Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2014 (SENTIKA 2014) Yogyakarta, 15 Maret 2014
ISSN: 2089-9813
Pengembangan Sistem Identifikasi Multimodal Dengan Mengunakan Wajah Dan Telinga Dedy Suryadi1, Risanuri Hidayat2,Hanung Adi Nugroho3 1 Program studi Teknik Elektro Universitas Tanjungpura Jl.Ahmad Yani 78124 Pontianak Telp/fax. (0561) 740186 2, 3 Program studi Teknik Elektro Universitas Gajah Mada Jl. Grafika No.2 Kampus UGM, Yogyakarta 55281 E-mail :
[email protected]
ABSTRAK Sistem identifikasi biometrik adalah sistem pengenalan pola otomatis yang mengakui seseorang dengan menentukan keaslian fisiologis dan atau perilaku tertentu karakteristik (biometrik) yang dimiliki oleh orang tersebut. sistem biometrik unimodal memiliki berbagai masalah seperti data berderau, derajat kebebasan dibatasi, non-universalitas dan penipuan. beberapa keterbatasan tersebut dapat diatasi dengan menggunakan biometrika multi-modal pada teknologi identifikasi. citra dilewatkan ke modul pra-pengolahan untuk mengurangi penolakan palsu rate. dalam penelitian ini menggunakan kombinasi pca, lda dan dimensi fraktal sebagai pendekatan untuk ekstraksi fitur, memperoleh tingkat pengenalan 90.7%. peningkatan hasil pengenalan diperoleh saat biometrik wajah digabung dengan biometrik telinga. penggabungan ini dilakukan pada tingkat pengambilan keputusan, mencapai tingkat pengenalan 98%. Kata Kunci: Biometrika, Identifikasi, Multimodal, PCA, LDA, Fractal Dimension ABSTRACT A biometric identification system is an automatic pattern recognition system that recognizes a person by determining the authenticity of a specific physiological and/or behavioral characteristic (biometric) possessed by that person. Unimodal biometric systems contend with a variety of problems such as noisy data, restricted degrees of freedom, non-universality and spoof attacks. Some of these limitations can be overcome by employing multi-modal biometric identification technologies. The study presented in this study to combined face and ear algorithms as an application of human identification. Images are passed to a pre-processing module in order to reduce False Rejection Rate. In this study used a combination of PCA, LDA and fractal dimension as an approach to feature extraction, obtaining 90.7 % recognition rate. Improvement in recognition results is obtained when face biometric is fused with ear biometric. The fusion is done at decision level, achieving a recognition rate of 98 %. Keywords: Biometrics, Identification, Multimodal, PCA, LDA, Fractal Dimension penelitian yang relative baru. Ada beberapa penelitiaan tentang pengenalan telinga baik 2D dan 3D, penggunaan biometrika telinga jauh lebih dapat di andalkan selain wajah (Mahoor, M.H, 2009). Sistem biometrik unimodal memiliki berbagai masalah seperti data berderau, derajat kebebasan dibatasi, non-universalitas dan penipuan (Xiaona Xu, 2007). Beberapa keterbatasan tersebut dapat diatasi dengan menggunakan biometrika multimodal pada system identifikasi. Makalah ini membahas suatu multimodal biometrik yang baru berdasarkan karateristik wajah dan telinga. Ada beberapa motivasi untuk penggunaan multimodal biometrik telinga dan wajah. Pertama, data citra telinga dan wajah dapat ditangkap dengan menggunakan kamera konvensional. Kedua, pengumpulan data citra wajah dan telinga bersifat nonintrusive (yaitu, tidak memerlukan kerja sama dengan pengguna). Ketiga, dalam fisik telinga dan wajah berdekatan satu sama lain dan ketika pengambilan data telinga wajah juga diperoleh sekaligus, begitu juga sebailknya(Cadavid, S, 2009).
1.
