PENENTUAN KUALITAS AIR DAN KAJIAN DAYA TAMPUNG SUNGAI KAPUAS, KOTA PONTIANAK
LASMI YULISTIANA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
22
PENENTUAN KUALITAS AIR DAN KAJIAN DAYA TAMPUNG SUNGAI KAPUAS, KOTA PONTIANAK
LASMI YULISTIANA
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
23
Judul Tesis
:
Nama NIM
: :
Penentuan Kualitas Air dan Kajian Daya Tampung Sungai Kapuas , Kota Pontianak. Lasmi Yulistiana P052050201
Disetujui, Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Suprihatin, Dipl.Ing Ketua
Dr.Ir. Nastiti Siswi Indrasti Anggota
Diketahui,
Plh. Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Ir. Etty Riani, MS
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Lulus :
Tanggal Ujian : 15 Agustus 2007
24
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya yang dilimpahkan kepada penulis dalam menyusun tesis ini. Penyusunan tesis ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada : 1.
Dr. Ir. Suprihatin, Dipl.Ing, sebagai ketua komisi pembimbing, Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti, sebagai anggota komisi pembimbing, Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan periode 2005 – 2007 dan Bapak/Ibu staf pengajar beserta karyawan Program Studi Pengelolaan SDA dan Lingkungan IPB, yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, saran dan pelayanan.
2.
Dr. Ir. Etty Riani, MS selaku Plh. Ketua Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan dan penguji luar komisi yang telah memberikan masukan bagi perbaikan tesis ini.
3.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat yang telah memberikan dukungan dan izin kepada penulis untuk melaksanakan tugas belajar pada Program Studi Pengelolaan SDA dan Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana IPB.
4.
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Provinsi Kalimantan Barat yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materiil kepada penulis untuk melaksanakan tugas belajar pada Program Studi Pengelolaan SDA dan Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana IPB.
5.
Keluarga tercinta, ibu, suami dan anak-anak, serta seluruh keluarga besar dan saudara-saudaraku, atas doa dan ketulusan kalian turut memberikan inspirasi dan semangat dalam proses belajar dan penyelesaian tesis ini.
6.
Teman-teman angkatan 2005 Program Studi Pengelolaan SDA dan Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana, teman-teman tugas belajar dari Kalbar, Pondok Khanza dan keluarga pengasuh Pondok Khanza serta semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril dalam menyelesaikan tugas ini.
25
Penulis menyadari bahwa tesis ini belum sempurna, namun demikian penulis berharap agar tesis ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait, khususnya bagi Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dan Kota Pontianak.
Bogor,
Agustus 2007
Lasmi Yulistiana
26
RIWAYAT HIDUP LASMI YULISTIANA, dilahirkan di Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat pada tanggal 8 Oktober 1970, sebagai anak pertama dari 2 (dua) bersaudara dari pasangan Suanda (almarhum) dan Hj. Alisma, SE, MM. Pada tahun 1983, penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Muhammadyah II Pontianak. Pendidikan Menengah Pertama penulis selesaikan di SMP Negeri 1 Pontianak tahun 1986. Tahun 1989 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Pontianak, pada tahun yang sama penulis diterima sebagai Mahasiswa Pertanian Jurusan Agronomi Universitas Tanjungpura Pontianak lulus pada tahun 1995. Kesempatan melajutkan program S2 pada Program Studi Pengelolaan SDA dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor (IPB) di peroleh pada tahun 2005 atas beasiswa Pemda Provinsi Kalimantan Barat. Penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (BAPEDALDA) Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dengan jabatan terakhir sebagai kepala sub bidang konservasi dan sumber daya air. Penulis menikah pada tahun 1997 dengan Syarif Rabuansyah dan dikarunai putri Qonita Nabila ( 9 tahun ) dan putra Syarif Muhamad Ihsan ( 5 tahun ).
27
SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul ”Penentuan Kualitas Air dan Kajian Daya Tampung Sungai Kapuas, Kota Pontianak” ini merupakan karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan sebelumnya. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bagor, Agustus 2007
Lasmi Yulistiana NRP P 0502050201
28
Karya ini kupersembahkan kepada Ayahda ku (Marlius Bahrun) yang tercinta yang telah menghadap Al Khalik, ” Semoga ilmu yang kuperoleh menjadi Amal Jariah untuknya, ya Allah”. Bogor, Agustus 2007
........ Untuk ibudaku Hj. Alisma,SE,MM, Suamiku Syarif Rabuansyah dan anak anak--anakku Qonita, Ihsan, Azkha, Tazkia, dan Aziq, doa dan keikhlasnmu keikhlasnmu merupakan bagian dari semangatku. ........ serta ibun ibundaku Nani , tante Hj.Ir. Aniswar, Om Baharudin, Om Drs. Erdi, MSi, Tante M. Diana, Tante Fatmawati, Fatmawati, mbu Animar dan adinda Yulianti. S.Kom,M.Kom, Rudi Effendi,S.Ag, Mirza Almasyah,S.Kom, Rista, Luthfi Ardiansyah,SE, Chairunisyah S.Hut, Mutia.SE, Andina Fadjarian,SE, Ami, Ayu, Hafiz Hernandi, , Fariz, terima kasih atas doa dan ketulusannya semoga menjadi amal kepada Allah. ........Dan tak lupa untuk temanteman-tamanku PSL angkatan 2005 ; Sandi,, Rizani, Rizani, Diane, Saiful, Masudin, Anisa Anwar, Indah Sibagariang, Tri, Fitri, Leni, Santi, Uni Farida, Pak Wahid, Pak Radhiso, Aang, Pak Zunaidi, Pak Andriwifa, Pak Sholeh, Pak Amin, dan Kak Eka, Rizka, Pak Wiji, Iskandar, Bang Agus, Pak Ponti, Pak Irianus, Melati, Melati, Desy,SH,M.Hum, Ir. Ani Triana terima kasih atas doa dan dukungan semoga menjadi amal kepada Allah.
29
LASMI YULISTIANA. Study of Water Quality and Pollutant – Loaded Capacity of Kapuas River, Pontianak City, West Kalimantan. Under Supervision of SUPRIHATIN and NASTITI SISWI INDRASTI ABSTRACT
The development of West Kalimantan especially in the surrounding area of Kapuas River contributes significantly to the pollution of the river. Some measures have undertake for reducing the pollutant load entering into the river. The objectives of this study are to determine the water quality and to analyze the pollutant – loaded capacity of Kapuas River, Pontianak. Samples were taken from five different stations, along the river in Pontianak City. Results of laboratory analysis were compered to the water quality standard (PP No. 82 /2001). STORET Method was used to determine the water quality status of each sampling station. The result of laboratory analysis showed that concentrations of TDS were approximately 21 – 1233 mg/L, Hg 16.41-27.01 ppb, Ammonia 0.3 – 0.98 mg/L, BOD 3.06 – 3.99 mg/L, COD 15 – 25 mg/L and Fecal Coliform 0.1 – 12 x 105 MPN/100 ml. These results show that the water quality of Kapuas River do not meet the stated water quality standard including physical, chemical and the microbiology parameters. Water of Kapuas River is no longer proper to be used as raw water for drinking water. The study of industrial waste water shows that the waste water is treated and met the waste water standard (KepMenLH No. 51/1991). Other pollutant sources may the cause of the Kapuas River pollution. Local Government Policies should be undertaken immediately to solve the pollution problem of Kapuas River, because the water of the river is nowdays used as raw water of PDAM in Pontianak.
Keywords : water quality analysis, water quality status, quality standard, Kapuas River.
30
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2007 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1.
2.
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atas seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
31
DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR TABEL…………………………………………………………....
iii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………
iv
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………
v
I
PENDAHULUAN………………………………………………………..
1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………….
1
1.2 Perumusan Masalah………………………………………………….
3
1.3 Kerangka Pemikiran………………………………………………....
4
1.4 Tujuan Penelitian…………………………………………………….
6
1.5 Hipotesis……………………………………………………………..
7
1.6 Manfaat Penelitian…………………………………………………...
7
II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………....
8
2.1 Ekologi Sungai………………………………………………………
8
2.2 Pencemaran Perairan……………………………………………….
11
2.3 Sumber Pencemaran Perairan………………………..………………
12
2.4 Kriteria dan Baku Mutu Air………………………..………………..
13
III METODE PENELITIAN...………………………………………………
15
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian……………………………………….
15
3.2 Bahan dan Alat……………………………………………………....
16
3.3 Pengumpulan data Sekunder……………………………………….
18
3.4 Metode dan Analisis Data……………………………………………
18
3.4.1 Kualitas Air Sungai dan Status Pencemar……………………..
18
3.4.3 Analisis Daya Tampung Sungai...……………………………..
20
IV HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………...
21
4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian…………………………………..
21
4.1.1 Jumlah Penduduk………………………………………………
24
4.1.2 Iklim……………………………………………………………
25
4.1.3 Hidrologi………………………………………………………
26
4.2 Kualitas Air Sungai Kapuas…………………………………………
29
32
4.2.1 Parameter Fisika…………………………………………………
31
4.2.1.1 Suhu Air…………………………………………………. 31 4.2.1.2 Padatan Terlarut Total (TDS)…………………………..
34
4.2.1.3 Padatan Tersuspensi Total (TSS)……………………….
36
4.2.2 Parameter Kimia…………………………………………………
38
4.2.2.1 pH………………………………………………………… 38 4.2.2.2 Merkuri (Hg)……………………………………………..
39
4.2.2.3 Ammoniak……………………………………………….. 42 4.2.2.4 Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD)....…………………... 43 4.2.2.5 Kebutuhan Oksigen Kimia (COD)……………………..... 45 4.2.3 Parameter Mikrobiologi………………………………………….. 47 4.2.3.1 Fecal Coliform…………………………………………..
47
4.3 Daya Tampung Sungai Kapuas……………………………………….
49
4.4 Status Mutu Air Sungai Kapuas di Kota Pontianak…..……………….. 50 4.5 Kajian Pencemaran Limbah Cair Industri…......………………............
56
4.5.1 Kualitas Limbah Cair…………………………………………...
56
4.5.2 Beban Pencemaran Limbah Cair …………………………….....
57
4.5.3 Debit Air Sungai Kapuas ……………………………………….
58
V SIMPULAN DAN SARAN………………………………………………..
60
5.1 Simpulan...............................................................................................
60
5.2 Saran.....................................................................................................
61
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….
62
LAMPIRAN.......................................................................................................
66
33
DAFTAR TABEL Halaman
1
Parameter fisik, kimia, biologi air dan metode analisisnya………….........
17
2
Penentuan sistem nilai untuk menentukan status lingkungan……………..
20
3
Penentuan status mutu perairan……………………………………………
20
4
Kecamatan dan Kelurahan di Kota Pontianak yang berada di tepian Sungai Kapuas…………………………………………………..
23
2
5
Kepadatan penduduk berdasarkan luas (Km )………………………….....
24
6
Data iklim Kota Pontianak Tahun 1995 -2004……………………………
26
7
Sungai dan parit di Kota Pontianak……………………………………….
27
8
Hasil analisis kualitas air Sungai Kapuas di Kota Pontianak……………..
30
9
Tingkat pencemaran perairan berdasarkan DO dan BOD……………….
44
10 Daya tampung perhitungan konsentrasi (mg/L) dan beban (kg/bulan) Sungai Kapuas untuk baku mutu Kelas I………………………………….
51
11 Daya tampung perhitungan konsentrasi (mg/L) dan beban (kg/bulan) Sungai Kapuas untuk baku mutu kelas II………………………………...
52
12 Daya tampung perhitungan konsentrasi (mg/L) dan beban (kg/bulan) Sungai Kapuas untuk baku mutu kelas III……………………………….
53
13 Daya tampung perhitungan Konsentrasi (mg/L) dan beban (kg/bulan) Sungai Kapuas untuk baku mutu kelas IV………………………………
54
14 Nilai Status Mutu IKA-Storet Air Sungai Kapuas di Kota Pontianak.
56
15 Karakteristik Limbah Cair Industri yang ada di Sepanjang Sungai Kapuas di Kota Pontianak……………………………………...
57
16 Beban Pencemaran Limbah Cair Industri yang ada di Sepanjang Sungai Kapuas di Kota Pontianak………………………………………………
58
34
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Bagan alir kerangka pemikiran……………..……………………………
6
2
Peta lokasi penelitian Kota Pontianak…………………………………...
15
3
Peta kondisi administrasi di kawasan Sungai Kapuas…………………
21
4
Hasil pengukuran suhu air (o C) 003-2007………………………..
33
5
Hasil analisis TDS (mg/L) air Sungai Kapuas Tahun 2007 di Kota Pontianak…………………………………………………………
35
6 Hasil analisis TSS (mg/L) air Sungai Kapuas Tahun 2007 di Kota Pontianak …………………………………………………………
38
7 Hasil Pengukuran pH air Sungai Kapuas Tahun 2007 di Kota Pontianak………………………………………………………….
39
8 Hasil analisis Hg air Sungai Kapuas Tahun 2007 di Kota Pontianak………………………………………………………….
41
9
Hasil analisis Ammoniak air Sungai Kapuas Tahun 2007 di Kota Pontianak………………………………………………………….
43
10 Hasil analisis BOD (mg/L) air Sungai Kapuas Tahun 2007 di Kota Pontianak………………………………………………………….
45
11 Hasil analisis COD (mg/L) air Sungai Kapuas Tahun 2007 di Kota Pontianak………………………………………………………….. 3
12 Hasil pengukuran debit Sungai Kapuas (m /detik)……………………..
46 58
35
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
Peta pengambilan sampling air Sungai Kapuas di Kota Pontianak …
66
2
Hasil analisis air Sungai Kapuas di Kota Pontianak…………………
67
3
Hasil analisis kualitas air Sungai Kapuas Tahun 2003-2005………..
69
4
Perhitungan status mutu air (IKA-STRORET) Sungai Kapuas di Kota Pontianak……………………………………………………
70
Baku mutu air menurut peruntukkannya berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001…………………………..
75
5 6 7
Letak pengambilan sampling air di lima titik air Sungai Kapuas di Kota Pontianak Tahun 2007……………………..
77
Alat pengambilan sampling air Sungai Kapuas……………….........
78
36
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Etty Riani, MS.
37
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang menjabarkan pembangunan sesuai dengan kondisi, potensi dan kemampuan suatu daerah tersebut. Pembangunan daerah merupakan akumulasi dari semua kegiatan pembangunan sektoral, daerah dan swasta serta masyarakat yang berlangsung di daerah termasuk didalamnya adalah pembangunan lingkungan hidup. Sejalan dengan meningkatnya kegiatan pembangunan daerah, permasalahan lingkungan di daerah juga semakin meningkat. Oleh karena itu, hal tersebut perlu diikuti dengan peningkatan kapasitas pengelolaan lingkungan hidup khususnya pengendalian dampak lingkungan oleh Pemerintah Daerah sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kegiatan pembangunan yang semakin meningkat akan menimbulkan resiko suatu pencemaran dan perusakan lingkungan hidup, sehingga struktur dan fungsi dasar ekosistem yang menjadi penunjang kehidupan dapat rusak. Karena itu diperlukan suatu usaha dalam meminimalisasikan kerusakan tersebut. Agar lingkungan hidup dapat serasi, selaras dan seimbang perlu dilakukan pengawasan, pengendalian dan pemulihan lingkungan dari kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup itu sendiri. Salah satu sumberdaya yang merupakan bagian dari ekosistem adalah sumberdaya air. Air merupakan salah satu faktor yang penting bagi makhluk hidup dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Walaupun demikian tidak semua air dapat langsung dipergunakan
untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup, tetapi harus memenuhi
kriteria dalam setiap parameter yang telah ditetapkan. Sebagian besar air untuk keperluan sehari-hari berasal dari sungai, baik untuk keperluan bahan baku air minum, pengairan sawah, perikanan, peternakan, industri, tempat hidup satwa liar, transportasi dan rekreasi. Selain itu masyarakat yang berada di pinggiran atau tepian sungai memanfaatkan sungai untuk keperluan mandi, cuci dan kakus. Akibat pemakaian air
38
sungai untuk keperluan berbagai sektor tersebut, menyebabkan sifat fisik, kimia dan biologi air dalam badan air sungai sering mengalami perubahan karena adanya pencemaran. Sumber-sumber pencemaran menurut Sastrawijaya (2000), dibedakan menjadi sumber domestik (perkampungan, kota, pasar, jalan, terminal, rumah sakit dan sebagainya) dan sumber non domestik (pabrik, industri, pertanian, peternakan, perikanan, transportasi dan sumber pencemar lainnya). Daerah Provinsi Kalimantan Barat termasuk salah satu daerah yang dapat dijuluki Provinsi “ Seribu Sungai” julukan ini selaras dengan kondisi geografis yang mempunyai ratusan sungai besar dan sungai kecil yang diantaranya dapat dan sering dilayari. Kota Pontianak sebagai ibukota Provinsi Kalimantan Barat memiliki potensi sumberdaya air yang sangat besar karena dialiri oleh Sungai Kapuas. Sungai Kapuas merupakan sungai terpanjang di Indonesia yaitu 1.086 Km dan juga daerah aliran sungai memiliki luas catchment 98.249 Km2, dimana terdapat 33 sungai induk dan 11 cabang. Sungai Kapuas ini memiliki nilai dan fungsi strategis bagi masyarakatnya serta mempunyai peran yang sangat besar dalam era pembangunan di daerah Provinsi Kalimantan Barat. Beberapa masalah lingkungan hidup di Provinsi Kalimantan Barat telah menjadi issu pokok lingkungan yang berpengaruh terhadap penciptaan kualitas lingkungan dan pada gilirannya akan berpengaruh terhadap kualitas hidup masyarakat umumnya, diantaranya kualitas peranan badan air Sungai Kapuas. Saat ini trennya menunjukkan adanya kecenderungan penurunan kualitas sebagai akibat adanya buangan limbah
industri,
buangan
limbah
domestik
(perumahan),
pembukaan
lahan,
ekstensifikasi perkebunan dan hasil akhirnya berupa residu pupuk, pestisida dan lain sebagainya. Hal ini akan berakibat menurunnya daya tampung perairan sungai tersebut. Menurunnya daya tampung perairan sungai akan berdampak luas terhadap pemanfaatan air sungai, baik untuk keperluan perikanan, pertanian, air baku air minum, sarana industri, transportasi, rekreasi dan kehidupan masyarakat. Berdasarkan hal diatas, maka kajian mengenai daya tampung perairan Sungai Kapuas sangat diperlukan, sehingga dapat diambil manfaat yang lebih besar dalam rangka memelihara kelangsungan fungsi sungai. Selain itu kajian ini dapat dijadikan sebagai dasar untuk menentukan kualitas air Sungai Kapuas.
