1
PENGEMBANGAN MANAJEMEN PENDIDIKAN MADRASAH (Studi tentang Pengembangan Manajemen dan Pengajaran di MA NU Demak) Abdurrohman Kasdi Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus Umma Farida Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus
[email protected]
Abstract Nowadays people need a quality education, especially the schools that give a balance loads between religious and general education. This is because the parents' awareness of the importance of religious education for their children was increasing, in order to counteract the negative effects exhaled by globalization, especially the moral decadence and rampant cases of drugs among young people. It is a challenge and opportunity for Islamic institutions, especially the Islamic high school (Madrasah Aliyah), which began to rise to become an excellent school. Here are four things that have to be met by madrasah to be a leading educational institution: first, the implementation of curriculum strategies. Second, the development of management based on madrasah. Third, create a synergistic relationship between teachers and students. Fourth, the reorientation of the teaching system. The official recognition of the institution of madrasah as a subsystem of national education is its challenge to
2 show that madrasah is one of competitive educational institutions that is acceptable to all people, especially to those who are not familiar with madrasah. This study will attempt to explore the strategy of Madrasah Aliyah Nahdlatul Ulama Demak in the implementation of curriculum to fulfill that expectation during academic year 2012/2013. Keywords:
Management, Strategy, Schools, and Curriculum
Madrasah,
. Abstrak Saat ini masyarakat membutuhkan pendidikan yang berkualitas, terutama sekolah yang memberi muatan secara seimbang antara pendidikan agama dan pendidikan umum. Hal ini karena kesadaran orangtua akan pentingnya pendidikan yang bernuansa keagamaan bagi anak-anaknya semakin meningkat, dalam rangka untuk menangkal pengaruh negatif yang dihembuskan oleh globalisasi, terutama dekadensi moral dan maraknya kasus narkoba di kalangan generasi muda. Ini merupakan tantangan sekaligus peluang bagi lembaga pendidikan Islam, terutama Madrasah Aliyah yang belakangan ini mulai bangkit untuk berbenah diri dalam mengejar berbagai ketertinggalannya untuk menjadi sekolah unggulan. Untuk menjadi lembaga pendidikan unggulan, setidaknya ada empat hal yang harus dipenuhi: pertama, penerapan strategi pelaksanaan kurikulum. Kedua, pengembangan manajemen berbasis madrasah. Ketiga, menciptakan relasi yang sinergik antara guru dan anak didik. Keempat, reorientasi sistem pengajaran. Pengakuan resmi pemerintah terhadap lembaga madrasah sebagai subsistem pendidikan nasional merupakan tantangan bagi kalangan madrasah untuk menunjukkan kelebihan yang dimilikinya, bahwa
3 madrasah adalah lembaga pendidikan yang memiliki daya saing dan dapat diterima semua kalangan, terutama kepada yang belum mengenal madrasah. Penelitian ini akan berusaha mengungkap terobosan MA NU Demak dalam pengembangan kurikulum tahun ajaran 2012/2013 untuk memenuhi harapan di atas. Kata-kata Kunci: Manajemen, Strategi, Madrasah, Sekolah, dan Kurikulum
Pendahuluan Pendidikan yang bermutu, terutama yang memberi muatan secara seimbang antara pendidikan agama dan pendidikan umum sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Fenomena ini merupakan tantangan sekaligus peluang bagi lembaga pendidikan Islam, terutama Madrasah Aliyah yang belakangan ini mulai bangkit untuk berbenah diri dalam mengejar berbagai ketertinggalannya. Untuk mencapai keinginan ini, bukanlah suatu hal yang tidak mungkin karena eksistensi madrasah semakin mantap dengan keluarnya Undangundang nomor 20 tahun 2003, yang mengatur tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam UU ini dinyatakan bahwa eksistensi Madrasah diakui setara dengan pendidikan umum. Sejak diberlakukannya UU nomor 20 tahun 2003, madrasah menjadi sub sistem pendidikan nasional. Perubahan ini mengundang reaksi yang beragam di masyarakat antara yang pro dan yang kontra. Ada yang menganggap bahwa perubahan ini dilakukan dalam rangka mengembalikan ketertinggalan pendidikan Islam untuk menghadapi tantangan global. Namun ada juga yang menganggap bahwa perubahan itu sebagai suatu kelemahan karena dapat menyebabkan terjadinya pendangkalan pendidikan agama. Terlepas dari pro kontra di atas, banyak kalangan yang merasa optimis dengan diberlakukannya UU nomor 20 tahun 2003, di antaranya adalah MA NU Demak yang saat ini sedang berpacu untuk mengembangkan pengajaran keagamaan. Eksistensi MA NU Demak sebagai lembaga pendidikan Islam telah mendapat kepercayaan dari masyarakat. Hal ini tidak lepas dari kemampuannya memberdayakan
4 seluruh komponen pendidikan secara efektif, bahkan selalu melakukan terobosan dengan pengembangan kurikulum. Selain karena MA NU Demak sendiri telah menjadi lembaga pendidikan Islam yang mapan, ia juga selalu memposisikan menjadi lembaga pendidikan unggulan. Guru dan pengurus MA NU Demak sadar bahwa kurikulum pendidikan merupakan sarana untuk mewujudkan visi dan misi yang diharapkan melalui implementasi program yang direncanakan. Dalam mengembangkan kurikulum, tidak lepas dari strategi pelaksanaan pembelajaran, evaluasi, administrasi yang tertib, bimbingan yang kondusif, efektif dan efisien didukung dengan sarana dan prasarana pembelajaran serta tenaga yang memadai. Permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah: Bagaimana pengembangan manajemen yang dilakukan oleh MA NU Demak? Bagaimana pengembangan pengajaran di MA NU Demak? Sejauhmana efektifitas pengembangan manajemen dan pengajaran dalam meningkatkan keunggulan MA NU Demak? Dengan demikian, tujuan penelitian ini adalah: mengetahui pengembangan manajemen yang dilakukan oleh MA NU Demak; mengetahui pengembangan pengajaran di MA NU Demak; mengeksplorasi efektifitas pengembangan manajemen dan pengajaran dalam meningkatkan keunggulan MA NU Demak.
