Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Head Together) Berbantu Video Pada Siswa Kelas VI SD N 2 Butuh Semester Ganjil Tahun Ajaran 2014/2015
Agung Tri Nugroho, Wahyudi, Inawati Budiono Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana, Jl.Diponegoro 52-60 Salatiga, Indonesia Email:
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VI SD Negeri 02 semester ganjil tahun ajaran 2014/2015 Butuh dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together) berbantuan video. Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan desain menurut model Kemmis & Mc Taggart. Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 2 Butuh, Kec.Tengaran, Kab.Semarang. Subyek penelitian adalah siswa kelas VI SD N 2 Butuh, Kec.Tengaran, Kabupaten Semarang tahun Pelajaran 2014/2015 sebanyak 9 siswa. Teknik pengumpulan data menggunakan tes dan observasi, sedangkan instrumen penelitian adalah soal tes dan lembar observasi. Data yang dikumpulkan adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) dengan berbantuan media video dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VI SDN 02 Butuh pada semester ganjil tahun pelajaran 2014/2015. Hal ini ditunjukan dari hasil belajar matematika sebelum dilakukan tindakan dan setelah melalui tindakan pada siklus 1 dan siklus 2 yang mengalami peningkatan. Hasil belajar siswa sebelum dilakukan tindakan yaitu nilai pretest sebanyak 66,67% siswa belum tuntas karena belum mencapai nilaI KKM yang telah ditentukan sebesar 70. Setelah dilakukan tindakan menggunakan model pembelajaran NHT berbantuan video hasil belajar siswa mengalami peningkatan. Pada siklus 1 persentase siswa yang tuntas sebesar 77,78%, dan pada siklus 2 sebesar 88,89%. Ketuntasan klasikal yang telah ditentukan yaitu 80% telah tercapai pada siklus ke 2. Kata kunci : Model Pembelajaran NHT, Video, Hasil Belajar Matematika.
PENDAHULUAN Matematika menjadi dasar dari perkembangan teknologi modern dan mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu sehingga matematika menjadi ilmu yang sangat universal (Hardini, 2012). Peran penting menjadi ilmu yang universal tersebut diantaranya menjadikan matematika sebagai suatu bidang ilmu yang merupakan alat pikir, alat berkomunikasi, dan alat untuk memecahkan berbagai persoalan praktis. Unsur-unsur yang terdapat dalam pemecahan masalah
v
yaitu logika dan intuisi, analisis dan konstruksi, generalitas dan individualitas. Ruseffendi (1979) menyatakan bahwa matematika bukan hanya alat bantu untuk matematika itu sendiri, tetapi banyak konsep yang sangat diperlukan oleh ilmu lainya seperti kimia, fisika, biologi, teknik, dan farmasi. Kedudukan matematika sebagai salah satu alat bantu untuk ilmu yang lain menjadikan matematika penting untuk dipelajari di bangku pendidikan. Matematika dapat dipelajari di setiap jenjang pendidikan mulai dari SD/MI hingga SMA/MA/SMK. Berdasarkan Peraturan Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tujuan mempelajari matematika untuk mengasah kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama, sehingga untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan rancangan pembelajaran yang sesuai. Pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi, seperti tertuang dalam standar isi yang tertuang dalam Peraturan Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006. Sesuai dengan standar isi, kegiatan pembelajaran matematika mempunyai tujuan yaitu agar siswa mampu : (1) memahami konsep matematika; (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat; (3) memecahkan masalah; (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol; (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan Melalui pengenalan masalah, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Pembelajaran matematika juga harus meninggalkan bekas, sehingga tidak mudah terlupakan bagi siswa untuk waktu yang lama. Semua ini mungkin terjadi jika pembelajaran matematika berlangsung menyenangkan dan menarik untuk diikuti. Persiapan yang dilakukan guru adalah merencanakan kegiatan pengajarannya. Kegiatan pengajaran tersebut meliputi perangkat pengajaran, alatalat pengajaran, dan media pengajaran (Djamarah, 2010). Persiapan yang mantap akan membuat guru menjadi lebih percaya diri dan meminimalkan kesalahan yang mungkin terjadi. Indikator ketercapaian tujuan pembelajaran matematika dapat dilihat dari hasil belajar matematika. Hasil belajar matematika yang diharapkan oleh setiap sekolah adalah hasil belajar matematika yang mencapai ketuntasan belajar matematika.
