PENGARUH PEMBERIAN IKAN RINUAK SEBAGAI PAKAN ALTERNATIF TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN LARVA IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus, Sauvage) Ranti Satriani, Mas Eriza dan Abdullah Munzir Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta Padang
E-mail :
[email protected] ABSTRAK This study aims to determine the effect of rinuak raw fish and steamed fish rinuak on the survival and growth of larval catfish ( Pangasius hypophthalmus Sauvage ) . This study was conducted for 21 days from the date that is 9 to January 30, 2014 in Freshwater Aquaculture Development Unit Rays Farm Bawal , Lubuk cone . Test fish is catfish larvae aged 8 days to 20 fish stocking density / liter and maintained in a transparent plastic bucket as many as 12 pieces . As a control diet in this study is the silk worms , while the test is a kind of feed raw fish and fish rinuak rinuak steamed . Feeding is done adlibitum and frequency of feeding 3 times a day . Observations were made every day on the mortality of larvae and accompanied by penyifonan daily , while the length of the measurement samples on the growth done every 7 days and growth of the weight at the end of the study . The experiment was conducted with 3 treatments 4 replications . The treatments include treatment A , silk worms , Treatment B , Dough rinuak raw fish and Treatment C , Batter rinuak steamed fish Analysis of variance of the data showed that larval survival value hit F > F tab , the mean survival was significantly different between treatments , analysis of absolute length growth of catfish larvae also showed the value of the hit F > F tab , which means significantly different between treatments , whereas analysis shows that the growth rate of the weight of the hit F > F tab , also significantly different between treatments . From this research, the highest yield was obtained on treatment A , with an average survival of 92.75 % , the growth of larvae absolute length of 16.3 mm and a weight of 93.5 % growth rate Keywords : catfish , Pangasius hypophthalmus Sauvage , silk worms , rinuak raw fish , steamed fish rinuak , larvae
I. PENDAHULUAN Karena sudah cukup lama dikenal masyarakat dan memiliki berbagai kelebihan
ikan patin. Selain faktor SDM, juga dipengaruhi oleh ketersediaan stok pakan alami.
dibandingkan ikan lainnya, menyebabkan
Secara umum, di Sumatera Barat
ikan patin termasuk ikan yang mudah
usaha pembenihan ikan patin tidak populer
diterima masyarakat dan sudah menyebar
bila dibandingkan dengan usaha pembenihan
hampir ke seluruh pelosok tanah air. Namun
ikan mas, ikan nila dan lele dumbo. Hal ini
meskipun demikian, peningkatan konsumsi
terjadi karena permintaan benih ikan patin
ikan patin dan peningkatan jumlah pelaku
masih rendah karena usaha pemeliharaannya
utama pemelihara ikan patin tidak seimbang
belum berkembang. Tidak berkembangnya
dengan jumlah pelaku utama produsen benih
pemeliharaan ikan patin karena konsumsi 1
ikan patin masyarakat Sumatera Barat
Sebagaimana
hasil
penelitian
sangat rendah dibanding dengan konsumsi
Sihombing (2013), adonan ikan rinuak
masyarakat di Jambi dan Riau.
kukus memiliki kandungan protein 16,3%
Meskipun harga benih ikan patin
yang
dapat
memberikan
pertumbuhan
tergolong lebih mahal dari pada benih ikan
mutlak larva lele dumbo 9,1 mm dan
lele dumbo, ikan mas dan nila, namun
kelangsungan hidup 99,4%. Berdasarkan
keberadaan
di
pengamatan atau survey, penulis melakukan
Sumatera Barat hanya beberapa UPR atau
lanjutan penelitian untuk jenis ikan berbeda
lembaga saja. Salah satu penyebabnya
dengan judul : “Pengaruh Pemberian Ikan
adalah tingginya biaya produksi untuk
Rinuak Sebagai Pakan Alternatif Terhadap
membeli pakan larva seperti artemia. Selain
Kelangsungan Hidup
itu, cacing sutera sebagai pakan alami
Larva Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus,
lanjutan
Sauvage)”.