Kerangka Teori Pendidikan agama di madrasah adalah usaha-usaha yang lebih sistematis dan pragmatis dalam membantu anak didik supaya mereka hidup sesuai dengan ajaran agama. Sedangkan menurut pasal 1 ayat (1) UU No. 2 tahun 1989 yaitu usaha secara sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan dan pengajaran atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Berdasarkan batasan tentang pendidikan, maka pendidikan agama lebih ditekankan pada proses internalisasi dan transformasi nilai-nilai keagamaan ke dalam pribadi anak didik. Selain itu, pendidikan agama Islam di madrasah adalah usaha bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikannya dapat memahami apa yang terkandung dalam ajaran Islam secara keseluruhan, mengamalkan makna dan
5 maksud serta tujuan yang akhirnya dapat mengamalkan serta dapat menjadikan ajaran agama Islam sebagai pandangan hidupnya. Dengan demikian, pendidikan agama Islam adalah usaha untuk membantu anak didik melalui kegiatan bimbingan dan pengajaran agama Islam agar mereka memahami, menghayati dan akhirnya mengamalkan ajaran agamanya dalam hidupnya.
Metode Penelitian Lokasi penelitian ini adalah di kabupaten Demak, dengan fokus utama pengamatan dan penelitian tentang Terobosan MA NU Demak dalam pengembangan kurikulum tahun ajaran 2012/2013. Data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung dari informan melalui wawancara secara mendalam yang dilakukan kepada kepala sekolah, guru-guru dan siswa di MA NU Demak. Sedangkan data sekunder didapatkan melalui dokumentasi, catatan-catatan peneliti selama di lokasi, serta literatur yang mendukung; baik melalui studi kepustakaan maupun hasil penelitian yang relevan. Metode dan teknik pengumpulan data menggunakan field research (studi lapangan). Metode ini adalah metode pengumpulan data langsung dari lapangan, atau langsung dari sumber data (responden), pengumpulan data dengan metode ini dapat dilakukan dengan menggunakan teknik-teknik pengumpulan data, antara lain: wawancara dan observasi (pengamatan). Data yang diperoleh dari beberapa sumber selanjutnya dianalisis secara kualitatif deskriptif. Langkah-langkah dalam penelitian ini terbagi dalam beberapa tahapan: Pertama; pengumpulan data: Pengumpulan data ini dilakukan antara lain membeli atau menfoto kopi buku-buku, mengkliping pemberitaan media massa, dan memprint out situs-situs internet dan melakukan wawancara yang terkait dengan Terobosan MA NU Demak dalam Pengembangan Kurikulum tahun ajaran 2012/2013 yang menjadi objek penelitian. Kedua; pengolahan dan perumusan data: dari hasil pengumpulan data, penulis akan melakukan pengelompokan dan
6 klasifikasi berdasarkan pokok permasalahan setiap bab. Selanjutnya diolah secara sistematis dan kemudian dirumuskan dengan menggunakan pola pemantapan isi setiap data dan informasi yang telah diolah. Ketiga; penyajian: setelah melalui proses pengumpulan, pengolahan dan perumusan data di atas, kemudian disajikan dalam penulisan laporan penelitian secara sistematis. Hasil Temuan Penelitian dan Pembahasan Keberadaan Madrasah Aliyah tidak bisa dipisahkan dari masjid dan pesantren, karena memang cikal bakal madrasah adalah pendidikan yang dilakukan di masjid-masjid dan pesantren. Awalnya pendidikan yang dilaksanakan di masjid dan pesantren tidak menggunakan sistem kelas, mereka belajar secara bersama mendengarkan muhadharah dari seorang ustadz atau kiai. Namun dalam perjalanannya, sistem pendidikan seperti ini mengalami penurunan pamor, bahkan kehilangan kepercayaan dari masyarakat, sehingga posisinya termarjinalkan dan menjadi pendidikan kelas dua di negara Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Peningkatan penyelenggaraan dan penyempurnaan yang telah dilaksanakan selama ini belum mampu mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap sistem pendidikan ini. Maka sejak lahirnya UU nomor 2 tahun 1989 beserta seperangkat aturan yang menyertainya dan UU nomor 20 tahun 2003 sebagai penyempurna dari undangundang sebelumnya, madrasah mendapat peran ganda yang tidak hanya memberi bekal agama yang memadai saja, tetapi juga harus mampu memberikan ilmu pengetahuan yang sesuai. Di sinilah pentingnya madrasah unggulan, sebagai tipe madrasah yang perlu dikembangkan. Madrasah unggulan dimaksudkan sebagai center for excellence. Madrasah Unggulan diproyeksikan sebagai wadah menampung putraputri terbaik masing-masing daerah untuk dididik secara maksimal tanpa harus pergi ke daerah lain. Dengan demikian terjadinya eksodus SDM terbaik suatu daerah ke daerah lain dapat diperkecil, dan sekaligus menumbuhkan persaingan sehat antara daerah dalam menyiapkan SDM mereka. Karena menjadi center for excellence anak-anak terbaik, maka kesempatan belajar di madrasah ini haruslah melalui proses seleksi yang ketat dan dengan berbagai kententuan
7 lainnya. Madrasah ini diperkuat oleh keberadaan majlis madrasah yang juga memiliki peran penting dalam pengembangannya. 1.