PENDAHULUAN Identifikasi Personal akhir-akhir ini menjadi isu yang sangat penting dalam masyarakat jaringan. Disamping itu masih berkembang metode identifikasi tradisional, yang tersebar luas dalam sistem komersial, memilik banyak kelemahan. Metode terkenal seperti Personal Identification Number (PIN), login dan password, kartu identifikasi atau menggunakan kunci tertentu mengharuskan pengguna untuk mengambil bagian aktif dalam proses identifikasi. Selain itu, metodemetode tradisional tidak dapat diandalkan karena sulit untuk diingat baik itu PIN dan password, dan ini dapat mudah hilang. Kelemahan lainnya adalah kurang keamanannya, seperti kartu dan kunci sering dicuri, dan password dapat lupa dalam ingatan. Banyak peneliti meneliti dibidang pengenalan wajah, walaupun pengenalan wajah masih belum sipa untuk di aplikasikan secara baik di dunia nyata. Citra wajah merupakan karakteristik biometrika yang paling umum digunakan manusia untuk system pengenalan. Biometrika telinga merupakan area 436
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2014 (SENTIKA 2014) Yogyakarta, 15 Maret 2014
Seringkali, dalam foto atau video yang diambil dari kepala pengguna, kedua biometrika ini hadir secara bersamaan dan keduanya siap untuk sistem biometrika. Dengan demikian, penggunaan biometrika wajah dan telinga dalam Sistem identifikasi multimodal lebih layak daripada biometrika lainya, seperti biometrika sidik jari. Penelitian ini pada dasarnya akan melakukan pengembangan system identifikasi multimodal dengan menggunakan gabungan tiga teknik ekstraksi fitur yakitu principal Component Analysis (PCA), Linier Discriminant Analysis (LDA) dan fractal dimension. Dan teknik penggabungannya (fusion) pada tingkat kepeutusan (dicasion).
ISSN: 2089-9813
Pendekatan baru non-intrusif untuk pengenalan biometrika (Xiuqin Pan, 2008). Pengembangan lebih lanjut yang diakukan dalam system identifikasi wajah dan telinga manusia dengan mengunakan algoritma eigenfaces dan eigenears. Sistem diuji pada beberapa database dan menghasilkan akurasi keseluruhan 92,24% dengan FAR 10% dan FRR 6,1% (A.A. Darwish, 2009). Pendekatan untuk pengenalan wajah berdasarkan fitur yang disebut dimensi fraktal, ini merupakan representasi yang efisien tekstur alami. Sebuah citra grayscale dapat dibagi menjadi banyak blok nonoverlapping dan dimensi fraktal dapat dihitung dalam setiap blok tunggal. Percobaan pada database wajah ORL, hasilnya menunjukkan bahwa tingkat akurasi pengenalan 97,33% dan ukuran blok mempengaruhi tingkat pengenalan (Lihong Zhao, 2008) Dalam penggabungan tingkat skor, pencocokan skor dari modalitas yang berbeda digabungkan untuk membuat keputusan pengenalan. Berbagai Aturan penggabungan telah diusulkan. Penggabungan tingkat skor secara empiris menunjukkan bahwa aturan penjumlahan memberikan hasil yang lebih baik dari aturan penggabungan skor dalam sejumlah kasus. Penggabungan tingkat skor menunjukkan hasil yang lebih baik untuk aturan penjumlahan berbobot. tingkat pengenalan 93,1%, 97,7% dan 100% untuk masing pengenalan telinga, wajah dan penggabungannya (Luciano & A. Krzyzak, 2009).
2.
