PENGARUH PENERAPAN SISTEM MODERNISASI ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK (Studi Empiris pada WPOP di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang)
Oleh : Ria Aprilina Pembimbing : Devi Pusposari. SE, M.Si., Ak Kata kunci
: struktur organisasi, prosedur organisasi, strategi organisasi, budaya organisasi, kepatuhan Wajib Pajak.
ABSTRAKSI : Penelitian ini bertujuan untuk menguji Penerapan Sistem Modernisasi Administrasi Perpajakan terhadap. Penelitian ini dilakukan dan memperoleh responden sebanyak 58 orang Wajib Pajak di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang. Penelitian ini mengunakan teknik linier berganda untuk menguji data penelitian dengan software SPSS 16.0. Hasil analisis untuk model ini menunjukkan bahwa secara simultan, modernisasi struktur orgasnisasi, modernisasi prosedur organisasi, modernisasi strategi organisasi, modernisasi budaya organisasi berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Sedangkan hasil pengujian secara parsial menunjukkan bahwa variabel modernisasi struktur organisasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Sedangkan variabel modernisasi strategi organisasi, modernisasi prosedur organisasi, modernisasi budaya organisasi secara signifikan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Hal ini berarti bahwa kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh variabel modernisasi struktur organisasi, modernisasi prosedur organisasi, modernisasi strategi organisasi, dan modernisasi budaya organisasi.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Penerimaan pajak merupakan sumber utama pembiayaan pemerintah dan pembangunan. Tercatat bahwa realisasi penerimaan perpajakan menurut Rahmany (2012) pada tahun 2011 adalah Rp 872,6 triliun atau mencapai 99,3% dari target sebesar Rp 878,7 triliun. Dibandingkan dengan realisasi tahun 2010, maka realisasi penerimaan perpajakan tahun 2011 naik sebesar Rp 149,3 triliun atau mengalami pertumbuhan sebesar 20,6%. Realisasi rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB (Tax Ratio) Tahun 2011 mencapai 12,3%, naik sebesar 1,0% dari PDB jika dibandingkan dengan tax ratio tahun sebelumnya, sebesar 11,3%. Berdasarkan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara tahun 2012 (table 1.1). Penerimaan perpajakan yang direncanakan sebesar kurang lebih Rp1.019.332,400.000.000,- (satu kuadriliun sembilan belas triliun tiga ratus tiga puluh dua miliar empat ratus juta rupiah). Pendapatan negara dan hibah dari mulai tahun 2006 hingga 2011 terus meningkat, dapat dipastikan bahwa sebagian besar APBN memang berasal dari realisali pajak yaitu sekitar 70%. Fenomena lain yaitu berdasarkan hasil dari upaya ekstensifikasi yang dijelaskan oleh Suryanan (2012) bahwa SPT tahunan tahun 2012 ini target penyampaian SPT adalah 62,5 persen dari jumlah sekitar 20 juta Wajib Pajak perseorangan dan 2 juta WP badan hukum target kepatuhan naik 2,5 persen dari target tahun 2011 sebesar 60 persen. DJP dituntut untuk melayani pelaporan SPT tahunan secara baik dalam rangka pencapaian target kepatuhan pelaporan SPT. Dalam pemberlakuan sistem modernisasi administrasi perpajakan diharapkan kepatuhan wajib pajak meningkat, yang ditandai dengan pelaksanaan kewajiban perpajakan meningkat. Menurut sejarah reformasi perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak telah melakukan reformasi besar-besaran pertama kali pada tahun 1983 dengan merubah sistem pemungutan pajak dari semula official assessment system menjadi self assesment system yang pada waktu itu kantor pajak masih dinamakan Kantor Inspeksi Pajak, peraturan tersebut berupaya agar kepatuhan Wajib Pajak lebih bersifat suka rela (voluntary). Sofyan (2005) menyatakan bahwa penerapan sistem administrasi perpajakan modern pertama kali ditandai dengan dibentuknya Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Wajib Pajak Besar Satu dan KPP Wajib Pajak Besar Dua yang mulai beroperasi sejak 9 september 2002. Kanwil dan KPP Wajib Pajak Besar secara khusus menangani administrasi perpajakan Wajib Pajak besar badan tingkat nasional dengan kriteria peredaran usaha, pembayaran pajak atau jumlah tunggakan pajak yang terbesar. Sampai saat ini perbaikan perbaikan terhadap sistem administrasi perpajakan masih terus dilakukan guna peningkatan kepatuhan Wajib Pajak.
Konsep modernisasi administrasi perpajakan pada prinsipnya adalah merupakan perubahan pada sistem administrasi perpajakan yang dapat mengubah pola pikir dan perilaku aparat serta tata nilai organisasi sehingga dapat menjadikan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menjadi suatu institusi yang profesional dengan citra yang baik di masyarakat. Menurut Rahayu dan Lingga (2009), program reformasi administrasi perpajakan diwujudkan dalam penerapan sistem administrasi perpajakan modern yang memiliki ciri khusus antara lain struktur organisasi yang dirancang berdasarkan fungsi tidak lagi menurut seksi-seksi berdasarkan jenis pajak, perbaikan pelayanan bagi setiap Wajib Pajak melalui pembentukan account representative dan compliant center untuk menampung keberatan Wajib Pajak. Sistem administrasi perpajakan modern juga mengikuti kemajuan teknologi dengan pelayanan yang berbasis e-system seperti e-SPT, e-Filing, e-Payment, dan e-Registration yang diharapkan meningkatkan mekanisme kontrol yang lebih efektif yang ditunjang dengan penerapan kode etik pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang mengatur perilaku pegawai dalam melaksanakan tugas dan pelaksanaan good governance. Manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan sistem modernisasi administrasi perpajakan bagi Wajib Pajak adalah simplicity, dimana alur pekerjaan lebih sederhana dengan bantuan Account Representative; certainity yaitu terdapat kepastian dalam melaksanakan peraturan perpajakan didukung bidang pelayanan dan penyuluhan di Kanwil serta seksi pelayanan di KPP. Menurut Rapina, Jerry dan Carolin (2011) terdapat beberapa kriteria dalam menilai keberhasilan penerimaan pajak, diantaranya: (1) peningkatan kepatuhan para pembayar pajak, dan (2) pelaksanakan ketentuan perpajakan secara seragam untuk mendapatkan penerimaan maksimal dengan biaya yang optimal. Menurut Nasucha (2004), pengukuran efektivitas administrasi perpajakan yang lebih akurat adalah dengan mengukur berapa besarnya jurang kepatuhan (tax gap), yaitu selisih antara penerimaan yang sesungguhnya dari potensi pajak dengan tingkat kepatuhan dari masing-masing sektor perpajakan. Pada dasarnya kepatuhan Wajib Pajak (tax compliance) dapat dinilai dari sikap Wajib Pajak terhadap kepatuhan dalam mendaftarkan diri, menghitung pajaknya, menyetor maupun menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT), dan kepatuhan dalam pembayaran pajak. Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas maka penulis mengambil judul penelitian “PENGARUH PENERAPAN SISTEM MODERNISASI ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK (Studi Empiris pada WPOP di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang)” 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang penulis kemukakan diatas, masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut: 1. Apakah terdapat pengaruh secara parsial antara variabel dalam sistem modernisasi administrasi perpajakan yang meliputi modernisasi struktur organisasi, modernisasi prosedur organisasi, modernisasi strategi organisasi, dan modernisasi budaya organisasi terhadap kepatuhan Wajib Pajak pada WPOP di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang?
2.