Pengembangan Manajemen Berbasis Madrasah Segenap pengurus dan dewan guru MA NU Demak sadar bahwa momentum otonomi daerah dan otonomi pendidikan jika tidak segera disikapi dengan segera, maka akan menjadi tantangan yang sangat berat bagi lembaga pendidikan Islam. terlebih lagi ketika menengok pada permasalahan-permasalahan yang menyelimuti lembaga pendidikan Islam, yang seolah bergeming dari kebekuannya. Di sinilah arti pentingnya bagaimana menata ulang lembaga-lembaga pendidikan Islam agar bisa survive dan tumbuh menjadi institusi yang mampu memenuhi harapan pengguna jasanya. Sebagai starting-point dalam upaya membangun MA NU Demak adalah bagaimana men-set ulang pola pikir para pengambil kebijakan dan pengelola lembaga pendidikan tersebut. Bagaimana meningkatkan citra dan gengsi madrasah dengan instrumen prestasi? Bagaimana mengubah pola manajemen lillahi ta’ala? Serta bagaimana meningkatkan partisipasi aktif masyarakat sehingga mereka merasa memiliki madrasah? Dengan kata lain madrasah tidak terpisah dari masyarakatnya. Kesemuanya merupakan pertanyaan-pertanyaan krusial yang akan dicarikan solusinya oleh segenap jajaran di MA NU Demak. Dalam kaitannya dengan prestasi, MA NU Demak mempunyai tiga fungsi, di antaranya adalah: sosialisasi, pembelajaran dan pendidikan. Sebagai lembaga sosialisasi, pendidikan di MA NU Demak merupakan wahana bagi integrasi anak didik ke dalam nilai-nilai kelompok atau nasional yang dominan. Sedangkan fungsi pembelajaran adalah guna mempersiapkan mereka untuk mencapai dan menduduki posisi sosial-ekonomi tertentu dan karena itu, pembelajaran di MA NU Demak harus dapat membekali peserta didik dengan kualifikasikualifikasi pekerjaan dan profesi yang akan membuat mereka mampu memainkan peranan sosial-ekonomi dalam masyarakat. Sedangkan fungsi ketiga yakni education, pendidikan merupakan sarana untuk menciptakan kelompok elit yang pada gilirannya akan memberikan sumbangan bagi kelanjutan program pembangunan (Shipman, 1972: 33-35).