pembenih
ikan
sewaktu-waktu
patin
sulit
untuk
mendapatkannya karena kondisi cuaca dan juga
jarak
tempuh
yang
jauh
dan
Pertumbuhan
II. METODOLOGI PENELITIAN
untuk
Penelitian ini dilakukan selama 21
membelinya. Untuk menyiasati hal tersebut,
hari yaitu dari Tanggal 9 s.d 30 Januari 2014
penulis ingin mencoba mencarikan solusi
di Unit Pengembangan Budidaya Ikan Sinar
bagi calon pembenih ikan patin, khususnya
Bawal Farm Dusun III,
di wilayah kerja Dinas Kelautan dan
Padang,
Perikanan Kabupaten Agam yang selama ini
Kecamatan Lubuk Basung,
masih mendatangkan benih ikan patin dari
Agam, Provinsi Sumatera Barat.
Nagari
Jorong Ujung
Kampung
Tangah, Kabupaten
Riau dan Jambi. Salah satu upaya tersebut
Bahan uji yang digunakan adalah
adalah dengan menggunakan ikan rinuak
larva patin umur 8 hari dengan padat tebar
(Psilopsis sp) sebagai bahan baku pakan
10 ekor/liter yang diperoleh dari hasil
larva ikan patin.
pembenihan di Kabupaten Kampar. Sebagai
Munculnya ide untuk penggunaan
pakan kontrol adalah cacing sutera, jenis
ikan rinuak sebagai pakan alternatif larva
pakan
ikan patin merupakan solusi dari beberapa
(Psilopsis sp) yang dijadikan adonan ikan
masalah yang ditemui pada pelaksanaan
rinuak segar dan adonan ikan rinuak kukus.
KKN-PPM
rekan-rekan
Wadah yang digunakan untuk pemeliharaan
mahasiswa FPIK Universitas Bung Hatta di
larva adalah ember plastik yang transparan
Nagari Sungai Batang Kecamatan Tanjung
sebanyak 12 buah dan masing-masing
Raya Kabupaten Agam pada Tahun 2012
mampu menampung air 22 liter.
lalu.
penulis
beserta
yang diuji adalah ikan rinuak
Metode penelitian dalam penelitian ini adalah metode eksperimen menggunakan 2
rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3
c. Adonan siap untuk diberikan pada
perlakuan dan 4 ulangan. Penempatan
larva.
perlakuan dilakukan secara acak. Sebagai
kembali.
perlakuan pakan uji adalah : Perlakuan A : Cacing sutera hidup.
Perlakuan
Adonan
ikan
rinuak
mentah.
habis,
disiapkan
Tahap Pelaksanaan adalah:
B:
Apabila
Perlakuan C: Adonan ikan rinuak kukus.
a. Menghitung jumlah larva untuk masingmasing ember sebanyak 200 ekor. b. Melakukan pengukuran panjang total awal dan bobot awal sebanyak 10% dan
Persiapan pakan yang dilakukan antara lain:
selanjutnya ditebar secara hati-hati ke
1. Menyiapkan ikan rinuak segar:
dalam wadah.
a. Ikan rinuak segar atau yang masih
c. Pemberian pakan pada larva dilakukan
mentah disiapkan sebanyak 200
setelah 6 jam berada dalam wadah
gram untuk diblender langsung
pemeliharaan. Untuk pemberian pakan
hingga halus.
hari pertama sebanyak 1/4 sendok teh
b. Hasil blenderan yang berupa adonan
setiap wadah dan takaran pakan pada
ditampung dalam mangkok plastik
hari berikutnya disesuaikan dengan cara
yang diberi kode lalu disimpan
pemberian adlibitum.
dalam kulkas. c. Adonan siap untuk diberikan pada larva. Apabila telah habis, disiapkan kembali. 2. Menyiapkan ikan rinuak kukus:
d. Frekuensi pemberian pakan 3 kali sehari yaitu pagi dan sore. e. Pengamatan
terhadap
kelangsungan
hidup dilakukan setiap hari dengan cara melakukan pencatatan terhadap larva
a. Ikan rinuak segar di kukus sebanyak
yang mati dari setiap ember. Pada saat
200 gram selama 5 menit hingga
air dalam masing-masing ember dibuang
berubah warna menjadi memutih
80%, larva yang mati dikeluarkan dan
terang.
