PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN DI PROPINSI JAWA TIMUR I.
PENJELASAN UMUM Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugrahkan kepada bangsa Indonesia merupakan kekayaan alam yang tidak ternilai harganya wajib disyukuri. Karunia yang diberikan-Nya, dipandang sebagai amanah, karenanya hutan harus diolah dan dimanfaatkan dengan akhlak mulia dalam rangka beribadah, sebagai perwujudan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hutan sebagai modal pembangunan memiliki manfaat nyata bagi kehidupan dan penghidupan baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi, secara seimbang dan dUntuk itu hutan harus diurus dan dikelola, dilindungi dan dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia, baik generasi sekarang maupun yang akan datang. Dalam kedudukannya sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan, hutan telah memberikan manfaat yang besar bagi umat manusia, oleh karena itu harus dijaga kelestariannya. Hutan mempunyai peranan sebagai penyerasi dan penyeimbang lingkungan sehingga keterkaitannya antara satu kegiatan dengan dengan kegiatan lainnya sangat jelas dukungannya. Untuk menjaga terpenuhinya keseimbangan manfaat lingkungan, manfaat sosial budaya dan manfaat ekonomi, Pemerintah Propinsi menunjuk dan mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan dalam daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional. Dalam rangka memperoleh manfaat yang optimal dari hutan dan kawasan hutan bagi kesejahteraan masyarakat, maka pada prinsipnya semua hutan dan kawasan hutan dapat
dimanfaatkan
dengan
tetap
memperhatikan
sifat,
karakteristik
dan
kerentaannya, serta tidak dibenarkan mengubah fungsi pokoknya. Pemanfaatan hutan dan kawasan hutan harus disesuaikan dengan fungsi pokoknya yaitu fungsi konservasi, lindung dan produksi. Untuk menjaga keberlangsungan fungsi pokok hutan dan kondisi hutan, dilakukan juga upaya rehabilitasi serta reklamasi hutan dan lahan, yang bertujuan selain mengembalikan kualitas hutan juga meningkatkan pemberdayaan serta kesejahteraan masyarakat, sehingga peran serta masyarakat merupakan inti keberhasilannya. Kesesuaian ketiga fungsi tersebut sangat dinamis dan yang paling penting adalah agar dalam pemanfaatannya harus tetap sinergi. Untuk menjaga kualitas lingkungan maka di dalam pemanfaatan hutan sejauh mungkin dihindari terjadinya konversi dari hutan alam yang masih produktif menjadi hutan tanaman.
Pemanfaat hutan dilakukan dengan memberikan izin pemanfaatan kawasan, izin pemanfaatan jasa lingkungan, izin pemanfaatan hasil hutan kayu dan izin pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu. Dalam pengelolaan hutan secara lestari, diperlukan sumberdaya manusia berkualitas bercirikan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang didasari dengan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, melalui penyelenggaraan penelitian dan pengembangan,
pendidikan
berkisinambungan.
Namun
dan
latihan
melalui
ilmu
serta
penyuluhan
pengetahuan
dan
kehutan
yang
teknologi,
wajib
memperhatikan kearifan tradisional serta kondisi sosial budaya masyarakat. Agar pelaksanaan pengurusan hutan dapat mencapai tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, maka Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melakukan pengawasan kehutanan. Masyarakat dan atau perorangan berperan serta dalam pengawasan pelaksanaan pembangunan kehutanan baik langsung maupun tidak langsung sehingga masyarakat dapat mengetahui rencana peruntukan hutan, pemanfaatan hasil hutan dan informasi kehutanan. II.
PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 sampai dengan 3: Cukup jelas. Pasal 4:
Sepanjang hasil inventarisasi hutan belum tersedia, maka penunjukan kawasan hutan dapat dilaksanakan dengan mengacu pada Tata Ruang Wilayah yang ada.
Penunjukan kawasan hutan adalah penetapan awal dari suatu wilayah tertentu sebagai kawasan hutan produksi dan hutan lindung dengan keputusan Gubernur.
Sedangkan penunjukan kawasan hutan selain hutan paoduksi dan
hutan lindung, Gubernur mengusulkan kepada Menteri.
Penataan batas kawasan hutan adalah kegiatan yang meliputi proyeksi batas, inventarisasi
hak-hak
pihak
ketiga,
pemancangan
batas
sementara,
pemancangan dan pengukuran tanda batas definitif.
Pemetaan kawasaan hutan adalah kegiatan pemetaan hasil pelaksanaan penataan batas kawasan hutan berupa peta tata batas yng merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan Berita Acara Tata Batas.