39
1.2
Perumusan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pertambahan jumlah penduduk dan pertumbuhan
ekonomi, maka pemakaian sumberdaya air juga meningkat. Peningkatan pemakaian sumberdaya air yang tidak terkendali cenderung akan meningkatkan potensi terjadinya pencemaran sehingga dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas ketersediaan sumberdaya air. Pertumbuhan ekonomi dapat tercapai apabila adanya pembangunan secara berkesinambungan, sementara pembangunan pada hakekatnya dapat dilakukan melalui pemanfaatan sumberdaya alam oleh kegiatan industri. Disamping menghasilkan produksi industri juga menghasilkan produk samping yang disebut limbah. Setiap produk diperlukan dalam upaya peningkatan kesejahteraan, sementara limbah merupakan ancaman bagi ekosistem karena dapat merugikan atau mengurangi kesejahteraan. Air bersih merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi penduduk baik untuk memasak, minum, mencuci maupun mandi. Bagi kebanyakan penduduk secara tradisional penggunaan air bersih masih bersumber dari sungai dan air hujan. Daerah Provinsi Kalimantan Barat, khususnya Kota Pontianak penggunaan air bersih masih bersumber dari sungai/danau dan air hujan. Berkenaan dengan fungsi Daerah Aliran Sungai Kapuas, bahwa ketergantungan masyarakat akan keberadaannya sangat tinggi. Tetapi ketergantungan masyarakat yang sangat tinggi tidak diikuti dengan perilaku masyarakat yang baik terhadap fungsi dan keberadaan Sungai Kapuas. Hal ini dapat menurunkan kualitas dan kuantitas air yang pada akhirnya akan menurunkan nilai dan fungsi strategisnya sehingga menimbulkan kerugian bagi masyarakat itu sendiri. Dalam pemanfaatannya Daerah Aliran Sungai Kapuas masyarakat sering melupakan untuk menjaga kelestarian fungsinya dan seringkali menjadikan badan Sungai Kapuas tersebut menjadi terminal akhir dari pembuangan limbah kegiatan yang berada di sepanjang perairan Sungai Kapuas. Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat (2003), disebutkan bahwa sebanyak 28% masyarakat Kalimantan Barat pada umumnya menggunakan air sungai sebagai sumber air untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Sedangkan menurut data Dinas Kesehatan Kota Pontianak
40
Tahun 2002 bahwa sebanyak 12.996 kasus penyakit yang sebabkan antara lain dari pemanfaatan sumber air sungai.
1.3
Kerangka Pemikiran Pembangunan, pertumbuhan dan pemanfaatan Sumberdaya yang menunjang
berbagai kepentingan pembangunan di wilayah Kota Pontianak dan sekitarnya memberikan kontribusi yang besar terhadap beban pencemaran yang masuk melalui sungai dan perairannya. Beban pencemaran di Sungai Kapuas bertambah berat baik yang disebabkan oleh alam maupun aktifitas manusia. Berbagai kegiatan pembangunan seperti pariwisata, pertanian, pertambangan, industri, perhubungan dan lain-lain menambah kompleksnya permasalahan pencemaran yang terjadi. Masyarakat daerah Provinsi Kalimantan Barat khususnya Kota Pontianak, Sungai Kapuas layak disebut sebagai jantung kehidupan mereka. Pemanfaatannya bukan hanya untuk cuci, mandi, dan minum, melainkan juga sebagai sumber nafkah. Sungai Kapuas bersama anak sungainya telah menjadi urat nadi kehidupan masyarakat Kalimantan Barat. Berdasarkan data Dinas Perhubungan Kalimantan Barat Tahun 2000, sampai saat ini sebanyak 1.031 unit perahu motor serta 156 unit speed boad melayani pengangkutan sungai di daerah itu. Daya angkut perahu motor yang ada berkisar 5 ton 20 ton. Rute yang dilayani antara lain dari Kota Pontianak – Sanggau – Sintang Putussibau pergi pulang untuk mengangkut barang kebutuhan pokok. Kehadirannya setidaknya telah mampu meminimalisasi kesenjangan sosial dan ekonomi masyarakat kota serta desa. Hubungan antar mereka menjadi lebih dekat, hasil pertanian bisa dipasarkan, kebutuhan pokok dapat dibeli. Semuanya itu berkat jasa perahu motor yang setiap hari melayani angkutan barang dan penumpang menyusuri alur sungai dari serta ke kawasan pedalaman, terpencil dan hulu sungai. Pemakaian air sungai untuk keperluan berbagai sektor tersebut, menyebabkan sifat fisik, kimia dan biologi air dalam badan air sungai sering mengalami perubahan karena adanya pencemaran. Air buangan yang berasal dari aktivitas kegiatan industri, perdagangan, permukiman dan transportasi yang di buang ke perairan sungai sangat mempengaruhi kualitas air sungai yang bersangkutan. Kualitas air sungai yang sesuai
41
dengan peruntukannya akan memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar, terutama bagi masyarakat yang berada pada sepanjang pinggiran atau tepian Sungai Kapuas, dengan kondisi demikian pengelolaan sungai secara berkelanjutan dapat diwujudkan. Kualitas perairan sungai merupakan suatu alat yang dapat menduga dan mengevaluasi terjadinya perubahan lingkungan. Kualitas air dari suatu perairan dapat dinyatakan baik apabila telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan sesuai dengan peruntukannya, seperti bahan baku air minum, prasarana/sarana rekreasi, industri, perikanan, peternakan dan pertanian. Suatu perairan dikatakan telah tercemar apabila beban pencemarnya telah melampaui kriteria baku mutu air yang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001. Kondisi ini bila tidak dikelola dengan baik akan segera menimbulkan dampak yang negatif terhadap masyarakat Kota Pontianak, khususnya masyarakat yang berada di pinggiran Sungai Kapuas tersebut. Gambaran tentang kualitas air Sungai Kapuas dapat diketahui dengan melakukan suatu pengamatan terperinci yang berkaitan dengan keadaan, kondisi lingkungan sekitar daerah aliran Sungai Kapuas serta mengumpulkan data sekunder dan data primer hasil analisis parameter fisik, kimia dan biologi, kemudian dibandingkan dengan baku mutu air minum Kelas I berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001. Hasil analisis ini nantinya akan menggambarkan apakah telah terjadi penurunan kualitas air atau tidak. Kerangka pemikiran yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
42
Aktivitas Masyarakat di Sekitar Sungai Kapuas Kota Pontianak
Permukiman
Pabrik/Industri
Transportasi/perhubungan
Perdagangan
LIMBAH
PENCEMARAN
Analisis Air Sungai Kapuas
Analisis Kualitas Limbah Cair Industri
Penentuan Status Pencemaran
Penentuan Daya Tampung
` Analisis Kualitas Air Sungai Kapuas (PP No.82 Tahun 2001)
Pengendalian Pencemaran Perairan Sungai Kapuas, Kota Pontianak
Gambar 1 Bagan alir kerangka pemikiran ---- : Ruang Lingkup Penelitian 1.4
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian adalah:
1. Menentukan tingkat kualitas air dan status mutu air Sungai Kapuas di Kota Pontianak. 2. Menentukan daya tampung Sungai Kapuas di Kota Pontianak. 3. Mengkaji pencemaran limbah cair dari kegiatan industri yang berada di pinggiran Sungai Kapuas, Kota Pontianak.
43
1.5
Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah:
1. Kualitas air Sungai Kapuas di Kota Pontianak sudah melewati baku mutu untuk berbagai keperluan. 2. Daya tampung Sungai Kapuas di Kota Pontianak sudah terlewati.
1.6
Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah :
1. Sebagai bahan masukan kepada pihak pemerintah dan pihak terkait dalam mengelola lingkungan diperairan Sungai Kapuas. 2. Sebagai bahan masukan bagi penelitian selanjutnya .
44
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekologi Sungai Aspek ekologi adalah aspek yang merupakan kondisi seimbang yang unik dan memegang peranan penting dalam konservasi dan tata guna lahan serta pengembangan untuk menekan masalah yang timbul sebagai akibat dari perubahan global yang disebabkan manusia (Forman, 1996). Sungai terdiri dari bagian-bagian yang berperan penting secara ekologis. Maryono (2003) menyatakan bahwa sempadan sungai sering juga disebut dengan bantaran sungai namun sebenarnya ada sedikit perbedaan, karena bantaran sungai adalah daerah pinggir sungai yang tergenangi air saat banjir (flood plain). Bantaran sungai bisa juga disebut bantaran banjir, sedangkan sempadan sungai adalah daerah bantaran banjir ditambah lebar longsoran tebing sungai (sliding) yang mungkin terjadi, lebar bantaran ekologis, dan lebar keamanan yang diperlukan terkait dengan letak sungai (misal areal permukiman dan non permukiman). Sempadan sungai (terutama di daerah bantaran banjir) merupakan daerah ekologi dan sekaligus hidrolis sungai yang sangat penting. Sempadan sungai tidak dapat dipisahkan dengan badan sungai nya (alur sungai) karena secara hidrolis dan ekologis merupakan satu kesatuan. Secara hidrolis sempadan sungai merupakan daerah bantaran banjir yang berfungsi memberikan kemungkinan luapan air banjir ke samping kanan kiri sungai sehingga kecepatan air ke hilir dapat dikurangi. Sempadan sungai merupakan daerah tata air sungai yang padanya terdapat mekanisme inflow ke sungai dan outflow ke air tanah. Proses inflow outflow tersebut merupakan proses konservasi hidrolis sungai dan air tanah pada umumnya. Secara ekologis sempadan sungai merupakan habitat dimana komponen ekologi sungai berkembang. Jika sistem ekologi dan hidrolis sempadan sungai ini terganggu, misalnya dengan adanya bangunan di atasnya, maka fungsi ekologis dan hidrolis yang sangat vital tersebut akan rusak. Ekosistem sungai merupakan bagian dari ekosistem perairan mengalir. Ekosistem perairan mengalir ini bervariasi ukurannya mulai dari sungai yang memiliki debit aliran sangat besar (seperti Sungai Amazon dengan debit aliran rata-rata 93.000
45
m3/detik) hingga sungai dengan debit sangat kecil (beraliran tenang). Berdasarkan panjangnya, sungai bervariasi mulai dari anak-anak sungai dipegunungan hingga sungai-sungai yang besar. Kondisi sungai seperti di atas merupakan faktor-faktor abiotik dari ekosistem perairan mengalir yang akan memberikan respon terhadap komunitas biotiknya (Basmi, 1999). Sungai mentransportasikan bahan-bahan yang tererosi (terlarut maupun tersuspensi) dalam jumlah yang sangat besar dari lahan bagian atas menuju dataran yang lebih rendah dan akhirnya bermuara di lautan (Wetzel, 2001). Sungai dicirikan oleh arus yang searah dan relatif kencang. Kecepatan arus berkisar antara 0,1 - 1,0 m/detik. Kecepatan arus ini sangat dipengaruhi oleh waktu, iklim dan pola drainase. Sungai merupakan tempat terjadi pencampuran massa air secara menyeluruh sehingga pada sungai tidak terbentuk stratifikasi vertikal kolom air seperti pada perairan tergenang (lentik). Kecepatan arus atau pergerakan air, jenis sedimen dasar, erosi dan sedimentasi merupakan empat hal yang paling berperan dalam ekosistem perairan mengalir dan dalam pengklasifikasian perairan mengalir (Effendi, 2003). Secara garis besar sungai dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu (Reid, 1961): 1. Sungai Bagian Hulu. Pada bagian ini gradient/kemiringan dasar sungai cukup besar sehingga air bergerak dengan arus yang cepat. Substrat dasar pada bagian ini umumnya terdiri dari bebatuan dan kerikil, namun pada bagian dimana arusnya cukup pelan (pools) ditemukan juga substrat pasir dan detritus organik dalam jumlah yang sedikit. 2. Sungai Bagian Tengah. Pada bagian ini gradient/kemiringan dasar sungai tidak terlalu besar sehingga air bergerak dengan arus yang lebih pelan dibandingkan pada bagian hulu. Substrat dasar pada sungai bagian ini umumnya didominasi oleh material kasar seperti pasir, sedangkan lumpur hanya ditemukan pada bagian sungai yang sedikit tergenang (pools) dan pinggiran sungai. 3. Sungai Bagian Hilir. Bagian ini terletak dekat mulut sungai. Substrat dasar umumnya terdiri dari lumpur dan deritus organik. Batas garis pantai pada bagian ini tidaklah jelas karena sungai memiliki daerah dataran banjir yang luas. Sungai pada bagian ini ditandai oleh adanya semak-semak dan rawa.
46
Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961): a. Sungai Permanen, yaitu sungai yang senantiasa berair sepanjang tahun. b. Sungai Intermitten, yaitu sungai yang dapat mengering (terutama pada musim kemarau yang panjang). c. Sungai Episodik, yaitu sungai yang hanya berair sewaktu hujan. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu ekosistem dimana di dalamnya terjadi suatu proses interaksi antara faktor-faktor biotik, abiotik dan manusia. DAS merupakan suatu wilayah yang dibatasi oleh batas alam, seperti punggung-punggung bukit atau gunung, maupun batas buatan, seperti jalan atau tanggul, dimana air hujan yang turun di wilayah tersebut memberi kontribusi aliran ke titik control (outlet). Sebagai suatu ekosistem, maka setiap ada masukan (input) ke dalam DAS, proses yang terjadi dan berlangsung didalamnya dapat dievaluasi berdasarkan keluaran (output) dari ekosistem tersebut. Komponen masukan dalam ekosistem DAS adalah curah hujan, sedangkan komponen keluaran terdiri dari debit air dan muatan sedimen. Komponenkomponen DAS yang berupa vegetasi, tanah dan saluran/sungai dalam hal ini bertindak sebagai prosesor (Suripin, 2001). Lingkungan sungai merupakan suatu bentuk lingkungan ekologis yaitu lingkungan lotik (air mengalir) yang dipengaruhi oleh kecepatan aliran, turbiditas dan suhu serta kedalaman air (Nurisjah, 2001). Selanjutnya Nurisjah (2001) menyatakan sungai merupakan tempat mengalirnya air yang berasal dari air hujan pada suatu alur yang panjang di atas permukaan bumi dan merupakan salah satu badan air lotik yang utama. Sungai mempunyai peranan yang sangat besar bagi perkembangan peradaban manusia di dunia ini, yakni dengan menyediakan banyak daerah subur yang umumnya terletak di bagian lembahnya. Sungai juga merupakan sebagai salah satu elemen kehidupan manusia yang paling utama dan sebagai sarana transportasi guna meningkatkan mobilitas dan komunikasi antar manusia. Sungai juga berhubungan erat dengan kehidupan sehari-hari manusia. Di daerah pegunungan, air digunakan untuk membangkitkan tenaga listrik, sumber air irigasi, sumber air minum, kebutuhan industri dan lainnya. Sungai juga
47
bermanfaat sebagai tempat rekreasi berbasis air sungai (bersampan, memancing, arung jeram, dan lain-lain), pariwisata dan kegiatan perikanan. Ruang-ruang sungai yang melintas areal pemukiman padat biasanya dipelihara dengan baik sebagai suatu bentuk ruang terbuka. Ruang-ruang sungai memiliki manfaat lingkungan yang tinggi, terutama dalam upaya mengendalikan kualitas lingkungan dan untuk areal rekreasi. Ruang-ruang sungai juga digunakan sebagai saluran pembuangan air selokan kota dan air buangan dari areal pertanian. Sifat dan karakter suatu sungai dipengaruhi oleh luas dan bentuk daerah aliran sungai (DAS) serta kemiringannya. Lokasi anak sungai dalam suatu DAS terutama ditentukan oleh keadaan daerahnya (Nurisjah, 2001). Bagian dari ekologi sungai adalah badan air yaitu lingkungan perairan sungai sebagai suatu ekosistem, habitat dan sumber daya alam yang selain merupakan objek yang dipengaruhi manusia juga merupakan subyek yang dapat mempengaruhi kehidupan dan perikehidupan manusia. Sebagai suatu ekosistem, kualitas dan kuantitas air sungai pada suatu sub sistem akan dipengaruhi oleh sub sistem lainnya, yaitu dari sub sistem hulu sampai dengan sub sistem hilir antara sub sistem airnya dan sub sistem sempadan sungai serta sub sistem daratan tangkapan airnya (Tim Prokasih, 2004).
2.2 Pencemaran Perairan Menurut Odum (1971), pencemaran adalah perubahan sifat fisik, kimia dan biologi yang tidak dikehendaki pada udara, tanah dan air. Sedangkan menurut Saeni (1989), pencemaran adalah peristiwa adanya penambahan bermacam-macam bahan sebagai hasil dari aktivitas manusia, kedalam lingkungan yang biasanya dapat memberikan pengaruh yang berbahaya terhadap lingkungannya. Pencemaran juga terjadi apabila ada gangguan terhadap daur suatu zat, sehingga terjadi pembuangan (Soemarwoto,1992). Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, menyatakan pencemaran air adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air menurun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan tidak lagi berfungsi sesuai peruntukkannya (Anonim, 2001). Wardoyo (1979), menyatakan bahwa pencemaran air adalah peristiwa penambahan
48
bahan oleh manusia kedalam perairan, sehingga merusak atau membahayakan kehidupan organisme di dalamnya, berbahaya bagi kesehatan manusia, mengganggu aktivitas perairan termasuk penangkapan ikan, merusak daya guna air dan mengurangi keindahan. Menurut Kristanto (2002), pencemaran air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal, bukan dari kemurniannya. Harsanto (1995), mengatakan bahwa air dikatakan tercemar jika mengalami halhal berikut : 1.
Air mengandung zat, energi dan atau komponen lain yang dapat merubah fungsi air sesuai peruntukkannya atau disebut parameter pencemaran.
2.
Kandungan parameter pencemaran didalam air telah melampaui batas toleransi tertentu atau disebut baku mutu hingga menimbulkan gangguan terhadap pemanfaatannya. Dengan kata lain tidak sesuai dengan peruntukannya.
2.3 Sumber Pencemaran Perairan Di Indonesia banyak sungai yang telah mencapai taraf pencemaran yang merugikan, khususnya sungai-sungai yang alirannya melalui daerah perkotaan (daerah padat penduduk) dan wilayah perindustrian (Saeni, 1989). Penyebab pencemaran sebenarnya berasal dari sisa-sisa benda yang dibuat, dipakai dan dibuang oleh manusia. Selain itu pencemaran juga berasal dari lolosnya sebagian/sisa bahan baku yang digunakan dalam proses suatu produksi. Pencemaran meningkat bukan hanya disebabkan oleh meningkatnya pemakaian lahan oleh manusia, tetapi juga disebabkan oleh meningkatnya tuntutan hidup manusia dari tahun ke tahun (Odum, 1971). Pembuangan limbah industri dan domestik ke badan air merupakan penyebab utama pencemaran air. Ekosistem dalam badan air mempunyai kapasitas pemurnian tertentu. Dalam aliran yang alamiah terjadi siklus yang seimbang antara kehidupan flora dan fauna air. Pencemaran akibat pembuangan limbah industri maupun limbah domestik akan mengganggu sistem yang ada. Air mempunyai kemampuan untuk memurnikan dirinya sendiri secara biologis selama beban pencemar yang diterimanya tidak melebihi batas (Suripin, 2001). Kegiatan pertanian baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi kualitas perairan, terutama dengan adanya penggunaan pupuk dan
49
pestisida (Sutamihardja, 1992). Di dalam suatu daerah aliran sungai, penurunan kualitas air terutama disebabkan oleh limbah domestik, limbah industri, kegiatan pertambangan dan limbah pertanian. Penggunaan lahan untuk bidang pertanian yang melampaui batas di daerah hulu sungai akan mempengaruhi kualitas daerah perairan hilir dan muara sungai (Mahbub, 1986). Menurut Manan (1977), masalah kualitas air sungai terutama disebabkan oleh kandungan sedimen dalam air sungai akibat terjadinya erosi pada bagian DAS, terutama di bagian hulu. Kualitas perairan merupakan tingkat kesesuaian air terhadap penggunaan tertentu dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, mulai dari air untuk memenuhi kebutuhan langsung yaitu air minum, mandi dan cuci, air irigasi atau pertanian, peternakan, rekreasi dan transportasi. Kualitas perairan yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran air mencakup tiga karakteristik yaitu: 1. Sifat-sifat fisik air, seperti suhu, daya hantar listrik, kekeruhan, konsentrasi padatan terlarut dan tersuspensi. 2. Sifat-sifat kimia air, seperti nilai pH, oksigen terlarut, BOD, COD, minyak dan lemak, logam berat dan bahan pencemar lainnya. 3. Sifat-sifat biologis air, seperti adanya bakteri Escherichia coli yang merupakan salah satu indikator yang menunjukkan pencemaran air (Suripin, 2001).
