PENGGUNAAN KULIT KAYU PINUS DAN GEL DAUN LIDAH BUAYA SEBAGAI BIOREGULATOR DAN BIOFUNGISIDA PADA PEMBIBITAN PANILI Oleh I MADE SUKERTA DAN I KETUT SUMANTRA Jurs. Agroekoteknologi, Fak. Pertanian Univ. Mahasaraswati Denpasar
ABSTRACT The research with aimed to know the effect of pine bark, aloe vera leaf gel and their interactions on seedling growth of vanilla and attack intensity of Fusarium sp have been done from June to October 2010, used a randomized block design with Factorial pattern, with 3 replications. The results showed that no significant interaction between the provision of pine bark and aloe vera gel on seedling growth of vanilla and attack intensisty of Fusarium sp. The giving of pine bark alone is not able to increase seedling growth of cuttings of vanilla and lower intensity of Fusarium sp. Aloe vera gel could increased the seedling growth of vanilla, but no significant different on attack intensity of Fusarium sp. Aloe vera gel 50% could increased the root length, root dry weight and shoot dry weight respectively 72.6%, 57.9% and 65.7% compared to without aloe vera gel. Keywords : pinus, lidah buaya, bibit panili
PENDAHULUAN
Pengembangan panili (Vanilla planifolia Andrews) di daerah-daerah yang berpotensi sering mengalami hambatan karena kurang tersedianya bibit bermutu dalam jumlah dan kualitas yang memadai. Perbanyakan tanaman panili yang umum dilakukan oleh petani adalah dengan stek dengan ukuran minimal lima ruas. (Hartmann dan Kester, 1978; Purseglove, 1988 dan Ashley, 1980). Cara ini reletif kurang efisien mengingat perkembangan areal dan kebutuhan bibit semakin meningkat, oleh karena itu perlu dipikirkan penggunaan stek pendek.
Namun demikian penggunaan stek
pendek umumnya dihadapkan pada permasalahan kurangnya keberhasilan tumbuh dan kurangnya ketegaran tanaman yang dihasilkan (Rosita dkk., 1991). Hal ini sangat Agrimeta, JURNAL PERTANIAN BERBASIS KESEIMBANGAN EKOSISTEM 1
dipengaruhi oleh keseimbangan antara kandungan hormon auksin, karbohidrat dan nitrogen (Andriance dan Brison, 1967). Hartman dan Kester (1983) mengatakan auksin berpengaruh sangat nyata terhadap pembentukan akar stek. Pertumbuhan dan jumlah akar meningkat jika kadar auksin lebih tinggi dari sitokinin endogen (Tomkins dan Hall, 1991). Yang et al. (1993) menyatakan bahwa auksin eksogen berpengaruh kuat dalam pemanjangan batang, meskipun pengaruhnya sangat pendek yaitu 3 sampai 5 jam. Zat pengatur tumbuh dari kelompok auksin yang banyak dipergunakan untuk merangsang pertumbuhan akar diantaranya Indole Butyric Acid (IBA), Indole Acetic Acid (IAA), dan Napthalene Acetic Acid (NAA) (Kusumo, 1984; Sunaryo dan Sudarsono, 1977). Zat pengatur tumbuh tersebut harganya relatif mahal dan sulit diperoleh di pasaran bebas. Oleh karena itu perlu dicari alternatif zat pengatur tumbuh yang dapat terjangkau oleh petani. Penggunaan kulit kayu pinus dan gel daun lidah buaya sebagai zat pengatur tumbuh (bioregulator ) merupakan alternatif yang perlu dicoba dan dipertimbangkan, karena bahan-bahan tersebut sangat mudah diperoleh dengan harga yang murah. Biasanya kulit kayu adalah limbah industri kayu yang ditumpuk begitu saja, dan bila tumpukannya sudah menggunung lalu dibakar. Demikian pula untuk memperoleh gel daun lidah buaya, karena hampir sebagian besar penduduk menanamnya di halaman rumah. Deroes (1990) menemukan bahwa semua stek persik yang ditanam di media kulit kayu pinus menunjukkan persentase berakar dan indeks perakaran sangat nyata lebih tinggi daripada stek-stek yang ditanam pada media vermikulit, tanpa ada perbedaan yang nyata antara konsentrasi IBA yang digunakan.