2
Siswa dikatakan tuntas belajar matematika apabila nilai hasil belajar matematika siswa telah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan oleh guru dan kemudian disetujui oleh pihak sekolah (Permendiknas RI No. 20, 2007). Berdasarkan hasil pretest yang telah dilakukan diketahui masih banyak siswa yang belum mencapai KKM matematika yang ditetapkan sekolah yaitu 70. Siswa yang belum mencapai ketuntasan KKM sebanyak 67,77% dari 9 siswa terjadi di kelas VI, dengan rata–rata 64,44. Rendahnya hasil belajar siswa merupakan masalah yang perlu segera dipecahkan. Hal tersebut dapat dilihat dari pengamatan aktivitas pembelajaran yang menunjukkan bahwa siswa yang aktif dalam KBM hanya beberapa anak saja. Siswa terlihat pasif, ditandai dengan interaksi dan keaktifan atau aktivitas belajar yang belum maksimal, saat guru memberikan kesempatan untuk bertanya umpan balik dari siswa sangat minim, mereka diam dan tidak bertanya walaupun pokok bahasan yang disampaikan belum dipahami, saat guru bertanya tanggapan siswa kurang maksimal, interaksi kelas yang terjadi hanya dalam satu arah yaitu dari guru ke siswa sehingga aktivitas belajar tidak seperti yang diharapkan. Siswa belum sepenuhnya menyukai pelajaran matematika akibatnya siswa kurang aktif dalam kegiatan belajar sehingga siswa sulit menerima materi. Aktivitas belajar diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam pelaksanaan proses pembelajaran, dimana siswa bekerja atau berperan aktif dalam pembelajaran, sehingga dengan demikian siswa tersebut memperoleh pengetahuan, pengalaman, pemahaman dan aspek-aspek lain tentang apa yang ia lakukan Hamalik (2003). Pembelajaran sebagai suatu proses saling mempengaruhi antara guru dan siswa. Dalam hal ini, kegiatan yang terjadi adalah guru mengajar dan siswa belajar. Menurut Mulyasa (2002), pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental maupun sosial dalam proses pembelajaran, disamping menunjukkan kegairahan belajar yang tinggi, semangat belajar yang besar dan rasa percaya diri yang tinggi. Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka upaya perbaikan pembelajaran menurut guru harus mengarah kepada pemberdayaan siswa dalam
3
membangun pengetahuannya dengan menempatkan siswa sebagai pusat kegiatan pembelajaran. Guru perlu merencanakan strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam memahami dan menggali materi pelajaran dengan cara menemukan sesuatu dalam belajarnya. Salah satu strategi yang mendorong siswa belajar secara aktif dalam membangun pengetahuannya adalah model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran di mana siswa dibiarkan belajar dalam kelompok, saling menguatkan, mendalami, dan bekerjasama untuk semakin menguasai bahan atau materi pelajaran (Suparno, 2007). Slavin (2009) menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran yang memungkinkan para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Model pembelajaran kooperatif terdapat beberapa tipe, salah satu diantaranya adalah tipe Numbered Heads Together (NHT). Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together dikembangkan oleh Spencer Kagan. Model Numbered Head Together memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat serta mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka (Lie, 2002). Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Pembelajaran kooperatif tipe NHT memberikan suasana baru bagi siswa karena semua siswa diikutsertakan dalam aktivitas kelompok yang lebih aktif. Pembelajaran kooperatif tipe NHT meningkatkan keaktifan siswa sehingga siswa termotivasi untuk belajar lebih giat lagi. Dari keterkaitan tersebut maka penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dipandang cocok untuk diterapkan dalam upaya meningkatkan hasil belajar dan keaktifan matematika siswa. Selain pembelajaran dengan menggunakan model-model pembelajaran, media juga dapat berpengaruh dalam proses pembelajaran. Penggunaan media pembelajaran dapat menumbuhkan minat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran, sehingga hasil belajar yang diperoleh optimal. Penggunaan model
