. Tindak pidana ini oleh Pasal 263 ayat (1) dinamakan (kualifikasi) ”pemalsuan surat” (valschheid in geschrift) dan diancam dengan hukuman maksimal 6 tahun penjara.
56
Dengan demikian sesuai dengan bunyi perumusan Pasal 263 KUHP ayat (1) tidak setiap pemalsuan surat dapat dijatuhi pidana, menurut Wirjono Prodjodikuro diadakan pembatasan, yaitu dibatasi dua macam surat : 1) Surat yang dapat menerbitkan suatu hak atau suatu perikatan atau suatu pembebasan dari utang. Surat yang dimaksudkan ialah surat perjanjian atau surat kontrak, seperti surat jual beli, surat sewa menyewa, surat penukaran barang, surat pinjaman uang, surat pemborongan kerja dan sebagainya. Ini semua memuat berbagai perjanjian yang mengandung timbulnya hak–hak dan kewajiaban-kewajiban dari masing-masing pihak 2) Surat yang ditujukan untuk membuktikan suatu tindakan. Surat ini harus ditujukan untuk umum membuktikan sesuatu kejadian dan surat ini harus ada kekuatan pembuktian/ bewijskracht (Wirjono Prodjodikoro,2002, 184 ).
c. Unsur-Unsur Tindak Pidana Pemalsuan Surat. Adapun unsur-unsur tindak pidana pemalsuan surat dalam Pasal 263 ayat (1) dan (2) KUHP adalah sebagai berikut : 1) Unsur objektif yaitu : a) Membuat palsu /memalsu. b) Memalsu terhadap : (1)
Suatu surat yang dapat menerbitkan suatu hal.
(2)
Surat yang dapat menerbitkan keterangan.
(3)
Surat yang dapat membebaskan hutang.
(4)
Surat yang dapat membuktikan suatu perbuatan.
(5)
Pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.
2) Unsur subjektif yaitu : a) Dengan maksud untuk mempergunakan surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan.
57
b) Dengan sengaja. Dalam Pasal ini secara jelas disebutkan kwalifikasi dari perbuatan yang dilakukan ”karena pemalsuan surat” dan dalam Pasal tersebut disebutkan akibat dari perbuatanya yaitu ”jika pemakaiannya tersebut dapat menimbulkan kerugian”. Dari unsur-unsur tindak pidana pemalsuan surat terdapat istilah ”membuat surat palsu” dan ”memalsukan surat ” dan dari kedua istilah itu terdapat pengertian yang berbeda. Adapun perbedaan adalah ”membuat surat Palsu” yaitu berarti semula surat belum ada, lalu ia membuat surat itu sendiri sehingga seolah-olah sama dengan yang asli. Sedangkan pengertian ”memalsukan surat” berarti bahwa surat itu sudah ada, kemudian surat itu ditambah, dikurangi atau dirubah isinya, sehingga surat itu tidak sesuai lagi dengan aslinya. Unsur terpenting dari pemalsuan surat, bahwa ada tujuan untuk memakai surat itu, seolah-olah surat itu tulen dan tidak dipalsu, tetapi pemakaian ini harus pemakaian tertentu, yang dapat mengakibatkan kerugian tertentu. Tidak perlu bahwa kemudian surat itu benar-benar dipakai seperti yang dimaksudkan. lebih-lebih tidak perlu pemakaian ini benar-benar merugikan. Yang menjadi unsur tindak pidana ini adalah hanya kemungkinan akan ada kerugian sebagai akibat dari pemakaian tertentu itu. Pemakaiannya ini dapat dilakukan oleh orang lain, yang juga dapat dihukum dengan hukuman sama, yaitu menurut ayat (2) Pasal 263.
B. Kerangka Pemikiran.
58
Tindak pidana pemalsuan surat
Pelaku anggota TNI
Tahap Penyidikan
Oditur Militer
Hambatan
Tahap Penuntutan
Penyelesaian
Suatu perkara tindak pidana militer baru dapat diperiksa dan diselesaikan oleh hakim pengadilan militer, apabila perkaranya telah disidik dan diserahkan ke Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer. Tahap penuntutan termasuk dalam tahap penyerahan perkara, setelah Perwira Penyerah Perkara (PAPERA) menyerahkan perkara ke Pengadilan Militer dan pelaksanaan penuntutan dilakukan oleh oditur Militer. Oditurat Militer sebagai lembaga penuntutan, selama pelaku tindak pidana tersebut adalah anggota TNI, Oditur akan selalu menuntutnya.
59
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penuntutan oleh Oditur Militer Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Surat yang Dilakukan Anggota TNI di Oditurat Militer II-11 Yogyakarta
1. Kasus Posisi Tindak pidana pemalsuan surat yang dilakukan oleh anggota TNI atas nama Terdakwa Umar Dani dengan pangkat Kopda NRP 520673, anggota TNI Angkatan Udara yang bertugas di Lanud Adi Soemarmo ini terjadi di wilayah hukum Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta. Berawal pada tanggal 10 Agustus 2006 terdakwa telah mengajukan permohonan pinjaman kredit uang sebesar Rp.25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) di BPR Pasar Boyolali tanpa persetujuan dan sepengetahuan Kasi Binpers Lanud Adi Soemarmo Lettu Adm Sugianto dan Juru bayar Dispers Lanud Adi Soemarmo Serma Bambang Hariyanto. Setelah tersangka melengkapi persyaratan permohonan pinjaman kredit uang, selanjutnya permohonan pinjaman tersebut diajukan oleh terdakwa ke BPR Pasar Boyolali dan
terdakwa
berhasil
mendapatkan
pinjaman
kredit
uang
sebesar
Rp.25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah). Pada tanggal 23 Agustus 2006, Serma Bambang Hariyanto selaku juru bayar Dispers Lanud Adi Soemarmo telah menerima daftar tagihan dari BPR Pasar Boyolali untuk bulan September 2006. Setelah menerima daftar tagihan tersebut Serma Bambang Hariyanto memeriksa daftar potongan gaji terdakwa yang biasanya sebesar Rp.299.455,- (Dua ratus sembilan puluh sembilan ribu empat ratus lima puluh lima rupiah) berubah menjadi sebesar Rp.870.850,-
60
(delapan ratus tujuh puluh ribu delapan ratus lima puluh rupiah) sehingga terdapat kecurigaan karena Serma Bambang Hariyanto merasa tidak pernah menandatangani permohonan pinjaman kredit atas nama terdakwa di BPR Pasar Boyolali. Selanjutnya Serma Bambang Hariyanto memerintahkan anggotanya yang bernama Pak Min untuk meminta foto copy berkas permohonan pinjaman kredit atas nama terdakwa ke BPR Pasar Boyolali dan setelah Serma Bambang Hariyanto memeriksa berkas permohonan tersebut ternyata tanda tangannya dan Kasi Binpers Lanud Adi Soemarmo Lettu Adm Sugianto yang tertera pada blangko permohonan pinjaman dipalsu oleh terdakwa. Kemudian Serma Bambang Hariyanto memanggil terdakwa untuk mengklarifikasi masalah permohonan pinjaman kredit tersebut dan saat itu terdakwa mengakui telah memalsukan tanda tangan Serma Bambang Hariyanto dan Lettu Adm Sugianto untuk mengajukan permohonan pinjaman kredit di BPR Pasar Boyolali. Setelah terdakwa ketahuan memalsukan tanda tangan Lettu Adm Sugianto dan Serma Bambang Hariyanto, terdakwa kemudian menghadap kepada Lettu Adm Sugianto dan mengakui semua perbuatannya. Menanggapi hal tersebut Lettu Adm Sugianto memerintahkan terdakwa untuk mengembalikan uang yang dipinjam, namun terdakwa tidak bisa mengembalikannya karena uang tersebut telah habis dipergunakan oleh terdakwa untuk membayar hutang-hutang terdakwa dan sisanya untuk berfoyafoya sehingga Lettu Sugianto melaporkan perbuatan terdakwa ke Satuan Polisi Militer Lanud Adi Soemarmo. 2. Dakwaan Terdakwa dengan identitas sebagai berikut : Nama lengkap
: Umar Dani
Pangkat / Nrp
: Kopda / 520673
61
Jabatan
: Anggota Binpers Dispers
Kesatuan
: Lanud Adi Soemarmo
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 7 Mei 1976 Jenis kelamin
: Laki–Laki
Kewarganegaraan
: Indonesia
Agama
: Islam
Alamat tempat tinggal : Jl. Yupiter IV No. 02 Komplek Antariksa Lanud Adi Soemarmo Surakarta Oleh Oditur Militer dalam dakwaannya tertanggal 22 Januari 2007 dengan nomor register perkara:DAK-14/I/2007/K telah mendakwa dengan dakwaan sebagai berikut : Bahwa terdakwa pada waktu-waktu dan ditempat-tempat berikut ini yaitu pada hari sudah tidak dapat diingat lagi tanggal 10 Agustus 2006, atau pada waktu-waktu lain setidak-tidaknya dalam tahun 2006 di Surakarta, atau ditempat-tempat lain, setidak-tidaknya disuatu tempat dalam daerah Hukum Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta telah melakukan tindak pidana : ”Barang siapa membuat secara tidak benar atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hak, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain pakai surat tersebut seolah–olah isinya benar dan tidak dipalsu”. Yang dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut : a. Bahwa terdakwa menjadi prajurit TNI AU sejak tahun 1995 melalui pendidikan Secata PK A-XXXI di Lanud Adi Soemarmo Surakarta, setelah lulus dilantik dengan pangkat Prada Nrp 520673, selanjutnya ditugaskan di Makoopsau Jakarta dan pada tahun 2000 pindah tugas di Lanud Adi Soemarmo Surakarta sampai dengan saat melakukan perbuatan yang menjadi perkara ini masih berstatus dinas aktif dengan pangkat Kopda.