TINJAUAN PUSTAKA Salah satu metode pendeteksian telinga awal menggunakan deteksi tepi Canny untuk mendapatkan kontur telinga (Haijun Zhang, 2009). Membandingkan pengenalan telinga dengan pengenalan wajah dengan menggunakan teknik analisis komponen utama (PCA). Tingkat pengenalan yang diperoleh 71,6% dan 70,5% masing-masing untuk pengenalan telinga dan wajah(Kyong Chang, 2003). Baru-baru ini, Islam et al. mengusulkan Pendekatan untuk deteksi telinga dengan algoritma AdaBoost. System dilatih dengan fitur persegi panjang Haar-like dan menggunakan dataset yang bervariasi, jenis kelamin, penampilan, orientasi dan iluminasi. Pengumpulan data dilakukan dengan cropping dan sintesis dari beberapa database citra wajah. Pendekatan sepenuhnya otomatis, memberikan pendeteksian 100% yang diuji dengan 203 citra tanpa ada halangan, dan dengan beberapa citra yang terhalang dan terdegradasi (Islam, S.M.S, 2008). Sebagaimana simpulkan dalam penelitian Pun et al., sebagian besar dari pendekatan pengenalan telinga diusulkan menggunakan PCA (Principal Component Analysis) atau algoritma ICP untuk pencocokan (Pun, K.H, 2004). Choras mengusulkan Metode otomatis geometris yang berbeda. Pengujian dengan 240 citra (20 berbagai tampilan) dari 12 subyek, dengan tingkat pengenalan 100% (Choras, M., 2006) . Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa telinga manusia merupakan salah satu biometrik perwakilan manusia dengan keunikan dan stabilitas. Sebagai teknik pengenalan non-intrusif yang baru, pengenalan telinga semakin menjadi perhatian, karena telinga itu memiliki lokasi dan struktur fisiologis khusus, adalah wajar untuk menggabungkan telinga dengan biometrika wajah untuk suatu pengenalan dalam skenario jika citra wajah tidak tersedia (karena bervariasi). Penggabungan biometrik telinga dan wajah dapat melengkapi kekurangan antara kedua biometrik, dan memiliki keuntungan mengenali orang bantuannya. penggabungan telinga dan wajah dapat memberikan
2.1
Biometrika Telinga Telinga manusia telah digunakan sebagai fitur utama dalam ilmu forensik selama bertahun-tahun, namun dalam system pengenalan otomatis belum banyak digunakan, meskipun ada banyak keuntungan menggunakan biometrika telinga (M. Choras, 2005). Dua penelitian yang dilakukan oleh Iannarelli memberikan cukup bukti yang menunjukkan bahwa telinga adalah ciri biometrika yang unik. Pada studi pertama dibandingkan lebih dari 10.000 telinga diambil dari acak memilih sampel di California, dan studi kedua diperiksa fraternal dan kembar identik, di mana fitur fisiologis diketahui serupa(Iannarelli, A, 1989). Bukti dari studi ini mendukung hipotesis bahwa telinga mengandung unik fitur fisiologis, karena dalam kedua studi semua telinga diperiksa ditemukan untuk menjadi unik meskipun kembar identik ditemukan memiliki serupa, tetapi tidak identik, struktur telinga terutama di Concha dan lobus daerah. Citra 1 menunjukkan anatomi telinga (Haijun Zhang, 2009)
437
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2014 (SENTIKA 2014) Yogyakarta, 15 Maret 2014
ISSN: 2089-9813
ekstraksi Fitur. Sebuah image 2D dengan dimensi b baris dan k kolom dapat direpresentasikan kedalam bentuk image 1D dengan dimensi n (n=b*k). Dengan ekspresi lain dapat dituliskan sebagai , adalah ruang image dengan dimensi n. Image training yang digunakan sebanyak K sampel dinyatakan dengan {x1, x2, .....xk} yang diambil dari sebanyak C obyek/kelas yang dinyatakan dengan {X1, X2,....Xc}. Total matrix scatter ST (atau matrix covariance) didefinisikan sebagai berikut (Belhumeur, P.N., 1997): n
Gambar 1. Anatomi telinga Dalam penelitian medis (Iannarelli, A, 1989) menyatakan bahwa pertumbuhan telinga yang pertama setelah empat bulan kelahiran adalah proporsional. Ternyata meskipun pertumbuhan telinga proporsional, gravitasi dapat menyebabkan telinga mengalami peregangan dalam arah vertikal. Efek dari peregangan ini yang paling menonjol di lobus telinga, dan dari pengukuran menunjukkan bahwa perubahan adalah non-linear. Tingkat peregangan-nya sekitar lima kali lebih besar dari normal selama periode usia empat bulan sampai delapan bulan. Telinga terdiri dari beberapa bagian. Yakni helix, pliegue superior, Foseta, Coneha, Origen, Trago, Canal intertraguiano, pliegue inferior, Fose navicular, Antitrago, Lobule, Zone, Lobule dll, Kelemahan utama biometrik telinga ketika telinga ditutupi oleh rambut (Pun, K.H, 2004). Dalam kasus sistem identifikasi aktif, kelemahan ini dapat diatasi dengan menarik rambutnya ke belakang dan dilanjutkan dengan proses identifikasi. Masalah untuk identifikasi pasif muncul seperti dalam kasus ini tidak ada bantuan dari pihak lain. Sehingga telinga terhalang oleh rambut, sehingga sulit mengidentifikasi.
