perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PELAKSANAAN PENDIDIKAN POLITIK OLEH PARTAI POLITIK BERDASARKAN KETENTUAN PASAL 31 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DI KABUPATEN SUKOHARJO
Penulisan Hukum (S K R I P S I)
Disusun dan DiajukanUntuk Melengkapi Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam IlmuHukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta OLEH : HENDRAWAN DWI UTOMO NIM. E 1104146
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012
commit to user i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
PELAKSANAAN PENDIDIKAN POLITIK OLEH PARTAI POLITIK BERDASARKAN KETENTUAN PASAL 31 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DI KABUPATEN SUKOHARJO
Disusun oleh : HENDRAWAN DWI UTOMO NIM. E 1104146
Disusun untuk Dipertahankan
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Maria Madalina, SH. MHum NIP.19601024 198602 2 001
Isharyanto, SH, MHum NIP.19780501 200312 1 002
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN PENGUJI Penulisan Hukum (Skripsi) PELAKSANAAN PENDIDIKAN POLITIK OLEH PARTAI POLITIK BERDASARKAN KETENTUAN PASAL 31 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DI KABUPATEN SUKOHARJO
Disusun oleh : HENDRAWAN DWI UTOMO NIM. E 11004146 Telah diterima dan disahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada Hari
: ..................................................
Tanggal
: .................................................. Panitia Ujian Skripsi
Tim Penguji : 1.
Djatmiko Anom Husodo S.H,
( .............................. )
2.
Isharyanto S.H, MHum
( .............................. )
3.
Maria Madalina S.H, MHum
( .............................. )
Mengetahui, Dekan,
(Prof. Dr. Hartiwiningsih, SH. MHum) NIP. 19570203 198503 2 001
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Motto v Apabila kita mendapat cobaan dan masalah, bersabarlah, karena sesungguhnya Allah SWT sangat dekat dengan orang sabar. v Dunia hanyalah tempat naungan, mata hanya melihat sejauh pandang, kaki hanya melangkah sejauh lelah, namun dimanapun kaki berpijak jadilah orang yang setia dan berguna.
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Karya ini Penulis Persembahkan kepada :
Almamater tercinta Fakultas Hukum Unioversitas Sebelas Maret Surakarta Bapak dan Ibu yang tercinta, yang senantiasa selalu memberi kasih sayang pada Penulis dan tiada hentinya memberikan do’a tulus demi kesuksesan Penulis. Adikku tersayang, semoga menjadi inspirasi untuk menyelesaikan kuliahnya
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga akhirnya kami dapat menyusun dan menyelesaikan Skripsi yang berjudul “PELAKSANAAN PENDIDIKAN POLITIK OLEH PARTAI
POLITIK
BERDASARKAN
KETENTUAN PASAL 31 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DI KABUPATEN SUKOHARJO” Adapun tujuan dari penyusunan Skripsi ini adalah memenuhi salah satu persyaratan guna menyelesaikan pendidikan program Strata satu dan mendapatkan gelar Sarjana Hukum (SH) dalam bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dengan segala keterbatasan pengetahuan, kami menyadari bahwa karya kami ini sangat jauh dari sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun guna memperbaiki kualitas karya kami di kesempatan mendatang. Kami meyakini bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud dan berjalan lancar tanpa adanya bantuan dari pihak-pihak terkait dalam proses penyusunan skripsi ini, sehingga melalui kesempatan ini kami menghaturkan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat : 1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, SH. MHum, selaku Dekan Fakultas Hukum UNS yang senantiasa memberikan dorongan dan kesempatan kepada penulis untuk mengembangkan ilmu hukum melalui penelitian. 2. Bapak Harjono, SH. MHum, selaku ketua Program Nom Reguler Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah banyak memberikan bimbingan selama penulis menempuh kuliah di Fakultas Hukum UNS. 3. Bapak Mohammad Adnan S.H selaku Pembimbing Akademik, terima kasih atas bimbigan dan nasihatnya sehingga penulis berhasil menyelesaikan kuliah pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Ibu Maria Madalina, SH. MH selaku Ketua Bagian Hukum Tata Negara sekaligus sebagai pembimbing utama dan anggota penguji yang sangat membantu penulis, memberikan arahan serta dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ini.. 5. Bapak Isharyanto, SH, MHum selaku pembimbing II sekaligus sebagai anggota dewan penguji yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. 6. Bapak dan Ibu dosen yang telah mencurahkan waktu, tenaga dan pikiran demi mendidik penulis. 7. Dan semua pihak yang telah membantu baik moril maupun materiil sehingga proses penyusunan penulisan hukum (Skripsi) ini dapat berjalan dengan lancar. Semoga penyusunan Skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yang membutuhkan dan kami berharap karya ini dapat berguna bagi perkembangan Ilmu Hukum khususnya Hukum Tata Negara.
Surakarta, April 2012
Penulis
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL .............................................................................
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................
ii
PENGESAHAN PENGUJI ....................................................................
iii
MOTTO ................................................................................................
iv
PERSEMBAHAN .................................................................................
v
KATA PENGANTAR ..........................................................................
vi
DAFTAR ISI .........................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................
xi
ABSTRAK ............................................................................................
xii
ANSTRACT...........................................................................................
xiii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...............................................
1
B. Perumusan Masalah .....................................................
7
C. Tujuan Penelitian ........................................................
7
D. Manfaat Penelitian .......................................................
8
E. Metode Penelitian .........................................................
9
F. Sistematika Penulisan Hukum .....................................
17
TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis .........................................................
19
1. Tinjauan tentang Pendidikan .....................................
19
a. Pengertian Pendidikan ........... .............................
19
b. Bentuk Pendidikan ...............................................
22
c. Tujuan Pendidikan ...............................................
29
d, Peranan Pendidikan ..............................................
30
2. Definisi Pendidikan Politik.......................................
32
3. Pendidikan Moral dan Etika Berpolitik .................
34
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III
digilib.uns.ac.id
4. Peran dan Fungsi Partai Politik..............................
43
5. Peran Pemerintah Terhadap partai Politik ..........
46
B. Kerangka Pemikiran .....................................................
55
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ............................................................
59
1. Kdisi Geografis Kabupaten Sukoharjo ......................
59
2. Pelaksanaan pendidikan politik oleh partai politik berdasarkan ketentuan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik di Kabupaten Sukoharjo..................................................................
72
3. Kendala yang dihadapi oleh Partai politik dalam Pelaksanaan pendidikan politik berdasarkan Pasal 31 Undang-Undang No. 2 tahun 2008 tentang partai politik di Kabupaten Sukoharjo ..............................
80
4. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengefektifkan pelaksanaan pendidikan politik oleh partai politik berdasarkan ketentuan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik di Kabupaten Sukoharjo 93 B. Pembahasan .................................................................... BAB IV
101
PENUTUP A. Simpulan ......................................................................
105
B. Saran .............................................................................
107
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 : Gambar Analisis Data
........................................................
Gambar 2 : Alur Kerangka Berpikir............................................................
commit to user x
16 59
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
: Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 tentang Partai Politik
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK HENDARAWAN DWI UTOMO, E1104146, 2012, PELAKSANAAN PENDIDIKAN POLITIK OLEH PARTAI POLITIK BERDASARKAN KETENTUAN PASAL 31 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DI KABUPATEN SUKOHARJO, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, Penulisan Hukum (Skripsi). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pelaksanaan Pendidikan politik oleh partai politik berdasarkan ketentuan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik di Kabupaten Sukoharjo, kendala yang dihadapi oleh Partai politik dalam pelaksanaan ketentuan pasal 31 Undang-undang No. 2 tahun 2008 tentang partai politik di Kabupaten Sukoharjo serta upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengefektifkan pelaksanaan pendidikan politik oleh partai politik berdasarkan ketentuan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik di Kabupaten Sukoharjo. Penelitian ini termasuk penelitian Hukum Sosiologis, Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif. Jenis Bahan Hukum Penelitian adalah jenis bahan hukum primer dan sekunder. Sumber Bahan Hukum Penelitian berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder serta bahan hukum Tersier. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum dengan observasi, wawancara serta studi kepustakaan. Teknik Analisis data kualitatif dengan model analisis interaktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Implementasi Pendidikan Politik oleh Partai Politik berdasarkan ketentuan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 Tentang Partai Politik di Kabupaten Sukoharjo belum efektif. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal yakni: Kelembagaan partai politik baik pada saat menjelang maupun di saat penyelenggaraan kampanye belum berfungsi sebagai alat artikulasi politik masyarakat yang efektif. Adanya pandangan keliru yang memposisikan warga masyarakat sebagai objek politik. Kendala yang dihadapi oleh partai Politik dalam mengimplementasikan Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 Tentang Partai Politik di Kabupaten Sukoharjo dihadapkan pada beberapa kendala seperti substansi peraturan perundang-undangan, Pelaksana peraturan perundangundangan dan Situasi dan Kondisi yang berkembang dalam masyarakat Kabupaten Sukoharjo. Upaya yang dilakukan Sistem kelembagaan partai politik seharusnya mampu melahirkan suatu bentuk pendidikan politik yang fokus penekanannya pada upaya untuk mengembangkan pengetahuan (Kognisi), menumbuhkan nilai dan keberpihakan (Afeksi) dan mewujudkan kecakapan (Psikomotorik) warga sebagai individu maupun sebagai anggota kelompok. Konsepsi pemahaman warga masyarakat dan partai politik tentang hakekat politik lebih ditingkatkan untuk menumbuhkan kesadaran akan nilai-nilai berdemokrasi dan proses politik.
Kata Kunci : Pendidikan Politik, Partai Politik
commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
commit to user xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Peranan
pendidikan
dalam
kehidupan
kenegaraan
akan
banyak
memberikan dimensi pembangunan karakter bangsa (nations character building). Aktualisasi karakter masyarakat dapat membentuk nilai-nilai budaya yang tumbuh pada komunitas lingkungan sosial-politik, baik dalam bentuk berpikir, berinisiatif, dan aneka ragam hak asasi manusia. Dengan demikian, pendidikan senantiasa melahirkan tata nilai kehidupan masyarakat dalam sistem kenegaraan yang di anut oleh suatu pemerintahan. Pada kondisi negara yang memiliki heterogenitas masyarakat, cenderung menerapkan sistem demokrasi dalam menjalankan roda pemerintahan. Konteks demokrasi secara sederhana menunjukkan adanya pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Prinsip utama dalam penerapan alam demokrasi adalah adanya pengakuan atas kebebasan hak individual (human right) terhadap upaya untuk menikmati hidup, sekaligus dalam mekanisme menjalankan kewajiban sebagai warga negara. Sehingga, pada gilirannya dapat membentuk kondisi community development pada nilai-nilai keberagaman, baik berpikir, bertindak, berpendapat, maupun berkreasi. Sistem demokrasi merupakan suatu bentuk tindakan yang menghargai perbedaan prinsip, keberagaman (heterogenitas) nilai-nilai masyarakat dalam suatu negara. Konsekuensi logis dari penerapan demokrasi adalah memberikan kebebasan bertindak pada setiap orang sesuai dengan kehendaknya dalam batasan normatif tertentu. Berlakunya
Undang-Undang
Nomor
32
Tahun
2004
Tentang
Pemerintahan daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah, telah membuka jalan demokrasi bagi daerah di seluruh Indonesia baik bagi daerah tingkat propinsi maupun daerah tingkat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
kabupaten atau kota. Selain mempunyai hak dan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri juga punya hak untuk mengadakan pesta demokrasi di daerah dengan mengadakanpemilihan umum anggota DPRD serta Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara langsung. Dengan adanya pemilihan umum secara langsung tentu akan membawa iklim tersendiri dibidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan di lingkungan pemerintahan daerah tersebut. Belajar dari beberapa pemilihan umum yang sudah terjadi di beberapa daerah di Indonesia tidak sedikit yang berakhir dengan kericuhan dan konflik di daerah tentu hal ini tidak sesuai dengan harapan semua pihak yakni terciptanya demokrasi yang kondusif di daerah. Hal tersebut salah satunya disebabkan masih kurangnya pendidikan dan pengetahuan masyarakat di bidang politik dan masih belum mampunyai kesadaran bahwa masyarakat hidup dalam kebersamaan dan persatuan yang dibangun di atas pilar perbedaan dan keanekaragaman (pluralitas). Menurut Munir dalam dialog nasional dengan tema Wajah Indonesia Dalam Pluralitas di Hari Kebangkitan Nasional pada bulan Mei 2003 mengatakan berbagai masalah bangsa ini akan mengemuka seperti belum siapnya bangsa ini untuk masuk di era pluralitas, budaya politik yang masih kelam dan tidak partisipan, budaya yang syarat dengan janji palsu dan kehidupan dalam kesemuan atau ketidakjelasan Selain itu Munir juga mengatakan “berlarut-larutnya kita dalam berbagai konflik sosial, budaya (agama, ras dan kesukuan), dan politik (kepartaian) menunjukkan bahwa bangsa ini masih belum siap
secara
mental
dan
kultural
untuk
hidup
dalam
ruang
keanekaragaman dan pluralitas (Munir, 2003: 5). Selain masih kurangnya pemahaman tentang keragaman merupakan penyebab konflik munculnya gesekan-gesekan politik. Hal ini dapat terjadi karena kurangnya pendidikan politik bagi masyarakat. Selama ini masyarakat banyak yang berfikir peran politik mereka hanya sebatas sebagai pemilih saat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
pemilihan umum saja dan selebihnya masyarakat hanya dijadikan sebagai obyek yang dimobilisasi (digerakkan) oleh partai politik dan kaum elite politik yang ada untuk kepentingan sendiri atau golongan saja. Di Indonesia, perkembangan partai politik tidak terlepas dari hak dan kewajiban warga negara dalam memberikan partisipasi politik serta membentuk karakter bangsa dalam rangka memelihara persatuan dan kesatuan bangsa. Bertitik tolak hal tersebut bahwa pendidikan politik merupakan hak asasi setiap warganegara. Oleh karenanya pemerintah berkewajiban memenuhi, menjamin, dan melindungi hak asasi tersebut dengan memberikan kesempatan dalam berpolitik sesuai dengan hak dan kewajibannya dalam berpolitik sebagai warga negara. Berdasarkan sistem demokrasi yang telah berjalan melalui pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung sejak tahun 2004 merupakan bentuk pendidikan politik bagi masyarakat yang membawa dalam situasi politik praktis dengan berbagai macam partai politik yang bermunculan dari tahun ke tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan politik bagi masyarakat merupakan bagian yang penting dalam membangun sistem pemerintahan yang kuat serta berkelanjutan. Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik menyebutkan bahwa partai politik melakukan pendidikan politik bagi masyarakat sesuai dengan ruang lingkup tanggung jawabnya dengan memperhatikan keadilan dan keseteraan gender dengan tujuan antara lain: 1. meningkatkan kesadaran hak dan kewajiban masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; dan 2. meningkatkan partisipasi politik dan inisiatif masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; dan 3. meningkatkan kemandirian, kedewasaan, dan membangun karakter bangsa dalam rangka memelihara persatuan dan kesatuan bangsa. Berdasarkan pasal 31 ayat (1) di atas, maka dapat dinyatakan bahwa pendidikan politik bagi masyarakat merupakan suatu ruang lingkup dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
upaya meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajibannya dalam berpolitik terutama memberikan partisipasi politik dengan kemandirian, kedewasaan dan membangun karakter bangsa dengan tujuan utama memelihara persatuan dan kesatuan bangsa. Selain itu, partai politik diharapkan mampu membangun iklim berdemokrasi yang berlandaskan pada Pancasila sebagai wadah bagi masyarakat dalam memberikan hak dan kewajibannya dalam berpolitik secara praktis. Menyikapi hal tersebut, maka lahirnya berbagai partai politik diharapkan akan membawa nuansa budaya politik bagi masyarakat itu sendiri dalam memenuhi hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Pendidikan politik oleh partai politik penting diimplementasikan kepada usaha peningkatan kesadaran berdemokrasi sebagai salah satu upaya untuk menjabarkan pemerintahan dari rakyat dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat yakni pemerintahan yang kewenangannya pada rakyat. Semua anggota masyarakat yang memenuhi syarat diikutsertakan dalam kehidupan kenegaraan dalam aktivitas pemilihan umum. Pelaksanaan dari demokrasi ini telah dilakukan dari dahulu di berbagai daerah di Indonesia hingga Indonesia merdeka sampai sekarang ini. Demokrasi di negara Indonesia bersumberkan dari Pancasila dan UUD ’45 sehingga sering disebut
dengan
demokrasi
pancasila.
Demokrasi
Pancasila
berintikan
musyawarah untuk mencapai mufakat, dengan berpangkal tolak pada paham kekeluargaan dan kegotongroyongan. Bersandarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, dinamika dan perkembangan masyarakat yang majemuk menuntut peningkatan peran, fungsi dan tanggungjawab Partai Politik dalam kehidupan demokrasi dan konstitusional sebagai sarana partisipasi politik masyarakat dalam upaya mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia, menjaga dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut, di Kabupaten Sukoharjo dalam sistem partai politik yang ada merupakan suatu tuntutan di mana pendidikan politik diharapkan terus ditingkatkan agar terbangun suatu karakter masyarakat dengan etika dan budaya dalam berpolitik. Oleh karena itu dengan lahirnya Provinsi Sukoharjo yang ke-32 membawa suatu nuansa politik yang beda terutama adanya dukungan masyarakat terhadap partai politik dalam pemeilihan anggota legislatif baik untuk tingkat Kota dan provinsi maupun pada Pemilihan Gubernur, serta pemilihan Walikota. Dalam wilayah hukum Kabupaten Sukoharjo bahwa pendidikan politik oleh partai politik masih memerlukan pembelajaran secara bertahap. Hal ini dapat dilihat pada perilaku berdemokrasi oleh partai politik yang cenderung tidak memperhatikan etika dan budaya berpolitik secara praktis. Disadari bahwa pembelajaran politik masyarakat oleh partai politik di Kabupaten Sukoharjo belum sepenuhnya memahami dan menyadarai pentingnya berdemokrasi secara sehat, santun serta menghargai prinsip-prinsip berdemokrasi secara dewasa, terbuka sesuai amanah dalam undang-undang tentang partai politik yang diimplementasikan pada pemilihan umum. Pada pemilihan umum anggota DPRD tingkat Kabupaten Sukoharjo pada April 2009, terlihat bahwa partai politik belum sepenuhnya mengindahkan aturan main (rule of game) dalam menghadapi pesta demokrasi pemilihan anggota DPRD Kabupaten Sukoharjo masa bakti 2009-2014. Pada faktanya justru, partai-partai politik melakukan berbagai cara untuk meraih dukungan sebesar-besarnya agar mampu terpilih sebagai anggota legisltif tanpa memperhatikan
etika
moral
berpolitik
sebagai
peluang
memberikan
pembelajaran dan pendidikan berpolitik bagi masyarakat untuk masa kini dan mendatang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
Pada pemilihan legislatif April 2009 kemarin, tampak bahwa orang per orang dari berbagai partai politik hanya terfokus pada bagaimana memenangkan pertarungan untuk duduk di kursi DPRD meskipun dengan cara-cara yang justru tidak demokratis. Hal ini misalnya terlihat adanya calon legislatif dari satu partai yang secara terang-terangan menjanjikan “sesuatu” kepada masyarakat sebagai bentuk hadiah agar dapat terpilih. Selain itu juga, terdapat beberapa kasus yang memperlihatkan bahwa antara satu calon dengan calon yang lainnya hanya disibukkan untuk saling menghujat dan menilai kekurangan masingmasing calon yang lain. Dan bahkan, terlihat adanya upaya dari oknum berbagai partai politik tertentu yang menyiapkan strategi yang akrab disebut sebagai “serangan fajar”. Kasus sebagaimana yang diuraikan di atas sesungguhnya tidak baik bagi pembelajaran politik kepada masyarakat. Artinya, partai politik secara langsung atau tidak, telah ikut mencederai bangunan nilai-nilai demokrasi itu sendiri. Momentum pemilihan anggota legislatif sesungguhnya merupakan wadah dan sarana untuk mencapai tujuan besar dalam upaya menciptakan dan membangun demokrasi yang sehat berdasarkan prinsip-prinsip etika dan moral politik. Dengan wadah pemilihan anggota legislatif, diharapkan akan lahir figur-figur politisi selain memiliki kualitas untuk mengawal jalannya pemerintahan di daerah tetapi juga mereka yang memiliki perilaku yang berbudi luhur sehingga cita-cita para
founding father (bapak pendiri bangsa) untuk mengantarkan
bangsa Indonesia ke kehidupan yang lebih baik dapat segera terwujud. Oleh karena itu, penting kiranya membangun suatu bentuk pendidikan politik yang secara dini memberikan pembelajaran yang dewasa bagi seluruh masyarakat sehingga momentum pemilihan anggota DPRD tidak hanya menghasilkan antara menang dan kalah tetapi yang terpenting juga adalah masyarakat dengan secara sadar dapat menyalurkan aspirasi politiknya dengan tidak mendasarkan diri pada kepentingan yang sifatnya hanya pragmatis.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
Menyikapi persoalan di atas maka, tampaknya ketentuan sebagaimana disebutkan pada Pasal 31 ayat (1) yang mengamanahkan bagi partai politik untuk meningkatkan kemandirian, kedewasaan, dan membangun karakter bangsa dalam rangka memelihara persatuan dan kesatuan bangsa menjadi tidak efektif. Dalam kerangka inilah maka, penelitian tentang “Pelaksanaan pendidikan politik oleh partai politik berdasarkan ketentuan Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik” sangat penting bagi kelangsungan kehidupan berdemokrasi yang lebih berkualitas.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang akan diangkat pada penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pelaksanaan pendidikan politik oleh partai politik berdasarkan ketentuan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik di Kabupaten Sukoharjo? 2. Kendala apakah yang dihadapi oleh Partai politik dalam Pelaksanaan pendidikan politik berdasarkan Pasal 31 Undang-Undang No. 2 tahun 2008 tentang partai politik di Kabupaten Sukoharjo? 3. Upaya apa yang
dapat dilakukan untuk mengefektifkan pelaksanaan
pendidikan politik oleh partai politik berdasarkan ketentuan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik di Kabupaten Sukoharjo?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Objektif Tujuan Objektif penelitian ini adalah: a.
Untuk mengetahui pelaksanaan pendidikan politik oleh partai politik berdasarkan ketentuan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik di Kabupaten Sukoharjo.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
b. Untuk mengetahui kendala pelaksanaan
yang dihadapi oleh partai politik dalam
ketentuan pasal 31 Undang-undang No. 2 tahun 2008
Tentang Partai Politik di Kabupaten Sukoharjo ; dan c. Untuk mengetahui upaya yang dapat dilakukan untuk mengefektifkan pelaksanaan pendidikan politik oleh partai politik berdasarkan ketentuan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik di Kabupaten Sukoharjo. 2. Tujuan Subjektif Tujuan Subyektif dari penelitian ini adalah : a. Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penyusunan Skripsi guna memenuhi syarat untuk memperoleh derajat sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. b. Untuk
menambah
pemahaman
dan
pengalaman
penulis
tentang
pelaksanaan ilmu hukum di lapangan, khususnya bidang Politik Hukum. Serta bidang Hukum Tata Negara.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis penelitian diharapkan dapat : a. Memberikan kontribusi yang nyata bagi pengembangan Ilmu Hukum khususnya Hukum Tata Negara. b. Memberikan masukan bagi peneliti-peneliti selanjutnya yang berminat untuk mengembangkan penelitian tentang implementasi peraturan perundang-undangan dalam konteks Hukum Tata Negara.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
2. Manfaat Praktis Secara praktis penelitian diharapkan dapat : a. Memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo dalam rangka pengambilan kebijakan khususnya yang berkaitan dengan kehidupan berpolitik bagi masyarakat. b. Memberikan manfaat serta masukan bagi pengembangan penelitian berikutnya. c. Memberikan masukan kepada pimpinan dan anggota partai politik Kabupaten
Sukoharjo
dalam
konteks
pendidikan
politik
kepada
masyarakat.
