PENDIDIKAN PROFESI GURU PROGRAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
Pengembangan Program Pendidikan Anak Usia Dini
Oleh : Ika Budi Maryatun, M.Pd Nur Hayati, M.Pd
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU – PENDIDIK ANAK USIA DINI 2010
Kata Pengantar
Kami panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan berkah dan karunia-Nya, sehingga modul Program Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini untuk keperluan PPG ini dapat diselesaikan tersusun. Modul ini disusun guna memberi panduan pelaksanaan pembelajaran PPG yang akan dilaksanakan bagi guru-guru yang akan menempuh program profesi. Karenanya diperlukan panduan pembelajaran sebagai pegangan pelatihan agar pembalajaran lebih terarah pada pelaksanaan pendidikan anak usia dini. Modul ini berisi berbagi program untuk melaksanakan pendidikan anak usia dini, terdiri dari filosofi, pendekatan, kurikulum dan praktek pengembangannya, hingga pembuatan Satuan Kegiatan Harian sebagai praktek pelaksanaan pendidikan. Besar harapan kami, modul ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, terutama pendidik anak usia dini di segala lini. Saran dan masukan yang membangun dari berbagai pihak sangat kami harapkan demi perbaikan di masa yang akan datang
Yogyakarta, 2010
Penulis
2
Daftar Isi Hal COVER -------------------------------------------------------------------------------
1
KATA PENGANTAR --------------------------------------------------------------
2
DAFTAR ISI -------------------------------------------------------------------------
3
PENDAHULUAN -------------------------------------------------------------------
5
BAB I FILOSOFI PAUD A. Filosofi Pendidikan a. Parentalisme -----------------------------------------------------------
6
b. Essensialisme ---------------------------------------------------------
9
c. Progressivisme --------------------------------------------------------
12
d. Reconstructionisme --------------------------------------------------
16
e. Pragmatisme ----------------------------------------------------------
19
B. Filosofi dan Filsuf PAUD a. Ki Hajar Dewantoro --------------------------------------------------
22
b. Martin Luther ----------------------------------------------------------
23
c. John Amos Comenius -----------------------------------------------
24
d. John Lock --------------------------------------------------------------
26
e. Jean Jacques Rousseau -------------------------------------------
26
f. Johann Heinrich Pestalozzi ----------------------------------------
27
g. Frederich Wilhelm Froebel -----------------------------------------
29
h. Maria Montessori -----------------------------------------------------
30
i.
Jean Piaget ------------------------------------------------------------
33
j.
Lev Vygotsky ----------------------------------------------------------
34
k. John Dewey ------------------------------------------------------------
36
l.
38
Howard Gardner ------------------------------------------------------
BAB II PENDEKATAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI A. Model Pendidikan Anak Usia Dini ------------------------------------
41
3
B. Pendekatan Pendidikan Anak Usia Dini a. Montessori -------------------------------------------------------------
42
b. Bank Street ------------------------------------------------------------
43
c. High/Scope ------------------------------------------------------------
45
d. Kurikulum Kreatif ----------------------------------------------------
47
e. Regio Emilia ----------------------------------------------------------
50
f. Project-Based --------------------------------------------------------
53
g. BCCT -------------------------------------------------------------------
54
BAB III KURIKULUM PENDIDIKAN ANAK USIA DINI A. Pengertian Kurikulum ----------------------------------------------------
56
B. Kurikulum Pendidikan Nasional ---------------------------------------
57
C. Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum -------------------------
58
D. Model-Model Kurikulum ------------------------------------------------
62
BAB IV PENGEMBANGAN KEGIATAN PEMBELAJARAN A. Perencanaan Semester ------------------------------------------------
67
B. Perencanaan Mingguan -------------------------------------------------
68
C. Perencanaan Harian -----------------------------------------------------
70
BAB V PRAKTIKUM --------------------------------------------------------------
72
BAB VI KESIMPULAN ------------------------------------------------------------
74
Daftar Pustaka ----------------------------------------------------------------------
76
4
PENDAHULUAN
Program pembelajaran telah diwarnai reformasi kurikulum dalam kurun waktu 34 tahun telah melahirkan berbagai jenis dan pendekatan kurikulum. Selama kurun waktu tersebut, sudah mengalami beberapa kali perubahan dan perbaikan kurikulum. Kurikulum 1975 dikembangkan untuk memperbaharui kurikulum 1968, kurikulum 1984 dikembangkan untuk memperbaiki kurikulum 1975, kurikulum 1994 dikembangkan untuk memperbaiki kurikulum 1984, dan kurikulum 2001 dikembangkan untuk memperbaiki dan memperbaharui kurikulum 1994, hingga akhirnya disempurnakan lagi dalam kurikulum 2004. Jika dikaji dari segi waktu, perubahan dan perbaikan kurikulum sepanjang waktu tersebut bisa dianggap wajar seiring dengan perubahan yang terjadi. Tetapi ketidakwajaran muncul tatkala perubahan dan perbaikan kurikulum tersebut tidak berdampak pada peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat, bahkan terjadi sebaliknya dimana hasil pendidikan menurun kualitasnya. Berbagai upaya telah banyak dilakukan, namun hasil yang diperoleh sampai saat ini belumlah menggembirakan. Salah satu upaya yang saat ini sedang dilakukan adalah reformasi kurikulum persekolahan yang dikembangkan dengan menekankan pada pencapaian kompetensi sebagai dasar dalam pencapaian target kurikulum yang dinamakan KBK. Perubahan ini diusahakan dari tingkat yang paling dasar, yaitu dunia pendidikan anak usia dini. Mutu PAUD menentukan kualitas SDM Indonesia di masa mendatang, karenanya perubahan kurikulum juga dilakukan dari tingkat usia dini. Kurikulum disusun harus memperhatikan seluruh potensi anak agar dapat berkembang optimal dengan memadukan seluruh aspek pengembangan. Dalam modul ini akan diberikan gambaran bagi pelaksanaan program pembelajaran PAUD yang sesuai dengan kebutuhan pengguna pendidikan dan lingkungan pendidikan yang ada di Indonesia. Modul memuat kurikulum, model, dan pendekatan yang dapat dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran PAUD. 5
BAB I FILOSOFI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
Pelaksanaan pendidikan tidak serta merta dijalankan tanpa menganut pandangan tertentu hanya mengandalkan keadaan saja. Pendidikan akan memiliki arah, tujuan dan pelaksanaan yang baik jika dari awal telah direncanakan secara matang. Filosofi merupakan salah satu hal yang harus dijadikan pijakan ketika akan menyelenggarakan pendidikan agar arah pelaksanaannya sistematis dan sesuai dengan tuntutan lingkungan. Filososi pendidikan mengacu pada aspekaspek filosofi dan pemikiran beberapa filsuf PAUD yang ada, baik Indonesia maupun luar.
A. FILOSOFI PENDIDIKAN 1. Parentalisme Filosofi parentalisme bertujuan mengajarkan nilai-nilai luhur nenek moyang yang pernah ada. Nilai-nilai tersebut tentu sesuai dengan budaya dan adat istiadat penduduk setempat dimana sebuah sekolah akan didirikan. Jika sekolah menganut filosofi parentalisme maka kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan tidak menyimpang dari nilai-nilai budaya masyarakat sekitar. Filosofi ini banyak dianut oleh kurikulum yang berbasis budaya setempat. Filosofi parentalisme menggunakan kata-kata petuah di dalam semboyannya. Petuah tersebut mengandung ajaran luhur dari nenek moyang terdahulu dengan harapan dapat diterapkan di sekolah dan mengakar pada anak didiknya. Perilaku yang dicapai oleh anak didik akan menjadi cermin keberhasilan filosofi parentalisme ini. Aliran parentalisme dikembangkan di zaman kehidupan modern ini berawal dari kondisi krisis diberbagai bidang kehidupan manusia, terutama dalam bidang pendidikan. Untuk mengembalikan keadaan krisis ini, maka perenialisme memberikan jalan keluar yaitu berupa kembali kepada 6
kebudayaan masa lampau yang dianggap cukup ideal dan teruji ketangguhannya. Untuk itulah pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya kepada kebudayaan ideal. Parentalisme memberikan sumbangan yang berpengaruh baik teori maupun praktek bagi kebudayaan dan pendidikan zaman sekarang. Parentalisme merupakan aliran filsafat yang susunannya mempunyai kesatuan, di mana susunannya itu merupakan hasil pikiran yang memberikan kemungkinan bagi seseorang untuk bersikap yang tegas dan lurus. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Perenialisme sebagai satu pandangan hidup yang bcrdasarkan pada sumber kebudayaan dan hasil-hasilnya. Tokoh-tokoh yang mengembangkan
parentalisme antara lain,
Aristoteles sebagai pendiri utama aliran Perenialisme yang dudukung oleh St. Thomas Aquinas. Parentalisme memandang bahwa kepercayaankepercayaan aksiomatis zaman kuno dan abad pertengahan perlu dijadikan dasar penyusunan konsep filsafat dan pendidikan zaman sekarang. Simbol dari sifat ini terletak pada peranan akal yang karenanya, manusia dapat mengerti dan memaham'i kebenaran-kebenaran yang fenomenal maupun yang bersendikan religi (Bamadib, 1990:64-65). Jadi aliran parentalisme dipakai untuk program pendidikan yang didasarkan atas pokok-pokok aliran Aristoteles dan S.T Thomas Aquinas.
Pandangan Parentalisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan Ilmu pengetahuan merupakan filsafat yang tertinggi menurut parentalisme, karena dengan ilmu pengetahuanlah seseorang dapat berpikir secara induktif yang bersifat analisa. Jadi dengan berpikir maka kebenaran itu akan dapat dihasilkan melalui akal pikiran. Menurut parentalisme penguasaan pengetahuan mengenai prinsip-prinsip pertama adalah modal bagi seseorang untuk mengembangkan pikiran dan kecerdasan. Prinsipprinsip pertama mampu mempunyai pemahaman sedemikian, karena telah 7
memiliki evidensi diri sendiri. Dengan pengetahuan, bahan penerangan yang
cukup,
orang
akan
mampu
mengenal
faktor-faktor
dengan
pertautannya masing-masing memahami problema yang perlu diselesaikan dan berusaha untuk mengadakan penyelesaian masalahnya. Dengan demikian ia telah mampu mengembangkan suatu paham. Anak didik menurut parentalisme diharapkan mampu mengenal dan mengembangkan karya-karya para tokoh masa lampau yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental. Dengan memahami buah pikir tokoh-tokoh dalam bidangnya masing-masing dan peristiwa sebenarnya dimasa lampau, maka anak akan mengetahui apa yang terjadi pada masa lampau sebagai bahan pertimbangan (reverensi) zaman sekarang. Tugas utama pendidikan adalah mempersiapkan anak didik ke arah kematangan. Matang dalam arti hidup akalnya. Jadi akal inilah yang perlu mendapat tuntunan ke arah kematangan tersebut. Sekolah rendah memberikan
pendidikan
dan
pengetahuan
serba
dasar.
Dengan
pengetahuan yang tradisional seperti membaca, menulis dan berhitung anak didik memperoleh dasar penting bagi pengetahuan-pengetahuan yang lain.
Sekolah
sebagai
tempat
utama
dalam
pendidikan
yang
mempersiapkan anak didik ke arah kemasakan melalui akalnya dengan memberikan pengetahuan. Faktor keberhasilan kematangan anak dalam intelektualnya sangat tergantung kepada guru, dalam arti orang yang telah mendidik dan mengajarkan. Pada tingkat pendidikan selanjutnya, Robert Hutchkins (Jalaluddin dan Idi:1997) menyatakan bahwa pendidikan tinggi sekarang ini hendaklah berdasarkan pada filsafat metafisika yaitu filsafat yang berdasarkan cinta intelektual dari Tuhan. Melalui kurikulum, proses belajar perlu disesuaikan dengan sifat tiap individu, dengan demikian diharapkan dari setiap
diri
individu tersebut terbentuk atas dasar landasan kejiwaan yang hakiki.
8
2. Essensialisme Filosofi essensialisme diambil mengacu pada aspek “apa” saja yang penting untuk diajarkan pada anak didik di suatu sekolah. Filosofi memilih “apa” yang penting untuk dikuasai anak didik sehingga tujuan pembelajaran di sekolah akan bermanfaat bagi kehidupan anak di masyarakat. “Apa” yang penting tersebut tidak hanya berkaitan dengan kehidupan akademik anak, tetapi juga hal-hal yang diperlukan anak di masyarakat dan lingkungan. UNESCO memaparkan “apa” yang penting untuk dikuasai anak didik saat ini yang disebut dengan 21st century skill and literacy. 21st century skill and literacy tersebut antara lain dijabarkan berikut : a. Basic Skill (Kemampuan Dasar). Kemampuan dasar sekolah seorang anak didik terdiri dari kemampuan-kemampuan akademik, seperti membaca, menulis, dan berhitung. Kemampuan dasar ini di Indonesia digunakan untuk memberantas 3B, yaitu buta aksara, buta bahasa, dan buta angka. b. Communication Skill (Kemampuan Berkomunikasi). Komunikasi yang dimaksud tidak sekedar komunikasi lisan dalam bentuk bicara saja. Komunikasi yang dimaksud di sini adalah komunikasi menggunakan teknologi seperti komputer dan internet. c. Critical & Creative Thinking Skill (Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif). Kemampuan ini perlu dilatihkan pada anak didik agar anak terbiasa untuk berpikir kreatif, logis, dan responsif terhadap lingkungan. Berpikir kreatif memabntu anak menyelesaikan segala masalah dengan berbagai cara tidak tergantung pada cara yang sama yang diajarkan orang tua atau guru . berpikir logis membiasakan anak didik menggunakan logikanya dalam menyikapi berbagai masalah sehingga tidak mudah terbawa emosi negatif. Responsif dapat digunakan untuk membiasakan anak didik untuk menyikapi berbagai hal yang terjadi di sekitarnya, tidak menjadi seorang yang apatis.
9
d. Information
Digital
Literacy
(Penggunaan
Informasi
Digital).
Perkembangan teknologi saat ini bertujuan memudahkan kehidupan manusia. Karenanya anak didik sudah mulai dibiasakan menggunakan dan memanfaatkan teknologi yang ada seperti komputer, telepon, dan internet untuk menunjang kegiatan sekolah hingga memanfaatkannya dalam kehidupan. e. Inquiry
Reasoning
Skill
(Keterampilan
Menganalisa).
UNESCO
memasukkan unsur kemampuan anak didik dalam menganalisa suatu hal bertujuan agar anak tidak sekedar mengerjakan suatu hal juga memperkirakan kebermanfaatan kegiatan yang dilakukannya tersebut untuk dirinya. Orang tua dan guru juga harus mampu memberikan kegiatan yang menantang pemikiran anak untuk menganalisa, bukan kegiatan yang sekedar untuk diselesaikan tanpa analisa. f. Interpersonal Skill (Kemampuan Interpersonal). Anak pintar di bidang akademik, tidak menjamin nantinya akan sukses di kehidupan bermasyarakat. Karenanya diperlukan kemampuan berhubungan dan bersosialisasi dengan orang lain di lingkungannya. Kemampuan interpersonal ini mengajarkan pada anak bagaimana cara bergaul. Kemampuan ini dapat dipelajari hanya jika anak diberi kesempatan untuk bergaul. Pergaulan akan memberikan kesempatan pada anak untuk mempelajari sikap toleransi dan kerjasama. g. Multicultural/Multilingual Literacy (Kemampuan Multikultural). Manusia di dunia sangat beragam, berbeda budaya dan kehidupan. Kemampuan multikultural yang dimaksud merupakan kemampuan dalam memaklumi dan menerima budaya serta kehidupan yang beragam tersebut. Anak harus diajarkan bagaimana menghargai budaya orang atau negara lain. h. Problem Solving (Pemecahan Masalah). Problem solving merupakan kemampuan dalam menyelesaikan permasalahan hidup anak. Problem solving
mengajarkan
permasalahannya,
baik
pada
anak
yang
bersifat
bagaimana akademik
memecahkan maupun
sosial. 10
Permasalahan akademik anak misalnya adalah matematika, bahasa, sains,
dan
seni.
Sedangkan
permasalahan
sosial
terdiri
dari
pengembangan aspek sosial-emosional, interaksi sosial, etika, serta norma. i.
Technological Skill (Keterampilan Menggunakan Teknologi). Teknologi yang akan dimanfaatkan anak akan sangat beragam di masyarakat, tidak
sekedar
teknologi
pendidikan.
Teknologi
saat
ini
sudah
berkembang memenuhi kebutuhan berbagai aspek kehidupan manusia, mulai dari rumah tangga, pertanian, perdagangan, perikanan dan sebagainya. Teknologi-teknologi tersebut harus dikuasai anak didik agar nantinya tidak terlindas jaman. Esensialisme pertama-tama muncul dan merupakan reaksi terhadap simbolisme
mutlak
dan
dogmatis
abad
pertengahan.
