PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF Ismah Fathimah1*, Tri Jalmo1, Rini Rita T. Marpaung1 1 Pendidikan Biologi, FKIP Universitas Lampung *Corresponding author, tel: 08992277994, email:
[email protected]. Abstract: The Influence of Problem Based Learnings’ model on Creative Thinking’ skill. The purpose of this research was to know the influence of PBL model on creative thinking skill in Junior High School 2 Jati Agung on the influence of human population density to environment subject matter. The design of this research was quasi experiment with non equivalent pretest-postest. The samples were VII A and VII B that were chosen by Purposive Sampling. The quantitative data were obtained from the average score of the test analyzed by t-test and U-test. The qualitative data were the students activity data that were obtained from the observation sheet and the students’ questionnaire responses which were analyzed descriptively. It could be seen from the average of N-gain (52,60) of experiment class was higher and different significantly than that control class (38,45). The results showed that the use of problem based learning could increased students’s creative thinking skill on the influence of human population density to environment subject matter. Keywords: activity, creative thinking skill, PBL Abstrak: Pengaruh Model Problem Based Learning terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penggunaan model PBL dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa SMP Negeri 2 Jati Agung materi pengaruh kepadatan populasi manusia terhadap lingkungan. Desain penelitian ini adalah pretest-postest non equivalen. Sampel penelitian kelas VII A dan kelas VII B dipilih secara purposive sampling. Data penelitain berupa data kuantitatif diperoleh dari tes kemampuan berpikir kreatif dianalisis dengan uji-t dan uji-U. Data kualitatif berupa aktivitas belajar diperoleh dari observasi dan tanggapan siswa dari angket yang dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata Ngain kelas eksperimen lebih tinggi sebesar 52,60 berbeda signifikan dengan kelas kontrol yaitu sebesar 38,45. Dengan demikian PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif pada materi pengaruh kepadatan populasi manusia terhadap lingkungan. Kata kunci : aktivitas, kemampuan berpikir kreatif, PBL
39
PENDAHULUAN Kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu kompetensi penting sebagai bagian dari kecakapan hidup (life skills) yang menjadi salah satu tujuan pendidikan nasional yang secara eksplisit tercantum dalam UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 3) (Depdikbud, 2013:1). Kemampuan berpikir kreatif dipandang penting karena membuat siswa memiliki banyak cara dalam menyelesaikan berbagai persoalan dengan berbagai persepsi dan konsep yang berbeda (Awang dan Ramly 2008: 19). Pentingnya pengembangan berpikir kreatif ini didasarkan pada empat alasan, yaitu kemampuan kreatif orang dapat mewujudkan (mengaktualisasi) dirinya sendiri, kemampuan kreatif sebagai kemampuan untuk melihat bermacam-macam kemungkinan untuk menyelesaikan suatu masalah, bersibuk diri secara kreatif tidak hanya bermanfaat, tapi juga memberi kepuasan pada individu, serta kemampuan kreatiflah yang membuat manusia mampu meningkatkan kualitas hidupnya (Munandar, 2009:31). Kemampuan berpikir kreatif dipandang penting karena akan membuat siswa memiliki banyak cara dalam menyelesaikan berbagai persoalan dengan berbagai persepsi dan konsep yang berbeda (Awang dan Ishak
2008: 19). Pentingnya pengembangan berpikir kreatif ini didasarkan pada empat alasan, yaitu kemampuan kreatif orang dapat mewujudkan (mengaktualisasi) dirinya sendiri, kemampuan kreatif sebagai kemampuan untuk melihat bermacam-macam kemungkinan untuk menyelesaikan suatu masalah, bersibuk diri secara kreatif tidak hanya bermanfaat, tapi juga memberi kepuasan pada individu, serta kemampuan kreatiflah yang membuat manusia mampu meningkatkan kualitas hidupnya (Munandar, 2009:31). Pada kenyataannya, dunia pendidikan di Indonesia mainstream paradigma utama yang ada cenderung hanya memperkuat kekuatan otak kiri (intelektualitas). Sementara pengembangan otak kanan (kreatifitas) masih kurang. Dampak dari paradigma yang terjadi sekarang adalah minimnya kreatifitas yang dimiliki oleh orang-orang berpendidikan (Indra, 2006: 129). Pernyataan ini diperkuat berdasarkan peringkat kreativitas Indonesia dalam Creativity and Prosperity: Global Creativity Index tahun 2010 yang dipublikasikan oleh Martin Prosperity Institute (MPI) bahwa Indonesia berada pada peringkat 81 dari 82 negara (MPI, 2011: 41). Hasil observasi di SMPN 2 Jati Agung, selama pembelajaran siswa terlihat pasif dan tidak mampu mengajukan pertanyaan dan gagasan yang beragam. Aktivitas dan kemampuan berpikir kreatif siswa terutama berpikir lancar dan luwes yang masih tergolong rendah. Oleh karena itu, perlu diterapkan suatu model pembelajaran yang efektif dalam mengembangkan kemampuan tersebut yaitu model Problem 40
Based Learning (PBL). Pembelajaran dilakukan dengan menghadapkan siswa pada permasalahan nyata pada kehidupan sehari-hari, sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri dalam memecahakan masalah dan meng-upayakan berbagai macam solusinya, yang mendorong siswa untuk aktif dan mampu berpikir kreatif (Purnamaningrum, 2012: 2). Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan penggunaan model PBL terhadap kemampuan berpikir kreatif pada materi pengaruh kepadatan populasi manusia terhadap lingkungan.