Pasal 5 : Cukup jelas. Pasal 6 ayat (1) : Cukup jelas. ayat (2): Panitia Tata Batas adalah Panitia yang ditetapkan oleh Gubernur dalam rangka penataan batas hutan dimana unsur-unsurnya terdiri dari Instansi terkait baik tingkat Propinsi maupun Tingkat Kabupaten/Kota. ayat (3):
Peta penataan batas kawasan yang terdiri dari peta trayek, pada
pemancangan batas sementara dan peta batas kawasan definitif dapat dilaksanakan oleh pihak ketiga sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
ayat (4): Berita Acara Tata Batas Kawasan Hutan adalah Berita Acara tentang hasil penataan kawasan hutan yang disusun oleh Panitia Tata Batas dengan dilampiri Berita Acara Pengakuan Hasil pembuatan Batas, berita Acara-berita acara lainnya sebagai hasil penataan batas, notulen rapat-rapat Panitia Tata Batas (PTB), dan surat-surat bukti lainnya yang berkaitan dengan kawasan hutan. ayat (5): Pembuatan peta tata batas kawasan hutan dapat dilaksanakan secara swakelola dan atau dikerjakan oleh pihak ketiga tergantung kapada besarnya dana pembuatan dengan pelaksanaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 7 ayat (1): Cukup jelas. ayat (2): Untuk menjamin keberadaan pihak ketiga, maka sebelum dilakukan tata batas secara definitif diumumkan kepada masyarakat mengenai pelaksanaan tata batas kawasan hutan, apabila masyarakat dapat menunjukkan tanda bukti hak atas tanah yang berada di dalam kawasan hutan maka hak atas tanah tersebut diakui menjadi Enclave. Pengumuman atas pelaksanaan tata batas kawasan hutan dapat dilaksanakan selama 2 (dua) bulan. Pasal 8: Cukup jelas. Pasal 9 ayat (1) sampai dengan (3) : Cukup jelas. ayat (4): Hutan Konservasi terdiri dari :
Kawasan Suaka Alam ; a.
Kawasan Pelestarian Alam ;
b.
Taman Buru ;
Kawasan Suaka Alam terdiri dari : a.
Cagar Alam ;
b.
Suaka Margasatwa ;
Kawasan Pelestarian terdiri dari : a.
Taman Nasional ;
b.
Taman Hutan Raya ;
c.
Taman Wisata Alam.
ayat (5): Cukup jelas. Pasal 10: Cukup jelas. Pasal 11 ayat (1):
Tim Terpadu adalah tim yang dibentuk dengan Keputusan Gubernur yang terdiri dari instansi terkait, organisasi kemasyarakatan dan lembaga yang memiliki otoritas ilmiah. ayat (2): Cukup jelas. Pasal 12 ayat (1):
Wilayah pengelolaan hutan adalah kesatu- an pengelolaan yang ditetapkan untuk wilayah Propinsi, Kabupaten/Kota, unit pengelolaan yang dikelola secara lestari.
Pembentukan wilayah pengelolaan hutan konservasi (bio region) meletakkan manfaat ekologi berupa perlindungan sistem ekologi penyangga kehidupan dan pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan atau satwa sebagai bobot utama yang kemudian baru diikuti oleh pemanfaatan ekologi dan manfaat sosial.
Pembentukan wilayah pengelolaan hutan produksi meletakkan manfaat ekonomi sebagai bobot utama yang kemudian diikuti oleh pemanfaatan ekologi dan manfaat sosial.
Pembentukan wilayah pengelolaan hutan lindung meletakkan manfaat perlindungan sistem ekologi penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan sebagai bobot utama kemudian baru diikuti oleh pemanfaatan ekonomi dan sosial
Ayat (2): Cukup jelas. Pasal 13 dan 14: Cukup jelas. Pasal 15 ayat (1) dan (2): Cukup jelas. ayat (3): Rencana jangka panjang adalah rencana kegiatan untuk jangka waktu 10 tahun Rencana jangka menengah adalah rencana kegiatan untuk jangka waktu 5 tahun Rencana jangka pendek adalah rencana kegiatan operasional yang akan dilaksanakan pada tahun berjalan. ayat (4): Cukup jelas. Pasal 16: Cukup jelas. Pasal 17 ayat (1):
Yang dimaksud zona inti pada Taman Nasional yaitu bagian kawasan taman nasional yang mutlak dilindungi dan tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh aktivitas manusia. Yang dimaksud dengan zona rimba pada Taman Nasional yaitu bagian kawasan taman nasional yang berfungsi sebagai penyangga zona inti. Yang dimaksud dengan blok perlindungan dan blok koleksi tanaman pada Tahura seperti yang dimaksud pada Perda Nomor: 8 Tahun 2002 Pasal 1. ayat (2) : Cukup jelas. Pasal 18 ayat (1): Cukup jelas. ayat (2) huruf a: Cukup jelas. huruf b: Pengukuran dan atau pengujian hasil hutan adalah suatu kegiatan dalam pemeriksaan hasil hutan dalam rangka melindungi hak-hak negara yang berkaitan dengan hasil hutan menyangkut jenis, volume dan kualitas hasil hutan. Hasil pengukuran dan pengujian tersebut merupakan dasar penetapan kewajiban pembayaran provisi sumber daya hutan, dana reboisasi dan kewajiban lainnya yang harus dipenuhi kepada negara. huruf c: Cukup jelas. huruf d : Perdagangan Karbon adalah usaha yang memanfaatkan jasa lingkungan yang dilaksanakan di dalam kawasan hutan seperti pemanfaatan oksigen (Protokol Kyoto). huruf e: Cukup jelas. Pasal 19 ayat (1) sampai dengan (3) : Cukup jelas. ayat (3) huruf a dan b: Cukup jelas. huruf c: Pengukuran dan atau pengujian hasil hutan adalah suatu kegiatan dalam pemeriksaan hasil hutan dalam rangka melindungi hak-hak negara yang berkaitan dengan hasil hutan menyangkut jenis, volume dan kualitas hasil hutan. Hasil pengukuran dan pengujian tersebut merupakan dasar penetapan kewajiban pembayaran provisi sumber daya hutan, dana reboisasi dan kewajiban lainnya yang harus dipenuhi kepada negara.