K
ST ( xk )( xk ) T
(1)
k 1
dimana adalah rata-rata sampel image yang diperoleh dengan merata-rata training image {x1, x2, .....xK} Dengan dekomposisi eigen, matrix covariance ini dapat didekomposisi menjadi:
ST T
(2)
dimana adalah matrix eigenvector, dan adalah is a diagonal matrix dari nilai eigen. Kemudian dipilih sejumlah m kolom eigenvector dari matrix yang berasosiasi dengan sejumlah m nilai eigen terbesar. Pemilihan eigenvector ini menghasilkan matrix transformasi atau matrix proyeksi
m ,
yang mana terdiri dari m kolom
eigenvector terpilih yang biasa disebut juga dengan ‘eigenimage’. Berikutnya sebuah image x (berdimensi n) dapat diekstraksi kedalam feature baru y (berdimensi m < n) dengan memproyeksikan x searah dengan
2.2
BiometrikaWajah Wajah memiliki struktur biologis yang tidak sederhana. Secara fisik elemen-elemen utama yang bisa terdapat pada wajah adalah hidung, alis, mata, telinga, mulut, gigi, lidah, pipi, dagu, leher, rambut serta asesoris lainnya. Elemen-elemen ini menjadi pembeda antara wajah satu dengan yang lain. Secara umum, teknik pengenalan wajah dapat dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan representasi wajah yang gunakan (Arun Ross, 2004): a. Berbasis Penampilan: yang menggunakan fitur tekstur holistik dan diterapkan baik untuk daerah seluruh wajah atau spesifik dalam citra wajah; b. Berbasis Fitur: yang menggunakan geometris fitur wajah (mulut, mata, alis, pipi dll) dan hubungan geometris antaranya.
m
sebagai berikut:
y m x
(3)
Dengan kata lain metode PCA memproyeksikan
n kedalam ruang baru yang m berdimensi lebih rendah , yang mana sebanyak ruang asal
mungkin kandungan informasi asal tetap dipertahankan untuk tidak terlalu banyak hilang setelah dibawa ke dimensi feature yang lebih kecil. Disini terlihat reduksi feature yang signifikan dari n buah menjadi m buah yang tentunya akan sangat meringankan komputasi dalam proses pengenalan berikutnya. Total matrix scatter ST diatas sesungguhnya adalah jumlahan dari matrix scatter dalam kelas (within-class scatter matrix) SW dan matrix scatter antar kelas (between-class scatter matrix) SB yaitu, ST= SW+SB. Dengan demikian, kekurangan utama yang terlihat disini adalah bahwa dalam proses PCA ke dua matrix scatter ini termaksimalkan bersamasama. Sesungguhnya yang diinginkan adalah hanya maksimalisasi SB saja, sedangkan SW sebisa mungkin diminimalkan agar anggota didalam kelas lebih
2.3
Principle Component Analysis (PCA) Analisis komponen utama atau transformasi Karhunen-Loeve adalah teknik standar yang digunakan dalam statistic pengenalan pola dan pemrosesan sinyal untuk data reduction dan 438
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2014 (SENTIKA 2014) Yogyakarta, 15 Maret 2014
terkumpul penyebarannya yang pada akhirnya dapat meningkatkan keberhasilan pengenalan. Misalkan pada variasi perubahan iluminasi maupun skala dari image yang terjadi pada obyek yang sama, dapat menyebabkan matrix scatter dalam kelas menjadi besar yang cukup menyulitkan dalam proses pengenalan. Bila ini terjadi, dengan demikian PCA akan menyertakan variasi iluminasi didalam eigenimage-nya, dan konsekuensinya PCA menjadi tidak handal terhadap variasi iluminasi yang terjadi pada obyek. Dengan metode LDA, SW akan diminimisasi sehingga ekstrasi feature yang dihasilkan menjadi lebih handal terhadap variasi yang terjadi didalam kelas.