E. Metode Penelitian Metode merupakan cara yang utama yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan, untuk mencapai tingkat ketelitian, jumlah dan jenis yang dihadapi. Akan tetapi, dengan mengadakan
klarifikasi yang berdasarkan
pada
pengalaman, dapat ditentukan teratur dan terpikirnya alur yang runtut dan baik untuk mencapai maksud (Winarno Surachmad, 1990: 31). Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten (Soerjono Soekanto, 2005: 42). Penelitian dapat diartikan pula suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, gejala atau hipotesa, usaha mana dilakukan dengan metode ilmiah (Sutrisno Hadi, 1989: 4). Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa metode penelitian adalah cara yang teratur dan terpikir secara runtut dan baik dengan menggunakan
metode
ilmiah
yang
bertujuan
untuk
menemukan,
mengembangkan maupun guna menguji kebenaran maupun ketidakbenaran dari suatu pengetahuan, gejala atau hipotesa. Penelitian Hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. (Peter Mahmud Marzuki, 2006:35). Penelitian hukum dilakukan untuk mencari pemecahan atas isu hukum yang timbul. Oleh karena itu, penelitian hukum merupakan suatu penelitian di dalam kerangka know-how di dalam hukum. Hasil yang dicapai adalah untuk memberikan preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2006:41). Ada dua syarat yang harus dipenuhi sebelum mengadakan penelitian dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan adalah peneliti harus terlebih dulu memahami konsep dasar ilmunya dan metodologi penelitian disiplin ilmunya (Johnny Ibrahim, 2006:26). Dalam penelitian hukum, konsep ilmu hukum dan metodologi yang digunakan di dalam suatu penelitian memainkan peran yang sangat signifikan agar ilmu hukum beserta temuan-temuannya tidak terjebak dalam kemiskinan relevansi dam aktualitasnya (Johnny Ibrahim, 2006: 28). Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian yuridis sosiologis atau penelitian hukum empiris. Pada penelitian hukum empiris yang diteliti pada awalnya adalah data sekunder, kemudian dilanjutkan terhadap data primer di lapangan atau terhadap masyarakat (Soerjono Soekanto, 2010: 52). Penelitian ini berusaha mengidentifikasikan hukum dan melihat pelaksanaannya
dalam
masyarakat
yaitu
menggambarkan
pelaksanaan
ketentuan Pasal 31 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 tahun 2008 Tentang Partai Politik yang mensyaratkan adanya tanggung jawab bagi partai politik untuk memberikan pendidikan pilitik bagi warga masyarakat di Kabupaten Sukoharjo. Pendidikan politik yang dimaksudkan adalah bahwa partai politik seharusnya lebih mendewasan para pemilih dengan cara-cara berpolitk yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
sehat, mandiri, dan memiliki kesadaran berpolitik yang tinggi, menjunjung tinggi sportifitas, keadilan, kejujuran sehingga warga masyarakat akan lebih memahami kehidupan berdemokrasi yang lebih baik di masa-masa mendatang.
2. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi dan waktu dalam penelitian ini adalah wilayah hukum Kabupaten Sukoharjo pada saat pemilihan umum anggota DPRD Kabupaten Sukoharjo pada bulan April 2009 dalam hal ini Kantor Badan Kesatuan Bangsa Politik. Landasan pemilihan lokasi adalah: Ketersediaan data yang lengkap beserta fasilitas pendukung pencarian data sesuai dengan permasalahan-permasalahan yang diteliti.
3. Jenis dan Sumber Data a. Jenis Data Data yang dikumpulkan terutama merupakan data pokok yaitu data yang paling relevan dengan pokok permasalahan yang diteliti. Namun untuk kelengkapan dan keutuhan dari masalah yang diteliti, maka akan disempurnakan dengan penggunaan data pelengkap yang berguna untuk melengkapi data pokok dan data pelengkap tersebut adalah sebagai berikut: Jenis dan sumber data dalam penelitian hukum sosiologis yang non doktrinal ini adalah: data primer dan data sekunder. 1)
Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari lapangan penelitian atau masyarakat melalui wawancara.
2)
Data sekunder yaitu keterangan-keterangan atau pengetahuanpengetahuan
yang secara tidak langsung diperoleh melalui studi
kepustakaan, bahan-bahan dokumenter, tulisan-tulisan ilmiah dan sumber-sumber tertulis lainnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
b. Sumber data 1) Sumber data primer yaitu data yang diambil langsung dari masyarakat yang sumbernya berasal dari orang-orang yang akan diwawancarai dengan mendalam seperti, Pimpinan Partai Politik di Kabupaten Sukoharjo, calon anggota DPRD Kabupaten Sukoharjo pada pemilu April 2009, sumber data primer adalah data atau keterangan yang diperoleh semua pihak terkait langsung dengan permasalahan yang menjadi objek penelitian 2) Sumber data sekunder yaitu data yang diambil dari sumber-sumber melalui kajian teori kepustakaan, dokumen-dokumen, peraturan perundang-undangan, karya ilmiah, hasil penelitian dan sumber-sumber tertulis lainnya. Dari data sekunder di atas akan dibedakan lagi ke dalam bahan-bahan hukum seperti: 1)
Bahan-bahan hukum primer yaitu Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 dan UU. No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan daerah, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik.
2)
Bahan-bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan hukum yang sangat erat kaitannya dengan penelitian ini seperti hasil-hasil penelitian ilmiah dari para sarjana. Ini dimaksudkan untuk membantu peneliti melakukan analisis dan pendalaman pemahaman tentang obyek kajian penelitian.
3)
Bahan-bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan hukum yang dapat memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
4.Teknik Pengumpulan Data Tekni pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Observasi Merupakan pengamatan yang dilakukan secara langsung dari obyek penelitian. Metode Observasi dilakukan dengan cara mengamati suatu obyek yang diteliti, setelah itu mencatat dan mencocokkan dengan teori agar tercapai sasaran penelitian. Cara ini dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan adanya beberapa hal yang tidak sempat poneliti tanyakan ataupun tidak terjawabnya pertanyaan pada saat wawancara dilakukan, sehingga peneliti bisa mendapatkan data yang lengkap. b.Wawancara Dalam wawancara,
studi
yaitu
lapangan
suatu
ini
metode
penulis
melaksanakan
pengumpulan
data
kegiatan
dengan
cara
mendapatkan keterangan secara lisan dari seorang responden dengan bercakap-cakap
secara
langsung.
Wawancara
ini
bertujuan
untuk
mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia serta pendapatpendapat mereka (Burhan Ashofa, 2005: 95). Secara umum ada dua jenis teknik wawancara, yaitu wawancara terpimpin (terstruktur) dan wawancara dengan teknik bebas (tidak terstruktur) yang disebut wawancara mendalam (in-depth interviewing) (HB. Sutopo, 2002: 58). Dalama wawancara ini dilakukan dengan cara mengadakan komunikasi langsung dengan pihakpihak yang dapat mendukung diperolehnya data yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti guna memperoleh data baik lisan maupun tulisan atas sejumlah data yang diperlukan. Metode wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode campuran, dengan menggabungkan metode terpimpin (terstruktur) dengan metode bebas (tidak terstruktur) dengan cara, penulis membuat pedoman wawancara dengan pengembagan secara bebas sebanyak mungkin sesuai kebutuhan data yang ingin diperoleh. Metode wawancara ini
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
dilakukan dalam rangka memperoleh data primer serta pendapat-pendapat dari para pihak yang berkaitan penerapan Pasal 31 Undang-undang No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Poitik
c. Studi Pustaka Dalam studi ini penulis mengumpulkan data dengan cara membaca, memahami dan mengumpulkan bahan-bahan hukum yang akan diteliti, yaitu dengan membuat
lembar dokumen yang berfungsi untuk
mencatat informasi atau data dari bahan-bahan hukum yang diteliti yang berkaitan dengan masalah penelitian yang sudah dirumuskan terhadap: 1) Buku-buku literatur. 2) Undang-Undang. 3) Perturan-peraturan yang ada hubungannya dengan penelitian ini.
5. Validitas data Dalam suatu penelitian data yang benar-benar valid sangat dibutuhkan. Karena dengan data yang valid maka hasil penelitian dapat dipertanggung jawabkan. Untuk memperoleh derajad valaiditas tinggi, dilakukan dengan teknik triangulasi, recheck dan peerdebriefing. Triangulasi dilakukan dengan cara cross chek data yang dikumpulkan dari berbagai sumber data (Informan, tempat/peristiwa, dokumen/arsip) mengenai masalah yang sama. Sedangkan teknik recheck dilakukan dengana menguji hasil data wawancara dari informan yang telah dimintai keterangan, untuk memperkaya, dan memantapkan bahwa data hasil penelitian terbukti kesahihannya. Selanjutnya teknik validitas dengan menggunakan model peerdebriefing ditempuh dengan cara mendiskusikan hasil penelitian dengan berbagai personel, yang didasarkan atas kemampuan pengetahuan yang serupa. Dengan demikian akan memantapkan hasil yang telah diuji dengan argumentasi yang logis, sehingga diperoleh data yang benar-benar diinginkan atau valid. Dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
demikian hasil penelitian yang diharapkan dapat diperoleh sesuai dengan harapan awal pada saat akan melakukan penelitian.
6. Teknik Analisis Data Data yang telah terkumpul dengan lengkap dari lapangan harus dianalisis. Dalam tahap analisis data, data yang telah terkumpul diolah dan dimanfaatkan sehingga dapat dipergunakan untuk menjawab persoalan penelitian. Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif karena data yang diperoleh bukan angka atau yang akan di-angkakan secara statistik. Menurut Soerjono Soekanto, analisis data kualitatif adalah suatu cara analisis yang menghasilkan data diskriptif analitis, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan juga perilaku yang nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh(Soerjono Soekanto, 2004: 154). Dalam operasionalisasinya, peneliti membatasi permasalahan yang diteliti dan juga membatasi pada pertanyaan-pertanyaan pokok yang perlu dijawab dalam penelitian. Dari hasil penelitian tersebut data yang sudah diperoleh disusun sesuai dengan pokok permasalahan yang diteliti kemudian data tersebut diolah dalam bentuk sajian data. Setelah pengumpulan data selesai, peneliti melakukan penarikan kesimpulan atau verifikasi berdasarkan semua hal yang terdapat dalam reduksi data maupun sajian datanya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
Agar lebih jelas proses/siklus kegiatan dari analisis tersebut dapat digambarkan sebagai berikut (HB. Sutopo, 2002: 86) : Gambar : 1 Bagan model analisis data interaktif (Interactive Model Of Analysis) Pengumpulan Data
II Sajian Data
I Reduksi Data
III Penarikan Kesimpulan/Verifikasi Ketiga Komponen tersebut dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut Teknik analisis data dalam penelitian ini akan digunakan tiga komponen pokok yaitu: 1. Reduksi data yaitu dengan membuat singkatan, coding, memusatkan tema, membuat batasan-batasan permasalahan. Ini dilakukan dengan tujuan untuk mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal-hal yang tidak penting dan mengaturnya sehingga kesimpulan proses kesimpulan dapat dilakukan dengan baik. 2. Penyajian data yaitu, menyajikan data-data yang telah diambil secara jelas dan sistematis dalam bentuk tabel untuk lebih memudahkan peneliti dalam mengambil kesimpulan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
3. Penarikan kesimpulan yaitu membuat kesimpulan dengan dengan metode induktif yakni mencari, menjelaskan dan memahami prinsip-prinsip khusus yang terjadi dalam masyarakat sebagai suatu kenyataan sosial yuridis kemudian menguatkan gejala-gejala tersebut berdasarkan teoriteori hukum yang ada. Hasil temuan tersebut kemudian diverifikasi untuk menggambarkan ada atau tidak adanya hubungan/korelasi antara berbagai variabel-variabel. Model analisis ini merupakan proses siklus dan interaktif. Seorang peneliti akan bergerak diantara empat sumbu kumparan itu selama pengumpulan data, selanjutnya bergerak bolak-balik diantara kegiatan reduksi, penyajian, dan penarikan kesimpulan/verifikasi selama sisa waktu penelitiannya. Dalam hal ini, peneliti dalam mengambil kesimpulan kurang valid atau masih memerlukan data pendukung, peneliti akan kembali mencari data ke lokasi penelitian, utuk mencari data baru yang dapat mendukung data yang sudah diperoleh sebelumnya. Kemudian komponen-komponen yang diperoleh adalah komponen-komponen yang benar-benar mewakili dan sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Setelah analisis data selesai, maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif yaitu secara apa adanya sesuai dengan permasalahan yang diteliti dan data-data yang diperoleh.
F. Sistematikia penulisan Hukun Untuk mempermuidah penulisan hukum ini, maka penulis dalam penelitiannya membagi menjadi empat bab dan tiap-tiap bab dibagi dalam subsub bab yang disesuaikan dengan luasnya pembahasannya. Bab I Pendahuluan Dalam bab ini diuraikan tentang Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian yang kemudian diakhiri dengan Sistematika Penulisan Hukum.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
Bab II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini penulis menguraikan mengenai landasan teori yang berisi tinjauan umum tentang pendidikan yang memuat tentang Pengertian Pendidikan, Bentuk Pendidikan, Tujuan Pendidikan serta Peranan Pendidikan. Kemudian dijelaskan juga tentang Definisi Pendidikan Politik, Pendidikan Moral dan Etika Politik, Peran dan Fungsi Partai Politik, Peran Pemerintah Terhadap Partai Politik serta Kerangka Pemikiran. Bab III Hasil Penelitian dan Pembahasan Dalam nan ini diuraikan Hasil Penelitian dan pembahasan yang berisi Pelaksanaan pendidikan politik oleh partai politik berdasarkan ketentuan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik di Kabupaten Sukoharjo, Kendala yang dihadapi oleh Partai politik dalam Pelaksanaan pendidikan politik berdasarkan Pasal 31 Undang-Undang No. 2 tahun 2008 tentang partai politik di Kabupaten Sukoharjo serta Upaya yang
dilakukan untuk mengefektifkan pelaksanaan pendidikan politik
oleh partai politik berdasarkan ketentuan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik di Kabupaten Sukoharjo Bab IV Penutup Dalam bab penutup berisi Kesimpulan dan Saran
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landaan Teori a. Pengertian Pendidikan Manusia hidup di dunia ini adalah hidup dalam dunia pengalaman, dirinya menjadi pusat pelaku kegiatan. Dia sendirilah yang memberi arti bagi setiap pengalaman yang dia terima dari dunia sekitarnya dan dengan arti yang dia miliki itu dia mereaksi dunia luar.Dengan demikian
manusia adalah aktif dalam perkembangannya. Pendidikan
dianggap sebagi kegiatan menolong
manusia agar mereka dapat
menolong dirinya sendiri sendiri karena manusia lahir dengan bermacammacam potensi yang belum terpola untuk menghadapi lingkungan hidupnya.
Keterbatasan
manusia tersebut perlu adanya bantuan,
bimbingan dan pengarahan dari orang-orang yang bertanggung jawab dan disinilah diperlukan hadirnya pendidikan. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat karena pendidikan menanamkan pengetahuan, memberi kerampilan yang diperlukan manusia dan menolong dalam pembentukan sikap tertentu. Pendidikan juga dapat membentuk corak hidup masyarakat sehingga mereka dapat menerima hal-hal baru dalam hidupnya. Masalah pendidikan adalah masalah bagi setiap manusia yang sadar akan kemajuan karena pendidikan itu menyangkut kelangsungan hidup manusia. Untuk menuju kearah kemajuan ini, dimulai melalui peningkatan pengetahuan dan pendidikan dari generasi ke generasi. Pengetahuan dan pendidikan selalu dikaji dan dikembangkan secara terus menerus baik melalui pendidikan sekolah, maupun pendidikan di luar sekolah. Pendidikan akan sangat menguntungkan setiap manusia karena
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
pendidikan itu akan memberikan arah dan tujuan perkembangan yang tepat menuju kemajuan hidup. Dengan demikian, pendidikan dapat menentukan arah dan sikap seseorang dalam bertindak. Begitu pula sikap seseorang dalam mengambil keputusan untuk turut aktif dalam melestarikan benda cagar budaya. Seseorang dalam bertindak pasti mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu. Hal inilah yang mendorong kesadaran hukum masyarakat untuk turut aktif dalam melestarikan benda cagar budaya. Banyak sekali pendapat tentang pendidikan yang dikemukakan oleh para ahli tetapi tidak menunjukkan perbedaan yang prinsip. Untuk memahami pengertian pendidikan, berikut ini dipaparkan beberapa pengertian pendidikan : Pendidikan adalah serangkaian kegiatan interaksi yang bertujuan antara manusia dewasa dan si anak didik secara tatap muka atau dengan menggunakan
media
dalam
rangka
memberi
bantuan
terhadap
perkembangan anak seutuhnya (Zahara Idris, 1994: 9) Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa di dalam pendidikan terdapat interaksi antara orang dewasa dan anak didik yang dilakukan secara sengaja dengan tatap muka atau dengan menggunakan media yang bertujuan untuk membantu atau menolong terhadap perkembangan anak seutuhnya. Di dalam hubungan dengan pergaulan antara orang dewasa dan anak terdapat unsur pendidikan. Pendidikan adalah segala usaha orang dewasa
dalam
pergaulan
dengan
anak-anak
untuk
memimpin
perkembangan jasmani dan rohani ke arah kedewasaan (Ngalim Purwanto, 1996: 11). Jadi dalam pengertian ini pendidikan adalah segala usaha yang dilakukan orang dewasa dalam hubungan dan pergaulan dengan anak didik untuk memimpin dan membimbing perkembangan jasmani dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
rohani ke arah yang diinginkan yaitu kedewasaan pribadi anak tersebut, usaha ini dilakukan dengan sadar. Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang dimaksud dengan pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Dari definisi tersebut dapat dikatakan pendidikan merupakan suatu usaha dalam mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Definisi lain menyebutkan bahwa “Pendidikan adalah setiap konsep “himpunan” dari sekalian proses yang membantu seseorang untuk mengembangkan kemampuan, sikap dan perilaku lain yang bernilai positif di masyarakat di mana ia hidup ( Hariwing, 1995: 202).. Berdasarkan pendapat tersebut di atas maka pendidikan dapat diartikan sebagai proses yang dapat meningkatkan kamampuan seseorang sehingga
dengan
pendidikan
diharapkan
lulusannya
mempunyai
kecakapan dari segi intelektual serta dari segi emosional dan kejiwaan. Selain itu, “pendidikan pada hakekatnya suatu kegiatan yang secara sadar dan sengaja, serta penuh tanggung jawab yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak-anak sehingga timbul dari keduanya agar anak tersebut mencapai kedewasaan yang dicita-citakan, dan berlangsung terus menerus (Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, 1994: 70). Dengan demikian dapat diartikan
bahwa dalam pendidikan terdapat suatu usaha yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
dilakukan dengan sengaja secara langsung maupun tidak langsung untuk membantu perkembangan anak di dalam mencapai kedewasaannya. Berdasarkan pada beberapa pengertian pendidikan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan pada dasarnya merupakan suatu kegiatan menolong
manusia
dalam
pembentukan
pribadi
untuk
mencapai
kedewasaan jasmani dan rohani yang dilakukan secara sengaja, teratur, dan berencana agar di masa mendatang manusia mampu mengubah tingkah lakunya ke arah yang diinginkan sehingga mereka dapat menolong dirinya sendiri dalam mengatasi segala permasalahan yang dihadapi. Pendidikan sebagai kegiatan kehidupan dalam masyarakat untuk mencapai perwujudan manusia secara penuh berjalan terus menerus seolaholah tidak ada batasnya sampai meninggal. Dengan pendidkan akan tercapai manusia-manusia yang aktif, kreatif, dan dinamis yang tanggap akan lingkungan di sekitarnya. Mereka mampu menjadi agen pembangunan dalam
masyarakat
sehingga
dapat
mencapai
kemakmuran
dan
kesejahteraan hidupnya. Menurut Udang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab VI Pasal 14 dinyatakan sebagai berikut “Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi”. Berdasarkan dari pendapat tersebut maka jenjang pendidikan sesuai dengan perkembangannya dengan tujuan bahwa tiap tahap merupakan dasar untuk kelanjutan pendidikan berikutnya.
b. Bentuk Pendidikan Menurut Philip H. Coombs “Ada tiga cara pendidikan (dengan saling interaksi yang besar sekali diantara ketiga-tiganya itu), antara lain : pendidikan formal, pendidikan informal, dan pendidikan non formal.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
Adapun penjelasan dari tiga bentuk pendidikan tersebut adalah :( Philip H. Coombs, 1995: 18). 1) Pendidikan formal merupakan sistem pendidikan yang sangat dilembagakan, bertahap kronologis, dan bertata tingkat. 2) Pendidikan informal merupakan pendidikan yang berlangsung seumur hidup bagi setiap orang dalam mencari dan menghimpunkan pengetahuan ketrampilan, sikap, dan pengertian. Pendidikan informal diperoleh dari pengalaman sehari-hari. Pada umumnya pendidikan ini tidak terorganisasi dan seringkali kurang sistematis namun merupakan sumber terbesar dari segala apa yang dipelajari oleh setiap orang seumur hidup. 3) Pendidikan non formal merupakan pendidikan yang terorganisasi dan sistematis yang berlangsung di luar sistem pendidikan formal untuk menyiapkan aneka ragam pelajaran tertentu kepada kelompokkelompok tertentu baik dewasa maupun remaja. Pendidikan ini dapat diperoleh melalui penyuluhan, kursus-kursus, les, penataran dan lainlain. Pendidikan berlangsung seumur hidup meliputi pendidikan di dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pendidikan di lingkungan keluarga dan masyarakat disebut sebagai proses pendidikan melalui jalur pendidikan luar sekolah dan pendidikan yang berlangsung di sekolah disebut sebagai proses pendidikan melalui jalur pendidikan sekolah. Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Indonesia Bab III Pasal 4 ayat (1) disebutkan bahwa “Penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa”. Dalam pelaksanaannya jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
c. Tujuan Pendidikan Pendidikan bagi suatu bangsa dikatakan berhasil bila mempunyai tujuan yang jelas dan diarahkan pada sasaran yang diinginkan. Demikian juga dengan tujuan pendidikan nasional Indonesia telah jelas dan mempunyai sasaran tertentu. Tujuan pendidikan itu tidak hanya mengalihkan pengetahuan kepada anak atau peserta didik, melainkan mambantu agar mereka mampu mengembangkan
potensi-potensinya
lebih
banyak.
Sehingga
dapat
meningkatkan kualitas manusia Indonesia. Dari definisi tersebut dijelaskan bahwa tujuan pendidikan itu adalah menolong terhadap anak didik dalam perkembangannya, dengan demikian mereka mampu mengembangkan potensi yang mereka miliki secara optimal. Berdasarkan pada beberapa penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan tujuan pendidikan pada prinsipnya adalah efektifitas untuk membantu mengembangkan potensi manusia semaksimal mungkin, dengan demikian diharapkan mampu menggerakkan kesadaran masyarakat untuk ikut menyumbangkan pengetahuan dan potensi yang dimilikinya kepada masyarakat tempat ia hidup.
d. Peranan Pendidikan Pendidikan berhubungan dengan usaha seeorang untuk mengenal hidup dan kehidupannya. Setiap orang selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas kehidupannya. Hal ini sesuai dengan peranan pendidikan nasional itu sendiri yaitu mengembangkan kemampuan serta meningkatkan kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan nasional. Peranan pendidikan adalah sebagai berikut (Zahara Idris, 1994: 11) :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
1) Konservatif yaitu untuk meneruskan kebudayaan yang telah diseleksi kepada generasi muda agar mereka mempertahankan, memelihara dan menjamin kelangsungan hidup masyarakat. 2) Evaluasi dan Inovatif yaitu anak didik tidak hanya menerima begitu saja kebudayaan generasi lama, kehendaknya anak didik diberi kesempatan untuk menilai secara kritis. Sekolah-sekolah hendaknya dapat bergerak secepatnya yang terjadi di masyarakat.