seterusnya air baru ditambah sesuai
b. Selanjutnya ditiriskan dan didinginkan selama 10 menit lalu
volume awal untuk menjaga kualitas air. f. Pengambilan sampel untuk mengetahui
dilakukan pemblenderan hingga
pertumbuhan panjang dilakukan setiap 7
berbentuk adonan. Hasil blenderan
hari. Cara pertama, larva diambil satu
ditampung dalam mangkok plastik
ekor menggunakan seser halus secara
yang diberi kode dan disimpan
hati-hati hingga hanya berada pada
dalam kulkas.
sedikit air, lalu diambil menggunakan sendok kecil untuk diletakkan pada 3
kertas dan rol penggaris untuk melihat
yang dilakukan adalah menyiapkan air
berapa panjangnya. Setelah diketahui
sebanyak 200 cc lalu dituangkan ke
segera
dalam gayung. Selanjutnya, larva sampel
larva
dimasukkan
kedalam
baskom penampung sementara yang
dimasukkan
telah berisi air. Cara kedua, larva
dituangkan kedalam plastik. Sampel
diambil
tetap
larva ditimbang kemudian air dituangkan
ditempatkan di permukaan air wadah
ke baskom kecil dan ikan patin dipisah
dengan sedikit air. Untuk mengurangi
menggunakan seser. Air tanpa ikan
agresif larva dapat dilakukan dengan
ditimbang kembali untuk mengetahui
mengangkat seser diatas permukaan air.
bobotnya.
dengan
seser
dan
kedalam
gayung
lalu
Setelah lebih jinak, dapat diambil dan
Peubah yang diamati adalah kelangsungan
diletakkan satu per satu di telapak tangan
hidup dan pertumbuhan larva ikan patin.
dan mengukur panjang totalnya dengan
Data tentang tingkat kelangsungan hidup
rol penggaris. Hal tersebut dikerjakan
dan pertumbuhan larva dianalisis dengan
pada larva berikutnya hingga seluruh
Analisa Varian (Anava) dan Uji Duncan
larva sampel selesai diukur.
(DMRT). Setelah data dianalisis maka
g. Melakukan penimbangan bobot patin
larva
diperoleh nilai F Hitung dan kemudian
pada akhir penelitian dilakukan
dibandingkan dengan F Tabel dengan
dengan pengambilan 10 %
ikan dari
tingkat kepercayaan 95% dan 99%.
setiap wadah pada akhir penelitian. Cara III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Kelangsungan Hidup Dari pengamatan yang dilakukan terhadap kelangsungan hidup larva ikan patin selama penelitian rata-rata antara
84,75% - 92,75%. Kelangsungan hidup tertinggi pada perlakuan A yaitu 92,75%. Seterusnya adalah perlakuan C yaitu 84,87% dan perlakuan B yaitu 84, 75%. Untuk lebih jelasnya disajikan pada tabel 1 .
Tabel 1. Rata-rata Kelangsungan Hidup Larva Ikan Patin (%) Ulangan 1 2 3 4 Jumlah Rata-rata
A 92,5 93,5 91,0 94,0 371,0 a 92,75
Perlakuan B 85,0 84,0 86,0 84,5 339,50 b 84,87
C 83,0 84,5 85,0 86,5 339,0 b 84,75
Keterangan: Huruf superscript yang berbeda dibelakang nilai rata-rata menunjukkan berbeda nyata (p < 0,05), sedangkan huruf superscript yang sama dibelakang nilai rata-rata menunjukkan tidak berbeda antar perlakuan (p > 0,05)
4
Hasil
analisa
ragam
menyebabkan kematian. Pada larva ikan
menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang
patin yang mati umumnya dengan kondisi
nyata
maupun
perut tidak berisi makanan dan berbeda
perlakuan A-C, sedangkan perlakuan B-C
dengan larva ikan patin pada perlakuan A
tidak berbeda nyata. Selengkapnya disajikan
dengan isi perut penuh dan berwarna merah
pada lampiran 1 dan lampiran 5. Dari tabel 3
pertanda cacing sutera dikonsumsi dengan
di atas dapat dilihat bahwa kelangsungan
sempurna.
