Peningkatan Kemampuan Bercerita .... (Devi Nurul Farida) 930
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERCERITA ANAK MELALUI MEDIA PUZZLE PADA KELOMPOK A DI RA AL-HUSNA PAKUALAMAN THE ABILITY OF STORY-TELLING OF CHILDREN IN GROUP A OF RA AL-HUSNA PAKUALAMAN Oleh: Devi Nurul Farida, pgpaud/paud fip uny
[email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan bercerita anak dengan media puzzle gambar pada kelompok A kelas An - Nur di RA Al – Husna, Pakualaman, Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas kolaboratif. Subjek penelitian adalah anak Kelompok A yang berjumlah 17 anak. Penelitian ini dilakukan melalui media puzzle gambar dengan model penelitian Spiral Kemmis dan Mc Taggart. Teknik pengumpulan data dalam penelitian menggunakan observasi dan dokumentasi.Adapun indikator keberhasilan dari penelitian ini jika 76% dari jumlah anak dapat bercerita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa puzzle dapat digunkaan untuk meningkatkan kemampuan bercerita anak, hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan pada Siklus I sebesar 66,17% dan pada Siklus II dengan presentase 89,70%. Langkah-langkah yang dilakukan pada saat penelitian yaitu: a. Mengajak anak untuk mengambil puzzle yang disukai b. Mendengarkan satu persatu anak bercerita c. Melakukan tanya jawab mengenai puzzle yang diceritakan. Selain itu guru dapat memancing cerita anak dengan memberikan pertanyaan. Kata kunci: kemampuan bercerita, puzzle, kelompok A
Abstract This study aims to improve the ability of story-tellingof children by puzzle in group A of RA Al-Husna Pakualaman,Yogyakarta. This study is a collaborative action research. The subjects of this study were 17 children in group A. This study was conducted through puzzle with spiral Kemmis and Mc Taggart’s research model. Data collection methods used in this study were observation and documentation. Data analysis techniques used quantitative and qualitative descriptive. The learning process to improve story-telling ability through puzzle media is to peovide the opportunity for children to play puzzle that they like and then children are invited to talk. The successi indicators is if 76% of children in the class can tell about the story. The result of this research showed if the puzzle can enhance the abilityof children story-tellin, this is evidence by increased with the percentage of 89,70%. The measures are carried out during the research are : a. Invited children to take a puzzle they want b. Hearing the story of children c. Doing ask and answer with the children. Keywords: story-telling ability, puzzle, group A
sampai dengan 6 tahun (Novan Ardy Wiyani,
PENDAHULUAN Pendidikan
Anak
Usia
Dini
adalah
2015: 21)
pedidikan yang diselenggarakan. Sesuai dengan
Pada usia dini anak akan mengalami masa
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20
emas atau biasa yang disebut dengan the golden
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
age, di mana pada masa tersebut anak akan
pada pasal 1 ayat 14 disebutkan bahwa anak usia
mudah menangkap, menyerap dan memproses
dini diartikan sebagai anak yang berusia 0 tahun
informasi yang mereka peroleh. Proses tersebut akan berlangsung dengan baik jika stimulasi yang
931 Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini Edisi 9 Tahun ke-5 2016
didapatkan sesuai dengan perkembangan yang
dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat
ingin dicapai. Selain itu pada masa usia emas
terlepas dari bahasa. Bahasa adalah salah alat
terdapat masa-masa penting dalam perkembangan
yang dapat digunakan oleh manusia agar dapat
otak dan kemampuan anak, yaitu periode dini
berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusia
dalam
perjalanan
usia
manusia
yang lainnya. Pada dasarnya manusia diciptakan
periode
penting
bagi
pembentukan
merupakan otak,
oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk
intelegensia, kepribadian, memori, dan aspek
sosial, dimana manusia satu dengan yang lainnya
perkembangan lainnya. Yang perlu diperhatikan
saling membutuhkan.