8 Tuntutan masyarakat terhadap pendidikan semakin tinggi seiring dengan tingkatan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan-perubahan zaman yang sangat cepat. Muchtar Bukhari mengidentifikasi tiga kemampuan yang dituntut oleh masyarakat terhadap pelaksanaan pendidikan dan inilah yang berusaha direalisasikan oleh MA NU Demak, yaitu: kemampuan untuk mengetahui pola perubahan dan kecenderungan yang sedang berjalan, kemampuan untuk menyusun gambaran tentang dampak yang akan ditimbulkan oleh kecenderungan yang sedang terjadi tadi, dan kemampuan untuk menyusun program penyesuaian diri yang akan ditempuh dalam jangka waktu tertentu. Segenap jajaran pengurus dan dewan guru MA NU Demak sadar bahwa kegagalan mengembangkan ketiga kemampuan tersebut akan mengakibatkan sistem pendidikan terperangkap ke dalam rutinitas bahkan akan membatu atau menjadi fosil. Dua pendapat di atas setidaknya bisa dijadikan acuan dalam upaya menyiapkan komponen-komponen yang akan menjadi bekal bagi peserta didik atau output MA NU Demak. Kepala MA NU Demak menerapkan kepemimpinannya yang visioner dengan membangun peranan baru kepala madrasah yang lebih efektif dan efisien, karena itu adalah persyaratan penting untuk membangun madrasah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Kapala madrasah dan ketua Yayasan di MA NU Demak merupakan top leader di madrasah, yang diharapkan mampu menjadi lokomotif dalam upaya mewujudkan cita-cita madrasah. Dalam mengelola organisasinya, mereka memiliki keterampilan yang memadai, di antaranya: mengidentifikasi dan memecahkan permasalahan dengan melibatkan seluruh komponen madrasah, mendayagunakan daya dan dana untuk menghasilkan keputusan yang berkualitas dan mencapai target yang optimal, mengolah dan menyajikan informasi secara cepat dan akurat serta mudah dicerna oleh para pelaksana, mahir berkomunikasi dengan berbagai pihak, mengoptimalkan partisipasi seluruh komponen madrasah maupun pihak lain untuk ikut memikirkan madrasah. Adapun karakteristik kepemimpinan visioner yang dimiliki kepala MA NU Demak dan Ketua Yayasan meliputi:
9 memiliki kredibilitas dan dapat dipercaya oleh pengikutnya (mengakar), memiliki integritas yang tinggi terhadap pekerjaannya, kompeten di bidangnya dan mampu membangun komunikasi, konsisten dan loyal, yakni memiliki ketaatan pada visi dan misi organisasi, terbuka, yakni tidak menutup diri dari input yang berasal dari kalangan luar. Setidaknya ada lima peran yang bisa dilakukan oleh kepala MA NU Demak dan ketua Yayasan dalam menerapkan kepemimpinannya yang visioner, yaitu: merumuskan visi (The Vision Role), menjalin hubungan (The Relationship Role), mengendalikan (The Control Role), melakukan dorongan (The Encourage Role), pemberi informasi (The Information Role). 2.
Reorientasi Sistem Pengajaran di MA NU Demak Sistem pengajaran merupakan sistem yang terdiri atas komponen-komponen yang saling berinterelasi antara satu komponen dengan komponen lain. Dalam pelaksanaan pengajaran, juga melibatkan beberapa faktor yang saling mempengaruhi, yaitu: Faktor SDM sekolah (madrasah), faktor sarana prasarana, faktor lingkungan tempat diberlakukannya kurikulum tersebut, faktor kesejahteraan guru dan staf, faktor dukungan orang tua dan siswa, dan faktor kesiapan siswa untuk menerima pelajaran. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa faktorfaktor tersebut juga mempengaruhi penerapan strategi pelaksanaan pengajaran di MA NU Demak, meskipun intensitasnya relatif tidak sama. Menurut keterangan kepala sekolah dan hasil pengamatan kami, faktor sumber daya ketenagaan (SDM) menjadi faktor penentu, oleh karena itu kebijakan madrasah dalam menjalankan visi dan misinya guna tercapainya tujuan yang diharapkan maka perhatian terhadap pengembangan ketenagaan menempati skala prioritas. Perhatian terhadap ketenagaan baik staf maupun guru madrasah tidak hanya dilihat dari aspek kesempatan untuk meningkatkan kompetensinya dan perhatian terhadap peningkatan kesejahteraannya saja, tetapi bagi MA NU Demak yang lebih penting adalah memberi perlakuan secara wajar dan efektif guna memperbaiki kondisi pengajaran ke arah peningkatan semangat kariernya.
10 Faktor-faktor tersebut disusun sebagai berikut: rekanrekan sejawat yang kooperatif dan suka membantu dalam membagikan gagasan dan materi, kepala sekolah yangn suka menolong dan kooperatif, orang tua murid yang kooperatif dan apresiatif, perlengkapan dan fasilitas yang memadai, kebebasan mengajar, murid yang kreatif dan sopan, bangunan sekolah yang representatif, minat murid terhadap pelajaran sekolah, supervisor yang suka membantu, sekolah yang terorganisasikan dan terformulasikan dengan baik. Upaya MA NU Demak menjadi sekolah unggul juga tidak terlepas dari peran seluruh tenaga kependidikan dan partisipasi masyarakat (terutama orang tua siswa). Peran serta masyarakat atau orang tua sangat dibutuhkan dalam rangka ikut serta memelihara, menumbuhkan, meningkatkan, dan mengembangkan pendidikan. Dengan kerjasama yang baik dan harmonis antara Komite Madrasah (Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan) dengan sekolah diharapkan dapat mempercepat tercapainya misi dan sasaran pengembangan madrasah. Implementasi dan karakter yang dikehendaki oleh pemerintah tentang peran Komite Madrasah tersebut, maka pemberdayaan Komite Madrasah di MA NU Demak dilakukan secara maksimal yaitu melibatkan Komite Madrasah dalam penentuan kebijakan pengembangan Madrasah. Dengan demikian peran Komite Madrasah tidak hanya bersifat konsultatif, tetapi berkembang menjadi hubungan kemitraan-koordinatif, dalam konteks ini, MA NU Demak sanggup menunjukkan swadana dan swakelola atas partisipasi orang tua siswa melalui Komite Madrasah. Komite Madrasah berperan aktif dalam pengembangan MA NU Demak menjadi sekolah unggul tercermin dalam empat program kegiatan pokoknya, yaitu: kegiatan yang bertujuan menunjang program pendidikan, kegiatan yang bertujuan mensejahterakan guru, staf, dan sesama orang tua siswa, kegiatan yang bertujuan untuk pengembangan sarana fisik sebagai penunjang kegiatan belajar, dan kegiatan yang bertujuan untuk memberi saran dan masukan bagi komunitas madrasah. Berdasarkan hasil pengamatan penulis dan pengakuan dari pengurus Komite Madrasah, peran tersebut masih belum
11 maksimal terutama dalam pemetaan kebijakan-kebijakan internal madrasah, karena dikhawatirkan akan terjadinya tumpang tindih dalam melaksanakan perannya. 3.
