Jurnal Pena Ilmiah: Vol. 1, No. 1 (2016)
PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA SEKOLAH DASAR PADA MATERI DAUR AIR Rani Nopia1, Julia2, Atep Sujana3 1,2,3Program
Studi PGSD UPI Kampus Sumedang Jl. Mayor Abdurachman No. 211 Sumedang 1Email:
[email protected] 2Email:
[email protected] 3Email:
[email protected]
Abstrak Keterampilan berpikir kritis sangat penting untuk menentukan keputusan dalam memecahkan masalah. Untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa, digunakan model PBL pada materi daur air. Metode penelitian yang dipakai yaitu metode eksperimen dengan desain pretest-posttest control group design. Populasi penelitian yaitu siswa kelas V di SD berkategori unggul berdasarkan rata-rata nilai UN IPA di Kec. Sumedang Selatan, serta sampel penelitian yaitu SDN Pasanggrahan II sebagai kelompok eksperimen dan SDN Pasanggrahan III sebagai kelompok kontrol. Instrumen yang digunakan terdiri dari instrumen tes yaitu tes keterampilan berpikir kritis bertujuan untuk mengetahui peningkatan keterampilan berpikir kritis, serta instrumen nontes berupa format observasi, jurnal harian siswa, catatan lapangan dan wawancara. Hasil yang diperoleh dari penelitian yaitu pembelajaran model PBL dan konvensional sama-sama meningkatkan keterampilan berpikir kritis tetapi pembelajaran model PBL lebih baik secara signifikan. Secara umum respon positif diberikan siswa terhadap pembelajaran model PBL. Kata kunci: Problem Based Learning (PBL), Keterampilan Berpikir Kritis, Daur Air.
PENDAHULUAN Keterampilan berpikir yang dimiliki oleh setiap manusia merupakan modal awal dalam menjalani kehidupan. Dengan keterampilan tersebut manusia diharapkan bisa mensyukuri semua yang telah Tuhan berikan seperti alam semesta yang diciptakan untuk mendukung kelangsungan hidup dan akal pikiran untuk membantu memecahkan masalah yang terjadi. Oleh karena itu manusia dapat menggunakan keterampilan berpikir tersebut untuk melakukan berbagai hal yang bermanfaat sebagai tanda syukurnya terhadap Tuhan.
Keterampilan berpikir manusia tentunya harus memperoleh pelatihan dan pengajaran, salah satunya melalui lembaga pendidikan untuk mengembangkan keterampilan berpikir dasar manusia. Manusia dengan keterampilan berpikir yang terlatih akan menganalisis, menyimpulkan, dan memecahkan masalah yang dihadapi. Sebagaimana pendapat Nur (2011, hlm. 7) yang menyatakan bahwa “berpikir merupakan kemampuan seseorang untuk menganalisis, mengkritisi, dan merumuskan simpulan berdasarkan pertimbangan yang saksama.”
641
Rani Nopia, Julia, Atep Sujana
Jika dipahami lebih dalam, keterampilan berpikir sangat penting bagi manusia karena dengan keterampilan berpikir, manusia dapat membuat perubahan-perubahan yang tentu saja baik untuk kelangsungan hidupnya. Berbagai perkembangan yang terjadi dari beragam segi kehidupan menuntut manusia untuk mengembangkan keterampilan berpikir sehingga dapat memberikan dampak positif dan menciptakan sumber daya manusia berkualitas yang dapat memecahkan masalah-masalah dalam kehidupannya. Melalui keterampilan berpikir, manusia yang berkembang, dapat memberikan hal-hal positif bagi daerah di mana ia tinggal, kelestarian alam, ataupun perkembangan teknologi yang dapat meringankan pekerjaan sehari-hari. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk mengembangkan keterampilan berpikir tersebut membutuhkan lembaga khusus yaitu lembaga pendidikan. Pendidikan merupakan suatu usaha yang sengaja dilakukan oleh setiap manusia untuk mengembangkan berbagai potensi yang sudah ada dalam dirinya agar menjadi manusia yang lebih berguna bagi sesama, bangsa dan negara. Pendidikan tidak hanya dapat bergerak melalui suatu lembaga khusus atau secara formal tetapi pendidikan dapat pula diperoleh secara informal dan non formal. Dalam diri setiap manusia diahirkan dengan banyak potensi-potensi yang dapat dikembangkan. Untuk mengembangkan potensi-potensi tersebut dapat diasah oleh beberapa cabang ilmu pendidikan yang telah diajarkan di lembaga-lembaga sekolah, salah satunya adalah ilmu pengetahuan alam (IPA). Pembelajaran IPA sangat penting untuk dipelajari oleh para siswa karena dapat menumbuhkan rasa tanggung jawabnya sebagai manusia terhadap alam. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sujana (2012, hlm.
