Jurnal Pena Ilmiah: Vol. 1, No. 1 (2016)
PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA PADA MATERI PESAWAT SEDERHANA Derin Nurfajriyah1, Ani Nur Aeni2, Asep Kurnia Jayadinata3 123Program
Studi PGSD Kelas UPI Kampus Sumedang Jl. Mayor Abdurachman No. 211 Sumedang 1Email:
[email protected] 2Email:
[email protected] 3Email:
[email protected] Abstrak Kemampuan berpikir kreatif dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran serta digunakan untuk memecahkan masalah kontekstual. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif siswa dengan menggunakan model problem based learning dan pembelajaran konvensional pada materi pesawat sederhana. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan desain pretest-posttest control group design. Populasinya adalah seluruh siswa kelas V se-Kecamatan Sumedang utara pada kelompok papak. SDN Sindang I sebagai kelas eksperimen dan SDN Talun sebagai kelas kontrol. Intrumen yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu soal kemampuan berpikir kreatif, soal hasil belajar, angket, lembar observasi kinerja guru, lembar observasi aktivitas siswa, dan catatan lapangan. Pembelajaran yang dilaksanakan pada kedua kelas dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Hasil uji beda rata-rata dengan uji Mann Whitney diperoleh sig (1-tailed) sebesar 0,000 dengan taraf signifikansi α=0,05. Nilai sig < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa lebih baik menggunakan model problem based learning dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Kata kunci: Model Problem Based Learning, kemampuan berpikir kreatif . PENDAHULUAN Setiap individu merupakan pribadi yang kreatif. Kreatif itu dapat dimiliki oleh seseorang karena pengetahuannya atau bahkan lingkungan sekitar yang dapat mempengaruhinya. Belum ada pengertian yang baku mengenai kreatif. Namun, kreatif memiliki kaitan erat dengan kreativitas. Sebenarnya, kreativitas merupakan kemampuan seseorang dalam menggabungkan ide atau konsep yang telah ada sebelumnya dengan konsep yang baru sehingga menghasilkan gagasan yang beragam. Gagasan tersebut dapat digunakan
untuk memecahkan suatu permasalahan karena pada dasarnya manusia yang hidup tidak terlepas dari suatu masalah. Permasalahan tersebut merupakan masalah yang autentik sehingga memudahkan seseorang dalam melakukan pencarian solusi. Kemampuan berpikir kreatif ini dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran, misalnya dengan mengembangkan suatu model pembelajaran yang mampu mendorong siswa dalam kegiatan pemecahan masalah. Terdapat berbagai macam model pembelajaran yang dapat diterapkan untuk
251
Derin Nurfajriyah, Ani Nur Aeni, Asep Kurnia Jayadinata
kemajuan belajar siswa. Akan tetapi, model yang dapat mengantarkan siswa untuk melakukan pemecahan masalah yaitu model pembelajaran problem based learning. Model pembelajaran problem based learning atau pembelajaran berbasis masalah merupakan model yang menitikberatkan pada masalah kontekstual sebagai titik utama pembelajaran. Pemberian masalah mampu membantu siswa untuk memiliki kemampuan berpikir yang baik. Sejalan dengan pendapat Shoimin (2014, hlm. 129) dimana model pembelajaran problem based learning ini melatih dan mengembangkan kemampuan memecahkan masalah yang erat dengan kehidupan manusia serta mendorong siswa untuk mampu berpikir tingkat tinggi. Hal tersebut melatih siswa untuk mengembangkan dan memperkaya sebuah gagasan sehingga akan terdapat beragam solusi untuk masalah yang ada. Model pembelajaran problem based learning ini fokusnya adalah siswa (student center) bukan pada guru. Pada model ini guru tidak terlalu ikut campur dalam proses pemecahan masalah. Terdapat kaitan antara kemampuan berpikir kreatif dengan model problem based