62
b. Bahwa terdakwa pada tanggal 10 Agustus 2006 mengajukan pinjaman ke BPR Pasar Boyolali sebesar Rp.25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) dan terdakwa pada waktu mengajukan permohonan pinjaman tersebut tanpa persetujuan dan sepengetahuan Kasi Binpers Lanud Adi Soemarmo Lettu Adm Sugianto (saksi-1) dan juru bayar Dispers Lanud Adi Soemarmo Serma Bambang Hariyanto (saksi-2). c. Bahwa terdakwa dapat mencairkan pinjaman di BPR Pasar Boyolali karena terdakwa pada saat mengajukan permohonan pinjaman tersebut memalsukan tanda tangan saksi-1 dan saksi-2. d. Bahwa saksi-2 selaku juru bayar Dispers Lanud Adi Soemarmo mengetahui terdakwa telah memalsukan tanda tangan saksi-1 dan saksi-2 pada tanggal 23 Agustus pada saat saksi-2 menerima tagihan dari BPR Pasar Boyolali sebesar Rp.870.850,- (delapan ratus tujuh puluh ribu delapan ratus lima puluh rupiah). e. Bahwa setelah saksi-2 mengetahui terdakwa telah memalsukan tanda tangan saksi-1 dan saksi-2 kemudian saksi-2 memerintahkan kepada anggotanya untuk meminta foto copy berkas permohonan pengajuan pinjaman kredit atas nama terdakwa ke BPR Pasar Boyolali dan setelah memeriksa berkas permohonan tersebut ternyata benar tanda tangan saksi-1 dan saksi-2 dipalsu oleh terdakwa. f. Bahwa kemudian saksi-2 memanggil terdakwa untuk mengklarifikasi masalah permohonan pinjaman kredit terdakwa tersebut dan saat itu terdakwa mengakui telah mamalsukan tanda tangan saksi-1 dan saksi-2 untuk mengajukan permohonan pinjaman kredit di BPR Pasar Boyolali sebesar Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah). g. Bahwa setelah terdakwa dipanggil oleh saksi-2 kemudian terdakwa menghadap saksi-1 dan mengakui semua perbuatannya selanjutnya saksi-1 memerintahkan terdakwa untuk mengembalikan uang yang dipinjam namun terdakwa tidak bisa mengembalikan sehingga saksi-1 melaporkan perbuatan terdakwa ke Satuan Polisi Militer Lanud Adi Soemarmo.
63
h. Bahwa uang hasil dari pinjaman terdakwa ke BPR Pasar Boyolali sebesar Rp.25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) tersebut telah habis dipergunakan oleh terdakwa untuk keperluan pribadi. i. Bahwa perbuatan terdakwa memalsukan tanda tangan saksi-1 dan saksi-2 dalam permohonan pinjaman kredit di BPR Pasar Boyolali, telah menimbulkan perikatan yaitu perjanjian hutang piutang antara terdakwa dan BPR Pasar Boyolali. Perbuatan terdakwa tersebut telah cukup memenuhi unsur-unsur tindak pidana sebagaimana dirumuskan dan diancam dengan pidana yang tercantum dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP.
3. Pemeriksaan Saksi Para saksi telah memberikan keterangan dalam persidangan di bawah sumpah sebagai berikut : a. Nama Lengkap : Sugianto, Pangkat : Lettu Adm / 526352, Jabatan : W.S. Kasi Binpers (lama) Ka Subsimin Jurit PNS (baru), Kesatuan : Lanud Adi Soemarmo, Tempat/tanggal lahir : Jakarta, 30 Maret 1976, Jenis kelamin: Laki-laki, Kewarganegaraan : Indonesia, Agama : Islam, Alamat : Trogowangsan RT 01 RW 02, Kel. Malangjiwan, Colomadu, Karanganyar. Memberikan keterangan sebagai berikut : 1) Bahwa saksi kenal dengan terdakwa sejak bulan Maret 2006 karena sama-sama berdinas di Personil Lanud Adi Soemarmo dalam hal hubungan atasan dan bawahan namun tidak ada hubungan keluarga. 2) Bahwa saksi sebelumnya tidak mengetahui terdakwa melakukan pemalsuan tanda tangan saksi untuk mengajukan permohonan pinjaman ke BPR Pasar Boyolali. 3) Bahwa saksi mengetahui hal tersebut sekira bulan Agustus 2006 pada waktu terdakwa menghadap saksi untuk melaporkan apabila terdakwa
64
telah memalsukan surat-surat permohonan pengajuan pinjaman ke BPR Pasar Boyolali dengan memalsukan tanda tangan. 4) Bahwa saksi mengetahui terdakwa meminjam uang di BPR Boyolali dengan memalsukan tanda tangan saksi sebesar Rp. 25.000.000,- (Dua puluh lima juta rupiah) dan uang tersebut digunakan terdakwa untuk membayar hutang. 5) Bahwa setelah mendapat laporan dari terdakwa kemudian saksi mengkonfirmasikan masalah pemalsuan tanda tangan tersebut ke Dispers namun ternyata juru bayar telah mengetahui masalah pemalsuan tanda tangan tersebut. 6) Bahwa selanjutnya saksi melaporkan perbuatan terdakwa tersebut ke Kadispers kemudian Kadispers memerintahkan saksi agar perbuatan terdakwa tersebut diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
b. Nama Lengkap : Bambang Hariyanto, Pangkat/Nrp : Serma / 510897, Jabatan : Anggota Satuan Polisi Militer, Kesatuan : Lanud Adi Soemarmo, Tempat/tanggal lahir : Madiun, 27 April 1959, Jenis kelamin : Laki-laki, Kewarganegaraan : Indonesia, Agama : Islam, Alamat : Sangir Utara, Kel. Paulan, Kec. Colomadu, Kab. Karanganyar. Memberikan keterangan sebagai berikut : 1) Bahwa saksi kenal dengan terdakwa di Dinas Personel Lanud Adi Soemarmo pada bulan Maret 2006 namun tidak ada hubungan keluarga. 2) Bahwa sesuai dengan Surat Perintah dari Dan Lanud Adi Soemarmo Nomor:Sprin/15/I/2005 tanggal 11 Januari 2006, saksi ditunjuk sebagai juru bayar pada Dinas Personil Lanud Adi Soemarmo Surakarta. 3) Bahwa sekira tanggal 23 Agustus 2006 saat saksi menerima tagihan dari BPR Pasar Boyolali untuk bulan September 2006, saksi melihat daftar potongan gaji terdakwa yang tiap bulannya masih dipotong sebesar Rp. 299.455,- (Dua ratus sembilan puluh sembilan ribu empat ratus lima puluh lima rupiah) namun tagihan tersebut berubah menjadi Rp.