adalah bentuk yang dibentuk secara berulang atau self-similar atau dengan kata lain, sebuah bentuk yang mirip pada semua tingkat pembesaran sehingga dianggap rumit tidak berhingga – infinitely complex. Dalam sudut pandang matematika, fraktal adalah objek yang memenuhi spesifikasi teknis tertentu. Spesifikasi itu adalah Dimensi Hausdorff > Dimensi Topologi. Objek fraktal mempunyai sifat dasar yang membedakan objek fraktal dengan objek geometri pada umumnya, yaitu Self-similarity atau sifat keserupaan diri dan Infinite detail atau detil yang takberhingga. Dimensi Hausdorff, didefinisikan oleh Felix Hausdorff (1868-1942) adalah dimensi dengan definisi: Untuk objek apapun dengan ukuran (P) yang terdiri dari objek dengan ukuran (p), dan jumlah objek (N) yang dapat dimasukkan ke dalam objek yang lebih besar sama dengan rasio ukuran (P/p) dipangkatkan dimensi Hausdorff (d) (Dierk Schleicher, 2007).
2.4
Linear Discrimination Analysis (LDA) Matrix scatter dalam kelas, SW dan matrix scatter antar kelas SB didefinisikan masing-masing sebagai berikut(T.C. Sabareeswari, 2010); c
SW
(x
i 1 xk X i
k
i )(xk i ) T
ISSN: 2089-9813
(4)
( )
c
S B N i ( i )( i ) T
(5)
(9)
atau
i 1
(
dimana Ni adalah jumlah sampel pada kelas Xi, dan
i
( )
)
(10)
adalah image rata-rata dari kelas Xi. Seperti
diutarakan sebelumnya bahwa sangat diharapkan agar matrix scatter dalam kelas SW bisa diminimalisasi sementara matrix scatter antar kelas SB dimaksimalkan. Dengan kata lain akan dicari matrix proyeksi l agar ratio persamaan (6) menjadi maksimal.
det(l S B lT ) det(l SW lT )
Fraktal diklasifikasikan berdasarkan kemiripannya dengan diri sendiri atau self-similarity. Ada tiga jenis self-similarity dalam fraktal: Exact selfsimilarity, Quasi-self-similarity, Statistical selfsimilarity.
dimana adalah matrix eigenvector, dan adalah matrix diagonal nilai eigen. Dengan kata lain akan dicari eigenvector dan eigenvalue dari matrix C yang merupakan kombinasi within & beetwin scatter matrix seperti pada persamaan 8. Kembali dilakukan pemilihan sebanyak l kolom eigenvector dari yang berasosiasi dengan nilai-nilai eigen terbesar. Pemilihan l kolom eigenvector ini menghasilkan matrix proyeksi l yang selanjutnya
3. METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Penelitian Bahan dan alat yang dibutuhkan dalam penelitian menggunakan citra wajah dan telinga yang diperoleh dengan menggunakkan kamera digital. Proses pengujian pada penelitian ini bersifat offline, agar memudahkan dalam menganalisis. Sebagai bahan perbandingan penelitian ini juga menggunakan database citra wajah dan telinga, standar yakni The ORL Database of Faces dan database telinga USTB-1. Sedangkan alat penelitian ini menggunakan computer setara Pentium dengan spesifikasi intel SU 2300 untuk procesornya, dan dengan RAM 3 GB DDR3, serta kamera digital dengsn spesifikasi 14 pixel. Alat bantu lain berupa program Matlab R2013a dengan berbagai fasilitas toolbox yang membantu untuk perbandingan hasil penelitian ini, seperti toolbox signal processing .
digunakan untuk ekstraksi feature seperti halnya pada PCA.
3.2
Kriteria ini menghasilkan persamaan sebagai berikut:
S B SW
C Sb S w
1
(6)
solusi
dengan
(7)
Tahapan Penelitian Tahap-tahapan penelitian ini secara ringkas seperti digaram alir pada Gbr. 2.
(8)
2.5
Demensi Fraktal Fraktal memiliki dua arti yang saling berhubungan. Dalam penggunaan sehari-hari, fractal 439
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2014 (SENTIKA 2014) Yogyakarta, 15 Maret 2014
ISSN: 2089-9813
3.4 Pre-Processing : * Konversi RGB to Gray * Resize citra 92 x112
Database Wajah/ Telinga
Ekstraksi fitur Langkah selanjutnya setelah proses prapengolahan citra adalah ekstraksi ciri citra, pemrosesan ini untuk memperolah data ciri citra. Untuk ektraksi fitur dilakukan dengan tiga teknik yaitu principal Component analysis, Linier discriminant analysis dan fractal dimension, langkah pemrosesannya dicitrakan pada gambar 3. Gambar 4 dan menunjukkan hasil pemrosesan ekstraksi PCA+LDA.Gambar 5 dan table 1 menunjukkan hasil dari ekstraksi dimensi fractal.