learning. Model tersebut memfokuskan masalah dalam pelaksanaan pembelajaran dan untuk memecahkan masalah yang ada tidak hanya membutuhkan satu jawaban melainkan beberapa jawaban. Kemampuan berpikir kreatif siswa yang dikembangkan dalam pembelajaran menggunakan model problem based learning dapat berkembang dengan baik apabila setiap langkah terlaksana dengan baik pula. Pada teori perkembangan kognitif, Piaget menyebutkan tahapan perkembangan anak, salah satunya tahap operasional formal. Pada tahap tersebut siswa sudah memiliki kemampuan menyimpulkan informasi yang diperoleh. Artinya pada saat siswa dihadapkan pada sebuah permasalahan, siswa mampu membuat kesimpulan berdasarkan data atau
informasi yang telah didapatkan. Data atau informasi tersebut dapat diperoleh dari berbagai buku sumber, wawancara, pengamatan, ataupun percobaan. Dengan demikian siswa akan terbiasa menggunakan berbagai sumber pengetahuan. Manfaat kemampuan berpikir kreatif ini yaitu siswa mampu mencari data yang dibutukan untuk memecahkan masalah serta siswa menjadi lebih yakin terhadap suatu konsep yang sedang diajarkan. Idealnya suatu pembelajaran melibatkan siswa secara aktif dalam setiap kegiatan di kelas. Apabila siswa terbiasa terlibat dalam setiap kegiatan pembelajaran, maka pembelajaran tersebut dikatakan sangat bermanfaat dan bermakna bagi siswa. Contohnya, dalam pembelajaran IPA siswa sebaiknya tidak diberikan materi yang terfokus pada buku sumber melainkan siswa diajak untuk dapat melakukan percobaan, meskipun percobaan tersebut merupakan percobaan yang sederhana. Materi yang siswa dapat akan bertahan lebih lama karena dalam hal ini siswa berpartisipasi secara aktif dalam rangkaian kegiatan pembelajaran. Bruner (dalam Sujana, 2014, hlm. 38) menyarankan agar “siswa belajar bermakna melalui partisipasi aktif dengan konsepkonsep dan prinsip-prinsip agar mereka memperoleh pengetahuan dan pengalaman baru melalui serangkaian kegiatan percobaan untuk memperoleh konsep-konsep atau prinsip-prinsip sendiri”. Akan tetapi pada faktanya masih terdapat pembelajaran yang selalu terfokus pada buku sumber. Pembelajaran seperti itu dapat membuat siswa kurang mengeksplor kemampuannya. Tidak jarang banyak siswa yang pasif di dalam kelas. Berdasarkan pengamatan serta wawancara yang dilakukan pada beberapa guru di Sumedang Utara menyatakan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa masih kurang. Siswa seringkali menjawab dengan
252
Jurnal Pena Ilmiah: Vol. 1, No. 1 (2016)
jawaban yang sama dengan siswa lain dalam menjawab pertanyaan. Pada kegiatan tanya jawab dengan guru, terkadang siswa selalu membutuhkan kode atau kata kunci. Hal tersebut menunjukkan bahwa siswa belum bisa memiliki jawaban sendiri atas sebuah pertanyaan. Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif tidak hanya memiliki satu jawaban atau gagasan. Di samping itu siswa yang kreatif dapat mengembangkan gagasan tersebut sesuai dengan kemampuan dan pemahamannya. Materi Pembelajaran IPA dirasakan berat oleh siswa karena kegiatan belajar cenderung pada pemberian teori serta hafalan. Media yang selalu digunakan fokus pada buku sumber serta pembelajaran masih berpusat pada guru. Akibatnya siswa kurang mengembangkan kemampuan dan keterampilannya secara utuh. Hal tersebut dapat berpengaruh pada kemampuan berpikir siswa yang dapat berdampak pula pada suasana pembelajaran yang kurang kondusif. Dalam undang-undang disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional yaitu salah satunya mencerdaskan kehidupan bangsa serta membentuk manusia yang berilmu dan kreatif. Artinya warga negara Indonesia harus memiliki ilmu pengetahuan serta kreativitas yang dapat dijadikan bekal dalam menyelesaikan berbagai masalah kehidupan. Melalui dunia pendidikan