4
pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together ) dibantu dengan menggunakan media video dilakukan dalam upaya meningkatkan keaktifan dan hasil belajar matematika pada siswa kelas VI SD N 02 Butuh. Kelebihan media video antara lain dapat menampilkan animasi, gambar, dan suara. Kelebihan ini dapat meningkatkan minat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Berdasarkan permasalahan pada proses pembelajaran matematika di kelas VI SD N 2 Butuh serta dengan memperhatikan karakteristik siswa, perlu diadakan penelitian untuk meningkatkan hasil belajar matematika. Penelitian ini akan menerapkan model pembelajaran kooperatif Tipe Numbered Head Together berbantuan Video dengan tujuan meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VI SD N 2 Butuh. Penelitian ini diharapkan dapat mewujudkan suasana belajar yang menyenangkan bagi siswa sehingga dapat memberikan kesempatan siswa untuk lebih aktif dalam pembelajaran, bekerja secara berkelompok dan membagikan hasil kerja kelompoknya sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. LANDASAN TEORITIS Hakikat Matematika Menurut Erman (2004),
matematika
berasal
dari
bahasa
Yunani
“Mathematikos” secara ilmu pasti, atau “Mathesis” yang berarti ajaran, pengetahuan abstrak dan deduktif, dimana kesimpulan tidak ditarik berdasarkan pengalaman keindraan, tetapi atas kesimpulan yang ditarik dari kaidah–kaidah tertentu melalui deduksi. Soedjadi dalam Uno (2007) yang memandang matematika sebagai ilmu yang bersifat abstrak, aksiomatik, dan deduktif. Matematika mendasari dirinya dengan pemikiran deduktif dimana kebenaran berasal dari kebenaran logis yang sebelumnya. Kebenaran datang dengan sendirinya melainkan dapat dibuktikan. Sifat matematika yang demikian membuat matematika dijuluki sebagai ilmu pasti. Djoko Moesono & Sujono (1993) mengartikan pembelajaran matematika sebagai number sense yang tidak hanya mengenal dan terampil melakukan operasi pada bilangan, tetapi lebih dari itu, antara lain dapat memanfaatkan pengetahuan tentang bilangan untuk berbagai bidang lain tanpa melakukan operasi hitung.
5
Heruman (2008) mengungkapkan bahwa pendidikan matematika di SD dapat mengembangkan kreativitas dan kompetensi siswa namun membutuhkan prosese pembelajaran yang menyenangkan. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together Model pembelajaran ialah pola yang digunakan dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Menurut Arends model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk didalamnya tujuantujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas (Suprijono, 2009:46) . Model pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengonstruksi, konsep, menyelesaikan persoalan atau inkuiri (Suyatno,2009). Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerjasama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pemahaman dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran (Widyantini, 2006). Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen dalam Ibrahim (2000: 28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Sedangkan menurut Triyanto (2007) Numbered Heads Together atau penomoran berfikir bersama adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur tradisional. Heinich dalam Arsyad (2006) mengemukakan istilah media sebagai perantara yang mengantar informasi antara sumber dan penerima. Apabila media itu membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut media pembelajaran.