Hess (1959, dalam
Deroes, 1990) menyebutkan bahwa kulit kayu pinus dapat sebagai auksin ko-faktor, dan menemukan faktor
itu adalah senyawa fenol. Senyawa fenol dari kelompok
catechol dan pyrogalol mempercepat pembentukan akar pada stek kacang buncis. Jika senyawa-senyawa tersebut diberikan ke stek bersama-sama auksin, pembentukan akar lebih cepat dan lebih baik (Hess, 1962, dalam, Daroes, 1990). Penggunaan gel daun lidah buaya sebagai bioregulator telah dicoba pada beberapa jenis tanaman. Sundahri (1994) menyatakan bahwa pemberian gel lidah buaya (Aloe vera, L.) secara linier cenderung meningkatkan pertumbuhan akar stek kumis kucing pada konsentrasi 0 – 12 % dengan perendaman 10 jam.Hal ini diduga karena Agrimeta, JURNAL PERTANIAN BERBASIS KESEIMBANGAN EKOSISTEM 2
gel lidah buaya mengandung zat pengatur tumbuh terutama auksin, asam amino, vitamin dan mineral yang mampu mendorong pertumbuhan stek (Sundahri, 1994). Sedangkan pada stek panili dengan konsentrasi 50 % dapat meningkatkan pertumbuhan jumlah daun, berat kering tunas, dan panjang akar. Namun bila konsentrasinya ditingkatkan lebih dari 50 %, variabel – variabel pertumbuhan tanaman panili tersebut menurun (Sumantra, 2002). Masalah yang dihadapi untuk mendapatkan konsentrasi gel lidah buaya 50 % diperlukan bahan baku cukup banyak, sehingga perlu dicoba dikombinasikan dengan penggunaan kulit kayu pinus sebagai bahan baku bioregulator. kombinasi dari kedua bahan tersebut belum diketahui
Namun demikian
pengaruhnya terhadap
pertumbuhan bibit stek panili di pembibitan. Tanaman panili selalu mengalami gangguan baik di lapangan maupun di pembibitan yang disebabkan oleh jamur fusarium oxysporum (Arya, 1996 dan Santoso, 1988).
Kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan oleh penyakit ini telah
mengakibatkan menurunnya nilai eksport dan pendapatan petani. Patogen ini dapat menular dan menyebar melalui bibit / stek (Tombe et al., 1985). Penyebaran penyakit busuk batang melalui tanah mempunyai arti yang lebih penting karena sering dijumpai stek yang ditanam pada bekas tanaman yang terserang tidak lama kemudian juga akan mati karena pangkal batangnya membusuk (Semangun, 1988). Penggunaan fungisida seperti Menzate dan Dithane M-45 pada bibit sangat dianjurkan untuk mencegah serangan penyakit busuk batang panili di pembibitan. Penggunaan fungisida sintetis di atas sangat membahayakan pemakai dan keseimbangan lingkungan karena berpengaruh buruk terhadap kesehatan dan kelestarian lingkungan. Di samping adanya kenyataan bahwa harga dari fungisida tersebut relatif mahal dan sulit dijangkau oleh petani. Senyawa fenolik alami pada kulit kayu beberapa tanaman merupakan senyawa yang efektif untuk mencegah meluasnya infeksi akibat serangan jamur (Margaret dan Brian, 1981). Sundahri dkk. (1996) menyatakan bahwa gel lidah buaya (Aloe vera) ternyata mampu mencegah gangguan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Lebih lanjut Hok (1988) menyatakan bahwa gel lidah buaya dapat mengendalikan infeksi bakteri secara efektif dengan biaya yang sangat murah. Disisi lain, penelitian mengenai penggunaan kulit kayu pinus dan gel lidah buaya sebagai bioregulator madasupun sebagai biofungisida pada pembibitan panili belum banyak dilaporkan. Agrimeta, JURNAL PERTANIAN BERBASIS KESEIMBANGAN EKOSISTEM
3
Berdasarkan uraian di atas permasalahan dapat dirumuskan adalah apakah pemberian kulit kayu pinus, pemberian gel lidah buaya dan kombinasinya dapat meningkatkan pertumbuhan bibit panili dan dapat menekan intensitas serangan fusarium oxysporum pada
pembibitan panili. Penelitian ini dilaksanakan dengan
tujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kulit kayu pinus, pemberian gel daun lidah buaya serta interaksinya
terhadap pertumbuhan bibit panili dan intensitas
serangan fusarium oxysporum.