2.4 Kriteria dan Baku Mutu Air Kualitas air sangat ditentukan oleh konsentrasi bahan pencemar di dalam air. Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, menggolongkan air berdasarkan peruntukannya menjadi 4 (empat) kelas yaitu : 1. Kelas satu, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; 2. Kelas dua, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
50
3. Kelas tiga, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; 4. Kelas empat, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang di tegang keberadaannya di dalam air. Baku mutu air ini ditetapkan pemerintah berdasarkan peraturan undang-undang dengan mencatumkan pembatasan konsentrasi dari berbagai parameter kualitas air. Baku mutu air berlaku untuk lingkungan perairan suatu badan air, sedangkan baku mutu limbah berlaku untuk limbah cair yang akan masuk ke perairan.
51
III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di daerah aliran Sungai Kapuas di Kota Pontianak, yang mana banyak dijumpai berbagai aktivitas manusia seperti industri, pelayaran (dermaga), pasar, pemukiman di daerah tersebut. Pengambilan sampel dilakukan di lima stasiun pengamatan di aliran Sungai Kapuas di Kota Pontianak, Stasiun I Muara Jungkat terletak antara 00o 03’ 48,4” LS hingga 109o 11’ 30,0” BT, Stasiun II TPI terletak antara 00o 00’ 06,2” LS hingga 109o 18’ 05,8” BT, Stasiun III Depan Korem terletak antara 00o 01’ 15,4” LS hingga 109o 20’ 22,6” BT, Stasiun IV Simpang Sungai Landak Hilir terletak antara 00o 01’ 07,2” LS hingga 109o 21’ 54,3” BT dan Stasiun V Sudarso terletak antara 00o 03’ 27,0” LS hingga 109o 22’ 03,4” BT sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2 Peta Kota Pontianak dan lokasi sampling
52
Ke Lima stasiun pengamatan tersebut adalah : 1.
Stasiun 1 :
Muara Jungkat .
2.
Stasiun 2 :
TPI (aktivitas manusia yang dijumpai adalah dermaga, pasar dan permukiman Kecamatan Sei. Kakap Kota Pontianak)
3.
Stasiun 3 :
Korem (aktivitas manusia yang dijumpai adalah industri crumb rubber, tempat hiburan, penginapan dan pemukiman di Kecamatan Pontianak Barat Kota Pontianak)
4.
Stasiun 4 :
Simpang Sungai Landak Hilir (aktivitas manusia yang dijumpai adalah industri playwood dan permukiman di Kecamatan Sei Raya Kota Pontianak)
5.
Stasiun 5:
Sudarso
(aktivitas
manusia
dijumpai
adalah
industri
playwood, Rumah Sakit dan permukiman Kecamatan Sei.Raya Kota Pontianak)
Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2006 sampai dengan Maret 2007, pengambilan sampling ulangan I dilakukan pada tanggal 3 Januari 2007, ulangan II pada tanggal 6 Februari 2007, ulangan III pada tanggal 15 Februari 2007 dan ulangan IV pada tanggal 7 Maret 2007. 3.2 Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat dan bahan yang digunakan untuk mengukur paramater pH, DO, BOD dan TSS. Adapun alat yang digunakan meliputi: botol sampel, cawan Goch atau penyaring yang dilengkapi penghisap atau penekan, kertas saring berpori 0,45 µm, alat pendingin (Box Ice), oven pemanas, desikator, neraca analitik kapasitas 200 gram ketelitian 0,1 mg, penjepit, pH meter, labu ukur 1 liter, termometer, DO meter, Botol BOD 300 ml, pengaduk otomatis, lemari pengeram BOD, aerator, gelas ukur 100 ml dan 1000 ml, labu ukur 100 ml dan 1000 ml, gelas piala 100 ml dan 2000 ml, tabung COD, buret, pipet 10 ml, labu erlemeyer 100 ml, tabung reaksi, tabung durham, kapas, pembakar bunsen, GPS (Global Possition System), alat tulis menulis, label dan alat pengambil contoh air. Bahan yang digunakan meliputi : sampel air sungai, air suling, larutan buffer pH, larutan campuran kalium dikromat-merkuri sulfat (Hadi , 2005).
53
Teknik sampling untuk pengambilan contoh air yang dianalisis dilaksanakan secara komposit pada musim kemarau. Pengambilan contoh ini dilakukan pada tiga lapisan, yaitu pada permukaan, tengah dan bagian bawah sungai. Contoh air dari ketiga lapisan tersebut dicampur sampai homogen. Contoh air tersebut dimasukkan ke dalam botol polietilen sampai penuh dengan diberi pengawet HNO3 untuk logam berat, kemudian di tutup rapat, diberi label dan di bungkus dengan menggunakan alumunium foil, setelah itu dimasukkan ke dalam box ice dan siap dibawa ke laboratorium untuk dianalisis. Analisis air dilakukan di Laboratorium Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat yang merupakan salah satu laboratorium lingkungan daerah. Penentuan parameter yang diteliti berdasarkan jenis-jenis kegiatan yang terdapat sepanjang aliran Sungai Kapuas. Metode analisis yang digunakan disesuaikan dengan parameter yang diteliti sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1 Parameter fisik, kimia, biologi air dan metode analisisnya No .
Paramter
Satuan
Alat Analisis
Metode Analisis
mg/L
Gravimetri
SNI M -03-1989
mg/L C µ mhos/cm
Gravimetri Termometer Konduktometri
SNI M -03-1989 SNI 06-2413-1991 SNI M -03-1989
ppb mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L ug/L
pH meter AAS Winkler,inkubasi Bikromat,Refluks Titrimetri Spektofotometrik Spektofotometrik AAS Amino Antipirin
SNI 06-2413-1991 SNI M - 83 -1990 SNI M - 69 -1990 SNI M- 70 - 1990 SNI M- 70 - 1990 SNI M- 53 - 1990 SNI M- 70 - 1990 SNI M - 83 -1990 SNI M - 83 -1990
Jml/100 mL
MPN
MPN
Fisika 1. 2. 3. 4.
Padatan Tersuspensi Padatan Terlarut Suhu DHL
0
Kimia 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
pH Air Raksa BOD COD Khlorida Nitrit Ammoniak Timbal fenol Biologi
14. Fecal Coliform
54
3.3 Pengumpulan Data Sekunder Data pendukung dikumpulkan dari perbagai instansi terkait yang ada di Kota Pontianak dan Provinsi Kalimantan Barat seperti BPS, Bappeda, Bapedalda, Dinas Tata Kota, Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah, Kantor Kecamatan Kota Pontianak, Dinas Kehutanan, Dinas Perhubungan, BMG, Dinas Pertambangan dan Energi Sumberdaya Mineral. Data pendukung meliputi data kependudukan, data iklim, data kualitas air Sungai Kapuas hasil pemantuan tahun 2002 – 2005, data debit air sungai dan potensi pertambangan emas.
3.4 Metode Analisis Data Untuk mengevaluasi apakah kualitas air Sungai Kapuas layak dimasukkan ke dalam klasifikasi Kelas I, maka tiap parameter kualitas air hasil analisis dibandingkan dengan mutu air Kelas I berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Parameterparameter kualitas air yang telah melewati batas maksimum yang diperbolehkan, dipelajari sejauh mana penyimpangannya dari baku mutu yang telah ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3.4.1
Kualitas air Sungai dan Status pencemar Hasil pengukuran karakteristik kualitas air (fisika, kimia dan biologi) yang
diperoleh dibandingkan dengan standar baku mutu berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Pencemaran Air. Status kualitas lingkungan Sungai Kapuas ditetapkan dengan menggunakan metode Storet. Status kualitas lingkungan perairan ditetapkan untuk setiap titik stasiun pengamatan. Pada prinsipnya metode ini membandingkan antara data kualitas dengan baku mutu yang disesuaikan dengan peruntukkannya guna menentukan status mutu air (KepmenLH No. 115 Tahun 2003).
55
Tahapan analisis data untuk menentukan indeks STORET
adalah sebagai
berikut : 1. Data hasil pengukuran untuk tiap parameter dibuat tabulasi nilai kadar maksimum, minimum maupun rerata yang kemudian dibandingkan dengan data hasil pengukuran dan nilai baku mutu yang sesuai dengan peruntukannya. 2. Jika hasil pengukuran pengukuran memenuhi baku mutu air (hasil pengukuran ≤ baku mutu) maka diberi skor 0. 3. Jika hasil pengukuran tidak memenuhi baku mutu (hasil pengukuran > baku mutu ) maka diberi skor sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2. 4. Jumlah negatif dari seluruh parameter dihitung dan ditentukan status mutunya dari jumlah skor yang diperoleh dengan menggunakan Sistem EPA (Environmental Protection Agency) yang disajikan pada Tabel 3. Tabel 2 Penentuan sistem nilai untuk menentukan status lingkungan Jumlah Sampel
Nilai
Maksimum Minimum < 10 Rerata Maksimum Minimum ≥ 10 Rerata Sumber : KepmenLH No. 115 Tahun 2003
Parameter Fisika Kimia
Biologi
-1 -1 -3 -2 -2 -6
-3 -3 -7 -6 -6 -18
-2 -2 -6 -4 -4 -12
Tabel 3 Penentuan status mutu perairan Kelas
Skor
Kreteria
A
=0
Baik Sekali
B
-1 s/d -10
Baik
C
-11 s/d -30
Sedang
D
> -30
Buruk
Sumber : KepmenLH No. 115 Tahun 2003
56
3.4.2
Analisis Daya Tampung Sungai Analisis daya tampung dilakukan dengan pengukuran secara langsung pada
stasiun pengamatan yang menuju ke muara sungai (KepMenLH Nomor 110 Tahun 2003). Cara perhitungan daya tampung didasarkan atas pengukuran langsung debit sungai dan konsentrasi parameter-parameter yang diamati didalam sungai dengan persamaan sebagai berikut : KDTi = Cbmi – Ci ...................................................... ( persamaan 1) BPTi = KDTi x Q ( 1 x 10 -6 x 30 x 24 x 3600 )....( persamaan 2) Dimana : KDTi = Daya tampung sungai dalam satuan konsentrasi (mg/L) BPTi = Daya tampung sungai parameter ke-i dalam satuan beban (kg/bulan) Cbmi = Konsentrasi baku mutu parameter ke-i untuk kelas tertentu ( I, II, III atau IV) Q = Debit sungai ( m3/s) Ci = Konsentrasi parameter ke - i (mg/L)
57
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kota Pontianak merupakan ibukota Provinsi Kalimantan Barat dengan luas wilayah 107,82 km2. Secara geografis Kota Pontianak terletak pada 0°02’24” LU0°01’37” LS dan 109°16’25”BT - 109°23’04” BT dan berada pada ketinggian antara 0,10 meter sampai 1,50 meter di atas permukaan laut. Wilayah penelitian adalah Sungai Kapuas yang merupakan bagian dari wilayah Kota Pontianak dengan sempadan 100 meter di kiri kanan sungai (Gambar 3).
Ket:
= Sungai Kapuas di batas wilayah penelitian
Gambar 3 Peta kondisi administrasi di kawasan Sungai Kapuas
58
Kota Pontianak secara keseluruhan berbatasan dengan wilayah Kabupaten Pontianak, yaitu : Bagian Utara
: Kecamatan Siantan
Bagian Selatan
: Kecamatan Sungai Raya, Kecamatan Sungai Kakap dan Kecamatan Siantan
Bagian Barat
: Kecamatan Sungai Kakap
Bagian Timur
: Kecamatan Sungai Raya dan Kecamatan Sungai Ambawang.
Adapun batas wilayah penelitian adalah: Bagian Utara
: areal/kawasan industri, perdagangan dan pemukiman
Bagian Selatan
: areal/kawasan industri, perdagangan dan pemukiman
Bagian Barat
: areal/kawasan perdagangan, jasa dan pemukiman
Bagian Timur
: areal/kawasan pemukiman dan industri.
Sejak Tahun 2002 Kota Pontianak dibagi menjadi lima kecamatan dengan Peraturan Daerah Kota Pontianak No.5 tahun 2002, di mana hampir seluruh kelurahan di lima kecamatan tersebut berada di tepian Sungai Kapuas. Terdapat 16 kelurahan (67%) dari 24 kelurahan Kota Pontianak, dan sekitar 25,40% bagian wilayah Kota dialiri Sungai Kapuas. Secara administratif dan geografis terlihat besarnya peran dan kontribusi Sungai Kapuas terhadap kota dan masyarakat, baik sebagai sarana transportasi, pemukiman, industri, mata pencaharian serta sebagai sumber air bersih kota yang dikelola oleh PDAM. Penggunaan lahan yang terdapat di tepian sungai didominasi oleh kegiatan industri, bangunan umum dan pemukiman penduduk serta kegiatan jasa dan perdagangan pada Tabel 4.
59
Tabel 4
Kecamatan dan kelurahan di Kota Pontianak yang berada di tepian Sungai Kapuas
No
Sungai Kapuas/Landak
Panjang (km) (%)
27,24 14,90 0,52 4,39 7,39
S. Kapuas Kecil S. Kapuas Kecil -
4,40 2,20 2,20 -
16,06 8,03 8,03 -
8,78 1,06 1,14 2,80 1,09 0,30 1,98 0,41
8,14 0,98 1,05 2,59 1,01 0,28 1,83 0,38
S. Kapuas Kecil S. Kapuas Kecil Sungai Landak Sungai Landak S. Kapuas Besar S. Kapuas Kecil
7,95 1,15 1.40 1,20 1,68 1,26 1,26
29,03 4,19 5,12 4,38 6,14 4,60 4,60
Pontianak Barat 12. Pal Lima 13. Sungai Jawi Dalam 14. Sungai Jawi Luar 15. Sungai Beliung
20,11 10.06 4,46 2,96 2,64
18,65 9,33 4,14 2,75 2,45
S. Kapuas Besar S. Kapuas Besar
4.
Pontianak Kota 16. Mariana 17. Tengah 18. Darat Sekip 19. Sungai Bangkong 20. Sungai Jawi
12,34 0,50 0,95 1,31 7,58 2.00
4,20 1,80 2,40 1,88 11,45 0,46 S. Kapuas Besar 0,62 0,88 1,21 S. Kapuas Besar 1,26 7,03 1,85 -
5
Pontianak Utara 21. Batu Layang 22. Siantan Hilir 23. Siantan Tengah 24. Siantan Hulu
37,22 9,20 13,70 7,87 6,45
34,52 8,53 12,71 7,29 5,98
1.
2.
3.
Kecamatan/ Kelurahan
Luas (km2 )
(%)
Pontianak Selatan 1. Bangka Belitung 2. Benua Melayu Laut 3. Benua Melayu Darat 4. Parit Tokaya
29,37 6,10 0,56 4,74 7,79
Pontianak Timur 5. Parit Mayor 6. Banjar Serasan 7. Saigon 8. Tanjung Hulu 9. Tanjung Hilir 10.Dalam Bugis 11.Tambelan Sampit
Total 107,82 Bagian Kota yang dialiri Sungai Kapuas
100 25,40
8,96 S. Kapuas Besar 2,40 S. Kapuas Besar 2,52 S. Kapuas Besar 1,94 Sungai Landak 2,10
15,33 6,57 8,76 6,86 2,26 4,60 32,71 8,76 9,20 7,08 7,67
27,39 100 -
60
4.1.1
Jumlah Penduduk
Penduduk Kota Pontianak pada tahun 2003 mencapai 492.990 jiwa dengan tingkat kepadatan 4.572 jiwa/km2 (Tabel 5). Tabel 5 No 1.
Kepadatan penduduk berdasarkan Luas (km2)
Kecamatan/Keluraha n
Luas (km2)
Pontianak Selatan 29,37 16,10 01. Bangka Belitung 0,56 02. Benua Melayu Laut 03. Benua Melayu 4,74 7,97 Darat 04. Parit Tokaya 2. Pontianak Timur 8,78 1,06 05. Parit Mayor 1,14 06. Banjar Serasan 2,80 07. Saigon 1,09 08. Tanjung Hulu 0,30 09. Tanjung Hilir 1,98 10. Dalam Bugis 0,41 11. Tambelan Sampit 3. Pontianak Barat 20,11 12. Pal lima 10,06 13. Sei Jawi Dalam 4,46 14. Sei Jawi Luar 2,95 15. Sungai Beliung 2,64 4. Pontianak Kota 10,34 16. Sungai Bangkong 7,58 17. Darat Sekip 1,31 18. Tengah 0,95 19. Mariana 0,50 20. Sei.Jawi 2.00 5. Pontianak Utara 37,22 21. Batu Layang 9,20 22. Siantan Hilir 13,70 23. Siantan Tengah 7,87 24. Siantan Hulu 6,45 KOTA PONTIANAK 107,82 Sumber : BPS Kota Pontianak, 2003
Jumlah penduduk
Kepadatan (jiwa/km2)
118.194 38.242 9.290 21.938 48.724
4.024 2.375 16.589 4.628 6.113
66.803 2.157 7.976 9.133 14.574 9.967 16.226 6.790 106.406 16.094 16.653 35.559 38.100 98.801 41.822 10.477 7.855 8.334 30.313 102.786 16.405 24.727 28.662 32.992 492.990
7.608 2.035 6.996 3.262 13.371 33.223 8.195 16.561 5.291 1.600 3.734 12.054 14.432 9.555 5.517 7.998 8.268 16.668 15.157 2.762 1.783 1.805 3.642 5.115 4.572
61
Konsentrasi penduduk berada pada Kecamatan Pontianak Barat dan Pontianak Selatan. Selama periode 2000-2003 populasi mengalami pertumbuhan rata-rata 2% per tahun. Pertumbuhan yang tinggi terjadi pada Kecamatan Pontianak Timur dan Kecamatan Pontianak Barat bila dibandingkan dengan Kecamatan Pontianak Selatan dan Kecamatan Pontianak Utara, namun secara detil ada wilayah kelurahan di kecamatan tersebut yang padat dan ada yang longgar. Hal ini disebabkan oleh peranan dua kecamatan tersebut sebagai pusat administrasi, perdagangan dan jasa antara lain dengan banyaknya kantor-kantor pemerintahan dan swasta serta area perdagangan.