Tokoh-tokoh
Esensialisme antara lain: (1) George Wilhelm Friedrich Hegel (1770–1831) dan (2) George Santayana. George Santayana mengakui bahwa pribadi secara aktif bersifat menentukan nilai-nilai itu atas dirinya sendiri (memilih, melaksanakan). Esensialisme pertama-tama muncul dan merupakan reaksi terhadap simbolisme mutlak dan dogmatis abad pertengahan. Maka, disusunlah konsep yang sistematis dan menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta, yang memenuhi tuntutan zaman.
Pandangan Esensialisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan Immanuel Kant berpendapat bahwa segala pengetahuan yang dicapai oleh manusia melalui indera merperlukan unsur apriori, yang tidak didahului oleh pengalaman lebih dahulu. Bila orang berhadapan dengan benda-benda, tidak berarti bahwa mereka itu sudah mempunyai bentuk, ruang dan ikatan waktu. Bentuk, ruang dan waktu sudah ada pada budi manusia sebelum ada pengalaman atau pengamatan. 11
Dengan
mengambil
landasan
pikir
tersebut,
belajar
dapat
didefinisikan sebagai jiwa yang berkembang pada sendirinya sebagai substansi spiritual. Jiwa membina dan menciptakan diri sendiri. Jadi belajar adalah menerima dan mengenal secara sungguh-sungguh nilai-nilai social yang baru diketahui untuk ditambah atau dikurangi dan di teruskan pada tingkatan berikutnya. Pandangan Essensialisme mengenai kurikulum (Sugiyarti:2008) bahwa hendaknya kurikulum itu bersendikan alas fundamen tunggal, yaitu watak manusia yang ideal dan ciri-ciri masyarakat yang ideal. Kegiatan dalam pendidikan perlu disesuaikan dan ditujukan kepada yang serba baik. Atas ketentuan ini kegiatan atau keaktifan anak didik tidak terkekang. Kurikulum hendaklah diusahakan agar faktor-faktor fisik, fisiologi, emosional dan ientelektual sebagai keseluruhan, dapat berkembang harmonis dan organis, sesuai dengan kemanusiaan ideal. Robert Ulich (Jalaluddin dan Idi:1997) berpendapat bahwa meskipun pada hakikatnya kurikulum disusun secara fleksibel karena perlu mendasarkan atas pribadi anak, fleksibilitas tidak tepat diterapkan pada pemahaman mengenai agama dan alam semesta. Untuk ini perlu diadakan perencanaan dengan keseksamaan dan kepastian.
3. Aliran Progresivisme Filosofi progressivisme didukung oleh John Dewey dan Kilpatrick, tokoh-tokoh dalam bidang pendidikan. Filosofi ini beraggapan pendidikan tidak sekedar ada di lembaga sekolah, namun filofosi progressivisme juga beranggapan bahwa pendidikan adalah kehidupan. Sekolah tidak sekedar mengajarkan keterampilan akademik, tetapi juga berfungsi untuk membantu anak didik tumbuh dan berkembang. Tumbuh dapat dioptimalkan dengan memberikan aktivitas langsung yang dikerjakan anak melalui aktivitas fisik. Kembang dapat diberikan melalui stimulasi berbagai aspek perkembangan anak menggunakan 12
metode yang menarik minat anak. Pembelajaran dapat menggunakan semua informasi yang ada di lingkungan. Aliran progressivisme mengakui dan berusaha mengembangkan asas progresivisme dalam semua realita, terutama dalam kehidupan adalah tetap survive terhadap semua tantangan hidup manusia, harus praktis dalam melihat segala sesuatu dari segi keagungannya. Progresivisme (Jalaluddin dan Idi:1997) berkaitan dengan manusia
sebagai
alat
untuk
hidup,
untuk
kemampuan intelegensi kesejahteraan,
untuk
mengembangkan kepribadian manusia. Progressivisme juga dinamakan eksperimentalisme, karena aliran tersebut menyadari dan mempraktekkan asas eksperimen untuk menguji kebenaran suatu teori serta bersifat environmentalisme karena aliran ini menganggap lingkungan hidup itu mempengaruhi pembinaan kepribadian seseorang. Tokoh-tokoh dalam aliran progresivisme (Jalaluddin dan Idi: 1997) antara lain John Dewey, William Kilpatrick, George Count, dan Harold Rugg diawal abad 20. Progresvisme merupakan pendidikan yang berpusat pada siswa dan memberi penekanan lebih besar pada kreativitas, aktivitas, belajar "naturalistik", hasil belajar "dunia nyata" dan juga pengalaman teman sebaya. Progressivisme merupakan aliran filsafat yang lahir di Amerika Serikat sekitar abad ke-20 (Made Pidarta:1997). John S. Brubaeher, mengatakan bahwa filsafat progressivisme bermuara pada aliran filsafat pragmatisme yang di perkenalkan oleh William James (1842-1910) dan John Dewey (1885-1952), yang menitikberatkan pada segi manfaat bagi hidup praktis. Filsafat progressivisme dipengaruhi oleh ide-ide dasar filsafat pragmatisme di mana telah memberikan konsep dasar dengan azas yang utama yaitu manusia dalam hidupnya untuk terus survive (mempertahankan hidupnya) terhadap semua tantangan, dan pragmatis memandang sesuatu dari segi manfaatnya. Oleh karena itu filsafat progresivisme tidak mengakui kemutlakan kehidupan, menolak absolutisme dan otoriterisme dalam segala 13
bentuknya. Dengan demikian filsafat progresivisme menjunjung tinggi hak asasi individu dan menjunjung tinggi akan nilai demokratis. Sehingga progresivisme dianggap sebagai The Liberal Road of Cultlire (kebebasan mutlak menuju kearah kebudayaan) maksudnya nilai-nilai yang dianut bersifat fleksibel terhadap perubahan, toleran dan terbuka (open minded). Progressivisme penganutnya
untuk
(Sugiyarti:2008) selalu
bersikap
menuntut penjelajah,
pribadi-pribadi peneliti,
guna
mengembangkan pengalamannya. Mereka harus memiliki sikap terbuka dan berkemauan baik sambil mendengarkan kritik dan ide-ide lawan sambil memberi kesempatan kepada mereka untuk membuktikan argument tersebut. Tampak filsafat progresivisme menuntut kepada penganutnya untuk selalu progres (maju) bertindak secara konstruktif, inovatif dan reformatif), aktif serta dinamis. Untuk mendapatkan perubahan itu manusia harus memiliki pandangan hidup di mana pandangan hidup yang bertumpu pada sifat-sifat: fleksibel (tidak kaku, tidak menolak perubahan, tidak terikat oleh doktrin tertentu), curious (ingin mengetahui dan menyelidiki), toleran dan open minded (punya hati terbuka). Menurut Jalaluddin dan Idi (1997) filsafat progresivisme menaruh kepercayaan terhadap kekuatan alamiah manusia, kekuatan yang diwarisi manusia sejak lahir (man's natural powers). Maksudnya adalah manusia sejak lahir telah membawa bakat dan kemampuan (predisposisi) atau potensi (kemampuan) dasar terutama daya akal (inteligensi) sehingga dengan daya akalnya manusia akan dapat mengatasi segala problematika hidupnya, baik itu tantangan, hambatan, ancaman maupun gangguan yang timbul dari lingkungan hidupnya. Pendapat tersebut mengandung makna bahwa intelegensi merupakan kemampuan problem solving dalam segala situasi baru atau yang mengandung masalah.
14
Pandangan Progressivisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan Aliran filsafat progresivisme telah memberikan sumbangan yang besar di dunia pendidikan pada abad ke-20, di mana telah meletakkan dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada anak didik. Anak didik diberikan kebebasan baik secara fisik maupun cara berpikir, guna mengembangkan bakat dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya, tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain, Oleh karena itu filsafat progressivisme tidak menyetujui pendidikan yang otoriter, sebab pendidikan otoriter akan mematikan tunas-tunas para pelajar untuk hidup sebagai pribadi-pribadi yang gembira menghadapi pelajaran. Dan sekaligus mematikan daya kreasi baik secara fisik maupun psikis anak didik. Adapun filsafat progresivisme memandang tentang kebudayaan bahwa budaya sebagai hasil budi manusia, dikenal sepanjang sejarah sebagai milik manusia yang tidak beku, melainkan selalu berkembang dan berubah. Untuk itu pendidikan sebagai alat untuk memproses dan merekonstruksi kebudayaan baru haruslah dapat menciptakan situasi yang edukatif yang pada akhimya akan dapat memberikan warna dan corak dari output (keluaran) yang dihasilkan sehingga keluaran yang dihasilkan (anak didik) adalah manusia-manusia yang berkualitas unggul, berkompetitif, insiatif, adaptif dan kreatif sanggup menjawab tantangan zamannya. Penerapan
aliran
progressivisme
dalam
dunia
pendidikan
memerlukan kurikulum yang berpusat pada pengalaman atau kurikulum eksperimental, yaitu kurikulum yang menekannkan bahwa apa yang diperoleh anak didik selama di sekolah akan dapat diterapkan dalam kehidupan nyatanya. Dengan metode pendidikan "Belajar Sambil Berbuat" (Learning by doing) dan pemecahan masalah (Problem solving) dengan langkah-langkah menghadapi problem, mengajukan hipotesa. Dengan berpijak dari pandangan di atas maka sangat jelas sekali bahwa filsafat progresivisme bermaksud menjadikan anak didik yang memiliki kualitas dan
15
terus maju (progress) sebagai generasi yang akan menjawab tantangan zaman peradaban baru. Menurut aliran progressivisme (Sugiyarti:1997) sekolah yang ideal adalah sekolah yang isi pendidikannya berintegrasi dengan lingkungan sekitar. Artinya sekolah adalah bagian dari masyarakat. Untuk itu sekolah harus dapat mengupayakan pelestarian karakteristik atau kekhasan lingkungan sekolah sekitar atau daerah di mana sekolah itu berada. Untuk dapat melestarikan usaha ini, sekolah harus menyajikan program pendidikan yang dapat memberikan wawasan kepada anak didik tentang apa yang menjadi karakteristik atau kekhususan daerah itu. Perlu diketahui bahwa sekolah bukan hanya berfungsi sebagai transfer of knowledge (pemindahan pengetahuan) akan tetapi sekolah juga berfungsi sebagai transfer of value atau pemindahan nila nilai, sehingga anak menjadi trampil dan berintelektual baik secara fisik maupun psikis. Sekolah sebagai wiyata mandala (lingkungan pendidikan) sebagai wadah pembinaan dalam pendidikan anak-anak didik dalam rangka menumbuh kembangkan segenap potensi-potensi baik itu bakat, minat dan kemampuan-kemampuan lain agar berkembang secara maksimal. Guru sebagai pendidik bertanggung jawab akan tugas pendidikannya. Seluruh aktivitas-aktivitas
yang
dijalankan
guru
harus
diperuntukkan
untuk
kepentingan anak didik. John Dewey (Jalaluddin dan Idi: 1997) ingin mengubah hambatan dalam demokrasi pendidikan dengan jalan: (1) Memberi kesempatan murid untuk belajar perorangan; (2) Memberi kesempatan murid untuk belajar melalui pengalaman; (3). Memberi motivasi, dan bukan perintah; (4) Mengikut sertakan murid di dalam setiap aspek kegiatan belajar yang merupakan kebutuhan pokok anak; (5) Menyadarkan murid bahwa hidup itu dinamis. Dari
uraian
di
atas,
dapatlah
diambil suatu
konklusi
asas
progresivisme dalam belajar bertitik tolak dari asumsi bahwa anak didik 16
bukan manusia kecil, tetapi manusia seutuhnya yang mempunyai potensi untuk berkembang, setiap anak didik berbeda kemampuannya, individu atau anak didik adalah insan yang aktif kreatif dan dinamis dan anak didik punya motivasi untuk memenuhi kebutuhannya.
4. Reconstructionisme Filosofi reconstructionisme percaya bahwa pengetahuan anak dibangun dari berbagai aktivitas yang dilakukannya. Sekolah yang menganut filosofi reconstructionisme memiliki fungsi ganda, yaitu fungsi psikologis dan sosial. Fingsi psikologis sekolah bertujuan mengembangkan pikiran, keterampilan, dan perilaku anak. Sementara fungsi sosial bertujuan kemampuan berinteraksi dalam masyarakat karena sifat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup seorang diri. Pikiran dan keterampilan anak dapat dikembangkan jika diberikan melalui kegiatan langsung, di mana anak mendapat pengalaman langsung dari aktivitas yang dilakukannya. Anak tidak dibiasakan menerima dikte dari orang tua dan guru yang akan membutukan proses pemerolehan pengetahuan berpikir dan keterampilannya. Prilaku dapat dikembangkan melalui pembiasaan. Prilaku akan tertanam dengan baik jika diajarkan menggunakan model, bukan instruksi. Prilaku yang akan dibiasakan harus dikerjakan orang dewasa terlebih dahulu agar anak dapat melihat dan mencontohnya. Reconstructionisme berasal dari kata rekonstruct yang berarti menyusun
kembali.
Dalam
konteks
filsafat
pendidikan,
aliran
reconstructionisme adalah suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Aliran reconstructionisme, pada prinsipnya, sepaham dengan aliran parentalisme, yaitu hendak menyatakan krisis kebudayaan modern. Kedua aliran tersebut (reconstructionisme dan parentalisme), memandang bahwa keadaan sekarang merupakan zaman yang mempunyai 17
kebudayaan
yang
terganggu
oleh
kehancuran,
kebingungan
dan
kesimpangsiuran. Prinsip yang dimiliki oleh aliran reconstructionisme tidaklah sama dengan prinsip yang dipegang oleh aliran parentalisme. Keduanya mempunyai visi dan cara yang berbeda dalam pemecahan yang akan ditempuh untuk mengembalikan kebudayaan yang serasi dalam kehidupan. Aliran parentalisme memilih cara tersendiri, yakni dengan kembali ke alam kebudayaan lama atau dikenal dengan regressive road culture yang mereka anggap paling ideal. Sementara itu aliran reconstructionisme menempuhnya dengan jalan berupaya membina suatu konsensus yang paling luas dan mengenai tujuan pokok dan tertinggi dalam kehidupan umat manusia. Untuk mencapai tujuan tersebut, reconstructionisme berupaya mencari kesepakatan antar sesama manusia atau orang, yakni agar dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu tatanan dan seluruh lingkungannya. Maka, proses dan lembaga pendidikan dalam pandangan rekonstruksionisme perlu merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang baru, untuk mencapai tujuan utama terse but memerlukan kerjasama antar umat manusia. Tokoh-tokoh reconstructionisme dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil. Beberapa tokoh dalam aliran ini: Caroline Pratt,
George
Count,
HaroldRugg.
Reconstructionisme
merupakan
kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasarkan atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada sekarang.
Pandangan
Rekonstruksionisme
dan
Penerapannya
di
Bidang
Pendidikan Aliran reconstructionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas semua umat manusia atau bangsa. Karenanya 18
pembinaan kembali daya intelektual dan spiritual yang sehat akan membina kembali manusia melalui pendidikan yang tepat atas nilai dan norma yang benar pula demi generasi sekarang dan generasi yang akan datang, sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia. Aliran reconstructionisme ini memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu dunia yang diatur, diperintah oleh rakyat secara demokratis dan bukan dunia yang dikuasai oleh golongan tertentu. Pada prinsipnya, aliran reconstructionisme memandang bahwa alam nyata ini mengandung dua macam hakikat sebagai asal sumber yakni hakikat materi dan hakikat rohani. Namun demikian, meskipun filsafat dan ilmu berkembang ke arah yang lebih sempurna, tetap disetujui bahwa kedudukan filsafat lebih tinggi dibandingkan ilmu pengetahuan.
