Moh. Idil Ghufron, Peningkatan Produksi Dalam Sistem Ekonomi Islam |39
PENINGKATAN PRODUKSI DALAM SISTEM EKONOMI ISLAM SEBAGAI UPAYA PEMBERDAYAAN EKONOMI UMAT Oleh : Moh. Idil Ghufron Dosen Ekonomi Syariah Institut Agama Islam Nurul Jadid Paiton Probolinggo Abstract The main cause of the emergence of economics and the reason why people need it is the condition that the needs of people are unlimited while the resources to meet them are limited. Dealing with this, economics offers two main things as its orientation, which are choosing and creating process. Choosing process relates to consumption and distribution activities, while creating is all about the process of production or creating a new product. Therefore, those three activities, production, distribution and consumption, play very important role in coping with economic problems. In its universal and comprehensive teachings, Islam also examines how those three practices, production, distribution and consumption should be properly conducted. However, in this article, I will only explain about how Islamic perspective on the increase of production as an effort in empowering people or ummat’s economy is. Islamic economy empowerment could be conducted by raising income as a result of the production increase in the sector of useful goods through the utilization of resources (natural and human resources, capital and organization) at its maximum level. The process of resource utilization should be conducted according to moral and ethical values. Meanwhile, the improvement of production system on the perspective of Islam does not only mean the increase of income monetarily, but also the improvement of fulfillment of people’s need using minimum effort while still paying attention to Islamic rules about consumption. Additionally, improving production could also be conducted by optimizing various sources or driving factors of people production which possibly work well in increasing people economic level at general such as zakat, tax, bait al mal wa al tamwil, shariah bank etc. Keywords: Production, Empowerment, People Economy.
40 | DINAR, Vol. 1 No. 2 Januari 2015
Abstrak Penyebab yang paling mendasar kenapa ilmu ekonomi muncul dan dibutuhkan oleh manusia, yaitu karena kebutuhan manusia yang tidak terbatas sementara sumber daya untuk memenuhi kebutuhan itu terbatas. Untuk mengatasi hal itu, ada dua hal pokok yang menjadi orientasi ilmu ekonomi, yaitu memilih dan menciptakan. Memilih berkaitan dengan konsumsi dan distribusi, dan menciptakan berkaitan dengan produksi.Dengan demikian, ketiga aktivitas tersebut (produksi, distribusi, dan konsumsi) memiliki peranan yang sangat penting dalam menyelesaikan persoalan ekonomi.Islam dalam ajarannya yang universal dan komprehensif juga membahas tentang bagaimana produksi, distribusi dan konsumsi seharusnya dilakukan. Namun di dalam artikel ini, penulis hanya menjelaskan tentang bagaimana pandangan islam terhadap peningkatan produksi sebagai upaya pemberdayaan ekonomi umat.Pemberdayaan ekonomi umat dalam Islam dapat dilakukan dengan menaikkan pendapatan sebagai akibat meningkatnya produksi dari barang-barang yang berfaedah melalui pemanfaatan sumber-sumber daya (tenaga alam, tenaga manusia, modal, dan organisasi) secara maksimum. Proses pemanfaat sumber daya tersebut harus dilakukan dengan tetap berpegang pada nilai-nilai moral dan etika. Perbaikan sistem produksi dalam Islam tidak hanya berarti meningkatnya pendapatan yang diukur dari segi uang, tetapi juga perbaikan dalam memaksimalkan terpenuhinya kebutuhan dengan usaha minimal tetapi tetap memperhatikan tuntutan Islam tentang konsumsi. Selain itu, meningkatkan produksi juga dilakukan dengan mengoptimalkan sumber-sumber atau penggerak produksi umat yang bisa meningkatkan ekonomi masyarakat banyak, seperti zakat, pajak, bait al-malwa al-tamwil, bank syari’ah dan lain sebagainya. Keywords : Produksi, pemberdayaan, ekonomi umat. A. Pendahuluan Islam adalah agama langit yang terakhir diturunkan oleh Allah untuk meluruskan kembali ajaran agama-agama yang telah diturunkan sebelumnya. Islam adalah agama petunjuk bagi mereka yang mencari kebenaran abadi. Islam adalah agama dengan suatu konsep ajaran universal yang mencakup segala
Moh. Idil Ghufron, Peningkatan Produksi Dalam Sistem Ekonomi Islam |41
bidang kehidupan manusia. Islam sebagai agama tentu memiliki tawaran praktis dalam denyut peradaban manusia yang senantiasa beriak tak pernah berhenti. Islam adalah falsafah hidup dan way of life yang mengajarkan kebaikan dan sesuatu yang bermanfaat bagi manusia. Selain itu Islam adalah agama fitrah yang sejalan dengan sifat dasar manusia yang selalu menjunjung tinggi nilai humanistis. Sebagai agama yang sempurna, maka segala problematika yang terjadi di duania tak luput dari pengamatannya. Bukan hanya soal ritual peradaban yang menjadi fokus ajarannya, melainkan soal sosial kemasyarakatan juga menjadi attensi serius ajarannya, seperti hubungan individu dengan masyarakat, hubungan individu dengan individu lainnya, termasuk juga dalam hal perekonomian, karena dalam Islam terdapat dua kitab panduan yang sangat komplit untuk dijadikan pijakan sampai hari akhir. AI-Qur'an sebagai sumber utama yang paling otentik dan otoritatif yang memuat aturan-aturan yang bersifat umum normatif dan imperatif. Semua produk hukum yang dihasilkan olch para ulama dan tidak boleh menyimpang dari prinsip-prinsip dasar dalam Al-Qur’an, Karena Al-Qur’an merupakan petunjuk yang orisinil dari Tuhan. Fungsi Al-Qur’an diidentikkan dengan fungsi petunjuk penggunaansuatu alat elektronik bagi calon penggunanya, sehingga yang bersangkutan dapat sukses menggunakan alat tersebut. Demikian pula halnya dengan Al-Qur’an ia. berfungsi memberi petunjuk kepada manusia agar dia sukses, mengarungi kehidupan. Dan Al-Qur’an amat banyak menyebutkan tentang paradigma pemberdayaan ekonomi, baik yang sifataya dalam bentuk ibadah sosial seperti diwajibkannya zakat sebagai sikap kepedulian Islam terhadap orang yang secara sosio-ekonomi relatif tak berdaya atau yang sifatnya menstimulis umat Islam untuk bekerja memenuhi diri dan keluarganya. Dalam proses pemenuhan kebutuhan ini, manusia tidak bisa berpaling dari yang lainnya, manusia saling membutuhkan antara yang satu dengan yang lainnya. Dari adanya kebutuhan inilah kemudian muncul aktifitas ekonomi yang paling sederhana, produksi, distribusi dan konsumsi. Islalm meletakkan ekonomi pada posisi tengah dan seimbang yang adil dalam bidang ekonomi. Keseimbangan ditetapkan dalam segala segi,
42 | DINAR, Vol. 1 No. 2 Januari 2015
antara modal dan usaha, antara produksi dan konsumsi, antara produsen, perantara dan komsumen dan antara golognangolongan dalam masyarakat.1 Ekonomi Islam mendorong produktifitas dan pengembangannya, melarang menyia-nyiakan potensi material maupun potensi sumber daya manusia, serta mendorong penggunaan sarana dan alat yang bisa memberikan kemanfaatan lebih banyak bagi manusia. Misalnya meningkatkan sarana produksi yang mengakibatkan jam kerja bagi pekerja menjadi sedikit dan mengerahkan tenaga lebih kecil, atau dapat menurunkan biaya produksi sehingga harga jual lebih murah dan hasil produksinya terjangkau oleh lebih banyak konsumen,. dan tentu saja barang yang diproduksi untuk kemanfaatan manusia, bukan yang merusak atau yang diharamkan. Segala pekerjaan atau usaha dalam bentuk memproduksi, mengangkut dan mengkonsumsi barang haram tidak boleh dikerjakan2, karena dalam sistem ekonomi Islam, barang yang diproduksi harus barang yang bermanfaat dan sesuai dengan kebutuhan, bukan barang yang dapat merusak dan menghancurkan tatanan kehidupan manusia. Sebelum memproduksi suatu barang, seorang muslim harus memperhatikan apakah barang yang diproduksi tersebut membawa manfaat ataukah madharat, baik ataukah buruk, sesuai dengan nilai dan akhlaq atau tidak, dan apakah dalam batas-batas yang halal ataukah termasuk yang dlharamkan, sehingga nilai pekerjaannya tidak hanya mengejar keuntangan semata-mata. Akhlaq dalam produksi wajib diperhatikan, baik secara individu maupun secara bersama-sama. Pekerjaan yang digeluti harus pada bidang yang dihalalkan Allah, tidak melampaui pada apa yang diharamkan. Segala sumber daya alam atau faktor-faktor produksi dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, dengan seoptimal dan seefisien mungkin karena faktor sumber daya alam merupakan faktor penunjang dalam proses produksi. Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa sistem ekonomi Islam sangat memperhatikan masalah produksi, yang mana 1
Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Jakarta, Gema Insani Press, 1997, hlm. 71 2 Hamzah Ya’qub, Etos Kerja Islami, Jakarta : Pedoman Ilahi Jaya, 1992, hlm. 60
Moh. Idil Ghufron, Peningkatan Produksi Dalam Sistem Ekonomi Islam |43
produksi merupakan salah satu cara manusia untuk memenuhi kebutuhan dengan memanfaatkan sumber daya alam. Ada batasan antara halal dan haram yang tidak boleh dilanggar dalam memproduksi suatu barang, yaitu hal-hal yang diharamkan untuk diproduksi karena dapat mendatangkan kerusakan dan kemodlaratan bagi alam dan manusia itu sendiri. Dan sistem ekonomi Islam mempunyai ciri tersendiri dalam mengatur sistem produksi ini. Beranjak dari fenomena tersebut, penulis tertarik untuk mempelajari lebih mendalam tentang kegiatan berproduksi dalam sistem ekonomi Islam sebagai upaya pemberdayaan ekonomi umat. B. Peningkatan Produksi dalam Sistem Ekonomi Islam 1. Prinsip-prinsip Produksi dalam Sistem Ekonomi Islam Produksi dalam arti yang sederhana bukanlah sesuatu yang dicetuskan oleh kapitaslis. Produksi telah terjadi semenjak manusia bergelut dengan bumi, karena produksi merupakan suatu hal yang primer dalam kehidupan. Nabi Adam, bapak manusia adalah orang pertama dalam berproduksi. Keluarnya Nabi Adam dari surga dan selanjutnya turun ke bumi adalah skenario yang telah direncanakan oleh Allah SWT. agar Nabi Adam dapat memakmurkan bumi dan melangsungkan kehidupan di atasnya. Dan pada dasarnya Allah SWT. menciptakan manusia dengan tabiat yang terikat dengan kebutuhan akan makan, minum, pakaian, tempat tinggal dan keturunan.3 Sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidup tersebut manusia berusaha untuk memenuhinya dengan memanfaatkan berbagai sumber alam yang tersedia yang telah diciptakan oleh Allah SWT. Yusuf Qard}awi mengemukakan, bahawa produksi adalah mendayagunakan benda, bukan menciptakan benda. Maksudnya manusia hanya sekedar mengubah materi menjadi berguna, bukan menciptakan materi. Semua pekerjaan yang disebut produksi adalah mengambil bahan dari ciptaan Allah.4 3
Yusuf Qard}awi, Norma dan Etika Ekonomi Islam(Jakarta : Gema Insani Press, 1997) 105. 4 Ibid, 41.