adalah apabila terjadi kegagalan pada masa ini
Proses pemerolehan bahasa pada anak
maka dapat mengakibatkan kegagalan pada masa-
dimulai sejak ia berada di lingkungan keluarga,
masa sesudahnya (Tadkiroatun Musfiroh, 2005:
lingkungan sekolah, hingga di lingkungan tempat
2). Hal tersebut didukung juga oleh berbagai
bermainnya. Tadkiroatun Musfiroh
penelitian di bidang neurologi terbukti bahwa
menyatakan bahwa perkembangan bahasa juga
50%
tergantung pada
kecerdasan anak terbentuk dalam kurun
waktu 4 tahun pertama. Setelah anak berusia 8
dukungan
tahun perkembangan otaknya mencapai 80% dan
lingkungan
lingkungan,
dan
bahasa
keterdidikan
anak
meliputi
perkembangan fonologis (yakni mengenal dan
Suyanto, 2005: 6).
dini
kematangan sel korteks,
Perkembangan
pada usia 18 tahun mencapai 100% (Slamet
(2005: 8),
Pada masa tumbuh kembangnya anak usia
memproduksi
suara),
akan
perkembangan
semantik
mengalami
berbagai
macam
perkembangan atau
kata,
makna
kata,
perkembangan. Perkembangan tersebut dapat
perkembangan sintaksis atau penyusunan kalimat,
berjalan dengan baik jika ada stimulasi yang tepat
dan perkembangan pragmatik atau perkembangan
yang
bahasa untuk keperluan komunikasi. Pada anak
dilakukan
sesuai
dengan
tahapan
perkembangannya. Perkembangan kemampuan
usia
Taman
Kanak-kanak
anak pada usia dini berbeda antara satu dengan
perkembangan fonologis belum sempurna, namun
yang lainnya. Berbagai aspek pertumbuhan dan
hampir
perkembangan yang melingkupi anak usia dini
dimengerti (Tadkiroatun Musfiroh, 2005: 8).
semua
yang
atau
prasekolah,
dikatakannya
dapat
fisik,
Selain perkembangan bahasa di atas,
perkembangan kognitif, emosi, sosial, bahasa,
stimulasi juga menjadi salah satu faktor penting
serta moral dan agama (Novan Ardy Wiyani,
terhadap penguasaan bahasa anak dimana dengan
2015: 2). Yang perlu diperhatikan adalah apabila
stimulasi yang baik, maka kosa kata yang dimiliki
terjadi kegagalan pada masa ini maka dapat
oleh
mengakibatkan
perkembangannya. Kosa kata yang diperoleh
antara
lain
aspek
pertumbuhan
kegagalan
pada
masa-masa
sesudahnya (Tadkiroatun Musfiroh, 2005:2).
anak
juga
dapat
sesuai
dengan
anak pada awal masuk Taman Kanak-kanak kira-
Bahasa merupakan kemampuan penting
kira berjumlah 2000 kata (Tadkiroatun Musfiroh,
yang harus dimiliki oleh seorang manusia. Karena
2005: 9). Kemampuan berkomunikasi seseorang
Peningkatan Kemampuan Bercerita .... (Devi Nurul Farida) 932
tidak muncul dengan sendirinya akan tetapi
Seperti yang diungkapkan Tadkiroatun
dikuasai secara bertahap dimana penguasaan
Musfiroh (2005: 33), bahwa “Bercerita dalam
bahasa tersebut
Kurikulum berbasis Kompetensi memenuhi ciri-
dimulai sejak kecil hingga
ciri
dewasa. Proses tersebut berlangsung secara terus-
pembelajaran
TK,
yakni
memberikan
pengalaman psikologis dan linguistik pada siswa,
menerus. Selain itu bahasa sangat penting bagi
sesuai
anak usia dini, karena melalui bahasa anak dapat
perkembangan dan kebutuhan siswa, hasil belajar
berkomunikasi dengan teman sebayanya, dapat
(melalui cerita) bisa bertahan lebih lama karena
mengungkapkan
dapat
lebih berkesan dan bermakna, mengembangkan
bersosialisasi dengan orang lain, serta dapat
keterampilan berpikir siswa dengan permasalahan
melatih anak menjadi pribadi yang berani dan
yang dihadapi, dan menumbuhkan kepekaan
percaya diri.