Apakah terdapat pengaruh secara simultan antara variabel dalam sistem modernisasi administrasi perpajakan yang meliputi modernisasi struktur organisasi, modernisasi prosedur organisasi, modernisasi strategi organisasi, dan modernisasi budaya organisasi terhadap kepatuhan Wajib Pajak pada WPOP di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang? 1.3 Batasan Masalah Batasan penelitian dan ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penelitian dilakukan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang. 2. Pada penelitian ini data yang diperoleh dengan menggunakan studi literature, wawancara dan kuesioner. 3. Objek yang diteliti adalah karyawan, alumni dan mahasiswa yang telah mempunyai NPWP dan paham tentang Sistem Perpajakan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui adanya pengaruh secara parsial antara variabel dalam sistem modernisasi administrasi perpajakan yang meliputi modernisasi struktur organisasi, modernisasi prosedur organisasi, modernisasi strategi organisasi, dan modernisasi budaya organisasi terhadap kepatuhan Wajib Pajak pada WPOP di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang. 2. Untuk mengetahui adanya pengaruh secara simultan antara variabel dalam sistem modernisasi administrasi perpajakan yang meliputi modernisasi struktur organisasi, modernisasi prosedur organisasi, modernisasi strategi organisasi, dan modernisasi budaya organisasi terhadap kepatuhan Wajib Pajak pada WPOP di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis 1. Bagi penulis, menambah pengetahuan tentang pengaruh sistem modernisasi administrasi kebijakan perpajakan terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam mencapai target penerimaan kas negara melalui pelayanan pajak yang optimal. 2. Bagi pihak lainnya, sebagai acuan bagi peneliti selanjutnya yang ingin mengetahui dan menambah wawasan tentang sistem modernisasi administrasi perpajakan terhadap kepatuhan Wajib Pajak 1.5.2 Manfaat Praktis Bagi Wajib Pajak, sebagai sebuah wacana berfungsi untuk menambah informasi dalam bidang perpajakan, terutama untuk meningkatkan kesadaran sebagai Wajib Pajak bahwa pajak yang dibayar merupakan suatu kewajiban yang harus dipenuhi untuk kemandirian Negara yang berfungsi untuk membiayai pembangunan dan kegiatan pemerintahan untuk kemajuan dan kemakmuran rakyat.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Pajak 2.1.1 Definisi Pajak Pengertian pajak menurut Undang – undang No.28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang – Undang No.6 Tahun 1983 tentang Kententuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yaitu “Pajak adalah kontribusi Wajib Pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang – undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar – besarnya kemakmuran rakyat”. 2.1.2 Fungsi Pajak Pajak mempunyai peranan penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, menurut Resmi (2003:3), fungsi pajak adalah sebagai berikut: 1.
Fungsi Budgetair (Keuangan Negara) Pajak mempunyai fungsi budgetair artinya, pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan Negara, pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi seperti Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan lain-lain. 2. Fungsi Regulered (Mengatur) Pajak mempunyai fungsi mengatur artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, dan mencapai tujuan-tujuan tertentu diluar bidang keuangan. Beberapa contoh penerapan pajak sebagai fungsi mengatur adalah: 2.1.3 Subjek dan Objek Pajak 1.
Subjek Pajak
Subjek pajak merupakan subjek yang dikenakan pajak sesuai yang diatur oleh Undang-undang yang berlaku. Subjek pajak harus memenuhi beberapa kriteria yang telah diatur dalam peraturan perpajakan antara lain: a. Undang-undang yang mengatur pengenaan Pajak Penghasilan terhadap Subjek Pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak. b. Subjek pajak tersebut dikenakan pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan. Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan, dalam bahasa Undang-undang ini disebut Wajib Pajak. Wajib Pajak dikenakan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak, apabila kewajibannnya pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak. c. Yang dimaksud dengan tahun pajak dalam Undang-undang adalah tahun takwim. Namun, Wajib Pajak dapat menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim, sepanjang tahun buku tersebut meliputi jangka waktu 12 (dua belas) bulan. Pengertian subjek pajak menurut Waluyo (2008) sebagai berikut: “Subjek pemungutan pajak, yaitu: 1). Orang Pribadi Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia maupun diluar Indonesia. 2). Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak warisan yang belum terbagi dimaksud merupakan subjek pajak pengganti menggantikan mereka yang berhak yaitu sebagai ahli waris. 3). Badan Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi PT, CV, Perseroan lainnya, serta BUMS dan bentuk usaha apapun. 4). Bentuk Usaha Tetap Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada diluar Indonesia tidak lebih 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat dari kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia”. 2. Objek Pajak Objek Pajak merupakan objek pengenaan pajak dan dijadikan dasar untuk menghitung pajak terutang. Pengertian objek Menurut Waluyo (2008) adalah sebagai berikut ini: “Objek pemungutan pajak, yaitu: 1. Penghasilan; 2. Laba usaha; 3. Hadiah dari undian atau pekerjaan; 4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta; dan 5. Deviden”. 2.1.4 Syarat Pemungutan Pajak
Agar dalam pemungutan pajak tidak menimbulkan berbagai hambatan dari masyarakat untuk mau dan mampu membayar pajak, maka dalam pungutannya menurut Mardiasmo (2008:2) harus memenuhi beberapa syaat sebagi berikut: ”Asas pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungut pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut : 1. Pemungutan Pajak Harus Adil (Syarat Keadilan). Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan. Undang undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata. serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedang adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak. 2. Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-undang (Syarat Yuridis). Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini membenkan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya. 3. Tidak Mengganggu Perekonomian (Syarat Ekonomis). Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat. 4. Pemungutan Pajak Harus Efisien (Syarat Finansiil). Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga Iebih rendah dari hasil pemungutannva. 5. Sistem Pemungutan Pajak Harus Sederhana. Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru. 2.1.5 Wajib Pajak Dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 2 : “Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.” 2.2. Reformasi Administrasi Perpajakan 2.2.1 Pengertian Administrasi Administrasi menurut Sofa (2008: 12) adalah proses penyelenggaraan bersama atau proses kerjasama antara sekelompok orang-orang tertentu untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang telah ditentukan dan direncanakan sebelumnya . 2.2.2 Administrasi Perpajakan 2.2.2.1.Istilah Administrasi Perpajakan Lumbantoruan (1997:582) dalam ensiklopedi perpajakan yang ditulisnya mengungkapkan bahwa, "administrasi perpajakan (Tax Administration) ialah caracara atau prosedur pengenaan dan pemungutan pajak. Sedangkan menurut Nurmantu (2005:98), administrasi pajak dalam arti sempit adalah penatausahaan dan pelayanan terhadap kewajiban dan hak-hak Wajib Pajak, baik penatausahaan
dan pelayanan tersebut dilakukan di kantor fiskus maupun di kantor Wajib Pajak. Mengenai peran administrasi perpajakan, Liberty Pandiangan (Reformasi Perpajakan di Mata Seorang Profesor, www.pb-co.com) mengemukakan bahwa administrasi perpajakan diupayakan untuk merealisasikan peraturan perpajakan, dan penerimaan negara sebagaimana amanat APBN. 2.2.3 Reformasi Administrasi Perpajakan Reformasi administrasi menurut Gunadi (Keberhasilan Pajak Tergantung Partisipasi Masyarakat, www.infopajak.com) memiliki tujuan utama untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Kedua, untuk mengadministrasikan penerimaan pajak sehingga transparansi dan akuntabilitas penerimaan sekaligus pengeluaran pembayaran dana dari pajak setiap saat bisa diketahui. Ketiga, memberikan suatu pengawasan terhadap pelaksanan pemungutan pajak, terutama adalah kepada aparat pengumpul pajak, kepada Wajib Pajak, ataupun kepada masyarakat pembayar pajak." 2.3. Sistem Administrasi Perpajakan Modern 2.3.1 Penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern Direktorat Jenderal Pajak sejak tahun 2001 telah memulai beberapa langkah reformasi administrasi perpajakan jangka menengah (3-5 tahun) sebagai bentuk prioritas reformasi perpajakan yang menjadi landasan bagi terciptanya administrasi perpajakan yang modern, efisien dan dipercaya masyarakat dengan tercapainya tujuan seperti: (1) tingkat kepatuhan sukarela yang tinggi, (2) tingkat kepercayaan terhadap administrasi perpajakan yang tinggi, dan (3) produktivitas pegawai perpajakan yang tinggi. 2.3.2 Dimensi Penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern 2.3.2.1 Modernisasi Struktur Organisasi a. Pembentukan organisasi berdasarkan fungsi. Dalam Pakpahan (2004: 53-60), dijelaskan bahwa sebagai wujud pembenahan fungsi pelayanan, pengawasan dan pemeriksaan, struktur organisasi yang berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 443/KMK.01/2001 disusun menururt jenis pajak, dimana Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Tidak Langsung Lainnya (PPN/PTLL) dilayani di KPP, sedangkan untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dilayani Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPPBB). b. Spesifikasi tugas dan tanggung jawab. Menurut Poernomo (2004: 218-233), spesifikasi tugas dan tanggung jawab dalam administrasi perpajakan modern antara lain: 1. Account Representative (AR) Penujukan Account Representative (AR) yang khusus melayani dan mengawasi pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak secara langsung. Dengan pembagian tugas disesuaikan dengan kelompok usaha dan kebutuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak. c. Menyelesaikan dan menyempurnakan Sistem Informasi Perpajakan (SIP) menjadi Sistem Administrasi Perpajakan Terpadu (SAPT).