6
Video adalah teknologi untuk menangkap , merekam, memproses, mentramisikan dan menata ulang gambar bergerak. Biasanya menggunakan film seluloid, sinyal elektronik, atau media digital. Video berkaitan dengan pengliatan dan pendengaran. Video menyediakan sumber yang kaya dan hidup untuk aplikasi multimedia . Dengan video dapat menerangkan hal – hal yang sulit digambarkan lewat kata – kata atau gambar diam dan dapat menggambarkan emosi dan psikologi manusia secara lebih jelas. Secara lebih rinci Trianto (2007) menjabarkan langkah-langkah (sintaks) pembelajaran dalam model pembelajaran tipe Numbered Head Together berbantuan media video dalam pembelajaran seperti tabel berikut. Tabel 1 Sintak Pembelajaran NHT Berbantuan Video No 1
2
3
Langkah pembelajaran Penomoran Artinya guru membagi siswa ke dalam kelompokkelompok kecil yang beranggotakan 3-5 orang.
Kegiatan guru
Guru membagi siswa dalam kelompok, dimana setiap kelompok sudah ditentukan oleh guru. Guru mengarahkan siswa untuk berkelompok dengan kelompoknya. Mengajukan Guru mengajukan pertanyaan pertanyaan kepada Artinya Guru siswa yang berkaitan mengajukan dengan video yang akan pertanyaan kepada ditonton seluruh kelas diambil Guru memacu siswa dari materi pelajaran untuk terdorong tetentu yang sedang mendiskusikan dipelajari pertanyaan dengan kelompoknya Berpikir bersama Guru mengarahkan Artinya Siswa dalam siswa untuk berdiskusi kelompok-kelompok berkaitan dengan video kecil tersebut yang ditonton. berembuk untuk menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu. Guru berkeliling memantau diskusi dan memberi bantuan kepada kelompok yang mengalami kesulitan.
7
Kegiatan siswa Siswa menempatkan diri kedalam kelompok mereka
Siswa memahami pertanyaan dari guru
Siswa mengidentifikasi masalah dan merencanakan tugas yang akan mereka pelajari, kemudian berdiskusi mengumpulkan informasi Siswa berdiskusi dan menarik kesimpulan dari beberapa informasi yang telah didapat. Setiap siswa
harus memahami jawaban akhir dari tim. 4
Menjawab Artinya Guru memanggil salah satu nomor tertentu.
Guru memanggil nomor tertentu dan siswa yang dipanggil nomornya akan menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas
Siswa yang dipanggil oleh guru kemudian menjawab pertanyaan sesuai dengan jawaban akhir dari tim.
Hasil Belajar Matematika Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:3) hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Dari sisi guru, adalah bagaimana guru bisa menyampaikan pembelajaran dengan baik dan siswa bisa menerimanya. Suprijono mengartikan (2009:7) hasil belajar sebagai perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya seluruh aspek potensi kemanusiaan saja. Lebih lanjut Sudjana (2009) menyatakan hasil belajar sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Horward Kingsley membagi tiga macam hasil belajar, yakni: (a) keterampilan dan kebiasaan; (b) pengetahuan dan pengertian; (c) sikap dan cita-cita. Berbeda dengan Gagne yang membagi hasil belajar menjadi lima kategori, yakni: (a) informasi verbal; (b) keterampilan intelektual; (c) strategi kognitif; (d) sikap; (e) keterampilan motoris. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang melibatkan kolaborasi dan kerja sama antara peneliti, dan guru. Ada tiga tahap dalam pelaksanaannya yaitu perencanaan, tindakan dan pengamatan, dan terakhir refleksi guna mengangkat masalah-masalah aktual yang dihadapai oleh guru di kelas. Penelitian ini dilaksanakan di SD N 2 Butuh. Subyek penelitiannya adalah siswa kelas VI Semester Ganjil Tahun Ajaran 2014/2015 yang berjumlah 9 siswa, yang terdiri dari 6 laki-laki dan 3 perempuan. Desain model penelitian tindakan kelas sesuai dengan model Kemmis dan Mc Taggart. Penelitian dilaksanakan melalui dua siklus, setiap siklus terdiri dari 3 kali
