Polemik Ramadhan II
Penjelasan Para ‘Ulama tentang Penentuan Ramadhan dan Idul Fitri Berdasarkan Hisab Falaki Oleh Ustadz Alfian
Menentukan Awal dan Akhir Ramadhan berdasarkan Hisab Astronomis tidak memiliki dasar hukum sama sekali, baik dari Al-Qur‟an dan As-Sunnah maupun ijma‟. Bahkan jelas-jelas bertentangan dengan dalil-dalil di atas. Lebih dari itu, bahwa generasi as-salafush shalih telah bersepakat bahwa cara penentuan Ramadhan adalah hanya dengan ru`yatul hilal. Al-Hâfizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata dalam Fathul Bâri ketika menjelaskan hadits :
الشهر ىكذا وىكذا وىكذا » يعين مرة، « إنا أمة أمية ال نكتب وال حنسب تسعة و عشرين و مرة ثالثني Kami adalah umat yang ummiy, kami tidak menulis dan tidak menghitung. Satu bulan itu begini, begini, dan begini. Yakni terkadan 29 hari, terkadang 30 hari. “Maksud kata „Al-Hisab‟ dalam hadits ini adalah ilmu hisab perbintangan dan peredarannya. Mereka (para shahabat) dahulu tidak mengetahui tentang ilmu tersebut kecuali segelintir orang saja. Maka (Syari‟at) mengaitkan hukum (kewajiban) shaum dan yang lainnya dengan ru‟yah (al-hilâl), dalam rangka meniadakan kesulitan dari mereka jika menggunakan ilmu hisab peredaran bintang. Hukum ini terus berlanjut dalam ketentuan ash-shaum walaupun pada masa setelah mereka muncul orang-orang yang mengetahui ilmu hisab perbintangan tersebut. Bahkan konteks hadits di atas menunjukkan penafian mutlak keterkaitan hukum (shaum Ramadhan) dengan ilmu hisab. Hal ini diperjelaskan dengan pernyataan Rasulullah dalam hadits di atas :
ِ ِ ِ ني َ فَِإن ُغ َّم َعلَي ُكم فَأَكملُوا الع َّد َة ثَالَث “Jika terhalangi (oleh mendung) maka sempurnakan bilangan (Sya‟ban) menjadi tiga puluh hari” Beliau tidak berkata : „Bertanyalah kalian kepada para pakar ilmu hisab‟.
1
www.salafysitubondo.wordpress.com|
[email protected]
Hikmah di balik perintah ini adalah terwujudnya kesamaan perhitungan seluruh mukallaf (kaum muslimin) dalam penentuan bilangan hari ketika langit mendung, sehingga hilanglah perbedaan dan perselisihan dari mereka. Ada suatu pihak yang telah berkeyakinan bersandar kepada para pakar ilmu hisab dalam permasalahan ini, mereka itu adalah kelompok Syî’ah Râfidhah, dan dinukilkan adanya persetujuan segelintir ahli fiqh terhadap mereka. Al-Imâm Al-Bâji berkata : Ijmâ’ (Konsesus bersama) generasi as-salafush shâlih merupakan hujjah yang membantah mereka.’ Al-Imâm Ibnu Bazâzah berkata : „Ini (berpegang pada ilmu hisab) adalah keyakinan yang batil, syari’at (Islam) telah melarang untuk mendalami ilmu nujûm, karena ilmu tersebut hanya sebatas prasangka yang tidak ada kepastian padanya …‟ – sekian Al-Hâfizh– Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :
خبالف من خرج يف ذلك إىل األخذ باحلساب أو الكتاب كاجلداول وحساب وغري ذلك الذي صرح رسول اهلل صلى. التقومي والتعديل املأخوذ من سريذنا وهلذا ما زال العلماء يعدون من. اهلل عليو وسلم بنفيو عن أمتو والنهي عنو خرج إىل ذلك قد أدخل يف اإلسالم ما ليس منو فيقابلون ىذه األقوال باإلنكار الذي يقابل بو أىل البدع ] 171/ 22[
جمموع الفتاوى
“Berbeda dengan orang-orang yang keluar (dari cara yang haq) dalam permasalahan tersebut (penentuan awal Ramadhan) dengan mengambil cara hisab atau tulisan seperti jadwal dan perhitungan kalender yang diambil dari perhitungan peredaran Matahari dan Bulan, dan caracara lainnya yang dengan tegas Rasulullah shallallahu „alahi wa sallam telah meniadakan hal tersebut dan melarangnya dari umatnya. Oleh karena itu para „ulama senantiasa menganggap orang-orang yang mengambil cara-cara tersebut (hisab) sebagai orang yang telah memasukkan dalam Islam suatu ajaran yang bukan bagian dari Islam itu sendiri. Maka mereka (para „ulama) menyikapi pendapat-pendapat seperti dengan pengingkaran, sebagaimana mereka menyikapi ahlul bid‟ah.”