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di desa Ayunan, Abiansemal-Badung dengan ketinggian tempat + 350 m di atas permukaan laut, mulai dari bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Nopember 2010. Bahan penelitian yang dipergunakan meliputi : stek panili, kulit kayu pinus, daun lidah buaya, tanah bekas tanaman panili yang terserang Fusarium oxysporum, aquades, plastik bening, blabat, , tanah, pasir dan pupuk kandang.. Alat penelitian yang dipergunakan meliputi : pisau stek, blender, meteran, neraca, petridis, tabung reaksi, dan lain-lain. Percobaan ini mempergunakan rancangan Acak Kelompok dengan pola faktorial yang diulang sebanyak tiga kali. Perlakuan terdiridari dua faktor yaitu pemberian kulit kayu pinus dan konsentrasi gel lidah buaya. Faktor kulit kayu pinus terdiri dari dua taraf yaitu tanpa kulit kayu pinus dan diberi kulit kayu pinus. Sedangkan konsentrasi gel lidah buaya terdiri dari : 0 % ( tanpa gel lidah buaya), 25 %, 50 %, 75 % dan 100 %. Adapun model matematik dari percobaan ini adalah : Yijk = U + Bi + Kj + Tk + KjTk + Eijk dimana : Yijk
4
= Parameter yang diamati.
U
= rata-rata umum
Bi
= pengaruh dari blok ke-i
Kj
= pengaruh perlakuan ke-j dari faktor kulit kayu pinus
Tk
= pengaruh perlakuan ke – k konsentrasi gel lidah buaya Agrimeta,
JURNAL PERTANIAN BERBASIS KESEIMBANGAN EKOSISTEM
KjTk = pengaruh interaksi antara kulit kayu pinus dengan konsentrasi gel lidah buaya Eijk
= galat percobaan.
Media pembibitan terdiri atas tanah pasir dan pupuk kandang dengan perbandingan 3 : 2 : 1 yang sebelumnya diseterilkan terlebih dahulu, selanjutnya dimasukkan ke dalam polybag berukuran 15 x 25 cm. Perlakuan kulit kayu pinus sebagai bioregulator dan sebagai biofungisida diambil dari bagian batangnya, yang sebelumnya dirajang dan dihaluskan , kemudian diaduk dalam media tanah, pasir dan pupuk kandang. Setiap kantong yang diperlakukan diisi 500 g. kulit kayu. Sebelum stek panili ditanam dalam polybag terlebih dahulu direndam dalam larutan gel lidah buaya. Larutan tersebut diperoleh dengan mengupas kulit daun dan dagingnya diblender, untuk selanjutnya dikonsentrasikan pada level yang diperlakukan yaitu 0%, 25 %, 50 %, 75 % dan 100%. Dengan cara menambah aquades. Pada perlakuan 0 % tidak terdapat ekstrak gel daun lidah buaya, sedangkan konsentrasi 100 % tanpa pengenceran dengan aquades. Kemudian stek direndam selama 10 jam. Setiap unit perlakuan terdiridari 10 (sepuluh) stek. Pemeliharaan tanaman dititikberatkan pada upaya mempertahankan temperatur dan kelembaban media pembibitan dengan mengatur melalui penyiraman. Peubah tanaman yang diamati meliputi persentase stek tumbuh, panjang tunas, jumlah tunas per stek, jumlah dan panjang akar, berat akar, berat tunas dan ratio tunas akar. Aspek perlindungan tanaman yang diamati meliputi intensitas penyakit busuk batang dan persentase tanaman terserang. Data hasil penelitian diolah dengan analisis ragam. Apabila dari hasil analisis menunjukkan pengaruh nyata sampai sangat nyata maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5 %.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara pemberian kulit kayu pinus dengan gel daun lidah buaya menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap persentase setek tumbuh, jumlah daun per tunas, jumlah tunas, panjang tunas, panjang akar, berat kering akar, berat kering tunas, ratio tunas akar, persentase tanaman sakit dan intensitas serangan Fusarium. Hal ini menunjukkan bahwa Agrimeta, JURNAL PERTANIAN BERBASIS KESEIMBANGAN EKOSISTEM 5