Dari
pengamatan
hidup rendah pada perlakuan B (84,87%)
mortalitas
larva
bahwa
dan perlakuan C (84,75%), diduga terjadi
pertama
karena pertukaran selera makan yang drastis
memberikan
dari pemberian akan alami jenis cacing
terbanyak dibanding pada minggu kedua dan
sutera kepada pakan uji berupa adonan ikan
minggu ketiga.
rinuak mentah dan adonan ikan rinuak kukus
rata-rata kelangsungan hidup larva ikan
yang menyebabkan larva tidak makan dan
patin sebagaimana gambar 1 di bawah ini.
antara
perlakuan
sidik
A-B
94 92,75 92 90 Kelangsungan 88 Hidup (%) 86 84 82 80
84,87
A
awal
pada
pemberian tingkat
terhadap minggu
pakan
kematian
uji larva
Untuk lebih lengkapnya
84,75
B
C
Perlakuan
Gambar 1. Grafik rata-rata kelangsungan hidup larva ikan patin selama penelitian Respon
terhadap
pakan
yang
masing perlakuan. Sebagaimana menurut
diberikan juga mempengaruhi kelangsungan
Sihombing (2013), konsumsi
hidup larva ikan patin. Dari kedua pakan uji
adonan ikan rinuak dipengaruhi oleh faktor
perlakuan B dan perlakuan C dapat dilihat
eksternal seperti
respon untuk segera mencaplok makanan
disiapkan
sangat lambat jika dibandingkan dengan
hingga halus, aroma, rasa dan tekstur daging
respon larva pada perlakuan A yang
ikan rinuak, sedangkan faktor internalnya
diberikan cacing sutera. Sehingga pada
sebagaimana menurut Torrans ( 1983)
waktu pemberian pakan berikutnya masih
dalam Effendi (2002), antara lain: ukuran
dengan
terhadap
ukuran
pakan uji yang
cara
memblendernya
ada terdapat sisa pakan uji untuk masing5
bukaan mulut larva ikan dan pergerakannya
panjang mutlak tertinggi pada perlakuan A
yang aktif.
(pakan cacing sutera hidup) yaitu 16,3 mm. Seterusnya perlakuan B (pakan adonan ikan
3.2. Pertumbuhan Panjang Mutlak Hasil
penelitian
rinuak mentah) yaitu 11,5 mm dan yang
terhadap
terendah adalah pada perlakuan C (pakan
pertumbuhan panjang larva ikan patin yang
adonan ikan rinuak kukus) yaitu 9,6 mm.
diberikan jenis pakan berbeda memberikan
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
nilai rata-rata pertumbuhan panjang mutlak
2 berikut ini
antara 9,6 mm – 16,3 mm. Pertumbuhan Tabel 2. Rata-rata Pertumbuhan Panjang Mutlak Larva Ikan Patin (mm) Ulangan
Perlakuan B 11,5 11,2 11,6 11,5 45,8 b 11,5
A 16,5 16,3 16,4 16,2 65,4 a 16,3
1 2 3 4 Jumlah Rata-rata
C 9,8 9,3 9,5 9,7 38,3 b 9,6
Keterangan: Huruf superscript yang berbeda dibelakang nilai rata-rata menunjukkan berbeda nyata (p < 0,05), sedangkan huruf superscript yang sama dibelakang nilai rata-rata menunjukkan tidak berbeda antar perlakuan (p > 0,05)
Data panjang
grafik larva
rata-rata ikan
patin
pertambahan pada
bentuk
saat
grafik
sebagaimana
gambar
2
berikut.