44 | DINAR, Vol. 1 No. 2 Januari 2015
Sedangkan menurut M. Abdul Manna>n, produksi berarti diciptakannya manfaat, produksi tidak berarti menciptakan secara fisik sesuatu yang tidak ada, karena tidak seorang pun dapat menciptakan benda.5 Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa dalam Islam produksi bukan berarti menciptakan, akan tetapi mendayagunakan, dengan mengambil atau memanfaatkan sumber alam yang ada. Dalam memproduksi, manusia tidak sampai pada merubah substansi benda. Yang bisa dilakukan manusia berkisar pada mengambil dari tempat yang asli dengan mengeluarkan atau mengeksploitasi, memindahkan dari tempat yang tidak membutuhkan ke tempat yang membutuhkan, atau menjaganya dengan cara menyimpan agar bisa dimanfaatkan di masa yang akan datang, atau mengolahnya dengan memasukkan bahan-bahan tertentu, atau mengubah dari satu bentuk menjadi bentuk yang lain.6 Misalnya, jika manusia bercocok tanam atau membajak tanah, maka akan memperoleh biji-bijian dan mendapatkan buah. Namun usaha manusia dalam pekerjaan menanam, menyiram, dan merawat pohon masih sedikit dibandingkan dengan pekerjaan dan “tangan” Allah. Allah menyediakan bumi, angin bertiup, awan berarak, menurunkan hujan, atau mengalirkan air di sungai, menyediakan panas yang cukup, udara yang nomal, dan Allah menyiapkan sari makanan dari berbagai unsur bijibijian yang berada di perut bumi sehingga menghasilkan pohon yang berbuah.7 Para pakar ekonomi mengakui bahwa peranan manusia dalam berproduksi hanyalah mengubah dan mengolah berbagai kondisi dan potensi substansi bendabenda yang sudah ada.8 Pengakuan terhadap kekuasaan Allah sangat jelas terlihat dan mempengaruhi pola kerja seorang muslim. 5
M. Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam (Yogyakarta : Dana Bhakti Prima Yasa, 1997) 54. 6 Yusuf Qard}awi, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam(Jakarta : Robbani, 1997) 41. 7 Yusuf Qard}awi, Norma dan Etika Ekonomi Islam… 42. 8 Ibid., 41.
Moh. Idil Ghufron, Peningkatan Produksi Dalam Sistem Ekonomi Islam |45
Konsep produksi barang ditekankan pada manfaat dari barang yang diproduksi, dan barang tersebut harus mempunyai hubungan dengan kebutuhan manusia. Berarti barang itu diproduksi untuk kebutuhan, bukan untuk memproduksi barang mewah secara berlebihan, yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Karenanya, tenaga yang dikeluarkan untuk memproduksi barang tersebut dianggap tidak produktif.9 Dari itulah, produksi yang dilakukan harus sesuai dengan apa yang dibutuhkan dan merupakan barang yang bermanfaat untuk diproduksi, bukan yang dapat mendatangkan mudharat, dan bukan barang mewah yang tidak diperlukan. Jika seseorang berkeinginan meningkatkan taraf hidupnya di dunia yang kompetitif ini, maka harus bersungguh-sungguh memperbaiki dan mengembangkan teknik dan metode produksi. Ada berbagai alternatif yang dapat dilakukan untuk perubahan ke arah yang lebih baik, yakni dengan menggali dan menggunakan sumber alam yang tersedia di dunia ini. Pada dasarnya agama lebih memfokuskan tujuan daripada sarana. Manusia diberikana kebebasan untuk membuat aturan main sesuai dengan kreativitas, tingkat keilmuan, situasi dan kondisi, misalnya anjuran bercocok tanam, tetapi tidak membatasi pada sarana-sarana dan alatalat tertentu karena sarana itu tergantung pada hasil karya dan spesialisasi manusia.10 Jadi yang diutamakan dalam agama adalah tujuan seseorang dalam melakukan produksi. Sedangkan cara atau metode yang dilakukan dan sarana yang digunakan dalam memproduksi diserahkan kepada orang tersebut sesuai dengan kreativitas yang dimiliki. Monzer Kahf menyatakan, produksi bisa ditilik dari dua aspek : kajian positif dan kajian normatif. Kajian positif terhadap hukum-hukum benda dan hukum-hukum ekonomi
9
Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam(Yogyakarta : Dana Bhakti Wakaf, 1995) 193. 10 Yusuf Qard}awi, Norma dan Etika Ekonomi Islam… 98.
46 | DINAR, Vol. 1 No. 2 Januari 2015
yang menentukan fungsi produksi, dan kajian normatif yang membahas dorongan dan tujuan-tujuan produksi.11 Dengan kata lain, dalam produksi selain kajian tentang kegiatan ekonomi yang menentukan fungsi produksi dari hukum benda dan hukum ekonomi, juga berkaitan dengan kajian normatif yang membicarakan dorongan atau motivasi dan tujuan produksi itu sendiri. Salah satu norma produksi adalah membuat variasi bentuk produksi sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Hendaknya suatu komunitas menghasilkan komoditi untuk kebutuhan sains, praktikum, pertanian, industri, juga untuk kebutuhan sipil dan militer.12 Karena mengingat kebutuhan manusia yang beraneka ragam dan menuntut agar dapat terpenuhi, maka variasi dalam produksi mutlak diperlukan. Menurut para fuqaha, hukumnya fard}u kifayah bagi suatu masyarakat untuk menekuni setiap ilmu, amal, kerajinan tangan dan keterampilan yang dibutuhkan oleh masyarakat Islam. Ia harus menjalankan tugas itu sampai tercapai swadaya masyarakat.13 Untuk itu, maka dalam masyarakat harus ada segolongan orang yang mempelajari kerajinan tangan dan keterampilan tertentu, dan segolongan lainnya mempelajari kerajinan tangan dan keterampilan yang lain pula, sehingga variasi bentuk produksi dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan yang beraneka ragam. Jika tidak ada seorang pun dari anggota masyarakat memperhatikan kewajiban itu, maka aparat pemerintah wajib merencanakan penganekaragaman produksi dan memberikan pengarahan untuk mencapai tujuan itu, agar semua kebutuhan rakyat, baik materi maupun spiritual, terpenuhi.14 Dengan adanya perencanaan produksi, selain akan dapat membuat produksi yang beraneka ragam, maka produksi yang dikerjakan juga akan lebih terarah dan
11
Monzer Kahf, Ekonomi Islam, Telaah Analitik terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995) 33. 12 Yusuf Qard}awi, Norma dan Etika Ekonomi Islam… 132. 13 Ibid., 133. 14 Yusuf Qard}awi, Norma dan Etika Ekonomi Islam… 133.
Moh. Idil Ghufron, Peningkatan Produksi Dalam Sistem Ekonomi Islam |47
terawasi agar tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan dari segi materi, tetapi juga dari segi spiritual. Prinsip fundamental yang harus diperhatikan dalam proses produksi adalah prinsip kesejahteraan ekonomi yang terletak pada pertimbangan kesejahteraan umum yang lebih luas yang menyangkut persoalan-persoalan tentang moral, pendidikan, dan agama. Sebagaimana yang dikemukakan M. Abdul Manna>n : “Konsep kesejahteraan ekonomi Islam terdiri dari bertambahnya pendapatan yang diakibatkan oleh meningkatnya produksi dari barang-barang yang berfaedah melalui pemanfaatan sumber-sumber daya secara maksimum, dan ikut sertanya jumlah maksimum orang dalam proses produksi. Perbaikan sistem produksi dalam Islam tidak hanya berarti meningkatnya pendapatan yang diukur dari segi uang, tetapi juga perbaikan dalam memaksimalkan terpenuhinya kebutuhan dengan usaha minimal tetapi tetap memperhatikan tuntutan Islam tentang konsumsi. Selain itu juga, kita memperhatikan mutu barangbarang yang diproduksi harus sesuai perintah Al-Qur’an dan Sunnah, dan memperhitungkan akibat-akibat tidak menguntungkan yang akan terjadi dalam perkembangan ekonomi”.15 Dari apa yang telah dikemukakan di atas, dapat diketahui bahwa kesejahteraan yang ingin diwujudkan dalam sistem ekonomi Islam melalui produksi adalah kesejahteraan materi dan kesejahteraan batin atau spiritual. Prinsip etika dalam produksi yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim, baik individu maupun komunitas, adalah berpegang pada semua yang dihalalkan, tidak melewati batas, dan sesuai dengan norma-norma dan kaidah-kaidah yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Batasan antara halal dengan haram sudah sangat jelas diterangkan, perintah untuk mencari yang halal dan menghindari yang haram selalu diingatkan kepada manusia. Rasulullah Saw. Bersabda:
15
M. Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam…54.