4.1.2 Iklim Kota Pontianak beriklim tropis dengan suhu rata-rata berkisar antara 26,2 - 27,5 °C, kelembaban udara rata-rata 86,17%, lama penyinaran matahari rata-rata 59,16%, serta curah hujan rata-rata pertahun 3101 mm/tahun. Menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson kawasan Sungai Kapuas termasuk ke dalam tipe iklim B dengan jumlah curah hujan pertahun 3096 mm/tahun, kecepatan angin rata-rata 4,833 knot/jam. Berdasarkan data iklim pada Tabel 6 menunjukkan bahwa Kota Pontianak termasuk kota yang memiliki suhu dan kelembaban yang cukup tinggi. Musim kemarau biasanya terjadi pada bulan Februari sampai dengan Agustus, sedangkan musim hujan terjadi pada bulan Oktober sampai dengan Januari. Kota Pontianak sering mengalami hujan dengan jumlah yang besar, sehingga menyebabkan timbulnya permasalahan banjir dan erosi untuk bulan-bulan tertentu pada daerah-daerah yang peka seperti daerah bantaran sungai. Pengaruh suhu, penyinaran dan kelembaban relatif juga berperan dalam kenyamanan manusia. Suhu udara pada siang hari relatif tinggi yaitu berkisar antara 26°C–27°C dan penyinaran matahari berkisar antara 53%-62%. Kelembaban udara berkisar antara 83%– 89% dan kecepatan angin rata-rata sebesar 4,8 knots/jam menunjukkan kecepatan yang cukup lembut. Kecepatan angin juga berguna untuk mengimbangi terik matahari pada siang hari.
62
Tabel 6
Data iklim Kota Pontianak Tahun 1995-2004
Tahun
Curah Hujan Suhu Udara bulanan (mm) (oC)
Unsur Kelembaban Penyinaran Udara (%) Matahari (%) 85,5 56,1 83,7 57,4 82,9 53,2
Tekanan Udara (mb) 1011,0 1010,7 1012,0
Kec.Angin rata-rata (knots) 4,8 4,9 4,6
1995 1996 1997
253,8 256,3 225,3
26,6 26,4 26,3
1998 1999
325,7 243,3
26,9 26,3
87,4 87,3
56,9 62,6
1011,1 1009,9
5,3 5,3
2000 2001
262,9 264,9
26,5 26,5
89,0 86,2
61,8 61,3
1009,9 1010,1
4,9 5,0
2002 2003
228,4 265,6
26,9 26,8
86,7 86,1
61,4 59,6
1010,8 1010,6
4,3 4,5
258,8 258,5
26,7 26,6
86,9 86,2
61,3 59,2
1010,5 1010,6
4,8 4,8
2004 Rata-rata
Sumber : Stasiun BMG Supadio Pontianak, 2005.
4.1.3 Hidrologi Kota Pontianak terletak diantara dua buah sungai yaitu Sungai Kapuas dan Sungai Landak dengan lebar bervariasi berkisar antara 170 – 1.400 m. Badan air Sungai Kapuas terdiri dari 3 bagian yaitu ; (1) Sungai Kapuas Besar dengan panjang 5,7 Km, lebar 600 -1150 m dan lebar rata-rata 8,3 m, (2) Sungai Kapuas Kecil dengan panjang 4,8 Km, lebar 190 – 245 m dan rata-rata 16 m, (3) Sungai Landak dengan panjang 4,6 Km lebar sungai 210 – 220 m, lebar rata-rata 253 m, kedalaman sungai antara 7 – 12 m atau rata-rata 8,3 m. Sungai Kapuas berfungsi sebagai sarana transportasi, mata pencaharian masyarakat, sumber air bersih, River Cathment dan sebagai drainase kota. Pada Sungai Kapuas dan Sungai Landak terdapat sungai-sungai serta parit-parit yang terletak tersebar di beberapa wilayah kecamatan, fungsinya antara lain sebagai drainase kota dan tranportasi. Parit-parit tersebut yaitu Parit Sungai Jawi yang terletak di Kecamatan Pontianak Kota dan Kecamatan Pontianak Barat, Parit Tokaya di
63
Kecamatan Pontianak Selatan, Parit Sungai Selamat dan Parit Malaya di Kecamatan Pontianak Utara. Penyebaran parit dan sungai di Kota Pontianak tertera pada Tabel 7. Tabel 7 Sungai dan Parit di Kota Pontianak No. (1) 1.
Kecamatan (2) Pontianak Utara
Kelurahan (3) Batu Layang Siantan Hilir
Sinatan Tengah
Siantan Hulu
2.
Pontianak Selatan
BangkaBelitung
Benua Melayu Laut
Benua Darat
3.
Pontianak Timur
Melayu
Parit Tokaya Parit Mayor Banjar Serasan Saigon Tanjung Hulu
Tanjung Hilir
Sungai/Parit (4) - SungaiKapuas Besar - Parit Sungai Kunyit - Sungai Kapuas Besar - Parit Makmur - Parit Sungai Pulut - Parit Sungai Selamat - Parit Sungai Sahang - Sungai Kapuas Besar - Parit Wan Salim - Parit Pekong - Parit Makmur - Parit Banseng - Sungai Landak - Parit Jawa - Parit Malaya - Parit Nenas - Parit Pengeran - Sungai Kapuas Kecil - Parit Sungai Raya - Parit H. Husin - Parit Bangka - Parit Bansir - Sungai Kapuas Kecil - Parit Bansir - Parit Tokaya - Parit Setia Budi - Parit Besar - Sungai Kapuas Kecil
Keterangan (5) Sungai Utama
- Parit Tokaya - Parit Besar - Parit Tokaya - Sungai Kapuas Kecil - Parit Mayor - Sungai Kapuas Kecil - Parit H. Yusuf Karim - Parit H. Yusuf Karim - Parit Semerangkai - Sungai Landak - Parit Daeng Lasibe - Parit Langgar - Sungai Landak - Parit Kongsi - Parit Jepon - Parit Beting
- DAS > 1.00 Ha
Sungai Utama
- Panjang 6 Km Sungai Utama
Sungai Utama - Panjang 5.96 Km
Sungai Utama
Sungai Utama
Sungai Utama
- Panjang 7,5 Km Sungai Utama
Sungai Utama
Sungai Utama
64
(1)
(2)
(3) Dalam Bugis
Tembelan Sampit
4.
Pontianak Barat
Pal Lima
(4) - Sungai Kapuas Besar - Parit Semerangkai - Parit Wan Bakar Kapur - Parit Beting - Parit Tembelan - Parit Kongsi - Parit Pangeran Pati - Sungai Kapuas Kecil - Parit Tembelan - Parit Wan Bakar Kap - Parit Pangeran Pati
(5) Sungai Utama
Sungai Utama
- Parit Sungai Jawi - Parit Nipah Kuning
Sungai Jawi Dalam
- Parit Sungai Jawi
Sungai Jawi Luar
- Sungai Kapuas Besar
Sungai Utama
- Parit Sungai Jawi - Sungai Beliung 5.
Pontianak Kota
Mariana
- Sungai Kapuas Besar
Sungai Utama
- Parit Sungai Jawi
- DAS > 1.00 Ha
- Parit Syahbandar
- Panjang 7,11 Km
- Parit Mariana Tengah
- Parit S. Bangkong
Darat Sekip
- Sungai Kapuas Besar
Sungai Utama
- Parit Besar Sungai Bangkong
- Parit S. Bangkong
Sungai Jawi
- Parit Sungai Kakap
Sumber : BPS Kota Pontianak, 2003
Tabel 7 diatas dapat dijelaskan bahwa parit Tokaya dengan panjang 7,5 Km dan Parit Sungai Jawi dengan panjang 7,11 Km ( panjang keseluruhan 19,68 Km mencakup Kabupaten Pontianak), merupakan saluran drainase perkotaan dengan kategori besar, DAS lebih dari 1,00 Ha. Kedua parit ini merupakan saluran drainase induk dan daerah tangkapan air dari hulu kawasan ini didominasi oleh jenis tanah gambut yang mudah tererosi. Parit-parit ini sebelumnya dimanfaatkan masyarakat sebagai sarana transportasi, dan sampai sekarang kadang-kadang masih dijumpai untuk membawa produksi pertanian dari daerah lain ke Kota Pontianak, sehingga pada kawasan sepanjang parit kadang-kadang terjadi abrasi.
65
Parit Sungai Selamat panjang 6 Km dan Parit Malaya panjang 5,96 Km di Kecamatan Pontianak Utara merupakan drainase yang meliputi kawasan tangkapan air lahan gambut di bagian hulu. Parit-parit ini juga kadang-kadang dimanfaatkan masyarakat sebagai sarana transportasi namun alat angkut yang digunakan jenis perahu (sampan) yang kecil, sehingga tidak menimbulkan abrasi sepanjang bantaran sungai. Pada bantaran Sungai Kapuas Besar yang terdapat di Kecamatan Pontianak Utara (Kelurahan Batu Layang, Kelurahan Siantan Hilir) dan Kecamatan Pontianak Barat (Kelurahan Sungai Jawi Luar, Kelurahan Sungai Beliung) sepanjang bantaran sungai yang bervegetasi mangrove sebagai kawasan konservasi berubah menjadi kawasan pergudangan, pelabuhan dan permukiman (Bappeda Kota Pontianak, 2004). Bantaran sungai ini telah terabrasi akibat gelombang dan kikisan ombak, karena sungai merupakan sarana transportasi air.
4.2 Kualitas Air Sungai Kapuas Hasil analisis kualitas air di perairan Sungai Kapuas di Kota Pontianak (Tabel 8) menunjukkan bahwa kualitas air Sungai Kapuas telah tercemar secara fisika, kimia dan biologi. Tercemarnya perairan Sungai Kapuas tersebut disebabkan oleh adanya berbagai macam aktivitas kegiatan seperti kegiatan domestik, transportasi laut (kapal-kapal nelayan, kapal angkutan), industri dan kegiatan penambangan emas tanpa izin dari daerah perhuluan yang bermuara ke Sungai Kapuas. Tabel 8 menunjukkan bahwa nilai konsentrasi merkuri (Hg) berkisar antara 16,41 – 27,01 ppb yang terdapat pada semua stasiun pengamatan telah melebihi baku mutu Kelas I, II, III dan IV. Konsentrasi TDS (Padatan terlarut total) sebesar 1233 mg/L pada Stasiun Muara Jungkat telah melebihi baku mutu Kelas I, II dan III, sedangkan konsentrasi TSS (Padatan tersuspensi total) sebesar 250 mg/L yang juga terdapat pada Stasiun Muara Jungkat telah melebihi baku mutu Kelas I dan II. Konsentrasi ammoniak pada Stasiun Muara Jungkat sebesar 0,98 mg/L, Stasiun Depan Korem sebesar 0,75 mg/L dan Stasiun Simpang Landak Hilir sebesar 0,68 mg/L telah melebihi baku mutu Kelas I. Konsentrasi BOD berkisar antara 3,06 – 3,9 mg/L dan konsentrasi COD berkisar 15 – 25 mg/L telah melebihi baku mutu Kelas I dan II. Hasil analisis untuk parameter biologi (Fecal Coliform), menunjukkan selain pada Stasiun Simpang Landak Hilir yaitu
66
Stasiun lainnya telah melebihi baku mutu Kelas I, bahkan untuk Stasiun Muara Jungkat, TPI dan Sudarso telah melebihi baku mutu Kelas II sampai dengan Kelas IV. Nilai konsentrasi polutan tertinggi umumnya terdapat pada stasiun Muara Jungkat. Hal ini dikarenakan pengaruh yang sangat besar dari daerah hulu terhadap daerah hilir aliran sungai. Perubahan yang terdapat pada daerah aliran sungai di bagian hulu, tidak hanya berdampak pada tempat kegiatan berlangsung (daerah hulu), tetapi juga berdampak pada daerah hilir diantaranya dalam bentuk perubahan/fluktuasi debit dan transpor sedimen serta material terlarut dalam sistem aliran air sungai. Untuk kosentrasi polutan pada stasiun TPI, Korem, Simpang Landak Hilir dan Sudarso secara lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Hasil analisis kualitas air Sungai Kapuas di Pontianak Baku Mutu No.
Parameter
Satuan
Kls. I
Kls. II
Kls. III
Kls. IV
LOKASI PENGAMBILAN SAMPLE Muara Simpang TPI Korem Jungkat Landak Hilir
dev. 3
dev. 5
27,8
28,1
27,8
27,7
29,2
Sudarso
FISIKA 1
Suhu
o
C
dev. 3
2
TDS
mg/L
1000
dev. 3 1000
1000
2000
1223
38
21
27
24
3
TSS
mg/L
50
50
400
400
250
18
16
26
19
4
DHL
µmhos/cm
t.a
t.a
t.a
t.a
2,175
0,032
0,012
0,020
0,020
5
KIMIA ORGANIK pH
-
6–9
6–9
6–9
5–9
6,5
6,3
6,2
6,1
6,2
6
Hg
ppb
1
2
2
5
23,36
25,57
16,41
20,61
27,01
7
Cl
mg/L
600
(-)
(-)
(-)
179
20
11
20
15
8
Nitrit sebagai N
mg/L
0,06
0,06
0,06
(-)
0,0185
0,0168
0,0125
0,0235
0,0150
9
Ammoniak
mg/L
0,5
t.a
t.a
t.a
0,98
0,40
0,57
0,68
0,43
10
Pb
mg/L
0,03
0,03
0,03
1
0,001
0,001
0,001
0,001
0,001
11
Fenol
ug/L
1
1
1
t.a
0,348
0,365
0,365
0,255
0,209
12
BOD
mg/L
2
3
6
12
3,99
3,55
3,06
3,55
3,25
13
COD
mg/L
10
25
50
100
25,00
15,00
18,75
21,25
24,00
7 x 10
470
1
12 x 10 6
AN
.
Biologi 14
Fecal Coliform
MPN/100 100 1000 2000 2000 mL Sumber : Laboratorium Kesehatan Prop. Kalbar, 2007 dan analisis data
8 x 10 7
6
67
Dalam hubungannya dengan pencemaran air sungai, aliran air mempunyai peranan yang sangat penting, karena aliran air (baik dalam bentuk aliran permukaan/surface run-off maupun aliran bawah permukaan/sub surface runoff) merupakan agen/media utama pengangkutan, pemindahan dan penyebaran bahan-bahan pencemar. Pencemaran di daerah aliran sungai selain ditentukan oleh jumlah (ada tidaknya) bahan pencemar, juga sangat dipengaruhi oleh seberapa besar persentase air yang jatuh dalam daerah aliran sungai yang berubah. Oleh karena itu diperkirakan pada Stasiun Muara Jungkat merupakan daerah bertemunya arus Sungai Kapuas sehingga terjadinya akumulasi penumpukan limbah cair/zat beracun yang berasal dari kegiatan yang terdapat pada bagian hulu sungai ke bagian hilir Sungai Kapuas di Kota Pontianak. Berdasarkan hasil pemantauan kualitas air Sungai Kapuas yang dilakukan oleh Bapedalda Provinsi Kalimantan Barat tahun 2003-2005 menunjukkan terjadinya peningkatan konsentrasi beberapa paramater kualitas air Sungai Kapuas. Parameterparameter kualitas air yang telah melebihi baku mutu antara lain fisik ( TDS dan TSS ), Kimia ( Nitrat, Nitrit, Ammoniak, Total fosfat, BOD dan COD ) dan Biologi ( Coliform dan Colitinja ) seperti terlihat pada Lampiran 3. Hal ini, mengindikasikan terjadinya penurunan kualitas air dan meningkatnya beban pencemaran yang masuk ke dalam badan Sungai Kapuas (Lampiran 3).
4.2.1
Parameter fisika
4.2.1.1 Suhu air Cahaya matahari merupakan sumber panas yang utama di perairan, karena cahaya matahari yang di serap oleh badan air akan menghasilkan panas di perairan. Di perairan yang dalam, penetrasi cahaya matahari tidak sampai ke dasar, karena itu suhu air di dasar perairan yang dalam lebih rendah dibandingkan dengan suhu air di dasar perairan dangkal. Suhu air merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi aktifitas serta memacu atau menghambat perkembangbiakan organisme perairan. Pada umumnya
peningkatan
suhu
air
sampai
skala
tertentu
akan
mempercepat
perkembangbiakan organisme perairan (Odum, 1993). Suhu air sungai dipengaruhi oleh komposisi substrat, kekeruhan air hujan, luas permukaan perairan yang langsung mendapat sinar matahari, serta suhu perairan yang
68
menerima air limpasan. Kemudian suhu air sungai memperlihatkan perbedaan yang nyata antara lapisan permukaan dan dasar perairan, suhu air di permukaan akan lebih tinggi dibandingkan dengan suhu air di lapisan dasar. Selain itu topografi juga akan mempengaruhi suhu sungai, suhu di daerah hulu yang topografinya lebih tinggi umumnya lebih rendah dibandingkan dengan suhu air di bagian hilir (Nybakken, 1988). Hasil pengukuran suhu yang dilakukan pada lima stasiun pengamatan dengan empat kali ulangan menunjukkan bahwa suhu air yang terendah terjadi pada stasiun 3 yaitu depan Korem sebesar 24,7 oC (ulangan I), dan suhu tertinggi pada Stasiun Soedarso sebesar 33 oC (ulangan III), seperti terlihat pada Gambar 4. Tabel 8 menunjukkan bahwa suhu air Sungai Kapuas berkisar 27,7 – 29,2
o
C. Suhu terendah
terdapat pada Stasiun Simpang Landak Hilir sedangkan suhu tertinggi pada Stasiun
o
Suhu ( C)
Sudarso.