Ekstraksi citra dgn: * PCA/LDA * Dimesi Fraktal
Pencocokan
Penggabungan
Ekstraksi dgn PCA
Ekstraksi dgn LDA
Keputusan
Ekstraksi dgn Fraktal
+
Gambar 2. Tahap-tahapan penelitian Data fitur/ciri
3.3
Pra-Pengolahan Tahap pra pengolahan bertujuan untuk memperbaiki keaadaan citra agar lebih memudahkan untuk proses pengolahan selanjutnya. Prapengolahan citra ini terdiri dari beberapa langkah diantaranya adalah:
Gambar 3. Proses penggabungan hasil ektraksi fitur
3.3.1 Konversi Citra RGB ke Grayscale Data citra berwarna secara umum lebih banyak ditemui dengan komposisi warna tiga dimensi, yang dikenal dengan format RGB (Red Green Blue). Demikian pula pada penelitian ini, data citra yang digunakan berformat RGB. Pengolahan citra awal pada sistem ini memerlukan konversi data citra menjadi format grayscale. Tujuannya adalah untuk mengkondisikan format citra agar sesuai dengan proses selanjutnya, yaitu proses segmentasi dengan metode thresholding. Untuk mengubah citra berwarna yang mempunyai nilai matrik masingmasing r, g dan b menjadi citra gray scale dengan nilai s, maka konversi dapat dilakukan dengan mengambil rata-rata dari nilai r, g dan b sehingga dapat dituliskan menjadi:
(a) (b) Gambar 4. (a) citra wajah sebelum ekstraksi. (b) Citra hasil setelah ekstraksi
(15) Citra grayscale didapat melalui pembobotan tiap komponen RGB. Langkah konversi ini adalah dengan cara menguraikan komponen RGB dari citra. 3.3.2 Pemotongan (cropping) Citra Tahapan berikutnya adalah pemotongan citra untuk menandai ROI (Region of Interest) sebagai data yang akan diteliti. Data citra yang diteliti diseragamkan dengan ukuran kebutuhan pada sistem ini, yaitu citra berukuran 92 piksel x 112 piksel, dan bisa disesuaikan berdasarkan kebutuhan.
Gambar 5. Grafik perhitungan dimensi fractal untuk citra
440
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2014 (SENTIKA 2014) Yogyakarta, 15 Maret 2014
Tabel 1. Nilai ciri hasil ekstraksi Demensi Fraktal dari beberapa citra Nama citra Hasil Fraktal DF 1.bmp 1.9079 2.bmp 1.7688 3.bmp 1.8567 4.bmp 1.7242 5.bmp 1.8046 6.bmp 1.7501
Dalam penelitian ini penggabungan dilakukan pada tingkat skor, dimana pada penggabungan pada tingkat keputusan setiap subsistem menentukan sendiri keputusan identifikasi dan semua hasil keputusan individu tadi digabungkan menjadi suatu keputusan umum dari sistem penggabungan.nilai yang msama atau lebih dengan nilai ambang merupakan keputusan yang sah. 4.
PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN Pengujian algoritma yang dilakukan menggunakan dua database citra yakni database telinga pada universitas Sains dan Teknologi Beijing ( USTB ) dan database wajah dari The ORL Database of Faces. Database citra telinga USTB-1 terdiri dari 175 citra telinga , tujuh citra per orang ( 25 orang ). Citra ini adalah 8 bit dengan di bawah kondisi pencahayaan yang berbeda. Untuk ORL Database merupakan database wajah yang terdiri dari 10 citra wajah dengan variasi yang berbeda dari 40 orang yang berbeda. Untuk beberapa orang ini, citra wajah yang diambil pada waktu yang berbeda, bervariasi pencahayaan sedikit, dengan ekspresi wajah (terbuka / tertutup mata, tersenyum / tidak tersenyum) dan rincian wajah (kacamata / tidak berkacamata). Semua citra diambil dengan latar belakang homogen gelap dan bagian wajah subjek yang kanan, posisi frontal (dengan toleransi untuk beberapa sisi gerakan). Uji coba terhadap perangkat lunak system identifikasi manusia yang dikembangkan ini dilakukan pada data citra wajah dan telinga yang telah di pre-processing. Setelah proses preprocessing, setiap citra wajah dan telinga dari satu subyek diberi penomoran kemudian disimpan dalam foldernya masing-masing, seperti yang terlihat pada Tabel 2 berikut ini.