65
870.850,- (Delapan ratus tujuh puluh ribu delapan ratus lima puluh rupiah). 4) Bahwa selanjutnya saksi memerintahkan Pak Min (Pegawai Honorer) untuk meminta copy berkas pinjaman ke BPR Pasar Boyolali atas nama terdakwa dan setelah di cek ternyata terdakwa telah mengajukan permohonan
pinjaman
kredit
ke
BPR
Pasar
Boyolali
dengan
memalsukan tanda tangan saksi dan tanda tangan Kasi Binpers Lettu Adm Sugianto (Saksi-1). 5) Bahwa setelah mengetahui kejadian tersebut saksi memanggil terdakwa untuk menanyakan dan saat itu terdakwa mengakui perbuataannya telah memalsukan tanda tangan saksi untuk meminjam uang ke BPR Pasar Boyolali sebesar Rp. 25.000.000,- (Dua puluh lima juta rupiah) selanjutnya saksi melaporkan perbuatan terdakwa kepada saksi-1. 6) Bahwa untuk setiap anggota yang akan mengajukan permohonan pinjaman di Bank harus sepengetahuan dan seijin Binpers serta juru bayar.
c. Nama Lengkap : Sarminah, Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga, Tempat/tanggal lahir : Magelang, 19 Desember 1977, Jenis kelamin : perempuan, Kewarganegaraan : Indonesia, Agama : Islam, Alamat : Jl. Jupiter IV No. 02 Komplek Antariksa Lanud Adi Soemarmo Surakarta. Memberikan keterangan sebagai berikut : 1) Bahwa saksi kenal dengan terdakwa karena saksi adalah istri sah terdakwa yang menikah pada tahun 1999 dan telah dikaruniai seorang anak. 2) Bahwa saksi mengetahui kalau terdakwa melakukan pemalsuan tanda tangan untuk pengajuan pinjaman di BPR Pasar Boyolali pada bulan September 2006 setelah diberitahu oleh Pak Ibnu (Kasi Idik Satpom Lanud Adi Soemarmo) melalui handphone suami saksi karena saat saksi menghubungi handphone terdakwa dan yang menerima pak Ibnu.
66
3) Bahwa selanjutnya sekira pukul 14.00, saksi datang ke kantor Satpom AU dan bertemu dengan piket serta diberitahu kalau terdakwa sudah ditahan kemudian saksi menanyakan alamat rumah Pak Ibnu kepada piket lalu saksi langsung menuju ke rumah Pak Ibnu dan meminta penjelasan masalah terdakwa kemudian saksi menerima penjelasan dari Pak Ibnu kalau terdakwa sementara diamankan di Satpom AU karena ada permasalahan pemalsuan tanda tangan peminjaman uang di Bank. 4) Bahwa saksi tidak mengetahui kalau terdakwa akan mengajukan permohonan pinjaman ke BPR Pasar Boyolali karena saksi tidak diberitahu oleh
terdakwa serta pada waktu pencairan pinjaman
dilakukan oleh terdakwa sendiri namun terdakwa pernah meminjam KTP saksi katanya untuk melengkapi arsip kantor dan selanjutnya saksi diberi uang sebesar Rp. 400.000,- (empat ratus ribu rupiah) oleh terdakwa yang katanya mendapat rejeki.
d. Nama Lengkap : Nur Hasan, SE, Pekerjaan : Kabag Kredit BPR Bank Pasar Boyolali, Tempat/tanggal lahir : Boyolali, 8 April 1958, Jenis kelamin : Laki-laki, Kewarganegaraan : Indonesia, Agama : Islam, Alamat : Candi Gatak RT. 01 RW. 01 Cepogo, Boyolali. Memberikan keterangan sebagai berikut : 1) Bahwa saksi kenal dengan terdakwa tetapi tidak ada hubungan keluarga. 2) Bahwa pada tanggal 10 Agustus 2006, saksi menerima satu bendel persyaratan pengajuan kredit atas nama terdakwa kemudian saksi menandatangani pengajuan kredit tersebut. 3) Bahwa saksi percaya dan langsung memproses pengajuan pinjaman terdakwa karena melihat bendel pengajuan kredit atas nama terdakwa tersebut tanda tangan dan stempelnya asli lengkap namun saksi tidak tahu kalau tanda tangan pada surat permohonan pinjaman kredit terdakwa dipalsukan oleh terdakwa.
67
4) Bahwa saksi selama ini tidak melakukan pengecekan ke Kesatuan terdakwa karena saksi menaruh kepercayaan yang tinggi ke Lanud Adi Soemarmo Surakarta. 5) Bahwa saksi mengetahui terdakwa memalsukan tanda tangan pimpinan dan juru bayar sekira bulan september 2006 pada saat saksi dipanggil Satpom Lanud Adi Soemarmo untuk dimintai keterangan.
4. Pemeriksaan Terdakwa Keterangan Terdakwa Umar Dani mengenai tindak pidana pemalsuan surat yang didakwakan kepadanya adalah sebagai berikut: a. Bahwa terdakwa menjadi prajurit TNI AU sejak tahun 1995 melalui pendidikan Secata PK A-XXXI di Lanud Adi Soemarmo Surakarta, setelah lulus dilantik dengan pangkat Prada Nrp 520673, selanjutnya ditugaskan di Makoopsau Jakarta dan pada tahun 2000 pindah tugas di Lanud Adi Soemarmo Surakarta sampai dengan saat melakukan perbuatan yang menjadi perkara ini masih berstatus dinas aktif dengan pangkat Kopda. b. Bahwa sekira tanggal 5 Agustus 2006 terdakwa menyewa mobil Espass warna merah di rental ”Amanda” dengan harga sewa perhari Rp.150.000.(seratus lima puluh ribu rupiah) kemudian mobil tersebut terdakwa gadaikan kepada Praka Imam (anggota Kopassus Kartosuro) seharga Rp.10.000.000.(sepuluh juta rupiah) dengan perjanjian secara lisan dalam waktu sepuluh hari uang dikembalikan, namun dalam waktu sepuluh hari terdakwa belum membayar dan dikejar-kejar oleh Praka Imam. c. Bahwa selanjutnya terdakwa mempunyai niat untuk memalsukan tanda tangan atasan untuk meminjam uang di BPR Pasar Boyolali sebesar Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) karena terdakwa sudah mempunyai pinjaman uang di Bank BRI Kartosuro sebesar Rp.43.000.000,- (empat puluh tiga juta rupiah) dan terdakwa hanya menerima gaji kurang lebih Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah) per bulan kemudian terdakwa mempunyai
68
pikiran kalau menghadap secara resmi takut kalau tidak diACC oleh atasannya karena terdakwa sudah mempunyai potongan gaji di Bank BRI kartosuro sebesar Rp.1.222.000,- (Satu juta dua ratus dua puluh dua ribu rupiah) perbulan. d. Bahwa sekira tanggal 10 Agustus 2006 terdakwa meminjam di BPR Pasar Boyolali untuk membayar hutang-hutang antara lain kepada Praka Imam sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah), untuk sewa mobil kepada saudara Joko (rental Amanda) sebesar Rp. 2.300.000,- (dua juta tiga ratus ribu rupiah), Serma Sugeng (anggota Koramil Laweyan) sebesar Rp.2.000.000,- (dua juta rupiah), dan Sertu Sujali (anggota Korsik Lanud Adi Soemarmo) sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah). e. Bahwa selanjutnya terdakwa melaporkan sendiri kepada Lettu Adm Sugianto W.S. Kasi Binpers (saksi-1) kalau terdakwa telah memalsukan tanda tangan saksi-1 untuk pengajuan pinjaman di BPR Pasar Boyolali, kemudian saksi-1 marah-marah dan terdakwa diminta untuk mengembalikan uang pinjaman tersebut tetapi tidak bisa, selanjutnya saksi-1 melaporkan kepada Satpom Lanud Adi Soemarmo dalam hal pemalsuan tanda tangan.