data berdistribusi normal maka dilanjutkan dengan uji-t dan bila tidak normal maka dilanjutkan dengan uji-U. Data aktivitas belajar siswa diambil melalui instrumen lembar observasi yang berisi aspek kegiatan yang diamati pada saat proses pembelajaran di kedua kelas. Data tanggapan siswa terhadap penggunaan model PBL diambil melalui instrumen angket tanggapan siswa, angket ini berisi pendapat siswa tentang PBL yang telah dilaksanakan. Berisi 10 pernyataan, terdiri dari 5 pernyataan positif dan 5 pernyataan negatif dengan 2 pilihan jawaban yaitu setuju dan tidak setuju.
HASIL PENELITIAN METODE Penelitian ini menghasilkan data berupa kemampuan berpikir kreatif siswa, data aktivitas belajar siswa, dan tanggapan siswa terhadap model PBL. Berikut ini disajikan rata-rata nilai pretest, postest dan N-gain siswa dari kelas eksperimen dan kontrol pada Gambar 1.
Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2014/2015 di SMP N 2 Jati Agung. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas VII, sampel kelas VII A sebagai kelas eksperimen dan kelas VII B sebagai kontrol diambil dengan teknik purpose sampling. Penelitian ini merupakan eksperimental semu dengan desain pretestpostest non-ekuivalen. Data kemampuan berpikir kreatif berupa nilai pretest, postest, dan N-gain. Untuk mendapatkan N-gain menggunakan rumus (Hake, 1999:1):
N-gain =
75,33
80 60
49,83
67,10 52
51,92
40 20
32
BTS
BS
BS
Pretest
Postest
N-Gain
Eksperimen Kontrol
0
X 100
Gambar 1. Rata-rata nilai pretest, postest, dan N-gain siswa kelas eksperimen dan kontrol
Selanjutnya dilakukan uji normalitas untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal kemudian uji homogenitas untuk mengetahui apakah kedua sampel tersebut berasal dari populasi yang sama (homogen). Jika
Diketahui bahwa rata-rata nilai pretest untuk kelas eksperimen dan kontrol tidak berbeda signifikan. Namun setelah diberikan pembelajaran 41
Ket: A= Mengajukan pertanyaan; B = Menjawab pertanyaan; C = Persentasi; D = Bertukar informasi; K= Kriteria; T= Tinggi; S= Sedang
dengan menggunakan model PBL, ratarata nilai postes dan N-gain kelas eksperimen lebih tinggi dan berbeda signifikan dengan kelas kontrol. Kemudian dilanjutkan analisis rata-rata N-gain untuk setiap aspek berpikir kreatif, yaitu kemampuan berpikir lancar (fluency) dan kemampuan berpikir luwes (flexibility) yang di sajikan pada Gambar 2 berikut. 60 50 40 30 20 10 0
Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa rata-rata aktivitas belajar siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Namun demikian, pada aspek melaksanakan persentasi keduanya berkategori sedang. Persentase perbedaan aktivitas kedua kelas tersebut mencapai 13,4%. Data tanggapan siswa terhadap penggunaan model PBL dilakukan melalui penyebaran angket. Pada gambar di bawah ini disajikan mengenai tanggapan 30 siswa sebagai responden terhadap penggunaan model PBL yang disajikan pada Gambar 4 berikut.