48 | DINAR, Vol. 1 No. 2 Januari 2015
ُّع َما َن ُ َح َّدثَناَ أَبُ ْو نُ َع ْي ٍم َح َّدثَناَ َزَك ِريَّاءُ َع ْن َع ِام ٍرقاَ َل َس ِم ْع ْ ت الن ِ َ ت رس ِ َ بْن ب ِ ي ٍر ي َي صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم َ ول اللَّو ُ َ ُ َسم ْع:ول ََ
ُ يَ ُي َات الَ يَ ْعلَ ُمها ٌ ْحراَ ُم بَيِّ ٌن َوبَ ْي نَ ُه َما ُم َ بَّ َه َ ْحالَ ُل بَيِّ ٌن َوال َ ول اَل ِ استَْب رأَ لِ ِدينِ ِو و ِعر ِ ِ َكثِ ٌير ِم َن الن ض ِو ْ َ َ ْ َّاس فَ َم ِن اتَّ َيى ال ُْم َ بَّ َهات ِ ْحمى ي ِ ِ ِ ك أَ ْن ُ وش ُ َ َوَم ْن َوقَ َع في ال ُّ بُ َهات َك َر ِاع يَ ْر َعى َح ْو َل ال ِ ك ِحمى أَالَ إِ َّن ِحمى اللَّ ِو فِي أَر ٍ ِي واقِعوُ أَالَ وإِ َّن لِ ُك ِّل مل ض ِو َ َُ ْ َ َ ً َ ِ س ُد ْ س ِد ُم ْ صلَ َح َ ت َ ضغَةً إِ َذا َ صلَ َح ال َ َم َحا ِرُموُ أَالَ َوإِ َّن في ال َ ْج َ ْج ِ ِ ُّ ْب ْ س َد َ س َد ال ُ س ُد ُكلُّوُ أالَ َوى َي الْ َيل َ ْج َ َت ف َ َُكلوُ َوإ َذا ف “Telah menceritakan kepada kami Abu Nu’aim, beliau menerima dari Zakaria, yang menerima dari Amir, ia berkata : Saya mendengar Nu’man Ibnu Bashi>r berkata, saya mendengar Rasulullah Saw. bersabda : “Halal itu jelas dan haram itu jelas dan di antara keduanya terdapat hal-hal yang musyabbahat (serupa, tidak jelas halal atau haramanya) yang tidak diketahaui oleh kebanyakan manusia. Barang siapa yang menjaga hal-hal musyabbahat maka ia telah membersihkan kehormatan dan agamanya. Dan barang siapa yang terjerumus dalam syubhat adalah seperti pengembala di sekitar tanah larangan, hampirhampir ia terjerumus ke dalamnya. Ketahuilah bahwa setiap raja mempunyai tanah larangan, dan ketahuilah sesungguhnya larangan Allah di bumi-Nya adalah hal-hal yang diharamkan-Nya. Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ada sekerat daging, apabila daging itu baik maka seluruh tubuh itupun baik. Dan apabila sekerat daging itu rusak maka seluruh tubuh itupun rusak. Ketahuilah, itulah hati”.17
16
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail, Shahih al-Bukhari, Juz I, (Beirut : Dar alFikr, tt) 20. 17 Achmad Sunarto, et.al., Tarjemah Shahih Bukhari, Jilid I, (Semarang : AsySyifa’, 1992), 48.
Moh. Idil Ghufron, Peningkatan Produksi Dalam Sistem Ekonomi Islam |49
Allah telah menentapkan dengan jelas apa yang dihalalkan dan yang diharamkan. Bahkan yang halal jauh lebih luas daripada yang haram.18 Dan Allah tidak mengharamkan sesuatu tanpa alasan, yang diharamkan adalah semua yang dapat mendatangkan kehancuran, baik aqidah, moral, etika dan tata kehidupan manusia. Dalam kitab At-Taj al-Jami>’ lil Us}u>l dinyatakan :
ِ اضح الَي ْخ َفى و ُىو ماَ َد َخل فِي ِمل ِ ك َ ْك َ إِ َّن ال َ ٌ َي َو ْ ْحالَ َل بَيِّ ٌن أ َ َ َ ٍ ك فِ ْعلُوُ ِم ْن َمأْ ُك ٍ ول َوَم ْ ر ٍ ُوب َوَملْب وح ٍ وس َوَم ْن ُك َ َيَِي ْيناً َو َح َّل ل ُ ِ َونَح ِوىاَ وإِ َّن الْحراَم ب يِّن أَي ظ اى ٌر َو ُى َو ماَ علم ملكو لِ ْلغَْي ِر ٌ ََ َ َ ْ َ ِ الزناَ َو ُش ْر ْخ ْم ِر َونَ ْح ِو ِىماَ َوبَ ْي َن ِّ ك فِ ْعلُوُ َك َ ب ال َ َوماَ َح ُرَم َعلَْي ِ ِ ْحراَِم أ ُُم ْوٌر اشتبهت َعلَى َكثِْي ٍر ِم َن الن لخفاء َّاس َ ْحالَ ِل َوال َ ال ٍ َالْح ْك ِم فِ ْيهاَ ِمن ِ ها ت ْ ُ
“Sesungguhnya perkara halal itu jelas tidak kabur. Pengertian halal ialah sesuatu yang masuk dan menjadi milikmu secara yakin, dan engkau menghasilkannya dari pekerjaan yang halal, berupa makanan, minuman, pakaian, nikah dan lain sebagainya. Dan sesungguhnya perkara haram itu jelas. Perkara haram itu sesuatu yang telah diketahui sebagai milik orang lain. Dan hal yang diharamkan bagimu mengerjakan seperti zina, meminum khamar, dan lain sebagainya. Dan di antara perkara yang halal dan yang haram terdapat perkara-perkara yang syubhat (samar) di mata manusia”19 Meskipun daerah halal itu sangat luas, tetapi manusia seringkali tergiur untuk melewati garis kehalalan dan terjerumus pada yang diharamkan oleh Allah
18 19
Yusuf Qard}awi, Halal dan Haram dalam Islam(Surabaya : Bina Ilmu, 2000) 15. Syekh Mans}u>r Ali Nas}i>f, Al-Taj al-Jami>’ lil Us}u>l fi Aha>di>th al-Rasu>l, Juz II (Beirut : Dar al-Fikr, 1975) 192.
50 | DINAR, Vol. 1 No. 2 Januari 2015
SWT.,20hanya karena ingin mendapatkan keuntungan yang sebenarnya justru merupakan suatu kerugian. Landasan etika dan moral ekonomi Islam terletak pada sifat yang tidak pernah mengkompromikan antara yang diperbolehkan (halal) dengan yang dilarang (haram).21 Dalam menyusun sistem produksi dan mengembangkan harta, Islam mengikuti garis-garis yang terentang dan kaidah-kaidah yang luas, mencakup apa yang akan datang dibawa oleh zaman dan kreasi-kreasi baru manusia. Islam menyesuaikan kaidah-kaidah dan garis-garis ini dengan batas-batas yang memperkokoh hak fitrah manusia untuk memiliki, memakmurkan dan bekerja. Yaitu batas-batas yang mengikat agar semua itu tetap dalam dua lingkaran penting sebagai berikut : a. Daerah halal, yaitu tidak melampaui yang haram, agar tidak merusak dan menghancurkan fitrah. b. Daerah keadilan, yaitu tidak melakukan penganiayaan dan kesewenang-wenangan, umpamanya memakan harta yang lain tanpa hak.22 Allah telah menetapkan batas-batas tertentu terhadap prilaku manusia sehingga menguntungkan individu tanpa mengorbankan hak-hak individu-individu lainnya. Dia telah menetapkan kewajiban-kewajiban tertentu terhadap manusia. Penampilan (prilaku) manusia yang ditetapkan dalam hukum Allah (syari’ah) harus diawasi oleh masyarakat secara keseluruhan berdasarkan aturan Islam. Sedangkan hak-hak yang diterima oleh manusia dari Allah dalam kaitannya dengan persoalan-persolan sosial merupakan kewajiban-kewajiban manusia terhadap umat Islam.23 Batasan-batasan yang telah ditetapkan oleh Allah tersebut tidak boleh dilanggar. Dan Islam memerintahkan cara yang adil dan dan jujur dalam mendapatkan harta kekayaan, karena aturan produksi yang dibenarkan adalah 20
Yusuf Qard}awi, Norma dan Etika Ekonomi Islam… 117. M. Al-Buraey, Islam Landasan Alternatif Administrasi Pembangunan(Jakarta : Rajawali, 1986) 194. 22 Fathi Ahmad Abdul Karim, Sistem, Prinsip dan Tujuan Ekonomi Islam(Bandung : Pustaka Setia, 1999) 181. 23 Monzer Kahf, Ekonomi Islam... 65. 21
Moh. Idil Ghufron, Peningkatan Produksi Dalam Sistem Ekonomi Islam |51
berdasarkan kepada keadilan, dan memberikan kebebasan sepenuhnya untuk mencari penghidupan sejauh tidak melanggar prinsip keadilan tersebut. Islam memberikan keadilan dan persamaan prinsip produksi sesuai kemampuan masing-masing tanpa menindas orang lain atau menghancurkan masyarakat. Setiap individu berhak untuk mencari sumber penghidupan, namun bagaimanapun individu tidak diberikan hak untuk menggunakan cara-cara pengumpulan harta kekayaan yang mendorong kepada jatuhnya martabat akhlaqul karimah serta mengganggu masyarakat. Islam menetapkan hukum halal dan haram dengan usaha yang berbeda-beda dalam memperoleh pendapatan, dan melarang semua aturan yang merusak akhlak dan lingkungan sosial.24 Keberhasilan sistem ekonomi Islam terletak pada sejauh mana keselarasan atau keseimbangan dapat dilakukan antara kebutuhan material dan kebutuhan etika manusia. Sistem ekonomi Islam tidak melupakan ciri pokok kemajuan manusia yang tergantung pada sejauh mana lancarnya koordinasi dan keharmonisan antara moral dan material dalam kehidupan manusia. Apabila aspek moral dipisahkan dari perkembangan ekonomi, maka akan kehilangan kontrol yang berfungsi menjaga kestabilan dan keseimbangan dalam sistem sosial. Di samping itu, apabila kegiatan dalam rangka memenuhi kebutuhan ekonomi tidak mempunyai batas-batas moral yang jelas dan menuju pada materialis, amoralis dan korupsi, maka akan mengakibatkan goyahnya kestabilan ekonomi masyarakat. Selain itu masyarakat akan menghadapi persaingan dan permusuhan, hilangnya sikap saling bekerja sama dan kasih sayang, dan akhirnya akan membawa pada penghancuran dan kekacauan pada masyarakat.25 Keseimbangan antara moral dan material harus dijaga, jangan sampai ada unsur materi yang berjalan tanpa dilandasi moral, agar tidak mendatangkan kerusakan. Setiap penyimpangan dari pelaksanaan kebebasan ekonomi yang jujur, seperti memproduksi dan 24 25
Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam… 77. Ibid., 13-14.