2
www.salafysitubondo.wordpress.com|
[email protected]
وال ريب أنو ثبت بالسنة الصحيحة واتفاق الصحابة أنو ال رنوز االعتماد على حساب النجوم كما ثبت عنو يف الصحيحني أنو قال { :إنا أمة أمية ال نكتب وال حنسب صوموا لرؤيتو وأفطروا لرؤيتو } .واملعتمد على احلساب يف اهلالل كما أنو ضال يف الشريعة مبتدع يف الدين فهو خمطئ يف العقل وعلم احلساب .فإن العلماء .باهليئة يعرفون أن الرؤية ال تنضبط بأمر حسايب وإدنا غاية احلساب منهم إذا عدل أن يعرف كم بني اهلالل والشمس من درجة وقت الغروب مثال ؛ لكن الرؤية ليست مضبوطة بدرجات حمدودة فإهنا ختتلف باختالف حدة النظر وكاللو وارتفاع املكان الذي يرتاءى فيو اهلالل واخنفاضو وباختالف صفاء .اجلو وكدره .وقد يراه بعض الناس لثمان درجات وآخر ال يراه لثنيت عشر درجة ؛ وهلذا تنازع أىل احلساب يف قوس الرؤية تنازعا مضطربا وأئمتهم :كبطليموس مل يتكلموا يف ذلك حبرف ألن ذلك ال يقوم عليو دليل حسايب .وإدنا يتكلم فيو بعض متأخريهم مثل كوشيار الديلمي وأمثالو .وإدنا يتكلم فيو بعض متأخريهم مثل كوشيار الديلمي وأمثالو .ملا رأوا الشريعة علقت األحكام باهلالل فرأوا احلساب طريقا تنضبط فيو الرؤية وليست طريقة مستقيمة وال معتدلة بل خطؤىا كثري وقد جرب وىم خيتلفون كثريا :ىل يرى ؟ أم ال يرى ؟ وسبب ذلك :أهنم ضبطوا باحلساب ما ال يعلم باحلساب فأخطئوا طريق الصواب ) جمموع الفتاوى []207/ 22 www.salafysitubondo.wordpress.com|
[email protected]
3
“Tidak diragukan lagi berdasarkan As-Sunnah (hadits-hadits) yang sah serta kesepakatan para shahabat bahwasanya tidak boleh menyandarkan (masuk dan keluarnya bulan Ramadhan) kepada ilmu hisab astronomi sebagaimana hadits yang telah sah dari beliau (Rasulullah ) yang diriwayatkan dalam Ash-Shahîhain (Al-Bukhâri dan Muslim) bahwa beliau bersabda :
ِ َوأَف ِطُروا لُِرؤيَتِ ِو،وموا لُِرؤيَتِ ِو ُ ،ب ُص ُ ب َوالَ َحن ُس ُ ُإنَّا أ َُّمةٌ أ ُِّميَّةٌ الَ نَكت “Sesungguhnya kami adalah umat yang ummiy, kami tidak bisa menulis dan tidak pula menghisab. Maka bershaum-lah kalian berdasarkan ru‟yatul Hilâl, dan ber‟idulfitrilah berdasarkan ru‟yatul Hilâl).” Sementara orang yang menyandarkan diri pada ilmu hisab untuk menentukan al-hilâl, sebagaimana ia telah sesat dalam syari‟at sekaligus sebagai mubtadi‟ (pencetus bid‟ah) dalam agama ini, maka ia pun salah menurut akal dan ilmu hisab itu sendiri. Karena sesungguhnya para pakar di bidang ilmu hisab mengetahui bahwasanya ru‟yah tidak dapat ditentukan secara pasti berdasarkan perhitungan ilmu hisab. Maksimal ilmu hisab mereka, kalau benar, adalah menentukan berapa derajat jarak antara al-hilâl (Bulan) dan Matahari ketika terbenam. Sementara ru‟yah bukanlah perkara yang bisa dihitung secara pasti dalam derajat tertentu. Karena ru‟yah berbeda sesuai dengan perbedaan tingkat ketajaman dan kejelian pandangan, dan sangat bergantung pada tingkat tinggi rendahnya tempat melakukan ru`yatul hilâl. Sebagaimana juga sangat bergantung kepada tingkat perbedaan cerah dan tidaknya cuaca. Bisa saja sebagain orang berhasil melihat Al-Hilal pada ketinggian 80 (delapan derajat), sementara yang lainnya tidak berhasil melihatnya walaupun pada ketinggian 12 0 (dua belas derajat). Atas dasar itu para pakar ilmu hisab