54
49
42 32 Eksperimen Kontrol
BS
BS
fluency
flexibility
Gambar 2. Rata-rata kemampuan berpikir kreatif siswa untuk setiap aspek kelas eksperimen dan kontrol
Gambar 2 menunjukkan ratarata kemampuan berpikir kreatif siswa untuk setiap aspek baik fluency maupun flexibility lebih tinggi pada kelas eksperimen daripada kelas kontrol, dan berbeda secara signifikan. Aktivitas belajar siswa pada kelas eksperimen dan kontrol yang dikumpulkan melalui observasi disajikan dalam Tabel 1 berikut.
64,1±7,5
T
50,7±3,5
93 90 83 100 100 Persentase (%)
Tidak Setuju
Setuju
Gambar 3. Tanggapan siswa terhadap model PBL
Tabel 1. Rata-rata aktivitas belajar siswa kelas eksperimen dan kontrol. Aspek Eksperimen Kontrol yang Persentase Persentase di K K (%) (%) amati A 60,4 T 49,2 S B 62,9 T 48,4 S C 57,9 S 49,2 S D 75,0 T 55,9 S ±Sd
100 87 83 87 90
Pasif dalam kegiatan… 0 Sulit mengemukakan solusi… 13 Sulit mengaitkan materi … 17 Sulit bekerja sama dalam… 13 Sulit membuka pikiran … 10 Dapat menduga … 7 10 Dapat melihat masalah … 17 Dapat mengajukan lebih … Dapat menjawab … 0 Dengan PBL dapat… 0
Berdasarkan Gambar 3, terlihat bahwa semua siswa memberikan tanggapan yang positif terhadap penggunaan model PBL. Oleh sebab itu, sebagian besar siswa terlibat dengan baik dalam proses pembelajaran dan kemampuan mereka sebagian besar mengalami peningkatan dari kemampuan awal.
S
42
eksperimen dikarenakan pada model PBL masalah yang disajikan melalui LKS berbasis masalah dilengkapi wacana dan pertanyaan yang dirancang secara sederhana menggunakan kalimatkalimat yang pendek dan memberikan sedikit fakta-fakta seputar konteks permasalahan. Selain itu, LKS bersifat open-endeed dan ill-structure sehingga dapat meningkatkan kelancaran berpikir. Siswa diberi kebebasan berpikir dalam mencari solusi dari situasi masalah yang diberikan serta solusi yang diberikan tidak hanya memiliki satu jawaban yang benar (Levin, 2001: 2). Didukung dengan data tanggapan siswa kelas eksperimen bahwa dengan PBL semua siswa dapat menjawab pertanyaan lebih dari satu jawaban dan memberikan gagasan serta sebagian besar siswa dapat mengajukan lebih dari satu pertanyaan (Gambar 3). Ketika siswa diminta untuk mememprediksi kebutuhan apa yang akan meningkat apabila kepadatan populasi manusia semakin bertambah maka kelas eksperimen termotivasi untuk memberikan lebih banyak jawaban dibandingkan kelas kontrol sehingga meningkatkan kelancaran berpikir. Sebagaimana terlihat dari contoh jawaban siswa pada LKS pada Gambar 4 dan 5 berikut ini.
PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa N-gain kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol dan model pembelajaran PBL memiliki pengaruh dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa secara signifikan (Gambar 1). Hal ini dikarenakan aktivitas siswa dengan model PBL lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang menggunakan diskusi (Tabel 1). Aktivitas belajar siswa yang terjadi antara lain mengaju-kan pertanyaan, menjawab pertanyaan, bertukar informasi, dan mempresentasikan hasil diskusi. Sejalan dengan itu, berdasarkan data tanggapan siswa kelas eksperimen bahwa seluruh siswa aktif dalam diskusi kelas dan sebagian besar dapat bekerja sama dengan kelas serta dapat mem-buka pikiran dalam menerima pendapat teman yang berbeda (Gambar 3). Model PBL mampu menumbuhkan banyak kemampuan seperti kemampuan untuk bekerja secara kooperatif, kemampuan untuk berkomunikasi, menganalisis dan memecahkan masalah dunia nyata secara kompleks, serta membuat siswa tertarik untuk selalu belajar yang memacu kemampuan berpikir kreatif siswa dan membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna (Levin, 2001: 2). Model PBL berpengaruh secara signifikan dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif baik aspek berpikir lancar (fluency) maupun berpikir luwes (flexibility). Namun, peningkatan yang paling tinggi terdapat pada aspek kemampuan berpikir lancar (fluency) (Gambar 2). Tingginya peningkatan aspek berpikir lancar (fluency) pada kelas
Gambar 4. Contoh jawaban LKS siswa pada aspek fluency kelas eksperimen
43
Gambar 5. Contoh jawaban LKS siswa pada aspek fluency kelas kontrol
Terlihat pada Gambar 4 bahwa siswa pada kelas eksperimen mampu mengembangkan kemampuannya dan memberikan lebih banyak jawaban yang beragam yaitu 5 jawaban benar sedangkan kelas kontrol memberikan 2 jawaban benar. Siswa kelas eksperimen memprediksi kebutuhan yang akan meningkat dari segi kebutuhan primer seperti pangan, sandang, dan lahan sebagai tempat hidup dan kebutuhan sekunder yaitu alat transportasi serta meningkatnya kebutuhan bahan bakar sebagai akibat dari meningkatnya kebutuhan alat transportasi. Sedangkan pada kelas kontrol siswa hanya memprediksi dari segi kebutuhan primer yaitu pangan dan lahan. Perbedaan kemampuan dalam memberikan lebih dari satu jawaban pada proses pembelajaran memberikan pengaruh langsung ketika siswa menjawab pertanyaan pada postest. Siswa kelas eksperimen mampu memenuhi aspek kemampuan berpikir lancar (fluency) dengan memberikan lebih dari satu jawaban dan gagasan ketika diminta untuk memerediksi dampak kepadatan populasi manusia sebagaimana pada Gambar 6 dan 7 di bawah ini.
Gambar 6. Contoh jawaban postest siswa pada aspek fluency kelas eksperimen
Gambar 7. Contoh jawaban postest siswa pada aspek fluency kelas kontrol
Pada Gambar 6 terlihat bahwa siswa kelas eksperimen mampu memberikan lebih banyak jawaban dibandingkan kontrol pada Gambar 7. Selain itu, jawaban kelas eksperimen lebih beragam seperti menyempitnya lahan, banyaknya pengangguran karena ketatnya persaingan, meningkatnya jumlah limbah yang mengakibatkan bencana alam seperti banjir serta berkurangnya jumlah hewan karena habitatnya dijadikan tempat tinggal manusia. Sedangkan kelas kontrol memprediksi lebih sedikit dampak yang terjadi yaitu kelaparan dan habisnya sumber daya alam. Aspek lain yang dikembangkan selama proses pembelajaran dan juga mengalami peningkatan adalah aspek berpikir luwes (flexibility) (Gambar 2). Sebagaimana yang dinyatakan oleh Tan (2003: 61) bahwa model PBL mampu meningkatkan kemampuan berpikir luwes (flexibility) siswa dengan meningkatkan kemampuan berpikir “menghubungkan”, yaitu menghubungkan de-
44
ngan pengetahuan dan pengalaman sebelumnya, menghubungkan dengan situasi dunia nyata, teori, serta fakta baru dan ide. Didukung pula dengan data tanggapan siswa bahwa sebagian besar siswa dapat mengaitkan materi dengan kehidupan sehari-hari, dapat menduga permasalahan yang akan muncul jika kepadatan populasi manusia bertambah, serta dapat melihat dari sudut pandang yang berbeda (Gambar 3). Dalam mengerjakan LKS kelas eksperimen mampu memberikan jawaban dan gagasan yang lebih beragam dari sudut pandang yang berbeda dalam menyelesaikan suatu permasalahan dibandingkan dengan kelas kontrol. Sebagaimana terlihat pada Gambar 8 dan 9 pada kedua kelas berikut ini.
perimen memberikan 3 gagasan diantaranya membuang sampah pada tempatnya, dan memilah sampah, serta menerapkan program keluarga berencana. Sedangkan pada kelompok kontrol memberikan 1 gagasan yaitu mendaur ulang sampah. Perbedaan kemampuan dalam memberikan jawaban dan gagasan yang terkait dengan kemampuan berpikir luwes (flexibility) pada proses pembelajaran memberikan pengaruh langsung ketika siswa mejawab pertanyaan pada soal postest. Ketika siswa dituntut untuk melihat dari sudut pandang yang berbeda, yaitu memberikan kebijakan sebagai pemegang otoritas pemerintahan siswa kelas eksperimen mampu memberikan gagasan yang beragam seperti pada Gambar 10 dibandingkan siswa kelas kontrol yang hanya memberikan sedikit gagasan sebagaimana terlihat pada Gambar 11.