5. Pemeriksaan Barang Bukti Selama persidangan berlangsung Oditur mengajukan barang bukti berupa surat-surat yang merupakan hasil kejahatan pemalsuan surat terdakwa antara lain 1 (satu) lembar permohonan kredit pegawai atas nama terdakwa Kopda Umar Dani Nrp. 520674, 1 (satu) lembar surat kuasa persyaratan dan rekomendasi atas nama Terdakwa Kopda Umar Dani Nrp. 520673, 1 (satu) lembar perjanjian hutang nomor : 27583/Kr Peg/VII/2006 tanggal 10 Agustus 2006 atas nama terdakwa Kopda Umar Dani Nrp. 520673, 1 (satu) lembar surat bukti dan rincian penerimaan pinjaman atas nama terdakwa Kopda Umar dani Nrp. 520673, 1 (satu) lembar daftar perincian penerimaan gaji bulan Agustus 2006 atas nama terdakwa Umar Dani Nrp. 520673.
69
6. Tuntutan Hukum Dari keterangan-keterangan saksi yang diberikan dibawah sumpah dan keterangan terdakwa serta didukung pula dengan alat-alat bukti lain yang diajukan dipersidangan, telah terungkap adanya fakta-fakta sebagai berikut : a. Bahwa benar terdakwa menjadi prajurit TNI AU sejak tahun 1995 melalui pendidikan Secata PK A-XXXI di Lanud Adi Soemarmo Surakarta, setelah lulus dilantik dengan pangkat Prada Nrp. 520673, dan ditugaskan di Makoopsau I Jakarta selanjutnya pada tahun 2000 dipidahtugaskan ke Lanud Adi Soemarmo Surakarta sampai dengan saat melakukan perbuatan yang menjadi perkara ini masih berstatus dinas aktif dengan pangkat Kopda. b. Bahwa benar pada tanggal 10 Agustus 2006, terdakwa telah mengajukan permohonan pinjaman kredit uang sebesar Rp.25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) di BPR Pasar Boyolali. c. Bahwa benar permohonan peminjaman kredit dan surat rekomendasi dari BPR tersebut diisi sendiri oleh terdakwa dan tanda tangan Kasi Binpers Lettu Adm Sugianto (saksi-1) dan tanda tangan juru bayar Serma Bambang Hariyanto (saksi-2) dipalsu oleh terdakwa serta untuk pencairan pinjaman terdakwa juga memalsukan tanda tangan istrinya. d. Bahwa benar terdakwa sengaja memalsukan tanda tangan saksi-1 dan saksi-2 karena pada waktu mengajukan permohonan pinjaman ke BPR Pasar Boyolali tidak seijin dan sepengetahuan saksi-1 dan saksi-2 sehingga terdakwa memalsukan tanda tangan tersebut dan seakan-akan tanda tangan tersebut benar-benar tanda tangan saksi-1 dan saksi-2. e. Bahwa benar saksi-4 sebagai Kabag Kredit BPR Pasar Boyolali memproses pengajuan pinjaman terdakwa karena saksi-4 melihat bendel pengajuan kredit atas nama terdakwa tersebut tanda tangan dan stempelnya asli namun saksi tidak tahu apabila tanda tangan tersebut dipalsukan oleh terdakwa.
70
f. Bahwa benar pada tanggal 23 Agustus 2006, Serma Bambang Hariyanto (saksi-2) selaku juru bayar Dispers Lanud Adi Soemarmo telah menerima daftar tagihan dari Bank Pasar Boyolali untuk bulan September 2006. g. Bahwa benar setelah menerima daftar tagihan tersebut selanjutnya saksi-2 memeriksa daftar potongan
gaji terdakwa
yang biasanya sebesar
Rp.299.455,- (dua ratus sembilan puluh sembilan ribu empat ratus lima puluh lima rupiah) berubah menjadi sebesar Rp.870.850,- (delapan ratus tujuh puluh ribu delapan ratus lima puluh rupiah) sehingga saksi-2 curiga karena merasa tidak pernah menandatangani permohonan pinjaman kredit atas nama terdakwa di Bank Pasar Boyolali. h. Bahwa benar selanjutnya saksi-2 memerintahkan anggotanya yang bernama Pak Min untuk meminta fotocopy berkas permohonan pinjaman kredit atas nama terdakwa ke Bank Pasar Boyolali dan setelah saksi memeriksa berkas permohonan pinjaman tersebut ternyata tanda tangan saksi-2 dan Kasi Binpers Lanud Adi Soemarmo Lettu Adm Sugianto (saksi-1) yang tertera pada blangko permohonan pinjaman dipalsu oleh terdakwa. i. Bahwa benar kemudian saksi-2 memanggil terdakwa untuk mengklarifikasi masalah permohonan pinjaman kredit terdakwa tersebut dan saat itu terdakwa mengakui telah memalsukan tanda tangan saksi-1 dan saksi-2 untuk mengajukan permohonan pinjaman kredit di Bank Pasar Boyolali. j. Bahwa benar setelah terdakwa ketahuan memalsukan tanda tangan saksi-1 dan saksi-2 kemudian terdakwa menghadap saksi-1 dan mengakui semua perbuatannya mengembalikan
selanjutnya uang
saksi-1
yang
memerintahkan
dipinjam
namun
terdakwa
terdakwa
tidak
untuk bisa
mengembalikan sehingga saksi-1 melaporkan perbuatan terdakwa ke Satuan Polisi Militer Lanud Soemarmo. k. Bahwa benar uang hasil dari pinjaman terdakwa ke BPR Pasar Boyolali sebesar Rp.25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) tersebut telah habis dipergunakan oleh terdakwa untuk membayar hutang-hutang terdakwa dan
71
sisanya untuk berfoya-foya sedangkan istrinya oleh terdakwa hanya diberi Rp.400.000,- (empat ratus ribu rupiah). l. Bahwa benar terdakwa mengetahui untuk anggota Binpers Dispers yang akan mengajukan kredit di bank harus sepengetahuan dan seijin Kasi Dispers, namun kenyataannya terdakwa dalam mengajukan permohonan kredit tidak menempuh prosedur tersebut tetapi terdakwa memalsukan tanda tangan Kasi Dispers dan tanda tangan juru bayar. m. Bahwa benar terdakwa mengetahui akibat dari pemalsuan tanda tangan tersebut menimbulkan perjanjian hutang piutang antara terdakwa dengan pihak Bank Pasar Boyolali. n. Bahwa benar terdakwa pada waktu mengajukan permohonan tersebut telah membohongi petugas bank Pasar Boyolali karena tanda tangan dalam permohonan kredit tersebut benar dan tidak dipalsu.