khususnya kegiatan pembelajaran, kemampuan tersebut dapat diperoleh. Untuk menciptakan manusia yang berilmu dan kreatif, maka diperlukan adanya sebuah resolusi dalam pembelajaran. Berdasarkan masalah di atas diperlukan suatu perubahan dalam kegiatan pembelajaran. Mata pelajaran yang mampu mengantar siswa untuk menjadi individu yang berilmu dan kreatif adalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Alasan mengapa pembelajaran IPA dapat menyelesaikan masalah di atas karena pada dasarnya IPA merupakan ilmu pengetahuan yang sistematis serta mampu menghubungkan gejala-gejala alam yang
dilakukan dengan proses pengamatan. Konsep yang berkaitan dengan IPA dapat dengan mudah diingat oleh siswa apabila siswa tersebut mampu mengaitkannya dengan pengalaman yang pernah dialami. Guru berperan sebagai pelaksana pembelajaran dan fasilitator. Guru harus mampu mengembangkan minat siswa terhadap pembelajaran serta melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Berikan pula kesempatan seluas-luasnya kepada para siswa untuk mengembangkan kemampuannya secara utuh. Gagne (dalam Djamarah, 2011, hlm. 2223) menyebutkan lima jenis belajar dimana salah satunya adalah informasi verbal. Informasi verbal tersebut dapat dikembangkan melalui kegiatan diskusi. Kegiatan seperti berdiskusi dapat membantu siswa mengembangkan kemampuan komunikasi yang dimilikinya. Antara siswa satu dengan siswa yang lain akan saling bertukar pendapat sehingga kemampuan berpikirnya akan berkembang. Sesuai dengan teori yang dikembangkan oleh Gagne, seorang guru harus memperhatikan fase-fase pembelajaran. Mulai dari memberikan stimulus, mendorong siswa dalam kegiatan diskusi, menganalisis hasil diskusi, menghubungkan pengetahuan lama dengan pengetahuan yang baru diterima, hingga memahami dan menyimpan informasi yang diterima. kemampuan guru dalam memanfaatkan lingkungan sebagai media pun sangat dibutuhkan. Dikarenakan siswa usia sekolah dasar memerlukan benda atau media yang konkret agar materi yang dipelajari lebih mudah dipahami. Pada akhirnya siswa akan merasakan pembelajaran yang bermakna. Dalam penelitian ini terdapat enam rumusan masalah yang berkaitan dengan pengaruh model problem based learning, pembelajaran konvensional, dan kemampuan berpikir kreatif. Pertama, apakah pembelajaran menggunakan model problem based learning
253
Derin Nurfajriyah, Ani Nur Aeni, Asep Kurnia Jayadinata
dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa kelas V sekolah dasar pada materi pesawat sederhana? Kedua, apakah pembelajaran konvensional dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa kelas V sekolah dasar pada materi pesawat sederhana? Ketiga, apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan model problem based learning dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional pada materi pesawat sederhana? Keempat, bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran IPA menggunakan model pembelajaran problem based learning? Kelima, faktor apa saja yang mendukung proses pembelajaran IPA menggunakan model problem based learning? Keenam, faktor apa saja yang menghambat proses pembelajaran IPA menggunakan model problem based learning? Dalam penelitian ini, kemampuan berpikir kreatif yang merupakan goals dalam penelitian dapat diukur dengan menggunakan beberapa indikator, yaitu berpikir lancar, berpikir luwes, berpikir orisinil, dan berpikir elaboratif (terperinci). Alasan menggunakan indikator-indikator tersebut adalah berdasarkan usia perkembangan siswa di sekolah dasar yang umumnya berada pada tahap operasional konkret, sehingga siswa dianggap mampu untuk mencapainya. Pesawat sederhana dipilih dalam penelitian karena memiliki alasan-alasan tertentu. Pertama, materi pesawat sederhana erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Oleh karena itu dapat membantu siswa untuk melakukan pengamatan secara langsung dalam tahap memecahkan masalah. Kedua, materi dapat dikontekskan dengan kehidupan sehari-hari untuk menghasilkan kebermaknaan dalam pembelajaran. Ketiga, materi disampaikan secara kontekstual dimana siswa mampu menghubungkan teori dan pengetahuan yang