Berdasarkan pendapat tersebut maka peranan pendidikan pada dasarnya untuk memindahkan nilai-nilai kebudayaan yang baik serta berusaha mempertahankannya dan berusaha untuk mengembangkan ke arah yang lebih baik yang pada dasarnya hal tersebut untuk meningkatkan harkat dan martabat itu sendiri. Berbicara masalah pendidikan, tidak terlepas dari lingkungan sekitarnya. Lingkungan sekitar terdiri dari (Zahara idris, 1994: 12) : a) Lingkungan alamiah atau fisik terdiri dari : keadaan tanah, iklim (panas, dingin, hujan), tumbuh-tumbuhan dan hewan. b) Lingkungan kebudayaan (karya manusia) antara lain : rumah, peralatan rumah tangga, peralatan atau perkakas kerja, pakaian, karya dan bentuk kesenian, fasilitas dan pealatan komunikasi, media peralatan pendidikan, penemuan ilmu pengetahuan dan teknologi. c) Lingkungan kehidupan manusia terdiri dari lingkungan pegaulan, lingkungan keagamaan, lingkungan taraf kehidupan (kaya/miskin), lingkungan kehidupan kota dan lingkungan kehidupan desa. Jalur
Pendidikan menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 13 dinyatakan jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal, dan informasi yang saling dapat melengkapi dan memperkaya. Sedangkan berdasarkan Pasal 14 Jenjang Pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Dalam pelaksanaan pendidikan, penyelenggaraannya dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah , dan/atau masyarakat (Pasal 15 Undang-undang No. 20 tahun 2003), mulai dari tingkat pendidikan dasar, menengah maupun tingkat pendidikan atas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
Menurut Wardiman Djojonegoro, tingkat pendidikan adalah “Suatu tahap dalam pendidikan berkelanjutanm yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan para peserta didik serta keluasan dan kedalaman bahan (Wardiman Djojonegoro, 1996: 157). Berdasarkan dari pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan merupakan tahap-tahap yang harus dilewati oleh peserta didik sesuai dengan perkembangannya dengan tujuan bahwa tiap tahap merupakan dasar untuk kelanjutan pendidikan berikutnya. Tingkat Pendidikan tersebut menurut penulis dapat dikelompokkan menjadi tingkat pendidikan rendah, tingkat pendidikan menengah serta tingkat pendidikan tinggi.
2. Definisi Pendidikan Politik Pendidikan politik berasal dari dua kata yakni pendidikan dan politik itu sendiri. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar yang diarahkan untuk mematangkan potensi manusia, agar setelah tercapai kematangan itu ia mampu memerankan diri sesuai dengan amanah yang disandangnya serta mampu mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada sang pencipta ( Jallaludin, 2002: 52). Kematangan
disini dimaksudkan sebagai gambaran
dari tingkat perkembangan optimal yang dicapai oleh setiap potensi manusia. John Dewey menyatakan bahwa pendidikan sebagai salah satu kebutuhan, fungsi sosial, sebagai bimbingan, sarana pertumbuhan yang mempersiapkan dan membukakan serta membentuk disiplin hidup (Jallaludin, 2002: 67). Pernyataan ini setidaknya mengisyaratkan bahwa bagaimanapun sederhananya suatu komunitas manusia, memerlukan adanya pendidikan, maka dalam pengertian umum, kehidupan dari komunitas tersebut akan ditentukan oleh aktivitas pendidikan didalamnya sebab pendidikan secara alami sudah merupakan kebutuhan hidup manusia (Jallaludin, 2002: 67).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
Sedangkan pengertian pendidikan dalam UU Sisdiknas No.20 tahun 2003 adalah upaya pembentukan watak, karakter dan keperibadian bangsa yang berlandaskan pada nilai-nilai moral yang ditanamkan pada anak, akan membentuk karakter (akhlak), di mana hal tersebut merupakan fondasi penting terbentuknya sebuah tatanan masyarakat yang beradab dan sejahtera. Sementara Ki Hajar Dewantara dalam bukunya “Masalah Kebudayaan; Kenang-kenangan Promosi Doktor Honoris Causa” menyatakan bahwa pendidikan pada umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelek) dan jasmani anak-anak, selaras dengan alam dan masyarakatnya (Azyumardi Azra, 2002: 4). Hasan Langgulung berpendapat bahwa pendidikan dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu sudut pandang individu yang berarti bahwa pendidikan merupakan usaha untuk mengembangkan potensi individu, dan sudut pandang masyarakat, yang berarti pendidikan merupakan usaha untuk mewariskan nilai-nilai budaya oleh generasi tua kepada generasi muda agar nilai-nilai budaya tersebut terus hidup dan berlanjut di masyarakat (Azyumardi Azra, 2002: 4) Berdasarkan uraian di atas, maka pendidikan dapat diartikan sebagai usaha sadar untuk membentuk dan mengarahkan manusia ke perilaku dan tindakan yang lebih baik melalui suatu metode dan cara-cara tertentu yang berlandaskan pada ketentuan yag diatur dalam peraturan perundangundangan. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksud dengan ilmu politik adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang: a. Hal-hal yang berkaitan dengan ketatanegaraan; b. Urusan-urusan yang mencakup siasat atau cara dalam pemerintahan negara atau terhadap negara lain; c. Cara bertindak atau taktik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
Meriam Budiardjo mengatakan yang dimaksud dengan politik (politics) adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara ) yang menyangkut proses menentukan-menetukan tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan itu dan mempunyai konsep-konsep pokok sebagai berikut (:MiriamBudiarjo, 2004: 8). 1. Negara (State). Negara adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyaii kekuasaan tertinggi yang sah dan yang ditaati oleh rakyatnya. 2. Kekuasaan (Power). Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dangan keinginan pelaku. 3. Pengambilan Keputusan (Decicionmaker) Pengambilan keputusan adalah membuat pilihan diantara beberapa alternatif, dan proses yang terjadi sampai keputusan itu tercapai. 4. Kebijaksanaan Umum (Public Policy) Kebijakan umum adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau oleh kelompok politik dalam usaha memilih tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan bersama. 5. Pembagian (Distribution). Pembagian(distribution) dan alokasi(allocation) dalah pembagian dan penjatahan dari nilai-nilai(values) dalam masyarakat. Dari uraian kalimat diatas maka dapat ditarik sebuah pengertian bahwa pendididan politik adalah proses dimana manusia mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk bentuk tingkah laku lainya di dalam masyarakat di mana ia hidup khususnya dibidang social politik atau pemerintahan (yang meliputi:Negara /State, Kekuasaan/Power, Kebijaksanaan Umum/public policy, Pengambilan Keputusan/ decision maker, Pembagian/Distribution ) serta dihadapkan pada lingkungan yang terpilih dan terkontrol sehingga ia dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan berpolitik baik secara individu maupun kelompok yang maksimal.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
3. Pendidikan Moral dan Etika Berpolitik Menurut Mohammad Athiyah, pendidikan moral adalah pendidikan untuk menjadikan seseorang menjadi manusia yang bermoral baik dan manusiawi (Mukhammad Murdiono, 2008: 9). Sementara itu Djauharah Bawazir menyatakan bahwa pendidikan moral adalah serangkaian prinsip dasar moral dan keutamaan sikap serta watak (tabi’at) yang harus dimiliki dan dijadikan sebagai dasar hidup yang lebih bermakna (Mukhammad Murdiono, 2008: 9). Terkait dengan persoalan moral, para ahli psikologi dan ahli filsafat tidak didapatkan kata sepakat mengenai persoalan apa sebenarnya yang membentuk suatu masalah moral. Namun demikian sebagian para ahli sependapat bahwa masalah moral akan muncul manakala terjadi suatu pertentangan ataupun konflik mengenai persoalan tujuan, rencana, hasrat ataupun keinginan serta harapan manusia. Kepekaan seseorang mengenai kesejahteraan dan hak orang lain merupakan pokok persoalan ranah moral. Kepekaan tersebut mungkin tercermin dalam kepedulian seseorang akan konsekuensi tindakannya bagi orang lain, dan dalam orientasinya terhadap pemilikan bersama serta pengalokasian sumber pada umumnya. Pendidikan moral merupakan salah satu pendekatan yang dianggap sebagai gerakan utama dalam pendidikan nilai secara komprehensif seperti telah dituliskan di muka. Pendidikan moral mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan, keterampilan mengatasi konflik, dan perilaku yang baik, jujur, dan penyayang (kemudian dinyatakan dengan istilah ”bermoral”). Tujuan utama pendidikan moral adalah menghasilkan individu yang otonom, memahami nilai-nilai moral dan memiliki komitmen untuk bertindak konsisten dengan nilai-nilai tersebut. Pendidikan
moral
mengandung
beberapa
komponen
yaitu:
“pengetahuan tentang moralitas, penalaran moral, perasaan kasihan dan mementingkan kepentingan orang lain, dan tendensi moral (Mukhammad
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
Murdiono, 2008: 9). Pendidikan moral merupakan salah satu pendekatan yang dianggap sebagai gerakan utama dalam pendidikan nilai secara komprehensif seperti telah dituliskan sebelumnya. Pendidikan moral mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan, keterampilan mengatasi konflik, dan perilaku yang baik, jujur, dan penyayang (kemudian dinyatakan dengan istilah ”bermoral”). Tujuan utama pendidikan moral adalah menghasilkan individu yang otonom, memahami nilai-nilai moral dan memiliki komitmen untuk bertindak konsisten dengan nilai-nilai tersebut. Pendidikan moral mengandung beberapa komponen yaitu: “pengetahuan tentang moralitas, penalaran moral, perasaan kasihan dan mementingkan kepentingan orang lain, dan tendensi moral (Mukhammad Murdiono, 2008: 9). Pendidikan karakter menjadi berbeda dengan pendidikan moral karena pendidikan moral terfokus pada pengetahuan tentang moral. Pendidikan karakter adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian yaitu pribadi yang bijaksana, terhormat, dan bertanggung jawab yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata (Ratna Megawangi, 2008: 4). Sedangkan dimensi politik dalam moral etika politik di sini adalah dimaksudkan ada dalam pengertiannya yang lebih luas. Bukan hanya berkenaan dengan sistem kenegaraan atau hubungan antar negara misal, yang mencangkup
kehidupan
kenegaraan,
pemerintahan,
penentuan
dan
pelaksanaan kebijakan negara tentang berbagai hal menyangkut kepentingan publik, serta kegiatan-kegiatan lain dari berbagai lembaga sosial, partai politik dan organisasi keagamaan yang berkaitan langsung dengan kehidupan kemasyarakatan dan negara yang dibatasi oleh konsep-konsep negara (state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decission maker), pembagian (distribution), dan alokasi (alocation), tetapi di sini pengertian itu diperluas lagi ke dalam tataran manusia sebagai makhluk yang berpolitik. Secara kasar dapat disebutkan bahwa segala tindakan manusia atau bahkan manusia itu sendiri tidak akan lepas dari orientasi dan moda-moda politik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
Manusia hidup karena berpolitik. Secara kodrati sebagai makhluk individual atau sosial manusia akan memerlukan aturan-aturan atau normanorma untuk dapat menjalani hidupnya. Kata kunci dari dimensi politik ini adalah kaitannya dengan hak dan kewajiban manusia. Sebagai warga dunia, sebagai warga negara, sebagi anggota masyarakat, sebagai individu, dan sebagai makhluk Tuhan. Huntington memperingatkan bahwa “tahun-tahun pertama berjalannya masa kekuasaan pemerintahan demokratis yang baru, umumnya akan ditandai dengan bagi-bagi kekuasaan di antara koalisi yang menghasilkan transisi demokrasi tersebut ( Samuel P. Huntington, 1983: 124). Penurunan efektifitas kepemimpinan dalam pemerintahan yang baru sedangkan dalam pelaksanaan demokrasi itu sendiri belum akan mampu menawarkan solusi mendasar terhadap berbagai permasalahan sosial dan ekonomi di negara
yang
bersangkutan. Tantangan bagi konsolidasi demokrasi adalah bagaimana menyelesaikan masalah-masalah tersebut dan tidak justru hanyut oleh permasalahan-permasalahan itu ( Samuel P. Huntington, 1983: 124). Huntington memperkuat gagasan bahwa “konsolidasi demokrasi menuntut etika politik yang kuat yang memberikan kematangan emosional dan dukungan yang rasional untuk menerapkan prosedur-prosedur demokrasi. Ia melandaskan penekanannya pada pentingnya etika politik pada asumsi bahwa semua sistem politik termasuk sistem demokrasi, cepat atau lambat akan menghadapi krisis, dan etika politik yang tertanam dengan kuatlah yang akan
menolong
negara-negara
demokrasi
melewati
krisis
tersebut.
Implikasinya proses demokratisasi tanpa etika politik yang mengakar menjadi rentan dan bahkan hancur ketika menghadapi krisis seperti kemerosotan ekonomi, konflik regional atau konflik sosial, atau krisis politik yang disebabkan oleh korupsi atau kepemimpinan yang terpecah. Dengan kata lain, etika politik adalah sarana yang diharapkan mampu menciptakan suasana harmonis antar pelaku dan antar kekuatan sosial politik
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
serta antar kelompok kepentingan lainnya untuk mencapai sebesar-besar kemajuan bangsa dan negara dengan mendahulukan kepentingan bersama dari pada kepentingan pribadi dan golongan. Etika politik mengandung misi kepada setiap pejabat dan elite politik untuk bersikap jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan, rendah hati, dan siap untuk mundur dari jabatan publik apabila terbukti melakukan kesalahan dan secara moral kebijakannya bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat. Etika ini diwujudkan dalam bentuk sikap yang bertata krama dalam perilaku politik yang toteran, tidak berpura-pura, tidak arogan, jauh dari sikap munafik serta tidak melakukan kebohongan publik, tidak manipulatif dan berbagai tindakan yang tidak terpuji lainnya. Etika politik harus menjadi pedoman utama dengan politik santun, cerdas, dan menempatkan bangsa dan negara di atas kepentingan partai dan golongan. Dalam Ketetapan MPR RI No. VI Tahun 2001 Tentang Etika Kehidupan Berbangsa diuraikan bahwa tidak terkecuali kehidupan berpolitik merupakan rumusan yang bersumber dari ajaran agama, khususnya yang bersifat universal, dan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila sebagai acuan dasar dalam berpikir, bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa. Rumusan Tentang Etika Kehidupan Berbangsa ini disusun dengan maksud untuk membantu memberikan penyadaran tentang arti penting tegaknya etika dan moral dalam kehidupan berbangsa. Pokok-pokok etika dalam kehidupan berbangsa mengedepankan kejujuran, amanah, keteladanan, sportifitas, disiplin, etos kerja, kemandirian, sikap toleransi, rasa malu, tanggung jawab, menjaga kehormatan serta martabat diri sebagai warga bangsa. Etika kehidupan berbangsa ini diuraikan menjadi 6 (enam) etika yaitu Etika Sosial dan Budaya; Etika Politik dan Pemerintahan; Etika Ekonomi dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
Bisnis; Etika Penegakan Hukum yang Berkeadilan; Etika Keilmuan; dan Etika Lingkungan. Dalam ketetapan tersebut juga dinyatakan bahwa etika politik dan pemerintahan dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efisien, dan efektif serta menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang bercirikan keterbukaan, rasa bertanggungjawab, tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam persaingan, kesediaan untuk menerima pendapat yang lebih benar, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia dan keseimbangan hak dan kewajiban dalam kehidupan berbangsa. Etika pemerintahan mengamanatkan agar penyelenggara negara memiliki rasa kepedulian tinggi dalam memberikan pelayanan kepada publik, siap mundur apabila merasa dirinya telah melanggar kaidah dan sistem nilai ataupun dianggap tidak mampu memenuhi amanah masyarakat, bangsa, dan negara. Masalah potensial yang dapat menimbulkan permusuhan dan pertentangan diselesaikan secara musyawarah dengan penuh kearifan dan kebijaksanaan sesuai dengan nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya, dengan tetap menjunjung tinggi perbedaan sebagai sesuatu yang manusiawi dan alamiah. Etika Politik dan Pemerintahan diharapkan mampu menciptakan suasana harmonis antarpelaku dan antarkekuatan sosial politik serta antarkelompok kepentingan lainnya untuk mencapai sebesar-besar kemajuan bangsa dan negara dengan mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi dan golongan. Etika Politik dan Pemerintahan mengandung misi kepada setiap pejabat dan elit politik untuk bersikap jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan, rendah hati, dan siap mundur dari jabatan politik apabila terbukti melakukan kesalahan dan secara moral kebijakannya bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat. Etika ini diwujudkan dalam bentuk sikap yang bertata krama dalam perilaku politik yang toleran, tidak berpura-pura, tidak arogan, jauh dari sikap munafik
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
serta tidak melakukan kebohongan publik, tidak manipulatif dan berbagai tindakan yang tidak terpuji lainnya. Tap ini mengamanatkan kepada seluruh warga negara untuk mengamalkan etika kehidupan berbangsa. Namun dalam kenyataannya, bahwa berpolitik dilakukan tanpa rasionalitas, mengedepankan emosi dan kepentingan kelompok, serta tidak mengutamakan kepentingan berbangsa. Hal ini sangat menghawatirkan karena bukan hanya terjadi pembunuhan karakter antarpemimpin nasional dengan memunculkan isu penyerangan pribadi, namun politik kekerasan pun dapat terjadi. Elite nasional yang seperti ini cenderung kurang peduli terhadap terjadinya konflik masyarakat dan tumbuhnya budaya kekerasan. Elite bisa bersikap seperti itu karena mereka pun sebagian besar berasal dari partai politik atau kelompok-kelompok yang berbasis primordial sehingga elite cenderung berperilaku yang sama dengan perilaku pendukungnya. Elite serta massa yang cenderung berpolitik dengan mengabaikan etika. Bahkan elite seperti ini merasa halal untuk membenturkan massa atau menggunakan massa untuk mendukung langkah politiknya. Mereka tidak sadar bahwa sebenarnya kekuatan yang berbasis primordial di negeri ini cenderung berimbang. Jika mereka terus berbenturan, tak akan ada yang menang. Kurangnya etika berpolitik ini merupakan akibat dari dari ketiadaan pendidikan politik yang memadai. Bangsa kita tidak banyak mempunyai guru politik yang baik, yang dapat mengajarkan bagaimana berpolitik tak hanya memperebutkan kekuasaan, namun dengan penghayatan etika serta moral. Politik yang mengedepankan take and give, berkonsensus, dan pengorbanan. Selain itu kurangnya komunikasi politik juga menjadi penyebab lahirnya elite politik seperti ini. Yaitu elite politik yang tidak mampu menyuarakan kepentingan rakyat, namun juga menghasilkan orang-orang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
yang cenderung otoriter, termasuk dalam wacana. Politik kekerasan semakin berkembang karena perilaku politik dipandu oleh nilai-nilai emosi. Untuk berpolitik dengan etika dan moral, paling tidak dibutuhkan dua syarat:ada kedewasaan untuk dialog dan dapat menomorduakan kepentingan pribadi atau kelompok. Perilaku pemimpin nasional pun, sesungguhnya tidak berbeda jauh dengan massanya. Karena itu tumbuhnya kedewasaan politik di antara pemimpin nasional sangat dapat menyelamatkan bangsa ini dari kehancuran serta untuk menyelamatkan masa depan bangsa Indonesia sendiri. Berpolitik tanpa kesadaran etika dan moral hanya akan melahirkan krisis kepemimpinan. Karena itu, sekarang yang diharapkan adalah adanya pencerahan dari kembalinya budayawan dan agamawan yang bermoral sehingga kita senantiasa kembali pada etika, moralitas, dan kebhinnekaan. Krisis kehidupan berbangsa dan bernegara, yang sedang dihadapi bangsa Indonesia, antara lain karena persoalan etika dan perilaku kekuasaan. Silang pendapat, perdebatan, konflik, dan upaya saling menyalahkan terus berlangsung di kalangan elite, tanpa peduli dan menyadari bahwa seluruh rakyat kita sedang prihatinmenyaksikan kenyataan ini. Kemampuan membangun harmoni, melakukan kompromi dan konsensus di kalangan elite politik kita terkesan sangat rendah, tetapi cepat sekali untuk saling melecehkan dan merendahkan. Padahal untuk mengubah arah dan melakukan lompatan jauh ke depan, sangat diperlukan kompromi dan semangat rekonsiliasi. Politik bukanlah persoalan mempertaruhkan modal untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar, sebagaimana diyakini oleh sebagian besar pelaksana money politics di Tanah Air kita. Politik bukanlah semata-mata perkara yang pragmatis sifatnya, yang hanya menyangkut suatu tujuan dan cara mencapai tujuan tersebut, yang dapat ditangani dengan memakai rasionalitas. Politik lebih dari pragmatisme, tetapi mengandung sifat eksistensial dalam wujudnya karena melibatkan juga rasionalitas nilai-nilai.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
Karena itulah, politik lebih dari sekadar matematika tentang hubungan mekanis di antara tujuan dan cara mencapainya. Politik lebih mirip suatu etika yang menuntut agar suatu tujuan yang dipilih harus dapat dibenarkan oleh akal sehat yang dapat diuji, dan cara yang ditetapkan untuk mencapainya haruslah dapat dites dengan kriteria moral. Dalam politik, ada keindahan dan bukan hanya kekotoran, ada nilai luhur dan bukan hanya tipu muslihat, ada cita-cita besar yang dipertaruhkan dalam berbagai langkah kecil, dan bukan hanya kepentingan-kepentingan kecil yang diucapkan dalam kata-kata besar. Hal-hal inilah yang menyebabkan politik dapat dilaksanakan dan harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Apabila kesadaran etika berpolitik sangat rendah maka tantangan yang mungkin kita hadapi kedepan adalah terjadinya feodalisme maupun kapitalisme dalam politik Indonesia yang dapat mengakibatkan bahwa kemerdekaan nasional justru memberi kesempatan kepada para pemimpin politik menjadi raja-raja yang membelenggu rakyatnya dalam ketergantungan dan keterbelakangan. Tantangan ini harus dihadapi dengan penuh kesadaran untuk selalu berjuang menentang feodalisme dan perjuangan untuk membebaskan diri dari cengkeraman kapitalisme. Usaha ini sangat ditentukan juga melalui perjuangan partai politik.Partai politik hendaknya berbentuk partai kader dan bukan partai massa, karena dengan partai kader para anggota partai yang mempunyai pengetahuan dan keyakinan politik dapat ikut memikul tanggung jawab politik, sedangkan dalam partai massa keputusan politik diserahkan seluruhnya ke tangan pemimpin politik dan massa rakyat tetap tergantung dan tinggal dimobilisasi menurut kehendak sang pemimpin partai. Partai politik sebagai pilar demokrasi haruslah selalu berinteraksi dengan masyarakat sepanjang tahun. Kegiatan sosial kemasyarakatan merupakan agenda wajib begitu pula sikap cepat tanggap dalam menghadapi musibah dan bencana.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
Para elit politik partai pun sudah seharusnya sering terjun menemui konstituen, mendengar aspirasi mereka, dan memperjuangkannya. Partai tidak boleh membuat jarak dengan rakyat. Di sinilah sesungguhnya hakikat dari pendidikan politik yang diterapkan oleh partai politik dan elitenya. Dengan demikian, maka apapun sikap dan kebijakan partai tidak akan terlepas dari kehendak masyarakat konstituennya, dan benar-benar menjadi penyambung lidah rakyat. Sehingga dapat mencegah kehawatiran bahwa partai hanya memperjuangkan kepentingan kelompoknya. Kegiatan pencerdasan politik masyarakat harus terus dipupuk oleh partai politik melalui respon terhadap realitas sosial-politik. Selain itu berpolitik hendaknya dilakukan dengan cara yang santun, damai, dan menyejukkan. Kemudian kita juga harus mengembangan sistem multipartai agar kehidupan politik terhindar dari konsentrasi kekuasaan yang terlalu besar pada diri satu orang atau satu golongan saja. Dengan etika berpolitik yang demikian itulah kita berharap masyarakat madani yang kita cita-citakan dapat segera terwujud.