5. Aliran Pragmatisme Pragmatisme adalah aliran pemikiran yang memandang bahwa benar tidaknya suatu ucapan, dalil, atau teori, semata-mata bergantung kepada berfaedah atau tidaknya ucapan, dalil, atau teori tersebut bagi manusia untuk bertindak dalam kehidupannya (Made Pidarta:1997). Ide ini merupakan budaya dan tradisi berpikir pada umumnya, yang lahir sebagai sebuah upaya intelektual untuk menjawab problem-problem yang terjadi pada awal abad ini. Tokoh-tokoh dalam Aliran Pragmatisme antara lain William James (1842 - 1910) dari Amerika Serikat. Menurut James, benar tidaknya suatu ucapan, dalil atau teori semata-mata bergantung pada manusia dalam bertindak. Tokoh Pragmatisme selanjutnya adalah Charles S. Pierce (18391914) yang berpendapat tentang doktrin. Tokoh sentral yang sangat berjasa dalam pengembangan pragmatisme pendidikan adalah John Dewey (18591952). Pragmatisme Dewey merupakan sintensis pemikiran-pemikiran Charles S. Pierce dan William James. Dewey mencapai popularitasnya di bidang logika, etika epistemology, filsafat politik, dan pendidikan. 19
Perkembangan aliran Pragmatisme tak dapat dilepaskan dari keberadaan dan perkembangan ide-ide sebelumnya di Eropa, sebagaimana tak bisa diingkari pula adanya pengaruh dan imbas baliknya terhadap ideide yang dikembangkan lebih lanjut di Eropa. Pragmatisme, telah menjadi semacam ruh yang menghidupi tubuh ide-ide dalam ideologi kapitalisme, yang telah disebarkan Barat ke seluruh dunia melalui penjajahan dengan gaya lama maupun baru. Istilah Pragmatisme berasal dari kata Yunani pragma yang berarti perbuatan (action) atau tindakan (practice). Isme di sini sama artinya dengan isme-isme lainnya, yaitu berarti aliran atau ajaran atau paham. Dengan demikian Pragmatisme itu berarti ajaran yang menekankan bahwa pemikiran itu menuruti tindakan. Pragmatisme memandang bahwa kriteria kebenaran ajaran adalah “faedah” atau “manfaat”. Suatu teori atau hipotesis dianggap oleh Pragmatisme benar apabila membawa suatu hasil. Dengan kata lain, suatu teori itu benar kalau berfungsi (if it works). Dengan demikian Pragmatisme dapat dikategorikan dalam teori kebenaran (theory of truth), sebagaimana yang nampak menonjol dalam pandangan William James, terutama dalam bukunya The Meaning of The Truth (1909). James mengartikan kebenaran itu harus mengandung tiga aspek. Pertama, kebenaran itu merupakan suatu postulat, yakni semua hal yang di satu sisi dapat ditentukan dan ditemukan berdasarkan pengalaman, sedang di sisi lain, siap diuji dengan perdebatan atau diskusi. Kedua, kebenaran merupakan suatu pernyataan fakta, artinya ada sangkut pautnya dengan pengalaman. Ketiga, kebenaran itu merupakan kesimpulan yang telah diperumum (digeneralisasikan) dari pernyataan fakta.
Pandangan Pragmatisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan Pemikiran John Dewey banyak dipengaruhi oleh teori evolusi Charles Darwin (1809-1882) yang mengajarkan bahwa hidup di dunia ini merupakan suatu proses, dimulai dari tingkatan terendah dan berkembang maju dan 20
meningkat. Hidup tidak statis, melainkan bersifat dinamis. All is in the making, semuanya dalam perkembangan. Segala sesuatu berubah, tumbuh, berkembang, tidak ada batas, tidak statis, dan tidak ada finalnya. Pengalaman
(experience)
adalah
salah
satu
kunci
dalam
filsafat
instrumentalisme. Pengalaman merupakan keseluruhan aktivitas manusia yang mencakup segala proses yang saling mempengaruhi antara organisme yang hidup dalam lingkungan sosial dan fisik. Filsafat instrumentalisme. Dewey (Sugiyarti:2008) mencoba untuk mengupayakan sekolah sebagai miniatur komunitas yang menggunakan pengalamanpengalaman sebagai pijakan. Dengan model tersebut, siswa dapat melakukan sesuatu secara bersama-sama dan belajar untuk memantapkan kemampuannya dan keahliannya. Sebagai tokoh pragmatisme, Dewey memberikan kebenaran berdasarkan manfaatnya dalam kehidupan praktis, baik secara individual maupun kolektif. Dalam menghadapi industrialisasi Eropa dan Amerika, Dewey berpendirian bahwa sistem pendidikan sekolah harus diubah. Sains, menurutnya, tidak mesti diperoleh dari buku-buku, melainkan harus diberikan kepada siswa melalui praktek dan tugas-tugas yang berguna. Belajar harus lebih banyak difokuskan melalui tindakan dari pada melalui buku. Sekolah hanya dapat memberikan kita alat pertumbuhan mental, sedangkan
pendidikan
yang
sebenarnya
adalah
saat
kita
telah
meninggalkan bangku sekolah. Proses belajar siswa dalam pemikiran Pragmatisme harus diberikan kebebasan mengeluarkan pendapat. Siswa harus aktif dan tidak hanya menerima pengetahuan yang diberikan oleh guru. Begitu pula, guru harus menciptakan suasana agar siswa senantiasa merasa haus akan pengetahuan.
21
B. FILOSOFI DAN FILSUF PAUD 1. Ki Hajar Dewantara Ki Hajar Dewantara adalah seorang pelopor pendidikan asli dari Indonesia yang lahir pada tanggal 2 Mei 1889 di Yogyakarta. Beliau dikenal sebagai Bapak Pendidikan Indonesia yang memiliki konsep bahwa pendidikan sebagai upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta fisik seseorang. Ki Hajar Dewantara beranggapan bahwa pendidikan harus dilakukan melalui lingkungan keluarga, sekolah dan sosial atau masyarakat (Sujiono, 2009). Dewantara
juga perduli dengan anak usia dini, hal tersebut
dibuktikan pada tanggal 3 juli tahun 1922 di Yogjakarta beliau mendirikan ”Taman
Siswa” diperuntukan bagi anak usia dibawah 7 tahun dengan
nama ”Taman Anak” yang seterusnya dikenal dengan
”Taman Indria”.
Perkembangan Taman Siswa berikutnya berdiri sekolah rendah (sekolah dasar) dan sekolah lanjutan pertama. Pembagian sekolah
rendah
disesuaikan dengan perkembangan anak menjadi dua bagian yaitu bagian ”Taman Anak” dari kelas I sampai dengan kelas III untuk anak berumur 7 sampai 9 tahun dan ”Taman Muda” dari kelas IV sampai dengan kelas VI untuk anak usia 10 sampai 12 tahun. Konsep Pendidikan Anak Usia Dini menurut Kii Hajar Dewantara ialah Budi Pekerti dan Sistem Among (Sujiono, 2009). a. Budi Pekerti Budi pekerti sama dengan moralitas yang berisi adat istiadat, sopan santun dan perilaku yang dapat membentuk sikap terhadap Tuhan, diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan alam sekitar. Ki Hajar Dewantara membagi perkembangan manusia dalam tujuh tahunan usia kronologis yaitu: Usia 1 – 7 tahun sebagai masa kanak-kanak atau kinderperiod. Usia 7 – 14 tahun sebagai masa pertumbuhan jiwa dan pikiran.
22
Usia 14 – 21 tahun sebagai masa sosial period atau terbentuknya budi pekerti. Sesuai dengan rentang usia tersebut, maka cara mendidik untuk masa kanak-kanak adalah dengan memberi contoh dan pembiasaan, untuk masa pertumbuhan jiwa dan pikiran dengan cara pengajaran dan perintah/paksaan/hukuman, dan untuk masa sosialperiod dengan cara laku dan pengalaman lahir – bathin. b. Sistem Among Sistem among merupakan suatu metode pembelajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada asih, asah dan asuh. Dalam sistem among, pendidik memberi kemerdekaan, kesukarelaan, demokrasi, toleransi, ketertiban, kedamaian, kesesuaian dengan keadaan dan menghindari perintah dan paksaan. Sistem among yang dikemukakan Ki Hajar Dewantara antara lain: Ing ngarso sung tuladha, artinya pendidik berada di depan sebagai teladan bagi anak. Ing
madya
mangunkarsa,
artinya
pendidik
berada
di
tengah
membangun kemauan dengan memberikan kesempatan anak mencoba berbuat sendiri. Tut wuri handayani, artinya pendidik berada di belakang memberi dorongan dan memantau aktivitas anak dengan memberi kebebasan yang luas selama tidak membahayakan anak. 2. MARTIN LUTHER (1483 – 1546) Martin Luther mengembangkan pendidikan bagi anak usia dini berdasarkan kondisi yang terjadi pada saat beliau hidup. Menurut beliau, anak laki-laki sebaiknya diberikan pendidikan formal karena dianggap sebagi tulang punggung keluarga yang mampu menghidupi keluarganya, mendidik, membimbing dan mengarahkan anak-anaknya (Suyanto, 2005).
23
Konsep pendidikan anak yang dikembangkan Martin Luther antara lain: a. Sekolah adalah tempat dimana anak dapat belajar membaca, menulis, berhitung, musik dan olah raga. Sekolah tempat mengembangkan seluruh
kemampuan akademik, estetika,
bahkan
proses tumbuh
kembang anak. b. Keluarga adalah pihak paling penting dalam pendidikan anak. Keluarga merupakan pondasi kehidupan anak di masa mendatang. Kemampuan, keterampilan, dan prilaku yang dibawa anak ke sekolah merupakan hasil dari pendidikan di rumah dalam keluarganya. Seklah berkewajiban mengembangkan pengetahuan dan prilaku positif, menghilangkan hal negatifnya, dan mempertahankan konsep positif yang telah dibawa anak dari rumah. c. Sekolah tidak hanya untuk proses sosialisasi tetapi juga untuk pendidikan moral dan agama. Kegiatan bersosialisasi membiasakan anak untuk berprilaku positif dan menghilangkan sifat negatifnya agar diterima oleh lingkungan, sehingga aspek moral dan agama juga diperhatikan di sekolah. 3. JOHN AMOS COMENIUS (1592 – 1670) John Amos Comenius salah satu tokoh pendidikan anak usia dini yang menginginkan agar semua anak mendapat kesempatan belajar di sekolah. Comenius menurut Suyanto, 2005:13 mempunyai ide yang cemerlang mengenai pendidikan dan masih dianut sampai sekarang adalah kurikulum
terintegrasi
(integrated
curriculum)
dan
kurikulum
yang
memberikan kesempatan anak untuk belajar melalui pengalaman langsung (hands on curriculum). Kurikulum yan terintegrasi tidak memisahkan bidang studi seperti matematika, sains, seni dan bahasa. Pada setiap kegiatan pembelajaran, materi bidang studi tersebut dikembangkan dan diajarkan kepada anak 24
secara terpadu. Kegiatan pembelajaran untuk anak disarankan dimulai dari aktivitas fisik, seperti mengamati, menyusun, merangkai, memanipulasi objek secara langsung. Ide tentang kegiatan pembelajaran terpadu dan melalui pengalaman langsung sampai sekarang terus dipakai dalam pendidikan anak usia dini. Konsep pendidikan anak usia dini yang dikembangkan John Amos Comenius antara lain: a. Pendidikan harus dimulai sejak tahun-tahun awal. Comenius berpendapat bahwa tahun-tahun awal kehidupan anak merupakan masa paling baik mengembangkan segala potensinya. Di usia awal inilah kemampuan anak menyerap berbagai konsep yang diberikan paling baik, karenanya di usia ini pula sebaiknya aspek perkembangan anak distimulasi. b. Pendidikan memperhatikan aspek kematangan. Pendidikan dilakukan tidak semata memaksakan anak untuk mencapai optimalisasi perkembangan. Pendidikan tetap harus memperhatikan aspek kematangan anak agar tidak terjadi kecelakaan perkembangan anak. c. Pembelajaran terbaik terjadi ketika semua indra anak terlibat secara langsung. Pembelajaran anak usia dini harus disampaikan menggunakan bendabenda nyata yang masih sangat dekat dengan anak. Kegiatan yang disusun menggunakan benda-benda tersebut sebaiknya dilaksanakan dengan melibatkan anak agar aktif melakukan sendiri aktivitasnya. Dengan begitu anak memperoleh pengalaman langsung dan pengalaman tersebut akan tersimpan dalam memori panjang anak. d. Menggunakan buku yang ada ilustrasi. Buku ilustrasi digunakan karena proses membaca anak bukan berarti membaca tulisan, tetapi selalu dimulai dengan membaca gambar terlebih dahulu. Proses membaca ini mungkin akan berbeda antara satu anak 25
dengan anak yang lain karena proses membacanya sesuai dengan persepsinya masing-masing. 4. JOHN LOCK (1632 – 1704) John Locke adalah pencetus teori “Tabula Rasa” yang menganggap bahwa anak sebagai kertas putih atau tablet yang kosong (Modul 1 Nest, 2007). Anak hidup di dalam lingkungannya yang sangat berpengaruh dalam proses pembentukan seorang anak. Melalui pengalaman-pengalaman yang dilalui anak bersama lingkungannya, akan menentukan karakter anak. Dia sangat mempercayai bahwa untuk mendapatkan pembelajaran dari lingkungannya, maka satu-satunya cara bagi anak adalah mendapatkan pelatihan-pelatihan sensoris. 5. JEAN JACQUES ROUSSEAU (1712 – 1778) Rousseau merupakan tokoh pendidikan anak usia dini yang menentang pendapat bahwa anak adalah miniatur orang dewasa dan menyarankan anak dididik sebagaimana kodratnya. Rousseau berpendapat bahwa pendidikan disesuaikan dengan anak dari lahir sampai usia lima tahun melalui kegiatan fisiknya (Suyanto, 2005). Sementara anak usia lima tahun sampai dua belas tahun belajar melalui pengalaman langsung dan melalui eksplorasi terhadap lingkungannya. Rousseau menentang anggapan yang berkembang saat itu bahwa anak terlahir dengan sifat buruk, namun menurutnya setiap anak terlahir dengan sifat-sifat yang baik. Orang dewasalah yang menyebabkan anakanak tersebut menjadi buruk sifatnya. Konsep pendidikan anak usia dini yang dikembangkan Rousseau antara lain: a. Pembelajaran yang dilakukan menggunakan pendekatan alam. Alam merupakan sumber belajar yang tidak terbatas untuk dikaji. Pembelajaran anak menggunakan pendekatan alam karena alam 26
merupakan sumber pembelajaran yang kaya informasi dan paling dekat dengan kehidupan anak. b. Pembelajaran disesuaikan dengan usia atau tingkat perkembangan anak. Setiap anak bersifat unik yang memiliki tingkat perkembangan yang berbeda walau dalam rentang usia yang sama. Guru tidak boleh menyamakan proses belajar anak tetapi harus melihat usia dan tingkat perkembangan anak agar kegiatan yang diberikan menjadi bermakna. c. Pendidikan naturalistik membiarkan anak tumbuh tanpa intervensi. Pendidikan dilaksanakan secara alamiah, sesuai dengan dunia anak dan memperhatikan minat anak tanpa pemaksaan. Intervensi hanya akan menghambat proses tumbuh kembang anak. Pembelajaran yang dilaksanakan sebaiknya : 1) Tidak membandingkan anak satu sama lain 2) Memberikan
kebebasan
anak
untuk
mengeksplorasi
tanpa
membahayakan diri sendiri dan orang lain d. Kesiapan anak merupakan faktor penting dalam pembelajaran. Setiap filsuf, bahkan Rousseau berpendapat bahwa kesiapan anak untuk belajar merupakan faktor penting yang tidak boleh diabaikan dalam melaksanakan pembelajaran. Anak yang siap memperoleh pengetahuan dalam pembelajaran akan mudah diberi konsep yang menjadi tujuan pengembangan. 6. JOHANN HEINRICH PESTALOZZI (1746 – 1827) Pestalozzi merupakan salah satu ahli pendidikan yang memberikan pembaharuan dalam dunia pendidikan saat ini. Beliau sangat menekankan pada pendidikan yang memperhatikan kematangan anak. Pendidikan harus didasarkan pada pengaruh “objek pembelajaran”, misalnya guru membawa benda sesungguhnya ketika mengajar.
27
Pestalozzi
juga
menekankan
pendidikan
berdasarkan
pada
pengembangan aspek sosial sehingga anak dapat beradaptasi dengan lingkungan sosialnya dan mampu menjadi anggota masyarakat yang berguna (Sujiono, 2005). Pendidikan sosial akan berkembang jika pendidikan dimulai dengan pendidikan keluarga yang baik. Peran utama pendidikan sangat ditekan pada ibu yang dapat memberikan sendi-sendi dalam pendidikan jasmani, budi pekerti dan agama. Pandangan dasar Pestalozzi
yang pertama menekankan pada
pengamatan alam. Semua pengetahuan pada dasarnya bersumber dari pengamatan yang akan menimbulkan pengertian. Namun jika pengertian tersebut tanpa didasari pengamatan, maka akan menjadi sesuatu pengertian yang kosong (abstrak). Pandangan kedua adalah menumbuhkan keaktifan jiwa raga anak. Melalui keaktifan anak akan mampu mengolah kesan (hasil) pengamatan menjadi suatu pengetahuan. Keaktifan akan mendorong anak melakukan interaksi dengan lingkungannya. Pandangan ketiga adalah pembelajaran pada anak harus berjalan secara teratur setingkat demi setingkat atau bertahap. Prinsip ini sangat cocok dengan kodrat anak yang tumbuh dan berkembang secara bertahap. Pandangan
dasar
tersebut
membawa
konsekuensi
bahwa
bahan
pengembangan yang diberikan pada anak pun harus disusun secara bertingkat, dimulai dari urutan bahan yang termudah sampai tersulit, dari bahan pengembangan yang sederhana sampai yang terkompleks. Salah satu teori yang dikembangkan Pestalozzi adalah Auditory Visual Memory (AVM) yang intinya melalui teori AVM ini dapat dikembangkan potensi lain, seperti daya imajinasi, kreativitas, bakat dan minat seorang anak berdasarkan pendengarannya, penglihatannya serta ingatannya.