38 36 34 32 30 28 26 24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 M uara Jungkat
TPI
Korem
Simpang Landak Hilir
Sudarso
Stasiun Pengamatan Ulangan I
Ulangan II
Ulangan III
Ulangan IV
Catatan: Baku mutu menurut Kls. I, Kls. II, dan Kls. III: deviasi 3 oC dari keadaan alaminya Baku mutu menurut Kls. IV: deviasi 5oC dari keadaan alaminya
Gambar 4 Hasil pengukuran suhu air (o C) Sungai Kapuas di Pontianak
69
DATA CURAH HUJAN KOTA PONTIANAK PERIODE TAHUN 2003 - 2007 700
CURAH HUJAN (mm)
600
500
400
300
200
100
0
JAN
FEB
MAR
APR MEI
DES JUN JUL AGS SEP OKT NOV T T
2003 349
297
202
614
146
134
213
213
132
302
334
257
2004 384
163
216
312
386
113
249
249
309
182
351
422
2005 291
166
222
256
410
168
152
152
229
538
309
141
2006 184
345
173
260
228
218
41
41
171
130
297
477
2007 281
91.7 202.5 314.2
Gambar 5 Curah hujan Kota Pontianak Tahun 2003 – 2007 Kisaran suhu ini sesuai dengan keadaan yang terdapat di perairan Sungai Kapuas yaitu bulan Januari sampai dengan bulan April (Gambar 5), yang merupakan musim hujan. Dimana pada kisaran suhu ini terdapat curah hujan yang tidak menentu dan intensitas penyinaran matahari masih tinggi sehingga akan mempengaruhi suhu air Sungai Kapuas. Menurut Wetzel (2001), bahwa perubahan suhu air sungai yang tinggi pada ekosistem perairan di daerah tropika dengan arus yang cukup deras dan permukaan air yang meningkat menunjukkan perubahan yang cepat dalam metabolisme hewan akuatik, sehingga dapat menyerap/melarutkan senyawa kimia yang berasal dari buangan limbah cair. Selanjutnya di perjelas oleh pendapat Klein (1972) dalam Yusuf (1994), menyatakan bahwa suhu air yang tinggi dapat menambah daya racun senyawa-senyawa beracun seperti NO3, NH3, dan NH3N terhadap hewan akuatik. Suhu yang tinggi ini juga
70
dapat mempercepat kegiatan metabolisme hewan akuatik. Sumber utama senyawa ini berasal dari sampah dan limbah yang mengandung bahan organik protein. Daerah pasang surut memiliki kondisi kritis, dimana suhu pada wilayah ini bisa berbeda sangat ekstrim sebagaimana halnya salinitas. Pada saat pasang surut, kondisi permukaan substrat dasar yang menjadi habitat hidup bentos mengalami kering karena adanya penguapan yang mengakibatkan terjadi peningkatan suhu dan salinitas yang cepat. Di samping itu, bentos juga dapat mati disebabkan oleh kehabisan air. Di sisi lain, pasang-surut dapat digenangi oleh air tawar yang mengalir masuk ketika hujan deras sehingga terjadi penurunan salinitas yang mendadak ( Ardi, 2002).
4.2.1.2 Padatan Terlarut Total Padatan Terlarut Total (TDS) adalah partikel terlarut dan partikel koloid yang tidak tertahan pada kertas saring millipore berdiameter pori 0,45 µm. Partikel terlarut terdiri dari bahan-bahan organik dan anorganik (molekul dan ion) yang berasal dari proses peluruhan batuan dan tanah, selain itu padatan terlarut juga dapat berasal dari proses peluruhan bahan-bahan organik sisa tanaman dan hewan yang terdekomposisi. Penentuan TDS dapat lebih cepat dilakukan dengan mengukur daya hantar listrik (konduktivitas) suatu contoh air. Derajat konduktivitas air sebanding dengan padatan terlarut total dalam air itu (Sastrawijaya, 2000). Hasil pengukuran TDS yang dilakukan pada lima stasiun pengamatan dengan empat ulangan menunjukkan hasil TDS air Sungai Kapuas pada ulangan I berkisar 16 – 97 mg/L, ulangan II berkisar 12 – 24 mg/L, ulangan III berkisar 44 – 4740 mg/L dan ulangan IV berkisar 18 – 86 mg/L untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada Gambar 6. Tabel 8 menunjukkan bahwa nilai rata-rata TDS tertinggi terdapat pada stasiun Muara Jungkat sebesar 1.223 mg/L, di mana hasil tersebut telah menunjukkan ambang batas baku mutu air yang telah ditetapkan, sedangkan untuk stasiun yang lainnya masih berada di bawah baku mutu air. Stasiun Muara Jungkat merupakan daerah yang paling hilir dari Sungai Kapuas dimana pada daerah ini merupakan tempat bertemunya muara air sehingga terjadi akumulasi ion-ion terlarut dari akibat buang limbah cair yang berada pada daerah hulu Sungai Kapuas di Kota Pontianak. Peningkatan nilai TDS dari hulu ke hilir disebabkan
71
oleh adanya surface run-off, pelepasan ion-ion dari dasar dan tepi perairan, serta masukan zat-zat terlarut dari limbah cair industri, di mana keseluruhan zat-zat terlarut tersebut pada akhirnya terakumulasi pada hilir sungai. 5500 5000 4500 4000
TDS (mg/L)
3500 3000 2500 Baku Mutu Kls IV
2000 1500
Baku Mutu Kls I, II, III
1000 500 0 Muara Jungkat
TPI
Korem
Simpang Landak Hilir
Sudarso
Stasiun Pengamatan Ul angan I
Ul angan II
Ulangan III
Ul angan IV
Catatan: Baku mutu menurut Kls. I, Kls. II, dan Kls. III: 1000 mg/L Baku mutu menurut Kls. IV: 2000 mg/L
Gambar 6 Hasil analisis TDS (mg/L) air Sungai Kapuas di Kota Pontianak Menurut Mays (1996), nilai TDS pada perairan alami umumnya < 100 mg/L. Menurut Nemerow (1991), nilai TDS bagi keperluan domestik sebaiknya < 500 mg/L. Secara umum dapat di lihat bahwa nilai TDS air Sungai Kapuas Tahun 2007 pada Stasiun Muara Jungkat ini berada pada nilai diatas 1.000 mg/L, hal ini menunjukkan bahwa nilai TDS air sungai cukup besar, nilai tersebut berada di atas baku mutu, Kelas I, Kelas II, dan Kelas III, namun masih memenuhi baku mutu Kelas. IV, tetapi untuk stasiun lainnya masih memenuhi baku mutu air Kelas I.
72
4.2.1. 3 Padatan Tersuspensi total Padatan tersuspensi total (TSS) merupakan padatan yang menyebabkan kekeruhan air terdiri dari komponen terendapkan, bahan melayang dan komponen tersuspensi koloid (Canter dan Hill, 1979 dalam Wardoyo, 1975). Selain itu juga padatan tersuspensi terdiri dari bahan anorganik dan organik. Bahan anorganik seperti liat dan butiran pasir, sedangkan bahan organik diantaranya sisa-sisa tumbuhan dan padatan biologi lainnya sel alga, bakteri dan sebagainya. Air buangan industri yang mengandung jumlah padatan tersuspensi dalam jumlah yang sangat bervariasi tergantung dari jenis industrinya (Saeni, 1991). Menurut Mays 1996, padatan tersuspensi total (TSS) adalah bahan-bahan tersuspensi yang tertahan pada kertas saring millipore berdiameter pori 0,45µm. Berdasarkan hasil analisis TSS air Sungai Kapuas di Kota Pontianak menunjukkan bahwa nilai TSS pada ulangan I berkisar 17– 19 mg/L, ulangan II berkisar 21 – 838 mg/L, ulangan III berkisar 10 – 22 mg/L dan ulangan IV berkisar 17 – 38 mg/L (Gambar 7). Hasil analisis TSS air Sungai Kapuas tertinggi terdapat pada Stasiun Muara Jungkat sebesar 249,72 mg/L dengan nilai analisis rata-rata sebesar 250 mg/L. Hasil tersebut telah melewati batas ambang baku mutu air yang telah ditetapkan, sedangkan untuk stasiun yang lainnya masih berada di bawah batas ambang baku mutu air yang telah ditetapkan (Tabel 8). Stasiun Muara Jungkat merupakan daerah yang paling hilir dari Sungai Kapuas, dimana pada daerah ini merupakan tempat bermuaranya dari sumber-sumber pencemar baik industri maupun rumah tangga pada daerah hulu dan juga diperkirakan akibat adanya proses erosi tanah lainnya yang menghasilkan sedimen dan mengendap di dasar sungai sehingga nilai TSS di stasiun ini tinggi. Nilai TSS ini dapat dipengaruhi oleh kecepatan aliran sungai dan ukuran partikel sedimen (kurang dari 0,0039 mm, seperti liat, pasir dan lain sebagainya), maka dapat terjadi perpindahan sedimen dalam bentuk padatan terlarut. Hasil pengamatan nilai TSS (mg/L) air Sungai Kapuas di Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2003 - 2005 berdasarkan hasil analisis air Sungai Kapuas dari hulu ke hilir masih memenuhi batas baku mutu Kelas I, Kelas II, Kelas III dan Kelas IV yang tetapkan melalui PP No. 82 Tahun 2001 (Lampiran 3).
73
1050 1000 950 900 850 800 750 700 650
TSS (mg/L)
600 550 500 450
Baku Mutu Kls III, IV
400 350 300 250 200 150
Baku Mutu Kls I, II
100 50 0 -50
M uara Jungkat
TPI
Korem
Simpang Landak Hilir
Sudarso
-100 -150
Stasiun Pengamatan Ulangan I
Ulangan II
Ulangan III
Ulangan IV
Catatan: Baku mutu menurut Kls. I dan Kls. II: 50 mg/L Baku mutu menurut Kls III dan Kls. IV: 400 mg/L
Gambar 7 Hasil analisis TSS (mg/L) air Sungai Kapuas Tahun 2007 di Kota Pontianak TSS dalam air umumnya terdiri dari fitoplankton, zooplankton, kotoran manusia, kotoran hewan, lumpur, sisa tanaman dan hewan, serta limbah industri. Erosi tanah akibat hujan lebat dapat mengakibatkan naiknya nilai TSS secara mendadak (Sastrawijaya, 2000). TSS dapat memberikan pengaruh yang luas dalam ekosistem perairan. Banyak makhluk hidup memperlihatkan toleransi yang cukup tinggi terhadap kepekatan TSS, namun TSS dapat menyebabkan penurunan populasi tumbuhan dalam air, hal ini disebabkan oleh turunnya penetrasi cahaya ke dalam air (Connel dan Miller, 1995).
74
4.2.2 4.2.2.1
Parameter kimia pH Nilai pH air sungai mencirikan keseimbangan antara asam dan basa dalam air
dan merupakan pengukuran konsentrasi ion hydrogen dalam larutan. Nilai pH dipengaruhi oleh beberapa parameter antara lain aktivitas biologi, suhu, kandungan oksigen dan ion-ion. Dari aktivitas biologi dihasilkan gas CO2 yang merupakan hasil respirasi, gas CO2 inilah yang membentuk ion buffer atau penyangga untuk menyangga kisaran pH di perairan agar tetap stabil (Pescod ,1978 dalam Irwen, 2005). Hasil pengukuran pH air Sungai Kapuas menunjukkan nilai pH air terendah terdapat pada Stasiun IV Simpang Landak sebesar 4,94 dan tertinggi pada Stasiun Muara Jungkat sebesar 7,18. Pada ulangan I didapat nilai pH berkisar 4,94 – 5,42, ulangan II berkisar antara 6,41 – 6,90, ulangan III berkisar 6,26 – 6,98 dan ulangan IV berkisar 6,67 – 7,18 (Gambar 8). Kisaran nilai pH rata-rata hasil pengukuran pada penelitian ini berkisar 6,1 - 6,5, dimana pH terendah terdapat pada Stasiun Simpang Landak Hilir dan tertinggi pada Stasiun Muara Jungkat (Lampiran 2). Menurut Wetzel (1975) dan Hickling (1971) dalam Sumarsini (1985), pH sangat mempengaruhi kelarutan ion logam dalam perairan. Disamping itu pH dapat mempengaruhi produktivitas perairan, air yang bersifat basa dan netral cenderung lebih produktif dibandingkan dengan air yang bersifat asam. Ambang batas pH untuk baku mutu air ( PP No. 82 Tahun 2001) adalah 5 - 9. Jika dibandingkan dengan baku mutu ini maka keadaan perairan saat penelitian berada dalam keadaan baik, dalam arti masih dalam batas toleransi kehidupan organisme air. Begitu juga dengan hasil pengukuran pH rata-rata air Sungai Kapuas di Pontianak selama Tahun 2003 – 2005 berkisar 5,5 - 6,5 (Lampiran 3). Pescod (1973) dalam Ardi (2002) menyatakan bahwa toleransi organisme air terhadap pH bervariasi. Hal ini tergantung pada suhu air, oksigen terlarut dan adanya berbagai anion dan kation serta jenis dan stadium organisme daerah pasang surut memiliki kondisi kritis, dimana suhu pada wilayah ini bisa berbeda sangat ekstrim sebagaimana halnya salinitas.
75
Batas Atas
9
8
Hasil Pengukuran pH
7
6 Batas Bawah
5
4
3
2
1
0 M uara Jungkat
TPI
Korem
Stasiun Pengamatan Ulangan I
Simpang Landak Hilir
Ulangan II
Ulangan III
Sudarso
Ulangan IV
Catatan: Baku mutu pH menurut Kls. I ,Kls. II dan Kls III : 6 - 9 Baku mutu Kls. IV: 5 – 9
Gambar 8 Hasil pengukuran pH air Sungai Kapuas Tahun 2007 di Kota Pontianak 4.2.2.2 Merkuri Merkuri (Hg) merupakan elemen alami, oleh karena itu sering mencemari lingkungan. Merkuri adalah unsur renik pada kerak bumi, yakni hanya sekitar 0,08 mg/kg (Moore, 1991 dalam Effendi, 2003). Komponen merkuri banyak tersebar di karang-karang, tanah, udara, air dan organisme hidup melalui proses fisik, kimia, dan biologi yang kompleks (Hardjojo, 2005). Gambar 9 menunjukkan bahwa hasil analisis merkuri air Sungai Kapuas di Kota Pontianak pada ulangan I konsentrasi Hg berkisar 4,01 – 42,06 ppb, ulangan II rata-rata 0,2 ppb, ulangan III berkisar 39,38 – 56,83 ppb dan ulangan IV berkisar 0,89 – 25,33 ppb. Konsentrasi Hg pada semua stasiun pengamatan telah melewati ambang batas baku mutu air untuk Kelas I, Kelas II, Kelas III dan Kelas IV (PP No. 82 Tahun 2001).
76
Berdasarkan hasil survey di wilayah Provinsi Kalimantan Barat pada tahun 1999 menunjukkan bahwa luas areal PETI (Penambangan emas tanpa izin) yaitu seluas 6.715,25 Ha yang berada menyebar hampir di seluruh Kabupaten yang berada di Provinsi Kalimantan Barat. Menurut Dinas Pertambangan tahun 2007 areal PETI di Kalimantan Barat sekitar 12.412 hektar yang tersebar pada 333 lokasi. Jumlah kelompok penambang PETI di Kalbar mencapai 1.480 kelompok, dengan jumlah mesin dongpeng mencapai 2.444 unit dan jumlah tenaga kerja mencapai 11 ribu. Jumlah ini mampu menghasilkan emas setiap harinya sebanyak 8.164 gram, tidak kurang 9 ribu liter per hari merkuri yang dipergunakan pelaku-pelaku PETI tersebut (Pontianak Post, 2007). Tingginya merkuri yang masuk ke dalam lingkungan, termasuk didalamnya ekosistem perairan akan berdampak buruk pada ekosistem perairan tempat membuang merkuri tersebut. Akibat kegiatan PETI ini yang paling dirasakan oleh sebagian masyarakat Kabupaten adalah pencemaran pada Daerah Aliran Sungai (DAS) oleh lumpur dari penambangan liar tersebut, seperti terjadinya pencemaran pada DAS Kapuas,
Pawan,
dan
DAS
Sambas-Mempawah.
Pencemaran
lainnya
akibat
penambangan ini adalah pada saat proses amalgamasi dengan penggunaan teknologi yang tidak terkontrol untuk memproduksi emas sehingga terjadinya pencemaran merkuri. Palar (1994), menyatakan logam-logam berat yang terlarut dalam badan perairan sungai pada konsentrasi tertentu akan berubah fungsi menjadi racun bagi kehidupan aliran sungai. Meskipun daya racun yang ditimbulkan oleh satu jenis logam berat terhadap semua biota perairan tidak sama, namun kehancuran dari satu kelompok dapat menjadinya terputusnya satu mata rantai kehidupan. Pada tingkat lanjutnya, keadaan tersebut tentu saja dapat menghancurkan satu tatanan suatu eksosistem perairan.
H g (ppb)
77
64 62 60 58 56 54 52 50 48 46 44 42 40 38 36 34 32 30 28 26 24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 -2 -4 -6 -8
Baku Mutu Kls IV
0.2
M uara Jungkat
0.2
TPI
0.2
0.2
Korem
0.2
Simpang Landak Hilir
Baku Mutu Kls II, III
Sudarso
Baku Mutu Kls Kls I
Stasiun Pengamatan Ulangan I
Ulangan II
Ulangan III
Ulangan IV
Catatan: Baku mutu Hg menurut Kls. I : 1 ppb , Kls. II dan Kls. III: 2 ppb Baku mutu menurut Kls. IV: 5 ppb
Gambar 9 Hasil analisis Hg (ppb) air Sungai Kapuas Tahun 2007 di Kota Pontianak
Menurut Mays (1996), Merkuri (Hg) ditemukan dalam jumlah yang sangat kecil pada perairan alami. Kadar merkuri pada perairan alami umumnya kurang dari 0,01 mg/L. Senyawa merkuri bersifat sangat toksik bagi manusia dan hewan. Merkuri pada perairan umumnya berasal dari kegiatan pertambangan, kegiatan industri, dan kegiatan metalurgi. Kadar merkuri bagi keperluan air baku air minum, rekreasi, perikanan, dan pertanian sebaiknya kurang dari 0,2 µg/L(= 0,0002 mg/L) (Nemerow, 1991). Senyawa merkuri digunakan pada amalgam, industri cat, komponen listrik, baterai, ekstraksi emas, perak, gigi palsu, senyawa anti karat, fotografi, dan elektronik (Eckenfelder, 1989).
78
4.2.2.3 Ammoniak (NH3 – N) Ammoniak (NH3 -N) adalah salah satu bentuk senyawa nitrogen yang ditemukan di perairan. Ion ammonium (NH4+) adalah bentuk transisi dari ammoniak. Ammoniak di perairan berasal dari pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen an organik yang terdapat dalam tanah dan air, selain itu ammoniak juga berasal dari dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati) yang dilakukan oleh mikroba dan jamur. Ammoniak yang terukur pada perairan alami adalah ammoniak total (NH3 dan NH4+) ( Boyd 1990) Berdasarkan hasil analisis ammoniak air Sungai Kapuas di Kota Pontianak pada ulangan I kandungan ammoniak berkisar 0,5 – 2,0 mg/L, ulangan III berkisar 0,15 – 0,3 mg/L dan ulangan IV berkisar 0,4 – 0,8 mg/L (Gambar 10). Rata-rata pada Stasiun Muara Jungkat kandungan ammoniak sebesar 0,98 mg/L, Stasiun TPI sebesar 0,4 mg/L, Stasiun Korem sebesar 0,57 mg/L, Stasiun Simpang Sungai Landak Hilir sebesar 0,68 mg/L dan Stasiun Sudarso sebesar 0,43 mg/L. Hasil analisis rata-rata ammoniak tertinggi terdapat pada Stasiun Muara Jungkat sebesar 0,98 mg/L (Tabel 8). Hal ini diduga karena pada Muara Jungkat merupakan tempat bertemunya sungai sehingga terjadi akumulasi dari limbah yang berasal dari kegiatan industri, domestik yang terdapat pada bagian hulu Sungai Kapuas di Kalimantan Barat. Pada Stasiun Simpang Sungai Landak Hilir nilai ammoniak ditemukan juga tinggi, hal ini diduga karena didekat daerah ini terdapat beberapa kegiatan industri pabrik triplek (playwood) dan permukiman penduduk serta pasar. Kadar ammoniak bebas pada perairan alami biasanya kurang dari 0,1 mg/L (Effendi, 2003). Toksisitas konsentrasi ammoniak bebas terhadap ikan air tawar bervariasi antara 0,7 - 2,4 mg/L (Boyd, 1990). Kadar ammoniak bebas bagi keperluan air minum, rekreasi, dan perikanan sebaiknya kurang dari 0,02 mg/L (Nemerow, 1991). Ammoniak banyak digunakan pada proses produksi urea, bahan kimia (asam nitrat, ammonium fosfat, ammonium nitrat, dan ammonium sulfat), dan industri pulp dan kertas (Eckenfelder, 1989).