berselisih secara tidak menentu, dan para tokoh mereka –semacam Bathlemous – tidak berbicara dalam masalah ini sedikitpun, karena permasalahan tersebut tidak bersandar di atas ketentuan yang pasti dalam ilmu hisab. Yang berbicara tentang hal itu hanyalah para tokoh ahli hisab yang datang belakangan –seperti Kusyiar Ad-Dailami dan yang semisalnya- ketika mereka mendapati bahwa Syari‟at (Islam) banyak mengaitkan hukum-hukum dengan (Ru‟yah) Al-Hilâl. Maka mereka meyakini bahwa ilmu hisab merupakan cara yang bisa digunakan untuk memastikan ru‟yatul hilâl. Padahal cara (hisab) tersebut bukanlah cara yang tepat, bukan pula cara yang sesuai, bahkan salahnya lebih banyak. Dan itu telah terbukti. Para pakar ilmu hisab pun banyak berselisih : apakah hilal dengan derajat tertentu- terlihat ataukah tidak? Sebabnya adalah karena mereka memastikan sesuatu berdasarkan ilmu hisab padahal sesuatu tersebut tidak dapat diketahui/ditentukan berdasarkan ilmu hisab. Sehingga dengan itu mereka menyimpang dari jalan yang benar.”
فإنا نعلم باالضطرار من دين اإلسالم أن العمل يف رؤية ىالل الصوم أو احل أو العدة أو اإليالء أو غري ذلك من األحكام املعلقة باهلالل خبرب احلاسب أنو 4
www.salafysitubondo.wordpress.com|
[email protected]
والنصوص املستفيضة عن النيب صلى اهلل عليو وسلم. يرى أو ال يرى ال رنوز وال يعرف فيو خالف قدمي أصال وال. وقد أمجع املسلمون عليو. بذلك كثرية خالف حديث ؛ إال أن بعض املتأخرين من املتفقهة احلادثني بعد املائة الثالثة زعم أنو إذا غم اهلالل جاز للحاسب أن يعمل يف حق نفسو باحلساب فإن وىذا القول وإن كان مقيدا. كان احلساب دل على الرؤية صام وإال فال فأما اتباع. باإلغمام وخمتصا باحلاسب فهو شاذ مسبوق باإلمجاع على خالفو . ذلك يف الصحو أو تعليق عموم احلكم العام بو فما قالو مسلم ]133-132/ 22[ جمموع الفتاوى “Maka kita mengetahui secara pasti dari agama Islam, bahwa menentukan terlihatnya hilal dalam penentuan pelaksanaan ibadah shaum, haji, „iddah, ila‟ atau hukum-hukum lainnya yang terkait dengan hilal berdasarkan berita seorang ahli hisab bahwa hilal terlihat atau tidak terlihat, maka yang demikian tidak boleh. Dalil-dalil yang sangat banyak dari Nabi shallallahu „alahi wa sallam dalam masalah ini sangat banyak, dan kaum muslim telah berijma‟ dalam masalah tersebut. Tidak diketahui adalah perbedaan pendapat dalam masalah tersebut, baik dulu maupun sekarang. Kecuali sebagian muta‟akhkhirin dari kalangan orang-orang yang menampilkan diri sebagai ahli fiqh, yang muncul setelah abad ke-3 mengklaim bahwa apabila hilal terhalangi mendung maka boleh bagi seorang ahli hisab untuk menerapkan hisabnya untuk dirinya sendiri, jika hisab menunjukkan hilal terlihat maka berpuasa, jika tidak maka tidak berpuasa. Klaim ini, meskipun terbatas pada waktu mendung dan khusus bagi ahli hisab itu itu saja, maka merupakan pendapat yang ganjil, telah terdahului oleh ijma‟ yang menunjukkan hal sebaliknya. Adapunmengikuti klaim tersebut dalam kondisi cerah atau mengkaitkan hukum umum dengannya, maka tidak diucapkan oleh seorang muslim pun.“ SUMBER
5
www.salafysitubondo.wordpress.com|
[email protected]