39
PENGAWAS SEKOLAH:
Sebuah Pembacaan Peran Dalam Nalar Otonomi Pendidikan H. Akhmad Nurhadi (Dosen Prodi PBSI STKIP PGRI Sumenep) Abstrak Pendidikan di Indonesia dengan semangat pembaharuan atau perubahan pada masa otonomi dimaksudkan sebagai proses pembebasan, pencerdasan, pemenuhan hakhak anak, penghasil tindak perdamaian, menciptakan wawasan integratif, membangun watak persatuan, menciptakan manusia demokratis dan sadar lingkungan, melahirkan kemandirian dan lain sebagainya. Untuk mencapai tujuan tersebut dituntut adanya pengawasan terhadap tuntutan perubahan dengan diberlakukan sistem, kurikulum, manajemen dan seterusnya. Secara paradigmatik, pada masa otonomi pendidikan diperlukan adanya perubahan dari pemahaman konservatif menuju pemahaman kritis. Dalam hal ini, untuk mewujudkan tujuan pendidikan dengan semangat perubahan dan pembaharuan, tulisan ini akan mengupas persoalan pengawas sekolah dalam aspek otonomi pendidikan. Kata Kunci: Pendidikan, Pengawas Sekolah, Otonomi Pendidikan Abstract Education in Indonesia through the spirit of reformation in the era of autonomy is developed to become a process of setting free, smartening, fulfillment of children’s rights, generator of peace act, creating integrative vision, building character of unity, creating democratic sense of human, being aware of the surroundings, generating self independency, and so on. To achieve such goals, good supervision headed to the changes along with the implementation of new system, curriculum, and management is needed. Paradigmatically, in this era of education autonomy the change of conservative thinking to critical understanding is a compulsory. In this case, to bring the objective of education into reality with the spirit of change as well as reformation, this article will discuss about school supervision in the aspect of education autonomy. Key Words: Education, School Supervision, Education Autonomy
A. Pendahuluan Realitas menunjukkan bahwa reformasi (baca: reformasi pendidikan) membuahkan otonomi (baca: otonomi pendidikan). Otonomi pendidikan seharusnya terselenggara di era otonomi. Oleh karenanya, dalam konteks era otonomi, dunia pendidikan terbebani tuntutantuntutan diberlakukannya perubahan yang
signifikan, bahkan mendasar. Tuntutan perubahan yang dimaksud adalah tuntutan diberlakukannya: Sistem (sistem pendidikan nasional/sisdiknas), kurikulum (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan/KTSP), manajemen (Manajemen Berbasis Sekolah/MBS), atau sekolah gratis (SD/MI, SMP/MTs disubsidi melalu Bantuan Operasional Sekolah/BOS), Volume 5, Nomor 1, Januari 2014
40
PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF TEORI
sekolah standar nasional (SSN), dan rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI), bahkan sekolah bertaraf internasional (SBI). Lebih jauh, secara paradigmatik pemahaman akan pendidikan perlu adanya perombakan dari pemahaman konservatif dan modernis, dirombak menjadi pemahaman kritis. Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia (humanisasi) (Fraire dalam Mu’arif, 2008:75). Pendidikan bersumber dari image masa depan (Toffler dalam Purba, 2005:60). Pendidikan adalah usaha penyebaran nilai-nilai kehidupan (Shumacher dalam Purba, 2005:60). Pendidikan berfungsi: “sebagai media dan proses untuk meningkatkan kemandirian manusia, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok, agar mampu berpartisipasi dalam proses pembaharuan semesta” (Amien, 2005:29). Linda Darling-Hammond mengatakan pendidikan sebagai “sekolah yang berpusat pada proses belajar dan pelajar” (A. Palmer, 2003: 511). Howard Gadner melihat pendidikan sebagai “...menanamkan pemahaman tentang apa yang dianggap benar atau salah, indah atau buruk, baik atau jahat, dalam suatu konteks kebudayaan” (A. Palmer, 2003:489). Pendidikan dengan semangat pembaharuan atau perubahan juga diungkapkan B. Uno dalam kaitannya dengan peningkatan sumber daya manusia (human resources) melalui topik-topik: (1) Pendidikan sebagai proses pem-bebasan; (2) Pndidikan sebagai proses pen-cerdaan; (3) Pendidikan menjunjung tinggi hak-hak anak; (4) Pendidikan menghasilkan tindak perdamaian; (5) Pendidikan anak berwawasan integratif; (6) Pendidikan membangun watak persatuan; (7) Pendidikan menghasilkan manusia demokratis; (8) Pendidikan meng-hasilkan manusia yang peduli terhadap lingkungan; (9) Sekolah bukan