Pengembangan Kurikulum di MA NU Demak Sebagai suatu lembaga pendidikan yang berciri khas agama Islam, keunggulan madrasah tercermin pada kemampuan ganda dari siswanya, yaitu; memiliki prestasi akademik yang unggul, dan memiliki kemampuan menerapkan ajaran agama Islam sesuai dengan tingkatannya. Dengan demikian, keunggulan Madrasah Aliyah tidak semata-mata ditunjukkan melalui mutu lulusannya yang rata-rata memiliki nilai ujian yang tinggi, tetapi juga diperhatikan bagaimana semua lulusannya telah mampu menerapkan dan mengamalkan ajaran agama Islam yang menjadi ciri khas alumni madrasah. Untuk memenuhi tuntutan tersebut, maka MA NU Demak mensiasati kurikulum yang digunakannya (Kurikulum suplemen 1999 dan KBK 2004) dengan mendesain kurikulum serta strategi penerapannya, baik dari segi materinya, relevansinya dengan kebutuhan setempat dan pengaturannya. Hasil penelitian terhadap MA NU Demak menunjukkan bahwa dalam mensiasati kurikulum tidak terlepas dari empat aspek pokok yaitu: pembelajaran, penilaian, bimbingan dan konseling, serta pengadministrasian (Wawancara, 21 Agustus 2008). Strategi pembelajaran dilaksanakan secara klasikal dengan mengelompokkan anak berdasarkan kemampuan rata-rata hampir sama, bahkan dibentuk kelompok-kelompok sesuai dengan tujuan dan keperluan pengajaran. Sistem pembelajaran yang digunakan adalah dengan sasaran untuk mengembangkan kemampuan psikis, intelektual, dan sosial dengan aksentuasi pada mata pelajaran yang diintegrasikan dengan nilai-nilai religius. Selain sasaran tersebut, penambahan jam belajar juga dimaksudkan untuk membekali siswa dengan sikap, tanggung jawab dalam belajar dan mengemukakan pendapat, berfikir secara teratur, kritis disiplin dan keberanian dalam mengambil keputusan. Penilai dilaksanakan melalui ulangan harian yang berbasis kelas, ulangan umum dan ujian akhir. Ketiga bentuk ulangan ini digunakan untuk memperoleh informasi tentang kemajuan belajar siswa dan hasil belajar siswa. Informasi kemajuan belajar siswa
12 dibutuhkan untuk menetapkan kebijakan perbaikan dan peningkatan cara belajar siswa dan cara mengajar guru, sedang informasi tentang hasil belajar siswa dibutuhkan guna memperoleh gambaran tentang kadar pengetahuan dan kemampuan yang telah dicapai oleh siswa pada akhir satuan program pengajaran. Bimbingan dilaksanakan oleh konselor, wali kelas, guru mata pelajaran bahkan kepala sekolah/madrasah, melalui lima jenis bimbingan yaitu bimbingan belajar, bimbingan pendidikan, bimbingan pekerjaan, bimbingan pribadi dan bimbingan sosial, baik dalam bentuk individual maupun kelompok. Untuk membantu kelancaran tugas bimbingan, maka perlu pula disertai dengan pedoman umum yang berisi langkah-langkah program bimbingan, dan secara teknis operasionalnya dapat disesuaikan secara profesional setelah memperhatikan kenyataan di lapangan. Sedangkan administrasi dilaksanakan oleh sekolah/madrasah dan oleh guru-guru serta unit masing-masing melalui konsep operasional sapta “T” yaitu: terencana, teliti, telaten, tertib, tertib, terampil dan tuntas. Untuk menjaga ketertiban dari pelaksanaan administrasi baik yang dikelola oleh staf, unit, maupun guru, perlu pula disertai dengan pengawasan yang ketat terutama pengawasan dari kepala madrasah. Keempat strategi tersebut berkonsekuensi terhadap penyediaan dan pemenuhan komponen-komponen lain seperti daya, dana, cara dan sarana prasarana. Hal ini sesuai dengan pendapat Ahmad Tafsir (2000:3) menyatakan bahwa mengembangkan madrasah secara kelembagaan berarti mengembangkan seluruh komponen pendidikan atau lazim disebut gugusan madrasah yang meliputi kurikulum, ketenagaan, siswa, sarana prasarana, dana dan humas. Ternyata penerapan strategi pelaksanaan kurikulum yang tepat mempunyai implikasi logis terhadap peningkatan prestasi, kualifikasi, dan reputasi MA NU Demak dalam mewujudkan harapannya menjadi sekolah yang berkualitas (unggul). Ini berarti pula bahwa semakin baik dalam mensiasati kurikulum yang digunakan semakin besar peluang untuk mencapai keunggulankeunggulan di madrasah.