28
Misalnya: ketika anak melihat gunung, maka anak dapat mengekspresikan bakat dan minatnya melalui menggambar gunung di selembar kertas atau membentuk gunung dari pasir. 7. FREDERICH WILHELM FROEBEL (1782 – 18520 Froebel merupakan salah tokoh pendiri Taman Kanak-kanak dari Jerman. Konsep belajar menurut Froebel lebih efektif melalui bermain dan lebih dititikberatkan pada pembelajaran keterampilan motorik kasar atau halus. Beliaulah yang pertama kali memiliki ide untuk membelajarkan anak di luar rumah. Tiga prinsip didaktik yang dikemukakan Froebel (Sujiono, 2009), yaitu: pengembangan otoaktivitas merupakan prinsip utama. Anak didik harus didorong untuk aktif sehingga dapat melakukan berbagai kegiatan (pekerjaan) yang produktif. Prinsip kedua adalah kebebasan atau suasana merdeka. Otoaktivitas anak akan tumbuh dan berkembang jika pada anak diberikan kesempatan dalam suasana bebas sehingga anak mampu berkembang sesuai potensinya masing-masing. Melalui suasana bebas atau merdeka, anak akan memperoleh kesempatan mengembangkan daya fantasi atau daya khayalnya, terutama daya cipta untuk membentuk sesuatu dengan kekuatan fantasi anak. Prinsip ketiga yang dikemukakan Frobel adalah pengamatan dan peragaan. Kegiatan ini dimaksudkan terutama dalam mengembangkan seluruh indra anak. Prinsip ini selaras dengan apa yang telah dikemukakan Pestalozzi terdahulu. Agar pembelajaran tidak verbalistik maka anak harus diberi kesempatan untuk melakukan pengamatan terhadap berbagai kondisi lingkungan alam di sekitar. Pada lingkungan alam yang jauh atau sulit untuk diamati maka dapat dilakukan dengan menggunakan prinsip peragaan. Pendidik dapat meragakan hal-hal yang tidak mungkin diamati anak secara langsung, baik berupa lingkungan fisik, sosial maupun keagamaan. 29
Konsep pendidikan anak usia dini yang dikembangkan oleh Froebel antara lain: a. Kurikulum dan metodologi yang sesuai dengan perkembangan anak. Bermain merupakan metode belajar yang paling efektif untuk anak-anak. Pengetahuan dan konsep yang akan ditanamkan akan efektif diberikan melalui kegiatan main, bukan drill dan instruksi. b. Mengamati kegiatan perkembangan anak dan memfasilitasi jika mereka akan belajar sesuatu. Orang tua dan guru berkewajiban menyiapkan kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan anak, baik alat, kegiatan, maupun konsep pembelajaran. Orang tua dan guru juga dituntut untuk mengamati proses tumbuh kembang anak dalam kegiatan yang difasilitasinya. Anak belajar ketika mereka siap belajar. Kematangan setiap anak untuk belajar, berbeda satu sama lain karena setiap anak itu unik. Proses bermain dan belajar akan bermakna jika anak memang sudah siap untuk melakukannya karena organ-organ pengetahuannya telah matang. c. Pentingnya belajar melalui bermain. Bermain merupakan kegiatan yang menyenangkan. Anak dapat mempelajari sebuah konsep atau prilaku jika suasana di sekitarnya dirasa aman, nyaman, dan menyenangkan. Anak akan mudah menyerap makna pembelajaran, ketika kegiatan dilakukan melalui bermain.
8. MARIA MONTESSORI Maria Montessori, seorang dokter wanita Italia pertama. Montessori lahir di Chiaravalle, sebuah propinsi kecil di Ancona, Italia, pada tahun 1870. Reputasinya di bidang pendidikan anak dimulai setelah Montessori lulus dari sekolah kedokteran. Dia bekerja di sebuah klinik psikiatri Universitas Roma. Pekerjaannya tersebut menyebabkan dia berinteraksi langsung dengan masalah cacat mental.
30
Pemikiran Montessori yang berkaitan dengan anak cacat mental akhirnya ditindaklanjuti dengan pendirian Casai dei Bambini atau Children’s House di daerah-daerah kumuh di Roma tahun 1907 (Gestwicki, 2007). Lingkungan diatur sedemikian rupa sehingga dapat digunakan oleh anakanak cacat mental di bawah lima tahun. Ada prinsip-prinsip yang diyakini oleh Maria Montessori yaitu : a.
Menghargai anak Setiap anak itu unik sehingga pendidik dalam memberikan pelayanan harus secara individual. Anak memiliki kemampuan yang berbeda satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu pendidik harus menghargai anak sebagai individu yang memiliki kemampuan yang luar biasa. Penghargaan diwujudkan dalam bentuk pembelajaran yang tidak menyamaratakan kemampuan anak. Perencanaan pembelajaran yang dibuat
boleh
sama,
tetapi
tidak
memaksa
anak
untuk
dapat
menyelesaikan tugas pembelajaran tersebut di waktu yang bersamaan. Penghargaan juga dapat diberikan melalui penggunakan metode dan materi pembelajaran yang bervariatif. Metode yang digunakan harus tetap mengacu pada dunia anak usia dini, yaitu bermain. Sementara materi yang digunakan merupakan materi yang banyak melibatkan anak aktif dalam memperoleh konsep pengetahuan. b.
Absorbent Mind (pemikiran yang cepat menyerap) Informasi yang masuk melalui indera anak dengan cepat terserap ke dalam otak. Daya serap otak anak dapat diibaratkan seperti sebuah sponse yang cepat menyerap air. Untuk itu pendidik hendaknya jangan salah dalam memberikan konsep-konsep pada anak. Kemampuan daya serap pikiran anak dapat dapat diidentifaki sebagai berikut: (1) Anak belajar secara tidak sadar dari lingkungannya; (2) Anak sudah memiliki
kemampuan, langkah dan irama belajar
sendiri-sendiri dalam dirinya; (3) Anak mampu mengembangkan konsentrasi, disiplin diri, namun memerlukan lingkungan yang dapat 31
mendukungnya; (4) Pada masa perkembangan awal, anak berkembang melalui pengalaman sensori bukan karena imajinasinya. c.
“Sensitive periods” (masa peka). Masa peka dapat digambarkan sebagai sebuah pembawaan atau potensi yang akan berkembang sangat pesat pada waktu-waktu tertentu. Potensi ini akan mati dan tidak akan muncul lagi apabila tidak diberikan kesempatan untuk berkembang, tepat pada waktunya. Masa peka terdiri dari beberapa periode, antara lain: (1) Lahir – 6 th, merupakan masa eksplorasi sensoris dimana anak menciptakan pengetahuannya melalui pengalaman-pengalaman sensoris; (2) Usia 612
tahun
merupakan
masa
eksplorasi
konsep
dimana
anak
mengembangkan kekuatan berpikir abstrak dan imajinasi; (3) Usia 1218 tahun merupakan masa eksplorasi humanistik dimana anak mulai memahami posisi di masyarakat dan tahu cara berkontribusi pada dunia; (4) Usia 18-24 tahun merupakan masa eksplorasi khusus dimana seseorang menemukan keberadaan diri bagian dari dunianya. d.
Lingkungan yang disiapkan 1) Pendidik hendaknya menyiapkan suatu lingkungan yang dapat memunculkan keinginan anak untuk mempelajari banyak hal. Lingkungan yang disiapkan harus dirancang untuk menfasilitasi kebutuhan dan minat anak, sehingga pendidik harus meyediakan sarana dan prasarana yang sesuai dengan kebutuhan dan minat anak. 2) Lingkungan ditata dengan berbagai setting sehingga anak tidak bergantung dengan orang dewasa. Lingkungan yang disiapkan ini membuat anak bebas untuk bergerak, bermain dan bekerja.
e.
Pendidikan diri sendiri Dengan lingkungan yang disiapkan oleh pendidik, memungkinkan anak dapat bereksplorasi, berekspresi, mencipta tanpa dibantu olah orang dewasa. Hasil yang diperoleh anak karena karyanya sendiri jauh 32
luar biasa dan menakjubkan dibanding jika mereka dibantu. Karya yang dihasilkan beragam dan unik sedangkan yang dibantu hasil karya anak seragam dan sama. Jadi sebenarnya anak dapat belajar sendiri jika kita memberi fasilitas sesuai dengan potensi dan minatnya.
9. JEAN PIAGET (1896-1980) Jean Piaget lahir di Switzerland (1896-1980). Ia mengembangkan teori kognitif (cognitive theory) sebagai pendekatan belajar. Piaget sangat berminat tentang bagaimana manusia belajar dan mengembangkan intelektualnya dari lahir sampai hehidupan seterusnya. Ia memilih hidupnya untuk bereksperimen, observasi anak-anak termasuk anaknya sendiri dan menulis teorinya. Piaget telah memperkaya penegtahuan kita tentang pikiran anak dan pengaruh Piaget pada pendidikan anak usia dini. Pandangan dasar teori kognitif Piaget pertama kerterlibatan anak secara aktif dengan lingkungan fisik melalui pengalaman langsung. Pandangan dasar kedua bahwa perkembangan intelektual berkembang terus menerus. Pandangan dasar ketiga bahwa anak sudah memiliki motivasi dalam diri untuk mengembangkan intelektual. Piaget mengaplikasikan konsep adaptasi tingkat mental dan menggunakannya
untuk
menjelaskan
peningkatan
perkembangan
intelektual melalui tahapan berpikir. Mental manusia mengadaptasikan pengalaman lingkungan sebagai hasil yang melibatkan orang-orang, tempat dan sesuatu; hasil perkembangan kognitif. Menurut Piaget (Santrock, 1995), melalui proses adaptasi dengan lingkungan perkembangan intelektual anak berkembang. Proses adaptasi terbagi 2 yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses pengambilan
data
melalui
pengalaman-pengalaman dan
impuls-impuls/rangsang
indera
dengan
berbagai kesan yang kemudian digabung
menjadi pengetahuan tentang sesuatu (orang, benda). Akomodasi sebagai proses perubahan berpikir, berperilaku dan kepercayaan berdasarkan 33
realitas. Berdasarkan pengalaman melalui inderanya seorang anak tahu tentang kucing. Pada saat anak melihat anjing dan anjing itu disebut kucing. Hal ini dinamakan asimilasi. Begitu anak tahu bahwa anjing itu bukan kucing, sehingga
ia
dapat
membedakan
anjing
dan
kucing.
Perubahan
pengetahuan tentang anjing dan kucing disebut akomodasi. Jadi asimilasi dan akomodasi terjadi bersama-sama dan saling mengisi, setiapkali anak beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
10. LEV VYGOTSKY Lev
Vygotsky
socialcultural
dikenal
constructivist
sebagai dari
tokoh
Rusia.
yang
Konsep
mengembangkan pendidikan
yang
dikembangkan Vygotsky bahwa pengetahuan yang diperoleh anak tidak dialihkan dari orang lain, melainkan dibangundan diciptakan oleh anak sendiri. Prinsip dasar dari teori Vygotsky bahwa anak melakukan proses membangun berbagai pengetahuannya tidak terlepas dari pengaruh sosial dimana anak berada. Vygotsky percaya bahwa proses kognitif anak berkembang optimal ketika di sekolah yaitu saat anak berinteraksi dengan teman dan guru. Proses pembentukan pengetahuan yang diperoleh anak menurut Vygotsky (Papalia, 2008:56) dituangkan dalam konsep Zone of Proximal Development
(ZPD)
sebagai
jarak
atau
kesenjangan
antara
level
perkembangan yang aktual yang ditunjukkan dengan pemecahan masalah secara mandiri dan level perkembangan potensial yang ditunjukkan oleh pemecahan masalah dengan bimbingan orang dewasa atau kerja sama dengan
teman
sebaya
yang
lebih
mampu.
Melalui
ZPD,
proses
pengetahuan anak dapat dikembangkan atau dibangun secara bertahap sesuai dengan tahapan (scaffolding) berupa dukungan temporer yang diberikan oleh orang tua, guru dan lainnya kepada anaak untuk melakukan sebuah tugas sampai anaka tersebut dapat melaksanakannya seorang diri 34
(Papalia, 2008:56). Strategi pembelajaran scaffolding mampu menjadikan anak sebagai pebelajar yang mandiri serta sebagai pemecah masalah. Vygotsky menjelaskan empat tahapan zona proximal development (ZPD) antara lain: (1) tindakan anak masih dipengaruhi oleh orang lain; (2) tindakan anak didasarkan atas inisiatif sendiri; (3) tindakan anak berkembangan spontan dan terinternalisasi; (4) tindaka spontan yang diulang-ulang sehingga anak siap berpikir abstrak. Konsep pendidikan anak usia dini yang dikembangkan Vygotsky (Sujiono, 2009) antara lain: a. Anak mendapatkan kesempatan yang luas dalam kegiatan pembelajaran. Kesempatan yang dimaksud adalah kesempatan dalam memilih kegiatan belajar hingga kesempatan melakukan sendiri pembelajaran yang dilaksanakan. Kesempatan yang diciptakan guru membuat anak tidak hanya terpaku pada satu kegiatan saja. Guru tidak memaksakan program pembelajaran yang disusunnya kepada anak dengan membuat banyak jenis kegiatan yang dapat dipilih anak. b. Pembelajaran
pada
anak
usia
dini
dikaitkan
dengan
tingkat
perkembangan potensialnya. Usia dan kematangan anak dalam belajar mempengaruhi cara dan proses belajar anak itu sendiri. Karenanya guru perlu mendapat pengetahuan tentang perkembangan anak ketika akan menyusun rencana pembelajaran agar rencana yang dibuatnya tidak terlalu jauh dengan tingkat usia dan perkembangan anak. Pembelajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak memungkinkan konsep pengetahuan dapat diterima dengan baik oleh anak. c. Program kegiatan bermain lebih diarahkan pada penggunaan strategi. Bermain digunakan sebagai strategi untuk pengembangan aspek kemampuan anak dalam pembelajaran. Bermain banyak digunakan karena bermain merupakan kegiatan yang paling dekat dengan dunia
35
anak dan menyenangkan. Bermain banyak pilihan, bersifat aktif dan pasif, dapat disesuaikan dengan situasi, kondisi, dan karakteristik anak. d. Anak diberikan kesempatan luas untuk mengintegrasikan pengetahuan yang telah dipelajari dengan pengetahuan prosedural dalam melakukan tugas dan memecahkan masalah. Pengalaman yang telah diperoleh anak di masa lalunya akan digunakan untuk mempelajari konsep selanjutnya dengan tingkat kesulitan yang semakin
meningkat.
Pengalaman
yang
diperoleh
anak
dalam
memecahkan masalah di waktu lampau akan digunakannya ketika menemukan permasahan yang serupa. e. Proses belajar dan pembelajaran tidak sekedar bersifat transferal tetapi lebih merupakan ko-konstruksi. Pembelajaran, terutama untuk anak usia dini, tidak sekedar proses mentransfer ilmu, tetapi lebih bermakna lagi, yaitu proses membangun pengetahuan
melalui
kegiatan
yang
dilakukan
anak.
Jika
anak
membangun sendiri pengetahuan yang dipelajarinya, maka penyimpanan memori pengetahuan tersebut akan bertahan lama dalam ingatan anak. Namun jika pengetahuan diperoleh hanya melalui kegiatan transfer semata. f. Pengalaman bersosialisasi lebih berpengaruh dalam meningkatkan kemampuan kognitif anak terutama dalam kecepatan berbicara. Proses sosialisasi merupakan sarana untuk mempelajari pengetahuan. Sosialisasi memberi kesempatan pada anak untuk berinteraksi yang akan melahirkan pengalaman-pengalaman langsung. Interaksi melatih anak mengembangkan keterampilan berbicara dan mendukung pengoptimalan kemampuan kognitif. 11. JOHN DEWEY (1859 – 1925) John Dewey adalah tokoh pendidikan dari Amerika yang menganut aliran pragmatisme. Dewey beranggapan bahwa pendidikan merupakan 36
proses kehidupan itu sendiri serta merupakan proses rekonstruksi pengalaman yang tidak pernah berakhir. Dewey menyatakan bahwa proses mendidik anak harus mencakup aspek psikologi dan sosiologi anak (Suyanto, 2005). Maksud dari kedua aspek tersebut adalah pendidikan dimulai dari kondisi psikologi anak yang meliputi kapasitas, minat dan perilaku belajar. Suasana belajar itulah yang merupakan aspek sosiologi anak yang mempengaruhi perkembangan anak dalam mengoptimalkan potensinya. Prinsip-prinsip pendidikan anak usia dini yang dikembangkan John Dewey antara lain: a. Mengutamakan minat anak daripada materi. Pentaan ruang kelas disesuaikan dengan minat anak. Tema-tema yang sedang digemari anak ketika pembelajaran berlangsung, maka tema itulah yang akan dijadikan tema pembelajaran. Guru tidak hanya mengejar target waktu pembelajaran dan melalaikan minat anak. Materi yang tercantum di kurikulum merupakan materi minimal sehingga guru dapat menambah atau mengurangi materi tersebut tergantung kebutuhan dan minat anak. b. Kurikulum berpusat pada anak. Pembelajaran yang berpusat pada anak bermula dari kurikulum yang disusun berpihak pada perkembangan anak. Materi pembelajaran dalam kurikulum disesuaikan dengan kebutuhan dan minat yang ada pada anak. Kurkikulum yang berpusat pada anak berupa berbagai aktivitas yang dekat dengan anak dan bertujuan mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak. c. Belajar tentang keterampilan hidup yang sangat diperlukan. Anak membutuhkan berbagai keterampilan hidup untuk menunjang aktivitas di masa mendatang. Keterampilan hidup yang dikembangkan pada anak dimulai dari hal-hal yang terdekat dengan anak terlebih
37
dahulu. Keterampilan yang diberikan pada meliputi keterampilan akademik dan keterampilan sosial. d. Kelas “learning by doing” dengan aktivitas yang banyak. Pengalaman akan diperoleh anak jika dilakukan secara langsung oleh anak, atau yang sering disebut sebagai learning by doing). Aktivitas disusun melibatkan banyak aktivitas anak sehingga memberi kesempatan pada anak untuk menyelesaikan sendiri segala persoalan akademik dan sosial seluas-luasnya.