dimilikinya dengan kehidupan nyata. Keempat, materi dapat dengan luwes dikembangkan yang disesuaikan dengan tuntutan kurikulum dan konteks lingkungan sekitar siswa. Seiring berkembangnya zaman maka dituntut kemampuan siswa yang lebih kreatif dalam menghadapi berbagai permasalahan yang ada. Karena utuk mendapatkan alternatif yang paling tepat siswa mampu mencari informasi dari berbagai sumber. Kegiatan sederhana yang dapat siswa lakukan untuk memecahkan masalah yaitu pada saat kegiatan pembelajaran. Siswa yang terbiasa dihadapkan pada suatu masalah akan melatih mereka untuk memiliki kemampuan berpikir kreatif. Selain itu siswa pun dapat menilai kemajuan belajarnya sendiri. Dengan demikian, untuk mengetahui sejauh mana perkembangan kemampuan berpikir kreatif siswa, dilaksanakan sebuah penelitian yang berjudul “Pengaruh Model Problem Based Learning terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa pada Materi Pesawat Sederhana”. METODE PENELITIAN Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen. Desain dalam penelitian eksperimen ini yaitu pretestposttest control group design. Pretest dilakukan umtuk mengetahui kemampuan awal siswa terkait penelitian yang dilakukan, yaitu mengenai kemampuan berpikir kreatif. Selanjutnya melakukan perlakuan pada kedua kelas. Perlakuan pada kelas eksperimen yaitu pembelajaran dengan menggunakan model problem based learning dan pada kelas kontrol yaitu pembelajaran konvensional. Setelah pembelajaran selesai maka selanjutnya yaitu dilaksanakan posttest. Posttest ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan akhir siswa setelah siswa diberikan pembelajaran. Berdasarkan posttest pula dapat diketahui apakah ada atau
254
Jurnal Pena Ilmiah: Vol. 1, No. 1 (2016)
tidaknya suatu peningkatan kemampuan berpikir kreatif.
terkait
Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di sekolah dasar yang terletak di Kecamatan Sumedang Utara, Kabupaten Sumedang. Sekolah yang terpilih yaitu SDN Sindang I dan SDN Talun. Pada penelitian ini SDN Sindang I sebagai kelas eksperimen dan SDN Talun sebagai kelas kontrol. Subjek Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah sekolah dasar yang berada di Kecamatan Sumedang Utara. Sekolah yang terpilih merupakan sekolah pada tingkatan papak berdasarkan hasil rata-rata nila UN mata pelajaran IPA tahun 2015. Nilai tersebut diperoleh dari UPTD TK/ SD Kecamataan Sumedang Utara. Selanjutnya sampel yang digunakan ada dua, yaitu ada yang berperan sebagai kelompok eksperimen dan ada yang berperan sebagai kelompok kontrol. Sekolah yang terpilih berdasarkan hasil pemilihan secara acak adalah SDN Sindang I sebagai kelas eksperimen dan SDN Talun sebagai kelas kontrol. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu instrumen tes dan instrumen non tes. Instrumen tes berupa soal digunakan untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif siswa. Pada instrumen tes terdapat sebelas soal yang disesuaikan dengan indikator kemampuan berpikir kreatif, diantaranya berpikir lancar, berpikir luwes, berpikir orisinil, dan berpikir elaboratif. Selanjutnya instrumen non tes terdiri dari angket, lembar observasi kinerja guru, lembar observasi aktivitas siswa, dan catatan lapangan. Instrumen non tes dapat digunakan untuk mengetahui respon siswa, faktor pendukung, serta faktor penghambat yang terjadi selama pembelajaran berlangsung.
