NASKAH PUBLIKASI
PENGAMBILAN KEPUTUSAN UNTUK BERJILBAB BESAR
Oleh: SENY YULIANTINA H. FUAD NASHORI, S.Psi., M.Si., Psikolog
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2008
2
PENGAMBILAN KEPUTUSAN UNTUK BERJILBAB BESAR
Seny Yuliantina Fuad Nashori INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pengambilan keputusan untuk berjilbab besar, faktor-faktor apakah yang mempengaruhi muslimah untuk mengambil keputusan mengenakan jilbab besar dan tema-tema apa saja yang muncul didalam pengambilan keputusan muslimah dalam berjilbab besar. Jilbab adalah pakaian yang lapang dan dapat menutup aurat wanita, kecuali muka dan kedua telapak tangan sampai pergelangan tangan saja yang ditampakkan. Selama ini di Indonesia salah tafsir mengenai jilbab ini. Di Indonesia yang namanya jilbab sebenarnya adalah kerudung. Jilbab itu sudah termasuk pakaian dan kerudungnya itu, atau yang sering disebut oleh masyarakat sebagai jilbab besar. Semua pakaian dan kerudungnya besar, tidak memperlihatkan lekuk tubuh. Wanita memakai jilbab itu hukumnya wajib, sebagai suatu keharusan yang pasti atau mutlak bagi wanita dewasa yang mukminat atau muslimat. Dasarnya adalah kitabullah dan sunnaturrasul. Di kultur budaya yang beraneka ragam dan di negara yang mempunyai beberapa macam agama, jilbab bisa dibilang hal yang baru. Disaat seseorang memutuskan untuk mengenakan jilbab, maka ada saja kekhawatiran yang timbul. Kekhawatiran itu bisa timbul dari diri sendiri atau dari orang-orang disekitar kita, seperti orang tua, saudara, teman, masyarakat dan lain-lain. Mengambil keputusan untuk mengenakan jilbab pun bukan hal yang mudah karena masih terpengaruh dari kultur budaya yang ada, walau pun dalam Al-Qur`an dijelaskan sebegitu detailnya, karena jilbab adalah sebuah kewajiban bagi wanita muslimah. Subjek penelitian ini adalah wanita yang telah mengenakan jilbab besar yang berada di Yogyakarta. Metode yang digunakan dalam pengambilan data adalah wawancara mendalam. Responden wawancara berjumlah lima orang. Dari wawancara tersebut didapatkan gambaran mengenai faktor yang menyebabkan seorang muslimah mengambil keputusan untuk berjilbab besar, bagaimana proses pengambilan keputusan untuk berjilbab besar dan tema-tema yang muncul didalam pengambilan keputusan untuk berjilbab besar. Kata kunci: pengambilan keputusan, jilbab
3
A. Pengantar
Fenomena semaraknya penggunaan jilbab boleh dikatakan simbol gerakan baru keagamaan di Indonesia. Kaum muda di kalangan mahasiswa dan pelajar cenderung melakukan purifikasi dalam sikap keberagamannya, termasuk dalam berbusana. Gelombang fenomena ini semakin terasa pada kampus-kampus yang berkonotasi
pada
kampus-kampus yang “sekuler” atau
“tidak
Islami”.
(http://muslimahberjilbab.blogspot.com/2005/03/jilbab-citra-intelektual-danspiritual.html.
)
fenomena jilbab sudah berkembang di luar dari perkiraan. Pada periode tahun 1990-2000 sudah semakin banyak perempuan yang berani memutuskan untuk segera berjilbab. Keputusan ini di ambil justru untuk menunjukkan identitas dirinya, yaitu sebagai kaum muslimah yang punya hak dan kebebasan memilih. Fenomena yang lebih menonjol ialah jilbab sebagai tren, mode, dan privasi sebagai akumulasi pembengkakan kualitas pendidikan agama dan dakwah di dalam masyarakat. (http://www.alambahasa.com/bulletin.htm 15/02/06). Berjilbab, dalam tatapan ekologis dan kosmologis, merupakan suatu perlawanan dan penolakan terhadap perkembangan budaya asing yang mewabah di negeri ini. Dengan berjilbab, ada semacam proses identifikasi untuk menjadi Muslimah sejati. Seiring dengan perjalanan zaman, ternyata penggunaan jilbab dan kerudung mengalami perkembangan pesat. Tampak pada universitas negeri maupun swasta, mahasiswi berjilbab sama banyaknya bahkan mungkin lebih banyak daripada mahasiswi yang tidak mengenakan jilbab. Siswi SMU sudah banyak yang berjilbab bahkan sampai TK, begitu juga dengan guru-
4
gurunya. Tidak hanya sekedar itu, jilbab telah mewabah ke segala kalangan dan bidang pekerjaan (kalangan eksekutiff dan professional, pedagang sampai politikus perempuan), termasuk dunia entertainment seperti artis dan model. Bagi seorang muslimah, busana muslimah cerminan kepribadian muslimah, yang akan menampakan keindahan sifat sifat dari wanita Islam dan senantiasa istiqomah di dalam kehormatan diri dan kehormatan agamanya. Selain itu Jilbab mempunyai nilai fungsi dalam kehidupan seorang wanita, yaitu: melindungi muslimah dari fitnah, mengangkat derajat dirinya di mata Allah, menjadi kontributor dalam menciptakan lingkungan sehat dan sebagai perisai dari perbuatan tercela. Jadi nilai dan fungsi jilbab seorang muslimah akan menentukan bagaimana dia berpenampilan dan berprilaku di kehidupannya. (http://rumahjilbab.com/index.php/2007/05/23/apalah-arti-sebuahjilbab.htm.23/05/07). bagi Muslimah jilbab bukan sekedar pemenuhan kewajiban hukum fiqh. Akan tetapi, menunjukkan aspek kedalaman esoteris yaitu aspek yang ingin menyembunyikan Kecantikan Ilahi kepada lawan jenis dan menghadirkan keindahan Tuhan kepada lelaki yang sah. Pada
saat
yang sama, berjilbab
berarti menampilkan citra intelektual dan spiritual dari tradisi sejak para nabi, wali, filsuf, sufi, dan pewaris-pewaris yang memahami secara ekstensif dan menghayati secara intensif tradisionalitas Islam leluhurnya. Citra intelektual dan spiritual akan
hadir
dengan menambah pengetahuan secara kuantitatif dan
meningkatkan ilmu berikut amalnya secara kualitatif dalam Sehingga
dengan
citra
spiritual
yang
diperolehnya
diri Muslimah. akan
mampu
memanifestasikan akhlak Jamaliyyah Allah dalam dirinya dan menjadi barakah
5
kepada orang tuanya, suaminya, anak-anak-nya, tetangga-tetangganya, dan komunitas
manusia
sepanjang
sejarah.
(http://muslimahberjilbab.blogspot.com/2005/03/jilbab-citra-intelektual-danspiritual.html ). Dibalik itu semua, masih banyak hambatan yang di alami oleh muslimah yang berjilbab besar seperti adanya pelarangan memakai jilbab di saat bekerja seperti di rumah sakit, bank, kampus atau tempat lainnya. Bahkan ada Negara yang melarang memakai jilbab dikarenakan jilbab adalah simbol keagamaan dan simbol keagamaan dilarang oleh pemerintah Negara tersebut, salah satunya adalah Negara Perancis. Selain itu, banyak sekali tudingan-tudingan terhadap jilbab besar seperti pandangan bahwa muslimah yang berjilbab besar itu tidak mau bergaul atau berkumpul dengan muslimah yang tidak memakai jilbab atau pun muslimah yang memakai jilbab tapi tidak sesuai dengan syariatnya. Muslimah yang berjilbab besar sebagai identifikasi dari sarang terorisme atau pun kelompok fanatisme yang tidak memiliki toleransi terhadap perkembangan zaman di dalam masyarakat dan lingkungan sosial yang lebih luas. Hal ini karena kejahilan dan ketidak pedulian untuk mencari ilmu tentang pakaian wanita muslimah yang benar. jilbab
yang
Dalam tata kehidupan yang serba sekuler, harapan akan benar
tinggal
harapan
saja.
(http://www.arsipmoslem.wordpress.com/2007/01/16/jilbab-wanita-muslimah. 16/01/07). Sebelum mengambil keputusan untuk mengenakan pakaian jilbab besar, para muslimah harus menyakinkan hati dan memantapkan niat ketika memutuskan untuk berjilbab besar. Menurut Siagian (Syamsi, 2000), pada hakikatnya
6
pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan sistematis terhadap suatu masalah, pengumpulan fakta-fakta dan data, penentuan yang matang dari alternative yang dihadapi dan pengambilan tindakan yang tepat. Dari definisi ini, dapat dikatakan bahwa sebelum mengambil keputusan untuk berjilbab besar, para muslimah memiliki tiga pilihan yaitu muslimah memakai jilbab dengan baik dan benar, muslimah memakai jilbab dengan model yang sedang –in tanpa menghiraukan syariat agama yang baik dan benar atau sama sekali tidak mengenakan jilbab. Pengambilan keputusan yang akan diambil oleh para muslimah biasanya harus sudah berdasarkan pertimbangan dari fakta-fakta yang ada seperti konsekuensi dalam mengenakan jilbab besar, dari keyakinan, kematangan serta kemantapan dalam memilih sebuah keputusan dalam hidupnya. Pengambilan keputusan itu pun sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Mengingat dalam kultur Indonesia, agama adalah sesuatu yang sangat sensitif dan merupakan suatu identitas, maka penulis ingin mengetahui alasan seseorang mengambil keputusan untuk berjilbab besar. Dalam pertanyaan singkat dapat disimpulkan: mengapa seorang muslimah mengambil keputusan untuk berjilbab, khususnya jilbab besar. Pertimbangan lain, keputusan untuk memakai jilbab besar adalah suatu keputusan besar, karena adanya keragaman di dalam negara Indonesia dan keputusan itu akan menjadi dasar yang harus dipegang dalam hidupnya. Disaat seseorang mulai untuk berpikir dalam pengambilan keputusan, pada saat itulah proses decision making dimulai. Hal ini menimbulkan pertanyaan lanjutan untuk penulis, bagaimana proses pengambilan keputusan seorang muslimah untuk mengenakan jilbab besar, faktor-faktor apa
7
saja yang mempengaruhi keputusan untuk berjilbab besar dan tema-tema apa saja yang muncul dalam pengambilan keputusan tersebut?.
B. Metode Penelitian 1. Subjek Penelitian Responden dalam penelitian ini adalah wanita muslimah yang telah mengenakan jilbab besar. Subjek tidak dibatasi oleh sudah berapa lama mengenakan jilbab, lokasi, latar belakang, usia dan jenis pekerjaan. 2. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan metode wawancara. Wawancara merupakan salah satu metode penting dalam Psikologi. Hampir setiap kegiatan dalam memahami individu menggunakan metode wawancara. Wawancara penting karena dari wawancara tersebut akan didapatkan data-data dari individu atau kelompok tentang makna subjektif yang dipahaminya terkait dengan suatu topik atau isu (Stewart & Cash, 2000). 3. Metode Analisis Data Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisa kualitatif. Menurut Jorgensen (Poerwandari, 2001), analisis adalah memecah, memisahkan, atau menguraikan materi penelitian ke dalam potongan-potongan, bagianbagian, elemen-elemen atau unit-unit. Setelah data dipecah, peneliti memilah dan menyaring data untuk memperoleh tipe, kelas sekuen, pola atau gambaran yang menyeluruh. Menurut Poerwandari (2001), tahapan analisis data meliputi: 1. Membubuhkan kode awal pada materi yang diperoleh.
8
2. Menemukan
pola
(seeing)
pada
informasi
yang
tersedia,
lalu
mengklasifikasikannya. 3. Peneliti memberikan perhatian kepada substansi data yang dikumpulkan. 4. Menemukan kata kunci dan tema. Metode
lain
diungkapkan
oleh
Corbin
dan
Strauss
(2003)
dengan
menganalisis data melalui koding. Corbin dan Strauss membagi koding dalam tiga langkah, yaitu koding terbuka (open coding), koding aksial (axial coding) dan koding
selektif
(selective
coding).
Poerwandari
(2003)
secara
ringkas
menyimpulkan bahwa koding terbuka memungkinkan peneliti mengidentifikasi ketegori-kategori,
properti-properti
dan
dimensi-dimensinya.
Pada
tahap
berikutnya, koding aksial mengorganisasi data dengan cara baru melalui dikembangkannya hubungan-hubungan (koneksi) di antara kategori-kategori, atau diantara sub kategori dengan sub kategori-sub kategori dibawahnya. Tahap terakhir adalah koding selektif, melalui mana peneliti menyeleksi kategori yang paling mendasar, secara sistematis menghubungkannya. Pada akhirnya memadukan analisis ke dalam suatu kerangka yang dinamakan matrik kondisional yang merupakan kerangka analisis untuk teoritisasi data. Matrik
kondisional
adalah
alat
bantu
analisis,
berupa
diagram,
untuk
mempertimbangakan beragam kondisi dan konsekuensi yang berhubungan dengan fenomena yang diteliti. Matrik ini memungkinkan peneliti untuk membedakan dan menghubungkan tingkatan kondisi dan konsekuensi (Corbin & Strauss, 2003).
9
D. Pembahasan 1. Decision Making Manusia adalah makhluk pembuat keputusan (decision-making man), pengambilan keputusan, penentu atas sebuah pilihan dari sejumlah pilihan. Sebuah tindakan selalu dan pasti selalu akan didahului oleh pengambilan keputusan, dimulai oleh pemilihan atau alternative solusi (Dermawan,2004). Menurut Siagian (Syamsi, 2000), pada hakikatnya pengambilan keputusan adalah
suatu
pendekatan
sistematis
terhadap
hakikat
suatu
masalah,
pengumpulan fakta-fakta dan data, penentuan yang matang dari alternatif yang dihadapi dan pengambilan tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat. Dalam memecahkan masalah, Wallas (Syamsi, 2000) menyarankan empat tingkatan pemikiran kreatif, yaitu tahap persiapan, tahap iluminasi, tahap inkubasi dan tahap verifikasi. Dalam proses pengambilan keputusan, Sternberg (1999) menyampaikan bahwa ada tiga teori, yaitu Classical Decision Making ( Utility Theory), Subjective Utility Theory, Satisficing (Herbert Simon), dan Elimination by Aspect. Dari ketiga teori pengambilan keputusan tersebut, di lain pihak, menurut Northcraft & Neale (1990) sebelum memulai untuk mengambil keputusan, seeorang harus mengetahui masalahnya terlebih dahulu. Northcraft & Neale (1990) menjabarkan tentang proses pengambilan keputusan dalam perusahaan, yaitu mengetahui dan mendefinisikan masalah, pencarian informasi, mencari alternatif pemecahan masalah, mengevaluasi dan membuat pilihan, implementasi dan asesesmen terhadap keputusan yang telah diambil. Teori tersebut mungkin lebih ditekankan kepada penyelesaian masalah (problem
10
solving) yang berkaitan dengan pengambilan keputusan untuk menyelesaikan masalah. Lalu bila dilihat dari teori yang telah diungkapkan oleh Sternberg (1999), pengambilan keputusan cenderung ditekankan kepada hal-hal yang nyata, realistis dan hanya menyangkut satu aspek kehidupan, tetapi memutuskan untuk berjilbab adalah hal yang menyangkut semua aspek hidup karena jilbab adalah sebuah kewajiban bagi muslimah sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah. Muncul berbagai macam tema ketika seorang muslimah memutuskan untuk mengenakan jilbab besar, karena perlu di garis bawahi disini bahwa di jaman seperti sekarang ini keputusan untuk mengenakan jilbab besar merupakan sebuah keputusan yang dilematis. Fenomena semaraknya penggunaan jilbab yang lebih menonjol sekarang adalah jilbab sebagai tren, mode dan privacy. Namun berubahnya zaman turut merubah persepsi masyarakat mengenai jilbab, kalau dulu sebagian besar yang memakai jilbab hanya yang belajar di pesantren, sekarang fenomena jilbab sudah berkembang di luar perkiraan. Memakai jilbab merupakan salah satu ajaran islam tentang cara berpakaian yang memenuhi syariat yaitu menutup aurat bagi muslimah. Cukup banyak wanita yang memilih untuk memekai jilbab besar, dan dengan perkembangan tentang jilbab yang berkembang secara cepat dan modern menjadi jilbab gaul, para wanita muslimah tetap harus mampu menjaga keteguhan niat untuk tetap berjilbab besar. Karena pada dasarnya jilbab, merupakan pakaian yang lapang atau luas dalam artian pakaian yang lapang dan dapat menutup aurat wanita kecuali muka dan kedua
11
telapak tangan sampai pergelangan tangan saja yang ditampakkan (Mulhandy, dkk, 2006). Pengambilan keputusan untuk mengenakan jilbab tentunya melalui sebuah proses, sesuai dengan yang ditemukan dalam penelitian ini yaitu ada dua macam proses pengambilan keputusan memakai jilbab, yaitu proses bertahap dan proses spontan. Proses yang dimaksud disini merupakan tahapan-tahapan yang terjadi hingga seorang muslimah memutuskan untuk mengenakan jilbab besar. Proses yang terjadi ketika seorang muslimah memutuskan untuk berjilbab besar tentunya muncul karena didorong oleh faktor-faktor tertentu, dimana faktor-faktor tersebut terbagi dalam dua jenis faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal muncul dari dalam diri responden, adanya niat dan keinginan yang muncul dari dalam hati responden, sedangkan faktor eksternal lebih dampak pengaruh dari luar, misalnya lingkungan keluarga ataupun lingkungan sosial. a. Proses Pengambilan Keputusan Memakai Jilbab Tipe Bertahap Disebut proses pengambilan keputusan memakai jilbab tipe bertahap karena responden melakukan tahapan-tahapan dan proses yang cukup lama untuk akhirnya memutuskan untuk mengenakan jilbab besar secara islami. Berawal dari memakai kerudung, responden Yn, H, D, dan Nr akhirnya memutuskan untuk mengganti kerudung mereka dengan jilbab yang benar menurut islam, serta pakaian berjilbab yang sesuai dengan ketentuan islam. Adanya keinginan untuk memakai jilbab muncul dari dalam diri responden dengan cara yang berbedabeda, pada responden Yn setelah mendapatkan hidayah melalui mimpi untuk memakai jilbab, Yn berkonsultasi dan mencari informasi, proses ini dilakukan
12
untuk lebih memantapkan niat Yn memakai jilbab. Hal ini sesuai dengan empat tahap pemikiran kreatif dalam memecahkan masalah yang disebutkan Oleh Wallas (Syamsi, 2000), dimana salah satu tahap tersebut adalah tahap persiapan yang meliputi proses perumusan masalah, menganalisis, mengumpulkan informasi yang relevan dan membuat beberapa alternatif pemecahan disertai konsekuensi masing-masing. Begitupula dengan Nr yang mendapatkan informasi melalui pengajian mengenai kewajiban berjilbab, serta D yang juga mendapatkan informasi setelah mengikuti ONDI. Proses untuk berpakaian islami dan berjilbab besar pun dilakukan secara bertahap, Yn dan H yang awalnya memakai celana panjang dan jilbab yang diikat hingga akhirnya membiasakan diri memakai kaos kaki dan belajar mengenai cara berpakaian muslimah yang benar. Proses adaptasi pun dilakukan oleh para responden, mulai dari membiasakan diri memakai jilbab bila keluar rumah, saat ada tamu berkunjung ke rumah, bahkan tetap memakai jilbab ketika berada dalam rumah. Proses adaptasi ini dilakukan responden seiring dengan pemantapan hatinya setelah memutuskan berjilbab, seperti Yn yang berusaha memahami ajaran agama islam dengan lebih baik, serta Nr yang mencoba lebih memperdalam pengetahuan dengan mengkaji dan memamahami mengenai jilbab. Pemantapan hati responden setelah memutuskan untuk memakai jilbab dilakukan sebagai konsekuensi pengambilan keputusan yang telah dilandasi oleh niat dan tekad yang kuat. Responden H yang berusaha untuk tidak tergoda dan tetap menjaga niatnya, serta D yang tidak akan merubah keputusan awalnya untuk tetap dan terus berjilbab, kemudian responden Nr yang memegang kuat tekad untuk melaksanakan kewajiban berjilbab dengan cara berdoa kepada Allah
13
SWT agar selalau mendapatkan kekuatan hati. Mengingat bahwa pengambilan keputusan berjilbab merupakan keputusan jangka panjang, maka para responden berusaha menjaga dan menata keputusan tersebut dengan sebaiksebaiknya. Menurut Prajudi (Syamsi, 2000) keputusan itu sendiri merupakan pangkal permulaan aktivitas manusia yang sadar dan terarah, baik secara individual amupun kelompok, disamping itu keputusan merupakan sesuatu yang futuristik baik menyangkut hari depan, masa mendatang yang efeknya berlangsung cukup lama. Selain proses yang bertahap, muncul pula tema-tema lain dalam pengambilan keputusan memakai jilbab. Adanya reaksi atau tanggapan dari lingkungan sekitar baik itu keluarga maupun lingkungan sosial bisa memunculkan penguatan atau bahkan perlemahan dari dalam diri responden. Latar belakang agama yang kurang taat atau berada pada taraf yang biasa-biasa saja pada keluarga Yn dan Nr menyebabkan munculnya kekhawatiran orang tua saat anaknya memutuskan untuk berjilbab yaitu rasa khawatir akan penolakan masyarakat terutama dalam dunia kerja bahkan jodoh. Upayapun dilakukan Nr untuk meyakinkan orang tuanya dengan berdiskusi dan memberikan penjelasan mengenai kewajiban berjilbab, serta Yn yang juga berusaha meyakinkan keluarganya. Walaupun pada akhirnya orang tua responden menyetujui serta mendukung keputusan responden memakai jilbab namun reaksi yang atau tanggapan negatif pun muncul dari lingkungan di sekitar responden seperti Nr yang sempat dijauhi oleh teman-temannya.
14
Dari penelitian ini, ditemukan tema-tema yang muncul saat proses pengambilan keputusan responden ketika memutuskan untuk memakai jilbab, yaitu: 1.
Ditemukan
masalah,
dalam
hal
ini
masalah
adalah
adanya
kekhawatiran orang tua mengenai fenomena wanita berjilbab yang sulit diterima dalam dunia kerja, dan kesulitan mencari jodoh. 2.
Upaya yang dilakukan untuk mengimbangi permasalahan yang ada. Dalam penelitian ini upaya yang dilakukan seperti mencari informasi dan berdiskusi tentang apa yang dirasakan dan diinginkan oleh responden.
3.
Kesadaran responden untuk memakai jilbab besar. Seperti hidayah yang didapatkan Yn secara tiba-tiba melalui mimpi spiritualnya.
4.
Memperkuat keputusan dengan cara mempelajari Islam, mengkaji lebih dalam mengenai jilbab, mencoba untuk konsisten dengan keputusan dan niat yang kuat, serta bergabung dan bersosialisasi dengan teman-teman yang bisa lebih menguatkan diri.
5.
Meyakinkan orang lain seperti orang tua dan lingkungan sekitar dengan berdialog, berdiskusi, serta memberikan dakwah.
b. Proses Pengambilan Keputusan Memakai Jilbab Tipe Spontan. Pengambilan keputusan secara spontan untuk memakai jilbab besar dilakukan oleh Fe, begitu merasa mendapat hidayah saat mengikuti pengajian ROHIS menyadarkan Fe akan kewajiban berjilbab dan menutup aurat sehingga muncul keinginan utuk berpakaian yang sesuai dengan syariat islam. Fe tidak melalui proses bertahap seperti responden lainnya, saat memutuskan berjilbab
15
Fe langsung memakai pakaian jilbab besar. Sekalipun muncul kekhawatiran orang tua namun Fe tidak mendapatkan larangan dari orang tua nya sehingga tidak terjadi proses pencarian informasi atau diskusi. Alasan mengapa perasaan ingin memakai jilbab besar secara tiba-tiba belum dapat dijelaskan secara empiris. Mungkin hal ini berkaitan perasaan positif terhadap kesadaran akan kewajiban berjilbab serta ketakutan akan dosa bila tidak segera mengindahkan perintah Allh SWT untuk menutup aurat, sehingga membuat Fe memutuskan untuk memakai jilbab besar secara spontan. Didasari dengan latar belakang agama keluarga Fe yang cukup kuat serta pengarahan dari orang tua Fe mengenai agama sehingga Fe dari kecil sudah diajari dan di bekali pendidikan agama islam dengan baik. Pemantapan hati dilakukan Fe cukup dengan berpedoman pada ayat-ayat suci Al Quran. 2. Perbedaan Proses Pengambilan Keputusan Tipe Spontan dengan Pengambilan Keputusan Tipe Bertahap Perbedaan antara proses pengambilan keputusan tipe spontan dengan tipe bertahap dapat dilihat dari proses responden memulai mengenakan jilbab besar. Proses pengambilan keputusan tipe spontan yang di alami oleh Fe adalah berupa hidayah yang diterima melalui pengajian yang diikutinya. Dari awal mengambil keputusan untuk berjilbab besar Fe sudah langsung mengenakan jilbab besar, tidak ada proses pembelajaran di dalamnya. Proses pengambilan keputusan tipe spontan langsung muncul dalam diri muslimah, yakin dan teguh bahwa jilbab itu wajib bagi seorang muslimah. Muncul ketakutan dalam diri Fe bila tidak mengenakan jilbab secara benar dan syar`i (jilbab besar). Hal ini dikarenakan informasi yang diterima oleh Fe sudah lengkap dan dipahami
16
dengan baik oleh Fe, oleh karena itu Fe langsung memilih memakai jilbab besar. Lingkungan pun mempengaruhi pola pikir Fe dalam mengambil keputusan untuk mengenakan jilbab besar. Sedangkan pengambilan keputusan tipe bertahap mengalami beberapa proses sampai menemukan titik utama dimana akhirnya akan memutuskan keputusan apa yang akan diambil. Seperti yang di alami oleh 4 responden lainnya, mereka mengalami proses dan tahap-tahap yang cukup lama untuk menuju kekeputusan memakai jilbab besar. Proses-proses itu dapat dilihat dari pertama kali responden memakai kerudung biasa, masih memakai celana, baju yang menutup aurat tetapi belum longgar, belum memakai kaos kaki dan akhirnya responden mulai berproses berjilbab secara islami secara perlahanlahan.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan memakai jilbab besar Ada lima faktor yang disebutkan oleh Mulhandy dkk (2006) mengenai hal-hal yang menyebabkan seseorang berjilbab, yaitu (1) didasari ilmu, iman, dan takwa, (2) hendak menonjolkan eksistensi dan perbedaan dirinya dengan maksud riya, (3) karena ditimpa suatu peristiwa yang menyentuh hati, (4) faktor lingkungan, kebudayaan dan pendidikan yang diterimanya, (5) karena pengaruh dari pihak tertentu. Pengambilan keputusan untuk berjilbab muncul dari dalam diri masingmasing responden Yn, Fe, H, D dan Nr, tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Yn yang berawal dari mimpi spiritualnya sehingga ia mendapatkan hidayah, Fe
17
yang juga merasakan mendapatkan hidayah setelah mengikuti pengajian ROHIS, serta H, D dan Nr yang merasa sadar dan wajib untuk menutup aurat mereka karena hukumnya adalah wajib. Didasari oleh pengetahuan dan ilmu islam akan kewajiban berjilbab, serta tingkat keimanan yang takut akan dosa membuat kelima responden memutuskan untuk memakai jilbab dan menutup seluruh aurat. Hidayah yang diterima Yn melalui mimpi merupakan peristiwa menyentuh yang membuka hatinya untuk melaksanakan perintah Allah SWT agar berjilbab. Perbedaan yang terlihat adalah pada proses pengambilan keputusan, pengambilan keputusan tipe bertahap dilakukan oleh responden dengan latar belakang pendidikan agama keluarga yang tergolong biasa-biasa saja dan termasuk dalam golongan yang awam, sedangkan Fe dengan latar belakang agama di keluarganya yang termasuk ketat dan taat, secara spontan memutuskan berjilbab besar setelah mendapatkan hidayah mengenai kewajiban berjilbab saat Fe mengikuti pengajian ROHIS. Adanya pengaruh dari luar juga ikut mempengaruhi keputusan responden, seperti pentingnya dukungan dari teman-teman sesama jilbab besar yang dirasakan Yn sehingga menjadi salah satu hal yang memicu keputusannya untuk berjilbab, serta dorongan tersendiri yang dirasakan H dengan bersosialisasi dengan teman-teman yang sudah berjilbab. Dengan
demikian
dapat
disimpulkan
bahwa
faktor-faktor
yang
mempengaruhi proses pengambilan keputusan berjilbab besar terdiri dari dua faktor :
18
1.
Faktor internal, merupakan faktor yang muncul dari dalam diri responden seperti niat, keinginan dan tekad untuk berjilbab. Hal ini dialami oleh semua responden.
2.
Faktor eksternal, merupakan faktor yang datang dari luar, baik itu lingkungan keluarga, maupun lingkungan sosial responden. Faktor eksternal meliputi peristiwa yang menyentuh hati, seperti yang dialami Yn melalui mimpi spiritualnya sehingga Yn mendapatkan hidayah untuk segera berjilbab, faktor pendidikan yang diterima, latar belakang agama yang taat dan kurang taat mempengaruhi proses pengambilan keputusan yaitu secara bertahap (Yn, H, D, Nr) dan secara spontan (Fe), serta pengaruh lingkungan sekitar, dalam arti adanya dorongan atau motivasi yang dirasakan responden karena lingkungan di sekelilingnya, misal Yn yang menyebutkan bahwa salah satu hal yang memicu keputusannya untuk berjilbab adalah dukungan dari teman-teman sesama jilbab besar, serta Fe yang mengikuti pengajian ROHIS dan merasa semakin mantap berjilbab.
19
DAFTAR PUSTAKA
Al-Albani, M. S. 2001. Jilbab Wanita Muslimah : Menurut Al-Qur`an dan AsSunnah. Solo : At-Tibyan
Al-Albany, Asy-Syaikh M. Nashiruddin . 2006. jilbab wanita muslimah. http://zein.blogsome.com/2006/05/02/jilbab-wanita-muslimah/. Al-Hanif, A. R dan Salam, L. 1998. Analisa Ciri-Ciri Wanita Shalihah. Surabaya : Terbit Terang Al-Nawiy, S. R. 2007. Hukum Islam Seputar Busana dan Penampilan Wanita. Yogyakarta : Ar Raudhoh Pustaka Arief, Y. 2004. Pelatihan Decision Making untuk Meningkatkan Rasionalitas Voting Behavior Partai Politik pada Remaja. Skripsi (Tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia. Bundakey. 2007. Apa Arti Sebuah Jilbab. http://rumahjilbab.com/index.php/2007/05/23/apalah-arti-sebuahjilbab.htm Craft, N. B. G & Neale, A. M. 1990. Organizational Behavior A Management Challenge. The Dryden Press. Dermawan R. 2004. Pengambilan Keputusan : Landasan Filosofis, Konsep, dan Aplikasi. Bandung : CV. Alfabeta. Diantami, M. 2004. Pengambilan Keputusan Memilih pada Pemilih Pemula. Skripsi (Tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia. Erryza Susilo. 2006. Fenomena Jilbab di Indonesia. http://www.alambahasa.com/bulletin.html Gitosudarmo & Sudita. 1997. Perilaku Organisasi. 1st Ed. Yogyakarta : BPFE. Universitas Gadjah Mada. Handoko, T. H & Reksohadiprojo, S. 2001. Organisasi Perusahaan : Teori, Struktur dan Perilaku. Yogyakarta : BPFE. Universitas Gajah Mada Keinan, G. 1987. Decision Making Under Stress: Scanning of Alternatives Under Controllable and Uncontrollable Threats. Journal of Personality and Social Psychology, 52, 639-644. Kumolohadi, Retno. 2005. Psikodiagnostik VI: Wawancara. Hand out (Tidak diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia
20
Mulhandy, dkk. 2006. Enam Puluh Satu Tanya Tentang JILBAB. Yogyakarta : Shalahuddin Press. Othman Moh. Makki. 2007. Jilbab Syar`i dan Jilbab Funky. http://www.hang106.or.id.htm Poerwandari .E, Kristi. 2001. Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Radiawati, R. 2006. Kuputuskan menjadi muslim (studi kasus terhadap pengambilan keputusan pada Muallaf). Skripsi (Tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia. Siagian, S. P. 1974. Sistem Informasi untuk Pengambilan Keputusan. Jakarta : PT. Gunung Agung. Siagian, S. P. 1988. Teori dan Praktek Pengambilan Keputusan. Jakarta: CV. Haji Masagung. Stewart, Charles J. dan Cash, William B. 2000. Interviewing : Principles and Practices 9th edition. USA: Mc. Graw Hill Strauss, Anselm & Corbin, Juliet. 2003. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Supriyanto & Santoso G. A. 2005. Pengambilan Putusan Pindah Kerja. Anima, Indonesian Psychological journal, vol.20, No.4, 365-379 Syamsi I. 2000. Pengambilan Keputusan dan Sistem Informasi. Jakarta : PT. Bumi Aksara. Terry, R. G. 1960. Principle of Management. Homewood Illinoisis : Richard D. Irwin Inc Valensi & Mutahari. S. 2004. Jilbab Menurut Pandangan Para Cendekiawan. http://www.irib.ir/worldservice/melayuRADIO.htm Wulandari, Retno W. 2007. Jilbab : Citra Intelelktual dan Spiritual. http://muslimahberjilbab.blogspot.com/2005/03/jilbab-citra-intelektual-danspiritual.html