Jurnal Pelopor Pendidikan
satu-satunya instrument pendidikan (B. Uno, 2008:9-13). Pendidikan kritis menawarkan pendidikan yang dialogis, membebaskan, serta mencerdaskan. Gagasan-gagasan paradigma pendidikan kritis sebenarnya secara cerdas terungkap dalam definisi pendidikan, yaitu: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujutkan suasana belajar dan proses p embelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara” (Depdiknas, 2003:5). Hal tersebut juga terungkap pada rumusan fungsi dan tujuan pendidikan nasional Indonesia, yaitu: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yanhg bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (Depdiknas, 2003:8). Demikian pula dalam rumusan visi pendidikan nasional: “Pendidikan Nasional mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia agar menjadi manusia yang berkualitas, sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah” (Depdiknas, 2003:51). Dalam rumusan definisi pendidikan, fungsi dan tujuan, maupun visi pendidikan nasional mengadopsi gagasan-gagasan paradigma pendidikan kritis antara lain: “memanusiakan
H. Akhmad Nurhadi
manusia” (Fraire); “ image masa depan” (Toffler); “nilai-nilai kehidupan” (Sumacher); “mampu berpartisipasi dalam proses pembaharuan semesta” (Amien); “sekolah yang berpusat pada proses belajar dan pelajar.” (A. Palmer); demikian seterusnya. Di samping paradigma yang mengemuka di era otonomi pendidikan, juga terdapat berbagai tuntutan yang berupa isu kritis dunia pen-didikan di era otonomi (Uno, 2008:134139) adalah: 1. Guru harus profesional. 2. Melakukan perubahan atas kesalahan pendidikan. 3. Kelayakan mengajar dan kesejahteraan guru. 4. Efisiensi pemanfaatan anggaran pendidikan. 5. Depolitisasi keputusan pendidikan. 6. Restruturasi organisasi. 7. Perbaikan gaji guru. 8. Memposisikan pejabat pendidikan yang professional. 9. Rekruitmen tenaga guru harus profesional dan kompeten. 10. Memberikan tunjangan yang layak hidup bagi guru yang memasuki purna tugas. 11. Mengarahkan siswa ke pendidikan yang sesuai dengan kompetensinya. B. KEPENGAWASAN SEKOLAH: Tuntutan Otonomi Pendidikan 1. Kebutuhan Redefinisi Pengawasan Sekolah Pendidikan adalah sebuah sistem. Pengawasan merupakan salah satu komponen penting.dalam sistem pendidikan. Pola kepengawasan yang dibutuhkan harus sesuai dengan paradigm yang dianut dhi. paradigma pendidikan kritis. Paradigma pendidikan kritis di era otonomi ini menuntut ditanggalkannya konsep-konsep kepengawasan era sebelumnya untuk digantikan dengan konsep-konsep baru. Adapun konsep-konsep lama yang perlu ditinggalkan di antaranya adalah konsep
inspection (inspeksi): “Pada saat melakukan inspeksi, kegiatan inspektur ditekankan kepada usaha melihat kesalahan pelaksanaan sekolah untuk memberikan konduite guru atau kepala sekolah” (Sutjipto dan Raflis Kosasi, 2009:231). Konsep monitoring (pemantauan) yaitu “merupakan kegiatan yang ditujukan untuk mengetahui apa adanya tentang sesuatu kegiatan” (Sutjipto dan Raflis Kosasi, 2009:232). Atau konsep evaluation (evaluasi) yaitu “Evaluasi dimaksudkan untuk melihat apakah dengan sumber yang tersedia, sesuatu kegiatan telah mengikuti proses yang ditetapkan serta mencapai hasil yang diinginkan” (Sutjipto dan Raflis Kosasi, 2009:232). Pengawasan bukan sekedar inspeksi, monitoring, atau evaluasi secara terpisah. Pengawasan mencakup semua kegiatan yang terdapat dalam istilah-istilah tersebut. Nana Sudjana (dalam Hamrin, 2011:2) mendefinisikan pengawasan sebagai berikut: “...proses kegiatan monitoring untuk meyakinkan bahwa semua kegiatan organisasi terlaksana seperti yang direncanakan dan sekaligus juga merupakan kegiatan untuk mengoreksi dan memperbaiki bila ditemukan adanya penyimpangan yang akan mengganggu pencapaian tujuan”. Kemudian, secara spesifik di bidang pendidikan, Usman (2009:607) mendefinisikan pengawasan pendidikan sebagai berikut: “...bantuan profesional kesejawatan yang dilakukan melalui dialog kajian masalah pendidikan atau pengembangan, untuk menemukan solusi atau berbagai alternatif pengembangan dalam upaya peningkatan kemampuan profesional dan komitmen guru, kepala sekolah, dan staf sekolah lainnya guna mempertinggi prestasi belajar anak didik dan kinerja sekolah dalam rangka meningkatkan muru, relevansi, efisiensi, dan akuntabilitas pendidikan”. Definisi yang lebih operasional terdapat dalam Buku Kerja Pengawas Sekolah : “Pengawasan adalah kegiatan pengawas sekolah dalam menyususun program peVolume 5, Nomor 1, Januari 2014
41
42
PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF TEORI
ngawasan, melaksanakan program pengawasan, evaluasi hasil pelaksanaan program, dan melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesional” (Tim, 2011:5). Upaya redefinisi pengawasan tidak lain merupakan jawaban terhadap tuntutan otonomi pendidikan. Dengan demikian peran pengawasan di era otonomi pendidikan semakin mengemuka sejalan dengan peran dari pengawas sekolah itu sendiri. 2. Revitalisasi Tugas, wewenang, dan tanggung jawab Pengawas Sekolah Pergeseran pemahaman terhadap definisi kepengawasan di atas berdampak pada perubahan terhadap pengertian pengawas itu sendiri. Pengawas sebagai perencana, pelaksana, dan pengevaluasai kepengawasn juga harus dipahami dengan cara berbeda. Terdapat beberapa definsi pengawas yang dapat dikategorikan sesuai dengan tuntutan otonomi pendidikan. Di antaranya; “Pengawas sekolah adalah pejabat fungsional yang berkedudukan sebagai pelaksana teknis yang bidang tugasnya melakukan pengawasan pendidikan terhadap sejumlah sekolah yang telah ditentukan dalam upaya meningkatkan kualitas proses dan hasil bimbingan/belajar untuk mendapai tujuan pendidikan” (Hamrin, 2011:3-4). Di dalam permen PAN dan Reformasi Birokrasi no. 21 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya, pada pasal 1 dijelaskan, bahwa: “Pengawas Sekolah adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diberi tugas, tanggung jawab, dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pengawasan akademik dan manajerial pada satuan pendidikan”. (Tim, 2011:34). Demikian juga di dalam Pedoman pemilihan Pengawas Sekolah Berprestasi Tingkat NasioJurnal Pelopor Pendidikan
nal 2011, tercantum pengertian pengawas sekolah sebagai: “...guru yang diberi tugas, tanggung jawab, dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan pembinaan dan pengawasan di sekolah, baik pengawasan dalam bidang akademik, maupun bidang manajerial. Jabatan pengawas adalah jabatan fungsional bukan jabatan fungsional sehingga untuk menyandang predikat sebagai pengawas harus sudah pernah berstatus sebagai tenaga pendidik/guru dan/atau Kepala Sekolah/Wakil Kepala Sekolah.” (Suyanto, 2011:3). Definisi-definisi tersebut masih memerlukan penjabaran lebih lanjut tentang tugas, wewenang, dan tanggung jawab pengawas sekolah yang keseluruhannya bersumber dari standar kompetensi pengawas sekolah. Kompetensi dapat dipahami sebagai seperangkat kemampuan yang harus dimiliki untuk melaksanakan tugas keprofesionalan suatu jabatan tertentu. Kompetensi pengawas sekolah dapat dibaca pada tabel berikut: TABEL I: STANDAR KOMETENSI PENGAWAS SEKOLAH
D IM EN SI K OM PE TEN S I KE P RI BADI A N o. 1.
K OM PE TE N SI
ASP EK -ASPE K
M emili ki tangg ung ja wa b s eba gai pengaw as se kolah/s atuan pendidi kan.
1.
2. 3. 4. 5. 2.
3.
4.
K rea tif da lam beke rja da n me mcahkan mas ala h bai k yang berk aitan denan kehidupan pribadinya, maupun tug astugas jabata nnya .
1.
M emili ki ras a ingin tahu akan hal-hal baru te nta ng pendidikan dan ilmu penge tahuan, teknologi, dan se ni yang me nunjang tug as pokok dan tanggung jaw abnya.
1.
M enumbuhka n dirinya dan pendidikan.
4.
motivas i ke rja pada pada sta keh o ld e rs
2. 3.
2. 3.
5.
K ema mpua n be rsika p obye ktif da lam me mberi kan pe nilaia n ter ha da p ki ne rja pe ndidkan dan tena ga ke pe ndidika n di se kolah. K ema mpu a n be rsika p a dil da n bij aksa na dalam m engam bil keputusa n. K ema mpua n be rsika p de was a dan s antun dala m menja lankan tugas . K ema mpua n me nunjuka n kuali tas ke rja yang dapat dipe rtangg ungja wa bk an. K ema mpua n me la ks anak an tug as de ng an baik dan tepat wa ktu. K ema mpua n be rkre asi dan be ri novas i dala m be ke rja dan mem ecahkan m asa lah baik ya ng be rkaita n de ng an kehidupan pr iba dinya , maupun tuga s-tugas profe sinya. K ema mpua n be rempati. K ema mpua n be rsika p t ranspara n dal am me rencanaka n da n mel aks anakan tugas .; K ema mpua n me ngem bang kan diri dalam bidang ipte k yang dilandasi imtaq. K ema mpua n me ngem bang kan diri dalam bidang K urikulum Tingka t Satuan P endidi kan (K T SP). K ema mpua n me ngem bang kan diri dalam bidang te knolog i inform asi da n s eni buda ya. K ema mpua n dal am me motivas i ker ja pada dirinya s endiri dan pa da pengam pu ke pe nt ing an se kolah. K ema mpua n me mber telada n dal am tutur kata , sika p, da n tindakan.
D IM EN SI K OM PE TE N SI SU PE RVISI MAN A JE RIAL 1.
M enguas ai metode, te knik dan prinsi pprinsip s upe rvisi dalam rangka meningkatk an pendidikan di se kol ah.
1. 2.
P enguas aan me tode da n t eknik s upe rvisi. P enguas aan prinsip -prins ip super vi si.
m utu
2.
M enyusun program kepe nga wa san berdas ar kan vis i, tujuan d a n prog ramprogram s e kola h.
K ema mpua n me ny us un program ke rja be rda sa rkan visi , mis i, tujuan, da n kepe ng aw asa n yang te rtuang pa da prog ram ta hunan dan prog ram sem es ter.
3.
M enyusun met ode ke rja da n i ns trumen yang di pe rlukan untuk mel aks anakan tugas pok ok da n fungs i kepe nga wa san di se kolah.
K ema mpua na menyusun metode ke rja dan instr ume n super vi si manaje rial yang diper luka n untuk mela ksana kan tupoks i kepe ng aw asa n.
4.
M enyusun laporan has il -has il pengaw as an meninda klanjutinya untuk perbai kan progra m pe nga wa san beri kutnya di s ekola h
K amam puan me nyus un la poran has il-ha sil peng awas an dan menindakla njuti progra m-pr og ram ke pe ngaw as an.
H. Akhmad Nurhadi 5.
6.
7.
M e m b in a k e pa la s ek o lah d ala m p en g e lola an d an a d m in istra si s atu an p en di di k an b e rd a sar k an m ana jem en p en in g k ata n m utu p e nd id ik an d i se k o lah . M e m b in a k ep al a se k ol ah d a n g u ru d alam d alam m ela k sa na k an b im b in g an d an k on s eli ng d i s ek o lah . M e n d or on g g u ru da n k e pa la se k o lah d alam m e re f lek s ik an h as il- ha sil y ang d ic ap ain y a u n tu k m e ne m u k an k e leb ih an d an k e k u ran g an da lam m ela k sa n ak an tu g as po k o k n y a d i s ek o lah .
1.
2.
M e m a nta u p ela k san a an s tan da r n asi on al p en d id ik an da n m e m an taa tk an h asi l-h as iln y a u ntu k m em ba ntu k ep ala se k o lah da lam m e m p ers iap k an ak re d itas i se k ol ah . D IM EN S I S U P ER V I S I A K A D EM IK
2.
3.
4.
5.
6.
7.
DAN TANGGUNG JAWAB PENGAWAS SEKOLAH
K e m am p u an m e m bi na k ep ala se k ol ah d an g u ru d al am m ela k sa nak an bi m bin g an d an k o n se lin g d i se k o lah .
8.
1.
TABEL II: TUGAS POKOK, KEWAJIBAN, WEWENANG,
K e m am p u an m e m b in a k e p ala se k o lah d ala m p en g e lo laan a dm in istras i s atu an p en di dik a n.
K e m am p u an m e nd o ro ng k ep ala se k ol ah da n g uru d ala m m ere fl ek s ik an h asil -h as il y an g t elah d ic ap ai d ala m b ida ng a k ad em ik d an no n ak ad e m ik . K e m am p u an m e nd o ro ng g u ru d a n k e p ala s ek o lah d ala m m en em uk an ke k u ran g an d an k e leb ih an d alam m ela k sa nak an tug as p o k o k n y a. K e m am p u an m a m an tau s tan da r n as ion al p en di dik a n un tu k m em p e rsia pk a n ak re dita si s ek o lah .
M e m a ha m i k o ns ep , p rin sip , te o ri d a sa r, k ara k teri stik , d an k e ce n d eru n g an p erk e m b an g an ti ap b id ang p en g e m b ang an m ata p ela jaran di se k o lah . M e m a ha m i k on se p , pri ns ip , teo ri/ tek n o lo g i, k arak te ris tik d an k ec e n de ru ng an p erk e m b an g a n pro s es p em b el ajar an/ b im b ing an ti ap b id ang p en g e m b ang an d i se k ol ah ata u m ata p ela jara n. M e m b im b in g g u ru da lam m en y u su n si lab us tia p bid a ng pe n g em ba ng an d i se k o lah ata u m ata p e laja ran b erd as ark a n s tan da r i si, s tan da r k o m p ete ns i, k o m p ete n si d as ar d an p rin sip - pr ins ip pe n g em b a ng a n KT S P. M e m b im b in g g u ru d ala m m em ilih c ara m e ng g u na k an st rateg i/m eto de /te k n ik p em b el ajar an/ b im b ing an y an g da p at m e ng em b an g k a n be rb ag ai p o ten s i si sw a m ela lui b id an g p en g e m ba n g an m ata pe laj aran d i se k o lah
K e m am p u an m e m ah am i k on s ep ,d an p rin sip , te or i d asa r, k a rak te ris tik , d an p erk e m b an g an m at a p ela jaran d i s ek o lah .
M e m b im b in g g u ru da lam m en y u su n ren c an a p ela k sa na an p e mb e laja ran ( RP P ) un tu k tiap b id an g p en g e m ba n g an d i se k o lah atau m a ta p ela jara n. M e m b im b in g g u ru d al am m ela k sa n ak an k eg iatan p em be laja ran /b im b in g an d i k el as, lab o rat oriu m , d an /ata u di lap an g a n) tiap m ata p e lajara n d ala m ru m p un m a ta p el ajara n y ang rele v an d i se k o lah . M e m b im b in g g u ru d ala m m e n g elo la ,
K e m am p u an m e m bi m bi ng g u ru da lam m e n y us u n ren c an a p e lak s an aan p em b e laja ran m ata pe laj aran /b im b in g an .
K e m am p u an m e m ah am i k o n se p, p rin sip , te o ri, k arak te ris tik , p e m b elaj aran / bi mb in g a n ti ap b id an g p e ng e m b an g a n d an m ata p e laja ran di s ek ola h.
K e m am p u an m em bi m bi ng g u ru d al am m e ny u s un s ilab us ti ap b id an g pe n g em b an g a n/ m at a p e lajar an be rd as aik an s tan d ar is i d an p rins ip -p rin s ip p e ng em b an g a n K T SP .
K e m am p u an d alam m em b im b in g g u ru un tu k m e m ilih , m en g g u n ak a n, stra teg i/ m e tod e /te k nis p e m b elaj aran / bi mb in g a n y a n g se su ai di s ek o lah .
K e m am p u an m e m bim bin g g ur u d ala m m el ak s an ak an k e g ia tan p em b e lo ajara n/ bi m bi ng an ( di k ela s, lab or ato riu m , d an / atau la pa ng an ) t iap m ata pe laja ran d ala m ru m p un m ata p e laja ran y an g re lev a n di s ek o lah .
K e m am p u an m e m b im b in g g u ru da lam m e ng e lo la, m e raw a t,
Sumber
:
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan ReformasBirokrasi No. 21 Tahun 2010.
DIMENSI KOMPETENSI EVALUASI PENDIDIKAN 1.
Menguasai filosofi dan landasan pendidikan Menyusun kriteria dan indikator keberhasilan pendidikan dan penbelajaran/bimbingan tiap mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang relevan di sekolah. 3. Membimbing guru dalam menentukan aspek-aspek yang penting dalam pembelajaran/bimbingan tiap mata pelajaran dalam rumpun rumpun mata pelajaran yang relevan di sekolah. 4. Menilai kinerja kepala sekolah, kinaerja guru, dan staf sekolah lainnya dalam melaksanakan tugas pokok dan dan tanggung jawabnya untuk meningkatkan mutu pendidikan dan pembelajaran/bimbingan pada tiap mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang relevan di sekolah. 5. Memantau pelaksanaan pembelajaran/bimbingan dan hasil belajar siswa serta menganalisisnya untuk perbaikan mutu pembelajaran/bimbingan tiap mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang relevan di sekolah. 6. Membina guru dalam memanfaatkan hasil penelitian untuk kepentingan pendidikan dan pembelajaran/bimbingan tiap mata pelajaran yang relevan. di sekolah. 7. Mengolah dan menganalisis data hasil penilaian kinerja kepala sekolah, kinerja guru, staf sekolah di sekolah. DIMENSI KOMPETENSI PENELITIAN PENGEMBANGAN
Kemampuan memahami filosofi dan landasan kependidikan
2.
Kemampuan menyusun criteria dan indikator keberhasilan pendidikan dan pembelajaran.
1.
Menguasai berbagai pendekatan, jenis, dan metode penelitian pendidikan.
Kemampuan menulis tentang berbagai pendekatan, jenis, dan metode penelitian pendidikan.
2.
MMenentukan masalah kepengawasan e yang penting diteliti, baik untuk n keperluan tugas pengawasan, maupun e untuk pengembangan karirnya sebagai n a pengawas.
Kemampuan menentukan prioritas masalah kepengawasan yang penting diteliti bai k untuk tugas pengawasan, maupun untuk pengembangan karirnya sebagai pengawas.
3.
Menyusun proposal penelitian pendidikan, baik proposal penelitian kualitatif, maupun proposal penelitian kuantitatif.
Kemampuan menyusun proposal penelitian pendidikan, baik proposal penelitian kualitatif, maupun kuantitatif.
4.
Melaksanakan penelitian pendidikan untuk pemecahkan masalah pendidikan dan perumusan kebijakan pendidikan
Kemampuan melaksanakan penelitian pendidikan untuk pemecahan masalah pendidikan, dan perumusan kebijakan pendidikan yang bermanfaat bagi tugas pokok tanggung
Kemampuan membimbing guru yang dinilai dalam pembelajaran/bimbingan tiap mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran gdi sekolah yang sejenis.
Kemampuan menilai kinerja kepala sekolah , kinerja guru, dan staf sekolah dalam melaksanakan tugas pokok dan tanggung jawabnya untuk meningkatkan mutu pendidikan dan pembelajaran/bimbingan di sekolah.
Kemampuan melaksanakan pemantauan pelaksanaan pembelajaran/bimbingan dan hasil belajar siswa serta menganalisis untuk perbaikan mutu pembelajaran/bimbingan.
Kemampuan membina guru dalam memanfaatkan hasil penelitian untuk kepentingan pendidikan dan pembelajaran/bimbingan.
Kemampuan mengolah dat a hasil penilaian kinerja kepala sekolah, kinerja guru, dan staf sekolah.
Sumber: Adaptasi dari Komponen Penilaian Pengawas Berprestasi (Suyanto, 2011:8-21).
Berdasarkan standar kompetensi dan bergerak pada tataran tugas pokok, kewajiban, wewenang, dan tanggung jawab pengawas sekolah berperan secara profesional sebagai pengawas profesional.
C. Tuntutan Program Aplikatif Peran pengawas profesional adalah kinerja pengawas profesional, karena peran dapat diartikan sebagai kinerja. Menurut Lembaga Administrasi Negara (dalam Sumardjoko, 2010:23): “peran disamakan dengan kinerja yang berarti sebuah prestasi, pencapaian, hasil, unjuk dan penampilan kerja”. Tentu saja, peran yang dimainkan pengawas sekolah tidak terlepas dari program yang disusun. Penyusunan program yang aplikatif menjadi dasar kinerja, sehingga pada gilirannya akan menggambarkan peran pengawas sekolah secara profesional. Program aplikatif yang dimaksud meliputi: a. Program Tahunan b. Program Semester c. RKA (Rencana Kepengawasan Akademik) dan RKM (Rencana Kepengawasan Manajerial) Volume 5, Nomor 1, Januari 2014
43
44
PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF TEORI
Kegiatan kepengawasan yang dilaku-kan oleh pengawas sekolah berkisar pada supervisi akademik dan supervisi manajerial. Supervisi akademik adalah “kegiatan yang terencana, terpola dan terprogram dalam mengubah perilaku guru agar dapat mem-pertinggi kualitas proses pembelajaran” (Sudjana, 2008:3-4). Penjabaran kegiatan “mengubah perilaku guru” meliputi kegiatan pembinaan, pemantauan, penilaian, dan pelatihan. Kegiatan tersebut dilakukan oleh pengawas melalui tatap muka dan nontatap muka. Adapun kegiatan “mengubah perilaku guru” dalam peningkatan kemampuan profesionalnya difokuskan pada keterlaksanaan standar nasional pendidikan, yang meliputi (Tim, 2011:21): a. Kemampuan guru dalam melaksanakan standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, dalam kerangka pengembangan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, pen.) b. Pemblajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan me-nyenangkan (PAIKEM) termasuk penggunaan media yang re-levan. c. Pengembangan bahan ajar. d. Penilaian proses dan hasil belajar. e. Penelitian tindakan kelas untuk perbaikan/pengembangan metode pembelajaran. Sedangkan Supervisi manajerial adalah kegiatan yang terencana, terpola dan terprogram dalam mengubah perilaku sekolah agar dapat mempertinggi kualitas pengelolaan sekolah. Penjabaran kegiatan “mengubah perilaku sekolah” meliputi kegiatan pembinaan, pemantauan, penilaian, dan pelatihan. Kegiatan tersebut dilakukan oleh pengawas melalui tatap muka dan nontatap muka. Adapun kegiatan “mengubah perilaku sekolah” dalam peningkatan kemampuan profesional kepala sekolah difokuskan pada keterlaksanaan standar nasional pendidikan, yang meliputi (Tim, 2011:22): Jurnal Pelopor Pendidikan
a. Kemampuan kepala sekolah dalam penyusunan program sekolah berdasarkan 8 (delapan) standar nasional pendidikan, yaitu: standar isi (SI), standar proses (SP), standar kompetensi lulusan (SKL), standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar kpenilaian pendidikan, standar pembiayaan. b. Kemampuan sekolah dalam melaksanakan pelayanan minimal pendidikan. c. kemampuan kepala sekolah dalam melakukan evaluasi diri sekolah (EDS) dan merefleksikan hasil-hasilnya dalam upaya penjaminan mutu pendidikan. d. Kemampuan kepala sekolah dalam mempersiapkan akreditasi sekolah, dan seterusnya.
D. Kondisi Nyata Di Lapangan Hasil observasi di lapangan “partisipant observation, karena Penulis adalah pepengawas sekolah – di samping hasil wawancara dengan pengawas dari kabupaten lain dapat diberikan deskripsi kondisi kepengawasan sekolah sebagai berikut: Pertama, Kualifikasi Pengawas Sekolah. Kualifikasi secara umum dapat diartikan sebagai jenjang; tingkatan; atau persyaratan tertentu. Sebagai sebuah profesi pengawas sekolah juga memiliki jenjang, tingkatan, atau persyaratan tertentu. Adapun kualifikasi pengawas sekolah tertuang dalam Permendiknas No. 12 Tahun 2007. Perhatikan Tabel III, berikut ini (Hamrin, 2011:4):
H. Akhmad Nurhadi TABEL III: KUALIFIKASI PENGAWAS SEKOLAH
Kedua, Beban Kerja Pengawas Sekolah. Beban kerja pengawas sekolah –sebagaimana pegawai yang lain” adalah paling sedikit 37,5 jam perminggu dengan alokasi waktu perjam 60 menit. Tabel berikut menyajikan distribusi pengawas sekolah (Tim, 2011:11). TABEL IV: DISTRIBUSI BEBAN KERJA PENGAWAS SEKOLAH (Pengawas Muda)
Sumber: Permendiknas No. 12 Tahun 2007 (diadaptasi dan diolah seperlunya).
Berdasarkan atas kualifikasi pengawas sekolah di atas dapat disimpulkan secara generalitatif, bahwa pengangkatan pengawas sekolah sampai saat ini yang ada di tiap-tiap kabupaten/kota adalah sebagai berikut: a. Dari segi kualifikasi pendidikan: Masih ada yang belum memenuhi S-2 Kependidikan dengan berbasis S-1 dalam rumpun mata pelajaran (Pengawas SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK). b. Dari segi kualifikasi sertifikat pendidikan: Rata-rata terpenuhi. c. Dari segi kualifikasi pangkat minimal: Rata-rata terpenuhi bersertifikat guru TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, atau SMK/MAK.+ 8 tahun masa kerja sebagai guru atau 4 tahun sebagai kepala sekolah. d. Dari segi kulaifikasi usia: Ada kecenderuangan melebihi umur maksimal 50 tahun. e. Dari segi kualifiasi kompetensi: Pada umumnya berkompeten melalui Diklat Fungsional Pengawas, karena ada Kabupaten/Kota yang tidak menyelenggarakan Uji Kompetensi. f. Dari segi kualifikasi lulus seleksi: Ada Kabupaten/Kota yang tidak menyelenggarakan seleksi pengawas secara formal dan terbuka.
Catatan: Jumlah sekolah yang dikunjungi minimal 2 sekolah perminggu. Sumber: Buku Kerja Pengawas Sekolah.
Berpedoman pada distribusi beban kerja di atas, secara umum dapat dikatakan pengawas sekolah di setiap kabupaten/ kota telah memenuhinya. Walaupun demikian tidak dapat dipungkiri kinerja beberapa orang pengawas sekolah belum efektif, masih memerlukan motivasi dan kontrol kepala dinas pendidikan (paling tidak melalui kepala bidang dan/atau melalui Koordinator Pengawas sekolah/ Korwas). Ketiga, Sasaran Kerja Pengawas Sekolah. Sasaran kerja pengawas sekolah adalah jumlah minimal sekolah/guru yang menjadi binaan.
Volume 5, Nomor 1, Januari 2014
45
46
PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF TEORI
TABEL V: SASARAN KERJA PENGAWAS SEKOLAH
Sumber: Permen PAN dan RB No. 21/2010.
Kenyataan di lapangan jumlah setiap jenis pengawas sekolah jauh dari mencukupi standar di atas. Hal ini jelas berpengaruh kepada kinerja mereka. Ketidakseimbangan antara ratio pengawas sekolah dan sekolah/guru binaan menjadikan ketidakefektifan kinerja pengawas sekolah. Ini terjadi merata di setiap kabupaten/kota. E. SolusI Kepengawasan Sekolah Berangkat dari pengalaman dan fakta di lapangan, maka alternatif pemecahan masalah yang mengemuka dapat dirumuskan –tentu saja dengan menggunakan nalar yang benar, tanpa ditunggangi oleh kepentingan di luar ranah pendidikan” solusi yang mungkin dilakukan. Rumusan yang dimaksud meliputi: 1. Secara gradual atau bertahap perekrutan pengawas sekolah hendaknya mengikuti proses dan presedur yang telah ditentukan, sehingga seperangkat kualifiksi yang telah ditentukan (dhi. pendidikan, sertifikat pendidik, pangkat, kompetensi, dan lulus seleksi). 2. Agar pengawas sekolah “memperoleh beban kerja yang berkewajaran. Artinya tidak di bawah beban kerja minimal, tetapi juga tidak terlampau jauh melampau beban yang dimungkinkan”, maka pemenuhan ratio pengawas sekolah dengan sekolah/guru binaan dapat segera dituntaskan. 3. Secara berkala dan berkesinambungan hendaknya diselenggarakan –paling tidak Jurnal Pelopor Pendidikan
diikutserakan” kegiatan pengembangan profesionalisme pengawas sekolah .dalam bentuk pendidikan dan pelatihan, seminar, rapat kerja, dan bentuk-bentuk lain yang sejenis. F. Penutup Pembacaan peran pengawas sekolah dalam nalar otonomi pendidikan memberikan hasil mengemukanya upaya solutif dalam rangka mempersempit jurang antara das sein dan das sollen. Memang antara kenyataan dah harapan selalu terjadi kesenjangan. –dalam terminologi Metodologi Penelitian kesenjangan itu disebut masalah”. Para praktisi dan pemikir pendidikan, termasuk pengawas sendiri, mempunyai peran besar dalam mencarikan jawaban atas pelbagai. masalah. Oleh karena itu pengawas sekolah profesional, berkomitmen, dan berdedikasi selalu akan dicari untuk kemudian difungsikan secara maksimal. Tetapi apabila terjadi sebaliknya maka kenyataan itu merupakan salah satu indikasi bahwa sistem pendidikan sedang sakit.[]
Daftar Pustaka: Amien, A. Mappadjantji. 2005. Kemandirian Lokal: Konsepsi Pembangunan, Organisasi, dan Pendidikan dari Perspektif Pendidikan Sains Baru. P.T. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Depdiknas, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Biro Hukum dan Organisasi. Jakarta. Hamrin, 2011. Sukses Menjadi Pengawas Sekolah. Samudra Biru. Yogyakarta. Mu’arif. 2008. Liberalisasi Pendidikan: Menggadaikan Kecerdasan Kehidupan Bangsa.Pinus Book Publisher. Yogyakarta. Palmer, Yoy A (ed.), 2003. 50 Pemikir Pendidikan dari Piaget sampai Masa Sekarang. Jendela. Jogyakarta.
H. Akhmad Nurhadi
Purba, Darwin. 2005. Quo vadis Reformasi: Solusi terhadap Problematika Bangsa Indonesia Era Roformasi. Front Penyelamat Bangsa. Jakarta. Soetjipto dan Kosasi, Raflis. 2009. Profesi Keguruan. Rineka Cipta. Jakarta. Sudjana, Nana. 2008. Supervisi Akademik: Membina Profesionalisme Guru melalui Supervisi Klinis. Binamitra. Bekasi. Suyanto. 2011. Pedoman Pemilihan Pengawas Berprestasi Tingkat Nasional Tahun 2011. Direktorat Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Dasar Direktorat Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan Nasional. Sumardjoko, Bambang. 2010. Membangun Budaya Pendidikan Mutu Perguruan Tinggi: Analisis Perguruna Tinggi Swasta di Surakarta. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Tim Penyusun. 2011. Buku Kerja Pengawas Sekolah. Kemendiknas. Jakarta. Uno, H. Hamzah B. 2008. Profesi Kependidikan; Problema, Solusi, dan Reformasi Pendidikan di Indonesia. P.T. Bumi Aksara. Jakarta. Usman, Husaini. 2009. Manajemen, Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. PT Bumi Aksara. Jakarta.
Volume 5, Nomor 1, Januari 2014
47
48
PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF TEORI
Jurnal Pelopor Pendidikan