79
2.4 2.2 2 1.8
Ammoniak (mg/L)
1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6
Baku Mutu Kls I
0.4 0.2 0 M uara Jungkat
TPI
Korem
Simpang Landak Hilir
-0.2
Sudarso
Stasiun Pengamatan Ulangan I
Ulangan III
Ulangan IV
Catatan: Baku mutu Amonaik menurut Kls. I : 0.5 mg/l Baku mutu menurut Kls II, Kls III dan Kls. IV: (-) Ulangan II : Nilai konsentrasi ammoniak = 0 mg/L
Gambar 10 Hasil analisis ammoniak air Sungai Kapuas (mg/L) di Kota Pontianak
4.2.2.4 Kebutuhan Oksigen Biologi Kebutuhan oksigen biologi (BOD) didefinisikan sebagai banyaknya oksigen yang diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan organik, pada kondisi aerobik. Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik ini digunakan oleh organisme sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh dari proses oksidasi (PESCOD, 1973). Parameter BOD secara umum banyak dipakai untuk menentukan tingkat pencemaran air buangan. Penentuan BOD sangat penting untuk menelusuri aliran pencemaran dari tingkat hulu ke hilir (muara). Pada stasiun pengamatan Muara Jungkat sampai Sudarso, menunjukkan nilai BOD di perairan Sungai Kapuas mengalami fluktuasi. Pada Stasiun Muara Jungkat nilai BOD sebesar 15,96 mg/L dengan rata-rata 3,99 mg/L merupakan nilai BOD yang
80
tertinggi. Pada Stasiun Sudarso didapat dari hasil analisis laboratorium Kesehatan sebesar 3,87 mg/L yang merupakan nilai BOD kedua tertinggi. Jika dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 bahwa hasil analisis BOD air Sungai Kapuas telah melewati ambang batas baku mutu air yang telah ditetapkan, baik kriteria kualitas air Kelas I, Kelas II, Kelas III dan Kelas IV. Berdasarkan kriteria kualitas perairan sungai yang dinyatakan oleh Lee et al (1978) terhadap nilai BOD, kualitas air Sungai Kapuas telah berada pada kondisi tercemar. Hasil analisis laboratorium Kesehatan dan hasil kajian Bapeldalda Provinsi Kalimantan Barat menunjukkan bahwa nilai BOD pada tahun 2003 nilai BOD rata-rata sebesar 2,87 mg/L, tahun 2004 sebesar 2,15 mg/L, dan tahun 2005 sebesar 13,13 mg/L (Lampiran 3). Dari hasil ini dapat dikatakan bahwa Sungai Kapuas di Kalimantan Barat telah tercemar BOD dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2005 dengan nilainya telah melewati ambang batas baku mutu air yang telah ditetapkan. Tingkat pencemaran menurut Wirosarjono, 1974 dalam Salmin, 2005 bahwa
nilai BOD dan COD di
Provinsi Kalimantan Barat tahun 2003- 2005 menunjukkan nilai tercemar dengan kategori tercemar sedang. Adapun tingkat pencemaran perairan berdasarkan nilai DO dan BOD seperti terlihat pada Tabel 9. Tabel 9 Tingkat pencemaran perairan berdasarkan nilai DO dan BOD NO.
Tingkat Pencemaran
DO (ppm) 1. Rendah >5 2. Sedang 0-5 3. Tinggi 0 Sumber : WIROSARJONO (1974) dalam Salmin (2005)
Parameter BOD (ppm) 0 – 10 10 - 20 20
81
Baku Mutu Kls IV
12
10
BOD (m g/L)
8
Baku Mutu Kls III
6
4
Baku Mutu Kls II 2
Baku Mutu Kls I
0
Muara Jungkat
TPI
Korem
Simpang Landak Hilir
Sudarso
-2
Stasiun pengamatan Ulangan I
Ulangan II
Ulangan III
Ulangan IV
Catatan: Baku mutu BOD menurut Kls. I : 2 mg/l ; Kls II : 3 mg/l Baku mutu menurut Kls III : 6 mg/l dan Kls. IV: 12 mg/l
Gambar11 Hasil analisis BOD (mg/L) air Sungai Kapuas Tahun 2007 di Kota Pontianak
4.2.2.5 Kebutuhan Oksigen Kimia Kebutuhan Oksigen Kimia (COD) adalah ukuran banyaknya oksigen total dalam satuan milligram per liter yang diperlukan dalam proses oksidasi kimia bahan organik dalam limbah. Berdasarkan hasil analisis Kebutuhan Oksigen Kimia (COD) air Sungai Kapuas di Kota Pontianak diketahui bahwa nilai COD pada ulangan I berkisar 23 - 46 mg/L, ulangan II berkisar 18 - 23 mg/L, ulangan III berkisar 9 - 37 mg/L dan ulangan IV berkisar 10 - 22 mg/L (Lampiran 2). Nilai konsentrasi COD setiap stasiun pengambilan sampel diketahui bahwa nilai COD tertinggi terdapat pada Stasiun Muara Jungkat dan nilai COD tertinggi kedua terdapat pada Stasiun Sudarso (Gambar 12). Hasil analisis Kebutuhan Oksigen Kimia air Sungai Kapuas di Kota Pontianak menunjukkan bahwa peningkatan nilai BOD dan COD hampir sama. Nilai konsentrasi
82
COD tertinggi terletak pada Stasiun Muara Jungkat dan tertinggi kedua pada Stasiun Sudarso. Menurut Saeni (1989) bahwa terdapat hubungan antara BOD dan COD, hal ini didasarkan karena adanya jumlah senyawa kimia yang dapat dioksidasi secara kimiawi lebih besar dibandingkan dengan oksidasi secara biologis. Berdasarkan hasil analisis laboratorium Kesehatan dan kajian dari Bappedalda Provinsi Kalimantan Barat pada tahun 2003 - 2005 bahwa nilai COD telah melewati baku mutu air yang telah ditetapkan. Pada tahun 2003 nilai COD rata-rata sebesar 27,64 mg/L, tahun 2004 sebesar 20,9 mg/L, dan tahun 2005 sebesar 30,22 mg/L pada Kota Pontianak (Lampiran 3). Hal ini dapat dikatakan bahwa air Sungai Kapuas di Provinsi Kalimantan Barat nilai COD telah melewati ambang batas baku mutu air yang telah
COD (mg/L)
ditetapkan. Baku Mutu Kls IV
100 95 90 85 80 75 70 65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Baku Mutu Kls III
Baku Mutu Kls II Baku Mutu Kls I
M uara Jungkat
TPI
Korem
Simpang Landak Hilir
Sudarso
Stasiun Pengamatan Ulangan I
Ulangan II
Ulangan III
Ulangan IV
Catatan: Baku mutu COD menurut Kls. I : 10 mg/l ; Kls II : 25 mg/L Baku mutu menurut Kls III : 50 mg/l dan Kls. IV: 100 mg/L
Gambar 12 Hasil analisis COD (mg/L) air Sungai Kapuas di Kota Pontianak
83
4.2.3 Parameter Mikrobiologi 4.2.3.1 Fecal coliform Fecal Coliform merupakan suatu grup bakteri yang digunakan sebagai indikator adanya polusi kotoran dan kondisi yang tidak baik terhadap air, makanan, susu dan produkproduk susu. Coliform sebagai suatu kelompok dicirikan sebagai bakteri berbentuk batang, gram negatif, tidak membentuk spora, aerobik dan anaerobik fakultatif yang memfermentasi laktosa dengan menghasilkan asam dan gas dalam waktu 48 jam pada suhu 35oC. Adanya bakteri coliform dalam makanan/minuman menunjukkan kemungkinan adanya mikroba yang bersifat enteropatogenik dan atau toksigenik yang berbahaya bagi kesehatan. Bakteri coliform dapat dibedakan menjadi 2 grup yaitu : (1) coliform fekal misalnya Escherichia coli dan ( 2 ) coliform nonfekal misalnya Enterobacter aerogenes. Escherichia coli merupakan bakteri yang berasal dari kotoran hewan atau manusia, sedangkan Enterobacter aerogenes biasanya ditemukan pada hewan atau tanamtanaman yang telah mati (Fardiaz, 1993 ). Adanya Escherichia coli dalam air minum menunjukkan bahwa air minum itu pernah terkontaminasi feses manusia dan mungkin dapat mengandung patogen usus. Oleh karena itu, standar air minum mensyaratkan Escherichia coli harus nol dalam 100 ml. Hasil analisis Fecal coliform yang dilakukan pada lima stasiun pengamatan dengan empat kali pengamatan menunjukan bahwa kandungan fecal coliform rata-rata pada Stasiun Muara Jungkat sebesar 8 x 108 MPN/100 mL, pada Stasiun TPI sebesar 7 x 106 MPN/100 mL, Stasiun Korem sebesar 4,7 x 102 MPN/100 mL, Stasiun Simpang Sungai Landak Hilir sebesar 1 MPN/100 mL dan Stasiun Sudarso sebesar 12 x 106 MPN/ 100 mL. Ketiga stasiun pengambilan sampel (Muara Jungkat, TPI dan Sudarso) dapat dikatakan bahwa kandungan fecal coliform telah melewati ambang batas baku mutu air untuk Kelas I, Kelas II, Kelas III dan Kelas IV. Untuk Stasiun Korem kandungan fecal coliform melewati ambang batas baku mutu kelas I ( Tabel 8). Kandungan Fecal coliform rata-rata di Provinsi Kalimanatan Barat dari hulu ke hilir berdasarkan hasil analisis laboratarium Kesehatan dan kajian Bapedalda Provinsi Kalimantan Barat untuk tahun 2003 dan 2004 telah melewati ambang batas baku mutu air Kelas I yaitu sebesar 4 x 105 MPN/100mL dan 3 x 105 MPN/100 mL (Lampiran 3).
84
Hal ini dikarenakan pemanfaatan terhadap perairan Sungai Kapuas semakin meningkat seperti adanya kegiatan domestik sehingga parameter mikrobiologi bervariasi peningkatannya. Perairan Sungai Kapuas dimanfaatkan untuk air baku minum, pembuangan limbah rumahtangga, industri, kegiatan rumah sakit, dan transportasi. Kondisi ini diperkirakan dapat mencemari perairan, baik secara fisik, kimiawi maupun mikrobiologi. Mikroorganisme yang biasanya terdapat pada limbah domestik dalam jumlah banyak yaitu bakteri kelompok Coliform, Escherichia coli dan Streptococcus faecalis (Schaechter (1992) dalam Manik dan Ristiati (2004)). Bakteri yang merupakan indikator kualitas suatu perairan adalah coliform, fecal coli, salmonella dan fecal streptococcus. Secara mikrobiologi bakteri indikator pencemaran yaitu bakteri coliform, fecal coli dan fecal steptococcus, diantara ketiga bakteri tersebut yang utama adalah Escherichia coli (E. coli). Esherichia coli ditemukan hampir pada badan-badan air seperti danau, sungai dan laut yang berasal dari tinja manusia dan hewan berdarah panas serta perairan yang terkontaminasi oleh limbah yang bersifat organik. Esherichia coli merupakan bakteri fecal dari genus Escherichia, familia Enterobacteriaceae yang mampu hidup dalam saluran manusia dan hewan berdarah panas. Bakteri ini bersifat fakultatif aerobik. E. coli jika masuk ke dalam saluran pencernaan dalam jumlah banyak dapat membahayakan kesehatan. Pengujian mikrobiologi dengan hasil mikroorganisme tersebut merupakan indikator adanya mikroorganisme patogen dan pencemaran pada suatu ekosistem (World Health Organization (1982) dalam Feliatra (2002)). Dari jumlah bakteri E. coli di dapat, kondisi suatu perairan yang tercemar dapat diketahui karena bakteri tersebut merupakan indikator pencemaran. Jumlah E. coli lebih besar terjadi saat surut dibandingkan saat pasang. Hal ini terutama dipengaruhi oleh masukan bahan organik dan bakteri dari daratan. Semakin banyak pengaruh dari daratan semakin tinggi jumlah bakteri. Effendi (2003), menyatakan bahwa arus dan gelombang dapat membawa bakteri dari satu tempat ke tempat lain. Sedangkan menurut Kuswandi (2001) dalam Feliatra (2002), bakteri fecal masuk ke perairan melalui aliran sungai serta limpasan air
85
hujan sehingga kelimpahan bakteri akan semakin tinggi pada saat hujan. Keadaan yang demikian disebabkan oleh konsentrasi materi organik, perubahan salinitas, suhu maupun intensitas cahaya. Ruyitno & Soeminarti (1994) dalam Manik dan Ristiati (2004), menyatakan bahwa derajat kematian kelompok bakteri coli yang berada di lingkungan laut maupun estuarin makin berkurang dengan naiknya salinitas, suhu maupun intensitas cahaya matahari. World Health Organization (1982) dalam Feliatra (2002), menyatakan bahwa bakteri kelompok coli mempunyai resistensi yang makin menurun pada salinitas yang tinggi. Buangan domestik merupakan terpenting terhadap densitas bakteri E. coli, hal ini dibuktikan dengan 1) tingginya densitas bakteri pada stasiun yang terdekat dengan aktivitas manusia dibandingkan dengan stasiun lainnya, dan 2) densitas bakteri lebih tinggi pada saat surut dari pada saat pasang. Pada saat surut pengaruh air tawar lebih dominan jika dibandingkan saat pasang.
4.3
Daya Tampung Sungai Kapuas Daya tampung beban pencemaran air adalah kemampuan air pada suatu badan
air untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi tercemar. Bahan-bahan pencemar yang masuk ke perairan melalui sungai, oleh karena itu perhitungan nilai bahan pencemar dilakukan terhadap parameter-parameter kualitas perairan di sekitar aliran sungai. Beberapa parameter indikator pencemaran yang ditinjau untuk dilihat beban pencemar adalah TDS, TSS, Hg, Cl, Ammoniak, Pb, BOD dan COD (Tabel 10 - 13). Penentuan daya tampung beban pencemaran dihitung dengan menggunakan metode neraca massa mengacu kepada Keputusan Men-LH No. 110 Tahun 2003. Perhitungan daya tampung pada Stasiun Muara Jungkat untuk TDS sebesar -222,75 mg/L atau setara -260,17 kg/bulan, TSS sebesar -199,75 mg/L atau setara -233,31 kg/bulan, serta Hg sebesar -22,36 mg/L atau setara -30 kg/bulan. Konsentrasi BOD dan COD untuk setiap stasiun pengamatan menunjukkan hasil yang negatif. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan air sungai untuk menerima masukan pencemar sudah tidak ada
86
Daya tampung TDS, TSS pada Stasiun Muara Jungkat bernilai negatif jika dibandingkan dengan baku mutu Kelas I, hal ini dikarenakan Muara Jungkat merupakan daerah yang paling hilir dari Sungai Kapuas dimana pada daerah ini merupakan tempat bertemunya muara air sehingga terjadi akumulasi ion-ion terlarut dari akibat buang limbah cair yang berada pada daerah hulu Sungai Kapuas di Kota Pontianak. Daya tampung Hg, BOD dan COD jika dibandingkan dengan baku mutu Kelas I, dan II bernilai negatif (Tabel 10-13).
4.4 Status Mutu Air Sungai Kapuas di Kota Pontianak Pengukuran status mutu air Sungai Kapuas dilakukan dengan menggunakan metode STORET ( Storage and Retrieval). Dengan metode STORET ini dapat diketahui parameter-parameter yang telah memenuhi atau melampaui baku mutu air. Secara prinsip metode STORET adalah membandingkan antara data kualitas air dengan baku mutu air yang disesuaikan dengan peruntukannya guna menentukan status mutu air. Lampiran 4 menunjukkan bahwa penentuan Status Mutu IKA-STORET (Indeks Kualitas Air-Storage and Retrieval) air Sungai Kapuas di Kota Pontianak dilakukan pada lima stasiun pengamatan yaitu Stasiun Muara Jungkat, TPI, Korem, Simpang Sungai Landak Hilir, dan Sudarso. Hasilnya dibandingkan dengan standar baku mutu yang digunakan sebagai acuan dalam perhitungan indeks ini adalah dan baku mutu air Kelas I, Kelas II, Kelas III, dan Kelas IV (berdasarkan PP RI No. 82 tahun 2001). Adapun parameter yang digunakan dalam perhitungan IKA-STORET dalam penelitian ini adalah berjumlah 14 parameter, yaitu: pH, TDS, TSS, Suhu, DHL, Hg, Cl, BOD, COD, Nitrit, Ammoniak, Pb, Fenol dan Fecal Coliform.
Tabel 10 Daya tampung perhitungan konsentrasi (mg/L) dan beban (kg/bulan) Sungai Kapuas untuk baku mutu Kelas I
No. 1 1 2
3 4 5
Parameter 2 FISIKA TDS TSS KIMIA AN ORGANIK Hg Cl Nitrit sebagai N Amonia Pb BOD COD
Satuan
Baku Mutu Kls. I
KONSENTRASI (mg/l)
3
4
Muara Jungkat 5
TPI
Korem
6
7
Simpang Landak Hilir 8
mg/L mg/L
1000 50
-222,75 -199,75
962,5 32,5
979,5 34,5
ppb mg/L
1 600
-22,36 421,25
-24,57 580
mg/L
0.06
0,0415
0,04325
BEBAN (kg/bln)
9
Muara Jungkat 10
973,5 24,25
976,25 30,75
-260,17 -233,31
850,88 28,73
693,49 24,43
774,92 19,30
843,46 26,57
-15,41 588,75
-19,61 580
-26,01 585
-30 492,02
-20 512,74
-10 416,84
-20 461,69
-20 505,43
0,0475
0,0365
0,045
0,05
0,04
0,03
0,03
0,04
0,18 0,03 -1,37 -4,42
0,05 0,02 -0,75 -6,20
-0,01 0,02 -1,23 -8,96
0,15 0,02 -1,08 -12,10
SUDARSO
6 mg/L 0.5 -0,48 0,2 0,075 -0,012 0,175 -0,56 7 mg/L 0.03 0,029 0,02875 0.029 0,029 0,02875 0,03 8 mg/L 2 -1,99 -1,545 -1,0625 -1,545 -1,25 -2,32 9 mg/L 10 -15 -5 -8,75 -11,25 -14 -17,52 Ket : Konsentrasi Daya Tampung (mg/L) = Konsentrasi Baku Mutu Kelas ke –i - Konsentrasi parameter ke –i (persamaan 1) (persamaan 2) Beban Daya Tampung (kg/bulan) = Konsentrasi Daya Tampung ( mg/L) x debit sungai (m3/s)
TPI
Korem
11
12
Simpang Landak Hilir 13
Sudarso 14
51
Tabel 11 Daya tampung perhitungan konsentrasi (mg/L) dan beban (kg/bulan) Sungai Kapuas untuk baku mutu Kelas II
No.