6), yang menyatakan bahwa “IPA bagi para siswa sangat bermanfaat dalam mempelajari diri sendiri, mempelajari lingkungan, serta mempelajari alam semesta secara utuh yang pada akhirnya dapat memanfaatkan serta menjaga alam semesta ini secara arif dan bijaksana.” Berdasarkan pendapat tersebut diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas mengenai kealaman, dan lebih jauhnya diharapkan siswa dapat mengembangkan dan menciptakan pengetahuan baru yang berguna bagi kehidupan sehari-hari, baik itu dalam hal peningkatan kesejahteraan alam ataupun dalam memecahkan masalah-masalah yang terkait dengan IPA dalam kehidupan, mengingat banyak sekali permasalahanpermasalahan di kehidupan nyata yang dapat terpecahkan oleh pengetahuan IPA. Oleh karena itu, pembelajaran IPA diberikan sejak dini untuk menanamkan nilai-nilai yang terkandung didalamnya, seperti untuk menumbuhkan kepedulian siswa terhadap alam. Pembelajaran IPA tentunya sangat berperan sekali dalam kehidupan manusia karena masalah keseharian manusia sangat berkaitan bahkan berdampingan dengan alam. Salah satu bagian dari pembelajaran IPA yang berhubungan dengan alam adalah tentang air. Makhluk hidup dalam mempertahankan kehidupannya membutuhkan air. Tanpa adanya air makhluk hidup tidak akan bisa hidup. Air di bumi ini selalu tersedia tanpa ada habisnya, namun air relatif mudah untuk didapatkan, meskipun masih banyak orang yang tidak mengetahui dari mana asalnya air, khususnya orang yang belum memperoleh pengetahuan mengenai materi daur air. Pada umumnya yang sekarang mereka ketahui hanyalah air turun dari langit berupa hujan. Sebenarnya, yang menyebabkan air tidak akan pernah habis yaitu karena adanya proses daur air. Daur air adalah perubahan
642
Jurnal Pena Ilmiah: Vol. 1, No. 1 (2016)
yang terjadi pada air secara berulang dalam suatu pola tertentu. Materi daur air tersebut dijelaskan secara gamblang dalam pembelajaran IPA di kelas 5 SD. Pada dasarnya dalam pembelajaran yang berkualitas termasuk pembelajaran IPA adalah pembelajaran yang tidak hanya mementingkan aspek kognitif tetapi juga mementingkan peningkatan aspek afektif dan psikomotor. Selain itu, salah satu yang menentukan keberhasilan proses pembelajaran yaitu guru. Dalam pembelajaran, guru bertugas untuk melaksanakan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Guru dituntut untuk membuat perencanaan pembelajaran secara matang karena perencanaan sebuah pembelajaran akan diimplementasikan pada pelaksanaan pembelajaran yang berdampak pada hasil pembelajaran. Pelaksanaan sebuah proses pembelajaran idealnya harus menggunakan model pembelajaran disesuaikan dengan karakteristik materi yang ada. Sagala (dalam Sujana, 2012, hlm. 108), mengemukakan bahwa “model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman peserta didik untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas mengajar”. Dalam pernyataan tersebut dijelaskan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran akan mempermudah guru mengelola peserta didik yang pada dasarnya mempunyai pengalaman belajar yang berbeda. Selain itu juga dengan menggunakan model, proses pembelajaran akan lebih terstruktur. Keterampilan berpikir kritis yang dimiliki oleh siswa dapat membantu memecahkan masalah dengan solusi terbaik termasuk pada pembelajaran IPA. Dengan berkembangnya