pengambilan sampel dapat disajikan dalam
Panjang Mutlak (mm)
20 15 Perlakuan A 10
Perlakuan B Perlakuan C
5 0 1
8
15
21
Hari ke-
Gambar 2. Grafik pertambahan panjang larva ikan patin selama penelitian
6
Terjadinya perbedaan yang nyata pada pertumbuhan
panjang
disebabkan
oleh
mutlak
adanya
larva
kandungan nutrisi pakan. Untuk lebih jelasnya sebagaimana tabel 5.
perbedaan
Tabel 3. Perbandingan Kandungan Protein Pakan yang digunakan dalam Penelitian No 1 2
Parameter
Satuan
Protein Lemak
% %
1)
A 40,18 12,57
Kode Sampel 1) B 21,05 5,93
2)
C 16,30 4,85
Keterangan: A : Cacing sutera hidup, B: Adonan ikan rinuak mentah, C: Adonan ikan rinuak kukus 1). Surat Keterangan Analisis Laboratorium Dasar Universitas Bung Hatta, 2). Sihombing (2013)
Meskipun pada semua pakan uji
dapat mempengaruhi tingkat pertumbuhan
memiliki protein antara 16,30 – 21,05%,
ikan
namun tidak memberikan perbedaan yang
pencernaan
nyata terhadap pertumbuhan panjang mutlak
bervariasi
menurut
larva ikan patin karena kandungan protein
fisiologis
ikan
yang dimilikinya masih ada yang tidak dapat
Fachrurrozi, 2000) . Perubahan atau variasi
tercerna sepenuhnya oleh sistem pencernaan
aktivitas
larva ikan patin. Terkait dengan tidak
tingkat perkembangan sistem pencernaan
tercernanya protein yang ada dalam pakan
dan perbedaan kebutuhan nutrien dalam
meskipun nilai proteinnya tinggi tapi tidak
setiap stadia kehidupan larva (Cahu dan
berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan
Infante, 1995 dalam Effendi, 2006).
secara
umum.
Aktivitas
enzim
sendiri
secara
umum
enzim
umur
(Hepher,
dan
faktor
1988 dalam
berhubungan
dengan
dapat dipedomani sebagaimana pendapat Stroband & Dabrowski
(1979) dalam
Effendi (2004), yang menyatakan
3.3. Laju Pertumbuhan Bobot
bahwa
Laju Pertumbuhan bobot larva ikan
saluran pencernaan yang
patin pada akhir penelitian antara 45,9% -
masih sangat sederhana, produksi enzim-
93,5%. Laju pertumbuhan bobot larva
enzim pencernaanpun sangat rendah.
tertinggi pada perlakuan A yaitu 93,5%,
pada
kondisi
Rendahnya
dan
selanjutnya perlakuan B yaitu 55,5% dan
ketiadaan salah satu atau beberapa enzim
terendah pada perlakuan C yaitu 45,9%.
pencernaan
Untuk lebih jelasnya sebagaimana pada
akan
aktifitas
sangat
enzim
mempengaruhi
kemampuan cerna larva. Selain itu, aktivitas
tabel 4.
enzim merupakan salah satu faktor yang 7
Tabel 4. Laju Pertumbahan Bobot Harian Larva Ikan Patin (%) Ulangan
Perlakuan B 55,7 55,4 55,6 55,3 222 b 55,5
A 93,5 93,2 93,4 93,9 374 a 93,5
1 2 3 4 Jumlah Rata-rata
C 46,0 45,8 45,9 45,9 183,6 b 45,9
Keterangan: Huruf superscript yang berbeda dibelakang nilai rata-rata menunjukkan berbeda nyata (p < 0,05), sedangkan huruf superscript yang sama dibelakang nilai rata-rata menunjukkan tidak berbeda antar perlakuan (p > 0,05)
Dari menunjukkan
analisa bahwa
sidik laju
ragam,
lengkapnya rata-rata laju pertumbuhan bobot
pertumbuhan
harian larva ikan patin disajikan dalam
bobot harian larva ikan patin antar perlakuan
bentuk
berbeda nyata (p < 0,05). Untuk lebih
berikut.