Berdasarkan rangkaian fakta-fakta yang telah diuraikan, maka unsurunsur delik akan dibuktikan sebagai berikut : a. Unsur : ”Membuat secara tidak benar atau memalsu surat yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau pembebasan hutang atau yang diperuntukkan sebagai barang bukti daripada suatu hal”. 1) Bahwa karena unsur ini adalah unsur alternatif, untuk itu akan dibuktikan salah satu unsur yang sesuai dengan perbuatan terdakwa yaitu memalsu surat yang dapat menimbulkan suatu perikatan. 2) Bahwa yang dimaksud dengan memalsukan surat berarti surat itu sudah ada kemudian oleh si pelaku dikurangi, ditambah atau dirubah isinya sehingga tidak sesuai dengan aslinya. 3) Bahwa yang dimaksud dengan menimbulkan sesuatu perikatan ialah pelaku dengan menggunakan surat tersebut menimbulkan/membuat surat perjanjian misalnya perjanjian jual beli, sewa menyewa, hutang piutang dan sebagainya.
72
Dipersidangan telah terungkap fakta-fakta sebagai berikut : a) Bahwa benar pada tanggal 10 Agustus 2006, terdakwa telah mengajukan permohonan pinjaman kredit uang sebesar Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) di BPR Pasar Boyolali. b) Bahwa benar permohonan peminjaman dan surat rekomendasi dari BPR Pasar Boyolali tersebut diisi sendiri oleh terdakwa dan tanda tangan Kasi Binpers Lettu Adm Sugiyanto (saksi-1) dan tanda tangan juru bayar Serma Bambang Hariyanto (saksi-2) dipalsu oleh terdakwa serta untuk pencairan pinjaman terdakwa juga memalsukan tanda tangan istrinya. c) Bahwa benar terdakwa mengetahui untuk anggota Binpers Dispers yang akan mengajukan kredit di bank harus sepengetahuan dan seijin Kasi Dispers, namun kenyataannya terdakwa dalam mengajukan permohonan kredit tidak menempuh prosedur tersebut tetapi terdakwa memalsukan tanda tangan Kasi Dispers dan tanda tangan juru bayar. d) Bahwa benar terdakwa mengetahui akibat dari pemalsuan tanda tangan tersebut menimbulkan perjanjian hutang piutang antara terdakwa dengan pihak Bank Pasar Boyolali. Dari uraian fakta-fakta tersebut, unsur ”Memalsu surat yang dapat menimbulkan suatu perikatan” telah terpenuhi dan terbukti. b. Unsur : ”Dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain pakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu” 1) Bahwa kata-kata dengan maksud tersebut adalah merupakan istilah lain dari kesengajaan yang artinya seseorang yang melakukan suatu tindakan dengan sengaja, ia harus menginsafi tindakannya tersebut beserta akibatnya.
73
2) Bahwa karena unsur ini merupakan unsur alternatif, untuk itu kami akan membuktikan salah satu unsur yang sesuai dengan perbuatan terdakwa yaitu memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu. 3) Bahwa yang dimaksud dengan unsur ini adalah pelaku melakukan perbuatan menggunakan surat yang dipalsu tersebut seakan-akan asli dan tidak dipalsu. Dipersidangan telah terungkap fakta-fakta sebagai berikut : 1) Bahwa benar permohonan peminjaman dan surat rekomendasi dari BPR Pasar Boyolali tersebut diisi sendiri oleh terdakwa dan tanda tangan Kasi Binpers Lettu Adm Sugiyanto (saksi-1) dan tanda tangan juru bayar Serma Bambang Hariyanto (saksi-2) dipalsu oleh terdakwa serta untuk pencairan pinjaman terdakwa juga memalsukan tanda tangan istrinya. 2) Bahwa benar terdakwa sengaja memalsukan tanda tangan saksi-1 dan saksi-2 karena pada waktu mengajukan permohonan pinjaman ke BPR Pasar Boyolali tidak seijin dan sepengetahuan saksi-1 dan saksi-2 sehingga terdakwa meamlsukan tanda tangan tersebut dan seakan-akan tanda tangan tersebut benar-benar tanda tangan saksi-1 dan saksi-2. 3) Bahwa benar saksi-4 sebagai Kabag Kredit BPR Pasar Boyolali memproses pengajuan pinjaman terdakwa karena saksi-4 melihat bendel pengajuan kredit atas nama terdakwa tersebut tanda tangan dan stempelnya asli namun saksi tidak tahu apabila tanda tangan tersebut dipalsukan oleh terdakwa. Dari uraian fakta-fakta tersebut, unsur ”Dengan maksud untuk memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu” telah terpenuhi dan terbukti. Sebelum menyampaikan tuntutannya, Oditur akan mengutarakan masalah-masalah lain yang langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap tuntutan antara lain sebagai berikut : 1) Hal-hal yang memberatkan :
74
a) Perbuatan terdakwa telah merusak citra TNI di masyarakat khususnya Kesatuan terdakwa. b) Terdakwa selain memalsukan tanda tangan saksi-1 dan saksi-2 serta istrinya,
terdakwa juga menggunakan
stempel
dinas
dalam
permohonan pengajuan pinjaman ke BPR Pasar Boyolali.
2) Hal-hal yang meringankan : a) Terdakwa berterus terang dalam persidangan dan menyesali perbuatannya. b) Terdakwa belum pernah dipidana.
Berdasarkan hasil pemeriksaan selama dalam persidangan, maka Oditur Militer selaku Penuntut Umum menuntut terdakwa kepada Majelis Hakim Pengadilan Militer II-11 yogyakarta agar : 1) Menyatakan terdakwa Kopda Umar Dani, terbukti bersalah telah melakukan tindak pidana pemalsuan surat, sebagaimana yang diatur dan diancam dengan pidana menurut Pasal 263 ayat (1) KUHP. 2) Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Kopda Umar Dani dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan dikurangi selama terdakwa dalam tahanan sementara. 3) Menyatakan barang-barang bukti berupa : -
1 (satu) lembar permohonan kredit pegawai atas nama terdakwa Kopda Umar Dani Nrp. 520673.
-
1 (satu) lembar surat kuasa persyaratan dan rekomendasi atas nama Terdakwa Kopda Umar Dani Nrp. 520673.
-
1 (satu) lembar perjanjian hutang nomor : 27583/Kr Peg/VII/2006 tanggal 10 Agustus 2006 atas nama terdakwa Kopda Umar Dani Nrp. 520673.
75
-
1 (satu) lembar surat bukti dan rincian penerimaan pinjaman atas nama terdakwa Kopda Umar dani Nrp. 520673.
-
1 (satu) lembar daftar perincian penerimaan gaji bulan Agustus 2006 atas nama terdakwa Umar Dani Nrp. 520673.
4) Menetapkan biaya perkara sebesar Rp. 5000,- (lima ribu rupiah).