Gambar 8. Contoh jawaban LKS siswa pada aspek flexibility kelas eksperimen Gambar 10. Contoh jawaban postest siswa kelas eksperimen
Gambar 9. Contoh jawaban LKS siswa pada aspek flexibility kelas kontrol Gambar 11. Contoh jawaban postest siswa kelas kontrol
Pada Gambar 8 siswa kelas eksperimen mampu memberikan gagasan yang lebih beragam dalam menyelesaikan suatu permasalahan dibandingkan kelas kontrol pada Gambar 9. Ketika dituntut untuk memberikan gagasan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan dari bertambahnya kepadatan populasi manusia kelas eks-
Dalam melihat suatu permasalahan dari sudut pandang yang berbeda kelas eksperimen pada Gambar 10 mampu memberikan 3 gagasan sedangkan kelas kontrol pada Gambar 11 memberikan 1 gagasan.
45
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa model PBL meningkatkan aktivitas siswa memberikan pengaruh dan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa terutama pada aspek kemampuan berpikir lancar (fluency) dan kemampuan berpikir luwes (flexibility). Selain itu, sebagian besar siswa juga memberikan tanggapan yang positif terhadap penggunaan model PBL dalam pembelajaran. Hal ini dikarenakan dengan model ini model ini menyediakan lingkungan belajar yang bebas, responsif, dan suportif karena terdapat banyak solusi benar, sehingga siswa memiliki kesempatan untuk menemukan jawaban mereka sendiri serta mendapat banyak pengalaman menyenangkan dari menemukan dan menerima persetujuan dari siswa lain (Takahashi, 2010: 4).
DAFTAR RUJUKAN
SIMPULAN DAN SARAN
Indra, R. 2006. Sukses Sebelum Lulus Kuliah. Bandung: Master Publishing.
Awang, H. dan I. Ramly. 2008. Creative Thinking Skill Approach Trough Problem Based Learning: Pedagogy and Practice in the Engineering Classroom International Journal of Human and Social Science, Vol 3, No.1: 18-23. Depdikbud. 2013. Salinan Lampiran Permendikbud No.64 Tahun 2013 Tentang Standar Isi. Jakarta: Depdikbud. Hake,
Berdasarkan analisis hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa: Penggunaan model PBL memiliki pengaruh dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi pengaruh kepadatan populasi manusia terhadap lingkungan dan berpengaruh dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa. Serta sebagian besar siswa memberikan tanggapan posistif terhadap penggunaan model PBL. Peneliti menyarankan untuk lebih cermat dan tepat dalam membagi waktu pada setiap sintaks pembelajaran dengan model PBL, dan disarankan pembentukkan kelompok dilakukan pada waktu sebelum jam dimulainya proses pembelajaran agar lebih efisien.
R.R. 1999. Analyzing Change/Gain Scores. Dept.of Physics Indiana University. (Online). (http://www.physics.indiana.edu, diakses pada 8 Januari 2015; 15.00 WIB).
Levin, B.B. 2001. Energizing Teacher Education and Professional Devellopment with ProblemBased Learning. USA: ASCD. MPI. 2011. Creativity and Prosperity: The Global Creativity Index. (Online). (http://martinprosperity.org, diakses pada 19 November 2014; 19.00 WIB). Munandar, U. 2009. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta.
46
Purnamaningrum, A. 2012. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Melalui Problem Based Learning (PBL) pada Pembelajaran Biologi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Takahashi, A. 2010. Open-ended Problem Solving and Computer Instantiated Manipulatives (CIM). (Online). (http://students.ed.uiuc.edu/ takahash/ICME9-CIM, diakses pada 9 Februari 2015; 15.00 WIB). Tan, O. 2003. Problem Based Learning Inovation. Singapore: Thomson Learning.
47