4. Peran dan Fungsi Partai Politik Konsep fungsi pada dasarnya merupakan suatu bentuk kerja, yang menurut Poerwadarminta adalah jabatan yang dilakukan dalam pekerjaan yang dilakukan ( Soejamto, 1972: 16). Lebih lanjut dikatakan bahwa fungsi adalah suatu yang menjadi pokok (hal yang besar pengaruhnya terhadap sesuatu), terutama dapat berlangsung dalam suatu organisasi besar maupun kecil, pemerintah maupun swasta. The Liang Gie mengatakan bahwa bila dari jumlah pekerjaan dalam suatu organisasi telah menjadi sangat banyak, maka dikelompokkan menjadi kesatuan bidang kerja cukup bulat, masing-masing bidang kerja ini dapat disebut sebagai fungsi (AH. Soeharto, 1986: 5). Menurut Sarwoto fungsi dapat pula diwujudkan dalam sekelompok kegiatan homogen dalam arti satu sama lain terdapat hubungan yang sangat erat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
Berdasarkan pandangan diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi merupakan tugas pokok organisasi seperti partai politik dalam rangka legislasi, anggaran dan pengawasan. Hal ini dipertegas oleh Rudini bahwa fungsi itu sesungguhnya telah melekat pada tugas dan wewenang (Ibrahim Ambong dan Miriam Budiarjo, 1993: 109). Moekijat
mengatakan
bahwa
“Kecakapan-kecakapan
manusia
menunjukkan kenyataan bahwa pelaksanaan daripada fungsi-fungsi harus diserahkan baik langsung maupun tidak langsung kepada manusia( Haricahyono, 1991:97). Selanjutnya Moekijat juga mengatakan ”Fungsifungsi pada pekerjaan yang diusulkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan(Haricahyono, 1991: 97). Dalam kaitan dengan itu, partai politik mempunyai fungsi sebagai berikut (Haricahyono, 1991: 97). a. Sarana komukasi politik yakni sebagai jembatan arus informasi antara orang yang memerintah (pemerintah) dan orang yang diperintah (rakyat); b. Sebagai sarana sosialisasi politik yaitu proses dimana seseorang memperoleh pandangan, orientasi, dan nilai-nilai kemasyarakatan dimana dia berada dan juga mewariskan nilai-nilai sosial tadi ke generasi berikutnya; c. Sarana rekruitmen politik, yaitu proses pencarian anggota baru dan mengajak orang untuk ikut dalam proses politik; d. Sarana pengatur konflik (conflict management), yakni mengatasi konflik yang disebabkan perbedaan sosial dan budaya di masyarakat agar dampak negatif dapat diminimalisir sekecil mungkin; e. Sebagai pembinaan dan pengembangan intregitas nasional yaitu sebagai perekat dari berbagai corak daerah, golongan dan budaya agar mempunyai pandangan hidup menjadi satu bangsa. Menurut Pasal 11 Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2008 bahwa Partai Politik berfungi sebagai sarana: a. Pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; b. penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
c. penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara; d. partisipasi politik warga negara indonesia dan; e. rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender. George H. Sabin mengatakan “Fungsi Partai Politik diwujudkan secara konstitusional. Karena itu konsepsi demokrasilah yang memberikan landasan dan mekanisme kekuasaan berdasarkan prinsip persamaan dan kesederajatan manusia. Demokrasi menempatkan manusia sebagai pemilik kedaulatan yang kemudian dikenal dengan prinsip kedaulatan rakyat. Berdasarkan pada teori kontrak sosial, untuk memenuhi hak-hak tiap manusia tidak mungkin dicapai oleh masingmasing orang secara individual, tetapi harus bersama-sama. Maka dibuatlah perjanjian sosial yang berisi tentang apa yang menjadi tujuan bersama, batasbatas hak individual, dan siapa yang bertanggungjawab untuk pencapaian tujuan tersebut dan menjalankan perjanjian yang telah dibuat dengan batasbatasnya. Perjanjian tersebut diwujudkan dalam bentuk konstitusi sebagai hukum tertinggi di suatu negara (the supreme law of the land), yang kemudian dielaborasi secara konsisten dalam hukum dan kebijakan negara. Proses demokrasi juga terwujud melalui prosedur pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat dan pejabat publik lainnya ( George H. Sabine, 1961: 517-596).
Berdasarkan uraian di atas, maka peran dan fungsi partai politk dapat dilihat pada tiga hal berikut: Pertama: Partai sebagai sarana komunikasi politik. Salah satu tugas dari partai politik adalah menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga kesimpangsiuran pendapat dalam masyarakat berkurang. Dalam masyarakat modern yang begitu luas, pendapat dan aspirasi seseorang atau suatu kelompok akan hilang tak berbekas seperti suara padang pasir, apabila tidak ditampung dan digabung dengan pendapat dan aspirasi orang lain yang senada. Proses ini dinamakan “penggabungan kepentingan” (interest agregation). Sesudah digabung, pendapat dan aspirasi ini diolah dan dirumuskan dalam bentuk yang teratur.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
Proses ini dinamakan “perumusan kepentingan” (interest articulation). Semua kegiatan di atas dilakukan oleh partai politik. Partai politik selanjutnya merumuskannya sebagai usul kebijaksanaan. Usul kebijaksanaan ini dimasukkan dalam program partai untuk diperjuangkan atau disampaikan kepada pemerintah agar dijadikan kebijaksanaan umum (public policy). Dengan demikian tuntutan dan kepentingan masyarakat disampaikan kepada pemerintah melalui partai politik. Kedua: Partai sebagai sarana sosialisasi politik. Partai politik juga main peranan sebagai sarana sosialisasi politik (instrument of political socialization). Di dalam ilmu politik sosial memperoleh sikap dan orientasi, dimana seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap phenomena politik, yang umumnya berlaku dalam masyarakat, di mana ia berbeda biasanya proses sosialisasi berjalan secara berangsur-angsur dari masa kanakkanak sampai dewasa. Di samping itu, sosialisasi politik juga mencakup proses melalui mana masyarakat menyampaikan norma-norma dan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dalam hubungan ini partai politik berfungsi sebagai salah satu sarana sosialisasi politik. Ketiga: Partai politik sebagai sarana kaderisasi politik. Partai politik juga berfungsi untuk mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai (political recruitment). Dengan demikian partai turut memperluas partisipasi politik dan caranya, ialah melalui kontak pribadi, persuasi, dan lain-lain, juga diusahakan untuk menarik golongan muda untuk dididik menjadi kader yang di masa mendatang akan mengganti pimpinan lama (selection of leadership).
5. Peran Pemerintah terhadap Partai Politik. Sejarah politik telah mencatat bahwa pada tahun 1975 terjadi peristiwa yang amat penting dalam hal kepartaian, karena pada saat itu lahirlah UndangUndang No.3 tahun 1975 tentang partai politik dan golongan karya, yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
memfusikan sembilan partai politik yang ada menjadi dua, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Dengan lahirnya UU tersebut maka sejak pemilihan umum tahun 1977 hingga pemilu 1997 kontestan politik yang berhak mengikuti 'pesta demokrasi' adalah PPP, PDI dan Golkar. Secara teoritis lahirnya UU No.3/1975 (yang kini sudah tidak berlaku lagi) memang bisa dibenarkan, bahkan bagi Indonesia pada waktu itu adalah suatu keharusan. Hal ini disebabkan karena adanya pengalaman bangsa kita yang tidak bisa membangun lantaran adanya banyak partai politik yang kita miliki dan ternyata tidak efektif. “Trauma penyakit kepartaian agaknya telah mendorong pemerintah untuk memperkecil jumlah partai politik dengan cara memfusikannya sehingga konflik-konflik ideologipun, seandainya timbul, akan dapat diperkecil (Isbodroini Suyanto, 1989: 16). Menurut Huntington, “kebijakan fusi itu memang ada benarnya, karena pada umumnya negara berkembang yang mencapai derajat stabilitas politik yang tinggi, paling tidak memiliki satu partai politik yang berwibawa (Samuel P. Hungtington, 2004: 142). Pemerintah memang amat memerlukan stabilitas sosial dan politik tercipta sebagai prasarana untuk membangun. Karena itu fusi dilakukan dengan tujuan agar bangsa ini memiliki, paling tidak, satu partai politik yang kokoh dan berwibawa. Itu kira-kira dalil pembenaran (justifikasi) yang ada di saku pemerintah orde baru kala itu. Agaknya logika pemerintah tersebut tidak sepenuhnya benar. Bahkan sebagian besarnya mengandung bias. Sebab ternyata kebijakan fusi tersebut membawa dampak negatif bagi partai politik yang baru dibentuk, yaitu PPP dan PDI. Karena dengan adanya fusi itu PPP dan PDI harus mulai dari nol. Dua partai politik itu harus membangun partainya kembali dari reruntuhan partai-partai politik lainnya yang dimerger ke dalam satu partai itu. Tidak mengherankan kalau kemudian terjadi benih-benih perpecahan di tubuh dua partai baru itu. PPP misalnya, menghadapi masalah dengan keluarnya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
Nahdlotul Ulama (NU) dari partai politik (PPP) yakni kembali ke khittah. Buntutnya adalah
munculnya berbagai friksi di dalam tubuh partai yang
sangat potensial muncul menjadi konflik. Dampak negatif yang paling dapat dilihat adalah yang menimpa PDI. Sejak kebijakan fusi itu diambil, partai ini tidak reda-reda dirundung konflik, hingga pada akhirnya muncul gerakan boikot dan mosi tidak percaya. Boikot yang dilakukan oleh warga PDI tidak saja kepada paartainya tetapi juga kepada pemerintah. Puncaknya adalah gerakan mosi tidak percaya kepada partai dan kepada pemerintah yang ditandai dengan boikot nasional untuk tidak mensukseskan pemilu 1997. Dari sisi kepentingan pemerintah memang kebijakan fusi ini cukup membawa manfaat (berdampak positif). Dan seperti diketahui bersama, bahwa hasilnya memang sangat luar biasa. Golkar, partai pemerintah, benar-benar mampu menjadi mesin partai pemerintah yang kuat dan kokoh. Dibanding dengan dua partai politik lainnya, Golkar memiliki akses yang sangat besar dalam penyusunan berbagai kebijakan. Tidak saja akses dalam informasi, dalam isue kebijakan tetapi juga akses dalam bentuk sumber daya (resources). Golkar menjadi satu-satunya kekuatan sosial politik yang terbesar dan paling berpengaruh. Dengan dukungan aparat birokrasi dan militer, ditambah dengan pendanaan yang luar biasa besarnya, Golkar terus tumbuh mengembangkan sayap. Ia bahkan berhasil menguasai mayoritas dalam parlemen yang hampirhampir absolute. Dengan
demikian
perubahan
konstelasi
kekuasaan
telah
berlangsung, yaitu semakin kerdilnya peran partai-partai politik yang lain. Apalagi kelembagaan sosial lainnya. Keadaan ini ditandai dengan semakin menguatnya posisi birokrasi dan eksekutif dalam banyak urusan. Legislatif yang secara politik sudah dikuasai Golkar (pemerintah) menjadikan dominasi kekuasaan eksekutif atas legislatif tidak lagi merupakan problem. Akibatnya peran lembaga legislatif sebagai official policy maker otomatis melemah dan tidak berdaya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
Dalam kondisi seperti itu orang cenderung berpendapat bahwa kebijakan publik senantiasa berasal dari, oleh dan untukbirokrasi. Hanya orangorang yang dekat dengan birokrasi sajalah yang beruntung, karena mereka agak lebih mudah keluar masuk agenda pemerintah.Termasuk dalam hal ini adalah kelompok yang pandai melakukan loby. Kondisi politik seperti ini jelas tidak kondusif bagi tumbuhnya iklmi demokrasi yang sehat. Padahal kebijakan yang benar-benar memihak rakyat hanya akan ada dalam sistem politik yang demokratis. Dalam wacana teori, pembuatan kebijakan itu seharusnya melibatkan organ-organ (aktor-aktor) yang cukup representatif bagi kepentingan publik. Menurut James Anderson, para aktor yang seharusnya terlibat dalam pembuatan kebijakan itu adalah( Joko Purwono, 1989: 7) : 1. Official Policy Makers; yaitu organ-organ yang menduduki pos-pos kekuasaan secara legal/resmi. Yang termasuk kelompok ini adalah; para anggota legislatif, para administrator, dan para hakim pengadilan. 2. Unofficial Participants; yaitu organ-organ yang secara formal memang tidak mempunyai wewenang untuk merumuskan kebijakan publik tetapi kegiatankegiatannya banyak mempengaruhi 'official policy makers. Golongan ini sering berpartisipasi dalam proses pembuatan kebijakan, dan partisipasi mereka itu memang dibenarkan. Yang termasuk golongan ini adalah; kelompok-kelompok kepentingan (interest groups), partai politik, media massa dan warga negara secara individual. Kedua kelompok aktor kebijakan tersebut dalam wacana proses perumusan kebijakan adalah setara, meskipun dalam kewenangan untuk merumuskan kata akhir tidak. Dalam pandangan Anderson, meskipun golongan 'official policy makers' memiliki kekuasaan untuk membuat kebijakan, namun kekuasaannya itu tidak absolut, karena pada kenyataannya organ-organ yang termasuk dalam golongan ini kegiatannya senantiasa diawasi oleh organ-organ lainnya, yaitu para pimpinan partai politik dan kelompok-kelompok penekan (pressure groups).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
Dengan demikian jelaslah bahwa meskipun berada dalam lingkaran luar dalam sistem pembuatan kebijakan, partai politik memegang peranan yang cukup besar. Mengapa partai politik termasuk dalam kelompok unofficial participants?, menurut Anderson, karena "… however important or dominant they may be in various situation, they them selves do not usually possess legal authority to make binding policy decision".(Joko Purwono, 1989: 8) Karena itu, seharusnya partai politik itu keberadaannya sangat penting dalam proses pembuatan kebijakan publik. Tetapi dalam praktek kenegaraan sepanjang orde baru yang terjadi tidak seperti itu. Berbicara tentang peran partai politik dalam pembuatan kebijakan publik memang ada cukup banyak variasi diantara sistem pemerintahan yang berbeda. Misalnya antara negara maju dengan yang ada di negara berkembang. Antara negara demokrasi dengan negara totaliter. Hal yang menjadikan adanya variasi itu adalah faktor ideologi yang dianut negara yang bersangkutan, disamping juga karena sistem kepartaian yang diterapkan. Peran partai politik di negara liberal akan berbeda dengan peran partai politik di negara komunis. Peran partai politik di negara yang menganut sistem satu partai akan berbeda dengan yang menganut dua partai atau banyak partai. Di Amerika Serikat, meskipun partai politik lebih diperhatikan publik pada saat kampanye dari pada saat perumusan kebijakan, namun partai politik selalu berperan serta dalam menangani konflik-konflik yang terjadi di masyarakat. Keterlibatan demikian ini juga tercermin dalam konggres. Anggota-anggota partai politik yang ada di konggres selalu berbicara sesuai dengan garis-garis kebijakan partainya. Partai politik di AS berperan juga sebagai pengawas kegiatan presiden dan para pembantu-pembantunya dalam melaksanakan kebijakan publik. Bahkan juga mengawasi kegiatan-kegiatan konggres. Yang tampak menonjol adalah bahwa partai-partai politik di AS senantiasa berperan aktif dalam memberikan alternatif-alternatif apabila
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
terjadi konflik kebijakan. Dalam pandangan Jhon W. Kingdom, “political parties might affect policy agendas through the content of their platform…”. (John W. Kongdom, 1984: 92). Pada saat kampanye, pengaruh partai politik terhadap agenda kebijakan lebih tampak. Namun demikian alternatif program yang diajukan dalam kampanye itu haruslah alternatif program yang benar-benar orisinil, dikemukakan secara detali dan sungguh-sungguh, karena alternatif program yang memenuhi syarat itulah yang akan dipertimbangkan dalam pembuatan kebijakan. Berdasarkan hasil penelitiannya tentang eksistensi partai politik di AS, Keefe menyatakan bahwa “The parties are lees what they make of themselves than what their environment makes of them.. (William J. Keefe, 1980: 112). Karena itu partai politik di AS menurut Fahri Ali “lebih leluasa dibanding dengan partai politik di Indonesia dimana partai politiknya adalah hasil reproduksi yang dilakukan pemerintah”. (William J. Keefe, 1980: 112) Sebagai
perbandingan,
perlu
juga
dikemukakan
bagaimana
eksistensi partai politik dalam proses pembuatan kebijakan di negara Uni Soviet. Sebelum negara ini terpecah-pecah dan partai komunis masih berkuasa, maka peran partai komunis dalam segala urusan negara dan pemerintahan adalah sangat sentral. Dalam salah satu karyanya, pakar politik UGM, Prof. Dr. Ichlasul Amal menyatakan “partai komunis dalam banyak hal memborong hamper seluruh fungsi di dalam sistem politik yang meliputi fungsi; artikulasi kepentingan, agregasi kepentingan, sosialisasi politik, komunikasi politik, rekrutmen, fungsi konversi, sert fungsi output yaitu; pembuatan kebijakan dan pengontrolan terhadap pelaksanaan kebijakan” (Ichlasul Amal, 1988: 7). Di negara-negara berkembang, eksistensi partai politik ditandai dengan hal yang berkaitan dengan proses pembentukan identitas nasional, pembentukan kerangka sistem politik, pengabsahan lembaga pemerintah, serta
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
usaha-usaha untuk memperkuat persatuan nasional. Dalam kaitan ini Ichlasul Amal juga menegaskan bahwa, “partai politik seringkali tidak berfungsi sebagai penyedia akses bagi penyaluran tuntutan yang absah kepada penguasa, tetapi semata-mata sebagai elemen dalam strategi persatuan nasional dan pengontrolan perbendaan pendapat”. (Ichlasul Amal, 1988: 7). Simpulan yang dapat ditarik dari berbagai gambaran tentang peran partai politik di negaranegara berkembang, sebagaimana banyak karya tulis tentang itu sudah beredar di masyarakat, adalah bahwa eksistensi dan peran partai politik dalam proses pembuatan kebijakan sangat lemah. Dalam pandangan James Anderson, faktor faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya peran partai politik dalam proses pembuatan publik adalah sistem kepartaian yang dianut (dipraktekkan) oleh negara yang bersangkutan. Secara teoritis, terdapat 3 sistem kepartaian yang masing-masing memiliki ciri dan konsekuensi pada peran partai politik dalam proses pembuatan kebijakan. Ketiga sistem (berikut ciri yang dimaksud) tersebut adalah sebagai berikut (Joko Purwono, 1989: 8-9) : 1. Multyparty System; Di dalam negara yang menganut atau mempraktekkan sistem multipartai ini partai politik dicirikan menjalankan peran sebagai "broker", yang menjadi perantara kepentingan anggotanya untuk disalurkan kepada policy-maker. Memang sepintas kelihatan bahwa partai politik menjalankan peran yang sangat baik, tetapi sebenarnya yang diperankan oleh partai politik itu tidak lebih efektif dibandingkan dengan peran interest groups. Di negara yang menganut sistem banyak partai ini interest groups memiliki posisi dan akses yang lebih baik kepada policy maker dibandingkan dengan partai politik. Karenanya maka interest groups jauh lebih berperan. 2. Twoparty System; Di dalam negara yang menganut sistem ini partai politik dicirikan sebagai cenderung melibatkan diri kedalam paket (proses pembuatan) kebijakan. Hal ini terjadi karena dua partai yang ada senantiasa berkompetisi dalam memperebutkan dukungan publik. Dibandingkan dengan partai politik yang ada di negara yang menerapkan sistem multyparty, partai politik dalam sistem duapartai ini lebih menjalankan perannya dan lebih efektif fungsinya dalam mempengaruhi proses pembuatan kebijakan publik. Contoh konkritnya adalah yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
terjadi di AS (antara partai republik dan partai demokrat) dan Inggris (partai demokrat dan partai buruh). 3. Monoparty System; Sedangkan di negara yang menganut sistem satu partai, maka peran partai politik sangat sentral. Ia memborong semua peran yang secara langsung mempengaruhi proses pembuatan kebijakan publik. Dilihat dari tingginya peran partai politik memang kondisi ini baik bagi kinerja partai, tetapi dilihat dari filosofi dasar dari kebijakan publik jelas kondisi ini tidak demokratis.
Di Indonesia, meskipun sistem kepartaian yang dianut adalah multyparty,
namun
yang
terjadi
ternyata tidak seperti
yang diteorikan
(dikonsepsikan) oleh Anderson tersebut. Sampai dengan pelaksanaan pemilihan umum tahun 1997 (periode setelah itu, terutama setelah reformasi berhasil merestrukturisasi sistem kepartaian dalam pemilu 1999 tidak termasuk dalam analisis ini) jumlah partai politik yang ada memang sama dengan yang dicirikan dalam sistem multy-party, tetapi peran partai dalam proses pembuatan kebijakan publik cenderung sama dengan yang ada di negara dengan sistem satu-partai. Dalam kenyataannya, terutama setelah masa Dekrit Presiden untuk membubarkan Konstituante dan setelah terbentuknya Demokrasi Terpimpin, pada dasarnya partai politik telah mengalami reproduksi. Dalam pandangan Fachry Ali “partai politik sebagai kekuatan di luar
birokrasi
negara
telah
dikocok
sedemikian
rupa
sehingga
memproduksikan kekuatan-kekuatan politik yang mudah dicetak (Fachry Ali, 2002: 12). Bahkan ketika kekuasaan rejim jatuh ke tangan orde baru, kebijakan memproduksi parpol itu terus berlangsung. Ini terjadi karena birokrasi dan negara telah tumbuh menjadi sangat dominan dan sangat kuat, sehingga seakan-akan birokrasi itu sendiri adalah partai, partai birokrasi. Dalam pandangan Mc Vey, “gerakan reproduksi itu bahkan tidak hanya terjadi pada organisasiorganisasi politik, melainkan juga terjadi pada elite pimpinan politik dan organisasi massa (Ruth T. Mc Vey, 1971: 4).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
Puncak dari gerakan reproduksi itu adalah “dilakukannya fusi parpol pada tahun 1975. Tragisnya, berbarengan dengan gerakan reproduksi partai-partai politik, seleksi kepemimpinan partai pun dilangsungkan (Fachry Ali, 2002: 12). Dalam proses seleksi inilah diproduksi pula para pimpinan partai dengan disain dan rekayasa yang menguntungkan rejim, dengan harapan tidak akan menggoyahkan pemerintah yang memang sudah establish. Dengan demikian partai politik praktis menjadi organ pemerintah di luar birokrasi. Oleh karena parpol sudah menjadi organ pemerintah maka parpol kehilangan legitimasi di hadapan publik. Apalagi setelah lahirnya kebijakan asas tunggal dimana parpol sudah meninggalkan simbol-simbol yang tadinya mudah dikenali konstituen-nya. Perkembangan ini akhirnya mempengaruhi penampilan parpol itu sendiri, terutama dalam hal aksesnya terhadap policy making. Fungsi parpol sebagai penyalur aspirasi publik untuk mempengaruhi proses pembuatan kebijakan publik dengan sendirinya terkikis oleh peran barunya sebagai organ pemerintah. Karena adanya peranan parpol yang tidak menguntungkan itu maka tampillah kelompokkelompok epentingan (interest groups; LSM) serta kelompok-kelompok lain dalam masyarakat, sebagai bentuk baru dri wadah aspirasi publik yang memang masih aktif. Inilah konsekwensinya, masyarakat lebih mempercayai LSM dan LSM tumbuh subur bak jamur di musim hujan. Sayangnya masih sangat sedikit LSM yang berkualitas dan benar-benar lahir untuk pemberdayaan masyarakat. Jadi munculnya LSM-LSM di masa terakhirterakhir kepemimpinan rejim orde baru adalah indikasi dari kerdilnya peran parpol waktu itu. Inilah agaknya yang diramalkan oleh Anderson sebagai, “… parties have a broader range of policy concerns than the interest groups (Joko Purwono, 1989: 88). Dan ini adalah konsekuensi yang positif. Adapun konsekuensi lainnya, yang cenderung bersifat negatif, adalah munculnya partisipasi negative dari masyarakat, yang dalam istilah Arbi Sanit
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
disebut sebagai kegiatan "Non Konvensional", yang dalam banyak kasus cenderung merugikan masyarakat itu sendiri (Arbi Sanit, 1987: 114). Dengan berbagai resening kita jelas tidak menghendaki kejadiankejadian itu terulang lagi. Meskipun demikian kita tetap tidak boleh mencegah fenomena masyarakat yang mengambil sikap dan laku negatif, karena hal itu adalah realistis. Yang paling bisa kita lakukan adalah membangun iklim dimana partai politik benar-benar menjadi pemain dan berperan sesuai dengan fungsinya dalam mempenga ruhi proses perumusan kebijakan publik.