7. Pembahasan Selama proses penyidikan di Markas Polisi Militer, terdakwa Kopda Umar Dani mengakui semua perbuatannya, Komandan DENPOM IV/4 Surakarta kemudian melaporkan kepada Dan Lanud Adi Soemarmo selaku Atasan yang Berhak Menghukum (Ankum) dan Komandan Lanud Adi Soemarmo selaku Perwira Penyerah Perkara (Papera) untuk mengetahui bahwa anggotanya terlibat dalam kejahatan dan memberikan ijin untuk melakukan pemeriksaan terhadap terdakwa. Setelah pemeriksaan dinyatakan selesai oleh penyidik Polisi Militer, maka penyidik akan membuatkan berkas perkara atas perkara terdakwa disertai dengan uraian yang cukup jelas atas pemeriksaan yang dilakukan terhadap terdakwa dan para saksi di Markas Polisi Militer. Berkas perkara kemudian disampaikan kepada Oditurat Militer II-11 Yogyakarta untuk proses hukum selanjutnya. Oditurat Militer akan memeriksa kelengkapan berkas yang diterima tersebut, apabila sudah memenuhi syarat formil dan materiil, maka akan disampaikan kepada Kepala Oditurat Militer (Kaotmil). Kaotmil akan menyampaikan berkas perkara tersebut kepada Papera agar dapat dikeluarkan Surat Keputusan Papera mengenai penyelesaian hukum terdakwa. Oditurat Militer akan menyertakan Berita Acara Pendapat (BAPAT) Oditur dan Saran Pendapat Hukum (SPH) Oditur kepada Papera terdakwa dalam hal ini adalah Komandan Lanud Adi Soemarmo Surakarta. BAPAT dan SPH ini
76
nantinya akan dijadikan dasar bagi Papera dalam mengeluarkan Surat Keputusan Penyelesaian Perkara dari terdakwa. Bentuk surat keputusan dari Papera dapat berupa : a. SKEPPERA (Surat Keputusan Penyerahan Perkara), artinya perkara tersebut akan diserahkan kepada Pengadilan Militer atau Pengadilan lain yang berwenang. b. SKEPKUMPLIN (Surat Keputusan Hukuman Disiplin), artinya perkara itu akan diselesaikan secara hukum disiplin militer oleh Ankum. c. SKEPTUPERA (Surat Keputusan Penutupan Perkara), artinya perkara tersebut akan ditutup baik demi kepentingan umum/militer atau demi kepentingan hukum kecuali untuk perkara pidana khusus. Yang berhak untuk menutup perkara adalah Panglima TNI (Pasal 123 ayat (3) Undang-Undang No.31 Tahun 1997) dengan meminta pertimbangan dari Oditurat Jendral.
Dalam perkara dengan terdakwa Kopda Umar Dani perkara tersebut diajukan ke Pengadilan Militer, dengan Skeppera Nomor : Skep/01/I/2007 yang dikeluarkan oleh Papera memutuskan : a. Menyerahkan perkara Terdakwa Kopda Umar Dani NRP 520673 tersebut kepada Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta. b. Menuntut agar Terdakwa diperiksa dan diadili berdasarkan Surat Dakwaan Oditur Militer. c. Melimpahkan wewenang untuk menetapkan hari sidang kepada Pengadilan Militer yang bersangkutan. d. Agar tersangka ditahan. Sejak perkara dilimpahkan kepada Pengadilan Militer, maka kewenangan penahanan terhadap terdakwa beralih kepada Pengadilan Militer. Setelah Kepala Pengadilan Militer menetapkan penunjukan hakim, maka kewenangan penahanan beralih kepada Hakim Ketua yang menangani perkara tersebut. Adapun penahan terdakwa Kopda Umar Dani adalah :
77
Terdakwa ditahan sejak tanggal 8 September 2006 sampai dengan tanggal 27 September 2006 berdasarkan Surat Keputusan Penahanan Sementara dari Dan Lanud Adi Soemarmo selaku Ankum Nomor : POMAU-IDIK/46/408A/IX/2006 tanggal 16 September 2006, kemudian diperpanjang penahanannya dengan Surat Keputusan Perpanjangan Penahanan Sementara dari Dan Lanud Adi Soemarmo selaku Papera Nomor : POMAU-IDIK/15/409-A/X/2006 tanggal 20 September 2006 dan dibebaskan dari tahanan tanggal 28 September 2006 berdasarkan Surat Keputusan Pembebasan Dari Penahanan Sementara dari Dan Lanud Adi Soemarmo selaku Papera Nomor : POMAU-IDIK 18/410-A/X/2006 tanggal 29 Oktober 2006. Dalam hal ini untuk kepentingan pemeriksaan, Hakim Ketua berwenang mengeluarkan penetapan penahanan untuk paling lama tiga puluh hari terhitung sejak tanggal pelimpahan perkara dari Baotmil (Pasal 137 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997). Dan untuk kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, Kepala Pengadilan Militer berwenang memperpanjang masa penahanan untuk paling lama enam puluh hari, dengan mengeluarkan penetapan perpanjangan penahanan (Pasal 137 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997). Oditur Militer pengolah yang ditunjuk Kaurlahkara kemudian membuatkan surat dakwaan terdakwa dan melalui Kepala Tata Urusan Dalam (Kataud) meneliti kelengkapan berkas perkara, Saran Pendapat Hukum Oditur, Berita Acara Pendapat Oditur, SKEPPERA, dan surat dakwaan untuk dilimpahkan berkas perkaranya kepada Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta untuk diadili di Peradilan Militer. Berkas yang diterima oleh Kepala Pengadilan Militer (kadilmil) akan ditindaklanjuti dengan penetapan Majelis Hakim pemeriksa perkara. Majelis Hakim akan menetapkan hari persidangan yang akan disampaikan kepada Oditurat Militer agar dapat menghadirkan terdakwa dan juga para saksi.
78
Persidangan yang dilakukan terhadap terdakwa Kopda Umar Dani dilakukan terbuka untuk umum, majelis Hakim dan Oditur Militer dalam melakukan pemeriksaan baik terhadap terdakwa maupun saksi tidak boleh menyudutkan terdakwa maupun saksi. Sehingga terdakwa maupun saksi dapat menyampaikan keterangannya secara bebas tanpa adanya tekanan dari pihak manapun. Pada saat persidangan berlangsung, untuk mengetahui kebenaran dari dakwaan yang ditujukan kepada terdakwa, Oditur Militer akan mempersiapkan barang bukti, baik itu berupa keterangan saksi, keterangan terdakwa, dan alatalat bukti lain yang terungkap di dalam persidangan. Para saksi yang akan memberikan keterangan terlebih dahulu akan disumpah menurut agama dan kepercayaannya, identitas para saksi juga harus diperhatikan dan diperiksa, agar benar–benar kesaksian yang diberikan benar–benar mengenai perkara yang sedang diperiksa di Pengadilan Militer. ·
Pemeriksaan Saksi. Dalam melakukan pemeriksaan terhadap saksi atau terdakwa tidak boleh
menyudutkan saksi atau terdakwa tersebut. Sehingga saksi atau terdakwa dapat menyampaikan keterangannya secara bebas tanpa adanya tekanan dari pihak mana pun. Pemeriksaan terhadap saksi-saksi dilakukan menurut pertimbangan Hakim Ketua. Hakim Ketua akan memastikan bahwa semua saksi telah hadir dalam persidangan. Pemeriksaan terhadap saksi dapat dilakukan dengan cara : a. Saksi dipanggil ke dalam ruangan persidangan dengan pengawalan Provost untuk diambil sumpahnya terlebih dahulu. b. Saksi dipanggil ke dalam ruang persidangan seorang demi seorang menurut pertimbangan Hakim.
79
c. Jika ada saksi yang memberikan keterangan yang memberatkan atau meringankan terdakwa, Penasehat Hukum, Oditur Militer dan Majelis Hakim wajib mendengarkan keterangan saksi tersebut. d. Memeriksa saksi seorang demi seorang dengan dihadiri atau tidak oleh saksi yang lain. Keterangan yang disampaikan para saksi di depan persidangan harus dilakukan di bawah sumpah menurut agama dan kepercayaan para saksi. Identitas para saksi juga harus diperhatikan dan diperiksa, agar kesaksian yang diberikan benar-benar mengenai perkara yang sedang diperiksa di Pengadilan Militer. Dalam perkara dengan terdakwa Kopda Umar Dani terdapat empat orang saksi, antara lain Lettu Adm Sugianto (saksi-1), Serma Bambang Hariyanto (saksi-2), Sarminah (saksi-3),
Nur Hasan, SE (saksi-4). Dari
keterangan para saksi, dapat diketahui bahwa saksi-1, saksi-2, dan saksi-3 adalah korban pemalsuan tanda tangan untuk surat permohonan pinjaman oleh terdakwa, sedangkan saksi-4 adalah Kabag Kredit BPR Pasar Boyolali yang memberikan keterangan bahwa terdakwa telah mengajukan permohonan kredit dengan mengunakan tanda tangan palsu. Akibat perbuatan terdakwa BPR Pasar Boyolali mengalami kerugian senilai Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah). ·
Pemeriksaan Terdakwa Terdakwa dalam memberikan keterangannya tidak diucapkan dibawah
sumpah/janji. Sehingga ia bebas untuk berkata benar atau tidak dalam menjawab semua pertanyaan yang diajukan kepadanya. Hakimlah yang akan menilai kebenaran dari setiap keterangan yang diberikan terdakwa walaupun terdakwa telah mengakui bahwa dia telah bersalah melakukan suatu tindak pidana, hakim harus tetap mencari kebenarannya atas keterangan tersebut. Alasannya yakni bisa saja terdakwa mengakui tindak pidana yang didakwakan kepadanya karena tekanan psikologis yang ada dalam dirinya.