sosial,toleransi,
pendapatnya,
Maka dari itulah diperlukan
minat
anak,
sesuai
dengan
komunikasi,
dan
tingkat
tanggap
dapat
terhadap gagasan atau perasaan orang lain.
mengembangkan kemampuan bahasa pada anak
Dengan kata lain, bercerita sesuai dengan
sejak usia dini.
pembelajaran
stimulasi-stimulasi
yang
baik
yang
Selain perkembangan bahasa
tematik
untuk
TK”.
Selain
di atas, stimulasi juga menjadi salah satu faktor
mengetahui sampai sejauh mana kemampuan
penting terhadap penguasaan bahasa anak dimana
bercerita anak, hal yang tidak kalah pentingnya
dengan stimulasi yang baik, maka kosa kata yang
adalah alat pembelajaran edukatif.
dimiliki oleh anak juga dapat sesuai dengan
Bercerita adalah salah satu cara yang
perkembangannya. Kosa kata yang diperoleh
dapat dilakukan untuk menstimulasi berbagai
anak pada awal masuk Taman Kanak-kanak kira-
perkembangan anak usia dini. Dari moral,
kira berjumlah 2000 kata (Tadkiroatun Musfiroh,
kognitif, bahkan bahasa. Bercerita merupakan
2005: 9).
metode dan materi yang dapat diintegrasikan
Selain orangtua yang berperan penuh
dengan dasar keterampilan lain, yakni berbicara,
dalam menstimulasi perkembangan bahasa anak,
membaca, menulis, menyimak, tidak terkecuali
guru
untuk
juga
mempunyai
peran
yang
sama
Taman
Kanak-Kanak
(Tadkiroatun
dan
Musfiroh, 2005: 24). Berbeda dengan pendapat di
stimulator dalam perkembangan kemampuan
atas, Bachtiar S. Bachir (2005: 10) mengatakan
berbahasa anak di sekolah. Hal yang berkaitan
bahwa bercerita adalah menuturkan sesuatu yang
erat dengan perkembangan berbahasa anak salah
mengisahkan tentang perbuatan atau sesuatu
satunya adalah kemampuan anak dalam bercerita.
kejadian yang disampaikan secara lisan dengan
Bercerita umumnya dilakukan oleh orang dewasa
tujuan membagikan pengalaman dan pengetahuan
kepada anak-anak. Cerita yang disampaikan pun
kepada orang lain. Dari kedua pendapat di atas
juga beragam. Bagi anak usia dini,yaitu usia 0-6
bahwa pengertian bercerita dalam penelitian ini
tahun, bercerita telah masuk dalam kurikulum
adalah
pentingnya,
yaitu
sebagai
motivator
pada pendidikan di Taman Kanak-kanak.
suatu
keterampilan
berbicara
yang
933 Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini Edisi 9 Tahun ke-5 2016
mengisahkan tentang suatu hal atau kejadian yang
penelitian tindakan Kelas atau yang biasa disebut
disampaikan kepada orang lain
classroom action research. Selain itu, peneliti
Alat permainan edukatif yang digunakan
juga ingin mengetahui apakah kemampuan
harus disesuaikan dengan perkembangan yang
bercerita anak ditingkatkan dengan media puzzle
akan dicapai dan juga harus dicari alat permainan
gambar.
yang juga dapat menarik minat anak. Salah satu
Alasan mengapa peneliti memilih RA Al-
alat permainan edukatif yang dapat digunakan
Husna Pakualaman Yogyakarta. adalah karena
dalam
kemampuan
ingin meningkatkan kemampuan bercerita anak
adalah dengan menggunakan
Kelompok A Kelas An-Nur di RA Al-Husna
rangka mengembangkan
berbahasa anak
puzzle bergambar. Menurut Hadfield (1990: 5),
Pakualaman
puzzle
permasalahan-permasalahan diatas maka peneliti
adalah
pertanyaan-pertanyaan
atau
Yogyakarta.