52 | DINAR, Vol. 1 No. 2 Januari 2015
memperdagangkan barang-barang dagangan (komoditi) yang tercela, diharamkan dalam Islam, karena tidak baik dari segi kesehatan, maupun dari segi moral, seperti minumminuman beralkohol dan minum-minuman keras.26 Syariat Islam tidak membenarkan pembuatan segala komoditi yang hanya bisa digunakan untuk hal yang diharamkan, atau mayoritas barang itu digunakan untuk berbuat dosa, walaupun sebagian kecil komoditi tersebut dapat digunakan untuk hal-hal yang diperbolehkan. Sebab, sebagian kecil dan hal yang jarang ini tidak bisa dijadikan pijakan bagi suatu hukum.27 Ada beberapa pekerjaan yang diharamkan karena tidak mengandung unsur moral dan produktifitas, seperti judi, sihir, bermain sulap, membuat minuman keras, bekerja di tempat-tempat maksiat. Semua itu adalah pekerjaan yang berakibat buruk bagi kehidupan individu dan masyarakat, karena isinya mengandung kerusakan-kerusakan yang sangat membahayakan manusia. Firman Allah SWT. dalam surat al-Maidah ayat 90 ;
ِ اب َواْألَ ْزالَ ُم َ يَآأَيُّهاَ الَّ ِذيْ َن َامنُوا إِنَّ َما ال َ ْْخ ْم ُر َوال َْم ْيس ُر َواْألَن ُ ص ِ َِر ْ س ِمن َعم ِل ال َّ ْيط ان فَا ْ تَنِبُوهُ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِ ُحو َن َ ْ ٌ )90:(املائدة
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syetan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”.28 Oleh karena itu, seorang muslim tidak boleh menanam apa yang diharamkan seperti poppy yang diperoleh dari buah opium, cannabis, atau heroin. Juga tidak boleh menanam segala jenis tumbuhan yang
26
Monzer Kahf, Ekonomi Islam... 56. Yusuf Qard}awi, Norma dan Etika Ekonomi Islam… 118. 28 Q.S. : 5 : 90. Ayat di atas dan ayat-ayat selanjutnya diambil dari Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahannya (Bandung: Lubuk Agung, 1989). 27
Moh. Idil Ghufron, Peningkatan Produksi Dalam Sistem Ekonomi Islam |53
membahayakan, dan dilarang memproduksi barang-barang tersebut.29 Terdapat sebuah kaidah yang berbunyi :
ال ُ اَلض ََّرُر يُ َز
“Kemudharatan itu bisa dihilangkan”. Menurut hukum Islam, arak dan sebagainya atau minuman yang memabukkan dan mengakibatkan kepada tindak kejahatan serta kerusakan akhlak adalah haram dan terlarang. Di samping itu segala kegiatan yang berkaitan dengan menjual, membeli dan membawa arak juga dihukumkan haram. Islam menentang secara keras perzinahan, musik yang menyebabkan lalai kepada Allah, tarian yang erotis dan merangsang nafsu dan lain-lain masalah yang berlawanan dengan kehidupan yang halal dan alami. Islam melarang itu semua karena hasilnya mengakibatkan kemudharatan dan kebinasaan pada orang lain bahkan seluruh masyarakat. Perbuatan keji, mencuri, berjudi, perdagangan yang berdasarkan tipu muslihat, menyimpan dan menimbun barang keperluan pokok untuk menaikkan harga, memonopoli sumber produksi yang menutup peluang orang lain adalah haram hukumnya. Islam telah meneliti semua bentuk perdagangan tadi secara teliti dan menyatakannya haram karena pada hakekatnya aktivitas tersebut hanya menyebabkan konflik, sebab keuntungan atau kerugian yang diperoleh hanya tergantung pada nasib semata-mata atas ketidaksengajaan, ataupun ketidakpastian orang.31 Minuman keras yang memabukkan dan narkotika, adalah sesuatu yang membahayakan bagi moral dan kesehatan, hal itu jelas dilarang. Demikian pula perusahaan yang memproduksinya.Bahkan seorang muslim dilarang bekerja di perusahaan yang memproduksi barang tersebut.32
29
Yusuf Qard}awi, Norma dan Etika Ekonomi Islam… 117. Abdullah bin Said Al-Lahji,IdhahAl-Qawa>’id Al-Fiqhiyah(Surabaya : Dar alRahmah, 1410 H) 42. 31 Afzalur Rahman,Doktrin Ekonomi Islam… 77-78. 32 Yusuf Qard}awi, Halal dan Haram dalam Islam… 93. 30
54 | DINAR, Vol. 1 No. 2 Januari 2015
ِ ت أَباَ َع ِ ح َّدثَنَا َع ْب ُد ِ اص ٍم َع ْن َشبِْي ب بْ ِن ُ اهلل بْ ُن ُمنِْي ٍر قاَ َل َس ِم ْع َ ٍ ِس بْ ِن ماَل ِ َبِ ْ ٍر َع ْن أَن ول اهلل صلى اهلل عليو ُ ك قاَ َل لَ َع َن َر ُس ِ َصرَىا وم ْعت ِ ص َرَىا َو َشا ِربَ َها َوحاَِملَ َها َ وسلم فِي ال ُ َ َ َْخ ْم ِر َع ْ َرةً عا ِ ِ ِ ِ ِ ي لَ َها َ َوال َْم ْح ُمولَةَ إِلَْيو َو َساقيَّ َها َوبَائ َع َها َوآك َل ثَ َمن َها َوال ُْم ْ تَ ِر .َُوال ُْم ْ تَ َراةَ لَو
“Abdullah bin Munir menceritakan kepada kami, ia berkata : “Saya mendengar Abi Ashim, ia dari Syabib bin Bisyr dari Anas bin Malik berkata : “Rasulullah Saw telah melaknat khamar pada sepuluh orang : orang yang memerasnya, orang yang minta diperaskannya, orang yang meminumnya, orang yang memabawanya, orang yang minta dibawakannya, orang yang memberi minuman khamar, orang yang menjualnya, orang yang memakan yang harga jualnya, orang yang membelinya dan orang yang minta dibelikannya”.34 Al-Khamru maa khamaral aqla (arak ialah semua bahan yang dapat menutup akal), suatu ungkapan yang pernah dikatakan oleh Umar Ibnul Khattab dari atas mimbar Rasulullah Saw. Kalimat ini memberikan pengertian yang tajam sekali tentang apa yang dimaksud arak itu.35 Ahmad Asy-Syarbashi menyatakan :
ِ وإِنَّما َح َّرَم اْ ِال ْسالَ ُم الْ َخ ْمر لِما فِ ْي َها ِم ْن إِ ْىالَ ِك الْم ال َ َ َ َ َ ِ ِ ِ ِ ِّ و ٍ سبِّبُوُ ِم ْن أ َْم َر اض فِي الكلى َ َ ُ َوإتْالَف ال َْع ْي ِل َول َما ت،الص َّحة
33
Imam Hafidz Abi Isa Muhammad Ibnu Surah al-Turmudzi, Sunan al-Turmuzi, Juz II (Indonesia : Maktabah Dahlan, tt) 380. 34 Ibid., 650. 35 Yusuf Qard}awi, Halal dan Haram dalam Islam…. 98.
Moh. Idil Ghufron, Peningkatan Produksi Dalam Sistem Ekonomi Islam |55
ِ والْ َك وخ ِة اِلَى َ بد َو ِِألَنَّهاَ تسبب داء السل َوتُ ْس ِرعُ بِال َّ ْي ُخ َ ِ ِِ ِِ .صبِيَّة َ ُم ْدمن َها َوتضعف ف ْيو الْ ُي َّوةُ ال َْع ْيلية َوال َْع “Sesungguhnya Islam telah mengharamkan khamar karena ia menghancurkan harta dan kesehatan, menghilangkan akal, menyebabkan terjadinya penyakit di ginjal dan liver, menyebabkan terjadinya penyakit TBC, menjadikan pecandunya cepat tua, serta melemahkan akal syaraf”.37 Produk-produk yang dilarang keras beredar tersebut karena dapat merusak aqidah, etika dan moral manusia. Contoh lain seperti produk yang berhubungan dengan pornografi dan sadisme, baik dalam opera, film dan musik, dan yang berhubungan dengan media informasi, baik cetak maupun elektonik. Pada umumnya, pengusaha dalam bidang ini hanya mengejar pendapatan, mengembangkan ekspor, dan meraih laba yang tanpa pernah memikirkan halal dan haramnya.38 Produk-produk tersebut lebih berbahaya dan lebih luas dampaknya daripada barang-barang yang memabukkan. Barang yang memabukkan sangat berbahaya bahkan menimbulkan korban yang besar bagi orang yang membiasakannya. Tetapi semua itu hanyalah kerusakan jasmani. Sedangkan film-film dapat merusak akal pikiran dan sekaligus moral. Anehnya, kecaman dan perlawanan hanya dilancarkan terhadap barang yang memabukkan, sedangkan film dan sejenisnya kurang mendapat perlawanan, bahkan semakin merajalela. Selain larangan yang telah disebutkan sebelumnya, seorang muslim juga dilarang memproduksi barang-barang yang haram, baik haram dikenakan atau haram dikoleksi, misalnya membuat patung atau cawan dari bahan emas dan
Ahmad al-Sharbashi, Yas’alu>naka fi al-Di>n wa al-Hayah, Jilid I (Beirut : Dar alJail, tt) 460. 37 Ibid., 200. 38 Yusuf Qard}awi, Norma dan Etika Ekonomi Islam… 118. 36
56 | DINAR, Vol. 1 No. 2 Januari 2015
perak, dan membuat gelang emas untuk laki-laki.39 Seiring dengan kaidah yang menyatakan :
ِ ِ َُما َح ُرَم ا ْستِ ْع َمالُوُ َح ُرَم اتِّ َخاذُه
“Apa yang haram menggunakannya, haram pula memperolehnya”. Produksi harus sesuai dengan ketentuan dan prinsip ekonomi dalam Islam, adapun prinsip-prinsip ekonomi Islam menurut Metwally adalah : a. Dalam ekonomi Islam, berbagai jenis sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan Tuhan kepada manusia, sebagai orang yang dipercayai-Nya, manusia harus memanfaatkannya seefisien dan seoptimal mungkin dalam produksi guna memenuhi kesejahteraan bersama di dunia, yaitu untuk diri sendiri dan untuk orang lain. Namun yang terpenting adalah bahwa kegiatan tersebut akan dipertanggungjawabkan di akhirat nanti.41 b. Islam mengakui kepemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu, termasuk kepemilikan alat-alat produksi dan faktor produksi. Kepemilikan individu dalam Islam dibatasi oleh kepentingan masyarakat. Dan Islam menolak setiap pendapatan yang diperoleh dari suap, rampasan, kecurangan dan penipuan, produksi dan penjualan minuman alkohol, dan usaha yang menghancurkan masyarakat. c. Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama. Kerja sama merupakan spirit Islam untuk memuaskan pembeli dan penjual barang, jasa atau produksi. Jiwa dari kerja sama adalah mencari keuntungan yang wajar, dan tanpa perubahan ongkos maka tingginya harga barang hanya sebagai akibat dari prinsip kelangkaan. d. Peranan pemilikan kekayaan / aset dalam ekonomi Islam berbeda dengan ekonomi lainnya. Pemilikan kekayaan pribadi harus berperan sebagai kapital 39
Ibid., 117. Abdullah bin Said Al-Lahji, IdhahAl-Qawa>’id Al-Fiqhiyah…81. 41 Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syari’ah (Jakarta : Alvabet, 2002) 13. 40
Moh. Idil Ghufron, Peningkatan Produksi Dalam Sistem Ekonomi Islam |57
e.