80
Dalam kasus ini, terdakwa telah mengakui perbuatannya, dan keterangan terdakwa tersebut telah bersesuaian maupun keterangan saksi-saksi di persidangan, sehingga dari serangkaian alat bukti beserta barang bukti yang diajukan di persidangan, hakim berdasarkan pertimbangan-pertimbangannya memiliki keyakinan bahwa terdakwa Kopda Umar Dani telah bersalah melakukan tindak pidana pemalsuan surat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP. ·
Pemeriksaan Barang Bukti. Selama persidangan berlangsung Oditur mengajukan barang bukti berupa
surat-surat yang merupakan hasil kejahatan terdakwa antara lain 1 (satu) lembar permohonan kredit pegawai atas nama terdakwa Kopda Umar Dani Nrp. 520674, 1 (satu) lembar surat kuasa persyaratan dan rekomendasi atas nama Terdakwa Kopda Umar Dani Nrp. 520673, 1 (satu) lembar perjanjian hutang nomor : 27583/Kr Peg/VII/2006 tanggal 10 Agustus 2006 atas nama terdakwa Kopda Umar Dani Nrp. 520673, 1 (satu) lembar surat bukti dan rincian penerimaan pinjaman atas nama terdakwa Kopda Umar dani Nrp. 520673, 1 (satu) lembar daftar perincian penerimaan gaji bulan Agustus 2006 atas nama terdakwa Umar Dani Nrp. 520673.
Setelah pemeriksaan saksi-saksi, terdakwa dan barang bukti dinyatakan selesai oleh Hakim ketua, maka Oditur Militer akan menyampaikan surat tuntutannya di hadapan persidangan. Jika Oditur belum siap, maka akan diberikan kesempatan kepada Oditur untuk menyusun surat tuntutan, yang selanjutnya akan ditanggapi oleh terdakwa atau penasehat hukumnya atas tuntutan yang telah disampaikan Oditur Militer. Selama persidangan berlangsung, Oditur Militer selalu berkoordinasi dengan Kaotmil tentang perkembangan sidang, seperti dalam hal : a. Membuat tanggapan atau eksepsi.
81
b. Oditur Militer menghendaki penahanan saksi karena memberikan keterangan palsu. c. Hakim meneruskan persidangan walaupun tanpa kehadiran terdakwa (in absentia). d. Melaksanakan perintah Hakim ketua demi kelancaran sidang.
·
Pelaksanaan Penuntutan Berdasarkan Skeppera dari Dan Lanud Adi Soemarmo selaku Perwira
Pernyerah Perkara Nomor : Skep/01/I/2007 tanggal 22 Januari 2007 terdakwa telah diperiksa dipersidangan Pengadilan Militer, kepada terdakwa telah didakwakan bahwa pada waktu-waktu dan ditempat-tempat berikut ini yaitu pada hari sudah tidak dapat diingat lagi tanggal 10 Agustus 2006, atau pada waktu-waktu lain setidak-tidaknya dalam tahun 2006 di Surakarta, atau ditempat-tempat lain, setidak-tidaknya disuatu tempat dalam daerah Hukum Pengadilan
Militer
II-11
Yogyakarta
telah
melakukan
tindak
pidana
sebagaimana dirumuskan dalam Surat Dakwaan Nomor : Dak-14/I/2007/K tanggal 26 januari 2007, Surat Dakwaan mana telah dibacakan kepada Terdakwa sebelum dan pada awal sidang di Pengadilan Militer ini, yang pada pokoknya terdakwa telah melakukan tindak pidana sebagai berikut : ”Barang siapa membuat secara tidak benar atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hak, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain pakai surat tersebut seolah–olah isinya benar dan tidak dipalsu”. Oleh Oditur Militer selaku Penuntut Umum menuntut terdakwa kepada Majelis Hakim Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta agar :
82
1) Menyatakan terdakwa Kopda Umar Dani, terbukti bersalah telah melakukan tindak pidana pemalsuan surat, sebagaimana yang diatur dan diancam dengan pidana menurut Pasal 263 ayat (1) KUHP. 2) Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Kopda Umar Dani dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan dikurangi selama terdakwa dalam tahanan sementara. 3) Menyatakan barang-barang bukti berupa : -
1 (satu) lembar permohonan kredit pegawai atas nama terdakwa Kopda Umar Dani Nrp. 520673.
-
1 (satu) lembar surat kuasa persyaratan dan rekomendasi atas nama Terdakwa Kopda Umar Dani Nrp. 520673.
-
1 (satu) lembar perjanjian hutang nomor : 27583/Kr Peg/VII/2006 tanggal 10 Agustus 2006 atas nama terdakwa Kopda Umar Dani Nrp. 520673.
-
1 (satu) lembar surat bukti dan rincian penerimaan pinjaman atas nama terdakwa Kopda Umar dani Nrp. 520673.
-
1 (satu) lembar daftar perincian penerimaan gaji bulan Agustus 2006 atas nama terdakwa Umar Dani Nrp. 520673.
4) Menetapkan biaya perkara sebesar Rp. 5000,- (lima ribu rupiah).
Penuntutan oleh Oditur Militer terhadap terdakwa Kopda Umar Dani atas tindak pidana pemalsuan surat yang dilakukannya tentu saja didasari dengan fakta-fakta hukum dan alasan yang jelas. Seperti diketahui bahwa salah satu tujuan dari sanksi pidana adalah untuk memberikan efek jera dan tidak lagi mengulangi perbuatannya. Tujuan lainnya adalah agar pelaku dapat diperbaiki, yaitu pelaku tindak pidana dapat diperbaiki kelakuannya dari yang semula jahat menjadi baik dan tidak lagi melakukan tindak pidana lagi. Pada Hakekatnya tujuan pemeriksaan di Pengadilan militer yang mengadili para terdakwa dari militer tidak semata-mata untuk menghukum terdakwa saja, melainkan juga upaya untuk mendidik dan membina para prajurit yang terlibat
83
dalam perbuatan pidana. Diharapkan dengan dihadapkan pada pengadilan Militer akan tercipta kesadaran untuk kembali membaktikan diri sebagai prajurit TNI yang bermartabat, berjiwa Pancasila dan bertindak sesuai dengan Sapta Marga TNI dan sumpah prajurit TNI.