Teknik Pengolahan dan Analisis Data Teknik pengolahan pada penelitian eksperimen dilakukan setelah data kuantitatif dan data kualitatif terkumpul. Data kuantitatif berupa soal berpikir kreatif yang terdiri dari sebelas soal. Soal tersebut dianalisis dengan menggunkan bantuan software SPSS 16.0 for windows. Terdapat beberapa pengujian diantaranya uji normalitas, uji homogenitas, uji beda rata-rata, dan analisis data gain. Data kualitatif terdiri dari angket, lembar observasi kinerja guru, lembar observasi aktivitas siswa, dan catatan lapangan yang digunakan untuk mengetahui respon siswa, faktor pendukung, dan faktor penghambat dalam pembelajaran. Pada lembar observasi terdapat beberapa aspek yang digunakan untuk mengetahui aktivitas siswa di dalam kelas, diantaranya aspek kerjasama, motivasi, dan partisipasi. Skor ideal dari masing-masing aspek adalah 3, sehingga perolehan skor maksimalnya adalah 9. Selanjutnya dalam angket terdapat empatbelas pernyataan, masing-masing tujuh untuk penyataan positif dan negatif. Selain pada angket dan lembar observasi, respon dan faktor-faktor tersebut dapat dianalisis melalui catatan lapangan. Pada catatan lapangan dituliskan hal-hal yang terjadi selama pembelajaran berlangsung. HASIL DAN PEMBAHASAN Samatowa (2006, hlm. 12) berpendapat bahwa “selain materi IPA harus dimodifikasi, keterampilan-keterampilan proses IPA yang akan dilatihkan juga harus disesuaikan dengan perkembangan anak”. Pada pelaksanaannya, siswa dilibatkan secara langsung dalam kegiatan pembelajaran khususnya dalam kegiatan pemecahan masalah. Sehingga keterampilan proses IPA salah satunya menganalisis serta memecahkan masalah dapat diaplikasikan dengan baik. Penggunaan model problem based learning dalam penelitian ini bertujuan untuk mengubah cara belajar siswa yaitu dengan melatih siswa dalam kegiatan
255
Derin Nurfajriyah, Ani Nur Aeni, Asep Kurnia Jayadinata
pemecahan masalah. Sejalan dengan pendapat Finkel dan Top (Shoimin, 2014, hlm. 130) menyatakan bahwa PBM merupakan pengembangan kurikulum dan sistem pengajaran yang mengembangkan secara simultan strategi pemecahan masalah dan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan dengan menempatkan para peserta didik dalam peran aktif sebagai pemecah permasalahan sehari-hari yang tidak terstruktur dengan baik. Berdasarkan rumusan masalah yang dipaparkan pada bagian pendahuluan, maka diperoleh hasil penelitian untuk data kuantitatif dan data kualitatif. Analisis data kuantitatif merupakan analisis terhadap rumusan masalah pertama, kedua, dan ketiga yaitu berkaitan dengan peningkatan kemampuan berpikir kreatif pada kelas eksperimen, peningkatan kemampuan berpikir kreatif pada kelas kontrol, serta perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif pada kedua kelas. Sedangkan analisis data kualitatif merupakan analisis terhadap rumusan masalah keempat, kelima, dan keenam. Rumusan masalah tersebut berkaitan dengan respon siswa, faktor pendukung, dan faktor penghambat terhadap pembelajaran dengan menggunakan model problem based learning.
Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas Eksperimen pada Materi Pesawat Sederhana Hasil rata-rata pretest kemampuan berpikir kreatif pada kelas eksperimen adalah 50,8. Setelah pretest dilaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model problem based learning selama dua pertemuan dan diakhiri posttest dengan perolehan nilai rata-rata sebsar 74. Selisih yang diperoleh adalah sebesar 23,2. Berdasarkan hasil posttest dapat diketahui apakah terdapat peningkatan kemampuan berpikir kreatif yang signifikan atau tidak pada kelas eksperimen. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan bantuan software SPSS 16.0 for windows. Berdasarkan hasil uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov Smirnov diperoleh data pretest dengan P-value > 0,05 artinya H0 diterima maka data tersebut berdistribusi normal. Sedangkan data posttest dengan P-value < 0,05 artinya H0 ditolak sehingga data tersebut berdistribusi tidak normal. Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa hasil perhitungan uji normalitas data pretest dan posttest kelas eksperimen berdistribusi tidak normal. Sehingga untuk uji beda rata-rata menggunakan uji Wilcoxon dengan taraf signifikansi 𝛼 = 0,05. Hasil yang diperoleh Pvalue (sig 1-tailed) sebesar 0,000. P-value < α, sehingga H0 ditolak. Agar lebih jelas di bawah ini merupakan tabel hasil uji beda rata-rata.
Tabel 1. Hasil Uji Beda Rata-rata Pretest dan Posttest Kelas Eksperimen (Uji Hipotesis 1) Test Statisticsb nilai_akhir nilai_awal -5.306a
Z Asymp. Sig. (2-tailed) Berdasarkan tabel 1 dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model problem based learning dapat
.000 meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa kelas eksperimen pada materi pesawat sederhana secara signifikan.
256
Jurnal Pena Ilmiah: Vol. 1, No. 1 (2016)
Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas Kontrol pada Materi Pesawat Sederhana Hasil rata-rata pretest kemampuan berpikir kreatif pada kelas kontrol adalah 34,5. Setelah pretest dilaksanakan perlakuan berupa pembelajaran konvensional selama dua pertemuan dan diakhiri posttest dengan perolehan nilai rata-rata sebesar 70,7. Selisih yang diperoleh adalah sebesar 36,2. Berdasarkan hasil posttest dapat diketahui apakah terdapat peningkatan kemampuan berpikir kreatif yang signifikan atau tidak pada kelas kontrol. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan bantuan software SPSS 16.0 for windows. Berdasarkan hasil uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov Smirnov diperoleh P-value sebesar 0,200
untuk normalitas data pretest pada kelas kontrol. P-value > 0,05, maka H0 diterima, artinya data tersebut berdistribusi normal. Sedangkan P-value untuk posttest kelas kontrol adalah sebesar 0,019. Hal ini menunjukkan P-value < 0,05, maka H0 ditolak, artinya data tersebut berdistribusi tidak normal. Dapat disimpulkan bahwa hasil perhitungan uji normalitas dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov data pretest dan posttest kelas kontrol berdistribusi tidak normal. Sehingga untuk uji beda rata-rata menggunakan uji Wilcoxon dengan taraf signifikansi 𝛼 = 0,05. Hasil yang diperoleh P-value (sig 1-tailed) sebesar 0,001. P-value < α, sehingga H0 ditolak. Agar lebih jelas di bawah ini merupakan tabel hasil uji beda rata-rata.