100 90 80 70 Pertumbuhan 60 Bobot Harian 50 (%) 40 30 20 10 0
grafik
sebagaimana
gambar
3
93,5
55,5 45,9
A
B
C Perlakuan
Gambar 3. Grafik laju pertumbuhan bobot harian larva ikan patin
Pada gambar 3 di atas menunjukkan
ada dalam pakan uji seperti cacing sutera,
bahwa grafik laju pertumbuhan antara
ikan rinuak mentah dan ikan rinuak kukus.
perlakuan A dengan perlakuan B maupun
Kadar protein cacing sutera 40,18% dapat
perlakuan C. Grafik tersebut sejalan dengan
dikonversi menjadi daging sehingga laju
kandungan gizi pakan terutama protein yang
pertumbuhan bobot larva ikan patin pada 8
perlakuan A lebih tinggi dibanding dengan
perlakuan C (adonan ikan rinuak kukus)
perlakuan B yang mengkonsumsi ikan
9,6 mm.
rinuak mentah dengan kandungan protein 21,05%
dan
perlakuan
yang
perlakuan A (Cacing sutera) 93,5 %,
mengkonsumsi ikan rinuak kukus dengan
selanjutnya perlakuan B (adonan ikan
kandungan
rinuak mentah) 55,5 % dan perlakuan C
protein
C
3. Laju pertumbuhan bobot tertinggi adalah
16,30%.
Perbedaan
kandungan protein pakan yang berbeda membuat
konversi
pakan
ke
daging
membuat berat bobot juga berbeda.
(adonan ikan rinuak kukus) 45,9 %. Adapun
saran
yang
dapat
disampaikan sesuai dengan hasil penelitian
Sebagaimana pada perlakuan C, dengan bahan yang sama dengan perlakuan B memberikan kandungan protein yang berbeda. Perbedaan yang menyebabkan terjadinya penurunan kandungan protein ikan rinuak dari kondisi mentah (21,05%)
ini adalah ikan rinuak mentah dan ikan rinuak kukus dapat digunakan untuk pakan alternatif larva ikan patin meskipun tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan panjang mutlak maupunj laju pertumbuhan bobot masih dibawah cacing sutera.
menjadi ikan rinuak dengan kondisi di kukus (16,30%) karena proses pemanasan yang menyebabkan hilangnya kandungan protein
DAFTAR PUSTAKA
sebesar 4,75%.
Effendi,Irzal & K. Sumawidjaja, 2002. Pemberian Pakan Bagi Larva Ikan Betutu, (Oxyeleotris marmorata, Blkr), pada Dua Minggu di Awal Hidupnya. Jurnal Akuakultur Indonesia, 1(3): 101–107.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilaksanakan
maka
dapat
disimpulkan antara lain: 1. Kelangsungan hidup larva ikan patin tertinggi adalah perlakuan A (Cacing sutera) 92,75%, selanjutnya perlakuan B (adonan ikan rinuak mentah) 84,87% dan perlakuan C (adonan ikan rinuak kukus) 84,75%. 2. Pertumbuhan panjang mutlak tertinggi adalah perlakuan A (Cacing sutera) 16,3 mm, selanjutnya perlakuan B (adonan ikan rinuak mentah) 11,5 mm dan
Effendi,Irzal, D. Jusadi & A. I. Nirwana, 2004. Kelangsungan Hidup Larva Ikan Betutu (Oxyeleotris marmorata, Blkr.), yang diberi Rotifer diperkaya Wortel. Jurnal Akuakultur Indonesia, 3(1): 9-13. Effendi, Irzal, D.Augustine dan Widanarni, 2006. Perkembangan Enzim Pencernaan Larva Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus). Jurnal Akuakultur Indonesia, 5(1): 41-49. Fachrurrozi, 2000. Pengaruh Perendaman Larva Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus) Umur 7 Hari dalam Larutan 17 Methylestoseron Pada Suhu Berbeda Terhadap Rasio Kelamin, Laju Pertumbuhan dan 9
Kelangsungan Hidup. Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor
Sihombing, Toguan, 2013. Pakan Alternatif Untuk Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Larva Lele Dumbo (Clarias gariepinus, Burchell)
10