Atas
dasar
masalah yang sulit untuk dimengerti atau
ingin
dijawab”. Puzzle bergambar juga dapat digunakan
“Peningkatan Kemampuan Bercerita melalui
sebagai salah satu
Media Puzzle pada Kelompok A Kelas An-Nur di
media bercerita bagi anak.
Akan tetapi dalam penelitian ini puzzle hanya
melakukan penelitian dengan judul
RA Al-Husna Pakualaman Yogyakarta”. Berdasarkan latar belakang diatas terdapat
digunakan sebagi media anak untuk bercerita. Dimana nantinya anak berusaha untuk menyusun
permasalahan yaitu sebagai berikut:
gambar dengan benar sesuai dengan urutan puzzle
1. Kemampuan bercerita anak Kelompok A
yang disusun, kemudian anak diminta untuk
Kelas An-Nur belum berkembang dengan
menceritakan tentang gambar yang berada di
baik, anak masih kesulitan untuk menjawab
dalam puzzle tersebut.
pertanyaan dan bagaimana mulai bercerita
Hal tersebut diharapkan mampu menarik
2. Anak masih belum dapat mengucapkan 4-5
minat anak untuk bercerita setelah melihat anak
kata dalam satu kalimat. Sehingga ketika
melihat puzzle dengan gambar yang menarik.
diminta untuk bercerita anak masih kesulitan
Kemudian disela-sela anak menyusun gambar guru
juga
dapat
mengajak
anak
untuk
3. Anak
masih
belum
dapat
menjawab
pertanyaan yang dilontarkan oleh guru dengan
berkomunikasi atau bercerita dengan melontarkan
jawaban
yang
benar
mengenai
beberapa pertanyaan yang dapat memancing anak
pembelajaran yang telah disampaikan.
materi
Berdasarkan identifikasi masalah diatas,
untuk bercerita lebih jauh lagi. Karena secara tidak langsung bercerita dapat melatih anak untuk
maka
permasalahan
hanya
dibatasi
pada
dapat mengungkapkan apa yang ada di dalam
permasalahan nomor 1 dan nomor 2. Hal ini
pikirannya sesuai dengan gambar yang akan ia
dilakukan agar penelitian terfokus, terarah dan
ceritakan.
tidak menyimpang dari yang seharusnya, Rumusan masalah dalam penelitian ini
Oleh karena itulah setelah melihat apa yang terjadi selama proses observasi tersebut,
adalah
maka peneliti tergerak
kemampuan bercerita anak melalui media puzzle
untuk
melakukan
“Bagaimanakah
meningkatkan
Peningkatan Kemampuan Bercerita .... (Devi Nurul Farida) 934
gambar pada Kelompok A Kelas An-Nur di RA
dilakukan dalam ruangan kelompok A Kelas An-
Al-Husna Pakualaman Yogyakarta?”
Nur di RA AL-Hsna.
Sesuai
dengan
permasalahan
yang
Subjek dan Objek Penelitian
dirumuskan diatas, maka tujuan dari penelitian ini
Subjek Penelitian adalah Kelompok A
adalah untuk meningkatkan kemampuan bercerita
Kelas An-Nur di RA Al-Husna Pakualaman
anak Kelompok A Kelas An-Nur di RA Al-Husna
Yogyakarta. Jumlah siswa-siswi Kelas An Nur
Pakualaman Yogyakarta melalui media puzzle
sebanyak 17 anak dari total 19 anak.
gambar.