Sistem Informasi Perpajakan (SIP) dikembangkan menjadi Sistem Administrasi Perpajakan Terpadu (SAPT) yang dikendalikan oleh manajemen kasus (case management system) dalam sistem pemantauan proses administrasi perpajakan (workflow system), dimana mengacu pada otomasi kantor seperti pelayanan, pengawasan pelaksanaan tugas serta pelaporan yang dirancang sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. d. Sistem monitoring pelaporan rutin melalui rekening Wajib Pajak (Taxpayers Account). Transparansi pelayanan dan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak didukung dengan Taxpayers Account yang berfungsi untuk mencatat secara otomatis setiap perubahan yang terjadi pada hak dan kewajiban Wajib Pajak sebagai akibat dari pembayaran pajak, penetapan, keberatan, pemindahbukuan, Surat Pemberitahuan (SPT), dan beberapa dokumen perpajakan lainnya e. Jalur pengawasan tugas pelayanan dan pemeriksaan. Dilakukan melalui penetapan standar kinerja perpajakan, penerapan kode etik pegawai bagi pegawai pajak dan dibentuknya Komite Kode Etik, serta kerjasama dengan Komite Ombudsman Nasional semakin melengkapi perangkat pengawasan tugas dan pelayanan dan pemeriksaan. 2.3.2.2.Modernisasi Prosedur Organisasi a. Pelayanan satu pintu melalui Account Representative. Salah satu ciri khas dari Kantor pelayanan pajak adalah adanya Account Representative (AR). Pengertian Account Representative (AR) menurut Pandiangan (2008: 27) adalah sebagai berikut: “Account Representative adalah seorang petugas perpajakan yang melaksanakan tugas-tugas pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban Wajib Pajak dan melayani penyelesaian hak Wajib Pajak, dan bertugas untuk tugas konsultasi, jika Wajib Pajak memerlukan informasi atau hal lainya terkait pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakannya”. 2.3.2.3.Modernisasi Strategi Organisasi a. Sensus Pajak Nasional Sensus Pajak Nasional adalah kegiatan pengumpulan data mengenai kewajiban perpajakan dalam rangka memperluas basis pajak dengan mendatangi subjek pajak (orang pribadi atau badan) di seluruh wilayah Indonesia yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. b. Kampanye sadar dan peduli pajak c. Simplifikasi administrasi perpajakan d. Intensifikasi penerimaan pajak, melalui: e. Mengembangkan mekanisme internal quality control atas pelaksanaan pelayanan dan pemeriksaan, serta melaksanakan pelatihan tentang metode dan teknik pelayanan prima; membangun sistem komunikasi yang efektif untuk mendapatkan feedback. f. Merancang, mengusulkan, dan merealisasikan kebutuhan investasi sehubungan dengan reorganisasi dan penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern.
g. Melalukan review pelaksanaan reorganisasi, pengukuran kinerja, pengukuran kepuasan Wajib Pajak, pertemuan rutin, dan kunjungan rutin untuk mendapatkan feedback. h. Melakukan penyempurnaan sistem manajemen SDM antara lain dengan menerapkan sistem pengukuran kinerja administrasi perpajakan, pembentukan unit pengukuran kinerja, dan pembentukan gambaran/sifat pokok skema tunjangan kegiatan tambahan bagi pegawai pajak. 2.3.2.4.Modernisasi Budaya Organisasi a. Adanya program pemerintahan yang bersih dan berwibawa (good governance). Tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa dicirikan oleh adanya kode etik pegawai Dirjen Pajak berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 222/KMK.03/2002 tanggal 14 Mei 2002 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 223/KMK.03/2002 tanggal 14 Mei 2002. Beberapa langkah-langkah dalam menyiapkan good governance itu yakni dengan: 1. Menerapkan kode etik terhadap seluruh pegawai Direktorat Jenderal Pajak, pembentukan Komite Kode Etik, meningkatkan efektivitas pengawasan oleh Inspektorat Jenderal Kementrian Keuangan dan kerjasama dengan Komisi Ombudsman Nasional. 2. Penyiapan SDM yang berkualitas dan professional, antara lain melalui pelaksanaan fit and proper test secara ketat, penempatan pegawai yang disesuaikan dengan kapasitas dan kapabilitasnya, reorganisasi, kaderisasi, pelatihan, dan program pengembangan self capacity, reward and punishment, reformasi moral, dan etika. b. Pemberian Tunjangan Kegiatan Tambahan kepada pegawai pajak. Pemberian Tunjangan Kegiatan Tambahan (TKT) selain tunjangan lain yang telah diberikan berdasarkan Kep. Menkeu. Nomor 37 269/KMK.03/2004 tanggal 31 Mei 2004. Besarnya TKT dibedakan berdasarkan golongan/eselon untuk TKT Pelaksana dan Pejabat Struktural sedangkan TKT Pejabat Fungsional dibedakan untuk Pemeriksa Pajak Ahli dan Pemeriksa Pajak Terampil. c. Fasilitas perkantoran modern Perkantoran modern dengan keseluruhan operasi berbasis teknologi dengan pengadaan sarana dan prasarana yang memenuhi persyaratan mutu dan menunjang upaya administrasi perpajakan di seluruh Indonesia. 2.4 Kepatuhan Dalam Perpajakan 2.4.1 Pengertian kepatuhan pajak Pengertian kepatuhan Wajib Pajak menurut Nasucha menyatakan bahwa kepatuhan Wajib Pajak dapat didefinisikan dari: 1. Kewajiban Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri; 2. Kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat pemberitahuan; 3. Kepatuhan dalam perhitungan dan pembayaran pajak terutang; dan 4. Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.