keterampilan berpikir kritis siswa diharapkan bisa mengoptimalkan kemampuannya dalam mengambil keputusan di kehidupan seharisehari, serta siswa tidak hanya dapat memecahkan masalah tetapi dapat memberikan alasan yang logis terkait pemecahan masalah yang dilakukan. Berdasarkan wawancara kepada beberapa guru SD di Sumedang Selatan, semuanya menyiratkan bahwa sebagian besar siswa belum bisa mengembangkan keterampilan berpikir kritisnya. Dari hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa salah satu hal yang menyebabkan keterampilan berpikir kritis siswa tidak berkembang adalah guru yang hanya menggunakan metode ceramah, tanya jawab, dan penugasan saja tanpa menggunakan model yang sesuai dengan materi yang diajarkan, berhubung guru tidak memahami model-model pembelajaran yang dapat diterapkan. Mengingat pentingnya mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa sejak dini khususnya di jenjang pendidikan sekolah dasar, maka guru dituntut mampu mengembangkan proses pembelajaran, khususnya model pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa. Salah satu model pembelajaran yang cocok untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa yaitu model pembelajaran problem based learning (PBL) atau bisa disebut pembelajaran berbasis masalah (PBM). Berdasarkan langkah-langkah model pembelajaran PBL, siswa dituntut untuk mengumpulkan informasi dan memecahkan masalah yang diberikan oleh guru secara berkelompok tetapi dalam pembelajaran ini pun sangat membutuhkan pendamping, motivator, dan fasilitator, dalam hal ini yaitu guru. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran PBL dapat memberikan pengalaman secara langsung kepada siswa,
643
Rani Nopia, Julia, Atep Sujana
karena model PBL memfasilitasi siswa untuk bereksperimen, bekerjasama, dan memecahkan masalah. Dengan demikian melalui pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran PBL dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa.
konvensional? Keempat, Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran IPA menggunakan model PBL? Kelima, Faktor apa yang mendukung proses pembelajaran IPA menggunakan model PBL? Keenam, Faktor apa yang menghambat proses pembelajaran IPA menggunakan model PBL?
Berdasarkan uraian di atas, untuk menciptakan pembelajaran yang memberikan pengalaman langsung kepada siswa dan mengasah keterampilan siswa dalam memecahkan masalah, serta membantu siswa untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritisnya, maka upaya konkret yang dilakukan yaitu melaksanakan penelitian dengan judul: “Pengaruh Model Problem Based Learning (PBL) terhadap Keterampilan berpikir kritis Siswa Sekolah Dasar Pada Materi Daur Air (Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas V di SDN Pasanggrahan II dan SDN Pasanggrahan III di Kecamatan Sumedang Selatan Kabupaten Sumedang)”.