B. Kerangka Pemikiran Ketentuan Pasal 31 ayat (1) dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 mengenai Partai politk menyebutkan bahwa Partai Politik melakukan pendidikan politik bagi masyarakat sesuai dengan ruang lingkup tanggung jawabnya dengan memperhatikan keadilan dan keseteraan gender dengan tujuan antara lain: 1. meningkatkan kesadaran hak dan kewajiban masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; dan 2. meningkatkan partisipasi politik dan inisiatif masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; dan 3. meningkatkan kemandirian, kedewasaan, dan membangun karakter bangsa dalam rangka memelihara persatuan dan kesatuan bangsa. Pendidikan politik bagi masyarakat merupakan suatu ruang lingkup dalam upaya meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajibannya dalam berpolitik terutama memberikan partisipasi politik dengan kemandirian, kedewasaan dan membangun karakter bangsa dengan tujuan utama memelihara persatuan dan kesatuan bangsa. Perlu disadari bahwa partai politik yang dibangun secara demokrasi yang berlandaskan pada Pancasila merupakan suatu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
wadah bagi masyarakat dalam memberikan hak dan kewajibannya dalam perpolitik secara praktis. Dengan adanya partai politik diharapkan akan membawa nuansa budaya politik bagi masyarakat itu sendiri dalam memenuhi hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Secara hukum bahwa partai politik diimplementasikan kepada kesadaran berdemokrasi dan semua anggota masyarakat yang memenuhi syarat diikutsertakan dalam kehidupan kenegaraan dalam aktivitas pemilihan umum. Di Kabupaten Sukoharjo dalam sistem partai politik bahwa Pendidikan Politik bagi masyarakat masih memerlukan pembelajaran secara bertahap. Hal ini dapat dilihat terhadap partisipasi masyarakat dalam berpolitik yang tidak memperhatikan etika dan budaya berpolitik secara praktis. Ketentuan perundang-undangan yang dimanahkan dalam Undangundang Nomor 2 tahun 2008 Tentang partai Politik belum sepenuhnya diimplementasikan dengan baik oleh para kontestan pemilu (partai politik). Terlihat bahwa para kontestan pemilihan umum anggota DPRD Kabupaten Sukoharjo periode tahun 2009-2014 belum mengindahkan ketentuan tersebut dan bahkan cenderung mempelihatkan perilaku dan praktek-praktek berpolitik yang justru mencederai kehidupan demokrasi. Para kontestan pemilu hanya terfokus pada bagaimana memenangkan pertarungan untuk duduk di kursi DPRD Kabupaten Sukoharjo meskipun dengan cara-cara yang tidak memberikan pendidikan politik kepada warga masyarakat secara dewasa, mandiri serta demokratis sesuai dengan harapan dan ketentuan perundangundangan. Ketentuan Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik yang mensyaratkan adanya tanggung jawab bagi partai politik untuk memberikan pendidikan politik bagi masyarakat menjadi tidak efektif. Tanggung jawab tersebut tidak dilaksanakan secara baik oleh kontestan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
pemilu (partai politik) sehingga secara tidak langsung mencederai proses demokratisasi yang diharapkan oleh seluruh rakyat Indonesia. Tidak efektifnya ketentuan Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik diperhdapkan pada beberapa kendala sebagai berikut: 1. Secara substansi, Undang-undang partai politik belum memuat secara rinci jenis, kriteria dan bentuk pendidikan politik kepada masyarakat sehingga kontestan pemilu larut dalam menggunakan metode-metode memenangkan yang bertentangan dengan etika dan moral politik. 2. Secara struktur, para pelaksana dan penyelenggara pemilu tidak secara tegas menegakkan
aturan
main
dalam
penyelenggaraan
tahapan-tahapan
pemilu.selain itu, keterbatasan bagi para patai politik untuk menaawarkan program-program yang menjadi ikon kampanye justru tidak muncul sebagai daya pikat partai yang kemudian menjadi salah satu alasan bagi masyarakat untuk menjatuhkan pilihannya. 3. Secara kultur, masyarakat dan kontestan pemilu belum sepenuhnya siap berdemokrasi secara sehat, mandiri dan dewasa. Kekalahan dalam setiap kontestan pemilu dianggap sebagai sesuatu yang mempermalukan dan merugikan sehingga dengan prinsip seperti ini para kontestan akan menggunakan berbagai cara untuk menghindari kekalahan. Sementara di pihak lain, masyarakat diperhadapkan pada kebutuhan-kebutuhan pragmatis sehingga siapa pun yang dipilih tidak didasarkan pada pertimbangan untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat secara umum. Untuk menjabarkan kerangkan pikit tersebut, dapat dilihat pada diagram pikir berikut ini:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
Gambar 1 Diagram Kerangka Berpikir
UU NO. 02/2008 PARTAI POLITIK
Pasal 31 ayat (1) Pendidikan Politik
Implementasi Pasal 31 ayat (1) oleh Partai Politik Di Kabupaten Sukoharjo
Masyarakat Kabupaten Sukoharjo
BELUM EFEKTIF
EFEKTIF
KENDALA DAN UPAYA PENYELESAIANNYA
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Kondisi Geografi Kabupaten Sukoharjo a. Letak Geografis Kabupaten Sukoharjo sebagai salah satu Kabupaten di Jawa Tengah, letaknya diapit oleh 6 (enam) Kabupaten/Kota yaitu di sebelah Utara berbatasan dengan kota Surakarta dan Kabupaten Karanganyar, di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Gunung Kidul (DIY) dan Kabupaten Wonogiri serta sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Klaten dan Kabupaten Boyolali. b. Luas Wilayah Secara administrasi Kabupaten Sukoharjo terbagi menjadi 12 kecamatan yang terdiri dari 167 Desa/Kelurahan. Luas wilayah Kabupaten Sukoharjo tercatat 46.666 Ha atau 1,43 % luas wilayah propinsi Jawa Tengah. Kecamatan yang terluas adalah Kecamatan Polokarto yaitu 6.218 Ha (13%), sedangkan yang paling kecil adalah Kecamatan Kartasura seluas 1.923 Ha (4%) dari luas Kabupaten Sukoharjo. Menurut penggunaan lahan terdiri dari lahan sawah sebesar 45,38% (21.178 Ha) dan lahan bukan sawah sebesar 54,62% (25.488 Ha). Dari lahan sawah yang mempunyai pengairan teknis seluas 14.570 Ha (68,80%). Irigasi setengah teknis 2.250 Ha (10,62%), irigasi sederhana 2.053 Ha (9,96) dan tadah hujan seluas 2.305 Ha (10,89 %). c. Batas-batas Daerah Batas wilayan Kabupaten Sukoharjo meliputi: 1) Sebalah Utara
: Kota Surakarta
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
Kabupaten Karanganyar 2) Sebalah Timur
: Kabupaten Karanganyar
3) Sebelah Selatan
: Kabupaten Gunug Kidul (DIY) Kabupaten Wonogiri
4) Sebelah Barat
: Kabupaten Boyolali Kabupaten Klaten
d. Letak Daerah Letak Daerah Kabupaten Sukoharjo adalah : 1) Bagian Ujung Sebelah Timur
: 110 57’ 33.70” BT
2) Bagian Ujung Sebelah Barat
: 110 42’ 6.79” BT
3) Bagian Ujung Sebelah Utara
:
7 32’ 17.00” BT
4. Bagian Ujung Sebelah Selatan
:
7 49’ 32.00” BT
(dihitung dari Meredian Greenwich) Sumber : Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Sukoharjo tahun 2010
e. Pemerintahan 1) Wilayah Administrasi Kabupaten Sukoharjo terbagi dalam 12 Kecamatan, 150 Desa dan 17 Kelurahan, 2.026 Dukuh, 1.438 Rukun Warga (RW) dan 4.428 Rukun Tetangga (RT). Kecamatan Polokarto merupakan kecamatan dengan jumlah desa terbanyak yaitu 17 Desa dan Kecamatan dengan jumlah desa terkecil adalah Kecamatan Bulu, Kecamatan Tawangsari dan Kecamatan Kartasura dengan masing-masing jumlah desa sebanyak 12 desa. 2) Kepegawaian Pada akhir tahun 2006 jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kabupaten Sukoharjo tercatat sebagai peserta TASPEN sebanyak 10.505 orang. PNS sebanyak itu terdiri dari 1.093 orang sebagai PNS Pusat (10.41%), 9.375 orang sebagai PNS Daerah Otonom (DO) atau
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
sebesar 89.24% sedangkan 37 orang sebagai pegawai BUMN 0.35%. dan apabila dilihat dari golongan PNS, yang terbesar adalah PNS golongan III yaitu 5.934 orang (56.49%) dan berturut-turut PNS Golongan IV sebanyak 2.784 orang (26.50%), golongan II sebanyak 1.658 orang (15.78%) dan golongan I sebanyak 129 orang (1.23%). (Sumber: Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Sukoharjo tahun 2010)
f. Struktur Organisasi Berikut penulis sampaikan struktur organisasi
Sekretariat Daerah
Kabupaten Sukoharjo dalam mendukung pelaksanaan Pemerintahan Daerah di Kabupaten Sukoharjo meliputi: 1) Sekretaris Daerah Sekretariat Daerah merupakan unsur staf pemerintah daerah yang dipimpin oleh seorang Sekretaris Daerah yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati. Tugas Sekretariat Daerah yaitu membantu
Bupati
dalam
melaksanakan
tugas
penyelenggaraan
pemerintah, administrasi, organisasi dan tatalaksana serta memberikan pelayanan administratif kepada seluruh perangkat daerah. Fungsi Sekretariat Daerah yaitu : a) Pengkoordinasian perumusan kebijakan pemerintah daerah b) Penyelenggaraan administrasi pemerintahan c) Pengelolaan sumber daya aparatur, keuangan, prasarana dan sarana pemerintah daerah d) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas fungsinya. e) Asisten Tata Praja Asisten Tata Praja mempunyai tugas pokok membantu Sekretariat Daerah dalam pengkoordinasian perumusan kebijakan dan petunjuk teknis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
pembinaan penyelenggaraan pemerintah umum, pemerintah desa, hukum, organisasi dan tatalaksana serta pengolahan data elektronik. Fungsi Asisten Tata Praja yaitu : (1) Pengkoordinasian
perumusan
kebijakan
dan
petunjuk
teknis
pembinaan penyelenggaraan pemerintahan umum, pemerintahan desa, hukum, organisasi dan tatalaksana serta pengolahan data elekronik (2) Penyusunan
program
dan
petunjuk
teknis
penyelenggaraan
pemerintahan umum, pemerintahan desa, hukum, organisasi dan tatalaksana serta pengolahan data elekronik (3) Pengendalian
dan
pembinaan
penyelenggaraan
administrasi
pemerintahan umum, pemerintahan desa, hukum, organisasi dan tatalaksana serta pengolahan data elekronik (4) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Sekretariat Daerah sesuai dengan tugas dan fungsinya Asisten Tata Praja terdiri dari : (1) Bagian Pemerintahan Bagian Pemerintahan mempunyai tugas pokok membantu Asisten Tata Praja dalam melaksanakan pengkoordinasian penyusunan perumusan
kebijakan
dan
petunjuk
teknis
pembinaan
penyelenggaraan pemerintahan daerah, pemerintahan desa/kelurahan, perangkat daerah, perangkat desa, dan kelurahan. Fungsi Bagian Pemerintahan yaitu : i. Pengumpulan bahan koordinasi instansi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan penyusunan rencana program dan petunjuk teknis pembinaan penyelenggaraan pemerintah daerah dan pemerintah desa/kelurahan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
ii. Pengumpulan bahan penyusunan pedoman dan petunjuk teknis pembinaan
pemerintahan
daerah
dan
pemerintahan
desa/kelurahan, perangkat daerah, perangkat desa/kelurahan. iii. Pengkoordinasian dan menganalisis data serta memberikan pertimbangan dalam rangka koordinasi perangkat daerah dan perangkat desa/ kelurahan. iv. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Asisten Tata Praja sesuai dengan tugas dan fungsinya. Bagian Pemerintahan terdiri dari : i. Sub Bagian Pemerintahan Umum dan Pertanahan ii. Sub Bagian Perangkat Daerah iii. Sub Bagian Perangkat dan Administrasi Desa iv. Sub Bagian Pendapatan dan Kekayaan Desa (2) Bagian Hukum, Organisasi dan Tatalaksana Bagian Hukum, Organisasi dan Tatalaksana mempunyai tugas pokok melakukan pelayanan penyelenggaraan pemerintah daerah di bidang hukum, organisasi dan tatalaksana, melakukan pembinaan hukum, organisasi dan tatalaksana serta mengkoordinasikan perumusan kebijakan di bidang organisasi dan tatalaksana, hukum dan peraturan perundang-undangan. Fungsi Bagian Hukum, organisasi dan tatalaksana yaitu : i. Pengumpulan bahan penyusunan program dan petunjuk teknis penyusunan perundang-undangan daerah dan pembinaan hukum ii. Pengumpulan bahan dan penyusunan program dan petunjuk teknis pembinaan organisasi dan tatalaksana iii. Pengendalian pelaksanaan pembinaan hukum, organisasi dan tatalaksana iv. Pengkoordinasian pemusatan kebijakan di bidang hukum, organisasi dan tatalaksana
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
v. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Asisten Tata Praja sesuai dengan tugas dan fungsinya. Bagian Hukum, Organisasi dan Tatalaksana terdiri dari : i. Sub Bagian Perundang-undangan ii. Sub Bagian Dokumentasi dan Pelayanan Hukum iii. Sub Bagian Kelembagaan iv. Sub Bagian Tatalaksana dan Analisis Jabatan. (3) Bagian Pengolahan Data Elektronik Bagian Pengolahan Data Elektronik mempunyai tugas pokok membantu Asisten Tata Praja dalam penyelenggaraan pemerintah daerah, dalam melaksanakan penyusunan perumusan kebijakan, petunjuk teknis di bidang pengolahan data elektronik. Fungsi Bagian Pengolahan Data Elektronik yaitu : i. Pengkoordinasian perumusan kebijakan pemerintah daerah di bidang pengelolaan data elektronik ii. Penyusunan dan analisis data serta penyiapan sistem aplikasi yang dibutuhkan iii. Penyusunan rencana dan program di bidang pengolahan data elektronik iv. Pengendalian arus data masukan dan keluaran, pengoperasian komputer, penyimpanan data, penyediaan dan pengamanan perangkat keras/lunak komputer v. Pemberian
bimbingan
dan
pelayanan
serta
pengendalian
komputerisasi kepada unit kerja di lingkungan pemerintah daerah vi. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Asisten Tata Praja sesuai dengan tugas dan fungsinya. Bagian Pengolahan Data Elektronik terdiri dari : i. Sub Bagian Sistem Informasi Manajemen ii. Sub Bagian Telematika
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
iii. Sub Bagian Pendayagunaan Sistem Informasi iv. Sub Bagian Sandi dan Telekomunikasi. f) Asisten Administrasi Pembangunan Asisten Administrasi Pembangunan mempunyai tugas pokok membantu Sekretaris Daerah dalam pengkoordinasian perumusan kebijakan dan petunjuk teknis pembinaan dalam menyelenggarakan pemerintah di bidang perekonomian, sosial dan administrasi pembangunan. Fungsi Asisten Administrasi Pembangunan yaitu : (1) Pengkoordinasian pembinaan
perumusan
penyelenggaraan
kebijakan
dan
pemerintah
di
petunjuk
teknis
bidang
sosial,
perekonomian dan administrasi pembangunan (2) Penyusunan
program
dan
petunjuk
teknis
penyelenggaraan
pemerintahan di bidang sosial, perekonomian dan administrasi pembangunan (3) Pengendalian dan pembinaan penyelenggaraan pemerintahan di bidang sosial, perekonomian dan administrasi pembangunan (4) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Sekretaris Daerah sesuai dengan tugas dan fungsinya. Asisten Administrasi Pembangunan terdiri dari : (1) Bagian Perekonomian Bagian Perekonomian mempunyai tugas pokok membantu Asisten Administrasi Pembangunan dalam melaksanakan pengkoordinasian penyusunan perumusan kenijakan dan petunjuk teknis pembinaan penyelenggaraan pemerintahan di bidang perekonomian. Fungsi Bagian Perekonomian yaitu : i. Pengumpulan bahan pembinaan, koordinasi instansi dalam penyelenggaraan pemerintah dan penyusunan rencana program dan petunjuk teknis pemerintahan di bidang perekonomian,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
perusahaan daerah, sarana perekonomian rakyat, energi dan sumber daya mineral ii. Pengumpulan bahan penyusunan pedoman dan petunjuk teknis pembinaan pemerintah di bidang perekonomian, perusahaan daerah, sarana perekonomian rakyat, energi dan sumber daya mineral iii. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Asisten Administrasi Pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsinya. Bagian Perekonomian terdiri dari : i. Sub Bagian Perusahaan Daerah ii. Sub Bagian Sarana Perekonomian Rakyat iii. Sub Bagian Energi dan Sumber Daya Mineral. (2) Bagian Sosial Bagian
Sosial
mempunyai
tugas
pokok
membantu
Asisten
Administrasi Pembangunan dalam melaksanakan pengkoordinasian penyusunan perumusan kebijakan dan petunjuk teknis pembinaan dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang sosial. Fungsi Bagian Sosial yaitu : i. Pengumpulan bahan pembinaan koordinasi instansi dalam penyelenggaraan pemerintah dan penyusunan rencana program dan petunjuk teknis pemerintahan di bidang sosial, kesejahteraan, agama, pendidikan dan kebudayaan, pemuda, olah raga, pemberdayaan perempuan, tenaga kerja ii. Pengumpulan bahan penyusunan pedoman dan petunjuk teknis pembinaan pemerintah di bidang sosial, kesejahteraan, agama, pendidikan dan kebudayaan, pemuda, olah raga, pemberdayaan perempuan, tenaga kerja iii. Pengkoordinasian dan menganalisis data serta memberikan pertimbangan dalam rangka koordinasi di bidang sosial,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
kesejahteraan, agama, pendidikan dan kebudayaan, pemuda, olah raga, pemberdayaan perempuan, tenaga kerja iv. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Asisten Administrasi Pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsinya. Bagian Sosial terdiri dari : i. Sub Bagian Kesejahteraan ii. Sub Bagian Agama, Pendidikan dan Kebudayaan iii. Sub Bagian Pemuda, Olah raga, Pemberdayaan Perempuan, Tenaga Kerja (3) Bagian Pembangunan Bagian Pembangunan mempunyai tugas pokok membantu Asisten Administrasi Pembangunan dalam melaksanakan pengkoordinasian penyusunan perumusan kebijakan dan petunjuk teknis pembinaan dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang administrasi pembangunan Fungsi Bagian Pembangunan yaitu : i. Pengumpulan bahan penyusunan pedoman dan petunjuk teknis pembinaan Pemerintahan di bidang administrasi pembangunan pengendalian dan pelaporan pembangunan ii. Pembinaan
koordinasi
instansi
dalam
penyelenggaraan
pemerintahan dan petunjuk teknis pemerintahan di bidang administrasi
pembangunan,
pengendalian
dan
pelaporan
pembangunan iii. Pengkoordinasian dan menganalisis data serta memberikan pertimbangan dalam rangka koordinasi di bidang administrasi pembangunan yang meliputi pengendalian dan pelaporan pembangunan iv. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Asisten Administrasi Pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsinya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
Bagian Pembangunan terdiri dari : i. Sub Bagian Pengendalian ii. Sub Bagian Pelaporan g) Asisten Administrasi Asisten Administrasi mempunyai tugas pokok membantu Sekretaris Daerah dalam pengkoordinasian perumusan kebijakan dan petunjuk teknis pembinaan dalam menyelenggarakan pemerintah di bidang keuangan, umum, perlengkapan dan kepegawaian sekretariat daerah Fungsi Asisten Administrasi yaitu : (1) Pengkoordinasian pembinaan penyusunan
perumusan
dalam
kebijakan
penyelenggaraan
anggaran,
pengelolaan
dan
petunjuk
pemerintah administrasi
di
teknis bidang
keuangan,
perlengkapan, pembinaan kepegawaian dan tata usaha kepegawaian Sekretaris Daerah. (2) Penyusunan
program
dan
petunjuk
teknis
penyelenggaraan
pemerintah di bidang penyusunan anggaran pengelolaan administrasi keuangan, perlengkapan, pembinaan kepegawaian dan tata usaha kepegawaian dan tata usaha kepegawaian Sekretariat Daerah. (3) Pengendalian dan pembinaan penyelenggaraan pemerintah di bidang penyusunan
anggaran,
pengelolaan
administrasi
keuangan,
perlengkapan, pembinaan kepegawaian dan tata usaha kepegawaian Sekretariat Daerah. (4) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Sekretariat Daerah sesuai dengan tugas dan fungsinya. Asisten Administrasi terdiri dari : (1) Bagian Keuangan Bagian Keuangan mempunyai tugas pokok membantu Asisten Administrasi
dalam
melakukan
pelayanan
administrasi
penyelenggaraan pemerintahan di bidang penyusunan anggaran,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
pengelolaan administrasi keuangan, perubahan dan perhitungan anggaran
pendapatan
dan
belanja
daerah
serta
pembinaan
administrasi keuangan. Fungsi Bagian Keuangan yaitu : i. Pengumpulan bahan kebijakan teknis penyusunan, perubahan dan perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. ii. Penyusunan, perubahan dan perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. iii. Pengelolaan
administrasi
keuangan
daerah,
anggaran
perbendaharaan, pembukuan dan verifikasi. iv. Pengkoordinasian perumusan kebijakan di bidang penyusunan pedoman dan petunjuk teknis pembinaan administrasi keuangan, penyusunan anggaran, perubahan dan perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. v. Pengujian kebenaran penagihan dan penerbitan surat perintah membayar uang (SPMU) dan mengadakan pemeriksaan keuangan serta membina perbendaharaan. vi. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Asisten Administrasi sesuai dengan tugas dan fungsinya. Bagian Keuangan terdiri dari : i. Sub Bagian Anggaran ii. Sub Bagian Perbendaraan iii. Sub Bagian Pembukuan iv. Sub Bagian Verifikasi (2) Bagian Umum Bagian Umum mempunyai tugas pokok membantu Asisten Administrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang ketatausahaan, kearsipan, urusan rumah tangga, protokol dan kepegawaian Sekretariat Daerah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
Fungsi Bagian Umum yaitu : i. Pelaksanaan ketatausahaan pimpinan dan umum ii. Pelaksanaan pembinaan ketatausahaan dan kearsipan iii. Pelaksanaan urusan rumah tangga Sekretariat Daerah iv. Pelaksanaan urusan keamanan terhadap personil, materiil dan informasi di lingkungan Sekretariat Daerah. v. Pelaksanaan urusan protokol dan perjalanan dinas Sekretariat Daerah. vi. Pelaksanaan administrasi kepegawaian Sekretariat Daerah. vii. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Asisten Administrasi sesuai dengan tugas dan fungsinya. Bagian Umum terdiri dari : i. Sub Bagian Tata Usaha ii. Sub Bagian Rumah Tangga iii. Sub Bagian Protokol iv. Sub Bagian Kepegawaian (3) Perlengkapan Bagian Perlengkapan mempunyai tugas pokok membantu Asisten Administrasi dalam penyusunan program kebutuhan perbekalan dan pengelolaan perlengkapan serta membina administrasi perlengkapan. Fungsi Bagian Perlengkapan yaitu : i.