12. HOWARD GARDNER (1943 - ) Gardner merupak tokoh pencetus teori Multiple Intelligence yang dikembangkan sejak tahun 1983. Sebagai seorang ahli psikologi, Gardner mampu mengidentifikasi bahwa pada hakekatnya setiap anak adalah anak yang cerdas. Kecerdasan bukan hanya dipandang dari factor IQ saja, tetapi juga ada kecerdasan-kecerdasan lain yang akan mengantarkan anak pada kesuksesan. Macam-macam kecerdasan menurut Gardner adalah : a. Kecerdasan bahasa Kecerdasan bahasa pada anak berhubungan dengan kemampuan dalam mengelola kata-kata. Bahasa yang dikembangkan meliputi empat macam keterampilan, yaitu membaca, menulis, berbicara dan mendengar. Jika berbicara mengenai perkembangan bahasa, maka guru menyusun kegiatan
pembelajaran
yang
mengembangkan
keempat
macam
keterampilan tersebut. b. Kecerdasan logika – matematika Kecerdasan logika – matematika berhubungan dengan kecerdasan dalam bidang numerik dan alasan logis. Logika matematika sebenarnya pembelajaran konsep matematika yang sangat luas. Matematika yang banyak dijumpai pada pembelajaran anak usia dini meliputi keterampilan
38
klasifikasi, mengurutkan, menyortir, membandingkan, penjumlahan dan pengurangan, bermain pola, dan grafik. c. Kecerdasan musikal Kecerdasan musikal berhubungan kecerdasan dalam bidang musik. Kecerdasan musik merupakan kemampuan dalam memahami irama, birama, dan berbagai keindahan suara lainnya. Musik pada anak dapat mengembangkan keterampilan mendengar, menari, menyanyi, bermain, dan menciptakan bunyi-bunyian yang indah. d. Kecerdasan gerak (kinestetik) Kecerdasan gerak (kinestetis) berhubungan dengan kecerdasan dalam mengolah anggota tubuh. Keterampilan dalam menggunakan dan menggerakkan tubuh sudah dilatihkan sedini mungkin agar segala gerakan yang dilakukan dapat bermanfaat. Gerakan harus diolah agar dapat
lebih
terarah
sesuai
keinginan
anak.
Gerakkan
dapat
mengembangkan keseimbangan, koordinasi mata-tangan-kaki, dan kekauatan tubuh pada anak. e. Kecerdasan ruang (spasial) Kecerdasan
ruang (spasial) merupakan kecerdasan anak dalam
pemahaman garis, warna, dan ruang. Kecerdasan ini berhubungan dengan kemampuan anak dalam memahami posisi dan arah, seperti maju, mundur, di dalam, di luar, di atas, di bawah dan sebagainya. f. Kecerdasan diri (intrapersonal) Kecerdasan diri merupakan kecerdasan dalam bidang pengenalan terhadap diri sendiri. Anak usia dini memahami dirinya hanya sebatas yang dapat dilihatnya saja, misalnya pengenalan anggota tubuh, nama, dan
fungsinya;
pengenalan
pada
keluarganya;
kebutuhan
atau
kesukaannya; sekolahnya; dan sebagainya. g. Kecerdasan bergaul (interpersonal) Kecerdasan bergaul adalah kecerdasan dalam membina hubungan dengan orang lain. Anak usia dini sudah dibiasakan untuk berinteraksi 39
dengan orang lain, baik dengan orang dewasa maupun dengan anak sebayanya. Kemampuan bergaul akan sangat bermanfaat bagi anak di masa mendatang yang menunjang pergaulan anaknya. h. Kecerdasan alami (naturalist) Kecerdasan alami merupakan kecerdasan yang berhubungan dengan alam. Anak dilatih memahami lingkungan sekitarnya untuk membiasakan anak menyanyangi dan merawat alam. i.
Kecerdasan rohani (spiritual) Kecerdasan
rohani
adalah
kecerdasan
mengolah
rohani
yang
berhubungan dengan proses spiritualitas anak. Gardner awalnya menyebut
kecerdasan
kesembilan
ini
sebagai
kecerdasan
eksistensialisme. Anak usia dini sudah dibiasakan untuk beribadah dan mentaati agamanya agar nantinya memiliki kecerdasan rohani yang baik. Kesimpulannya, Gardner memandang bahwa setiap anak memiliki peluang untuk belajar dengan gaya masing-masing anak.
40
BAB II PENDEKATAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
A. MODEL PENDIDIKAN ANAK USIA DINI Model pembelajaran berdasarkan minat adalah model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk memilih atau melakukan kegiatan sendiri sesuai dengan minatnya. Pembelajaran berdasarkan minat dirancang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan spesifik anak. Prinsipnya, dalam model pembelajaran berdasarkan minat mengutamakan (1) pengalaman belajar bagi setiap anak secara individual, (2) membantu anak untuk membuat pilihan-pilihan melalui kegiatan dan pusat-pusat kegiatan, (3) melibatkan peran serta keluarga. Pelaksanaan beberapa
area
pembelajaran antara
lain:
berdasarkan area
agama,
minat
dapat
balok,
menggunakan
bahasa,
drama,
berhitung/matematika, sains, seni/motorik, musik, membaca dan menulis. Dalam satu hari dapat dibuka satu area bermain dengan 4-5 kegiatan bermain. Tahap atau langkah pembelajaran berdasarkan minat: 1. Guru
memberikan
penjelasan
kegiatan-kegiatan
di
dalam
area
yang
diprogramkan beserta jumlah anak yang boleh bermain di area tersebut, misalnya alam terdiri dari kegiatan bermain pasir, bermain air berwarna, bermain mengocok air sabun, bermain bercocok tanam. Guru menyiapkan entri tiket sebanyak jumlah anak sesuai daya tampung sentra, misalnya area alam ini hanya menampung 6 anak, maka guru hanya menyiapkan 6 tiket sebagai tanda masuk. Anak yang sudah menyelesaikan kegiatan di are alam dapat berpindah area dengan mengembalikan tiket di pintu masuk area agar dapat digunakan anak selanjutnya. 2. Guru membagi jumlah anak di setiap kegiatan bermain. Pembagian bertujuan agar seluruh anak mengalami pengalaman main yang direncanakan hari itu.
41
3. Guru memberikan kesempatan anak untuk bebas memilih kegiatan sesuai dengan minatnya. Pilihan yang diberikan tidak jauh dari area yang telah disiapkan agar pembelajaran lebih terarah. 4. Anak dapat berpindah kegiatan sesuai dengan minatnya jika ada tempat kosong di kegiatan tersebut. 5. Guru mencatat setiap kegiatan yang dilakukan peserta didik sebagai proses pemantauan tumbuh kembang anak. 6. Apabila ada peserta didik yang tidak mau melakukan kegiatan di semua kegiatan yang diprogramkan, maka guru dapat memotivasi anak agar mau mencoba bermain bersama temannya. 7. Guru melakukan evaluasi pembelajaran bersama peserta didik. 8. Guru memberikan pengakuan dan penguatan terhadap usaha yang teah dilakukan anak.
B. PENDEKATAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 19 ayat 1 menyatakan bahwa proses pembelajaran pada
satuan
pendidikan
diselenggarakan
secara
interaktif,
inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik (PP tentang Standar Nasional Pendidikan, 2005). Proses pembelajaran akan optimal jika didukung dengan pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan anak. Berikut ini beberapa pendekatan dalam pembelajaran anak Taman Kanak-kanak:
1. PENDEKATAN MONTESSORI Dikembangkan Oleh Maria Motessori (1870 – 1957) yang awalnya diperuntukan bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Pendekatan Montessori (Gestwicki, 2007) bertujuan untuk mengoptimalkan seluruh kemampuan anak 42
melalui stimulasi yang dipersiapkan karena diasumsikan bahwa setiap anak memiliki keunikan. a. Prinsip dasar penerapan Pendekatan Montessori : 1) Para pendidik dilatih secara khusus tentang filosofi dan metode Montessori. 2) Terjalin kemitraan dengan orangtua. 3) Kelas merupakan kelompok heterogen yang terdiri dari beragam usia. 4) Bermacam-macam bahan dan pengalaman pembelajaran Montessori diberikan kepada anak secara cermat dan berurutan sesuai kebutuhan anak. 5) Penjadwalan yang teratur yang memberikan kesempatan pada anak untuk terlibat dalam pemecahan masalah dan terlibat secara mendalam dalam pembelajaran. 6) Suasana
kelas
mendorong
interaksi
sosial
yang
mendukung
pembelajaran kooperatif.
b. Materi dan kegiatan : 1) Materi sensorial. Anak berlatih memperluas dan memperhalus persepsi sensorinya. Materi yang digunakan adalah alat-alat yang mengandung konsep tentang ukuran, bentuk, warna, suara, tekstur, bau, berat ringan 2) Materi konseptual. Merupakan bahan-bahan konkret untuk melatih anak membaca, menulis, matematika dan pengetahuan sosial 3) Materi Kehidupan Praktis (sehari-hari). Pembelajaran yang diberikan banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya: kegiatan menyapu lantai, mencuci piring, menyiram tanaman, mengancingkan baju.
2. PENDEKATAN BANK STREET Dikembangkan Oleh Lucy Sprague Mitchell, Caroline Pratt, Harriet Johnson (1878 – 1967). Pendekatan Bank Street ini berawal dari ”Nursery 43
School”, bagian dari Biro Eksperimen dipengaruhi oleh
Pendidikan. Konsep pendekatan ini
kajian John Dewey yang meyakini bahwa
pendidikan untuk mempengaruhi dan
kekuatan
meningkatkan masyarakat. Prinsipnya
mengenbangakan anak secara keseluruhan “the whole child”. a. Prinsip Umum pendekatan Bank Street (Gestwicki, 2007): 1) Perkembangan berawal dari simpel ke kompleks. 2) Sifat individual terjadi secara kontinum. 3) Peningkatan perkembangan memerlukan waktu yang lama dan halhal baru yang dipelajari. 4) Anak mempunyai motivasi dalam dirinya
untuk secara aktif terlibat
dengan lingkungan. 5) Percaya diri anak terbentuk dari pengalaman dengan orang lain dan objek dalam berinteraksi. 6) Pertumbuhan dan perkembangan melibatkan konflik antara individu dan orang lain. Ide Dasar dalam pendekatan Bank Street bahwa anak
merupakan
pembelajar aktif, peneliti, eksplorer, dan artis. Proses belajar terjadi dalam konteks sosial yang memungkinkan anak belajar melalui interaksi dengan lingkungannya. Aspek perkembangan kognitif dan afektif merupakan suatu interkoneksi atau tidak terpisah-pisah.
b. Materi & kegiatan : 1) Terfokus pada tema yang paling menarik bagi anak. Pembelajaran dilaksanakan atas dasar apa yang paling menarik bagi anak, menggali “bagaimana”, “apa”, dan “mengapa” tentang lingkungan sosial di sekitarnya (budaya, sejarah, ilmu politik, dan geografi). 2) Masyarakat merupakan lingkungan pendidikan. Dari masyarakat anak belajar banyak hal, tentang sosial, interaksi, hingga bidang akademik pembelajaran. Dari masyarakat anak belajar
44
tentang aktivitas kelompok, seperti memasak, perjalanan, outbound, mendengar musik bersama, dan berdiskusi. 3) Seni dan ilmu sentra pengalaman dan aktivitas yang membantu anak menemukan makna di dunia sekitar. Seni dan sains tidak dapat dipisahkan dari kehidupan anak, karena dengan keduanya anak menggali tentang apa yang ada di dunia sekitarnya. 4) Bermain dengan material yang bersifat buka tutup. Materi bermain yang bersifat buka tutup adalah materi permainan yang dibentuk menjadi sesuatu yang baru, seperti balok, air, kayu, kertas, materi-materi seni dan tanah liat. Materi-materi tersebut dapat dikreasi anak sesuai keinginan dan imajinasinya. Anak belajar dengan caranya sendiri, tanpa pemaksaan untuk memilih mainan tertentu. 5) Bermain merupakan jantung dari pendekatan interaksi perkembangan. Bermain
dapat
mengoptimalkan
segala
aspek
perkembangan,
membangun dan terus membangun pengetahuannya, menggabungkan dan mencari kembali keterampilannya.
Dalam pendekatan Bank Street, guru mempunyai peranan yang cukup penting
dalam
memahami
perkembangan
anak.
Pemahaman
yang
menyeluruh terhadap potensi dasar anak mencakup pengetahuan tentang potensi yang dimiliki setiap anak. Sebelum pembelajarn dimulai, guru sebaiknya memilih dan menyusun materi-materi berdasarkan kebutuhan anak secara individual, sehingga guru mampu menjadi fasilitator berkompeten dalam proses pendidikan anak.
3. PENDEKATAN HIGH/SCOPE Pendekatan Pendididikan di High/Scope yang digunakan sekarang ini untuk melayani anak secara penuh dari usia prasekolah sampai usia awal sekolah dasar (Gestwicki, 2007). Pendekatan ini dikembangkan Oleh David 45
Weikart
pada tahun 1962. Pendekatan High/Scope muncul dengan suatu
rencana proses pendidikan yang dofukuskan pada aktivitas kelompok kecil, sehingga melibatkan anak sebagai pembelajar aktif. a. Prinsip Dasar: 1) Anak sebagai pembelajar aktif yang menggunakan sebagian besar waktunya di dalam learning center yang beragam. Anak terlibat secara aktif dalam pengalaman belajar baik ketika berinteraksi dengan teman maupun dengan guru atu orang tua. 2) Rutinitas
Sehari-hari
yang
konsisten
dalam
Perencanaan
dan
Pelaksanaan Pembelajaran secara berulang-ulang (plan – do - rewiew). 3) Guru membantu anak untuk memilih apa yang akan mereka lakukan setiap hari. 4) Melaksanakan perencanaan pembelajaran yang telah dibuat. 5) Mengulang kembali yang telah mereka pelajari yang bertujuan membuat hubungan pengalaman lalu anak dengan apa yang akan dipelajari. 6) Pengalaman lingkungan yang banyak mengandung pembelajaran (key experience). Lingkungan yang digunakan diutamakan lingkungan familiar dengan kehidupan anak sehingga anak sudah memiliki dasar bagi pengembangan ilmunya. 7) Dukungan guru dalam interaksi dengan peserta didik sehingga tercipta hubungan yang positif dalam menumbuhkan potensi anak. Dukungan ini dapat berupa penguatan maupun hukuman disesuaikan dengan prilaku yang muncul pada anak. 8) Penggunaan catatan anekdot untuk mencatat kemajuan yang diperoleh anak secara berkelanjutan. Catatan anekdot juga berguna untuk menentukan langkah selanjutnya dalam pembelajaran.