METODE PENELITIAN Metode Metode yang digunakan yaitu metode eksperimen, yakni memanipulasikan objek penelitian. Dalam penelitian ini yang dimanipulasi yaitu pembelajaran IPA menggunakan model PBL dengan disediakannya kontrol sebagai pembanding. Desain penellitian yang digunakan yaitu pretest posttest control group design. Pada penelitian ini digunakan pemilihan sampel secara acak dengan bentuk desain sebagai berikut. (Maulana, 2009: 24) A 0 X1 0 A 0 X2 0
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, munculah beberapa rumusan masalah yang dapat menjawab masalah secara umum yaitu “apakah penggunaan model problem based learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada materi daur air?” Secara khusus rumusan masalah yang terbentuk yaitu sebagai berikut. Pertama, Apakah pembelajaran dengan menggunakan model konvensional dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa pada materi daur air? Kedua, Apakah pembelajaran dengan menggunakan model PBL dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa pada materi daur air? Ketiga, Apakah peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model PBL pada materi daur air lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model
Keterangan: A= Pemilihan secara acak 0= Preetest dan postest X1= Pembelajaran menggunakan model PBL X2= Pembelajaran dengan model konvensional Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini terdapat di Kecamatan Sumedang Selatan Kabupaten Sumedang tepatnya untuk kelas eksperimen yaitu SDN Pasanggrahan II (JL. Pangeran Kornel No. 235vKel. Pasanggrahan Baru Kec. Sumedang Selatan 45313) sedangkan untuk lokasi kelas kontrol SDN Pasanggrahan III (jln. Pangeran Kornel No. 121. A Sumedang). Subjek Penelitian Populasi peneitian ini yaitu semua siswa kelas V SD berkategori unggul se-Kecamatan Sumedang Selatan berdasarkan nilai rata-rata UN IPA tahun ajaran 2014/2015. Data tersebut diperoleh dari UPTD TK/SD
644
Jurnal Pena Ilmiah: Vol. 1, No. 1 (2016)
Kecamatan Sumedang Selatan Kabupaten Sumedang. Dari data tersebut terdapat 45 SD, dimana jumah SD tersebut harus dibagi menjadi tiga kelompok, yakni kelompok unggul, papak, dan asor. Cara pembagian tersebut dilakukan dengan cara menentukan 27% kelompok unggul, dan 27% kelompok bawah, sedangkan sisanya termasuk ke kelompok papak. Setelah dilakukan pengelompokan, sampel dipilih secara acak dengan memperhitungkan syarat dalam penelitian ini yaitu sampel setiap kelompok minimum 30 subjek dan SD yang menggunakan KTSP. Hasil pemelihian sampel tersebut yaitu terpilih SDN Pasanggrahan II dan SDN Pasanggrahan III, setelah itu diperlukan pengundian untuk menentukan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, dan terpilih siswa kelas V SDN Pasanggrahan II sebagai Kelompok eksperimen dan siswa kelas V SDN Pasanggrahan II terpilih sebagai keompok kontrol.
observasi disajikan dalam bentuk presentase, jurnal harian, catatan lapangan, dan wawancara disajikan dalam bentuk tabel.
Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berupan instrumen tes dan non tes. Instrumen tes yaitu berupa tes keterampilan berpikir kritis, sedangkan untuk instrument nontes berupa format observasi kinerja guru dan aktivitas siswa, jurnal harian, catatan lapangan, serta wawancara terhadap guru dan siswa. Data yang diperoleh yaitu data kuantitatif yaitu hasil dari tes keterampilan berpikir kritis, dan data kualitatif yaiu hasil dari observasi kinerja guru dan aktivitas siswa, jurnal harian, catatan lapangan, dan wawancara terhadap guru dan siswa.
Pembelajaran dengan Menggunakan Model Konvensional dapat Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa. Setelah dilaksanakan penelitian mengenai peningkatan Keterampilan berpikir kritis siswa pada pembelajaran dengan menggunakan konvensional pada materi daur air yang dilaksanakan pada kelas kontrol. Kelas kontrol terdapat 41 siswa yang mengikuti pretest dan posttest. Pelaksanaan pretest bertujuan untuk mengetahui keterampialan berpikir kritis awal siswa di kelas tersebut, dan dia akhir pertemuan siswa melaksanakan posttest yaitu untuk mengetahui peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa. Hasil dari pelaksanaan pretest 41 orang siswa memiliki rata-rata nilainya yaitu 29 sedangkan rata-rata nilai posttest rata-ratanya yaitu 44.5.