Pengumpulan bahan penyusunan rencana kebutuhan perbekalan
ii.
Pelaksanaan analisis kebutuhan perlengkapan dan perbekalan
iii. Pengadaan perlengkapan dan perbekalan iv. Penyimpanan, pemeliharaan perlengkapan dan perbekalan v.
Pendistribusian perlengkapan dan perbekalan
vi. Pelaksanaan administrasi dan perbekalan vii. Pengkoordinasian pelaksanaan analisis kebutuhan pengadaan, penyimpanan dan distribusi perbekalan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
viii. Pelaksanaan inventarisasi barang-barang milik pemerintah daerah, baik barang bergerak maupun tidak bergerak ix. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Asisten Administrasi sesuai dengan tugas dan fungsinya. Bagian Perlengkapan terdiri dari : i. Sub Bagian Inventarisasi dan Analisis Kebutuhan ii. Sub Bagian Pengadaan iii. Sub Bagian Distribusi dan Pemeliharaan.
g. Visi dan Misi Kabupaten Sukoharjo Visi
pembangunan
daerah
Kabupaten
Sukoharjo
adalah
terwujudnya Sukoharjo sebagai daerah yang maju, adil, makmur dan mandiri dalam suasana tentram dengan industri, pertanian dan pariwisata yang handal yang didukung oleh masyarakat yang sehat jasmani dan rohani, demokratis, berbudi luhur dan berkepribadian bangsa. Mengacu pada visi pembangunan daerah tersebut di atas, maka misi Kabupaten Sukoharjo adalah : 1) Menjadikan Kabupaten Sukoharjo sebagai daerah industri, baik industri menengah maupun industri kecil yang maju. 2) Menjadikan Kabupaten Sukoharjo sebagai daerah pertanian yang unggulan, andalan dan potensial yang kompetitif. 3) Menjadikan Kabupaten Sukoharjo sebagai daerah tujuan wisata utama di Jawa Tengah yang menarik bagi wisatawan manca negara dan wisatawan nusantara. 4) Menjadikan Kabupaten Sukoharjo sebagai pusat pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, beriman dan taqwa, berkepribadian bangsa dan berwawasan ke depan. 5) Menjadikan masyarakat Kabupaten Sukoharjo sejahtera lahir dan batin.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
6) Mengebangkan sistem informasi yang selalu disesuaikan dengan perkembangan sarana telekomunikasi dan komunikasi sebagai media promosi yang efektif bagi potensi dan perkembangan daerah Kabupaten Sukoharjo. 7) Meningkatkan upaya pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
2. Pelaksanaan pendidikan politik oleh partai politik berdasarkan ketentuan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik di Kabupaten Sukoharjo. Pelaksanaan pendidikan politik yang dilakukan oleh partai politik di Kabupaten
Sukoharjo kepada masyarakat didasarkan pada ketentuan
perundang-undangan yang belaku. Undang-undang yang dijadikan acuan oleh seluruh partai politik yang berada di Kabupaten Sukoharjo adalah UndangUndang No. 2 tahun 2008 tentang partai Politik. Kegiatan sosialisasi Pemilu, khususnya oleh peserta pemilu tahun 2009 dilakukan oleh partai politik untuk meningkatkan kesadaran kepada masyarakat yang mempunyai hak pilih untuk ikut mensukseskan Pemilu Legislatif tahun 2009. Sosialisasi yang dilakukan oleh Seluruh partai Politik lebih kepada basis-basis massa yang menjadi pendukungnya. Kegiatan yang dilakukan lebih banyak pada saat-saat kampanye menjelang pemilihan Umum legislatif, juga dilakukan di berbagai kegiatan masyarakat. Peran partai politik sangat besar di dalam memberikan kesadaran kepada masyarakat tentang arti pentingnya
pemilihan Umum. Pemilihan
Umum legislatif, sebagai sarana di dalam melakukan pemilihan wakil-wakil rakyat yang akan duduk di lembaga legislatif. Dalam pelaksanaannya, ada aturan-aturan yang disepakati di dalam masa kampanye. Hal ini penting agar tidak terjadi benturan-benturan di dalam masyarakat. Komisi Pemilihan umum sebagai pihak yang turut bertnggung
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
jawab, ikut serta memberikan pendampingan serta mengawasi proses pelaksanaan sosialisasi atau yang layak disebut kampanye. Kampanye partai politik tidak hanya menjual program tetapi juga memberikan pendidikan politik kepada masyarakat. Dalam prakteknya Komisi Pemilihan Umum mengundang kepada seluruh partai politik (pimpinan) yang berada di Kabupaten Sukoharjo untuk turut memberikan masukan-masukan atau kesepakatan-kesepakatan di dalam pelaksanaan kampanye pemilkihan umum. Pendidikan partai politik sebenarnya tidak saja dilakukan oleh partai politik pada saat-saat menjelang kampanye, naaaamun juga pada masa-masa jauh sebelum kampanye partai politik berlangsung. Namun frekuensinya tidak sebanyak pada masa penjelang pemilihan umum. Berikut disampaikan hasil wawancara peneliti yang berhubungan dengan pendidikan politik yang dilakukan oleh partai politik yang ada di Kabupaten Sukoharjo. Berdasarkan hasil wawancara penulis selama melaksanakan penelitian berhasil mewawancarai beberapa pihak yang mengetahui tentang pendidikan politik di Kabupaten Sukoharjo yang saat ini duduk sebagai Anggota DPRD Kabupaten Sukoharjo. . Anggota legislatif dari Partai Bulan Bintang menuturkan hasil wawancaranya pada tanggal 12 Maret 2011 ( Sunaryo) “jika dilihat lebih jauh, maka persoalan penting yang perlu dipecahkan dalam kehidupan berdemokrasi adalah komitmen politik para calon anggota legislatif untuk tunduk dan patuh pada aturan main pemilu sebagaimana yang diamanahkan dalam peraturan perundang-undangan pemilihan umum”.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
Calon legislatif dari Partai Keadilan Sejahtera (H. Sidik Permana) dalam wawancara tanggal 18 Maret 2011 mengatakan “yang terpenting membangun iklim berdemokrasi saat ini, adalah adanya kesepahaman bersama
antar
partai-partai
kontestan
pemilu
pembangunan dan kesejahteraan masyarakat kota
untuk
meningkatkan
Sukoharjo. Karena itu,
faktor kejujuran dan moralitas masing-masing caleg sedang dipertaruhkan” Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Sukoharjo (Kuswanto) dalam wawancara tanggal 19 Maret 2011 mengatakan “inti berdemokrasi adalah siap menang dan siap kalah. Jika hal ini telah menjadi itikad bersama, maka yakin bahwa iklim demokrasi dalam pemilihan umum akan berjalan lancar, tertib dan damai” Ketua Kesabanglimas Kabupaten Sukoharjo dalam wawancara tanggal 20 Pebruari 2011 (Lasiman) mengatakan “jika yang dimaksudkan demokrasi adalah setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam pemerintahan, maka berdemokrasi merupakan tujuan luhur bangsa. Dan karena itu, menjunjung tinggi nilai-nilai berdemokrasi harus menjadi perhatian semua partai politik” Anggota legislatif dari partai Golkar (Sarjono) dalam wawancara tanaggal 26 Maret 2011 mengatakan “sesungguhnya pemilihan umum merupakan momentum yang tepat untuk memilih wakil-wakil rakyat untuk duduk sebagai anggota DPRD. Calon anggota DPRD harus betul-betul mampu
menjadi
jembatan
masyarakat
untuk
mengawal
proses
pembangunan” Anggota Legislatif dari Partai Demokarasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dalam wawancara tanggal 26 maret 2011 (Purwadi) mengatakan “Indonesia akan mampu menjadi negara yang besar, jika demokrasi dilakukan dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
cara-cara yang benar, jujur dan adil. Tanpa itu, maka akan sulit mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur” Anggota Legislatif dari Partai Demokrat dalam wawancara pada tanggal 15 Maret 2011 (Eka Junaidi) mengatakan “setiap calon legislatif yang akan bertarung pada April 2009 harus memiliki jiwa kenegaraan dengan mertontonkan suasana berdemokrasi yang lebih beretika, bermoral dan beragama. Etika dan moral keagamaan yang harus ditunjukkan adalah komitmen mematuhi aturan main dalam pemilu sertta menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi” Selain dari kalangan Partai Politik, penulis juga mewawancarai beberapa orang tokoh masyarakat yang hasilnya sebagai berikut: Joko Tetuko dalam wawancara tanggal 1 April 2011 mengatakan “sesungguhnya dalam pemilihan umum mengadung isyarat bahwa setiap calon legislatif harus menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, etika dan moral serta harus berusaha untuk mendidik masyarakat. Oleh sebab itu, figur yang diharapkan adalah sosok calon anggota legislatif yang memiliki pribadi dan perilaku yang baik” Selanjutnya Joko Tetuko mengatakan : “usaha untuk mendidik masyarakat ditunjukkan dengan melakukan praktek-praktek berpolitik yang sehat, bermoral dan beretika. Sebab, jika yang dipentingkan hanya menang dan kalah, maka hasil pemilihan umum tidak dapat diharapkan akan dapat berpihak kepada warga masyarakat”
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
H. Umar Slamet dalam wawancara tanggal 1 April 2011 mengatakan “ jika dicermati lebih jauh, maka tampak bahwa tindakan-tindakan yang diunjukkan oleh peserta pemilu jauh dari yang diharapkan oleh pemilihan umum. Mestinya, pemilu menjadi sarana efektif menghasilkan calon-calon anggota DPRD yang profesional dan handal dalam memperjuangkan nasib rakyat. Namun yang terjadi adalah perjuangan sebagian dari mereka hanya pada kelompok individu dan partainya saja” Asdi Haluti dalam wawancara tanggal 2 April 2011 mengatakan “ moral setiap calon anggota DPRD menjadi kunci keberhasilan pemilu. Tidak banyak yang bisa diharapkan kepada mereka yang hanya asyik mengkambinghitamkan orang atau partai lain. Tidak juga kepada mereka yang hanya mampu menjanjikan materi dan harapanharapan lain yang tidak pasti. Karena itu, keberhasilan pemilu 2009 akan sangat bergantung pada perilaku calon anggota legislatif baik pada saat penjaringan calon oleh partai politik, maupun pada saat proses tahapan-tahapan pemilu berlangsung” Berdasarkan wawancara dengan Mahmud Alamri (Tokoh Masyarakat) Kabupaten Sukoharjo dalam wawancara tanggal 2 April 2011 mengatakan: “ perilaku calon anggota legislatif yang memobilisasi masyarakat untuk kepentingan kelompok tertentu dengan kegiatan-kegiatan yang mubazir misalnya pesta hiburan, iring-iringan kendaraan di jalan umum hanyalah kegiatan yang kurang mendidik masyarakat. Semestinya, kegiatan kampanye yang dilakukan lebih menekankan pada program dan perencanaan pembangunan yang bagaimana yang harus dilakukan oleh pemerintah. Kegiatan-kegiatan mesetinya lebih difokuskan pada inti persoalan yang sedang terjadi di Kabupaten Sukoharjo”
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
Lebih lanjut Joko Tetuko dalam wawancara dalam wawancara tanggal 2 April 2011 mengatakan “banyak dari anggota DPRD yang sejak awal tidak siap untuk menang. Buktinya, banyak dari mereka yang telah menyiapkan sejumlah uang untuk dibagi-bagikan kepada warga masyarakat. Artinya, tindakan ini selain bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, tetapi juga berdampak pula pada persepsi politik warga masyarakat di mana untuk menjadi anggota legislatif harus menyiapkan dana dalam jumlah yang besar. Karena itu, ini sama sekali tidak mendidik masyarakat untuk berpartisipasi dalam politik” Berdasarkan wawancara dengan Surono (Tokoh Masyarakat) Kabupaten Sukoharjo dalam wawancara tanggal 2 April 2011 menjelaskan : “yang harus disadari oleh para calon anggota legislatif adalah kemenangan dan kekalahan dalam setiap momentum pemilu adalah hal mesti diterima oleh semua pihak. Pemilihan umum anggota legislatif tidak boleh dijadikan tujuan dari segalanya. Karena itu, hal menang dan kalah dalam berdemokrasi adalah sesuatu yang wajar sehingga tidak etis jika hanya untuk menang lalu menghalalkan segala macam cara untuk mencapai tujuan. Tujuan yang sesungghnya dengan adanya pemilu adalah memilih sosok dan figur yang mampu memperjuangkan kesejahteraan rakyat” Hal tersebut di atas di dukung oleh pihak-pihak yang terlibatdalam penyelenggaraan Pemilu yaitu Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sukoharjo dalam wawancaranya sebagai berikut: Kuswano Ketua KPUD Kabupaten Sukoharjo dalam wawancara tanggal 3 April 2011 mengatakan: “Pemilihan umum anggota legislatif merupakan salah satu cerminan iklim demokrasi. Yang terpenting adalah setiap kontestan harus mengetahui dan mematuhi aturan main yang ditetapkan oleh UndangUndang” Selanjutnya Kuswanto dalam penjelasannya tanggal 4 April 2011 mengatakan: “salah satu tujuan demokrasi adalah pendidikan kepada warga masyarakat. Pendidikan yang dimaksudkan adalah memberikan keteladanan kepada msyarakat dalam hal perbedaan pendapat,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
perbedaan pilihan, perbedaan partai dan perbedaan-perbedaan yang lain. Karena itu, salah satu tujuan berdemokrsi apabila setiap orang telah menyadari dan menghayati perbedaan-perbedaan ini”. Selain itu juga menjelaskan bahwa : “Berdemokrasi perlu pengorbanan baik moril dan materil. Yang terpenting sekali adalah adanya jiwa yang lapang untuk menerima apa pun hasil pilihan rakyat karena pemilu adalah proses menuju kedewasaan berpolitik dan berdemokrasi” Kuswanto lebih jauh menjelaskan : “sepanjang para kontestan pemilu tidak berjiwa besar untuk menerima apa pun hasil pilihan rakyat, maka sangat sulit untuk mewujudkan cara-cara berdemokrasi yang lebih dewasa karena dikhawatirkan akan ada mobilisasi warga masyarakat (pendukung) untuk melakukan tindakan-tindakan yang tidak bermoral dan beretika” Berdasarkan wawancara dengan Surono salah satu PPK di Kabupaten Sukoharjo dalam wawancara tanggal 3 April 2011, sebagai berikut: “pemilihan umum anggota DPRD Kabupaten Sukoharjo pada bulan april 2009 bertujuan agar terpilih sosok wakil rakyat yang lebih berpihak pada kepentingan publik” Selanjutnya Surono menjelaskan bahwa : “Peraturan pemilu sudah jelas dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 Tentang partai Politik. Dalam aturan ini, partai politik berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan pembelajaran politik kepada masyarakat melalui usaha dan kegiatan yang berorientasi pada peningkatan kesadaran warga masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik” Hal tersebut dibenarkan oleh Lasiman selaku Kepala Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat Kabupaten Sukoharjo dalam wawancaranya 6 April 2011 mengatakan: “Pendidikan politik yang harus diberikan dan ditunjukkan kepada masyarakat adalah politik yang sehat, bermoral serta mengajak seluruh warga masyarakat untuk mengakui adanya perbedaan pilihan. Sebab itu, kegiatan-kegiatan yang tidak mendidik masyarakat seperti sangat bertentangan dengan inti demokrasi”
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
Lasiman dalam wawancara tanggal 4 April 2011 mengatakan: “ Undang-undang partai politik menyebutkan bahwa setiap partai politik berkewajiban untuk memberikan pendidikan politik kepada masyarakat melalui peningkatan kesadaran untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum. Selain itu, kegiatan-kegiatan politik lebih diarahkan pada cara-cara yang lebih mandiri, berkepribadian dan berpolitik yang sehat. Hal ini harus menjadi perhatian bagi semua parpol terutama pada diri calon anggota legislatif” Selanjutnya Lasiman mengatakan : “pada pemilihan umum anggota legislatif April 2009, ternyata konsep pendidikan politik belum banyak diperlihatkan oleh peserta pemilu. Makanya, banyak kontestan pemilu justru memberikan contoh yang tidak baik bagi iklim demokrasi khususnya di Kabupaten Sukoharjo” Dalam penjelasannya lebih lanjut dikatakan bahwa : “partai-partai politik sebagai kontestan pemilu semestinya lebih banyak mengelaborasi program-program yang pro kepada kesejahteraan rakyat, berpihak pada kepentingan seluruh masyarakat. Program-program ini harus menjadi ikon untuk dijual kepada publik dengan tujuan menarik simpati masyarakat, bukan justru menjanjikan sesuatu untuk dipilih. Karena jika kepentingan pribadi ini yang ditonjolkan, maka ke depan wajah demokrasi di Kabupaten Sukoharjo tidak akan mengalami prubahan yang berarti” Lasiman lebih lanjut menjelaskan bahwa dalam wawancara tanggal 4 April 2011 mengatakan “pendidikan politik adalah usaha melalui kegiatan yang bertujuan untuk memberikan paradigma baru berpolitik. Artinya, pola-pola lama yang selama ini berlaku adalah pemilihan umum hnya sekedar momen untuk memilih orang perorang untuk duduk di kursi DPRD. Lebih dari itu, masyarakat harus memahami bahwa nasib rakyat lima tahun ke depan ditentukan oleh calon-calon mereka di dewan perwakilan rakyat. Dan karena itu, pilihan-pilihan demokrasi dalam setiap pemilihan umum seyogyanya mempertimbangkan kridibilitas calon, kemampuan calon serta moral calon”
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
Selanjutnya dikatakan oleh Lasiman bahwa: “para calon anggota DPRD sebagai kontestan pemilu harus menyadari pentingnya mengedepankan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi dan golongan tertentu. Sikap ini harus ditunjukkan oleh para kontestan dengan memberikan keyakinan kepada warga masyarakat bahwa pilihan mereka itu tepat” Kuswanto dalam wawancara tanggal 7 April 2011 mengatakan: “ salah satu hal yang merusak suasana demokrasi adalah adanya sikap dan tindakan orang perorang dari partai politik yang hanya sibuk mencari kesalahan dan kekurangan partai lain. Dan biasanya ini menjadi alat kampanye bagi kelompok tertentu untuk mendulang suara sebanyak-banyaknya”. Lebih lanjut Kuswanto, dalam wawancara tanggal 7 April 2011 mengatakan: “pendidikan politik yang baik oleh partai politik kepada masyarakat adalah bagaimana para calon legislatif berkomitmen dan konsisten memberikan keteladan politik melalui cara-cara untuk menjaga nama baik partai politik, tidak menghalalkan segala macam cara memperoleh tujuan, menjunjung tinggi nilai-nilai demokratisasi serta berlandaskan pada norma-norma hukum yang mengikat pada diri individu dan partai politik”
3. Kendala yang dihadapi oleh Partai politik dalam Pelaksanaan pendidikan politik berdasarkan Pasal 31 Undang-Undang No. 2 tahun 2008 tentang partai politik di Kabupaten Sukoharjo Pendidikan politik bagi masyarakat merupakan upaya meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban parpol dalam berpolitik terutama untuk memberikan kesadaran akan pentingnya partisipasi politik warga masyarakat, membangun kemandirian, kedewasaan dan karakter bangsa dengan tujuan utama memelihara persatuan dan kesatuan bangsa. Politik yang dibangun secara demokrasi merupakan wadah bagi masyarakat dalam memberikan hak dan kewajibannya dalam berpolitik secara praktis.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
Namun, pendidikan politik oleh partai politik sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 Tentang Partai Politik dihadapkan pada beberapa kendala seperti substansi peraturan perundang-undangan, struktur pelaksana peraturan perundang-undangan dan kultur hukum yang berkembang dalam masyarakat. a). Substansi Perundang-undangan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik adalah produk kebijakan pemerintah sebagai penjabaran ketentuan dalam UndangUndang Dasar 1945 sebagai kemerdekaan berserikat dan berkumpul, serta mengeluarkan pikiran dan pendapat yang diakui dan dijamin oleh konstitusi negara Republik Indonesia. Karena itu, lahirnya kebijakan ini dimaksudkan sebagai alat untuk mewujudkan kehidupan bangsa Indonesia yang kuat, dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur serta demokratis dn berdasarkan hukum. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik menyebutkan bahwa partai politik merupakan organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara secara suka rela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara serta memelihara keutuhan NKRI. Untuk mewujudkan hal tersebut di atas, pasal 10 ayat (1) Undangundang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik menyebutkan bahwa tujuan adanya partai politik adalah: 1) Mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pembukaan undang-undang dasar Negara Kesatuan Republik Indoensia tahun 1945; 2) Menjaga dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
3) Mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia; 4) Mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Selanjutnya pada Pasal 10 ayat (2) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik secara khusus menyebutkan tujuan dari partai politik sebagai berikut: (a) meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam rangka penyelenggaraan kegiatan politik dan pemerintahan; (b) memperjuangkan
cita-cita
partai
politik
dalam
kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dan (c) membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Selanjutnya Pasal 11 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik menyebutkan bahwa partai politik berfungsi sebagai sarana: (1) Pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; (2) penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat; (3) penyerap, penghimpun dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara; (4) partisipasi politik warga negara Indonesia Selanjutnya pada pasal 13 huruf (d dan e) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik menyebutkan bahwa kewajiban partai politik adalah menjunjung tinggi supremasi hukum, demokrasi, dan hak asasi manusia serta berkewajiban melakukan pendidikan politik dan menyalurkan aspirasi politik anggotanya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
Berdasarkan uraian di atas, maka tampak bahwa pendidikan politik merupakan kewajiban setiap partai politik serta amanah konstitusi negara. Dan karena itu, setiap partai politik bertanggung jawab terhadap semua proses yang bermuara pada pendidikan politik kepada masyarakat. Pengertian pendidikan politik sebagaimna tercantum dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik adalah proses pembelajaran dan pemahaman tentang hak, kewajiban dan tanggung jawab setiap warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Rumusan pendidikan politik sebagaimana dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik tampaknya masih bersifat abstrak. Sebab, seolah-olah dalam ketentuan tersebut hanya ditekankan pada warga masyarakat yang kemudian dimaknai lebih jauh terhadap masyarakat sebagai pemilih. Ketentuan selanjutnya yang mengatur tentang pendidikan politik yakni pada Pasal 31 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik di mana disebutkan: 1) partai politik melakukan pendidikan politik bagi masyarakat sesuai dengan ruang lingkup tanggung jawabnya dengan memperhatikan keadilan dan keseteraan gender dengan tujuan antara lain: a. meningkatkan kesadaran hak dan kewajiban masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; dan b. meningkatkan partisipasi politik dan inisiatif masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; dan c. meningkatkan kemandirian, kedewasaan, dan membangun karakter bangsa dalam rangka memelihara persatuan dan kesatuan bangsa 2) Pendidikan politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk membangun etika dan budaya politik sesuai dengan Pancasila. Berdasarkan ketentuan di atas, maka tampak bahwa pendidikan politik sangat penting bagi setiap warga negara. Namun persoalannya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
adalah bagaimana bentuk pendidikan politik yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab khusunya bagi setiap partai politik. Selanjutnya, kegiatankegiatan apa yang mesti dan tidak seharusnya dilakukan oleh partai politik yang masuk dalam kategori pendidikan politik. Politik hukum yang dapat dibaca dalam rumusan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik khususnya yang berkatan dengan pendidikan politik bahwa pemerintah berkeinginan agar setiap warga masyarakat dapat diberikan pembelajaran politik dan partai politik bertanggung jawab dalam melaksanakan amanah tersebut. Ketidakjelasan
rumusan
pendidikan
politik
ini
kemudian
berpotensi melahirkan penafsiran tentang bentuk, jenis serta kegiatan yang menjadi
tanggung
jawab
partai
politik
untuk
melaksanakannya.