8
pertemuan. Pertemuan 1 dan 2 pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe Numbered Heads Together berbantuan media video, sedangkan pertemuan ke 3 adalah evaluasi dengan pengerjaan soal tes. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tes dan observasi. Instrumen yang digunakan untuk teknik pengumpulan data tersebut adalah soal tes dan lembar observasi. Soal tes digunakan untuk mengumpulkan data tes hasil belajar matematika sebelum dilakukan tindakan (pretest) dan setelah diberikan tindakan (posttest siklus 1 dan siklus 2) Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data hasil observasi terhadap guru adalah lembar observasi. Lembar observasi berisikan kegiatan yang seharusnya dilakukan oleh guru selama pengajaran menggunakan model pembelajaran NHT. Lembar observasi ini dilakukan untuk melihat kesesuaian pengajaran yang dilaksanakan guru dengan pengajaran yang direncanakan dalam RPP. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini sebelum digunakan haruslah diuji terlebih dahulu. Instrumen tes sebelum digunakan haruslah diuji validasi, reliabilitas, dan taraf kesukaran. Instrumen lembar observasi hanya diuji validasinya. Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data kuantitatif dan data kualitatif. HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah dilakukan tindakan evaluasi hasil belajar untuk mengukur sejauh mana pemahaman siswa dalam menerima materi pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Tindakan dalam penelitian ini terbagi menjadi siklus 1 dan siklus 2, maka nilai hasil belajar matematika siswa yang telah diperoleh terbagi menjadi nilai hasil belajar matematika siklus 1 dan nilai hasil belajar matematika siklus 2. Hasil belajar matematika didapat dari ujian akhir yang diadakan disetiap akhir siklus untuk mengetahui kemampuan siswa, untuk hasil belajar matematika siswa kelas VI pada siklus 1. Mengacu pada nilai kriteria ketuntasan minimum (KKM) 70, setelah diadakan tindakan atau siklus 1 ada 2 siswa yang nilai hasil belajar matematika tidak tuntas dan ada 7 siswa yang nilai hasil belajar matematika tuntas. Nilai terendah adalah 64 dan nilai tertinggi siklus 1 adalah 92. Mean atau
9
nilai rata-rata kelas siswa mendapat 75,66. Rata-rata kelas ini sudah mengalami peningkatan dari sebelum diadakan tindakan sebesar 11,22, dimana nilai rata-rata kelas sebelum diadakan tindakan sebesar 64,44. Diketahui bahwa pada siklus 1 siswa kelas VI SDN 02 Butuh belum mencapai ketuntasan klasikal yaitu kurang dari kriteria ketuntasan minimum ≥ 80%. Dari 9 siswa yang mendapat nilai < 70 atau tidak tuntas ada 2 orang dengan persentase 22,22% dan siswa yang mendapat nilai ≥ 70 atau tuntas ada 7 orang dengan persentase 77,78%. Mengacu pada diagram 4.3 dapat disimpulkn bahwa ketuntasan hasil belajar matematika siklus 1 siswa kelas VI SDN 02 Butuh sudah mengalami peningkatan walaupun belum mencapai kriteria ketuntasan minimum yang diharapkan ≥ 80%. Oleh karena itu untuk mencapai ktriteria ketuntasan minimum yang telah ditentukan maka perlu dilakukan tindakan