2.4.2 Jenis Kepatuhan Pajak Menurut Nurmantu (2009) dikenal dua macam kepatuhan, yaitu: 1. Kepatuhan formal. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakan dengan menitik beratkan pada nama dan bentuk kewajiban saja, tanpa memperhatikan hakekat kewajiban itu. 2. Kepatuhan materiil. Kepatuhan materiil adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak selain memenuhi kewajiban yang berhubungan dengan nama dan bentuk kewajiban perpajakan, juga terutama memenuhi hakekat kewajiban perpajakannya. 2.4.3 Faktor yang Menentukan Kepatuhan Menurut Nurmantu (2009), ada beberapa factor yang menentukan tinggi rendahnya kepatuhan perpajakan, antara lain kejelasan (clatiry) undang-undang dan perturan pelaksanaan perpajakan, besarnya biaya kepatuhan (compliance cost) dan adanya panutan. 1. Kejelasan (clatiry) 2. Biaya kepatuhan (compliance cost) 3. Panutan 2.4.4 Kriteria Wajib Pajak Patuh Menurut Kep.Men.Keu No.544/KMK.04/ 2000 yang diubah dengan kep.Men.Keu No.235/KMK.03/2003 jo. Kep.Dirjen Pajak No.550 Tahun 2000 berdasarkan peraturan tersebut, Wajib Pajak patuh adalah mereka yang memenuhi empat kriteria dibawah ini, yakni : 1. Wajib Pajak tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) untuk semua jenis pajak dalam dua tahun terakhir. 2. Wajib Pajak tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajaknya. 3. Wajib Pajak tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam waktu sepuluh tahun terakhir. 4. Laporan keuangan Wajib Pajak yang diaudit akuntan publik atau BPKP harus mendapatkan status wajar tanpa pengecualian, atau dengan pendapat wajar dengan pengecualian, sepanjang pengecualian tersebut tidak mempengaruhi laba rugi fiskal. Selanjutnya ditegaskan bahwa seandainya laporan keuangan diaudit, laporan audit tersebut harus disusun dalam bentuk panjang (long form report) dan menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal.
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Populasi dan Sampel 3.1.1 Populasi Menurut Husein (2005) populasi sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi sampel. Menurut Sekaran (2006) populasi (population) mengacu pada keseluruhan kelompok orang, kejadian, atau hal minat yang ingin peneliti investigasi. Sesuai dengan judul peneliti memutuskan bahwa populasi dalam penelitian ini yaitu mahasiswa dan alumni di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya yang telah memiliki NPWP. Peneliti memiliki asumsi bahwa Objek yang diteliti merupakan Wajib Pajak yang mengerti tentang sistem modernisasi administrasi perpajakan. Dengan masing-masing jumlah populasi tahun 2013 dengan total karyawan 110 orang, mahasiswa sebanyak 4644 orang dan jumlah alumni 11.000 alumni (www.feb.ub.ac.id, 2013). 3.1.2 Sampel
Teknik penarikan sampel probabilitas adalah suatu penarikan sampel yang mendasarkan diri bahwa setiap anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel (Prasetyo dan Jannah, 2005). Sampel harus mengandung dua kriteria, yaitu: 1. Kecermatan (accurancy), bahwa sampel yang diambil tidak akan bias. Maksudnya sampel tidak akan memberikan reaksi yang terlalu berlebih ataupun kurang, jadi sampel bias mewakili populasi secara wajar. 2. Ketepatan (precision) mengandung arti sampel yang diambil dapat mewakili dengan wajar keseluruhan populasi tersebut. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan nonprobability sampling yang dapat diartikan sebagai besarnya peluang elemen untuk terpilih sebagai subyek tidak diketahui. Penelitian ini menggunakan metoda judgement sampling atau purposive sampling. Metoda judgement sampling yaitu suatu metode yang melibatkan pilihan-pilihan dari subyek yang memiliki tempat paling menguntungkan atau posisi terbaik yang menyediakan informasi yang dibutuhkan (Sekaran, 2006). Jogiyanto (2004) mengemukakan bahwa metoda judgement sampling adalah metode yang mempergunakan pertimbangan-pertimbangan atau kriteria tertentu dalam pemilihan sampelnya. Untuk penentuan jumlah sampel penelitian berdasarkan pendapat ahli seperti yang dikemukakan Gay dalam Umar (2002:68), yaitu ukuran sampel minimum yang
dapat diterima yaitu minimum 30 sampel. Maka dari itu peneliti mengambil sampel sebanyak 70 orang. 3.2. Metoda Pengumpulan Data 3.2.1 Jenis Data a. Data Primer Data primer berupa sumber data yang diperoleh secara langsung dari narasumbernya. Data ini mengacu pada informasi yang diperoleh dari tangan pertama oleh peneliti yang berkaitan dengan variabel minat untuk tujuan spesifik studi (Sekaran, 2006). Metoda survey yang dilakukan yaitu melakukan pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Kuisioner merupakan daftar pertanyaan tertulis yang telah dirumuskan sebelumnya yang nantinya akan dijawab oleh responden (Sekaran, 2006). Dalam menghasilkan data penelitian, penyebaran kuesioner dilakukan oleh peneliti dengan cara penyebaran kuesioner secara langsung kepada mahasiswa dan alumni Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya yang memiliki NPWP. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil instrumen variabel penelitian yang telah dikembangkan dan diuji validitasnya oleh peneliti sebelumnya. Dalam membuat kuisioner, peneliti sengaja memasukkan pernyataan-pernyataan negatif di beberapa instrumen variabel. Hal ini bertujuan untuk menghindari bias dan memberikan pengendalian pada hasil penelitian yang disebabkan karena responden yang terkadang kurang sungguh-sungguh dalam mengisi kuisioner. b. Data Sekunder Data sekunder yang digunakan dalam penelitian berasal dari artikel media massa, internet dan publikasi ilmiah lainnya, yang semuanya merupakan datadata yang bukan langsung berasal dari pihak yang bersangkutan atau objek yang diteliti (Moleong, 2007:159). 3.2.2 Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh hasil penyebaran kuesioner kepada karyawan, alumni dan mahasiswa dilakukan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya serta melalui jejaring sosial internet untuk alumni mahasiswa Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. 3.2.3 Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut a. Penelitian kepustakaan (library research) Adalah dengan cara mencari data dan mengumpulkan informasi dari buku-buku atau karya ilmiah yang berkaitan dengan pengaruh terhadap kepatuhan pajak, dengan cara membaca dan mempelajari literatur-literatur yang berkaitan dengan pengaruh sistem administrasi perpajakan modern terhadap kepatuhan Wajib Pajak. b. Penelitian lapangan (field research) Adalah dengan mencari sumber data atau informasi secara langsung ke pusatpusat informasi atau data mengenai objek yang akan diteliti sehingga data yang diperlukan menjadi lebih akurat, dan dengan menyebarkan kuesioner pada Wajib Pajak yang berada di FEB UB. c. Kuesioner (questioner)
Merupakan suatu cara pengumpulan data dengan menyebarkan daftar pertanyaan kepada responden dengan harapan mereka akan memberikan respon terhadap daftar pertanyaan tersebut. 3.3 Pengujian Hipotesis Hipotesis merupakan dugaan sementara mengenai sesuatu yang harus diuji kebenarannya (Sugiyono, 2009). Dalam pengujian hipotesis yang dirumuskan sebelumnya oleh peneliti akan diuji kebenarannya menggunakan alat uji statistik, yaitu Regresi Linier Berganda dengan bantuan aplikasi SPSS 16.0. Dengan model hipotesis, yang digambarkan sebagai berikut.bentuk persamaan hipotesis pada penelitian ini adalah: 1. Hipotesis 1 Terdapat pengaruh antara modernisasi struktur organisasi administrasi perpajakan terhadap kepatuhan Wajib Pajak. 2. Hipotesis 2 Terdapat pengaruh antara modernisasi prosedur organisasi administrasi perpajakan terhadap kepatuhan Wajib Pajak. 3. Hipotesis 3 Terdapat pengaruh antara modernisasi strategi organisasi administrasi perpajakan terhadap kepatuhan Wajib Pajak. 4. Hipotesis 4 Terdapat pengaruh yang signifikan antara modernisasi budaya organisasi administrasi perpajakan terhadap yuridis kepatuhan Wajib Pajak. Hipotesis-hipotesis tersebut diukur dengan menggunakan alat uji statistik Regresi Linier Berganda menggunakan SPSS versi 16. Bentuk persamaan penelitian ini di jelaskan sebagai berikut yaitu sebagai berikut: Y= a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e……………. (I) Keterangan : Y: kepatuhan Wajib Pajak a: nilai intersep (konstan) b1...b4: koefisien arah regresi X1: variabel modernisasi struktur organisasi X2: variabel modernisasi prosedur organisasi X3: variabel modernisasi strategi organisasi X4 : variabel modernisasi budaya organisasi e : error Pada saat melakukan pengujian hipotesis, akan ditemukan unsur ketidakpastian (probabilitas) atau kesalahan yang dicerminkan dengan tingkat taraf signifikansi (level of significant). Untuk menganalisis variabel struktur organisasi, prosedur organisasi, strategi organisasi, budaya organisasi dan sistem administrasi perpajakan modern terhadap kepatuhan Wajib Pajak, peneliti menggunakan metoda
statistic dengan tingkat taraf signifikansi α = 0,05 yang artinya derajat kesalahannya sebesar 5%.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian Diketahui bahwa dari 70 kuesioner yang disebar yang dikembalikan sebanyak 64 buah, yang tidak diisi lengkap sebanyak 6 kuisioner sehingga jumlah 58 kuesioner telah memenuhi syarat penelitian, sebab telah memenuhi syarat sampel. 4.2. Hasil Uji Kualitas Data 4.2.1 Hasil Uji Reliabilitas Tabel 4.3 Hasil Uji Kualitas Data Variabel Interpretasi Cronbach Interpretasi Alpha Modernisasi Struktur (X1) .739 Reliabel Modernisasi Prosedur (X2) .919 Reliabel Modernisasi Strategi (X3) .861 Reliabel Modernisasi Budaya (X4) .947 Reliabel Kepatuhan WP (Y) .843 Reliabel Sumber : Data pimer yang diolah, 2013 4.2.2 Hasil Uji Validitas Tabel 4.4 Hasil Uji Validitas Variabel Independen Item r hitung r table Interpretasi x1.1 0.447 0.254 valid x1.2 0.598 0.254 valid x1.3 0.519 0.254 valid x1.4 0.582 0.254 valid x2.1 0.488 0.254 valid x2.2 0.758 0.254 Valid x2.3 0.722 0.254 Valid x2.4 0.553 0.254 Valid x2.5 0.79 0.254 Valid x2.6 0.589 0.254 Valid x2.7 0.646 0.254 Valid
x3.1 0.578 0.254 Valid x3.2 0.6 0.254 Valid x3.3 0.608 0.254 Valid x3.4 0.715 0.254 Valid x3.5 0.554 0.254 Valid x3.6 0.731 0.254 Valid x3.7 0.526 0.254 Valid x4.1 0.701 0.254 Valid x4.2 0.674 0.254 Valid x4.3 0.717 0.254 Valid x4.4 0.721 0.254 Valid Sumber : Data pimer yang diolah , 2013 Tabel 4.5 Hasil Uji Validitas Variabel Dependen Item r hitung r tabel Interpretasi y1 0.836 0.254 Valid y2 0.499 0.254 Valid y3 0.877 0.254 Valid y4 0.399 0.254 Valid y5 0.882 0.254 Valid Sumber : Data pimer yang diolah , 2013 4.3. Hasil Uji Asumsi Klasik Sebelum melakukan uji analisis regresi, data terlebih dahulu harus diuji untuk mengetahui apakah data telah memenuhi asumsi asumsi klasik, yaitu uji multikolinearitas, uji homoskedastisitas, uji autokorelasi, uji normalitas. 4.3.1 Hasil Uji Multikolinieritas Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi yang digunakan ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas atau independen. Jika ditemukan adanya multikolonieritas, maka koefisien regresi variabel menjadi tidak tentu dan kesalahan menjadi tidak terhingga (Ghozali, 2008). Syarat suatu data tidak terjadi multikolinieritas (non multikolinieritas) adalah jika nilai VIF < 10 dan lebih besar dari tolerance. Tabel 4.6 Hasil Uji Multikolinieritas Collinearity Statistics Model X1_Modernisasi_Struk tur
Tolera nce .356
Interpretasi
VIF 2.808
Non- Multikolinieritas
X2_Modernisasi_Prose dur
.383
2.614
X3_Modernisasi_Strat egi
.200
4.995
Non- Multikolinieritas Non- Multikolinieritas
X4_Modernisasi_Buda Non- Multikolinieritas .229 4.373 ya Sumber : Data pimer yang diolah, 2013 Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa semua variabel independen mempunyai nilai VIF yang berada jauh di bawah angka 10 sehingga dapat dikatakan semua konsep pengukur variabel-variabel yang digunakan tidak mengandung masalah multikolinieritas (non-multikolinearitas). 4.3.2 Hasil Uji Autokorelasi Uji autukorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan periode t-1 (Ghozali, 2008). Untuk mendeteksi adanya autokorelasi dalam suatu model regresi dapat dilakukan melalui pengujian terhadap nilai uji Durbin-Watson (uji DW) dengan melihat besarnya koefisien DW-test dibandingkan dengan DW-tabel. Pada tabel 4.7 di bawah ini menunjukkan nilai Durbin-Watson secara statistik yang diolah dengan SPSS 16: Tabel 4.7 Hasil Uji Autokorelasi Dl Du 4-Du DW Interpretasi 1.4325 1.7259 2.2741 2.235 Non-Autokorelasi Sumber : Data pimer yang diolah, 2013 Dari hasil pengujian di atas diperoleh nilai Durbin-Watson (DW) hitung sebesar 2.235, berdasarkan tabel Durbin-Watson dapat ditentukan nilai batas bawah (d L ) 1.4325 , dan nilai batas atas (dU ) sebesar 1.7259. Nilai DW terletak pada dU
Sumber : Data pimer yang diolah, 2013 4.3.4 Hasil Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual berdistribusi normal ataukah tidak. Kurva yang menggambarkan distribusi normal adalah kurva normal yang berbentuk simetris. Untuk menguji apakah sampel penelitian merupakan jenis distribusi Regression Standardized normal maka digunakan pengujian Kolmogrov-Smirnov Goodness of Fit Test terhadap masing-masing variabel. Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas Metode Probabilitas Interpretasi Kolmogrov.609 Normal Smirnov Sumber : Data pimer yang diolah, 2013 Dari Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa nilai signifikansi yang diperoleh sebesar 0.609>0.05. Dengan demikian asumsi normalitas terpenuhi dan dapat disimpulkan bahwa model tersebut normal, sehingga dapat dilakukan regresi dengan Model Linear. 4.4. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Metode analisis regresi linier berganda digunakan untuk memprediksi hubungan antara satu variabel dependen dengan empat variabel independen. Selain itu, analisis regresi linier berganda juga menunjukan arah hubungan antara variabel dependen dan variabel independen. Hasil pengolahan data untuk menghasilkan model regesi liniear berganda dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.9 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Unstandardiz Standardi ed zed Coefficien Coeffi Model ts cients t Sig.
Std. Er ror
B 1 (Constant)
3.3
.53 7
X1_Modernisasi_Strukt u
.06
X2_Modernisasi_Prose dur
.11
X3_Modernisasi_Strate gi
.18
X4_Modernisasi_Buday a
.51
R Square Sig. f Variabel terikat
Beta
.162
2 6
.002
2 3
.227
1 8
.024
4 4
.014
5 7
.000
1.2 9
.056
.078 2.3
2
.048
.143
.071
.217
2.5 0
8.1 9
.064
.652
= 0,923 = 0,000 = kepatuhan Wajib Pajak
Sumber : Data pimer yang diolah, 2013 Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa nilai Sig. f menunjukkan nilai sebesar 0.000 atau Sig. f < 5% (0.000 < 0.05). Artinya bahwa secara bersamasama (simultan) modernisasi struktur organisasi, modernisasi prosedur organisasi, modernisasi strategi organisasi, modernisasi budaya organisasi berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Nilai R Square menunjukkan nilai sebesar 0,923 atau 92,3% Artinya tingkat kepatuhan Wajib Pajak dipengaruhi sebesar 92,3% oleh modernisasi struktur organisasi, modernisasi prosedur organisasi, modernisasi strategi organisasi dan modernisasi budaya organisasi, sedangkan sisanya 7.7% dipengaruhi oleh variabel lain selain empat variabel bebas yang diteliti. Dari tabel 4.9 dapat diperoleh hasil persamaan regresi antara variabel bebas yaitu modernisasi struktur organisasi, modernisasi prosedur organisasi, modernisasi strategi organisasi dan modernisasi budaya organisasi terhadap variabel terikat yaitu kepatuhan Wajib Pajak. Persamaan regresi tersebut adalah: Y = 0,537+ 0,069 X1 + 0,112 X2 + 0,180 X3 + 0,519 X4 Keterangan: Y = Kepatuhan Wajib Pajak X1= Modernisasi Struktur Organisasi X2= Modernisasi Prosedur Organisasi
X3= Modernisasi Strategi Organisasi X4 = Modernisasi Budaya Organisasi. Nilai Sig. t yaitu modernisasi struktur organisasi, modernisasi prosedur organisasi, modernisasi strategi organisasi dan modernisasi budaya menunjukkan bahwa: 1. Dilihat dari nilai koefisiennya variabel modernisasi struktur organisasi bertanda positif 0,069, sehingga antara modernisasi struktur organisasi dengan kepatuhan Wajib Pajak mempunyai hubungan yang positif atau searah. Jika (X1) naik atau bertambah maka kemungkinan adanya Kepatuhan Wajib Pajak (Y) juga meningkat, dan sebaliknya, dengan asumsi variabel lainnya konstan. Variabel modernisasi struktur organisasi (X1) mempunyai Sig. t sebesar 0.227 atau Sig. > 5% (0.227 > 0.05), maka secara parsial variabel modernisasi struktur organisasi mempunyai pengaruh yang tidak signifikan sehingga tidak berpengaruh secara parsiah terhadap kepatuhan Wajib Pajak dan H0 ditolak. 2. Dilihat dari nilai koefisiennya variabel modernisasi prosedur organisasi bertanda positif 0,112, sehingga antara modernisasi prosedur organisasi dengan kepatuhan Wajib Pajak mempunyai hubungan yang positif atau searah. Jika (X2) naik atau bertambah maka kemungkinan adanya Kepatuhan Wajib Pajak (Y) juga meningkat, dan sebaliknya, dengan asumsi variabel lainnya konstan. Variabel modernisasi prosedur organisasi (X2) mempunyai Sig. t sebesar 0.024 atau Sig. < 5% (0.024 < 0.05), maka secara parsial variabel modernisasi prosedur organisasi mempunyai pengaruh yang signifikan sehingga berpengaruh secara parsiah terhadap kepatuhan Wajib Pajak dan H0 diterima. 3. Dilihat dari nilai koefisiennya variabel modernisasi strategi organisasi bertanda positif 0.180, sehingga antara modernisasi strategi organisasi dengan kepatuhan Wajib Pajak mempunyai hubungan yang positif atau searah. Jika (X3) naik atau bertambah maka kemungkinan adanya Kepatuhan Wajib Pajak (Y) juga meningkat, dan sebaliknya, dengan asumsi variabel lainnya konstan. Variabel modernisasi strategi organisasi (X3) mempunyai Sig. t sebesar 0.014 atau Sig. < 5% (0.014 < 0.05), maka secara parsial variabel modernisasi strategi organisasi mempunyai pengaruh yang signifikan sehingga berpengaruh secara parsiah terhadap kepatuhan Wajib Pajak dan H0 diterima. 4. Dilihat dari nilai koefisiennya variabel modernisasi budaya organisasi bertanda positif 0,519, sehingga antara modernisasi budaya organisasi dengan kepatuhan Wajib Pajak mempunyai hubungan yang positif atau searah. Jika (X4) naik atau bertambah maka kemungkinan adanya kepatuhan Wajib Pajak (Y) juga meningkat, dan sebaliknya, dengan asumsi variabel lainnya konstan. Variabel modernisasi budaya organisasi (X4) mempunyai Sig. t sebesar 0.000 atau Sig. < 5% (0.000 < 0.05), maka secara parsial variabel modernisasi budaya organisasi berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Dari penjelasan tabel 4.9 diperoleh hasil bahwa seluruh variabel bebas dalam penelitian ini, yakni modernisasi struktur organisasi, modernisasi prosedur organisasi, modernisasi strategi organisasi dan modernisasi budaya mempunyai pengaruh terhadap tingkat kepatuhan Wajjib Pajak. Untuk menentukan variabel mana yang lebih dominan mempengaruhi tingkat kepatuhan Wajib
Pajak dapat dilihat dari nilai koefisien regresi. Variabel bebas dengan nilai koefisien regresi tertinggi adalah variabel modernisasi prosedur organisasi 0.294 (29.4%), kemudian berturut-turut disusul oleh variabel modernisasi budaya organisasi 0.258 (25.8%), variabel modernisasi strategi organisasi 0.239 (23.9%), dan terakhir yakni variabel modernisasi struktur organisasi 0.189 (18.9%). 4.5 Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2008). Di bawah ini adalah tabel hasil olah data koefisien determinasi dengan menggunakan SPSS 16: Tabel 4.10 Koefisien Determinasi R Sq uar Adjusted R Std. Error of the Model R e Square Estimate 1 .960a .923 .917 .14151 Sumber : Data pimer yang diolah, 2011 Berdasarkan tabel 4.10, hasil Adjusted R Square adalah 0.923. Hal ini menunjukkan bahwa variabel modernisasi struktur organisasi, modernisasi prosedur organisasi, modernisasi strategi organisasi dan modernisasi budaya organisasi dalam penelitian ini berpengaruh terhadap variabel terikat kepatuhan Wajib Pajak sebesar 92.3 %, sedangkan sisanya sebesar 7.7 % dipengaruhi oleh variabel lain di luar model penelitian ini. 4.6. Pembahasan Hasil Penelitian Berdasarkan hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antar variabel bebas penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern dan variabel Kepatuhan Wajib Pajak. Dimana variabel bebas dengan nilai koefisien regresi tertinggi adalah variabel modernisasi budaya organisasi 0.519 (51.9%), kemudian berturut-turut disusul oleh variabel modernisasi strategi organisasi 0.180 (18%), variabel modernisasi prosedur organisasi 0.112 (11.2%), dan terakhir yakni variabel modernisasi struktur organisasi 0.069 (6,9%). 4.6.1. Pengaruh Modernisasi Struktur Organisasi Terhadap Kepatuhan WP Penelitian ini menunjukkan bahwa modernisasi struktur organisasi yang dibentuk oleh Dirjen Pajak berdasarkan fungsi Sejak 2007, KPP pratama didirikan untuk menggantikan KPP, PBB dan Karikpa. Dahulunya KPP mengurusi PPN,PPh potput, PPh badan, sekarang struktur organisasinya lebih dirampingkan menjadi Seksi Pengawasan dan Konsultasi (Waskon) dengan petugasnya yang dinamai Account Representative (AR) yang bertugas untuk memberikan advise dan melakukan pengawasan terhadap WP dan Seksi Fungsional yang tugasnya memeriksa atau mengaudit WP. pembentukkan Account Representative untuk menjembatani antara Wajib Pajak dan Dirjen Pajak. Pada dasarnya setiap satu dari diri wajib pajak mempunyai satu orang Account Representative. Account Representative yang ada di setiap Kantor Pajak hanya sedikit, dan tidak sebanding dengan banyaknya wajib pajak
yang ditangani, karena pada satu Account Representative menangani ratusan bahkan ribuan Wajib Pajak sehingga untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan perlu diadakannya kebijakan rotasi pegawai dan perekrutan pegawai. Pada proses wawancara yang telah dilakukan secara informal terdapat perbedaan pendapat mengenai upaya dari perekrutan pegawai yang selama ini dilakukan oleh DJP. Menurut penelitian ini, upaya tersebut bertujuan untuk mengefektifkan kinerja dalam rangka untuk mengatasi kinerja yang semakin kompleks yang disebabkan karena semakin banyaknya Wajib Pajak dalam hal pelayanan yang lebih optimal. Namun beberapa responden menyatakan pendapat yang sama, salah satunya menyatakan bahwa: “Perekrutan pegawai pajak lebih banyak dari sebelumnya merupakan langkah yang kurang efektif menurut saya, karena kebijakan tersebut hanya akan menambah belanja pegawai”. Responden di atas berpendapat bahwa penambahan pegawai bukan merupakan keefektifan dari modernisasi struktur organisasi karena hal tersebut merupakan pemborosan kas Negara. Bukanlah solusi yang tepat apabila perekrutan pegawai dijadikan langkah untuk mengoptimalkan pelayanan terhadap masyarakat. Dengan perekrutan sumber daya manusia yang berpotensi sebelumnya, responden lain juga berpendapat bahwa sebaiknya perlu diadakannya kebijakan baru dengan diadakan suatu modernisasi sistem informasi dalam proses operasional pelayanan yang lebih modern, hal tersebut akan lebih efektif dan merupakan solusi untuk jangka waktu yang lebih lama. Dengan mengganti kinerja yang manual menjadi lebih canggih dan modern. Peneliti juga beranggapan bahwa pegawai lebih banyak belum tentu menghasilkan output berupa besarnya penerimaan pajak yang lebih besar dari sebelumnya, karena hal tersebut dapat dinilai dari besarnya penerimaan pajak yang terjadi untuk tahun ke tahun yang belum tentu mengalami realisasi bahkan menciptakan penigkatan penerimaan pajak. Maka modernisasi struktur organisasi yang telah dilakukan oleh DJP masih dinilai belum efektif oleh Wajib Pajak Orang Pribadi di Fakultas Ekonomi dan BIsnis Universitas Brawijaya. 4.6.2 Pengaruh Modernisasi Prosedur Organisasi Terhadap Kepatuhan WP Penerapan modernisasi prosedur organisasi antara lain ditunjukkan melalui adanya perubahan metode pelayanan dan pemeriksaan, inovasi proses, perubahan metode operasi dan informasi. Dimana Wajib pajak juga ikut andil di dalam peraturan terkait proses yang menjadi suatu prosedur kebijakan Direktorat Jendral Pajak. Sebagian besar Wajib Pajak cenderung kepada mekanisme yang efektif dan efisien misalnya proses dari prosedur kebijakan tersebut lebih memperhemat waktu, mempercepat dalam artian Wajib Pajak pada saat di TPT (Tempat Pelayanan Terpadu) maupun kantor pos dan sebisa mungkin jangan sampai terdapat kesulitan. Adapun kesulitan yang ada, maka diharapkan terdapat fasilitas pendukung untuk mengantisipasi masalah terkait keluhan Wajib Pajak dan apabila terdapat upaya perbaikan prosedur maka diharapkan lebih sederhana dan mudah dikuti serta dipahami oleh semua kalangan masyarakat. Penelitian juga membuktikan bahwa modernisasi prosedur administrasi yang dilakukan melalui inovasi proses dan perubahan metode operasi dalam hal proses Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya menunjukkan bahwa
sebagian besar responden dari penelitian ini memilih setuju apabila pendaftaran untuk memiliki NPWP saat ini memang mudah karena dengan waktunya yang bisa dilakukan dengan cukup singkat dan dapat ditempuh dengan berbagai macam cara. Salah satunya yaitu Wajib Pajak yang mengurus NPWP bisa langsung datang ke KPP hanya dengan membawa KTP, kartu keluarga, serta surat keterangan dari kelurahan maka hanya dengan hitungan beberapa menit saja NPWP sudah selesai dicetak dan telah resmi menjadi milik Wajib Pajak secara pribadi. Kebijakan yang menjadikan solusi lain juga apabila Wajib Pajak enggan untuk ke KPP maka dapat juga dilakukan secara online dan mengirimkan hasil isian identitas yang telah dicetak melalui kantor pos terdekat dan kemudian kantor pajak mengirimkan NPWP melalui alamat asli dari Wajib Pajak tersebut. Bagi Wajib Pajak yang telah memiliki NPWP wajib untuk melaporkan SPT atas pajak yang telah dibayarkan. Salah satunya WPOP (Wajib Pajak Orang Pribadi) yang memiliki kewajiban dalam melaporkan SPT 1770, SPT 1770 S, SPT 1770 SS dengan ciri-ciri yang berbedaan antara formulir tersebut, tergantung besarnya penghasilan dan jenis pekerjaan yang dimiliki. Fasilitas terkait prosedur organisasi mengenai perpajakan didapat dari Account Representative sebagai aparatur yang menyediakan informasi dan “Kring Pajak (500200)” untuk menerima keluhan serta kesulitan yang dialami oleh Wajib Pajak yang selalu siap siaga. 4.6.3 Pengaruh Modernisasi Strategi Organisasi Terhadap Kepatuhan WP Strategi Organisasi yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Perpajakan berupaya untuk meningkatkn penerimaan pajak serta penerimaan SPT. Upaya yang dilakukan salah satunya dengan penjaringan pada wilayah atau daerah yang terdapat potensi penerimaan terkait dengan pengusaha maupun warga yang sebenarnya telah memiliki kewajiban terdaftar sebagai WP namun belum mempunyai NPWP. Pegawai pajak secara berkala berupaya melakukan sosialisasi dalam bentuk pendekatan kepada masyarakat untuk mengenalkan manfaat dan fungsi pajak serta tujuan adanya pajak yang digalakkan pemerintah dalam upaya good governance pembangunan Negara disegala bidang yang nantinya akan kembali dinikmati bersama oleh masyarakat. Kegiatan yang biasanya diselenggarakan oleh DJP yaitu seminar pelatihan pajak ke perguruan tinggi, hal ini merupakan sosialisasi yang dilakukan melalui pendidikan. Upaya yang serupa juga dlilakukan oleh DJP yang semakin sering melakukan acara untuk mengumpulkan masyarakat dengan memberikan pelatihan terkait dengan langkah-langkah dalam merintis sebagai seorang pengusaha sukses. Dalam pelatihan tersebut masyarakat juga dibimbing dalam hal perpajakannya mulai dari mendaftarkan calon Wajib Pajak untuk memiliki NPWP maupun memiliki NPPKP. Keluhan terkait antrinan yang berada di Kantor Pelayanan Pajak kususnya di bagian TPT (Tempat Pelayanan Terpadu) yang cukup panjang. Untuk menanggulangi kejadian tersebut maka dilakukan penambahan loket dan antrian dapat diperoleh dari mesin otomatis. Kepuasan Wajib Pajak merupakan tujuan utama dari pelayanan kantor pajak. Hal tersebut di atas merupakan upaya untuk meningkatkan penerimaan Negara pada sektor perpajakan melalui kewajiban yang diberikan kepada masyarakat dalam
membayar dan melapokan pajaknya. Sedangkan dari fiskus sendiri, pemerintah memberikan remunerasi terhadap penghasilan untuk mengurangi adanya penyelewengan pajak yang dilakukan misalnya mencari Wajib Pajak yang perpotensi untuk membayar pajak lebih dan melakukan kansultasi untuk meminimalisir penghasilan kena pajak nya. 4.6.4 Pengaruh Modernisasi Budaya Organisasi Terhadap Kepatuhan WP Budaya organisasi merupakan suatu bentuk pencitraan fiskus terhadap masyarakat, karena peran fiskus sangat berpengaruh terhadap fungsi dari pajak. Upaya Fiskus dalam mendapatkan kepercayaan dari masyarakat bukan hanya dari segi ketaatan terhadap peraturan yang ditetapkan dalam kode etik dan besarnya pajak yang berhasil dihimpun setiap tahunnya. Masyarakat berpendapat bahwa setiap Aparatur Pajak wajib menanamkan nilai dan norma untuk tidak melakukan hal yang merugikan Negara. Apabila nilai dan norma tersebut dilanggar maka akan ada sanksisanksi tertentu untuk dijadikan pertimbangan bagi para pegawai pajak agar tidak melakukan kegiatan yang dapat merugikan masyarakat dan Negara. Dengan adanya pelayanan yang cepat dari pegawai pajak akan menambah nilai pada fungsi Aparatur Pajak di mata masyarakat. Terlebih lagi apabila pelayanannya ramah, sopan dan mengucapkan salam sebagai ucapan selamat datang kepada wajib pajak dengan tujuan agar wajib pajak yang datang ke kantor pajak merasa nyaman dan beranggapan bahwa tidak ada sifat kearogansian pada Pegawai Pajak. 4.6.5 Pengaruh Modernisasi Struktur, Prosedur, Strategi, Budaya terhadap kepatuhan wajib pajak Wajib Pajak dikatakan patuh apabila telah memenuhi kewajiban perpajakannya. Wajib Pajak disini merupakan masyarakat yang mempunyai penghasilan dan harus mendaftarkan diri untuk memiliki NPWP, membayar pajak, dan melaporkan SPT. Direktorat Jendral Perpajakan berupaya untuk selalu mengoptimalkan penerimaan pajak. Optimalisasi penerimaan perpajakan tersebut merupakan buah kerja yang dilakukan selama kurun waktu 6 tahun terakhir dan masih akan terus diperbaiki secara terus menerus (continuous improvement). Perbaikan pada sistem administrasi PPN dan PPh, penguatan pengawasan internal (membentuk tim kepatuhan internal, dan kerjasama dengan penegak hukum), perbaikan sistem informasi perpajakan, peningkatan kualitas pelayanan pajak, penindakan tegas bagi oknum pegawai yang indisipliner, dan pengembangan SDM profesional dengan integritas yang tinggi. Beberapa tantangan ke depan di tengah persoalan internal (korupsi dan kolusi oknum pegawai) dan eksternal (perlambatan ekonomi dunia) antara lain: integrasi sistim informasi lintas sektoral untuk mengidentifikasi potensi pajak dan potensi kebocoran pajak, penindakan yang tegas bagi penyimpangan pajak, identifikasi piutang pajak, optimalisasi wajib pajak. Anam (2012) menyatakan bahwa penerimaan pajak di Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jatim III sampai saat ini mencapai 95% dari target Rp8,08 triliun sampai akhir 2012. Salah satu upaya yang dilakukan dalam betuk strategi pemerintah yang dimuat dalam (TEMPO.CO, Jakarta, 18 AGUSTUS 2012) Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengaku sudah menyiapkan enam langkah untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak pada 2013 mendatang. Langkah tersebut diantaranya yaitu: (1) Penyesuaian kebijakan penggalian potensi pajak atas sektor
unggulan. Penyesuaian ini antara lain bakal melibatkan aktivitas pemantapan tugas pokok dan fungsi Kantor Pelayanan Pajak dan jasa lembaga surveyor. (2) Pengembangangan satuan per unit quality insurance untuk perbaikan kualitas pemeriksaan dan penyidikan perpajakan. Selanjutnya, (3) Optimalisasi tekonologi informasi seperti pengintegrasian sistem informasi Direktorat Pajak dengan program reformasi administrasi pajak Indonesia atau pemanfaatan aplikasi dashboard penerimaan pajak. (4) Penyempurnaan program sensus pajak nasional serta pengintegrasiannya dengan program lain yang berbasis pajak. (5) Penyempurnaan aspek perpajakan internasional. (6) Penguatan infrastruktur penerimaan pajak dengan memanfaatkan sinkronisasi sistem kliring nasional antara Bank Indonesia dengan Modul Penerimaan Negara. Menteri Agus menjelaskan bahwa target penerimaan pajak akan berasal dari pajak dalam negeri sebesar Rp1.120,7 triliun dan penerimaan pajak perdagangan internasional sebesar Rp 58,2 triliun. Penerimaan pajak dalam negeri akan berasal dari penerimaan pajak penghasilan sebesar Rp 574,3 triliun, pajak pertambahan nilai sebesar Rp 423,7 triliun, pajak bumi dan bangunan Rp 27,3 triliun, cukai sebesar Rp89 triliun, dan pajak lainnya sebesar Rp 6,3 triliun. Stratergi diatas juga diimbangi dengan citra Fiskus di masyarakat. Dengan adanya kinerja yang bersih dan berwibawa maka masyarakat akan lebih percaya dengan pajak yang digalakkan selama ini memang untuk rakyat dan dinikmati kembali oleh rakyat. Kepatuhan Wajib Pajak tidak hanya dapat dinilai dari berapa besar jumlah penerimaan pajak yang diterima dari tahun ke tahun, tetapi juga dari ketaatan Wajib Pajak dalam melaporkan SPT atas besarnya pajak yang telah dibayar melalui Kantor Pelayanan Pajak maupun drop box ditempat-tempat umum. Strategi dilaksanakan secara terus menerus guna mengefektivkan prosedur yang telah dilaksanakan oleh Wajib Pajak.
BAB V PENUTUP 5.1
Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap responden Wajib Pajak pada Karyawan, Alumni dan Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya didapat beberapa kesimpulan: 1. Penelitian ini berhasil membuktikan bahwa terdapat pengaruh positif secara parsial antara modernisasi prosedur organisasi, modernisasi strategi organisasi dan modernisasi budaya organisasi pada penerapan sistem administrasi perpajakan modern terhadap kepatuhan Wajib Pajak pada Karyawan, Alumni dan Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. Namun, modernisasi struktur organisasi tidak berpengaruh secara parsial, karena berdasarkan uji t yang dilakukan hasilnya tidak signifikan. 2. Penelitian ini berhasil membuktikan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan secara simultan antara modernisasi struktur organisasi, modernisasi prosedur organisasi, modernisasi strategi organisasi dan modernisasi budaya organisasi pada penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern terhadap kepatuhan Wajib Pajak pada Karyawan, Alumni dan Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. 5.2 Keterbatasan Penelitian Terdapat beberapa batasan dalam penelitian ini, antara lain: 1. Penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern dan kepatuhan Wajib Pajak yang diteliti hanya yang terdapat pada Karyawan, Alumni dan Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. 2. Dalam penelitian ini, dilakukan pengujian bagaimana pengaruh penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern (ditinjau dari aspek modernisasi struktur organisasi, modernisasi prosedur organisasi, modernisasi strategi organisasi, dan modernisasi budaya organisasi) terhadap kepatuhan Wajib Pajak (ditinjau dari aspek yuridis) dan tidak bermaksud meneliti faktor-faktor lainnya yang juga berpengaruh. 3. Diasumsikan bahwa tidak terdapat perubahan dalam peraturan perpajakan mengenai penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern selama periode penelitian. 5.3 Saran Saran yang dapat diberikan peneliti terkait penelitian ini antara lain: 1. Direktorat Jenderal Pajak hendaknya terus melaksanakan dan mempertahankan kekonsistensinannya untuk memodernisasikan administrasi perpajakan dalam rangka reformasi perpajakan secara berkesinambungan. 2. Nilai penerapan modernisasi struktur organisasi pada Karyawan, Alumni dan Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dibandingkan variabel bebas lain yang diteliti. Sehingga sudah saatnya struktur organisasi Direktorat Jenderal Pajak untuk ditinjau ulang secara proporsional, dilakukan perbaikan dan
pembenahan, sehingga dapat terjalin hubungan yang lebih harmonis lagi dalam struktur organisasi institusi ini. 3. Bagi peneliti selanjutnya, disarankan untuk dapat menggunakan variabel lainnya yang belum dijadikan sebagai variabel dalam penelitian ini, misalnya kepuasan Wajib Pajak, pemahaman Wajib Pajak dan akuntabilitas, sehingga diharapkan dapat memperbesar jumlah sampel Wajib Pajak yang diteliti.