pemberian gel lidah buaya dan pemberian kulit kayu pinus berpengaruh secara terpisah. Hal ini diduga bahwa bahan aktif yang terdapat dalam kulit kayu pinus belum menunjukan aktivitas kimiawinya dalam memacu maupun menghambat intensitas serangan Fusarium, karena memerlukan waktu untuk melakukan proses mineralisasi untuk melepas bahan-bahan aktif yang terkandung dalam kulit pinus. Pemberian kulit kayu pinus sebagai bioregulator tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap persentase setek tumbuh, jumlah tunas, jumlah daun per tunas, panjang tunas, panjang akar, berat kering akar, berat kering tunas, dan ratio tunas akar. Demikian juga pemberian kulit kayu pinus berpengaruh tidak nyata terhadap
persentase tanaman sakit dan intensitas serangan Fusarium. Terdapat
kecenderungan bahwa pemberian 500 g kulit kayu pinus menyebabkan penurunan terhadap persentase tanaman sakit dan intensitas serangan berturut-turut 8,1 % dan 6,04 % dibandingkan dengan tanpa pemberian (Tabel 1). Terdapat kecenderungan bahwa peran kulit kayu pinus sebagai bioregultaor dapat meningkatkan persentase setek tumbuh, jumlah tunas, jumlah daun, panjang tunas, dan panjang akar masing-masing 0,34 %, 1,16 %, 1,16, 0,22 %, 1,71 % dan 1,71 % dibandingkan dengan tanpa pemberiaan ( Tabel 1 ). Terhadap berat kering akar dan berat kering tunas, pemberiaan kulit kayu pinus cenderung meningkatkan variable-variabel tersebut berturut-turut 2,5 %, dan 2,38 % dibandingkan dengan tanpa pemberiaan (Tabel 1) Tabel 1. Pengaruh tunggal dari pemberian kulit kayu pinus dan gel daun lidah buaya terhadap pertumbuhan bibit dan intensitas serangan Fusarium
Perlakuan
%
tase
Jumlah
Jumlah
Panjang
Panjang
Berat
Berat
Ratio
Inten sitas
stek
tunas
daun
tunas
akar
kering
kering
tunas/
serangan
tumbuh
(buah)
(helai)
(cm)
(cm)
akar
tunas
akar
(skor)
(g)
(g)
A0
95,80a
1,96a
8,58a
30,86a
23,44a
0,75a
1,48a
1,946a
2,62a
A1
96,13a
2,33a
8,68a
30,93a
23,84a
0,77a
1,50a
1,943a
2,57a
BNT 5%
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
B0
91,83b
1,75c
7,51b
27,83c
16,73d
0,57d
1.08d
1,876c
2,71a
B1
98,83a
2,33b
9,75a
34,50a
26,83b
0,88b
1,63b
1,840c
2,58a
B2
98,66a
2,83a
9,90a
34,75a
28,88a
0,90a
1,79a
1,978b
2,63a
6
Agrimeta,
JURNAL PERTANIAN BERBASIS KESEIMBANGAN EKOSISTEM
B3
97,00a
2,33b
8,26b
29,58b
26,21b
0.83b
1,58b
1,885c
2,63a
B4
93,5b
1,50d
7,71b
27,83c
19,53c
0,62c
1,35c
2,146a
2,45a
BNT 5%
3,05
tn
0,87
1,49
1,67
0,016
0,06
0,08
tn
Analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian gel lidah buaya berpengaruh nyata sampai sangat nyata terhadap pertumbuhan bibit. Pemberiaan gel lidah buaya 50 % mampu meningkatkan pertumbuhan yang meliputi jumlah tunas, jumlah daun, panjang tunas, panjang akar, berat kering akar dan berat kering tunas berturut-turut masing-masing 11,04%, 61,71%, 31,82%, 24,86%, 72,6%, 57,89% dan 65,74% dibandingkan dengan kontrol. Pengaruh ini diduga disebabkan oleh kuatnya kompetisi antara calon akar dengan calon tunas dalam memperebutkan cadangan makanan maupun hormone tumbuh terutama auksin. Fenomena ini menyebabkan calon akar mampu memobilisasi faktor tumbuh tersebut ke pangkal stek atau pada ruas-ruas stek yang