Teknik Pengolahan dan Analisis Data Analisis data hasil tes keterampilan berpikir kritis siswa di uji dengan menggunakan program SPSS 16.0 for windows terhadap hasil pretest dan posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol serta pengujian pada data gain. Pengujian tersebut berupa uji normalitas, homogenitas, dan uji beda rata-rata. Sedangkan anaisis data hasil
Hasil dan Pembahasan Berdasarkan tujuan dilaksanakannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis pada kelas kontrol dan kelas eksperimen, untk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa pada kelas kontrol dan esperimen, untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran IPA yang menggunakan model PBL, untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat proses pembelajaran IPA yang menggunakan model PBL, maka pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yang telah dilaksanakan untuk memenuhi tujuan yang telah diapaparkan diatas. Berikut ini adalah hasil penelitian dan pembahasan dari penelitian yang telah dilaksanakan.
Setelah pelaksanaan pembelajaran IPA dengan pembelajaran konvensional di kelas kontrol dilaksanakan, guru memberikan soal posttest yang memuat indikator
645
Rani Nopia, Julia, Atep Sujana
keterampilan berpikir kritis untuk mengetahui ada atau tidaknya peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa setelah dilaksanakn perlakuan pada pembelajaran IPA materi daur air. Kemudian setelah hasil posttest terkumpul guru menganalisis data tersebut dengan menentukan rata-rata hasil posttest dan melakukan beberapa pengujian diantaranya uji normalitas, homogenitas, dan uji beda rata-rata. Hasil menunjukkan bahwa setealah perlakuakn dilakukan terjadi
peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa di kelas kontrol dengan pembelajaran IPA yang menggunakan pembelajaran secara konvensional. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil perolehan rata-rata nilai posttest meningkat menjadi 44.5. serta pernyataan tersebut diperkuat dengan adanya hasil uji hipotesis 1, yaitu uji Paired Samples Test yang dilakukan dengan bantuan aplikasi SPSS 16.0 for windows. Hasil pengujian tersebut adalah sebagai berikut.
Paired Samples Test Paired Differences
Mean
95% Confidence Interval of the Difference
Std. Std. Deviatio Error n Mean
Lower
Upper
t
Sig. (2df tailed)
Pair Nilai_Pretest 15.3501 1 -1.54063E1 2.39729 -20.25144 -10.56124 -6.427 40 .000 3 Nilai_Posttest
Tabel diatas menyatakan bahwa nilai Sig (2tailed) yaitu 0,000. Artinya data tersebut menujukkan nilai Sig< 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima. Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konvensional dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa di kelas kontrol. Pembelajaran dengan menggunakan model PBL dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa. Pelaksanaan pembelajaran IPA di kelas eksperimen dilakukan dengan memodifikasi pembelajaran dengan menerapkan model Problem Based Learning. Pembelajaran di kelas eksperimen dilaksanakan selama 3 kali pertemuan yang diawali ditambah dengan pertemuan pretest dan posttest. Pertemuan pertama guru memberikan soal pretest kepada 32 orang siswa yang ada di kelas eksperimen dan hasil yang diperoleh rataratanya adalah 35.5.
Pelaksanaan pembelajaran IPA di kelas eksperimen dilakukan dengan memodifikasi pembelajaran dengan menerapkan model Problem Based Learning. Pembelajaran di kelas eksperimen dilaksanakan selama 3 kali pertemuan yang diawali ditambah dengan pertemuan pretest dan posttest. Pertemuan pertama guru memberikan soal pretest kepada 32 orang siswa yang ada di kelas eksperimen dan hasil yang diperoleh rataratanya adalah 35.5. Pelaksanaan pembelajaran tersebut dilaksanakan dengan terpusat pada siswa dengan tujuan memberikan pengalaman langsung pada siswa terkait dengan keterampilan memecahkan masalah, sesuai dengan yang salah satu kelebihan yang dinyatakan oleh Illahi (2012, hlm. 132) yaitu siswa didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam situasi nyata.