B. Hambatan – hambatan yang dihadapi oleh Oditur Militer II – 11 Yogyakarta dalam Pelaksanaan Penuntutan pada Tindak Pidana Pemalsuan Surat yang Dilakukan anggota TNI Serta Upaya Penyelesaiannya
Berdasarkan penelitian penulis, dalam pelaksanaan penuntutan oleh Oditur Militer terhadap tindak pidana pemalsuan surat tidak terlepas dari hambatanhambatan yaitu : 1. Penyidik Polisi Militer pada saat menyerahkan berkas perkara tidak disertai dengan barang bukti kejahatan, padahal ketersediaan barang bukti harus diajukan Oditur di dalam persidangan. Hal ini sangat menghambat Oditur, karena Oditur dituntut untuk menyelesaikan perkara yang ada dengan segera karena terdakwa maupun saksi merupakan anggota TNI yang memiliki kewajibannya dalam menjalankan tugas negara. Oditur Militer dapat mengajukan barang bukti ketika perkara tersebut mulai disidangkan di Pengadilan Militer. Untuk memperkuat bukti-bukti yang tidak dapat dihadirkan dalam persidangan, Oditur Militer umumnya menggunakan dokumentasi berupa gambar atau foto barang bukti dalam perkara yang sedang diperiksa. 2. Saksi yang berasal dari kalangan sipil dalam penyampaian surat panggilan pemeriksaan mengalami kesulitan. Berbeda dengan saksi dari kalangan militer, dapat disampaikan melalui Ankum tempat saksi bertugas sehingga saksi tersebut
84
akan menghadiri persidangan sesuai dengan perintah dari ankum. Saksi sipil tidak memiliki jalur komando dan perintah seperti di militer.
3. Keterangan terdakwa dan keterangan saksi di persidangan yang berubah–ubah dan tidak konsisten mempersulit Oditur dalam pelaksanaan penuntutan.
lxxxv
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat dirumuskan simpulan dan saran sebagai berikut : 1. Pelaksanaan Penuntutan Oleh Oditur Militer terhadap tindak pidana pemalsuan surat yang dilakukan anggota TNI diawali dengan penyidikan oleh penyidik Polisi Militer, setelah itu penyidik Polisi Militer akan menyampaikan berkas perkara kepada Oditur Militer. Apabila berkas perkara yang disampaikan oleh penyidik Polisi Militer masih dinilai kurang lengkap, maka Oditur Militer akan melakukan pemeriksaan tambahan sendiri baik terhadap tersangka maupun saksi sendiri. Untuk perkara dapat diadili di pengadilan militer harus ada Surat Keputusan dari Papera. Dengan Skeppera ini maka Oditur Militer dapat membuatkan surat dakwaan maupun surat tuntutan atas perkara yang melibatkan terdakwa. Berkas perkara yang diterima oleh Kepala Pengadilan Militer akan ditindaklanjuti dengan penetapan Majelis Hakim pemeriksa perkara, Majelis Hakim akan menetapkan hari persidangan yang akan disampaikan kepada Oditur Militer agar dapat menghadirkan terdakwa dan juga para saksi. Persidangan yang dilakukan terhadap terdakwa Kopda Umar Dani terbuka untuk umum, Majelis Hakim dan Oditur Militer akan melakukan pemeriksaan terhadap saksi, terdakwa dan barang bukti, setelah pemeriksaan dinyatakan selesai oleh hakim ketua, maka Oditur Militer akan menyampaikan tuntutannya. Berdasarkan hasil pemeriksaan dalam persidangan, maka Oditur Militer selaku Penuntut Umum menuntut terdakwa Kopda Umar Dani, terbukti bersalah telah melakukan tindak pidana pemalsuan surat, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP dan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Kopda Umar Dani dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan dikurangi selama terdakwa dalam tahanan sementara.
lxxxv
lxxxvi
2. Terdapat beberapa hambatan yang dihadapi oleh Oditur Militer II-11 Yogyakarta dalam melaksanakan penuntutan terhadap tindak pidana pemalsuan surat. Oditur militer dalam pelaksanaan tuntutan pada dasarnya tidak menemukan hambatan yang sangat berarti, hanya saja ketersediaan barang bukti yang seharusnya diajukan oleh Oditur militer dalam persidangan masih terkendala dalam penyerahan dari penyidik Polisi Militer, Selain itu saksi yang berasal dari kalangan sipil dalam penyampaian surat panggilan pemeriksaan mengalami kendala, berbeda dengan saksi dari kalangan militer, dapat disampaikan melalui Ankum tempat saksi bertugas sehingga saksi tersebut akan menghadiri persidangan sesuai dengan perintah dari Ankum, serta keterangan terdakwa dipersidangan yang terkesan berubah-ubah, tidak konsisten, seakan-akan menutup-nutupi yang akan mempersulit Oditur dalam pelaksanaan penuntutan.
B. Saran Setelah melakukan penelitian mengenai pelaksanaan penuntutan oleh Oditur Militer terhadap tindak pidana pemalsuan surat di Oditurat Militer II11 Yogyakarta, maka peneliti mengemukakan beberapa saran sebagai berikut: 1. Tindak pidana pemalsuan tanda tangan dalam surat permohonan kredit dapat terjadi karena kurangnya pengawasan dan pengecekan berkas yang masuk dan keluar di bagian Binpers Lanud Adi Soemarmo, oleh karena itu sebaiknya Kasi Binpers mengadakan pengarahan kepada anggotanya untuk lebih meningkatkan kinerjanya terutama di bagian juru bayar pada dinas personil Lanud Adi Soemarmo Surakarta. 2. Tindak pidana pemalsuan tanda tangan dalam surat permohonan kredit dapat terjadi karena kurangnya kesadaran dalam diri terdakwa yang karena perbuatannya dapat merusak citra TNI dalam masyarakat dan kesatuan terdakwa, untuk itu diharapkan mengadakan Jam Komandan sebagai waktu bagi atasan dapat memberikan pengarahan kepada anggotanya serta diadakannya bimbingan rohani dan penyuluhan hukum agar tercipta
lxxxvi
lxxxvii
kesadaran untuk bertindak sesuai dengan Sapta Marga TNI dan sumpah prajurit TNI. 3. Tindak pidana pemalsuan tanda tangan dalam surat permohonan kredit ini dapat dijadikan pelajaran bagi anggota TNI yang lain untuk tidak melakukan hal-hal yang melanggar hukum. 4.
Untuk mengatasi hambatan dalam pelaksanaan penuntutan, khususnya dalam hal Penyidik Polisi Militer yang pada saat menyerahkan berkas perkara tidak disertai dengan barang bukti kejahatan, Oditur Militer diharapkan melakukan koordinasi secara berkala kepada Penyidik Polisi Militer agar pada saat menyerahkan berkas perkara juga disertai dengan barang bukti kejahatan. Karena ketersediaan barang bukti harus diajukan Oditur di dalam persidangan.
lxxxvii
lxxxviii
DAFTAR PUSTAKA Adami Chazawi. 2002. Pelajaran Hukum Pidana . Jakarta . PT Raja Grafindo Persada. Darwan Prinst. 2003. Peradilan Militer. Bandung. PT Citra Aditya Bakti. Hilman Hadikusuma. 1995. Metode Pembuatan kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum. Bandung. : CV Mandar Maju. H.B.Sutopo. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta:UNS Press. Lexy J. Moleong. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Moch. Faisal Salam. 2002. Hukum Acara Pidana Militer di Indonesia. Bandung : Mandar Maju. _______.2004. Peradilan Militer Di Indonesia. Bandung : Mandar Maju. _______.2006. Hukum Pidana Militer di Indonesia. Bandung : Mandar Maju. P.A.F. Lamintang. 1996. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung. Citra Aditya Bakti . Soerjono soekanto, 1986.Pengantar Penelitian Hukum.Jakarta: UI Press. S.R. Sianturi.1981. Hukum Pidana Militer Indonesia. Jakarta : Alumni Ahaem Petehaem. __________.1996. Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapannya. Jakarta : Alumni Ahaem-Petehaem. Wirjono Prodjokuro. 2002. Tindak-tindak Pidana Tertentu. Bandung. PT Refika Aditama. Wirjono Prodjokuro. 2002. Asas- asas hukum pidana. Bandung. PT Refika Aditama.
Perundang-undangan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer.
lxxxviii
lxxxix
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
lxxxix