3.5
Proses Pencocokan (matching) Proses Pencocokan dilakukan dengan membandingkan fitur citra pengujian dengan fitur citra dalam basis data. Hasil perbandingan ini berupa nilai kesamaan. Semakin tinggi nilai kesamaan, semangkin tinggi pula nilai keabsahan pengguna. Pencocokan dilakukan dengan menghitung jarak Euclidean ternormalisasi antara vector fitur query dengan vector fitur referensi. 3.5.1 Euclidean distance Euclidean distance (jarak Euclidean) adalah metrika yang paling sexing digunakan untuk menghitung kesamaan 2 vektor. jarak Euclidean menghitung akar dari kuadrat perbedaan 2 vektor (root ofsquare differences between 2 vectors). Rumus dari jarak Euclidian: √∑
(11)
3.5.2 Normalisasi Euclidean distance Jarak Euclidean ternormalisasi dari dua vector ciri u dan v adalah: ̅
(∑ ( ̅
̅) )
(12)
Dengan ̅
‖ ‖
̅
‖ ‖
(13)
Tabel 2. Penomoran citra wajah dan telinga dari subyek Nama Nama Citra Nama Citra Subyek Wajah Telinga Citra A 1.pgm 1.pgm Citra B 2.pgm 2.pgm Citra C 3.pgm 3.pgm … … …
‖ ‖ disebut norm dari v yang dinyatakan sebagai; ‖ ‖ [∑ ] ⁄ (14) 3.6
Proses penggabungan Ada tiga tingkat penggabungan (levels of fusion) pada biometrika multimodal, yaitu pada tingkat vektor ciri, skor dan tingkat abstrak; seperti yang akan dijelaskan berikut ini [18,10]: a. Penggabungan pada tingkat vektor ciri. Data dan setiap karakteristik biometrika digabungkan pada vektor ciri. b.
c.
ISSN: 2089-9813
Percobaan dilakukan pada komputer dengan processor dual core U2300 ( 1.2 GHz ) dan dengan.3GB RAM . MATLAB 8.1(R2013a ) versi revisi di windows ( 32-bit ). Gambar 6 menunjukkan hasil pengembangan perangkat lunak system identifikasi multimodal menggunakan biometrika wajah dan telinga.
Penggabungan pada tingkat skor (confidence or rank level). Skor dari setiap karakteristik biometrika diberi bobot (confidence value) untuk menentukan jawaban akhir sistem. Penggabungan pada tingkat abstrak (abstract level) atau tingkat keputusan (decision level). 441
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2014 (SENTIKA 2014) Yogyakarta, 15 Maret 2014
ISSN: 2089-9813
citra wajah dan telinga yang diuji pada 200 citra tingkat pengenalan rata-rata 98,5%. Ini menunjukkan bahwa dengan penggabungan citra wajah dan telinga tingkat pengenalan menjadi baik. 5.
KESIMPULAN Dalam makalah ini, pendekatan baru disajikan untuk sistem identifikasi dengan menggunakan biometrika wajah dan telinga manusia secara otomatis. Pendekatan ini terdiri dari tiga tahap seperti preprocessing, ekstraksi fitur dengan tiga pendekatan yakni dengan gabungan PCA, LDA dan Dimensi fractal, pencocokan dan pengambilan keputusan dengan nilai ambang yang dapat di atur. Hasil penelitian pada database wajah dan telinga menunjukkan bahwa teknik yang dikembangkan ini menghasilkan hasil baik yaitu dengan tingkat pengenalan 98,5%. Tingkat pengenalan lebih baik daripada pendekatan sebelumnya untuk pengenalan wajah dan telinga. Adapun untuk pengembangan penelitian ini di masa depan, pengujian pada database wajah dan telinga dengan objek yang lebih banyak lagi.