lagi, yaitu siklus 2. Hasil belajar matematika kelas VI SDN 02 Butuh pada siklus 2 cukup memuaskan, sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan pada nilai kriteria ketuntasan minimum (KKM) 70,, ketuntasan belajar siswa setelah diadakan tindakan atau siklus 2 ada 1 siswa yang nilai hasil belajar matematika tidak tuntas dan ada 8 siswa yang nilai hasil belajar matematika tuntas. Nilai terendah adalah 69 dan nilai tertinggi siklus 2 adalah 92. Mean atau nilai rata-rata kelas siswa mendapat 79,67. Rata-rata kelas ini mengalami peningkatan dari siklus 1 sebesar 4, dimana nilai rata-rata kelas sebelum diadakan tindakan sebesar 75,67. Mengacu pada Tabel 2 maka ketuntasan klasikal telah tercapai karena persentase siswa yang tuntas ≥ 80% yaitu 88,89%. Dari 9 siswa yang mendapat nilai < 70 atau tidak tuntas ada 1 orang dengan persentase 11,11% dan siswa yang mendapat nilai ≥ 70 atau tuntas ada 8 orang dengan persentase 88,89%. Mengacu pada diagram 4.3 dapat disimpulkn bahwa ketuntasan hasil belajar matematika siklus 2 siswa kelas VI SDN 02 Butuh sudah mengalami peningkatan dan sudah mencapai kriteria ketuntasan minimum yang diharapkan yaitu ≥ 80%. Oleh karena itu tidak dilakukan tindakan lagi untuk meningkatkan nilai hasil belajar matematika karena sudah sesuai dengan indikator keberhasilan ≥ 80% siswa memiliki nilai diatas 70. Berdasarkan analisis ketuntasan siklus 1 dan siklus 2 maka dapat dibandingkan ketuntasan nilai hasil belajar matematika antara siklus 1, siklus 2
10
serta sebelum dilakukan tindakan. Perbandingan tersebut akandijabarkan secara rinci pada tabel berikut: Tabel 2 Perbandingan Ketuntasan Nilai Hasil Belajar Matematika Siswa Prasiklus, Siklus 1, Dan Siklus 2 No
Ketuntasan
1
Tuntas
2
Tidak Tuntas
Jumlah
Pra Siklus
Siklus 1
Siklus 2
f 3
% 33,33%
F 7
% 77,78%
f 8
% 88,89%
6
66,67%
2
22,22%
1
11,11%
9
100%
9
100%
9
100%
Nilai rata-rata
64,44
75,66
79,67
Nilai tertinggi
80
92
92
Nilai terendah
45
64
69
Tabel 2 menunjukan perubahan nilai terendah dari Prasiklus, siklus I, dan siklus II. Nilai tersebut yaitu 45, 64, dan 69. Nampak perubahan nilai terendah dari Prasiklus menuju siklus I, perubahan tersebut sebesar 19, dan kemudian memjadi 69 pada siklus 2. Tabel 2 juga menunjukkan nilai tertinggi pada Prasiklus, siklus I, dan siklus II. Nilai tertinggi pada Prasiklus hanya mencapai 80. Nilai tertinggi pada siklus I dan siklus meningkat menjadi 92. Hal ini menunjukkan bahwa siswa terus mengalami peningkatan. Statistik deskriptif pada Tabel 2 juga memperlihatkan nilai rata-rata Prasiklus, siklus I, dan siklus II. Nilai rata-rata Prasiklus seperti nampak dalam Tabel 2 yaitu sebesar 64,44. Rata-rata kelas yang diperoleh siswa meningkat pada siklus I sebesar 11,22 menjadi 75,66. Rata-rata kelas meningkat kembali pada siklus II menjadi 79,67. Peningkatan ratarata paling besar terjadi pada siklus I walaupun pada siklus II juga terjadi peningkatan. Peningkatan yang kecil pada siklus II menunjukkan bahwa pemantapan siklus II sudah cukup dan tidak perlu dilakukan lagi siklus berikutnya. Data hasil belajar siswa mulai dari Prasiklus, siklus I, dan siklus II juga menunjukkan banyaknya siswa yang tuntas dan tidak tuntas. Siswa yang dinyatakan tuntas adalah siswa yang telah melampaui KKM yaitu sebesar 70. Siswa yang belum melampaui KKM dinyatakan belum tuntas. Data ketuntasan
11
siswa pada Prasiklus, siklus I, dan siklus II
telah dibuat dalam persentase.