f.
2.
42
produktif yang akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sistem ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh beberapa orang tertentu. Konsep ini berlawanan dengan sistem ekonomi kapitalis, di mana kepemilikan industri didominasi dan oligopoli, tidak terkecuali industri tersebut amat penting untuk umum. Islam menjamin kepemilikan masyarakat, dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan orang banyak.42 Seorang muslim harus takut kepada Allah dan hari penentuan atau akhirat,43Islam mencela keuntungan yang berlebihan, perdagangan yang tidak jujur, prilaku tidak adil, semua bentuk diskriminasi dan penindasan. Jadi berdasarkan aksioma agama seseorang bisa meramalkan ke mana arah dan muara prilaku muslim.
Faktor-faktor Produksi dalam Sistem Ekonomi Islam Setelah membicarakan arti penting dari produksi, dalam produksi terdapat faktor-faktor produksi yang mempengaruhi peranan masing-masaing dalam membantu pelaksanaan proses produksi. Karena apabila salah satu saja tidak terpenuhi, maka akan menghambat proses produksi, dan bahkan dapat mengakibatkan gagalnya produksi. Menurut penelitian para ahli ekonomi, faktor-faktor produksi ada empat macam : a. Tenaga alam, yaitu tanah, air, cahaya dan udara. b. Tenaga kerja (manusia), yaitu tenaga pikiran dan jasmani. c. Modal, yaitu uang dan barang/benda. d. Organisasi, yaitu kecakapan mengatur.44 Dalam ketentuan mengenai faktor-faktor produksi, di samping faktor-faktor produksi yang materialis, yaitu tenaga alam, tenaga kerja, modal dan organisasi, ada faktor produksi non materialis, yaitu suatu tenaga yang tidak dapat dilihat, diraba dan tidak mempunyai ruang tetapi
Ibid., 14. Ibid., 15. 44 Ibrahim Lubis, Ekonomi Islam Suatu Pengantar, Jilid II (Jakarta : Kalam Mulia, 1995) 303. 43
58 | DINAR, Vol. 1 No. 2 Januari 2015
mempunyai tenaga gaib dari Allah. Faktor non materialis ini (faktor kekuasaan Allah Swt.) tidak dapat dikuasai manusia. Manusia hanya dapat berusaha dan berdoa kepada Allah, dan Allah-lah yang menentukan.45 Faktor kekuasaan Allah ini sangat berpengaruh terhadap aktivitas produksi seorang muslim. Dengan adanya keyakinan bahwa Allah selalu mengawasi setiap pekerjaan yang dilakukannya, maka dalam berproduksi akan lebih berhati-hati dan selalu berusaha untuk memenuhi perintah dari Allah dengan sebaik-baiknya. Sesungguhnya apa yang ada di langit dan di bumi adalah milik Allah Swt. sebagaimana firman-Nya dalam surah Ali Imran ayat 189 : (ال
ِ السمو ِ ِِ و ِ ات َواْأل َْر ض َواهللُ َعلَى ُك ِّل َش ْي ٍء قَ ِديْ ٌر ُ هلل ُمل َ َ َ َّ ْك
)189 :عمران “Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.46 Alam semesta, termasuk manusia, adalah milik Allah yang memiliki kemahakuasaan (kedaulatan) sepenuhnya dan sempurna atas makhluk-makhluk-Nya. Manusia, tanpa diragukan, merupakan tatanan makhluk tertinggi di antara makhluk-makhluk yang telah diciptakan Allah Swt. dan segala sesuatu yang ada di bumi dan di langit ditempatkan di bawah perintah manusia. Manusia diberi hak untuk memanfaatkannya sebagai khalifah atau pengemban amanat Allah. Manusia diberi kekuasaan untuk melaksanakan tugas kekhalifahan dan mengambil keuntungan dan manfaat sebanyak-banyaknya sesuai dengan kemampuannya.47 Oleh karenanya, manusia diberi kebebasan untuk menggunakan faktor-faktor produksi untuk mencapai hasil produksi yang sebanyak mungkin dan sebaik-baiknya. a. Tenaga Alam Yang dimaksud dengan alam adalah segala kekayaan alam yang diciptakan oleh Allah Swt. agar
45
Ibid., 304. QS. 3 : 189 47 Monzer Kahf, Ekonomi Islam... 65. 46
Moh. Idil Ghufron, Peningkatan Produksi Dalam Sistem Ekonomi Islam |59
bisa dimanfaatkan oleh manusia sebagai bekal yang mereka butuhkan.48 Alam sebagai faktor produksi yang penting mencakup semua sumber daya alam yang digunakan dalam proses produksi, umpamanya permukaan air, kesuburan tanah, udara, air, gunung, hutan, hewan, iklim, hujan, dan seterusnya. Firman Allah SWT. dalam surat an-Nahl ayat 14 :
ِ َّ َّر الْبَ ْح َر لِتَأْ ُكلُوا ِم ْنوُ لَ ْح ًما طَ ِريِّا َ َو ُى َو الذي َسخ ِ ْك مو ِ ِ اخ َر فِ ْي ِو َ َ َ سونَهاَ َوتَ َرى الْ ُفل ُ ََوتَ ْستَ ْخ ِر ُ وا م ْنوُ حلْيَةً تَ لْب )14:ن (النحل َ ضلِ ِو َولَ َعلَّ ُك ْم تَ ْ ُك ُرو ْ ََولِتَْبتَ غُوا ِم ْن ف
“Dan Dia-lah Allah yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai, dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur”.49 Pada hakikatnya seluruh alam ini berperan memberikan faedahnya kepada manusia. Jadi mereka boleh menggunakan sumber yang tersembunyi dan berpotensi untuk memuaskan kehendak yang tidak terbatas.50 Dan tenaga alam sebagai faktor produksi harus digunakan sedemikian rupa sehingga tujuan pertumbuhan yang berimbang pada akhirnya tercapai. Pendayagunaan sumber daya alam didasarkan pada prinsip “tepat pakai” dan “tepat guna”.51 Menurut pandangan Islam, sumber alam yang dapat habis adalah milik generasi kini maupun generasi-generasi masa yang akan datang. Generasi kini tidak berhak untuk 48
Yusuf Qard}awi, Norma dan Etika Ekonomi Islam…104. Q.S. ; 16 : 14 50 Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam…225. 51 Yusuf Qard}awi, Norma dan Etika Ekonomi Islam… 132. 49
60 | DINAR, Vol. 1 No. 2 Januari 2015
menyalahgunakan sumber-sumber daya yang dapat habis sehingga menimbulkan bahaya bagi generasi yang akan datang.52 Kekayaan alam yang ada di masa sekarang ini harus dijaga dengan sebaik-baiknya agar generasi yang akan datang pun dapat menikmati kekayaan alam tersebut, sehingga tidak hanya menjadi dongeng belaka. Baik al-Qur’a>n maupun al-Sunnah telah banyak menekankan pembudidayaan sumber alam, termasuk tanah, secara baik dan efisien. Pemborosan pemakaian tanah dalam bentuk apapun dikutuk. Akan tetapi penggarapan tanah jangan sampai merupakan satusatunya pekerjaan dalam suatu negara Islam. Negara dapat mengadakan peraturan yang menjamin bahwa tanah sebagai faktor produksi digunakan sedemikian rupa sehingga dapat mencapai pertumbuhan berimbang bagi kepentingan masyarakat.53 b.