Prosedur Penelitian Menurut Suroso (2009: 36), Penelitian Tindakan
METODE PENELITIAN
Kelas (PTK) dilaksanakan dalam bentuk siklus
Jenis Penelitian
yang meliputi rencana, tindakan, observasi, dan
Penelitian yang akan dilaksanakan oleh peneliti
adalah
penelitian
tindakan
kelas
(classroom action research). Di mana dalam penelitian ini, penelitian dilaksanakan dalam satu kelas, yaitu Kelas An-Nur di RA Al-Husna Pakualaman Yogyakarta. Penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama (Suharsimi Arikunto, 2012: 3). Penelitian ini dilakukan untuk memperbaiki permasalahan yang muncul di kelas tersebut. Dimana
di
Kelas
An-Nur
sebagian
besar
siswanya belum dapat bercerita. Penelitian ini dilakukan secara kolaboratif antara peneliti dengan guru Kelompok A Kelas An-Nur di TK RA Al-Husna Pakualaman Yogyakarta. Tindakan dalam penelitian ini berupa penggunaan media puzzle gambar dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan bercerita pada siswa Kelompok A Kelas An-Nur di RA AlHusna Pakualaman Yogyakarta. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2016. Sedangkan, setting penelitian
refleksi. Rencana meliputi tindakan apa yang akan
dilakukan
untuk
memperbaiki,
meningkatkan, atau merubah perilaku dan sikap sebagai solusi. Tindakan merupakan perlakuan guru atau peneliti sebagai upaya perbaikan, peningkatan atau perubahan yang diinginkan. Observasi adalah proses mengamati pelaksanaan tindakan untuk mengetahui apakah pelaksanaan tindakan itu sudah tepat atau belum. Pada tahap refleksi,
peneliti
mencari
faktor
penyebab
kekurangan dari penelitian tindakan yang telah dilakukan, sehingga untuk melakukan tindakan berikutnya menjadi lebih mudah, kemudian peneliti bersama guru melakukan perbaikan terhadap
rencana
awal.
Penelitian
ini
menggunakan model spiral yaitu model tindakan yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart (Rochiati Wiriaatmadja, 2006: 66) Data, Instrumen, dan Teknik Pengumpulan Data Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalan penelitian ini adalah lembar observasi (check list). Instrumen tersebut terdiri dari lembar observasi kemampuan bercerita dengan media puzzle, yang diisi berdasarkan kisi-
935 Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini Edisi 9 Tahun ke-5 2016
kisi instrumen lembar observasi yang telah dibuat
Teknik Analisis Data
sebelumnya.
Observasi
dilakukan
selama
proses
Metode yang dipakai peneliti dalam
pembelajaran berlangsung dengan menggunakan
penelitian ini adalah observasi dan dokumentasi.
lembar observasi yang telah disiapkan peneliti.
Observasi menurut Kunandar (2010: 143) adalah
Observasi dilakukan untuk mengamati terjadi
suatu kegiatan pengamatan (pengambilan data)
atau tidaknya peningkatan kemampuan bercerita
untuk memotret seberapa jauh efek tindakan telah
anak pada setiap pertemuan. Hasil observasi
mencapai sasaran. Observasi dilakukan untuk
tersebut
mengetahui tingkat kemampuan bercerita anak
kuantitatif. Data yang diperoleh dari penelitian ini
dengan
menggunakan
Sedangkan
dokumentasi
dianalisis
menggunakan
teknik
lembar
observasi.
berupa kata-kata dan dokumen yang selanjutnya
menurut
Kunandar
akan dianalisis dengan menggunakan teknik
(2010: 195) merupakan salah satu alat yang
analisis
digunakan dalam pengumpulan data dengan
peningkatan hasil belajar anak sebagai pengaruh
tujuan agar peneliti mempunyai alat pencatatan
dari setiap tindakan yang dilakukan guru,tujuanya
untuk menggambarkan apa yang sedang terjadi di
untuk mengetahui meningkatnya kemampuan
kelas pada waktu pembelajaran dalam rangka
bercerita anak dengan media puzzle yang
penelitian tindakan kelas yang dilakukan. Metode
dilakukan di kegiatan proses pembelajaran di
dokumentasi
dalam kelas.
yang
akan
dilakukan
dalam
kuantitatif
untuk
menentukan
penelitian ini yaitu dengan menggunakan catatan
Tujuan analisis dalam penelitian tindakan
kegiatan anak serta foto pembelajaran yang
kelas ini adalah untuk memperoleh kepastian
dilakukan anak pada saat kegiatan berlangsung.
apakah terjadi perbaikan, peningkatan, atau
Adapun kisi-kisi instrumen pengumpulan data
perubahan sebagaimana yang diharapkan bukan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
untuk membuat generalisasi atau pengujian teori.
