PENERAPAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH HIMPUNAN Utami Murwaningsih SMP Negeri 2 Sukoharjo E-mail:
[email protected] Erika Laras Astutiningtyas Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Bangun Nusantara Sukoharjo E-mail:
[email protected] Hery Agus Susanto Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Bangun Nusantara Sukoharjo E-mail:
[email protected] Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendekatan pembelajaran yang lebih baik antara pendektan pembelajaran langsung dan matematika realistik untuk membentuk proses berpikir siswa dalam pemecahan masalah Himpunan di SMP Negeri 02 Sukoharjo .Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu, dengan populasi seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 02 Sukoharjo Tahun Ajaran 2012/2013. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik cluster random sampling, diperoleh sampel berjumlah 72 siswa, dengan rincian 36 siswa pada kelompok eksperimen satu dan 36 siswa pada kelompok kontrol. Instrumen penelitian ini adalah tes proses berfikir pada pemecahan masalah, dan tes kecerdasan sosial. Uji coba instrumen tes meliputi validitas isi, tingkat kesukaran, daya pembeda, dan reliabilitas. Uji prasyarat meliputi uji normalitas populasi dengan metode Liliefors, uji homogenitas variansi menggunakan uji Bartlett dengan statistik uji 2. Uji keseimbangan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol serta uji hipotesis menggunakan uji beda rerata dengan statistik uji t. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, diperoleh kesimpulan bahwa pendekatan pembelajaran matematika realistik lebih baik dari pada pembelajaran langsung dalam membentuk proses berfikir siswa pada pemecahan masalah himpunan bagi siswa di SMP Negeri 02 Sukoharjo. Kata-kata kunci : RME, matematika realistik, pemecahan masalah, proses berfikir
Peraturan Pemerintah No.19 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 19 ayat 1 menyatakan bahwa: Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, memberikan ruang gerak yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologi siswa. Berdasarkan hal tersebut, selayaknya pembelajaran diarahkan pada pembelajaran yang inovatif. Pembelajaran inovatif merupakan proses pembelajaran yang menerapakan proses pemaknaan dari apa yang dipelajari. Makna tersebut akan diperoleh siswa jika pembelajaran dapat memfasilitasi kegiatan belajar yang memberi kesempatan kepada peserta didik menemukan sesuatu melalui aktivitas belajar yang dilaluinya. Berkaitan dengan hal tersebut, kemungkinan pemilihan pendekatan pembelajaran oleh guru sangat mempengaruhi. Pembelajaran matematika realistik adalah pendekatan yang mampu mewadai hal tersebut, sehingga perlu dilakukan kajian lebih lanjut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pendekatan pembelajaran yang lebih baik antara pendekatan pembelajaran langsung dan matematika realistik untuk membentuk proses berpikir siswa dalam pemecahan masalah Himpunan di SMP Negeri 02 Sukoharjo. Zulkardi (2001), mendefinisikan pembelajaran matematika realsitik sebagai berikut: PMR adalah teori pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal ’real’ bagi siswa, menekankan
Utami Murwaningsih, Erika Laras Astutiningtyas dan Herry Agu Susanto, Penerapan ... 61 ketrampilan ’process of doing mathematics’, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri (’student inventing’ sebagai kebalikan dari ’teacher telling’) dan pada akhirnya menggunakann matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik individual maupun kelompok. Karakteristik PMR adalah menggunakan konteks dunia nyata, model-model, produksi dan konstruksi siswa, interaktif dan keterkaitan (intertwinment) (Treeffers dalam Sudharta, 2004). Penerapan kelima prinsip pada aktivitas siswa berikut. Prinsip pertama akan dilihat apakah siswa dapat menyebutkan aplikasi pengetahuan yang diperoleh dalam kehidupan nyata. Prinsip kedua, apakah siswa melakukan pemodelan untuk menemukan penyelesaian dari soal-soal. Prinsip ketiga, apakah siswa membuat pemodelan sendiri dalam mencari penyelesaian formal dan menemukan sendiri (mengkonstruksi) penyelesaian secara formal. Prinsip keempat, apakah siswa merespon aktif pertanyaan lisan dari guru dan berdiskusi dengan siswa yang lain. Prinsip kelima, apakah siswa menghubungkan materi yang sedang dipelajari dengan materi lain dalam matematika dan pengetahuan dari mata pelajaran yang lain. Menurut Sudharta (2004), dalam pengajaran matematika realistik, dibutuhkan upaya (1) penemuan kembali terbimbing dan matematisasi progresif, (2) fenomena didaktik, artinya pembentukan situasi dalam pemecahan masalah matematika realistik harus menetapkan aspek aplikasi dan mempertimbangkan pengaruh proses dari matematisasi progresif; (3) mengembangkan model-model sendiri yang dijembatani melalui pengembangan modelmodel yang diciptakan sendiri oleh siswa dari yang konkrit menuju situasi abstrak. Menurut Suharnan (2005), secara visual suatu masalah melibatkan paling sedikit tiga komponen, yakni (1) suatu keadaan yang sedang dihadapi (start), (2) tujuan yang diinginkan (goal), dan (3) prosedur yang akan ditempuh menurut pendekatan algoritmik atau heuristik. Pemecahan masalah paling sedikit melibatkan proses berpikir dan seringkali harus dilakukan dengan penuh usaha atau cognitive effortfull (Sudarman, 2005). Menurut Polya (1957) memecahkan masalah terdiri atas empat langkah, yaitu: (l) memahami masalah, (2) menyusun rencana penyelesaian masalah, (3) melaksanakan rencana penyelesaian masalah, dan (4) mengecek penyelesaian masalah. Berpikir adalah daya yang paling utama dan ciri yang khas yang membedakan manusia dari makhluk lain. Ada beberapa pendapat yang mengemukakan pengertian berpikir. Kaum behaviorisme, mengartikan berpikir sebagai bicara, dimana gerakan-gerakan reaksi yang dilakukan oleh urat syaraf dan otot-otot bicara seperti halnya kita mengucapkan buah pikiran. Sedangkan penganut psikologi Gelstat memandang berpikir merupakan keaktifan psikis yang abstrak yang prosesnya tidak dapat kita amati dengan alat indra kita (Purwanto, 2010). Berpikir melibatkan kegiatan memanipulasi dan mentransformasi informasi dalam memori untuk membentuk konsep, menalar, berpikir secara kritis, membuat keputusan, berpikir secara kreatif, dan memecahkan masalah (Santock, 2009(b)). Menurut Mayer dalam Suharnan (2005) proses berpikir meliputi tiga komponen pokok yakni; (1) berpikir adalah aktivitas kognitif yang terjadi di dalam mental atau pikiran seseorang, tidak tampak tetapi dapat disimpulkan berdasarkan perilaku yang tampak, (2) berpikir merupakan suatu proses yang melibatkan beberapa manipulasi pengetahuan di dalam system kognitif dan (3) aktivitas berpikir diarahkan untuk menghasilkan pemecahan masalah. Sedangkan Gestalts (Purwanto, 2010) melukiskan proses berpikir dengan : "Jika dalam diri seseorang timbul suatu masalah yang harus dipecahkan terjadilah terlebih dahulu suatu skema/bagan yang masih agak-agak kabur. Bagan itu dipecahkan dan dibanding-bandingkan dengan seksama". Proses berpikir pada penelitian ini adalah proses yang dimulai dari penerimaan informasi (dari dunia luar atau dari dalam diri siswa), pengolahan informasi, penyimpanan
62 AKSIOMA Jurnal Pendidikan Matematika, Volume 03 Nomor 01, Maret 2014
dan pemanggilan informasi yang diarahkan untuk menghasilkan pemecahan masalah. Proses berpikir dimulai dari penerimaan informasi kemudian penolahan informasi yang ada pada masalah tersebut untuk diselesaikan dengan menggunakan informasi (yang selanjutnya disebut skema) yang telah dimilikinya secara asimilasi, akomodasi maupun abstraksi. Skema adalah suatu struktur mental seseorang di mana ia secara intelektual beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya (Suparno, 2001). Skema bukanlah benda-benda nyata yang dapat dilihat melainkan suatu rangkaian proses dalam sistem kesadaran orang sehingga skema tidak memiliki bentuk fisik. Dalam teori Piaget, skema perilaku (aktivitas fisik) merupakan ciri dari masa bayi dan skema mental (aktivitas kognitif berkembang pada masa kanak-kanak (Santrock, 2009(a)). Asimilasi adalah proses kognitif di mana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep, atau pengalaman ke dalam skema atau pola yang sudah ada di dalam pikirannya. Menurut Wadswort, asimilasi tidak menyebabkan perubahan skema tetapi memperkembangkan skema (Suparno, 2001). Asimilasi adalah proses perolehan informasi dari luar, dan pengasimilasiannya dengan pengetahuan dan perilaku siswa sebelumnya (Solso dkk, 2008). (Santrock, 2009(a)). Ketika seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru itu dengan skema yang telah ia miliki maka orang tersebut akan mengadakan akomodasi. Akomodasi meliputi proses perubahan (adaptasi) skema lama untuk memproses informasi dan objek baru di lingkungannya (Solso, dkk, 2008). menurut Santrock (2009(a)), akomodasi terjadi ketika siswa menyesuaikan skema mereka agar sesuai dengan informasi dan pengalaman baru siswa. Akomodasi dapat dikatakan sebagai pembentukan skema baru atau mengubah skema yang lama. Hal ini dapat terjadi dengan dua hal, yaitu : (1) membentuk skema yang baru yang dapat cocok dengan pelgalaman yang baru atau (2) memodifikasi skema yang ada sehingga sesuai denpan pengalaman itu (Suparno, 2001). Selain asimilasi dan akomodasi, dalam pemecahan masalah sering kali terjadi abstraksi. Tall (2007) menyatakan bahwa abstaksi adalah proses melukiskan situasi menjadi konsep yang masuk akal, konsep ini selanjutnya siap digunakan untuk tingkat berpikir yang lebih rumit. Tall (2007) menyatakan "...abstraction is likely to involve a mental re-construction". Abstraksi menyangkut rekonstruksi mental siswa. Oers dan Poland (2007) mendefinisikan abstraksi sebagai proses mengkonstruksi hubungan antar objek dari sudut pandang khusus. Sedangkan menurut Soedjadi (2000), suatu abstraksi terjadi bila kita memandang beberapa objek kemudian digugurkan ciri-ciri atau sifat-sifat yang dianggap tidak penting atau tidak diperlukan, dan akhinrya hanyadiperhatikan atau di ambil sifat penting yang dimiliki bersama. Piaget dalam Gray dan Tall (2007) membedakan adanya tiga macam abstraksi, yakni abstraksi empirik, abstraksi pseudo-empirik, dan abstraksi reflektif. Lebih lanjut diungkapkan bahwa: "Empirical abstraction derives knowledge from the properties of objects". Abstraksi empirik berfokus pada sifat objek. Abstraksi pseudo-empirik berfokus pada aksi terhadap objek. Pengetahuan yang didapat dapat dianggap empiri\ karena diperoleh langsung dari objek, tapi subjek melakukan aksi terhadap objek untuk mendapatkan pengetahuan itu. Sedangkan abstraksi reflektif berfokus pada objek mental. Secara lebih rinci, dalam penelitian ini proses berpikir didefinisikan sebagai proses yang dimulai dari penerimaan informasi (dari dunia luar atau dari dalam diri siswa), pengolahan informasi, penyimpanan dan pemanggilan informasi yang diarahkan untuk menghasilkan pemecahan masalah, dimana pengolahan informasi terjadi melalui proses asimilasi, akomodasi, maupun abstraksi.
Utami Murwaningsih, Erika Laras Astutiningtyas dan Herry Agu Susanto, Penerapan ... 63
METODE Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu, dengan populasi seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 02 Sukoharjo Tahun Ajaran 2012/2013. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik cluster random sampling, diperoleh sampel berjumlah 72 siswa, dengan rincian 36 siswa pada kelompok eksperimen satu dan 36 siswa pada kelompok kontrol. Instrumen penelitian ini adalah tes proses berfikir pada pemecahan masalah, dan tes kecerdasan sosial. Tes proses berfikir dalam pemecahan masalah memuat beberapa pertanyaan yang berisi tentang materi Himpunan yang terdiri dari 5 soal tes uraian dengan acuan penilaian sebagai berikut. Tabel 1. Acuan Penilaian Insturmen Tes Skor
Memahami Masalah
0
1
2
Salah menginterpretasikan/ tidak memahami soal / tidak ada jawaban Interpretasi soal kurang tepat
Memahami soal dengan baik
Merencanakan strategi penyelesaian yang tidak relevan Membuat rencana strategi penyelesaian yang tidak relevan
Melaksanakan Strategi Penyelesaian
Memeriksa Kembali Hasil
Tidak ada penyelesaian sama sekali
Melaksanakan prosedur yang benar tapi penyelesaian tidak lengkap Melakukan prosedur yang benar dan mendapatkan hasil yang benar
Ada pengecekan jawaban, hasil tidak tuntas Pengecekan dilaksanakan untuk melihat kebenaran proses
1 2 3
Membuat rencana strategi penyelesaian tetapi tidak lengkap Membuat rencana strategi penyelesaian yang benar dan mengarah pada jawaban yang benar 1 2 3
1 2 3
1 2 3
6
12
6
6
3
4
Abstraksi Asimilasi Akomodasi Skor Maksimal
Merencanakan Strategi Penyelesaian Tidak ada rencana strategi penyelesaian
Uji coba instrumen tes meliputi validitas isi, tingkat kesukaran, daya pembeda, dan reliabilitas. Uji prasyarat meliputi uji normalitas populasi dengan metode Liliefors, uji homogenitas variansi menggunakan uji Bartlett dengan statistik uji 2. Uji keseimbangan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol serta uji hipotesis menggunakan uji beda rerata dengan statistik uji t. HASIL DAN PEMBAHASAN Data dalam penelitian ini meliputi; (1). skor tes proses berfikir siswa pemecahan masalah, dan (2).skor kemampuan awal siswa. Kemampuan awal siswa digunakan untuk
64 AKSIOMA Jurnal Pendidikan Matematika, Volume 03 Nomor 01, Maret 2014
menguji apakah kedua kelas memiliki kondisi awal yang seimbang. Data yang dipakai adalah nilai Ujian Akhir Semester Gasal Tahun Ajaran 2012/2013. Hasil analisa data kemampuan awal siswa adalah sebagai berikut. Tabel 1. Uji Normalitas kemampuan awal siswa Sampel
Lhit
Ltab
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
0,089 0,130
0,148 0,148
Kesimpulan Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
Tabel 2. Uji Homogenitas Kemampuan Awal Sumber variasi
k
2obs
2tabel
Kesimpulan
Eksperimen dan kontrol
2
0,340
3,841
Variansi kedua populasi homogen
Tabel 3. Uji Keseimbangan Kemampuan Awal Sumber Variasi Kelas Eksperimen Kelas Kotrol
n 36 36
Rerata 70,444 66,333
s 10,544 9,547
Sp
ttabel
Tobs
101,156
1,987
-1,710
Hasil uji keseimbangan keadaan awal dengan uji-t memberikan hasil t obs = -1,710. Nilai tersebut bukan termasuk anggota daerah kritik (DK) = { t obs | tobs > t(0,05; 70) = 1,987 atau tobs < t(0,05; 70) = 1,987 } maka H0 tidak ditolak. Hal ini berarti kelompok eksperimen dan kelompok kontrol memiliki kemampuan awal yang sama. Hasil analisa data untuk skor tes proses berfikir siswa pemecahan masalah adalah sebagai berikut. Tabel 4. Uji Normalitas Sampel Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Lhit 0,126 0,136
Ltab 0,148 0,148
Kesimpulan Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
Tabel 5. Uji Homogenitas Sumber variasi
k
2obs
2tabel
Kesimpulan
Eksperimen dan kontrol
2
1,845
3,841
Variansi kedua populasi homogen
Tabel 6. Uji Hipotesis Sumber Variasi Kelas Eksperimen Kelas Kotrol
n 36 36
Rerata 78,056 68,778
s 10,980 13,850
Sp
ttabel
tobs
12,498
1,987
3,105
Hasil uji keseimbangan keadaan awal dengan menggunakan uji-t diperoleh nilai dari tobs = 3,105 Nilai tersebut termasuk anggota daerah kritik DK = { tobs | tobs > t(0,05; 70) = 1,987
Utami Murwaningsih, Erika Laras Astutiningtyas dan Herry Agu Susanto, Penerapan ... 65 atau tobs < t(0,05; 70) = 1,987 } maka H0 tidak ditolak. Hal ini berarti kelompok eksperimen dan kelompok kontrol memiliki kemampuan pemecahan masalah yang berbeda. Perbedaaan kemampuan pemecahan masalah pada siswa kelompok kontrol dan eksperimen menunjukkan bahwa ada salah satu dari dua macam pendekatan pembelajaran yang lebih efektif. Penentuan jenis pendekatan pembelajaran yang lebih baik dilakukan dengan melihat rerata dari kedua kelompok populasi. Rerata dari kelompok eksperimen adalah 78,056 dan kelompok kontrol 68,778. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan pembelajaran yang diberikan pada kelas eksperimen menghasilkan kemampuan pemecahan masalah yang lebih baik dari pada kelas kontrol. Artinya, pendekatan pembelajaran matematika realistik lebih baik dari pada pembelajaran langsung untuk membentuk proses berfikir siswa pada pemecahan masalah Himpunan. KESIMPULAN Data penelitian dan analisa data menunjukkan bahwa pendekatan pembelajaran matematika realistik lebih baik dari pada pembelajaran langsung dalam membentuk proses berfikir siswa pada pemecahan masalah himpunan bagi siswa di SMP Negeri 02 Sukoharjo. Oleh karena itu disarankan beberapa hal berikut. (1). Pendekatan pembelajaran direkomendasikan untuk diterapkan pada materi himpunan. (2).Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menerapkan pendekatan pembelajaran matematika realistik pada materi yang lain, maupun jenjang pendidikan yang lain. (3). Perlu dikembangkan perangkat pembelajaran yang mengarah pada pembelajaran realistik untuk membentuk proses berikir siswa dalam memecahkan masalah matematika. DAFTAR PUSTAKA Gray, E & Tall, D. Abstraction as a Natural Process of Mental Compression. Mathematics Education Research Journal. 2007. Vol 19 No 2. http://www.merga.net.au.documents/ MERJ_19_2_Gray.pdf. Diakses tanggal 24 Maret 2011 Polya, G.1973. How To Solve It. New Jersey: Princeton University Press Purwanto, M. Ngalim. 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya Santrock, John W.2009 (a). Psikologi Pendidikan Buku 1. Terjemahan oleh Diana Angelica. Jakarta: Salemba Humanika Santrock, John W.2009.(b). Psikologi Pendidikan Buku 2. Terjemahan oleh Diana Angelica. Jakarta: Salemba Humanika Soedjadi. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Departemen Pendidikan Nasional Solso, R, dkk. 2008. Psikologi Kogritif. Terjemahan oleh Rahardanto, M & Batuadji, K. Jakarta: Erlangga Sudharta, IGP. 2004. Realistic Mathematics: Apa dan Bagaimana? http://www.depdiknas. co.id/ editorial:jurnal_pendidikan_indonesia. Suharnan. 2005. Psikologi Kognitif. Surabaya: Srikandi Suparno, Paul. 2001. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta: Kanisius Zulkardi. (2001). Realistic Mathematics Education (RME): Teori, Contoh Pembelajaran dan Taman Belajar di Internet. Makalah pada Seminar Sehari Realistic Education UPI, Bandung.