PENGEMBANGAN TANAMAN KACANG HIJAU SEGERA SETELAH PANEN PADA SAWAH DI KOLISIA DAN NANGARASONG KABUPATEN SIKKA NTT I.Gunarto, B. de Rosari dan Tony Basuki BPTP NTT ABSTRAK Penelitian dilaksanakan di hamparan persawahan tadah hujan dan berpengairan sederhana di Kolisia dan di Nangarasong, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur untuk melihat kelayakan penanaman kacang hijau segera setelah panen padi sawah. Prosedur penanaman yang dianjurkan adalah panen tanaman padi sawah tepat waktu, yang dilanjutkan dengan penanaman kacang hijau tanpa oleh tanah dengan segera. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cara yang dianjurkan layak dikembangkan. Penanaman yang dilakukan lebih awal yaitu pada bulan Mei berpeluang untuk memberikan hasil lebih tinggi. Walaupun tanpa pengairan. Hasil yang dicapai adalah 691 kg/ha dengan keuntungan Rp. 1.513.000, sedangkan untuk areal yang dapat dijangkau oleh air pengairan, penanaman masih dapat dilakukan sampai dengan pertengahan bulan ini sedangkan penanaman yang dilakukan setelah memasuki bulan Juli, peluang keberhasilannya rendah, walaupun pertanaman mendapatkan pengairan kelayakan. Kata Kunci : Kacang Hijau, setelah panen Padi Sawah. PENDAHULUAN Kabupaten Sikka yang terletak di bagian pantai utara pulau Flores memiliki iklim yang kering. Menurut klasifikasi Schmid dan Fergusson (1951). Sikka termasuk iklim type E dan F, sedangkan menurut Oldeman et al (1980), termasuk tipe iklim E4 dengan hanya 3 bulan basah dan selebihnya bulan kering , secara rinci Irsal Las (1992) mengemukakan bahwa selama musim hujan (Desember – April) rata-rata intensitas radiasi surya adalah 394-501 kal/cm²/hari, sedangkan selama musim kemarau sekitar 469-664 kal/cm²/hari. Intensitas radiasi surya mencapai puncaknya sekitar bulan Agustus-Oktober yang bertepatan dengan posisi lintasan matahari hampir tegak lurus, yaitu berada sekitar 5-15º LS. Ratarata suhu maksimum 31,8ºC dan minimun 23,4ºC, bahkan selama September – Nopember suhu maksimum kadang lebih dari 34ºC. Tanaman kacang hijau di Kabupaten Sikka adalah merupakan tanaman unggulan setelah jagung. Hal ini disebabkan kacang hijau termasuk tanaman yang toleran terhadap kondisi kekeringan, sehingga sesuai dikembangkan di daerah yang beriklim kering. Petani umumnya menanam di lahan kering secara sistem relay (tanam sisip) dengan jagung pada bulan Pebruari. Menurut Sutarman dan Hakim (1985) tanaman kacang hijau memiliki keunggulan dibanding tanaman kacang-kacangan lainnya karena kemampuannya tumbuh pada kondisi lengas tanah minim serta umur tanaman relatif pendek. Di daratan Flores, pada hamparan lembah terdapat areal persawahan yang cukup potensial untuk dikembangkan sebagai penghasil pangan. Persawahan tersebut umumnya hanya diusahakan tanaman padi pada musim hujan, dan dibiarkan bero setelah panen padi, bahkan kadang-kadang belum sempat ditanami dengan padi, hujan sudah berakhir sehingga dibiarkan bero sepanjang tahun. Di wilayah hamparan Kolisia dan Nangarasong yang terdiri dari hamparan persawahan dimana sebagian dapat diairi oleh pengairan sederhana dengan debit air terbatas dan sebagian merupakan sawah tadah hujan. Pada saat panen padi, sebagian besar kondisi lahannya masih basah (lembab) sehingga masih memungkinkan untuk menanam kacang hijau segera setelah panen padi secara tanpa olah tanah. Badan Litbang Pertanian yang dilaksanakan oleh P3NT Sub Base Maumere pada tahun 1994 di Kolisia menunjukkan bahwa pertanaman kacang hijau tanpa olah tanam segera adalah panen padi secara ekonomis maupun argronomis masih layak untuk dikembangkan. Hasil yang dicapai pada sawah tadah hujan (tanpa diairi) bervariasi antara 299-860 kg biji kering/ha (Gunarto et. al. 1994). Penelitian ini bertujuan yaitu melihat kelayakan pertanaman Kacang Hijau setelah panen padi dalam hamparan yang lebih luas, sekaligus menentukan hambatan dan masalah yang ada dalam penerapannya.
BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Kolisia dan Nangarasong Kecamatan Nita Kabupaten Sikka Provinsi Nusa Tenggara Timur. Penanaman diusahakan seawal mungkin setelah panen padi sawah yaitu mulai pada minggu pertama. Paket pertanaman kacang hijau yang dianjurkan adalah pada saat tanaman padi sawah sudah masak fisiologis yang ditandai dengan menguningnya tanaman, padi segera dipanen (sebelum tanah mengering). Panen dilakukan dengan menyabit tanaman padi sejajar dengan permukaan tanah, sehingga sisa batang padi rata dengan tanah. Prosessing segera diselesaikan dan langsung dilakukan penanaman kacang hijau sebagai berikut : (1) Pada lahan sawah yang kondisi tanahnya masih basah (lembab), kacang hijau langsung ditanam secara tugal di antara barisan sisa pangkasan padi dengan jarak 40 cm x 20 cm. Setelah itu sisa jerami yang ada dihambur secara merata, kemudian dibakar. Apabila kondisi dilapang tidak memungkinkan untuk dibakar, maka jerami tersebut dibiarkan saja menutupi lahan sebagai mulsa. (2) Pada hamparan yang kondisi tanahnya sudah kering pada saat panen dan lokasinya masih dapat dijangkau oleh air pengairan, maka setelah prosessing padi, jerami padi langsung dihambur secara merata kemudian dibakar. Setelah itu diairi lebih dahulu kemudian tanam kacang hijau, atau sebaliknya tanam kacang hijau lebih dahulu kemudian diairi secukupnya. (3) Di daerah hamparan sawah Nangarasong bagian Barat dimana tersedia fasilitas pompa diesel milik salah seorang petani, pengelolaan tanaman kacang hijau dilakukan sama dengan pada point (2) di atas. Pemeliharaan tanaman selama pertanaman hanya dilakukan secukupnya. Pada tempat-tempat yang kondisi gulmanya lebat, dilakukan penyiangan dengan cangkul. Demikian pula pemberantasan hama hanya dilakukan apabila terdapat serangan hama yang mencapai kerusakan ambang ekonomi. Penggunaan tenaga kerja untuk setiap kegiatan dicatat untuk keperluan analisis ekonomi usahatani pada setiap lokasi/hamparan. Hambatan dan masalah yang ditemukan dalam penerapan budidaya kacang hijau yang dianjurkan juga diamati. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan cara tanam yang telah dianjurkan dari tiga kelompok hamparan yang telah ditentukan, maka didapatkan delapan cara pengelolaan pertanaman kacang hijau yang dilaksanakan oleh petani sesuai dengan kondisi setempat, yaitu : (a) hamparan yang tidak terjangkau oleh air pengairan, dengan cara tanam segera setelah panen padi sawah. Terdapat empat cara tanam, yaitu (A1) tanam kacang hijau (secara tugal). (A2) Hambur jerami secara merata, langsung dibakar dan diikuti dengan penanaman kacang hijau. (A3) cara petani, yaitu ditanam saja di antara tunggul jerami tanpa diberi jerami. (A4) tanam kacang hijau, diikuti dengan hambur jerami, tanpa dibakar (jerami dibiarkan sebagai mulsa). (b) hamparan yang dapat terjangkau oleh fasilitas air pengairan (terbatas pada saat tanam), yaitu (B1) tanam kacang hijau, diikuti dengan sebar jerami secara merata dan dibakar, kemudian diairi secukupnya; (B2) jerami disebar merata dan dibakar, kemudian diairi secukupnya dan diikuti dengan penanaman kacang hijau. (c) hamparan dengan menggunakan fasilitas air pompa mesin diesel dari sungai. (C1) Tanam kemudian sebar jerami dan dibakar, diikuti dengan penanaman (C2) jerami disebar merata dan dibakar, kemudian diairi secukupnya dan diikuti dengan penanaman kacang hijau. Selama percobaan berlangsung di lapang, hampir seluruh areal pertanaman tidak dilakukan penyemprotan (pemberantasan) hama karena populasi hama dapat diabaikan. Penyiangan hanya dilakukan oleh sebagian kecil petani, karena gulma tidak dapat berkembang sebagai akibat kemarau/kering. Hasil pengamatan luas tanam, luas panen dan hasil/ha untuk setiap petani peserta dapat dilihat pada tabel Lampiran I. Dari seluas 30,76 ha yang ditanami, luas yang dapat dipanen hanya 20,98 ha atau hanya sekitar 68% dengan variasi hasil antara 75-1200 kg/ha. Kegagalan panen adalah disebabkan oleh faktor kekeringan. Curah hujan selama percobaan berlangsung adalah nihil.