646
Jurnal Pena Ilmiah: Vol. 1, No. 1 (2016)
Setelah semua pertemuan dilaksanakan di kelas eksperimen dengan menggunakan model PBL dilakukan posttest untuk mengetahui peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa di kelas eksperimen, yang mana soal tersebut masih sama dengan soal pada saat pretest. Setelah data posttest terkumpul guru melaksanakan analisis data posttest. dari hasil posttest tersebut terlihat
bahwa keterampilan berpikir kritis siswa di kelas eksperimen menigkat. Hal tersebut terlihat dari perolehan nilai rata-rata posttest lebih besar dari nilai rata-rata pretest yaitu sebesar 69. Hal tersebut diperkuat dengan adanya hasil uji hipotesis 2 dengan menggunakan Uji-T atau paired sample test dengan bantuan aplikasi SPSS 16.0 for windows.
Paired Samples Test Paired Differences
Mean
95% Confidence Interval of the Difference
Std. Std. Deviatio Error n Mean
Lower
Upper
t
Sig. (2df tailed)
Pair Nilai_Awal 1 12.7875 2.29671 38.2518 28.8707 -14.613 30 .000 Nilai_Akhi 3.35613E1 6 1 7 r
Dari tabel diatas menyatakan bahwa nilai Sig (2-tailed) yaitu 0,000. Artinya data tersebut menujukkan nilai Sig< 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima. Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model problem based learning dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa di kelas eksperimen. Pembelajaran dengan menggunakan model PBL lebih baik daripada Pembelajaran dengan menggunakan model konvensional dalam Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa. Setelah dilaksanakan perlakuan pada kedua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol ternyata keterampilan berpikir kritis di kedua kelas mengalami peningkatan. Tetapi perlu diketahui juga ada atau tidaknya perbedaan terhadap peningkatan keterampilan berpikir kritis di kelas kontrol dan kelas eksperimen. Untuk mengetahui hal
tersebut maka dilakukaan pengujian terhadap hasil pretest dan posttest. Untuk mengetahui perbedaan peningkatan keterampilan berpikir kritis pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan perhitungan gain. Dalam perhitungan gain data yang dibutuhkan tentunya data hasil pretest dan posttest kelas kontrol dan kesperimen. Setelah diperoleh nilai gain maka harus dcari rata-rata nilai gain dari kedua kelas dan yang diperoleh rata-rata gain di penelitian ini adalah rata-rata gain di kelas eksperimen yaitu 0.52 lebih besar dari nilai gain kelas kontrol yaitu 0.24. dari hasi tersebut dapat diketahui bahwa peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa di kelas kontrol dan kelas eksperimen terdapat perbedaan. Peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa di kelas eksperimen yang pembelajarannya menggiunakan model PBL lebih signifikan dibandingkan dengan peningkatan keterampilan berpikir kritis
647
Rani Nopia, Julia, Atep Sujana
siswa di kelas kontrol yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional. Setelah diperoleh nilai gain maka langkah selanjutnya yaitu perlu dilakukan pengujian uji normalitas, uji homogenitas, dan uji beda
rata-rata pada nilai gain kedua kelas. Pengujian uji beda rata-rata gain ini menggunakan uji-T karena data yang digunakan berditribusi normal dan homogen serta bervariabel bebas.
Independent Samples Test t-test for Equality of Means
T Gai Equal n variances assumed Equal variances not assumed
df
5.343 71
Std. 95% Confidence Interval Sig. Mean Error of the Difference (2Differen Differen tailed) ce ce Lower Upper .000
.27526
.05152
.17254
.37798
5.545 70.797 .000
.27526
.04964
.17627
.37425
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan bahwa hasil uji normalitas data gain kedua kelas diperoleh P-value>0,05 maka H0diterima. Dapat disimpulkan bahwa nilai gain yang diperoleh pada penelitian ini berdistribusi normal. Selanjutnya pengujian yang dilakukan yaitu uji homogenitas untuk mengetahui hogen tidaknya sampel yang dipilih, dan hasil yang diperoleh dari uji homogenitas gain yaitu P-value>0,05 yang dapat disimpulkan bahwa sampel yang dipilih pada kedua kelas merupakan sampel yang homogen. Adapun nilai rata-rata posttest pada kelas eksperimen yaitu 69 sedangkan nilai posttest kelas kontrol yaitu sebesar 44.5, dan selisih dari nilai rata-rata posttest kedua kelas yaitu 24.5. Dari perolehan data tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA dengan menerapkan model PBL lebih meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa dibandingkan dengan peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.