b. Materi dan Kegiatan: 1) Representatif kreatif. Kegiatan yang disusun menggunakan materi yang dapat memancing proses berpikir kreatif anak, baik materi pembelajaran maupun materi pergaulan. 46
2) Bahasa dan keaksaraan. Materi bahasa dan keaksaraan menunjang anak dalam menghadapi lingkungan. Bahasa dan keaksaraan mencakup kegiatan berkomunikasi verbal dan non verbal yang dikembangkan dalam kegiatan membaca, menulis, berbicara, dan menyimak. 3) Inisiatif dan hubungan sosial. Kecerdasan akademik harus ditunjang dengan kecerdasan-kecerdasan lainnya, seperti hubungan sosial, agar anak dapat berperan di masyarakat nantinya. 4) Gerakan. Anak selalu aktif untuk bergerak. Kegiatan yang direncanakan dalam pembelajaran di sekolah High/Scope juga mencakup aspek pengembangan motorik yang banyak distimulasi melalui gerakan. Gerakan dapat dikembangkan lewat tarian, outbound, ataupun senam. 5) Musik. Musik mengajarkan pada anak tentang keindahan bunyi bendabenda yang ada di sekitar. Musik juga merupakan unsur yang menyenangkan bagi anak yang berguna bagi pengembangan beberapa aspek anak, seperti motorik, sosial-emosional, maupun seni. 6) Matematis. Merupakan kegiatan matematika dasar untuk anak usia TK. Kegiatan matematika di TK tidaklah sekompleks kegiatan matematika di tingkat tinggi. Matematika yang banyak dikembangkan di Tk meliputi : kegiatan klasifikasi, seriasi, bilangan, ruang, dan waktu. Peranan guru dalam pendekatan High/Scope antara lain menentukan strategi interaksi yang positif, berfokus pada kekuatan anak, membangun hubungan dengan anak, mendukung ide-ide bermain anak, mengembangkan ketrampilan dalam bertanya serta mengajak anak untuk memecahkan masalah jika terjadi konflik sosial
4. PENDEKATAN KURIKULUM KREATIF Pendekatan Kurikulum Kreatif awalnya dikembangkan Oleh Diane Trister Dodge pada tahun 1978 sampai sekarang. Dasar filosofinya adalah guru
harus
mampu
menggunakan
bermacam-macam
strategi
untuk
memenuhi kebutuhan anak dalam aspek perkembangan sosial, emosional, 47
fisik, kognisi dan bahasa. Kerangka kerja kurikulum kreatif seperti terlihat dalam gambar berikut :
Kerangka Kerja Kurikulum Kreatif untuk Prasekolah Diadaptasi dari Gestwicky, 2008: 447)
a. Prinsip Dasar Kurikulum Kreatif: 1) Kurikulum kreative mendasarkan prinsipnya pada teori dan riset tentang otak yang dilakukan oleh Maslow, Erickson, Piaget, Vygotsky, Smilansky dan Gardner. 2) Pemahaman cara belajar anak sebagai proses yang kontinum. Proses belajar anak tidak pernah berhenti dan harus berlangsung terus menerus agar terjadi penambahan pengetahuan sehingga anak dapat menghubungkan pengelaman lalu dengan yang akan diterimanya. 3) Menekankan pada
seting lingkungan pembelajaran dalam sentra,
mengatur jadwal kegiatan sehari-hari, mengorganisasi
pilihan waktu
belajar, dan menciptakan komunitas kelas. Guru harus merancang lingkungan dan alat pembelajaran yang menarik bagi anak, membuat rencana kegiatan secara rutin, mengorganisasikan waktu (masingmasing untuk kegiatan klasikal dan kelompok), mengkreasi aktivitas belajar untuk menggali ide anak dalam interaksinya dengan anak lain dan orang dewasa. 48
4) Guru berperan menjadi pengamat dan menggunakan bermacam strategi untuk memandu pembelajaran. 5) Bermitra dengan orangtua untuk mendukung pembelajaran. Mitra ini tidak sebatas pada bermitra dalam hal pembiayaan sekolah, tetapi mitra yang sesungguhnya, yaitu tanggung jawab dalam proses pendidikan.
b. Materi dan Kegiatan 1) Anak belajar di dalam sentra. Kegiatan di sentra membuat anak fokus mengerjakan tugas pembelajaran seperti yang telah direncanakan guru. Sentra juga mengarahkan pembelajaran untuk langsung pada konsep yang akan dicapai. 2) Material yang digunakan harus beragam
dan diorganisasi. Bahan
bahan pembelajaran yang dapat digunakan, baik yang dibeli maupun yang didapat dari alam. Namun materi ini tidak akan bermakna jika tanpa pengorganisasian yang tepat, yaitu yang sesuai dengan minta dan karakteristik anak. 3) Kelas dirancang untuk bisa menerima anak dari berbagai latar belakang. Perlakuan guru terhadap anak tidak membeda-bedakan karena latar belakangnya. Semua anak diberi kesempatan yang sama dalam mempelajari dan menemukan konsep pembelajaran. Fasilitas dan materi pembelajaran yang diberikan tidak dibedakan karena latar belakangnya tetapi lebih pada aspek usia anak. 4) Anak terlibat secara aktif. Konsep pembelajaran yang akan diberikan akan dapat diterima anak, jika anak melakukan sendiri aktivitas stimulasi pengembangan yang disusun guru. Metode yang tepat dipakai adalah metode praktek langsung karena anak akan mengalami sendiri proses pembelajaran tidak sekedar jadi penonton guru. 5) Belajar melalui investigasi dan bermain.
49
5. PENDEKATAN REGIO EMILIA Asal mula Pendekatan Reggio dimulai setelah Perang Dunia II di utara Kota yaitu kota Reggio Emilia. Sekelompok sukarelawan yang terdiri dari orang tua dan para guru dipimpin oleh Loris Malaguzzi berkumpul untuk membangun
prasekolah
untuk
anak-anak
dalam
rangka
memberikan
perubahan positif setelah menderita akibat peperangan dan Rezim fasis Mussolini. Melalui pengalaman Reggio Emilia anak usia dini belajar untuk terlibat dalam komunikasi dengan orang lain tanpa kekerasan dan bersifat membangun, seperti halnya untuk mengembangkan ketrampilan berpikir kritis. Anak-Anak juga didukung untuk menyatakan dan mendiskusikan gagasan secara terbuka dalam suasana yang demokratis untuk membentuk kedekatan hubungan jangka panjang dengan orang lain di sekolah.
a. Prinsip Dasar Reggio Emilia : 1) Gambaran tentang anak. Pendidik di Reggio Emilia harus memiliki pandangan bahwa setiap anak memiliki kompetensi, kuat, dan penuh dengan ide sehingga harus mampu membuat program pengembangan yang dapat mengoptimalkan semua itu. 2) Lingkungan sebagai guru ketiga. Lingkungan merupakan guru ketiga yang memberikan kesempatan pada anak untuk membangun pemahaman sosial dan kehidupan, memberi pengalaman anak sebagai bagian dari masyarakat senatural mungkin. 3) Hubungan. Hubungan yang dimaksud adalah hubungan antara anak – guru – dan orang tua yang merupakan komponen penting dari kurikulum Reggio Emilia ini. Semua komponen ini terlibat dalam perencanaan, proses, hingga evaluasi pembelajaran yang dilaksanakan sekolah. 50
4) Kolaborasi (Kerjasama). Kerjasama yang berusaha dijalankan dalam kurikulum Reggio Emilia adalah kerjasama antara berbagai komponen, antara lain kerjasama antara sesama guru, anak dengan guru, anak dengan anak lain, anak dengan orang tua, dan komunitas yang lebih besar lagi.
Kerjasama dalam Menentukan Proyek Pembelajaran Diadaptasi dari Laporan REA Italia
5) Dokumentasi. Dokumentasi merupakan kegiatan untuk menyimpan proses kegiatan anak yang nantinya dapat digunakan sebagai portfolio dan laporan perkembangan
anak
serta
evaluasi
kegiatan
pembelajaran.
Dokumentasi meliputi gambaran verbal dan visual dari aktivitas anak dalam proses pembelajaran, kesempatan pembelajaran yang dilakukan anak, refleksi pembelajaran, dan interpretasi atas pembelajaran yang dilakukan.
Dokumentasi Kegiatan Anak Diadaptasi dari Laporan REA Italia
6) Progettazione. Merupakan bahasa rencana pembelajaran dalam bahasa Italia. Rencana pembelajaran yang dibuat di Reggio Emilia sangat fleksibel bagi anak yang membawa ide anak dalam pembelajaran. Pembelajaran dilaksanakan dalam bentuk proyek, bukan tema-tema yang dibatasi 51
waktu. Proyek yang dilaksanakan merupakan hasil kerjasama antara anak, orang tua, dan komunitas yang lebih luas lagi.
Contoh Proyek yang Dilaksanakan Reggio Emilia Diadaptasi dari Laporan REA Italia
7) Provokasi. Kegiatan provokasi berupa kegiatan mendengarkan secara intensif apa yang menjadi minat anak yang disampaikan melalui percakapan ataupun pertanyaan. Provokasi juga dapat dilakukan untuk menggali ide anak lebih jauh lagi menggunakan berbagai pertanyaan terbuka.
Kegiatan Provokasi untuk Menggali Ide Anak Diadaptasi dari Laporan REA Italia
8) Seratus bahasa anak. Merupakan kegiatan untuk memberi kesempatan anak menyampaikan idenya secara verbal dan simbolik menggunakan berbagai media yang ada.
52
b. Materi dan Kegiatan: 1) Perbandingan guru : anak di kelas 2 : 25 2) Anak, guru, dan keluarga bersama-sama mendorong pembelajaran 3) Kegiatan proyek dalam kelompok kecil, manimal 5 anak atau kelompok 4) Konflik dalam pergaulan anak dipandang sebagai proses kognisi bukan sosial interaksi Dalam pendekatan Regio Emilia, faktor lingkungan merupakan guru ke-tiga yang ruangan atau tempatnya dirancang menarik dan mengundang minat anak. Segala sesuatu dan tempat harus mengandung unsur pendidikan, oleh karena itu setiap sentra dan sekolah memiliki area pusat budaya. Region Emilia juga mengutamakan penyediaan berbagai macam media yang dapat disediakan dengan bantuan anak dan orang tua dalam mengumpulkan dan mengelola bahan-bahan main yang digunakan Guru mempunyai peranan yang sangat penting antara lain: membangun pengetahuan dan pemahaman anak, menjadi seorang pendengar yang baik dan observer, mendokumentasikan hasil kerja anak dan mendiskusikannya dengan guru-guru yang lain setiap minggu, menjadi partner bagi anak di dalam proses pembelajaran, serta peran pedagogista, guru sebagai koordinator, konsultan pendidikan.
6. PENDEKATAN PROJECT-BASED Pendekatan Proyek dikembangkan pertama kali
oleh Lilian Katz.
Kegaiatan pembelajaran melalui pendekatan proyek melibatkan proses kesatuan hati (heart) dan pikiran (minds) diantara anggota kelompok. Dengan demikian, hasil pengamatan yang bervariasi dapat disatukan dalam proses penyelidikan yang akhirnya menghasilkan suatu karya yang berarti. a. Prinsip Pendekatan Proyek antara lain: 1) Pengetahuan (knowledge) Pengetahuan yang diberikan pada anak usia dini meliputi fakta-fakta, informasi, cerita, konsep, dan banyak unsur dari pikiran. 53
2) Ketrampilan (skills) Ketrampilan berbeda dengan pengetahuan. Pengetahuan harus dapat menjadi suatu ketrampilan 3) Disposisi (disposition) a) Kebiasaan berpikir yang digabungan dengan hati b) Kemampuan prososial, motivasi, peduli, dan empati kepada anak lain c) Berkembang dengan baik melalui mengamati
(observing) dan
meniru (modelling). Kegiatan ini meliputi : – Bawaan dari lahir untuk memaknai pengalaman, bertanya, mencari jawaban dan sebagaimanya – Tidak bisa diajarkan melalui instruksi – Harus diwujudkan dalam tingkah laku, diekspresikan dan digunakan – Disposisi yang hilang, tidak akan bisa kembali lagi 4) Perasaan (feelings) a) Dipelajari melalui pengalaman b) Tidak dapat dipelajari melalui instruksi, paksaan, atau doktrinasi c) Memberi kesempatan untuk terlibat aktif, menentukan pilihan, dan mengambil keputusan Pelaksanaan pendekatan Proyek disesuaikan dengan tujuan akademik dimana guru mengajarkan pengetahuan, konsep, informasi dan ketrampilan dan sesuai dengan tujuan intelektual yang disesuaikan dengan tahapan perkembangan anak dalam mengeksperikan ide serta pemikirannya mencakup kegiatan menganalisa, mensintesa, menghipotesa, hubungan sebab akibat, meramalkan serta menginvestigasi.
7. PENDEKATAN BCCT Dikembangkan oleh CCCRT (Creative Center for Childhood Research and Training) Florida, USA. Dilaksanakan di Creative Preschool asuhan 54
Pamela. Pada perkembangannya di Indonesia bernama BCCT (Beyond Center and Cyrcle Time) yang kemudian akan diganti dengan nama SELING (Sentra & Lingkaran). a. Konsep Pendekatan BCCT Melalui 3 jenis main, antara lain: 1) Main Sensorimotor a) anak belajar melalui panca indera dan hubungan fisik dengan lingkungan b) Dengan menyediakan kesempatan untuk berhubungan dengan bermacam-macam bahan dan alat permainan di dalam dan di luar ruangan. 2) Main Peran, atau simbolik, main pura-pura, fantasi, imajinasi atau main drama Untuk perkembangan kognisi, sosial dan emosi anak. Main Peran dibagi atas 2 jenis : a) Main Peran Makro, Anak berperan sesungguhnya dan
menjadi
seseorang atau sesuatu b) Main Peran Mikro, Anak memegang atau menggerak-gerakkan benda-benda berukuran kecil untuk menyusun adegan 3) Main Pembangunan a) Main pembangunan bahan sifat cair/bahan alam Bermain dengan menggunakan bahan bahan cair seperti air, krayon, spidol cat dengan kuas, pensil, pulpen, playdough, ublegh, pasir, lumpur, biji-bijian seperti beras, kacang kedelai, kacang hijau dll. b) Main Pembangunan Terstruktur Bermain dengan mempergunakan balok unit,balok berongga, balok berwarna, lego, puzzle dan lain lain
55
BAB III KURIKULUM PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
A. PENGERTIAN KURIKULUM Kurikulum merupakan rencana kegiatan atau dokumen tertulis yang mencakup strategi untuk mencapai tujuan (Rrnstein, 2004 : 10). Sementara menurut NAEYC, pengertian kurikulum dapat dijabarkan dengan melihat arti dalam proses pelaksanaannya terlebih dahulu, antara lain (Gestwicki, 2007 : 61) : 1. Rencana kegiatan yang berisi pengembangan seluruh area perkembangan anak: fisik, emosional, bahasa, seni, dan kognitif 2. Mencakup bahasan yang luas meliputi seluruh disiplin ilmu : sosial, intelektual, dan konsep diri anak 3. Dibangun atas pengetahuan yang sudah siap dipelajari dan dilaksanakan anak (aktivitas pengetahuan utama) untuk menghubungkan pengetahuan mereka dan menerima konsep serta keterampilan baru 4. Menggunakan bahan dari berbagai disiplin ilmu atau mata pelajaran untuk membantu anak memecahkan masalah yang dihadapi, membuat hubungan yang bermakna dan memberi kesempatan untuk menggali perkembangan konseptual 5. Mengembangkan pengetahuan & pemahaman; proses; dan keterampilan untuk digunakan dan diterapkan serta untuk mempelajari pengetahuan 6. Berisi pengembangan intelektual, penemuan inti pembelajaran, dan alat penerimaan ilmu yang berbeda sesuai dengan gaya belajar anak 7. Memberi kesempatan anak untuk mengembangkan budaya dan bahasa keluarganya sambil mengembangkan kemampuan dalam bersosialisasi dengan budaya dan bahasa di sekitarnya 8. Berisi tujuan yang realistik dan dapat dicapai oleh sebagian besar anak pada usianya 9. Menggunakan teknologi dan bersifat filosofis dalam proses pembelajaran
56
Jadi kurikulum adalah seperangkat rencana untuk dilaksanakan dalam aktivitas pembelajaran yang mencakup pengembangan berbagai potensi anak menggunakan strategi bahkan media yang disesuaikan dengan kebutuhan anak dan lingkungan.
B. KURIKULUM PENDIDIKAN NASIONAL Kurikulum pendidikan nasional yang dipakai di Indonesia adalah Kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi). KBK berisi dua katergori pengembangan, yaitu pembiasaan dan kemampuan dasar. Ruang lingkup Kurikulum TK dan RA meliputi aspek perkembangan : Moral dan Nilai-nilai Agama; Sosial, Emosional, dan Kemandirian; Berbahasa; Kognitif; Fisik/Motorik; Seni. Aspek tersebut dibedakan dalam dua bidang (Depdiknas, 2005 : 3-4), yaitu bidang pengembangan pembiasaan merupakan kegiatan yang dilakukan terus menerus dan terdapat dalam kehidupan sehari-hari guna membiasakan hal-hal yang baik pada anak yang berguna di lingkungannya. Bidang ini berisi aspek Moral dan Nilai-nilai Agama dan aspek Sosial, Emosional dan Kemandirian. Kedua adalah bidang pengembangan kemampuan dasar merupakan kegiatan yang dipersiapkan untuk meningkatkan kemampuan dan kreativitas anak sesuai dengan tahap perkembangannya. Bidang ini berisi kemampuan berbahasa, Kognitif, Fisik/Motorik, dan Seni. Bidang-bidang pengembangan ini akan dilaksanakan bertahap yang diatur dalam tema-tema tertentu. KBK telah menentukan tema yang akan dilaksanakan dalam pembelajaran selama satu tahun sebanyak 11 tema. Tema-tema tersebut adalah : diri sendiri, lingkunganku; kebutuhanku; binatang; tanaman yang dilakukan di semester 1. Tema rekreasi; pekerjaan; air, udara, api; alat komunikasi; tanah air; dan alam semesta dilakukan pada semester 2. Jumlah pertemuan untuk masing-masing tema sekitar 2 – 4 minggu (Depdiknas, 2005).