13 Pengelolaan Kurikulum Madrasah Berbasis Sekolah di MA NU Demak memiliki karakteristik bahwa partisipasi warga madrasah dan masyarakat merupakan bagian kehidupannya. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa makin tinggi tingkat partisipasi, makin besar rasa memiliki; makin besar rasa memiliki, makin besar pula rasa tanggungjawab; dan makin besar rasa tanggungjawab, makin besar pula tingkat dedikasinya. Keterlibatan guru dalam penyusunan silabus di MA NU Demak akan menumbuhkan rasa memiliki terhadap silabus yang dikembangkannya, dan semakin bertanggungjawab atas materi yang diajarkannya, sehingga dedikasi dalam mengajar semakin tinggi. Pengelolaan Kurikulum Madrasah Berbasis Sekolah di MA NU Demak bertujuan untuk memandirikan atau memberdayakan madrasah melalui pemberian kewenangan, keluwesan, dan sumberdaya untuk merancang silabus, menetapakan materi ajar, menetapkan sumber belajar, dan memonitor, serta mengevaluasi kurikulum yang dilaksanakan di madrasah masing-masing. Dengan kemandiriannya tersebut diharapkan dalam MA NU Demak terjadi hal-hal sebagai berikut:
4.
a. Madrasah sebagai lembaga pendidikan lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya dibandingkan dengan lembaga-lembaga lainnya, sehingga dia dapat mengoptimalkan sumberdaya yang tersedia untuk mengelola Kurikulum Berbasis Kompetensi; b. Madrasah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik; c. Madrasah dapat bertanggungjawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada pemerintah, orangtua peserta didik, dan masyarakat pada umumnya, sehingga dia akan berupaya semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan mencapai sasaran mutu pendidikan yang telah direncanakan; dan d. madrasah dapat melakukan persaingan sehat dengan madrasah-madrasah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan dukungan orangtua peserta didik, masyarakat, dan pemerintah daerah setempat. Pengembangan Pendidikan yang Inklusif di MA NU
14 Di tengah perdebatan sengit RUU Sisdiknas yang disahkan oleh DPR, ada persoalan serius yang masih menghinggapi semangat pendidikan agama di Indonesia. Yakni, watak pendidikan agama yang eksklusif dan intoleran. Hal ini dapat dilihat dari visi, tujuan, kurikulum, guru, pilihan buku wajib, literatur, dan penyikapan terhadap kemajemukan yang masih menyisakan banyak persoalan. Tak berlebihan, jika siswa sering memperoleh pengetahuan agama yang tidak berbasis pada inklusivisme, seperti saling mengkafirkan, menyalahkan agama lain, tuduhan tidak selamat jika menganut agama lain, saling memurtadkan, dan kehadiran agama lain dianggap sebagai ancaman. Akibatnya, benih-benih konflik terus tertanam di dalam pengalaman beragama dan pengetahuan (kognisi) agama yang diyakini siswa. Inilah yang pada gilirannya sering menjadi pemicu konflik antaragama ketika kesadaran agama yang eksklusif muncul di tengah-tengah masyarakat. Fenomena konflik atau kerusuhan antaragama sudah sering kita alami. Sejak meletusnya kerusuhan Pekalongan (1995), Tasikmalaya (1996), Rengasdengklok (1997), Sanggau Ledo, Kalimantan Barat (1996-1997), Poso (1999), sampai Ambon (1999) menunjukkan betapa hubungan antaragama tidak berjalan dengan harmonis. Salah satunya adalah akibat pemahaman agama yang eksklusif dan intoleran, yang disampaikan dalam ruang-ruang publik, semisal sekolah. Tampaknya, politik SARA yang dimainkan rezim Orde Baru dari segala aspek kehidupan bangsa; termasuk melalui lembaga pendidikan, telah menghancurkan kehidupan masyarakat yang toleran. Pendidikan agama didisain dalam ritme rezim yang sangat intoleran dan sektarian, yang dikerjakan dengan amat kaku dan doktrinal, bukan pada proses pengembangan sikap dan nalar kritis siswa. Karena itulah, peringatan Bertrand Russel dalam Education and Social Order (1993) patut kita renungkan. “Sejauh pendidikan dipengaruhi oleh agama, maka pendidikan dipengaruhi oleh agama institusional yang memiliki arti politik yang besar. Karena arti politik yang begitu besar dalam pendidikan agama, tak heran jika doktrin yang berkembang adalah doktrin yang eksklusif, superior dan mengklaim sebagai yang paling benar”, kata Russel. Pada gilirannya, tidak terjadi