Apabila dikaitkan antara waktu menanam dengan peluang berhasilnya panen, maka dapat dikemukakan bahwa untuk areal yang tidak terjangkau oleh air pengairan terlihat bahwa penanaman yang dilakukan lebih awal yaitu minggu 1 – 11 Mei peluang untuk berhasil mencapai 98,1% dengan variasi hasil dari 332 – 1094 kg/ha (Tabel 1). Petani yang menanam pada minggu III-IV Mei rasio luas panen/tanam yang dicapai adalah 95,8 % dengan rata-rata hasil 618 kg/ha (hasil bervariasi dari 244 – 938 kg/ha). Sedangkan petani yang menanam setelah minggu III bulan Juni, peluang berhasilnya panen sangat rendah (hanya 4,8 %) dengan hasil rata-rata 24 kg/ha.
Tabel 1. Hubungan antara waktu tanam dengan hasil pada tiap hamparan/kelompok wilayah pertanaman, Kolisia. Rasio luas Hasil (kg/ha) Jumlah Waktu Tanam panen/ tanam Variasi Rata-rata Petani (%) A. Hamparan tanpa pengairan (Nangarasong Timur) 1. Mgg I – II Mei 6 98,1 332 – 1094 691 2. Mgg III – IV Mei 4 95,8 244 – 938 618 3. Mgg I – II Juni 4 77,8 0 –625 250 4. Mgg III – IV Juni 4 4,8 0 – 94 24 5. Mgg I – II Juli 4 0 0 0 B. Hamparan yang terjangkau oleh pengairan saat tanam 1. Mgg IV Mei 4 85 420 – 775 590 2. Mgg I – II Juni 5 64 275 – 625 415 3. Mgg III – IV Juni 12 50 0 – 375 180 4. Mgg I – II Juli 2 13 0 – 75 38 C. Hamparan yang diairi oleh pompanisasi 1. Mgg IV Mei 2 100 1100 – 1200 1150 2. Mgg I – II Juni 1 100 450 450 3. Mgg III – IV Juni 2 100 400 – 475 438 4. Mgg I – II Juli 3 60 300 – 425 358 5. Mgg III – IV Juli 2 75 280 – 300 290 6. Mgg I Agustus 3 100 100 – 125 112 Untuk hamparan yang terjangkau oleh air pengairan pada saat tanam, terlihat bahwa penanaman yang dilakukan pada minggu terakhir bulan Mei, rasio luas panen cukup tinggi yaitu 85% dengan variasi hasil antara 420 – 775 kg/ha. Penanaman yang dilakukan pada minggu I – II Juni, peluang panen masih mencapai 64%, sedangkan penanaman setelah memasuki bulan Juli, peluang untuk berhasilnya panen sangat rendah (rasio luas areal panen hanya 13% dengan variasi hasil antara 0 – 75 kg/ha). Untuk hamparan yang mendapatkan air pompa dalam jumlah air yang terbatas (1 – 2 kali sampai panen) terlihat bahwa petani yang menanam pada bulan Mei (2 orang petani) dapat memberikan hasil yang cukup tinggi (rata-rata 1150 kg/ha). Penanaman yang dilakukan pada bulan Juni menunjukkan bahwa walaupun rasio luas panen mencapai 100%, namun hasil yang dicapai sangat menurun/rendah (bervariasi dari 400 – 475 kg/ha dengan rata-rata 444 kg/ha). Sedangkan penanaman yang dilakukan pada bulan Juli – Agustus, walaupun penanaman masih dapat diairi dengan pompa, hasil yang dicapai sangat rendah (variasi antara 100 – 300 kg/ha). Hal ini disebabkan pada bulan Agustus – September perbedaan suhu siang dan malam sangat tinggi sehingga pertanaman banyak yang terserang penyakit yang menyebabkan embun jelaga pada daunnya. Dari kenyataan tersebut, jelas terlihat bahwa penanaman yang dilakukan lebih awal (awal sampai akhir Mei), walaupun arealnya tidak terjangkau oleh air pengairan, peluang untuk berhasilnya tanaman kacang hijau adalah cukup tinggi. Sedangkan penanaman yang dilakukan pada bulan Juli sampai Agustus, kemungkinan keberhasilan tanaman kacang hijau sangat kecil. Hal ini disebabkan walaupun tersedia air yang cukup dari fasilitas pompa, namun sebagai akibat pertanaman terserang embun jelaga, maka hasil yang dicapai sangat sedikit/rendah. Berdasar atas hasil analisis rata-rata biaya sarana produksi dan tenaga kerja dari usahatani yang terdapat di setiap hamparan pada tabel Lampiran 2, dapat dilihat nilai keuntungan masing-masing usahatani pada Tabel 2. Tabel 2. Analisa keuntungan usahatani untuk masing-masing hamparan pada waktu tanam yang berbeda, Kolisia. Hamparan/ Rata-rata Nilai Biaya Waktu tanam Hasil Jual Produksi Keuntungan kg/ha Rp/ha A. Hamparan tanpa pengairan (Nangarasong Timur) Mgg I – II Mei 691 2.073.000 560.000 1.513.000
Mgg III – IV Mei 618 1.854.000 560.000 Mgg I – II Juni 250 750.000 560.000 Mgg III – IV Juni 24 72.000 380.000 Mgg I – II Juli 0 – 360.000 B. Hamparan yang terjangkau oleh pengairan saat tanam (Kolisia) Mgg IV Mei 590 1.770.000 580.000 Mgg I – II Juni 415 1.245.000 580.000 Mgg III – IV Juni 180 540.000 560.000 Mgg I – II Juli 38 114.000 152.000 C. Hamparan yang diiri oleh pompanisasi (Nangarasong Barat) Mgg IV Mei 1150 3.450.000 1.240.000 Mgg I – II Juni 450 1.350.000 671.000 Mgg III – IV Juni 438 1.314.000 649.000 Mgg I – II Juli 358 1.074.000 635.000 Mgg III – IV Juli 290 840.000 505.000 Mgg I Agustus 112 336.000 248.000 1) 2) 3)
1.294.000 190.00 308.000 360.000 1.190.000 665.000 40.000 36.000 2.209.000 679.000 665.000 439.000 285.000 88.000
Tenaga kerja untuk panen hanya 2 HOK Tanpa tenaga kerja untuk panen (tidak ada hasil) Termasuk biaya untuk jasa pompa air sebesar 10% dari hasil.