Tenaga Kerja Bekerja adalah segala usaha maksimal yang dilakukan manusia, baik lewat gerak anggota tubuh ataupun akal untuk menambah kekayaan, baik dilakukan secara perorangan ataupun secara kolektif, baik untuk pribadi atau untuk orang lain (dengan menerima gaji).54 Allah memerintahkan manusia untuk bekerja, sebagaimana dikemukakan Ahmad Asy Syarbashi berikut :
َّاس بِأَ ْن يَ ْس َع ْوا بأَنْ ُف ِس ِه ْم الَ أَ ْن يَنَ ُاموا َويَ ْت ُرُكوا َ فَأ ََم َر الن ىؤالَِء ُى ُم اْالَنْبِيَاء َو ُى ْم ِخيَ َرةُ َخل ِْق ُ غَْيرىم يَ ْس َعى لَ ُه ْم َو ِ ِ ِادةُ الْبَ َ ِريَِّة فِي م ْختَل صوِرىاَ َكانُوا َ َ َوق، اهلل تَ َعالَى ُ ُف ع ُ
52
M. Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam…58. Ibid., 72. 54 Yusuf Qard}awi, Norma dan Etika Ekonomi Islam…104. 55 Ahmad al-Sharbashi, Yas’alu>naka fi al-Di>n wa al-Hayah… 301. 53
Moh. Idil Ghufron, Peningkatan Produksi Dalam Sistem Ekonomi Islam |61
ِ اج اْأل َْر ض طَلَبًا ِ َويَ ْس َع ْو َن فِي فِ َج، يَ ْع َملُو َن َويَ ْحتَ ِرفُو َن . ِ لرْز ِّ ِل
“Allah Swt. telah memerintahkan manusia untuk berusaha dengan diri mereka sendiri dan jangan membiarkan orang lain bekerja untuk mereka.57 Para Nabi yang merupakan makhluk-makhluk Allah termulia dan para pemimpin manusia pada bebagai masa juga pekerja dan berusaha di muka bumi untuk mencari rizki”.58 Menurut Yusuf Qard}awi , “Sendi terpenting dan rukun yang utama dalam produksi adalah bekerja”.59 Setiap pekerjaan yang dilakukan tidak pernah terlepas dari norma dan etika yang telah diatur agama. Karena darimana dapatnya harta kekayaan harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt. Tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi mempunyai arti yang besar, karena semua kekayaan alam tidak berguna bila tidak dieksploitasi oleh manusia dan diolah oleh buruh. Alam telah memberikan kekayaan yang tak terhingga, tetapi tanpa usaha manusia semua akan tetap tersimpan.60 Manusia dengan akal pikirannya dapat mengeluarkan dan mengolah sumber alam yang tersimpan tersebut untuk memenuhi kebutuhannya. Melihat pentingnya peranan produksi dalam menentukan kemakmuran suatu bangsa dan taraf hidup manusia, al-Qur’an telah meletakkan landasan yang sangat kuat terhadap sistem produsksi. Umat Islam diperintahkan untuk bekeja keras dalam mencari penghidupan agar tidak mengalami kegagalan atau tertinggal dari orang lain dalam berjuang demi kelangsungan hidupnya.61 56
Ibid., 302. Ahmad al-Syarbashi, Yas’alu>naka fi al-Di>n wa al-Hayah... 334. 58 Ibid., 335. 59 Yusuf Qard}awi, Norma dan Etika Ekonomi Islam… 105. 60 Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam…248. 61 Ibid., 203. 57
62 | DINAR, Vol. 1 No. 2 Januari 2015
Firman Allah Swt, surat al-Jumu’ah ayat 10 :
ِ ِ ضي ِ الصالَةُ فَانْ تَ ِ ُروا فِي اْأل َْر ض َوابْ تَ غُوا ِم ْن َّ ت َ ُفَِإ َذا ق ِ ض ِل )10 :اهلل َواذْ ُك ُروا اهللَ َكثِْيراً لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِ ُحو َن (اجلمعة ْ َف
“Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung”.62 Jika sistem Islam itu berlandaskan pada nash AlQur’an dan As- Sunnah yang berarti nash ketuhanan, maka manusia berperan sebagai yang diserukan dalam nash itu. Manusialah yang memahami nash, menafsirkan, menyimpulkan dan memindahkannya dalam teori untuk diaplikasikan dalam praktik.63 M. Abdul Mannan mengemukakan bahwa dalam Islam : “Faktor produksi tidak hanya tunduk pada perubahan sejarah yang didesak oleh banyak kekuatan berlatar belakang penguasaaan tenaga kerja, tetapi juga pada kerangka moral dan etika sebagaimana tertulis dalam syariat. Akibatnya faktor produksi pada umumnya dan tenaga kerja pada khususnya tidak pernah terpisah dari kehidupan moral dan sosial.”64 Dalam melakukan pekerjaan, harus memperhatikan moral dan etika dalam bekerja agar tidak merugikan orang lain. Dan harus memperhatikan dampak sosial yang akan ditimbulkan dari pekerjaan tersebut, untuk dapat diperhitungkan. Ada beberapa hak dan kewajiban tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi, yaitu : 1) Kerja adalah hak pekerja (buruh) 2) Kerja merupakan kewajiban 3) Majikan bertanggungjawab tentang pembayaran upah
62
QS.Al-Jumu`ah (62) : 10. Yusuf Qard}awi, Norma dan Etika Ekonomi Islam… 57. 64 M. Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam… 72. 63
Moh. Idil Ghufron, Peningkatan Produksi Dalam Sistem Ekonomi Islam |63
4) Upah buruh wajib tertentu dan tidak boleh ada pemaksaaan, penipuan atau apa saja yang merusak akad kerja 5) Tidak boleh diberikan pekerjaan yang terlalu berat 6) Karyawan / pekerja wajib berniat ikhlas.65 c.
Modal Modal merupakan aset yang digunakan untuk membantu distribusi aset berikutnya. Menurut Prof. Thomas, milik individu dan negara yang digunakan dalam menghasilkan aset berikutnya selain tanah adalah modal.66 Modal sebagai sarana produksi yang menghasilkan merupakan perwujudan dari pemakaian tenaga kerja dan penggunaan sumber daya alam. 67 Dan yang akan diambil hasilnya dalam produksi harus mempunyai keseimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat. Islam mengakui modal serta peranannya dalam proses produksi. Teori Islam tentang modal tidak saja mengakui gagasan klasik mengenai penghematan dan poduktivitas, tetapi juga gagasan Keynes tentang preferensilikuiditas, karena dalam Islam modal itu produktif dalam arti bahwa tenaga kerja yang dibantu oleh modal akan lebih menghasilkan daripada yang tanpa modal. Dan teori Islam tentang modal lebih realistik, mendalam dan etik daripada teori modern tentang modal. Realistik, karena produktivitas modal yang mengalami perubahan berkaitan dengan kenyataan produksi yang dianggap mudah berubah dalam keadaan pertumbuhan yang dinamis. Luas dan mendalam, karena ia memperhatikan semua variabel seperti mata uang, jumlah penduduk, penemuan baru, kebiasaan, selera, tingkat hidup, dan sebagainya. Dan etik, karena keikutsertaannya dalam berbagai bidang harus bersifat adil dan wajar, dan harus bebas dari isapan para pelaku
65
Ibrahim Lubis, Ekonomi Islam Suatu Pengantar… 315. Azfalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam…285. 67 M. Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam…59. 66
64 | DINAR, Vol. 1 No. 2 Januari 2015
produksilainnya, sehingga menyumbang terciptanya kekayaan nasional.68 Modal dibahas dalam sistem ekonomi Islam secara lebih mendalam, baik tentang cara diperolehnya modal tersebut maupun pengembangannya dan pemanfaatannya. Modal tidak boleh digunakan sewenang-wenang. Ada tiga macam hak kepemilikan modal dalam Islam, yaitu hak pakai, hak guna dan hak pengembangan. Dari tiga hak tersebut menunjukkan bahwa manusia adalah pemegang amanah dari Allah. Maka dari itu, ia tidak boleh memakai hartanya untuk dihutang-hutangkan dengan sistem riba sebagai hak pakai, demikian juga menyalahgunakan hak guna. Hak pengembangan pun tidak boleh dipakai untuk memproduksi barang-barang yang diharamkan.69 Islam mempunyai pedoman terhadap modal yang merupakan salah satu faktor produksi, sebagai berikut : 1) Islam mengharamkan penimbunan harta, memerintahkan pembelanjaan, dan harta yang belum produktif agar segera diputar, jangan sampai termakan oleh zakat. 2) Modal jangan sampai terpusat pada beberapa tangan saja, dengan diharamkannya peminjaman modal dengan menarik bunga (pengharaman riba). 3) Islam mengharamkan penguasaan dan pemilikan modal selain dari cara-cara yang diizinkan syari’at, seperti : a) Bekerja untuk mendapatkan harta b) Hasil dari jual beli yang sah, sesuai dengan syariat Islam c) Hasil dari pemberian yang sah, dari pemilik yang sah yang berhak menyerahkan pemberian d) Wasiat dari seorang pemilik yang sah e) Hasil dari waris yang sah, menurut syariat Islam 68
Ibid., 124. Ibrahim Lubis, Ekonomi Islam Suatu Pengantar… 307.
69
Moh. Idil Ghufron, Peningkatan Produksi Dalam Sistem Ekonomi Islam |65
f)
Islam mewajibkan zakat atas harta simpanan atau harta produktif dalam bentuk dagangan pada setiap tutup tahun buku dagang tersebut. g) Tidak boleh menggunakan modal yang dipakai dalam produksi secara boros h) Upah guru agar dibayar dengan adil i) Nilai sosial seseorang diukur dengan taqwa kepada Allah Swt. bukan diukur dengan harta.70 Seseorang tidak dihalangi untuk menyimpan uang yang akan digunakan pada waktu mendapat musibah atau untuk penambahan harta, tetapi apa yang dilarang oleh Islam ialah menyimpan modal untuk tujuan anti sosial. Umat diajarkan supaya menjaga sirkulasi harta dengan membelanjakannya atau dengan memberikan kepada orang lain yang hanya mempunyai sedikit, atau sama sekali tidak memiliki sumber penghidupan. d.
70 71
Organisasi Dalam suatu analisis ekonomi sekuler konvensional, laba dihubungkan dengan pendapatan seorang pengusaha. Ini dianggap sebagai imbalan manajer yang bertanggung jawab atas pengelolaan sumber-sumber daya manusia maupun bukan manusia. Demikianlah bagaimana organisasi muncul sebagai faktor produksi.71 Menjalankan organisasi berarti menjalankan kerja sama. Di mana dalam kerja sama tidak boleh ada satu satu pihak yang dirugikan untuk mendapatkan keuntungan di pihak lain. Dalam perindustrian modern, organisasi memainkan peranan yang sangat berarti dan dianggap sebagai faktor produksi yang paling penting. Usahawan yang menggunakan faktor-faktor produksi yang lain dalam kadar yang benar dan faktor tersebut bekerja
Ibid., 312. M. Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam… 62.