15 hubungan yang harmonis dan terbuka dalam mensikapi agamaagama lain. Agama hanya dijadikan sebagai ideologi politik yang kental aroma konflik dan pertikaian antar sesama umat beragama. Padahal sejarahwan asal Inggris, Arnold Toynbee (1989-1975) pernah mengatakan bahwa tidak ada seorang pun yang dapat menyatakan dengan pasti bahwa sebuah agama lebih benar dari agama lain. Dalam konteks inilah, pendidikan agama di MA NU Demak sebagai media penyadaran umat dihadapkan pada problem bagaimana mengembangkan teologi inklusif dan pluralis sehingga di dalam masyarakat akan tumbuh pemahaman yang inklusif untuk harmonisasi agama-agama di tengah kehidupan masyarakat. Tertananmnya kesadaran pluralitas agama-agama, akan menghasilkan corak paradigma beragama yang hanief dan toleran. Ini semua harus dikerjakan pada level bagaimana membawa pendidikan agama ke dalam paradigma yang toleran dan inklusif. Karena paradigma pendidikan agama yang eksklusif dan intoleran jelas-jelas akan mengganggu harmonisasi masyarakat multi-agama. Filosofi pendidikan agama yang hanya membenarkan agamanya sendiri, tanpa mau menerima kebenaran agama lain, mesti mendapat kritik untuk selanjutnya dilakukan reorientasi. Konsep iman-kafir, muslim-nonmuslim, dan baik-benar (truth claim), yang sangat berpengaruh terhadap cara pandang masyarakat terhadap agama lain, mesti dibongkar agar umat tidak lagi menganggap agama lain sebagai agama yang salah dan tidak ada jalan keselamatan. Jika cara pandangnya bersifat eksklusif dan intoleran, maka teologi yang diterima adalah teologi eksklusif dan intoleran, yang pada gilirannya akan merusak harmonisasi agama-agama dan sikap menghargai kebenaran agama lain. Begitu juga, guru-guru agama di sekolah sebagai ujung tombak pendidikan agama dari TK sampai perguruan tinggi, nyaris tidak tersentuh oleh gelombang pergumulan pemikiran dan diskursus pemikiran keagamaan di seputar isu pluralisme dan dialog antar umat beragama (Amin Abdullah: 2001). Padahal, guru-guru inilah yang menjadi mediator pertama untuk menterjemahkan nilai-nilai toleransi dan pluralisme kepada
16 siswa, yang pada tahap selanjutnya ikut berperan aktif dalam mentransformasikan kesadaran toleran secara lebih intens. Karena itulah, meminjam filsafat pendidikan yang dikembangkan Paulo Freire, bahwa pendidikan difungsikan untuk pembebasan, bukan untuk penguasaan (dominasi). Pendidikan harus menjadi proses pemerdekaan, bukan penjinakan sosiabudaya (social and cultural domestication). Pendidikan bertujuan menggarap realitas manusia, dan karena itu, secara metodologis bertumpu pada prinsip-prinsip aksi dan refleksi total, yakni prinsip bertindak untuk mengubah kenyataan yang menindas dan pada sisi simultan lainnya secara terus-menerus menumbuhkan kesadaran akan realitas dan hasrat untuk merubah kenyataan yang menindas. Dengan cara pandang ini, maka sekarang ini kita mesti melakukan pembebasan terhadap pendidikan yang selama ini dilakukan oleh masyarakat dengan memberikan warna yang lebih inklusif. Maka, yang perlu kita lakukan adalah mendekonstruksi visi pendidikan agama yang berbasis eksklusif ke arah penguatan visi inklusif. Hal ini dilakukan karena kegagalan dalam mengembangkan semangat toleransi dan pluralisme dalam pendidikan agama akan menyuburkan gerakan radikalisme agama. Sebaliknya, keberhasilan dalam menumbuhkan sikap toleran dalam pendidikan agama, akan semakin menciptakan citacita perdamaian antaragama. Inilah yang mesti kita renungkan bersama agar pendidikan agama kita tidak menyumbangkan benih-benih konflik antaragama. Karena itulah, kebijakan pendidikan (RUU Sisdiknas) yang mengabaikan arti penting keanekaragaman dan kemajemukan agama-agama tidak akan menciptakan kehidupan yang toleran dan pluralis dalam pergaulan antar masyarakat. Bahkan, bisa cenderung kepada kegagalan yang menimbulkan tragedi kemanusiaan ketika terjadi konflik antaragama. Inilah yang mesti diantisipasi oleh kita bersama betapa merancang sistem pendidikan nasional tidak hanya mengandalkan penguasaan materi (kognisi), tetapi juga bagaimana membentuk kesadaran beragama dalam tata pergaulan bermasyarakat yang damai tanpa konflik. Merancang sistem pendidikan agama jurtu menampung nilai-nilai luhur yang mendasari kehidupan
17 masyarakat yang lebih substansial, yakni pencerdasan kehidupan sosial secara lebih luas. Dengan logika pendidikan agama seperti ini, maka akan tercipta sistem pendidikan nasional yang menghargai pluralitas, bersikap toleran, dan mengupayakan kehidupan damai di tengah-tengah masyarakat.