Ketersediaan ruang bagi partai politik untuk memahami secara berbeda tentang pendidikan politik adalah celah tidak efektifnya ketentuan ini untuk diimplementasikan. Sebab, sebagian masyarakat memandang bahwa pendidikan politik adalah usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh partai politik yang mencerminkan adanya nilai-nilai pendidikan dalam kegiatan berpolitik sementara Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik tidak menetapkan demikian. Joko Tetuko (tokoh masyarakat) dalam wawancaranya pada tanggal 15 Maret 2011 mengatakan “pendidikan politik adalah usaha membelajarkan dan mendidik masyarakat pada setiap kegiatan berpolitik. Pembelajaran dan pendidikan yang dimaksudkan adalah pendidikan dan pembelajaran sikap dan perbuatan oleh partai politik dan seluruh masyarakat yang mencerminkan kepribadian yang baik dan sesuai dengan norma-norma hukum yang berlaku”
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
Sementara Abd Wahid Faiz (pemilih pemula) dalam wawancara tanggal 16 Maret 2011 mengatakan pada saat wawancara bulan Maret 2009 sebagai berikut. “pendidikan politik oleh partai politik adalah setiap calon anggota legislatif yang ikut serta dalam pemilihan umum melakukan tindakan untuk menarik simpati pemilih melalui cara-cara yang baik. Misalnya, jujur dalam setiap tutur kata, benar dalam tindakan serta dapat dipercaya untuk memegang jabatan” Jika dicermati lebih jauh, maka warga masyarakat mengartikan secara sederhana tentang pendidikan politik sebagai kegiatan yang menunjukkan adanya keteledanan serta kepribadian yang luhur oleh para calon anggota legislatif. Ini menunjukkan bahwa rumusan pengertian pendidikan politik sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik tidak persis sama dengan pa yang dipahami oleh masyarakat umum. Selanjutnya salah seorang calon anggota legislatif dar Partai Amanat Nasional (Hartono AI) pada saat wawancara pada Tanggal 10 Maret 2011 mengartikan pendidikan politik sebagai berikut. “pendidikan politik adalah pendidikan yang mengjarkan kepada masyarakat tentng cara-cara berpolitik yang baik seperti tidak memberi dan menjanjika sejumlah uang, tidak menjelek-jelekkan partai dan caleg lain serta tidak melakukan tindakan atau perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan” Pengertian di atas ternyata hanya sebatas larangan-larangan yang tidak boleh dilakukan oleh peserta atau partai politik pada saat penyelenggaraan pemilihan umum. Persoalannya kemudian adalah, apakah pandangan-pandangan di atas telah cukup mewakili rumusan pengertian pendidikan politik sebagaimana ketentuan dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
Penulis berpandangan bahwa pengertian pendidikan politik merupakan serangkaian proses berdemokrasi baik oleh setiap warga masyarakat sebagai pemilih maupun terhadap partai politik yang di dalamnya terdapat nilai-nilai yang harus dijunjung tinggi secara bersamasama baik oleh partai politik maupun oleh warga masyarakat dengan tujuan mewujudkan tujuan demokrasi. Nilai-nilai yang harus dijunjung tinggi seperti nilai-nilai kejujuran, nilai-nilai adanya perbedaan pilihan, nilai-nilai kebersamaan, nilai-nilai persatuan kesatuan, sportifitas, dan bahkan nilai kemenangan dan kekalahan dalam setiap kontes. Karena itu, untuk mengimplementsikan nilai-nilai tersebut harus didukung oleh usaha mencerdasarkan warga masyaraat melalui kegiatan sosialisasi dan penyampaian visi misi partai politik yang demokratis. Namun demikian, apakah yang penulis maksudkan dengan nilainilai pendidikan politik tersebut merupakan pengejawantahan dari pengertian pendidikan politik sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik?. Membangun kesamaan pengertian dan persepsi tentang konsep pendidikan politik seperti ini penting, sebab akan berdampak pada tidak efektifnya ketentuan hukum ini bekerja dalam masyarakat. Sebagai bahan perbandingan berikut ini dipaparkan arti pendidikan politik sebagaimana dinyatakan oleh Lasiman Kepala Kesbangkimas Kabupaten Sukoharjo pada saat wawancara pada tanggal 1 April 2011. “ kegiatan-kegiatan seperti mendatangkan artis dalam setiap kegiatan kampanye dengan tujuan memobilisasi massa sebanyak mungkin merupakan wujud pendidikan politik yang tidak baik bagi masyarakat kini dan mendatang. Kegiatan seperti itu, sesungguhnya tidak baik bagi kelangsungan proses demokratisasi sebab tujuan kegiatan tersebut akan berbalik arah hanya sekedar untuk menghibur pemilih sematamata”
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
Karena itu, rumusan pendidikan politik dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik perlu dibatasi dan dirinci pada kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada pembelajaran politik oleh partai politik di masa mendatang. Makna pendidikan politik lebih dipertajam untuk membangun sikap mental warga masyarakat serta anggota partai politik untuk menciptakan iklim berdemokasi yang baik untuk mencapai tujuan pembangunan yang dicita-citakan. Hal penting yang dibutuhkan masyarakat dewasa ini adalah pembangunan citra partai politik serta peningkatan kepercayaan warga masyarakat terhadap politik. Sebab tidak sedikit warga masyarakat yang memahami politik secara negatif. Kondisi ini lebih diperparah oleh tindakan dan perilaku politik yang ditunjukkan oleh peserta pemilu untuk meraih dukungan sebanyak-banyaknya. Stigma dan pencitraan ini muncul sebagai akibat dari cerminan-cerminan perilaku sebagian politisi yang tidak bermoral, tidak etis serta bertentangan dengan nilai-nilai luhur demokrasi. Selama ini masyarakat umum selalu menjadi objek politik. Mereka hanya dilirik untuk hitungan dan mendulang suara. Hal ini tentu mengakibatkan tidak tercapainya tujuan pendidikan politik itu sendiri yakni pencerdasan politik. Tidak bermaksud menafikkan progress perbaikan kesadaran politik yang ada, salah satu fakta yang masih bisa di temui, masih didapatinya pemilih yang sekedar memilih atau asal ikut tanpa diikuti dengan kepahaman dan kesadaran. Penggunaan hak politik nampaknya tidak diiringi dengan pendidikan politik (politic education) yang memadai. Akibatnya bisa dirasakan ketiadaan kesadaran politik yang hadir disetiap kenampakan partisipasi yang mereka lakukan. Hal ini tidak lebih dari sekedar aksi ritual yang lebih mensyaratkan untuk digugurkan, tanpa makna, sebagai aksi apatisme akut akibat kejenuhan emosional karena sering di tipu oleh para elit.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
Selama sudut pandang ini tidak mengalami perubahan, sudah bisa dipastikan hanya akan memicu lahirnya “eksploitasi politik” dikalangan pemilih. Selamanya mereka hanya akan menjadi objek penderita, dan objek kepentingan dari sekelompok golongan yang menginginkan dukungan suara semata. Karena itu, penulis berkesimpulan bahwa ketidakjelasan dan keseragaman pemahaman di kalangan masyarakat tentang arti dan makna pendidikan politik menjadi salah satu kendala dalam mengimplementasikan pendidikan politik oleh partai politik khususnya yang terjadi di Kabupaten Sukoharjo.
b) Struktur Sistem politik Indonesia telah menempatkan partai politik sebagai pilar utama penyangga demokrasi. Artinya, tak ada demokrasi tanpa Partai Politik. Karena begitu pentingnya peran partai politik, maka sudah selayaknya
jika
diperlukan
sebuah
peraturan
perundang-undangan
mengenai partai politik. Peraturan perundang-undangan ini diharapkan mampu menjamin pertumbuhan partai politik yang baik, sehat, efektif dan fungsional. Dengan kondisi partai politik yang sehat dan fungsional, maka memungkinkan untuk melaksanakan proses pendidikan politik dan kontrol sosial yang sehat. Dengan partai politik pula, konflik dan konsensus dapat tercapai guna mendewasakan masyarakat. Konflik yang tercipta tidak lantas dijadikan alasan untuk memecah belah partai, tapi konflik yang timbul dicarikan konsensus guna menciptakan partai yang sehat dan fungsional. Pentingnya keberadaan partai politik dalam menumbuhkan demokrasi harus dicerminkan dalam kegiatan-kegiatan politik. Seperti diketahui hanya Partai Politik yang berhak mengajukan calon dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
Pemilihan Umum. Makna dari ini semua adalah, bahwa proses politik dalam Pemilihan Umum (Pemilu), jangan sampai mengebiri atau bahkan menghilangkan peran dan eksistensi partai politik lain. Menumbuhkan partai politik yang sehat dan fungsional diperlukan untuk menciptakan partai politik yang benar-benar berfungsi sebagai alat artikulasi masyarakat dalam rangka mendidik dan mendewasakan masyarakat dalam proses politik. Sehubungan dengan itu, pendidikan politik oleh partai politik diharapkan akan membawa suasana baru bagi terselenggaranya proses demokrasi yang lebih baik. Partai politik karena itu, bertanggung jawab untuk memberikan pembelajarn politik kepada masyarakat. Namun pada faktanya tampak bahwa kelembagaan partai politik tidak cukup memberi ruang bagi peningkatan kesadaran dan pendidikan berpolitik bagi warga masyarakat. Partai politik secara kelembagaan akan sulit mampu memberikan pendidikan politik sepanjang partai politik yang ada saat ini tidak didukung oleh konsep, planning serta program-program yang menjadi kebutuhan ril masyarakat. Peta permasalahan masyarakat sebagai pemilih mutlak diketahui oleh paratai politik agar dapat menjadi alat untuk memperoleh dukungan dan kepercayaan masyarakat. Selama ini, partai politik yang ada khususnya di Kota Sukoharjo umumnya belum memiliki peta permasalahan yang menjadi kebutuhan warga masyarakat. Keberadaan partai politk sesungguhnya diharapkan mampu melahirkan konsep-konsep pembangunan yang mensejahterahkan masyarakat. Konsep percepatan pembangunan belum banyak dimiliki oleh partai-partai kontestan pemilu sehingga dapat dikatakan bahwa apa yang ditawarkan oleh partai politik pada april 2009 yang lalu belum layak dijual kepada publik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
Salah satu calon legislatif dari Partai Golkar (tidak ingin namanya disebutkan) dalam wawancara pada tanggal 1 April 2011 mengatakan “ modal terbesar untuk memperoleh dukungan yang sebanykbanyaknya adalah jaringan kekeluargaan yang efektif. Artinya dengan memiliki banyak keluarga, merupakan modal besar memenangkan pertarungan politik pada saat pemilu. Selama ini didirinya telah dua kali periode menjadi anggota legislatif, hanya bermodalkan jaringan keluarga” Pandangan di atas menjadi bukti bahwa untuk duduk dalam jajaran anggota DPRD tidak perlu bermodalkan konsep perencanaan pembangunan. Hal ini tentu tidak baik bagi pendidikan politik demokrasi di masa mendatang sebab untuk memilih calon anggota DPRD tidak didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan rasional objektif. Salah
seorang
jajaran
pimpinan
dari
Partai
Persatuan
Pembangunan (tidak mau disebutkan namanya) ketika diwawancarai pada tanggal 2 April 2011 mengatakan: “sesungguhnya visi misi partai jelas, program dan kegiatannya pun telah disusun, namun pada saat dimulainya masa kampanye pemilu, calon-calon anggota legislatif dari partai ini tidak cukup memiliki kemampuan untuk menjabarkan dan menyampaikan konsep tersebut kepada masyarakat. Mereka umumnya lebih memilih cara-cara pendekatan kepada masyarakat untuk memperoleh simpati”. Kondisi ini tentu tidak akan dapat mendukung adanya pendidikan politik kepada masyarakat sebab pendidikan politik yang diharapkan adalah warga masyarakat menetapkan pilihan-pilihan politiknya karena didasarkan pada kemampuan calon anggota legislatif untuk menyampaikan aspirasi masyarakat. Keterbatasan SDM yang dimiliki oleh partai politik menjadi salah satu kendala tidak efektifnya pelaksanan pendidikan politik kepada masyarakat. Sebab, bagaimana mungkin seorang calon anggota legislatif
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
mampu memberikan pendidikan politik kepada masyarakat jika cara-cara yang dilakukannya bukan dengan mencerdaskan pemilih.
c) Kultur Kendala lain yang dihadapi dalam menerapkan pendidikan politik kepada masyarakat adalah munculnya persepsi tentang objek politik. Sebab persepsi ini tentu akan berakibat pada tidak tercapainya tujuan pendidikan politik itu sendiri yakni pencerdasan politik. Salah satu fakta yang masih bisa di temui adalah masih didapatinya pemilih yang sekedar memilih atau asal ikut tanpa diikuti dengan kepahaman dan kesadaran terhadap pilihannya. Dengan demikian, penggunaan hak politik nampaknya tidak diiringi dengan pendidikan politik (politic education) yang memadai. Akibatnya bisa dirasakan ketiadaan kesadaran politik yang hadir di setiap kenampakan partisipasi ypolitik ang dilakukan oleh warga masyarakat. Hal ini tidak lebih dari sekedar aksi ritual yang lebih mensyaratkan untuk digugurkan, tanpa makna. Selama sudut pandang ini tidak mengalami perubahan, sudah bisa dipastikan hanya akan memicu lahirnya “eksploitasi politik” yang hanya akan menjadi objek kepentingan dari sekelompok golongan yang menginginkan dukungan suara semata. Persepsi objek politik tidak dapat menjamin berlangsungnya proses pendidikan politik kepada masyarakat. Sebab, dengan menempatkan masyarakat sebagai objek politik, maka masyarakat selamanya tidak dapat dicerdaskan. Pendidikan politik yang baik kepada masyarakat adalah dengan menempatkan masyarakat sebaai subjek pemilih. Artinya, tujuan adanya pemilihan
umum
adalah
mensejahterahkan
masyarakat
bukan
mensejahterahkan sekelompok orang perorang dari kalangan partai politik tertentu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 86
Persepsi objek politik yang muncul di Kabupaten Sukoharjo juga terlihat
pada
pandangan
warga
masyarakat
yang
mengedepankan
kepentingan yang sifatnya pragmatis. Aksi bagi-bagi sejumlah material baik dalam bentuk uang, barang maupun janji-janji oleh partai politik mengindikasikan adanya suau pemahaman yang terpola di kalangan masyarakat tentang momentum pemilihan umum sebagai ajang memperleh keuntungan sesaat. Haris Dama salah seorang pemilih pemula menuturkan dalam wawancaranya tanggal 4 April 2011 sebagai berikut. “persoalan tentang siapa yang menang dan kalah adalah persoalan belakangan. Yang terpenting adalah adanya pembuktian oleh calon legislatif untuk memberikan sesuatu yang dapat dinilai (baca uang). Lebih lanjut dikatakan bahwa momentum pemilu hanya datang sekali dalam lima tahun, karena itu, siapa pun yang berani membeli suaranya, maka ialah yang akan dipilih” Hal tersebut sesuai dengan hasil Wawancara dengan Lasiman (Kesbanglimaspol) dalam wawancara, 6 Maret 2011 mengatakan
terkait
dengan adanya adanya karaktrer pemilih bahwa : 1. Rendahnya pemahaman pemilih, berdampak pada rendahnya peran serta pemiloih dalam memberikan suara dalam pemilihan Umum 2. Banyak pemilih yang tidak mengetahui calon legislatif, sehingga mudah dipengaruhi dan dimobilisir untuk kegiatan kampanye partai tertentu dengan imbalan sejumlah uang (politik uang)
Jika pandangan ini dianut oleh sebagian besar masyarakat Kabupaten Sukoharjo, maka hampir dapat dipastikan bahwa selama ini pendidikan politik belum terlaksana dengan baik. Kekeliruan persepsi politik warga masyarakat semacam ini menguatkan dugaan bahwa masyarakat pun menerima diri mereka sebagai objek politik. Sebab, mereka yang berpandangan seperti ini nyata-nyata rela menjual suaranya demi kepentingan sesaat dan pragmatis.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
Kurangnya kesadaran politik warga masyarakat juga ditunjukkan oleh ketidak konsistennya dalam menetapkan kriteria tentang calon legislatif yang akan dipilih. Hal ini sebagaimana dituturkan oleh Lasiman ketika diwawancarai pada taggal 6 Maret 2011 sebagai berikut. “kriteria caleg yang akan dipilih adalah mereka yang memiliki hubungan kedekatan baik karena keluarga maupun karena persahabatan. Namun pada sisi yang lain, jika terdapat caleg yang mampu menawarkan sesuatu yang lebih dapat bermanfaat kepada diri dan keluarganya, maka pilihan politiknya akan jatuh kepada yang bersangkutan” Berdasarkan uraian di atas, penulis mencermati bahwa warga masyarakat pun tampaknya secara nyata menyampaikan kepada para caleg tentang pertimbangan-pertimbangan yang menjadi alasan untuk memilih seorang caleg. Artinya, sikap dan perilaku yang ditunjukkan warga masyarakat seperti itu, sesugguhnya telah jauh dari bangunan pondasi demokrasi yang bermartabat. Sebab, pilihan politik didasarkan pada hal-hal yang sifanya kebendaan, meraih keuntungan sesaat. Kondisi seperti ini akan sulit melahirkan suatu hasil pemilu yang berkualitas serta jauh dari nilai-nilai pendidikan politik yang berlandaskan pada etika moral. Penulis mencermati bahwa munculnya persepsi keliru serta sikap politik warga masyarakat seperti ini tidak lahir dengan sendirinya. Tentu, pengalaman masa lalu dari perilaku anggota DPRD setelah pemilu yang tidak mampu memperjuangkan kepentingan publik serta acuh tak acuh dengan permasalahan masyarakat merupakan awal lahirnya sikap semacam itu sehingga kemudian melahirkan pandangan untuk memperoleh keuntungan sesaat dari para calon anggota legislatif.
4. Upaya
yang
dapat dilakukan untuk mengefektifkan pelaksanaan
pendidikan politik oleh partai politik berdasarkan ketentuan Pasal 31
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 88
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik di Kabupaten Sukoharjo Upaya yang dilakukan oleh Partai Politik dalam mengatasi kendala di dalam pelaksanaan opasal 31 Undang-Undang No. 2 tahun 2008 tentang partai politik meliputi berapa hal antara lain: a. Sebagaimana dipahami bahwa rumusan pengertian pendidikan politik sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor 2 tahun 2008 Tentang partai Politik memberi ruang bagi munculnya pemahaman lain di tingkat masyarakat. Untuk mengefektifkan pelaksanaan pendidikan politik harus didasarkan pada kesepahaman bersama antara pembuat kebijakan (pemerintah) dengan masyarakat. Rumusan
ketentuan
tentang
pendidikan
politik
ini
harus
mengandung pemahaman bahwa pendidikan politik merupakan usaha untuk memberikan pembelajaran berpolitik kepada warga masyarakat melalui cara-cara yang mendidik. Pendidikan politik sebaiknya dipahami secara seragam melalui kegiatan-kegiatan yakni: Pertama, adanya perbuatan memberi latihan, ajaran, serta bimbingan untuk mengembangkan kapasitas dan potensi diri manusia. Kedua, perbuatan di maksud harus melalui proses dialogik yang dilakukan dengan suka rela antara pemberi dan penerima pesan secara rutin. Ketiga, perbuatan tersebut ditujukan untuk para penerima pesan dapat memiliki kesadaran berdemokrasi dalam kehidupan bernegara. Konsepsi pengertian pendidikan politik tersebut di atas akan dengan mudah dipahami jika pada undang-undang yang mengatur tentang partai politik maupun undang-undang tentang pemilhan umum, secara detail dan jelas menyebutkan kegiatan-kegiatan tersebut di atas. Dengan demikian, akan jelas bagi partai politik mamu pun masyrakat untuk menilai partai politik mana yang betul-betul berusaha mencerdaskan masyarakat serta partai politik mana yang tidak mendidik dan mencerdasrak masyarakat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 89
Ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Nomor 2 tahun 2008 Tentang Partai Politik seharusnya menetapkan kriteria dan jenis kegiatan yang masuk dalam kategori pendidikan politik yang mencerdaskan. Dengan pencantuman kriteria ini, maka jelas bagi partai politik untuk menjabarkannya dalam kegiatan yang sifatnya praktis. Warga masyarakat dengan demikian, akan dengan mudah melakukan kontrol terhadap setiap bentuk program kegiatan dari patai politik yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi yang berkualitas.