Tabel 1. Kisi-kisi Instrumen Lembar Observasi
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan penelitian
Perkembangan
Aspek yang Diamati
tindakan kelas yang dilakukan, perlu dilakukan
Satu kalimat terdiri dari 4-5 suku kata Dapat menggunakan kata kerja, kata benda, dan kata ganti dengan benar Dapat menjawab pertanyaan dengan kata tanya apa, bagaimana, dan mengapa Terlibat aktif dalam percakapan
identifikasi pada skor yang diperoleh. Suharsimi
Bahasa
Arikunto (2011: 249) menyebutkan bahwa untuk mendapatkan nilai, perlu dilakukan identifikasi dengan membandingkan skor yang diperoleh dengan
jumlah
skor
maksimal
dengan
perhitungan sebagai berikut:
Persentase nilai = Skor yang diperoleh X 100 Skor maksimal
Peningkatan Kemampuan Bercerita .... (Devi Nurul Farida) 936
media yang harus menarik bagi anak, proses
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
bercerita
Hasil Penelitian
yang
dilakukan
oleh
anak
juga
I
merupakan poin utama dalam penelitian ini. Pada
menunjukkan bahwa kemampuan bercerita anak
Siklus Pertama ini kemampuan bercerita anak
sudah mengalami sedikit peningkatan. Hal itu
yang muncul pada saat penelitian adalah sebagai
ditunjukkan oleh hasil pengamatan dan observasi
berikut: anak bercerita dengan kosa kata 3-4
pada akhir Siklus I bahwa kemampuan bercerita
kosakata dalam satu kalimat, belum semua anak
anak mencapai 66,17 %. Hal ini terlihat cukup
dapat menjawab pertanyaan dari peneliti, dan
baik
masih ada beberapa anak yang salah dalam
Hasil
jika
penelitian
pada
dibandingkan
Siklus
dengan
kondisi
kemampuan anak pada saat pra tindakan. Pada
penggunaan kata benda, kata kerja,dan kata ganti.
penelitian yang dilakukan di Siklus I, dimana dari
Hal ini belum sesuai dengan beberapa
data yang didapatkan menunjukkan bahwa belum
indikator kemampuan bahasa menurut Yuliani
semua siswa dapat bercerita sesuai dengan
Nurani Sujiono (2009:160), yang biasa digunakan
perkembangannya.
sebagai
Hal
itu
terkait
dengan
acuan
untuk
mengembangkan
pelaksanaan tindakan pada Siklus I. Hasil
kemampuan bercerita anak usia 3-4 tahun yaitu:
pengamatan
a)
terhadap
pelaksanaan
tindakan
Dapat
berbicara
menggunakan
kalimat
tersebut menunjukkan bahwa di dalam proses
sederhana yang terdiri dari 4-5 kata,, b) Mampu
pembelajaran bercerita , anak masih takut untuk
melaksanakan tiga perintah lisan secara berurutan
bercerita kepada guru, hanya beberapa anak saja
dengan benar, c) Menyebut nama, jenis kelamin
yang berani bercerita dengan lancar.
dan umurnya, d) Menyebut nama panggilan orang
Hal ini mungkin disebabkan karena
lain (teman, kakak, adik dan saudara yang telah
kurangnya stimulasi yang dilakukan sehingga
dikenalnya), e) Mengerti bentuk pertanyaan
kemampuan
dengan
verbal
anak
belum
dapat
menggunakan,
apa,
mengapa,
dan
berkembang dengan baik. Dan salah satu manfaat
bagaimana, f) Dapat mengajukan pertanyaan
dari bercerita adalah dapat mengembangkan
dengan menggunakan kata apa, siapa, dan
kemampuan verbal anak. Hal ini selaras dengan
mengapa, g) Dapat menggunakan kata depan: di
yang disampaikan oleh Tadkiroatun Musfiroh
dalam, di luar, di atas, di bawah, dan di samping,
(2005 :95-115), dimana disana disebutkan bahwa
dan lain sebagainya. Pada Siklus Pertama hanya separuh dari
ada beberapa manfaat dari bercerita, yaitu: membantu pembentukan pribadi dan moral anak,
jumlah
menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi,
sebagaimana anak-anak seusianya. Banyak faktor
memacu kemampuan verbal anak , pengaruh
total
siswa
yang
dapat
bercerita
yang mempengaruhi perbedaan perkembangan
cerita terhadap kecerdasan bahasa anak diakui
kemampuan bercerita pada anak-anak tersebut.