66 | DINAR, Vol. 1 No. 2 Januari 2015
dengan cara yang sebaik mungkin agar memberikan hasil yang maksimum dengan biaya yang minimum.72 Islam membenarkan kerja sama yang saling menguntungkan dengan jujur dan sederajat, dan memberikan keuntungan bagi kedua pihak, dan tidak membenarkan cara-cara yang hanya menguntungkan seseorang, lebih-lebih yang dapat mendatangkan kerugian pada orang lain, atau keuntungan yang diperoleh ternyata merugikan kepentingan umum.73 Firman Allah Swt. dalam surat an-Nisa’ :
ِ يآأيُّها الَّ ِذين بِالْب اط ِل اِالَّ أَ ْن تَ ُكو َن َامنُوا الَ تَأْ ُكلُوآ َ َْ َ َ ِ ٍ ارًة َع ْن تَ َر اض ِم ْن ُك ْم َوالَ تَ ْيتُ لُوآ َ أ َْم َوالَ ُك ْم بَ ْي نَ ُك ْم ت َج )29:س ُك ْم إِ َّن اهللَ َكا َن بِ ُك ْم َرِح ْيماً (النساء َ أَنْ ُف
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka dan sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.74 Ayat di atas melarang cara mendapatkan kekayaan dengan cara yang tidak adil, dan memperingatkan akan akibat buruk yang ditimbulkan oleh perbuatan-perbuatan yang tidak adil dengan firman-Nya : “Jangan kamu saling membunuh satu sama lain”. Jika seseorang mencari dan mendapatkan kekayaan dengan cara yang tidak benar, ia tidak hanya merusak usaha dirinya, tetapi akan menciptakan kondisi yang tidak harmonis di pasar yang pada akhirnya akan menghancurkan usaha orang lain.75 Islam melaksanakan manajemen mencari keuntungan, tetapi menolak pendirian perusahaan apabila tidak berdasarkan atas sama-sama menerima 72
Azfalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam… 297. Ibid., 215. 74 QS.Al-Nisa’ (4) : 29. 75 Azfalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam…216. 73
Moh. Idil Ghufron, Peningkatan Produksi Dalam Sistem Ekonomi Islam |67
untung dan rugi agar penghidupan perekonomian berjalan atas landasan-landasan yang sehat, yang tidak menimbulkan kegoncangan ataupun krisis. Ekonomi Islam adalah ekonomi yang bebas, tetapi kebebasan ditujukan lebih banyak dalam bentuk kerja sama daripada dalam bentuk kompetisi (persaingan). Memang, kerja sama adalah tema umum dalam organisasi sosial Islam. Individualisme dan kepedulian sosial begitu erat terjalin, sehingga bekerja demi kesejahteraan orang lain merupakan cara yang paling memberikan harapan bagi pengembangan daya guna seseorang dan dalam rangka mendapatkan ridha Allah Swt.76 Pada pandangan pertama, kelihatannya tidak ada ciri-ciri istimewa yang dapat dianggap sebagai organisasi dalam suatu kerangka Islam. Tapi ciri-ciri khusus berikutnya dapat diperhatikan, untuk memahami peranan organisasi dalam ekonomi Islam. Pertama, dalam ekonomi Islam pada hakekatnya para manajer cenderung mengelola perusahaan dengan pandangan untuk membagi deviden di kalangan pemegang saham, atau berbagi keuntungan di antara mitra suatu usaha ekonomi. Sifat motivasi organisasi yang demikian mendorong kekuatan-kekuatan koperatif melalui berbagai bentuk investasi berdasarkan persekutuan dalam bermacam-macam bentuk (mudharabah, musyarakah, dan lain-lain). Kedua, sebagai akibatnya, keuntungan mempunyai arti lebih luas. Pengusaha penanam modal dan usahawan menjadi bagian terpadu dalam organisasi di mana keuntungan menjadi urusan bersama, dan prilaku Islam mengutamakan kepentinagan orang lain. Ketiga, karena sifat terpadu organisasi inilah, Islam menekankan kejujuran, ketepatan dan kesungguhan.77
76 77
Monzer Kahf, Ekonomi Islam... 57. M. Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam…63.
68 | DINAR, Vol. 1 No. 2 Januari 2015
3.
78
Peningkatan Produksi dalam Sistem Ekonomi Islam Ekonomi Islam menganjurkan aktivitas produksi dan pengembangannya, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Ekonomi Islam tidak rela jika tenaga manusia atau komoditi terlantar, dan menghendaki agar tenaga dikerahkan untuk meningkatkan produktivitas. Setiap orang wajib bekerja sesuai dengan profesinya, karena dengan bekerja seseorang dapat memenuhi kebutuhannya. Seseorang membutuhkan pekerjaan yang halal walaupun penghasilannya sedikit. Dan pemerintah diharapkan membantu rakyat untuk mendapatkaan pekerjaan yang layak. Ada satu tujuan mulia yang dikejar dalam bekerja, yaitu keridhaan Allah, dengan melaksanakan tugas secara tekun, sungguh-sungguh dan sempurna.78 Dengan bekerja, seseorang dapat memenuhi kebutuhan pribadi dengan harta yang halal, mencegahnya dari kehinaan minta-minta dan menjaga tangannya agar tetap berada di atas. Bekerja untuk kemaslahatan keluarga,79 kemaslahatan masyarakat,80 dan untuk memakmurkan bumi.81 Kehidupan manusia di dalam lapangan ekonomi mempunyai empat standar yang satu dengan lainnya sangat berbeda : a. Standar Primer Keadaan ini dilalui manusia dalam keadaan sulit, paceklik, dan mendekati kematian. Contohnya adalah apa yang dialami penduduk di daerah yang mengalami masa paceklik. Raut muka mereka yang ditayangkan di televisi bagaikan patung atau tengkorak. Keadaan manusia yang sangat sengsara adalah noda hitam pada aspek kemanusiaan, padahal pada sisi lain, manusia mengeluarkan puluhan bahkan ratusan miliar rupiah untuk persenjataan.
Yusuf Qard}awi, Norma dan Etika Ekonomi Islam… 114. Ibid., 109. 80 Ibid., 110. 81 Ibid., 111. 79
Moh. Idil Ghufron, Peningkatan Produksi Dalam Sistem Ekonomi Islam |69
b.
Standar Cukup Yaitu standar terendah dalam kehidupan, tidak lebih dan tidak juga kurang. Tidak ada masa dan sarana untuk mencapai satu bentuk kemewahan dan kelapangan.
c.
Standar Swasembada atau Mapan Mapan yang dimaksud di sini bukanlah sekadar cukup, tetapi dalam arti sebenarnya. Inilah standar yang ditargetkan Islam untuk seluruh manusia, muslim ataupun non muslim. Seiring dengan berkembangnya masa dan berubahnya lingkungan, banyak hal yang pada masa lalu merupakan hal sekunder, berubah menjadi hal primer. Banyak ditemukan dalam suatu lingkungan, sebuah komoditi dianggap sebagai alat pelengkap tetapi di lain tempat merupakan barang kebutuhan pokok, maka tidak memerlukan statis dalam menentukan standar swadaya ekonomi bagi manusia.
d.
Standar Mewah Yakni standar yang dilarang oleh Islam.82
Dalam urutan-urutan hajat hidup manusia, sudah barang tentu kebutuhan pokoklah yang mendesak yang tidak boleh diabaikan. Kebutuhan yang lainnya masih bisa ditangguhkan, tetapi kebutuhan primer harus terpenuhi secepat mungkin. Sebab kalau tidak terpenuhi, maka akan menjadikan manusia merana dan menderita, bahkan dapat menggoncangkan sendi-sendi lahir dan batinnya. Betapa pun kuatnya mental, jika kebutuhan makan dan minum tidak terpenuhi, maka akan kelaparan dan dapat menjadi sakit. Demikian juga kebutuhan akan pakaian untuk menutupi aurat, melindungi diri dari panas dan dingin, dan kebutuhan akan rumah sebagai tempat berlindung. Dalam produksi terdapat dua tujuan utama : a. Target Swasembada Individu Islam menargetkan agar pemeluknya mencapai standar swasembada individu dengan memenuhi hal-hal sebagai berikut : 82
Ibid.,124- 125.
70 | DINAR, Vol. 1 No. 2 Januari 2015
b.