terbenam di dalam tanah. Kondisi ini memungkinkan bagian-bagian stek yang berada di dalam tanah menjadi lebih muda kembali (dedifrentiation) sehingga sel-sel parenchyma lebih terpacu untuk memperpanjang akar. Hal ini terlihat pada Tabel 1 bahwa pemberian gel lidah buaya 50 % dapat meningkatkan secara nyata panjang akar, berat kering akar dan berat kering tunas masing-masing 72,6 %, 57,9% dan 65,7 % dibandingkan dengan tanpa gel lidah buaya. Terbentuknya akar merupakan kunci keberhasilan pembiakan vegetatif dengan stek. Hartman dan Kester (1978) menyatakan bahwa ada beberapa tahapan yang dilalui selama perkembangan terbentuknya akar yaitu adanya diferensiasi sel yang diikuti oleh migrasi dari meristem sel, kemudian terjadi diferensiasi sel untuk membentuk primordial akar yang terakhir adalah pertumbuhan akar baru. Meningkatnya pertumbuhan akar berarti akan makin aktif menyerap air dan unsur hara untuk menunjang proses fisiologi dalam tanaman. Hal ini terlihat bahwa dengan konsentrasi gel lidah buaya 50 % jumlah daun dan berat kering tunas meningkat masing-masing 31,82 % dan 65,74 % dibandingkan dengan tanpa pemberiaan gel lidah buaya (Tabel 1). Keadaan ini menunjukkan bahwa senyawa-senyawa yang terkandung di dalam gel lidah buaya mampu sebagai bioregulator pada stek panili. Senyawa-senyawa tersebut adalah polisakarida terutama glukomanan, asam-asam amino, enzim, asam krisofan,
Agrimeta,
JURNAL PERTANIAN BERBASIS KESEIMBANGAN EKOSISTEM
7
vitamin, mineral, hormone tumbuh terutama auksin yang dapat memacu pertumbuhan stek (Afzal et al., 1991).
KESIMPULAN DAN SARAN
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan : 1. Interaksi antara pemberiaan kulit kayu pinus dengan pemberian gel lidah buaya tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan bibit stek panili dan intensitas serangan dari Fusarium sp. 2. Pemberiaan kulit kayu pinus secara tunggal tidak mampu meningkatkan pertumbuhan bibit stek panili dan menurunkan intensitas serangan Fusarium sp. 3. Pemberian gel lidah buaya meningkatkan pertumbuhan bibit stek panili, namun tidak berpengaruh nyata terhadap intensitas serangan Fusarium sp. Pemberian gel lidah buaya 50% meningkatkan pertumbuhan panjang akar, berat kering akar dan berat kering tunas berturut-turut 72,6%, 57,9% dan 65,7% dibandingkan dengan tanpa gel lidah buaya. 4. Untuk meningkatkan pertumbuhan stek panili dan efisiensi bahan dapat dilakukan pemberiaan gel lidah buaya 50 %. Namun demikian untuk memantapkan penelitian ini perlu dikaji tentang tingkat kedewasaan daun gel lidah buaya apa bila dipergunakan sebagai bioregulator dan biofungisida sebab diduga komposisi senyawa yang dikandungnya berbeda. Jumlah
bahan kulit kayu sebagai
bioregulator dan biofungsida perlu dikaji lebih lanjut terutama waktu aktifitas mineralisasi dan jumlah yang diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
Arya, N. 1996. Pengendalian Terpadu Busuk Batang Panili di Daerah Bali. Fak. Pertanian Unud., Denpasar. Ashley, J. 1980. The Culture of Vanilla in Uganda. World Crops 32(5): p. 121 – 129. 8
Agrimeta,
JURNAL PERTANIAN BERBASIS KESEIMBANGAN EKOSISTEM
Deroes, K.M. 1990. Auksin Ko-faktor pada Kulit Kayu Pinus Sebagai Pembentukan Akar Stek Peach. Prosiding Simposium
Perangsang
Hortikultura 13 – 14
Nop. 1990. Fak’ Pertanian UNBRAW. 274 – 281. Grainge, M. and Ahmed, S. 1987.