oleh Leonhardt, merangsang minat baca anak,
Diantaranya kurangnya perhatian dan stimulasi
membuka cakrawala pengetahuan anak. Selain
yang diberikan dan di lakukan oleh orang tua untuk merangsang perkembangan kemempuan
937 Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini Edisi 9 Tahun ke-5 2016
berbahasa dan bercerita pada anak-anaknya. Dari
berjalan dengan lancar. Selain itu antusiasme
hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti
anak dalam menyelesaikan penyusunan puzzle
kepada Wali Kelas An-Nur, dikatakan bahwa ada
bergambar juga meningkat,karena puzzle yang
beberapa anak yang terlambat dalam kemampuan
digunakan di Siklus I dan di Siklus II berbeda.
berbahasanya karena orang tua yang terlalu sibuk bekerja, sehingga anak terbiasa untuk diam dan kurang dapat bersosialisasi dengan teman lainnya.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Oleh karena itu, diperlukan kerja sama yang baik
Pembelajaran yang dilakukan dengan
dari sekolah dan orang tua agar semua anak agar
menggunakan media puzzle pada anak kelompok
perkembangan
masing-masing
A usia 4-5 tahun di RA Al-Husna Pakualaman
berkembang
sesuai
anak
dengan
dapat tahapan
Yogyakarta bercerita
perkembangannya.
dapat meningkatkan kemampuan
anak. Hal ini dapat dibuktikan dan
II
dilihat dari hari observasi pada saat pratindakan
menunjukkan bahwa kemampuan bercerita anak-
dimana disana tercatat jika kemampuan anak
anak Kelas An-Nur telah mengalami peningkatan
sebanyak
yang signifikan. Dimana pada akhir Siklus II
kemampuan anak meningkat menjadi 66,17%.
anak sudah dapat mengucapkan kalimat yang
Pada Siklus II kemampuan anak meningkat
terdiri dari 4-5 kosa kata, di mana hal tersebut
menjadi 89,70%.
Hasil
penelitian
pada
Siklus
sesuai dengan yang disampaikan Tadkiroatun
52,94%.
Pada
Berdasarkan
hasil
akhir
Siklus
penelitian
I
dan
Musfiroh (2005: 58), bahwa anak berusia 4 tahun
pembahasan pada bab sebelumnya, dapat ditarik
umumnya menghasilkan ujaran 4 kata dalam
kesimpulan
setiap kalimatnya menjadi 5 kata pada usia 5
meningkatkan
tahun, lalu 6 kata pada usia anak mencapai 6
Indikator
tahun . Hal itu sesuai dengan peningkatan yang
kelompok A tersebut adalah: dapat mengucapkan
terjadi pada Siklus II, di mana di sana
4-5 kosa kata dalam satu kalimat, dapat
ditunjukkan dengan
anak yang berceritanya
menjawab pertanyaan yang dilontarkan dengan
terdiri dari banyak suku kata, jauh lebih banyak
benar, dapat menggunakan kata benda, kata kerja
dari apa yang diceritakan anak pada Siklus I dan
dan kata ganti dengan benar, serta dapat terlibat
Siklus II , hal tersebut dapat dilihat dari
aktif dalam percakapan. Penelitian ini dilakukan
banyaknya anak yang telah dapat bercerita
dalam dua siklus, dimana proses yang terjadi
dengan baik yaitu ada 17 anak (89,70%).