Respon siswa terhadap pembelajaran IPA menggunakan model PBL. Respon siswa terhadap pembelajaran IPA yang menggunakan model PBL, dapat terlihat dari jurnal harian siswa serta wawancara yang telah dilaksanakan terhadap siswa. Secara umum sebagian besar siswa menyatakan tanggapan positif terhadap pembelajaran IPA yang menggunakan model PBL. Berdasarkan jurnal harian siswa 82% siswa memberikan tanggapan yang positif mengenai pembelajaran yang dilaksanakan, LKS yang diberikan, dan cara mengajar guru dalam pembelejaran IPA menggunakan model PBL. Dalam analisis jurnal harian ada banyak alasan positif yang diberikan oleh siswa yaitu mengatakan bahwa pembelajaran yang dialksanakan sangat menyenangkan sehingga tidak merasa bosan ketika mengikuti pembelajaran, dan siswa merasa tertarik dengan media pembelajaran yang dipergunakan oleh guru yaitu media audio visual/ video mengenai proses terjadinya
648
Jurnal Pena Ilmiah: Vol. 1, No. 1 (2016)
daur air sehingga siswa sangat fokus mempelajari bagaimana proses terjadinya daur air. Tidak jauh berbeda dengan analisis data hasil wawancara mengenai respon siswa terhadap pembelajaran IPA menggunakan model PBL, ketiga siswa yang menjadi perwakilan untuk diwawancarrai memberikan tanggapan positif, yaitu mereka sangat bersemangat ketika pembelajaran IPA dilaksanakan karena mereka penasaran akan masalah yang diberikan oleh guru. Selain siswa memberikan respon positif terhadap pembelajaran yang dilaksanakan tetapi siswa juga memberikan respon postif terhadap cara mengajar guru, siswa mengatakan bahwa pesan yang diberikan oleh guru di setiap akhir pembelajaran sangat bagus, dan guru mengajar dengan tegas tetapi menggunakan bahasa yang sopan. Faktor yang mendukung proses pembelajaran IPA menggunakan model PBL. Setiap pembelajaran yang dilaksanakan pasti memiliki faktor pendukung yang dapat mendukung siswa mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Beberapa faktor pendukung pada pelaksanaan pembelajaran IPA menggunakan model PBL yang didapat dari hasil catatan lapangan, jurnal harian, dan wawancara, diantaranya adalah sebagai berikut. 1) penggunaan media pembelajaran audio visual yang menarik perhatian siswa, 2) penampilan LKS yang penuh warna dan gambar dapat menambah semangat siswa untuk belajar, 3) ppemberian hadiah kepada siswa yang aktif dapat menambah rasa kompetisi siswa untuk menjadi yang terbaik sehingga dari awal siswa akan memperhatikan pembelajaran dan memahami materi yang diajarkan sehingga ketika guru bertanya, siswa dapat langsung menjawab dan mendapatkan hadiah, 4) kesabaran dan sikap guru yang tidak menyalahkan langsung ketika ada yang
kurang tepat pendapatnya.