Hand Book of Plants With Pest – Control
Properties. John Wiley & Sons. 469 p. Hartman, H.T. and D.E. Kester, 1983. Plant Propagation Principles and Practices. Prentice Hall, New Jersey, 727 p. Hok, Y. 1988. Pengaruh Ekstrak Residu Daun Lidah Buaya terhadap Biakan Bakteri
Staphylococcus aureus secara in Vitro. Laporan Penelitian.
FMIPA Unair, Surabaya. Isbandi, Djoko, 1983. Pertanian
Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. Fakultas
Universitas Gajahmada, Yogyakarta. 259 h.
Kumar, H.D; H.N. Singh. 1975. Plant Metabolism. The Macmillan Press Ltd, London and Basingstoke. P. 256 – 274. Leopold, A.C. and P.E. Kriedemann. 1988. Plant Growth and Development.
Tata
Mc. Grow Hill, New Delhi, 545 p. Margaret L. Vickey and Bria Vicky. 1981. Secondary Plant Metabolism. Univ.Park Press, Ballimore. p 157 – 181. Purseglove, J.W.; E.G. Brown;C.L. Green; and Robbins. 1988. Sepcies Vol 2.
Jhon
Wiley and Sons, New Work. 813 p. Rosita, S. Solahuddin, dan Q Mutaqim. 1991. Pengaruh Air Kelapa dan Triakontanol terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Stek Panili. LITTRI
Pemberitaan
XVI (3) : h 123 – 127.
Rosman, R., 2005. Status dan Strategi Pengembangan Panili di Indonesia. Persvektif 4
(2): h. 43 – 54.
Santoso, H.B. 1989. Panili, Budidaya dan Analisa Ekonomi. Sinar Baru, Bandung. 72 h. Sumantra, K. 2002. Pengaruh Gel Aloe Vera Terhadap Pertumbuhan Stek Panili. Mahawidya Saraswati (56): 17 -19 . Sundahri. 1994. Efektivitas Gel Lidah Buaya Terhadap Perakaran Stek Kumis Kucing. Laporan Penelitian, FAPERTA UNEJ. 11 h. Agrimeta,
JURNAL PERTANIAN BERBASIS KESEIMBANGAN EKOSISTEM
9
Sundahri, H.B. Setyawan, dan S.Kardi. 1996. Efektivitas Gel Lidah Buaya sebagai Zat Perangsang pada Distribusi Sifat Pertumbuhan Stek
Pendek
Panili. Laporan Hasil Penelitian PPSLPT – ADB. 28 h. Suprapta, D.N. Pertanian
2001.
Pengembangan Pestisida Nabati Untuk Mendukung
Organik.
Makalah Seminar Pertanian Organik dan Prospek
Pengembangannya di Bali.
Fakultas Pertanian
Universitas Udayana,
Denpasar. 8 h. Tombe, Mesak; D. Sitepu, H. Sastraatmadja dan S. Sastrasuwignyo. 1985. Kemungkinan Pengendalian Penyakit Busuk Batang Panili Secara Biologi. Risalah Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. Jakarta 29 – 31 Oktober 1985. Tomkins,
J.P.
and
Hall.
1991.
Stimulation
of
Alfalfa
Bud
and
Shoot
Development With Cytokinin. Agronomi Journal 83 (3) : 577 – 581 pp. Yang, T.D.M. Law and P.J. Davies. 1993.
Magnitude and Kinetics of Stem
Elongation Induced by Exogenous Indole – 3 – Acetic Acid in Intact Light Grown Pea Seedling. Plant Physiology 102 (3) : 717 – 724 pp.
10
Agrimeta,
JURNAL PERTANIAN BERBASIS KESEIMBANGAN EKOSISTEM