57
C. PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum menurut DAP haruslah menganut hal-hal sebagai berikut (Gestwicki, 2008 : 13-15) : 1. Seluruh aspek perkembangan anak (fisik, sosial, emosional, dan kognitif) saling terkait satu dengan lainnya dan saling mempengaruhi. Kurikulum TK harus menggunakan prinsip ini agar program pembelajaran yang dibuat memenuhi kebutuhan
anak di semua domain, tidak sekedar
mengembangkan satu domain saja, seumpama kognitif saja sementara domain lain
diabaikan.
Anak
akan
menggunakan
kemampuan kognisinya, demikian juga
bahasa
untuk menunjukkan
dengan fisik dan sosial emosional
berkaitan erat. 2. Perkembangan memiliki urutan yang runtut. Kurikulum TK harus mempertimbangan prinsip ini karena pertumbuhan dan perkembangan anak pada umumnya dapat diramalkan, namun tetap ada variasi antara anak yang satu dengan yang lainnya. Pemahaman terhadap perilaku dan kemampuan akan memudahkan pendidik mengamati pola-pola pada umumnya, sehingga memudahkannya memberikan rangsangan dan dukungan sehingga pertumbuhan dan perkembangan anak lebih optimal. Perkembangan tidak akan berlanjut dengan baik jika anak dipaksa melompati tahap-tahap yang semestinya dilalui. Anak memerlukan waktu untuk melewati proses tahap demi tahap. 3. Setiap anak memiliki proses perkembangan yang berbeda satu dengan yang lain. Penyusunan kurikulum TK juga harus memperhatikan prinsip ini agar tidak terjadi pembandingan kemampuan anak yang satu dengan yang lain. Setiap anak memiliki pola dan tahapan perkembangan yang berbeda yang dipengaruhi oleh faktor keturunan, kesehatan, temperamen individu dan kepribadian, gaya belajar, pengalaman dan latar belakang keluarga yang menciptakan berbagai perbedaan. 4. Pengalaman sebelumnya mempengaruhi perkembangan. 58
Penyusunan dan pengembangan kurikulum juga harus mempertimbangkan pengalaman anak sebelumnya karena dapat memberikan pengaruh pada perkembangan selanjutnya. Misalnya : anak yang diberikan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan sosial melalui bermain dengan teman sebaya akan memiliki rasa percaya diri. Sehingga pada saatnya anak memasuki sekolah dasar, anak akan lebih siap. Pengalaman pada anak usia dini akan menumbuhkan
syaraf-syaraf otak
yang berpengaruh pada perkembangan
otak. 5. Proses perkembangan adalah sesuatu yang dapat diperkirakan menuju ke arah yang lebih kompleks, terorganisasi dan terinternalisasi. Kurikulum sebagai acuan pembelajaran harus disusun dengan memperhatikan tahap perkembangan anak dari sederhana ke kompleks, dari enactive - econic simbolic sehingga perkembangan dapat terognasisir dan terinternalisasi dalam kehidupan anak. Program pendidikan anak usia dini yang mengetahui prinsip ini akan memberikan kepada anak pengalaman-pengalaman secara langsung sehingga anak dapat memperluas pengetahuan perilaku mereka. Pendidik perlu menyediakan media dan bahan-bahan yang beragam sehingga anak dapat belajar
menangkap
konsep-konsep
dasar
untuk
mengembangkan
kemampuannya menjadi lebih tinggi. 6. Perkembangan dan pembelajaran dipengaruhi oleh konteks budaya dan sosial yang beragam. Jika melihat prinsip ini, maka kurikulum tidak dapat disamaratakan di semua daerah. Indonesia merupakan negara yang sangat beragama sosial budayanya, karenanya sudah seharusnya kurikulum yang ada juga memperhatikan keragaman sosial budaya ini. Perkembangan anak terjadi pada lingkungan terkecil dahulu hingga meluas ke lingkungan yang lebih luas, yaitu lingkungan keluarga, kemudian lingkungan sekolah, selanjutnya lingkungan komunitas yang lebih luas di sekitarnya. Anak dapat mempelajari budaya dan bahasa lain, namun tetap akan membawa budaya dan bahasa dari lingkungannya.
59
7. Anak
sebagai
pembelajar
aktif
yang
membangun
pengetahuan
dari
pengalaman fisik dan sosial secara langsung. Kurikulum yang disusun harus mampu melibatkan anak secara aktif
dalam
menggali pengetahuan melalui pengalaman fisik dan sosial secara langsung. Piaget dan Vygostky menjelaskan bahwa pengetahuan anak diperoleh melalui interaksi dengan orang lain, bahan-bahan dan pengalaman-pengalaman. Kelas yang tepat untuk anak usia dini adalah kelas yang menciptakan lingkungan sesuai dengan anak, yaitu dengan menyediakan bahan-bahan (mainan) dan kesempatan berinteraksi 8. Perkembangan dan pembelajaran dipengaruhi kematangan secara biologis dan lingkungan. Kurikulum
yang
tidak
memaksakan
adalah
kurikulkum
yang
tetap
memperhatikan kematangan biologis anak yang sangat berpengaruh pada pembelajaran. Selain itu lingkungan tempat anak tinggal maupun belajar juga berperan dalam mengembangkan anak.
Interaksi antara faktor biologis dan
lingkungan ini sama-sama berperan dalam perkembangan. 9. Bermain
adalah
emosional,
dan
saranan kognisi
untuk anak
mengembangkan
sebagai
alat
untuk
keterampilan menunjukan
sosial, tahap
perkembangannya. Usia TK merupakan usia dimana anak masih senang melakukan berbagai aktivitas
bermain,
karenanya
kurikulum
harus
disusun
dengan
tidak
meninggalkan sifat ini. Bermain dapat memberikan kesempatan pada anak untuk memahami dunia, berinteraksi dengan anak lain, mengekspresikan dan mengendalikan emosi, dan mengembangkan kemampuan simbolik sehingga anak aktif membangun pengetahuannya. Perkembangan akan semakin maju jika anak memiliki kesempatan untuk praktek ketrampilan-ketrampilan yang diperolehnya. Bermain akan banyak melibatkan anak dalam berbagai aktivitas, sehingga konsep-konsep yang akan diajarkan dapat ditangkap dengan cepat dan mampu bertahan lama dalam memori anak.
60
10.
Perkembangan anak akan lebih meningkat, jika anak diberikan kesempatan
untuk melatih keterampilan yang baru dan meningkatkan keterampilan yang sudah dimiliknya sekarang. Kurikulum yang berkelanjutan dapat memberikan pengalaman-pengalaman baru pada anak dengan tetap memakai pengalaman lamanya dalam pembelajaran. Prinsip ini mempertahankan pengalaman lama agar terus berkembangan dan memberikan pengalaman baru untuk dikembangkan. Pengalaman yang diberikan pada anak tidak boleh disamaratakan karena anak memilki cara belajar yang berbeda-beda dalam menemukan kompetensi yang sesuai dengan diri mereka dan dapat memperkuat area lain yang diperlukan. 11.
Anak memiliki beragam cara untuk belajar dan mencari tahu serta memiliki
berbagai cara untuk menunjukan apa yang diketahuinya. Setiap anak memilki kemampuan intelegensi dan metode belajar yang berbeda dalam memahami konsep pembelajaran, karenanya kurikulum harus mampu mengakomodasi hal ini dengan cara pembelajaran berbasis minat anak. Guru harus memiliki banyak variasi sehingga keragaman cara belajar ini dapat diakomodasi dan anak mampu menemukan makna pembelajaran dengan caranya sendiri. 12.
Anak akan lebih mudah belajar jika anak merasa merasa aman dan
nyaman. DAP sangat memperhatikan kebutuhan fisik dan psikis anak, salah satunya dengan memberikan jaminan kesehatan dan keamanan lingkungan belajarnya. Kesehatan diberikan berupa nutrisi dan gizi, sementara kemanan diberikan berupa hubungan yang nyaman dan hangat antara pendidik dan anak sehingga seluruh area perkembangan anak dapat dioptimalkan. Jika pengembangan program pembelajaran TK memperhatikan keduabelas prinsip
tersebut,
maka
pembelajaran
yang terjadi di TK
akan mampu
menoptimalkan seluruh aspek perkembangan anak sesuai karakteristiknya.
61
D. MODEL-MODEL KURIKULUM Ada banyak model kurikulum yang dapat dikembangkan di dunia pendidikan mana pun dengan memperhatikan karakteristik peserta didik, sehingga kurikulum sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan lingkungan. Model-model tersebut antara lain (Gestwicki, 2008 : 432-450) : 1. Model Montessori Pembelajaran model Montessori menggabungkan anak dari berbagai usia dan kemampuan menjadi satu kelas. Lingkungan pembelajaran diatur sesuai ukuran tubuh anak, materi bermain yang berurut dari sederhana menuju komplek, menyiapkan pengalaman langsung dalam setiap aktivitas anak dengan melibatkan anak secara aktif, dan guru bertindak membimbing dan mengamati proses perkembangan anak daripada memberikan instruksi. Pembelajaran menurut model Montessori lebih diorganisasi secara individualis
daripada
kelompok.
Sekolah
Montessori
melaksanakan
pembelajaran yang lebih bersifat individu pada anak dan tidak direncanakan untuk kegiatan kelompok. Anak berpindah dan berganti materi permainan dengan bebas di seluruh ruangan (Feneey, 2007 : 77). Model
Montessori
menjabarkan
tiga
konsep
sebagai
kunci
pembelajarannya, yaitu (Brewer, 2007 : 52) : a. Anak belajar jika melakukan aktivitas secara langsung b. Anak bebas memilih apa yang dibutuhkannya untuk mengembangkan kompetensinya. c. Guru tidak boleh mendiktekan tujuan belajar kepada anak agar anak dapat memilih kegiatan dengan bebas sehingga tercipta suasana belajar yang menyenangkan.
2. Model Behaviorist Model behavioris dikembangkan berdasarkan teori pembelajaran Edward Thorndike dan B. F. Skinner. Ada tiga komponen dalam model
62
behavioris yang dikenal sebagai
instruksi langsung, yaitu agenda
penguatan, perubahan prilaku, dan menghilangkan prilaku (Brewer, 2007 : 57). a. Agenda penguatan. Penguatan merupakan hadiah yang diberikan atas prilaku yang telah dicapai anak. Hadiah dapat berupa benda ataupun pujian verbal dan non verbal. Agenda penguatan artinya penguatan diberikan secara terjadwal ketika perubahan prilaku telah tercapai, tidak semua respon diberi penguatan. Penguatan dimulai terhadap dua respon terlebih dahulu, kemudian meningkat menjadi empat dan seterusnya. Penguatan tidak diberikan pada prilaku yang telah lama berubah. Untuk beberapa prilaku yang telah dicapai anak, distimulasi yang akan tidak membutuhkan penguatan lagi tetapi langsung menuju prilaku selanjutnya yang akan ditanamkan. Misalnya anak akan mendapat stiker di buku penghubungnya setelah membantu guru merapikan mainan, namun tidak hanya satu mainan melainkan keseluruhan mainan di suatu area. b. Perubahan prilaku. Prilaku akan berubah tergantung pada penguatan dan hukuman yang diterima anak. Jika anak menjadi pengganggu di dalam kelompok, makan guru harus mengacuhkan anak ketika berprilaku mengganggu dan member pujian atau hadiah ketika anak berprilaku yang bermanfaat. Anak berprilaku mengganggu bertujuan untuk mencari perhatian guru, karenanya hal itu tidak perlu ditanggapi, tetapi keberhasilan anak yang positif harus diberi hadiah sebagai penguatan agar prilaku yang diharapkan tetap dilakukan anak dikemudian hari. c. Menghilangkan prilaku. Prilaku buruk akan hilang jika hal ini didukung oleh lingkungan sekitar. Misal, ada anak yang sering tantrum ketika keinginannya tidak dipenuhi. Pada kasus ini orang tua atau guru harus mengacuhkan anak ketika tantrum. Anak merasa tidak mendapat perhatian dengan tantrumnya, maka anak akan mengalihkan prilaku pada bentuk prilaku lain yang dapat 63
membuatnya memperoleh perhatian orang tua atau guru. Anak akan mengulangi prilaku yang dapat membuatnya diperhatikan orang tua atau guru dan tidak akan mengulangi prilaku yang membuatnya diacuhkan. Dari ketiga komponen di atas dapat dilihat bahwa pembelajaran dalam model behavioris menghasilkan pengetahuan sebagai hasil pengulangan interaksi anak dengan lingkungan. Konsekuensi interaksi seperti penguatan dan hukuman akan member pemahaman pada anak untuk mengulang atau menghilangkan prilakunya. Anak akan mengulang ketika mendapat penguatan dan secara otomatis akan menghilangkan prilakunya ketika mendapat hukuman. Model behavioris ini fokus pada pencapaian tujuan pembelajaran yang bersifat akademik seperti membaca, matematika, dan bahasa. Pembelajaran dilakukan dalam kelompok kecil
3. Model Konstruktif Model konstruktif merupakan pengembangan dari teori pembelajaran Jean Piaget dan Lev Vigotsky. Model konstruktif
menyatakan bahwa
pengetahuan dibangun atas hasil pemerolehan ilmu melalui pengalaman langsung (Brewer, 2007 : 61).
Anak aktif mencari pengalaman secara
langsung sehingga konsep yang ditanamkan dalam pembelajaran dapat dimengerti anak dan bertahan lama dalam pikiran anak. Tujuan utama pembelajaran model konstruktif adalah merangsang seluruh area perkembangan anak, yaitu perkembangan fisik, social-emosional, bahasa, dan kognitif. Kurikulum model konstruktif dikembangkan berdasarkan pada minat anak dan terintegrasi tidak berdasarkan pada bidang studi yang terpisah. Pelaksanaan model konstruktif meliputi (Brewer, 2007 : 60) : a. Pembelajaran dilakukan secara konkret sesuai dengan usia anak yang berada pada tahap operasional dari perkembangan kognitif Piaget.
64
b. Anak belajar dan mengoptimalkan perkembangannya secara aktif melalui pengalaman langsung. c. Menggunakan
materi,
peralatan,
dan
aktivitas
belajar
yang
dapat
mendorong anak mengembangkan potensinya secara aktif, seperti aktivitas seni, area pembangunan, bermain peran, menyanyi, bermain air dan pasir.
4. Model Bereiter-Engelmann Model ini dikembangkan oleh Carl Bereiter dan Siegfried Engelmann pada tahun 1960an. Program pembelajaran model Bereiter-Engelmann mempersiapkan anak untuk berkembang lebih cepat dari kemampuan di usianya (Essa, 2003 : 139). Kurikulum pembelajaran yang digunakan sama dengan
model
behavioris,
yaitu
instruksi
langsung.
Pembelajaran
menggunakan teknik drill dan latihan untuk mencapai tujuan yang lebih khusus untuk mengembangkan kemampuan anak dengan cepat. Kelas model Bereiter-Engelmann diciptakan dalam dua kelompok. Pertama yaitu kelompok kecil untuk pelaksanaan pembelajaran secara langsung seperti ruang aritmatik, ruang bahasa dan sebagainya. Kedua kelas besar untuk pelaksanaan kegiatan kelompok besar seperti ruang seni yang terdapat papan tulis, piano, dan meja-meja. Kegiatan di kelas besar seperti gerak dan lagu atau senam, dimana anak bergerak bebas. Menurut
Brewer,
keunggulan
model
Bereiter-Engelmann
dapat
dijabarkan sebagai berikut (Brewer, 2007 : 58) : a. Langkah cepat. Setiap anak memerlukan 500 respon dalam waktu 20 menit dan dalam waktu 20 menit tersebut diberikan lima atau lebih tugas yang berbeda. b. Mengurangi latihan prilaku yang tidak penting. Guru mengendalikan pembelajaran hanya mengandalkan perubahan kondisi yang spontan untuk memberikan pembelajaran prilaku. Anak dan guru fokus pada latihan yang telah direncanakan agar sesuai dengan tujuan pembelajaran. Hal-hal yang
65
dianggap tidak penting, tidak akan dilatihkan atau dibahas dalam pembelajaran. c. Sangat menekankan pada respon verbal. Keterampilan akademik dihasilkan secara bersamaan dalam pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara maksimal melalui tanggapan guru terhadap berbagai pertanyaan anak secara verbal. d. Teliti dalam membuat perencanaan hingga pada tujuan terkecil sekalipun dan memberikan umpan balik secara terus menerus agar anak dan guru segera menyadari kesalahan yang dibuatnya dan segera memperbaiki. e. Menuntut kerja keras. Anak membutuhkan perhatian dan kerja keras dari orang tua atau guru untuk memberikan penguatan atau hukuman atas prilaku yang diperbuat anak.