Kesimpulan Berdasarkan temuan lapangan dan telaah secara mendalam maka hasil penelitian tentang pengembangan madrasah menjadi sekolah unggul melalui strategi pelaksanaan kurikulum pada MA NU Demak dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pengembangan manajemen di MA NU Demak dikembangkan oleh kepala MA NU Demak dan ketua Yayasan yang menerapkan kepemimpinan modern dengan membangun peranan baru kepala madrasah yang lebih efektif dan efisien, karena itu adalah persyaratan penting untuk membangun madrasah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Kapala madrasah dan ketua Yayasan di MA NU Demak merupakan top leader di madrasah, yang diharapkan mampu menjadi lokomotif dalam upaya mewujudkan cita-cita madrasah. Adapun karakteristik kepemimpinan visioner yang dimiliki kepala MA NU Demak dan Ketua Yayasan meliputi: memiliki kredibilitas dan dapat dipercaya oleh pengikutnya (mengakar), memiliki integritas yang tinggi terhadap pekerjaannya, kompeten di bidangnya dan mampu membangun komunikasi, konsisten dan loyal, yakni memiliki ketaatan pada visi dan misi organisasi, terbuka, yakni tidak menutup diri dari input yang berasal dari kalangan luar. 2. Upaya MA NU Demak menjadi sekolah unggul juga tidak terlepas dari peran seluruh tenaga kependidikan dan partisipasi masyarakat (terutama orang tua siswa). Peran serta masyarakat atau orang tua sangat dibutuhkan dalam rangka ikut serta memelihara, menumbuhkan, meningkatkan, dan mengembangkan pendidikan. Dengan kerjasama yang baik dan harmonis antara Komite Madrasah (Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan) dengan sekolah diharapkan dapat mempercepat tercapainya misi dan sasaran pengembangan madrasah. 3. Pengelolaan Kurikulum Madrasah Berbasis Sekolah di MA NU Demak memiliki karakteristik bahwa partisipasi warga madrasah
18 dan masyarakat merupakan bagian kehidupannya. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa makin tinggi tingkat partisipasi, makin besar rasa memiliki; makin besar rasa memiliki, makin besar pula rasa tanggungjawab; dan makin besar rasa tanggungjawab, makin besar pula tingkat dedikasinya. Keterlibatan guru dalam penyusunan silabus di MA NU Demak akan menumbuhkan rasa memiliki terhadap silabus yang dikembangkannya, dan semakin bertanggungjawab atas materi yang diajarkannya, sehingga dedikasi dalam mengajar semakin tinggi. DAFTAR PUSTAKA Arifin, Muhammad. 2003. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. --------. 2003. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian; Suatu pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta Asyraf, Ali. 1989. Horison Baru Pendidikan Isla., Jakarta: Gema Insani Press Bratakusumah, Deddy Supriady, & Riyadi. 2004. Perencanaan Pembangunan Daerah. Jakarta: Gramedia Clyde Cluchon. 1984. Cermin Bagi Manusia. dalam Parsudi Suparlan (ed) Manusia, Kebudayaan dan Lingkungannya. Jakarta: Rajawali Coulson, Noel J. 1964. A History of Islamic Law. Edinburg: Edinburg University Press -------. 1969. Conflics and Tensions in Islamic Law. Chicago: The University of Chicago Press Daradjat, Zakiyah. 2003. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara, --------. Ilmu Pendidikan Islam. 1992. Jakarta: Bumi Aksara dan Dirjen Binbaga Islam Depag
19 Departemen Agama RI. 1987. Amal Bakti Departemen Agama RI. 3 Januari 1996-3 Januari 1987. Jakarta --------. 1992. Himpunan Peraturan Perundang-undangan Sispenas. Jakarta: Dirjen Binbaga Islam --------. 1994. Landasan Program dan Pengembangan Kurikulum Madrasah. Jakarta: Ditjen Madrasah --------. 1999. Himpunan Peraturan Perundang-undangan Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Umum. Jakarta: Dirjen Binbaga Islam. --------. 2004. Pedoman Penyelenggaraan Mata Pelajaran Umum di Madrasah. Jakarta: Dirjen Bagais Depdikbud RI. 1985. Pengembangan Kurikulum dan Sistem Instruksional. Jakarta: Ditjen Dikti --------. 1994. Pengembangan Sekolah Unggul. Jakarta: Dirjen Dikdasmen Furqan, Arief dkk. 2005. Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi di Perguruan Tinggi Agama Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Idi, Abdullah. 1999. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. Yogyakarta: Gaya Media Pratama Moleong, Lexy. 1989. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Muhadjir, N. 1988. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin Muhaimin. 2005. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi. Jakarta: Raja Grafindo Persada Mukhtar. 2003. Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. CV. Misaka Galiza, Jakarta Nurgiyantoro, Burhan. 1988. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah: Sebuah Pengantar Teoretis dan Pelaksanaan. Yogyakarta: BPFE
20 Siagian, S. P. 1989. Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta Soetopo, Hendyat. 1993. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara Soemantrie, Hermana. 1993. Perekayasaan Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah. Bandung: Aksara Sukmadinata, Nanasoudih. 1997. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. Bandung: Remaja Rosdakarya Surahmad, Winarno. 1977. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Proyek Pengadaan Buku SPG Tafsir, Ahmad. 1994. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya