PENGARUH KERAPATAN TANAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) PADA TAHUN KEDUA Mochammad Sholeh dan Djumali Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, Malang
ABSTRAK Kerapatan tanaman sangat erat hubungannya dengan persaingan antarindividu tanaman dalam mendapatkan sinar matahari, unsur hara, dan air untuk keperluan pertumbuhan dan produksi tanaman. Untuk mengetahui pengaruh tersebut dilakukan penelitian di KP Muktiharjo, Kabupaten Pati mulai Januari hingga Agustus 2007. Penelitian dilakukan dengan rancangan acak kelompok dan tiga ulangan. Perlakuan yang dicoba terdiri dari lima kerapatan tanaman, yaitu (1) kerapatan 10.000 pohon/ha (1 m x 1 m), (2) kerapatan 5.000 pohon/ha (2 m x 1 m), (3) kerapatan 3.333 pohon/ha (3 m x 1 m), (4) kerapatan 2.500 pohon/ha (2 m x 2 m), dan (5) kerapatan 1.667 pohon/ha (3 m x 2 m). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampai dengan umur 16 bulan (tahun kedua), kerapatan tanaman tidak berpengaruh terhadap komponen pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman, jumlah cabang, dan lebar kanopi), namun berpengaruh terhadap komponen produksi dan hasil biji yang diperoleh. Hasil biji per tanaman tertinggi diperoleh pada kerapatan 1.667 pohon/hektar (79,2 g) dan terendah pada kerapatan 10.000 pohon/hektar (24,2 g). Ditinjau dari luas areal pertanaman, populasi rendah (1.667 pohon/ha) menghasilkan jumlah tandan, jumlah buah, dan hasil biji terendah masing-masing 12.711 tandan/ha, 92.310 buah/ha, dan 132,0 kg/ha, sedangkan populasi 5.000 pohon/ha dan 10.000 tanaman/ha menghasilkan jumlah buah dan hasil biji tertinggi masing-masing 147.500 buah/ha; 142.708 buah/ha, dan 241,7 kg/ha; 258,3 kg/ha. Kata kunci: Populasi, jarak pagar, Jatropha curcas L.
THE EFFECT OF PLANT DENSITY ON GROWTH AND YIELD OF PHYSIC NUT (Jatropha curcas L.) IN SECOND YEAR ABSTRACT Plant density has close relationship in competition between individual plant in getting sunshine, nutrient, and water for growth and plant production. To know this effect, research was conducted in Muktiharjo Experimental Station-Pati started January till August 2007. Research was conducted with randomized block design with three replications. Treatments consist of five plant densities, that were (1) 10,000 plants/ha (1 m x 1 m spacing), (2) 5,000 plants/ha (2 m x 1 m spacing), (3) 3,333 plants/ha (3 m x 1 m spacing), (4) 2,500 plants/ha (2 m x 2 m spacing), and (5) 1,667 plants/ha (3 m x 2 m spacing). Result showed that plant density do not have an effect on growth component (plant height, branches, and canopy wide), however having an effect on yield component and seed yield. The highest seed yield per plant obtained at plant density of 1,667 plants/ ha (79.2 g) and the lowest at 10,000 plants/ha (24.2 g). Evaluated from planting area, low plant density (1,667 plants/ha) yielding the lowest of tros, fruit, and seed yield of 12,711 tros/ha, 92,310 fruit/ha, and 132.0 kg/ha respectively, while plant densities of 5,000 plants/ha and 10,000 plants/ha obtained the highest fruit and seed yield of 147,500 fruits/ha; 142,708 fruits/ha, and 241.7 kg seed/ha; 258.3 kg seed/ha respectively. Key word: Population, physic nut, Jatropha curcas L.
219
PENDAHULUAN Krisis energi yang terjadi di dunia akhir-akhir ini menyebabkan harga bahan bakar minyak melambung tinggi. Indonesia pernah dikenal sebagai negara pengekspor minyak bumi. Akan tetapi sekarang menjadi negara pengimpor minyak bumi, dikarenakan produksi minyak dalam negeri tidak mampu memenuhi konsumsi minyak domestik. Deposit minyak bumi diperkirakan hanya mencukupi sampai tahun 2020, sehingga mendatang perlu dicari bahan bakar altenatif yang berasal dari minyak nabati. Salah satu sumber bahan bakar alternatif yang sedang gencar dibicarakan adalah biodiesel. Biodiesel adalah salah satu sumber energi alternatif yang dapat diperbaharui dan ramah lingkungan apabila dibanding dengan petroleum diesel (solar). Minyak biji jarak merupakan salah satu bahan baku biodiesel yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Lahan pengembangan tanaman jarak dapat diarahkan ke lahan kritis yang berada di sekitar kawasan hutan (Santosa, 2005), dimana luas lahan kritis yang ada di Indonesia sekitar 13 juta hektar (Departemen Kehutanan, 2002). Jarak (Jatropha curcas L.) sering disebut dengan jarak pagar, dikarenakan di Indonesia banyak ditanam sebagai tanaman pembatas atau pagar. Jarak pagar merupakan tanaman yang berasal dari Amerika bagian tropis (Heyne, 1987). Mengingat tanaman tersebut diusahakan sebagai pembatas lahan, maka budi daya tanaman tersebut belum banyak diperoleh. Salah satu teknologi budi daya yang perlu dicari adalah kerapatan tanaman. Informasi kerapatan tanaman jarak yang dianjurkan selama ini masih simpang-siur. Hariyadi (2005) menyarankan kerapatan tanaman jarak pagar adalah 1.600 pohon/ha (2,0 m x 3,0 m), 2.500 pohon/ha (2,0 m x 2,0 m), atau 3.300 pohon/ha (1,5 m x 2,0 m). Namun Mahmud et al. (2005) menyatakan bahwa jarak tanam 2,0 m x 2,0 m merupakan kerapatan tanaman jarak pagar yang sesuai untuk penanaman secara monokultur. Jika pola penanaman
220
dengan tumpang sari maka jarak tanam yang sesuai adalah 2,0 m x 3,0 m (Hariyadi, 2005). Kerapatan tanaman atau jarak tanam akan sangat berhubungan dengan persaingan antartanaman dalam mendapatkan sinar matahari dan unsur hara. Dalam hal persaingan mendapatkan sinar matahari, kerapatan tanaman yang tinggi menyebabkan tingkat persaingan menjadi tinggi sehingga kelembapan udara di sekitar pertanaman tinggi dan meningkatkan risiko terserang hama dan penyakit. Sebaliknya kerapatan tanaman yang rendah menyebabkan persaingan antartanaman menjadi rendah, sehingga kelembapan di sekitar pertanaman rendah dan menekan serangan hama dan penyakit. Dalam hal persaingan usur hara dan air, kerapatan tanaman yang tinggi menyebabkan persaingan antartanaman semakin tinggi sehingga tanaman sering mengalami kekurangan hara dan air. Demikian pula sebaliknya pada kerapatan rendah. Pertumbuhan tanaman jarak pagar memerlukan air, unsur hara, dan oksigen yang diabsorbsi terutama oleh akar serta radiasi dan CO2 yang diabsorbsi oleh daun dalam kondisi yang cukup. Kekurangan air, nutrisi, dan radiasi cahaya menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat sehingga hasil biji yang diperoleh menjadi rendah. Oleh karena itu perlu dicari kerapatan tanaman yang sesuai untuk jarak pagar.
BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di KP Muktiharjo, Kabupaten Pati mulai Januari hingga Agustus 2007. Penelitian ini merupakan lanjutan kegiatan tahun 2006, dimana biji yang berasal dari daerah Pati ditanam pada bulan Maret 2006. Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan acak kelompok yang diulang tiga kali. Perlakuan yang dicoba meliputi lima kerapatan tanaman, yaitu (1) kerapatan 10.000 pohon/ha atau jarak tanam 1 m x 1 m, (2) kerapatan 5.000 pohon/ha atau jarak
tanam 2 m x 1 m, (3) kerapatan 3.333 pohon/ha atau jarak tanam 3 m x 1 m, (4) kerapatan 2.500 pohon/ha atau jarak tanam 2 m x 2 m, dan (5) kerapatan 1.667 pohon/ha atau jarak tanam 3 m x 2 m. Ukuran petak yang digunakan adalah 12 m x 12 m. Pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi pemangkasan, penyulaman, pemupukan, pengairan, pengendalian gulma, dan pengendalian hama penyakit. Seminggu setelah pemangkasan dilakukan pemupukan NPK dan kompos dengan dosis 100 kg urea + 50 kg SP36 + 50 kg KCl + 5 ton kompos per hektar. Pengendalian hama penyakit dilakukan saat tanaman menunjukkan gejala adanya serangan. Adapun pengairan dilakukan untuk mencegah tanaman mengalami kekeringan. Pengamatan terhadap pertumbuhan tanaman yang meliputi tinggi tanaman, jumlah cabang, diameter kanopi dilakukan pada 8 tanaman contoh. Adapun pengamatan terhadap hasil biji dan komponen hasil (jumlah tandan, jumlah buah, dan bobot 100 biji) dilakukan pada saat panen. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan dan hasil, maka data yang diperoleh dianalisis ragam dan dilanjutkan dengan uji BNJ 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Populasi Tanaman terhadap Pertumbuhan Sampai dengan umur pengamatan 16 bulan setelah tanam atau panen pertama setelah pemangkasan, perbedaan kepadatan populasi tanaman tidak berpengaruh terhadap komponen pertumbuhan tanaman yang meliputi tinggi tanaman, jumlah cabang, dan lebar kanopi (Tabel 1). Hal ini menandakan bahwa perbedaan ruang antartanaman tidak menyebabkan persaingan antartanaman, sehingga setiap individu tanaman mampu tumbuh secara optimal. Kondisi yang demikian menyebabkan pertumbuhan tanaman yang dihasilkan antarperlakuan menunjukkan tidak ada perbedaan. Hasil penelitian ini sangat berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya, dimana semakin rapat ta-
naman ditanam semakin terhambat pertumbuhannya, dan demikian pula sebaliknya bila ditanam semakin renggang (Sudibyo et al., 2007). Hal ini terjadi sebagai akibat adanya perlakuan pemangkasan dalam rangka pembentukan struktur kanopi. Tanaman jarak pagar menjelang musim penghujan dilakukan pemangkasan untuk memperoleh struktur kanopi yang ideal. Pemangkasan dilakukan secara serentak dengan ketinggian tanaman seragam (80 cm) pada seluruh perlakuan. Dengan adanya pemangkasan tersebut, tanaman jarak pagar mempunyai kesempatan yang sama untuk pertumbuhan tanpa adanya persaingan dalam mendapatkan unsur hara, air, dan sinar matahari. Sedangkan pada penelitian sebelumnya tidak dilakukan pemangkasan, sehingga terjadi persaingan dalam mendapatkan unsur hara, air, dan sinar matahari. Perbedaan kondisi inilah yang menyebabkan perbedaan hasil penelitian yang diperoleh. Tabel 1. Hubungan perlakuan dengan pertumbuhan tanaman pada 474 hst Kerapatan Tinggi Jumlah Lebar tanaman tanaman cabang kanopi (pohon/ha) (cm) (cm) 10 000 152,29 12,29 133,96 5 000 144,80 12,46 142,92 3 333 155,32 12,68 145,35 2 500 148,13 13,46 145,83 1 667 153,34 12,54 145,21 BNJ 5% t.n. t.n. t.n. Keterangan: t.n. = tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%
Secara individu tanaman, komponen produksi tanaman yang meliputi jumlah tandan per tanaman dan bobot 100 biji tidak dipengaruhi oleh kerapatan tanaman, sedangkan jumlah buah per tanaman dan produksi dipengaruhi oleh kerapatan tanaman (Tabel 2). Ketiadaan pengaruh kerapatan tanaman terhadap jumlah tandan per pohon dan bobot 100 biji tersebut disebabkan oleh kondisi pertumbuhan tanaman yang sama. Dengan kondisi pertumbuhan tanaman yang sama maka dihasilkan komponen produksi yang sama pula.
221
Tabel 2. Pengaruh kepadatan populasi tanaman terhadap komponen produksi dan produksi jarak pagar pada 16 bulan setelah tanam Jumlah tandan per
Jumlah buah per
Hasil biji
Kerapatan tanaman (pohon/ha)
pohon
hektar
pohon
hektar
pohon (g)
hektar (kg)
Bobot 100 biji (g)
10 000
4,83
48 333 a*)
14,75 c
147 500 a
24,17 c
241,7 ab
58,72
5 000
5,04
25 208 b
28,54 bc
142 708 a
51,67 b
258,3 a
62,73
3 333
6,50
21 665 b
35,25 b
117 488 ab
57,08 b
190,2 b
61,74
2 500
6,58
16 458 b
41,50 ab
103 750 ab
71,67 ab
179,2 bc
59,55
1 667
7,63
12 711 b
55,38 a
92 310 b
79,17 a
132,0 c
63,23
*
t.n.
BNJ 5% t.n. * * * * *) Angka yang didampingi huruf sama dalam satu kolom tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5% t.n. = tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%
Dalam pertumbuhan dan perkembangan buah jarak pagar, tandan terbentuk terlebih dahulu dan disusul munculnya bunga. Pertumbuhan dan perkembangan bunga menjadi buah dipengaruhi oleh kondisi lingkungan pada saat itu. Demikian pula pertumbuhan buah menjadi buah masak dipengaruhi oleh kondisi pada saat fase tersebut. Ditinjau dari lebar kanopi yang diperoleh terlihat bahwa lebar kanopi sudah melebihi 100 cm (Tabel 1). Kondisi yang demikian mengisyaratkan bahwa beberapa waktu sebelumnya mulai terjadi kompetisi antartanaman, terutama antartanaman yang berjarak 100 cm. Waktu-waktu tersebut sebenarnya merupakan waktu perkembangan bunga menjadi buah dan buah muda menjadi buah masak. Sebagai akibat adanya kompetisi antartanaman tersebut menyebabkan buah masak menjadi sedikit sehingga jumlah buah per pohon menjadi rendah. Hal ini terbukti dengan adanya korelasi positif yang kuat (r = 0,98) antara kerapatan tanaman dengan jumlah buah per tandan yang dihasilkan. Dengan kondisi jumlah tandan yang terbentuk tidak ada perbedaan (Tabel 2), maka jumlah buah per tandan yang rendah menyebabkan jumlah buah per tanaman yang diperoleh menjadi rendah dan demikian pula sebaliknya. Rendahnya jumlah buah per tandan disebabkan oleh persaingan yang ketat antartanaman pada kerapatan tanaman yang tinggi. Besarnya penurunan jumlah buah per tandan sangat tergantung dari besarnya tingkat
222
persaingan (Donald, 1963; Beets, 1982). Hal inilah yang menyebabkan jumlah buah per pohon tertinggi diperoleh kerapatan tanaman terendah (1.667 pohon/ ha) dan terendah diperoleh kerapatan tanaman tertinggi (10.000 pohon/ ha). Dalam kondisi bobot 100 biji yang tidak berbeda (Tabel 2), jumlah buah per pohon tertinggi akan memperoleh hasil biji per pohon tertinggi pula, demikian pula sebaliknya. Hal tersebut terbukti dengan adanya hubungan yang sangat erat (r = 0,97) antara jumlah buah per pohon dengan hasil biji per pohon. Hal inilah yang menyebabkan hasil biji per pohon tertinggi diperoleh kerapatan tanaman terendah (1.667 pohon/ha) dan terendah diperoleh kerapatan tanaman tertinggi (10.000 pohon/ha). Berdasarkan satuan luas lahan yang ditempati, komponen produksi (jumlah tandan dan jumlah buah per hektar) dan hasil biji per hektar tanaman jarak pagar dipengaruhi oleh kerapatan tanaman yang digunakan (Tabel 2). Meskipun kerapatan tanaman sebesar 5.000–10.000 pohon/ha menghasilkan jumlah tandan, jumlah buah, dan hasil biji per individu tanaman yang paling rendah dibanding dengan perlakuan lainnya, namun karena jumlah tanaman per luasan areal yang ditempati lebih tinggi sehingga diperoleh jumlah tandan, jumlah buah, dan hasil biji per hektar yang paling tinggi. Adapun kerapatan tanaman yang terendah (1.667 pohon/ha) menghasilkan jumlah tandan, jumlah buah, dan hasil biji per individu tanaman
yang paling tinggi, karena jumlah tanaman per luasan areal yang ditempati paling rendah sehingga diperoleh jumlah tandan, jumlah buah, dan hasil biji per hektar yang paling rendah.
KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang dilakukan hingga umur 16 bulan setelah tanam (tahun kedua) dapat disimpulkan bahwa: 1. Kerapatan tanaman tidak berpengaruh terhadap komponen pertumbuhan (tinggi tanaman, jumlah cabang, dan lebar kanopi), akan tetapi berpengaruh terhadap komponen produksi dan hasil biji. 2. Ditinjau dari individu tanaman, kerapatan tanaman terendah (1.667 pohon/ha) menghasilkan jumlah buah dan hasil biji per pohon tertinggi (masing-masing 55,4 buah/pohon dan 79,2 g/pohon) dan kerapatan tanaman tertinggi (10.000 pohon/ ha) menghasilkan jumlah buah dan hasil biji per pohon terendah (masing-masing 14,7 buah/pohon dan 24,2 g/pohon). 3. Ditinjau dari luas areal pertanaman, kerapatan tanaman terendah (1.667 pohon/ha) menghasilkan jumlah tandan, jumlah buah, dan hasil biji terendah (masing-masing 12.711 tandan/ha, 92.310 bu ah/ha, dan 132,0 kg/ha), sedangkan populasi 5.000 pohon/ha dan 10.000 pohon/ha menghasilkan jumlah buah dan hasil biji yang tertinggi (masing-masing 147.500;142.708 buah/ha, dan 241,7; 258,3 kg/ha).
Departemen Kehutanan. 2002. Statistik kehutanan Indonesia 2001, rehabilitasi lahan dan perhutanan sosial. Departemen Kehutanan, Jakarta. Donald, C.M. 1963. Competition among plant and pasture plants. Adv. Agron. 15:1–18. Heyne, K. 1987. Tumbuhan berguna Indonesia II. Diterjemahkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Dephut. Jakarta. 2521p. Hariyadi. 2005. Sistem budi daya tanaman jarak pagar (Jatropha curcas Linn). Makalah Seminar Nasional Kontribusi Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang untuk Pengembangan Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn) menjadi Biodiesel dan Minyak Bakar. Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi LPPM-IPB, Bogor tanggal 22 Desember 2005. 7p. Mahmud, Z., A.A. Rivaie, dan D. Allorerung. 2005. Petunjuk teknis jarak pagar (Jatropha curcas L.). Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Perkebunan, Bogor. Santosa, D.A. 2005. Tinjauan kritis terhadap kebijakan pengembangan jarak pagar untuk biodiesel seluas 10 juta hektar di Indonesia. Makalah Seminar Nasional Kontribusi Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang untuk Pengembangan Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn) menjadi Biodiesel dan Minyak Bakar. Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi LPPM-IPB, Bogor tanggal 22 Desember 2005. 17p. Sudibyo, N., Lestari, dan Djumali. 2007. Pengaruh kerapatan tanaman jarak pagar terhadap pertumbuhan dan hasil pada tahun pertama. Prosiding Lokakarya II Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Perkebunan, Bogor. p. 314–322.
DAFTAR PUSTAKA Beets, W. 1982. Multiple planting and tropical farming systems. Westview Press, Manila.
DISKUSI
Tidak ada pertanyaan.
223