1 1 2
Parameter
2 FISIKA TDS TSS KIMIA AN ORGANIK Hg Cl Nitrit sebagai N Amonia Pb BOD COD
Satuan
Baku Mutu Kls. II
3
4
mg/L mg/L
1000 50
KONSENTRASI (mg/l) Muara Jungkat
TPI
Korem
5
6
7
962,5 32,5
979,5 34,5
-222,75 -199,75
Simpang Landak Hilir 8 973,5 24,25
BEBAN (kg/bln) Sudarso
Muara Jungkat
TPI
Korem
9
10
11
12
Simpang Landak Hilir 13
-260,173 -233,309
850,879 28,731
693,491 24,426
774,916 19,303
843,459 26,567
-21 0,038 0,025 -0,482 8,840
-10 0,034 0,021 -0,044 4,425
-15 0,029 0,023 -0,434 2,985
-22 0,039 0,025 -0,216 0,864
976,25 30,75
3 ppb 2 -21,36 -23,57 -14,41 -18,61 -25,01 -25 4 mg/L (-) 5 mg/L 0.06 0,0415 0,04325 0,0475 0,0365 0,045 0,048 6 mg/L (-) 7 mg/L 0.03 0,029 0,02875 0,029 0,029 0,02875 0,034 8 mg/L 3 -0,99 -0,545 -0,0625 -0,545 -0,25 -1,156 9 mg/L 25 0 10 6,25 3,75 1 0,000 Ket : Konsentrasi Daya Tampung (mg/L) = Konsentrasi Baku Mutu Kelas ke –i - Konsentrasi parameter ke –i (persamaan 1) (persamaan 2) Beban Daya Tampung (kg/bulan) = Konsentrasi Daya Tampung ( mg/L) x debit sungai (m3/s)
Sudarso 14
52
Tabel 12 Daya tampung perhitungan konsentrasi (mg/L) dan beban (kg/bulan) Sungai Kapuas untuk baku mutu Kelas III
No.
1 1 2
3 4 5 6 7 8 9
Parameter
2 FISIKA TDS TSS KIMIA AN ORGANIK Hg Cl Nitrit sebagai N Amonia Pb BOD COD
Satuan
Baku Mutu Kls. III
KONSENTRASI (mg/L)
BEBAN (kg/bln)
3
4
5
6
7
Simpang Landak Hilir 8
mg/L mg/L
1000 400
-222,75 150,25
962,5 382,5
979,5 384,5
973,5 374,25
976,25 380,75
ppb mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L
2 (-) 0.06 (-) 0.03 6 50
-21,36 0,0415 0,029 2,01 25
-23,57 0,04325 0,02875 2,455 35
-14,41 0,0475 0,029 2.9375 31,25
-18,61 0,0365 0,029 2,455 28,75
-25,01 0,045 0,02875 2,75 26
Muara Jungkat
TPI
Korem
Sudarso
Muara Jungkat
TPI
Korem
9
10
11
12
850,879 338,142
693,491 272,228
-21
-10
Ket : Konsentrasi Daya Tampung (mg/L) = Konsentrasi Baku Mutu Kelas ke –i - Konsentrasi parameter ke –i Beban Daya Tampung (kg/bulan) = Konsentrasi Daya Tampung ( mg/L) x debit sungai (m3/s)
-260,173 175,493
-25 0,048 0,034 2,348 29,200
0,038 0,025 2,170 30,941
0,034 0,021 2,080 22,125
Simpang Landak Hilir 13 774,916 297,907
-15 0,029 0,023 1,954 22,885
Sudarso 14 843,459 328,960
-22 0,039 0,025 2,376 22,463
(persamaan 1) (persamaan 2)
53
Tabel 13 Daya tampung perhitungan konsentrasi (mg/L) dan beban (kg/bulan) Sungai Kapuas untuk baku mutu Kelas IV
No.
1 1 2
Parameter
2 FISIKA TDS TSS KIMIA AN ORGANIK Hg Cl Nitrit sebagai N Amonia Pb BOD COD
Satuan
Baku Mutu Kls. IV
KONSENTRASI (mg/L)
3
4
5
6
7
Simpang Landak Hilir 8
mg/L mg/L
2000 400
777,25 150,25
1962,5 382,5
1979,5 384,5
1973,5 374,25
Muara Jungkat
TPI
Korem
BEBAN (kg/bln) Sudarso
Muara Jungkat
TPI
Korem
9
10
11
12
Simpang Landak Hilir 13
1976,25 380,75
907,832
1734,910
1401,496
1570,927
1707,437
175,493
338,142
272,228
297,907
328,960
-8
-12
-19
-
-
-
0,707
0,795
0,863
6,328
6,730
7,560
57,525
62,686
65,662
3 ppb 5 -18,36 -20,57 -11,41 -15,61 -22,01 -21 -18 4 mg/L (-) 5 mg/L (-) 6 mg/L (-) 7 mg/L 1 0,999 0,99875 0,999 0,999 0,99875 1,167 0,883 8 mg/L 12 8,01 8,455 8,9375 8,455 8,75 9,356 7,474 9 mg/L 100 75 85 81,25 78,75 76 87,600 75,143 Ket : Konsentrasi Daya Tampung (mg/L) = Konsentrasi Baku Mutu Kelas ke –i - Konsentrasi parameter ke –i ( persamaan 1) ( persamaan 2) Beban Daya Tampung (kg/bulan) = Konsentrasi Daya Tampung (mg/L) x debit sungai (m3/s)
Sudarso 14
54
Tabel 14 menunjukkan bahwa skor IKA-STORET yang dihitung berdasarkan ke lima standar baku mutu yang digunakan menunjukkan nilai yang berfluktuasi dari hulu ke hilir. Skor IKA-STORET yang dihitung berdasarkan baku mutu Kelas I menunjukkan bahwa kualitas air Sungai Kapuas pada seluruh stasiun tergolong cemar berat. Skor IKA-STORET yang di hitung berdasarkan baku mutu Kelas II menunjukkan bahwa status mutu air sungai pada Stasiun Muara Jungkat, TPI, Simpang Sungai Landak Hilir, dan Sudarso tergolong cemar berat, sedangkan untuk Stasiun Depan Korem tergolong sedang (cemar sedang). Skor IKA-STORET yang dihitung berdasarkan baku mutu Kelas III menunjukkan bahwa status mutu air Sungai Kapuas tergolong cemar berat pada Stasiun Muara Jungkat, TPI dan Sudarso. Untuk Stasiun Korem dan Simpang Sungai Landak Hilir tergolong sedang (cemar sedang). Skor IKA-STORET yang di hitung berdasarkan baku mutu Kelas IV menunjukkan bahwa status mutu air sungai tergolong sedang (Stasiun Muara Jungkat, TPI, Korem dan Landak Hilir), sedangkan Stasiun Sudarso tergolong cemar berat. Secara umum semakin rendah tingkatan kelas baku mutu semakin besar skor IKA-STORET status mutu air semakin mengarah ke baik, hal ini dikarenakan nilai-nilai baku mutu yang ditetapkan semakin longgar. Berdasarkan baku mutu Kelas I, Kelas II, dan Kelas III, skor perhitungan IKA-STORET terendah terdapat pada Stasiun Muara Jungkat dan Sudarso, sedangkan berdasarkan baku mutu Kelas IV skor tertinggi terdapat pada Simpang Sungai Landak Hilir namun nilai terendah terdapat pada Stasiun Sudarso. Skor hasil perhitungan IKA-STORET terendah ditemukan pada Stasiun Muara Jungkat dan Sudarso. Hal ini diduga karena pada stasiun tersebut terjadi akumulasi bahan pencemar dari daerah hulunya, mengingat pada daerah hulu dekat stasiun tersebut banyak terdapat kegiatan industri. Selain itu di sekitar Stasiun Sudarso tersebut juga terdapat pemukiman, kegiatan industri, kegiatan domestik dan kegiatan perkotaan.
Tabel 14 No.
Nilai status mutu IKA-STORET air Sungai Kapuas di Kota Pontianak
Stasiun Sampling
1.
Muara Jungkat
2.
TPI
3.
Korem
4.
Landak Hilir
5.
Sudarso
Kelas I Parameter yang tidak memenuhi TDS,TSS, Hg, Cl, BOD, COD, Fecal Coliform & Total Coli TSS,Hg, Cl, BOD, COD & Fecal Coliform Hg, Cl, BOD, COD & Fecal Coliform Hg, Cl,Amonia, BOD, COD Hg, Cl, Amonia, BOD, COD, Fecal Coliform & Total Coli
Skor -67 (TB)
-49 (TB)
Kelas II Parameter yang tidak memenuhi TDS,TSS, Hg, Cl, BOD,COD, Fecal Coliform & Total Coli TSS,Hg, Cl, BOD,COD & Fecal Coliform
Kelas III Parameter yang tidak Skor memenuhi TDS,TSS, -35 Hg, Cl, (TB) BOD, Fecal Coliform & Total Coli
Kelas IV Parameter yang tidak Skor memenuhi TDS,TSS, -30 Hg, Cl, (TS) Fecal Coliform
-39 (TB)
Hg, Cl, BOD & Fecal Coliform
-32 (TB)
Hg, Cl & Fecal Coliform
-30 (TS)
Skor -52 (TB)
-46 (TB)
Hg, Cl, BOD, COD, & Fecal Coliform
-36 (TB)
Hg,Cl & Fecal Coliform
-26 (TS)
Hg, Cl & Fecal Coliform
-26 (TS)
-50 (TB)
Hg, Cl, BOD & COD
-32 (TB)
Hg & Cl
-20 (TS)
Hg & Cl
-20 (TS)
-68 (TB)
Hg, Cl, BOD, COD, Fecal Coliform & Total Coli
-54 (TB)
Hg,Cl , Fecal Coliform & Total Coli
-44 (TB)
Hg, Cl, Fecal Coliform & Total Coli
-44 (TB)
Ket: Kelas I : baik sekali, skor = 0 ( memenuhi baku mutu) Kelas III, sedang, skor = -11 s/d -30 ( Tercemar sedang/TS)
: Kelas II, baik, skor = -1 s/d -10 ( Tercemar ringan/TS) : Kelas IV, buruk, skor ≥ -31 (Tercemar berat/TB)
4. 5 Kajian Pencemaran Limbah cair Industri. 4.5.1 Kualitas limbah cair
Kualitas effluent limbah cair industri karet yang terdapat pada air Sungai Kapuas, berdasarkan hasil analisis diketahui rata-rata untuk parameter BOD5 (72,223 mg/L), COD (40 mg/L) dan TSS ( 17 mg/L) seperti tertera pada Tabel 15. Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Negara
Lingkungan
Hidup
Nomor
KEP-
51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri, hasil kualitas effluen limbah dari kegiatan industri yang bermuara di Sungai Kapuas berada di bawah baku mutu yang ditetapkan. Adapun baku mutu limbah cair industri untuk parameter BOD5 ( 60 mg/L), COD ( 200 mg/L) dan TSS ( 100 mg/L).
Tabel 15 Karakteristik limbah cair industri yang ada di sepanjang Sungai Kapuas di Kota Pontianak NO.
Nama Perusahaan
Q (m3/bulan)
1. PT. Giat Usaha Dieng 372 2. PT.Hok Tong 1692 3. PT. Sumber Alam 34 4. PT.Sumber Djantin 17 Jumlah 2117 Sumber data: Kantor Bapedal Kota Pontianak,2007
BOD 5 15,44 164,29 31,97 10,74
Effluen (mg/L) COD 50,21 106,35 89,78 42,55
TSS 20,68 33,58 87,18 18,83
4.5.2 Beban Pencemaran Limbah Cair Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Kota Pontianak (Bapedalda Kota Pontianak, 2007), menunjukkan debit rata-rata limbah cair yang dikeluarkan oleh industri karet yang berada di sepanjang Sungai Kapuas di Kota Pontianak sebanyak 529 m3/ bulan. Hasil perhitungan diketahui rata-rata konsentrasi pencemaran industri karet untuk BOD5 (17,51 Kg/bulan), COD (56,823 Kg/bulan) dan TSS (19,38 Kg/bulan) yang dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 menunjukkan bahwa konsentrasi polutan limbah cair industri tertinggi pada perusahaan PT. Hok Tong dimana nilai BOD5 sebesar 63,33 Kg/bulan, COD sebesar 197,35 Kg/bulan dan TSS sebesar 63,15 Kg/bulan. Rata-rata konsentrasi masukan polutan ke badan Sungai Kapuas yang berasal dari industri karet masih berada dibawah baku mutu yang telah ditetapkan (KepMenLH No. 51 Tahun 1991). Sedangkan konsentrasi BOD, COD dan TSS dari hasil analisis yang dilakukan telah melebihi baku mutu yang telah ditetapkan (PP No. 82 Tahun 2001). Hal ini menunjukkan adanya masukan bahan pencemar dari sumber-sumber lainnya, selain dari industri. Tabel 16 Beban pencemaran limbah cair industri yang ada di sepanjang Sungai Kapuas di Kota Pontianak NO.
Nama Perusahaan
Q (m3/bulan)
1. PT. Giat Usaha Dieng 372 2. PT.Hok Tong 1692 3. PT. Sumber Alam 34 4. PT.Sumber Djantin 17 Rata-Rata 529 Sumber data: Kantor Bapedal Kota Pontianak, 2007
Beban ( Kg/bulan) BOD 5 COD 5,06 25,04 63,33 197,35 1,33 3,82 0,32 1,08 17,51 56,823
TSS 10,34 63,15 3,53 0,50 19,38
4.5.3. Debit aliran sungai Pengukuran debit air Sungai Kapuas pada saat penelitian di lima titik pengambilan sampel air Sungai Kapuas diketahui bahwa debit air yang nilainya tertinggi sebesar 2556 m3/detik dan debit terendah sebesar 600 m3/detik (Gambar 13). Debit limbah cair terbesar terdapat pada perusahaan PT. Hok Tong (1.692 m3/bulan) dan debit limbah cair terendah terdapat pada PT. Sumber Djantin (17 m3/bulan). Debit limbah cair total yang dikeluarkan oleh kegiatan industri di sepanjang Sungai Kapuas di Kota Pontianak adalah sebesar 2.117 m3/bulan. 2800
2556
2600
2333.3
2400 2200
2222.3 2111.1 2000
Debit Sungai (m3/detik)
2000 1800
1688.9
1600
1600
1333.3
1422
1400
1066.7 1200
1133.3
1066.7 933.3
1000
866.67
800
600 600 400 200 0
Muara Jungkat
TPI
Korem
Landak Hilir
Sudarso
Stasiun Pengamatan
Gambar 13 Hasil pengukuran debit Sungai Kapuas (m3/detik). Debit limbah cair total yang dikeluarkan oleh kegiatan industri ini masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan besarnya debit air pada badan air penerima. Menurut Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Kota Pontianak kualitas effluent dan beban pencemaran limbah cair yang dikeluarkan ke badan sungai masih berada di bawah baku mutu yang ditetapkan (Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP-51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri), sedangkan kondisi mutu Sungai Kapuas dalam keadaan tercemar. Melihat kondisi ini maka diperlukan suatu strategi pengelolaan sumberdaya air yang harus diarahkan kepada pelestarian atau peningkatan daya dukung Sungai Kapuas
tersebut. Hasil analisis penelitian air Sungai Kapuas menunjukkan bahwa kualitas air Sungai
Kapuas
mengalami
penurunan
sehingga
diperlukan
mempertahankan fungsi air dari segi ekologi, ekonomi dan sosial.
suatu
upaya
V SIMPULAN DAN SARAN
5.1
SIMPULAN
Kualitas air Sungai Kapuas di lima stasiun pengamatan menunjukkan konsentrasi polutan yang tinggi , seperti parameter fisika, kimia dan biologi. Untuk parameter fisika pada stasiun Muara Jungkat menunjukkan konsentrasi rata-rata TDS sebesar 1.223 mg/l dan TSS sebesar 250 mg/l. Parameter kimia untuk ke lima stasiun pengamatan seperti Hg, BOD, COD dan Ammoniak dan parameter mikrobiologi yaitu Fecal Coliform menunjukkan konsentrasi yang tinggi dan telah melewati baku mutu air Kelas I, II, III dan IV yaitu PP No. 82 Tahun 2001. Teramati adanya indikator dimana Sungai Kapuas telah tercemar oleh Hg. Pengaruh logam Hg sangat berbahaya bagi makhluk hidup, sehingga perlu pengkajian secara khusus dan mendalam berkaiatan dengan sumber-sumber pencemar Hg dan usaha-usaha pencegahannya. Status mutu air Sungai Kapuas dapat dikatakan sudah tidak memenuhi syarat untuk digunakan bagi keperluan air baku air minum sesuai dengan PP No. 82 Tahun 2001.
Kualitas air Sungai Kapuas hanya memenuhi syarat untuk digunakan bagi
keperluan irigasi (mengairi tanaman) dan keperluan lain yang persyaratan kualitas airnya serupa, dan tidak sesuai untuk keperluan air baku PDAM. Berdasarkan penentuan daya tampung Sungai Kapuas dapat dikatakan bahwa daya tampung sudah tidak ada. Rata-rata konsentrasi masukan polutan ke badan Sungai Kapuas yang berasal dari industri karet masih berada dibawah baku mutu yang telah ditetapkan (KepMenLH No. 51 Tahun 1991). Sedangkan konsentrasi BOD, COD dan TSS dari hasil analisis yang dilakukan telah melebihi baku mutu yang telah ditetapkan (PP No. 82 Tahun 2001). Hal ini menunjukkan adanya masukan bahan pencemar dari sumber-sumber lainnya, selain dari industri.
5.2 SARAN
1. Untuk meminimalisasikan terjadinya penurunan kualitas air Sungai Kapuas di Provinsi Kalimantan Barat khususnya di Kota Pontianak diperlukan pemantauan secara terus menerus dan penegakkan hukum terhadap kegiatan industri dan kegiatan-kegiatan lain yang berpotensi menimbulkan pencemaran serta melakukan koordinasi antar instansi terkait. 2. Perlu kajian terhadap parameter-parameter kualitas air Sungai yang menggambarkan masukan polutan dari kegiatan-kegiatan yang berada di sepanjang perairan Sungai Kapuas. 3. Perlu kajian akumulasi Hg yang terdapat pada sedimen dan biota air di sepanjang perairan Sungai Kapuas.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Letak pengambilan sampling air Sungai Kapuas di Kota Pontianak
Muara Jungkat
TPITPI KOREM
KOREM
RSUD Sudarso Sudarso
Hilir S. Landak Hilir S. Landak
63
Lampiran 2 Hasil analisis air Sungai Kapuas di Kota Pontianak
No
A
Parameter
2
Fisik Residu Tersuspensi (TSS) Jumlah Zat Terlarut (TDS)
3
Suhu (temperatur)
4
Turbidity
5
Warna
1
6 B
Debit Air
Satuan
LOKASI PENGAMBILAN SAMPLING
Kadar maksimum
MUARA JUNGKAT I
II
III
TPI IV
I
II
DEPAN KOREM III
IV
I
II
III
PERSIMPANGAN LANDAK HILIR IV
SUDARSO
I
II
III
IV
I
II
III
IV
16
mg/l
50
19
936
20
24
17
24
12
17
17
21
10
14
18
25
22
38
18
28
15
mg/l
1000
67
19
4740
65
19
24
83
24
19
12
32
19
19
17
44
26
15
14
48
18
°C Skala NTU Skala TCU
Deviasi 3
24.8
29
29
28.7
24.8
30
28.9
28.8
24.7
28.9
29
28.9
24.8
29
28
28.9
24.8
30
33
28.9
25
0.912
--
--
0.96
0.773
--
--
0.625
0.814
--
--
0.624
0.978
--
--
1.66
0.956
--
--
0.624
50
424
--
--
284
282
--
--
201
6
--
--
196
368
--
--
368
253
--
--
213
M3/detik
---
--
2111.1
1066.7
1688.9
--
2556
933.3
1422
--
2000
866.67
1066.7
--
2222.3
600
1600
--
2333.3
1133.3
1333.3
50.24
Kimia Anorganik 1
Air Raksa (Hg)
ppb
1
41.28
0.2
51.08
0.89
26.73
0.2
25.33
9.07
0.2
51.63
3.86
42.06
0.2
39.38
1.0
41.0
0.2
56.83
10.21
2
Besi (Fe)
mg/l
0.3
2.0
--
--
2.0
2.0
--
1.0
1.75
--
--
1.0
15.0
--
--
1.0
1.0
--
--
1.0
3
Klorida (Cl)
mg/l
600
75
300
300
40
20
10
10
10
5
10
20
40
10
20
10
20
10
20
10
4
Nitrat (NO3)
mg/l
100
0.275
--
--
0.162
0.123
--
--
0.27
0.137
--
--
0.16
0.135
--
--
0.164
0.062
--
--
0.161
5
Nitrit (NO2)
mg/l
0.06
0.02
0.012
0.03
0.012
0.03
0.005
40
0.02
0.012
0.012
0.005
0.012
0.012
0.05
0.02
0.012
0..05
0.012
0.03
0.012
6
pH
mg/l
6.0 - 9.0
4.99
6.9
6.98
7.18
5.1
6.65
6.54
7.03
5.15
6.43
6.34
6.81
4.94
6.41
6.31
6.72
5.42
6.44
6.26
6.67
7
Seng (Zn)
mg/l
5.0
0.1
--
--
0.1
--
--
--
0.1
--
--
--
--
--
--
--
0.1
0.1
--
--
--
8
Timbal (Pb)
mg/l
0.03
0.001
0.001
0.001
0.001
≤ 0.002
≤ 0.001
≤ 0.001
≤ 0.001
≤ 0.001
≤ 0.001
≤ 0.001
≤ 0.001
≤ 0.001
≤ 0.001
≤ 0.001
≤ 0.001
≤ 0.002
≤ 0.001
≤ 0.001
≤ 0.001
9
mg/l
0.5
2
--
0.15
0.8
0.6
--
0.2
0.4
1.0
--
0.2
0.5
1.5
--
0.15
0.4
0.5
--
0.3
0.5
10
Amonia (NH4) Total Fosfat, sebagai (PO4)
mg/l
0.2
--
--
--
0.24
1.17
--
--
0.16
0.07
--
--
0.09
--
--
--
0.1
0.05
--
--
0.1
11
BOD
mg/l
2
7.36
2.1
3.0
3.5
7.68
3
1.5
2.0
4.45
3.5
2.5
1.8
4.48
3.7
3.0
3.0
3.6
3.4
6.0
2,5
12
COD Daya Hantar Listril (DHL)
mg/l
10
46
13
19
22
23
18
9
10
28
22
15
10
28
23
16
18
23
21
37
15
Umhos/cm
--
--
1.05
3.3
--
--
0.03
0.10
--
--
0.02
0.03
--
--
0.03
0.05
--
--
0.03
0.05
--
13
.
67
Hasil analisis air Sungai Kapuas di Kota Pontianak
No
C
Parameter
Satuan
LOKASI PENGAMBILAN SAMPLING
Kadar maksimum
MUARA JUNGKAT
TPI
I
II
III
IV
DEPAN KOREM
I
II
III
IV
PERSIMPANGAN LANDAK HILIR
I
II
III
IV
I
II
III
SUDARSO IV
I
II
III
IV
Kimia Organik 1
Minyak dan Lemak
µg/l
1000
12
--
--
11.81
13
--
--
16.21
14
--
--
22.14
11
--
--
16.81
11
--
--
10.81
2
Deterjen (MBAS)
µg/l
200
6.4
--
--
8.94
5.9
--
--
10.35
6.3
--
--
11.63
5.5
--
--
10.22
6.2
--
--
14.53
3
Senyawa Fenol
µg/l
1
0.361
0.71
0.201
0.12
0.162
0.88
0.177
0.237
0.138
0.189
0.181
0.95
0.29
0.213
0.231
0.284
0.14
0.189
0.32
0.188
1
Coli Form
MPN/100ml
104
--
--
16x106 35x10-
23
--
--
14x106
26x102
--
--
11x10-5
94x101
--
--
35x10-5
2
--
--
24x106
8
2
Coli Tinja
MPN/100ml
2 x 103
--
--
5
8
--
--
13x10-5
31x101
--
--
17x10-4
70x101
--
--
92x10-4
0
--
--
16x106
8
D
Biologi
Sumber : Analisis Lab. Kesehatan Kalbar, 2007 Keterangan : 1. Lokasi Pengambilan Muara Jungkat 2. Lokasi Pengambilan TPI 3. Lokasi Pengambilan Korem 4. Lokasi Pengambilan Persimpangan/Hilir Landak 5. Lokasi Pengambilan Soedarso 6. Lokasi Pengambilan Persimpangan Ambawang Ulangan : I. 3 Januari 2007 II. 6 Februari 2007 III. 15 Februari 2007 IV. 7 Maret 2007
68
Lampiran 3 Hasil analisis kualitas air Sungai Kapuas Tahun 2003 - 2005 No.
PARAMETER
SATUAN
Baku Mutu
2003
2004
2005
FISIKA 1 TTS 2 TDS 3 Suhu KIMIA 5 Air Raksa (Hg) 6 Nitrat (NO3) 7 Nitrit (NO2) 8 pH 9 Timbal (Pb) 10 Amoniak (NH4) 11 Total Fosfat (PO4) 12 DO 13 BOD 14 COD
mg/L mg/L C
36,36 26,79 27,23
39,16 14,68 28,63
108,70 67,31 27,83
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L
1 10 0,06 6-9 0,03 0,5 0,2 6 2 10
0,0030 2,35 0,023 5,5 0,003 0,195 0,147 5,31 2,87 27,64
0,0002 2,10 0,019 5,5 0,003 0,128 0,106 5,12 2,15 20,90
0,2600 5,79 0,390 6,5 0,010 0,290 0,150 3,70 13,13 30,22
KIMIA ORGANIK 15 Minyak & Lemak 16 Deterjen 17 Senyawa Fenol
µg/L µg/L µg/L
1 0,2 0,001
0,261 0,088 0,354
0,170 0,038 0,930
0,030 0,020 0,070
BIOLOGI 18 Baktari Coliform 19 Bakteri Colitinja
MPM/100mL MPM/100mL
1000 100
4 x 10 6 3 x 10 6
3 x 10 5 5 x 106
ppb mg/L mg/L
50 1000 Deviasi 3
tda tda
Ket: tda : tidak ada data Sumber : Data Bapedalda Prop. Kalbar, (2007) dan analisis Lab.
69
Lampiran 4 Perhitungan status mutu air (IKA- STORET) Sungai Kapuas di Kota Pontianak Skor IKA-STORET pada Stasiun Muara Jungkat pada Tahun 2007 No . 1 2 3 4 5
6 7 8 9 10 11 12 13 14
Parameter FISIKA Suhu TDS TSS DHL pH KIMIA AN ORGANIK Hg Cl2 Nitrit sebagai N Amonia Pb Fenol BOD COD MIKROBIOLOGI Fecal Coliform
15 Total Coli
Kls. I
Baku Mutu Kls. Kls. II III
mg/l mg/l µmhos/cm -
dev. 3 1000 50 t.a 6–9
dev. 3 1000 50 t.a 6–9
dev. 3 dev. 5 1000 2000 400 400 t.a t.a 6–9 5–9
29 4740 936 3,3 7,19
24,8 19 19 3,3 4,99
27,8 1222,75 249,75 2,175 6,5
0 -5 -4 0 0
0 -4 -4 0 0
0 -4 -1 0 0
0 -1 -1 0 0
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
0,001 1 0,06 0,5 0,03 0,001 2 10
0,002 (-) 0,06 t.a 0,03 0,001 3 25
0,002 (-) 0,06 t.a 0,03 0,001 6 50
0,005 (-) (-) t.a 1 t.a 12 100
51,08 300 0,03 2 0,001 0,71 7,36 46
0,2 40 0,012 0,15 0,001 0,12 2,1 13
23,36 178,75 0,0185 0,98 0,001 0,348 3,99 25
-10 -10 0 -10 0 -10 -10 -10
-10 -10 0 0 0 -10 -8 -8
-10 -10 0 0 0 -10 -2 0
-10 -10 0 0 0 -10 0 0
100
1000
2000
2000
16 X10 6
23
8 x 108
-8
-8
-8
-8
1000
5000
10000 10000
8
0.0035
4
0
0
0
0
-77
-62
-45
-40
Satuan
oC
MPN/100 ml MPN/100 ml
Kls. IV
JUMLAH SKOR Sumber : Hasil analisis Lab. Kesehatan dan data diolah (data penelitian)
Hasil Pengamatan Maksimu Minimum Rata-rata m
Kls. I
Skor IKA-STORET Kls. Kls. Kls. II III IV
70
Skor IKA-STORET pada Stasiun TPI pada Tahun 2007
No.
Parameter
FISIKA 1 Suhu 2 3 4 5
6 7 8 9 10 11 12 13 14
TDS TSS DHL pH KIMIA AN ORGANIK Hg Cl2 Nitrit sebagai N Amonia Pb Fenol BOD COD MIKROBIOLOGI Fecal Coliform
15 Total Coli
Baku Mutu Kls. Kls. II III
Kls. IV
Hasil Pengamatan Maksimum Minimum Ratarata
Skor IKA-STORET Kls. Kls. II III
Satuan
Kls. I
oC
dev. 3
dev. 3
dev. 5
30
24,8
28,12
0
0
0
0
mg/l mg/l µmhos/cm -
dev. 3 1000 50 t.a 6–9
1000 50 t.a 6–9
1000 400 t.a 6–9
2000 400 t.a 5–9
24 83 0,03 7,03
12 19 0,1 5,1
17,5 37,5 0,03 6,33
0 -1 0 0
0 -1 0 0
0 0 0 0
0 0 0 0
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
0,001 1 0,06 0,5 0,03 0,001 2 10
0,002 (-) 0,06 t.a 0,03 0,001 3 25
0,002 (-) 0,06 t.a 0,03 0,001 6 50
0,005 (-) (-) t.a 1 t.a 12 100
50,24 40 0,03 0,6 0,002 0,88 7,68 23
0,2 10 0,005 0,2 0,001 0,162 1,5 9
25,57 20 0,016 0,3 0,00125 0,364 3,54 15
-10 -10 0 -2 0 -10 -8 -8
-10 -10 0 0 0 -10 -8 0
-10 -10 0 0 0 -10 -2 0
-10 -10 0 0 0 0 0 0
100
1000
2000
2000
14000000
2600 7001300
-10
-10
-10
-10
1000
5000
10000
10000
310
0
0
0
0
-59
-49
-42
-30
MPN/100 ml MPN/100 ml
JUMLAH SKOR
0.00035
155
Kls. I
Kls. IV
Sumber : Hasil analisis Lab. Kesehatan dan data diolah (data penelitian) 71
Skor IKA-STORET pada Stasiun Depan KOREM pada Tahun 2007
No. 1 2 3 4 5
6 7 8 9 10 11 12 13 14
Parameter FISIKA Suhu TDS TSS DHL pH KIMIA AN ORGANIK Hg Cl2 Nitrit sebagai N Amonia Pb Fenol BOD COD MIKROBIOLOGI Fecal Coliform
15 Total Coli
Kls. I
Baku Mutu Kls. Kls. II III
Kls. IV
mg/l mg/l µmhos/cm -
dev. 3 1000 50 t.a 6–9
dev. 3 dev. 3 1000 1000 50 400 t.a t.a 6–9 6–9
dev. 5 2000 400 t.a 5–9
29 32 17 0,03 6,81
24,7 12 10 0,02 5,15
27,8 20,5 15,5 0,0125 6,18
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
0,001 1 0,06 0,5 0,03 0,001 2 10
0,002 (-) 0,06 t.a 0,03 0,001 3 25
0,002 (-) 0,06 t.a 0,03 0,001 6 50
0,005 (-) (-) t.a 1 t.a 12 100
51,63 20 0,012 0,2 0,001 0,95 4,45 28
0,2 5 0,005 1 0,001 0,138 1,8 10
16,14 11,25 0,0105 0,425 0,001 0,364 3,062 18,75
-10 -10 0 0 0 -10 -8 -10
-10 -10 0 0 0 -10 -2 -2
-10 -10 0 0 0 -10 0 0
-10 -10 0 0 0 0 0 0
100
1000
2000
2000
940
0,00011 7001300
-8
-6
-6
-6
5000 10000
10000
700
0
0
0
0
-56
-40
-36
-26
Satuan oC
MPN/100 ml MPN/100 ml
1000
JUMLAH SKOR Sumber : Hasil analisis Lab. Kesehatan dan data diolah (data penelitian)
Hasil Pengamatan Maksimum Minimum Ratarata
0.0017
350
Skor IKA-STORET Kls. Kls. II III
Kls. I
Kls. IV
72
Skor IKA-STORET pada Stasiun Simpang Landak Hilir pada Tahun 2007
No.
Parameter
FISIKA 1 Suhu 2 3 4 5
6 7 8 9 10 11 12 13 14
TDS TSS DHL pH KIMIA AN ORGANIK Hg Cl2 Nitrit sebagai N Amonia Pb Fenol BOD COD MIKROBIOLOGI Fecal Coliform
15 Total Coli
Satuan
Kls. I
Baku Mutu Kls. Kls. II III
oC
dev. 3 1000 50 t.a 6–9
dev. dev. 3 dev. 5 3 1000 1000 2000 50 400 400 t.a t.a t.a 6–9 6–9 5–9
mg/l mg/l µmhos/cm -
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
0,001 0,002 1 (-) 0,06 0,06 0,5 t.a 0,03 0,03 0,001 0,001 2 3 10 25
MPN/100 ml
100
MPN/100 ml
1000
1000
Kls. IV
Hasil Pengamatan Maksimum Minimum Ratarata
Skor IKA-STORET Kls. Kls. Kls. Kls. I II III IV
29
24,8
27,67
0
0
0
0
44 38 0,05 6.72
17 18 0,03 4,94
26,5 25,75 0,02 6,1
0 0 0 0
0 0 0 0
0 0 0 0
0 0 0 0
0,002 (-) 0,06 t.a 0,03 0,001 6 50
0,005 (-) (-) t.a 1 t.a 12 100
42,06 40 0,012 1,5 0,001 0,29 4,48 28
0,2 10 0,05 0,15 0,001 0,213 3 16
20,.61 20 0,023 0,5125 0,001 0,254 3,545 21,25
-10 -10 0 -10 0 -10 -10 -10
-10 -10 0 0 0 -10 -10 -2
-10 -10 0 0 0 -10 0 0
-10 -10 0 0 0 0 0 0
2000
2000
2
0.00035
1
0
0
0
0
0.0064
0
0
0
0
-60
-42
-30
-20
5000 10000 10000
JUMLAH SKOR Sumber : Hasil analisis Lab. Kesehatan dan data diolah (data penelitian)
0.0094 o
73
Skor IKA-STORET pada Stasiun Sudarso pada Tahun 2007
No.
Parameter
FISIKA 1 Suhu 2 3 4 5
6 7 8 9 10 11 12 13 14
TDS TSS DHL pH KIMIA AN ORGANIK Hg Cl2 Nitrit sebagai N Amonia Pb Fenol BOD COD MIKROBIOLOGI Fecal Coliform
15 Total Coli
Satuan
Kls. I
oC
dev. 3
mg/l mg/l µmhos/cm -
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
1000 50 t.a 6–9
Baku Mutu Kls. Kls. II III
dev. dev. 3 dev. 5 3 1000 1000 2000 50 400 400 t.a t.a t.a 6–9 6–9 5–9
0,001 0,002 1 (-) 0,06 0,06 0,5 t.a 0,03 0,03 0,001 0,001 3 2 10 25
MPN/100 ml
100
MPN/100 ml
1000
Kls. IV
Hasil Pengamatan Maksimum Minimum Rata-rata
Skor IKA-STORET Kls. Kls. Kls. Kls. I II III IV
33
24,8
29,17
0
0
0
0
48 28 0.05 6,67
14 15 0,03 5,42
23,75 19,25 0,02 6,2
0 0 0 0
0 0 0 0
0 0 0 0
0 0 0 0
0,2 10 0,012 0,3 0,001 0,14 2,5 15
27,01 15 0,0135 0,325 0,00125 0,209 3,25 24
-10 -10 0 -2 -2 -10 -10 -10
-10 -10 0 0 -2 -10 -8 -2
-10 -10 0 0 0 -10 0 0
-10 -10 0 0 0
0,002 (-) 0,06 t.a 0,03 0,001 6 50
0,005 (-) (-) t.a 1 t.a 12 100
56,83 20 0,05 0,5 0,03 0,32 6 37
2000
2000
24000000
8 12000000
-12
-12
-12
-12
5000 10000 10000
16000000
8
-12
-12
-12
-12
-78
-66
-54
-44
1000
JUMLAH SKOR Sumber : Hasil analisis Lab. Kesehatan dan data diolah (data penelitian)
8000000
0 0
74
77
Lampiran 6 Letak pengambilan sampling air di lima titik air Sungai Kapuas di Kota Pontianak Tahun 2007
Stasiun 1
Muara Jungkat
Stasiun 2 TPI
78
Stasiun 3
Depan Korem
Stasiun 4 Persimpangan Landak Hilir
79
Stasiun 5 Sudarso
80
Lampiran 7
Alat pengambilan sampling air Sungai Kapuas