b. Salah satu penyebab utama tersendat-sendatnya proses reformasi untuk mewujudkan Indonesia yang demokratis adalah kurang terdidiknya mayoritas warga negara secara politik. Kurang terdidiknya warga negara secara politik ini, telah menyebabkan mereka cenderung pasif dan mudah dimobilisasi untuk kepentingan pribadi/jabatan dari para elite politik. Lebih dari itu, warga masyarakat juga tidak bisa ikut mempengaruhi secara signifikan proses-proses pengambilan keputusan yang berkaitan erat dengan kehidupan sosial mereka. Pada hal, sudah menjadi rahasia umum bahwa proses demokratisasi yang sehat mensyaratkan adanya partisipasi politik yang otonom dari warga negara. Partisipasi politik yang otonom ini, hanya dapat dimungkinkan jika warga negara cukup terdidik secara politik. Untuk menumbuhkan dan atau meningkatkan partisipasi politik yang otonom dari setiap warga negara, maka pelaksanaan pendidikan politik yang baik dan benar, mutlak diperlukan. Pelaksanaan pendidikan politik ini, selain dapat dilakukan oleh pemerintah melalui lembaga-lembaga pendidikan formal yang ada, juga bisa dilaksanakan secara non-formal oleh organisasi-organisasi masyarakat sipil. Itu berarti, pendidikan politik, sekarang ini, akan lebih efektif dan maksimal jika dilaksanakan oleh organisasi-organisasi masyarakat sipil seperti partai politik. Dengan kerangka berpikir yang demikian, maka partai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 90
politik sebagai salah satu organisasi masyarakat sipil diharapkan dapat melaksanakan fungsinya sebagai Instrumen Of Political Education dengan baik dan benar, sesuai amanat yang tertuang dalam pasal 11 huruf a dan Pasal 31 UU UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Pasal 1 angka 1 UU No. 2 tahun 2008 tentang Partai Politik menyebutkan bahwa Partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan pendidikan politik disini adalah bukan proses sepihak ketika partai politik memobolisasi warga masyarakat untuk menerima nilai, norma, maupun simbol yang dianggapnya ideal dan baik, seperti yang terjadi di negara-negara yang menganut sistem politik totaliter. Pendidikan politik dipahami sebagai perbuatan memberi latihan, ajaran, serta bimbingan untuk mengembangkan kapasitas dan potensi diri manusia, melalui proses dialogik yang dilakukan dengan suka rela antara pemberi dan penerima pesan secara rutin, sehingga para penerima pesan dapat memiliki kesadaran berdemokrasi dalam kehidupan bernegara. Pemahaman di atas pada dasarnya menunjukan bahwa Pelaksanaan pendidikan politik harus dilakukan tanpa unsur paksaan dengan fokus penekanan pada upaya untuk mengembangkan pengetahuan (Kognisi), menumbuhkan nilai dan keberpihakan (Afeksi) dan mewujudkan kecakapan (Psikomotorik) warga sebagai individu maupun sebagai anggota kelompok. Oleh karenanya, materi-materi pendidikan politik yang harus disampaikan harus mencakup hal-hal sebagai berikut : Pertama, posisi individu dalam kehidupan bernegara. Kedua, posisi konstitusi dalam kehidupan bernegara. Ketiga, posisi negara dalam menjalin relasi dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 91
warganya. Keempat, posisi individu, negara, dan konstitusi dalam konstelasi politik terkini. Sedangkan media pelaksanaan pendidikan politik yang dapat dipergunakan antara lain: latihan kepemimpinan, seminar, workshop, dialog publik, debat terbuka, kampanye dialogis, dan lain-lain yang sejenis dengannya. Berkaitan dengan itu, untuk melaksanakan suatu pendidikan politik yang baik dan benar, idealnya langkah-langkah yang harus di tempuh oleh partai politik, adalah: Pertama, Pahami Persoalan Warga/Masyarakat. Sebelum program pendidikan politik dilaksanakan, harus terlebih dahulu di teliti dan di observasi secara mendalam apa sesungguhnya persoalan mendasar yang dihadapi oleh warga negara/masyarakat di suatu daerah, karena persoalan warga negara/masyarakat di suatu daerah berbeda dengan persoalan warga negara/masyarakat di daerah yang lain. Kedua, Tentukan dan Petakan Kebutuhan masyarakat. Setelah persoalan mendasar-aktual warga negara/masyarakat di ketahui, kemudian tentukan dan petakan kebutuhan mereka berdasarkan skala prioritas. Skala prioritas ini akan menjadi sangat penting, terutama ketika kebutuhan dan aspirasi warga negara/masyarakat sangat banyak dan beragam. Ketiga, Rumuskan Tujuan dan Pilih Kelompok Sasaran. Rumusan dari tujuan pendidikan politik akan memberikan arah dan juga sasaran yang akan dicapai dari pihak penyelenggara. Kelompok sasaran bisa ditentukan setelah tujuan dari pendidikan politik berhasil dirumuskan. Keterpaduan antara tujuan dan kelompok sasaran dari suatu pendidikan politik, akan mengefektifkan program yang dilaksanakan. Keempat, Rancang Aktivitas Kerja dan Tentukan Media. Dalam merancang aktivitas kerja, harus di buat terlebih dahulu adalah: (a). Rancangan kegiatan. (b). Berapa lama waktu yang dibutuhkan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 92
(c). Pembagian tugas dan tanggung jawab. (d). Fasilitas atau peralatan yang dimiliki. (e). Anggaran yang dibutuhkan Kelima, Laksanakan Aktivitas. Pelaksanaan kegiatan pendidikan politik
akan
menjadi
efektif,
jika
dalam
implemantasinya
dapat
dilaksanakan sesuai rencana kerja. Keenam, Monitoring dan Evaluasi Hasil Kerja (monev). Pada bagian yang paling akhir dari langkah-langkah ini adalah Monitoring dan evaluasi. Monitoring dan evaluasi (Monev), ini harus ditujukan untuk mengetahui apakah strategi yang dipergunakan cukup efektif atau harus dirubah dan apakah isu ini masih dapat diteruskan atau tidak. Untuk melakukan Monev, ada sejumlah prinsip yang harus dipegang teguh, yakni : 1) Objektif. Artinya, pelaksanaan monev harus dilakukan atas dasar indikator-indikator yang sudah disepakati tanpa tndensi apriori. 2) Transparan (Keterbukaan) . Pelaksanaan monev harus dilakukan secara terbuka dan diinformasikan kepada seluruh pihak yang terkait dengan pelaksanaan monev ini. 3) Partisipatif. Pelaksanaan monev harus melibatkan secara aktif dan interaktif bagi para pelaku. 4) Akuntabilitas
(Tanggung
Gugat).
Pelaksanaan
monev
dapat
dipertanggungjawabkan secara internal maupun eksternal. 5) Tepat Waktu. Pelaksanaan monev harus sesuai waktu yang dijadwalkan. 6) Berkesinambungan. Artinya, hasil monev harus dipakai sebagai umpan balik untuk penyempurnaan atas berbagai kekurangan dalam pelaksanaan pendidikan politik tersebut. Pada akhirnya harus diingat bahwa keseluruhan langkah dalam melakukan pendidikan politik sebagaimana yang telah dipaparkan diatas, hendaknya dipahami secara dinamis. Artinya langkah-langkah ini tidaklah bersifat kaku dan dapat dikembangkan dan diterpkan sesuai kebutuhan. Satu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 93
hal yang tidak boleh dilupakan juga adalah terlaksananya pendidikan politik oleh suatu partai politik sangat ditentukan oleh faktor internal dari partai politik itu sendiri. Oleh karena itu, partai politik di tuntut untuk harus memiliki manajemen yang sudah tertata dengan baik dan mempunyai sumber daya (potensi manusia/pengurus, potensi dana, dan potensi penunjang) yang memadai secara kualitas maupun kuantitas. c. Untuk membangun pendidikan politik, maka hakekat tentang politik (jabatan, kekuasaan) harus dimaknai oleh setiap warga masyarakat dan partai politik. Pertama, setiap jabatan politik merupakan amanah dari masyarakat, yang harus di pelihara sebaik-baiknya. Amanah itu tidak boleh di salah gunakan, misalnya untuk memperkaya diri sendiri atau mengutungkan golongan saja dan menelantarkan kepentingan umum. Kekuasaan harus di pandang sebagai nikmat yang dikaruniakan oleh Allah untuk mengayomi masyarakat, menegakan keadilan, dan memelihara orde atau tertib sosial yang egalitarian. Kekuasaan betapapun kecilnya, harus dimanfaatkan untuk membangun kesejahteraan bersama, sesuai dengan amanah yang telah diberikan oleh masyarakat luas. Kedua, setiap jabatan politik mengandung pertanggungan jawab setiap orang pada dasarnya pemimpin yang harus mempertanggungjawabkan kepemimpinannya atas tugas-tugasnya. Kesadaran akan tanggung jawab ini bukan
hanya
terbatas
dihadapan
institusi
atau
kelembagaan
yang
bersangkutan, melainkan juga dihadapan Tuhan Yang Maha Kuasa di akhirat. Ketiga, kegiatan politik harus dikaitkann secara ketat dengan prinsip ukhuwah, yakni persamaan di antara ummat manusia. Dalam arti luas, ukhuwah melampaui batas etnik, rasial, agama, latar belakang social, keturunan dan sebagainya. Kegiatan politik kualitas tinggi akan menghindari gaya politik konfrontantif yang penuh dengan konflik yang melihat golongan lain sebagai pihak yang harus dieliminasi. Sebaliknya, gaya politik yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 94
ditempuh adalah yang penuh ukhuwah, mencari saling pengertian dan membangun kerja sama keduniaan seoptimal mungkin dalam menunaikan tugas-tugas kepemerintahan. Dari rumusan tersebut dapat disimpulkan bahwa kehidupan bermasyarakat dan bernegara merupakan kebutuhan asasi bagi umat manusia, dimanapun dengan kehidupan bermasarakat ini, umat manusia dapat menjalani kehidupannya dengan saling tolong-menolong. Tangan yang diatas membantu yang dibawah, yang kuat membantu yang lemah, pemimpin membimbing bawahannya, penguasa melindungi rakyat. Dengan demikian, dalam kehidupan bermasyarakat, praktek saling bantu antar sesama manusia dapat terwujud, untuk secara bersama sama menuju kehidupan sejahtera yang menjadi idaman. Dengan demikian pendidikan politik memiliki tiga tujuan yaitu: 1. Membentuk kepribadian politik: pembentukan kepribadian politik dilakukan metode tak langsung yaitu pelatihan dan sosialisasi, serta metode langsung berupa pengajaran politik dan sejenisnya. 2. Membentuk Kesadaran politik: untuk menumbuhkan kesadaran politik ditempuh dua metode yaitu dialog dan pengajaran instruktif. 3. Membentuk partisipasi politik: adapun partisipasi politik, ia terwujud dengan keikutsertaan individu-individu secara sukarela dalam kehidupan politik bermasyarakat. Istilah Pendidikan Politik memang telah lama menjadi wacana didunia elit politik, Pendidikan politik masyarakat senantiasa menjadi amanat yang dipikulkan di pundak para politisi, oleh organisasi partainya. Namun pada tatanan realitas mereka lebih sering disibukkan dengan persainganpersaingan, intrik-intrik, dan mobilisasi massa untuk tujuan-tujuan politik praktisnya, ketimbang memikirkan proses pendidikan massanya agar memiliki
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 95
kesadaran, wawasan dan partisipasi politik yang baik. dengan gerakan reformasi
diharapkan
dapat
memainkan
peran
pendidikan
politik
masyarakatnya dengan sungguh-sungguh konsisten dan hati yang tulus, karena memang sudah seharusnya, berdirinya parta-partai merupakan media bagi pendidikan politik yang sebenarnya, yang menyiapkan kepribadian kritis dan terbuka berpartisipasi dalam aktifitas politik atas dasar kesadaran dan pengetahuan yang jelas. B. Pembahasan Berdasarkan uraian hasil penelitian tersebut dia atas bahwa pendidikan partai politik yang dilakukan oleh partai politik dipengaruhi oleh beberapa unsur. Unsur yang berpengaruh dalam pengimplementasian Pasal 31 Undang-Undang No. 2 tahun 2008 Tentang Partai Politik meliputi beberapa hal antara lain : a.
Struktur, yang dimaksud dengan struktur dalam
hal ini adalah Komisi
Pemilihan Umum, Pengawas Pemiloihan Umum, Pemerintah daerah serta Partai Politik. begitu juga aparat penegak hukum yang bekerja pada institusi institusi penegakan hukum
seperti kepolisian, kejaksaan dan Pengadilan
negeri. Problem yang terjadi berkenaan dengan struktur ini adalah belum adanya kemandirian yudisial yang menjamin resistensi institusi institusi penegakan hukum terhadap intervensi pihak lain serta rendahnya kualitas moralitas dan integritas personal aparat penegak hukum sehingga hukum tidak dapat bekerja secara sistemik dan proporsional, termasuk dalam penegakan terhadap pelanggaran UU Pemilu. b.
Substansi, yaitu aturan, norma dan pola perilaku nyata manusia yang ada dalam sistem itu atau produk produk yang dihasilkannya berupa keputusan keputusan yang mereka keluarkan dan mencakup pula hukum yang hidup (living law) dan bukan hanya aturan aturan yang ada dalam kitab undang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 96
undang (law books). Yang menjadi problem dari substansi ini adalah kuatnya pengaruh positivisme dalam tatanan hukum di Indonesia yang memandang hukum sebagai sesuatu yang muncul dari otoritas yang berdaulat dalam bentuk undang undang dan mengabaikan sama sekali hukum diluar yang tersebut serta memandang prosedur hukum sebagai segala-galanya dalam penegakan hukum tanpa melihat apakah hal tersebut dapat mewujudkan keadilan dan kebenaran. c.
Kultur hukum, yaitu suasana pikiran dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum itu digunakan, dihindari, dan disalahgunakan. Kultur hukum yang merupakan ekspressi dari tingkat kesadaran hukum masyarakat belum kondusif bagi bekerjanya sistem hukum secara proporsional dan berkeadilan. Lahirnya Undang_Undang No. 2 tahun 2008 Tentang Partai Politik
diciptakan untuk dijalankan sesuai dengan tujuan dan makna yang dikandungnya. Masyarakat sebagai pihak yang dituju serta pihak Partai Politik, sebagai Pemegang peran harus menjalankan dengan penuh pengertian dan patuh kepada hukum tersebut. Adanya peraturan-peraturan hukum dan lembaga-lembaga serta aparat penegak hukum yang dilengkapi dengan sarana dan fasilitas yang diperlukan tanpa didukung oleh kesadaran warga masyarakat sebagai individu anggota masyarakat, maka kemungkinan hukum itu mengalami banyak hambatan dalam penerapannya, karena perilaku individu bermacam-macam. Dengan kata lain setiap peraturan perundang-undangan mengatur bagaimana seseorang pemegang peran itu bertindak, pemegang peran bertindak sebagai reaksi terhadap peraturan perundang-undangan yang berfungsi mengatur berikut sanksisanksinya, aktivitas dari lembaga pelaksana serta keseluruhan lingkungan yang mempengaruhi termasuk mengenai dirinya.
Lembaga-lembaga pelaksana
bertindak sebagai reaksi terhadap peraturan-peraturan perundang-undangan yang berfungsi mengatur berikut sanksi-sanksinya, dan keseluruhan kekuatan-kekuatan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 97
politik, sosial, dan lain-lain yang mempengaruhi serta umpan balik yang datang dari pemegang peran serta bagaimana peran pembuat Undang-Undang itu bertindak sesuai fungsi yang mengatur tingkah laku mereka, sanksi-sanksinya, politik, ideologi, dan lain-lainnya mengenai diri mereka serta umpan balik yang datang dari pemegang peran serta birokrasi. Dalam menjalankan fungsinya, berupa peraturan tentang pemilihan umum khususnya terkait dengan Pasal 31 Undang-Undang No. 2 tahun 2008 Tentang Partai Politik senantiasa berhadapan dengan nilai-nilai maupun pola-pola perilaku yang sudah ada di dalam masyarakat, apabila dilihat sebagai suatu proses social, peraturan bidang pendidikan partai politik ini diartikan sebagai suatu proses untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum sebagaiamana yang terdapat dalam maksud dan tujuan adanya Peraturan perundang-undangan tersebut. Proses ini melibatkan banyak pihak, antara lain pembuat Peraturan, pelaksana , Aparat Penegak Hukum, seta masyarakat yang wajib mentaati perturan daerah tersebut. Masing-masing komponen tersebut selalu diliputi dengan nilai-nilai yang ada di lingkungannya dipengaruhi oleh faktor-faktor kainnya yaitu faktor social dan faktor personal. Sedang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap berlakunya peraturan daerah tersebut antara lain komponen masyarakat penerima penerapan hukum berupa peraturan daerah tersebut juga komponen pelaksana peraturan daerah baik itu aparat penegak hukum juga pengambil-pengambil kebijakan terkait pembayaran pajak bea balik nama kendaraan bermotor yang mempunyai tugas pokok masingmasing. Proses berjalannya suatu kebijakan yang dijalankan oleh Partai Politik peserta Pemilu legislatif di Kabupaten
Sukoharjo, selalu dipengaruhi oleh
beberapa kendala. Kendala baik yang bersifat intern maupun ekstern meskipun dalam prakteknya telah mengacu pada peraturan-peraturan yang telah dikeluarkan khususnya yang berkaitan dengan Peraturan teknis tentang Pendidikan Politik baik itu undang-undang maupun peraturan teknis tentang penyelenggaraan pemilu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 98
Penelitian ini menemukan suatu solusi bahwa Secara substansi; perlu dilakukan penjabaran lebih lanjut tentang rumusan ketentuan pasal yang mengatur tentang pendidikan politik. Penjabaran yang dimaksud memuat tentang pengertian pendidikan politik secara jelas, komprehensif sehingga tidak menimbulkan ruang publik untuk mendefinisikan lain dari maksud peraturan perundang-undangan. Selain itu, Pendidikan politik sebaiknya dipahami secara seragam melalui kegiatan-kegiatan yakni memberi latihan, ajaran, serta bimbingan untuk mengembangkan kapasitas dan potensi diri manusia. Secara struktur; sistim kelembagaan partai politik seharusnya mampu melahirkan suatu bentuk pendidikan politik yang fokus penekanannya pada upaya untuk mengembangkan pengetahuan (Kognisi), menumbuhkan nilai dan keberpihakan (Afeksi) dan mewujudkan kecakapan (Psikomotorik) warga sebagai individu maupun sebagai anggota kelompok. Managemen pengelolaan pendidikan politik oleh partai politik sebaiknya memuat hal-hal yang menjelaskan tentang individu dalam kehidupan bernegara, posisi konstitusi dalam kehidupan bernegara, posisi negara dalam menjalin relasi dengan warganya serta posisi individu, negara, dan konstitusi dalam konstelasi politik terkini.
Secara kultur; konsepsi pemahaman warga
masyarakat dan partai politik tentang hakekat politik lebih ditingkatkan untuk menumbuhkan kesadaran akan nilai-nilai berdemokrasi dan proses politik. Pemaknaan tentang jabatan dan kekuasaan politik lebih diarahkan pada konsep tanggung jawab dan amanah serta sebagai alat untuk mempererat ukhuwah dan persaudaran, memperkokoh persatuan dan kesatuan. Karena itu, kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah kegiatan yang berorientasi pada peningkatan pemahaman tentang kepribadian politik, kesadaran politik, serta partisipasi politik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 99
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan terdahulu,maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Implementasi Pendidikan Politik oleh Partai Politik berdasarkan ketentuan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 Tentang Partai Politik di Kabupaten Sukoharjo belum efektif. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal yakni: a. Secara substansi; rumusan pendidikan politik yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik belum memuat ketentuan yang mengatur secara jelas tentang makna, kriteria dan jenis-jenis kegiatan yang dapat kategorikan sebagai pendidikan politik. Pasal-pasal yang mengatur tentang pendidikan politik sifatnya masih abstrak
yang
memungkinkan
munculnya
ruang
publik
untuk
mengintrepretasi lain sesuai dengan harapan konstitusi. b. Kelembagaan partai politik baik pada saat menjelang maupun di saat penyelenggaraan kampanye belum berfungsi sebagai alat artikulasi politik masyarakat yang efektif. Partai-parati politik secara fungsional belum mampu mewujudkan suatu bentuk pendidikan politik yang sehat dan operasional yang mendewasakan masyarakat dalam proses politik. Caloncalon legislatif dari partai politik umumnya belum didukung oleh konsepkonsep, planning dan pemetaan permasalahn masyarakat yang menjadi kebutuhan. c. Adanya pandangan keliru yang memposisikan warga masyarakat sebagai objek politik sehingga dengan mudah dapat dimobilisasi untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 100
kepentingan elit politik. Selain itu, pemahaman warga masyarakat tentang proses demokrasi hanya sebatas momentum untuk mencari dan memperoleh keuntungan yang sifatnya pragmatis. 2. Kendala yang dihadapi oleh partai Politik dalam mengimplementasikan Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 Tentang Partai Politik di Kabupaten Sukoharjo dihadapkan pada beberapa kendala seperti substansi peraturan perundang-undangan, Pelaksana peraturan perundang-undangan dan Situasi dan Kondisi yang berkembang dalam masyarakat Kabupaten Sukoharjo. 3. Untuk lebih mengefektifkan implementasi pendidikan politik oleh partai politik sesuai dengan ketentuan Pasal 31 Undang-undang Nomor 2 tahun 2008 Tentang Partai Politik, maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: a. Dilakukan penjabaran lebih lanjut tentang rumusan ketentuan pasal yang mengatur tentang pendidikan politik. Penjabaran yang dimaksud memuat tentang pengertian pendidikan politik secara jelas, komprehensif sehingga tidak menimbulkan ruang publik untuk mendefinisikan lain dari maksud peraturan perundang-undangan. Selain itu, Pendidikan politik sebaiknya dipahami secara seragam melalui kegiatan-kegiatan yakni memberi latihan, ajaran, serta bimbingan untuk mengembangkan kapasitas dan potensi diri manusia. Selanjutnya, perbuatan di maksud harus melalui proses dialogik yang dilakukan dengan suka rela antara pemberi dan penerima pesan secara rutin. Dan perbuatan tersebut ditujukan untuk para penerima pesan dapat memiliki kesadaran berdemokrasi dalam kehidupan bernegara. b. Sistem kelembagaan partai politik seharusnya mampu melahirkan suatu bentuk pendidikan politik yang fokus penekanannya pada upaya untuk mengembangkan pengetahuan (Kognisi), menumbuhkan nilai dan keberpihakan (Afeksi) dan mewujudkan kecakapan (Psikomotorik) warga sebagai individu maupun sebagai anggota kelompok. Managemen
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 101
pengelolaan pendidikan politik oleh partai politik sebaiknya memuat halhal yang menjelaskan tentang individu dalam kehidupan bernegara, posisi konstitusi dalam kehidupan bernegara, posisi negara dalam menjalin relasi dengan warganya serta posisi individu, negara, dan konstitusi dalam konstelasi politik terkini. Sedangkan media pelaksanaan pendidikan politik yang dapat dipergunakan antara lain: latihan kepemimpinan, seminar, workshop, dialog publik, debat terbuka, kampanye dialogis, dan lain-lain yang sejenis dengannya. c. Konsepsi pemahaman warga masyarakat dan partai politik tentang hakekat politik lebih ditingkatkan untuk menumbuhkan kesadaran akan nilai-nilai berdemokrasi dan proses politik. Pemaknaan tentang jabatan dan kekuasaan politik lebih diarahkan pada konsep tanggung jawab dan amanah serta sebagai alat untuk mempererat ukhuwah dan persaudaran, memperkokoh persatuan dan kesatuan. Karena itu, kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah kegiatan yang berorientasi pada peningkatan pemahman tentang kepribadian politik, kesadaran politik, serta partisipasi politik.
B.
Saran 1. Pemerintah Kabupaten Sukoharjo diharapkan mampu menjadi fasilitator, mediator
bagi
terwujudnya
peraturan
daerah
yang
mendukung
terlaksananya pendidikan politik kepada partai politik dan terhadap masyarakat luas. 2. Jajaran pimpinan partai politik diharapkan mampu mengembangkan kelembagaan partai yang lebih efektif dan profesional serta dapat berperan fungsi sebagai penyalur aspirasi politik anggota dan masyarakat melalui program-program pemberdayaan partai politik. 3. Masyarakat, pemerintah dan perguruan tinggi diharapkan dapat bersamasama untuk menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran politik
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 102
setiap warga masyarakat sehingga dapat mewujudkan kehidupan berbangsa, bernegara dalam bingkai demokratisasi yang cerdas, mapan dan dewasa.
commit to user