pada masing-masing siklus yaitu, anak dibagi ke
bahwa
media
kemampuan
kemampuan
puzzle
dapat
bercerita
anak.
bercerita
bagi
anak
II
dalam kelompok-kelompok kecil. Kemudian anak
menunjukkan bahwa di dalam pembelajaran, anak
dipersilahkan untuk memilih puzzle mana yang ia
sudah merasa nyaman dengan peneliti dan guru
sukai lalu anak diperintahkan untuk menyusun
kelas serta merasa dekat dengan peneliti dan juga
puzzle agar menjadi gambar yang utuh. Setelah
guru Kelas sehingga proses anak bercerita dapat
itu guru mempersilahkan anak untuk bercerita
Hasil
pengamatan
pada
Siklus
Peningkatan Kemampuan Bercerita .... (Devi Nurul Farida) 938
berdasarkan gambar yang ada di puzzle yang
dapat membuat anak lebih berkonsentrasi karena
mereka selesaikan.
kelas menjadi lebih kondusif.
Untuk memancing cerita lebih jauh, guru melontarkan pertanyaan yang berkaitan dengan cerita yang disampaikan oleh anak, sehingga cerita
yang
disampaikan
oleh
anak
lebih
berkembang. Pada Siklus I guru mengenalkan media puzzle yang sudah familiar dengan anak, kemudian menjelaskan aturan permainannya, puzzle yang digunakan dalam Siklus I ada bermacam-macam puzzle. Masalah yang terjadi pada Siklus I adalah terjadi antrian pada saat bermain puzzle. Selain itu baru sebagian anak yang dapat bercerita.
Saran Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh maka dapat disampaikan saran sebagai berikut: 1. Bagi Guru, guru sebaiknya mengajak anak untuk bercerita lebih sering agar kemampuan bercerita anak dapat berkembang lebih baik lagi. Serta guru dapat menggunakan media puzzle lain dengan bentuk dan gambar berbeda untuk menunjang stimulasi yang dilakukan dalam rangka mengembangkan kemmpuan bercerita anak. 2. Bagi sekolah, sebaiknya dapat menambah
Sedangkan pada Siklus II dilakukan solusi dari permasalahan yang muncul pada siklus pertama, yaitu karena anak antri pada Siklus I
variasi puzzle yang ada agar dapat digunakan sebagai media pembelajaran yang efektif bagi anak.
ketika akan bercerita, maka pada Siklus Kedua anak dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil agar tidak terjadi antrian kembali. Kemudian untuk meningkatkan kemampuan bercerita anak pada Siklus II guru memanggil anak yang masih
DAFTAR PUSTAKA Bachtiar. S. Bachri (2005). Pengembangan kegiatan bercerita di taman kanak-kanak, teknik dan prosedurnya. Jakarta :Depdiknas
diam untuk diajak bercerita lebih banyak dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang lebih memancing
anak
untuk
bercerita
kembali.
Kemampuan bercerita anak meningkat setelah anak
melakukan
kegiatan.
pengenalan
Penggunaan
media
media puzzle
menarik
untuk
kegiatan
Novan Ardy Wiyarni. (2015). Manajemen PAUD bermutu. Yoyakarta: Gava Media
diawal yang
berwarna dengan gambar yang bermacam-macam lebih
Kunandar. (2011). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Rajawali Pers.
bercerita.
Pemberian pertanyaan yang dapat memancing anak bercerita juga merupakan poin penting agar dapat merangsang anak agar bercerita lebih banyak lagi. Selain itu adanya pembagian kelompok yang tepat yang dilakukan oleh guru
Slamet Suyanto. (2005). Dasar-dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta: Hikayat Publishing. Suroso. (2009). Penelitian tindakan kelas. Yogyakarta: Pararaton. Tadkiroatun Musfiroh. (2005). Bercerita untuk anak usia dini. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional
939 Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini Edisi 9 Tahun ke-5 2016
Tim Penyusun.(2006). Undang-undang republik indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Bandung : Citra Umbara