Gambar 4.5 menyajikan persentase ketuntasan antar siklus dalam bentuk diagram. 100,00%
88,89% 77,78%
80,00% 60,00% 40,00%
66,67% 33,33% 22,22% 11,11%
20,00% 0,00% tuntas
tidak tuntas pra siklus
siklus 1
siklus 2
Diagram 1 Persentase Ketuntasan Antar Siklus Berdasarkan diagram 1 dapat dilihat bahwa terdapat kenaikan hasil belajar dari Prasiklus sampai siklus 2. Persentase ketuntasan hasil belajar matematika siswa pada siklus I yakni 7 siswa atau 77,78% dari siswa yang mendapat nilai di atas KKM. Hasil tersebut mengalami peningkatan cukup besar dibandingkan dengan persentase ketuntasan Prasiklus siswa yakni 33,33%, dimana hanya 3 siswa siswa yang tuntas. Peningkatan persentase ketuntasan juga terjadi siklus II yakni 11,11% dari siklus I menjadi 88,89%. Berdasarkan data-data yang terkumpul di atas menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dengan berbantuan media video dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dengan berbantuan media video dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VI SDN 02 Butuh. Hasil belajar matematika siswa dari setiap siklus terjadi peningkatan, dimana pada prasiklus hanya terdapat 3 siswa atau 33,33% yang
12
tuntas dalam belajar. Setelah dilakukan kegiatan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dengan berbantuan media video hasil belajar matematika siswa meningkat menjadi 77,78% atau 7 siswa yang tuntas. Peningkatan persentase ketuntasan juga terjadi pada siklus II dari siklus I sebesar 11,11% menjadi 88,89% atau 8 siswa yang tuntas. Tidak hanya persentase ketuntasan yang meningkat, rata-rata kelas pun meningkat. Peningkatan nilai rata-rata kelas terlihat dari nilai rata-rata kelas pada pra siklus sebesar 64,44 menjadi 75,66 pada siklus I, dan rata-rata pada akhir siklus II meningkat menjadi 79,67.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 1986. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Yogyakarta: Buki Aksara. Budiono. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Solo: UNS Press. Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 tentang Standar Isi Untuk Satuan Penddikan Dasar dan Menengah Dekdiknas. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 20 Tahun Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru Dekdiknas. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 42 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru Dimyati dan Mujiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan, Zain. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Hamalik, O. 2003. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara. Heruman (2008). Model Pembelajaran Matematika Di Sekolah Dasar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Ibrahim, Muslimin, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNESA University Press.
13
Lie, A. 2002. Cooperative Learning: Mempraktikan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: Grasindo. Mulyasa. 2002. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Nasution. 2003. Berbagai Pendekatan dalam Proses Balajar & Mengajar. Bandung: Bumi Aksara. Prastowo, Andi. 2011. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta: Diva Press. Purwanto. 2010. Instrumen Penelitian Sosial dan Pendidikan: Pengembangan dan Pemanfaatan. Surakarta: Pustaka Pelajar. Ruseeffendi, ET. 1979. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya Dalam Mengajarkan Matematika Dan Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito Slavin, Robert E. 2005. Cooperative Learning: Teori, Riset, dan Praktik. Terjemahan Narulita Yusron. Bandung: Nusa Media Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Suherman, Erman. 2004. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: UPI. Suparno, Paul. 2009. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius. Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning: teori dan aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar. Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Surabya: Masmedia Buana Pustaka. Taniredja, Tukiran, Pujiati Irma dan Nyata. 2010. Penelitian Tindakan Kelas untuk Pengembangan Profesi Guru: Praktik, Praktis, dan Mudah. Bandung: Alfabeta. Trianto. 2007. Mendesain model pembelajaran inovatif-progresif. Surabaya: Kencana Prenada Media Group.
14
Uno, Hamzah. 2007. Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Gorontalo: Bumi Aksara. Wahyudi, kriswandani . 2013. Pengembangan Pembelajaran Matematika . Salatiga: Widya Sari Press. Widoyoko, Eko Putro. 2012. Yogyakarta: Pusata Pelajar.
Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian.
Wiriaatmadja, Rachiati. 2005. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
15
1