Pada lokasi/hamparan yang tidak terjangkau oleh air pengairan, keuntungan yang dicapai untuk penanaman yang dilakukan pada bulan Mei adalah Rp. 1.294.000 – Rp. 1.513.000 /ha. Petani yang menanam pada minggu I – II bulan Juni, usahatani masih dapat memberikan keuntungan sebesar Rp. 190.000 /ha. Sedangkan petani yang menanam setelah minggu III bulan Juni, hasil yang dicapai adalah nilai, sehingga petani mengalami kerugian antara RP. 308.000 – 360.000. Untuk hamparan/lokasi yang terjangkau oleh air pengairan pada saat penanaman, terlihat bahwa petani yang menanam pada bulan Mei memberikan keuntungan tertinggi yaitu sebesar Rp. 1.190.000 /ha, dibanding dengan yang menanam pada awal Juni hanya mencapai Rp. 665.000. Sedangkan yang menanam pada akhir bulan Juni, nilai kerugian yang diperoleh hanya Rp. 40.000. Penanaman yang dilakukan setelah memasuki bulan Juli, hasil yang diperoleh tidak dapat menutupi biaya produksi (rugi sebesar Rp. 38.000). Pada hamparan/lokasi yang mendapatkan air dari sumber pompa, keuntungan yang diperoleh relatif lebih tinggi, terutama yang dapat menanam lebih awal. Hasil keuntungan yang diperoleh petani yang menanam pada akhir bulan Mei mencapai Rp. 2.209.000 /ha. Hal ini disebabkan waktu tanamnya tepat dan ditunjang oleh tersedianya air yang dapat dikendalikan. Pada hamparan ini, terlihat bahwa penanaman yang dilakukan sampai dengan akhir bulan Juli masih dapat memberikan nilai keuntungan yang cukup memadai, yaitu Rp. 285.000, karena kebutuhan air dapat dipenuhi. Masalah yang ditemukan pada hamparan ini adalah adanya serangan penyakit embun jelaga pada pertanaman yang ditanam terlambat (bulan Juli). Akibat penyakit tersebut semakin para pada pertanaman yang ditanam pada bulan Agustus, sehingga walaupun tersedia cukup air, namun hasil yang dicapai sangat tertekan (petani rugi sebesar Rp. 88.000 /ha). Dari kenyataan tersebut, terlihat bahwa waktu menanam sangat berperan dalam menentukan keberhasilan pertanaman kacang hijau setelah panen padi di sawah. Hal ini berkaitan dengan tersediaannya air (baik air tanah maupun dari sumber pengairan) dengan cuaca setempat, khususnya suhu udara. Dalam hal ini perbedaan suhu malam dengan suhu siang pada bulan Agustus – Oktober cukup tinggi yang mengakibatkan tanaman terserang penyakit embun jelaga. Adapun permasalahan yang ditemukan di lapangan dalam menerapkan pertanaman yang dianjurkan adalah masih sulitnya petani melakukan penanaman lebih awal. Hal ini disebabkan oleh (1) Kebiasaan petani menanam tanaman padinya setelah sangat kering di lapangan. Ini berakibat sulitnya pelaksanaan panen (sabit) karena batang padi sudah mengering dan berdampak terhadap kehilangan hasil (gabah rontok di lapang). (2) Tenggang waktu antara panen (sabit) padi sampai penggabahan di sawah memakan waktu cukup lama, dapat mencapai 3 – 4 minggu (ditumpuk di sawah). (3) Petani merasa sulit atau keberatan untuk menanam kacang hijau sebelum prosessing padi belum rampung.
(4) Terbatasnya tenaga kerja panen tanaman padi. Panen tanaman padi umumnya dilakukan oleh tenaga kerja dalam keluarga yang dibantu oleh luar keluarga, yaitu sekitar 40% (Tabel 3). Hanya sekitar 29% dari keluarga yang mamanen tanaman padinya oleh tenaga dalam keluarga, sedang selebihnya sekitar 31% panen dipercayakan kepada tenaga buruh panen yang berasal dari luar keluarga dengan sistem bagi hasil 1 : 9. Tabel 3. Distribusi tenaga kerja panen dalam keluarga dan luar keluarga selama musim panen padi di Kolisia dan Nangarasong. Jumlah keluarga responden (KK) Tenaga Panen Padi Kolisia Nangarasong Jumlah Dalam keluarga 8 3 11 (29) *) Dibantu oleh luar keluarga 6 9 15 (40) Diupahkan oleh buruh panen 8 4 12 (31) Jumlah 22 16 38 (100) *) Angka dalam kurang adalah persentase jumlah keluarga petani.