83
Ibid., 125-128
1) Cukup makanan. Hal ini diperlukan untuk menjaga tubuh agar manusia bisa melaksanakan kewajiban sehari-hari. 2) Cukup air, yang sangat diperlukan untuk minum, melakukan pengairan, membersihkan badan atau untuk bersuci. 3) Cukup sandang, yaitu cukup pakaian untuk menutup aurat, menjaga diri dari terik matahari dan udara dingin. 4) Cukup papan atau tempat tinggal Adapun ciri-ciri kediaman yang asri adalah layak dihuni, luas dan lapang, terlindungi dari gangguan alam, merdeka, yaitu penghuni rumah tidak terlihat oleh orang yang lewat di depannya. 5) Cukup uang untuk berumah tangga Menabung untuk masa depan dan mempersiapkan hidup berumah tangga adalah suatu kiat untuk mewujudkan swasembada bagi individu. 6) Cukup uang untuk menuntut ilmu Swasembada juga dibutuhkan untuk menuntut ilmu dan menyiapkan segala perlengkapannya, baik menuntut ilmu agama atau pun ilmu duniawi. 7) Pengobatan apabila sakit, di mana kesehatan merupakan lambang kemajuan masyarakat dalam bidang jasmani, dan harus selalu dijaga. 8) Tabungan haji dan umrah Setiap muslim hendaknya menyisihkan sebagian uangnya untuk mempersiapkan diri menunaikan ibadah haji dan umrah.83 Target swasembada individu merupakan bagian dari tujuan produksi. Dengan tercapainya swasembada individu, maka setiap orang akan dapat hidup mandiri dan dapat melaksanakan kewajiban serta ibadah kepada Allah Swt dengan baik. Target Swasembada Masyarakat dan Umat Tujuan lain produksi adalah memenuhi target swasembada masyarakat. Masyarakat harus memiliki
Moh. Idil Ghufron, Peningkatan Produksi Dalam Sistem Ekonomi Islam |71
kemampuan, pengalaman, serta metode untuk memenuhi segala kebutuhannya, seperti dari segi spiritual, sipil atau militer.84 Sangat mustahil suatu bangsa dikatakan bangsa yang kuat jika senjata yang dimilikinya adalah produk impor, dan suatu bangsa dipastikan akan lemah jika aspek intelektualnya bersandar pada orang-orang asing, khususnya dalam urusan-urusan yang peka dan bersifat rahasia. Dan bagaimana mungkin dikatakan makmur jika tidak memiliki sarana informasi untuk menyampaikan misinya.85 Untuk mewujudkan swasembada masyarakat, ada beberapa program yang perlu dicanangkan dengan menggunakan sarana-sarana yang di antaranya : 1) Perencanaan yang matang Diperlukan strategi yang didasarkan pada sensus yang detail, angka yang akurat, dan pengetahuan terhadap kebutuhan konkrit, dan perlu didata sumber daya yang bisa menutup kekurangan dan mengembangkannya. 2) Mengembangkan sumber daya manusia Ini dilakukan dengan mengembangkan sistem pendidikan dan pelatihan untuk menyiapkan sumber daya manusia dalam berbagai bidang kehidupan, mengembangkan sistem perkantoran, birokrasi dan keuangan untuk kekuatan bangsa.86 3) Mendayagunakan sumber alam Pendayagunaan sumber alam hendaknya didasarkan pada prinsip tepat pakai dan tepat guna, wajib menjaga harta kekayaan negara dan segenap sumber daya alam, di samping berusaha mengembangkannya dengan cara yang terbaik. 4) Memproduksi sesuai dengan kebutuhan masyarakat Produksi dilakukan harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Karena kebutuhan masyarakat beraneka ragam, maka perlu adanya penganekaragaman dalam produksi. 84
Ibid., 128. Ibid., 129. 86 Ibid., 131. 85
72 | DINAR, Vol. 1 No. 2 Januari 2015
5) Investasi modal Di antara kewajiban masyarakat Islam adalah mengeluarkan harta yang ada di tangannya untuk diputar dan diinvestasika. Uang dan harta itu bukan untuk ditahan dan ditumpuk atau ditimbun, akan tetapi untuk dipergunakan dan berpisah dari tangan ke tangan, sebagai harga untuk jual beli, upah untuk bekerja, mata uang yang bisa dimanfaatkan, atau modal yang diputar.87 Dengan adanya perencanaan yang matang, pengembangan sumber daya manusia, mendayagunakan sumber alam, memproduksi barang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan investasi modal, maka swasembada masyarakat akan dapat tercapai sesuai dengan tujuan dari produksi. Monzer Kahf mengemukakan, produksi sebagai upaya manusia untuk meningkatkan tidak hanya kondisi materialnya tetapi juga moralnya, dan sebagai sarana untuk mencapi tujuannya di hari kiamat kelak. Hal ini mempunyai tiga implikasi penting : Pertama, produk-produk yang menjauhkan manusia dari nilai-nilai moralnya sebagaimana ditetapkan dalam al-Qur’an dilarang. Semua jenis kegiatan dan hubungan industri yang menurunkan martabat manusia atau menyebabkan dia terperosok ke dalam kejahatan dalam rangka meraih tujuan ekonomi semata-mata dilarang. Kedua, aspek sosial produksi ditekankan dan secara ketat dikaitkan dengan proses produksi. Sebenarnya distribusi keuntungan dari produksi di antara sebagian besar orang dan dengan cara yang seadil-adilnya adalah tujuan utama ekonomi masyarakat. Sistem ekonomi Islam lebih terkait dengan kesejahteraan masyarakat. Ketiga, masalah ekonomi sering timbul dalam kaitannya dengan berbagai kebutuhan hidup. Ia timbul karena kemalasan dan kealpaan manusia dalam usahanya untuk mengambil manfaat sebesar-besarnya 87
Ibid., 132-134.
Moh. Idil Ghufron, Peningkatan Produksi Dalam Sistem Ekonomi Islam |73
dari anugerah Allah SWT., baik dalam bentuk sumbersumber manusiawi maupun sumber-sumber alami.88 C. Pemberdayaan Ekonomi dalam Islam Kemakmuran, keadilan, pemerataan, kesejahteraan, keamanan dan kemaslahatan yang ammah (umum) adalah suatu cita-cita yang menjadi visi dan misi ekonomi Islam. Di dalamnya terdapat individu, kelompok masyarakat, rakyat dan bangsa-bangsa seluruh dunia yang harus diperhatikan. Kita umat Islam di seluruh dunia sepatutnya melakukan usaha-usaha untuk mengatasi keterbelakangan, berjuang keras merubah tatanan sosial dan politik ke arah yang lebih baik dan perekonomian yang lebih makmur. Sebab Islam diturunkan oleh Allah SWT. hanyalah demi kemaslahatan umat manusia di dunia terutama di akhirat nanti. Satu konsep yang telah terlupan oleh manusia kebanyakan, bahwa Islam sebenarnya memiliki konsep jalan keluar (alternative) dari problematika yang dihadapi manusia. Khususnya dalam bidang ekonomi, Islam memiliki konsep atau sistem ekonomi yang justeru kalau orang-orang insaf akan menjadi obat mujarab dan penentu kemajuan perekonomian suatu masyarakat dimana sistem ekonomi Islam dilakukan. Islam memuat prinsip-prinsip berekonomi yang berpihak kepada pemberdayaan ekonomi secara keseluruhan, bukan sepotong-potong, baik ekonomi rumah tangga, ekonomi perseorangan (individu), ekonomi masyarakat dan ekonomi negara. Dalam hal ini ekonomi Islam sangat menentang diskriminasi ekonomi, yang lemah tidak boleh terabaikan, begitu juga yang kaya tidak boleh seenaknya menggunakan kekayaannya. Fakir-miskin, anak yatim dan orang-orang yang terlantar, termasuk mereka yang tidak bisa bekerja dan berusaha, semuanya menjadi perhatian sistem ekonomi Islam. Oleh karena itu sistem ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang syamil, yang meliputi kemaslahatan manusia di dunia secara keseluruhan dan kebahagiaan di akhirat nanti. Islam mengatur masalah-masalah yang prinsip dan mendasar, yang akan tetap diperlukan dalam berbagai dimensi
88
Monzer Kahf, Ekonomi Islam... 36-37.
74 | DINAR, Vol. 1 No. 2 Januari 2015
perekonomian di manapun dan kapanpun. Dan menjadi dasar bagi setiap kegiatan ekonomi yang dikerjakan. Dalam memenuhi kebutuhan, ekonomi Islam telah meletakkan keseimbangan antara kebutuhan materi dan kebutuhan etika manusia. Keduanya tidak dapat dipisahkan. Kalau salah satu lebih mendominasi maka akan menghambat kelancaran untuk mencapai tujuan. Aspek moral bila dipisahkan dari perkembangan ekonomi akan kehilangan kontrol dalam menjaga keseimbangan dan kestabilan sistem sosial. Tanpa memperhatikan moral, seseorang akan dengan mudah berbuat sewenang-wenang. Islam menyuruh umatnya bekerja keras, bukanlah sekedar memenuhi naluri, yakni hidup untuk kepentingan perut. Ada pengarahan kepada satu tujuan filosofis yang luhur, tujuan yang mulia, tujuan ideal yang sempurna, yakni untuk berta’abbudi, mempertahankan diri, mencari keridlaan Allah. Manusia bekerja, berusaha, berdagang dan lain sebagainya harus diarahkan pada pemenuhan kebutuhan hidupnya secara individu maupun masyarakat. Sehingga pada akhirnya tercipta swasembada individu dan swasembada masyarakat, dengan dilandasi oleh nilai-nilai dan etik yang telah digariskan Allah. Dengan demikian orang itu pasti akan mendapat ridh-Nya di dunia dan di akhirat, sebagai hakita daru tujuan akhir hidup manusia. D. Kesimpulan Peningkatan produksi dalam sistem ekonomi Islam sebagai upaya pemberdayaan ekonomi umat ialah bahwa produksi harus dilakukan seoptimal mungkin sebab sumber daya alam terbatas sementara kebutuhan terus meningkat, distribusi ekonomi merata, adil, jujur, dan transparan. Demikian pula, sumber-sumber atau penggerak produksi umat yang bisa meningkatkan ekonomi masyarakat banyak, harus dihidupkan. Seperti zakat, pajak, bait al-malwa al-tamwil, bank syari’ah dan lain sebagainya. Sehingga terbangkitkan semacam produksi rumah tangga (home indutry).
Moh. Idil Ghufron, Peningkatan Produksi Dalam Sistem Ekonomi Islam |75
Daftar Pustaka Arifin, Zainul, Dasar-dasar Manajemen Bank Syari’ah. Jakarta : Alvabet, 2002. Al-Buraey, M., Islam Landasan Alternatif Pembangunan. Jakarta : Rajawali, 1986.
Administrasi
Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahannya. Bandung: Lubuk Agung, 1989. Kahf, Monzer, Ekonomi Islam, Telaah Analitik terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995. Karim, Fathi Ahmad Abdul, Sistem, Prinsip dan Tujuan Ekonomi Islam. Bandung : Pustaka Setia, 1999. Al-Lahji, Abdullah bin Said,IdhahAl-Qawa>’id Al-Fiqhiyah. Surabaya : Dar al-Rahmah, 1410 H. Lubis, Ibrahim, Ekonomi Islam Suatu Pengantar, Jilid II. Jakarta : Kalam Mulia, 1995. Mannan, M. Abdul, Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Yogyakarta : Dana Bhakti Prima Yasa, 1997. Muhammad bin Ismail, Abu Abdullah, Shahih al-Bukhari, Juz I. Beirut : Dar al-Fikr, tt. Nas}i>f, Syekh Mans}u>r Ali, Al-Taj al-Jami>’ lil Us}u>l fi Aha>di>th alRasu>l, Juz II. Beirut : Dar al-Fikr, 1975. Qard}awi, Yusuf, Halal dan Haram dalam Islam. Surabaya : Bina Ilmu, 2000. Qard}awi, Yusuf, Norma dan Etika Ekonomi Islam. Jakarta : Gema Insani Press, 1997. Qard}awi, Yusuf, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam. Jakarta : Robbani, 1997.
76 | DINAR, Vol. 1 No. 2 Januari 2015
Rahman, Afzalur, Doktrin Ekonomi Islam. Yogyakarta : Dana Bhakti Wakaf, 1995. al-Sharbashi, Ahmad, Yas’alu>naka fi al-Di>n wa al-Hayah, Jilid I. Beirut : Dar al-Jail, tt. Sunarto, Achmad, et.al., Tarjemah Shahih Bukhari, Jilid I. Semarang : Asy-Syifa’, 1992. al-Turmudzi, Imam Hafidz Abi Isa Muhammad Ibnu Surah, Sunan al-Turmuzi, Juz II. Indonesia : Maktabah Dahlan, tt.