Tabel 2. Hasil Uji Beda Rata-rata Pretest dan Posttest Kelas Kontrol (Uji Hipotesis 2) Test Statisticsb nilai_akhir nilai_awal -3.180a
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Berdasarkan tabel 2 dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konvensional dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa kelas kontrol pada materi pesawat sederhana secara signifikan. Perbedaan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa di Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Berdasarkan data pretest dan posttest yang diperoleh dapat dikatakan bahwa pembelajaran yang telah dilaksanakan mampu meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi pesawat sederhana secara sigifikan, baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Akan tetapi, perlu
.001 diketahui kelas mana yang lebih meningkatkan kemampuan berpikir kreatif secara signifikan. Data yang diperlukan adalah hasil pretest dan posttest kedua kelas untuk melakukan analisis gain. Hasil perhitungan gain kelas eksperimen memperoleh nilai 0,53 sedangkan kelas kontrol memperoleh nilai 0,52. Untuk mengetahui perbedaan yang signifikan, maka dilakukan pengujian terhadap data gain menggunakan bantuan software SPSS 16.0 for windows. Pada uji normalitas data yang diperoleh kelas eksperimen adalah 0,006 dan kelas kontrol adalah 0,200. Hal ini menunjukkan bahwa P-
257
Derin Nurfajriyah, Ani Nur Aeni, Asep Kurnia Jayadinata
value (sig) kelas eksperimen kurang dari 0,05 sehingga H0 ditolak, artinya data gain berdistribusi tidak normal. Untuk kelas kontrol P-value (Sig) lebih dari 0,05 sehingga H0 diterima, artinya data gain normal. Maka hasil dari pengujian tersebut dapat dikatakan
n-gain berdistribusi tidak normal. Langkah selanjutnya adalah melakukan uji beda ratarata dengan uji Mann Whitney dengan taraf signifikansi 𝛼 = 0,05 . Agar lebih jelas berikut ini merupakan tabel hasil uji beda rata-rata.
Tabel 3. Hasil Uji Beda Rata-rata Data Gain Test Statisticsa n-gain Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Berdasarkan tabel 3 diperoleh P-value (sig. 2tailed) sebesar 0,000. Hal tersebut menunjukkan bahwa P-value < 0,05 maka H0 ditolak. Artinya terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif antara kelas eksperimen dan kelas kontrol secara signifikan. Dapat disimpulkan, model problem based learning lebih baik secara signifikan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa dibandingkan pembelajaran konvensional. Analisis Respon Siswa terhadap Pembelajaran IPA Menggunakan Model Pembelajaran Problem Based Learning Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di kelas eksperimen, respon siswa dapat dianalisis melalui angket dan lembar observasi. Hasil angket menunjukkan respon yang baik. Rata-rata perolehan respon terhadap pembelajaran problem based learning adalah sebesar 4,51. Rata-rata perolehan untuk setiap indikator berpikir kreatif, yaitu 4,43 untuk berpikir lancar, 4,57 untuk berpikir luwes, 4,34 untuk berpikir orisinil, dan 4,41 untuk berpikir elaboratif. Berdasarkan acuan penskoran skala likert apabila rata-rata siswa lebih dari 3 maka
.000 741.000 -7.110 .000
respon siswa positif. Perilaku yang nampak pada saat pembelajaran berlangsung, misalnya siswa banyak mengajukan pertanyaan, dapat memberikan banyak alternatif untuk masalah yang diberikan, memiliki cara berpikir yang berbeda dari yang lain, dan dapat mengembangkan suatu gagasan. Selanjutnya hasil lembar observasi aktivitas siswa pada pertemuan pertama memeproleh persentase sebesar 96,4% dan pertemuan kedua 97,3%. Rata-rata perolehan persentase untuk kedua pertemuan adalah sebesar 96,85%. Aspek yang dinilai pada saat pembelajaran meliputi motivasi, kerjasama, dan partisipasi. Dari kedua pertemuan tersebut siswa menunjukkan motivasi belajar yang tinggi, kerjasama yang baik dari masingmasing kelompok, serta sikap partisipasi yang baik pula. Sehingga dapat disimpulkan bahwa respon siswa terhadap pembelajaran dengan model problem based learning menunjukkan respon yang positif. Faktor yang Mendukung Proses Pembelajaran IPA Menggunakan Model Problem Based Learning Dalam proses pembelajaran tentu akan banyak faktor-faktor yang mendukung
258
Jurnal Pena Ilmiah: Vol. 1, No. 1 (2016)
kegiatan tersebut. Baik berasal dari guru, siswa, maupun lingkungan sekitar faktorfaktor tersebut muncul. Dalam penelitian ini, terdapat beberapa faktor yang dapat mendukung pembelajaran menggunakan model problem based learning. Berdasarkan catatan lapangan dituliskan siswa sangat antusias mengikuti pembelajaraan dan sering mengajukan pertanyaan. Selain itu letak sekolah yang jauh dari keramaian kota mendukung terciptanya pembelajaran yang kondusif. Respon siswa yang positif dapat pula menjadi faktor pendukung pembelajaran problem based learning dengan rata-rata perolehan persentasi sebesar 96,85%. Faktor yang Menghambat Proses Pembelajaran IPA Menggunakan Model Problem Based Learning Selain faktor pendukung, dalam pelaksanaan pembelajaran tentu terdapat faktor-faktor penghambat. Faktor-faktor yang menghambat pembelajaran menggunakan model problem based learning dapat dilihat melalui catatan lapangan. Pada catatan lapangan dituliskan terdapat beberapa siswa yang sulit diatur ketika melakukan apersepsi. Selain itu siswa enggan belajar dengan cara berkelompok, oleh karena itu guru harus memiliki kemampuan lebih dalam membentuk kelompok diskusi. Berikutnya waktu yang dibutuhkan dalam mengerjakan LKS melebihi waktu yang telah ditetapkan dalam rencana pembelajaran.
SIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian yang dilakukan, dapat diambil simpulan. Pertama, pembelajaran IPA dengan menggunakan model problem based learning terbukti dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi pesawat sederhana. Hasil perhitungan uji beda ratarata data pretest dan posttest kelas eksperimen dengan menggunakan uji Wilcoxon diperoleh sig (1-tailed) sebesar
0,000. Nilai sig < 𝛼 = 0,05 maka H0 ditolak. Siswa diberikan kesempatan untuk mencari data seluas-luasnya untuk memecahkan suatu permasalahan. Kedua, pembelajaran konvensional terbukti dapat meningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi pesawat sederhana. Hasil perhitungan uji Wilcoxon yaitu dengan perolehan sig (1tailed) sebesar 0,000. Dalam pengujian ini nilai sig < 𝛼 = 0,05 maka H0 ditolak. Dalam kegiatan memecahkan masalah, siswa mampu mengembangkan gagasannya dengan baik. Ketiga, terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model problem based learning dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional pada materi pesawat sederhana. Hasil uji beda rata-rata menggunakan uji Mann Whitney, yaitu diperoleh nilai sig (1-tailed) sebesar 0,000. Nilai sig (1-tailed) lebih kecil dari 𝛼 = 0,05 maka H0 ditolak. Siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model problem based learning memiliki kemampuan berpikir kreatif yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Pada pembelajaran dengan model problem based learning siswa menganalisis suatu masalah tanpa bimbingan sepenuhnya dari seorang guru. Keempat, respon siswa terhadap pembelajaran IPA dengan menggunakan model problem based learning sangat tinggi. Berdasarkan lembar observasi aktivitas siswa, respon siswa terhadap pembelajaran pada pertemuan pertama memperoleh rata-rata persentase sebesar 96,4% dan pada pertemuan kedua sebesar 97,3%. Selain itu, jawaban siswa yang tertera pada angket menunjukkan respon yang positif terhadap pembelajaran menggunakan model problem based learning serta jawaban siswa terhadap pernyataan yang berkaitan dengan indikator berpikir kreatif. Kelima, faktor yang mendukung proses pembelajaran IPA dengan menggunakan model problem based learning
259
Derin Nurfajriyah, Ani Nur Aeni, Asep Kurnia Jayadinata
yaitu siswa begitu antusisas dalam kegiatan belajar dan suasana kelas yang kondusif. Keenam, faktor yang menghambat proses pembelajaran IPA dengan menggunakan model problem based learning yaitu cenderung terletak pada pengkondisian siswa. DAFTAR PUSTAKA Djamarah. (2011). Psikologi belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Samatowa, U. (2006). Bagaimana membelajarkan IPA di sekolah dasar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Shoimin, A. (2014). 68 model pembelajaran inovatif dalam kurikulum 2013. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA. Sujana, A. (2014). Pendidikan IPA teori dan praktik. Bandung: Rizqi Press.
260