(5) Terdapat sebagian petani (pemilik dan penggarap) sawah bertempat tinggal di luar desa, yang kadang-kadang mengalami kesulitan berkomunikasi baik antara pemilik dengan menggarap, maupun dengan tenaga buruh panen. Hal ini menyulitkan dalam pengambilan keputusan untuk menentukan waktu panen tanaman padi. Hambatan-hambatan tersebut mengakibatkan petani mengalami kesulitan dalam berusaha untuk menanam lebih awal dan menyebabkan kondisi tanah setelah panen telah kering. Permasalahan-permasalahan tersebut dapat diatasi dengan : (1) Panen padi sawah harus segera dilakukan setelah sampai sat matang fisiologis, sehingga pelaksanaan panen (sabit) jauh lebih mudah serta kehilangan gabah akibat rontok di lapangan dapat dikurangi. (2) Prosessing padi berupa perontokan gabah segera diselesaikan dan langsung dilakukan penanaman. (3) Hasil sabitan padi dapat ditumpuk pada salah satu sisi / sudut sawah, dan segera dilakukan penanaman kacang hijau pada petakan sawah yang kosong. Setelah itu baru dilakukan proses penggabahan dengan segera. Sisa jerami langsung disebar merata pada hamparan pertanaman kacang hijau. Apabila masih memungkinkan, jerami tersebut dapat dibakar (paling lama 2 hari setelah tanam, yaitu sebelum kacang hijau berkecambah). Tetapi jika biji kacang hijau telah mulai berkecambah, jerami dibiarkan saja menutup permukaan tanah sebagai mulsa. (4) Mengintroduksi alat perontok gabah sehingga proses pengabahan dapat dilakukan lebih cepat. KESIMPULAN Usaha tani kacang hijau dengan cara segera tanam setelah panen tanaman padi dapat dilakukan di areal persawahan Kolisia dan Nangarasong. Penanaman yang dilakukan lebih awal yaitu pada bulan Mei berpeluang berhasil lebih tinggi (rasio luas panen/tanam 98,1%), walaupun arealnya tidak terjangkau oleh air pengairan. Hasil yang di capai dapat mencapai 691 kg/ha dengan keuntungan sebesar Rp 1.513.000. Sedangkan untuk areal yang dapat di jangkau oleh air pengairan, penanaman masih dapat dilakukan sampai dengan pertengahan bulan Juni. Penanaman yang dilakukan setelah memasuki bulan Juli, peluang keberhasilannya rendah ( rasio luas panen/tanam 13%), walaupun lokasinya dapat dijangkau oleh air pengairan pada saat tanam. DAFTAR PUSTAKA Irsal Ias, 1992. Perwilayahan Komoditi Pertanian Berdasarkan Model Iklim Kabupaten Sikka dan Kabupaten Ende Sutarman dan Hakim, 1985. Varietas Unggul, Baru Kacang Hijau, Walet Gelatik, Buletin, Penelitian, Tanaman Pangan, Bogor No 1 Balitan Bogor.
Suprapto, 1982. Bertanam Kacang Hijau TP Penebar Swadaya Jakarta. Gunarto I. 1994. Usaha Tani, Kacang Hijau pada Lahan Sawah Sesudah Padi di Kolosia.
Lampiran 1. Penggunaan sarana produksi dan tenaga kerja berdasarkan kelompok / wilayah. Kolosia. Keragaan Jumlah/HOK Nilai ( Rp) I Hamparan tanpa pengairan A. Sarana produksi – benih 20 kg 100.000 B Tenaga kerja – Persiapan lahan 2 20.000 – Hambur jerami 8 80.000 – Tanam 16 160.000 – Panen 20 200.000 C Total biaya 560.000 I Hamparan dengan pengairan saat tanam A. Sarana produksi – benih 20 kg 100.000 B Tenaga kerja – Persiapan lahan 2 20.000 – Mengairi 2 20.000 – Hambur jerami 8 80.000 – Tanam 16 160.000 – Panen 20 200.000 C Total biaya 580.000 I Hamparan pengairan pompanisasi A. Sarana produksi – benih 20 kg 100.000 B Tenaga kerja – Persiapan lahan 2 20.000 – Hambur jerami 8 80.000 – Mengairi 2 20.000 – Tanam 16 160.000 – Panen 20 200.000 C Total biaya (tanpa biaya pengairan) 580.000 D Biaya jasa pompa 10 % dari hasil panen