Gambar 6. Pengembangan perangkat lunak system identifikasi multimodal mengunakan biometrika wajah dan telinga Table 3 menunjukan tingkat keberhasilan pengenalan pada citra wajah pada database wajah ORL dan pengenalal citra telinga pada database telinga USTB. Rata rata pengenalan pada database wajah ORL 87.50% dan pengenalan pada database telinga USTB rata rata 97.14%. Pada penggabugan
Tabel 3. Tingkat keberhasilan pengenalan pada citra wajah dan telinga Jenis Citra Jumlah Citra yang Citra yang tak Citra teridentifikasi teridentifikasi Wajah Telinga Wajah/Telinga
400 175 200
Tingkat keberhasilan Pengenalan (%) 15 87.50% 5 97,14% 3 98,5% Dierk Schleicher. (2007). Hausdorff Dimension, Its Properties, and Its Surprises. In THE MATHEMATICAL ASSOCIATION OF AMERICA. Haijun Zhang. (2009). An overview of multi-modal Biometrics based on face and ear. Automation and Logistics, 2009. ICAL ’09. IEEE International Conference on, (Automation and Logistics,), 1705 – 1709. Iannarelli, A. (1989). Ear Identification,. Fremont, Paramont Publishing, 213. Islam, S.M.S. (2008). Fast and Fully Automatic Ear Detection Using Cascaded AdaBoost. Applications of Computer Vision, 2008. WACV 2008. IEEE Workshop on, 1 – 6. Kyong Chang. (2003). Comparison and combination of ear and face images in appearance-based biometrics. IEEE Trans. Pattern Analysis and Machine Intelligence, 25(9), 1160 – 1165. Lihong Zhao. (2008). Face Recognition Based on Fractal Dimension. Proceedings of the 7th World Congress on Intelligent Control and Automation, 6830 – 6833. Luciano, & A. Krzyzak. (2009). Automated multimodal biometrics using face and ear.
385 170 197
PUSTAKA
A.A. Darwish. (2009). Multimodal Face and Ear Images. Journal of Computer Science 5, 5, 374– 379. Arun Ross. (2004). Multimodal Biometrics: An Overview. Appeared in Proc. of 12th European Signal Processing Conference (EUSIPCO), 1221–1224. Belhumeur, P.N. (1997). Eigenfaces vs. Fisherfaces: recognition using class specific linear projection. Pattern Analysis and Machine Intelligence, IEEE Transactions on, 19(7), 711 – 720. Cadavid, S. (2009). Multi-modal biometric modeling and recognition of the human face and ear. Safety, Security & Rescue Robotics (SSRR), 2009 IEEE International Workshop on, 1 – 6. Choras, M. (2006). Geometrical Algorithms of Ear Contour Shape Representation and Feature Extraction. Intelligent Systems and Signal Processing (ISSP), 2013 International Conference on, 2, 451 – 456.
442
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2014 (SENTIKA 2014) Yogyakarta, 15 Maret 2014
International Conference on Image Analysis and Recognition 2009, 5627, 451–460. M. Choras. (2005). Ear biometrics based on geometrical feature extraction. Electronic Letters on Computer Vision and Image Analysis, 5, 84– 95. Mahoor, M.H. (2009). Multi-modal ear and face modeling and recognition. Image Processing (ICIP), 2009 16th IEEE International Conference on, 4137 – 4140. Pun, K.H. (2004). Recent advances in ear biometrics. Automatic Face and Gesture Recognition, 2004. Proceedings. Sixth IEEE International Conference on, 164 – 169. T.C. Sabareeswari. (2010). Identification of a Person using Multimodal Biometric System. International Journal of Computer Applications, 3 – No.9, 12 – 16. Xiaona Xu. (2007). Multimodal Recognition Based on Fusion of Ear and Profile Face. Image and Graphics, 2007. ICIG 2007. Fourth International Conference on, 598 – 603. Xiuqin Pan. (2008). The study of multimodal recognition based on ear and face. Audio, Language and Image Processing, 2008. ICALIP 2008. International Conference on, 385 – 389.
443
ISSN: 2089-9813