66
BAB IV PENGEMBANGAN KEGIATAN PEMBELAJARAN
Kurikukulum tidak akan memiliki makna jika guru tidak mampu meraciknya menjadi rencana kegiatan yang akan digunakan sebagai penduan pembelajaran. Karenanya
kreativitas
guru
dalam
merancang
pembelajaran
berdasarkan
kurikulum yang ada sangatlah dibutuhkan. Penjabaran kurikulum menjadi rencana pembelajaran ini disebut sebagai pengembangan silabus. Silabus berguna untuk membantu guru dalam mengelola pembelajaran, mencakup komponen : kompetensi dasar; hasil belajar; indikator; langkah pembelajaran; alokasi waktu; sarana dan sumber belajar; dan penilaian (Depdiknas, 2005 : 12-18). Pengembangan silabus dilaksanakan dalam beberapa tahap, yaitu : A. PERENCANAAN SEMESTER Perencanaan semester merupakan program pembelajaran yng berisi jaringan tema, bidang pengembangan, kompetisi dasar, hasil belajar, dan indikator yang ditata secara urut dan sisitematis, alokasi waktu yang diperlukan untuk setiap jaringan tema, dan sebarannya ke dalam semster 1 dan 2. Langkah-langkah pengembangan program semester, sebagai berikut: 1. Mempelajari dokumen Kurikulum, yakni kerangka dasar dan standar kompetisi. 2. Menentukan tema yang dapat mempersatukan kompetensi-kompetensi tersebut untuk setiap kelompok dalam satu semester. 3. Membuat ”Matriks Hubungan Kompetensi Dasar dengan Tema”. Dalam langkah ini yang harus dilakukan adalah memasukan hasil belajar dan/atau indikator ke dalam jaringan tema. 4. Menetapkan
alokasi
waktu
untuk
setiap
jaringan
tema
dengan
memperhatikan keluasan cakupan pembahasan tema dan minggu efektif sekolah. Adapun tema yang ada dan biasa digunakan di Taman Kanak-kanak dijabarkan dalam perencanaan semester adalah sebagai berikut: 67
a. Tema semester 1 No Tema 1 Diri Sendiri 2 Lingkunganku 3 Kebutuhanku 4 Binatang 5 Tanaman JUMLAH
Alokasi Waktu 3 minggu 4 minggu 4 minggu 3 minggu 3 minggu 17 minggu
b. Tema Semester 2 No. Tema 1 Rekreasi 2 Pekerjaan 3 Air, udara, dan api 4 Alat komunikasi 5 Tanah airku 6 Alam semesta JUMLAH
Alokasi Waktu 4 minggu 3 minggu 2 minggu 2 minggu 3 minggu 3 minggu 17 minggu
(Diadaptasi dari Pengembangan Silabus Depdiknas (Depdiknas, 2005))
Masing-masing aspek pengembangan dijabarkan dalam tema yang ada dengan alokasi waktu yang ada yang dijabarkan dengan bagan berikut : TEMA ALOKASI WAKTU ASPEK PENGEMBANGAN Masing-masing kompetensi bisa terdapat lebih dari
Kompetensi Dasar
satu hasil belajar maupun indikator dalam sebuah aspek pengembangan yang dihubungkan dengan Hasil Belajar
tema. Hasil belajar dan indikator dalam aspek pengembangan
yang
dijabarkan
tergantung
dengan relevansinya terhadap tema.
Indikator (Diadaptasi dari Pengembangan Silabus Depdiknas (Depdiknas, 2005))
B. PERENCANAAN MINGGUAN Perencanaan
mingguan
disusun
dalam bentuk satuan
kegiatan
mingguan (SKM) yang merupakan penjabaran dari perencanaan semester dan 68
berisi kegiatan-kegiatan dalam rangkan mencapai indikator yang telah direncanakan dalam satu minggu sesuai keluasan pembahasan tema dan subtema. Komponen-komponen yang ada dalam SKM adalah tema dan subtema; alokasi waktu; aspek pengembangan; dan kegiatan per aspek pengembangan; yang diuraikan dalam gambaran bagan sebagai berikut : Aspek Pengembangan
Aspek Pengembangan
PEMBIASAAN
BAHASA
TEMA Alokasi Waktu
Aspek Pengembangan
Aspek Pengembangan
Aspek Pengembangan
SENI
FISIK/MOTORIK
KOGNITIF
(Diadaptasi dari Pengembangan Silabus Depdiknas (Depdiknas, 2005))
Berikut
penjabaran
langkah-langkah
penyusunan
perencanaan
mingguan : 1. Mempelajari perencanaan semester untuk mengetahui tema yang sedang berjalan dan indikator apa saja yang termuat dalam perencanaan semester yang bersangkutan. 2. Menentukan tema sebagai pusat perencanaan yang dapat mengembangkan kompetensi yang akan dikembangkan. Tema akan dilaksanakan dalam beberapa minggu tergantung pada minat anak terhadap tema tersebut. 3. Menentukan alokasi waktu untuk masing-masing tema yang ada dalam seminggu perencanaan.
69
4. Memilih sub tema sebagai pengembangan tema yang akan dilaksanakan. Sub tema dapat diganti setiap harinya sesuai dengan situasi dan kondisi pembelajaran yang sedang dilaksanakan. 5. Memilih indikator yang dilaksanakan pada minggu tertentu yang sesuai dengan tema yang telah dipilih.
C. PERENCANAAN HARIAN Perencanaan harian disusun dalam bentuk satuan kegiatan harian (SKH) yang merupakan penjabaran dari SKM. SKH memuat kegiatan-kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan secara individual, kelompok, maupun klasikal dalam satu hari. Dalam SKH kegiatan dibagi dalam beberapa sesi, yaitu : Kegiatan awal, kegiatan inti, istirahat/makan, dan kegiatan akhir. Kegiatan inti adalah kegiatan untuk pemanasan dan dilaksanakan secara klasikal berupa kegiatan berdoa/mengucap salam, membicarakan tema atau subtema, dan sebagainya. Kegiatan inti merupakan kegiatan yang dapat mengaktifkan perhatian, kemampuan, sosial dan emosional anak. Kegiatan ini dapat dicapai melalui kegiatan
yang
memberi
kesempatan
anak
untuk
bereksplorasi
dan
bereksperimen yang akan memunculkan inisiatif, kemandirian, dan kreativitas anak. Kegiatan inti dapat dilaksanakan secara individual maupun kelompok. Istirahat/makan
adalah
kegiatan
yang digunakan
untuk mengisi
kemampuan anak dalam kegiatan makan seperti mengenalkan kesehatan, makanan bergizi, tata tertib makan dan sebagainya. Setelah kegiatan makan selesai anak melakukan kegiatan bermain untuk pengembangan motorik dan sosialisasi anak. Kegiatan akhir merupakan kegiatan penenangan yang dilaksanakan secara klasikal diberikan pada akhir pembelajaran melalui membacakan cerita buku, mendramatisasikan cerita dan lain-lain. Adapun langkah-langkah dalam menyusun perencanaan harian dapat dilihat sebagai berikut :
70
a. Mencantumkan kelompok kelas yang akan melaksanakan pembelajaran, semester dan minggu pelaksanaan, memilih tema dan subtema untuk hari itu, dan menentukan alokasi waktu dalam satu hari pembelajaran. b. Memilih indikator untuk masing-masing bidang pengembangan yang sesuai dengan sub tema dan pembiasaan yang akan ditanamkan sebagai pelatihan prilaku anak untuk hari itu. c. Menuliskan skenario pembelajaran yang dibuat per langkah secara rinci, baik kegiatan belajar maupun bermain. Skenario juga mencantumkan alokasi waktu masing-masing kegiatan. Kegiatan awal dilaksanakan selama 30 menit, inti 60 menit, istirahat 30 menit, dan penutup 30 menit. d. Memilih alat dan sumber belajar yang akan digunakan dalam mendukung proses pembelajaran. e. Mencantumkan penilaian secara rinci berupa alat yang digunakan untuk melakukan penilaian, dan cara mengetahui hasilnya. Penyusunan SKH ini dapat terlihat dalam bagan berikut : SATUAN KEGIATAN HARIAN KELOMPOK
:
SEMESTER/MINGGU : TEMA/SUBTEMA
:
HARI/TANGGAL
:
WAKTU : KEGIATAN PEMBELAJARAN
INDIKATOR
ALAT/SUMBER BELAJAR
PENILAIAN Alat Hasil
I.
KEGIATAN AWAL 30 MENIT (KLASIKAL) II. KEGIATAN INTI 60 MENIT (INDIVIDUAL/ KELOMPOK) III. ISTIRAHAT/MAKAN 30 MENIT IV. KEGIATAN AKHIR 30 MENIT (KELOMPOK) Mengetahui Kepala TK
Jakarta, ......................... Guru Kelas,
---------------------
------------------------------
71
BAB V PRAKTIKUM PENYUSUNAN SKH
A. KEGIATAN PEMBELAJARAN PAUD FORMAL (TK) Pada kegiatan praktikum ini mahasiswa wajib membawa berbagai keperluan praktikum sendiri demi kelancaran pelaksanaan kegiatan. Adapun alat dan perlengkapan praktikum yang harus dibawa antara lain : 1. Kurikulum TK (dalam hal ini adalah kurikulum 2004 KBK) atau Menu Generik (sesuai apa yang dipakai di sekolah tempat praktik) 2. Buku ukuran folio
Praktikum yang akan dilaksanakan dalam modul ini adalah : PENYUSUNAN SKH SKH secara umumnya telah dijelaskan di modul, namun format yang akan digunakan disesuaikan dengan format SKH yang telah digunakan di sekolah tempat praktik. Jika formatnya berbeda dengan yang telah dibahas, makan mahasiswa dibekali hal-hal yang mendasar dari unsur SKH umumnya. Unsurunsur tersebut dijabarkan per langkah penyusunan SKH sebagai berikut : 1. Memilih kompetensi dasar Kompetensi dasar dapat diambil dari kurikulum yang sudah dan dijadikan sebagai acuan pengembangan pembelajaran. 2. Memilih hasil belajar Merupakan komponen yang akan dijadikan tujuan pembelajaran di kelas. 3. Memilih indikator Indikator yang sudah ada dalam kurikulum belum tentu sesuai dengan semua tema dan kompetensi, karenanya harus dipilih yang sesuai. 4. Memilih tema Tema dapat dipilih sesuai dengan minat anak tidak harus sama persis dengan yang telah ditentukan dalam kurikulum nasional. Terutama untuk sekolah yang
72
menggunakan
KTSP,
maka
tema
ini
dapat
dikembangkan
dengan
menyesuaikan sumber daya yang dimiliki dan hal yang menjadi minat anak. 5. Menjabarkan indikator menjadi kegiatan pembelajaran Penjabaran indikator tidak boleh terlalu jauh dari tema yang akan dilaksanakan. 6. Menyusun kegiatan sesuai tema dan sub tema 7. Memilih media dan sumber belajar sesuai dengan indikator dan sub tema 8. Menyusun SKH secara komplit dengan format berikut : SATUAN KEGIATAN HARIAN KELOMPOK
:
SEMESTER/MINGGU
:
TEMA/SUBTEMA : HARI/TANGGAL : WAKTU INDIKATOR
:
KEGIATAN PEMBELAJARAN I.
ALAT/SUMBER BELAJAR
PENILAIAN Alat Hasil
KEGIATAN AWAL 30 MENIT (KLASIKAL) KEGIATAN INTI 60 MENIT (INDIVIDUAL/ KELOMPOK)
II. -
III. ISTIRAHAT/MAKAN 30 MENIT IV. KEGIATAN AKHIR 30 MENIT (KELOMPOK) Mengetahui Kepala TK
Jakarta, ......................... Guru Kelas,
---------------------
------------------------------
73
BAB VI KESIMPULAN
1. Filosofi Pendidikan anak usia dini memberikan dasar kuat kepada guru PAUD dalam
mengembangkan
konsep
pendidikan
yang
berlandaskan
pada
kebutuhan anak. Beberapa tokoh pendidikan dari dalam negeri dan luar negeri telah memberikan pandangannya mengenai konsep pendidikan khususnya bagi anak antara lain: (1) Ki Hajar Dewantara; (2) Martin Luther; (3) John Amos Comenius; (4) John Lock; (5) Jean Jacques Rousseau; (6) Johann Heinrich Pestalozzi; (7) Frederich Wilhelm Froebel; (8) Maria Montessori; (9) Jean Piaget; (10) Lev Vygotsky; (11) John Dewey; (12) Howard Gardner. 2. Berdasarkan beberapa pendapat, maka penulis mengelompokkan model pembelajaran di Taman Kanak-anak antara lain: (1) Model Pembelajaran Kelompok (Cooperatif Learning); (2) Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning); (3) Model Pembelajaran Diskusi Kelas (Classroom Discussion); (4) Model Pembelajaran Berdasarkan Minat. 3. Proses pembelajaran akan optimal jika didukung dengan pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan anak. Beberapa pendekatan dalam pembelajaran anak di Taman Kanak-kanak antara lain: Pendekatan Montessori, Pendekatan Bank
Street,
Pendekatan
High/Scope,
Pendekatan
Kurikulum
Kreatif,
Pendekatan Regio Emilia, Pendekatan Project, Pendekatan BCCT. 4. Kurikulum adalah seperangkat rencana untuk dilaksanakan dalam aktivitas pembelajaran yang mencakup pengembangan berbagai potensi anak menggunakan strategi bahkan media yang disesuaikan dengan kebutuhan anak dan lingkungan. Kurikulum harus disusun dengan memperhatikan prinsip-prinsip dalam DAP sebagai acuan penyusunan kurikulum internasional. Ada 12 prinsip sebagai acuan pengembangan kurikulum yang ada. 5. Penyusunan kurikulum dapat menggunakan berbagai pilihan model yang ada disesuaikan dengan karakteristik yang ada di sekitar sekolah, ada 4 model
74
kurikulum yang dapat dipilih untuk dikembangkan, yaitu model Montessori, Behavioristik, Konstruktif, dan Bereiter-Engelmann. 6. Kurikulum yang ada harus dikembangkan melalui silabus yang berguna untuk membantu guru dalam mengelola pembelajaran. Silabus berisi komponen: kompetensi dasar; hasil belajar; indikator; langkah pembelajaran; alokasi waktu; sarana dan sumber belajar; dan penilaian. Silabus terdiri dari perencanaan tahunan, semester, mingguan (SKM), dan harian (SKH).
75
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Idi. 2007. Pengembangan Kurikulum. Teori & Praktek. Jogjakarta : ArRuzz Media. Bredekamp, Sue & Rosegrant. 1991. Creating Potentials Approach Curriculum. NAEYC. Brewer, Jo Ann. 2007. Introduction To Earlychildhood Education. USA: Pearson Education, Inc. Dodge, Diane T and Colker Laura J. 2001. The Creative Curriculum For Early Childhood. Washington, DC : Teaching Strategies, Inc Essa, Eva L. 2003. Introduction To Earlychildhood Education. Canada : Thompson Delmar Learning. Fogarty, Robin. (1991). How To Integrate The Curricula. Illiones : IRI Skylight Getstwicki, Carol. 2007. Developmentally Appropriate Practice. Curriculum and Development In Early Education. Canada : Thomson Delmar Learning. Ornstein, Allan C. 2004. Curriculum. Foundation, Principles, and Issues. Boston : Pearson Education, Inc. Papalia, Diane E, Etc. 2008. Human Development (Psikologi Perkembangan, terjemahan A. K. Anwar). Jakarta: Kencana Prenada Media Grup Richard I. Arends. 2008. Learning To Teach (Belajar untuk Mengajar, terj.Helly Prajitno Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto, edisi ke tujuh). Yogyakarta: Pustaka Pelajar Sujiono, Yuliani Nurani. 2009. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta: Indeks Suyanto, Slamet. 2005. Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Yogyakarta: Hikayat Publishing Thornton, Linda and Pat Brunton. (2007). Bringing The Reggio Approach To Your Early Years Practice. Usa and Canada : Routledge ----. (2007). Kerangka Dasar Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta : Puskur. ----. (2005). Kurikulum 2004. Standar Kompetensi. Jakarta : Depdiknas
76
----. (2005). Pedoman Pengembangan Silabus di Taman Kanak-kanak. Jakarta : Depdiknas ----. (2005). Pedoman Pembelajaran di Taman Kanak-kanak. Jakarta : Depdiknas ----. (2009). Laporan In-Depth Study of REA, Italy. Jakarta : Dir.PAUD, Kemendiknas. ----. (2006). Pedoman Penerapan Pendekatan “Beyond Centers and Circle Time” (BCCT) Dalam Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta : Direktorat PAUD, Ditjen Pendidikan Luar Sekolah, Depdiknas ----. (2002). Menu Pembelajaran Generik. Jakarta : Direktorat PAUD, Ditjen Pendidikan Luar Sekolah, Depdiknas
77