dalam
mengemukakan
Faktor yang menghambat proses pembelajaran IPA menggunakan model PBL. Selain faktor pendukung dalam pembelajaran, ada juga faktor yang dapat menghambat pembelajaran dalam pelaksanaan pembelajaran IPA menggunakan model PBL ini. faktor penghambat ini diketahui dari hasil analisis catatan lapangan, jurnal harian siswa, dan wawancara. Faktor penghambat yang ditemukan dalam pembelajaran IPA dengan model PBL yang telah dilaksanakan adalah sebagai berikut. 1) tidak terbiasanya siswa untuk dibuat kelompok, sehingga siswa masih memilihmilih teman kelompoknya. 2) Lokasi kelas yang dekat dengan jalan raya sehingga siswa terganggu dengan suara bising, 3) gangguan luar yaitu siswa lain yang banyak duduk didekat pintu kelas penelitian karena ada kursi di dekat pintu masuk. KESIMPULAN Berdasarkan analisis dan pengolahan data yang didapat pada saat penelitian maka dapat disimpulkan sebagai berikut. Pembelajaran konvensional dapat meningkatan kemampuan berpikir kritis pada materi daur air. Hal tersebut dilihat dari hasil pengujian beda rata-rata dengan menggunakan uji-T. Hasil dari pengujian tersebut yaitu P-value (sig 2-tailed) sebesar 0,000. P-value <α, sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Berdasarkan hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa jika pembelajaran konvensional tetap dilaksanakan dengan baik dan sesuai prosedur yang telah direncanakan dalam RPP maka pembelajaran konvensional pun dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa. Pembelajaran IPA dengan menggunakan model PBL dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa. Hal tersebut dilihat dari
649
Rani Nopia, Julia, Atep Sujana
hasil pengujian beda rata-rata dengan menggunakan uji-T. Hasil dari pengujian tersebut yaitu P-value (sig 2-tailed) sebesar 0,000. P-value <α, sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model PBL yang dilandasi dengan pemberian masalah kepada siswa untuk dipecahkan dapat meningkatkan keterampilan berpikir kirtis siswa. Pembelajaran IPA dengan menggunakan model PBL lebih baik dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Hal tersebut dibuktikan dengan hasill data pengujian beda rata-rata dengan menggunakan Uji-U dengan hasil pengujian tersebut yaitu P-value (sig 2-tailed) sebesar 0.000. P-value <α, sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa meskipun kedua kelas penelitian yakni kelas kontrol dan kelas eksperimen sama-sama dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis tetapi ada perbedaan pada peningkatan tersebut.
siswa dalam mengerjakan LKS, 4) cara mengajar guru yang runtut dan tegas pun dapat membuat siswa merasa nyaman dalam mengikuti pembelajaran. Faktor penghambat pembelajaran IPA dengan menggunakan PBL yaitu hal-hal yang tidak terduga yaitu sebagai berikut. 1) lingkungan sekolah yang berisik karena lokasi kelas eksperimen dekat dengan jalan raya yang ramai, 2) pembagian kelompok yang tidak tertib 3) rasa malu dan tidak percaya diri dalam mengemukakan pendapatnya. DAFTAR PUSTAKA Maulana. (2009). Memahami hakikat, variabel, dan instrumen penelitian pendidikan dengan benar. Bandung: Learn2live ‘n Live2Learn. Nur, M. (2011). Model pembelajaran berdasarkan masalah. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah UNESA Sujana, A. (2012). Pendidikan IPA teori dan praktik. Sumedang: Rizal Nur
Respon siswa yang diberikan pada saat pembelajaran IPA dengan menggunakan model PBL cenderung positif. Dapat dilihat dari pemberian komentar positif siswa yang mengatakan bahwa pembelajaran IPA yang dilaksanakan sangat menyenangkan dan tidak membuat bosan dan siswa merasa penasaran dengan kartu-kartu masalah yang harus dipecahkannya di pertemuan selanjutnya. Faktor pendukung dalam pembelajaran IPA dengan menggunakan model PBL, diantaranya adalah sebagai berikut. 1) pengunaan kartu masalah menjadi pemicu semangat siswa untuk segera memecahkan masalah yang diberikan, 2) media pembelajaran audio visual berupa video yang menarik perhatian siswa, 3) penampilan LKS yang menarik dapat menambah semangat 650