Ayat (4) huruf a dan b: Cukup jelas Yang dimaksud dengan petugas berwenang adalah Petugas Pengawas Penguji Kayu Bulat (P3KB) dan Petugas Pengawas Penguji Kayu Olahan (P3KO). huruf d dan e: Cukup jelas. ayat (4): Cukup jelas. Pasal 20 ayat (1): Cukup jelas. ayat (2) : Yang dimaksud hasil hutan non kayu pada hutan lindung adalah mengambil rotan, mengambil madu dan mengambil buah serta aneka hasil hutan lainnya. Yang dimaksud hasil hutan non kayu pada hutan produksi adalah rotan, sagu, nipah, bambu, getah, kulit kayu, kayu putih dan buah/biji hasil pengayaan lainnya. Pasal 21: Cukup jelas. Pasal 22 ayat (1): Cukup jelas. ayat (2): Ijin usaha pemanfaatan hasil hutan dapat diberikan apabila telah mempertimbangkan kelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat antara lain meliputi : l.
Kepastian dan keamanan sumber daya hutan ;
m.
Kepastian potensial ;
n.
Upaya konservasi ;
o.
Sosial ekonomi masyarakat. ayat (3) dan (4): Cukup jelas. Pasal 23 dan 24: Cukup jelas. Pasal 25 ayat (1) :
Industri primer hasil hutan kayu adalah pengolahan kayu bulat dan atau kayu bahan baku serpih menjadi barang setengah jadi atau barang jadi.
Industri primer hasil hutan bukan kayu adalah pengolahan hasil hutan bukan kayu menjadi barang setengah jadi atau barang jadi.
ayat (2) sampai dengan (4):
Cukup jelas Pasal 26 sampai dengan 28: Cukup jelas Pasal 29:
Penggunaan kawasan hutan untuk pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan untuk tujuan strategis dan atau kepentingan umum terbatas ;
Tujuan strategis meliputi kegitan pemba-ngunan untuk kepentingan religi, pertahanan dan keamanan, pertambang-an, pembangunan ketenagalistrikan dan
instalasi
teknologi
energi
terbarukan,
pembangunan
jaringan
telekomunikasi atau pembangunan jaringan instalasi air.
Kepentingan umum terbatas meliputi kegiatan pembangunan untuk jalan umum dan jalan (rel) kereta api, saluran air bersih atau air lembah, pengairan, bak penampungan air, fasilitas umum, repeater, telekomunikasi, atasiun pemancar radio atau stasiun relay televisi.
Pasal 30 sampai dengan 41: Cukup jelas. Pasal 42 ayat (1) : Yang dimaksud dengan tidak sah yaitu pemanfaatan dan pemungutan hasil hutan yang melampaui daya dukung mengakibatkan kerusakan lingkungan. ayat (2): Yang dimaksud dengan dilengkapi bersama-sama adalah bahwa pada setiap pengangkutan, penguasaan, atau pemilikan hasil hutan pada waktu dan tempat yang sama, harus disertai dan dilengkapi surat-surat yang sah sebagai bukti. Apabila antara isi dokumen surat keterangan sahnya hasil hutan tersebut tidak sama dengan keadaan fisik baik jenis, jumlah maupun volumenya, maka hasil hutan tersebut dinyatakan tidak mempunyai surat-surat yang sah sebagai barang bukti. Pasal 43 sampai dengan 45 : Cukup jelas. Pasal 46 ayat (1) : Yang dimaksud dengan masyarakat terutama masyarakat di sekitar kawasan hutan. ayat (2) sampai dengan (5) : Cukup Jelas. Pasal 47: Cukup jelas. Pasal 48 ayat (1):
Yang dimaksud dengan dampak besar dan penting di dalam kegiatan AMDAL adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha dan atau kegiatan.
Kerangka Acuan (KA) adalah ruang lingkup studi analis dampak lingkungan yang merupakan hasil pelingkupan.
Analisa Dampak Lingkungan (ANDAL) adalah telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) adalah upaya penanganan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana dan/ atau kegiatan.
Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) adalah upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting akibat dari rencana asaha dan/atau kegiatan.
Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan.
ayat (2):
Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) adalah uraian secara rinci mengenai upaya pengelolaan lingkungan yang harus dilaksanakan oleh pemrakarsa.
Upaya pemantauan lingkungan (UPL) adalah uraian secara rinci mengenai upaya pemantauan lingkungan yang harus dilaksanakan oleh pemrakarsa.
Pasal 49: Cukup jelas. Pasal 50 sampai dengan 64: Cukup jelas.